Identitas PenderitaPemeriksa
description
Transcript of Identitas PenderitaPemeriksa
Identitas Penderita Pemeriksa
No CM : 8234xx Nama: Dewi Ayu Rahmasari
Tgl : 18-12-2015 NPM: 1102007082
Nama : Nn. A
Umur : 16 tahun
Alamat : Kp. Gandasari 01/02, Karang Pawitan
Pekerjaan : Pelajar (SMA 18 Garut)
Anamnesa
Keluhan utama : Penglihatan mata buram saat melihat jauh
Anamnesa khusus : Pasien datang ke poliklinik mata RSU dr slamet garut dengan keluhan
penglihatan mata buram saat melihat dalam jarak jauh. Penglihatan mata mulai kabur sejak ±
5 bulan yang lalu. Pasien mengaku bila didalam kelas pasien sulit melihat tulisan dipapan
saat duduk dibangku paling belakang. Pasien memiliki riwayat kebiasaan sering menonton Tv
dan membaca buku dengan jarak dekat sejak kecil. Penglihatannya kabur timbul secara
perlahan, mata kabur dirasakan pada kanan dan kiri tidak terlalu mengganggu. Pasien merasa
lebih jelas saat membaca/melihat dekat. Pasien juga mengalami kesulitan apabila melihat
garis lurus / huruf dari jauh, yang terlihat garisnya seperti bengkok , ada bayangannya yang
menjadikan pusing. Pasien mengaku sering menyipitkan mata apabila melihat jauh. Pasien
merasa nyaman apabila melihat dekat. Pasien mengaku belum pernah menggunakan
kacamata. Pasien tidak mengeluh melihat ganda, tidak mengeluh melihat kilatan-kilatan
cahaya beberapa hari sampai beberapa minggu sebelumnya.
Anamnesis Keluarga : Riwayat keluhan pandangan buram dan memakai kacamata dialami oleh Ayah pasien.
Riwayat penyakit dahulu : Pasien memiliki riwayat penyakit maag sejak 4 tahun yang lalu
Riwayat SOS-EK : Baik
Riwayat Gizi : Baik
1
Pemeriksaan Visus dan Refraksi
Visus OD OS
SC 0,8 1,0
CC 1,0 -
STN Maju -
Koreksi S-0,25 C-0,25 90° -
Adde - -
Gerakan bola mata baik ke segala arah baik ke segala arah
Pemeriksaan Eksternal
OD OS
Palp Superior : Tak Tak
Palp Inferior : Tak Tak
Cilia : Tumbuh Teratur Tumbuh Teratur
Ap. Lakrimalis : Tak Tak
C. Tars Sup : Tenang Tenang
C. Tars Inf : Tenang Tenang
C. Bulb : Tenang Tenang
Cornea : Jernih Jernih
Coa : Jernih Jernih
Pupil : Bulat, Sentral Bulat, Sentral
Diameter Pupil : ±3mm ±3mm
Reflek Cahaya
- Direct : (+) (+)- Konsensuil: (+) (+)
Iris : Sinekia (-) Sinekia (-)
Lensa : Jernih Jernih
2
Pemeriksaan Slit Lamp dan Biomimcroscopy
OD OS
Cilia : tumbuh teratur tumbuh teratur
Conjungtiva : tenang tenang
Cornea : jernih jernih
COA : jernih jernih
Pupil : bulat, sentral bulat, sentral
Iris : bulat, sentral bulat, sentral
Lensa : Jernih Jernih
Tonometri schiots : OD Tidak dilakukan
OS Tidak dilakukan
Palpasi : Normal
Pemeriksaan Funduskopi
OD OS
Lensa : Jernih Jernih
Vitreus : sulit dinilai sulit dinilai
Fundus : reflek fundus cemerlang reflek fundus cemerlang
Resume
Pasien datang ke poliklinik mata RSU dr slamet garut dengan keluhan penglihatan mata buram saat melihat dalam jarak jauh. Penglihatan mata mulai kabur sejak ± 5 bulan yang lalu. Pasien mengaku bila didalam kelas pasien sulit melihat tulisan dipapan saat duduk dibangku paling belakang. Pasien juga mengalami kesulitan apabila melihat garis lurus / huruf dari jauh, yang terlihat garisnya seperti bengkok , ada bayangannya yang menjadikan pusing.
