I

48
1 BAB I PENDAHULUAN Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan utama yang masih menjadi topik di berbagai daerah di dunia. Penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus dengue ini endemis di beberapa daerah tropis dan subtropis. Faktor- faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus dengue ini sangat kompleks, yaitu pertumbuhan penduduk yang tinggi, urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkontrol, tidak adanya kontrol terhadap nyamuk yang efektif di daerah endemik, dan peningkatan sarana transportasi. 3,12 Prevalensi global DHF mengalami peningkatan yang dramatis dalam dua dekade terakhir. Sekitar 40 % dari penduduk dunia di daerah tropis dan sub tropis beresiko terkena DHF. 11 Berdasarkan estimasi diperoleh 50 juta kasus baru terjadi di seluruh dunia setiap tahunnya dan sekitar 2,5 juta orang hidup di negara endemik dengue. 1,2 Asia disebutkan menempati urutan pertama dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya. World Health Organization (WHO) mencatatkan negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara sejak tahun 1968 hingga tahun 2009. Insiden global penyakit ini semakin meningkat dalam beberapa dekade terakhir. Di Indonesia dimana lebih dari 35% penduduknya tinggal di daerah urban, 150.000 kasus dilaporkan tahun 2007 (rekor tertinggi), dengan lebih dari 25.000 kasus dilaporkan dari Jakarta dan Jawa Barat. 2 Di provinsi Bali pada tahun 2003, jumlah penderita adalah sebesar 2.363 orang dan 7 orang diantaranya meninggal, sedangkan pada tahun 2004 sebesar 1.890 orang dan 8 orang diantaranya meninggal, dan pada tahun 2005 sebesar 3.594 orang dan 18 orang diantaranya meninggal. Berdasarkan umur, proporsi kasus DHF di Indonesia menunjukkan bahwa DHF paling banyak terjadi pada anak usia sekolah yaitu pada usia 5-14 tahun. 3 Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus dengue, yaitu: manusia, virus, dan vektor perantara. Virus dengue ini sendiri ditularkan

description

ijo

Transcript of I

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan

    utama yang masih menjadi topik di berbagai daerah di dunia. Penyakit yang disebabkan

    oleh infeksi virus dengue ini endemis di beberapa daerah tropis dan subtropis. Faktor-

    faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus dengue ini sangat

    kompleks, yaitu pertumbuhan penduduk yang tinggi, urbanisasi yang tidak terencana

    dan tidak terkontrol, tidak adanya kontrol terhadap nyamuk yang efektif di daerah

    endemik, dan peningkatan sarana transportasi.3,12

    Prevalensi global DHF mengalami peningkatan yang dramatis dalam dua

    dekade terakhir. Sekitar 40 % dari penduduk dunia di daerah tropis dan sub tropis

    beresiko terkena DHF.11 Berdasarkan estimasi diperoleh 50 juta kasus baru terjadi di

    seluruh dunia setiap tahunnya dan sekitar 2,5 juta orang hidup di negara endemik

    dengue.1,2 Asia disebutkan menempati urutan pertama dalam jumlah penderita DBD

    setiap tahunnya. World Health Organization (WHO) mencatatkan negara Indonesia

    sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara sejak tahun 1968 hingga

    tahun 2009. Insiden global penyakit ini semakin meningkat dalam beberapa dekade

    terakhir. Di Indonesia dimana lebih dari 35% penduduknya tinggal di daerah urban,

    150.000 kasus dilaporkan tahun 2007 (rekor tertinggi), dengan lebih dari 25.000 kasus

    dilaporkan dari Jakarta dan Jawa Barat.2 Di provinsi Bali pada tahun 2003, jumlah

    penderita adalah sebesar 2.363 orang dan 7 orang diantaranya meninggal, sedangkan

    pada tahun 2004 sebesar 1.890 orang dan 8 orang diantaranya meninggal, dan pada

    tahun 2005 sebesar 3.594 orang dan 18 orang diantaranya meninggal. Berdasarkan

    umur, proporsi kasus DHF di Indonesia menunjukkan bahwa DHF paling banyak

    terjadi pada anak usia sekolah yaitu pada usia 5-14 tahun.3

    Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus

    dengue, yaitu: manusia, virus, dan vektor perantara. Virus dengue ini sendiri ditularkan

  • 2

    melalui gigitan nyamuk Aedes aegypty betina. Nyamuk Aedes tersebut dapat

    mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami

    viremia. Sekali virus dapat masuk dan berkembang biak di dalam tubuh nyamuk,

    nyamuk tersebut akan menularkan virus selama hidupnya (infected). Pada manusia,

    virus memerlukan waktu 4-6 hari (intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan

    sakit.

    Jumlah kasus DHF paling tinggi terjadi pada akhir musim hujan. Perubahan

    musim agaknya mempengaruhi frekuensi gigitan dan panjang umur nyamuk,

    perubahan itu pula yang mempengaruhi kebiasaan manusia untuk tinggal di dalam

    rumah. Meningkatnya jumlah kasus serta bertambahnya wilayah yang terjangkit juga

    disebabkan karena semakin baiknya sarana transportasi penduduk, adanya pemukiman

    baru, kurangnya perilaku masyarakat terhadap pembersihan sarang nyamuk,

    terdapatnya vektor nyamuk hampir di seluruh pelosok tanah air serta adanya empat

    serotipe virus yang bersirkulasi sepanjang tahun. Oleh sebab itulah DHF masih sulit

    diberantas. Sedangkan, keberhasilan penatalaksanaan DHF terletak pada kemampuan

    mendeteksi secara dini fase kritis dan penanganan yang cepat dan tepat.

  • 3

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Definisi Demam Dengue, Demam Berdarah Dengue, dan Dengue Shock

    Syndrome

    Demam Dengue adalah infeksi virus Dengue tanpa disertai dengan

    kebocoran plasma. Secara klinis ditemukan demam, suhu pada umumnya antara

    39-40C, bersifat bifasik, menetap antara 2-7 hari, ditandai dengan dua atau lebih

    manifestasi klinis sebagai berikut:12

    Nyeri kepala

    Nyeri retro-orbital

    Mialgia/artralgia

    Ruam kulit

    Manifestasi perdarahan (petekie atau uji bending positif)

    Leukopenia

    DBD adalah infeksi virus Dengue yang disertai dengan kebocoran

    plasma. Perubahan patofisiologi pada infeksi dengue menentukan perbedaan

    perjalanan penyakit antara DBD dengan DD. Perubahan patofisiologis tersebut

    adalah kelainan hemostasis dan perembesan plasma. Kedua kelainan tersebut

    dapat diketahui dengan adanya trombositopenia dan peningkatan hematokrit. Oleh

    karena itu, trombositopenia (sedang sampai berat) dan hemokonsentrasi

    merupakan kejadian yang selalu dijumpai.4

    Dengue Shock Syndrome (DSS) merupakan suatu keadaan infeksi dari

    Demam Berdarah Dengue yang ditandai dengan adanya kegagalan dari sirkulasi,

    termasuk menyempitnya tekanan nadi (

  • 4

    2.2 Epidemiologi Infeksi Virus Dengue

    Sejak 20 tahun terakhir, terjadi peningkatan frekuensi infeksi virus

    dengue secara global. Di seluruh dunia 50-100 milyar kasus telah dilaporkan.

    Setiap tahunnya sekitar 500.000 kasus DBD perlu perawatan di rumah sakit, 90%

    diantaranya adalah anak anak usia kurang dari 15 tahun. Angka kematian DBD

    diperkirakan sekitar 5% dan sekitar 25.000 kasus kematian dilaporkan setiap

    harinya.11

    Pada tahun 2007 seluruh provinsi di pulau Jawa dan Bali berisiko tinggi

    (AI>55 per 100.000 penduduk). Pada tahun 2009 hampir seluruh provinsi di pulau

    Kalimantan beresiko tinggi (kecuali Kalimantan Selatan). Terjadi perubahan

    kelompok umur yang terserang penyakit DBD, menjadi seluruh kelompok umur,

    terutama pada usia produktif. Resiko terkena DBD pada laki-laki dan perempuan

    hampir sama, tidak tergantung jenis kelamin. Angka kematian (AK) nasional pada

    tahun 2009 adalah 0,89% telah berhasil mencapai target (di bawah 1%), namun

    sebagian besar provinsi(61,3%) belum mencapai target. AK dari tahun ke tahun

    mengalami penurunan mulai dari 41,4% pada tahun 1968 menjadi 0,89% pada

    tahun 2009, namun jumlah kematian terus meningkat tahun 1968 sebanyak 24

    menjadi 1.420 kematian pada tahun 2009.4

    Kasus cenderung meningkat pada musim penghujan (Desember Maret)

    dan menurun pada musim kemarau (Juni-September), walaupun setiap daerah

    mempunyai variasi musim sesuai regionalnya.Mulai tahun 2005, laporan kasus

    kejadian luar biasa (KLB) dan jumlah kab/kota yang melaporkan KLB menurun,

    berlawanan dengan jumlah kasus DBD yang dilaporkan terus meningkat.Dari

    tahun 1994-2009, dari hasil survei didapatkan angka bebas jentik (ABJ) masih di

    bawah target (>95%).4

    Morbiditas dan mortalitas infeksi virus dengue dipengaruhi berbagai

    faktor antara lain status imunisasi penjamu, kepadatan vektor nyamuk, transmisi

    virus dengue, keganasan (virulensi) virus dengue, dan kondisi geografis setempat.

