III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data · Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah...
Transcript of III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data · Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah...
32
III. METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dalam
bentuk bulanan yang diperoleh dari berbagai sumber, yaitu: BPS (Badan Pusat
Statistik), CEIC database, dan Bank Indonesia. Data merupakan data deret waktu
(time series) dari tahun 2000 bulan Januari sampai tahun 2011 bulan Desember.
Data yang digunakan adalah data Indeks Produksi Industri, Harga Minyak Riil
(harga minyak dikurangi dengan indeks harga konsumen/IHK), SBI, dan Return
Harga Saham Riil (IHSG dikurangi dengan indeks harga konsumen/IHK). Untuk
memudahkan analisis dan mendapatkan hasil analisis yang lebih valid dan
konsisten, semua data ditransformasikan dalam bentuk logaritma natural kecuali
data SBI serta data berbentuk indeks diubah menjadi tahun dasar 2005. Perangkat
lunak yang digunakan dalam penelitian adalah Microsoft Excel 2007 untuk
mengelompokkan data dan selanjutnya diolah menggunakan program Eviews 6.
Tabel 3.1. Jenis dan Sumber Data
Variabel Sumber Data Harga Minyak Riil BPS Indeks Produksi Industri BPS SBI 3 bulan Bank Indonesia IHSG CEIC Database
3.2 Definisi Operasional Variabel
Berikut ini adalah penjelasan mengenai variabel yang digunakan dalam
penelitian beserta definisi operasionalnya:
33
1. Return Saham Riil adalah (RSR) perubahan/pertumbuhan harga saham
(Indeks Harga Saham Gabungan/IHSG) yang dikurangi dengan perubahan
Indeks Harga Konsumen (IHK) sebagai proksi untuk inflasi.
RSR = ∆ IHSG∆ IHK
X 100 (3.1)
2. Harga Minyak Riil (Real Oil Price) diambil dari data IHPB untuk Industri
Minyak dibagi dengan Indeks Harga Konsumen periode tahun 2000 sampai
dengan 2011.
Real Oil Price (ROP) =
IHK X 100 (3.2)
3. Indeks Produksi Industri adalah salah satu indikator untuk mengukur
tingkat pertumbuhan ekonomi suatu negara dengan pendekatan output riil
(Kaminsky, 1998). Indeks ini merepresentasikan pertumbuhan produksi
nasional.
4. Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah tingkat bunga pada
surat berharga yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan
utang berjangka waktu pendek (1-3 bulan) dan panjang (6 dan 9 bulan)
dengan sistem diskonto/bunga.
3.3 Metode Analisis Pengolahan Data
Penelitian ini menggunakan dua model, yaitu model ARCH/GARCH dan
model VAR. Penggunaan model ARCH dalam penelitian ini adalah untuk melihat
volatilitas harga minyak riil. Sebelumnya variabel ini diestimasi menggunakan
model ARIMA, yang kemudian berdasarkan hasil akhir (output) pengolahan akan
diketahui apakah ada efek ARCH atau tidak. Penggunaan model VAR pada
34
analisis ini untuk mengidentifikasi pengaruh pergerakan dan volatilitas harga
minyak terhadap pergerakan return saham riil.
3.3.1 Pemodelan Volatilitas Univariate Time Series
Secara harafiah, ARIMA (Autoregresive Integrated Moving Average) dapat
diartikan sebagai gabungan dari dua model, yaitu model otoregresi atau
Autoregressive (AR) dan Moving Average (MA). Model ini tidak mempunyai
suatu variabel yang berbeda sebagai variabel bebas, tetapi menggunakan
informasi pada series yang sama dalam membentuk model, yang pada akhirnya
sangat bermanfaat untuk peramalan (Nachrowi, 2006).
Model otoregresi berbentuk hubungan antara variabel terikat dengan
variabel bebas yang merupakan nilai variabel terikat pada periode sebelumnya.
