IDENTIFIKASI BAKTERI Staphylococcus sp. PADA GAGANG …digilib.unila.ac.id/55387/3/SKRIPSI TANPA BAB...

62
IDENTIFIKASI BAKTERI Staphylococcus sp. PADA GAGANG PINTU RUANG RAWAT INAP KELAS III RSUD Dr. H. ABDUL MOELOEK (Skripsi) Oleh SEMADELA SOLICHIN PUTRI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2019

Transcript of IDENTIFIKASI BAKTERI Staphylococcus sp. PADA GAGANG …digilib.unila.ac.id/55387/3/SKRIPSI TANPA BAB...

IDENTIFIKASI BAKTERI Staphylococcus sp. PADA GAGANG PINTU

RUANG RAWAT INAP KELAS III RSUD Dr. H. ABDUL MOELOEK

(Skripsi)

Oleh

SEMADELA SOLICHIN PUTRI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2019

IDENTIFIKASI BAKTERI Staphylococcus sp. PADA GAGANG PINTU

RUANG RAWAT INAP KELAS III RSUD Dr. H. ABDUL MOELOEK

Oleh

SEMADELA SOLICHIN PUTRI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

SARJANA KEDOKTERAN

Pada

Fakultas Kedokteran

Universitas Lampung

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2019

Pada hari mujur bergembiralah, tetapi pada

hari malang ingatlah, bahwa hari malang ini

pun dijadikan Allah seperti juga hari mujur,

supaya manusia tidak dapat menemukan sesuatu

mengenai masa depannya.

Pengkhotbah 7 : 14

He has made everything beautiful in his time:

also he has set the world in their heart, so

that no man can find out the work that God

makes from the beginning to the end.

Ecclesiastes 3 : 11

SANWACANA

Puji Tuhan, penulis ungkapkan segala rasa syukur kepada Allah Maha

Penebus yang selalu menyertai dan tidak pernah berhentinya memberkati serta

memimpin penulis sehingga skripsi ini dapat selesai tepat sesuai waktu yang telah

dipersiapkan-Nya.

Skripsi berjudul “IDENTIFIKASI BAKTERI Staphylococcus sp. PADA

GAGANG PINTU RUANG RAWAT INAP KELAS III RSUD. Dr. H.

ABDUL MOELOEK” ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar sarjana kedokteran di Universitas Lampung.

Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis mendapat banyak masukan,

bantuan, dorongan, saran, bimbingan, dan kritik dari berbagai pihak. Maka pada

kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis ingin menyampaikan rasa

terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. DR. Ir. Hasriadi Mat Akin, M. P., selaku rektor Universitas

Lampung;

2. Dr. dr. Muhartono, M. Kes., Sp. PA., selaku Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Lampung dan pembimbing akademik (PA) yang bersedia

dalam waktu senggangnya memperhatikan setiap mahasiswa

bimbingannya;

3. dr. Tri Umiana Soleha, M. Kes., selaku Pembimbing I yang telah bersedia

memberikan kebaikan serta waktu dalam kesibukannya demi untuk

memberikan arahan, bimbingan, saran, dan kritik yang membangun

penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini;

4. dr. Putu Ristyaning Ayu., M. Kes., Sp. PK., selaku Pembimbing II yang

juga telah memberikan waktu berharganya untuk membimbing serta

memberi masukan penulis dalam hal penulisan skripsi yang baik;

5. Dr. dr. Khairun Nisa, M. Kes., AIFO, selaku Pembahas dalam skripsi ini.

Terimakasih telah bersedia untuk memberi bimbingan serta saran yang

membangun penulis agar dapat menulis skripsi dengan baik. Terimakasih

juga untuk segala ilmu serta pengalaman kehidupan yang tidak didapatkan

dalam bangku perkuliahan;

6. Terimakasih kepada RSUD Dr. H. Abdul Moeloek, yang telah bersedia

menjadi rumah sakit tujuan sampel penelitian;

7. Terimakasih kepada Mbak Romi yang telah mengajarkan menjadi seorang

laboran yang baik dan bertanggung jawab, juga kepada mbak Roro yang

bersedia menunggu lebih lama ketika peneliti belum selesai menggunakan

laboratorium pada sore hari.

8. Seluruh Civitas Akademika FK Unila, atas pelajaran dan pengalaman yang

diberikan selama perkuliahan, yang sangat membantu dalam

melaksanakan penelitian ini;

9. Kepada papa, mama, abang iyoy, abang sem, yaya, dan dedek yang selalu

menjadi pemerhati dan motivator utama penulis selama berkuliah dan

terutama untuk penyelesaian skripsi ini. Terima kasih untuk setiap bantuan

dana dan doa yang tidak berhentinya dipanjatkan kepada Tuhan Yesus

Kristus;

10. Kepada Hendro, Edmundo, Zhafran, Anggita, Caca serta Cece yang selalu

menemani dalam suka dan duka selama menjalani perkuliahan ini.

Terimakasih telah mengajarkan apa arti sebuah persahabatan. Terimakasih

telah membantu dan menjadi penyemangat penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini;

11. Kepada sosok individu yang secara raga jauh namun tetap menanyakan

kabar sudah sejauh mana skripsi ini dibuat. Terima kasih untuk semangat,

masukan, kritik, serta dorongan yang tidak hentinya agar penulis tidak

mudah menyerah dan memiliki kembali semangat dalam menyelesaikan

skripsi ini;

12. Kepada Iqbal Lambara Putra, sosok sahabat yang tidak akan pernah

dilupakan kehadirannya selama perkuliahan ini. Terimakasih telah menjadi

manusia yang selalu dicari;

13. Kepada Nicom Son, Nova Chingu, Raisah, Kesia, dan Puteri, para sahabat

yang tidak pernah lelah untuk memberikan semangat dan meyakinkan

penulis untuk dapat melewati masa-masa sulit dalam penyelesaian skripsi

ini;

14. Kepada teman-teman satu bimbingan, teman-teman peneliti di

laboratorium mikrobiologi, dan Kak Keith. Terima kasih telah menemani

semasa penelitian sehingga membuat suasan lab menjadi tidak sepi dan

saling membantu;

15. Kepada Lidya, Efry, dan Kak Grace, saudari-saudari tumbuh bersama

dalam Tuhan yang telah menjadi bahu yang dapat disandarkan ketika

keluh dan kesah itu datang. Terimakasih atas dukungan serta doa yang

manis yang selalu dipanjatkan;

16. Kepada Permako Medis angkatan 2015, terimakasih telah menjadi tempat

yang selalu nyaman untuk disinggahi, tempat yang menjadikan penulis

menjadi diri sendiri dan tempat yang selalu dirindukan kembali;

17. Teman-teman seperjuangan ENDOM15UM yang telah berbagi banyak

rasa selama hampir 3,5 tahun. Terimakasih untuk selalu mau melewati

setiap masalah yang ada bersama. Terimakasih untuk selalu membantu

yang satu namun tak meninggalkan yang lain;

18. Kakak-kakak dan adik-adik tingkat di Fakultas Kedokteran Unila yang

sudah membangun rasa kebersamaan memiliki FK UNILA ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh

karen itu penulis mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi

perbaikan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

setiap yang membacanya.

Bandar Lampung, 3 Januari 2019

Penulis,

Semadela Solichin Putri

ABSTRACT

IDENTIFICATION OF Staphylococcus sp. BACTERIA ON DOOR

HANDLE OF MEDICAL WARD ROOM 3rd

CLASS IN RSUD Dr. H.

ABDUL MOELOEK

By

SEMADELA SOLICHIN PUTRI

Background: Hospital environment is a reservoir of wide varieties of

microorganisms, several strains of pathogenic bacteria have been frequently

reported colonizing at bed rails, tray tables, door handles, faucet handles, and

infusion poles. The contaminated objects can be a transmission media between

pathogens and patients during routine care. Hospital door handles are often not

recognized by the users that they contain a lot of bacteria.

Objective: The aim of this study is to find out the presence of Staphylococcus sp.

bacteria on door handle of medical ward room 3rd

class in RSUD Dr. H. Abdul

Moeloek.

Method: A descriptive study with laboratory observational methods and use total

population sampling technique for sampling method. In this study, 70 swab

samples were collected from door handle from internal medicine, surgical,

obstetric and gynecology, and pulmonary ward room. Bacteria were identified by

gram stain and biochemical test.

Results: Of the total samples, 49 (70%) were positive Staphylococcus sp. count

(Staphylococcus epidermidis 53,06%, Staphylococcus aureus 36,73%,

Staphylococcus saprophyticus 20,4%, Staphylococcus haemolyticus 16,32%, other

Staphylococcus species 10,2%).

Conclusion: Almost all of door handle samples in medical ward room 3rd

class

were contaminated with Staphylococcus sp. except in child surgical ward room.

Keywords: door handle, medical ward room, Staphylococcus sp.

ABSTRAK

IDENTIFIKASI BAKTERI Staphylococcus sp. PADA GAGANG PINTU

RUANG RAWAT INAP KELAS III RSUD Dr. H. ABDUL MOELOEK

Oleh

SEMADELA SOLICHIN PUTRI

Latar belakang: Lingkungan rumah sakit adalah reservoir berbagai macam

mikroorganisme, beberapa strain bakteri patogen telah sering dilaporkan

berkolonisasi pada tempat tidur, meja dorong, gagang pintu, pegangan keran, dan

tiang infus. Benda yang telah terkontaminasi dapat menjadi media transmisi antara

bakteri patogen dan pasien selama perawatan rutin. Gagang pintu rumah sakit

sering tidak disadari oleh penggunanya bahwa telah mengandung banyak kuman.

Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah mengetahui adanya bakteri Staphylococcus

sp. pada gagang pintu ruang rawat inap kelas III RSUD Dr. H. Abdul Moeloek.

Metode: Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan observasional

laboratorik dan menggunakan teknik pengambilan sampel total sampling dengan

besar sampel 70 swab gagang pintu yang berasal dari klinik penyakit dalam pria

dan wanita, klinik bedah pria, wanita, dan anak, klinik kebidanan serta klinik paru

dan pernafasan. Identifikasi bakteri dilakukan menggunakan pewarnaan gram dan

uji biokimia.

