I. JUDUL : EFISIENSI KONVERSI BK, STATUS NP, DAN · PDF fileLatar Belakang Produksi tanaman...
Transcript of I. JUDUL : EFISIENSI KONVERSI BK, STATUS NP, DAN · PDF fileLatar Belakang Produksi tanaman...
I. JUDUL : EFISIENSI KONVERSI BK, STATUS NP, DAN NKL
PERTANAMAN TUMPANGSARI KORO PEDANG (Canavalia
ensiformis) DAN JAGUNG (Zea mays) DENGAN DUA POLA TANAM
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Produksi tanaman dapat ditingkatkan secara optimal. Beberapa upaya yang
dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi tanaman adalah melalui defoliasi,
introduksi tanaman pakan leguminosa, pemupukan, tumpangsari, dan pengaturan
populasi yang tepat. Ketersediaan lahan merupakan faktor lingkungan yang dapat
menjadi faktor pembatas pertumbuhan dan produksi tanaman. Kepadatan populasi
berkaitan dengan pemanfaatan ruang media tumbuh tanaman. Pada kepadatan
rendah dapat menyebabkan pemanfaatan sumber daya lingkungan kurang optimal,
sedangkan pada kepadatan tinggi menyebabkan tingginya kompetisi. Dalam
upaya mengoptimalkan tangkapan radiasi oleh tanaman legum yang ditanam
tumpangsari dengan graminae, perlu pengaturan kepadatan populasi tunggal ke
rapat dan pengaturan pola tanam. Pengaturan pola tanam leguminosa dan
graminae merupakan usaha memodifikasi kondisi fisik lingkungan tanaman,
seperti radiasi surya, suhu, dan kelembaban. Untuk memperoleh produktifitas
hijauan secara optimum, perlu adanya pengelolaan lahan dan penentuan pola
tanam yang tepat karena berkaitan dengan ketersediaan dan pemanfaatan lahan.
Indonesia memiliki kekayaan alam yang besar, baik kekayaan alam hayati
maupun non hayati. Sebagian sumber daya alam hayati seperti tumbuhan, hewan,
dan mikroorganisme kurang bahkan belum tereksplorasi. Salah satu contoh
hijauan yang belum banyak tereksplorasi adalah koro pedang berbiji putih
(Canavalia ensiformis). Koro pedang berbiji putih merupakan salah satu jenis
leguminosa yang dapat dimanfaatkan sebagai tanaman pangan dan pakan. Koro
pedang berbiji putih memiliki potensi yang besar terutama untuk memenuhi
kebutuhan protein, bahan baku pangan olahan dan pakan selain kedelai. Koro
pedang memiliki kandungan PK 35% dan SK 30,47% (Winarti et al., 2009). Koro
pedang disebut juga tanaman indigenous yang memiliki kandungan karbohidrat
yang tinggi, yakni 22,1 g/100 gram berat bahan segar (Soetiarso, 2010). Potensi
koro pedang sebagai tanaman pangan diantaranya mampu menghasilkan kacang-
kacangan berbiji besar yang dapat diolah menjadi tempe dan produk olahan
lainnya. Tanaman koro pedang memiliki pertumbuhan yang lebih cepat dan
mampu bertahan terhadap kondisi cuaca dibanding tanaman kedelai. Polong muda
tanaman koro pedang dapat dijadikan lalapan dan sayur lodeh, sedangkan hijauan
tanaman koro pedang dapat dimanfaatkan sebagai pakan dan pupuk hijau.
Penanaman campuran merupakan sistem pertanaman dua atau lebih jenis
tanaman yang di tanam pada sebidang tanah dengan musim tanam yang sama.
Penanaman campuran memungkinkan terjadi persaingan selama periode
pertumbuhan maupun hasil produksi tanaman. Pertumbuhan penduduk yang padat
dan lahan pertanian yang subur semakin berkurang karena banyak dimanfaatkan
sebagai industri dan tempat pemukiman baru bagi penduduk, merupakan masalah
dalam memenuhi kebutuhan pangan. Menghadapi permasalahan tersebut maka
sistem pertanian untuk masa depan yang berwawasan lingkungan menuju
perkembangan berkelanjutan dengan pola tumpangsari perlu dikembangkan.
Sistem pertanaman tumpangsari bertujuan memperoleh kombinasi tanaman
yang sesuai, kepadatan populasi tanaman, dan mengetahui cara pemupukan yang
optimal. Pola tanam tumpangsari umumnya untuk mengetahui pemanfaatan
cahaya, air, dan hara. Produktivitas lahan pada sistem tumpangsari dihitung
berdasarkan nisbah kesetaraan lahan (NKL). Keuntungan pola tanam tumpangsari
diantaranya populasi tanaman dapat diatur, efisiensi pemanfaatan lahan, dan dapat
menekan serangan hama serta penyakit.
Salah satu contoh tanaman yang dapat ditanam tumpang sari dengan koro
pedang berbiji putih adalah jagung (Zea mays). Kelebihan tanaman jagung selain
memiliki nilai gizi tinggi, jerami jagung dapat dimanfaatkan sebagai pakan.
Sistem pertanaman secara tumpang sari merupakan alternatif pemecahan
permasalahan keterbatasan lahan pertanian. Penambahan legum dalam
pertanaman campuran dapat memfiksasi nitrogen bebas dari udara yang dapat
dimanfaatkan tanaman jagung. Penanaman tumpangsari digunakan untuk
mengetahui biomassa, NKL, dan N serta P tanaman dibanding penanaman sistem
monokultur. Berbagai permasalahan dalam pengembangan komoditi kacang
secara umum antara lain penerapan teknologi belum optimal, penggunaan benih
bermutu masih kurang, penggunaan pupuk hayati dan organik masih kurang,
kompetisi lahan dengan komoditi lain, tata niaga kurang kondusif, dan masih
dianggap sebagai tanaman sela dalam budidaya (Departemen Pertanian, 2012).
Informasi yang diperoleh tentang potensi koro pedang sebagai pangan sudah
banyak, namun informasi mengenai potensi hijauan koro pedang sebagai tanaman
pakan dan teknologi pengolahan masih kurang. Peluang pengembangan koro
pedang berbiji putih masih terbuka luas diantaranya masih tersedia lahan yang
cukup luas, meningkatnya kebutuhan dan industri olahan kacang koro, tersedianya
pasar yang cukup besar, serta tersedianya benih unggul dan penerapan teknologi
terkait perkembangan agribisnis aneka kacang. Budidaya tanaman koro pedang
tergolong mudah karena dapat tumbuh dilingkungan dengan kesuburan kurang
bahkan untuk tanaman koro yang merambat dapat ditanam tumpangsari dengan
tanaman yang memiliki nilai ekonomi sebagai rambatanya. Koro pedang juga
memiliki beberapa kekurangan diantaranya mengandung senyawa bersifat racun
berupa Canavalia dan usia panen cukup panjang yakni 4 - 6 bulan.
