II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · proses resorpsi tulang lebih tinggi dibanding dengan...

12
4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tulang Tulang merupakan jaringan penghubung yang terdiri dari material interselular yang terkalsifikasi, matriks tulang, dan tiga tipe sel tulang yaitu osteosit yang dapat ditemukan di ruang (lakuna) diantara matriks; osteoblas yang merupakan tempat sintesis komponen organik dari matriks; dan osteoklas yang merupakan sel raksasa multinuklear yang terlibat dalam proses resorpsi dan pembentukan jaringan tulang (Junqueira dan Carneiro 2005). Secara makroskopis tulang tersusun atas beberapa bagian, yakni diafise, epifise, metafise, tulang rawan artikular, periosteum, ruang medullar, dan osteum. Secara mikroskopis tulang terbentuk atas tiga jenis sel tulang, matriks ekstraselular tulang, dan saluran- saluran yang tersusun secara sempuna dan kompak (Tortora dan Derrickson 2009). Tulang mempunyai beberapa fungsi utama, antara lain (1) sebagai penyokong tubuh, dengan membentuk kerangka dan tempat perlekatan tendon otot; (2) sebagai pelindung organ internal tubuh; (3) membantu pergerakan tubuh bersama otot; (4) homeostasis mineral terutama kalsium dan fosfor; (5) produksi sel darah merah oleh sumsum tulang merah; dan (6) penyimpanan trigliserida oleh sumsum tulang kuning (Junqueira dan Carneiro 2005; Tortora dan Derrickson 2009). Tulang secara dinamis dan terus menerus melakukan proses remodeling, yakni proses penyusunan jaringan tulang baru dan perombakan jaringan tulang lama. Proses remodeling sangat aktif terjadi pada individu muda 200 kali lebih cepat dibanding individu dewasa. Proses remodeling dan fungsi homeostasis mineral terutama kalsium dan fosfor pada tulang antara lain dipengaruhi oleh hormon dalam tubuh seperti parathormon, kalsitonin, dan estrogen. Defisiensi kalsium pada individu muda dapat menyebabkan terjadinya penyakit riketsia sedangkan pada individu dewasa menyebabkan osteomalacia. Osteomalacia berbeda dengan osteoporosis pada individu dewasa. Osteomalacia diakibatkan oleh defisiensi kalsium per unit dari matriks tulang sehingga kalsifikasi tulang terganggu. Sedangkan osteoporosis lebih sering terjadi pada individu dewasa postmenopous. Pada situasi ini terjadi penurunan kadar estrogen dalam tubuh dan

Transcript of II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · proses resorpsi tulang lebih tinggi dibanding dengan...

Page 1: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · proses resorpsi tulang lebih tinggi dibanding dengan proses pembentukan tulang (Junqueira dan Carneiro 2005). 2.1.1 Perkembangan Tulang

4

 

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tulang

Tulang merupakan jaringan penghubung yang terdiri dari material

interselular yang terkalsifikasi, matriks tulang, dan tiga tipe sel tulang yaitu

osteosit yang dapat ditemukan di ruang (lakuna) diantara matriks; osteoblas yang

merupakan tempat sintesis komponen organik dari matriks; dan osteoklas yang

merupakan sel raksasa multinuklear yang terlibat dalam proses resorpsi dan

pembentukan jaringan tulang (Junqueira dan Carneiro 2005). Secara makroskopis

tulang tersusun atas beberapa bagian, yakni diafise, epifise, metafise, tulang rawan

artikular, periosteum, ruang medullar, dan osteum. Secara mikroskopis tulang

terbentuk atas tiga jenis sel tulang, matriks ekstraselular tulang, dan saluran-

saluran yang tersusun secara sempuna dan kompak (Tortora dan Derrickson

2009). Tulang mempunyai beberapa fungsi utama, antara lain (1) sebagai

penyokong tubuh, dengan membentuk kerangka dan tempat perlekatan tendon

otot; (2) sebagai pelindung organ internal tubuh; (3) membantu pergerakan tubuh

bersama otot; (4) homeostasis mineral terutama kalsium dan fosfor; (5) produksi

sel darah merah oleh sumsum tulang merah; dan (6) penyimpanan trigliserida oleh

sumsum tulang kuning (Junqueira dan Carneiro 2005; Tortora dan Derrickson

2009).