Hasil: Hasilnya didapatkan 49 (70%) sampel positif Staphylococcus sp.

(Staphylococcus epidermidis 53,06%, Staphylococcus aureus 36,73%,

Staphylococcus saprophyticus 20,4%, Staphylococcus haemolyticus 16,32%,

spesies Staphylococcus lainnya 10,2%).

Simpulan: Hampir pada seluruh sampel swab gagang pintu ruang rawat inap

kelas III ditemukan bakteri Staphylococcus sp., kecuali ruang rawat inap bedah

anak.

Kata kunci: gagang pintu, ruang rawat inap, Staphylococcus sp.

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ........................................................................................................... i

DAFTAR TABEL ................................................................................................. iii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iv

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 5

1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................... 5

1.4 Manfaat Penelitian ......................................................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 7

2.1 Infeksi Nosokomial ....................................................................................... 7

2.2 Jenis Gagang Pintu ...................................................................................... 21

2.3 Bakteri pada Gagang Pintu .......................................................................... 23

2.4 Staphylococcus sp ........................................................................................ 24

2.5 Kerangka Teori ............................................................................................ 27

2.6 Kerangka Konsep ........................................................................................ 27

BAB III METODE PENELITIAN ..................................................................... 28

3.1 Desain Penelitian ......................................................................................... 28

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ..................................................................... 28

3.3 Subjek Penelitian ......................................................................................... 29

3.4 Variabel Penelitian ...................................................................................... 29

3.5 Definisi Operasional Variabel Penelitian .................................................... 30

3.6 Alat dan Bahan Penelitian ......................................................................... 311

3.7 Cara Kerja .................................................................................................. 322

3.8 Alur Penelitian ............................................................................................. 38

3.9 Bagan Identifikasi Bakteri ........................................................................... 39

3.10 Pengolahan Data ........................................................................................ 39

3.11 Etika Penelitian .......................................................................................... 40

ii

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 41

4.1 Hasil ............................................................................................................. 41

4.2 Pembahasan ................................................................................................. 43

BAB V SIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 50

5.1 Simpulan ...................................................................................................... 50

5.2 Saran ............................................................................................................ 50

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 522

iii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Mikroorganisme Patogen Serta Tempat Infeksinya .......................................... 17

2. Definisi Operasional Variabel Penelitian .......................................................... 30

3. Gagang Pintu Ruang Rawat Inap kelas III Positif Staphylococcu sp................ 42

iv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Tipe-Tipe Gagang Pintu .................................................................................... 22

2. Potensial Transmisi Antara Bakteri dengan Tipe Gagang Pintu ....................... 22

3. Bakteri Staphylococcus sp ................................................................................ 25

4. Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermis pada media Mannitol

Salt Agar ........................................................................................................... 25

5. Kerangka Teori.................................................................................................. 27

6. Kerangka Konsep .............................................................................................. 27

7. Alur Penelitian Identifikasi Staphylococcus sp ................................................. 38

8. Bagan Identifikasi Bakteri Gram Positif ........................................................... 39

9. Grafik Perbedaan Jenis Bakteri pada Ruang Rawat Inap.................................. 42

10. Diagram Persentase Jenis Bakteri Staphylococcus sp. .................................... 43

v

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Izin Penelitian

Lampiran 2 Surat Izin Penelitian dari RSUD Dr. H. Abdul Moeloek

Lampiran 3 Surat Izin Peminjam Alat

Lampiran 4 Surat Izin Peminjaman Laboratorium

Lampiran 5 Surat Persetujuan Etik

Lampiran 6 Data Hasil Penelitian

Lampiran 7 Dokumentasi Penelitian

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rumah sakit merupakan suatu tempat pelayanan kesehatan yang kompleks.

Kompleksitasnya ditinjau bukan hanya dari segi jenis penyakit yang harus

ditegakkan diagnosis dan diberikan terapinya oleh dokter melainkan juga

adanya sejumlah individu yang secara bersamaan berinteraksi baik secara

langsung maupun tidak langsung dengan para penderita yang dirawat di rumah

sakit (Darmadi, 2008). Lingkungan rumah sakit adalah reservoir berbagai

macam mikroorganisme, beberapa strain bakteri patogen telah sering

dilaporkan berkolonisasi pada tempat yang sering disentuh dan pada

permukaan dekat pasien, seperti tempat tidur, meja dorong, gagang pintu,

pegangan keran, dan tiang infus, yang dapat dengan mudah mengotori tangan

dan peralatan petugas medis, yang pada gilirannya, dapat mentransmisikan

patogen ini kepada pasien selama perawatan rutin (Saka, Akanbi, Obasa et al.,

2017). Infeksi yang terjadi pada penderita-penderita yang sedang dalam proses

asuhan keperawatan ini disebut infeksi nosokomial (Darmadi, 2008).

Infeksi nosokomial atau Hospital Acquired Infection (HAI) merupakan infeksi

yang disebabkan oleh bakteri, parasit, atau virus di rumah sakit dengan kurun

waktu setidaknya 72 jam sejak masuk rumah sakit. Infeksi ini dapat terjadi

2

akibat kurang bersihnya lingkungan perawatan yang menyebabkan terjadinya

penularan infeksi mikroorganisme dari lingkungan ke manusia serta

berpindahnya mikroorganisme dari pasien yang satu ke pasien yang lain

(Nugraheni, Suhartono, Winarni, 2012). Infeksi nosokomial terjadi di seluruh

dunia termasuk di negara maju dan negara berkembang. Infeksi ini

menyumbang angka kejadian 7% di negara maju dan 10% di negara

berkembang (Khan, Ahmad dan Mehboob, 2015). Angka kejadian HAIs di

Indonesia berdasarkan penelitian di 10 RSU Pendidikan yang mengadakan

surveillance aktif didapatkan angka 6 – 16% dengan rerata 9,8% (Nugraheni,

Suhartono, Winarni, 2012). Sedangkan di kota Bandarlampung, pada tahun

2012 rata-rata angka kejadian infeksi nosokomial di ruang perawatan RSUD

Dr. H. Abdul Moeloek adalah antara 4 – 9 orang (Sakti, Andoko, Setiawati et

al., 2014)

Penularan penyakit sangat rentan terjadi dalam setiap kegiatan yang dilakukan

di rumah sakit. Hal tersebut sangat didukung oleh faktor lingkungan, yaitu

udara, air, seluruh alat dan benda yang berada dirumah sakit, seperti sprei,

dinding, meja kerja, jendela, atap, lantai maupun pegangan pintu (Prafitri,

Utomo, 2016). Permukaan di lingkungan kamar pasien infeksi sering

terkontaminasi dengan patogen yang mampu bertahan dalam jangka waktu

yang lama. Permukaan yang terbuat dari bahan stainless steel dan polimer

merupakan tempat yang dapat dikontaminasi selama berminggu – minggu.

Semakin lama patogen nosokomial menetap di suatu permukaan, semakin

besar pula risiko hal tersebut menjadi sumber penularan bagi pasien yang

rentan (Saka, Akanbi, Obasa et al., 2017).

3

Gagang pintu merupakan objek atau material yang sering ditemukan di

tempat-tempat umum, seperti rumah sakit, hotel, restoran, dan toilet. Pada

umumnya pengguna gagang pintu di rumah sakit tidak pernah menyadari

bahwa ternyata gagang yang digunakan telah mengandung kuman. Hal ini

dapat disebabkan oleh berbagai hal, seperti gagang pintu yang tidak pernah

dibersihkan oleh cleaning service, adanya kuman udara yang menempel,

perawat dan dokter yang sering menyentuh gagang pintu setelah merawat

pasien yang menderita penyakit infeksius serta adanya aktivitas antara tangan

pengguna yang satu dengan yang lain berbeda. Terlebih lagi adanya kegiatan

berkunjung di ruang rawat inap yang memungkinkan setiap orang membuka

pintu untuk masuk (Nworie A, Ayeni JA, Eze, et al., 2012; Prafitri, Utomo,

2016). Ruang rawat inap juga memiliki perbedaan kelas sehingga

menyebabkan adanya perbedaan tingkat kepadatan yang berbeda pula di setiap

ruangan. Tingkat kepadatan dalam suatu ruang merupakan salah satu faktor

risiko terjadinya infeksi nosokomial (Longadi, Waworuntu, Soeliongan,

2016).

Sebuah studi mengenai transmisi patogen nosokomial menyebutkan bahwa

gagang pintu merupakan salah satu tempat yang perlu diperhatikan karena

cepat untuk terkontaminasi. Jumlah bakteri yang terkumpul pada gagang pintu

dapat dipengaruhi oleh seberapa sering dan seberapa banyak orang yang

melewati pintu tersebut (Wojgani, Kesha, Cloutman-Green et al., 2012).

Mikroba yang dibawa kulit manusia terdiri dari dua jenis, yaitu residen dan

sementara. Mikroba residen yang dominan ditemukan di hampir setiap tangan

adalah Staphylococcus epiderdimis. Diperkirakan populasi Staphylococcus

4

epiderdimis jauh lebih banyak daripada Staphylococcus aureus pada tangan

yang sehat (Ekhiase, Orjiakor, Omuzuwa, 2017). Namun, pada sebuah

penelitian di University College London Hospitals, Inggris, didapatkan bahwa

bakteri yang biasa berkolonisasi pada gagang pintu dan berpotensi sebagai

sumber infeksi adalah Staphylococci koagulase positif, Methicillin Resistant

Staphylococcus aureus (MRSA), dan Eschericia coli (Wojgani, Kesha,

Cloutman-Green et al., 2012). Sedangkan penelitian lain menyebutkan bahwa

Klebsiella pneumonia, Aeromonas hydrophila, dan Serratia marcescens

merupakan bakteri yang terdapat pula pada gagang pintu (Elmanama,

Qwaider, Hajjaj et al., 2012). Hasil sebuah studi mengemukakan bahwa,

gagang pintu yang terdapat bakteri patogen diindikasikan dapat menjadi

perantara penularan penyakit akibat telah terkontaminasi oleh bakteri tersebut

(Bashir, Muhammad, Sani et al., 2016).