(Nachrowi, 2006). Untuk model otoregresi dengan orde p, akan dinotasikan
sebagai AR(p) dengan model sebagai berikut:
1. Model ARIMA
ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average) merupakan model
yang dikembangkan secara intensif oleh George Box dan Gwilyn Jenkins yang
diterapkan untuk analisis dan peramalan data kurun waktu (time series), sehingga
model ini sering dikenal dengan model Box-Jenkins. ARIMA sebenarnya adalah
teknik untuk mencari pola yang paling cocok dari sekelompok data (curve fitting),
dengan memanfaatkan sepenuhnya data masa lalu dan sekarang untuk melakukan
peramalan jangka pendek yang akurat.
Model ARIMA merupakan gabungan antara model regresi diri
(autoregressive) dan model rataan bergerak (moving average) dengan data yang
35
telah mengalami proses differencing (pembedaan) sebanyak d kali. Secara umum
model ARIMA (p,d,q) adalah:
wt = θ1wt-1 + θ2wt-2 +…. θpwt-p + et - Ø1et-1 - Ø2et-2 -…. Øpet-p (3.3)
dengan wt = yt – yt-1.
2. Metode Box-Jenkins
Salah satu metode yang bisa digunakan untuk menduga model ARIMA
adalah metode Box-Jenkins. Selain itu, metode ini dapat digunakan hanya pada
data deret waktu yang stasioner. Metode ini terdiri dari tiga langkah yaitu
identifikasi model, pendugaan parameter, dan diagnostik model.
Identifikasi model merupakan tahap untuk menentukan model-model
sementara, yaitu dengan menentukan nilai p, q dan d. Penentuan nilai-nilai
tersebut dilakukan dengan mengamati grafik fungsi ACF (korelogram) dan PACF
(korelogram parsial). Nilai p (ordo proses AR) dapat ditentukan dengan melihat
nilai pada grafik fungsi PACF dan nilai q (ordo proses MA) dapat ditentukan
dengan melihat nilai pada grafik fungsi ACF.
Tahap kedua adalah pendugaan parameter. Pendugaan parameter bertujuan
untuk menentukan apakah parameter sudah layak digunakan dalam model.
Pendugaan parameter dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode,
yaitu metode momen, kuadrat terkecil dan kemungkinan maksimum (likelihood).
Pendugaan parameter untuk suatu model dikatakan berpengaruh signifikan, jika
nilai |t-hitung| lebih besar dari t-tabel (t(1-α/2); df = n-np), dengan α adalah taraf
nyata (level of significance) yang dalam bernilai 0,05 (5%). Freedom of degree
(df) adalah tingkat kepercayaan yang didapatkan dari operasi pengurangan antara
36
jumlah data dengan jumlah perkiraan parameter. Persamaan t-hitung (Irianto
2004) adalah:
|h g| = SE
(3.4)
dengan β adalah parameter dugaan, sedangkan SE(β) adalah standar error dari
setiap parameter dugaan.
Setelah tahap pendugaan parameter, diagnostik model dilakukan untuk
melihat model yang relevan dengan data. Pada tahap ini model harus dicek
kelayakannya dengan melihat sifat sisaan dari sisi kenormalan dan kebebasannya.
Secara umum pengecekan kebebasan sisaan model dapat dilakukan dengan
menggunakan uji Q modifikasi Box-Pierce (Ljung-Box). Persamaan uji Q adalah
(Jonathan & Kung-Sik 2008)
= ( +2) ( ∑ ) (3.5)
Dimana rk adalah nilai korelasi diri sisaan pada lag ke-k, n banyaknya data yang
diamati, dan adalah lag maksimum.
Statistik uji Q*Ljung-Box menyebar mengikuti sebaran γ2(K-p-q), dengan p
adalah ordo AR dan q adalah ordo MA. Jika nilai Q* lebih besar dari nilai γ2(k-p-q),
untuk tingkat kepercayaan tertentu (df = k-p-q) atau nilai peluang statistik Q*
Ljung-Box lebih kecil dari taraf nyata (α), maka dapat dikatakan bahwa sisaan
tidak saling bebas. Selain pengecekan kebebasan pada sisaan, kenormalan pada
sisaan dapat dilihat dari nilai-p hasil uji shapiro-wilk normality. Jika nilai-p yang
dihasilkan > α, maka dapat disimpulkan bahwa sisaan telah memenuhi asumsi
kenormalan sisaan.
