II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. - repository.ipb.ac.id · Minyak Sawit Kelapa sawit menghasilkan dua...

26
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Sawit Kelapa sawit menghasilkan dua macam minyak yang sangat berlainan sifatnya, yaitu minyak yang berasal dari sabut (mesokarp) dan minyak yang berasal dari inti/biji (kernel). Minyak kelapa sawit yang dihasilkan dari sabut dikenal dengan crude palm oil (CPO) dan dari biji disebut minyak inti sawit atau palm kernel oil (PKO). Neraca massa pengolahan kelapa sawit dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Neraca massa pengolahan kelapa sawit CPO diperoleh dari bagian mesokarp buah kelapa sawit yang telah mengalami beberapa proses, yaitu sterilisasi, pengepresan, dan klarifikasi. Minyak ini merupakan produk level pertama yang dapat memberikan nilai tambah sekitar 30% dari nilai tandan buah segar. Komponen asam lemak dominan pada CPO adalah asam palmitat dan oleat. Palm Kernel Oil (PKO) diperoleh dari bagian kernel buah kelapa sawit dengan cara pengepresan. Komponen asam lemak dominan penyusun PKO adalah asam laurat, miristat dan oleat. Minyak inti sawit Tandan Buah Segar (TBS) 100 % Brondolan 66,05 % Tandan Kosong + Air 33,95 % Mesocarp 53,67 % Nut 12,38 % Kernel 5,7 % Cangkang 6,68 % CPO 24,32 % Air 20,37 % Fiber 8,98 % Olein 18,97 % Stearin 4,37 % PFAD 0,98 % PKO 2,45 % Cake 2,55 %

Transcript of II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. - repository.ipb.ac.id · Minyak Sawit Kelapa sawit menghasilkan dua...

Page 1: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. - repository.ipb.ac.id · Minyak Sawit Kelapa sawit menghasilkan dua macam minyak yang sangat berlainan sifatnya, yaitu minyak yang berasal dari sabut (mesokarp)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Minyak Sawit

Kelapa sawit menghasilkan dua macam minyak yang sangat berlainan

sifatnya, yaitu minyak yang berasal dari sabut (mesokarp) dan minyak yang

berasal dari inti/biji (kernel). Minyak kelapa sawit yang dihasilkan dari sabut

dikenal dengan crude palm oil (CPO) dan dari biji disebut minyak inti sawit atau

palm kernel oil (PKO). Neraca massa pengolahan kelapa sawit dapat dilihat pada

Gambar 1.

Gambar 1. Neraca massa pengolahan kelapa sawit

CPO diperoleh dari bagian mesokarp buah kelapa sawit yang telah

mengalami beberapa proses, yaitu sterilisasi, pengepresan, dan klarifikasi. Minyak

ini merupakan produk level pertama yang dapat memberikan nilai tambah sekitar

30% dari nilai tandan buah segar. Komponen asam lemak dominan pada CPO

adalah asam palmitat dan oleat. Palm Kernel Oil (PKO) diperoleh dari bagian

kernel buah kelapa sawit dengan cara pengepresan. Komponen asam lemak

dominan penyusun PKO adalah asam laurat, miristat dan oleat. Minyak inti sawit

Tandan Buah Segar (TBS) 100 %

Brondolan 66,05 %

Tandan Kosong + Air 33,95 %

Mesocarp 53,67 %

Nut 12,38 %

Kernel 5,7 %

Cangkang 6,68 %

CPO 24,32 %

Air 20,37 %

Fiber 8,98 %

Olein 18,97 %

Stearin 4,37 %

PFAD 0,98 %

PKO 2,45 %

Cake 2,55 %

Page 2: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. - repository.ipb.ac.id · Minyak Sawit Kelapa sawit menghasilkan dua macam minyak yang sangat berlainan sifatnya, yaitu minyak yang berasal dari sabut (mesokarp)

8

(PKO) memiliki karakteristik yang sangat berbeda dengan minyak sawit (CPO).

Minyak inti sawit memiliki kandungan asam laurat yang sangat tinggi dengan titik

leleh yang tinggi, sedangkan minyak sawit didominasi oleh asam palmitat dengan

kisaran antara titik leleh dengan titik lunak (softening point) yang sangat jauh

(O’Brien, 2000).

Pemisahan asam lemak penyusun trigliserida pada minyak sawit dapat

dilakukan dengan menggunakan proses fraksinasi. Secara umum proses fraksinasi

minyak sawit dapat menghasilkan 73% olein, 21% stearin, 5% Palm Fatty Acid

Distillate (PFAD), dan 0,5% limbah. Komposisi asam lemak beberapa produk

sawit disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi asam lemak beberapa produk sawit

Jenis Bahan Asam Lemak CPO a) PKO b) Olein c) Stearin c) PFAD d) Laurat (C12:0) < 1,2 40 – 52 0,1 – 0,5 0,1 – 0,6 0,1 – 0,3 Miristat (C14:0) 0,5 – 5,9 14 – 18 0,9 – 1,4 1,1 – 1,9 0,9 – 1,5 Palmitat (C16:0) 32 – 59 7 – 9 37,9 – 41,7 47,2 – 73,8 42,9 - 51,0 Palmitoleat (C16:1) < 0,6 0,1 – 1 0,1 – 0,4 0,05 – 0,2 - Stearat (C18:0) 1,5 – 8 1 – 3 4,0 – 4,8 4,4 – 5,6 4,1 – 4,9 Oleat (C18:1) 27 – 52 11 – 19 40,7 – 43,9 15,6 – 37,0 32,8-39,8 Linoleat (C18:2) 5,0 – 14 0,5 – 2 10,4 – 13,4 3,2 – 9,8 8,6-11,3 Linolenat (C18:3) < 1,5 0,1 – 0,6 0,1 – 0,6 Arakhidat (C20:0) 0,2 – 0,5 0,1 – 0,6

Sumber : a) Godin dan Spensley (1971) dalam Salunkhe et al. (1992). b) Swern (1979). c) Basiron (1996). d) Hui (1996).

2.2. Proses Transesterifikasi

Metil ester dihasilkan melalui proses esterifikasi dan transesterifikasi

trigliserida. Transesterifikasi berfungsi untuk menggantikan gugus alkohol

gliserol dengan alkohol sederhana seperti metanol atau etanol. Umumnya katalis

yang digunakan adalah sodium metilat, NaOH atau KOH. Molekul TG pada

dasarnya merupakan triester dari gliserol dan tiga asam lemak. Transformasi

kimia lemak menjadi biodiesel melibatkan transesterifikasi spesies gliserida

dengan alkohol membentuk alkil ester. Diantara alkohol yang mungkin

digunakan, metanol lebih disukai karena berharga lebih murah (Lotero et al.,

Page 3: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. - repository.ipb.ac.id · Minyak Sawit Kelapa sawit menghasilkan dua macam minyak yang sangat berlainan sifatnya, yaitu minyak yang berasal dari sabut (mesokarp)

9

2004; Meher et al., 2004). Transesterifikasi merupakan suatu reaksi

kesetimbangan. Untuk mendorong reaksi bergerak ke kanan agar dihasilkan metil

ester maka perlu digunakan alkohol dalam jumlah berlebih atau salah satu produk

yang dihasilkan harus dipisahkan. Pada Gambar 2 disajikan reaksi

transesterifikasi trigliserida dengan metanol untuk menghasilkan metil ester

(biodiesel).

Proses transesterifikasi dipengaruhi oleh berbagai faktor tergantung

kondisi reaksinya (Meher el al., 2004). Faktor tersebut diantaranya adalah rasio

molar minyak dengan alkohol, waktu reaksi, suhu, jenis katalis dan

konsentrasinya, karakteristik trigliserida dan intensitas pencampuran, kandungan

asam lemak bebas dan kadar air minyak, dan penggunaan cosolvent organik.

Kualitas biodiesel dipengaruhi oleh kualitas bahan baku minyak (feedstock),

komposisi asam lemak dari minyak, proses produksi dan bahan lain yang

digunakan dalam proses dan parameter pasca-produksi seperti kontaminan

(Gerpen, 2004). Kontaminan tersebut diantaranya adalah bahan tak tersabunkan,

air, gliserin bebas, gliserin terikat, alkohol, FFA, sabun, residu katalis (Gerpen,

1996). Reaksi transesterifikasi secara curah (batch) lebih sederhana, dan dapat

mengkonversi minyak menjadi metil ester hingga 80 - 94% dalam waktu 30 – 120

menit. Reaktor esterifikasi secara kontinyu telah dikembangkan untuk mengurangi

R1 C

O

OCH2

R2 C

O

OCH

R3 C

O

OCH2

+ 3 CH3OH

HOCH2

HOCH

HOCH2

3 R C

O

OCH3+

trigliserida metanol gliserin metil ester

katalis

Gambar 2. Reaksi transesterifikasi trigliserida dengan metanol

Page 4: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. - repository.ipb.ac.id · Minyak Sawit Kelapa sawit menghasilkan dua macam minyak yang sangat berlainan sifatnya, yaitu minyak yang berasal dari sabut (mesokarp)

10

ukuran reaktor dan waktu reaksi. Noureddini et al. (1996) melaporkan

memperoleh hasil 98% dalam waktu 1 menit sampai 1 jam.