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia telah menetapkan angka normal

kuman yang terdapat pada udara dan lantai. Namun, angka kuman normal

pada gagang pintu sampai saat ini belum didapatkan angka pastinya. Oleh

karena itu, tindakan memonitor dan mengevaluasi kebersihan dari gagang

pintu rumah sakit adalah perlu untuk mencegah penularan infeksi nosokomial

(Depkes RI, 2011).

Berdasarkan permasalahan tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul “Identifikasi Bakteri Staphylococcus sp. pada Gagang

Pintu Ruang Rawat Inap Kelas III RSUD Dr. H. Abdul Moeloek”.

5

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian ini maka dapat dirumuskan masalah,

yaitu apakah terdapat bakteri Staphylococcus sp. pada gagang pintu ruang

rawat inap kelas III RSUD Dr. H. Abdul Moeloek?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini, yaitu:

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui adanya bakteri Staphylococcus sp. pada gagang pintu ruang rawat

inap kelas III RSUD Dr. H. Abdul Moeloek.

1.3.2 Tujuan Khusus

Mengidentifikasi serta mengetahui jumlah persentase dan jenis bakteri

Staphylococcus sp. pada gagang pintu ruang rawat inap kelas III RSUD Dr. H.

Abdul Moeloek.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Bagi peneliti

Dapat menambah ilmu pengetahuan dan pengalaman penelitian di bidang

mikrobiologi khususnya mengenai sumber penularan yang berpotensi

menjadi penyebab infeksi nosokomial.

2. Bagi instansi terkait

a. Memberikan informasi mengenai gambaran bakteri Staphylococcus sp.

yang terdapat pada gagang pintu ruang rawat inap kelas III RSUD Dr.

H. Abdul Moeloek.

6

b. Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan masukan untuk

pengendalian dan pencegahan infeksi nosokomial di RSUD Dr. H.

Abdul Moeloek Bandar Lampung.

c. Menambah bahan pustaka dalam lingkungan Fakultas Kedokteran

Universitas Lampung.

3. Bagi peneliti selanjutnya

Diharapkan nantinya hasil penelitian dapat dijadikan sebagai salah satu

acuan atau bahan pustaka bagi peneliti selanjutnya.

4. Bagi masyarakat

Sebagai sumber pengetahuan agar masyarakat dapat meningkatkan

kewaspadaan terhadap penularan infeksi nosokomial di rumah sakit.

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Infeksi Nosokomial

2.1.1 Definisi

Infeksi nosokomial atau Health Care Associated Infections (HAIs)

merupakan infeksi yang terjadi pada pasien selama perawatan di rumah sakit

atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya (Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia, 2017). Nosokomial berasal dari kata Yunani nosocomium yang

berarti rumah sakit. Jadi kata nosokomial artinya “yang berasal dari rumah

sakit”, sementara kata infeksi artinya terkena hama penyakit (Nugraheni,

Tono dan Winarni, 2012). Infeksi ini timbul setelah sekurang-kurangnya 3 x

24 jam sejak mulai dirawat serta bukan lanjutan dari infeksi sebelumnya.

Infeksi nosokomial saat ini menjadi perhatian utama dalam hal keselamatan

global bagi pasien dan pekerja profesional pelayanan kesehatan. Infeksi ini

juga mengakibatkan meningkatnya morbiditas, mortalitas dan biaya

perawatan di rumah sakit (Scherbaum, Kösters, Mürbeth, et al., 2014).

2.1.2 Epidemiologi

Berdasarkan sebuah tinjauan literatur mengenai studi nasional atau

multisenter yang diterbitkan mulai tahun 1995 sampai 2008 didapatkan

variasi angka prevalensi HAI negara maju, yaitu 5,15% - 11,6%. The

9

European Centre of Disease Prevention and Control melaporkan rata-rata

prevalensi HAI di negara Eropa 7,1% dan diperkirakan 4.131.000 pasien

terkena dampak dari 4.544.100 episode HAI yang ada tiap tahunnya.

Berdasarkan European Multicentre Study proporsi pasien di ICU yang

terkena infeksi dapat mencapai 51% dan sebagian besar disebabkan karena

HAI. Hal tersebut disebabkan oleh adanya risiko infeksi terhadap lamanya

perawatan di ruang rawat intensif.

Hasil studi yang dilakukan di sembilan tempat perawatan kesehatan

menunjukkan prevalensi kejadian infeksi nosokomial yang bervariasi mulai

dari 5% sampai dengan 19%. Beban infeksi nosokomial di negara

berkembang lebih tinggi dibanding negara maju karena populasi

penduduknya lebih banyak. Pasien dewasa yang sedang dalam perawatan

penyakit kritis dan neonatus memiliki risiko terjangkit lebih tinggi. Dampak

HAI adalah perawatan di rumah sakit yang berkepanjangan, cacat jangka

panjang, meningkatknya resistensi mikroorganisme terhadap antimikroba,

membesarnya beban keuangan sistem kesehatan, meningkatnya kebutuhan

biaya bagi pasien dan keluarganya, dan kematian yang tidak seharusnya

(WHO, 2010).

Di Indonesia, didapatkan persentase kejadian infeksi nosokomial di lima

rumah sakit pendidikan, yaitu di RSUP Dr. Sardjito sebesar 7,94%, RSUD

Dr. Soetomo sebesar 14,6%, RS Bekasi sebesar 5,06%, RS Hasan Sadikin

Bandung sebesar 4,60%, RSCM Jakarta sebesar 4,60% (Marwoto, Kusnato,

Handono, 2007).

10

2.1.3 Faktor Risiko

Faktor Intrinsik

1) Umur

Neonatus dan lansia memiliki kerentanan yang lebih tinggi.

2) Status imun yang rendah/terganggu (immuno-compromised)

Seperti pada penderita dengan penyakit kronik, penderita tumor ganas,

pengguna obat-obatan imunosupresan, dan asupan gizi yang kurang.

3) Penyakit yang mendasari

Biasanya merupakan penyakit yang sifatnya menekan sistem imun,

seperti AIDS, diabetes mellitus, leukemia, dan penyakit kronis lainnya.

(Kementerian Kesehatan RI, 2011)

Faktor Ekstrinsik

1) Petugas pelayanan medis

Dokter, perawat, bidan, tenaga laboratorium, dan sebagainya.

2) Peralatan dan material medis

Jarum, kateter, instrument, respirator, kain/doek, kassa, dan lain-lain

3) Gangguan/Interupsi barier anatomis

Kateter urin, prosedur operasi, intubasi dan pemakaian ventilator, kanula

vena dan arteri, luka bakar dan trauma

4) Lingkungan

Berupa lingkungan internal, seperti ruangan/ bangsal perawatan, kamar

bersalin, dan kamar bedah. Sedangkan lingkungan eksternal adalah

halaman rumah sakit dan tempat pembuangan sampah/ pengelolaan

limbah.

11

5) Makanan/minuman

Hidangan yang disajikan setiap saat kepada penderita.

6) Penderita lain

Keberadaan penderita lain dalam satu kamar/ ruangan/bangsal perawatan

dapat merupakan sumber penularan

7) Pengunjung/ keluarga

Keberadaan tamu/keluarga dapat merupakan sumber penularan

8) Perubahan mikroflora normal

Dapat disebabkan oleh pemakaian antibiotika yang tidak bijak sehingga

menyebabkan pertumbuhan jamur berlebihan dan timbulnya bakteri

yang resisten terhadap berbagai antimikroba

(Darmadi, 2008; Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2017).

2.1.4 Patogenesis

Penularan oleh patogen di rumah sakit dapat terjadi melalui beberapa cara,

yaitu: (Nasution, 2012)

1. Penularan melalui kontak merupakan bentuk penularan yang sering dan

penting infeksi nosokomial. Ada 3 bentuk, yaitu:

a. Penularan melalui kontak langsung adalah penularan yang melibatkan

kontak tubuh dengan tubuh antara pejamu yang rentan dengan yang

terinfeksi.

b. Penularan melalui kontak tidak langsung adalah penularang yang

melibatkan kontak pada pejamu yang rentan dengan benda yang

terkontaminasi misalnya jarum suntik, pakaian, dan sarung tangan.

12

c. Penularan melalui droplet terjadi ketika individu yang terinfeksi

batuk, bersin, berbicara, atau melalui prosedur medis tertentu,

misalnya bronkoskopi.

2. Penularan melalui udara yang mengandung mikroorganisme yang

mengalami evaporasi, atau partikel debu yang mengandung agen

infeksius. Mikroorganisme yang terbawa melalui udara dapat terhirup

pejamu yang rentan yang berada pada ruangan yang sama atau pada

jarak yang jauh dari sumber infeksi. Sebagai contoh mikroorganisme

Legionella, Mycobacterium tuberculosis, Rubela, dan virus varisela.

3. Penularan melalui makanan, air, obat-obatan dan peralatan yang

terkontaminasi.