Tulang secara dinamis dan terus menerus melakukan proses remodeling,

yakni proses penyusunan jaringan tulang baru dan perombakan jaringan tulang

lama. Proses remodeling sangat aktif terjadi pada individu muda 200 kali lebih

cepat dibanding individu dewasa. Proses remodeling dan fungsi homeostasis

mineral terutama kalsium dan fosfor pada tulang antara lain dipengaruhi oleh

hormon dalam tubuh seperti parathormon, kalsitonin, dan estrogen. Defisiensi

kalsium pada individu muda dapat menyebabkan terjadinya penyakit riketsia

sedangkan pada individu dewasa menyebabkan osteomalacia. Osteomalacia

berbeda dengan osteoporosis pada individu dewasa. Osteomalacia diakibatkan

oleh defisiensi kalsium per unit dari matriks tulang sehingga kalsifikasi tulang

terganggu. Sedangkan osteoporosis lebih sering terjadi pada individu dewasa

postmenopous. Pada situasi ini terjadi penurunan kadar estrogen dalam tubuh dan

Page 2: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · proses resorpsi tulang lebih tinggi dibanding dengan proses pembentukan tulang (Junqueira dan Carneiro 2005). 2.1.1 Perkembangan Tulang

5

 

proses resorpsi tulang lebih tinggi dibanding dengan proses pembentukan tulang

(Junqueira dan Carneiro 2005).

2.1.1 Perkembangan Tulang (Osteogenesis)

Proses pembentukan tulang disebut osteogenesis atau osifikasi.

Perkembangan sel prekusor tulang dibagi ke dalam tahapan perkembangan yakni

1. mesenchymal stem cells 2. Sel-sel osteoprogenitor 3. Pre-osteoblas 4.

Osteoblas, dan 5. Osteosit matang. Setelah sel progenitor membentuk garis

osteoblastik, kemudian dilanjutkan dengan tiga tahap perkembangan diferensiasi

sel yaitu proliferasi, pematangan matrik, dan mineralisasi. Faktor pertumbuhan

tulang tergantung pada herediter, nutrisi, vitamin, mineral, hormon, dan latihan

atau stres pada tulang (Scalon dan Sanders 2007). Osifikasi adalah istilah lain

untuk pembentukan tulang. Osifikasi (osteogenesis) berdasarkan asal

embriologisnya terdapat dua jenis osifikasi, yaitu ossifikasi intramembran yang

terjadi pada sel mesenkim yang berdiferensiasi menjadi osteoblas di pusat

ossifikasi secara langsung tanpa pembentukan kartilago terlebih dahulu dan

osifikasi endokondral yaitu mineralisasi jaringan tulang yang dibentuk melalui

pembentukan kartilago terlebih dahulu (Leeson et al. 1996; Junqueira dan

Carneiro 2005).

a. Osifikasi intramembran

Pada osifikasi intramembran, perkembangan tulang terjadi secara

langsung. Selama ossifikasi intramembran, sel mesenkim berproliferasi ke dalam

area yang memiliki vaskularisasi yang tinggi pada jaringan penghubung

embrionik dalam pembentukan kondensasi sel atau pusat osifikasi primer (Leeson

et al. 1996; Junqueira dan Carneiro 2005). Sel ini akan mensintesis matriks tulang

pada bagian periperal dan sel mesenkimal berlanjut untuk berdiferensiasi menjadi

osteoblas. Setelah itu, tulang akan dibentuk kembali dan semakin digantikan oleh

tulang lamela matang/dewasa. Proses osifikasi ini merupakan sumber

pembentukan tulang pipih, salah satu diantaranya yaitu tulang pipih kepala. Pada

awal perkembangan tulang pipih atap kepala, tulang yang baru dibentuk

diendapkan pada pinggir dan permukaan tulang tersebut. Untuk tetap menjaga

adanya ruang bagi pertumbuhan otak, rongga kranium harus membesar yaitu

Page 3: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · proses resorpsi tulang lebih tinggi dibanding dengan proses pembentukan tulang (Junqueira dan Carneiro 2005). 2.1.1 Perkembangan Tulang

6

 

dengan cara resorpsi tulang pada permukaan luar dan permukaan dalam oleh

osteoklas, bersamaan dengan terjadinya pengendapan tulang yang terus menerus

pada kedua permukaan tulang (Leeson et al. 1996; Junqueira dan Carneiro 2005).

