ihwannnnn
-
Upload
ihwaan-ukhrawii-alii -
Category
Documents
-
view
218 -
download
4
description
Transcript of ihwannnnn
3. Apa yang menyebabkan pasien menampilkan sikap deniel terhadap permasalahan ?
Jawaban :
Gangguan Cemas Menyeluruh
a. Penjelasan
Gangguan cemas merupakan gangguan yang sering dijumpai pada klinik
psikiatrik. Kondisi ini terjadi sebagai akibat interaksi faktor-faktor biopsikososial,
termasuk kerentanan genetik yang berinteraksi dengan kondisi tertentu, stress atau
trauma yang menimbulkan sindroma klinis bermakna. (1)
Dalam praktek sehari-hari, baik pada praktek umum maupun praktek
spesialis, sebagian besar pasien datang dengan keluhan fisik. Pasien yang datang ke
tempat praktek, seringkali tidak didapatkan kelainan organik yang bermakna,
sehingga dokter membuat diagnosis sesuai dengan keluhan pasien. Dokter biasanya
baru menyadari adanya gangguan psikiatri setelah dilakukan berbagai macam
pemeriksaan dan pengobatan tanpa hasil yang memuaskan. Bila sejak awal sudah
dilakukan pendekatan psikosomatik pada setiap pasien yang datang berobat, baik
dengan penyakit organik atau tanpa adanya penyakit organik, hal ini tidak akan
terjadi.(2)
Gangguan psikiatri terutama cemas dan depresi banyak dilaporkan terjadi
pada gangguan gastrointestinal fungsional, paling sering pada kasus dispepsia dan
Irritable Bowel Syndrome (IBS). Peranan faktor psikologis cukup besar pada
perjalanan penyakit ini, walaupun sulit untuk dikatakan sebagai hubungan kausatif.(2)
Gangguan ansietas memiliki dua komponen: kesadaran akan sensasi
fisiologis (seperti palpitasi dan berkeringat) serta kesadaran bahwa ia gugup atau
ketakutan. Selain pengaruh viseral dan motorik, ansietas memengaruhi pikiran,
persepsi, dan pembelajaran. Aspek penting emosi adalah efeknya pada selektivitas
perhatian. Orang yang mengalami ansietas cenderung memperhatikan hal tertentu
di dalam lingkarannya dan mengabaikan hal lain dalam upaya untuk membuktikan
bahwa mereka dibenarkan untuk menganggap situasi tersebut menakutkan. Jika
keliru dalam membenarkan rasa takutnya, mereka akan meningkatkan ansietas
dengan respons yang selektif dan membentuk lingkaran setan ansietas, persepsi
yang mengalami distorsi, dan ansietas yang meningkat.(4)
Ada banyak sekali teori mengenai penyebab ansietas diantaranya berasal
dari kontribusi ilmu psikologi dan dari ilmu biologis. Teori perilaku-kognitif,
ansietas adalah respon yang dipelajari terhadap stimulus lingkungan spesifik.
Pasien dengan gangguan ansietas cenderung memperkirakan secara berlebihan
derajat bahaya dan kemungkinan kerusakan pada situasi tertentu serta cenderung
meremehkan kemampuan mereka dalam menghadapi ancaman yang dirasakan
pada kesejahteraan fisik atau psikologis mereka.(4)
Teori eksistensial ansietas memberikan model untuk gangguan ansietas
menyeluruh, tanpa adanya stimulus spesifik yang dapat diidentifikasi untuk
perasaan cemas kronisnya. Konsep pusat teori eksistensial adalah bahwa orang
menyadari rasa kosong yang mendalam di dalam hidup mereka, perasaan yang
mungkin bahkan lebih membuat tidak nyaman daripada penerimaan terhadap
kematian yang tidak dapat dielakkan.(4)
Menurut ilmu biologis, satu kutub pemikiran meyakini bahwa perubahan
biologis yang dapat diukur pada pasien dengan gangguan ansietas mencerminkan
hasil konflik psikologi; sedangkan kutub yang lain meyakini bahwa peristiwa
biologis mendahului konflik psikologis. Misalnya stimulasi sistem saraf otonom
menimbulkan gejala tertentu seperti takikardi (kardiovaskular), sakit kepala
(muskular), diare dan nyeri ulu hati (gastrointestinal), dll. Selain itu, terdapat tiga
neurotransmiter utama yang mengalami disregulasi yang terkait dengan ansietas
yaitu peningkatan norepineprin, peningkatan serotonin, dan penurunan aktivitas
GABA.(4)
b. Terapi
Gangguan ansietas menyeluruh, gangguan penyesuaian dengan ansietas dan
keadaan ansietas lainnya merupakan penerapan klinis utama untuk benzodiazepin
di dalam psikiatri dan praktik medis umum. Sebagian besa pasien sebaiknya
diterapi untuk suatu periode yang relatif singkat, spesifik, dan sebelumnya telah
ditentukan. Klinisi mungkin lebih cenderung memberikan terapi berdasarkan gejala
yang timbul, keparahannya, dan tingkat pengalaman klinisi tersebut dengan
berbagai modalitas terapi.(2)
Benzodiazepin pada penggunaan klinis memiliki kapasitas untuk menguatkan
ikatan neurotransmiter inhibitori utama asam gamma-aminobutirat (GABA) pada
reseptor GABAA, sehingga mempercepat arus ionik terinduksi-GABA melalui
saluran ini. Semua efek benzodiazepin dihasilkan oleh kerjanya pada sistem saraf
pusat (SSP). Efek-efek ini yang paling dominan adalah sedasi, hipnosis, penurunan
ansietas; relaksasi otot, amnesia anterograde, dan aktivitas antikonvulsan.(3)
Selain itu, serotonin selective reuptake inhibitor (SSRI) adalah sertraline dan
paroxetin merupakan pilihan yang lebih baik daripada fluoksetin. Pemberian
fluoksetin dapat meningkatkan anxietas sesaat. SSRI sefektif terutama untuk pasien
GAD dengan riwayat depresi.(1)
Pengobatan untuk pasien ini bisa ditambahkan dengan memberikan obat
yang menurunkan gejala nyeri perut atau nyeri ulu hati seperti obat golongan PPI
(omeprazol, lazoprazol) atau antihistamin H2 (ranitidin, simetidin).
Terapi kognitif mengajak pasien secara langsung mengenali distorsi
kognitif dan pendekatan perilaku, mengenali gelaja somatik secara langsung.
Teknik utama yang digunakan pada pendekatan behavioral adalah relaksasi dan
biofeedback. Pasien dapat juga diberikan terapi suporatif berupa pemberian
reassurance dan kenyamanan, digali potensi-potensi yang ada dan belum tampak,
didukung egonya, agar lebih bisa beradaptasi optimal dalam fungsi sosial dan
pekerjaannya. (1)
1. Utama H (ed). Buku Ajar Psikiatri Edisi Kedua. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2014
2. Noerhidajati E, Izzudin, Djagat H. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Amplifikasi Somatosensori Pada Penderita dengan Keluhan Nyeri Ulu Hati.
Sains Medika Jurnal Kesehatan, 2010: 2 (2); 178-192.
3. Maslim R (ed). Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III dan
DSM-5. Jakarta: Bagian Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya, PT Nuh Jaya;
2013
4. Sadock B J, Sadock V A. Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis Edisi 2.
Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta; 2010.