II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Organisasi 2.1.1. Pengertian … · 2015-09-01 · 2.1.1. Pengertian...

21
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Organisasi 2.1.1. Pengertian Organisasi Organisasi merupakan suatu kerja sama sekelompok orang untuk mencapai tujuan bersama yang diinginkan dan mau terlibat dengan peraturan yang ada (Cahayani, 2003). Organisasi dicirikan oleh sekelompok orang dimana orang-orang tersebut memiliki visi yang sama dalam menjalankan organisasi. Kegiatan yang dilakukan sekelompok orang tersebut dibatasi oleh peraturan yang ada dalam organisasi tersebut. Pada hakikatnya, organisasi dapat dilihat dari dua sudut pandang. Pertama, organisasi sebagai wadah yaitu tempat dimana kegiatan administrasi dan manajemen dijalankan. Kedua, organisasi sebagai proses yang sifatnya lebih dinamis dimana proses yang dijalankan merupakan interaksi antara orang-orang di dalam organisasi itu (Siagian, 1979). Organisasi adalah struktur koordinasi terencana yang formal, melibatkan dua orang atau lebih dalam rangka mencapai tujuan bersama. Organisasi dicirikan dengan adanya hubungan kewenangan dan tingkatan pembagian kerja (Robbins, 2002). Menurut Louis A.Allen dalam Sutarto (1984), organisasi formal adalah suatu sistem dari pekerjaan-pekerjaan yang dirumuskan dengan baik, masing- masing pekerjaan itu mengandung sejumlah wewenang, tugas dan tanggung jawab tertentu, keseluruhannya disusun secara sadar untuk memungkinkan orang-orang dari badan usaha itu bekerja sama secara paling efektif dalam mencapai tujuan mereka. Semua organisasi memiliki tujuan. Menurut Cahayani (2003), terdapat dua macam tujuan organisasi. Pertama, tujuan organisasi tunggal yaitu tujuan untuk mendapatkan profit sebanyak mungkin. Kedua, tujuan organisasi ganda terdiri dari tujuan ke dalam organisasi dan tujuan ke luar organisasi. Tujuan ke dalam organisasi

Transcript of II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Organisasi 2.1.1. Pengertian … · 2015-09-01 · 2.1.1. Pengertian...

8

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Organisasi

2.1.1. Pengertian Organisasi

Organisasi merupakan suatu kerja sama sekelompok orang

untuk mencapai tujuan bersama yang diinginkan dan mau terlibat

dengan peraturan yang ada (Cahayani, 2003). Organisasi dicirikan

oleh sekelompok orang dimana orang-orang tersebut memiliki visi

yang sama dalam menjalankan organisasi. Kegiatan yang dilakukan

sekelompok orang tersebut dibatasi oleh peraturan yang ada dalam

organisasi tersebut. Pada hakikatnya, organisasi dapat dilihat dari

dua sudut pandang. Pertama, organisasi sebagai wadah yaitu tempat

dimana kegiatan administrasi dan manajemen dijalankan. Kedua,

organisasi sebagai proses yang sifatnya lebih dinamis dimana proses

yang dijalankan merupakan interaksi antara orang-orang di dalam

organisasi itu (Siagian, 1979).

Organisasi adalah struktur koordinasi terencana yang formal,

melibatkan dua orang atau lebih dalam rangka mencapai tujuan

bersama. Organisasi dicirikan dengan adanya hubungan kewenangan

dan tingkatan pembagian kerja (Robbins, 2002). Menurut Louis

A.Allen dalam Sutarto (1984), organisasi formal adalah suatu sistem

dari pekerjaan-pekerjaan yang dirumuskan dengan baik, masing-

masing pekerjaan itu mengandung sejumlah wewenang, tugas dan

tanggung jawab tertentu, keseluruhannya disusun secara sadar untuk

memungkinkan orang-orang dari badan usaha itu bekerja sama

secara paling efektif dalam mencapai tujuan mereka.

Semua organisasi memiliki tujuan. Menurut Cahayani (2003),

terdapat dua macam tujuan organisasi. Pertama, tujuan organisasi

tunggal yaitu tujuan untuk mendapatkan profit sebanyak mungkin.

Kedua, tujuan organisasi ganda terdiri dari tujuan ke dalam

organisasi dan tujuan ke luar organisasi. Tujuan ke dalam organisasi

9

dirumuskan secara umum dengan meningkatkan kesejahteraan serta

kepuasan karyawan dan meningkatkan produktivitas organisasi.

Tujuan ke luar organisasi adalah untuk meningkatkan pelayanan dan

kesejahteraan masyarakat. Tujuan organisasi di atas memiliki fungsi

sebagai pedoman dalam menentukan arah serta sebagai sumber

keabsahan tindakan manajemen. Untuk mencapai tujuan organisasi

ada banyak kegiatan yang harus dilakukan dan masing-masing

kegiatan tersebut memiliki sasaran tertentu. Jadi tujuan organisasi

dapat tercapai jika sasaran dari kegiatan-kegiatan khusus tersebut

dapat dicapai.

2.1.2. Perubahan Organisasi

Tidak ada organisasi yang tidak mengadakan perubahan,

perbaikan, atau pembaharuan organisasi. Perubahan organisasi

bertujuan untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan organisasi,

meningkatkan kepuasan kerja, dan penyesuaian dengan lingkungan

kerja. Intinya perubahan organisasi membuat kinerja organisasi

menjadi lebih baik. Perubahan ini dapat dilakukan di berbagai sektor.

