II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Organisasi · berinovasi yakni: Personal Mastery, Mental...

22
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Organisasi Menurut Dimock dan Koening (Sutarto, 2006) organisasi adalah menghimpun secara teratur bagian-bagian yang saling bergantungan untuk mewujudkan suatu keseluruhan yang bersatu padu dengan mana wewenang, koordinasi, dan kontrol dapat dilaksanakan untuk mencapai maksud tertentu. Pengertian lain dikemukakan oleh Allen (Sutarto, 2006) organisasi formal merupakan sesuatu sistem dari pekerjaan-pekerjaan yang dirumuskan dengan baik, masing-masing pekerjaan itu mengandung sejumlah wewenang, tugas dan tanggung jawab tertentu, keseluruhannya disusun secara sadar untuk memungkinkan orang-orang dari badan usaha itu bekerja sama secara paling efektif dalam mencapai tujuan mereka. 2.2 Pengertian Pembelajaran (Learning) Learning merupakan satu proses fundamental yang relevan bagi banyak aspek dari perilaku organisasi. Learning merupakan satu perubahan perilaku yang relatif permanen yang terjadi sebagai hasil dari pengalaman. Pembelajaran menurut Argyris (Utami, 2009) adalah suatu lingkaran aktivitas di mana seseorang menemukan suatu masalah (discovery), mencoba menemukan solusi atasnya (invention), menghasilkan atau melaksanakan solusi itu (production), dan mengevaluasi hasil yang diperoleh yang mengantarnya pada masalah-masalah baru (evaluation). Aktivitas-aktivitas ini disebut sebagai lingkaran pembelajaran. Gambar 1. Learning Cycle (Argyris, 1982) Discovery Invention Production Evaluation

Transcript of II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Organisasi · berinovasi yakni: Personal Mastery, Mental...

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Organisasi

Menurut Dimock dan Koening (Sutarto, 2006) organisasi adalah

menghimpun secara teratur bagian-bagian yang saling bergantungan untuk

mewujudkan suatu keseluruhan yang bersatu padu dengan mana wewenang,

koordinasi, dan kontrol dapat dilaksanakan untuk mencapai maksud tertentu.

Pengertian lain dikemukakan oleh Allen (Sutarto, 2006) organisasi

formal merupakan sesuatu sistem dari pekerjaan-pekerjaan yang dirumuskan

dengan baik, masing-masing pekerjaan itu mengandung sejumlah

wewenang, tugas dan tanggung jawab tertentu, keseluruhannya disusun

secara sadar untuk memungkinkan orang-orang dari badan usaha itu bekerja

sama secara paling efektif dalam mencapai tujuan mereka.

2.2 Pengertian Pembelajaran (Learning)

Learning merupakan satu proses fundamental yang relevan bagi

banyak aspek dari perilaku organisasi. Learning merupakan satu perubahan

perilaku yang relatif permanen yang terjadi sebagai hasil dari pengalaman.

Pembelajaran menurut Argyris (Utami, 2009) adalah suatu lingkaran

aktivitas di mana seseorang menemukan suatu masalah (discovery),

mencoba menemukan solusi atasnya (invention), menghasilkan atau

melaksanakan solusi itu (production), dan mengevaluasi hasil yang

diperoleh yang mengantarnya pada masalah-masalah baru (evaluation).

Aktivitas-aktivitas ini disebut sebagai lingkaran pembelajaran.

Gambar 1. Learning Cycle (Argyris, 1982)

Discovery

Invention

Production

Evaluation

8

2.3 Pengertian Organisasi Pembelajar ( Learning Organization)

Sejak publikasi buku “the fifth discipline” oleh Senge (1990), konsep

Learning Organization dipromosikan sebagai cara untuk

mentransformasikan organisasi menjadi organisasi pembelajar dalam

menghadapi tantangan masa depan. Beberapa organisasi modern telah maju

dalam peningkatan kinerjanya melalui organisasi pembelajaran (Learning

organization). Berbagai definisi dari learning organization, di antaranya

adalah Pedler et al., dalam Dale mendefinisikan organisasi pembelajaran

sebagai sebuah organisasi yang memfasilitasi pembelajaran dari seluruh

anggotanya dan secara terus menerus mentransformasikan diri, sedangkan

Lundberg dalam Dale menyatakan bahwa pembelajaran adalah suatu

kegiatan bertujuan yang diarahkan pada pemerolehan dan pengembangan

keterampilan dan pengetahuan serta aplikasinya.

Menurut Pedler et al. suatu organisasi pembelajaran adalah

organisasi yang:

1. Mempunyai suasana di mana anggota-anggotanya secara individu

terdorong untuk belajar dan mengembangkan potensi penuh mereka

2. Memperluas budaya belajar ini sampai pada pelanggan, pemasok, dan

stakeholder lain yang signifikan

3. Menjadikan strategi pengembangan sumber daya manusia sebagai pusat

kebijakan bisnis

4. Berada dalam proses transformasi organisasi secara terus menerus

Watkins dan Marsick (Anggraeni, 2006) mendefinisikan Learning

Organization sebagai organisasi yang bercirikan pembelajaran berkelanjutan

untuk pengembangan yang berkesinambungan dan dengan kapasitasnya

untuk berubah.

Hal lain diungkapkan oleh Sangkala (2007) yang mendefinisikan

organisasi pembelajar sebagai perusahaan yang terus-menerus mengubah

dirinya agar lebih baik dalam mengelola pengetahuan, memanfaatkan

teknologi, memberdayakan karyawan, dan memperluas pembelajaran agar

lebih baik beradaptasi dan berhasil didalam lingkungan yang senantiasa

berubah.

