IDENTITAS PASIEN Alamat : Kraksan Wetan Probolinggo...
Transcript of IDENTITAS PASIEN Alamat : Kraksan Wetan Probolinggo...
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. B
Alamat : Kraksan Wetan Probolinggo
Umur : 66 thn
No.RM : 265046
ANAMNESIS (Autoanamnesis)
Keluhan : kelemahan separu badan dan berbicara pelo
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan lemah badan separuh dan berbicara pelo, dirasakan
sejak 1 hari yang lalu. Pasien tiba-tiba terjatuh dan kemudian pasien dibawa ke RS.
b. Riwayat Penyakit Dahulu
DM disangkal
Hipertensi disangkal
Stroke 15 tahun yang lalu
c. Riwayat Keluarga
DM dan Hipertensi disangkal
PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan Umum : pasien tampak sakit, kesadaran compos mentis, GCS 3-5-6
b. Tanda-tanda vital : HR: 160/100 mmHg; suhu 37,20 C; RR 24 x/ menit; nadi 100
x/menit,c. Keadaan Tubuh
Kepala : mesosefalKulit : turgor baik, pucat (-), sianosis (-), ikterik (-)Mata : konjungtiva anemis (-/-), pupil isokor, reflek pupil (+/+), ikterik (-/-)Hidung : sekret (-/-)Telinga : discharge (-/-)Mulut : kering (-), sianosis (-)Leher : simetris, pembesaran kelenjar limfe (-)
d. ThoraksParu
Pemeriksaan Depan BelakangKanan Kiri Kanan Kiri
INSPEKSIBentuk Simetris + + + +Pergerakan Simetris + + + +PALPASIPergerakan Simetris + + + +ICS Simetris + + + +PERKUSISuara Ketok Sonor Sonor Sonor Sonor
Sonor Sonor Sonor SonorSonor Sonor Sonor SonorSonor Sonor Sonor Sonor
AUSKULTASISuara Nafas Vesikuler Vesikuler Vesikuler Vesikuler
Vesikuler Vesikuler Vesikuler VesikulerVesikuler Vesikuler Vesikuler VesikulerVesikuler Vesikuler Vesikuler Vesikuler
Ronkhi - - - -- - - -- - - -- - - -
Wheezing - - - -- - - -- - - -- - - -
Jantung
Inspeksi Iktus cordis: tidak tampak
Palpasi Iktus: tidak teraba
Thrill: tidak didapat
Perkusi Batas kanan: ICS III-IV Parasternal line dextra
Batas kiri: ICS V, 1 cm lateral MCL sinistra
Auskultasi S1, S2: tunggal
Suara Tambahan: murmur (-) gallop (-)
AbdomenInspeksi Flat
Massa (-)
Auskultasi Bising usus (+) normal
Palpasi Supel
Hepar: tidak teraba
Lien: tidak teraba
Ginjal: tidak teraba
Nyeri tekan (-)
Perkusi Suara timpani
Shiftting Dulness: (-)
Undulasi : (-)
Extremitas
Motorik 3 2 Sensorik : dbn
3 2
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Darah lengkap
WBC : 8.030 Basofil : 0,2
Neotrofil : 60,1 RBC : 4,07
Lymposit : 26,3 HGB : 13,8
Monosit : 10,8 HCT : 40,4
Eosinofil : 2,6 Trombosit : 137.000
Kimia Klinik
GDA : 169
Cholesterol : 160
Trigliserid : 144
Atas-Bawah Akral: hangat kering merah
CRT < 2detik
Pengobatan :
infuse RL 1000 cc/24 jam Inj. Ranitidine 2x1 amp
O2 nasal 3 lpm Inj. mecobalamin 2x1 amp
Inj. Ceftriazone 2x1 amp Inj. Citicolin 2x1 amp
Inj. Ondancentron 2x1 amp
PROBLEM LIST
1) Laki – laki usia 66 tahun2) Lemah badan separuh dan berbicara pelo sejak 1 hari yang lalu
Diagnosa : CVA infark
PLANNING
Diagnosiis : Laboratorium, foto thorax, CT-Scan
1. Planning diagnosis:a) Monitor keluhanb) CT-scan
2. Planning terapi:a) KIE mengenai penyakitb) Pro MRS c) Konsultasi dokter spesialis saraf
Rujukan : Pasien MRS dan tidak perlu rujukan
Follow Up
Tanggal 04- 08- 2015
S : lemah badan separuh, pusing, mual
O : 140/90, N= 96x, RR= 24x/mnt, Temp= 36,7°C
A : CVA infark
P : CT-scan kepala
infuse RL Tiaryt 1x1
Taxegram (cefotaxime) 2x 1 amp Clopidogrel 1x1
Beclov (citicolin) 2x 2 amp Atarvastatin 20 mg 1x1
Kalmeco (mecobalamin) 2x 1
Acran (ranitidine) 2x1
Tanggal 05-08-2015
S : lemah badan separuh, pusing, mual,sesak
O : 130/90, N= 96x, RR= 24x/mnt, Temp= 36,7°C
Pemeriksaan Penunjang
Natrium : 123,5
Kalium : 3,95
Clorida : 103,3
A : CVA infark
CHF
P : EKG serial Tiaryt 1x1
Thorax foto atarvastatin 20 mg 1x1
Manitol 200 cc Furosemid
O2 nasal Spironolactone 1x1
Candesartan 4mg 2x1
NaCl 3% 7 tpm
Tanggal 06-08-2015
S : lemah badan separuh, pusing,sesak
O : TD: 130/90, N= 96x, RR= 24x/mnt, Temp= 36,7°C