4. Penularan melalui vektor, misalnya nyamuk, lalat, tikus, dan kutu.

2.1.5 Jenis Infeksi Nosokomial

Infeksi Nosokomial dapat dibedakan berdasarkan tempat lokasi terjadinya,

yaitu (CDC, 2012; Khan, Baig dan Mehboob, 2017; Mohammed,

Mohammed, Mirza et al., 2014):

a. Saluran Pernapasan

Penyebab infeksi pada saluran pernapasan dapat disebabkan oleh tabung

endotrakeal yang menciptakan gangguan dalam mekanisme pertahanan

saluran pernapasan dan adanya risiko transmisi silang patogen saat

menangani dan memanipulasi ventilator. Bakteri yang biasanya

menyebabkan infeksi saluran pernafasan (RTI) bertempat di nasofaring

dan dapat menjadi resisten di tempat tersebut. Bakteri yang resisten ini

dapat menyebabkan infeksi nosokomial pada pasien gagal pernapasan,

13

karena pasien dengan gagal napas akut cenderung memerlukan dukungan

ventilasi, biasanya ventilasi mekanis invasif. Infeksi ini dikenal dengan

sebutan Ventilator-associated pneumonia (VAP), yaitu infeksi paru-paru

yang berkembang pada pasien yang menggunakan ventilator. Gejala yang

umumnya terjadi pada VAP adalah demam, leukopenia, dan suara napas

bronkial. Jenis bakteri patogen yang paling sering menjadi penyebab

adalah jenis gram negatif (65,9%). Infeksi ini biasanya muncul 48 jam

setelah intubasi trakeal. Sebesar 86% dari pneumonia nosokomial

berhubungan dengan ventilasi.

b. Aliran Darah

Infeksi pada aliran darah dapat disebabkan oleh central line/ kateter vena

sentral yang sering dipasang pada pembuluh darah utama yang dekat

dengan jantung dan biasanya menetap selama berminggu-minggu atau

berbulan-bulan. Infeksi aliran darah terkait pemasangan central line

disebut Central Line-Associated Bloodstream Infection (CLABSI). Pasien

yang mengalami CLABSI biasanya memiliki gejala, seperti demam, kulit

kemerahan, dan rasa nyeri di sekitar central line. Pencegahan yang dapat

dilakukan adalah memasang kateter vena sentral dengan benar serta

menerapkan tindakan aseptik dengan ketat setiap kali memeriksa kateter

vena dan mengganti balutan. CLABSI merupakan infeksi nosokomial

yang mematikan dengan rerata insidensi 12%-25%.

c. Saluran Kemih

Infeksi saluran kemih (ISK) adalah infeksi yang melibatkan uretra,

kandung kemih, ureter, dan ginjal. Di antara infeksi saluran kemih yang

14

diperoleh di rumah sakit, sekitar 75% dikaitkan dengan pemasangan

kateter urin. Antara 15-25% pasien yang dirawat di rumah sakit menerima

kateter urin selama mereka tinggal di rumah sakit. Infeksi saluran kemih

terakit kateter disebut Catheter-Associated Urinary Tract Infections

(CAUTI). Patogen yang paling sering dikaitkan dengan CAUTI adalah

Escherichia coli (21,4%) dan Candida spp (21.0%), diikuti oleh

Enterococcus spp (14.9%), Pseudomonas aeruginosa (10.0%), Klebsiella

pneumoniae (7,7%), dan Enterobacter spp (4,1%). Sebagian kecil

disebabkan oleh bakteri gram negatif lainnya dan Staphylococcus spp.

Faktor risiko yang paling penting untuk mengembangkan infeksi saluran

kemih terkait kateter (CAUTI) adalah penggunaan kateter urin yang

berkepanjangan sehingga pemasangan kateter sebaiknya hanya digunakan

untuk indikasi yang tepat dan harus segera dilepas setelah tidak lagi

dibutuhkan.

d. Tempat Luka Pasca Pembedahan

Infeksi pada tempat luka pasca pembedahan/ operasi adalah salah satu

jenis infeksi nosokomial yang paling umum terjadi di seluruh dunia.

Kontaminasi patogen terjadi selama penutupan luka yang ditransmisikan

baik oleh tangan personil maupun oleh instrumen yang terkontaminasi.

Infeksi pada tempat luka pasca operasi disebut Surgical Site Infection

(SSI) yang dapat mengenai 2% - 5% pasien pasca operasi. Infeksi ini juga

dipengaruhi oleh jenis operasi dan luka yang ada. Sebagai contoh, angka

kejadian SSI berkurang drastis dalam prosedur laparoskopi, sedangkan

pembedahan terbuka lebih rentan terhadap infeksi. Surgical site infection

15

(SSI) dapat hanya berupa infeksi superfisial yang melibatkan kulit saja

dan dapat juga menjadi infeksi serius yang melibatkan jaringan di bawah

kulit, organ tubuh, atau bahan implan. Untuk mencegah terjadinya SSI,

dokter, perawat, dan penyedia layanan kesehatan lainnya harus mengikuti

pedoman pencegahan infeksi setiap saat selama kegiatan pembedahan

dilakukan. Kebanyakan SSI dapat diobati dengan antibiotik. Jenis

antibiotik yang diberikan tergantung pada bakteri (kuman) yang

menyebabkan infeksi. Terkadang pasien dengan SSI juga memerlukan

operasi lain untuk mengobati infeksi tersebut.

2.1.6 Bakteri Penyebab Infeksi Nosokomial

Bakteri merupakan patogen yang paling sering menjadi penyebab infeksi

nosokomial. Bakteri memiliki persentase peran 90% dalam terjadinya

infeksi, sedangkan protozoa, fungi, virus, dan mikobakteria lebih sedikit

berkontribusi jika dibandingkan dengan bakteri (Khan, Ahmad dan

Mehboob, 2015). Bakteri dapat dikelompokkan menjadi bakteri komensal

(commensal bacteria) dan bakteri patogenik (patogenic bacteria)

(Soedarto, 2016).

1. Bakteri komensal

Kelompok bakteri ini merupakan flora normal usus manusia yang sehat

dan berperan penting dalam mencegah perkembangbiakan

mikroorganisme patogen. Sebagian bakteri komensal dapat

menyebabkan infeksi jika hospes alaminya mengalami penurunan daya

tahan tubuh. Misalnya, coagulase-negative Staphylococcus (CoNS)

yang terdapat di kulit dapat menimbulkan infeksi intravaskuler dan

16

Escherichia coli yang terdapat di usus dapat menyebabkan infeksi

saluran kencing.

2. Bakteri patogenik

Kelompok bakteri ini memiliki virulensi yang tinggi dan dapat

menyebabkan infeksi yang sporadik atau epidemik, misalnya bakteri

anaerobik Gram-positif (misalnya, Clostridium yang menyebabkan

gangren; Staphylococcus aureus yang terdapat di kulit dan hidung

penderita atau staf rumah sakit) dapat menyebar melalui darah dan

menginfeksi paru, tulang, dan jantung. Bakteri ini seringkali

berkembang menjadi bakteri yang resisten terhadap antibiotik. Selain

Staphylococcus aureus, bakteri Streptococcus beta-hemolyticus juga

berperan penting sebagai penyebab infeksi nosokomial (Soedarto,

2016).

Berbagai agen infeksi yang sering terlibat dalam Hospital-Acquired

Infections (HAIs) adalah Streptococcus spp., Acinetobacter spp.,

Enterococci, Pseudomonas aeruginosa, Coagulase-Negative Staphylococci,

Staphylococcus aureus, Bacillus cereus, Legionella dan famili

Enterobacteriaceae termasuk Proteus mirabilis, Klebsiella pneumoniae,

Escherichia coli, dan Serratia marcescens. Dari seluruh enterococci,

Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus dan Eschericia coli

merupakan bakteri yang memiliki peran paling besar. Eschericia coli paling

banyak ditemukan traktus urinarius menjadi penyebab Catheter-Associated

Urinary Tract Infections (CAUTI) tetapi jarang ditemukan pada tempat

infeksi lainnya. Sebaliknya, Staphylococcus aureus paling banyak

17

menginfeksi bagian tubuh lainnya tetapi jarang pada traktus urinarius.

Infeksi yang transmisinya melewati darah atau Blood-borne Infection,

coagulase-negative Staphylococcus (CoNS) merupakan agen kausatif utama.

Staphylococcus aureus melakukan transmisimelalaui kontak langsung, luka

terbuka dan tangan yang terkontaminasi. Bakteri ini dapat menyebabkan

sepsis, pneumonia, dan Surgical Site Infections (SSI) serta dapat menjadi

resisten yang dikenal dengan sebutan MRSA (Methicillin-resistant

Staphylococcus aureus). Bakteri patogen lain, yaitu Pseudomonas

aeruginosa adalah patogen penyebab dari 10% seluruh infeksi yang

terdistribusi di seluruh bagian tubuh (Khan, Ahmad dan Mehboob, 2015).

Tabel 1. Mikroorganisme Patogen Serta Tempat Infeksinya

Site of infection Common pathogen Less common pathogen

Blood stream coagulase-negative

staphylococci (CoNS)

S. aureus

P. aeruginosa

Candida sp

Enterococci

Klebsiella sp

Serratia marcescens

Enterobacter sp

Malassezia sp

Pneumonia CNS

S. aureus

P. aeruginosa

Respiratory syncytial virus

Enterococci

Klebsiella sp

Serratia marcescens

Influenza

Skin/soft tissue/

surgical site

CNS

S. aureus

Enterococci

Serratia marcescens

Aspergillus sp

Gastrointestinal tract Rotavirus Anaerobic bacteria

coronavirus

Conjunctivitis/ocular CNS

P. aeruginosa

Serratia marcescens

Urinary tract Gram-negative bacilli

Enterococci

Candida sp

Endocarditis CNS

S. aureus

Candida sp

Central nervous

system

CNS

S. aureus

Candida sp

Serratia marcescens

Enterobacter sp

osteoarthritis S. aureus

Group B streptococci

Candida sp

Gram-negative bacili

Sumber : (Mohammed, Mohammed, Mirza et al., 2014)

18

2.1.7 Pencegahan

Centers for Disease Control and Prevention (CDC) dan HICPAC (2007),

merekomendasikan sebelas komponen utama yang harus dilaksanakan dan

dipatuhi dalam dan kewaspadaan standar, yaitu kebersihan tangan, alat

pelindung diri (APD), dekontaminasi peralatan perawatan pasien, kesehatan

lingkungan, pengelolaan limbah, penatalaksanaan linen, perlindungan

kesehatan petugas, penempatan pasien, hygiene respirasi/etika batuk dan

bersin, praktik menyuntik yang aman dan praktik lumbal pungsi yang aman.

Kesebelas kewaspadaan standar tersebut yang harus di terapkan di seluruh

fasilitas pelayanan kesehatan.

Kebersihan tangan dilakukan dengan mencuci tangan menggunakan sabun

dan air mengalir bila tangan jelas kotor atau terkena cairan tubuh, atau

menggunakan alkohol (alcohol-based handrubs) bila tangan tidak tampak

kotor. Kuku petugas harus selalu bersih dan terpotong pendek, tanpa kuku

palsu, tanpa memakai perhiasan cincin. Cuci tangan dengan sabun

biasa/antimikroba dan bilas dengan air mengalir, dilakukan pada saat, seperti

(1) Bila tangan tampak kotor, terkena kontak cairan tubuh pasien, yaitu

darah, cairan tubuh sekresi, ekskresi, kulit yang tidak utuh, ganti verband,

walaupun telah memakai sarung tangan (2) Bila tangan beralih dari area

tubuh yang terkontaminasi ke area lain yang bersih, walaupun pada pasien

yang sama. Indikasi melakukan cuci tangan, yaitu sebelum kontak pasien,

sebelum tindakan aseptic, setelah kontak darah dancairan tubuh, setelah

kontak pasien, setelah kontak dengan lingkungan sekitar (Darmadi, 2008).