Menurut Cahayani (2003), ada tiga bidang utama dalam organisasi

yang dapat mengalami perubahan, yaitu :

a. Perubahan teknologi

Perubahan ini umumnya adalah perubahan terhadap penggunaan

teknologi. Awalnya teknologi yang digunakan bersifat sederhana

dan pekerjaan dilakukan secara manual. Pada akhirnya terjadi

perubahan dimana teknologi yang digunakan sudah canggih dan

pekerjaan dilakukan secara otomatis. Misalnya mesin ATM.

b. Perubahan struktural

Perubahan struktur organisasi mencakup adanya kebijakan baru

dan proses baru.

c. Perubahan manusia

Perubahan manusia dapat terjadi di dalam organisasi, bukan

sebatas adanya wajah-wajah baru tetapi juga kualitas baru

karyawan yang ada. Pembaharuan kualitas manusia dapat

10

dilakukan melalui perubahan dalam melakukan rekrutmen dan

pelatihan.

Menurut Robbins (1996), terdapat 4 pilihan mengenai

perubahan yaitu :

1. Perubahan struktur

Perubahan struktur mencakup pembuatan perubahan dalam

wewenang, mekanisme koordinasi, rancang-ulang pekerjaan,

atau variabel struktural yang serupa.

2. Perubahan teknologi

Perubahan teknologi meliputi modifikasi dalam cara kerja yang

diproses dan dalam metode serta peralatan yang digunakan.

3. Perubahan setting fisik

Perubahan setting fisik meliputi pengubahan ruang dan

pengubahan tata letak dalam tempat kerja.

4. Perubahan orang

Perubahan orang mengacu pada perubahan dalam sikap,

keterampilan, pengharapan, persepsi, dan perilaku karyawan.

Perubahan organisasi disebabkan karena adanya tuntutan

yang berasal dari internal maupun eksternal. Menurut Cahayani

(2003), beberapa hal yang dapat mendorong terjadinya perubahan,

yaitu :

1. Lingkungan

Suatu organisasi dikatakan berhasil bila organisasi tersebut dapat

memusatkan anggotanya dan dapat beradaptasi dengan

lingkungannya. Lingkungan merupakan faktor yang sangat

penting bagi organisasi karena lingkungan menyediakan input

yang diperlukan oleh organisasi dan juga merupakan tempat

menampung output dari organisasi tersebut. Selain itu,

lingkungan juga merupakan salah satu penyebab perubahan di

dalam organisasi. Jika organisasi tersebut tidak mengadakan

perubahan maka organisasi tidak dapat beradaptasi dengan

lingkungan yang selalu berubah.

11

2. Sasaran dan nilai

Organisasi dapat mengubah bentuk badan usahanya. Hal ini

dikarenakan adanya perubahan sasaran dan nilai yang organisasi

anut. Jika sebelumnya organisasi tersebut hanyalah perusahaan

pemerintah yang tidak selalu mengejar keuntungan tetapi dengan

jasa pelayanan seadanya, maka sekarang organisasi tersebut

berubah menjadi seperti perusahaan swasta yang notaben

mencari untung (karena semakin sedikit mendapat subsidi dari

pemerintah), tetapi dengan mengedepankan service yang baik

untuk pelanggannya.

3. Teknologi

Dengan semakin berkembangnya zaman maka semakin

berkembang pula bidang teknologi. Untuk menyikapi hal

tersebut, organisasi harus beradaptasi dengan keadaan tersebut.

Teknologi sangat berkaitan pada cara beroperasi organisasi.

Apabila perkembangan teknologi semakin pesat, maka organisasi

harus mengubah penggunaan teknologi yang awalnya sederhana

menjadi menggunakan teknologi tinggi.

4. Struktur

Penambahan dan pengurangan struktur dapat membuat organisasi

tersebut berubah. Apabila organisasi melakukan penambahan

struktur, yaitu menambah satu divisi di organisasinya, maka

organisasi tersebut membutuhkan penambahan tenaga kerja.

Apabila organisasi melakukan pengurangan struktur, yaitu

mengurangi cabang organisasi, maka organisasi tersebut akan

mengurangi jumlah tenaga kerjanya. Pengurangan atau

penambahan tenaga kerja akan mengubah mengenai tugas yang

dikerjakan karyawan.

5. Faktor perilaku seseorang

Faktor perilaku seseorang dapat menjadi faktor penyebab

organisasi berubah. Misalnya dengan berganti pimpinan akan

12

berganti pula peraturan serta kebijaksanaan yang dapat

menyebabkan timbulnya perubahan di dalam organisasi.

6. Konsultan

Sebagian besar organisasi pada masa sekarang menggunakan jasa

konsultan untuk memberikan masukan dalam rangka perbaikan

dan perkembangan organisasi. Para konsultan tersebut

menyarankan perubahan-perubahan yang harus dilakukan oleh

organisasi sehingga organisasi tersebut dapat tetap survive dan

memenangkan persaingan.

2.1.3. Faktor-Faktor Struktural yang Memengaruhi Perilaku dalam

Organisasi

Menurut Melcher (1994), faktor-faktor struktural yang

memengaruhi perilaku dalam organisasi, antara lain :

1. Ukuran

Ukuran suatu kelompok atau organisasi itu memengaruhi

pola perilaku organisasi. Menurut Caplow dalam Melcher

(1994), dalam kelompok-kelompok primer kecil, yang besarnya

berkisar antara dua sampai 20 orang, masing-masing anggota

berinteraksi dengan setiap anggota yang lain. Dalam kelompok

menengah atau medium yang jumlah anggotanya berkisar antara

50 sampai 1000 orang, seorang atau lebih anggota dapat

mengadakan hubungan-hubungan berpasangan dengan anggota

yang lain. Dalam kelompok besar yang jumlah anggotanya

berkisar antara 1000 sampai 10.000 orang, satu atau lebih

anggota mungkin dikenali dan berinteraksi dengan semua

anggota yang lain, tetapi hanya pengenalan satu-arah.