3
OD OS
Visus : 0,8 1,0
Koreksi : S-0,25 C-0,25 90° -
GBM : Baik kesegala arah Baik kesegala arah
C. Tars Sup : Tenang Tenang
C. Tars Inf : Tenang Tenang
C. Bulb : Tenang Tenang
Cornea : Jernih Jernih
Coa : Jernih Jernih
Pupil : Bulat, Sentral Bulat, Sentral
Diameter Pupil : ±3mm ±3mm
Iris : Sinekia (-) Sinekia (-)
Lensa : Jernih Jernih
Tonometri schiots : Tidak dilakukan
Funduskopi : Normal Normal
Lensa : Jernih Jernih
Vitreus : Sulit Dinilai Sulit Dinilai
Fundus : Reflek Fundus cemerlang Reflek Fundus cemerlang
Diferensial Diagnosa :
1. Astygmatisme myopicus compositus
Ditegakkan karena pasien mengeluh pandangan kabur saat melihat jauh seperti ada
bayangannya, dari hasi pemeriksaan koreksi visus OD dengan lensa Sferis negatif &
lensa silinder negatif, koreksi visus OD dengan lensa Sferis negatif & lensa silinder
negatif.
4
2. Astigmatisme mixtus, disingkirkan karena dari hasil pemeriksaan , tidak ada koreksi
lensa sferis positif, koreksi visus ODS dengan lensa Sferis negatif & lensa silinder
negatif. Pada Astigmatisme mixtus dimana 2 titik masing-masing jatuh di depan retina
(myopia) dan belakang retina (hypermetropia).
Diagnosa Kerja : Astygmatisme myopicus compositus OD
Rencana Pemeriksaan : -
Rencana Terapi
Medikamentosa : -
Non-Medikamentosa :
Resep kacamata
OD : S – 0,25 C – 0,25 axis 900
Prognosa
Qou ed Vitam : ad bonam
Quo ed Functionam : ad bonam
5
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Myopia disebut sebagai rabun jauh akibat berkurangnya kemampuan untuk melihat jauh
akan tetapi dapat melihat dekat dengan lebih baik. Hipermetropa juga dikenal dengan istilah
hyperopia atau rabun dekat. Pasien dengan hipermetropia mendapat kesukaran untuk melihat
dekat akibat sukarnya berakomodasi. Keluhan akan bertambah dengan bertambahnya umur
yang diakibatkan melemahnya otot siliar untuk akomodasi dan berkurangnya kekenyalan
lensa. Astigmat adalah terdapatnya variasi kurvatura atau kelengkungan kornea atau lensa
pada meridian yang berbeda yang akan mengakibatkan sinar tidak terfokus pada satu titik.
Presbiopi perkembangan normal yang berhubungan dengan usia, dimana akomodasi yang
diperlukan untuk melihat dekat perlahan – lahan berkurang. 1
Kelainan refraksi adalah keadaan dimana bayangan tegas tidak dibentuk pada retina
(macula lutea). Pada kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan system optic pada mata
sehingga menghasilkan bayangan kabur. Pada mata normal, kornea dan lensa membelokkan
sinar pada titik focus yang tepat pada sentral retina. Keadaan ini memerlukan susunan kornea
dan lensa yang sesuai dengan panjangnya bola mata. Pada kelainan refraksi, sinar tidak
dibiaskan tepat pada macula lutea, tetapi dapat didepan atau dibelakang macula. Kelainan
refraksi dikenal dalam bentuk myopia, hipermetropia dan astigmat.
B. Anatomi dan Fisiologi Mata1
1. Kornea
Merupakan jendela paling depan dari mata dimana sinar masuk dan
difokuskan ke dalam pupil . Bentuk kornea cembung dengan sifat yang
transparan dimana kekuatan pembiasan sinar yang masuk 80 % atau 40 dioptri
, dengan indeks bias 1, 38 .
2. Iris
Iris merupakan bagian yang memberi warna pada mata, warna coklat pada iris
yang akan menghalangi sinar masuk kedalam mata,iris juga mengatur jumlah
sinar yang masuk kedalam pupil melalui besarnya pupil.
