idk praktikum

download idk praktikum

of 14

Transcript of idk praktikum

I.1 Skema Sel dan Organel Sel a. Skematik Sel

b. Organel Sel

(www.google.co.id)

I.2 Jenis-jenis adaptasi selulera. Atrofi - penyusutan sel; diklasifikasikan sebagai:o

Fisiologis - akibat penurunan beban kerja (misalnya, penurunan ukuran rahim setelah kelahiran anak, atau penyakit) Patologis - terutama karena otot berdenervasi, suplai darah berkurang, kekurangan gizi

o

Atrofi dapat terjadi melalui dua cara; Disuse atrophy dan Atrofi denervasi. Disuse atrophy Terjadi jika suatu otot tidak digunakan dalam jangka waktu lama walaupun persarafannya utuh, seperti ketika seseorang harus menggunakan gips atau berbaring untuk jangka waktu lama. Atrofi denervasi Terjadi setelah pasokan saraf ke suatu otot terputus. Apabila otot dirangsang secara listrik sampai persarafan dapat dipulihkan, seperti pada regenerasi saraf perifer yang terputus, atrofi dapat dihilangkan tetapi tidak dapat dicegah seluruhnya. Aktifitas kontraktil itu sendiri jelas berperan penting dalam mencegah atrofi; namun, faktor-faktor yang belum sepenuhnya dipahami yang dikeluarkan dari ujung-ujung saraf aktif, yang mungkin terkemas bersama dengan vesikel asetilkolin, tampaknya berperan penting dalam integritas dan pertumbuhan jaringan otot. Apabila suatu otot mengalami kerusakan, dapat terjadi perbaikan secara terbatas, walaupun sel-sel otot tidak dapat membelah diri secara mitosis untuk menggantikan sel-sel yang hilang. Di dekat permukaan otot terdapat populasi kecil sel-sel yang tidak berdiferensiasi (seperti yang dijumpai pada masa perkembangan mudigah), yaitu mioblas. Sewaktu sebuah serat otot rusak, sekelompok mioblas melakukan fusi untuk mengganti otot tersebut dengan membentuk sebuah sel besar berinti banyak yang segera mulai mensintesis dan menyusun perangkat intrasel khas untuk otot. Pada cedera luas, mekanisme yang terbatas ini tidak

cukup untuk mengganti semua serat yang hilang, lalu serat-serat yang tersisa sering mengalami hipertrofi sebagai kompensasinya. (Sherwood, 2001)b. Hipertrofi - peningkatan ukuran sel yang menyebabkan pembesaran dari organ-

organ. Hal ini terutama terlihat pada sel-sel yang tidak dapat dibagi, seperti otot rangka (memompa besi), dan otot jantung (hipertensi). Perubahan ini biasanya kembali ke normal jika penyebabnya dihilangkan. Hipertrofi dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Fisiologik : uterus hamil, Patologik : Penyakit jantung hipertensi. Penyebab : Kebutuhan meningkat, Rangsang hormonal, Beban meningkat.

c. Hiperplasia - peningkatan jumlah sel dalam suatu organ atau jaringan. Hiperplasia

mungkin kadang-kadang hidup berdampingan dengan hipertrofi. Hiperplasia dapat diklasifikasikan sebagai:o o

fisiologis - hormon (misalnya, payudara dan rahim selama kehamilan) kompensasi - regenerasi hati hepatectomy parsial berikut. Berbagai faktor pertumbuhan dan interluekins penting dalam hiperplasia tersebut, pengangkatan jaringan/penyakit. patologis - stimulasi hormonal yang berlebihan infeksi virus (papiloma virus); neoplasma, hiperplasia endometrium

