II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS A ...digilib.unila.ac.id/10008/16/BAB II.pdf ·...
Transcript of II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS A ...digilib.unila.ac.id/10008/16/BAB II.pdf ·...
21
II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS
A. Tinjauan Pustaka
1. Belajar
Berbagai tulisan yang membahas tentang perkembangan teori belajar
memaparkan tentang teori belajar yang secara umum dapat
dikelompokkan dalam empat kelompok atau aliran yaitu.
a. Aliran Behavioristik (Tingkah Laku)
Menurut teori behavioristik belajar adalah perubahan tingkah laku
sebagai hasil dari pengalaman. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu
jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya.
1) Teori belajar menurut Thorndike
Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus
dan respon.
2) Teori belajar menurut Watson
Watson mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara
stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud
harus dapat diamati (observable) dan dapat diukur.
b. Aliran Kognitif
Teori ini mengatakan bahwa belajar tidak sekedar melibatkan hubungan
antara stimulus dan respon, melainkan tingkah laku seseorang.
1) Teori belajar menurut Piaget
Menurut Jean Piaget salah seorang penganut aliran kognitif yang
kuat, bahwa proses belajar sebenarnya terdiri dari tiga tahapan, yakni
1). Asimilasi, 2). Akomodasi, dan 3). Equilibrasi (penyeimbangan).
2) Teori belajar menurut Bruner
Bruner mengatakan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik
dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui
contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya.
22
c. Aliran Humanistik
Dalam teori belajar humanistik, belajar merupakan berusaha memahami
perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut
pandang pengamatnya.
1) Teori belajar menurut Bloom dan Krathowl
Dalam hal ini, Bloom dan Krathowl menunjukkan apa yang mungkin
dikuasai (dipelajari) oleh siswa, yang tercakup dalam tiga kawasan
berikut.
(a) Kognitif
Kognitif terdiri dari enam tingkatan yaitu:Pengetahuan
(mengingat, menghafal),pemahaman(menginterprestasikan),
aplikasi (menggunakan konsep untuk memecahkan suatu
masalah), analisis (menjabarkan suatu konsep), sintesis
(menggabungkan bagian-bagian konsep menjadi suatu konsep
utuh) dan evaluasi (membandingkan nilai, ide, metode, dan
sebagainya)
(b) Psikomotor
Psikomotor terdiri dari lima tingkatan, yaitu:Peniruan
(menirukan gerak), penggunaan (menggunakan konsep untuk
melakukan gerak, ketepatan (melakukan gerak dengan benar),
perangkaian (beberapa gerakan sekaligus dengan benar) dan
naturalisasi (melakukan gerak secara wajar).
(c) Afektif
Afektif terdiri dari lima tingkatan.
1. Pengenalan (inginmenerima, sadar akan adanyasesuatu)
2. Merespons (aktifberpartisipasi)
3. Penghargaan (menerimanilai-nilai, setiapadanilai-
nilaitertentu)
4. Pengorganisasisan (menghubung-hubungkannilai-nilai yang
dipercayai)
5. Pengamalan (menjadikannilai-nilaisebagai bagian dari
polahidup).
Berdasarkan pemaparan macam-macam teori belajar diatas, dapat diartikan
bahwa penelitian ini menggunakan teori belajar behavioristik, Hunabistic,
dan Kognitif karena teori beharvioristik ini berpandangan bahwa
perubahan dalam tingkah laku sebagai akibat dari interaksi anatara
stimulus dan respon, teori kognitif lebih mementingkan proses belajar dari
pada hasil belajarnya, dan teori belajar humanistik, belajar dianggap
berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri.
23
Siswa mengalami perubahan dalam hal kemampuaunnya untuk bertingkah
laku yang dapat berwujud sesuatu yang konkret atau yang nonkonkret
dengan cara-cara yang baru sebagai hasil dari interaksi belajarnya.
Setiap individu dalam kehidupan sehari-hari terjadi proses belajar baik
secara langsung maupun tidak langsung. Dalam proses pembelajaran,
unsur proses belajar memegang peranan yang vital. Dengan belajar
manusia dapat meningkatkan kemampuan, keterampilan, pengetahuan,
nilai dan sikap yang nantinya dapat dimanfaatkan untuk dirinya sendiri
maupun bagi masyarakat umumnya. Belajar merupakan proses melihat,
mengamati, dan memahami sesuatu (Sudjana, 2005: 28).
Diperkuat dengan pendapat Hamalik (2001: 27), yang mengatakan bahwa:
„„Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui
pengalaman . Pengalaman adalah sebagai sumber pengetahuan dan
keterampilan bersifat pendidikan yang bersifat kontinyu dan interaktif.
Menurut pengertian ini, belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan
dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingatkan,
akan tetapi lebih luas dari itu yakni mengalami‟‟.
Menurut pendapat Slameto (2003: 34) belajar adalah suatu proses usaha
yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku
yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri, karena
lebih menarik, lebih memuaskan, lebih menyenangkan dalam berinteraksi
langsung dengan lingkungannya. Proses belajar yang dialami oleh siswa
ditandai dengan terjadinya perubahan perilaku dalam diri siswa baik dalam
aspek kognitif, afektif, maupun psikomotorik yang tercermin dalam hasil
belajar siswa.
24
Berdasarkan pendapat tersebut, dapat diketahui definisi belajar. Belajar
adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh
suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil
pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Proses
belajar yang dialami oleh siswa ditandai dengan terjadinya perubahan
perilaku dalam diri siswa baik dalam aspek kognitif, afektif, maupun
psikomotorik yang tercermin dalam hasil belajar siswa. Melalui belajar
orang akan memperoleh berbagai keterampilan, pengetahuan, sikap dan
nilai yang diperoleh dari interaksi antara guru, siswa dan sumber belajar
dalam pembelajaran. Belajar bukan suatu tujuan tetapi merupakan suatu
proses untuk mencapai tujuan.
2. Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan bagian terpenting dalam pembelajaran. Nana
Sudjana (2009: 3) mendefinisikan hasil belajar siswa pada hakikatnya
adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang
lebih luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dimyati
dan Mudjiono (2006: 3-4) juga menyebutkan hasil belajar merupakan hasil
dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru,
tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi
siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya pengajaran dari puncak proses
belajar.
Benjamin S. Bloom (Dimyati dan Mudjiono, 2006: 26-27) menyebutkan
enam jenis perilaku ranah kognitif, sebagai berikut:
25
a. Pengetahuan, mencapai kemampuan ingatan tentang hal yang telah
dipelajari dan tersimpan dalam ingatan. Pengetahuan itu berkenaan
dengan fakta, peristiwa, pengertian kaidah, teori, prinsip, atau metode.
b. Pemahaman, mencakup kemampuan menangkap arti dan makna tentang
hal yang dipelajari.
c. Penerapan, mencakup kemampuan menerapkan metode dan kaidah
untuk menghadapi masalah yang nyata dan baru. Misalnya,
menggunakan prinsip.
d. Analisis, mencakup kemampuan merinci suatu kesatuan ke dalam
bagian-bagian sehingga struktur keseluruhan dapat dipahami dengan
baik. Misalnya mengurangi masalah menjadi bagian yang telah kecil.
e. Sintesis, mencakup kemampuan membentuk suatu pola baru. Misalnya
kemampuan menyusun suatu program.
f. Evaluasi, mencakup kemampuan membentuk pendapat tentang
beberapa hal berdasarkan kriteria tertentu. misalnya, kemampuan
menilai hasil ulangan.
Berdasarkan pengertian hasil belajar di atas, dapat diketahui bahwa hasil
belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah
menerima pengalaman belajarnya. Kemampuan-kemampuan tersebut
mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hasil belajar dapat
dilihat melalui kegiatan evaluasi yang bertujuan untuk mendapatkan data
pembuktian yang akan menunjukkan tingkat kemampuan siswa dalam
mencapai tujuan pembelajaran. Hasil belajar yang diteliti dalam penelitian
ini adalah hasil belajar kognitif IPS yang mencakup tiga tingkatan yaitu
pengetahuan (C1), pemahaman (C2), penerapan (C3), dan analisis (C4).
Instrumen yang digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa pada aspek
kognitif adalah tes.
3. Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di SMP menggunakan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan mata pelajaran yang memang
sudah diterapkan dari jenjang SD, sampai tingkat sekolah menengah baik
26
SMP maupun SMA. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan intergasi
dari berbagai cabang ilmu-ilmu sosial, seperti sosiologi, sejarah, geografi,
ekonomi, politik, hukum, dan budaya. Hal ini sesuai dengan yang
dikemukakan oleh Sumantri (2001: 93) bahwa Pendidikan IPS adalah
penyederhanaan atau adaptasi dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan
humaniora, derta kegiatan dasar manusia yang diorganisasikan dan dikaji
secara ilmiah dan pedagogis atau psikologis untuk tujuan pendidikan.
“Menurut Trianto (2010: 71) bahwa Ilmu Pengetahuan IPS merupakan
integrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu sosial. Ilmu sosial yang
dimaksud seperti geografi, sejarah, ekonomi, antropologi, sosiologi, ilmu
politik, dan pesikologi. Ilmu pengetahuan sosial dirumuskan atas dasar
realitas dan fenomena sosial masyarakat yang diwujudkan dalam satu
pendekatan interdispliner dari aspek dan cabang-cabang ilmu sosial
tertentu.”
Gambar 2. Keterpaduan Cabang Ilmu Pengetahuian Sosial
Ruang lingkup IPS tidak lain adalah kehidupan sosial manusia di
masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat inilah yang menjadi sumber
utama dari IPS. Aspek kehidupan sosial apapun yang kita pelajari, apakah
Sejarah Ilmu Politik
Geografi Ekonomi
Ilmu
Pengetahuan
sosial Sosiologi Psikologi Sosial
Antropologi Filsafat
27
itu hubungan sosial, ekonomi, budaya, kejiwaan, geografi bersumber dari
masyarakat.
Tabel 2. Dimensi IPS Dalam Kehidupan Manusia
Dimensi Dalam
Kehidupan
Manusia
Ruang Waktu Nilai/Norma
Area dan
substansi
pembelajaran
Alam sebagai
tempat dan
penyedia
potensi
sumber daya
Alam dan
kehidupan yang
selalu berproses,
masa lalu, saat
ini, dan yang
akan datang
Kaidah atau aturan
yang menjadi perekat
dan penjamin
keharmonisan
kehidupan manusia
dan alam
Contoh
Kompetensi
Dasar yang
dikembang-kan
Adaptasi
spasial dan
eksploratif
Berpikir
kronologis,
prospektif,
antisipatif
Konsisten dengan
aturan yang disepakati
dan kaidah alamiah
masing-masing
disiplin ilmu
Alternatif
penyajian dalam
mata pelajaran
Geografi
Sejarah
Ekonomi,
Sosiologi/Antropologi
( Sumber : Trianto, 2014: 176 )
Mata pelajaran IPS di SMP/MTS memiliki beberapa karakteristik antara
lain:
a. Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan gabungan dari unsur-unsur
geografi, sejarah, ekonomi, hukum dan politik, kewarganegaraan,
sosiologi bahkan juga bidang humaniora, pendidikan dan agama.
b. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS berasal dari struktur
keilmuan geografi, sejarah, ekonomi, dan sosiologi, yang dikemas
sedemikian rupa sehingga menjadi pokok bahasan atau topik (tema)
tertentu.
c. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS juga menyangkut
berbagai masalah sosial yang dirumuskan dengan pendekatan
interdisipliner dan multidisipliner.
d. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS dapat menyangkut
peristiwa dan perunahan kehidupan masyarakat dengan prinsip sebab
akibat, kewilayahan, adaptasi, dan pengelolahan lingkungan, struktur,
proses dan masalah social serta upaya-upaya perjuangan hidup agar
survive seperti pemenuhan kebutuhan, kekuasaan, keadilan, dan
jaminan keamanan. (Trianto, 2014: 174).
28
Tujuan utama Ilmu Pengetahuan Sosial ialah untuk mengembangkan
potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di
masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala
ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang
terjadi sehari-hari, baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang
menimpa masyarakat. Tujuan tersebut dapat dicapai manakal program-
program pelajaran IPS di sekolah diorganisir secara baik. Dari rumusan
tujuan tersebut dapat dirinci sebagai berikut (Awan Mutakir, dalam
Puskur, 2006b: 4).
a. Memilki kesadaran dan kepedulian terhadap masyarakat atau
lingkungannya, melalui pemahaman terhadap nilai-nilai sejarah dan
kebudayaan masyarakat.
b. Mengetahui dan memahami konsep dasar dan mampu menggunakan
metode yang diadaptasi dari ilmu-ilmu sosial kemudia dapat digunakan
untuk memecahkan masala-masalah sosial.
c. Mampu menggunakan model-model dan proses berfikir serta memebuat
keputusan untuk meneyelesaikan isu dan masalah yang berkembang di
masyarakat.
d. Menaruh perhatian terhadap isu-isu dan masalah-masalah sosial, serta
mampu analisis yang kritis, selanjutnya mampu mengambil tindakan
yang tepat.
e. Mampu mengembangkan berbagai potensi sehingga mampu
membangun diri sendiri agar survei yang kemudian bertanggung jawab
membangun masyarakat.
f. Memotovasi seseorang untuk bertindak berdasarkan moral.
(Trianto, 2014: 177)
4. Model Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah
siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya
berbeda. Setiap siswa anggota kelompok dalam menyelesaikan tugas
kelompoknya harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk
29
memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar
dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum
menguasai bahan pelajaran.
“Menurut Sukmadinata (2006: 204), model-model dalam pembelajaran
kooperatif adalah model pembelajaran peningkatan prestasi tim,
pembelajaran permainan tim, dan pembelajaran keahlian tim. Sedangkan
menurut Slavin (dalam Rusman, 2012: 201), pembelajaran kooperatif
adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja
dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya 4-6
orang dengan struktur kelompok heterogen.”
Terdapat unsur penting dalam belajar kooperatif menurut Johnson dan
(dalam Trianto, 2009: 60) adalah sebagai berikut.
a. Saling ketergantungan yang bersifat positif antara siswa (Positive
interdependence).
b. Adanya interaksi tatap muka langsung (Face to face promotive
interaction).
c. Adanya tanggung jawab individual (Personal responsibility).
d. Adanya keterampilan menjalin hubungan interpersonal (Iterpersonal
skill).
e. Proses kelompok (Group processing) terjadi jika anggota kelompok
mendiskusikan bagaimana mereka akan mencapai tujuan dengan baik
dan membuat hubungan kerja yang baik.
Selain lima unsur penting yang terdapat dalam model pembelajaran
kooperatif, model pembelajaran ini juga mengandung prinsip-prinsip yang
membedakan dengan model pembelajaran lainnya. Konsep utama dari
belajar kooperatif menurut Slavin (dalam Trianto, 2009: 63) adalah
sebagai berikut.
a. Penghargaan kelompok, yang akan diberikan jika kelompok mencapai
kriteria yang ditentukan.
b. Tanggung jawab individual, bermakna bahwa suksesnya kelompok
tergantung pada belajar individual semua anggota kelompok. Tanggung
jawab ini berfokus dalam usaha untuk membantu yang lain dan
30
memastikan setiap anggota kelompok telah siap menghadapi evaluasi
tanpa bantuan yang lain.
c. Kesempatan yang sama untuk sukses, bermakna bahwa siswa telah
membantu kelompok dengan cara meningkatkan belajar mereka sendiri.
Hal ini memastikan bahwa siswa berkemampuan tinggi, sedang, dan
rendah sama-sama tertantang untuk melakukan yang terbaik dan bahwa
kontribusi semua anggota kelompok sangat bernilai.
Model pembelajaran kooperatif ini mempunyai ciri-ciri tertentu
dibandingkan dengan model lainnya. Arends (dalam Trianto, 2009: 65)
menyatakan bahwa pelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif
memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
a. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan
materi belajar.
b. Kelompok dibentuk dari siswa yang mempunyai kemampuan tinggi,
sedang, dan rendah.
c. Bila memungkinkan, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku,
jenus kelamin yang beragam.
d. Penghargaan lebih berorientasi kepada kelompok dari pada individu.
Menurut Rusman (2011: 209), model pembelajaran kooperatif
dikembangkan untuk mecapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran
penting, yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman dan
pengembangan keterampilan sosial.
Aspek-aspek pembelajaran kooperatif menurut Huda (2011: 78) adalah
sebagai berikut.
a. Tujuan: semua siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok kecil dan
diminta untuk mempelajari materi tertentu dan slaing memastikan
semua anggota kelompok juga mempelajari materi tersebut.
b. Level kooperasi: kerja sama ditetapkan dalam level kelas (semua siswa
di ruang kelas benar-benar mempelajari materi yang di tugaskan) dan
level sekolah (semua siswa di sekolah benar-benar mengalami
kemajuan secra akademik).
c. Pola interaksi: setiap siswa saling saling mendorong kesuksesan antara
satu sama lain. Siswa mempelajari mempelajari materi pembelajaran
31
bersama siswa lain, saling menjelaskan cara-cara menyelesaikan tugas
pembelajaran masing-masing, saling mendorong untuk bekerja keras,
dan saling memberikan bantuan akademik.
d. Evaluasi: sistem evaluasi berdasarkan pada kriteria tertentu.
Terdapat enam langkah atau tahapan di dalam pelajaran yang enggunakan
pembelajaran kooperatif. Langkah-langkah tersebut dijelaskan pada Tabel
3 berikut.
Tabel 3. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kooperatif
Tahap Tingkah Laku Guru
Tahap-1
Menyampaikan tujuan dan
memotivasi siswa
Guru menyampaikan semua tujuan pelajaranyang
ingin di capai pada mata pelajaran tersebut dan
memotivasi siswa belajar
Tahap-2
Menyajikan informasi
Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan
jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan
Tahap-3
Mengorganisasikan siswa
kedalam kelompok
kooperatif
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana
caranya membentuk kelompok belajar dan
membantu setiap kelompok agar melakukan
transisi secara efesien
Tahap-4
Membimbing kelompok
bekerja dan belajar
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar
pada saat mereka mengerjakan tugas mereka
Tahap-5
Evaluasi
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi
yang telah dipelajari atau masing-masing
kelompok mempersentasikan hasil kerjanya
Tahap-6
Memberikan penghargaan
Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik
upaya maupun hasil belajar individu dan
kelompok Sumber : Rusman (2012 : 211)
“Pembelajaran kooperatif akan efektif digunakan bila: (1) guru
menekankan pentingnya usaha bersama di samping usaha secara
individual; (2) guru menghendaki pemerataan perolehan hasil dalam
belajar; (3) guru ingin menanamkan tutor sebaya atau belajar melalui
teman sendiri; (4) guru menghendaki adanya perataan partisipasi aktif
siswa; (5) guru menghendaki kemampuan siswa dalam memecahkan
berbagai masalah (Sanjaya dalam Isjoni, 2013: 206).”
Berdasarkan uraian tinjauan tentang model pembelajaran kooperatif ini,
dapat dikatakan bahwa pembelajaran kooperatif mencerminkan pandangan
32
bahwa manusi belajar dari pengalaman mereka dan partisipasi aktif dalam
kelompok kecil membantu siswa belajar keterampilan sosial yang penting.,
sementara itu secara bersamaan mengembangkan sikap demokrasi dan
keterampilan berpikir logis. Keberhasilan pembelajaran ini tergantung
keberhasilan individu dalam kelompok, dimana keberhasilan tersebut
sangat berarti untuk mecapai suatu tujuan yang positif dalam belajar
kelompok.
5. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe GI (Group Investigation)
Menurut Slavin (dalam Rusman, 2012: 221-222), menjelaskan bahwa
dalam GI (Group Investigation), para siswa bekerja melalaui enam
tahapan. Tahapan-tahapan ini dan komponen-komponennya dapat
dijabarkan sebagai berikut.
1. Mengidentifikasikan topik dan mengatur siswa ke dalam kelompok.
a) Para siswa meneliti beberapa sumber, mengusulkan sejumlah topik.
b) Para siswa begabung dengan kelompoknya untuk mempelajari topik
yang mereka pilih.
c) Komposisi kelompok didasarkan pada ketertarikan siswa dan harus
bersifat heterogen.
d) Guru membantu dalam mengumpulkan informasidan memfasilitasi
pengaturan.
2. Merencanakan tugas yang akan dipelajari
Para siswa merencanakan bersama mengenai apa yang akan dipelajari,
bagaimana mempelajarinya dan pembagian tugas.
3. Melaksanakan investigasi
a) Para siswa mengumpulkan informasi, mengenai data dan membuat
kesimpulan.
b) Tiap anggota kelompok berkontribusi untuk usaha-usaha yang
dilakukan kelompoknya.
c) Para siswa saling bertukar, berdiskusi, mengklasifikasi, dan
mensintesis semua gagasan.
33
4. Menyiapkan laporan akhir
a) Anggota kelompok menentukan pesan-pesan esensial dari tugas
mereka.
b) Anggota kelompok merencanakan apa yang mereka laporkan, dan
bagaimana mereka membuat presentasinya.
c) Wakil-wakil kelompok membentuk panitia untuk
mengkoordinasikan rencana-rencana presentasi.
5. Mempresentasikan laporan akhir
a) Presentasi yang dibuat untuk semua kelas dan berbagai macam
bentuk .
b) Presentasi harus dapat melibatkan peseta secara aktif .
c) Para peserta mengevaluasi kejelasan dan penampilan presentasi
berdasarkan keriteria yang telah ditentukan sebelumnya.
6. Evaluasi
a) Para siswa saling memberikan umpan balik mengenai topik tersebut.
b) Guru dan murid berkolaborasi dalam mengevaluasi pembelajaran
siswa.
c) Penilaian atas pembelajaran harus mengevaluasi pemikiran paling
tinggi.
“ Model pembelajaran kooperatif tipe GI (Group Investigation)
merupakan salah satu bentuk model pembelajaran kooperatif yang
menekankan pada partisipasi dan aktivitas siswa untuk mencari sendiri
materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari melalui bahan-bahan
yang tersedia, misalnya dari buku pelajaran atau siswa dapat mencari
melalui internet. Siswa dilibatkan sejak perencanaan, baik dalam
menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui
investigasi. Tipe ini menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan
yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan proses
kelompok. Model pembelajaran kooperatif tipe GI (Group Investigation)
dapat melatih siswa untuk menumbuhkan kemampuan berfikir mandiri.
Keterlibatan siswa secara aktif dapat terlihat mulai dari tahap pertama
sampai tahap akhir pembelajaran. Model pembelajaran kooperatif tipe GI
(Group Investigation) terdapat tiga konsep utama, yaitu: penelitian atau
enquiri, pengetahuan atau knowledge, dan dinamika kelompok atau the
dynamic of the learning group, (Udin S. Winaputra, 2001: 75).”
Penelitian di sini adalah proses dinamika siswa memberikan respon
terhadap masalah dan memecahkan masalah tersebut. Pengetahuan adalah
pengalaman belajar yang diperoleh siswa baik secara langsung maupun
tidak langsung. Sedangkan dinamika kelompok menunjukkan suasana
34
yang menggambarkan sekelompok saling berinteraksi yang melibatkan
berbagai ide dan pendapat serta saling bertukar pengalaman melaui proses
saling beragumentasi.
Slavin (2005: 28), mengemukakan hal penting untuk melakukan model
pembelajaran GI (Group Investigation) adalah.
1. Membutuhkan Kemampuan Kelompok
Di dalam mengerjakan setiap tugas, setiap anggota kelompok harus
mendapat kesempatan memberikan kontribusi. Dalam penyelidikan,
siswa dapat mencari informasi dari berbagai informasi dari dalam
maupun di luar kelas.kemudian siswa mengumpulkan informasi yang
diberikan dari setiap anggota untuk mengerjakan lembar kerja.
2. Rencana Kooperatif
Siswa bersama-sama menyelidiki masalah mereka, sumber mana yang
mereka butuhkan, siapa yang melakukan apa, dan bagaimana mereka
akan mempresentasikan proyek mereka di dalam kelas.
3. Peran Guru
Guru menyediakan sumber dan fasilitator. Guru memutar diantara
kelompok-kelompok memperhatikan siswa mengatur pekerjaan dan
membantu siswa mengatur pekerjaannya dan membantu jika siswa
menemukan kesulitan dalam interaksi kelompok. Para guru yang
menggunakan metode GI (Group Investigation) umumnya membagi
kelas menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 5 sampai 6
siswa dengan karakteristik yang heterogen.
Selain langkah – langkah pembelajaran kooperatif tipe GI (Group
Investigation) Sutikno akan mendeskripsikan mengenai tujuan atau misi
model GI (Group Investigation). Berikut ini akan dideskripsikan lebih
jelas mengenai tujuan dan misi dari model GI (Group Investigation).
“ Tujuan atau misi dari model GI (Group Investigation) adalah untuk
mengembangkan kemampuan siswa dalam rangka berpartisipasi dalam
proses sosial demokratik dengan mengkombinasikan perhatian –
perhatian pada kemampuan antar- personal (kelompok) dan kemampuan
rasa ingin tau akademis. Aspek – aspek dari pengembangan yang utama
dari model ini (Sutikno, 2003: 27).”
35
Setiap metode atau model pembelajaran pasti mempunyai ciri khas sendiri,
mempunyai kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Dan berikut ini
beberapa kelebihan dan kekurangan dari pembelajaran kooperatif tipe GI
(Group Investigation).
Kelebihan dari model pembelajaran kooperatif tipe GI (Group
Investigation): Pembelajaran kooperatif ini terbukti lebih unggul dalam
meningkatkan hasil belajar siswa dibandingkan dengan model-model
pembelajaran individual yang digunakan selama ini. Keunggulan itu dapat
dilihat pada kenyataan sebagai berikut.
1. Peningkatan belajar terjadi tidak tergantung pada usia siswa, mata
pelajaran, dan aktivitas belajar
2. Pembelajaran kooperatif dapat menyebabkan unsur-unsur psikologis
siswa menjadi terangsang dan lebih aktif. Hal ini disebabkan oleh
adanya rasa kebersamaan dalam kelompok, sehingga mereka dengan
mudah dapat berkomunikasi dengan bahasa yang lebih sederhana
3. Pada saat berdiskusi fungsi ingatan dari siswa menjadi lebih aktif, lebih
bersemangat dan berani mengemukakan pendapat
4. Pembelajaran kooperatif juga dapat meningkatkan kerja keras siswa,
lebih giat dan lebih termotivasi
5. Penerapan pembelajaran kooperatif dapa membantu siswa
mengaktifkan kemampuan latar belakang mereka dan belajar dari
pengetahuan latar belakang teman sekelas mereka
6. Siswa dapat belajar dalam kelompok dan menerapkannya dalam
menyelesaikan tugas-tugas kompleks, serta dapat meningkatkan
kecakapan individu maupun kelompok dalam memecahkan masalah,
meningkatkan komitmen, dapat menghilangkan prasangka buruk
terhadap teman sebayanya dan siswa yang berprestasi dalam
pembelajaran kooperatif ternyata lebih mementingkan orang lain, tidak
bersifat kompetitif, dan tidak memiliki rasa dendam
7. Dapat menimbulkan motivasi siswa karena adanya tuntutan untuk
menyelesaikan tugas.
Selain kelebihan ada pada model pembelajaran kooperatif tipe GI (Group
Investigation), ada juga kekuranganya. Karena semua model pembelajaran
kooperatif memiliki kelemahan dan kelebihan masing – masing.
36
Kekurangan model kooperatif tipe GI (Group Investigation) sebagai
berikut.
1. Pembelajaran dengan model kooperatif tipe GI (Group Investigation)
hanya sesuai untuk diterapkan di kelas tinggi, hal ini disebabkan karena
tipe GI (Group Investigation) memerlukan tingkatan kognitif yang lebih
tinggi
2. Kontribusi dari siswa berprestasi rendah menjadi kurang dan siswa
yang memiliki prestasi tinggi akan mengarah pada kekecewaan, hal ini
disebabkan oleh peran anggota kelompok yang pandai lebih dominan
3. Adanya pertentangan antar kelompok yang memiliki nilai yang lebih
tinggi dengan kelompok yang memiliki nilai rendah
4. Untuk menyelesaikan materi pelajaran dengan pembelajaran kooperatif
akan memakan waktu yang lebih lama dibandingkan pembelajaran yang
konvensional, bahkan dapat menyebabkan materi tidak dapat
disesuaikan dengan kurikulum yang ada apabila guru belum
berpengalaman
5. Guru membutuhkan persiapan yang matang dan pengalaman yang lama
untuk dapat menerapkan belajar kooperatif tipe GI (Group
Investigation) dengan baik
Tabel 4. Enam Tahapan Kemajuan Siswa di dalam Pembelajaran
Kooperatif dengan Model GI (Group Investigation)
Tahap-tahap Perilaku Guru
Tahap I
Mengidentifikasi topik dalam
membagi siswa ke dalam
kelompok.
Guru memberikan kesempatan bagi siswa
untuk memberi kontribusi apa yang akan
mereka selidiki. Kelompok dibentuk
berdasarkan heterogenitas.
Tahap II
Merencanakan tugas.
Kelompok akan membagi sub topik kepada
seluruh anggota. Kemudian membuat
perencanaan dari masalah yang akan diteliti,
bagaimana proses dan sumber apa yang akan
dipakai.
Tahap III
Membuat penyelidikan
Siswa mengumpulkan, menganalisis dan
mengevaluasi informasi, membuat
kesimpulan dan mengaplikasikan bagian
mereka ke dalam pengetahuan baru dalam
mencapai solusi masalah kelompok.
Tahap IV
Mempersiapkan tugas akhir.
Setiap kelompok mempersiapkan tugas akhir
yang akan dipresentasikan di depan kelas.
Tahap V
Mempresentasikan tugas
akhir.
Siswa mempresentasikan hasil kerjanya.
Kelompok lain tetap mengikuti.
Tahap VI
Evaluasi.
Soal ulangan mencakup seluruh topik yang
telah diselidiki dan dipresentasikan. (sumber : http://akhmadsudrajat.wordpress.com/)
37
Tabel 4 mengenai tahap – tahap kemajuan siswa di dalam pembelajaran
kooperatif dengan model GI (Group Investigation) telah dijelaskan di atas,
selain model pembelajaran kooperatif tipe GI (Group Investigation).
Peneliti juga meneliti mengenai model pembelajaran kooperatif tipe PBL
(Problem Based Learning).
6. Model Pembelajaran Kooperatif tipe PBL (Problem Based Learning)
Menurut Tan dalam (Rusman, 2012: 229) PBL (Problem Based Learning)
merupakan inovasi dalam pembelajaran karena dalam PBL (Problem
Based Learning) kemampuan berpikir siswa betul – betul dioptimalisasi
melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis, sehingga siswa
dapat memperdayakan, mengasah, menguji, dan mengembangkan
kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan.
“ Menurut Trianto (2010: 90), model pembelajaran berdasarkan masalah
merupakan suatu model pembelajaran yang didasarkan pada banyaknya
permasalahan yang membutuhkan penyelidikan autentik yakni
penyelidikan yang membutuhkan penyelesaian nyata dari permasalahan
yang nyata.”
Pendapat lain yang memberikan pengertian mengenai PBL (Problem
Based Learning) selain Tan adalah Boud dan Feletti (dalam Rusman,
2012, 230), bahwa Problem Based Learning merupakan kemampuan
berpikir siswa betul – betul dioptimalisasi melalui proses kerja kelompok
atau tim yang sistematis, sehingga siswa dapat mengasah, menguji dan
mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan dan
38
PBL (Problem Based Learning) adalah inovasi yang paling signifikan
dalam pendidikan.
Menurut Mohamad Nur (dalam Rusmono, 2014: 82) PBL (Problem Based
Learning) memiliki beberapa karakteristik yakni.
1) Pengajuan pertanyaan atau masalah (memahami masalah),
2) Berfokus pada keterkaitan antar disiplin,
3) Penyelidikan autentik,
4) Menghasilkan produk atau karya kemudian memamerkannya, dan
5) Kerja sama.
Karakteristik yang dimiliki oleh PBL (Problem Based Learning) selain yang
disebutkan oleh Ibrahim dan Nur lebih di spesifikasikan oleh Sanjaya, yaitu
dari 5 karakter menjadi 3 karakter utama pada model pembelajaran kooperatif
tipe PBL (Problem Based Learning). Menurut Ibrahim dan Nur karakteristik
PBL (Problem Based Learning) yakni dari pengajuan pertanyaan hingga
kerjasama, atau dari tahap yang mendasar hingga tahap kerjasama. Sedangkan
Sanjaya dari kegiatan yang umum hingga ke kegiatan yang khusus. Berikut
ciri utama dari PBL menurut Sanjaya sebagai berikut.
Menurut Sanjaya (2006: 212) ada tiga ciri utama PBL (Problem Based
Learning) yakni.
1) PBL (Problem Based Learning) merupakan rangkaian aktivitas
pembelajaran, artinya dalam pembelajaran ada sejumlah kegiatan yang
harus dilakukan siswa,
2) Aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah,
artinya tanpa masalah maka tidak mungkin ada proses pembelajaran
atau masalah merupakan kata kunci dari proses pembelajaran,
3) Pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan
berpikir secara ilmiah yang dilakukan secara sistmatis (tahapan-
tahapan) dan empiris (berdasarkan data dan fakta yang jelas).
Selain karakter dan ciri utama yang telah dideskripsikan diatas mengenai
model pembelajaran kooperatif tipe PBL (Problem Based Learning),
39
model PBL (Problem Based Learning) ini juga memiliki tujuan. Tujuan
pembelajaran kooperatif tipe PBL (Problem Based Learning) salah
satunya yaitu untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak –
banyaknya kepada siswa. Untuk lebih jelas akan dideskripsikan sebagai
berikut.
“ Menurut Rusmono (2014: 78) tujuan pembelajaran berdasarkan
masalah yang pembelajaran berdasarkan masalah tidak dirancang untuk
membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada
siswa. Pembelajaran berdasarkan masalah dikembangkan untuk
membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan
masalah, dan keterampilan intelektual; belajar berbagai peran orang
dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi;
dan menjadi pembelajar yang otonom dan mandiri.”
Model pembelajaran kooperatif tipe PBL (Problem Based Learning) selain
memiliki karakter, dan ciri utama. PBL (Problem Based Learning) juga
memiliki prinsip. Prinsip dalam PBL (Problem Based Learning) yaitu
dalam ruang belajar guru merumuskan tujuan pembelajaran berdasarkan
masalah, menyajikan pemecahan masalah dengan menggunakan latihan
dan penggunanaan alat peraga untuk mendukung proses pembelajaran.
PBL (Problem Based Learning) melibatkan siswa dalam penyelidikan
sendiri yang memungkinkan mereka menginterpretasikan dan menjelaskan
fenomena dunia nyata dan membangun pehamanya tentang fenomena itu.
Ibrahim, Nur, Ismail (dalam Rusman, 2012: 243) mengemukakan bahwa
langkah – langkah Pembelajaran Berbasis Masalah adalah sebagai berikut.
40
Tabel 5. Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah
Langkah-langkah Perilaku Guru
Fase 1
Orientasi siswa pada masalah.
Menjelaskan tujuan pembelajaran,
menjelaskan logistik yang diperlukan, dan
memotivasi siswa terlibat pada aktivitas
pemecahan masalah
Fase II
Mengorganisasi siswa untuk
belajar.
Membantu siswa mendefinisikan dan
mengorganisasikan tugas belajar yang
berhubungan dengan masalah tersebut
Fase III
Membimbing pengalaman
individu / kelompok
Mendorong siswa untuk mengumpulkan
informasi yang sesuai, melaksanakan
eksperimen untuk mendapatkan penjelasan
dan pemecahan masalah.
Fase IV
Mengembangkan dan
menyajikan hasil karya.
Membantu siswa dalam merencanakan dan
menyiapkan karya yang sesuai seperti
laporan, dan membantu mereka untuk
berbagi tugas dengan temanya.
Fase V
Menganalisis dan
mengevaluasi proses
pemecahan masalah.
Membantu siswa untuk melakukan refleksi
atau evaluasi terhadap penyelidikan
mereka dan proses yang mereka gunakan.
Sumber : (Rusman : 2012,243)
Berdasarkan Tabel 5, Ibrahim dan Nur dalam (Rusman,2012: 242)
mengatakan bahwa tujuan pembelajaran berbasis masalah secara lebih
rinci, yaitu: Membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir dan
memecahkan masalah, balajar berbagai peran orang dewasa melalui
pelibatan mereka dalam pengalaman nyata, menjadi para siswa yang
otonom. Pembelajaran ini melibatkan siswa dalam penyelidikan pilihan
sendiri yang memungkinkan mereka menginterprestasikan dan
menjelaskan fenomena dunia nyata dan membangun pemahamannya
tentang fenomena itu.
Langkah – langkah pembelajaran kooperatif telah dijelaskan pada Tabel 5,
dalam pembelajaran kooperatif memiliki kelemahan dan kelebihan. Salah
satu kelebihan dari model pembelajaran kooperatif adalah membuat siswa
41
lebih aktif, namun selain mempunyai kelebihan juga memiliki kelemahan
yaitu siswa menjadi semakin malas yang awalnya sudah memiliki sifat
malas karena pembelajaranya dilakukan secara berkelompok.
Model pembelajaran kooperatif tipe PBL (Problem Based Learning)
memiliki kelebihan dan kekurangan.
Kelebihan model pembelajaran ini, adalah.
a. Membuat siswa lebih aktif,
b. Dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk memecahkan
permasalahan dalam kehidupan sehari-hari,
c. Menimbulkan ide-ide baru,
d. Dapat meningkatkan keakraban dan kerjasama,
e. Pembelajaran ini membuat pendidikan di sekolah menjadi lebih relevan
dengan kehidupan.
Kekurangan pada model pembelajaran ini, adalah.
a. Model pembelajaran PBL (Problem Based Learning) biasa dilakukan
secara berkelompok membuat siswa yang malas semakin malas,
b. Siswa merasa guru tidak pernah menjelaskan karena model
pembelajaran ini menuntut siswa yang lebih aktif,
c. Membutuhkan banyak waktu dan pendanaan,
d. Sangat memerlukan kemampuan dan keterampilan guru untuk
menentukan suatu masalah yang tingkat kesulitannya sesuai dengan
tingkat berpikir anak,
e. Pembelajaran berdasarkan masalah memerlukan berbagai sumber untuk
memecahkan masalah, merupakan kesulitan tersendiri bagi siswa.
7. Kemampuan Berpikir Kreatif
Kreativitas seringkali dianggap sebagai sesuatu keterampilan yang
didasarkan pada bakat alam, di mana hanya mereka yang berbakat saja
yang bisa menjadi orang kreatif padahal anggapan tersebut tidak
sepenuhnya benar, meskipun dalam kenyataan ada orang tertentu yang
memiliki kemampuan untuk menciptakan ide – ide baru dengan cepat dan
beragam namun kreativitas dapat dimunculkan dari setiap diri seseorang
42
dengan mengembangkan serta memberikan kesempatan seseorang dalam
berkreasi. Pada hakekatnya kreativitas dimiliki oleh setiap orang, tinggal
bagaimana orang tersebut mampu mengeluarkan atau mengaktualisasikan
diri sesuai dengan daya kreasi dan pola berpikir yang dikembangkan orang
tersebut.
Setiap individu memiliki potensi dasar mental yang berkembang dan dapat
dikembangkan. Potensi dasar itu berupa minat, dorongan ingin tahu,
dorongan membuktikan kenyataan, dorongan ingin menyelidiki, dan
dorongan ingin menemukan sendiri. Kenyataan ini menunjukan bahwa
setiap orang memiliki kemampuan berpikir kreatif dengan tingkat yang
berbeda-beda.
Menurut Hassoubah (dalam Noer 2010: 34) kemampuan berfikir kreatif
merupakan pola pikir yang didasarakan pada suatu cara yang mendorong
kita untuk menghasilkan produk yang kreatif. Hal ini senada dengan
pendapat Rawlinson yang mengemukakan bahwa berpikir kreatif adalah
upaya untuk menghubungkan benda-benda atau gagasan-gagasan yang
sebelumnya tidak berkembang. Pola berfikir kreatif membutuhkan
imajinasi dan akan membawa kita kepada kemungkinan jawaban atau ide-
ide yang banyak, bersifat divergen, diawali dari suatu uraian permasalahan
kemudian menyebar untuk dapat menghasilkan berbagai macam ide untuk
memecahkan permasalahan tersebut atau menyediakan berbagai
kemungkinan jawaban untuk masalah itu.
43
Proses berpikir terbentuk dari pribadi seseorang, oleh karena itu
kemampuan berpikir kreatif seseorang dipengaruhi juga oleh pribadi yang
kreatif yang akan mendorong dari dalam untuk berkreasi. Menurut Carl
Rogers (dalam Munandar 2009: 34) tiga kondisi dari pribadi kreatif
adalah: 1) Keterbukaan terhadap pengalaman. 2) Kemampuan untuk
menilai situasi sesuai dengan patokan pribadi seseorang (Internal locus of
evaluation). 3 Kemampuan untuk bereksperimen, untuk ” bermain “
dengan konsep – konsep. Pada pribadi keterampilan kreatif seseorang, jika
sudah memiliki kondisi pribadi dan lingkungan yang menunjang atau
lingkungan yang memberi kesempatan untuk bersibuk diri secara kreatif
maka diprediksikan akan muncul kreativitas. Seseorang yang memiliki
kreativitas selain dia sebagai pemikir yang konvergen atau intelegensi
(memperoleh pengetahuan dan pengembangan) juga sebagai pemikir
divergen yang mampu menggabungkan unsur – unsur dengan cara tidak
lazim dan tidak terduga.
“ Guilford (dalam Desmita, 2009: 176) menyebutkan adanya dua
kemampuan berpikir yaitu kemampuan berpikir konvergen dan divergen.
Kemampuan berpkir konvergen (convergent thinking) atau penalaran
logis merujuk pada pemikiran yang menghasilkan satu jawaban dan
mencirikan jenis pemikiran berdasarkan tes intelegensi standar.
Sedangkan kemampuan berpikir divergen (divergent thinking) merujuk
pada pemikiran yang menghasilkan banyak jawaban atas pertanyaan
yang sama atau lebih. Sehingga perlu adanya keterpaduan antara kedua
kemampuan tersebut, dengan kata lain orang yang mempunyai
kemampuan bepikir konvergen dan kemampuan divergen dapat
mewujudkan kreativitas (memiliki kemampuan berpikir kreatif).”
Menurut Guilford (dalam Satiadarma, 2003: 111) berpikir kreatif adalah
proses berpikir menyebar (divergen) dengan penekanan pada segi
44
keragaman jumlah dan kesesuaian. Trefingger (dalam Munandar, 2009:
35) mengatakan bahwa seseorang yang kreatif biasanya lebih terorganisir
dalam tindakan, rencana inovatif mereka telah dipikirkan dengan matang
lebih dahulu dengan mempertimbangkan masalah yang mungkin timbul
dan implikasinya. Tingkat energi, spontanitas, dan kepetualangan yang
luar biasa sering tampak pada orang kreatif.
Menilai kemampuan berpikir kreatif menggunakan acuan yang dibuat
Munandar (2009: 192) yang mengemukakan bahwa kemampuan berpikir
kreatif dirumuskan sebagai kemampuan yang mencerminkan aspek –
aspek sebagai berikut:
a. Berpikir lancar (Fluent thinking) atau kelancaran yang menyebabkan
seseorang mampu mencetuskan banyak gagasan, jawaban, penyelesaian
masalah atau pertanyaan.
b. Berpikr luwes (Flexible thinking) atau kelenturan yang menyebabkan
seseorang mampu menghasilkan gagasan, jawaban atau pertanyaan
yang bervariasi. yang konvergen atau intelegensi (memperoleh
pengetahuan dan pengembangan.
c. Berpikir Orisinil (Original thinking) yang menyebabkan seseorang
mampu melahirkan ungkapan – ungkapan yang baru dan unik atau
mampu menemuka kombinasi –kombinasi yang tidak biasa dar unsur –
unsur yang biasa.
d. Keterampilan mengelaborasi (Elaboration ability) yang menyebabkan
seseorang mampu memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan.
Kemampuan berpikir kreatif seseorang dapat ditingkatkan dengan
memahami proses berpikir kreatifnya dan berbagai faktor yang
mempengaruhinya serta melalui latihan yang tepat. Kemampuan berpikir
kreatif seseorang dapat ditingkatkan dari satu tingkat ke tingkat yang lebih
tinggi 10 . Dengan cara memahami proses berpikir, dan faktor-faktornya
serta melalui latihan. Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan
45
bahwa tingkat kemampuan berpikir kreatif seseorang dapat berubah dari
satu tingkat ke tingkat selanjutnya.
Silver menjelaskan bahwa untuk menilai kemampuan berpikir kreatif anak
dan orang dewasa dapat dilakukan dengan menggunakan “The Torrance
Test ofCreative Thinking (TTCT)”11. Tiga komponen yang digunakan
untuk menilai kemampuan berpikir kreatif melalui TTCT adalah kefasihan
(fluency), fleksibilitas (fleksibility) dan kebaruan (novelty). Dengan
pengertian sebagai berikut :
a. Kefasihan (fluency) adalah jika siswa mampu menyelesaikan masalah
dengan beberapa alternatif jawaban (beragam) dan benar.
b. Fleksibilitas (fleksibility) adalah jika siswa mampu menyelesaikan
masalah dengan dengan cara yang berbeda.
c. Kebaruan (novelty) adalah jika siswa mampu menyelesaikan masalah
dengan beberapa jawaban yang berbeda tetapi bernilai benar dan satu
jawaban yang tidak biasa dilakukan oleh siswa pada tahap
perkembangan mereka atau tingkat pengetahuannya.
Supaya dapat mengetahui kemampuan berpikir kreatif siswa, pada
penelitian ini digunakan tes berpikir kreatif yang mengacu pada tiga
komponen yang dikemukakan oleh Torrance yaitu kefasihan, fleksibilitas,
dan kebaruan. Sedangkan untuk mengetahui tingkat kemampuan berpikir
kreatif siswa setelah dilakukan tes berpikir kreatif, maka digunakan
penjenjangan kemampuan berpikir kreatif siswa yang dikembangkan oleh
Siswono. Pengembangannya adalah sebagai berikut.
Tabel 6. Tingkat Kemampuan Berpikir Kreatif (TKBK)
(TKBK) Karakteristik Tingkat Kemampuan
Berpikir Kreatif
TKBK 4
(Sangat Kreatif)
Siswa mampu membuat satu jawaban yang
baru (tidak biasa dibuat siswa pada tingkat
berpikir umumnya) dengan fasih dan
fleksibel. Atau siswa hanya mampu
membuat satu jawaban yang baru dan dapat
menyelesaikan masalah dengan beberapa
cara (fleksibel).
46
Tabel 6. Tingkat Kemampuan Berpikir Kreatif (TKBK) (Lanjutan)
TKBK 3
(Kreatif)
Siswa mampu membuat satu jawaban yang
baru dengan fasih, tetapi tidak dapat
menyelesaikan masalah dengan beberapa
cara (fleksibel). Atau siswa dapat
menyelesaikan masalah dengan beberapa
cara (fleksibel) dan fasih.
TKBK 2
(Cukup Kreatif)
Siswa mampu membuat satu jawaban yang
baru meskipun tidak dengan fleksibel
ataupun fasih. Atau siswa mampu
menyelesaikan dengan beberapa
cara(fleksibel) meskipun tidak fasih dalam
menjawab dan jawaban yang dihasilkan
tidak baru.
TKBK 1
(Kurang Kreatif)
Siswa mampu menjawab dengan fasih,
tetapi tidak mampu membuat satu jawaban
yang baru dan tidak mampu menyelesaikan
masalah dengan beberapa cara (fleksibel).
TKBK 0
(Tidak Kreatif)
Siswa tidak mampu menjawab dengan fasih,
membuat satu jawaban yang baru, dan
menyelesaikan masalah dengan beberapa
cara (fleksibel).
B. Penelitian yang Relevan
Tabel 7. Penelitian yang Relevan
No. Nama Judul Penelitian Hasil Penelitian
1. Heni
Sumarsih
(2007)
Aplikasi model
pembelajaran
kooperatif Group
Investigation Dalam
Meningkatkan Prestasi
Belajar Geografi Ssiwa
Kelas XI IPS 5 SMU
Negeri 8 Surakarta
Terjadi peningkatan aktivitas
belajar siswa dari siklus ke siklus
yang diikuti dengan peningkatan
prestasi belajar siswa setelah
menggunakan pembelajaran
kooperatif Group Investigation
dengan ketuntasan nilai tes siswa
dari siklus I ke siklus II
meningkat 34 % (siklus I = 51%
dan siklus II = 85 %).
2. Munika
Surya
Erniningsih
(2006)
Studi komparasi model
pembelajaran
kooperatif metode
Group Investigation
dan student teams
achievement division
serta metode
Hasil penelitian menunjukan
bahwa: (1) terdapat perbedaan
yang signifikan antara siswa yang
menggunakan model
pembelajaran GI, STAD, dan
konvensional dengan signifikan
Fobservasi > Ftabel.
47
Tabel 7. Penelitian yang Relevan (Lanjutan)
konvesional terhadap
hasil belajar biologi
siswa kelas X
Fobservasi = 14.5365 > Ftabel =
3.07
3. Ari
Irnitawati
Hidayah
(2008)
Efektifitas Metode
Pembelajaran
Kooperatif Group
Investigation dalam
Mata Pelajaran
Geografi Pada
Kompetensi Dasar
Kemampuan
Menerapkan Sig Dalam
Kajian Geografi Di
SMA Muhamadiyah 2
Gemolong Tahun
Ajaran 2008/2009
Terjadi peningkatan aktivitas
belajar siswa dari siklus ke siklus
yang diikuti dengan peningkatan
prestasi belajar siswa setelah
menggunakan pembelajaran
kooperatif GI dengan signifikan
Fobs = 16,74, dan F tabel (n=34)
dengan taraf signifikansi 5 %
yaitu sebesar Ftabel = 3,99, berarti
Fobs > Ftabel (16.74 > 3.99)
4. Praptiwi
dan Jeffry
Handika
(2012)
Efektifitas Metode
Pembelajaran
Kooperatif Group
Investigation dan
student teams
achievement division
ditinjau dari
Kemampuan Awal
Hasil penelitian menunjukan
bahwa: (1) metode kooperatif tipe
GI lebih baik dari pada metode
kooperatif tipe STAD; (2) siswa
dengan kemampuan awal tinggi
mempunyai prestasi belajar fisika
yang lebih baik dibandingkan
dengan siswa yang memepunyai
kemampuan awal rendah; (3) ada
interaksi antara model
pembelajaran dan kemampuan
awal siswa terhadap prestasi
belajar fisika.
5. Ria novita
sari (2012)
Perbandingan
Pembelajaran Mind
Mapping dan Problem
Based Learning (PBL)
di SMP Negeri 9
Bandar Lampung
Hasil penelitian menunjukan
bahwa terdapat perbedaan hasil
belajar Ekonomi antara siswa
yang diajarkan dengan model
pembelajaran Mind Mapping
dengan siswa yang diajarkan
dengan menggunakan model
pembelajaran Problem Based
Learning (PBL) pada mata
pelajaran Ekonomi. Hal ini dapat
dilihat melalui nilai rata-rata
penggunaan model Problem
Based Learning (PBL) yang lebih
tinggi yaitu 75,6 dibandingkan
dengan nilai rata-rata Mind
48
Tabel 7. Penelitian yang Relevan (Lanjutan)
Mapping sebesar 69,4.
Berdasarkan uji anava diperoleh
sig. 0,003 < 0,05 sehingga ada
perbedaan nyata antara hasil
belajar yang diberikan
pembelajaran Mind Mapping
dengan model Problem Based
Learning (PBL).
6. Yuniar
(2012)
Upaya Meningkatkan
Aktivitas dan Hasil
Belajar Siswa dengan
menggunakan model
Problem Based
Learning (PBL) Pada
Mata Pelajaran IPS di
Kelas VII D Semester
Genap Pada SMP
Negeri 1 Pulau
Panggung Tahun
Pelajaran 2012/2013
Hasil penelitian menunjukan
bahwa model pembelajaran
kooperatif Problem Based
Learning (PBL) dapat
meningkatkan hasil belajar siswa.
Pelaksanaan tindakan dari hasl
belajar yang diukur dari kognitif
adalah siklus I sebesar 48,57%,
pada siklus II sebesar 65,75%
pada siklus III sebesar 85,71%.
7. Fahmi
tamimi
(2012)
Penerapan Model
Problem Based
Learning (PBL) untuk
meningkatkan sikap
percaya diri dan
keterampilan berpikir
keritis siswa pada
pembelajaran tematik
kelas IV Sulaiman SD
Muhamadiyah Metro
Pusat Tahun Ajaran
2012/2013
Hasil penelitian menunjukan
bahwa penggunaan model
Problem Based Learning (PBL)
meningkatkan sikap percaya diri
dan keterampilan berpikir keritis.
Dapat dilihat pada presentase
sikap percaya diri siswa secara
klasikal pada siklus I sebesar
(52,85%) dengan kategori sikap
percaya diri siswa secara klasikal
“cukup baik”, sedangkan siklus II
sebesar (75,02%) dengan kategori
sikap klasikal siswa “baik”. Hal
ini menunjukan adanya
peningkatan dari siklus I ke siklus
II sebesar (22,17%). Sedangkan
untuk keterampilan berfikir kritis
siswa secara klasikal pasa siklus I
adalah (60%) dengan kategori
presentase ketuntasan
keterampilan berfikir kritis siswa
secara klasikal “baik”, sedangkan
presentase ketuntasan
keterampilan berfikir kritis siswa
siklus II adalah (80%) dengan
49
Tabel 7. Penelitian yang Relevan (Lanjutan)
kategori presentase nilai
keterampilan berfikir kritis siswa
secara klasikal “baik”. Hal ini
menunjukan adanya peningkatan
presentase nilai keterampilan
berfikir kritis siswa secara
klasikal dari siklus I dan II
sebesar (20%).
C. Kerangka Pikir
Kerangka berpikir merupakan sintesa tentang hubungan antara variabel yang
disusun dari berbagai teori yang telah dideskripsikan. Pengertian lain
kerangka berpikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori
berhubungan dengan berbagai faktor yang telah di identifikasi sebagai
masalah yang penting.
Proses pembelajaran memiliki tujuan yaitu berhasilnya proses pembelajaran
yang terlihat dari hasil belajar. Tingkat keberhasilan dalam pencapaian tujuan
suatu kegiatan tergantung pada proses pembelajaran. Faktor-faktor yang
mempengaruhi tingkat keberhasilan salah satunya adalah model pembelajaran
oleh guru. Model pembelajaran yang dipilih oleh guru sangat menunjang
keberhasilan siswa dalam pembelajaran. Pemilihan model pembelajaran yang
tepat akan membuat pembelajaran semakin menarik dan menyenangkan.
Pemilihan model pembelajaran yang tepat akan membuat pembelajaran
semakin menarik dan menyenangkan, dengan mendapatkan hasil yang baik,
terlihat dengan hasil presentase sebelum menggunakan model pembelajaran
50
kooperatif siswa yang mencapai nilai ≥ 70 hanya 59,24% sedangkan yang ≤
70 adalah 40,76%.
Suatu realita yang dapat kita lihat saat ini masih banyak guru yang memakai
metode langsung. Metode ini dipilih oleh guru dengan alasan mudah
diterapkan. Pembelajaran dengan metode langsung bersifat teacher centered
sehingga siswa tidak memiliki andil yang besar dalam pembelajaran, padahal
siswalah yang seharusnya memiliki andil yang besar dalam proses
pembelajaran. Hal ini jika diterapkan lebih lama lagi maka akan menghambat
kreatifitas siswa. Saat ini para guru mulai melakukan pembelajaran
kooperatif. Pembelajaran kooperatif menuntut siswa memiliki andil yang
dominan dalam pembelajaran (student centered). Saat ini pembelajaran telah
menggunakan model pembelajaran kooperatif yang hasilnya lebih bagus dari
model pembelajaran yang sebelumnya yakni model pembelajaran secara
langsung, saat ini hasil belajar dari model pembelajaran kooperatif minimal
mencapai 75,17 %. Hal itu terlihat bahwa dengan pemilihan model
pembelajaran yang tepat akan mempengaruhi hasil belajar. Penelitian ini
memilki variabel bebas dan variabel terikatnya yaitu.
Penelitian ini terdapat tiga bentuk variabel yaitu variabel bebas, terikat, dan
moderator. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran
kooperatif tipe GI (Group Investigation) (X1) dan model pembelajaran
kooperatif tipe PBL (Problem Based Learning) (X2), variabel terikatnya
adalah hasil belajar siswa (Y) dan variabel moderatornya adalah kemampuan
berfikir kreatif (M). Dalam penelitian ini hasil belajar siswa yang diukur yaitu
51
pada hasil belajar siswa melalui model pembelajaran kooperatif tipe GI
(Group Investigation) (Y1) dan hasil belajar siswa melalui model
pembelajaran kooperatif tipe PBL (Problem Based Learning) (X2).
Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran dimana siswa belajar
dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang heterogen secara
kolaboratif. Model pembelajaran kooperatif berkembang dari waktu ke waktu
karena dianggap dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Model pembelajaran
kooperatif tipe GI (Group Investigation) dan pembelajaran kooperatif tipe
PBL (Problem Based Learning), memiliki langkah-langkah, kekurangan, dan
kelebihan berbeda-beda sehingga dimungkinkan hasil belajar ekonomi
dengan penggunaan dua model tersebut berbeda.
Model pembelajaran kooperatif yang dipilih pada penelitian ini adalah model
pembelajaran kooperatif tipe GI (Group Investigation) dan model
pembelajaran kooperatif tipe PBL (Problem Based Learning), untuk lebih
jelasnya mengenai model pembelajaran kooperatif tipe GI (Group
Investigation) dan model pembelajaran kooperatif tipe PBL (Problem Based
Learning) akan dideskripsikan sebagai berikut
Model pembelajaran kooperatif tipe GI (Group Investigation)merupakan
salah satu bentuk model pembelajaran kooperatif yang menekankan pada
partisipasi dan aktivitas siswa untuk mencari sendiri materi (informasi)
pelajaran yang akan dipelajari melalui bahan-bahan yang tersedia, misalnya
dari buku pelajaran atau siswa dapat mencari melalui internet. Selain model
pembelajaran kooperatif tipe GI (Group Investigation) yang telah dijelaskan
52
diatas dalam penelitian ini juga menggunakan model pembelajaran kooperatif
tipe PBL (Problem Based Learning) juga diteliti oleh peneliti. Untuk lebih
jelas mengenai model pembelajaran kooperatif tipe PBL (Problem Based
Learning) akan di deskripsikan sebagai berikut.
Model pembelajaran kooperatif tipe PBL (Problem Based Learning)
merupakan inovasi dalam pembelajaran karena dalam model pembelajaran
kooperatif tipe PBL (Problem Based Learning) kemampuan berfikir siswa
betul – betul dioptimalisasi melalui proses kerja kelompok atau tim yang
sistematis, sehingga siswa dapat memperdayakan, mengasah, menguji, dan
mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan.
Berdasarkan teori – teori yang telah dideskripsikan, selanjutnya dianalisis
secara kritis dan sistematis, sehingga menghasilkan sintesa tentang hubungan
antara variabel yang diteliti. Sintesa tentang hubungan variabel tersebut,
selanjutnya digunakan untuk merumuskan hipotesis.
Berdasarkan uraian tersebut, maka kerangka pikir penelitian dapat
divisualisasikan sebagai berikut.
53
Gambar 3. Kerangka Pikir Perbandingan Penggunaan Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe GI dan Tipe PBL dengan Memperhatikan
Kemampuan Berpikir Kreatif
Berdasarkan gambar tersebut diatas dapat diberikan penjelasan sebagai
berikut :
1. Variabel yang diteliti adalah variabel terikat, variabel bebas, dan variabel
moderator, dalam hal ini variabel terikatnya adalah model pembelajaran
kooperatif tipe GI (Group Investigation) dan model pembelajaran
kooperatif tipe PBL (Problem Based Learning). Variabel bebas dalam
penelitian ini adalah hasil belajar IPS Terpadu. Variabel moderator dalam
penelitian ini adalah kemampuan berpikir kreatif.
Perencanaan Pembelajaran
Proses Pembelajaran
GI (Group Investigation)
PBL (Problem Based Learning)
Berfikir Kreatif
Tinggi
Berfikir Kreatif
Tinggi
Hasil Belajar Hasil Belajar
Ada Perbedaan Hasil Belajar IPS melalui Penggunaan Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe GI dan Tipe PBL
Berfikir Kreatif
Rendah
Berfikir Kreatif
Tinggi
54
2. Setelah variabel ditentukan, maka langkah berikutnya adalah melakukan
tes yaitu pre tes dan post test untuk mendapatkan hasil belajar IPS Terpadu
namun dilihat juga dari tingkat kemampuan berpikir kreatif siswa. Hasil
penelitian yang relevan adalah suatu penunjang untuk mendukung suatu
hasil penelitian yang peneliti telah teliti.
3. Deskripsi dari masing – masing variabel yang diteliti yaitu pengertian
model pembelajaran kooperatif tipe GI (Group Investigation), model
pembelajaran kooperatif tipe PBL (Problem Based Learning), kemampuan
berpikir kreatif, hasil belajar IPS Terpadu atau deskripsi dari X1, X2, X3
dan Y. Hasil belajar adalah hasil yang dicapai dalam suatu usaha, dalam
hal ini usaha belajar dalam perwujudan prestasi belajar siswa yang dapat
dilihat pada nilai setiap mengikuti tes. Pre test ini mencerminkan
kemampuan awal siswa tentang materi yang akan disampaikan oleh guru,
sedangkan pos test menggambarkan hasil akhir dari proses pembelajaran
yang dilakukan siswa.
4. Sintesa / kesimpulan adalah kesimpulan dari semua variabel yang diteliti,
selanjutnya peneliti dapat melakukan sintesa atau kesimpulan sementara.
Perpaduan sintesa antara variabel satu dengan variabel yang lain akan
menghasilkan kerangka pikir yang selanjutnya dapat digunakan untuk
merumuskan hipotesis.
55
D. Hipotesis
Berdasarkan tinjauan pustaka, hasil penelitian yang relevan, kerangka pikir
dan anggapan dasar yang telah diuraikan terdahulu, maka rumusan hipotesis
penelitian ini adalah.
1. Ada perbedaan hasil belajar IPS Terpadu siswa yang pembelajarannya
melalui model pembelajaran kooperatif tipe GI (Group Investigation)
dibandingkan dengan pembelajarannya yang menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe PBL (Problem Based Learning).
2. Rata-rata hasil belajar IPS Terpadu siswa terhadap kemampuan berpikir
kreatif tinggi yang pembelajarannya melalui model pembelajaran
kooperatif tipe GI (Group Investigation) lebih tinggi dibandingkan dengan
pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe PBL
(Problem Based Learning).
3. Rata-rata hasil belajar IPS Terpadu siswa terhadap kemampuan berpikir
kreatif rendah yang pembelajarannya melalui model pembelajaran
kooperatif tipe PBL (Problem Based Learning) lebih tinggi dibandingkan
dengan pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran kooperatif
tipe GI (Group Investigation).
4. Ada interaksi antara model pembelajaran kooperatif dengan kemampuan
berpikir kreatif pada mata pelajaran IPS Terpadu .