9

Menurut Marquardt (2002), organisasi pembelajar terkini adalah

yang bisa memanfaatkan pengumpulan kepintaran sumber daya manusia di

tingkat individu, kelompok dan level sistem. Kemampuan tersebut disertai

dengan peningkatan status organisasi, teknologi, pengelolaan pengetahuan,

dan pemberdayaan orng/manusia.

Secara umum, organsasi pembelajaran dapat diartikan sebagai

kemampuan suatu organisasi memfasilitasi untuk terus menerus melakukan

proses pembelajaran (self learning) sehingga organisasi tersebut memiliki

kecepatan berpikir dan bertindak serta pengembangan pengetahuan sehingga

dapat merespon beragam perubahan yang muncul.

2.4 Karakteristik Learning Organization

Marquardt (2002), mengungkapkan bahwa pada kondisi saat ini,

pembelajaran di organisasi mendatangkan bentuk pembelajaran yang baru

dengan cara berikut ini:

1. Berbasis kinerja dan terkait dengan tujuan bisnis

2. Menekankan pentingnya proses belajar atau belajar bagaimana cara

belajar

3. Kemampuan untuk mendefinisikan pembelajaran merupakan hal yang

sama pentingnya dengan menemukan jawaban dari pertanyaan yang

spesifik

4. Peluang besar organisasi untuk mengembangkan pengetahuan,

keterampilan dan sikap.

5. Pembelajaran adalah bagian dari pekerjaan seluruh anggota organisasi

Megginson dan Pedler (Ginting, 2004) memberikan sebuah panduan

mengenai konsep organisasi pembelajaran, yaitu “Suatu ide atau metaphor

yang dapat bertindak sebagai bintang penunjuk. Ia bisa membantu orang

berpikir dan bertindak bersama menurut apa maksud gagasan semacam ini

bagi mereka sekarang dan di masa yang akan datang. Seperti halnya semua

visi, ia bisa membantu menciptakan kondisi di mana sebagian ciri-ciri

organisasi pembelajarna dapat dihasilkan”. Kondisi-kondisi tersebut adalah:

1. Strategi pembelajaran

2. Pembuatan kebijakan partisipatif

10

3. Pemberian informasi (yaitu teknologi informasi digunakan untuk

menginformasikan dan memberdayakan orang untuk mengajukan

pertanyaan dan mengambil keputusan berdasarkan data-data yang

tersedia)

4. Akunting formatif (yaitu sistem pengendalian disusun untuk membantu

belajar dari keputusan)

5. Pertukaran internal

6. Kelenturan penghargaan

7. Struktur-struktur yang memberikan kemampuan

8. Pekerja lini depan sebagai penyaring lingkungan

9. Pembelajaran antar perusahaan

10. Suasana belajar

11. Pengembangan diri bagi semua orang

Meskipun suatu organisasi melakukan semua hal di atas, tidak

otomatis suatu organisasi menjadi learning organization. Perlu dipastikan

bahwa tindakan-tindakan tidak dilakukan hanya berdasarkan kebutuhan.

Tindakan-tindakan tersebut harus ditanamkan, sehingga menjadi cara kerja

sehari-hari yang rutin dan normal. Strategi pembelajaran bukan sekedar

strategi pengembangan sumber daya manusia. Dalam learning

organization, pembelajaran menjadi inti dari semua bagian operasi, cara

berperilaku, dan sistem.

2.5 Konsep Learning Organization

Watkins dan Marsick (1998) memiliki 7 (tujuh) dimensi yang

berkaitan dengan pembentukan organisasi pembelajar, yaitu:

1. Menciptakan kesempatan belajar yang terus menerus (continous learning),

yaitu menggambarkan usaha organisasi dalam menciptakan kesempatan

learning berkesinambungan untuk seluruh anggotanya

2. Mendukung Inquiry dan dialog, yaitu usaha organisasi dalam membangun

budaya “mempertanyakan, umpan balik dan melakukan percobaan

3. Mendorong kelompok learning dan kolaborasi (team learning), yaitu

menggambarkan semangat kerjasama dan kemampuan kerjasama yang

mendukung pemanfaatan tim secara efektif

11

4. Memberikan kewenangan kepada karyawan melalui visi bersama

(empowerment), yang diartikan dengan proses organisasi untuk membangun

dan mensosialisasikan visi bersama dan mendapatkan umpan balik dari

anggotanya tentang kesenjangan antara keadaan saat ini dengan visi yang

baru

5. Menyusun sistem untuk mengakomodasi dan menyebarkan learning

(embedded sistem), yaitu menandakan usaha organisasi untuk menerapkan

suatu sistem guna menampung dan menyebarkan learning

6. Menghubungkan organisasi dengan lingkungannya (system connection) yang

memperlihatkan pemikiran global dan tindakan-tindakan yang dilakukan

untuk menghubungkan organisasi dengan lingkungan eksternal dan

internalnya

7. Menyediakan kepemimpinan strategik untuk learning (strategic leadership),

memperlihatkan sejauh mana pemimpin berpikir secara strategis tentang

bagaimana memanfaatkan learning untuk menciptakan perubahan dan

membawa organisasi ke tujuan / pasar baru.

Berdasarkan hasil penelitian Tjakraatmaja (2006) dihasilkan temuan

bahwa untuk membangun Learning Organization dibutuhkan tiga pilar yang

saling mendukung, yaitu (1) pembelajaran individual (individual learning),

(2) jalur transformasi pengetahuan, dan (3) pembelajaran organisasional

(organizational learning). Proses pembelajaran diawali dengan individual

learning untuk memahami potensi diri, yang merupakan proses akumulasi

pengetahuan individu untuk menghasilkan keahlian/kemahiran pribadi

(personel mastery). Individual learning didapatkan melalui pendidikan,

pelatihan, dan kesempatan berkembang yang membuat individu tumbuh.

Pilar transformasi pengetahuan berfungsi sebagai alat untuk munculnya

proses transformasi pengetahuan (kompetensi) melalui proses berbagi

pengetahuan di antara anggota-anggota organisasi. Pilar organizational

learning adalah suatu pilar untuk menghasilkan intellectual capital yang

mampu memberikan value added bagi organisasi. Organizational learning

dapat dikatakan sebagai suatu wadah untuk membangun kelompok manusia

yang memiliki kompetensi yang beragam dan mampu melaksanakan

12

kerjasama, sehingga mampu untuk berbagi visi, knowledge, untuk

disinergikan dan ditransformasikan menjadi intellectual capital.

Pembelajaran organisasi dicapai melalui riset dan pengembangan, evaluasi

dan perbaikan siklus, ide dan input dari karyawan dan pelanggan, berbagai

praktik terbaik dan benchmark.

Neffe (dikutip dari Anggraeini, 2006) menyimpulkan beberapa elemen

yang harus ada dalam Learning organization, yaitu:

a. The Learning Process. Elemen ini merupakan bagian integral dari hampir

semua definisi.

b. Knowledge Acquisition or Generation. Elemen ini menunjuk bahwa

proses pembelajaran sebagai incorporating pengetahuan dari luar

organisasi dan creating pengetahuan dari dalam, paling banyak melalui

trial and error. Elemen ini dinyatakan oleh Huber, Dixon, dengan

menyebut knowledge acquisition dan Nonaka & Takeuchi dengan

menyebut knowledge generation

c. Individual Learning. Elemen ini dimasukkan sebagai prerequisite

pembelajaran organisasi seperti yang dinyatakan oleh Argyris, Schon dan

Pawlowsky.

d. Teams Learning. Elemen ini dimasukkan berdasarkan pertimbangan

bahwa beberapa penulis, Senge, Dixon, Pawlowsky, menyebutkan bahwa

team learning sebagai faktor penting terjadinya pembelajaran organisasi.

e. Organizational Knowledge. Elemen ini dinyatakan oleh mayoritas

penulis dan menjadi sufficient condition untuk terjadinya organizational

actions.

Disisi lain, Senge (1990) mengemukakan bahwa di dalam organisasi

pembelajaran (Learning Organization) yang efektif diperlukan 5 dimensi

yang akan memungkinkan organisasi untuk belajar, berkembang, dan

berinovasi yakni: Personal Mastery, Mental Models, Shared Vision, Team

Learning, dan Sistem Thinking. Kelima dimensi dari Senge tersebut perlu dipadukan secara utuh, dikembangkan dan

dihayati oleh setiap anggota organisasi, dan diwujudkan dalam perilaku sehari-hari. Kelima

dimensi organisasi pembelajaran ini harus hadir bersama-sama dalam

sebuah organisasi untuk meningkatkan kualitas pengembangan sumber daya

13

manusia, karena mempercepat proses pembelajaran organisasi dan

meningkatkan kemampuannya untuk beradaptasi pada perubahan

dan mengantisipasi perubahan di masa depan.

Hal serupa diungkapkan oleh Marquardt (2002) mengenai dimensi

pada subsistem learning pada model sistem Learning Organization dan

menambahkan satu dimensi yaitu dialog. Dalam mewujudkan proses

pembelajaran (Learning) pada organisasi pembelajar, diperlukan enam

dimensi didalamnya yaitu; sistem berpikir, model mental, keahlian personal,

kerjasama tim, membagi visi bersama, serta dialog. Secara menyeluruh,

Marquardt (2002) menjelaskan bahwa untuk mentransformasikan sebuah

organisasi untuk menjadi organisasi pembelajar, maka setiap individu

ataupun sebuah organisasi harus menggabungkan lima subsistem yang ada

dalam model sistem organisasi pembelajar seperti pada gambar berikut:

Gambar 2. Model Sistem Organisasi Pembelajar (Marquardt, 2002)

Gambar tersebut menunjukan bahwa irisan matematis pada model

sistem organisasi pembelajaran tersebut menggambarkan bahwa proses

pembelajaran juga merupakan bagian dari model sistem dan harus terjadi

pada seluruh subsistem lainnya yaitu subsistem manusia, teknologi,

pengetahuan, dan organisasi. Jika proses pembelajaran dalam organisasi

pembelajar terjadi, akan terjadi perubahan persepsi, perilaku, kepercayaan,

mentalitas, strategi, kebijakan, dan prosedur baik yang berkaitan dengan

Transformasi

Organisasi

Manusia

Pengetahuan

Teknologi

Pembelajaran

14

manusia ataupun organisasi. Kelima subsistem tersebut saling

berhubungan dan saling melengkapi antara satu dengan yang lainnya.

Apabila salah satu subsistem tidak dimiliki atau lemah, maka subsistem

lainnya akan terganggu secara signifikan.

2.5.1 Subsistem Pembelajaran (Learning)

Subsistem pembelajaran adalah inti dari organisasi pembelajar.

Berada pada tingkat-tingkat pembelajaran, tipe dari pembelajaran yang

krusial bagi pembelajaran yang terorganisasi, dan keahlian kritis dalam

pembelajaran yang terorganisasi.

Subsistem pembelajaran dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Gambar 3. Subsistem Pembelajaran (Marquardt, 2002)

Menurut Marquardt (2002) untuk membangun subsistem

pembelajaran dibutuhkan beberapa hal, yaitu:

1. Tingkatan Belajar

Organisasi pembelajar termanifestasi melalui tiga tingkatan

pembelajar yaitu individu, tim atau kelompok, dan organisasi

(sangkala, 2007).

a. Pembelajaran tingkat individu, pembelajaran dimaksudkan untuk

meningkatkan keterampilan, wawasan, pengetahuan, sikap, dan

Pembelajaran

Tipe: 1. Adaptive 2. Anticipaty 3. Action

Tingkatan: 1. Individual 2. Grup 3. Organisasi

Keahlian: 1. System Thingking 2. Mental Models 3. Personal Mastery 4. Team Learning 5. Shared vision 6. Dialogue

15

nilai-nilai yang diperoleh pembelajaran yang mandiri, petunjuk

berbasis teknologi dan observasi. Menurut Senge (1990), organisasi

dapat belajar melalui individu yang memiliki kemampuan untuk

belajar, namun jika individunya tidak ingin belajar belum tentu

tercipta organisasi pembelajar. Sebaliknya, apabila individu

memiliki keinginan untuk belajar maka akan tercipta organisasi

pembelajar. Hal ini membuktikan bahwa peranan pembelajaran

individu sangat penting bagi pembentukan organisasi pembelajar.

Karena itu organisasi pembelajar sebaiknya senantiasa memberikan

ruang inovasi dan kreatifitas melalui berbagai percakapan dan

pengambilan tindakan nyata. Seperti pendapat yang dikemukakan

oleh Marquard dan Kaipa (dikutip dari Sangkala, 2007), bahwa

kreativitas akan muncul jika karyawan diberikan ruang

“kebebasan” untuk berpikir, menantang “wisdom”, dan berpikir

dengan cara baru.

b. Pembelajaran tingkat kelompok atau tim, mencakup usaha untuk

meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi-

kompetensi yang dicapai oleh dan didalam kelompok itu sendiri.

Pembelajaran tim dapat terlaksana melalui berbagai upaya

penyelesaian konflik dengan menyatukan sudut pandang yang

berbeda kedalam pemahaman yang dapat diterima tanpa kompromi.

c. Pembelajaran tingkat organisasi, mewakili upaya peningkatan

intelektual dan prokduktivitas melalui komitmen dan peluang untuk

upaya perbaikan yang berkesinambungan diseluruh organisasi.

Pembelajaran tingkat organisasi juga merupakan keseluruhan dari

pembelajaran individu dan organisasi, sehingga menghasilkan

pengetahuan keseluruhan dalam organisasi.

2. Tipe Pembelajaran

Ada tiga pendekatan untuk proses pembelajaran yang bernilai

dan signifikan bagi organisasi pembelajar. Walaupun masing-masing

tipe pembelajaran tersebut berbeda-beda namun seringkali tumpang

tindih dan saling melengkapi. Tipe pembelajaran tersebut yaitu:

16

a. Pembelajaran adaptif, terjadi ketika organisasi merefleksikan

pengalaman masa lalu dan mengubah tindakan di masa depan. Bagi

tipe pembelajaran ini, masa lalu dapat dijadikan pembelajaran

untuk dapat menentukan langkah-langkah yang lebih baik di masa

depan.

b. Pembelajaran antisipatif, merupakan proses memperoleh

pengetahuan dari cara pandang kedepan melalui pendekatan yang

merubah pandangan menjadi tindakan dan untuk refleksi.

c. Pembelajaran tindakan, merupakan pembelajaran yang melibatkan

pemecahan permasalahan yang nyata dan fokus kepada perolehan

pengetahuan dan benar-benar menerapkan solusi.

3. Keahlian Pembelajaran

Senge (1990) menjelaskan bahwa dimensi organisasi pembelajar

adalah visi bersama, model mental, tim pembelajaran, individu yang

ahli dibidangnya, berpikir sistem. Marquardt (2002) menambahkan

satu dimensi lagi yaitu dialog untuk membentuk subsistem

pembelajaran yang membentuk organisasi pembelajar.

a. Berpikir Sistem

Berpikir sistem mencakup pengujian dan refleksi atas seluruh aspek

kehidupan organsiasi seperti misi dan strategi, struktur, kultur dan

praktik manajerial. Berpikir sistem merupakan bagian dari

pemimpin, manajer, dan karyawan yang diharapkan mampu

meningkatkan pemahaman dan tindakannya lebih fokus pada

pengintegrasian bagian atau divisi yang berbeda kearah

memaksimalkan kekuatan, meminimalkan kelemahan, serta

meningkatkan seluruh operasionalisasi organisasi.

b. Model Mental

Keahlian ini mencakup nilai-nilai, kepercayaan, sikap, dan asumsi

yang membentuk cara pandang seseorang. Struktur, pengalaman,

kultur, dan sistem kepercayaan mendukung model mental, dimana

member pedoman kepada seseorang dan bertindak sebagai

17

penyaring selama keputusan dibuat. Model mental berperan

mendukung organisasi pembelajaran dengan membantu setiap

karyawan memahami setiap peristiwa yang tampak acak.

c. Individual yang Ahli dibidangnya

Hal ini menjadi pra syarat yang penting sebagai bagian dari asset

organisasi yang sangat strategis. Keahlian dan keterampilan

individu dapat diperoleh dari pendidikan, aktivitas pembelajaran

formal, informal, dan pengalaman kerja.

d. Pembelajaran Tim

Pembelajaran tim ini membantu proses komunikasi dan kerja sama,

menggiring kearah sinergi dan rasa saling menghormati diantara

anggota. Anggota tim akan dapat memperluas wawasannya.

Pembelajaran tim ini dipandang sebagai interaksi dan sekaligus

refleksi dari suatu tindakan.

e. Visi Bersama

Merupakan landasan untama organisasi pembelajar karena

menggambarkan perspektif bersama anggota organisasi termasuk

pemahaman mereka terhadap misi dan sasaran organisasinya.

Pimpinan, manajer, dan karyawan memiliki persepsi yang sama

mengenai pentingnya pembelajaran, bagi karyawan maupun

organisasi.

f. Dialog

Merupakan intensitas, komunikasi tingkat tinggi yang berdasar

pada kebebasan, kreatifitas, eksplorasi timbal balik, saling

mendengarkan satu sama lain, dan menanggukan pandangan diri.

Dengan menerapkan disiplin dialog ini, dapat dipelajari pola-pola

interaksi tim yang dapat menguatkan atau melemahkan

pembelajaran.

2.5.2 Subsistem Transformasi Organisasi (Organization)

Untuk merubah diri dari organisasi yang belum melaksanakan

pembelajaran menjadi organisasi pembelajar, dibutuhkan transformasi

yang signifikan seperti halnya metamorfosis sebuah ulat untuk menjadi

18

kupu-kupu. Struktur dan stragegi organisasi harus mengalami perubahan

secara dramatis sebelum terbentuk menjadi sebuah organisasi

pembelajar.

Dalam mengembangkan organisasi dalam bentuk yang baru,

organisasi harus mengatur kembali organisasi tesebut dengan fokus pada

empat dimensi subsistem transformasi organisasi, seperti pada gambar

berikut ini.

Gambar 4. Subsistem Transformasi Organisasi (Marquardt, 2002)

Pada gambar diatas dijelaskan bahwa tujuan dan desain organisasi

pada masing-masing dimensi subsistem transformasi organisasi harus

berubah yang semula fokus kepada pekerjaan dan produktivitas, menjadi

fokus secara bersama kepada pembelajaran dan pengembangan

organisasi.

1. Visi (Vision), hal utama dan langkah paling penting untuk menjadi

organisasi pembelajar adalah penanaman fondasi yang kuat dengan

membangun visi bersama mengenai pembelajaran. Visi

mengungkapkan tujuan, sasaran, dan arah yang ingin dituju oleh

organisasi (sangkala, 2007). Visi organisasi pembelajar

mengungkapkan pentingnya pembelajaran untuk mencapai sasaran

masa depan yang diinginkan, membangun keinginan organisasi, serta

Organisasi

Visi

Budaya

Strategi

Struktur

19

terus menerus memperbarui organisasi dalam rangka mempertahankan

pertumbuhan dan perkembangannya.

2. Budaya (Culture), seperti sebuah bangsa yang memiliki bermacam-

macam budaya, organisasi memiliki berbagai kepercayaan, cara

berpikir, dan tindakan yang diwujudkan oleh simbol-simbol, adat-

istiadat, kebiasaan, ideologi, dan nilai-nilai. Sifat dari pembelajaran

dan sikap yang terjadi di organisasi ditentukan secara signifikan oleh

budaya organisasi. Budaya pembelajar mendorong individu dan tim

tumbuh dan berkembang melalui kreatifitas, tim kerja, perbaikan yang

kontinyu, dan manajemen diri. Organisasi pembelajar memberikan

iklim yang mendukung fasilitasi pembelajaran serta hadiah (reward)

bagi personil dan tim yang melakukan pembelajaran dengan baik.

3. Strategi (strategy), kekuatan dan pengaruh strategi dapat mempercepat

dan mengaktifkan sebuah organisasi untuk merubah dirinya menjadi

organisasi pembelajar dengan mendorong dan memaksimalkan

pembelajaran yang diperlukan, penyebaran dan pemanfaatan oleh

seluruh departemen, tindakan dan inisiatif organisasi.

4. Struktur (Structure), menurut sangkala (2007), struktur organisasi

mencakup konfigurasi unit, departemen dan divisi. Organisasi

pembelajar menunjukan struktur yang sederhana yang meminimalkan

pemisahan antara orang dengan proses, sambil memaksimalkan

kontak, alur informasi, dan kolaborasi diantara individu dan tim.

Untuk memeprcepat proses pembelajaran di lingkungan organisasi,

terdapat sepuluh strategi transformasi organisasi untuk membangun

organisasi pembelajar menurut Marquardt (2002) yaitu:

1. Melakukan dialog untuk mengembangkan visi pada organisasi

pembelajar

2. Adanya dukungan dari manajemen tingkat atas untuk mewujudkan

organisasi pembelajar dan proyek pemenang pembelajar

3. Menciptakan iklim perusahaan untuk pembelajaran yang

berkelanjutan

4. Membentuk kembali kebijakan dan struktur di sekitar pembelajar

20

5. Mengakui dan menghargai pembelajaran individu dan tim

6. Menjadikan pembelajaran menjadi bagian dari seluruh kebijakan

prosedural

7. Membuat unit percontohan untuk menjalankan proyek pembelajaran

8. Menggunakan ukuran finansial dan non finansial dalam menentukan

aktivitas pembelajaran

9. Menciptakan waktu, ruang dan lingkungan fisik untuk pembelajaran

10. Membuat keinginan untuk belajar pada setiap waktu dan lokasi

2.5.3 Subsistem Pemberdayaan dan Pengaktifan Orang / Manusia (People)

Manville (dikutip dari Marquardt, 2002) menyatakan bahwa

penjelasan strategis telah bergeser dari “mengelola pengetahuan” menjadi

“mengelola orang dengan pengetahuan” serta memperoleh dan

mengembangkan pengetahuan tersebut dengan mutu yang tinggi.

Pertumbuhan, inovasi, dan ciri khas organisasi pembelajar diperoleh dari

kemampuan untuk memanfaatkan sumber daya manusia. Subsistem ini

memiliki enam komponen seperti yang dapat dilihat pada gambar

berikut.

Gambar 5. Subsistem Pemberdayaan Orang / Manusia (Marquardt, 2002)

Sebagai kontribusi kepada organisasi pembelajar, masing-masing

dari komponen ini harus diberdayakan dan diaktifkan. Jika mereka

diberdayakan namun tidak diaktifkan maka mereka hanya akan memiliki

sumber daya yang diperlukan tetapi tidak memiliki pengetahuan untuk

memberdayakan mereka secara efektif. Komponen yang diaktifkan

namun tidak diberdayakan hanya akan memiliki pengetahuan yang

Orang / Manusia

Karyawan

Konsumen

Rekan Kerja dan Aliansi

Suplier dan Vendor

Masyarakat

Manajer dan Pemimpin

21

diperlukan namun tidak tahu bagaimana cara mengaplikasikannya

(Marquardt, 2002). Oleh karena itu masing-masing komponen tersebut

diberikan kesempatan untuk belajar.

Para manajemen infrastruktur organisasi menekankan kemampuan

dalam hal membangun infrastruktur sumber daya manusia yang

professional dan efektif sehingga seluruh proses yang berkaitan seperti

penempatan, pelatihan, penilaian, promosi dan sebagainya dalam

pengelolaan alur kepegawaian dalam organisasi berjalan sebagaimana

mestinya.

Masing-masing komponen tersebut dapat diberdayakan dan aktif

dalam pelaksanaan organisasi pembelajar, yaitu:

1. Para manajer melaksanakan tugas untuk tugas-tugas pelatihan,

penasehatan, dan permodelan dengan suatu tanggung jawab utama

membangkitkan dan mempertinggi kesempatan pembelajaran bagi

orang-orang disekitar mereka.

2. Para pegawai diberi wewenang dan diharapkan untuk belajar,

merencanakan kompetensi masa depan mereka, mengambil tindakan

dan risiko, dan memecahkan masalah. Organisasi sebaiknya

memperlakukan karyawan sebagai karyawan yang dewasa dengan

kapasitas untuk belajar, mempunyai keahlian yang diperlukan untuk

menyelesaikan masalah, memiliki tanggung jawab serta menyukai

penghargaan. Jika karyawan diindikasikan sebagai pembelajar, maka

mereka perlu diberikan kebebasan serta dorongan dari organisasi.

3. Para pelanggan berpartisipasi dalam mengidentifikasi kebutuhan-

kebutuhan, menerima pelatihan, dan dihubungkan dengan

pembelajaran organisasi. Organisasi pembelajar mengakui bahwa

pelanggan bisa menjadi ladang yang subur atas informasi dan ide-ide

yang terkait erat dengan sistem dan strategi organisasi pembelajar.

4. Para supplier dapat menerima dan memberi kontribusi terhadap

instruksi program. Organisasi pembelajar menyadari bahwa

kesuksesan bergantung kepada sebagian besar keberhasilan seluruh

22

jaringan bisnis, tidak hanya mengacu kepada karyawan dan pelanggan

saja.

5. Para partner aliansi / mitra kerja dapat berbagi kompetensi dan

pengetahuan.

6. Kelompok-kelompok komunitas masyarakat termasuk wakil-wakil

ekonomi, pendidikan, dan sosial dapat berbagi dalam menyediakan

dan menerima pembelajaran.

Untuk mempercepat proses pembelajaran di lingkungan organisasi,

terdapat sepuluh strategi pemberdayaan manusia untuk membangun

organisasi pembelajar menurut Marquardt (2002) yaitu:

1. Membuat kebijakan yang menghargai personil yang belajar

2. Membentuk tim kerja yang memiliki otonomi mengatur dirinya

sendiri

3. Memberi karyawan wewenang untuk belajar

4. Mendorong pimpinan untuk menjadi model pembelajaran

5. Melibatkan pimpinan dalam melakukan proses pembelajaran dan

pengerjaan proyek-proyek, misalnya dengan mendorong ide

penyelesaian masalah tanpa diminta, menanggapi ide dan usulan

karyawan, membina dan menghargai pembelajaran

6. Menyeimbangkan kebutuhan individu dengan organisasi sehingga

akan mendorong menjadi pembelajar yang lebih baik dan karyawan

yang lebih produktif

7. Mendorong dan menyingkatkan partisipasi pelanggan dalam

organisasi pembelajar

8. Menyiapkan kesempatan belajar bagi masyarakat

9. Membangun hubungan belajar dengan suppliers dan vendors

10. Memaksimalkan pembelajaran dari mitra aliansi dan mitra

kerjasama

2.5.4 Subsistem Pengetahuan (knowledge)

Stewart dalam Marquardt (2002), mengatakan bahwa “dengan

sederhana mengatakan, pengetahuan telah menjadi lebih penting untuk

organisasi daripada sumberdaya keuangan, posisi pasar, teknologi, atau

23

asset perusahaan lainnya”. Dunia kerja saat ini, pengetahuan terlihat

sebagai sumberdaya primer untuk kinerja dalam sebuah organisasi.

Perusahaan memerlukan pengetahuan untuk meningkatkan kemampuan

mereka untuk memperbaiki produk dan jasa dengan demikian dapat

memberikan keuntungan bagi klien dan konsumen. Subsistem

pengetahuan memiliki 6 dimensi seperti gambar berikut ini:

Gambar 6. Subsistem Pengetahuan (Marquardt, 2002)

Enam dimensi tersebut merupakan sebuah proses perolehan

pengetahuan dari sumber awal hingga siap digunakan. Organisasi belajar

secara efektif dan efisien ketika keenam proses ini berjalan dengan baik

dan interaktif.

1. Akuisisi (penguasaan), berkenaan dengan pengumpulan informasi dan

data yang ada dari dalam dan luar organisasi.

2. Penciptaan, melibatkan pengetahuan baru yang diciptakan dalam

organisasi melalui wawasan dan pemecahan masalah

3. Penyimpanan, merupakan suatu pengkodean dan pemeliharaan

pengetahuan berharga organisasi untuk akses yang mudah oleh

anggota staf pada suatu waktu dan dari mana pun.

4. Analisis dan penggalian data, merupakan cara untuk menganalisis dan

menggali data. Cara manual memiliki keterbatasan dalam

menganalisis data dengan jumlah (volume) yang meningkat dalam

jumlah besar, oleh karena itu proses penggalian data (data mining)

Pengetahuan

Penciptaan

Penyimpanan

Analisis dan Penggalian data

Transfer dan Penyebaran

Aplikasi dan Pengesahan

Penguasaan

24

dilakukan. Salah satu contoh alat untuk melakukan penggalian data

tersebut adalah Data Mind dan IBM’s Intellegent Miner yang sangat

membantu untuk menganalisis data. Penggalian data ini digunakan

oleh organisasi yang sedang mempersiapkan pertumbuhannya.

5. Transfer dan penyebaran, termasuk kepada mekanikal, elektronik, dan

pergerakan interpersonal dari informasi dan pengetahuan, secara

sengaja dan tidak sengaja diseluruh organisasi serta aplikasinya dan

kegunaannya oleh para anggota organisasi.

6. Aplikasi dan pengesahan, teknologi memungkinkan pengaplikasian

pengetahuan organisasi secara optimal. Sebuah perusahaan yang

memiliki kemampuan untuk memelihara konsumennya melalui

pengenalan dan membantu pemecahan masalah adalah contoh yang

baik dari pengaplikasian dan pengesahan pengetahuan.

Untuk mempercepat proses pembelajaran di lingkungan organisasi,

terdapat sepuluh strategi pengelolaan pengetahuan untuk membangun

organisasi pembelajar menurut Marquardt (2002) yaitu:

1. Menciptakan kesadaran bagi semua akan pentingnya

mengumpulkan dan menyebarkan pengetahuan

2. Menangkap kemungkinan untuk mendapat pengetahuan dari luar

secara sistematik

3. Mengatur kegiatan pembelajaran seperti forum-forum dimana

pengetahuan dapat dibagi-bagi, misalnya dengan mengadakan

simposium dan internal benchmarking

4. Mengembangkan kreatifitas dan cara yang baik dalam berpikir

maupun belajar, misalnya dengan menghargai usaha yang

imaginatif dan beresiko, mengadakan workshop mengenai

kreatifitas dan penggunaan cara berpikir dengan otak sebelah

kanan, mendorong penemuan banyak ide untuk mencapat satu ide

yang terbaik, mendorong dan menghargai inovasi dan penemuan

5. Mengajari karyawan untuk menyimpan dan mencari kembali

pengetahuan

25

6. Mendorong pencampuran tim dan perputaran pekerjaan untuk

memaksimalisasi penyebaran pengetahuan

7. Mengembangkan pengetahuan berdasarkan nilai dan kebutuhan

pembelajaran

8. Menciptakan mekanisme untuk mengumpulkan dan menyimpan

pengetahuan

9. Menciptakan mekanisme untuk mengumpulkan dan menyimpan

pembelajaran

10. Merubah pembelajaran "dalam kelas" kepada pemanfaatan belajar

disertai pekerjaan (on-the-job)

2.5.5 Subsistem Teknologi (Technology)

Subsistem yang kelima adalah subsistem teknologi yang terdiri

dari dimensi pengelolaan pengetahuan dan peningkatan pembelajaran.

Seperti yang dijelaskan pada gambar berikut.

Gambar 7. Subsistem Teknologi (Marquardt, 2002)

Menurut Marquardt (2002), masing-masing dimensi tersebut

memiliki peran untuk mendukung organisasi pembelajaran, seperti

berikut:

1. Teknologi untuk mengelola pengetahuan, meliputi teknologi berbasis

komputer untuk mengumpulkan, pengkodean, memproses,

penyimpanan, transfer dan penggunaan data antara mesin, orang-

orang, dan organisasi

2. Teknologi untuk meningkatkan kecepatan dan kualitas pembelajaran,

melalui video, audio, dan training multimedia berbasis komputerisasi

Teknologi Peningkatan Pembelajaran

Pengelolaan Pengetahuan

26

untuk membawakan dan membagikan pengetahuan dan kemampuan

dimanapun dan kapanpun.

Tanpa kelima subsistem tersebut, organisasi hanya akan memiliki

sebagian apresiasi dari proses dan prinsip-prinsip yang diperlukan dalam

mentransformasikan sebuah organisasi yang dalam keadaan belum

belajar menjadi sebuah organisasi pembelajar.

Untuk mempercepat proses pembelajaran di lingkungan organisasi,

terdapat sepuluh strategi pengelolaan pengetahuan untuk membangun

organisasi pembelajar menurut Marquardt (2002) yaitu:

1. Mendorong dan mengajari seluruh karyawan dalam memanfaatkan

informasi teknologi

2. Mengembangkan penggunaan multimedia dan pembelajaran yang

menggunakan teknologi

3. Menciptakan / memperluas interaksi dengan menggunakan video

4. Menggunakan teknologi untuk mendapatkan pengetahuan dari dalam

maupun luar organisasi

5. Mengembangkan kompetensi dan pembelajaran dengan

menggunakan teknologi

6. Menggunakan EPSS yang dimengerti oleh wartawan

7. Merencanakan dan mengembangkan sistem pembelajaran just in

time.

8. Membangun kemampuan dan keahlian penggunaan teknologi

9. Mengembangkan kesadaran dan penghargaan akan teknolohi sebagai

alat yang canggih dalam proses belajar

10. Meningkatkan kemampuan manajemen dan staf sumber daya

manusia

2.6 Penelitian Terdahulu yang Relevan

Utami (2009), skripsi dengan judul identifikasi penerapan model

sistem organisasi pembelajar pada PT. Taspen (Persero) cabang Bogor.

Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengidentifikasi penerapan model

sistem organisasi pembelajar pada PT Taspen (Persero) Cabang Bogor, serta

mengidentifikasi ada atau tidaknya perbedaan persepsi antara pimpinan dan

27

karyawan PT Taspen (Persero) Cabang Bogor terhadap penerapan model

sistem organisasi pembelajar. Peneliti menggunakan kuesioner Learning

Organization Profile untuk mencapai tujuan penelitian tersebut, sedangkan

untuk melihat ada atau tidaknya perbedaan persepsi antara pimpinan dan

karyawan terhadap penerapan model sistem organisasi belajar, peneliti

menggunakan uji kruskal wallis. Dari penelitian tersebut diperoleh hasil

bahwa keseluruhan tingkat penerapan model sistem organisasi pembelajar

pada PT Taspen (Persero) adalah sebesar 34,35 yang berarti sangat baik

karena telah diatas rata-rata perusahaan yang diteliti oleh Marquardt yang

dikutip dari Rahmatunnisa (2000), yaitu rata-rata 22,00. Dari hasil uji

kruskal wallis, nilai p untuk keseluruhan model sistem organisasi

pembelajar diperoleh sebesar 0,366 yang berarti lebih besar dari 0,05. Hal

ini menunjukkan tidak adanya perbedaan persepsi mengenai penerapan

model sistem organisasi pembelajar di PT Taspen (Persero).

Purnama dan Budiharjo (2009) dengan jurnal penelitian yang berjudul

peran budaya pembelajaran dan knowledge management terhadap kinerja

perusahaan: studi kasus PT XYZ. Pada jurnal penelitian ini ada beberapa

tujuan dilakukannya penelitian yaitu untuk mengidentifikasi budaya

pembelajaran di PT XYZ berdasarkan tujuh dimensi nilai dari Learning

organization, mengintervensinya untuk mencapai tujuan yang diharapkan

yaitu meningkatkan kinerja perusahaan. Penelitian ini menggunakan metode

field study non experimental dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif.

Intstrumen yang digunakan yaitu Dimensions of Learning organization

questionnaires (DLOQ) dari Marsick dan Watkins (2003). Hasil penelitian

menunjukkan bahwa nilai budaya pembelajaran di PT XYZ berdasarkan 7

dimensi organisasi pembelajaran, dimensi empowerment masuk kedalam

kategori dimensi yang buruk yang belum mencapai nilai ideal. Sedangkan

dimensi yang lain masuk kedalam kategori rata-rata baik walaupun belum

memiliki nilai diatas rata-rata 3,25 – 4,00 (sangat baik). Secara keseluruhan

diketahui bahwa nilai total dari dimensi organisasi pembelajar adalah

sebesar 2,63 yang masuk kedalam kategori baik (minimal). Kesimpulan dari

penelitian tersebut adalah bahwa persepsi karyawan mengenai aktivitas

28

pembelajaran PT XYZ lebih kearah single loop Learning (adaptive

Learning) dimana belum tampak generate Learning yang dapat

menumbuhkan knowledge creation.

Kesumaningdyah (2010), dengan judul skripsi penerapan organisasi

pembelajar pada Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia (LPP

RRI) Bogor. Penelitian ini memiliki tujuan yaitu untuk mengetahui

penerapan seluruh dimensi organisasi pembelajar pada level individu,

kelompok, dan organisasi serta menganalisis persepsi antara pimpinan dan

karyawan terhadap penerapan dimensi organisasi pembelajar pada LPP RRI

Bogor. Penarikan sample yang digunakan adalah metode purposive serta

metode yang digunakan untuk menganalisis yaitu metode kruskal wallis.

Hasil pada penelitian ini dikemukakan bahwa LPP RRI telah menerapkan

dimensi organisasi pembelajar sebesar 41,28% . selain itu juga didapatkan

hasil bahwa LPP RRI memiliki nilai 25,92 diatas perbandingan nilai rata-

rata penelitian 500 perusahaan yang dilakukan oleh Marquardt (1996). Hasil

uji kruskal wallis menunjukan bahwa nilai P-value adalah 0,331 lebih besar

dari 0,005, maka dapat diketahui bahwa tidak ada perbedaan antara

karyawan dan pimpinan dalam penerapan organisasi pembelajar di LPP RRI

Bogor.