b. Osifikasi endokondral

Semua sel tulang lainnya di dalam tubuh dibentuk melalui proses osifikasi

endokondral. Proses ini terjadi secara tidak langsung yaitu melalui pembentukan

model tulang rawan terlebih dahulu dan kemudian mengalami penggantian

menjadi tulang dewasa. Ossifikasi endokondral dapat dilihat pada proses

pertumbuhan tulang panjang. Pada proses pertumbuhan tulang panjang akan

terbentuk pusat osifikasi primer dimana penulangan pertama kali terjadi yaitu

proses dimana kartilago memanjang dan meluas melalui proliferasi kondrosit dan

deposisi matriks kartilago. Setelah pembentukan tersebut, kondrosit di daerah

sentral kartilago mengalami proses pemasakan menuju hypertropic kondrosit

(Leeson et al. 1996; Junqueira dan Carneiro 2005). Setelah pusat osifikasi primer

terbentuk maka rongga sumsum mulai meluas ke arah epifise. Perluasan rongga

sumsum menuju ke ujung-ujung epifisis tulang rawan dan kondrosit tersusun

dalam kolom-kolom memanjang pada tulang dan tahapan berikutnya pada

osifikasi endokondral berlangsung pada zona-zona pada tulang secara berurutan

(Leeson et al. 1996; Junqueira dan Carneiro 2005).

 

2.1.2 Struktur Sel Tulang

Osteoblas

Osteoblas terbentuk dari sel osteoprogenitor yang telah berdiferensiasi.

Dalam penelitian Reid (1996) ditemukan bahwa di dalam osteoblas terdapat

reseptor dari estrogen dan juga kalsitriol. Osteoblas memiliki diameter antara 20-

30 µm dan terlihat sangat jelas pada sekitar lapisan osteoid dimana tulang baru

terbentuk. Membran plasma osteoblas memiliki sifat khas yakni kaya akan enzim

alkali fostatase, yang konsentrasinya dalam serum digunakan sebagai indeks dari

adanya pembentukan tulang. Sel osteoblas yang telah matang memiliki banyak

aparatus golgi yang berkembang dengan baik yang berfungsi sebagai sel sekretori,

sitoplasma yang basofilik, dan banyak sekali retikulum endopasma. Osteoblas

(Gambar 1) merupakan sel yang berbentuk kubus atau kolumnar dalam keadaan

Page 4: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · proses resorpsi tulang lebih tinggi dibanding dengan proses pembentukan tulang (Junqueira dan Carneiro 2005). 2.1.1 Perkembangan Tulang

7

 

aktif sedangkan dalam keadaan tidak aktif osteoblas akan berbentuk pipih

(Einhorn 1996; Kierszenbaum 2002). Osteoblas berasal dari sel pluripoten

mesenkim dan menyimpan osteoid, yakni matriks organik yang tidak

termineralisasi pada tulang. Osteoblas berfungsi untuk menginisiasi dan

mengontrol proses mineralisasi osteoid (Kierszenbaum 2002).

Osteoblas menghasilkan faktor pertumbuhan bersama dengan protein tulang

morfogenetik. Osteoblas berperan dalam sintesis protein, glikosilasi, dan sekresi

menghasilkan kolagen tipe I (90% dari total protein), osteocalcin, protein yang

bukan kolagen diantaranya osteonectin, osteopontin, sialoprotein tulang, faktor

pertumbuhan tulang, sitokin, dan tentunya reseptor dari hormon-hormon

(Kierszenbaum 2002). Osteocalcin merupakan protein sekretori spesifik yang

timbul hanya pada akhir diferensiasi osteoblas di bawah pengaruh Cbfa1 (core-

binding factor) (Kierszenbaum 2002). Osteocalcin banyak terdapat pada protein

nonkolagen berfungsi meregulasi kristal apetit pertumbuhan dan mengikat

hidroksiapatit. Osteonectin merupakan polipeptida rantai tunggal yang terdapat

pada beberapa jaringan karena ada saat awal perkembangan tulang. Osteonectin

terbentuk karena adesi osteoblas yang mengikat hidroksiapatit. Sialoprotein

tulang merupakan polipeptida rantai tunggal pada tulang dan jaringan ikat

termineralisasi berfungsi mengikat sel melalui ikatan integrin dan hidroksiapatit

(Meyer dan Wiesmann 2006).