2.3. Surfaktan

Surfaktan atau surface active agent merupakan suatu molekul amphipatic

atau amphiphilic yang mengandung gugus hidrofilik dan lipofilik dalam satu

molekul yang sama. Berdasarkan kegunaannya, surfaktan diklasifikasikan

menjadi deterjen, bahan pembasah (wetting agent), emulsifier, agen pendispersi,

agen pembusa (frothing agent) (Swern, 1979). Sifat-sifat surfaktan adalah mampu

menurunkan tegangan permukaan, tegangan antarmuka, meningkatkan kestabilan

partikel yang terdispersi dan mengontrol jenis formasi emulsi misalnya oil in

water (o/w) atau water in oil (w/o). Di samping itu, surfaktan akan terserap ke

dalam permukaan partikel minyak atau air sebagai penghalang yang akan

mengurangi atau menghambat penggabungan (coalescence) dari partikel yang

terdispersi (Rieger, 1985).

Klasifikasi surfaktan terbagi atas empat kelompok yaitu surfaktan anionik,

surfaktan kationik, surfaktan nonionik dan surfaktan amfoterik (Rieger, 1985).

Menurut Hui (1996) dan Matheson (1996) surfaktan dapat diklasifikasikan

menjadi empat kelompok besar, yaitu anionik, kationik, nonionik, dan amfoterik.

Masing-masing kelompok surfaktan tersebut memiliki struktur kimia dan perilaku

yang berbeda. Surfaktan anionik adalah bahan aktif permukaan yang bagian

hidrofiliknya berhubungan dengan gugus anion (ion negatif). Dalam media cair,

molekul surfaktan anionik terpecah menjadi gugus kation yang bermuatan positif

dan gugus anion yang bermuatan negatif. Gugus anion merupakan pembawa sifat

aktif permukaan pada surfaktan anionik. Sebagaimana halnya surfaktan anionik,

surfaktan kationik juga memecah dalam media cair, dengan bagian kepala

(hidrofilik) pada surfaktan kationik adalah gugus kation yang bertindak sebagai

pembawa sifat aktif permukaan. Surfaktan nonionik tidak memecah dalam cairan

encer, daya larutnya disebabkan oleh gugus polar seperti poliglikol eter atau

poliol. Surfaktan amfoterik dalam media cair mengandung gugus positif dan

negatif pada molekul yang sama, sehingga rantai hidrofobik diikat oleh bagian

hidrofilik yang mengandung gugus positif dan negatif. Sehubungan dengan

Page 5: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. - repository.ipb.ac.id · Minyak Sawit Kelapa sawit menghasilkan dua macam minyak yang sangat berlainan sifatnya, yaitu minyak yang berasal dari sabut (mesokarp)

11

aplikasi surfaktan pada industri, jenis surfaktan yang dipilih pada proses

pembuatan suatu produk tergantung pada kinerja dan karakteristik surfaktan

tersebut serta produk akhir yang diinginkan.

Peranan surfaktan yang begitu berbeda dan beragam disebabkan oleh

struktur molekulnya yang tidak seimbang. Molekul surfaktan dapat

divisualisasikan seperti berudu ataupun bola raket mini yang terdiri atas bagian

kepala dan ekor. Bagian kepala bersifat hidrofilik (suka air), merupakan bagian

yang sangat polar, sedangkan bagian ekor bersifat hidrofobik (benci air/suka

minyak), merupakan bagian nonpolar. Kepala dapat berupa anion, kation atau

nonion, sedangkan ekor dapat berupa rantai linier atau cabang hidrokarbon.

Konfigurasi kepala-ekor tersebut membuat surfaktan memiliki fungsi yang

beragam di industri (Hui, 1996; Hasenhuettl, 1997). Aplikasi surfaktan pada

industri sangat luas, contohnya yaitu sebagai bahan utama pada industri deterjen

dan pembersih lainnya, bahan pembusaan dan emulsifier pada industri kosmetik

dan farmasi, bahan emulsifier pada industri cat, serta bahan emulsifier dan sanitasi

pada industri pangan (Hui, 1996). Pemakaian terbesar surfaktan adalah untuk

aplikasi pencucian dan pembersihan (washing and cleaning applications.

Menurut Matheson (1996), kelompok surfaktan terbesar dalam jumlah

pemakaian adalah surfaktan anionik, dengan aplikasi terbesar untuk washing and

cleaning products. Karakteristiknya yang hidrofilik disebabkan karena adanya

gugus ionik yang cukup besar, yang biasanya berupa gugus sulfat atau sulfonat.

Beberapa contoh surfaktan anionik yaitu alkilbenzen sulfonat linear (LAS),

alkohol sulfat (AS), alkohol eter sulfat (AES), alfa olefin sulfonat (AOS), parafin

(secondary alkane sulfonate, SAS), dan metil ester sulfonat (MES). Hal yang

sama tergambarkan dari aktivitas ekspor dan impor surfaktan Indonesia, dimana

baik volume ekspor maupun impor surfaktan terbesar di Indonesia adalah

surfaktan anionik. Pada Tabel 2 dan 3 disajikan data eskpor dan impor surfaktan

Indonesia.

Page 6: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. - repository.ipb.ac.id · Minyak Sawit Kelapa sawit menghasilkan dua macam minyak yang sangat berlainan sifatnya, yaitu minyak yang berasal dari sabut (mesokarp)

12

Tabel 2. Data ekspor surfaktan Indonesia tahun 2005 - 2009

Jenis Surfaktan Anionik Kationik Nonionik Lainnya Tahun Volume

(Kg) Nilai

(USD) Volume

(Kg) Nilai

(USD) Volume

(Kg) Nilai

(USD) Volume

(Kg) Nilai

(USD) 2009 31.695.464 39.452.807 132.993 154.972 6.032.206 8.632.236 6.107.254 6.314.5112008 29.042.000 46.769.566 63.820 79.762 4.380.840 7.981.815 6.875.800 7.334.971 2007 34.051.157 40.184.851 219.881 184.373 3.323.118 5.631.458 5.992.161 5.443.039 2006 26.201.796 29.154.490 266.974 286.964 2.323.129 3.654.845 4.190.190 3.754.886 2005 21.053.245 23.617.016 135.618 168.596 1.320.519 1.851.079 4.241.430 3.507.145

Sumber : BPS (2010).

Tabel 3. Data impor surfaktan Indonesia tahun 2005 - 2009

Jenis Surfaktan Anionik Kationik Nonionik Lainnya Tahun Volume

(Kg) Nilai

(USD) Volume

(Kg) Nilai

(USD) Volume

(Kg) Nilai

(USD) Volume

(Kg) Nilai

(USD) 2009 23.625.842 28.785.766 349.752 544.818 4.594.962 6.148.480 1.282.671 1.586.341 2008 17.514.548 28.964.737 367.594 587.319 4.397.641 8.420.211 4.121.177 5.060.178 2007 13.262.553 16.975.633 298.823 406.974 1.982.829 2.679.349 3.730.172 3.254.190 2006 20.323.451 25.161.752 357.772 512.953 1.779.542 2.257.060 8.286.006 8.797.486 2005 16.376.519 19.561.960 240.122 273.000 1.607.038 2.284.331 8.144.926 7.815.574

Sumber : BPS (2010).

2.4. Surfaktan MES

MES merupakan surfaktan anionik dengan struktur umum

RCH(CO2Me)SO3Na, sebagaimana disajikan pada Gambar 3. Surfaktan ini

dihasilkan melalui proses sulfonasi metil ester asam lemak (RCH2CO2Me) yang

diperoleh dari minyak nabati dan lemak hewani seperti minyak kelapa, minyak

sawit, minyak inti sawit, stearin sawit, minyak kedelai, dan lemak sapi (tallow)

(Robert, 2001; Watkins, 2001).

