ii

55
BAB I PENDAHULUAN Disfungsi mekanis jantung memiliki spektrum luas yang berkisar dari gagal jantung ringan terkompensasi sampai syok kardiogenik. Istilah ini juga mempunyai arti terhadap ”gagal jantung” yang cukup membingungkankan; di satu pihak gagal jantung mudah dimengerti sebagai suatu sindrom klinik tetapi di lain pihak; gagal jantung merupakan keadaan patofisiologis yang sangat bervariasi dan komples. Kompleks ini beramsumsi bahwa banyak sekali yang penyakit yang dapat menyebabkan gagal jantung. 1 Di Indonesia belum ada data epidemiologi untuk gagal jantung, namun pada Survei Kesehatan Nasional 2003 dikatakan bahwa penyakit sistem sirkulasi merupakan penyebab kematian utama di Indonesia (26,4%) dan pada Profil Kesehatan Indonesia 2003 disebutkan bahwa penyakit jantung berada di urutan ke-delapan (2,8%) pada 10 penyakit penyebab kematian terbanyak di 1

Transcript of ii

Page 1: ii

BAB I

PENDAHULUAN

Disfungsi mekanis jantung memiliki spektrum luas yang berkisar dari

gagal jantung ringan terkompensasi sampai syok kardiogenik. Istilah ini juga

mempunyai arti terhadap ”gagal jantung” yang cukup membingungkankan; di satu

pihak gagal jantung mudah dimengerti sebagai suatu sindrom klinik tetapi di lain

pihak; gagal jantung merupakan keadaan patofisiologis yang sangat bervariasi dan

komples. Kompleks ini beramsumsi bahwa banyak sekali yang penyakit yang

dapat menyebabkan gagal jantung.1

Di Indonesia belum ada data epidemiologi untuk gagal jantung, namun

pada Survei Kesehatan Nasional 2003 dikatakan bahwa penyakit sistem sirkulasi

merupakan penyebab kematian utama di Indonesia (26,4%) dan pada Profil

Kesehatan Indonesia 2003 disebutkan bahwa penyakit jantung berada di urutan

ke-delapan (2,8%) pada 10 penyakit penyebab kematian terbanyak di rumah sakit

di Indonesia.Diperkirakan hampir lima persen dari pasien yang

dirawat di rumah sakit, 4,7% wanita dan 5,1% laki-laki.2

Penyakit ginjal kronik (CKD) merupakan salah satu masalah

kesehatan di dunia yang sangat berhubungan erat dengan resiko

penyakit jantung dan gagal ginjal kronik (CRF).3

Di Amerika, dalam 10 tahun terakhir terjadi peningkatan

jumlah penderita Penyakit ginjal kronik dengan prognosis yang

buruk dan biaya perawatan yang tinggi. Dan penyakit ginjal

1

Page 2: ii

merupakan penyakit ke-sembilan penyebab kematian tertinggi di

Amerika. Berdasarkan USRDS, terjadi peningkatan yang

signifikans sebesar 104% penderita gagal ginjal kronik (CRF)

antara tahun 1990-2001. Berdasarakan Survey dari NationL

Health and Nutrition, didapatkan kesimpulan kurang lebih 6,2

juta orang di dunia dengan umur diatas 12 tahun mempunyai

serum kreatinin diatas 1,5 mg/dL; dengan kurang lebih 8 juta

orang telah mengalami penurunan GFR (kurang dari 60 mL/min),

dengan jumlah kurang lebih 5,9 juta orang merupakan orang

dewasa.3

Pada laporan kasus ini akan dibahas mengenai Gagal Jantung (Heart

Failure) dan Insufisiensi Renal didiagnosa pada seorang laki-laki berusia 61 tahun

yang menjalani perawatan di Ruang Flamboyan (Penyakit Dalam Pria) RSUD

Ulin Banjarmasin.

2

Page 3: ii

BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS

Nama : Tn. Arsyad

Umur : 61 tahun

Bangsa : Indonesia

Suku : Banjar

Agama : Islam

Alamat : Gambut Km. 14 Kab. Banjar

MRS : 10 januari 2011

No. RMK : 91 66 46

3

Page 4: ii

2.2 ANAMNESIS

Keluhan Utama : Lemah

Riwayat Penyakit Sekarang :

Sejak 1 hari sebelum masuk Rumah Sakit, pasien terlihat lemah. Pasien

mengalami penurunan kesadaran dan kemudian pasien dibawa ke rumah sakit

Ulin. Setelah dirawat 7 hari, pasien dirujuk ke Rumah Sakit Ulin Banjarmasin.

Pasien juga mengalami batuk berdahak sepanjang malam dan mudah merasa lelah

bila beraktivitas, dan nafsu makan menurun. BAK dalam sehari hanya 2-4 kali,

sebanyak setengah gelas sekali BAK. BAB normal seperti biasa, tetapi 2 hari

sebelum masuk rumah sakit pasien tidak BAB hingga di rawat di rumah sakit.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Sebelumnya (2009) penderita pernah sakit pinggang hilang timbul dan

didiagnosis oleh dokter PUSKESMAS menderita penyakit batu ginjal. 6 bulan

sebelum masuk rumah sakit, pasien mengalami sakit pinggang menetap disertai

panas, dan didiagnosis dokter umum menderita radang ginjal. Tidak ada riwayat

sakit kuning, maupun asma.

Riwayat Penyakit Keluarga :

4

Page 5: ii

Tidak didapatkan keluarga yang memiliki penyakit yang sama dengan penderita.

Tidak ada keluarga yang menderita kencing manis, tekanan darah tinggi, sakit

jantung dan asma.

Riwayat Kebiasaan :

Keluarga mengaku pasien kurang dalam mengkonsumsi air putih dan lebih suka

meminum teh. Tidak ada riwayat meminum jamu-jamuan, ataupun suplemen.

2.3 PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Tampak sakit berat

Kesadaran : Komposmentis (GCS 4-5-6)

Gizi : Cukup

Tanda Vital : Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 86 x/mnt

Respirasi : 25 x/mnt

Suhu : 37,3 oC

Kulit : Warna sawo matang.

