Ibadah Saat Sakit
-
Upload
mohamadazvvar -
Category
Documents
-
view
7 -
download
0
description
Transcript of Ibadah Saat Sakit
IBADAH SAAT SAKIT
Sakit adalah sebab yang paling berpengaruh terhadap tobat seorang
hamba, kesetiaan iman, penghapusan dosa-dosa dan pengangkatan derajatnya.
Rasulullah saw bersabda, “Siapa yang mati dalam keadaan sakit, maka ia mati
dalam keadaan syahid dan dihindari dari siksa kubur. Serta ia akan dicurahkan
rezeki dari surge di awal dan penghujung hari.” (HR Ibnu Majah dan Ahmad)
Rasulullah saw bersabda: “Saya heran terhadap orang beriman yang
mengeluhkan sakitnya. Jika saja ia tahu apa yang ia terima dari sakitnya, niscaya
ia akan lebih suka untuk sakit sehingga ia bertemu Allah.”
Rasulullah saw bersabda: “Diantara syuhada umatku yang terbanyak
adalah yang mati diatas kasur. Berapa banyak orang yang mati terbunuh pada
pertemuan antara dua pasukan, namun Allah maha Mengetahui niatnya.” (HR.
Ahmad)
(Sayyid, 2002)
SAKIT PENGGUGUR DOSA
Suatu penyakit akan menghasilkan pahala jika orang yang menderitanya
dalam keadaan sabar dan penuh harap. Nabi bersabda:
“Tidak ada yang menimpa seorang muslim berupa penat, sakit, gundah,
dan sedih, serta segala yang menyesakkan dadanya hingga duri yang menusuknya
melainkan Allah akan menghapuskan kesalahan-kesalahan darinya.”
“Sesungguhnya besarnya pahala sebanding dengan besarnya ujian. Jika
Allah mencintai suatu kaum maka Allah akan mengujinya. Siapa saja yang ridho
maka baginya keridhaan (Allah). Dan barang siapa yang marah maka baginya
kemarahan (Allah). (HR. Tirmidzi)
Maknanya semakin besar ujian yang menimpa maka semakin besar
balasan dan pahala yang akan diterima. Karena itulah penyakit dan ujian
ditimpakan pada para nabi, sesuai sabda nabi: “Manusia yang paling berat
ujiannya adalah para nabi, kemudian orang yang ada dibawah mereka dan
dibawah mereka (dalam hal kemuliaan). Seseorang akan di uji seesuai agamanya.
Jika agamanya teguh maka ujiannya akan dikeraskan atasnya. Kalau tidak,
ujianpun akan diringankan baginya.
Demikianlah orang yang sakit akan diberi pahala karena penyakitnya
sesuai dengan penderitaannya. Adapn orang yang sehat akan mendapatkan pahala
berdasarkan amalannya seperti puasa, sholat dll.
PAHALA ORANG SAKIT = PAHALA ORANG SEHAT
Sebuah hadits dari Abu Musa Al Asy‟ari Radhiallahu’anhu, ia
mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
إذا مرض العبد أو سافر كتب له مثل ما كان يعمل مقيما صحيحا
Artinya: “Jika seorang ahli ibadah jatuh sakit atau safar, ia tetap diberi pahala
ibadah sebagaimana ketika ia sehat atau sebagaimana ketika ia tidak dalam
safar” [HR. Bukhari]
Pembahasan:
1. Seorang hamba terbiasa melakukan sebuah amal ibadah sunnah secara
kontinu, kemudian suatu kala ia terhalang untuk melakukannya dikarenakan
sakit atau safar, maka pada saat itu ia mendapat pahala ibadah tersebut secara
utuh (!!)
2. Karena Allah Ta’ala Maha Mengetahui bahwa jika hamba-Nya tersebut tidak
memiliki udzur (halangan) ia akan melakukan ibadah tersebut. Dalam hal ini,
secara khusus untuk orang sakit, Allah memberi pahala karena niat orang
tersebut. Demikian pula seorang musafir, ia mendapatkan pahala atas amal-
amal kebaikan yang ia lakukan saat dalam perjalanan. Semisal, memberi
pengajian, nasihat, atau bimbingan kepada orang lain dalam hal agama
ataupun dalam masalah duniawi. Secara khusus juga, seorang musafir diberi
pahala jika perjalanan yang ia tempuh dalam rangka kebaikan. Seperti safar
dalam rangka jihad, haji, umroh atau semisalnya.