Perumusan Masalah
Pertanaman tumpangsari koro pedang (Canavalia ensiformis) dan jagung (Zea
mays) dengan perlakuan kepadatan populasi koro pedang diantara jagung dan pola
tanam koro pedang dalam baris disajikan dalam flowchart sebagai berikut:
Bagan flowchart tersebut memaparkan manipulasi populasi tanaman dapat
dilakukan dengan beberapa metode perlakuan. Penanaman tumpangsari terbagi
menjadi dua, yaitu tumpangsari penyisipan dan tumpangsari penggantian. Jenis
tumpangsari antara koro dan jagung termasuk tumpangsari penyisipan. Secara
umum beberapa upaya yang dilakukan agar produksi hijauan optimal adalah
memperbaiki teknik budidaya seperti defoliasi, introduksi tanaman leguminosa
untuk pakan, penerapan pola tumpangsari dan pengaturan populasi tanaman yang
tepat. Kepadatan populasi tanaman dapat ditingkatkan sampai mencapai daya
dukung lingkungan. Manipulasi populasi yang dipilih sebagai perlakuan adalah
kepadatan populasi dan pola tanam. Pada penanaman dengan pola tumpangsari
secara umum menimbulkan persaingan hara dan intensitas cahaya matahari.
Perlakuan pola tanam dan kepadatan populasi dapat mengatasi persaingan hara
dan intensitas cahaya matahari dengan pengaturan jumlah tanaman per satuan luas
Mono/
Tumpangsari
Jenis
Tanaman
Jarak Tanam
Pola Tanam
Baris
Daya Saing
Pakan/
Pangan
Manipulasi
Populasi
Tanaman
Konversi
BK
Status
Hara, Air, dan
Cahaya
NKL
Kualitas
Pertumbuhan, PBS, dan
PBK
Nitrogen,
Phospor, Kalium, Air
tanah, dan Intensitas
Cahaya
-PBK
-TS dan Mono -Koro dan
Jagung
dan penataan tanaman. Penggunaan lahan secara intensif bertujuan menjaga
tanaman pangan serta menjamin ketersediaan hijauan untuk pakan. Penanaman
tumpangsari menggunakan koro pedang dan jagung, pada luasan lahan tertentu
menghasilkan tanaman pangan dan pakan. Parameter yang diamati adalah
konversi bahan kering (BK) yang meliputi pertumbuhan, produksi berat segar
(PBS) dan bahan kering (BK). Pengamatan serapan N, serta P tanaman jagung dan
koro pedang. Pengamatan nisbah kesetaraan lahan (NKL) meliputi produksi berat
segar (PBK) tumpangsari dan monokultur. Data penunjang dalam penelitian
adalah intensitas cahaya dan status air tanah.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian mengkaji tentang efisiensi konversi BK, status N serta P
tanaman, dan nisbah kesetaraan lahan pada berbagai populasi pertanaman
tumpangsari koro pedang (Canavalia ensiformis) dengan jagung (Zea mays).
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian Manfaat penelitian dikaji melalui tiga aspek, yakni
secara keilmuan, praktikal, dan institusional. Secara keilmuan memperoleh
informasi tentang manipulasi populasi terhadap efisiensi BK, serapan N, P dan
nisbah kesetaraan lahan pola tumpangsari jagung dan koro pedang. Secara
praktikal mendapatkan informasi tentang penggunaan pola tanam tumpangsari dan
kepadatan populasi tanam koro pedang dalam baris yg sesuai pada pertanaman
tumpangsari koro pedang dan jagung terhadap efisiensi konversi BK, status NP
dan NKL. Secara institusional adalah memberikan informasi kepada
petani/peternak, peneliti bidang peternakan dan pertanian serta pemerintah guna
mengambil kebijakan dalam mengusahakan produktifitas lahan dengan sistem
pertanaman campuran pangan dan pakan.
Luaran Penelitian
Hasil yang diharapkan dari penelitian tumpangsari antara koro pedang
(Canavalia ensiformis) dan jagung (Zea mays) mampu menghasilkan NKL
(Nisbah Kesetaraan Lahan) dengan hasil > 1.
Kontribusi Penelitian
Pemanfaaatan potensi koro pedang (Canavalia ensiformis) dan informasinya
sebagai pangan sudah banyak, namun untuk informasi dan pemanfaatna teknologi
dalam bidang pakan masih kurang. Hal tersebut mendorong penelitian potensi
koro pedang terkait aspek fisiologis pertumbuhan dan produksi.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Koro Pedang Berbiji Putih (Canavalia ensiformis)
Secara botani tanaman koro pedang dibagi dua tipe, yakni tipe tegak
berbiji putih dengan nama Jackbean (Canavalia ensiformis) dan tipe menjalar
berbiji merah yang disebut Canavalia gladiata (Sena et al., 2005). Tanaman koro
pedang mampu bertahan pada tanah suboptimal terutama lahan kering atau masam
dan mudah dibudidayakan secara tumpangsari maupun tunggal. Produktivitas
peningkatan kacang tanah dan aneka kacang dapat dioptimalkan melalui beberapa
kegiatan seperti optimalisasi lahan, peningkatan produktivitas, pengembangan
diversifikasi pangan dan penyempurnaan manajemen (Suherman, 2012). Salah
satu alternatif kacang yang berpotensi sebagai pengganti kedelai adalah koro
pedang berbiji putih.
Biji koro pedang mulai dapat dipetik setelah berumur empat bulan (Dinas
Pertanian Tanaman Pangan, 2012). Koro pedang dalam bahasa jawa disebut koro
bendo. Koro pedang merupakan hijauan yang dapat tumbuh mencapai 3 - 10 m,
bentuk tanaman menyerupai perdu lebat dan bercabang pendek, daun berupa
trifoliat, pada daun memiliki sedikit bulu pada bagian tepi, memiliki bunga
berwarna putih, buah polong berbentuk lonjong yang berisi 8 - 16 biji dengan
bentuk lonjong berwarna putih. Biji koro pedang putih umumnya dipanen usia 4 -
6 bulan. Tanaman koro pedang berbiji putih (Canavalia ensiformis) mulai
dikembangkan di Jawa Tengah oleh Kementrian Pertanian, khususnya daerah
Sragen, Kebumen, Purworejo, dan Karanganyar mulai tahun 2011. Penanaman
koro pedang dilakukan menggunakan biji, biji diletakkan pada lubang sedalam 10
- 15 cm atau disebar (Ditjen Tanaman Pangan, 2012). Koro pedang mulai dapat
dipanen setelah berumur empat sampai empat setengah bulan, selang waktu dua
sampai tiga minggu setelah pemanenan biji dapat dipanen terus sampai tanaman
berumur enam bulan. Dari segi gizi koro pedang merupakan sumber protein nabati
serta kaya vitamin B dan C (Bostan et al., 2007). Klasifikasi koro pedang menurut
Natural Resource Conservation Service (2013), sebagai berikut:
Kingdom : Plantae (tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (berpembuluh)
Superdivisio : Spermatophyta (menghasilkan biji)
Divisio : magnoliophyta (berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub-kelas : Rosidae
Ordo : Fabales
Familia : Fabaceae (suku polong-polongan)
Genus : Canavalia
Spesies : Canavalia ensiformis
2.2. Jagung (Zea mays)
Jagung (Zea mays) merupakan tanaman yang sensitif terhadap bahan
organik tanah (Imaningsih et al., 2011). Hasil penelitian Dona dan Guntoro,
(2008) tentang pengaruh pupuk terhadap pertumbuhan dan kualitas jagung
menyebutkan pemupukan berpengaruh terhadap tinggi tanaman, indeks luas daun
dan bobot tongkol jagung muda karena kadar hara tanah lebih rendah sehingga
tanaman memberikan respon terhadap pemberian pupuk, kadar hara tanah yang
tinggi menyebabkan tanaman kurang respon terhadap pemberian pupuk. Tanaman
jagung untuk kemampuan pertumbuhan dan produksi memerlukan unsur hara,
antara lain nitrogen. Kebutuhan nitrogen dalam batas tertentu dapat membantu
meningkatkan pertumbuhan dan produktifitas jagung, dapat memperbaiki
komponen hasil jagung seperti akar, batang, daun, bunga, dan biji. Tetapi jika
kekurangan nitrogen pada tanaman terlihat warnanya menguning, dan penurunan
kualitas serta kuantitas (Sirajuddin dan Lasmin, 2010). Sistem tumpangsari jagung
dengan leguminosa memberikan pengaruh positif pada tanaman jagung karena
memperoleh unsur hara N dari leguminosa (Catharina, 2009). Ketersediaan N
dalam tanah mampu meningkatlan Indeks Luas Daun (ILD) dan biomassa
tanaman (Sitompul dan Purnomo, 2004). Penanaman jagung dapat bervariasi,
disesuaikan sesuai umur tanam. Jagung dapat ditanam pada jarak 75 x 25 cm
(Tobing dan Tampubolon, 1983). Potensi produktivitas jagung yang optimal bisa
mencapai 8-11 t/ha (Pertiwi et al., 2007). Klasifikasi tanaman jagung menurut
Muhadjir (1988), sebagai berikut:
Phylum : Spermatophyta
Kelas : Angiospermae
Sub Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Tripsaceae
Famili : Poaceae
Sub Fanili : Maydeae
Spesies : Zea mays
2.3. Pertanaman Campuran
Pertanaman campuran merupakan penanaman dua jenis tanaman rumput
dan legum atau lebih secara selektif, yang dapat tumbuh dan berproduksi dengan
baik sehingga mampu meningkatkan kualitas hijauan (Bahar, 2009). Penanaman
tumpangsari perlu memperhatikan beberapa faktor, diantaranya ketersediaan air,
kesuburan tanah, sinar matahari dan hama/penyakit (Catharina, 2009). Pola tanam
tumpangsari digunakan untuk meningkatkan produksi hijauan berkualitas dengan
memanfaatkan lahan secara efisien, penanaman tumpangsari antara leguminosa
dengan jagung mampu meningkatkan produksi hijauan pakan (Ella dan Nurhayu,
2010). Hasil penelitian Ibrahim (2010), pertanaman campuran rumput dan legum
menggunakan estimasi dua kali defoliasi memberikan peningkatan produksi
hijauan. Pengembangan sistem pertanaman campuran antara legum dengan
tanaman pangan dapat memperbaiki kondisi lingkungan dan ekosistem karena
dapat meningkatkan kesuburan tanah (Padmowidjoto, 2006).
Produktivitas lahan dapat meningkat melalui sistem tumpangsari karena
pertanaman tumpangsari mampu memanfaatkan faktor-faktor tumbuh secara
maksimal (Paulus, 2007). Beberapa keuntungan dari sistem tumpangsari antara
lain pemanfaatan lahan kosong disela-sela tanaman pokok, peningkatan produksi
total persatuan luas karena lebih efektif dalam penggunaan cahaya, air serta unsur
hara, disamping dapat mengurangi resiko kegagalan panen dan menekan
pertumbuhan gulma (Herlina et al., 1996).
Pertanaman campuran antara jagung dan legum dapat meningkatkan panjang
tanaman, luas daun, jumlah daun, dan jumlah cabang tanaman legum namun
kepadatan tingkat populasi yang semakin tinggi pada sistem pertanaman
tumpangsari jagung dan legum mengakibatkan berat kering tanaman semakin
rendah (Maskyadji, 2007). Peralihan baris tunggal ke ganda dari hasil penelitian
Zuchri (2007) dengan menggunakan tumpangsari jagung dan legum dapat
menambah luas daun dan jumlah daun pada tanaman legum. Daun yang toleran
terhadap intensitas cahaya yang rendah umunya lebih luas dan lebih tipis (Kisman
et al., 2007). Pertanaman campuran jagung dengan koro pedang memungkinkan
karena kedua tanaman tersebut menimbulkan pengaruh saling menguntungkan.
Koro pedang dapat memfiksasi nitrogen dari udara dengan bantuan Rhizobium,
sedangkan jagung memerlukan nitrogen untuk pertumbuhan. Selain itu umur
panen jagung yang lebih cepat akan memberikan kesempatan pada tanaman koro
pedang untuk memperoleh cahaya dalam pematangan biji (Ghulamahdi et al.,
2007). Pertanaman campuran antara leguminosa dengan tanaman pangan
berpotensi menghasilkan bahan kering yang lebih tinggi (Mansyur et al., 2005).
Salah satu faktor yang mempengaruhi produksi adalah intensitas cahaya.
Intensitas cahaya memberikan pengaruh pada jumlah polong dan bobot kering
polong (Sundari et al., 2005). Efiesiensi metabolisme BK dapat diukur
menggunakan AGR (Absolute Growth Ratio) dan RGR (Relative Growt Rate)
pertumbuhan dan produksi tanaman dievaluasi berdasarkan biomassa basah dan
biomassa kering (Zubaidi et al., 2008)
2.4. Pertumbuhan
Pertumbuhan merupakan bertambahnya protoplasma di dalam materi
yang bersifat kuantitatif yang berupa bahan kering (BK), sedangkan
perkembangan merupakan perubahan bentuk ukuran tanaman (Goldworthy and
Fisher, 1992). Pertumbuhan dipengaruhi oleh ketersediaan air di dalam tanah,
cekaman kekurangan air dapat menyebabkan menurunya bobot kering tajuk
(Sinaga, 2008). Salah satu komponen ekosistem tanah yang berperan dalam
membantu pertumbuhan tanaman adalah mikroba. Berbagai mikroba hidup
bersimbiosis dengan tanaman membentuk bintil akar (Rhizobium), mengkoloni
akar (rhizobakteri), atau hidup di dalam jaringan tanaman (diazotrof endofitik)
dan di dalam tanah (Tim Sintesis Kebijakan, 2008). Unsur N berperan dalam
meningkatkan biomassa total (akar, batang, dan daun), namun peningkatan
biomassa tanaman terkait peningkatan umur tanaman bertambah tua semakin
rendah (Sitompul dan Purnomo, 2004).
Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman adalah faktor genetik dan
lingkungan. Faktor lingkungan terbagi dua yaitu faktor biotik (hama, penyakit,
gulma, mikroorganisme tanah) dan faktor abiotik (cahaya matahari, kecepatan
angin, kelembaban udara, curah hujan, dan kesuburan tanah) (Gardner et al.,
1991).
2.5. Produksi
Produksi merupakan hasil dari suatu komoditas tertentu, mengggambarkan
pertumbuhan dan perkembangan suatu komoditas yang dipengaruhi oleh faktor
alam (tanah), modal, dan tenaga kerja (Suryana, 2007). Salah satu unsur yang
penting dalam produksi adalah N, sebagian besar nitrogen ditransfer pada fase
generatif yang mampu merangsang pembentukan tongkol pada jagung (Zea
mays). Translokasi unsur hara nitrogen yang berlangsung baik pada tanaman
mempengaruhi pembuahan, ukuran tongkol dan berat biji jagung (Sirajuddin et
al., 2010). Berat kering merupakan salah satu indikator penting dalam
pertumbuhan tanaman. Pemupukan memberikan pengaruh nyata pada berat kering
daun (Imaningsih et al., 2011).
2.6. Intensitas Cahaya
Intensitas cahaya merupakan kemampuan tanaman dalam memperoleh
cahaya berkaitan dalam anatomi dan marfologi daun yang akan dimanfaatkan
dalam fotosíntesis (Kisman et al., 2007). Pola penanaman tumpangsari antara
jagung dan legum menyebabkan cahaya matahari yang diterima tanaman semakin
berkurang dibandingkan tanaman monokultur (Maskyadji, 2007). Semakin
banyak cahaya matahari yang diterima tanaman dapat menambah produk
fotosintat dimanfaatkan tanaman untuk pertumbuhan dan metabolisme (Zuchri,
2007). Sebaran sinar matahari perlu diperhatikan untuk menghindari persaingan
antara tanaman dalam mendapatkan cahaya matahari (Warsana, 2009).
Intensitas cahaya mempengaruhi ketebalan daun dan panjang lapisan
palisade. Tanaman leguminosa yang menerima intensitas cahaya sebesar 50%
mengalami peningkatan intensitas kehijauan dan kandungan klorofil tinggi
(Muhuria et al., 2006). Secara umum intensitas cahaya maksimum terjadi pada
pukul 11.00 WIB - 12.00 WIB (Sundari et al., 2005).
2.7. Nisbah Kesetaraan Lahan (NKL)
Nisbah Kesetaraan Lahan (LER= Land Equivalent Ratio) merupakan
metode untuk mengetahui produksi hijauan yang ditanam secara tumpangsari.
NKL merupakan perbandingan jumlah nisbah tanaman yang ditanam secara
tumpangsari dengan tanaman secara tunggal pada pengelolaan yang sama (Paulus,
2005). NKL merupakan salah satu cara menghitung produktivitas lahan yang
ditanam dua atau lebih jenis tanaman yang ditumpangsarikan. Sistem tumpangsari
akan lebih menguntungkan bila NKL lebih besar dari satu (Herlina, 2011).
Penanaman tumpangsari antara jagung dengan legum lebih menguntungkan dari
pada penanaman monokultur, hal tersebut ditunjukkan dengan NKL tumpangsari
jagung dengan legum lebih tinggi (Catharina, 2009). NKL dipengaruhi oleh
naungan dan kompetisi antar tanaman.
Hasil penelitian Ibrahim (2010), pertanaman campuran rumput dan legum
menggunakan estimasi dua kali defoliasi, menunjukkan pertanaman tumpang sari
antara legum dan rumput secara konsisten mampu memberikan peningkatan
produksi hijauan dan tidak terdapat pengaruh negatif/persaingan. (Ibrahim, 2010).
Hasil penelitian Maskyadji (2007) tentang pertanaman jagung dan legum dengan
perlakuan baris menunjukkan pertumbuhan tanaman jagung tumbuh normal dan
laju pertumbuhan lebih cepat dibanding legum, sehingga menjadi kompetitor yang
lebih kuat terutama dalam pemanfaatan cahaya matahari (Maskyadji, 2007).
Sistem tumpangsari secara umum memberikan nilai NKL lebih dari satu
(Ghulamahdi et al., 2007). Nilai rata-rata NKL yang menunjukkan lebih dari satu
menggambarkan bahwa pertanaman campuran tanaman jagung dan leguminosa
lebih menguntungkan jika ditanam secara tumpangsari dibanding pertanaman
secara tunggal pada luas lahan yang sama. Hasil penelitian Pinem et al. (2011)
mengenai studi waktu penanaman terhadap produksi tanaman tumpangsari jagung
dan legum menyebutkan bahwa jagung lebih kompetitif dibanding legum.
2.8. Kepadatan Populasi
Kepadatan populasi adalah jumlah tanaman dalam suatu luasan tertentu yang
erat kaitannya dengan jarak tanam, sehingga berpengaruh terhadap kompetisi
tanaman dalam penggunaan cahaya, air dan unsure hara yang pada akhirnya
mempengaruhi pertumbuhan serta produksi suatu tanaman (Setyati, 1991). Jumlah
populasi yang senakin padat pada pertanaman jagung dan legum cenderung
membuat legum tumbuh lebih panjang, jumlah daun lebih banyak, daun lebih luas
namun lebih tipis dan jumlah cabang semakin banyak. Kombinasi penanaman
campuran dengan dua baris legum menyebabkan panjang tanaman dan luas daun
lebih besar dibandingkan penanaman dengan satu baris (Maskyadji, 2007). Hasil
penelitian Zuchri (2007) mengenai pertanaman kacang tanah dan jagung yang
ditanam menggunakan perlakuan baris dan perompesan (pemanenan) daun jagung
menyebutkan hasil panjang tanaman kacang tertinggi diperoleh dari perlakuan dua
baris.
III. MATERI DAN METODE
Penelitian akan dilaksanakan selama 16 minggu mulai bulan Februari 2013
sampai Mei 2013 di Lahan Laboratorium Ilmu Tanaman Makanan Ternak,
Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan dan Pertanian,
Universitas Diponegoro Semarang.
3.1. Materi Penelitian
Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih koro pedang
berbiji putih, benih jagung, pupuk urea, SP-36, dan KCl. Alat yang digunakan
adalah meteran untuk mengukur luas lahan, penggaris untuk mengukur luas daun,
cangkul untuk mengolah tanah, gembor untuk menyiram tanaman, oven untuk
analisis BK, timbangan untuk menimbang tanaman, kertas label untuk menandai
sampel, papan nama dan kalkulator untuk menghitung data.
3.2. Metode Penelitian
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok
berpola Faktorial 2 x 3 dengan 4 ulangan sebagai kelompok. Faktor pertama
adalah pola tanam koro pedang diantara jagung (T), yaitu 1 baris (T1) dan 2 baris
(T2). Faktor kedua adalah kepadatan populasi koro pedang dalam baris (J), yaitu
40 cm (J1), 50 cm (J2), dan 60 cm (J3), sehingga diperoleh 6 macam kombinasi
perlakuan, yaitu T1J1, T1J2, T1J3, T2J1, T2J3, dan T3J3 dengan masing-masing
4 ulangan sebagai kelompok.
Pelaksanaan penelitian meliputi persiapan lahan, pemupukan, penanaman,
penyulaman, pemeliharaan tanaman dan pemanenan.
Sampel tanah diambil untuk dinalisis kandungan unsur hara. Tahap
persiapan lahan meliputi pembersihan gulma, pengolahan lahan dengan alat
traktor, dan dilanjutkan dengan pembuatan petak percobaan masing-masing 4,5 x
3,5 m. Pemupukan dasar dilakukan saat awal penanaman. Pupuk yang diberikan
yakni urea 300 kg/ha, SP-36 100 kg/ha dan KCl 100 kg/ha. Pemberian pupuk urea
dilakukan sebanyak tiga kali, yakni saat awal penanaman, saat tanaman berumur
satu bulan, dan saat tanaman menjelang panen masing-masing sepertiga dosis.
Pemupukan dilakukan dengan cara ditugal lalu ditutup kembali dengan tanah.
Penanaman koro pedang secara tugal, dengan lubang tanah sedalam 5 cm,
kemudian memasukkan biji kara pedang berbiji putih tiap lubang perlakuan
sebanyak satu buah. Penyulaman dilakukan untuk mengganti benih yang
mati/tidak tumbuh. Waktu penyulaman dilakukan satu minggu setelah tanam.
Pemeliharaan tanaman meliputi penyiraman, penyiangan, dan pengamatan
parameter. Penyiraman dilakukan setiap hari yakni pagi dan sore tergantung
kondisi lingkungan dan kelembaban tanah. Penyiraman menggunakan gembor dan
air bersih sesuai kapasitas lapang. Penyiangan dilakuakan secara manual dua
minggu sekali. Penyiangan bertujuan untuk mengurangi gangguan dan pengaruh
gulma yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman. Panen koro pedang dan
jagung dilakukan bersama saat biji polong matang dan siap panen yakni 16
minggu. Tanaman jagung siap panen saat berusia 90 hari. Jagung dipanen saat
sebagian daun menguning dan gugur, biji sudah tua, batang mengeras dan tongkol
jagung penuh.
Parameter yang diamati meliputi efisiensi konversi BK, status N, P tanaman,
dan NKL. Parameter efisiensi konversi BK diukur melalui Absolute Growth Ratio
(AGR) meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, Indeks Luas Daun (ILD), produksi
berat segar, bahan kering, dan produksi bahan kering. Pengamatan pasca penen
meliputi nisbah batang, dan daun. Produksi pasca panen pada tanaman koro
pedang meliputi berat polong. Produksi pasca panen pada tanaman jagung
meliputi berat tongkol jagung dengan kelobot, berat biji jagung, dan berat tongkol.
Parameter lain adalah intensitas cahaya, dan status air tanah.
Tinggi tanaman koro pedang diukur dari pangkal tanaman sampai pangkal
tunas paling ujung pengukuran menggunakan meteran. Tinggi tanaman jagung
diukur dari pangkal sampai ujung tanaman. Ujung tanaman jagung diperoleh dari
pengamatan daun, caranya posisi daun dilipat lurus ke atas lalu diukur dari
pangkal sampai ujung daun yang ditegakkan lurus ke atas. Pengamatan tinggi
tanaman dilakukan setelah usia dua minggu setelah tanam. Jumlah daun koro
adalah jumlah helai petiole, jumlah daun jagung adalah jumlah daun yang tumbuh
di batang tanaman. Pengamatan tinggi tanaman dan jumlah daun diamati setiap
dua minggu sekali. Luas daun diukur menggunakan metode gravimetri. Pada
prinsipnya luas daun ditaksir melalui perbandingan berat (gravimetri). Caranya
adalah dengan menggambar daun yang akan ditaksir luasnya pada sehelai kertas
untuk menghasilkan replika (tiruan) daun. Replika daun kemudian digunting dari
kertas yang berat dan luasnya sudah diketahui. Luas daun kemudian ditaksir
berdasarkan perbandingan berat replika daun dengan berat total kertas. Indeks
Luas Daun Rata-rata (ILD), yaitu nisbah antara total luas daun (A) dengan luas
lahan (P), Indeks luas daun rata-rata menggambarkan kemampuan tanaman
menyerap radiasi matahari untuk proses fotosintesis. Indeks luas daun diperoleh
dengan mengukur seluruh daun yang terbuka sempurna. Untuk luas daun jagung
diukur dengan menggunakan rumus = panjang daun x lebar daun x 0.75.
