I
-
Upload
alfonsusalex -
Category
Documents
-
view
6 -
download
2
description
Transcript of I
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan
utama yang masih menjadi topik di berbagai daerah di dunia. Penyakit yang disebabkan
oleh infeksi virus dengue ini endemis di beberapa daerah tropis dan subtropis. Faktor-
faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus dengue ini sangat
kompleks, yaitu pertumbuhan penduduk yang tinggi, urbanisasi yang tidak terencana
dan tidak terkontrol, tidak adanya kontrol terhadap nyamuk yang efektif di daerah
endemik, dan peningkatan sarana transportasi.3,12
Prevalensi global DHF mengalami peningkatan yang dramatis dalam dua
dekade terakhir. Sekitar 40 % dari penduduk dunia di daerah tropis dan sub tropis
beresiko terkena DHF.11 Berdasarkan estimasi diperoleh 50 juta kasus baru terjadi di
seluruh dunia setiap tahunnya dan sekitar 2,5 juta orang hidup di negara endemik
dengue.1,2 Asia disebutkan menempati urutan pertama dalam jumlah penderita DBD
setiap tahunnya. World Health Organization (WHO) mencatatkan negara Indonesia
sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara sejak tahun 1968 hingga
tahun 2009. Insiden global penyakit ini semakin meningkat dalam beberapa dekade
terakhir. Di Indonesia dimana lebih dari 35% penduduknya tinggal di daerah urban,
150.000 kasus dilaporkan tahun 2007 (rekor tertinggi), dengan lebih dari 25.000 kasus
dilaporkan dari Jakarta dan Jawa Barat.2 Di provinsi Bali pada tahun 2003, jumlah
penderita adalah sebesar 2.363 orang dan 7 orang diantaranya meninggal, sedangkan
pada tahun 2004 sebesar 1.890 orang dan 8 orang diantaranya meninggal, dan pada
tahun 2005 sebesar 3.594 orang dan 18 orang diantaranya meninggal. Berdasarkan
umur, proporsi kasus DHF di Indonesia menunjukkan bahwa DHF paling banyak
terjadi pada anak usia sekolah yaitu pada usia 5-14 tahun.3
Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus
dengue, yaitu: manusia, virus, dan vektor perantara. Virus dengue ini sendiri ditularkan
-
2
melalui gigitan nyamuk Aedes aegypty betina. Nyamuk Aedes tersebut dapat
mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami
viremia. Sekali virus dapat masuk dan berkembang biak di dalam tubuh nyamuk,
nyamuk tersebut akan menularkan virus selama hidupnya (infected). Pada manusia,
virus memerlukan waktu 4-6 hari (intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan
sakit.
Jumlah kasus DHF paling tinggi terjadi pada akhir musim hujan. Perubahan
musim agaknya mempengaruhi frekuensi gigitan dan panjang umur nyamuk,
perubahan itu pula yang mempengaruhi kebiasaan manusia untuk tinggal di dalam
rumah. Meningkatnya jumlah kasus serta bertambahnya wilayah yang terjangkit juga
disebabkan karena semakin baiknya sarana transportasi penduduk, adanya pemukiman
baru, kurangnya perilaku masyarakat terhadap pembersihan sarang nyamuk,
terdapatnya vektor nyamuk hampir di seluruh pelosok tanah air serta adanya empat
serotipe virus yang bersirkulasi sepanjang tahun. Oleh sebab itulah DHF masih sulit
diberantas. Sedangkan, keberhasilan penatalaksanaan DHF terletak pada kemampuan
mendeteksi secara dini fase kritis dan penanganan yang cepat dan tepat.
-
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Demam Dengue, Demam Berdarah Dengue, dan Dengue Shock
Syndrome
Demam Dengue adalah infeksi virus Dengue tanpa disertai dengan
kebocoran plasma. Secara klinis ditemukan demam, suhu pada umumnya antara
39-40C, bersifat bifasik, menetap antara 2-7 hari, ditandai dengan dua atau lebih
manifestasi klinis sebagai berikut:12
Nyeri kepala
Nyeri retro-orbital
Mialgia/artralgia
Ruam kulit
Manifestasi perdarahan (petekie atau uji bending positif)
Leukopenia
DBD adalah infeksi virus Dengue yang disertai dengan kebocoran
plasma. Perubahan patofisiologi pada infeksi dengue menentukan perbedaan
perjalanan penyakit antara DBD dengan DD. Perubahan patofisiologis tersebut
adalah kelainan hemostasis dan perembesan plasma. Kedua kelainan tersebut
dapat diketahui dengan adanya trombositopenia dan peningkatan hematokrit. Oleh
karena itu, trombositopenia (sedang sampai berat) dan hemokonsentrasi
merupakan kejadian yang selalu dijumpai.4
Dengue Shock Syndrome (DSS) merupakan suatu keadaan infeksi dari
Demam Berdarah Dengue yang ditandai dengan adanya kegagalan dari sirkulasi,
termasuk menyempitnya tekanan nadi (
-
4
2.2 Epidemiologi Infeksi Virus Dengue
Sejak 20 tahun terakhir, terjadi peningkatan frekuensi infeksi virus
dengue secara global. Di seluruh dunia 50-100 milyar kasus telah dilaporkan.
Setiap tahunnya sekitar 500.000 kasus DBD perlu perawatan di rumah sakit, 90%
diantaranya adalah anak anak usia kurang dari 15 tahun. Angka kematian DBD
diperkirakan sekitar 5% dan sekitar 25.000 kasus kematian dilaporkan setiap
harinya.11
Pada tahun 2007 seluruh provinsi di pulau Jawa dan Bali berisiko tinggi
(AI>55 per 100.000 penduduk). Pada tahun 2009 hampir seluruh provinsi di pulau
Kalimantan beresiko tinggi (kecuali Kalimantan Selatan). Terjadi perubahan
kelompok umur yang terserang penyakit DBD, menjadi seluruh kelompok umur,
terutama pada usia produktif. Resiko terkena DBD pada laki-laki dan perempuan
hampir sama, tidak tergantung jenis kelamin. Angka kematian (AK) nasional pada
tahun 2009 adalah 0,89% telah berhasil mencapai target (di bawah 1%), namun
sebagian besar provinsi(61,3%) belum mencapai target. AK dari tahun ke tahun
mengalami penurunan mulai dari 41,4% pada tahun 1968 menjadi 0,89% pada
tahun 2009, namun jumlah kematian terus meningkat tahun 1968 sebanyak 24
menjadi 1.420 kematian pada tahun 2009.4
Kasus cenderung meningkat pada musim penghujan (Desember Maret)
dan menurun pada musim kemarau (Juni-September), walaupun setiap daerah
mempunyai variasi musim sesuai regionalnya.Mulai tahun 2005, laporan kasus
kejadian luar biasa (KLB) dan jumlah kab/kota yang melaporkan KLB menurun,
berlawanan dengan jumlah kasus DBD yang dilaporkan terus meningkat.Dari
tahun 1994-2009, dari hasil survei didapatkan angka bebas jentik (ABJ) masih di
bawah target (>95%).4
Morbiditas dan mortalitas infeksi virus dengue dipengaruhi berbagai
faktor antara lain status imunisasi penjamu, kepadatan vektor nyamuk, transmisi
virus dengue, keganasan (virulensi) virus dengue, dan kondisi geografis setempat.
Sampai saat ini DBD telah ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia, dan 200
-
5
kota telah melaporkan adanya kejadian luar biasa. Incidence Rate meningkat dari
0,005 per 100.000 penduduk pada tahun 1968 menjadi berkisar antara 6-27 per
100.000 penduduk pada tahun 2000. Pola berjangkit infeksi virus dengue
dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban udara. Pada suhu yang panas (28-320C)
dengan kelembaban yang tinggi, nyamuk Aedes akan tetap bertahan hidup untuk
jangka waktu yang lama. Di Indonesia, karena pola suhu dan kelembaban tidak
sama di setiap tempat, maka pola waktu terjadinya penyakit agak berbeda untuk
setiap tempat. Di Jawa pada umumnya infeksi virus dengue terjadi mulai awal
Januari, meningkat terus sehingga kasus terbanyak terdapat pada sekitar bulan
April-Mei setiap tahun.5
2.3 Etiologi dan Transmisi
DBD disebabkan oleh virus dengue yang termasuk kelompok B-
Antrhopode Borne Virus (Arboviroses) yang sekarang dikenal sebagai genus
Flavivirus, famili Flaviviridae. Empat serotipe, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan
DEN-4 dan ditemukan bahwa DEN-3 merupakan serotipe yang paling sering
menjadi penyebab DBD di Indonesia. Keempat serotipe virus tersebut serupa
namun mempunyai sifat antigen yang berbeda sehingga infeksi oleh salah satu
serotipe hanya akan memberikan kekebalan seumur hidup untuk serotipe tersebut
tetapi tidak memberi kekebalan silang (cross protective immunity) untuk serotipe
lainnya.5
Vektor utama dengue di Indonesia adalah Aedes aegypti betina,
disamping pula Aedes albopictus betina.6 Ciri-ciri nyamuk penyebab penyakit
demam berdarah (nyamuk Aedes aegypti).7
Badan kecil, warna hitam dengan bintik-bintik putih
Hidup di dalam dan di sekitar rumah
Menggigit/menghisap darah pada siang hari
Senang hinggap pada pakaian yang bergantungan dalam kamar
-
6
Bersarang dan bertelur di genangan air jernih di dalam dan di sekitar
rumah bukan di got/comberan
Di dalam rumah: bak mandi, tampayan, vas bunga, tempat minum
burung, dan lain-lain.