19

Dalam melakukan pembersihan area sekitar pasien juga harus diperhatikan

hal-hal sebagai berikut (Permenkes RI, 2017):

a. Pembersihan permukaan sekitar pasien harus dilakukan secara rutin

setiap hari, termasuk setiap kali pasien pulang/keluar dari fasyankes

(terminal dekontaminasi).

b. Pembersihan juga perlu dilaksanakan terhadap barang yang sering

tersentuh tangan, misalnya: nakas disamping tempat tidur, tepi tempat

tidur dengan bed rails, tiang infus, tombol telpon, gagang pintu,

permukaan meja kerja, anak kunci, dll.

c. Bongkaran pada ruang rawat dilakukan setiap satu bulan atau sesuai

dengan kondisi hunian ruangan.

Secara prinsip, kejadian HAIs sebenarnya dapat dicegah bila fasilitas

pelayanan kesehatan secara konsisten melaksanakan program Pencegahan

dan Pengendalian Infeksi (PPI). PPI merupakan upaya untuk memastikan

perlindungan kepada setiap orang terhadap kemungkinan tertular infeksi dari

sumber masyarakat umum dan disaat menerima pelayanan kesehatan pada

berbagai fasilitas kesehatan (Kemenkes RI, 2017).

2.1.8 Penanganan

Tindakan yang dapat dilakukan oleh rumah sakit untuk mencegah

penyebaran infeksi nosokomial rumah sakit, yaitu (Kemenkes RI, 2011):

a. Isolasi penderita yang sudah diketahui penyebab infeksinya

b. Pengawasan dan pengendalian infeksi untuk setiap 200 tempat tidur

c. Identifikasi semua prosedur berisiko tinggi dan kemungkinan adanya

sumber infeksi lainnya

20

d. Melaksanakan dengan tegas aturan untuk mencuci tangan bagi petugas

kesehatan dan pengunjung untuk mencegah penularan mikroorganisme ke

penderita atau penularan antar penderita yang dirawat

e. Melaksanakan dengan ketat pelaksanaan teknik aseptik pada semua

prosedur termasuk penggunaan pakaian steril, sarung tangan, masker, dan

alat pencegah penularan lainnya

f. Melakukan sterilisasi semua alat kesehatan yang digunakan ulang,

misalnya ventilator, pelembab ruangan, dan semua hal yang berhubungan

dengan saluran pernapasan

g. Mengganti sesering mungkin perban penutup luka dan memberikan salep

antibiotik di bawah perban

h. Lepaskan pipa nasogastrik dan endotrakeal sesegera mungkin sesudah

tidak diperlukan lagi

i. Menggunakan kateter vena yang sudah dibubuhi antibakteri untuk

mencegah bakteri agar tidak dapat masuk ke dalam aliran darah

j. Mencegah kontak petugas kesehatan dengan sekresi pernapasan dengan

menggunakan pelindung, misalnya masker

k. Menggunakan kateter urine yang sudah dilapisi silver-alloy untuk

mencegah bakteri menginfeksi kandung kemih

l. Kurangi penggunaan prosedur berisiko tinggi dan lama pemakaian alat-

alat berisiko tinggi misalnya kateterisasi saluran kemih

m. Melakukan sterilisasi semua instrumen medis dan perlengkapan lainnya

untuk mencegah kontaminasi

21

n. Mengurangi penggunaan antibiotik secara berlebihan agar tidak

menganggu sistem imun penderita dan mengurangi terjadinya resistensi

bakteri.

2.2 Jenis Gagang Pintu

Pegangan pintu memiliki bermacam bentuk dan bahan. Pegangan pintu yang

terbentuk dari baja stainless yang ramping dan mengkilap terlihat bersih di

pintu rumah sakit. Sebaliknya, gagang pintu dan pelat dorong yang terbentuk

dari bahan kuningan terlihat kotor dan terkontaminasi. Namun, ketika ternoda,

gagang pintu yang terbuat dari kuningan (paduan yang biasanya dari tembaga

67% dan seng 33%) bersifat bakterisida, sedangkan stainless steel (sekitar

88% besi dan kromium 12%) hanya sedikit dapat menghambat pertumbuhan

bakteri. Hasil kultur swab dari gagang pintu yang terbentuk dari bahan

kuningan menunjukkan pertumbuhan Streptococcus dan Staphylococcus yang

jarang; kultur gagang pintu stainless steel menunjukkan pertumbuhan yang

berat dari organisme bakteri gram positif dan beragam organisme gram negatif

(Wojgani, Kesha, Cloutman-Green et al., 2012; Muirhead, Damcer, King,

2017).

Desain pegangan pintu mungkin terlihat sepele pada tahap perancangan dan

sebagian besar diabaikan, tetapi gagang pintu merupakan salah satu dari

banyak furniture desain 'sepele' yang dapat secara diam-diam merusak kontrol

terhadap transmisi mikroba. Pegangan pintu novel yang saat ini sedang

dikembangkan dan mungkin terbukti lebih 'tahan' terhadap kontaminasi

mikroba daripada desain yang sering digunakan sekarang ini. Sinergi antara

penyedia layanan kesehatan dan mereka yang bertanggung jawab atas

22

bangunan dianggap penting untuk terciptanya bangunan pelayanan kesehatan

yang lebih baik dan optimal (Wojgani, Kesha, Cloutman-Green et al., 2012).

Gambar 1. Tipe-tipe gagang pintu (Wojgani, Kesha, Cloutman-Green et al., 2012).

Gambar 2. Potensial transmisi antara bakteri dengan

tipe gagang pintu (Wojgani, Kesha, Cloutman-Green et al., 2012).

Pemantauan dan evaluasi gagang pintu rumah sakit merupakan prosedur

penting untuk pengendalian infeksi. Hal tersebut dikarenakan gagang pintu

yang terkontaminasi dapat secara dramatis meningkatkan risiko tertularnya

23

infeksi akibat berkontak dengan sarung tangan bekas pakai, orang yang tidak

mencuci tangan sesudah menggunakan toilet, orang sakit serta adanya

kemungkinan terjadi kontaminasi silang dari banyak benda dan subjek di

lingkungan rumah sakit (Elmanama, Qwaider, Hajjaj et al., 2012).

2.3 Bakteri pada Gagang Pintu

Interaksi sehari-hari satu individu terhadap individu lain merupakan salah satu

cara penyebaran penyakit tetapi objek atau material juga dapat menjadi

pembawa infeksi seperti baju, peralatan, dan perabotan (furniture). Objek atau

material tersebut termasuk gagang pintu, shower, dudukan toilet, keran,

washtafel, locker, kursi, meja, terutama yang ditemukan di tempat-tempat

umum seperti rumah sakit, hotel, restoran, dan toilet (Nworie A, Ayeni JA,

Eze, et al., 2012). Methicillin Resistant Staphylococci (MRSA), Vancomycin

Resistant Entercocci (VRE), Clostridium difficile, Acinetobacter spp

merupakan organisme yang menimbulkan masalah resistensi antimikroba dan

penyebab HAI yang paling umum di unit perawatan intensif. Bakteri lain yang

berhasil diisolasi dari gagang pintu rumah sakit adalah Enterobacter

aerogenes (Elmanama, Qwaider, Hajjaj et al., 2012).

Sebuah penelitian di University College London Hospitals, Inggris,

mendapatkan bahwa bakteri yang biasa berkolonisasi pada gagang pintu dan

berpotensi sebagai sumber infeksi adalah Staphylococci koagulase positif,

Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA), dan Eschericia coli

(Wojgani, Kesha, Cloutman-Green et al., 2012). Sedangkan penelitian lain

menyebutkan bahwa Klebsiella pneumonia, Aeromonas hydrophila, dan

Serratia marcescens merupakan bakteri yang terdapat pula pada gagang pintu

24

(Elmanama, Qwaider, Hajjaj et al., 2012). Hasil sebuah studi mengemukakan

bahwa, gagang pintu yang terdapat bakteri patogen diindikasikan dapat

menjadi perantara penularan penyakit akibat telah terkontaminasi oleh bakteri

tersebut (Bashir, Muhammad, Sani et al., 2016).

2.4 Staphylococcus sp.

Staphylococcus sp. adalah bakteri Gram-positif yang khas berbentuk kokus

yang tidak beraturan garis tengah berukuran 1μm, non-motil, dan tidak

mampu membentuk spora (Soedarmo, Garna, dan Hadinegoro, 2008). Bakteri

Staphylococcus sp. menghasilkan koagulase positif. Bakteri ini dapat

menimbulkan infeksi bernanah dan abses yang biasa menyerang anak – anak,

usia lanjut dan orang yang imunitas tubuhnya menurun. Staphylococcus sp.

mampu tumbuh dalam keadaan aerobik atau mikroaerofilik. Bakteri ini dapat

tumbuh pada suhu 37°C tetapi paling baik dalam pembentukan pigmen pada

suhu kamar (20 – 25°C). Koloni pada media padat berbentuk bulat, halus,

menonjol dan berkilau (Adelberg, Jawetz, Melnick, 2008). Staphylococcus sp.

yang patogen dan invasif cenderung menghasilkan koagulase dan pigmen

kuning yang bersifat hemolitik sedangkan yang nonpatogen dan tidak invasif,

seperti Stapyhlococcus epidermidis cenderung bersifat koagulase-negatif dan

tidak hemolitik dan pada Staphylococcus saprophyticus secara khas tidak

berpigmen, resisten terhadap novobiosin dan non hemolitik (Brooks et al,

2005).