Kepala dan Leher

5

Page 6: ii

- Kepala : Bentuk normal, simetris, tidak ada deformitas, rambut

hitam, tidak jarang serta tidak mudah dicabut, wajah tidak

edema

- Mata : Konjungtiva anemis, sklera ikterik, refleks cahaya (+/+),

edema palpebrae tidak ada, penglihatan dalam batas

normal

- Telinga : Bentuk normal, simetris, tidak ada deformitas. Sekret tidak

ada, serumen minimal, tidak ada gangguan pendengaran

- Hidung : Bentuk normal, simetris, tidak ada deformitas. Pernapasan

cuping hidung tidak ada, tidak ada deviasi septum, tidak

ada epistaksis

- Mulut : Bentuk normal, simetris, tidak ada deformitas. Bibir

tampak kering, gigi dan gusi tidak ada kelainan, pharing

tidak hiperemesis dan tonsil tidak ada membran

- Leher : Terdapat peningkatan tekanan vena jugularis (JVP), tidak

ada pembesaran getah bening, tidak ada massa, tidak ada

kaku kuduk.

Thorax

- Paru

Inspeksi : Bentuk normal, pergerakan napas simetris

6

Page 7: ii

Palpasi : Fremitus raba simetris, nyeri tekan tidak ada

Perkusi : Sonor, tidak ada nyeri ketuk

Auskultasi : Suara napas vesikuler, ronki (+/+), wheezing tidak ada

- Jantung

Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat.

Palpasi : Iktus cordis teraba pada ICS V Linea Aksilaris Anterior

sinistra

Perkusi : Batas kanan pada ICS II-V Linea Mid Klavikula dekstra

Batas kiri pada ICS II-V Linea Aksilaris Anterior sinistra

Auskultasi : S1S2 ≠ tunggal, S3 gallop (+)

Abdomen

Inspeksi : Bentuk simetris, cembung

Palpasi : Tonus normal, hepatomegali (-), nyeri tekan (-), splenomegali

(-), massa (-)

Perkusi : Timpani

Auskultasi : Bising usus (+)

Inguinal

Tidak ada hernia, tidak ada pembesaran kelenjar inguinal, tidak

ada nyeri maupun pembengkakkan kelenjar regio inguinal.

Ektremitas

7

Page 8: ii

Atas : Refleks Fisiologi (+), refleks patologis (-), persendian tidak

kaku, tidak ada tremor, akral hangat, edema (-), parese (-)

Bawah : Refleks Fisiologi (+), refleks patologis (-), persendian tidak

kaku, tidak ada tremor, akral hangat, edema (+/+), parese (-)

Tulang Belakang

Tidak ada scoliosis, tidak ada kifosis, nyeri tekan maupun ketuk (-)

2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Foto thorax (10 januari 2011)

8

Page 9: ii

Cardiomegali (CTR = 61,3%), hipertrofi atrium kiri dan ventrikel kiri.

Pemeriksaan Laboratorium Darah (10 Januari 2011)

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan

HEMATOLOGI

Hemoglobin 12,5 14,0-18,0 g/dl

Lekosit 15,3 4,0-10,5 ribu/ul

Eritrosit 5,37 4,5-6,0 juta/ul

Hematokrit 35 40-50 vol%

Trombosit 146 150-450 ribu/ul

RDW-CV 15,8 11,5-14,7 %

MCV 64,9 80-97 fl

MCH 23,3 27-32 pg

MCHC 35,8 32-38 %

HITUNG JENIS

Neutrofil% 83,6 50-70 %

Limfosit% 14,0 25-40 %

MID% 2,4 4-11 %

Neutrofil# 12,80 2,5-7 ribu/ul

Limfosit# 2,1 1,25-4 ribu/ul

MID# 0,4 - ribu/ul

GINJAL

9

Page 10: ii

Ureum 32 10-45 mg/dL

Creatinin 2,1 0,5-1,7 mg/dL

Pemeriksaan Laboratorium Darah (17 Januari 2011)

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan

HEMATOLOGI

Hemoglobin 13,4 14,0-18,0 g/dl

Lekosit 9,4 4,0-10,5 ribu/ul

Eritrosit 5,37 4,5-6,0 juta/ul

Hematokrit 36 40-50 vol%

Trombosit 282 150-450 ribu/ul

RDW-CV 13,9 11,5-14,7 %

MCV 66,1 80-97 fl

MCH 24,6 27-32 pg

MCHC 35,8 32-38 %

HITUNG JENIS

Neutrofil% 83,6 50-70 %

Limfosit% 14,0 25-40 %

MID% 2,4 4-11 %

Neutrofil# 12,80 2,5-7 ribu/ul

Limfosit# 2,1 1,25-4 ribu/ul

MID# 0,4 - ribu/ul

GINJAL

10

Page 11: ii

Ureum 32 10-45 mg/dL

Creatinin 2,1 0,5-1,7 mg/dL

Elektrokardiografi (11 Januari 2011)

11

Page 12: ii

Irama : sinus reguler

Heart rate : 83 kali/menit

Gelombang P Normal

Axis jantung deviasi kiri (lead I dan aVF) dengan posisi vektor intermediet

dengan aksis kurang lebih +300 (aVL dan aVF)

R pada V5 ditambah S pada V1, 40 kotak kecil (Left Ventrikel Hipertrofi)

2.5 DIAGNOSA KERJA

Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang maka

penderita didiagnosis CHF dan Insufisiensi Renal.

2.6 PROGNOSA

Dubia ad malam

12

Page 13: ii

2.7 PENATALAKSANAAN

Lihat lembar Follow up

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. Gagal Jantung (Heart Failure)

Definisi

Gagal jantung (Heart Failure) merupakan suatu kumpulan sindrom klinik

pada pasien berupa:4

1. Gejala-gejala pada gagal jantung yang meliputi sesak ketika istirahat atau

bekerja atau latihan, fatigue, mudah lelah, bengkak pada kaki.