3. Hadits ini juga mencakup pembahasan tentang orang yang beribadah namun
terhalang untuk melakukannya dengan sempurna karena suatu udzur. Maka
Allah Ta’ala akan menyempurnakan pahala bagi orang tersebut dikarenakan
niatnya.
4. Hadits ini juga mencakup pembahasan tentang orang yang memiliki niat untuk
melakukan amalan yang baik, namun ia terhalang untuk melakukannya karena
ia melakukan amalan lain yang lebih baik dari amalan pertama. Dan orang
tersebut tidak dapat melakukan kedua amalan tersebut semuanya (harus
memilih salah satu). Maka dalam kondisi ini, ia lebih patut untuk diberi pahala
yang lebih besar oleh Allah Ta‟ala. Namun jika kegiatan lain tersebut tingkat
kebaikannya setara dengan kegiatan pertama, maka sungguh karunia Allah
Ta‟ala sangatlah besar.
BERSUCINYA ORANG SAKIT
Meskipun Allah memberikan keringanan, bagi orang yang mengerti faham dan
tahu pasti akan tetap melaksanakan thoharoh secara mastato‟ti (semampunya).
Namun, jika ia tidak mampu menggunakan air maka ia bias bertayamum.. jika ia
tidak mampu menggunakan air dengan kemampuan sendiri bias dibantu oleh
saudaranya dengan cara mengusapkannya disertai niyat.
Apabila orang yang sakit tidak mampu bergerak, maka boleh diwudhu'kan
oleh orang lain, demikian pula apabila ia mendapatkan hadats besar, dengan syarat
tidak boleh melihat aurat orang sakit itu. Apabila si sakit tidak mampu
bertayammum sendiri, maka boleh ditayammumkan oleh orang terdekatnya atau
siapa saja yang hadir didekatnya.
Orang yang mengalami luka, cedera, atau penyakit lain yang tidak boleh
terkena air, maka ia boleh bertayammum, apakah untuk menghilangkan hadast
besar atau hadats kecil. Akan tetapi apabila memungkinkan, hendaklah ia
membasuh anggota badannya yang sehat dan bertayammum untuk
menggantikan anggota badan lainnya (yang tidak dibasuh air).
[64.16] "Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu..."
[2.286] "Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupannya...."
Jika beberapa bagian anggota bersuci mengalami luka, namun masih dapat
dibasuh, maka basuhlah dengan air. Namun apabila menimbulkan efek yang
buruk, maka cukup diusap dengan air. Apabila ini pun masih membahayakan,
maka balutlah anggota itu atau ditutupi perban dan mengusap perban itu. Jika ini
pun tidak dimungkinkan, maka boleh ia bertayammum setelah berusaha untuk
bersuci dengan air.
Menurut pendapat yang kuat, tidak disyariatkan untuk memakai penutup
luka itu ketika ia dalam keadaan suci (berbeda dengan kasus memakai khuf
dimana disyariatkan bersuci dahulu sebelum memakainya). Mengusap perban ini
dibolehkan kapan saja, tidak dibatasi dengan waktu tertentu, selama memang ada
udzur. Karena mengusap perban ini disebabkan keadaan mendesak (darurat), yang
harus selalu ditinjau kembali, apakah masih darurat atau sudah tidak darurat lagi.
Si sakit dibolehkan mengusap perbannya, baik ketika menghilangkan hadats kecil
maupun hadats besar (Said, 2008).
SHOLATNYA ORANG SAKIT
Cara shalatnya orang sakit:
Orang sakit wajib shalat berdiri, jika tidak bisa maka duduk bersila, atau
seperti duduknya tahiyat, jika tidak bisa maka berbaring ke samping
kanan, jika tidak bisa maka berbaring ke sebelah kiri, jika tidak bisa, shalat
terlentang dengan kedua kakinya di arah kiblat, dan memberi isyarat
dengan kepalanya sewaktu ruku' dan sujud ke dadanya, dan sujudnya lebih
rendah daripada ruku', dan shalat tidak gugur selama akalnya masih ada,
maka ia shalat sesuai dengan kondisinya.