25

Gambar 4. Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermis pada

media Mannitol Salt Agar

Staphylococcus sp. tersebar luas di alam tetapi utamanya sering ditemukan

pada kulit dan mukosa mamalia dan burung serta dapat menyebabkan infeksi

dalam keadaan tertentu. Staphylococcus aureus merupakan spesies yang lebih

patogen daripada spesies lain dari anggota genus yang sama, yaitu

Staphylococcus epidermidis dan Staphylococcus saprophyticus.

Staphylococcus epidermidis telah diketahui menyebabkan berbagai macam

infeksi yang didapat di rumah, sedangkan Staphylococcus saprophyticus

sering dikaitkan dengan infeksi saluran kemih pada wanita muda yang aktif

secara seksual. Proses terjadinya penyakit oleh Staphylococcus aureus sangat

banyak dikarenakan port d’entree yang amat bervariasi, seperti melalui kulit,

Gambar 3. Bakteri Staphylococcus sp.

26

saluran pernapasan atau system urogential. Staphylococcus aureus

mengekspresikan banyak faktor virulensi potensial, yaitu:

a. Protein permukaan yang memudahkan untuk berkolonisasi pada jaringan

host.

b. Leukosidin, kinase, hyaluronidase berfungsi membantu bakteri untuk

menyebar menginvasi jaringan-jaringan.

c. Kapsul dan Protein A merupakan faktor permukaan yang dapat

menghambat bakteri untuk dapat difagositosis.

d. Karotenoid dan katalase berfungsi untuk meningkatkan ketahanan terhadap

fagositosis pada Staphylococcus.

e. Protein A dan koagulase membantu bakteri dalam melakukan suatu

penyamaran oleh perlawanan imun dari host.

f. Hemolisin, leukotoksin, leukosidin berfungsi sebagai toksin untuk

melisiskan membrane sel eukariotik.

g. 2-TSST dan 3-ET merupakan eksotoksin yang menghancurkan jaringan

atau memicu timbulnya manifestasi klinis suatu penyakit.

h. Memiliki kemampuan resistensi terhadap agen antimikroba.

Staphylococcus epiderdimis merupakan mikroba residen yang dominan

ditemukan di hampir setiap tangan manusia. Diperkirakan populasi

Staphylococcus epiderdimis jauh lebih banyak daripada Staphylococcus

aureus pada tangan yang sehat (Erkhiase, Orjiakor, dan Omuzuwa, 2017).

27

2.5 Kerangka Teori

Gambar 4. Kerangka Teori

2.6 Kerangka Konsep

Gambar 5. Kerangka konsep

Gagang pintu pada ruang

rawat inap kelas III RSUD

Dr. H. Abdul Moeloek yang

padat pasien dan

pengunjung

Identifikasi bakteri

Staphylococcus sp.

Keterangan:

: Diteliti

: Tidak diteliti

: Berhubungan

Infeksi Nosokomial

Kontaminasi bakteri pada ruang

rawat inap bedah kelas III yang

padat pasien dan pengujung

Identifikasi bakteri

Staphylococcus sp.

Permukaan

tempat tidur Gagang pintu Washtafel Alat kesehatan

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

deskriptif dengan pendekatan observasional laboratorium untuk mengisolasi

dan mengidentifikasi bakteri Staphylococcus sp. pada gagang pintu ruang

rawat inap kelas III RSUD Dr. H. Abdul Moeloek. Dalam penelitian ini

dilakukan teknik swab, lalu hasilnya akan dikultur, pewarnaan gram, dan

kemudian dilakukan beberapa uji biokimia untuk mengidentifikasi bakteri

Staphylococcus sp.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan bulan Oktober – November 2018 dengan

lokasi pengambilan sampel di ruang rawat inap penyakit dalam pria dan

wanita, ruang rawat inap bedah pria, wanita, dan anak, ruang rawat inap

kebidanan, dan ruang rawat inap paru dan pernafasan kelas III RSUD Dr. H.

Abdul Moeloek Bandar Lampung. Pemeriksaan sampel akan dilakukan di

Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung,

Bandar Lampung.

29

3.3 Subjek Penelitian

3.3.1 Populasi

Populasi dari penelitian ini adalah gagang pintu yang ada di ruang rawat inap

penyakit dalam pria dan wanita, ruang rawat inap bedah pria, wanita, dan

anak, ruang rawat inap kebidanan, dan ruang rawat inap paru dan pernafasan

kelas III RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung.

3.3.2 Sampel

Penentuan jumlah sampel yang digunakan pada penelitian ini menggunakan

metode total sampling, yaitu mengambil seluruh sampel gagang pintu di klinik

penyakit dalam pria dan wanita, klinik bedah pria, wanita, dan anak, klinik

kebidanan serta klinik paru dan pernafasan RSUD Dr. H. Abdul Moeloek.

3.4 Variabel Penelitian

3.4.1 Variabel Independen

Variabel independen (bebas) dalam penelitian ini adalah gagang pintu ruang

rawat inap kelas III RSUD Dr. H. Abdul Moeloek yang padat pasien dan

pengunjung.

3.4.2 Variabel Dependen

Variabel dependen (terikat) dalam penelitian ini adalah identifikasi bakteri

Staphylococcus sp. di ruang rawat inap kelas III RSUD Dr. H. Abdul Moeloek

30

3.5 Definisi Operasional Variabel Penelitian

Tabel 2. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Variabel

Penelitian Definisi Operasional Alat ukur Hasil ukur Skala

ukur

Bakteri pada

gagang pintu

Kelompok organisme yang

tidak memiliki membran

inti sel dan berukuran

sangat kecil (mikroskopik)

dan tumbuh pada media

agar

- Media

Agar

- Terdapat

pertumbuhan

koloni bakteri

dengan berbagai

bentuk, ukuran,

tepi, warna: (+) ada

bakteri

- Tidak tumbuh

koloni bakteri atau

hanya terdapat

koloni jamur: (-)

tidak ada bakteri

Nominal

Staphylococcus

sp.

Bakteri gram-positif,

kokus, non-motil, tumbuh

pada media agar darah,

menghasilkan uji katalase

positif serta membentuk

koloni putih sampai kuning

- Media Uji

Biokimiawi

- Uji Katalase (+):

bakteri

Staphylococcus sp.

- Uji Katalase (-):

Bakteri

Streptococcus sp.

- Uji DNAase (+):

Staphylococcus

aureus

- Uji DNAse (-):

Staphylococcus

epidermidis,

Staphylococcus

saprophyticus,

Staphylococcus

hemolyticus,

Staphylococcus sp.

jenis lain

- Uji MSA (+):

Staphylococcus

aureus,

Staphylococcus

saprophyticus

- Uji MSA (-):

Staphylococcus

epidermidis,

Staphylococcus

haemolyticus,

Staphylococcus sp.

jenis lain

Nominal

31

3.6 Alat dan Bahan Penelitian

3.6.1 Bahan Uji

Bahan dalam penelitian ini adalah hasil swab dari gagang pintu ruang rawat

inap kelas III RSUD Dr. H. Abdul Moeleoek Bandar Lampung, bahan

pewarnaan gram (larutan kristal violet, iodin, alkohol 96%, safranin), nutrient

broth, H2O2 3%, NaCl 1 M, darah, akuades, minyak immersi, alumunium foil,

dan bahan lain yang lazim digunakan di laboratorium.

3.6.2 Media yang Digunakan

Media pertumbuhan bakteri:

1. Media Nutrient agar (NA)

2. Agar darah

Media Uji:

1. Media Nutrient Broth (NB)

2. DNAase agar

3. MSA agar

3.6.3 Alat-alat Penelitian

Alat yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah sarung tangan, lidi kapas

steril, kertas label, cawan petri, rak tabung reaksi, tabung reaksi, tabung

erlenmeyer, gelas ukur, ose bulat dan ose jarum, lampu bunsen, spritus, kaca

objek, kertas saring, hot plate, microwave, autoklaf, mikroskop, inkubator, dan

alat-alat lain yang lazim digunakan di laboratorium mikrobiologi.

32

3.7 Cara Kerja

1. Pengambilan Sampel

a) Cuci tangan sampai ke siku sebelum dan sesudah bekerja. Cuci tangan

desinfektan atau sabun bila tidak ada desinfektan.

b) Pakai sarung tangan agar terhindar dari kontaminasi dan meminimalisir

bias dalam pengambilan sampel.

c) Lidi kapas steril dicelupkan ke cairan Nutrient Broth (NB). Angkat lidi

kapas dari media NB. Dan tutup kembali media dengan kapas, sebelum

ditutup bakar kembali mulut tabung.

d) Kemudian di swab ke seluruh permukaan gagang pintu pada kedua sisi

dengan teknik swab.

e) Lalu ditanamkan pada media NA dengan teknik menggores empat

kuadran. Ulangi prosedur swab ini pada semua sampel.

2. Pembuatan Media (Anggraini, Allisa, Mellisa, 2016; Universitas Sanata

Dharma, 2016)

a. Media Nutrient agar (NA) dan Nutrient Broth (NB)

1) Timbang media NA (Oxoid) dan NB (Oxoid) sesuai prosedur di

kemasan dengan timbangan analitis (36 g dalam satu liter akuades).

Penimbangan media dilakukan secara teliti dan cepat, kemudian

serbuk media dimasukkan secara hati-hati ke dalam erlenmeyer.

2) Tambahkan aquades dan aduk sampai merata.

3) Panaskan dengan hati-hati menggunakan hot plate stirrer sampai

media tercampur homogen (ditunjukkan dengan warna yang kuning

jernih). Pada saat pemanasan jangan sampai overheat sehingga tidak

terbentuk buih berlebihan sampai meluap.

33

4) Sebelum diautoklaf, tuangkan media NA 5 ml dengan volume

tertentu menggunakan pipet volume ke dalam tabung reaksi untuk

NA miring, 10 ml ke dalam tabung reaksi untuk NA tegak, sisanya

15 ml untuk tiap NA dalam cawan petri. Tutup tabung reaksi dengan

penutup tabung.

5) Sebelum diautoklaf, tuangkan NB ke dalam tabung reaksi. Masukkan

8 ml ke masing-masing tabung reaksi. Tutup tabung reaksi dengan

kapas atau penutup tabung.