A : CVA infark
CHF
P : terapi tetap
Hasil foto thorax
Tanggal 07-08-2015
S : penurunan kesadaran , panas, GCS : 1-2-2
O : TD =150/90, N= 108x/ireguler, RR = 44x/mnt, Tempt = 38 °
Pemeriksaan penunjang
WBC : 9.820 Basofil : 0,0
Neotrofil : 81,9 RBC : 3,95
Lymposit : 4,5 HGB : 13,4
Monosit : 8,9 HCT : 40,1
Eosinofil : 4,7 Trombosit : 239.000
A : CVA infark
CHF
Pneumoni
P : infuse RL 1000 cc/24 jam Inj. Levofloxacin 750mg
Infuse Nacl 3 % 7 tpm Tiaryt 1 tab
Sanmol 3x1 Candesartan 4mg (1/2 tab)
Inj. Acran 1 amp Clopidogrel 1 tab
Taxegram 1x1 Atorvastatin 20mg
Kalmeco 2x1 Furosemide 1 amp
Manitol 20 cc suction berkala tiap 2 jam
Tanggal 08-08-2015
S : pasien sadar, muntah
O : TD =130/90, N= 80x/ireguler, RR = 20x/mnt, Tempt = 37 °
A : CVA infark
CHF
Pneumoni
P : terapi tetap
Pukul 16.10
S: pasien tidak sadar, GCS 1-1-1
O : TD : 50/palpasi, napas spontan (-), nadi tidak teraba,reflek pupil -/-
A : CVA infark
Pneumoni
CHF
Aspirasi
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Defenisi Stroke
Stroke adalah suatu penyakit defisit neurologis akut yang disebabkan oleh gangguan
pembuluh darah otak yang terjadi secara mendadak dan dapat menimbulkan cacat atau
kematian.2
Secara umum, stroke digunakan sebagai sinonim Cerebro Vascular Disease (CVD) dan
kurikulum Inti Pendidikan Dokter di Indonesia (KIPDI) mengistilahkan stroke sebagai penyakit
akibat gangguan peredaran darah otak (GPDO).2
Stroke atau gangguan aliran darah di otak disebut juga sebagai serangan otak (brain
attack), merupakan penyebab cacat (disabilitas, invaliditas).11
2.2. Anatomi Pembuluh Darah Otak
Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang yang dikenal
sebagai sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah. Semua orang memiliki jumlah
neuron yang sama sekitar 100 miliar, tetapi koneksi di antara berbagi neuron berbeda-beda.
Pada orang dewasa, otak membentuk hanya sekitar 2% (sekitar 1,4 kg) dari berat tubuh total,
tetapi mengkonsumsi sekitar 20% oksigen dan 50% glukosa yang ada di dalam darah arterial
(Gambar 2.1.).12
Otak harus menerima lebih kurang satu liter darah per menit, yaitu sekitar 15% dari
darah total yang dipompa oleh jantung saat istirahat agar berfungsi normal. Otak mendapat
darah dari arteri. Yang pertama adalah arteri karotis interna yang terdiri dari arteri karotis (kanan
dan kiri), yang menyalurkan darah ke bagian depan otak disebut sebagai sirkulasi arteri
serebrum anterior. Yang kedua adalah vertebrobasiler, yang memasok darah ke bagian
belakang otak disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum posterior. Selanjutnya sirkulasi arteri
serebrum anterior bertemu dengan sirkulasi arteri serebrum posterior membentuk suatu sirkulus
willisi (Gambar 2.2).12,13
Ada dua hemisfer di otak yang memiliki masing-masing fungsi. Fungsi-fungsi dari otak
adalah otak merupakan pusat gerakan atau motorik, sebagai pusat sensibilitas, sebagai area
broca atau pusat bicara motorik, sebagai area wernicke atau pusat bicara sensoris, sebagai
area visuosensoris, dan otak kecil yang berfungsi sebagai pusat koordinasi serta batang otak
yang merupakan tempat jalan serabutserabut saraf ke target organ (gambar 2.3.).4
Gambar 2.1. Sel Glia Pada Otak
Gambar 2.2. Pembuluh Darah di Otak
Gambar 2.3. Bagian Otak dan Fungsi Otak
Jika terjadi kerusakan gangguan otak maka akan mengakibatkan kelumpuhan pada
anggota gerak, gangguan bicara, serta gangguan dalam pengaturan nafas dan tekanan darah.
Gejala diatas biasanya terjadi karena adanya serangan stroke.
2.3. Stroke Non Hemoragik
2.3.1. Klasifikasi Stroke Non Hemoragik4,14
Secara non hemoragik, stroke dapat dibagi berdasarkan manifestasi klinik dan proses patologik
(kausal):
a. Berdasarkan manifestasi klinik:
Serangan Iskemik Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA)Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak akan
menghilang dalam waktu 24 jam.