3. Pupil
Pupil berwarna hitam pekat yang mengatur jumlah sinar masuk kedalam bola
mata. Pada pupil terdapat m.sfinger pupil yang bila berkontraksi akan
6
mengakibatkan mengecilnya pupil (miosis) dan m.dilatator pupil yang bila
berkontriksi akan mengakibatkan membesarnya pupil (midriasis)
Gambar 1. Anatomi mata.
4. Corpus siliaris
Berperan untuk akomodasi dan menghasilkan humor aquaeus
5. Lensa
Lensa dapat membiaskan sinar 20 % atau 10 dioptri dan berperan pada saat
akomodasi. 65 % lensa mengandung air dan 35 % protein
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tidak berwarna dan hampir
transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm.
Di sebelah depan terdapat selapis epitel subkapsular. Nukleus lensa lebih
keras daripada korteksnya
Enam puluh lima persen terdiri dari air, sekitar 35 % protein (kandungan
protein tertinggi di antara jaringan-jaringan tubuh) dan sedikit sekali mineral
yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya.
6. Retina
Retina akan meneruskan rangsangan yang diterimanya berupa bayangan benda
sebagai rangsangan elektrik ke otak sebagai bayangan yang dikenal. Pada
Retina terdapat sel batang sebagai sel pengenal sinar dan sel kerucut yang
mengenal frekuensi sinar.
7. Nervus Optikus
7
Saraf penglihatan yang meneruskan rangsangan listrik dari mata ke korteks
visual untuk dikenali bayangannya
8
BAB II
PEMBAHASAN
I. MIOPIA
Myopia adalah salah satu bentuk kelainan refraksi dimana yang datang sejajar
dari jarak yang tak berhingga difokuskan didepan retina saat mata tidak
berakomodasi. Pasien dengan myopia akan menyatakan melihat lebih jelas bila dekat
sedangkan melihat jauh kabur atau pasien adalah rabun jauh.
Pasien myopia mempunyai punctum remotum (titik terjauh yang masih dapat
dilihat) yang dekat sehingga mata selalu dalam atau berkedudukan konvergensi yang
akan menimbulkan keluhan astenopia konvergensi. Bila kedudukan mata ini menetap
maka penderita akan terlihat juling kedalam atau esotropia. 2
Secara fisiologis sinar yang difokuskan pada retina terlalu kuat sehingga
membentuk bayangan kabur atau tidak tegas pada macula lutea. Titik focus sinar yang
datang dari benda yang jauh terletak didepan retina. Titik jauh (punctum remotum)
terletak lebih dekat atau sinar datang tidak sejajar. 2
ETIOLOGI
Berdasarkan penyebabnya, myopia dapat dibedakan menjadi myopia aksialis
dan refraktif. Secara fisiologis sinar yang difokuskan pada retina terlalu kuat sehingga
membentuk bayangan kabur atau tidak tegas pada macula lutea. Titik focus sinar yang
datang dari benda yang jauh terletak didepan retina. Titik jauh (punctum remotum)
terletak lebih dekat atau sinar datang tidak sejajar. 2,3
MYOPIA AKSIALIS
Terjadi karena jarak antara anterior dan posterior terlalu panjang dengan
kelengkungan kornea dan lensa yang normal. Normal jarak ini adalah 24,5 mm. Dapat
merupakan kelainan congenital maupun didapat, serta adapula factor herediter. Yang
congenital didapatkan pada makroftalmus sedang yang didapat terjadi karena: 1,3
1. Anak membaca terlalu dekat. Bila anak membaca terlalu dekat, maka ia harus
berkonvergensi berlebihan. M. rectus internus berkontraksi berlebihan, bola
mata terjepit oleh otot – otot mata luar sehingga polus posterior mata yang
merupakan tempat terlemah dari bola mata memanjang.
9
2. Wajah yang lebar. Menyebabkan terjadinya konvergensi yang berlebihan bila
hendak melakukan pekerjaan dekat sehingga mengakibatkan hal yang sama
seperti diatas.
