¹Î·± ³vdi£ Í ( ëQâq6 ¾Å þ+|...
Transcript of ¹Î·± ³vdi£ Í ( ëQâq6 ¾Å þ+|...
7
7
BAB II
KONSEP DASAR
A. Pengertian
Pneumonia adalah peradangan paru biasanya disebabkan oleh
infeksi bakteri (stafilokokus, pneumokokus, atau streptokokus) (Speer,
2007). Pneumonia adalah infeksi saluran pernapasan akut bagian bawah
yang mengenai parenkim paru (Mansjoer, 2000).Pneumonia adalah suatu
peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus,
jamur, parasit) (PDPI, 2003). Pneumonia adalah radang parenkim paru
yang banyak disebabkan oleh virus baik infeksi primer atau komplikasi
dari suatu penyakit virus (Nur Salam, 2005). Pneumonia adalah proses
inflamasi parenkim paru yang umumnya disebabkan oleh agens infeksius
(Smeltzer, 2001).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
pneumonia adalah suatu infeksi saluran pernapasan akut bagian bawah
yang mengenai parenkim paru yang disebabkan oleh mikroorganisme
(bakteri, virus, jamur, parasit) maupun benda asing.
B. Anatomi Dan Fisiologi
Menurut Sacharin, 1996, secara anatomis system pernapasan
dibagi menjadi 3 bagian yaitu :
8
1. Traktus respiratorius bagian atas
Traktus respiratorius bagian atas terdiri dari berbagai bagian,
diantaranya :
Gambar 1.1 Traktus respiratorius
a. Hidung
Bagian anterior dari hidung dari bagi dalam paruhan kiri dan
kanan oleh septum nasi. Setiap paruhan dibagi secara tidak
lengkap menadi empat daerah yang mengandung saluran nasal
yang berjalan kebelakang mengarah pada nasofaring. Area tepat
dalam lubang hidung dilapisi oleh kulit yang mengandung rambut
yang kasar. Sisa dari interior dilapisi oleh membrana mukosa.
Fungsi dari hidung adalah membawa udara dari dan ke paru-
paru dan menghangatkan udara saat diinspirasi. Bulu di dalam
lubang hidung dan silia yang melapisi membrana mukosa
bertindak untuk mengangkat debu dan benda asing lain dari
udara.Jika terjadi infeksi, efek lokal utama adalah iritasi dari sel
9
mulkus yang menyebabkan produksi mukus yang berlebihan,
pembengkakan dari membrana mukosa akibat edema lokal dan
kongesti dari pembuluh darah. Saluran hidung cenderung menjadi
terblokir oleh pembengkakan mukosa dan sekresi virus, sekret
jernih, tetapi jika terdapat invasi sekunder bakteri, sekret menjadi
kekuning-kuningan atau kehijauan akibat adanya pus (neutrofil
mati dan granulosa).
b. Sinus
Sinus paranasal melengkapi suatu sistem ruang udara yang
terletak dalam berbagai tulang pada muka. Sinus dilapisi dengan
mukosa sekretoris dan memperoleh suplai darah dan saraf dari
hidung. Infeksi dari hidung mengarah pada penuhnya pembuluh
darah, peningkatan sekresi mukus dan edema.
c. Laring
Laring terletak di depan faring dan diatas permulaan
trakhea. Terutama terdiri dari tulang rawan tiroid dan tricoid dan
tujuh tulang rawan lain yang dihubungkan secara bersama oleh
membrana. Suatu struktur tulang rawan tergantung diatas tempat
masuk ke laring ini merupakan epiglotis yang mengawal glotis
selama menelan, mencegah makanan masuk laring dan trakhea.
Inflamasi dari epiglotis dapat menimbulkan obstruksi terhadap
saluran pernafasan.
10
Bagian interior laring mengandung dua lipatan membrana
mukosa yang terlentang melintasi rongga dari laring dari bagian
tengah tulang rawan tiroid ke tulang rawan arytenoid. Ini
merupakan pita atau lipatan suara. Selama pernafasan biasa pita
suara terletak dalam jarak tertentu dari garis tengah dan udara
respirasi melintas secara bebas diantaranya tanpa menimbulkan
keadaan vibrasi. Selama insiprasi dalam yang dipaksaan mereka
berada dalam keadaan lebih abduksi, sementara selama berbicara
atau menyanyi mereka dalam keadaan adduksi. Perubahan ini
dipengaruhi oleh otot-otot kecil. Pada anak-anak, pita suara lebih
pendek dibandingkan dengan orang dewasa.
Laring berfungsi sebagai alat respirasi dan fonasi tetapi pada
saat yang sama ambil bagian dalam deglutisi, selama waktu mana
laring akan menutup dalam usaha mencegah makanan memasuki
traktus respiratorius makanan bagian bawah. Laring juga tertutup
selama regurgitasi makanan sehingga mencegah terjadinya
aspirasi makanan. Refleks penutupan ini tergantung pada
koordinasi neurimuskuler yang kemungkinan tidak bekerja secara
penuh pada bayi, sehingga mengarah pada spasme.
2. Traktus respiratorius bagian bawah
Struktur yang membentuk bagian dari traktur respiratorius ini
adalah trakea, bronki dan bronkiolus serta paru-paru.
