IDENTITAS SOSIAL DENGAN PRASANGKA PADA PRAJURIT TNI …
Transcript of IDENTITAS SOSIAL DENGAN PRASANGKA PADA PRAJURIT TNI …
ISSN: 2301-8267
Vol. 04, No.01, Januari 2016
75
IDENTITAS SOSIAL DENGAN PRASANGKA PADA PRAJURIT
TNI AD TERHADAP ANGGOTA KEPOLISIAN
Rusdah Sarifah
UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Konflik kerap terjadi antara oknum-oknum dari institusi negara seperti TNI
dengan POLRI yang seharusnya menjadi alat ketahanan negara, pelindung
dan pengayom masyarakat. Konflik disebabkan banyak faktor, salah satunya
kuatnya identitas sosial dan prasangka antara kedua pihak. Identitas sosial
yang tinggi terhadap masing-masing kesatuan membuat kecenderungan
untuk memandang negatif kelompok lain semakin besar. Penelitian
bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan positif antara
identitas sosial dengan prasangka pada prajurit TNI AD di Pusdikbekang.
Penelitian ini dilakukan pada 70 prajurit dengan teknik random sampling.
Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan model analisis
korelasi Pearson. Hasil analisis data menunjukan bahwa hipotesis diterima,
angka korelasi sebesar rxy = 0.538 dengan Pvalue = 0.000 (Pvalue ≤0,05), yang
berarti terdapat hubungan positif antara identitas sosial dan prasangka.
Semakin tinggi tingkat identitas sosial maka kecenderungan prasangka
prajurit TNI AD Pusdikbekang terhadap anggota kepolisian semakin tinggi.
Kata Kunci: Identitas Sosial, Prasangka, Konflik
Conflicts often occur between the state apparatus that acts as an element of
the nation's defense and security between state institutions particularly the
TNI and the POLRI. Conflicts caused by many factors, including the high
social identity and prejudice between the two parties. High social identity
in-group has made negative tendency toward another group getting bigger.
The study aimed to determine a relationship between social identity with
prejudice among soldiers of the Pusdikbekang. The subject was 70 soldiers
that taken by random sampling techniques. Methods of data analysis was
Pearson correlation analysis model. The results found that the hypothesis is
accepted, with correlation values was 0,538. It means there was a positive
relationship between social identity and prejudice. The increasing level of
social identity in line with the increasing of prejudice tendency among the
soldier’s Pusdikbekang toward members of the police.
Keywords: Social Identity, Prejudice, Conflict
ISSN: 2301-8267
Vol. 04, No.01, Januari 2016
76
Indonesia merupakan negara dengan berbagai macam suku, budaya, etnis, agama dan
kelompok yang berbeda-beda. Masyarakat yang multi-etnik, multi-kultural, dan
berkumpul di sana berbagai macam kelompok yang menimbulkan identitas sosial yang
komplek sifatnya. Indonesia adalah kawasan yang tidak stabil dan rawan konflik yang
sewaktu-waktu bisa mencuat ke permukaan menjadi konflik terbuka. Konflik terbagi
horisontal yang ada di Indonesia sering berkaitan dengan SARA (Suku, Agama, Ras dan
Antar golongan). Hal itu disebabkan oleh kondisi masyarakat Indonesia yang heterogen
dan pluralis yang terdiri dari berbagai macam suku, agama, ras dan golongan. ada juga
konflik antar golongan tertentu, seperti maraknya kekerasan yang terjadi antar geng
motor, bentrok yang dilakukan antar pelajar di berbagai daerah, kerusuhan yang
dilakukan antar mahasiswa sampai konflik yang terjadi pada tatanan yang lebih tinggi
yaitu pada institusi Negara. Konflik yang terjadi diranah institusi Negara bermacam-
macam, seperti konflik antara DPRD dengan Gubernur Jakarta, konflik antara KPK
dengan Polri, juga konflik yang terjadi antara TNI dan Polri.
Sebagai bagian dari TNI, tugas pokok TNI Angkatan Darat adalah menegakkan
kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah
Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara
(www.tniad.mil.id).
Polri sebagai penegak hukum yang berperan dalam memelihara keamanan dan
ketertiban masyarakat, harus mampu menegakkan hukum, memberikan pengayoman
dan pelayanan kepada masyarakat. Berdasarkan visi Polri, Polri bertugas sebagai
pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat yang selalu dekat dan bersama-sama
masyarakat, serta sebagai penegak hukum yang profesional dan proposional yang selalu
menjunjung tinggi supermasi hukum dan hak azasi manusia, Pemelihara keamanan dan
ketertiban serta mewujudkan keamanan dalam negeri dalam suatu kehidupan nasional
yang demokratis dan masyarakat yang sejahtera (www.humas.polri.go.id).
Catatan Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) yang
dilansir dalam kompasiana.com menyebutkan bahwa sejak tahun 2005 hingga April
2012 terdapat 27 kasus yang melibatkan aparat TNI dan Polri. Dari catatan tersebut,
disebutkan 7 personel polisi tewas sementara 32 lainnya terluka akibat perseteruan
dengan TNI. Sementara dari TNI, 3 meninggal dunia dan 15 orang terluka. Berdasarkan
data Pusat Studi Politik dan Keamanan Unpad, konflik TNI dan Polri pada 2014 tercatat
terjadi sebanyak delapan kali. Bila dihitung dalam kurun 1999-2014, jumlah insiden
hampir mencapai 200 kasus dengan korban tewas sebanyak 20 orang (www.bbc.com)
Tugas TNI dan Polri memiliki kesamaan, yaitu sama-sama melindungi masyarakat.
