IKM Pneumonia

download IKM Pneumonia

of 25

description

y

Transcript of IKM Pneumonia

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT DAN PETUGAS KESEHATAN TERHADAP PENEMUAN KASUS PNEUMONIA DI WILAYAH PUSKESMAS BENDOSARI

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dokter Muda Stase Ilmu Kesehatan Masyarakat

Disusun Oleh :

Bagus BurhanBoby HafidzAswin FauziahRilla Novitasari

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA2015BAB 1PENDAHULUAN

1. Latar BelakangPneumonia adalah infeksi akut parenkim paru yang meliputi alveolus dan jaringan interstitial.World Health Organization (WHO) mendefinisikan pneumonia hanya berdasarkan penemuan klinis yang didapat pada pemeriksaan inspeksi dan frekuensi pernafasan (IDAI, 2009).Anak balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan terhadap penyakit.Anak balita harus mendapat perlindungan untuk mencegah terjadi penyakit yang dapat mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan menjadi terganggu atau bahkan dapat menimbulkan kematian. Salah satu penyebab kematian tertinggi akibat penyakit infeksi pada anak usia balita adalah penyakit pneumonia (WH0, 2010).Menurut World Health Organization /WHO (2010) pneumonia merupakan salah satu penyebab kematian pada anak di seluruh dunia. Setiap tahun pneumonia membunuh sekitar 1,6 juta anak balita atau sekitar 14% dari seluruh kematian balita di seluruh dunia. Angka ini lebih tinggi dibanding dari kematian akibat HIV/AIDS sebanyak 2%, malaria 8% dan campak 1%.Di Indonesia, angka kematian pneumonia pada balita diperkirakan mencapai 21% (Unicef, 2006). Angka kesakitan pneumonia pada bayi 2,2%, balita 3% sedang angka kematian pneumonia pada bayi 29,8% dan balita 15,5% (Riset kesehatan dasar, 2007). Menurut data yang diperoleh dari Profil Kesehatan Indonesia tahun 2005, jumlah balita penderita pneumonia di Indonesia ada sebanyak 600.720 balita yang terdiri dari 155 anak meninggal pada umur di bawah 1 tahun dan 49 anak meninggal pada umur 1-4 tahun (Depkes RI, 2005).Cakupan penemuan pneumonia balita Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2011 sebesar 25.54%, terendah 1.16% (Kabupaten Rembang) dan tertinggi 126.61% (Kota Salatiga), Kabupaten/kota yang sudah mencapai target hanya satu yaitu Kota Magelang (179.59%).Sedangkan untuk Kabupaten Sukoharjo, khususnya Kecamatan Bendosari cakupan penemuan pneumonia balita masih rendah yakni dari target tiap satu tahun yaitu tahun 2012 hanya tercapai 357, 677, 530 hanya tercapai 4%, 2.56%, 1.51% pada tahun, 2013, 2014 (Dinkes Jateng, 2011).Menurut Depkes RI, 2004 faktor-faktor risiko pneumonia antara lain umur, jenis kelamin, gizi kurang, riwayat berat badan lahir rendah (BBLR), pemberian ASI yang kurang memadai, defisiensi vitamin A, status imunisasi, polusi udara, kepadatan rumah tangga, ventilasi rumah dan pemberian makanan terlalu dini. Penelitian lain juga menjelaskan bahwa faktor-faktor risiko yang dapat meningkatkan insiden pneumonia termasuk pendidikan ibu, status ekonomi, umur balita dan kepadatan hunian (Hananto, 2004).Penelitian yang dilakukan di India oleh Shah, et al. (1996) sebuah penelitian Hospital-based dilakukan pada 400 anak di bawah usia 5 tahun untuk mengidentifikasi faktor risiko pneumonia berat. Faktor risiko yang muncul dan signifikan yaitu usia muda, imunisasi dan berbagi kamar tidur, pendidikan orang tua, pencemaran lingkungan, penghentian pemberian ASI pada bayi muda, kekurangan gizi, kekurangan vitamin A, berat badan lahir rendah, riwayat ISPA berat, tidak berespon terhadap pengobatan dini dan penggunaan obat nonallopathic. Koreksi faktor-faktor ini mungkin dapat mengurangi kematian akibat ISPA.Dari data di atas, kami ingin mengetahui faktor yang menyebabkan rendahnya cakupan penemuan pneumonia balita pada Kecamatan Bendosari khususnya dari tingkat pengetahuan masyarakat dan petugas kesehatan di Puskesmas Bendosari mengenai pneumonia.