Gambar 1. Aedes aegypti betina7
Jika seseorang terinfeksi virus dengue digigit oleh nyamuk Aedes aegypti,
maka virus dengue akan masuk bersama darah yang diisap olehnya. Didalam
tubuh nyamuk itu virus dengue akan berkembang biak dengan cara membelah diri
dan menyebar ke seluruh bagian tubuh nyamuk. Sebagian besar virus akan berada
dalam kelenjar air liur nyamuk. Jika nyamuk tersebut menggigit seseorang maka
alat tusuk nyamuk (proboscis) menemukan kapiler darah, sebelum darah orang itu
diisap maka terlebih dahulu dikeluarkan air liurnya agar darah yang diisapnya
tidak membeku.12 Bersama dengan air liur inilah virus dengue tersebut ditularkan
kepada orang lain.
2.4 Patogenesis Infeksi Virus Dengue
Walaupun demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue(DBD)
disebabkan oleh virus yang sama, tapi mekanisme patofisiologisnya yang berbeda
yang menyebabkan perbedaan klinis. Perbedaan yang utama adalah
hemokonsentrasi yang khas pada DBD yang bisa mengarah pada kondisi renjatan.
Renjatan itu disebabkan karena kebocoran plasma yang diduga karena proses
-
7
imunologi. Pada demam dengue hal ini tidak terjadi. Manifestasi klinis demam
dengue timbul akibat reaksi tubuh terhadap masuknya virus. Virus akan
berkembang di dalam peredaran darah dan akan ditangkap oleh makrofag. Segera
terjadi viremia selama 2 hari sebelum timbul gejala dan berakhir setelah lima hari
gejala panas mulai. Makrofag akan segera bereaksi dengan menangkap virus dan
memprosesnya sehingga makrofag menjadi APC (Antigen Presenting Cell).
Antigen yang menempel di makrofag ini akan mengaktifasi sel T-Helper dan
menarik makrofag lain untuk memfagosit lebih banyak virus. T-helper akan
mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan melisis makrofag yang sudah memfagosit
virus. Juga mengaktifkan sel B yang akan melepas antibodi. Ada 3 jenis antibodi
yang telah dikenali yaitu antibodi netralisasi, antibodi hemagglutinasi, antibodi
fiksasi komplemen.2
Proses diatas menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang
merangsang terjadinya gejala sistemik seperti demam, nyeri sendi, otot, malaise
dan gejala lainnya. Dapat terjadi manifetasi perdarahan karena terjadi agregasi
trombosit yang menyebabkan trombositopenia, tetapi trombositopenia ini bersifat
ringan.2 Imunopatogenesis DBD dan DSS masih merupakan masalah yang
kontroversial. Dua teori yang digunakan untuk menjelaskan perubahan
patogenesis pada DBD dan DSS yaitu teori virulensi dan hipotesis infeksi
sekunder (secondary heterologous infection theory).
Teori virulensi dapat dihipotesiskan sebagai berikut : Virus dengue seperti
juga virus binatang yang lain, dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan
sewaktu virus mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh
nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam genom virus dapat
menyebabkan peningkatan replikasi virus dan viremia, peningkatan virulensi, dan
mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah. Renjatan yang dapat
menyebabkan kematian terjadi sebagai akibat serotipe virus yang paling
virulen.6,12
-
8
Secara umum hipotesis secondary heterologous infection menjelaskan
bahwa jika terdapat antibodi yang spesifik terhadap jenis virus tertentu maka
antibodi tersebut dapat mencegah penyakit, tetapi sebaliknya apabila antibodi
terdapat dalam tubuh merupakan antibodi yang tidak dapat menetralisasi virus,
justru dapat menimbulkan penyakit yang berat.2 Antibodi heterolog yang telah ada
sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan kemudian
membentuk kompleks antigen-antibodi yang akan berikatan dengan Fc reseptor
dari membran sel leukosit terutama makrofag. Dihipotesiskan juga mengenai
antibody dependent enhancement (ADE), suatu proses yang akan meningkatkan
infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai respon
terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian
menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga
mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.6
Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis infeksi sekunder (teori
secondary heterologous infection) dapat dilihat pada Gambar 2. Sebagai akibat
infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang pasien,
respon antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari
mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer
tinggi antibodi IgG antidengue. Disamping itu, replikasi virus dengue terjadi juga
di dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam
jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya kompleks antigen-
antibodi (virus antibody complex) yang selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi
sistem komplemen.
Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan
peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari
ruang intravaskuler ke ruang ekstravaskuler. Pada pasien dengan syok berat,
volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30% dan berlangsung selama
24 48 jam. Perembesan plasma yang erat hubungannya dengan kenaikan
permeabilitas dinding pembuluh darah ini terbukti dengan adanya peningkatan
-
9
kadar hematokrit, penurunan kadar natrium dan terdapatnya cairan di dalam
rongga serosa (efusi pleura dan asites). Syok yang tidak tertanggulangi secara
adekuat akan menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat berakibat fatal, oleh
karena itu pengobatan syok sangat penting guna mencegah kematian.6
Gambar 2 Patogenesis Terjadinya Syok Pada DBD.6
Sebagai respon terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen antibodi
selain mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan
mengaktivasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah.
Kedua faktor tersebut akan mengakibatkan perdarahan pada DBD. Agrerasi
trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada
membran trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin diphosphat ),
-
10
sehingga trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga
terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran
platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulapati konsumtif (KID;
koagulasi intravaskular deseminata), ditandai dengan peningkatan FDP
(fibrinogen degradation product ) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan.
Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit,
sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi dengan
baik. Di sisi lain, aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hagemen
sehingga terjadi aktivasi sistem kinin kalikrein sehingga memacu peningkatan
permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok. Jadi, perdarahan
masif pada DBD diakibatkan oleh trombositopenia, penurunan faktor pembekuan
(akibat KID), kelainan fungsi trombosit, dan kerusakan dinding endotel kapiler.
Akhirnya perdarahan akan memperberat syok yang terjadi.6
Gambar 3 Patogenesis Terjadinya Perdarahan pada DBD.6
-
11
2.5 Spektrum Klinis Penyakit
Infeksi virus dengue tergantung dari faktor yang mempengaruhi daya
tahan tubuh dengan faktor-faktor yang mempengaruhi virulensi virus. Dengan
demikian infeksi virus dengue dapat menyebabkan keadaan yang bermacam-
macam, mulai dari tanpa gejala (asimtomatik), demam ringan yang tidak spesifik
(undifferentiated febrile illness), Demam Dengue, atau bentuk yang lebih berat
yaitu Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Sindrom Syok Dengue (SSD).11
Namun, untuk alasan praktis, infeksi dengue yang tidak berat (non-severe dengue)
dapat dikelompokkan ke dalam 2 kelompok yaitu pasien dengan warning sign dan
tanpa warning sign.
Gambar 4. Spektrum Klinis Infeksi Virus Dengue11
Gambaran klinis penderita dengue terdiri atas 3 fase yaitu fase febris, fase
kritis dan fase pemulihan.