Defisit Neurologik Iskemik Sepintas/Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND)Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari 24 jam, tapi
tidak lebih dari seminggu. Stroke Progresif (Progressive Stroke/Stroke In Evaluation)
Gejala neurologik makin lama makin berat. Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke)
Kelainan neurologik sudah menetap, dan tidak berkembang lagi.
b. Berdasarkan Kausal:
Stroke TrombotikThrombosis pembuluh darah besar dengan aliran lambat adalah salah satu
subtype stroke iskemik. Sebagian besar dari stroke jenis ini terjadi saat tidur, saat pasien
relative mengalami dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun. Stroke trombotik terjadi
karena adanya penggumpalan pada pembuluh darah di otak. Trombotik dapat terjadi
pada pembuluh darah yang besar dan pembuluh darah yang kecil. Pada pembuluh
darah besar trombotik terjadi akibat aterosklerosis yang diikuti oleh terbentuknya
gumpalan darah yang cepat. Selain itu, trombotik juga diakibatkan oleh tingginya kadar
kolesterol jahat atau Low Density Lipoprotein (LDL). Sedangkan pada pembuluh darah kecil, trombotik terjadi karena aliran darah ke
pembuluh darah arteri kecil terhalang. Ini terkait dengan hipertensi dan merupakan
indikator penyakit aterosklerosis.
Stroke Emboli/Non TrombotikStroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari jantung atau lapisan lemak
yang lepas. Sehingga, terjadi penyumbatan pembuluh darah yang mengakibatkan darah
tidak bisa mengaliri oksigen dan nutrisi ke otak. Thrombus emboli ini sering tersangkut di
bagian pembuluh darah yang mengalami stenosis. Stroke kardioembolik, yaitu jenis
stroke emboli tersering, didiagnosis apabila diketahui adanya kausa jantung seperti
fibrilasi atrium atau apabila pasien baru mengalami infark miokardium yang mendahului
terjadinya sumbatan mendadak pembuluh besar otak.Embolus berasal dari bahan
trombotik yang terbentuk di dinding rongga jantung atau katup mitralis. Karena biasanya
adalah bekuan yang sangat kecil, fragmen-fragmen embolus dari jantung mencapai otak
melalui arteri karotis atau vertebralis. Dengan demikian, gejala klinis yang ditimbulkannya bergantung pada bagian mana
dari sirkulasi yang tersumbat dan seberapa dalam bekuan berjalan di percabangan arteri
sebelum tersangkut.Selain itu, embolisme dapat terurai dan terus mengalir sepanjang pembuluh darah
sehingga gejala-gejala mereda. Namun, fragmen kemudian tersangkut di sebelah hilir
dan menumbulkan gejala-gejala fokal. Pasien dengan stroke kardioemboli memiliki
resiko yang lebih besar menderita stroke hemoragik dikemudian hari, saat terjadi
perdarahan petekie atau bahkan perdarahan besar di jaringan yang mengalami infark
beberapa jam atau mungkin hari setelah proses emboli pertama. Penyebab perdarahan
tersebut adalah bahwa struktur dinding arteri sebelah distal dari oklusi embolus
melemah atau rapuh karena kekurangan perfusi. Dengan demikian, pemulihan tekanan
perfusi. Dengan demikian, pemulihan tekanan perfusi dapat menyebabkan perdarahan
arteriol atau kapiler di pembuluh tersebut.
2.3.2. Gejala Stroke Non Hemoragik13,14
Gejala stroke non hemoragik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak
bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasi tempat gangguan
peredaran darah terjadi, maka gejala-gejala tersebut adalah:
a. Gejala akibat penyumbatan arteri karotis interna.
Ketidakmampuan untuk berbicara atau mengerti bahasa lisan (disfasia) bila gangguan
terletak pada sisi dominan. Kelumpuhan pada sisi tubuh yang berlawanan (hemiparesis kontralateral) dan dapat
disertai sindrom Horner pada sisi sumbatan.
b. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri anterior.
Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan tungkai lebih menonjol. Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh. Ketidakmampuan dalam mengendalikan buang air. Bisa terjadi kejang-kejang.
c. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri media.
Bila sumbatan di pangkal arteri, terjadi kelumpuhan yang lebih ringan. Bila tidak di
pangkal maka lengan lebih menonjol. Gangguan saraf perasa pada satu sisi tubuh. Hilangnya kemampuan dalam berbahasa (aphasia).
d. Gejala akibat penyumbatan sistem vertebrobasilar.
Kelumpuhan di satu sampai keempat ekstremitas. Meningkatnya refleks tendon. Gangguan dalam koordinasi gerakan tubuh. Gejala-gejala sereblum seperti gemetar pada tangan (tremor), kepala berputar (vertigo). Ketidakmampuan untuk menelan (disfagia). Gangguan motoris pada lidah, mulut, rahang dan pita suara sehingga pasien sulit bicara (disatria).