    Sampai saat ini DBD telah ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia, dan 200

  • 5

    kota telah melaporkan adanya kejadian luar biasa. Incidence Rate meningkat dari

    0,005 per 100.000 penduduk pada tahun 1968 menjadi berkisar antara 6-27 per

    100.000 penduduk pada tahun 2000. Pola berjangkit infeksi virus dengue

    dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban udara. Pada suhu yang panas (28-320C)

    dengan kelembaban yang tinggi, nyamuk Aedes akan tetap bertahan hidup untuk

    jangka waktu yang lama. Di Indonesia, karena pola suhu dan kelembaban tidak

    sama di setiap tempat, maka pola waktu terjadinya penyakit agak berbeda untuk

    setiap tempat. Di Jawa pada umumnya infeksi virus dengue terjadi mulai awal

    Januari, meningkat terus sehingga kasus terbanyak terdapat pada sekitar bulan

    April-Mei setiap tahun.5

    2.3 Etiologi dan Transmisi

    DBD disebabkan oleh virus dengue yang termasuk kelompok B-

    Antrhopode Borne Virus (Arboviroses) yang sekarang dikenal sebagai genus

    Flavivirus, famili Flaviviridae. Empat serotipe, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan

    DEN-4 dan ditemukan bahwa DEN-3 merupakan serotipe yang paling sering

    menjadi penyebab DBD di Indonesia. Keempat serotipe virus tersebut serupa

    namun mempunyai sifat antigen yang berbeda sehingga infeksi oleh salah satu

    serotipe hanya akan memberikan kekebalan seumur hidup untuk serotipe tersebut

    tetapi tidak memberi kekebalan silang (cross protective immunity) untuk serotipe

    lainnya.5

    Vektor utama dengue di Indonesia adalah Aedes aegypti betina,

    disamping pula Aedes albopictus betina.6 Ciri-ciri nyamuk penyebab penyakit

    demam berdarah (nyamuk Aedes aegypti).7

    Badan kecil, warna hitam dengan bintik-bintik putih

    Hidup di dalam dan di sekitar rumah

    Menggigit/menghisap darah pada siang hari

    Senang hinggap pada pakaian yang bergantungan dalam kamar

  • 6

    Bersarang dan bertelur di genangan air jernih di dalam dan di sekitar

    rumah bukan di got/comberan

    Di dalam rumah: bak mandi, tampayan, vas bunga, tempat minum

    burung, dan lain-lain.

    Gambar 1. Aedes aegypti betina7

    Jika seseorang terinfeksi virus dengue digigit oleh nyamuk Aedes aegypti,

    maka virus dengue akan masuk bersama darah yang diisap olehnya. Didalam

    tubuh nyamuk itu virus dengue akan berkembang biak dengan cara membelah diri

    dan menyebar ke seluruh bagian tubuh nyamuk. Sebagian besar virus akan berada

    dalam kelenjar air liur nyamuk. Jika nyamuk tersebut menggigit seseorang maka

    alat tusuk nyamuk (proboscis) menemukan kapiler darah, sebelum darah orang itu

    diisap maka terlebih dahulu dikeluarkan air liurnya agar darah yang diisapnya

    tidak membeku.12 Bersama dengan air liur inilah virus dengue tersebut ditularkan

    kepada orang lain.

    2.4 Patogenesis Infeksi Virus Dengue

    Walaupun demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue(DBD)

    disebabkan oleh virus yang sama, tapi mekanisme patofisiologisnya yang berbeda

    yang menyebabkan perbedaan klinis. Perbedaan yang utama adalah

    hemokonsentrasi yang khas pada DBD yang bisa mengarah pada kondisi renjatan.

    Renjatan itu disebabkan karena kebocoran plasma yang diduga karena proses

  • 7

    imunologi. Pada demam dengue hal ini tidak terjadi. Manifestasi klinis demam

    dengue timbul akibat reaksi tubuh terhadap masuknya virus. Virus akan

    berkembang di dalam peredaran darah dan akan ditangkap oleh makrofag. Segera

    terjadi viremia selama 2 hari sebelum timbul gejala dan berakhir setelah lima hari

    gejala panas mulai. Makrofag akan segera bereaksi dengan menangkap virus dan

    memprosesnya sehingga makrofag menjadi APC (Antigen Presenting Cell).

    Antigen yang menempel di makrofag ini akan mengaktifasi sel T-Helper dan

    menarik makrofag lain untuk memfagosit lebih banyak virus. T-helper akan

    mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan melisis makrofag yang sudah memfagosit

    virus. Juga mengaktifkan sel B yang akan melepas antibodi. Ada 3 jenis antibodi

    yang telah dikenali yaitu antibodi netralisasi, antibodi hemagglutinasi, antibodi

    fiksasi komplemen.2

    Proses diatas menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang

    merangsang terjadinya gejala sistemik seperti demam, nyeri sendi, otot, malaise

    dan gejala lainnya. Dapat terjadi manifetasi perdarahan karena terjadi agregasi

    trombosit yang menyebabkan trombositopenia, tetapi trombositopenia ini bersifat

    ringan.2 Imunopatogenesis DBD dan DSS masih merupakan masalah yang

    kontroversial. Dua teori yang digunakan untuk menjelaskan perubahan

    patogenesis pada DBD dan DSS yaitu teori virulensi dan hipotesis infeksi

    sekunder (secondary heterologous infection theory).

    Teori virulensi dapat dihipotesiskan sebagai berikut : Virus dengue seperti

    juga virus binatang yang lain, dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan

    sewaktu virus mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh

    nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam genom virus dapat

    menyebabkan peningkatan replikasi virus dan viremia, peningkatan virulensi, dan

    mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah. Renjatan yang dapat

    menyebabkan kematian terjadi sebagai akibat serotipe virus yang paling

    virulen.6,12

  • 8

    Secara umum hipotesis secondary heterologous infection menjelaskan

    bahwa jika terdapat antibodi yang spesifik terhadap jenis virus tertentu maka

    antibodi tersebut dapat mencegah penyakit, tetapi sebaliknya apabila antibodi

    terdapat dalam tubuh merupakan antibodi yang tidak dapat menetralisasi virus,

    justru dapat menimbulkan penyakit yang berat.2 Antibodi heterolog yang telah ada

    sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan kemudian

    membentuk kompleks antigen-antibodi yang akan berikatan dengan Fc reseptor

    dari membran sel leukosit terutama makrofag. Dihipotesiskan juga mengenai

    antibody dependent enhancement (ADE), suatu proses yang akan meningkatkan

    infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai respon

    terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian

    menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga

    mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.6

    Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis infeksi sekunder (teori

    secondary heterologous infection) dapat dilihat pada Gambar 2. Sebagai akibat

    infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang pasien,

    respon antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari

    mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer

    tinggi antibodi IgG antidengue. Disamping itu, replikasi virus dengue terjadi juga

    di dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam

    jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya kompleks antigen-

    antibodi (virus antibody complex) yang selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi

    sistem komplemen.

    Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan

    peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari

    ruang intravaskuler ke ruang ekstravaskuler. Pada pasien dengan syok berat,

    volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30% dan berlangsung selama

    24 48 jam. Perembesan plasma yang erat hubungannya dengan kenaikan

    permeabilitas dinding pembuluh darah ini terbukti dengan adanya peningkatan

  • 9

    kadar hematokrit, penurunan kadar natrium dan terdapatnya cairan di dalam

    rongga serosa (efusi pleura dan asites). Syok yang tidak tertanggulangi secara

    adekuat akan menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat berakibat fatal, oleh

    karena itu pengobatan syok sangat penting guna mencegah kematian.6

    Gambar 2 Patogenesis Terjadinya Syok Pada DBD.6

    Sebagai respon terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen antibodi

    selain mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan

    mengaktivasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah.

    Kedua faktor tersebut akan mengakibatkan perdarahan pada DBD. Agrerasi

    trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada

    membran trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin diphosphat ),

  • 10

    sehingga trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga

    terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran

    platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulapati konsumtif (KID;

    koagulasi intravaskular deseminata), ditandai dengan peningkatan FDP

    (fibrinogen degradation product ) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan.

    Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit,

    sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi dengan

    baik. Di sisi lain, aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hagemen

    sehingga terjadi aktivasi sistem kinin kalikrein sehingga memacu peningkatan

    permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok. Jadi, perdarahan

    masif pada DBD diakibatkan oleh trombositopenia, penurunan faktor pembekuan

    (akibat KID), kelainan fungsi trombosit, dan kerusakan dinding endotel kapiler.