Gambar 3. Struktur kimia metil ester sulfonat (Watkins, 2001)

Hingga saat ini adanya pengembangan teknologi sulfonasi memungkinkan

MES menjadi bagian penting dalam formulasi deterjen. Pengembangan surfaktan

MES makin meningkat dengan terjadinya peningkatan ketersediaan bahan baku

Page 7: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. - repository.ipb.ac.id · Minyak Sawit Kelapa sawit menghasilkan dua macam minyak yang sangat berlainan sifatnya, yaitu minyak yang berasal dari sabut (mesokarp)

13

MES berupa ME C16 sebagai komponen terbesar, yang dihasilkan sebagai by

product produksi biodiesel (Ahmad et al., 2007). Menurut Mazzanti (2008),

beberapa pemain besar dalam industri deterjen telah mengadopsi MES, dengan

pertimbangan bahwa :

a. Peningkatan jumlah pabrik biodiesel di Asia Tenggara akan membuat

ketersediaan fraksi ME C16 dalam jumlah besar di masa depan sebagai bahan

baku untuk memproduksi MES dengan harga kompetitif makin meningkat,

meskipun terjadi fluktuasi harga yang sangat tajam dari minyak sawit. Hal ini

mengingat bahan baku MES yang digunakan merupakan hasil samping dari

pabrik biodiesel tersebut.

b. Peningkatan harga minyak bumi yang terus terjadi merefleksikan peningkatan

harga bahan baku berbasis minyak bumi (misalnya harga LAB), yang

membuat penggunaan MES menjadi semakin menarik secara ekonomi.

c. Perkembangan teknologi yang dicapai pada proses MES menjadi bentuk

bubuk yang sesuai untuk produk deterjen telah mendorong peningkatan

kualitas MES, keamanan proses produksi, dan pengurangan biaya proses

produksinya. Untuk alasan ini, instalasi pabrik produksi MES telah dilakukan

oleh Desmet Ballestra di Asia Tenggara dan Amerika Utara dengan kapasitas

keseluruhan mencapai 150.000 ton/tahun MES kering. Pabrik ini mulai

berproduksi skala industri pada akhir tahun 2008.

Menurut Matheson (1996), MES memperlihatkan karakteristik dispersi

yang baik, sifat detergensi yang baik terutama pada air dengan tingkat kesadahan

yang tinggi (hard water) dan tidak adanya fosfat, ester asam lemak C14, C16 dan

C18 memberikan tingkat detergensi terbaik, serta bersifat mudah didegradasi (good

biodegradability). Dibandingkan petroleum sulfonat, surfaktan MES

menunjukkan beberapa kelebihan diantaranya yaitu pada konsentrasi yang lebih

rendah daya deterjensinya sama dengan petroleum sulfonat, dapat

mempertahankan aktivitas enzim yang lebih baik, toleransi yang lebih baik

terhadap keberadaan kalsium, dan kandungan garam (disalt) lebih rendah.

Menurut Swern (1979), panjang molekul sangat kritis untuk keseimbangan

kebutuhan gugus hidrofilik dan lipofilik. Apabila rantai hidrofobik terlalu

panjang, akan terjadi ketidakseimbangan dimana terlalu besarnya afinitas untuk

Page 8: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. - repository.ipb.ac.id · Minyak Sawit Kelapa sawit menghasilkan dua macam minyak yang sangat berlainan sifatnya, yaitu minyak yang berasal dari sabut (mesokarp)

14

gugus minyak atau lemak atau terlalu kecilnya afinitas untuk gugus air, yang

mengakibatkan keterbatasan kelarutan di dalam air. Demikian juga sebaliknya,

apabila rantai hidrofobiknya terlalu pendek, komponen tidak akan terlalu bersifat

aktif permukaan (surface active) karena ketidakcukupan gugus hidrofobik dan

akan memiliki keterbatasan kelarutan dalam minyak. Pada umumnya panjang

rantai terbaik untuk surfaktan adalah asam lemak dengan 10-18 atom karbon.

MES dari minyak nabati yang mengandung atom karbon C10, C12 dan C14 biasa

digunakan untuk light duty dishwashing detergent, sedangkan MES dari minyak

nabati dengan atom karbon C16-18 dan tallow biasa digunakan untuk deterjen

bubuk dan deterjen cair (liquid laundry detergent). Pada suhu di bawah suhu

pencucian, MES C16 memperlihatkan daya detergensi terbaik, kemudian diikuti

oleh C18 dan C14 (Watkins, 2001).

Produksi MES skala pilot yang dilakukan oleh beberapa perusahaan

menggunakan kualitas bahan baku yang beragam. Procter and Gamble (P&G)

menggunakan ME C12-14, Henkel dan Chengdu Nymph menggunakan ME C16-18

dan Emery menggunakan methyl tallowate (MacArthur et al., 2002). Pada Tabel

4 disajikan perbandingan kualitas bahan baku metil ester yang digunakan untuk

memproduksi MES. Surfaktan MES tersebut diproduksi oleh P&G, Henkel dan

Chengdu dengan tujuan untuk diaplikasikan pada proses produksi deterjen.

2.5. Proses Sulfonasi

Proses sulfonasi dilakukan dengan mereaksikan kelompok sulfat dengan

minyak, asam lemak (fatty acid), ester, dan alkohol lemak (fatty alcohol).

Diistilahkan sebagai sulfonasi karena proses ini melibatkan penambahan gugus

sulfat pada senyawa organik. Jenis minyak yang biasanya disulfonasi adalah

minyak yang mengandung ikatan rangkap ataupun gugus hidroksil pada

molekulnya. Di industri, bahan baku minyak yang digunakan adalah minyak

berwujud cair yang kaya akan ikatan rangkap (Bernardini, 1983).

Menurut Jungermann (1979), proses sulfonasi molekul asam lemak dapat

terjadi pada tiga sisi yaitu (1) gugus karboksil, (2) bagian α-atom karbon, dan

(3) rantai tidak jenuh (ikatan rangkap) (Gambar 4). Pemilihan proses sulfonasi

tergantung pada banyak faktor yaitu karakteristik dan kualitas produk akhir yang

Page 9: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. - repository.ipb.ac.id · Minyak Sawit Kelapa sawit menghasilkan dua macam minyak yang sangat berlainan sifatnya, yaitu minyak yang berasal dari sabut (mesokarp)

15

diinginkan, kapasitas produksi yang disyaratkan, biaya bahan kimia, biaya

peralatan proses, sistem pengamanan yang diperlukan, dan biaya pembuangan

limbah hasil proses. Menurut Bernardini (1983) dan Pore (1976), reaktan yang

dapat dipakai pada proses sulfonasi antara lain asam sulfat (H2SO4), oleum

(larutan SO3 di dalam H2SO4), sulfur trioksida (SO3), NH2SO3H, dan ClSO3H.

Untuk menghasilkan kualitas produk terbaik, beberapa perlakuan penting yang

harus dipertimbangkan adalah rasio mol reaktan, suhu reaksi, konsentrasi grup

sulfat yang ditambahkan, waktu netralisasi, pH dan suhu netralisasi (Foster,

1996).

Tabel 4. Perbandingan kualitas bahan baku metil ester untuk produksi MES

Bahan Baku Metil Ester ME C12 a) ME C16

b) ME C16-18

b) ME C22 c)

BM 218 281 284 280 Bilangan iod (mg I/g ME) 1,0 3,9 1,9 1,3 Asam karboksilat (%) 0,074 0,25 1,89 n/a Bilangan tak tersabunkan (%) 0,05 0,27 0,06 n/a Bilangan asam (mg KOH/g ME)

0,15 0,5 3,8 0,4

Bilangan penyabunan (mg KOH/g ME)

252 197 191 n/a

Kadar air (%) 0,13 0,18 0,19 0,04 Komposisi asam lemak (%) : < C12 0,85 0,00 0,00 0,11 C12 72,59 0,28 0,28 0,16 C13 0,00 0,00 0,00 0,03 C14 26,90 2,56 1,55 4,15 C15 0,00 0,43 0,00 0,83 C16 0,51 48,36 60,18 25,55 C17 0,00 1,40 1,31 2,70 C18 0,00 46,24 35,68 64,45 >C18 0,00 0,74 1,01 1,06

Ket. a) Procter and Gamble, b) Henkel dan Chengdu Nymph, c) Emery. Sumber : MacArthur et al. (2002).

Gambar 4. Kemungkinan terikatnya pereaksi kimia dalam proses sulfonasi

(Jungermann, 1979)

Page 10: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. - repository.ipb.ac.id · Minyak Sawit Kelapa sawit menghasilkan dua macam minyak yang sangat berlainan sifatnya, yaitu minyak yang berasal dari sabut (mesokarp)

16

Menurut Foster (1996), proses sulfonasi menggunakan SO3 dilakukan

dengan cara melarutkan SO3 dengan udara yang sangat kering dan direaksikan

secara langsung dengan bahan baku organik yang digunakan. Sumber gas SO3

yang digunakan dapat berbentuk SO3 cair ataupun SO3 yang diproduksi dari hasil

pembakaran sulfur. Reaksi gas SO3 dengan bahan organik berlangsung cukup

cepat. Biaya proses sulfonasi dengan SO3 paling rendah dibandingkan proses

sulfonasi lainnya, menghasilkan produk yang berkualitas tinggi, proses bersifat

sinambung, dan sesuai untuk volume produksi yang besar.