11
Tiga yang pertama adalah, trakea, bronki dan kronkiolus,
merupakan tuba yang mengalirkan udara kedalam dan keluar dari paru-
paru. Trakea dimulai pada batas bagian bawah dari laring dan melintas
dibelakang sternum kedalam toraks. Trakea merupakan tuba
membranosa fleksibel, kaku karena adanya cincin tidak lengkap yang
berspasi secara teratur. Tuba dilaisi oleh membana mukosa, epitelium
permukaan adalah kolumner bersilia. Segera setelah memasuki toraks
trakea membagi diri menjadi beberapa cabang yang masuk kedalam
suatu substansi paru-paru.
Didalam substansi dari paru-paru bronki membagi diri menjadi
cabang yang tidak terhitung dengan ukuran yang secara progresif
berkurang hingga cabang yang mempunyai penampang yang sangat
sempit, di mana mereka di sebut sebagai bronkiolus. Tuba ini dilapisi
oleh membrana mukosa ditutupi oleh epitelium kolumner bersilia,
berlanjut dengan lapisan dari trakea. Otot polos ditemukan secara
longitudinal dalam bronki yang lebih besar dan trakea. Dalam bronki
yang lebih kecil dan bronkioles hal ini dibatasi oleh dinding posterios.
Seluruh panjang dari percabangan bronkial disuplai dengan serat
elastik yang kaya, bersama dengan semua jaringan lain yang
disebutkan, dapat diubah oleh karena penyakit, sehingga
mempengaruhi fungsi normal.
12
Gambar 1.2 Traktus Respiratorius bagian bawah
3. Paru-paru
Berdasarkan anatomi, unit dasar dari struktur paru-paru
dipertimbangkan adalah lobulus sekunder. Beratus-ratus dari lobulus
ini membentuk masing-masing paru. Setiap lobulus merupakan
miniatur dari paru-paru dengan percabangan bronkial dan suatu
sirkulasi sendiri.
Setiap bronkiolus respiratorius berterminasi kedalam suatu
alveolus. Alveolus terdiri dari sel epitel tipis datar dan disinilah terjadi
pertukaran gas antara udara dan darah.
Apeks dari paru-paru mencapai daerah tepat diatas clavicula
dan dasarnya bertumpu pada diaphragma. Kedua paru-paru dibagi
kedalam lobus, yang kanan dibagi tiga, yang kiri dibagi dua. Nutrisi
dibawa pada jaringan paru-paru oleh darah melalui arteri bronkial;
darah kembali dari jaringan paru-paru melalui vena bronchial.
13
Paru-paru juga mempunyai suatu sirkulasi paru-paru yang
berkaitan dengan mengangkut darah deoksigenasi dan oksigenasi.
Paru-paru disuplai dengan darah deoksigenasi oleh arteri pulmonalis
yang datang dari ventrikel kanan. Arteri membagi diri dan membagi
diri kembali dalam cabang yang secara progresif menjadi lebih kecil,
berpenetrasi pada setiap bagian dari paru-paru hingga akhirnya mereka
membentuk anyaman kapiler yang mengelilingi dan terletak pada
dinding dari alveoli. Dinding dari alveoli maupun kapiler sangat tipis
dan disinilah terjadi pertukaran gas pernapasan. Darah yang
dioksigenasi kembali kedalam atrium dengan empat vena pulmonalis.
Fisiologi pernapasan menurut Hidayat (2006) meliputi tiga
tahap :
1. Ventilasi
Proses ini merupakan proses keluar dan masuknya oksigen
dari atmosfer ke dalam alveoli atau dari alveoli ke atmosfer.
Dalam proses ventilasi ini terdapat beberapa hal yang
mempengaruhi, di antaranya adalah perbedaan tekanan antara
atmosfer dengan paru. Semakin tinggi tempat maka tekanan udara
semakin rendah. Demikian sebaliknya, semakin rendah tempat
tekanan udara semakin tinggi. Hal lain yang mempengaruhi
proses ventilasi kemampuan thoraks dn paru pada alveoli dalm
melaksanakan ekspansi atau kembang kempisnya, adanya jalan
napas yang dimulai dari hidung hingga alveoli yang terdiri atas
14
berbagai otot polos yang kerjanya sangat dipengaruhi oleh sistem
saraf otonom, terjadinya rangsangan simpatis dapat menyebabkan
relaksasi sehingga dapat terjadi vasodilatasi, kemudian kerja saraf
parasimpatis dapat menyebabkan konstriksi sehingga dapat
menyebabkan vasokonstriksi atau proses penyempitan, dan
adanya refleks batuk dan muntah juga dapat mempengaruhi
adanya proses ventilasi, adanya peran mukus siliaris yang sebagai
penangkal benda asing yang mengandung interveron dapat
mengikat virus.
Pengaruh proses ventilasi selanjutnya adalah komplians
(complience) dan recoil yaitu kemampuan paru untuk
berkembang yang dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor,
diantaranya surfaktan yang terdapat pada lapisan alveoli yang
berfungsi untuk menurunkan tegangan permukaan dan masih ada
sisa udara sehingga tidak terjadi kolaps dan gangguan thoraks
atau keadaan paru itu sendiri. Surfaktan diproduksi saat terjadi
peregangan sel alveoli. Surfaktan disekresi saat klien menerik
napas; sedangkan recoil adalah kemampuan untuk mengeluarkan
CO2 atau kontraksi atau menyempitnya paru. Apabila complience
baik akan tetapi recoil terganggu makaCO2tidak dapat keluar
secara maksimal.
2. Difusi Gas
15
Pertukaran antara oksigen alveoli dengan kapiler paru dan
CO2 kapiler dengan alveoli. Dalam proses pertukaran ini terdapat
beberapa faktor yang dapat mempengaruhinya, diantaranya,
pertama, luasnya permukaan paru. Kedua, tebal membran
respirasi/permeabilitas yang terdiri atas epitel alveoli dan
intertisial keduanya. Ini dapat mempengaruhi proses difusi
apabila terjadi proses penebalan.
Ketiga, perbedaan tekanan dan konsentrasi O2. Hal ini
dapat terjadi seperti O2 dari alveoli masuk ke dalam darah oleh
karena tekanan O2 dalam rongga alveoli lebih tinggi dari tekanan
O2 dalam darah vena pulmonalis (masuk dalam darah secara
berdifusi) dan pCO2 dalam arteri pulmunalis juga akan berdifusi
ke dalam alveoli. Keempat, afinitas gas yaitu kemampuan untuk
menembus dan saling mengikat Hb.
3. Transportasi Gas
Transportasi antara O2 kapiler ke jaringan tubuh dan CO2
jaringan tubuh ke kapiler. Pada proses transportasi, O2 akan
berikatan dengan Hb membentuk Oksihemoglobin (97%) dan
larut dalam plasma (3%). Kemudian pada transportasi CO2 akan
berkaitan dengan Hb membentuk karbominohemoglobin (30%),
dan larut dalm plasma (5%), kemudian sebagian menjadi HCO3
berada pada darah (65%).
16
Pada transportasi gas terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi, di antaranya curah jantung (cardiac output) yang
dapat dinilai melalui isi sekuncup dan frekuensi denyut jantung.
Isi sekuncup ditentukan oleh kemampuan otot jantung untuk
berkontraksi dan volume cairan. Frekuensi denyut jantung dapat
ditentukan oleh keadaan seperti over load atau beban yang
dimiliki pada akhir diastol. Pre load atau jumlah cairan pda akhir
diastol, natrium yang paling beperan dalam menentukan besarnya
potensial aksi, kalsium berperan dalma kekuatan kontraksi dan
relaksasi. Faktor lain dalam menentukan proses transportsi adalah
kondisi pembuluh darah, latihan/olahraga (exercise), hematokrit
(perbandingan antara sel darah dengan darah secara keseluruhan
atau HCT/PCV), Eritrosit, dan Hb.
C. Tumbuh Kembang Anak
Pertumbuhan dan perkembangan menurut Nursalam, 2005,
Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran fisik (anatomi) dan struktur
tubuh dalam arti sebagian atau seluruhnya karena adanya multiplikasi
(bertambah banyak) sel-sel tubuh dan juga bertambah besarnya sel.
Adanya multiplikasi dan pertambahan ukuran sel berarti ada pertambahan
secara kuantitatif dan hal tersebut terjadi sejak terjadinya konsepsi, yaitu
bertemunya sel telur dan sperma hingga dewasa.
17
Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dan
struktur/fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur, dapat
diperkirakan, dan diramalkan sebagai hasil dari proses diferensiasi sel,
jaringan tubuh, organ-organ, dan sistemnya yang terorganisasi.
Pertumbuhan dan perkembangan pada anak usia 1 bulan, meliputi :
1. Fisik
a. BB bertambah 150-210 gram/minggu selama 6 bulan pertama
b. TB bertambah 2,5 cm/bulan selama 6 bulan pertama
c. LK bertambah 1,5 cm/bulan selama 6 bulan pertama
2. Motorik Kasar
a. Bila telungkup memilih posisi fleksi
b. Kepala dapat memutar dari satu sisi ke sisi lain bila telungkup
c. Mengalami haed leg yang nyata bila menaikkan ke posisi duduk
3. Motorik Halus
a. Tangan tertutup secara umum
b. Reflek menggenggam kuat
c. Tangan mengatup pada kontak dengan mainan
4. Sensori
a. Mengikuti sinar sampai garis tengah
b. Diam bila mendengar suara
c. Ketajaman penglihatan mendekati 20/100
5. Vokalisasi
a. Menangis untuk mengekspresikan ketidaksenangan
18
b. Membuat bunyi kecil dengan suara tenggorokan
c. Membuat bunyi tenang selama makan
6. Sosialisasi
a. Memandang wajah orang tua secara terus-menerus saat bicara
dengan anaknya.
D. Etiologi
Menurut Mansjoer, 2000, penyebab dari pneumonia adalah :
1. Bakteri
a. Pneumokokus
b. Streptokokus
c. Stafilokokus
d. Haemophilus Influenzae
e. Pseudomonas aeruginosa
2. Virus
a. Virus Influenza
b. Adenovirus
c. Sitomegalovirus
3. Fungi
a. Aspergillus
b. Koksidiomikosis
19
c. Histoplasma
4. Aspirasi
a. Cairan amnion
b. Makanan
c. Cairan lambung
d. Benda asing
E. Klasifikasi Pneumonia
Menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003,pneumonia
dapat diklasifikasikan berdasarkan klinis, penyebab dan predileksi infeksi:
1. Berdasarkan klinis dan epideologis
Berdasarkan klinis dan epideologis pneumonia terdiri dari:
a. Pneumina komuniti (community aquired pneumonia)
b. Pneumonia nosokomial (hospital aquired pneumonia / sosicomial
pneumonia)
c. Pneumonia aspirasi
d. Pneumonia pada penderita immunocompromised
2. Berdasarkan bakteri penyebab
Berdasarkan bakteri penyebab, pneumonia terdiri atas :
a. Pneumonia bacterial/ tipikal
b. Pneumonia atipikal disebabkan mycoplasma, legionella dan Chlamydia
c. Pneumonia virus
d. Pneumonia jamur
20
3. Berdasarkan predileksi Infeksi
Berdasarkan predileksi infeksi, pneumonia terdiri atas :
a. Pneumonia Lobaris
Pnumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen kemungkinan
sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus.
b. Bronchopneumonia
Bronchopneumonia ditandai dengan bercak-bercak infiltrate pada
lapangan paru. Dapat disebabkan olehbakteri maupun virus.
c. Pneumonia Interstitialis
Gambar 1.4 Pneumonia
F. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik pada pneumonia menurut Linda Sowden, 2002 adalah
1. Batuk
2. Dispnea
21
3. Takipnea
4. Sianosis
5. Melemahnya suara nafas
6. Retraksi dinding thoraks
7. Nafas cuping hidung
8. Nyeri abdomen (disebabkan iritasi diafragma oleh paru terinfeksi di
dekatnya)
9. Batuk paroksismal mirip pertusis (umum terjadi pada anak yang lebih
kecil)
10. Anak-anak yang lebih besar tidak tampak sakit.
G. Patofisiologi
Bakteri penyebab terhisap ke paru perifer melalui saluran nafas
menyebabkan reaksi jaringan berupa edema, yang mempermudah proliferasi
dan penyeraban kuman.
Gambar 1.5 Proses Masuknya Kuman
22
Bagian paru yang terkena mengalami konsolidasi, yaitu terjadinya
sebukan sel PMNs (polimorfnuklears), fibrin, eritrosit, cairan edema dan
kuman dialveoli. Proses ini termasuk dalam stadium hepatisasi merah.
Sedangkan stadium hepatisasi kelabu adalah kelanjutan proses infeksi
berupa deposisi fibrin ke permukaan pleura. Ditemukan pula fibrin dan
leukosit PMNs di alveoli dan proses fogositosis yang cepat dilanjutkan
stadium resolusi, dengan peningkatan jumlah sel makrofag dialveoli,
degenerasi sel dan menipisnya fibrin, serta menghilangnya kuman dan
debris (Mansjoer, 2000).
Pneumonia bakterial menyerang baik ventilasi maupun difusi.
Suatu reaksi inflamasi yang dilakukan oleh pneumokokus terjadi pada
alveoli dan menghasilkan eksudat yang mengganggu gerakan dan difusi
oksigen serta karbondioksida. Sel-sel darah putih kebanyakan neutrofil
juga berimigrasi kedalam alveoli dan memenuhi ruang yang biasanya
mengandung udara. Area paru tidak mendapat ventilasi yang cukup karena
sekresi, edema mukosa dan bronkospasme menyebabkan oklusi parsial
bronkhi atau alveoli dengan mengakibatkan penurunan tahanan oksigen
alveolar. Darah vena yang memasuki paru-paru lewat melalui area yang
kurang terventilasi dan keluar ke sisi kiri jantung. Percampuran darah yang
teroksigenasi dan tidak teroksigenasi ini akhirnya mengakibatkan
hipoksemia arterial (Smeltzer, 2002).
23
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien Pneumonia meliputi :
1. Penatalaksanaan Medis
Menurut Riyadi, 2009, pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji
resistensi, akan tetapi, karena hal itu perlu waktu, dan pasien perlu
therapi secepatnya maka biasanya diberikan :
a. Penisilin 50.000 u/kg BB/hari ditambah dengan kloramfenikol 50 –
70 mg/kg BB/hari atau diberikan antibiotik yang mempunyai
spektrum luas seperti ampisilin. Pengobatan ini diteruskan sampai
bebas demam 4 – 5 hari. Pemberian obat kombinasi bertujuan untuk
menghilangkan penyebab infeksi yang kemungkinan lebih dari 1
jenis juga untuk menghindari resistensi antibiotic.
b. Koreksi gangguan asam bas dengan pemberian oksigen dan cairan
intravena, biasanya diperlukan campuran glukosa 5% dan NaCl
0,9% dalam perbandingan 3:1 ditambah larutan KCl 10
mEq/500ml/botol infus.
c. Karena sebagian besar pasien jatuh ke dalam asrdosis metabolik
akibat kurang makan dan hipoksia, maka dapat diberikan koreksi
sesuai dengan hasil analisis gas darah arteri.
d. Pemberian makanan enteral bertahap melalui selang NGT pada
penderita yang sudah mengalami perbaikan sesak nafasnya.
e. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin
normal dan beta agonis untuk memperbaiki transport mukosilier
24
seperti pemberian terapi nebulizer dengan flexoid dengan ventolin.
Selain bertujuan mempermudah mengeluarkan dahak juga dapat
meningkatkan lebar lumen bronkus
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan dalam hal ini dilakukan adalah :
a. Menjaga kelancaran pernapasan
Klien pneumonia berada dalam keadaan dispnea dan sianosis karena
adanya radang paru dan banyaknya lendir di dalam bronkus atau
paru. Agar klien dapat bernapas secara lancar, lendir tersebut harus
dikeluarkan dan untuk memenuhi kebutuhan O2 perlu dibantu
dengan memberikan O2 2 l/menit secara rumat.
Pada anak yang agak besar dapat dilakukan :
1) Berikan sikap berbaring setengah duduk
2) Longgarkan pakaian yang menyekat seperti ikat pinggang, kaos
yang sempit.
3) Ajarkan bila batuk, lendirnya dikeluarkan dan katakan kalau
lendir tersebut tidak dikeluarkan sesak nafasnya tidak akan
segera hilang,
4) Beritahukan pada anak agar ia tidak selalu berbaring ke arah
dada yang sakit, boleh duduk/miring ke bagian yang lain.
Pada bayi dapat dilakukan :
1) Baringkan dengan letak kepala ekstensi dengan memberikan
ganjal dibawah bahunya.
25
2) Bukalah pakaian yang ketat seperti gurita.
3) Isaplah lendir dan berikan O2 rumat sampai 2 l/menit.
Pengisapan lendir harus sering yaitu pada saat terlihat lendir di
dalam mulut, pada waktu akan memberikan minum, mengubah
sikap baring/tindakan lain.
4) Perhatikan dengan cermat pemberian infus, perhatikan apakah
infus lancar.
b. Kebutuhan Istirahat
Klien Pneumonia adalah klien payah, suhu tubuhnya tinggi,
sering hiperpireksia maka klien perlu cukup istirahat, semua
kebutuhan klien harus ditolong di tempat tidur. Usahakan pemberian
obat secara tepat, usahakan keadaan tenang dan nyaman agar pasien
dapat istirahat sebaik-baiknya.
c. Kebutuhan Nutrisi dan Cairan
Pasien pneumonia hampir selalu mengalami masukan
makanan yang kurang. Suhu tubuh yang tinggi selama beberapa hari
dan masukan cairan yang kurang dapat menyebabkan dehidrasi.
Untuk mencegah dehidrasi dan kekurangan kalori dipasang infus
dengan cairan glukosa 5% dan NACL 0,9% dalm perbandingan 3:1
ditambahkan KCL 10 mEq/500 ml/botol infus.
Pada bayi yang masih minum ASI, bila tidak terlalu sesak ia
boleh menetek selain memperoleh infuse. Beritahukan ibunya agar
26
pada waktu bayi menetek puting susunya harus sering-sering
dikeluarkan untuk memberikan kesempatan bayi bernafas.
I. Komplikasi
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia,2003, komplikasi pneumonia
yaitu :
1. Efusi Pleura
2. Empiema
3. Abses Paru
4. Pneumothoraks
5. Gagal nafas
6. Sepsis
J. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan
diagnosa pneumonia menurut Mansjoer, 2000 :
1. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah menunjukkan leukositosis dengan predominan PMN
atau dapat ditemukan leucopenia yang menandakan prognosis buruk.
Dapat ditemukan anemia ringan atau sedang.
2. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan radiologis memberikan gambaran bervariasi :
a. Bercak konsolidasi merata pada bronkopneumonia
b. Bercak konsolidasi satu lobus pada pneumonia lobaris
27
c. Gambaran bronkopneumonia difus atau infiltrat interstisialis pada
pneumonia stafilokok
3. Pemeriksaan cairan pleura
4. Pemeriksaan mikrobiologik, spesimen usap tenggorok, sekresi nasofaring,
aspirasi trakea.
K. Pengkajian Fokus
Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien pneumonia menurut Suyono, 2009;
Nursalam, 2005 dan Doengoes, 2000 :
1. Riwayat penyakit sekarang
Hal yang perlu dikaji :
a. Keluhan yang dirasakan klien
b. Usaha yang dilakukan untuk mengatasi keluhan
2. Riwayat penyakit dahulu
Hal yang perlu dikaji yaitu :
a. Pernah menderita ISPA
b. Riwayat terjadi aspirasi
c. Sistem imun anak yang mengalami penurunan
d. Sebutkan sakit yang pernah dialami
3. Riwayat penyakit keluarga
a. Ada anggota keluarga yang sakit ISPA
b. Ada anggota keluarga yang sakit pneumonia
4. Demografi
28
a. Usia : Lebih sering pada bayi atau anak dibawah 3 tahun
b. Lingkungan : Pada lingkungan yang sering berkontaminasi
dengan polusi udara
5. Pola pengakajian Gordon
Hal-hal yang perlu dikaji :
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Hal yang perlu dikaji yaitu kebersihan lingkungan, biasanya orang
tua menganggap anaknya benar-benar sakit jika anak sudah
mengalami sesak nafas.
b. Pola nutrisi dan metabolik
Biasanya muncul anoreksia (akibat respon sistemik melalui kontrol
saraf pusat), mual dan muntah (peningkatan rangsangan gaster
sebagai dampak peningkatan toksik mikroorganisme).
c. Pola eliminasi
Penderita sering mengalami penurunan produksi urin akibat
perpindahan cairan melalui proses evaporasi karena demam.
d. Pola istirahat-tidur
Data yang sering muncul adalah anak sulit tidur karena sesak nafas,
sering menguap serta kadang menangis pada malam hari karena
ketidaknyamanan.
e. Pola akitivitas-latihan
Anak tampak menurun aktivitas dan latihannya sebagai dampak
kelelmahan fisik. Anak lebih suka digendong dan bedrest.
29
f. Pola kognitif-persepsi
Penurunan kognitif untuk mengingat apa yang pernah disampaikan
biasanya sesaat akibat penurunan asupan nutrisi dan oksigen pada
otak.
g. Pola persepsi diri-konsep diri
Tampak gambaran orang tua terhadap anak diam kurang bersahabat,
tidak suka bermain, ketakutan.
h. Pola peran-hubungan
Anak tampak malas kalau diajak bicara, anak lebih banyak diam dan
selalu bersama orang tuanya.
i. Pola seksual-reproduksi
Pada anak kecil masih sulit terkaji. Pada anak yang sudah puberta
mungkin tergangguan menstruasi.
j. Pola toleransi stress-koping
Aktivitas yang sering tampak mengalami stress adalah anak
menangis, kalau sudah remaja saat sakit yang dominan adalah mudah
tersinggung.
k. Pola nilai keyakinan
Nilai keyakinan mungkin meningkat seirng dengan kebutuhan untuk
mendapat sumber kesembuhan dari Allah SWT.
6. Pemeriksaan fisik
Pada penderita pneumonia hasil pemeriksaan fisik yang biasanya
muncul yaitu :
30
a. Keadaan umum : tampak lemah, sesak nafas
b. Kesadaran : tergantung tingkat keparahan penyakit bisa
somnolent
c. Tanda-tanda vital :
1) TD : hipertensi
2) Nadi : takikardi
3) RR : takipnea, dispnea, nafas dangkal
4) Suhu : hipertermi
d. Kepala :tidak ada kelainan
e. Mata :konjungtiva bisa anemis
f. Hidung : jika sesak akan terdengar nafas cuping hidung
g. Paru :
1) Inspeksi : pengembangan paru berat, tidak simetris jika
hanya satu sisi paru, ada penggunaan otot bantu
nafas.
2) Palpasi : adanya nyeri tekan, paningkatan vocal fremitus
pada daerah yang terkena
3) Perkusi : pekak terjadi bila terisi cairan, normalnya timpani
4) Auskultasi : bisa terdengar ronki
h. Jantung :jika tidak ada kelainan jantung, pemeriksaan
jantung tidak ada kelemahan
i. Ekstremitas :sianosis, turgor berkurang jika dehidrasi
7
7
Pelepasan histamin,
prostaglandin
Bau mulut, perasaan tidak enak di tenggorokan
Mucus di bronkus↓
Adanya eksudasi
Proses peradangan
Menginfeksi area
bronkus dan parenkim
Jaringan paru
diganti jaringan ikat
Edema
alveoli
Kehilangan cairan
dan elektronik
Penderita sakit berat yg dirawat di RS
Penderita yg mengalami supresi imun
Nutrisi kurang
Pertahanan tubuh ↓
Mudah terpapar virus,bakteri,
jamur, parasit
Kontaminasi peralatan
Masuk saluran nafas
Bakteri, virus, jamur,
parasit, banda asing
proplet
pneumonia
Kuman >> di bronkus
Akumulasi secret >> di bronkus
Bersihan jalan tidak efektif
hipertermi
anoreksi
Resiko tinggi nutrisi
kurang dari kebutuhan
Kuman terbawa ke sal.pencernaan
Infeksi di
sal.cerna
Peristaltic ↑
Diare
Suhu ↑
Infeksi saluran
pernapasan
bawah
Gangguan
pertukaran gas
Eksudat
plasma masuk
Gangguan difusi
dlm kapiler dan
alveoli
Resiko
kekurangan
volume cairan
Gangguan
pola nafas
Pemenuhan
paru ↓
Terbentuk
jaringan ikat
Metabolisme ↑
Peningkatan suhu tubuh
Kehilangan cairan
lewat kulit Evaporasi >>
Kehilangan cairan
kewat kulit
Dilatasi
pembuluh
darah
Tekanan
dinding ↑paru
Suplai o2↓ hipoksia Metabolisme
anaerob
Akumulasi
as.laktat
kelemahan Intoleransi
aktivitas
Sumber:
Hidayat, 2006; Ngastiyah 2005; Doenges 2000; PDPI 2003; Price 2006.
L. Pathways
32
33
7
M. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi saluran
pernafasan akibat peningkatan mukus yang berlebih.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan pengembangan paru yang
menurun.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
alveolar kapiler oleh adanya edema alveoli.
4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen, kelemahan umum.
5. Hipertermia berhubungan dengan proses peradangan.
6. Ansietas pada (orang tua) berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
tentang kondisi anak.
7. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan
cairan berlebihan terhadap evaporasi yang berlebih.
8. Resiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang tidak adekuat sekunder terhadap anoreksia, peningkatan
kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi.
(Hidayat, 2006; Doenges, 2000 dan Speer, 2007)
N. Perencanaan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi saluran
pernafasan akibat peningkatan mukus yang berlebih.
34
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan bersihan jalan nafas
efektif.
