II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Engagement - repository.ipb.ac.id · Ada 4 komponen penting dalam diri...

19
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Engagement Menurut Ray (2011) employee engagement adalah tingginya hubungan emosional dan intelektual karyawan dalam pekerjaannya, organisasi, manajer atau rekan kerja, yang pada gilirannya akan mempengaruhi untuk menerapkan kebijakan usahanya kepada pekerjaan mereka, sedangkan menurut U.S. Merit Systems dalam Ray (2011) mendefinisikan employee engagement sebagai hubungan antara pekerja dan organisasinya atau kepada siapa mereka bekerja dan dengan siapa mereka bekerja. Dan Korn/Ferry dalam Ray (2011) menyebutkan bahwa employee engagement adalah cara berpikir dimana karyawan bertanggungjawab secara personal akan kesuksesan perusahaan dan berupaya selaras dengan tujuan perusahaan. Karsan dan Kruse dalam Ray (2011) mendefinisikan employee engagement sebagai sejauh mana karyawan termotivasi untuk berkontribusi untuk keberhasilan organisasi dan bersedia menerapkan kebebasan dalam upaya pencapaian tugas yang penting untuk tercapainya tujuan organisasi. Menurut Wiley (2012) employee engagement adalah sejauh mana karyawan termotivasi untuk memberikan kontribusi bagi keberhasilan organisasi dan bersedia menerapkan upaya diskresi untuk menyelesaikan tugas-tugas penting dalam pencapaian tujuan organisasi. Dan dalam kamus Wikipedia, employee engagement dijelaskan sebagai sebuah konsep yang diskor dapat mengatur upaya karyawan yang sifatnya sukarela, yaitu ketika karyawan memiliki pilihan-pilihan, mereka akan bertindak lebih jauh untuk kepentingan organisasi mereka. 2.1.1 Dimensi Engagement Menurut Towers Watson dalam Ray (2011) keterlibatan karyawan mengacu pada hubungan yang luas dan mendalam antara orang dan organisasi. Engagement memainkan peran penting dalam lingkungan bisnis. Engagement dapat didefinisikan meliputi 3 dimensi,

Transcript of II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Engagement - repository.ipb.ac.id · Ada 4 komponen penting dalam diri...

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Engagement

Menurut Ray (2011) employee engagement adalah tingginya

hubungan emosional dan intelektual karyawan dalam pekerjaannya,

organisasi, manajer atau rekan kerja, yang pada gilirannya akan

mempengaruhi untuk menerapkan kebijakan usahanya kepada pekerjaan

mereka, sedangkan menurut U.S. Merit Systems dalam Ray (2011)

mendefinisikan employee engagement sebagai hubungan antara pekerja dan

organisasinya atau kepada siapa mereka bekerja dan dengan siapa mereka

bekerja. Dan Korn/Ferry dalam Ray (2011) menyebutkan bahwa employee

engagement adalah cara berpikir dimana karyawan bertanggungjawab

secara personal akan kesuksesan perusahaan dan berupaya selaras dengan

tujuan perusahaan.

Karsan dan Kruse dalam Ray (2011) mendefinisikan employee

engagement sebagai sejauh mana karyawan termotivasi untuk berkontribusi

untuk keberhasilan organisasi dan bersedia menerapkan kebebasan dalam

upaya pencapaian tugas yang penting untuk tercapainya tujuan organisasi.

Menurut Wiley (2012) employee engagement adalah sejauh mana karyawan

termotivasi untuk memberikan kontribusi bagi keberhasilan organisasi dan

bersedia menerapkan upaya diskresi untuk menyelesaikan tugas-tugas

penting dalam pencapaian tujuan organisasi. Dan dalam kamus Wikipedia,

employee engagement dijelaskan sebagai sebuah konsep yang diskor dapat

mengatur upaya karyawan yang sifatnya sukarela, yaitu ketika karyawan

memiliki pilihan-pilihan, mereka akan bertindak lebih jauh untuk

kepentingan organisasi mereka.

2.1.1 Dimensi Engagement

Menurut Towers Watson dalam Ray (2011) keterlibatan

karyawan mengacu pada hubungan yang luas dan mendalam antara

orang dan organisasi. Engagement memainkan peran penting dalam

lingkungan bisnis. Engagement dapat didefinisikan meliputi 3

dimensi,

6

1. Rational

Karyawan memahami dengan baik peran dan tanggungjawab

mereka.

2. Emotional

Seberapa banyak gairah/antusias mereka untuk bekerja dan

antusias terhadap organisasi mereka.