Dengan meningkatnya ukuran suatu organisasi maka akan

mengakibatkan pola perilaku anggotanya. Semakin besar jumlah

individu maka semakin kompleks hubungan-hubungan dan

peranan-peranan yang harus dikoordinir sehingga terjadi

hambatan dalam berkomunikasi. Dengan berkembangnya suatu

kelompok, perasaan depersonalisasi berkembang pesat sementara

13

perasaan penting dan diperhatikan dari seseorang menjadi

berkurang sehingga tingkat partisipasi kebanyakan anggota

menjadi menurun. Tugas yang dikerjakan oleh anggota menjadi

semakin terspesialisasi. Hal ini akan memengaruhi pola perilaku

anggota seperti berkurangnya motivasi dan komitmen serta

timbulnya ketidakpuasan dalam bekerja.

2. Arus kerja

Arus pekerjaan berkaitan dengan tingkat spesialisasi.

Semakin besar organisasi maka semakin terspesialisasinya tugas

sehingga kompleksitas pun semakin meningkat. Tingkat

spesialisasi berkorelasi langsung dengan ruang lingkup pekerjaan

dan saling tergantung dari individu-individu. Spesialisasi yang

tinggi menimbulkan pengulangan tugas. Dalam jangka pendek,

hal ini berguna untuk meminimumkan periode belajar bagi

pegawai baru, meminimumkan pemborosan gerak, dan pekerjaan

dapat dipelajari dengan biaya minimal. Peningkatan mutu,

efisiensi, dan penghasilan pun akan tercapai. Namun, dalam

jangka panjang, konsekuensinya berbeda. Lingkup pekerjaan

yang sempit dan pengulangan yang tinggi meningkatkan

kebosanan sehingga muncul ketidakpuasan dalam bekerja. Hal

ini seharusnya menimbulkan mutu dan efisiensi yang relatif

rendah.

3. Kompleksitas tugas

Sebuah aspek penting dari konteks dimana seseorang

bekerja adalah kompleksitas masalah-masalah yang dihadapi.

Tugas terdiri dari 2 jenis yaitu tugas yang tak diprogram dan

tugas yang diprogram. Organisasi kecil memiliki tugas yang

tidak diprogram. Masalah-masalah mungkin tak dapat

diselesaikan karena kurangnya pengetahuan mengenai cara

memperoleh penyelesaiannya. Tugas yang tak diprogram dapat

menimbulkan stres yang tinggi serta ketakutan dan kecemasan.

14

Dalam jangka pendek, reaksi-reaksi akan berubah bergantung

dari hubungan-hubungan kelompok yang ada.

Pada organisasi besar, tugas yang dilakukan merupakan

tugas yang diprogram. Masalahnya bersifat sedemikian rupa,

sehingga penyelesaiannya atau prosedur untuk mencapai

penyelesaian itu sudah diketahui benar dan mudah untuk

menerapkan skill ini. Dengan tugas–tugas yang diprogram,

tingkat stres adalah rendah. Perilaku individu dan kelompok

adalah stabil dengan efisiensi dan efektivitas yang tinggi.

4. Rintangan-rintangan ruang fisik

Rintangan-rintangan fisik mempunyai dua aspek. Pada

satu pihak, rintangan-rintangan ruang fisik antar individu dan

antar kelompok itu memengaruhi interaksi. Semakin banyak

rintangan fisik yang dihadapi anggota semakin menurunnya

interaksi antar individu atau antar kelompok. Pada pihak lain,

hubungan-hubungan yang ada memengaruhi cara orang-orang

yang saling berhubungan secara fisik dan ruang.

5. Hubungan wewenang formal

Pelimpahan wewenang terdiri dari dua aspek yaitu

sentralisasi dan desentralisasi. Sentralisasi memiliki pengertian

bahwa wewenang tidak diberikan pada manajer level rendah atau

personalia operasi. Dalam hal ini karyawan pada level rendah

tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan. Mereka hanya

melaksanakan tindakan-tindakan yang diperintahkan oleh atasan.

Pada organisasi desentralisasi, keputusan-keputusan diserahkan

pada level-level lebih rendah. Organisasi sentralisasi berarti

berlakunya perspektif kantor pusat yang berfokus pada

pengembangan strategi umum. Jika organisasi adalah

desentralisasi, maka perhatian ditujukan pada taktik untuk

mengatasi keadaan setempat.

Tingkat pelimpahan yang cocok itu bergantung pada

kondisi yang terdapat dalam organisasi itu. Dengan semakin

15

kompleksnya organisasi karena meningkatnya ukuran, saling

ketergantungan arus kerja, kompleksnya tugas-tugas, dan

rintangan-rintangan fisik antar kelompok, maka sebuah syarat

fungsional untuk efisiensi adalah memindahkan keputusan-

keputusan level operasi dan mengkoordinirnya. Pemindahan

keputusan level operasi mendorong inisiatif dan motivasi dari

manajemen level rendah karena mereka dilibatkan dalam

pengambilan keputusan.

6. Sistem kontrol formal

Kontrol sosial merupakan cara suatu kelompok atau

masyarakat membuat para anggotanya berperilaku sesuai dengan

apa yang diharapkan. Kontrol sosial dibedakan dalam kontrol

sosial yang berbentuk formal dan informal. Pada organisasi

besar, kontrol yang biasa digunakan adalah kontrol formal maka

kontrol sosial yang efektif selain kontrol sosial yang diterapkan

dengan cara tekanan sosial juga dengan diberlakukannya aturan

dan hukum formal serta bentuk-bentuk sanksi yang resmi, dan

juga kontrol sosial melalui kekuatan. Kontrol yang efektif dapat

menciptakan perilaku karyawan yang positif. Sistem kontrol

berkaitan dengan standar yang diterapkan oleh organisasi.

Semakin besar organisasi maka semakin tinggi standar yang

ditetapkan organisasi.

7. Sistem informasi formal

Sistem informasi formal dapat dilihat dari dua aspek

yaitu jaringan kerja dan kepadatan saluran. Ukuran organisasi

akan memengaruhi sistem informasi informal. Semakin besar

ukuran organisasi maka akan semakin rasional sistem informasi

yang digunakan.