37
Setelah semua proses dalam metode Box-Jenkis dilakukan tahap
berikutnya adalah melakukan overfitting model yaitu membandingkan model
dengan model lain yang berbeda satu ordo di atasnya. Hal yang dibandingkan
pada overfitting adalah signifikasi parameter, pemenuhan asumsi sisaan, dan
Akaike’s Information Criterion (AIC). Jika dalam proses overfitting didapatkan
model yang relevan dengan data, maka langkah terakhir adalah proses peramalan.
Peramalan merupakan proses untuk menentukan data beberapa periode waktu ke
depan dari titik waktu ke-t .Setelah peramalan, ketepatan peramalan dapat dicari
dengan menghitung nilai Mean Absolute Percentage Error (MAPE) dengan
persamaan menurut Douglas et.al (2008) sebagai berikut :
MAPE=1 | =1(1)| (3.6)
dengan 1 adalah relative forecast error. Adapun persamaan 1 adalah
1 = − 100 (3.7)
dengan xt adalah data aktual pada waktu ke-t, n adalah jumlah data yang diramal
dan ft adalah data hasil ramalan pada waktu ke-t. Semakin kecil nilai MAPE
menunjukan bahwa data hasil peramalan mendekati nilai aktual.
3.3.2 Metode Pengolaha dan Anlaisis Data
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Vektor
Autoregression First Difference (VAR FD). Pendekatan VAR dikembangkan oleh
Sims (1980), dimana VAR adalah suatu sistem persamaan yang memperlihatkan
setiap peubah sebagai fungsi linear dari konstanta dan nilai lag dari peubah itu
sendiri serta nilai lag dari peubah lain yang ada dalam sistem. Dalam VAR,
pemisahan variabel eksogen dan endogen diabaikan dan menganggap bahwa
semua variabel yang digunakan dalam analisis berpotensi menjadi variabel
38
endogen. Tujuan dari analisis VAR adalah bukan untuk estimasi parameter atau
untuk peramalan jangka pendek, tetapi lebih kepada menentukan hubungan antara
variabel.
Spesifikasi model VAR sesuai dengan kriteria Sim (1980) meliputi
pemilihan variabel yang sesuai dengan teori ekonomi yang relevan dan sesuai
dengan pemilihan lag yang digunakan dalam model. Dalam pemilihan selang
optimal yang dipakai dapat memanfaatkan kriteria informasi seperti Akaike
Information Criterion (AIC), Schwarz Information Criterion (SC) maupun
Hannan-Quinn Criterion (HQ).
Model VAR dikembangkan sebagai solusi atas kritikan terhadap model
persamaan simultan yaitu:
1. Spesifikasi dari sistem persamaan simultan terlalu berdasarkan pada
agregasi dari model keseimbangan parsial, tanpa memperhatikan pada hasil
hubungan yang hilang (omitted interrelation).
2. Struktur dinamis pada model seringkali dispesifikasikan dengan tujuan
untuk memberikan restriksi yang dibutuhkan dalam mendapatkan
identifikasi dari bentuk struktural.
Keunggulan metode VAR dibandingkan dengan metode ekonometrik
konvensional adalah berikut ini.
1. Metode ini sederhana, tanpa harus membedakan mana variabel endogen dan
variabel eksogen
2. Estimasinya sederhana, dimana metode OLS biasa dapat diaplikasikan pada
tiap-tiap persamaan secara terpisah
39
3. Karena bekerja berdasarkan data, metode VAR terbebas dari berbagai batasan
teori ekonomi yang sering muncul termasuk gejala perbedaan semu (spurious
variable endogenity dan exogenity) di dalam model ekonometrik
konvensional terutama pada persamaan simultan, sehingga menghindari
penafsiran yang salah
4. Hasil perkiraan (forecast) yang diperoleh dengan menggunakan metode ini
dalam banyak kasus lebih bagus dibandingkan dengan hasil yang didapat
dengan menggunakan model persamaan simultan yang kompleks sekalipun.