1. Tujuan PenulisanTujuan dari penulisan ini yakni untuk tingkat pengetahuan masyarakat dan petugas kesehatan di Puskesmas Bendosari terhadap penemuan kasus pneumonia.

1. Manfaat PenelitianHasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi pihak Puskesmas Bendosari tentang tingkat pengetahuan masyarakat dan petugas kesehatan di Puskesmas Bendosari yang dapat berguna dalam kegiatan promosi kesehatan dalam rangka meningkatkan angka cakupan pneumonia pada balita.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan dibahas mengenai konsep penyakit pneumonia meliputi pengertian, etiologi, klasifikasi, patofisiologi, gambaran klinis, pemeriksaan penunjang, penularan, pencegahan.

A. PengertianSecara kinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit).Pneumonia yang disebabkan oleh Mycobacteriumtuberculosis tidak termasuk.Sedangkan peradangan paru yang disebabkan oleh nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik, obat-obatan dan lain-lain) disebut pneumonitis (PDPI, 2003).

B.EtiologiPneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme, yaitu bakteri, virus, jamur dan protozoa.Dari kepustakaan pneumonia komuniti yang diderita oleh masyarakat luar negeri banyak disebabkan bakteri Gram positif, sedangkan pneumonia di rumah sakit banyak disebabkan bakteri Gram negatif sedangkan pneumonia aspirasi banyak disebabkan oleh bakteri anaerob. Akhir-akhir ini laporan dari beberapa kota di Indonesia menunjukkan bahwa bakteri yang ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita pneumonia komuniti adalah bakteri Gram negatif (PDPI, 2003).S.pneumonia merupakan penyebab tersering pneumonia bakterial ada semua kelompok umur.Virus lebih seringditemukan pada anak kurang dari 5 tahun.Respiratory Syncytial Virus (RSV) merupakan virus penyebab tersering pada anak kurang dari 3 tahun.Pada umur yang lebih muda, afenovirus, parainfluenza virus, dan influenza virus juga ditemukan. Mycoplasma pneumonia dan Clamydia pneumonia, lebih sering ditemukan pada anak-anak, dan merupakan penyebab tersering pada anak usia lebih dari 10 tahun (IDAI, 2009).

C.Klasifikasi Pneumonia1. Klasifikasi pneumonia anak berdasarkan gambaran klinis (WHO & IDAI, 2009)a. Pneumonia ringan Ditandai dengan adanya batuk atau kesulitan bernafas, hanya terdapat nafas cepat saja. Indikator nafas cepat :1) Anak umur 2 bulan11 bulan adalah > 50 kali/menit 2) Anak umur 1 tahun 5 tahun adalah > 40 kali/menitb. Pneumonia beratBatuk dan atau kesulitan bernafas ditambah minimal salah satu hal berikut: 1) Kepala terangguk-angguk2) Pernapasan cuping hidung3) Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam4) Foto dada yang menunjukkan gambaran pneumonia (infiltrat luas, konsolidasi dll)Selain itu bisa didapatkan pula tanda berikut ini :1) Nafas cepat :a) Anak umur < 2 bulan :> 60 kali/menit; b) Anak umur 2 11 bulan :> 50 kali/menit; c) Anak umur 1 5 tahun :> 40 kali.menit;d) Anak umur > 5 tahun :> 30 kali/menit2) Suara merintih/grunting pada bayi muda3) Pada auskultasi terdengar crackles (ronki), suara pernapasan menurun, suara pernapasan bronkial.Dalam keadaan sangat berat dapat dijumpai bayi tidak dapat menyusu atau minum/makan atau memuntahkan semuanya, kejang, letargis atau tidak sadar, sianosis, diare dan distres pernapasan berat (WHO & IDAI, 2009).2. Berdasarkan klinis dan epideologis (PDPI, 2003) :a.Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)b.Pneumonia nosokomial (hospital-acqiured pneumonia/nosocomial pneumonia)c.Pneumonia aspirasid.Pneumonia pada penderita immunocompromised pembagian ini penting untuk memudahkan penatalaksanaan.