6) Sterilkan seluruh media dalam tabung reaksi tersebut dengan

menggunakan autoklaf selama 15 menit, tekanan 1 atm, dan suhu

121oC.

7) Setelah dimasukkan ke dalam autoklaf, media NA 10 ml dalam

tabung reaksi diletakkan tegak pada rak tabung dan biarkan

memadat, media NA 5 ml diinkubasi dengan posisi miring dan

biarkan memadat, dan media sisa NA yang dituangkan dalam cawan

petri juga dibiarkan memadat

8) Media NB dalam tabung reaksi biarkan dingin.

b. Media agar darah

Medium dasar yang digunakan adalah nutrient agar yang telah homogen

dan dipanaskan dengan hot plate stirrer. Kemudian media dimasukkan

ke dalam autoklaf selama 15 menit dengan suhu 121oC dan dibiarkan

dingin hingga suhu 45-50oC. Kemudian tambahkan 5-7% plasma darah

(dari manusia). Selanjutnya tuang larutan ke dalam cawan petri steril.

Kemudian diamkan sampai media menjadi padat dan siap digunakan.

34

c. MSA agar

Medium dasar yang digunakan adalah nutrient agar yang telah

dipanaskan dan dihomogenkan. Kemudian tambahkan 7.5% NaCl

sebagai inhibitor, phenol red sebagai indikator pH, dan 0.5-1.0%

mannitol. Kemudian media dimasukkan ke dalam autoklaf dan

selanjutnya dituangkan ke dalam cawan petri steril. Diamkan hingga

media menjadi padat.

d. DNAase agar

Timbang media DNAase sebanyak 20 g lalu campurkan dengan 500 ml

akuades ke dalam labu erlenmeyer. Kemudian aduk larutan dan

letakkan di atas hot plate stirrer agar larutan mendidih dan homogen.

Kemudian masukkan larutan media ke dalam autoklaf selama 15 menit

dengan suhu 121°C untuk disterilisasi. Kemudian tuangkan larutan ke

dalam cawan petri steril pH 7,3 ± 0,2 pada suhu 25oC lalu tambahkan

indikator methyl green. Diamkan media hingga menjadi padat.

3. Pengelolaan Sampel dan Identifikasi Makroskopis

Hasil swab gagang pintu dibawa ke Laboratorium Mikrobiologi Fakultas

Kedokteran Universitas Lampung menggunakan ice box. Selanjutnya

ditanam dan diinkubasi pada media nutrient agar dengan posisi terbalik

pada suhu 35-37°C selama 24 jam. Setelah diinkubasi, diamati bentuk,

permukaan, tepi, warna koloni terpisah.

4. Perhitungan Angka Bakteri

Koloni bakteri yang tumbuh setelah ditanam dan diinkubasi dihitung

dengan cara sebagai berikut:

35

a. Koloni besar ataupun kecil menjalar dihitung 1 koloni karena dianggap

berasal dari satu bakteri

b. Perhitungan dapat dilakukan secara manual dengan memberi tanda titik

atau apapun pada koloni yang sudah dihitung

c. Kemudian hasil dimasukan ke dalam satuan CFU/cm2.

5. Identifikasi Mikroskopis (Pewarnaan Gram)

Koloni yang tumbuh pad media nutrient agar diambil lalu dilakukan

pewarnaan gram dengan langkah sebagai berikut:

a. Hilangkan lemak kaca objek dengan cara dilewatkan diatas api,

kemudian beri tanda pada kaca objek untuk menandai tempat

meletakkan koloni dengan menggunakan spidol.

b. Koloni dari media nutrient agar diambil dengan ose bulat kemudian

dioleskan lalu ratakan di atas kaca objek.

c. Fiksasi preparat dengan melewatkan kaca objek diatas api sebanyak 8 -

10 kali kemudian diamkan untuk mendinginkan preparat pada suhu

ruangan.

d. Preparat ditetesi dengan larutan kristal violet dan didiamkan selama 60

detik kemudian bilas dengan akuades yang mengalir selama lima detik.

e. Preparat ditetesi larutan iodin dan didiamkan selama 60 detik kemudian

bilas dengan akuades yang mengalir selama lima detik. Spesimen akan

terlihat berwarna biru-ungu.

f. Preparat ditetesi larutan alkohol 96% sedikit demi sedikit sampai warna

biru-ungu luntur kemudian bilas dengan akuades yang mengalir selama

lima detik.

36

g. Preparat ditetesi larutan safranin dan didiamkan selama 60 detik

kemudian bilas dengan akuades yang mengalir selama lima detik.

h. Preparat dikeringkan dengan kertas saring atau biarkan kering.

i. Preparat yang telah kering ditetesi minyak immersi lalu dilihat di bawah

mikroskop dengan perbesaran 1000 kali dan diamati warna serta bentuk

bakteri.

4. Penanaman pada media Agar Darah

Bakteri gram positif yang berhasil diisolasi ditanam pada agar darah

setelah itu diinkubasi pada suhu 37oC selama 18-24 jam lalu diamati

pertumbuhan bakterinya.

6. Uji Biokimia

Bila hasil pewarnaan didapatkan gram positif dengan menunjukkan bakteri

berwarna ungu pada pemeriksaan mikroskop dan diperkuat dengan

pertumbuhannya pada media agar darah maka dilakukan uji biokimia

berupa: (Gaidaka, Swempi, Pasaribu, 2017)

a. Uji Katalase

Uji ini berfungsi dalam mengidentifikasi kelompok bakteri yang dapat

menghasilkan enzim katalase. Dilakukan dengan cara:

1) Meneteskan satu tetes H2O2 3% diatas kaca objek

2) Lalu menambahkan 2-3 tetes suspensi isolat koloni bakteri pada kaca

objek tersebut

3) Kemudian amati ada tidaknya gelembung udara.

b. Uji DNAase

37

Cara pemeriksaan uji DNAase, yaitu bakteri digoreskan pada media

agar DNAase, kemudian diinkubasi pada suhu 35oC selama 18-24 jam,

lalu koloni digenangi dengan HCl 1 M. Uji DNAse dinyatakan positif

bila daerah disekitar koloni tampak jernih.

c. Uji MSA

MSA adalah media selektif yang digunakan untuk mengidentifikasi

bakteri patogen Stahylococcus aureus. Penanaman dilakukan dengan

satu ose biakan diambil dari media blood agar dan diusapkan pada

media MSA, kemudian diinkubasi pada 37oC. Uji MSA dinyatakan

positif bila terjadi perubahan warna media daari merah menjadi kuning.

38

3.8 Alur Penelitian

Pembuatan surat izin pengambilan

sampel di RSUD Dr. H. Abdul

Moeloek Bandar Lampung

Pengambilan sampel dengan lidi swab steril yang telah dicelupkan ke dalam

cairan nutrient broth,digoreskan pada kedua sisi permukaan gagang pintu

dengan teknik swab lalu ditanamkan pada media NA dengan teknik

menggores empat kuadran (pengambilan menggunakan prinsip

dekontaminasi)

Sampel dibawa menuju Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas

Lampung dengan menggunakan ice box bersuhu 4-8oC

Pewarnaan Gram

Inokulasi pada media agar darah

lalu diinkubasi 37oC selama 24 jam

Sampel yang telah diinokulasi pada media Nutrient

agar selanjutnya diinkubasi pada suhu 37oC selama 24

jam

Bakteri Gram Positif Kokus

Uji Katalase

Positif Negatif

DNAase

Interpretasi

Gambar 6. Alur Penelitian Identifikasi Staphylococcus sp.

MSA

39

3.9 Bagan Identifikasi Bakteri

Gambar 7. Bagan Identifikasi Bakteri Gram Positif

3.10 Pengolahan Data

Hasil isolasi swab gagang pintu yang telah diuji akan diinterpretasikan

dengan menggunakan program identifikasi bakteri untuk mengetahui spesies

bakteri Staphylococcus sp. yang terdapat pada setiap sampel swab gagang

pintu. Selanjutnya data tersebut akan disajikan dalam bentuk tabel jumlah

koloni bakteri dan tabel jenis spesies bakteri. Melalui tabel tersebut dapat

diketahui persentase spesies bakteri yang paling banyak terdapat pada gagang

pintu sampel.

40

3.11 Etika Penelitian

Penelitian ini telah mendapatkan persetujuan ethical clearance dari Komisi

Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dengan nomor

3822/UN26.18/PP.05.02.00/2018.

50

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai

berikut:

1. Ditemukan bakteri Staphylococcus sp. pada gagang pintu ruang rawat inap

kelas III penyakit dalam pria dan wanita, bedah pria dan wanita, penyakit

paru dan pernapasan serta kebidanan tetapi tidak pada ruang rawat inap

bedah anak di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek.

2. Bakteri yang terdapat pada gagang pintu ruang rawat inap kelas III RSUD

Dr. H. Abdul Moeloek menurut urutan jumlah terbanyak adalah

Staphylococcus epidermidis 53,06%, kemudian diikuti oleh

Staphylococcus aureus 36,73%, Staphylococcus saprophyticus 20,4%,

Staphylococcus haemolyticus 16,32%, dan spesies Staphylococcus sp.

jenis lainnya 10,2%.

5.2 Saran

1. Bagi penelitian identifikasi bakteri selanjutnya baiknya dilakukan uji

biokimia lain, seperti uji koagulase, uji oksidase, uji urease maupun

novobiocin test yang lebih spesifik untuk membedakan spesies bakteri

yang memiliki kemiripan karakteristik.

51

2. Bagi penelitian selanjutnya dapat membandingkan jumlah dan jenis

bakteri pada gagang pintu yang terdapat pada ruang rawat inap kelas I, II,

dan III atau pun tiap ruangan yang ada di rumah sakit serta penghitungan

angka minimal bakteri pada gagang pintu.

3. Bagi rumah sakit untuk mencegah terjadinya transmisi bakteri patogen

potensial baik yang berasal dari lingkungan rumah sakit ke pasien maupun

dari pasien ke individu lain maka sebaiknya dilakukan desinfeksi secara

rutin, memperhatikan hand hygiene petugas kesehatan maupun

pengunjung serta dapat menggunakan benda-benda dalam ruang perawatan

yang memiliki lebih banyak kandungan tembaga.