Selain itu, analisis VAR juga merupakan alat analisis yang sangat berguna,
baik di dalam memahami adanya hubungan timbal balik (interrelationship)
5. Mengembangkan model secara bersamaan di dalam suatu sistem yang
kompleks (multivariate), sehingga dapat menangkap hubungan keseluruhan
variabel di dalam persamaan itu.
Model VAR juga memiliki kelemahan yaitu model VAR lebih bersifat
teoritik karena tidak memanfaatkan informasi dari teori–teori terdahulu, model
VAR dianggap tidak sesuai implikasi kebijakan karena lebih menitikberatkan
pada peramalan (forecasting), perlunya memilih lag yang tepat dan variabel yang
digunakan dalam model VAR harus stationer serta koefisien dalam estimasi VAR
sulit untuk diinterpretasikan.
VAR membuat seluruh variabel menjadi endogenous dan menurunkan
distributed lag-nya. VAR dengan ordo p dengan n buah peubah tak bebas pada
waktu ke-t dapat dimodelkan sebagai berikut:
Yt = A0 + A1Yt-1 +A2yt-2 + ... + ApYt-p + et (3.8)
dimana :
40
Yt = vektor peubah tak bebas ( y1t ,........., ynt ) berukuran n x 1,
A0 = vektor intersep berukuran n x 1,
A1 = matriks parameter yang berukuran n x n untuk setiap i = 1, 2, ..., p,
et = vektor sisaan ( e1t, ..., ent )
3.4 Tahap-Tahap Pengujian
a. Uji Stasioneritas
Dalam mengestimasi sebuah model yang akan digunakan, maka langkah
awal yang harus dilakukan adalah uji stasioneritas data atau disebut dengan unit
root test. Menurut Gujarati (2003), data yang stasioner akan mempunyai
kecenderungan untuk mendekati nilai rata-rata dan berfluktuasi di sekitar nilai
rata-ratanya. Untuk itu, pengujian stasioneritas data sangat penting dilakukan
apabila menggunakan data time series dalam analisis. Hal tersebut dikarenakan
data time series pada umumnya mengandung akar unit (unit root) dan nilai rata-
rata serta varians yang berubah sepanjang waktu. Nilai yang mengandung unit
root atau non-stasioner, apabila dimasukkan dalam perhitungan statistik pada
model regresi sederhana, maka kemungkinan besar estimasi akan gagal mencapai
nilai yang sebenarnya atau disebut sebagai spourious estimation (Gujarati, 2003)
Untuk menguji ada atau tidaknya akar unit pada data yang digunakan, maka
dalam penelitian ini menggunakan uji Augmented Dickey-Fuller (ADF). Menurut
Gujarati (2003), uji stasioneritas data dengan menggunakan uji Dickey- Fuller,
dimulai dari sebuah proses autoregresi orde pertama, yaitu:
Yt = ρ Yt-1 + ut (3.9)
dimana: ut = white noise error term dengan mean nol dan varians konstan.
41
Kondisi di atas disebut sebagai random walk, dimana variabel Yt ditentukan
oleh variabel sebelumnya (Yt-1). Oleh karena itu jika nilai ρ = 1 maka persamaan
(2) mengandung akar unit atau tidak stasioner. Kemudian persamaan (2) dapat
dimodifikasi dengan mengurangi Yt-1 pada kedua sisi persamaan, sehingga
persamaan tersebut dapat diubah menjadi:
Yt – Yt-1 = ρYt-1 – Yt-1 + ut (3.10)
= (ρ-1) Yt-1 + ut
maka persamaan diatas dapat ditulis sebagai berikut:
ΔYt = δYt-1 + ut (3.11)
dimana: δ = (ρ −1), Δ = perbedaan pertama (first difference).
Oleh karena itu hipotesis pada persamaan (3.11), H0: δ=0 melawan hipotesis
alternatifnya atau H1: δ<0. Nilai H0: δ=0 akan menunjukkan bahwa persamaan
tersebut tidak stasioner, sementara H1: δ<0 maka menunjukkan persamaan
tersebut mengikuti proses yang stasioner. Jadi apabila kita menolak H0 maka
artinya data time series tersebut stasioner, dan sebaliknya.