2. Temuan pada pemeriksaan fisik yang meliputi takikardi, takipneu,

kongesti paru, efusi pleural, peningkatan vena jugular, edema perifer,

hepatomegali.

3. Bukti adanya perubahan abnormal struktur dan fungsi jantung meliputi

kardiomegali, S3-gallop, murmur, abnormalitas EKG, maupun

peningkatan pada konsentrasi Natriurit Peptide.

13

Page 14: ii

Epidemiologi

Kurang lebih 3-20 orang per 1000 orang pada populasi mengalami gagal

jantung, dan prevalensinya meningkat seiring lebih dengan pertambahan usia (100

orang pada usia di atas 65 tahun), dan angka ini akan meningkat karena

peningkatan usia populasi dan perbaikan ketahanan hidup setalah infark miokard

akut. Di Inggris sekitar 100.000 orang pasien dirawat di rumah sakit untuk gagal

jantung, mempresentasikan 5% dari semua perawatan medis, dan menghabiskan

lebih dari 1% dana perawatan kesehatan nasional.5

Di Indonesia belum ada data epidemiologi untuk gagal jantung, namun

pada Survei Kesehatan Nasional 2003 dikatakan bahwa penyakit sistem sirkulasi

merupakan penyebab kematian utama di Indonesia (26,4%) dan pada Profil

Kesehatan Indonesia 2003 disebutkan bahwa penyakit jantung berada di urutan

ke-delapan (2,8%) pada 10 penyakit penyebab kematian terbanyak di rumah sakit

di Indonesia.Diperkirakan hampir lima persen dari pasien yang

dirawat di rumah sakit, 4,7% wanita dan 5,1% laki-laki.2

Etiologi

Gagal jantung bukan merupakan suatu diagnosis tapi merupakan suatu

keadaan klinis, sehingga seorang klinis perlu untuk menacri penyebab dari adanya

keadaan ini.4

Gagal jantung paling sering disebabkan oleh gagal kontraktilitas miokard

seperti pada infark miokard, peningkatan resitensi vaskuler dengan hipertensi,

14

Page 15: ii

atau miokardiopati. Namun, pada kondisi tertentu, bahkan miokard dengan

kontraktilitas yang baik tidak dapat memenuhi kebutuhan darah sistemik ke

seluruh tubuh untuk memnuhi kebutuhan metaboliknya, misalnya pada kelainan

mekanis seperti pada regurgitasi katup berat, dan lebih jarang pada fistula

arteriovena, defisiensi tiamin (penyakit beri-beri), dan anemia berat.1,4,5

Tabel 1. Penyebab utama Gagal Jantung Berdasarkan Penyakit pada Miokard.4

Penyakit Arteri

Koroner

Manifestasi banyak sekali

Hipertensi Berhubungan dengan hipertropi ventrikel kiri dan peningkatan

faksi ejeksi

Kardiomiopati Familial/genetik or non genetik (khususnya didapat misalnya

myocarditis)

HCM, DCM, RCM, ARCV, unclassified

Obat-obatan Β-Blocker, calcium antagonis, antiaritmia, agen sitotoksik

Toxins Alcohol, medication, cocaine, trace element (mercury cobalt,

arsenic)

Endokirn Diabetes Mellitus, hipo/hipertiroid, sindrome Cushing,

Insufisiensi Adrenal, Kelebihan GH, feokromositoma

Nutrisi Defisiensi tiamin, Selenium, Carnitine, Obesitas, Kaheksia

Infiltratif Sarcoidosis, Amyloidosis, Haemochromasistosis, Penyakit

jaringan lunak

15

Page 16: ii

Lain-Lain Chagas, HIV, kardiomiopati paripartum, PGK

Patofisiologi Gagal jantung

Kerja jantung disebut juga dengan Cardiac Output yaitu Stroke Volume

(volume darah sekali pompa)  dikalikan dengan Heart Rate (HR= jumlah denyut

jantung per menit).1,6,7

Faktor-faktor yang mempengaruhi kerja jantung adalah:1,6

1. Ventricular preload (aliran darah balik ke ventrikel)

2. Ventricular afterload (kemampuan ventrikel memompa darah)

3. Myocardial contractility (kontraktilitas otot jantung)

Secara normal kerja otot jantung memenuhi Hukum Frank-Starling.

Hukum Frank-Starling berbunyi: “Dalam batas fisiologis, jantung akan

memompakan  semua darah dari vena menuju aorta tanpa ada bendungan” dengan

kata lain preload adalah sebanding dengan afterload. Namun pada gagal jantung

hukum ini sudah tidak berlaku lagi.6

16

Page 17: ii

Gambar 1. Kurva Frank-Starling.6

Berbagai penyakit etiologi di atas dapat menurunkan kerja jantung

sehingga Hukum Frank-Starling tidak berlaku lagi. Mekanisme penurunan kerja

jantung karena penyakit-penyakit di atas dapat diterangkan melalui gambar di

bawah ini

Gambar 2. Mekanisme Terjadinya Gagal Jantung Oleh Berbagai Penyakit Etiologi.7

Pada keadaan terkompensasi, jantung akan mempercepat denyutnya (HR)

untuk mendapatkan Cardiac Output yang optimal sesuai rumus: CO =  HR × SV. 

17

Page 18: ii

Tetapi pada keadaan otot jantung yang hipertropi (penebalan otot jantung) dan

dilatasi (pelebaran jantung), terjadilah keadaan dekompensasi sehingga berapa

pun HR yang ditimbulkan, CO tidak akan memenuhi perfusi (aliran darah)

jaringan perifer. Keadaan ini dinamakan gagal jantung (decompensatio

cordis).1,6,7,8

Dan yang lebih mengenaskan lagi adalah turunnya perfusi jaringan

menimbulkan keadaan hormonal sistemik yang memperparah gagal jantung itu

sendiri sehingga terjadilah circulus vitreosus (lingkaran setan).6

Keadaan hormonal sistemik tersebut adalah peningkatan ADH

(antidiuretic hormone), peningkatan rennin-angiotensin system dan peningkatan

system simpatis. Ini semua memperparah gagal jantung.8

Gambar3. Hipoperfusi Organ Menyebabkan Peningkatan Hormonal Yang Akan Memperparah Gagal Jantung6

Gejala Klinis

Manifestasi klinis dari gagal jantung harus dipertimbangkan relative

terhadap derajat fisik yang menimbulkan gejala. Pada awalnya, secara khas gejla

hanya muncul saat beraktivitas fisik, tetapi dengan bertambah beratnya gagal

18

Page 19: ii

jantung, toleransi terhadap latihan fisik dangat menurun dan gejala-gejala fisik

muncul lebih awal dengan aktivitas yang lebih ringan.5

Dispneu, merupakan manifestasi paling umum pada gagal jantung.