Konflik yang terjadi diantara keduanya merupakan kontradiksi dari tugas kedua institusi
ini. Konflik yang sering terjadi membuat masyarakat resah, dirugikan dan merasa tidak
aman. Bagaimana bisa membuat masyarakat aman dan terlindungi jika penegak hukum,
memelihara keamanan, ketertiban masyarakatnya sendiri malah membuat posisi
masyarakat menjadi pihak yang dirugikan. Dalam beberapa kasus bentrok TNI dan
Polisi banyak terlansir bahwa warga sipil menjadi korban luka-luka. Padahal fungsi
ISSN: 2301-8267
Vol. 04, No.01, Januari 2016
77
kedua institusi ini adalah pelindung masyarakat dari ancaman dan gangguan terhadap
keutuhan bangsa dan negara.
Dewasa ini kepercayaan masyarakat terhadap aparatur Tentara Nasional Indonesia
(TNI) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) melemah, antara lain, karena
digunakan sebagai alat kekuasaan pada masa lalu; rasa aman dan ketenteraman
masyarakat berkurang; meningkatnya gangguan keamanan dan ketertiban; serta
terjadinya kerusuhan massal dan berbagai pelanggaran hukum serta pelanggaran hak
asasi manusia (Narasi Bidhankam: Program pembangunan ketahanan dan keamanan
negara).
Individu dalam masyarakat membentuk suatu identitas sosial. Hal ini karena individu
membutuhkan pengenalan diri agar dapat saling mengenal sesama dan dapat
membedakan sesama. Tajfel (1979) mendefinisikan Identitas sosial sebagai
pengetahuan individu dimana dia merasa sebagai bagian anggota kelompok yang
memiliki kesamaan emosi serta nilai (dalam Putra, 2008). Identitas bisa berbentuk
kebangsaan, ras, etnik, kelas pekerja, agama, umur, gender, suku, keturunan, dan lain-
lain. Begitu pula identitas sosial yang terbentuk dari kedua institusi TNI dan Polri ini
yang diatur dengan tugas dan kewenangan yang berbeda setelah pemisahannya dari
ABRI.
Banyaknya konflik yang melibatkan oknum-oknum TNI dan Polri menjadi sebuah
fenomena yang akan peneliti gagas. Dimana konflik yang akan diteliti bukan merupakan
konflik terbuka melainkan konflik tertutup. Dimana konflik tertutup dalam penelitian ini
diartikan sebagai munculnya rasa benci dan sikap permusuhan yang diasumsikan
sebagai sebuah prasangka.
Peneliti berasumsi bahwa identitas sosial menjadi salah satu faktor yang berhubungan
dengan munculnya prasangka diantara kedua institusi Negara ini. Maka peneliti
mengajukan untuk melakukan penelitian terhadap salah satu kelompok yang kerap kali
terlibat konflik, yaitu Tentara Nasional Indonesia Angkata Darat. TNI AD memiliki
banyak sekali kesatuan dan Pusat pendidikan, khususnya di Kota Cimahi, salah satunya
adalah Pusat Pendidikan Pembekalan Angkutan (Pusdikbekang). Sebagai salah satu
bagian dari TNI AD, para prajurit di Pusdikbekang terikat dengan Satya Marga, Sumpah
Prajurit dan visi, misi kemiliteran TNI AD.
Identitas sosial prajurit TNI AD dibangun dengan landasan yang tertera pada Sapta
Marga dan Sumpah Prajurit. Prajurit TNI AD memperoleh pendidikan dan pelatihan
yang sama, sesuai dengan tugas dan fungsi kesatuan yang beraneka ragam. Rasa
memiliki terhadap kelompok telah ditaman dari mulai masa seleksi calon prajurit
sampai kedalam tahapan setiap jenjang pendidikan kemiliteran, baik itu dari
kepangkatan tamtama, bintara dan perwira. Berdasarkan keterangan tersebut dapat
dikatakan bahwa setiap prajurit TNI AD dibentuk untuk memiliki identitas sosial yang
cenderung tinggi. Pada dasarnya, identitas yang terbentuk pada TNI AD dapat
diprediksi berdasarkan kepangkatan prajurit itu sendiri, dengan kata lain semakin lama
prajurit tersebut berada menjadi bagian dari korps, maka ada kemungkinan semakin
tinggi pula identitas sosial yang dimiliki.
ISSN: 2301-8267
Vol. 04, No.01, Januari 2016
78
Keberadaan identitas sosial menandakan adanya usaha individu untuk meningkatkan
harga diri yang positif, yaitu individu mengidentifikasi dirinya sebagai bagian dari suatu
kelompok. Jika harga diri individu dalam kelompoknya terancam, maka ia berusaha
untuk membandingkan diri dengan kelompok lain. Hal ini dapat memunculkan bias in
group. Bias in group merupakan perasaan positif terhadap kelompok sendiri dan
perasaan negatif terhadap kelompok lain. Perasaan negatif tersebut dengan prasangka.
Perasaan negatif merupakan bagian dari sikap; karena prasangka merupakan sebuah
sikap. Seperti yang dikemukakan Myers (2012) bahwa prasangka adalah praduga
berupa penilaian negatif mengenai suatu kelompok dan setiap individu dari anggotanya.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah identitas sosial memiliki hubungan
positif dengan prasangka pada prajurit TNI AD di Pusdikbekang terhadap anggota
kepolisian.