3. Motivational

Mereka bersedia berkontribusi dengan berusaha dan bekerja

sesuai peran mereka masing-masing dengan baik.

Menurut Wyatt (2009) engagement merupakan kombinasi dari

komitmen dan line of sight, dimana komitmen merupakan motivasi

karyawan untuk membantu keberhasilan organisasi. Line of sight

merupakan fokus dan arah yang memungkinkan karyawan untuk

memahami apa yang harus dilakukan seorang karyawan untuk

membuat organisasi mereka sukses. Selain itu Watson Wyatt juga

menggambarkan empat model faktor efektivitas karyawan yang

dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Watson Wyatt’s four-factor model of employee effectiveness

Menurut Wyatt (2009) alasan orang-orang bergabung dan

meninggalkan perusahaan yaitu,

•Memahami dan menyesuaikan diri

dengan nilai organisasi dan

memiliki harapan yang sama

•Bagaimana memberdayakan sumber daya, alat dan informasi untuk mengerjakan pekerjaan mereka

•Mengetahui apa yang dikerjakan untuk membuat

organisasi sukses

•Motivasi membantu kesuksesan organisasi

Commitment Line of sight

Integrity Enablement

7

1. Alasan bergabung

a. Engagement Tinggi

a) Berdasarkan upah

b) Pengembangan karir

c) Keamanan pekerjaan

d) Insentif

e) Tunjangan kesehatan

f) Nature of work

g) Work/life balance

b. Engagement Rendah

a) Berdasarkan upah

b) Nature of life

c) Keamanan pekerjaan

d) Pengembangan karir

e) Worklife balance

f) Length of commute

g) Insentif

2. Alasan meninggalkan

a. Engagement Tinggi

a) Tingkat stres

b) Berdasarkan upah

c) Work/life balance

d) Insentif

e) Promosi

f) Hubungan dengan

manajer/supervisor

g) Pengembangan karir

b. Engagement Rendah

a) Berdasarkan upah

b) Pengembangan karir

c) Tingkat stress

d) Insentif

e) Promosi

f) Worklife balance

g) Hubungan dengan

manajer/supervisor

Menurut Wiley (2012) pada badan peneliti kenexa telah

berpengalaman dalam melakukan riset dalam bidang SDM, dan pada

pendekatan yang digunakan oleh kenexa untuk mengukur

keterlibatan karyawan (employee engagement) yaitu menggunakan

kombinasi 4 elemen individu dengan bobot yang sama yaitu,

1. Pride (kebanggaan)

2. Satisfaction (kepuasan)

3. Advocacy (dukungan)

4. Commitment (komitmen)

Alasan pemilihan elemen tersebut yaitu karena keterlibatan

karyawan menjadi salah satu kebanggaan yang karyawan miliki

dalam kepuasan pada organisasi mereka sebagai tempat bekerja serta

sebagai niat untuk tetap bersama dengan organisasinya.

8

Menurut Forbringer (2002), diantara banyak variabel yang

membedakan jenis tempat kerja adalah kualitas dari manajer dan

kemampuannya untuk berhasil memenuhi satu set inti dari

persyaratan emosional karyawan. Empat dimensi keterlibatan

karyawan dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Empat Dimensi Employee Engagement

1. What do i get?

Jika seorang karyawan yang baru pada hari pertama kerja, akan

bertanya-tanya mengenai tugas yang harus dikerjakan. Dan

bila program orientasi perusahaan efektif maka karyawan baru

akan merasa jelas dan bisa mengerjakan tugas secara selektif.

Tapi apabila karyawan itu masih membawa semua pertanyaan

pada hari pertama, maka dia akan merasa bingung dan ambigu.

2. What do i give?

Setelah mulai bekerja, karyawan baru akan mulai merasakan

berbagai kesempatan yang didapatkannya. Mulai memikirkan

kesempatan yang sesuai dengan kekuatan dirinya. Apabila

karyawan itu merasa mendapatkan kesempatan untuk

memberikan konstribusi terbaik pada organisasi maka ia akan

nyaman bekerja di organisasi itu. Karyawan baru itu akan

mencari umpan balik terhadap cara dan hasil kerjanya. Apabila

ia merasa konstribusi terbaiknya merasa dihargai, maka ia akan

nyaman berada dalam perusahaan itu.

how can we grow?

do i belong?

what do i give?

what do i get?