Pengamatan luas daun diamatai setelah panen.
Perhitungan bahan kering dilakukan setelah sampel ditimbang dan
dikeringkan dalam oven 1050 C sampai beratnya konstan. Produksi bahan kering
diperoleh dengan mengalikan berat segar (BS) hijauan dengan kadar bahan kering
(% BK). Berat polong koro pedang ditimbang dan berat tongkol jagung diamati
dengan kelobot (ada tangkai, rambut jagung, dan kelobot). Berat biji jagung yang
sudah dipipil dan berat tongkol jagung diamati.
% Bahan Kering = 𝑩𝒆𝒓𝒂𝒕 𝒔𝒂𝒎𝒑𝒆𝒍 𝒔𝒆𝒕𝒆𝒍𝒂𝒉 𝒅𝒊𝒐𝒗𝒆𝒏 (𝒈)
𝑩𝒆𝒓𝒂𝒕 𝑺𝒆𝒈𝒂𝒓 (𝒈) x 100%
PBK = % BK x Berat Segar (g)
Nisbah Daun Batang = Bahan kering daun(g) / Bahan kering batang (g)
Analisis P menggunakan metode spectrometer. Hasil analisis kadar hara
digunakan untuk menghitung serapan hara tanaman dengan mengalikan kadar
hara dengan bobot kering. Kadar N dikur dengan menggunakan metode Kjehdahl,
yaitu sampel tanaman diambil 0,3 gram dimasukkan dalam labu destruksi,
ditambah 0,3 gram selen dan 10 ml H2SO4 pekat. Destruksi dilakukan sampai
cairan berwarna hijau lalu didinginkan. Hasil destruksi dimasukkan dalam labu
destilasi ditambah 40 ml NaOH 45% dan digojog pelan-pelan, selanjutnya
ditambah 50 ml aquades dan dilakukan destilasi. Hasil destilasi dilakukan dalam
erlemeyer berisi 20 ml asam borat dan dua tetes indikator campuran MR + MB.
Proses destilasi dilakukan sampai terjadi perubahan warna dari ungu menjadi
hijau. Hasil proses destilasi diambil dan dititrasi dengan HCL 0,1 N sampai terjadi
perubahan warna hijau menjadi ungu. Larutan blanko dibuat dari asam borat dan
dua tetes indikator campuran MR+MB. Perhitungan kadar N dan serapan N
menggunakan rumus:
% Kadar N= (𝑚𝑙 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖−𝑚𝑙 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜)𝑥 𝑛 𝐻𝐶𝐿 𝑥 0,014
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔) x 100%
Prosuksi N= % Kadar N x PBK (g)
Data sekunder yang diamati adalah pengamatan intensitas cahaya
menggunakan alat Lightmeter. Lightmeter adalah pengukuran serapan cahaya di
daerah ultraviolet (200 – 350 nm) dan sinar tampak (350 – 800 nm) oleh suatu
senyawa.
Pengamatan Nisbah Kesetaraan Lahan (NKL) pada pertanaman tumpangsari
koro pedang berbiji putih dengan jagung. Nisbah kesetaraan lahan dihitung untuk
memperoleh informasi mengenai tingkat efisiensi lahan dalam pertanaman
tumpangsari. Menurut Beet (1982) dalam Herlina (2011) NKL diperoleh
menggunakan rumus:
NKL = 𝑇1
𝑀1 +
𝑇2
𝑀2
Keterangan:
TI = Produksi tanaman T1 yang ditanam secara tumpangsari T2 = Produksi tanaman T2 yang ditanam secara tumpangsari M1= Produksi tanaman M1 yang ditananam secara monokultur.
M2 = Produksi tanaman M2 yang ditananam secara monokultur.
Ilustrasi 1. Petak Penanaman Koro Pedang dan Jagung (2 baris koro pedang di antara jagung, dan kepadatan populasi 60 cm)
3.3. Analisis Data
Model matematikanya yang menjelaskan hasil pengamatan adalah
sebagai berikut:
Yijk = µ + αi + ßj + (αß)ij + Kk + €ijk
Keterangan:
Yijk : Hasil pengamatan pertumbuhan pertanaman campuran koro pedang
(Canavalia ensiformis L.) dan jagung (Zea mays) perlakuan pola
x x x x x x x
* * * * *
* * * * * x x x x x x x
* * * * * * * * * * x x x x x x x
* * * * * * * * * *
x x x x x x x
1,2 m 40 cm
45 cm
x x x x x x x
* * * * *
* * * * * x x x x x x x
* * * * *
* * * * * x x x x x x x
* * * * * * * * * *
x x x x x x x
1,2 m
40
cm
45 cm
4,5 m
4,5 m
60 cm
60 cm
tanam koro pedang diantara jagung ke-i, kepadatan populasi koro pedang dalam baris ke-j dan pada ulangan ke-k
µ : Nilai tengah umum
αi : Pengaruh perlakuan pola tanam koro pedang diantara jagung ke-i (1, 2)
ßj : Pengaruh kepadatan populasi koro pedang dalam baris yang berbeda ke-j (1, 2, 3)
(αß)ij : Pengaruh interaksi pola tanam koro pedang di antara jagung ke-i dan
kepadatan populasi koro pedang dalam baris ke-j Kk : Pengaruh kelompok ke-k (1, 2, 3, 4)
€ijk : Galat pola tanam koro pedang di antara jagung ke-i, kepadatan populasi koro pedang dalam baris ke-j, dan kelompok ke-k
Hipotesis Statistik yang Diuji Adalah :
1. Ho : (αß)ij = 0 (yang berarti tidak ada pengaruh interaksi antara pola tanam
koro pedang di antara jagung dengan kepadatan populasi koro pedang dalam baris yang berbeda terhadap efisiensi konversi BK, status N, P, K tanaman dan NKL).
H1 : minimal ada satu yang sama (αß)ij ≠ 0 yang artinya ada pengaruh interaksi antara pola tanam koro pedang di antara jagung dengan
kepadatan populasi dalam baris yang berbeda terhadap efisiensi konversi BK, status N, P, K tanaman dan NKL.