Identitas Sosial
Tajfel (1979) mendefinisikan Identitas sosial sebagai pengetahuan individu dimana dia
merasa sebagai bagian anggota kelompok yang memiliki kesamaan emosi serta nilai.
Identitas sosial juga merupakan konsep diri seseorang sebagai anggota kelompok
(dalam Hogg dan Abrams, 2003). Menurut Jackson dan Smith (1999), identitas sosial
dapat dikonseptulaisasikan kedalam empat dimensi yaitu, persepsi dalam konteks antar
kelompok; daya tarik in group; keyakinan saling terkait dan depersonalisasi. Peran yang
dimainkan oleh identitas sosial dalam hubungan antar kelompok tergantung dimensi
mana yang berlaku. In group bias merupakan refleksi perasaan tidak suka pada out
group dan perasaan suka pada in group. Hal tersebut terjadi kemungkinan karena
loyalitas terhadap kelompok yang dimilikinya yang pada umumnya disertai evaluasi
kelompok lain (Tajfel, 1974; Billig, 1982; dalam Hogg dan Abrams, 2003). Prasangka
biasanya terjadi disebabkan oleh “in group favoritism”, yaitu kecenderungan untuk
mendiskriminasikan dalam perlakuan yang lebih baik atau menguntungkan in group di
atas out group. Berdasarkan teori tersebut, masing-masing dari kita akan berusaha
meningkatkan harga diri kita, yaitu: identitas pribadi (personal identity) dan identitas
sosial (social identity) yang berasal dari kelompok yang kita miliki. Jadi, kita dapat
memperteguh harga diri kita dengan prestasi yang kita miliki secara pribadi dan
bagaimana kita membandingkan dengan individu lain (Tajfel dan Tunner, 1982; Hogg
dan Abrams, 2003).
Teori identitas sosial menjelaskan perilaku kelompok terjadi karena adanya dua proses
penting, yaitu proses kognitif dan proses motivasional. Proses kognitif membuat
individu melakukan kategorisasi pada stimulus yang ia hadapi, termasuk juga pada
kelompok yang ia temui, hingga individu cenderung memandang orang lain sebagai
anggota in group atau anggota out group (Hogg dan Abrams, 1990 dalam Sarwono
2009). Sementara itu, sebagai proses motivasional, perilaku yang ditampilkan anggota
suatu kelompok merupakan usaha individu agar memperoleh harga diri dan identitas
sosial yang positif. Setiap individu memiliki motivasi untuk memiliki harga diri yang
positif dan untuk memelihara harga dirinya. Ia mengidentifikasikan diri pada kelompok
tertentu terutama yang memiliki berbagai kualitas positif.
Jackson dan Smith (1999) menjelaskan identitas sosial dikonseptualisasikan kedalam
empat dimensi sebagai berikut:
ISSN: 2301-8267
Vol. 04, No.01, Januari 2016
79
a. Persepsi dalam konteks antar kelompok
Dengan mengidentifikasikan diri pada sebuah kelompok, maka status dan gengsi yang
dimiliki oleh kelompok tersebut akan mempengaruhi persepsi setiap individu
didalamnya. Persepsi tersebut kemudian menuntut individu untuk memberikan
penilaian, baik terhadap kelompoknya maupun kelompok yang lain.
b. Daya tarik in-group
Secara umum, in group dapat diartikan sebagai suatu kelompok dimana seseorang
mempunyai perasaan memiliki dan “common identity” (identitas umum). Sedangkan out
group adalah suatu kelompok yang dipersepsikan jelas berbeda dengan “in group”.
Adanya perasaan “in group” sering menimbulkan “in group bias”, yaitu kecenderungan
untuk menganggap baik kelompoknya sendiri.
c. Keyakinan saling terkait
Social identity merupakan keseluruhan aspek konsep diri seseorang yang berasal dari
kelompok sosial mereka atau kategori keanggotaan bersama secara emosional dan hasil
evaluasi yang bermakna. Artinya, seseorang memiliki kelekatan emosional terhadap
kelompok sosialnya. Kelekatan itu sendiri muncul setelah menyadari keberadaannya
sebagai anggota suatu kelompok tertentu. Orang memakai identitas sosialnya sebagai
sumber dari kebanggaan diri dan harga diri. Semakin positif kelompok dinilai maka
semakin kuat identitas kelompok yang dimiliki dan akan memperkuat harga diri.
Sebaliknya jika kelompok yang dimiliki dinilai memiliki prestise yang rendah maka hal
itu juga akan menimbulkan identifikasi yang rendah terhadap kelompok. Dan apabila
terjadi sesuatu yang mengancam harga diri maka kelekatan terhadap kelompok akan
meningkat dan perasaan tidak suka terhadap kelompok lain juga meningkat.
d. Depersonalisasi
Ketika individu dalam kelompok merasa menjadi bagian dalam sebuah kelompok, maka
individu tersebut akan cenderung menggunakan nilai-nilai dalam kelompok untuk
diterapkan pada nilai-nilai yang ada dalam dirinya, sesuai dengan nilai yang ada dalam
kelompoknya tersebut. Namun, hal ini juga dapat disebabkan oleh perasaan takut tidak
‘dianggap’ dalam kelompoknya karena telah mengabaikan nilai ataupun kekhasan yang
ada dalam kelompok tersebut. Keempat dimensi tersebut cenderung muncul ketika
individu berada ditengah-tengah kelompok dan ketika berinteraksi dengan anggota
kelompok lainnya.