    Akhirnya perdarahan akan memperberat syok yang terjadi.6

    Gambar 3 Patogenesis Terjadinya Perdarahan pada DBD.6

  • 11

    2.5 Spektrum Klinis Penyakit

    Infeksi virus dengue tergantung dari faktor yang mempengaruhi daya

    tahan tubuh dengan faktor-faktor yang mempengaruhi virulensi virus. Dengan

    demikian infeksi virus dengue dapat menyebabkan keadaan yang bermacam-

    macam, mulai dari tanpa gejala (asimtomatik), demam ringan yang tidak spesifik

    (undifferentiated febrile illness), Demam Dengue, atau bentuk yang lebih berat

    yaitu Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Sindrom Syok Dengue (SSD).11

    Namun, untuk alasan praktis, infeksi dengue yang tidak berat (non-severe dengue)

    dapat dikelompokkan ke dalam 2 kelompok yaitu pasien dengan warning sign dan

    tanpa warning sign.

    Gambar 4. Spektrum Klinis Infeksi Virus Dengue11

    Gambaran klinis penderita dengue terdiri atas 3 fase yaitu fase febris, fase

    kritis dan fase pemulihan.

    2.5.1 Fase Febris

    Biasanya demam mendadak tinggi 2 7 hari, disertai muka

    kemerahan, eritema kulit, nyeri seluruh tubuh, mialgia, artralgia dansakit

    kepala.Pada beberapa kasus ditemukan nyeri tenggorok, injeksi farings dan

  • 12

    konjungtiva, anoreksia, mual dan muntah.Pada fase ini dapat pula ditemukan

    tanda perdarahan seperti ptekie, perdarahan mukosa, walaupun jarang dapat

    pula terjadiperdarahan pervaginam dan perdarahan gastrointestinal.Bentuk

    perdarahan yang paling sering adalah uji tourniquet (Rumple leede) positif,

    kulit mudah memar dan perdarahan pada bekas suntikan intravena atau pada

    bekas pengambilan darah. Kebanyakan kasus, petekia halus diternukan

    tersebar di daerah ekstremitas, aksila, wajah, dan palatum mole, yang

    biasanya ditemukan pada fase awal dari demam. Epistaksis dan perdarahan

    gusi lebih jarang ditemukan, perdarahan saluran cerna ringan dapat

    ditemukan pada fase demam. Hati biasanya membesar dengan variasi dari

    just palpable sampai 2-4 cm di bawah arcus costae kanan. Sekalipun

    pembesaran hati tidak berhubungan dengan berat ringannya penyakit namun

    pembesar hati lebih sering ditemukan pada penderita dengan syok.8

    2.5.2 Fase kritis

    Terjadi pada hari 3 7 sakit dan ditandai dengan penurunan suhu

    tubuh disertai kenaikan permeabilitas kapiler dantimbulnya kebocoran

    plasma yang biasanya berlangsung selama 24 48 jam. Kebocoran plasma

    sering didahului oleh lekopeniprogresif disertai penurunan hitung trombosit.

    Pada fase ini dapat terjadi syok.2 Trombositopeni dan hemokonsentrasi

    merupakan kelainan yang selalu ditemukan pada DBD. Penurunan jumlah

    trombosit < 100.000/lbiasa ditemukan pada hari ke-3 sampai ke-8 sakit,

    sering terjadi sebelum atau bersamaan dengan perubahan nilai hematokrit.

    Hemokonsentrasi yang disebabkan oleh kebocoran plasma dinilai dari

    peningkatan nilai hematokrit. Penurunan nilai trombosit yang disertai atau

    segera disusul dengan peningkatan nilai hematokrit sangat unik untuk DBD,

    kedua hal tersebut biasanya terjadi pada saat suhu turun atau sebelum syok

    terjadi. Perlu diketahui bahwa nilai hematokrit dapat dipengaruhi oleh

    pemberian cairan atau oleh perdarahan.8

  • 13

    Gambar 5. Perjalanan penyakit DBD.2

    Jumlah leukosit bisa menurun (leukopenia) atau leukositosis, Iimfositosis

    relatif dengan limfosit atipik sering ditemukan pada saat sebelum suhu turun atau

    syok. Hipoproteinemi akibat kebocoran plasma biasa ditemukan. Adanya

    fibrinolisis dan ganggungan koagulasi tampak pada pengurangan fibrinogen,

    protrombin, faktor VIII, faktor XII, dan antitrombin III. PTT dan PTmemanjang

    pada sepertiga sampai setengah kasus DBD. Fungsi trombosit juga terganggu.

    Asidosis metabolik dan peningkatan BUN ditemukan pada syok berat. Pada

    pemeriksaan radiologis bisa ditemukan efusi pleura, terutama sebelah kanan. Berat

    ringannya efusi pleura berhubungan dengan berat-ringannya penyakit. Pada pasien

    yang mengalami syok, efusi pleura dapat ditemukan bilateral.8

    2.5.3 Fase Pemulihan

    Bila fase kritis terlewati maka terjadi pengembalian cairan dari

    ekstravaskuler ke intravaskuler secara perlahanpada 48 72 jam setelahnya.

    Keadaan umum penderita membaik, nafsu makan pulih kembali , hemodinamik

    stabil dan dieresis membaik.2

  • 14

    2.6 Diagnosis

    Kriteria untuk mendiagnosis dengue (dengan atau tanpa warning sign) dan

    severe dengue dapat dilihat pada Gambar 2.6.

    Gambar 6. Klasifikasi Infeksi Dengue.2

    Berdasarkan WHO tahun 2009 klasifikasi kasus yang disepakati sekarang

    adalah:4

    1. Dengue tanpa tanda bahaya (dengue without warning signs),

    2. Dengue dengan tanda bahaya (dengue with warning signs), dan

    3. Dengue berat (severe Dengue)

    2.6.1 Kriteria dengue tanpa/dengan tanda bahaya

    Dengue probable:

    a) Bertempat tinggal di /bepergian ke daerah endemik dengue

    b) Demam disertai 2 dari hal berikut :

    i) Mual, muntah

  • 15

    ii) Ruam

    iii) Sakit dan nyeri

    iv) Uji torniket positif

    v) Lekopenia

    vi) Adanya tanda bahaya

    c) Tanda bahaya adalah :

    i) Nyeri perut

    ii) Muntah berkepanjangan

    iii) Terdapat akumulasi cairan

    iv) Perdarahan mukosa

    v) Letargi, lemah

    vi) Pembesaran hati > 2 cm

    vii) Kenaikan hematokrit seiring dengan penurunan jumlah trombosit

    yang cepat

    Dengue dengan konfirmasi laboratorium (penting bila bukti kebocoran

    plasma tidak jelas)

    2.6.2 Kriteria dengue berat

    a. Kebocoran plasma berat, yang dapat menyebabkan syok (DSS),

    akumulasi cairan dengan distress pernafasan.

    b. Perdarahan hebat, sesuai pertimbangan klinisi

    c. Gangguan organ berat, hepar (AST atau ALT 1000, gangguan

    kesadaran, gangguan jantung dan organ lain)

    2.7 Pemeriksaan Penunjang

    2.7.1 Laboratorium

    Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan untuk menunjang

    diagnosis DBD adalah pemeriksaan darah lengkap, urine, serologi dan isolasi virus.

    Yang signifikan dilakukan adalah pemeriksaan darah lengkap, selain itu untuk

    mendiagnosis DBD secara definitif dengan isolasi virus, identifikasi virus dan

    serologis.

  • 16

    2.7.1.1 Darah Lengkap :

    Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk memeriksa kadar

    hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit. Peningkatan nilai hematokrit

    yang selalu dijumpai pada DBD merupakan indikator terjadinya perembesan

    plasma, Selain hemokonsentrasi juga didapatkan trombositopenia, dan

    leukopenia.2

    2.7.1.2 Isolasi Virus :

    Ada beberapa cara isolasi dikembangkan, yaitu :

    a. Inokulasi intraserebral pada bayi tikus albino umur 1-3 hari.

    b. Inokulasi pada biakan jaringan mamalia (LLCKMK2) dan nyamuk A.

    albopictus.

    c. Inokulasi pada nyamuk dewasa secara intratorasik / intraserebri pada

    larva.

    2.7.1.3 Identifikasi Virus :

    Adanya pertumbuhan virus dengue dapat diketahui dengan melakukan

    fluorescence antibody technique test secara langsung atau tidak langsung

    dengan menggunakan cunjugate. Untuk identifikasi virus dipakai

    flourensecence antibody technique test secara indirek dengan menggunakan

    antibodi monoklonal.