3. Berdasarkan bakteri penyebab (PDPI, 2003).a.Pneumonia bakterial / tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa bakteri mempunyai tendensi menyerang sesorang yang peka, misalnya Klebsiella pada penderita alkoholik, Staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza.b.Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan Chlamydiac.Pneumonia virusd.Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama pada penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised)4. Berdasarkan predileksi infeksi (PDPI, 2003).a.Pneumonia lobaris. Sering pada pneumania bakterial, jarang pada bayi dan orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen kemungkinan sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus misalnya : pada aspirasi benda asing atau proses keganasan.b.Bronkopneumonia. Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada lapangan paru.Dapat disebabkan oleh bakteria maupun virus.Sering pada bayi dan orang tua. Jarang dihubungkan dengan obstruksi bronkusc.Pneumonia interstisial

D. PatofisiologiDalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroornagisme di paru.Keadaan ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dapat berkembang biak dan menimbulkan penyakit (PDPI, 2003).Resiko infeksi di paru sangat tergantung pada kemampuan mikroorganisme untuk sampai dan merusak permukaan epitel saluran napas. Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan :1. Inokulasi langsung2. Penyebaran melalui pembuluh darah3. Inhalasi bahan aerosol4. Kolonisasi dipermukaan mukosa(PDPI, 2003)Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah secara Kolonisasi. Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 -2,0 m melalui udara dapat mencapai bronkus terminal atau alveol dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru.Aspirasi dari sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur (50 %) juga pada keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat (drug abuse) (PDPI, 2003).Sekresi orofaring mengandung konsentrasi bakteri yang tinggi 10 8-10/ml, sehingga aspirasi dari sebagian kecil sekret (0,001 - 1,1 ml) dapat memberikan titer inokulum bakteri yang tinggi dan terjadi pneumonia (PDPI, 2003).Pada pneumonia mikroorganisme biasanya masuk secara inhalasi atau aspirasi. Umumnya mikroorganisme yang terdapat disaluran napas bagian atas sama dengan di saluran napas bagian bawah, akan tetapi pada beberapa penelitian tidak di temukan jenis mikroorganisme yang sama (PDPI, 2003).Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan reaksi radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel polimorfonuklear dan diapedesis eritrosit sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum terbentuknya antibodi. Sel-sel PMN mendesak bakteri ke permukaan alveoli dan dengan bantuan leukosit yang lain melalui pseudopodosis sitoplasmik mengelilingi bakteri tersebut, kemudian difagosit.Proses radang pneumonia dapat dibagi menjadi 4 stadium, yaitu (Dinkes Jateng, 2011):1.Stadium kongesti (4-12 jam pertama)Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi.Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi.Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan.Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin.Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstitium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin (Dinkes Jateng, 2011).2.Stadium hepatisasi merah (48 jam selanjutnya)Terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak. Stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam (Dinkes Jateng, 2011).3.Stadium hepatisasi kelabu (konsolidasi)Terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti (Dinkes Jateng, 2011).4.Stadium akhir (resolusi)Eksudat yang mengalami konsolidasi di antara rongga alveoli dicerna secara enzimatis yang diserap kembali atau dibersihkan dengan batuk.Parenkim paru kembali menjadi penuh dengan cairan dan basah sampai pulih mencapai keadaan normal (Dinkes Jateng, 2011).

F. Gambaran Klinisa.AnamnesisGambaran klinik biasanya ditandai dengan demam, menggigil, suhu tubuh meningkat dapat melebihi 400C, batuk dengan dahak mukoid atau purulen kadang-kadang disertai darah, sesak napas dan nyeri dada (PDPI, 2003).b.Pemeriksaan fisikTemuan pemeriksaan fisis dada tergantung dari luas lesi di paru. Pada inspeksi dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas, pasa palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronkial yang mungkin disertai ronki basah halus, yang kemudian menjadi ronki basah kasar pada stadium resolusi (PDPI, 2003).

G. Pemeriksaan Penunjanga.Gambaran radiologisFoto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai konsolidasi dengan " air broncogram", penyebab bronkogenik dan interstisial serta gambaran kaviti. Foto toraks saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya gambaran pneumonia lobaris tersering disebabkan oleh Steptococcus pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa sering memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia sedangkan Klebsiela pneumonia sering menunjukkan konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat mengenai beberapa lobus (PDPI, 2003).b.Pemeriksaan labolatoriumPada pemeriksaan labolatorium terdapat peningkatan jumlah leukosit, biasanya lebih dari 10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur darah dapat positif pada 20- 25% penderita yang tidak diobati. Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik (PDPI, 2003).