Prasangka
Myers (2012) menjelaskan prasangka merupakan praduga berupa penilaian negatif
mengenai suatu kelompok dan setiap individu dari anggotanya. Prasangka merupakan
sikap; yaitu kombinasi dari perasaan (feeling), kecenderungan bertindak (inclination to
act), dan yang Keyakinan (belief). Definisi tersebut dapat dengan mudah diingat sebagai
sikap ABC: Affect/perasaan), behavior/perilaku dan cognition/ keyakinan.
ISSN: 2301-8267
Vol. 04, No.01, Januari 2016
80
METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain korelasional. Desain korelasional berusaha
menyelidiki nilai-nilai dari dua atau lebih variabel dan menguji dan menentukan
hubungan-hubungan (relations) atau antarhubungan-antarhubungan (Interrelationship)
yang ada diantara mereka didalam satu lingkungan tertentu (Silalahi, 2012).
Subjek Penelitian
Jumlah sampel yang digunakan berjumlah 70 responden prajurit TNI AD di
Pusdikbekang. Dengan teknik sampling yang digunakan adalah random sampling.
Random sampling merupakan proses pemilihan sampel dalam cara tertentu yang
didalamnya semua elemen dalam populasi yang didefinisikan mempunyai kesempatan
yang sama, bebas, dan seimbang dipilih menjadi sampel. (Silalahi, 2012). Teknik
pengambilan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan
metode kuisioner.
Instrumen Penelitian
Alat pengambilan data adalah berbentuk skala Menurut Idrus (2009), skala merupakan
instrumen pengumpul data yang bentuknya hampir sama dengan daftar cocok atau
angket model tertutup, namun alternatif jawabannya merupakan perjenjangan. Skala
yang peneliti gunakan adalah skala model Likert.
Analisa Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah dengan korelasi product moment
dari Pearson.
HASIL PENELITIAN
Tabel 1. Hasil Uji Hipotesis Identitas Sosial dan Prasangka
Hasil Uji
Statistik
Kriteria
Pengujian
Uji
Hipotesis Kesimpulan
α = 0,05
r xy = 0. 538
Pvalue= 0,000
Pvalue ≤ α
H0 ditolak
sehingga H1
diterima
Terdapat hubungan positif antara
identitas sosial dengan prasangka pada
prajurit TNI AD
di Pusdikbekang terhadap Anggota
Kepolisian
Pada hasil pengolahan data diperoleh Pvalue sebesar 0,00 dengan ketentuan taraf
signifikasi (α) penelitian sebesar 0,05. Dengan kriteria tersebut uji hipotesis penelitian
diterima apabila Pvalue ≤ α, artinya H0 ditolak dan H1 diterima. Maka hipotesis penelitian
diterima yaitu dengan terdapatnya hubungan positif antara identitas sosial dengan
prasangka pada prajurit TNI AD di Pusdikbekang terhadap Anggota Kepolisian.
ISSN: 2301-8267
Vol. 04, No.01, Januari 2016
81
Berdasarkan pengolahan data melalui analisis statistik di peroleh koefisien korelasi
sebesar 0.538. Kriteria korelasi identitas sosial dan prasangka menggunakan kriteria
Guillford sehingga nilai rxy sebesar 0.538 termasuk ke dalam kategori moderat dengan
arah positif. Artinya, identitas sosial dan prasangka memiliki hubungan yang cukup
signifikan. Dengan kata lain, semakin tinggi identitas sosial yang ada pada prajurit TNI
AD maka semakin tinggi pula kecenderungan prasangka yang dimiliki mereka terhadap
anggota kepolisian.
Tabel 2. Gambaran Kategori Identitas Sosial
Norma Kategori Jumlah Prosentase
55 - 64 Tinggi 18 25.71%
45 - 54 Sedang 40 57.14%
35 - 44 Rendah 12 17.14%
Jumlah 70 100%
Terdapat 25.71% prajurit TNI AD memiliki skor identitas sosial berkategori tinggi,
artinya sebagian besar responden tersebut cenderung sudah mengidentifikasikan dirinya
sebagai bagian dari prajurit TNI AD. Responden dapat memberikan penilaian baik
terhadap In group dan out group nya, Responden mempunyai perasaan memiliki dan
cenderung menganggap baik in group nya. Responden memiliki kelekatan emosional
terhadap kelompok sosialnya. Responden memaka identitas sosialnya sebagai sumber
dari kebanggaan diri dan harga diri. Individu memakai nilai-nilai kelompok sebagai
nilai-nilai pada dirinya.
Terdapat 57.14% prajurit TNI AD yang memiliki skor identitas sosial berkategori
sedang, dengan kata lain responden telah mampu untuk mengidentifikasikan dirinya
sebagai bagian dari prajurit TNI AD namun masih dalam proses menjadi lebih kuat.
Proses penanaman rasa kesatuan dalam kelompok dibangun melalui pendidikan dan
pelatihan yang dilakukan secara terus menerus, sehingga akan menanamkan nilai-nilai
kesatuan pada setiap prajurit. 17.14% prajurit TNI AD yang memiliki skor identitas
sosial berkategori rendah, yang artinya responden cenderung tidak menjadikan identitas
sosialnya sebagai sumber harga diri.