    2.7.1.4 Uji Serologi :

    1. Uji hemaglutinasi inhibasi ( Haemagglutination Inhibition Test = HI

    test)5,6

    Diantara uji serologis, uji HI adalah uji serologis yang paling

    sering dipakai dan digunakan sebagai baku emas pada pemeriksaan

    serologis. Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam uji HI

    ini :

    a. Uji ini sensitif tetapi tidak spesifik, artinya dengan uji serologis

    ini tidak dapat menunjukan tipe virus yang menginfeksi

  • 17

    b. Antibodi HI bertahan didalam tubuh sampai lama sekali (48

    tahun), maka uji ini baik digunakan pada studi seroepidemiologi.

    c. Untuk diagnosis pasien, kenaikan titer konvalesen empat kali lipat

    dari titer serum akut atau konvalesen dianggap sebagai presumtive

    positif, atau diduga keras positif infeksi dengue yang baru terjadi

    (Recent dengue infection )

    2. Uji Komplement Fiksasi ( Complement Fixation test = CF test )5,6

    Uji serologi yang jarang digunakan sebagai uji diagnostik

    secara rutin oleh karena selain cara pemeriksaan agak ruwet,

    prosedurnya juga memerluikan tenaga periksa yang sudah

    berpengalaman. Berbeda dengan antibodi HI, antibodi

    komplemen fiksasi hanya bertahan sampai beberapa tahun saja (2

    3 tahun)

    3. Uji neutralisasi ( Neutralisasi Tes = NT test )5,6

    Merupakan uji serologi yang paling spesifik dan sensitif

    untuk virus dengue. Biasanya uji neutralisasi memakai cara yang

    disebut Plaque Reduction Neutralization Test ( PRNT ) yaitu

    berdasarkan adanya reduksi dari plaque yang terjadi. Saat

    antibodi neutralisasi dideteksi dalam serum hampir bersamaan

    dengan HI antibodi komplemen tetapi lebih cepat dari antibodi

    fiksasi dan bertahan lama (48 tahun). Uji neutralisasi juga rumit

    dan memerlukan waktu yang cukup lama sehingga tidak dipakai

    secara rutin.

    4. IgM Elisa ( IgM Captured Elisa = Mac Elisa)7

    Pada tahun terakhir ini, mac elisa merupakan uji serologi

    yang banyak sekali dipakai. Sesuai namanya test ini akan

    mengetahui kandungan IgM dalam serum pasien. Hal-hal yang

    perlu diperhatikan dalam uji mac elisa adalah :

  • 18

    a. Pada perjalanan penyakit hari 4 5 virus dengue, akan timbul IgM

    yang diikuti oleh IgG.

    b. Dengan mendeteksi IgM pada serum pasien, secara cepat dapat

    ditentukan diagnosis yang tepat.

    c. Ada kalanya hasil uji terhadap masih negatif, dalam hal ini perlu

    diulang.

    d. Apabila hari ke 6 IgM masih negatif, maka dilaporkan sebagai

    negatif.

    e. IgM dapat bertahan dalam darah sampai 2 3 bulan setelah adanya

    infeksi. Untuk memeperjelas hasil uji IgM dapat juga dilakukan uji

    terhadap IgG. Untuk itu uji IgM tidak boleh dipakai sebagai satu

    satunya uji diagnostik untuk pengelolaan kasus.

    f. Uji mac elisa mempunyai sensitifitas sedikit dibawah uji HI,

    dengan kelebihan uji mac elisa hanya memerlukan satu serum akut

    saja dengan spesifitas yang sama dengan uji HI.

    5. IgG Elisa

    Pada saat ini juga telah beredar uji IgG elisa yang sebanding

    dengan uji HI , hanya sedikit lebih spesifik. Beberapa merek dagang

    kita uji untuk infeksi dengue IgM / IgG dengue blot, dengue rapid IgM,

    IgM elisa, IgG elisa, yang telah beredar di pasaran. Pada dasarnya, hasil

    uji serologi dibaca dengan melihat kenaikan titer antibodi fase

    konvalesen terhadap titer antibodi fase akut (naik empat kali kelipatan

    atau lebih).7

    Akhir-akhir ini dengan berkembangnya ilmu biologi molekular,

    diagnosis infeksi virus dengue dapat dilakukan dengan suatu uji yang

    disebut Reverse Transcriptase Polymerase Chai Reaction (RTPCR).5,6 Cara

    ini merupakan cara diagnosis yang sangat sensitif dan spesifik terhadap

    serotipe tertentu, hasil cepat didapat dan dapat diulang dengan mudah. Cara

    ini dapat mendeteksi virus RNA dari spesimen yang berasal dari darah,

    jaringan tubuh manusia , dan nyamuk. Meskipun sensitivitas PCR sama

  • 19

    dengan isolasi virus, PCR tidak begitu dipengaruhi oleh penanganan

    spesimen yang kurang baik (misalnya dalam penyimpanan dan handling),

    bahkan adanya antibodi dalam darah juga tidak mempengaruhi hasil dari

    PCR.9,10

    Pada pemeriksaan radiologi kelainan yang bisa didapatkan antara

    lain:3

    1. Dilatasi pembuluh darah paru

    2. Efusi pleura

    3. Kardiomegali atau efusi perikard

    4. Hepatomegali

    5. Cairan dalam rongga peritoneum

    6. Penebalan dinding vesika felea

    2.8 Diagnosis Banding

    a. Pada awal perjalanan penyakit, diagnosis banding mencakup infeksi bakteri,

    virus, atau penyakit protozoa seperti demam tifoid, campak, influenza, hepatitis

    chikungunya, malaria. Adanya trombositopenia yang jelas disertai

    hemokonsentrasi dapat membedakan antara DBD dengan penyakit lain.

    b. DBD harus dibedakan pada deman chikungunya (DC). Pada DC biasanya seluruh

    anggota keluarga dapat terserang dan penularannya mirip dengan influenza. Bila

    dibandingkan dengan DBD, DC memperlihatkan serangan demam mendadak, masa

    demam lebih pendek, suhu tubuh tinggi, hampir selalu disertai ruam makulopapular,

    injeksi kojungtiva dan lebih sering dijumpai nyeri sendi. Proporsi uji tourniquet positif,

    petekie dan epistaksis hampir sama dengan DBD. Pada DC tidak ditemukan

    perdarahan gastrointestinal dan syok.

    c. Perdarahan seperti petekie dan ekimosis ditemukan pada beberapa penyakit infeksi,

    misalnya sepsis, meningitis meningkokus. Pada sepsis, anak sejak semula kelihatan

    sakit berat, demam naik turun, dan ditemukan tanda-tanda infeksi. Disamping itu jelas

    terdapat leukositosis disertai dominasi sel polimorfonuklear (pergeseran ke kiri pada

    hitung jenis). Pemeriksaan laju endap darah (LED) dapat dipergunakan untuk

  • 20

    membedakan infeksi bakteri dengan virus. Pada meningitis meningkokokus jelas

    terdapat rangsangan meningeal dan kelainan pada pemeriksaan cairan serebrospinalis.

    d. Idiopatic Thrombocytopenic Purpura (ITP) sulit dibedakan dengan DBD derajat II,

    oleh karena didapatkan demam disertai perdarahan di bawah kulit. Pada hari-hari

    pertama, diagnosis ITP sulit dibedakan dendgan penyakit DBD, tetapi pada ITP

    demam cepat menghilang, tidak dijumpai hemokonsentrasi, dan pada fase

    penyembuhan DBD jumlah trombosit lebih cepat kembali normal daripada ITP.

    e. Perdarahan dapat juga terjadi pada leukemia atau anemia aplastik. Pada leukemia

    demam tidak teratur, kelenjar limfe dapat teraba dan anak sangat anemis. Pemeriksaan

    darah tepi dan sumsum tulang akan memperjelas diagnosis leukemia. Pada anemia

    aplastik anak sangat anemik, demam timbul karena infeksi sekunder.4

    2.9 Penatalaksanaan

    Berdasarkan panduan WHO 2009, pasien dengan infeksi dengue dikelompokkan

    ke dalam 3 kelompok yaitu Grup A, B, dan C.2 Pasien yang termasuk Grup A dapat

    menjalani rawat jalan. Sedangkan pasien yang termasuk Grup B atau C harus menjalani

    perawatan di rumah sakit. Sampai saat ini belum tersedia terapi antiviral untuk infeksi

    dengue. Prinsip terapi bersifat simptomatis dan suportif.

    2.9.1 Grup A

    Yang termasuk Grup A adalah pasien yang tanpa disertai warning signs dan

    mampu mempertahankan asupan oral cairan yang adekuat dan memproduksi urine

    minimal sekali dalam 6 jam. Sebelum diputuskan rawat jalan, pemeriksaan darah

    lengkap harus dilakukan. Pasien dengan hematokrit yang stabil dapat dipulangkan.

    Terapi di rumah untuk pasien Grup A meliputi edukasi mengenai istirahat atau tirah

    baring dan asupan cairan oral yang cukup, serta pemberian parasetamol. Pasien

    beserta keluarganya harus diberikan KIE tentang warning signs secara jelas dan

    diberikan instruksi agar secepatnya kembali ke rumah sakit jika timbul warning

    signs selama perawatan di rumah.2

    2.9.2 Grup B

    Yang termasuk Grup B meliputi pasien dengan warning signs dan pasien

    dengan kondisi penyerta khusus (co-existing conditions). Pasien dengan kondisi

    penyerta khusus seperti kehamilan, bayi, usia tua, diabetes mellitus, gagal ginjal

  • 21

    atau dengan indikasi sosial seperti tempat tinggal yang jauh dari RS atau tinggal

    sendiri harus dirawat di rumah sakit. Jika pasien tidak mampu mentoleransi asupan

    cairan secara oral dalam jumlah yang cukup, terapi cairan intravena dapat dimulai

    dengan memberikan larutan NaCl 0,9% atau Ringers Lactate dengan kecepatan

    tetes maintenance. Monitoring meliputi pola suhu, balans cairan (cairan masuk dan

    cairan keluar), produksi urine, dan warning signs.2

    Tatalaksana pasien infeksi dengue dengan warning signs adalah sebagai

    berikut:

    Mulai dengan pemberian larutan isotonic (NS atau RL) 5-7 ml/kg/jam

    selama 1-2 jam, kemudian kurangi kecepatan tetes menjadi 3-5

    ml/kg/jam selama 2-4 jam, dan kemudian kurangi lagi menjadi 2-3

    ml/kg/jam sesuai respons klinis.

