Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I...

338
Hukum Islam

Transcript of Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I...

Page 1: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Hukum Islam

Page 2: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

/u zeoSc>S

Hukum Islam

Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia

Page 3: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Perpustakaan Nasioml: Katalog dalam lerbitan (KDT)

Prof. H. Mohammad Daud All, S.H.

Divisi Buku Perguruan Tinggi PT RajaGrafindo Persada

Page 4: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

ALI, Mohammad Daud, Haji

Hukum Islam: Pengantar ilmu hukum dan tata hukum Islam di Indonesia/ oleh H. Mohammad Daud Ali.—

Ed. 6,—13.—Jakarta:PT RajaGrafindo Persada, 2006. xx, 370

him., 21 cm. Bibliografi him: 337 ISBN 979-421-261-x

1. Hukum Islam I. Judul. 297.4

06-13-10

Hak cipta 1990, pada Mohammad Daud Ali

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara apa pun, termasuk dengan cara penggunaan mesin fotokopi, tanpa izin sah dari penerbit

90. 0357 RAJ Prof. H. Mohammad Daud ALi, S.H. HUKUM ISLAM

Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia

Hak penerbitan pada PT RajaGrafindo Persada, Jakarta Desain cover oleh Rahmatika Dicetak di Fajar

Interpratama Offset PT RAJAGRAFINDO PERSADA

Kantor Pusat:

Jl. Pelepah Hijau IV TN.l. No. 14-15, Kelapa Gading Permai, Jakarta 14240 Tel/Fax : (021) 4520951 -4529409 E-mail : [email protected] Http : //www.rajagrafindopersada.com

Penvakilan:

Bandung-40243 Jl.H. Kurdi Timur No. 8 Komplek Kurdi Telp. (022) 5206202. Yogyakarta-Pondok Soragan Indah Blok A-l, Jl. Soragan, Ngestiharjo, Kasihan Bantul, Telp. (0274) 625093. Surabaya-60118, Jl. Manyar Jaya Blok. B 229 A, Komp. Wahana Wisma Permai, Telp. (031) 5949365. Palembang-30137, Jl. Kumbang III No. 4459 Rt. 78, Kel. Demang Lebar Daun Telp. (0711) 445062. Padang-25156, Perum. Palm Griya Indah II No. A. 9, KorongGadangTaruko, Telp. (0751) 498443. Medan-20215, Jl. Amaliun No. 72, Telp. (061) 7351395. Makasar-90221, Jl. ST. Alauddin Blok A 9/3, Komp. Perum Bumi Permata Hijau, Telp. (0411) 861618. Banjarmasin-70114, Jl. Bali No. 31 Rt. 9, Telp. (0511) 3352060. Denpasar, Jl. Serma Madepii No. 6A, Telp. (0361) 262623

!■

untuk

yang tercinta

ayah ibu dan guru-guruku

serta

Page 5: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

isteri dan anak-anakku

kTulisan ini adalah perluasan kuliah Asas-asas Hukum Islam

di Fakultas Hukum Universitas Indonesia Jakarta yang telah diselaraskan dengan Keputusan Pertemuan Pengajar Mata- kuliah sejenis yang diselenggarakan oleh Konsorsium Ilmu Hukum di

Page 6: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Kata Pengantar

(Cetakan Kedua)

VII

Bandungan Semarang tahun 1989. Namanya Asas- asas Hukum Islam, sesuai dengan nama yang dipakai dalam kurikulum Fakultas Hukum Universitas Indonesia sejak tahun 1982 sampai sekarang, yang sama dengan Hukum Islam I, nama yang dipakai dalam daftar mata kuliah Keahlian Hukum Kurikulum Inti Program Pendidikan Sarjana Hukum (1983), dengan anak judul Pengantar Ilmu Hukum dan

Tata Hukum Islam di Indonesia. Pada anak judul ini tercermin isi yang dikandungnya.

Kepada para rekan pengajar Asas-asas Hukum Islam atau Hukum Islam I yang telah memakai fotokopian naskah buku ini sebelum diperluas dan diterbitkan, penulis menyam- paikan terima kasih yang tidak terhingga atas perhatian dan saran-saran yang Anda berikan. Kritik membangun dan saran untuk lebih menyempurnakan buku ini, di masa-masa yang akan datang, tetap penulis harapkan.

Ucapan terima kasih yang tulus, penulis sampaikan pada Asia Foundation yang telah membantu penulis menyelesaikan VIII Hukum Islam

naskahini. Hal yang sama penulis sampaikanjugapadaSaudara Mardjono Reksodiputro S.H., M.A. mantan Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia untuk kemudahan dan bantuan yang diberikan kepada penulis untuk menyelesaikan buku ini. Juga

Page 7: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

kepada Maryatno yang dengan sabar mengetik dan mengetik ulang halaman demi halaman serta para rekan yang telah membantu penyusunan indeks, menyiapkan lampiran dan pengetikan, tanpa menyebutkan namanya satu per satu, penulis sampaikan terima kasih yang tidak berhingga. Dan akhirnya pada Habibah Daud dan anak-anak penulis, atas dorongan dan kesabaran mereka menanti terbitnya buku ini.

Mudah-mudahan karya ini ada manfaatnya bagi studi dan pengembangan Hukum Islam di Indonesia pada khusus- nya, studi hukum di tanah air kita pada umumnya.

Rawamangun, Jakarta 16 Agustus 1990

Penulis s dto

H. Mohammad Daud Ali

Alhamdulillah, cetakan kedua buku ini dilakukan setahun setelah terbit cetakan pertama, Kepada rekan-rekan pengajar Asas-asas Hukum Islam (Hukum Islam I) yang telah memakai dan memberikan penilaian terhadap buku ini penulis sampai- kan terima kasih yang tulus.

Mungkin tidak ada salahnya untuk dikemukakan, bahwa karena buku ini harus segera dicetak ulang, yang dapat dilakukan

Page 8: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Kata Pengantar

(Cetakan Kedua)

IX

dalam waktu yang terbatas, hanyalah perbaikan salah cetak di sana sini. Namun demikian, pada halaman-halaman terakhir ditambahkan catatan tentang Kompilasi Hukum Islam mengenai (1) Perkawinan, (2) Kewarisan dan (3) Perwakafan yang menurut Instruksi Presiden Republik Indonesia nomor 1 tahun 1991 tanggal 1 Juni 1991, perlu disebar- luaskan agar instansi pemerintah, terutama Peradilan Agama di seluruh Indonesia dan masyarakat yang memerlukannya dapat mempergunakan kompilasi itu dalam menyelesaikan masalah-masalah di ketiga bidang hukum tersebut.

Jakarta, 20 Oktober 1991 Penulis sdto

H. Mohammad Daud Ali

Page 9: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai
Page 10: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Kata Pengantar

(Cetakan Ketiga)

X

Pada cetakan ketiga ini selain perbaikan salah cetak di sana sini, isinya juga sudah disempurnakan sesuai dengan Keputusan Rapat "Pakar Hukum" yang diselenggarakan oleh Konsorsium Ilmu Hukum Direktorat Jenderal PerguruanTinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan di Jakarta 15 Juni 1993.

Dalam rapat tersebut telah diputuskan silabus Hukum Islam sebagai kurikulum muatan nasional yang akan diajarkan di fakultas-fakultas hukum di Indonesia. Menurut Ketua Konsorsium Ilmu Hukum di hadapan Rapat Pakar Penyusun Silabus Kurikulum Nasional Pendidikan Tinggi Hukum di Jakarta itu, jumlah SKS Hukum Islam dalam SK Mendikbud No. 17/D/0/1993 tanggal 24 Februari 1993 sifatnya basic minimum, yang dapat dikembangkan sesuai dengan perkem- bangan terakhir Hukum Islam di Indonesia.

Berdasarkan penjelasan Ketua Konsorsium Ilmu Hukum itu, disusunlah silabus Hukum Islam, sebagai Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia, untuk 3 SKS, yang diuraikan dalam buku ini.

Mudah-mudahan, sebagaimana halnya dengan cetakan pertama dan kedua, cetakan ketiga yang memuat penjabaran Silabus Konsorsium Ilmu Hukum (1993) ini, akan bermanfaat bagi studi Hukum Islam di tanah air kita.

Jakarta, 5 Oktober 1993 Penulis sdto

H. Mohammad Daud Ali

Pada cetakan kelima ini diadakan perbaikan salah cetak di

Page 11: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Kata Pengantar

(Cetakan Kelima)

11

sana-sini, tulisan yang sama tetapi tersebar di berbagai halaman dikaitkan, dan diadakan perumusan kembali beberapa kalimat untuk lebih mudah dimengerti.

Mudah-mudahan bermanfaat untuk memahami Hukum Islam, terutama di tanah air kita, Indonesia. Untuk saran-saran yang disampaikan, penulis ucapkan terima kasih yang tulus.

Jakarta, Maret 1996 Penulis sdto

H. Mohammad Daud Ali

Page 12: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Kata Pengantar

(Cetakan Keenam)

XII

Pada cetakan keenam ini diadakan revisi, peninjauan kembali untuk perbaikan dan pembaruan. Yang diperbaiki, di sana-sini, adalah salah cetak dan kalimat-kalimat bahasa Indonesia untuk memudahkan pemahaman. Isinya diperbarui dengan penambahan di beberapa bagian. Revisi menyeluruh dilakukan terhadap Kompilasi Hukum Islam. Dengan revisi itu diharapkan buku ini dapat memenuhi fungsinya sebagai Pengantar Ilmu dan Tata Hukum Islam di Indonesia.

Kepada rekan yang menyampaikan saran perbaikan dan memakai buku ini sebagai "pegangan", penulis ucapkan terima- kasih yang tulus. Kepada Neneng juga diucapkan terima kasih untuk koreksian dan penyusunan indeks. Khusus kepada Baitulmal Umat Islam (Bamuis)/Bapekis BNI diucapkan terima kasih untuk bantuan

penerbitan buku ini.

Akhirnya perlu dikemukakan, penulisan kata-kata Arab yang telah menjadi bahasa Indonesia, sebagai pedoman, dipergunakan Kamus Besar Bahasa Indonesia, Depdikbud: Balai Pustaka, Cetakan kedua 1989, sedang yang belum menjadi bahasa Indonesia sedapat

Page 13: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

XIII

mungkin dipergunakan Pedoman XVI Hukum Islam

Transliterasi Arab-Latin SKB Menag - Mendikbud No. 158 Tahun 1987 dan No. 0543-b/U/1987.

Jakarta, 24 April 1998 Penulis

H. Mohammad Daud Ali

Daftar Isi

KATA PENGANTAR (Cetakan Pertama) VII

KATA PENGANTAR (Cetakan Kedua) IX

KATA PENGANTAR (Cetakan Ketiga) XI

KATA PENGANTAR (Cetakan Kelima) XIII

Page 14: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

KATA PENGANTAR (Cetakan Keenam) XV

BAB 1. PENDAHULUAN, ISLAM, DAN

HUKUM ISLAM 1

Pendahuluan: Hukum Islam dalam Kurikulum Fakultas Hukum 1

Islam 20

• Kerangka Dasar Agama danAjaran Islam 32

Hukum Islam 42

• Hukum 43

• Hukm dan Ahkam 44

• Syariat 46

• Fiqih 48

• Ruang-Lingkup Hukum Islam 56

Page 15: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Daftar Isi XV

XVIII Hukum Islam

• Ciri-ciri Hukum Islam 58

• Hukum Islam dan Hak Asasi Manusia 59

• Tujuan Hukum Islam 61

• Salah Paham Terhadap Islam dan Hukum Islam 65

BAB 2. SUMBER, ASAS-ASAS HUKUM ISLAM DAN

AL-AHKAM AL-KHAMSAH 73

Pengertian Sumber Hukum Islam 73

Sumber-sumber Hukum Islam 78

• Alquran 78

• As-Sunnah atau Al-Hadis 97

• Akal Pikiran (al-Ra'yu atau Ijtihad) 111

• Metode-metode Berijtihad 119

• Hukum Islam dan Perkembangan Masyarakat 124

Asas-asas Hukum Islam 126

• Pengertian Asas 126

• Beberapa Asas Hukum Islam 127

• Asas-asas Umum 128

• Asas-asas Hukum Pidana 130

• Asas-asas Hukum Perdata 132

• Asas-asas Hukum Perkawinan 139

• Asas-asas Hukum Kewarisan 141

• Kaidah-kaidah Fiqih 144

Al-Ahkam al-Khamsah 145

BAB 3. SEJARAH PERTUMBUHAN DAN

PERKEMBANGAN HUKUM ISLAM 153

Tahap-tahap Pertumbuhan dan Perkembangan 153

Masa Nabi Muhammad 154

Masfl Khulafa Rasyidin 169

Masa Pembiriaan, Pengembangan, dan Pembukuan 181

Masa Kelesuan Pemikiran 194

Page 16: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Masa Kebangkitan Kembali (Abad ke-19

sampai sekarang) 197

BAB 4. HUKUM ISLAM DI INDONESIA 207

Hukum Adat, Hukum Islam, dan Hukum Barat 207

• Keadaannya 208

• Bentuknya 210

• Tujuannya 212

• Sumbernya 213

• Strukturnya 216

• Lingkup Masalah 219

• Pembidangan 220

• Hak dan Kewajiban 221

• Norma atau Kaidah Hukum 221

Hubungan Hukum Adat dengan Hukum Islam 223

Kedudukan Hukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia 230

Hukum Islam dan Pembinaan Hukum Nasional 266

XX Hukum Islam

Sketsa Peradilan Agama 278

• Pendahuluan 278

• Undang-undang Peradilan Agama 283

• Susunannya 284

• Kekuasaan Peradilan Agama 285

• Hukum Acara 289

• Ketentuan-ketentuan Lain 290

• Ketentuan Peralihan 292

• Ketentuan Penutup 292

Kompilasi Hukum Islam 294

• Asas-asas Hukum Kewarisan Islam 313

• Asas-asas Kewarisan Islam dalam

Kompilasi Hukum Islam 322

• Kompilasi Hukum Islam dan Fiqih

Page 17: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Daftar Isi XVII

Mawaris 330 • Kodifikasi Hukum Kewarisan Islam dalam

Rangka Pembinaan Hukum Nasional 332

DAFTAR PUSTAKA 337

LAMPIRAN 347

INDEKS 359

BIODATA PENULIS 369

Page 18: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai
Page 19: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Pendahuluan, Islam, dan Hukum Islam

PENDAHULUAN: HUKUM ISLAM DALAM KURIKULUM FAKULTAS HUKUM

Di dalam beberapa tulisan, bahkan di dalam daftar nama mata kuliah Keahlian Hukum Kurikulum Inti Program Pendidikan Sarjana Hukum (1983), mata kuliah Hukum Islam dinamakan Hukum Islam I. Ini disebabkan karena dahulu dalam kurikulum fakultas hukum, Hukum Islam dibagi dua. Bagian satu disebut Hukum Islam I dan bagian II disebut Hukum Islam II. Hukum Islam I adalah dasar atau pengantar Hukum Islam II, Hukum Islam II adalah lanjutan Hukum Islam I. Kedua-duanya merupakan bagian Hukum Islam. Isi Hukum Islam II adalah Hukum Perkawinan dan Kewarisan Islam. Namun, dalam perkembangannya kemudian, materi Hukum Islam II, di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, ditambah dengan susunan, wewenang dan hukum acara Pendilan Agama serta zakat, kendatipun, karena keku- rangan waktu, hanya disinggung sepintas lalu.

Dalam pelaksanaan Sistem Kredit Semester di Fakultas Hukum Universitas Indonesia (sejak tahun 1982) perkem- bangan itu dimekarkan menjadi mata kuliah-mata kuliah (1)

1

Page 20: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

2 Hukum Islam

Hukum Perorangan dan Kekeluargaan Islam, (2) Hukum Kewarisan Islam, (3) Zakat dan Wakaf, (4) Hukum Acara Perdata Peradilan Agama. Sejak tahun 1992, diajarkan pula Bank, Asuransi, dan Hukum Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai tahun ajaran 1993/1994, perkataan asas- asas dihilangkan sehingga menjadi Hukum Islam saja.

Walaupun namanya telah berubah, namun hubungan mata kuliah-mata kuliah itu tetap. Hukum Islam yang diberi- kan lebih dahulu dalam tahap satu tetap menjadi dasar atau pengantar bagi mata kuliah-mata kuliah Hukum Islam lainnya. Ini berarti bahwa seorang mahasiswa, baru dapat mengikuti mata kuliah-mata kuliah Hukum Islam lain, setelah ia mengikuti kuliah dan ujian Hukum Islam.

Seperti disebutkan dalam silabus mata kuliah Asas-asas Hukum Islam Fakultas Hukum Universitas Indonesia (HPE 10201) tahun 1982, tujuan mata kuliah Hukum Islam ini adalah agar mahasiswa (1) mengerti dan memahami hukum Islam, dapat menyebutkan dan menjelaskan sumber, asas-asas hukum Islam dan al-ahkam al-khamsah, serta mampu melukis- kan dan memaparkan sejarah pertumbuhan dan perkembangan hukum Islam dari dahulu sampai sekarang. Selain dari itu, tujuan mata kuliah ini adalah agar (2) mahasiswa memahami dan mampu menjelaskan hubungan hukum Islam dengan hukum-hukum lain di tanah air kita dan menunjukkan dengan tepat kedudukan hukum Islam dalam sistem hukum di Indonesia dan tempatnya dalam pembinaan hukum nasional. Karena itu, pokok-pokok bahasan materi yang akan diberikan dalam mata kuliah ini adalah (I) Pendahuluan, Islam, hukum Islam, ruang-lingkup, ciri-ciri, dan tujuann^a, (II) Sumber dan

Pendahuluan, Islam, dan Hukum Islam 3 Asas-asas

hukum Islam serta al-ahkam al-khamsah, (III) Sejarah pertumbuhan dan perkembangan hukum Islam, (IV) Hukum Islam di Indonesia, antara

lain: kedudukannya dalam sistem hukum Indonesia, pembinaan hukum

nasional, peradilan agama, dan kompilasi hukum Islam.

Satuan AcaraPengajaran (SAP) Hukum Islam yang memuat uraian lebih lanjut tentang pokok-pokok materi tersebut, dicantumkan dalam lembaran tersendiri (lampiran I). Di dalam lembaran itu disebutkan pula daftar bacaan wajib yang menjadi sumber dan bahan pengembangan lebih lanjut materi kuliah-kuliah yang diberikan yang

Page 21: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

harus dipelajari oleh maha- siswa baik dalam kegiatan mandiri maupun dalam kegiatan terstruktur di bawah bimbingan Staf Pengajar Hukum Islam.

Namun, sebelum kita melanjutkan pembicaraan kita me- ngenai hukum Islam, ada baiknya, sebagai pendahuluan, kita singgung lebih dahulu kedudukan hukum Islam dalam kurikulum fakultas hukum.

Sebagaimana telah disebutkan di atas, dalam Kurikulum Inti Program Pendidikan Sarjana Hukum (1983) mata kuliah ini merupakan mata kuliah keahlian hukum yang menjadi mata kuliah wajib fakultas secara nasional, sedang mata kuliah Hukum Islam lainnya menjadi mata kuliah penda- laman yang menjadi mata kuliah

wajib program kekhususan sebagai muatan lokal.

Dahulu, di semua Sekolah Tinggi Hukum (Rechts Hogeschool) yang didirikan oleh Pemerintah Belanda, baik di negeri Belanda maupun di daerah jajahannya (Batavia) tercantum mata kuliah Hukum Islam dalam kurikulumnya. Di samping itu, diajarkan juga Lembaga-lembaga Islam. Kedua-

Page 22: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

4 Hukum Islam

duanya digabungkan menjadi satu dengan nama: Moham- medaansch

Recht en Instellingen van den Islam.

Setelah Indonesia merdeka, kurikulum RH atau Rechts Hogeschool diambil alih oleh Pemerintah Indonesia. Demi- kianlah, misalnya, pada Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat Universitas Indonesia yang didirikan oleh Pemerintah Republik Indonesia Serikat pada tahun 1950, Hukum Islam dan Lembaga-lembaga Islam diajarkan juga di Fakultas tersebut. Ketika Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik atau FISIP Universitas Indonesia (nama sekarang) menjadi fakultas yang berdiri sendiri pada tahun 196.9, Hukum Islam dan Lembaga-lembaga Islam dipisahkan. Lembaga-lembaga Islam dimasukkan ke dalam Kurikulum Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Hukum Islam tetap menjadi bagian dan berada di dalam Kurikulum Fakultas Hukum.

Apa sebabnya Hukum Islam ada di dalam Kurikulum Fakultas Hukum?

Jawabnya, antara lain, adalah sebagai berikut:

Karena Alasan Sejarah

Di semua Sekolah Tinggi (Fakultas) Hukum yang didirikan oleh Pemerintah Belanda dahulu, seperti telah dikemu- kakan di atas, diajarkan Hukum Islam atau yang mereka sebut Mohammedaansch Recht. Tradisi ini dilanjutkan oleh fakultas hukum yang didirikan setelah Indonesia merdeka.

Sementara itu, perlu dicatat bahwa penamaan Mohammedaansch

Recht untuk Hukum Islam, tidaklah tepat, sebab ber- beda dengan hukum-hukum yang lain, hukum Islam adalah hukum yang bersumber dari agama Islam yang berasal dari Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Dan berbeda juga dengan agama- agama yang lain, agama Islam bukanlah agama yang didasarkan pada pribadi penyebarnya, tetapi pada Allah sendiri. Di dalam Islam, Tuhanlah yang menjadi pusat segala-galanya. Peranan Nabi Muhammad sebagai Utusan Allah hanyalah menyam- paikan ajaran dan pokok-pokok hukum yang berasal dari Allah.

Oleh karena itu, tidaklah benar kalau orang menyebut Agama Islam sebagai Mohammedanism dan Hukum Islam sebagai „ Mohammedan

Page 23: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Pendahuluan, Islam, dan Hukum Islam 5

Law seperti yang terdapat di dalam kepustakaan berbahasa Inggris, misalnya. Tidaklah pula tepat, karenanya, menyebut Hukum Islam sebagai Mohammedaansch Recht seperti yang terdapat dalam Kurikulum Perguruan Tinggi Hukum sebelum perang dunia kedua dahulu.

Karena Alasan Penduduk

Menurut sensus, hampir sembilan puluh persen (tepat- nya 88,09% menurutsensus 1980), penduduk Indonesia menga- ku beragama Islam. Ini berarti bahwa mayoritas manusiayang mendiami kepulauan Nusantara ini adalah pemeluk agama Islam. Kalau dibandingkan dengan negara-negara lain yang juga penduduknya beragama Islam, jumlah pemeluk agama Islam di tanah air kita ini, adalah juga yang terbesar.

Karena penduduk Indonesia ini mayoritas beragama Islam, maka sejak dahulu, para pegawai, para pejabat peme- rintahan dan atau para pemimpin yang akan bekerja di Indonesia selalu dibekali dengan pengetahuan keislaman, baik mengenai lembaganya maupun mengenai hukumnya yang tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat Muslim Indonesia. 6 Hukum Islam

Karena Alasan Yuridis

Di tanah air kita, hukum Islam berlaku (a) secara normatif dan (b) secara formal yuridis. Yang berlaku (a) secara normatif adalah (bagian) hukum Islam yang mempunyai sanksi kema- syarakatan apabila norma-normanya dilanggar. Kuat tidaknya sanksi kemasyarakatan dimaksud tergantung pada kuat lemahnya kesadaran umat Islam akan norma-norma hukum Islam yang bersifat normatif itu. Hukum Islam yang berlaku secara normatif, di Indonesia, banyak sekali. Di antaranya dalam pelaksanaan ibadah salat, puasa, zakat dan haji. Hampir semua bagian hukum Islam yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, bersifat normatif. Bahkan keinsyafan akan haram dan halalnya sesuatu, merupakan sumber kesadaran hukum bangsa Indonesia yang beragama Islam untuk tidak melakukan kejahatan terutama yang berkenaan dengan kejahatan perzinaan, pencurian, riba, dan sebagainya. Dipa- tuhi tidaknya hukum Islam yang berlaku secara normatif dalam masyarakat Muslim Indonesia ini, seperti disinggung di atas, tergantung pada kesadaran iman umat Islam sendiri. Pelaksanaannya pun diserahkan kepada keinsyafan

Page 24: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

orang Islam yang bersangkutan. Hukum Islam yang berlaku (b) secara formal yuridis adalah (bagian) hukum Islam yang mengatur hubungan manusia dengan manusia lain dan benda dalam masyarakat. Bagian hukum Islam ini menjadi hukum positif berdasarkan atau karena ditunjuk oleh peraturan perundang-undangan, seperti hukum perkawinan, hukum kewarisan, hukum wakaf yang telah dikompilasikan (1988), hukum zakat, dan sebagainya. Untuk menegakkan hukum Islam yang telah menjadi bagian hukum positif itu, sejak tahun 1882 didirikan Pengadilan Agama di Jawa dan Madura.

Page 25: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Pendahuluan, Islam, dan Hukum Islam 7 Dalam sistem peradilan di Indonesia kedudukan pengadilan agama ini semakin kokoh, terutama setelah Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 1970 dan Undang-Undang No.l Tahun 1974 tentang Perkawinan, berlaku. Untuk me- nyempurnakan susunan perlengkapan pengadilan agama dan melaksanakan Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman termuat dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 1970 itu, bulan Januari 1989 pemerintah menyampaikan RUU Peradilan Agama pada DPR RI untuk disetujui. Tanggal 29 Desember 1989 RUU-PA itu disahkan oleh presiden menjadi Undang-Undang Peradilan Agama, dengan Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1989.

Oleh karena itu, orang yang akan menjadi penegak atau pelaksana hukum dalam masyarakat Islam Indonesia, harus mempelajari hukum Islam, dan perangkat penegakan hukum tersebut, agar ia berhasil dalam melaksanakan tugasnya kelak di tengah-tengah masyarakat Muslim.

Alasan Konstitusional

Di bawah Bab Agama, dalam Pasal 29 ayat (1) Undang- Undang Dasar 1945 dinyatakan bahwa Negara (Republik Indonesia) berdasarkan atas Ketuhanan YangMahaEsa. Menurut Hazairin, semasa hayatnya Guru Besar Hukum Islam dan Hukum Adat Fakultas Hukum Universitas Indonesia, norma dasar yang tersebut dalam Pasal 29 ayat (1) itu tafsirannya antara lain hanya mungkin (Demokrasi Pancasila, 1981:18): (1) Dalam Negara Republik Indonesia tidak boleh terjadi atau berlaku sesuatu yang bertentangan dengan kaidah- kaidah Islam bagi umat Islam, atau yang bertentangan dengan kaidah-kaidah agama Nasrani bagi umat Nasrani, atau yang bertentangan dengan kaidah-kaidah agama Hindu-Bali bagi orang-orang Hindu-Bali atau yang bertentangan dengan kesu- silaan agama Budha bagi orang-orang Budha. Ini berarti bahwa di dalam Negara Republik Indonesia tidak boleh berlaku atau diberlakukan hukum yang bertentangan dengan norma- norma (hukum) agama dan norma kesusilaan bangsa Indo-nesia; (2) Negara Republik Indonesia wajib menjalankan syariat Islam bagi orang Islam, syariat Nasrani bagi orang Nasrani dan syariat Hindu Bali bagi orang Bali, sekadar menjalankan syariat tersebut

Page 26: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

8 Hukum Islam

memerlukan perantaraan kekuasaan negara. Makna tafsiran ke (2) ini adalah Negara Republik Indonesia

wajib menjalankan dalam makna menyediakan fasilitas agar hukum yang berasal dari agama yang dipeluk bangsa Indonesia dapat terlaksana sepanjang pelaksanaan hukum agama itu memerlukan bantuan alat kekuasaan atau penye- lenggara negara. Artinya, penyelenggara negara berkewajiban menjalankan syariat agama yang dipeluk oleh bangsa Indonesia untuk kepentingan pemeluk agama bersangkutan. Syariat yang berasal dari agama Islam misalnya, yang disebut syariat Islam, tidak hanya memuat hukum-hukum salat atau sem- bahyang, zakat a:tau puasa, tetapi juga mengandung hukum dunia baik perdata maupun publik yang memerlukan kekuasaan negara untuk menjalankannya secara sempurna. Yang dimaksud adalah misalnya, hukum harta kekayaan, hukum wakaf, penyelenggaraan ibadah haji, pelanggaran-pelanggaran hukum perkawinan dan kewarisan, pelanggaran-pelanggaran pidana (Islam) seperti zina, yang memerlukan kekuasaan kehakiman atau peradilan khusus (Peradilan Agama) untuk menjalankannya yang hanya dapat diadakan oleh negara dalam rangka pelaksanaan kewajibannya menjalankan syariat yang berasal dari agama Islam untuk kepentingan umat Islam yang menjadi warga negara Republik Indonesia; (3) Syariat yang tidak memerlukan bantuan kekuasaan negara untuk melaksanakannya karena dapat dijalankan sendiri oleh setiap pemeluk agama yang bersangkutan, menjadi kewajiban pribadi pemeluk agama itu sendiri menjalankannya menurut agamanya masing-masing.

Ini berarti bahwa hukum yang berasal dari suatu agama yang diakui di negara kita ini yang dapat dijalankan sendiri oleh masing-masing pemeluk agama bersangkutan (misalnya hukum-hukum yang berkenaan dengan ibadah, yaitu hukum yang pada umumnya mengatur hubungan manusia dengan Tuhan) biarkan pemeluk agama itu sendiri melaksanakannya menurut kepercayaan agamanya masing-masing.

Mengenai perkataan kepercayaan dan Ketuhanan Yang Maha Esa yang tercantum dalam Pasal 29 Undang-Undang Dasar 1945 yang terletak dalam Bab Agama itu perlu dikemukakan hal-hal berikut: (1) Tatkala menjelaskan arti perkataan "kepercayaan'' yang termuat dalam ayat (2) Pasal 29 UUD 1945, Dr. Mohammad Hatta almarhum yang ikut serta merancang, me- rumuskan dan mensahkan UUD 1945,

Page 27: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Pendahuluan, Islam, dan Hukum Islam 9

menyatakan pada tahun 1974 (Bung Hatta Menjawab, 1974: 25), bahwa arti perkataan kepercayaan dalam pasal tersebut adalah kepercayaan agama. Kuncinya adalah perkataan itu yang terdapat di ujung ayat (2) Pasal 29 dimaksud. Kata "itu" menunjuk pada kata agama yang terletak di depan kata kepercayaan tersebut. Penjelasan ini sangat logis karena kata-kata agama dan kepercayaan itu digandengkan dalam satu kalimat dan diletakkan di bawah bab Agama. Keterangan Bung Hatta di atas sesuai benar dengan keterangan H.A. Salim, salah seorang perumus UUD 1945 yang lain, yang menyatakan pada tahun 1953 bahwa pada waktu merancang dan merumuskan UUD 1945, tidak ada seorang pun di antara kami yang ragu-ragu bahwa "dasar Ketuhanan Yang Maha Esa itu adalah aqidah,

kepercayaan agama ..." (Ketuhanan Yang Maha Esa, 1953:10); (2) Ketikamemberi penjelasan mengenai ayat (1) Pasal 29 UUD 1945, dalam rangka kembali ke Undang-Undang Dasar 1945 tahun 1959 dahulu, pemerintah Republik Indonesia menyatakan bahwa ayat (1) Pasal 29 UUD 1945 yang berbunyi "Negara berdasar- kan atas Ketuhanan Yang Maha Esa" merupakan dasar kehidupan hukum bidang keagamaan; (3) Pada tahun 1970, perkataan Ketuhanan Yang Maha Esa yang tercantum dalam Pasal 29 UUD '45 itu dijadikan landasan dan sumber keadilan hukum dalam Negara Republik Indonesia. Menurut Pasal 4 Undang-Undang No. 4 Tahun 1970 peradilan di Indonesia harus dilakukan Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Alasan Ilmiah

Sebagai bidang ilmu, hukum Islam telah lama dipelajari secara ilmiah, bukan saja oleh orang-orang Islam sendiri tetapi juga oleh orang-orang non-Muslim. Orang Barat non-Muslim ini, yang biasa disebut dengan istilah orientalis, mempelajari hukum Islam dengan berbagai tujuan yang senantiasa ber- ubah-ubah. Mula-mula mereka mempelajari agama Islam dan hukum Islam untuk mempertahankan kesatuan wilayah negara mereka dari pengaruh kekuasaan Islam. Seperti dike- tahui, pada pertengahan abad ke-16, Turki adalah negara Islam yang mempunyai wilayah kekuasaan sampai ke Eropa (Timur) sekarang. Selanjutnya, mungkin karena bend dan dendam akibat perang salib yang berlangsung lebih kurang dua ratus tahunlamanya

Page 28: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

10 Hukum Islam

(1095-1270M), orangEropamempelajari Islam dan hukum Islam untuk menyerang Islam dari dalam dengan cara mencari-cari atau mengada-adakan kelemahannya. "Penemuan" mereka ini lalu diterbitkan dalam bentuk buku yang diberi predikat karya ilmiah. Hasilnya masih membekas sampai sekarang, karena karya-karya mereka itu masih juga dibaca orang. Dalam perkembangan lebih lanjut, orang Barat mempelajari Islam secara ilmiah untuk tujuan-tujuan politik guna mengukuhkan penjajahan Barat di benua Afrika, Timur Tengah dan Asia yang penduduknya mayoritas beragama Islam. Contoh klasik generasi ini adalah Christian Snouck Hurgronje yang sangat terkenal dengan teori resepsi dan Politik Islamnya yang memuat garis-garis besar kebijaksanaan Pemerintah Hindia Belanda dahulu dalam menghadapi dan mengendalikan Islam di Indonesia. Dalam periode berikutnya muncullah kelompok orientalis yang mengadakan pengkajian Islam dan hukum Islam dengan tujuan untuk memahami Islam dan umat Islam guna pengembangan kerja sama dengan negara Islam dan negara-negara yang penduduknya mayoritas beragama Islam. Aliran ini tumbuh dan berkembang terutama setelah Perang Dunia II, waktu hubungan ekonomi dan perdagangan antara negara-negara Barat dengan negara- negara Islam di Timur Tengah dan Afrika Utara semakin meningkat. Tujuan pengkajian Islam dan hukum Islam, sejak saat itu, adalah untuk kepentingan politik negara-negara yang bersangkutan. Oleh karena itu, setelah Perang Dunia II dan terutama setelah krisis energi tahun 1973, di berbagai perguruan tinggi terkemuka di Eropa, Amerika, dan juga di Asia diadakan mimbar atau jurusan khusus studi Islam.

Dalam rangka pengkajian hukum Islam khususnya, perlu dicatat bahwa di luar wilayah negeri atau negara Islam, selain dari mimbar kuliah tersendiri, telah diselenggarakan berbagai seminar ilmiah. Di antaranya adalah seminar hukum Islam yang diadakan di negeri Belanda pada tahun 1932, 1937, dan 1948. Dalam seminar lanjutan yang diselenggarakan di Paris pada tahun 1952 para peserta yang menghadiri The Week of Islamic Law (Pekan Hukum Islam) itu, yang terdiri dari para ahli perbandingan hukum, menyatakan bahwa (1) Asas-asas Hukum Islam mempunyai nilai (tinggi) yang tidak dapat dipertikaikan lagi. Di dalam keputusan lain dinyatakan pula bahwa (2) dalam berbagai mazhab yang ada di dalam ling- kungan besar hukum

Page 29: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Pendahuluan, Islam, dan Hukum Islam 11

Islam terdapat kekayaan pemikiran hukum serta teknik yang mengagumkan yang memberi ke- mungkinan kepada hukum Islam untuk berkembang meme- nuhi semua kebutuhan dan penyesuaian yang dituntut oleh kehidupanmodern (SaidRamadan, 1970:20). Pertemuanilmiah mengenai hukum Islam, pada tahun tujuh puluhan dan sesu- dahnya, telah pula diselenggarakan, di antaranya di Roma, Paris, Genewa, dan Strasbourg.

Mengenai kedudukan dan peranan hukum Islam dalam masyarakat Muslim, beberapa sarjana non-Muslim telah pula mengemukakan pendapatnya. Tidak ada salahnya kalau pen- dapat mereka itu disebutkan di sini. Menurut Rene David, Guru Besar Ilmu Hukum dan Ekonomi Universitas Paris, tidak mungkin orang memperoleh gambaran yang jelas mengenai Islam sebagai satu kebulatan, kalau orang tidak mempelajari hukumnya (Rene David, 1966:386). Pendapat yang sama dikemukakan pula oleh Charles J. Adams Profesor dan Direktur Islamic Studies Montreal, Canada. Menurut Guru Besar Studi Islam ini, hukum Islam merupakan subjek yang terpenting dalam pengkajian Islam. Karena sifatnya yang menyeluruh, yang meliputi semua bidang hidup dan kehidupan seorang Muslim, maka, berbeda dengan cara mempelajari hukum- hukum lain, studi tentang hukum Islam memerlukan pende- katan dan pemahaman khusus. Sebab, katanya, yang termasuk ke dalam bidang hukum Islam itu bukan hanya apa yang disebut dengan istilah law dalam sistem hukum Eropa, tetapi juga tentang soal-soal lain di luar wilayah apa yang biasanya dikatakan law itu. Orang-orang Islam sendiri, kata Charles J. Adams, bukan saja telah memberikan kedudukan yang isti- mewa kepada hukum Islam, tetapi juga telah mempelajarinya dengan saksama dan telah berhasil pula merumuskannya menjadi garis-garis atau kaidah hukum yang mengatur tingkah-laku manusia dalam segala bidang hidup dan kehidupan (Charles J. Adams, 1965:316). Dalam perkembangan sejarah, kata H.A.R. Gibb, seorang sarjana non-Muslim lain, hukum Islam telah memegang perana yang sangat penting dalam membentuk serta membina ketertiban sosial umat Islam dan mempengaruhi segala segi kehidupannya. Karena ia memiliki landasan-landasan keagamaan, katanya melanjut- kan, hukum Islam telah berfungsi sebagai pengatur kehidupan rohani dan sekaligus pula

Page 30: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

12 Hukum Islam

menjadi suara hati nurani umat Islam (H.A.R. Gibb, 1955:191). Karena alasan itu pulalah, mungkin, seperti telah dike- mukakan

di atas, selain dari studi Islam, studi hukum Islam dilakukan juga di berbagai perguruan tinggi di luar negara atau negeri yang penduduknya beragama Islam. Sebagai disiplin ilmu yang berdiri sendiri, namanya dapat dijumpai dalam daftar Kode Bidang atau Disiplin Ilmu dan Teknologi UNESCO (LIPI, 1973) di bawah judul Islamic Law dengan nomor kode: 5606.01.

Sebagai penutup uraian tentang hukum Islam dalam kurikulum fakultas hukum ini, patut juga disebutkan, walaupun sepintas lalu, peranan yang dilakukan oleh Christian Snouck Hurgronje, tokoh orientalis yang disebutkan di atas, dalam menentukan kedudukan Islam dan hukum Islam di Indonesia.

Sebagai Penasihat Pemerintah Hindia Belanda dalam bahasa Timur dan hukum Islam, sejak bulan Maret tahun 1891 sampai ia meninggal dunia pada tahun 1936, peranan yang dilakukannya besar sekali. Melalui pengetahuan Islam yang dikuasainya ia telah berhasil menyemaikan benih teori- resepsi (akan dijelaskan kemudian) dan merumuskan Politik Islam (Islam Policy) yang dijalankan oleh pemerintah Kolonial Belanda dahulu di Indonesia.

Tentang (1) peranan Snouck Hurgronje sebagai penyemai benih teori resepsi yang kemudian ditumbuhkan dan dikem- bangkan oleh van Vollenhoven dan B. ter Haar, dapat ditelusuri dalam tulisan-tulisannya. Menurut (pendapat) Snouck, walaupun diterima dalam teori, hukum Islam sering dilanggar dalam praktik. Dalam masyarakat Islam, katanya, hukum Islam tidak berlaku; yang berlaku adalah hukum adat. Ke dalam hukum adat memang telah masuk unsur-unsur hukum Islam, tetapi hukum Islam yang berlaku dalam masyarakat adat, bukan lagi hukum Islam karena telah menjadi hukum adat. Karena itu, menurut Snouck Hurgronje, hukum Islam tidak perlu dikodifikasikan karena selain pengkodifikasian hukum itu merupakan sesuatu yang bid'ah (pembaruan agama Islam, tanpa berpedoman pada Alquran dan Al-Hadis), juga akan menghambat berlakunya hukum adat.

Dalam pidato pengukuhannya sebagai Guru Besar Hukum Islam dan Lembaga-lembaga Islam di Universitas Indonesia, tanggal 20

Page 31: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Pendahuluan, Islam, dan Hukum Islam 13

April 1968, H.M. Rasjidi, menyoroti berbagai pokok pikiran Snouck Hurgronje tentang Islam dan hukum Islam. Menurut H.M. Rasjidi, dalam bidang Ethnographie (: sekarang disebut Antropologi) Snouck Hurgronje mempunyai kepan- daian yang luar biasa. Ia pandai menganalisis dan mengeva- luasi sesuatu keadaan. Tetapi, dalam memahami Islam dan menganalisis hukum Islam, Snouck telah keliru kalau tidak dapat dikatakan gagal. Kekeliruan Snouck Hurgronje itu dipaparkan oleh H.M. Rasjidi dalam pidato pengukuhannya itu yang kemudian diterbitkan menjadi buku dengan judul Islam dan Indonesia di

Zaman Modern (1968). Menurut H.M. Rasjidi, untuk mengurangi nilai hukum Islam Snouck Hurgronje sengaja mengemukakan dalil bahwa walaupun diterima dalam teori, hukum Islam sering dilanggar dalam praktik. Terhadap dalil Snouck ini, H.M. Rasjidi berkata bahwa di mana pun juga, termasuk di dalam negara kita, hukum itu diterima dalam teori tetapi karena berbagai faktor sering dilanggar dalam praktik, bukan saja oleh rakyat yang tidak mengetahui dan memahami hukum tetapi juga oleh mereka yang menjadi penegaknya. Ini terjadi dan berlaku untuk semua sistem hukum, tidak hanya di dalam hukum Islam saja.

Tentang bid'ah yang dipergunakan oleh Snouck Hurgronje untuk menguatkan keberatannya mengenai kodifikasi hukum Islam bagi kepentingan umat Islam Indonesia, disoroti juga oleh H.M. Rasjidi. Menurut Snouck Hurgronje kodifikasi (hukum Islam) adalah bid'ah (: pembaruan). Setiap bid’ah, katanya, adalah kesesatan dan setiap kesesatan akan menye- babkan manusia masuk neraka. Menurut H.M! Rasjidi alasan

Page 32: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

14 Hukum Islam

Snouck Hurgronje ini adalah lemah, karena tidak semua pembaruan adalah bid'ah. Yang bid'ah adalah pembaruan dalam ibadah seperti misalnya sembahyang atau salat subuh tiga rakaat.

Menurut penilaian H.M. Rasjidi, Snouck Hurgronje yang meninggal dunia pada tahun 1936 itu, tampaknya tidak mempelajari hasil karya penulis-penulis Muslim zaman ke- bangkitan kembali (pemikiran) hukum Islam yang dipelopori oleh Ibnu Taimiyah dan muridnya Ibnu Qayyim Al-Jauziyah pada abad ke-14 M, yang dilanjutkan oleh Mohammad bin Abdul Wahab pada abad ke-18 M, diteruskan lagi oleh Jamaluddin Al-Afghani pada abad ke-19 dan oleh orang-orang yang hidup sezaman dengan Snouck Hurgronje sendiri seperti Mohammad Abduh (m.d. 1905) dan Mohammad Rasyid Rida (m.d. 1935) yang tumbuh dan kemudian berkembang. Yang dipergunakannya sebagai bahan untuk mengenal dan menganalisis hukum Islam adalah kitab-kitab fiqih yang ditulis di zaman kemunduran Islam dahulu, yang memang banyak dipelajari di pesantren dan madrasah-madrasah serta lembaga pendidikan Islam lainnya pada abad ke-19 dan awal abad ke-20 ini. Berlainan dengan pendapat Snouck Hurgronje yang menganjurkan mempergunakan kitab-kitab fiqih, bukan Alquran dan As-Sunnah atau Al-Hadis, untuk mem- peroleh pengertian tentang Islam dan masyarakat Islam, para penganjur dan pemikir kebangkitan kembali hukum Islam yang hidup sezaman dengan Snouck Hurgronje menganjurkan orang kembali mempelajari Alquran dan As-Sunnah atau Al-Hadis untuk memahami Islam dan memperoleh pengertian tentang masyarakat Islam yang sebenarnya, tidak hanya

Pendahuluan, Islam, dan Hukum Islam 17 terpaku

pada kitab-kitab fiqih yang disebut dan menjadi bahan studi Snouck

Hurgronje itu.

Dari uraian tersebut di atas dapatlah disimpulkan bahwa kekeliruan Snouck Hurgronje dalam memahami dan meng- analisis hukum Islam disebabkan karena ia membaca buku- buku yang ditulis di zaman kemunduran Islam dahulu. Di samping itu, sesuai dengan kedudukannya sebagai Pena- sihat Pemerintah Kolonial Belanda, di balik pendapat yang dikemukakannya itu, tentu ada tujuan-tujuan tertentu yang hendak dicapainya, yaitu mengukuhkan kedudukan pemerintah kolonial Belanda di bumi Indonesia yang penduduknya

Page 33: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

mayoritas beragama Islam. Dalam hubungan ini, (2) sebagai perumus Politik Islam (Islam Policy) yang dijalankan oleh Pemerintah Hindia Belanda dahulu, dalam disertasinya yang berjudul The Crescent and the

Rising Sun (1958) yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan nama Bulan Sabit dan Matahari Terbit (1980) H.J. Benda telah menyoroti- nya secara luas dan mendalam. Politik Islam yang disarankan oleh Snouck Hurgronje, diterima dan dilaksanakan oleh pemerintah kolonial Belanda itu telah membawa pengaruh buruk terhadap perkembangan Islam dan hukum Islam di Indonesia. Pokok-pokok Politik Islam yang disusun oleh Snouck Hurgronje itu adalah sebagai berikut:

1. Mengenai urusan ubudiyah (ibadah) yakni hubungan manusia dengan Tuhan, pemerintah Hindia Belanda harus memberikan kemerdekaan seluas-luasnya kepada orang- orang Islam Indonesia untuk melakukannya. Menurut Snouck Hurgronje, potensial orang Islam memang berbahaya bagi pemerintah jajahan. Potensi bahaya itu baru benar-benar menjadi bahaya kalau kemerdekaan agama mereka terganggu. Kalau kemerdekaan agama itu tidak diganggu, tidak akan terjadi apa-apa. Menurut Snouck, kalau orang Islam dilarang melakukan ibadah agamanya, mereka akan menjadi sangat fanatik. Bahkan mungkin mereka akan mengasingkan diri dari masyarakat biasa dan mendirikan "perkumpulan tarikat" yang mengajarkan Perang Sabi!. Karena itu, katanya, biarkan kaum Muslimin beribadah semerdeka-merdekanya. Biarkan mereka sembahyang dan berpuasa dan jangan campuri urusan salat Jumat mereka. Jangan sempitkan jalan mereka untuk pergi naik haji ke Makkah, sehingga mereka benar-benar merasa merdeka dalam urusan ubudiyah (ibadah) itu. Karena mereka merasa merdeka, mereka akan lalai sendiri mengerjakannya, atau sekurang-kurangnya mereka tidak merasa bahwa mereka diperintah oleh bangsa yang beragama lain. Snouck Hurgronje mengingatkan pemerintahnya akan sebuah dalil yang mengatakan bahwa "satu kerajaan mungkin saja tegak dalam kekufuran, tetapi tidak mungkin tetap berdiri dalam kezaliman."

2. Dalam urusan muamalah (kemasyarakatan), yakni mengenai hubungan antara manusia dengan manusia lain dalam masyarakat, pemerintah (Hindia) Belanda harus menghormati lembaga-lembaga

Page 34: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

16 Hukum Islam

(hukum) yang telah ada, sambil membuka kesempatan kepada orang-orang Islam untuk berjalan ber- angsur-angsur ke arah Belanda. Usaha ini harus digalakkan, katanya. Menurut Snouck Hurgronje, roh Islam mungkin saja akan bangkit, kalau orang Islam merasa diganggu mengenai (hukum) perkawinan, kewarisan mereka dan yang berhu- bungan dengan itu. Karena itu, katanya, hormatilah lembaga- lembaga (hukum) mereka yang diletakkan di bawah penga- wasan kepala-kepala (adat) dan raja-raja mereka sendiri.

Pendahuluan, Islam, dan Hukum Islam 19 Dengan jalan begitu, demikian Snouck meneruskan nasihatnya, orang-orang Islam akan merasa diperintah oleh hukum dan raja-raja mereka sendiri. Dengan demikian tidak akan timbul cita-cita kenegaraan dengan mendirikan pemerintahan secara Islam. Apalagi kalau ditetapkan, sekurang-kurangnya dian- jurkan dengan cara setengah resmi, agar dalam mengurus perkawinan, perceraian dan kewarisan dipergunakan kitab- kitab yang tidak kemasukan pengaruh "modern" yang menim- bulkan semangat. Dan, demikian Snouck Hurgronje melan- jutkan nasihatnya, kalau anak-anak orang Islam (itu) diberi lagi didikan Barat yang menjauhkan mereka dari agamanya, mereka akan terlepas dari genggaman (unsur-unsur) Islam (geemancipeerd van het

Islam stelsel). Dengan demikian, besar harapan mereka akan menyatukan perasaannya dengan golongan yang memerintah mereka dan akan terjadilah 'satu asosiasi' hubungan peradaban, kebudayaan dan politik antara yang memerintah (Belanda) dengan yang diperintah (Bumi- putera). Bila asosiasi ini tercapai, tidak adalah lagi yang akan menyusahkan pemerintah (Belanda). Dan manakala telah tercapai hubungan yang rapat antara penduduk bumiputera dengan kecerdasan Belanda, maka tidak adalah lagi yang akan disusahkan karena 'masalah kaum Muslimin' (di Hindia Belanda), kata Snouck Hurgronje.

3. Urusan yang berhubungan dengan soal politik harus ditolak. Pemerintah (Hindia Belanda) harus memberantas cita-cita yang bersifat Pan-Islamisme yang hendak membukakan pintu bagi kekuatan-kekuatan asing untuk mempengaruhi hubungan Pemerintah Belanda dengan rakyatnya orang Timur. Oleh karena itu, kata Snouck, jagalah agar jangan ada pengaruh luar yang masuk. Untuk mencegah itu pemerintah harus mempergunakan seluruh aparat dan alat kekuasaan-

Page 35: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

nya (M. Natsir, 1955: 186).

Demikianlah pokok-pokok pikiran Snouck Hurgronje mengenai Islam, hukum Islam dan umat Islam Indonesia. Pokok-pokok pikiran ini seperti disebutkan di atas, terkenal dengan Politik Islam atau Islam

Policy Pemerintah (Hindia) Belanda dalam mengendalikan dan menghadapi umat Islam Indonesia, yang mempunyai pengaruh terhadap perkem- bangan Islam dan hukum Islam di tanah air kita.

ISLAM

Sebelum kita berbicara tentang hukum Islam yang menjadi pusat perhatian kajian ini, kita harus memahami terlebih dahulu makna Islam (sebagai agama) yang menjadi induk atau sumber hukum Islam itu sendiri. Sebabnya adalah karena berbeda dengan hukum Eropa yang memisahkan iman atau agama dari hukum, hukum dari kesusilaan, dalam sistem hukum Islam pemisahan yang demikian tidak mungkin dilakukan karena selain hukum Islam itu bersumber dari agama Islam, juga dalam sistem ajaran Islam, hukum adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari iman atau agama dalam arti sempit seperti dipahami dalam sistem hukum Eropa. Dalam sistem hukum Islam, selain dengan agama atau iman, hukum juga tidak boleh dicerai pisahkan dari kesusilaan atau akhlak. Sebabnya adalah karena ketiga komponen inti ajaran Islam itu, yakni iman atau agama dalam arti sempit, hukum dan akhlak atau kesusilaan merupakan satu rangkaian kesatuan yang membentuk agama Islam. Agama Islam tanpa hukum dan kesusilaan, bukanlah agama Islam. Sementara itu perkataan Islam yang ada di belakang

Pendahuluan, Islam, dan Hukum Islam 21 kata agama

itu perlu dijelaskan lebih dahulu. Arti perkataan agamanya akan

menyusul kemudian. Perkataan Islam terdapat dalam Alquran, kata benda yang berasal

dari kata kerja salima. Akarnya adalah sin lam mim:s-l-m. Dari akar kata ini terbentuk kata-kata salm, silm, dan seba- gainya. Arti yang dikandung perkataan Islam adalah kedamai- an, kesejahteraan, keselamatan, penyerahan (diri) dan kepa- tuhan. Dari kata salm tersebut, timbul ungkapan assalamu- 'alaikum yang telah membudaya dalam masyarakat Indonesia. Artinya semoga Anda selamat, damai, sejahtera.

Page 36: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

18 Hukum Islam

Orang yang secara bebas telah memilih untuk patuh dalam makna menyesuaikan kehendaknya dengan kehendak Allah disebut Muslim. Seorang Muslim adalah orang yang menerima petunjuk Tuhan dan menyerahkan diri untuk mengikuti kemauan Ilahi. Artinya seorang Muslim adalah orang yang melalui penggunaan 'akal dan kebebasannya,' menerima dan mematuhi kehendak atau petunjuk Tuhan (S.H. Nasr, 1981:11). Pengertian ini berlaku juga untuk semua manusia yang menerima dan patuh pada ketentuan Tuhan yang disam- paikan kepada umat manusia melalui para Nabi dan Rasul- Nya. Dalam makna yang lebih luas, penamaan Muslim dapat pula diberikan kepada semua makhluk yang menerima adanya ketentuan atau hukum Tuhan dan tunduk kepada hukum-hukum Tuhan yang tidak terbantah itu. Hukum- hukum Tuhan disebut di dunia Barat dengan istilah natural

law atau hukum alam (S.H. Nasr, 1981:12). Di dalam ajaran Islam, apa yang disebut dengan natural law di dunia Barat itu dinamakan sunnatullah. Sunnatullah adalah ketentuan atau hukum-hukum Allah yang berlaku untuk alam semesta. Sunnatullah yang mengatur alam semesta itulah yang menyebabkan ketertiban hubungan antara benda-benda yang ada di alam raya ini. Di dalam Alquran banyak ayat yang menunjukkan ada dan berlakunya sunnatullah atas alam semesta, termasuk manusia di dalamnya.

Untuk memahami dan menerima sunnatullah, manusia telah dipersiapkan Tuhan sendiri dengan berbagai bekal agar ia dapat menentukan posisinya di alam semesta ini. Di antara perbekalan yang diberikan Tuhan kepada manusia, yang paling berharga adalah akalnya. Akal pulalah yang membeda- kan manusia dengan makhluk-makhluk Tuhan lainnya. Dengan akalnya manusia dapat terangkat ke derajat yang setinggi- tingginya, tetapi dengan mempergunakan akalnya juga manusia dapat jatuh ke tingkat yang serendah-rendahnya. Dengan akalnya manusia bisa menjadi Muslim, dengan akalnya pula manusia dapat tidak tunduk kepada sunnatullah. Sesungguhnya, demikian S.H. Nasr, segala sesuatu yang ada di alam semesta adalah "Muslim", kecuali manusia yang dengan akal dan kebebasan yang diberikan Tuhan kepadanya dapat menolak untuk menyesuaikan diri dengan kehendak Tuhan. Tumbuh-tumbuhan, misalnya, akan tetap menjadi tumbuh-tumbuhan sesuai dengan "hukum alam". Hewan akan tetap menjadi hewan, sesuai dengan sunnatullah. Hanya manusia yang

Page 37: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

dapat menjadi tidak Muslim dalam pengertian ini. Makhluk-makhluk lain akan tetap Muslim dalam arti yang serupa, karena tunduk secara mutlak kepada kehendak- Nya yang dinyatakan dalam hukum alam atau sunnatullah itu (S.H. Nasr, 1981:12).

Sejak diturunkan, Islam terus-menerus berdasarkan dan memusatkan perhatiannya kepada Tuhan. Ia didasarkan pada tauhid (keesaan T uhan) .Islam sebagai agama yang berdasarkan

Pendahuluan, Islam, dan Hukum Islam 23 tauhid (keesaan-kesatupaduan), tidak pernah memisahkan antara hal-hal yang disebut spiritual (kerohanian) dan material (kebendaan), religious (keagamaan) dengan profan (keduniaan) di dalam segala bidang. Di dalam bahasa Islam (juga dalam bahasa Arab), karena itu, tidak ada kata yang semakna dengan kata sekular seperti yang terdapat di dunia Barat. Ini merupakan suatu petunjuk bahwa konsep sekular tidak ada dalam Islam. Islam mengajarkan suatu jalan hidup yang menyeluruh, yang tidak mengecualikan apa pun juga (S.H. Nasr, 1981:14).

Istilah sekular yang menjadi inti kata sekularisme dan sekularisasi itu berasal dari bahasa Latin saeculum yang mempu- nyai dua pengertian, yakni pengertian waktu dan pengertian lokasi. Pengertian waktu menunjuk kepada sekarang atau kini, pengertian lokasi menunjuk pada duniawi. Di antara kedua pengertian itu, tekanan makna sekular diletakkan pada waktu atau periode tertentu di dunia yang dipandang sebagai suatu proses sejarah (M. Al-Naquib Al-Attas, 1981:19).

Dari kata saeculum itu lahir istilah secularism pada tahun 1851. Pada permulaan pertumbuhannya, sekularisme merupakan nama suatu sistem etika dan filsafat yang bertujuan memberi interpretasi atau pengaturan terhadap kehidupan manusia (1) tanpa kepercayaan atau keyakinan kepada Tuhan, (2) tidak mempercayai kitab-kitab suci dan (3) tidak percaya pada hari akhir atau hari kiamat (H.M. Rasjidi, 1972:17). Ini berarti bahwa sekularisme adalah paham atau aliran dalam filsafat yang secara sadar menolak peranan Tuhan dan wahyu atau agama dalam mengatur hidup dan kehidupan manusia dan memusatkan perhatiannya semata-mata pada masalah dunia. Oleh karena itu, dalam kehidupan masyarakat dan negara, menurut paham ini, diselenggarakan proses sekulari- sasi yakni proses pembebasan manusia, pertama dari agama dan kedua dari metafisika, yaitu ilmu yang mempelajari berbagai masalah

Page 38: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

20 Hukum Islam

fundamental tentang pengetahuan dan kenyataan nonfisik, di antaranya masalah eksistensi sesuatu yang disebut ketuhanan. Proses sekularisasi itu menyangkut segala aspek kehidupan.

Sekularisme kini telah menjadi suatu ideologi. Sebagai ideologi ia mengembangkan sistem nilai sendiri yang diang- gapnya benar mutlak dan final. Dalam bentuknya sekarang, sekularisme ada dua. Yang pertama seperti yang berkembang di Eropa Barat dan Amerika juga di negara-negara ketiga. Sekularisme di bagian dunia ini, secara formal (resmi) masih tetap membiarkan pengakuan tentang adanya Tuhan, tetapi hukum-hukum Tuhan atau moral yang berasal dari agama tidak boleh dipergunakan untuk mengatur hidup dan kehidupan manusia dan masyarakat. Yang dipergunakan untuk mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat hanyalah akal manusia saja, tanpa wahyu atau ajaran agama. Menurut paham sekular, manusia itu bebas, mandiri dan mempunyai otonomi, lepas dari ketergantungan pada Tuhan dan ajaran agama. Dalam lapangan politik (ketatanegaraan) menurut paham ini, agama harus dipisahkan dari negara. Yang dimaksud dengan agama, dalam hubungan ini, adalah organisasi yang menyelenggarakan kehidupan keagamaan dalam masyarakat Eropa dan Amerika, yaitu gereja. Kekuasaan gereja harus dipisahkan dari kekuasaan negara. Kekuasaan gereja (hanya boleh) mengurus soal-soal rohani manusia saja yang tercakup dalam istilah religion atau agama menurut ajaran Nasrani, sedang soal-soal duniawi yakni soal-soal sekular diatur oleh

Page 39: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Pendahuluan, Islam, dan Hukum Islam 21

negara. Agama harus dipisahkan dari kehidupan dunia. Menurut paham sekular atau sekularisme, dalam kehidupan masyarakat dan negara, seperti telah disinggung di atas, harus diadakan proses sekularisasi yang meliputi segala aspek kehidupan politik, hukum, sosial budaya, dan sebagainya. Dalam masyarakat sekular, negara hanya mengurus soal-soal duniawi saja, soal-soal kehidupan kebendaan manusia sekarang ini saja.

Sekularisme bentuk kedua kita jumpai di Rusia, Tiongkok dan negara-negara yang berada di bawah kekuasaan komu- nisme (dulu dan sekarang) yang didasarkan pada materialis- me kesejarahan. Di bagian dunia ini sekularisme itu menam- pakkan dirinya dalam bentuk ateisme, yakni paham yang mengingkari adanya Tuhan. Kalau Tuhan tidak diakui, ajaran- Nya pun tidak boleh sama sekali mengatur hidup dan kehidupan manusia. Untuk kepentingan politik luar negerinya dan sekadar secara formal menghormati hak manusia yang mau juga bertuhan, dalam UUD negara-negara komunis itu, disebut juga tentang kemerdekaan beragama, tetapi segera disusul dengan rumusan bahwa negara melindungi kegiatan propaganda antiagama. Dan, biasanya yang dimenangkan adalah kegiatan antiagama, karena kegiatan tersebut digerakkan oleh alat kekuasaan negara sendiri. Contohnya dapat dilihat pada Konstitusi Uni Soviet (dahulu).

Negara Republik Indonesia bukan negara sekular dan bukan pula negara agama, yaitu negara yang didasarkan pada agama tertentu. Republik Indonesia, menurut Pasal 29 ayat (1) UUD 1945, adalah negara yang berdasarkan atas Ketuhan- an Yang Maha Esa. Ketuhanan Yang Maha Esa adalah sila pertama dan terutama Pancasila yang menjadi dasar negara kita.

Menurut Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1978 salah-satu wujud pengamalan sila Ketuhanan Yang Maha Esa itu adalah, "Percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab." Menurut ajaran agama Islam, percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa berarti mengakui dan meyakini Kemahaesaan Allah mengatur hidup dan kehidupan alam semesta termasuk manusia di dalamnya. Pengaturan itu dilakukan-Nya melalui hukum-hukum-Nya baik yang tertera dalam wahyu (syariah) maupun yang terdapat dalam alam semesta (sunnatullah). Dan takwa kepada Tuhan Yang Maha

Page 40: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

22 Hukum Islam

Esa, menurut ajaran Islam, tidak hanya berarti takut kepada Allah, tetapi juga aktif membina dan memelihara berbagai hubungan yang ada dalam kehidupan manusia. Hubungan-hubungan itu adalah (1) hubungan manusia dengan Allah, Tuhan Yang Maha Esa, (2) hubungan manusia dengan dirinya sendiri, (3) hubungan manusia dengan manusia lain dalam masyarakat, dan (4) hubungan manusia dengan lingkungan hidupnya. Keempat-empat tata hubungan ini harus dikembangkan secara seimbang, baik, dan benar.

Hubungan (1) manusia dengan Allah, menurut ajaran Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan prima causa (sebab utama) hubungan-hubungan yang lain. Oleh karena itu pula, pemeliharaan hubungan ini harus diutamakan oleh manusia dan dikembangkan sebaik-baiknya. Caranya adalah dengan melaksanakan perintah dan menjauhi semua larangan-Nya. Ini dapat dilakukan, misalnya, dengan beribadah kepada- Nya: melakukan salat, mengeluarkan zakat, berpuasa selama bulan Ramadan dan menunaikan ibadah haji, menjauhi perzinaan, penipuan, pembunuhan, memakan riba dan sebagainya. Dengan melaksanakan perintah dan menjauhi larangan- larangan-Nya manusia akan terkendali dalam hidupnya. Ia tidak, sekurang-kurangnya enggan, melakukan kejahatan ter- hadap dirinya sendiri, terhadap masyarakat dan lingkungan hidupnya. Hubungan (2) manusia dengan dirinya sendiri dapat dipelihara antara lain dengan berlaku jujur, adil, ikhlas, berani, sabar dan pemaaf. Hubungan (3) manusia dengan manusia lain dalam kehidupan sosial dapat dipelihara dan dikembangkan dengan antara lain, menghargai nilai dan menaati norma yang berlaku dalam masyarakat, tolong- menolong, menepati janji, menegakkan keadilan dan berlaku adil terhadap diri sendiri dan orang lain. Hubungan (4) manusia dengan lingkungan hidupnya dapat dikembangkan antara lain dengan memelihara dan menyayangi binatang, tumbuh- tumbuhan, tanah, air dan udara serta semua isi alam semesta yang sengaja diciptakan Allah untuk kepentingan manusia dan makhluk lainnya. Keempat hubungan takwa itu harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya agar tumbuh dan berkembang 'empat kesadaran tanggung jawab' dalam diri manusia. Tanggung jawab tersebut adalah (1) tanggung jawab terhadap Allah, Tuhan Yang Maha Esa, (2) tanggung jawab kepada hati nurani sendiri, (3) tanggung jawab kepada manusia lain, dan (4) tanggung jawab untuk

Page 41: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Pendahuluan, Islam, dan Hukum Islam 23

memelihara lingkungan hidup. Keempat harus berkembang secara berim- bang, sesuai dengan pola takwa tersebut di atas yang menem- patkan tanggung jawab kepada Allah sebagai yang pertama dan terakhir dari tanggung jawab yang harus disadari dan karena itu dikembangkan oleh manusia.

Berbicara soal tanggung jawab dalam kerangka takwa dan Ketuhanan Yang Maha Esa, seperti yang telah disinggung di atas, ada baiknya kalau kita ikuti pula pendapat Dr. Mohammad Hatta salah seorang penyusun dan perumus Undang-Undang Dasar 1945. Menurut beliau Ketuhanan Yang Maha Esa yang menjadi sila pertama Pancasila itu adalah "dasar yang memimpinr cita-cita kenegaraan kita untuk menyelenggara-

J

kan segala yang baik bagi rakyat dan masyarakat." Selanjut- nya, kata beliau dalam bukunya Pengertian Pancasila (1978), "Pengakuan kepada dasar Ketuhanan Yang Maha Esa (itu) mengajak manusia melaksanakan harmoni di dalam alam (yang) dilakukan terutama dengan jalan memupuk persaha- batan dan persaudaraan antara manusia dan bangsa. Pengakuan itu mewajibkan manusia di dalam hidupnya membela kebenaran dengan kelanjutannya menentang segala yang dusta. Pengakuan itu mewajibkan manusia di dalam hidupnya membela keadilan dengan kelanjutannya menentang atau mencegah kezaliman. Pengakuan itu mewajibkan manusia di dalam hidupnya berbuat baik, dengan kelanjutannya memperbaiki kesalahan. Pengakuan itu mewajibkan manusia di dalam hidupnya bersifat jujur dengan kelanjutannya mem- basmi kecurangan. Pengakuan itu mewajibkan manusia berlaku suci dengan kelanjutannya menentang segala yang kotor baik perkataan maupun keadaan. Pengakuan itu mewajibkan manusia di dalam hidupnya menikmati keindahan dengan kelanjutannya melenyapkan segala yang buruk." Semua sifat-sifat itu, kata Bung Hatta, wajib diamalkan karena kita mengakui dan berpegang kepada dasar Ketuhanan Yang Maha Esa. Menerima bimbingan Zat yang se- sempurna-sempurnanya, kata Bung Hatta pada kesimpulan akhir uraiannya tentang Ketuhanan Yang Maha Esa, akan memperkuat pembentukan karakter yang melahirkan manusia yang mempunyai rasa tanggung jawab terhadap dirinya sendiri, masyarakat dan Tuhan yang menciptakannya."

Kendatipun dalam sistematika tanggung jawab manusia menurut

Page 42: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

24 Hukum Islam

Bung Hatta ini berbeda dengan sistematik urutan tanggung jawab manusia seperti yang diuraikan di atas, namun kalau dikaji dengan teliti tidak terdapat perbedaan yang asasi dalam kedua sistematik itu. Yang berlainan hanya- lah soal penempatannya saja. Yang pertama meletakkam pertang- gungjawaban manusia kepada Allah sebagai yang pertama karena ia merupakan prima causa tanggung jawab lainnya, yang kedua menempatkannya pada yang terakhir, sebagai puncak tanggung jawab manusia.

Dicantumkannya dasar Ketuhanan Yang Maha Esa di dalam pembukaan dan batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945 mengandung makna bahwa para penyusun Undang-Undang Dasar 1945 dan pembentuk negara kita dahulu meyakini dan mengakui kepercayaan bangsa Indonesia kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dalam penjelasannya dikatakan bahwa Pasal 29 ayat (1) UUD 1945 itu menyatakan kepercayaan bangsa Indonesia terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Karena pernyataan itu dicantumkan dalam bab agama, artinya adalah bahwa kepercayaan dimaksud adalah kepercayaan agama yang dianut oleh bangsa Indonesia. H.A. Salim, salah seorang perancang Undang-Undang Dasar 1945 dalam tulisannya Ketuhanan

Yang Maha Esa (1953, diterbitkan kembali 1977) yang telah disebut di atas, menegaskan hal itu dengan kata- kata, "Saya ingat betul-betul bahwa di masa itu (maksudnya pada tahun 1945:MDA) tidak ada di antara kita seorang pun yang ragu-ragu bahwa dengan pokok dasar Ketuhanan Yang Maha Esa itu kita maksudkan (adalah) "akidah, kepercayaan agama." Hal ini semakin jelas kalau perkataan Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Pasal 29 ayat (1) UUD 1945 itu dihu- bungkan dengan ayat (2)-nya yang berbunyi, "Negara men- jamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu."

Kalau kita perhatikan komposisi pemeluk agama di Indonesia segera kita memperoleh kenyataan bahwa sebagian besar penduduk Indonesia beragama Islam. Agama Islam yang dipeluk oleh mayoritas penduduk Indonesia itu adalah induk atau asal hukum Islam. Dengan kata lain, hukum Islam adalah bagian agama Islam. Keadaan unik (lain dari yang lain, ter- sendiri dalam jenisnya) inilah yang membedakan agama Islam dari agama-agama lain di tanah air kita.

Page 43: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Pendahuluan, Islam, dan Hukum Islam 25

Keadaan ini dengan tepat dirumuskan oleh seorang orientalis terkemuka Christian Snouck Hurgronje, dengan kata-kata, Islam is a

religion of law in the full meaning of the word. Artinya, lebih kurang, Islam adalah agama hukum dalam arti kata yang sebenarnya. Ini berarti bahwa selain agama Islam mengandung norma-norma hukum baik kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, Tuhan Yang Maha Esa yang sepenuhnya dapat dilaksanakan oleh pemeluk agama Islam secara pribadi maupun kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan manusia dengan manusia lain dan benda dalam kehidupan masyarakat yang memerlukan bantuan penyelenggara negara untuk dapat dilaksanakan oleh pemeluk agama Islam dengan sem- purna, juga bermakna bahwa agama Islam dan hukum Islam tidak dapat diceraipisahkan. Dalam hubungan ini ada baik- nya dikemukakan bahwa perkataan agama Islam dalam tulisan ini adalah padanan din al Islam (baca: dinul Islam) dalam bahasa Arab yang sistem dan ruang-lingkupnya berbeda jika diban- dingkan dengan agama Hindu dan Budha yang mendahuluinya dan agama Nasrani yang menyusulnya kemudian datang ke Nusantara ini. Agama Hindu dan Budha yang digolongkan oleh para ahli sebagai agama budaya diselenggarakan berdasarkan ajaran dan tradisi atau kebiasaan yang berkembang dalam agama itu. Agama Islam yang diklasifikasikan oleh para ahli sebagai agama wahyu bersama dengan agama Yahudi dan Nasrani mempunyai ruang-lingkup dan sistem ajaran yang berbeda dengan agama wahyu yang lain itu. Agama Islam sebagai agama wahyu terakhir mengandung ajaran yang merupakan satu sistem, terdiri dari akidah (iman, keyakinan), syariah (hukum) dan akhlak (moral) yang mengatur segala tingkah-laku manusia dalam berbagai hubungan, baik hubungan manusia dengan Tuharmya maupun hubungan manusia dengan dirinya sendiri, masyarakat, benda atau makhluk lainnya. Kerangka dasar dan ruang-lingkup ajaran inilah yang membedakan secara mendasar agama Islam dengan agama Nasrani, misalnya.

Istilah religion yang berasal dari kata religio dalam bahasa Latin yang erat hubungannya dengan ajaran Nasrani, menunjuk- kan ruang-lingkup agama itu yang mengatur hubungan tetap antara rnanusia dengan Tuhan saja. Perkataan religion, yang sekarang diindonesiakan menjadi religi yang diartikan sebagai sistem kepercayaan dalam

Page 44: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

26 Hukum Islam

masyarakat, dipergunakan oleh para intelektual kita terutama para ahli antropologi dan sosiologi yang dipengaruhi oleh pandangan Barat untuk semua agama. Bagi sebagian besar orang Barat, terutama bagi penganut sekularisme, seperti telah disinggung di atas, me- mang, religion, kalau mereka akui eksistensinya, hanyalah mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan belaka. Menurut ajaran Islam, istilah din yang tercantum dalam Alquran (5:3) tidak hanya mengandung pengertian penga- turan hubungan manusia dengan Tuhan saja (bersifat vertikal) tetapi juga mengandung pengaturan hubungan manusia dengan manusia lain dalam masyarakat dan alam lingkungan hidupnya (yang bersifat horizontal). Kedua tata hubungan ini merupakan komponen yang berjalan dan berjalin dalam sistem ajaran Islam.

Kerangka Dasar Agama dan Ajaran Islam

Ruang-lingkup agama dan ajaran Islam tersebut didukung dan jelas kelihatan pada kerangka dasarnya. Oleh karena itu, ada baiknya kalau kerangka dasar agama dan ajaran Islam dijelaskan pula di sini. Yang penting dipahami ialah agama Islam bersumber dari wahyu (Alquran) dan sunnah (Al- Hadis), Ajaran Islam bersumber dari ra'yu (akal pikiran) manusia melalui ijtihad. Ajaran Islam adalah penjelasan agama Islam.

Dengan mengikuti sistematik Iman, Islam, dan Ikhsan yang berasal dari hadis Nabi Muhammad, kerangka dasar agama Islam, seperti telah disinggung di atas, terdiri dari (1) akidah, (2) syariah dan (3) akhlak. Pada komponen syariah dan akhlak ruang-lingkupnya jelas mengenai ibadah, mua- malah dan sikap terhadap Khalik (Allah) serta makhluk. Pada komponen akidah, ruang-lingkup itu akan tampak pula jika dihubungkan dengan iman kepada Allah dan para Nabi serta Rasul-Nya.

Yangdimaksud dengan (I) akidah, secaraetimologis (menurut ilmu bahasa yang menyelidiki asal-usul kata serta perubahan-perubahan dalam bentuk dan makna) adalah ikatan, sangkutan. Dalam pengertian teknis makna akidah adalah iman, keyakinan yang menjadi pegangan hidup setiap pemeluk agama Islam. Akidah, karena itu, selalu ditautkan dengan rukun iman atau arkanul iman yang merupakan asas seluruh ajaran Islam.

Page 45: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Pendahuluan, Islam, dan Hukum Islam 27

Pembahasan tentang akidah dilakukan oleh ilmu ter- sendiri yang disebut 'ilmu kalam' (ajaran Islam) yakni ilmu yang membahas dan menjelaskan tentang kalam Ilahi (mengenai akidah), atau 'ilmu tauhid' karena membahas tentang keesaan Allah (tauhid) atau 'usuluddin' karena membahas dan memperjelas asas agama Islam (lihat Lampiran 2).

Akidah Islam sebagaimana yang tercantum dalam Alquran dan Al-Hadis yang memuat Sunnah Nabi Muhammad perlu dirinci lebih lanjut oleh orang yang memenuhi syarat agar dapat dijadikan pegangan oleh umat Islam. Dalam sejarah Islam yang sudah berjalan selama empat belas abad ini, para ahli yang memenuhi syarat yaitu para ulama (orang-orang yang berilmu) telah berusaha memahami, mendalami, menafsirkan dan membahas akidah Islam dengan ilmu Kalam. Menurut Ibnu Khaldun, ilmu kalam adalah ilmu yang membahas akidah untuk mempertahankan iman dengan mempergunakan akal pikiran (Gazalba, 1975:213). Hasil pemahaman, pendalaman, penafsiran serta perincian mereka tentang akidah, karena hasil pemikiran manusia mem- punyai kecenderungan berbeda-beda yang menimbulkan aliran-aliran atau mazhab-mazhab dengan nama tertentu di kalangan umat Islam. Aliran-aliran ilmu kalam (kini orang sering mempergunakan istilah teologi) di lapangan akidah, ada beberapa. Yang terpenting, karena banyak penganutnya, adalah Ahlus-

sunnah wal jama'ah atau Sunni (yang dianut oleh mayoritas umat Islam di seluruh dunia, termasuk Indonesia) dan Syi'ah atau Syi'i (yang dianut di Iran, misalnya).

Yang dimaksud dengan (2) syariah, dalam pengertian eti- mologis adalah jalan yang harus ditempuh (oleh setiap umat Islam). Dalam arti teknis, syariah adalah seperangkat norma Ilahi yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, hubungan manusia dengan manusia lain dalam kehidupan sosial, hubungan manusia dengan benda dan alam lingkungan hidupnya. Norma Ilahi yang mengatur tata hubungan itu berupa (a) 'kaidah ibadah' dalam arti khusus atau yang disebut juga kaidah ibadah murni, mengatur cara dan upacara hubungan langsung manusia dengan Tuhan, dan (b) 'kaidah muamalah' (t) yang mengatur hubungan manusia dengan manusia lain dan benda dalam masyarakat.

Pembahasan mengenai (a) 'kaidah-kaidah ibadah' berkisar sekitar bersuci (taharah) dan rukun Islam atau arkanul Islam yakni salat, zakat,

Page 46: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

28 Hukum Islam

saum atau puasa dan haji. Rukun Islam yang pertama yakni syahadat (ikrar keyakinan) tidak dibahas dalam kitab yang membicarakan kaidah-kaidah salat, zakat, saum dan haji, karena isinya merupakan pernyataan keyakinan kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa dan Muhammad sebagai Rasul-Nya. Soal ikrar keyakinan ini dibahas dalam ilmu tentang keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang disebut ilmu kalam di atas. Kaidah-kaidah ibadah ini terdapat dalam Alquran, dirinci dan diperjelas oleh Sunnah Nabi Muhammad.

Kaidah 'ibadah' (t), yakni norma yang mengatur cara dan tata cara manusia berhubungan langsung dengan Tuhan, tidak boleh ditambah-tambah atau dikurangi. Sebabnya karena tata hubungan dengan Tuhan itu tetap, tidak boleh diubah- ubah. Ketentuannya telah pasti ditetapkan oleh Allah sendiri dan dijelaskan kemudian secara rinci oleh Rasul-Nya. Karena sifatnya 'tertutup,' dalam bidang ibadah berlaku asas umum, yakni semua perbuatan ibadah dilarang dilakukan kecuali kalau untuk perbuatan itu telah ada patokan yang ditetapkan oleh Allah dari dicontohkan oleh Rasul-Nya. Kalau asas ini dihubungkan dengan lima kaidah dalam sistem hukum Islam, 'kaidah asal' ibadah, adalah larangan atau 'haram.' Artinya segala sesuatu yang berada dalam ruang-lingkup ibadah khusus atau ibadah murni pada dasarnya dilarang dilakukan, kecuali (seperti telah disebutkan di atas) untuk hai-hal atau perbuatan itu telah ada perintah Allah yang pelaksanaannya dicontohkan oleh Rasul-Nya. Dengan demikian, di lapangan ibadah tidak mungkin ada pembaruan (bid,'ah) atau apa yang disebut modernisasi, yaitu proses yang membawa peru- bahan (penambahan atau pengurangan) dan perombakan mengenai kaidah, susunan, cara dan tata cara beribadah sesuai dengan perkembangan zaman. Yang mungkin ada hanyalah penggunaan alat-alat modern dalam pelaksanaannya. Tentang (b) 'kaidah-kaidah muamalah' (t) hanya pokok- pokoknya saja yang ditentukan dalam Alquran dan Sunnah Nab; Muhammad. Perinciannya 'terbuka' bagi akal manusia yang memenuhi syarat untuk 'berijtihad' (berusaha sungguh- sungguh dengan mempergunakan seluruh kemampuan) mengaturnya lebih lanjut dan menentukan kaidahnya menurut ruang dan waktu. Karena itu pula mengenai hubungan

Page 47: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

sosial manusia kaidahnya dapat saja berubah dan diadakan perubahan melalui, misalnya, penafsiran (interpretasi) yang perumusannya disesuaikan dengan masa dan tempat tertentu. Sebagai contoh dapat dikemukakan misalnya mengenai (perubahan) kaidah yang membolehkan seorang laki-laki beristri lebih dari seorang yang tercantum dalam Alquran surat Al- Nisa' (4) ayat 3 dihubungkan dengan ayat 129 surat yang sama, yang kini dapat dibaca dalam semua undang-undang perkawinan umat Islam. Di Indonesia perubahan kaidah itu dapat dilihat misalnya di dalam Pasal 3 dan 4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, yang menentukan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang laki-laki kalau ia hendak beristri lebih dari seorang.

Ketetapan Allah yang langsung berhubungan dengan kehidupan masyarakat (bidang muamalah) ini terbatas pada yang pokok-pokok saja. Penjelasan Nabi, kalaupun ada, tidak pula terinci seperti dalam bidang ibadah. Karena itu, seperti telah disinggung di atas, sifatnya terbuka untuk dikembangkan melalui ijtihad manusia yang memenuhi syarat untuk pengembangan itu. Karena sifatnya yang demikian, dalam bidang muamalah, berlaku asas umum yaitu pada dasarnya semua perbuatan 'boleh' dilakukan, kecuali kalau tentang perbuatan itu telah ada larangan dalam Alquran dan Sunnah Nabi Muhammad. Untuk menyebut sekadar contoh, misalnya, kaidah larangan membunuh, mencuri, merampok, berzina, menuduh orang lain melakukan perzinaan, meminum minuman yang memabukkan, memakan riba (QS 2: 178-179, 5:39, 5:33, 24:4, 2:219, 3:130), dan sebagainya.

Dengan demikian, 'kaidah asal' muamalah adalah kebo- lehan (ja'iz atau ibahah). Artinya, semua perbuatan yang

Pendahuluan, Islam, dan Hukum Islam 37 termasuk ke dalam kategori muamalah, boleh saja dilakukan asal saja tidak ada larangan melakukan perbuatan itu. Karena sifatnya demikian, kecuali mengenai yang dilarang itu, kaidah- kaidahnya dapat berubah sesuai dengan perubahan zaman. Dalam bidang ini dapat saja dilakukan pembaruan atau modernisasi, asal saja modernisasi atau pembaruan itu sesuai, atau, sekurang-kurangnya, tidak bertentangan dengan jiwa

ajaran (agama) Islam pada umumnya.

Sekadar mengikuti pembagian hukum perdata dan hukum publik

Page 48: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

30 Hukum Islam

seperti yang diajarkan di Fakultas Hukum di tanah air kita, kaidah-kaidah muamalah ini dapat dibagi ke dalam dua bagian besar, yakni (1) kaidah yang mengatur hubungan perdata, misalnya hukum-hukum, (a) munakahat: hukum perkawinan, (b) wirasah: hukum kewarisan, (c) dan lain-lain; (2) kaidah-kaidah yang mengatur hubungan publik, misalnya hukum-hukum (a) jinayat: hukum pidana, (b) khilafah atau al-

ahkam as-sulthaniyah: hukum ketatanegaraan, (c) siyar: hukum internasional, (d) dan sebagainya; serta (e) mukha- samat: hukum acara.

Sebagaimana halnya dengan lapangan akidah di atas, di lapangan syariah, baik ibadah maupun muamalah ini pun berkembang satu ilmu yang khusus memahami, mendalami dan merinci syariah agar dapat menjadi pegangan (norma) hidup manusia Muslim baik sebagai manusia pribadi maupun sebagai anggota kehidupan sosial. Ilmu tersebut dinamakan 'ilmu fiqih' (ajaran Islam) yaitu i lmu khusus memahami, mendalami syariah untuk dapat dirumuskan menjadi kaidah konkret yang dapat dilaksanakan dalam masyarakat. Karena syariah itu dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori yakni syariah ibadah dan syariah muamalah, maka ilmu fiqih yang mempelajari dan mendalaminya pun dapat dibagi dua pula yakni ilmu fiqih ibadah dan ilmu fiqih muamalah. Dan sebagai hasil pemikiran manusia, hasil pemahaman tentang syariah yang disebut fiqih atau hukum fiqih itu, dapat berbeda di suatu tempat dengan di tempat yang lain. Perbedaan tersebut menimbulkan berbagai aliran pula baik di kalangan Ahlus

sunnah wal jama'ah (Sunni) maupun di kalangan Syi'ah (Syi'i). Di samping akidah dan syariah, baik ibadah maupun muamalah

tersebut di atas, agama Islam meliputi juga (3) akhlak. Akhlak berasal dari khuluk yang berarti perangai, sikap, tingkah- laku, watak, budi pekerti. Perkataan itu mempunyai hubungan dengan sikap, perangai, tingkah-laku atau budi pekerti manusia terhadap Khalik (pencipta alam semesta) dan makhluk (yang diciptakan). Karena itu, sama halnya dengan syariah, dalam garis-garis besarnya ajaran akhlak juga dapat dibagi dua yakni yang berkenaan dengan sikap dan perbuatan manusia terhadap (a) Khalik, Tuhan Maha Pencipta, dan (b) terhadap sesama makhluk (segala yang diciptakan oleh Khalik itu). Sikap terhadap sesama makhluk dapat dibagi dua pula, yaitu (1) akhlak terhadap manusia yakni diri sendiri, keluarga, tetangga dan masyarakat, dan (2) akhlak terhadap makhluk bukan manusia yang

Page 49: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

ada di sekitar lingkungan hidup kita. Yang disebut terakhir ini dapat dibagi lagi menjadi akhlak terhadap (a) tumbuh-tumbuhan dan akhlak terhadap (b) hewan, bahkan (c) akhlak terhadap bumi dan air serta udara yang ada di sekitar kita.

Sebagaimana halnya dengan akidah dan syariah tersebut di atas, di bidang akhlak ini pun ada ilmu yang mempelajari, mendalami serta mengembangkan ajaran akhlak yang terdapat

Page 50: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Pendahuluan, Islam, dan Hukum Islam 39 di dalam

Alquran dan Al-Hadis (atau As-Sunnah) itu, agar manusia (Muslim)

dapat bersikap, berbudi pekerti dan bertingkah laku seperti yang

ditetapkan dalam ke dua sumber agama Islam tersebut.