9

3. Do i belong?

Setelah karyawan tersebut merasa nyaman bekerja, ia akan

menilai aspek yang lebih luas dari pekerjaannya. Ia menilai

bagaimana pendapatnya didengarkan di tempat kerja. Apakah

ia merasa selaras dengan misi perusahaan? Apakah ia merasa

mempunyai semangat yang sama dalam bekerja? Sehingga ia

akan memutuskan apakah ia harus merasa memiliki tempat

kerjanya tersebut.

4. How can we grow?

Setelah merasa memiliki, karyawan tersebut akan memandang

ke depan, memandang prospek organisasi di masa yang akan

datang. Apabila karyawan merasa jelas bahwa organisasi akan

terus bergerak maju, maka ia akan mengikat diri pada

perusahaan itu.

2.1.2 Prinsip-prinsip Dasar Employee Engagement

Menurut Wiley & Blackwell (2009) employee engagement

seorang karyawan yang tinggi akan menampilkan kinerja yang

sangat baik. Ada 4 prinsip utama yang menjadi syarat bagi seorang

karyawan untuk memiliki engagement yaitu,

1. The Capacity to Engagement

Menciptakan karyawan yang memiliki keterikatan dibutuhkan

lingkungan kerja yang tidak hanya bisa meminta lebih, tetapi

juga menyediakan lahan informasi, kesempatan belajar, dan

mampu menciptakan keseimbangan kehidupan karyawannya,

yaitu dengan menciptakan suatu basis untuk menampung

energi dan inisiatif karyawan.

2. The Motivation to Engagement

Engagement muncul ketika karyawan memiliki ketertarikan

terhadap pekerjaan mereka dan sesuai dengan nilai pribadi

mereka, dan karyawan diperlakukan dengan cara yang secara

alami menimbulkan rasa ingin membalas dalam bentuk

kebaikan.

10

3. The Freedom to Engagement

Engagement terjadi ketika karyawan merasa aman untuk

bertindak berdasarkan inisiatif mereka. Oleh karena itu,

kepercayaan menjadi hal yang paling penting di bawah kondisi

sulit, tidak pasti, dan kebutuhan untuk berubah, terutama

ketika employee engagement itu dianggap penting.

4. The Focus of Strategic Engagement

Ketika perusahaan menyediakan kesempatan untuk

berkembang, jenis pekerjaan yang sesuai, pengawasan yang

adil dan bijaksana, upah yang sesuai, jaminan keamanan, dan

seterusnya, engagement akan muncul dengan sendirinya

karena rasa percaya akan prinsip timbal balik.

Seorang pemimpin yang sedang mengalami situasi yang krisis

dengan waktu yang sedikit dan jika seorang pemimpin telah

menyelesaikan masalah dan mengetahui bahwa implikasi dapat

mendukung maka empat pendekatan engagement akan lebih

menambah nilai. Empat pendekatan tersebut dapat dilihat pada

Gambar 5.

2.1.3 Jenis-jenis Engagement

Menurut Wiley & Blackwell (2009) engagement adalah

penghayatan seorang karyawan terhadap tujuan dan pemusatan

energi yang muncul dalam bentuk inisiatif, adaptibilitas, usaha, dan

Telling the many what

has been decided by the

few

Selling to themany what

has been decided by the

few

Hooligans or spectors Compliant collaborators outcome

Inclusion – driving

accountability down by

implicating people as

individuals

Co-creation - judging

who will add value if

included in front-end

decision forming and

chang/strategy

development

Willing collaborators Personally committed

reformers outcome

Gambar 5. Four Approaches to Engaging People (John Smythe and

McKinsey & Company)

11

kegigihan yang mengarah kepada tujuan organisasi. Pada dasarnya,

engagement dibagi menjadi dua jenis, yaitu perasaan untuk memiliki

engagement dan perilaku engagement itu sendiri. Berikut adalah

penjelasan lebih lanjut.

1. The Feel of Engagement

Ada 4 komponen penting dalam diri karyawan agar memiliki

engagement. Kombinasi dari empat elemen ini adalah yang

membuat engagement menjadi baik yaitu,

a. Urgensi

Urgensi adalah suatu determinasi dan energi yang

mengarah kepada satu tujuan. Engagement tidak bisa

muncul hanya karena suatu energi biasa, tetapi energi

yang sudah mengarah kesatu tujuan. Urgensi juga

diartikan sebagai suatu dorongan yang memaksa

munculnya suatu perilaku untuk mencapai tujuan. Secara

konseptual, urgensi memiliki kaitan dengan resiliensi, atau

kapasitas untuk bangkit setelah mengalami kegagalan.