Kehilangan kesadaran sepintas (sinkop), penurunan kesadaran secara lengkap
(strupor), koma, pusing, gangguan daya ingat, kehilangan daya ingat terhadap
lingkungan (disorientasi). Gangguan penglihatan, sepert penglihatan ganda (diplopia), gerakan arah bola mata
yang tidak dikehendaki (nistagmus), penurunan kelopak mata (ptosis), kurangnya daya
gerak mata, kebutaan setengah lapang pandang pada belahan kanan atau kiri kedua
mata (hemianopia homonim). Gangguan pendengaran. Rasa kaku di wajah, mulut atau lidah.
e. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri posterior
Koma Hemiparesis kontra lateral. Ketidakmampuan membaca (aleksia). Kelumpuhan saraf kranialis ketiga.
f. Gejala akibat gangguan fungsi luhur
Aphasia yaitu hilangnya kemampuan dalam berbahasa. Aphasia dibagi dua yaitu,
Aphasia motorik adalah ketidakmampuan untuk berbicara, mengeluarkan isi pikiran
melalui perkataannya sendiri, sementara kemampuannya untuk mengerti bicara orang
lain tetap baik. Aphasia sensorik adalah ketidakmampuan untuk mengerti pembicaraan
orang lain, namun masih mampu mengeluarkan perkataan dengan lancar, walau
sebagian diantaranya tidak memiliki arti, tergantung dari luasnya kerusakan otak. Alexia adalah hilangnya kemampuan membaca karena kerusakan otak. Dibedakan dari
Dyslexia (yang memang ada secara kongenital), yaitu Verbal alexia adalah
ketidakmampuan membaca kata, tetapi dapat membaca huruf. Lateral alexia adalah
ketidakmampuan membaca huruf, tetapi masih dapat membaca kata. Jika terjadi
ketidakmampuan keduanya disebut Global alexia. Agraphia adalah hilangnya kemampuan menulis akibat adanya kerusakan otak. Acalculia adalah hilangnya kemampuan berhitung dan mengenal angka setelah
terjadinya kerusakan otak. Right-Left Disorientation & Agnosia jari (Body Image) adalah sejumlah tingkat
kemampuan yang sangat kompleks, seperti penamaan, melakukan gerakan yang sesuai
dengan perintah atau menirukan gerakan-gerakan tertentu. Kelainan ini sering
bersamaan dengan Agnosia jari (dapat dilihat dari disuruh menyebutkan nama jari yang
disentuh sementara penderita tidak boleh melihat jarinya). Hemi spatial neglect (Viso spatial agnosia) adalah hilangnya kemampuan melaksanakan
bermacam perintah yang berhubungan dengan ruang.
Syndrome Lobus Frontal, ini berhubungan dengan tingkah laku akibat kerusakan pada
kortex motor dan premotor dari hemisphere dominan yang menyebabkan terjadinya
gangguan bicara. .Amnesia adalah gangguan mengingat yang dapat terjadi pada trauma capitis, infeksi
virus, stroke, anoxia dan pasca operasi pengangkatan massa di otak. Dementia adalah hilangnya fungsi intelektual yang mencakup sejumlah kemampuan.
2.3.3. Diagnosis Stroke Non Hemoragik14
Diagnosis didasarkan atas hasil:
a. Penemuan Klinis
1. AnamnesisTerutama terjadinya keluhan/gejala defisit neurologik yang mendadak.Tanpa trauma
kepala, dan adanya faktor risiko stroke.2. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum, kesadaran (Glasgow Coma Scale), tanda vital. Adanya defisit
neurologik fokal, ditemukan faktor risiko seperti hipertensi, kelainan jantung dan kelainan
pembuluh darah lainnya,tanda-tanda peningkatan TIK
b. Pemeriksaan tambahan/Laboratorium
1. Pemeriksaan Neuro-RadiologikComputerized Tomography Scanning (CT-Scan), sangat membantu diagnosis dan
membedakannya dengan perdarahan terutama pada fase akut. Angiografi serebral
(karotis atau vertebral) untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang pembuluh
darah yang terganggu, atau bila scan tak jelas. Pemeriksaan likuor serebrospinalis,
seringkali dapat membantu membedakan infark, perdarahan otak, baik perdarahan
intraserebral (PIS) maupun perdarahan subarakhnoid (SAH).
2. Pemeriksaan lain-lainPemeriksaan untuk menemukan faktor resiko, seperti: pemeriksaan darah lengkap (Hb,
hematokrit, leukosit, eritrosit), gula darah sewaktu, fungsi ginjal (ureum, kreatinin, dan
asam urat) fungsi hati (SGOT/SGPT), protein darah (albumin,globulin), profil lipid
(kolesterol total, HDL, LDL, trigliserida), analisa gas darah, dan elektrolik. hitung jenis
dan bila perlu gambaran darah. Komponen kimia darah, gas, elektrolit, Doppler,
Elektrokardiografi (EKG).
2.4. Stroke Hemoragik
2.4.1. Klasifikasi Stroke Hemoragik11,14
Menurut WHO, dalam International Statistical Classification of Diseases and Related Health
Problem 10th Revision, stroke hemoragik dibagi atas:
a. Perdarahan Intraserebral (ICH)Perdarahan Intraserebral (ICH) adalah perdarahan yang primer berasal dari pembuluh
darah dalam parenkim otak dan bukan disebabkan oleh trauma. Perdarahan ini banyak
disebabkan oleh hipertensi, selain itu faktor penyebab lainnya adalah aneurisma
kriptogenik, diskrasia darah, penyakit darah seperti hemofilia, leukemia,
trombositopenia, pemakaian antikoagulan angiomatosa dalam otak, tumor otak yang
tumbuh cepat, amiloidosis serebrovaskular.
b. Perdarahan Subarakhnoidal (SAH)Perdarahan Subarakhnoidal (SAH) adalah keadaan terdapatnya/masuknya darah ke
dalam ruangan subarakhnoidal. Perdarahan ini terjadi karena pecahnya aneurisma
(50%), pecahnya malformasi arteriovena atau MAV (5%), berasal dari PIS (20%) dan
25% kausanya tidak diketahui.
c. Perdarahan SubduralPerdarahan subdural adalah perdarahan yang terjadi akibat robeknya vena jembatan
(bridging veins) yang menghubungkan vena di permukaan otak dan sinus venosus di
dalam durameter atau karena robeknya araknoidea.
