IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI...

96
IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN Pfmdr1 PADA PENDERITA Malaria falciparum DI KABUPATEN PESAWARAN (Skripsi) Oleh FITRIA PUTRIDEWI ABIDIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2019

Transcript of IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI...

Page 1: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042

GEN Pfmdr1 PADA PENDERITA Malaria falciparum DI KABUPATEN

PESAWARAN

(Skripsi)

Oleh

FITRIA PUTRIDEWI ABIDIN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2019

Page 2: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042

GEN Pfmdr1 PADA PENDERITA Malaria falciparum DI KABUPATEN

PESAWARAN

Oleh

FITRIA PUTRIDEWI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar

SARJANA KEDOKTERAN

Pada

Program Studi Pendidikan Dokter

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2019

Page 3: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

Judul Skripsi : IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE

POLYMORPHISM KODON 1042 GEN Pfmdr1

PADA PENDERITA Malaria falciparum DI

KABUPATEN PESAWARAN

Nama Mahasiswa : Fitria Putridewi Abidin

No. Pokok Mahasiswa : 1518011083

Program Studi : Pendidikan Dokter

Fakultas : Kedokteran

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Dr.dr. Jhons Fatriyadi Suwandi, S.Ked.,M.Kes

NIP 197608312003121003

dr. Ratna Dewi Puspita Sari, S.Ked., Sp.OG

NIP 198004152014042001

MENGETAHUI

1. Dekan Fakultas Kedokteran

Dr. dr. Muhartono, S.Ked., M.Kes., Sp.PA.

NIP 197012082001121001

Page 4: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Dr.dr. Jhons Fatriyadi Suwandi, S.Ked.,M.Kes.

Sekretaris : dr. Ratna Dewi Puspita Sari, S.Ked., Sp.OG

Penguji : dr. Hanna Mutiara, S.Ked., M.Kes.

2. Dekan Fakultas Kedokteran

Dr. dr. Muhartono, S.Ked., M.Kes., Sp.PA.

NIP 197012082001121001

Tanggal Lulus Ujian Skripsi:

Page 5: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan dengan sebenarnya, bahwa:

1. Skripsi dengan judul “IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE

POLYMORPHISM KODON 1042 GEN Pfmdr1 PADA PENDERITA

Malaria falciparum DI KABUPATEN PESAWARAN” adalah hasil karya

sendiri dan tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan atas karya penulis

lain dengan cara tidak sesuai tata etika ilmiah yang berlaku dalam masyarakat

akademik atau yang disebut plagiarism.

2. Hak intelektual atas karya ilmiah ini diserahkan sepenuhnya kepada

Universitas Lampung.

Atas pernyataan ini, apabila di kemudian hari ternyata ditemukan adanya

ketidakbenaran, saya bersedia menanggung akibat dan sanksi yang diberikan

kepada saya.

Bandar Lampung, Januari 2019

Pembuat pernyataan

Fitria Putridewi Abidin

NPM 1518011083

Page 6: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tanjung Karang, Bandar Lampung pada 16 Februari 1996,

sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara, dari Bapak Dr. Ir. Zainal Abidin, M.E.S.

dan Ibu Dr. Dra. Dewi Lengkana, M.Sc.

Penulis menyelesaikan pendidikan di Taman Kanak-kanak (TK) Al-Kautsar Bandar

Lampung pada tahun 2002, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SD Al-Kautsar,

Bandar Lampung pada tahun 2008, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP

Negeri 2 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2011, dan Sekolah Menengah

Atas (SMA) di SMA Negeri 2 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2014.

Pada tahun 2015, penulis terdaftar sebagai mahasiswa pada Fakultas Kedokteran

Universitas Lampung (FK Unila). Pada masa perkuliahan penulis mengikuti

beberapa lembaga kemahasiswaan yaitu Forum Studi Islam Ibnu Sina (FSIIS)

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM)

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung, dan Lampung University Medical

Research (LUNAR). Pada tahun 2017-2018, penulis terdaftar sebagai asisten dosen

anatomi.

Page 7: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

SANWACANA

Puji dan syukur Penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan

hidayah-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Sholawat serta salam semoga selalu

tercurahkan kepada Nabi Muhammad S.A.W.

Skripsi dengan judul “Identifikasi Single Nucleotide Polyorphism Kodon 1042 Gen

Pfmdr1 Pada Penderita Malaria falciparum di Kabupaten Pesawaran” adalah

salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Kedokteran di Universitas

Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Allah SWT yang maha pemurah lagi maha penyayang, yang selalu

memberikan limpahan rezeki tak terhingga kepada penulis.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P., selaku Rektor Universitas

Lampung.

3. Dr. dr. Muhartono, M.Kes, Sp.PA., selaku Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Lampung.

4. Dr. dr. Jhons Fatriyadi Suwandi, S.Ked., M.Kes., selaku Pembimbing Utama

yang selalu bersedia menyempatkan waktu untuk membimbing, mengarahkan,

memberi masukan dan nasihat selama proses penyelesaian penelitian serta ilmu

yang begitu bermanfaat selama penelitian skripsi ini.

5. dr. Ratna Dewi Puspita Sari, S.Ked., Sp.OG, selaku Pembimbing Kedua atas

kesabaran dan kesediaan memberikan bimbingan, ilmu, saran, dan kritik dalam

proses penyelesaian skripsi ini.

6. dr. Hanna Mutiara, S.Ked., M.Kes., selaku Penguji Utama untuk masukan dan

saran-saran yang telah diberikan pada pada proses penyelesaian skripsi ini.

Page 8: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

7. dr. Mukhlis Imanto, S.Ked., M.Kes., Sp.THT-KL, selaku pembimbing

akademik atas motivasi, perhatian, saran dan masukan selama ini.

8. Terima kasih kepada para laboran Laboratorium Biomolekular FK Unila, Ibu

Nuriyah dan Mbak Yani, atas seluruh bantuan serta bimbingan dalam

pelaksanaan penelitian ini. Terima kasih atas ilmu dan kesabaran yang selalu

diberikan kepada kami selama ini.

9. Seluruh staf dosen dan civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas

Lampung atas ilmu dan waktu yang telah diberikan selama perkuliahan.

10. Terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Ibu (Dr. Dra. Dewi Lengkana,

M.Sc), Ayah (Dr. Ir .Zainal Abidin, M.E.S) dan Kakak (Mufti Kandaga

Abidin dan Muhammad Fajarrizky Abidin) yang selama ini telah memberikan

segala kasih sayang, perhatian, dukungan, motivasi dan nasihat serta setiap

doa selama ini. Terima kasih telah menjadi “support system” terbaik bagi

penulis dalam suasana apapun.

11. Seluruh keluarga besar yang telah membantu dalam berbagai hal, doa,

dukungan dan motivasi.

12. Terima kasih kepada teman seperjuangan, Puji Indah Permatasari dan Syfa

Dinia Putri atas perjalanan dan pengalaman penelitan selama ini. Terima kasih

telah menjadi tim yang kompak dan saling membantu selama proses

penelitian.

13. Terima kasih kepada sahabat-sahabat yang selalu memberi dukungan: Agnes,

Dinda, Alinta, Winda, Chika, dan Mutia

14. Keluarga Besar FK Unila 2015 (ENDOM15IUM), teman sejawat yang telah

sama-sama berjuang sedari awal. Semoga kebersamaan ini tetap terjalin.

Page 9: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

Penulis menyadari skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan dan jauh dari

kesempurnaan. Namun, penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat dan

pengetahuan baru kepada setiap orang yang membacanya. Semoga segala

perhatian, kebaikan dan keikhlasan yang diberikan selama ini mendapat balasan

dari Allah SWT. Aamiin.

Bandar Lampung, Januari 2019

Penulis,

Fitria Putridewi Abidin

Page 10: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

Surely, with hardship comes ease

Surely, with hardship comes ease

So when you have finished (with your immediate task), still strive hard, (then toil)

And to your Lord turn (all) your attention

- Surah Inshirah, Chapter 94, Verses 5-8

In The Name of Allah,

The Beneficent,

The Merciful

This script is just a tiny fraction of His knowledge

"Seek knowledge and wisdom, or whatever the vessel from which it flows, you will never be the loser."

Page 11: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

ABSTRACT

IDENTIFICATION OF CODON 1042 Pfmdr1 GENE SINGLE

NUCLEOTIDE POLYMORPHISM ON MALARIA PATIENTS IN

PESAWARAN DISTRICT

By

Fitria Putridewi Abidin

Background: Plasmodium falciparum caused malaria falciparum which is resistant

to chloroquine antimalarial drugs due to genetic mutations. The presence of Single

Nucleotide Polymorphism codon 1042 of Plasmodium falciparum Multidrug

Resistance 1 (Pfmdr1) gene can be a genetic marker of drug resistance. Polymerase

Chain Reaction (PCR) and sequencing are used to detect gene polymorphism

spesifically and accurately.

Method:. Research used a survey research design with descriptive method. There

are 22 Archived Biological Materials (ABM) used as sample. The examination was

carried out using the PCR method, followed by sequencing to detect polymorphism.

Result: 12 from 22 samples had been successfully Nested PCR and sequenced. The

characteristic of codon 1042 Pfmdr1 gene are proved wild-type in all sample.

Conclusion: There are no Single Nucleotide Polymorphism codon 1042

Plasmodium falciparum Multidrug Resistance 1 (Pfmdr1).

Keyword: Codon, Plasmodium falciparum Multidrug Resistance 1 (Pfmdr1),

Polymerase Chain Reaction (PCR).

Page 12: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

ABSTRAK

IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042

GEN Pfmdr1 PADA PENDERITA Malaria falciparum DI KABUPATEN

PESAWARAN

Oleh

Fitria Putridewi Abidin

Latar Belakang: Plasmodium falciparum merupakan penyebab penyakit malaria

falciparum yang resisten terhadap obat antimalaria klorokuin disebabkan adanya

mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042 gen

Plasmodium falciparum Multidrug Resistance 1 (Pfmdr1) dapat menjadi penanda

genetik resistensi obat. Teknologi Polymerase Chain Reaction (PCR) dan

sekuensing digunakan untuk mendeteksi polimorfisme gen secara spesifik dan

akurat.

Metode: Jenis penelitian ini menggunakan rancangan penelitian survey dan

bersifat deskriptif. Sampel penelitian diperoleh dari Bahan Biologi Tersimpan

(BBT) sebanyak 22 sampel. Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan metode

PCR yang dilanjutkan dengan sekuensing untuk mendeteksi polimorfisme.

Hasil: Sebanyak 12 dari 22 sampel telah berhasil dilakukan Nested PCR dan

sekuensing dengan hasil kodon 1042 gen Pfmdr1 pada sampel bersifat wild-type.

Kesimpulan: Tidak terdapat Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042 gen

Plasmodium falciparum Multidrug Resistance 1 (Pfmdr1)

Kata Kunci: Kodon, Plasmodium falciparum Multidrug Resistance 1 (Pfmdr1),

Polymerase Chain Reaction (PCR).

Page 13: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI……...……………………………………………………………... i

DAFTAR GAMBAR………………..………………………………………..…iii

DAFTAR TABEL….………………...…………………………………….….....v

DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………….……vi

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 4

1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 5

1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................... 5

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Malaria Secara Umum .............................................................................. 6

2.2 Pengobatan Malaria ................................................................................ 12

2.3 Klorokuin ................................................................................................ 17

2.4 Genetika Secara Umum .......................................................................... 18

2.5 Mutasi Genetik Secara Umum ............................................................... 26

2.6 Resistensi Plasmodium falciparum terhadap Klorokuin ........................ 29

2.7 Polymerase Chain Reaction (PCR) ........................................................ 40

2.8 Kerangka Teori ....................................................................................... 44

2.9 Kerangka Konsep ................................................................................... 45

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian ....................................................................................... 46

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................ 46

3.3 Subjek Penelitian dan Sampel ................................................................ 46

Page 14: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

ii

3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi .................................................................. 47

3.5 Definisi Operasional ............................................................................... 47

3.6 Alat dan Bahan ....................................................................................... 48

3.7 Prosedur Penelitian ................................................................................. 51

3.8 Alur Penelitian ........................................................................................ 57

3.9 Analisis Data .......................................................................................... 57

3.10 Etika Penelitian ....................................................................................... 58

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian ....................................................................................... 59

4.2 Pembahasan Hasil Penelitian .................................................................. 64

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 71

5.2 Saran ....................................................................................................... 71

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 85

LAMPIRAN

Page 15: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

iii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Siklus Hidup Plasmodium. .................................................................................. 7

2. Plasmodium falciparum Stadium Sporozoit Perbesaran 1000x (Anak Panah) ... 8

3. Trofozoid Plasmodium falciparum Perbesaran 1000x (Anak Panah) ................ 9

4. Skizon Plasmodium falciparum Perbesaran 1125x (Anak Panah) ................... 10

5. Plasmodium falciparum stadium Gemetosit Perbesaran 1125x........................ 11

6. Struktur Kimia Primakuin ................................................................................. 14

7. Struktur Kimia Artemisinin............................................................................... 15

8. Struktur Kimia Klorokuin. ................................................................................ 17

9. Struktur DNA dan Susunan Molekul Penyusun DNA. ..................................... 19

10. Pasangan Basa Nitrogen. ................................................................................. 20

11. Proses Replikasi DNA..................................................................................... 22

12. Proses Transkripsi dan Translasi. .................................................................... 24

13. Tabel Triplet Kodon dan Asam Amino ........................................................... 25

14. Jenis-Jenis Mutasi Titik. (a) Mutasi Substitusi: Mutasi Diam, Salah Arti; dan

Tanpa Arti, (b) Mutasi Insersi-Delesi. .................................................................. 28

15. Model Alur Transport Obat Antimalaria dan Lokasi Target Obat. ................. 32

16. Struktur Molekul P-Glycoprotein. .................................................................. 36

17. Struktur Tiga Dimensi Gen Pfmdr1 ................................................................ 38

Page 16: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

iv

18. Kerangka Teori................................................................................................ 44

19. Kerangka Konsep ............................................................................................ 45

20. Diagram Alur Penelitian ................................................................................. 57

21. Hasil Elektoforesis PCR Nested 1 ................................................................... 59

22. Hasil Elektroforesis PCR Nested 1 (Lanjutan)................................................ 60

23. Hasil Elektroforesis PCR Nested 1 (Lanjutan)................................................ 60

24. Hasil Elektroforesis PCR Nested 2 ................................................................. 61

25. Hasil Elektroforesis PCR Nested 2 (Lanjutan)................................................ 61

26. Hasil Analisis Basa. ........................................................................................ 63

29. Hasil Translasi Basa Sampel. .......................................................................... 64

Page 17: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

v

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Definisi Operasional Gen Pfmdr1 ..................................................................... 48

2. Daftar Primer Berdasarkan Literatur ................................................................. 50

3. Kondisi PCR pada saat Amplifikasi (Setelah Optimasi)................................... 54

Page 18: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

vi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Persetujuan Etik

Lampiran 2 Surat Permintaan Bahan biologi Tersimpan (BBT)

Lampiran 3 Surat Izin Permohonan Penggunaan Laboratorium Biologi

Molekuler Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

Lampiran 4 Surat Permohonan Peminjaman Alat Laboratorium Biologi

Molekuler Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

Lampiran 5 Hasil BLAST Primer Pfmdr1

Lampiran 6 Dokumentasi Penelitian

Page 19: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa

dari genus Plasmodium. Terdapat lima pesies dari Plasmodium yang dapat

menyebabkan penyakit malaria yaitu Plasmodium vivax, Plasmodium

malariae, Plasmodium knowlesi, Plasmodium ovale dan Plasmodium

falciparum. Dari semua jenis plasmodium penyebab malaria di Indonesia,

Plasmodium falciparum merupakan penyebab infeksi malaria dengan gejala

klinis yang paling berat bahkan dapat menyebabkan kematian (Sumarmo et

al, 2018).