Pada persamaan (4) diasumsikan bahwa error term (ut) tidak berkorelasi.
Dalam kasus error term-nya berkorelasi maka contoh persamaan yang dapat diuji
stasioneritas melalui Augmented Dickey-Fuller (ADF) dapat ditulis sebagai
berikut (Gujarati, 2003):
ΔYt = β1 + β2t + δYt-1 + ∑ ∆ Y + εt (3.12)
dimana εt = pure white noise error term, dan
ΔYt-1 = (Yt-1 – Yt-2), ΔYt-2 = (Yt-2 – Yt-3), dan seterusnya. Dalam kasus
persamaan seperti ini, pengujian hipotesis yang dilakukan masih sama dengan
sebelumnya yaitu H0 = δ = 0 (tidak stasioner) dengan hipotesis alternatinya adalah
42
H1 = δ < 0 (stasioner). Artinya jika H0 ditolak dan menerima H1 maka data kita
stasioner dan begitu juga sebaliknya.
Uji yang dilakukan untuk mengetahui apakah sebuah data time series
bersifat stasioner atau tidak adalah dengan melakukan uji ordinary least squares
(OLS) dan melihat nilai t statistik dari estimasi δ . Jika δ adalah nilai dugaan dan
Sδ adalah simpangan baku dari δ maka uji statistik memiliki rumus sebagai
berikut:
thit = (3.13)
Apabila nilai t-statistik lebih kecil dari nilai statistik ADF (dalam nilai
kritikal 1 persen, 5 persen, atau 10 persen), maka keputusannya adalah tolak H0
atau dengan kata lain data bersifat stasioner dan begitu juga sebaliknya.
b. Pemilihan Panjang Lag Optimal
Penetapan lag optimal penting dilakukan karena dalam metode VAR, lag
optimal dari variabel endogen merupakan variabel independen yang digunakan
dalam model. Penentuan lag optimum dapat menggunakan beberapa kriteria,
seperti Likelihood Ratio (LR), Schawarz Information Criterion (SC), Akaike
Information Criterion (AIC), Final Prediction Error (FPE) dan Hannan-Quinn
Criterion (HQ). Pada penelitian ini lag optimum dipilih berdasarkan koefisien
yang ditunjukkan oleh SC terkecil. Secara matematis persamaan SC adalah
sebagai berikut :
SC = -2 (l/T) + k log (T)/T (3.14)
dimana : l = nilai logaritma dari likelihood function
k = parameter, dan T = jumlah yang diobservasi
43
c. Uji Stabilitas VAR
Metode yang akan digunakan untuk melakukan analisis pengaruh
guncangan harga minyak terhadap indeks harga adalah analisis impuls respon
(IRF) dan analisis peramalan dekomposisi ragam galat (FEVD). Namun sebelum
kedua analisis tersebut dapat digunakan maka sistem persamaan VAR yang telah
terbentuk harus diuji stabilitasnya terlebih dahulu melalui VAR stability condition
check. Uji stabilitas VAR dilakukan dengan menghitung akar-akar dari fungsi
polinomial atau dikenal dengan roots of characteristic polinomial. Jika semua
akar dari fungsi polinomial tersebut berada didalam unit circle atau jika nilai
absolutnya <1 maka model VAR tersebut dianggap stabil sehingga IRF dan
FEVD yang dihasilkan dianggap valid.
d. Impulse Response Function (IRF)
VAR merupakan metode yang akan menentukan sendiri struktur dinamis
dalam suatu model. Adaapun cara untuk mencirikan struktur dinamis tersebut
adalah dengan menganalisis respon dari model terhadap guncangan (shock). IRF
adalah suatu innovation accounting yang digunakan untuk menganalisis perilaku
guncangan suatu variabel terhadap variabel tertentu. IRF menunjukkan respon
dari setiap variabel endogen sepanjang waktu terhadap kejutan dari variabel itu
sendiri dan variabel endogen lainnya. Dengan kata lain, IRF dapat digunakan
untuk melihat efek gejolak (shock) suatu standar deviasi dari variabel inovasi
terhadap nilai sekarang (current time values) dan nilai yang akan datang (future
values) dari variabel-variabel endogen yang terdapat dalam model yang diamati.