Skor Stroke Hemoragik dan Non-Hemoragik (Djoenaidi, 1988)
Siriraj Hospital Score (Poungvarin, 1991)
Pembacaan:
Skor > 1 : Perdarahan otak
< -1: Infark otak
Sensivitas: Untuk perdarahan: 89.3%.
Untuk infark: 93.2%.
Ketepatan diagnostik: 90.3%.
2.5.2. Determinan Stroke
Faktor risiko stroke terdiri dari dua kategori, yaitu:
a. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi: Usia
Risiko terkena stroke meningkat sejak usia 45 tahun. Setiap penambahan usia
tiga tahun akan meningkatkan risiko stroke sebesar 11-20%. Dari semua stroke,
orang yang berusia lebih dari 65 tahun memiliki risiko paling tinggi yaitu 71%,
sedangkan 25% terjadi pada orang yang berusia 65-45 tahun, dan 4% terjadi
pada orang berusia <45 tahun.Menurut penelitian Siregar F (2002) di RSUP Haji
Adam Malik Medan dengan desain case control, umur berpengaruh terhadap
terjadinya stroke dimana pada kelompok umur ≥45 tahun risiko terkena stroke
dengan OR:9,451 kali dibandingkan kelompok umur < 45 tahun.23
Jenis KelaminMenurut data dari 28 rumah sakit di Indonesia, ternyata laki-laki banyak
menderita stroke dibandingkan perempuan.3 Insiden stroke 1,25 kali lebih besar
pada laki-laki dibanding perempuan.
Ras/bangsaOrang kulit hitam lebih banyak menderita stroke dari pada orang kulit putih. Hal
ini disebabkan oleh pengaruh lingkungan dan gaya hidup.3 Pada tahun 2004 di
Amerika terdapat penderita stroke pada laki-laki yang berkulit putih sebesar
37,1% dan yang berkulit hitam sebesar 62,9% sedangkan pada wanita yang
berkulit putih sebesar 41,3% dan yang berkulit hitam sebesar 58,7%.
HereditasGen berperan besar dalam beberapa faktor risiko stroke, misalnya hipertensi,
jantung, diabetes dan kelainan pembuluh darah. Riwayat stroke dalam keluarga,
terutama jika dua atau lebih anggota keluarga pernah mengalami stroke pada
usia kurang dari 65 tahun, meningkatkan risiko terkena stroke.12 Menurut
penelitian Tsong Hai Lee di Taiwan pada tahun 1997-2001 riwayat stroke pada
keluarga meningkatkan risiko terkena stroke sebesar 29,3%.16
b. Faktor risiko yang dapat dirubah:
HipertensiHipertensi merupakan faktor risiko utama terjadinya stroke. Hipertensi
meningkatkan risiko terjadinya stroke sebanyak 4 sampai 6 kali. Makin tinggi
tekanan darah kemungkinan stroke makin besar karena terjadinya kerusakan
pada dinding pembuluh darah sehingga memudahkan terjadinya
penyumbatan/perdarahan otak.3 Sebanyak 70% dari orang yang terserang
stroke mempunyai tekanan darah tinggi. Diabetes Melitus
Diabetes melitus merupakan faktor risiko untuk stroke, namun tidak sekuat
hipertensi. Diabetes melitus dapat mempercepat terjadinya aterosklerosis
(pengerasan pembuluh darah) yang lebih berat sehingga berpengaruh terhadap
terjadinya stroke.24 Menurut penelitian Siregar F (2002) di RSUP Haji Adam
Malik Medan dengan desain case control, penderita diabetes melitus mempunyai
risiko terkena stroke dengan OR: 3,39. Artinya risiko terjadinya stroke pada
penderita diabetes mellitus 3,39 kali dibandingkan dengan yang tidak menderita
diabetes mellitus.
Penyakit Jantung Penyakit jantung yang paling sering menyebabkan stroke adalah fibrilasi
atrium/atrial fibrillation (AF), karena memudahkan terjadinya penggumpalan
darah di jantung dan dapat lepas hingga menyumbat pembuluh darah di otak. Di
samping itu juga penyakit jantung koroner, kelainan katup jantung, infeksi otot
jantung, pasca operasi jantung juga memperbesar risiko stroke.3 Fibrilasi atrium
yang tidak diobati meningkatkan risiko stroke 4-7 kali.
Transient Ischemic Attack (TIA)Sekitar 1 dari seratus orang dewasa akan mengalami paling sedikit 1 kali
serangan iskemik sesaat (TIA) seumur hidup mereka. Jika diobati dengan benar,
sekitar 1/10 dari para pasien ini kemudian akan mengalami stroke dalam 3,5
bulan setelah serangan pertama, dan sekitar 1/3 akan terkena stroke dalam lima
tahun setelah serangan pertama.12 Risiko TIA untuk terkena stroke 35-60%
dalam waktu lima tahun.