o

d. Metaplasia -- transformasi atau penggantian satu jenis tipe sel dewasa ke sel

dewasa lain (misalnya, perubahan dari sel-sel skuamosa kolumnar ke dalam saluran pernapasan, dari skuamosa untuk kolumnar dalam Barrett esophagitis). Metaplasia mesenchymal juga terjadi di jaringan (misalnya, pembentukan tulang dalam otot rangka). Perubahan Metaplastia biasanya hasil dari iritasi kronis. Perubahan Metaplastia tampaknya mendahului perkembangan kanker, dalam beberapa kasus. Metaplasia diperkirakan muncul dari batang atau memprogram ulang sel-sel terdiferensiasi yang hadir dalam jaringan dewasa. (http://www.pathology.vcu.edu/education/pathogenesis/adaptation.html;

http://one.indoskripsi.com/node/3577; Robbins, Kumar, Cotrans. 2003. Buku ajar patologi. Edisi 7) I.2.1. e. Contoh Kondisi Atrofi dan Mekanismenya Klien yang menderita sakit parah mau tak mau membuat seseorang harus bed rest (tirah baring) dan kondisi tersebut mengakibatkan munculnya imobilisasi. Keadaan ini pun mneyebabkan gerakan tubuh menjadi terbatas, misalnya berputar, duduk, ataupun berjalan. Pada sistem otot dan tulang, misalnya, terjadi penurunan kekuatan otot. Pengeluaran kalsium dan hidroksiprolin (protein bagian dari kolagen) urine serta peningkatan pengeluaran kalsium melalui feses atau kotoran mengakibatkan penurunan massa tulang total. Selain itu, pada sistem jantung dan pembuluh darah, dapat terjadi peningkatan denyut dan efisiensi jantung karena jantung tidak perlu melakukan adaptasi pemompaan aliran darah selain pada aktivitas tirah baring . Sistem pernapasan pun bisa terganggu. Ini disebabkan oleh penurunan seluruh kekuatan dan pengembangan otot-otot antartulang iga, diagfragma, dan perut. I. 2.1.f. Dampak Atrofi bagi Klien - tidak mampu melakukan mobilisasi secara mandiri - tidak mampu melakukan pekerjaan atau aktivitas seperti pada keadaan sebelum menderita atrofi - tidak mampu mengangkat beban yang berlebihan - terdapat gangguan pada sistem perkemihan, sistem motorik, dan sebagainya - tidak mampu melakukan gerak aktif dan atau bisa mengakibatkan kelumpuhan total

I.2.2.g Perbedaan antara hipertrofi dan hyperplasia serta contohnya: Hipertrofi: Pembesaran sel pembesaran masa jaringan tanpa menambah jumlah sel Respon terhadap peningkatan aktivitas jaringan

Contoh : Hipertrofi fisiologis : pembesaran otot akibat latihan Hipertrofi otot jantung Hiperplasia Pembesaran masa jaringan akibat pertambahan jumlah sel Macam : Hiperplasia fisiologis : pubertas dan kehamilan, hiperplasia sumsum tulang yg tinggal di gunung Hiperplasia kompensatorik : untuk mengkompensasi (memulihkan) jaringan yang hilang (misal : organ hati) Hiperplasia patologik : sel-sel beregenerasi secara tidak normal (misal : tiroid), hiperplasia endomerium akibat estrogen , hiperplasia epitel akibat radang kronik Biasanya berhenti bila stimulus dihilangkan (Pringgo Utomo, 2002) Hipertrofi:

Pada gambar yang ditunjukan yaitu hipertrofi ventrikel bisa terjadi pada seseorang yang menderita hipertensi yng tidak tertanggulangi sehingga beban jantung khususnya bagian ventrikel kiri bekerja lebih keras sehingga bagian sel sel miocardium ventrikel kiri mengalami hipertropi. (http://patologiikrimah.blogspot.com/2009/02/perbedaan-antara-hipertropy-dan.html; http://medicastore.com/penyakit/108/Hipertrofi_Kardiomiopati.html) Hiperplasia:

I.2.2.h. Pada kondisi hipertrofi (seperti gambar pada halaman sebelumnya)