Osteosit

Osteosit merupakan sel tulang yang telah dewasa dan sel utama pada tulang

yang berperan dalam mengatur metabolisme seperti pertukaran nutrisi dan kotoran

dengan darah. Osteosit berasal dari osteoblas yang berdeferensiasi dan terdapat di

dalam lacuna yang terletak diantara lamela-lamela matriks pada saat

pembentukan lapisan permukaan tulang berlangsung. Jumlahnya 20.000 – 30.000

per mm3 dan sel-sel ini secara aktif terlibat untuk mempertahankan matriks tulang

dan kematiannya diikuti oleh resorpsi matriks tersebut sehingga osteosit lebih

penting saat perbaikan tulang daripada pembentukan tulang baru (Junqueira dan

Carneiro 2005; Tortora dan Derrickson 2009).

Setelah pembentukan tulang selesai, sebagian kecil (10-20%) dari osteoblas

melekat ke dalam bentuk baru dari matriks ekstraseluler dan kemudian menjadi

Page 5: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · proses resorpsi tulang lebih tinggi dibanding dengan proses pembentukan tulang (Junqueira dan Carneiro 2005). 2.1.1 Perkembangan Tulang

8

 

osteosit (Junqueira dan Carneiro 2005; Lian dan Stein 1996). Kanalikuli

merupakan suatu kanal dimana terdapat pembuluh darah yang berfungsi sebagai

penyalur nutrisi dan pertukaran gas yang akan digunakan oleh osteosit (Lian dan

Stein 1996). Osteosit lebih kecil dari osteoblas dan osteosit telah kehilangan

banyak organel pada sitoplasmanya. Osteosit muda lebih menyerupai osteoblas

tetapi merupakan sel dewasa yang memiliki aparatus golgi dan retikulum

endoplasma kasar yang sedikit lebih jelas tetapi memiliki jumlah lisosom yang

lebih banyak. Osteosit (Gambar 1) dapat berhubungan satu sama lain melalui

penjuluran sitoplasma yang melewati kanalikuli yang berperan dalam membantu

koordinasi respon tulang terhadap stres atau deformasi (Stevenson dan Marsh

1992).

Osteoklas

Osteoklas (Gambar 1) adalah sel raksasa hasil peleburan monosit (jenis sel

darah putih) yang terkonsentrasi di endosteum dan melepaskan enzim lisosom

untuk memecah protein dan mineral di matriks ekstraseluler. Osteoklas memiliki

progenitor yang berbeda dari sel tulang lainnya karena tidak berasal dari sel

mesenkim, melainkan dari jaringan mieloid yaitu monosit atau makrofag pada

sumsum tulang (Smith 1993; Ott 2002). Osteoklas bersifat mirip dengan sel

fagositik lainnya dan berperan aktif dalam proses resorbsi tulang. Osteoklas

merupakan sel fusi dari beberapa monosit sehingga bersifat multinukleus (10-20

nuklei) dengan ukuran besar dan berada di tulang kortikal atau tulang trabekular

(Marcus et al. 1996). Osteoklas berfungsi dalam mekanisme osteoklastogenesis,

aktivasi resorpsi kalsium tulang, dan kartilago, dan merespon hormonal yang

dapat menurunkan struktur dan fungsi tulang (Boyle et al. 2003). Osteoklas dalam

proses resorpsi tulang mensekresi enzim kolagenase dan proteinase lainnya, asam

laktat, serta asam sitrat yang dapat melarutkan matriks tulang. Enzim-enzim ini

memecah atau melarutkan matriks organik tulang sedangkan asam akan

melarutkan garam-garam tulang (Telford dan Bridgman 1995). Melalui proses

resorpsi tulang, osteoklas ikut mempengaruhi sejumlah proses dalam tubuh yaitu

dalam mempertahankan keseimbangan kalsium darah, pertumbuhan dan

perkembangan tulang serta perbaikan tulang setelah mengalami fraktur (Derek et

al. 2007). Aktifitas osteoklas dipengaruhi oleh hormon sitokinin. Osteoklas

Page 6: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · proses resorpsi tulang lebih tinggi dibanding dengan proses pembentukan tulang (Junqueira dan Carneiro 2005). 2.1.1 Perkembangan Tulang

9

 

memiliki reseptor untuk kalsitokinin, yakni suatu hormon tiroid. Akan tetapi

osteoblas memiliki reseptor untuk hormon paratiroid dan begitu teraktivasi oleh

hormon ini, osteoblas akan memperoduksi suatu sitokin yang disebut faktor

perangsang osteoklas. Osteoklas bersama hormon parathyroid berperan dalam

pengaturan kadar kalsium darah sehingga dijadikan target pengobatan

osteoporosis (Junqueira dan Carneiro 2005; Tortora dan Derrickson 2009).