    Nilai kembali status klinis dan evaluasi nilai hematokrit. Jika

    hematokrit stabil atau hanya meningkat sedikit, lanjutkan terapi cairan

    dengan kecepatan 2-3 ml/kg/jam selama 2-4 jam.

    Jika terjadi perburukan tanda vital dan peningkatan cepat nilai HCT,

    tingkatkan kecepatan tetes menjdai 5-10 ml/kg/jam selama 1-2 jam

    Nilai kembali status klinis, evaluasi nilai hematokrit dan evaluasi

    kecepatan tetes infuse. Kurangi kecepatan tetes secara gradual ketika

    mendekati akhir fase kritis yang diindikasikan oleh adanya produksi

    urine dan asupan cairan yang adekuat dan nilai hematokrit di bawah

    nilai baseline.

    Monitor tanda vital dan perfusi perifer (setiap 1-4 jam sampai pasien

    melewati fase kritis), produksi urine, hematokrit (sebelum dan sesudah

    terapi pengganti cairan, kemudian setiap 6-12 jam), gula darah, dan

    fungsi organ lainnya (profil ginjal, hati, dan fungsi koagulasi sesuai

    indikasi). 2

    2.9.3 Grup C

    Yang termasuk Grup C adalah pasien dengan kebocoran plasma (plasma

    leakage) berat yang menimbulkan syok dan/atau akumulasi cairan abnormal dengan

    distres nafas, perdarahan berat, atau gangguan fungsi organ berat. Terapi terbagi

  • 22

    menjadi terapi syok terkompensasi (compensated shock) dan terapi syok hipotensif

    (hypotensive shock).2

    Terapi cairan pada pasien dengan syok terkompensasi meliputi:

    Mulai resusitasi dengan larutan kristaloid isotonik 5-10 ml/kg/jam

    selama 1 jam. Nilai kembali kondisi pasien, jika terdapat perbaikan,

    turunkan kecepatan tetes secara gradual menjadi 5-7 ml/kg/jam selama

    1-2 jam, kemudian 3-5 ml/kg/jam selama 2-4 jam, kemudian 2-3

    ml/kg/jam selama 2-4 jam dan selanjutnya sesuai status hemodinamik

    pasien. Terapi cairan intravena dipertahankan selama 24-48 jam.

    Jika pasien masih tidak stabil, cek nilai hematokrit setelah bolus cairan

    pertama. Jika nilai hematorit meningkat atau masih tinggi (>50%),

    ulangi bolus cairan kedua atau larutan kristaloid 10-20 ml/kg/jam

    selama 1 jam. Jika membaik dengan bolus kedua, kurangi kecepatan

    tetes menjadi 7-10 ml/kg/jam selama 1-2 jam dan lanjutkan

    pengurangan kecepatan tetes secara gradual seperti dijelaskan pada

    poin sebelumnya.

    Jika nilai hematokrit menurun, hal ini mengindikasikan adanya

    perdarahan dan memerlukan transfusi darah (PRC atau whole blood).

    Terapi cairan pada pasien dengan syok hipotensif meliputi:

    Mulai dengan larutan kristaloid isotonik intravena 20 ml/kg/jam

    sebagai bolus diberikan dalam 15 menit.

    Jika terdapat perbaikan, berikan cairan kristaloid atau koloid 10

    ml/kg/jam selama 1 jam, kemudian turunkan kecepatan tetes secara

    gradual.

    Jika tidak terdapat perbaikan atau pasien masih tidak stabil, evaluasi

    nilai hematokrit sebelum bolus cairan. Jika hematokrit rendah (

  • 23

    Jika terdapat perbaikan, kurangi kecepatan tetes menjadi 7-10

    ml/kg/jam selama 1-2 jam, kemudian kembali ke cairan kristaloid dan

    kurangi kecepatan tetes seperti poin penjelasan sebelumnya.

    Jika pasien masih tidak stabil, evaluasi ulang nilai hematokrit setelah

    bolus cairan kedua. Jika nilai hematokrit menurun, hal ini menandakan

    adanya perdarahan. Jika hematokrit tetap tinggi atau bahkan meningkat

    (>50%), lanjutkan infus koloid 10-20 ml/kg/jam sebagai bolus ketiga

    selama 1 jam, kemudian kurangi menjadi 7-10 ml/kg/jam selama 1-2

    jam, kemudian ganti dengan cairan kristaloid dan kurangi kecepatan

    tetes.

    Jika terdapat perdarahan, berikan 5-10 ml/kg/jam transfusi PRC segar

    atau 10-20 ml/kg/jam whole blood segar.

    Pasien dapat dipulangkan apabila:

    - Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik

    - Nafsu makan membaik

    - Secara klinis tampak perbaikan

    - Hematokrit stabil

    - Tiga hari setelah syok teratasi

    - Jumlah trombosit > 50.000/l

    - Tidak dijumpai distres pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis)

    2.10 Komplikasi

    2.10.1 Ensefalopati Dengue

    Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang

    berkepanjangan dengan perdarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD yang

    tidak disertai syok. Gangguan metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia,

    atau perdarahan, dapat menjadi penyebab ensefalopati. Melihat ensefalopati

    DBD bersifat sementara, kemungkinan dapat juga disebabkan oleh

    trombosis pembuluh darah otak sementara sebagai akibat dari koagulasi

    intravaskuler yang menyeluruh. Dilaporkan bahwa virus dengue dapat

  • 24

    menembus sawar darah otak. Dikatakan juga bahwa keadaan ensefalopati

    berhubungan dengan kegagalan hati akut.

    Pada ensefalopati dengue, kesadaran pasien menurun menjadi apatis atau

    somnolen, dapat disertai atau tidak kejang dan dapat terjadi pada DBD / SSD.

    Apabila pada pasien syok dijumpai penurunan kesadaran, maka untuk memastikan

    adanya ensefalopati, syok harus diatasi terlebih dahulu. Apabila syok telah teratasi

    maka perlu dinilai kembali kesadarannya. Pungsi lumbal dikerjakan bila

    kesadarannya telah teratasi dan kesadaran tetap menurun (hati-hati bila jumlah

    trombosit 1

    ml / Kg BB per jam. Oleh karena bila syok belum teratasi dengan baik sedangkan

    volume cairan telah dikurangi dapat terjadi syok berulang. Pada keadaan syok berat

    sering kali dijimpai akut tubular nekrosis ditandai penurunan jumlah urine dan

    peningkatan kadar ureum dan kreatinin.3

    2.10.3 Oedema Paru

    Merupakan komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat dari pemberian

    cairan yang berlebihan. Pemberian cairan pada hari ketiga sampai kelima sakit

    sesuai dengan panduan yang diberikan, biasanya tidak akan menyebabkan oedema

    paru karena perembesan plasma masih terjadi. Tetapi pada saat terjadi reabsorbsi

    plasma dari ruang ekstravaskuler, apabila cairan yang diberikan berlebih

    (Kesalahan terjadi bila hanya melihat penurunan hemoglobin dan hematokrit tanpa

    memperhatikan hari sakit), pasien akan mengalami distres pernafasan, disertai

  • 25

    sembab pada kelopak mata dan ditunjang dengan gambaran oedema paru pada foto

    rontgen.3

    2.11 Pencegahan

    Demam berdarah dapat dicegah dengan memberantas jentik-jentik nyamuk

    Demam Berdarah (Aedes aegypti) dengan cara melakukan PSN (Pembersihan Sarang

    Nyamuk) Upaya ini merupakan cara yang terbaik, ampuh, murah, mudah dan dapat

    dilakukan oleh masyarakat, dengan cara sebagai berikut:2

    1. Bersihkan (kuras) tempat penyimpanan air (seperti: bak mandi / WC, drum, dan

    lain-lain) sekurang-kurangnya seminggu sekali. Gantilah air di vas kembang,

    tempat minum burung, perangkap semut dan lain-lain sekurang-kurangnya

    seminggu sekali

    2. Tutuplah rapat-rapat tempat penampungan air, seperti tampayan, drum, dan

    lain-lain agar nyamuk tidak dapat masuk dan berkembang biak di tempat itu

    3. Kubur atau buanglah pada tempatnya barang-barang bekas, seperti kaleng

    bekas, ban bekas, botol-botol pecah, dan lain-lain yang dapat menampung air

    hujan, agar tidak menjadi tempat berkembang biak nyamuk. Potongan bamboo,

    tempurung kelapa, dan lain-lain agar dibakar bersama sampah lainnya

    4. Tutuplah lubang-lubang pagar pada pagar bambu dengan tanah atau adukan

    semen

    5. Lipatlah pakaian/kain yang bergantungan dalam kamar agar nyamuk tidak

    hinggap disitu

    6. Untuk tempat-tempat air yang tidak mungkin atau sulit dikuras, taburkan bubuk

    ABATE ke dalam genangan air tersebut untuk membunuh jentik-jentik

    nyamuk. Ulangi hal ini setiap 2-3 bulan sekali

    Takaran penggunaan bubuk ABATE adalah sebagai berikut: Untuk 10 liter air

    cukup dengan 1 gram bubuk ABATE. Untuk menakar ABATE digunakan sendok makan.