ObesitasObesitas berhubungan erat dengan hipertensi, dislipidemia, dan diabetes
melitus.3 Obesitas meningkatkan risiko stroke sebesar 15%. Obesitas dapat
meningkatkan hipertensi, jantung, diabetes dan aterosklerosis yang semuanya
akan meningkatkan kemungkinan terkena serangan stroke. Hiperkolesterolemia
Kondisi ini secara langsung dan tidak langsung meningkatkan faktor risiko,
tingginya kolesterol dapat merusak dinding pembuluh darah dan juga
menyebabkan penyakit jantung koroner. Kolesterol yang tinggi terutama Low
Density Lipoprotein (LDL) akan membentuk plak di dalam pembuluh darah dan
dapat menyumbat pembuluh darah baik di jantung maupun di otak. Kadar
kolesterol total > 200 mg/dl meningkatkan risiko stroke 1,31-2,9 kali.
MerokokBerdasarkan penelitian Siregar F (2002) di RSUP Haji Adam Malik Medan
dengan desain case control, kebiasaan merokok meningkatkan risiko terkena
stroke sebesar 4 kali.23 Merokok menyebabkan penyempitan dan pengerasan
arteri di seluruh tubuh (termasuk yang ada di otak dan jantung), sehingga
merokok mendorong terjadinya aterosklerosis, mengurangi aliran darah, dan
menyebabkan darah mudah menggumpal.
AlkoholKonsumsi alkohol yang berlebihan dapat mengganggu metabolisme tubuh,
sehingga terjadi dislipidemia, diabetes melitus, mempengaruhi berat badan dan
tekanan darah, dapat merusak sel-sel saraf tepi, saraf otak dan lainlain. Semua
ini mempermudah terjadinya stroke.Konsumsi alcohol berlebihan meningkatkan
risiko terkena stroke 2-3 kali.
StresHampir setiap orang pernah mengalami stres. Stres psiokososial dapat
menyebabkan depresi. Jika depresi berkombinasi dengan faktor risiko lain
(misalnya, aterosklerosis berat, penyakit jantung atau hipertensi) dapat memicu
terjadinya stroke. Depresi meningkatkan risiko terkena stroke sebesar 2 kali.
Penyalahgunaan Obat Pada orang-orang yang menggunakan narkoba terutama jenis suntikan akan
mempermudah terjadinya stroke, akibat dari infeksi dan kerusakan dinding
pembuluh darah otak. Di samping itu, zat narkoba itu sendiri akan
mempengaruhi metabolisme tubuh, sehingga mudah terserang stroke. Hasil
pengumpulan data dari rumah sakit Jakarta tahun 2001 yang menangani
narkoba, didapatkan bahwa lebih dari 50% pengguna narkoba dengan suntikan
berisiko terkena stroke.
2.6. Pencegahan Stroke
Menurut Konsensus Nasional Pengelolaan Stroke (1999) di Indonesia, upaya yang
dilakukan untuk pencegahan penyakit stroke yaitu:
2.6.1. Pencegahan Primordial
Tujuan pencegahan primordial adalah mencegah timbulnya faktor risiko stroke bagi
individu yang belum mempunyai faktor risiko. Pencegahan primordial dapat dilakukan
dengan cara melakukan promosi kesehatan, seperti berkampanye tentang bahaya rokok
terhadap stroke dengan membuat selebaran atau poster yang dapat menarik perhatian
masyarakat. Selain itu, promosi kesehatan lain yang dapat dilakukan adalah program
pendidikan kesehatan masyarakat, dengan memberikan informasi tentang penyakit
stroke melalui ceramah, media cetak, media elektronik dan billboard.
2.6.2. Pencegahan Primer
Tujuan pencegahan primer adalah mengurangi timbulnya faktor risiko stroke bagi
individu yang mempunyai faktor risiko dengan cara melaksanakan gaya hidup sehat
bebas stroke, antara lain:
a) Menghindari: rokok, stress, alkohol, kegemukan, konsumsi garam berlebihan, obat-
obatan golongan amfetamin, kokain dan sejenisnya.b) Mengurangi: kolesterol dan lemak dalam makanan.c) Mengendalikan: Hipertensi, DM, penyakit jantung (misalnya fibrilasi atrium, infark
miokard akut, penyakit jantung reumatik), dan penyakit vascular aterosklerotik lainnya.d) Menganjurkan konsumsi gizi yang seimbang seperti, makan banyak sayuran, buah-
buahan, ikan terutama ikan salem dan tuna, minimalkan junk food dan beralih pada
makanan tradisional yang rendah lemak dan gula, serealia dan susu rendah lemak serta
dianjurkan berolah raga secara teratur.
2.6.3. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder ditujukan bagi mereka yang pernah menderita stroke. Pada
tahap ini ditekankan pada pengobatan terhadap penderita stroke agar stroke tidak
berlanjut menjadi kronis. Tindakan yang dilakukan adalah:
a) Obat-obatan, yang digunakan: asetosal (asam asetil salisilat) digunakan sebagai obat
antiagregasi trombosit pilihan pertama dengan dosis berkisar antara 80-320 mg/hari,
antikoagulan oral diberikan pada penderita dengan faktor resiko penyakit jantung
(fibrilasi atrium, infark miokard akut, kelainan katup) dan kondisi koagulopati yang lain.b) Clopidogrel dengan dosis 1x75 mg. Merupakan pilihan obat antiagregasi trombosit
kedua, diberikan bila pasien tidak tahan atau mempunyai kontra indikasi terhadap
asetosal (aspirin).
c) Modifikasi gaya hidup dan faktor risiko stroke, misalnya mengkonsumsi obat
antihipertensi yang sesuai pada penderita hipertensi, mengkonsumsi obat hipoglikemik
pada penderita diabetes, diet rendah lemak dan mengkonsumsi obat antidislipidemia
pada penderita dislipidemia, berhenti merokok, berhenti mengkonsumsi alkohol, hindari
kelebihan berat badan dan kurang gerak.