2.2. Penolakan terhadap Perubahan

Semua organisasi dan individu tidak dapat menghindar dari

perubahan. Namun, perubahan yang terjadi dapat menimbulkan resistensi

dan keresahan pada karyawan. Hal ini dikarenakan individu takut

16

mengalami kerugian secara ekonomis, ketidakpastian, ketidaknyamanan,

dan rusaknya pola sosial yang normal. Hampir semua perubahan struktur,

teknologi, orang, atau strategi memiliki potensi untuk merusak

kenyamanan pola hubungan. Penolakan terhadap perubahan dapat dilihat

sebagai ancaman tunggal terbesar bagi keberhasilan implementasi strategi

(David, 2006). Keengganan atau penolakan terhadap perubahan dapat

terjadi secara terang-terangan dan tersirat.

Menurut David (2006) terdapat tiga strategi yang dapat dipakai

oleh manajemen tingkat atas untuk mengelola penolakan yaitu strategi

memaksakan perubahan, strategi mengajarkan perubahan, strategi

menimbulkan ketertarikan atau merasionalkan perubahan. Strategi

memaksakan perubahan adalah memberikan perintah dan mendorong

perintah tersebut agar dilaksanakan. Strategi ini memiliki kelebihan

berupa kecepatan, namun menimbulkan rendahnya komitmen dan

penolakan yang kuat. Sedangkan strategi mengajarkan perubahan

memberikan informasi untuk meyakinkan orang tentang pentingnya

perubahan. Kekurangan dari strategi ini adalah implementasinya yang

lambat dan sulit. Namun, strategi ini bisa mendorong komitmen yang

lebih tinggi dan penolakan yang lebih lemah dari strategi pemaksaan.

Terakhir, strategi menimbulkan ketertarikan dan merasionalkan

perubahan adalah strategi untuk meyakinkan individu bahwa perubahan

memberikan keuntungan personal bagi mereka. Ketika rangsangan

tersebut berhasil, implementasi strategi dapat dilakukan relatif mudah.

Menurut Robbins (1996), terdapat enam taktik yang digunakan

oleh pihak manajemen dalam menangani keengganan dan penolakan

terhadap perubahan, antara lain :

1. Pendidikan dan komunikasi

Keengganan dapat dikurangi lewat komunikasi. Pada dasarnya taktik

ini mengandaikan bahwa sumber keengganan terletak dalam salah

informasi atau komunikasi yang buruk. Penerapan diskusi seorang

demi seorang, presentasi yang disajikan kepada kelompok-kelompok,

memo-memo, laporan-laporan, demonstrasi-demonstasi untuk

17

mendidik orang-orang sehubungan dengan adanya perubahan yang

akan dilaksanakan dapat membantu karyawan untuk melihat dan

memahami logika suatu perubahan yang diusulkan.

2. Partisipasi

Sebelum melakukan perubahan, mereka yang menentang perubahan

dapat diajak untuk berpartisipasi dalam proses keputusan. Individu

yang dilibatkan dapat memberikan sumbangan ide dan saran yang

berarti. Keterlibatan individu tersebut dapat mengurangi penolakan,

memperoleh komitmen, dan meningkatkan kualitas keputusan

perubahan itu. Tetapi kelemahannya adalah potensial untuk pemecahan

yang buruk dan menghabiskan banyak waktu.

3. Fasilitas dan dukungan

Agen perubahan dapat menawarkan suatu deretan upaya pendukung

untuk mengurangi keengganan. Bila rasa takut dan kecemasan

karyawan tinggi, penyuluhan dan terapi karyawan, pelatihan

keterampilan baru, atau cuti pendek yang dibayar dapat memudahkan

penyesuaian. Namun, taktik ini dapat memakan waktu, mahal, dan

pelaksanaannya tidak menjamin kesuksesan.

4. Perundingan

Suatu cara lain menangani keengganan potensial terhadap perubahan

adalah mempertukarkan sesuatu yang berharga untuk mengurangi

keengganan itu. Kelemahan dari taktik ini adalah, tingginya biaya yang

dikeluarkan dan timbulnya pemerasan.

5. Manipulasi dan kooptasi

Manipulasi mengacu pada upaya pengaruh yang tersembunyi.

Memuntir dan memutarbalik fakta untuk membuat fakta itu tampak

lebih menarik, menahan informasi yang tidak diinginkan, dan

menciptakan desas-desus palsu agar para karyawan menerima dengan

baik suatu perubahan. Sedangkan kooptasi berupaya menyuap

pemimpin kelompok penolak dengan memberi mereka peran utama

dalam keputusan perubahan. Hal ini bertujuan bukan untuk mencari

keputusan yang lebih baik tetapi untuk memperoleh dukungan mereka.

18

Baik manipulasi dan kooptasi relatif tidak mahal dan merupakan cara

yang mudah untuk memperoleh dukungan dari lawan. Namun, taktik

ini dapat menjadi bumerang jika sasaran itu menyadari bahwa diri

mereka diperangkap atau dimanfaatkan. Sekali terungkap, kredibilitas

agen perubahan dapat merosot.

6. Pemaksaan

Pemaksaan yaitu penggunaan kekuatan dan mengancam pihak yang

menentang dengan aneka macam dampak yang tidak disukai andaikan

para karyawan tidak mematuhi ketentuan-ketentuan yang menyertai

perubahan tersebut.

2.3. Kebijakan

Kebijakan perusahaan dapat didefinisikan sebagai pernyataan

keinginan dan kehendak manajemen untuk mengatur kegiatan guna

mencapai tujuan perusahaan (Steiner dan Miner, 1997). Kebijakan

menjelaskan bagaimana cara pencapaian tujuan dengan menentukan

petunjuk yang harus diikuti. Kebijakan ini dirancang untuk menjamin

konsistensi tujuan dan untuk menghindari keputusan yang berwawasan

sempit yang dapat mengurangi konsentrasi terhadap tujuan yang akan

dicapai.