Menurut Foster (1996), kelebihan pemakaian SO3 adalah SO3 mampu

mensulfonasi beragam bahan baku dan menghasilkan produk dengan kualitas baik

dibandingkan bila menggunakan jenis reaktan yang lain. Namun kendala yang

dihadapi bila menggunakan SO3 adalah sebagai berikut : (1) gas SO3 hasil

pembakaran SO2 umumnya memiliki konsentrasi 26 - 18 persen, sehingga harus

dilarutkan dengan udara kering ke kisaran normal untuk proses sulfonasi yaitu

antara 4 - 7 persen, (2) gas SO3 memiliki dew point yang lebih tinggi (umumnya -

35 oC) dibanding yang diperlukan pada instalasi sulfonasi (umumnya -60 hingga -

80 oC), sehingga sangat berpengaruh terhadap kualitas produk pada proses

sulfonasi, dan (3) biaya inisial peralatan yang mahal dan kompleks.

Proses sulfonasi metil ester untuk menghasilkan MES lebih kompleks

dibandingkan proses sulfonasi menggunakan bahan baku lainnya. Teknologi

sulfonasi yang telah berkembang saat ini memungkinkan untuk dihasilkannya

produk-produk hasil sulfonasi seperti linear alkylbenzene sulfonates (LAS),

primary alcohol sulfates (PAS), alcohol ethoxysulfates (AES), dan alpha olefin

sulfonates (AOS) tanpa perlu dilakukan proses pemucatan (bleaching) (Robert et

al,, 1988). Namun hal tersebut tidak berlaku pada proses sulfonasi ME, karena (1)

pada proses sulfonasi ME diperlukan secara signifikan rasio mol SO3 yang lebih

besar dibanding bahan baku ME, (2) diperlukan tahapan aging pada suhu tinggi,

dan (3) dihasilkan produk dengan warna yang sangat gelap (nilai Klett lebih dari

1000) (Schwuger dan Lewandowski, 1995), sehingga untuk proses produksi MES

yang diaplikasikan untuk deterjen harus dilengkapi dengan tahapan proses

pemucatan warna (bleaching).

Page 11: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. - repository.ipb.ac.id · Minyak Sawit Kelapa sawit menghasilkan dua macam minyak yang sangat berlainan sifatnya, yaitu minyak yang berasal dari sabut (mesokarp)

17

Menurut Robert et al. (2008), untuk memproduksi MES setidaknya

terdapat tiga tahapan penting, yaitu (a) tahap kontak ME/SO3, (b) tahap aging, dan

(c) tahap netralisasi. Pada tahap kontak ME/SO3, SO3 diabsorbsi oleh ME

membentuk produk antara. Rasio mol SO3-ME tidak boleh lebih rendah dari 1,2

karena akan menyebabkan tidak tercapainya konversi penuh ME. Tahapan ini

biasanya berlangsung cepat secara kontinyu pada reaktor falling film. Proses

sulfonasi ME belum menghasilkan MES, namun produk antara Methyl Ester

Sulfonic Acid (MESA) (MacArthur et al., 2002) atau fatty acid methyl ester (α-SF)

(Yamada dan Matsutani, 1996) yang bersifat asam. MESA merupakan surfaktan

anionik, memiliki deterjensi tinggi, dan bersifat biodegradable (Yamada dan

Matsutani, 1996). Pada tahap awal sulfonasi, sulfur trioksida diserap oleh metil

ester dan secara cepat membentuk produk anhidrid intermediet di dalam

keseimbangan yang mengaktifkan karbon alfa menuju reaksi sulfonasi untuk

membentuk produk intermediet. Produk intermediet akan mengalami penyusunan

kembali untuk melepaskan sulfur trioksida untuk membentuk asam sulfonat ester

metil yang diinginkan (MESA). Sulfur trioksida yang dilepaskan lalu akan

mengkonversi sisa produk anhidrid intermediet membentuk produk intermediet.

Produk intermediet kemudian akan dikonversi menjadi MESA (MacArthur et al.,

2002).    Stoikiometri sulfonasi ME disajikan pada Gambar 5. Jika produk

intermediet tersebut dinetralisasi sebelum terkonversi sempurna menjadi MESA,

maka banyak ME yang belum terkonversi, sehingga konversi ME menjadi produk

sulfonat hanya berkisar 60-75%. Produk sulfonat yang telah dinetralisasi pada

tahapan ini mengandung MES dalam jumlah kecil, sementara sebagian besar akan

terdiri atas disalt (RCH(CO2Na)SO3Na) bersama dengan sodium methyl sulfate

(SMS, MeOSO3Na), karenanya diperlukan proses aging.

Tahap aging merupakan tahap dimana produk antara bereaksi, sehingga

proses konversi ME menjadi produk sulfonat makin sempurna. Tahap aging pada

sulfonasi ME lebih sulit dibanding aging pada sulfonasi LAB, karena

mensyaratkan suhu minimal 80oC. Waktu diam yang dibutuhkan selama proses

aging bergantung pada suhu, rasio mol SO3/ME, target tingkat konversi yang

ingin dicapai, dan karakteristik reaktor yang digunakan. Sebagai gambaran, proses

sulfonasi menggunakan reaktor batch ataupun plug flow reactor (PFR), pada rasio

Page 12: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. - repository.ipb.ac.id · Minyak Sawit Kelapa sawit menghasilkan dua macam minyak yang sangat berlainan sifatnya, yaitu minyak yang berasal dari sabut (mesokarp)

18

mol 1,2 untuk kondisi proses sulfonasi 45 menit pada suhu 90oC ataupun pada

kondisi proses sulfonasi 3,5 menit pada suhu 120oC akan memberikan tingkat

konversi 98%. Sementara jika menggunakan continuously stirred tank reactor

(CSTR) maka waktu aging harus digandakan. Tahap nentralisasi diperlukan,

karena jika produk antara hasil reaksi bersifat asam tidak dinetralisasi akan

menyebabkan kerusakan pada warna. Khususnya untuk C16 dan bahan baku ME

dengan asam lemak lebih tinggi lainnya, dimana produk menjadi lebih kental dan

bahkan memadat kecuali jika dipanaskan. Untuk mengurangi warna gelap

tersebut, pada tahap pemucatan ditambahkan larutan H2O2 atau larutan metanol,

yang dilanjutkan dengan proses netralisasi dengan menambahkan larutan alkali

(KOH atau NaOH). Setelah melewati tahap netralisasi, produk yang berbentuk

pasta dikeringkan sehingga produk akhir yang dihasilkan berbentuk concentrated

pasta, solid flake, atau granula (Watkins, 2001).

 

Gambar 5. Stoikiometri sulfonasi ME (Robert et al., 2008)

 

Proses netralisasi pada skala komersial ataupun pilot biasanya dilakukan

secara kontinyu pada reaktor berbentuk loop. Hal ini penting untuk mencegah pH

ekstrem pada proses netralisasi, sehingga hidrolisis MES menjadi disalt dapat

dihindari. Produk sulfonasi mengandung campuran MES dan disalt

(RCH(CO2Na)SO3Na) dengan komposisi sekitar 80:20. Sodium metil sulfat

Page 13: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. - repository.ipb.ac.id · Minyak Sawit Kelapa sawit menghasilkan dua macam minyak yang sangat berlainan sifatnya, yaitu minyak yang berasal dari sabut (mesokarp)

19

(MeOSO3Na) juga terdapat pada jumlah yang ekivalen dengan molar disalt.

Menurut Gupta dan Wiese (1992) dalam reaktor sulfonasi, nisbah mol SO3 dan

alkil dikontrol antara 1,03 : 1 hingga 1,06 : 1 agar dicapai tingkat konversi yang

optimum tanpa menyebabkan terjadinya peningkatan reaksi samping ataupun

degradasi warna. Suhu reaktor dikontrol antara 110 - 150 oF (43 - 65 oC).

Sebelum proses sulfonasi dilakukan, terlebih dahulu gas SO3 dicampur dengan

udara kering hingga konsentrasinya menjadi 4 - 8 persen. Proses netralisasi dapat

dilakukan dengan menggunakan pelarut KOH, NH4OH, NaOH, atau alkanolamin.

