I
-
Upload
sihombing-hendrik-s -
Category
Documents
-
view
212 -
download
0
Transcript of I
I. LATAR BELAKANG
PT Arutmin Indonesia sebagai perusahaan tambang skala besar dengan produktifitas sebesar 15,7
jt ton pada tahun 2007 dan pelabuhan batubara skala internasional memiliki 4 lokasi tambang
dan 1 pelabuhan utama (NPLCT ). Semua lokasi penambangan PT Arutmin Indonesia terletak di
provinsi Kalimantan Selatan, mulai dari Asam-asam sampai ke Senakin.
Gambar 1. Lokasi PT Arutmin Indonesia
PT Arutmin Indonesia memiliki visi jangka panjang dalam upaya konservasi cadangan dengan
telah memulai mengkaji potensi tambang bawah permukaan mulai tahun 1993. Proyek Tambang
Bawah Permukaan Percobaan sejak tahun 2002 merupakan program perusahaan untuk
mempelajari kelayakan teknis sebagai upaya di dalam memaksimalkan cadangan di daerah
tambang terbuka yang berpotensi untuk dilakukan penambangan dengan sistem tambang bawah
permukaan.
Gambar 2. Layout Portal
Pada akhir tahun 2007 proyek percobaan ini telah selesai dan berdasarkan pengalaman yang
diperoleh, saat ini sedang disusun studi kelayakan tambang bawah permukaan di Senakin untuk
menjadi tambang bawah permukaan yang layak secara teknis dan ekonomis.
Gambar 3. Kondisi Terowongan
Tambang bawah permukaan percobaan di Sajuna menggunakan sistem penyanggaan dengan
menggunakan baut batuan atau baut kabel berkuat tarik besar sebagai penyangga primer.
Penyangga sekunder berupa penambahan baut batuan dan atau Hiten , penyangga kayu dan
penyangga besi baja akan dipasang sesuai dengan kondisi terowongan. Berawal dari adanya
kecelakaan runtuhan atap pada tahun 2005, manajemen tambang bawah tanah permukaan
Sajuna telah melakukan koreksi dan perbaikan menyeluruh terhadap sistem penyanggaan dan
pemantauannya.
Investigasi keruntuhan atap telah mengungkap faktor-faktor penyebab kegagalan penyanggaan
atap sebagai berikut:
1. Lebihnya beban mudstone antara lapisan batubara SL1 dan SM2 .
2. Adanya pengaruh tingginya tekanan air di lapisan batubara SM2.
3. Pengaruh sifat kelemahan strukturalnya sendiri.
4. Pengurangan ketebalan lapisan atap batubara menjadi 0,3m mengurangi retakan lapisan atap
dan elastisitas penopang untuk menahan beban.
5. Keefektifan roof bolt berkurang karena sebagian roof bolt dijangkarkan pada mudstone.
6. Lebar terowongan yang diluar dari standar yang ditentukan
Sebagai hasil dari investigasi tersebut diusulkan beberapa rekomendasi yaitu:
1. Desain penyanggaan atap harus meliputi pembatasan dan pengurangan tekanan air terhadap
beban mudstone.
2. Sistem penyanggaan harus dirumuskan berdasarkan kondisi terowongan dan perubahannya.
3. Menambah ketinggian jalan utama agar dapat menjangkarkan baut ke lapisan batubara SM2
akan menambah stabilitas atap.
4. Pengurangan jumlah baut kabel dapat dilakukan pada persimpangan dengan sistem penyangga
utama yang lebih efektif.
5. Setidaknya 0,4m atap batubara diperlukan untuk memberikan confinement pada stone
interburden.
6. Modul mesh sebaiknya digunakan untuk memberikan confinement dan mencegah
ketidakteraturan atap batubara dimana struktur tersebut dipasang.
7. TARP sistem penyanggaan dan AMZ untuk menambah pengenalan dan kontrol bahaya yang
perlu dikembangkan dan dilaksanakan di Rencana Manajemen Strata Satui.
8. Training resmi bagi pekerja dilaksanakan pada sistem ini (TARP) termasuk penilaian berkala.
II. TARP
TARP merupakan suatu prosedur yang mengatur aturan, tanggung jawab dan tindakan yang
harus dilakukan oleh setiap karyawan tambang bawah tanah percobaan Satui. Prosedur ini sangat
diperlukan untuk menjamin terpeliharanya kestabilan atap dan terowongan di tambang bawah
permukaan secara berkesinambungan.