Kebijakan merupakan pedoman perusahaan untuk berpikir tentang

bagaimana cara menjalankan perusahaan. Dengan adanya kebijakan,

perusahaan dapat menentukan arah yang harus ditempuh guna mencapai

suatu sasaran. Di dalam kebijakan juga menetapkan batas-batas yang

harus dipatuhi oleh seluruh karyawan. Kebijakan dapat berlangsung

sebentar atau lama tergantung dari pencapaian tujuan perusahaannya.

Menurut Chandler dalam Steiner dan Miner (1997), sebuah

perusahaan yang kurang efisien dalam menggunakan sumber dayanya

dapat berhasil jika kebijakan pokoknya tepat. Di pihak lain, suatu

perusahaan mungkin sangat efisien dalam mengorganisasi produksinya,

tetapi akan gagal jika kebijakan utamanya tidak memadai. Kesuksesan

serta keefektifan kebijakan yang dijalankan dapat dilihat dari tujuan yang

dicapai. Apabila tujuan tercapai, maka kebijakan yang dijalannya sangat

19

tepat. Apabila tujuan tidak tercapai maka kebijakan yang diterapkan tidak

sesuai dengan kondisi perusahaan.

Kebijakan memiliki peran penting untuk memaksimalkan potensi

perusahaan. Perusahaan menetapkan kebijakan organisasinya dengan

melihat unsur-unsur kebijakan. Menurut Steiner dan Miner (1997), unsur-

unsur utama kebijakan antara lain :

a. Tujuan

Tujuan utama perusahaan dapat digambarkan dengan dua cara.

Pertama, tujuan pokok yang ditetapkan masyarakat untuk perusahaan.

Lembaga bisnis diciptakan dan ditunjang oleh masyarakat untuk

mencapai sasaran. Apabila para manajer, khususnya perusahaan

besar, mengabaikan tujuan kemasyarakatan ini, maka akibatnya

mungkin adalah bahwa pemerintah akan lebih banyak campur tangan.

Kedua, tujuan pokok ditentukan oleh para manajer sebuah organisasi

secara eksplisit dan implisit. Tujuan ini meliputi serentetan subjek

mulai dari ekonomis sampai yang etis. Tujuan ini dinyatakan dalam

rumusan dan pengertian yang luas dan cenderung berumur panjang

yang biasa disebut visi perusahaan.

b. Misi

Pernyataan misi pada hakikatnya mengidentifikasikan desain, tujuan,

dan arah perusahaan. Misi mengarah pada cara-cara yang ditempuh

guna mencapai tujuan perusahaan. Misi menentukan bagaimana

sumber daya perusahaan dialokasikan.

c. Sasaran

Sasaran merupakan suatu kerangka acuan yang penting untuk

perencanaan dalam mengembangkan kegiatan tertentu guna menjamin

pencapaiannya. Sasaran dapat dilihat dari jangka waktunya yaitu

jangka pendek dan jangka panjang. Sasaran jangka pendek adalah

sasaran yang harus dicapai dalam kurun waktu setahun. Sedangkan

sasaran jangka panjang adalah sasaran yang dapat dicapai lebih dari

setahun.

20

2.4.Restrukturisasi Organisasi

Rasionalisasi merupakan salah satu bentuk usaha untuk mengelola

prinsip-prinsip manajemen dalam rangka meningkatkan efisiensi.

Rasionalisasi terdiri dari perubahan-perubahan fisik seperti perubahan

karyawan, perubahan teknologi, dan perubahan struktur. Restrukturisasi

diartikan sebagai bentuk dan tingkat kompetensi yang dapat dicapai oleh

organisasi. Sebagai upaya meningkatkan efisiensi, seringkali perusahaan

melakukan restrukturisasi usaha dengan beberapa cara seperti

penggabungan usaha, peleburan usaha, pemekaran usaha atau

pengambilalihan usaha. Restrukturisasi merupakan kegiatan untuk

mengubah struktur perusahaan. Restrukturisasi dapat berarti

memperbesar atau memperkecil struktur perusahaan. Dalam pengertian

perbesaran termasuk akusisi dan merger (penggabungan). Sebaliknya

dalam perampingan (down sizing) termasuk penjualan unit (sell off),

pemisahan unit (spin off), dan pemecahan usaha (split off) (Husnan,

1998).

Menurut David (2006), Restrukturisasi atau disebut juga

pengurangan (downsizing), rightsizing, atau penghilang lapisan

(delayering) adalah mengurangi ukuran perusahaan, jumlah divisi, unit

atau tingkat hirarki dalam struktur organisasi. Pengukuran ini

dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas.

Restrukturisasi lebih berpihak pada kepentingan pemegang saham

daripada kepentingan karyawan. Perusahaan melakukan restrukturisasi

ketika beberapa rasio tidak sesuai harapan dibandingkan dengan yang

dimiliki pesaing. Manfaat utama dari restrukturisasi adalah pengurangan

biaya dan bisa menyelamatkan perusahaan dari persaingan global serta

keruntuhan. Namun di sisi lain, kelemahan restrukturisasi adalah dapat

mengurangi komitmen karyawan, kreativitas, dan inovasi serta adanya

ketidakpastian dan trauma yang berhubungan dengan penundaan atau

pemecatan karyawan yang sesungguhnya. Selain itu, dengan adanya

restrukturisasi bisa berdampak pada semangat kerja karyawannya.

21

Menurut Undang-Undang No.19 tahun 2003 tentang BUMN,

restrukturisasi sebagai upaya yang dilakukan dalam rangka penyehatan

BUMN agar dapat beroperasi secara efisien, transparan, dan profesional

yang merupakan salah satu langkah strategis untuk memperbaiki kondisi

internal perusahaan guna memperbaiki kinerja dan meningkatkan nilai

perusahaan. Restrukturisasi bertujuan untuk :

a. Meningkatkan kinerja nilai perusahaan.

b. Memberikan manfaat berupa deviden dan pajak kepada negara.

c. Menghasilkan produk dan layanan dengan harga yang kompetitif

kepada konsumen.

d. Memudahkan pelaksanaan privatisasi. Pelaksanaan restrukturisasi

harus memperhatikan asas biaya dan manfaat yang diperoleh.