Gambar 1 Gambaran sel osteogenik, osteoblas, osteosit, dan osteoklas

(dimodifikasi dari Leeson et al. 1996).

2.2 Tanaman Sipatah-patah (Cissus quadrangula Salisb.)

Sipatah-patah (Cissus quadrangula Salisb.) ditemukan di Aceh. Tanaman

ini umumnya ditemukan di kawasan hutan dan dapat tumbuh dengan cepat jika

dipindahkan ke tempat lain. Herbarium Bogoriensis menyatakan bahwa spesies

ini adalah Cissus quadrangula Salisb. Taksonomi tanaman tersebut adalah sebagai

berikut.

Divisi : Spermatophyta

Class : Magnoliophyita

Ordo : Sapindales

Family : Vitaceae

Genus : Cissus

Spesies: Cissus quadrangula Salisb. (Sabri 2011)

Penampang melintang batangnya berbentuk segi empat sehingga tanaman

ini dinamakan quadrangula. Pada setiap sudutnya terdapat tonjolan yang tipis ke

samping, dan di antara masing-masing tonjolan terletak terpisah. Bentuk batang

berbuku-buku dan setiap satu meter batang terdapat 4-5 buku, batang berwarna

hijau kemerahan. Buku pada batang terus bertambah, baik ke atas maupun ke

Page 7: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · proses resorpsi tulang lebih tinggi dibanding dengan proses pembentukan tulang (Junqueira dan Carneiro 2005). 2.1.1 Perkembangan Tulang

10

 

samping. Di antara buku-buku yang telah ada muncul 1-2 daun penumpu, dan di

bagian bawah daun penumpu ini muncul calon batang baru. Pada bagian ujung

batang muncul 1-2 daun penumpu, dan di antara daun penumpu ini muncul batang

baru ke atas (Gambar 2). Menurut Versteegh-Kloppenburgh (2006), batang

tanaman ini memiliki morfologi bertekuk-tekuk dan daunnya jarang. Daun

sipatah-patah berbentuk runcing, memiliki panjang daun sekitar 4-5 cm, dan

terdapat pada pertemuan diantara buku-buku serta cepat rontok.

Tanaman sipatah-patah di Aceh sering dipergunakan untuk pengobatan

beberapa penyakit di antaranya adalah rematik dan patah tulang. Pengobatan

rematik dilakukan dengan meminum rebusan daun tanaman tersebut, yang

ditambahkan dengan unsur-unsur yang lain. Sementara itu untuk mengobati patah

tulang, dilakukan dengan cara menggerus daun sipatah-patah lalu menempelkan

pada tempat yang patah. Selain itu tanaman ini juga sangat manjur untuk

mengobati wanita lanjut usia yang mengalami sakit sendi dan patah tulang (Sabri

2011). Tanaman ini memiliki kesamaan dengan tanaman dari India yaitu Cissus

quadrangularis Linn. baik secara morfologi dan kandungannya.

Gambar 2 Morfologi tanaman sipatah-patah (Cissus quadrangula Salisb.) dari Aceh (Sabri 2011).

Batang Cissus quadrangularis Linn. secara luas digunakan untuk

pengobatan fraktur tulang, tumor, wasir, sariawan, dan tukak lambung (Nadkarni

1954; Warrier et al. 1994). Ekstrak tanaman ini juga mempunyai sifat

antiosteoporotik (Shirwaikar et al. 2003), analgesik, antioksidan, antimikroba,

hipotensi, antibakterial, antifungal (Austin dan Jagdeesan 2004), obat anti kanker

(Taylor 2002), antiulcer, efek parasimpatomimetik, anti inflamasi, aktivitas

Page 8: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · proses resorpsi tulang lebih tinggi dibanding dengan proses pembentukan tulang (Junqueira dan Carneiro 2005). 2.1.1 Perkembangan Tulang

11

 

anabolik dan androgenik (Mishra et al. 2010; Dalimartha 2003). Getah batang

tanaman digunakan untuk pengobatan patah tulang, penyakit telinga dan mata,

sariawan, asma, menstruasi tidak teratur, wasir, tumor, dan luka (Kritikar dan

Basu 2000). Batang Cissus quadrangularis Linn. mengandung triterpenoid dan

polifenol yang diketahui menekan pembentukan sitokin (Jainu dan Devi 2006).

Sedangkan Leiro et al. (2004) dan Thuong et al. (2005) menyatakan bahwa

triterpenoid dan polifenol menurunkan pembentukan TNFα dan IL1-β. Pada

penelitian yang dilakukan Shirwaikar et al. (2003), penggunaan ekstrak Cissus

quadrangularis Linn. melalui intraperitoneal pada mencit dapat mengakibatkan

kematian (LD 50 ) pada dosis 5000 mg/kg.