3. Bendungan, peradangan atau kelemahan dari lapisan yang mengelilingi bola
mata, disertai dengan tekanan yang tinggi, disebabkan penuhnya vena dari
kepala akibat membungkuk, dapat menyebabkan pula tekanan pada bola mata,
sehingga polus posterior memanjang.
Pada orang dengan myopia 6 D, punctum remotumnya 100/6 = 15 cm. jadi harus
membaca pada jarak yang dekat sekali, 15 cm, jika tidak dikoreksi, sehingga ia harus
mengadakan konvergensi berlebihan. Akibatnya polus posterior mata lebih
memanjang dan myopianya bertambah. Jadi didapatkan suatu lingkaran setan antara
myopia yang tinggi dan konvergensi. Semakin lama myopianya semakin progresif.
MYOPIA REFRAKTIF
Penyebabnya terletak pada:
1. Kornea:
a. Congenital: keratokonus dan keratoglobus.
b. Didapat: karatektasia, karena menderita keratitis, kornea jadi lemah.
Oleh karena tekanan intraokuler, kornea menonjol kedepan.
2. Lensa: lensa terlepas dari zonula zinii, pada luksasi lensa atau subluksasi
lensa, oleh kekenyalannya sendiri lensa menjadi lebih cembung. Pada katarak
imatur, akibat masuknya aqueus humor, lensa menjadi cembung.
3. Cairan mata: pada penderita DM yang tidak diobati, kadar gula dari aqueus
humor meninggi sehingga daya biasnya meninggi juga. 3,4
KLASIFIKASI MYOPIA
Berdasarkan tinggi dioptrinya, dibedakan menjadi: 5
Myopia ringan 0,25 – 3,00 D
Myopia sedang >3,00 – 6,00 D
Myopia berat >6,00 D
Secara klinis dibedakan menjadi:
Myopia simpleks, myopia stasioner, myopia fisiologis.
Timbul pada usia muda kemudian berhenti. Dapat juga naik sedikit pada
waktu atau segera setelah pubertas, atau didapat kenaikan sedikit sampai usia
10
20 tahun. Besar dioptrinya kurang dari -5 D tau -6 D. tajam penglihatan
dengan koreksi yang sesuai dapat mencapai keadaan normal.
Myopia progresif
Dapat ditemukan pada semua usia dan mulai sejak lahir. Kelainan mencapai
puncaknya saat masih remaja, bertambah terus sampai usia 25 tahun atau
lebih. Besar dioptrinya melebihi 6 D.
Myopia maligna
Myopia progresif yang lebih ekstrem. Myopia progresif dan myopia maligna
disebut juga myopia patologis atau degenerative, karena disertai kelainan
degenerative di koroid dan bagian lain dari mata.
GEJALA MYOPIA
Tanda objektif:
Oleh karena orang myopia jarang melakukan akomodasi, maka jarang miosis,
jadi pupilnya midriasis. Mm. siliarisnya pun menjadi atrofi, menyebabkan iris
letaknya lebih ke dalam, sehingga bilik mata depan lebih dalam. 5
Pada myopia simpleks:
Didapatkan mata yang lebih menonjol, bilik mata depan yang dalam, pupil
yang relative lebar, tetapi tidak disertai kelainan dibagian posterior mata. Mungkin
hanya terlihat kresen myopia yang tampak putih disebelah temporal papil, sedikit
atrofi dari koroid yang superficial, sehingga pembuluh darah koroid yang lebih besar
tampak lebih jelas membayang.
Pada myopia patologik:
a. Gambaran pada segmen anterior serupa dengan myopia simpleks
b. Gambaran yang ditemukan pada segmen posterior berupa kelainan – kelainan
pada:
i. Badan kaca: dapat ditemukan kekeruhan berupa perdarahan atau
degenerasi yang terlihat sebagai floaters atau benda – benda yang
mengapung dalam badan kaca. Kadang – kadang ditemukan ablasi
badan kaca yang dianggap belum jelas hubungannya dengan keadaan
myopia.
ii. Papil saraf optic: terlihat pigmentasi peripapil, kresen myopia, papil
terlihat lebih pucat yang meluas terutama ke bagian temporal. Kresen
myopia dapat ke seluruh lingkaran papil sehingga seluruh papil
11
dikelilingi oleh daerah koroid yang atrofi dan pigmentasi yang tidak
teratur.