Menurut Moreno et al. (2003) selama proses sulfonasi berlangsung produk

lain seperti anhidrid dan sulfon juga terbentuk. Sekitar 25% sulfon dan 75% LAB

yang tidak bereaksi dengan gas SO3 dapat dihilangkan selama proses aging dan

dikonversi menjadi bahan aktif. Anhidrid dapat dihilangkan melalui proses

hidrolisis, akan tetapi sulfon yang terbentuk selama proses sulit untuk dipisahkan.

Karena tingginya kadar warna produk yang dihasilkan (warna gelap),

maka tahapan bleaching perlu dilakukan jika produk akan digunakan untuk

deterjen laundry ataupun untuk consumer products lainnya. Tahap bleaching

umumnya menggunakan hidrogen peroksida sebagai bahan pemucat, yang dapat

memberikan hasil yang baik meski digunakan sebelum ataupun setelah netralisasi.

Bleaching dilakukan setelah tahap re-esterifikasi ataupun secara simultan dengan

re-esterifikasi dengan menambahkan metanol pada waktu yang sama. Hidrogen

peroksida umumnya digunakan sebagai larutan 35 atau 50% ditambahkan pada

konsentrasi 2-3%, Keberadaan air pada tahapan ini menyebabkan kecenderungan

terhidrolisisnya MESA, sehingga memicu peningkatan terbentuknya disalt setelah

netralisasi. Residu metanol dari re-esterifikasi, ataupun metanol yang

ditambahkan pada tahap bleaching dapat menekan laju hidrolisis dan juga

mengurangi viskositas dari campuran reaksi. Tanpa penambahan metanol, disalt

yang terbentuk akan semakin banyak sehingga dapat mengganggu jika nantinya

akan diaplikasikan. Tergantung pada spesifikasi yang disyaratkan, tahapan re-

esterifikasi dilakukan untuk mengkonversi prekursor disalt menjadi prekursor

MES. Tahapan ini meliputi penanganan campuran reaksi yang bersifat asam

dengan metanol sebelum dinetralisasi, dan tahapan ini dapat mereduksi

kandungan disalt dari produk hasil netralisasi (Robert et al., 2008).

Page 14: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. - repository.ipb.ac.id · Minyak Sawit Kelapa sawit menghasilkan dua macam minyak yang sangat berlainan sifatnya, yaitu minyak yang berasal dari sabut (mesokarp)

20

Baker (1995) telah memperoleh paten proses pembuatan sulfonated fatty

acid alkyl ester dengan tingkat kemurnian yang tinggi. Bahan baku yang

digunakan berasal dari asam lemak minyak nabati komersial. Proses sulfonasi

dilakukan dengan mereaksikan alkil ester dan gas SO3 dalam falling film reactor,

dengan perbandingan reaktan antara SO3 dan alkil ester yaitu 1,1 : 1 hingga 1,4 : 1

pada suhu proses antara 75 - 95 oC dan lama reaksi antara 20 - 90 menit, dan

dilanjutkan dengan netralisasi berulang untuk mereduksi bahan pengotor dalam

jumlah sedikit (termasuk disalt dan dimethyl sulfate (DMS)).  

Menurut Sheats dan MacArthur (2002), penelitian mengenai produksi

MES skala pilot plant secara sinambung telah dilakukan oleh Chemithon

Corporation. Produksi MES dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu tahap proses

sulfonasi dimulai dengan pemasukan bahan baku metil ester dan gas SO3 ke

reaktor dan selanjutnya diikuti dengan tahap aging (pencampuran di digester),

tahap pemucatan, tahap netralisasi, dan tahap pengeringan. Bahan baku yang

digunakan yaitu metil ester dari minyak kelapa, minyak inti sawit, stearin sawit,

minyak kedelai dan tallow. Bahan baku metil ester dimasukkan ke reaktor pada

suhu 40 - 56 oC, rasio mol reaktan SO3 dan metil ester sekitar 1,2 - 1,3 dan

konsentrasi gas SO3 7 persen dan suhu gas SO3 sekitar 42 oC. MES segera

ditransfer ke digester pada saat mencapai suhu 85oC, dengan lama proses 0,7 jam

(42 menit). Untuk pemurnian digunakan metanol sekitar 31 - 40 persen (b/b,

MES basis) dan H2O2 50 persen sekitar 1 - 4 persen (b/b, MES basis) pada suhu

95 - 100oC selama 1 - 1,5 jam. Metanol berfungsi untuk mengurangi

pembentukan disalt, mengurangi viskositas, dan mampu meningkatkan transfer

panas pada proses pemucatan. Proses netralisasi dilakukan dengan mencampurkan

bleached MES dengan pelarut NaOH 50 persen pada suhu 55 oC. Selanjutnya

produk MES hasil pemurnian dikeringkan pada suhu 145 oC dan tekanan 120 -

200 Torr agar diperoleh produk berupa pasta, powder atau flakes. Produk MES

yang dihasilkan melalui tahapan ini sesuai untuk kebutuhan industri deterjen yang

memerlukan surfaktan MES dengan warna pucat. Proses pemurnian palm C16-18

kalium metil ester sulfonat (KMES) yang diteliti oleh Sherry et al. (1995)

dilakukan tanpa melalui proses pemucatan. Pemurnian produk dilakukan dengan

Page 15: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. - repository.ipb.ac.id · Minyak Sawit Kelapa sawit menghasilkan dua macam minyak yang sangat berlainan sifatnya, yaitu minyak yang berasal dari sabut (mesokarp)

21

mencampurkan ester sulfonat dengan 10-15 persen metanol di dalam digester, dan

dilanjutkan dengan proses netralisasi berupa penambahan 50 persen KOH.

2.6. Enhanced Oil Recovery (EOR)

Minyak mentah (petroleum) adalah campuran yang kompleks, terutama

terdiri dari hidrokarbon bersama-sama dengan sejumlah kecil komponen yang

mengandung sulfur, oksigen dan nitrogen serta komponen yang mengandung

logam dalam jumlah sangat kecil. Menurut Said (1998), senyawa hidrokarbon

dapat digolongkan dalam empat jenis, yaitu (a) golongan paraffin (hidrokarbon

jenuh), (b) golongan hidrokarbon tak jenuh, (c) golongan naphtena, dan (d)

golongan aromatik. Golongan paraffin memiliki ikatan atom C yang tunggal,

sehingga membentuk rumus bangun yang mempunyai rantai terbuka, berupa gas,

cair ataupun zat padat tergantung dari jumlah atom C dalam satu molekul, dan jika

berada dalam ruangan yang mengandung udara atau oksigen dan diberi kalor akan

terbakar. Hidrokarbon tak jenuh adalah hidrokarbon yang mempunyai ikatan

rangkap ataupun ikatan tiga yang digunakan untuk mengikat dua atom C yang

berdekatan. Golongan ini dapat dibedakan menjadi tiga deretan, yaitu deretan

olefin, diolefin dan asitilen. Ikatannya sangat reaktif, sehingga jarang terdapat

dalam minyak mentah yang terbentuk di alam, tetapi dapat terbentuk dalam

jumlah besar pada proses cracking dari minyak mentah. Golongan naphtena

termasuk dalam hidrokarbon jenuh tetapi rantai karbonnya merupakan rantai

tertutup, bersifat stabil dan hampir sama dengan paraffin. Golongan aromatik

terdiri dari benzene dan turunannya, bersifat tidak reaktif dan tidak sestabil

golongan paraffin. Pada suhu dan tekanan standar hidrokarbon aromatik berada

dalam bentuk cair atau padat.

Batuan reservoir merupakan batuan berpori dimana dalam pori-pori

batuan tersebut terdapat akumulasi fluida reservoir seperti minyak, air dan gas.

Sekitar 60 % dari reservoir terdiri atas batu pasir dan 30 % terdiri atas batu

gamping dan sisanya batuan lain. Secara umum sifat yang dimiliki batuan

reservoir adalah yang berhubungan dengan sifat statik (porositas dan saturasi) dan

dinamik (permeabilitas). Menurut Lake (1989), porositas didefinisikan sebagai

perbandingan antara volume ruang yang kosong (pori-pori) terhadap volume total

Page 16: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. - repository.ipb.ac.id · Minyak Sawit Kelapa sawit menghasilkan dua macam minyak yang sangat berlainan sifatnya, yaitu minyak yang berasal dari sabut (mesokarp)

22

(bulk volume) dari suatu batuan. Ruang kosong tersebut dapat merupakan pori-

pori yang saling berhubungan satu sama lain, tetapi dapat pula merupakan rongga-

rongga yang saling terpisah atau tersekat. Porositas memiliki satuan dalam

persen. Klasifikasi porositas reservoir disajikan pada Tabel 5. Permeabilitas

adalah ukuran kemampuan suatu batuan berpori untuk mengalirkan fluida.