2. Ho : (α)i = α1 = α2 = 0 (yang berarti tidak ada pengaruh antara pola tanam
pedang di antara jagung yang diujikan terhadap efisiensi konversi BK dan status N, P, K tanaman dan NKL ).
H1 : αi ≠ 0 yang artinya ada pengaruh pola tanam koro pedang di antara jagung yang diujikan terhadap efisiensi konversi BK dan atatus N, P, K tanaman dan NKL.
3. Ho : (ß)j = ß1 = ß2 = ß3 = 0 (yang berarti tidak ada perbedaan respon dari kepadatan populasi koro pedang dalam baris yang diujikan terhadap
efisiensi konversi BK, status N, P, K dan NKL tanaman). H1 : (ß)j ≠ 0 yang berarti ada perbedaan respon dari kepadatan populasi dalam
baris yang diujikan terhadap efisiensi konversi BK, status N, P, K
tanaman dan NKL.
Data pengamatan diolah menggunakan Anova yang dilanjutkan dengan uji
lanjut wilayah ganda Duncan dan polinomial ortogonal. Kriteria pengujian bila F
hitung < dari F tabel dengan α = 0,05 maka H0 diterima dan H1 di tolak,
sebaliknya jka F hitung > dari F tabel dengan α = 0,05 maka H0 ditolak dan H1
diterima. (Yitnosumarto, 1991).
IV. Jadwal Rencana Penelitian
No Jadwal
Kegiatan
Bulan
Maret Apil Mei Juni Juli Agustus
1234 1234 1234 1234 1234 1234
1 Persiapan vvvv
2 Pelaksanaan vv vvvv vvvv vvvv vv 3 Pengolahan
Data
4 Konsultasi vvvv vvvv vvvv vvvv vvvv 5 Penulisan vvvv vv 6 Tesis vv vvvv
V. Nama dan Biodata
a. Ketua Pelaksana Kegiatan
1. Nama Lengkap : Susanti, Spt. 2. NIM/NRM : 23010112410052
3. Fakultas/Program Studi : Peternakan dan Pertanian/Magister Ilmu Ternak. 4. Perguruan Tinggi : Universitas Diponegoro 5. Waktu untuk kegiatan : 14 (jam/minggu)
b. Anggota Pelaksana 1. Nama Lengkap : Alfi Rachmansyah, Spt.
2. NIM/NRM : 23010112410053 3. Fakultas/Program Studi : Peternakan dan Pertanian/Magister Ilmu Ternak.
4. Perguruan Tinggi : Universitas Diponegoro 5. Waktu untuk kegiatan : 14 (jam/minggu)
VI. Nama dan Boidata Dosen Pembimbing
a. Nama Lengkap dan Gelar : Prof. Dr. Ir. Syaiful Anwar, Msi. b. Golongan Pangkat dan NIP :
c. Jabatan Fungsional : d. Jabatan Struktural :
e. Fakultas/Program Studi : Peternakan dan Pertanian f. Perguruan Tinggi : g. Bidang Keahlian:
h. Waktu untuk Kegiatan :
DAFTAR PUSTAKA
Bahar, S. 2009. Introdusksi rumput dan leguminosa untuk pakan ternak pada
berbagai tipe lahan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Makassar, Sulawesi Selatan. Buletin Ilmu Peternakan dan Perikanan 13 (1) : 54-61.
Beets, W. C. 1982. Multiple Croping and Tropical Farming System. Gower Publ
Co., Chicago.
Bostan, H., N. Sennamg., dan Y. Surung . 2007. Pertumbuhan dan produksi
tanaman kara pedang (Canavalia ensiformis) pada perlakuan pupuk dekaform. Jurnal Agrisains 8 (1) : 48-51.
Catharina, T. S. 2009. Respon tanaman jagung pada sistem monokultur dengan tumpangsari kacang-kacangan terhadap ketersediaan unsure hara N dan nilai
kesetaraan lahan di lahan kering. Fakultas Pertanian Universitas Maraswati, Mataram. Ganec Swara Edisi Khusus 3 (3) : 17-21.
Departemen Pertanian. 2012. Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Pengelolaan Produksi Tanaman Aneka Kacang dan Umbi Tahun 2012. Direktorat
Budidaya Aneka Kacang dan Umbi, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Jakarta.
Ditjen Tanaman Pangan. 2012. Pedoman Teknis Pengelolaan Produksi Kacang Tanah, Kacang Hijau dan Aneka Kacang Tahun 2012. Direktorat Budidaya
Aneka Kacang dan Umbi, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian, Jakarta.
Dona, P. J., dan D. Guntoro. 2008. Pengaruh kalium terhadap pertumbuhan produksi dan kualitas jagung muda (Zea mays L.). Makalah Seminar
Departemen Agronomi dan Holtikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Ella, A., dan A. Nurhayu. 2010. Kemampuan daya dukung hijauan pakan ternak (Flemengia congesta dan Desmodium rensonii) pada pola tanam
tumpangsari dengan tanaman jagung. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan, Makasar. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner: 422-427.
Gardner, F. P., R. B. Pearce and R. L. Mitchell. 1991. Fisiologi tanaman
Budidaya. Cetakan Pertama. Universitas Indonesia, Jakarta (diterjemahkan oleh : H. Susilo, Subiyanto dan Handayani).
Ghulamahdi, M., S. A. Aziz., M. Melati., N. Dewi., dan S. A. Rais. 2007. Pengembangan budidaya jenuh air tanaman kedelai dengan sistem
tumpangsari padi kedelai lahan sawah. Dalam : Jajah Koswara (Ed)
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian yang Dibiayai Oleh Hibah Kompetitif, Peningkatan Perolehan HKI dari Hasil Penelitian yang Dibiayai Oleh Hibah Kompetitif. Departemen Agronomi dan Holtikultura, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hal : 331-336.
Goldsworthy, P. R., and N. M. Fisher. 1992. Fisiologi Tanaman Budidaya Tanaman Tropik. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. (Diterjemahkan Oleh Tohari).
Herlina. 2011. Kajian Variasi Jarak dan Waktu Tanam Jagung Manis Dalam
Sistem Tumpangsari Jagung Manis (Zea mays saccarata Sturt ) dan Kacang Tanah (Arachis hypogeal L.). Pogram Pascasarjana Universitas Andalas, Padang.
