Ibu, Kafahkan Madrasahmu yang salah dari pendidikan tinggi dan ibu rumah tangga? Hello... memangnya...

15

Transcript of Ibu, Kafahkan Madrasahmu yang salah dari pendidikan tinggi dan ibu rumah tangga? Hello... memangnya...

Ibu,Kafahkan Madrasahmu

Sanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta

(1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak eko nomi sebagai mana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling ba nyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).

(2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pen-cipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Peng-gunaan Secara Komer sial dipidana dengan pidana penjara pa-ling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

(3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pen-cipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Peng-gunaan Secara Komer sial di pidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda pa ling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

(4) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, di-pidana de ngan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).

Nia Anita

Penerbit PT Elex Media Komputindo

Ibu,Kafahkan Madrasahmu

Ibu, Kafahkan MadrasahmuDitulis oleh Nia Anita

©2018 Nia Anita

Hak Cipta Dilindungi oleh Undang-Undang

Diterbitkan Pertama kali oleh:

Penerbit PT Elex Media Komputindo

Kelompok Gramedia–Jakarta

Anggota IKAPI, Jakarta

718101728

ISBN: 978-602-04-8596-6

Dilarang mengutip, memperbanyak, dan menerjemahkan sebagian atau

seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit.

Dicetak oleh Percetakan PT Gramedia, Jakarta

Isi di luar tanggung jawab Percetakan

Muqaddimah v

Wanita Tangguh 1

Kuliah atau Nikah? 13

Pendidikan Kita 25

Lalainya Generasi Alay 35

Adakah Feminisme Memuliakan? 51

Islam Berbicara Kesetaraan 57

Kemuliaan Hakiki 65

Hijab Syar’i 73

Pendidikan Pertama 83

Rumus Al-Khawarizmi 89

Buta Politik 99

Khairu Ummah? 109

Muhasabah 115

Daftar Isi

Wanita Tangguh

Muhammad kecil bertanya, “Bagaimana aku

bisa membebaskan wilayah sebesar itu

wahai Ibu?”

Ujung bibir wanita paruh baya itu

membentuk sabit sembari berkata,

“Dengan Al-Qur’an, kekuatan,

persenjataan, dan mencintai manusia.”

Lisan cerdas sang Ibu selalu terpatri

hingga tumbuh menjadikannya pemuda

pembangun peradaban mulia.

Ibu, Kafahkan Madrasahmu

2

Kamu mau kerja di mana kalau sudah selesai

kuliah?”

Nah. Biasanya pertanyaan yang seperti ini selalu

mampir mengelus-elus telinga mahasiswi semester akhir.

Obrolan hangat yang tiada habisnya memadati ruas-ruas

universitas. Jadilah seminar-seminar motivasi dibanjiri oleh

peserta dari kalangan mahasiswa. Sehingga mengantarkan

kita pada suatu konklusi bahwa peran kampus tak lebih dari

sekadar mencetak ijazah untuk menjadikan generasi ‘pekerja’

di dunia nyata. Eitss... bagian ini akan kita bahas lebih jauh

pada bagian selanjutnya. Jadi, baca sampai tuntas yah!

Memang tak bisa dipungkiri, bahwa untuk menyambung

hidup di era digital membutuhkan banyak pengorbanan.

Istilah ‘di dunia ini tidak ada yang gratis’ secara langsung dan

tidak langsung, mampu membentuk anak bangsa berkarak-

ter kapitalis. Disadari maupun ‘pura-pura’ tak disadari,

mendidik generasi milenial untuk mengukur segala sesuatu

dengan materi. Maka jangan heran, bagi para wanita tang-

guh yang bercita-cita sebagai ibu rumah tangga akan men-

jadi terasing, teraneh, dan terkuno di zaman sekarang.

“Hah? Ngapain susah-susah kuliah kalau ujung-ujungnya

hanya untuk nikah!”

“Ibu rumah tangga? Kamu ini sarjana, nggak cocok di

rumah.”

“Janganlah, kasian ijazah kamu kalau dianggurin.”