Malaria adalah salah satu penyakit infeksi yang menjadi perhatian khusus

di seluruh dunia. Penyakit ini masih menjadi masalah terutama pada negara-

negara berkembang. Menurut WHO terdapat 300-500 juta kasus malaria

setiap tahun dengan lebih dari 1 juta kematian di seluruh dunia. Sebagian

besar kasus terjadi pada anak dan balita dengan lebih dari 3000 kematian

setiap harinya (Liwan, 2015).

Page 20: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

2

Dampak langsung dari penyakit malaria adalah disabilitas. Akibat langsung

dari disabilitas ini adalah hilangnya hari kerja yang berdampak pada

hilangnya hari produktif dan kerugian ekonomi. Malaria dapat

menimbulkan kerugian sebesar Rp 390.620.016 dari hilangnya satu hari

kerja akibat penyakit (Andiarsa et al, 2015).

Morbiditas malaria dalam suatu wilayah ditentukan dengan Annual Paracite

Incidence (API). Secara umum, morbiditas malaria di Indonesia mengalami

penurunan dari tahun 2009-2016 yaitu dari angka 1,8 per 1000 penduduk

beresiko tahun 2009 menjadi 0,84 per 1000 penduduk tahun 2016. Angka

API di Provinsi Lampung adalah rendah yaitu sebesar 0,40. Walaupun

angka API nasional dan Provinsi Lampung terbilang rendah, angka API di

kabupaten Pesawaran masih tinggi, yaitu sebesar 6,36 (Depkes 2015;

Kemenkes RI 2016).

Pada tahun 1990, kasus resistensi Plasmodium falciparum terhadap obat

antimalaria seperti klorokuin, sulfadoksin-pirimetamin muncul dan

merebak di seluruh dunia. Hal ini memperparah morbiditas dan mortalitas

terkait malaria di negara-negara endemis malaria. Untuk menanggulangi hal

ini, regimen terapi malaria menggunakan artemisinin dikenalkan oleh WHO

di regional Asia Tenggara pada pertengahan tahun 1990. Kombinasi terapi

ini ditambah dengan penggunaan kelambu yang diberikan insektisida telah

berhasil menurunkan angka mortalitas dan morbiditas malaria global

(Ashley et al, 2014).

Page 21: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

3

Terjadinya resistensi pada Plasmodium falciparum merupakan penghambat

dalam eradikasi malaria. Salah satu faktor penyebab terjadinya resistensi

pada Plasmodium falciparum adalah adanya mutasi gen. Penelitan

molekuler telah mengidentifikasi adanya beberapa gen pada Plasmodium

falciparum yang dapat mengalami mutasi dan mengakibatkan terjadinya

resistensi klorokuin pada parasit mutan. Salah satu di antaranya adalah gen

Plasmodium falciparum Multi-Drug Resistance protein 1 (Pfmdr1) (Ruetz,

1996). Mutasi pada gen ini dapat terjadi pada beberapa posisi kodon yaitu

kodon 86 (asparagin dengan kodon AAU atau AAC menjadi tirosin dengan

kodon UAU atau UAC), kodon 1034 (serin dengan kodon UCU, UCC,

UCA, atau UCG menjadi sistein dengan kodon UGU atau UGC), kodon

1042 (asparagin dengan kodon AAU atau AAC menjadi asam aspartat

dengan kodon GAU, GAC, GAA atau GAG ), dan kodon 1246 (asam

aspartat dengan kodon GAU, GAC, GAA atau GAG menjadi tirosin dengan

kodon UAU atau UAC) (Mehlotra et al, 2008).

Saat ini tatalaksana farmakologi bagi penderita Malaria falciparum di

Indonesia adalah terapi kombinasi derivat Artemisinin dikenal dengan

Artemisinine-Based Combination Therapy (ACT) untuk menanggulangi

Plasmodium falciparum yang sudah resisten dengan klorokuin. Terapi

kombinasi ini mulai digunakan di Indonesia mulai tahun 2004 (Kemenkes

RI 2017).

Page 22: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

4

Sejak dimulainya terapi kombinasi derivat Artemisinin pada tahun 2004

hingga tahun 2018, penggunaan obat klorokuin dihentikan. Adanya jeda

penggunaan obat klorokuin selama 14 tahun ini memungkinkan adanya

spesies Plasmodium falciparum wild-type yang rentan terhadap klorokuin

untuk muncul kembali setelah paparan terhadap klorokuin menghilang.

Adanya spesies Plasmodium falciparum yang rentan terhadap klorokuin

memungkinkan penggunaan kembali obat klorokuin sebagai tatalaksana

farmakologi Malaria falciparum.

Berdasarkan penjelasan tersebut diperlukan penelitian terkait identifikasi

adanya single nucleotide polymorphism kodon 1042 gen Pfmdr1 pada

penderita Malaria falciparum yang terdapat di daerah endemis yaitu pada

Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung untuk mengetahui adanya

kemungkinan munculnya kembali Plasmodium falciparum wild-type yang

rentan terhadap klorokuin.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah “Apakah terdapat single

nucleotide polymorphism kodon 1042 gen Pfmdr1 pada penderita Malaria

falciparum di Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung?”.

Page 23: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

5

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi adanya single

nucleotide polymorphism kodon 1042 gen Pfmdr1 pada penderita Malaria

falciparum di Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung.

1.4 Manfaat Penelitian

1) Manfaat bagi Peneliti

Penelitian ini dapat meningkatkan keterampilan peneliti dalam

melakukan penelitian khususnya dalam bidang parasitologi molekuler

Plasmodium falciparum dan memberikan pengalaman yang berguna

bagi penulis dalam menerapkan ilmu-ilmu yang telah penulis dapatkan

di bangku perkuliahan. Penelitian ini juga dapat dijadikan referensi

pustaka mengenai polimorfisme kodon 1042 gen Pfmdr1 Malaria

falciparum bagi penelitian selanjutnya.

2) Manfaat bagi Institusi

Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan tambahan informasi pada

bidang keilmuan parasitologi khususnya mengenai polimorfisme kodon

1042 gen Pfmdr1 pada Plasmodium falciparum.

3) Manfaat bagi Pemerintah

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai baseline data kodon 1042

gen Pfmdr1 pada Plasmodium falciparum yang terdapat di Pesawaran,

Lampung.

Page 24: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Malaria

Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh protozoa dari genus

Plasmodium. Terdapat 5 spesies Plasmodium yang dapat menyebabkan

penyakit malaria pada manusia yaitu Plasmodium falciparum, Plasmodium

vivax, Plasmodium malariae, Plasmodium ovale, dan Plasmodium

knowlesi. Dari semua spesies plasmodium yang dapat menyebabkan

penyakit malaria, Plasmodium falciparum dapat menyebabkan gejala

malaria yang paling berat bahkan fatal. Spesies Plasmodium falciparum

menyebabkan malaria tropika, Plasmodium vivax menyebabkan malaria

tertiana, Plasmodium malariae menyebabkan malaria kuartana, dan

Plasmodium ovale menyebabkan malaria ovale (Sumarmo et al, 2012).

Taksonomi dari spesies Plasmodium falciparum adalah sebagai berikut.

Plasmodium falciparum termasuk ke dalam filum apicomplexa, kelas

Sporozoa, sub kelas Cocidiidae, Ordo Eucocidiidae, sub ordo

Haemosporiidiidae, Famili Plasmodiidae, dan Genus Plasmodium (Antinori

et al. 2012)

Page 25: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

7

Siklus hidup dari kelima spesies Plasmodium yang menyebabkan malaria

pada manusia umumnya sama. Plasmodium membutuhkan dua hospes yaitu

nyamuk Anopheles betina sebagai hospes invertebrata dan primata sebagai

hospes vertebrata. Pada Plasmodium falciparum, hospes vertebrata adalah

manusia. Daur hidup Plasmodium terdiri atas fase seksual eksogen

(sporogoni) dalam badan nyamuk Anopheles dan fase aseksual (skizogoni)

dalam badan hospes perantara (manusia) (Sutanto et al, 2012; Galinski,

2013). Skema siklus hidup Plasmodium falciparum secara umum dijelaskan

pada gambar satu.

(CDC, 2018)

Gambar 1. Siklus Hidup Plasmodium.

Fase aseksual mempunyai dua daur yaitu 1) daur eritrosit dalam darah

(skizogoni eritrosit) dan 2) daur dalam sel parenkim hari (skizogoni

eksoeritrosit), atau stadium jaringan dengan a) skizogoni praeritrosit

Page 26: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

8

(skizogoni eksoeritrosit primer) setelah sporozoit masuk ke dalam sel hati

dan b) skizogoni eritrosit sekunder yang berlangsung dalam hati. Pada

penelitian terdapat sporozoit yang secara langsung melanjutkan

perkembangan ke fase selanjutnya dan ada sporozoit yang mengalami

dormansi selama periode tertentu yang disebut dengan hipnozoid sampai

menjadi aktif kembali dan mengalami skizogoni (Sumarmo et al, 2012).

Bentuk sporozoit secara mikroskopis dapat dilihat pada gambar 2.

Weir, 2013

Gambar 2. Plasmodium falciparum Stadium Sporozoit Perbesaran 1000x

(Anak Panah).

Bila nyamuk Anopheles betina yang mengandung parasit malaria menusuk

hospes, sporozoit yang berada di dalam kelenjar air liur akan keluar dan

memasuki tubuh hospes melalui proboscis yang ditusukkan. Sporozoit akan

masuk ke dalam sirkulasi darah. Parasit yang masuk akan mengikuti

sirkulasi tubuh dan terbawa ke dalam kapiler sinusoid di hepar. Pada tahap

ini, beberapa sporozoit akan melakukan penetrasi ke dalam sel fagosit (sel

Kupffer) (Galinski et al, 2013). Mekanisme invasi parasit pada sel Kupffer

Page 27: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

9

melibatkan protein tertentu yang ada pada permukaan sel parait dan sel

Kupffer (Fujioka & Aikawa, 2002). Selanjutnya parasit akan menginvasi sel

hati dan memulai fase ekstraeritositer. Proses ini disebut skizogoni

praeritrosit. Sporozoit yang telah menginvasi sel hepar akan berdifferensiasi

menjadi trofozoid ( Sumarmo et al, 2012). Gambaran mikroskopis trofozoid

dapat dilihat pada gambar 3.

(CDC, 2018)

Gambar 3. Trofozoid Plasmodium falciparum Perbesaran 1000x (Anak Panah).

Trofozoid akan tumbuh melanjutkan perkembangannya menjadi skizon. Inti

skizon akan melakukan pembelahan berulang-ulang. Skizon yang berbentuk

bulat atau lonjong, akan membesar sampai berukuran 45 mikron.

Pembelahan inti disertai pembelahan sitoplasma yang mengelilingi setiap

inti terus berlangsung sehingga pada akhir fase ini, skizon telah

berdifferensiasi menjadi beribu-ribu merozoid invasif berinti satu dengan

Page 28: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

10

ukuran 1,0 sampai 1,8 mikron (Galinski et al, 2013; Sumarmo et al, 2012).

Bentuk skizon secara mikroskopis dapat dilihat pada gambar 4.

(CDC, 2018)

Gambar 4. Skizon Plasmodium falciparum Perbesaran 1125x (Anak Panah).

Pada akhir fase praeritrosit skizon pecah menyebabkan terjadinya

pengeluaran merozoid. Merozoid beredar di sirkulasi darah dan akan

menginvasi eritrosit, kemudian berkembang menjadi tropozoid di dalam

eritrosit. Trofozoid akan melakukan remodelling pada eritrosit untuk

menyediakan lingkungan yang sesuai bagi perkembangan parasit. Inti

trofozoid membelah menjadi sejumlah inti yang lebih kecil, kemudian

dilanjutkan dengan pembelahan sitoplasma untuk membentuk skizon.

Skizon akan menjadi matang dan akhirnya pecah. Skizon yang pecah

selanjutnya akan melepaskan merozoid ke dalam sirkulasi darah. Merozoid

kemudian akan menginvasi eritrosit dan selanjutnya siklus akan dimulai

kembali. Invasi merozoid pada sel eritrosit berhubungan dengan reseptor

Page 29: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

11

yang ada pada permukaan sel eritrosit dan ligan yang terdapat pada

permukaan merozoid (Fujioka & Aikawa, 2002; Galinski et al, 2013;

Sumarmo et al, 2012)

Beberapa merozoid telah terprogram untuk bertransformasi menjadi bentuk

seksual. Proses ini disebut gametogoni (gametositogenesis). Terdapat dua

bentuk seksual dari merozoid, yaitu makrogametosit dan mikrogametosit.

Kedua gamet ini selanjutnya akan diihisap oleh nyamuk Anopheles yang

mengigit manusia terinfeksi malaria (Galinski et al, 2013; Sumarmo et al,

2012). Bentuk gamet dari Plasmodium falciparum dapat dilihat pada

gambar 5.

(CDC, 2018).

Gambar 5. Plasmodium falciparum stadium Gemetosit Perbesaran 1125x

(Anak Panah).

Page 30: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

12

Dalam tubuh nyamuk parasit akan berkembang secara seksual (sporogoni).

Perkembangan ini membutuhkan waktu antara 8-12 hari. Makrogametosit

dan mikrogametosit yang dihisap oleh nyamuk Anopheles selanjutnya akan

berubah menjadi makrogamet dan mikrogamet di dalam lambung nyamuk.

Kemudian, keduanya akan membentuk ookinet, yang selanjutnya akan

bergerak menembus dinding lambung dan berubah menjadi ookista yang

mengandung banyak sporozoit. Kemudian sporozoit akan bergerak menuju

kelenjar liur air nyamuk dan siap dilepaskan kembali ke dalam tubuh

manusia (Sumarmo et al, 2018).

Pasien malaria pada umumnya mengeluhkan demam akut yang bersifat

paroksisimal, didahului dengan stadium dingin (mengigil), diikuti dengan

demam tinggi kemudian berkeringat banyak. Selain gejala klasik tersebut,

pasien biasanya mengeluh adanya nyeri kepala, mual, muntah, diare, pegal-

pegal, dan nyeri otot. Malaria yang tidak ditangani segera dapat

menyebabkan anemia, dan malaria berat yang dapat menyebabkan kematian

(Kemenkes RI, 2017).

2.2 Pengobatan Malaria

Terdapat beberapa obat-obatan yang dapat digunakan sebagai terapi

farmakologis pada penyakit malaria. Obat-obatan ini dapat diklasifikasikan

sesuai dengan efek obat tersebut pada siklus hidup malaria. Beberapa

klasifikasi dari obat malaria adalah skizontosida jaringan dengan target

berupa parasit dorman atau yang sedang berkembang pada jaringan hepar,

Page 31: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

13

skizontosida darah dengan target parasit eritrositik, dan gametosida dengan

target parasit pada stadium seksual yang sekaligus akan mencegah transmisi

parasit ke dalam nyamuk Anopheles. Beberapa jenis obat-obatan bekerja

sebagai agen profilaksis yang dapat mencegah penyakit (Katzung et al,

2012).