2.5.1 Fase Febris
Biasanya demam mendadak tinggi 2 7 hari, disertai muka
kemerahan, eritema kulit, nyeri seluruh tubuh, mialgia, artralgia dansakit
kepala.Pada beberapa kasus ditemukan nyeri tenggorok, injeksi farings dan
-
12
konjungtiva, anoreksia, mual dan muntah.Pada fase ini dapat pula ditemukan
tanda perdarahan seperti ptekie, perdarahan mukosa, walaupun jarang dapat
pula terjadiperdarahan pervaginam dan perdarahan gastrointestinal.Bentuk
perdarahan yang paling sering adalah uji tourniquet (Rumple leede) positif,
kulit mudah memar dan perdarahan pada bekas suntikan intravena atau pada
bekas pengambilan darah. Kebanyakan kasus, petekia halus diternukan
tersebar di daerah ekstremitas, aksila, wajah, dan palatum mole, yang
biasanya ditemukan pada fase awal dari demam. Epistaksis dan perdarahan
gusi lebih jarang ditemukan, perdarahan saluran cerna ringan dapat
ditemukan pada fase demam. Hati biasanya membesar dengan variasi dari
just palpable sampai 2-4 cm di bawah arcus costae kanan. Sekalipun
pembesaran hati tidak berhubungan dengan berat ringannya penyakit namun
pembesar hati lebih sering ditemukan pada penderita dengan syok.8
2.5.2 Fase kritis
Terjadi pada hari 3 7 sakit dan ditandai dengan penurunan suhu
tubuh disertai kenaikan permeabilitas kapiler dantimbulnya kebocoran
plasma yang biasanya berlangsung selama 24 48 jam. Kebocoran plasma
sering didahului oleh lekopeniprogresif disertai penurunan hitung trombosit.
Pada fase ini dapat terjadi syok.2 Trombositopeni dan hemokonsentrasi
merupakan kelainan yang selalu ditemukan pada DBD. Penurunan jumlah
trombosit < 100.000/lbiasa ditemukan pada hari ke-3 sampai ke-8 sakit,
sering terjadi sebelum atau bersamaan dengan perubahan nilai hematokrit.
Hemokonsentrasi yang disebabkan oleh kebocoran plasma dinilai dari
peningkatan nilai hematokrit. Penurunan nilai trombosit yang disertai atau
segera disusul dengan peningkatan nilai hematokrit sangat unik untuk DBD,
kedua hal tersebut biasanya terjadi pada saat suhu turun atau sebelum syok
terjadi. Perlu diketahui bahwa nilai hematokrit dapat dipengaruhi oleh
pemberian cairan atau oleh perdarahan.8
-
13
Gambar 5. Perjalanan penyakit DBD.2
Jumlah leukosit bisa menurun (leukopenia) atau leukositosis, Iimfositosis
relatif dengan limfosit atipik sering ditemukan pada saat sebelum suhu turun atau
syok. Hipoproteinemi akibat kebocoran plasma biasa ditemukan. Adanya
fibrinolisis dan ganggungan koagulasi tampak pada pengurangan fibrinogen,
protrombin, faktor VIII, faktor XII, dan antitrombin III. PTT dan PTmemanjang
pada sepertiga sampai setengah kasus DBD. Fungsi trombosit juga terganggu.
Asidosis metabolik dan peningkatan BUN ditemukan pada syok berat. Pada
pemeriksaan radiologis bisa ditemukan efusi pleura, terutama sebelah kanan. Berat
ringannya efusi pleura berhubungan dengan berat-ringannya penyakit. Pada pasien
yang mengalami syok, efusi pleura dapat ditemukan bilateral.8
2.5.3 Fase Pemulihan
Bila fase kritis terlewati maka terjadi pengembalian cairan dari
ekstravaskuler ke intravaskuler secara perlahanpada 48 72 jam setelahnya.
Keadaan umum penderita membaik, nafsu makan pulih kembali , hemodinamik
stabil dan dieresis membaik.2
-
14
2.6 Diagnosis
Kriteria untuk mendiagnosis dengue (dengan atau tanpa warning sign) dan
severe dengue dapat dilihat pada Gambar 2.6.
Gambar 6. Klasifikasi Infeksi Dengue.2
Berdasarkan WHO tahun 2009 klasifikasi kasus yang disepakati sekarang
adalah:4
1. Dengue tanpa tanda bahaya (dengue without warning signs),
2. Dengue dengan tanda bahaya (dengue with warning signs), dan
3. Dengue berat (severe Dengue)
2.6.1 Kriteria dengue tanpa/dengan tanda bahaya
Dengue probable:
a) Bertempat tinggal di /bepergian ke daerah endemik dengue
b) Demam disertai 2 dari hal berikut :
i) Mual, muntah
-
15
ii) Ruam
iii) Sakit dan nyeri
iv) Uji torniket positif
v) Lekopenia
vi) Adanya tanda bahaya
c) Tanda bahaya adalah :
i) Nyeri perut
ii) Muntah berkepanjangan
iii) Terdapat akumulasi cairan
iv) Perdarahan mukosa
v) Letargi, lemah
vi) Pembesaran hati > 2 cm
vii) Kenaikan hematokrit seiring dengan penurunan jumlah trombosit
yang cepat
Dengue dengan konfirmasi laboratorium (penting bila bukti kebocoran
plasma tidak jelas)
2.6.2 Kriteria dengue berat
a. Kebocoran plasma berat, yang dapat menyebabkan syok (DSS),
akumulasi cairan dengan distress pernafasan.
b. Perdarahan hebat, sesuai pertimbangan klinisi
c. Gangguan organ berat, hepar (AST atau ALT 1000, gangguan
kesadaran, gangguan jantung dan organ lain)
2.7 Pemeriksaan Penunjang
2.7.1 Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan untuk menunjang
diagnosis DBD adalah pemeriksaan darah lengkap, urine, serologi dan isolasi virus.
Yang signifikan dilakukan adalah pemeriksaan darah lengkap, selain itu untuk
mendiagnosis DBD secara definitif dengan isolasi virus, identifikasi virus dan
serologis.
-
16
2.7.1.1 Darah Lengkap :
Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk memeriksa kadar
hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit. Peningkatan nilai hematokrit
yang selalu dijumpai pada DBD merupakan indikator terjadinya perembesan
plasma, Selain hemokonsentrasi juga didapatkan trombositopenia, dan
leukopenia.2
2.7.1.2 Isolasi Virus :
Ada beberapa cara isolasi dikembangkan, yaitu :
a. Inokulasi intraserebral pada bayi tikus albino umur 1-3 hari.
b. Inokulasi pada biakan jaringan mamalia (LLCKMK2) dan nyamuk A.
albopictus.
c. Inokulasi pada nyamuk dewasa secara intratorasik / intraserebri pada
larva.
2.7.1.3 Identifikasi Virus :
Adanya pertumbuhan virus dengue dapat diketahui dengan melakukan
fluorescence antibody technique test secara langsung atau tidak langsung
dengan menggunakan cunjugate. Untuk identifikasi virus dipakai
flourensecence antibody technique test secara indirek dengan menggunakan
antibodi monoklonal.
2.7.1.4 Uji Serologi :
1. Uji hemaglutinasi inhibasi ( Haemagglutination Inhibition Test = HI
test)5,6
Diantara uji serologis, uji HI adalah uji serologis yang paling
sering dipakai dan digunakan sebagai baku emas pada pemeriksaan
serologis. Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam uji HI
ini :
a. Uji ini sensitif tetapi tidak spesifik, artinya dengan uji serologis
ini tidak dapat menunjukan tipe virus yang menginfeksi
-
17
b. Antibodi HI bertahan didalam tubuh sampai lama sekali (48
tahun), maka uji ini baik digunakan pada studi seroepidemiologi.
c. Untuk diagnosis pasien, kenaikan titer konvalesen empat kali lipat
dari titer serum akut atau konvalesen dianggap sebagai presumtive
positif, atau diduga keras positif infeksi dengue yang baru terjadi
(Recent dengue infection )
2. Uji Komplement Fiksasi ( Complement Fixation test = CF test )5,6
Uji serologi yang jarang digunakan sebagai uji diagnostik
secara rutin oleh karena selain cara pemeriksaan agak ruwet,
prosedurnya juga memerluikan tenaga periksa yang sudah
berpengalaman. Berbeda dengan antibodi HI, antibodi
komplemen fiksasi hanya bertahan sampai beberapa tahun saja (2
3 tahun)
3. Uji neutralisasi ( Neutralisasi Tes = NT test )5,6
Merupakan uji serologi yang paling spesifik dan sensitif
untuk virus dengue. Biasanya uji neutralisasi memakai cara yang
disebut Plaque Reduction Neutralization Test ( PRNT ) yaitu
berdasarkan adanya reduksi dari plaque yang terjadi. Saat
antibodi neutralisasi dideteksi dalam serum hampir bersamaan
dengan HI antibodi komplemen tetapi lebih cepat dari antibodi
fiksasi dan bertahan lama (48 tahun). Uji neutralisasi juga rumit
dan memerlukan waktu yang cukup lama sehingga tidak dipakai
secara rutin.