Dispneu pada gagal jantung disebabkan peningkatan kerja pernafasan akibat

kongesti paru yang mengurangi kelenturan paru. Dispneu pada gagal jantung

dapat berupa dispnue ketika beraktivitas, ortopnea, dispnue nokturna paroksimal1

Batuk non produktif, merupakan salah satu manifestasi dari adanya

kongesti paru akibat gagal jantung. Kadang dapat juga ditemui pada beberapa

pasien dengan gagal jantung, terjadi hemoptisis. Hemoptisis ini dapat disebabkan

oleh perdarahan vena bronkial yang terjadi akibat distensi vena.1

Edema perifer terjadi akibat penimbunan cairan ruang interstitial. Edema

ini dapat berupa asites, atau edema anasarka, ataupun kedua-duanya. Penyebab

utama adanya edema pada pasien gagal jantung adalah adanya retensi cairan

sistemik akibat dari penurunan perfusi pada ginjal akibat adanya penurunan

afterload.1

19

Page 20: ii

Gambar 4. Seseorang Dengan Gagal Jantung Kongestif6

Kriteria Diagnosis

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarakan anamnesis, pemeriksaan

jasmani, EKG, foto toraks, ekokardiografi-doppler dan kateterisasi. Kriteria

Framingham dapat juga dipakai untuk diagnosis gagal jantung kongestif:4

1. Kriteria major

PND

Distensi vena leher

Ronki paru

Kardiomegali

20

Page 21: ii

Edem paru akut

Gallop S3

Peninggian tekanan vena jugularis

Refluks hepatojugular

2. Kriteria minor

Edem ekstremitas

Batuk malam hari

Dispne d’effort

Hepatomegali

Efusi pleura

Penurunan kapasitas vital1/3 norma

Takikardi (.120/menit)

3. Major dan minor

Penurunan BB ≥ 4,5 kg dalam 5 hari pengobatan

Diagnosis dapat ditegakkan minimal ada 1 kriteria major dan 2 kriteria

minor. Berdasarkan ESC guidelines, diagnosis gagal jantung dapat ditegakkan

jika 1 kelainan dari hal-hal berikut:4

1. Gejala-gejala pada gagal jantung yang meliputi sesak ketika

istirahat atau bekerja atau latihan, fatigue, mudah lelah, bengkak

pada kaki.

2. Temuan pada pemeriksaan fisik yang meliputi takikardi, takipneu,

kongesti paru, efusi pleural, peningkatan vena jugular, edema

perifer, hepatomegali.

21

Page 22: ii

3. Bukti adanya perubahan abnormal struktur dan fungsi jantung

meliputi kardiomegali, S3-gallop, murmur, abnormalitas EKG,

maupun peningkatan pada konsentrasi Natriurit Peptide

Tabel 2. Klasifikasi yang digunakan adalah menurut New York Heart Association (NYHA)6

Pemeriksaan penunjang

1. EKG: pada setiap penderita gagal jantung terjadi perubahan pola gambar

kardiogram sesuai dengan penyakit yang mendasari.1

2. Ekokardiografi: pemeriksaan non invasif yang dapat digunakan untuk

menemukan penyebab dasara dari gagal jantung.1

3. Foto Thorax: salah bagian paling esensial untuk mendiagnosis adanya

kardiomegali (2 posisi) dan juga adanya komplikasi berupa edem paru.4,8,9

4. Biomarker Brain Natriuretic Peptides : merupakan marker biokimia

berupa hormon yang dihasilkan oleh atrium yang berfungsi mengatur salah

satu kinerja ginjal dalam retensi cairan. Natriuretic Peptides ini dapat

digunakan sebagai diagnosis, dan pemantauan pengobatan pada gagal

jantung.4,11

22

Page 23: ii

5. Serum kreatinin, serum elektrolit, elevasi kadar troponin, fungsi tiroid

abnormal, CRP, urinalisa: uji laboratorium sederhana yang dapat

dilakukan pada gagal jantung.1,4,11

Konsep Pengobatan Gagal jantung

Gagal jantung ditangani dengan tindakan umum untuk mengurangi beban

kerja jantung dan manipulasi selektif terhadap ketiga penentu utama fungsi

miokardium, baik secara sendir-sendiri maupun gabungan dari:1,5,8,10

1. Beban awal

2. Kontraktilitas

3. Beban Akhir

Penanganan biasanya dilakukan jika timbul gejala saat beraktivitas biasa

(NYHA kelas fungsional II). Regimen penanganan secara progresif ditingkatkan

sampai mencapai respon klinis yang diinginkan. Eksaserbasi akut dari gagal

jantung atau perkembangan menuju gagal jantung berat dapat menjadi alasan

untuk perawatan di rumah sakit dan penangan lebih agresif.4

Obat-Obatan Untuk Gagal Jantung

1. Diuretik4,10

Cara kerja utama dari diuretik ini adalah menurunkan retensi garam dan

air, sehingga menurunkan preload ventrikular. Penurunan preload ini

memiliki dua efek yang bermanfaat berupa penurunan edema dan

23

Page 24: ii

gejalanya, dan menurunkan ukuran jantung yang dapat membawa pada

perbaikan dari efisiensi dari fungsi pompa.