H. Penularan PneumoniaMenurut WHO (2010), pneumonia dapat menyebar dalam beberapa cara. Virus dan bakteri biasanya ditemukan di hidung atau tenggorokan anak yang dapat menginfeksi paru-paru jika dihirup.Virus dan bakteri juga dapat menyebar melalui droplet udara lewat batuk atau bersin.Selain itu, radang paru-paru bisa menyebar melalui darah, terutama selama dan segera setelah lahir.

I.Pencegahan PneumoniaDi negara-negara berkembang telah mengidentifikasi 6 strategi untuk mengontrol infeksi saluran pernapasan akut yang dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas akibat pneumonia pada anak-anak (WHO, 2003). Adapun 6 strategi yang dimaksud adalah :1. Pemberian Imunisasi. Pencegahan pneumonia dapat dilakukan dengan pemberian imunisasi campak, Dipteri Pertusis Tetanus (DPT) untuk menyiapkan balita menghadapi lingkungan yang tidak selalu bisa dijamin kebersihan udaranya. Selain itu, asupan makanan yang kaya gizi tentu akan mempertahankan stamina balita sendiri.2. Memberikan kemoprofilaksis (pelega tenggorokan/pereda batuk) pada anak dengan infeksi pernapasan akut dan anak dengan mengi.3. Memperbaiki Nutrisi. Untuk mencegah risiko pneumonia pada bayi dan anakanak yang disebabkan karena malnutrisi sebaiknya dilakukan dengan pemberian ASI pada bayi neonatal sampai dengan umur 2 tahun.Hal ini disebabkan karena ASI terjamin kebersihannya dan mengandung faktor-faktor antibodi cairan tubuh sehingga dapat memberikan perlindungan terhadap infeksi bakteri dan virus.Selain pemberian ASI peningkatan status gizi anak penderita pneumonia juga perlu perhatian untuk kesembuhan anak tersebut.4. Mengurangi polusi lingkungan seperti polusi udara dalam ruangan, lingkungan berasap rokok dan polusi di luar ruangan.5. Mengurangi penyebaran kuman dan mencegah penularan langsung dengan cara menjauhkan anak dari penderita batuk.

G.Pengobatan1. Pneumonia Ringan (WHO & IDAI, 2009)a. Tatalaksana1) Anak dirawat jalan2) Beri antibiotik: Kotrimoksasol (4 mg TMP/kg BB/kali) 2 kali sehari selama 3 hari atau Amoksisilin (25 mg/kg BB/kali) 2 kali sehari selama 3 hari. Untuk pasien HIV diberikan selama 5 hari.b.Tindak lanjut (WHO, 2009)Anjurkan ibu untuk memberi makan anak.Nasihati ibu untuk membawa kembali anaknya setelah 2 hari, atau lebih cepat kalau keadaan anak memburuk atau tidak bisa minum atau menyusu.Ketika anak kembali: 1) Jika pernapasannya membaik (melambat), demam berkurang, nafsu makan membaik, lanjutkan pengobatan sampai seluruhnya 3 hari.2) Jika frekuensi pernapasan, demam dan nafsu makan tidak ada perubahan, ganti ke antibiotik lini kedua dan nasihati ibu untuk kembali 2 hari lagi.3) Jika ada tanda pneumonia berat, rawat anak di rumah sakit.2. Pneumonia Berata.Tatalaksana (WHO & IDAI, 2009)1)Anak dirawat di rumah sakit2)Terapi Antibiotika) Beri ampisilin/amoksisilin (25-50 mg/kgBB/kali IV atau IM setiap 6 jam), yang harus dipantau dalam 24 jam selama 72 jam pertama. Bila anak memberi respons yang baik maka diberikan selama 5 hari.b)Selanjutnya terapi dilanjutkan di rumah atau di rumah sakit dengan amoksisilin oral (15 mg/kgBB/kali tiga kali sehari) untuk 5 hari berikutnya.c)Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam, atau terdapat keadaan yang berat (tidak dapat menyusu atau minum/makan, atau memuntahkan semuanya, kejang, letargis atau tidak sadar, sianosis, distres pernapasan berat) maka ditambahkan kloramfenikol (25 mg/kgBB/kali IM atau IV setiap 8 jam).d)Bila pasien datang dalam keadaan klinis berat, segera berikan oksigen dan pengobatan kombinasi ampilisin-kloramfenikol atau ampisilin-gentamisin.e)Sebagai alternatif, beri seftriakson (80-100 mg/kgBB IM atau IV sekali sehari).f)Bila anak tidak membaik dalam 48 jam, maka bila memungkinkan buat foto dada.g)Apabila diduga pneumonia stafilokokal (dijelaskan di bawah untuk pneumonia stafilokokal), ganti antibiotik dengan gentamisin (7.5 mg/kgBB IM sekali sehari) dan kloksasilin (50 mg/kgBB IM atau IV setiap 6 jam) atau klindamisin (15 mg/kgBB/hari 3 kali pemberian). Bila keadaan anak membaik, lanjutkan kloksasilin (atau dikloksasilin) secara oral 4 kali sehari sampai secara keseluruhan mencapai 3 minggu, atau klindamisin secara oral selama 2 minggu.3)Terapi Oksigen (WHO & IDAI, 2009)a) Beri oksigen pada semua anak dengan pneumonia beratb)Bila tersedia pulse oximetry, gunakan sebagai panduan untuk terapi oksigen (berikan pada anak dengan saturasi oksigen < 90%, bila tersedia oksigen yang cukup). Lakukan periode uji coba tanpa oksigen setiap harinya pada anak yang stabil.Hentikan pemberian oksigen bila saturasi tetap stabil > 90%. Pemberian oksigen setelah saat ini tidak bergunac)Gunakan nasal prongs, kateter nasal, atau kateter nasofaringeal. Penggunaan nasal prongs adalah metode terbaik untuk menghantarkan oksigen pada bayi muda. Masker wajah atau masker kepala tidak direkomendasikan.Oksigen harus tersedia secara terus-menerus setiap waktu. Perbandingan terhadap berbagai metode pemberian oksigen yang berbeda dan diagram yang menunjukkan penggunaannya terdapat pada Bab 10 Perawatan Penunjang bagian 10.7, halaman 302.d)Lanjutkan pemberian oksigen sampai tanda hipoksia (seperti tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam yang berat atau napas > 70/menit) tidak ditemukan lagi.Perawat sebaiknya memeriksa sedikitnya setiap 3 jam bahwa kateter atau prong tidak tersumbat oleh mukus dan berada di tempat yang benar serta memastikan semua sambungan baik.Sumber oksigen utama adalah silinder.Penting untuk memastikan bahwa semua alat diperiksa untuk kompatibilitas dan dipelihara dengan baik, serta staf diberitahu tentang penggunaannya secara benar.b. Perawatan Penunjang (WHO & IDAI, 2009)1)Bila anak disertai demam (> 390 C) yang tampaknya menyebabkan distres, beri parasetamol.2)Bila ditemukan adanya wheeze, beri bronkhodilator kerja cepat (lihat halaman 95)3)Bila terdapat sekret kental di tenggorokan yang tidak dapat dikeluarkan oleh anak, hilangkan dengan alat pengisap secara perlahan.4)Pastikan anak memperoleh kebutuhan cairan rumatan sesuai umur anak (Lihat Bab 10 Perawatan Penunjang bagian 10.2 halaman 290), tetapi hati-hati terhadap kelebihan cairan/overhidrasi.a) Anjurkan pemberian ASI dan cairan oral.b) Jika anak tidak bisa minum, pasang pipa nasogastrik dan berikan cairan rumatan dalam jumlah sedikit tetapi sering. Jika asupan cairan oral mencukupi, jangan menggunakan pipa nasogastrik untuk meningkatkan asupan, karena akan meningkatkan risiko pneumonia aspirasi. Jika oksigen diberikan bersamaan dengan cairan nasogastrik, pasang keduanya pada lubang hidung yang sama.5)Bujuk anak untuk makan, segera setelah anak bisa menelan makanan. Beri makanan sesuai dengan kebutuhannya dan sesuai kemampuan anak dalam menerimanya.c.Pemantauan (WHO & IDAI, 2009)Anak harus diperiksa oleh perawat paling sedikit setiap 3 jam dan oleh dokter minimal 1 kali per hari. Jika tidak ada komplikasi, dalam 2 hari akan tampak perbaikan klinis (bernapas tidak cepat, tidak adanya tarikan dinding dada, bebas demam dan anak dapat makan dan minum).