4. Sebaiknya penelitian selanjutnya menambahkan uji sensitivitas antibiotik

agar kejadian infeksi nosokomial dan resistensi bakteri terhadap antibiotik

dapat dicegah.

52

DAFTAR PUSTAKA

Adelberg, Jawetz, Melnick. 2008. Medical Microbiology Edisi 23. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran EGC. hlm. 753.

Alsen M, Sihombing R. 2014. Infeksi Luka Operasi. Majalah Kedokteran

Sriwijaya. 46(3):229–35.

Anggraini, Rika, Aliza D, Mellisa S. 2016. Identifikasi Bakteri Aeromonas

Hydrophila dengan Uji Mikrobiologi Pada Ikan Lele Dumbo (Clarias

Gariepinus) yang Dibudidayakan Di Kecamatan Baitussalam Kabupaten

Aceh Besar. Banda Aceh: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kelautan dan Perikanan

Mahasiswa 1(2):270-86.

Bashir SF, Muhammad H, Sani NM, Kawo AH. 2016. Isolation and Identification

of Bacterial Contaminants from Door Handles of Public Toilets in Federal

University Dutse, Jigawa State- Nigeria. Nigeria: IOSR Journal of Pharmacy

and Biological Sciences (IOSR-JPBS) 11(5):53-7.

Brooks GF, Carroll KC, Butel JS, Morse SA. 2005. Jawetz, Melnick, &

Adelberg's Medical Microbiology 23rd ed. United States of America: The

McGraw-Hill Companies, Inc. hlm. 327-335

CDC. 2017. Centers for Disease Control and Prevention Guideline for the

Prevention of Surgical Site Infection. Clinical Review & Education

152(8):784–91.

CDC. 2012. Healthcare-Associated Infections (HAI). United States of America:

Centers for Disease Control and Prevention.

CDC. 2007. Guideline for Isolation Precaution: Preventing Transmission of

Infectious Agent in Healthcare Setting. United States of America: Centers

for Disease Control and Prevention.

Darmadi. 2008. Infeksi Nosokomial Problematika dan Pengendaliannya. Jakarta:

Salemba Medika. hlm. 1-20.

Departemen Kesehatan RI. 2011. Program Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi

Nosokomial Merupakan Unsur Patient Safety. Jakarta: Departemen

Kesehatan Republik Indonesia.

53

Ekhiase FO, Orjiakor PI, Omozuwa S. 2017. Antibiotic Susceptibility Profile of

Bacteria Isolated from Door Handles of University of Benin Teaching

Hospital, Benin City, Edo State, Nigeria. Journal of Health and

Environmental Research (JHER) 4(1):35–41.

Elmanama AA, Qwaider EM, Hajjaj FM, Rasas HZA, Snuono LA. 2011. Hospital

Door Knobs as a Source of Bacterial Infection. Iran: The Fourth

International Conference of Science & Development.

Fatoba OS, Esezobor DE, Akanji OL, Fatoba AJ, Macgregor D, Etubor J. 2014.

The Study of the Antimicrobial Properties of Selected Engineering

Materials’ Surfaces. Journal of Minerals and Materials Characterization and

Engineering (JMMCE) 2:78–87.

Gaidaka, Swempi C, Pasaribu DMR. 2017. Identifkasi Staphylococcus aureus

pada Tombol Elevator Gedung Baru Kampus Fakultas Kedokteran

Universitas Kristen Krida Wacana. Jakarta: Jurnal Kedokteran Meditek

23(62):21–8.

Harris LG, Foster SJ, Richards RG. 2002. An Introduction to Staphylococcus

aureus, and Techniques for Identifying Quantifying S. aureus Adhesins in

Relation to Adhesion to Biomaterials: Review. European Cells and

Materials 4:39–60.

Hardjawinata K, Setiawari R, Warta D. 2005. Bactericidal Efficacy of Ultraviolet

Irradiation on Staphylococcus aureus. Asian J Oral Maxillofac Surg 17:151–

61.

Khan HA, Baig FK, Mehboob R. 2017. Nosochomial Infections: Epidemiology,

Prevention, Control and Surveillance. Pakistan: Asian Pac J of Trop Biomed

7(5):478–82.

Khan HA, Ahmad A, Mehboob R. 2015. Nosocomial infections and their control

strategies. Asian Pac J of Trop Biomed 5(7):509–14.

Khan HA, Baig FK, Mehboob R. 2017. Nosocomial infections: Epidemiology,

Prevention, Control and Surveillance. Asian Pacific Journal of Tropical

Biomedicine Elsevier B.V. 7(5):478–82.

Karimela EJ, Ijong FG, Dien HA. 2017. Karakteristik Staphylococcus aureus yang

di Isolasi dari Ikan Asap Pinekuhe Hasil Olahan Tradisional Kabupaten

Sangihe. JPHPI. 20(1):189–98.

Kementerian Kesehatan RI. 2011. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi

di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya Kesiapan

menghadapi Emerging Infectious Disease. Jakarta: Kementerian Kesehatan

RI.

Konieczny J, Rdzawski Z. 2012. Antibacterial Properties of Copper and Its

Alloys. International Scientific Journal 56(2):53–60.

54

Longadi YM, Waworuntu O, Soeliongan S. 2016. Isolasi dan Identifikasi Bakteri

Aerob yang Berpotensi Menjadi Sumner Penularan Infeksi Nosokomial di

IRINA A RSUP Prof. R. D. Kandou Manado. Jurnal e-Biomedik 4(1):1–9.

Maori L, Agbor VO, Ahmed WA. 2013. The Prevalence of Bacterial Organisms

on Toilet Door Handles in. IOSR Journal of Pharmacy and Biological

Sciences (IOSR_JPBS) 8(4):85–91.

Marwoto A, Kusnato H, Handono D. 2007. Analisis Kinerja Perawat dalam

Pengendalian Infeksi Nosokomial di Ruang IRNA 1 RSUP. Dr. Sardjito

Yogyakarta. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Medveďová A, Valík L, Studeničová A. 2009. The Effect of Temperature and

Water Activity on the Growth of Staphylococcus aureus. Czech Journal

Food Science 27(2):28–35.

Muirhead E, Dancer S, King M-F, Graham I. 2017. Novel Technology for Door

Handle Design. Jour of Hosp Infect 97(4):43 –434.

Mohammed M, Mohammed AH, Mirza MAB, Ghori A. 2014. Review Article:

Nosocomial Infections: An Overview. International Research Journal Of

Pharmacy (IRJP) 5(1):7–12.

Nasution LH. 2012. Infeksi Nosokomial. Medan: SMF Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara

Nugraheni R, Tono S, Winarni S. 2012. Infeksi Nosokomial di RSUD

Setjonegoro Kabupaten Wonosobo. Media Kesehatan Masyarakat Indonesia

11(1):94–100.

Nworie A, Ayeni JA, Eze UA, Azi SO. 2012. Bacterial Contamination of Door

Handles/ Knobs in Selected Public Conveniences in Abuja Metropolis,

Nigeria : A Public Health Threat. Wilolud Journals 6(1):7–11.

Oie S, Hosokawa I, Kamiya A. 2002. Contamination of Room Door Handles by

Methicillin-Sensitive/ Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus. Journal

of Hospital Infection 51:140–43.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2017. Pedoman Pencegahan

dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Jakarta.

Prafitri IR, Utomo B. 2016. Studi Angka Kuman Handle Pintu di Bagian Ruang

Perawatan Mawar Kelas III RSUD Prof. Dr . Margono Soekarjo Purwokerto

Tahun 2016. Keslingmas 35:278–396.

Public Health England. 2014. UK Standards for Microbiology Investigations:

Identification of Staphylococcus species, Micrococcus species and Rothia

species. Public Health England 7(2):1–22.

Reynolds J. 2015. Genus Staphylococcus: Identification of Species. Richland

College Department of Bilogy School of Mathematics, Science, and Health

Professions BIOL 2421.

55

Saka KH, Akanbi II AA, Obasa TO, Raheem RA, Oshodi AJ. 2017. Bacterial

Contamination of Hospital Surfaces According to Material Make, Last Time

of Contact and Last Time of Cleaning/ Disinfection. Journal of Bacteriology

and Parasitology 8(3):12–16.

Sakti W, Andoko, Setiawati, Wandini R. 2014. Prediksi Kejadian Infeksi

Nosokomial di Ruang Perawatan Rumah Sakit Umum Dr. H. Abdul

Moeloek Lampung. Jurnal Kesehatan Holistik 8(1):37–40.

Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS, Satari HI. 2008. Buku Ajar Pediatri

Infeksi Tropis. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI.

Scherbaum M, Kösters K, Mürbeth RE, Ngoa UA, Kremsner PG, Lell B, et al.

2014. Incidence, Pathogens and Resistance Patterns of Nosocomial

Infections at a Rural Hospital in Gabon. Germany: BMC Infectious Diseases

14:124-32.

Schmidt MG, Attaway HH, Sharpe PA, John J, Sepkowitz KA, Morgan A, et al.

2012. Sustained Reduction of Microbial Burden on Common Hospital

Surfaces through Introduction of Copper. Journal of Clinical Microbiology

50(7):2217–223.

Soedarto. 2016. Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit Edisi I. Jakarta: Sagung Seto.

Villapún VM, Dover LG, Cross A, González S. 2016. Antibacterial Metallic

Touch Surfaces. Molecular Diversity Preservation International Journal

9(736):1–23.

WHO. 2010. The Burden of Health Care-Associated Infection Worldwide A

Summary. Geneva: World Health Organization

WHO. 2016. Global Guidelines for the Prevention of Surgical Site Infection.

Geneva: World Health Organization.

Wojgani H, Kehsa C, Cloutman-Green E, Gray C, Gant V, Klein N. 2012.

Hospital Door Handle Design and Their Contamination with Bacteria: A

Real Life Observational Study. United Kingdom: Journal PLoS ONE

7(10):1–6.

United States Environmental Protection Agency. 2008. EPA’s 2008 Report on the

Environment. Washington DC.

Universitas Sanata Dharma. 2016. Panduan Praktikum Mikrobiologi. Semarang:

Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma