I
description
Transcript of I
I. Pendahuluan
Penyakit dermatitis atau yang lebih dikenal secara luas adalah penyakit eksim, menjadi
salah satu kasus penyakit kulit terbanyak di Indonesia.
Penyakit eksim terjadi karena gejala reaksi peradangan kulit terhadap berbagai faktor,
yang ditandai dengan berbagai macam bentuk kelainan pada kulit, seperti contohnya pruritus
menjadi keluhan tersering pasien. Sedangkan pada penemuan objektif dapat berupa eritema,
edema, papul, vesikel, skuama dan likenifikasi. Penyakit eksim ini apabila tidak diobati akan
mengakibatkan peningkatan derajat keparahan gejala klinis pada kulit yang dapat berujung pada
kejadian terinfeksi.
Penyebab penyakit ini kadang-kadang tidak diketahui, akan tetapi sebagian besar kasus
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Gaya hidup masyarakat Indonesia turut berperan penting
menjadi salah satu faktor pemicu timbulnya penyakit ini. Faktor luar yang menjadi pemicu utama
berjangkitnya penyakit kulit ini adalah alam tropis Indonesia yang sangat panas dan lembab,
sehingga badan kita sering mengeluarkan keringat. Kegemukan, stress, penyakit menahun seperti
Diabetes Mellitus serta status social ekonomi yang rendah dapat menjadi pemicu terjadinya
penyakit eksim.
II. Kasus
III. Dermatitis
A. Definisi
Dermatitis adalah peradangan kulit baik epidermis maupun dermis sebagai respon
terhadap pengaruh faktor endogen dan atau faktor eksogen, menimbulkan kelainan klinis
berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan
gatal. Dermatitis cenderung memiliki perjalanan yang lama atau kronis dan resitif atau
berulang.
B. Etiologi
Penyebab dermatitis dapat berasal dari luar (eksogen), seperti misalnya bahan kimia, fisik
(sinar), mikroorganisme (bakteri, jamur), ataupun dari dalam (endogen), misalnya dermatitis
atopic. Sebagian lain tidak diketahui secara pasti etiologi akan tetapi pruritus memegang
salah satu peranan penting.
C. Patogenesis
Beberapa jenis dermatitis memiliki penyebab yang diketahui, sedangkan yang lainnya
tidak. Terutama penyakit dermatitis yang dipengaruhi oleh faktor endogen. Sedangkan yang
diakibatkan oleh faktor eksogen masih dapat diketahui dengan dilakukan anamnesis dan tes
pemeriksaan.
D. Gejala klinis
Pada umumnya penderita dermatitis mengeluh gatal, sedangkan kelainan kulit bergantung
pada stadium penyakit, batas dapat tegas atau tidak tegas, penyebaran dapat setempat,
generalisata, bahkan universal.
Berikut adalah berbagai bentuk kelainan kulit atau efloresensi berdasarkan stadium:
1. Stadium akut; eritema, edema, vesikel atau bula, erosi atau eksudasi, sehingga tampak
basah (madidans)
2. Stadium subakut; eritema berkurang, eksudasi mengering menjadi krusta.
3. Stadium kronik; tampak lesi kering, skuama, hiperpigmentasi, likenifikasi, papul, dapat
pula terdapat erosi atau ekskoriasi akibat garukan berulang.
Gambaran klinis tidaklah harus sesuai stadium, karena suatu penyakit dermatitis muncul
dengan gejala stadium kronis. Begitu pula dengan efloresensi tidak harus polimorfik, karena
dapat muncul oligomorfik (beberapa) saja. Keluhan penyakit dermatitis merupakan hal yang
sering terjadi, karena penyakit ini dapat menyerang pada orang dengan rentang usia yang
bervariasi, mulai dari bayi hingga dewasa serta tidak terkait dengan faktor jenis kelamin.
E. Histologi
Perubahan histologi terjadi berdasarkan stadiumnya:
1. Stadium akut; kelainan di epidermis berupa vesikel atau bula, spongiosis, edema intrasel,
dan eksositosis, terutama sel mononuclear. Dermis sembab, pembuluh darah melebar,
ditemukan sebukan terutama sel mononuclear, eosinofil kadang ditemukan, tergantung
penyebab dermatitis.