    Satu sendok makan peres berisi 10 gram ABATE. Setelah dibubuhkan ABATE maka:8

    1. Selama 3 bulan bubuk ABATE dalam air tersebut mampu membunuh jentik

    Aedes aegypti

  • 26

    2. Selama 3 bulan bila tempat penampungan air tersebut akan dibersihkan/diganti

    airnya, hendaknya jangan menyikat bagian dalam dinding tempat

    penampungan air tersebut

    3. Air yang telah dibubuhi ABATE dengan takaran yang benar, tidak

    membahayakan dan tetap aman bila air tersebut diminum

    2.12 Prognosis

    Prognosis DHF ditentukan oleh derajat penyakit, cepat tidaknya penanganan

    diberikan, umur, dan keadaan nutrisi. Prognosis DBD derajat I dan II umumnya baik.

    DBD derajat III dan IV bila dapat dideteksi secara cepat maka pasien dapat ditolong.

    Angka kematian pada syok yang tidak terkontrol sekitar 40-50 % tetapi dengan terapi

    penggantian cairan yang baik bisa menjadi 1-2 %. Penelitian pada orang dewasa di

    Surabaya, Semarang, dan Jakarta memperlihatkan bahwa prognosis dan perjalanan

    penyakit DHF pada orang dewasa umumnya lebih ringan daripada anak-anak. Pada kasus-

    kasus DHF yang disertai komplikasi sepeti DIC dan ensefalopati prognosisnya buruk.3

  • 27

    BAB III

    LAPORAN KASUS

    3.1 IDENTITAS PASIEN

    Nama : FFA

    Umur : 14 Tahun

    Jenis Kelamin : Laki-laki

    Suku : Jawa

    Agama : Hindu

    Status Perkawinan : Belum menikah

    Pendidikan : SMP

    Pekerjaan : Pelajar SMP

    Alamat : Jalan Pulau Moyo I Gg. Merak No.22,

    Denpasar

    Tanggal Pelaksanaan PBL : 18 Maret 2015

    3.2 ANAMNESIS

    Keluhan Utama: Panas badan

    3.2.1 Riwayat Penyakit Sekarang

    Pasien ditemui di rumahnya dalam keadaan sehat. Pasien pulang dari

    RSUP Sanglah pada tanggal 14 Maret 2015. Pasien mulai dirawat di Rumah Sakit

    pada tanggal 10 Maret 2015 dengan keluhan utama panas badan. Panas badan

    dirasakan pertama kali sejak 3 hari sebelum MRS (tanggal 07 Maret 2015). Panas

    dirasakan di seluruh badan dan dikatakan muncul mendadak tinggi dan dirasakan

    terus menerus oleh pasien. Suhu tubuh tertinggi dikatakan 39,20 C ketika diukur

    di puskesmas. Pasien mengatakan keluhan panas badan sempat hilang setelah

    pasien minum obat penurun panas namun kemudian timbul kembali beberapa jam

    setelah pasien minum obat. Panas yang dirasakan pasien juga disertai nyeri

    kepala, nyeri persendian, dan pegal-pegal.

  • 28

    Nyeri kepala dirasakan sejak 3 hari sebelum MRS. Nyeri dirasakan di

    seluruh bagian kepala terutama disekitar mata, terasa seperti tertekan benda yang

    berat. Nyeri dirasakan cukup berat dan mengganggu aktivitas pasien. Nyeri

    kepala berkurang jika pasien beristirahat. Nyeri sendi dirasakan sejak 3 hari

    sebelum MRS dan dirasakan di seluruh tubuh. Nyeri sendi dirasakan seperti

    tertusuk-tusuk dan ngilu. Nyeri dirasakan sedikit mengganggu aktivitas. Nyeri

    dirasakan memberat saat panas badan dirasakan meningkat dan membaik jika

    panas badan dirasakan menurun.

    Pasien juga mengeluh mual yang dirasakan sejak dua hari sebelum MRS.

    Mual dirasakan sepanjang hari, tidak berkurang meskipun pasien istirahat, dan

    menyebabkan nafsu makan pasien berkurang. Riwayat bintik-bintik merah pada

    kulit, mimisan, gusi berdarah, nyeri perut, muntah, muntah darah, menstruasi

    yang bertambah deras, atau berak kehitaman disangkal oleh pasien. Aktivitas

    BAK dikatakan normal seperti biasa. Pasien BAK 4-5 kali per hari dengan urine

    volume 100 cc, warna kuning terang, tanpa disertai nyeri atau urine berwarna

    merah seperti cucian daging.

    3.2.2 Riwayat Pengobatan

    Sebelumnya saat 3 hari SMRS pasien dirawat di puskesmas dekat

    rumahnya. Pada saat itu pasien diberikan obat penurun panas berupa parasetamol

    500mg. Obat tersebut diminum 3 kali dalam sehari, dikatakan setelah meminum

    obat tersebut panas badan pasien menurun namun dalam beberapa jam timbul

    kembali setelah efek obat tersebut hilang.

    3.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu

    Pasien sebelumnya tidak pernah mengalami keluhan panas badan yang

    sama seperti yang dirasakan sekarang. Riwayat penyakit demam berdarah

    disangkal oleh pasien.

  • 29

    3.2.4 Riwayat Keluarga

    Tidak ada anggota keluarga yang pernah mengalami keluhan yang sama.

    Riwayat keluarga dengan penyakit demam berdarah juga disangkal oleh pasien.

    Riwayat hipertensi, penyakit jantung, penyakit ginjal disangkal oleh pasien.

    3.2.5 Riwayat Personal dan Sosial

    Pasien tidak bekerja dan sehari-hari pasien pergi sekolah dan mengikuti

    les dan pengajian. Pasein dikatakan pagi bersekolah sampai jam 2 siang dan les

    atau pengajian sore hari. Pasien merupakan anak tunggal. Pasien masih tinggal

    dengan kedua orang tuanya dengan total ada 3 orang yang tinggal dalam satu

    rumah. Kehidupan pasien masih mengandalkan pekerjaan ayahnya yang bekerja

    sebagai penjual jajanan sore hari. Di sekitar lingkungannya dikatakan pasien ada

    yang terkena demam berdarah yaitu teman pasien sekitar 6 bulan yang lalu.

    Dikatakan teman pasien memiliki keluhan yang sama dan dirawat di puskesmas

    karena didiagnosis Demam Berdarah.

    Ayah pasien mengatakan sudah beberapa lama di lingkungan rumah tidak

    dilakukan fogging maupun pemberi serbuk abate. Tetapi setelah pasien dirawat

    dan didiagnosis demam berdarah, di lingkungan pasien diadakan fogging.

    3.3 PEMERIKSAAN FISIK

    Tanggal 18 Maret 2015 (pukul 16:00 WITA)

    Status Present

    Keadaan Umum : Baik

    Kesadaran : Compos Mentis

    GCS : E4V5M6

    Tekanan darah : 120/80 mmHg

    Nadi : 84 x/menit, reguler, isi cukup

    Respirasi : 18 x/menit, reguler

    Temperatur : 36,7C

    BB / TB : 58 kg / 170 cm

    BMI : 20,06 kg/m2

  • 30

    Status Gizi : Normal

    Status General

    Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterus (-/-), refleks

    pupil (+/+) isokor, edema palpebra (-/-), sekret (-/-)

    THT

    Telinga : daun telinga N/N, sekret (-/-)

    Hidung : hidung luar normal, sekret (-/-), epistaksis (-)

    Tenggorokan : Tonsil T1/T1, faring hiperemis (-), perdarahan gusi (-)

    Lidah : papil lidah atrofi (-), mukosa basah (+) warna merah

    muda

    Bibir : mukosa basah (+) warna merah muda, stomatitis (-)

    Leher

    Kelenjar getah bening : tidak ditemukan pembesaran

    Kelenjar parotis & tiroid : tidak ditemukan pembesaran

    Thoraks

    Jantung

    Inspeksi : Tidak tampak pulsasi iktus kordis, pulsasi epigastrial (-)

    Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS V MCL Sinistra, thrill (-),

    lifting (-)

    Perkusi : Batas-batas jantung : batas kanan PSL dextra, batas kiri

    ICS V MCL sinistra, batas atas ICS II

    Auskultasi : Suara jantung S1S2 tunggal, reguler, murmur (-)

    Paru

    Inspeksi : dinding thoraks simetris statis & dinamis, retraksi (-),

    Palpasi : nyeri tekan (-),pergerakan simetris,

    taktil vokal fremitus N | N

    N | N

    N | N

  • 31

    Perkusi : sonor|sonor

    sonor|sonor

    sonor|sonor

    Auskultasi : suara napas ves|ves ronkhi -|- wheezing -|-

    ves|ves -|- -|-

    ves|ves -|- -|-

    Abdomen

    Inspeksi : distensi (-), pelebaran pembuluh darah (-),

    penonjolan massa (-)