4. IgM Elisa ( IgM Captured Elisa = Mac Elisa)7
Pada tahun terakhir ini, mac elisa merupakan uji serologi
yang banyak sekali dipakai. Sesuai namanya test ini akan
mengetahui kandungan IgM dalam serum pasien. Hal-hal yang
perlu diperhatikan dalam uji mac elisa adalah :
-
18
a. Pada perjalanan penyakit hari 4 5 virus dengue, akan timbul IgM
yang diikuti oleh IgG.
b. Dengan mendeteksi IgM pada serum pasien, secara cepat dapat
ditentukan diagnosis yang tepat.
c. Ada kalanya hasil uji terhadap masih negatif, dalam hal ini perlu
diulang.
d. Apabila hari ke 6 IgM masih negatif, maka dilaporkan sebagai
negatif.
e. IgM dapat bertahan dalam darah sampai 2 3 bulan setelah adanya
infeksi. Untuk memeperjelas hasil uji IgM dapat juga dilakukan uji
terhadap IgG. Untuk itu uji IgM tidak boleh dipakai sebagai satu
satunya uji diagnostik untuk pengelolaan kasus.
f. Uji mac elisa mempunyai sensitifitas sedikit dibawah uji HI,
dengan kelebihan uji mac elisa hanya memerlukan satu serum akut
saja dengan spesifitas yang sama dengan uji HI.
5. IgG Elisa
Pada saat ini juga telah beredar uji IgG elisa yang sebanding
dengan uji HI , hanya sedikit lebih spesifik. Beberapa merek dagang
kita uji untuk infeksi dengue IgM / IgG dengue blot, dengue rapid IgM,
IgM elisa, IgG elisa, yang telah beredar di pasaran. Pada dasarnya, hasil
uji serologi dibaca dengan melihat kenaikan titer antibodi fase
konvalesen terhadap titer antibodi fase akut (naik empat kali kelipatan
atau lebih).7
Akhir-akhir ini dengan berkembangnya ilmu biologi molekular,
diagnosis infeksi virus dengue dapat dilakukan dengan suatu uji yang
disebut Reverse Transcriptase Polymerase Chai Reaction (RTPCR).5,6 Cara
ini merupakan cara diagnosis yang sangat sensitif dan spesifik terhadap
serotipe tertentu, hasil cepat didapat dan dapat diulang dengan mudah. Cara
ini dapat mendeteksi virus RNA dari spesimen yang berasal dari darah,
jaringan tubuh manusia , dan nyamuk. Meskipun sensitivitas PCR sama
-
19
dengan isolasi virus, PCR tidak begitu dipengaruhi oleh penanganan
spesimen yang kurang baik (misalnya dalam penyimpanan dan handling),
bahkan adanya antibodi dalam darah juga tidak mempengaruhi hasil dari
PCR.9,10
Pada pemeriksaan radiologi kelainan yang bisa didapatkan antara
lain:3
1. Dilatasi pembuluh darah paru
2. Efusi pleura
3. Kardiomegali atau efusi perikard
4. Hepatomegali
5. Cairan dalam rongga peritoneum
6. Penebalan dinding vesika felea
2.8 Diagnosis Banding
a. Pada awal perjalanan penyakit, diagnosis banding mencakup infeksi bakteri,
virus, atau penyakit protozoa seperti demam tifoid, campak, influenza, hepatitis
chikungunya, malaria. Adanya trombositopenia yang jelas disertai
hemokonsentrasi dapat membedakan antara DBD dengan penyakit lain.
b. DBD harus dibedakan pada deman chikungunya (DC). Pada DC biasanya seluruh
anggota keluarga dapat terserang dan penularannya mirip dengan influenza. Bila
dibandingkan dengan DBD, DC memperlihatkan serangan demam mendadak, masa
demam lebih pendek, suhu tubuh tinggi, hampir selalu disertai ruam makulopapular,
injeksi kojungtiva dan lebih sering dijumpai nyeri sendi. Proporsi uji tourniquet positif,
petekie dan epistaksis hampir sama dengan DBD. Pada DC tidak ditemukan
perdarahan gastrointestinal dan syok.
c. Perdarahan seperti petekie dan ekimosis ditemukan pada beberapa penyakit infeksi,
misalnya sepsis, meningitis meningkokus. Pada sepsis, anak sejak semula kelihatan
sakit berat, demam naik turun, dan ditemukan tanda-tanda infeksi. Disamping itu jelas
terdapat leukositosis disertai dominasi sel polimorfonuklear (pergeseran ke kiri pada
hitung jenis). Pemeriksaan laju endap darah (LED) dapat dipergunakan untuk
-
20
membedakan infeksi bakteri dengan virus. Pada meningitis meningkokokus jelas
terdapat rangsangan meningeal dan kelainan pada pemeriksaan cairan serebrospinalis.
d. Idiopatic Thrombocytopenic Purpura (ITP) sulit dibedakan dengan DBD derajat II,
oleh karena didapatkan demam disertai perdarahan di bawah kulit. Pada hari-hari
pertama, diagnosis ITP sulit dibedakan dendgan penyakit DBD, tetapi pada ITP
demam cepat menghilang, tidak dijumpai hemokonsentrasi, dan pada fase
penyembuhan DBD jumlah trombosit lebih cepat kembali normal daripada ITP.
e. Perdarahan dapat juga terjadi pada leukemia atau anemia aplastik. Pada leukemia
demam tidak teratur, kelenjar limfe dapat teraba dan anak sangat anemis. Pemeriksaan
darah tepi dan sumsum tulang akan memperjelas diagnosis leukemia. Pada anemia
aplastik anak sangat anemik, demam timbul karena infeksi sekunder.4
2.9 Penatalaksanaan
Berdasarkan panduan WHO 2009, pasien dengan infeksi dengue dikelompokkan
ke dalam 3 kelompok yaitu Grup A, B, dan C.2 Pasien yang termasuk Grup A dapat
menjalani rawat jalan. Sedangkan pasien yang termasuk Grup B atau C harus menjalani
perawatan di rumah sakit. Sampai saat ini belum tersedia terapi antiviral untuk infeksi
dengue. Prinsip terapi bersifat simptomatis dan suportif.
2.9.1 Grup A
Yang termasuk Grup A adalah pasien yang tanpa disertai warning signs dan
mampu mempertahankan asupan oral cairan yang adekuat dan memproduksi urine
minimal sekali dalam 6 jam. Sebelum diputuskan rawat jalan, pemeriksaan darah
lengkap harus dilakukan. Pasien dengan hematokrit yang stabil dapat dipulangkan.
Terapi di rumah untuk pasien Grup A meliputi edukasi mengenai istirahat atau tirah
baring dan asupan cairan oral yang cukup, serta pemberian parasetamol. Pasien
beserta keluarganya harus diberikan KIE tentang warning signs secara jelas dan
diberikan instruksi agar secepatnya kembali ke rumah sakit jika timbul warning
signs selama perawatan di rumah.2
2.9.2 Grup B
Yang termasuk Grup B meliputi pasien dengan warning signs dan pasien
dengan kondisi penyerta khusus (co-existing conditions). Pasien dengan kondisi
penyerta khusus seperti kehamilan, bayi, usia tua, diabetes mellitus, gagal ginjal
-
21
atau dengan indikasi sosial seperti tempat tinggal yang jauh dari RS atau tinggal
sendiri harus dirawat di rumah sakit. Jika pasien tidak mampu mentoleransi asupan
cairan secara oral dalam jumlah yang cukup, terapi cairan intravena dapat dimulai
dengan memberikan larutan NaCl 0,9% atau Ringers Lactate dengan kecepatan
tetes maintenance. Monitoring meliputi pola suhu, balans cairan (cairan masuk dan
cairan keluar), produksi urine, dan warning signs.2
Tatalaksana pasien infeksi dengue dengan warning signs adalah sebagai
berikut:
Mulai dengan pemberian larutan isotonic (NS atau RL) 5-7 ml/kg/jam
selama 1-2 jam, kemudian kurangi kecepatan tetes menjadi 3-5
ml/kg/jam selama 2-4 jam, dan kemudian kurangi lagi menjadi 2-3
ml/kg/jam sesuai respons klinis.
Nilai kembali status klinis dan evaluasi nilai hematokrit. Jika
hematokrit stabil atau hanya meningkat sedikit, lanjutkan terapi cairan
dengan kecepatan 2-3 ml/kg/jam selama 2-4 jam.