2. ACE inhibitor,4,10

Obat golongan ini mempunyai efek positif pada perjalanan penyakit

berupa penurunan afterload dan membantu juga dalam menurunkan retensi

air dan garam. Penurunan retensi air dan garam tersebut secra otomatis

juga membantu penurunan preload.

3. Vasodilator4,10

Vasodilator efektif pada penyakit gagal jantung akut karena mereka

menyebabkan penurunan pada preload (melalui venodilatasi), atau

penurunan pada afterload (melalui dilatasi arterioler), atau keduanya.

Beberapa bukti menimbulkan dugaan bahwa penggunaan jangka panjang

hydralazine dan isorsobide dinitrat dapat pula menurunkan kerusakan

pada remodeling pada jantung.

4. Glikosida jantung4,10

Pada gagal jantung, glikosida mempunyai beberapa fungsi, yaitu:

Efek terapeutik dari glikosida jantung dapat berupa fungsi mekanis

berupa meningkatkan intensitas interaksi filamne aktin dan miosin

dari sarkomer jantung.

Berupa efek-efek langsung pada membran sel-sel jantung mengikuti

suatu progresi yang telah didefinisakan dengan baik, perpanjangan

singkat dari potensial aksi dini, diikuti oleh suatu periode

pemendekan yang diperpanjang.

24

Page 25: ii

5. Obat inotropik lain10

Mempunyai manfaat untuk inotropik positif pada gagal jantung melalui

inaktivasi cAMP dan cGMP.

6. Stimulasi Adrenoreseptor –Beta10

Agonis selektif Beta yang paling luas digunakan pada pasien dengan gagal

jantung adalah dobutamine. Obat tersebut menyebabkan suatu peningkatan

pada curah jantung bersama dengan suatu penurunan pada tekanan

pengisian ventrikular.

B. Penyakit Ginjal kronik (Insufisensi Renal)

Definisi

Penyakit ginjal kronik (CKD) merupakan salah satu masalah kesehatan di

dunia yang sangat berhubungan erat dengan resiko penyakit jantung dan gagal

ginjal kronik (CRF).3

Menurut National kidney Foundation (NKF), penyakit ginjal kronik adalah

terjadinya penurunan GFR kurang dari 60 mL/min/1.73m2 dalam 3 bulan atau

lebih. Penurunan GFR tersebut, disebabkan oleh kerusakan pada nefron (sklerosis

ireversibel) dan atau struktur dari ginjal oleh sebab apapun. Pada February 2002,

The Kidney Disease outcomes Quality Initiative (K/DOQI), membagi penyakit

ginjal kronik menjadi 5 stage, sebagai berikut:3

Stage 1: kerusakan ginjal dengan normal atau peningkatan GFR (>90

mL/min/1.73 m2)

Stage 2: penurunan ringan dengan GFR (60-89 mL/min/1.73 m2)

25

Page 26: ii

Stage 3: penurunan sedang dengan GFR (30-59 mL/min/1.73 m2)

Stage 4: penurunan berat dengan GFR (15-29 mL/min/1.73 m2)

Stage 5: gagal ginjal(GFR <15 mL/min/1.73 m2 atau terapi pengganti)

Epidemiologi

Di Amerika, dalam 10 tahun terakhir terjadi peningkatan

jumlah penderita Penyakit ginjal kronik dengan prognosis yang

buruk dan biaya perawatan yang tinggi. Dan penyakit ginjal

merupakan penyakit ke-sembilan penyebab kematian tertinggi di

Amerika. Berdasarkan USRDS, terjadi peningkatan yang

signifikans sebesar 104% penderita gagal ginjal kronik (CRF)

antara tahun 1990-2001. Berdasarakan Survey dari NationL

Health and Nutrition, didapatkan kesimpulan kurang lebih 6,2

juta orang di dunia dengan umur diatas 12 tahun mempunyai

serum kreatinin diatas 1,5 mg/dL; dengan kurang lebih 8 juta

orang telah mengalami penurunan GFR (kurang dari 60 mL/min),

dengan jumlah kurang lebih 5,9 juta orang merupakan orang

dewasa.3

Etiologi

Secara tidak langsung, penyakit ginjal kronik dapat penyebabnya dapat

dibagi menjadi 3, yaitu:1,7

1. Pre renal (sistemik)

2. Renal

3. Post renal

26

Page 27: ii

Dari ketiga penyebab tersebut dapat, digolongkan lagi menjadi 8 penyebab

tersering penyakit ginjal kronik:

Tabel 3. Penyebab Tersering Penyakit Ginjal Kronik1

Klasifikasi penyakit PenyakitInfeksi tubulointersitial Pielonefritis kronik atau refluks

nefropatiPeradangan GlomerulonefritisVaskular hipertensif Nefrosklerosis benigna

Nefrosklerosis malignaStenosis arteria renalis

Gangguan jaringan ikat Lupus eritematous sistemikPoliarteristis nodosaSklerosis sistemik progresif

Kongenital dan herediter Penyakit ginjal polikistikAsidosis tubulus ginjal

Metabolik Diabetes MellitusGoutHiperparatiroidAmiloidosis

Nefropati Toksik Penyalahgunaan obatTimah

Nefropati Obstruktif Traktus bagian atas: batu, neoplasma, fibrosis retroperitonealTraktus bagian bawah: BPH, striktur uretra, anomaly kongenital leher vesika urinaria dan uretra.

Patofisiologi

Terdapat 2 pendekatan teoritis yang umumnya diajukan untuk menjelaskan

gangguan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik. Sudut pandang tradisional

menyatakan bahwa semua unit nefron telah terserang penyakit bamun dalam

stadium yang berbeda-beda dan bagian spesifik dari nefron yang berkaitan dengan

fungsi tertentu dapat saja benar-benar rusak atau berubah strukturnya. Misalnya

27

Page 28: ii

lesi organikpada medulla akan merusak susunan anatomik pada lengkung henle

dan vasa rekta, atau pompa klorida pada pars asendens lengkung henle yang akan

menganggu proses aliran balik aliran balik pemekat dan aliran balik penukar.