Herlina N., dan I. F. Didik. (1996) Pengaruh Waktu Tanam dan Kepadatan Tanaman Selada Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Bawang Merah
dalam Sistem Tumpangsari. Agrivita. Vol. 19 (2) : 74 - 78. Ibrahim, T. M. 2010. Seleksi tanaman pakan ternak unggul mendukung
pengembangan kambing boerka di ekosistem kebun jeruk. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
Sumatera Utara, Medan. Hal : 579-585. Imaningsih, W., Hidayaturrahman., dan Gunawan. 2011. Pertumbuhan tanaman
jagung (Zea mays) yang diberi kompos tanah gambut dengan stimulator EM4 (Effective Microorganism 4). Program Studi Biologi FMIPA,
Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru, Kalimantan Selatan. Bioscientiae 8 (2) : 6-15.
Kisman., N. Khumaida., Trikosoemaningtyas., Sobir., D. Sopandie. 2007. Karakter morfo-fisiologi daun penciri adaptasi kedelai terhadap intensitas
cahaya rendah. Program Studi Agronomi Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Buletin Agronomi 35 (2) : 96-102.
Mansyur., N. P. Indrani., dan I. Susilawati. 2007. Peranan leguminosa tanaman penutup pada sistem pertanaman jagung untuk penyediaan hijauan pakan.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner, Fakultas Peternakan, Universitas Padjajaran. Hal : 879-885.
Maskyadji, A. S. Z. Z. 2007. Peningkatan produktivitas hijauan tanaman kacang komak (Dolichos lablab L.) dalam berbagai pola tumpang sari berbasis
tanaman jagung (Zea mays) di lahan kering. Jurusan Budidaya Tanaman Fakultas Pertanian Unijoyo. Embryo 4 (1) : 72-84.
Muhajir, A. 1988. Karakteristik Tanaman Jagung. Balai Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor.
Muhuria, L., K. N. Tyas., N. Khumaida., Trikoesoemaningtyas., dan D. Supandie,. 2006. Adaptasi tanaman kedelai terhadap intensitas cahaya rendah: karakter daun untuk efisiensi penangkapan cahaya. Program Studi
Agronomi Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Buletin Agronomi 34 (3) : 133-140.
Natural Resources Conservation Service. 2013. Plant Database. United States
Departemen of Agriculture. Time Generated: 01/13/2013 03.26 AM.
plants.usda.gov/wetland.html
Padmowidjoto, S. 2006. Integrasi Legum Dengan Tanaman Pangan dan Ternak Kambing Dalam Mratani Sistem. Prospect 2 (2): 1-4.
Paulus, J. M. 2005. Produktifitas lahan, kompetensi, dan toleransi dari tiga klon
ubi jalar pada sistem tumpangsari dengan jagung. Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat, Manado.
Eugenia 11 (1) : 1-7. Pertiwi, M. D., Samijan dan T. R. Prastuti. 2007. Upaya peningkatan kesesuaian
lahan dan produktivitas jagung di kabupaten Purbalingga melalui identifikasi faktor pembatas kualitas lahan berdasarkan AEZ skala 1 :
50.000. Prosiding Seminar Nasional. BPTP Jawa Tengah. Pinem, T., Z. Syarif., dan I. Chaniago. 2011. Studi waktu penanaman dan
populasi kacang tanah terhadap produksi kacang tanah dan jagung pada pola tanaman kacang tanah dan jagung. Program Studi Agronomi Program
Pascasarjana, Universitas Andalas, Padang.Jerami 4 (2) : 102-108. Sena, S., K. R. Sridhar., and B. Bhagya,. 2005. Biochemical and biological
evaluation of an unconventional legume Canavalia maritima of coastal sand dunes of India. Departement of Biosciences Mangalore University, India.
Tropical and Subtropical Agroecosystems 5 (1) : 1-14.
Setyati, S. H. 1991. Pengantar Agronomi. PT. Gramedia, Jakarta.
Sinaga, R. 2008. Keterkaitan nisbah tajuk akar dan efisiensi penggunaan air pada
rumput gajah dan rumput raja akibat penurunan ketersediaan air tanah. Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, Medan. Jurnal Biologi Sumatera 3 (1) : 29-35.
Sirajuddin, M., dan S. A. Lasmin,. 2010. Respon pertumbuhan dan hasil jagung
manis (Zea mays saccharata) pada berbagai waktu pemberian pupuk nitrogen dan ketebalan mulsa jerami. Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Tadulako, Palu, Sulawesi Tengah. Jurnal Agroland,
17 (3) : 184-191.
Sitompul, S. M., dan Purnomo, D. 2004. Peningkatan kinerja tanaman jagung dan kedelai pada sistem agroforestri jati dengan pemupukan nitrogen. Agrosains 6 (2) : 79-83.
Soetiarso, T. A. 2010. Sayuran Indigenous Alternatif Sumber Pangan Bergizi
Tinggi. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Lembang, Bandung. Iptek Holtikultura 6: 5-10.
Sundari, T., Soemartono., Tohari., dan W. Mangoendidjojo. 2005. Tingkat kritis intensitas cahaya relatif lima genotip kacang hijau (Vigna radiatus L.). Balai
Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, Malang. Buletin Agronomi 33 (3) : 33-39.
Suryana, S. 2007. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Jagung
di Kabupaten Blora (Studi Kasus Produksi Jagung Hibrida di Kecamatan Banjarejo Kabupaten Blora). Program Pascasarjana Universitas Diponegoro,
Semarang. (Tesis Magister Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan). Tim Sintesis Kebijakan. 2008. Pemanfaatan biota tanah untuk keberlanjutan
produktifitas pertanian lahan kering masam. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, Bogor. Pengembangan
Inovasi Pertanian 1 (2) : 157-163. Winarti, E., Sarjiman., Supriyadi., dan C. Cahyaningrum. 2009. Potensi
kerandang (Canavalia virosa) sebagai sumber pakan dan pangan ternak alternatif. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Yogyakarta. Seminar
Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner: 765-769.
Yitnosumarto, S. 1991. Percobaan Perancangan Analisis dan Interpretasinya.
Edisi pertama. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Zuchri, A. 2007. Optimalisasi hasil tanaman kacang tanah dan jagung dalam tumpangsari melalui pengaturan baris tanam dan perompesan daun jagung. Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Unijoyo. Embryo 4 (2) :
157-163.
Zubaidi, A., dan N. Farida. 2008. Pertumbuhan bibit gaharu pada beberapa jenis naungan. CropAgro 1 (2) : 92-97.