    Auskultasi : bising usus (+) normal

    Palpasi : nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba, ballotement (-)

    Perkusi : distribusi suara timpani, redup hepar (+)

    Traubes space timpani

    Ekstremitas

    Inspeksi : sianosis (-), Rumple leed test (-)

    Palpasi : Hangat +/+ edema -/- CRT < 2 detik

    +/+ -/-

    3.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG

    Darah Lengkap

    Parameter 10/3/2015 11/3/2015 12/3/2015 13/3/2015 Rujukan

    WBC 2,5 3,48 4,14 4,60 4,10 11,00

    Ne# 0,360 1,57 2,09 2,5 7,5

    Ly# 1,95 1,7 1,75 1,0 4,0

    Mo# 1,02 0,31 0,34 0,1 1,2

    Eo# 0,099 0,13 0,18 0,0 0,5

    Ba# 0,044 0,03 0,02 0,0 0,1

    RBC 5,41 6,11 5,93 5,96 4,5 5,9

    HGB 15,1 16,9 16,7 16,6 13,5 17,5

  • 32

    HCT 43,9 50,8 47,1 47,7 37 48

    MCV 81 83,2 82,4 81,5 80,0 100,0

    MCH 28,0 27,7 28,2 27,8 26,0 34,0

    MCHC 34,5 33,3 35,5 34,8 31 36

    PLT 53 23,6 44 101 150 440

    Serologi Dengue (12 Maret 2015)

    Parameter Hasil Rujukan

    Ig G anti Dengue Positif Negatif

    Ig M anti Dengue Negatif Negatif

    3.5 DIAGNOSIS

    Degue Hemorrage Fever (Hari ke-8) tanpa warning sign

    3.6 PLANNING

    Terapi

    IVFD RL 20 tetes per menit

    Diet TKTP, 1.800 kalori per hari

    Paracetamol 3x500mg P.O. (k/p)

    Minum 1,5 2 liter per hari

    Diagnostik

    -

    Monitoring:

    Keluhan

    Tanda vital : Kesadaran, Tekanan Darah, Nadi, Suhu, Respirasi

    DL Serial @24 jam

    3.7 Prognosis

    Dubius ad bonam

  • 33

    3.8 PROBLEM LIST

    Nutrisi pasien selama sakit kurang karena nafsu makan pasien berkurang

    Lingkungan rumah pasien yang merupakan kawasan padat penduduk dan

    kumuh, dan di belakang rumah pasien terdapat kawasan persawahan basah.

    Beberapa tempat terdapat tanah kosong dengan tumpukan puing puing.

    Didekat rumah pasien terdapat empang yang berisi enceng gondok.

    Rata rata keluarga disana memakai air pam dan sumur dengan mesin pompa

    yang kemudian ditampung di tower atau penampungan air di atas rumah.

    Dikatakan pasien jarang melakukan pengurasan pada towernya.

    Teman sekolah pasien yang sempat terkena demam berdarah sehingga patut

    dicurigai lingkungan sekolah juga dapat berkontribusi sebagai faktor resiko

    terhadap infeksi demam berdarah dengue.

    Kondisi sekolah yang disekitarnya masih terdapat lahan kosong yang

    ditumbuhi pohon tinggi dan jarang diurus sehingga dapat menjadi faktor

    resiko.

    Pengadaan foging yang jarang dilikukan rutin.

    Rumah pasien menggunakan air pam dan sumur dengan mesin pompa dan

    ditampung didalam tower air kemudian air disalurkan ke bak kamar mandi.

    Bak kamar mandi dikatakan dibersihkan setiap kali air pada bak habis atau

    kira-kira tiap hari. .

    3.9 ANALISIS KEBUTUHAN PASIEN

    Kebutuhan fisik biomedis:

    Kecukupan gizi

    Asupan makanan pasien sehari-hari bisa dikatakan cukup karena tinggal

    bersama orang tua sehingga setiap hari ibunya selalu memasak agar dapat

    memenuhi kecukupan gizi pasien. Pola makan pasien teratur tiga kali sehari

    karena ibu pasien sangat memperhatikan kebutuhan gizi anaknya. Semenjak

  • 34

    demam, pasien mengatakan nafsu makannya menurun, sehingga porsi

    makan pasien menjadi lebih sedikit dari biasanya.

    Akses pelayanan kesehatan

    Pasien saat ini tinggal Jalan Pulau Moyo I Denpasar. Daerah tempat tinggal

    pasien cukup dekat dengan beberapa akses pelayanan kesehatan primer. Di

    sekitar rumah pasien terdapat klinik 24 jam yang memudahkan pasien untuk

    berobat jika dalam keadaan sakit. Selain itu rumah pasien juga dekat dengan

    puskesmas IV Denpasar Selatan.

    Lingkungan (tempat tinggal)

    Pasien tinggal dalam lahan seluas kurang lebih 1 are. Pasien tinggal di

    sebuah rumah milik pribadi, dan menempati salah satu kamar. Ibu dan ayah

    pasien tinggal di rumah tersebut. Dalam rumah tersebut terdapat 1 ruang

    tamu, 3 kamar tidur, 1 kamar mandi, 1dapur dan ruang makan. Pada lantai

    2 rumah pasien digunakan sebagai tempat menjemur pakaian dan tempat

    tower air. Kamar mandi terlihat cukup bersih. Pasien biasanya mandi

    menggunakan bak mandi dengan penggantian air setiap hari, sehingga

    meminimalisasi kemungkinan adanya genangan air di kamar mandi. Di

    belakang rumah pasien terdapat lingkungan persawahan basah. Dikatakan

    sawah tersebut merupakan perwasahan yang tergenang air karena ditanami

    padi dan hanya kering pada saat panen. Di dekat rumah pasien juga terdapat

    empang yang berisi oleh enceng gondok. Jika turun hujan maka empang

    akan menampung air lebih banyak. Lingkungan rumah pasien merupakan

    kawasan padat penduduk dan sedikit jauh dari jalan besar. Keluarga pasien

    juga memiliki kebiasaan menggantung baju dalam waktu yang lama di pintu

    yang merupakan tempat berpotensi untuk menjadi sarang nyamuk.

    Lingkungan Sekolah

    Pasien adalah seorang siswa kelas VIII di Sekolah Menengah Pertama

    (SMP) Muhammadiyah I, Denpasar. Lingkungan sekolah dan keadaan

  • 35

    kelas pasien dikatakan bersih. Pasien mengatakan pernah melihat adanya

    nyamuk dalam kelas saat siang hari, terutama yang berada di laci meja

    pasien. Selain itu pasien juga mengatakan bahwa di lingkungan sekolah

    pasien terdapat teman pasien yang terkena demam berdarah dan sempat

    diopname di rumah sakit 6 bulan yang lalu dan juga merupakan tetangga

    pasien.

    Analisis biopsikososial :

    Lingkungan biologis

    Berat badan pasien 58 kg dan tinggi badan pasien 170 cm sehingga berat

    badan ideal pasien adalah BBI=90% (TB-100) = 63 kg. Kebutuhan kalori

    pasien per harinya didapatkan 1.700 kalori. Menurut pengakuan pasien,

    dalam sehari pasien makan teratur tiga kali sehari. Komposisi makanan

    pasien berupa nasi dengan lauk tahu/tempe, daging, atau ikan dan sayuran.

    Faktor Psikososial-ekonomi

    Hubungan pasien dengan orang tua, lingkungan sekitar tempat tinggal, dan

    lingkungan sekolah dikatakan baik. Pasien merupakan orang yang mudah

    bergaul dan memiliki banyak teman. Dalam keluarga pasien, yang bekerja

    hanya bapak dari pasien yaitu sebagai pedagang makanan keliling.

    Keluarga pasien termasuk golongan ekonomi menengah dimana

    penghasilan pasien dalam 1 bulan cukup stabil dan cukup untuk memenuhi

    kebutuhan makan sehari-hari.

    3.10 SARAN-SARAN TERHADAP PROBLEM LIST, FISIK BIOMEDIS DAN

    BIO PSIKOSOSIAL

    Secara umum saran yang dapat diberikan terhadap permasalahan pasien yang

    saya dapatkan, yaitu:

    Pasien dianjurkan untuk makan dengan nutrisi seimbang dan

    mengkonsumsi cukup air (1,5 2 liter per hari)

  • 36

    Menyarankan pasien untuk selalu menjaga kesehatan dan kebersihan

    lingkungan misalnya dengan membantu membersihkan sampah yang ada

    di sekitar rumah agar tidak terdapat genangan air yang berpotensi sebagai

    sarang vektor.

    Menyarankan pasien untuk menggunakan proteksi untuk menghindari

    gigitan nyamuk selama bekerja berupa penggunaan lotion anti nyamuk

    atau menggunakan baju lengan panjang terutama saat berada di sekolah

    maupun sebelum tidur. Memberikan jaring nyamuk pada ventilasi rumah

    terutama bagian belakang rumah yang dekat dengan sawah.

    Menyarankan pasien untuk merubah prilaku dan kebiasaan menggantung

    pakaian atau celana di gantungan baju dalam waktu lama mengingat

    pakaian dan celana yang digantung terlalu lama berpotensi sebagai tempat

    nyamuk bersembunyi.