Kriteria Hasil :
a. Tidak ada dispnea
b. Perkusi paru sonor
c. Tidak ada penggunaan otot bantu nafas
d. Tidak ada batuk produktif
Intervensi :
a. Auskultas area paru, catat area penurunan / tidak ada aliran udara
dan bunyi nafas lain.
Rasional : Penurunan aliran udara terjadi pada area konsolidasi
dengan cairan. Bunyi nafas bronkhial (normal pada
bronkhus) dapat juga terjadi pada area konsolidasi.
Krekels terdengar pada inspirasi.
b. Kaji frekuensi / kedalaman pernafasan dan gerakan dada.
Rasional : Tachipnea, pernafasan dangkal dan gerakan dada tak
simetris sering terjadi karena ketidaknyamanan gerakan
dinding dada/ atau cairan paru.
c. Atur posisi setengah fowler pada anak besar dan ekstensikan
kepala pada bayi.
Rasional : Posisi duduk memungkinkan upaya nafas lebih dalam
dan lebih kuat.
35
d. Berikan obat sesuai indikasi : mukoitik, ekspektoran,
bronkodilator, analgetik
Rasional : Alat untuk menurunkan spasme bronkus dengan
mobilisasi sekret. Analgetik diberikan untuk
memperbaiki batuk dengan menurunkan
ketidaknyamanan tetapi harus digunakan hati-hati.
e. Berikan cairan tambahan IV atau oksigen
Rasional : Cairan diperlukan untuk menggantikan kehilangan
(termasuk tak tampak) dan memobilisasikan secret.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan pengembangan paru yang
menurun.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pola nafas kembali
efektif.
Kriteria hasil:
a. RR = 30 - 40 x/menit
b. Tidak ada dispnea
c. Pengembangan paru maksimal
Intervensi :
a. Aturlah posisi dengan memungkinkan ekspansi paru maksimum
dengan semi fowler atau kepala agak tinggi kurang lebih 30o.
Rasional : Posisi semi fowler akan meningkatkan ekspansi paru.
b. Kaji pernapasan, irama, kedalaman atau gunakan oksimetri nadi
untuk memantau saturasi oksigen
36
Rasional : Tachipnea, pernafasan dangkal dan gerakan dada tak
simetris sering terjadi karena ketidaknyaman gerakan
dinding dada.
c. Berikan bantal atau sokongan agar jalan nafas memungkinkan tetap
terbuka
Rasional : Sokongan bantal akan membantu membuka jalan napas.
d. Ajarkan teknik relaksasi pada anak yang sudah memahami, sudah
bisa atau mengerti.
Rasional : Relaksasi akan membantu menurunkan kecemasan
sehingga kebutuhan O2 tidak meningkat.
e. Kolaborasi oksigen sesuai kebutuhan
Rasional : Pemberian O2 akan membantu memenuhi kebutuhan O2
tubuh.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
alveolar kapiler akibat edema alveoli.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pertukaran gas
maksimal.
Kriteria Hasil :
a. Klien tidak dispnea
b. Klien tidakk ada kebiruan
c. N = 90 - 100 x/menit
d. PO2 normal pada GDA
e. PCO2 normal
37
f. Warna kulit normal
g. Anak tidak gelisah
Intervensi:
a. Kaji frekuensi, kedalaman, dan kemudahan bernafas
Rasional : Manifestasi distres pernafasan tergantung pada indikasi
derajat keterlibatan paru dan status kesehatan umum.
b. Atur posisi yang dapat meningkatkan kenyamanan anak
Rasional : Memberikan posisi yang nyaman seperti posisi semi
fowler, membuat anak bernafas dengan mudah.
c. Observasi warna kulit, membran mukosa dan kuku, catat adanya
fianosis perifer (kuku) atau sianosis sentral.
Rasional : Sianosis kuku menunjukkan vasokonstriksi atau respon
tubuh terhadap demam/ menggigil. Namun sianosis
daun telinga, membran mukosa dan kulit sekitar mulut
menunjukkan hipoksemia sistemik.
d. Pertahankan istirahat tidur dorong menggunakan teknik relaksasi
dan aktivitas senggang.
Rasional : Mencegah terlalu lelah dan menurunkan kebutuhan/
konsumsi oksigen untuk memudahkan perbaikan infeksi.
e. Kolaborasi pemberian therapi O2 dengan benar
Rasional : Tujuan therapi oksigen adalah mempertahankan PaO2
diatas 60 mmHg.
38
f. Awasi GDA
Rasional : Mengevaluasi proses penyakit dan memudahkan terapi
paru.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan O2, kelemahan umum.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien toleran terhadap
aktivitas
Kriteria Hasil :
a. Klien tidak tampak kelemahan
b. Dyspnea berkurang
c. Tidak ada dyspnea saat aktivitas
d. Tidak ada sianosis setelah aktivitas
e. Dapat beraktivitas optimal
Intervensi :
a. Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas, catat lapoan dispnea.
Peningkatan kelemahan / kelelahan dan perubahan tanda vital
selama dan setelah aktivitas
Rasional : Menetapkan kemampuan/ kebutuhan pasien dan
memudahkan pilihan intervensi.
b. Bantu anak dalam melakukan aktivitas yang sesuai dan berikan
aktivitas yang menyenangkan sesuai dengan kemampuan dan
minat anak.