2.5.Kinerja

Kinerja adalah hasil dari proses pekerjaan tertentu secara

terencana pada waktu dan tempat dari karyawan serta organisasi yang

bersangkutan (Mangkuprawira dan Vitayala, 2007). Tidak hanya dilihat

dari hasil, kinerja juga dapat dilihat dari proses dan pendapatan

perusahaan. Ukuran kinerja tersebut hendaknya disesuaikan dengan

standar kinerja yang telah ditetapkan sebelumnya. Kinerja juga harus

mengacu pada visi, misi, serta sasaran perusahaan.

Menurut Mangkunegara (2004), kinerja merupakan hasil kerja

secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam

melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan

kepadanya. Bentuk kinerja dapat berwujud (kualitas) dan tidak berwujud

(kuantitas), yang semuanya mengacu pada mutu sumber daya manusia

dalam melakukan pekerjaannya. Kinerja sangatlah penting bagi

perusahaan, sehingga harus dikelola dengan baik.

Kinerja merupakan tanggung jawab setiap individu terhadap

pekerjaannya, membantu mendefinisikan harapan kinerja, mengusahakan

kerangka kerja bagi supervisor dan pekerja saling berkomunikasi. Tujuan

kinerja adalah menyesuaikan harapan individual dengan tujuan

22

organisasi. Kesesuaian tujuan karyawan dan tujuan organisasi akan

menciptakan kinerja yang lebih baik (Wibowo, 2007).

Kinerja sebagai hasil kerja dapat dipengaruhi oleh beberapa

faktor. Faktor yang memengaruhi kinerja tersebut hendaknya dapat

dikelola dengan baik sehingga dihasilkan kinerja yang baik bagi

perusahaan. Faktor tersebut dapat berupa ekstrinsik yang bersumber dari

luar dan intrinsik yang bersumber dari dalam karyawan. Menurut

Mangkuprawira dan Vitayala (2007), faktor-faktor yang memengaruhi

kinerja antara lain :

a. Faktor personal/individual

Faktor personal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri para

karyawan yang meliputi pengetahuan, keterampilan, motivasi,

kepercayaan diri dan komitmen terhadap perusahaan. Faktor ini

tumbuh dari diri masing-masing karyawan. Faktor ini dapat

dirangsang oleh fasilitas tangible atau intangible yang diberikan oleh

perusahaan.

b. Faktor kepemimpinan

Para manajer puncak memiliki peran penting dalam kesuksesan

perusahaan yang dapat dilihat dari kinerja yang baik dari para

karyawannya. Faktor kepemimpinan ini meliputi aspek kualitas dari

manajer dan team leader yang memberikan arahan, semangat,

dukungan, serta dorongan untuk bekerja kepada para karyawan.

c. Faktor tim

Dalam mengerjakan tugas yang diberikan perusahaan, ada yang

dikerjakan individu dan ada yang dikerjakan secara berkelompok.

Oleh karena itu lingkungan kerja seperti rekan kerja dalam tim dapat

memengaruhi kinerja individu. Faktor tim ini dapat meliputi dorongan

dan semangat yang diberikan rekan kerja dalam tim, kepercayaan

terhadap sesama anggota tim, kekompakan, dan keeratan anggota tim.

d. Faktor sistem

Perusahaan selalu merancang sistem organisasinya dengan baik agar

perusahaan dapat berjalan dengan produktif. Sistem yang dirancang

23

ini diharapkan dapat memberikan output berupa kinerja yang positif

bagi karyawannya. Sistem ini dapat berupa sistem kerja, fasilitas

kerja, atau infrastruktur yang diberikan organisasi, proses organisasi,

dan kultur kinerja organisasi.

e. Faktor kontekstual (situasional)

Dalam pengoperasiannya, perusahaan dipengaruhi oleh faktor

situasional. Faktor ini dapat menjadi hambatan atau keuntungan bagi

perusahaan. Namun yang jelas, adanya faktor ini dapat memberikan

tekanan serta perubahan internal dan eksternal perusahaan yang dapat

berpengaruh terhadap kinerja.

Arep dan Tanjung (2003) menyatakan bahwa faktor-faktor

manajerial dan sikap yang diukur dalam menilai prestasi kerja karyawan,

yaitu kemampuan merencanakan, kemampuan berorganisasi, koordinasi,

penyeliaan, kepemimpinan dan dinamika, inisiatif, kepandaian mencari

akal, kreativitas dan imajinasi, pengembangan para bawahan, sumbangan

kepada semangat kelompok, kemampuan analisis, pendelegasian,

hubungan masyarakat, sosiabilitas, kepercayaan pada diri sendiri,

pengambilan keputusan, kerjasama, fleksibilitas, penyelesaian masalah,

pengambilan resiko, kemampuan motivasi bawahan, mengelola konflik,

keterampilan komunikasi (lisan dan tulisan), keuletan, kerja keras,

integritas, niat, empati, keahlian, pengaturan data, dan perhatian terhadap

orang lain.

2.6.Hubungan Restrukturisasi Organisasi dengan Kinerja Karyawan

Dalam menghadapi kondisi persaingan bisnis yang semakin ketat,

perusahaan diharapkan mempunyai strategi atau kebijakan tertentu untuk

menyikapi kondisi tersebut. Pembenahan serta perbaikan organisasi

menjadi salah satu strategi atau kebijakan yang harus diterapkan

perusahaan agar dapat bertahan dan bahkan bisa mengungguli perusahaan

lain. Pembenahan dan perbaikan tidak selalu dilakukan pada saat kondisi

perusahaan menurun, tetapi dapat dilakukan setiap kali sesuai dengan

kebutuhannya. Perusahaan yang tidak melakukan pembenahan dan

penyesuaian akan tertinggal dengan para pesaing lainnya.

24

Salah satu pembenahan serta perbaikan yang dapat dilakukan oleh

perusahaan adalah mengenai struktur perusahaannya. Dengan adanya

perbaikan struktur perusahaan, maka terjadilah perubahan organisasi yang

dikarenakan adanya perubahan struktur atau lebih dikenal dengan istilah

restrukturisasi. Perubahan organisasi dengan adanya perubahan struktur

ini bertujuan untuk membuat kinerja organisasi menjadi lebih baik

(Cahayani, 2003). Kinerja organisasi merupakan kinerja dari para

karyawannya.

Pimpinan perusahaan mengeluarkan kebijakan untuk

merestrukturisasi perusahaannya dikarenakan perusahaan memerlukan

perubahan atau penyesuaian dengan kondisi persaingan. Apabila

pimpinan perusahaan tetap menerapkan kebijakan lama yang sudah tidak

sesuai dengan kondisi maka akan mempertaruhkan kelangsungan

perusahaannya dan akan tertinggal dengan para pesaing lainnya. Dengan

merestrukturisasi organisasinya, maka diharapkan dapat meningkatkan

kinerja karyawan dan pada akhirnya akan meningkatkan kinerja

organisasi.

Menurut Mangkuprawira dan Vitayala (2007), salah satu faktor

yang dapat memengaruhi kinerja adalah faktor sistem. Perusahaan selalu

merancang sistem organisasinya dengan baik agar perusahaan dapat

berjalan dengan produktif. Sistem yang dirancang ini diharapkan dapat

memberikan output berupa kinerja yang positif bagi karyawannya. Sistem

ini dapat berupa sistem kerja, fasilitas kerja, atau infrastruktur yang

diberikan organisasi, proses organisasi, dan kultur kinerja organisasi.

Struktur perusahaan menjadi sebuah sistem bagi perusahaan untuk

melakukan kegiatannya. Apabila struktur perusahaan mengalami

perubahan maka akan memengaruhi kinerja karyawan.

Perubahan kondisi perusahaan sering menuntut manajemen untuk

mengubah iklim supaya perusahaan semakin inovatif dan menciptakan

produk atau cara kerja yang baru. Iklim ini bisa diciptakan bila

perusahaan memperbaiki manajemen dan aspek-aspek keorganisasian,

misalnya kondisi kerja, sistem insentif, dan manajemen kinerja.

25

Restrukturisasi merupakan langkah yang dapat diambil dalam

meningkatkan efisiensi serta efektifitas organisasi. Namun di sisi lain

terdapat kelemahan dalam restruktursasi. Restrukturisasi dapat

mengurangi komitmen karyawan, kreativitas, dan inovasi serta adanya

ketidakpastian dan trauma yang berhubungan dengan penundaan atau

pemecatan karyawan yang sesungguhnya. Selain itu, dengan adanya

restrukturisasi bisa berdampak pada semangat kerja karyawannya dan

akan memengaruhi performance para karyawannya.

Salah satu tujuan restrukturisasi organisasi adalah meningkatkan

kinerja organisasi yang dapat dilihat dari kinerja para karyawan. Maka

dari itu, penelitian ini akan menganalisis sejauh mana persepsi karyawan

mengenai restrukturisasi organisasi dan kinerja karyawan. Kemudian dari

persepsi tersebut akan dilihat hubungan restrukturisasi organisasi dengan

kinerja karyawan. Penelitian ini juga akan membahas mengenai implikasi

manajerial yang dilakukan oleh perusahaan sehubungan dengan adanya

restrukturisasi organisasi.

2.7. Penelitian Terdahulu

Menurut Tobing (2000) dalam tesisnya yang berjudul “Analisis

Kinerja Pegawai PD Pasar Jaya”, (1) secara umum kinerja pegawai dan

pengembangan SDM yang ditunjukkan kondisi manajemen karir,

pendidikan dan pelatihan, dan sistem kompensasi diterapkan di PD Pasar

Jaya cenderung masih negatif dan perlu dibenahi, (2) terdapat hubungan

korelasi yang sangat nyata antara kinerja pegawai PD Pasar Jaya dengan

kondisi manajemen karir, pendidikan dan pelatihan, dan sistem

kompensasi. Hasil ini menunjukkan bahwa rendahnya kondisi kinerja

pegawai berkorelasi langsung dengan rendahnya kondisi ketiga

pengembangan SDM-nya (manajemen karir, pendidikan dan pelatihan,

dan sistem kompensasi), (3) faktor-faktor yang dominan untuk

diupayakan perbaikannya adalah meliputi seluruh indikan yang dianalisis,

kecuali kecukupan gaji dan kesetaraan gaji dan jabatan yang relatif masih

dapat diterima oleh Pegawai PD Pasar Jaya meskipun tidak sepenuhnya

memuaskan. Dengan demikian atas kondisi-kondisi ini manajemen PD

26

Pasar Jaya harus melakukan upaya pembenahan dan sekaligus upaya

pembaharuan manajemen yang terkait dengan manajemen pegawainya

agar kinerja pegawai PD Pasar Jaya meningkat dan berdaya saing tinggi.

Menurut Rahma (2004) dalam skripsinya yang berjudul

“Pengaruh Kinerja Modal Manusia terhadap Produktivitas dan

Profitabilitas Perusahaan (Studi Kasus Restrukturisasi Organisasi PT

Sucofindo (persero))”, implementasi restrukturisasi organisasi yang

dilakukan PT Sucofindo dalam program transformasi bisnis tahun 2001

menghasilkan enam aspek perubahan yaitu : (1) pengelompokkan unit

usaha, (2) jumlah tanggung jawab kinerja, (3) Jumlah lapisan struktural,

(4) sistem remunerasi, (5) jumlah unit kerja, dan (6) klasifikasi kantor

layanan cabang. Program ini berjalan dengan cukup baik sehingga kinerja

modal manusia dan kinerja perusahaan setelah transformasi ini mulai

bergerak positif. Pada jangka pendek, transformasi belum dapat dikatakan

berhasil atau tidak karena perusahaan banyak mengeluarkan biaya dan

masih beradaptasi dengan perubahan-perubahan yang ada.