Mengenai (a) sikap terhadap Allah, Pencipta, Pemelihara dan Penguasa alam semesta, ilmu yang mempelajarinya disebut 'ilmu tasawuf (ajaran Islam). Perkataan tasawuf, yang di dalam bahasa asing, disebut mystic atau sufism, berasal dari kata suf yakni wol kasar yang dipakai oleh Muslim dan Muslimat yang berusaha dengan berbagai upaya yang telah ditentukan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Orang yang melaku- kan upaya demikian disebut sufi dan ilmu yang menjelaskan upaya-upaya serta tingkatan-tingkatan yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan dimaksud, dinamakan ilmu tasawuf. Ilmu tasawuf adalah ilmu yang menjelaskan tata cara pengem- bangan rohani manusia dalam rangka usaha mencari dan mendekatkan diri dengan Allah. Dengan pengembangan rohani, kaum sufi ingin menyelami makna syariat (tersebut di atas) secara lebih mendalam dalam rangka menemukan hakikat agama Islam. Bagi kaum sufi yang mementingkan syariat dan hakikat sekaligus, salat misalnya, tidaklah hanya sekedar pengucapan sejumlah kata dalam gerakan tertentu, tetapi adalah dialog spiritual antara manusia dengan Tuhan. Ibadah, bagi para sufi, harus dilakukan dengan sepenuh hati, dengan mencurahkan perhatian pada makna-makna rohaniah yang terkandung di dalamnya. Sikap kaum sufi terhadap Tuhan, pada mulanya didasarkan pada rasa takut, tetapi kemu- dian rasa takut itu diubah dan dikembangkan oleh Rabi'ah al Adawiyah (m.d. 801 M), seorang sufiwati dari Basrah, dengan rasa cinta kepada Allah melebihi cinta kepada apa pun juga. Seorang sufi yang mencari jalan untuk mendekatkan dirinya dengan Allah melalui pengembangan rohani, menamakan dirinya salik, yakni orang yang bepergian. Orangyangbepergian itu menempuh perjalanan dengan langkah lambat dan teratur melalui tarikat tertentu, harus melewati tujuh tingkatan, menuju ke satu tujuan yakni pertemuan dengan kenyataan yaitu Allah sendiri. Jalan atau tarikat (tariqat) itu, kemudian, menjadi organisasi sufi tersendiri, dipimpin oleh seorang guru yang disebut syaikh, yang berfungsi sebagai petunjuk jalan. Masing-masing tarikat mempunyai cara sendiri, misalnya dalam

Page 51: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Pendahuluan, Islam, dan Hukum Islam 33

berzikir, untuk mencapai tujuan akhir yakni merasakan kehadiran Ilahi dalam hatinya. Timbullah aliran-aliran di lapangan tasawuf seperti halnya aliran-aliran di lapangan akidah dan syariah tersebut.

Mengenai (b) sikap terhadap sesamamakhluk dapat dibagi dua, yakni (1) sikap terhadap sesama manusia, dan (2) sikap terhadap makhluk yang bukan manusia. Sikap terhadap sesama manusia disebut akhlak. Padanannya dalam bahasa asing adalah ethic. Ilmu yang menjelaskan sikap terhadap sesama manusia disebut ilmu akhlak (ajaran Islam) atau ethics (R.Rachmat Djatnika, 1985:31). Dalam ilmu akhlak terdapat istilah-istilah baik dan buruk. Istilah-istilah itu dan istilah- istilah keakhlakan yang lain, dijelaskan oleh ilmu akhlak agar dapat dijadikan pegangan manusia. Berdasarkan uraian singkat itu dapatlah dirumuskan bahwa yang dimaksud dengan ilmu akhlak dalam tulisan ini adalah ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, serta segala sesuatu yang berke- naan dengan sikap yang seyogianya diperlihatkan manusia terhadap manusia lain, dirinya sendiri dan lingkungan hidupnya.

Sumber akhlak Islami adalah Alquran dan Al-Hadis yang memuat Sunnah Nabi Muhammad. Kedua sumber agama Islam itu penuh dengan nilai-nilai serta norma yang menjadi ukuran sikap manusia apakah itu baik, buruk. Allah menyu- ruh manusia (Muslim) mengikuti Nabi Muhammad, karena seperti diungkapkan oleh Siti Aisyah, akhlak Nabi Muhammad adalah (seluruh isi) Alquran itu sendiri. Sikap (1) terhadap sesama manusia dalam kehidupan sosial menurut nilai dan norma Islam adalah, misalnya, sikap mau dan mampu menu- naikan kewajiban dan menerima hak, mau dan mampu mengendalikan diri, selalu berusaha menegakkan keadilan dan kebenaran baik bagi dirinya sendiri maupun bagi kepen- tingan masyarakat; bersedia menolong yang lemah dengan kekuasaan, ilmu dan harta yang dititipkan Tuhan kepada- nya. Akhlak terhadap (2) bukan manusia yang biasanya diistilahkan dengan lingkungan hidup sekarang, dapat dilakukan dengan jalan misalnya, menyadari bahwa semua yang terdapat di langit dan di bumi serta yang ada di antara keduanya adalah anugrah Allah kepada manusia yang harus dijaga kelestariannya, dipelihara dan dimanfaatkan bukan saja untuk kepentingan manusia, tetapi juga untuk kepentingan makhluk lainnya. Isi Alquran dan Al-Hadis yang memuat Sunnah Nabi Muhammad

Page 52: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

34 Hukum Islam

penuh dengan akhlak Islami yang perlu diteladani dan dilaksanakan dalam hidup dan kehidupan sehari-hari setiap Muslim dan Muslimat.

Uraian sistematik bagian-bagian kerangka dasar agama dan ajaran Islam di atas, dipandang dari segi pertumbuhan kesadaran hukum, dapat saja diubah dengan susunan lain, yakni (1) akidah, (2) akhlak, dan (3) syariah dengan penjelasan isi (dengan sedikit perubahan) seperti yang telah diuraikan.

Dari paparan tersebut dapatlah ditarik kesimpulan bahwa Islam sebagai agama mempunyai sistem sendiri yang bagian- bagiannya saling bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan. Sumbernya adalah tauhid yang menjadi inti akidah. Dari akidah itu mengalir syariah dan akhlak Islami. Ketiganya (akidah, syariah dan akhlak) laksana bejana yang berhu- bungan. Syariah dan akhlak, seperti telah disebut di muka mengatur perbuatan dan sikap seseorang baik di lapangan ibadah maupun di lapangan muamalah.

Dari ketiga komponen agama Islam yang menjadi kerangka dasar agama dan ajaran Islam itu dikembangkan sistem-sistem Islam, seperti misalnya, untuk menyebut beberapa sebagai contoh, sistem filsafat Islam, sistem hukum Islam, sistem pen- didikan Islam, sistem ekonomi Islam, sistem budaya Islam. Disebut sistem, seperti disinggung di atas, karena sebagai kesatuan ia terdiri dari bagian-bagian yang saling menopang dan bekerja sama untuk mencapai satu tujuan baik tujuan masing-masing sistem itu sendiri maupun tujuan sistem agama dan ajaran Islam secara keseluruhan (lihat Lampiran 3).

HUKUM ISLAM'

Hukum Islam adalah hukum yang bersumber dari dan menjadi bagian agama Islam. Sebagai sistem hukum ia mempunyai beberapa istilah kunci yang perlu dijelaskan lebih dahulu, sebab, kadangkala membingungkan, kalau tidak diketahui persis maknanya. Yang dimaksud adalah istilah- istilah (1) hukum, (2) hukm dan ahkam, (3) syariah atau syariat, (4) fiqih atau fiqh dan beberapa kata lain yang berkaitan dengan istilah-istilah tersebut.

Page 53: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Hukum

Pendahuluan, Islam, dan Hukum Islam 35

Jika kita berbicara tentang hukum, secara sederhana segera terlintas dalam pikiran kita peraturan-peraturan atau seperangkat norma yang mengatur tingkah-laku manusia dalam suatu masyarakat, baik peraturan atau norma itu berupa kenyataan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat maupun peraturan atau norma yang dibuat dengan cara ter- tentu dan ditegakkan oleh penguasa. Bentuknya mungkin berupa hukum yang tidak tertulis seperti hukum adat, mungkin juga berupa hukum tertulis dalam peraturan perundang- undangan seperti hukum Barat. Hukum Barat melalui asas konkordansi, sejak pertengahan abad ke-19 (1855) berlaku di Indonesia. Hukum dalam konsepsi seperti hukum Barat adalah hukum yang sengaja dibuat oleh manusia untuk mengatur kepentingan manusia sendiri dalam masyarakat tertentu. Dalam konsepsi hukum perundang-undangan (Barat), yang diatur oleh hukum hanyalah hubungan manusia dengan manusia lain dan benda dalam masyarakat.

Di samping itu, ada konsepsi hukum lain, di antaranya adalah konsepsi hukum Islam. Dasar dan kerangka hukumnya ditetapkan oleh Allah, tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan manusia lain dan benda dalam masyarakat, tetapi juga hubungan-hubungan lainnya, karena manusia yang hidup dalam masyarakat itu mempunyai berbagai hubungan. Hubungan-hubungan itu, seperti telah berulang disinggung di muka, adalah hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan dirinya sendiri, hubungan manusia dengan manusia lain dan hubungan manusia dengan benda dalam masyarakat serta alam sekitarnya. Interaksi manusia dalam berbagai tata hubungan itu diatur oleh 44 Hukum Islam

seperangkat ukuran tingkah-laku yang di dalam bahasa Arab, disebut hukm jamaknya ahkam.

Hukm dan Ahkam

Perkataan hukum yang kita pergunakan sekarang dalam bahasa Indonesia berasal dari kata hukm (tanpa u antara huruf k dan m) dalam bahasa Arab. Artinya, norma atau kaidah yakni ukuran, tolok ukur, patokan, pedoman yang dipergunakan untuk menilai tingkah-laku atau perbuatan manusia dan benda. Hubungan antara perkataan hukum dalam bahasa Indonesia tersebut di atas dengan hukm dalam pengertian

Page 54: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

norma dalam bahasa Arab itu, memang erat sekali, sebab, setiap peraturan, apa pun macam dan sumbernya mengandung norma atau kaidah sebagai intinya (Hazairin, 1982: 68). Dalam ilmu hukum Islam kaidah itu disebut hukm. Itulah sebabnya maka di dalam perkataan sehari-hari orang berbicara tentang hukum suatu benda atau perbuatan. Yang dimaksud, seperti telah disebutkan di atas, adalah patokan, tolok ukur, ukuran atau kaidah mengenai perbuatan atau benda itu.

Dalam sistem hukum Islam ada lima hukm atau kaidah yang dipergunakan sebagai patokan mengukur perbuatan manusia baik di bidang ibadah maupun di lapangan muamalah. Kelima jenis kaidah tersebut, disebut al-ahkam al-khamsah atau penggolongan hukum yang lima (Sajuti Thalib, 1985: 16), yaitu (1) ja'izataumubah atau ibahah,

(2) sunnat, (3) makruh, (4) wajib dan (5) haram.

Penggolongan hukum yang lima atau yang disebut juga lima kategori hukum atau lima jenis hukum ini, di dalam kepustakaan hukum Islam disebut juga hukum taklifi (Masyfuk

Page 55: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Pendahuluan, Islam, dan Hukum Islam 45 Zuhdi, 1987: 5) yakni norma atau kaidah hukum Islam yang mungkin mengandung kewenangan terbuka, yaitu kebebasan memilih untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu perbuatan, yang disebut ja'iz,

mubah atau ibahah. Mungkin juga hukum taklifi itu mengandung anjuran untuk dilakukan karena jelas manfaatnya bagi pelaku (sunnat). Mungkin juga mengandung kaidah yang seyogianya tidak dilakukan karena jelas tidak berguna dan akan merugikan orang yang melakukannya (makruh). Mungkin juga mengandung perintah yang wajib dilakukan (fardu atau wajib), dan mengandung larangan untuk dilakukan (haram). Masing-masing penggolongan, penjenisan dan kategori hukum ini dibagi lagi oleh para ahli hukum Islam ke dalam beberapa bagian yang lebih rinci dengan tolok ukur tertentu yang dapat dipelajari dalam kitab-kitab 'ilmu usul fiqih' yaitu ilmu pengetahuan yang membahas dasar-dasar pembentukan hukum fiqih Islam. Penjelasan lebih lanjut tentang hukum taklifi yang merupakan bagian hukum syara' atau hukum syar'i ini akan diuraikan nanti dalam al-ahkam al- khamsah (di bawah). Hukum syara' atau hukum syar'i ini disebut juga hukum syariat. Selain dari (1) hukum taklifi tersebut di atas, hukum syariat itu terdiri juga dari (2) hukum wadh'i yakni hukum yang mengandung 'sebab', 'syarat ' dan 'halangan' terjadinya hukum dan hubungan hukum. Ketiga kandungan hukum wadh'i itu adalah: (1) 'Sebab', yang menurut rumusan- nya, merupakan sesuatu yang tampak yang dijadikan tanda adanya hukum. Misalnya (a) kematian menjadi sebab adanya (hukum) kewarisan, (b) akad nikah menjadi sebab halalnya hubungan suami-istri. Karena rumusannya yang demikian itu, banyak ahli yang menyamakan sebab dengan illat, yaitu keadaan yang mempengaruhi ada atau tidak adanya suatu hukum. Namun, ada juga yang membedakannya, karena dalam 'sebab' ada hubungan sebab-akibat, seperti contoh di atas, sedang dalam illat hubungan sebab-akibat itu tidak jelas. Yang ada adalah hubungan relevansi antara sebab dengan hukum; misalnya hubungan relevansi antara bepergian dengan hukum yang tidak mewajibkan orang melakukan ibadah puasa. (2) 'Syarat' adalah sesuatu yang kepadanya tergantung suatu hukum. Misalnya, (a) syarat wajib mengeluarkan zakat harta adalah kalau telah mencapai nisab (jumlah tertentu) dan haul (waktu tertentu), (b) berwudu dan menghadap kiblat syarat

Page 56: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

38 Hukum Islam

sempurnanya salat seorang Muslim. (3) Halangan atau mani' adalah sesuatu yang dapat menghalangi hubungan hukum. Misalnya (a) pembunuhan menghalangi hubungan kewarisan, (b) keadaan gila merupakan halangan bagi seseorang melakukan tindakan atau hubungan hukum (Masjfuk Zuhdi, 1987: 16-19).

Syariat

Selain dari perkataan hukum, hukm dan al-ahkam al-khamsah atau hukum taklifi di atas, perlu dipahami juga istilah syariat. Yang dimaksud dengan syariat atau ditulis juga syariah, secara harfiah adalah jalan ke sumber (mata) air yakni jalan lurus yang harus diikuti oleh setiap Muslim. Syariat merupakan jalan hidup Muslim. Syariat memuat ketetapan-ketetapan Allah dan ketentuan Rasul-Nya, baik berupa larangan maupun berupa suruhan, meliputi seluruh aspek hidup dan kehidupan manusia.

Dilihat dari segi ilmu hukum, syariat merupakan norma hukum dasar yang ditetapkan Allah, yang wajib diikuti oleh orang Islam berdasarkan iman yang berkaitan dengan akhlak, baik dalam hubungannya dengan Allah maupun dengan sesama manusia dan benda dalam masyarakat. Norma hukum dasar ini dijelaskan dan atau dirinci lebih lanjut oleh Nabi Muhammad sebagai Rasul-Nya. Karena itu, syariat terdapat di dalam Alquran dan di dalam kitab-kitab Hadis. Menurut sunnah (al-qauliyah atau perkataan) Nabi Muhammad, umat Islam tidak pernah akan sesat dalam perjalanan hidupnya di dunia ini selama mereka berpegang teguh atau berpedoman kepada Alquran dan Sunnah Rasulullah. Dengan perkataan lain, umat Islam tidak pernah akan sesat dalam perjalanan hidupnya di dunia ini selama ia mempergunakan pola hidup, pedoman hidup, tolok ukur hidup dan kehidupan yang terdapat dalam Alquran dan kitab-kitab hadis yang sahih (sahih = otentik, benar).

Karena norma-norma hukum dasar yang terdapat di dalam Alquran itu masih bersifat umum, demikian juga hal- nya dengan aturan yang ditentukan oleh Nabi Muhammad terutama mengenai muamalah, maka setelah Nabi Muhammad wafat, norma-norma hukum dasar yang masih bersifat umum itu perlu dirinci lebih lanjut. Perumusan dan penggolongan norma-norma hukum dasar yang bersifat umum itu ke dalam kaidah-kaidah yang lebih konkret agar

Page 57: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Pendahuluan, Islam, dan Hukum Islam 39

dapat dilaksanakan dalam praktik, memerlukan disiplin ilmu dan cara-cara tertentu. Muncullah ilmu pengetahuan baru yang khusus menguraikan syariat dimaksud. Dalam kepustakaan, seperti telah disebut juga di muka, ilmu tersebut dinamakan 'ilmu fiqih' yang ke dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan ilmu hukum (fiqih) Islam. 'Ilmu fiqih' adalah ilmu yang mempelajari atau memahami syariat dengan memusatkan perhatiannya pada perbuatan (hukum) manusia mukallaf, yaitu manusia yang berkewajiban melaksanakan hukum Islam karena telah dewasa dan berakal sehat. Orang yang paham tentang ilmu fiqih disebut fakih atau fukaha (jamaknya). Artinya ahli atau para ahli hukum (fiqih) Islam.

Kata yang sangat dekat hubungannya dengan perkataan syariat seperti telah disebut di atas adalah syara' dan syar'i yang diterjemahkan dengan agama. Oleh karena itu, seringkali, jika orang berbicara tentang hukum syara’ yang dimaksudnya adalah hukum agama yaitu hukum yang ditetapkan oleh Allah dan dijelaskan oleh Rasul-Nya, yakni hukum syariat, kendatipun kadang-kadang isinya hukum fiqih. Dari perkataan syariat lahir kemudian perkataan tasyri', artinya pembuatan peraturan perundang-undangan yang bersumber dari wahyu dan sunnah yang disebut tasyri' samawi dalam kepustakaan (samawi = langit), dan peraturan perundang-undangan yang bersumber dari pemikiran manusia, yang disebut tasyri' wadh'i (wadhdha’a = membuat sesuatu menjadi lebih jelas dengan karya manusia). Membicarakan soal pemikiran atau penalaran manusia dalam bidang hukum, kita telah membicarakan soal fiqih.

Fiqih

Di dalam bahasa Arab, perkataan fiqh yang ditulis fiqih atau kadang-kadang fekih setelah diindonesiakan, artinya paham atau pengertian. Kalau dihubungkan dengan perkataan ilmu tersebut di atas, dalam hubungan ini dapat juga dirumuskan (dengan kata-kata lain), ilmu fiqih adalah ilmu yang bertugas menentukan dan menguraikan norma-norma hukum dasar yang terdapat di dalam Alquran dan ketentuan- ketentuan umum yang terdapat dalam Sunnah Nabi yang direkam dalam kitab-kitab hadis. Dengan kata lain, ilmu

Page 58: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai
Page 59: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Pendahuluan, Islam, dan Hukum Islam 49 fiqih, selain rumusan di atas, adalah ilmu yang berusaha memahami hukum-hukum yang terdapat di dalam Alquran dan Sunnah Nabi Muhammad untuk diterapkan pada perbuatan manusia yang telah dewasa yang sehat akalnya yang berkewajiban melaksanakan hukum Islam. Hasil pemahaman tentang hukum Islam itu disusun secara sistematis dalam kitab-kitab fiqih dan disebut hukum fiqih. Contoh hukum fiqih Islam yang ditulis dalam bahasa Indonesia oleh orang Indonesia adalah, misalnya, Fiqh Islam karya H. Sulaiman Rasjid yang sejak diterbitkan pertama kali tahun 1954 sampai kini (1998) telah puluhan kali dicetak ulang. Beberapa kitab hukum fiqih yang ditulis dalam bahasa Arab telah juga diterje- mahkan ke dalam bahasa Indonesia. Di antaranya adalah karya Mohammad Idris As-Syafi'i, salah seorang pendiri mazhab hukum fiqih Islam, yang bernama: al-Umm, artinya (kitab) Induk, dialihbahasakan oleh Tengku Ismail Ya'cub.

Dari uraian tersebut di atas jelas bahwa ada dua istilah yang dipergunakan untuk menunjukkan hukum Islam, yakni

(1) Syariat Islam dan (2) Fiqih Islam. Di dalam kepustakaan hukum Islam berbahasa Inggris, Syariat Islam disebut Islamic Law, sedang Fiqih Islam Islamic Jurisprudence. Di dalam bahasa Indonesia, untuk syariat Islam, sering, dipergunakan kata-kata hukum syariat atau hukum syara', untuk fiqih Islam dipergunakan istilah hukum fiqih atau kadang-kadang hukum (fiqih) Islam. Dalam praktik, seringkali, kedua istilah itu dirangkum dalam kata hukum Islam, tanpa menjelaskan apa yang dimaksud. Ini dapat dipahami karena hubungan keduanya memang sangat erat, dapat dibedakan, tetapi tidak mungkin dicerai pisahkan. Syariat adalah landasan fiqih, fiqih adalah pemahaman tentang syariat. Perkataan syariat dan fiqih kemasyarakatan, pada umumnya memuat ketentuan-ketentuan pokoknya saja yang harus diterapkan pada kasus tertentu yang hadir atau ada dalam ruang dan waktu tertentu. Misalnya, A menerima titipan barang dari B, atau A meminjam barang dari B. Barang titipan atau barang pinjaman itu kemudian hilang di tangan A.

Mengenai masalah ini di dalam Alquran ada ketentuan hukumnya, tercantum dalam surat Al-Baqarah (2): 283 yang intinya berbunyi sebagai berikut . . .jika seorang dipercayai oleh orang lain,

hendaklah orang yang dipercayai itu menunaikan amanat atau kepercayaan yang

Page 60: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

52 Hukum Islam

diberikan kepadanya itu . . . .

Di dalam ayat ini disebutkan bahwa orang yang diberi amanat harus menunaikan amanat itu sebaik-baiknya. Artinya, kalau ia diberi titipan ia harus mengembalikan titipan itu dan kalau ia memperoleh pinjaman (karena orang lain percaya padanya) haruslah ia mengembalikan pinjaman itu. Kalau barang itu hilang, atau dalam contoh tadi, A tidak mengembalikan barang titipan atau pinjaman itu kepada B ketentuannya tidak disebutkan dalam ayat tersebut. Timbullah permasalahan fiqih, permasalahan pemahaman maksud ketentuan syariat itu. Orang yang memenuhi syarat lalu ber- ijtihad tentang ganti-rugi yang harus dipikul oleh A karena barang dimaksud hilang sewaktu berada di tangannya. Timbullah bermacam-macam pendapat. Menurut pendapat mazhab Hanafi, A harus mengganti kerugian yang diderita oleh B sejumlah harga barang itu waktu dibeli oleh B. Menurut pendapat mazhab Hambali, A harus mengganti kerugian pada B sebesar harga barang itu ketika hilang di tangannya. Mazhab Syafi'i berpendapat lain, A harus membayar kerugian pada B

Pendahuluan, Islam, dan Hukum Islam 53 menurut

harga tertinggi yang terjadi antara barang itu dibeli dan dihilangkan

oleh A (Hasbullah Bakry, 1982: 3).

Dari contoh di atas jelas bahwa pendapat sebagai hasil dari pemahaman manusia, mungkin berbeda-beda. Dan inilah yang disebut dengan fiqih. Ketentuan hukum yang dirumuskan oleh para mujtahid (: orang yang berijtihad) itulah, seperti telah berulang disebutkan di atas, disebut hukum fiqih.

Hukum fiqih, sebagai hukum yang diterapkan pada kasus tertentu dalam keadaan konkret, mungkin berubah dari masa ke masa dan mungkin pula berbeda dari satu tempat ke tempat lain. Ini sesuai dengan ketentuan yang disebut juga dengan kaidah hukum fiqih yang menyatakan bahwa perubahan tempat dan waktu menyebabkan perubahan hukum. Perubahan tempat dan waktu yang menyebabkan perubahan hukum itu, dalam sistem hukum Islam disebut illat (latar belakang yang menyebabkan ada atau tidak adanya hukum atas sesuatu hal). Dari kaidah ini dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum fiqih itu cenderung relatif, tidak absolut seperti hukum syariat yang menjadi sumber hukum fiqih itu sendiri. Sifatnya zanni, yakni sementara belum dapat dibuktikan sebaliknya, ia cenderung dianggap

Page 61: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

benar. Sifat ini terdapat pada hasil karya manusia dalam bidang apa pun juga.

Berlawanan dengan hukum fiqih yang semuanya bersifat zanni (dugaan), hukum syariat ada yang bersifat pasti. Yang pasti, karena itu berlaku absolut, disebut qath'i, seperti misalnya ayat-ayat Alquran yang menentukan kewajiban salat, zakat, puasa, haji, dan ayat-ayat kewarisan. Juga sunnah Nabi yang mewajibkan manusia menuntut ilmu pengetahuan.

Selain sifat tersebut, perlu dikemukakan pula bahwa hukum fiqih tidak dapat menghapuskan sama sekali hukum syariat. Ambillah, soal perceraian. Hukum syariat memboleh- kan perceraian. Para ahli hukum Islam tidak boleh meng- gariskan ketentuan hukum fiqih yang melarang perceraian. Demikian juga halnya dengan ketentuan mengenai hak yang sama antara pria dan wanita untuk menjadi ahli waris. Hukum syariat menentukan dengan tegas bahwa wanita dan pria sama-sama menjadi ahli waris almarhum orang tua dan keluarganya. Hukum fiqih tidak boleh merumuskan ketentuan yang menyatakan bahwa wanita tidak berhak menjadi ahli waris seperti keadaan dalam masyarakat Arab sebelum Islam (Ahmad A. Basyir, 1982: 1).

Dari contoh-contoh tersebut di atas jelas pula bahwa hukum fiqih tidak boleh bertentangan dengan hukum syariat apalagi kalau ketentuan hukum syariat itu telah tegas jelas bunyinya, yang tidak mungkin diartikan lain dari makna yang disebutnya. Misalnya mengenai bagian tertentu untuk orang-orang tertentu dalam keadaan tertentu dalam ayat-ayat hukum kewarisan Islam.

Hukum Islam, baik dalam pengertian syariat maupun dalam pengertian fiqih tersebut, seperti telah disebut di muka, dan'diringkaskan'di sini, dapat dibagi dua (1) mengenai (bidang) ibadah dan (2) mengenai (bidang) muamalah. Tatacara berhubungan dengan Tuhan melaksanakan kewajiban sebagai seorang Muslim dalam mendirikan (melakukan) salat, menge- luarkan zakat, berpuasa selama bulan Ramadan dan menunaikan ibadah haji, termasuk dalam kategori ibadah. Mengenai (1) 'ibadah' yakni cara dan tata cara manusia berhubungan langsung dengan Tuhan, tidak boleh ditambah-tambah atau dikurangi. Tata hubungan itu tetap, tidak mungkin dan tidak

Pendahuluan, Islam, dan Hukum Islam 55 boleh

Page 62: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

54 Hukum Islam

diubah-ubah. Ketentuannya telah pasti diatur oleh Allah sendiri dan dijelaskan secara rinci oleh Rasul-Nya. Karena sifatnya yang tertutup itu (seperti telah disebut di muka), dalam soal ibadah ini berlaku asas umum yakni semua perbuatan ibadah dilarang dilakukan kecuali perbuatan-perbuatan yang dengan tegas disuruh untuk dilakukan. Petunjuk-petunjuk yang menyatakan bahwa itu adalah perbuatan suruhan terdapat di dalam Alquran dan Al-Hadis yang memuat Sunnah Rasulullah. Kalau dihubungkan dengan al-ahkam al-khamsah atau hukum

taklifi tersebut di muka, kaidah asal ibadah itu larangan (haram).

Dengan demikian, tidak mungkin ada apa yang disebut modernisasi mengenai ibadah atau proses yang membawa perubahan dan perombakan secara asasi mengenai hukum, susunan, cara, dan tata cara ibadah itu sendiri seperti telah di atas. Yang mungkin berubah hanyalah penggunaan alat-alat modern dalam pelaksanaannya.

Mengenai (2) muamalah dalam pengertian yang luas, yakni ketetapan yang diberikan oleh Tuhan yang langsung berhu- bungan dengan kehidupan sosial manusia, terbatas pada yang pokok-pokok saja. Penjelasan nabi, kalaupun ada, tidak pula terinci seperti halnya dalam bidang ibadah. Karena itu (seperti telah disebutkan di atas), 'terbuka' sifatnya untuk dikembangkan melalui ijtihad manusia yang memenuhi syarat untuk melakukan usaha itu. Karena sifatnya yang demikian, dalam soal muamalah berlaku asas umum yakni pada dasarnya semua perbuatan 'boleh' dilakukan, kecuali kalau mengenai perbuatan itu ada larangan di dalam Alquran dan Al-Hadis yang memuat Sunnah Nabi Muhammad. Untuk menyebut sekedar contoh, misalnya, larangan membunuh, mencuri, merampok, berzina, menuduh orang lain melakukan perzinaan, meminum mi- numan yang memabukkan (mibuk), memakan riba yang telah disebut di muka.

Dengan demikian, kalau dihubungkan dengan al-ahkam al- khamsah atau hukum taklifi yang telah disinggung di muka, kaidah asal mengenai muamalah ini adalah 'kebolehan.' Artinya, semua perbuatan yang termasuk ke dalam kategori muamalah, boleh saja dilakukan asal saja tidak ada larangan untuk melakukan perbuatan itu. Dan karena sifatnya yang demikian, kecuali mengenai yang dilarang itu, perumusan dan kaidah- kaidahnya dapat sajaberubah sesuai dengan perubahan zaman. Dalam bidang ini dapat saja dilakukan modernisasi, asal saja modernisasi itu sesuai, atau sekurang-kurangnya tidak

Page 63: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

bertentangan dengan jiwa hukum Islam pada umumnya.

Ruang-Lingkup Hukum Islam

Jika kita bandingkan hukum Islam bidang muamalah ini dengan hukum Barat yang membedakan antara hukum privat (hukum perdata) dengan hukum publik, maka sama halnya dengan hukum adat di tanah air kita, hukum Islam tidak membedakan (dengan tajam) antara hukum perdata dengan hukum publik. Ini disebabkan karena menurut sistem hukum Islam pada hukum perdata terdapat segi-segi publik dan pada hukum publik ada segi-segi perdatanya.

Itulah sebabnya maka dalam hukum Islam tidak dibe- dakan kedua bidang hukum itu. Yang disebutkan adalah bagian- bagiannya saja seperti misalnya, (1) muriakahat, (2) wirasah, (3) mu'amalat dalam arti khilsus, (4) jiriayat atau 'ukubat, (5) al- ahkam as-sulthaniyah (khilafah), (6) siyar, dan (7) mukhasamat (H.M. Rasjidi, 1971:25).

Page 64: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Pendahuluan, Islam, dan Hukum Islam 56

Kalau bagian-bagian hukum Islam itu disusun menurut sistematik hukum Barat yang membedakan antara hukum perdata dengan hukum publik seperti yang diajarkan dalam Pengantar Ilmu Hukum di tanah air kita, yang telah pula disinggung di muka, susunan hukum muamalah dalam arti luas itu adalah sebagai berikut:

'Hukum perdata' (Islam) adalah (1) munakahat mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan, per- ceraian serta akibat-akibatnya; (2) wirasah mengatur segala masalah yang berhubungan dengan pewaris, ahli waris, harta peninggalan serta pembagian warisan. Hukum Kewarisan Islam ini disebut juga hukum fara'id; (3) muamalat dalam arti yang khusus, mengatur masalah kebendaan dan hak-hak atas benda, tata hubungan manusia dalam soal jual-beli, sewa-menyewa, pinjam-meminjam, perserikatan, dan sebagainya.

'Hukum publik' (Islam) adalah (4) jinayat yang memuat aturan-aturan mengenai perbuatan-perbuatan yang diancam dengan hukuman baik dalam jarimah hudud maupun dalam jarimah ta'zir. Yang dimaksud dengan jarimah adalah perbuatan pidana. Jarimah hudud adalah perbuatan pidana yang telah ditentukan bentuk dan batas hukumannya dalam Alquran dan Sunnah Nabi Muhammad (hudud jamak dari hadd = batas). Jarimah ta'zir adalah perbuatan pidana yang bentuk dan ancaman hukumannya ditentukan oleh penguasa sebagai pelajaran bagi pelakunya (ta'zir = ajaran atau pengajaran); (5) ah-ahkam as-sulthahiyah membicarakan soal-soal yang berhubungan dengan kepala negara, pemerintahan, baik pemerintah pusat maupun daerah, tentara, pajak dan sebagainya; (6) siyar mengatur urusan perang dan damai, tata hubungan dengan pemeluk agama dan negara lain; (7) mukhasamat mengatur soal peradilan, kehakiman, dan hukum acara.

Jika bagian-bagian hukum Islam bidang muamalah dalam arti luas di atas dibandingkan dengan susunan hukum Barat seperti yang telah menjadi tradisi diajarkan dalam Pengantar Ilmu Hukum di tanah air kita, maka butir (1) dapat disama- kan dengan hukum perkawinan, butir (2) dengan hukum kewarisan, butir (3) dengan hukum benda dan hukum perjanjian, perdata khusus, butir (4) dengan hukum pidana, butir (5) dengan hukum ketatanegaraan yakni tata negara dan administrasi negara, butir (6) dengan hukum interna- sional, dan butir (7) dengan hukum acara.

Page 65: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Ciri-ciri Hukum Islam

Dari uraian di atas dapat ditandai ciri-ciri (utama) hukum Islam, yakni (1) merupakan bagian dan bersumber dari agama Islam; (2) mempunyai hubungan yang erat dan tidak dapat dipisahkan dari iman atau akidah dan kesusilaan atau akhlak Islam; (3) mempunyai dua istilah kunci yakni (a) syariat dan (b) fiqih. Syariat terdiri dari wahyu Allah dan Sunnah Nabi Muhammad, fiqih adalah pemahaman dan hasil pemahaman manusia tentang syariah; (4) terdiri dari dua bidang utama yakni (a) ibadah dan (b) muamalah dalam arti yang luas. Ibadah bersifat tertutup karena telah sempurna dan muamalah dalam arti khusus dan luas bersifat terbuka untuk dikembangkan oleh manusia yang memenuhi syarat dari masa ke masa; (5) strukturnya berlapis, terdiri dari (a) nas atau teks Alquran, (b) Sunnah Nabi Muhammad (untuk syariat), (c) hasil ijtihad manusia yang memenuhi syarat tentang wahyu dan sunnah, (d) pelaksanaannya dalam praktik baik (i) berupa

Pendahuluan, Islam, dan Hukum Islam 59 keputusan hakim, maupun (ii) berupa amalan-amalan umat Islam dalam masyarakat (untuk fiqih); (6) mendahulukan kewajiban dari hak, amal dari pahala; (7) dapat dibagi menjadi (a) hukum taklifi atau hukum taklif yakni al-ahkam al-khamsah yang terdiri dari lima kaidah, lima jenis hukum, lima kategori hukum, lima penggolongan hukum yakni ja'iz, sunnat, makruh, wajib dan haram, dan (b) hukum wadh'i yang mengandung sebab, syarat, halangan terjadi atau terwujudnya

hubungan hukum.

Dalam bukunya Falsafah Hukum Islam, T.M. Hasbi Ash Shiddieqy (1975:156-212), menyebut ciri-ciri khas hukum Islam. Yang relevan untuk dicatat di sini adalah, hukum Islam (8) berwatak universal, berlaku abadi untuk umat Islam di mana pun mereka berada, tidak terbatas pada umat Islam di suatu tempat atau negara pada suatu masa saja; (9) menghormati martabat manusia sebagai kesatuan jiwa dan raga, rohani dan jasmani serta memelihara kemuliaan manusia dan kemanusiaan secara keseluruhan; (10) pelaksa- naannya dalam praktik digerakkan oleh iman (akidah) dan akhlak umat Islam.

Page 66: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

58 Hukum Islam

Hukum Islam dan Hak Asasi Manusia

Hukum Islam, sebagai bagian agama Islam, melindungi hak asasi manusia. Hal ini dapat dilihat pada tujuan hukum Islam yang akan dibicarakan di bawah. Kalau hukum Islam dibandingkan dengan pandangan atau pemikiran (hukum) Barat (Eropa, terutama Amerika) tentang hak asasi manusia, akan kelihatan perbedaannya. Perbedaan itu terjadi karena pemikiran (hukum) Barat memandang hak asasi manusia semata-mata antroposentris, artinya berpusat pada manusia. Dengan pemikiran itu manusia sangat dipentingkan. Sebalik- nya, pandangan hukum Islam yang bersifat teosentris. Artinya berpusat pada Tuhan. Manusia adalah penting, tetapi yang lebih utama adalah Allah. Allahlah pusat segala sesuatu.

Oleh karena perbedaan pandangan itu, terdapat perbedaan pokok antara Deklarasi Hak-hak Asasi Manusia yang disponsori Barat dengan Deklarasi Hak-hak Asasi Manusia yang dikeluar- kan oleh umat Islam. Deklarasi Kairo tahun 1990, misalnya, yang dikeluarkan oleh Organisasi Konferensi Islam (OKI), di dalamnya termasuk juga Indonesia, merupakan pendirian resmi umat Islam mengenai Hak-hak Asasi Manusia; berbeda kerangka acuannya dengan Deklarasi atau Pernyataan Hak- hak Asasi Manusia yang dikeluarkan atau disponsori oleh negara-negara Barat. Dinyatakan dalam deklarasi itu bahwa semua hak dan kebebasan yang terumus dalam deklarasi tunduk pada syariat atau hukum Islam. Satu-satunya ukuran, mengenai Hak-hak Asasi Manusia, adalah syariat Islam.

Hak-hak yang dirumuskan dalam deklarasi itu, kebanyakan hak ekonomi. Hak politik, seperti hak untuk mengutarakan pendapat secara bebas, tidak boleh bertentangan dengan asas- asas syariah. Dinyatakan pula bahwa semua individu sama di muka hukum. Ketentuan lain adalah keluarga merupakan dasar masyarakat, wanita dan pria sama dalam martabat kemanusiaan. Hak atas hidup, dijamin. Pekerjaan adalah hak individu yang dijamin oleh negara. Demikian juga hak atas pelayanan kesehatan, sosial dan kehidupan yang layak. Ditegaskan pula bahwa tidak ada sanksi, kecuali sanksi yang ditentukan dalam syariat atau hukum Islam.

Page 67: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Tujuan Hukum Islam

Pendahuluan, Islam, dan Hukum Islam 59

Kalau kita pelajari dengan saksama ketetapan Allah dan ketentuan Rasul-Nya yang terdapat di dalam Alquran dan kitab-kitab hadis yang sahih, kita segera dapat mengetahui tujuan hukum Islam. Secara umum sering dirumuskan bahwa tujuan hukum Islam adalah kebahagiaan hidup manusia di dunia ini dan di akhirat kelak, dengan jalan mengambil (segala) yang bermanfaat dan mencegah atau menolak yang mudarat, yaitu yang tidak berguna bagi hidup dan kehidupan. Dengan kata lain, tujuan hukum Islam adalah kemaslahatan hidup manusia, baik rohani maupun jasmani, individual dan sosial. Kemaslahatan itu tidak hanya untuk kehidupan di dunia ini saja tetapi juga untuk kehidupan yang kekal di akhirat kelak. Abu Ishaq al Shatibi (m.d. 790/1388) meru- rnuskan lima tujuan hukum Islam, yakni memelihara (I) agama, (2) jiwa, (3) akal, (4) keturunan, dan (5) harta, yang (kemudian) disepakati oleh ilmuwan hukum Islam lainnya. Kelima tujuan hukum Islam itu di dalam kepustakaan disebut al-maqasid al-khamsah atau al-maqasid al-shari'ah (baca: al-maqasidis syari'ah kadang-kadang disebut al-maqadis syar'iyah) (tujuan- tujuan hukum Islam).

Tujuan hukum Islam tersebut di atas dapat dilihat dari dua segi yakni (1) segi 'Pembuat Hukum Islam' yaitu Allah dan Rasul-Nya dan (2) segi manusia yang menjadi pelaku dan pelaksana hukum Islam itu. Kalau dilihat dari (1) Pembuat Hukum Islam, tujuan hukum Islam itu adalah: Pertama, untuk memenuhi keperluan hidup manusia yang bersifat primer, sekunder dan tertier, yang dalam kepustakaan hukum Islam masing-masing disebut dengan istilah daruriyyat, hajjiyat dan tahsimyyat. Kebutuhan primer (daruriyyat) adalah kebutuhan utama yang harus dilindungi dan dipelihara sebaik-baiknya oleh hukum Islam agar kemaslahatan hidup manusia benar- benarterwujud (penjelasannyadi halamanberikut). Kebutuhan sekunder (hajjiyat) adalah kebutuhan yang diperlukan untuk mencapai kehidupan primer, seperti misalnya kemerdekaan, persamaan.dan sebagainya, yang bersifat menunjang eksisten- si kebutuhan primer. Kebutuhan tertier (tahsiniyyat) adalah kebutuhan hidup manusia selain dari yang sifatnya primer dan sekunder itu yang perlu diadakan dan dipelihara untuk kebaik- an hidup manusia dalam masyarakat misalnya sandang, pangan, perumahan dan lain-lain. Kedua, tujuan hukum Islam adalah untuk ditaati dan dilaksanakan oleh manusia dalam kehidupannya sehari-

Page 68: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

60 Hukum Islam

hari. Ketiga, supaya dapat ditaati dan dilaksanakan dengan baik dan benar, manusia wajib mening- katkan kemampuannya untuk memahami hukum Islam dengan mempelajari usul alfiqh (baca; usulul fiqih) yakni dasar pem- bentukan dan pemahaman hukum Islam sebagai metodologinya. Di samping itu, dari segi (2) pelaku hukum Islam yakni manusia sendiri, tujuan hukum Islam adalah untuk mencapai kehidupan yang berbahagia dan sejahtera. Caranya adalah, seperti telah disinggung di muka, dengan mengambil yang bermanfaat, mencegah atau menolak yang mudarat bagi kehidupan. Dengan kata lain, tujuan hakiki hukum Islam, jika dirumuskan secara umum, adalah tercapainya keridaan Allah dalam kehidupan manusia di dunia ini dan di akhirat kelak (Juhaya S. Praja, 1988: 196).

Kepentingan hidup manusia yang bersifat primer yang disebut dengan istilah daruriyyat tersebut di atas merupakan tujuan utama yang harus dipelihara oleh hukum Islam. Kepen- tingan-kepentingan yang harus dipelihara itu, yang juga telah disinggung di atas, adalah lima, yaitu pemeliharaan (1) agama, (2) jiwa, (3) akal, (4) keturunan, dan (5) harta.

Pemeliharaan (1) agama merupakan tujuan pertama hukum Islam. Sebabnya adalah karena agama merupakan pedoman hidup manusia, dan di dalam agama Islam selain komponen- komponen akidah yang merupakan pegangan hidup setiap Muslim serta akhlak yang merupakan sikap hidup seorang Muslim, terdapat juga syariah (t) yang merupakan jalan hidup seorang Muslim baik dalam berhubungan dengan Tuhannya maupun dalam berhubungan dengan manusia lain dan benda dalam masyarakat. Ketiga komponen itu, dalam agama Islam, berjalin berkelindan. Karena itulah maka hukum Islam wajib melindungi agama yang dianut oleh seseorang dan menjamin kemerdekaan setiap orang untuk beribadah menurut keyakinan (agama)-nya.

Pemeliharaan (2) jiwa merupakan tujuan kedua hukum Islam. Karena itu hukum Islam wajib memelihara hak manusia untuk hidup dan mempertahankan kehidupannya. Untuk itu hukum Islam melarang pembunuhan (QS 17:33) sebagai upaya menghilangkan jiwa manusia dan melindungi berbagai sarana yang dipergunakan oleh manusia untuk dan mempertahankan kemaslahatan hidupnya.

Pemeliharaan (3) akal sangat dipentingkan oleh hukum Islam,

Page 69: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Pendahuluan, Islam, dan Hukum Islam 61

karena dengan mempergunakan akalnya, manusia dapat berpikir tentang Allah, alam semesta dan dirinya sendiri. Dengan mempergunakan akalnya manusia dapat mengem- bangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tanpaakal, manusia tidak mungkin pula menjadi pelaku dan pelaksana hukum Islam. Oleh karena itu, pemeliharaan akal menjadi salah-satu tujuan hukum Islam. Penggunaan akal itu harus diarahkan pada hal-hal atau sesuatu yang bermanfaat bagi kepentingan hidup manusia, tidak untuk hal-hal yang merugikan kehidupan. Dan untuk memelihara akal itulah maka hukum Islam melarang orang meminum setiap minuman yang memabukkan yang disebut dengan istilah khamar dalam Alquran (5: 90) dan menghukum setiap perbuatan yang dapat merusak akal manusia.

Pemeliharaan (4) keturunan, agar kemurnian darah dapat dijaga dan kelanjutan umat manusia dapat diteruskan, merupakan tujuan keempat hukum Islam. Hal ini tercermin dalam hubungan darah yang menjadi syarat untuk dapat saling mewarisi (QS 4: 11), larangan-larangan perkawinan yang disebut secara rinci dalam Alquran (4: 23), dan larangan berzina (QS 17: 32). Hukum kekeluargaan dan kewarisan Islam adalah hukum-hukum yang secara khusus diciptakan Allah untuk memelihara kemurnian darah dan kemaslahatan keturunan. Dalam hubungan ini perlu dicatat bahwa dalam Alquran, ayat-ayat hukum mengenai kedua bagian hukum Islam ini diatur lebih rinci dan pasti dibandingkan dengan ayat-ayat hukum lainnya. Maksudnya adalah agar pemeliharaan dan kelanjutan keturunan dapat berlangsung dengan sebaik-baiknya.

Pemeliharaan (5) harta adalah tujuan kelima hukum Islam. Menurut ajaran Islam, harta adalah pemberian Tuhan kepada manusia, agar manusia dapat mempertahankan hidup dan melangsungkan kehidupannya. Oleh karena itu, hukum Islam melindungi hak manusia untuk memperoleh harta dengan cara-cara yang halal dan sah serta melindungi kepentingan harta seseorang, masyarakat dan negara, misalnya dari penipuan

Page 70: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Pendahuluan, Islam, dan Hukum Islam 65

(QS 4: 29), penggelapan (QS 4: 58), perampasan (QS 5: 33), pencurian (QS 5: 38), dan kejahatan lain terhadap harta orang lain. Peralihan harta seseorang setelah ia meninggal dunia pun diatur secara rinci oleh hukum Islam agar peralihan itu dapat berlangsung dengan baik dan adil berdasarkan fungsi dan tanggung jawab seseorang dalam kehidupan rumah tangga dan masyarakat (QS 4: 7, 11, 12, 176 dan lain-lain).

Salah Paham Terhadap Islam dan Hukum Islam

Islam sebagai agama dan sebagai hukum, sering disalah- pahami bukan hanya oleh orang-orang non-Muslim, tetapi juga oleh orang-orang Islam sendiri. Oleh karena itu, ada baiknya kalau di ruangan ini kita kaji sebab-sebab kesalah- pahaman itu kendati pun secara sepintas lalu.

Kesalahpahaman terhadap Islam disebabkan karena banyak hal, namun, yang relevan dengan kajian ini adalah karena (1) salah memahami ruang-lingkup ajaran Islam, (2) salah menggambarkan kerangka dasar ajaran Islam, dan (3) salah mempergunakan metode mempelajari Islam. Yang dimaksud dengan Islam dalam kalimat-kalimat terakhir ini adalah agama Islam.

Kesalahpahaman (1) mengenai ruang-lingkup ajaran Islam terjadi, misalnya, karena orang menganggap semua agama itu sama dan ruang-lingkupnya sama juga. Dipengaruhi ajaran agama Nasrani yang ruang-lingkupnya hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhan saja, orang menganggap agama Islam pun demikian juga halnya. Tetapi, seperti telah disebutkan di muka, dinul Islam atau agama Islam itu tidaklah hanya mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan belaka, seperti yang dikandung oleh istilah religion, tetapi juga mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri, dengan masyarakat dan dengan benda dan alam sekitarnya. Sebagai satu sistem ia mengatur hidup dan kehidupan manusia dalam berbagai dimensi dan karena itu ruang-lingkup ajarannya pun mencakup berbagai tata hubungan itu. Untuk 'menghindari salah paham' orang harus mempelajari Islam dari sumbernya yang asli, yaitu Alquran dan Al-Hadis. Jika kita pelajari agama Islam itu dari sumbernya yang asli, yaitu Alquran dan Al- Hadis yang memuat Sunnah Nabi Muhammad

Page 71: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Pendahuluan, Islam, dan Hukum Islam 63

kita akan memperoleh gambaran yang jelas mengenai tata hubungan itu, sebab Alquran sebagai sumber pertama dan utama agama Islam tidak hanya memuat ajaran tentang iman dan ibadah atau akidah dan syariah saja, tetapi memuat juga akhlak entang bagaimana manusia harus bersikap dan berbuat dalam hidup dan kehidupannya di dunia ini terhadap dirinya sendiri, manusia lain dan lingkungan hidupnya. Mempelajari agama Islam dari kedua sumbernya yang asli yang memuat ruang lingkup agama Islam itu tidaklah menjadi masalah lagi sekarang, karena kalaupun orang tidak atau belum menguasai bahasa Arab, kedua sumber ajaran Islam itu, sekarang, telah dapat dipelajari dengan mempergunakan bahasa Indonesia sendiri atau bahasa Inggris, misalnya. Di tanah air kita, tafsir Alquran dan atau syarah (penjelasan) kitab-kitab hadis dan buku-buku penuntun mempelajari Alquran dan Al-Hadis telah banyak ditulis orang dan dengan mudah dapat diperoleh.

Dalam hubungan ini, agaknya perlu diingatkan, mempelajari Islam tanpa bantuan guru sebaiknya dilakukan melalui karya atau kepustakaan yang ditulis oleh mereka yang telah mengkaji dan memahami Islam secara baik dan benar. Pada umumnya mereka adalah para ahli atau ulama, cendekiawan dan sarjana Muslim yang diakui otoritasnya di bidang kajian itu. Analisis dan kesimpulan para orientalis, kecuali karya mereka yang terkenal kejujurannya terhadap Islam atau karya mereka yang diberi catatan pembenaran atau koreksi oleh sarjana Muslim, sebaiknya dihindari oleh orang yang 'baru' belajar Islam, terutama tulisan para orientalis sebe- lum perang dunia kedua, untuk mencegah kesalahpahaman. Akan tetapi, jika pengetahuan seseorang tentang keislaman telah cukup, membaca analisis dan kesimpulan para orientalis malah perlu untuk bahan studi perbandingan. Yang dimaksud dengan orientalis' adalah orang Barat yang khusus mempelajari agama (dalam hal ini Islam), budaya dan bahasa-bahasaTimur untuk tujuan-tujuan tertentu yang berubah dari masa ke masa.

Kesalahpahaman (2) terjadi karena orang salah menggam- barkan kerangka dasar ajaran Islam. Orang menggambarkan bagian-bagian agama Islam itu tidak secara menyeluruh sebagai satu kesatuan, tetapi sepotong-sepotong atau sebagian-sebagian saja. Misalnya orang menggambarkan atau membuat gambaran yang memberi kesan seakan-

Page 72: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

64 Hukum Islam

akan agama Islam isinya hanyalah mengenai akidah atau iman saja, atau agama Islam itu hanya tentang syariah atau hukum belaka, atau agama Islam itu hanyalah ajaran akhlak semata-mata, tanpa meletakkan dan menghubungkan bagian-bagian itu dalam kerangka dasar keterpaduan agama Islam secara menyeluruh. Menggambarkan agama Islam dengan cara sepotong-sepotong inilah yang telah menyebabkan Islam disalahpahami di dunia ini. Penggam- baran agama Islam seperti ini sering dilakukan oleh orang Islam sendiri tanpa disadari dan dengan sadar karena maksud- maksud tertentu dilakukan oleh para orientalis, terutama di masa-masa sebelum perang dunia kedua dahulu.

Untuk 'menghindari kesalahpahaman' karena salah meng- gambarkan bagian-bagian ajaran Islam itu, maka hendaklah komponen-komponen ajaran Islam yang menjadi kerangka dasar agama Islam itu digambarkan seluruhnya dalam satu kesatuan yang padu, seperti yang telah dicoba diuraikan di muka. Setdah itu, pelajarilah secara terpadu pula. Dalam hubungan ini perlu dikemukakan bahwa mempelajari Islam tidak boleh dilakukan sepotong-sepotong tetapi terpadu dalam kesatuan yang bulat. Mempelajari dan memahami Islam secara sepotong-sepotong saja tanpa menghubungkannya dengan yang lain dalam kerangka sistem agama Islam akan menghasilkan pemahaman yang salah terhadap Islam.

Selain itu, untuk memperoleh wawasan yang baik dan benar tentang agama Islam, dan 'menghindari salah paham,' kajian dan pemahamannya harus dihubungkan dengan berbagai persoalan asasi yang dihadapi oleh manusia dalam masyarakat dan dilihat relasi serta relevansinya dengan masalah- masalah politik, ekonomi, sosial, budaya sepanjang sejarah, terutama sejarah umat Islam. Mempelajari dan memahami Islam dengan bantuan ilmu-ilmu pengetahuan yang berkem- bang sampai sekarang, akan memperluas wawasan kita tentang Islam. Ilmu-ilmu alamiah, ilmu-ilmu sosial dan budaya, ilmu-ilmu kemanusiaan atau humaniora beserta cabang dan rantingnya adalah ilmu-ilmu bantu dalam kajian Islam untuk memperoleh pemahaman yang baik dan benar.

Kesalahpahaman ke-(3) terjadi karena salah mempergunakan metode mempelajari Islam. Metode yang dipergunakan oleh orientalis,

Page 73: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Pendahuluan, Islam, dan Hukum Islam 65

terutama sebelum perang dunia kedua, adalah pendekatan yang tidak benar, karena mereka, pada umumnya, menjadikan bagian-bagian bahkan seluruh ajaran (agama) Islam semata-mata sebagai objek studi dan analisis. Laksana dokter bedah mayat, kata Fazlur Rahman, para orientalis itu meletak- kan Islam di atas meja operasinya, memotongnya bagian demi bagian dan menganalisis bagian-bagian itu dengan mempergunakan norma-norma atau ukuran-ukuran mereka sendiri yang un Islamic (Fazlur Rahman, 1966:44). Artinya, mereka mempergunakan metode mempelajari dan menganalisis ajaran (agama) Islam dengan metode dan analisis serta ukuran- ukuran yang tidak Islami, tidak sesuai dengan ajaran (agama) Islam. Hasilnya, tentu saja tidak memuaskan dan pasti menim- bulkan salah paham terhadap Islam.

Para orientalis yang mempelajari Islam, seringkali pula melakukan pendekatan menyamakan agama Islam dengan keadaan umat Islam di suatu tempat pada suatu masa. Keadaan umat Islam yang miskin, terbelakang di suatu tempat pada kurun waktu sekarang ini mereka pergunakan sebagai data untuk menarik kesimpulan bahwa agama Islam menganjurkan atau membiarkan kemiskinan dan keterbelakangan. Atau mereka menganggap kemiskinan dan keterbelakangan itu terjadi di kalangan umat Islam karena agama Islam tidak mendorong para pemeluknya untuk maju dan berkembang. Pendapat para ahli ilmu-ilmu sosial Barat (Amerika) yang menyamakan ajaran Islam dengan umat Islam, dapat dilihat misalnya pada karya Clifford Geerts, Clive S. Kessler dan Max Weber (Mohammad Kamal Hasan, 1979:94, 136).

Metode atau pendekatan yang dilakukan oleh para orientalis ini tidak sesuai dengan agama Islam. Oleh karena itu, untuk mempelajari Islam secara baik dan benar dan agar 'tidak salah paham terhadap Islam,' pelajarilah Islam dengan metode yang sesuai dengan ajaran Islam. Metode mempelajari Islam telah lama ada di kalangan orang Islam sendiri, tetapi masih perlu dikembangkan sesuai dengan perkembangan ilmu dan studi Islam sekarang. Beberapa sarjana Muslim telah mengemukakan pendapatnya mengenai berbagai metode yang sesuai dengan ajaran Islam. Di antaranya, sekedar menyebut beberapa nama sebagai contoh, Ismail R. Faruqi, M. Najib Alatas, S. Hossein Nasr, Fazlur Rahman, Ali Syariati, Deliar Noer, A. Mukti

Page 74: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

66 Hukum Islam

Ali. Menurut Ali Syariati, dari sekian banyak metode yang dapat dipergunakan, orang tidak dapat memilih hanya satu metode saja dari sekian banyak metode yang ada, karena Islam bukanlah agama uni

dimensional (agama satu dimensi) tetapi multi dimensional (berdimensi banyak). Oleh karena itu, untuk mempelajari Islam yang banyak dimensi- nya itu orang harus mempergunakan banyak metode yang sesuai dengan dimensi yang dikaji itu. Selain dari memakai metode filosofis, kata Ali Syariati, orang harus juga mempergunakan metode-metode yang terdapat dalam ilmu yang dikembangkan oleh manusia dewasa ini. Ali Syariati menyebut, sebagai contoh, metode sejarah dan sosiologi, dua metode dalam bidang studi dan spesialisasinya. Soal-soal yang bersifat kosmologis (yang berkaitan dengan ilmu-ilmu alam serta gejala- gejala alam) kata Ali Syariati, harus dipelajari dan dipahami dengan mempergunakan metodologi ilmu-ilmu alam (Ali Syariati, 1982 :73). Dalam hubungan dengan penggunaan metode-metode ilmiah yang berasal dari Eropa, Ali Syariati mengingatkan keharusan inovatif (bersifat pembaruan = kreasi baru) dan 'selektif dalam memilih metode-metode itu. Tidak semua metode yang dikembangkan di Eropa dan Amerika perlu diikuti, karena ada di antaranya yang tidak sesuai dengan agama Islam. Hal ini disebabkan, menurut Deliar Noer, karena pada umumnya metode yang dipergunakan oleh penulis-penulis Barat itu dipengaruhi oleh dua aliran pikiran, yakni (1) aliran liberal kapitalis dan atau (2) aliran Marxis. Aliran liberal kapitalis mengutamakan benda dan bersifat duniawi semata- mata. Akal dan perasaan manusia yang dikembangkan secara bebas merdeka, oleh aliran ini, diputuskan hubungannya dengan sumber-sumber 'samawi' (langit) yaitu sumber ajaran yang datang dari Tuhan, baik sumber itu sumber masa lalu maupun tujuan masa yang akan datang yang disebut akhirat. Aliran Marxis yang tumbuh kemudian, menolak aliran liberal-kapitalis itu dan menolak segala sesuatu yang bersangkut paut dengan Tuhan, agama dan akhirat (ingat sekularisme yang dibicarakan di muka: MDA). Di samping kedua aliran besar itu ada aliran (3) yang memasukkan ke dalam metode yang dipergunakan- nya pengertian-pengertian yang berasal dari agama (Kristen dan Yahudi) yang dianutnya. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan bukan Barat terhadap pengkajian agama Islam dan terhadap masyarakat yang

Page 75: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Pendahuluan, Islam, dan Hukum Islam 67

mayoritas penduduknya beragama Islam seperti masyarakat Indonesia, misalnya (Deliar Noer, 1982:31-32). Menurut A. Mukti Ali metode mempelajari agama Islam tidak cukup dengan hanya mempergunakan metode ilmiah saja, tetapi perlu juga pendekatan doktriner (ajaran bersifat keyakinan menerima agama sebagai suatu kebenaran). Mukti Ali menawarkan metode mempelajari agama dengan pendekatan saintifik-doktriner, yang dinamakannya metode sintetis (Nourouzzaman Shiddiqi, 1993: 603-604).

Demikianlah beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengkaji dan memahami (ajaran) Islam. Mutatis mutandis (dengan perubahan-perubahan yang diperlukan di sana-sini) hal itu berlaku juga dalam mengkaji dan memahami hukum Islam. Ini berarti bahwa hukum Islam (1) harus dipelajari dalam kerangka dasar ajaran Islam, yang menempatkan hukum Islam sebagai salah-satu bagian agama Islam, (2) harus dihu- bungkan dengan iman (akidah) dan kesusilaan (akhlak, etika atau moral), karena dalam sistem hukum Islam, iman, hukum dan kesusilaan tidak dapat diceraipisahkan. Karena itu, (3) tidak dapat dikaji dan dipahami dengan mempergunakan ilmu hukum Barat (baik kontinental maupun Anglosakson) yang sifatnya sekular; (4) harus dikaitkan dengan beberapa istilah kunci, di antaranya adalah syariah dan fiqih yang dapat dibedakan tetapi tidak mungkin diceraipisahkan. Untuk pem- baruan dan pengembangan hukum Islam, kedua istilah ini harus dipahami benar maknanya; syariah adalah ketetapan Allah dan ketentuan Rasul-Nya sedang fiqih adalah pemahaman dan hasil karya manusia tentang syariah; (5) mengatur seluruh tata hubungan manusia, baik dengan Tuhan, dengan diri sendiri, dengan manusia lain dan benda dalam masyarakat serta alam sekitarnya; (6) dikaji dan dipelajari dengan mempergunakan metodologi hukum Islam sendiri yang disebut usul fiqih. Dalam hubungan ini perlu segera dicatat bahwa kendatipun hukum Islam mempunyai hubungan yang erat dengan iman atau akidah yakni komponen dasar agama Islam, tetapi hal-hal yang berhubungan dengan iman (akidah) atau keyakinan seorang Muslim tidaklah dibicarakan dalam kuliah ini. Demikian juga halnya dengan hukum Islam bidang ibadah, yakni upacara dan tata cara pengabdian langsung manusia kepada Tuhannya. Juga soal kesusilaan atau akhlak. Yang dipelajari dalam kuliah ini adalah

Page 76: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

68 Hukum Islam

(hanya) hukum Islam bidang muamalah dalam pengertian umum yaitu pengaturan tata hubungan manusia dengan manusia lain dan benda dalam kehidupan masyarakat.

Page 77: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

69

Sumber, Asas-asas Hukum Islam dan al-Ahkam al-Khamsah

PENGERTIAN SUMBER HUKUM ISLAM

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (Poerwadar- minta, 1976:974) sumber adalah asal sesuatu. Sumber hukum Islam adalah asal (tempat pengambilan) hukum Islam. Dalam kepustakaan hukum Islam di tanah air kita, sumber hukum Islam, kadang-kadang disebut 'dalil' hukum Islam atau 'pokok' hukum Islam atau 'dasar' hukum Islam (M. Tolchah Mansoer, 1980, 24; Mukhtar Yahya, 1979:21). Allah telah menentukan sendiri sumber hukum (agama dan ajaran) Islam yang wajib diikuti oleh setiap Muslim. Menurut Alquran surat Al-Nisa'- (4) ayat 59, setiap Muslim wajib mentaati (mengikuti) kemauan atau kehendak Allah, kehendak rasul dan kehendak ulil amri yakni orang yang mempunyai kekuasaan atau "penguasa". Kehendak Allah berupa ketetapan kini tertulis dalam Alquran, kehendak rasul berupa sunnah terhimpun sekarang dalam kitab-kitab hadis, kehendak "penguasa" kini dimuat dalam peraturan perundang-undangan (dulu dan sekarang) atau dalam hasil karya orang yang memenuhi syarat untuk berijtihad karena mempunyai "kekuasaan" berupa ilmu pengetahuan

Page 78: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

70 Hukum Islam

untuk mengalirkan (ajaran) hukum Islam dari dua sumber utamanya yakni dari Alquran dan dari kitab-kitab hadis yang memuat Sunnah Nabi Muhammad. Yang ditetapkan Allah dalam Alquran itu dirumuskan dengan jelas dalam percakapan Nabi Muhammad dengan sahabat Beliau Mu'az bin Jabal, yang di dalam kepustakaan terkenal dengan hadis Mu'az. Demi- kianlah, menurut riwayat, pada suatu ketika Nabi Muhammad mengirimkan seorang sahabatnya ke Yaman (dari Madinah) untuk menjadi gubernur di sana. Sebelum berangkat, nabi Muhammad menguji sahabatnya yang bernama Mu'az bin Jabal itu, dengan menanyakan sumber hukum yang akan diperguna- kannya kelak untuk memecahkan berbagai masalah dan atau sengketa yang dijumpainya di daerah baru itu. Pertanyaan itu dijawab oleh Mu'az dengan mengatakan bahwa dia akan mempergunakan Alquran. Jawaban tersebut disusul oleh nabi dengan pertanyaan: "Jika tidak terdapat petunjuk khusus (mengenai suatu masalah) dalam Alquran bagaimana?" Mu'az menjawab: "saya akan mencarinya dalam Sunnah nabi. Nabi bertanya lagi: "Kalau engkau tidak menemukan petunjuk pe- mecahannya dalam Sunnah nabi, bagaimana?" Mu'az menjawab: "Jika demikian, saya akan berusaha sendiri mencari sumber pemecahannya dengan mempergunakan ra'yu atau akal saya dan akan mengikuti pendapat saya itu." Nabi sangat senang atas jawaban Mu'az tersebut dan berkata: Aku bersyukur kepada Allah yang telah menuntun utusan rasul-Nya (H.M. Rasjidi, 1980: 456).

Dari hadis Mu'az bin Jabal di atas, dapatlah disimpulkan bahwa (a) sumber hukum Islam ada tiga, yaitu (1) 'Alquran,' (2) 'As-Sunnah,1 dan (3) 'akal pikiran' manusia yang memenuhi syarat untuk berijtihad. Akal pikiran ini, dalam kepusta-

Sumber, Asas-asas Hukum Islam dan al-Akkam al-Khamsah 75 kaan hukum Islam, disebut juga dengan istilah ar-ra'yu atau pendapat orang atau pendapat orang-orang yang memenuhi syarat untuk menentukan nilai dan norma (kaidah) pengukur tingkah-laku manusia dalam segala bidang hidup dan kehidupan. Ketiga sumber hukum Islam itu merupakan satu rangkaian kesatuan, dengan urutan keutamaan seperti tercantum dalam kalimat tersebut di atas. Tidak boleh dibalik. Jika dihubungkan dengan peringkatannya, Alquran dan As- Sunnah yang terdapat dalam kitab-kitab hadis = Al-Hadis merupakan sumber utama, sedang akal pikiran manusia yang memenuhi syarat untuk berijtihad

Page 79: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

menentukan norma benar- salahnya suatu perbuatan merupakan sumber tambahan atau sumber pengembangan. Selain itu, dari hadis Mu'az bin Jabal itu pula kita dapat menyimpulkan (b) beberapa hal, yaitu (1) Alquran bukanlah kitab hukum yang memuat kaidah-kaidah hukum secara lengkap terinci. Pada umumnya hanya memuat kaidah-kaidah hukum fundamental yang harus dikaji dengan teliti dan dikembangkan oleh pikiran manusia yang memenuhi syarat untuk diterapkan dalam masyarakat, (2) Sunnah . Nabi Muhammad dalam Al-Hadis pun, sepanjang yang mengenai soal 'muamalah' yaitu soal hubungan antara manusia dengan manusia lain dalam masyarakat, pada umumnya, hanya mengandung kaidah-kaidah umum yang harus dirinci oleh orang yang memenuhi syarat untuk dapat diterapkan pada atau dalam kasus-kasus tertentu, (3) Hukum Islam yang terdapat dalam Alquran dan As-Sunnah atau Al-Hadis itu perlu dikaji, dirinci lebih lanjut, (4) Hakim (atau penguasa) tidak boleh menolak untuk menyelesaikan suatu masalah atau sengketa dengan alasan bahwa hukumnya tidak ada. Ia wajib memecahkan masalah atau menyelesaikan sengketa yang disampaikan kepadanya dengan berijtihad, melalui berbagai jalan (metode), cara atau upaya.

Muhammad Idris As-Syafi'i (767-820 M) yang terkenal dengan panggilan kehormatan Imam Syafi'i, setelah lebih dari seabad Nabi Muhammad wafat, dalam periode pembinaan, pengembangan dan pembukuan hukum Islam di permulaan KhalifahAbbasiyah (750-1258), atas permintaan Abdurrahman bin Mahdi, menyusun suatu teori tentang sumber-sumber hukum Islam dalam sebuah buku yang bernama Kitab al-Risala fi Usui al Fiqh, telah disebut di muka, biasa disingkat dengan Kitab al-Risala atau al-Risala(h) (dibacaarrisala(h)) saja (Majid Khadduri, 1961:21). Menurut pendapat Syafi'i, dalam buku tersebut, sumber hukum Islam ada empat, yaitu (1) Alquran, (2) As-Sunnah atau Al-Hadis, (3) Al-Ijma1, dan (4)Al-Qiyas. Pendapat As-Syafi'i ini disandarkan pada Alquran surat Al- Nisa' (4) ayat 59 tersebut di atas, yang terjemahannya (lebih kurang) berbunyi sebagai berikut: "Hai orang-orang yang beriman: taatilah Allah, taatilah rasul dan orang-orang yang memegang kekuasaan di antara kamu. Jika kamu berbeda pendapat mengenai sesuatu, kembalikanlah (perbedaan pendapat itu) kepada Allah dan rasul." Perkataan "taatilah Allah (dan) taatilah rasul" dalam ayat tersebut menunjuk pada Alquran dari As-

Page 80: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

72 Hukum Islam

Sunnah atau Al-Hadis sebagai sumber hukum Islam. Perkataan "dan (taatilah) orang-orang yang memegang kekuasaan di antara kamu," menunjuk kepada al-Ijma sebagai sumber hukum. Sedang kata-kata "jika kamu berbeda pendapat mengenai sesuatu, kembalikanlah kepada Allah dan rasul" menunjuk kepada al-qiyas sebagai sumber hukum Islam (Hasbi Ash-Shiddieqy, 1953:50).

Page 81: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai
Page 82: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Sumber, Asas-asas Hukum Islam dan al-Ahkam al-Khamsah 96

Selain bertitik-tolak dari Alquran surat An-Nisa' (4) ayat 59 di atas, pendapat Syafi'i itu juga dimaksudkannya untuk menautkan pendapat Abu Hanifah yang mengutamakan akal pikiran atau ar-ra'yu, setelah Alquran, sebagai sumber hukum Islam dengan pendapat Malik bin Anas yang mengutamakan As-Sunnah atau Al-Hadis setelah Alquran, sebagai sumber hukum. Perbedaan pendapat antara para pendiri mazhab ini, mengenai peringkat sumber hukum setelah Alquran disebabkan karena faktor lingkungan, tersedianya nara sumber mengenai hadis dan tempat mereka berijtihad: Abu Hanifah di Kufah (di Irak sekarang) sedang Malik bin Anas di Madinah (di Saudi Arabia sekarang). Keadaan dan lingkungannya berbeda.

Keempat sumber hukum Islam yang disebut oleh Syafi'i ini disepakati oleh para ahli hukum (mazhab) yang lain. Karena itu, Syafi'i dianggap sebagai arsitek agung, pemba- ngunan (teori) ilmu pengetahuan hukum Islam. Istidal yang disebut juga sebagai sumber hukum Islam dalam mazhab Syafi'i, tidak disepakati oleh mazhab lain. Sama halnya dengan istihsan, istisKab dan 'urf yang dipergunakan oleh mazhab Hanafi serta al-masalih al-mursalah (akan dijelaskan di bawah) yang dikemukakan oleh mazhab Maliki.

Di tanah air kita, ke dua susunan sumber-sumber hukum Islam tersebut, tertulis dalam kepustakaan hukum Islam. Jika kita teliti dengan saksama, antara kedua sistematik sumber hukum Islam tersebut, sesungguhnya, pada hakikatnya adalah sama. Baik yang menyebut tiga berdasarkan Alquran surat 4:59 dan hadis Mu'az bin Jabal, maupun yang memerincinya menjadi empat berdasarkan ayat Alquran yang sama dan perumusan Syafi'i itu, sama-sama berpendapat bahwa sumber utama dan terutama adalah Alquran dan As-Sunnah atau 78 Hukum Islam

Al-Hadis. Sumber tambahan atau sumber pengembangan hukum Islam yang lain, pada hakikatnya juga sama, karena apa yang disebut Syafi'i sebagai al-Ijma' dan al-Qiyas itu sesung- guhnya adalah jalan atau metode atau cara yang dipergunakan oleh akal pikiran manusia, baik sendiri-sendiri melakukan analogi (qiyas) maupun secara bersama-sama mencapai suatu konsensus (ijmak) dalam usaha menemukan atau menentukan kaidah hukum untuk diterapkan pada satu kasus tertentu.

SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM

Page 83: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Dari uraian di atas dapatlah disimpulkan bahwa sumber- sumber hukum Islam adalah (1) Alquran dan (2) As-Sunnah (Al- Hadis) serta (3) akal pikiran (ra'yu) manusia yang memenuhi syarat untuk berijtihad karena pengetahuan dan peng- alamannya, dengan mempergunakan berbagai jalan (metode) atau cara, 'di antaranya' adalah (a) ijmak, (b) qiyas, (c) istidal, (d) al-masalih al-mursalah, (e) istihsan, (f) istishab, dan (g) 'urf.

Dalam uraian berikut, secara ringkas dan hanya dilihat dari beberapa seginya saja, akan disebut sumber-sumber hukum Islam tersebut.

Alquran

Alquran adalah sumber hukum Islam pertama dan utama. Ia memuat kaidah-kaidah hukum fundamental (asasi) yang perlu dikaji dengan teliti dan dikembangkan lebih lanjut. Menurut keyakinan umat Islam, yang dibenarkan oleh penelitian ilmiah terakhir (Maurice Bucaille, 1979: 185), Alquran adalah kitab suci yang memuat wahyu (firman) Allah, Tuhan Yang Maha Esa, asli seperti yang disampaikan

Page 84: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai
Page 85: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Sumber, Asas-asas Hukum Islam dan al-Ahkam al-Khamsah 79 oleh malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad sebagai rasul- Nya sedikit demi sedikit selama 22 tahun 2 bulan 22 hari, mula-mula di Makkah kemudian di Madinah untuk menjadi pedoman atau petunjuk bagi umat manusia dalam hidup dan kehidupannya mencapai kesejahteraan

di dunia ini dan kebahagiaan di akhirat kelak.

Perkataan Alquran berasal dari kata kerja qara-a artinya (dia telah) membaca. Kata kerja qara-a ini berubah menjadi kata kerja suruhan iqra' artinya bacalah, dan berubah lagi menjadi kata benda qur'an, yang secara harfiah berarti bacaan atau sesuatu yang harus dibaca atau dipelajari. Makna perkataan itu sangat erat hubungannya dengan arti ayat Alquran yang pertama diturunkan di gua Hira' yang dimulai dengan perkataan iqra' (kata kerja suruhan) artinya 'bacalah.' Membaca adalah salah-satu usaha untuk menambah ilmu pengetahuan yang sangat penting bagi hidup dan kehidupan manusia. Dan ilmu pengetahuan (itu) hanya dapat diperoleh dan dikembangkan dengan jalan membaca dalam arti kata yang seluas- luasnya. Menurut S.H. Nasr (SH. Nasr, 1981:27) yang terdapat dalam Alquran adalah prinsip-prinsip segala ilmu pengetahuan, termasuk di dalamnya kosmologi (cabang astronomi = ilmu tentang matahari, bulan, bintang, dan planet lainnya, yang menyelidiki asal-usul, susunan, dan hubungan ruang- waktu di alam semesta) dan pengetahuan alam.

Dalam ajaran Islam, demikian S. Hossein Nasr, Alquran adalah inti sari semua pengetahuan. Namun, pengetahuan yang terkandung di dalam Alquran hanyalah benih-benih atau prinsip-prinsipnya saja. Adalah sama sekali tidakberguna, dan bakal mustahil, apabila kita mencoba untuk mencari penjelasan ilmiah yang 'terinci' di dalam Alquran seperti yang dilakukan oleh beberapa penafsir. Sama sia-sianya dengan percobaan di dunia Barat untuk mencari hubungan antara penemuan ilmiah dengan keterangan yang ada di dalam Injil. Kita akan dihadapkan pada situasi yang mencengangkan, apa- bila kita mencoba untuk membandingkan petunjuk yang abadi itu dengan pengetahuan yang fana (yang temporer sifatnya), sebab pada saat kita menemukan hubungan antara pengetahuan tertentu dengan teks Alquran, pengetahuan itu sendiri telah berubah sesuai dengan sifatnya yang fana. Yang ada di dalam Alquran adalah 'prinsip segala pengetahuan' termasuk kosmologi dan pengetahuan tentang alam.

Page 86: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

80 Hukum Islam

Untuk menemukan prinsip ini, orang harus menghayati arti sebenarnya umm- al-kitab, (baca: umul kitab = kitab induk atau induk kitab): kitab induk yang memuat pokok-pokok ketetapan Allah. Dengan penghayatan demikian, kita akan menemukan dasar, bukan rincian ilmu pengetahuan dalam Alquran.

Dari uraian di atas, jelas agaknya bahwa Alquran bukan saja sumber pengetahuan metafisis dan sumber ajaran keaga- maan, tetapi juga sumber segala ilmu pengetahuan. Peranan Alquran di dalam filsafat Islam dan ilmu pengetahuan, karena itu, sangat penting. Begitu pula dalam 'hukum' dan metafisika, meskipun seringkali diabaikan oleh para peneliti masa kini bahwa Alquran adalah pedoman dan sekaligus kerangka segala kegiatan intelektual Islam.

Selanjutnya, Sayyid Husein Nasr berkata: "Sebagai pedoman abadi, Alquran mempunyai tiga petunjuk bagi manusia:

Pertama, adalah ajaran yang memberi pengetahuan tentang struktur (susunan) kenyataan alam semesta dan posisi berbagai makhluk, termasuk manusia, serta benda di jagad raya. Ia juga

Sumber, Asas-asas Hukum Islam dan al-Ahkam al-Khamsah 81 mengandung metafisika tentang Tuhan, kosmologi dan pembahasan tentang kehidupan akhirat. Ia berisi segala pelajaran yang diperlukan manusia untuk mengetahui siapa dirinya, di mana ia berada sekarang (dunia) dan ke mana ia akan pergi (akhirat). Ia berisi petunjuk tentang iman atau keyakinan, syariat atau hukum, akhlak atau moral yang perlu dipedomani manusia dalam kehidupan sehari-hari. Alquran, karena itu, menjadi dasar hukum Tuhan, memberi pengetahuan tentang metafisika (ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan hal-hal yang nonfisik atau tidak kelihatan), struktur alam semesta, dan kedudukan

berbagai makhluk, termasuk manusia, di dalamnya.

Kedua, Alquran berisi petunjuk yang menyerupai sejarah manusia, rakyat biasa, raja-raja, orang-orang suci, para nabi sepanjang zaman dan segala cobaan yang menimpa mereka. Meskipun petunjuk ini berupa sejarah, sebenarnyaiaditujukan pada jiwa manusia. Petunjuk itu diturunkan kepada jiwa manusia di sini dan sekarang, kendatipun ia mengambil tempat dan waktu yang telah lalu. Para pendusta atau orang- orang munafik yang menyebarkan kebohongan tentang agama selalu ada setiap saat, begitu pula mereka yang mengingkari Tuhan

Page 87: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

atau mereka yang berada di jalan yang lurus. Mereka yang (akan) dijatuhi siksa-Nya dan yang diberi karunia-Nya selalu ada pada setiap ruang dan waktu. Demikianlah, Alquran adalah petunjuk tentang kehidupan manusia, yang dimulai dengan kelahiran, diakhiri dengan kematian, berasal dari-Nya dan pasti kembali kepada-Nya.

Ketiga, Alquran berisi sesuatu yang sulit untuk dijelaskan dalam bahasa biasa. Ayat-ayat Alquran, karena berasal dari firman Tuhan, mengandung kekuatan yang berbeda dari apa yang dapat kita pelajari secara rasional. Ayat-ayat itu mempunyai kekuatan melindungi manusia. Itulah sebabnya mengapa kehadiran fisik Alquran sendiri membawa berkat bagi manusia. Apabila seorang Muslim menghadapi kesulitan, ia membaca ayat-ayat Alquran tertentu untuk menenangkan dan menghibur hatinya. Menurut agama Islam, membaca Alquran, adalah salah-satu jalan mendekatkan diri kepada Allah dan merupakan ibadah. Dan apabila ia sangat membu- tuhkan sesuatu, misalnya, seorang Muslim membaca ayat-ayat yang lain. Atau apabila ia berjumpa sesama Muslim di mana pun juga di dunia, ia memberi salam dengan kata-kata yang diambil dari Alquran.

Di samping berisi hukum Tuhan, Alquran juga mengandung ajaran tentang dunia dan akhirat, dalam ekspresi dan formasi apa adanya. Ada ahli Barat yang mengajukan kritik terhadap Alquran, terutama karena formulasinya tentang surga dan neraka, sebagai sesuatu yang bersifat sangat inderawi. Ini mungkin disebabkan karena penekanan berlebihan terhadap aspek mental manusia, sehingga terjadi pengabaian terhadap simbolisme. Dalam hubungan ini harus diingat bahwa Alquran bukan saja diturunkan untuk orang-orang yang menyukai kontemplasi (perenungan) dan spekulasi metafisik, tetapi juga untuk orang-orang yang sederhana, yang tidak mengenai kegembiraan dalam perenungan, sehingga diperlukan penggambaran inderawi bagi mereka. Sedangkan bagi golongan yang pertama, di dalam Alquran terdapat kete- rangan yang paling mendalam tentang kehidupan dunia akhirat dalam bahasa yang paling konkret, yaitu 'simbolisme.'

Dalam hubungan ini perlu dikemukakan bahwa komentar tradisional yang menerangkan simbolisme dan memperluas

Page 88: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Sumber, Asas-asas Hukum Islam dan al-Ahkam al-Khamsah 82

formulasi Alquran untuk menerangkan kehidupan alam barzah dan akhirat, menyediakan substansi intelektual yang mencakup untuk ahli ilmu kalam dan metafisika sekalipun Alquran diturunkan baik untuk petani sederhana maupun untuk ahli metafisika, sehingga Alquran mengandung berbagai tingkat pengertian bagi semua jenis pembacanya. Adalah sia-sia untuk mengajukan krit ik terhadap Alquran hanya karena kita tidak bisa menerima diskripsi (pelukisan) harfiah di dalam Alquran atau karena tidak bisa memahami simbolisme yang terdapat di dalamnya. Mungkin ada yang mengatakan bahwa pemahaman Alquran yang serupa itu tidak akan mempunyai arti apa-apa selain cerita tentang perang, perintah dan larangan, surga dan neraka dan seterusnya. Memang banyak orang yang membaca Alquran tanpa menda- patkan apa-apa, kecuali petunjuk harfiah. Ini disebabkan karena tidak ada kitab suci yang menjelaskan rahasia yang terkandung di dalamnya secara begitu mudah. Lagi pula Alquran mengandung berbagai tingkat arti, karena itu orang harus dipersiapkan agar dapat memahami arti Alquran secara baik dan benar. Manusia menemukan arti Alquran yang jelas melalui pengkajian terhadap hal yang secara implisit (tersirat) terdapat di dalamnya, demikian S.H. Nasr.

Alquran adalah kitab yang paling banyak dibaca bahkan dihafal oleh manusia. Setiap Muslim yang melakukan ibadah salat paling tidak menghafal tiga buah surat (pendek) yang terdapat dalam Alquran.'Ia dibaca oleh orang Islam selama dan setiap bulan Ramadan atau pada malam-malam tertentu sepanjang tahun. Menurut para ahli, pada garis-garis besarnya Alquran memuat soal-soal yang berkenaan dengan (1) akidah, (2) syariah baik (a) ibadah maupun (b) muamalah, (3) akhlak dalam semua ruang-lingkupnya, (4) kisah-kisah umat manusia di masa lalu, (5) berita-berita tentang zaman yang akan datang (kehidupan akhirat), dan (6) benih atau prinsip-prinsip ilmu pengetahuan, dasar-dasar hukum atau hukum-hukum dasar yang berlaku bagi alam semesta, termasuk manusia di dalamnya.

Abdul Wahab Khallaf menyebut macam-macam "hukum" dalam Alquran, yang tidak termasuk ke dalam bidang hukum menurut apa yang biasa kita pelajari baik menurut hukum adat maupun menurut hukum Barat. Menurut pandangan Islam, "hu-kum-hukum" yang

Page 89: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

terkandung dalam Alquran adalah (I) hukum-hukum i'tiqadiyah, yaitu hukum-hukum yang berkaitan dengan kewajiban para subjek hukum untuk mempercayai Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul- Nya, hari pembalasan, kada dan kadar, (2) hukum-hukum akhlak, yaitu hukum-hukum Allah yang berhubungan dengan kewajiban seorang subjek hukum untuk "menghiasi" dirinya dengan sifat-sifat keutamaan dan menjauhkan diri dari sifat- sifat yang tercela, (3) hukum-hukum amaliyah yakni hukum- hukum yang bersangkutan dengan perkataan, perbuatan, perjanjian, dan hubungan kerja sama antarsesama manusia. Macam hukum yang ketiga ini dibagi lagi ke dalam dua jenis yaitu (a) hukum ibadah yakni hukum yang mengatur hubungan antara manusia dengan Allah dalam mendirikan salat, melaksanakan ibadah puasa, mengeluarkan zakat dan melakukan ibadah haji dan (b) hukum-hukum muamalah, yakni semua hukum yang mengatur hubungan manusia dengan manusia, baik hubungan antarpribadi maupun hubungan antarorang perorangan dengan masyarakat. Dilihat dari isi hukum-hukum muamalah dalam kategori ini, hukum-hukum muamalah tidak hanya mengenai hukum perdata, menurut

Sumber, Asas-asas Hukum Islam dan al-Ahkam al-Khamsah 85 konsep dan pengertian hukum Barat, tetapi termasuk juga ke dalamnya apa yang disebut hukum pidana. Menurut pengertian hukum Alquran, semua hukum dalam kategori hukum- hukum amaliah tersebut di atas, selain hukum-hukum yang berkenaan dengan ibadah, adalah hukum muamalah. Hukum muamalah dalam pengertian ini, menurut Abdul Wahab Khallaf, meliputi juga, selain hukum perdata, juga hukum pidana, hukum tata negara, hukum internasional, hukum ekonomi- keuangan bahkan juga hukum acara (Abdul Wahab Khallaf, 1980: 44-46).