I.2.2.i. Dampak Hipertofi Ventrikel - bisa terjangkit penyakit hipertensi (http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/07PenyakitJantung019.pdf/07PenyakitJantung019.html) - gagal jantung karena jantung tidak mmampu memompa secara maksimal. (feumm.net/index.php?option=com_docman&task) - Kardiomiopati yang merupakan kelainan fungsi otot jantung yang ditandai dengan hilangnya kemampuan jantung untuk memompa darah dan berdenyut secara normal (Trelogan, 2000). (www.jantunghipertensi.com; http://cokat.multiply.com/journal/item/2;) I.2.2.j Hiperplasia tidak dapat diklasifikasikan sebagai proses fisiologis atau patologis secara langsung karena ada perbedaan di berbagai kasus. Misalnya pada kasus http://library.med.utah.edu/WebPath/CINJHTML/CINJ006.html, ini diklasifikasikan sebagai hiperplasia fisiologis, sedangkan pada kasus http://library.med.utah.edu/WebPath/CINJHTML/CINJ007.html, ini diklasiifkasikan sebagai hiperplasia patologis. Jadi, hyperplasia bisa berupa fisiologis ataupun patologis (Robbins, Kumar. 2007) I.2.3 (tidak tersedia pertanyaan) I.3.1.a Penyebab Umum Jejas Sel a. Hipoksia : Penyebab jejas dan kematian sel paling penting Mempengaruhi respirasi oksidasi aerob Hilangnya perbekalan darah, penyebab hipoksia yang paling sering Oksigenasi darah yang tidak memadai karena kegagalan kardiorespirasi

b. Bahan Kimia dan Obat : Penyebab penting adaptasi, jejas dan kematian sel. Setiap agen kimia atau obat dapat dilibatkan. Bahan yang tidak berbahaya bila konsentrasinya cukup sehingga dapat merusak lingkungan osmosa sel akan berakibat jejas atau kematian sel tersebut. Racun dapat menyebabkan kerusakan hebat pada sel dan kemungkinan kematian seluruh organisme. Masing-masing agen biasanya memiliki sasaran khusus dalam tubuh

c. Agen Fisika: Trauma mekanik pada organel intrasel atau pada keadaan yang ekstrem, dapat merusak sel secara keseluruhan. Suhu rendah Vasokonstriksi dan mengacau perbekalan darah untuk sel-sel, bila suhu semakin rendah, air intrasel akan mengalami kristalisasi. Suhu tinggi yang merusak dapat membakar jaringan. Perubahan mendadak tekanan atmosfer juga dapat berakibat gangguan perbekalan darah untuk sel-sel. Penyakit caison Tenaga Radiasi menyebabkan ionisasi lansung senyawa kimia yang dikandung dalam sel, mutasi yang dapat berjejas atau membunuh sel-sel. Tenaga Listerik meyebabkan luka bakar, dapat mengganggu jalur konduksi syaraf dan sering berakibat kematian karena aritmia jantung. d. Agen Mikrobiologi: Virus dan rcketsia merupakan parasit obligat intrasel yang hidupnya hanya di dala sel-sel hidup. Virus yang menyebabkan perubahan pada sel : Sitolisis (dapat menyebabkan kematian sel), Onkogen (merangsang replikasi sel, berakibat tumor). Kuman dengan membebaskan eksotoksin dan endotoksin yang mampu mengakibatkan jejas sel, melepaskan enzim sehinga dapat merusak sel. Jamur, protozoa dan cacing dapat menyebabkan kerusakan dan penyakit pada sel e. Mekanisme Imun: Penyebab kerusakan sel dan penyakit pada sel.