Nah loh. Kalau jawabannya sudah seperti itu, rasanya

nyeri-nyeri sesak gimana gitu. Seakan-akan ibu rumah tangga

haram memiliki ijazah sarjana. Seakan-akan untuk menjadi

Wanita Tangguh3

ibu rumah tangga nggak boleh berpendidikan tinggi. Apa yang salah dari pendidikan tinggi dan ibu rumah tangga? Hello... memangnya mendidik anak nggak butuh ilmu?

Andai mereka tahu, jikalau bukan dari rahim berilmu, maka tidak akan lahir Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i. Ulama besar yang karena keteguhannya membela sunah Nabi hingga beliau digelari Nashir As-Sunnah wa Al-Hadist. Salah satu dari keempat imam mahzab (Imam Hanafi, Imam Malik, dan Imam Hambali) yang lebih kita kenal dengan sebutan Imam Syafi’i—semoga limpahan rahmat tercurah bagi mereka—dan kitab-kitabnya menjadi kontribusi bagi peradaban Islam.

Ibu Mercusuar PeradabanAnas bin Malik, Hasan Al-Bashri, Sufyan Ats-Tsauri, Ibnu Taimiyah, Imam Syafi’i, dan Imam Malik, bagaikan mercusuar peradaban yang sinarnya tak pernah padam hingga akhir zaman. Mereka hanyalah sedikit di antara ba-nyaknya mujahid-mujahid Allah yang ikhlas mewakafkan jiwa dan raga. Mengerahkan seluruh usia sekalipun nestapa selalu bersua. Jatuh tak jadi masalah, yang masalah— bahkan bencana—ketika ilmu tak lagi didedikasikan untuk kemas-lahatan umat. Kandasnya kasih sayang seorang ayah tidak menghalangi sepak terjang mereka dalam meraih rida Allah. Hal ini sekaligus menegaskan bahwa peran ibu sangatlah strategis untuk membentuk generasi mulia.

Lihat bagaimana seorang ibu tangguh tak kenal le lah me motivasi Imam Bukhari dalam menuntut ilmu. Bibir

Ibu, Kafahkan Madrasahmu4

gersangnya selalu basah bermunajat dalam doa. Meskipun berat, dengan hati yang lapang ia rela berpisah dengan anaknya demi mendapatkan pendidikan terbaik dari para ulama-ulama Mekah. Alhasil, Imam Bukhari berguru pada seribu lebih ulama. Tiada segan bepergian dari satu kota ke kota lainnya hanya untuk memastikan sanad hadis. Salah satu kitabnya, Al-Jami’ash Shahih digadang-gadang menjadi kitab hadis tersahih.

Ibu Generasi Penakluk RomaSejarah akan selalu mengenang nama Muhammad Al-Fatih, sang penakluk Konstantinopel. Bagaimana tidak? 8 abad penantian kaum muslimin setelah Rasulullah memproklamir-kan bisyarah (kabar gembira) tentang pembebasan Konstan-tinopel. Madinah sebagai daulah Islam yang pada saat itu hanyalah pemerintahan—yang tak lebih luas dari kota Jakarta—diimpit oleh dua imperium besar dari sisi barat (Romawi) dan timur (Persia). Tiba-tiba tampil dengan gagah mengejutkan seantero raya. Lah, ini ‘bocah ingusan’ dari pe-sisir Jazirah yang tandus, kering, dan terpencil tiba-tiba ingin menaklukkan Konstantinopel?

Konstantinopel yang membuat Napoleon Bonerparte ter‘ciduk’ dengan binar-binar yang mengapung di kedua bola matanya sembari berkata, “Kalaulah dunia ini adalah sebuah negara, maka Konstantinopel inilah yang paling layak men-jadi ibu kota negaranya!”. Tentunya, kaisar Prancis abad 19 itu, tak hanya kagum dengan keindahan tulip yang me warnai ruas-ruas kota. Namun, letak Konstanti nopel yang sangat strategis secara geografis, ekonomi, maupun geopolitik.