Rasional : Menurunkan kebutuhan O2
39
c. Berikan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung selama
fase akut sesuai indikasi
Rasional : Menurunkan stres dan rangsangan berlebihan,
meningkatkan istirahat.
d. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan
perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat.
Rasional : Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk
menurunkan kebutuhan metabolik, menghemat energi
untuk penyembuhan.
e. Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan.
Rasional : Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan
suplai dan kebutuhan oksigen.
5. Hipertemi berhubungan dengan proses peradangan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan panas berkurang
Kriteria Hasil :
a. Suhu tubuh dalam batas normal (>37,8 oC)
b. Akral dingin
c. Anak tidak gelisah
Intervensi :
a. Pertahankan lingkungan yang dingin
Rasional : lingkungan dingin akan menurunkan suhu tubuh melalui
kehilangn panas pancaran
40
b. Berikan kompres hangat basah
Rasional : kompres hangat basah akan mendinginkan permukaan
tubuh secara konduksi.
c. Pantau suhu tubuh anak setiap 2-4 jam, waspadai bila ada kenaikan
suhutubuh secara tiba-tiba
Rasional : peningkatan suhu tiba-tiba dapat mengakibatkan kejang
d. Kolaborasi pemberian antipiretik
Rasional : pemberian antipiretik dapat mengurangi demam secara
efektif.
6. Ansietas berhubungan kurangnya pengetahuan tentang kondisi anak.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan ansietas berkurang.
Kriteria Hasil :
a. Orang tua menyatakan cemas berkurang.
b. Tidak ada ekspresi ketakutan
Intervensi:
a. Jelaskan prosedur atau tindakan yang akan dilakukan serta ciptakan
hubungan dengan anak dan orang tua
Rasional : Penjelasan setiap prosedur memberikan pemahaman
pada orang tua dan hubungan yang baik akan
menumbuhkan kepercayaan.
b. Berikan kenyamanan pada lingkungan anak seperti digendong atau
mengayun membelai dan memberikan musik.
Rasional : Anak akan merasa dilindungi.
41
c. Libatkan orang tua dalam memberikan perawatan sehingga anak
merasakan ketenangan.
Rasional : Orang terdekat dari anak adalah orang tua sehingga
melibatkan orang tua akan membantu mempermudah
proses keperawatan.
d. Beri obat yang memperbaiki ventilasi seperti bronkhoclatos sesuai
program.
7. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan
cairan berlebihan terhadap evaporasi yang berlebih.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi
kekurangan volume cairan.
Kriteria Hasil :
a. Membran mukosa lembab
b. Turgor kulit baik
c. Pengisian kapiler cepat
d. Tanda vital stabil
e. Balance cairan stabil
Intervensi :
a. Kaji perubahan tanda vital
Rasional : Peningkatan suhu / memanjangnya demam,
meningkatkan laju metabolik dan kehilangan cairan
melalui evaporasi. TD ortostatik berubah dan peningkatan
tachicardia menunjukkan kekurangan cairan sistemik.
42
b. Kaji turgor kulit, kelembaban membran mukosa (bibir, lidah)
Rasional: Indikator langsung keadekuatan volume cairan,
meskipun membran mukosa mulut mungkin kering
karena nafas mulut dan oksigen tambahan.
c. Pantau masukan dan haluaran, cacat warna, karakter urine. Hitung
keseimbangan cairan. Waspadai kehilangan yang tak tampak. Ukur
BB sesuai indikasi.
Rasional : Memberikan informasi tentang keadekuatan volume
cairan dan kebutuhan penggantian.
d. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi (antiseptik, antiemetic)
Rasional : Berguna menurunkan kehilangan cairan.
e. Kolaborasi pemberian cairan IV sesuai keperluan
Rasional : Pada adanya penurunan masukan / banyak kehilangan,
penggunaan parenteral dapat memperbaiki / mencegah
kekurangan.
8. Resiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang tidak adekuat. Sekunder terhadap anoreksia, peningkatan
kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi nutrisi
kurang dari kebutuhan.
Kriteria Hasil :
a. Tidak ada mual ataupun muntah
43
b. BB stabil
c. Nafsu makan meningkat
d. IMT Stabil
Intervensi :
a. Identifikasi faktor yang menimbulkan mual/muntah, misalnya
sputum banyak, pengobatan aerosol, dispnea berat, nyeri.
Rasional : Pilihan intervensi tergantung pada penyebab masalah.
b. Berikan wadah tertutup untuk sputum dan buang sesering
mungkin.
Rasional : Menghilangkan tanda bahaya, rasa bau dari lingkungan
pasien dan dapat menurunkan mual.
c. Jadwalkan pengobatan pernapasan sedikitnya 1 jam sebelum
makan
Rasional : Menurunkan efek mual yang berhubungan dengan
pengobatan ini.
d. Berikan makan posri kecil dan sering termasuk makanan kering
dan atau makanan yang menarik.
Rasional : Tindakan ini meningkatkan masukan meskipun nafsu
makan mungkin lambat untuk kembali.
e. Evaluasi status nutrisi umum, ukur BB
44
Raasional : Adanya kondisi kronis atau keterbatasan keuangan
dapat menimbulkan malnutrisi, rendahnya tahanan
terhadap infeksi dan / lambatnya respons therapi.
( Speer, 2007; Hidayat, 2006 dan Doenges 2000)