Permeabilitas berpengaruh terhadap besarnya kemampuan produksi (laju alir)

pada sumur-sumur penghasilnya. Besaran permeabilitas sangat bergantung dari

hubungan antara pori dalam batuan dengan satuan Darcy atau miliDarcy (mD),

namun harga permeabilitas tidak ada hubungan langsung dengan porositasnya.

Klasifikasi permeabilitas beberapa reservoir disajikan pada Tabel 6.

Tabel 5. Klasifikasi porositas reservoir

Porositas (%) Keterangan 0 – 5 Porositas jelek sekali 5 – 10 Porositas jelek 10 – 15 Porositas sedang 15 – 20 Porositas baik 20 – 25 Porositas baik sekali

Sumber : Koesoemadinata (1978).

Tabel 6. Klasifikasi permeabilitas reservoir

Permeabilitas (mD) Keterangan < 5 Ketat (tight)

5 – 10 Cukup (fair) 10 - 100 Baik (good)

100 – 1000 Baik sekali > 1000 Very good

Sumber : Koesoemadinata (1978).

Operasi perolehan minyak secara garis besar dibagi menjadi tiga bagian

yaitu primary recovery, secondary recovery dan tertiary recovery. Pada primary

recovery, perolehan minyak diperoleh dengan menggunakan tenaga dorong

alamiah yang diberikan oleh reservoir itu sendiri. Secondary dan tertiary

recovery dilakukan setelah tahap primary recovery mengalami penurunan

produksi. Teknologi ataupun metoda yang digunakan untuk meningkatkan

recovery minyak bumi disebut sebagai improved oil recovery (IOR). Salah satu

Page 17: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. - repository.ipb.ac.id · Minyak Sawit Kelapa sawit menghasilkan dua macam minyak yang sangat berlainan sifatnya, yaitu minyak yang berasal dari sabut (mesokarp)

23

teknik IOR yang melibatkan penginjeksian material untuk meningkatkan recovery

minyak bumi disebut sebagai enhanced oil recovery (EOR), yang biasanya

menggunakan injeksi gas tercampur, bahan kimia (chemical) ataupun thermal

energy untuk mengubah karakteristik dari suatu reservoir agar minyak yang

diperoleh lebih besar dibandingkan pada tahap sebelumnya (Lake, 1989).

Peningkatan perolehan minyak merupakan suatu teknologi yang

memerlukan biaya dan memiliki resiko yang tinggi. Untuk itu sebelum metode

EOR diterapkan di lapangan maka harus dikaji baik secara teknik maupun

ekonomi. Menurut Lake (1989), untuk mencapai hasil yang diinginkan dalam

penerapan metode EOR biasanya melalui tiga tahapan penyaringan berikut : (a)

Memilih metode EOR yang tepat, yaitu dengan cara membandingkan karakteristik

reservoir dengan kriteria penyaringan atau screening criteria yang telah dibuat

berdasarkan pengalaman di lapangan dan di laboratorium, (b) Evaluasi reservoir

dengan model sederhana yang menjelaskan proses utama dilengkapi dengan

perkiraan perolehan minyak dan biaya yang dibutuhkan, dan (c) Evaluasi secara

terperinci melalui simulasi reservoir dan percobaan di laboratorium pada contoh

batuan reservoir. Pada Tabel 7 disajikan klasifikasi metode EOR berdasarkan

mekanisme pendesakan. Pada Tabel 8 disajikan klasifikasi metode EOR

berdasarkan jenis fluida yang diinjeksikan.

Tabel 7. Klasifikasi metode EOR berdasarkan mekanisme pendesakan

Current Enhanced Recovery Methods Solvent Extraction and/or Miscible Type Processes Nitrogen and flue gas Hydrocarbon-miscible methods CO2 flooding “Solvent” extraction of mined, oil bearing core IFT Reduction Processes Miscellar/polymer flooding (included in miscible type flooding above) ASP flooding Viscosity Reduction or Viscosity Increase and (or driving fluid) Processes Plus Pressure Steam flooding Fire flooding Polymer flooding Enhanced gravity drainage by gas or steam injection

Sumber : Taber et al. (1997).

Page 18: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. - repository.ipb.ac.id · Minyak Sawit Kelapa sawit menghasilkan dua macam minyak yang sangat berlainan sifatnya, yaitu minyak yang berasal dari sabut (mesokarp)

24

Tabel 8. Klasifikasi metode EOR berdasarkan fluida injeksi

Current and past EOR Methods Gas and Hydrocarbon Solvent Methods “Inert” gas injection Nitrogen injection Flue-gas injection Hydrocarbon-gas (and liquid) injection High-pressure gas drive Enriched-gas drive Miscible solvent (LPG or propane) flooding Improved Water Flooding Methods Alcohol-miscible solvent flooding Micellar/polymer (surfactant) flooding Alkaline flooding ASP flooding Polymer flooding Gels or water shut off Microbial injection Thermal Methods In-situ combustion Standard forward combustion Wet combustion O2-enriched combustion Reverse combustion Steam and hot water injection Hot-water flooding Steam stimulation Steam flooding Surface mining and extraction

Sumber : Taber et al. (1997).

Dalam kegiatan eksploitasi minyak dan gas bumi, selain minyak yang

diproduksikan terdapat pula gas, baik yang terperangkap secara terpisah dari

minyak maupun gas yang larut di dalam minyak. Selain itu diproduksikan juga

air yang dikenal sebagai air formasi atau brine. Air formasi adalah air yang

terkumpul bersama minyak dan gas di dalam lapisan reservoir, terletak pada

kedalaman lebih dari 1000 meter dan terletak di bawah zona minyak.

Pada awal produksi dari reservoir minyak, volume air formasi yang ikut

terproduksi hanya sedikit dibanding dengan volume minyak yang diperoleh.

Akan tetapi bertambahnya waktu produksi menyebabkan volume minyak di dalam

reservoir tersebut semakin rendah dan volume air formasi menjadi dominan

dibanding jumlah minyak itu sendiri. Kondisi ini diikuti pula oleh penurunan

Page 19: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. - repository.ipb.ac.id · Minyak Sawit Kelapa sawit menghasilkan dua macam minyak yang sangat berlainan sifatnya, yaitu minyak yang berasal dari sabut (mesokarp)

25

tekanan reservoir sehingga produksi minyak pada sumur tersebut perlu dibantu

dengan teknologi secondary recovery ataupun tertiary recovery. Senyawa

penyusun utama air formasi terdiri dari kation dan anion seperti kalsium,

magnesium, besi, barium, natrium, klorida, karbonat dan bikarbonat, serta sulfat.

Menurut Lake (1989), reservoir-reservoir minyak bumi berbeda dalam hal

kondisi geologis alamnya, kandungan air dalam reservoir, dan sebagainya.

Berdasarkan hal tersebut, metode optimum untuk merekoveri minyak bumi dalam

jumlah yang maksimum pada suatu reservoir berbeda terhadap reservoir yang

lain.

Metode EOR telah umum diterapkan di negara lain, namun penerapan di

Indonesia masih terkendala karena ketidaksesuaian antara air formasi dan batuan

formasi dari sumur minyak di Indonesia dengan surfaktan komersial yang berbasis

minyak bumi yang bila digunakan menyebabkan terjadinya penggumpalan dan

menimbulkan gangguan pada sumur produksi. Hal ini menjadi peluang untuk

dikembangkan jenis surfaktan berbasis sawit yang sesuai untuk sumur minyak

bumi di Indonesia.

2.7. Kegunaan Surfaktan dalam Proses EOR

Surfaktan memegang peranan penting di dalam proses Enhanced Oil

Recovery (EOR) dengan cara menurunkan tegangan antarmuka, mengubah

kebasahan (wettability), bersifat sebagai emulsifier, menurunkan viskositas dan

menstabilkan dispersi sehingga akan memudahkan proses pengaliran minyak

bumi dari reservoir untuk di produksi. Minyak yang terjebak di dalam pori-pori

batuan disebut blobs atau ganglia. Untuk mendorong ganglia maka gaya

kapilaritas dalam pori-pori harus diturunkan yakni dengan cara menurunkan nilai

IFT antara minyak sisa dengan brine di dalam reservoir. Surfaktan mampu

menurunkan IFT dan menurunkan saturasi minyak. Surfaktan yang berada di

dalam slug harus dibuat agar membentuk micelle yaitu surfaktan yang aktif dan

mampu mengikat air dan minyak pada konsentrasi tertentu. Jika konsentrasinya

masih kecil, maka campuran surfaktan tersebut masih berupa monomer (belum

aktif). Untuk itu setiap slug perlu diketahui critical micelles concentration (CMC)

yaitu konsentrasi tertentu, sehingga surfaktan yang semula monomer berubah

Page 20: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. - repository.ipb.ac.id · Minyak Sawit Kelapa sawit menghasilkan dua macam minyak yang sangat berlainan sifatnya, yaitu minyak yang berasal dari sabut (mesokarp)

26

menjadi micelles. Hal yang penting dalam proses penggunaan surfaktan untuk

menghasilkan perolehan (recovery) minyak yang tinggi adalah: (a) memiliki IFT

yang sangat rendah (minimal 10-3 dyne/cm) antara chemical bank dan residual oil

dan antara chemical bank dan drive fluid, (b) memiliki kecocokan/kompatibiliti

dengan air formasi dan kestabilan terhadap temperatur, (c) memiliki mobility

control dan (d) kelayakan ekonomis proses (Pithapurwala et al., 1986).