Myopic Crescent
iii. Macula: berupa pigmentasi di daerah retina, kadang – kadang
ditemukan perdarahan subretina pada daerah macula.
iv. Retina bagian perifer: berupa degenerasi kista retina bagian perifer
v. Seluruh lapisan fundus yang tersebar luas berupa penipisan koroid
dan retina. Akibat penipisan ini maka bayangan koroid tampak lebih
jelas dan disebut sebagai fundus tigroid.
Fundus Tigroid
KOREKSI MYOPIA
Myopia dikoreksi dengan menggunakan lensa sferis konkaf (minus) yang
dapat memindahkan bayangan mundur ke retina. 6,7
Berikut ini adalah beberapa metode yang dapat digunakan untuk koreksi
myopia dan juga kelainan refraksi lainnya:
a. Kacamata
12
b. Lensa kontak (lensa kontak keras atau lunak)
c. Bedah keratorefraktif
d. Lensa intraocular
e. Ekstraksi lensa jernih untuk myopia
KOMPLIKASI MYOPIA
Komplikasi myopia sering terjadi pada myopia tinggi, dapat berupa: 8
i. Dinding mata yang lemah, karena sclera lebih tipis
ii. Degenerasi miopik pada retina dan koroid. Retina lebih tipis sehingga terdapat
resiko tinggi terjadinya robekan pada retina
iii. Ablasi retina, lubang pada macula sering terjadi pada myopia tinggi
iv. Orang dengan myopia mempunyai kemungkinan lebih tinggi terjadi glaucoma
Koreksi Myopia
II. ASTIGMATISME
Definisi
13
Astigmatisme adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar sejajar dengan garis
pandang oleh mata tanpa akomodasi dibiaskan tidak pada satu titik tetapi lebih dari
satu titik.
Etiologi
Kelainan astigmatisme adalah sebagai berikut: 5,8
i. Adanya kelainan kornea dimana permukaan luar kornea tidak teratur.
Media refrakta yang memiliki kesalahan pembiasan paling besar
adalah kornea, yaitu mencapai 80 – 90% dari astigmatismus,
sedangkan media lainnya adalah lensa kristalin. Kesalahan pembiasan
pada kornea ini terjadi karena perubahan lengkung kornea dengan
tanpa pemendekan atau pemanjangan diameter anterior posterior bola
mata.
Perubahan lengkung permukaan kornea terjadi karena kelainan
congenital, kecelekaan, luka atau parut dikornea, peradangan kornea
serta akibat pembedahan kornea.
ii. Adanya kelainan pada lensa dimana terjadi kekeruhan pada lensa.
Semakin bertambah umur seseorang, maka kekuatan akomodasi lensa
kristalin juga semakin berkurang dan lama – kelamaan lensa kristalin
akan mengalami kekeruhan yang dapat menyebabkan astigmatismus.
iii. Intoleransi lensa atau lensa kontak pada postkeratoplasty
iv. Trauma pada kornea
v. Tumor
Patofisiologi
Pada mata normal, permukaan kornea yang melengkung teratur akan memfokuskan
sinar pada satu titik.pada orang normal bidang media refrakta yang dibagi menjadi 4
meredian (meskipun sebenarnya bisa jauh lebih banyak dari itu, dari 0° -360°) yaitu meredian
0 atau 180°, 45°, 90°, dan 135°.
14
Pada astigmatisma, pembiasan sinar tidak difokuskan pada satu titik. Sinar pada
astigmatisma dibiaskan tidak sama pada semua arah sehingga pada retina tidak didapatkan
satu titik fokus pembiasan. Sebagian sinar dapat terfokus pada bagian depan retina sedang
sebagian sinar lain difokuskan di belakang retina.
Dan yang ini
15
Pada kedua gambar di atas nampak terdapat pola kekuatan bias yang tidak seragam di
semua bidang meredian. Pola kekuatan bias seperti itu akan menghasilkan lebih dari 1 titik
fokus, karena setiap kekuatan bias yang ada akan memiliki panjang fokusnya sendiri,
sehingga jika (misalnya) terdapat 10 perbedaan kekuatan bias, maka juga akan terdapat 10
perbedaan panjang fokus. Otomatis ini akan menghasilkan 10 titik fokus yang letaknya akan
membentuk garis searah dengan sumbu aksial bola mata. Ilustrasi berikut ini akan
menunjukkan pola fokus tersebut, dengan mengambil kekuatan bias yang terbesar dan
terkecil dari 2 ilustrasi (gambar B dan C) di atas.