Jika terjadi perburukan tanda vital dan peningkatan cepat nilai HCT,
tingkatkan kecepatan tetes menjdai 5-10 ml/kg/jam selama 1-2 jam
Nilai kembali status klinis, evaluasi nilai hematokrit dan evaluasi
kecepatan tetes infuse. Kurangi kecepatan tetes secara gradual ketika
mendekati akhir fase kritis yang diindikasikan oleh adanya produksi
urine dan asupan cairan yang adekuat dan nilai hematokrit di bawah
nilai baseline.
Monitor tanda vital dan perfusi perifer (setiap 1-4 jam sampai pasien
melewati fase kritis), produksi urine, hematokrit (sebelum dan sesudah
terapi pengganti cairan, kemudian setiap 6-12 jam), gula darah, dan
fungsi organ lainnya (profil ginjal, hati, dan fungsi koagulasi sesuai
indikasi). 2
2.9.3 Grup C
Yang termasuk Grup C adalah pasien dengan kebocoran plasma (plasma
leakage) berat yang menimbulkan syok dan/atau akumulasi cairan abnormal dengan
distres nafas, perdarahan berat, atau gangguan fungsi organ berat. Terapi terbagi
-
22
menjadi terapi syok terkompensasi (compensated shock) dan terapi syok hipotensif
(hypotensive shock).2
Terapi cairan pada pasien dengan syok terkompensasi meliputi:
Mulai resusitasi dengan larutan kristaloid isotonik 5-10 ml/kg/jam
selama 1 jam. Nilai kembali kondisi pasien, jika terdapat perbaikan,
turunkan kecepatan tetes secara gradual menjadi 5-7 ml/kg/jam selama
1-2 jam, kemudian 3-5 ml/kg/jam selama 2-4 jam, kemudian 2-3
ml/kg/jam selama 2-4 jam dan selanjutnya sesuai status hemodinamik
pasien. Terapi cairan intravena dipertahankan selama 24-48 jam.
Jika pasien masih tidak stabil, cek nilai hematokrit setelah bolus cairan
pertama. Jika nilai hematorit meningkat atau masih tinggi (>50%),
ulangi bolus cairan kedua atau larutan kristaloid 10-20 ml/kg/jam
selama 1 jam. Jika membaik dengan bolus kedua, kurangi kecepatan
tetes menjadi 7-10 ml/kg/jam selama 1-2 jam dan lanjutkan
pengurangan kecepatan tetes secara gradual seperti dijelaskan pada
poin sebelumnya.
Jika nilai hematokrit menurun, hal ini mengindikasikan adanya
perdarahan dan memerlukan transfusi darah (PRC atau whole blood).
Terapi cairan pada pasien dengan syok hipotensif meliputi:
Mulai dengan larutan kristaloid isotonik intravena 20 ml/kg/jam
sebagai bolus diberikan dalam 15 menit.
Jika terdapat perbaikan, berikan cairan kristaloid atau koloid 10
ml/kg/jam selama 1 jam, kemudian turunkan kecepatan tetes secara
gradual.
Jika tidak terdapat perbaikan atau pasien masih tidak stabil, evaluasi
nilai hematokrit sebelum bolus cairan. Jika hematokrit rendah (
-
23
Jika terdapat perbaikan, kurangi kecepatan tetes menjadi 7-10
ml/kg/jam selama 1-2 jam, kemudian kembali ke cairan kristaloid dan
kurangi kecepatan tetes seperti poin penjelasan sebelumnya.
Jika pasien masih tidak stabil, evaluasi ulang nilai hematokrit setelah
bolus cairan kedua. Jika nilai hematokrit menurun, hal ini menandakan
adanya perdarahan. Jika hematokrit tetap tinggi atau bahkan meningkat
(>50%), lanjutkan infus koloid 10-20 ml/kg/jam sebagai bolus ketiga
selama 1 jam, kemudian kurangi menjadi 7-10 ml/kg/jam selama 1-2
jam, kemudian ganti dengan cairan kristaloid dan kurangi kecepatan
tetes.
Jika terdapat perdarahan, berikan 5-10 ml/kg/jam transfusi PRC segar
atau 10-20 ml/kg/jam whole blood segar.
Pasien dapat dipulangkan apabila:
- Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
- Nafsu makan membaik
- Secara klinis tampak perbaikan
- Hematokrit stabil
- Tiga hari setelah syok teratasi
- Jumlah trombosit > 50.000/l
- Tidak dijumpai distres pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis)
2.10 Komplikasi
2.10.1 Ensefalopati Dengue
Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang
berkepanjangan dengan perdarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD yang
tidak disertai syok. Gangguan metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia,
atau perdarahan, dapat menjadi penyebab ensefalopati. Melihat ensefalopati
DBD bersifat sementara, kemungkinan dapat juga disebabkan oleh
trombosis pembuluh darah otak sementara sebagai akibat dari koagulasi
intravaskuler yang menyeluruh. Dilaporkan bahwa virus dengue dapat
-
24
menembus sawar darah otak. Dikatakan juga bahwa keadaan ensefalopati
berhubungan dengan kegagalan hati akut.
Pada ensefalopati dengue, kesadaran pasien menurun menjadi apatis atau
somnolen, dapat disertai atau tidak kejang dan dapat terjadi pada DBD / SSD.
Apabila pada pasien syok dijumpai penurunan kesadaran, maka untuk memastikan
adanya ensefalopati, syok harus diatasi terlebih dahulu. Apabila syok telah teratasi
maka perlu dinilai kembali kesadarannya. Pungsi lumbal dikerjakan bila
kesadarannya telah teratasi dan kesadaran tetap menurun (hati-hati bila jumlah
trombosit 1
ml / Kg BB per jam. Oleh karena bila syok belum teratasi dengan baik sedangkan
volume cairan telah dikurangi dapat terjadi syok berulang. Pada keadaan syok berat
sering kali dijimpai akut tubular nekrosis ditandai penurunan jumlah urine dan
peningkatan kadar ureum dan kreatinin.3
2.10.3 Oedema Paru
Merupakan komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat dari pemberian
cairan yang berlebihan. Pemberian cairan pada hari ketiga sampai kelima sakit
sesuai dengan panduan yang diberikan, biasanya tidak akan menyebabkan oedema
paru karena perembesan plasma masih terjadi. Tetapi pada saat terjadi reabsorbsi
plasma dari ruang ekstravaskuler, apabila cairan yang diberikan berlebih
(Kesalahan terjadi bila hanya melihat penurunan hemoglobin dan hematokrit tanpa
memperhatikan hari sakit), pasien akan mengalami distres pernafasan, disertai
-
25
sembab pada kelopak mata dan ditunjang dengan gambaran oedema paru pada foto
rontgen.3
2.11 Pencegahan
Demam berdarah dapat dicegah dengan memberantas jentik-jentik nyamuk
Demam Berdarah (Aedes aegypti) dengan cara melakukan PSN (Pembersihan Sarang
Nyamuk) Upaya ini merupakan cara yang terbaik, ampuh, murah, mudah dan dapat
dilakukan oleh masyarakat, dengan cara sebagai berikut:2
1. Bersihkan (kuras) tempat penyimpanan air (seperti: bak mandi / WC, drum, dan
lain-lain) sekurang-kurangnya seminggu sekali. Gantilah air di vas kembang,
tempat minum burung, perangkap semut dan lain-lain sekurang-kurangnya
seminggu sekali
2. Tutuplah rapat-rapat tempat penampungan air, seperti tampayan, drum, dan
lain-lain agar nyamuk tidak dapat masuk dan berkembang biak di tempat itu
3. Kubur atau buanglah pada tempatnya barang-barang bekas, seperti kaleng
bekas, ban bekas, botol-botol pecah, dan lain-lain yang dapat menampung air
hujan, agar tidak menjadi tempat berkembang biak nyamuk. Potongan bamboo,
tempurung kelapa, dan lain-lain agar dibakar bersama sampah lainnya
4. Tutuplah lubang-lubang pagar pada pagar bambu dengan tanah atau adukan
semen
5. Lipatlah pakaian/kain yang bergantungan dalam kamar agar nyamuk tidak
hinggap disitu
6. Untuk tempat-tempat air yang tidak mungkin atau sulit dikuras, taburkan bubuk
ABATE ke dalam genangan air tersebut untuk membunuh jentik-jentik
nyamuk. Ulangi hal ini setiap 2-3 bulan sekali
Takaran penggunaan bubuk ABATE adalah sebagai berikut: Untuk 10 liter air
cukup dengan 1 gram bubuk ABATE. Untuk menakar ABATE digunakan sendok makan.