Pendekatan kedua dengan nama hipotesis Bricker, atau hipotesis nefron yang utuh

yang berpendapat bahwa nefron yang terserang penyakit maka unitnya akan

hancur, namun sisanya yang utuh akan tetap bekerja secara normal dan melakukan

kompensasi (hipotesis hiperfiltrasi). Nefron yang utuh ini pada akhirnya akan

cedera karena kenaikan aliran plasma dan GFR serta kenaikan tekanan hidrostatik

intrakapiler glomerulus.1

Gambaran klinik

Pada penyakit ginjal kronik stage 1-3 (GFR . 30 mL/menit), hampir seluruh

pasien ditemukan tanpa keluhan (asimtomatik). Sehingga banyak sekali pasien

ditemukan dengan dalam keadaan kebetulan pada saat general check up. Hal ini

berbeda sekali dengan penyakit ginjal kronik stage 4-5 (GFR < 30 mL/min),

dimana telah ditemukan gejala yang nyata mulai perubahan keseimbangan

elektrolit maupun akumulasi toksin.3

Rangkaian perubahan yang terjadi akibat menurunnya GFR pada penyakit

ginjal ini menyebabkan suatu keadaan yang disebut sindrom uremik. Sindrom

uremik adalah suatu kompleks gejala yang terjadi akibat atau berkaitan dengan

retensi metabolit nitrogen karena gagal ginjal.1,3

Secara garis besar gejala klinik akibat dari sindrom uremia dapat dibagi

menjadi 2 kelompk besar, pertama, merupakan gejala paling nyata terdiri dari

28

Page 29: ii

gangguan fungsi pengaturan dan ekskresi, kelainan volume cairan dan elektrolit,

ketidak seimbangan asam dan basa, retensi metabolit nitrogen, anemia yang

disebabkan defisiensi sekresi ginjal. Kelompok kedua, merupakan gambaran

klinis dari gabungan kelainan kardiovaskular, neuromuskular, saluran cerna dan

kelainan lainnya.3

Pemeriksaan Penunjang

Urinalisis

Pada urinalisis dapat ditemukan proteinuria yang menunjukkan penyakit

glomerular atau tubulointersitial. Sedangkan pada sedimen urine jika ditemukan

RBCs, RBC cast menunjukkan adanya glomerulonephritis proliferative. Pyuria

dan atau WBC cast dapat menuukkan adanya nephiritis interstitial (jika ditemukan

eosinophiluria) atau infeksi saluran kemih.1,8,11,12

Darah

Serum elektrolit, ureum dan kreatinin akan meningkat pada pasien dengan

penyakit ginjal kronik. Hiperkalemia dan penurunan bicarbonat mungkin dapat

juga ditemui pada pasien dengan pasien-pasien penyakit ginjal kronik. Perubahan

pada serum kalsium, fosfat, vitamin D, dan juga hormon paratiroid (PTH) terjadi

pada komplikasi penyakit ginjal kronik ini pada tulang (Renal bone disease),

Anemia normokromik normositik dan atau anemia mikrositik normokromik

merupakan salah satu manifestasi penyakit ginjal kronik.1,8,11,12

Pemeriksaan radiologi

29

Page 30: ii

Foto polos abdomen, sangat berguna untuk melihat batu radiopak pada

pasien nephrolithiasis, ureterolitiasis, maupun nefrocalsinosis.1,8,9,12

IVP, di negara maju pemeriksaan ini telah ditinggalkan karena adanya

bahaya kontras yang bersifat toksik pada ginjal. Tetapi di negara

berkembang pemeriksaan ini masih dipertahankan, dan dapat digunakan

pada pasein dengan kadar kreatini serum kurang dari 2. IVP sangat

berguna untuk mendiagnosis batu sebagai penyebab penyakit guinjal

kronik.9,12

USG. Sanagt bermanfaat untuk digunakana melihat dan membedakan

antara tumor dan kista pada ginjal. Penilaian ultrasonografi tidak

bergantung pada fungsi ginjal sehingga dapat digunakan pada pasien yang

tidak dapat dilakukan IVP. Ukuran ginjal dapat ditentukan dengan tepat

dan adanya obstruksi dapat ditentukan dengan tepat. Kegunaan lain adalah

penilaian ginjal untuk unilateral yang tidak dapat dilihat (hidronefroris). 9.12

CT scan. Ct scan sangat berguna untuk mengetahui massa pada ginjal

ataupun kista yang tidak dapat dilihat pada USG. CT scan sangat sensitif

untuk identifikasi batu pada ginjal maupun salurannya.9

Penatalaksanaan

Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya.

Waktu yang paling tepat untuk terapi ini dilakukan sebelum terjadi

penurunan LFG, sehingga perburukan fungsi ginjal tidak terjadi. Tetapi

jika telah terjadi penurunan LFG 20-30% maka penyakit dasar sudah tidak

bermanfaat.12

30

Page 31: ii

Pencegahan dan terapi terhadap faktor komorbid.12

Mengetahui penurunan LFG, sangat penting untuk mencegah keadaan

yang dapat memperburuk fungsi ginjal pasien, seperti: gangguan

keseimbangan, hipertensi, ISK, obstruksi traktus urinarius, obat0obatan

nefrotoksik, bahan radiokontras, atau pemyakit aktivitas dasarnya.

Memperlambat perburukan fungsi ginjal.12

Cara untuk mengurangi perburukan fungsi ginjal ini adalah dengan

mengurangi hiperfiltrasi glomerulus. Dua cara terpentingnya adalah

dengan pembatasan asupan protein maupu terapi farmakologis (pemberian

obat antihipertensi misalnya ACE inhibitor).

Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular.

Ini merupakan hal penting , karena kurang lebih 40-50% kematian pada

penyakit ginjal kronik disebabkan komplikasi pada kardiovaskular.12

Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi.

Penyakit ginjal kronik mengakibatkan beberapa komplikasi yang

manifestasinya sesuai dengan derajat penurunan fungsi ginjal. Komplikasi

tersebut diantaranya:12,13

1. Anemia

Pemberian EPO merupakan hal yang dianjurkan.