Klasifikasi
Berdasarkan posisi garis focus dalam retina, astigmatisme dibagi sebagai berikut:
1) Astigmatisme Reguler
Dimana didapatkan dua titik bias pada sumbu mata karena adanya dua
bidang yang saling tegak lurus pada bidang yang lain sehingga pada salah satu
bidang memiliki daya bias yang lebih kuat daripada yang lain. Astigmatisme
jenis ini, jika mendapat koreksi lensa silindris yang tepat, akan bisa
menghasilkan tajam penglihatan normal. Tentunya jika tidak disertai dengan
kelainan penglihatan yang lain. 1,2
Bila ditinjau dari letak daya bias terkuatnya, bentuk astigmatisme
regular ini dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:
1. Astigmatisme With The Rule
Bila pada bidang vertical mempunyai daya bias yang lebih kuat
dari pada bidang horizontal.
2. Astigmatisme Against The Rule
Bila pada bidang horizontal mempunyai daya bias yang lebih
kuat dari pada bidang vertical.
3. Astigmatisme Ireguler
Dimana titik bias didapatkan tidak teratur.
Berdasarkan letak titik vertical dan horizontal pada retina,
astigmatisme dibagi sebagai berikut:
1. Astigmatisme Myopia Simpleks
Astigmatisme jenis ini, titik A berada didepan retina, sedang
titik B berada tepat pada retina (dimana titik A adalah titik
16
focus dari daya bias terkuat sedang titik B adalah titik focus
dari daya bias terlemah). Pola ukuran lensa koreksi
astigmatisme jenis ini adalah Sph 0,00 Cyl – Y atau Sph – X
Cyl + Y dimana X dan Y memiliki angka yang sama.
2. Astigmatisme Hiperopia Simpleks
Astigmatisme jenis ini, titik A berada tepat pada retina, sedang
titik B berada dibelakang retina.
3. Astigmatisme Myopia Kompositus
Astigmatisme jenis ini, titik A berada didepan retina, sedang
titik B berada diantara titik A dan retina. Pola ukuran lensa
koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph – X Cyl Y.
17
4. Astigmatisme Hiperopia Kompositus
Astigmatisme jenis ini, titik B berada dibelakang retina, sedang
titik A berada diantara titik B dan retina. Pola ukuran lensa
koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph + X Cyl +Y.
5. Astigmatisme Mixtus
Astigmatisme jenis ini, titik A tepat berada di depan retina,
sedang titik B berada dibelakang retina. Pola ukuran
lensakoreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph + X Cyl – Y
atau Sph – X Cyl + Y, dimana ukuran tersebut tidak dapat
ditransposisi hingga nilai X menjadi nol, atau notasi X dan Y
menjadi sama – sama + atau –.
18
Berdasarkan tingkat kekuatan dioptri:
1. Astigmatismus Rendah
Astigmatismus yang ukuran powernya < 0,50 D. biasanya
astigmatismus rendah tidak perlu menggunakan koreksi
kacamata. Akan tetapi jika timbul keluhan pada penderita maka
koreksi kacamata sangat perlu diberikan. 4
2. Astigmatismus Sedang
Astigmatismus yang ukuran powernya berada pada 0,75 D s/d
2,75 D. Pada astigmatismus ini pasien sangat mutlak diberikan
kacamata koreksi.
3. Astigmatismus Tinggi
Astigmatismus yang ukuran powernya >3,00 D. Pada
astigmatismus ini pasien sangat mutlak diberikan kacamata
koreksi.
TANDA DAN GEJALA
Pada umumnya, seseorang yang menderita astigmatismus tinggi menyebabkan
gejala – gejala sebagai berikut: 5,8
i. Memiringkan kepala (tilting head), pada umumnya keluhan ini sering terjadi
pada penderita astigmatismus oblique yang tinggi.
ii. Memutar kepala agar dapat melihat benda dengan jelas.
iii. Menyipitkan mata seperti halnya penderita myopia, hal ini dilakukan untuk
mendapat efek pinhole atau stenopaic slite. Penderita astigmatismus juga
menyipitkan mata pada saat bekerja dekat seperti membaca.