Proses injeksi surfaktan perlu memperhatikan besar bilangan kapiler

terhadap penurunan saturasi minyak tersisa (Sor). Biasanya reservoir yang

diinjeksi surfaktan memiliki harga saturasi minyak tersisa di bawah 45% dengan

harga bilangan kapiler berkisar 10-4 – 10-2, sehingga pendesakan surfaktan dapat

optimal. Semakin rendah saturasi minyak tersisa pada suatu reservoir, maka

semakin besar bilangan kapiler yang dibutuhkan agar pendesakan surfaktan

optimal (Lake, 1989). Untuk memperbesar bilangan kapiler diperlukan tegangan

antarmuka yang rendah, dengan pendekatan rumus Nc = µv/σ, dimana Nca adalah

bilangan kapiler, µ adalah viskositas fluida pendesak (cP), v adalah laju injeksi

fluida pendesak, dan σ adalah tegangan antarmuka (dyne/cm). Penurunan nilai

tegangan antarmuka dapat dilakukan dengan menambahkan surfaktan. Surfaktan

yang baik adalah mampu menurunkan nilai tegangan antarmuka hingga ultra low

IFT yaitu lebih rendah dari 10-2 dyne/cm, karena pada kondisi tersebut maka

capillary number (Nc) akan semakin tinggi sehingga recovery factor (RF) juga

akan makin meningkat. Grafik hubungan bilangan kapiler terhadap saturasi

minyak tersisa (Sor) disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6. Hubungan bilangan kapiler terhadap Sor (Stegemeier, 1977)

Page 21: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. - repository.ipb.ac.id · Minyak Sawit Kelapa sawit menghasilkan dua macam minyak yang sangat berlainan sifatnya, yaitu minyak yang berasal dari sabut (mesokarp)

27

Menurut Syahrial (2008), proses screening surfaktan di laboratorium perlu

dilakukan sebelum aplikasi surfaktan dilakukan di lapangan, dengan tujuan untuk

mencari surfaktan yang memiliki kinerja sesuai untuk aplikasi di reservoir yang

diujikan. Beberapa parameter yang diuji pada tahapan proses screening surfaktan

meliputi uji tegangan antarmuka (interfacial tension, IFT), kompatibilitas

(compatibility), kelakuan fasa (phase behavior), ketahanan panas (thermal

stability), laju alir filtrasi (filtration flow test), dan adsorpsi. IFT merupakan

parameter terpenting untuk chemical EOR ((Nedjhioui et al., 2005). Uji

kompatibilitas dilakukan bertujuan untuk mengetahui kecocokan antara larutan

surfaktan dengan air formasi dari reservoir yang diujikan. Uji dilakukan dengan

mencampurkan larutan surfaktan pada air formasi pada perbandingan tertentu

kemudian dipanaskan pada suhu reservoar selama waktu tertentu. Makin

kompatibel larutan surfaktan yang diujikan maka surfaktan makin efektif dalam

menurunkan tegangan antarmuka.

Kelakuan fasa menunjukkan pola kesetimbangan fasa dalam menentukan

konsentrasi dan formula sistem surfaktan/air/minyak, yang diidentifikasi

menggunakan ternary diagram. Kemungkinan yang dapat terjadi adalah

terbentuk fasa atas, fasa tengah dan fasa bawah. Menurut Purnomo dan Makmur

(2009), sebelum dilakukan peningkatan perolehan minyak (EOR) secara metode

injeksi, sangat penting terlebih dahulu dilakukan uji kelakuan fasa dari campuran

minyak-surfaktan-cosurfaktan-air. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan

fasa dari fasa bawah ke fasa tengah dan kemudian ke fasa atas dalam sistem

minyak/surfaktan/co-surfaktan/air injeksi adalah sebagai berikut : meningkatnya

salinitas, berkurangnya panjang rantai hidrokarbon (minyak), meningkatnya

konsentrasi alkohol (C4, C5, C6), turunnya suhu, bertambahnya konsentrasi

surfaktan, meningkatnya perbandingan brine/minyak, dan meningkatnya

perbandingan larutan surfaktan/minyak. Surfaktan yang diinginkan untuk injeksi

adalah memiliki fasa bawah atau fasa tengah.

Menurut Healy dan Reed (1974), konsentrasi NaCl sangat berpengaruh

terhadap tegangan antarmuka, sebagai berikut : (a) pada konsentrasi NaCl yang

rendah akan membentuk fasa bawah dimana mikroemulsi cenderung berbaur

dengan air formasi. Surfaktan/brine/oil membentuk dua fasa, dengan kelarutan air

Page 22: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. - repository.ipb.ac.id · Minyak Sawit Kelapa sawit menghasilkan dua macam minyak yang sangat berlainan sifatnya, yaitu minyak yang berasal dari sabut (mesokarp)

28

formasi dan minyak adalah Vw/Vs > Vo/Vs, dan disebut type II-, (b) Fasa tengah

merupakan fasa yang ideal dimana dalam fasa ini akan memberikan nilai tegangan

antarmuka yang paling rendah, dengan surfaktan/brine/oil membentuk tiga fasa

yaitu mikroemulsi, air formasi dan minyak. Pada kondisi ini kelarutan air formasi

dan minyak adalah Vw/Vs = Vo/Vs, dan disebut type III, dan (c) pada konsentrasi

NaCl yang tinggi membentuk fasa atas dimana mikroemulsi cenderung berbaur

dengan minyak. Surfaktan/brine/oil membentuk dua fasa dengan kelarutan air

formasi dan minyak adalah Vw/Vs < Vo/Vs, dan disebut type II+. Peningkatan

konsentrasi NaCl dapat menurunkan tegangan antarmuka mikroemulsi-minyak,

sementara tegangan antarmuka mikroemulsi-air akan naik. Pada kondisi salinitas

optimum akan diperoleh nilai tegangan antarmuka yang paling rendah. Perubahan

kelakuan fasa dengan terjadinya perubahan salinitas disajikan pada Gambar 7.

Gambar 7. Perubahan kelakuan fasa akibat perubahan salinitas (Sheng, 2011)

Uji ketahanan panas dilakukan untuk mengetahui pengaruh panas (suhu

reservoir) terhadap kinerja surfaktan. Pengujian ketahanan panas simultan

dengan uji tegangan antarmuka, dimana diharapkan hingga pemanasan selama

periode waktu tertentu nilai IFT larutan surfaktan tetap stabil atau menurun dan

tidak mengalami peningkatan. Uji filtrasi bertujuan untuk menentukan

kemungkinan presipitasi oleh larutan surfaktan yang dikhawatirkan dapat

Salinitas rendah Salinitas sedang Salinitas tinggi

Page 23: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. - repository.ipb.ac.id · Minyak Sawit Kelapa sawit menghasilkan dua macam minyak yang sangat berlainan sifatnya, yaitu minyak yang berasal dari sabut (mesokarp)

29

menyumbat pori-pori reservoir. Uji adsorpsi dilakukan untuk menentukan jumlah

surfaktan yang hilang selama larutan surfaktan dialirkan ke batuan core.

Surfaktan yang umum dipakai dalam proses EOR adalah sodium sulfonat yang

ionik bermuatan negatif.