Salah satu contoh obat golongan skizontisida jaringan adalah primaquin.

Obat ini mengeradikasi bentuk skizontisida primer dari Plasmodium

falciparum dan Plasmodium vivax, serta bentuk eksoeritrositik sekunder

malaria yang kambuh. Obat ini biasanya diberikan dalam bentuk kombinasi

dengan skizontisida darah seperti klorokuin, quinin, meflokuin, atau

pirimetamin. Mekanisme kerja obat ini belum dapat dijelaskan secara detail

tetapi obat ini diduga bekerja sebagai oksidan yang bertanggung jawab atas

kerja skizontisidal dan juga hemolisis atau methemoglobinemia yang

ditemukan sebagai toksisitas. Obat ini diabsorbsi dengan baik dengan

pemberian oral, tidak terakumulasi di dalam jaringan, dan dioksidasi secara

cepat menjadi beberapa senyawa. Obat ini diekskresikan melalui urin

(Harvey & Champe, 2009). Struktur obat primakuin dapat dilihat pada

gambar 6.

Page 32: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

14

(Li et al, 2014)

Gambar 6. Struktur Kimia Primakuin.

Salah satu contoh obat golongan skizontisida jaringan yang lain adalah

klorokuin, meflokuin, quinin, quinidin, dan artemisinin. Klorokuin bekerja

pada vakuola makanan parasit. Mekanisme kerja meflokuin belum diketahui

dengan pasti tetapi diduga bekerja dengan cara mengganggu kerja membran

sel parasit. Quinin dan quinidin bekerja dengan cara mengganggu

polimerisasi heme sehingga menyebabkan kematian parasit plasmodium

bentuk eritrositik. Artemisinin bekerja dengan cara melibatkan produksi

radikal bebas di dalam vakuola makanan plasmodium sesudah pembelahan

jembatan endoperoksida obat oleh heme besi di dalam eritrosit yang

terparasitisasi (Harvey & Champe, 2009). Struktur kimia obat artemisinin

dapat dilihat pada gambar 7.

Page 33: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

15

(Li et al, 2015)

Gambar 7. Struktur Kimia Artemisinin.

Obat-obatan antimalarial juga dapat diklasifikasikan berdasarkan target

metabolisme parasit. Salah satu golongan obat jenis ini adalah obat yang

mengganggu jalur folat dalam sitoplasma parasit. Yang termasuk dalam

golongan obat ini adalah kombinasi sulfadoksil-pirimetamin dan kombinasi

klorproguanil-dapson (Simamora & Fitri, 2007). Sulfadoksil bekerja dengan

cara menghambat enzim dihidropteroat sintetase, suatu enzim yang bekerja

pada awal rangkaian sintesis folat. Pirimetamin bekerja dengan cara

menghambat enzim dihidrofolat reduktase yang penting dalam sintesis

fosfat (Tahita et al. 2015). Di Afrika, kombinasi obat sulfadoksil-

pirimetamin digunakan pada ibu hamin dan sebagai kemoprofilaksi untuk

menghadapi musim malaria pada daerah yang masih sensitif terhadap obat

ini (Cui et al. 2015).

Page 34: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

16

Salah satu golongan obat yang mengacaukan metabolisme parasit lainnya

adalah atovaquone. Obat ini memiliki struktur yang mirip dengan

ubiquinolon. Obat ini akan berikatan dengan sitokrom B pada parasit. Ikatan

ini akan menyebabkan gagalnya proses respirasi pada parasit dan

mengacaukan potensial membran dari membrane transmitokondrial (Bakshi

et al, 2018). Obat ini digunakan pada pengobatan malaria tanpa komplikasi

pada anak-anak dan sebagai kemoprofilaksis di Amerika (Nixon et al, 2013)

Sebagian besar obat malaria hanya bekerja spesifik terhadap salah satu

siklus hidup dari parasit. Hal ini rentan menyebabkan resistensi. Resistensi

malaria merupakan ancaman bagi upaya eleminasi dan eradikasi malaria.

Untuk mencegah terjadinya resistensi, WHO pada tahun 2006

merekomendasikan terapi kombinasi obat. Kombinasi obat ini disebut

dengan ACT (Artemisinin Combination Treatment) (Harijanto, 2011;

Staines & Krishna, 2012).

Pengobatan dengan kombinasi ACT mempunyai keunikan. Keunikan

pengobatan ini antara lain dapat menurunkan biomass parasit dengan cepat,

dapat menghilangkan gejala dengan cepat, efektif terhadap parasit yang

sudah resisten, efektif terhadap semua bentuk dan stadium parasit, efek

samping minimal, dan dapat menghambat transmisi gamet serta belum

ditemukan adanya resistensi pada obat ini (Harijanto, 2011).

Page 35: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

17

Pengobatan malaria yang digunakan di Indonesia saat ini adalah dengan

penggunaan ACT (Kemenkes RI, 2017). Terdapat beberapa kombinasi obat

ACT yang tersedia di Indonesia. Kombinasi pertama adalah artesunat

dengan amodiaquin (AS+AQ), kombinasi kedua adalah artemether dengan

lumefantrin (AL), dan kombinasi ketiga adalah dihidroartemisinin dan

piperakuin (DHP) (Depkes, 2011).

2.3 Klorokuin

Klorokuin merupakan salah satu pilihan terapi farmakologi pada

pengobatan malaria. Obat ini termasuk dalam golongan obat 4-aminoquilin

(Simamora & Fitri, 2007). Sejak pengembangan obat ini pada tahun 1940,

harganya yang murah, pembuatannya yang mudah, dan keamanannya yang

tinggi, telah membuat klorokuin menjadi popular dan banyak digunakan

sebagai terapi farmakologi pada malaria (Slater, 1993). Struktur kimia dari

klorokuin diperlihatkan pada gambar 8.

(Nilsen et al. 2012)

Gambar 8. Struktur Kimia Klorokuin.

Page 36: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

18

Klorokuin merupakan derivat dari senyawa quinin dengan berat molekul

320, dan merupakan basa lemah amfifilik yang larut dalam air. Obat ini

diabsorbsi secara total dengan penggunaan oral setelah 2-4 jam. Absorbsi

obat ini tidak terpengaruh jika dikonsumsi bersamaan dengan makanan.

Obat ini terdistribusi secara luas di jaringan tubuh dengan kadar obat

maksimal dalam plasma dicapai setelah 3-12 jam dikonsumsi secara oral.

Obat ini dimetabolisme di hati dan diekskresikan melalui hati dan ginjal

(Browning, 2014).

Obat ini bekerja dengan mengacaukan proses pencernaan parasit. Pada

parasit terdapat enzim yang sifatnya esensial, diantaranya adalah aspartic

protease dikenal dengan plasmepsin yang secara in vitro maupun in vivo

dapat menginisiasi degradasi haemoglobin (Simamora & Fitri, 2007).

Klorokuin bekerja dengan menghambat proses pencernaan haemoglobin

dalam vakuola makanan dengan cara mengikat cincin feriprotoporfirin XI,

suatu hematin yang merupakan hasil metabolisme eritrosit di dalam parasit.

Adanya ikatan klorokuin dan feriprotoporfirin dapan menyebabkan lisis

pada parasit sehingga perkembangan parasit dapat dihambat (Kublin et al,

2003).

2.4 Genetika Secara Umum

Istilah genetika berasal dari bahasa latin genos yang artinya asal usul.

Menurut sumber lain genetika berasal dari kata genno yang berarti

melahirkan. Secara istilah genetika adalah ilmu yang mempelajari berbagai

Page 37: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

19

aspek yang menyangkut pewarisan sifat dan variasinya baik pada tingkat

organisme maupun sub-organisme (seperti virus dan prion). Dalam genetika

dikenal suatu istilah yaitu gen. Gen adalah satuan diskret informasi herediter

genetik yang terdiri dari sekuens nukleotida spesifik di dalam DNA atau

RNA pada beberapa virus (Campbell et al, 2017). Struktur DNA dapat

dilihat pada gambar 9.

(Campbell et al, 2017)

Gambar 9. Struktur DNA dan Susunan Molekul Penyusun DNA.

Penyusun utama dari DNA dikenal sebagai nukleotida yang terdiri dari gula

lima karbon deoksiribosa dengan satu fosfat teresterifikasi pada posisi 5’

dari cincin gula dan satu basa nitrogen terikat pada posisi 1’. Terdapat dua

jenis basa nitrogen pada nukleotida yaitu basa pirimidin yang mengandung

satu cincin dan basa purin yang mengandung dua cincin. Pada DNA terdapat

dua jenis basa pirimidin yaitu timin (T) dan sitosin (C) dan dua jenis basa

purin yaitu guanin (G) dan adenin (A). Adenin pada untai yang satu akan

Page 38: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

20

selalu berikatan dengan timin pada untai yang lain dan guanin pada untai

satu akan selalu berikatan dengan sitosin pada untai yang lain. Jumlah ikatan

basa ini yang menentukan ukuran gen. Pada manusia, ukurannya berkisar

antara 1000 sampai 2300 kilo basa (Karp, 2015; Ravi et al, 2013). Gambar

pasangan basa dapat dilihat pada gambar 10.

(Karp, 2015)

Gambar 10. Pasangan Basa Nitrogen.

Chargaff menemukan bahwa rasio dari keempat basa nitrogen bervariasi

antar organisme lain, tetapi konstan pada sampel jaringan berbeda yang

diambil dari individu yang sama. Jumlah basa purin sama dengan jumlah

basa pirimidin. Lebih spesifik lagi, jumlah adenin selalu sama dengan

Page 39: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

21

jumlah timin sedangkan jumlah guanin selalu sama dengan jumlah sitosin.

Hal ini dapat dirumuskan dengan persamaan sebagai berikut:

[A] = [T], [G] = [C], [A] + [T] ≠ [G] + [C]

(Forsdyke & Mortimer, 2000)

Nukleotida-nukleotida ini berikatan secara kovalen satu sama lain

membentuk polimer linier atau untaian dengan gula dan fosfat sebagai

‘tulang punggung’ dengan ikatan 3’-5’-fosfodiester membentuk struktur

polar. Ujung yang memiliki fosfat disebut ujung 5’ dan ujung yang lain

disebut ujung 3’ (Alberts et al, 2014).

Terdapat tiga fungsi DNA sebagai materi genetik yaitu 1) sebagai wadah

penyimpanan materi genetik, 2) replikasi dan pewarisan, dan 3) ekspresi

dari kode genetik. Pertama, DNA harus bisa menyimpan rekaman instruksi

yang akan menentukan semua karakteristik pada organisme. Pada tingkat

molekuler, DNA harus memiliki informasi mengenai urutan spesifik asam

amino pada semua protein yang disintesis oleh organisme. Kedua, DNA

harus mempunyai informasi untuk mensintesis untai DNA baru (replikasi).

Replikasi DNA memungkinkan instruksi genetik untuk diturunkan pada sel

anakan atau dari organisme induk ke organisme anakan. Ketiga, untai DNA

tidak hanya berfungsi sebagai materi genetik tetapi juga berfungsi sebagai

petunjuk dalam aktivitas sel. Informasi pada DNA digunakan untuk

mengarahkan urutan asam amino yang akan dirangkai dalam polipeptida

(Karp, 2015).

Page 40: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

22

Replikasi molekul DNA dimulai dari tempat khusus yang disebut titik mula

replikasi. Protein-protein yang memulai proses replikasi DNA akan

mengenali sekuens ini dan melekat ke DNA. Kemudian DNA akan memisah

dari rantai ganda menjadi rantai tunggal dan terbentuk gelembung replikasi.

Pemisahan ini dibantu oleh enzim helikase, protein pengikatan berantai-

tunggal, dan enzim topoisomerase. Selanjutnya enzim-enzim yang disebut

DNA polimerase akan mengkatalis sintesis DNA yang baru dengan cara

menambahkan nukleotida-nukleotida ke rantai yang telah ada sebelumnya.

Untai DNA dapat dibuat dengan dua mekanisme yaitu untai maju (leading

strand) dan untai lamban (lagging strand) (Campbell et al, 2017; Karp,

2015). Proses replikasi DNA dapat dilihat pada gambar 11.

(Campbell et al, 2017)

Gambar 11. Proses Replikasi DNA.

Page 41: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

23

Selama replikasi DNA, DNA polimerase akan mengecek setiap nukleotida

terhadap cetakannya setelah nukleotida ditambahkan pada untai yang

sedang disusun. Ketika terdapat kesalahan, polimerase akan menyingkirkan

nukleotida itu dan melanjutkan kembali proses replikasi DNA (Alberts et

al, 2014; Campbell et al, 2017; Karp, 2015).

Gen menyediakan informasi yang dibutuhkan untuk menyusun protein

tertentu. Akan tetapi, gen tidak membangun protein secara langsung. Untuk

membuat protein, diperlukan tahapan-tahapan tertentu. Tahapan ini ada dua,

yaitu transkripsi dan translasi (Campbell et al, 2017; Karp, 2015).

Sama seperti DNA, RNA merupakan polimer linier yang terdiri dari subunit

berupa nukleotida yang dihubungkan dengan ikatan fosfodiester.

Nukleotida pada RNA adalah ribonukleotida yang terdiri dari basa adenine

(A), guanine (G), sitosin (C), dan urasil (U). Jika DNA terdiri dari untai

ganda dengan bentuk terpilin seperti tangga, RNA berbentuk rantai tunggal

(Alberts et al, 2014).

Transkripsi adalah sintesis RNA melalui arahan dari DNA. Selama

transkripsi, DNA menentukan urutan basa-basa di sepanjang untai RNA.

Molekul RNA adalah komplementer dengan DNA (bukan identik) karena

basa-basa RNA disusun sesuai dengan aturan pemasangan basa.

Perpasangan ini serupa dengan replikasi DNA, hanya saja basa nitrogen

adenin pada DNA akan komplemen dengan urasil (bukan timin) pada

Page 42: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

24

mRNA. Selain itu, nukleotida mRNA adalah gula ribosa bukan deoksiribosa

seperti pada DNA (Campbell et al, 2017; Karp, 2015)

Translasi adalah proses sintesis polipeptida dengan cara menerjemahkan

triplet basa mRNA menjadi asam amino spesifik. Triplet basa ini disebut

dengan kodon. Kodon dibaca oleh mekanisme translasi dengan arah 5’→3’

di sepanjang mRNA. Proses pembacaan kodon berjalan terus-menerus

sehingga asam amino akan tersusun membentuk untaian dan akhirnya akan

membentuk suatu polipeptida (Campbell et al, 2017; Karp 2015). Proses

transkripsi dan translasi dapat dilihat pada gambar 12.

(Campbell et al, 2017)

Gambar 12. Proses Transkripsi dan Translasi.

Page 43: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

25

Setiap kodon akan mengkode asam amino tertentu. Karena kodon terdiri

dari tiga basa nukleotida, maka terdapat 64 kemungkinan kombinasi basa

nukleotida yang akan membentuk kodon (43). Karena asam amino yang

dapat dikodekan oleh kodon hanya 20 jenis, terdapat 44 kodon yang akan

mengkodekan asam amino yang sama (Karp, 2015). Kodon beserta asam

amino yang dapat dikode terdapat pada gambar 13.

(Campbell et al, 2017)

Gambar 13. Tabel Triplet Kodon dan Asam Amino.

Page 44: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

26

Ketiga basa kodon mRNA dibaca dari arah 5’ ke 3’ di sepanjang mRNA.