19
iv. Pada saat membaca, penderita astigmatismus ini memegang bacaan mendekati
mata, seperti pada penderita myopia. Hal ini dilakukan untuk memperbesar
bayangan, meskipun bayangan di retina tampak buram.
Sedang pada penderita astigmatismus rendah biasan ditandai dengan gejala –
gejala sebagai berikut:
i. Sakit kepala pada bagian frontal.
ii. Ada pengaburan sementara/sesaat pada penglihatan dekat, biasanya penderita
akan mengurangi pengaburan itu dengan menutup atau mengucek – ucek
mata.
DIAGNOSIS
1. Pemeriksaan pin hole
Uji lubang kecil ini dilakukan untuk mengetahui apakah berkurangnya tajam
penglihatan diakibatkan oleh kelainan refraksi atau kelainan pada media
penglihatan, atau kelainan retina lainnya. Bila ketajaman penglihatan
bertambah setelah dilakukan pinhole berarti pasien tersebut terdapat kelainan
refraksi yang belum dikoreksi dengan baik. Bila ketajaman penglihatan
berkurang berarti pada pasien terdapat kekeruhan media penglihatan ataupun
retina yang mengganggu penglihatan. 5,6
2. Uji Refraktif
1. Subjektif
Optotipe dari Snellen dan Trial Lens. Metode yang digunakan adalah
metode ‘Trial & Error’. Jarak pemeriksaan 6 meter/5 meter/20 kaki.
Digunakan kartu Snellen yang diletakkan setinggi mata penderita. Mata
diperiksa satu – persatu dibiasakan mata kanan terlebih dahulu. Ditentukan
visus masing – masing mata. Bila visus tidak 6/6, dikoreksi dengan lensa
sferis positif. Bila dengan lensa sferis positif tajam penglihatan membaik
atau mencapai 5/5. 6/6 atau 20/20 maka pasien dikatakan menderita
hipermetropia, apabila dengan pemberian lensa sferis positif menambah
kabur penglihatan kemudian diganti dengan lensa sferis negative
memberikan tajam peglihatan 5/5, 6/6, atau 20/20 maka pasien itu
menderita myopia.
20
Bila setelah pemeriksaan tersebut diatas tetap tidak tercapai tajam
penglihatan maksimal, mungkin pasien mempunyai kelainan refraksi
astigmat. Pada keadaan ini dilakukan uji pengaburan (fogging technique).
2. Objektif
i. Autorefraktometer. Yaitu menentukan myopia atau besarnya
kelainan refraksi dengan menggunakan computer. Penderita duduk
didepan autorefraktometer, cahaya yang dihasilkan oleh alat dan
respon mata terhadap cahaya diukur. Alat ini mengukur berapa besar
kelainan refraksi yang harus dikoreksi dan pengukurannya hanya
memerlukan waktu beberapa detik.
ii. Keratometri. Adalah pemeriksaan mata yang bertujuan untuk
mengukur radius kelengkungan kornea. Keratometer dipakai klinis
secara luas dan sangat berharga namun mempunyai keterbatasan. 11
3. Uji Pengaburan (Fogging Technique)
setelah pasien dikoreksi untuk myopia yang ada, maka tajam
penglihatan dikaburkan dengan lensa positif, sehingga tajam penglihatan
berkurang 2 baris pada kartu Snellen, misalnya dengan menambah lensa sferis
positif 3. Pasien diminta melihat kisi – kisi juring astigmat, dan ditanyakan
21
garis mana yang paling jelas terlihat. Bila garis juring pada 900 yang jelas,
maka tegak lurus padanya ditentukan sumbu lensa silinder, atau lensa silinder
ditempatkan dengan sumbu 1800. Perlahan – lahan kekuatan lensa silinder
negatif ini dinaikkan sampai garis juring kisi – kisi astigmat vertical sama
tegasnya atau kaburnya dengan juring horizontal atau semua juring sama
jelasnya bila dilihat dengan lensa silinder ditentukan yang ditambahkan.