Tabel 3. Gambaran Kategori Prasangka
Norma Kategori Jumlah Prosentase
58 – 67 Tinggi 14 20%
48 – 57 Sedang 29 41.42%
38 – 47 Rendah 27 38.57%
Jumlah 70 100%
Berdasarkan tabel diatas, terdapat 20% prajurit TNI AD memiliki skor prasangka
berkategori tinggi, dengan kata lain responden memiliki perasaan merendahkan dan
perasaan tidak suka terhadap out group. Responden memiliki kecenderungan untuk
menghindari dan menolak melakukan kegiatan yang melibatkan out group . Dan
responden memiliki pandangan, keyakinan dan penilaian negatif terhadap out group.
ISSN: 2301-8267
Vol. 04, No.01, Januari 2016
82
Terdapat 41.42% prajurit TNI AD memiliki skor prasangka yang termasuk dalam
kategori sedang, yang berarti bahwa responden cenderung memiliki perasaan
merendahkan dan perasaan tidak suka terhadap out group. Responden memiliki
kecenderungan untuk menghindari dan menolak melakukan kegiatan yang melibatkan
out group. Dan responden cenderung memiliki pandangan, keyakinan dan penilaian
negatif terhadap out group. Responden memiliki prasangka pada out group, namun
prasangka yang ada tidak selalu muncul menjadi sebuah perilaku. 38.57% prajurit TNI
AD memiliki skor prasangka yang termasuk dalam kategori rendah, yang artinya
responden cenderung tidak memiliki perasaan negatif terhadap anggota kepolisian.
Tabel 4. Korelasi Dimensi Identitas Sosial dan Prasangka
Dimensi Identitas Sosial Nilai r Variabel
Persepsi dalam konteks antar kelompok 0.238
Prasangka
Daya tarik in-group 0.318
Keyakinan saling terkait 0.549
Depersonalisasi 0.487
Aspek kayakinan saling terkait memiliki korelasi dengan prasangka sebesar 0.549,
aspek ini hubungan positif dalam kategori moderat. Hal ini berarti prajurit
Pusdikbekang memiliki kelekatan emosional dengan kelompoknya dan mereka
menggunakan identitas sebagai sumber dari kebanggaan diri dan harga diri mereka.
Semakin positif keyakinan saling terkait dalam kelompoknya, maka semakin kuat
kebanggaan dan harga diri mereka. Apabila terjadi sesuatu yang mengancam harga diri
mereka, maka kelekatan terhadap kelompok akan meningkat dan perasaan tidak suka
terhadap kelompok lain juga meningkat. Hal ini berhubungan dengan prasangka yang
mereka miliki terhadap anggota kepolisian.
Aspek depersonalisaasi memiliki korelasi sebesar 0.487, dengan kata lain aspek ini
berhubungan secara positif dalam kategori moderat dengan prasangka. Prajurit TNI AD
di Pusdikbekang memiliki kecenderungan untuk menggunakan nilai-nilai kelompok
untuk diterapkan pada nilai-nilai yang ada dalam dirinya.
Tabel 5. Tabulasi Silang Identitas Sosial dan Prasangka
Pada tabulasi silang terdapat 33 responden yang memiliki identitas sosial berkategori
tinggi, 25 responden yang memiliki identitas sosial berkategori sedang dan 12
responden yang memiliki identitas sosial berkategori rendah. Terdapat 14 responden
Prasangka
Identitas
Sosial
Tinggi Sedang Rendah Total
Tinggi 14 4 15 33
Sedang - 25 - 25
Rendah - - 12 12
Total 14 29 27 70
ISSN: 2301-8267
Vol. 04, No.01, Januari 2016
83
yang memiliki prasangka berkategori tinggi, 29 responden yang memiliki prasangka
berkategori sedang dan 27 responden yang memiliki prasangka berkategori rendah.
Berdasarkan tabulasi silang terdapat 14 responden yang memiliki skor identitas sosial
dan prasangka dalam kategori tinggi. Sebanyak 4 responden memiliki skor identitas
sosial berkategori tinggi dan skor prasangka berkategori sedang. Terdapat 15 responden
yang memiliki skor identitas sosial yang tinggi dengan skor prasangka berkategori
rendah. Sebanyak 25 responden memiliki skor identitas sosial dan prasangka
berkategori sedang. Dan 12 responden memiliki skor identitas sosial dan prasangka
berkategori rendah.
DISKUSI
Pada hasil pengolahan data diperoleh Pvalue sebesar 0,00 dengan ketentuan taraf
signifikasi (α) penelitian sebesar 0,05. Dengan kriteria tersebut uji hipotesis penelitian
diterima apabila Pvalue ≤ α, artinya H0 ditolak dan H1 diterima. Maka hipotesis penelitian
diterima yaitu dengan terdapatnya hubungan positif antara identitas sosial dengan
prasangka pada prajurit TNI AD di Pusdikbekang terhadap Anggota Kepolisian.
Berdasarkan pengolahan data melalui analisis statistik di peroleh koefisien korelasi
sebesar 0.538. Kriteria korelasi identitas sosial dan prasangka menggunakan kriteria
Guillford sehingga nilai rxy sebesar 0.538 termasuk ke dalam kategori moderat dengan
arah positif. Artinya, identitas sosial dan prasangka memiliki hubungan yang cukup
signifikan. Dengan kata lain, semakin tinggi identitas sosial yang ada pada prajurit TNI
AD maka semakin tinggi pula kecenderungan prasangka yang dimiliki mereka terhadap
anggota kepolisian.