Menurut Susanto (2006) dalam tesisnya yang berjudul “ Pengaruh

Restrukturisasi terhadap Motivasi Pegawai pada Biro Umum dan

Hubungan Masyarakat Sekretariat Jenderal Departemen Perdagangan”,

restrukturisasi pada biro umum dan hubungan masyarakat sekretariat

jenderal Departemen Perdagangan sudah dilaksanakan dengan baik.

Tingkat motivasi pegawai pada biro umum dan hubungan masyarakat

sudah termasuk tinggi. Hubungan restrukturisasi dengan motivasi

pegawai pada biro umum dan humas sudah cukup kuat dan signifikan.

Berarti dilaksanakannya restrukturisasi diikuti perubahan motivasi

pegawai. Hal ini terjadi pada semua pegawai yang ada di biro umum dan

humas. Jadi, restrukturisasi berpengaruh positif terhadap motivasi semua

pegawai.

Menurut Hidayat dan Imran (1999) dalam makalahnya yang

berjudul “Dampak Restrukturisasi Organisasi terhadap Kesejahteraan,

Motivasi, dan Kinerja Karyawan Kasus PT Garam (Persero)”, secara

nominal rata-rata pendapatan karyawan setelah adanya restrukturisasi

27

lebih besar dibandingkan sebelum adanya restrukturisasi. Namun

demikian, secara riil pendapatan tersebut sama saja, karena pada saat

yang bersamaan terjadi krisis moneter. Persepsi karyawan terhadap

kebutuhan rasa aman, kebutuhan sosial, kebutuhan penghargaan, dan

kinerja perusahaan tidak mempunyai pengaruh yang signifikan untuk

setiap jenjang jabatan. Sedangkan kebutuhan aktualisasi diri dalam hal ini

persepsi kemungkinan memperoleh promosi ada perbedaan yang

signifikan.

Menurut Afandi (2009) dalam tesisnya yang berjudul “Peran

Iklim Organisasi dalam Penilaian Perubahan dan Penyesuaian Karyawan

pada Perum Perhutani KPH Bogor” bahwa kondisi iklim organisasi

(partisipasi karyawan, hubungan karyawan, serta dukungan sosial dari

atasan) di KPH Bogor telah berada pada kondisi yang kondusif. Iklim

organisasi berperan tidak signifikan dalam meningkatkan penilaian

perubahan yang positif (stres perubahan yang lebih rendah, self-efficacy,

dan kontrol terhadap perubahan yang lebih tinggi) tetapi berperan

signifikan dalam memudahkan penyesuaian karyawan (kepuasan kerja,

kesehatan psikologis, dan komitmen yang lebih tinggi) terhadap

perubahan organisasi. Semakin kondusif iklim organisasi maka semakin

mudah bagi karyawan untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan yang

dialami.

Menurut Setiawan (2001) dalam tesis berjudul "Pengaruh

Variabel Struktural Organisasi Terhadap Kinerja BUMN Jasa Keuangan

Nonbank: Ukuran Persepsional Eksekutif Lini" bahwa Model OB untuk

penelitian ini sebagian besar mengadopsi variabel yang dikemukakan

Melcher. Hasilnya antara lain, perilaku individu BUMN yang diteliti

menjurus pada pola perilaku fungsional, yang kondusif guna

meningkatkan kinerja. BUMN yang diteliti tidak lepas dari cirinya yang

kental sebagai organisasi birokratis. Hasil penelitian ini menunjukkan

keadaan seperti kompleksitas tugas yang terspesialisasi dengan

interdependensi moderat (considerable spesialization). Spesialisasi di

BUMN memengaruhi keterlibatan kerja, kepuasan kerja, dan komitmen

28

kerja. Kuncinya terletak pada upaya untuk menjaga aliran kerja tetap

terprogram dan menetapkan sasaran yang dapat diprediksi hasilnya.

Selain itu, hasil yang akan dicapai cukup terprediksi, meski aliran

kerjanya (work flow) kurang terprogram. Delegasi kewenangannya

cenderung sentralistis. Kontrol formal lebih mengandalkan pendekatan

individual ketimbang kelembagaan. Pengarahan masih bersifat direktif

(komando), tetapi cenderung adaptif (demokratis). Hubungan antara

atasan dan bawahan yang harmonis menjadi kunci untuk memperkuat tim

kerja menuju organisasi yang efektif.

Penelitian ini memiliki perbedaan dengan penelitian-penelitian

sebelumnya, yang akan membahas mengenai restrukturisasi organisasi

dan korelasinya dengan kinerja karyawan. Penelitian-penelitian

sebelumnya membahas restrukturisasi dan korelasinya dengan motivasi

serta kesejahteraan karyawan. Penelitian ini juga merupakan penelitian

lanjutan yang telah dilakukan oleh Tobing (2000) yang menyatakan

bahwa kinerja karyawan PD Pasar Jaya masih rendah. Upaya

pembenahan dan penyempurnaan manajemen perlu dilakukan agar

kinerja karyawan PD Pasar Jaya dapat meningkat. Pada tahun 2003

sampai dengan 2007, PD Pasar Jaya telah mengeluarkan kebijakan untuk

menyempurnakan organisasinya. Salah satu kebijakan yang telah

dikeluarkan PD Pasar Jaya adalah merestrukturisasi organisasinya. Maka

dari itu penelitian ini akan menganalisis perubahan struktur organisasi

yang telah terjadi di PD Pasar Jaya dan akan dikorelasikan dengan kinerja

karyawan.