Urgensi juga memiliki kaitan dengan kepercayaan diri,

yang mencakup kepercayaan bahwa seseorang itu pasti

bisa mencapai satu tujuan.

b. Fokus

Karyawan yang memiliki engagement akan merasa fokus

ketika bekerja. Pada kondisi yang normal, mereka akan

merasa tepat sasaran dalam menjalankan pekerjaan dan

tidak mudah terdistraksi oleh gangguan dari luar, seperti

mengobrol dengan rekan kerja, berdiskusi mengenai

tempat makan siang, cuaca yang buruk, dan sebagainya.

Agar terciptanya engagement, dibutuhkan perhatian yang

harus dipertahankan dalam rentang waktu yang lebih lama.

Hal ini setara dengan kemampuan untuk berkonsentrasi

dan terlarut dalam pekerjaan, tetapi bukan berarti menjadi

12

terisolasi terhadap pekerjaan lain yang bukan menjadi

prioritas utama.

c. Intensitas

Intesitas diartikan sebagai kedalaman dari konsentrasi. Hal

ini diarahkan dalam bagian alami dari tuntutan pekerjaan

dan tingkat kemampuan karyawan yang bersangkutan.

Ketika tingkat kemampuan cocok dengan tuntutan

pekerjaan, karyawan harus menggabungkan perhatian dan

energi ke dalam pekerjaan tersebut agar dapat

diselesaikan. Sebaliknya, ketika tingkat kemampuan

karyawan jauh melebihi tuntutan pekerjaan, maka

karyawan tersebut akan merasa bosan, sehingga perhatian

dan energi mereka dapat pindah ke hal lain. Intensitas

mengarahkan karyawan untuk membuka diri mendekati

semua sumber energi yang tersedia.

d. Antusiasme

Rasa antusias adalah kondisi psikologis yang secara

simultan mencakup energi dan kebahagiaan. Hal ini

merupakan kondisi emosi yang mengacu kepada perasaan

positif, dan dikonotasikan sebagai positive well-being

yang kuat. Ketika kita membayangkan tentang antusiasme

karyawan, kita akan mendapatkan gambaran seorang

karyawan yang terlibat secara aktif dalam pekerjaannya.

Karyawan yang antusias dalam bekerja akan merasa lebih

“hidup” dan bergairah dalam bekerja. Antusiasme menjadi

pusat dari perasaan engagement di dalam pekerjaan.

Gairah bukan merupakan suatu hasil dari energi dan fokus

saja, melainkan suatu elemen dari keunikan engagement

itu sendiri. Antusiasme menjadi alasan mengapa

engagement dikategorikan sebagai suatu emosi.

Komponen emosi yang positif itulah yang disebut dengan

antusiasme.

13

2. The Look of Engagement

Ada empat perilaku utama yang menunjukkan karyawan yang

memiliki perasaan engagement. Perilaku karyawan yang

termasuk engagement dapat terlihat berbeda dari apa yang

diamati dan diharapkan. Perbedaan tersebut dapat dilihat tidak

hanya secara individual saja tetapi secara keseluruhan dari

lingkungan kerja. Perilaku tersebut yaitu,

a. Persistence

Persistence diartikan sebagai suatu ketekunan. Bentuk

perilaku mengenai ketekunan paling jelas yang dapat

diperlihatkan oleh seorang karyawan adalah penyelesaian

tugasnya, contohnya adalah karyawan yang bekerja keras,

dalam jangka waktu yang lama tanpa beristirahat, dan

dalam jam kerja yang lebih banyak selama hari kerja.

Ketekunan ini mengikuti faktor energi yang mengarah ke

tujuan yang sebelumnya dijelaskan sebagai urgensi. Kita

dapat mengharapkan perilaku tekun ketika karyawan

merasa antusias dikarenakan mereka percaya bahwa

mereka mampu memberikan kontribusi terhadap

keberhasilan perusahaan. Ketekunan juga akan muncul

ketika karyawan secara intens fokus sehingga mereka

memperoleh jalur alternatif untuk mencapai tujuan ketika

menemui rintangan. Keuntungan dari ketekunan itu sendiri

cukup jelas, mencakup kualitas kerja yang lebih tinggi,

menghasilkan pelayanan yang lebih cepat dan tanggap,

lebih sedikit kebutuhan/tuntutan karyawan, dan biaya yang

lebih rendah.

b. Proactivity

Satu karakteristik penting dari karyawan yang memiliki

engagement adalah mereka menjadi proaktif, tidak hanya

reaktif, atau bahkan pasif. Menjadi proaktif berarti

mengambil tindakan ketika kebutuhan untuk bertindak

14

muncul pada diri karyawan, seperti memperbaiki performa

kerja suatu mesin yang mulai memperlihatkan penurunan,

dari pada hanya diam dan menunggu perintah dari atasan,

atau inisiatif untuk mengerjakan pekerjaan kelompok pada

saat anggota kelompok yang lain masih bersantai.