Wanita Tangguh5

Negara adidaya itu menghubungkan jalur antara benua Asia dan Eropa. Rantai-rantai raksasa besi mengelilingi Selat Bosphorus, Laut Marmara, dan Selat Tanduk Emas. Dalam buku Muhammad Al-Fatih 1453 juga menjelaskan bahwa posisi Konstantinopel yang berada di tengah-tengah dunia, membuat Konstantinopel sebagai pelabuhan paling sibuk di dunia. Itulah sebabnya mengapa kota ini meraih predikat The Gates of The East and West.

Tembok-tembok menancap dengan kuat dan gagah seba-gai benteng pertahanan di laut dan daratan. Di sana—masih dalam buku Muhammad Al-Fatih 1453—dikatakan bahwa struktur tembok dua lapis dengan dua tingkatan diperkuat dengan parit besar dan dalam bagian depan menjadikannya sebagai The City with Perfect Defense. Maka jangan heran 23 serangan tidak mampu meruntuhkan benteng-benteng pertahanan itu selama 1.123 tahun. Kalau sekarang Ame-rika, Tiongkok, dan Rusia mah lewat.

Ketika itu embun-embun Subuh bersekutu dengan ganas-nya dingin. Akan lebih nyaman jika melanjutkan lelap da-lam geliat selimut yang menghangatkan. Tapi, tidak dengan perempuan telaten dan terdidik itu, ia tak ingin menghilang-kan berkah subuh sedetik pun. Dengan tekun, perempuan paruh baya itu mengajarkan buah hatinya tentang Geografi. Muhammad kecil bertanya, “Bagaimana aku bisa mem-bebaskan wilayah sebesar itu wahai Ibu?”

Ujung bibir wanita paruh baya itu membentuk sabit sem-bari berkata, “Dengan Al-Qur’an, kekuatan, persenjataan, dan mencintai manusia.” Lisan cerdas sang ibu selalu ter-patri hingga tumbuh menjadikannya pemuda pembangun peradaban mulia.

Ibu, Kafahkan Madrasahmu6

Pekik takbir tumpah ruah di langit-langit ibu kota impe-rium laut, Konstantinopel. Deru napas berjibaku dalam se-mangat jihad melawan kezaliman dan menghunus kemak-siatan. Hingga kabar gembira itu mengangkasa melintasi petala langit. Pecahlah haru penghuni langit yang telah lama merindu, pintu pembebas terhadap penghambaan sesama makhluk. Alhamdulillah, 29 Mei 1453 bisyarah Rasulullah telah ditunaikan oleh sebaik-baiknya khalifah dengan se-baik-baiknya tentara. Konstantinopel berubah nama men-jadi Islam bul yang berarti kota Islam. Yang kemudian kita kenal dengan nama Istanbul.

“Kalian pasti akan membebaskan Konstantinopel, sehebat-hebat amir adalah amirnya. Dan sekuat-kuat

pasukan adalah pasukannya.”

(HR. Bukhari, Ahmad, dan Al-Hakim)

Sejarah mana yang mampu mengelak? Kejayaan, keindah-an, dan kedamaian yang dilukiskan Islam setelah melaku-kan futuhat di berbagai negeri. Jangan bandingkan dengan pasukan Salibis ketika menguasai Baitul Maqdis ataupun Granada yang dipenuhi nafsu keserakahan dan syahwat kekuasaan. Mereka merampas, menindas, menguras darah, jiwa, dan harta kaum muslimin. Sampai-sampai dikatakan bahwa genangan darah memenuhi kota yang tingginya me-lebihi mata kaki. Innalillahi.

Maka simaklah bagaimana Islam mengajarkan makna to-leransi. Kisah heroik ini digambarkan dengan sangat meng-harukan oleh Felix Siauw, “Tatkala Sultan mendekati pintu Gereja, kaum Kristen yang berkumpul di dalamnya merasa

Wanita Tangguh7

sangat ketakutan. Namun, tidak ada pilihan lain bagi me-reka, salah seorang pendeta lalu membukakan pintu untuk Sultan dan terlihatlah di depannya penduduk Konstantinopel memadati Gereja Hagia Shopia dengan ketakutan dan his-teris. Sultan kemudian meminta agar pendeta menenangkan penduduk dan semua diperintahkan kembali ke rumahnya masing-masing dengan jaminan darinya. Mendengar hal ini, beberapa pendeta yang tadinya bersembunyi segera keluar dan menyatakan masuk Islam setelah menyaksikan toleransi Islam kepada penduduk yang ditaklukkan.”