Kemudian pasien diminta melihat kartu Snellen dan perlahan – lahan ditaruh
lensa negative sampai pasien melihat jelas.
Kipas Astigmat
4. Keratoskop
Keratoskop atau Placido disk digunakan untuk pemeriksaan
astigmatisme. Pemeriksa memperhatikan image “ring” pada kornea pasien.
Pada astigmatisme regular, “ring” tersebut berbentuk oval. Pada astigmatisme
ireguler, image tersebut tidak terbentuk sempurna.
5. Javal Ophtalmometer
Boleh digunakan untuk mengukur kelengkungan sentral kornea,
dimana akan menentukan kekuatan refraktif dari kornea.
TERAPI
22
1) Koreksi lensa
Astigmatismus dapat dikoreksi kelainannya dengan bantuan lensa
silinder. Karena dengan koreksi lensa silinder, penderita astigmatismus akan
dapat membiaskan sinar sejajar tepat diretina, sehingga penglihatan akan
bertambah jelas.
2) Orthokeratology
Orthokeratology adalah cara pencocokan dari beberapa seri lensa
kontak, lebih dari satu minggu atau bulan, untuk membuat kornea menjadi
datar dan menurunkan myopia. Kekuatan lensa kontak yang digunakan sesuai
standar. Pada astigmatismus ireguler dimana terjdi pemantulan dan pembiasan
sinar yang tidak teratur pada dataran permukaan depan kornea maka dapat
dikoreksi dengan memakai lensa kontak. Dengan memakai lensa kontak maka
permukaan depan kornea tertutup rata dan terisi oleh film air mata.
3) Bedah Refraksi
Metode bedah refraksi terdiri dari: 8,9
i. Radial Keratotomy (RK). Dimana pola jari – jari yang melingkar dan
lemah diinsisi di parasentral. Bagian yang lemah dan curam pada
permukaan kornea dibuat rata. Jumlah hasil perubahan tergantung pada
ukuran zona optic, angka dan kedalaman dari insisi.
ii. Photorefractive Keratectomy (PRK). Adalah prosedur dimana
kekuatan kornea ditekan dengan ablasi laser pada pusat kornea. Kornea
yang keruh adalah keadaan yang biasa terjadi setelah photorefractive
keratectomy dan setelah beberapa bulan akan kembali jernih. Pasien
tanpa bantuan koreksi kadang – kadang menyatakan penglihatannya
lebih baik pada waktu sebelum dioperasi. 9
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas S. Astigmatisme. Dalam: Kelainan Refraksi dan Koreksi Penglihatan, Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2006. P.43 – 92.
2. William, AL et al. Basic and Clinical Science Course: Optics, Refraction and Contact
Lens Section 3: American Academy of Ophtalmology, Lifelong Education of the
Ophtalmologist. 2002 – 2003. P.118 – 119.
3. Ilyas S. Astigmat. Dalam Ilmu Penyakit Mata Edisi Keempat. Jakarta: Fakulatas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2011. P.52 – 61.
4. Abrams D. Duke – Elder’s Practice of Refraction 10 th Edition. Churchil Livingstone.
Edinburg, 1993. P.65 – 71.
5. Vaughan DG, Asbury T, Riordan Eva, P. Kesalahan Refraksi dalam Oftalmologi
Umum Edisi 14. Jakarta: Widya Medika, 2004. P.401 – 406.
6. Ilyas S, dkk. Optik dan Refraksi. Dalam Ilmu Penyakit Mata untuk Dokter Umum dan
mahasiswa Kedokteran Edisi ke – 2. Jakarta: Sagung Seto. 2006. P.41 – 56.
7. James B, Chew C, Bron A. Optika Klinis. Oftalmologi Edisi Sembilan. Jakarta:
Erlangga, 2002. P.35 – 80.
8. Tanjung H. perbedaan Rata – Rata Rigiditas Okuler pada Myopia dan
Hipermetropiadi RSUP H. Adam Malik Medan. Medan: USU Digital Library, 2002: 2
– 3.
9. Ilyas S. 2005. Penuntun Ilmu Penyakit Mata, Cetakan I. Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
24