Transfusi

Dengan sasaran berdasarakan uji klinik adalah 10-11 mg/dL.

Tetapi tranfusi perlu perhatian yang cermat karena dapat

31

Page 32: ii

menyebabkan kelebihan cairan tubuh, hyperkalemia, dan

perburukan fungsi ginjal.

2. Osteodistrofi ginjal

Pembatasan asupan fosfat

Pembatasan fosfat hingga 600-800mg/hari

Pemberian obat pengikat fosfat

Pengikat fosfat yang banyak dipakai adalah garam kalsium,

aluminium hidroksida, garam magnesium

Garam ini diberikan secara oral untuk mengurangi absorbsi

fosfat dari makanan

Pemberian Kalsitriol

Edema12,13

Pembatasan cairan dan elektrolit dapat mengurangi komplikasi dari

penyakit ginjal kronik ini. Terutama pembatasan natrium dimaksudkan

untuk mengurangi komplikasi ini.

Terapi penggantu berupa dialisis dan transplatasi ginjal12,13

Terapi ini dilakukan hanya untuk penyakit gagal ginjal stage 5 (LFG < 15

ml/min)> terapi tersebut dapat berupa hemodialisa, peritoneal dialisis,

maupun transplantasi ginjal.

32

Page 33: ii

BAB IV

DISKUSI KASUS

Pasien Tn. Arsad adalah seorang laki-laki berusia 60 tahun. Pada laporan

kasus kali ini pasien didiagnosa menderita gagal jantung (Heart Failure) dan

insufiensi renal. Diagnosa ini dapat ditegakkan melalui keruntutan yang sistematis

dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

33

Page 34: ii

Dari aloanamnesis ditemukan bahwa pasien datang dengan keluhan utama

lemah. Pasien terlihat lemah sejak 1 hari dan mengalami penurunan kesadaran

sebelum dibawa ke rumah sakit. Sebelumnya (2009), pasien ada riwayat

mengalami sakit pinggang hilang timbul dan didiagnosis dokter PUSKESMAS

menderita batu ginjal. Selain itu, (± 6 bulan SMRS), pasien juga didiagnosis

dokter umum menderita radang ginjal.

Pada pemeriksaan laboratorium darah ditemukan kadar kreatinin 2,1

mg/dL. Kadar SGOT dan SGPT 87 U/I dan 110 U/I. Pada pemeriksaan foto

thorax, dapat ditemui cardiomegali (CTR > 60% pada foto AP). Pada pemeriksaan

EKG didapatkan hasil, aksis bergeser ke kiri (dilihat dari sadapan 1), dan adanya

gambaran ektrasistole (sadapan aVR dan aVF), dan terlihat peninggian gelombang

QRS (sadapan V4-V6)

Berdasarkan data laboratorium kreatinin (2,1) didapatkan hasil LFG 42.

Nilai ini masuk dalam kategori penyakit ginjal kronik stage 3. Dan jika dilihat dari

hasil tingginya SGOT atau SGPT, terdapat kemungkinan adanya hepatitis akut.

Berdasarkan pembacaan foto thorax dan EKG didapatkan hasil bahwa terjadi

cardiomegali, dimana pada foto thorax terlihat CTR sebesar 62% (AP > 60 %

dinyatakan cardiomegali) dan dari EKG didapatkan aksis yang bergeser lebih ke

kiri (lead I dan aVF) dan QRS yang tinggi pada sadapan V4-V6.

Penyakit ginjal kronik, sering diikuti gejala asimtomatik terutama jika

LFG > dari 30 ml/min (stage 1-3). Pasien lebih sering datang ke rumah sakit atau

berobat ke dokter jika telah ada komplikasi. Pada Tn arsyad, hal ini juga terjadi,

pasien baru dibawa ke rumah sakit ketika terjadi komplikasi pada penyakit

34

Page 35: ii

ginjalnya berupa penurunan kesadaran dan setelah difoto roentgen ternyata

terdapat juga komplikasi cardiomegali.

CHF pada penyakit ginjal kronik disebabkan oleh adanya retensi natrium

dan cairan sehingga terjadi peningkatan preload. Peningkatan preload ini

menyebabkan jantung harus bekerja ekstra dengan meningkatkan

kontraktilitasnya. Peningkatan kontraktilitas dari jantung ini menyebabkan

remodeling jantung berupa hipertofi maupun dilatasi.

Peningkatan SGOT/SGPT (curiga hepatitis akut, ini hal yang sangat lazim

pada penyakit CHF. Patofisiologi terjadinya peningkatan tersebut sebagai berikut;

hati merupakan organ parenkim terbesar dan tempat metabolik tubuh yang utama.

Hati diperdarahi oleh 2 pembuluh darah penting, yaitu vena porta hepatika

(saluran cerna dan limpa) dan arteri hepatika. Sekitar sepertiga darah yang masuk

ke dalam hati berasal dari arteri hepatika yang kaya oksigen dan dua pertiga

sisanya darah vena dari vena porta yang miskin oksigen. Maka dapat disimpulkan

bahwa hati merupakan organ yang berkerja dalam keadaan dengan jumlah oksigen

yang rendah dibandingkan organ-organ lain yang ada dalam tubuh, sehingga

terjadi sedikit perubahan aliran darah kaya oksigen (misalnya syok, hipotensi

arteri ataupun hipoksia) dapat mempengaruhi fungsi dari hati tersebut.

Pada pasien ini, stroke volume dari jantung akan menurun dengan drastis.

Hal inilah yang mendasari kerusakan hati sehingga timbul gejala-gejala ikterik

pada pasien. Penurunan jumlah stroke volume, akan menyebabkan penurunan

jumlah darah yang didistribusikan untuk perifer termasuk hati. Mengingat hati

tidak dapat mengalami penurunan jumlah perfusi, maka dengan perlahan-perlahan

35

Page 36: ii

sel-sel hati (hepatosit) akan mengalami kerusakan dan nekrosis. Nekrosis ini akan

terus berlanjut dan akan semakin parah seiring dengan turunnya jumlah aliran

darah pada hati dari jantung. Nekrosisnya hepatosit akan menurunkan aktivitas

hati terhadap bilirubin sehingga pasien mengalami ikterus. Dari rasio deritis

(SGOT/SGPT > 1,5) maka dapat diambil kesimpulan bahwa pasien mengalami

kolestasis intrahepatik yang disebabkan nekrosis hepatosit sebgai komplikasi

kelainan dari jantung.