Ibu, episode masih berlanjut. Pascaruntuhnya kejayaan Islam di Konstantinopel yang dikomandoi oleh Mustafa K. Attaturk. Syariat Islam dihapuskan. Suara azan diubah men-jadi bahasa Turki. Mulkan Jabariyyah, episode ini berjudul kekuasaan diktator. Dan sungguh, episode masih berlanjut, Ibu. Mulkan Jabarriyyah bukanlah akhir dari episode ini. Allah Swt., masih menjanjikan episode kemenangan bagi ak-tor pejuang yang tak kenal lelah. Maka, sekali lagi. Marilah dengan saksama menyimak bisyarah Rasulullah berikut ini:

Dari Abu Qubail berkata, “Ketika kami sedang bersama Abdullah bin Amr bin Al-Ash, dia ditanya: Kota mana-nakah yang ditaklukkan terlebih dahulu; Konstantinopel atau Roma?” Abdullah meminta kotak dengan lingkaran- lingkaran miliknya. Kemudian dia mengeluarkan kitab. Abdullah berkata, “Ketika Rasulullah saw., ditanya oleh sahabat-sahabatnya, Dua kota ini manakah yang akan di-taklukkan terlebih dahulu? Konstantinopel atau Roma? Rasulullah saw., menjawab, Kota Heraklius terlebih dahulu (Maksudnya: Konstantinopel).” (HR. Ahmad, Ad-Darimi, dan Al-Hakim)

Ibu, Kafahkan Madrasahmu8

Pertanyaan cerdas dari para sahabat, “Yang manakah di-takklukkan terlebih dahulu?”

Mengapa sahabat tidak bertanya seperti ini, “Apakah kita akan menaklukkan Konstantinopel atau Roma?”

Kalau kita cerna pertanyaan dari sahabat, maka kita akan menemukan inti sari dari pertanyaan, “Yang mana terlebih dahulu?”

Ada ‘dua tugas’ yang disuguhkan oleh para sahabat. Bukan kah setelah menyelesaikan tugas yang ini terlebih dahulu, maka akan berlanjut lagi menyelesaikan tugas yang satunya? Simpelnya, “Setelah ini, baru yang itu!”

Dan benar. Jawaban yang tak kalah cerdas dari Rasu-lullah saw., “Kotanya Heraklius terlebih dahulu.”

Jawaban ini seakan menegaskan bahwa kota yang satunya di-pending dulu. Kota Konstantinopel terlebih dahulu, baru kemudian Roma. Pertanyaannya; Ibu, siapkah kita menjadi ibu generasi penakluk Roma?

“Dan (Allah telah menjanjikan pula kemengan- kemenangan) yang lain (atas negeri-negeri) yang kamu belumm dapat

menguasainya, yang sungguh Allah telah menentukan-Nya. Dan adalah Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.”

(QS. Al-Fath: 21)

“Sesungguhnya Allah menghimpun bumi untukku lalu aku melihat timur dan baratnya dan sesungguhnya kekuasaan

umatku akan mencapai yang dihimpunkan untukku.”

(HR. Muslim)

Hanya wanita biasa

yang sangat jauh

dari kata sempur-

na. Hanya wanita biasa

yang tiada hari tanpa ber-

buat dosa. Hanya wanita

biasa yang begitu lemah

dalam dakwah. Hanya

wanita biasa yang me-

rindu generasi penakluk Roma. Hanya wanita biasa yang

masih dan akan terus belajar untuk menjadi madrasah yang

kafah.

Dari Saudarimu, Nia Anita.

@niaanita97

Proil Penulis