Kodon UUU dan UUC akan mengkodekan fenialanin (F), kodon UUA,

UUG, CUU, CUC, CUA, dan CUG akan mengkodekan leusin (L), kodon

AUU, AUC, dan AUA akan mengkodekan isoleusin (I), kodon AUG

berfungsi sebagai sinyal memulai proses translasi, kodon GUU, GUC,

GUA, GUG akan mengkodekan valin (V), kodon UCU, UCC, UCA, UCG,

AGU, AGC akan mengkodekan serin (S), kodon CCU, CCC, CCA, dan

CCG mengkodekan prolin (P), kodon ACU, ACC, ACA, dan ACG

mengkodekan threonin (T), kodon GCU, GCC, GCA, dan GCG

mengkodekan alanin (A), kodon UAU dan UAC mengkodekan tirosin (Y),

kodon UAA, UAG dan UGA mengkodekan sinyal stop, kodon CAU dan

CAC mengkodekan histidin (H), kodon CAA dan CAG mengkodekan

glutamin (Q), kodon AAU dan AAC mengkodekan asparagin (N), kodon

AAA dan AAG mengkodekan lisin (K), kodon GAU dan GAC

mengkodekan asam aspartat (D), kodon GAA dan GAG mengkodekan asam

glutamat, kodon UGU dan UGC mengkodekan sistein (C), kodon UGG

mengkodekan triptofan (W), kodon CGU, CGC, CGA, CGG, AGA, dan

AGG mengkodekan arginin (R), dan kodon GGU, GGC, GGA, GGG yang

mengkodekan glisin (G) (Campbell et al, 2017; Karp, 2015).

2.5 Mutasi Genetik Secara Umum

Mutasi didefinisikan sebagai perubahan sekuens nukleotida DNA suatu

organisme yang menimbulkan keanekaragaman genetik. Mutasi yang

mengakibatkan perubahan pada satu pasangan basa disebut dengan mutasi

Page 45: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

27

titik (point mutation). Jika mutasi titik terjadi pada sel gamet atau sel yang

menghasilkan gamet, perubahan ini dapat diteruskan pada generasi

selanjutnya (Campbell et al, 2017).

Terdapat beberapa macam tipe mutasi titik, yaitu 1) substitusi atau

penggantian pasangan basa dan 2) insersi (penambahan) atau delesi

(pengurangan) pasangan basa. Pada mutasi titik tipe substitusi, terjadi

penggantian satu pasangan basa nukleotida dengan pasangan basa

nukleotida lain. Hal ini dapat menimbulkan tiga efek: 1) mutasi diam, 2)

mutasi salah arti, dan 3) mutasi tanpa arti. Pada mutasi diam, terjadi

penggantian basa nukleotida tetapi perubahan ini tidak merubah hasil

translasi dan tidak mengubah asam amino yang akan dihasilkan. Pada

mutasi salah arti, terjadi penggantian basa nukleotida dan perubahan ini

akan merubah hasil translasi dan akan mengubah asam amino yang

dihasilkan. Hal ini dapat memunculkan protein dengan kemampuan baru

ataupun menghasilkan protein yang tidak fungsional dan membahayakan

organisme mutan. Pada mutasi tanpa arti, terjadi penggantian basa

nukleotida yang akan mengubah kodon menjadi kodon stop. Hal ini

membuat proses translasi akan berhenti dengan prematur dan menghasilkan

untai polipeptida yang lebih pendek dari sebelumnya. Seringkali, hal ini

menghasilkan protein yang tidak fungsional. Pada mutasi titik tipe insersi

dan delesi, terdapat penambahan atau pengurangan pasangan basa

nukleotida. Hal ini akan menyebabkan pergeseran dalam bingkai

pembacaan pesan genetik pada saat translasi. Hal ini akan menyebabkan

Page 46: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

28

kesalahan pembacaan yang masif (Szalai et al, 2014). Ilustrasi tipe-tipe

mutasi titik dijelaskan pada gambar 14.

(Campbell et al, 2017).

Gambar 14. Jenis-Jenis Mutasi Titik. (a) Mutasi Substitusi: Mutasi Diam, Salah Arti;

dan Tanpa Arti, (b) Mutasi Insersi-Delesi.

Adanya mutasi menyebabkan adanya variasi genetik. Situs pasangan basa

tunggal tempat ditemukannya variasi pada setidaknya 1% populasi disebut

polimorfisme nukleotida tunggal (single nucleotide polymorphism, SNP)

(Szalai et al, 2014). Polimorfisme nukleotida tunggal dapat ditemukan

dalam sekuens DNA pengode ataupun sekuens DNA bukan pengode

(Campbell et al, 2017).

Page 47: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

29

2.6 Resistensi Plasmodium falciparum terhadap Klorokuin

Kasus resistensi klorokuin terhadap Plasmodium falciparum ditemukan

pertama kali di Kalimantan Timur pada tahun 1973. Selanjutnya kasus

resistensi ini meluas ke seluruh Indonesia dengan derajat resistensi RI-RIII.

(Tjitra et al, 2012) Terjadinya resistensi ini menjadi masalah di daerah

endemik. Adanya resistensi menyebabkan tingginya angka morbiditas dan

mortalitas karena adanya resistensi menyebabkan pengobatan menjadi

kurang efektif (Olliaro, 2001).

Obat-obatan antimalaria bekerja pada organel target yang berbeda-beda

sesuai dengan mekanisme kerjanya. Organel-organel yang menjadi target

antara lain vakuola makanan, sitosol, mitokondria, aprikoplas, dan

membran parasit. Pada umumnya, sel eukariotik menghindari toksisitas

xenobiotik dengan cara memasukkannya ke dalam vakuola makanan

ataupun lisosom agar dapat diproses ataupun dikeluarkan dari sel (Dobson

et al, 2009).

Pada Plasmodium, terdapat beberapa jenis protein pembawa yang akan

membawa klorokuin dari sitoplasma parasit ke dalam vakuola makanan

parasit (Triwani, 2010). Protein pembawa yang dimaksud adalah Drug

Metabolite Trasporter (DMT) dan transporter terkait P-glycoprotein.

Protein yang termasuk di dalam kelompok DMT dipresentasikan oleh gen

Pfcrt (Plasmodium falciparum Chloroquine Resistance Transporter),

sedangkan transporter terkait P-glycoprotein dipresentasikan oleh gen

Page 48: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

30

Pfmrp (Plasmodium falciparum Multidrug Resistance-Associated Protein),

dan gen Pfmdr (Plasmodium falciparum Multi Drug Resistance) (Ibraheem

et al, 2014; Petersen et al, 2011).

Gen Pfcrt, gen Pfmrp, dan gen Pfmdr1 merupakan determinan utama dalam

menentukan resistensi parasit terhadap berbagai macam obat malaria utama.

Protein Pfcrt dan Pfmdr1 terletak di vakuola membran parasit, sedangkan

protein Pmfrp terletak di membran plasma parasit. Karakteristik protein

Pfcrt dan Prmdr yang bersifat asam menentukan pentingnya protein ini

dalam memodulasi sensitivitas obat. Diduga protein ini dapat bekerja

sebagai kopartemen yang akan melakukan sekuestrasi pada obat atau

sebagai kopartemen yang akan melindungi parasit dari obat dengan cara

menurunkan laju transport obat ke dalam vakuola makanan. Protein Pfmrp

yang terletak di membran plasma berfungsi sebagai pompa effluks obat

secara umum (Petersen et al, 2011).

Terdapat bebetapa gen lain yang diasosiasikan dengan terjadinya resistensi

obat pada malaria. Gen-gen tersebut adalah gen Pfnhe1 (Plasmodium

falciparum Sodium Hydrogen Exchanger), gen Pfdhfr-ts (Plasmodium

falciparum Bifunctional Dihydrofolate Reductase-Thymidylate Synthase),

gen Pfdhps (Plasmodium falciparum Dihydroprotease Synthetase), dan

protein kelch 13 (Antony & Parija, 2016).

Page 49: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

31

Gen Pfnhe1 terletak pada kromosom 13 dan memiliki 2 ekson dan

mengkodekan protein yang berfungsi sebagai pompa sodium-hidrogen.

Protein yang dikodekan oleh gen ini terletak di membrane plasma parasit.

Polimorfisme pada gen ini yang terletak di region ms470 akan menurunkan

sensitivitas parasit terhadap obat kuinin (Antony & Parija, 2016).

Gen Pfdhfr-ts terletak pada kromosom 4 dan mempunyai pasangan basa

sebesar 1827. Gen ini akan memproduksi enzim yang terlibat dalam jalur

metabolisme folat. Resistensi obat pirimetamin dikaitkan dengan adanya

mutasi pada kodon S108D, N51I, C59N, dan I164L Selain itu, mutasi ganda

pada posisi A16V dan S108T dihubungkan dengan resistensi obat

sikloguanil (Antony & Parija, 2016).

Gen Pfdhps terletak pada kromosom 8 dan mempunyai 3 ekson. Gen ini

akan mengkodekan protein dhps yang akan mengkatalis reaksi asam p-

aminobenzoic (PABA) yang berperan pada sintesis pirimidin (Antony dan

Parija, 2016). Adanya mutasi pada titik A437G pada gen ini dibarengi

dengan mutasi pada titik N511, C59R, dan S108N gen Pfdhfr-ts

diasosiasikan dengan kegagalan pengobatan dengan obat kombinasi

sulfadoksil-pirimetamin (Berzosa et al. 2017)

Protein kelch13 terletak pada kromosom 13 dan memiliki satu ekson.

Protein kelch mempunyai beragam fungsi yang berhubungan dengan

interaksi antar protein. Pada isolat, mutasi titik F446I, Y493H, P574L,

Page 50: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

32

R539T, dan C580Y berkontribusi pada peningkatan resistensi parasit

terhadap artemisinin. Frekuensi mutasi pada titik C580Y lebih tinggi

daripada mutasi pada titik lainnya dan bersihan parasit dengan mutasi titik

ini lebih lama daripada bersihan parasit pada titik lainnya (Antony & Parija,

2016)

Sensitivitas parasit terhadap lima obat antimalaria (klorokuin, amodiakuin,

meflokuin, lumefantrin, dan artemisinin) utama ditentukan oleh tiga protein

yang dikodekan oleh tiga gen yaitu gen Pfcrt, gen Pfmdr, dan gen Pfmrp

(Petersen et al, 2011). Lokasi target obat yang diketahui dari letak

akumulasi obat dalam parasit dijelaskan pada gambar 15.

(Petersen et al, 2011)

Gambar 15. Model Alur Transpor Obat Antimalaria dan Lokasi Target Obat.

Page 51: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

33

Gambar A mendemonstrasikan resistensi silang antara klorokuin dan

amodiakuin yang mempunyai struktur yang mirip yaitu struktur 4-

amodiakuin. Obat ini juga melalui mekanisme transport yang sama

(Humphreys et al, 2007). Sebagian besar obat terakumulasi di dalam

vakuola makanan dengan cara difusi sederhana tetapi akumulasi ini dapat

meningkat dengan overekspresi gen Pfmdr1 sehingga sensitivitas parasit

meningkat (Petersen et al, 2011). Resistensi parasit terhadap klorokuin

terjadi jika terdapat mutasi pada gen Pfcrt K76T yang akan melakukan

effluks obat keluar dari vakuola makanan yang merupakan lokasi target

obat. Tetapi variasi kekuatan resistensi terhadap amodiakuin dapat terjadi

jika terdapat tambahan mutasi pada gen Pfmdr1, terutama pada asam amino

72-75 (Bennett et al, 2004). Polimorfisme N86Y pada gen Pfmdr1 dapat

meningkatkan resistensi parastit secara putatif dengan cara menurunkan laju

transport aktif ke dalam vakuola makanan. Gen Pfmrp juga membantu

terjadinya effluks pada klorokuin (Petersen et al, 2011).

Pada gambar B, determinan utama penentu resistensi pada meflokuin adalah

gen Pfmdr1. Adanya overekspresi pada gen ini menyebabkan transpor obat

ke dalam vakuola makanan sehingga obat tidak terakumulasi di sitoplasma

parasite yang merupakan lokasi target obat (Petersen et al, 2011). Tetapi

pada penelitian lain menunjukkan bahwa ekspresi heterologi dari mutasi gen

Pfmdr1 pada kodon 1034 dan 1042 menurunkan resistensi parasit terhadap

meflokuin walaupun hasilnya bervariasi sehingga tidak dapat dijelaskan

secara pasti (Nathalie et al, 2014). Pfmrp bekerja sebagai pompa efflux

Page 52: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

34

umum yang mengurangi konsentrasi meflokuin di dalam parasit (Petersen

et al, 2011).

Gambar C menjelaskan resistensi silang invers lumefantin dengan klorokuin

dan pengaruh gen Pfcrt dan gen pfmdr1 haplotype pada sensitivitas

lumefantin. Gen Pfmdr1 wild-type dengan haplotype (N86) dan amplifikasi

gen Pfmdr1 dapat menyebabkan resistensi pada lumefantin. Turunnya

sensitifitas pada obat ini juga ditunjukan pada parasit wild-type K76T.

Meskipun belum diujikan, protein Pfmrp diduga dapat melakukan transport

aktif pada lumefantin (Petersen et al, 2011)

Gambar D menjelaskan jalur transport artemisinin. Meskipun lokasi target

pada obat artemisinin dan turunannya belum diketahui, diduga bahwa

artemisinin akan teraktivasi oleh molekul besi dan beberapa molekul alkil

seperti heme dan akan mengganggu proses metabolisme parasit. Terdapat

molekul besi pada vakuola makanan dan sitoplasma parasit. Karena itu, obat

ini dapat teraktivasi pada kedua kopartemen tersebut. Amplifikasi gen

Pfmdr1 menyebabkan turunnya sensitivitas artemisinin secara lemah,

sehingga diduga terjadi akumulasi artemisinin pada vakuola makanan.

Hilangnya gen Pfmrp meningkatkan sensitifitas parasit terhadap artemisinin

(Petersen et al, 2011).

Gen Pfcrt (Plasmodium falciparum Chloroquine Resistance Transporter)

terletak pada kromosom 7 dan mempunyai 13 ekson. Gen ini mengkodekan

Page 53: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

35

424 asam amino protein transmembran dengan berat molekul sebesar 48,6

kDa. Gen ini merupakan salah satu dari protein pembawa DMT pada

vakuola makanan dan mempunyai 10 domain transmembran dengan rantai

N- dan C- berada pada sisi yang menghadap sitosol. Beberapa studi

biokimia pada vakuola makanan parasit, dengan membandingkan parasit

mutan Pfcrt dengan parasit wild-type menemukan bahwa dibandingkan

dengan tipe mutan akumulasi klorokuin pada vakuola makanan pada parasit

wild-type lebih sedikit. Hal ini menandakan bahwa pada parasit tipe mutan

gen Pfcrt berperan dalam transport klorokuin keluar dari vakuola makanan

agar obat tidak terakumulasi di dalam tubuh parasit. Pada penelitian terbaru,

gen rekombinan protein sensitif klorokuin Pfcrt3D7 dan gen protein resisten

yaitu PfcrtDd2, Pfcrt7G8, Pfcrtk76t dimurnikan dan diketahui bahwa baik

pada gen mutan dan gen wild type sama-sama memindahkan molekul

klorokuin tetapi diketahui pada gen protein resistan terjadi penurunan

afinitas klorokuin disertai dengan peningkatan transport molekul keluar

vakuola makanan parasit (Antony & Parija, 2016; Petersen et al, 2011).