Antigen penyulut berasal dari eksogen (Resin tanaman beracun), endogen (antigen sel) yang menyebabkan penyakit autoimun. f. Cacat Genitika: Kesalahan metabolisme keturunan dapat mengurangi sutu enzem sel. Dalam keadaan parah meyebabkan kelangsungan hidup sel tidak sesuai. Beberapa keadaan abnormal genetika diturunkan sebagai sifat keluarga (anemia sel sabit). g. Ketidak seimbangan Nutrisi: Defesiensi nutrisi penyebab jejas sel yang penting, mengancam menjadi masalah kehancuran di masa mendatang. Defesiensi protein-kalori, avitaminosis, kalori berlebihan dan diet kaya lemak merupakan masalah ketidakseimbangan nutrisi di dunia. h. Penuaan: Penuaan dan kematian sel merupakan akibat penentuan progresif selama jangka waktu hidup sel dengan informasi genitik yang tidak sesuai akan menghalangi fungsi normal sel. (http://keperawatankomunitas.blogspot.com/2009/07/jejas-sel-dan-adaptasi.html) 1.3.1.b. Berdasarkan tingkat kerusakannya, jejas sel dikelompokkan menjadi 2 kategori utama: p. Reversible cell injuri(degeneration) q. Irreversible cell injuri (cell death) (Robbin, Kumar. 2007) 1.3.1.c. Mekanisme Mola Hidatidosa Efek osmotik,ada juga yang mengatakan degenerati hidropik (http://ksuheimi.blogspot.com/2008/06/mola-hidatidosa.html). Mola Hidatidosa (MH) dibagi atas MH komplit dan MH inkomplit atau partial. Pembagian ini berdasarkan gambaran mikroskopik dan kelainan khromosom yang terlihat. Biasanya penderita mola adalah ibu-ibu yang berusia relatif muda di usia 20-30an tahun. Sebenarnya MH adalah abnormalitas dari placenta atau ari-ari bayi ditandai oleh pembengkakan

struktur villi yang membentuk gelembung mola yang terlihat seperti gelembung buah anggur. Karena itu sering disebut kehamilan anggur, karena terlihat seperti setandan buah anggur yang biasa dijual di supermarket. Masing-masing gelembung berdiameter1-30 millimeter dengan janin, tali pusat dan selaput amnion negatif atau tidak ditemukan. Pada kehamilan anggur ini biasanya tidak ditemukan atau tidak dapat diidentifikasi adanya janin atau embryo. Rahim tampak membesar tidak sesuai dengan usia kehamilan. Umumnya ibu hamil normal pada usia kehamilan 20 minggu, rahimnya akan membesar setinggi pusat. Pada MH, pembesaran rahim akan jauh lebih cepat. Pada MH jumlah khromosom biasanya normal, yaitu 85% 46 XX dan 15% 46 XY. Peneliti dari Jepang Kiajii dan Ohama menemukan, bahwa didalam inti sel-sel trofoblast MH komplit, baik dari ras oriental maupun kaukasia mengandung hanya khromosom dari ayah/ paternal tidak ditemukan adanya khromosom ibu. Karena itu disebut mempunyai asal androgenik. Hal itu disebabkan, terjadinya gametosis dan fertilisasi/pembuahan abnormal. Pada kasus khromosome 46 XX, terjadi pembuahan pada sel telur yang kosong oleh satu sperma haploid. Pada kasus khromosom 46 XY, terjadi pembuahan sel telur kosong oleh dua sperma haploid yang dilanjutkan kemudian melakukan fusi dan replikasi. Jadi kelaianan primer pada MH komplit terletak pada sel trofoblast, sedangkan pembengkakan menyerupai buah anggur hanya fenomena sekunder akibat perubahan fisiologik yang dipicu oleh proliferasi sel trofoblast. Frekuensi MH komplit dari berbagai belahan dunia, berbeda-beda. Di Amerika Serikat sangat rendah yaitu 1 dari 2000 kehamilan pada ibu muda dan sehat. Di Asia Tenggara (tidak termasuk Indonesia) angka kejadian MH komplit 4-5 kali frekuensi di USA. Berturut-turut frekuensi semakin tinggi sebagai berikut: di Mexico City (1:200), Filipina (1:173), India (1:160), Taiwan (1:125). Di Indonesia ternyata frekuensi MH komplit tertinggi diseluruh dunia yaitu 1:82 kehamilan.