Hubungan antara engagement dan memperlihatkan

perilaku proaktif sebenarnya cukup jelas. Pertama,

karyawan yang memiliki perasaan urgensi dan tingkat

konsentrasi yang tinggi terhadap pekerjaan mereka akan

lebih proaktif. Karyawan yang memiliki engagement akan

mengambil inisiatif untuk menghindari atau mencegah

suatu masalah. Kedua, karyawan yang memiliki

engagement akan lebih banyak menggunakan sumber

energi emosi dan pikiran mereka dalam pekerjaan,

sehingga mereka menjadi lebih mungkin untuk mengenali

masalah yang potensial, dan kebutuhan atau kesempatan

untuk bertindak. Terakhir, karyawan yang merasa antusias

terhadap bagaimana performa kerja mereka memengaruhi

keberhasilan dari perusahaan dan menginternalisasikan

tujuan kelompok dan perusahaan akan lebih mungkin

untuk mendeteksi rintangan yang muncul dalam

pencapaian tujuan.

c. Role Expansion

Role expansion diartikan sebagai perluasan peran kerja.

Karyawan yang memiliki engagement cenderung akan

memperlihatkan peran mereka secara lebih luas dan

menyeluruh. Jenis perilaku seperti ini cukup sering terlihat

dalam berbagai variasi, tetapi tidak semua perilaku itu

memperlihatkan adanya loncatan ke dalam satu tipe

pekerjaan lain di luar tanggung jawab karyawan yang

bersangkutan. Role expansion juga mencakup pergantian

peran kerja dalam jangka panjang atau bahkan menetap.

15

Ada kalanya seorang atasan mendelegasikan tanggung

jawab dan pekerjaannya kepada bawahannya sehingga

kompetensi karyawan menjadi lebih jelas terlihat, atau

sesuai dengan tuntutan perubahan itu sendiri. Karakteristik

penting dalam role expansion adalah kesediaan untuk

menerima suatu jenis pekerjaan yang berbeda dari

perannya.

d. Adaptability

Seorang karyawan yang adaptif akan membantu

perusahaannya mengantisipasi dan merespon terhadap

perubahan dalam lingkup persaingan secara lebih cepat,

lebih berhasil, dan dengan biaya yang lebih kecil.

Karyawan yang adaptif akan mengembangkan

keterampilan baru seiring dengan perubahan tuntutan,

sehingga mengurangi kebutuhan untuk merekrut karyawan

baru.

2.1.4 Ciri-ciri Employee Engagement

Menurut Finney (2010) karyawan yang memiliki ikatan dengan

pekerjaanya memiliki sifat umum yaitu,

1. Mempercayai misi organisasi mereka

2. Menyenangi pekerjaan mereka dan memahami kontribusi

pekerjaan mereka pada tujuan yang lebih besar

3. Tidak memerlukan pendisiplinan dan mereka hanya

memerlukan kejelasan, komunikasi dan konsistensi

4. Selalu meningkatkan kebenaran keterampilan mereka dengan

sikap positif, fokus, keinginan, antusiasme, kreativitas dan

daya tahan

5. Dapat dipercaya dan saling percaya satu sama lain

6. Menghormati manajer mereka

7. Mengetahui bahwa manajer mereka menghormati mereka

8. Merupakan sumber tetap ide-ide baru yang hebat

9. Memberikan yang terbaik kepada organisasi

16

Menurut Watson (2009) karyawan di kawasan Asia-Pasifik

menunjukkan kecenderungan terbaginya karyawan menjadi tiga

kelompok dasar yaitu,

1. Security Motivated

Karyawan cenderung bergabung dengan organisasi untuk

keamanan pekerjaan, memilih berdasarkan karakteristik

pekerjaan dan peduli dengan kunci masalah gaya hidup seperti

keseimbangan kehidupan kerja, masa kerja dan hubungan

dengan rekan kerja

2. Financially Motivated

Karyawan yang termasuk dalam financially motivate didorong

oleh pertimbangan keuangan. Alasan yang paling sering

dikutip bagi mereka untuk bergabung adalah basis gaji, diikuti

dengan kesempatan menerima upah insentif dan manfaat

tunjangan kesehatan

3. Opportunity Motivated

Karyawan yang menggunakan pengembangan karir, gaji,

promosi dan insentif sebagai alasan mereka untuk bergabung

dengan sebuah organisasi dan dibandingkan dengan kelompok

pertama dan kedua, karyawan ini lebih fokus pada

penghargaan jangka panjang.