2. Stadium subakut; ampir seperti stadium akut akan tetapi jumlah vesikel berkurang di
epidermis, spongiosis masih jelas, epidermis tertutup krusta, dan parakeratosis, edema di
dermis berkurang, vasodilatasi masih tampak jelas, demikian pula sebukkan sel radang.
3. Stadium kronik; epidermis hyperkeratosis, parakeratosis, akantosis, rete ridges
memanjang, kadang ditemukan spongiosis ringan, vesikel tidak ada lagi, dinding
pembuluh darah menebal, terdapat sebukan sel radang mononuclear di dermis bagian
atas, jumlah fibroblast dan kolagen bertambah.
F. Klasifikasi
Pembagian berdasarkan tatanama atau nomenklatur, morfolofi ataupun stadium masih
menjadi kontroversial dimana belum terjadi kesepakatan. Maka dari itu, kami akan
memaparkan pembagian berdasarkan etiologi:
1. Eksogen: Dermatitis kontak; Jenis eksim ini disebabkan karena faktor di luar tubuh
penderita, seperti terpapar bahan kimia, iritasi karena sabun, kosmetik, parfum dan
logam. Dermatitis kontak adalah jenis eksim yang paling banyak diderita manusia,
diperkirakan 70% penyakit eksim merupakan jenis ini. Secara klinis jenis eksim ini
memiliki gejala terasa panas, kemudian muncul benjolan, dan disertai adanya cairan.
Bagian kulit yang terserang jenis eksim ini memiliki batas tepi yang jelas, sehingga
yang mengalami gejala tersebut hanya pada bagian yang terserang. Tetapi jenis eksim
ini dapat menjadi kronis yang ditandai dengan kulit semakin mengering, pigmentasi,
terjadi penebalan kulit sehingga tampak garis-garis pada permukaan kulit dan
kemudian terjadi retak-retak seperti teriris pada kulit.
2. Endogen:
a. Dermatitis atopik; jenis eksim yang memiliki ciri khas yang berbeda dengan
jenis eksim dermatitis kontak yaitu adanya rasa gatal, memiliki bentuk yang
khas terrutama pada kulit wajah dan lipatan-lipatan tubuh, serta adanya
riwayat atopik yaitu alergi atau asma. Jenis eksim ini banyak menyerang anak-
anak dan bayi, dan biasanya merupakan penyakit eksim kambuhan.
b. Dermatitis numularis; Jenis eksim ini pada umunya berhubungan dengan kulit
kering dan sering menyerang pada orang yang berusia lanjut. Gejala penyakit
eksim jenis ini berupa kulit mengering, merah, gatal, dan muncul dalam
bentuk bulatan-bulatan pipih seperti koin logam, biasanya terdapat pada kulit
kaki dan tangan.
c. Neurodermatitis; peradangan kronik pada kulit yang tidak diketahui
penyebabnya, lebih sering ditemukan pada wanita daripada pria dan puncak
insidennya adalah umur paruh baya.
d. Dermatitis stasis; jenis eksim kulit yang berkaitan dengan adanya varises pada
bagian kaki. Jenis eksim ini terdapat pada kaki ditandai dengan rasa gatal,
penebalan kulit serta berubahnya warna kulit menjadi memerah bahkan
kecoklatan.
DERMATITIS ATOPIK
a. Definisi
Dermatitis atopik (DA) adalah penyakit kulit reaksi inflamasi yang didasari oleh
faktor herediter dan faktor lingkungan, bersifat kronik residif dengan gejala eritema,
papula, vesikel, kusta, skuama dan pruritus yang hebat. Bila residif biasanya disertai
infeksi, atau alergi, faktor psikologik, atau akibat bahan kimia atau iritan.
Penyakit ini
dialami sekitar 10-20%
anak. Umumnya episode
pertama terjadi sebelum
usia 12 bulan dan
episode-episode
selanjutnya akan hilang
timbul hingga anak
melewati masa tertentu.
Sebagian besar anak akan sembuh dari eksema sebelum usia 5 tahun. Sebagian kecil anak
akan terus mengalami eksema hingga dewasa.
Penyakit ini dinamakan dermatitis atopik oleh karena kebanyakan penderitanya
memberikan reaksi kulit yang didasari oleh IgE dan mempunyai kecenderungan untuk
menderita asma, rinitis atau keduanya di kemudian hari yang dikenal sebagai allergic
march. Walaupun demikian, istilah dermatitis atopik tidak selalu memberikan arti bahwa
penyakit ini didasari oleh interaksi antigen dengan antibodi. Nama lain untuk dermatitis
atopik adalah eksema atopik, eksema dermatitis, prurigo Besnier, dan neurodermatitis.