Pada pasien diberikan terapi gastridin, bio curlif, hp pro, lasix/furosemid,

dan ceftriaksone. Gastridin diberikan pada pasien dengan indikasi untuk

melindungi lambung dari asam lambung berlebih mengingat kondisi pasien lemah

dan sedikit dalam mengonsumsi makananketika dirawat. Biocurliv merupakan

obat yang berfungsi untuk menjaga kesehatan hati, karena pada pasien ditemukan

peningkatan enzim transaminase yang menandakan terjadinya cedera pada hati.

Hp pro merupakan salah satu obat pilihan yang digunakan untuk mengobati

penyakit hati baik akut dan kronik, diberikan pada pasien dengan indikasi yang

sama dengan bio curliv.

Furosemid/lasix merupakan diuretik loop biasanya diberikan secara oral

maupun injeksi digunakan untuk menurunkan retensi garam dan air, sehingga

menurunkan preload ventrikular. Penurunan preload ini memiliki dua efek yang

bermanfaat berupa penurunan edema dan gejalanya, dan menurunkan ukuran

jantung yang dapat membawa pada perbaikan dari efisiensi dari fungsi pompa.

Obat ini diberikan secara intravena pada pasien dengan edema paru akibat gagal

36

Page 37: ii

ventrikel akut. Mekanisme utama yang terpenting dalam Diuretik loop juga

efektif pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal.

Ceftriaxone sendiri memiliki efek bakterisida yang dihasilkan akibat

penghambatan sintesis dinding kuman. Ceftriaxone mempunyai stabilitas yang

tinggi terhadap beta-laktanase, baik terhadap penisilinase maupun sefalosporinase

yang dihasilkan oleh kuman gram-negatif, gram-positif. Pada pasien diberikan

atas indikasi adanya riwayat penyakit radang ginjal 6 bulan SMRS, yang tidak

diketahui apakah pada pasien benar-benar sembuh karena ada kecurigaan bahwa

pasien mengalami radang ginjal kronik.

BAB V

PENUTUP

Telah dilaporkan sebuah kasus gagal jantung (Heart Failure) dan

insufisiensi renal pada seorang laki-laki berusia 61 tahun yang dirawat di Ruang

Penyakit Dalam Pria (Flamboyan) Rumah Sakit Umum daerah Ulin Banjarmasin.

37

Page 38: ii

Diagnosis gagal jantung (Heart Failure) dan insufisiensi renal berdasarkan

anamnesis yang dilakukan yaitu lemah, batuk berdahak sepanjang malam, mudah

lelah jika beraktivitas, nafsu makan menurun, serta terdapat riwayat batu ginjal

dan radang ginjal. Pada pemeriksaan fisik, ditemukan sclera, peningkatan JVP,

serta S3 gallop. Pada pemeriksaan laboratorium rutin ditemukan punurunan kadar

HB, leukositosis, peningkatan ureum dan kreatinin, serta peningkatan kadar

SGOT dan SGPT, penurunan albumin hati dan peningkatan albumin urin. Pada

pemeriksaan foto ditemukan Cardiomegali (CTR 62%). Selama perawatan

penderita mendapatkan terapi berupa cairan parenteral, gastridin (inj) , bio curlif

(tab), hp pro (caps), lasix (inj)/furosemid (tab), dan ceftriaksone (inj).

DAFTAR PUSTAKA

1. Silvia A.P, Lorraine M.W. Patofisiologi: Konsep – konsep Klinis Proses Penyakit, Edisi VI, Vol.1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2005.

2. Mariyono, Harbanu H, Santoso Anwar. Gagal jantung. J Peny Dalam (2007): 8 (3): 85-93

38

Page 39: ii

3. Aorora, Pradep. Chronic Kidney Disease. Emedicine, 23 November 2010 (http://emedicine.medscape.com/article/238798-overview, diakses 22 januari 2011).

4. Dickstein, Kenneth, Solal, Alain Cohel, Flippatos, Gerasimos, Mc Murray, John J.V, Ponikowski, Piotr, Wilson, Philip Alexander Poole, et al. ESC Guidelines for The diagnosis and Treatment of Acute and Chronic Heart Failure. European Heart Journal (2008): 29: 2388-2442.

5. Gray, Huoh H, Keith D. Dawkins, Morhans, John M, Simpson, Iain A. Lecture Notes: Cardiology. Fourth edition. Blackwell Science Ltd, 2002.

6. Sulaifi, M. Faiq. Gagal Jantung dan Penganannya. http://Sulaifi.wordpress.com., diakses 22 januari 2011.

7. Silbernagl S, Lang F. Teks dan Atlas Berwarna: Patofisiologi. Jakarta: EGC, 2006.

8. Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser, Longo, Jameson, Loscalzo. Harrison’s: Principles of Internal Medicine. 17th edition. Mc-GrayHill, 2008.

9. Rasad, Sjahriar. Radiologi diagnostik. Edisi 2. Jakarta: Balai FK UI, 2005.

10. Katzung, Bertram G. Basic and Clinical Pharmacology. Eigth Edition. Mc-Graw-Hill Companies Inc, 2001.

11. Sacher, Ronald A, McPherson, Richard A. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Edisi 11. Penerbit Buku Kedokteran (EGC), 2003.

12. Pradep Arora. Chronic Kidney Disease: Follow Up and Treatment. Emedicine (http://emedicine.medscape.com/article/238798-treatment) diakses 22 januari 2011).

13. Sudaryo, Aru W et al. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi 4. Buku Ajar FK UI, 2006.

14. Hostetter, Thomas H. Chronic Kidney Disease Predicts Cardiovascular Disease. NEJM 351:13: 1344-1346

39

Page 40: ii

40