TARP disusun berdasarkan pengalaman di lapangan dan perhitungan keteknikan yang harus
memenuhi beberapa parameter seperti di bawah ini:
1. Menjelaskan parameter-parameter kondisi dilapangan untuk dirumuskan dalam beberapa
kategori terowongan.
2. Sistem penyanggaan diterapkan sesuai kondisi terowongan dan perubahan kondisinya
3. Pola dan desain penyanggaan harus dapat mencakup beberapa kondisi terowongan semaksimal
mungkin
4. Setiap personel terkait harus mengerti dan dapat melaksanakan tanggung jawabnya seperti
yang diatur dalam TARP
5. Deteksi dini dan reaksi seketika harus dapat terlaksana
6. Sistem monitoring dan evaluasi hasil monitoring dapat segera disimpulkan dan di terapkan
dilapangan
7. Evaluasi terhadap TARP yang sudah ada harus berlangsung secara berkelanjutan sesuai
pengalaman terhadap kondisi-kondisi baru dan kelemahan-kelemahan yang terjadi pada sistem
Dalam penyusunannya prosedur tanggap darurat (TARP) ini perlu melibatkan karyawan
operasional, insinyur geo-teknik, insinyur tambang, ahli geo-teknik dan lain-lain. Faktor-faktor
aktual yang ada sebelum prosedur ini di buat harus dipertimbangkan dan menjadi bahan masukan
yang berharga dalam penyusunan TARP seperti data tell tale, data extensometer, lebar
terowongan, data pull out test, dan lain-lain. Dengan demikian, maka prosedur yang disusun
nantinya harus mudah dimengerti oleh karyawan yang terlibat langsung dalam kegiatan
penerowongan sehingga pemasangan sistem penyanggaan dapat dilakukan dengan tepat dan
efektif.
Insinyur tambang dan atau geo-teknik perlu memastikan bahwa sistem penyanggaan yang telah
dipasang sudah sesuai dengan kriteria dan aturan yang ada. Prosedur tanggap darurat ini juga
bersifat dinamis, yang artinya bahwa segala bentuk pengaruh dan faktor kestabilan terowongan
yang baru ditemukan, harus dapat dimasukan ke dalam TARP.
TARP yang telah disusun dan disahkan harus segera disosialisasikan kepada karyawan yang
terlibat langsung dalam proses penerowongan dan perawatan terowongan. Pengujian secara
berkesinambungan terhadap pengetahuan para karyawan tersebut perlu dilakukan untuk
menjamin telah dipahaminya aturan tersebut. TARP akan lebih baik ditempatkan pada tempat-
tempat tertentu di terowongan dan dibagikan ke karyawan yang terlibat langsung untuk
mempermudah dan menjamin penerapannya dengan benar. Inspeksi rutin perlu dilakukan untuk
memastikan TARP telah diterapkan dengan benar dilapangan dan disusun laporan kondisi
terowongan sesuai TARP.
Gambar 4. Diagram Alur Sistem Penyanggaan
III. PARAMETER DAN KATEGORI TEROWONGAN
Hasil dari perumusan TARP yang dilakukan oleh tim perumus yang terdiri dari bagian keteknikan,
karyawan operasional dan konsultan mendefinisikan beberapa parameter untuk melakukan
pengkategorian jenis terowongan.
Parameter-parameter tersebut diantaranya adalah :
1. Pengamatan secara visual dilapangan terhadap beberapa kriteria seperti kondisi water
seepage, ketebalan dan bentuk perlapisan batuan, serta kekerasan batuan atap.
2. Lebar atap terowongan
3. Jarak dari centre line persimpangan ke sudut belokan
4. Hasil monitoring berupa tell tale dan extensometer
5. Hasil pengujian kuat tarik baut batuan ( pull out test)
Berdasarkan parameter diatas, kondisi terowongan di kategorikan menjadi beberapa jenis yaitu:
1. Kondisi Hijau, merupakan kondisi paling baik dari terowongan
2. Kondisi Orange, kondisi terowongan yang kurang baik
3. Kondisi Merah, kondisi terowongan yang buruk
4. Kondisi Khusus, kondisi yang abnormal.
Parameter dan kategori jenis terowongan dapat dilihat pada lampiran 2.
IV. JENIS-JENIS PENYANGGA YANG DIGUNAKAN
Tambang bawah permukaan di Sajuna menggunakan sistem penyanggaan dengan menggunakan
baut batuan atau baut kabel berkuat tarik besar sebagai penyangga primer. Prinsip penyanggaan
setelah diterapkannya TARP di tambang adalah mendapatkan efek penggantungan dari baut
batuan ataupun baut kabel yang dijangkarkan pada lapisan yang kompak (lapisan batubara SM2)
minimal 45 cm untuk baut batuan dengan panjang 2,7m. Semakin jauh jarak SM2 dari atap
terowongan, semakin panjang penjangkaran yang harus dilakukan di SM2 sesuai dengan beban
immediate roof yang akan bertambah. Dengan kefleksibelan panjang dan kelenturannya, baut
kabel akan digunakan sebagai penyangga primer apabila baut batuan yang ada tidak dapat
menjangkau lapisan SM2. Baut batuan yang kaku tidak dapat dipasang apabila panjangya
melebihi ketinggian terowongan. Penyangga sekunder berupa penambahan baut batuan dan atau
baut kabel berkuat tarik besar, penyangga kayu dan penyangga besi baja akan dipasang sesuai
dengan kondisi terowongan. Dibawah ini
adalah spesifikasi dari jenis penyangga yang digunakan di tambang bawah tanah Satui.
1. Baut Batuan Type Ulir dengan Pengikat Resin
Baut Batuan Type Ulir (Thread Bar) dapat digunakan sebagai penyangga primer ataupun
sekunder. Baut ini juga dapat dipasang di atap ataupun di dinding. Sistem pengikatan baut adalah
dengan menggunakan resin. Resin yang berbentuk kapsul akan dipasang pada setiap baut yang
dipasang.
Ada beberapa jenis resin yang digunakan disesuaikan dengan kondisi air pada lubang bornya.
Resin-resin tersebut dibedakan dengan warna untuk membedakan tipe resinnya baik itu tipe
paling cepat kering, cepat kering, sedang, lambat,sangatlembat.Untuk kondisi yang basah Untuk
memperoleh efek penggantungan yang optimal, maka panjang baut bervariasi sesuai ketebalan
atap agar baut dapat dijangkarkan dengan pembungkusan resin minimal 45 cm di lapisan
batubara SM2. Umumnya digunakan baut dengan panjang 2,4 dan 2,7m. Baut kabel berkuat tarik
tinggi dipasang sebagai penyangga primer apabila lapisan batubara SM2 jaraknya lebih dari 2,1
m dari atap terowongan. Pada situasi ini baut batuan dengan panjang 2,1 m akan dipasang
sebagai penyangga sementara sebelum baut kabel tersebut dipasang.
Berikut adalah spesifikasi dari baut batuan yang digunakan.
Tabel 1. Spesifikasi Baut Batuan
Standar Kekuatan Baut Minimum Typical
Yeild Strength 375MPa 140kN 400MPa 150kN
Ultimate Tensile Strength 570MPa 210kN 680MPa 250kN
Calculated Shear Strength 140kN 170kN
Standar Elongation 17% 22%
Uniform Elongation 10%
2. Baut Kabel Berkuat Tarik Besar (Hiten Cable Bolt)
Baut kabel berkuat tarik besar dipasang sebagai penyangga primer apabila lapisan batubara SM2
jaraknya lebih dari 2,1 m dari atap terowongan. Pada situasi ini baut batuan dengan panjang 2,1
m akan dipasang sebagai penyangga sementara sebelum baut kabel tersebut dipasang. Dengan
sifat kelenturan dan keflesibelannya dalam panjang yang digunakan, baut kabel ini dapat
dipasang untuk menjangkau lapisan SM2 tanpa harus mempertinggi dimensi terowongan. Baut
kabel ini terdiri dari 21 buah wire strand dengan diameter 12mm untuk masing-masing wire.
Dibawah ini adalah spesifikasi baut kabel yang digunakan di tambang bawah tanah percobaan
satui yang panjangnya disesuaikan dengan kondisi perlapisan.
Tabel 2. Spesifikasi Hiten Cable Bolt
Standar Kekuatan Baut Minimum Typical
Yeild Strength 480kN 500kN
Ultimate Tensile Strength 590kN 610kN
Uniform Elongation 3-4%
Mass Per Metre 2.87kg
Cable (Strand) Diameter 23.5mm
3. Wire Mesh dan Double W Strap
Untuk meningkatkan kekompakan di daerah sekitar atap dan mencegah terjatuhnya bongkahan
batuan berukuran kecil, maka akan di pasang mesh pada atap dan dinding. Double W Strap
merupakan plat besi tipis dan panjang yang digunakan agar baut batuan atau baut kabel dapat
dipasang pada satu garis. Plat ini juga dapat meningkatkan kekompakan batuan di daerah atap.
4. Penyangga Kayu
Penyangga kayu Kelas I dan II akan dipasang dalam bentuk single prop sampai ke penyangga
cribbing pada lokasi-lokasi yang diperlukan. Sehubungan dengan keterbatasan persediaanya,
maka penyangga kayu digunakan sebagai penyangga sekunder di daerah-daerah tertentu yang
jarang di lalui peralatan.
5. Penyangga Baja
Pada tempat-tempat yang memiliki kestablian atapnya cukup rendah dan sulit untuk di atasi
dengan baut batuan ataupun baut kabel, akan dipasang penyangga baja. Penyangga baja akan
dipasang juga pada kondisi khusus dimana ditemui patahan dengan throw yang lebih dari 1
meter.
V. DESAIN SISTEM PENYANGGAAN UTAMA
Rencana manajemen strata dan TARP juga diperlukan termasuk pengawasan secara menyeluruh
dan sistem assesment bahaya. Berikut ini adalah kalkulasi desain untuk sistem suspensi:
Berat strata yang akan ditahan per roof bolt:
WB = B.hlr.DR.25
nB
= 5,5 x 2.0 x 1,0 x 25 = 55kN
5
WB = berat immediate roof
B = lebar jalan
DR = Jarak antar baris baut batuan
Hlr = ketebalan lempengan atap
nB = jumlah roof bolt
Fmax = Kekuatan utama roof bolt
Faktor Keamanan Roof Bolt = Fmax = 250 = 4,5
Wb 55
Kekuatan Penjangkaran pada Lapisan batubara SM2
SB = Kekuatan pull out
Panjangnya penjangkaran
Dari pull out test yang dilakukan pada lapisan batubara SM2, kekuatan kuat tarik (pull out) rata
10,6 ton atau 104 kN dengan rata-rata panjang pengkapsulan 347,5mm.
SB = 104 kN = 0.3kN/mm
347,5mm
Jika ada baut yang dijangkarkan 0,45m ke lapisan batubara SM2 maka kekuatan penjangkaran
adalah :
FA = LA x SB = 450 x 0,3 = 135 kN
Faktor keamanan dibandingkan dengan daya selip jangkar
FOSA = FA = 135 =2,45
WB 55
Pola penyanggaan harus sesuai dengan kategori terowongan sebagaimana halnya di atur dalam
TARP. Salah satu contoh pola penyanggaan pada terowongan jalan yang diatur dalam TARP dapat
dilihat pada lampiran 1.
IV. PERANGKAT MONITORING KESTABILAN ATAP
1. Tell Tale
Tell tale merupakan alat bantu untuk mengetahui penurunan lapisan atap secara manual. Alat ini
mengandalkan pembacaan secara visual dengan ketelitian sebesar 1mm. Jenis tell tale yang
digunakan di Satui adalah model Rock IT yang memiliki 4 jangkar. Keempat jangkar dipasang
pada masing-masing lapisan di atap terowongan untuk mengetahui lapisan mana yang mengalami
penurunan/ deformasi. Dengan mengetahui letak lapisan yang mengalami penurunan maka
pemasangan penyangga sekunder baik berupa hiten, baut atau bahkan steel set akan disesuaikan
sebagaimana diatur dalam TARP
2. Extensometer
Prinsip dasar extensometer sama dengan tell tale. Alat ini biasanya memiliki 20 buah jangkar
untuk lubang sedalam 8 sampai 10m sehingga lokasi penurunan dapat lebih pasti. Pada
jangkarnya terdapat magnet yang berfungsi agar posisi jangkar tersebut dapat terbaca oleh read
out. Tingkat ketelitian alat ini adalah 1/1000mm
3. Daya ikat baut dan pengkapsulan
Daya ikat rata-rata baut batuan untuk batubara dan mudstone telah ditentukan dengan
melakukan uji penarikan anchor pada mudstone dan lapisan batubara SM2. Ringkasan dari hasil
seperti ditunjukkan pada gambar 1 mengindikasikan besarnya variasi daya ikat antara batubara
dan mudstone dan lubang yang basah dan kering dengan mudstone interburden di dekat daerah
runtuhan telah mengurangi kapabilitas daya ikat.
Kekuatan pull out pada lapisan batubara adalah 178% lebih tinggi, yaitu 3,1 ton/100mm atau 3
kN/mm. Beberapa pull test tidak berhasil, daya ikat rata-rata akan lebih tinggi dari 3 kN/mm.
Untuk menghancurkan rock bolt berkekuatan 25 ton yang dijangkarkan pada batubara 700-
800mm pengkapsulan mungkin diperlukan.
Gambar 5. Bond Strength Rata-Rata Pada Beberapa Lapisan
Dengan perbaikan sistem penyangaan ini, terdapat perubahan yang significant dari hasil pull out
test. Perbedaan hasil pengujian tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 3. Perbedaan Hasil Uji Pull Out Test Sebelum dan Setelah Perbaikan Sistem Penyanggaan
V. LAPORAN ZONA PENAMBANGAN AKTIF (AMZ)
Sebagaimana hal nya TARP, Laporan Zona Penambangan Aktif (AMZ) perlu diterapkan untuk
menjamin TARP telah dilaksanakan dengan benar oleh setiap gilir kerja. AMZ ini merupakan
suatu format pelaporan yang mengakomodir semua ketidak selarasan dan ke abnormalan kondisi
terowongan untuk dilaporkan dan di informasikan kepada gilir berikutnya. Selain itu, pelaporan
ini mencakup pelaporan hasil pemantauan monitoring atap dan informasi lain yang sangat
penting dan menunjang keselamatan karyawan dalam bekerja.
VI. SOSIALISASI DAN MONITORING PENERAPAN TARP
Beberapa kegiatan rutin dilakukan oleh bagian engineering untuk memastikan bahwa TARP
sudah dimengerti dan dapat dilaksanakan dengan baik khususnya oleh miner yang bekerja di
face. Kegiatan-kegiatan tersebut diantaranya:
1. Mensosialisasikan dengan menjelaskan secara terperinci isi dari TARP termasuk pelatihan
menyimpulkan kategori atap di lapangan dan pengujian terhadap karyawan.
2. Mensosialisasikan ulang setiap beberapa selang waktu.
3. Menempelkan dokumen TARP pada tempat-tempat penting di terowongan.
4. Melakukan evaluasi hasil monitoring penerapan TARP (pull out test, tell tale, extensometer dan
pemantuan langsung dilapangan) setiap minggu dan mensosialisasikannya kepada karyawan
secara langsung dalam suatu pertemuan.
5. Menjelaskan prediksi kategori atap yang akan dihadapi dalam satu minggu ke depan dengan
menggunakan Hazard Map.
6. Selain prediksi kategori atap, hazard map juga menjelaskan kondisi kategori terowongan paling
akhir.
7. Mengakomodir usulan-usulan dan mengkajinya kembali untuk perbaikan TARP yang sudah ada.
VII. KESIMPULAN
Dalam upaya menjaga kestabilan atap (strata control) adalah sangat penting dokumen sejenis
TARP harus dibuat dan diterapkan sesuai kondisi geologi dan struktur di masing-masing lokasi
tambang bawah permukaan. Sarana-sarana penunjang untuk penerapan TARP agar tersedia
dengan baik. Evaluasi terhadap TARP yang sudah ada harus berlangsung secara berkelanjutan
sesuai pengalaman terhadap kondisi-kondisi baru dan kelemahan-kelemahan yang terjadi pada
sistem
DAFTAR PUSTAKA
1. ITB & Tekmira. Resistivity Measurement for Dewatering Project PT Arutmin, February 2006.
2. ITB & Tekmira 2006. Analisis Kestabilan Alternatif Dimensi Terowongan, Proyek Tambang
Bawah Tanah Satui, PT Arutmin Indonesia, 2006
3. McCowan, Brian. The McCowan Consulting Report, Satui Underground Mine, Roof Fall
Investigation and Roof Reinforcement Review – Report No. MC06012, Australia, 2006
4. PT Arutmin Indonesia. Trigger Action Response Plan Revision, PT Arutmin Satui Underground
Mine, 2007