H.KomplikasiJika anak tidak mengalami perbaikan setelah dua hari, atau kondisi anak semakin memburuk, lihat adanya komplikasi atau adanya diagnosis lain. Jika mungkin, lakukan foto dada ulang untuk mencari komplikasi. Beberapa komplikasi yang sering terjadi adalah sebagai berikut (WHO & IDAI, 2009):1. Pneumonia Stafilokokus Curiga ke arah ini jika terdapat perburukan klinis secara cepat walaupun sudah diterapi, yang ditandai dengan adanya pneumatokel atau pneumotoraks dengan efusi pleura pada foto dada, ditemukannya kokus Gram positif yang banyak pada sediaan apusan sputum.Adanya infeksi kulit yang disertai pus/pustula mendukung diagnosis (WHO & IDAI, 2009).Terapi dengan kloksasilin (50 mg/kg/BB IM atau IV setiap 6 jam) dan gentamisin (7.5 mg/kgBB IM atau IV 1x sehari). Bila keadaan anak mengalami perbaikan, lanjutkan kloksasilin oral 50mg/kgBB/hari 4 kali sehari selama 3 minggu (WHO & IDAI, 2009).Catatan: Kloksasilin dapat diganti dengan antibiotik anti-stafilokokal lain seperti oksasilin, flukloksasilin, atau dikloksasilin (WHO & IDAI, 2009).2.Empiema Curiga ke arah ini apabila terdapat demam persisten, ditemukan tanda klinis dan gambaran foto dada yang mendukung.a) Bila masif terdapat tanda pendorongan organ intratorakal.b) Pekak pada perkusi.c) Gambaran foto dada menunjukkan adanya cairan pada satu atau kedua sisi dada.d) Jika terdapat empiema, demam menetap meskipun sedang diberi antibiotik dan cairan pleura menjadi keruh atau purulent(WHO & IDAI, 2009).

I. Faktor RisikoWHO (2008) menjelaskan faktor risiko yang berhubungan dengan host dan lingkungan yang mempengaruhi kejadian pneumonia pada masa kanak-kanak di masyarakat di negara berkembang. Faktor risiko pasti yang dapat mempengaruhi kejadian pneumonia adalah malnutrisi (berat-untuk-usia z-score < -2), berat badan lahir rendah (< 2500 g), ASI non eksklusif (selama 4 bulan pertama kehidupan), kurangnya imunisasi campak (dalam waktu 12 bulan pertama kehidupan), polusi udara didalam rumah dan kepadatan rumah. Kemungkinan faktor risiko yang dapat mempengaruhi kejadian pneumonia adalah orang tua yang merokok, kekurangan zinc, pengalaman ibu sebagai pengasuh, penyakit penyerta misalnya diare, penyakit jantung, asma, pendidikan ibu, penitipan anak, kelembaban, udara dingin, kekurangan vitamin A, urutan kelahiran dan polusi udara diluar rumah (WHO, 2008).Berdasarkan buku pedoman program pemberantasan penyakit infeksi saluran pernafasan akut (P2ISPA) DepKes RI (2004) menjelaskan faktor-faktor yang meningkatkan risiko berjangkitnya pneumonia pada anak usia dibawah 2 bulan yaitu: jenis kelamin laki-laki, gizi kurang , berat badan lahir rendah, tidak mendapat ASI memadai, polusi udara, kepadatan tempat tinggal, Imunisasi yang tidak memadai, membedong bayi, defisiensi vitamin A. Faktor-faktor yang meningkatkan risiko kematian akibat pnemonia adalah umur dibawah 2 bulan, tingkat sosio ekonomi rendah, gizi kurang, berat badan lahir rendah, tingkat pendidikan ibu rendah, tingkat pelayanan (jangkauan) kesehatan rendah, kepadatan tempat tinggal, imunisasi yang tidak memadai dan menderita penyakit kronis.