Satu sendok makan peres berisi 10 gram ABATE. Setelah dibubuhkan ABATE maka:8
1. Selama 3 bulan bubuk ABATE dalam air tersebut mampu membunuh jentik
Aedes aegypti
-
26
2. Selama 3 bulan bila tempat penampungan air tersebut akan dibersihkan/diganti
airnya, hendaknya jangan menyikat bagian dalam dinding tempat
penampungan air tersebut
3. Air yang telah dibubuhi ABATE dengan takaran yang benar, tidak
membahayakan dan tetap aman bila air tersebut diminum
2.12 Prognosis
Prognosis DHF ditentukan oleh derajat penyakit, cepat tidaknya penanganan
diberikan, umur, dan keadaan nutrisi. Prognosis DBD derajat I dan II umumnya baik.
DBD derajat III dan IV bila dapat dideteksi secara cepat maka pasien dapat ditolong.
Angka kematian pada syok yang tidak terkontrol sekitar 40-50 % tetapi dengan terapi
penggantian cairan yang baik bisa menjadi 1-2 %. Penelitian pada orang dewasa di
Surabaya, Semarang, dan Jakarta memperlihatkan bahwa prognosis dan perjalanan
penyakit DHF pada orang dewasa umumnya lebih ringan daripada anak-anak. Pada kasus-
kasus DHF yang disertai komplikasi sepeti DIC dan ensefalopati prognosisnya buruk.3
-
27
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 IDENTITAS PASIEN
Nama : FFA
Umur : 14 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku : Jawa
Agama : Hindu
Status Perkawinan : Belum menikah
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Pelajar SMP
Alamat : Jalan Pulau Moyo I Gg. Merak No.22,
Denpasar
Tanggal Pelaksanaan PBL : 18 Maret 2015
3.2 ANAMNESIS
Keluhan Utama: Panas badan
3.2.1 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien ditemui di rumahnya dalam keadaan sehat. Pasien pulang dari
RSUP Sanglah pada tanggal 14 Maret 2015. Pasien mulai dirawat di Rumah Sakit
pada tanggal 10 Maret 2015 dengan keluhan utama panas badan. Panas badan
dirasakan pertama kali sejak 3 hari sebelum MRS (tanggal 07 Maret 2015). Panas
dirasakan di seluruh badan dan dikatakan muncul mendadak tinggi dan dirasakan
terus menerus oleh pasien. Suhu tubuh tertinggi dikatakan 39,20 C ketika diukur
di puskesmas. Pasien mengatakan keluhan panas badan sempat hilang setelah
pasien minum obat penurun panas namun kemudian timbul kembali beberapa jam
setelah pasien minum obat. Panas yang dirasakan pasien juga disertai nyeri
kepala, nyeri persendian, dan pegal-pegal.
-
28
Nyeri kepala dirasakan sejak 3 hari sebelum MRS. Nyeri dirasakan di
seluruh bagian kepala terutama disekitar mata, terasa seperti tertekan benda yang
berat. Nyeri dirasakan cukup berat dan mengganggu aktivitas pasien. Nyeri
kepala berkurang jika pasien beristirahat. Nyeri sendi dirasakan sejak 3 hari
sebelum MRS dan dirasakan di seluruh tubuh. Nyeri sendi dirasakan seperti
tertusuk-tusuk dan ngilu. Nyeri dirasakan sedikit mengganggu aktivitas. Nyeri
dirasakan memberat saat panas badan dirasakan meningkat dan membaik jika
panas badan dirasakan menurun.
Pasien juga mengeluh mual yang dirasakan sejak dua hari sebelum MRS.
Mual dirasakan sepanjang hari, tidak berkurang meskipun pasien istirahat, dan
menyebabkan nafsu makan pasien berkurang. Riwayat bintik-bintik merah pada
kulit, mimisan, gusi berdarah, nyeri perut, muntah, muntah darah, menstruasi
yang bertambah deras, atau berak kehitaman disangkal oleh pasien. Aktivitas
BAK dikatakan normal seperti biasa. Pasien BAK 4-5 kali per hari dengan urine
volume 100 cc, warna kuning terang, tanpa disertai nyeri atau urine berwarna
merah seperti cucian daging.
3.2.2 Riwayat Pengobatan
Sebelumnya saat 3 hari SMRS pasien dirawat di puskesmas dekat
rumahnya. Pada saat itu pasien diberikan obat penurun panas berupa parasetamol
500mg. Obat tersebut diminum 3 kali dalam sehari, dikatakan setelah meminum
obat tersebut panas badan pasien menurun namun dalam beberapa jam timbul
kembali setelah efek obat tersebut hilang.
3.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien sebelumnya tidak pernah mengalami keluhan panas badan yang
sama seperti yang dirasakan sekarang. Riwayat penyakit demam berdarah
disangkal oleh pasien.
-
29
3.2.4 Riwayat Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang pernah mengalami keluhan yang sama.
Riwayat keluarga dengan penyakit demam berdarah juga disangkal oleh pasien.
Riwayat hipertensi, penyakit jantung, penyakit ginjal disangkal oleh pasien.
3.2.5 Riwayat Personal dan Sosial
Pasien tidak bekerja dan sehari-hari pasien pergi sekolah dan mengikuti
les dan pengajian. Pasein dikatakan pagi bersekolah sampai jam 2 siang dan les
atau pengajian sore hari. Pasien merupakan anak tunggal. Pasien masih tinggal
dengan kedua orang tuanya dengan total ada 3 orang yang tinggal dalam satu
rumah. Kehidupan pasien masih mengandalkan pekerjaan ayahnya yang bekerja
sebagai penjual jajanan sore hari. Di sekitar lingkungannya dikatakan pasien ada
yang terkena demam berdarah yaitu teman pasien sekitar 6 bulan yang lalu.
Dikatakan teman pasien memiliki keluhan yang sama dan dirawat di puskesmas
karena didiagnosis Demam Berdarah.
Ayah pasien mengatakan sudah beberapa lama di lingkungan rumah tidak
dilakukan fogging maupun pemberi serbuk abate. Tetapi setelah pasien dirawat
dan didiagnosis demam berdarah, di lingkungan pasien diadakan fogging.
3.3 PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal 18 Maret 2015 (pukul 16:00 WITA)
Status Present
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E4V5M6
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 84 x/menit, reguler, isi cukup
Respirasi : 18 x/menit, reguler
Temperatur : 36,7C
BB / TB : 58 kg / 170 cm
BMI : 20,06 kg/m2
-
30
Status Gizi : Normal
Status General
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterus (-/-), refleks
pupil (+/+) isokor, edema palpebra (-/-), sekret (-/-)
THT
Telinga : daun telinga N/N, sekret (-/-)
Hidung : hidung luar normal, sekret (-/-), epistaksis (-)
Tenggorokan : Tonsil T1/T1, faring hiperemis (-), perdarahan gusi (-)
Lidah : papil lidah atrofi (-), mukosa basah (+) warna merah
muda
Bibir : mukosa basah (+) warna merah muda, stomatitis (-)
Leher
Kelenjar getah bening : tidak ditemukan pembesaran
Kelenjar parotis & tiroid : tidak ditemukan pembesaran
Thoraks
Jantung
Inspeksi : Tidak tampak pulsasi iktus kordis, pulsasi epigastrial (-)
Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS V MCL Sinistra, thrill (-),
lifting (-)
Perkusi : Batas-batas jantung : batas kanan PSL dextra, batas kiri
ICS V MCL sinistra, batas atas ICS II
Auskultasi : Suara jantung S1S2 tunggal, reguler, murmur (-)
Paru
Inspeksi : dinding thoraks simetris statis & dinamis, retraksi (-),
Palpasi : nyeri tekan (-),pergerakan simetris,
taktil vokal fremitus N | N
N | N
N | N
-
31
Perkusi : sonor|sonor
sonor|sonor
sonor|sonor
Auskultasi : suara napas ves|ves ronkhi -|- wheezing -|-
ves|ves -|- -|-
ves|ves -|- -|-
Abdomen
Inspeksi : distensi (-), pelebaran pembuluh darah (-),
penonjolan massa (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba, ballotement (-)
Perkusi : distribusi suara timpani, redup hepar (+)
Traubes space timpani
Ekstremitas
Inspeksi : sianosis (-), Rumple leed test (-)
Palpasi : Hangat +/+ edema -/- CRT < 2 detik
+/+ -/-
3.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah Lengkap
Parameter 10/3/2015 11/3/2015 12/3/2015 13/3/2015 Rujukan
WBC 2,5 3,48 4,14 4,60 4,10 11,00
Ne# 0,360 1,57 2,09 2,5 7,5
Ly# 1,95 1,7 1,75 1,0 4,0
Mo# 1,02 0,31 0,34 0,1 1,2
Eo# 0,099 0,13 0,18 0,0 0,5
Ba# 0,044 0,03 0,02 0,0 0,1
RBC 5,41 6,11 5,93 5,96 4,5 5,9
HGB 15,1 16,9 16,7 16,6 13,5 17,5
-
32
HCT 43,9 50,8 47,1 47,7 37 48
MCV 81 83,2 82,4 81,5 80,0 100,0
MCH 28,0 27,7 28,2 27,8 26,0 34,0
MCHC 34,5 33,3 35,5 34,8 31 36
PLT 53 23,6 44 101 150 440
Serologi Dengue (12 Maret 2015)
Parameter Hasil Rujukan
Ig G anti Dengue Positif Negatif
Ig M anti Dengue Negatif Negatif
3.5 DIAGNOSIS
Degue Hemorrage Fever (Hari ke-8) tanpa warning sign
3.6 PLANNING
Terapi
IVFD RL 20 tetes per menit
Diet TKTP, 1.800 kalori per hari
Paracetamol 3x500mg P.O. (k/p)
Minum 1,5 2 liter per hari
Diagnostik
-
Monitoring:
Keluhan
Tanda vital : Kesadaran, Tekanan Darah, Nadi, Suhu, Respirasi
DL Serial @24 jam
3.7 Prognosis
Dubius ad bonam
-
33
3.8 PROBLEM LIST
Nutrisi pasien selama sakit kurang karena nafsu makan pasien berkurang
Lingkungan rumah pasien yang merupakan kawasan padat penduduk dan
kumuh, dan di belakang rumah pasien terdapat kawasan persawahan basah.