Pada kehamilan normal, seharusnya kadar serum betaHCG mulai menghilang pada usia kehamilan 14 minggu. Sedangkan pada MH komplit, level betaHCG terus meningkat setelah usia kehamilan 14 minggu. Seringkali ditemukan gejala keracunan hamil seperti : hipertensi, pembengkakan terutama di kaki dan albuminuria atau urine yang mengandung protein albumin. MH komplit dapat berlanjut dengan berbagai kelainan yang lebih berat, seperti dapat terjadi kanker ganas, bahkan sangat ganas yang disebut Choriocarcinoma. (http://www.sukmamerati.com/hamil-anggur-atau-mola-hidatidosa-ditandai-dengan-pembesaranuterus-yang-abnormal; http://www.kalbe.co.id/dod_detail.php?detail=79; http://fkunsyiah.forumotion.com/artikel-f39/mola-hidatidosa-t252.htm) I.3.1.d. Ciri Khas Makroskopik dan Mikroskopik Mola

- Makroskopik : Gelembung-2 putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, dengan ukuran bervariasi dari beberapa milimeter sampai satu atau 2 cm (http://botefilia.com/index.php/archives/2009/01/11/molahidatidosa/)

-Mikroskopik:

Stroma villi mengalami degenerasi hidrofik yang tampak sebagai kista, proliferasi trofoblas, tidak adanya/berkurangnya pembuluh darah villi, tidak terdapat vaskularisasi. (http://nyol.blogspot.com/2008/02/mola-hidatidosa-hamil-anggur.html)

1.3.1.e. Menurut saya, janin dalam kandungan ibu tersebut tidak dapat bertahan hidup karena pada kehamilannya tidak ada bayi, melainkan gelembung-gelembung yang berisi darah sehingga warnanya merah keunguan menyerupai anggur. Untuk tindak lanjut dari penyakit ini, sebaiknya diadakan pengecekan dan melakukan perbaikan keadaan umum, pengeluaran jaringan mola (evakuasi), profilaksis dengan sitostatika, dan pemeriksaan tindak lanjut (follow up) (http://botefilia.com/index.php/archives/2009/01/11/mola-hidatidosa/)

I.3.2.a. Perbedaan utama Apoptosis dan Nekrosis Apoptosis: aksi bunuh diri sel yang dikenal juga sebagai kematian terprogram, di mana program 'bunuh diri' ini diaktivasi dan diregulasi oleh sel itu sendiri. Nekrosis: kematian sel dan jaringan secara tidak alami.

Perbedaan antara Nekrosis dan Apoptosis

Nekrosis Kematian oleh faktor luar sel Sel membengkak Pembersihan debris oleh fagosit dan sistem imun sulit Sel sekarat tidak dihancurkan fagosit maupun sistem imun

Apoptosis Kematian diprogram oleh sel Sel tetap ukurannya Pembersihan berlangsung cepat Sel sekarat akan ditelan fagosit karena ada sinyal dari sel

Lisis sel Merusak sel tetangga (inflamasi)

Non-lisis Sel tetangga tetap hidup normal

(http://id.wikipedia.org/wiki/Penuaan_dan_kematian_sel_dan_jaringan; http://www.neuroonkologi.com/articles/Apoptosis_pada_cedera_otak_traumatik.pdf)

I.3.2.b. Perbedaan Nekrosis Koagulativa dan Liquefactive: Nekrosis koagulativa yaitu nekrosis yang ditandai dengan pembengkakan,mengeras dan pucat. Terjadi denaturasi protein plasma,dan pemecahan oraganel sel. Nekrotik liquefactive adalah nekrosis yang mengalami penghancuran jaringan menjadi basah.Biasanya terjadi karena terinfeksi bakterial sehingga menyebabkan terakumulasinya sel darah putih. (Robbins, Kumar.2007)

BIBLIOGRAFI: Alberts B, Johnson A, Lewis J, Raff M, Roberts K, Walter P. 2002. Molecular Biology of The Cell. New York and London: Garland Science NCBI Books Gartner, LP, Hiatt, JL. Color Textbook of Histology. 3th ed. Philaderlhia: Elsevier Saunders; 2007. p. 167-8. http://www.klikdokter.com/article/detail/122 Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 2. Penerjemah: Brahm U.P.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2001. h. 235-7.