Alur Diagnosis Pneumonia

Tanyakan keluhan utama : apakah anak menderita batuk atau sukar bernapas

Jika Ya, tanyakan berapa lamaLihat, dengar (anak harus tenang) Hitung napas dalan 1 menit Perhatikan adakah tarikan dinding dada kedalam Lihat dan dengar adakah suara tambahan (ronkhi, suara dasar napas menurun)

Gejala KlasifikasiTindakan

Ada tanda bahaya umun Tarikan dinding dada kedalam Suara napas tambahan

Pnuemonia berat atau penyakit sangat berat Beri dosiss pertama antibiotika yang sesuai Rujuk segera

Napas cepatPneumonia -Beri dosiss pertama antibiotika yang sesuai selama 5 hari-Beri pelega tenggorokan dan pereda batuk yang aman-Nasehati ibu kapan harus kembali dan segera kunjungan ulang setelah 2 hari

Tidak ada tanda-tanda pneumonia atau penyakit sangat beratBatuk, bukan pneumonia-jika batuk > 30 hari rujuk untuk pemeriksaan lebih lanjut-Beri pelega tenggorokan dan pereda batuk yang aman-Nasehati ibu kunjungan ulang setelah 5 hari bila tidak ada perbaikan

Umur anak napas cepat apabila : 1 bulan 12 bulan : 50x atau lebih dalam 1 menit12 bulan 5 tahun : 40x atau lebih dalam 1 menitBABIIIMETODEPENELITIAN

1. DesainPenelitianPenelitianinimenggunakandesainpenelitian deskriptifuntukmengetahui gambarantingkat pengetahuan masyarakat dan petugas kesehatan tentang kasus pneumonia di wilayah kerja Puskesmas Bendosari (Notoatmodjo,2010).

1. TempatdanWaktuPenelitianPenelitianinidilakukansejakbulanFebruari2015sampaiMaret2015didesa Jombor dan desa Manisharjo kecamatan Bendosari dan petugas kesehatan di Puskesmas Bendosari.

1. PopulasiPenelitianPopulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah masyarakat di posyandubalita diwilayah kerja puskesmas Bendosari melipuri desa Jombor dan desa Manisharjo kecamatan Bendosari dan petugas di Puskesmas Bendosari.

1. SampelSampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah di posyandu balita diwilayah kerja puskesmas Bendosari melipuri desa Jombor dan desa Manisharjo kecamatan Bendosari dan petugas di Puskesmas Bendosari diambil dengan accidental samplingyaitu masyarakat yang datang ke Posyandu.

1. Sumber Data4. Primer : Kuesioner yang disebarkan langsung ke Posyandu4. Sekunder : Profil Puskesmas

1. Alat Pengumpulan DataAlat pengumpulan data dalam penelitian ini mengunakan instrument kuesioner yang digunakan untuk mengumpulkan data tentang tingkat pengetahuan responden mengenai penyakit pneumonia.Kuesioner dikembangkan sendiri oleh peneliti berdasarkan teori yang ada dan dokumentasi (data SPM Puskesmas Bendosari).Kuesioner terdiri atas 20 soal dengan bentuk pilihan jawaban benar-salah. Kuesioner berupa daftar pertanyaan tentang pengertian pneumonia, penyebab pneumonia, penularan pneumonia, tanda dan gejala pneumonia, pencegahan pneumonia, akibat pneumonia, factor risiko pneumonia dan penatalaksanaan pneumonia Pemberian skor dilakukan berdasarkan ketentuan, bila jawaban responden benar (sesuai kunci jawaban) diberi skor 1, dan bila jawaban responden salah (tidak sesuai dengan kunci jawaban) diberi skor 0. Skor yang diperoleh masih-masing responden dijumlahkan, dibandingkan dengan skor maksimal kemudian dikalikan 100.Hasil penghitungan terakhir menunjukkan nilai pengetahuan yang dimiliki responden tentang penyakit pneumonia berbentuk presentase. Skor yang diperoleh kemudian dikategorikan sesuai dengan kategori pengetahuan yang dikemukakan oleh Arikunto (2006) menjadi : pengetahuan baik apabila skor > 76%, pengetahuan cukup apabila skor 56-75%, pengetahuan kurang apabila skor < 56%.