Diperkirakan angka kejadian di masyarakat adalah sekitar 1-3% dan pada anak < 5 tahun
sebesar 3,1% dan prevalensi DA pada anak meningkat 5-10% pada 20-30 tahun terakhir.
Sangat mungkin peningkatan prevalensi ini berasal dari faktor lingkungan, seperti bahan
kimia industri, makanan olahan, atau benda asing lainnya. Ada dugaan bahwa
peningkatan ini juga disebabkan perbaikan prosedur diagnosis dan pengumpulan data.
b. Patogenesis
Sampai saat ini etiologi maupun mekanisme yang pasti DA belum semuanya
diketahui, demikian pula pruritus pada DA. Tanpa pruritus diagnosis DA tidak dapat
ditegakkan. Rasa gatal dan rasa nyeri sama-sama memiliki reseptor di taut
dermoepidermal, yang disalurkan lewat saraf C tidak bermielin ke saraf spinal sensorik
yang selanjutnya diteruskan ke talamus kontralateral dan korteks untuk diartikan.
Rangsangan yang ringan, superfisial dengan intensitas rendah menyebabkan rasa gatal,
sedangkan yang dalam dan berintensitas tinggi menyebabkan rasa nyeri. Sebagian
patogenesis DA dapat dijelaskan secara imunologik dan nonimunologik.
o Reaksi imunologis DA
Sekitar 70% anak dengan DA mempunyai riwayat atopi dalam keluarganya
seperti asma bronkial, rinitis alergi, atau dermatitis atopik. Sebagian besar anak
dengan DA (sekitar 80%), terdapat peningkatan kadar IgE total dan eosinofil di
dalam darah. Anak dengan DA terutama yang moderat dan berat akan berlanjut
dengan asma dan/atau rinitis alergika di kemudian hari (allergic march), dan
semuanya ini memberikan dugaan bahwa dasar DA adalah suatu penyakit atopi.
o Faktor non imunologis
Faktor non imunologis yang menyebabkan rasa gatal pada DA antara lain
adanya faktor genetik, yaitu kulit DA yang kering (xerosis). Kekeringan kulit
diperberat oleh udara yang lembab dan panas, banyak berkeringat, dan bahan
detergen yang berasal dari sabun. Kulit yang kering akan menyebabkan nilai
ambang rasa gatal menurun, sehingga dengan rangsangan yang ringan seperti
iritasi wol, rangsangan mekanik, dan termal akan mengakibatkan rasa gatal.
c. Faktor-faktor pencetus
o Makanan
Berdasarkan hasil Double Blind Placebo Controlled Food Challenge (DBPCFC),
hampir 40% bayi dan anak dengan DA sedang dan berat mempunyai riwayat alergi
terhadap makanan. Bayi dan anak dengan alergi makanan umumnya disertai uji kulit
(skin prick test) dan kadar IgE spesifik positif terhadap pelbagai macam makanan.
Walaupun demikian uji kulit positif terhadap suatu makanan tertentu, tidak berarti bahwa
penderita tersebut alergi terhadap makanan tersebut, oleh karena itu masih diperlukan
suatu uji eliminasi dan provokasi terhadap makanan tersebut untuk menentukan
kepastiannya.
o Alergen hirup
Alergen hirup sebagai penyebab DA dapat lewat kontak, yang dapat dibuktikan
dengan uji tempel, positif pada 30-50% penderita DA, atau lewat inhalasi. Reaksi positif
dapat terlihat pada alergi tungau debu rumah (TDR), dimana pada pemeriksaan in vitro
(RAST), 95% penderita DA mengandung IgE spesifik positif terhadap TDR
dibandingkan hanya 42% pada penderita asma di Amerika Serikat. Perlu juga
diperhatikan bahwa DA juga bisa diakibatkan oleh alergen hirup lainnya seperti bulu
binatang rumah tangga, jamur atau ragweed di negara-negara dengan 4 musim.
o Infeksi kulit
Penderita dengan DA mempunyai tendensi untuk disertai infeksi kulit oleh kuman
umumnya Staphylococcus aureus, virus dan jamur. Stafilokokus dapat ditemukan pada
90% lesi penderita DA dan jumlah koloni bisa mencapai 107 koloni/cm2 pada bagian lesi
tersebut. Akibat infeksi kuman Stafilokokus akan dilepaskan sejumlah toksin yang
bekerja sebagai superantigen, mengaktifkan makrofag dan limfosit T, yang selanjutnya
melepaskan histamin. Oleh karena itu penderita DA dan disertai infeksi harus diberikan
kombinasi antibiotika terhadap kuman stafilokokus dan steroid topikal.
d. Manifestasi klinis
Terdapat tiga bentuk klinis dermatitis atopik, yaitu bentuk infantil, bentuk anak, dan bentuk
dewasa.