1- dari Imran bin Hushain ra berkata: aku menderita ambient, maka aku
bertanya kepada nabi saw tentang cara shalat? Beliau berkata: shalatlah
berdiri, jika tidak mampu maka duduk, jika tidak mampu maka
berbaring ke sebelah kanan. (HR. Bukhari)
2- Dari Imran bin Husahin ra beliau menderita penyakit ambient beliau
berkata: aku bertanya kepada rasulullah saw tentang shalat duduk,
beliau berkata: jika shalat berdiri itu lebih utama, dan barangsiapa yang
shalat duduk maka ia mendapat separuh pahalanya orang yang shalat
berdiri, dan siapa yang shalat berbaring, maka ia mendapat pahala
separuh orang shalat duduk. (HR. Bukhari).
Orang sakit wajib bersuci dengan air, jika tidak mampu maka
bertayammum, jika tidak mampu maka gugur atasnya bersuci, dan shalat
sesuai dengan kondisinya.
Apabila orang sakit shalat duduk kemudian mampu berdiri, atau shalat
duduk kemudian mampu sujud, atau shalat berbaring kemudian mampu
duduk di pertengahan shalat, maka harus berpindah pada yang mampu ia
lakukan, karena itulah yang wajib atasnya.
Orang sakit boleh shalat berbaring walaupun mampu berdiri untuk
berobat, dengan perkataan dokter yang bisa dipercaya.
Jika orang sakit mampu berdiri dan duduk, namun tidak mampu ruku' dan
sujud, maka memberi isyarat ruku' ketika berdiri, dan memberi isyarat
sujud ketika sedang duduk.
Apabila tidak bisa sujud ke lantai, maka ruku' dan sujud sambil duduk, dan
menjadikan sujudnya lebih rendah dari ruku'nya, meletakkan kedua
tangannya di atas kedua lututnya, dan tidak memasang sesuatu ke dahinya
seperti bantal dan lainnya.
Orang sakit sama seperti orang lain, wajib menghadap kiblat dalam shalat,
jika tidak mampu maka shalat sesuai dengan kondisinya kea rah mana saja
yang ia mampu, dan tidak sah shalatnya orang sakit dengan memberi
isyarat dengan matanya, tau dengan jari-jarinya, akan tetapi shalat
sebagaimana diajarkan oleh nabi.
Apabila orang sakit kesulitan atau tidak mampu shalat pada waktunya
masing-masing, maka boleh baginya menjama' antara dhuhur dan asar
pada waktu salah satu dari keduanya, dan antara maghrib dan isya pada
waktu salah satunya.
Kesulitan dalam shalat adalah: yang menghilangkan khusyu', dan khusyu'
adalah: hadirnya hati dan tumakninah.
Orang sakit yang mampu pergi ke masjid, wajib baginya shalat berjamaah,
kalau mampu shalat berdiri, kalau tidak, maka shalat sesuai dengan
kemampuannya bersama jamaah.
Amal yang ditulis bagi orang sakit dan musafir:
Allah swt menulis bagi orang yang sakit dan musafir amal yang biasa ia
lakukan di waktu sehat, dan orang musafir di waktu ia mukim, dan orang
sakit diampuni dosanya.
1- dari Abu Musa al-Asy'ari ra berkata: rasulullah saw bersabda:
apabila seorang hamba sakit, atau musafir, maka ditulis baginya
seperti apa yang biasa ia lakukan ketika sedang mukim dan sehat.
(HR. Bukhari).
2- Dari Abu Umamah ra berkata: rasulullah saw bersabda:
sesungguhnya apabila seorang hamba sakit, Allah mewahyukan
kepada malaikatnya: wahai malaikatku: aku mengikat hambaku
dengan salah satu ikatanku, jika aku mencabut nyawanya aku
ampuni baginya, dan jika aku menyembuhkannya, maka ia tidak
ada dosa baginya. (HR. Hakim ban Thabrani).
Al-jibrin, S. A., 2008. Biar Sakit Ibadah Tetap Fit. Surakarta: Aqwamedika
[Diterjemahkan dari syarah hadits no.30 dari kitab Bahjatul Qulubil Abrar Wa
Qurratu A’yunil Akhyaar, Syaikh „Abdurrahman bin Nashir As Sa‟di
Rahimahullahuta’al
Said, S. 2008. Panduan Shalat Bagi Orang Sakit. Pustaka Ilmu Umat