44
e. Variance Decomposition (VD)
Peramalan dekomposisi varian memberikan informasi mengenai berapa
persen peran masing-masing guncangan terhadap variabilitas variabel tertentu. Uji
yang dikenal juga dengan The Cholesky Decomposition, digunakan untuk
menyusun perkiraan error variance suatu variabel, yaitu seberapa besar perbedaan
antara variance sebelum dan sesudah terjadinya guncangan, baik guncangan yang
berasal dari variabel itu sendiri maupun dari variabel lain. Dengan metode ini
dapat dilihat pula kekuatan dan kelemahan dari masing-masing variabel dalam
mempengaruhi variabel lainnya dalam kurun waktu yang panjang.
3.5 Model Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pergerakan harga minyak
terhadap pergerakan indeks harga saham di Indonesia (IHSG). Untuk mencapai
tujuan, maka penelitian ini menggunakan Model VAR sebagai berikut:
Xt = ∑ A X + εt (3.16)
Dalam matriks dapat dituliskan sebagai berikut:
∆lr∆lo∆lipsbi
=
α α αα α αα α αα α α
∆lr∆lo∆lipsbi
εεεε
(3.17)
Dimana:
∆ = peubahan/first difference dari logaritma natural indeks produksi pada
periode t
∆ = peubahan/first difference dari logaritma natural harga minyak riil pada
periode t
∆ = peubahan/first difference dari logaritma natural return saham riil pada
45
periode t
= suku bunga untuk Sertifikat Bank Indonesia 1 Bulan
ij = koefisien regresi pada model VAR
= error
Untuk menghitung volatilitas return harga minyak riil menggunakan rujukan dari
penelitian Sadorsky (1999) yaitu model GARCH (1,1) sebagai berikut:
lot = β0 + ∑ β ∆lo + εt, εt| It-1 ~ N(0,ht), t= 1, ... , T (3.18)
ht = α + α ε + α h (3.19)
Residual untuk persamaan 3 di atas adalah dimana
= Δ lot – E(Δlot – E(Δlot| It-1) yang kemudian digunakan untuk mengukur
guncangan ketidakpastian/volatilitas harga minyak. Volatility ( ) yang digunakan
dalam penelitian ini menggunakan rumus:
v = ε / h (3.20)
Nilai dari yang akan digunakan dalam penelitian sebagai ukuran untuk
volatilitas harga minyak. Namun, model rujukan tersebut dikembangkan oleh
penulis agar sesuai dengan kondisi harga minyak riil di Indonesia yaitu
berdasarkan model mean equation dari model ARIMA dan variance equation dari
model ARCH/GARCH terpilih tanpa mengubah estimasi akhir (rumus
volatilitasnya), yaitu:
Mean Equation : Best forecast ARIMA untuk harga minyak
lot = β0 + β ε + et (3.21)
Variance Equation : Best forecast ARCH-GARCH untuk harga minyak
ht = α + α ε (3.22)
46
Volatilitas harga minyak = v = ε / h . Selanjutnya, Model ini yang digunakan
dalam penelitian ketika memasukkan unsur volatility harga minyak adalah sebagai
berikut:
Xt = ∑ A X + εt (3.23)
Dalam matriks dapat dituliskan sebagai berikut:
∆lrv
∆lipsbi
=
β β ββ β ββ β ββ β β
∆lrv
∆lrsbi
εεεε
(3.24)
Dimana:
∆lip = first difference dari logaritma natural indeks produksi pada periode t
v = unsur volatilitas harga minyak
∆lr = first difference dari logaritma natural return saham riil pada periode t
sbi = suku bunga untuk Sertifikat Bank Indonesia 1 Bulan
αij = koefisien regresi pada model VAR
= Error