Mutasi pada gen Pfcrt menjadi penanda signifikan untuk menentukan

resistensi klorokuin dan fenotipenya. Mutasi K76T menjadi determinan

utama dalam kerentanan dan resistensi parasit terhadap klorokuin. Mutasi

K76T terletak pada domain pertama protein transmembran oleh gen Pfcrt.

Mutasi ini terjadi ketika lisin yang mempunyai muatan positif digantikan

oleh treonin yang tidak bermuatan menyebabkan efflux dari proton

klorokuin keluar dari vakuola membran. Daerah lain yang sering terjadi

Page 54: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

36

mutasi yaitu C72S, M74I, N75E, A220S, Q271E, N326S, I356T, dan R371I

juga menyebabkan resistensi tetapi hanya terjadi bila terdapat asosiasi pada

daerah K76T (Antony & Parija, 2016).

P-glycoprotein transporter, atau dapat disebut juga dengan ABC transporter

(ATP dependant Cassete Transporter), adalah protein pembawa yang

dimediasi oleh energi dengan kemampuan memompa bahan xenobiotik

keluar dari sitosol. Protein ini mempunyai sisi aktif yang dapat

menyesuaikan dengan molekul berukuran 300-2000 kDa. Protein pembawa

ini bersifat amphipatik, dengan bagian hidropobik melekat pada sisi aktif

yang tertanam pada membran dan bagian hidrofilik melekat pada sisi yang

terekspos lingkungan sitosol (Ibraheem et al, 2014). Struktur molekul P-

Glycoprotein dapat dilihat pada gambar 16.

(Ibraheem et al, 2014)

Gambar 16. Struktur Molekul P-Glycoprotein.

Page 55: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

37

Gen Pfmrp (Plasmodium falciparum Multidrug Resistance-Associated

Protein) merupakan salah satu dari kelompok ABC transporter (ATP

dependant Cassete Transporter). Gen ini terletak pada kromosom 1, dan

mengkode asam amino 1822 sebesar 214 kDa. Gen ini diperkirakan

mempunyai dua daerah ikatan nukleotida dan dua daerah membran yang

masing-masing memiliki enam daerah transmembran. Asam amino yang

telah terkode akan menetap di membran plasma dan vesikel terkait

membran di dalam parasit pada fase eritrositik aseksual dan seksual

(Petersen et al, 2011).

Gen Pfmrp akan mengkode protein yang membantu transport bahan anionic

organik seperti glutation teroksidasi, glukuronat, konjugat sulfat, dan juga

dalam transport obat. Adanya mutasi titik pada gen ini dapat menurunkan

sensitivitas parasit terhadap klorokuin dan quinin. Diduga terjadinya

penurunan sensitivitas ini disebabkan modifikasi pada transporter yang

mempengaruhi efflux obat dan metabolit lain keluar dari tubuh parasit. Dua

mutasi pada titik Y191H dan A437S pada gen ini diasosiasikan dengan

resistensi klorokuin dan kuinin. Hilangnya gen ini pada parasit yang telah

resistens menunjukkan sensitivitas yang tinggi pada beberapa obat

antimalaria seperti klorokuin, primakuin, kuinin, dan artemisinin. Gen

Pfmrp terlibat dalam berbagai tingkatan resistensi terhadap obat antimalaria

tetapi bukan menjadi determinan utama dalam menentukan status resistensi.

Gen ini diperkirakan menyebabkan efflux berbagai macam obat antimalaria

Page 56: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

38

dengan berasosiasi dengan protein transmembran lainnya (Antony & Parija,

2016; Petersen et al, 2011)

Gen Pfmdr1 (Plasmodium falciparum Multidrug Resistance Transporter)

sebelumnya diidentifikasi sebagai kandidat gen untuk menentukan homolog

dari kelompok transporter MDR, yang terkait dengan resistensi obat pada

sel tumor mamalia. Gen ini dipresentasikan pada kromosom lima dan

mengkode protein ABC (ATP Dependant Cassete Transporter) dengan

1419 untai asam amino dan 162 kDa. Protein ini terdiri dari 12 membran

heliks berputar dengan ujung N- dan ujung C- timbul pada sitosol (Petersen

et al, 2011). Struktur tiga dimensi gen Pfmdr1 dapat dilihat pada gambar 17.

(ModBase, 2015).

Gambar 17. Struktur Tiga Dimensi Gen Pfmdr1.

Fungsi endogen pada gen homolog MDR pada organisme lain meliputi

translokasi berbagai macam substrat, termasuk di dalamnya adalah gula,

asam amino, peptida, protein, metal, ion anorganik, toksin, dan antibiotik

melalui membran sel. Polimorfisme, amplifikasi, dan variasi pada ekspresi

Page 57: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

39

mrNA gen ini telah menyebabkan resistensi terhadap berbagai macam obat

antimalaria dan timbulnya parasit yang resisten terhadap berbagai macam

obat malaria (multidrug resistance paracite). Mutasi pada transporter MDR

pada mamalia menyebabkan penurunan akumulasi obat pada sel,

peningkatan efflux obat, dan resistensi silang obat (Antony & Parija, 2016;

Petersen et al, 2011)

Dari analisis isolat lapangan, terdapat lima posisi asam amino (86, 184,

1034, 1042, dan 1246) yang telah dilaporkan dapat mempengaruhi

sensitivitas parasit terhadap lumefantrin, artemisin, quinin, meflokuin dan

halofantrin. (Petersen et al, 2011). Adanya amplifikasi pada gen ini menjadi

penyebab utama resistensi Malaria falciparum terhadap meflokuin (Price et

al, 2004)

Gen Pfmdr1 akan mengkode protein pembawa yang dimediasi oleh energi

yang terletak pada vakuola makanan parasit (Pirahmadi et al, 2013).

Adanya mutasi pada gen ini, bersamaan dengan mutasi pada gen Pfcrt

menyebabkan efflux klorokuin ke dalam sitoplasma dan modifikasi dari

keasamannya, yang berperan penting dalam resistensi Plasmodium

falciparum terhadap klorokuin (Saleh et al, 2014; Ibraheem et al, 2014).

Page 58: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

40

2.7 Polymerase Chain Reaction (PCR)

Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah suatu metode enzimatis untuk

amplifikasi DNA dengan cara in vitro. Teknologi PCR mulai berkembang

sejak ditemukannya DNA polimerase pertama pada tahun 1955. Enzim

DNA polymerase tersebut dapat dimurnikan pada tahun 1958, tetapi

teknologi PCR secara automatisasi baru mulai dikembangkan pada tahun

1985. Penemuan enzim polimerase yang bersifat termostabil membuat

revolusi dalam perkembangan teknologi PCR sehingga proses amplifikasi

DNA dapat dilakukan secara otomatisasi dengan waktu yang relatif singkat

(Beringham & Luettich, 2003).

Amplifikasi DNA dilakukan oleh PCR melalui suatu siklus yang dilakukan

secara berulang-ulang. Terdapat tiga proses penting dalam amplifikasi

DNA. Yang pertama adalah denaturasi. Pada tahap ini, DNA target akan

dipanaskan dengan suhu 95ºC-98 ºC selama satu detik. Hal ini bertujuan

untuk membuka ikatan pada DNA sehingga DNA terurai dari rantai ganda

menjadi rantai tunggal. Proses selanjutnya adalah penempelan primer

(annealing). Pada tahap ini, suhu PCR akan diturunkan menjadi 37ºC-50 ºC

selama 60-120 detik dan primer akan ditambahkan ke dalam campuran

reaksi. Adanya penurunan temperatur ini akan membuat primer dapat

menempel pada DNA target. Proses ketiga adalah pemanjangan primer

(extension). Pada tahap ini, ditambahkan enzim DNA polimerase yang

bersifat termostabil. Enzim ini akan memperpanjang ujung 3’ dari DNA

primer. Tahap ini biasanya berlangsung selama 60-120 menit dengan

Page 59: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

41

kondisi PCR pada 72 ºC. Pada akhir siklus, penggandaan DNA target telah

tercapai dengan hasil berupa dua DNA untai ganda (Giasuddin, 1995).

Pada proses amplifikasi DNA menggunakan PCR, dibutuhkan beberapa

komponen penting. Komponen tersebut adalah DNA cetakan,

oligonukleotida primer, deoksiribonukleat trifosfat (dNTP), enzim DNA

polimerase, dan komponen pendukung lain. DNA cetakan adalah DNA

target yang akan dilipatgandakan melalui proses amplifikasi.

Oligonukleotida primer adalah suatu sekuens oligonukleotida pendek (18-

28 basa nukleotida) yang digunakan untuk mengawali sintesis rantai DNA

dan mempunyai kandungan G+C sebesar 50-60%. Deoksiribonukleat

trifosfat, terdiri dari dATP, dTCP, dGTP, dTTP, dan dNTP adalah bahan

pensintesis molekul nukleotida. Enzim DNA polimerase bekerja sebagai

katalis untuk melakukan sintesis rantai DNA. Komponen pendukung lain

adalah senyawa buffer, terdiri dari larutan tris-HCL, larutan KCL, gelatin

atau BSA (Bovine Serum Albumin), Tween/Triton, dan MgCL2 (Yusuf K,

2010).

Ada beberapa tahapan yang dilakukan untuk mendesain primer. Tahap

pertama adalah mencari dan menentukan sekuens dari gen yang akan

diamplifikasi dari gene bank. Tahap kedua adalah memasukkan data

tersebut ke dalam web tertentu untuk mengetahui pilihan primer yang dapat

digunakan. Tahap ketiga adalah menentukan primer yang paling tepat.

Syarat-syarat penentuan primer adalah sebagai berikut: 1) pasangan primer

Page 60: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

42

merupakan rangkaian basa nukleotida yang unik dan diusahakan memiliki

ukuran 18-30 basa, 2) pasangan primer tidak memiliki selisih suhu leleh

yang tinggi, 3) reaksi PCR sebaiknya tidak mengandung struktur sekunder,

4) primer mempunyai rangkaian basa nukleotida yang unik pada DNA

template, 5) panjang amplicon tidak lebih dari 2000 basa, dan 6) persen basa

G dan C pada primer berkisar antara 40% hingga 60% (Borah, 2011)

Suhu leleh atau Primer Melting Temperature (Tm) adalah suhu yang

dibutuhkan untuk primer untuk dapat melepas ikatan. Suhu primer yang

digunakan harus sama untuk memastikan kinerja yang konsisten pada

pasangan primer (Borah, 2011; Sasmito et al, 2014). Menurut Wallace,

rumus untuk penentuan suhu leleh adalah sebagai berikut.

Tmw (P) = (nG + nC) x 4 + (nA + nT) x2

Pada tahap annealing, suhu PCR akan diturunkan agar primer dapat

menempel secara optimal. Suhu pada kondisi ini dinamakan Primer

Annealing Temperatura (Ta). Suhu yang terlalu tinggi akan menyulitkan

ikatan primer dengan template DNA, sedangkan suhu yang terlalu rendah

dapat menyebabkan penempelan primer pada sekuens yang tidak diinginkan

(Borah, 2011; Sasmito et al, 2014). Suhu pada tahap annealing menurut

Rychlik dapat ditentukan dengan cara sebagai berikut.

Ta = 0,3 x Tm (Primer) + 0,7 x Tm (produk) – 14,9

Page 61: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

43

Teknologi PCR memiliki beberapa jenis sesuai dengan tujuannya.

Teknologi PCR standar bertujuan untuk mengamplifikasi suatu sekuens

khusus sebagai persiapan penelitian, multiplex PCR dilakukan dengan cara

mencampurkan beberapa primer ke dalam campuran reaksi. Hal ini

bertujuan untuk mendeteksi keabnormalan multipel oleh agen infeksius.

Metode konversi RNA menjadi DNA bertujuan untuk menganalisis ekspresi

gen dikenal sebagai reverse-transcriptase PCR. Metode reamplifikasi

produk PCR dengan cara menggunakan dua primer dikenal sebagai Nested

PCR. Differensiasi PCR dilakukan dengan cara mengamplifikasi DNA

target dan DNA kontrol secara bersamaan sehingga dapat dilakukan analisis

secara bersamaan. Selain itu, masih banyak lagi teknologi PCR lainnya

(Giasuddin, 1995).

Page 62: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

44

2.8 Kerangka Teori

Gambar 18. Kerangka Teori.

Kerangka teori pada penelitian ini dijelaskan pada gambar 18. Plasmodium

falciparum menyebabkan infeksi malaria pada manusia. Infeksi ini diterapi

dengan klorokuin. Adanya paparan klorokuin dalam waktu lama

menyebabkan terjadinya resistensi klorokuin pada Plasmodium falciparum

sehingga terapi ACT diterapkan untuk menggantikan klorokuin. Adanya

Keterangan

: Menyebabkan/berdampak pada

: Tujuan penelitian

Plasmodium

falciparum

Infeksi

malaria

Terjadi

resistensi

Klorokuin

Terapi

dengan ACT

Penghentian

terapi dengan

klorokuin

Terdapat jeda

penggunaan

selama lebih

dari 10 tahun

Terapi dengan

Klorokuin

Plasmodium

falciparum wild-

type

teridentifikasi

Gambaran

genetik berubah

Page 63: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

45

penghentian terapi dengan klorokuin menyebabkan terjadinya jeda paparan

klorokuin pada populasi Plasmodium falciparum selama lebih dari 10 tahun.

Adanya jeda ini memungkinkan munculnya kembali Plasmodium

falciparum wild-type yang dapat diketahui dengan gambaran genetik yang

berubah.

2.9 Kerangka Konsep

Gambar 19. Kerangka Konsep.

Kerangka konsep pada penelitian ini dijelaskan melalui gambar 19.

Penelitian ini akan menggunakan kodon 1042 gen Pfmdr1 yang terdapat

dalam sampel darah penderita Malaria falciparum di Kabupaten Pesawaran

Provinsi Lampung sebagai variabel bebas. Variabel terikat akan dicari

dengan cara sekuensing. Dengan cara ini, urutan basa pada kodon 1042 gen

Pfmdr1 dapat diketahui. Jika pada urutan basa ditemukan triplet kodon yang

mengkodekan aspargin maka pada sampel darah tersebut telah

teridentifikasi Plasmodium falciparum wild-type.

Sampel darah penderita malaria

dalam bentuk BBT dari Kabupaten

Pesawaran, Provinsi Lampung Pada

Populasi Bebas Kloroquin selama

12 Tahun

Triplet kodon yang

mengkodekan asparagin

teridentifikasi

Plasmodium falciparum

wild-type teridentifikasi Keterangan

: Menyebabkan/berdampak pada

Page 64: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan

rancangan penelitian survey yang bersifat deskriptif untuk mendeteksi

adanya wild-type gen Pfmdr1 pada penderita Malaria falciparum di

Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Biologi Molekuler Fakultas

Kedokteran Universitas Lampung dan dilaksanakan pada bulan Oktober

sampai Desember 2018.

3.3 Subjek Penelitian dan Sampel

Sampel penelitian adalah Bahan Biologi Tersimpan (BBT) yang terdapat di

Laboratorium Mikrobiologi-Parasit Fakultas Kedokteran Universitas

Lampung yang diambil dari penderita malaria di Kabupaten Pesawaran pada

tahun 2016.

Page 65: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

47

3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

1) Kriteria Inklusi

Sampel yang digunakan pada penelitian adalah sampel dengan

volume yang mencukupi sesuai dengan protokol pada kit isolasi

DNA.