1. Bentuk infantil (2 bulan - 2 tahun)
Secara klinis berbentuk dermatitis akut eksudatif dengan predileksi daerah muka
terutama pipi dan daerah ekstensor ekstremitas. Bentuk ini berlangsung sampai usia 2
tahun. Predileksi pada muka lebih sering pada bayi yang masih muda, sedangkan
kelainan pada ekstensor timbul pada bayi sel sudah merangkak. Lesi yang paling
menonjol pada tipe ini adalah vesikel dan papula, serta garukan yang menyebabkan
krusta dan terkadang infeksi sekunder. Gatal merupakan gejala yang mencolok sel bayi
gelisah dan rewel dengan tidur yang terganggu. Pada sebagian penderita dapat disertai
infeksi bakteri maupun jamur.
2. Bentuk anak (3 - 11 tahun)
Seringkali bentuk anak merupakan lanjutan dari bentuk infantil, walaupun
diantaranya terdapat suatu periode remisi. Gejala klinis ditandai oleh kulit kering
(xerosis) yang lebih bersifat kronik dengan predileksi daerah fleksura antekubiti, poplitea,
tangan, kaki dan periorbita.
3. Bentuk remaja dan dewasa (12 - 30 tahun)
DA bentuk dewasa terjadi pada usia sekitar 20 tahun. Umumnya berlokasi di
daerah lipatan, muka, leher, badan bagian atas dan ekstremitas. Lesi berbentuk dermatitis
kronik dengan gejala utama likenifikasi dan skuamasi.
e. Diagnosis
Hanifin dan Lobitz (1977) menyusun petunjuk yang sekarang diterima sebagai dasar
untuk menegakkan diagnosis DA Mereka mengajukan berbagai macam kriteria yang
dibagi dalam kriteria mayor dan kriteria minor.
Kriteria minimal untuk menegakkan diagnosa DA meliputi pruritus dan kecenderungan
dermatitis untuk menjadi kronik atau kronik residif dengan gambaran morfologi dan
distribusi yang khas.
Dermatitis atopik dikenal sebagai gatal yang menimbulkan kelainan kulit, bukan kelainan
kulit yang menimbulkan gatal. Tetapi belum ada kesepakatan pendapat mengenai hal ini,
karena pada pengamatan, lesi di muka dan punggung bukan diakibatkan oleh garukan,
selain itu dermatitis juga terjadi pada bayi yang belum mempunyai mekanisme gatal-
garuk.
Kriteria diagnosis dermatitis atopik dari Hanifin dan Lobitz, 1977
Kriteria mayor ( > 3)
Pruritus dengan Morfologi dan distribusi khas :
- dewasa : likenifikasi fleksura
- bayi dan anak : lokasi kelainan di daerah muka dan ekstensor
Dermatitis bersifat kronik residif
Riwayat atopi pada penderita atau keluarganya
Kriteria minor ( > 3)
Xerosis Iktiosis/pertambahan garis di palmar/keatosis pilaris
Reaktivasi pada uji kulit tipe cepat
Peningkatan kadar IgE
Kecenderungan mendapat infeksi kulit/kelainan imunitas selular
Dermatitis pada areola mammae
Keilitis
Konjungtivitis berulang
Lipatan Dennie-Morgan daerah infraorbita
Keratokonus
Katarak subskapular anterior
Hiperpigmentasi daerah orbita
Kepucatan/eritema daerah muka
Pitiriasis alba
Lipatan leher anterior
Gatal bila berkeringat
Intoleransi terhadap bahan wol dan lipid solven
Gambaran perifolikular lebih nyata
Intoleransi makanan
Perjalanan penyakit dipengaruhi lingkungan dan emosi
White dermographism/delayed blanch