Menurut Sabri (2011), batang sipatah-patah ini mengandung beberapa

komponen biologis yaitu kalsium, fosfor, alkaloid, flavonoid, tanin (polifenolat),

dan triterpenoid. Kadar kalsium yang ditemukan pada batang sipatah-patah

mencapai 4,33% dari bobot keringnya. Dengan demikian kandungan kalsium yang

tinggi pada batang sipatah-patah ini dapat digunakan sebagai sumber kalsium

dalam pembentukan tulang atau pemenuhan kebutuhan kalsium tubuh. Selain itu

dari ekstrak sipatah-patah didapatkan bahwa ekstrak tersebut mengandung

sebanyak 33 senyawa fitokimia dan 14 senyawa diantaranya termasuk golongan

steroid. Golongan steroid tersebut 7 diantaranya termasuk dalam golongan

fitoestrogen. Senyawa fitoestrogen itu antara lain A-noncholestan-3-one-5-ethenyl

(22.67%), Stigmast-5-en-3-ol (15.52%), Stigmast-4-en-3-one (8.53%), Lup-

20(29)-en-3-ol (3.beta) (7.49%), Ergost-22-en-3-ol (5.74%), Stigmast-5,23-dren-

3.beta-ol (2.55%) dan Methyl (25RS)-3β-hydrokxyl-5 cholesten (2.36%).

Menurut Jainu dan Devi (2006), senyawa fitoestrogen yang ada dalam

Cissus quadrangularis antara lain isoflavon, ligni, coumestan, triterpan, glicoside,

dan asiklik. Selain itu terdapat juga kandungan flavonoid seperti kersetin, vitamin

C, resveratrol, piceantannol, palidol, ketosteroid, dan karoten (Swamy et al.

2006). Fitoestrogen memiliki kesamaan struktur kimia dan aktivitas yang sama

dengan hormon estrogen (Anderson dan Garner 1998; Dewell et al. 2002).

Menurut Jefferson et al. (2002), fitoestrogen memiliki banyak kesamaan pada dua

gugus –OH dan mempunyai gugus fenol serta jarak antara gugus hidroksil yang

sama dengan inti estrogen endogen sehingga dapat berikatan dengan reseptor

Page 9: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · proses resorpsi tulang lebih tinggi dibanding dengan proses pembentukan tulang (Junqueira dan Carneiro 2005). 2.1.1 Perkembangan Tulang

12

 

estrogen di tulang. Tiga unsur utama dari fitoestrogen adalah isoflavon,

caumenstan, dan lignan. Isoflavone memiliki unsur utama yaitu genistien dan

daidzein. Isoflavone mampu mengikat reseptor estrogen beta dalam osteoblas dan

dapat menstimulasi proliferasi dari osteoblas (Yamaguchi 2002). Selain itu

isoflavon juga menginduksi terjadinya diferensiasi dari osteoblas yakni melalui

aktivasi transforming-growth factor β (TGF-β) (Kim 1998). Menurut Reid

(1996), di dalam osteoblas terdapat reseptor dari estrogen dan juga kalsitriol.

Rachman et al. (1996), penggunaan fitoestrogen memiliki efek keamanan

yang lebih baik dibandingkan dengan estrogen sintetis atau obat-obat hormonal

pengganti (hormonal replacement therapy/HRT). Pada saat kadar estrogen

menurun, akan terdapat banyak kelebihan reseptor estrogen yang tidak terikat,

walaupun afinitasnya rendah, fitoestrogen dapat berikatan dengan reseptor

tersebut. Fitoestrogen menstimulasi aktivitas osteoblas melalui aktivitas reseptor-

reseptor estrogen dan mampu meningkatkan produksi hormon pertumbuhan

insulin-like growth factors-1 (IGF-1) yang memiliki hubungan positif terhadap

pembentukan massa tulang. Fitoestrogen dapat mengurangi gejala menopause

(Rachman 1996), memperbaiki kadar lipid atau lemak dalam plasma, menghambat

perkembangan ateriosklerosis, serta menghambat pertumbuhan sel-sel tumor atau

kanker pada payudara dan endometrium (Dewell et al. 2002).