Penelitian menunjukan bahwa prajurit TNI AD di Pusdikbekang mempunyai
kecenderungan untuk membuat kategori sosial (social categorization). Identitas sosial
dibentuk atas tingginya perasaan in group yang kuat bahwa setiap orang memiliki
kecenderungan untuk membagi dunia sosialnya menjadi in group dan out group
(Brigham, 1991 dalam Ahmadi, 2008). Identitas sosial yang tinggi ditandai dengan
keyakinan saling terkait satu sama lain dalam in group dan kuatnya depersonalisasi
yang setiap prajurit miliki. Nilai-nilai yang dimiliki kelompok khususnya pada kesatuan
TNI AD ataupun korps yang menekankan norma kelompok sebagai norma individu
cenderung akan membuat individu-individu didalamnya memiliki keberbedaan dengan
out group sebagai suatu hal yang harus dimilikinya. Akibatnya muncul in group bias,
yaitu kecenderungan untuk menganggap baik kelompoknya sendiri dan merefleksi
perasaan tidak suka pada out groupnya.mengidentifikasi diri pada in group dapat
menghasilkan kritikan yang tidak tepat pada out group dan perilaku tidak adil pada out
group (Jackson & Smith, 1999).
In group bias juga dapat muncul dalam bentuk ketidaktepatan proses generalisasi
terhadap anggota dari out group ketika interaksi antar kelompok terjadi. Jika anggota
dari out group berbuat hal negatif, maka digeneralisasikan pada semua anggota out
group. Sedangkan bila ada anggota in group berbuat salah, maka ada pengecualian yang
terjadi dalam in groupnya. Proses generalisasi yang salah terhadap anggota kesatuan
ISSN: 2301-8267
Vol. 04, No.01, Januari 2016
84
atau in groupnya ini sangat rentan memunculkan sikap atau perilaku diskriminatif dari
in group terhadap out group.
Aspek keyakinan saling terkait pada skala identitas sosial yang menunjukkan korelasi
moderat dengan prasangka sebesar 0.549. Hal ini berarti prajurit Pusdikbekang memiliki
kelekatan emosional dengan in group nya dan mereka menggunakan identitas sebagai
sumber dari kebanggaan diri dan harga diri mereka. Semakin positif keyakinan saling
terkait dalam in group nya, maka semakin kuat kebanggaan dan harga diri mereka.
Apabila terjadi sesuatu yang mengancam harga diri mereka, maka kelekatan terhadap in
group akan meningkat dan perasaan tidak suka terhadap out group juga meningkat. Hal
ini berhubungan dengan prasangka yang mereka miliki terhadap anggota kepolisian.
Penelitian ini menunjukan bahwa aspek depersonalisaasi memiliki korelasi sebesar
0.487, yang berarti prajurit TNI AD memiliki kecenderungan untuk menggunakan nilai-
nilai kelompok untuk diterapkan pada nilai-nilai yang ada dalam dirinya.
Berdasarkan penelitian empiris lainya, identitas sosial dan prasangka memiliki tingkat
korelasi yang beragam, diantaranya penelitian yang dilakukan Ali, Indrawati &
Masykur (2010) tentang hubungan antara identitas etnik dengan prasangka terhadap
etnik Tolaku pada mahasiswa Muna di Universitas Haluoleo Kendari Sulawesi Selatan.
Berdasarkan analisis data yang dilakukan diperoleh nilai koefisien korelasi (rxy) sebesar
0,356 dengan p= 0,000 (p≤0,05). Angka tersebut menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang positif dan signifikan antara variabel identitas etnik dengan prasangka
terhadap etnik Tolaki. Arah hubungan kedua variabel positif, yaitu semakin kuat
identitas etnik maka akan semakin tinggi pula prasangka terhadap etnik Tolaki pada
mahasiswa Muna di Universitas Haluoleo Kendari Sulawesi Tenggara.
Identitas sosial dapat menimbulkan pengaruh yang positif dan negatif. Identitas sosial
dapat dipandang menjadi pengaruh yang positif apabila individu berhasil meningkatkan
harga diri, kebanggaan dan perasaan positif pada in group nya. Sehingga individu akan
lebih bersikap toleran terhadap out group (Brewer 2002 dalam Putra 2008). Pengaruh
negatif dari identitas sosial timbul bilamana meningkatnya prasangka terhadap out
group (Putra 2008). Jika identitas sosial yang prajurit TNI AD mempengaruhi perilaku
atau sikap yang cenderung bias terhadap out group khususnya terhadap anggota
kepolisian, merupakan sesuatu yang keliru. Identitas sosial yang dimiliki prajurit TNI
AD diharapkan membuat para prajurit lebih mencintai korpsnya, menjaga kesatuan dan
persatuan korpsnya dengan cara yang positif sehingga prajurit lebih bertanggung jawab
atas tugas dan fungsinya sebagai alat ketahanan negara, serta menjadi contoh yang baik
untuk masyarakat.