  • 37

    BAB IV

    PEMBAHASAN

    Dari kunjungan lapangan yang kami lakukan, permasalahan pasien yang kami

    jumpai berupa pemahaman pasien mengenai penyakit yang di alaminya masih sangat

    kurang. Pasien hanya mengetahui Demam Berdarah Dengue merupakan suatu penyakit

    yang cukup berbahaya, sedangkan untuk pencegahan, faktor risiko, dan gejala yang

    dalam konteks kegawatdaruratan masih kurang dipahami. Kedua, status nutrisi pasien

    tergolong obese. Ketiga, permasalahan lingkungan terkait perkembangan vektor DBD

    dan kontaknya dengan pasien maupun keluarga pasien.

    Permasalahan pertama yaitu kurangnya pengetahuan mengenai penyakit DBD

    kami berikan solusi dengan memberikan penjelasan berupa:

    1. Gejala dari demam berdarah dengue (DBD):

    a. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari dan biasanya bifasik

    b. Manifestasi perdarahan seperti bintik merah/ petekie, perdarahan gusi,

    perdarahan hidung, menstruasi dengan aliran lebih banyak dan lebih deras dari

    biasanya pada wanita, muntah darah, BAB berwarna hitam.

    c. Gejala penyerta seperti mual, muntah, tidak nafsu makan, nyeri kepala, nyeri

    dibelakang mata, nyeri sendi atau otot, maupun ruam kulit.

    2. Pencegahan yang dapat dilakukan berupa:

    a. Host

    Meningkatkan kondisi imunitas tubuh pasien dengan mengkonsumsi makanan

    dengan nutrisi seimbang dan rajin berolahraga, pencegahan terhadap gigitan

    nyamuk dengan menggunakan baju lengan panjang ataupun menggunakan obat

    anti nyamuk.

    b. Vektor

    Mengeliminasi vektor DBD dengan menggunakan obat pembasmi nyamuk

    (obat semprot nyamuk), menghilangkan tempat perkembangbiakan atau sarang

    nyamuk berupa genangan-genangan air pada sampah plastik, pot tanaman,

    tempat minum burung, maupun got, serta menggunakan obat abate untuk

  • 38

    mencegah perkembangbiakan telur nyamuk pada tempat-tempat penampungan

    air. Pasien juga diberikan informasi vektor dapat berpindah-pindah dari satu

    tempat ke tempat lain dengan kemampuan terbang kurang lebih 100 meter,

    sehingga tidak hanya lingkungan rumah pasien, namun kebersihan lingkungan

    di sekitar rumah pasien juga harus dipelihara.

    c. Lingkungan

    Pasien diberikan edukasi bagaimana cara mencegah perkembangbiakan

    nyamuk sebagai vektor DBD, yaitu dengan cara 3M (menutup, mengubur dan

    menguras), menjaga kebersihan lingkungan di sekitar dan di dalam rumah,

    kurangi menggantung baju serta membersihkan sampah secara rutin yang dapat

    membuat genangan air yang bertahan lama.

    3. Tanda bahaya pada penyakit demam berdarah dengue:

    a. Mual yang menetap

    b. Nyeri perut yang berat

    c. Pasien merasakan lemas yang berkepanjangan.

    d. Terjadi perdarahan, baik itu mimisan, BAB berwarna hitam, muntah darah,

    menstruasi.

    e. Kencing berdarah atau haematuria.

    f. Pucat dan dingin pada kaki dan tangan

    g. Penurunan kesadaran

    h. Tidak kencing dalam waktu 4-6 jam.

    Permasalahan kedua yang ditemukan pada pasien adalah di lingkungan rumah

    pasien masih banyak dijumpai tempat-tempat yang berpotensi sebagai reservoir

    perkembangbiakan nyamuk seperti sawah, tower air, lahan kosong dengan puing puing

    bangunan, empang serta kebiasaan ayah pasien yang sering menggantung baju di

    belakang pintu kamar. Pada pasien kami berikan edukasi bagaimana mengendalikan

    vektor DBD. Pengendalian vektor DBD dapat dilakukan dengan beberapa cara, salah

    satunya dengan pengendalian lingkungan. Langkahnya terdiri dari pengendalian

    terhadap nyamuk dewasa dan pra-dewasa. Pada prinsipnya pengelolaan lingkungan ini

  • 39

    adalah mengusahakan agar kondisi lingkungan tidak/kurang disenangi oleh nyamuk

    sehingga umur nyamuk berkurang dan tidak mempunyai kesempatan untuk

    menularkan penyakit atau mengusahakan agar kontak nyamuk dan manusia berkurang.

    Pertama, usaha untuk mengendalikan nyamuk dewasa dapat dilakukan dengan

    cara :

    1. Menambah pencahayaan ruangan dalam rumah, memberikan saringan kasa

    pada lubang ventilasi dan mengurangi tanaman perdu,

    2. Tidak membiasakan menggantungkan pakaian di kamar

    3. Menggunakan lotion anti nyamuk atau memakai baju lengan panjang terutama

    saat beraktivitas di rumah.

    Kedua, pengendalian terhadap nyamuk pra-dewasa. Pengelolaan lingkungan

    tempat perindukan ini adalah usaha untuk menghalangi nyamuk meletakkan telurnya

    atau menghalangi proses perkembangbiakan nyamuk. Cara yang dapat

    dianjurkan/dilakukan adalah dengan melakukan prosedur 3M yaitu :

    a. Membersihkan atau menguras tempat penyimpanan air, seperti bak mandi / WC

    dan mengganti tempat minum burung sekurang-kurangnya seminggu sekali.

    b. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air, seperti bak mandi, tampayan,

    drum, dan lain-lain agar nyamuk tidak dapat masuk dan berkembang biak di

    tempat-tempat tersebut.

    c. Mengubur atau membuang barang-barang bekas pada tempatnya, seperti kaleng

    bekas, ban bekas, botol-botol pecah, dan lain-lain yang dapat menampung air

    hujan, agar tidak menjadi tempat berkembang biak nyamuk. Potongan bambu,

    tempurung kelapa, dan lain-lain agar dibakar bersama sampah lainnya.

    Pengendalian vektor pra-dewasa juga bisa dilakukan dengan enaburkan bubuk

    ABATE ke dalam tempat-tempat penampungan air untuk membunuh jentik-jentik

    nyamuk. Tindakan ini dapat diulangi setiap 2-3 bulan sekali.

  • 40

    BAB V

    SIMPULAN DAN SARAN

    Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (Dengue Haemorrhagic

    Fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan

    manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai lekopenia,

    ruam, limfoadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik. Pada DBD terjadi

    perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau

    penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan degue (Dengue Shock

    Syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan (syok).

    Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi virus dengue

    yaitu: 1) vektor: perkembangbiakan vektor, kebiasaan mengigit, kepadatan vektor di

    lingkungan, transportasi vektor dari satu tempat ke tempat lain; 2) pejamu: terdapatnya

    penderita di lingkungan/keluarga, mobilisasi dan paparan terhadap nyamuk, usia dan

    jenis kelamin; 3) lingkungan: curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk.

    Saran dari kami yaitu perlu adanya pengarahan lengkap, efektif, dan efisien

    tentang demam Demam Berdarah Dengue dengan sasaran yang tepat dan perbaikan

    perilaku yang lebih efisien terhadap komunitas. Adanya pengarahan terhadap pasien

    yang lebih ditekankan pada aspek perubahan perilaku, di antaranya tentang tindakan

    pencegahan, 3M, penggunaan abate, dan pengetahuan tentang fogging. Dengan

    demikian, diharapkan dapat membantu pasien mencegah penyebaran DHF di

    lingkungan pasien.

  • 41

    Lampiran

    Denah Rumah pasien

    1

    7

    3 4

    2

    5 6

    8

    9

    11

    10

    12

    U

    1. Teras

    2. Ruang tamu

    3. Kamar pasien

    4. Kamar tamu

    5. Kamar orang tua pasien

    6. Ruang makan

    7. Dapur

    8. Kamar mandi

    9. Tangga

    10. Tangga

    11. Tempat jemuran

    12. Tower air

  • 42

    Foto dokumentasi kunjungan

    Gambar 6. Bagian depan rumah pasien

    Gambar 7. Kunjungan pada keluarga pasien

  • 43

    Gambar 8. Teras rumah pasien Gambar 9. Dapur pasien

  • 44

    Gambar 10 Ruang makan pasien Gambar 11 Kamar mandi pasien

  • 45

    Gambar 12 Air kamar mandi pasien

    Gambar 13. Empang dekat rumah pasien

  • 46

    Gambar 14. Foto depan dan sekitar sekolah pasien

  • 47

    Gambar 15 Foto Satelit dan map rumah pasien

    Rumah pasien

    Area Persawahan

    Empang

    Empang

    Rumah pasien

    Are

    a P

    ersa

    wah

    an

  • 48

    Gambar 15 Foto Satelit dan map sekolah pasien

    Sekolahan Pasien

    Lahan kosong dan

    Pepohonan besar

    Lahan kosong dan

    Pepohonan besar

    Sekolahan Pasien

    Lahan kosong dan

    Pepohonan besar