2.3 Kultur In Vitro

Kultur sel (cell culture) didefinisikan teknik menumbuhkan dan memelihara

sel-sel dari organisme multiseluler di luar tubuh organisme terutama dalam wadah

khusus yang ditempatkan pada kondisi lingkungan menyerupai kondisi tubuh

organisme seperti temperatur, kelembaban, nutrisi, dan kondisi bebas

kontaminasi. Sel, jaringan, dan organ yang diisolasi serta dipelihara pada

laboratorium merupakan objek hidup yang dikultur. Perkembangan kultur sel

berkaitan erat dengan kultur jaringan dan organ.

Menurut Butler (2004) kultur sel asal hewan memiliki beberapa tujuan,

antara lain (1) mengetahui fisiologi normal atau proses biokimia yang terjadi

dalam sel, seperti memperlajari metabolisme sel; (2) menguji berbagai pengaruh

senyawa kimiawi ataupun obat pada tipe sel spesifik, seperti senyawa metabolit,

hormon, growth factors, toksik, ataupun senyawa mutagenik yang mungkin untuk

Page 10: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · proses resorpsi tulang lebih tinggi dibanding dengan proses pembentukan tulang (Junqueira dan Carneiro 2005). 2.1.1 Perkembangan Tulang

13

 

dievaluasi dalam kultur sel; (3) mempelajari kombinasi variasi tipe sel sehingga

menghasilkan jaringan buatan, seperti menghasilkan kulit buatan untuk perawatan

kulit terbakar; (4) mensintesis produk biologis bernilai pada kultur sel skala besar.

Produk biologis seluler memiliki cakupan luas termasuk protein spesifik ataupun

virus yang memerlukan sel hewan dalam perkembangannya, seperti protein yang

jumlahnya sangat sedikit dalam tubuh dapat disintesis dalam jumlah gram hingga

kilogram dengan menumbuhkan sel secara genetis secara in vitro. Jumlah produk

biologis yang bernilai komersial telah meningkat dengan cepat selama beberapa

dekade terakhir. Pada kultur skala besar penting untuk menghindari kontaminasi

seperti virus dan protein tak diinginkan yang dapat menyebabkan kerugian besar.

Sel hewan memiliki bentuk dan karakteristik tertentu yang bersatu

membentuk jaringan berbeda-beda. Menurut Butler (2004) terdapat lima jenis sel

dalam jaringan yang sering digunakan pada kultur sel, antara lain (1) Jaringan

epitel, tersusun atas selapis sel yang menutup organ dan saluran seperti kulit dan

saluran pencernaan. Sel-sel epitel tumbuh dengan baik pada kultur sebagai sel

tunggal monolayer. (2) Jaringan ikat membentuk komponen utama struktur tubuh

hewan. Fibroblas merupakan jenis sel jaringan ikat yang paling banyak

digunakan untuk kultur sel karena mampu tumbuh dengan baik pada laju

pertumbuhan 18-24 jam. Osteoblas merupakan sel dalam jaringan tulang yang

dapat ditumbuhkan dalam kultur. (3) Jaringan otot mampu tumbuh dalam kultur

khususnya sel myoblas. Sel tersebut mampu berdiferensiasi membentuk

myotubes, yakni suatu proses yang hanya bisa diamati dalam kultur. (4) Jaringan

saraf dapat ditumbuhkan pada kultur dengan menambahkan growth factors pada

kultur neuron sehingga membentuk neurit. Kultur sel saraf sering digunakan

untuk mengetahui pertumbuhan neuroblastoma. (5) Darah dan getah bening

(lymph) mengandung suspensi sel yang dapat tumbuh dalam kultur. Limfoblast

merupakan salah satu jenis sel darah putih yang secara luas digunakan dalam

kultur karena mampu mensekresikan senyawa immunoregulasi.

Menurut Malole (1990), kondisi in vitro diciptakan menyerupai kondisi in

vivo antara lain temperatur (37°C), pH (7.4), oksigen, CO2 (5%), tekanan osmosis,

permukaan untuk melekat sel, nutrien, proteksi terhadap zat toksik, hormon, dan

faktor pertumbuhan serta faktor diferensiasi. Substrat yang dapat digunakan dalam

Page 11: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · proses resorpsi tulang lebih tinggi dibanding dengan proses pembentukan tulang (Junqueira dan Carneiro 2005). 2.1.1 Perkembangan Tulang

14

 

kultur antara lain gelatin, kolagen, laminin, atau fibronectin (Freshney 2005).