2.6.4. Pencegahan Tertier12
Tujuan pencegahan tersier adalah untuk mereka yang telah menderita stroke agar
kelumpuhan yang dialami tidak bertambah berat dan mengurangi ketergantungan pada
orang lain dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari. Pencegahan tersier dapat
dilakukan dalam bentuk rehabilitasi fisik, mental dan sosial. Rehabilitasi akan diberikan
oleh tim yang terdiri dari dokter, perawat, ahli fisioterapi, ahli terapi wicara dan bahasa,
ahli okupasional, petugas sosial dan peran serta keluarga.
a. Rehabilitasi FisikPada rehabilitasi ini, penderita mendapatkan terapi yang dapat membantu proses
pemulihan secara fisik. Adapun terapi yang diberikan yaitu yang pertama adalah
fisioterapi, diberikan untuk mengatasi masalah gerakan dan sensoris penderita seperti
masalah kekuatan otot, duduk, berdiri, berjalan, koordinasi dan keseimbangan serta
mobilitas di tempat tidur. Terapi yang kedua adalah terapi okupasional (Occupational
Therapist atau OT), diberikan untuk melatih kemampuan penderita dalam melakukan
aktivitas sehari-hari seperti mandi, memakai baju, makan dan buang air. Terapi yang
ketiga adalah terapi wicara dan bahasa, diberikan untuk melatih kemampuan penderita
dalam menelan makanan dan minuman dengan aman serta dapat berkomunikasi
dengan orang lain.
b. Rehabilitasi MentalSebagian besar penderita stroke mengalami masalah emosional yang dapat
mempengaruhi mental mereka, misalnya reaksi sedih, mudah tersinggung, tidak
bahagia, murung dan depresi. Masalah emosional yang mereka alami akan
mengakibatkan penderita kehilangan motivasi untuk menjalani proses rehabilitasi. Oleh
sebab itu, penderita perlu mendapatkan terapi mental dengan melakukan konsultasi
dengan psikiater atau ahki psikologi klinis.
c. Rehabilitasi SosialPada rehabilitasi ini, petugas sosial berperan untuk membantu penderita stroke
menghadapi masalah sosial seperti, mengatasi perubahan gaya hidup, hubungan
perorangan, pekerjaan, dan aktivitas senggang. Selain itu, petugas sosial akan
memberikan informasi mengenai layanan komunitas lokal dan badan-badan bantuan
sosial.
2. ASPIRASI JALAN NAFAS
Aspirasi benda asing ke dalam saluran napas akan menimbulkan gejala
sumbatan jalan napas. Gejala klinik yang timbul tergantung pada jenis benda
asing, ukuran, sifat iritasinya terhadap mukosa, lokasi, lama benda asing di
saluran napas, dan ada atau tidaknya komplikasi. Penderita umumnya datang ke
rumah sakit pada fase asimptomatik. Pada fase ini keadaan umum penderita
masih baik dan foto toraks belum memperlihatkan kelainan. Pada fase
pulmonum, benda asing di bronkus utama atau cabang-cabangnya akan
menimbulkan gejala batuk, sesak napas yang makin lama semakin bertambah
berat, pada auskultasi terdengar ekspirasi memanjang dengan mengi, dan dapat
disertai demam.
Faktor predisposisi yang dapat menyebabkan terjadinya aspirasi benda
asing adalah: usia yaitu pada anak-anak, dimana mereka sering memasukkan
segala sesuatu ke dalam mulut, gigi geligi yang belum lengkap dan refleks
menelan yang belum sempurna. Kedua, jenis kelamin, lebih sering pada laki-laki.
Ketiga, lingkungan dan kondisi sosial. Empat, kegagalan mekanisme proteksi,
misalnya penurunan kesadaran, keadaan umum buruk, penyakit
serebrovaskuler, dan kelainan neurologik. Kelima, faktor kecerobohan, misalnya
kebiasaan menaruh benda di mulut, makan dan minum tergesa-gesa.
Faktor fisiologik dan sosiologik lain yang juga merupakan faktor
predisposisi antara lain: pertumbuhan gigi belum lengkap, belum terbentuk gigi
molar, belum dapat menelan makanan padat secara baik, kemampuan anak
membedakan makanan yang dapat dimakan dan tidak dapat dimakan belum
sempurna. Benda tersangkut pada saat makan sambil tertawa, bicara menangis,
dan berlari. Pada orang tua, terutama yang mempunyai gangguan neurologis
dan berkurangnya refleks menelan dapat disebabkan oleh pengaruh alkohol,
stroke, parkinson, trauma, dementia juga mempunyai risiko yang besar untuk
terjadinya aspirasi.