Pada konsep identitas sosial, menurut Duckkit (2001 dalam Putra 2008) ada beberapa
cara yang dapat digunakan untuk mengurangi prasangka diantaranya:
1) De-kategorisasi
Individu berinteraksi dengan menganggap individu lain sebagai person dan bukan
bagian dari kelompok, melalui kontak positif diharapkan dapat mendorong berubahnya
sikap seseorang yang sebelumnya tidak suka menjadi lebih terbuka dan menerima
individu lain keluar dari stereotip negatif kelompok. Mengenali individu karena
kelebihannya, bukan karena keanggotaannya pada out group.
ISSN: 2301-8267
Vol. 04, No.01, Januari 2016
85
2) Re-kategorisasi.
Masing-masing kelompok membangun identitas superordinat bersama. Pembentukan
identitas superordinat memalui pembentukan identitas baru atau dua identitas yang
saling menunjang dan membutuhkan. Seperti menonjolkan identitas nasional dibanding
identitas korps atau institusi. Hal ini dapat dibangun dengan bagaimana institusi
melibatkan prajurit dalam kegiatan yang dilakukan bersama institusi lain untuk
menyelesaikan masalah atau hal yang menyangkut kepentingan negara. Sehingga
kebhinekaan dapat diwujudkan oleh aparatur negara dan menjadi contoh yang baik bagi
masyarakat.
3) Lintas silang kategorisasi.
Individu memiliki identitas kolektif, yaitu individu adalah bagian dari beberapa identitas
kelompok yang memungkinkan untuk individu bertemu dengan individu dari out group.
Semakin individu merasa memiliki banyak kelompok, maka ia semakin bersikap toleran
terhadap orang dan out group (Brewer & Pierce 2002; dalam Putra 2012). Rasa
memiliki banyak kelompok sangat memungkin individu untuk bersikap toleran,
mengingat masyarakat Indonesia yang memiliki berbagai macam suku, budaya, etnis,
agama dan kelompok yang berbeda-beda.
SIMPULAN DAN IMPLIKASI
Berdasarkan hasil penelitian ini maka peneliti menyimpulkan bahwa: Terdapat
hubungan positif antara identitas sosial dengan prasangka pada prajurit TNI AD di
Pusdikbekang terhadap Anggota Kepolisian, dengan nilai sebesar r xy = 0.589. hal ini
termasuk pada kategori berkorelasi tinggi dengan arah hubungan positif. Dengan
demikian semakin tinggi identitas sosial pada prajurit TNI AD di Pusdikbekang maka
semakin tinggi pula kecenderungan prasangkanya terhadap anggota kepolisian.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, untuk berbagai pihak baik itu
institusi negara dan masyarakat supaya menjadikan identitas sosial sebagai wadah untuk
memajukan kelompok, membangun harga diri yang positif dan digunakan sebagai
wujud dari toleransi juga saling menghargai. Individu hidup berkelompok membentuk
identitas nasional sebagai bagian dari negara Indonesia yang menjungjung tinggi
Bhinneka Tunggal Ika, walaupun setiap kelompok memiliki tujuan dan kepentingan
yang berbeda-beda, identitas sosial yang terbentuk diharapkan tidak menimbulkan
kecenderungan untuk saling berprasangka apalagi sampai menyebabkan konflik.
Kemudian bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat menyempurnakan segala
keterbasan penelitian ini sebagai berikut: 1) Penambahan variabel penelitian, peneliti
menyadari ketika membahas tentang fenomena konflik antara oknum TNI dan oknum
Polri tidak hanya melibatkan variabel seperti identitas sosial dan prasangka saja. Masih
banyak faktor yang berkemungkinan menjadi penyebab terjadinya konflik antara kedua
kelompok ini. Variabel yang dapat dikaji lebih jauh diantaranya adalah perilaku agresif,
konformitas, stereotype, favoritism, dan perilaku diskriminasi. 2) Pemilihan responden
penelitian yang lebih beragam, tidak hanya melibatkan TNI AD dari satu kesatuan atau
Pusdik (Pusat Pendidikan), namun menggunakan responden penelitian dari kesatuan
ISSN: 2301-8267
Vol. 04, No.01, Januari 2016
86
lainnya seperti Kopassus, Armed, Infanteri, dan lain-lain. 3) Penelitian ini dapat
dikembangkan menjadi penelitian komparatif, yaitu dengan membandingkan variabel
penelitian baik identitas sosial maupun prasangka yang diukur secara sistematis dari
kedua kelompok yang pernah mengalami konflik, seperti yang terjadi pada oknum dari
TNI AD dan oknum dari Polri.
REFERENSI
Ahmadi, A. (2009). Psikologi sosial, edisi revisi. Jakarta: Asdi Mahasatya
Ali, R. (2010). Hubungan antara identitas etnik dengan prasangka terhadap etnik Tolaki
pada mahasiswa Muna di Universitas Haluleo Kendari Sulawesi Tenggara.
Jurnal Psikologi Undip, 7(1).
Anwar, S. (2010). Ilmu fiqih dan ushulfiqih. Bogor: Ghalia Indonesia.
Arikunto, S. (2010). Prosedur penelitian: Suatu pendekatan praktik. Jakarta: PT Rineka
Cipta.
Azwar, S. (2012). Penyusunan skala psikologi.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Azwar, S. (2012). Sikap manusia: Teori dan pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Baron, R.A. & Byrne, D. (2004). Psikologi sosial, Eds 10, Jilid satu. Ed. Ratna
Djuwita, Penerjemah. Jakarta: Erlangga.