Dari uraian tersebut di atas dapatlah diketahui bahwa konsep "hukum" dalam Alquran, jauh lebih luas dari konsep hukum menurut hukum Barat. Sebab, selain kaidah-kaidah yang mengatur hubungan antara manusia dengan Allah dan hubungan antara manusia dengan manusia lain dalam masyarakat (syariah), meliputi juga hukum yang berkenaan dengan keyakinan dan sikap manusia terhadap lingkungannya yang biasa disebut dengan akidah, akhlak atau moral. Dengan demikian, konsep hukum menurut Alquran adalah all compre-

Page 90: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

84 Hukum Islam

hensive: meliputi segala-galanya sesuai dengan sifat Pencipta- nya yaitu Allah Penguasa alam semesta yang menguasai semuanya. Ini berarti bahwa hukum, menurut konsep Alquran, tidak dapat dicerai pisahkan dengan iman (keyakinan, akidah, i'dqadiyah) dan akhlak seperti yang terdapat dalam ilmu hukum Barat yang memisahkan agama dan kesusilaan atau moral dari hukum. Dengan kata lain, dalam konsep hukum Alquran, iman, akhlak, dan hukum berjalin berkelindan; dapat dibeda- kan, tetapi tidak dapat dicerai pisahkan. Hal ini mempertebal ketaatan dan kepatuhan hukum seseorang karena sebagai orang yang beriman, yang yakin bahwa segala gerak-gerik dan tingkah-lakunya dicatat oleh malaikat dan akan dipertang- gungjawabkan di akhirat kelak dalam mahkamah yang dipimpin oleh Hakim Yang Maha Adil, ia akan mentaati kewajiban- kewajiban yang dibebankan kepadanya oleh Allah dan mema- tuhi segala larangan-Nya seperti berzina, membunuh, mencuri dan sebagainya. Demikian juga halnya dengan orang yang berakhlak atau bermoral. Kendatipun perbuatannya tidak termasuk dalam kategori melanggar kaidah hukum, ia tidak mau berdusta, melakukan sikap-sikap yang tidak baik, karena ia percaya bahwa sikapnya itu melanggar "hukum" atau kete- tapan Allah mengenai akhlak manusia yang baik, dan pasti akan dimintai dan harus dipertanggungjawabkan kelak di mahkamah yaum al-akhirah (baca: yaumul akhirah = hari akhir) di hadapan Allah pemberi patokan (kaidah) akhlak yang disebut di dalam Alquran itu. Beriman kepada adanya hari akhirat waktu manusia dibangkitkan lagi nanti untuk mempertang- gungjawabkan segala sikap dan perbuatannya selama hidup di dunia ini, merupakan salah satu faktor yang menyebabkan orang mematuhi hukum-hukum yang langsung datang dari Allah, Tuhan Yang Maha Esa, seperti hukum (syariat) Islam yang kita bicarakan ini, misalnya. Itulah sebabnya, maka kaidah-kaidah hukum (syariat) Islam yang bersifat normatif, yang walaupun tidak diberi padahan atau sanksi oleh penguasa karena belum menjadi hukum positif di tanah air kita, ditaati oleh seorang Muslim (yang baik) karena ia yakin bahwa semua kaidah-kaidah hukum (syariat) Islam baik yang bersifat normatif maupun yang telah menjadi hukum positif, merupakan hukum baginya yang harus ditaati dan dilaksanakan sebaik- baiknya menurut kemampuan yang ada padanya.

Menurut Abdul Wahab Khallaf pula (Abdul Wahab Khallaf,

Page 91: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Sumber, Asas-asas Hukum Islam dan al-Ahkam al-Khamsah 87 1980:46) jumlah ayat-ayat Alquran mengenai hukum amaliyah, yaitu hukum-hukum mengenai perbuatan, perjanjian dan hubungan kerja sama antara sesama manusia dan yang mengatur hubungan manusia dengan Allah tidak banyak jumlahnya, jika dibandingkan dengan keseluruhan ayat-ayat Alquran. Ayat hukum mengenai ibadah, menurut Khallaf, berjumlah 140, sedang ayat-ayat hukum mengenai muamalah (dalam pengertian tersebut di atas) berjumlah 228. Jumlah seluruh ayat-ayat hukum itu, menurut penelidan beliau, 368, atau lebih kurang 5-6 atau 5,8% saja. Yang benar-benar mengatur hubungan antara manusia dengan manusia dalam masyarakat sekitar 3% dari seluruh ayat-ayat Alquran.

Menurut penelitian para ahli, ayat-ayat Alquran yang berhubungan dengan ibadah dan ayat-ayat hukum yang berkenaan dengan keluarga sudah terinci dan pada umumnya adalah jelas dan pasti. Karena sifatnya ta'abudy (harus diikuti seperti apa adanya) hukum-hukum yang berkenaan dengan ibadah tidak banyak dianalisis dan dikembangkan oleh pikiran manusia. Sifatnya tetap, tidak berubah karena perubahan waktu, suasana dan lingkungan. Hukum keluarga, termasuk hukum perkawinan dan kewarisan di dalamnya, juga terinci dan jelas dalam Alquran. Jumlahnya pun lebih banyak (70 ayat) jika dibandingkan dengan hukum-hukum di bidang yang lain, misalnya hukum tata negara (10 ayat) dan hukum internasional (25 ayat).

Mengenai kelompok hukum-hukum muamalah tersebut terakhir ini, yaitu hukum-hukum perdata (70 ayat), pidana (30 ayat), tata negara (10 ayat), internasional (25 ayat), ekonomi keuangan (10 ayat) dan hukum acara (13 ayat), ketentuan- ketentuannya masih bersifat dasar dan umum. Hanya sedikit yang rinci. Ini disebabkan karena kaidah-kaidah hukum fundamental itu bersifat "terbuka" dan taaqully (dapat dipikirkan) untuk dikembangkan oleh akal manusia dan dirumuskan sesuai dengan perkembangan masyarakat, kebutuhan hukum dan keadilan pada suatu masa, tempat dan lingkungan. Dalam hal atau bidang muamalah ini, Alquran hanya memberi ketentuan-ketentuan fundamental yang bersifat umum saja, agar "penguasa" dapat mengatur dan merumuskannya lebih lanjut di dalam peraturan perundang- undangan dan melaksanakannya sesuai dengan kemaslahatan yang diharapkan manusia pada suatu saat dan tempat,

Page 92: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

86 Hukum Islam

asal saja pengaturan itu tidak bertentangan dengan ketentuan- ketentuan Alquran dan jiwa syariat (hukum) Islam sendiri (Mukhtar Yahya, 1979:32-33).

Menurut surat al-Imran (3) ayat 7, ayat-ayat Alquran ada yang (a) muhkam(at)ada pula yang (b) mutasyabih(at). Ayat (a) muhkam (at) adalah ayat yang memuat ketentuan-ketentuan pokok yang jelas artinya, dapat dipahami dengan mudah oleh semua orang yang mempelajarinya. Ayat (b) mutasyabih (at) adalah ayat perumpamaan, yang mengandung kiasan. Ia hanya dapat dipahami oleh orang-orang yang mempunyai pengetahuan yang luas dan mendalam tentang Alquran. Nas atau teks Alquran mengenai hukum tercantum dalam ayat-ayat muhkam, tidak pada ayat-ayat mutasyabih atau mutasyabihat (Dusuki Haji Ahmad, 1976:227, 244).

Ayat-ayat hukum di dalam Alquran yakni ayat-ayat muhkam (at) tersebut di atas, mungkin teksnya menunjukkan pengertian yang qath'i, mungkin pula zhanni sifatnya. Yang dimaksud dengan nas atau teks yang qath’i adalah kata atau kalimat yang mengandung arti yang jelas, sehingga tidak

Sumber, Asas-asas Hukum Islam dan al-Ahkam al-Khamsah 89 mungkin ditafsirkan lain dari yang tersebut dalam teks tersebut. Contohnya adalah kalimat yang tercantum dalam surat Al-Nisa' (4) ayat 12 yang berbunyi, "Dan bagimu (suami) adalah seperdua harta peninggalan istrimu, jika istrimu tidak mempunyai anak." Teks Alquran mengenai (garis) hukum kewarisan ini adalah qath'i, jelas artinya sehingga tidak mungkin ditafsirkan lain dari apa yang dimaksud dalam ayat tersebut. Dengan demikian, bagian suami dari harta peninggalan istrinya yang tidak mempunyai anak adalah seperdua harta peninggalan mendiang istrinya itu. Yang dimaksud dengan teks atau nas Alquran yang zhanni sifatnya adalah kata atau kalimat yang menunjukkan arti atau pengertian lebih dari satu, masih mungkin ditafsirkan oleh orang yang berbeda dengan makna yang berbeda pula. Dalam kepustakaan hukum, yang sering dijadikan contoh adalah perkataan quru' yang terdapat dalam surat Al-Baqarah (2) ayat 228. Dalam ayat tersebut dikatakan bahwa "perempuan yang ditalak (oleh suaminya) harus menunggu tiga quru' (tiga masa)." Kata quru' yang menyangkut masa iddah (masa tunggu) wanita yang diceraikan melalui talak oleh suaminya, mungkin diartikan tiga kali masa suci atau tiga kali 'menstruasi' (haid). Kedua-

Page 93: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

duanya benar. Kalau diartikan tiga kali masa suci, lamanya masa tunggu atau masa iddah wanita itu akan berbeda dengan kalau tiga quru' itu diartikan tiga (kali) menstruasi atau haid (Mukhtar Yahya, 1979:34).

Alquran yang menjadi sumber nilai dan norma umat Islam itu terbagi dalam 30 juz (bagian), 114 surah (surat: bab), lebih dari 6.000 ayat, 74.499 kata atau 325.345 huruf (atau lebih tepat dikatakan 325.345 suku kata kalau dilihat dari segi bahasa Indonesia). Tentang jumlah ayat ada perbedaan pendapat antara para ahli ilmu Alquran. Ada ahli yang memandang 3 ayat tertentu sebagai satu ayat, ada pula yang memandang 2 ayat tertentu sebagai satu ayat, karena masalah koma dan titik yang diletakkan di antara ayat-ayat itu. Namun demikian, 'jumlah kata' dan suku kata yang mereka hitung adalah 'sama.' Di Indonesia, misalnya, yang mengikuti perhi- tungan Muhammadiyah menyebut jumlah ayat dalam Alquran 6666, sedang masjid Agung al-Azhar menghitungnya 6236 ayat sesuai dengan jumlah ayat di dalam Alquran yang dicetak di Mesir (Gazalba, 1976:54). Surah pertama disebut Al-Fatihah (Pembukaan), surat ke-114 terakhir = penutup adalah surat Al-Nas (Manusia). Alquran tidak disusun secara kronologis. Lima ayat pertama yang diturunkan di gua Hira' pada malam 17 Ramadan atau pada malam Nuzulul Quran ketika Nabi Muhammad berusia 40-41 tahun, sekarang terletak di surat Al-'Alaq (9 6): 1 -5. Ayat terakhir yang diturunkan di padang Arafah, ketika Nabi Muhammad berusia 63 tahun pada tanggal 9 Zulhijjah tahun ke-10 Hijrah, kini terletak di surat Al-Maidah (5): 3.

Ayat-ayat Alquran yang diturunkan selama lebih kurang 23 tahun itu disampaikan oleh malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad lebih kurang 13 tahun, waktu nabi masih tinggal di Makkah sebelum Hijrah dan 10 tahun sesudah Nabi hijrah ke Madinah. Penurunannya berangsur-angsur, mungkin beberapa ayat sebuah surat, mungkin juga sebuah surat lengkap sekaligus seperti surat Al-Fatihah, misalnya. Ayat- ayat yang diturunkan di Makkah (sebelum Hijrah) disebut ayat-ayat Makkiyah, merupakan 19/30 Alquran, banyaknya 86 surat (h). Surat dan ayatnya pendek-pendek dengan gaya bahasa yang singkat dan padat. Pada umumnya mengenai

Page 94: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

88 Hukum Islam

Sumber, Asas-asas Hukum Islam dan al-Ahkam al-Khamsah 91 tauhid atau Ketuhanan Yang Maha Esa, akhlak dan hari akhir. Ayat-ayat yang diturunkan di Madinah (sesudah Hijrah) disebut ayat-ayat Madaniyah, merupakan 11/30 Alquran, banyaknya 28 surat (h). Surat dan ayat-ayatnya panjang-panjang, gaya bahasanya jelas dan lugas. Isinya, pada umumnya, adalah norma-norma hukum untuk pembentukan dan pembinaan suatu masyarakat Islam, negara yang baik, adil dan

sejahtera yang diridai Allah.

Menurut Surat Keputusan Menteri Agama tanggal 6 Desem- ber 1946, ayat Quran pertama yang diturunkan pada Nabi Muhammad ketika beliau berumur 40 tahun, terjadi pada tanggal 17 Ramadan bertepatan dengan 6 Agustus 610 M, sekarang terdapat dalam surat Al-'Alaq atau surat Al-Iqra' (96) ayat (1) sampai dengan 5. Disampaikan oleh malaikat Jibril kepada Muhammad bin Abdullah di gua Hira' di bukit Cahaya (Jabal Nur) sebelah utara kota Makkah. Malam turunnya ayat Alquran yang pertama itu disebut Nuzl Alquran (baca: nuzulul Quran) artinya turunnya Alquran yang sejak kemerdekaan diperingati setiap tahun di Indonesia. Malam Nuzl Alquran ini, dalam kepustakaan disebut juga malam Lait al Qadr (baca Lailatul Qadar) atau malam ketentuan karena pada malam itu, Allah menentukan ataumemutuskan (1) mengangkat Muhammad bin Abdullah menjadi Utusan atau rasul Allah (Rasulullah) dan (2) Allah menentukan (permulaan) turunnya Alquran untuk menjadi pedoman dan pegangan hidup umat manusia.

Penentuan tanggal 17 Ramadan sebagai saat permulaan turunnya ayat Alquran oleh Menteri Agama Republik Indonesia di atas disandarkan pada Alquran surat Al-Baqarah (2) ayat 185, surat Al-Qadar (97) ayat 1, surat Al-Dukhan (44) ayat 3, dan surat Al-Anfal (8) ayat 41. Dalam surat Al-Anfal (8) ayat 41 terdapat kalimat yang menyatakan . . jika memang kamu beriman kepada Allah dan (kepada) apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami pada hari pembedaan, (yakni) hari bertemu(nya) dua golongan . . . Menurut para ahli (sejarah) turunnya Alquran, yang dimaksud dengan (a) hari pembedaan dan atau sekaligus pemisahan itu adalah pemisahan antara zaman Jahiliyah dengan zaman Islam, dan yang dimaksud dengan (b) bertemunya dua golongan adalah pertemuan dalam suatu peperangan antara pengikut Nabi Muhammad (yang telah memeluk agama Islam)

Page 95: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

dengan golongan orang- orang Quraish Makkah yang memerangi Nabi Muhammad dalam suatu pertempuran yang dalam sejarah terkenal dengan perang Badar. Perang Badar, menurut sejarah, terjadi pada tanggal 17 Ramadan (tahun II Hijriah).

Wahyu yang terakhir yang disampaikan malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad kini terdapat dalam Alquran surat Al-Maidah (5) ayat 3, ketika nabi berumur 63 tahun, waktu sedang wukuf di Arafah tatkala melakukan Haji Wada' pada tanggal 9 Zulhijjah tahun X Hijriah, bertepatan dengan tanggal 7 Maret 632 M. Antara wahyu pertama sampai dengan wahyu terakhir, berlalu waktu, selama lebih kurang, seperti telah disebutkan di atas, 23 tahun lamanya atau tepatnya selama 22 tahun 2 bulan 22 hari.

Wahyu yang disampaikan kepada Nabi Muhammad secara berangsur-angsur, sedikit demi sedikit itu, disusun tidak menurut urutan turunnya, dilakukan oleh Nabi Muhammad sendiri atas petunjuk Allah yang disampaikan kepada beliau melalui malaikat Jibril. Susunannya adalah unique (berbeda dengan susunan kitab mana pun jua) menurut sistem tertentu. Ayat-ayat yang tersusun rapi itu dihafal oleh banyak orang dan

Sumber, Asas-asas Hukum Islam dan al-Ahkam al-Khamsah 93 ditulis oleh para penulis wahyu 40 orang jumlahnya. Para penulis wahyu itu menuliskan setiap wahyu yang diterima Nabi Muhammad di depan nabi sendiri pada tulang-tulang unta, kulit binatang, pelepah korma dan benda-benda lain yang dapat ditulis pada masa itu, yang kemudian disimpan di rumah nabi sendiri. Di samping "arsip" lembaran ayat-ayat Quran yang berada di rumah nabi ini, para penulis wahyu sendiri juga menyimpan catatan ayat-ayat Alquran yang mereka tulis sebagai "arsip pribadi". Catatan-catatan ini, di samping para sahabat nabi yang menjadi penghafal Alquran yang banyak sekali jumlahnya menyebabkan Alquran tetap terpelihara secara lengkap sejak semula. Kenyataan itu di- tambah lagi dengan jaminan Allah sendiri yang menyatakan bahwa Dialah yang menurunkan Alquran dan Dia pulalah yang memeliharanya (QS Ai-Hijr (15): 9), menyebabkan Alquran tetap asli.

Setelah Nabi Muhammad wafat, Abu Bakar yang dipilih menjadi khalifah (pengganti) Nabi Muhammad sebagai pemim- pin masyarakat Islam, atas saran Umar bin Khattab, meminta Zaid ibn Tsabit, salah

Page 96: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

90 Hukum Islam

seorang penulis wahyu yang menjadi sekretaris nabi, menghimpun ayat-ayat Alquran yang telah dicatat di zaman nabi dahulu ke dalam satu mus-haf (kumpulan lembaran-lembaran tertulis). Zaid melaksanakan tugasnya secara hati-hati dan cermat dengan (1) hanya mengumpulkan ayat-ayat Alquran yang telah ditulis di depan nabi dahulu dan yang disimpan di rumah nabi sendiri (2) disesuaikan dengan ayat-ayat Alquran yang dihafal oleh para sahabat.

Dalam waktu kurang dari satu tahun, sebelum Abu Bakar meningga! dunia (634), Zaid telah menyelesaikan tugasnya mengumpulkan ayat-ayat Alquran ke dalam satu naskah. Dan dengan demikian tercatatlah dalam sejarah Alquran bahwa Abu Bakar adalah orang yang pertama (memerintahkan) mengumpulkan Alquran ke dalam satu mus-haf Umar merupakan orang yang pertama mempunyai gagasan dan menyarankan agar ayat-ayat Alquran dihimpun ke dalam satu kitab, sedang Zaid ibn Tsabit adalah orang yang pertama melaksanakan penulisan dan penghimpunan Alquran ke dalam satu naskah.

Mus-haf Alquran himpunan Zaid ibn Tsabit itu kemudian disimpan oleh Khalifah Abu Bakar. Setelah ia meninggal dunia, disimpan oleh penggantinya Khalifah Umar. Berdasarkan pesan Umar, setelah ia meninggal dunia, naskah itu diserahkan kepada Hafsah, karena selain dari ia adalah janda Nabi Muhammad, ia adalah wanita hafal Alquran dan pandai pula tulis baca.

Pada masa pemerintahan Khalifah Usman bin Affan (64,4- 655 M) penganut agama Islam semakin banyak dan daerah yang mereka diami telah meluas ke luar Semenanjung Arab. Di daerah yang telah menjadi luas itu, kendatipun mereka semua memakai bahasa Arab, terdapat dialek yang berbeda. Untuk memelihara kesatuan bacaan Alquran, atas anjuran Huzaifah, Khalifah Usman membentuk panitia empat orang yang di- ketuai oleh Zaid ibn Tsabit, bekas sekretaris Nabi Muhammad yang telah menghimpun Alquran ke dalam satu naskah tersebut di atas. Panitia Zaid ibn Tsabit ini ditugaskan menyalin suhuf (lembaran-lembaran) Alquran yang disimpan oleh Hafsah ke dalam beberapa naskah untuk dijadikan Quran standar di daerah-daerah yang telah memeluk agama Islam. Panitia ini dapat menyelesaikan tugasnya pada tahun 25 H (Masyfuk

Sumber, Asas-asas Hukum Islam dan al-Ahkam al-Khamsah 95 Zuhdi,

Page 97: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

1980:15-18). Dengan demikian, beberapa tahun setelah Nabi

Muhammad wafat Alquran sudah dibukukan. Alquran adalah sumber nilai dan norma agama dan ajaran Islam.

Ia menjadi pedoman hidup setiap Muslim, yang harus dikaji, dipahami makna yang dikandungnya. Timbullah gerakan untuk mempelajari Alquran secara baik dan benar. Akibatnya muncullah disiplin ilmu tersendiri yang khusus mempelajari Alquran yang disebut 'Ulum Alquran (baca: 'Ulumul Quran, artinya ilmu-ilmu Alquran). Ulumul Quran adalah ilmu-ilmu yang ada hubungannya dengan Alquran seperti ilmu yang berkenaan dengan ilmu sebab-sebab turunnya ayat-ayat, ilmu tentang cara membaca Alquran dengan baik dan benar, ilmu tentang penafsiran Alquran, dan ilmu-ilmu lain yang berkaitan dengan Alquran.

Alquran memuat firman Tuhan sendiri dalam kata-kata yang padat dan mengandung makna yang tidak mudah dipahami. Karena itu ia memerlukan penjelasan dan penafsiran. Penjelasan yang terbaik, otentik dan sempurna adalah penjelasan yang diberikan oleh Nabi Muhammad dengan sunnahnya. Penjelasan mengenai makna yang dikandung oleh Alquran dilakukan melalui tafsiran orang-orang yang memenuhi syarat. Selain dengan bahasa Arab sendiri, Alquran telah ditafsirkan dengan bahasa-bahasa lain, termasuk dengan bahasa Indonesia. Tafsir Alquran itu berkembang terus dari masa ke masa mengikuti perkembangan pemikiran dan pengetahuan manusia, kendatipun teks Alqurannya tetap sama. Ia berubah menuruti perubahan kecerdasan manusia Muslim yang menafsirkannya, mencerminkan pula sudut pandang atau aspek yang menjadi pusat perhatian atau bidang studi para penafsirnya. Ia menggambarkan juga aliran-aliran pemikiran dalam ilmu kalam, ilmu fiqih dan sebagainya. Untuk menyebut sekadar contoh tafsir Alquran dalam bahasa Arab yang banyak dipakai di tanah air kita dapat disebut misalnya tafsir Jalalainy (baca Jalalen) yang ditulis oleh dua Jalaluddin, yaitu Jala- luddin al Mahally dan Jalaluddin as-Suyuthy, tafsir al-Manar yang disusuri oleh Muhammad Rasyid Rida, murid Muhammad Abduh, tafsir al-Jawahir yang ditulis oleh Thanthawi Jauhari, tafsir al-Maragi yang ditulis oleh Ahmad Mustafa al- Maraghi dan yang baru Fi Zilalil

Qur'an (Di Bawah Naungan Alquran) tafsir yang ditulis oleh Said Qutub.

Page 98: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

92 Hukum Islam

Selain ditafsirkan, Alquran juga diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa. Terjemahan ke dalam bahasa Inggris dengan komentarnya yang banyak dibaca di tanah air kita adalah The Holy

Quran, karya A. Yusuf Ali. Kini (tafsir Yusuf Ali ini) sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Terjemahan Alquran ke dalam bahasa Indonesia-Melayu dilakukan oleh seorang ulama Aceh bernama Abdul Ra'uf as-Singkili, pada perte- ngahan abad ke-17 M, ke dalam bahasa Sunda, ditulis oleh KH Iskandar Idris dengan nama Tafsir Hibarna. Selain Quran kejawen yang terjemahannya dilakukan oleh Kemajuan Islam Yogyakarta sebelum perang, pada permulaan tahun 1980-an terbit pula terjemahan Alquran dalam bahasa Jawa yang dilakukan oleh Bakri Syahid. Tafsir Quran ke dalam bahasa Indonesia dilakukan oleh Mahmud Yunus pada tahun 1935, kemudian disusul oleh A. Halim Hasan dan kawan-kawan, pada tahun 1936, A. Hasan selesai dengan tafsir al-Furqannya tahun 1956. Setelah itu banyak terbit tafsir atau terjemahan Alquran di dalam bahasa Indonesia, di antaranya Alquran dan Terjemahnya oleh Tim Ahli Departemen Agama (1971), dilanjutkan dengan Alquran dan Tafsirnya (1984), Tafsir al-

Page 99: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Sumber, Asas-asas Hukum Islam dan al-Ahkam al-Khamsah 97 Azhar oleh

Hamkapada tahun 1966, T afsir an-Nur oleh Tengku Hasbi Ash-

Shiddieqy (1972). Terjemahan secarapuitis dilakukan oleh H.B. Jassin

dengan nama Alquranu'l Karim Bacaan Mulia pada tahun 1978.

Akhirnya perlu ditegaskan bahwa bagaimanapun baiknya penjelasan, tafsiran atau terjemahan Alquran, tafsiran atau terjemahan Alquran bukanlah Alquran. Tafsiran atau terjemahan Alquran, bagaimanapun baiknya, tidak sama dan tidak boleh disamakan dengan Alquran.

As-Sunnah atau Al-Hadis

As-Sunnah atau Al-Hadis (kadang-kadang dalam buku ini ditulis As-Sunnah saja), adalah sumber hukum Islam kedua setelah Alquran, berupa perkataan (sunnah qauliyah), perbuatan (sunnah fi'liyah) dan sikap diam (sunnah taqririyah atau sunnah sukutiyah) Rasulullah yang tercatat (sekarang) dalam kitab- kitab hadis. Ia merupakan penafsiran serta penjelasan otentik tentang Alquran.

Ucapan, perbuatan dan sikap diam nabi dikumpulkan tepat pada awal penyebaran Islam. Orang-orang yang me- ngumpulkan Sunnah nabi (dalam kitab-kitab hadis) mene- lusuri seluruh jalur riwayat ucapan, perbuatan dan pendiaman nabi. Hasilnya, di kalangan Sunni terdapat enam kumpulan hadis utama, seperti yang dikumpulkan antara lain oleh Bukhari dan Muslim yang dengan segera mendapatkan pengakuan di kalangan Sunni (ahlus sunnah waljama'ah) sebagai sumber nilai dan norma kedua sesudah kitab suci Alquran.

Di kalangan Syi'ah juga terjadi proses serupa tetapi di sam- ping ucapan-ucapan nabi ditambahkan pula ucapan para dengan cara yang sulit untuk ditandingi oleh para sarjana di zaman modern ini. Melalui proses itu beberapa hadis diterima dan beberapa yang lain ditolak karena diragukan sumbernya atau sama sekali tidak otentik. Sesungguhnya para pengumpul hadis adalah orang-orang yang penuh pengabdian dan pengor- banan, yang sering berkelana dari satu tempat ke tempat lain, dari Asia Tengah (bagian Selatan Rusia sekarang) ke Madinah atau ke Irak atau ke Syria, semata-mata untuk menyelidiki kebenaran suatu hadis. Sepanjang sejarah Islam, para pengumpul hadis (muhadisin) ini dikenal sebagai ilmuwan yang penuh pengabdian, dan karena kepercayaan masyarakat sangat dibutuhkan sebelum orang

Page 100: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

100 Hukum Islam

mendapat pengakuan di lapangan ini, maka jumlah ahli hadis selalu lebih kecil jika dibandingkan dengan jumlah ahli di bidang pengetahuan keislaman lainnya.

Melalui kitab-kitab hadis, seorang Muslim mengenai nabi dan isi Alquran. Tanpa As-Sunnah sebagian besar isi Alquran akan tersembunyi dari mata manusia. Di dalam Alquran tertulis misalnya perintah untuk mendirikan salat. Tanpa As-Sunnah orang tidak akan tahu bagaimana cara mengerjakannya. Salat, yang menjadi tiang pusat semua ibadah Islam, tidak akan dapat dikerjakan tanpa petunjuk berupa perbuatan nabi sehari-hari. Ini berlaku pula pada seribu satu hal lain sehingga hampir tidak perlu lagi untuk menyatakan hubungan yang vital antara Alquran dengan Sunnah Rasulullah, yang telah dipilih Tuhan untuk menjadi pembawa dan penerang petun- juk-Nya. Itulah sebabnya maka kedua sumber nilai dan norma Islam ini tidak boleh dicerai pisahkan. Seorang Muslim yang baik akan selalu mempergunakan Alquran dan As-Sunnah atau Al-Hadis sebagai pegangan hidupnya, mengikuti pesan

Sumber, Asas-asas Hukum Islam dan al-Ahkam al-Khamsah 101 nabi pada

waktu melakukan haji perpisahan sebelum beliau wafat.

"Kutinggalkan pada kalian dua pusaka yang sangat berharga. Kalian

tidak akan sesat selama-lamanya selama kalian berpegang teguh

kepada kedua pusaka yang sangat berharga itu yaitu Alquran dan

Sunnahku."

Sebelum mengakhiri pembahasan umum tentang As- Sunnah, perlu ditegaskan adanya ucapan-ucapan nabi yang disebut Hadis Qudsi yang tidak menjadi bagian Alquran, tetapi di dalamnya Tuhan berbicara melalui nabi. Hadis Qudsi adalah hadis suci yang isinya berasal dari Tuhan, disampaikan dengan kata-kata nabi sendiri. Meskipun Hadis Qudsi berjumlah sedikit, tetapi peranannya sangat penting sehingga menjadi dasar kehidupan spiritual umat Islam bersama dengan beberapa surat tertentu di dalam Alquran. Sufisme didasarkan pada Hadis Qudsi dan banyak Sufi (ahli tasawuf) yang meng- ingatnya di dalam kepala dan terus-menerus mengingatnya sepanjang hidup mereka. Hadis Qudsi berisi petunjuk tentang kehidupan spiritual dan tidak membahas soal-soal politik dan sosial dalam kehidupan. Isi Hadis Qudsi kebanyakan tentang hubungan langsung antara manusia dan Tuhan seperti tersirat dalam sebuah

Page 101: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Hadis Qudsi yang terkenal, yang sering diucapkan berulang-ulang oleh para sufi sepanjang masa:

"Hambaku tidak pernah berhenti mendekatkan dirinya kepadaKu melalui pengabdian yang bebas sampai Kucintai dia. Dan apabila telah Kucintai dia, maka Akulah pendengaran alatnya mendengar, mata alatnya melihat, tangan alatnya memegang, dan kaki sarana- nya berjalan."

Hadis Qudsi menunjukkan betapa dalamnya akar spiritu- alitas Islam tertanam dalam sumber petunjuk Tuhan. Islam bukanlah suatu tata hukum dan masyarakat saja yang tidak memiliki dimensi spiritual, demikian S.H. Nasr menutup uraiannya tentang As-Sunnah (S.H. Nasr, 1981:48-50).

Di dalam kepustakaan Islam, sering kita jumpai perkataan sunnah dalam makna yang berbeda-beda, tergantung pada penggunaan kata itu dalam hubungan kalimat. Kita akan menemui (1) perkataan sunnah dalam istilah sunnatullah yang berarti hukum atau ketentuan-ketentuan Allah mengenai alam semesta, yang di dalam dunia ilmu pengetahuan disebut "hukum alam" atau natural law. Kita akan bertemu dengan (2) perkataan sunnah dalam istilah sunnatur rasul yakni perkataan, perbuatan dan sikap diam Nabi Muhammad sebagai Rasulullah yang menjadi sumber hukum Islam kedua setelah Alquran, yang akan kita bicarakan lebih lanjut kelak. Kita akan berjumpa dengan (3) perkataan sunnah atau sunat dalam hubungannya dengan al-ahkam al-khamsah yang merupakan salah-satu kaidah dari lima kaidah hukum Islam yang bermakna anjuran, jika dikerjakan mendapat pahala (kebaikan), kalau tidak dilakukan tidak berdosa atau tidak apa-apa. Kita akan menjumpai juga (4) perkataan sunnah dalam ungkapan ahlus sunnah waljama'ah (sering disingkat dengan Sunni saja) yaitu golongan umat Islam yang berpegang kepada Sunnah Nabi Muhammad, yang berbeda, terutama dalam ajaran kepemimpinan politiknya (imamah), dengan golongan Syi'ah atau ditulis Shiit dalam kepustakaan atau media massa, yaitu golongan umat Islam yang setia dan menjadi pengikut Ali bin Abi Thalib serta ketu- runannya. Selain itu terdapat juga perkataan (5) sunnah dalam arti beramal ibadah sesuai dengan contoh yang diberikan nabi, sebagai lawan dari bid'ah yakni pembaruan atau cara baru

Sumber, Asas-asas Hukum Islam dan al-Ahkam al-Khamsah 103 dalam

Page 102: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

102 Hukum Islam

beribadah yang tidak pernah dilakukan oleh nabi dan para sahabatnya. Sunnatur rasul atau Sunnah Nabi Muhammad, seperti telah disebut

di atas, menjadi sumber kedua hukum Islam. Dasar hukumnya adalah (1) syahadatain (baca: syahadaten): ucapan dua kalimat syahadat yaitu ikrar keyakinan yang menyatakan bahwa tidak ada Tuhan lain yang patut disembah selain Allah dan Muhammad adalah rasul-Nya. Ikrar keyakinan ini merupakan janji diam-diam (pactum taciturn) dan sepihak yang dibuat oleh orang yang mengucapkannya bahwa selama hayat dikandung badan, ia akan hidup sesuai dengan pedoman dan ketetapan-ketetapan Allah seperti yang terdapat dalam Alquran dan mengikuti suri teladan yang diberikan oleh Nabi Muhammad melalui Sunnahnya. Dasar hukum lainnya adalah (2) Alquran. Selain surat Al-Nisa' (4) ayat 59 yang telah disebut di atas, juga Alquran surat Al-Imran (3) ayat 132 menjadi dasar hukum sunnah. Di sana Allah dengan tegas menyuruh orang-orang beriman "mentaati perintah Allah dan mentaati ketentuan rasul-Nya," dan "barangsiapa taat kepada (ketentuan) Rasulullah, sesungguhnya ia telah taat kepada ketetapan Allah" (QS Al-Nisa' (4):80). Dalam ayat lain Allah memerintahkan kepada hamba-Nya "agar mengambil atau menjalankan apa yang dibawa atau diteladankan rasul dan menghentikan atau tidak melakukan apa yang dilarangnya" (QS Al-Hasyr (59):7). Selain pesan Nabi mengenai Alquran beserta Sunnahnya yang telah dikemukakan di atas, dasar menjadikan As-Sunnah sebagai sumber hukum Islam kedua adalah juga (3) Sunnah nabi yang menyatakan bahwa "apa yang diharamkan Rasulullah, sama dengan apa yang diharam- kan Allah" (HR Ahmad dan Hakim).

Semasa Nabi Muhammad masih hidup, orang-orang Islam bertanya langsung kepada beliau tentang apa saja yang tidak jelas jawabannya dalam Alquran atau orang-orang itu mena- nyakan kepada nabi tentang makna wahyu yang disampaikan oleh malaikat Jibril kepadanya. Nabi menjawab pertanyaan- pertanyaan itu atau menjelaskan sesuatu dengan memberikan contoh. Kadang-kadang kalau para sahabatnya melaporkan sesuatu, Nabi Muhammad diam saja, setelah mendengar laporan itu. Demikianlah, semuayang datang dari Nabi Muhammad dalam kedudukan beliau sebagai rasulullah baik berupa perkataan, perbuatan maupun persetujuan (: diam tanda setuju) diikuti oleh umat Islam. Perkataan-perkataannya masih tetap

Page 103: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

dipelihara dan diikuti sampai kini (juga di masa-masa yang akan datang), perbuatannya (misalnya dalam mendirikan salat) tetap diteladani oleh umat Islam, sedang persetujuannya mengenai sesuatu menjadi pedoman umat Islam dalam memecahkan berbagai kenyataan sosial yang telah ada dalam masyarakat. Yang dimaksud dengan persetujuan itu adalah pendiaman Nabi Muhammad apabila beliau melihat sesuatu dikerjakan orang lain atau tidak menyatakan sesuatu sebagai pernyataan keberatan terhadap perbuatan dan atau kata-kata yang diucapkan orang lain didekatnya. Sikap diam demikian, menunjukkan bahwa beliau menyetujui perbuatan atau perkataan itu. Persetujuan beliau adalah terutama mengenai adat- istiadat (Arab) yang tidak bertentangan dengan jiwa ajaran atau hukum (syariat) Islam. Persetujuan ini kemudian dijadi- kan modal dalam menilai adat-istiadat dan hukum-hukum yang ada dalam masyarakat di negeri-negeri Muslim sepanjang kebiasaan-kebiasaan itu tidak bertentangan dengan jiwa hukum Islam (H.M. Rasjidi, 1980:454-455). Demikianlah,

Sumber, Asas-asas Hukum Islam dan al-Ahkam al-Khamsah 105 Sunnah Nabi Muhammad mempunyai fungsi sebagai petunjuk pelaksanaan kaidah-kaidah fundamental yang terdapat dalam Alquran atau sebagai penjelasan atau tafsiran yang otentik mengenai ayat-ayat Alquran atau sebagai kaidah-kaidah hukum baru yang perlu dikembangkan atau dirumuskan lebih lanjut oleh akal pikiran manusia (yang memenuhi

syarat merumuskannya).

Oleh karena pentingnya kedudukan sunnah sebagai sumber nilai dan norma hukum Islam, terjadilah gerakan untuk mencatat dan mengumpulkan Sunnah nabi yang disampaikan secara lisan turun-temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya. Muncullah kemudian satu disiplin ilmu tersendiri mengenai ini yang disebut dengan istilah Ulum Al-Hadis. Ulumul hadis adalah ilmu-ilmu yang berkenaan dengan hadis. Dalam perkataan sehari-hari, hadis dan sunnah adalah sama. Namun, para ahli, ada yang membedakan kedua istilah tersebut. Sebab, menurut mereka, arti perkataan sunnah adalah adat- istiadat atau tradisi. Jika dikaitkan dengan nabi, istilah itu, seperti telah disinggung di atas, berarti perkataan, perbuatan dan sikap diam beliau tanda setuju. Hadis artinya kabar, berita atau baru. jika dihubungkan dengan nabi artinya kabar mengenai sesuatu dari

Page 104: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

104 Hukum Islam

nabi. Sunnah, menurut beberapa ahli hukum Islam (Aghnides, 1984:28), adalah kebiasaan yang terdapat dalam masyarakat Arab. Dalam uraian di atas sunnah dalam pengertian ini disebut Sunatut taqrir (sunnah dalam bentuk pendiaman nabi tanda menyetujui sesuatu perbuatan atau hal). Setelah Islam berkembang, kebiasaan orang Arab ini ada yang didiamkan ada pula yang diubah nabi dan kemudian oleh para sahabatnya. Perubahan itu mengenai isinya, sedang bentuknya tetap dan dijadikan sarana untuk mengatur tingkah-laku manusia. Hadis adalah keterangan resmi yang berasal dari nabi yang disampaikan secara lisan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Perbedaan makna secara etimologis ini, seperti disebutkan di atas, tidak mengurangi pentingnya arti sunnah atau hadis itu, sebab mayoritas ahli hadis, berdasarkan penelitian mereka, menyamakan hadis dan sunnah (Nasruddin Razak, 1977:102).

Kompilasi Sunnah Nabi Muhammad ke dalam kitab, baru mulai dilaksanakan pada akhir abad pertama Hijriyah, ketika Khalifah Umar bin Abdul Aziz dari dinasti Umayyah, pada tahun 718 M memerintahkan para gubernurnya untuk mem- bukukan Sunnah Nabi Muhammad agar tidak hilang atau dilupakan orang. Perintah ini dilaksanakan oleh Muhammad Syihab az-Zuhri di Madinah. Kompilasi ini masih sangat sederhana, belum jelas klasifikasi dan sistematiknya, masih bercampur, misalnya hadis yang berkenaan dengan haji dengan hadis yang berkenaan dengan nikah, jual-beli dan sebagainya. Baru pada pemerintahan Al-Mansyur dari dinasti Abbasiyah (754-774 M) kompilasi sunnah ke dalam kitab- kitab hadis dilakukan secara teratur dengan sistematik yang rapi. Satu setengah abad setelah Nabi Muhammad wafat, tersusunlah kitab-kitab hadis, misalnya karya Abu Hanifah bernama al Fiqhi, kemudian disusul oleh karya Malik bin Anas dengan judul al-Muwaththa, sebuah himpunan hadis hukum Islam yang masih dipakai sampai sekarang, juga oleh Pengadilan Agama di Indonesia. Sesudah itu muncul bertUrut-turut kompilasi hadis yang bernama as-Sunan susunan Mohammad Idris as-Syafi'i dan al-Musnad karya Ahmad bin Hambal (Nazaruddin Razak, 1977:104-105). Keempat imam mazhab ini mempunyai karya sendiri tentang hadis-hadis hukum.

Page 105: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Sumber, Asas-asas Hukum Islam dan al-Ahkam al-Khamsah 105

Pembukuan hadis yang tersusun secara sempurna dilakukan dalam abad ketiga Hijriyah atau abad kesembilan Masehi, setelah para imam yang mendirikan mazhab yang empat itu meninggal dunia. Ini dilakukan oleh para ahli yang mengkhu- suskan diri mengkaji Sunnah Nabi Muhammad dengan suatu sistem tersendiri. Bukhari dan Muslim, misalnya, dua di antara tokoh terkemuka dalam penyusunan hadis menentukan syarat-syarat yang berat untuk menilai hadis-hadis yang dapat di terima dan ditetapkan sebagai valid atau sahih (sah). Syarat- syarat itu dihubungkan dengan pribadi orang-orang yang menyampaikan hadis itu yakni harus mempunyai watak yang terpuji, jujur, teliti, cermat dan kuat ingatannya. Selain itu matarantairangkaian (nama) orang-orang yang menyampaikan atau meriwayatkan hadis secara lisan turun-temurun haruslah tidak terputus-putus dari generasi ke generasi. Orang yang segenerasi (seangkatan) dengan nabi disebut para sahabat, angkatan kedua dinamai tabi'in (pengikut), angkatan ketiga disebut tabi’ tabi'in (pengikut dari pengikut). Hadis yang di- riwayatkan oleh tabi'in saja misalnya, tidak akan diterima (oleh Bukhari) karena mata rantai orang yang meriwayatkan hadis itu terputus satu angkatan. Pada masa itu, syarat-syarat mengukur sahih tidaknya suatu hadis hanya dikenakan pada kepribadian orang yang meriwayatkannya, tidak pada materi hadis itu sendiri (H.M. Rasjidi, 1980: 457).

Bukhari (m.d. 870 M), penyusun kitab yang terkenal dengan sebutan Sahih Bukhari itu, menyusun kitabnya selama 16 tahun. Waktu menyaring sekian banyak hadis yang dikum- pulkannya dari sekian banyak orang di tempat yang berbeda- beda, ia berpegang teguh pada kriteria yang ditetapkannya dan sebelum menuliskan hadis yang kemudian dikategorikannya sebagai hadis sahih, ia salat istikharah (salat memohon petunjuk Allah) lebih dahulu. 'Muslim,' ahli hadis yang lain, yang me- ninggal dunia pada tahun 875 M, menyusun kitab hadis lain yang terkenal dengan nama Sahih Muslim. Kedua kitab hadis sahih yang disusun oleh Bukhari dan Muslim itu dipercayai keotentikannya oleh umat Islam dan dijadikan sumber hukum Islam kedua setelah Alquran. Bukhari dan Muslim mempergu-nakan lima kategori dalam melakukan klasifikasi hadis-hadis yang dikumpulkannya. Kategori-kategori itu adalah (1) kekuatan ingatan dan ketelitian perawinya, (2) integritas pribadi orang yang

Page 106: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

106 Hukum Islam

menyampaikannya, (3) tidak terputus mata rantai penghubungnya dari generasi ke generasi, (4) tidak terdapat cacat mengenai isinya dan (5) tidak janggal dilihat dari susunan bahasanya. Kriteria inilah yang menentukan kualitas hadis itu apakah ia sahih (otentik), hasan (baik) atau da'if (lemah). Disebut sahih, kalau sebuah hadis memenuhi kelima kriteria tersebut.

Dalam abad ketiga Hijriyah, selain Bukhari dan Muslim ada juga ahli yang memusatkan perhatiannya pada penelitian hadis. Mereka adalah Ibnu Majah, Abu Daud, At-Tarmizi dan An-Nasa’i (dan lain-lain). Kumpulan hadis keenam ahli ini, dalam kepustakaan, disebut al-

kutub as-sittah, baca kutubus sittah, (enam kitab hadis), masing-masing disusun (menurut tahun meninggalnya) oleh (1) Bukhari, m.d. 870 M, (2) Muslim, m.d. 875 M, (3) Ibnu (Ibn) Majah, m.d. 886 M, (4) Abu Daud, m.d. 888 M, (5) At-Tarmizi, m.d. 892 M, dan (6) An-Nasa'i, m.d. 915 M.

As-Sunnah yang dikumpulkan dalam kitab-kitab hadis itu, pada garis-garis besarnya, dapat digolong-golongkan menurut (a) jumlah orang yang meriwayatkan atau memberitakannya

Sumber, Asas-asas Hukum Islam dan al-Ahkam al-Khamsah 109 dan (b)

menurut kualitas pribadi (kepribadian) perawinya.

Menurut (a) jumlah (sedikit atau banyaknya) orang yang meriwayatkan Sunnah nabi itu, mulai dari Rasulullah sampai pada para peneliti yang mengumpulkannya, sunnah yang disebut juga hadis itu dibagi tiga yaitu (1) sunnah atau hadis mutawatir, (2) sunnah atau hadis masyhur dan (3) sunnah atau hadis ahad. (1) Sunnah mutawatirah atau hadis mutawatir adalah segala sesuatu yang datang dari Rasulullah yang diriwayatkan oleh sekian banyak sahabat, sehingga, karena banyaknya, mustahil mereka akan bersepakat untuk berdusta bersama-sama. Jumlah orang yang meriwayatkan hadis harus dapat dibuktikan baik dalam generasi pertama, maupun dalam generasi kedua dan ketiga tersebut, (2) Sunnah masyhurah atau hadis masyhur adalah segala sesuatu yang berasal dari Rasulullah yang diriwayatkan oleh seorang, dua orang atau lebih sahabat, namun jumlahnya tidak sebanyak yang meriwayatkan hadis mutawatir. Akan tetapi pada generasi kedua dan ketiga jumlah orang yang meriwayatkan hadis masyhurah sama dengan orang yang meriwayatkan hadis mutawatir. Perbedaan antara kedua hadis ini, karenanya, adalah bahwa pada hadis

Page 107: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

mutawatir sejak generasi pertama yaitu generasi sahabat, tabi'in (pengikut, generasi kedua yang menerima ilmu dari para sahabat atau generasi pertama) dan tabi' tabi’in (pengikut dari pengikut, yang menerima ilmu dari generasi kedua) yang meriwayatkannya sudah banyak sekali, sedang pada hadis masyhur baru pada generasi tabi'in dan seterusnya yang meriwayatkannya sama banyaknya seperti orang yang meriwayatkan hadis mutawatir. Hadis masyhur lebih rendah peringkatnya dari hadis mutawatir, tetapi lebih tinggi dari hadis ahad. (3) Sunnah atau hadis ahad ialah segala sesuatu yang datang dari Rasulullah yang diriwayatkan oleh seorang, dua orang atau lebih sahabat, tetapi jumlahnya tidak sama dengan yang meriwayatkan hadis mutawatir. Sesudah generasi sahabat tersebut, hadis itu diriwayatkan oleh seorang, dua orang atau lebih generasi tabi'in dan seterusnya sama oleh generasi tabi’ tabi'in. Sunnah atau hadis ahad adalah yang terbanyak jumlahnya dalam kitab-kitab hadis (Mukhtar Yahya, 1979: 52).

Dilihat (b) dari kualitas atau integritas pribadi orang- orang yang meriwayatkannya secara lisan dari generasi ke generasi berikutnya, sunnah atau hadis yang terdapat dalam kitab-kitab hadis, dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kelom- pok yaitu (1) sahih, (2) hasan dan (3) da'if (lemah). Hadis atau sunnah (1) sahih adalah hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang adil, yaitu orang yang senantiasa berkata benar dan menjauhi perbuatan terlarang, mempunyai ketelitian yang sempurna, sanad (mata rantai yang menghubungkannya) bersambung sampai kepada Nabi Muhammad, tidak mempunyai cacat dan tidak pula berbeda bahkan bertentangan dengan periwayatan orang-orang yang terpercaya, (2) hadis hasan ialah hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang adil (dapat dipercaya), tetapi kurang ketelitiannya, sanadnya bersambung sampai pada Nabi Muhammad, tidak mempunyai cacat dan tidak pula berbeda atau bertentangan dengan periwayatan yang disam- paikan oleh orang yang terpercaya, (3) hadis da'if atau lemah adalah hadis yang tidak memenuhi syarat yang dipunyai oleh hadis sahih dan hadis hasan. Hadis da'if banyak macamnya, yangterlemah adalah hadis maudhu' (Mukhtar Yahya, 1979:53) yaitu hadis yang mempunyai ciri-ciri tidak masuk akal, bertentangan dengan ayat Alquran, tidak sesuai dengan akidah Islam

Page 108: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Sumber, Asas-asas Hukum Islam dan al-Ahkam al-Khamsah 108

dan bertentangan pula dengan hadis-hadis yang lain (Mahmud Yunus, 1984:84).

Sunnah atau hadis, yang sekarang terdapat dalam kitab- kitab hadis terdiri dari dua bagian yaitu (1) bagian isnad dan (2) bagian matan (matn). (1) Isnad atau sanad adalah sandaran untuk menentukan kualitas suatu hadis, merupakan rangkaian orang-orang yang menyampaikan (meriwayatkan) sunnah secara lisan turun-temurun dari generasi ke generasi (sampai sunnah itu dibukukan). (2) Matan atau matn adalah materi atau isi sunnah.

Sebagaimana halnya dengan ayat Alquran, Sunnah nabi yang terdapat dalam kitab-kitab hadis, mungkin qath'i mungkin juga zhanni. Disebut qath'i kalau sunnah itu, baik sanad maupun matannya sudah jelas dan terinci sehingga tidak memungkinkan perbedaan dalam memahaminya. Dinama- kan zhanni kalau masih umum, belum jelas dan terinci. Oleh karena itu, ia memerlukan penjelasan. Penjelasan tentang Sunnah nabi, dinamakan syarah (penjelasan). Banyak ahli yang mengkhususkan diri menjelaskan Sunnah nabi yang telah dihimpun oleh tokoh-tokoh hadis tersebut di atas. Sebagai contoh, yang banyak dipakai di tanah air kita, dapat disebut misalnya karya-karya an-Nawawi mengenai Syarah Bukhari dan Syarah Muslim, yaitu penjelasan tentang matan hadis yang telah dihimpun oleh Bukhari dan Muslim dalam kitab hadisnya.

Akal Pikiran (al-Ra'yu atau Ijtihad)

Sumber hukum Islam ketiga adalah akal pikiran manusia yang memenuhi syarat untuk berusaha, berikhtiar dengan

seluruh kemampuan yang ada padanya memahami kaidah- kaidah hukum yang fundamental yang terdapat dalam Alquran, kaidah-kaidah hukum yang bersifat umum yang terdapat dalam Sunnah nabi dan merumuskannya menjadi garis-garis hukum yang dapat diterapkan pada suatu kasus tertentu. Atau berusaha merumuskan garis-garis atau kaidah-kaidah hukum yang "pengaturannya" tidak terdapat di dalam kedua sumber utama hukum Islam itu.

Sebelum dibicarakan soal akal dan usaha manusia dengan mempergunakan akalnya, perlu disinggung, kendatipun secara sepintas lalu, tentang akal manusia dan hubungannya dengan wahyu. Menurut ajaran Islam, hubungannya erat.

Page 109: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Di dalam bahasa Arab, perkataan al-'aql yang kemudian menjadi akal dalam bahasa Indonesia, mempunyai beberapa makna. Selain berarti pikiran dan intelek, kata itu juga bermakna sesuatu yang mengikatkan manusia dengan Tuhan, sebab arti lain perkataan 'aql dalam bahasa Arab adalah ikatan. Di dalam Alquran kita dapat menjumpai perkataan akal dalam kaitan dengan kata lain misalnya kata-kata ya'qilun artinya mereka yang berakal, ta'qilun artinya kamu (yang) berakal dan ayat- ayat yang menyuruh orang mempergunakan akalnya. Mereka yang ingkar yakni orang-orang yang tidak bisa berpikir disebut oleh Alquran la ya'qilun, artinya mereka yang tidak dapat mempergunakan akalnya dengan baik. Menurut Alquran, runtuhnya iman tidak sama dengan timbulnya kehendak yang buruk, tetapi karena tidak adanya atau tidak dipergunakannya akal secara baik dan benar (S.H. Nasr, 1981:6).

Akal adalah kunci untuk memahami agama, ajaran dan hukum Islam. Kita tidak akan dapat memahami Islam tanpa

Sumber, Asas-asas Hukum Islam dan al-Ahkam al-Khamsah 113

mempergunakan akal. Oleh karena itu, Nabi Muhammad menyatakan dengan jelas bahwa agama adalah akal, tidak ada agama bagi orang yang tidak berakal. Jika ungkapan ini dihubungkan dengan hukum, berarti bahwa hukum dan hukuman itu berkaitan dengan akal, tidak ada hukum atau hukuman bagi orang yang tidak berakal atau gila. Akal, karena itu, mempunyai kedudukan yang tinggi dalam sistem agama Islam, karena akal adalah wadah yang menampung aqidah,

syariah dan akhlak.

Akal adalah ciptaan Allah untuk mengembangkan dan menyempurnakan sesuatu. Kemajuan umat manusia dapat ter- wujud karena manusia mempergunakan akalnya. Untuk kesejahteraan hidup manusialah akal itu diciptakan Tuhan. Oleh karena itu, dalam ajaran Islam ada ungkapan yang menyatakan: al-'aqlu huwa-l-hayah, wal faqdu

huwa-l-maut. Artinya, akal adalah kehidupan (life), kalau akal hilang terjadi- lah kematian. Ada akal berarti hidup, tidak berakal (lagi) berarti mati (Osman Raliby, 1981:30).

Akal yang mempunyai fungsi sangat penting dalam kehidupan manusia, tumbuh dan berkembang menuju kesem- purnaan melalui suatu proses. Oleh karena itu, anak-anak yang belum sempurna akalnya atau orang sakit yang kehilangan akal, dibebaskan dari

Page 110: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

110 Hukum Islam

pertanggungjawaban. Menurut ajaran hukum Islam, orang yang dimintai pertanggungjawaban hanyalah orang yang berakal dan sempurna akalnya.

Bagaimanapun posisi dan peranan akal dalam ajaran Islam, namun perlu ditegaskan bahwa ia tidak boleh bergerak dan berjalan tanpa bimbingan, tanpa petunjuk. Petunjuk itu datang dari Allah berupa 'wahyu' yang membetulkan akal dalam geraknya kalau ia menjurus ke jalan yang nyata-nyata salah karena pengaruh lingkungan, misalnya.

Sesungguhnya manusia yang mempunyai akal membutuh- kan petunjuk Tuhan. Sebabnya adalah karena selain manusia itu lemah, pelupa dan acuh tak acuh, pada dirinya sendiri ada hambatan-hambatan yang menyebabkan ia tidak mampu mempergunakan akalnya secara baik dan benar. Sifat pelupa dan acuh tak acuh yang ada pada manusia menyebabkan manusia terlena dalam impian, lupa diri dan lalai tidak melakukan apa yang harus dia kerjakan di dunia ini. Karena itulah Allah menurunkan petunjuk-Nya berupa wahyu untuk membangunkan manusia dari impiannya dan mengingatkan- nya akan arti eksistensi (keberadaan)nya dan tugasnya sebagai khalifah Allah di dunia ini. Sebagai khalifah (dan sekaligus abdi) Allah di bumi, manusia wajib mengatur kehidupan diri dan lingkungannya sesuai dengan petunjuk Allah dan taat patuh mengikuti petunjuk yang diberikan Allah dalam wahyu. Dengan demikian, akal dan wahyu, wahyu dan akal mempunyai hubungan yang erat dan merupakan soko- guru ajaran, agama Islam. Namun demikian, perlu ditegaskan bahwa wahyu dan akal tidak sama dan tidak pula sederajat. Wahyu mempunyai kedudukan jauh lebih tinggi dari akal manusia. Wahyulah yang menuntun, membimbing dan meng- ukur akal manusia, bukan sebaliknya. Jika dihubungkan dengan hukum, maka bagi orang yang beriman yang yakin pada Tuhan Yang Maha Esa dengan segala atributnya, hukum Allah yang disampaikan dengan wahyu, kedudukannya lebih tinggi dan lebih utama dari hukum hasil ciptaan manusia. Ini berarti pula bahwa hukum yang dihasilkan oleh akal pikiran

Sumber, Asas-asas Hukum Islam dan al-Ahkam al-Khamsah 115 manusia tidak

boleh bertentangan dengan hukum yang disampaikan melalui wahyu.

Akal pikiran manusia yang memenuhi syarat untuk berijtihad

Page 111: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

yang menjadi sumber hukum Islam yang ketiga ini, dalam kepustakaan disebut arra'yu atau ijtihad saja (A. Azhar Basyir, 1983:6).

Secara harfiah ra'yu berarti pendapat dan pertimbangan. Seseorang yang memiliki persepsi mental dan pertimbangan yang bijaksana disebut orang yang mempunyai ra'yu (dzu’l ra'y). Alquran sendiri, seperti disebutkan di atas, berulang-ulang berseru agar manusia berpikir dalam-dalam dan merenungkan ayat-ayat-Nya. Dia mengajak manusia untuk mempergunakan pikiran dan penalarannya mengenai persoalan-persoalan hukum. Dalam hadis Mu'az bin Jabal tersebut, Nabi Muhammad senang sekali mendengar jawaban Mu'az yang menyata- kan bahwa ia akan berijtihad dengan ra'yunya., bila tidak terdapat pemecahan suatu masalah dalam Alquran dan As- Sunnah. Umar bin Khattab, mempergunakan ra'yunya untuk berijtihad, bahkan, mengenai pelaksanaan hukum yang petun- juknya telah terdapat di dalam Alquran dan Sunnah Nabi Muhammad, antara lain dalam kasus pelaksanaan ancaman hukuman bagi seorang yang mencuri dalam keadaan paceklik dan ikrar talak tiga yang diucapkan sekaligus menyebabkan jatuhnya talak tiga (Ahmad Hasan, 1984:105, 107, 108) yang akan dijelaskan di bawah.

Dasar hukum untuk mempergunakan akal pikiran atau ra'yu untuk berijtihad dalam pengembangan hukum Islam adalah (1) Alquran surat Al-Nisa' (4) ayat 59 (yang telah disebut di atas) yang mewajibkan juga orang mengikuti ketentuan ulil amri (orang yang mempunyai kekuasaan atau "penguasa") mereka, (2) hadis Mu'az binjabal yang menjelaskan bahwa Mu'az sebagai penguasa (ulil amri) di Yaman dibenarkan oleh nabi mempergunakan ra'yunya untuk berijtihad, dan (3) contoh yang diberikan oleh ulil amri lain yakni Khalifah II Umar bin Khattab, beberapa tahun setelah Nabi Muhammad wafat, dalam memecahkan berbagai persoalan hukum yang tumbuh dalam masyarakat, pada awal perkembangan Islam.

Dalam pertumbuhannya lebih lanjut, ketentuan yang berasal dari ijtihad ulil amri itu, menurut Hazairin dapat dibagi dua yaitu (a) yang berwujud pemilihan atau penunjukan garis hukum yang setepat-tepatnya untuk diterapkan pada suatu perkara atau kasus tertentu yang mungkin langsung diambil dari ayat-ayat hukum dalam Alquran, mungkin pula ditimbul- kan dari perkataan (penjelasan) atau teladan yang diberikan oleh Nabi Muhammad, dan (b) ketentuan yang

Page 112: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

112 Hukum Islam

berwujud penciptaan atau pembentukan garis hukum baru bagi keadaan- keadaan baru menurut tempat dan waktu, dengan berpedoman kepada kaidah hukum y«uig telah ada dalam Alquran dan Sunnah rasul (Hazairin, 1984:65).

Perkataan ijtihad (dalam bahasa Arab) berasal dari kata jahada artinya bersungguh-sungguh atau mencurahkan segala daya dalam berusaha (Othman Ishak, 1980:1). Dalam hubungannya dengan hukum, ijtihad adalah usaha atau ikhtiar yang sungguh-sungguh dengan mempergunakan segenap kemam- puan yang ada dilakukan oleh orang (ahli hukum) yang memenuhi syarat untuk merumuskan garis hukum yang belum jelas atau tidak ada ketentuannya di dalam Alquran dan Sunnah Rasulullah. Orang yang berijtihad disebut mujtahid.

Page 113: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Sumber, Asas-asas Hukum Islam dan al-Ahkam al-Khamsah 113

Ijtihad merupakan dasar dan sarana pengembangan hukum Islam. Ia adalah kewajiban umat Islam yang memenuhi syarat (karena pengetahuan dan pengalamannya) untuk menunai- kannya. Kewajiban itu tercermin dalam Sunnah Nabi Muhammad yang mendorong mujtahid untuk berijtihad. Muj- tahid yang berijtihad, dan (hasil) ijtihadnya itu benar; kata Nabi, akan memperoleh dua pahala. Kalau ijtihadnya salah, dia akan mendapat (juga) satu pahala (Othman Ishak, 1980:16).

Ayat dan hadis hukum yang qath'i sifatnya baik yang terdapat di dalam Alquran maupun yang ada dalam kitab- kitab hadis, bukanlah menjadi lapangan atau objek ijtihad. Yang sudah jelas teks atau nasnya, seperti misalnya bagian tertentu untuk orang tertentu dalam keadaan tertentu dalam hukum kewarisan Islam yang terdapat dalam Alquran, adalah qath’i sifatnya. Nas atau teks yang zhanni sifatnya merupakan objek ijtihad, untuk mendapatkan artinya yang paling tepat dalam konteks tertentu.

Dilihat dari (1) jumlah pelakunya, ijtihad dapat dibagi dua yakni (a) ijtihad individual (ijtihad fardi) dan (b) ijtihad kolektif (ijtihad jama’i). Yang dimaksud dengan (a) ijtihad individual adalah ijtihad yang dilakukan oleh seorang mujtahid saja. Yang dimaksud dengan (b) ijtihad kolektif adalah ijtihad yang dilakukan bersama-sama oleh banyak ahli tentang satu persoalan hukum tertentu. Di samping jumlah orang yang melakukannya, ijtihad juga dapat dilihat dari objek atau lapangannya. Dilihat dari (2) objek atau lapangannya, ijtihad dapat dilakukan terhadap (a) persoalan-persoalan hukum yang zhanni sifatnya, (b) hal-hal yang tidak terdapat keten- tuannya di dalam Alquran dan Al-Hadis dan (c) mengenai masalah-masalah hukum baru yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat.

Tidak semua orang dapat berijtihad. Yang dapat menjadi mujtahid yakni orang yang berhak berijtihad adalah mereka yang memenuhi antara lain syarat-syaratberikut: (1) menguasai bahasa Arab untuk dapat memahami Alquran dan kitab- kitab hadis yang tertulis dalam bahasa Arab, (2) mengetahui isi dan sistem hukum Alquran serta ilmu-ilmu untuk memahami Alquran, (3) mengetahui hadis-hadis hukum dan ilmu- ilmu hadis yang berkenaan dengan pembentukan hukum, (4) menguasai sumber-sumber hukum Islam dan cara-cara (metode) menarik garis-garis hukum dari sumber-sumber hukum Islam, (5) mengetahui dan menguasai kaidah-kaidah fiqih (qawa'id-al-

Page 114: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

114 Hukum Islam

fiqhiyyah, baca: qawaidul fikkiyah), (6) mengetahui rahasia dan tujuan-tujuan hukum Islam, (7) jujur, dan ikhlas. Syarat-syarat ini diperlukan untuk seorang mujtahid mutlak di masa lampau, namun kini untuk melakukan ijtihad yang peringkatnya lebih rendah dari mujtahid mutlak syarat-syarat yang berat di atas, dapat diringankan. Selain syarat-syarat tersebut yang dapat diperingan, untuk melakukan ijtihad pada waktu ini, seorang mujtahid seyogia- nya (8) menguasai ilmu-ilmu sosial (antropologi, sosiologi) dan ilmu-ilmu yang relevan dengan masalah yang diijtihadi, (9) serta dilakukan secara kolektif (jama'i) bersama para ahli (disiplin ilmu) lain.

Dalam sejarah, banyak para mujtahid yang muncul dan berjasa mengembangkan hukum Islam. Para penulis sejarah hukum mengadakan klasifikasi dan menentukan peringkat mereka berdasarkan kriteria yang mereka adakan. Ibnul Qayyim Al-Jauziyah (1292-1356 M) menggolongkannya ke

Sumber, Asas-asas Hukum Islam dan al-Ahkam al-Khamsah 119 dalam empattingkat saja, yakni (1) mujtahid mutlak, (2) mujtahid mazhab, (3) mujtahid fatwa dan (4) muqallid atau disebut juga dengan istilah ahli tarjih (Asjmuni Abdurrahman, 1978:17- 24). Penjelasan tentang istilah-

istilah ini terdapat pada halaman 182, 183 dan 184.

Ijtihad perlu dilakukan oleh orang yang memenuhi syarat dari masa ke masa, karena Islam dan umat Islam berkembang pula dari zaman ke zaman sesuai dengan perkembangan masyarakat. Dalam masyarakat yang berkembang itu, senan- tiasa muncul masalah-masalah yang perlu dipecahkan dan ditentukan kaidah hukumnya. Hal ini hanya dapat dilakukan dengan ijtihad. Dan karena pentingnya ijtihad, seorang pemikir Islam terkemuka (yang menjadi salah seorang pendorong berdirinya negara Islam Pakistan), yakni Muhammad Iqbal (m.d. 1938 M) menyebut ijtihad sebagai the principle of movement dalam struktur ajaran agama Islam (Nazaruddin Razak, 1977:113), karena dengan ijtihad hukum Islam dapat dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan umat Islam di setiap zaman. Ijtihad Khalifah II Umar bin Khattab (634-644 M) dalam berbagai aspek hukum Islam, adalah model yang dapat dicontoh terus-menerus dalam melakukan ijtihad dari masa ke masa, di setiap tempat dalam berbagai peristiwa. Contoh ijtihad Umar diuraikan pada halaman 175-177 buku ini.

Page 115: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Metode-metode Berijtihad

Ada beberapa metode atau cara untuk melakukan ijtihad, baik ijtihad dilakukan sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain. Di antara metode atau cara berijtihad adalah (1) ijmak, (2) qiyas, (3) istidal, (4) al-masalih al-mursalah, (5) istihsan, (6) istishab, (7) 'urf dan (8) lain-lain.

1. Ijmak adalah persetujuan atau kesesuaian pendapat para ahli mengenai suatu masalah pada suatu tempat di suatu masa. Persetujuan itu diperoleh dengan suatu cara di tempat yang sama. Namun, kini sukar dicari suatu cara dan sarana yang dapat dipergunakan untuk memperoleh persetujuan seluruh ahli mengenai suatu masalah pada suatu ketika di tempat yang berbeda. Ini disebabkan karena luasnya bagian dunia yang didiami oleh umat Islam, beragamnya sejarah, budaya dan lingkungannya. Ijmak yang hakiki hanya mungkin terjadi pada masa kedua khulafaur rasyidin (Abu Bakar dan Umar) dan sebagian masa pemerintahan khalifah yang ketiga (Usman). Sekarang ijmak hanya berarti persetujuan atau kesesuaian pendapat di suatu tempat mengenai tafsiran ayat-ayat (hukum) tertentu dalam Alquran (H.M. Rasjidi, 1980:457). Di Indonesia misalnya, ijmak mengenai kebolehan beristri lebih dari seorang berdasarkan ayat Alquran surat Al-Nisa' (4) ayat 3, dengan syarat-syarat tertentu, selain dari kewajiban berlaku adil yang disebut dalam ayat tersebut, dituangkan dalam UU Perkawinan.

2. Qiyas adalah menyamakan hukum suatu hal yang tidak terdapat ketentuannya di dalam Alquran dan As-Sunnah atau Al-Hadis dengan hal (lain) yang hukumnya disebut dalam Alquran dan Sunnah rasul (yang terdapat dalam kitab-kitab hadis) karena persamaan illat (penyebab atau alasan) nya. Qiyas adalah ukuran, yang dipergunakan oleh akal budi untuk membanding suatu hal dengan hal lain (H.M. Rasjidi, 1980: 457). Sebagai contoh dapat dikemukakan larangan meminum khamar (sejenis minuman yang memabukkan yang dibuat dari

Page 116: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

116 Hukum Islam

Sumber, Asas-asas Hukum Islam dan al-Ahkam al-Khamsah 121 buah-buahan) yang terdapat dalam Alquran surat Al-Maidah

(5) ayat 90. Yang menyebabkan minuman itu dilarang adalah illat-nya yakni memabukkan. Sebab minuman yang mema- bukkan, dari apa pun ia dibuat, hukumnya sama dengan khamar yaitu dilarang untuk diminum. Dan untuk menghindari akibat buruk meminum minuman yang memabukkan itu, maka dengan qiyas pula ditetapkan semua minuman yang memabukkan (mibuk), apa pun namanya, dilarang

diminum dan diperjualbelikan untuk umum.

3. Istidal (baca: istidal) adalah menarik kesimpulan dari dua hal yang berlainan. Misalnya menarik kesimpulan dari adat-istiadat dan hukum agama yang diwahyukan sebelum Islam. Adat yang telah lazim dalam masyarakat dan tidak bertentangan dengan hukum Islam (gono-gini atau harta bersama) dan hukum agama yang diwahyukan sebelum Islam tetapi tidak dihapuskan oleh syariat Islam, dapat ditarik garis- garis hukumnya untuk dijadikan hukum Islam (A. Siddik, 1982:225).

4. Masalih al-mursalah atau disebut juga maslahat mursalah adalah cara menemukan hukum sesuatu hal yang tidak terdapat ketentuannya baik di dalam Alquran maupun dalam kitab- kitab hadis, berdasarkan pertimbangan kemaslahatan masyarakat atau kepentingan umum. Sebagai contoh dapat dikemukakan pembenaran pemungutan pajak penghasilan untuk kemaslahatan atau kepentingan masyarakat dalam rangka pemerataan pendapatan atau pengumpulan dana yang diper-lukan untuk memelihara kepentingan umum, yang sama sekali tidak disinggung di dalam Alquran dan Sunnah rasul (yang terdapat dalam kitab-kitab hadis) (A. Azhar Basyir, 1983:3).

5. Istihsan adalah cara menentukan hukum dengan jalan menyimpang dari ketentuan yang sudah ada demi keadilan dan kepentingan sosial. Istihsan merupakan metode yang unik dalam mempergunakan akal pikiran dengan mengesamping- kan analogi yang ketat dan bersifat lahiriah demi kepentingan masyarakat dan keadilan. Di dalam praktik, seorang ahli hukum seringkali terpaksa melepaskan diri dari aturan yang mengikat karena pertimbangan-pertimbangan tertentu yang lebih berat dan lebih perlu diperhatikan. Istihsan adalah suatu cara untuk mengambil keputusan yang tepat menurut suatu keadaan (Ahmad Hasan, 1984:136). Misalnya, hukum Islam melindungi dan menjamin hak milik seseorang. Hak milik seseorang

Page 117: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

hanya dapat dicabut kalau disetujui oleh pemiliknya. Dalam keadaan tertentu, untuk kepentingan umum yang mendesak, penguasa dapat mencabut hak milik seseorang dengan paksa, dengan ganti-kerugian tertentu kecuali kalau ganti-rugi itu tidak dimungkinkan. Contohnya adalah penca- butan hak milik seseorang atas tanah untuk pelebaran jalan, pembuatan irigasi untuk mengairi sawah-sawah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan sosial (A. Azhar Basyir, 1983: 3-4).

6. Istisab adalah menetapkan hukum sesuatu hal menurut keadaan yang terjadi sebelumnya, sampai ada dalil yang mengubahnya. Atau dengan perkataan lain dapat dikatakan istisab adalah melangsungkan berlakunya hukum yang telah ada karena belum ada ketentuan lain yang membatalkannya. Contohnya (a) A (pria) mengawini B (wanita) secara sah. A kemudian meninggalkan istrinya tanpa proses perceraian. C (pria) melamar B yang menurut kenyataannya tidak mempunyai suami. Walaupun B menerima lamaran itu, perkawinan

Sumber, Asas-asas Hukum Islam dan al-Ahkam al-Khamsah 123 antara C dan B tidak dapat dilangsungkan karena status B adalah (masih) istri A. Selama tidak dapat dibuktikan bahwa B telah diceraikan oleh A selama itu pula status hukum B adalah istri A. Contoh lain, (b) A mengadakan perjanjian utang-piutang dengan B. Menurut A utangnya telah dibayar kembali, tanpa menunjukkan suatu bukti atau saksi. Dalam kasus seperti ini berdasarkan istisab dapat ditetapkan bahwa A masih belum membayar utangnya dan perjanjian itu masih tetap berlaku selama belum ada bukti yang menyatakan bahwa perjanjian utang piutang tersebut telah berakhir (Mukhtar Yahya, 1979:121, A. Azhar Basyir, 1983:4).

7. Adat-istiadat atau 'urf yang tidak bertentangan dengan hukum Islam dapat dikukuhkan tetap terus berlaku bagi masyarakat yang bersangkutan. Adat-istiadat ini tentu saja yang berkenaan dengan soal muamalah. Contohnya adalah kebiasaan yang berlaku di dunia perdagangan pada masyarakat tertentu melalui inden misalnya, jual-beli buah- buahan di pohon yang dipetik sendiri oleh pembelinya, melamar wanita dengan memberikan sebuah tanda (pengikat), pembayaran mahar secara tunai atau utang atas persetujuan kedua belah pihak dan lain-lain (Mukhtar Yahya, 1979:119, A. Azhar Basyir, 1983:4), harta bersama suami-istri dalam masyarakat Muslim

Page 118: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

118 Hukum Islam

Indonesia (tersebut di atas). Sepanjang adat-istiadat itu tidak bertentangan dengan ketentuan Alquran dan As-Sunnah atau Al-Hadis, dan transaksi di bidang muamalah itu didasarkan atas persetujuan kedua belah pihak serta tidak melanggar asas-asas hukum perdata Islam di bidang muamalah (kehidupan sosial), menurut kaidah hukum Islam yang menyatakan "adat dapat dikukuhkan menjadi hukum" (al-

'adatu muhakkamah (t)), hukum adat yang demikian dapat berlaku bagi umat Islam.

Hukum Islam dan Perkembangan Masyarakat

Jika ijtihad dengan berbagai metodenya tersebut di atas mampu dikembangkan oleh ra’yu manusia Muslim yang memenuhi syarat secara baik dan benar, tidak ada masalah yang timbul dalam masyarakat yang tidak dapat dipecahkan dan ditentukan hukumnya. Masalah bayi tabung, pencangkokan kornea mata, misalnya, dan masalah-masalah baru yang timbul sebagai akibat perkembangan ilmu dan teknologi dapat saja ditentukan hukumnya berdasarkan hukum Islam.

Hukum Islam, sebagaimana disebutkan di atas adalah hukum Allah yang menciptakan alam semesta ini, termasuk manusia di dalamnya. Hukumnya pun meliputi semua ciptaan- Nya itu. Hanya, ada yang jelas sebagaimana yang 'tersurat' dalam Alquran, ada pula yang 'tersirat' di balik hukum yang tersurat dalam Alquran itu. Selain yang tersurat dan tersirat itu, ada lagi hukum Allah yang 'tersembunyi' di balik Alquran. Hukum yang tersirat dan tersembunyi inilah yang harus dicari, digali dan ditemukan oleh manusia yang memenuhi syarat melalui penalarannya. Pada hukum tersurat yang bersifat zhanni dalam Alquran dan As-Sunnah atau Al-Hadis serta pada hukum Allah yang tersirat dan tersembunyi di balik lafaz atau kata-kata di dalam Alquran dan As-Sunnah atau Al-Hadis itulah ra’yu atau ijtihad manusia yang memenuhi syarat ber-peran tanpa batas mengikuti dan mengarahkan perkembangan masyarakat manusia, menentukan hukum dan mengatasi berbagai masalah yang timbul sebagai akibat perkembangan zaman, ilmu, dan teknologi yang diciptakannya.

Page 119: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Sumber, Asas-asas Hukum Islam dan al-Ahkam al-Khamsah 119

Untuk menemukan hukum yang tersirat dan tersembunyi tersebut di atas diperlukan wawasan yang jelas dan kemampuan untuk mencari dan menggali hakikat hukum Ilahi serta tujuan Allah menciptakan hukum-hukum-Nya. Jika dikaji dengan teliti hukum-hukum Ilahi yang tersurat dalam Alquran dapatlah diambil suatu kesimpulan bahwa tujuan Allah menciptakan dan menetapkan hukum-Nya adalah untuk keselamatan atau kemaslahatan hidup manusia, baik kemaslahatan itu berupa manfaat maupun untuk menghindari mudarat (kerugian) bagi kehidupan manusia. Hakikat tujuan hukum Ilahi inilah yang harus senantiasa dijadikan pegangan dan pedoman oleh para mujtahid dalam berijtihad merumuskan hukum tersurat yang bersifat zhanni dalam Alquran dan As-Sunnah atau Al-Hadis, menemukan hukum yang tersirat dan tersembunyi itu. Dengan berpedoman kepada kemaslahatan manusia tersebut di atas, para mujtahid akan dapat selalu mengikuti dan mengendali- kan perkembangan masyarakat, menemukan hukum bagi satu masalah baru yang muncul dan merumuskan atau merumuskan kembali garis-garis hukum mengenai hukum tersurat yang bersifat zhanni yang terdapat dalam Alquran dan As-Sunnah atau Al-Hadis.

Dari uraian tersebut di atas dapatlah disimpulkan bahwa sumber hukum Islam adalah tiga (1) Alquran merupakan sumber utama dan terutama, memuat kaidah-kaidah fundamental baik mengenai ibadah maupun mengenai muamalah, (2) As- Sunnah atau Al-Hadis merupakan sumber kedua, memuat kaidah-kaidah umum dan penjelasan terinci terutama mengenai ibadah, (3) Akal pikiran atau ra’yu yang dilaksanakan melalui ijtihad sebagai sumber pengembangan. Dengan mempergunakan berbagai metode penentuan garis-garis hukum untuk 126 Hukum Islam

diterapkan pada kasus tertentu, sumber hukum Islam yang ketiga ini sangat diperlukan dalam bidang muamalah untuk menampung pertumbuhan dan perkembangan masyarakat yang senantiasa berubah dari masa ke masa

ASAS-ASAS HUKUM ISLAM

Pengertian Asas

Perkataan asas berasal dari bahasa Arab, asasun. Artinya dasar,

Page 120: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

basis, pondasi. Kalau dihubungkan dengan sistem berpikir, yang dimaksud dengan asas adalah landasan berpikir yang sangat mendasar. Oleh karena itu, di dalam bahasa Indonesia, asas mempunyai arti (1) dasar, alas, pondamen (Poerwadarminta, 1976:60). Asas dalam pengertian ini dapat dilihat misalnya, dalam urutan yang disesuaikan pada kata- kata: . . ." batu ini baik benar untuk pondamen atau pondasi rumah"; (2) kebenaran yang menjadi tumpuan berpikir atau pendapat. Makna ini terdapat misalnya dalam ungkapan: "pernyataan itu bertentangan dengan asas-asas hukum pidana"; (3) cita-cita yang menjadi dasar organisasi atau negara. Hal ini jelas dalam kalimat: "Dasar Negara Republik Indonesia adalah Pancasila."

Jika kata asas dihubungkan dengan hukum, yang dimaksud dengan asas adalah kebenaran yang dipergunakan sebagai tumpuan berpikir dan alasan pendapat, terutama, dalam penegakan dan pelaksanaan hukum. Asas hukum pidana, misalnya, seperti disinggung di atas adalah tolok ukur dalam pelaksanaan hukum pidana. Asas hukum, pada umumnya, berfungsi sebagai rujukan untuk mengembalikan segala masalah yang berkenaan dengan hukum.

Page 121: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Sumber, Asas-asas Hukum Islam dan al-Ahkam al-Khamsah 127 Asas hukum Islam berasal dari sumber hukum Islam terutama Alquran dan Al-Hadis yang dikembangkan oleh akal pikiran orang yang memenuhi syarat untuk berijtihad. Asas- asas hukum Islam banyak, disamping asas-asas yang berlaku umum, masing-masing bidang dan lapangan mempunyai asas- nya sendiri-sendiri.

Beberapa Asas Hukum Islam

Yang dibicarakan dalam kesempatan ini hanya beberapa asas hukum Islam. Tim Pengkajian Hukum Islam Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman, dalam laporannya tahun 1983/1984 (Laporan 1983/1984:14-27) menyebut beberapa asas hukum Islam yang (1) bersifat umum, (2) dalam lapangan hukum pidana, dan (3) dalam lapangan hukum perdata, sebagai contoh. Asas-asas hukum di lapangan hukum tata negara, internasional dan lapangan-lapangan hukum Islam lainnya tidak disebutkan dalam laporan itu.

Sebagai sumbangan dalam penyusunan asas-asas hukum nasional, Tim itu hanya mengedepankan: 1. Asas-asas umum

Asas-asas umum hukum Islam yang meliputi semua bidang dan segala lapangan hukum Islam adalah (1) asas keadilan, (2) asas kepastian hukum, dan (3) asas kemanfaatan.

2. Asas-asas dalam lapangan hukum pidana

Asas-asas dalam lapangan hukum pidana Islam antara lain adalah (1) asas legalitas, (2) asas larangan memindahkan kesalahan pada orang lain, (3) asas praduga tidak bersalah.

3. Asas-asas dalam lapangan hukum perdata

Asas-asas dalam lapangan hukum perdata Islam antara lain adalah (1) asas kebolehan atau mubah, (2) asas kemaslahatan hidup, (3) asas kebebasandankesukarelaan, (4) asas menolak mudarat, mengambil manfaat, (5) asas kebajikan, (6) asas kekeluargaan, (7) asas adil dan berimbang, (8) asas mendahulukan kewajiban dari hak, (9) asas larangan merugikan diri sendiri dan orang lain, (10) asas kemampuan berbuat, (11) asas kebebasan berusaha, (12) asas mendapatkan hak karena usaha dan jasa, (13) asas perlindungan hak, (14) asas hak milik berfungsi sosial, (15) asas yang beriktikad baik harus dilindungi, (16) asas risiko

Page 122: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

122 Hukum Islam

dibebankan pada benda atau harta, tidak pada tenaga atau pekerja, (17) asas mengatur, sebagai petunjuk, dan (18) asas perjanjian tertulis atau diucapkan di depan saksi. Selain asas-asas di lapangan hukum perdata itu, khusus mengenai hukum 'perkawinan' asasnya adalah (1) kesukarelaan, (2) persetujuan kedua belahpihak, (3) kebebasan memilih, (4) kemitraansuami- istri, (5) untuk selama-lamanya, dan (6) monogami terbuka, sedang mengenai hukum 'kewarisan' terdapat beberapa asas, yaitu (1) ijbari (wajib dilaksanakan), (2) bilateral, (3) individual, (4) keadilan yang berimbang, (5) akibat kematian (Amir Syarifuddin, 1984:18-23).

Asas-asas Umum

1. Asas Keadilan

Asas keadilan merupakan asas yang sangat penting dalam hukum Islam. Demikian pentingnya, sehingga ia dapat disebut sebagai asas semua asas hukum Islam. Di dalam Alquran, karena pentingnya kedudukan dan fungsi kata itu, keadilan disebut lebih dari 1000 kali, terbanyak setelah Allah dan ilmu pengetahuan (A.M. Saefuddin, 1983:45). Banyak ayat-ayat yang menyuruh manusia berlaku adil dan menegakkan keadilan. Dalam surat Sad (38) ayat 26 Allah memerintahkan penguasa, penegak hukum sebagai khalifah di bumi menyelenggarakan hukum sebaik-baiknya, berlaku adil terhadap semua manusia, tanpa, misalnya, memandang kedudukan, asal-usul dan keyakinan yang dipeluk pencari keadilan itu. Dalam Alquran surat Al-Nisa1 (4) ayat 135 Tuhan memerintahkan agar manusia menegakkan keadilan, menjadi saksi yang adil walaupun terhadap diri sendiri, orang tua dan keluarga dekat. Di dalam surat lain yakni surat Al-Maidah (5) ayat 8 Tuhan menegaskan agar manusia berlaku adil sebagai saksi, berlaku lurus dalam melaksanakan hukum, kendatipun ada tekanan, ancaman atau rayuan dalam bentuk apa pun juga. Di dalam ayat itu juga diingatkan para penegak hukum agar kebenciannya terhadap seseorang atau sesuatu golongan tidak menyebabkan ia tidak berlaku adil dalam penyelenggaraan hukum. Dari uraian singkat ini dapat disimpulkan bahwa keadilan adalah asas, titik-tolak, proses dan sasaran hukum Islam.

Page 123: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Sumber, Asas-asas Hukum Islam dan al-Ahkam al-Khamsah 123

2. Asas Kepastian Hukum

Asas kepastian hukum, antara lain disebut secara umum dalam kalimat terakhir surat Bani Israil (17) ayat 15 yang terje- mahannya (lebih kurang) sebagai berikut ". . . dan tidaklah Kami menjatuhkan hukuman, kecuali setelah Kami mengutus seorang rasul untuk menjelaskan (aturan dan ancaman) hukuman itu . . . ." Selanjutnya di dalam surat Al-Maidah (5) ayat 95 terdapat penegasan Ilahi yang menyatakan bahwa Allah memaafkan apa yang terjadi di masa yang lalu. Dari ke dua bagian ayat-ayat tersebut disimpulkan asas kepastian hukum

Page 124: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

130 Hukum Islam

yang menyatakan bahwa tidak ada satu perbuatan pun dapat dihukum kecuali atas kekuatan ketentuan hukum atau peraturan perundang-undangan yang ada dan berlaku untuk perbuatan itu. Asas ini sangat penting dalam ajaran hukum Islam (Anwar Harjono, 1968:155).

3. Asas Kemanfaatan

Asas kemanfaatan adalah asas yang mengiringi asas keadilan dan kepastian hukum tersebut di atas. Dalam melaksanakan asas keadilan dan kepastian hukum, seyogianya dipertimbangkan asas kemanfaatannya, baik bagi yang ber- sangkutan sendiri maupun bagi kepentingan masyarakat. Dalam menerapkan ancaman hukum mati terhadap seseorang yang melakukan pembunuhan, misalnya, dapat dipertimbangkan kemanfaatan penjatuhan hukuman itu bagi diri terdakwa sendiri dan bagi masyarakat. Kalau hukuman mati yang akan dijatuhkan itu lebih bermanfaat bagi kepentingan masyarakat, hukuman itulah yang dijatuhkan. Kalau tidak menjatuhkan hukuman mati lebih bermanfaat bagi terdakwa sendiri dan keluarga atau saksi korban, ancaman hukuman mati dapat diganti dengan hukuman denda yang dibayarkan kepada keluarga terbunuh. Asas ini ditarik dari Alquran surat Al-Baqarah (2) ayat 178.

Asas-asas Hukum Pidana

Disamping asas-asas umum tersebut di atas, di lapangan hukum

pidana juga terdapat asas-asas hukum Islam. Di antaranya adalah:

1. Asas Legalitas

Yang dimaksud dengan asas legalitas adalah asas yang Sumber, Asas-asas Hukum Islam dan al-Ahkam al-Khamsah 131 menyatakan

bahwa tidak ada pelanggaran dan tidak ada hukuman sebelum ada undang-undang yang mengaturnya. Asas ini didasarkan pada Alquran surat Al-Isra' (17) ayat 15 tersebut di atas, dihubungkan dengan anak kalimat dalam surat Al-An'am (6) ayat 19 yang berbunyi . . Alquran ini diwahyukan kepadaku, agar (dengannya) aku (Muhammad) dapat menyampaikan peringatan (dalam bentuk aturan dan ancaman hukuman) kepadamu —" Asas legalitas ini telah ada dalam hukum

Islam sejak Alquran diturunkan.

Page 125: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

2. Asas larangan memindahkan kesalahan pada orang lain

Asas ini terdapat di dalam berbagai surat dan ayat Alquran (6:164, 35:18, 39:7, 53:38, 74:38). Dalam ayat 38 surat Al- Muddatstsir (74) misalnya dinyatakan bahwa setiap jiwa terikat pada apa yang dia kerjakan, dan setiap orang tidak akan memikul dosa atau kesalahan yang dibuat oleh orang lain (QS 74:38). Di bagian ayat 164 surat Al-An'am (6) Allah menyatakan bahwa setiap pribadi yang melakukan sesuatu kejahatan akan menerima balasan kejahatan yang dilakukannya. Ini berarti bahwa tidak boleh sekali-kali beban (dosa) seseorang dijadi- kan beban (dosa) orang lain. Dari ayat-ayat yang disebut, jelas bahwa orang tidak dapat diminta memikul tanggung jawab mengenai kejahatan atau kesalahan yang dilakukan oleh orang lain. Karena pertanggungjawaban pidana itu individual sifatnya, kesalahan seseorang tidak dapat dipindahkan kepada orang lain.

3. Asas praduga tidak bersalah

Dari ayat-ayat yang menjadi sumber asas legalitas dan asas tidak boleh memindahkan kesalahan kepada orang lain 132 Hukum Islam

tersebut di atas, dapat ditarik juga asas praduga tidak ber- salah. Seseorang yang dituduh melakukan suatu kejahatan harus dianggap tidak bersalah sebelum hakim dengan bukti- bukti yang meyakinkan menyatakan dengan tegas kesalahan orang itu.

Asas-asas Hukum Perdata

Di lapangan hukum perdata terdapat asas-asas hukum Islam yang menjadi tumpuan atau landasan untuk melindungi kepentingan pribadi seseorang. Di antaranya adalah:

1. Asas kebolehan atau mubah

Asas ini menunjukkan kebolehan melakukan semua hubungan perdata (sebagian dari hubungan muamalah) sepanjang hubungan itu tidak dilarang oleh Alquran dan As-Sunnah. Dengan kata lain, pada dasarnya segala bentuk hubungan perdata adalah boleh dilakukan, kecuali kalau telah ditentukan lain dalam Alquran dan As-Sunnah. Ini berarti bahwa Islam memberi kesempatan luas kepada yang berkepentingan untuk mengembangkan bentuk dan macam hubungan perdata (baru) sesuai dengan perkembangan zaman dan kebutuhan

Page 126: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

masyarakat. Tuhan memudahkan dan tidak menyempitkan kehidupan manusia seperti yang dinyatakan-Nya antara lain dalam Alquran surat Al-Baqarah (2) ayat 185, 286.

2. Asas kemaslahatan hidup

Kemaslahatan hidup adalah segala sesuatu yang menda- tangkan kebaikan, berguna, berfaedah bagi kehidupan. Asas kemaslahatan hidup adalah asas yang mengandung makna bahwa hubungan perdata apa pun juga dapat dilakukan asal

Sumber, Asas-asas Hukum Islam dan al-Ahkam al-Khamsah 133 hubungan itu mendatangkan kebaikan, berguna serta berfaedah bagi kehidupan manusia pribadi dan masyarakat, kendatipun tidak ada ketentuannya dalam Alquran dan As-Sunnah. Asas ini sangat berguna untuk pengembangan berbagai lembaga hubungan perdata dan dalam menilai lembaga-lembaga hukum non-Islam yang ada dalam sesuatu masyarakat. Menurut Ibnu Taimiyah (1263-1328 M) setiap norma atau lembaga non- Islam yang bersifat kultural yang akan dimanfaatkan oleh masyarakat Islam harus dilihat manfaat atau mudarat (kerugian) yang akan dibawanya. Jika bermanfaat, lembaga itu dapat diterima, jika merusak atau merugikan masyarakat lembaga demikian harus ditolak. Untuk menentukan itu, peranan ijtihad penting sekali. Melalui asas ini kaidah hukum al-'adatu muhak- kamat, kebiasaan yang baik dalam suatu masyarakat, berlaku sebagai hukum (Islam) bagi umat Islam, mendapat pembe- naran.

3. Asas kebebasan dan kesukarelaan

Asas ini mengandung makna bahwa setiap hubungan perdata harus dilakukan secara bebas dan sukarela. Kebebasan kehendak para pihak yang melahirkan kesukarelaan dalam persetujuan harus senantiasa diperhatikan. Asas ini juga mengandung arti bahwa selama teks Alquran dan Sunnah Nabi Muhammad tidak mengatur suatu hubungan perdata, selama itu pula para pihak bebas mengaturnya atas dasar kesukarelaan masing-masing. Asas ini bersumber dari Alquran surat Al- Nisa' (4) ayat 29.

4. Asas menolak mudarat dan mengambil manfaat

Asas ini mengandung makna bahwa harus dihindari segala bentuk hubungan perdata yang mendatangkan kerugian 134 Hukum Islam

Page 127: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

(mudarat) dan mengembangkan (hubungan perdata) yang bermanfaat bagi diri sendiri dan masyarakat. Dalam asas ini terkandung juga pengertian bahwa menghindari kerusakan harus diutamakan dari memperoleh (meraih) keuntungan dalam suatu transaksi seperti perdagangan narkotika, prostitusi, dan mengadakanperjudian misalnya (A. Azhar Basjir, 1983:11).

5. Asas kebajikan (kebaikan)

Asas ini mengandung arti bahwa setiap hubungan perdata seyogyanya mendatangkan kebajikan (kebaikan) kepada kedua belah pihak dan pihak ketiga dalam masyarakat. Kebajikan yang akan diperoleh seseorang haruslah didasarkan pada kesadaran pengembangan kebaikan dalam rangka kekeluar- gaan (QS Al-Maidah (5):90).

6. Asas kekeluargaan atau asas kebersamaan yang sederajat

Asas kekeluargaan atau asas kebersamaan yang sederajat adalah asas hubungan perdata yang disandarkan pada hormat menghormati, kasih mengasihi serta tolong-menolong dalam mencapai tujuan bersama. Asas ini menunjukkan suatu hubungan perdata antara para pihak yang menganggap diri masing-masing sebagai anggota satu keluarga, kendatipun, pada hakikatnya, bukan keluarga. Asas ini dialirkan dari bagian ayat 2 surat Al-Maidah (5) dan hadis yang menyatakan bahwa umat manusia berasal dari satu keluarga.

7. Asas adil dan berimbang

Asas keadilan mengandung makna bahwa hubungan perdata tidak boleh mengandung unsur-unsur penipuan, penindasan, pengambilan kesempatan pada waktu pihak lain

Sumber, Asas-asas Hukum Islam dan al-Ahkam al-Khamsah 135 sedang

kesempitan. Asas ini juga mengandung arti bahwa hasil yang

diperoleh harus berimbang dengan usaha atau ikhtiar yang dilakukan.

8. Asas mendahulukan kewajiban dari hak

Asas ini mengandung arti bahwa dalam pelaksanaan hubungan perdata, para pihak harus mengutamakan penunaian kewajibannya lebih dahulu dari menuntut hak. Dalam sistem ajaran Islam, orang baru memperoleh haknya, misalnya men- dapat imbalan (pahala),

Page 128: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

setelah ia menunaikan kewajibannya lebih dahulu. Asas penunaian kewajiban lebih dahulu dari penuntutan hak merupakan kondisi hukum yang mendorong terhindarnya wanprestasi atau ingkar janji.

9. Asas larangan merugikan diri sendiri dan orang lain

Asas ini mengandung arti bahwa para pihak yang mengada- kan hubungan perdata tidak boleh merugikan diri sendiri dan orang lain dalam hubungan perdatanya. Merusak harta, kendatipun tidak merugikan diri sendiri, tetapi merugikan orang lain, tidak dibenarkan dalam hukum Islam. Ini berarti bahwa menghancurkan atau memusnahkan barang, untuk mencapai kemantapan harga atau keseimbangan pasar, tidak dibenarkan oleh hukum Islam (QS 2:188, 2:195, 3:130,4:2, 4:29, 5:2, 66:6).

10. Asas kemampuan berbuat atau bertindak

Pada dasarnya setiap manusia dapat menjadi subjek dalam hubungan perdata jika ia memenuhi syarat untuk bertindak mengadakan hubungan itu. Dalam hukum Islam, manusia yang dipandang mampu berbuat atau bertindak melakukan hubungan perdata adalah mereka yang mukallaf, yaitu mereka 136 Hukum Islam

yang mampu memikul kewajiban dan hak, sehat rohani dan jasmaninya. Hubungan perdata yang dibuat oleh orang yang tidak mampu memikul kewajiban dan hak, dianggap melanggar asas ini, karena itu hubungan perdatanya batal karena dipandang bertentangan dengan salah satu asas hukum Islam.

11. Asas kebebasan berusaha

Asas ini mengandung makna bahwa pada prinsipnya setiap orang bebas berusaha untuk menghasilkan sesuatu yang baik bagi dirinya sendiri dan keluarganya. Asas ini juga mengandung arti bahwa setiap orang mempunyai kesempatan yang sama untuk berusaha tanpa batasan, kecuali yang telah ditentukan batasannya (dilarang) oleh hukum Islam.

12. Asas mendapatkan hak karena usaha danjasa

Asas ini mengandung makna bahwa seseorang akan menda- pat hak, misalnya, berdasarkan usaha dan jasa, baik yang dilakukannya sendiri maupun yang diusahakannya bersama- sama orang lain. Usaha dan jasa haruslah usaha dan jasa yang baik yang mengandung

Page 129: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

kebajikan, bukan usaha dan jasa yang mengandung unsur kejahatan, keji dan kotor. Usaha dan jasa yang dilakukan melalui kejahatan, kekejian dan kekotoran tidak dibenarkan oleh hukum Islam. Asas ini bersumber dari Alquran antara lain surat 6:164, 8:26, 16:72, 17:15, 17:19, 35:18, 39:7, 40:64, 53:38, 53:59.

13. Asas perlindungan hak

Asas ini mengandung arti bahwa semua hak yang diperoleh seseorang dengan jalan halal dan sah, harus dilindungi. Bila hak itu dilanggar oleh salah-satu pihak dalam hubungan perdata, pihak yang dirugikan berhak untuk menuntut pe-

Sumber, Asas-asas Hukum Islam dan al-Ahkam al-Khamsah 137 ngembalian

hak itu atau menuntut kerugian pada pihak yang merugikannya.

14. Asas hak milik berfungsi sosial

Asas ini menyangkut pemanfaatan hak milik yang dipunyai oleh seseorang. Menurut ajaran Islam hak milik tidak boleh dipergunakan hanya untuk kepentingan pribadi pemiliknya saja, tetapi juga harus diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial. Agama Islam mengajarkan bahwa harta yang telah dapat dikumpulkan oleh seseorang dalam jumlah tertentu, wajib, dalam jangka waktu tertentu, dikeluarkan zakatnya untuk kepentingan delapan golongan masyarakat (di antaranya fakir miskin) yang berhak juga atas kekayaan seseorang (QS Al-Taubah (9):60). Fungsi sosial hak milik dengan tegas pula disebutkan Allah dalam bagian surat Al- Hasyr (59) ayat 7 yang terjemahannya berbunyi"... agar harta benda (seseorang) tidak hanya beredar di antara (dalam kekuasaan) orang-orang kaya saja. Karena, di dalam harta kekayaan (orang yang punya) terdapat hak peminta-minta dan (orang) terlantar" (QS Al-Dzarriyat (51): 19).

15. Asas yang beriktikad baik harus dilindungi

Asas ini berkaitan erat dengan asas lain yang menyatakan bahwa orang yang melakukan perbuatan tertentu bertanggung jawab atau menanggung risiko perbuatannya. Namun, jika ada pihak yang melakukan suatu hubungan perdata tidak mengetahui cacat yang tersembunyi dan mempunyai iktikad baik dalam hubungan perdata, kepentingannya harus dilindungi dan berhak untuk menuntut sesuatu jika ia dirugikan karena iktikad baiknya. 138 Hukum Islam

Page 130: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

IB. Asas risiko dibebankan pada harta, tidak pada pekerja

Asas ini mengandung pernilaian yang tinggi terhadap kerja dan pekerjaan, berlaku terutama di perusahaan-peru- sahaan yang merupakan persekutuan antara pemilik modal (harta) dan pemilik tenaga (kerja). Jika perusahaan merugi, maka, menurut asas ini, kerugian hanya dibebankan pada pemilik modal atau harta saja, tidak pada pekerjanya. Ini berarti bahwa pemilik tenaga dijamin haknya untuk menda- patkan upah, sekurang-kurangnya untuk jangka waktu tertentu, setelah ternyata perusahaan menderita kerugian.

17. Asas mengatur dan memberi petunjuk

Sesuai dengan sifat hukum keperdataan pada umumnya, dalam hukum Islam berlaku asas yang menyatakan bahwa ketentuan-ketentuan hukum perdata, kecuali yang bersifat ijbari karena ketentuannya telah qath'i, hanyalah bersifat mengatur dan memberi petunjuk saja kepada orang-orang yang akan memanfaatkannya dalam mengadakan hubungan perdata. Para pihak dapat memilih ketentuan lain berdasarkan kesukarelaan, asal saja ketentuan itu tidak bertentangan dengan hukum Islam.

18. Asas tertulis atau diucapkan di depan saksi

Asas ini mengandung makna bahwa hubungan perdata selayaknya dituangkan dalam perjanjian tertulis di hadapan saksi-saksi (QS Al-Baqarah (2):282). Namun, dalam keadaan tertentu, perjanjian itu dapat saja dilakukan secara lisan di hadapan saksi-saksi yang memenuhi syarat baik mengenai jumlahnya maupun mengenai kualitas orangnya.

Page 131: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Sumber, Asas-asas Hukum Islam dan al-Ahkam al-Khamsah 139

Asas-asas Hukum Perkawinan

Dalam ikatan 'perkawinan' sebagai salah-satu bentuk perjanjian (suci) antara seorang pria dengan seorang wanita, yang mempunyai segi-segi perdata, berlaku beberapa asas (seperti telah disebut di muka), di antaranya adalah (1) kesukarelaan, (2) persetujuan kedua belah pihak, (3) kebebasan memilih, (4) kemitraan suami-istri, (5) untuk selama-lamanya, dan (6) monogami terbuka (karena darurat).

Asas (1) 'kesukarelaan'merupakan asas terpenting perkawinan Islam. Kesukarelaan itu tidak hanya harus terdapat antara kedua calon suami-istri, tetapi juga antara kedua orang tua kedua belah pihak. Ke-(suka) -relaan orang tua yang menjadi wali seorang wanita, merupakan sendi asasi perkawinan Islam. Dalam berbagai hadis nabi, asas ini dinyatakan dengan tegas.

Asas (2) persetujuan kedua belah pihak merupakan kon- sekuensi logis asas pertama tadi. Ini berarti bahwa tidak boleh ada paksaan dalam melangsungkan perkawinan. Persetujuan seorang gadis untuk dinikahkan dengan seorang pemuda, misalnya, harus diminta lebih dahulu oleh wali atau orang tuanya. Menurut Sunnah nabi, persetujuan itu dapat disim- pulkan dari diamnya gadis tersebut. Dari berbagai Sunnah nabi dapat diketahui bahwa perkawinan yang dilangsungkan tanpa persetujuan kedua belah pihak, dapat dibatalkan oleh pengadilan.

Asas (3) 'kebebasan memilih pasangan,' juga disebutkan dalam Sunnah nabi. Diceritakan oleh Ibnu Abbas bahwa pada suatu ketika seorang gadis bernama Jariyah menghadap Rasulullah dan menyatakan bahwa ia telah dikawinkan oleh ayahnya dengan seseorang yang tidak disukainya. Setelah mendengar pengaduan itu, nabi menegaskan bahwa ia (Jariyah) dapat memilih untuk meneruskan perkawinan dengan orang yang tidak disukainya itu atau meminta supaya perkawinan- nya dibatalkan untuk dapat memilih pasangan dan kawin dengan orang lain yang disukainya.

Asas (4)'kemitraan suami-istri' dengan tugas dan fungsi yang berbeda karena perbedaan kodrat (sifat asal, pembawaan) disebut dalam Alquran surat Al-Nisa' (4) ayat 34 dan surat Al-Baqarah (2) ayat 187. Kemitraan ini menyebabkan kedudukan suami-istri dalam beberapa hal sama, dalam hal yang lain berbeda: suami menjadi

Page 132: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

132 Hukum Islam

kepala keluarga, istri menjadi kepala dan penanggung jawab pengaturan rumah tangga, misalnya.

Asas (5) 'untuk selama-lamanya,' menunjukkan bahwa perkawinan dilaksanakan untuk melangsungkan keturunan dan membina cinta serta kasih sayang selama hidup (QS Al-Rum (30):21). Karena asas ini pula maka perkawinan mut'ah yakni perkawinan sementara untuk bersenang- senang selama waktu tertentu saja, seperti yang terdapat dalam masyarakat Arab Jahiliyah dahulu dan beberapa waktu setelah Islam, dilarang oleh Nabi Muhammad.

Asas (6) 'monogami terbuka,' disimpulkan dari Alquran surat Al-Nisa' (4) ayat 3 jo ayat 129. Di dalam ayat 3 dinyatakan bahwa seorang pria Muslim dibolehkan atau boleh beristri lebih dari seorang, asal memenuhi beberapa syarat tertentu, di antaranya adalah syarat mampu berlaku adil terhadap semua wanita yang menjadi istrinya. Dalam ayat 129 surat yang sama Allah menyatakan bahwa manusia tidak mungkin berlaku adil terhadap istri-istrinya walaupun ia ingin berbuat demikian.

Sumber, Asas-asas Hukum Islam dan al-Ahkam al-Khamsah 141 Oleh karena ketidakmungkinan berlaku adil terhadap istri- istri itu maka Allah menegaskan bahwa seorang laki-laki lebih baik kawin dengan seorang wanita saja. Ini berarti bahwa beristri lebih dari seorang merupakan jalan darurat yang baru boleh dilalui oleh seorang laki-laki Muslim kalau terjadi bahaya, antara lain, untuk menyelamatkan dirinya dari berbuat dosa, kalau, istrinya misalnya, tidak mampu memenuhi

kewajibannya sebagai istri.

Selain asas perkawinan di atas, asas dalam bidang hukum perdata yang perlu diketahui juga adalah asas hukum kewarisan.

Asas-asas Hukum Kewarisan

Asas hukum 'kewarisan' Islam yang dapat disalurkan dari Alquran dan Al-Hadis, seperti yang disinggung di muka, di antaranya adalah (1) ijbari, (2) bilateral, (3) individual, (4) keadilan berimbang, dan (5) akibat kemadan.

Asas (1) ijbari yang terdapat dalam hukum kewarisan Islam mengandung arti bahwa peralihan harta seorang yang meninggal dunia kepada ahli warisnya berlaku dengan sendirinya menurut ketetapan

Page 133: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Allah tanpa digantungkan kepada kehendak pewaris atau ahli waris. Unsur keharusan (ijbari = compulsory) dalam hukum kewarisan Islam terutama terlihat dari segi: ahli waris harus (tidak boleh tidak) menerima ber- pindahnya harta pewaris kepadanya sesuai dengan jumlah yang telah ditentukan oleh Allah. Oleh karena itu, calon pewa-ris yaitu orang yang akan meninggal dunia pada suatu ketika, tidak perlu merencanakan penggunaan hartanya setelah ia meninggal dunia kelak, karena dengan kematiannya, secara otomatis hartanya akan beralih kepada ahli warisnya dengan perolehan yang sudah dipastikan. Asas ijbari hukum kewarisan Islam dapat pula dilihat dari beberapa segi lain yaitu (a) dari segi peralihan harta yang pasti terjadi setelah orang meninggal dunia, (b) dari jumlah harta yang sudah ditentukan untuk masing-masing ahli waris, dan (c) dari mereka yang akan menerima peralihan harta peninggalan, yang sudah ditentukan dengan pasti yakni mereka yang mempunyai hubungan darah dan ikatan perkawinan dengan pewaris.

Asas (2) adalah asas 'bilateral,' berarti bahwa seseorang menerima hak kewarisan dari kedua belah pihak yaitu dari pihak kerabat keturunan laki-laki dan dari pihak kerabat keturunan perempuan. Asas ini dapat dilihat dalam surat Al- Nisa' (4) ayat 7, 11, 12 dan 176. Di dalam ayat 7 surat tersebut ditegaskan bahwa seorang laki-laki berhak mendapat warisan dari ayahnya dan juga dari ibunya. Demikian juga halnya dengan perempuan. Ia berhak mendapat warisan dalam kewarisan bilateral. Secara terinci asas itu disebutkan juga dalam ayat-ayat lain di atas.

Asas (3) adalah asas 'individual.' Asas ini menyatakan bahwa harta warisan dapat dibagi-bagi pada masing-masing ahli waris untuk dimiliki secara perorangan. Dalam pela- ksanaannya seluruh harta warisan dinyatakan dalam nilai tertentu yang kemudian dibagikan kepada setiap ahli waris yang berhak menerimanya menurut kadar bagian masing- masing. Dalam hal ini setiap ahli waris berhak atas bagian yang didapatnya tanpa terikat kepada ahli waris yang lain, karena bagian masing-masing sudah ditentukan. Bentuk kewarisan kolektif yang terdapat dalam masyarakat tertentu, karena itu tidak sesuai dengan ajaran Islam. Sebab, dalam pelaksanaan

Sumber, Asas-asas Hukum Islam dan al-Ahkam al-Khamsah 143 sistem

kewarisan kolektif itu, mungkin terdapat harta anak yatim yang

Page 134: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

134 Hukum Islam

dikhawatirkan akan termakan, sedang memakan harta anak yatim

merupakan perbuatan yang sangat dilarang oleh ajaran Islam. Asas (4) adalah asas 'keadilan yang berimbang.' Asas ini

mengandung arti bahwa harus senantiasa terdapat keseim- bangan antara hak dan kewajiban, antara hak yang diperoleh seseorang, dengan kewajiban yang harus ditunaikannya. Laki- laki dan perempuan misalnya, mendapat hak yang sebanding dengan kewajiban yang dipikulnya masing-masing (kelak) dalam kehidupan keluarga dan masyarakat. Dalam sistem kewarisan Islam, harta peninggalan yang diterima oleh ahli waris dari pewaris pada hakikatnya adalah pelanjutan tanggung jawab pewaris terhadap keluarganya. Oleh karena itu, perbedaan bagian yang diterima oleh masing-masing ahli waris berimbang dengan perbedaan tanggung jawab masing-masing terhadap keluarga. Seorang laki-laki menjadi penanggung jawab kehidupan keluarga, mencukupi keperluan hidup anak dan istrinya (QS 2:233) menurut kemampuannya (QS 65:7). Tanggung jawab itu merupakan kewajiban agama yang harus dilaksanakannya, terlepas dari persoalan apakah istrinya mampu atau tidak, anaknya memerlukan bantuan atau tidak. Terhadap kerabat lain, tanggung jawab seorang laki-laki hanyalah tambahan saja, sunnat hukumnya, kalau ia mau dan mampu melaksanakannya. Berdasarkan keseimbangan antara hak yang diperoleh dan kewajiban yang harus ditunaikan, sesungguhnya apa yang diperoleh seorang laki-laki dan seorang perempuan dari harta peninggalan, manfaatnya akan sama mereka rasakan.

Asas (5) adalah asas yang menyatakan bahwa kewarisan ada kalau ada yang meninggal duni a. Ini berarti bahwa kewari san semata-mata sebagai 'akibat kematian' seseorang. Menurut ketentuan hukum kewarisan Islam, peralihan harta seseorang kepada orang lain yang disebut dengan nama kewarisan, terjadi setelah orang yang mempunyai harta meninggal dunia. Ini berarti bahwa harta seseorang tidak dapat beralih kepada orang lain dan disebut sebagai harta kewarisan, selama orang yang mempunyai harta masih hidup. Juga berarti bahwa segala bentuk peralihan harta seseorang yang masih hidup kepada orang lain, baik secara langsung maupun yang akan dilaksanakan kemudian sesudah kematiannya, tidak termasuk ke dalam kategori kewarisan menurut hukum Islam. Ini berarti bahwa kewarisan Islam adalah akibat kematian seseorang atau yang disebut dalam hukum kewarisan perdata Barat kewarisan ab intestato dan tidak

Page 135: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

mengenai kewarisan atas dasar wasiat yang dibuat oleh seseorang pada waktu ia masih hidup yang disebut dalam hukum perdata Barat dengan istilah kewarisan secara testamen. Asas ini mempunyai kaitan dengan asas ijbari tersebut di atas yakni seseorang tidak sekehendaknya saja menentukan penggunaan hartanya setelah ia mati kelak. Melalui wasiat, menurut hukum Islam, dalam batas-batas tertentu, seseorang memang dapat menentukan pemanfaatan harta kekayaannya setelah ia meninggal dunia, tetapi wasiat mempunyai ketentuan tersendiri terpisah dari ketentuan hukum kewarisan Islam. Dalam kitab hukum fiqih Islam, wasiat dibahas tersendiri di luar hukum kewarisan (Amir Syarifuddin, 1984 : 18-25).

Kaidah-kaidah Fiqih

Asas-asas hukum Islam (beberapa di antaranya telah disebutkan) di atas, mengalirkan garis-garis hukum yang dalam

Sumber, Asas-asas Hukum Islam dan al-Ahkam al-Khamsah 145 kepustakaan hukum Islam disebut kaidah-kaidah fiqih yang dapat diterapkan ke dalam kasus tertentu dalam masyarakat. Garis-garis hukum yang dapat dipergunakan untuk meme- cahkan berbagai persoalan dalam masyarakat, banyak. Asjmuni A. Rahman, misalnya, menyebut 160 buah dalam bukunya Qaidah-qaidah Fiqih (Qawa'idatul Fiqhiyyah, Jakarta, 1976) yang bunyinya, sekadar contoh, adalah sebagai berikut (1) hukum berputar di sekitar illat-nya. Ada illat ada hukum, tidak ada illat tidak ada hukumnya, (2) hukum berubah karena peru- bahan waktu dan perbedaan tempat, (3) adat yang baik dapat dijadikan hukum (Islam), (4) orang yang menuntut sesuatu hak atau menuduh seseorang melakukan sesuatu harus membuktikan hak atau tuduhannya itu, (5) tertuduh dapat mengingkari tuduhan yang ditujukan padanya dengan sumpah.

AL-AHKAM AL-KHAMSAH

Ahkam adalah jamak perkataan hukm. Khamsah artinya lima. Dengan demikian, yang dimaksud dengan al-ahkam al- khamsah (baca: ahkamul khamsah) yang disebut juga hukum taklifi adalah lima macam kaidah atau lima kategori penilaian mengenai benda dan tingkah-laku manusia dalam Islam.

Menurut sistem al-ahkam al-khamsah ada lima kemungkin- an penilaian mengenai benda atau perbuatan manusia. Penilaian itu,

Page 136: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

136 Hukum Islam

menurut Hazairin, (Hazairin, 1982, 68) mulai dari ja'iz atau mubah di lapangan kehidupan pribadi, muamalah atau kehidupan sosial. Ja'iz adalah ukuran penilaian bagi perbuatan dalam kehidupan kesusilaan (akhlak atau moral) pribadi. Kalau mengenai benda, misalnya makanan, disebut halal (bukan ja'iz); sunnat dan makruh adalah ukuran penilaian bagi hidup kesusilaan (akhlak atau moral) masyarakat, wajib dan haram adalah ukuran penilaian atau kaidah atau norma bagi lingkungan hukum duniawi. Kelima kaidah atau komponen penilaian ini berlaku di dalam ruang-lingkup keagamaan yang meliputi semua lingkungan kehidupan itu. Pembagian ke dalam ruang hidup kesusilaan, baik pribadi maupun masyarakat, ruang- lingkup hukum duniawi dan ruang-lingkup keagamaan, adalah karena perbedaan pemberi sanksi dan bentuk sanksinya. Ja'iz ialah ukuran penilaian dalam lingkup hidup kesusilaan per- seorangan. Ukuran penilaian tingkah-laku ini dikenakan bagi perbuatan-perbuatan yang sifatnya pribadi yang semata-mata diserahkan kepada pertimbangan dan kemauan orang itu sendiri untuk melakukannya. Ia bebas untuk menentukan apakah ia akan atau tidak akan melakukan perbuatan itu. Akibatnya mungkin akan mendatangkan kebahagiaan dan kepuasan bagi dirinya, mungkin juga kesedihan atau kekecewaan yang diper- olehnya, walaupun ia yakin benar pada mulanya bahwa tindakannya itu akan membawa kebaikan bagi dirinya. Dari sini manusia memperoleh pelajaran atau pengalaman bahwa ia bebas berbuat, tetapi tidak bebas untuk menguasai hasil perbuatannya menurut keinginan semula (Hazairin, 1974:31).

Pengalaman pahit yang dirasakannya menimbulkan kehendak untuk mencari sebab mengapa terjadi demikian. Jawaban yang akan diperolehnya tergantung kepada tingkat kerohanian dan derajat pemikirannya. Mungkin jawaban penye- bab itu akan dicarinya pada gejala-gejala alam di sekitarnya, mungkin juga pada kekuatan-kekuatan gaib yang tidak atau belum dikenalnya. Bagi yang mencari lebih jauh akan terbuka jendela keyakinan akan adanya Tuhan Yang Maha Esa yang mengendalikan pertimbangan dan kemauannya. Dan ia akan

Sumber, Asas-asas Hukum Islam dan al-Ahkam al-Khamsah 147 mendapat

pelajaran dari pengalaman yang dirasakannya (Hazairin, 1974: 32).

Dari uraian di atas jelaslah bahwa ja'iz mampu membuka- kan

Page 137: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

kalbu ke alam gaib dan kekuasaan gaib, yang kemudian baru dikenalnya betul setelah datang utusan-Nya (nabi atau rasul) menyampaikan kepada manusia pedoman untuk mem- bedakan antara yang baik dan buruk dan cara-cara mencapai atau menghindarinya dalam rangka usaha menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi hidupnya di dunia ini dan di akhirat kelak. Pengalaman hidup itu, biasanya, disampaikan melalui berbagai cara pada generasi-generasi berikutnya.

Himpunan pengalaman-pengalaman pribadi itu menim- bulkan berbagai anjuran dan cegahan atau celaan terhadap perbuatan orang lain dalam masyarakat. Melembagalah ukuran- ukuran penilaian yang disebut sunnat dan makruh, yakni ukuran penilaian bagi perbuatan yang dianjurkan, digemari, disukai dalam masyarakat karena baik tujuannya (sunnat), sedangkan makruh adalah ukuran penilaian bagi perbuatan yang tidak diingini, dibenci, dicela oleh masyarakat karena tujuannya adalah buruk. Akibatnya, orang yang melakukan perbuatan yang kaidahnya makruh, mendapat celaan umum, yang mungkin bentuknya berupa perkataan atau mungkin pula berupa sikap yang tidak menyenangkan, bahkan mungkin sampai pada sikap pemboikotan dari pergaulan.

Kalau dibandingkan dengan ja'iz, mengenai sunnat atau makruh ini dapat dikemukakan bahwa walaupun perbuatan itu didasarkan pada kemerdekaan pribadi, namun telah berada di bawahpengawasan masyarakat, dengan padahan (sanksi) pujian bagi perbuatan sunnat atau celaan bagi perbuatan yang kaidahnya makruh.

Bila perbuatan yang ukurannya sunnat dirasakan kebaikan- nya dalam kehidupan masyarakat, dan masyarakat ingin mengu- kuhkannya menjadi perbuatan yang tidak boleh diabaikan, masyarakat akan meningkatkannya menjadi wajib. Jika telah demikian, siapa yang meninggalkannya akan mendapat hukuman berupa penderitaan atas harta, badan, martabat, kehormatan diri, kemerdekaan bergerak bahkan sampai pada ancaman hukuman mati. Demikian juga halnya dengan perbuatan yang berkaidah makruh. Ia dapat ditingkatkan menjadi haram, jika masyarakat memandang perbuatan tercela itu demikian kejinya sehingga lebih baik menjadi perbuatan yang terlarang. Dan barangsiapa melanggar larangan itu ia akan dikenakan ganjaran hukuman pula.

Page 138: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

138 Hukum Islam

Kendatipun perbuatan yang berkaidah haram atau wajib masih juga ada sangkut-pautnya dengan kemerdekaan seseorang untuk berbuat, namun kemerdekaan itu kini bukan lagi hanya dikendalikan oleh masyarakat saja tetapi telah dibendung oleh penguasa dalam satu kesatuan hidup kenegaraan (Hazairin, 1974:33).

Dari uraian di atas jelaslah bahwa wajib adalah pening- katan sunnat sedang haram adalah kelanjutan peningkatan makruh. Atau dengan perkataan lain wajib berasal dari sunnat dan haram bersumber dari makruh. Dan karena sunnat dan makruh bersumber dari ja'iz, maka wajib

dan haram berpokok pangkal pada ja’iz pula.

Di dalam sistem tata norma Islam, ajaran al-ahkam al- khamsah ini meliputi seluruh kehidupan manusia, di dalam segala lingkungannya: kesusilaan pribadi, masyarakat dan hukum duniawi. Lingkungan hukum duniawi adalah masya-

Page 139: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Daftar Isi 139

rakat yang dibentuk dengan penguasa sebagai pengelolanya. Ketiga-tiganya merupakan satu rangkaian kesatuan, dan bertautan satu dengan yang lain. Pertautan antara kesusilaan dan hukum merupakan hal yang sangat penting dalam ajaran lima kategori penilaian menurut ajaran Islam.

Mengenai hubungan antara kesusilaan dan hukum secara luas telah diuraikan oleh Profesor Hazairin dalam pidato pelantikan beliau sebagai Guru Besar Hukum Adat dan Hukum Islam di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 13 September 1952. Dalam tulisan beliau yang lain mengenai kesusilaan (Hazairin, 1973:69) beliau berkata antara lain sebagai berikut (dikutip dengan penyesuaian di sana-sini): "Negara Republik Indonesia adalah sebuah negara yang berdiri atas keinsafan bahwa hukum dan kesusilaan (moral) tidak dapat dipisah- pisahkan. Hukum tanpa kesusilaan (moral) adalah kezaliman. Moral tanpa hukum adalah anarki dan utopi yang dapat menjurus kepada perikebinatangan. Hanya hukum yang dipeluk oleh kesusilaan atau moral dan berakar kepada kesusilaan atau moral dapat mendirikan perikemanusiaan. Kein- safan persenyawaan antara hukum dan kesusilaan atau moral terpampang dalam UUD 1945 dalam Pasal 29 ayat 1 (yang berbunyi): Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Ayat ini mengandung arti bahwa negara, bangsa dan masyarakat mematuhi norma-norma Ilahi, yang meliputi norma-norma hukum dan norma-norma kesusilaan atau moral. Oleh karena itu, maka dalam Negara Republik Indonesia, tidak boleh dipediarkan (dibiarkan:MDA) ada hukum yang bertentangan dengan norma Ilahi dan tidak boleh dibiar- kan ada kesusilaan atau moral yang

Sumber, Asas-asas Hukum Islam dan al-Ahkam al-Khamsah haram wajib

jaiz

Page 140: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

140 Hukum Islam

berlawanan dengan sesuatu norma Ilahi. Menambah garis-garis hukum dan menam- bah garis-garis kesusilaan atau moral kepada norma Ilahi tetapi tidak bertentangan dengan norma-norma Ilahi, adalah bebas leluasa. Dalam menilai manusia, kata beliau lebih lanjut, orang hanya dapat memperhatikan perkataan, perbuatan dan laku perangai manusia itu. Manusia yang tidak berkesesuaian perkataannya dengan perbuatan dan tingkah lakunya, disebut munafik, sangat berbahaya bagi negara, bangsa dan masyarakat. Orang yang demikian, kata beliau, tidak layak untuk dijadikan pemimpin dalam urusan negara, bangsa dan masyarakat, walau- pun dia tidak pernah melakukan pelanggaran hukum."

"Siapakah yang berkewajiban mengawasi kesusilaan (moral atau

akhlak) dalam negara dan masyarakat?" tanya beliau.

Pertanyaan itu beliau jawab sendiri dengan kata-kata berikut: "Pada prinsipnya setiap orang. Tetapi yang 'resmi' berkewajiban (mengawasi kesusilaan (moral atau akhlak) dalam negara dan masyarakat) ialah setiap petugas dalam urusan kenegaraan dan kemasyarakatan. Mereka berkewajiban untuk menegur dan memberi nasihat tentang kesusilaan (moral atau akhlak buruk) baik secara preventif maupun repressif. Tentu saja petugas-petugas negara dan masyarakat yang berkewajiban mengawasi kesusilaan (moral atau akhlak) itu wajib pula berkesusilaan (bermoral atau berakhlak baik). Dan karena kesusilaan (moral) dalam Negara Republik Indonesia ini harus bersesuaian dengan norma Ilahi, maka semua petugas mesti pula terdiri dari orang-orang yang bukan saja beragama, tetapi juga benar-benar hidup menurut norma-norma agamanya, yang di dalam Islam disebut orang yang bertakwa" (Hazairin, 1973:70). Norma-norma Ilahi dan norma-norma yang dimaksud oleh Profesor Hazairin itu, selain norma syariah adalah juga norma akhlak mengenai sikap atau perbuatan yang baik dan buruk. Dalam perkataan sehari-hari orang sering menyebut kesusilaan, moral, dan akhlak secara bergantian, karena diang- gap sepadan (sama). Namun perlu segera dicatat: antara ketiganya terdapat perbedaan. Kesusilaan atau moral adalah hasil pemikiran manusia yang disepakati oleh suatu masyarakat tertentu pada suatu masa mengenai buruk dan baik (budaya), sedang akhlak adalah istilah agama dan bagian agama Islam yang ditetapkan Allah dan ditentukan rasul-Nya sebagai ukuran bagi sikap dan perbuatan

Page 141: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Sumber, Asas-asas Hukum Islam dan al-Ahkam al-Khamsah 141

manusia yang baik atau buruk. Kesusilaan atau moral dapat berubah dan dapat bertentangan dengan norma Ilahi atau norma agama, sedang akhlak sifatnya tetap, senantiasa sejalan dan tidak mungkin berten-tangan dengan norma Ilahi atau norma agama.

Dari uraian tersebut di atas, dapat ditarik kesimpulan berikut:

Al-ahkam al-khamsah adalah lima pernilaian yang disebut norma atau kaidah dalam ajaran Islam. Al-ahkam al-khamsah (1) meliputi seluruh lingkungan hidup dan kehidupan. (2) Di dalam lingkungan hidup kesusilaan pribadi, berlaku satu kaidah (ja'iz). Di lingkungan kesusilaan umum atau disebut juga dengan istilah moral sosial terdapat dua kategori kaidah yakni sunnat dan makruh. Di lingkungan hukum duniawi terdapat dua kaidah yang disebut dengan istilah wajib dan haram. (3) Kelima- limanya berlaku di ruang-lingkup keagamaan yang meliputi semua lingkungan hidup di atas. Ia menjadi ukuran perbuatan manusia baik di bidang ibadah maupun di lapangan muamalah. (4) Di lingkungan hidup kesusilaan dan hukum, ukuran itu dapat berubah-ubah. Penguasa, misalnya, dapat mengubah ukuran perbuatan sunnat menjadi (diindonesiakan) wajib, makruh menjadi haram. (5) Di ruang-lingkup keagamaan dilarang mengubah yang halal menjadi haram, haram menjadi halal. Perintah Allah baik suruhan maupun larangan-Nya, tidak boleh digeser-geser. Yang haram tetap haram, yang wajib tetap wajib. Ia berlaku abadi sepanjang masa, tidak terbatas pada ruang dan waktu tertentu. (6) Pengelompokan ke dalam lingkungan hidup kesusilaan, hukum dan keagamaan di atas adalah untuk memudahkan pemahaman dipandang dari segi 'siapa' yang memberi sanksi (padahan) jika norma-norma itu dilanggar. Dalam kesusilaan (pribadi dan masyarakat) yang memberi sanksi adalah diri sendiri berupa kepuasan atau kekecewaan, anggota masyarakat berupa pujian atau celaan. Dalam lingkungan hukum duniawi yang memberi sanksi adalah penguasa berupa ganti kerugian atau denda atau hu-kuman pidana. Dalam lingkup keagamaan yang meliputi kesusilaan dan hukum duniawi yang memberi sanksi adalah Tuhan, baik di dunia ini maupun di akhirat kelak berupa pahala dan dosa (Hazairin, 1982: 73, 74, Kemal Faruki, 1966: 43).

Page 142: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan

Hukum Islam

TAHAP-TAHAP PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN

Penulis-penulis sejarah hukum Islam telah mengadakan pembagian tahap-tahap pertumbuhan dan perkembangan hukum Islam. Pembagian ke dalam beberapa tahap itu tergantung pada tujuan dan ukuran yang mereka pergunakan dalam mengadakan pertahapan itu. Ada yang membaginya ke dalam 5, 6 atau 7 tahapan. Namun, pada umumnya, tahap- tahap pertumbuhan dan perkembangan hukum Islam adalah 5 masa berikut ini:

I. Masa Nabi Muhammad (610 M - 632 M)

II. Masa Khulafa Rasyidin (632 M - 662 M)

III. Masa Pembinaan, Pengembangan dan Pembukuan (abad VII - X M)

IV. Masa Kelesuan Pemikiran (abad X M - XIX M)

V. Masa Kebangkitan Kembali (abad XIX M sampai sekarang).

Page 143: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Daftar Isi 143

154 Hukum Islam

MASA NABI MUHAMMAD (610 M —632 M)

Latar Belakang

Sebelum mengkaji pertumbuhan hukum Islam di zaman Nabi Muhammad ini sebagai latar-belakangnya, kita bicara- kan dahulu masyarakat Arab sebelum Islam.

Agama Islam sebagai induk hukum Islam muncul di Se- menanjung Arab, di satu daerah tandus yang dikelilingi oleh laut pada ketiga sisinya dan lautan pasir pada sisi keempat. Daerah ini adalah daerah yang sangat panas, di tengah-tengah gurun pasir yang amat luas yang mempengaruhi cara hidup dan cara berpikir orang-orang Badui yang tinggal di tempat itu. Untuk memperoleh air bagi makanan ternaknya, mereka selalu berpindah-pindah dari suatu tempat ke tempat lain. Alam yang begitu keras membentuk manusia-manusia indivi- dualistis. Perjuangan memperoleh air dan padang rumput merupakan sumber-sumber perselisihan antar mereka. Dan karena itu pula mereka hidup dalam klen-klen yang disusun berdasarkan garis patrilineal, yang saling bertentangan (Philip K. Hitti, 1970: 13-16).

Ikatan anggota klen ini didasarkan pada pertalian darah dan ada juga yang didasarkan pada pertalian adat. Pertalian adat terjadi apabila anggota suatu klen lain diangkat menjadi anggota klen yang bersangkutan dalam suatu upacara, antara lain dengan meminum beberapa tetes darah anggota klen yang asli. Klen merupakan ikatan anggota-anggotanya yang berkewajiban melindungi seluruh kepentingan para anggota klennya. Kalau salah seorang anggota klen berkelahi dengan anggota klen yang lain, biasanya seluruh anggota klen yang bersangkutan terlibat ke dalamnya. Dan karena keadaan yang

Page 144: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

*' Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Hukum Islam 144

demikian, kepala klen dalam suatu daerah ikut campur tangan dan menentukan penyelesaian yang harus ditempuh oleh klen-klen yang berselisih itu (Philip K. Hitti, 1970: 21).

Susunan klen yang demikian menuntut kesetiaan mutlak para anggotanya, dan karena itu, kalau ada seorang anggota klen melepaskan diri dari ikatan klennya, ia dianggap telah memutuskan hubungan dengan klen asalnya, dan sebagai akibatnya ia tidak lagi dilindungi oleh anggota klennya. Inilah latar-belakang penjelasan, mengapa Nabi Muhammad, setelah pindah dari Makkah ke Madinah dengan melakukan Hijrah dahulu dianggap telah memutuskan hubungan dengan klennya yang asli dan karena itu pula ia diperangi oleh anggota klen asalnya.

Klen dipimpin oleh seorang yang diberi gelar Sayyid atau Syaikh yang dipilih berdasarkan kelahiran, keberanian atau kearifannya. Kalau terjadi perselisihan antara anggota-anggota klen, biasanya kepala klen itulah yang berfungsi sebagai arbitratornya. Dalam melaksanakan fungsinya itu ia didampingi oleh sebuah majlis sebagai badan penasihat yang anggota- anggotanya terdiri dari orang-orang tua klen yang bersangkutan. Karena corak masyarakatnya yang unilateral patrilinial, kedu- dukan anak laki-laki sangat penting dalam keluarga. Melalui anak laki-laki inilah garis keturunan ditarik dan dia pulalah di dalam keluarga yang dianggap akan meneruskan keturunan dan membawa nama baik keluarganya. Dan karena statusnya yang demikian itu, maka laki-laki mempunyai kekuasaan yang amat besar dalam keluarga dan rumah tangga. Sebagaimana juga dalam masyarakat patrilineal yang lain, karenanya, kedudukan wanita dipandang sangat rendah. Wanita hanya dibebani kewajiban tanpa imbalan hak sama sekali. (Philip K. Hitti, 1970: 23). Karena itu pula, kalau lahir anak perempuan dalam satu rumah tangga, seluruh keluarga menjadi malu karena melahirkan anak yang kelak tidak bisa mempertahan- kan nama klennya. Karena itu keluarga yang bersangkutan, berusaha untuk melenyapkan nyawa bayi wanita atau mem- bunuhnya kemudian setelah ia berumur beberapa tahun.

Demikian rendahnya kedudukan wanita pada waktu itu sehingga laki-laki dengan mudah mengucapkan satu dua patah kata saja untuk menceraikan istrinya. Di dalam hukum kewarisan misalnya,

Page 145: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

kedudukan wanita dianggap tidak ada. Karena itu seorang anak perempuan tidak mendapat bagian dari harta peninggalan orang tuanya seperti halnya saudaranya yang laki-laki. Istri tidak menjadi ahli waris mendiang suaminya.

Tentang hidup keagamaannya dapat dikemukakan hal-hal berikut: Orang Badui yang mengembara itu mempunyai dewa- dewa sendiri yang dipuja oleh masing-masing klennya. Dewa- dewa itu digambarkan dalam bentuk patung yang biasanya diletakkan di rumah kepala klen sebagai simbul identitas klennya. Namun, berbeda dengan orang-orang itu, ada yang telah menetap yang mempunyai kepercayaan yang berlainan dengan para pengembara itu. Mereka percaya kepada Yang Maha Esa yang mereka sebut Allah, di samping dewa atau dewi yang banyak itu. Allah inilah yang menjadi pencipta, pemelihara manusia dalam hidup dan kehidupannya. Ajaran tentang Allah Maha Esa dan Maha Pencipta itu berasal dari Nabi Ibrahim. Nabi Ibrahim adalah nenek moyang orang Arab yang disuruh Tuhan membangun kembali Ka'bah di kota Makkah lebih kurang empat ribu tahun yang lalu. Ajaran tentang Allah yang diajarkan oleh Nabi Ibrahim itu adalah sama dengan ajaran tauhid: keesaan Tuhan yang disampaikan

Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Hukum Islam 157 oleh Nabi

Muhammad kemudian (Philip K. Hitti, 1970: 33).

Orang-orang yang menetap di kota Makkah adalah para pedagang yang berintikan klen Quraish yang telah mengadakan hubungan perdagangan perantara dengan orang-orang Abessinia di Selatan, dengan orang-orang Romawi di Barat dan orang-orang Persia di Timur Laut.

Pemerintahan di kota Makkah dijalankan oleh suatu majlis yang beranggotakan kepala-kepala keluarga yang dipilih berdasarkan kekayaan dan pengaruh mereka di dalam masyarakat. Banyak di antara mereka yang mempunyai kekayaan yang dipinjamkan kepada orang-orang yang memerlukannya dengan bunga yang tinggi. Transaksi perdagangan uang yang demikian merupakan pemerasan manusia atas manusia, yang kemudian dikualifikasikan sebagai 'riba' dan dilarang oleh Allah. Solidaritas para pedagang kaya ini sangat besar dan kesetiakawanan mereka ditunjukkan dalam menentang Nabi Muhammad (kelak) ketika menyampaikan wahyu Allah di Makkah.

Page 146: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

146 Hukum Islam

Sejak dahulu sampai sekarang kedudukan kota Makkah sangat penting dalam kehidupan manusia. Di samping ia terletak di persimpangan jalan perdagangan transito seperti dikemukakan di atas, di sana juga terletak rumah suci yang disebut Baitullah atau Ka'bah yang sengaja dibuat untuk tempat manusia tawaf: berjalan mengelilingi Ka'bah dengan tubuh bagian kiri berada di arah Ka'bah. Di sana juga terdapat makam Ibrahim yaitu batu tempat Nabi Ibrahim meletak- kan kakinya ketika membangun Ka'bah itu dahulu.

Di salah-satu sudut Ka'bah terletak batu yang disebut Hajar al

aswad, baca: hajarul aswad, (: batu hitam), tempat arah manusia mulai melakukan tawaf. Tidak jauh dari Ka'bah terdapat Air zam-zam yang sangat erat hubungannya dengan kehidupan Nabi Ismail dan ibunya Siti Hajar. Tidak jauh dari Ka'bah juga terdapat dua bukit kecil yang bernama Safa dan Marwah yang kini dijalani orang tujuh kali pulang pergi waktu melakukan ibadah haji atau umrah. Perjalanan pulang pergi antara Safa dan Marwah yang disebut sa'i ini juga mempunyai hubungan yang erat dengan cerita Ismail dan Hajar manusia-manusia pertama yang mendiami lembah Makkah itu.

Di sinilah lahir seorang bayi yang oleh ibunya Aminah diberi nama Ahmad, dan oleh kakeknya Abdul Muthalib dinamakan Muhammad. Kedua nama ini berasal dari satu akar kata yang di dalam bahasa Arab berarti: terpuji atau (yang) dipuji (Hazairin, 1955).

Muhammad (nama yang populer kemudian) lahir pada bulan Rabi'ulawwal tahun Gajah. Para penulis sejarah Nabi Muhammad menyebut kelahiran itu pada tanggal 12 Rabi'ulawwal (bulan ketiga tahun hijrah) bersamaan dengan tanggal 20 April tahun 571 Masehi. Tapi ada pula yang menyamakan bulan Rabi'ulawwal itu dengan bulan Agustus, tahun 570 M (Muhammad Husain Haikal, 1979: 55).

Setelah ibunya meninggal dunia beberapa tahun kemudian, Muhammad dipelihara oleh kakeknya Abdul Muthalib dan setelah kakeknya meninggal dunia pula, Muhammad diasuh oleh pamannya Abi Thalib ayah Ali bin Abi Thalib. Muhammad berasal dari keluarga terhormat tetapi tidak kaya dan sebagai seorang pemuda ia hidup di kalangan mereka yang berkuasa di Makkah. Sejarah mengatakan bahwa dalam

Page 147: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Hukum Islam 147

usia yang masih muda, Muhammad sudah dikenal dalam pergaulan. Karena sifatnya yang suka membantu orang-orang yang lemah dan karena ia selalu memperhatikan soal per- damaian antarsuku serta senantiasa membela kebenaran dan menegakkan keadilan ia dipercayai oleh penduduk Makkah. Pada usia 25 tahun, beliau kawin dengan seorang janda kaya bernama Khadijah yang umurnya lima belas tahun lebih tua dari beliau dan masih mempunyai hubungan kekerabatan. Khadijah tertarik kepada Muhammad karena sifatnya yang mulia, jujur dan dapat dipercaya.

Perkawinan ini memberi kelapangan materi baginya. Karena itu dalam waktu-waktu senggang dari aktivitas perdagangan, beliau sering menyendiri merenungkan antara lain sebab-sebab kemerosotan (akhlak) orang Arab. Tiga tahun sebelum mendapat wahyu, Muhammad biasa mengasingkan dirinya di gua Hira' selama bulan Ramadan. Ketika beliau mencapai umur 40 tahun, pada tahun 610 M, beliau menerima wahyu pertama. Pada waktu itu pula beliau ditetapkan Tuhan menjadi rasul atau Utusan-Nya. Tiga tahun kemudian, malaikat Jibril membawa perintah Allah untuk menyebarluaskan wahyu yang diterimanya kepada umat manusia. Dalam melaksanakan tugasnya sebagai rasul menyampaikan wahyu Ilahi, beliau dimusuhi, dianiaya dan dikejar oleh kaumnya sendiri. Atas petunjuk Allah beliau pindah atau hijrah dari Makkah ke Yathrib yang kemudian berubah nama menjadi Madinat al-Nabi (dibaca Madinatun Nabi) artinya Kota Nabi. Sebelum hijrah, beliau isra' dan mi'raj pada tanggal 27 Rajab. Isra1 artinya perjalanan malam dari Masjidil Haram di Makkah ke Masjidil Aqsa di Yerussalam (Palestina). Mi'raj artinya naik ke langit sampai ke Sidrat al-Muntaha (baca Sidratul Muntaha) dengan kendaraan Bouraq (: Bouraq adalah alat yang mempunyai kecepatan yang luar biasa). Pada peristiwa yang sangat unik ini beliau menerima perintah salat (sembahyang) wajib lima kali sehari semalam. Di Madinah beliau menyebar- kan wahyu-wahyu Tuhan yang isinya agak berbeda dengan wahyu-wahyu yang beliau terima di Makkah. beliau wafat dalam usia 63 tahun, pada tahun 632 M setelah berhasil melakukan tugasnya sebagai Rasulullah selama 13 tahun di Makkah dan 10 tahun di Madinah (Hazairin, 1955).

Dalam bukunya The 100, a Ranking of the Most Influential Persons in

Page 148: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

148 Hukum Islam

History (: 1978) Michael H. Hart menempatkan nama Nabi Muhammad dalam urutan nomor satu dari seratus nama- nama orang besar dalam sejarah umat manusia. Sesudah itu menyusul nama-nama Issac Newton, Jesus Kristus, Budha Gautama, Confusius dan seterusnya. Yang dipergunakan Michael H. Hart dalam menentukan peringkat (ranking) itu adalah pengaruh mereka masing-masing kepada umat manusia dalam sejarah.

Menurut Hart, seorang non-Muslim ahli astronomi dan sejarah, di antara sekian banyak orang besar yang pernah hidup di dunia, yang paling terkemuka adalah Nabi Muhammad, karena "hanya dialah manusia dalam sejarah yang paling berhasil menyebarkan ajaran agama dan membina kehidupan dunia" (he was the only man in history who

was supremely successful on both the religious and secular levels). Majalah Newsweek tanggal 31 Juli 1978 membicarakan buku Michael H. Hart tersebut dan di bawah judul All-Stars of History dimuat daftar urutan nama orang-orang yang diteliti oleh Michael H. Hart itu. Buku Michael H. Hart ini sudah diterjemahkan oleh Mahbub

Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Hukum Islam 161 Djunaidi ke

dalam bahasa Indonesia dengan judul Seratus Tokoh (1982).

Mengenai peranan dan tempat Nabi Muhammad dalam sejarah umat manusia, tidak ada salahnya kalau disebutkan pula, pendapat Philip Kurie Hitti dalam bukunya Islam a Way of Life (1970). Pada halaman 2 dan 3 bukunya itu Philip Kurie Hitti menyatakan bahwa Islam yang dibawa Nabi Muhammad untuk umat manusia itu adalah satu pandangan hidup (a way of life) dengan tiga aspek utamanya, yaitu agama, politik, dan budaya.

Sejarah, memang, telah mencatat nama-nama manusia yang membawa atau membangun suatu agama, yang lain disebut-sebut sebagai bapak suatu bangsa. Di samping itu ada pula orang-orang besar yang berhasil membangun suatu masyarakat atau negara. Jika ada orang lain yang berhasil membangun ketiga-tiganya sekaligus, maka mungkin kedu- dukan Nabi Muhammad tidak sangat istimewa dalam sejarah umat manusia, terutama bagi umat Islam, dan orang mungkin akan mudah melupakan namanya. Akan tetapi, sejarah telah menunjukkan bahwa ke tiga institusi atau lembaga itu dalam bentuknya yang sangat unik (lain dari yang lain) telah berhasil dibangun oleh Nabi Muhammad dalam waktu yang relatif singkat,

Page 149: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

yakni dalam masa kurang dari 23 tahun. Manusia yang dijadikan Tuhan menjadi Utusan-Nya itu telah dapat menu- naikan tugasnya dengan baik, membangun suatu agama dalam arti kata yang seluas-luasnya, membina suatu umat yang kemudian menjelma menjadi suatu bangsa serta mendirikan suatu masyarakat politik atau negara, serta meletakkan dasar- dasar budaya yang kemudian berkembang menjadi budaya Islam. Oleh karena itulah kedudukannya menjadi sangat penting, terutama bagi umat Islam. Pengakuan terhadap Tuhan Yang Maha Esa tidaklah lengkap bagi seorang Muslim tanpa pengakuan terhadap kerasulan Muhammad. Dan ini mem- bawa konsekuensi bahwa umat Islam harus mengikuti firman- firman Tuhan yang terdapat dalam Alquran dan Sunnah Nabi Muhammad yang dicatat dalam kitab-kitab hadis. Melalui wahyu-Nya Allah menegaskan posisi Nabi Muhammad dalam rangka agama Islam, dengan kata-kata antara lain sebagai berikut: (1) Kami mengutus Muhammad untuk menjadi rahmat bagi alam semesta (QS 21: 107). (2) Hai orang-orang yang beriman, ikutilah Allah dan ikutilah rasul-Nya (QS 4: 59). (3) Barangsiapa yang taat kepada rasul berarti dia taat kepada Allah (QS 4: 80). (4) Pada diri Rasulullah terdapat suri teladan yang baik (QS 33: 21) dan karena itu (5) Apa yang dibawanya ikutilah dan apa yang dilarangnya, jauhilah (QS 59: 7).

Yang dibawa oleh Nabi Muhammad adalah wahyu-wahyu Tuhan. Di antara wahyu-wahyu itu terdapat ayat-ayat hukum. Menurut penelitian Abdul Wahab Khallaf, seperti telah disebut di atas, Guru Besar Hukum Islam di Universitas Kairo (A.W. Khallaf, 1975:30) ayat-ayat hukum mengenai soal-soal ibadah jumlahnya 140 dalam Alquran. Ayat-ayat ibadah ini berkenaan dengan soal salat, zakat, puasa dan haji. Sedang ayat-ayat hukum mengenai muamalah jumlahnya 228, lebih kurang 3% dari jumlah seluruh ayat-ayat yang terdapat dalam Alquran. Ayat-ayat hukum ini tersebar di dalam berbagai surat sehingga untuk memahaminya secara baik diperlukan suatu metode dan keahlian khusus. Menurut almarhum Prof. Hazairin (Guru Besar Hukum Adat dan Hukum Islam Universitas Indonesia), metode yang terbaik untuk memahami ayat-ayat hukum dalam Alquran itu adalah 'metode otentik' yakni

Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Hukum Islam 163 metode perbandingan langsung antara semua ayat-ayat yang ada sangkut-

Page 150: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

150 Hukum Islam

pautnya satu dengan yang lain dengan persoalan pokok masalah yang dibicarakan, misalnya ayat-ayat mengenai perkawinan, warisan dan sebagainya harus dihubungkan sedemikian rupa walaupun letaknya berbeda dalam jarak yang jauh di dalam konteks ayat-ayat yang bersangkutan (Hazairin, 1975:3). Dengan mempergunakan metode ini, dalam kepustakaan disebut metode tematik atau madhu'i, orang akan mudah memahami ayat-ayat Alquran. Dengan perkataan lain supaya ayat-ayat yang tersebar itu dapat dipahami maksud- nya dengan sebaik-baiknya harus diadakan pengelompokan dan klasifikasi ayat-ayat yang mempunyai hubungan satu dengan yang lain. Klasifikasi 228 ayat hukum yang terdapat dalam Alquran itu menurut penelitian Prof. Abdul Wahab Khallaf seperti yang telah disinggung juga pada halaman 79 dan 81 di atas adalah sebagai berikut: 1. Hukum Keluarga yang terdiri dari hukum perkawinan dan hukum

kewarisan sebanyak 70 ayat: • Mengenai hukum perkawinan misalnya (hanya diambil

sebagai contoh), terdapat dalam Alquran surah 2 ayat 221, 230, 232, 235; surah 4 ayat 3, 4, 22, 23,24 dan 25, 129; surah 24 ayat 32, 33; surah 60 ayat 10 dan 11; surah 65 ayat 1 dan 2.

• Mengenai hukum kewarisan terdapat dalam beberapa ayat Quran, misalnya dalam surah 2 ayat 180 dan 240, surah 4 ayat 7 sampai dengan 12, 32, 33 dan 176, surah 33 ayat 6.

2. Mengenai Hukum Perdata lainnya, di antaranya hukum perjanjian (perikatan) terdapat 70 ayat, contohnya dalam surah 2 ayat 280, 282, 283; surah 8 ayat 56 dan 58.

3. Mengenai Hukum Ekonomi Keuangan termasuk hukum dagang terdiri dari 10 ayat antara lain dalam surah 2 ayat 275, 282, 284; surah 3 ayat 130; surah 4 ayat 29; surah 83 ayat 1-3.

4. Hukum Pidana terdiri dari 30 ayat antara lain dalam surah 2 ayat 178 dan 179; surah 4 ayat 92 dan 93; surah 5 ayat 33, 38 dan 39; surah 24 ayat 2; surah 42 ayat 40.

5. Mengenai Hukum Tata Negara ada 10 ayat antara lain dalam surah 3 ayat 110, 159; surah 3 ayat 104; surah 4 ayat 59; surah 42 ayat 38.

6. Mengenai Hukum Internasional terdapat 25 ayat antara lain dalam surah 2 ayat 190 sampai dengan 193; surah 8 ayat 39 dan

Page 151: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

41; surah 9 ayat 29 dan 123; surah 22 ayat 39 dan 40. 7. Mengenai Hukum Acara dan Peradilan terdapat 13 ayat antara

lain dalam surah 2 ayat 282; surah 4 ayat 65 dan 105; surah 5 ayat 8; surah 38 ayat 26. Ayat-ayat hukum ini pada umumnya berupa prinsip-prinsip saja

yang harus dikembangkan lebih lanjut. Waktu Nabi Muhammad masih hidup, tugas untuk mengembangkan dan menafsirkan ayat-ayat hukum ini terletak pada diri beliau sendiri melalui ucapan, perbuatan dan sikap diam beliau yang disebut sunnah yang kini dapat dibaca dalam kitab-kitab hadis. Menurut penelitian Abdul Wahab Khallaf pula, hadis- hadis hukum berjumlah ± 4500 buah. Dengan mempergunakan Alquran sebagai norma dasar, Nabi Muhammad memecah- kan setiap masalah yang timbul pada masanya dengan sebaik- baiknya. Kalau kita perhatikan dan bandingkan ayat-ayat Quran yang turun di Makkah dengan ayat-ayat Quran yang

Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Hukum Islam 165 turun di

Madinah (ayat-ayat Quran yang turun di Makkah dinamakan ayat Makkiyah, sedang ayat-ayat yang turun di Madinah dinamakan ayat

Madaniyah), dengan mudah kita membedakan ayat-ayat tersebut.

Cirinya antara lain adalah sebagai berikut: 1. ayat-ayat yang turun di Makkah didahului dengan ya ayyuhan nas

(hai, manusia), sedang ayat-ayat yang turun di Madinah didahului dengan kata-kata ya ayyuhal lazi na amanu (hai orang-orang yang beriman);

2. ayat-ayat yang turun di Makkah sekarang terdapat di bagian belakang Alquran, sedang ayat-ayat yang turun di Madinah terdapat di bagian depan Alquran;

3. ayat-ayat yang diturunkan di Makkah kalimatnya pendek- pendek, penuh dengan sanjak-sanjak, dengan irama kata yang kuat sekali, sedang ayat-ayat yang diturunkan di Madinah kalimatnya panjang-panjang, dan bahasanya tenang, dalam bahasa hukum.

4. ayat-ayat yang diturunkan di Makkah pada umumnya berisi soal-soal iman, keesaan Tuhan, hari kiamat dan akhlak, sedang ayat-ayat yang diturunkan di Madinah pada umumnya memuat soal-soal hukum, sosial, politik, dan soal-soal kemasyarakatan lainnya.

Page 152: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

152 Hukum Islam

Demikianlah, dengan mempergunakan Alquran dan as- Sunnah setiap masalah yang timbul dalam masa Nabi Muhammad dapat diatasi. Kalau kita perhatikan ayat-ayat hukum yang turun di Madinah kita melihat bahwa turunnya ayat- ayat itu mungkin disebabkan karena (1) ada masalah-masalah tertentu, yang ditanyakan jawabannya kepada Nabi. Sebab- sebab turunnya ayat-ayat tersebut dalam kepustakaan hukum Islam disebut asbabun nuzul (sebab-sebab turunnya suatu ayat). Karena pentingnya asbabun nuzul, untuk memahami makna yang dikandung dalam suatu ayat, orang telah berusaha menyusun buku pegangan mengenai asbabun nuzul dimaksud. Buku ini banyak ditulis dalam bahasa Arab tetapi di waktu terakhir ini buku yang penting itu telah ada pula dalam bahasa Indonesia. Satu di antaranya adalah terjemahan dari bahasa Arab, yang dilakukan oleh K.H. Qamaruddin Shaleh, dan kawan-kawan diterbitkan oleh penerbit Diponegoro Bandung (1975). Pada penerbit yang sama dapat juga diperoleh kum- pulan ayat-ayat tentang hukum Islam. Tentang turunnya ayat-ayat hukum dapat dikemukakan dalam peristiwa berikut (sebagai contoh):

1. Peristiwa Mursid Ghanawi. Mursid Ghanawi adalah utusan Nabi Muhammad dari Madinah ke Makkah. Sesampai di kota itu ia dilamar oleh seorang wanita kaya dan cantik. Tatkala wanita itu meminang Mursid, Mursid tidak segera memberikan putusan untuk menerima atau menolak pinangan tersebut karena ada masalah yakni wanita bersangkutan belum memeluk agama Islam. Setelah ia kembali ke Madinah ditanyakannya pendapat Nabi mengenai masalah itu. Ia bertanya apakah ia boleh kawin dengan wanita tersebut. Nabi Muhammad tidak segera memberi jawaban. Pada saat demikian turunlah ayat hukum yang kini terdapat pada surat 2 (Al-Baqarah) ayat 221 yang terjemahannya berbunyi sebagai berikut:

Janganlah kamu (Mursid) mengawini wanita musy- rik

sebelum ia beriman, sesungguhnya seorang budak belian yang

Muslim lebih baik dari wanita musyrik, walaupun ia

mempesonakan kamu. Jangan pula

Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Hukum Islam 167 wanita Muslim

kawin dengan pria musyrik kenda- tipun ia mengagumkan kamu. Seorang budak

Muslim lebih baik dari pria musyrik, sebab mereka itu mengajak kamu ke

Page 153: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

neraka, sedang Allah memang- gil kamu masuk ke dalam surga dan

keampunan.

Ayat ini sangat fundamental bagi perkawinan antaragama dan, pada waktu membicarakan RUU Perkawinan tahun 1973 dahulu, pernah menjadi masalah di dalam DPR kita, sebab ada orang yang menganggap ayat ini bertentangan dengan hak asasi manusia. Akan tetapi, kelompok Muslim, pada waktu itu diwakili PPP, menganggap ayat hukum itu tak mungkin diubah oleh manusia. Karena alasan hak asasi pun tak mungkin seorang wanita Islam kawin dengan pria yang bukan Muslim. Dalam agama Islam, kewajiban lebih dahulu harus dilaksanakan. Dan, adalah kewajiban asasi manusia, dalam hal ini wanita, melaksanakan kewajiban asasinya lebih dahulu menaati larangan Allah, sebelum menuntut hak asasinya.

Kasus janda Sa'ad bin Rabi'. Janda Sa'ad bin Rabi' mempunyai 2 orang anak perempuan pada waktu Sa'ad gugur dalam peperangan membantu Nabi Muhammad melawan orang Quraisy Makkah. Menurut adat Arab, kalau seorang laki-laki meninggal dunia dan meninggalkan janda serta anak-anak perempuan, janda dan anak-anak perempuan itu tidak mendapat bagian apa-apa dari harta peninggalan suami/ayahnya. Janda Sa'ad mengadukan nasibnya kepada Nabi dan menanyakan tentang harta yang ditinggalkan suaminya, sebab menurut hukum warisan adat pada waktu itu, harta peninggalan Sa'ad jatuh pada saudara

Page 154: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai
Page 155: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Hukum Islam

laki-lakinya. Tatkala Nabi Muhammad berpikir memecah- kan masalah yang sulit tersebut turunlah ayat mengenai warisan/ayat kewarisan, yang intinya antara lain sebagai berikut:

Berikan 2/3 (dari harta peninggalan Sa'ad itu) kepada anak-anaknya, 1/8 untuk jandanya dan sisanya berikan kepada saudara-saudaranya ('asabah).

Ayat ini merupakan bagian dari ayat-ayat kewarisan yang kini terdapat di dalam surat 4 (Al-Nisa') ayat 11 dan 12. Dengan turunnya ayat itu berubahlah antara lain kedudukan janda dan anak-anak perempuan dalam pembagian harta peninggalan suami dan ayahnya. Para wanita yang selama ini hanya mempunyai kewajiban dalam keluarga kini diim- bangi dengan hak yang diperolehnya dari harta peninggalan suami dan ayahnya. Dengan mengemukakan 2 contoh tersebut di atas dapatlah dilihat bagaimana proses turunnya ayat-ayat hukum yang sekarang menjadi sendi dasar hukum perkawinan dan kewarisan Islam.

Sebagai contoh ayat hukum yang memberi jawaban terhadap pertanyaan yang dikemukakan oleh seseorang kepada Nabi Muhammad, dapat dikemukakan QS (Al- Nisa') ayat 176 yang bunyi

terjemahannya sebagai berikut:

Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang arti kalalah,

jawablah yang dimaksud dengan ka- lalah adalah orang (baik laki-

laki atau wanita) yang mad tidak meninggalkan anak (walad).

Page 156: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai
Page 157: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Hukum Islam 169 Selain dari Nabi Muhammad memecahkan masalah yang timbul dalam masyarakat melalui wahyu, beliau juga me- mutuskan sesuatu berdasarkan pendapat beliau sendiri dengan sunnahnya, yang sekarang telah dibukukan dalam kitab-kitab hadis.

MASA KHULAFA RASYIDIN (632 M - 662 M)

Dengan wafatnya Nabi Muhammad, berhentilah wahyu yang turun selama 22 tahun 2 bulan 22 hari yang beliau terima melalui malaikat Jibril baik waktu beliau masih berada di Makkah maupun setelah hijrah ke Madinah. Demikian juga halnya dengan sunnah, berakhir pula dengan meninggalnya Rasulullah itu.

Kedudukan Nabi Muhammad sebagai utusan Tuhan tidak mungkin diganti, tetapi tugas beliau sebagai pemimpin masyarakat Islam dan kepala negara harus dilanjutkan oleh orang lain. Pengganti Nabi Muhammad sebagai kepala negara dan pemimpin umat Islam ini disebut khalifah, suatu kata yang "dipinjam" dari Alquran (surat 2:30). Di dalam Alquran selain dalam surat Al-Baqarah ayat 30 itu terdapat perkataankhalifah yang tersebar dalam sebelas ayat. Ide yang dapat disimpulkan dari ayat-ayat tersebut adalah bahwa manusia harus mempunyai tujuan hidup menata dunia ini. Dan sebagai khalifah (wakil) Tuhan di bumi ini, manusia harus menerjemahkan segala sifat-sifat Tuhan ke dalam kenyataan hidup dan kehidupan dan wajib mengatur bumi ini sesuai dengan pedoman yang telah ditetapkan-Nya. Manuya wajib melakukan tugas untuk mencapai tujuan hidupnya menurut pola yang telah ditentukan oleh Tuhan dalam ajaran-ajaran-Nya.

Kata khalifah yang terdapat dalam Alquran, terutama kata khalifah yang terdapat dalam ayat yang berhubungan dengan pengangkatan Adam menjadi khalifah (Tuhan) di muka bumi ini (QS 2:30 di atas) dipinjam dan dijadikan gelar bagi orang yang menggantikan kedudukan Nabi Muhammad sebagai pemimpin umat Islam dan kepala negara.

Abu al-Hasan al-Mawardi (disingkat al-Mawardi) dalam bukunya al-Ahkam as-Sultaniyah (Hukum Pemerintahan) menyatakan bahwa tugas utama seorang khalifah, adalah men- jaga kesatuan umat dan pertahanan negara. Untuk itu ia mempunyai beberapa hak tertentu. Ia

Page 158: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

170 Hukum Islam

berhak memaklumkan perang dan membangun tentara untuk menjaga keamanan dan batas negara. Ia harus menegakkan keadilan dan kebenaran. Ia harus berusaha agar semua lembaga-lembaga negara me- misahkan antara yang baik dengan yang tidak baik, melarang hal-hal yang tercela, menurut ketentuan Alquran. Ia mengawasi jalannya pemerintahan dan menarik pajak sebagai sumber keuangan negara. Ia menjadi hakim yang mengadili sengketa hukum, menghukum mereka yang melanggar hukum dan melarang segala macam penindasan. Ia mensahkan soal-soal akidah dan hukum yang sudah disepakati oleh ahli-ahli hukum. Ia tidak berhak mencampuri kekuasaan legislatif. Dengan kekuasaan eksekutif yang dimilikinya ia melakukan sentra- lisasi untuk menjaga persatuan umat.

Pengangkatan seorang khalifah dapat terjadi (1) dengan persetujuan masyarakat sebagaimana yang terjadi dalam kasus Abu Bakar, atau dengan (2) penunjukan khalifah sebelumnya seperti dalam kasus Umar. Jika diperlukan pemilihan, dapat dibentuk suatu badan khusus menyelenggarakan pemilihan itu. Sesudah dipilih, khalifah harus berjanji bahwa ia akan

Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Hukum Islam 171 memenuhi

kewajiban yang dipercayakan kepadanya. Ia harus melaksanakan

janjinya dengan setia, sebab tanggung jawab dan kewajibannya

sebagai kepala negara, jauh lebih berat dari hak-hak istimewa yang

ada padanya. Ia mendapat janji setia (bay'at) dari rakyat atau wakil-

wakilnya yang memenuhi syarat.

Demikianlah, untuk menggantikan kedudukan Nabi Muhammad sebagai pemimpin umat dan kepala negara, dipilihlah seorang pengganti yang disebut khalifah dari kalangan sahabat nabi sendiri. (Sahabat artinya: teman, rekan, kawan. Sahabat nabi adalah orang hidup semasa dengan nabi, menjadi teman atau kawan Nabi Muhammad dalam menyebarluaskan ajaran Islam).

Dari kalangan sahabat nabi yang terkemuka pada waktu itu terpilih Abu Bakar Siddiq menjadi khalifah pertama. Setelah beliau meninggal dunia, berturut-turut menjadi khalifah kedua, ketiga dan keempat adalah Umar bin Khattab, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Pemerintahan keempat para khalifah ini berlangsung selama 30 tahun, dari tahun 632 sampai dengan tahun 662 M. Dalam sejarah Islam, para khalifah yang empat ini terkenal dengan sebutan al-khulafa

Page 159: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

rasyidin (baca: khulafa rasyidin). Artinya, para khalifah yang memimpin umat Islam ke jalan yang benar.

Masa pemerintahan khulafaur rasyidin ini sangat penting dilihat dari perkembangan hukum Islam karena dijadikan model atau contoh oleh generasi-generasi berikutnya, terutama generasi ahli hukum Islam di zaman mutakhir ini, tentang cara mereka menemukan dan menerapkan hukum Islam pada waktu itu.

1. Abu Bakar Siddiq. Beliau adalah ahli hukum yang tinggi mutunya. Ia memerintah dari tahun 632 sampai 634 M. Sebelum masuk Islam, dia terkenal sebagai orang yang jujur dan disegani. Ikut aktif mengembangkan dan menyiarkan Islam. Atas usaha dan seruannya banyak orang-orang terkemuka memeluk agama Islam yang kemudian terkenal sebagai pahlawan-pahlawan Islam yang ternama. Dan karena hu- bungannya yang sangat dekat dengan Nabi Muhammad, beliau mempunyai pengertian yang dalam tentang jiwa Islam lebih dari yang lain. Karena itu pula pemilihannya sebagai khalifah pertama adalah tepat sekali (Hazairin, 1955).

Banyak tindakannya yang dicatat dalam sejarah Islam, namun yang penting dalam tulisan ini adalah: (1) pidato pelantikannya yang antara lain berbunyi sebagai berikut: "Aku telah kalian pilih sebagai khalifah, kepala negara, tetapi aku bukanlah yang terbaik di antara kita sekalian. Karena itu, jika aku melakukan sesuatu yang benar ikuti dan bantulah aku, tetapi jika aku melakukan kesalahan, perbaikilah, sebab, — menurut pendapatku— menyatakan yang benar adalah amanat, membohongi rakyat adalah pengkhianatan." Selanjutnya beliau berkata, "Ikutilah perintahku selama aku mengikuti perintah Allah dan rasul-Nya. Jika aku tidak mengikuti perintah Allah dan rasul-Nya, kalian berhak untuk tidak patuh kepadaku dan aku pun tidak akan menuntut kepatuhan kalian."

Kata-kata Abu Bakar ini sangat penting artinya dipandang dari sudut hukum ketatanegaraan dan pemikiran politik Islam, sebab kata-katanya itu dapat dijadikan dasar dalam menentukan hubungan antara rakyat dengan penguasa, antara pemerintah dengan warga negara.

Selain pidato pelantikannya itu, yang relevan dengan pem- bicaraan kita ini adalah (2) cara yang dilakukan oleh Abu Bakar

Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Hukum Islam 173 dalam memecahkan persoalan hukum yang timbul dalam masyarakat. Mula-mula pemecahan masalah itu dicarinya dalam wahyu Tuhan. Kalau

Page 160: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

172 Hukum Islam

tidak terdapat di sana, dicarinya dalam Sunnah nabi. Kalau dalam Sunnah Rasulullah ini pemecahan masalah tidak diperoleh, Abu Bakar bertanya kepada para sahabat nabi yang dikumpulkannya dalam satu majlis. Mereka yang duduk dalam majlis itu melakukan ijtihad bersama (jama'i) atau ijtihad kolektif. Timbullah keputusan atau konsensus bersama yang disebut ijmak mengenai masalah tertentu. Dalam masa pemerintahan Abu Bakar inilah sering dicapai apa yang

disebut dalam kepustakaan sebagai ijmak sahabat.

Dalam masa pemerintahan Abu Bakar ini pula, sebagaimana telah diuraikan dahulu, (3) atas anjuran Umar, dibentukpanitia khusus yang bertugas mengumpulkan catatan ayat-ayat Quran yang telah ditulis di zaman nabi pada bahan-bahan darurat seperti pelepah-pelepah kurma, tulang-tulang unta, dan seba- gainya dan menghimpunnya ke dalam satu naskah. Panitia ini dipimpin oleh Zaid bin Tsabit salah seorang pencatat wahyu dan Sekretaris Nabi Muhammad ketika beliau masih hidup. Sebelum diserahkan kepada Abu Bakar, himpunan naskah Alquran itu diuji dahulu ketepatan pencatatannya dengan hafalan para penghafal Alquran yang selalu ada dari masa ke masa. Setelah Abu Bakar meninggal dunia, naskah itu disimpan oleh Umar bin Khattab dan sesudah Khalifah II ini meninggal dunia pula, naskah Alquran itu disimpan dan dipelihara oleh Hafsah janda Nabi Muhammad (Hazairin, 1955).

Demikianlah, di masa Abu Bakar ini telah diletakkan dasar-dasar pengembangan hukum Islam selanjutnya.

2. Setelah Abu Bakar meninggal dunia, Umar menggan- tikan kedudukannya sebagai Khalifah II. Pemerintahan Umar bin Khattab ini berlangsung dari tahun 634 sampai tahun 644 M. Sebagai sahabat nabi, (1) Umar turut aktif menyiarkan agama Islam. Ia melanjutkan usaha Abu Bakar meluaskan daerah Islam sampai ke Palestina, Sirya, Irak, dan Persia di sebelah Utara serta ke Mesir di Barat Daya. Ia (2), menetapkan tahun Islam yang terkenal dengan tahun Hijriyah berdasarkan peredaran bulan (Qamariyah). Dibandingkan dengan tahun Masehi (Maladiyah) yang didasarkan pada peredaran matahari atau ■ Syamsiyah, tahun Hijriah lebih pendek. Perbedaannya setiap tahun adalah 11 hari, sekian jam, sekian menit (Hazairin, 1955). Oleh karena itu, tiap tahun permulaan puasa, misalnya, bergeser 11 hari lebih dahulu dari tahun sebelumnya. Pene- tapan tahun Hijriyah ini

Page 161: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

dilakukan Umar pada tahun 638 M dengan bantuan para ahli ilmu hisab (hitung) pada waktu itu. Dimulai sejak Nabi Muhammad hijrah ke Madinah. Selain itu (3) penetapan Umar yang diikuti oleh umat Islam di seluruh dunia sampai sekarang (dan juga di masa yang akan datang) adalah membiasakan salat at-tarawih, yaitu salat sunnat malam yang dilakukan sesudah salat Isa, selama bulan Ramadan. Di samping itu, yang perlu dicatat mengenai Khalifah Umar ini adalah sikap tolerannya terhadap pemeluk agama lain. Ini terbukti ketika beliau hendak mendirikan masjid (yang sekarang terkenal dengan masjid Umar) di Jerussalem (Palestina) di suatu tempat dari sana—menurut keyakinan beliau— Nabi Muhammad dahulu mi’raj ke langit. Karena di dekat tempat itu telah berdiri tempat ibadah orang Kristen dan Yahudi, sebelum mendirikan masjid tersebut, Khalifah Umar terlebih dahulu memberitahukan maksudnya dan meminta

Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Hukum Islam 175 izin kepada

pemimpin agama golongan Kristen dan Yahudi di tempat itu, padahal

sebagai penguasa atas seluruh daerah baru tersebut, ia tidak wajib

melakukan hal itu (Hazairin, 1955). Namun, ia melakukan hal tersebut

karena sikapnya yang toleran terhadap pemeluk agama lain.

Karena usianya yang relatif masih muda dibandingkan dengan Abu Bakar, Umar lama memegang pemerintahan. Sifatnya keras dan sebagaimana biasanya, orang yang mempunyai sifat keras selalu berusaha bertindak adil melaksanakan hukum. Terkenal keberaniannya dalam menafsirkan ayat-ayat Alquran berdasarkan keadaan-keadaan yang nyata pada suatu waktu tertentu. Ia mengikuti cara Abu Bakar dalam menemukan hukum. Namun demikian, Khalifah Umar terkenal keberanian dan kebijaksanaannya dalam menerapkan ketentuan hukum yang terdapat dalam Alquran untuk mengatasi sesuatu masalah yang timbul dalam masyarakat berdasarkan kemaslahatan atau kepentingan umum.

Sepintas lalu keputusan-keputusan (dalam kepustakaan terkenal dengan ijtihad) Umar itu seakan-akan bertentangan dengan ketentuan-ketentuan Alquran, namun kalau dikaji sifat hakikat ayat-ayat tersebut dalam kerangka tujuan hukum Islam keseluruhannya, ijtihad yang dilakukan oleh Umar bin Khattab itu tidak bertentangan dengan maksud ayat-ayat hukum tersebut.

Banyak tindakan Umar di lapangan hukum, namun yang akan

Page 162: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

174 Hukum Islam

dikemukakan adalah (a) contoh-contoh ijtihad Umar yang telah disinggung juga dalam pembicaraan yang lalu, yakni:

1. Talak tiga yang diucapkan sekaligus di suatu tempat pada

Page 163: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Hukum Islam

suatu ketika, dianggap sebagai talak yang tidak mungkin rujuk (kembali) sebagai suami-istri, kecuali salah-satu pihak (dalam hal ini bekas istri) kawin lebih dahulu dengan orang lain. Garis hukum ini ditentukan oleh Umar berdasarkan kepentingan para wanita, karena di zamannya banyak pria yang dengan mudah mengucapkan talak tiga sekaligus kepada istrinya, untuk dapat bercerai dan kawin lagi dengan wanita lain. Tujuannya adalah untuk melindungi kaum wanita dari penyalahgunaan hak talak yang berada di tangan pria. Tindakan ini dilakukan oleh Umar agar pria berhati-hati mempergunakan hak talak itu dan tidak mudah mengucapkan talak tiga sekaligus yang di zaman nabi dan Khalifah Abu Bakar dianggap (jatuh sebagai) talak satu. Umar menetapkan garis hukum yang demikian, untuk mendidik suami supaya tidak menyalahgunakan wewenang yang berada dalam tangan- nya. Alquran telah menetapkan golongan-golongan yang berhak menerima zakat, termasuk muallaf di dalamnya, yaitu (di antaranya) orang-orang yang baru memeluk agama Islam yang seyogianya dilindungi karena masih lemah imannya dan karena ia memeluk agama Islam hubungannya dengan keluarganya (mungkin) terputus. Pada zaman Rasul Allah (baca: Rasulullah) golongan ini memperoleh bagian zakat, tetapi Khalifah Umar menghentikan pemberian zakat kepada muallaf berdasarkan pertimbangan bahwa Islam telah kuat, umat Islam telah banyak sehingga tidak perlu lagi diberikan keistimewaan kepada golongan khusus dalam tubuh umat Islam. 3. Menurut Alquran surat Al-Maidah (5) ayat 38 orang yang

mencuri diancam dengan hukuman potong tangan. Di masa pemerintahan Umar terjadi kelaparan dalam masyarakat di Semenanjung Arabia. Dalam keadaan masyarakat ditimpa oleh bahaya kelaparan itu, ancaman hukuman terhadap pencuri yang disebut dalam Alquran tidak dilaksanakan oleh Khalifah Umar berdasarkan pertimbangan keadaan (darurat) dan kemaslahatan (jiwa) masyarakat.

4. Di dalam Alquran (QS 5: 5) terdapat ketentuan yang membolehkan pria Muslim menikahi wanita ahlul kitab (wanita Yahudi dan Nasrani). Akan tetapi Khalifah Umar melarang perkawinan campuran yang demikian, untuk melindungi kedudukan wanita Islam dan keamanan (rahasia) negara (H.M. Rasjidi: 1973).

Page 164: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Hukum Islam 194

Demikianlah 'beberapa' contoh ijtihad Khalifah Umar bin Khattab. Di samping itu, Umar juga mengemukakan (b) pokok- pokok pikirannya mengenai peradilan seperti yang tercantum dalam suratnya kepada Abu Musa Al-Asy'ari yang menjadi hakim (kadi) di Kufah, Irak. Isinya antara lain sebagai berikut (M.S. Madkur, 1982: 43-46): "Sesungguhnya tugas untuk memutuskan suatu perkara adalah kewajiban seorang hakim. Apabila kepada Anda dimajukan suatu perkara, hendaklah Anda pelajari dahulu (berkas) perkara itu sebaik-baiknya. Setelah jelas benar duduk soalnya berilah keputusan seadil- adilnya. Keadilan harus diwujudkan dalam praktik, sebab kalau ia tidak diwujudkan, tidak akan ada artinya. Selain itu, dalam pandangan dan keputusan Anda, para pihak haruslah Anda samakan kedudukannya. Dengan demikian, orang yang kuat tidak akan dapat mengharapkan sesuatu dan yang lemah tidak

Page 165: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai
Page 166: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

178 Hukum Islam

akan sampai putus asa karena mendambakan keadilan Anda. Anda boleh mendamaikan pihak-pihak yang bersangkutan, tetapi isi perdamaian itu tidak boleh menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal. Dan apabila anda telah menja- tuhkan suatu keputusan, janganlah Anda ragu-ragu untuk mengubahnya kembali, apabila kemudian ternyata terdapat kekeliruan dalam keputusan Anda itu.

Bila suatu perkara yang dimajukan kepada Anda tidak terdapat ketentuan hukumnya dalam Alquran, dan tidak pula terdapat dalam Sunnah nabi, bandingkanlah (qiyaskan) perkara itu dengan perkara serupa sebelumnya. Apabila dalam kasus yang sama telah ada penyelesaiannya, maka pergunakanlah kaidah hukum yang telah ada itu untuk menyelesaikan kasus tersebut. Pilihlah di antaranya yang menurut pendapat Anda yang paling diridai Allah, yang lebih sesuai serta lebih men- dekati kebenaran. Hindari diri dari perasaan marah dan ragu- ragu dalam menyelesaikan sesuatu serta jangan menyakiti hati orang-orang yang berperkara. Menyelesaikan perkara dengan adil dan benar, termasuk di antara perbuatan yang diridai Allah dengan imbalan pahala berlipat-ganda, baik yang segera akan Anda peroleh maupun yang disimpan dalam perbendaharaan rahmat-Nya."

Demikianlah cuplikan surat Khalifah Umar bin Khattab kepada salah seorang hakim di masa pemerintahannya. Isi dan makna surat itu, agaknya, masih tetap aktual dan berlaku juga untuk hakim zaman

sekarang.

3. Panitia pemilihan khalifah, memilih Usman menjadi khalifah ketiga menggantikan Umar bin Khattab. Pemerintahan Usman bin Affan ini berlangsung dari tahun 644 sampai tahun

Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Hukum Islam 179 656 M. Ketika dipilih, Usman telah tua (70 tahun) dengan kepribadian yang agak lemah. Kelemahan ini dipergunakan oleh orang-orang di sekitarnya untuk mengejar keuntungan pribadi, kemewahan dan kekayaan. Hal ini dimanfaatkan terutama oleh keluarganya sendiri dari golongan Umayyah. Banyak pangkat-pangkat tinggi dan jabatan-jabatan penting dikuasai oleh familinya. Pelaksanaan pemerintahan seperti ini, dalam bahasa orang sekarang, disebut nepotisme (kecende- rungan untuk mengutamakan atau menguntungkan sanak saudara (keluarga sendiri). Timbullah klik sistem dalam pemerintahan. Di

Page 167: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

masa pemerintahannya perluasan daerah Islam diteruskan, ke Barat sampai ke Maroko, ke Timur menuju India dan ke Utara bergerak ke arah Konstantinopel. Pada umumnya perluasan wilayah Islam ini dilakukan karena memenuhi kehendak jenderal-jenderalnya. Banyak juga jasa-jasa Usman, namun yang relevan untuk diuraikan di sini adalah tindakan- nya untuk menyalin dan membuat Alquran standar, yang di dalam kepustakaan kadang-kadang disebut dengan kodifikasi Alquran atau peresmian Alquran.

Standardisasi Alquran perlu diadakan, karena, pada masa pemerintahannya wilayah Islam telah sangat luas dan didiami oleh berbagai suku bangsa dengan berbagai bahasa dan dialek yang tidak sama. Karena itu, di kalangan pemeluk agama Islam terjadi perbedaan ungkapan dan ucapan tentang ayat-ayat Alquran yang disebarkan melalui hafalan. Perbedaan cara meng- ucapkan itu menimbulkan perbedaan arti. Berita tentang ini sampai pada Usman. la lalu membentuk panitia yang kembali dipimpin oleh Zaid ibn Tsabit untuk menyalin naskah Alquran yang telah dihimpun di masa Khalifah Abu Bakar dahulu, disimpan oleh Hafsah, janda Nabi Muhammad. Panitia ini bekerja dengan satu disiplin tertentu, menyalin naskah Alquran ke dalam lima mushaf (: kumpulan lembaran-lembaran yang ditulis, dan Alquran itu sendiri disebut pula mushaf), untuk dijadikan standar dalam penulisan dan bacaan Quran di wilayah kekuasaan Islam pada waktu itu. Semua naskah yang dikirim ke ibukota propinsi (Makkah, Kairo, Damaskus, Bagdad) itu disimpan dalam masjid besarnya masing-masing seperti umat Islam Indonesia menyimpan Alquran pusakanya di masjid Baitur Rahim dalam kompleks Istana Merdeka Jakarta. Satu naskah tinggal di Madinah dan untuk mengenang jasa Usman, naskah yang disalin di masa pemerintahannya itu disebut Mushaf Usmany atau al-Imam karena ia menjadi standar bagi Quran yang lain. Kemudian disalin dan diberi tanda-tanda bacaan di Mesir seperti yang kita lihat sekarang ini.

Penelitian terhadap kitab-kitab suci agama-agama dunia sekarang menunjukkan bahwa di antara kitab-kitab suci yang ada, hanya Alquran yang tidak dapat dibuktikan telah pernah dipalsukan oleh tangan manusia. Ia tetap asli seperti waktu diturunkan dahulu, tanpa perubahan sedikit pun baik dalam surah maupun dalam ayat dan kalimat-kalimatnya.

Page 168: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

180 Hukum Islam

4. Setelah Usman meninggal dunia, orang-orang terke- muka memilih Ali bin Abi Thalib menjadi khalifah ke-4. la memerintah dari tahun 656 sampai tahun 662 M. Sejak kecil ia diasuh dan dididik oleh Nabi Muhammad, dan karena itu hubungannya rapat sekali dengan Nabi. Selain itu ia adalah keponakan dan menantu Nabi Muhammad, karena ia kawin dengan Siti Fatimah binti Muhammad. Ketika Nabi Muhammad masih hidup, Ali seringkali ditunjuk oleh nabi menggantikan beliau menyelesaikan masalah-masalah penting. Mengenai hubungan Ali dengan Nabi Muhammad ini, nabi sendiri pernah

Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Hukum Islam 181 menyatakan

bahwa hubungan mereka dapat dimisalkan seperti hubungan Harun

dengan Musa. Dan karena itu pula orang berkata bahwa Ali telah

mengambil suri teladan, ilmu pengetahuan, budi pekerti dan

kebersihan hati Nabi Muhammad.

Semasa pemerintahannya Ali tidak banyak dapat berbuat untuk mengembangkan hukum Islam, karena keadaan negara tidak stabil. Di sana sini timbul bibit-bibit perpecahan yang serius dalam tubuh umat Islam yang bermuara pada perang saudarayangkemudian menimbulkan kelompok-kelompok, di antaranya dua kelompok besar umat Islam sekarang ini, yakni ahlus sunnah waljama'ah (Sunni), yaitu kelompok atau jamaah umat Islam yang berpegang teguh pada Sunnah Nabi Muham-mad dan Syi'ah yaitu pengikut Ali bin Abi Thalib. Perpecahan antara kedua kelompok ini dimulai dengan perbedaan pendapat mengenai 'masalah politik' yakni siapa yang berhak menjadi khalifah, kemudian disusul dengan masalah pemahaman akidah, pelaksanaan ibadah, sistem hukum dan kekeluargaan. Golongan Syi'ah sekarang banyak terdapat di Libanon, Iran, Irak, Pakistan, India dan Afrika Timur. Bekas pengaruhnya terdapat juga di Tanjung Priok, Indonesia. Di sana terdapat satu pasar yang disebut pasar Koja (Khoja: Pedagang Syi'ah). Sumber hukum Islam di masa Khulafa Rasyidin ini adalah Alquran, as-Sunnah, Ijma' sahabat dan Qiyas.

MASA PEMBINAAN, PENGEMBANGAN, DAN PEMBUKUAN (ABAD VII -X M)

Di samping periode Nabi Muhammad dan periode Khulafa Rasyidin yang telah diuraikan di atas, periode Pembinaan,

Page 169: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Pengembangan, dan Pembukuan Hukum Fiqih Islam perlu dikaji dan dipahami dengan baik, karena dalam periode inilah hukum Islam dikembangkan lebih lanjut. Periode ini ber- langsung lebih kurang dua ratus lima puluh tahun lamanya, dimulai pada bagian kedua abad VII sampai dengan abad X Masehi. Dilihat dari kurun waktu ini, pembinaan dan pengem- bangan hukum Islam dilakukan di masa pemerintahan Khalifah Umayyah (662-750) dan Khalifah Abbasiyah (750-1258). Dan oleh karena itu pula dalam kepustakaan sering dikatakan bahwa hukum fiqih Islam berkembang di masa Umayyah dan berbuah di zaman Abbasiyah (Hazairin, 1955).

Hukum fiqih Islam sebagai salah-satu aspek kebudayaan Islam mencapai puncak perkembangannya di zaman Khalifah Abbasiyah yang memerintah selama lebih kurang lima ratus tahun. Di masa inilah (1) lahir para ahli hukum Islam yang menemukan dan merumuskan garis-garis hukum fiqih Islam serta (2) muncul berbagai teori hukum yang masih dianut dan dipergunakan oleh umat Islam sampai sekarang. Gerakan ijtihad yakni gerakan untuk mempergunakan seluruh kemampuan pikiran dalam memahami ketentuan hukum Islam yang tercantum di dalam ayat-ayat hukum dalam Alquran dan Sunnah Nabi Muhammad dan merumuskannya menjadi garis-garis hukum yang mengatur segala bidang hidup dan kehidupan manusia oleh orang-orang yang memenuhi syarat, dilakukan di mana-mana. Orang yang melakukan usaha yang demikian itu disebut mujtahid yakni orang yang berijtihad, seperti yang telah disinggung di muka halaman 118. Menurut kualitas dan hasil karyanya para mujtahid itu dapat diklasifikasikan menjadi (1) mujtahid mutlak yaitu para ulama (jamak dari alim = orang berilmu) yang pertama kali mengusahakan terben- tuknya hukum fiqih Islam berdasarkan ijtihad mereka tentang ayat-ayat hukum dalam Alquran dan Sunnah Nabi Muhammad.

Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Hukum Islam L83 Para mujtahid mutlak ini seperti Abu Hanifah, Malik bin Anas, As-Syafi'i, Ahmad bin Hambal dengan pengetahuannya yang sangat luas mampu menetapkan garis-garis hukum melalui ijtihadnya. Untuk mazhab Syafi'i misalnya mujtahid mutlaknya adalah As-Syafi'i sendiri dengan bukunya antara lain al-Umm (Induk), Al-Risalah (Pengantar Dasar-dasar Hukum Islam). (2) Mujtahid mazhab adalah orang yang meneruskan dasar-dasar ajaran yang telah diberikan oleh mujtahid mutlak. Dengan

Page 170: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

182 Hukum Islam

usaha mujtahid mazhab garis-garis hukum menjadi lebih jelas untuk diterapkan pada suatu masalah tertentu, walaupun ia belum dapat memecahkan setiap persoalan yang tumbuh dalam masyarakat. Dengan ilmunya yang luas para mujtahid mazhab dapat menetapkan hukum yang belum ditetapkan oleh mujtahid mutlak. Contohnya adalah Al-Gazali dengan kitabnya al-Basith (ringkasan dari karya Syafi'i dalam buku-bukunya yang dianggap sebagai qaul-jaddid (pendapat baru). (3) Mujtahid fatwa yaitu orang yang melanjutkan pekerjaan mujtahid mazhab untuk menentukan hukum suatu masalah melalui fatwa atau nasihatnya. Dengan ilmunya yang cukup ia mem- bandingkan pendapat para mujtahid mazhab dan menguatkan salah-satu di antaranya atau membuat ketetapan baru yang dapat langsung dipergunakan memecahkan suatu masalah yang timbul dalam masyarakat. Sebagai contoh dapat dike- mukakan an~Nawawi dengan bukunya Minhaj at-Talibin (Jalan bagi para siswa). (4) Ahli tarjih, yaitu orang-orang yang dengan ilmu pengetahuan yang ada padanya dapat membanding- bandingkan mana yang lebih "kuat" pendapat-pendapat yang ada, serta memberi penjelasan atau komentar atas pendapat yang berbeda yang dikemukakan oleh para mujtahid tersebut di atas. Untuk mujtahid peringkat keempat ini 'kadang-kadang' dipergunakan istilah muqallid kalau ia hanya mengikuti saja pendapat para mujtahid lainnya dengan taklid. Ke dalam kelompok ini sekadar contoh dapat disebutkan Ibnu Hajar Haitami dengan kitabnya Tuhfah (Hadiah). Di Indonesia, sekarang ini, di kalangan NU dan Muhammadiyah ada lembaga khusus yang mengembangkan hukum Islam. Pada organisasi sosial keagamaan Muhammadiyah (1912 - ................ ) misalnya, ada lembaga khusus yang melakukan tajdid (pembaruan), namanya Majelis Tarjih yang bertugas merajih (membanding- bandingkan) berbagai pendapat yang ada yang lebih sesuai dengan Alquran dan as-Sunnah, untuk dijadikan pegangan para anggotanya. Namun, untuk pendapat yang belum ada sebelumnya, majelis ini langsung menarik garis hukumnya dari Alquran dan kitab-kitab hadis yang sahih. Di kalangan NU ada lembaga serupa namanya Bahsul Masa'il.

Banyak faktor yang memungkinkan pembinaan dan pengembangan hukum Islam pada periode ketiga ini. Di antara faktor-faktor yang mendorong orang menetapkan hukum dan merumuskan garis-garis hukum adalah: (a) Wilayah Islam sudah sangat luas,

Page 171: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

terbentang dari perbatasan India—Tiongkok di Timur sampai ke Spanyol (Eropa) di sebelah Barat. Di dalam wilayah yang sangat luas itu tinggal berbagai suku bangsa dengan asal-usul, adat-istiadat, cara hidup dan kepentingan- kepentingan yang berbeda. Untuk dapat menyatukan mereka semua di dalam satu pola kehidupan hukum, diperlukan pedoman yang jelas yang mengatur tingkah-laku mereka dalam berbagai bidang hidup dan kehidupan. Ini mendorong para ahli hukum untuk mengkaji dan mempelajari sumber- sumber hukum Islam untuk ditarik garis-garis hukum dari dalamnya, menentukan kaidah atau norma bagi suatu perbuatan

Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Hukum Islam 185 tertentu

guna memecahkan masalah-masalah yang timbul dalam masyarakat;

(b) Telah ada karya-karya tulis tentang hukum yang dapat

dipergunakan sebagai bahan dan landasan untuk membangun serta

mengembangkan hukum fiqih Islam; (c) Telah tersedia pula para ahli

yang mampu berijtihad memecahkan berbagai masalah hukum dalam

masyarakat.

Dalam periode inilah timbul para mujtahid atau imam tersebut di atas. Dulu jumlahnya banyak, tetapi kini yang masih mempunyai pengikut adalah empat, yakni:

1. Abu Hanifah (Al-Nukman ibn Tsabit): 700-767 M.

la hidup di Kufah, Irak yang letaknya jauh dari Madinah tempat Nabi Muhammad hidup dahulu. Berbeda dengan Madinah, di tempat banyak orang mendengar dan mengetahui Sunnah nabi, di Kufah (a) tidak banyak orang yang mengetahui benar tentang Sunnah Nabi Muhammad. Selain itu (b) keadaan masyarakat Kufah jauh berbeda dengan keadaan masyarakat Madinah. Di Madinah penduduknya homogen dan hidup dalam suasana agraris. Di Kufah masyarakatnya heterogen, hidup dalam suasana kota yang terdiri dari berbagai suku bangsa. Perbedaan keadaan di antara kedua tempat tersebut, menyebabkan perbedaan masalah yang timbul dalam masyarakat. Ini menyebabkan pemecahan masalah hukumnya pun menjadi berbeda pula.

Selain itu, (c) intensitas penggunaan sumber hukum pun berbeda. Di Madinah, seperti telah disebut di atas, banyak orang yang mengetahui Sunnah Nabi Muhammad. Selain yang menuliskannya

Page 172: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

184 Hukum Islam

sebagai catatan pribadi banyak yang menyampaikan atau memberitakannya secara lisan dari seorang ke orang (orang) lain. Karena itu, kalau terjadi suatu masalah yang memerlukan pemecahan, orang mempergunakan Sunnah nabi untuk menyelesaikan persoalan itu. Di Kufah lain keadaannya. Karena mereka tidak banyak mengetahui tentang Sunnah Nabi Muhammad, untuk memecahkan masalah masyarakat mereka yang relatif lebih kompleks itu, mereka lebih banyak mempergunakan pendapat atau pemikiran sendiri dengan qiyas atau analogi sebagai alatnya.

Perbedaan intensitas dalam mempergunakan symber- sumber hukum ini, menyebabkan perbedaart-perbedaan pendapat yang akhirnya menimbulkan aliran-aliran pemikiran dalam hukum fiqih Islam. Karena Abu Hanifah (dan kemudian murid-muridnya) banyak mempergunakan pikiran atau ra'yu dalam memecahkan masalah hukum, dalam kepustakaan, mazhab Hanafi ini dikenal dengan sebutan ahlur

ra'yu.

Banyak murid-muridnya yang menjadi mujtahid mazhab yang mengembangkan pendapat mujtahid mutlaknya itu. Di antaranya yang terkenal adalah (1) Abu Yusuf (774-824) yang pernah menjadi Hakim Agung dalam pemerintahan Khalifah Harun Al-Rasyid. Selain Abu Yusuf, terkenal pula (2) As- Syaibani (724-811) yang menulis buku memuat himpunan pendapat yang pernah dikemukakan oleh Abu Hanifah.

Mazhab ini dianut sekarang di Turki, Syria, Irak, Afganistan, Pakistan, India, Cina, dan Uni Soviet. Di beberapa negeri Islam, seperti Syria, Libanon dan Mesir, mazhab Hanafi menjadi mazhab hukum resmi. Sumber hukum yang mereka pergunakan adalah Alquran,

Sunnah dan Ra'yu, dengan Ijmak, Qiyas, Istihsan serta Urf atau adat kebiasaan yang baik masyarakat setempat sebagai metode menemukan hukum.

Page 173: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Hukum Islam 187

2. Malik bin Anas: 713-795 M.

Malik bin Anas, hidup dan mengembangkan pahamnya di Madinah di mana banyak orang yang mengetahui Sunnah nabi. Oleh karena itu, Malik banyak mempergunakan Sunnah dalam memecahkan persoalan hukum. Malik sendiri menjadi pengumpul Sunnah nabi. Ia menyusunnya dalam kitab hadis yang terkenal dengan nama al-Muwatta'

(al-Muwaththak: jejak langkah, perintis). Karena isi kitabnya itu, Khalifah Harun Al- Rasyid pernah menyatakan keinginannya agar buku himpunan hadis hukum yang disusun oleh Malik bin Anas itu dijadikan buku resmi sumber hukum fiqih Islam. Malik sendiri keberatan atas maksud khalifah itu dengan alasan bahwa di setiap tempat telah ada ahli hukum yang mempunyai pandangan sendiri tentang sumber hukum fiqih Islam, selain Alquran. Penolakan ini berarti pula bahwa Malik bin Anas menghargai keaneka- ragaman sumber hukum dalam pemecahan masalah pada situasi dan kondisi yang berbeda. Walaupun demikian, al-Muwatta' dipakai juga oleh para hakim dalam menyelesaikan suatu perkara. Hakim Pengadilan Agamajakarta, misalnya, mempergunakan al-Muwatta' sebagai sumber pengenal hukum Islam dalam memutuskan perkawinan Megawati-Hasan Gamal pada tanggal 17 Juli 1972. Kasus Megawati itu ramai dibicarakan oleh para ahli hukum Islam pada akhir tahun 1972 sampai awal tahun 1973.

Mazhab Maliki (yang dihubungkan pada Malik bin Anas) dianut sekarang di Maroko, Aljazair, Libya, Mesir Selatan, Sudan, Bahrain, dan Kuwait. Sumber hukumnya adalah Alquran dan Sunnah nabi, dengan Ijmak penduduk Madinah, Qiyas dan Masalih al-mursalah (kemaslahatan atau kepentingan umum) 188 Hukum Islam

sebagai metodenya atau alat menemukan hukum untuk diterapkan pada suatu kasus yang konkret.

3. Muhammad Idris As-Syafi’i: 767-820 M. Ia belajar hukum fiqih Islam dari para mujtahid mazhab Hanafi

dan Malik bin Anas. Karena itu pula ia mengenai baik kedua aliran hukum itu baik tentang sumber hukum maupun mengenai metode yang mereka pergunakan. Karena itu pula ia dapat menyatukan kedua aliran itu dan merumuskan sumber- sumber hukum (fiqih) Islam (baru).

Page 174: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Dalam kepustakaan hukum Islam ia disebut sebagai master architect (arsitek agung) sumber-sumber hukum (fiqih) Islam karena dialah ahli hukum Islam pertama yang menyusun ilmu usl al-fiqh (usul fiqih) yakni ilmu tentang sumber-sumber hukum fiqih Islam dalam bukunya yang terkenal ar-Risalah (Pengantar Dasar-dasar Hukum Islam). Dalam buku itu dikemukakannya bahwa sumber-sumber hukum (fiqih) Islam adalah Alquran, Sunnah, Ijmak dan Qiyas. Syafi'i banyak menulis buku, di antaranya yang terkenal adalah al-Umm (Induk) dan Ar-Risalah tersebut di atas. Ia terkenal pula mempunyai dua pendapat mengenai masalah yang sama atau hampir bersamaan yang dikeluarkannya di dua tempat yang berbeda karena perbedaan waktu, situasi dan kondisi. Pendapat yang dikemukakannya ketika ia berada di Bagdad (Irak) terkenal dengan nama qaulqadim (pendapat lama), dan pendapat yang dikeluarkannya di Kairo (Mesir) di tempat ia meninggal dunia dikenal dengan pendapat baru (qaul jaddid). Di sini kelihatan bahwa faktor waktu dan tempat mempengaruhi pemikiran dan hasil pemikiran hukum, walaupun sumbernya adalah sama.

Page 175: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Hukum Islam 187

Mazhab Syafi'i sekarang diikuti di Mesir, Palestina, (juga di beberapa tempat di Syria dan Libanon, Irak, dan India), Muangthai, Filipina, Malaysia, dan Indonesia. Sumber hukumnya adalah Alquran,

Sunnah, Ijmak, Qiyas, dan Istishab, yaitu penerusan berlakunya ketentuan hukum yang telah ada, karena tidak terlihat adanya dalil yang mengubah ketentuan hukum tersebut.

4. Ahmad bin Hambal (Hanbal): 781-855 M.

Ia belajar hukum dari beberapa ahli, termasuk Syafi'i, di beberapa tempat. Selain ahli hukum ia ahli pula tentang Hadis Nabi. Berdasarkan keahliannya itu, seperti halnya dengan Malik bin Anas, ia menyusun kitab hadis terkenal bernama al- Musnad atau (kadang-kadang ditulis) al-Masnad. Pendapat Ahmad bin Hambal ini menjadi pendapat resmi (negara) di Saudi Arabia (sekarang). Dibandingkan dengan aliran-aliran hukum tersebut di atas mazhab Hambali ini yang paling sedikit penganutnya. Sumber hukumnya adalah sama dengan Syafi'i dengan menekankan atau mengutamakan Alquran dan Sunnah.

Keempat pendiri mazhab yang disebut 'imam' ini menyatakan bahwa sumber-sumber (pengambilan) hukum mereka adalah Alquran dan Sunnah nabi. Karena itu pula mereka menganjurkan agar para ahli yang datang kemudian, mengambil hukum dari sumber yang sama yaitu Alquran dan Sunnah. Sementara itu mereka menemukan juga cara atau metode pembentukan hukum melalui ijmak dan qiyas yang kemudian diakui dan dinyatakan oleh Syafi'i sebagai sumber hukum ketiga dan keempat. Dan sebagai pendapat manusia, hasil ijmak dan qiyas ini tidak terhindar dari kemungkinan salah, karena itu tidak dapat dianggap sebagai pendapat yang final dan mutlak yang tidak mungkin berubah atau diubah lagi.

Keempat mazhab tersebut di atas mempunyai pendapat sendiri tentang hukum atau garis-garis hukum mengenai berbagai masalah hukum baik di bidang ibadah maupun muamalah. Telah mereka rumuskan pula garis-garis hukumnya sampai ke soal yang sekecil-kecilnya. Untuk mengetahui berbagai pendapat dalam ke empat aliran hukum di kalangan Sunni ini oleh Ibnu Rusyd telah disusun sebuah buku pegangan perbandingan pendapat dalam ke empat mazhab itu dalam bukunya yang terkenal: Bidayatul Mujtahid.

Seorang Islam, merdeka memilih salah-satu aliran (mazhab)

Page 176: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

188 Hukum Islam

tersebut. Namun demikian, dalam praktik, umumnya orang mengikuti mazhab yang berlaku atau yang dianut di daerahnya sendiri. Dengan demikian, misalnya, orang yang lahir dan tinggal di Indonesia akan mengikuti mazhab Syafi'i, orang Turki mengikuti mazhab Hanafi, orang Maroko mengikuti mazhab Maliki, orang Arab Saudi mengikuti mazhab Hambali.

Pengaruh tempat kelahiran ini demikian besarnya sehingga banyak orang Islam yakin bahwa pada waktu ini, seseorang, kendatipun ia memenuhi syarat untuk berijtihad, tidak usah melihat kembali Alquran dan Sunnah sebagai sumber peng- ambilan dan penetapan hukum karena mereka percaya secara keliru bahwa tidak seorang pun dari generasi yang datang kemudian mempunyai kemampuan berpikir yang sama dengan keempat imam besar pendiri mazhab tersebut. Dan karena sikap yang demikian, mereka menjadi peniru, mungkin dalam arti ittiba' (mengikuti pendapat imam dan tahu dasar pendapat

Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Hukum Islam 191 imam

tersebut) atau taqlid (mengikuti) saja orang-orang sebelumnya tanpa

mengetahui dasar pemikirannya.

Sikap untuk meniru dalam arti taqlid saja kepada orang- orang dahulu itu mencerminkan sikap yang tidak percaya kepada diri sendiri dan kemampuan orang-orang yang hidup kemudian. Inilah salah satu faktor yang menyebabkan kemunduran pemikiran hukum (Islam) di masa yang lampau. Alquran dan Sunnah nabi sebagai sumber-sumber hukum (fiqih) Islam tetap perlu dipahami kembali dan dipergunakan terus-menerus. Isinya masih dan akan tetap berlaku baik untuk masa sekarang maupun di zaman yang akan datang. Yang berubah hanyalah cara orang memahaminya menurut petunjuk-petunjuk ilmu pengetahuan yang terus berkembang. Dan karena itu, salah-satu tugas berat yang dihadapi para ahli hukum Islam sekarang dan di masa-masa yang akan datang adalah menggali kembali hukum-hukum (fiqih) Islam dari sumber pokoknya benar (yakni Alquran dan Sunnah) dengan bantuan akal, cara dan ilmu pengetahuan modern, serta merumuskannya (kembali) sesuai dengan situasi dan kondisi waktu ini.

Selain perkembangan pemikiran hukum di atas, dalam periode ini pulalah lahir teori penilaian mengenai baik-buruk- nya suatu

Page 177: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

perbuatan yang dilakukan oleh manusia yang terkenal dengan nama al-

ahkam al-khamsah (hukum taklifi) yang telah diuraikan di muka.

Dan, sebagaimana diketahui, sumber utama hukum Islam adalah Alquran dan Sunnah Nabi Muhammad. Alquran sudah dicatat di masa Nabi Muhammad, dihimpun dalam satu naskah di zaman Khalifah Abu Bakar, dua tahun setelah Nabi Muhammad meninggal dunia dan disalin serta dibakukan dalam

satu mus-haf Alquran standar di zaman Khalifah Usman.

Ketika Nabi Muhammad masih hidup, Sunnah beliau tidak resmi dicatat seperti Alquran, walaupun ada yang menulis- kannya sebagai catatan pribadi. Setelah beliau meninggal dunia, Sunnah nabi itu disampaikan orang secara lisan turun-temurun, sampai pada suatu ketika secara resmi beberapa ahli mencatat dan mengumpulkannya di dalam satu kitab seperti yang dilakukan misalnya oleh Malik bin Anas dan Ahmad bin Hambal di atas. Dan karena pentingnya kedudukan 'Sunnah nabi' sebagai sumber hukum Islam, maka pada periode ketiga ini pula muncul beberapa ahli yang khusus mempelajari, meneliti dan mencatat Sunnah nabi dengan cara tertentu.

Sebagaimana telah dikemukakan di muka, berdasarkan cara pemberitaan atau 'jumlah' orang yang menyampaikannya secara lisan turun-temurun, hadis atau Sunnah nabi dapat dibagi ke dalam (1) mutawatir, (2) masyhur dan (3) ahad (: ada juga yang mengelompokkannyake dalam: mutawatir, dan ahad). Dan berdasarkan kualitas atau tingkat sanad-nya yakni mata rantai (rangkaian) nama orang-orang yang meriwayatkan sesuatu hadis, hadis atau Sunnah nabi dibagi ke dalam tiga kategori yakni (a) sahih (sehat), (b) hasan (baik, bagus), (c) da'if (lemah). Bukhari, seperti telah disebutkan juga di depan, mengemukakan lima kategori untuk menentukan pengelom- pokan hadis atau Sunnah nabi itu ke dalam sahih, hasan dan da'if. Kelima kategori itu adalah (1) kekuatan ingatan para perawinya yakni orang yang menyampaikan hadis atau Sunnah nabi itu secara lisan turun-temurun, (2) kejujurannya, (3) tidak terputus-putus mata rantai perawi hadis bersangkutan (sanad-nya), (4) isinya tidak cacat, dan (5) tidak ada

Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Hukum Islam 193 kejanggalan kalau dipandang dari sudut bahasa atau tata bahasa. Kalau semua dipenuhi, hadis itu disebut sahih, satu atau dua kurang disebut hasan,

Page 178: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

190 Hukum Islam

lebih dari dua disebut da'if. Orang yang mempergunakan hadis atau Sunnah nabi sebagai sumber hukum, harus mengetahui benar tentang seluk-beluk hadis atau Sunnah nabi, sekurang-kurangnya mengetahui penge- lompokan atau derajat hadis atau Sunnah nabi tersebut.

Demikianlah, atas usaha para ahli, pada pertengahan abad ketiga Hijriah atau akhir abad ke-9 dan permulaan abad ke-10 M tersusunlah kitab-kitab hadis yang terkenal dengan nama al- kutub as-sittah (enam buah kitab hadis) masing-masing karya:

1. Bukhari, meninggal tahun 256 H/870 M.

2. Muslim, meninggal tahun 261 H/875 M.

3. Ibn Majah, meninggal tahun 273 H/877 M.

4. Abu Daud, meninggal tahun 275 H/889 M.

5. At-Tarmizi, meninggal tahun 279 H/892 M.

6. An-Nasa'i, meninggal tahun 303 H/915 M.

Dari angka-angka tahun meninggalnya para penyusun kitab-kitab hadis di atas, dapat diketahui bahwa mazhab atau aliran hukum Islam telah terbentuk sebelum al-kutub as- sittah (enam buah kitab hadis) itu disusun.

Selain itu, perlu dicatat pula bahwa pada periode ini pulalah metode-metode tertentu pengambilan hukum dari Alquran dan Sunnah, penetapan dan penemuan hukum yang tidak ada ketentuannya dalam kedua sumber utama hukum Islam itu dikembangkan. Yang terpenting di antaranya adalah: ijmak, qiyas, masalih al-mursalah, istihsan, isdshab, al-urf yang telah disebutkan di atas (Hazairin, 1955, Ahmad Salabi, 1964, Hasbi Ash-Shiddieqy, 1971, H.M. Rasjidi, 1973 dan penulis sejarah (hukum) Islam lain tersebut dalam kepustakaan).

MASA KELESUAN PEMIKIRAN (ABAD X - XI - XIX M)

Sejak permulaan abad ke-4 Hijriah atau abad ke-10 - 11 Masehi, ilmu hukum Islam mulai berhenti berkembang. Ini terjadi di akhir (penghujung) pemerintahan atau dinasti Abbasiyah. Pada masa ini para ahli hukum hanya membatasi diri mempelajari pikiran-pikiran para ahli sebelumnya yang telah dituangkan ke dalam buku berbagai mazhab. Yang diper- masalahkan tidak lagi soal-soal dasar atau soal-soal pokok tetapi soal-soal kecil yang biasa disebut dengan istilah furu'

(ranting).

Page 179: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Sejak itu, mulailah gejala untuk mengikuti saja pendapat para ahli sebelumnya (ittiba' -taqlid). Para ahli hukum dalam masa ini, tidak lagi menggali hukum (fiqih) Islam dari sumbernya yang asli, tetapi hanya sekedar mengikuti pen- dapat-pendapat yang telah ada dalam mazhabnya masing- masing. Kalau orang menulis tentang masalah hukum, tulisannya itu biasanya hanya merupakan komentar atau catatan-catatan terhadap pikiran-pikiran hukum yang terdapat dan telah ada dalam mazhabnya sendiri.

Dengan kata lain, yang menjadi ciri umum pemikiran hukum dalam periode ini adalah para ahli hukum tidak lagi memusatkan usahanya untuk memahami prinsip-prinsip atau ayat-ayat hukum yang terdapat dalam Alquran dan Sunnah Nabi Muhammad, tetapi pikirannya ditumpukan pada pemahaman perkataan-perkataan, pikiran-pikiran hukum para imam- imamnya saja. Perkembangan masyarakat yang berjalan terus

Page 180: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Hukum Islam 195 dan persoalan-persoalan hukum yang ditumbuhkannya pada masa ini tidak lagi diarahkan dengan hukum dan dipecahkan sebaik-baiknya seperti zaman-zaman sebelumnya. Dinamika masyarakat yang terjadi terus-menerus itu tidak lagi ditampung dengan pengembangan pemikiran hukum pula. Dengan kata lain, masyarakat terus berkembang sedang pemikiran hukumnya berhenti. Terjadilah "kemunduran" dalam

perkembangan hukum Islam.

Perkembangan pemikiran seseorang selalu dipengaruhi oleh berbagai faktor. Perkembangan pemikiran hukum Islam ini pun dipengaruhi oleh berbagai keadaan atau faktor pula. Di antara faktor-faktor atau keadaan yang menyebabkan "kemunduran" atau kelesuan pemikiran hukum Islam di masa itu adalah hal-hal berikut:

1. Kesatuan wilayah Islam yang luas, telah retak dengan munculnya beberapa negara baru, baik di Eropa (Spanyol), Afrika Utara, di kawasan Timur Tengah, dan Asia. Munculnya negara-negara baru itu membawa ketidak- stabilan politik. Hal ini mempengaruhi pula kegiatan pemikiran dan pemantapan hukum.

2. Ketidakstabilan politik menyebabkan pula ketidakstabilan kebebasan berpikir. Artinya orang tidak bebas meng- utarakan pendapatnya. Dan karena pada zaman sebelumnya telah terbentuk aliran-aliran pemikiran hukum yang disebut dengan mazhab-mazhab (yang empat) itu, para ahli hukum dalam periode ini tinggal memilih (ittiba’) atau mengikuti (taqlid) saja pada salah-satu di antaranya, memperkuat, memperjelas hal-hal yang terdapat dalam mazhabnya itu dengan berbagai penafsiran dan cara.

Sikap yang seperti ini menyebabkan "jiwa atau ruh ijtihad" yang menyala-nyala di zaman-zaman sebelumnya menjadi padam dan para ahli mengikuti saja paham yang telah ada dalam mazhabnya.

Pecahnya kesatuan kenegaraan/pemerintahan itu menyebabkan merosotnya pula kewibawaan pengendalian perkembangan hukum. Dan bersamaan dengan itu muncul pula orang-orang yang sebenarnya tidak mempunyai kelayakan untuk berijtihad, namun mengeluarkan berbagai garis hukum dalam bentuk 'fatwa' yang membingungkan masyarakat. Kesimpangsiuran pendapat yang seringkali bertentangan, menyebabkan pihak yang berkuasa meme- rintahkan para mufti serta

Page 181: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Hukum Islam

kadi-kadi (para hakim) untuk mengikuti saja pemikiran-pemikiran yang telah ada sebelumnya. Dengan langkah ini dimaksudkan "kesimpangsiuran" pemikiran hukum akan dihentikan, tetapi justru dengan itu "kebekuan" pemikiran hukum terjadi. Bersamaan dengan itu pula dikumandangkan pendapat bahwa "pintu ijtihad atau bab al-

ijtihad (baca: babul ijtihad) telah tertutup."

Timbullah gejala kelesuan berpikir di mana-mana. Karena kelesuan berpikir itu, para ahli tidak mampu lagi meng- hadapi perkembangan keadaan dengan mempergunakan akal pikiran yang merdeka dan bertanggung jawab. Dan dengan demikian pula perkembangan hukum Islam pada periode ini menjadi lesu, tidak berdaya lagi menghadapi dan menjawab tantangan-tantangan zamannya (A. Hanafi, 1970: 174-175).

Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Hukum Islam 197

MASA KEBANGKITAN KEMBALI (ABAD KE-19 SAMPAI SEKARANG)

Setelah mengalami kelesuan, kemunduran beberapa abad lamanya, pemikiran Islam bangkit kembali. Ini terjadi pada bagian kedua abad ke-19. Kebangkitan kembali pemikiran Islam timbul sebagai reaksi terhadap sikap taqlid tersebut di atas yang telah membawa kemunduran hukum Islam. Mun- cullah gerakan-gerakan baru di antara gerakan para ahli hukum yang menyarankan kembali kepada Alquran dan Sunnah. Gerakan ini, dalam kepustakaan disebut gerakan salaf (salafiyah) yang ingin kembali kepada kemurnian ajaran Islam di zaman salaf (= permulaan), generasi awal dahulu.

Sebagai reaksi terhadap sikap taqlid di atas, sesungguhnya pada periode kemunduran itu sendiri telah muncul beberapa ahli yang ingin tetap melakukan ijtihad, untuk menampung dan mengatasi persoalan-persoalan dan perkembangan masyarakat. Pada abad ke-14 telah timbul seorang mujtahid besar yang menghembuskan udara baru dan segar dalam dunia pemikiran agama dan hukum. Namanya Ibnu

Taimiyyah (1263- 1328) dan muridnya Ibnu Qayyim al-Jauziah (1292-1356). Pola pemikiran mereka dilanjutkan pada abad ke-17 oleh Muhammad Ibnu Abdul Wahab (1703-1787) yang terkenal dengan gerakan Wahabi yang mempunyai pengaruh pada gerakan Padri di Minangkabau (Indonesia). Usaha ini dilanjutkan kemudian oleh Jamaluddin Al-Afghani (1839-1897) terutama di lapangan politik (H.

Page 182: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

M. Rasjidi, 1976:20). Dialah yang memasyhurkan ayat Quran (surat 13:11) yang mengatakan bahwa Allah tidak akan mengubah nasib sesuatu

bangsa kalau bangsa itu sendiri tidak (terlebih dahulu) berusaha mengubah nasibnya

sendiri. Ayat ini dipakainya untuk menggerakkan kebangkitan

Page 183: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai
Page 184: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

198 Hukum Isiam

umat Islam yang pada umumnya dijajah oleh bangsa Barat pada waktu itu. Ia menilai kemunduran umat Islam disebabkan antara lain karena penjajahan Barat. Karena itu, agar umat Islam dapat maju kembali, penyebabnya yaitu penjajahan Barat harus dilenyapkan lebih dahulu. Untuk itu ia meng- galang persatuan seluruh umat Islam yang terkenal dengan nama Pan Islamisme.

Cita-cita Jamaluddin mempengaruhi pemikiran Mohammad Abduh (1849-1905) yang kemudian dilanjutkan oleh muridnya Mohammad Rasjid Ridha (1865-1935). Pikiran- pikiran Mohammad Abduh dan Mohammad Rasjid Ridha mempengaruhi pemikiran umat Islam di seluruh dunia. Di Indonesia, pikiran-pikiran Abduh diikuti antara lain oleh gerakan sosial dan pendidikan Muhammadiyah yang didiri- kan oleh K.H. Ahmad Dahlan di Yogyakarta tahun 1912.

Paham Ibnu Taimiyah, seorang tokoh pemikir abad ke-14 M tersebut, yang membagi ruang-lingkup agama Islam ke dalam dua bidang besar yakni ibadah dan mu'amalah, dikembangkan lebih lanjut oleh Mohammad Abduh. Selain dari itu ia banyak pula mengemukakan ide-ide baru melalui buku-buku yang ditulisnya. Dr. Charles C. Adam dalam bukunya Islam and Modernism in Egypt (1933) menyebutkan beberapa program pembaruan pemikiran yang dilakukan oleh Mohammad Abduh. Di antaranya adalah: (1) membersihkan Islam dari pengaruh-pengaruh dan kebiasaan-kebiasaan yang bukan Islam; (2) mengadakan pembaruan dalam sistem pendidikan Islam, terutama di tingkat perguruan tinggi; (3) merumuskan dan menyatakan kembali ajaran Islam menurut alam pikiran modern; (4) mempertahankan/membela (ajaran) Islam dari pengaruh Barat dan serangan agama lain; (5) membebaskan

Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Hukum Islam 199 negeri-

negeri yang penduduknya beragama Islam dari belenggu penjajahan.

Melihat program-program tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa ide pembaharuan pemikiran yang dikemukakan oleh Mohammad Abduh meliputi seluruh sektor kehidupan umat Islam.

Dalam bidang hukum umpamanya, yang penting dicatat adalah bahwa ia tidak terikat pada sesuatu paham (mazhab) yang ada. Karena itu wawasannya mengenai hukum Islam menjadi luas. Ia berani mengambil keputusan-keputusan hukum secara bebas dari pendapat

Page 185: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

yang ada, dengan penuh tanggung jawab. Hal ini tampak sekali dalam keputusan- keputusannya ketika ia menjadi Mufti Mesir (: mufti adalah jabatan tertinggi dalam urusan agama Islam yang berwenang memberikan keputusan atau fatwa mengenai masalah-masalah agama pada umumnya dan hukum pada khususnya).

Menurut Mohammad Abduh, dalam kehidupan sosial, kemiskinan dan kebodohan merupakan sumber kelemahan umat dan masyarakat Islam. Oleh karena, itu kemiskinan dan kebodohan harus di "perangi" melalui pendidikan. Dalam kebodohan ini termasuk juga kebodohan memahami ajaran dan hukum Islam. Menurut Mohammad Abduh, poligami (: poliginy) yang tidak bertanggung jawab merupakan bencana bagi masyarakat. Karena itu ia mencoba memahami kembali ayat yang memberikan kemungkinan bagi laki-laki untuk beristri lebih dari seorang apabila dipenuhi beberapa syarat yang telah ditentukan. Kalau syarat-syarat itu (antara lain adil, dan sebagainya) tidak dipenuhi maka laki-laki itu, menurut Abduh, tidak boleh kawin lagi dengan wanita lain. la menghubungkan QS Al-Nisa' (4): 3 itu dengan ayat 127 jo. 129 di surat yang sama. Menurut Abduh, poligami adalah pintu darurat yang hanya dapat dilalui kalau terjadi sesuatu yang dapat membahayakan kehidupan perkawinan dan keluarga. Pemahaman Mohammad Abduh mengenai ayat ini sekarang tercermin dalam semua undang-undang perkawinan umat Islam di seluruh dunia, termasuk Indonesia.

Mengenai mazhab, Abduh mengatakan bahwa aliran- aliran pikiran yang berbeda dalam suatu masyarakat adalah biasa. Namun kefanatikan terhadap salah-satu aliran atau mazhab itulah yang keliru karena dapat membahayakan persatuan dan kesatuan umat Islam. Kefanatikan (buta) terhadap salah-satu mazhab dan menganggap hanya pendapat dalam mazhabnya saja yang benar menyebabkan terpecah- pecahnya umat Islam ke dalam pecahan-pecahan (firkah-

firkah) yang terpisah satu dengan yang lain, saling bermusuhan bahkan saling cela-mencela sehingga mereka tidak lagi bersatu dan berjalan ke tujuan yang sama.

Karena itu (setelah ia mempelajari aliran-aliran yang ada) ia tidak memberikan penilaian dan kecenderungan kepada salah-satu di antaranya. Semua aliran-aliran pemikiran itu, menurut Abduh—adalah pendapat atau pandangan saja, paham terhadap dasar-dasar ajaran

Page 186: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

200 Hukum Islam

Islam. Dan setiap pendapat atau pemahaman tentang sesuatu, bisa salah bisa juga benar. Karena itu, katanya, tidaklah seyogyanya pengikut sesuatu mazhab mengklaim aliran pemikiran dalam mazhabnya saja yang mutlak benar.

Dengan mengemukakan ini Mohammad Abduh bermak- sud hendak menghapuskan dinding pemisah antarmazhab,

Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Hukum Islam 201

sekurang-kurangnya mengurangi kalau tidak dapat meng- hapuskan kefanatikan mazhab sekaligus dan menganjurkan agar umat Islam yang memenuhi syarat kembali lagi menggali hukum Islam dari sumbernya yang asli, yakni Alquran dan Sunnah Muhammad (Rasulullah), sebagaimana yang pernah terjadi dalam sejarah

(hukum) Islam.

Dan dengan mengajak seorang Muslim membebaskan diri dari kefanatikan mazhab, ia bermaksud pula mengembalikan fungsi akal pikiran ke tempatnya yang benar dan memperguna- kannya secara baik untuk memecahkan berbagai masalah dalam hidup dan kehidupan manusia pada zamannya. Ia menyerukan kepada umat Islam yang memenuhi syarat untuk berijtihad, berusaha mengkaji dan memecahkan berbagai masalah dalam masyarakat yang terus berkembang. Ia menganjurkan orang berijtihad dan menolak taqlid.

Sebagaimana telah juga dikemukakan di atas, Mohammad Abduh dengan pengikut-pengikutnya yang terkenal dengan ge-rakan salaf (gerakan salafiyah) mempunyai pengaruh yang besar di negara-negara Islam dan negara-negara yang penduduknya beragama Islam, termasuk Indonesia. Sekarang banyak buku-buku dan disertasi yang telah ditulis mengenai gerakan ini dalam berbagai bahasa, di antaranya oleh Malcolm H. Kerr yang berjudul Islamic Reform: the political and legal theories of Mohammad Abduh and Rasyid

Rida, University of California Press, Berkeley, 1966.

Zaman kebangkitan pemikiran hukum Islam ini dilanjutkan sekarang dengan sistem baru dalam mempelajari dan menulis hukum Islam. Kalau dahulu studi hukum Islam hanya terbatas pada pemikiran yang terdapat dalam salah-satu mazhab saja, kini keadaannya telah berubah. Di Fakultas- fakultas Hukum Islam (syariah), sekarang diadakan mata kuliah baru yang

Page 187: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

bernama perbandingan mazhab; di sana tidak hanya satu, tetapi keempat aliran hukum yang terdapat dalam golongan Ahlus sunnah wal

jama'ah (Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hambali) misalnya, diajarkan. Bahkan diajarkan juga aliran-aliran hukum yang ada dalam golongan Syi'ah (Itsna 'Asyari atau Imam dua belas, Ismaili dan Zaidi). Di samping perbandingan hukum antarmazhab dalam Islam ini, diban-dingkan juga hukum Islam dengan hukum Barat dan hukum- hukum lainnya yang terdapat dan berkembang di dunia ini sebagai satu sistem. Dengan cara ini ruang-lingkup ajaran masing-masing hukum dapat dilihat secara jelas. Demikian juga halnya dengan sumber-sumber serta asas-asasnya, dapat pula dikaji secara mendalam.

Di samping sistem pemberian materi kuliah yang telah berubah tersebut di atas, juga diadakan cara-cara baru dalam menuliskan (melukiskan) hukum Islam. Kini, kalau orang menulis tentang hukum Islam, orang tidak lagi melukiskan hukum Islam secara umum, tetapi telah membicarakannya secara khusus, mengenai bidang-bidang tertentu saja. Dengan demikian, analisis tentang bidang-bidang tertentu itu menjadi lebih tajam dan mendalam. Dan dipengaruhi oleh spesialisasi dan cara penulisan hukum di zaman modern, dapat pula kita baca buku-buku Islam dalam bidangnya masing-masing, sekarang.

Cara-cara pemberian materi kuliah dan penulisan hukum Islam seperti yang dikemukakan di atas, terdapat juga kini dalam kepustakaan hukum Islam di tanah air kita.

Page 188: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Hukum Islam 202

Selain kebangkitan pemikiran hukum Islam di kalangan orang-orang Islam sendiri, terutama di masa akhir-akhir ini, perhatian dunia terhadap perkembangan hukum Islam menjadi bertambah. Banyak faktor yang menyebabkan perhatian itu, di antaranya adalah seperti yang dikemukakan oleh beberapa ahli hukum tersebut di bawah ini:

justice Robert Jackson, seorang Hakim Agung pada Mahkamah Agung Amerika Serikat menyebutkan beberapa motif yang mendorong para ahli hukum Barat mempelajari hukum Islam. Menurut Robert Jackson (1) negara-negara Barat yang gelisah itu telah menemukan dalam dunia Islam sekutu (dahulu) melawan paham komunis. Selain itu, (2) pandangan dunia Barat kini lebih objektif terhadap dunia Islam, sejarah dan perbedaan-perbedaan agama. Disebutkannya pula bahwa (3) perdagangan dengan Timur Tengah merupakan unsur baru yang mendorong orang-orang Barat mempelajari hukum dan perundang-undangan Islam (Majid Khadduri, 1955-.V).

Didorong oleh apa yang telah dikemukakan di atas dan kesadaran akan pentingnya arti hukum Islam bagi ilmu pengetahuan, di Eropa sekarang, beberapa Fakultas Hukum Prancis misalnya, mengajarkan hukum Islam. Di antara tokohnya adalah (Edward Lambert dan) Rene

David, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Paris. Yang mendorong mereka mengadakan mata kuliah tersendiri untuk hukum Islam adalah kenyataan bahwa hukum Islam merupakan satu di antara sistem-sistem hukum besar yang hidup di dunia sekarang (Rene David, 1966:19). D. De

Santilana, seorang ahli hukum terkenal bangsa Italia, menyebutkan bahwa yang mendorong orang Barat mempelajari hukum Islam adalah karena hukum Islam merupakan sumber pasti dan positif bagi prinsip-prinsip hukum Eropa modern. Menurut beliau, hukum Islam telah meminjamkan kepada masyarakat Barat kaidah-kaidah hukum teknis dalam dunia perdagangan dan perseroan- perseroan terbatas. Ingat misalnya perkataan cheque yang berasal dari perbendaharaan hukum Islam yaitu sakk yang berarti dokumen tertulis (Joseph Schacht, 1974:401).

Perhatian terhadap hukum Islam tidak hanya terdapat di dunia Eropah saja, tetapi juga di Inggris dan Amerika Serikat. Di University of London, School of Oriental and African Studies misalnya, diajarkan juga hukum Islam. Di Universitas Harvard, Oxford, McGill, Temple, Chicago dan lain-lain, juga diajarkan Islamic law di samping

Page 189: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Studi Islam lainnya.

Pendapat sarjana-sarjana Barat tentang hukum Islam, juga dikumandangkan dalam berbagai seminar yang diadakan khusus untuk mengkaji hukum Islam. Di antara seminar-seminar yang pernah diadakan itu adalah seminar hukum Islam di Den Haag tahun 1937, di Den Haag lagi pada tahun 1948, di Paris pada tahun 1951. Keputusan seminar yang tersebut terakhir ini (Seminar Paris, 1951) berbunyi antara lain sebagai berikut: . . .” Dari pembicaraan-pembicaraan yang berlangsung selama Pekan Hukum Islam ini, dengan nyata telah terbukti bahwa (1) prinsip-prinsip hukum Islam mempunyai nilai-nilai yang tidak dapat dipertikaikan lagi dan bahwa (2) pelbagai ragam mazhab yang ada dalam lingkungan besar sistem hukum itu mengandung suatu kekayaan pemikiran hukum dan kekayaan teknik yang mengagumkan yang memberikan kemungkinan kepada hukum ini memenuhi semua kebutuhan yang dituntut oleh kehidupan modern." Seminar Paris tahun 1951 ini (3) menganjurkan juga agar dibentuk suatu panitia untuk mem- buat Kamus Hukum Islam yang disusun secara modern untuk

Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Hukum Islam 205

memudahkan orang memperoleh keterangan-keterangan tentang

pengertian-pengertian hukum Islam (Said Ramadan, 1970:21)

Konperensi Islam Asia-Afrika yang diadakan di Bandung pada tahun 1956 dalam salah-satu resolusinya juga menganjurkan agar disusun dan diterbitkan Ensiklopedia Hukum Islam, yang dapat dipergunakan oleh umat Islam sebagai pegangan dalam hidup dan kehidupannya sehari-hari. Usaha ke arah ini telah dilakukan di Syria sejak tahun 1956, dan menurut berita terakhir Ensiklopedia Hukum Islam tersebut diterbitkan oleh Kuwait. Di Indonesia, pada tahun 1997 telah terbit Ensiklopedi Hukum Islam, terdiri atas 6 jilid.

Sebagai penutup uraian mengenai bab ini, perlu dicatat bahwa kini terdapat kecenderungan kuat dan arus yang deras di kalangan umat Islam, terutama di Timur Tengah, Afrika dan Pakistan untuk kembali kepada hukum Islam sebagai salah- satu identitasnya (Tanzil-ur-Rahman, 1978:1, Said Ramadan, 1970:23). Kecenderungan ini terdapat juga di Asia Tenggara (Indonesia dan Malaysia).

Dalam rangka kembali kepada hukum Islam itu, di Lybia

Page 190: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

204 Hukum Islam

dibentuk suatu Panitia Ilmiah Hukum yang akan mempelajari hukum Islam secara mendalam, di bawah pimpinan seorang ahli hukum terkenal bernama Ali Ali Mansur. Panitia ini bertugas meneliti dan mempelajari hukum Islam dalam segala bidang. Untuk itu mereka kumpulkan beribu-ribu buku yang berkenaan dengan hukum Islam. Mereka hubungi berbagai negara meminta bantuan tenaga ahli, untuk menyusun taqnin (kodifikasi) hukum Islam dalam semua bidang. Mereka bandingkan juga hukum Islam yang telah ada dalam sejarah pertumbuhan dan perkembangan di masa yang lalu dengan hukum yang berasal dari Eropa.

Bahan-bahan hukum yang mereka pergunakan dalam menyusun kodifikasi hukum Islam itu bukan hanya bahan- bahan yang terdapat di kalangan ahlus sunnah waljama’-ah saja, tetapi juga dari aliran lain yang terdapat dalam semua bahan- bahan hukum itu, dan memilih dengan hati-hati pemikiran- pemikiran yang sesuai dengan kondisi dan situasi umat Islam di abad ke-20 ini.

Di Indonesia atas kerja sama Mahkamah Agung dengan Departemen Agama telah dikompilasikan Hukum Islam mengenai perkawinan, kewarisan, dan perwakafan. Kompilasi ini telah disetujui oleh para ulama dan ahli hukum Islam pada bulan Februari 1988 dan (tahun 1991) telah diberlakukan bagi umat Islam Indonesia yang menyelesaikan sengketa mereka di Peradilan Agama (salah-satu unsur kekuasaan kehakiman di tanah air kita) sebagai hukum terapan.

Page 191: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

205

Hukum Islam di Indonesia

Dalam membicarakan Hukum Islam di Indonesia, pusat perhatian akan ditujukan pada kedudukan hukum Islam dalam sistem hukum Indonesia. Yang dimaksud dengan sistem hukum Indonesia adalah sistem hukum yang berlaku di Indonesia. Sistem hukum Indonesia adalah sistem hukum yang majemuk, karena di tanah air kita berlaku berbagai sistem hukum yakni Adat, Islam dan Barat (kontinental). Untuk itu akan dibicarakan (1) Hukum Adat, Hukum Islam dan Hukum Barat, (2) hubungan Hukum Adat dengan Hukum Islam, (3) Hukum Islam dalam tata hukum Indonesia, (4) Hukum Islam dan pembinaan hukum nasional (5) Peradilan Agama, (6) Kompilasi Hukum Islam.

HUKUM ADAT, HUKUM ISLAM, DAN HUKUM BARAT

Di dunia sekurang-kurangnya ada lima sistem hukum besar yang hidup dan berkembang. Sistem-sistem hukum tersebut adalah (1) sistem Common Law yang dianut di Inggris dan bekas jajahannya yang kini, pada umumnya, bergabung dalam negara-negara persemakmuran, (2) sistem Civil Law 208 Hukum Islam

yang berasal dari hukum Romawi, yang dianut di Eropa Barat kontinental dan dibawa ke negeri-negeri jajahan atau bekas jajahannya oleh pemerintah kolonial Barat dahulu, (3) sistem Hukum Adat di negara-negara Asia dan Afrika, (4) sistem Hukum Islam yang

Page 192: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

dianut oleh orang-orang Islam di mana pun mereka berada, baik di negara-negara Islam maupun di negara- negara lain yang penduduknya beragama Islam di Afrika Utara, Timur, Timur Tengah (Asia Barat) dan Asia, dan (5) sistem Hukum Komunis/Sosialis yang dilaksanakan di negara-negara komunis/sosialis seperti Uni Soviet dan satelit-satelitnya dahulu.

Pada waktu ini, tiga dari kelima sistem hukum tersebut terdapat di tanah air kita yakni sistem-sistem hukum adat, hukum Islam dan hukum Barat (disebut berturut-turut menurut "umurnya" berlaku di negeri kita). Ketiganya akan dibandingkan mengenai apa yang kelihatan dan berlaku jdi Indonesia, dalam garis-garis besarnya saja. Caranya adalah dengan melihat hal-hal yang sama dan dengan menyebut hal yang sama, akan kelihatan perbedaannya. Profesor Mohammad Koesnoe mantan Guru Besar Hukum Adat Universitas Airlangga pernah membandingkan ketiga sistem hukum tersebut. Pokok-pokok uraian beliau (1980) dengan perubahan di sana-sini, adalah sebagai berikut:

Keadaannya

Ketiga sistem hukum tersebut telah berlaku di Indonesia walaupun keadaan dan saat mulai berlakunya tidaklah sama.

Hukum Adat telah lama berlaku di tanah air kita. Bila mulai berlakunya tidak dapat ditentukan dengan pasti, tetapi dapat dikatakan bahwa, jika dibandingkan dengan kedua sistem hukum lainnya, hukum adatlah yang tertua umurnya. Sebelum tahun 1927 keadaannya biasa saja, hidup dan berkembang dalam masyarakat Indonesia. Sejak tahun 1927 dipelajari dan diperhatikan dengan seksama dalam rangka pelaksanaan politik hukum pemerintah Belanda, setelah teori resepsi dikukuhkan dalam Pasal 134 ayat (2) IS 1925 (1929), yang akan

dijelaskan di bawah.

Hukum Islam baru dikenal di Indonesia setelah agama Islam disebarkan di tanah air kita. Bila Islam datang ke tanah air kita belum

Page 193: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Hukum I slam di Indonesia 207

ada kata sepakat di antara para ahli sejarah Indonesia. Ada yang mengatakannya pada abad ke-1 Hijriah atau abad ke-7 Masehi, ada pula yang mengatakannya pada abad ke-7 Hijriah atau abad ke-13 Masehi, Islam baru masuk ke Nusantara ini. Walaupun para ahli itu berbeda pendapat mengenai bila Islam datang ke Indonesia, namun dapat dikatakan bahwa setelah Islam datang ke Indonesia hukum Islaiji telah diikuti dan dilaksanakan oleh para pemeluk agama Islam di Nusantara ini. Hal itu dapat dilihat pada studi para pujangga yang hidup pada masa itu mengenai hukum Islam dan peranannya dalam menyelesaikan perkara-perkara yang timbul dalam masyarakat. Hasil studi dan karya ahli hukum Islam Indonesia, kemudian dapat disebut sebagai contoh, misalnya Miratul Tullab, oleh Abdurrauf Singkel, Siratal

Mustaqim, oleh Nuruddin ar Raniri, Sabilal Muhtadin, oleh Syaikh Arsyad Banjar, dan lain-lain, di samping studi mengenai hukum Islam yang ditulis oleh bukan orang Indonesia seperti misalnya Muharrar karangan Ar-Rafi'i, Tuhfah karangan Ibnu Hajar, Nihayah karangan Ar-Ramli dan kitab-kitab hukum mazhab Syafi'i lainnya. Setelah Belanda menjajah Nusantara

Page 194: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

210 Hukum Islam

ini, perkembangan hukum Islam "dikendalikan" dan sesudah tahun 1927, tatkala teori resepsi mendapat landasan pera- turanperundang-undangan (IS 1925,1929), menurut Hazairin, perkembangan hukum Islam dihambat di tanah air kita.

'Hukum Barat' diperkenalkan di Indonesia bersamaan dengan kedatangan orang-orang Belanda untuk berdagang di Nusantara ini . Mula-mula hanya diperlakukan bagi orang Belanda dan Eropa saja, tetapi kemudian melalui berbagai upaya peraturan perundang-undangan (pernyataan berlaku, penundukan dengan sukarela, pilihan hukum dan sebagainya), hukum Barat itu dinyatakan berlaku juga bagi mereka yang disamakan dengan orang Eropa, orang Timur Asing (terutama Cina) dan orang Indonesia. Sebagai hukum golongan yang berkuasa pada waktu itu di Nusantara kita ini keadaan hukum Barat jauh lebih baik dan menguntungkan dari keadaan kedua sistem hukum di atas.

Hukum Adat dan Hukum Islam adalah hukum bagi orang- orang Indonesia asli dan mereka yang disamakan dengan penduduk bumiputera. Keadaan itu diatur oleh Pemerintah Hindia Belanda dahulu, sejak tahun 1854 sampai dengan mereka meninggalkan Indonesia pada tahun 1942.

Bentuknya

Pada dasarnya, 'hukum adat' adalah hukum yang tidak tertulis. Ia tumbuh, berkembang dan hilang sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat. Pada waktu ini sedang diadakan usaha-usaha untuk mengangkat hukum adat menjadi hukum perundang-undangan dan dengan begitu di- ikhtiarkan memperoleh bentuk tertulis. Contohnya dapat dilihat pada Undang-Undang Pokok Agraria Tahun 1960. Tetapi, hukum adat yang telah menjadi hukum tertulis itu menjadi lain bentuknya dari hukum adat sebelumnya. Ia telah menjadi hukum perundang-undangan.

Page 195: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Hukum I slam di Indonesia 209

Hukum Islam (: dalam kepustakaan hukum Islam di Indonesia, istilah hukum Islam mungkin dipergunakan untuk hukum fiqih Islam mungkin juga dipergunakan untuk hukum syariat Islam, seperti diuraikan di atas), juga tidak tertulis seperti halnya hukum adat. Artinya, hukum Islam tidak tertulis dalam peraturan perundang-undangan. Hukum Islam dalam makna hukum fiqih Islam adalah hukum yang bersumber dan disalurkan dari hukum syariat Islam yang terdapat dalam Alquran dan Sunnah Nabi Muhammad, dikembangkan melalui ijtihad oleh para ulama atau ahli hukum Islam yang memenuhi syarat untuk berijtihad dengan cara-cara yang telah ditentukan. Hasil ijtihad para ahli itu terdapat dalam kitab- kitab fiqih. Kitab-kitab fiqih karya ahli hukum mazhab Syafi'i yang banyak dipakai di Indonesia, misalnya, (1) Muharrar karangan Ar-Rafi'i, (2) Minhajut Talibin karangan An-Nawawi, (3) Tuhfah karangan Ibnu Hajar, (4) Nihayah karangan Ar- Ramli, (5) Mugni al-Muhtaj dan (6) al-Iqna (kedua-duanya) karangan As-Syarbini, (7) Mukhtasar karangan Abu Suja, (8) Ha-syiah Fatul Qarib karangan Al-Bajuri, (9) Fatul Mu'in karangan Al-Malabari, (10) Al-

Muhazzab karangan As-Syairozi, dan lain-lain.

Walaupun hukum Islam (dalam pengertian hukum fiqih) ini tidak diberi padahan atau sanksi oleh penguasa, namun ia dipatuhi oleh masyarakat Islam karena kesadaran dan keyakinan mereka, terutama keyakinan para pemimpin atau ulama Islam, bahwa hukum Islam adalah hukum yang benar. Kini, hukum Islam, seperti halnya hukum adat telah memperoleh bentuk tertulis dalam Kompilasi Hukum Islam (1991).

'Hukum Barat,' yang kita bandingkan adalah hukum perda- tanya, tertulis dalam bahasa Belanda di dalam undang-undang atau kitab undang-undang, misalnya Burgerlijk Wetboek (B.W.). Namun karena bahasa yang dipakai oleh hukum tersebut telah menjadi rintangan bagi berlakunya hukum itu sebagai hukum yang tertulis dalam perundang-undangan aslinya, maka hukum eks-Barat itu, kini, diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, misalnya B.W. dengan nama Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Karena terjemahannya merupakan karya

Page 196: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

210 Hukum Islam

pribadi seseorang, dan, karena itu, tidak mempunyai kekuatan mengikat seperti undang-undang, maka sesungguhnya di dalam praktik di Indonesia, hukum (perdata) Barat telah berubah menjadi hukum tidak tertulis secara tidak dinyatakan dengan sadar. Suasana kehidupan hukum di Indonesia telah menjadikan hukum eks-Barat sebagai hukum yang 'semu' tertulis. Dan karena terjemahannya ditulis dalam bahasa Indonesia, maka isi dan makna pasal-pasalnya pun telah agak berbeda dengan konsep atau pengertiannya semula.

Selain keadaan, bentuk hukum Adat, hukum Islam dan hukum Barat yang telah dikemukakan secara ringkas di atas, ketiga sistem hukum itu mempunyai tujuan masing-masing.

Tujuannya

Tidak ada satu uraian yang terinci dan jelas mengenai tujuan hukum adat. Namun dari kata-kata yang terdapat dalam masyarakat adat, dapat disimpulkan bahwa 'hukum adat' bertujuan untuk menyelenggarakan kehidupan masyarakat yang aman, tenteram, dan sejahtera. Hukum Islam mempunyai tujuan untuk melaksanakan perintah dan kehendak Allah serta menjauhi larangan-Nya. Seorang ahli hukum Islam terkemuka, Abu Ishaq As-Satibi (m.d. 790/1388 M), seperti telah disebut di muka, merumuskan lima tujuan hukum Islam, yakni memelihara (1) agama, (2) jiwa, (3) akal, (4) keturunan, dan (5) harta benda, yang diterima oleh ahli-ahli hukum Islam lainnya. Menurut As-Satibi, demikian juga pendapat ahli-ahli hukum Islam lainnya, dengan terpeliharanya kelima tujuan (al-maqasidu al-khamsah, baca: al maqasidul khamsah) itu, manusia akan mencapai kebahagiaan hidup dunia akhirat. Yang menjadi tujuan 'hukum Barat,' sebagaimana dinyatakan oleh para ahli teori dan filsafat hukum Barat, adalah kepastian hukum dan keadilan hukum.

Uraian ringkas mengenai masing-masing hukum ini tentu belum memadai, namun dengan demikian, kita dapat melihat ciri-ciri khusus yang terdapat pada ketiga hukum tersebut.

Page 197: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Hukum I slam di Indonesia 211

Sumbernya

Mengenai sumber ketiga sistem hukum tersebut, dapat di- kategorikan lagi ke dalam (1) sumber pengenal, (2) sumber isi, dan (3) sumber pengikat.

Sumber Pengenal Menurut Betrand ter Haar, yang menjadi sumber pengenal Hukum

Adat adalah keputusan penguasa adat. Ini dibantah oleh Profesor Mohammad Koesnoe tersebut. Menurut Koes- noe, hukum penguasa adat yang tercermin dari keputusan penguasa itu, memang dijiwai oleh hukum adat sebagai

Page 198: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

212 Hukum Islam

hukum rakyat, tetapi keputusan penguasa adat belumlah meng-gambarkan sepenuhnya hukum adat sebagai hukum rakyat. Oleh karena itu, menurut Koesnoe, yang menjadi sumber pengenal hukum adat ialah apa yang benar-benar terlaksana di dalam pergaulan hukum di dalam masyarakat yang bersangkutan. Yang dimaksud oleh Koesnoe dengan pergaulan hukum adalah segala gejala sosial yang secara dikehendaki atau tidak (dikehendaki) oleh para pihak ada dalam masyarakat yang bersangkutan yang di dalam dirinya terkandung gejala-gejala sosial lain menyertainya. Sumber pengenal (hukum adat) ini ada di dalam kehidupan sehari-hari berupa tingkah-laku nyata baik yang "sekali" sifatnya maupun yang berulang sepanjang waktu. Dengan begitu, menurut Koesnoe, dapat juga dikata- kan bahwa sumber pengenal hukum adat adalah konsep hukum adat sendiri. Sumber pengenal 'hukum Islam1 dalam pengertian hukum syariat adalah Alquran dan kitab-kitab Hadis yang mengandung firman Allah dan Sunnah Nabi Muhammad. Sumber pengenal hukum Islam dalam pengertian hukum fiqih adalah kitab-kitab fiqih yang memuat hasil ijtihad para ahli hukum Islam berdasarkan Alquran dan kitab- kitab Hadis tersebut. Dengan demikian, sumber pengenal hukum Islam tersimpan dengan baik di dalam dokumen- dokumen yang dipelihara dari masa ke masa. Sumber pengenal 'Hukum Barat’ adalah segala peraturan perundang-undangan sejak zaman kolonial dahulu beserta segala perubahannya yang dinyatakan dalam Staatsblad atau Lembaran Negara.

Sambil lalu dapat dicatat bahwa sumber pengenal hukum Islam dan hukum Barat hampir sama yakni "tulisan", atau do- kumen tertulis. Namun, perbedaannya adalah tulisan dalam peraturan perundang-undangan dalam hukum Barat sifatnya

Hukum Islam di Indonesia 215 mengikat

karena diberi sanksi oleh negara, sedang tulisan dalam kitab-kitab

hukum Islam tidak semuanya mempunyai kekuatan mengikat dalam

makna diberi sanksi oleh negara.

Page 199: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Sumber Isi Mengenai sumber isi masing-masing hukum tersebut dapat

dijelaskan sebagai berikut: Sumber isi 'hukum adat' adalah kesadaran hukum yang hidup dalam masyarakat adat. Namun, perlu dicatat, orang sering meragukan adanya homogenitas kesadaran hukum rakyat Indonesia yang tersebar dalam berbagai lingkungan adat di seluruh kepulauan Nusantara ini. Sumber isi 'hukum Islam' (syariat) adalah kemauan Allah berupa wahyu yang kini terdapat dalam Alquran dan Sunnah Nabi Muhammad yang sekarang tertulis dalam kitab-kitab Hadis. Di samping itu, terdapat sumber isi ketiga (bagi hukum Islam dalam makna hukum fiqih) yakni akal pikiran atau ra'yu orang yang memenuhi syarat untuk berijtihad dengan mempergunakan ijma', qiyas dan lain-lain sebagai metode untuk menentukan hukum atau menarik garis-garis hukum. Sumber isi 'hukum Barat' adalah kemauan pembentuk undang-undang di negeri Belanda di masa lalu. Kemauan ini dapat dipelajari dengan memperhatikan bahan-bahan yang tertulis dalam bahasa Belanda yang ada sangkut-pautnya dengan pembentukan undang-undang dimaksud. Namun, tuntutan ini tidak dapat lagi dilaksanakan karena petugas dan penegak hukum kita banyak yang tidak menguasai lagi bahasa yang dipergunakan oleh pembentuk hukum Barat itu.

Sumber Pengikat Yang dimaksud dengan sumber pengikat adalah sumber yang

menjadi kekuatan mengikat orang untuk melaksanakan atau tidak melanggar hukum tersebut. Sumber pengikat 'hukum adat ' adalah rasa malu yang ditimbulkan oleh karena berfung- sinya sistem nilai dalam masyarakat adat yang bersangkutan atau karena upaya-upaya lain yang pada akhirnya akan mengenai orang yang bersangkutan apabila ia tidak mematuhi hukum yang ada. Dengan kata lain, kekuatan mengikat hukum adat adalah kesadaran hukum anggota masyarakat adat yang bersangkutan. Sumber pengikat 'hukum Islam' adalah iman dan tingkat ketakwaan seorang Muslim. Sumber kekuatan mengikat 'hukum Barat ' adalah kekuasaan negara yang membentuk undang-undang itu dahulu

Page 200: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

214 Hukum Islam

yang melalui Aturan Peralihan Undang Undang Dasar kita kini dilanjutkan oleh alat kekuasaan Negara Republik Indonesia.

Struktumya

Yang dimaksud dengan struktur dalam hubungan pem- bicaraan ini adalah tumpukan logis lapisan-lapisan yang ada pada sistem hukum yang bersangkutan.

Di dalam 'hukum Adat' di Minangkabau, misalnya, ada teori struktur menurut pandangan ahli-ahli adat setempat. Menurut teori itu, hukum adat atau adat dapat dibedakan dalam (1) Adat nan sabana adat

(adat yang sebenar-benarnya) dan (2) Adat Pusaka.

(1) Adat nan sabana adat adalah adat yang tidak dibuat oleh manusia atau nenek moyang manusia, tetapi oleh dan berasal dari "alam". Adat nan sabana adat merupakan guru bagi kehidupan manusia. Ia sering disamakan dengan hukum alam atau sering dikatakan sebagai undang-undang alam. Karena "alam yang terkembang jadi guru", maka dari adat nan

Hukum Islam di Indonesia 217 sabana

adat dapat ditarik pelajaran melalui pengalaman dan pemikiran nenek

moyang yang berlanjut sampai kini. Hasilnya disebut adat pusaka.

(2) 'Adat pusaka,' dengan demikian, adalah adat atau hukum adat positif yang disusun sejak nenek moyang sampai pada angkatan sekarang. Hukum adat positif, yang disebut juga adat pusaka, dibedakan ke dalam tiga kategori, yakni 'adat-istiadat,' 'adat nan teradat' dan 'adat nan diadatkan.' Di luar kategori ini ada satu kategori lain yang terletak di luar lingkungan teori adat tersebut di atas, yang disebut 'pemakaian.'

'Adat-istiadat' adalah segala dalil dan ajaran mengenai bagaimana orang bertingkah-laku dalam masyarakat. Rumusannya sangat abstrak, karena itu memerlukan usaha untuk memahami dan merincinya lebih lanjut. Adat dalam pengertian ini berfungsi sebagai dasar pembangunan hukum adat positif yang lain.

'Adat nan teradat' adalah ajaran dan dalil yang dituangkan ke

Page 201: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

dalam bentuk bangunan-bangunan adat yang lebih nyata yang menjadi kebutuhan masyarakat sehari-hari seperti (bangunan adat) perkawinan, kewarisan, jual-beli, dan seba- gainya.

'Adat nan diadatkan' adalah suatu kategori tempat bangunan-bangunan adat dalam kategori kedua di atas mendapat lingkungan adat dan diwujudkan di dalam kehidupan sehari-hari. Dari adat nan diadatkan inilah muncul 'pemakaian' dalam masyarakat adat bersangkutan. Karena itu dapat juga dikatakan bahwa adat nan diadatkan inilah motif yang berdiri di belakang tingkah-laku manusia yang disebut perwujudan adat di dalam masyarakat.

Mengenai 'hukum Islam' dalam makna hukum syariat susunannya terdiri dari wahyu dan sunnah. Lapisan pertama adalah wahyu yang tidak dapat diganggu-gugat. Ia berlaku mutlak terlepas dari ruang dan waktu, tidak tunduk pada kemauan dan cita-cita manusia. Rumusannya ringkas, padat dan pada umumnya menyinggung soal-soal pokok saja. Karena itu perlu penjelasan. Penjelasan ini, yakni Sunnah Rasulullah bersifat mutlak pula dalam makna tidak dapat diganti dengan dan oleh bahan lain. Di luar Sunnah Rasulullah yang merupakan lapisan kedua itu terdapat lapisan ketiga, yakni pendapat para ahli hukum atau ulama (ulama adalah jamak dari alim yaitu orang yang berilmu). Pendapat- pendapat ini yang dinamakan hukum fiqih yang merupakan hasil studi yang penuh rasa tanggung jawab dan ketakwaan kepada Allah yang dilakukan oleh para ahli hukum dengan mengikuti suri teladan yang diberikan oleh Nabi Muhammad. Dalam perwujudannya hasil studi yang disebut dengan (hasil) ijtihad itu adalah suatu pemahaman atau perumusan ilmiah yang bersifat teknis mengenai apa yang terkandung atau yang tidak disebut oleh kedua lapisan utama itu. Lapisan ketiga ini adalah karya manusia berupa garis-garis hukum atau kaidah-kaidah hukum tertentu yang dikelompokkan menurut masalah yang dibicarakan, diatur secara sistematis. Hasil karya ini kini terhimpun dan dapat dibaca dalam kitab- kitab fiqih berbagai aliran hukum atau mazhab dalam Islam. Dari kitab-kitab fiqih inilah parapetugas hukum Islam mengam- bil garis-garis hukum untuk diterapkan dalam kasus

Page 202: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

216 Hukum Islam

tertentu dalam kenyataan (in concreto). Perwujudan dalam kenyataan ini merupakan lapisan keempat struktur hukum Islam.

Dengan demikian, struktur hukum Islam terdiri dari (1)

Page 203: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Hukum I slam di Indonesia 217

nas Alquran yakni apa yang disebut dalam Alquran, (2) Sunnah Rasulullah (bagi hukum syariat) ditambah (3) hasil ijtihad (pemahaman) manusia yang memenuhi syarat, dan (4) pelaksanaannya dalam konkreto oleh masyarakat Islam baik yang berupa keputusan-keputusan (hakim) maupun berupa amalan-amalan umat Islam (mengenai hukum Islam). Struktur 'hukum Barat' adalah sebagai berikut: Pertama adalah kitab undang-undang yang dibuat oleh lembaga legislatif. Dari kitab undang-undang itu ditarik kesimpulan-kesimpulan berupa keputusan hukum oleh para petugas hukum dalam arti yang luas. Dari keputusan hukum ini, lahirlah amalan keputusan tersebut.

Struktur hukum tersebut di atas jelas menunjukkan bagaimana masing-masing hukum menarik garis hukum dari lapisan pangkal sampai pada lapisan-lapisan berikutnya secara logis dalam kesatuan keseluruhan lapisan-lapisan itu. Masing-masing mempunyai aturan dan watak sendiri.

Lingkup Masalah

Lingkup masalah yang diatur oleh ke tiga sistem hukum tersebut berbeda pula. Antara 'hukum adat' dan 'hukum Barat' pada dasarnya terdapat kesamaan ruang-lingkup karena kedua-duanya hanya mengatur hubungan antara manusia dengan manusia serta penguasa dalam masyarakat. Ruang- lingkup yang diatur oleh 'hukum Islam' tidak hanya masalah hubungan antara manusia dengan manusia lain serta penguasa dalam masyarakat, tetapi juga mengatur hubungan antara manusia dengan Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Dengan kata lain, hukum adat dan hukum Barat mengarahkan pandangan- nya terbatas pada konsekuensi-konsekuensi kehidupan 220 Hukum Islam

duniawi saja, sedang hukum Islam tidak terbatas pandangannya pada konsekuensi-konsekuensi duniawi saja tetapi juga memandang konsekuensi-konsekuensi akhirat, yakni konse- kuensi hidup setelah kehidupan di dunia ini berakhir kelak.

Page 204: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Pembidangan

Mengenai pembidangan ketiga sistem hukum tersebut dapat dikemukakan hal-hal berikut:

'Hukum adat' yang mengenai asas-asas kerukunan, kepatutan, keselarasan dalam pergaulan dan yang bersifat religio magis, tidak mengenai pembidangan hukum perdata dan hukum publik seperti halnya dengan hukum Barat. Dalam hukum adat tidak ada pemisahan yang tajam antara kepentingan pribadi (perdata) dengan kepentingan umum (publik). Manusia dalam konsep hukum adat dipandang sebagai pribadi- pribadi yang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Dalam 'hukum Islam' terdapat pembidangan antara (1) 'ibadah'dan (2) 'muamalah.'Bidang ibadah mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, bidang muamalah mengatur hubungan manusia dengan manusia dan benda dalam kehidupan masyarakat. Sama halnya dengan hukum adat, dalam hukum yang mengatur hubungan manusia dengan manusia di dalam masyarakat, hukum Islam yang merupakan bagian agama Islam itu, tidak membedakan antara hukum perdata dengan hukum publik, sebab dalam soal perdata terdapat segi-segi publik, dalam soal publik ada segi-segi perdatanya. Di dalam 'hukum Barat' yang bersifat individualis dan liberalistis serta terlepas dari ketentuan-ketentuan agama seperti terlihat pada Pasal 26 B.W. yang menyatakan bahwa "undang-undang memandang soal perkawinan hanyalah

Page 205: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Hukum Islam di Indonesia 221

hubungan perdata saja," dikenal pembidangan: hukum private (yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan perdata) dan hukum 'publik.' Hukum perdata adalah aturan hukum yang mengatur serta melindungi kepentingan perdata yang dipertahankan oleh masing-masing individu, hukum publik adalah aturan hukum yang mengatur dan melindungi kepentingan umum yang dipertahankan oleh (alat kekuasaan) negara.

Hak dan Kewajiban

Mengenai hak dan kewajiban, yang akan dibandingkan hanyalah hukum Islam dengan hukum Barat. Dalam sistem 'hukum Islam' kewajiban lebih diutamakan dari hak, sedang dalam 'hukum Barat' hak didahulukan dari kewajiban.

Norma atau Kaidah Hukum

Dalam sistem 'hukum Barat' yang berasal dari hukum Romawi itu, dikenal tiga norma atau kaidah yakni (1) impere (perintah), (2) prohibere (larangan), dan (3) permittere (yang dibolehkan). Dalam sistem hukum Islam ada lima macam kaidah atau norma hukum yang dirangkum dalam istilah al-ahkam al-khamsah. Kelima kaidah itu adalah (1) fard

(kewajiban), (2) sunnat (anjuran), (3) ja'iz atau mubah atau ibahah (kebolehan), (4) makruh (celaan) dan (5) haram (larangan), seperti telah dijelaskan di muka.

Demikianlah dalam garis-garis besarnya telah dibandingkan ketiga sistem hukum yang berlaku sekarang di tanah air kita.

Sebelum uraian mengenai hukum adat, hukum Islam dan hukum Barat ini diakhiri tidak ada salahnya dikemukakan pula catatan berikut. Di dalam kehidupan masyarakat Indonesia sekarang, ketiga sistem hukum tersebut tumbuh dan berkem- bang. Ketiga-tiganya telah saling pengaruh mempengaruhi dalam konsep dan pengertian. Berbagai konsep dan pengertian yang berasal dari hukum Islam dan hukum Barat telah ditafsirkan menurut perasaan dan kesadaran hukum

Page 206: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

220 Hukum Islam

yang terdapat dalam hukum adat. Karena itu, ke tiga sistem hukum tersebut perlu dipelajari dengan seksama, khususnya tentang hukum Islam dan hukum adat yang berlaku di tanah air kita. Dalam uraian berikutnya kelak, hubungan kedua hukum ini akan disinggung walaupun hanya sepintas lalu.

Kalau kita berbicara tentang hukum adat, kita akan teringat pada penulis-penulis hukum adat masa silam seperti Snouck Hurgronje, van Vollenhoven dan B. ter Haar. Ter Haar terutama, telah mempengaruhi pola pemikiran dan pemahaman para sarjana hukum Indonesia tentang hukum adat, padahal, kalau dikaji dengan teliti, apa yang telah dilakukan ter Haar adalah usaha atau percobaan orang Barat dengan latar-belakang jiwa dan peranan hukum Barat pula, untuk memahami hukum adat di tanah air kita. Oleh karena itu, apa yang telah dihasilkan oleh ter Haar perlu dikaji kembali secara kritis, harus ditera kembali, untuk dapat melihat kekuatan dan kelemahan teorinya, untuk melihat kebenaran dan kekeliruannya dalam memahami hukum adat kita. Hal ini, agaknya, disadari sendiri oleh ter Haar, terutama sewaktu ia berada dalam kamp konsentrasi di Buchenwald. Di tempat itu menurut Moh. Koesnoe, rumusan- rumusannya yang begitu eksak mengenai hukum adat pada masa yang lalu diragukan olehnya sendiri.

Hukum Islam di Indonesia 223

HUBUNGAN HUKUM ADAT DENGAN HUKUM ISLAM

Hubungan hukum adat dengan hukum Islam dalam makna kontak antara kedua sistem hukum itu telah lama berlangsung di tanah air kita. Hubungannya akrab dalam masyarakat. Keakraban itu tercermin dalam berbagai pepatah dan ungkapan di beberapa daerah, misalnya ungkapan dalam bahasa Aceh yang berbunyi: hukum ngon adat hantom ere,

lagee zat ngon sipeut. Artinya hukum Islam dengan hukum adat tidak dapat dicerai- pisahkan karena erat sekali hubungannya seperti hubungan zat dengan sifat sesuatu barang atau benda. Hubungan demikian terdapat juga di Minangkabau yang tercermin dalam pepatah: adat dan syara' sanda menyanda, syara' mengato adat memakai. Menurut Hamka (Hamka, 1970:10) makna pepatah ini adalah hubungan (hukum) adat dengan hukum Islam (syara') erat sekali, saling topang-menopang,

Page 207: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

karena sesungguhnya yang dinamakan adat yang benar-benar adat adalah syara' itu sendiri. Dalam hubungan ini perlu dijelaskan bahwa adat dalam ungkapan ini adalah cara melaksanakan atau memakai syara' itu dalam masyarakat. Dalam masyarakat Muslim Sulawesi Selatan eratnya hubungan adat dengan hukum Islam dapat dilihat dalam ungkapan yang berbunyi, "Adat hula-hulaa to syaraa, syaraa hula-hulaa

to adati". Artinya, kurang lebih, adat bersendi syara1 dan syara’ bersendi adat (A. Gani Abdullah, 1987:89). Hubungan adat dan Islam erat juga di Jawa. Ini mungkin disebabkan karena prinsip rukun dan sinkretisme yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat Jawa, terutama di daerah pedesaan (M. B. Hoeker, 1978: 97).

Berbeda dengan bunyi pepatah di atas, dalam buku-buku hukum yang ditulis oleh para penulis Barat/Belanda dan mereka yang sepaham dengan penulis-penulis Belanda itu,

Page 208: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

222 Hukum Islam

hubungan hukum adat dengan hukum Islam di Indonesia, terutama di Minangkabau, selalu digambarkan sebagai dua unsur yang bertentangan. Ini dapat dipahami, karena teori konflik yang mereka pergunakan untuk mendekati masalah hubungan kedua sistem hukum itu dengan sadar mereka pergunakan untuk memecah-belah dan mengadu-dombarakyat Indonesia guna mengukuhkan kekuasaan Belanda di tanah air kita. Karena itu pula sikap penguasa jajahan terhadap kedua sistem hukum itu dapat diumpamakan seperti sikap orang yang membelah bambu, mengangkat belahan yang satu (adat) dan menekan belahan yang lain (Islam). Sikap ini jelas tergambar dalam salah-satu kalimat van Vollenhoven, seorang ahli hukum adat yang terkenal, ketika ia berpolemik dengan pemerintahnya mengenai politik hukum yang akan dilaksanakan di Hindia Belanda. Menurut van Vollenhoven, hukum adat harus dipertahankan sebagai hukum bagi golongan bumiputera, tidak boleh didesak oleh hukum Barat. Sebab, kalau hukum adat didesak (oleh hukum Barat), hukum Islam yang akan berlaku. Ini tidak boleh terjadi di Hindia Belanda (Bustanul Arifin dalam Muchtar Na'im, 1968:171).

Karena itu ada yang mengatakan bahwa apa yang disebut sebagai konflik antara hukum Islam dengan hukum adat pada hakikatnya adalah isu buatan politikus hukum kolonial saja. Salah seorang di antaranya adalah B. ter Haar yang menjadi master architect pembatasan wewenang Pengadilan Agama di Jawa dan Madura. Menurut ter Haar, antara hukum adat dengan hukum Islam tidak mungkin bersatu, apalagi bekerja sama, karena titik-tolaknya berbeda. Hukum adat bertitik- tolak dari kenyataan hukum dalam masyarakat, sedang hukum Islam bertitik tolak dari kitab-kitab hukum (hasil penalaran manusia, MDA) saja. Karena perbedaan titik-tolak itu, timbullah pertentangan yang kadang-kadang dapat diperlunak tetapi seringkali t idak. Karena itu, secara teoretis hukum Islam tidak dapat diterima. Karena itu wewenang Pengadilan Agama di Jawa dan Madura, "dibatasi sampai ke bidang yang sekecil-kecilnya" (ter Haar, 1973: 29).

Dalam menggambarkan hubungan adat dengan Islam di Aceh,

Page 209: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Hukum I slam di Indonesia 223

Minangkabau dan Sulawesi Selatan di atas, umpamanya, para penulis Barat/Belanda selalu menggambarkan kelanjutannya dalam pertentangan antara kalangan adat dan kalangan agama (Islam). Keduanya seakan-akan merupakan dua kelompok yang terpisah yang tidak mungkin bertemu atau dipertemukan. Padahal dalam kenyataannya tidaklah demikian, karena di kalangan adat terdapat orang-orang alim dan di kalangan ulama dijumpai orang yang tahu tentang adat (Deliar Noer, 1979:19). Gambaran "pertentangan" antara kalangan adat dengan kalangan agama mereka konstruksi- kan dalam "pertentangan" antara hukum perdata adat dengan hukum perdata Islam dalam perkawinan dan kewarisan. Mereka gambarkan seakan-akan "pertentangan" itu tidak mungkin diselesaikan.

Menurut penglihatan penulis-penulis Barat/Belanda, perkawinan yang dilangsungkan menurut ketentuan hukum Islam hanyalah kontrak antara pribadi-pribadi yang melangsung- kan pernikahan itu saja, sedang perkawinan yang dilakukan menurut hukum adat adalah ikatan yang menghubungkan dua keluarga, yang tampak dari upacara waktu melangsungkan perkawinan itu. Karena penglihatan yang demikian, mereka lebih menghargai dan menghidup-hidupkan perkawinan menurut hukum adat saja daripada perkawinan yang dilang- sungkan menurut hukum Islam. Mereka tidak mau melihat ke dalam tradisi Islam di mana keluarga (terutama orang tua) ikut bertanggung jawab mengenai hubungan kedua mempelai tidak hanya waktu mencari jodoh, tetapi juga waktu melang- sungkan perkawinan. Bahkan keluarga akan turut berperan pula untuk menyelesaikan perselisihan kalau kemudian hari terjadi kekusutan dalam kehidupan rumah tangga orang yang menikah itu. Mereka tidak tahu, karena tidak mempe- lajarinya, bahwa pernikahan menurut hukum Islam adalah sarana pembinaan rasa cinta dan kasih sayang dalam dan antarkeluarga (Deliar Noer, 1979:20).

Menurut penulis-penulis Barat/Belanda, masalah kewarisan adalah contoh yang paling klasik yang menampakkan pertentangan antara hukum Islam dengan hukum adat di Minangkabau. Seperti yang

Page 210: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

224 Hukum Islam

telah dikemukakan di atas, secara teoretis, menurut mereka, konflik ini tidak mungkin diselesai- kan. Akan tetapi, kenyataan menunjukkan tidaklah demikian halnya. Kesepakatan antara ninik mamak dan alim ulama di Bukit Marapalam dalam Perang Paderi di abad ke-19 dahulu telah melahirkan rumusan yang mantap mengenai hubungan hukum adat dengan hukum Islam. Rumusan itu antara lain berbunyi (dilndonesiakan): adat bersendi syara', syara’ bersendi kitabullah (Alquran). Rumusan itu diperkuat oleh Rapat (orang) Empatjenis (ninik mamak, imam-khotib, cerdik-pandai, manti- dubalang) Alam Minangkabau yang diadakan di Bukittinggi tahun 1952 dan dipertegas lagi oleh Kesimpulan Seminar Hukum Adat Minangkabau yang diadakan di Padang bulan Juli 1968. Dalam rapat dan seminar itu ditegaskan bahwa pembagian warisan orang Minangkabau, untuk (1) harta pusaka tinggi yang diperoleh turun-temurun dari nenek moyang menurut garis keibuan dilakukan menurut adat, dan (2) harta pencaharian, yang disebut pusaka rendah, diwariskan menurut syara1 (hukum Islam). Dengan kata lain, sejak tahun 1952 kalau terjadi perselisihan mengenai harta pusaka tinggi maka penyelesaiannya berpedoman pada garis kesepakatan hukum adat, sedang terhadap harta pencaharian berlaku hukum fara'id (hukum kewarisan Islam). Oleh seminar Hukum Adat Minangkabau tahun 1968 itu juga diserukan kepada seluruh hakim di Sumatera Barat dan Riau agar memperhatikan kesepakatan tersebut (Muchtar Na'im, 1968:241).

Demikianlah, hubungan hukum adat dengan hukum Islam yang dianggap oleh penulis-penulis Barat/Belanda sebagai pertentangan yang tidak dapat terselesaikan, telah diselesai- kan oleh orang Minangkabau sendiri dengan kesepakatan di Bukit Marapalam, Rapat (orang) Empat Jenis Alam Minangkabau di Bukittinggi dan Seminar di Padang seperti yang telah dikemukakan di atas. Hal yang sama terjadi pula di Aceh dengan pembentukan provinsi (1959) mempunyai status istimewa, sesuai dengan keinginan orang Aceh sendiri, untuk mengembangkan agama, termasuk hukumnya, adat-istiadat dan pendidikan.

Page 211: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Hukum I slam di Indonesia 225

Sementara itu perlu dicatat bahwa setelah Indonesia merdeka, khusus di alam Minangkabau telah berkembang pula suatu ajaran yang mengatakan bahwa "hukum Islam adalah penyempurnaan hukum adat" (Nasrun, 1957:23-29). Karena itu, kalau terjadi perselisihan antara keduanya, yang dijadikan ukuran adalah yang sempurna yakni hukum Islam. Dalam masyarakat Aceh pun terjadi perkembangan yang sama yakni: soal-soal perkawinan, harta benda termasuk harta peninggalan dikehendaki agar diatur menurut ketentuan hukum Islam. Bahkan dalam masyarakat di daerah ini telah berkembang pula satu garis hukum yang mengatakan bahwa adat atau hukum adat hanya dapat berlaku dan dilaksanakan dalam masyarakat kalau tidak bertentangan dengan hukum Islam. Ini merupakan kebalikan dari teori resepsi yang mengatakan hukum Islam bukanlah hukum kalau belum diterima oleh hukum adat, yang akan diuraikan lebih lanjut. Karena itu, sekarang, demikian SajutiThalib (SajutiThalib, 1980:49) yang ada ialah receptio a

contrario. Artinya, hukum adat baru berlaku kalau tidak bertentangan dengan hukum Islam. Dalam hubungan ini perlu dicatat pula pendapat Mahadi yang mengatakan bahwa dalam melaksanakan Pasal 37 Undang-Undang Perkawinan, dapat didalilkan bahwa Pengadilan Agama adakalanya dapat mempergunakan hukum adat sebagai dasar untuk mengambil sesuatu keputusan. Namun, yang dipergunakan itu tentulah bukan hukum adat yang bertentangan dengan hukum Islam (contra legem), tetapi terbatas pada hukum adat yang serasi dengan asas-asas hukum Islam (Mahadi, 1978:32). Ini sesuai dengan ajaran mengenai sumber hukum Islam di atas yang mengatakan bahwa adat yang baik dapat dijadikan sebagai salah-satu sarana atau cara pembentukan hukum Islam. Artinya, adat yang baik dapat dipandang sebagai hukum Islam.

Selain dari apa yang telah diutarakan di atas dapat dikemukakan pula bahwa merenggangnya ikatan-ikatan tradisi- onal, perubahan nilai-nilai dan pola organisasi masyarakat di daerah-daerah pedesaan, terutama karena penggantian keluarga besar dengan keluarga kecil, telah menguatkan kedudukan hukum Islam dalam masyarakat di

Page 212: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

226 Hukum Islam

Indonesia. Hal ini ditunjang pula oleh kesadaran beragama yang makin tumbuh melalui pendidikan yang berkembang setelah kemerdekaan.

Masalah hubungan hukum adat dengan hukum Islam ini mungkin pula dapat dilihat dari sudut al-ahkam al-khamsah, yakni lima kategori kaidah hukum Islam yang telah diuraikan di atas, yang mengatur semua tingkah-laku manusia Muslim di segala lingkungan kehidupan dalam masyarakat. Kaidah- kaidah haram (larangan), fard (kewajiban), makruh (celaan) dan sunnat (anjuran) jauh lebih sempit ruang-lingkupnya kalau dibandingkan dengan kaidah ja'iz atau mubah. Ke dalam kategori kaidah terakhir inilah (ja’iz atau mubah) agaknya adat dan bagian-bagian hukum adat itu dapat dimasukkan baik yang telah ada sebelum Islam datang ke tanah air kita maupun yang tumbuh kemudian, asal saja tentunya tidak bertentangan dengan aqidah (keyakinan) Islam.. Melihat hubungan hukum adat dengan hukum Islam dari sudut pandangan ini, akan memudahkan kita mempertautkan adat dengan Islam, hukum adat dengan hukum Islam. Menurut T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, di dalam kitab-kitab fiqih Islam banyak sekali garis-garis hukum yang dibina atas dasar 'urf atau adat karena para ahli hukum telah menjadikan 'urf atau adat sebagai salah-satu alat atau metode pembentukan hukum Islam (Hasbi Ash-Shiddieqy, 1975: 479). Pernyataan Hasbi ini adalah sejalan dengan salah- satu patokan pembentukan garis hukum dalam Islam, seperti telah disebut di muka, yang berbunyi: al 'adatu muhakkamat. Artinya, adat dapat dijadikan hukum Islam. Yang dimaksud dengan adat dalam hubungan ini adalah kebiasaan dalam pergaulan hidup sehari-hari yang tercakup dalam istilah muamalah (kemasyarakatan), bukan mengenai 'ibadah.' Sebab,

Page 213: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

230 Hukum Islam

mengenai ibadah orang tidak boleh menambah atau mengurangi apa yang telah ditetapkan oleh Allah seperti yang tertulis di dalam Alquran dan yang telah diatur oleh Sunnah Rasul-Nya seperti yang termuat dalam kitab-kitab Hadis yang sahih.

Agar adat dapat dijadikan hukum Islam, beberapa syarat harus dipenuhi. Menurut Sobhi Mahmassani, syarat-syarat tersebut adalah:

1. Adat itu dapat diterima oleh perasaan dan akal sehat serta diakui

oleh pendapat umum;

2. Sudah berulangkali terjadi dan telah pula berlaku umum dalam masyarakat yang bersangkutan;

3. Telah ada pada waktu transaksi dilangsungkan; 4. Tidak ada persetujuan atau pilihan lain antara kedua belah pihak;

5. Tidak bertentangan dengan nas (kata, sebutan yang jelas dalam) Alquran dan Sunnah Nabi Muhammad. Atau dengan kata lain, tidak bertentangan dengan syariat Islam.

Sambil lalu perlu dicatat bahwa syarat 1 dan 2 yang disebut oleh Sobhi Mahmassani (Sobhi Mahmassani, 1977: 195-196) tersebut sesungguhnya tidak perlu dinyatakan lagi karena telah termasuk ke dalam defmisi adat itu sendiri, yakni sesuatu yang telah berulangkali terjadi, diterima baik oleh perasaan dan akal sehat serta telah berlaku

umum di dalam suatu masyarakat di suatu tempat pada suatu ketika.

KEDUDUKAN HUKUM ISLAM .DALAM TATA HUKUM INDONESIA

Sebelum uraian ini dilanjutkan ada beberapa kata yang perlu dijelaskan lebih dahulu, yaitu kedudukan dan tata hukum. Yang dimaksud dengan kedudukan adalah tempat dan keadaan, tata hukum adalah susunan atau sistem hukum yang berlaku di suatu daerah atau negara tertentu. Dengan demikian yang akan dilukiskan dalam bagian ini adalah tempat dan keadaan hukum Islam dalam susunan atau sistem hukum yang berlaku di Indonesia.

Sistem hukum Indonesia, sebagai akibat dari perkembangan

Page 214: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

228 Hukum Islam

sejarahnya bersifat majemuk. Disebut demikian karena sampai sekarang di dalam Negara Republik Indonesia berlaku beberapa sistem hukum yang mempunyai corak dan susunan sendiri. Yang dimaksud adalah sistem hukum adat, sistem hukum Islam dan sistem hukum Barat. Ketiga sistem hukum itu mulai berlaku di Indonesia pada waktu yang berlainan. Hukum adat telah lama ada dan berlaku di Indonesia, walaupun sebagai sistem hukum baru dikenal pada permulaan abad ke-20. Hukum Islam telah ada di kepulauan Indonesia sejak orang Islam datang dan bermukim di Nusantara ini. Menurut pendapat yang disimpulkan oleh Seminar Masuknya Islam ke Indonesia yang diselenggarakan di Medan 1963, Islam telah masuk ke Indonesia pada abad pertama Hijriah atau pada abad ketujuh/kedelapan Masehi. Pendapat lain mengatakan bahwa Islam baru sampai ke Nusantara ini pada abad ke-13 Masehi (P.A. HoeseinDjajadiningrat, 1961:119). Daerah yang pertama didatanginya adalah pesisir Utara pulau Sumatera dengan pembentukan masyarakat Islam pertama di Peureulak Aceh Timur dan kerajaan Islam pertama di Samudera Pasei, Aceh Utara. Hukum Barat mulai diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah VOC setelah menerima kekuasaan untuk berdagang dan "menguasai" kepulauan Indonesia dari pemerintah Belanda pada tahun 1602. Mula-mula hukum Barat hanya diberlakukan terhadap orang-orang Belanda dan Eropa saja, tetapi kemudian, seperti telah dikemukakan pada bagian yang lain, dengan berbagai peraturan dan upaya, dinyatakan berlaku bagi orang Asia dan dianggap berlaku juga bagi orang Indonesia yang menundukkan dirinya pada hukum Barat dengan sukarela atau karena melakukan suatu perbuatan hukum tertentu di lapangan keuangan, perdagangan dan ekonomi pada umumnya. Ketiga sistem hukum itu diakui oleh peraturan perundang-undangan, tumbuh dalam masyarakat, dikembangkan oleh ilmu pengetahuan dan praktik peradilan.

Mengenai kedudukan hukum Islam dalam sistem hukum Indonesia yang bersifat majemuk itu dapat ditelusuri dalam uraian berikut:

Ketika singgah di Samudera Pasai pada tahun 1345 Masehi, Ibnu

Page 215: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Hukum I slam di Indonesia 229

Batutah, seorang pengembara, mengagumi perkembangan Islam di negeri tersebut. Ia mengagumi kemampuan Sultan Al-Malik Al-Zahir berdiskusi tentang berbagai masalah Islam dan ilmu fiqih. Menurut pengembara Arab Islam Maroko itu, selain sebagai seorang raja, Al-Malik Al-Zahir yang menjadi Sultan Pasai ketika itu adalah juga seorang fukaha (ahli hukum) yang mahir tentang hukum Islam. Yang dianut di kerajaan Pasai pada waktu itu adalah hukum Islam mazhab Syafi'i (Syaifuddin Zuhri, 1979:204-205). Menurut Hamka, dari Pasailah disebarkan paham Syafi'i ke kerajaan-kerajaan Islam lainnya di Indonesia. Bahkan setelah kerajaan Islam Malaka berdiri (1400-1500 M) para ahli hukum Islam Malaka datang ke Samudera Pasai untuk meminta kata putus mengenai berbagai masalah hukum yang mereka jumpai dalam masyarakat (Hamka, 1976:53).

Page 216: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Hukum I slam di Indonesia 230

Dalam proses Islamisasi kepulauan Indonesia yang dilakukan oleh para saudagar melalui perdagangan dan perkawinan, peranan hukum Islam adalah besar (Al-Naguib Al-Attas, 1981: 247). Ini dapat dilihat dari kenyataan bahwa kalau seorang saudagar Muslim hendak menikah dengan seorang wanita pribumi, misalnya, wanita itu diislamkan lebih dahulu dan pernikahannya kemudian dilangsungkan menurut ketentuan hukum Islam. Keluarga yang tumbuh dari perkawinan ini mengatur hubungan antar anggota-anggota- nya dengan kaidah-kaidah hukum Islam atau kaidah-kaidah lama yang disesuaikan dengan nilai-nilai Islam. Kalau salah seorang anggota keluarga itu meninggal dunia, harta pening- galannya dibagi menurut hukum kewarisan Islam.

Pembentukan keluarga yang kemudian berkembang menjadi masyarakat Muslim yang baru itu memerlukan peng- ajaran agama baik untuk anak-anak maupun bagi orang-orang yang telah dewasa. Secara tradisional biasanya, ilmu agama yang diberikan adalah (1) ilmu kalam, (2) ilmu fiqih, dan (3) ilmu tasawuf. Namun, karena sejarah masuknya dan keadaan di Indonesia, ilmu agama yang diajarkan pada waktu itu dimulai dari (1) ilmu tasawuf, (2) ilmu fiqih dan (3) ilmu kalam. Dengan sistem pendidikan dan perkawinan yang demikian, secara damai menyebarlah ajaran Islam ke seluruh kepulauan Indonesia (Hamka,1974:320).

Setelah agama Islam berakar dalam masyarakat, peranan saudagar dalam penyebaran Islam digantikan oleh para ulama yang bertindak sebagai guru dan pengawal Hukum Islam (S. Soebardi, 1978: 66). Untuk menyebut sekadar contoh, sebagaimana telah disinggung juga dalam uraian di muka, dapat dikemukakan nama Nuruddin Ar-Raniri (yang hidup di abad ke-17) menulis buku hukum Islam dengan judul Siratal Mustaqim (Jalan Lurus)*pada tahun 1628. Menurut Hamka, kitab hukum Islam yang ditulis oleh Ar-Raniri ini merupakan kitab hukum Islam pertama yang disebarkan ke seluruh Indonesia. Oleh Syaikh Muhammad Arsyad Al-Banjari, yang menjadi Mufti di Banjarmasin, kitab hukum Siratal Mustaqim itu diperluas dan diperpanjang uraiannya dan dijadikan pegangan dalam menyelesaikan sengketa antara umat

Page 217: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Islam di daerah kesultanan Banjar. Namanya Sabilal Muhtadin, yang kini menjadi nama sebuah masjid besar (Sabilal Muhtadin) di Banjarmasin. Sabilal Muhtadin yang ditulis dengan tulisan Arab ini sekarang sudah dapat dibaca dalam bahasa Indonesia, diterbitkan oleh Bina Ilmu Surabaya (1985). Di daerah kesultanan Palembang dan Banten, terbit pula beberapa kitab hukum Islam yang dijadikan pegangan oleh umat Islam dalam menyelesaikan berbagai masalah dalam hidup dan kehidupan mereka ditulis oleh Syaikh Abdu Samad dan Syaikh Nawawi Al-Bantani (Hamka, 1974: 323).

Hukum Islam diikuti dan dilaksanakan juga oleh para pemeluk agama Islam dalam kerajaan-kerajaan Demak, Jepara, Tuban, Gresik, Ngampel dan kemudian Mataram. Ini dapat dibuktikan dari karya para pujangga yang hidup di masa itu. Di antara karya tersebut dapat disebut misalnya Sajinatul Hukum (Moh. Koesnoe, 1982: 2).

Dari beberapa contoh dan uraian singkat tersebut di atas dapatlah ditarik suatu kesimpulan bahwa sebelum Belanda mengukuhkan kekuasaannya di Indonesia, hukum Islam sebagai hukum yang berdiri sendiri telah ada dalam masyarakat, tumbuh dan berkembang di samping kebiasaan atau adat penduduk yang mendiami kepulauan Nusantara ini.

Hukum Islam di Indonesia 235 Menurut Soebardi, terdapat bukti-bukti yang menunjukkan bahwa Islam berakar dalam kesadaran penduduk kepulauan Nusantara dan mempunyai pengaruh yang bersifat normatif dalamkebudayaan Indonesia (S. Soebardi, 1978:66). Pengaruh itu merupakan penetration

pasifique, tolerante et constructive (penetrasi secara damai, toleran dan

membangun) (de Josselin de Jong dalam Kusumadi, 1960:50).

Padaakhir abadkeenambelas (1596) organisasiperusahaan dagang Belanda (VOC) merapatkan kapalnya di pelabuhan Ban ten, Jawa Barat. Maksudnya semula adalah untuk ber- dagang, namun kemudian haluannya berubah untuk mengua- sai kepulauan Indonesia. Untuk mencapai maksud tersebut, pemerintah Belanda memberi kekuasaan kepada perusahaan dagang Belanda yang bernama VOC (Vereenigde Oost

Page 218: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

232 Hukum Islam

Indische Compagnie = Gabungan Perusahaan Dagang Belanda Hindia Timur) itu untuk mendirikan benteng-benteng dan mengadakan perjanjian dengan raja-raja Indonesia. Karena hak yang diperolehnya itu, VOC mempunyai dua fungsi, pertama sebagai pedagang dan kedua sebagai badan pemerintahan (Supomo Djokosutono, 1955: 1).

Untuk memantapkan pelaksanaan kedua fungsinya itu VOC mempergunakan hukum Belanda yang dibawanya. Untuk itu di daerah-daerah yang dikuasainya kemudian, VOC mem- bentuk badan-badan peradilan untuk bangsa Indonesia. Namun, karena di dalam praktik susunan badan peradilan yang disandarkan pada hukum Belanda itu tidak dapat berjalan, VOC membiarkan lembaga-lembaga asli yang ada dalam masyarakat berjalan terus seperti keadaan sebelumnya (Supomo Djokosutono, 1955:8). Demikianlah misalnya, karena di kota Jakarta dan sekitarnya hukum Belanda yang dinyatakan berlaku untuk semua bangsa itu tidak dapat dilaksanakan, pemerintah V OC terpaksa harus memperhatikan hukum yang hidup dan diikuti oleh rakyat dalam kehidupan mereka sehari-hari (Supomo-Djokosutono, 1955: 22). Dalam Statuta Jakarta (Batavia) tahun 1642 disebutkan bahwa mengenai soal kewarisan bagi orang Indonesia yang beragama Islam harus dipergunakan hukum Islam, yakni hukum yang dipakai oleh rakyat sehari-hari.

Berdasarkan pola pemikiran tersebut, pemerintah VOC meminta kepada D.W. Freijer untuk menyusun suatu compendium (intisari atau ringkasan) yang memuat hukum perkawinan dan hukum kewarisan Islam. Setelah diperbaiki dan disempur- nakan oleh para penghulu dan ulama Islam, ringkasan kitab hukum tersebut diterima oleh pemerintah VOC (1760) dan dipergunakan oleh pengadilan dalam menyelesaikan seng- keta yang terjadi di kalangan umat Islam di daerah-daerah yang dikuasai VOC. Ringkasan kitab hukum yang disusun oleh Freijer itu dalam kepustakaan terkenal dengan nama Compendium Freijer (Supomo-Djokosutono, 1955:26).

Di samping Compendium Freijer banyak lagi kitab hukum yang dibuat di zaman VOC, di antaranya ialah (1) kitab hukum Mogharraer

Page 219: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

untuk Pengadilan Negeri Semarang. Kitab hukum ini adalah kitab perihal hukum-hukum Jawa yang dialirkan dengan teliti dari kitab hukum Islam Muharrar karangan Ar- Rafi'i, di dalamnya dikumpulkan hukum Tuhan, hukum alam dan hukum anak negeri untuk dipergunakan oleh Landraad (Pengadilan Negeri) Semarang memutuskan perkara perdata dan pidana yang terjadi di kalangan rakyat penduduk daerah itu. Mogharraer memuat sebagian besar hukum pidana Islam (Supomo-Djokosutono, 1955:30). Selain itu ada juga kitab

Page 220: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Hukum Islam di Indonesia 237 hukum lain yang dibuat di zaman VOC yakni (2) Pepakem Cirebon yang berisi kumpulan "hukum Jawa yang tua-tua" yang diterbitkan kembali oleh Dr. Hazeu pada tahun 1905 (Soekanto, 1981: 24), dan (3) peraturan yang dibuat untuk daerah Bone dan Goa di Sulawesi Selatan atas

prakarsa B.J.D. Clootwijk (Soekanto, 1981: 24).

Posisi Hukum Islam di zaman VOC ini berlangsung demikian, selama lebih kurang dua abad lamanya (1602-1800).

Waktu pemerintahan VOC berakhir dan pemerintahan kolonial Belanda menguasai sungguh-sungguh kepulauan Indonesia, sikapnya terhadap hukum Islam mulai berubah, namun, perubahan itu dilaksanakan secara perlahan, berangsur- angsur dan sistematis. Di zaman Daendels (1808-1811) perubahan itu masih belum dimulai. Di masa itu umumlah pendapat yang mengatakan bahwa hukum Islam adalah hukum asli orang pribumi. Karena pendapat yang demikian, Daendels mengeluarkan peraturan yang menyatakan bahwa perihal (hukum) agama orang Jawa tidak boleh diganggu, juga hak-hak penghulu mereka untuk memutus beberapa macam perkara tentang perkawinan dan kewarisan harus diakui oleh alat kekuasaan pemerintah Belanda. Di samping itu, ia juga menegaskan kedudukan para penghulu sebagai tenaga ahli hukum Islam yaitu hukum asli orang Jawa dalam susunan badan peradilan yang dibentuknya, sebagai penasihat dalam suatu masalah atau perkara (Supomo-Djokosutono, 1955: 59).

Waktu Inggris menguasai Indonesia (1811-1816) keadaan tidak berubah. Thomas S. Raffles yang menjadi Gubernur Jenderal Inggris untuk kepulauan Indonesia pada waktu itu menyatakan bahwa hukum yang berlaku di kalangan rakyat adalah hukum Islam. Ia mengatakan the Koran . . . forms the general law ofjawa (Supomo-Djokosutono, 1955: 59).

Setelah Indonesia dikembalikan oleh Inggris kepada Belanda berdasarkan konvensi yang ditandatangani di London pada tanggal 13 Agustus 1814, pemerintah kolonial Belanda membuat suatu undang-undang tentang kebijaksanaan pemerintah, susunan pengadilan,

Page 221: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Hukum I slam di Indonesia 235

pertanian dan perdagangan dalam daerah jajahan(nya) di Asia. Undang-undang ini mengakibatkan perubahan di hampir semua bidang hidup dan kehidupan orang Indonesia, termasuk bidang hukum, yang akan merugikan perkembangan hukum Islam selanjutnya.

Menurut H.J. Benda, pada abad ke-19, banyak orang Belanda, baik di negerinya sendiri maupun di Hindia Belanda, sangat berharap segera dapat menghilangkan pengaruh Islam dari sebagian besar orang Indonesia dengan berbagai cara di antaranya melalui proses Kristenisasi. Harapan itu didasarkan pada anggapan tentang superioritas agama Kristen terhadap agama Islam dan sebagian lagi berdasarkan kepercayaan bahwa sifat sinkretik agama Islam di pedesaan Jawa akan memudahkan orang Islam Indonesia dikristenkan jika dibandingkan dengan mereka yang berada di negara-negara Muslim lainnya (H.J. Benda, 1958:19). Banyak orang Belanda yang

©

berpendapat bahwa pertukaran agama penduduk menjadi Kristen akan menguntungkan negeri Belanda karena penduduk pribumi yang mengetahui eratnya hubungan agama mereka dengan agama pemerintahnya, setelah mereka masuk Kristen, akan menjadi warga negara yang loyal lahir batin kepada pemerintahnya (Deliar Noer, 1980: 27).

Selain itu, untuk mengekalkan kekuasaannya di Indonesia, pada bagian kedua pertengahan abad yang lalu, pemerintah kolonial Belanda mulai melaksanakan apa yang disebut dengan 'politik hukum yang

sadar' terhadap Indonesia. Yang dimaksud dengan politik hukum yang sadar adalah politik hukum yang dengan sadar hendak menata dan mengubah kehidupan hukum di Indonesia dengan hukum Belanda. Politik ini didorong oleh keinginan untuk melaksanakan di Indonesia kodifikasi hukum yang terjadi di negeri Belanda pada tahun 1838 berdasarkan anggapan bahwa hukum Eropa jauh lebih baik dari hukum yang telah ada di Indonesia.

Untuk melaksanakan maksud tersebut pemerintah Belanda mengangkat suatu komisi yang diketuai oleh Mr. Scholten van Oud

Page 222: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

236 Hukum Islam

Haarlem yang bertugas antara lain untuk melakukan penyesuaian undang-undang Belanda itu dengan keadaan istimewa di Hindia Belanda.

Mengenai kedudukan hukum Islam dalam usaha pembaruan tata hukum di Hindia Belanda, Mr. Scholten van Oud Haarlem yang menjadi ketua komisi tersebut menulis sebuah nota kepada pemerintah Belanda, yang berbunyi antara lain bahwa, "Untuk mencegah timbulnya keadaan yang tidak menyenangkan,—mungkin juga perlawanan—jika diadakan pelanggaran terhadap orang bumi putera dan agama Islam, maka harus diikhtiarkan sedapat-dapatnya agar mereka itu dapat tinggal tetap dalam lingkungan (hukum) agama serta adat-istiadat mereka" (Jamaluddin Dt. Singo- mangkuto, 1978:53).

Mungkin pendapat Scholten inilah yang menyebabkan Pasal 75 R.R. atau Regeering Reglement (Peraturan yang menjadi dasar bagi pemerintah Belanda menjalankan kekuasaannya di Indonesia, S. 1855:2) menginstruksikan kepada pengadilan untuk mempergunakan "undang-undang agama, lembaga- lembaga dan kebiasaan" mereka, kalau golongan bumi putera yang bersengketa, sejauh "undang-undang agama, lembaga- lembaga dan kebiasaan-kebiasaan itu tidak bertentangan dengan asas-asas kepatutan dan keadilan yang diakui umum." Asas-asas kepatutan dan keadilan yang diakui umum itu adalah asas-asas kepatutan dan keadilan hakim-hakim Belanda yang menguasai pengadilan pada masa itu. Di samping Pasal 75 R.R dan pendapat yang umum mengatakan bahwa hukum Islam berlaku bagi mereka yang beragama Islam di Nusantara ini, mungkin, pendapat Scholten van Oud Haarlem di atas pulalah yang mendorong pemerintah Hindia Belanda men- dirikan Pengadilan Agama dijawa dan Madura (1882) karena di dalam Pasal 78 ayat 2 R.R ditegaskan bahwa dalam hal terjadi perkara perdata antara sesama orang bumi putera atau dengan mereka yang disamakan dengan mereka, maka mereka itu tunduk pada putusan hakim agama atau kepala masyarakat mereka yang menyelesaikan perkara itu menurut undang-undang agama atau ketentuan-ketentuan lama mereka (Sajuti Thalib, 1980:

Page 223: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Hukum I slam di Indonesia 237

25).

Pengadilan Agama, akan diuraikan lebih lanjut di bagian lain, yang lahir dengan nama yang salah, yakni Priesterraad (Majelis atau Pengadilan Pendeta) pada tahun 1882 didirikan di setiap tempat di mana terdapat Pengadilan Negeri atau Landraad. Wewenangnya tidak ditentukan secara jelas dalam Staatsblad 1882 nomor 152 yang menjadi dasar eksistensinya. Oleh karena itu, pengadilan agama sendiri yang menentukan perkara-perkara yang dipandangnya termasuk ke dalam

Page 224: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Hukum Islam di Indonesia 241

lingkungan kekuasaannya yakni perkara-perkara yang berhubungan dengan pernikahan, segala jenis perceraian, mahar, nafkah, sah tidaknya anak, pewalian, kewarisan, hibah, sadakah, baitulmal dan wakaf (Notosusanto, 1963:10). Dengan demikian, secara singkat dapat dikatakan bahwa yang menjadi inti wewenang Pengadilan Agama pada waktu itu adalah hal-hal yang berhubungan dengan hukum perkawinan dan hukum kewarisan Islam. Penentuan lingkungan wewenang yang dilakukan sendiri oleh Pengadilan Agama ini adalah kelanjutan praktik peradilan dalam masyarakat bumiputera yang beragama Islam yang telah berlangsung sejak zaman pemerintahan VOC dan kerajaan-kerajaan Islam sebelumnya. Pembentukan Pengadilan agama dengan Staatsblad 1882 nomor 152 itu sesungguhnya adalah pengakuan resmi dan pengu- kuhan sesuatu yang telah ada, tumbuh dan berkembang dalam masyarakat (Habibah Daud, 1982: 2).

Sepanjang abad ke-19, sebelum Christian Snouck Hurgronje mengemukakan pendapatnya pada akhir abad itu (1893), di kalangan ahli hukum dan ahli kebudayaan Hindia Belanda dianut suatu pendapat yang mengatakan bahwa di Indonesia berlaku hukum Islam. Pendapat ini dikemukakan antara lain oleh Salomon Keyzer (1823-1868), seorang ahli bahasa dan ahli kebudayaan Hindia Belanda. Ia banyak menulis tentang (hukum) Islam di Jawa dan bahkan mener- jemahkan Alquran ke dalam bahasa Belanda (Moh. Daud Ali, 1982: 4).

Pendapat Salomon Keyzer tentang hukum Islam yang berlaku di kalangan orang-orang Jawa (Indonesia) itu dikuatkan oleh Lodewijk Willem Christian van den Berg (1845-1927). Menurut ahli hukum Belanda ini hukum mengikuti agama yang dianut seseorang. Jika orang itu memeluk agama Islam, hukum Islamlah yang berlaku baginya (Moh. Daud Ali, 1982: 4).

Karena pendapatnya itu, maka untuk memudahkan para pejabat pemerintah Hindia Belanda mengenai hukum Islam yang berlaku di kalangan rakyat pemeluk agama Islam di Jawa terutama, pada tahun 1884 ia menulis asas-asas hukum Islam menurut ajaran Hanafi dan

Page 225: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Hukum I slam di Indonesia 239

Syafi'i. Delapan tahun kemudian (1892) terbit pula tulisannya tentang hukum keluarga dan hukum kewarisan Islam di Jawa dan Madura dengan beberapa penyimpangan. Diusahakannya juga agar hukum Islam dijalankan oleh hakim-hakim Belanda dengan bantuan penghulu atau kadi Islam (Sajuti Thalib, 1980:6).

Karena pendapat dan karyanya itu, LWC van den Berg disebut sebagai orang yang menemukan dan memperlihatkan berlakunya hukum Islam di Indonesia. Menurut van den Betg, orang Islam Indonesia telah melakukan resepsi hukum Islam dalam keseluruhannya dan sebagai satu kesatuan: receptio in complexu. Ini berarti bahwa menurut van den Berg yang diterima oleh orang Islam Indonesia tidak hanya bagian-bagian hukum Islam tetapi keseluruhannya sebagai satu kesatuan. Karena itu pula pendapat van den Berg ini disebut teori receptio in complexu.*

'Istilah receptio atau receptie dalam kepustakaan hukum mengandung arti bahwa norma hukum tertentu atau seluruh aturan hukum tertentu diambil-alih dari perangkat hukum lain. Dalam hubungan ini menurut sejarah hukum Eropa, resepsi telah dilakukan oleh hukum Romawi sebelumnya dan hukum Romawi telah diresepsi pula oleh hukum banyak negara di Eropa, ada yang banyak ada pula yang sedikit (sebagian).

Christian Snouck Hurgronje (1857-1936) Penasihat Pemerintah Hindia Belanda urusan Islam dan bumi putera, menentang teori receptio

in complexu yang dikemukakan oleh LWC van den Berg tersebut di atas. Berdasarkan penyelidi- kannya terhadap orang-orang Aceh dan Gayo di Banda Aceh sebagaimana termuat dalam bukunya De Atjehers (yang telah diterjemahkan oleh Sullivan ke dalam bahasa Inggris dengan judul The Achehnese yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul: Aceh di Mata Kolonialis (1985) oleh Ng. Singarimbun, dan kawan-kawan) dan Het Gajoland, yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan Tanah Gayo dan

Penduduknya (1966) ia berpendapat bahwa yang berlaku bagi orang Islam di kedua daerah itu bukanlah hukum Islam, tetapi hukum adat. Ke dalam hukum adat memang telah masuk pengaruh hukum Islam,

Page 226: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

240 Hukum Islam

tetapi pengaruh itu baru mempunyai kekuatan hukum kalau telah benar-benar diterima oleh hukum adat.

Pendapat ini kemudian terkenal dengan receptie theorie (teori resepsi) yang mempunyai banyak pengikut di kalangan para sarjana hukum, lebih-lebih setelah teori itu dikembangkan secara sistematis dan ilmiah oleh Cornelis van Vollenhoven dan Betrand ter Haar serta dilaksanakan dalam praktik oleh murid-murid dan pengikut-pengikutnya (Moh. Daud Ali, 1982:4).

Teori resepsi yang mula-mula dicetuskan oleh Christian Snouck Hurgronje ini mendapat tantangan dari tokoh dan pemikir hukum Islam di Indonesia. Menurut mereka, teori yang dikemukakan oleh Snouck Hurgronje itu mempunyai maksud-maksud politik untuk menghapuskan hukum Islam dari Indonesia dan mematahkan perlawanan bangsa Indonesia terhadap kekuasaan pemerintah kolonial yang dijiwai oleh hukum Islam. Dengan teori tersebut, kata mereka, Belanda hendak mematikan pertumbuhan hukum Islam dalam masya-rakat yang dilaksanakan sejalan dengan pengejaran, pembu- angan, dan pembunuhan pemuka dan ulama-ulama besar Islam seperti di Aceh, Sumatera Timur dan Barat misalnya (Sajuti Thalib, 1980:19).

Oleh karena itu, tidaklah mengherankan kalau setelah Indonesia merdeka banyak kritik yang dialamatkan pada teori resepsi itu dan pada tokohnya, terutama Betrand ter Haar. Profesor Hazairin almarhum (1905-1975) seorang ahli Hukum Adat dan Hukum Islam terkemuka dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia, salah seorang murid ter Haar tetapi tidak sepaham dengan ajaran yang dikembangkan oleh guru- nya itu menyatakan bahwa 'teori resepsi' yang diciptakan oleh kekuasaan kolonial Belanda untuk merintangi kemajuan Islam di Indonesia itu adalah 'teori iblis' karena mengajak orang Islam untuk tidak mematuhi dan melaksanakan perintah Allah dan Sunnah Rasul-Nya. Menurut teori resepsi, demikian Hazairin, hukum Islam ansich (itu sendiri) bukanlah hukum kalau hukum Islam itu belum diterima ke dalam dan menjadi hukum adat. Dan kalau telah diterima oleh hukum adat (se- tempat), hukum Islam yang demikian,

Page 227: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Hukum I slam di Indonesia 241

tidak lagi dikatakan hukum Islam, tetapi hukum adat. Hukum adatlah yang menentukan apakah hukum Islam itu hukum atau bukan (Hazairin, 1964: 4).

Profesor Hazairin lalu menunjuk teori resepsi mengenai kewarisan di Jawa yang sangat mengganggu dan menentang iman orang Islam. Menurut penganut teori resepsi, orang Islam di Jawa dan Madura hanya ditundukkan pada hukum fara'id kalau mereka berbagi warisan di depan Raad atau Pengadilan Agama. Kalau mereka berbagi warisan di bawah tangan di desanya, mereka membagi harta peninggalan itu menurut hukum adat. Kenyataan ini dijadikan bukti oleh penganut teori resepsi untuk mengatakan bahwa hukum kewarisan Islam belum diterima oleh hukum adat Jawa.

Karena pandangan dan saran penganut teori resepsi inilah pada tahun 1922 pemerintah Belanda membentuk sebuah komisi untuk meninjau kembali wewenang Priesterraad atau Raad Agama di Jawa dan Madura yang tahun 1882 secara resmi berwenang mengadili perkara kewarisan orang-orang Islam menurut ketentuan hukum Islam. Komisi yang dipimpin oleh P.A. Hoesein Djajadiningrat tetapi di bawah pengaruh ter Haar Bzn ini memberi rekomendasi kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda untuk meninjau kembali wewenang Pengadilan Agama. Dengan alasan bahwa hukum kewarisan Islam belum diterima sepenuhnya oleh hukum adat, maka melalui Pasal 2a ayat (1) S. 1937: 116 dicabutlah wewenang Raad atau Pengadilan Agama di Jawa dan Madura untuk mengadili perkara warisan. Dan, demikianlah, kata Hazairin, dengan Staatsblad tahun 1937 No. 116 itu, usaha giat raja-raja Islam di Jawa menyebarkan hukum Islam di kalangan rakyat- nya distop oleh pemerintah kolonial sejak 1 April 1937 (Hazairin, 1964: 6).

Pengadilan adalah tempat penegakan hukum yang berlaku di suatu tempat pada suatu masa. Pengadilan Agama adalah tempat penegakan hukum Islam dalam Negara Republik Indonesia. Sebagai perwujudan lembaga peradilan, Pengadilan Agama telah sejak lama ada di Nusantara ini. Bentuknya mengalami perubahan dan

Page 228: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

242 Hukum Islam

perkembangan. Dalam masa-masa permulaan Islam datang di Indonesia, ketika pemeluk agama Islam hidup di dalam masyarakat yang belum sepenuhnya mengenai ajaran Islam, jika terjadi sengketa antara pemeluk agama Islam, mereka menyerahkan penyelesaian sengketa itu kepada orang yang mempunyai ilmu pengetahuan keislaman yang dianggap mampu menyelesaikan sengketa. Ini dapat juga terjadi mengenai soal-soal yang bukan persengketaan, seperti misalnya pelaksanaan akad nikah seorang wanita yang tidak mempunyai wali dalam perkawinan. Dalam Islam, penyelesaian masalah seperti ini, disebut tahkim (Z.A. Nuh, 1982: 9).

Setelah kelompok-kelompok masyarakat Islam mengatur dirinya dalam susunan pemerintahan di dalam kerajaan- kerajaan Islam di Nusantara, para raja atau sultan mengangkat orang-orang yang mempunyai pengetahuan tertentu untuk menyelesaikan suatu sengketa. Bentuk peradilannya ber- macam-macam yang dapat dilihat misalnya dalam susunan pengadilan di daerah-daerah peradilan adat dahulu di Aceh, Sumatera Timur, Sumatera Selatan, dan lain-lain. Demikian juga halnya dengan di Kalimantan Barat, Selatan dan Timur, Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara.

Dalam kerajaan Mataram di Jawa, jabatan keagamaan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari jabatan pemerintahan pada umumnya. Ditingkat kecamatan, kabupaten dan di pusat kerajaan ada pejabat keagamaan yang disebut 'penghulu.' Para penghulu berfungsi juga sebagai hakim atau kadi yang bertugas menyelesaikan sesuatu sengketa. Oleh karena mereka menyelenggarakan sidang-sidangnya di serambi masjid, pengadilan itu disebut "pengadilan surambi". Fungsi penghulu ini tetap ada kendatipun kemudian secara berangsur-angsur wilayah Mataram jatuh ke tangan pemerintahan kolonial Belanda (Z.A. Nuh, 1982:9).

Mulai tahun 1830, setelah pemerintah Belanda menguasai kepulauan Indonesia, Pengadilan Agama yang diselenggara- kan oleh para penghulu dan telah ada di Jawa sejak abad ke enambelas itu ditempatkan di bawah pengawasan pengadilan kolonial, yakni Landraad

Page 229: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Hukum I slam di Indonesia 243

atau Pengadilan Negeri melalui ketentuan bahwa keputusan Pengadilan Agama tidak dapat dilaksanakan sebelum Ketua Landraad menyatakan perse- tujuannya atas pelaksanaan keputusan itu dengan executoire verklaring (pernyataan dapat dijalankan).

Pada tahun 1882 pemerintah kolonial Belanda menata Pengadilan Agama di atas. Pengadilan yang diselenggarakan oleh para penghulu disebut priesterraad karena Belanda menganggap penghulu sama dengan pendeta dalam agama Kristen. Didirikan di setiap kabupaten di mana terdapat Pengadilan Negeri atau Landraad.

Dalam percakapan sehari-hari priesterraad disebut Raad Agama, suatu istilah yang sampai sekarang masih terdengar di sana-sini. Susunan hakimnya kolegial, terdiri dari seorang penghulu sebagai ketua dengan tiga sampai delapan penghulu lainnya sebagai anggota. Wewenangnya tidak disebutkan dalam Staatsblad tahun 1882 nomor 153 tersebut, mungkin karena dianggap sudah jelas yakni menyelesaikan soal-soal yang berkenaan dengan masalah keluarga (perkawinan dan kewarisan) serta wakaf. Keputusannya tetap tidak boleh dilaksanakan sendiri, tetapi harus dengan fiat executie (setuju untuk dilaksanakan) Ketua Pengadilan Negeri.

Adanya Pengadilan Agama di samping Pengadilan Negeri itu dikecam oleh Snouck Hurgronje (pencipta teori resepsi). Menurut Snouck Hurgronje kebijaksanaan pemerintah Belanda untuk mengakui dan mengadakan Pengadilan Agama di samping Pengadilan Negeri merupakan "kekeliruan yang patut disesalkan," karena dengan demikian, menurut Snouck Hurgronje, perkembangan hukum Islam akan terarah dan diakui, sedang ia sendiri menghendaki hukum Islam harus dibiarkan begitu saja tanpa suatu pengakuan resmi secara tertulis dari pejabat peradilan negara yang dibebani tugas mengawasinya melalui executoire verklaring (Z.A. Nuh, 1982: 1).

Kritikyang dilancarkan oleh Christian Snouck Hurgronje mengenai Pengadilan Agama mempengaruhi para pejabat kolonial. Sementara itu para ahli hukum adat seperti van Vollenhoven, ter Haar yang menguasai arena politik hukum Belanda pada bagian pertama

Page 230: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

244 Hukum Islam

abad ke-20 telah pula berhasil meletakkan landasan pengembangan hukum adat dan menarik simpati orang Belanda yang tidak senang kepada hukum Islam.

Oleh karena itu, atas pengaruh kelompok ini, pada tahun 1922 —seperti telah dikemukakan di atas—pemerintah Belanda membentuk sebuah komisi yang bertugas meninjau kembali kedudukan dan wewenang Raad Agama. Tugas dan susunan komisi ini tidak disenangi umat Islam, sebab selain anggota yang mewakili kepentingan umat Islam yang duduk dalam komisi itu tidak seimbang dengan wakil-wakil Belanda dan orang-orang Indonesia yang diangkat oleh Belanda untuk mewakili kepentingannya, juga dalam komisi tersebut duduk Betrand ter Haar penyebar dan pembela aktif teori resepsi.

Demikianlah, komisi yang pada hakikatnya dikuasai sepe- nuhnya oleh Betrand ter Haar itu berhasil melaksanakan tugasnya dan memberi rekomendasi kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda untuk meninjau kembali wewenang Pengadilan Agama. Nama Priesterraad mereka anjurkandiganti dengan Penghulu Gerecht (Pengadilan Penghulu) yang terdiri dari penghulu sebagai hakim, dibantu oleh sebanyak-banyaknya dua orang penasihat dan seorang panitera. Pegawai peradilan akan mendapat gaji tetap untuk mencegah pemungutan biaya tambahan yang sering dilakukan oleh para pejabat Pengadilan Agama dari mereka yang bersengketa sekadar untuk meme-nuhi kebutuhan hidup mereka yang tidak digaji tetap pada waktu itu. Disarankan juga oleh komisi untuk membentuk sebuah Mahkamah Islam Tinggi sebagai peradilan banding bagi keputusan-keputusan semua Pengadilan Agama di Jawa dan Madura.

Yang menjadi masalah adalah, inti saran yang dikemuka- kan oleh komisi tersebut karena menyangkut wewenang Pengadilan Agama. Yang dimaksud adalah pencabutan wewenang Pengadilan Agama mengadili masalah wakaf dan masalah kewarisan. Menurut pendapat para pemimpin Islam, pencabutan wewenang Pengadilan Agama mengadili masalah kewarisan merupakan langkah mundur ke zaman "jahiliyah" dan dipandang menentang sendi-sendi iman orang Islam.

Page 231: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Hukum I slam di Indonesia 245

Menurut Daniel S. Lev yang menjadi kekuatan penggerak di belakang usaha mengubah wewenang Pengadilan Agama itu adalah ter Haar dan para peminat ahli hukum adat yang berkerumun di sekitarnya di Sekolah Tinggi Hukum (RHS) di Jakarta (Batavia) dan di sekitar van Vollenhoven di Leiden. Dengan mempergunakan momentum yang tepat untuk mene- gakkan hukum adat dan merubuhkan hukum Islam, ter Haar dan teman-temannya mengemukakan dalih bahwa dalam kenyataannya hukum Islam tidak mendalam pengaruhnya pada aturan-aturan kewarisan di Jawa dan di mana pun juga di Indonesia. Menurut mereka hukum Islam mengenai kewarisan sedikit sekali hubungannya dengan rasa keadilan hukum masyarakat Indonesia, karena Hukum Kewarisan Islam itu bersifat individual sedang Hukum Kewarisan Adat bersifat komunal. Menurut mereka, karena hukum Islam mengenai kewarisan belum sepenuhnya diresepsi atau diterima oleh hukum adat Jawa, maka wewenang untuk mengadili soal kewarisan yang selama ini berada pada Pengadilan Agama di Jawa dan Madura, diserahkan kepada Landraad (Pengadilan Negeri) yang akan mengadili dan memutus perkara kewarisan menurut hukum adat yang sesuai dengan perasaan keadilan hukum masyarakat setempat (Daniel S. Lev, 1972: 20).

Staatsblad nomor 153 tahun 1931 yang menjadi dasar pembentukan Pengadilan Penghulu dan yang mengubah susunan serta wewenang Pengadilan Agama mengikuti rekomendasi yang dimajukan oleh komisi tersebut di atas, pelaksanaannya ditangguhkan, karena pemerintah kolonial Belanda merasa tidak mempunyai uang untuk menggaji para hakim agama. Selain itu, juga karena reaksi-reaksi kalangan Islam.

Namun, setelah reaksi-reaksi itu mereda, pada tahun 1937, dengan S. 1937 nomor 116, wewenang mengadili perkara kewarisan dialihkan dari Pengadilan Agama ke Pengadilan Negeri. Tetapi, menurut penelitian Daniel S. Lev, setelah pengalihan wewenang itu dilaksanakan, tidak terdapat bukti- bukti yang menunjukkan bahwa Landraad lebih tepat mengadili perkara kewarisan dari Pengadilan

Page 232: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

246 Hukum Islam

(Raad) Agama. Tidak pula dapat dibuktikan bahwa Landraad-Landraad itu dalam kenyataannya lebih,^mampu menerapkan hukum adat yang sesuai dengan perasaan keadilan hukum masyarakat setempat dari Pengadilan Agama. Ini disebabkan antara lain karena keba- nyakan para hakim Landraad adalah orang-orang Belanda yang tidak mengetahui hukum adat yang sebenarnya, sehingga dalam keputusannya selalu terlihat kecenderungan untuk menyelipkan konsep-konsep keadilan ala Eropa (Daniel S. Lev, 1972: 21).

Demikianlah, begitu penyerahan wewenang itu dilakukan, segera timbul masalah. Landraad atau Pengadilan Negeri Bandung yang kebanyakan hakimnya adalah orang Belanda memutuskan suatu perkara dalam kasus kewarisan seorang yang meninggal dunia tidak mempunyai anak kandung, tetapi mempunyai anak angkat dan beberapa orang kemenakan. Anak angkatnya itu menuntut seluruh harta peninggalan bapak angkatnya. Ia menyatakan dirinya sebagai satu-satunya ahli waris bapak angkatnya yang telah meninggal dunia itu. Pengadilan Negeri Bandung mengabulkan tuntutan tersebut dan memberikan seluruh harta peninggalan kepadanya. Dengan demikian, sebagai anak angkat, ia mengesampingkan semua kemenakan pewaris baik kemenakan laki-laki maupun kemenakan perempuan.

Keputusan Landraad Bandung ini menimbulkan heboh. Timbullah reaksi dari organisasi Islam. Sebagai contoh, misalnya, reaksi Perhimpunan Penghulu dan Pegawainya (PPDP) yang mengadakan kongres di Surakarta pada tanggal 16 Mei 1937. Dalam kongresnya itu para penghulu dengan tegas menyatakan bahwa keputusan Landraad Bandung itu jelas-jelas bertentangan dengan hukum Islam. Gabungan organisasi- organisasi Islam, Majelis Islam A'la Indonesia (MIAI)-pun memprotes kehadiran S. 1937 nomor 116 yang menjadi sumber kehebohan tersebut. Menurut MIA I, Staatsblad 1937 nomor 116 itu telah menggoyahkan kedudukan hukum Islam dalam masyarakat Muslim Indonesia. Pada muktamarnya di Surabaya tahun 1938, MIAI menyatakan dengan tegas bahwa "mempersempit kaum Muslimin menjalankan (hukum) agamanya merupakan perkosaan terhadap Islam"

Page 233: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Hukum I slam di Indonesia 247

(Z.A. Nuh, 1980: 21).

Kiyai R.M. Adnan, seorang hakim agama terkemuka yang menjadi salah seorang pimpinan PPDP dalam salah-satu ke- sempatan bertemu dengan Dr. G.F. Pijper yang menjadi penasihat Belanda urusan pribumi pada waktu itu (22 Juli 1940) dengan tegas menyatakan bahwa (1) penerapan hukum adat dalam perkara-perkara kewarisan bagi masyarakat Muslim Indonesia, merusak hubungan hidup kekeluargaan Islam. Selain itu, katanya pula, (2) menurut Sunnah Nabi Muhammad, aturan-aturan kewarisan merupakan bagian agama Islam. Karena itu kalau seorang Muslim tidak dapat mengikuti atau melaksanakan hukum kewarisan yang merupakan bagian agamanya itu, ini berarti bahwa kemerdekaan- nya untuk melaksanakan agamanya telah dibatasi (Daniel S. Lev, 1972: 23).

Pembicaraan Kiyai Adnan dan usaha PPDP serta MIAI untuk mencegah pelaksanaan S. 1937 nomor 116 itu lebih lanjut, ternyata tidak dihiraukan oleh pemerintah Belanda. Staatsblad baru tersebut tetap berlaku dan dilaksanakan walau- pun mendapat protes dan tantangan dari kalangan Islam.

Walaupun secara resmi Pengadilan Agama telah kehilangan kekuasaannya atas perkara kewarisan sejak tahun 1937, namun demikian Daniel S. Lev, Pengadilan Agama di Jawa masih tetap menyelesaikan perkara-perkara kewarisan dengan cara-cara yang sangat mengesankan. Dalam kenyataan, banyak Pengadilan Agama yang menyisihkan satu atau dua hari dalam seminggu khusus untuk menerima masalah-masalah kewarisan. Di beberapa daerah, Pengadilan Agama bahkan menerima perkara kewarisan lebih banyak dari Pengadilan Negeri (Daniel S. Lev, 1972:199). Ungkapan Daniel S. Lev itu dibuktikan juga oleh penelitian Ny. Habibah Daud, di Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya. Menurut hasil penelitian itu, pada tahun 1976, dari 1081 orang yang mengajukan masalah kewarisan pada pengadilan di Jakarta, 47 orang (4,35%) memajukan masalah- nya pada Pengadilan Negeri, 1034 orang (96,65%) pada Pengadilan Agama (Habibah Daud, 1982:10).

Page 234: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

248 Hukum Islam

Ada dua kategori masalah kewarisan yang dihadapkan kepada Pengadilan Agama di Indonesia. Kategori pertama adalah perkara yang sebetulnya tidak ada persengketaan yang terjadi di dalamnya. Bila seorang meninggal dunia, keluarga yang ditinggalkannya memohon bantuan Pengadilan Agama. Pengadilan Agama akan memberikan fatwa (nasihat) kepada para pemohon dengan menentukan siapa atau siapa-siapa yang menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing.

Tidak ada peraturan mengenai fatwa waris ini. Ia tumbuh dan berkembang dari kebiasaan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Mula-mula tidak mempunyai bentuk, tapi kemudian fatwa itu diberi bentuk tertulis dan disebut Surat Keterangan Ahli Waris atau Surat Keterangan Tentang Pembagian Malwaris (harta warisan) dengan Perdamaian.

Page 235: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

249 Hukum Isiam

Fatwa-fatwa yang dikeluarkan oleh Pengadilan Agama dapat mencakup dan menyelesaikan jenis-jenis persoalan kewarisan apa saja yang dimohonkan oleh yang berkepentingan. Bukan hanya tentang siapa dan berapa bagian masing-masing, tetapi juga kalau para ahli waris itu menghendakinya, Hakim Pengadilan Agama dapat membantu mereka melaksanakan pembagiannya bagian demi bagian. Hibah dan wasiat juga dapat diselesaikan dengan bantuan hakim Pengadilan Agama. Ini semua berjalan, walaupun secara formal Pengadilan Agama di Jawa dan Madura tidak mempunyai wewenang hukum untuk melakukan tindakan hukum atas perkara-perkara itu. Namun, atas dasar bantuan (hukum) tidak resmi ini Pengadilan Agama mampu dan benar-benar dapat menyelesaikan tugasnya atas perkara-perkara kewarisan. Dan fatwa- fatwa Pengadilan Agama itu selalu didasarkan pada hukum Islam (Daniel S. Lev, 1972: 200).

Sementara itu perlu dicatat bahwa di Jawa sudah sejak lama fatwa Pengadilan Agama diterima oleh notaris dan para hakim Pengadilan Negeri sebagai alat pembuktian yang sah atas hak milik dan tuntutan yang berkenaan dengan itu. Demikian juga halnya dengan pejabat pendaftaran tanah di Kantor Agraria.

Kategori kedua adalah yang benar-benar bersifat perseng- ketaan. Pada Pengadilan Agama di Jawa dan Madura, di sana hakim dan paniteranya bersikap formal-birokratis, perseng- ketaan kewarisan yang dimajukan kepada mereka biasanya segera diteruskan kepada Pengadilan Negeri. Namun, sering terjadi, para hakim agama menerima perkara-perkara itu dan mencoba memutuskannya. Hasil penyelesaiannya, yang terbaca, tetap berupa fatwa, tetapi dalam penyelesaian ini ada yang kalah ada yang menang. Yang kalah mungkin akan mengambil keputusan untuk memajukan persengketaannya ke Pengadilan Negeri. Para hakim agama yang menyelesaikan masalah kewarisan yang dimajukan kepadanya, dalam praktik, sering berperanan sebagai pemutus perkara bukan sebagai pemberi fatwa/nasihat saja. Akibatnya, fatwa waris sering tampak sebagai suatu keputusan dan memang demikianlah dianggap oleh para

Page 236: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

250 Hukum Islam

pihak yang berkepentingan. Namun, karena fatwa itu sendiri tidak dapat dipaksakan, Pengadilan Agama di Jawa selalu berusaha mempertemukan para pihak yang berkepentingan pada suatu bentuk perdamaian, sehingga fatwa itu mempunyai kekuatan hukum untuk dilaksanakan. Sebagai suatu bentuk perdamaian dan bukan semacam keputusan yang dikeluarkan oleh Pengadilan, fatwa waris dalam bentuk ini dapat dikuatkan oleh Pengadilan Negeri (Daniel S. Lev, 1972: 201).

Peranan hakim agama seperti yang dikemukakan di atas, disebabkan karena mereka yakin bahwa wewenang mengadili perkara kewarisan seyogianya ada pada Pengadilan Agama seperti sebelum 1 April 1937.

Dari uraian di atas jelas agaknya bahwa Pengadilan Agama benar-benar telah menyelesaikan banyak sekali soal kewarisan. Karena itu dapat dimajukan pertanyaan, mengapa rakyat Indonesia yang beragama Islam pergi ke Pengadilan Agama, tidak hanya sekadar meminta fatwa tetapi juga meminta keputusan tentang kewarisan?

Jawabannya mungkin terletak pada keadaan dan sikap masyarakat sendiri terhadap masalah tersebut. Berikut ini beberapa jawaban dapat dikemukakan: pertama, karena di Jawa pada umumnya orang tidak mempermasalahkan wewenang hukum Pengadilan Negeri atau Pengadilan Agama. Kenang-kenangan bahwa Raad Agama dahulu, nama yang masih sering disebut masyarakat, biasa memeriksa dan memutuskan perkara kewarisan belum terhapus sama sekali. Lagi pula, pola-pola umum lalu-lintas hukum tidak sepenuhnya diketahui oleh masyarakat. Kalau Pengadilan Agama mereka kenal sebagai tempat menyelesaikan perkara pernikahan, Pengadilan Negeri mereka anggap sebagai tempat berperkara pidana. Karena itu, kecuali kalau dilarang oleh pengacara atau penasihat hukum atau diberi penjelasan oleh pamongpraja, rakyat tetap akan menghadap pada pengadilan yang lebih mereka kenal dalam (menyelesaikan) masalah-masalah keke- luargaan. Kedua, pengalihan wewenang mengadili soal kewarisan yang dilakukan oleh pemerintah

Page 237: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Hukum I slam di Indonesia 251

kolonial Belanda dahulu dari Pengadilan Agama ke Pengadilan Negeri ternyata hanya kebetulan saja efektif pada beberapa keadaan dan beberapa tempat tertentu di Jawa. Di tempat yang pengaruh Islamnya kuat, rakyat senantiasa menghadap Pengadilan Agama yang mereka anggap tepat dan benar dalam menyelesaikan perkara kewarisan, walaupun Pengadilan Agama sendiri mungkin akan meneruskan perkara-perkara itu ke Pengadilan Negeri. Dalam hal ini, lingkungan sosial, agama dan politik sangat berpengaruh dalam memilih pengadilan mana yang akan dimintai bantuannya. Karena sanksi-sanksi keagamaan, tampaknya kedudukan Pengadilan Agama jauh lebih kuat dari penetapan peraturan-peraturan yang berlaku. Lagi pula, bagi mereka yang meminta bantuan Pengadilan Agama, apa pun yang dilakukan dan diputuskan di sana, dianggap bersifat Islam. Ketiga, cara-cara penyelesaian masalah kewarisan di Pengadilan Agama dirasakan enak dan fleksibel. Pengadilan Agama jauh lebih informal, kekeluargaan dan "tidak menakutkan" kalau dibandingkan dengan Pengadilan Negeri. Bersamaan dengan kelebihan lain yang ada pada mereka, Pengadilan Agama dapat bertindak cepat. Jarang sekali Peng-adilan Agama memerlukan waktu lebih dari beberapa hari untuk menyelesaikan satu masalah kewarisan, sedang di Pengadilan Negeri penyelesaian perkara bisa berlangsung berbulan-bulan, bahkan sampai bertahun-tahun kalau salah- satu pihak naik banding atau kasasi (Daniel S. Lev, 1972:212).

Dari uraian di atas jelas bahwa pendapat pendukung teori resepsi yang menyatakan bahwa Hukum Islam tidak mencerminkan rasa keadilan rakyat Indonesia dan bukan merupakan kenyataan hukum dalam masyarakat, tidaklah benar. Memang, pendapat tertera pada kalimat terakhir ini hanyalah alasan belaka, sedang tujuannya, seperti yang dikemukakan oleh Hazairin, mencabut atau menghapuskan kedudukan hukum Islam dari lingkungan tata hukum Hindia Belanda. Pendapat ter Haar yang senantiasa mempertentang- kan hukum Islam dengan hukum adat secara tajam, tidaklah pula didukung oleh kenyataan masyarakat. Di semua daerah di seluruh Nusantara rakyat

Page 238: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

252 Hukum Islam

sendiri tidak mempertentangkan adat dengan Islam. Di Minangkabau sendiri misalnya, adat dan Islam dapat hidup berdampingan dan telah ditentukan pula tempat dan kedudukannya masing-masing dalam ma-syarakat. Oleh karena itu, maka ada penulis yang mengatakan bahwa, "Sebenarnya konflik hukum Islam dengan hukum adat adalah isu buatan rezim kolonial untuk mengukuhkan penjajahan Belanda di Indonesia" (Dahlan Ranumihardjo, 1978:83).

Dalam hubungan dengan tujuan teori resepsi ini perlu di- kemukakan bahwa menentukan hukum yang berlaku adalah tindakan politik hukum. Ter Haar sebagai orang yang menguasai pelaksanaan politik hukum pemerintah kolonial pada bagian kedua permulaan abad keduapuluh menyatakan dengan tegas bahwa hukum adat, bukan Hukum Kewarisan Islam yang berlaku bagi orang Islam di Jawa dan Madura. Pendapat ter Haar ini diterima oleh pemerintah Belanda, yang tercermin dalam Pasal 134 ayat (2) I.S. baru (1929) yang berbunyi: "Akan tetapi sekadar tidak diatur secara lain dengan ordonansi, maka perkara perdata antara orang Islam dengan orang Islam, harus diperiksa oleh hakim agama, kalau dikehendaki oleh hukum adat." Ini berarti bila terjadi perkara perdata antara sesama orang Islam, akan diselesaikan oleh hakim agama Islam 'apabila hukum adat mereka menghendakinya’ dan sejauh tidak ditentukan lain dengan suatu ordonansi. Bermulalah suatu masa di tanah air kita: para ahli dan sarjana hukum menganggap hukum Islam bukanlah hukum di Indonesia yang sembilan puluh persen penduduknya beragama Islam.

Pasal 134: (2) I.S. (Indische Staatsregeling: "Undang-undang Dasar Hindia Belanda tahun 1929) inilah, menurut Hazairin, yang menjadi landasan legal teori resepsi yang sudah mulai dikembangkan secara sistematis pada permulaan abad ke-20, dilaksanakan melalui S. 1931: 53 tentang perubahan susunan dan kekuasaan Pengadilan Penghulu jo S. 1937: 116 mengenai susunan dan kekuasaan Pengadilan Agama di Jawa dan Madura. Seperti telah dikatakan di atas, teori tersebut meng- ajarkan bahwa hukum Islam baru boleh dijalankan bilamana telah menjadi hukum yang hidup di dalam masyarakat adat sedangkan

Page 239: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Hukum I slam di Indonesia 253

menurut Alquran, hukum Islam berlaku dan mesti dilaksanakan oleh pemeluk agama Islam atau diberlakukan terhadap seseorang sejak ia masuk agama Islam, semenjak dia mengucapkan syahadatain (dua kalimat syahadat).

Usaha untuk mengendalikan dan menempatkan hukum Islam dalam kedudukannya semula, seperti telah disebutkan di muka, terus dilakukan oleh para pemimpin Islam dalam berbagai kesempatan yang terbuka. Ketika Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan terbentuk dan bersidang di zaman pemerintahan Jepang untuk merumuskan dasar negara dan menentukan hukum dasar bagi negara Indonesia merdeka di kemudian hari, para pemimpin Islam yang menjadi anggota badan tersebut terus berusaha untuk "men- dudukkan" hukum Islam dalam Negara Republik Indonesia kelak. Demikianlah, setelah bertukar pikiran melalui musya- warah, para pemimpin Indonesia yang menjadi perancang dan perumus Undang-Undang Dasar Republik Indonesia yang kemudian dikenal dengan UUD 1945 mencapai persetujuan yang dituangkan ke dalam suatu piagam yang kelak terkenal dengan nama Piagam Jakarta (22-6-1945). Di dalam Piagam Jakarta yang kemudian diterima oleh Badan Penyelidik Usaha Kemerdekaan Indonesia sebagai Pembukaan atau Mukad- dimah Undang-Undang Dasar, dinyatakan antara lain bahwa negara 'berdasarkan kepada Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya' (Endang S. Anshari, 1981:143). Tujuh kata terakhir ini, yang semula tercantum dalam Piagam Jakarta, oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia tanggal 18-8-1945 diganti dengan kata 'Yang Maha Esa' dan ditambahkan pada perkataan 'Ketuhanan,' sehingga susunan rumusannya dalam Pembukaan tersebut menjadi 'Ketuhanan Yang Maha Esa.' Kata-kata Ketuhanan Yang Maha Esa di dalam Pembukaan tersebut ditegaskan kedudukannya dalam Batang Tubuh UUD 1945 Pasal 29 ayat (1). Sebagai garis hukum rumusan tafsirnya antara lain telah diberikan oleh Hazairin. Menurut Prof. Hazairin, negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa yang tercantum dalam

Page 240: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

254 Hukum Islam

Pasal 29 ayat (1) hanya mungkin ditafsirkan dalam 'enam' kemungkinan tafsiran. Tiga di antaranya (mengulangi apa yang telah disebut dalam uraian di muka) yang berhubungan langsung dengan pembicaraan ini adalah: (1) "Dalam Negara RI tidak boleh terjadi atau berlaku sesuatu yang bertentangan dengan kaidah-kaidah Islam bagi umat Islam, atau yang bertentangan dengan kaidah-kaidah agama Nasrani bagi umat Nasrani, atau yang bertentangan dengan kaidah-kaidah agama Hindu Bali bagi orang-orang Hindu Bali, atau yang bertentangan dengan kesusilaan agama Budha bagi orang-orang Budha, (2) Negara RI wajib menjalankan syariat Islam bagi orang Islam, syariat Nasrani bagi orang Nasrani dan syariat Hindu Bali bagi orang Hindu Bali, sekadar menjalankan syariat tersebut memerlukan peran- taraan kekuasaan Negara, (3) Syariat yang tidak memerlukan bantuan kekuasaan Negara untuk menjalankannya dan karena itu dapat dijalankan sendiri oleh setiap pemeluk agama yang bersangkutan, menjadi kewajiban pribadi terhadap Allah bagi setiap orang itu, yang dijalankannya sendiri menurut agamanya masing-masing (Hazairin, 1981:30).

Menurut Hazairin isi Piagam Jakarta itu diperkuat oleh Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959. Dalam Dekrit tersebut Soekarno yang ikut menandatangani Piagam Jakarta, selaku Presiden Republik Indonesia/Panglima Tertinggi Angkatan Perang, menyatakan keyakinannya bahwa Piagam Jakarta tertanggal 22 Juni 1945 menjiwai Undang-Undang Dasar 1945 dan merupakan satu rangkaian kesatuan dengan konstitusi tersebut. Keyakinan presiden itu bukan semata-mata keyakinan, tetapi pernyataan (constatering) dari rangkaian fakta- fakta yang sesungguhnya dan sebenarnya terjadi.

Dengan merujuk pada Dekrit itu pula, Profesor Notonago- ro berpendapat bahwa "kata-kata Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Pembukaan UUD 1945, setelah tanggal 5 Juli 1959, tanggal ditetapkannya dan berlakunya Dekrit Presiden, isi artinya mendapat tambahan, dan lengkapnya dengan tam- bahan itu adalah "(ber)kesesuaian dengan hakikat Tuhan Yang Maha Esa dengan

Page 241: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Hukum I slam di Indonesia 255

kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab (Notonagoro, 1971:70). Begitulah juga halnya dengan isi arti Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945. Dan memang di dalam kehidupan hukum, kata Profesor Notonagoro dikenal pembentukan hukum dengan jalan inter- pretasi atau tafsir. "Pengakuan adanya Piagam Jakarta sebagai dokumen historis," demikian Perdana Menteri Juanda pada tahun 1957, "bagi pemerintah berarti pengakuan pula akan pengaruhnya terhadap Undang-Undang Dasar 1945. Pengaruh tersebut tidak hanya mengenai Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 saja, tetapi juga mengenai Pasal 29 Undang- Undang Dasar 1945, pasal itu selanjutnya harus menjadi dasar bagi kehidupan hukum di bidang keagamaan" (Kembali ke UUD 1945, 1959: 85).

Dalam rangka pembicaraan kedudukan hukum Islam dalam sistem hukum Indonesia, pada tahun 1950 dalam konperensi Kementerian Kehakiman di Salatiga, Profesor Hazairin telah mengemukakan pandangan beliau mengenai masalah hubungan hukum agama (Islam) dengan hukum adat. Kata Hazairin (dikutip): "Hukum agama masih terselip di dalam hukum adat yang memberikan tempat dan persandaran kepadanya, tetapi sekarang kita lihat hukum agama itu sedang bersiap hendak membongkar dirinya dari ikatan adat itu. Selanjutnya kata beliau, "Arti istimewanya hukum agama itu ialah bahwa hukum agama itu bagi rakyat Islam dirasakannya sebagai bagian dari perkara imannya. Jika berhasil hukum agama itu melepaskan persandarannya pada hukum adat, maka hukum agama itu akan mencari persandarannya kepada sesuatu undang-undang, sebagaimana juga hukum adat itu bagi berlakunya secara resmi mempunyai persandaran pada undang-undang (Hazairin, 1974:93). Dengan kata-kata itu Hazairin hendak mengatakan agar berlakunya hukum Islam untuk orang Islam Indonesia tidak disandarkan pada hukum adat, tetapi pada penunjukan peraturan perundang-undangan sendiri. Sama halnya dengan berlakunya hukum adat di Indonesia berdasarkan sokongan peraturan perundang-

Page 242: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

256 Hukum Islam

undangan.

Dengan menunjuk pada Ketetapan MPRS 1960/11 yang mengatakan bahwa dalam menyempurnakan undang-undang perkawinan dan hukum waris supaya diperhatikan adanya faktor-faktor agama, dan lain-lain, Hazairin menunjukkan bukti bahwa teori resepsi telah tidak berlaku lagi. Beliau mengatakan pula bahwa IS sebagai Konstitusi Hindia Belanda yang menjadi landasan legal teori resepsi, dengan sendirinya tidak berlaku lagi karena telah terhapus oleh UUD 1945 (Hazairin, 1981:91).

Pendapat Hazairin mengenai teori resepsi yang mula- mula beliau kemukakan dalam Konferensi Kementerian Kehakiman di Salatiga (1950) di atas, dan kemudian dikembangkan dalam tulisan, ceramah dan kuliah-kuliah beliau di Fakultas Hukum UI, bergema pula dalam simposium masalah- masalah dasar hukum di Indonesia yang diselenggarakan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (1976). Dalam kesimpulan yang disepakati pada simposium tersebut dinyatakan bahwa teori resepsi tidak dapat lagi dipergunakan untuk melihat kenyataan dan masalah-masalah (dasar) hukum di Indonesia (Kesimpulan simposium, 1978). Pernyataan ini dikemukakan oleh peserta simposium setelah mempelajari isi Undang'Undang Perkawinan (1974).

Dalam tulisan beliau Hukum Adat dan Hukum Islam di Indonesia setelah

Perang Dunia II (1978) Profesor Mahadi, mantan Ketua Pengadilan Tinggi Sumatera Utara, Pengajar Ilmu Hukum USU dan Ketua Tim Pengkajian Hukum Adat Badan Pembinaan Hukum Nasional, berkata sebagai berikut (dikutip), "Penelitian terhadap Undang-Undang Perkawinan membawa kami kepada pendapat, bahwa sejak berlakunya undang- undang ini sampailah ajal teori 'resepsi', seperti yang telah diajarkan di zaman Hindia Belanda. Apabila dahulu diteori- kan, bahwa hukum Islam baru berlaku di Indonesia untuk penganut agama Islam apabila sesuatu Hukum Islam telah nyata-nyata diresepsi (diterima MDA) oleh dan dalam hukum adat, maka dengan misalnya, Pasal 2 ayat (1) yang mengatakan bahwa perkawinan adalah sah

Page 243: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Hukum I slam di Indonesia 257

apabila dilakukan menurut agama, maka jelas, hukum Islam telah langsung menjadi sumber hukum. Pengadilan dalam mempertimbangkan per- mohonan seorang suami untuk beristri lebih dari seorang, antara lain harus mengingat apakah hukum perkawinan calon suami mengizinkan hal demikian. Penjelasan Pasal 3 undang-undang tersebut, menurut beliau menunjuk kepada hukum Islam sepanjang mengenai suami pemeluk agama Islam. Agama Islam pun merupakan 'sumber hukum langsung tanpa melalui hukum adat' untuk menilai apakah sesuatu perjanjian perkawinan boleh disahkan ataupun tidak (Pasal 29 ayat 2). Bila perkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur menurut hukum agama Islam, sepanjang mengenai diri orang-orang pemeluk agama Islam (penjelasan Pasal 37). Dalam undang-undang perkawinan disebutkan bahwa pengadilan bagi orang yang beragama Islam ialah Pengadilan Agama. Dengan demikian kata beliau, dapat diambil sebagai titik-tolak bahwa Pengadilan Agama akan mempergunakan Hukum Islam, sekurang-kurangnya asas-asas hukum Islam dalam menyelesaikan satu sengketa. Meskipun dapat didalilkan bahwa melalui Pasal 37 jo penjelasannya, Pengadilan Agama adakalanya mempergunakan hukum adat, namun yang diper-gunakan itu tentulah bukan hukum adat yang bertentangan dengan hukum Islam (contra legem), tetapi terbatas pada hukum adat yang serasi dengan asas-asas hukum Islam." Selain itu, perlu dikemukakan bahwa dalam rumusan wakaf, Pasal 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 28 tahun 1977 menunjuk pada ajaran agama Islam.

Dalam hubungan ini demikian Prof. Mahadi lebih lanjut, perlu disebut pula keputusan Mahkamah Agung tanggal 13-2- 1975 No. 172 K/Sip/1974 yang menyatakan bahwa, "Berdasarkan keterangan saksi-saksi yang didengar tentang hukum kebiasaan yang berlaku, maka apabila seorang pewaris meninggal dunia di kampung Hinako Kabupaten Nias, untuk menentukan cara pembagian harta warisannya, hukum warisan yang dipakai adalah bertitik-tolak kepada agama

Page 244: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Hukttm Islam di Indonesia 258

yang dianut oleh si pewaris yang meninggalkan harta warisan tersebut, yakni: apabila si pewaris yang meninggal beragama Islam maka pembagian hartanya dilakukan menurut hukum Islam dan apabila si pewaris yang meninggal beragama Kristen maka pembagian hartanya dilakukan menurut adat."

Keputusan ini diambil karena ada seseorang yang beragama Kristen menuntut hak dalam sesuatu harta warisan berdasarkan hukum adat sedangkan si pewaris menganut agama Islam. Ternyata di daerah yang bersangkutan yakni di Nias, sudah menjadi kebiasaan bahwa yang menjadi ukuran ialah agama si pewaris. Oleh karena dalam hal ini pewaris beragama Islam, maka yang harus dipergunakan adalah hukum kewarisan Islam.

Demikianlah, dalam keputusan tersebut baik Pengadilan Tinggi Medan maupun Mahkamah Agung tidak lagi memakai istilah atau kata-kata "hukum Islam yang telah diresepsi di dalam atau oleh Hukum Adat setempat."

Selain yang telah dikemukakan di atas, perlu dikemukakan pula bahwa berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Fakultas Hukum Universitas Indonesia, bekerja sama dengan Badan Pembinaan Hukum Nasional, pada tahun 1978 dan 1979 di empat belas daerah yang tersebar di seluruh Indonesia meliputi pulau-pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan Selatan dan Nusa Tenggara Barat (lima daerah pada tahun 1978 dan sembilan daerah pada tahun 1979) terlihat kecenderungan yang kuat di kalangan masyarakat untuk memberlakukan hukum Islam bagi umat Islam. Delapan puluh persen (80%) jumlah responden yang ditanyai dalam penelitian itu menun- jukkan keinginannya untuk diberlakukannya hukum Islam bagi mereka daripada hukum yang lain. Fakta ini membukti- kan bahwa hukum Islam sebagai hukum yang berkembang di tengah-tengah masyarakat mereka, dipandang sebagai hukum yang dapat memenuhi rasa keadilan, khususnya di lapangan perkawinan dan kewarisan (Laporan Penelitian, 1978/1979:102).

Dari uraian tersebut di atas dapatlah disimpulkan, bahwa kini, di Indonesia (1) hukum Islam yang disebut dan ditentukan oleh

Page 245: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Hukum I slam di Indonesia 259

peraturan perundang-undangan dapat berlaku langsung tanpa harus melalui hukum adat, (2) Republik Indonesia dapat mengatur sesuatu masalah sesuai dengan hukum Islam, sepanjang pengaturan itu hanya berlaku bagi pemeluk agama Islam, (3) kedudukan hukum Islam dalam sistem hukum Indonesia adalah sama dan sederajat dengan hukum adat dan hukum Barat, karena itu (4) hukum Islam juga menjadi sumber pembentukan hukum nasional yang akan datang Di samping hukum adat, hukum Barat dan hukum lainnya yang tumbuh dan berkembang dalam Negara Republik Indonesia.

HUKUM ISLAM DAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL

Hukum Islam adalah hukum yang bersifat universal, karena ia merupakan bagian dari agama Islam yang universal sifatnya. Sebagaimana halnya dengan agama Islam yang universal sifatnya itu, hukum Islam berlaku bagi orang Islam di mana pun ia berada, apa pun nasionalitasnya. Hukum nasional adalah hukum yang berlaku bagi bangsa tertentu di suatu negara nasional tertentu. Dalam kasus Indonesia, hukum nasional mungkin juga berarti hukum yang dibangun oleh bangsa Indonesia setelah Indonesia merdeka dan berlaku bagi pen- duduk Indonesia, terutama warga Negara Republik Indonesia, sebagai pengganti hukum kolonial dahulu.

Untuk membangun dan membina hukum nasional diperlukan politik hukum tertentu. Politik hukum nasional Indonesia pokok-pokoknya ditetapkan dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara, dirinci lebih lanjut oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia. Untuk melaksanakannya, telah didirikan satu lembaga yang (kini) bernama Badan Pembinaan Hukum Nasional, disingkat BPHN atau Babinkumnas. Melalui koordinasi yang dilakukan oleh badan ini diharap- kan, di masa yang akan datang, akan terwujud satu hukum nasional di tanah air kita.

Untuk mewujudkan satu hukum nasional bagi bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai suku bangsa dengan kebudayaan dan agama

Page 246: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

260 Hukum Islam

yang berbeda ditambah lagi dengan keanekaragaman hukum yang ditinggalkan oleh penguasa kolonial dahulu, bukanlah pekerjaan yang mudah. Pemba- ngunan hukum nasional yang akan berlaku bagi semua warga negara tanpa memandang agama yang dipeluknya, haruslah dilakukan dengan hati-hati, karena di antara agama yang dipeluk oleh warga negara Republik Indonesia ada agama yang tidak dapat dicerai pisahkan dari hukum. Agama Islam, misalnya, adalah agama yang mengandung hukum yang mengatur hubungan manusia dengan manusia lain dan benda dalam masyarakat. Oleh karena eratnya hubungan antara agama (dalam arti sempit) dengan hukum dalam Islam, ada sarjana yang mengatakan, seperti telah disebut di muka, bahwa Islam adalah agama hukum dalam arti kata yang sesungguhnya. Oleh karena itu, dalam pembangunan hukum nasional di negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, unsur hukum agama harus benar-benar diperhatikan. Untuk itu perlu wawasan dan kebijaksanaan yang jelas. Uraian berikut adalah langkah-langkah kebijaksanaan pembangunan hukum nasional dan kedudukan hukum Islam dalam pembinaan hukum tersebut.

Tentang kedudukan hukum Islam dalam pembangunan hukum nasional, baru jelas tempatnya dalam pidato pengarahan Menteri Kehakiman Ali Said (waktu cetakan ini diterbitkan telah pula menjadi man tan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia dan almarhum) pada upacara pembukaan Sim- posium Pembaruan Hukum Perdata Nasional di Yogyakarta tanggal 21 Desember 1981. Menurut beliau, di samping hukum adat dan hukum eks-Barat, hukum Islam yang merupakan salah-satu komponen tata hukum Indonesia, menjadi salah-satu sumber bahan baku bagi pembentukan hukum nasional. Kata-kata Menteri Kehakiman Ali Said ini, dijelas- kan secara rinci delapan tahun kemudian (1989) oleh peng- gantinya Menteri Kehakiman Ismail Saleh. Namun, sebelum mengetahui tempat hukum Islam dalam pembangunan hukum nasional, ada baiknya kalau diikuti lebih dahulu langkah- langkah kebijaksanaan pembangunan hukum nasional, menurut Menteri Kehakiman Republik Indonesia.

Page 247: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Hukum I slam di Indonesia 261

Dalam tiga bagian tulisannya di harian Kompas awal Juni 1989, Menteri Kehakiman Ismail Saleh telah merinci langkah- langkah kebijaksanaan pembangunan hukum nasional itu. Tulisan tersebut sangat menarik untuk dikaji, karena merupakan rincian dimensi dan wawasan pembangunan hukum nasional yang secara jelas pernah dikemukakan oleh Menteri Kehakiman yang memegang kebijaksanaan politik hukum di tanah air kita. Oleh karena itu, perlu dikutip agak panjang dalam buku ini, supaya intinya tetap, tidak terbuang.

Menurut Ismail Saleh, sepanjang yang dapat penulis tang- kap, ada tiga dimensi pembangunan hukum nasional. Dimensi pertama adalah 'dimensi pemeliharaan' yaitu dimensi untuk memelihara tatanan hukum yang ada, walaupun sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan. Dimensi ini perlu ada untuk mencegah kekosongan hukum dan merupakan konsekuensi logis Pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945. Upaya pembangunan hukum dalam dimensi ini, menurut Menteri Kehakiman, berorientasi pada kemaslahatan bersama. Dimensi kedua adalah 'dimensi pembaruan' yaitu dimensi yang merupakan usaha untuk lebih meningkatkan dan menyempurnakan pembangunan hukum nasional. Kebijaksanaan yang dianut dalam dimensi ini adalah, Di samping pembentukan peraturan perundang-undangan yang 'baru,' akan diusahakan 'penyempurnaan' peraturan perundang-undangan yang ada sehingga sesuai dengan kebutuhan baru di bidang- bidang yang bersangkutan. Ini berarti "melengkapi apa yang belum ada dan menyempurnakan yang sudah ada." Undang- Undang Peradilan Agama, misalnya (MDA), yang telah disahkan oleh Presiden Republik Indonesia akhir tahun 1989 termasuk ke dalam dimensi pembaharuan. Dimensi ketiga adalah 'dimensi penciptaan' yaitu dimensi dinamika dan kreativitas. Dalam dimensi ini diciptakan suatu perangkat peraturan perundang-undangan yang baru, yang sebelumnya memang belum pernah ada. Undang-undang tentang lingkungan hidup, misalnya, dapat dikemukakan sebagai contoh perangkat hukum dalam dimensi penciptaan.

Page 248: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

262 Hukum Islam

Karena hukum nasional kita harus mampu mengayomi dan memayungi seluruh bangsa dan negara dalam segala aspek kehidupannya, maka, menurut Menteri Kehakiman, dalam merencanakan pembangunan hukum nasional, kita wajib menggunakan satu wawasan nasional yang mendukung kehidupan berbangsa dan bernegara dalam Negara Republik Indonesia. 'Wawasan nasional' itu terdiri dari tiga segi yang bersama-sama merupakan tritunggal yang tidak dapat dipi- sahkan satu dari yang lain, yaitu: 'wawasan kebangsaan, wawasan nusantara dan wawasan bhinneka tunggal ika.'

Dipandang dari 'wawasan kebangsaan' sistem hukum nasional itu harus berorientasi penuh pada aspirasi serta 'kepentingan' bangsa serta mencerminkan cita-cita hukum, tujuan dan fungsi hukum, ciri dan tujuan kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia. Dilihat dari sudut pandang ini, hukum nasional Indonesia yang akan datang haruslah merupakan hukum modern, sesuai dengan perkembangan serta kebutuhan zaman, namun tetap berpijak pada kepribadian bangsa. Pengertian 'kepentingan bangsa' di atas, menurut Menteri Kehakiman, adalah kepentingan seluruh bangsa Indonesia yang menyatu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Wawasan kebangsaan yang dimaksud di sini, demikian Menteri Kehakiman lebih lanjut, bukanlah wawasan kebangsaan yang sempit dan tertutup, tetapi wawasan ke-bangsaan yang terbuka untuk memperhatikan kepentingan generasi yang akan datang dan mampu menyerap nilai-nilai hukum modern.

Karena wawasan yang dianut dalam pembinaan hukum nasional adalah 'wawasan nusantara' yang menginginkan adanya satu kesatuan hukum nasional, maka usaha unifikasi di bidang hukum harus sejauh mungkin dilaksanakan. Untuk itu perlu diciptakan iklim kehidupan di segala bidang yang dapat mendorong tumbuhnya kesadaran hidup di bawah satu hukum bagi semua golongan masyarakat. Ini berarti bahwa seluruh golongan masyarakat akan diatur oleh 'satu sistem' hukum yang sama, yaitu 'sistem hukum nasional.'

Berdasarkan dua wawasan itu, maka walaupun unifikasi hukum merupakan tujuan pembangunan hukum nasional, akan tetapi demi

Page 249: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Hukum I slam di Indonesia 263

keadilan, hukum nasional yang akan diwujudkan itu harus juga memperhatikan perbedaan latar belakang sosial budaya dan perbedaan kebutuhan hukum yang dimiliki oleh kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat. Oleh karena itu, di samping wawasan nusantara tersebut, pengembangan, pembangunan dan pembinaan hukum nasional harus juga memperhatikan kebutuhan-kebutuhan hukum khusus golongan rakyat tertentu, sehingga kelompok masyarakat tersebut merasa mendapat perlakuan yang seadil- adilnya. Oleh karena itu, di samping wawasan kebangsaan dan wawasan nusantara perlu 'wawasan bineka tunggal ika' dalam pembangunan hukum nasional. Dengan mempergunakan wawasan bineka tunggal ika berdampingan dengan wawasan nusantara dan wawasan kebangsaan dalam usaha pembangunan hukum, maka unifikasi hukum yang diusaha- kan itu sekaligus juga menjamin tertuangnya aspirasi, nilai- nilai dan kebutuhan hukum kelompok masyarakat ke dalam sistem hukum nasional, yang dengan sendirinya harus sesuai, setidak-tidaknya tidak bertentangan dengan aspirasi dan kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan mempergunakan ketiga wawasan itu secara serentak dan terpadu berbagai asas dan kaidah hukum Islam dan hukum adat akan menjadi bagian integral hukum nasional, baik hukum nasional yang tertulis maupun hukum nasional yang tidak tertulis.

Dari inti uraian Menteri Kehakiman di atas, jelas agaknya wujud pembangunan hukum nasional di masa yang akan datang dan sistem hukum nasional kita. Tidak perlu lagi tambahan keterangan.

Mengenai 'kedudukan hukum Islam,' secara khusus telah pula disebutkan oleh Menteri Kehakiman. Dalam bagian terakhir tiga tulisan tersebut yang berjudul Eksistensi Hukum Islam dan Sumbangannya

Terhadap Hukum Nasional, beliau menyatakan antara lain ". . . tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian terbesar rakyat Indonesia terdiri dari pemeluk agama Islam." Agama Islam, kata beliau lebih lanjut, mempunyai hukum Islam dan secara substansi, terdiri dari dua bidang yaitu (1) bidang ibadah dan (2) bidang muamalah. Pengaturan hukum yang bertalian dengan bidang ibadah bersifat rinci, sedang pengaturan

Page 250: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

264 Hukum Islam

mengenai muamalah atau mengenai 'segala aspek kehidupan masyarakat' (huruf miring dari saya: MDA) tidak bersifat rinci. Yang ditentukan dalam bidang terakhir ini hanya prinsip-prinsipnya saja. Pengembangan dan aplikasi prinsip-prinsip tersebut diserahkan sepenuhnya kepada para penyelenggara negara dan pemerintahan yakni para ulil 'amri. Dan oleh karena hukum Islam memegang peranan penting dalam membentuk serta membina ketertiban sosial umat Islam dan mempengaruhi segala segi kehidupannya, maka jalan terbaik yang dapat ditempuh ialah mengusaha- kan secara ilmiah adanya transformasi norma-norma hukum Islam ke dalam hukum nasional, sepanjang ia, menurut Menteri Kehakiman, sesuai dengan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945 dan relevan dengan kebutuhan hukum khusus umat Islam. Menurut Menteri Kehakiman, cukup banyak asas yang bersifat universal terkandung dalam hukum Islam yang dapat digunakan dalam menyusun hukum nasional.

Dengan kutipan yang panjang ini, jelas kiranya langkah- langkah yang akan diambil dalam mewujudkan hukum nasional. Dan jelas pula kedudukan hukum Islam didalamnya. Dengan kata lain, dalam pembangunan hukum nasional, hukum Islam, di samping hukum-hukum yang lain akan menjadi sumber bahan baku penyusunan hukum nasional.

Ini berarti bahwa sesuai dengan kedudukannya sebagai salah-satu sumber bahan baku dalam pembentukan hukum nasional, hukum Islam sesuai dengan kemauan dan kemampuan yang ada padanya, dapat berperan aktif dalam proses pembinaan hukum nasional. Kemauan dan kemampuan hukum Islam itu harus ditunjukkan oleh setiap orang Islam, baik pribadi maupun kelompok, yang mempunyai komitmen terhadap Islam dan ingin hukum Islam berlaku bagi umat Islam dalam Negara Republik Indonesia ini.

Dalam tahap perkembangan pembinaan hukum nasional sekarang (tahun sembilan puluhan), yang diperlukan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional yakni badan yang ber- wenang merancang dan menyusun hukum nasional yang akan datang adalah asas-asas dan

Page 251: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Hukum I slam di Indonesia 265

kaidah-kaidah hukum Islam dalam segala bidang, baik yang bersifat umum maupun yang bersifat khusus. Yang bersifat umum adalah misalnya keten- tuan-ketentuan umum mengenai peraturan perundang- undangan yang akan berlaku di tanah air kita, sedang yang bersifat khusus, misalnya untuk menyebut sekadar contoh, adalah asas-asas hukum perdata Islam terutama mengenai hukum kewarisan, asas-asas hukum ekonomi terutama mengenai hak milik, perjanjian dan utang-piutang, asas-asas hukum pidana Islam, asas-asas hukum tata negara dan administrasi pemerintahan, asas-asas hukum acara dalam Islam, asas-asas hukum internasional dan hubungan antarbangsa dalam Islam. Yang dimaksud dengan asas dalam pembicaraan ini adalah kebenaran yang menjadi dasar atau tumpuan berpikir.

Kita yakin, bahwa asas yang diperlukan itu ada dalam hukum syariat dan fiqih Islam. Namun yang menjadi masalah utama adalah merumuskan asas-asas tersebut dalam kata- kata yang jelas yang dapat diterima, baik oleh golongan yang bukan Islam maupun oleh golongan yang beragama Islam sendiri. Merumuskan asas-asas tersebut ke dalam bahasa atau kata-katayang dapat dipahami, memang merupakan suatu masalah.

Tim Pengkajian Hukum Islam Badan Pembinaan Hukum Nasional Babinkumnas atau BPHN telah berusaha menemukan asas-asas dimaksud dan merumuskannya ke dalam kaidah- kaidah untuk dijadikan bahan pembinaan hukum nasional. Caranya adalah dengan mengundang tokoh-tokoh yang ahli dalam hukum Islam semua aliran, baik dari kalangan ulama maupun dari kalangan sarjana untuk mengemukakan penda- patnya mengenai suatu masalah tertentu dalam suatu forum ilmiah yang sengaja diadakan untuk itu. Di samping perte- muan-pertemuan ilmiah ini, diadakan juga penelitian serta penulisan makalah yang dilakukan oleh sarjana atau ulama yang dianggap dapat menyumbangkan sesuatu mengenai hukum Islam yang menjadi bidang keahliannya. Berbagai asas dan kaidah hukum Islam dapat juga dikembangkan melalui jurisprudensi peradilan agama. Asas-asas dan kaidah hukum Islam yang dikembangkan melalui

Page 252: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

266 Hukum Islam

jurisprudensi ini lebih mudah diterima, karena ia dirumuskan dari keadaan konkret di tanah air kita.

Dalam hubungan ini tidak ada salahnya kalau dikemukakan bahwa karena bangsa Indonesia mayoritas beragama Islam, ada pendapat yang mengatakan seyogianya kaidah-kaidah hukum Islamlah yang menjadi norma-norma hukum nasional. Dilihat dari segi normatif, sebagai konsekuensi pengucapan dua kalimat syahadat, demikianlah hendaknya. Namun dipandang dari sudut kenyataan dan politik hukum tersebut, tidaklah begitu. Menurut politik hukum yang dilaksanakan oleh pemerintah di Indonesia tidaklah karena mayoritas rakyat Indonesia beragama Islam, norma-norma hukum Islam secara 'otomatis' menjadi norma-norma hukum nasional. Norma-norma hukum Islam baru dapat dijadikan norma hukum nasional (ditransformasikan menjadi hukum nasional), menurut politik hukum itu, apabila norma-norma hukum Islam sesuai dan dapat menampung kebutuhan seluruh lapisan rakyat Indonesia. Ketentuan tersebut dalam kalimat terakhir ini berlaku juga bagi hukum adat dan hukum eks- Barat yang juga menjadi bahan baku dalam proses pembinaan hukum nasional.

Di samping apa yang telah dikemukakan di atas, ada baiknya juga dikemukakan bahwa dalam mengolah asas-asas dan kaidah-kaidah hukum Islam menjadi asas-asas dan norma- norma hukum nasional, ada masalah lain yakni masalah yang melekat pada "hukum Islam " itu sendiri dan pada sikap umat Islam terhadap hukum fiqih Islam yang ada sekarang. Ada yang berpendapat bahwa kaidah-kaidah hukum Islam harus diikuti semua dari A sampai Z, ada pula yang beranggapan bahwa dalam mengkaji dan mengolah asas-asas serta kaidah- kaidah hukum Islam, harus dibedakan antara asas-asas dan kaidah-kaidah hukum Islam yang abadi sifatnya yakni asas- asas dan kaidah-kaidah yang terdapat dalam hukum syariat Islam dan asas-asas serta kaidah-kaidah hukum Islam yang tidak abadi sifatnya, yang terdapat dalam hukum fiqih Islam. Yang pertama harus diikuti dari A sampai Z, sedang yang kedua, menurut A. Zaki Yamani (1978) tidak wajib diikuti dari A

Page 253: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Hukum I slam di Indonesia 267

sampai Z, karena mungkin ada di antara asas-asas dan kaidah itu sangat sesuai untuk keadaan masa lampau, tetapi tidak cocok lagi untuk masa sekarang atau khusus misalnya untuk keadaan dan tempat tertentu seperti Indonesia ini.

Dari uraian di atas, dengan beberapa masalah yang dapat dipecahkan, jelas prospek hukum Islam dalam pembinaan hukum nasional. Dan karena ia telah diterima sebagai salah- satu sumber bahan baku dalam pembangunan hukum nasional, maka jelas pula kedudukan dan peranannya dalam proses pembangunan hukum nasional tersebut.

Sementara itu patut juga dicatat bahwa transformasi hukum agama menjadi hukum nasional terjadi juga di beberapa negara Muslim seperti Mesir, Syria, Irak, Jordania dan Lybia. Yang berbeda adalah kadar unsur-unsur hukum Islam dalam hukum nasional negara-negara yang bersangkutan. Di negara- negara tersebut, menurut Majid Khadduri (1966), hukum nasional mereka merupakan perpaduan antara asas-asas hukum Barat dengan asas-asas hukum Islam. Di tanah air kita, hukum nasional di masa yang akan datang akan merupakan perpaduan antara hukum adat, hukum Islam dan hukum eks-Barat.

Perkembangan hukum Islam di negara-negara Islam dan negara-negara yang penduduknya mayoritas beragama Islam di masa yang akan datang, menunjukkan keanekaragaman dan kesatuan. Jika dilihat dari segi hukum Islam sendiri, 'keanekaragaman itu akan terlihat pada bidang-bidang hukum ekonomi, perdagangan internasional, asuransi, perhubungan (laut, darat dan udara), perburuhan, acara, susunan dan kekuasaan peradilan, administrasi dan lain-lain bidang hukum yang kurang lebih bersifat netral. Namun, mengenai 'hukum keluarga' yakni hukum perkawinan dan hukum kewarisan, kendatipun di sana sini akan terdapat atau kelihatan nuansa- nuansa, secara keseluruhan akan menunjukkan ciri-ciri 'kesatuan.' Di bidang hukum ini bagaimanapun besarnya pengaruh sekularisasi akibat penetrasi hukum Barat selama berabad-abad di negara-negara yang penduduknya beragama Islam, hukum Islam mengenai keluarga akan tetap kelihatan in toto (dalam

Page 254: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

268 Hukum Islam

keseluruhan).

Jika kalimat-kalimat di atas diterapkan ke dalam konteks hukum nasional Indonesia, "keanekaragaman" hukum (fiqih) Islam untuk negara-negara Islam dan negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam akan menjadi satu dan merupakan kesatuan hukum nasional yang dituangkan dalam kodifikasi-unifikasi yang berlaku bagi semua warga negara dan penduduk (Indonesia), sedang yang merupakan "kesatuan" bagi umat Islam di mana pun mereka berada, jika diterapkan ke dalam situasi dan kondisi Indonesia, akan meru-pakan keanekaragaman, karena keanekaragaman hukum agama yang dipeluk oleh umat beragama dalam Negara Republik Indonesia. Hukum keluarga, yang terdiri dari hukum perkawinan dan hukum kewarisan, menurut almarhum

Page 255: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

278 Hukum Islam

Profesor Supomo, karena berhubungan erat dengan agama, harus berbeda, sesuai dengan perbedaan agama yang dipeluk oleh bangsa Indonesia. Perkawinan adalah sah, sebagai contoh, apabila dilakukan menurut 'hukum masing-masing agama' yang dianut oleh bangsa Indonesia, demikian bunyi Pasal 2 ayat (1) Undang-UndangPerkawinan (1974).Negara,menurut Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945, menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

SKETSA PERADILAN AGAMA

Pendahuluan

Peradilan adalah proses pemberian keadilan di suatu lembaga yang disebut pengadilan. Pengadilan adalah lembaga atau badan yang bertugas menerima, memeriksa, mengadili dan menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya. Dalam "mengadili dan menyelesaikan suatu perkara" itulah terletak proses pemberian keadilan yang dilakukan oleh hakim baik tunggal maupun majelis. Oleh karena itu, hakim merupakan unsur yang sangat penting dalam penyelenggaraan peradilan.

Peradilan Agama adalah proses pemberian keadilan berdasarkan hukum agama Islam kepada orang-orang Islam yang dilakukan di Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama. Peradilan Agama, dalam sistem peradilan nasional Indonesia, di samping Peradilan Umum, Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara, merupakan salah-satu pelaksana kekuasaan kehakiman dalam Negara Republik Indonesia. Keempat lembaga peradilan itu mempunyai kedudukan yang sama, sederajat dengan kekuasaan yang berbeda.

Sebagai lembaga peradilan, peradilan agama dalam bentuk- nya yang sederhana berupa tahkim, yaitu lembaga penyelesaian sengketa antara orang-orang Islam yang dilakukan oleh para ahli agama, telah lama ada dalam masyarakat Indonesia yakni sejak agama Islam datang

Page 256: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

270 Hukum Islam

ke Indonesia. Lembaga tahkim yang menjadi asal-usul peradilan agama itu, tumbuh dan berkembang bersama dengan perkembangan masyarakat Muslim di kepulauan Nusantara ini. Ia telah lama berfungsi sebagai sarana pemenuhan kebutuhan dasar penduduk yang memeluk agama Islam dalam beribadah (terutama) melaksanakan hukum perkawinan dan hukum kewarisan yang merupakan rangkaian kesatuan dengan dan menjadi komponen agama Islam. Peradilan agama yang telah ada sejak agama Islam datang ke Indonesia itulah yang kemudian diakui dan diman- tapkan kedudukannya di Jawa dan Madura tahun 1882, di sebagian besar residensi Kalimantan Selatan dan Timur tahun 1937 dan di luar kedua wilayah itu tahun 1957 dengan peraturan perundang-undangan pembentukannya.

Pengadilan Agama, seperti ternyata dari tahun-tahun pen- diriannya di atas, dibentuk dalam suasana yang berbeda. Pengadilan Agama di Jawa dan Madura serta di sebagian bekas residensi Kalimantan Selatan dan Timur, lahir dan tumbuh dalam suasana kolonial, sedang Pengadilan Agama di luar daerah- daerah itu lahir dan tumbuh dalam suasana kemerdekaan. Perbedaan suasana pembentukan, sejarah pertumbuhan dan perkembangannya itu menyebabkan nama dan kekuasaan atau wewenangnya juga berbeda. Perbedaan nama (Priesterraad atau Raad Agama di Jawa dan Madura, Kerapatan Qadhi di sebagian bekas residensi Kalimantan Selatan dan Timur serta Mahkamah Syar'iyah di daerah lain dari kedua wilayah itu) dinamakan oleh Undang-Undang No. 14Tahun 1970 (Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman) dengan sebutan Pengadilan Agama. Itulah mungkin yang menjadi dasar mengapa Menteri Agama pada tahun 1980 mengeluarkan keputusan untuk menyeragamkan nama-nama pengadilan dalam lingkungan peradilan agama dengan sebutan pengadilan agama saja di seluruh Indonesia. Namun, kendatipun nama- nya telah sama, kekuasaannya tetap berbeda. Pengadilan Agama di Jawa dan Madura serta di sebagian bekas residensi Kalimantan Selatan dan Timur tidak berwenang mengadili perkara kewarisan dan wakaf. Sebagai akibat teori resepsi

Page 257: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Hukum I slam di Indonesia 271

yang dianut oleh ilmuwan dan pemerintah kolonial Belanda dahulu, sejak 1 April 1937, Pengadilan Agama di wilayah-wilayah tersebut tidak berwenang lagi mengadili perkara kewarisan dan perwakafan, seperti yang telah dijelaskan di depan. Di luar Jawa, Madura dan sebagian bekas residensi Kalimantan Selatan dan Timur, Pengadilan Agama berwenang mengadili perkara perwakafan dan kewarisan yang disebut dengan istilah waris mal-waris.

Selain kekuasaannya berbeda, pengadilan-pengadilan agama itu tidak pula dapat melaksanakan keputusannya sendiri, karena dalam susunannya tidak terdapat jurusita. Ketiga macam perundang-undangan yang membentuk peradilan agama (1882: di Jawa dan Madura, 1937: di sebagian bekas residensi Kalimantan Selatan dan Timur, 1957: di luar wilayah-wilayah tersebut), menyatakan bahwa putusan-putusan badan peradilan agama memerlukan pernyataan dapat dijalankan (fiat eksekusi) dari Pengadilan Negeri jika putusan tersebut tidak

Page 258: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Hukum Islam di Indonesia 281 dipatuhi oleh pihak yang dikalahkan atau kalau pihak yang kalah tidak mau membayar ongkos perkara. Ketua Pengadilan Negeri (dahulu Landraad) menyatakan putusan tersebut "dapat dijalankan," apabila ternyata tidak ada pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan yang termaktub dalam peraturan perundang-undangan pembentukan badan peradilan agama tersebut. Kalau terdapat pelanggaran, Ketua Pengadilan Negeri memberi pernyataan "tidak dapat dijalankan" pada putusan Pengadilan Agama tersebut. Lembaga fiat eksekusi ini sengaja diciptakan oleh pemerintah kolonial Belanda dahulu untuk mengendalikan dan mengawasi badan peradilan agama, dengan antara lain tidak melengkapi susunannya dengan jurusita, sehingga pengadilan agama menjadi pengadilan semu, tidak mandiri melaksanakan putusan-putusannya. Anehnya, "jiwa mengendalikan pengadilan agama itu," tetap dilanjutkan dalam Undang-Undang Perkawinan Nasional (1974) yang menyatakan dalam Pasal 63 ayat (2)-nya bahwa setiap keputusan Pengadilan Agama dikukuhkan oleh Pengadilan Umum (maksudnya Pengadilan Negeri). Menurut ketentuan Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974, pengukuhan itu harus dilakukan, kendatipun sifatnya administratif, terhadap semua putusan Pengadilan Agama yakni semua putusan yang telah mempunyai kekuatan tetap, tidak terbatas hanya pada putusan yang tidak dipatuhi oleh pihak yang dikalahkan atau karena tidak mau membayar ongkos perkara saja seperti yang ditentukan dalam ketiga aturan tentang fiat eksekusi tersebut di atas (K. Wantjik Saleh, 1977: 70-71).

Berbagai kekurangan yang melekat pada diri Peradilan Agama telah menyebabkan Peradilan Agama tidak mampu melaksanakan tugasnya melakukan kekuasaan kehakiman secara mandiri seperti yang dikehendaki oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1974 yang menjadi induknya kini. Selain itu ada pula masalah lain yang menghambat gerak langkah seperti susunan, kekuasaan dan acara Peradilan Agama belum diatur dalam undang-undang tersendiri sebagaimana yang dikehendaki oleh Pasal 12 Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman. Untuk melaksanakan Undang-Undang Nomor

Page 259: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Hukum I slam di Indonesia 273

14 Tahun 1970 tersebut dan untuk menegakkan hukum Islam yang berlaku secara yuridis formal dalam Negara Republik Indonesia, pada tanggal 8 Desember 1988 Presiden Republik Indonesiamenyam- paikan Rancangan Undang-Undang Peradilan Agama kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk dibicarakan dan disetujui sebagai undang-undang menggantikan semua peraturan per- undang-undangan tentang Peradilan Agama yang tidak sesuai lagi dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang tentang Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman dimaksud.

Setelah dibicarakan secara mendalam, dibahas, dan diuji dengan berbagai wawasan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku di negara kita, akhirnya pada hari Kamis tanggal 14 Desember 1989, Rancangan Undang-Undang Peradilan Agama disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat menjadi Undang-Undang Republik Indonesia tentang 'Peradilan Agama.' Lima belas hari kemudian, yaitu tanggal 29 Desember 1989, undang-undang tersebut disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 oleh Presiden Republik Indonesia, diun- dangkan pada tanggal yang sama oleh Menteri Sekretaris Negara dan dimuat dalam Lembaran Negara Nomor 49 Tahun 1989.

Pengesahan Undang-Undang Peradilan Agama itu merupakan peristiwa penting bukan hanya bagi pembangunan perangkat hukum nasional, tetapi juga bagi umat Islam di Indonesia. Sebabnya adalah, dengan disahkannya undang- undang tersebut semakin mantaplah kedudukan Peradilan Agama sebagai salah-satu badan pelaksana kekuasaan kehakiman yang mandiri di tanah air kita dalam menegakkan hukum berdasarkan hukum Islam bagi pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara-perkara (perdata) di bidang perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, wakaf dan sedekah yang telah menjadi hukum positif di tanah air kita. Dengan undang-undang ini, pemeluk agama Islam yang menjadi bagian terbesar penduduk Indonesia, diberi kesempatan untuk menaad hukum Islam yang menjadi bagian mutlak agamanya, sesuai dengan jiwa Pasal 29 Undang-Undang Dasar 1945 terutama ayat (2) nya.

Page 260: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

274 Hukum Islam

Undang-Undang Peradilan Agama

Undang-Undang Peradilan Agama yang telah disahkan dan diundangkan itu terdiri dari VII bab, 108 pasal dengan 'sistematik' dan 'garis garis besar' isinya sebagai berikut: Bab I tentang ketentuan umum, Bab II sampai dengan Bab III mengenai susunan dan kekuasaan Peradilan Agama, Bab IV tentang hukum acara, Bab V ketentuan-ketentuan lain, Bab VI ketentuan peralihan dan Bab VII ketentuan penutup (Undang- Undang Nomor 7: 1989).

Pada uraian berikut akan dikemukakan 'beberapa hal pokok' yang dimuat dalam bab dan bagian-bagiannya. Dalam Bab I disebutkan bahwa Peradilan Agama adalah peradilan bagi orang-orang yang beragama Islam, terdiri dari (1) 'Pengadilan Agama' sebagai pengadilan tingkat pertama dan (2) 'Pengadilan Tinggi Agama' sebagai pengadilan tingkat banding. Kedua- duanya merupakan pelaksana kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara perdata tersebut di atas. Pengadilan Agama berkedudukan di kotamadya atau di ibukota kabupaten, sedang Pengadilan Tinggi Agama berkedudukan di ibukota provinsi. Keduanya berpuncak pada Mahkamah Agung sebagai pengadilan negara tertinggi di Jakarta. Pembinaan teknis peradilannya, karena itu, dilakukan oleh Mahkamah Agung, di bawah pimpinan Ketua Muda Mahkamah Agung Bidang Lingkungan Peradilan Agama. Pembinaan organisasi, administrasi dan keuangan- nya, seperti halnya dengan badan-badan peradilan lain, dilakukan oleh Departemen Teknis yaitu Departemen Agama yang dipimpin oleh Menteri Agama.

Susunannya

Mengenai susunannya diatur dalam tiga bagian di Bab II. 'Bagian Pertama' atau 'bagian umum' menyebut susunan Pengadilan Agama yang terdiri dari pimpinan, yakni seorang ketua dan seorang wakil ketua, hakim anggota, panitera, sekretaris dan jurusita. Susunan Pengadilan Tinggi Agama terdiri dari pimpinan yaitu seorang ketua dan seorang wakil ketua, hakim tinggi (agama) sebagai hakim anggota,

Page 261: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Hukum I slam di Indonesia 275

panitera dan sekretaris. 'Bagian kedua' mengatur tentang syarat, tata cara pengangkatan dan pemberhentian ketua, wakil ketua, hakim, panitera dan jurusita Peradilan Agama. Disebutkan dalam bagian kedua ini bahwa untuk dapat diangkat ke dalam jabatan yang ada dalam susunan pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama, seorang harus memenuhi syarat tertentu. Selain dari syarat- syarat umum yang berlaku bagi pengangkatan pegawai negeri dan pegawai di badan-badan peradilan lain, untuk para pejabat di lingkungan Peradilan Agama ada syarat khusus yakni harus beragama Islam. Syarat ini tidaklah dimaksudkan untuk mengadakan diskriminasi, tetapi kualifikasi, diperlukan agar pencari keadilan yang beragama Islam yang datang ke Pengadilan Agama merasa mantap hati dan perasaannya melaksanakan ibadah umum berurusan dengan orang yang seagama dengan dia. Dan, karena sifat pekerjaan yang khusus di lingkungan Peradilan Agama, kecuali untuk juru- sita, syarat lain yang ditentukan untuk dapat diangkat ke dalam jabatan-jabatan dalam lingkungan Peradilan Agama adalah berijazah sarjana syariah atau sarjana hukum yang menguasai hukum Islam. 'Bagian ketiga' mengatur tentang sekretaris yang memimpin Sekretariat Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama. Panitera Pengadilan Agama merang- kap sebagai Sekretaris Pengadilan Agama. Dalam melaksanakan tugas kesekretariatan ia dibantu oleh seorang wakil sekretaris. Untuk dapat diangkat menjadi wakil sekretaris baik di Pengadilan Agama maupun di Pengadilan Tinggi Agama, seorang calon harus memenuhi syarat-syarat tersebut di atas. Selain beragama Islam, untuk Pengadilan Agama ia harus berijazah serendah-rendahnya sarjana muda syariah atau sarjana muda hukum yang menguasai hukum Islam atau sarjana muda administrasi. Untuk Pengadilan Tinggi Agama, berijazah sarjana syariah atau sarjana hukum yang menguasai hukum Islam.

Kekuasaan Peradilan Agama

Bab III mengatur 'kekuasaan' Pengadilan dalam lingkungan

Page 262: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

276 Hukum Islam

Peradilan Agama. Dalam Pasal 49 ayat (1) disebutkan bahwa Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang (a) perkawinan, (b) kewarisan, wasiat, dan hibah yang dilakukan berdasarkan hukum Islam, (c) wakaf dan shadaqah. Dalam Penjelasan Undang-Undang Peradilan Agama, Pasal 49 ayat (1) di atas dinyatakan cukup jelas. Mengenai 'bidang perkawinan,’ Pasal 49 ayat (2) menyebutkan bahwa yang dimaksud ialah hal-hal yang diatur dalam atau berdasarkan Undang- Undang mengenai Perkawinan yang berlaku. Pasal 49 ayat (2) ini dalam penjelasannya dirinci lebih lanjut ke dalam 22 butir, yaitu (I) izin beristri lebih dari seorang; (2) izin melangsung- kan perkawinan bagi orang yang belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun, dalam hal orang tua atau wali atau keluarga dalam garis lurus ada perbedaan pendapat; (3) dispensasi kawin; (4) pencegahan perkawinan; (5) penolakan perkawinan oleh Pegawai Pencatat Nikah; (6) pembatalan perkawinan; (7) gugatan kelalaian atas kewajiban suami atau istri; (8) perceraian karena talak; (9) gugatan perceraian; (10) 'penye- lesaian harta bersama;' (11) penguasaan anak; (12) pemeliharaan dan pendidikan anak bila bapak yang seharusnya bertanggung jawab tidak mampu memenuhinya; (13) penen- tuan kewajiban memberi biaya penghidupan oleh suami kepada bekas istri atau penentuan suatu kewajiban bagi bekas istri; (14) putusan tentang sah atau tidaknya seorang anak; (15) putusan tentang pencabutan kekuasaan orang tua; (16) pencabutan kekuasaan wali; (17) penunjukan orang lain sebagai wali oleh pengadilan dalam hal seorang anak yang belum cukup berumur 18 (delapan belas) tahun yang diting- galkan oleh kedua orang tuanya padahal tidak ada penun-jukan wali oleh orang tuanya; (19) pembebanan kewajiban ganti kerugian terhadap wali yang telah menyebabkan kerugian atas harta benda anak yang berada di bawah kekuasaannya; (20) penetapan asal-usul anak; (21) putusan tentang peno- lakan pemberian keterangan untuk melakukan perkawinan campuran; dan (22) pernyataan tentang

Page 263: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Hukum I slam di Indonesia 277

sahnya perkawinan yang terjadi sebelum Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan berlaku yang dijalankan menurut peraturan yang lain.

Mengenai butir (10) tersebut di atas perlu dijelaskan bahwa penyelesaian harta bersama yang kini menjadi wewenang Peradilan Agama dan diselesaikan di Pengadilan Agama saja, penting artinya bagi bekas istri dan bekas suami bersangkutan. Juga bagi asas peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan. Sebabnya adalah dengan penyelesaian persoalan harta bersama di Pengadilan Agama, persoalan bekas suami dengan bekas istrinya menjadi selesai sekaligus. Penyelesaian harta bersama dilakukan oleh pengadilan baik karena perceraian maupun atas permohonan pihak-pihak yang berkepentingan di luar sengketa. Dalam Pasal 66 ayat (5), dan Pasal 86 ayat (1) Undang-Undang Peradilan Agama, permohonan atau gugatan soal harta bersama dirumuskan dengan jelas dan dapat dilakukan bersama-sama dengan permohonan atau gugatan soal penguasaan anak, nafkah anak dan nafkah istri. Ini perubahan penting dan mendasar dalam sistem peradilan Indonesia kalau dibandingkan dengan keadaan selama ini. Di waktu yang lalu, soal harta bersama baru dapat dimajukan kemudian dan diselesaikan oleh Pengadilan Negeri, bukan oleh Pengadilan Agama. Menurut Pasal 49 ayat (3), kewe- nangan Pengadilan Agama di 'bidang kewarisan,' yang disebut dalam Pasal 49 ayat (1) huruf b di atas, adalah mengenai (a) penentuan siapa-siapayang menjadi ahli waris, (b) penentuan harta peninggalan, (c) bagian masing-masing ahli waris, dan (d) melaksanakan pembagian harta peninggalan. Dengan demikian, kewenangan Pengadilan Agama di Jawa dan Madura serta sebagian bekas residensi Kalimantan Selatan dan Timur mengenai perkara-perkara kewarisan yang dicabut oleh Pemerintah Belanda pada tahun 1937, melalui undang- undang ini dikembalikan lagi menjadi wewenang Pengadilan Agama. Dengan demikian, kewenangan Pengadilan Agama di Jawa, Madura dan di sebagian bekas residensi Kalimantan Selatan dan Timur disamakan dengan kewenangan Penga-

Page 264: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

278 Hukum Islam

dilan Agama di daerah-daerah lainnya di Indonesia. Pasal 49 ayat (3) ini dalam penjelasan pasal demi pasalnya dinyatakan cukup jelas. Hanya, dalam penjelasan umum disebutkan bahwa 'para pihak sebelum berperkara dapat mempertimbang- kan untuk memilih hukum’ apa yang dipergunakannya dalam pembagian warisan.Mempertimbangkan untuk memilih hukum yang dipergunakan dalam pembagian warisan adalah mempertimbangkan kepentingan atau kemaslahatan ahli waris. Dalam mempertimbangkan kemaslahatan ahli waris, sebelum berperkara, hukum Islam membuka peluang bagi ahli waris untuk ’berdamai,1 bermusyawarah untuk mencapai mufakat dalam menentukan perolehan masing-masing berdasarkan kerelaan, keikhlasan dan kekeluargaan. Mengenai pemilihan hukum ini agaknya adalah tepat dan sesuai dengan martabat Peradilan Agama, kalau pemilihan hukum oleh para pihak hanya mungkin dilakukan 'di luar pengadilan,1 dalam lingkungan keluarga para pihak yang berperkara itu sendiri.

Page 265: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Hukum Acara

Hukum Islam di Indonesia 279

Hukum Acara Peradilan Agama diatur dalam Bab IV. Bagian pertama mengatur hal-hal yang bersifat 'umum.' Di antaranya disebutkan bahwa hukum acara yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku pada pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, kecuali tentang hal-hal yang telah diatur secara khusus dalam undang-undang ini. Hal-hal yang 'diatur secara khusus' dalam Undang-Undang Peradilan Agama, disebutkan dalam bagian kedua undang-undang ini yaitu 'pemeriksaan sengketa perkawinan,' mengenai (a) cerai talak yang datang dari pihak suami, (b) cerai gugat yang datang dari istri atau dari suami, dan (c) cerai karena alasan zina.

Kalau diperhatikan proses pemeriksaan sengketa perkawinan di Pengadilan Agama yang diatur dalam undang-undang ini, jelas bahwa undang-undang ini berupaya melindungi dan 'meningkatkan kedudukan wanita' dengan jalan memberikan hak yang sama kepada istri dalam memajukan gugatan dan melakukan pembelaan di muka Pengadilan. Untuk melindungi pihak istri, misalnya, gugatan perceraian yang dimajukannya pada suami yang menjadi tergugat 'tidak' harus ditujukan ke pengadilan di daerah hukum kediaman tergugat tersebut seperti yang telah menjadi prinsip dalam hukum acara perdata umum, tetapi, dalam Hukum Acara Perdata Peradilan Agama ini, gugatan ditujukan kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman istri (penggugat) bersangkutan. Sementara itu perlu dicatat pula bahwa di bagian pertama Bab IV ini disebutkan pula bahwa tiap penetapan dan putusan Peradilan Agama (harus) dimulai dengan kalimat Bismillahirrahmanirrahim diikuti dengan kata-kata Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Penyebutan kata-kata Bismillahirrahmanirrahim pada setiap penetapan dan putusan Peradilan Agama, selain menunjukkan ciri khusus pelaksana kekuasaan kehakiman yang satu ini, kata-kata itu juga dapat dihubungkan langsung dengan kata-kata "Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa" yang tercantum dalam Pembukaan Undang-

Page 266: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

280 Hukum Islam

Undang Dasar 1945. Selain merupakan penjabaran kalimat yang terdapat dalam Pembukaan Undang- Undang Dasar 1945 kata-kata tersebut mempunyai fungsi dan makna tersendiri bagi hakim dan para pejabat di lingkungan Peradilan Agama dalam melaksanakan tugasnya. Melalui kalimat pendek yang mencakup maknanya itu, mereka diingatkan agar selalu teliti dan hati-hati bekerja, sebab semua (isi) penetapan dan putusan yang mereka tentu- kan dan mereka laksanakan yang diawali dengan asma (nama) Allah itu, sesungguhnya, berada dalam tilikan Allah Yang Maha Mengetahui, Maha Adil dan Maha Bijaksana, yang pasti, menurut keyakinan seorang Muslim, akan dimintai pertang- gungjawabannya kelak di akhirat. Bagian lain yakni bagian ketiga Bab IV ini menyebut soal biaya perkara yang diatur oleh Menteri Agama dengan persetujuan Mahkamah Agung berdasarkan asas peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan.

Ketentuan-ketentuan Lain

Bab V menyebut 'ketentuan-ketentuan'lain mengenai admi- nistrasi peradilan, pembagian tugas para hakim dan panitera dalam melaksanakan pekerjaan masing-masing. Dalam bab ini disebut dengan jelas 'jurusita' untuk (a) melaksanakan semua perintah yang diberikan oleh ketua sidang, (b) menyampaikan pengumuman-pengumuman, teguran-teguran dan pemberitahuan penetapan atau putusan Pengadilan menurut cara-cara berdasarkan ketentuan-ketentuan undang- undang, (c) melakukan penyitaan atas perintah Ketua Pengadilan, (d) membuat berita acara penyitaan, yang salinan resminya diserahkan kepada pihak-pihak yang berkepen- tingan. Jurusita Pengadilan Agama berwenang melakukan tugasnya di daerah hukum pengadilan yang bersangkutan.

'Jurusita tidak ada' dalam susunan Peradilan Agama 'sebelum' undang-undang ini berlaku, sehingga dalam melaksanakan putusannya yang tidak mau diterima oleh para pihak, terutama oleh mereka yang kalah, Pengadilan Agama selalu harus meminta bantuan dan, akibatnya, bergantung pada Pengadilan Negeri. Dengan kata lain,

Page 267: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Hukum I slam di Indonesia 281

karena tidak ada jurusita dalam tubuhnya sendiri, putusan Pengadilan Agama tidak dapat dilaksanakannya sendiri, tetapi harus minta persetujuan untuk dilaksanakan dari Ketua Pengadilan Negeri. Persetujuan ini, dalam kepustakaan hukum di Indonesia, seperti telah disebut, disebut fiat executie. Karena ketiadaan jurusita itu pula maka setiap putusan Pengadilan Agama di bidang perkawinan selama ini perlu dikukuhkan oleh Pengadilan Umum atau Pengadilan Negeri. Dengan Undang-Undang Peradilan Agama ini, ketergantungan Pengadilan Agama kepada Pengadilan Negeri yang telah berlangsung sejak tahun 1830 di Jawa dan Madura, diakhiri. Melalui undang-undang ini pula semua aturan yang menentukan ketergantungan Peradilan Agama kepada Peradilan Umum, telah dihapuskan. Kini, Peradilan Agama tidak lagi seakan-akan "peradilan semu," tetapi telah benar-benar menjadi peradilan mandiri.

Page 268: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

292 Hukum Islam

Ketentuan Peralihan

Bab VI mengenai 'ketentuan peralihan.' Dalam bab ini disebutkan antara lain bahwa (1) semua Badan Peradilan Agama yang telah ada dinyatakan sebagai Badan Peradilan Agama menurut undang-undang ini. Di seluruh Indonesia, Peradilan Agama, pada waktu undang-undang ini berlaku, berjumlah 321 buah, terdiri dari 303 Pengadilan Agama dan 18 Pengadilan Tinggi Agama. Ketentuan peralihan ini menyatakan pula bahwa (2) semua peraturan pelaksanaan yang telah ada mengenai Peradilan Agama dinyatakan tetap berlaku sepanjang peraturan itu tidak bertentangan dengan undang-undang ini dan selama ketentuan baru berdasarkan undang-undang ini belum dikeluarkan.

Ketentuan Penutup

Bab VII tentang 'ketentuan penutup.' Dalam bab terakhir ini ditegaskan bahwa pada saat mulai berlakunya Undang- Undang Peradilan Agama, semua peraturan tentang Peradilan Agama di Jawa dan Madura, di sebagian (bekas) Residen Kalimantan Selatan dan Timur, dan di bagian lain wilayah Republik Indonesia, dinyatakan tidak berlaku lagi. Dengan demikian, terciptalah kesatuan hukum yang mengatur Peradilan Agama di seluruh Indonesia, sebagai penerapan Wawasan Nusantara. Di samping itu dinyatakan juga bahwa aturan mengenai pengukuhan yang disebut Pasal 63 ayat (2) Undang-Undang Perkawinan, yang disinggung di atas, tidak berlaku lagi. Disebutkan pula dalam ketentuan penutup ini bahwa 'pembagian harta peninggalan di luar sengketa' antara orang-orang yang beragama Islam yang dilakukan berdasarkan hukum Islam diselesaikan (juga) oleh Pengadilan Agama.

Dengan disahkannya Undang-Undang Peradilan Agama, perubahan penting dan mendasar telah terjadi dalam lingkungan Peradilan Agama. Di antaranya dapat disebut hal-hal berikut:

1. Peradilan Agama telah menjadi peradilan mandiri, kedu- dukannya benar-benar telah sejajar dan sederajat dengan

Page 269: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Hukum I slam di Indonesia 283

Peradilan Umum, Peradilan Militer, dan Peradilan Tata Usaha Negara.

2. Nama, susunan, wewenang (kekuasaan) dan hukum acara- nya telah sama dan seragam di seluruh Indonesia. Tercipta- nya unifikasi Hukum Acara Peradilan Agama akan me- mudahkan terwujudnya ketertiban dan kepastian hukum yang berintikan keadilan dalam lingkungan Peradilan Agama.

3. Perlindungan terhadap wanita lebih ditingkatkan, dengan jalan, antara lain, memberikan hak yang sama kepada istri dalam berproses dan membela kepentingannya di muka Pengadilan Agama.

4. Lebih memantapkan upaya penggalian berbagai asas dan kaidah hukum Islam sebagai salah-satu bahan baku dalam penyusunan dan pembinaan hukum nasional melalui jurisprudensi.

Di samping itu, dapat dicatat pula bahwa dengan Undang- Undang Peradilan Agama,

5. Ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Pokok Kekuasaan Kehakiman (1970) terutama yang disebut pada Pasal 10 ayat (1) mengenai kedudukan pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama dan Pasal 12 tentang susunan, kekuasaan dan (hukum) acaranya, telah terwujud.

6. Pembangunan hukum nasional berwawasan nusantara yang sekaligus pula berwawasan bineka tunggal ika dalam bentuk Undang-Undang Peradilan Agama telah terlaksana (Moh. Daud Ali, 1989: 12).

KOMPILASI HUKUM ISLAM

Rancangan Kompilasi Hukum Islam yang terdiri dari tiga buku yaitu buku I tentang Hukum Perkawinan, buku II tentang Hukum Kewarisan, dan buku III tentang Hukum Perwakafan, selaras dengan wewenang utama Peradilan Agama, yang telah diterima baik oleh para ulama dan sarjana hukum Islam seluruh Indonesia dalam lokakarya

Page 270: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

284 Hukum Islam

yang diselenggarakan di Jakarta tanggal 2 sampai dengan 5 Februari 1988, melalui Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tanggal lOJuni 1991 telah ditentukan sebagai pedoman bagi instansi pemerintah dan masyarakat yang memerlukannya dalam menyelesaikan masalah-masalah di ketiga bidang hukum tersebut. Menteri Agama, sebagai Pembantu Presiden, dalam Surat Keputusannya Nomor 154 Tahun 1991 tanggal 22 Juli 1991, dalam rangka melaksanakan Instruksi Presiden tersebut, meminta kepada seluruh instansi Departemen Agama, termasuk Peradilan Agama di dalamnya, dan instansi pemerintah lainnya yang terkait agar menyebarluaskan Kompilasi Hukum Islam dimaksud. Dalam bagian kedua diktum Keputusan Menteri Agama tentang pelaksanaan Instruksi Presiden itu disebutkan pula bahwa seluruh lingkungan instansi itu, terutama Peradilan Agama (MDA), agar 'menerapkan' Kompilasi Hukum Islam ter-sebut di samping peraturan perundang-undangan lainnya dalam menyelesaikan masalah-masalah di bidang hukum perkawinan, kewarisan dan perwakafan.

Sebagaimana diketahui, selain kesadaran hukum masyarakat dan penegak hukum yang baik dan benar dalam menjalankan tugasnya, penyelenggaraan hukum di dalam suatu masyarakat dan negara ditentukan pula oleh kejelasan peraturan hukumnya. Peraturan hukum yang jelas ini selain berguna untuk kepastian hukum, juga sangat diperlukan dalam penegakan keadilan hukum. Di lingkungan Peradilan Agama di tanah air kita di masa yang lampau, hukum yang diterapkan dalam menyelesaikan suatu perkara tidaklah begitu jelas, karena selain terpencar di dalam berbagai kitab fiqih yang banyak jumlahnya juga tercantum dalam aneka pendapat yang berbeda. Biro Peradilan Agama, yang kini bernama Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama, dalam Surat Edarannya Nomor 8/1/735 Tahun 1958 menentukan tiga belas kitab fiqih yang menjadi pegangan hakim agama dalam menyelesaikan sengketa yang dimajukan padanya.

Selain tersebar di tiga belas kitab fiqih tercantum dalam Surat Edaran Biro Peradilan Agama itu, hasil penalaran para fuqaha (para

Page 271: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Hukum I slam di Indonesia 285

ahli hukum fiqih Islam) dalam kitab-kitab dimaksud juga berbeda satu dengan yang lain walaupun mereka berada dalam satu aliran hukum atau mazhab yang sama: Syafi'i. Perbedaan itu disebabkan karena selain pengalaman dan pengetahuan mereka berbeda, juga karena ditulis dalam kurun waktu yang tidak sama di tempat yang berlainan pula. Hal ini tidak menguntungkan perkembangan hukum Islam di tanah air kita, sebab selain menimbulkan ketidakpastian hukum juga menyebabkan umat Islam Indonesia berpaling pada hukum lain yang disusun secara sistematis dan jelas di dalam kitab undang-undang atau peraturan perundang-undangan.

Itulah mungkin yang menjadi salah satu pertimbangan mengapa pada tanggal 21 Maret 1984 Ketua Mahkamah Agung dan Menteri Agama Republik Indonesia mengeluarkan Surat Keputusan Bersama membentuk sebuah panitia yang ber- tugas mengumpulkan bahan-bahan dan merancang Kompilasi Hukum Islam mengenai Hukum Perkawinan, Kewarisan dan Perwakafan yang akan dipergunakan oleh Peradilan Agama sebagai hukum terapan dalam melaksanakan tugas dan wewe- nangnya. Kompilasi yang akan disusun itu, diharapkan, selain akan tetap sesuai dengan ajaran Islam juga mampu menam- pung nilai-nilai serta norma-norma hukum yang tumbuh, hidup dan berkembang dalam masyarakat. Untuk memenuhi harapan itu, Panitia dimaksud menempuh empat jalur dalam melaksanakan kegiatannya. Jalur pertama adalah jalur peng- kajian kitab-kitab fiqih dengan bantuan beberapa (tenaga pengajar) Fakultas Syariah IAIN di Indonesia. Jalur ke dua adalah jalur pendapat ulama, khususnya ulama fiqih di tanah air kita. Beberapa ulama fiqih terkemuka dihubungi, diwawan- carai dan dicatat pendapat mereka mengenai beberapa hal tertentu dan dijadikan bahan masukan dalam penyusunan kom-pilasi itu. Jalur ke tiga adalah jalur jurisprudensi yang terhimpun dalam putusan-putusan Pengadilan Agama seluruh Indonesia se-jak zaman penjajahan Belanda dahulu sampai dengan kompilasi itu tersusun (1987). Jalur keempat adalah studi perbandingan mengenai pelaksanaan dan penegakan hukum Islam di negara-negara Muslim, terutama negara- negara tetangga (misalnya Malaysia) yang penduduknya beragama Islam.

Page 272: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

286 Hukum Islam

Setelah bahan-bahan diperoleh melalui ke empat jalur tersebut, panitia perumus lalu bekerja menyusun bahan-bahan di-maksud secara 'logis sistematis,' dituangkan ke dalam pasal- pasal dengan bahasa peraturan perundang-undangan yang berlaku di tanah air kita. Oleh panitia perumus telah diupayakan menyusun pasal-pasal kompilasi itu dengan bahasa yang sederhana, mudah dipahami, singkat, walaupun, sebagai karya manusia, tentu saja terdapat kekurangan di sana sini.

Dalam menyusun kompilasi ini pertimbangan-pertim- bangan 'kemaslahatan' amat diperhatikan oleh panitia, terutama mengenai hal-hal yang termasuk ke dalam kategori ijtihadi. Dengan begitu, diharapkan, selain akan dapat memelihara dan menampung aspirasi hukum serta keadilan masyarakat, kompilasi itu juga akan mampu berperan sebagai perekayasa (social engineering) masyarakat Muslim Indonesia.

Berdasarkan catatan singkat tersebut di atas, Kompilasi Hukum Islam (diharapkan) dapat menyatukan wawasan hakim- hakim Peradilan Agama di Indonesia dalam memecahkan berbagai masalah yang dimajukan kepada mereka. Selain itu, seperti yang dikemukakan oleh almarhum Wasit Aulawi, Kompilasi Hukum Islam ini, mudah-mudahan dapat (1) memenuhi asas manfaat dan keadilan berimbang yang terdapat dalam hukum Islam, (2) mengatasi berbagai masalah khilafiyah (perbedaan pendapat) untuk menjamin kepastian hukum, dan (3) mampu menjadi bahan baku dan berperan aktif dalam pembinaan hukum nasional (HA Wasit Aulawi, 1989:12).

Kompilasi Hukum Islam, yakni kumpulan atau himpunan kaidah-kaidah hukum Islam yang disusun secara sistematis tersebut di atas terdiri dari tiga buku. Masing-masing buku dibagi ke dalam beberapa bab dan pasal, dengan sistematika sebagai berikut. Buku I Hukum

Perkawinan terdiri dari 19 bab dengan 170 pasal. Bab I adalah Ketentuan

Umum berisi rumusan penjelasan mengenai kata-kata penting yang terdapat dalam buku tersebut. Dalam Pasal 1 dirumuskan arti: peminangan, wali hakim, akad nikah, mahar, taklik talak, harta kekayaan dalam perkawinan atau harta bersama, pemeliharaan anak,

Page 273: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Hukum I slam di Indonesia 287

perwalian, khuluk dan mut'ah (pemberian mantan suami kepada isteriyang ditalak berupa benda atau uang, dan sebagainya sebagai bekal hidup, penghibur had, mantan isterinya). Bab II Dasar-dasar

Perkawinan (Pasal 2 sampai 10). Dalam Pasal 2 bab ini disebut pernikahan sebagai akad yang sangat kuat dan melaksanakannya merupakan ibadah. Pasal 3 menyebut tujuan perkawinan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah (sejahtera-bahagia), yang dibina dengan mawaddah (cinta) dan rahmah (kasih sayang). Dalam Pasal 4 disebut sahnya perkawinan bila dilakukan menurut hukum Islam. Pada Pasal 5 ditegaskan bahwa setiap perkawinan harus dicatat oleh Pegawai Pencatat Nikah. Karena itu, dalam Pasal 6 dinyata- kan bahwa setiap perkawinan harus dilangsungkan di hadapan dan di bawah pengawasan Pegawai Pencatat Nikah. Dan, perkawinan yang dilakukan di luar pengawasan pencatat nikah tidak mempunyai kekuatan hukum. Di dalam Pasal 7 disebutkan bahwa perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh Pegawai Pencatat Nikah. Demikian antara lain isi beberapa pasal Kompilasi Hukum Islam dalam Bab II. Bab III Peminangan (Pasal 11 sampai dengan Pasal 13). Dalam Pasal 11 disebut tata cara peminangan. Di Pasal 12 disebut wanita yang dapat atau boleh dipinang (gadis atau janda yang telah habis masa iddahnya), sedang wanita yang tidak boleh dipinang adalah wanita yang sedang dipinang pria lain, wanita yang ditalak tetapi yang mungkin rujuk atau kembali bersatu dengan suaminya (dalam masa iddah raj'iah). Pasal 13 menyebut peminangan belum menimbulkan akibat hukum dan pemutusan peminangan dilakukan sesuai dengan tuntunan agama dan kebiasaan setempat. Bab IV (Pasal 14 sampai dengan 29) 'Rukun dan Syarat Perkawinan.' Pasal 14 menyebut rukun nikah yaitu (1) calon suami, (2) calon isteri, (3) wali nikah, (4) dua orang saksi, dan (5) ijab dan kabul. Pasal 15 sampai dengan 18 menjelaskan tentang calon mem- pelai (calon suami-isteri), batas umur untuk menikah (19-16 tahun), persetujuan mereka untuk dinikahkan yang harus ditanya sebelum pernikahan dilangsungkan. Pasal 19 menyebut tentang wali

Page 274: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

288 Hukum Islam

nikah. Pasal 20 menyebut siapa yang berhak menjadi wali nikah yaitu wali nasab (yang mempunyai hubungan darah dengan calon mempelai wanita) dan wali hakim. Di Pasal 21 diatur susunan keutamaan kekerabatan wali nasab. Pasal 22 tentang pergeseran wali nasab, apabila wali nasab yang paling berhak berhalangan menjadi wali nikah. Pasal 23 menyebut wali hakim (pejabat pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Agama) menjadi wali nikah apabila wali nasab tidak ada, berhalangan atau enggan melakukan pernikahan calon mempelai wanita. Pasal 24 menyebut tentang saksi. Menurut ayat (2) pasal ini setiap perkawinan harus disaksikan oleh dua orang. Pasal 25 tentang syarat orang yang dapat menjadi saksi (Muslim, adil, akil balig, waras dan tidak tuli). Di Pasal 26 dinyatakan bahwa saksi harus hadir menyaksikan langsung akad nikah serta menandatangani Akta Nikah pada waktu dan di tempat akad nikah dilangsungkan. Pasal 27 menyatakan bahwa ijab dan kabul antara wali dan calon mempelai pria harus jelas beruntun, tidak berselang waktu. Di Pasal 28 dinyatakan bahwa akad nikah dilaksanakan sendiri secara pribadi oleh wali nikah, tetapi wali nikah dapat mewakilkannya kepada orang lain. Pasal 29 menyebut calon mempelai pria pribadi yang berhak mengucapkan kabul. Namun, dalam hal- hal tertentu pengucapan kabul dapat diwakilkan kepada pria lain dengan pemberian kuasa tertulis secara tegas. Kalau calon mempelai wanita atau walinya keberatan calon mempelai pria diwakili, akad nikah tidak boleh dilangsungkan. Bab V mengenai Mahar (Pasal 30 sampai dengan Pasal 38). Dalam Pasal 30 disebutkan calon mempelai pria wajib membayar mahar kepada calon mempelai wanita yang jumlah, bentuk dan jenis- nya disepakati oleh kedua belah pihak. Pada butir d. Ketentuan Umum Buku I dikatakan bahwa yang dimaksud dengan mahar adalah pemberian dari calon mempelai pria kepada calon mempelai wanita, baik ber-bentuk barang, uang atau jasa yang tidak bertentangan dengan hukum Islam. Pasal 31, 32, dan 33 menyebut tatacara penentuan mahar, pemberiannya kepada calon mempelai wanita dan penyerahannya yang dapat tunai tetapi boleh juga ditangguhkan baik untuk seluruhnya maupun untuk

Page 275: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Hukum I slam di Indonesia 289

sebagian. Di Pasal 34 dinyatakan bahwa mahar bukan merupakan rukun dalam perkawinan. Kelalaian menyebut jenis dan jumlahnya waktu akad nikah, tidak menyebabkan batalnya perkawinan. Dalam Pasal 35 disebutkan penyelesaian mahar kalau suami menalak isterinya atau meninggal dunia sebelum mereka berkumpul sebagai suami isteri. Pasal 36, 37, dan 38 mengatur soal-soal mengenai mahar dan pemecahan masalahnya kalau terjadi hal-hal teknis yang disebutkan dalam pasal-pasal tersebut. Bab VI Larangan Kawin (Pasal 39 sampai dengan Pasal 44). Pada Pasal 39 dinyatakan seorang laki-laki atau pria dilarang kawin dengan seorang wanita (1) Karena pertalian darah (nasab) yaitu perkawinan antara seorang laki-laki dengan (a) seorang wanita yang melahirkan atau yang menurunkannya atau keturunannya, (b) dengan seorang wanita keturunan ayah atau ibu, (c) dengan seorang wanita saudara yang melahirkannya. (2) Karena pertalian perkawinan (kerabat, semenda) yakni perkawinan antara seorang pria dengan (a) seorang wanita yang melahirkan isterinya atau bekas isterinya, (b) dengan seorang wanita bekas isteri orang yang menurunkannya, (c) dengan seorang wanita keturunan isteri atau bekas isterinya, kecuali putusnya perkawinan dengan bekas isterinya itu sebelum mereka berhubungan sebagai suami isteri, (d) dengan seorang wanita bekas isteri keturunannya. (3) Karena pertalian sesusuan, yaitu (a) dengan wanita yang menyusuinya dan seterusnya menurut garis lurus ke atas, (b) dengan wanita sesusuan dan seterusnya menurut garis lurus ke bawah, (c) dengan wanita saudara sesusuan, dan kemenakan sesusuan ke bawah, (d) dengan wanita bibi sesusuan dan nenek bibi sesusuan ke atas, (e) dengan anak yang disusui oleh isterinya dan keturunannya. Pasal 40 menyatakan: dilarang perkawinan seorang pria (laki- laki) dengan seorang wanita karena keadaan tertentu, yaitu (a) karena wanita bersangkutan masih terikat perkawinan dengan pria lain, (b) wanita yang masih berada dalam masa iddah dengan pria lain. Dalam Undang-Undang Perkawinan, masa iddah atau idah disebut masa tunggu bagi seorang wanita yang ditalak atau kematian suami atau hamil, sebelum

Page 276: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

290 Hukum Islam

kawin lagi dengan pria lain, (c) seorang wanita yang tidak beragama Islam. Pada Pasal 41 ditegaskan bahwa (1) seorang pria dilarang memadu isterinya dengan seorang wanita yang mempunyai hubungan pertalian darah atau susuan dengan isterinya, yaitu (a) saudara kandung, seayah atau seibu serta keturunannya, (b) wanita dengan bibinya atau kemenakannya. (2) Larangan tersebut pada ayat (1) tetap berlaku meskipun isteri atau isteri-isterinya telah ditalak raj'i (talak yang dapat dirujuk atau kembali lagi sebagai suami isteri) tetapi masih dalam masa iddah. Pasal 42 menyebut larangan bagi seorang pria melangsungkan perkawinan dengan seorang wanita apabila pria tersebut sedang terikat tali perkawinan dengan lebih dari seorang isteri. Pasal 43 melarang perkawinan seorang pria (a) dengan seorang wanita bekas isterinyayang (telah) ditalak tiga kali, (b) dengan seorang wanita bekas isterinya yang di/t'an (yaitu tuduhan dengan sumpah). Pada ayat (2)-nya disebut gugurnya larangan tersebut pada huruf (a) kalau mantan isteri itu telah kawin dengan dan bercerai lagi dari pria lain. Dalam Pasal 44 ditegaskan bahwa seorang wanita Islam dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang pria yang tidak beragama Islam. Bab VII Perjanjian Perkawinan (Pasal 45 sampai dengan Pasal 52). Dalam Pasal 45 disebut bahwa kedua mempelai dapat mengadakan perjanjian perkawinan dalam bentuk (1) taklik talak. Taklik talak adalah talak yang digantungkan pada hal atau keadaan tertentu yang disebutkan dalam perjanjian perkawinan yang diucapkan pengantin laki-laki setelah ijab kabul. Kendatipun taklik talak bukan merupakan suatu perjanjian yang wajib diadakan pada setiap perkawinan, tetapi biasanya dalam setiap perkawinan yang dilangsungkan di Indonesia mempelai pria mengucapkan taklik talak itu. Dan, sekali taklik talak sudah diucapkan, perjanjian itu tidak dapat dicabut kembali. (2) Perjanjian lain yang tidak bertentangan dengan hukum Islam. Biasanya perjanjian perkawinan bentuk ini adalah mengenai percampuran atau pemisahan harta pencarian masing-masing, sepanjang tidak bertentangan dengan hukum Islam. Rincian perjanjian perkawinan

Page 277: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Hukum I slam di Indonesia 291

diatur dalam Pasal-pasal 46,47, 48,49, 50, 51, dan 52 yang tidak diuraikan dalam buku pengantar ini. Bab VIII Kawin Hamil diatur dalam Pasal 53 sampai dengan Pasal 54. Bab IX mengenai Beristeri Lebih dari

Satu Orang (Pasal 55 sampai dengan Pasal 59). Bab X tentang Pencegahan Perkawinan ditentukan dalam Pasal 60 sampai dengan Pasal 69. Bab XI Batalnya Perkawinan diatur dalam Pasal 70 sampai dengan Pasal 76. Berhubung isi Bab-bab tersebut yang diatur dalam pasal- pasalnya tidak begitu penting bagi mahasiswa, menurut hemat penulis, ditunda saja pembicaraannya dalam Hukum Kekeluargaan Islam semester yang akan datang. Karena itu, juga tidak diuraikan dalam buku pengantar ini. Bab XII mengatur Hak dan Kewajiban Suami Isteri (Pasal 77 sampai dengan Pasal 84). Dalam Pasal 77 diatur hal-hal yang 'umum' mengenai hak dan kewajiban suami isteri. Di Pasal 77 disebut bahwa (1) suami isteri memikul kewajiban yangluhur untuk menegakkan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah yang menjadi sendi dasar susunan masyarakat. (2) Suami isteri wajib saling cinta mencintai, hormat menghormati, serta setia dan mem- beri bantuan lahir batin yang satu kepada yang lain. (3) Suami isteri memikul kewajiban untuk mengasuh dan memelihara anak-anak mereka, baik mengenai pertumbuhan jasmani, rohani maupun kecerdasannya dan pendidikan agamanya. (4) Suami isteri wajib memelihara kehormatan mereka. (5) Jika suami atau isteri melalaikan kewajibannya, masing-masing dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Agama. Dalam Pasal 78 ditentukan (1) Suami isteri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap, (2) Rumah kediaman yang dimaksud dalam ayat (1) ditentukan oleh suami isteri bersama. Tentang 'Kedudukan Suami Isteri' diatur dalam Pasal 79, berbunyi (1) Suami adalah kepala keluarga dan isteri ibu rumah tangga. (2) Hak dan Kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan per- gaulan hidup bersama dalam masyarakat. (3) Masing- masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum. Tentang 'kewajiban suami' disebut dalam Pasal 80. Dalam pasal ini dinyatakan bahwa (1) Suami adalah pembimbing isteri

Page 278: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

292 Hukum Islam

dan rumah tangganya, akan tetapi mengenai hal-hal urusan rumah tangga yang penting-penting diputuskan oleh suami isteri bersama. (2) Suami wajib melindungi isterinya dan mem- berikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya. (3) Suami wajib memberikan pendidikan agama kepada isterinya dan memberi kesempatan kepada isterinya mempelajari pengetahuan yang berguna dan bermanfaat bagi (dirinya sendiri, keluarga) agama, nusa, dan bangsa. (4) Sesuai dengan penghasilannya, suami menang- gung (a) nafkah, pakaian, dan tempat kediaman isteri, (b) biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan isteri dan anak, (c) biaya pendidikan anak. (7) Kewajiban suami tersebut dalam huruf (a) dan (b) ayat (4) di atas gugur apabila isteri nusyuz (membangkang tidak memenuhi kewajibannya sebagai isteri tanpa alasan yang dibenarkan oleh hukum Islam). Ayat (5) dan (6) Pasal 80 tidak dikutip, karena tidak begitu relevan disebut dalam pengantar ini. Tentang 'tempat kediaman,1 diatur dalam Pasal 81. Pada ayat (1) pasal ini disebutkan bahwa suami wajib menyediakan tempat kediaman bagi isteri dan anak-anaknya atau isteri yang sudah dicerai tetapi masih dalam masa iddah. (2) Tempat kediaman adalah tempat tinggal yang layak untuk isteri selama dalam ikatan perkawinan atau dalam iddah talak atau iddah

wafat. (3) Tempat kediaman disediakan untuk melindungi isteri dan anak-anak dari gangguan pihak lain, sehingga mereka merasa aman dan tenteram. Tempat kediaman juga berfungsi sebagai tempat menyimpan harta kekayaan, sebagai tempat menata dan mengatur alat-alat rumah tangga. (4) Suami wajib melengkapi tempat kediaman sesuai dengan kemampuannya serta diselaraskan dengan keadaan lingkungan tempat tinggal, baik berupa alat perlengkapan rumah tangga maupun sarana penunjang lainnya. Kewajiban suami yang beristeri lebih dari seorang yang disebut dalam Pasal 82 tidak dicantumkan dalam pengantar ini. Dalam Pasal 83 dan 84 disebut Kewajiban Isteri. Pada Pasal 83 ayat (1) dinyatakan bahwa kewajiban utama seorang isteri ialah setia lahir dan batin kepada suami di dalam batas-batas yang dibenarkan oleh hukum Islam. (2) Menyelenggarakan

Page 279: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Hukum I slam di Indonesia 293

dan mengatur keperluan rumah tangga sehari-hari dengan sebaik-baiknya. Di Pasal 84 dinyatakan bahwa (1) Isteri dapat dianggap nusyuz jika ia tidak mau melaksanakan kewajiban-kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (1) kecuali dengan alasan yang sah. (2) Selama isteri dalam nusyuz, kewajiban suami terhadap isterinya tersebut pada Pasal 80 ayat (4) huruf (a) dan (b) tidak berlaku, kecuali hal-hal yang berhubungan dengan kepentingan anaknya. (3) Kewajiban suami tersebut pada ayat (2) di atas berlaku kembali sesudah isteri tidak (lagi) nusyuz. (4) Ketentuan tentang ada atau tidak adanya nusyuz isteri harus didasarkan atas bukti yang sah. Bab XIII Harta Kekayaan dalam Perkawinan (Pasal 85 sampai dengan Pasal 97). Dalam Pasal 85 dinyatakan adanya 'harta bersama' dalam perkawinan (dengan) tidak menutup kemungkinan adanya harta masing-masing suami isteri. Pasal 86, 87, 88, 89, 90, 91 menyebut tentang prinsip adanya harta

Page 280: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

294 Hukum Islam

bersama dan harta masing-masing suami isteri, tanggung jawab menjaga harta bersama, harta isteri dan harta suami, bentuk- nya berwujud atau tidak berwujud, pengelolaannya, per- tanggung jawaban dan soal-soal teknis lainnya. Pasal 92, 93, 94, dan 95 tidak dicantumkan dalam buku pengantar ini. Dalam Pasal 96 dinyatakan bahwa (1) apabila terjadi cerai mati, separuh harta bersama menjadi hak pasangan yang hidup lebih lama. (2) Pembagian harta bersama seorang suami atau isteri yang hilang harus ditangguhkan sampai kepastian matinya yang hakiki atau matinya secara hukum atas putusan Pengadilan Agama. Dalam Pasal 97 dinyatakan bahwa janda atau duda cerai hidup masing-masing berhak seperdua harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan. Bab XIV mengenai 'Pemeliharaan Anak' (Pasal 98 sampai dengan Pasal 106). Yang dianggap penting dibicarakan dalam pengantar ini hanyalah Pasal 99, 100, 101, 103 dan 105. Dalam Pasal 99 disebutkan bahwa anak yang sah adalah (a) anak yang dilahirkan dalam atau akibat perkawinan yang sah, (b) hasil pembuahan suami isteri yang sah di luar rahim dan dilahirkan oleh isteri tersebut. Pasal 100 menyatakan bahwa anak yang lahir di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan darah (nasab) dengan ibunya dan keluarga ibunya. Pasal 101 menyebut: seorang suami yang mengingkari sahnya anak, sedang isterinya tidak menyangkalnya, dapat meneguh- kan pengingkarannya dengan li'an (tuduhan dengan sumpah tersebut di depan). Dalam ayat (1) Pasal 103 ditegaskan bahwa asal usul seorang anak hanya dapat dibuktikan dengan akta kelahiran atau alat bukti lainnya. Dalam Pasal 105 diatur, dalam hal terjadi perceraian: (a) pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun adalah hak

Hukum Islam di Indonesia 307 ibunya, (b) pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz (sudah berumur 12 tahun) diserahkan kepada anak bersangkutan untuk memilih ayah atau ibunyakah yang berhak atas pemeliharaannya, (c) biaya pemeliharaan (anak) ditanggung oleh ayahnya. Bab XV Perwalian (Pasal 107 sampai dengan Pasal 112). Bab XVI Putusnya Perkawinan (Pasal 113 sampai

Page 281: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

dengan Pasal 148). Bab XVII Akibat Putusnya Perkawinan (Pasal 149 sampai dengan Pasal 162). Bab XVIII Rujuk (Pasal 163 sampai dengan Pasal 169). Bab XIX Masa Berkabung (Pasal 170). Isi Bab-bab tersebut terakhir ini (XV sampai dengan XIX) tidak dicantumkan dalam buku atau kitab pengantar ini.

Buku II Hukum Kewarisan terdiri dari 6 bab dengan 44 pasal (dari Pasal 171 sampai dengan Pasal 214). Bab I adalah Ketentuan Umum (Pasal 171). Seperti halnya dengan ketentuan umum di buku I, memuat penjelasan singkat tentang kata-kata penting yang dimuat dalam buku II. Kata-kata tersebut adalah hukum kewarisan, pewaris, ahli waris, harta peninggalan, (harta) warisan, wasiat, hibah, anak angkat dan baitul mal. Bab II tentang Ahli Waris (Pasal 172 sampai dengan Pasal 175). Bab III Besarnya Bagian (Pasal 176 sampai dengan Pasal 191). Bab IV Aul dan Rad (Pasal 192 sampai dengan Pasal 193). Bab V Wasiat

(Pasal 194 sampai dengan Pasal 209). Bab VI Hibah (Pasal 210 sampai dengan Pasal 214). Karena rumusan dalam pasal-pasal mengenai Hukum Kewarisan ini tidak begitu baik dan yang dimuat hanya beberapa hal saja, maka tidak ada salahnya kalau dalam pengantar ini dicantumkan beberapa hal penting yang sifatnya mendasar tentang kewarisan. Dalam hukum kewarisan ada unsur-unsur yang memungkinkan peralihan harta peninggalan seseorang berlangsung sebagaimana mesti- nya. Unsur-unsur tersebut adalah (1) pewaris, (2) harta warisan atau harta peninggalan, dan (3) ahli waris.

Yang dimaksud (1) pewaris adalah seseorang yang telah meninggal dunia, meninggalkan sesuatu untuk keluarganya yang masih hidup. Berdasarkan asas ijbari (wajib dilaksanakan, yang akan dijelaskan di bawah), pewaris pada waktu akan meninggal tidak berhak menentukan siapa-siapa yang akan memperoleh harta yang ditinggalkannya, berapa bagian masing-masing dan bagaimana cara mengalihkan harta itu. Sebab, semuanya telah ditentukan Alah secara pasti yang wajib dilaksanakan. Kalau adapun kemerdekaan yang diberikan Allah kepadanya (kepada calon pewaris) mengenai harta yang akan ditinggalkannya, kemerdekaan itu hanya terbatas pada pengalihan

Page 282: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

296 Hukum Islam

sepertiga harta yang akan ditinggalkannya untuk seseorang yang dikehendakinya. Batas itu ditentukan, untuk menjaga agar hak ahli waris yang telah ditentukan Allah tidak terlanggar. Yang dimaksud dengan (2) 'harta warisan1 atau 'harta peninggalan' adalah segala sesuatu yang ditinggal- kan pewaris yang secara hukum dapat beralih kepada ahli warisnya. Oleh karena itu, harta peninggalan tersebut haruslah harta yang sepenuhnya merupakan milik pewaris. Benda yang bukan sepenuhnya milik pewaris, tidak dapat dialihkan kepada ahli warisnya. Bentuknya mungkin benda bergerak, benda tidak bergerak, berwujud atau berupa hak-hak tertentu. Mengenai hutang-hutang pewaris, ahli waris hanya bertang- gung jawab terbatas pada jumlah harta peninggalan pewaris saja. Artinya ahli waris tidak wajib membayar hutang-hutang pewaris dengan harta pribadinya, melebihi harta yang diting- galkan pewaris. Namun, di dalam praktik kematian di tanah air kita, anak yang baik selalu melunasi hutang orang tuanya

Hukum Islam di Indonesia 309 yang telah meninggal dunia berdasarkan pertimbangan akhlak: bakti atau berbuat baik kepada orang tua. Unsur ke (3) adalah ahli waris dan hak atau bagian mereka masing-masing. Yang dimaksud dengan ahli waris adalah orang atau orang-orang yang berhak atas harta warisan yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal dunia. Di samping karena hubungan keke- rabatan (darah atau nasab) dan perkawinan, yang akan dijelas- kan di bawah, seseorang baru dapat menjadi ahli waris kalau memenuhi syarat-syarat berikut (a) masih hidup pada waktu pewaris meninggal dunia, (b) tidak ada sebab-sebab yang menghalanginya menjadi ahli waris, dan (3) tidak tertutup (terdinding atau terhijab, yang akan dijelaskan di bawah) oleh ahli waris yang lebih utama. Pada pokoknya perincian ahli waris adalah sebagai berikut: (i) anak laki-laki dan anak perempuan, (ii) cucu, baik laki-laki maupun perempuan, (iii) ayah, (iv) ibu, (v) kakek, (vi) nenek, (vii) saudara laki-laki dan saudara perempuan kandung, seayah atau seibu, (viii) anak saudara, (ix) paman dan bibi (x) anak paman dan anak bibi. Semuanya (dari i sampai dengan x) adalah ahli waris karena hubungan darah, sedang

Page 283: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

ahli waris karena hubungan perkawinan adalah suami atau isteri. Kedudukan suami isteri sebagai ahli waris ditetapkan dengan tegas dalam Alquran surat Al-Nisa' (4) ayat 12. Hubungan perkawinan tidak menyebabkan atau mengakibatkan hak kewarisan apa pun bagi kerabat suami dan atau kerabat isteri.

Dilihat dari perolehan atau 'bagian' masing-masing, dalam hukum kewarisan Islam dapat dibedakan dua macam ahli waris. Yaitu (1) ahli waris yang sudah ditentukan bagiannya secara pasti dan (2) ahli waris yang tidak ditentukan bagiannya secara pasti. Ahli waris yang 'sudah ditentukan bagiannya'

Page 284: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

298 Hukum Islam

secara pasti, adalah ahli waris yang mendapat bagian pasti, mungkin setengah, seperempat, seperdelapan, sepertiga, dua pertiga, dan seperenam. Ahli waris ini disebut ahli waris zul fara'id atau dzawil

furud yaitu (i) anak perempuan, (ii) cucu perempuan, (iii) ibu, (iv) nenek, (v) saudara perempuan kandung, (vi) saudara perempuan seayah, (vii) saudara perempuan seibu, (viii) isteri, (ix) ayah, (x) kakek, (xi) saudara laki-laki seibu dan (xii) suami. Ahli waris (2) yang 'tidak ditentukan bagiannya' dalam kasus tertentu dalam keadaan tertentu adalah mereka yang mendapat bagian 'keseluruhan' harta warisan bila tidak ada ahli waris zul fara'id lainnya, yaitu mereka yang memperoleh bagian tertentu dalam keadaan tertentu tersebut atau mereka mendapat sisa harta sesudah dikeluarkan bagian zul fara'id dengan pembagian yang bersifat terbuka. Misalnya dalam Alquran disebutkan kewarisan anak laki-laki, tetapi tidak dirinci jumlahnya. Bila anak laki-laki mewaris bersama anak perempuan disebutkan bandingan bagiannya yakni bagian seorang anak laki-laki dua kali bagian seorang anak perempuan. Dari ketentuan ini diambil garis hukum bahwa bila anak laki-laki mewaris bersama-sama dengan anak perempuan, mereka berhak atas seluruh harta peninggalan bila tidak ada ahli waris yang lain. Hasil yang mereka peroleh dibagi dengan perbandingan satu anak laki- laki sama bagiannya dengan dua anak perempuan. Hal yang sama berlaku juga kalau yang menjadi ahli waris adalah anak pewaris yang hanya terdiri dari anak laki-laki saja.

Menurut Hukum Kewarisan Islam, ada beberapa hal yang menyebabkan seseorang dapat menjadi ahli waris orang lain. Penyebabnya adalah (1) hubungan darah dan hubungan keke- rabatan atau hubungan nasab, dan (2) hubungan perkawinan. Penyebab pertama yaitu (1) hubungan darah adalah (a) ke bawah: anak- anak, baik anak laki-laki maupun anak perempuan serta keturunannya, (b) ke atas: orang tua, baik ibu maupun ayah dan yang menurunkannya, (c) ke samping anak ayah atau anak ibu atau anak kakek atau nenek, sambung menyambung satu dengan yang lain yang menentukan jarak dekatnya hubungan masing-masing para pewaris

Page 285: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Hukum I slam di Indonesia 299

yang telah dirinci dalam uraian di atas. Di samping hubungan darah, (2) hubungan perkawinan merupakan penyebab seseorang menjadi ahli waris orang lain. Yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah suami isteri. Menurut hukum Islam, karena itu, suami isteri saling mewarisi.

Di samping sebab-sebab tersebut di atas yang memungkin- kan seseorang menjadi ahli waris orang lain, ada sebab-sebab yang 'menghalangi' orang menjadi ahli waris orang lain. Sebab yang menjadi penghalang orang menjadi ahli waris adalah (1) 'pembunuhan' yang dilakukan oleh (calon) ahli waris terhadap (calon) pewaris. Ke (2) adalah 'perbedaan agama.' Ini berarti seorang Muslim atau Muslimat tidak bisa menjadi ahli waris seorang yang non-Muslim. Sebaliknya, seorang yang bukan Muslim tidak dapat mewarisi harta peninggalan seorang Muslim atau Muslimat (Al-Hadis). Ke (3) karena kelompok 'keutamaan' dan 'hijab.' Dalam sistem kewarisan Islam dipakai prinsip keutamaan yang menentukan jarak dekatnya seseorang dengan pewaris. Dalam kelompok keutamaan pertama bergabung anak-anak pewaris dan orang tuanya. Di kelompok kedua, bergabung saudara-saudara pewaris. Hubungan pewaris dengan anak-anak dan kedua orang tuanya, menurut hukum Islam, lebih dekat dibandingkan hubungan pewaris dengan saudara-saudaranya, hubungan pewaris dengan anaknya lebih dekat daripada dengan cucunya. Selain karena kelompok keutamaan itu, seseorang mungkin juga terhalang menjadi ahli waris karena terhijab. Menurut istilah hukum kewarisan Islam, hijab artinya menutup, mendindingi, menghalangi seseorang menjadi ahli waris karena ada ahli waris lain yang lebih utama yang lebih berhak menerima harta peninggalan. Misalnya, cucu terhijab oleh anak, nenek oleh ibu dan sebagainya. Ini namanya (a) hijab penuh. Di samping itu ada pula hijab kurang. Misalnya ibu dihijab oleh anak atau cucu baik laki-laki maupun perempuan, bagiannya akan berkurang daripada kalau ia tidak dihijab (Amir Syarifuddin, 1984: 28-68).

Masalah ahli waris, besarnya bagian masing-masing diuraikan dalam pasal-pasal Kompilasi Hukum Islam. Juga di sana dibicarakan, soal ahli waris pengganti (ahli waris yang "meng- gantikan"

Page 286: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

300 Hukum Islam

kedudukan seseorang yang meninggal lebih dahulu dari pewaris), wasiat wajibah, suatu ketentuan yang menyatakan calon pewaris wajib membuat wasiat mengenai bagian tertentu harta peninggalannya. Wasiat wajibah dalam kompilasi tidak mengenai cucu yang ditampung masalahnya dalam ahli waris pengganti, tetapi mengenai anak angkat yang diatur dalam Pasal 209 Bab V mengenai 'wasiat,' yang memuat beberapa pasal mulai Pasal 194 sampai dengan Pasal 209, wasiat adalah pemberian suatu benda dari pewaris kepada orang lain atau lembaga yang akan berlaku setelah pewaris meninggal dunia. Dalam Kompilasi Hukum Islam pada Bab VI diatur tentang Hibah (mulai Pasal 210 sampai dengan Pasal 214). Hibah, menurut kompilasi, adalah pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang kepada orang lain yang masih hidup untuk dimiliki.

Pelaksanaan pembagian warisan kepada ahli waris dilakukan dengan cara dan teknik yang memungkinkan semua harta peninggalan dibagi habis menurut ketetapan Allah dan ketentuan Nabi Muhammad yang dirumuskan lebih lanjut oleh para mujtahid. Cara dan teknik-teknik pembagian warisan tidak akan dibicarakan dalam buku pengantar ini. Namun, perlu diingatkan bahwa pelaksanaan pembagian itu, harus sesuai dengan asas-asas hukum kewarisan Islam. Asas, seperti telah disebutkan di muka adalah kebenaran yang dipergunakan sebagai tumpuan berpikir atau alasan pendapat. Asas hukum kewarisan Islam adalah kebenaran yang dipergunakan dalam pelaksanaan pembagian warisan menurut hukum Islam.

Asas-asas Hukum Kewarisan Islam

Hukum Kewarisan Islam (seperti telah disebut juga di muka) adalah hukum yang mengatur segala sesuatu yang berkenaan dengan peralihan hak dan atau kewajiban atas harta kekayaan seseorang setelah ia meninggal dunia kepada ahli warisnya. Hukum Kewarisan Islam disebut juga hukum fara’id, jamak dari kata farida, erat sekali hubungannya dengan kata fard yang berarti kewajiban yang harus dilaksanakan. Sumbernya adalah Alquran, terutama surat An- Nisa' (4)

Page 287: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Hukum I slam di Indonesia 301

ayat 11, 12, 176 dan, Al-Hadis yang memuat Sunnah Rasulullah yang kemudian dikembangkan secara rinci oleh ahli hukum fiqih Islam melalui ijtihad orang yang memenuhi syarat, sesuai dengan ruang dan waktu, situasi dan kondisi tempatnya berijtihad. Sebagai hukum yang bersumber dari wahyu Ilahi yang disampaikan dan dijelaskan oleh Nabi Muhammad dengan sunnahnya, hukum kewarisan Islam mengandung asas-asas yang di antaranya terdapat juga dalam hukum kewarisan buatan akal manusia di suatu daerah atau tempat tertentu. Namun, karena sifatnya yang sui generis (berbeda dalam jenisnya), hukum kewarisan Islam mempunyai corak tersendiri. Ia merupakan bagian agama Islam dan pelaksanaannya tidak dapat dipisahkan dari iman atau akidah seorang Muslim. Asas hukum Kewarisan Islam yang dapat disalurkan dari Alquran dan Al-Hadis, menurut Amir Syarifuddin (1984) adalah (i) ijbari, (ii) bilateral, (iii) individual, (iv) keadilan berimbang, dan (v) akibat kematian, seperti yang telah disebut waktu membicarakan Asas-asas Hukum Islam di depan. Namun, di bagian ini, untuk dapat memahaminya lebih baik, diulang kembali dan di sana-sini agak dikembangkan.

Asas(i) ijbari yang terdapat dalam hukum kewarisan Islam mengandung arti bahwa peralihan harta dari seorang yang meninggal dunia kepada ahli warisnya berlaku dengan sen- dirinya menurut ketetapan Allah tanpa digantungkan kepada kehendak pewaris atau ahli warisnya. Unsur “memaksa" (ijbari = compulsary) dalam hukum kewarisan Islam itu terlihat, terutama, dari kewajiban ahli waris untuk menerima perpin- dahan harta peninggalan pewaris kepadanya sesuai dengan jumlah yang telah ditentukan Allah di luar kehendaknya sendiri. Oleh karena itu, calon pewaris yaitu orang yang akan meninggal dunia pada suatu ketika, tidak perlu merencana- kan penggunaan hartanya setelah ia meninggal dunia kelak, karena dengan kematiannya, secara otomatis hartanya akan beralih kepada ahli warisnya dengan perolehan yang sudah dipastikan. Asas ijbari hukum kewarisan Islam dapat dilihat dari beberapa segi, yakni (a) dari segi peralihan harta yang pasti terjadi setelah orang

Page 288: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

302 Hukum Islam

meninggal dunia. Ini dapat dilihat dari firman Allah dalam surat Al-Nisa' (4) ayat 7. Dalam surat itu disebutkan bahwa bagi laki-laki dan bagi perempuan ada nasib atau bagian (warisan) dari harta peninggalan ibu bapa dan keluarga dekatnya. Dari kata 'nasib' itu dapat dipahami bahwa dalam sejumlah harta yang ditinggalkan oleh pewaris, terdapat bagian atau hak ahli waris. Karena itu pewaris tidak perlu menjanjikan sesuatu yang akan diberikan kepada ahli warisnya sebelum ia meninggal dunia. Demikian juga halnya dengan ahli waris, tidak perlu meminta-minta haknya kepada (calon) pewaris. Unsur ijbari dapat dilihat juga dari segi (b) jumlah harta yang sudah ditentukan bagi masing-masing ahli waris. Ini tercermin dalam kata mafrudan yang makna asalnya adalah “ditentukan atau diperhitungkan”. Apa yang sudah ditentukan atau diperhitungkan oleh Allah wajib dilaksanakan oleh hambaNya. Sifat wajib yang dikandung oleh kata itu memaksa manusia untuk melaksanakan ketentuan yang sudah ditetapkan Allah itu. Unsur ijbari lain yang ada dalam hukum kewarisan Islam adalah (c) penerima harta peninggalan sudah ditentukan dengan pasti yakni mereka yang mempunyai hubungan darah dan ikatan perkawinan dengan pewaris seperti yang dirinci dalam pengelompokan ahli waris di surat Al-Nisa' (4) ayat 11, 12, dan 176. Karena rincian yang sudah pasti itu, maka tidak ada satu kekuasaan manusia pun yang dapat mengubahnya. Dan, oleh karena unsurnya demikian, dalam kepustakaan, hukum kewarisan Islam yang sui generis ini disebut juga bersifat compulsary, bersifat wajib dilaksanakan sesuai dengan ketetapan Allah itu.

Asas (ii) adalah asas 'bilateral.'Asas bilateral dalam hukum kewarisan berarti seseorang menerima hak atau bagian

warisan dari kedua belah pihak: dari kerabat keturunan laki- laki dan dari kerabat keturunan perempuan. Asas ini dapat dilihat dalam surat Al-Nisa1 (4) ayat-ayat 7, 11, 12 dan 176. Di dalam (a) ayat 7 ditegaskan bahwa seorang laki-laki berhak mendapat warisan dari ayahnya dan juga dari ibunya. Demikian juga halnya dengan perempuan. Ia berhak mendapat warisan dari kedua orang tuanya. Di

Page 289: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Hukum I slam di Indonesia 303

dalam (b) ayat 11 ditegaskan bahwa (i) anak perempuan berhak menerima warisan dari orang tuanya sebagaimana halnya dengan anak laki-laki, seperti telah disebut di depan, dengan perbandingan bagian seorang anak laki-laki sebanyak bagian dua orang anak perempuan; (ii) ibu berhak mendapat warisan dari anaknya, baik laki- laki maupun perempuan, sebesar seperenam. Demikian juga ayah berhak menerima warisan dari anaknya, baik laki- laki maupun perempuan, sebesar seperenam, bila pewaris meninggalkan anak. Di dalam (c) ayat 12 dijelaskan bahwa (i) bila seorang laki-laki mati punah, saudaranya yang laki- lakilah yang berhak atas harta peninggalannya, juga saudaranya yang perempuan berhak mendapat harta warisannya itu; (ii) bila pewaris yang mati punah itu seorang perempuan, maka saudaranya, baik laki-laki maupun perempuan, berhak menerima harta warisannya. Di dalam (d) surat Al-Nisa' (4) ayat 176 disebutkan bahwa (i) seorang laki-laki yang tidak mempunyai keturunan, sedangkan ia mempunyai saudara perempuan, maka saudaranya yang perempuan itulah yang berhak menerima warisannya; (ii) seorang perempuan yang tidak mempunyai keturunan, sedangkan dia mempunyai saudara laki-laki, maka saudaranya yang laki-laki itulah yang berhak menerima harta warisannya.

Ahli waris keluarga dekat (kerabat) lain yang tidak tersebut secara nyata di dalam Alquran dapat diketahui dari penjelasan yang diberikan oleh Rasulullah. Dapat juga diketahui dari 'perluasan' pengertian ahli waris yang disebutkan dalam Alquran. Misalnya, kewarisan kakek dapat diketahui dari kata abun dalam Alquran, yang, dalam bahasa Arab, artinya kakek secara umum. Demikian juga halnya dengan nenek, dapat dikembangkan dari perkataan ummi (maternal =

maternal grand mother - nenek dari pihak ibu) yang terdapat dalam Alquran. Di samping itu terdapat juga penjelasan dari nabi tentang kewarisan kakek dan kewarisan nenek. Dari perluasan pengertian itu dapat pula diketahui garis kerabat ke atas melalui pihak laki-laki dan melalui pihak perempuan.

Page 290: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

304 Hukum Islam

Demikian juga halnya dengan garis kerabat ke bawah. Walaupun tidak secara jelas disebut dalam Alquran, namun, garis kerabat ke bawah itu dapat diketahui dari 'perluasan1 pengertian walad: anak, baik anak laki-laki maupun anak perempuan dan keturunannya. Hanya, di kalangan Sunni makna anak itu dibatasi pada anak laki-laki dan keturunannya saja (seperti yang biasanya terdapat dalam masyarakat patrilinial). Di kalangan Syi’ah (Syi'i) makna anak diperluas kepada anak laki-laki dan anak perempuan serta cucu melalui anak laki-laki dan anak perempuan.

Kekerabatan bilateral ini berlaku juga untuk kerabat garis ke samping. Ini dapat dilihat pada surat Al-Nisa' (4) ayat 12 dan 176. Ayat 12 surat Al-Nisa1 (4) menetapkan kewarisan saudara laki-laki dan saudara perempuan dengan pembagian yang berbeda dengan hak atau bagian yang diperoleh saudara dalam ayat 176 surat yang sama. Perbedaan itu menunjukkan adanya perbedaan dalam hal (orang) yang berhak menerima warisan.

Dengan mendalami makna ayat 12 dan 176 surat Al-Nisa' (4) tersebut diperoleh satu kesimpulan bahwa pada garis kerabat ke samping pun berlaku kewarisan dua arah, melalui arah ayah dan arah ibu.

Demikianlah penjelasan tentang asas bilateral dalam kewarisan

Islam. Asas (iii) adalah asas 'individual.' Dengan asas ini dimak- sudkan

bahwa dalam hukum kewarisan Islam harta warisan dapat dibagi-bagi kepada ahli waris untuk dimiliki secara perorangan. Untuk itu, dalam pelaksanaannya, seluruh harta warisan dinyatakan dalam nilai tertentu yang kemudian dibagikan kepada setiap ahli waris yang berhak menerimanya menurut kadar bagian masing-masing. Dalam hal ini, setiap ahli waris berhak atas bagian yang didapatnya tanpa terikat kepada ahli waris yang lain, karena bagian masing-masing sudah ditentukan.

Asas individual hukum kewarisan Islam ini diperoleh dari kajian aturan Alquran mengenai pembagian harta warisan. Ayat 7 surat Al-

Page 291: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Hukum I slam di Indonesia 305

Nisa' (4), misalnya, dalam garis-garis besar telah menjelaskan tentang hak laki-laki untuk menerima warisan dari orang tua atau keluarga dekatnya. Demikian juga halnya dengan perempuan berhak menerima harta warisan orang tua atau kerabatnya baik sedikit maupun banyak. Bagian mereka (masing-masing) sudah ditentukan.

Ayat 11, 12 dan 176 surat Al-Nisa1 (4) menjelaskan secara rinci hak masing-masing ahli waris menurut bagian tertentu dan pasti. Dalam bentuk yang tidak tentu pun seperti bagian anak laki-laki bersama dengan anak perempuan seperti disebutkan dalam surat Al-Nisa' (4) ayat 11 dan bagian saudara laki-laki bersama saudara perempuan dalam surat Al-Nisa' (4) ayat 176, dijelaskan perimbangan pembagiannya, yaitu bagian laki-laki sama dengan bagian dua orang perempuan. Dari perimbangan ini jelas bagian masing-masing ahli waris. Ketentuan ini mengikat dan wajib dijalankan oleh setiap Muslim dan Muslimat.

Bila pembagian menurut asas individual ini telah ter- laksana, maka setiap ahli waris berhak untuk berbuat atau bertindak atas harta yang diperolehnya kalau ia telah mempunyai kemampuan untuk bertindak. Bila belum, maka untuk mereka yang tidak atau belum mampu bertindak itu, diangkat wali untuk mengurus hartanya menurut ketentuan perwa- lian. Wali bertanggung jawab mengurus harta orang yang belum dapat bertindak mengurus hartanya, memberikan pertanggungjawaban dan mengembalikan harta itu bila pemiliknya telah mampu bertindak sepenuhnya mengurus miliknya yang (selama ini) berada di bawah perwalian itu. Mencampuradukkan harta yang di bawah perwalian dengan harta kekayaan orang yang mengurusnya (wali), sehingga sifat individualnya berubah menjadi kolektif, adalah bertentangan dengan asas individual kewarisan Islam. Oleh karena itu, pula bentuk kewarisan kolektif yang terdapat dalam masyarakat adat tertentu, tidak sesuai dengan ajaran Islam. Sebabnya adalah, karena dalam pelaksanaan kewarisan kolektif itu, mungkin, sengaja atau tidak, termakan harta anak yatim yang sangat dilarang oleh ajaran Islam.

Page 292: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

306 Hukum Islam

Asas (iv) adalah asas 'keadilan berimbang.' Perkataan adil terdapat banyak dalam Alquran. Oleh karena itu, kedudukan- nya sangat penting dalam sistem hukum Islam, termasuk hukum kewarisan di dalamnya. Oleh karena itu pula, dalam sistem ajaran Islam, keadilan adalah titik tolak, proses dan tujuan segala tindakan manusia.

Dalam hubungannya dengan materi, yang diatur dalam hukum kewarisan, keadilan dapat diartikan sebagai keseim- bangan antara hak dan kewajiban, keseimbangan antara yang diperoleh dengan keperluan dan kegunaannya.

Dengan demikian, asas ini mengandung arti bahwa harus senantiasa terdapat keseimbangan antara hak dan kewajiban, antara hak yang diperoleh seseorang, dengan kewajiban yang harus ditunaikannya. Laki-laki dan perempuan misalnya, mendapat hak yang sama sebanding dengan kewajiban yang dipikulnya masing-masing dalam kehidupan keluarga dan masyarakat. Dalam sistem kewarisan Islam, harta peninggalan yang diterima oleh ahli waris dari pewaris pada hakikatnya adalah pelanjutan tanggung jawab pewaris terhadap keluarga- nya. Oleh karena itu, bagian yang diterima oleh masing-masing ahli waris berimbang dengan perbedaan tanggung jawab masing-masing terhadap keluarga. Seorang laki-laki menjadi penanggung jawab kehidupan keluarga, mencukupi keperluan hidup anak dan isterinya (QS Al-Baqarah (2) ayat 233) menurut kemampuannya (QS Al-Talaq (65) ayat 7). Tanggung jawab itu merupakan kewajiban agama yang harus dilaksanakan- nya, terlepas dari persoalan apakah isterinya mampu atau tidak, anaknya memerlukan bantuan atau tidak. Terhadap kerabat lain, tanggung jawab seorang laki-laki juga ada (QS Al-Baqarah (2) ayat 177 ). Berdasarkan keseimbangan antara hak yang diperoleh dan kewajiban yang harus ditunaikan, sesungguhnya manfaat yang dirasakan oleh seorang laki-laki dan seorang perempuan dari harta peninggalan yang mereka peroleh adalah sama.

Page 293: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Hukum Islam di Indonesia 321 Asas (v) adalah asas yang menyatakan bahwa kewarisan ada kalau ada yang meninggal dunia. Ini berarti bahwa kewarisan semata-mata sebagai 'akibat kematian’ seseorang. Menurut hukum kewarisan Islam, peralihan harta seseorang kepada orang lain yang disebut dengan nama kewarisan, terjadi setelah orang yang mempunyai harta itu meninggal dunia. Ini berarti bahwa harta seseorang tidak dapat beralih kepada orang lain dan disebut sebagai harta warisan, selama orang yang mempunyai harta itu masih hidup. Juga berarti bahwa segala bentuk peralihan harta seseorang yang masih hidup kepada orang lain, baik secara langsung maupun yang akan dilaksanakan kemudian sesudah kematiannya, tidak termasuk ke dalam kategori kewarisan menurut hukum Islam. Ini berarti bahwa hukum kewarisan Islam hanya mengenai satu bentuk kewarisan saja, yaitu 'kewarisan sebagai akibat kematian1 seseorang atau yang disebut dalam hukum kewarisan perdata Barat kewarisan ab intestato atau kewarisan karena kematian atau kewarisan menurut undang-undang. Hukum kewarisan Islam, karena itu, tidak mengenai kewarisan atas dasar wasiat atau kewarisan karena diangkat atau ditunjuk dengan surat wasiat yang dilakukan oleh seseorang pada waktu ia masih hidup, yang disebut dalam hukum perdata Barat dengan istilah kewarisan secara testamen. Asas ini mempunyai kaitan dengan asas ijbari tersebut di atas yakni seseorang tidak sekehendaknya saja menentukan penggunaan hartanya setelah ia mati kelak. Melalui wasiat, menurut hukum Islam, dalam batas-batas tertentu, seseorang memang dapat menentukan pemanfaatan harta kekayaannya setelah ia meninggal dunia, tetapi wasiat itu merupakan ketentuan tersendiri terpisah dari ketentuan hukum kewarisan Islam. Dalam kitab- kitab hukum fiqih, wasiat dibahas tersendiri di luar hukum kewarisan. Namun, dalam Kompilasi Hukum Islam Wasiat dimuat dalam Buku II Hukum Kewarisan, Bab V.

Asas kewarisan akibat kematian ini dapat digali dari pema- kaian kata warasa yang banyak terdapat dalam Alquran. Dalam ayat-ayat kewarisan, beberapa kali kata warasa itu dipergunakan. Dan, dari

Page 294: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

308 Hukum Islam

keseluruhan pemakaian itu terlihat bahwa peralihan harta berlaku sesudah yang mempunyai harta itu mati. Ini berarti bahwa warasa mengandung makna peralihan harta setelah kematian.

Asas-asas Kewarisan Islam dalam Kompilasi Hukum Islam

Asas-asas hukum Kewarisan Islam tersebut di atas berlaku juga

bagi Kompilasi Hukum Islam Indonesia.

Asas (i) ijbari, secara umum, terlihat pada ketentuan umum mengenai perumusan pengertian kewarisan, pewaris dan ahli waris. Secara khusus, asas ijbari mengenai cara peralihan harta warisan, juga disebut dalam ketentuan umum tersebut dan pada Pasal 187 ayat (2) yang berbunyi sebagai berikut, “Sisa pengeluaran dimaksud di atas adalah merupakan harta warisan yang harus dibagikan kepada ahli waris yang berhak". Perkataan 'harus’ dalam pasal ini menunjukkan asas ijbari. Tentang 'bagian masing-masing' ahli waris dinyatakan dalam Bab III, Pasal 176 sampai dengan Pasal 182. Mengenai 'siapa- siapa' yang menjadi 'ahli waris' disebutkan dalam Bab II, Pasal 174 ayat (1) dan(2).

Asas (ii) bilateral dalam Kompilasi Hukum Islam dapat dibaca pada 'pengelompokan ahli waris' seperti tercantum dalam Pasal 174 ayat (1) yaitu ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki, paman dan kakek (golongan laki-laki), serta ibu, anak perempuan, saudara perempuan dan nenek (golongan perempuan) menurut hubungan darah. Dengan disebutkannya secara tegas golongan laki-laki dan golongan perempuan serempak menjadi ahli waris dalam pasal tersebut, jelas asas bilateralnya. Duda atau janda menjadi ahli waris berdasarkan hubungan perkawinan adalah juga ciri kewarisan bilateral. Dalam hubungan ini, mungkin tidak ada salahnya untuk dicatat bahwa asas bilateral dalam hukum kewarisan di Indonesia, untuk pertama kali, dikemukakan oleh almarhum Profesor Hazairin mantan Gurubesar Hukum Islam dan Hukum Adat Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Dalam kuliah umumnya di aula Universitas Indonesia ketika memperingati hari ulang tahun Perguruan Tinggi Islam Jakarta

Page 295: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Hukum I slam di Indonesia 309

(sekarang Universitas Islam Jakarta) tanggal 17 Nopember 1957 beliau katakan bahwa sistem kekeluargaan (perkawinan dan kewarisan) dalam Alquran adalah bilateral. Kesimpulan itu beliau kemukakan setelah beliau mempelajari ayat-ayat perkawinan dan kewarisan (kekeluargaan) dalam Aquran. “Semenjak tahun 1950, kata beliau dalam bukunya Hukum Kewarisan Bilateral menurut al-Qur’an, makin tebal keyakinan saya bahwa Quran adalah anti kepada masyarakat yang unilateral, yaitu masyarakat yang berklan- klan menurut sistem kekeluargaan secara matrilineal dan patrilineal. Menurut keyakinan saya, kata beliau lebih lanjut, Quran hanya meredai masyarakat yang bilateral." Keyakinan itu beliau peroleh setelah mempelajari dengan seksama surat Al-Nisa' (4) ayat 23 dan 24 mengenai larangan-larangan perkawinan. Di dalam ayat-ayat tersebut Allah tidak melarang perkawinan cross cousins dan parallel cousins (menurut istilah antropologi sosial) antara seorang laki-laki dengan seorang wanita. Ini mengandung makna bahwa tidaklah wajib orang melakukan perkawinan eksogami untuk mempertahankan klan (matrilineal dan patrilineal) dalam masyarakat unilateral dan bermakna pula tidak dilarang orang melakukan perkawinan endogami dalam klan atau usbahnya. Karena sistem kekeluargaan dalam Alquran adalah bilateral, maka asas kewarisan yang merupakan bagian sistem kekeluargaan bilateral itu, juga bilateral seperti yang telah diuraikan di muka, yang dianut pula oleh Kompilasi Hukum Islam, ter- cermin dalam Pasal 174 ayat (1) di atas.

Asas (iii) individual. Asas ini juga tercermin dalam pasal- pasal mengenai besarnya bagian ahli waris dalam Kompilasi Hukum Islam, Bab III Pasal 176 sampai dengan Pasal 180 tersebut di atas. Dan, khusus bagi ahli waris yang memperoleh harta warisan sebelum ia dewasa atau tidak mampu bertindak melaksanakan hak dan kewajibannya atas harta yang diper- olehnya dari kewarisan, baginya diangkat wali berdasarkan putusan hakim atas usul anggota keluarganya. Ini diatur dalam Pasal 184 Kompilasi Hukum Islam.

Asas (iv) keadilan berimbang. Asas ini dalam Kompilasi Hukum

Page 296: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

310 Hukum Islam

Islam terdapat, terutama, dalam pasal-pasal mengenai besarnya bagian yang disebut dalam Pasal 176 dan Pasal 180. Juga dikembangkan dalam penyesuaian perolehan yang dilakukan pada waktu penyelesaian pembagian warisan melalui (1) pemecahan secara aul dengan membebankan kekurangan harta yang akan dibagi kepada semua ahli waris yang berhak menurut kadar bagian masing-masing. Ini disebut dalam Pasal 192 dengan menaikkan angka penyebut sesuai atau sama dengan angka pembilangnya. Selain itu, agar asas keadilan berimbang dapat diwujudkan waktu penyelesaian pembagian warisan, penyesuaian dapat dilakukan melalui (2) rad yakni mengembalikan sisa (kelebihan) harta kepada ahli waris yang ada sesuai dengan kadar bagian masing-masing. Dalam hubungan ini perlu dicatat bahwa terdapat perbedaan pendapat mengenai siapa yang berhak menerima pengembalian itu. Namun, jumhur (kebanyakan = pada umumnya) ulama mengatakan bahwa yang berhak menerima pengembalian sisa harta itu hanyalah ahli waris karena hubungan darah, bukan ahli waris karena hubungan perkawinan. Dalam Kompilasi Hukum Islam soal rad ini dirumuskan dalam Pasal 193, dengan kata-kata, “Apabila dalam pembagian harta warisan di antara para ahli waris dzawil furud menunjukkan bahwa angka pembilang lebih kecil daripada angka penyebut, sedangkan tidak ada ahli waris asabah (berhubungan darah karena seklen) maka pembagian harta warisan tersebut dilakukan secara rad, sesuai dengan hak masing-masing ahli waris, sedang sisanya dibagi secara berimbang di antara mereka". Dalam rumusan ini “tidak dibedakan antara ahli waris karena hubungan darah dengan ahli waris karena hubungan perkawinan” yang dibedakan oleh pendapat jumhur ulama dalam fiqih mawaris di buku- buku fiqih kewarisan. Penyelesaian pembagian warisan dapat juga dilakukan dengan (3) takharuj atau tasaluh (damai) berdasarkan kesepakatan bersama. Di dalam Kompilasi Hukum Islam hal ini dirumuskan di dalam Pasal 183 dengan kata-kata, “Para ahli waris dapat bersepakat melakukan perdamaian dalam pembagian harta warisan, setelah masing- masing menyadari bagiannya” .

Page 297: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Hukum I slam di Indonesia 311

Ke dalam asas 'keadilan' yang berimbang ini, dapat juga di- masukkan soal ahli waris pengganti yang dikedepankan oleh Hazairin, yang dirumuskan dalam Pasal 185 dengan kata- kata “ (1) Ahli waris yang meninggal dunia lebih dahulu daripada si pewaris maka kedudukannya dapat digantikan oleh anaknya, kecuali mereka yang tersebut dalam Pasal 173 yaitu orang yang dihukum karena (a) dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya berat pewaris, atau (b) dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa pewaris telah melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman 5 tahun penjara atau hukuman yang lebih berat. (2) Bagian bagi ahli waris pengganti tidak boleh melebihi bagian ahli waris yang sederajat dengan yang diganti“. Alasan memasukkan soal ahli waris pengganti ini ke dalam asas keadilan yang berimbang adalah karena masalah cucu yang orang tuanya meninggal lebih dahulu dari pewaris, menjadi masalah keadilan benar, seperti dapat dibaca dalam artikel Panji Masyarakat nomor 653/ 1990 mengenai beberapa fatwa Pengadilan Agama di Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

P adalah pewaris atau orang yang meninggal dunia. A adalah anak laki-laki yang telah meninggal dunia lebih dahulu dari pewaris. B adalah anak perempuan yang telah meninggal dunia lebih dahulu dari pewaris. C dan D adalah cucu laki-laki dan perempuan melalui anak laki-laki A. E dan F adalah cucu laki-laki dan perempuan melalui anak perempuan B.

GAMBAR 1. Keterangan/Fatwa Waris PA Jakarta Pusat No. 287/C/1980, 22 juni 1980

Page 298: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

312 Hukum Islam

Pengadilan Agama Jakarta Pusat menetapkan bahwa C dan D mewarisi seluruh harta peninggalan kakeknya berbanding 2:1. Sedangkan E dan F tak berhak mewaris dari kakeknya karena keduanya adalah dzawil arham. Jadi, C mendapat 2/3 bagian, dan D mendapat 1/3 bagian.

Jika ajaran kewarisan bilateral Hazairin diterapkan pada kasus tersebut di atas, maka C, D, E, dan F memperoleh harta peninggalan sebagai ahli waris pengganti (mawali) orang tuanya atas dasar Alquran surat Al-Nisa' (4) ayat 33 dengan formula 2:1. Jadi, C mendapat 2/3 x 2/3 = 4/9; D mendapat 1/3 x 2/3 = 2/9. Keduanya, yakni C dan D, adalah mawali (dari) A. Sedangkan E mendapat 2/3 x 1/3 = 2/9. F mendapat 1/3 x 1/3 = 1/9. Keduanya adalah mawali (dari) B.

P adalah orang yang meninggal dunia atau pewaris. A adalah anak laki-laki pewaris yang telah meninggal dunia

lebih dahulu. B adalah anak laki-laki pewaris; C adalah anak laki-laki

A; dan D anak perempuan A.

Pengadilan Agama Jakarta Selatan menetapkan bahwa B memperoleh seluruh harta peninggalan pewaris. Sedangkan C dan D tidak mendapat apa-apa karena keduanya terhijab (tertutup = terdinding) oleh B yang masih hidup.

Jika ajaran kewarisan bilateral Hazairin diterapkan dalam kasus ini, maka C dan D memperoleh harta peninggalan pewaris menggantikan bagian bapaknya yang telah meninggal dunia lebih dahulu dari pewaris atas dasar surat Al-Nisa' (4) ayat 33. Rinciannya

GAMBAR 2. Keterangan/Fatwa Waris PA Jakarta S 1980.

Page 299: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Hukum I slam di Indonesia 313

adalah sebagai berikut: A dan B masing-masing mendapat 1/2 sebagai dzu al-qarabat (asabah). Karena A telah meninggal lebih dahulu, maka bagiannya diteruskan kepada C dan D sebagai mawali (ahli waris pengganti) dengan perban- dingan 2:1. Jadi, C memperoleh 2/3 x 1/2 = 2/6 dan D mendapat 1/3 x 1/2 = 1/6.

P adalah pewaris. A adalah anak perempuan pewaris yang telah meninggal dunia lebih dahulu dari pewaris. B dan C adalah cucu laki-laki dan cucu perempuan melalui anak perempuan (A) yang telah meninggal dunia.

P

(5) i, GAMBAR 3. Ketetapan/Fatwa Waris PA Ja karta UtaraNo.59/C/1980,29 Oktober

1980.

Pengadilan Agama Jakarta Utara menetapkan bahwa B dan C tidak mewarisi harta peninggalan kakeknya karena keduanya adalah dzawil arham (melalui wanita, berlainan klen dengan pewaris). Harta peninggalan tersebut harus diserahkan kepada bait al-mal (baca: baitulmal) atau kas negara.

Fatwa tersebut di atas tentu saja, menurut hemat penulis (Panji Masyarakat) tidak memenuhi rasa keadilan. B dan C tidak berhak mewarisi hanya karena penghubungnya perempuan. Mengapa harus dibedakan antara cucu melalui anak laki- laki dan cucu melalui anak perempuan? Dalam kasus-kasus seperti inilah barangkali orang lebih suka datang ke Pengadilan Negeri agar dapat diberlakukan ketentuan Kitab Undang- undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek). Sebab, bila KUHPer atau BW tersebut diterapkan pada kasus di atas, maka kedu-dukan B dan C akan lebih baik. Padahal, jika Pengadilan Agama menerapkan ajaran kewarisan bilateral Hazairin, B dan C akan

Page 300: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

314 Hukum Islam

memperoleh harta peninggalan sebagai mawali (ahli waris pengganti) atas dasar surat Al-Nisa' (4) ayat 33. Artinya, B dan C tidak perlu mencari saluran lain untuk mencari keadilan.

Jadi, bila diselesaikan berdasarkan ajaran kewarisan bilateral Hazairin, maka rinciannya adalah: A mendapat 1/2 atas dasar surat Al-Nisa' (4) ayat 11. Karena A telah meninggal dunia lebih dahulu dari si pewaris, maka bagiannya diterus- kan kepada B dan C sebagai mawali atas dasar surat Al-Nisa' (4) ayat 33 dengan perbandingan 2:1. B mendapat 2/3 x 1/2 = 2/6 dan C mendapat 1/3 x 1/2 = 1/6. Sisanya = 1 - (2/6 + 1/6) = 3/6. Sisa bagi ini kemudian diradkan (dikembalikan) kepada B dan C secara berimbang. Jadi, hasil akhirnya adalah: B mendapat 2/6 + (2/3 x 3/6) = 4/6; dan C mendapat 1/6 + (1/3 x 3/6) = 2/6.

Mengenai perkataan 'ahli waris pengganti' itu sendiri, seperti dapat dibaca dalam kepustakaan hukum Indonesia, berasal dari almarhum Profesor Hazairin tersebut di atas yang beliau angkat dari perbendaharaan Hukum Adat Indonesia. Dalam buku beliau yang telah disebut di atas beliau katakan bahwa “garis pokok penggantian tidak ada sangkut-pautnya dengan ganti-mengganti. Dia hanyalah 'cara untuk menunjuk- kan siapa-siapa ahli waris.' Tiap-tiap ahli waris berdiri sendiri sebagai ahli waris. Dia bukan menggantikan ahli waris yang lain, sebab penghubung yang tidak ada lagi itu bukan ahli waris, sehingga soal representasi ataupun substitusi tidak ada di sini.”

Asas (v) yakni asas yang menyatakan bahwa kewarisan ada kalau 'ada yang meninggal dunia' tercermin dalam rumusan berbagai istilah yaitu hukum kewarisan, pewaris, ahli waris dan harta peninggalan dalam Pasal 171 pada bab ketentuan umum. Hanya, agak berbeda dengan kitab-kitab fiqih selama ini, seperti telah disinggung di muka, soal wasiat, dibicara-kan dalam buku II Hukum Kewarisan Bab V.

Kompilasi Hukum Islam dan Fiqih Mawaris

Kalau dibandingkan Kompilasi Hukum Islam mengenai Hukum Kewarisan dengan kitab Fiqhul Mawaris karangan Prof. T. M.Hasbi Ash

Page 301: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Hukum I slam di Indonesia 315

Shiddieqy, misalnya, maka yang tercantum dalam Buku II Kompilasi Hukum Islam, hanyalah yang penting- penting saja, berupa pokok-pokoknya saja. Ini disebabkan karena garis-garis hukum yang dihimpun dalam ‘dokumentasi yustisia’ yang disebut Kompilasi Hukum Islam itu hanyalah pedoman dalam menyelesaikan perkara-perkara di bidang hukum perkawinan, kewarisan dan perwakafan. Pengem- bangannya diserahkan kepada hakim (agama) yang wajib memperhatikan dengan sungguh-sungguh nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat, sehingga putusannya sesuai dengan rasa keadilan, seperti yang diharapkan oleh Pasal penutup (229) kompilasi.

Kendatipun demikian, beberapa catatan berikut perlu dikemukakan. Pertama, karena garis-garis hukum mengenai kewarisan sudah ditentukan dalam Alquran, maka rumusan kompilasi mengikuti saja garis rumusan yang terdapat dalam Alquran. Mengenai ini tidak ada perbedaan antara Kompilasi dengan Fiqhul Mawaris. Sementara itu perlu dicatat bahwa kendatipun semangat perumusan kompilasi mengarah ke sistem bilateral, namun modifikasi dalam masalah kewarisan ini, dibandingkan dengan Fiqhul Mawaris, tampaknya, dilakukan secara hati-hati. Kedua, kedudukan anak angkat tetap diletak- kan di luar ahli waris, sama dengan yang terdapat dalam fiqih mawaris selama ini, namun dengan mengadaptasi nilai hukum adat secara terbatas ke dalam nilai hukum Islam karena beralihnya tanggung jawab orang tua asal kepada orang tua angkat mengenai pemeliharaan kehidupan sehari-hari dan biaya pendidikan berdasarkan putusan pengadilan, seperti yang disebutkan dalam hurufh, Pasal 171 di ketentuan umum, maka “terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya sepertiga harta waris-an orang tua angkatnya”. Demikian disebutkan dalam Pasal 209 ayat (2) Kompilasi. Dalam fiqih mawaris selama ini, lembaga wasiat wajibah itu diperuntukkan bagi cucu yang orang tuanya telah meninggal lebih dahulu dari pewaris, yang dalam kompilasi ini ditampung oleh lembaga ahli waris pengganti. Ketiga, tentang warisan yang diperoleh anak yang belum dewasa dan karena itu belum atau

Page 302: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

316 Hukum Islam

tidak mampu mengurus hartanya sendiri, berbeda dengan fiqih mawaris, Kompilasi Hukum Islam mengatur soal itu secara rinci yang tertuang dalam beberapa pasal, misalnya, Pasal 184 yang menyatakan bahwa untuk menjamin terpeliharanya harta warisan anak yang belum dewasa, diangkat wali berdasarkan keputusan hakim. Menurut Buku I Pasal 107'perwalian' mengenai diri dan harta kekayaan anak berlangsung sampai anak itu berumur 21 tahun. Walinya sedapat mungkin dari keluarga anak bersangkutan. Wali bertanggung jawab terhadap harta (anak) yang berada di bawah perwaliannya, dilarang mengikat, membebani dan mengasingkan harta anak yang berada di bawah perwaliannya serta wajib mempertanggungjawabkan perwalian yang dipercayakan kepadanya dengan pembukuan, sebagai bukti, yang ditutup setiap akhir tahun.

Demikianlah beberapa hal yang perlu dikemukakan ber- kenaan

dengan Kompilasi Hukum Islam dan Fiqih Mawaris (Fiqhul Mawaris).

Kodifikasi Hukum Kewarisan Islam dalam Rangka Pembinaan Hukum Nasional

Kodifikasi hukum nasional dalam bidang-bidang tertentu ditetapkan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara dan telah menjadi komitmen kita sebagai bangsa untuk melaksanakannya. Namun, kodifikasi hukum kewarisan dalam bentuk 'unifikasi' yang berlaku bagi semua warga negara, agaknya, akan merupakan masalah. Ini disebabkan karena hukum kewarisan Islam adalah bagian agama Islam. Dari uraian yang telah dikemukakan di atas, agaknya, jelas bahwa sumber garis-garis hukum kewarisan adalah sumber agama Islam yaitu Alquran yang dijelaskan dengan Sunnah Rasulullah. Dalam kerangka dasar agama Islam digambarkan bahwa iman dan hukum merupakan bejana yang berhubungan, saling isi mengisi. Keduanya, tidak mungkin diceraipisahkan. Juga dengan akhlak. Oleh karena hukum kewarisan merupakan bagian agama Islam (kecuali beberapa hal yang dikembangkan oleh pemahaman manusia yang disebut fiqih), dan pelaksanaannya merupakan ibadah dalam arti

Page 303: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Hukum I slam di Indonesia 317

yang luas, maka, pada pendapat penulis, pemeluk agama Islam di Indonesia, seyogianya, diberi kesempatan dan benar-benar dijamin kemerdekaannya untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Ini berarti, kalau kelak di kemudian hari diadakan kodifikasi mengenai hukum kewarisan bangsa Indonesia, pola kodifikasi hukum perkawinan dalam Undang-Undang Perkawinan, seyogianya dijadikan model. Sebabnya adalah, selain langkah untuk menghasilkan pola demikian adalah tepat, juga logis, karena hukum perkawinan dan hukum kewarisan merupakan ‘dwitunggaF yang menyatu dalam hukum keluarga, yang pelaksanaan kedua-duanya, merupakan ibadah umat Islam yang dijamin penyelenggaraannya oleh Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 29 ayat (2).

Buku III Hukum Perwakafan, terdiri dari 5 Bab dengan 14 pasal (dari Pasal 215 sampai dengan Pasal 228). Bab I Ketentuan Umum memuat penjelasan singkat tentang kata-kata penting yang dimuat dalam buku III itu. Pada Pasal 215 dirumuskan apa yang dimaksud dengan: wakaf, wakif, ikrar, benda wakaf, nadzir, pejabat pembuat akta ikrar wakaf yang diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Agama. Bab II mengatur Fungsi, Unsur-unsur dan Syarat-syarat Wakaf (Pasal 216 sampai dengan Pasal 222). Pada Pasal 216 dinyatakan bahwa fungsi wakaf adalah mengekalkan manfaat benda wakaf sesuai dengan tujuan wakaf. Di Pasal 217 disebutkan Unsur-unsur dan Syarat- syarat Wakaf. Pasal 217 ayat (1) ditentukan bahwa Badan- badan hukum Indonesia dan orang atau orang-orang yang telah dewasa dan sehat akalnya serta oleh hukum tidak terhalang untuk melakukan perbuatan hukum, atas kehendak sendiri dapat mewakafkan benda miliknya dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Di ayat (2) disebutkan bahwa yang bertindak untuk dan atas nama badan- badan hukum itu adalah pengurusnya yang sah menurut hukum. Di ayat (3) Pasal 217 ditegaskan bahwa benda wakaf (segala benda, baik benda bergerak atau tidak bergerak yang memiliki daya tahan yang tidak hanya sekali pakai dan bernilai menurut ajaran Islam) harus merupakan benda milik yang bebas dari segala pembebanan,

Page 304: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

318 Hukum Islam

ikatan, sitaan dan sengketa. Pada Pasal 218 ayat (1) disebut bahwa wakif, yaitu orang atau orang-orang ataupun badan hukum yang mewakafkan benda miliknya harus mengikrarkan kehendaknya secara jelas dan tegas kepada nazir yaitu kelompok orang atau badan hukum yang diserahi tugas pemeliharaan dan pengurusan benda wakaf. Dalam Pasal 219 ayat (1) disebutkan syarat-syarat nazir, harus (a) warga negara Indonesia, (b) beragama Islam, (c) sudah dewasa, (d) sehat jasmani dan rohani, (e) tidak berada di bawah pengampuan, dan (f) bertempat tinggal di kecamatan tempat letak benda yang diwakafkan. Di ayat

(2) dikatakan bahwa jika nazir berbentuk badan hukum, harus (a) badan hukum Indonesia dan berkedudukan di

Page 305: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Hukum Islam di Indonesia 335

Indonesia, (b) mempunyai perwakilan di kecamatan tempat letak benda yang diwakafkan. Dalam Pasal 220, 221, dan 222 diuraikan Kewajiban dan Hak-hak Nazir, antara lain: nazir berkewajiban mengurus dan bertanggung jawab atas kekayaan wakaf serta hasilnya, melaksanakan pengurusan wakaf sesuai dengan tujuannya. Nazir berhak mendapat penghasilan dan fasilitas, yang jenis dan jumlahnya

ditentukan berdasarkan kelayakan setempat.

Bab III Tata Cara Perwakafan dan Pendaftaran Benda Wakaf (Pasal 223 sampai dengan Pasal 224). Dalam Pasal 223 diatur Tata Cara Perwakafan, sedang pada Pasal 224 disebut cara-cara pendaftarannya. Bab IV tentang Perubahan, Penyelesaian dan Pengawasan Benda Wakaf. Dalam Pasal 225 disebut tentang Perubahan Benda Wakaf. Di Pasal 226 diatur Penyelesaian Perselisihan Benda Wakaf, sedang di Pasal 227 disebut pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dan tanggung jawab nadzir dilakukan secara bersama-sama oleh Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan, Majelis Ulama Kecamatan dan Pengadilan Agama yang mewilayahinya. Bab V Ketentuan Peralihan. Dalam Pasal 228 disebutkan perwakafan benda, demikian juga pengurusannya yang terjadi sebelum dikeluarkannya ketentuan ini, harus dilaporkan dan didaftarkan kepada Kantor Urusan Agama Kecamatan setempat untuk disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan ini. Ketentuan Penutup yang terdapat dalam buku III, mungkin dimaksudkan untuk menutup ketiga buku kompilasi. Rumusannya (Pasal 229), seperti telah disebut di muka, berbunyi sebagai berikut, "Hakim dalam menyelesaikan perkara-perkara yang diajukan kepadanya, wajib memperhatikan dengan sungguh-sungguh nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat, sehingga putusannya sesuai dengan rasa keadilan". Setelah ketentuan penutup, kompilasi ini diiringi dengan Penjelasan Umum, Penjelasan Pasal demi Pasal dan Indeks. Dalam Penjelasan Umum disebutkan bahwa hukum materiil yang selama ini berlaku di lingkungan Peradilan Agama adalah hukum Islam yang pada garis

Page 306: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

320 Hukum Islam

besarnya meliputi bidang Hukum Perkawinan, Hukum Kewarisan dan Hukum Perwakafan. Hukum materiil tersebut, demikian Penjelasan Umum itu lebih lanjut, perlu dihimpun dan diletakkan dalam suatu dokumentasi yustisia atau Buku Kompilasi Hukum Islam sehingga dapat dijadikan pedoman bagi hakim di lingkungan Peradilan Agama sebagai hukum terapan dalam menyelesaikan perkara- perkara yang diajukan kepadanya.

Kalau pasal-pasal Kompilasi Hukum Islam tersebut dipe- lajari dengan saksama, segera terasa bahwa isinya selain mengandung garis-garis hukum atau bagian-bagian hukum Islam yang sudah 'merenap' (meresap) ke dalam dan menjadi kesadaran hukum masyarakat Muslim, juga mengandung hal- hal baru yang 'bercorak Indonesia,' misalnya untuk menyebut sekadar contoh ahli waris pengganti, wasiat wajibah untuk anak angkat.

Dari uraian tersebut di atas, dapat juga disimpulkan bahwa sumber penyusunan hukum Islam dalam kompilasi ini selain (1) wahyu yang terdapat dalam Alquran, (2) Sunnah Rasulullah yang terdapat dalam kitab-kitab hadis, juga (3) ra'yu (akal pikiran) melalui ijtihad yang tercermin dalam (i) kitab-kitab fiqih, (ii) pendapat para ulama Indonesia, (iii) yurisprudensi Peradilan Agama, (iv) hasil studi perbandingan dengan negara-negara lain, serta (v) peraturan perundang- undangan mengenai perkawinan dan perwakafan tanah milik di Indonesia.***

Daftar Pustaka

Abdullah, Abdul Gani. Badan Hukum Syara' Kesultanan Bima 1947-1957, Disertasi (Jakarta: IAIN Syarif Hidayatullah, 1987).

Page 307: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

321

Abdurrahman, Asjmuni, H. Pengantar kepada Ijtihad (Jakarta: Bulan Bintang, 1978).

Adams, CharlesJ. "Islam" dalam The Great Religions (New York: The Free Press, 1965).

Aghnides, Nicholas, P. Pengantar Ilmu Hukum Islam (Solo: Siti Syamsiah, 1984).

Ahmad, Dasuki. Kamus Pengetahuan Islam (Kuala Lumpur: Pustaka, 1976).

Al-Attas, M. Al-Naquib. Islam and Secularism atau Islam dan Sekularisme

(Kuala Lumpur: Abim, 1978, Bandung: Pustaka, 1981).

Ali, Mohammad Daud. Bangunan-bangunan Islam (Jakarta: Bintang, 1968).

Anderson, Norman. Law Reform in the Muslim World (University of London the Athlone Press, 1976).

Page 308: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

338 Hukum Islam

Anshari, Endang Saifuddin. Piagam Jakarta 22 Jutii 1945 (Bandung,

Pustaka, 1981).

Ash-Shiddieqy, Hasbi TM. Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Hukum

Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1971).

. Falsafah Hukum Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1975).

Aulawi, Wasit HA. Kompilasi Hukum Islam Dalam Sistem Hukum Nasional (Pidato Pengukuhan, Jakarta, IAIN, 1989).

Basyir, Ahmad Azhar. Asas-asas Hukum Mu'amalat (Yogyakarta: UII,

1983).

Benda, H.J. The Crescent and the Rising Sun (The Hague and Bandung: van Hoeve, 1958).

Coulson, N.J. A History of Islamic Law (Edinburg: Edinburg University, Press, 1964).

David, Rene dan John E.C. Bierley. Major Legal Systems in the World Today (London: Stevens & Sons Ltd., 1968).

Denffer, Ahmad Von. 'JJlum al-Qur'an atau Ilmu Al-Qur'an (Jakarta: Rajawali, 1989).

Djatnika, R. Rachmat. Sistem Ethika Islami (Surabaya: Pustaka Islam, 1985).

Faruki, Ismail. Al-Ahkam Al-Khamsah, the five values, dalam Islamic

Studies (Journal), Vol. V, Maret 1966 No. 1 Rawalpindi, Pakistan.

Gazalba. Asas Ajaran Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1975).

Gibb, H.A.R. Mohammedanism (London: Oxford University Press, 1969).

Daftar Pustaka 339

Haekal, Muhammad Husein. Sejarah Hidup Muhammad (Jakarta: Pustaka

Jaya, 1979).

Hamka. Antara Fakta dan Khayal "Tuanku Rao” (Jakarta: Bulan Bintang, 1974).

Page 309: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

. "Hubungan timbal balik antara Adat dan Syara’ di dalam kebudayaan Minangkabau", Panji Masyarakat nomor 61/IV/1970.

Hanafi, A. Pengantar dan Sejarah Hukum Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1970).

Hart, Michael H. Hart. The 100, a Ranking of the Most Influential Persons in

History (New York: Hart Publishing Company Inc., 1978).

Haryono, Anwar. Hukum Islam Keluasan dan Keadilannya (Jakarta: Bulan Bintang, 1968).

Hasan, Ahmad. Pintu Ijtihad Sebelum Tertutup (Bandung: Pustaka, 1984).

. al-Furqan (Jakarta: DDII, 1962).

Hassan, Mohd. Kamal. "Beberapa Pengamatan Umum T entang Ilmu-ilmu Kemasyarakatan dan Pengajian Islam dalam Konteks Pembangunan Negara," Makalah dalam Seminar Islam di Pusat-pusat Pengajian Tinggi Asean (Bangi: UKM, 1978).

Hatta, Mohammad. Pengertian Pancasila (Jakarta: Idayu, 1978).

Hazairin. Kuliah Hukum Islam I 1954/1955, disusun oleh Mohammad Daud

(Ali), 1955.

. Hukum Kekeluargaan Nasional (Jakarta: Tintamas, 1968). 340 Hukum Islam

. Demokrasi Pancasila (Jakarta: Tintamas, 1973)

. Tujuh Serangkai Tentang Hukum (Jakarta: Tintamas,

1974).

—. Demokrasi Pancasila Qakarta: Bina Aksara, 1981).

. Tujuh Serangkai Tentang Hukum (Jakarta: Tintamas,

1982).

. Hukum Kewarisan Bilateral Menurut Qur'an dan Hadits

(Jakarta: Tintamas, 1982).

Hitti, Philip K. Dunia Arab (Bandung: Sumur Bandung, 1970).

. Islam A Way of Life (Mineapolis: University of Minnesota Press, 1970).

Page 310: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Hoeker, M.B. Adat Law in Modern Indonesia (Kuala Lumpur: Oxford University Press, 1978).

Hoesin, Mohammad. Adat Atjeh (Banda Aceh: Dinas P dan K Aceh, 1978).

Ibrahim, Ahmad bin Mohammad. Sources and Development of Muslim Law

(Singapore: Malayan Law Journal, 1965).

. Islamic Law in Malaya (Singapore: Malayan Law Journal, 1965).

Ishak, Othman. Ijtihad Dalam Perundangan Islam (Kuala Lumpur: 1982).

Jasni, Zainul. Bung Hatta Menjawab (Jakarta: Tintamas, 1974).

Khalllaf, Abd. Wahab. Kaidah-kaidah Hukum Islam, Jilid I (Yogyakarta: Balai Ilmu, 1980).

— ---- . Kaidah-kaidah Hukum Islam (Bandung: Risalah, 1983). Daftar Pustaka 341

Kerr, Malcolm H. Islamic Reform. The Political and Legal Theories of

Muhammad Abduh and Rashid Rida (Berkeley: University of California Press, 1966).

Lev, Daniel S. Islamic Courts in Indonesia (London: University of California, 1972).

Madkur, M. Salam. Peradilan Dalam Islam (Surabaya: Bina Ilmu, 1982).

Mahmassani, Sobhi. Filsafat Hukum dalam Islam, terjemahan Ahmad Sujono (Bandung: al-Maarif, 1977).

Matdawam, M. Noor. Lintasan Sejarah Pembentukan dan Pembinaan Hukum

Islam (Yogyakarta: Bina Usaha, 1983).

Morgan, Kenneth W. Islam the Straight Path, New York, The Ronald Press Company, 1958, terjemahan Indonesianya: Islam Jalan Mutlak (Jakarta: Pustaka Jaya, 1961).

Na’im, Mochtar. Menggali Hukum Tanah dan Hukum Waris Minangkabau, (Padang: Centre for Minangkabau Studies, 1968).

Nasr, S.H. Islam dalam Cita dan Fakta (Jakarta: Leppenas, 1981).

Page 311: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Nasrun, M. Dasar Falsafah Adat Minangkabau Qakarta, 1971).

Natsir, Moh. Capita Selecta (I) (Bandung: van Hoeve, 1955).

Noeh, Zaini Ahmad. Sebuah Perspektif Sejarah Lembaga Islam di Indonesia

(Bandung: al-Maarif, 1980).

Noer, Deliar. Gerakan Modern Islam di Indonesia, 1900-1942 (Jakarta: LP3ES, 1980).

. "Kajian Masyarakat Islam Indonesia," PanjiMasyarakat nomor 279, 280/1979.

342 Hukum Islam

Notosoesanto. Organisasi dan Jurisprudensi Peradilan Agama di Indonesia

(Yogyakarta: Penerbit Gajah Mada, 1963).

Poerwadarminta. Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1976).

Praja, Juhana, S. Epistimologi Hukum Islam, Disertasi (Jakarta: IAIN, 1988).

Rachman, Fazlur. Islam (New York: Anchor Book, 1968).

Rahman, Tanzil-us. Islamization of Pakistan Law, Hamdrad Academy, Karachi, 1978.

Raliby, Osman. "Akal dan Wahyu" dalam Media Dakwah, (Jakarta, 1981).

Ramadhan, Said. Islamic Law Its Scope and Equity (Geneva: Dr. Said Ramadhan, 1970).

Rasjidi, H.M. Islam dan Indonesia di zaman Modern (Jakarta: Bulan Bintang, 1968).

. Keutamaan Hukum Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1971).

. Kuliah Hukum Islam I, 1972/1973.

. "Kesatuan dan Keragaman dalam Islam," dalam

Kenneth W. Morgan Islam Jalan Lurus (Jakarta: Pustaka Jaya, 1980).

Razak, Nasruddin. Dienul Islam (Bandung: Al-Maarif, 1977).

Saefuddin, A.M. "Sistem Ekonomi Islam" dalam Panjimas no. 411 (1983).

Page 312: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Saleh, Ismail. Wawasan Pembangunan Hukum Nasional (Jakarta: Kompas, 1-2-3 Juni 1989).

Daftar Pustaka 343

Saleh, Wantjik. Kehakiman dan Peradilan (Jakarta: Ghalia Indonesia,

1977).

Salim, H. Agus. Ketuhanan Yang Maha Esa (Jakarta: Bulan Bintang, 1977).

Schacht, Joseph. "Islamic Religious Law" dalam The Legacy of Islam (Oxford University Press, 1974).

Siddik, Abdullah, H. Asas-asas Hukum Islam (Jakarta: Widjaja, 1982).

Sjalabi, Ahmad. Pembinaan Hukum Islam (Jakarta: Jayamurni, 1964).

Soekanto, Soerjono. Meninjau Hukum Adat Indonesia (Jakarta: Rajawali, 1981).

Soelaiman. "Pilihan Hukum dalam Pasal 49 ayat (1) Undang- Undang No. 7 Tahun 1989" dalam Suara Masjid No. 186 Maret 1990.

Supomo-Djokosutono. Sejarah Politik Hukum Adat (Jakarta: Djambatan, 1955).

Syafi'i. Islamic Jurisprudence (Baltimore: John Hapkins, 1961).

Syari'ati, Ali. On the Sociology of Islam atau Tentang Sosiologi Islam

(Berkeley: Mizan, 1979, Yogyakarta: Ananda, 1982).

Syarifuddin, Amir. Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam dalam Lingkungan

Adat Minangkabau (Jakarta: Gunung Agung, 1984).

ter Haar. Hukum Adat dalam Polemik Ilmiah (Jakarta: Bhratara, 1973).

344 Hukum Islam

Thalib, Sayuti. Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta: UI Press,

1974).

. Receptio a Contrario (Jakarta: Academica, 1980).

Yahya, Mukhtar. Dasar-dasar Pembinaan Hukum Fiqh-Islamy Jilid I (Jakarta:

Pustaka Alhusna, 1979).

Yunus, Mahmud H. Ilmu Musthalah Hadis (Jakarta: Karya Hidaya Agung,

Page 313: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

1984).

Zuhdi, Masjfuk. Pengantar Ulumul Qur'an (Surabaya: Binallmu, 1980).

. Pengantar Hukum Syari'ah (Jakarta: Haji Mas Agung, 1977).

Zuhri, Saifuddin. Sejarah Kebangkitan Islam dan Perkem-bangannya di

Indonesia (Bandung: al-Maarif, 1979).

Laporan Hasil Pengkajian Hukum Islam Badan Pembinaan Hukum Nasional, Jakarta, 1983/1984.

Makalah atau Artikel dan Peraturan Perundang-undangan.

Ali, Mohammad Daud. Teori Resepsi Dalam Pemikiran Hukum Indonesia. Ceramah pada Penataran Lokakarya Dosen Pendidikan Agama

Islam se-Indonesia, di Jakarta 8 Januari 1982.

. Kedudukan Hukum Islam dalam Sistem Hukum Indonesia (Jakarta: Yayasan Risalah, 1984).

. RUU-PA dalam GBHN, Wawasan Nusantara dan Daftar Pustaka 345

Pembangunan Hukum Nasional, Makalah (Jakarta: LSAF, 1989).

. Hijrah, Kemerdekaan Beragama dan Repelita V Qakarta: Departemen Agama RI, 1989).

. Kedudukan Hukum Peradilan Agama dalam UUD 45

(Jakarta: Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia, 1989).

. Peranan Hukum Islam dalam Pembangunan Hukum Nasional, Makalah (Lampung: Unila, 1990).

Daud, Ny. Habibah. Peranan Pengadilan Agama Dalam Menyelesaikan Masalah

Kewarisan. Prasaran pada Seminar Hukum Waris Islam (Bogor; Cisarua, 1982).

Jamaluddin Dt. Singomangkuto. Proses Penyelesaian Kewarisan. Prasaran Hukum Waris Bagi Ummat Islam Qakarta, 1978).

Page 314: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Departemen Agama, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, (1992).

Koesnoe, Moch. H. Perbandingan Antara Hukum Islam, Hukum Eropa dan

Hukum Adat. Prasaran Seminar PTIS, Kali-urang, 1980.

Mahadi. Hukum Adat dan Hukum Islam di Indonesia Setelah Perang Dunia II,

Fakultas Hukum USU-BPHN, 1978.

Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.

Page 315: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

347

LAMP1RAN1

SAP

HUKUM ISLAM

Kelompok Matakuliah

Status Bobot SKS

Semester

Keahlian Hukum

(MKKH) Kurikulum

Nasional

3 (tiga)

Genap/Ganjil

I. TUJUAN PERKULIAHAN

Setelah mengikuti kuliah ini diharapkan mahasiswa mengerti dan memahami hukum Islam, sumber dan asas-asasnya secara baik dan benar, sejarah pertumbuhan serta perkembangannya dari dahulu sampai sekarang. Selain dari itu, diharapkan juga agar mahasiswa memahami dan mampu menjelaskan kedudukan hukum Islam sebagai hukum positif dalam sistem hukum di Indonesia dan hubungannya dengan hukum-hukum lain yang berlaku di tanah air kita.

II. GAMBARAN UMUM PERKULIAHAN

Kuliah ini dibagi dalam empat bagian. Dalam bagian pertama dibicarakan Kedudukan hukum Islam dalam kurikulum fakultas hukum, Islam, KerangkaDasar Agamalslam, Salah paham terhadap Islam dan hukum Islam serta cara-cara mengatasinya. Dalam bagian ini dibicarakan juga Hukum Islam dan beberapa istilah kunci yang perlu dipahami lebih dahulu yakni Hukum, Hukm, Syariat, Fiqih, Ruang-lingkup hukum Islam, Ciri-ciri dan Tujuan hukum Islam; Di bagian kedua dibicarakan Sumber-sumber Hukum Islam, Metode-metode berijtihad, Hukum Islam dan

Page 316: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

348 Hukum Islam

Perkembangan masyarakat. Di bagian ini juga dibicarakan Asas- asas Hukum Islam baik asas-asas umum maupun asas-asas dalam hukum publik dan perdata, Kaidah-kaidah fiqih serta Al- Ahkam Al-Khamsah. Dalam bagian ketiga dibicarakan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Hukum Islam melalui priode- priode Nabi Muhammad, Khulafaur Rasyidin, Pembinaan, Pengembangan dan Pembukuan Hukum Islam serta aliran-aliran hukumnya, Kebekuan Pemikiran Hukum Islam serta Kebang- kitan Kembali Pemikiran hukum Islam. Di bagian keempat dibicarakan Hukum Islam di Indonesia. Di bagian ini dibicarakan tentang Hukum Adat, Hukum Islam dan Hukum Barat, Hubungan Hukum Adat dengan Hukum Islam, Kedudukan Hukum Islam dalam tatahukum Indonesia, Hukum Islam dan Pembinaan Hukum Nasional, Sketsa Peradilan Agama dan Kompilasi Hukum Islam.

III. BACAAN

A. Buku wajib

1. Abdurrauf: Al-Qur'an dan Ilmu Hukum (Jakarta: Bulan Bintang 1970).

2. Ali, Mohammad Daud: Hukum Islam, Pengantar Ilmu Hukum dan Tatahukum Islam di Indonesia. Edisi Revisi (Jakarta: Rajawali Press, 1998).

3. Coulson, NoelJ: Hukum Islam dalam Perspektif Sejarah (Jakarta: P3M, 1987).

4. Hanafi, A: Pengantar dan Sejarah Hukum Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1970).

5. Hazairin: Hukum Kewarisan Bilateral Menurut al-Qur'an dan Hadis, Khusus mengenai al-Ahkam al-Khamsah (Jakarta; Tintamas, 1970).

6. , Demokrasi Pancasila (Jakarta: Tintamas, 1981). 7. Rasjidi, H.M.: Hukum Islam dan Pelaksanaannya dalam Sejarah

(Jakarta: Bulan Bintang, 1976). B. Buku Anjuran

1. Ali, Mohammad Daud: Hukum Islam dan Peradilan Agama (Jakarta, Rajawali Pers, 1997)

Page 317: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Lampiran 349

2. Azhary, M. Tahir. Negara Hukum Bab I, II dan III (Jakarta, Bulan Bintang, 1992).

3. Harjono, Anwar: Hukum Islam: Keluasan dan Keadilannya (Jakarta: Bulan Bintang, 1968).

4. Hazairin: Tujuh Serangkai Tentang Hukum (Jakarta: Bulan Bintang, 1974).

5. Yahya, Muchtar dan Fatchur Rahman: Dasar-dasar Pembinaan Hukum Fiqih Islamy (Jakarta: Sa’adiyah Putra, 1979).

6. Gauhar, Altaf: Tantangan Islam (Bandung: Pustaka, 1983). 7. Mahmassani, Sobhi: Filsafat Hukum dalam Islam (Bandung: al-

Maarif, 1987). 8. Morgan, Kenneth W: Islam Jalan Lurus (Jakarta: Pustaka Jaya,

1971). 9. Praja, Juhaya S: (Pengantar) Hukum Islam di Indonesia Pemikiran

danPraktek. Kumpulan Karangan Beberapa Penulis (Bandung: Rosda Karya, 1991).

10. Hukum Islam di Indonesia: Perkembangan dan Pertumbuhan. Kumpulan Karangan Beberapa Penulis. (Bandung: Rosda Karya, 1991).

11. Qardawy, Yusuf: Ijtihad dalam Syari’at Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1987).

12. Pustaka lain yang relevan dengan silabus.

Page 318: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

(Lanjutan Lampiran 1)

Matakuliah : Hukum Islam Status : Matakuliah Keahlian

Hukum (MKKH)

Jumlah SKS : 3 (tiga) Proses belajar-mengajar:

a. Dosen : menjelaskan, memberi contoh, mendiskusikan, memberikan tugas terstruktur

b. Mahasiswa :mendengarkan, mencatat, mem

pelajari, berdiskusi, mengerja- kan tugas terstruktur

Tujuan Instruksional Umum: 1. Agar mahasiswa mengetahui, memahami hukum Islam,

sumber dan asas-asasnya secara baik dan benar, sejarah pertumbuhan serta perkembangannya dari dahulu sampai sekarang.

2. Agar mahasiswa memahami dan mampu menjelaskan kedudukan hukum Islam sebagai hukum positif dalam sistem hukum Indonesia dan hubungannya dengan hukum-hukum lain yang berlaku di tanah air kita.

(Lanjutan Lampiran 1)

tas hukum di tanah air kita

Agar mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan pengertian Agama Islam, Hukum Islam dan mengapa Agama Islam dan hukum Islam disalahpahami

Agar mahasiswa dapat mengerti dan memahami hukum Islam dan beberapa istilah kunci hukum Islam

Islam, dan Hukum Islam. Salah Faham terhadap Islam dan hukum Islam

Hukum Islam dan be-berapa istilah kunci hukum Islam Islam, dan Hukum Islam.

Cara meng- atasi kesalahfaham- an terhadap Islam dan hukum Islam

Hukum Islam, Hukum, Hukm, Syariat, dan Fiqih 1. Asal-usul Islam

(Islam Jalan Lurus: Ken-neth W. Morgan, 1963)

2. Apakah Arti Islam (Tantangan Islam Al- taf Gauhar, 1983)

3. Islam: Prinsip-prinsip Dasar dan Karakte- ristik-karakteristiknya (Pesan Islam: Khur- shid Ahmad, 1983)

4. Hukum Islam (Mo-hammad Daud Ali, 1998)

1. Hukum Islam (Mohammad Daud Ali, 1998)

LO LA O

SATUAN ACARA PERKULIAHAN (SAP)

Media:

a. papan tulis b. kertas test c. overhead pro-

jector

Evaluasi: a. hasil test b. hasil ujian c. penilaian

hasil penugasan d. kehadiran

Ming- Tujuan Instruksional Khusus Pokok Bahasan Materi Sumber Bahasan Keterangan

(D (2) (3) (4) (5) (6)

1. Agar mahasiswa mema Hukum Islam da Hukum Islam da 1. Hukum Islam (Mo

hami keberadaan hukum Is lam Kurikulum lam Kurikulum hammad Daud Ali,

lam dalam kurikulum fakul- Fakultas Hukum Fakultas Hukum 1998)

(2) (3) (1) (4) (5) (6)

Page 319: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai
Page 320: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

(Lanjutan Lampiran 1)

LA to

Hukum

Islam

Lampiran 353

(6) (5) (3) (1)

Hukum Islam: ruang-lingkup, ciri- ciri dan tujuannya

QA Al-Nisa': 59 Hadis Mu'az bin Jabal Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989)

Sumber-sumber Hukum Islam

(1) (3) (4) (6)

Sejarah turunnya, Sistematik dan Hu- kum-hukum di da- lamnya

Pengertian Sunnah, Hadis, fungsi Sunnah terhadap Quran dan pengumpulan Sunnah ke dalam kitab-kitab Sadis

4. Agar mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan ruang-lingkup, ciri-ciri dan tujuan hukum Islam

5. Agar mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan rincian sumber-sumber

hukum Islam 6. Agai mahasiswa mengetahui dan dapat menje-laskan bahwa sumber hukum Islam yang pertama dan utama adalah Alquran

7. Agar mahasiswa menge tahui dan dapat menjelaskan sumber hukum Islam kedua yaitu as- Sunnah (Al-Hadis)

(Lanjutan Lampiran 1)

Alquran

(2)

(2)

As-Sunnah (Al-Hadis)

1. Keaslian Alquran (Bibel, Quran dan Sains Modern: Maurice Bucaille, 1979)

2. Alquran (Dasar-dasar Pembinaan Hukum Fiqh Islami: Mukhtar Yahya, 1979)

1. As-Sunnah (Dasar- dasar Pembinaan Hukum Fiqih Islam: Mukhtar Yahya,1979)

2. Metodologi Kritik Hadis (M.M. Azami, 1992)

Ruang-lingkup, Ciri- 1- Hukum Islam (Mo- ciri dan Tujuan Hu- hammad Daud Ali, kum Islam 1998)

2. Hukum Islam (Ke- utamaan Hukum Islam: H.M. Ra- sjidi, 1971)

3. Syari'ah (Islam dalam Cita dan Fakta: S.H. Nasr, 1981)

4. Hukum Islam (Tan- tangan Islam: Altaf Gauhar, 1983)

Pengertian Sumber- 1- sumber Hukum Islam 2. dan rinciannya

(5)

(4)

Page 321: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

(Lanjutan Lampiran 1)

(1) (2) (4) (3) (5) (6)

UJIAN TENGAH SEMESTER

Agar mahasiswa dapat me- Al-Ra'yu (Akal Pi- Ijtihad dan beberapa 1. Ijtihad dalam Sya- nerangkan bahwa sumber pengembangan Hukum Islam adalah akal pikiran manusia yang memenuhi syarat untuk berijtihad.

kiran) metode ijtihad, serta hubungannya dengan perkembangan masyarakat

riat Islam (Yusuf Al-Qardawi, 1987)

2. Cara-cara Ijtihad yang Mula-mula (Pintu Ijtihad Sebe-lum Tertutup: Ahmad Hasan, 1984)

9. Agar mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan asas-asas hukum Islam

Asas-asas Hukum Islam Asas-asas Hukum Islam: asas-asas umum, pidana dan perdata

Hukum Islam (Mo-hammad Daud Ali, 1998)

10. Agar mahasiswa dapat memahami kaidah-kaidah fiqih Islam dan al-ahkam al-khamsah

Kaidah-kaidah Fiqih Islam dan al-ahkam al-khamsah

Kaidah-kaidah Fiqih Islam, al-ahkam al- khamsah dan ruang- lingkupnya

Hukum Islam (Mo-hammad Daud Ali, 1998) Al-Ahkam al-Kham- sah (Hukum Kewa- 2.

(Lanjutan Lampiran 1)

(5) (1) (2) (3) (4) (6)

risan Bilateral menurut Alquran dan hadis: Hazairin, 1982)

11. Agar mahasiswa dapat menjelaskan sejarah pertumbuhan dan per-kembangan hukum Islam

Tahap-tahap Pertumbuhan dan Perkembangan Hukum Islam

Hukum Islam (Mo-hammad Daud Ali, 1998)

Sejarah Hukum Islam

12. Agar mahasiswa dapat menjelaskan berbagai sistem hukum yang masih berlaku di Indonesia

Berbagai sistem hukum di Indonesia

Hukum Adat, Hukum Islam dan Hukum Barat

Hukum Islam (Mo-hammad Daud Ali, 1998)

13. Agar mahasiswa dapat menjelaskan hubungan Hukum Islam dengan Hukum Adat di tanah air kita

Hukum Islam dan Hukum Adat di In-donesia

Hubungan Hukum Islam dengan Hukum A- dat

Hukum Islam (Mo-hammad Daud Ali, 1998) Receptio a Contra- ris (Sayuti Thalib, 1984)

2.

Page 322: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

(Lanjutan Lampiran 1) O'

14. Agar mahasiswa dapat

menjelaskan kedudukan hukum Islam dalam tata hukum Indonesia

15. Agarmahasiswa mengetahui posisi hukum Islam dalam pembinaan hukum nasional

16. Agarmahasiswa mengetahui lembaga penegak hukum Islam dan Kompilasi Hukum

Islam di Indonesia.

Hukum Islam dalam tata hukum Indonesia

Hukum Islam dan Pembinaan Hukum Nasional

Gambaran umum tentang Peradilan

Agama dan Kompilasi Hukum Islam Kedudukan Hukum Islam dalam tata hukum di Indonesia

Hukum Islam dalam pembinaan hukum nasional

Sketsa Peradilan Agama dan Kompilasi Hukum

Islam Kedudukan Hukum Islam dalam sistem Hukum Indonesia (Mohammad Daud Ali, 1984)

Hukum Islam (Mo-hammad Daud Ali, 1998)

Hukum Islam (Mo-hammad Daud Ali, 1998)

17. UJ1AN AKHIR SEMESTER

(6) (5) (4) (3) ?s- J=

3

(1) (2)

LAMPIRAN 2

Page 323: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai
Page 324: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

LAMPIRAN 3

358 Hukum Islam

Page 325: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

359

Indeks

A

A Yusuf Ali, 95 A Zaki Yamani, 276

ab intestato, 144 Abbasiyah, 106, 182,

194 Abdu Shamad, Syaikh, 234

Abduh, Mohammad, 16, 198 Abdul

Muthalib, 158 Abdul Rauf as

Singkili, 96 Abdul Wahab Khallaf,

84, 85 162, 163 Abdurrahman al

Mahdi, 76 Abessinia, 157 Abi Thalib,

158 Abu al Hasan al Mawardi, 170

Abu Bakar Siddiq, 93, 171 Abu Daud,

108, 193 Abu Hanifah, 77,106,183, 185,

186

Abu Ishaq as Shatibi, 213 Abu Musa

al Asy'ari, 177 Abu Suja, 211 Abu

Yusuf, 186 adat-istiadat, 217

adat nan diadatkan, 217

adat nan sabana adat, 216

adat nan teradat, 217

adat pusaka, 217

Adnan, R.M, 252

ahad, 109, 192

ahli tarjih, 183

ahli waris, 288

ahlul kitab, 177

ahlur ra'yu, 186

Ahlus sunnah wal jama'ah, 34, 38, 97,

102, 181, 202, 206 Ahmad bin

Hambal, 183 Ahmad, 158 air zam-

zam, 158 akal pikiran, 74, 78 akhlak,

32, 38, 41, 85, 113 akidah, 31, 32, 41 al

'adatu muhakkamah, 124, 133, 229 al ahka" m al khamsah, 2, 3, 45, 46, 55,

59, 102, 145, 151, 191, 229

al ahkam as sulthaniyah, 37, 57, 170

al aql, 112 al Azhar (tafsir), 96 al

Bajuri, 211 al Baqarah, 52 al furqan,

96 al Hadis, 76 al Ijma', 76, 78 al

Imam, 180 al Iqna, 211 al kutub as

sittah, 108 al Malabari, 211 al Malik

al Zahir, 232 al Manar, 96

al maqasid al khamsah, 61, 213 al

maqasid al shari'ah, 61 al Maraghi,

Ahmad Mustafa, 96 al mashalih al

mursalah, 11,120 Al Muhazzab, 211

al Musnad, 189 al Muwaththa', 106,

187 al qauliyah, 47 al Qiyas, 76, 78 Alquran, 41, 66, 73-85, 94-98, 125, 162,

Page 326: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

360 Hukum Islam

163, 179, 180, 186, 214 al Umm, 49, 188 al urf, 193 Alatas, M Najib, 70 Ali bin Abi Thalib, 102, 158, 171, 180,

Ali Said, 268 Ali

Syaria'ti, 70

all comprehensive, 85 Allah, 26, 43,

48, 76, 84, 93, 103, 156, 159, 219

amaliyah, 84, 87 an Nasa'i, 108, 193

an Nawawi, 111, 183, 211 aqidah, 10,

229 ar ra’yu, 74, 77, 115, 116, 124, 125, 186 ar Rafi'i, 211 ar Ramli, 211 ar

Risalah, 188 Arab, 66 Arafah, 92

arkanul iman, 33 arkanul Islam, 34 as

Shadbi, Abu Ishaq, 61 as Sunnah, 41,

44, 74, 75, 76, 77, 101, 102, 181, 182,

185 as Syafi'i, Muhammad Idris, 76,

77, 106, 188 as Syaibani, 186 as

Syairozi, 211 as Syarbini, 211 asas

adil dan berimbang, 128, 134, 143

asas-asas dalam lapangan

hukum perdata, 127 asas-asas

dalam lapangan hukum pidana, 127

asas-asas hukum kewarisan, 141 asas-asas hukum perdata, 132 asas-asas hukum perkawinan, 139 asas-asas hukum pidana, 130 asas-

asas umum, 127 asas bilateral, 141

asas hak milik berfungsi sosial, 128,

137 asas hukum Islam, 127 asas

individual, 142 asas keadilan, 128

asas kebajikan, 128, 134 asas

kebebasan berusaha, 128, 136

asas kebebasan dan kesukarelaan, 128, 133 asas kebolehan, 128 asas kekeluargaan, 128 asas kekeluargaan

atau kebersa- maan yang sederajat,

134 asas kemampuan berbuat atau bertindak, 135 asas kemampuan berbuat, 128 asas kemanfaatan, 128, 130 asas kemaslahatan hidup, 128, 132 asas kepastian hukum, 127,129 asas larangan merugikan diri sendiri dan orang lain, 128, 135 asas legalitas, 130 asas mendahulukan kewajiban dari hak, 128, 135 asas mendapatkan hak karena usaha dan jasa, 128, 136 asas mengatur sebagai petunjuk, 128,

138 asas menolak mudharat dan

mengambil manfaat, 128 asas perjanjian tertulis atau diucapkan di depan saksi, 128

asas perlindungan hak, 128,136 asas praduga tak bersalah, 131 asas resiko dibebankan pada benda atau harta, tidak pada tenaga atau pekerja, 128, 138 asas tertulis atau diucapkan di depan

saksi, 138 asas yang beritikad baik harus

dilindungi, 128, 137

asasun, 126

asbabun nuzul, 166

at Tarmidzi, 108, 193

ayat Madaniyah, 165

ayat Makkiyah, 165

B

BPHN, 267, 274 bacaan, 79 Badar, 92

Badui, 99, 156 Baitullah, 157 barzah,

83 Benda, H.J., 238 berijtihad, 78

Betrand ter Haar, 14, 222, 224, 245,

248, 249, 258 bid'ah, 14, 15, 102

Page 327: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

lndeks 361

Bidayatul Mujtahid, 190 bilateral,

128, Budha (Gautama), 8, 31, 160, 260

Page 328: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai
Page 329: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

362 Hukum Islam Bukhari, 106, 107,

193 Burgelijk Wetboek, 212

C

cerai (perceraian), 286 Charles C,

Adams, 198 Charles J. Adams, 13

Christian Snouck Hurgronje, 11, 14,

15, 16, 17, 18, 19, 241, 243 civil law,

207 Clifford Geerts, 69 Clive S

Kessler, 69 common law, 207

Compendium Freijer, 236 Confucius,

160

Cornells van Vollenhoven, 243 D

D. W. Freijer, 236

da'if, 108, 110, 192

Daendels, 237

Daniel S Lev, 253

daruriyyat, 61, 62

De Atjehers, 243

Dekrit Presiden, 261

Deliar Noer, 70

din al Islam, 31 Djajadiningrat, P. A. Hoesein, 245

E 9

ethic, 40 executoire verklaring, 247, 248 F

fakih, 48

fara'id, 57, 227, 245 fard, 221,

229 fardu, 45

Faruqi, Ismail Raji, 70 Fathul Mu'in,

211 Fatimah, Siti, 180 fatwa waris,

255 fatwa, 196, 253, 254, 255 Fazlur

Rahman, 69, 70 fiat executie, 247, 291

fiqih Islam, 49 fiqih, 42, 48, 58, 72

fukaha, 48 furu', 194

G

G F Pijper, 252 H

H. A.R. Gibb, 13 Habibah

Daud, 253 hadis da'if, 110 hadis

hasan, 110 hadis masyhur, 109 hadis

maudhu', 110 hadis mutawatir, 109

hadis qudsi, 101 Hafsah, 94, 179 hajar

al aswad, 157 Haji Wada', 92 haji, 8,

34

Hambali (mazhab), 52 Hamka, 97

Hanafi (mazhab), 53, 190, 242 haram, 35, 45, 146, 148, 152, 221, 229 Harun al Rasyid, 186

Harun, 181

hasan, 108, 192

Hasbi Ash Shieddieqy, 97, 229

Hasyiah Fathul Qarib, 211

Hatta, Mohammad, 10, 28

haul, 46

Hazairin, 7, 116, 149, 163, 245, 258,

260, 261, 260 hibah, 254 Hijrah, 90,

159 Hijriyah, 107, 108, 174 Hindu

Bali, 7, 260 Hindu, 30 Hira, 79, 159

hisab, 174 hukm, 44 Hukum Acara Peradilan Agama, 1,

289 hukum Adat, 207, 210, 271, 276

hukum Barat, 207, 219 hukum Islam,

1, 210. 213, 216, 218, 271, 275 hukum

kekeluargaan Islam, 1-2 hukum

keluarga, 163, 277 hukum kewarisan, 8, 163, 258, 279

Page 330: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

hajjiyat, 61

hukum kewarisan Islam, 1 Indeks 363

hukum perkawinan, 1, 8, 163, 279

hukum perorangan, 1-2 hukum

taklifi, 46 hukum wakaf, 8

I i'tiqadiyah, 84, 85

I. S., 262

ibadah, 198, 229

ibadat, 54, 220

ibahah (ja'iz), 36, 221

Ibn Majah, 193

Ibnu Hajar, 209, 211

Ibnu Khaldun, 33

Ibnu Majah, 108

Ibnu Qayyim al Jauziah, 197

Ibnu Taimiyah, 197

Ibrahim, Nabi, 156

ijbari, 128

ijmak, 76, 120, 173, 189, 193

ijtihad, 35, 116, 117, 175, 218

ijtihad fardi, 117

ijtihad jama'i, 117

Ilahi, 150, 159

illat, 45, 53, 120, 145

ilm al jarh, 99

ilmu fikih, 233

ilmu kalam, 33, 233

ilmu tasawuf, 233

ilmu tauhid, 33

imamah, 102'

inovatif, 70

Page 331: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai
Page 332: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

364 Hukum Islam

iqra', 79

Islam Policy, 14, 20 Islam, 7, 19, 20, 21, 31, 32, 41, 260

Islamic jurisprudence, 49

Islamic Law, 14, 49 Ismail, 158

isnad, 111 isra', 159

Issac Newton, 160 istidlal, 78, 120, 121

istihsan, 78, 120, 122, 186, 193

istishhab, 78, 120, 189 isytikharah,

108 ittiba'-taqlid, 190, 194, 195

J ja'iz, 36, 44, 145, 146, 148, 221

jahiliyah, 249 Jalalainy, 96

Jalaluddin as Suyuthy, 96

Jamaluddin al Afgani, 197

jarimah hudud, 57 jarimah

ta'zir, 57 Jesus Kristus, 160

Jibril, 79, 92, 104 jinayat, 37, 57

Juanda (perdana menteri), 261

jurusita, 291

K K. H. Ahmad Dahlan, 198

Ka'bah, 157 kaidah ibadah, 34

kaidah mu'amalah, 34 kaidah-kaidah

fikih, 144 kawin (perkawinan), 18,

87, 286 Khadijah, 159

Khalifah Abbasiyah, 76, 182

Khalifah Umar bin Abdul Aziz, 106

Khalifah Umayyah, 182 khalifah,

114, 169 Khalik, 38 khamar, 64, 120

khilafah, 37

Khulafaur Rasyidin, 153, 169

khuluk, 38

klen, 155, 157

Koja, 181

Kufah, 77

Kulaini, 98

kutub as sittah, 193

L Lait al Qadr, 91 Landraad, 235,

247,251 Lodewijk Willem Christian

van dern Berg, 241

M MIAI, 252 Mahadi, 228, 264 Majid

Khadduri, 276 majlis tarjih, 184

makhluk, 38 makruh, 44,145,147, 152,221, 229

Maladiyah, 174 Malik bin Anas, 77,

183 malwaris, 253 Marwah, 158

Marxis, 71

mashalih al mursalah, 121, 193

master architect, 188

masyhur, 192

matan, 111

Max Weber, 69

mazahib, 51

mazhab, 51, 77

mazhab Hambali, 190'

mazhab Hanafi, 190

mazhab Maliki, 170 mazhab Syafi'i, 52, 189, 190, 209, 211

Madinah, 155, 170

Medinat al Nabi, 159

Makkah, 90, 155, 157, 159

mi'raj, 159, 174

Michael H. Hart, 160

Page 333: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Indeks 365

Minhaj at Talibin, 183, 211

Mirathul Thullab, 209

Mogharraer, 236

Mohammad Koesnoe, 213, 222

Mohammedaansch Recht, 4, 5

Mohammedan Law, 5

Mohammedanism, 5

mu'amalah, 18, 75, 198, 229

muallaf, 176

Mu'az bin Jabal, 74, 75, 77, 116

mubah, 44, 229 mudharat, 125 mufti,

196

Mughni al Muhtaj, 211 muhaditsin, 100 Muhammad (Nabi), 5, 32, 41, 47, 58, 75, 79, 90, 91, 92, 94, 102, 103, 154, 156, 157, 158, 159, 160, 170, 173, 174, 218 Muhammad bin Abdullah, 91 Muhammad Ibnu Abdul Wahab, 197 Muhammad Syihab az Zuhri, 106

Muharrar, 209, 211 muhkamat, 88

mujtahid, 53, 117, 118, 182 mujtahid

fatwa, 119, 183 mujtahid mazhab, 119

mujtahid mutlak, 119, 182 mukallaf,

47 mukhashamat, 37, 56 Mukhtasar,

211 multidimensional, 70

munakahat, 37, 56 muqallid, 119

Murshid Ghanawi, 166 Musa, 121

mushhaf, 93, 180 mushhaf Usmany,

180 Muslim, 107, 108, 193

mutasyabihat (mutasyabihah), 87, 88

mutatis mutandis, 71 mutawatir, 192

mystic, 39 366 Hukum Islam N

Nasr, S Hossein, 70, 79

Nasrani, 7, 260

natural law, 21, 102

Nawawi al Bantani, Syaikh, 234

Newsweek, 160

Nihayah, 209, 211

nisab, 46

Notonagoro, 261

Nuzl al Qur'an, 91

orientalis, 9, 30

P

pactum taciturn, 103 Pan Islamisme,

19, 198 Pancasila, 28

Pengadilan Agama, 229, 245, 249,

253, 254, 255, 281, 283, 287, 291

Pengadilan Negeri, 247, 291

Pengadilan Penghulu, 249

Pengadilan Tinggi Agama, 283

Pengadilan Umum, 291 penghulu,

247 Penghulu Gerecht, 249 Pepakem

Cirebon, 235 Peradilan Agama, 282,

283 Perang Paderi, 226 perang sabil,

18 Philip Kurie Hitti, 161 Piagam

Jakarta, 261 politik hukum yang

sadar, 238 Priesterraad, 240, 245, 247,

249, 279 prima causa, 26

private, 221 profan, 23 puasa,

34, 54 publik, 221

CI Qamariyah, 174 qara-a, 79

qath'i, 53, 88, 111, 117 qaul

qadim, 188 qaul-jaddid, 183,

188 qawa'id al fiqhiyyah, 118

qiyas, 120, 186, 189, 193

qur'an, 79 Quraish, 156 quru',

89

R

Page 334: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Raad, 245

Raad Agama, 245, 248

Rabi'ah al Adawiyah, 39

Ramadan, 54, 174

Rasjidi, H.M, 15

Rasul, 76

Rasul Allah, 91

Rasulullah, 102, 103 Rasyid Ridha, Mohammad, 16, 96

receptio a contrario, 228 receptio in

complexu, 242 Rechts Hogeschool, 3

Regeering Reglement, 239 religio, 31

religion, 24, 31, 65 religious, 23 Rene'

David, 12, 203 riba, 27

Robert Jackson, 203 S

Sa’ad bin Rabi1, 167 Sabilal

Muhtadin, 209, 234 saeculum, 23

Safa, 158 sahabat, 171, 173 sahih, 47,

107, 110 salaf, 197 salafiyah, 197 salik,

40

Salim, H A, 9, 29

Salomon Keyzer, 241

samawi, 48, 71

sanad, 110

saum, 34

Sajuti Thalib, 228

Scholten van Oud Haarlem, 239

sekularisme, 23, 24, 31

sekular, 23, 25

sakk, 204

salat at tarawih, 174 salat, 26, 34, 54,

100, 162 Shiit, 102

Sidrat al Muntaha, 159 Sirathal

Mustaqim, 209, 234 sistem hukum

nasional, 270 Siti 'Aisyah, 41 Siti

Hajar, 158 siyar, 37, 56

Sobhi Mahmassani, 230

Soebardi, 235

Staatsblad, 214, 245, 247, 252 Sufi, 39,

101 sufism, 39 suhuf, 94

sunatullah, 21, 102 sunatur Rasul,

102 sunnah, 109, 116, 161, 188 sunnah

masyhurah, 109 sunnah mutawatir,

109 sunnah sukutiyah, 97 sunnah

taqririyah, 97 sunat, 44, 148, 152, 221,

229 sunnat al qaul, 99 Sunni, 34

syahadatain, 103, 259 Syamsiyah, 174

syara', 45, 48 syarah, 66 syarah

Bukhari, 111 syarah Muslim, 111

syariah (syariat), 7, 8, 31, 32, 37, 41,

46, 47, 49, 72, 113 syi'ah, 97, 102, 181,

202

T

ta'abudy, 87 tabi'in, 109, 110 tabi'

tabi'in, 109 taharah, 34 tahkim, 246,

279 368 Hukum Islam

tahun Gajah, 158

taklifi (hukum), 44, 55, 145

taqlid, 191, 195

taqnin, 205

tarikat (tariqat), 18, 40 tasawuf, 39

tasyri', 48 tasyri' wadh'i, 48

tauhid, 22, 42, 156 teori iblis, 244

theori receptie, 243 Thomas S

Raffles, 237 Tuhfah, 184, 209, 211

U

ubudiyah (ibadah), 18 ukubat, 56

Page 335: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Indeks 367

ulil amri, 73, 116 ulum Al-Hadis, 105

ulum Alquran, 95 Umar bin Khattab,

116, 171, 173, 175, 178 '

Umayyah, 106, 179, 182 un Islamic,

69 Undang-Undang Peradilan Agama, 269, 282, 283, 291 Undang-Undang Perkawinan, 120, 228

uni dimensional, 70

unique, 92

urf, 77, 78, 120, 123, 186, 229 usl al

fiqh (usul fikih), 188 Usman bin

Affan, 171 Usul il kafi, 98

V

VOC, 235-37, 241 W

wadh'i (hukum), 45, 59 wahyu, 114

wajib, 44, 146 waris (kewarisan), 54, 87, 249, 255, 280 wasiat, 254

wawasan nusantara, 270 wirasah, 37,

56, 57 wukuf, 92

Y

yaum al akhirah, 86 Z

Zaid bin Tsabit, 173, 179 zakat, 1, 5,

26, 34, 54, 162, 176 zhanni, 53, 88, 111,

117, 125

Page 336: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

Daftar Isi 368

Biodata Penulis

H. MOHAMMAD DAUD ALI dilahirkan di sebuah desa di Bintang, Takengon Aceh Tengah 4 April 1930 - 6 Oktober 1998. Beliau adalah Gurubesar Fakultas Hukum UI dan beberapa fakultas lain di Jakarta. Beliau menyelesaikan studinya di Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat Universitas Indonesia tahun 1960 — dan The Institute of Islamic Studies McGill University Montreal Canada tahun 1971. Tulisan beliau dapat dibaca di

berbagai harian dan majalah di Jakarta, sedang beberapa buku beliau yang telah diterbitkan antara lain adalah Hukum Islam dan Pembangunan Nasional (dalam HM Rasjidi, Hukum Islam dan Pelaksanaannya dalam Sejarah 1976), Kedudukan Hukum Islam dalam Sistem Hukum Indonesia (1984) — versi Inggrisnya dimuat dalam Islam and Society in Southeast Asia (Ed. by Taufik Abdullah, Sharon Siddique: 1986), Islam untuk Disiplin Ilmu Hukum, Sosial dan Politik (1986), Sistem Ekonomi Islam, Zakat dan Wakaf (1988), Agama Islam (1989), Asas-asas Hukum Islam (1990) yang disempumakan dengan judul Hukum Islam: Pengantar Ilmu dan Tata Hukum Islam di Indonesia (1993), Lembaga-lembaga Islam di Indonesia (1995), Hukum Islam dan Peradilan Agama (Kumpulan Tulisan) tahun 1997, Pendidikan Agama Islam (1998),

Page 337: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

369 Hukum Islam

Insya Allah akan menyusul: Hubungan Hukum Adat dan Hukum Islam di Gayo (Aceh Tengah), Hukum Islam di Indonesia dan Masalahnya. Di samping kegiatan mengajar dan menulis, beliau juga memangku berbagai jabatan, antara lain: Ketua Pusat Studi Hukum Islam FA-UI, Anggota Pengkajian Hukum Islam BPHN, Anggota Konsorsium Ilmu Agama Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Koordinator Mata Kuliah Hukuip Islam, Koordinator MKU Agama UI, Ketua Program Kekhususan Hukum dan Ilmu Pengetahuan Islam Pascasarjana Universitas ^Indonesia. Ikut serta mendirikan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan menjadi Anggota Dewan Pakar ICMI Pusat serta Ketua Dewan Pakar ICMI Koordinatorat Wilayah (Korwil) DKI Jakarta (1991-1996), Anggota Majelis Ulama Indonesia (MUI) Daerah Khusus Ibukota Jakarta (1991-1996 — 1996-2001), Anggota Badan Pembina Baitulmal Umat Islam (Bamuis Bank BNI (1998...)-

Page 338: Islamdifarepositories.uin-suka.ac.id/135/1/Hukum Islam... · 2015. 3. 7. · Islam. Hukum Islam I menjadi Asas-asas Hukum Islam dengan materi yang diperluas dan dimekarkan. Mulai

370 Hukum Islam