Beberapa tempat terdapat tanah kosong dengan tumpukan puing puing.
Didekat rumah pasien terdapat empang yang berisi enceng gondok.
Rata rata keluarga disana memakai air pam dan sumur dengan mesin pompa
yang kemudian ditampung di tower atau penampungan air di atas rumah.
Dikatakan pasien jarang melakukan pengurasan pada towernya.
Teman sekolah pasien yang sempat terkena demam berdarah sehingga patut
dicurigai lingkungan sekolah juga dapat berkontribusi sebagai faktor resiko
terhadap infeksi demam berdarah dengue.
Kondisi sekolah yang disekitarnya masih terdapat lahan kosong yang
ditumbuhi pohon tinggi dan jarang diurus sehingga dapat menjadi faktor
resiko.
Pengadaan foging yang jarang dilikukan rutin.
Rumah pasien menggunakan air pam dan sumur dengan mesin pompa dan
ditampung didalam tower air kemudian air disalurkan ke bak kamar mandi.
Bak kamar mandi dikatakan dibersihkan setiap kali air pada bak habis atau
kira-kira tiap hari. .
3.9 ANALISIS KEBUTUHAN PASIEN
Kebutuhan fisik biomedis:
Kecukupan gizi
Asupan makanan pasien sehari-hari bisa dikatakan cukup karena tinggal
bersama orang tua sehingga setiap hari ibunya selalu memasak agar dapat
memenuhi kecukupan gizi pasien. Pola makan pasien teratur tiga kali sehari
karena ibu pasien sangat memperhatikan kebutuhan gizi anaknya. Semenjak
-
34
demam, pasien mengatakan nafsu makannya menurun, sehingga porsi
makan pasien menjadi lebih sedikit dari biasanya.
Akses pelayanan kesehatan
Pasien saat ini tinggal Jalan Pulau Moyo I Denpasar. Daerah tempat tinggal
pasien cukup dekat dengan beberapa akses pelayanan kesehatan primer. Di
sekitar rumah pasien terdapat klinik 24 jam yang memudahkan pasien untuk
berobat jika dalam keadaan sakit. Selain itu rumah pasien juga dekat dengan
puskesmas IV Denpasar Selatan.
Lingkungan (tempat tinggal)
Pasien tinggal dalam lahan seluas kurang lebih 1 are. Pasien tinggal di
sebuah rumah milik pribadi, dan menempati salah satu kamar. Ibu dan ayah
pasien tinggal di rumah tersebut. Dalam rumah tersebut terdapat 1 ruang
tamu, 3 kamar tidur, 1 kamar mandi, 1dapur dan ruang makan. Pada lantai
2 rumah pasien digunakan sebagai tempat menjemur pakaian dan tempat
tower air. Kamar mandi terlihat cukup bersih. Pasien biasanya mandi
menggunakan bak mandi dengan penggantian air setiap hari, sehingga
meminimalisasi kemungkinan adanya genangan air di kamar mandi. Di
belakang rumah pasien terdapat lingkungan persawahan basah. Dikatakan
sawah tersebut merupakan perwasahan yang tergenang air karena ditanami
padi dan hanya kering pada saat panen. Di dekat rumah pasien juga terdapat
empang yang berisi oleh enceng gondok. Jika turun hujan maka empang
akan menampung air lebih banyak. Lingkungan rumah pasien merupakan
kawasan padat penduduk dan sedikit jauh dari jalan besar. Keluarga pasien
juga memiliki kebiasaan menggantung baju dalam waktu yang lama di pintu
yang merupakan tempat berpotensi untuk menjadi sarang nyamuk.
Lingkungan Sekolah
Pasien adalah seorang siswa kelas VIII di Sekolah Menengah Pertama
(SMP) Muhammadiyah I, Denpasar. Lingkungan sekolah dan keadaan
-
35
kelas pasien dikatakan bersih. Pasien mengatakan pernah melihat adanya
nyamuk dalam kelas saat siang hari, terutama yang berada di laci meja
pasien. Selain itu pasien juga mengatakan bahwa di lingkungan sekolah
pasien terdapat teman pasien yang terkena demam berdarah dan sempat
diopname di rumah sakit 6 bulan yang lalu dan juga merupakan tetangga
pasien.
Analisis biopsikososial :
Lingkungan biologis
Berat badan pasien 58 kg dan tinggi badan pasien 170 cm sehingga berat
badan ideal pasien adalah BBI=90% (TB-100) = 63 kg. Kebutuhan kalori
pasien per harinya didapatkan 1.700 kalori. Menurut pengakuan pasien,
dalam sehari pasien makan teratur tiga kali sehari. Komposisi makanan
pasien berupa nasi dengan lauk tahu/tempe, daging, atau ikan dan sayuran.
Faktor Psikososial-ekonomi
Hubungan pasien dengan orang tua, lingkungan sekitar tempat tinggal, dan
lingkungan sekolah dikatakan baik. Pasien merupakan orang yang mudah
bergaul dan memiliki banyak teman. Dalam keluarga pasien, yang bekerja
hanya bapak dari pasien yaitu sebagai pedagang makanan keliling.
Keluarga pasien termasuk golongan ekonomi menengah dimana
penghasilan pasien dalam 1 bulan cukup stabil dan cukup untuk memenuhi
kebutuhan makan sehari-hari.
3.10 SARAN-SARAN TERHADAP PROBLEM LIST, FISIK BIOMEDIS DAN
BIO PSIKOSOSIAL
Secara umum saran yang dapat diberikan terhadap permasalahan pasien yang
saya dapatkan, yaitu:
Pasien dianjurkan untuk makan dengan nutrisi seimbang dan
mengkonsumsi cukup air (1,5 2 liter per hari)
-
36
Menyarankan pasien untuk selalu menjaga kesehatan dan kebersihan
lingkungan misalnya dengan membantu membersihkan sampah yang ada
di sekitar rumah agar tidak terdapat genangan air yang berpotensi sebagai
sarang vektor.
Menyarankan pasien untuk menggunakan proteksi untuk menghindari
gigitan nyamuk selama bekerja berupa penggunaan lotion anti nyamuk
atau menggunakan baju lengan panjang terutama saat berada di sekolah
maupun sebelum tidur. Memberikan jaring nyamuk pada ventilasi rumah
terutama bagian belakang rumah yang dekat dengan sawah.
Menyarankan pasien untuk merubah prilaku dan kebiasaan menggantung
pakaian atau celana di gantungan baju dalam waktu lama mengingat
pakaian dan celana yang digantung terlalu lama berpotensi sebagai tempat
nyamuk bersembunyi.