Menurut Fredrickson dalam Finney (2010) telah

mengidentifikasi tiga kategori umum keadaan emosi yang

memancarkan kebahagiaan. Walaupun sifatnya pribadi, keadaan

emosi tersebut berdampak langsung ke tempat kerja.

1. Sukacita

Sukacita mendorong seseorang untuk lebih sosial sehingga

karyawan dapat memiliki hubungan yang sehat dengan yang

lainnya.

2. Minat

Memicu rasa ingin tahu, kegembiraan, motivasi intrinsik dan

mengalirnya kinerja secara penuh yang menyenangkan.

17

3. Kepuasan

Selain menunjukkan rasa kedamaian, kepuasan juga

merupakan perasaan diterima dan dipedulikan oleh orang lain.

2.2. Kinerja

Kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara

keseluruhan selama periode tertentu dalam melaksanakan tugas, seperti

standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan

terlebih dahulu dan telah disepakati bersama. Asal kata kinerja adalah

terjemahan dari kata performance, yang menurut the Scribner-Bantam

English Dictionary, berasal dari akar kata to perform dengan beberapa

entries yaitu (1) melakukan, menjalankan, melaksanakan (2) mematuhi atau

melaksanakan kewajiban suatu niat atau nazar (3) melaksanakan atau

menyempurnakan tanggung jawab (4) melakukan sesuatu yang diharapkan

oleh seseorang atau mesin (Mangkuprawira, 2008)

Manajemen kinerja adalah suatu cara untuk mendapatkan hasil yang

lebih baik bagi organisasi, kelompok dan individu dengan memahami dan

mengelola kinerja sesuai dengan target yang telah direncanakan, standar dan

persyaratan kompetensi yang telah ditentukan (Dharma, 2009). Sedangkan

manajemen kinerja menurut Bacal (1999) dalam Dharma (2009) yaitu

sebagai proses komunikasi yang berkesinambungan dan dilakukan dalam

kemitraan antara seorang karyawan dan atasan langsungnya. Sedangkan

menurut Mangkunegara (2007) kinerja karyawan (prestasi kerja) adalah

hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan

dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang

diberikan kepadanya.

Menurut Sturman dalam Supratikno (2006) kinerja adalah suatu

konstruk multidimensional yang sangat kompleks, dengan banyak perbedaan

dalam arti tergantung pada siapa yang sedang mengevaluasi, bagaimana

dievaluasi, dan aspek apa yang dievaluasi. Sedangkan Simamora (1997)

menyatakan bahwa maksud penetapan tujuan kinerja adalah menyusun

sasaran yang berguna tidak hanya bagi evaluasi kinerja pada akhir periode

tapi juga untuk mengelola proses kerja selama periode tersebut.

18

2.2.1 Prinsip Dasar Manajemen Kinerja

Prinsip dasar manajemen kinerja menjadi fondasi yang kuat

bagi kinerja organisasi untuk mencapai tujuan (Dharma, 2009).

Prinsip dasar tersebut meliputi,

1. Kejujuran

Kejujuran menampakkan diri dalam komunikasi umpan balik

yang jujur diantara manajer, pekerja, dan rekan kerja.

Kejujuran adalah cara mengekspresikan pendapat,

menyampaikan fakta, memberikan pertimbangan dan perasaan.

Kejujuran mempunyai beberapa segi dan tingkatan, dan

kejujuran digunakan sebagai proses persepsi untuk menggali

kebenaran secara luas dan dalam sehingga memperoleh

manfaat terbesar.

2. Pelayanan

Setiap aspek dalam proses kinerja harus memberikan

pelayanan kepada setiap stakeholder. Proses manajemen

kinerja, umpan balik dan pengukuran harus membantu pekerja

dan perencanaan kinerja. Prinsip pelayanan merupakan tanda

yang paling kuat untuk pengukuran, perencanaan dan coaching

pekerja.

3. Tanggung Jawab

Tanggung jawab merupakan prinsip dasar dalam

pengembangan kinerja. Memahami dan menerima tanggung

jawab atas apa yang mereka kerjakan dan yang tidak

dikerjakan untuk mencapai tujuan mereka, pekerja belajar

tentang apa yang perlu mereka perbaiki. Pengembangan

kinerja didasarkan pada anggapan bahwa pekerja dapat

memengaruhi hasilnya dengan memperbaiki kecakapan dan

kompetensi pribadi. Mereka tidak memerlukan izin untuk

memperbaiki kompetensi. Nasib mereka berada di tangan

mereka sendiri.