Malole (1990), medium dasar berfungsi untuk mengatur pH, tekanan osmosis

dalam medium, dan sumber ion organik yang esensial. Menurut Frehsney (2005)

medium pertumbuhan yang sering digunakan dalam kultur in vitro adalah

Dulbecco’s Modified Eagle Medium (DMEM). DMEM mengandung konsentrasi

asam amino dua kali lipat lebih banyak dari Eagle’s Minimal Essential Medium

(MEM), empat kali vitamin, dan mengatur konsentrasi HCO3 dan CO2. Sedangkan

menurut Buttler (2004), DMEM mengandung asam amino dan vitamin empat kali

lebih banyak dibanding Eagle’s Basal Medium (EBM). Nutrisi lainnya yaitu

dengan penambahan serum yang berasal dari sapi (Fetal Calf Serum (FCS) dan

Newborne Calf Serum (NCBS)), serum asal manusia, dan serum asal kuda.

Penambahan serum dalam medium berkisar antara 5-20%. Serum berfungsi

sebagai sumber faktor pertumbuhan, faktor hormonal, faktor pelekat sel, dan fakto

penyebar sel (Malole 1990). Untuk mengatasi adanya kontaminasi pada kultur

dapat ditambahkan antibiotik pada medium (Buttler 2004).

2.4 Kultur Tulang

Kultur primer adalah menempatkan sel secara langsung yang berasal dari

jaringan hewan ke dalam medium pertumbuhan (Butler 2004). Tulang merupakan

salah satu jaringan ikat yang dapat dikembangkan dan ditumbuhkan secara in vitro

(di luar tubuh hewan) untuk tujuan tertentu, seperti mengetahui tingkat proliferasi

osteoblas (Butler 2004). Pada individu muda sel osteoblas lebih cepat

berproliferasi dan berdiferesisasi dibanding individu dewasa (Pradel et al. 2008).

Kultur osteoblas (Gambar 3) dilakukan antara lain untuk mengetahui biokimia dan

fisiologi dari pembentukan tulang, mengetahui hingga tingkat molekuler dan

seluler dari penyakit tulang, mengetahui peran sel pada garis osteoblastik dalam

meregulasi penyerapan tulang, menguji agen terapeutik yang potensial, untuk

mengembangkan dan menguji biomaterial baru, dan untuk menggunakan terapi

sel pada teknik jaringan dan transplantasi tulang (Gallagher 2003).

Menurut Binderman et al. (1974), sel tulang tikus memiliki population

doubling time sekitar 2-4 hari. Sel tulang pada penelitian tersebut didapat dengan

cara mengisolasi secara langsung tulang tikus. Medium yang digunakan pada

penelitian diberi penambahan serum sebesar 10% FCS. Dari penelitian tersebut

Page 12: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · proses resorpsi tulang lebih tinggi dibanding dengan proses pembentukan tulang (Junqueira dan Carneiro 2005). 2.1.1 Perkembangan Tulang

15

 

selain mengetahui proliferasi juga dapat mengetahui diferensiasi sel tulang yang

dikultur. Secara in vitro, diferensiasi ini mudah didapatkan dengan menambahkan

media penginduksi kedalam medium kultur. Media penginduksi diferensiasi

osteogenik pada kultur antara lain penambahan asam askorbat, β-

glycerophosphate, 1α, 25-dihydroxyvitamin D3, dan dexamethason (Gallagher

2003). Penambahan asam ascorbat dalam medium kultur sel tulang yaitu sebesar

50 µg/mL. Penambahan asam askorbat (vitamin C) pada medium kultur sel tulang

dapat mengotimalkan peningkatan diferensiasi sel tulang yang dikultur (Pradel et

al. 2008).

Dexamethason merupakan senyawa glukokortikoid yang biasa digunakan

dalam medium osteogenik dalam kultur in vitro dengan dosis sebesar 10 nM

(Freshney 2005). Berdasarkan penelitian Guzman-Morales et al. (2009),

dexamethasone diketahui dapat menginduksi diferensiasi osteogenik dari sumsum

tulang belakang manusia secara in vitro, dapat mempengaruhi aktivitas

pembelahan sel yang lambat (meningkatkan proliferasi) serta dapat meningkatkan

perlekatan sel pada substrat. Penelitian lainnya juga dilakukan oleh Beloti dan

Rosa (2005), dexamethason dapat memberikan efek dalam mendiferensiasi

sumsum tulang menjadi osteoblas matang.

   

Gambar 3 Osteoblas (Anonim 2011a).

    

Gambar 4 Osteosit (Anonim 2011b).