-
37
BAB IV
PEMBAHASAN
Dari kunjungan lapangan yang kami lakukan, permasalahan pasien yang kami
jumpai berupa pemahaman pasien mengenai penyakit yang di alaminya masih sangat
kurang. Pasien hanya mengetahui Demam Berdarah Dengue merupakan suatu penyakit
yang cukup berbahaya, sedangkan untuk pencegahan, faktor risiko, dan gejala yang
dalam konteks kegawatdaruratan masih kurang dipahami. Kedua, status nutrisi pasien
tergolong obese. Ketiga, permasalahan lingkungan terkait perkembangan vektor DBD
dan kontaknya dengan pasien maupun keluarga pasien.
Permasalahan pertama yaitu kurangnya pengetahuan mengenai penyakit DBD
kami berikan solusi dengan memberikan penjelasan berupa:
1. Gejala dari demam berdarah dengue (DBD):
a. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari dan biasanya bifasik
b. Manifestasi perdarahan seperti bintik merah/ petekie, perdarahan gusi,
perdarahan hidung, menstruasi dengan aliran lebih banyak dan lebih deras dari
biasanya pada wanita, muntah darah, BAB berwarna hitam.
c. Gejala penyerta seperti mual, muntah, tidak nafsu makan, nyeri kepala, nyeri
dibelakang mata, nyeri sendi atau otot, maupun ruam kulit.
2. Pencegahan yang dapat dilakukan berupa:
a. Host
Meningkatkan kondisi imunitas tubuh pasien dengan mengkonsumsi makanan
dengan nutrisi seimbang dan rajin berolahraga, pencegahan terhadap gigitan
nyamuk dengan menggunakan baju lengan panjang ataupun menggunakan obat
anti nyamuk.
b. Vektor
Mengeliminasi vektor DBD dengan menggunakan obat pembasmi nyamuk
(obat semprot nyamuk), menghilangkan tempat perkembangbiakan atau sarang
nyamuk berupa genangan-genangan air pada sampah plastik, pot tanaman,
tempat minum burung, maupun got, serta menggunakan obat abate untuk
-
38
mencegah perkembangbiakan telur nyamuk pada tempat-tempat penampungan
air. Pasien juga diberikan informasi vektor dapat berpindah-pindah dari satu
tempat ke tempat lain dengan kemampuan terbang kurang lebih 100 meter,
sehingga tidak hanya lingkungan rumah pasien, namun kebersihan lingkungan
di sekitar rumah pasien juga harus dipelihara.
c. Lingkungan
Pasien diberikan edukasi bagaimana cara mencegah perkembangbiakan
nyamuk sebagai vektor DBD, yaitu dengan cara 3M (menutup, mengubur dan
menguras), menjaga kebersihan lingkungan di sekitar dan di dalam rumah,
kurangi menggantung baju serta membersihkan sampah secara rutin yang dapat
membuat genangan air yang bertahan lama.
3. Tanda bahaya pada penyakit demam berdarah dengue:
a. Mual yang menetap
b. Nyeri perut yang berat
c. Pasien merasakan lemas yang berkepanjangan.
d. Terjadi perdarahan, baik itu mimisan, BAB berwarna hitam, muntah darah,
menstruasi.
e. Kencing berdarah atau haematuria.
f. Pucat dan dingin pada kaki dan tangan
g. Penurunan kesadaran
h. Tidak kencing dalam waktu 4-6 jam.
Permasalahan kedua yang ditemukan pada pasien adalah di lingkungan rumah
pasien masih banyak dijumpai tempat-tempat yang berpotensi sebagai reservoir
perkembangbiakan nyamuk seperti sawah, tower air, lahan kosong dengan puing puing
bangunan, empang serta kebiasaan ayah pasien yang sering menggantung baju di
belakang pintu kamar. Pada pasien kami berikan edukasi bagaimana mengendalikan
vektor DBD. Pengendalian vektor DBD dapat dilakukan dengan beberapa cara, salah
satunya dengan pengendalian lingkungan. Langkahnya terdiri dari pengendalian
terhadap nyamuk dewasa dan pra-dewasa. Pada prinsipnya pengelolaan lingkungan ini
-
39
adalah mengusahakan agar kondisi lingkungan tidak/kurang disenangi oleh nyamuk
sehingga umur nyamuk berkurang dan tidak mempunyai kesempatan untuk
menularkan penyakit atau mengusahakan agar kontak nyamuk dan manusia berkurang.
Pertama, usaha untuk mengendalikan nyamuk dewasa dapat dilakukan dengan
cara :
1. Menambah pencahayaan ruangan dalam rumah, memberikan saringan kasa
pada lubang ventilasi dan mengurangi tanaman perdu,
2. Tidak membiasakan menggantungkan pakaian di kamar
3. Menggunakan lotion anti nyamuk atau memakai baju lengan panjang terutama
saat beraktivitas di rumah.
Kedua, pengendalian terhadap nyamuk pra-dewasa. Pengelolaan lingkungan
tempat perindukan ini adalah usaha untuk menghalangi nyamuk meletakkan telurnya
atau menghalangi proses perkembangbiakan nyamuk. Cara yang dapat
dianjurkan/dilakukan adalah dengan melakukan prosedur 3M yaitu :
a. Membersihkan atau menguras tempat penyimpanan air, seperti bak mandi / WC
dan mengganti tempat minum burung sekurang-kurangnya seminggu sekali.
b. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air, seperti bak mandi, tampayan,
drum, dan lain-lain agar nyamuk tidak dapat masuk dan berkembang biak di
tempat-tempat tersebut.
c. Mengubur atau membuang barang-barang bekas pada tempatnya, seperti kaleng
bekas, ban bekas, botol-botol pecah, dan lain-lain yang dapat menampung air
hujan, agar tidak menjadi tempat berkembang biak nyamuk. Potongan bambu,
tempurung kelapa, dan lain-lain agar dibakar bersama sampah lainnya.
Pengendalian vektor pra-dewasa juga bisa dilakukan dengan enaburkan bubuk
ABATE ke dalam tempat-tempat penampungan air untuk membunuh jentik-jentik
nyamuk. Tindakan ini dapat diulangi setiap 2-3 bulan sekali.
-
40
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (Dengue Haemorrhagic
Fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan
manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai lekopenia,
ruam, limfoadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik. Pada DBD terjadi
perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau
penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan degue (Dengue Shock
Syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan (syok).
Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi virus dengue
yaitu: 1) vektor: perkembangbiakan vektor, kebiasaan mengigit, kepadatan vektor di
lingkungan, transportasi vektor dari satu tempat ke tempat lain; 2) pejamu: terdapatnya
penderita di lingkungan/keluarga, mobilisasi dan paparan terhadap nyamuk, usia dan
jenis kelamin; 3) lingkungan: curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk.
Saran dari kami yaitu perlu adanya pengarahan lengkap, efektif, dan efisien
tentang demam Demam Berdarah Dengue dengan sasaran yang tepat dan perbaikan
perilaku yang lebih efisien terhadap komunitas. Adanya pengarahan terhadap pasien
yang lebih ditekankan pada aspek perubahan perilaku, di antaranya tentang tindakan
pencegahan, 3M, penggunaan abate, dan pengetahuan tentang fogging. Dengan
demikian, diharapkan dapat membantu pasien mencegah penyebaran DHF di
lingkungan pasien.
-
41
Lampiran
Denah Rumah pasien
1
7
3 4
2
5 6
8
9
11
10
12
U
1. Teras
2. Ruang tamu
3. Kamar pasien
4. Kamar tamu
5. Kamar orang tua pasien
6. Ruang makan
7. Dapur
8. Kamar mandi
9. Tangga
10. Tangga
11. Tempat jemuran
12. Tower air
-
42
Foto dokumentasi kunjungan
Gambar 6. Bagian depan rumah pasien
Gambar 7. Kunjungan pada keluarga pasien
-
43
Gambar 8. Teras rumah pasien Gambar 9. Dapur pasien
-
44
Gambar 10 Ruang makan pasien Gambar 11 Kamar mandi pasien
-
45
Gambar 12 Air kamar mandi pasien
Gambar 13. Empang dekat rumah pasien
-
46
Gambar 14. Foto depan dan sekitar sekolah pasien
-
47
Gambar 15 Foto Satelit dan map rumah pasien
Rumah pasien
Area Persawahan
Empang
Empang
Rumah pasien
Are
a P
ersa
wah
an
-
48
Gambar 15 Foto Satelit dan map sekolah pasien
Sekolahan Pasien
Lahan kosong dan
Pepohonan besar
Lahan kosong dan
Pepohonan besar
Sekolahan Pasien
Lahan kosong dan
Pepohonan besar