19

4. Bermain

Manajemen kinerja menggunakan prinsip bahwa bekerja sama

dengan bermain. Dengan prinsip bermain, dalam manajemen

kinerja karyawan mendapatkan kepuasan dari apa yang mereka

kerjakan. Apabila tidak menerapkan prinsip bermain, bekerja

akan menjadi beban. Timbul beban dalam dirinya karena

adanya suatu perasan bahwa mereka harus bekerja, mereka

tidak mempunyai pilihan dan pekerjaan mereka tidak dihargai

5. Rasa Kasihan

Rasa kasihan merupakan prinsip bahwa manajer memahami

dan empati terhadap orang lain. Rasa kasihan seorang manajer

akan melupakan kesalahan mereka dan mulai dengan sesuatu

yang baru. Mendapat kepercayaan diri dan dorongan

merupakan suatu elemen kunci pengembangan kinerja. Penting

untuk tidak menjadi kasihan dengan menerima permintaan

maaf. Manajer yang baik membiarkan bawahan mengalami

konsekuensi wajar dari tindakannya sehingga mereka belajar

dan memperbaiki dirinya.

6. Perumusan Tujuan

Manajemen kinerja dimulai dengan melakukan perumusan dan

mengklarifikasi terlebih dahulu tujuan yang hendak dicapai

organisasi.

7. Konsensus dan Kerja Sama

Menajemen kinerja mengandalkan pada konsensus dan kerja

sama antara atasan dan bawahan daripada menekankan pada

kontrol dan melakukan paksaan.

8. Berkelanjutan

Manajemen kinerja merupakan suatu proses yang sifatnya

berlangsung secara terus menerus, berkelanjutan, bersifat

evolusioner, dimana kinerja secara bertahap selalu diperbaiki

sehingga menjadi semakin baik.

20

9. Komunikasi Dua Arah

Manajemen kinerja memerlukan gaya manajemen yang

bersifat terbuka dan jujur serta mendorong terjadinya

komunikasi dua arah antara atasan dan bawahan. Komunikasi

dua arah menunjukkan adanya sikap keterbukaan dan saling

pengertian antar dua pihak.

10. Umpan Balik

Pelaksanaan manajemen kinerja memerlukan umpan balik

terus-menerus. Umpan balik memungkinan pengalaman dan

pengetahuan yang diperoleh dari pekerjaannya dipergunakan

untuk memodivikasi tujuan organisasi.

2.2.2 Faktor-faktor Kinerja

Kinerja individu adalah hasil kerja karyawan baik dari segi

kualitas maupun kuantitas berdasarkan standar kerja yang telah

ditentukan. Kinerja individu akan tercapai apabila didukung oleh

atribut individu, upaya kerja (work effort) dan dukungan organisasi

(Mangkunegara, 2007). Menurut Mangkuprawira (2008) kinerja

dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu:

1. Faktor intrinsik yang terdiri dari:

a. Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan seseorang dapat dilihat dari

penguasaan pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam

penguasaan dalam biang ilmu tertentu.

b. Tingkat pengetahuan

Tingkat pengetahuan seseorang terkait dengan kompetensi

dalam pekerjaannya.

c. Tingkat keterampilan

Tingkat keterampilan terkait dengan penguasaan

penerapan ilmu dan pengetahuan dan teknologi yang

dimiliki seseorang yang dipraktekkan dalam pekerjaannya.

21

d. Sikap-motivasi terhadap kerja

Sikap ini berpengaruh terhadap kinerja yang dicapainya,

semakin tinggi penghargaan dan dorongan seseorang

terhadap pelaksanaan pekerjaannya, semakin tinggi

kinerjanya.

e. Tingkat pengalaman kerja

Pengalaman seseorang dalam bekerja merupakan

akumulasi dari keberhasilan dan kegagalan serta gabungan

dari kekuatan dan kelemahan di dalam melaksanakan

pekerjaannya.

2. Faktor ekstrinsik yang terdiri dari:

a. Lingkungan keluarga

b. Lingkungan sosial-budaya

c. Lingkungan ekonomi

d. Lingkungan belajar

e. Lingkungan kerja termasuk budaya kerja

f. Teknologi

Nawawi (2006) menjelaskan bahwa terdapat tiga (3) faktor

yang menentukan kinerja karyawan dan dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Adapun faktor kinerja karyawan dipaparkan sebagai berikut:

1. Pengetahuan

Berhubungan dengan pekerjaan yang menjadi tanggung jawab

mereka. Faktor ini mencakup jenis jenjang pendidikan serta

pelatihan yang pernah diikuti dibidangnya.