Pada anak adanya riwayat teraspirasi benda asing sangat membantu
dalam menegakkan diagnosis pada banyak kasus. Kecurigaan adanya aspirasi
benda asing muncul bila terdapat gejala batuk yang paroksisimal (paroxysmal
coughing) yang timbul tiba-tiba, rasa tercekik (choking) pada waktu makan atau
choking/coughing yang timbul bila diketahui adanya objek yang kecil atau partikel
makanan terutama kacang di dalam jangkauan si anak. Anak yang telah
mendapat terapi sebagai asma, bronkitis atau pneumonia dan tidak respon
dengan pengobatan medik yang sesuai atau adanya gangguan napas yang tidak
dapat dijelaskan penyebabnya, kemungkinan akan adanya aspirasi benda asing
musti dipertimbangkan terutama dengan mengi unilateral walaupun tidak ada
riwayat aspirasi.
Gejala awal aspirasi akut dapat ditandai dengan episode yang khas yaitu
‘choking’ (rasa tercekik), ‘gagging’ (tersumbat), ‘sputtering’ (gagap), ‘wheezing’
(napas berbunyi), paroxysmal coughing, serak, disfonia sampai afonia dan sesak
napas tergantung dari derajat sumbatan. Choking atau coughing timbul pada
hampir 95% anak dengan aspirasi benda asing dan 50% diantaranya
mempunyai gejala stridor inspirasi atau wheezing ekspirasi, dengan
pemanjangan ekspirasi dan ronki.
Benda asing yang tersangkut di trakea akan menyebabkan stridor, dapat
ditemukan dengan auskultasi (audible stridor) dan palpasi di daerah leher
(palpatory thud). Jika benda asing menyumbat total trakea akan timbul sumbatan
jalan napas akut yang memerlukan tindakan segera untuk membebaskan jalan
napas. Gejala pada dewasa umumnya sama dengan gejala pada anak tetapi
gejala paru termasuk edema paru banyak ditemukan.
Pertolongan sumbatan benda asing dewasa sadar
teknik yang digunakan untuk mengeluarkan SBA pada dewasa sadar adalah
manuver Heimlich (abdominal Thrust) dan chest thrust.
A.Teknik Manuver Heimlich (Abdominalis thrust) :
langkah 1
memastikan korban tersedak, tayakan 'apakah anda tersedak?' bila korban dapat batuk, mintalah dia batuk sekeras mungkin agar benda
asing dapat keluar dari jalan napas. bila jalan napas korban tersumbat, dia tidak dapat bicara, bernapas,
maupun batuk. Wajah korban kebiruan. Penolong harus segera
melakukan langkah berikutnya.
Langkah 2
bila korban berdiri penolong berdiri di belakang korban. Bila korban duduk
penolong berlutut dan berada di belakang korban. letakkan satu kaki di antara kedua tungkai korban.
Langkah 3 lingkarkan lengan anda pada perut korban dan cari pusar letakkan dua jari di atas pusar kepalkan tangan yang lain tempatkan sisi ibu jari kepalan tangan pada dinding abdomen di atas yang
lain lakuakan hentakan ke arah dalam dan atas (sebanyak 5 kali) periksa bilamana benda asing keluar setiap 5 kali hentakan ulangi abdominal thrust sampai benda asing keluar atau korban tidak
sadar
B. Teknik Chest Thrust :
Teknik chest thrust dilakukan sebagai alternatif manuver heimlich pada korban
sadar yang gemuk atau hamil :
langkah 1
memastikan korban tersedak, tayakan 'apakah anda tersedak'? korban yang tersedak tidak mampu berbicara, bernapas, maupun batuk.
langkah 2
bila korban berdri penolong berdiri di belakang orban, bila korban duduk
penolong berlutut dan berada di belakang korban. letakkan satu kaki di
antara kedua tungkai korban.
langkah 3
lingkarkan lengan pada dada, di bawah ketiak korban. kepalkan salah satu tangan tempatkan sisi ibu jari kepalan tangan pada pertengahan tulang dada
korban genggam kepalan dengan tangan yang lain dan berikan hentakan ke arah
dalam (sebanyak 5 kali) periksa bilamana benda asing keluar setiap 5 kali hentakan. ulangi chest thrust sampai benda asing keluar atau korban tidak sadar.
DAFTAR PUSTAKA
1. Caplan RL. Stroke a clinical approach. 4th ed. Boston: Butterworth, 2009: 349-682. Gates P. Cardiogenic stroke in, Barnett H. et al. stroke pathophysiology, diagnosis and
management, vol.2 Melbourne: Churchill Livingstone,1986:1085-1043. Asinger RW. Cardiogenic brain embolism. The second report of the cerebral embolism
task force. Arc. Neurol. 1989 (46): 727-434. Schneck MJ. Emedicine. Cardioembolic Stroke [Online database] Available from URL:
http://emedicine.medscape.com/article/1160370-overview. 2008:15. WHO. The Atlas of Heart Disease and Stroke. In Risk Factors [Offline Database]6. Available from URL:
http://www.who.int/entity/cardiovascular_diseases/en/cvd_atlas_03_risk_factors.pdf.
2010:17. Toole JF. Cerebrovasculer disease. 3th ed. New York: Raven Press, 1984: 187-92
Adams and Victor's. Cerebrovascular Desease. Principles of Neurology. McGraw- Hill:
New York; 2005. p. 700-4