Larutan surfaktan yang biasa digunakan di lapangan untuk pendesakan

minyak sisa hasil pendorongan air, terdiri dari komponen surfaktan, air, minyak

dan alkohol sebagai co-surfaktan. Perawatan sumur dengan surfaktan biasanya

kombinasi dari surfaktan anionik dan nonionik. Surfaktan anionik dan kationik

seharusnya tidak digunakan bersama sebab kombinasi keduanya dapat

menghasilkan endapan. Surfaktan dapat terserap oleh padatan untuk

menggantikan surfaktan yang terserap sebelumnya, dan memberikan padatan sifat

kebasahan. Surfaktan nonionik lebih serba guna dari semua surfaktan yang

digunakan pada stimulasi sumur sebab molekulnya yang tidak terionisasi atau

tidak terurai. Umumnya surfaktan nonionik adalah ethylene oxide atau campuran

propylene oxide. Karena larut dalam air, nonionik berhubungan dengan ikatan

hidrogen atau air pengikat oksigen. Pengikat ini menurunkan temperatur dan

konsentrasi garam. Molekul surfaktan amfoter mengandung asam dan basa.

Dalam pH asam, bagian molekul basa terionisasi dan memberikan aktivitas

permukaan untuk molekul. Pada pH basa, bagian molekul asam dinetralkan dan

biasanya kurang mempunyai aktivitas permukaan daripada pH basa. Surfaktan

amfoter memiliki kegunaan yang terbatas tetapi dapat digunakan sebagai

corrosion inhibitor (Lake, 1989).

Beberapa faktor yang mempengaruhi efektifitas surfaktan adalah sebagai

berikut (Lake, 1989) :

1. Adsorpsi

Adsorpsi surfaktan pada batuan reservoir merupakan parameter yang

harus dipertimbangkan dalam injeksi surfaktan. Hal ini merupakan masalah

yang serius yang akan mengakibatkan berkurangnya slug surfaktan pada saat

injeksi surfaktan berlangsung. Penyerapan surfaktan pada batuan reservoir

sangat tinggi bila berat ekivalen surfaktan tinggi. Sebaliknya, bila berat

ekivalen surfaktan rendah, penyerapan surfaktan pada batuan reservoir akan

rendah juga. Hal ini yang menyebabkan terjadinya pemisahan surfaktan

Page 24: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. - repository.ipb.ac.id · Minyak Sawit Kelapa sawit menghasilkan dua macam minyak yang sangat berlainan sifatnya, yaitu minyak yang berasal dari sabut (mesokarp)

30

karena semakin jauh dari titik injeksi maka berat ekivalen surfaktan akan

semakin kecil dan fungsi zat aktif permukaan akan semakin berkurang. Berat

ekivalen surfaktan yang tinggi sangat mempengaruhi penurunan dari tegangan

antarmuka sehingga penurunan berat ekivalen surfaktan secara bertahap akan

menurunkan kemampuan slug surfaktan untuk mendorong minyak yang

tersisa di batuan reservoir.

2. Konsentrasi Slug Surfaktan

Konsentrasi slug surfaktan mempunyai pengaruh besar terhadap

terjadinya adsorpsi oleh batuan reservoir pada operasi pendesakan surfaktan.

Agar batuan reservoir tidak dapat lagi mengadsorpsi surfaktan maka adsorpsi

surfaktan harus diperbesar dengan cara meningkatkan konsentrasi surfaktan.

Semakin tinggi konsentrasi surfaktan, adsorpsi yang terjadi akan semakin

besar dan penurunan tegangan antarmuka minyak-air terus berlangsung

sampai batuan reservoir mencapai titik jenuh. Surfaktan dengan konsentrasi

tinggi dapat lebih cepat meningkatkan perolehan minyak dibandingkan dengan

surfaktan dengan konsentrasi rendah.

3. Kandungan Lempung

Mineral lempung adalah mineral yang sangat suka dengan air

(hidrofilik), namun mineral ini tidak mempunyai kemampuan untuk

mengalirkan air yang diserapnya, atau dapat dikatakan bahwa mineral

lempung mempunyai permeabilitas yang sangat kecil. Pada injeksi surfaktan,

kandungan mineral lempung dalam reservoir harus diperhatikan. Karena

sifatnya yang suka dengan air maka mineral lempung dapat menyerap atau

mengadsorpsi surfaktan besar sekali, sehingga dapat menyebabkan penurunan

perolehan minyak. Untuk reservoir yang mempunyai salinitas rendah, maka

pengaruh lempung ini sangat dominan.

4. Salinitas Air Formasi

Salinitas air formasi juga berpengaruh terhadap penurunan tegangan

antarmuka minyak-air oleh surfaktan. Untuk konsentrasi garam tertentu,

Page 25: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. - repository.ipb.ac.id · Minyak Sawit Kelapa sawit menghasilkan dua macam minyak yang sangat berlainan sifatnya, yaitu minyak yang berasal dari sabut (mesokarp)

31

seperti NaCl akan menyebabkan penurunan tegangan antarmuka minyak-air

sehingga tidak efektif lagi. Hal ini disebabkan oleh ikatan kimia yang

membentuk NaCl adalah ikatan ion yang mudah terurai menjadi ion Na+ dan

Cl- begitu juga dengan molekul-molekul surfaktan di dalam air akan mudah

terurai menjadi ion RSO3- dan H+. Alkali merupakan salah satu chemical

penting dalam proses EOR, khususnya untuk aplikasi alkaline flooding, yang

ditambahkan ke air pada proses water flooding untuk memisahkan minyak

dari pori-pori batuan reservoir dan memobilisasi globula yang terperangkap

dalam pori-pori. Jenis dan konsentrasi yang digunakan bermacam-macam,

seperti KOH, NaOH 0 - 1,6 % (w/w) (Nedjhioui et al., 2005), dan Na2CO3

0 - 0,6 % (Carrero et al., 2006).

Kandungan minyak awal merupakan indikator kuantitas yang baik dari

reservoir untuk menentukan kandungan sisa minyak. Untuk implementasi di

lapangan, kandungan minyak awal tidak boleh kurang dari 20% PV sampai

30% PV. Adapun kondisi yang kurang baik untuk dilakukannya injeksi

surfaktan yaitu pada kondisi reservoir yang sangat heterogen, reservoir yang

berlapis-lapis, adanya mineral lempung montmorillonite, terdapat patahan atau

rekahan, permeabilitas dan porositas yang kecil, adanya ion bervalensi dua

dengan konsentrasi yang tinggi dan reservoir yang terlalu dalam. Bansal dan

Shah (1978) telah meneliti pengaruh pemanfaatan surfaktan ethoxylated

sulfonate sebagai co-surfaktan dan alkohol sebagai pelarut terhadap toleransi

garam dan salinitas optimal dari formulasi surfaktan petroleum sulfonat untuk

EOR. Pada salinitas optimal dengan penambahan NaCl sebesar 32%,

formulasi surfaktan yang dihasilkan memberikan kisaran nilai IFT sangat

rendah (ultra-low interfacial tension) berkisar 10-2 - 10-3 dyne/cm.

Untuk stimulasi sumur minyak bumi telah dimanfaatkan surfaktan

fosfat ester dengan nomor US Patent 4541483. Fosfat ester atau Alkyland

aralkyl polyoxyalkylene phosphate dapat diinjeksikan ke sumur minyak bumi

baik sebagai pelarut yang bersifat dapat larut pada air (water soluble) maupun

minyak (oil soluble), dan dikenal sebagai surfaktan untuk aplikasi water-flood

secondary recovery processes. Meskipun hingga saat ini surfaktan MES yang

ada peruntukannya masih terbatas pada formulasi produk deterjen dan bahan

Page 26: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. - repository.ipb.ac.id · Minyak Sawit Kelapa sawit menghasilkan dua macam minyak yang sangat berlainan sifatnya, yaitu minyak yang berasal dari sabut (mesokarp)

32

pembersih, namun peluang untuk memanfaatkan surfaktan MES pada aplikasi

EOR cukup besar melihat dari hasil penelitian Hambali et al. (2008) dan

Hambali et al. (2009). Hambali et al. (2008) telah mengembangkan formula

oil well stimulation agent dengan menggunakan surfaktan MES yang terbuat

dari metil ester C12 dari PKO dengan menggunakan reaktan NaHSO3. Formula

tersebut terdiri atas 70% MES (bahan dasar minyak sawit), 20% pelarut, 7%

surfaktan nonionik dan 3% co-solvent. Hasil pengujian pada konsentrasi

stimulation agent 0,5% dan 1% dengan tingkat salinitas 10.000, 20.000 dan

30.000 ppm, menunjukkan bahwa IFT minyak-air mencapai 10-3dyne/cm.

Total recovery minyak bumi menggunakan core standar (core sintetik) pada

skala laboratorium memperlihatkan bahwa pada konsentrasi stimulation agent

0,5% berkisar 88 - 94%. Hambali et al. (2009) memanfaatkan surfaktan MES

untuk aplikasi huff and puff pada batuan pasir skala laboratorium, dimana

diperoleh formula dengan tegangan antarmuka berkisar 10-2 - 10-3 dyne/cm

pada salinitas optimal 10.000 ppm.