2) Kriteria Eksklusi

Sampel yang tidak digunakan pada penelitian adalah sampel yang

telah terkontaminasi olah bahan pengotor. Sampel yang telah

terkontaminasi diketahui dari kemasan sampel yang rusak, warna

dan konsistensi sampel yang berubah, atau terbentuk endapan pada

sampel.

3.5 Definisi Operasional

Pada penelitian ini didapatkan satu variabel, yaitu gen Plasmodium

falciparum Multi-Drug Resistace 1 (Pfmdr1) kodon 1042. Variabel ini yang

akan dijadikan indikator dalam penentuan adanya single nucleotide

polymorphism.

Page 66: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

48

Tabel 1. Definisi Operasional Gen Pfmdr1.

Variabel Definisi

Operasional Alat Ukur Cara Ukur

Hasil

Ukur Skala

Gen

Plasmodium

falciparum

Multi-Drug

Resistace 1

(Pfmdr1)

kodon 1042

Gen Pfmdr1

kodon 1042

adalah

fragmen gen

Pfmdr1 yang

merupakan

produk PCR

dengan

panjang

produk

sebesar 864

bp

Polymerase

Chain

Reaction dan

elektroforesis

Amplifikasi

dan

sekuensing

DNA

Urutan

basa DNA

pada hasil

sekuensing

Kategorik

3.6 Alat dan Bahan

Penelitian ini dilakukan dengan empat tahap. Tahap pertama adalah isolasi

DNA dari sampel darah penderita Malaria falciparum di Kabupaten

Pesawaran, tahap kedua dan ketiga adalah amplifikasi gen Pfmdr1

menggunakan PCR konvesional (dilakukan dua kali), dan tahap keempat

adalah elektroforesis. Alat dan bahan yang digunakan dibedakan sesuai

dengan tahapan yang akan dilakukan.

Tahap isolasi DNA dapat dilakukan menggunakan dua cara yaitu

mendapatkan bahan-bahan yang dibutuhkan dalam proses isolasi DNA

secara terpisah, atau menggunakan bahan yang sudah ada dalam satu

kemasan atau lebih dikenal dengan sebutan kit. Di dalam kit seluruh

prosedur serta bahan yang diperlukan dalam isolasi DNA sudah tersedia,

termasuk penggunaan setiap bahan, baik pengenceran dan cara penggunaan.

Page 67: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

49

Tahap isolasi DNA pada penelitian ini menggunakan QIAamp® DNA Kit

(Qiagen). Bahan-bahan yang diperlukan dalam isolasi DNA adalah

QIAmp® DNA Kit yang terdiri dari; Proteinase K; Buffer AL; Buffer AW1;

Buffer AW2; dan Buffer AE, Etanol (100%), sampel darah, dan air murni

(aquabidest). Adapun alat yang dibutuhkan pada penelitian ini adalah pulse-

vortexing, spindown, QIAamp spin column, collection tube 2 ml, centrifuge,

microcentrifuge tube, makropipet berukuran 100-1000µl maupun

mikropipet berukuran 10-100 µl, blue tips, yellow tips, stopwatch, dan

waterbath 56°C.

Tahap berikutnya setelah isolasi DNA yaitu amplifikasi. Proses amplifikasi

ini bertujuan untuk memperbanyak fragmen DNA target yang telah

diisolasi. Proses amplifikasi pada penelitian ini menggunakan teknik Nested

Polymerase Chain Reaction (PCR). Alat PCR yang digunakan adalah

Rotor-Gene® Q (Qiagen), mikropipet 0,5-10 µl dan mikropipet 10-100 µl,

small tips dan yellow tips ukuran 0,2 µl, microsentrifuge tube, nampan, rak

dingin, ice box ataupun lemari pendingin, vortex, dan spindown. Penelitian

ini menggunakan satu merk kit untuk dilakukan proses amplifikasi yaitu

menggunakan MyFi™ DNA Polymerase (Bioline). Bahan-bahan yang yang

dibutuhkan dalam proses ini adalah aqua for Injection, DNA template, dan

primer DNA target (forward dan reverse primer).

Primer yang digunakan pada penelitian ini serta kondisi PCR yang

digunakan berdasarkan literatur tercantum dalam tabel sebagai berikut.

Page 68: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

50

Tabel 2. Daftar Primer Berdasarkan Literatur.

Nama Primer Sequence Primer

Panjang

Produk

PCR

(bp)

Outer Forward

MDRFR2F1 5’-GTGTATTTGCTGTAAGAGCT-3’

958

Outer Reverse

MDRFR2R1 5’-GACATATTAAATAACATGGGTTC-3’

Nested

Forward

MDRFR2F2

5’-CAGATGATGAAATGTTTAAAGATC-3’

864

Nested

Reverse

MDRFR2R2

5’-TAAATAACATGGGTTCTTGACT-3’

(Humphreys et al, 2007)

Tahapan terakhir adalah elektroforesis. Bahan yang diperlukan untuk

melakukan elektroforesis adalah agarose gel 0,8% (agarose 800 mg dengan

TBE 1× 100 ml), loading dye 6×, TBE 1×, red gel, aquabidest. Adapun alat

yang digunakan dalam elektroforesis pada penelitian ini yaitu berupa satu

set alat elektroforesis, solatip atau parafilm, tabung erlenmayer, hot plate,

stabillizer, mikropipet berukuran 0,5-10 µl, small tips, dan uv

transluminator.

Page 69: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

51

3.7 Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahap. Tahapan penelitian yang

dilakukan adalah isolasi DNA, amplifikasi Pfmdr1 menggunakan PCR dan

elektroforesis.

a. Isolasi DNA

1. Memasukan 20µl QIAGEN Protease (atau K Proteinase) ke dalam

1.5 ml microcentrifuge tube;

2. Menambahkan 200µl sampel ke microcentrifuge tube;

3. Menambahkan 200µl buffer AL ke dalam sampel, kemudian di

vortex selama 15 detik;

4. Menginkubasi selama 10 menit dalam suhu 56°C pada waterbath;

5. Melakukan spindown 1.5 ml microcentrifuge tube untuk

menghilangkan cairan yang terdapat pada tutup tube;

6. Menambahkan 200µl etanol (100%) ke dalam sampel, kemudian

divortex menggunakan pulse-vortexing selama 15 detik. Setelah

itu, kembali melakukan spindown untuk menghilangkan cairan

yang terdapat pada tutup tube;

7. Memindahkan campuran larutan tersebut ke QIAamp Spin Column

(2 ml collection tube) tanpa membasahi pinggiran tube, menutup

tube, lalu dicentrifuge dalam 6000 x g (8000 rpm) selama satu

menit. Kemudian membuang hasil filter yang terdapat pada

collection tube;

Page 70: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

52

8. Menambahkan 500µl buffer AW1 pada QIAamp Spin Column

tanpa membasahi pinggiran tabung. Tutup, lalu lakukan centrifuge

dalam 6000 x g (8000rpm) selama satu menit. Membuang hasil

filter yang terdapat pada collection tube;

9. Menambahkan 500µl buffer AW2 pada QIAamp Spin Column

tanpa membasahi pinggiran tabung. Tutup, lalu lakukan centrifuge

dalam kecepatan penuh 20000 x g (14000rpm) selama tiga menit;

10. Meletakkan QIAamp Spin Column kedalam 1.5ml microcentrifuge

tube dan menyingkirkan collection tube yang terdapat filter.

menambahkan 200µl buffer AE pada QIAamp Spin Column.

Menginkubasi dalam suhu ruangan (15-25°C) selama satu menit,

lalu melakukan centrifuge dalam 6000 x g (8000rpm) selama satu

menit;

11. Membuang QIAamp Spin Column dan menutup 1,5 ml

microsentrifuge tube, hasil ekstraksi dapat disimpan pada lemari

pendingin.

b. Persiapan Amflipikasi Pertama Pfmdr1 Menggunakan PCR

1. Membuat campuran reaksi dengan perhitungan: 25 μL per reaksi ×

(total nomor reaksi + 1);

2. Menghitung jumlah setiap bahan yang dibutuhkan pada setiap

reaksi, volume setiap bahan dikalikan dengan reaksi (total nomor

reaksi + 1). Volume yang dibutuhkan pada setiap kit, berikut

rincian volume pada masing-masing kit:

Page 71: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

53

3. MyFi™ DNA Polymerase (Bioline) :

5X MyFi Reaction Buffer : 5 µL

20 µM Forward Primer : 0,5 µL

20 µM Reverse Primer : 0,5 µL

DNA Template : 1 µL

MyFi DNA Polymerase : 1 µL

Aqua for Injection : 17 µL;

4. Mencampurkan setiap bahan dengan volume sesuai dengan

perhitungan total reaksi ke dalam microsentrifuge tube, kecuali

DNA template. Selama pengerjaan, seluruh bahan diletakkan pada

nampan dan rak dingin, untuk menjaga suhu;

5. Melakukan aliquot campuran reaksi tersebut sebanyak 24 μL pada

setiap 0,2 ml microsentrifuge tube;

6. Menambahkan DNA template sebanyak 1 μL pada setiap tube

7. Menempatkan tube ke dalam rotor, kemudian memasukkan rotor

ke dalam Rotor-Gene® Q (Qiagen);

8. Menjalankan reaksi PCR sesuai dengan kondisi PCR yang telah

ditentukan.

c. Persiapan Amflipikasi Kedua (Nested) Pfmdr1 Menggunakan PCR

1. Melakukan kembali langkah satu sampai empat seperti pada

amplifikasi pertama;

2. Menambahkan 1 μL hasil amplifikasi pertama pada setiap tube;

Page 72: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

54

3. Menempatkan tube ke dalam rotor, kemudian memasukkan rotor

ke dalam Rotor-Gene® Q (Qiagen);

4. Menjalankan reaksi PCR sesuai dengan kondisi PCR yang telah

ditentukan.

d. Cycling Parameter pada PCR

terjadi tiga proses utama pada tahap ini yaitu denaturasi, annealing dan

extension dari materi genetik sampel. Setiap tahapan pada PCR ini

membutuhkan suhu tertentu yang berbeda-beda. Suhu serta waktu yang

dibutuhkan pada setiap tahapan, baik pada amplifikasi pertama dan

kedua dijelaskan pada tabel 3.

Tabel 3. Kondisi PCR pada saat Amplifikasi (Setelah Optimasi).

No

Proses Suhu

(ºC) Waktu Jumlah Siklus

Nested Pertama

1

2

3

4

5

Predenaturasi

Denaturasi

Annealing

Extension

Final ekstension

95

94

55

72

72

5 menit

1 menit

1 menit

1 menit 15 detik

5 menit

1 kali

35 kali

35 kali

35 kali

1 kali

Nested Kedua

1

2

3

4

5

Predenaturasi

Denaturasi

Annealing

Extension

Final ekstension

95

94

55

72

72

5 menit

1 menit

1 menit

1 menit 15 detik

5 menit

1 kali

35 kali

35 kali

35 kali

1 kali

Tahap denaturasi, anneling dan extension diulangi sebanyak 34 siklus

pada amplifikasi pertama dan 29 siklus pada amplifikasi kedua dengan

menggunakan MyFi™ DNA Polymerase Bioline. Setelah selesai

Page 73: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

55

seluruh tahapan, hasil dapat didiamkan pada suhu ruangan atau

disimpan pada lemari pendingin.

Semua tahapan PCR merupakan kondisi perkiraan. Oleh karena itu,

akan dilakukan optimasi untuk mencari kondisi terbaik yang akan

memberikan hasil optimal pada penelitian ini.

e. Pembuatan Gel Agarose untuk Elektroforesis

1. Membuat gel agarosa dengan konsentrasi 0,8%.

2. Pembuatan gel agarosa dimulai dengan mencampurkan 800 mg gel

agarose dengan 100 ml TBE 1x.

3. Selanjutnya mendidihkan campuran dalam microwave selama 25

menit pada ± 80˚C. Lalu membiarkan campuran hingga suhunya

turun sampai dengan 55˚C.

4. Mempersiapkan bilik elektroforesis dengan memasang pembatas

pada setiap sisi baki sebagai pencetak agarose sembari menunggu

turunnya suhu campuran.

5. Menuangkan agarose ke dalam baki tersebut setelah agarose

mencapai suhu yang sesuai dan meletakkan comb pada salah satu

ujung sisi baki (pada kutub negatif). Membiarkan agarose hingga

mengeras menjadi gel yang padat. Mencabut comb setelah gel

mengeras sempurna.

Page 74: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

56

6. Kemudian melepaskan pembatas baki pada setiap sisi dan

meletakkan baki ke dalam bilik elektroforesis yang telah terisi

larutan buffer.

f. Elektroforesis

1. Menyiapkan kertas parafilm atau solatip pada meja;

2. Meletakkan 2 μL loading dye pada parafilm atau solatip;

3. Mengambil 3 μL hasil amplifikasi kedua, kemudian

mencampurkannya dengan loading dye;

4. Mengambil 5 μL hasil campuran tersebut, kemudian

memasukkannya ke dalam sumur pada gel agarose;

5. Menyambungkan alat elektroforesis dengan sumber listrik dengan

pengaturan pada alat elektroforesis, yaitu 100 V, 50 Watt dan 250

mA selama 55 menit;

6. Setelah selesai, didiamkan beberapa saat dan mengangkat agarose

dari bilik elektroforesis dan meletakkannya pada alat UV

transilluminator untuk divisualisasikan.

Page 75: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

57

3.8 Alur Penelitian

Adapun alur penelitian ini dijelaskan pada gambar 20.

Gambar 20. Diagram Alur Penelitian.

3.9 Analisis Data

Data yang didapatkan pada penelitian ini akan dianalisis menggunakan

sekuensing DNA untuk mengetahui urutan basa nitrogen pada DNA sampel.

Metode sekuensing yang digunakan adalah metode Sanger dengan

automatisasi. Pada metode ini, sampel akan diamplifikasi dalam PCR dan

ditambahkan ddNTP yang bertindak sebagai penanda pada saat yang

bersamaan. Penambahan ddNTP bertanda akan membuat proses amplifikasi

berhenti pada urutan basa nukleotida tertentu. Hasil dari amplifikasi ini

adalah untai DNA cetakan dengan panjang yang berbeda-beda. Selanjutnya

Isolasi DNA pada 23 Sampel darah dari BBT

Pembuatan surat izin untuk melakukan penelitian di laboratorium Biomolekuler

Fakultas Kedokteran Univesitas Lampung

Persiapan alat dan bahan penelitian

Melakukan Amplifikasi dan Nested PCR pada DNA hasil Isolasi

Visualisasi menggunakan elektroforesis

Analisis urutan Basa dengan Sekuensing DNA

Hasil dan kesimpulan penelitian

Page 76: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

58

sampel akan dilihat cahaya fluorosensi yang berasal dari ddNTP penanda

menggunakan mesin. Dengan menggunakan perangkat lunak komputer,

urutan basa DNA pada sampel dapat diketahui dan dapat dibandingkan

dengan urutan basa DNA kontrol. Jika hasil perbandingan urutan basa DNA

sampel dan DNA kontrol adalah sama, hal ini menandakan ditemukannya

Plasmodium falciparum wild-type

3.10 Etika Penelitian

Sesuai dengan Pedoman Nasional Etik Penelitian Kesehatan, penggunaan

Bahan Biologi Tersimpan (BBT) dilakukan atas persetujuan etik. Pada

penelitian ini, digunakan sampel yang telah tersimpan sebagai bentuk BBT

yang diambil pada tahun 2016. Sesuai dengan pedoman tersebut,

pemanfaatan BBT sebagai sampel harus memenuhi persetujuan dari pemilik

pertama BBT. Karena itu, peneliti akan mengajukan surat permohonan

penggunaan bahan BBT kepada pemilik pertama sampel BBT pada

penelitian ini.

Etik penelitian ini telah diajukan kepada bagian etik dari Fakultas

Kedokteran Universitas Lampung. Etik penelitian ini telah disetujui oleh

bagian etik dari Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dengan nomor

surat No: 3534/UN26.18/PP.05.02.00/2018. Bukti persetujuan etik

terlampir pada lampiran kesatu.

Page 77: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Penelitian yang berjudul “Identifikasi Single Nucleotide Polymorphism

Kodon 1042 Gen Pfmdr1 Pada Penderita Malaria falciparum di Kabupaten

Pesawaran telah dilakukan pada periode September-Desember 2018. Pada

22 sampel dilakukan PCR Nested 1 dan Nested 2 kemudian sampel

dilakukan sekuensing dan analisis data. Hasil PCR Nested 1 sampel dapat

dilihat pada uraian berikut.

Gambar 21. Hasil Elektoforesis PCR Nested 1.

Page 78: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

60

Gambar 22. Hasil Elektroforesis PCR Nested 1 (Lanjutan).

Gambar 23. Hasil Elektroforesis PCR Nested 1 (Lanjutan).

Setelah dilakukan PCR Nested 1 dan elektroforesis, ditemukan pita DNA

sesuai dengan target basa pada literatur yaitu sebesar 958 bp pada sampel

dengan kode 3a, 4a, 5a, 6a, 7a, 8a, 11a, 12a, 13a, 14a, 17a, 19a, 20a, dan

22a. Ditemukan juga pita ganda pada sampel 10a, 15a, 16a, 21a, dan 23a.

Adanya pita ganda akan menyulitkan proses sekuensing, oleh karena itu,

Page 79: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

61

kelima sampel ini akan dilakukan PCR Nested 2. Sampel Hasil PCR Nested

2 untuk sampel 6a, 10a, 15a, 16a, 18a, 21a, dan 22a dapat dilihat pada

gambar 25

Gambar 24. Hasil Elektroforesis PCR Nested 2.

Gambar 25. Hasil Elektroforesis PCR Nested 2 (Lanjutan).

Page 80: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

62

Setelah dilakukan PCR Nested 2 dan elektroforesis, didapatkan pita DNA

sesuai dengan target basa pada literatur yaitu sebesar 864 bp pada sampel

10a. Pada sampel 15a, 16a, 21a, dan 22a ditemukan pita ganda, sehingga

tidak dilakukan analisis pada sampel tersebut.

Sekuensing dilakukan pada sampel dengan pita tunggal, yaitu pada sampel

3a, 4a 5a, 6a, 7a, 8a, 11a, 12a, 13a, 14a, 17a, 18a, 19a, 20a, dan 22a. Setelah

proses sekuensing selesai, didapatkan data berupa urutan basa DNA.

Kemudian urutan basa ini dibandingkan dengan data urutan basa yang

diperoleh dari GeneBank. Data GeneBank yang digunakan pada penelitian

ini sebanyak 5 data.

Karena DNA bersifat double-helix, analisis data pada sampel dilakukan

pada kedua untai, yaitu untai forward dan untai reverse. Analisis pada untai

forward dilakukan dengan aligning, sedangkan analisis pada untai reverse

dilakukan dengan reverse complement terlebih dahulu selanjutnya

dilakukan aligning pada sampel. Hasil sekuensing dapat dilihat pada

gambar 26 dan gambar 27.

Page 81: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

63

Keterangan:

: Kodon 1042 (basa nitrogen urutan 3124, 3125, dan 3126)

Gambar 26. Hasil Analisis Basa.

Sebanyak 12 sampel telah berhasil dilakukan sekuensing. Hasil sekuensing

basa sampel pada urutan basa 3124, 3125, dan 3126 yang mengkodekan

kodon 1042 menunjukkan kode yang sama yaitu kode AAT. Kode AAT

pada DNA adalah komplemen dengan kode AAU pada RNA transfer yang

akan mengkodekan asam amino asparagin. Kode ini sesuai dengan urutan

basa DNA Plasmodium falciparum wild-type yang didapatkan dari Gene

Bank yang menandakan bahwa kodon 1042 pada sampel bersifat wild-type.

Hasil analisis kemudian dilanjutkan dengan translasi urutan basa. Translasi

dapat dilihat pada gambar 27

Page 82: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

64

Keterangan:

: Kodon 1042

Gambar 27. Hasil Translasi Basa Sampel.

Hasil translasi pada sampel menunjukkan kode N. Kode N adalah kode

asam amino asparagin yang berarti kodon pada sampel mengkodekan asam

amino asparagin. Hal ini sesuai dengan urutan asam amino DNA

Plasmodium falciparum wild-type yang didapatkan dari Gene Bank yang

menandakan bahwa kodon 1042 pada sampel bersifat wild-type.

4.2 Pembahasan

Gen Pfmdr1 terletak pada kromosom lima dengan panjang untai asam

amino sebesar 1419 untai asam dan 162 kDa. Gen ini menjadi determinan

utama dalam dalam menentukan resistensi parasit terhadap berbagai macam

Page 83: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

65

obat malaria utama. Polimorfisme gen terdapat pada kodon nomor 86, 1034,

1042, dan 1246 (Petersen et al, 2011; Ibraheem et al, 2014).

Hasil pada penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat single

nucleotide polymorphism kodon 1042 gen Pfmdr1 dan kodon pada sampel

bersifat wild-type. Hal ini sesuai dengan penelitian pada tahun 2005 di

daerah yang sama (Hanura, Pesawaran). Pada penelitian tersebut tidak

ditemukan polimorfisme pada kodon 1034, 1042, dan 1246, tetapi

polimorfisme ditemukan pada kodon 86 (Syafruddin et al, 2005).

Temuan terbaru mengenai analisis molekuler polimorfisme kodon 1042 gen

Pfmdr1 dilaporkan pada tahun 2018 di Jayapura, Papua. Hasil penelitian

tersebut menyatakan sebanyak 3 sampel dari 9 sampel penelitian positif

terdapat polimorfisme pada kodon 1042. Pada penelitian tersebut juga

dilaporkan adanya polimorfisme pada gen Pfcrt, dan gen Dhfr (Syaifudin et

al, 2018)

Penelitian serupa mengenai polimorfisme gen Pfmdr1 pada wilayah Papua

Nugini pada tahun 2011 oleh dengan jumlah sampel sebesar 279

menunjukkan adanya mutasi dua titik pada kodon 184 dan 1042 pada empat

sampel atau sebesar dua persen dari total sampel, sedangkan mutasi satu

titik pada kodon 1042 gen pfmdr1 tidak ditemukan. Pada penelitian ini,

prevalensi munculnya gen Pfmdr1 kodon 1042 wild type cukup tinggi yaitu

sebesar 98% dari total sampel (Wong et al, 2011).

Page 84: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

66

Penelitian mengenai polimorfisme gen Pfmdr1 di daerah Asia Tenggara,

tepatnya di perbatasan Thailand dan Myanmar pada tahun 2011 menyatakan

bahwa dari 63 sampel penelitian hanya tiga sampel yang terdeteksi adanya

polimorfisme pada kodon 86, sedangkan pada kodon 184, 1042, dan 1246

bersifat wild-type. Walaupun hanya terdapat tiga sampel yang mengalami

mutasi, terdapat keterkaitan antara temuan ini dengan peningkatan

kerentanan in vitro parasit pada daerah tersebut terhadap obat-obatan

antimalarial seperti meflokuin (p=0,005) dan kuinolon (p=0,016)

(Muhamad et al, 2011).

Penelitian yang dilakukan di India Selatan pada tahun 2014 menunjukkan

bahwa terdapat polimorfisme pada kodon 86 dan kodon 1246 yang

mengubah asam amino asparagin menjadi tirosin pada kodon 86 dan asam

aspartat menjadi tirosin pada kodon 1246. Pada penelitian tersebut, tidak

ditemukan adanya polimorfisme pada kodon 1042, tetapi adanya

polimorfisme pada dua kodon yaitu kodon 86 dan 1246 dikaitkan dengan

kegagalan pengobatan malaria dengan klorokuin secara in vivo (Das et al,

2014).

Hasil yang berbeda terdapat pada penelitian di benua Amerika, tepatnya di

Kolombia, pada tahun 2015. Pada penelitian tersebut, ditemukan

polimorfisme kodon 1042 pada 113 sampel dari total sampel sejumlah 149

(75,8%). Walaupun adanya polimorfisme pada kodon 1034 dan 1042 belum

sepenuhnya dievaluasi, adanya laporan kenaikan suseptibilitas parasit

Page 85: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

67

dengan polimorfisme kodon 1034 dan 1042 secara in vitro terhadap

lumefantin di Thailand menyebabkan perlunya evaluasi terapi antimalaria

lumefantin di Kolombia (Montenegro et al, 2017)

Penelitian yang lain mengenai polimorfisme Pfmdr1 di Brazil pada tahun

2010 menunjukkan bahwa pada 85 sampel yang berhasil dilakukan PCR,

97% terdeteksi polimorfisme pada kodon 1034, 1042, dan 1246. Adanya

polimorfisme ketiga kodon ini pertama kali ditemukan pada provinsi Mato

Grosso dan Amapa pada tahun 1998. Kemunculan polimorfisme pada ketiga

kodon ini diduga karena adanya penggunaan quinin yang masif di Brazil

karena polimorfisme pada ketiga kodon tersebut diasosiasikan dengan

penurunan sensitivitas parasite terhadap quinin (Gama et al, 2010).

Penelitian mengenai polimorfisme Pfmdr1 di benua Afrika, tepatnya di

Nanoro, Burkinna Faso, Afrika Barat, menunjukkan bahwa dari 660 sampel

darah yang berhasil dilakukan PCR tidak terdapat polimorfisme pada kodon

1034 dan kodon 1042. Polimorfisme pada gen Pfmdr1 ditemukan pada

kodon 86, 184, dan 1246 (Sondo et al, 2016). Penelitian lain di benua yang

sama , tepatnya di wilayah Muheza, Tanzania pada tahun 2015

menunjukkan bahwa pada 178 sampel dari daerah tersebut tidak ditemukan

adanya polimorfisme pada kodon 1042. Polimorfisme gen Pfmdr1 pada

penelitian Gadalla ditemukan pada kodon 86, 184, 1034, dan 1246. (Gadalla

et al, 2015).

Page 86: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

68

Adanya perbedaan pola polimorfisme Pfmdr1 di berbagai tempat dijelaskan

dalam penelitian oleh Mehlotra et al. Parasit dari daerah Asia dan Afrika

memiliki pola polimorfisme NYSND (asparagin-tirosin-serin-asparagin-

asam aspartat) dan YYSND (tirosin-tirosin-serin-asparagin-asam aspartat)

pada kodon 86, 184, 1034, 1042, dan 1246, sedangkan parasit dari daerah

Amerika Selatan memiliki pola polimorfisme NFCDY (asparagin-

fenilalanin-sistein-asam aspartat-tirosin) dan NFSDY (asparagin-

fenilalanin-serin-asam aspartat-tirosin) pada kodon 86, 184, 1034, dan

1246. Hal ini yang menjelaskan mengapa pada parasit yang berasal dari

daerah Asia dan Afrika cenderung mempunyai kodon 1042 wild-type,

sedangkan pada parasit yang berasal dari Amerika Selatan cenderung

mempunyai kodon 1042 tipe mutan (Mehlotra et al, 2008).

Walaupun terdapat kecenderungan pola, tidak ada satupun dari pola-pola

tersebut yang terfiksasi pada daerah tertentu secara eksklusif. Sebaliknya

beragam pola polimorfisme dapat ditemukan pada populasi manapun di

seluruh dunia. Kemajuan teknologi khususnya dalam bidang transportasi

yang mendukung manusia dan parasit berpindah tempat dari satu daerah ke

daerah lain dengan jarak yang jauh menjadi faktor utama terjadinya variasi

pola polimorfisme gen Pfmdr1 di seluruh dunia. Faktor-faktor lain seperti

riwayat pajanan obat tertentu dengan kekuatan dosis tertentu pada suatu

populasi parasit juga turut berkontribusi terhadap variasi pola polimorfisme

(Mehlotra et al, 2008).

Page 87: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

69

Polimorfisme pada gen Pfmdr1 dibagi dalam empat kategori; kategori I

yang terdiri dari gen Pfmdr1 wild-type, kategori II yang terdiri dari gen

Pfmdr1 dengan polimorfisme kodon 86Y saja, kategori III yang terdiri dari

gen Pfmdr1 dengan polimorfisme kodon 184F saja, dan kategori IV yang

terdiri dari gen Pfmdr1 dengan polimorfisme kodon 184F dan kodon 1034C

atau 1042D. Menurut penelitian parasit dengan polimorfisme kategori I dan

III lebih sensitif terhadap klorokuin dan lebih resisten terhadap meflokuin,

artesunat, dan artemisinin, sedangkan parasit dengan kategori II dan IV

cenderung lebih resistan terhadap klorokuin dan lebih sensitif terhadap

meflokuin, artesunat, dan artemisinin (Pickard et al, 2003). Adanya hal ini

menyebabkan parasit di daerah Amerika dengan pola polimorfisme 1034C

dan 1042D lebih sensitif terhadap meflokuin, artesunat, dan artemisinin,

sedangkan resistensi terhadap klorokuin ditemukan pada daerah Asia dan

Afrika (Bir et al, 2005).

Selain adanya polimorfisme, determinan penting yang menjadi penentu

resistensi obat adalah banyaknya salinan gen penyebab resistensi dalam

parasit. Pada parasit dengan gen Pfmdr1, semakin banyak jumlah salinan

gen maka semakin besar derajat resistensi obat yang dialami oleh parasit.

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di daerah perbatasan

Thailand-Myanmar yang menemukan adanya resistensi terhadap meflokuin

sebanding dengan peningkatan salinan gen Pfmdr1 (Price et al, 2004).

Page 88: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

70

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kodon 1042 gen Pfmdr

Plasmodium falciparum di Kabupaten Pesawaran bersifat wild-type. Dalam

penelitian yang dilakukan oleh Syafruddin tahun 2005, diketahui bahwa

terdapat polimorfisme pada kodon 86 gen Pfmdr1 Plasmodium falciparum

di daerah yang sama. Merujuk pada kedua data ini, diperkirakan

polimorfisme gen Pfmdr1 di daerah Pesawaran termasuk ke dalam kategori

II atau IV. Menurut Pickard, parasit dengan pola polimorfisme kategori II

atau IV cenderung lebih resistan terhadap klorokuin, meflokuin, artesunat,

dan artemisinin sehingga dapat disimpulkan bahwa terapi antimalaria

dengan klorokuin belum dapat dilakukan kembali di daerah Pesawaran.

Penelitian ini hanya mengidentifikasi adanya polimorfisme pada kodon

1042 gen Pfmdr1, sehingga tidak dapat diketahui dengan pasti kategori

polimorfisme gen Pfmdr1 pada sampel. Penelitian ini juga tidak meneliti

banyaknya salinan gen Pfmdr1 yang menjadi determinan penting untuk

mengetahui derajat resistensi obat. Diharapkan penelitian selanjutnya dapat

meneliti polimorfisme gen Pfmdr1 pada kodon-kodon lain dan banyaknya

salinan gen pada gen Pfmdr1 untuk mengetahui pasti derajat resistensi obat

pada daerah Pesawaran.

Page 89: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah tidak terdapat single nucleotide

polymorphism pada kodon 1042 gen Pfmdr1 pada penderita malaria

falciparum di Kabupaten Pesawaran, Lampung.

5.2 Saran

Adapun saran yang dapat diberikan terkait penelitian ini adalah sebagai

berikut.

1. Sampel yang digunakan sebaiknya dari daerah yang berbeda-beda

untuk mengetahui demografis polimorfisme nukleotida tunggal di

setiap wilayah.

2. Sampel penelitian sebaiknya dilakukan fotometri agar kandungan DNA

pada masing-masing sampel dapat diseragamkan

Page 90: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

DAFTAR PUSTAKA

Alberts, Johnson, Lewis, Raff, Robert, Walter. 2014. Molecular biology of the cell

4th edition. 6th ed. Vol. 53. New York: Garland Science

Andiarsa D, Suryatinah Y, Indriyati L, Hairani B, Meliyanie G. 2015. Pengaruh

kejadian malaria terhadap hilangnya hari produktif masyarakat indonesia. Bul

Penelit Sist Kesehat. 18 (1):169–77.

Antinori S, Galimberti L, Milazzo L, Corbellino M. 2012. Biology of human

malaria plasmodia including Plasmodium knowlesi. Mediterr J Hematol Infect

Dis. 4(1): 1-12.

Antony H, Parija S. 2016. Antimalarial drug resistance: an overview. Trop

Parasitol. 6(1):30–41.

Ashley EA, Dhorda M, Fairhurst RM, Amaratunga C, Lim P, Suon S, et al. 2014.

Spread of artemisinin resistance in Plasmodium falciparum malaria. N Engl J

Med. 371(5):411–23.

Bakshi RP, Tatham LM, Savage AC, Tripathi AK, Mlambo G, Ippolito MM, et al.

2018. Long-acting injectable atovaquone nanomedicines for malaria

prophylaxis. Nat Commun. 9(1):1–8.

Bennett TN, Kosar AD, Ursos LMB, Dzekunov S, Bir A, Sidhu S, et al. 2004. Drug

resistance-associated pfCRT mutations confer decreased Plasmodium

falciparum digestive vacuolar pH. Mol Biochem Parasitol. 133:99–114.

Beringham, Luettich. 2003. Polymerase chain reaction and its application. Curr

Diagnostic Pathol. 9(1):159–64.

Page 91: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

73

Berzosa P, Cantos AE, García L, González V, Navarro M, Fernández T, et al. 2017.

Profile of molecular mutations in pfdhfr , pfdhps , pfmdr1 , and pfcrt genes of

Plasmodium falciparum related to resistance to different anti ‑ malarial drugs

in the Bata District ( Equatorial Guinea ). Malar J. :1–10.

Bir A, Sidhu S, Valderramos SG, Fidock DA. 2005. Pfmdr1 mutations contribute

to quinin resistance and enhance meflokuin and artemisinin sensitivity in

Plasmodium falciparum. 57:913–26.

Borah P. 2011. Primer designing for PCR. Sci Vis. 11(3):134–6.

Browning DJ. 2014. Pharmacology of Chloroquine and Hydroxychloroquine.

Hydroxychloroquine and Chloroquine Retinopathy. New York: Springer.

Campbell N, Reece J, Urry L, Cain M, Wasserman S, Minorsky P, et al. 2017.

Biologi Edisi Kesebelas Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Cui L, Mharakurwa S, Ndiaye D, Rathod PK, Rosenthal PJ. 2015. Antimalarial

drug resistance: Literature review and activities and findings of the ICEMR

network. Am J Trop Med Hyg. 93(3):57–68.

Das S, Mahapatra SK, Tripathy S, Chattopadhyay S, Dash SK, Mandal D, et al.

2014. Double mutation in the pfmdr1 gene is associated with emergence of

chloroquine-resistant Plasmodium falciparum malaria in eastern india.

Antimicrob Agents Chemother. 58(10):5909–15.

Depkes. 2015. Profil Kesehatan Lampung. Bandar Lampung: Dinas Keseharan

Provinsi Lampung.

Depkes. 2011. Epidemiologi malaria di indonesia. Bul Jendela Data dan Inf

Kesehat. 1:1–16.

Dobson PD, Lanthaler K, Oliver SG, Kell DB. 2009. Implication of the Dominant

Role of Transporters in Drug Uptake by Cells. Curr Top Med Chem. 9(2):163–

81.

Forsdyke DR, Mortimer JR. 2000. Chargaff ’ s legacy. Gene. 261(1):127–37.

Page 92: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

74

Fujioka H, Aikawa M. 2002. Structure and life cycle. Chem Immunol. 80(1):1–26.

Gadalla NB, Tavera G, Mu J, Kabyemela ER, Fried M, Duffy PE, et al. 2015.

Prevalence of Plasmodium falciparum anti-malarial resistance-associated

polymorphisms in pfcrt , pfmdr1 and pfnhe1 in muheza , tanzania , prior to

introduction of artemisinin combination therapy. Malar J. 14(129):1–10.

Galinski M, Meyer E, Barnwell J. 2013. Advances in Parasitology. In: Hay S, Price

R, Baird JK, editors. Advances in Parasitology. 81st ed. Georgia, USA:

Elsevier B.V.; p. 2–20.

Gama BE, Oliveira NKA De, Souza JM De, Santos F, Carvalho LJM De, Melo

YFC, et al. 2010. Brazilian Plasmodium falciparum isolates : investigation of

candidate polymorphisms for artemisinin resistance before introduction of

artemisinin-based combination therapy. Malar J. 9(1):1–5.

Giasuddin A. 1995. Polymerase Chain Reaction Technique: fundamental aspects

and applications in clinical diagnostics. Curr Diagnostic Pathol. :29–32.

Haggarty WC. 2013. The beautiful complexity of the malaria parasite. Science

[Online Journal] [diunduh 16 januari 2019]. Tersedia dalam

https://mostlyscience.com/2013/06/the-beautiful-complexity-of-the-malaria-

parasite/

Harijanto. 2011. ACT sebagai Obat Pilihan Malaria Ringan di indonesia. Cdk 182.

38(2):112–4.

Harvey R, Champe P. 2009. Lippincott’s illustrated reviews: pharmacology, 4th

edition. USA: Lippincott William & Wilkins.

Humphreys GS, Merinopoulos I, Ahmed J, Whitty CJM, Mutabingwa TK,

Sutherland CJ, et al. 2007. Amodiaquine and artemether-lumefantrin select

distinct alleles of the Plasmodium falciparum mdr1 gene in Tanzanian children

treated for uncomplicated malaria. Antimicrob Agents Chemother. 51(3):991–

7.

Ibraheem ZO, Majid RA, Noor SM, Sedik HM, Basir R. 2014. Role of different

pfcrt and pf mdr1 mutations in conferring resistance to antimalaria drugs in

Plasmodium falciparum. Malar Res Treat. 2014(1):1–17.

Page 93: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

75

Karp G. 2013. Cell and molecular biology: concepts and experiments 7th edition.

New York: J. Wiley

Katzung BG, Masters SB, Trevor AJ. 2012. Basic and clinical pharmacology 12th

edition. USA: McGraw-Hills.

Kemenkes RI. 2016. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Kemenkes RI. 2017. Buku Saku Penatalaksanaan Kasus Malaria. Jakarta:

Kementerian Kesehatan RI.

Kublin JG, Cortese JF, Njunju EM, G. Mukadam RA, Wirima JJ, Kazembe PN, et

al. 2003. Reemergence of chloroquine‐sensitive Plasmodium falciparum

malaria after cessation of chloroquine use in malawi. J Infect Dis [Internet].

187(12):1870–5.

Li J, Chen J, Xie D, Eyi UM, Matesa RA, Obono MMO, et al. 2015. Molecular

mutation profile of Pfcrt and Pfmdr1 in Plasmodium falciparum isolates from

Bioko Island, Equatorial Guinea. Infect Genet Evol. 36(1):552–6.

Li Q, O’Neil M, Xie L, Caridha D, Zeng Q, Zhang J, et al. 2014. Assessment of the

prophylactic activity and pharmacokinetic profile of oral tafenoquine

compared to primaquine for inhibition of liver stage malaria infections. Malar

J. 13(1):1–13.

Liwan AS. 2015. Diagnosis dan penatalaksanaan malaria tanpa komplikasi pada

anak. CDK-229. 42(6):425–9.

Mehlotra RK, Mattera G, Bockarie MJ, Maguire JD, Baird JK, Sharma YD, et al.

2008. Discordant patterns of genetic variation at two chloroquine resistance

loci in worldwide populations of the malaria parasite Plasmodium falciparum.

Antimicrob Agents Chemother. 52(6):2212–22.

Montenegro M, Neal AT, Posada M, Salas BD Las, Lopera Mesa TM, Fairhurst

RM, et al. 2017. K13 propeller alleles, mdr1 polymorphism, and drug

effectiveness at day 3 after artemether-lumefantrin treatment for Plasmodium

falciparum malaria in colombia, 2014-2015. Antimicrob Agents Chemother.

61(12):1–10.

Page 94: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

76

Muhamad P, Phompradit P, Sornjai W, Maensathian T, Chaijaroenkul W,

Rueangweerayut R, et al. 2011. Polymorphisms of molecular markers of

antimalarial drug resistance and relationship with artesunate-meflokuin

combination therapy in patients with uncomplicated Plasmodium falciparum

malaria in Thailand. Am J Trop Med Hyg. 85(3):568–72.

Nathalie W, Fall B, Pascual A, Fall M. 2014. Role of pfmdr1 in in vitro Plasmodium

falciparum susceptibility to chloroquine, quinin, monodesethylamodiaquine,

meflokuin, lumefantrin, and dihydroartemisinin. Antimicrob Agents

Chemother. 58(12):7032–7040.

Nilsen A, Doggett JS, Health O, Meermeier E, Health O. 2012. Sontochin as a guide

to the development of drugs against resistant malaria. Antimicrob Agents

Chemother. 56(7):3475–80.

Nixon GL, Moss DM, Shone AE, Lalloo DG, Fisher N, O’neill PM, et al. 2013.

Antimalarial pharmacology and therapeutics of atovaquone. J Antimicrob

Chemother. 68(5):977–85.

Olliaro B. 2001. Clinical and public health implications of antimalarial drug

resistance. Antimalarial chemotherapy: mechanisms of action, resistance, and

new directions in drug discovery. Br J Clin Pharmacol. 52(4):464.

Petersen I, Eastman R, Lanzer M. 2011. Drug-resistant malaria: Molecular

mechanisms and implications for public health. FEBS Lett. 585(11):1551–62.

Pickard AL, Wongsrichanalai C, Purfield A, Kamwendo D, Emery K, Zalewski C,

et al. 2003. Resistance to antimalarials in southeast asia and genetic

polymorphisms in pfmdr1. Antimicrob Agents Chemother. 47(8):2418–23.

Pirahmadi S, Zakeri S, Afsharpad M, Djadid ND. 2013. Mutation analysis in

pfmdr1 and pfmrp1 as potential candidate genes for artemisinin resistance in

Plasmodium falciparum clinical isolates 4years after implementation of

artemisinin combination therapy in Iran. Infect Genet Evol [Internet].

14(1):327–34.

Price RN, Uhlemann AC, Brockman A, McGready R, Eelizabeth A, Phaipun L, et

al. 2004. Meflokuin resistance in Plasmodium falciparum and increased

pfmdr1 gene copy number. Lancet. 364(1):438–47.

Page 95: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

77

Saleh I, Handayani D, Anwar C. 2014. Polymorphism in the pfcrt and pfmdr1 genes

in Plasmodium falciparum Isolates from South Sumatera, Indonesia. 23(1):3–

8.

Sasmito DEK, Muhimmah I, Kurniawan R. 2014. Karakteristik primer pada

olymerase chain reaction (pcr) untuk sekuensing dna: mini review. Seminar

Nasional Informatika Medis 2014.

Simamora, Fitri. 2007. Resistensi obat malaria: mekanisme dan peran obat

kombinasi obat antimalaria untuk mencegah. J Kedokt Brawijaya. 23(2):82–

91.

Slater AFG. 1993. Chloroquine: mechanism of drug action and resistance in

Plasmodium falciparum. Pharmac Ther. 57(1):203–35.

Sondo P, Derra K, Nakanabo SD, Tarnagda Z. 2016. Artesunate-amodiaquine and

artemether- lumefantrin herapies and selection of pfcrt and pfmdr1 alleles in

nanoro , burkina faso. PLoS One. 11(3):1–10.

Staines HM, Krishna S. 2012. Treatment and prevention of malaria. October.

London: Springer;

Sumarmo, Soedarmo P, Garna H, Rezeki S, Hadinegoro S, Satari H, et al. 2012.

Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis.

Sutanto, Inge, Ismid S, Sjarifuddin P, Sungkar S. 2018. Buku Ajar Parasitologi

Kedokteran Edisi Keempat. 4th ed. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia

Syafruddin D, Asih PB, Casey GJ, Maguire J, Baird JK. 2005. Molecular

epidemiology of Plasmodium falciparum resistance to antimalarial drugs in

indonesia. Am J Trop Med Hyg. 72(2):174–81.

Syaifudin M, Darlina, Nurhayati S, Rahardjo T, Nugroho HE, Asih PBS, et al. 2018.

Baseline parasite profile in developing irradiation malaria vaccine in

indonesia: molecular analysis of papua samples. Adv Sci Lett. 24(9):6409–13.

Szalai C, László V, Oberfrank F, Pap E, Tóth S, Falus A. 2014. Genetics and

Page 96: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM KODON 1042 GEN …digilib.unila.ac.id/55466/2/SKRIPSI FULL TEKS.pdf · mutasi genetik. Adanya Single Nucleotide Polymorphism kodon 1042

78

genomics. Genetics and genomics. Budapest: Typotex Kiadó.

Tahita MC, Tinto H, Erhart A, Kazienga A, Fitzhenry R, VanOvermeir C, et al.

2015. Prevalence of the dhfr and dhps mutations among pregnant women in

rural Burkina Faso five years after the introduction of intermittent preventive

treatment with sulfadoxine-pyrimethamine. PLoS One. 10(9):1–9.

Tjitra E, Gunawan S, Laihad F, Marwoto H, Sulaksono S, Arjoso S, et al. 2012.

Evaluation of antimalarial drugs in Indonesia, 1981-1995. Bul Penelit Kesehat.

25(1):1981–95.

Triwani. Deteksi resistensi Plasmodium falciparum terhadap klorokuin dengan

marka situs polimorfik Lys76Tyr gen pfcrt menggunakan pcr-rflp. FK Univ

Sriwij. :1–8.

Wong RPM, Karunajeewa H, Mueller I, Siba P, Zimmerman PA, Davis TME. 2011.

Molecular assessment of Plasmodium falciparum resistance to antimalarial

drugs in papua new guinea using an extended ligase detection reaction

fluorescent microsphere assa. Antimicrob Agents Chemother. 55(2):798–805.

Yusuf K Z. 2010. Polymerase chain reaction (PCR). Saintek. 5(6):3.