Brown, R. (2005). Prejudice: Menangani prasangka dari perspektif psikologi sosial,
Ed. Helly P. Soetjipto & Sri Mulyantini Soetjipto. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Chaplin, J.P. (2004). Kamus lengkap psikologi, Ed. Kartini Kartono. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Friedenberg, L. (1995). Psychological testing: Design, analysis, and use.
Massachusetts: Allyn & Bacon.
Gerungan, WA. (2010). Psikologi sosial. Bandung : Refika Aditama.
Hogg, M.A. & Abrams, D. (2003). Social psychology: Intergroup behavior and social
context IV. London: Sage Publication Ltd.
Idrus, M. (2009). Metodologi penelitian, Eds. kedua. Jakarta: Erlangga.
Jackson, W.J. & Smith, R.E. (1999). Conceptualizing social identity: A new framework
and evidence for the impact of different dimensions. Researchgates:
Personality and Social Psychology Bulletin.
Jasman, A. (2013). Win-win solution untuk TNI-POLRI.
http://www.kompasiana.com/ardiansyah_jasman/win-win-solution-untuk-
ISSN: 2301-8267
Vol. 04, No.01, Januari 2016
87
tni-polri_55201da3a333110844b65b9b. Diunduh pada tanggal 27 April
2014.
Junaedi, D. (2011). Agar Allah selalu menolongmu!. Jakarta: Suluk.
Myers, D. (2010). Psikologi Sosial, Eds. 10, Ed. Aliya Tusyani, Lala Septani Sembiring,
Petty Gina Gayatri, Putri Nurdin Sofyan. Jakarta: Salemba Humanika.
Narasi Bidhankam. Program pembangunan ketahanan dan keamanan negara. Bab XI :
XI.1. www.bphn.go.id/data/documents/00uu025.doc. Diunduh pada
tanggal 19 Juni 2014.
Nashori, F. (2008). Psikologi sosial Islami. Bandung: Refika Aditama.
Nelson, T.D. (2002). Psychology of prejudice. Boston: Allyn & Bacon.
Nuraeni & Faturochman. (2006). Social prejudice and social identity factors of
aggressive behavior in Social conflicts. Jurnal Sosiosains, 19(1).
Putra, I.E. & Pitaloka, A. (2012). Psikologi prasangka: sebab dampak dan solusi.
Bogor: Ghalia Indonesia.
Sarwono, S.W. & Meinaro, E.A. (2009). Psikologi sosial. Jakarta: Salemba Humanika.
Sarwono, S.W. (2006). Psikologi prasangka orang Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Sears, D.O. et al,. (1994). Psikologi sosial. Jakarta: Erlangga.
Shihab, M.Q. (2012). Al-Lubab: Makna, tujuan, dan pelajaran dari surah Al-
Qur’an.Tangerang: Lentera Hati.
Silalahi, U. (2012). Metode penelitian sosial, Eds. ketiga. Bandung: Refika Aditama.
Sumintono, B. & Widhiarso, W. (2013). Aplikasi model rasch untuk penelitian ilmu-
ilmu sosial. Cimahi: Trims Komunikata Publishing House.
Suliyanto. (2011). Perbedaan pandangan skala likert sebagai skala ordinal atau skala
interval. Universitas Diponegoro.
Suryabrata, S. (2003). Metodologi penelitian. Jakarta: Rajawali Pers.
Susilawati, N.A. (2014). Pengaruh identitas sosial terhadap gaya hidup penggemar K-
Pop. Bandung: Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung.
Walgito, B. (2007). Psikologi kelompok. Yogyakarta: C.V ANDI.
Widhiarso, W. (2010). Pengembangan skala psikologi: Lima Kategori Respons ataukah
Empat Kategori Respons?.Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.
http://www.jpnn.com/read/2014/04/15/228539/Inilah-Daerah-Rawan-Konflik-Sosial-di-
Indonesia-Diunduh pada tanggal 20 Mei 2014.
ISSN: 2301-8267
Vol. 04, No.01, Januari 2016
88
http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2014/10/141014_investigasi_bentrok_p
olisi_tni_batam. Diunduh pada tanggal 9 November 2014.
http://www.wartainfo.com/2014/11/6-kasus-bentrok-tni-vs-polri-terpara.html. Diunduh
9 November 2014.
http://politik.news.viva.co.id/news/read/560279-anggota-dpr--tni-polri-sering-bentrok-
karena-wibawa-pimpinan-lemah. Diunduh pada tanggal 3 Maret 2015.
http://www.antarasumbar.com/berita/71148/legislator-tangani-akar-masalah-atasi-
konflik-tni polri.html?utm_source=fly&utm medium=related&utm
campaign=news. Diunduh pada tanggal 3 Maret 2015.
http://news.liputan6.com/read/2136934/komisi-i-dpr-kewibawaan-pimpinan-tni-dan-
polri-lemah. Diunduh pada tanggal 3 Maret 2015.
http://m.news.viva.co.id/news/read/560510-mencari-solusi-kasus-bentrok-tni-dan-polri.
Diunduh pada tanggal 11 April 2015.
http://www.kompasiana.com/pandu_wibowo/konflik-antar-etnis-penyebab-dan-
solusi_54f6d84fa33311ea608b4a5e. Diunduh pada tanggal 15 Juni 2014.
http://www.tniad.mil.id. Diunduh pada tanggal 6 Februari 2014.
http://www.humas.polri.go.id. Diunduh pada tanggal 6 Februari 2014.