I. PENDAHULUAN I.I. Latar Belakang · Bakosurtanal (2010 ). Hal ini mungkin dapat disebabkan...
Transcript of I. PENDAHULUAN I.I. Latar Belakang · Bakosurtanal (2010 ). Hal ini mungkin dapat disebabkan...
I. PENDAHULUAN
I.I. Latar Belakang
Indonesia memiliki sumberdaya alam yang besar baik ditinjau dari kuantitas
maupun keanekaragaman hasilnya. Sumberdaya alam merupakan aset penting
suatu negara dalam melaksanakan pembangunan, khususnya pembangunan di
sektor ekonomi. Selain untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia, sumberdaya
alam memberikan kontribusi cukup besar bagi kesejahteraan suatu bangsa.
Sebagai negara pesisir, Indonesia memiliki potensi sumberdaya alam hayati dan
non hayati, sumber daya buatan, serta jasa lingkungan yang sangat penting bagi
kehidupan masyarakat.
Wilayah pesisir dan laut Indonesia mempunyai kekayaan dan
keanekaragaman hayati (Biodiviersity) terbesar di dunia, yang tercermin pada
keberadaan ekosistem pesisir seperti hutan mangrove, terumbu karang, padang
lamun dan berjenis-jenis ikan, baik ikan hias maupun ikan konsumsi.
Hutan mangrove merupakan ekosistem khas wilayah tropika yang unik
dalam lingkungan hidup yang memiliki formasi perpaduan antara daratan dan
lautan. Oleh karena adanya pengaruh laut dan daratan sehingga terjadi interaksi
kompleks antara sifat fisika dan sifat biologi. Mangrove tergantung pada air laut
(pasang) dan air tawar sebagai sumber makanannya serta endapan debu
(sedimentasi) dari erosi daerah hulu sebagai bahan pendukung substratnya.
Besarnya peranan hutan mangrove atau ekosistem mangrove bagi kehidupan
dapat diketahui dari banyaknya jenis flora fauna yang hidup dalam ekosistem
perairan dan daratan yang membentuk ekosistem mangrove. Kawasan yang kaya
2
akan keanekaragaman hayati ini mempunyai segudang harapan bagi masyarakat
dalam meningkatkan taraf hidup. Sehingga hutan mangrove sering sekali manjadi
incaran para pemodal dan masyarakat untuk mengelola dan merubah fungsi hutan
mangrove tersebut.
Hasil pemetaan luas mangrove Indonesia oleh Pusat Survey Sumber Daya
Alam Laut (PSSDAL) Bakosurtanal menggunakan data citra Landsat-7 ETM
(Enhanced Thematic Mapper) tahun 2006-2009 adalah 3.244.018 ha (Hartini et
al., 2010), sedangkan data luasan mangrove untuk wilayah Sulawesi Selatan
menurut sumber yang sama adalah 12.821 ha. Kementerian Kehutanan pada 2007
menginformasikan bahwa luasan mangrove di Indonesia adalah 7.758.410 ha,
dimana Propinsi Sulawesi Selatan memiliki mangrove dengan luas 28.978 ha
(Direktorat Bina Rehabilitasi Hutan dan Lahan Kementerian Kehutanan, 2009
dalam Hartini et al., 2010). Dari kedua sumber tersebut terlihat bahwa terdapat
perbedaan luas yang besar antara data Kementrian Kehutanan (2007) dan data
Bakosurtanal (2010). Hal ini mungkin dapat disebabkan penggunaan metoda
pemetaan yang tidak sama, atau telah terjadi pemanfaatan atau konversi fungsi
mangrove besar-besaran menjadi lahan lain atau menjadi tambak seperti yang
terjadi di hampir seluruh Indonesia. Jika pengurangan luas mangrove ini
diakibatkan pemanfaatan atau konversi lahan yang intensif, maka hal tersebut
menjadi indikator terancamnya hutan mangrove di kawasan pesisir di Indonesia,
khususnya di Propinsi Sulawesi Selatan. Beberapa tahun ke depan, hutan
mangrove yang merupakan bagian dari salah satu ekosistem penting di wilayah
pesisir tropika disamping ekosistem lamun dan terumbu karang, yang sangat
3
bermanfaat karena dapat memberikan jasa lingkungan dan produksi perikanan
bagi masyarakat lokal di sekitarnya akan terdegradasi kualitasnya (Beukering,
1997)
Menurut Noor, et al (1999) Indonesia merupakan negara yang mempunyai
luas hutan mangrove terluas didunia dengan keragaman hayati terbesar didunia
dan struktur paling bervariasi didunia. Kekayaan sumber daya yang dimiliki
wilayah tersebut menimbulkan daya tarik bagi berbagai pihak untuk
memanfaatkan secara langsung atau untuk meregulasi pemanfaatannya karena
secara sektoral memberikan sumbangan yang besar dalam kegiatan ekonomi.
Wilayah pesisir merupakan ekosistem transisi yang dipengaruhi daratan dan
lautan, yang mencangkup beberapa ekosistem, salah satunya adalah ekosistem
hutan mangrove.
Di Kepulauan Tanakeke Hutan mangrove menjadi sandaran bagi
kelangsungan hidup masyarakat disekitarnya. Kepulauan Tanakeke berpenghuni
lebih dari 10.000 jiwa, yang mendiami lima desa, Tompotana, Mattirobaji,
Maccini Baji, Rewatayya dan Balandatu, dan termasuk dalam wilayah Kecamatan
Mappakasunggu, Kabupaten Takalar. Di Kepulauan Tanakeke terdapat 500 ha
hutan mangrove yang sebelumnya di tahun 80-an terdapat luasan hutan mangrove
1.776 ha (Mangrove Action Project, 2010). Pulau Bauluang adalah salah satu
gugusan pulau dari Kepulauan Tanakeke dengan Jumlah kurang lebih 105 Kepala
Keluarga yang sebagian besar mata pencahariannya adalah nelayan. Pulau ini di
banyak ditumbuhi pohon kelapa dan mangrove baik secara alami maupun melalui
konservasi. Warna pasirnya putih kecoklatan dan disepanjang pinggiran pantai,
4
Perairan jernih dan banyak terdapat organisme invertebrata (seperti bintang laut),
vertebrata seperti (ikan ampifrion), ekosistem lamun, dan ekosistem karang.
Menyadari pentingnya kawasan hutan mangrove ini, diperlukan penelitian
untuk mengetahui seberapa besar nilai ekonomi hutan mangrove yang terkandung
dari hutan mangrove di Pulau Bauluang Desa Mattirobaji Kecamatan
Mappakasunggu Kabupaten Takalar. Hasilnya diharapkan bisa dijadikan
informasi bagi masyarakat maupun pemerintah dalam pengambilan keputusan dan
kebijakan, serta pemanfaatan yang tepat untuk kawasan hutan mangrove yang ada
di Pulau Bauluang, agar dapat memberikan manfaat ekologi dan ekonomi.
1.2. Rumusan Masalah
a. Manfaat apa saja yang diperoleh dari hutan mangrove di Pulau Bauluang
Desa Mattirobaji Kecamatan Mappakasunggu Kabupaten Takalar.
b. Berapa besar nilai manfaat tidak langsung dan nilai manfaat pilihan
mangrove di Pulau Bauluang Desa Mattirobaji Kecamatan
Mappakasunggu Kabupaten Takalar.
1.3. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengidentifikasi manfaat apa saja yang diperoleh dari hutan
mangrove di Pulau Bauluang Desa Mattirobaji Kecamatan
Mappakasunggu Kabupaten Takalar.
b. Untuk mengetahui besar nilai manfaat tidak langsung dan manfaat pilihan
hutan mangrove di Pulau Bauluang Desa Mattirobaji Kecamatan
Mappakasunggu Kabupaten Takalar.
5
1.4. Kegunaan Penelitian
1. Sebagai pertimbangan dalam meningkatkan pengelolaan hutan mangrove di
Pulau Bauluang Desa Mattirobaji Kecamatan Mappakasunggu Kabupaten
Takalar
2. Dapat memberikan informasi bagi peneliti dan menjadikan referensi bagi
peneliti selanjutnya.
3. Sebagai informasi bagi masyarakat bahwa hutan mangrove memiliki nilai
ekonomi yang penting bagi kehidupan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Nilai
Nilai dalam bahasa yunani Axia yang berarti berharga, namun ada perbedaan
konsep antara harga dan nilai dalam bahasa Indonesia. Nilai bermakna sesuatu
yang memiliki suatu yang berkualitas sehingga merupakan sesuatu yang
didambakan orang dan nilai tidak selalu dikaitkan dengan harga. Sedangkan harga
bermakna hal yang selalu terkait dengan nilai tukar barang terhadap uang.
Menurut Davis dan Johnson (1987) dalam Sribianti (2008), nilai merupakan
persepsi seseorang atau harga yang diberikan seseorang terhadap sesuatu pada
waktu dan tempat tertentu. Kegunaan, kepuasan dan kesenangan merupakan
istilah lain yang dapat diterima dan berkonotasi nilai atau harga. Ukuran harga
ditentukan oleh waktu, barang atau uang yang dikorbankan seseorang untuk
memiliki atau menggunakan barang dan jasa yang diinginkannya.
Beberapa pengertian nilai menurut para ahli :
a. Lorens Bagus (2002), dalam Hidayat et al (2006), menjelaskan tentang
nilai yaitu
1. Nilai dalam bahasa Inggris value, bahasa latin valere (berguna, mampu
akan, berdaya, berlaku, kuat).
2. Nilai ditinjau dari segi keistimewaan adalah apa yang dihargai, dinilai
tinggi atau dihargai sebagai sesuatu kebaikan.
3. Nilai ditinjau dari sudut ekonomi yang bergelut dengan kegunaan dan
nilai tukar benda-benda material
7
b. David dan Johnson (1987) dalam Hidayat et al (2006), mengklasifikasi
nilai berdasarkan cara penilaian atau penentuan besar nilai dilakukan, yaitu :
1. Nilai pasar yaitu nilai nilai yang ditetapkan melalui transaksi pasar
2. Nilai kegunaan yaitu nilai yang diperoleh dari penggunaan sumberdaya
tersebut oleh individu tertentu
3. Nilai sosial yaitu nilai yang ditetapkan melalui peraturan, hukum
ataupun perwakilan masyarakat.
2.2. Nilai Manfaat
Nilai manfaat merupakan upaya untuk menentukan nilai atau manfaat dari
suatu barang atau jasa untuk kepentingan manusia. Menurut Suparmoko, (1995)
dalam Sribianti, (2008) bahwa nilai hutan dapat dilihat dari manfaat yang
diperoleh dari hutan. Manfaat tersebut adalah :
a. Nilai Manfaat Nyata (Tangible)
Nilai manfaat nyata adalah nilai-nilai yang dapat lebih mudah diamati
dan diukur berupa hasil hutan kayu, hasil hutan non kayu seperti rotan,
bambu, nipah, madu, tumbuhan obat-obatan dan lain-lain.
b. Nilai Manfaat Tidak Nyata (Intangible)
Nilai manfaat tidak nyata adalah merupakan nilai yang terutama
berkaitan dengan fungsi-fungsi ekosistem (sumber daya lingkungan)
meliputi pengaturan tata air, penunjang pariwisata dan rekreasi,
keragaman genetik dan menciptakan lapangan kerja.
8
Nilai hutan berdasarkan manfaat sumber daya hutan dikelompokkan sebagai
berikut :
a. Nilai manfaat untuk kepentingan konsumsi berupa hasil hutan kayu
maupun bukan kayu.
b. Nilai rekreasi/wisata.
c. Nilai perlindungan berbagai fungsi hidrologis seperti perlindungan
terhadap erosi, pengaturan air dan sebagainya.
d. Nilai-nilai dari proses yang bersifat ekologis seperti siklus hara,
pengaturan iklim mikro dan makro, pembentukan formasi tanah dan
pendukung kehidupan global.
e. Nilai keanekaragaman hayati sebagai sumber genetik, perlindungan
keanekaragaman spesies dan ekosistem.
f. Nilai pendidikan dan penelitian.
g. Nilai manfaat yang bersifat bukan konsumsi seperti manfaat budaya,
sejarah, spiritual dan keagamaan.
h. Nilai manfaat yang mungkin biasa diperoleh di masa depan.
2.3. Nilai Ekonomi Total Sumber Daya Hutan
Davis dan Johnson (1987) dalam Nurfatriani, (2006) mengklasifikasi nilai
berdasarkan cara penilaian atau penentuan besaran nilai yang dilakukan yaitu :
1. Nilai pasar, yaitu nilai yang ditetapkan melalui transaksi pasar.
2. Nilai kegunaan, yaitu nilai yang diperoleh dari penggunaan sumberdaya
tersebut oleh individu tertentu.
9
3. Nilai sosial, yaitu nilai yang ditetapkan melalui peraturan, hukum, ataupun
perwakilan masyarakat.
Menurut Pearce (1992) dalam Munasihinge (1993) Nilai Ekonomi Total
(NET) merupakan penjumlahan dari nilai manfaat langsung, nilai manfaat tidak
langsung, nilai pilihan, nilai pewarisan dan nilai keberadaan dengan formulasi
sebagai berikut :
NET = Nilai Manfaat Langsung + Nilai Manfaat Tidak Langsung + Nilai Pilihan
+ Nilai Keberadaan
a. Nilai manfaat langsung merupakan nilai dari manfaat yang langsung dapat
diambil dari sumber daya hutan. Sebagai contoh manfaat penggunaan
sumber daya hutan sebagai input untuk proses produksi atau sebagai
barang konsumsi.
b. Nilai manfaat tidak langsung merupakan nilai dari manfaat yang secara
tidak langsung dirasakan manfaatnya dan dapat berupa hal yang
mendukung nilai guna langsung seperti berbagai manfaat yang bersifat
fungsional yaitu berbagai manfaat ekologis hutan
c. Nilai pilihan mengacu kepada nilai penggunaan langsung dan tidak
langsung yang berpotensi dihasilkan di masa yang akan datang. Hal ini
meliputi manfaat-manfaat sumber daya alam yang disimpan atau
dipertahankan untuk kepentingan yang akan datang (sumber daya hutan
yang disisihkan untuk pemanenan yang akan datang), apabila terdapat
ketidakpastian akan akan ketersediaan sumber daya hutan tersebut untuk
10
pemanfaatan yang akan datang, contoh lainnya adalah sumber daya
genetik dari hutan tropis untuk kepentingan masa depan.
d. Nilai bukan guna meliputi manfaat yang tidak dapat diukur yang
diturunkan dari keberadaan hutan diluar nilai guna langsung dan tidak
langsung. Nilai bukan guna terdiri atas nilai keberadaan dan nilai warisan.
e. Nilai keberadaan merupakan nilai atau harga yang diberikan oleh
seseorang terhadap keberadaan barang atau jasa lingkungan tertentu
seperti objek tertentu, spesies atau alam dengan didasarkan pada etika atau
norma tertentu. Misalnya orang mau membayar sesuatu agar anoa di hutan
tetap ada dan hidup meskipun mereka tidak punya niat untuk melihat.
2.4. Metode Analisis Nilai Manfaat
Nilai ekonomi sumber daya hutan bersumber dari berbagai manfaat yang
diperoleh masyarakat. Oleh karena itu, untuk mendapatkan keseluruhan manfaat
yang ada dilakukan identifikasi setiap jenis manfaat. Keberadaan setiap jenis
manfaat ini merupakan indikator nilai yang menjadi sasaran penilaian ekonomi
sumberdaya hutan. Indikator nilai sumberdaya hutan dapat berupa barang hasil
hutan, jasa dari fungsi ekosistem hutan maupun atribut yang menggambarkan
hubungan antara sumberdaya hutan dengan sosial budaya masyarakat.
Metode penilaian ekonomi untuk manfaat yang diperoleh dari sumberdaya
alam lingkungan dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu :
a. Pendekatan Berdasarkan Harga Pasar (Market Price)
Harga pasar adalah hasil interaksi antara konsumen dan produsen
pada suatu tingkat penawaran dan permintaan barang dan jasa. Jika
11
transaksi dilakukan dengan menggunakan uang, nilai yangterbentuk di
pasar adalah harga pasar. Asumsi yang menopang disini adalah bahwa
harga tersebut mencerminkan harga efisiensi ekonomi. Jika transaksi
dilakukan dalam bentuk barter nilai yang terbentuk di pasar adalah nilai
tukar pasar (Market Exchange Value).
b. Metode Biaya Pengganti (Replacement Cost)
Metode ini berdasarkan pada kenyataan bahwa nilai sumberdaya
hutan yang tidak memiliki harga pasar dapat tergambarkan secara tidak
langsung pada pengeluaran konsumen, harga barang dan jasa yang
diperjualbelikan atau dalam tingkat produktivitas dari kegiatan pasar
tertentu. Metode ini terbagi atas :
1. Metode Biaya Perjalanan (Travel Cost)
Metode ini berdasarkan asumsi bahwa konsumen menilai tempat
rekreasi hutan berdasarkan pada biaya yang dikeluarkan untuk dapat
sampai ke tempat tujuan (wisata hutan), termasuk biayaperjalanan
sebagai opportunitas dari waktu yang dikeluarkan untuk melakukan
perjalanan ke tempat wisata hutan.
2. Metode Harga Hedonik
Metode harga hedonik menekankan pada pengukuran manfaat
lingkungan yang melekat pada barang dan jasa yang memiliki harga
pasar. Metode ini didasarkan pada gagasan bahwa barang pasar
menyediakan pembeli dengan sejumlah jasa, yang beberapa
diantaranya biasa merupakan kualitas lingkungan.
12
3. Metode Pendekatan Barang Subtitusi (Direct Subsitute Approach)
Untuk produk-produk kehutanan yang tidak ada pasarnya atau
langsung dimanfaatkan oleh pemungutnya misalnya kayu bakar, nilai
produk tersebut dapat diduga dari harga pasar produk-produk sejenis
misalnya kayu bakar yang dijual di daerah lain atau nilai terbaik dari
barang subtitusi atau barang alternative misalnya batubara. Untuk
barang subtitusi yang tidak memiliki harga pasar, nilainya dapat
diperkirakan dengan menghitung biaya oportunitas dari pemakaian
sebagai barang subtitusi.
c. Pendekatan Fungsi Produksi (Production Function Approach)
Metode penilaian ini sering disebut dengan teknik perubahan
dalam produksi, metode input-output atau dosis respon atau pendekatan
fungsi produksi. Metode ini menekankan pada hubungan antara
kehidupan manusia (lebih sempitnya lagi pada pertambahan output dari
barang dan jasa yang memiliki pasar) dan perubahan dari sumberdaya
alam yang baik kualitas maupun kuantitas (Maller, 1992 dalam
Nurfatriani 2006). Pendekatan fungsi produksi dapat digunakan untuk
mengestimasi nilai manfaat tidak langsung dari fungsi ekologis hutan,
melalui konstribusi nilai manfaat tersebut terhadap kegiatan pasar.
Menurut James, R.F (1991 dalam Nurfatriani 2006), teknik
penilaian manfaat sumberdaya hutan dikelompokkan berdasarkan kriteria
yang menggambarkan karakteristik setiap jenis nilai, baik nilai manfaat
langsung maupun nilai manfaat tidak langsung.
13
1. Nilai Manfaat Sosial Bersih
Metode ini menggunakan data demand dan supply yang lengkap secara
series sehingga dapat disusun kurva suppy dan demand untuk menetukan
nilai barang.
2. Harga Pasar (Market Price)
Metode ini digunakan untuk barang dan jasa hutan yang memiliki harga
pasar. Data yang diperlukan adalah harga dan jumlah setiap jenis barang
atau jasa hutan. Menurut Davis dan Johnson (1983), metode fakta pasar
dan NPV (Net Present Value) termasuk dalam teknik penilaian ini.
3. Harga Pengganti (Replecment Price)
Metode ini terdiri dari beberapa teknik :
a. Harga subtitusi merupakan nilai barang atau jasa hutan yang tidak
memiliki harga pasar didekati dari harga barang subtitusinya.
b. Harga subtitusi tidak langsung yaitu untuk barang subtitusi yang
tidak ada harga pasarnya, maka nilai barang didekati dari harga
penggunaan lain dari barang subtitusi
c. Nilai tukar perdagangan yaitu harga barang dan jasa hutan didekati
dari nilai pertukaran dengan barang yang ada harganya
d. Biaya relokasi yaitu nilai barang atau jasa hutan didekati dari biaya
pemindahan ke tempat lain dimana manfaat penggunaan dapat
digantikan di tempat baru.
14
4. Biaya perjalanan (Travel Cost)
Metode ini biasa digunakan untuk menghitung nilai kawasan
rekreasi hutan. Modifikasi dari metode ini adalah biaya pengadaaan yang
biasa digunakan untuk menghitung nilai air berdasarkan biaya besarnya
biaya pengadaan sampai air tersebut dikonsumsi (Bahruni, 1999 dalam
Nurfatriani 2013).
5. Nilai dalam proses produksi
Teknik ini digunakan untuk menilai barang atau jasa hutan yang
merupakan input dalam produksi suatu barang. Sebagai contoh untuk
menghitung nilai tegakan melalui pendekatan output kayu gergajian yang
dihasilkan.
2.5. Hutan Mangrove
Hutan mangrove sering disebut hutan bakau atau hutan payau dan hutan
pasang surut. Berdasarkan undang -undang No. 41 tahun 1999 tentang Ketentuan
Pokok Kehutanan, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan
berisi sumber daya hutan hayatiyang didominasi pepohonan dalam persekutuan
alam lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan.
Menurut Nybakken,(1998) yang dimaksud dengan hutan mangrove adalah
vegetasi hutan yang tumbuh di antara garis pasang surut tetapi dapat tumbuh pada
pantai karang yaitu pada karang koral yang mati yang diantaranya tertimbun
lapisan tipis pasir, ditimbuni lumpur atau pantai berlumpur.
Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh sepanjang
garis pantai tropis sampai sub-tropis yang memilki fungsi istimewa disuatu
15
lingkungan yang mengandung garam dan bentuk lahan berupa pantai dengan
reaksi tanah an-aerob (Kusmana, 2002).
2.5.1. Jenis – Jenis mangrove
Beberapa jenis pohon mangrove yang hidup pada berbagai kondisi tempat
tumbuh menurut Bratawinata (1986) dalam Sribianti (1998), yaitu :
1. Avicennia marina
Deskrispi umum: Pohon yang tumbuh tegak atau menyebar, ketinggian
mencapai 30m. Memiliki akar nafastegak dengan sejumlah lentisel.Kulit
kayu halus dan terkelupas dalam bagian - bagian kecil. Ranting muda dan
tangkai daun berwarna kuning, tidak berbulu.
2. Avicennia alba
Deskripsi umum: Pohon yang tumbuh menyebar, ketinggian mencapai
25m, memilki akar nafas biasanya tipis yang ditutupi oleh lentisel. Kulit
kayu luar berwarna keabu-abuan atau gelap kecoklatan.Beberapa
ditumbuhi tonjolan kecil, permukaan daun halus.
3. Bruguiera gymnorrhiza
Deskripsi umum:Pohon selalu hijau dengan ketinggian mencapai 30 m.
Kulit kayu memilki lentisel berwarna abu - abu tua hingga coklat, akar
lutut.
4. Bruguiera parviflora
Deskripsi umum: Pohon yang selalu hijau dengan ketinggian kadang-
kadang mencapai 30 m. Kulit kayu coklat muda abu-abu halus hingga
kasar,lentisel berukuran besar, memiliki akar lutut.
16
5. Ceriops tagal
Deskripsi umum: Pohon atau semak kecil dengan ketinggian mencapai
25m. Kulit kayu berwarna coklat kadang - kadang berwarna abu - abu, dan
memilikiakar tunjang yang kecil.
6. Ceriops decandra
Deskripsi umum: Pohon atau perdu dengan tinggi 3 m. Kulit kayu
berwarna abu - abu kekuningan muda dengan tambalan coklat gelap, dan
memiliki akar banir berasal dari akar tunjang.
7. Condelia candel
Deskripsi umum: Semak atau Pohon kecil, tinggi hingga 7m dengan
pangkal lebih tebal. Umumnya tanpa akar nafas.Kulit kayu berwarna
keabu - abuan hingga coklat kemerahan, permukaan halus dan memiliki
lentisel.
8. Lumnitzera littorea
Deskripsi umum: Pohon dengan tinggi mencapai 10 m, kulit kayu abu–
abukecoklatan, beralur, dan terdapat cela sepanjang sumbu batang pohon.
Akar banir kecil dan akar napas, kadang - kadang tidak tampak adanya
akar udara.
9. Lumnitzera racemosa
Deskripsi umum: Pohon atau perdu dengan tinggi mencapai 5 m, kulit
kayu abu - abu, memiliki celah longitudinal, terutama pada batang pohon
tua. Tidak ada akar udara.
17
10. Rhizophora apiculata
Deskripsi umum: Pohon dengan ketinggian mencapai 30 m dengan
diameter batang 50 cm. Kulit kayu berwarna abu - abu cabang.
11. Rhizophora mucronata
Deskripsi umum: Pohon dengan ketinggian mencapai 27 m, memiliki
diameter 70 cm dengan kulit kayu berwarna gelap hingga hitam. Akar
tunjang dan akar udara yang tumbuh dari percabangan bawah.
12. Rhizophora stylosa
Deskripsi umum: Pohon dengan ketinggian mencapai 6 m, kulit kayu
berwarna abu –abu sampai hitam, relative halus, beralur. Akar tunjang
yang tumbuh dari percabangan bawah.
13. Sonneratia alba
Deskripsi umum: Pohon berukuran kecil atau sedang biasanya ketinggian
mencapai 5 m -20 m, memiliki akar nafas.
14. Sonneratia caseolaris
Deskripsi umum:Pohon dengan tinggi mencapai 16 m, kulit kayu halus.
Memiliki akar napas, berbentuk kerucut, tinggi akar dapat mencapai 1 m.
15. Xyocarpus granatum
Mangrove ikutan adalah sebutan untuk kelompok tumbuhan yang hidup
tidak hanya di kawasan hutan mangrove, tetapi juga sering dijumpai diluar
kawasan mangrove.
18
Jenis – jenis mangrove ikutan adalah sebagai berikut:
1. Baringtonia asiatica
Deskripsi umum: Pohon berukuran kecil hingga sedang dengan ketinggian
7 m - 30 m dan diameter 25 cm - 100 cm. Mahkota pohon berdaun besar
dan rimbun. Kulit kayu abu - abu agak merah muda dan halus.
2. Hibiscus tiliaceus
Deskripsi umum: Pohon yang tumbuh tersebar dengan ketinggian
mencapai 15 m, kulit kayu halus, berwarna coklatkeabu - abuan.
3. Acanthus ilicifolius
Deskripsi umum : Semak, dengan tinggi mencapai 1,5 mdi temukan di
sepanjang daerah pasang surut dan bagian tepi dataran di wilayah
mangove, kadang-kadang tumbuh akar yang mirip dengan tunjang.
4. Calophyllum inophyllum
Deskripsi umum : Pohon dengan tinggi mencapai 12 m, buahnya
berbentuk bola kecil dengan tangkai buah yang panjang bunga beraroma
wangi.
5. Pandanus tectorius
Deskripsi umum : Pohon dengan tinggi mencapai 6 m, bunga seperti
nanas, daun berduri kecil - kecil yang terdapat pada ujung dan tengah
tulang daun. Memilki akar tunjang yang berbentuk lurus.
19
2.5.2.Zonasi Mangrove
Secara sederhana mangrove umumnya tumbuh pada 4 zona yaitu, pada daerah
terbuka, daerah tengah, daerah yang memiliki sungai yangberair payau sampai
hampir tawar serta daerah kearah dataran yang memiliki air tawar.
1. Mangrove Terbuka
Mangrove berada pada bagian yang berhadapan dengan laut, jenis
mangrove tersebut adalah Sonneratia alba dan Avicennia alba kedua jenis
ini merupakan jenis yang ko-dominan pada areal pantai yang sangat
tergenang air.
2. Mangrove Tengah
Mangrove di zona ini terletak dibelakang mangrove terbuka.Dizona ini
biasanya didominasi oleh jenis Rhizophora.
3. Mangrove Payau
Mangrove berada di sepanjang sungai berair payau hingga hampir
tawar.Dizona ini biasa di dominasi oleh jenis Nypa dan Sonneratia.
4. Mangrove Daratan
Mangrove berada dizona peraiaran payau atau hampir tawar di belakang
jalur hutan mangrove yang sebenarnya jenis - jenis yang umumnya di
temukan di zona ini adalah Ficus microcarpus (F.retusa), Intsia bijuga,
Nypa fruticans, Lumnitzera, Pandanus dan Xylocarpus moluccensis. Zona
ini memiliki kekayaan jenis yang lebih tinggi di banding dengan zona
lainnya (Noor et al, 1999 dalam Karolina 2013).
20
Hutan mangrove juga dapat dibagi menjadi zonasi-zonasi berdasarkan jenis
vegetasi yang dominan, mulai dari arah laut ke darat sebagai berikut (Sribianti,
1998) :
1. Zona Avicennia, terletak paling luar dari hutan yang berhadapan langsung
dengan laut. Zona ini umumnya memiliki substrat lumpur lembek dan
kadar salinitas tinggi. Zona ini merupakan zonapioner karena jenis
tumbuhan yang ada memiliki perakaran yang kuat untuk menahan pukulan
gelombang, serta mampu membantu dalam proses penimbunan sedimen.
2. Zona Rhizophora, terletak dibelakang zona Avicennia. Substratnya masih
berupa lumpur lunak, namun kadar salinitasnya agak rendah. Mangrove
pada zona ini masih tergenang pada saat air pasang.
3. Zona Bruguiera, terletak di belakang zona Rhizophora dan memiliki
substrat tanah berlumpur keras. Zona ini hanya terendam pada saat air
pasang tertinggi atau 2 kalidalam sebulan.
2.5.3. Fungsi dan Manfaat Mangrove
Secara garis besar manfaat hutan mangrove dapat dibagi dalam dua bagian:
1. Fungsi ekonomis, yang terdiri atas :
a. Hasil berupa kayu (kayu konstruksi, kayu bakar, arang, serpihan kayu
untuk bubur kayu, tiang/pancang).
b. Hasil bukan kayu yakni hasil hutan ikutan (produk nipah, obat –
obatan), perikanan, jasa kesehatan lingkungan.
21
2. Fungsi ekologi, yang terdiri atas berbagai fungsi perlindungan lingkungan
ekosistem daratan dan lautan maupun habitat berbagai jenis fauna,
diantaranya:
a. Penahan abrasi dari gelombang atau angin kencang.
b. Pengendalian intrusi air laut
c. Habitat berbagai jenis fauna
d. Sebagai tempat mencari, memijah dan berkembang biak berbagai jenis
ikan dan udang.
e. Pembangunan lahan melalui proses sedimentasi
f. Memelihara kualitas air (mereduksi polutan, pencemar air)
Hasil hutan mangrove non kayu ini sampai dengan sekarang belum banyak
dikembangkan di Indonesia. Padahal apabila dikaji dengan baik, potensi
sumberdaya hutan mangrove non kayu di Indonesia sangat besar dan dapat
mendukung pengelolaan hutan mangrove secara berkelanjutan.
Ada beberapa manfaat penting dari hutan mangrove diantaranya adalah :
1. Kayunya dapat dipakai sebagai kayu bakar, karena nilai kalorinya tinggi
maka kayu mangrove dapat dipakai sebagai arang. Selain itu beberapa
jenis mangrove mempunyai kualitas kayu yang baik sehingga dapat
digunakan sebagai bahan bangunan.
2. Kulit kayu merupakan sumber tanin yang biasa digunakan untuk
menyamak kulit dan mengawetkan jala ikan.
22
3. Daunnya dapat digunakan sebagai makanan ternak. Beberapa jenis tertentu
digunakan sebagai obat tradisonal, bahkan ada pula yang dipakai sebagai
pengganti untuk teh dan tembakau.
4. Buah-buahnya ada yang dimakan, beberapa dari buah tersebut ada yang
beracun bagi ikan antara lain dari jenis Barringtonia spp.
5. Akar-akarnya efektif untuk menangkap sedimen, memperlambat kecepatan
arus dan mencegah erosi pantai. Tempat mencari dan berlindung bagi ikan
dan hewan air lainnya.
6. Bunga-bunganya merupakan sumber madu.
7. Hutan mangrove merupakan suatu penyanggah antara komunitas darat dan
pesisir.
2.6. Kerangka Pikir
Berdasarkan uraian gambaran kerangka pikir menjelaskan bahwa hutan
mangrove merupakan ekosistem hutan peralihan antara daratan dan lautan yang
diketahui memiliki banyak manfaat. Hutan mangrove di Pulau Bauluang Desa
Mattirobaji Kecamatan Mappakasunggu Kabupaten Takalar merupakan
sumberdaya alam yang tidak hanya memiliki fungsi ekonomi tetapi juga ekologi
secara langsung dapat dinilai dengan uang karena belum dapat dipasarkan,
sehingga dilakukan penelitian terkait nilai ekonomi total hutan mangrove.
Penelitian ini dimulai dengan mengidentifikasi sumberdaya hutan mangrove di
Pulau Bauluang menggunakan analisis deskriptif guna mengetahui kondisi dan
manfaat hutan mangrove di daerah tersebut, selanjutnya dilakukan analisis nilai
23
manfaat ekonomi untuk menghitung nilai manfaat ekonomi langsung dan nilai
manfaat pilihan hutan mangrove.
24
Gambar 2. Kerangka Pikir Penelitian Nilai Manfaat Ekonomi Hutan Mangrove
Ekosistem Hutan Mangrove
Manfaat Tidak Langsung(Indirect Use Value)
Identifikasi Manfaat HutanMangrove
Manfaat Pilihan(Option Value)
Total Nilai Manfaat Ekonomi Hutan Mangrove
Penahan abrasi Penyedia pakan Pencegah intrusi air lautPemeliharaan
Keanekaragaman Hayati(Biodiversity)
Beton PemecahOmbak
(Waterbreaker)
KetersediaanPakan Alami
KebutuhanMasyarakat Akan
Air Tawar
Biaya Rehabilitasi HutanMangrove
Penilaian Ekonomi Manfaat TidakLangsung Hutan Mangrove
Penilaian Ekonomi Manfaat PilihanHutan Mangrove
III. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan Pulau Bauluang Desa Mattirobaji Kecamatan
Mappakasunggu Kabupaten Takalar dalam waktu kurang lebih 2 (dua) bulan,
dimana penelitian dimulai dari bulan Mei sampai Juli 2016.
3.2.Populasi Dan Sampel
1. Populasi
Populasi penelitian adalah masyarakat yang memanfaatkan sumberdaya
Hutan Mangrove Di Pulau Bauluang Desa Mattirobaji Kecamatan
Mappakasunggu Kabupaten Takalar
2. Sampel
Sampel responden adalah anggota masyarakat yang memperoleh
manfaat dari hutan mangrove. Teknik pengambilan sampel yang dilakukan
dalam penelitian ini adalah metode stratifikasi random sampling, berdasarkan
mata pencaharian utama yaitu penduduk setempat dan para pengunjung di
Pulau Bauluang, dengan pertimbangan bahwa responden adalah masyarakat
yang mendapatkan manfaat dari hutan mangrove di Pulau Bauluang Desa
Mattirobaji Kecamatan Mappakasunggu Kabupaten Takalar dari total jumlah
penduduk 105 orang yang memanfaatkan hutan mangrove dengan responden
sebanyak 30 orang yang terdiri dari nelayan, petani dan masyarakat lain.
26
3.3. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara kepada responden
dengan menggunakan qusioner (Daftar Pertanyaan), data yang dikumpulkan
dalam penelitian ini meliputi :
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh melalui observasi langsung di
lapangan dan wawancara dengan responden yang berada disekitar di Pulau
Bauluang Desa Mattirobaji Kecamatan Mappakasunggu Kabupaten Takalar
yang memanfaatkan ekosistem hutan mangrove.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari kantor desa, kantor lurah
serta instansi-instansi yang terkait seperti Badan Pusat Statistik (BPS), dinas
Perikanan, Dinas Kehutan dan Perkebunan.
Data sekunder yang dikumpulkan meliputi keadaan umum lokasi
penelitian, serta data sosial ekonomi masyarakat yang berhubungan dengan
permasalahan yang dikaji.
3.4. Analisis Data
3.4.1. Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif digunakan untuk mengidentifikasi manfaat– manfaat
tidak langsung hutan mangrove yang diperoleh dengan cara observasi
langsung dilapangan dan melakukan wawancara dengan responden untuk
mengetahui data kondisi biofisik dan data sosial ekonomi masyarakat.
27
3.4.2. Analisis Nilai Manfaat Hutan Mangrove
Untuk menganalisis nilai manfaat ekonomi hutan mangrove dilakukan
prosedur sebagai berikut: Suparmoko, (1995) dalam Sribianti, (2008).
a. Identifikasi manfaat tidak langsung hutan mangrove
b. Kuantifikasi nilai manfaat tidak langsung kedalam nilai uang.
c. Pendugaan nilai ekonomi total hutan mangrove dilakukan dengan
menjumlah seluruh nilai manfaat tidak langsung hutan mangrove.
Dalam penelitian ini, nilai manfaat hutan mangrove yang dihitung adalah
nilai manfaat tidak langsung hutan mangrove (Indirect Use Value) dan nilai
pilihan (Option Value) hutan mangrove sebagai pemeliharaan keanekaragaman
hayati.
3.4.2.1. Nilai Manfaat Tidak Langsung Hutan Mangrove (Indirect Use Value).
Nilai manfaat tidak langsung adalah nilai atau manfaat yang diperoleh
secara tidak langsung dari sumber daya hutan mangrove. Untuk hutan mangrove
nilai manfaat tidak langsung adalah manfaat-manfaat fungsional dari proses-
proses ekologi secara terus menerus memberikan perannya pada masyarakat dan
ekosistem. Seperti fungsi hutan mangrove sebagai penahan abrasi, penyedia pakan
dan pencegah intrusi air laut.
Metode untuk menganalisis nilai manfaat tidak langsung sebagai berikut:
1. Nilai Manfaat Hutan Mangrove Sebagai Penahan Abrasi :
Nilai manfaat hutan mangrove sebagai penahan abrasi diestimasi melalui
pendekatan metode biaya pengganti (Replacement Cost). Estimasi nilai
28
hutan mangrove sebagai penahan abrasi didekati dengan biaya
pembangunan beton pelindung pantai.
Nilai manfaat penahan abrasi = Pgp x B (Rp/m³) / Dt
Pgp = Panjang garis pantai (m)
B = Biaya (Rp/m³)
Dt = Daya tahan
2. Nilai Manfaat Hutan Mangrove Sebagai Penyedia Pakan Udang Alami.
Nilai hutan mangrove sebagai penyedia pakan dinilai secara langsung
berdasarkan sumber daya yang menggantikannya (Direct Subsitute
Approach) diestimasi setara dengan hasil tangkapan udang disekitar hutan
mangrove dengan jumlah pakan yang butuhkan untuk setiap kilogram
benur udang yang dipelihara di tambak sampai dapat dipanen kemudian
dikalikan dengan harga pakan udang didaerah tersebut.
Nilai manfaat penyedia pakan alami = hasil tangkapan udang (kg) x harga
pakan (Rp/kg) x kebutuhan pakan (kg/ha)
3. Nilai Manfaat Hutan Mangrove Sebagai Pencegah Intrusi Air Laut.
Untuk melakukan perhitungan kuantitatif fungsi hutan mangrove sebagai
penahan masuknya air laut kedalam daratan atau penahan intrusi air laut,
digunakan metode biaya pengganti, pendekatan ini merupakan suatu
metode valuasi ekonomi berdasarkan pengeluaran potensial. Biaya
pengganti adalah jumlah pengeluaran untuk memperoleh kembali barang
atau jasa yang sama (Harahap, 2010). Perhitungan ini didasarkan kepada
besarnya kebutuhan masyarakat akan air bersih yang digunakan dalam
29
berbagai keperluan seperti memasak, mencuci, mandi dan lain-lain.
masyarakat disekitar pantai akan terancam kehabisan air tawar apabila
terjadi intrusi air laut kedaratan karena tidak adanya hutan mangrove.
Nilai manfaat pencegah intrusi air laut = ∑KK x ∑RKbtA x HA x Hr
∑KK = Jumlah kepala keluarga
∑RKbtA = Jumlah rata-rata kebutuhan air (liter/hari)
HA = Harga Air (Rp/liter)
Hr = Jumlah hari (tahun)
Menurut Suparmoko (1995) dalam Sribianti (2008), Nilai manfaat ekonomi
tidak langsung hutan mangrove diformulasikan sebagai berikut :
NTML = Npa+Nppu+Npia
Keterangan :
NTML = Nilai Manfaat Tidak Langsung
Npa = Nilai Penahan Abrasi
NppU = Nilai Penyedia Pakan Udang
Npia = Nilai Pencegah Intrusi Air Laut
3.4.2.2. Nilai Manfaat Pilihan (Option Value) Hutan Mangrove
Nilai pilihan (Npi) adalah nilai potensial yang dapat dimanfaatkan untuk
masa yang akan datang (meskipun saat ini belum diketahui, misalnya nilai
pemeliharaan keanekaragaman hayati (Biodiversity).
Nilai pilihan dalam penelitian ini didekati dengan mengacu pada nilai hutan
mangrove sebagai pemeliharaan keanekaragan hayati. Nilai pilihan hutan
30
mangrove sebagai pemeliharaan keanekaragaman hayati dijelaskan sebagai
berikut (Suparmoko, 1995 dalam Sribianti 2008) :
Npi = NPkh
Keterangan :
Npi = Nilai Pilihan (Option Value)
NPhk = Nilai Pemeliharaan Keanekaragaaman Hayati
NPhk = Biaya Rehabilitasi Hutan Mangrove/Ha x Luas Hutan Mangrove (M²)
Dalam penelitian ini, hutan mangrove sebagai pemelihara keanekaragaman
hayati di hitung berdasarkan besarnya biaya untuk merehabilitasi hutan mangrove.
3.4.3. Total Nilai Ekonomi Hutan Mangrove
Nilai ekonomi total dalam penelitian ini merupakan penjumlahan dari
seluruh nilai manfaat tidak langsung dan nilai pilihan yang telah
dikuantifikasi
3.5. Defenisi Operasional
1. Nilai manfaat tidak langsung adalah merupakan nilai dari manfaat yang
tidak langsung yang diperoleh dari jasa lingkungan hutan mangrove yaitu
pencegah intrusi air laut ke darat, penahan abrasi oleh ombak, dan
penyedian pakan.
2. Nilai manfaat pilihan adalah nilai potensial yang dapat diambil manfaatnya
di masa yang akan datang, yaitu nilai pemeliharaan keanekaragaman
hayati.
3. Nilai manfaat total adalah nilai hasil manfaat tidak langsung dan nilai
manfaat pilihan yang dihasilkan hutan mangrove yang di konversikan.
31
4. Responden adalah masyarakat yang bermukim di Pulau Bauluang Desa
Mattirobaji Kecamatan Mappakasunggu Kabupaten Takalar yang
memanfaatkan hutan mangrove.
5. Hutan Mangrove adalah hutan yang terdapat disepanjang pantai, muara
dan sungai yang di pegaruhi oleh pasang surut air laut.