2. Pengalaman

Pengalaman bukan hanya sekedar jumlah waktu atau lamanya

bekerja, tetapi juga dengan substansi yang dikerjakan dalam

KINERJA

PENGETAHUAN

PENGALAMAN KEPRIBADIAN

22

waktu yang cukup lama akan menigkatkan kemampuan dalam

mengerjakan suatu bidang tertentu.

3. Kepribadian

Kondisi diri seseorang dalam menghadapi bidang kerjanya,

seperti minat, bakat, kemampuan bekerjasama, ketekunan,

kejujuran, motivasi kerja, dan sikap terhadap pekerjaan.

2.2.3 Persepsi Kinerja

Menurut Mangkunegara (2007), persepsi kinerja (performance

appraisal) merupakan faktor kunci pengembangan suatu perusahaan

secara efektif dan efisien. Persepsi kinerja individu sangat

bermanfaat bagi pertumbuhan perusahaan secara keseluruhan,

melalui persepsi tersebut maka dapat diketahui kondisi sebenarnya

tentang bagaimana kinerja karyawan. Adanya persepsi kinerja,

perusahaan akan mengetahui karyawan yang berkualitas dan dapat

meningkatkan daya saing perusahaan dan karyawan yang akan

menghambat pertumbuhan perusahaan.

Menurut Handoko (2001), pengukuran kinerja adalah usaha

untuk merencanakan dan mengontrol proses pengelolaan pekerjaan,

sehingga dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang telah

ditetapkan, persepsi prestasi kerja juga merupakan proses evaluasi

dan menilai prestasi kerja karyawan di waktu yang lalu atau untuk

memprediksi prestasi kerja di waktu yang akan datang dalam suatu

organisasi.

2.3. Penelitian Terdahulu

Fahrani (2009), melakukan penelitian yang berjudul Analisis

Komitmen Organisasi dan Employee Engagement pada PT Semen Gresik

(Persero) Tbk. Hasil penelitian menunjukkan pengaruh antar variabel laten

terhadap karakteristik individu dan stres kerja memiliki pengaruh positif dan

signifikan terhadap kepuasan kerja. Serta karakteristik Individu juga

berpengaruh signifikan terhadap komitmen organisasi. Variabel iklim

organisasi berpengaruh tidak signifikan terhadap kepuasan kerja dan

komitmen organisasi, begitu juga pada varaibel stres kerja yang mana pada

23

penelitian ini berpengaruh tidak signifikan pada komitmen organisasi.

Dengan adanya survei employee engagement ini maka dapat diketahui

tingkat employee engagement di PT Semen Gresik (Persero) Tbk., yaitu 51

persen karyawan not engaged dan 49 persen karyawan termasuk engaged

kepada perusahaan.

Pratiwi (2009), melakukan penelitian dengan judul Analisis Hubungan

Persepsi Komitmen Organisasional Karyawan Outsourcing dengan Persepsi

Kinerja Karyawan PT PLN (Persero) Jasa Sertifikasi Jakarta. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan persepsi komitmen

organisasional karyawan tetap dan outsourcing termasuk dalam kategori

tinggi yang berarti karyawan memiliki keinginan untuk tetap memelihara

keanggotaan di perusahaan. Pada karyawan tetap, persepsi komitmen

affective berhubungan kuat, positif dan nyata dengan persepsi peduli

kualitas dan kerjasama kelompok. Kemudian berhubungan lemah, positif

dan nyata dengan persepsi membangun hubungan, kerjasama kelompok,

adaptasi, orientasi pelanggan, pembelajaran berkesinambungan dan

pengambilan keputusan. Persepsi komitmen normative karyawan tetap

berhubungan dengan persepsi orientasi pelanggan, pembelajaran

berkesinambungan dan integritas. Sedangkan pada karayawan outsourcing

persepsi komitmen affective berhubungan lemah, positif dan nyata dengan

persepsi peduli kualitas dan pengambilan keputusan. Persepsi komitmen

continuan berhubungan lemah, positif dan nyata dengna persepsi adaptasi

dan membangun hubungan. Persepsi komitmen normative lemah, positif

dan nyata berhubugan dengan persepsi adapasi, membangun hubungan dan

pengambilan keputusan.