BAB IVHASIL DAN PEMBAHASANHasil BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil PenelitianPenelitian dilakukan di Puskesmas Bendosari dan wilayah kerja Puskesmas Bendosari yaitu desa Jombor dan desa Manisharjo yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2015 sampai Maret 2015 dengan sampel mencapai 25 orang yang terdiri masyarakat dari desa Jombor dan Manisharjo dan 13 orang dari petugas kesehatan Puskesmas Bendosari. Berikut ini adalah hasil penelitian tersebut.Tabel 1. Distribusi Tingkat Pengetahuan Masyarakat Mengenai Kasus PneumoniaKlasifikasi Tingkat PengetahuanTingkat Pengetahuan Masyarakat Tentang Pneumonia

n%

Kurang00

Cukup1144

Baik1456

Total25100

Sumber: Data Sekunder

Tabel 2. Distribusi Usia Masyarakat Yang Berperan Dalam PenelitianKlasifikasi UsiaDistribusi Usia

n%

21 - 30 tahun936

31 - 40 tahun624

41 - 50 tahun312

51 - 60 tahun28

61 - 70 tahun520

Total25100

Sumber: Data Sekunder

Tingkat PendidikanJumlah Masyarakat Berdasar Tingkat Pendidikan

n%

SD312

SMP832

SMA936

DIII Kebidanan28

S1312

Total25100

Sumber: Data Sekunder

Jenis PekerjaanJumlah Masyarakat Berdasarkan Jenis Pekerjaan

n%

Ibu Rumah Tangga2184

Karyawan Swasta28

Perawat14

Bidan14

Total25100

Sumber: Data Sekunder

Klasifikasi Tingkat PengetahuanTingkat Pengetahuan Petugas Kesehatan Tentang Pneumonia

n%

Kurang215.4

Cukup969.2

Baik215.4

Total13100

Sumber: Data Sekunder

Klasifikasi Usian%

21 - 30 tahun430.8

31 - 40 tahun646.2

41 - 50 tahun323.1

Total13100

Sumber: Data Sekunder

Klasifikasi PendidikanN%

DIII Kebidanan1292.3

SI Kebidanan17.7

Total13100

Sumber: Data Sekunder

B. PembahasanDari data yang diambil gambaran tingkat pengetahuan masyarakat tentang pneumonia rata-rata : baik yaitu 56% , cukup 44%, dan kurang 0%.Klasifikasi usia yaitu 21-30 tahun 36%, 31-40 tahun 24%, 41-50 tahun 12%, 51-60 tahun 8%, dan 61-70 tahun 8%Jumlah masyarakat berdasarkan tingkat pendidikan yaitu SMA 36%, SMP 32%. SD 12%, S1 12%, dan DIII kebidanan 8%.Hasil ini berbanding lurus dengan angka penemuan pneumonia yaitu tahun 2012 hanya tercapai 357, 677, 530 hanya tercapai 4%, 2.56%, 1.51% pada tahun, 2013, 2014.Dari hasil kuesioner didapatkan bahwa tingkat pengetahuan yang kurang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dari responden.

BAB VKESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Saran 1. Mengkaji ulang data yang telah ada tentang pneumonia2. Meningkatkan mutu kesehatan masyarakat dan pengetahuan tentang pneumonia3. Kepada petugas Puskesmas Bendosari meningkatkan pengetahuan tentang pneumonia dengan cara pelatihan4. Kepada masyarakat agar dapat mengikuti penyuluhan yang dilakukan oleh pihak Puskesmas Bendosari.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto & Suharsimi (2006).Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta: Rineka Cipta.Departemen Kesehatan RI ( 2004). Pedoman program pemberantasan penyakit infeksi saluran pernapasan Akut (ISPA) untuk penanggulangan pneumonia pada balita. Jakarta: Depkes RI.Departemen Kesehatan RI (2005). Rencana kerja jangka menengah nasional penanggulangan pneumonia balita tahun 20052009. Jakarta: Depkes RI.Hananto, M. (2004).Analisis faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian pneumonia pada balita di 4 propinsi di Indonesia. Jakarta: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2009. Pneumonia dalam Pedoman Pelayanan Medis. Jakarta: IDAINotoatmodjo (2010).Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Pneumonia Komuniti. Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia.Shah, et al. (1996). Risk factors for severe pneumonia in children in South Kerala: A Hospital-based Case-Control Study.WHO (2003).Penanganan ISPA pada anak di rumah sakit kecil Negara berkembang. (Widjaja, A.C, penterjemah). Jakarta: EGC.WHO (2008).Manajemen terpadu balita sakit. Jakarta: Depkes RI.WHO (2010). Pneumonia, Sumber: http://www.who.int/mediacentre/, diakses tanggal 14 februari 2015.WHO dan IDAI (2009). Pelayanan Kesehatan Anak DI Rumah Sakit. JakartaWHO dan UNICEF (2006).The Forgotten killer of children. New York: WHO