i gusti ngurah putra martin widanta

88
TESIS TERAPI ANTIRETROVIRAL GOLONGAN NRTI ≥ 12 BULAN SEBAGAI FAKTOR RISIKO NYERI NEUROPATIK PADA PENDERITA HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS DI RSUP SANGLAH I GUSTI NGURAH PUTRA MARTIN WIDANTA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014

Transcript of i gusti ngurah putra martin widanta

Page 1: i gusti ngurah putra martin widanta

TESIS

TERAPI ANTIRETROVIRAL GOLONGAN NRTI ≥ 12 BULAN

SEBAGAI FAKTOR RISIKO NYERI NEUROPATIK

PADA PENDERITA HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS

DI RSUP SANGLAH

I GUSTI NGURAH PUTRA MARTIN WIDANTA

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2014

Page 2: i gusti ngurah putra martin widanta

TESIS

TERAPI ANTIRETROVIRAL GOLONGAN NRTI ≥ 12 BULAN

SEBAGAI FAKTOR RISIKO NYERI NEUROPATIK

PADA PENDERITA HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS

DI RSUP SANGLAH

I GUSTI NGURAH PUTRA MARTIN WIDANTA

NIM 0914068204

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2014

Page 3: i gusti ngurah putra martin widanta

TERAPI ANTIRETROVIRAL GOLONGAN NRTI ≥ 12 BULAN

SEBAGAI FAKTOR RISIKO NYERI NEUROPATIK

PADA PENDERITA HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS

DI RSUP SANGLAH

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister

pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik

Program Pascasarjana Universitas Udayana

I GUSTI NGURAH PUTRA MARTIN WIDANTA

NIM 0914068204

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2014

Page 4: i gusti ngurah putra martin widanta

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI

PADA TANGGAL 17 APRIL 2014

Pembimbing I, Pembimbing II,

Prof. Dr. dr. A.A Raka Sudewi, SpS (K) Dr. dr. Thomas Eko Purwata, SpS (K)

NIP 195902151985102001 NIP 195404201982111001

Mengetahui

Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Direktur

Program Pascasarjana Program Pascasarjana

Universitas Udayana, Universitas Udayana

Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, Sp.And, FAACS Prof. Dr. dr. A.A Raka Sudewi, SpS (K)

NIP 194612131971071001 NIP 195902151985102001

Page 5: i gusti ngurah putra martin widanta

Tesis Ini Telah Diuji pada

Tanggal 17 April 2014

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana

No: 954/UN 14.4/HK/2014 Tertanggal 10 April 2014

Ketua : Prof. Dr. dr. A.A Raka Sudewi, SpS (K)

Sekretaris : Dr. dr. Thomas Eko Purwata, SpS (K)

Anggota : dr. I Md Oka Adnyana, SpS (K)

dr. IGN Purna Putra, SpS (K)

Prof. Dr. dr. Nym Tigeh Suryadi, MPH, Ph.D

Page 6: i gusti ngurah putra martin widanta

UCAPAN TERIMA KASIH

Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur kehadapan Ida Sang

Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa, karena atas asung wara nugraha-Nya maka tesis

ini dapat diselesaikan sebagai persyaratan untuk mendapatkan gelar dokter spesialis saraf

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K), pembimbing pertama dan

Dr. dr. Thomas Eko Purwata, SpS (K), pembimbing kedua yang dengan penuh perhatian dan

kesabaran telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan dan saran selama penulis

mengikuti pendidikan, khususnya dalam menyelesaikan tesis ini.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada Rektor

Universitas Udayana Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD-KEMD, atas kesempatan dan

fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan Pendidikan

Dokter Spesialis I Ilmu Penyakit Saraf FK UNUD/RSUP Sanglah. Ucapan terima kasih ini

juga ditujukan kepada Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Prof. Dr. dr. Putu

Astawa, SpOT, Mkes, atas ijin yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti Pendidikan

Dokter Spesialis I Ilmu Penyakit Saraf FK UNUD/RSUP Sanglah. Ungkapan terimakasih

juga penulis sampaikan kepada Direktur Utama RSUP Sanglah Denpasar dr. Anak Ayu Sri

Saraswati, M.Kes atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan. Terimakasih sebesar-

besarnya penulis sampaikan kepada Kepala Bagian/ SMF Ilmu Penyakit Saraf FK

UNUD/RSUP Sanglah dr. D.P.G. Purwa Samatra, Sp.S(K) dan dr. I Made Oka Adnyana,

Sp.S(K), Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis I Ilmu Penyakit Saraf FK UNUD/

RSUP Sanglah, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti

dan menyelesaikan Pendidikan Dokter Spesialis I Ilmu Penyakit Saraf FK UNUD/RSUP

Sanglah. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ketua TKP

PPDS I FK UNUD/ RSUP Sanglah, dr. Nyoman Semadi, Sp. BTKV. Ketua Litbang Bagian/

SMF Ilmu Penyakit Saraf FK UNUD/RSUP Sanglah, Dr. dr. Thomas Eko Purwata, Sp.S(K),

atas segala dorongan, bimbingan dan saran yang sangat berarti bagi penulis selama mengikuti

pendidikan ini. Terimakasih yang sebesar-besarnya juga penulis haturkan kepada Kepala

Divisi Tropik Bagian/ SMF Ilmu penyakit Dalam FK UNUD/ RSUP Sanglah Denpasar, Prof.

Dr. dr. Ketut Tuti Parwati Merati, Sp.PD(KPTI), yang telah memberikan ijin dan kesempatan

untuk dilaksanakannya penelitian ini di poliklinik VCT RSUP Sanglah Denpasar.

Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh supervisor di

Bagian/SMF Ilmu Penyakit Saraf FK UNUD/ RSUP Sanglah, dr. A.A.B.N. Nuartha,

Sp.S(K), dr. I.G.N. Budiarsa, Sp.S, dr. I.G.N. Purna Putra, Sp.S(K), dr. Anna Marita Gelgel,

Sp.S(K), dr. A.A.A. Putri Laksmidewi, Sp.S(K), dr. I.B. Kusuma Putra, Sp.S, dr. I Komang

Arimbawa, Sp.S, dr. A.A.A. Meidiary, Sp.S, dr. Desak Ketut Indrasari Utami, Sp.S dan dr.

Putu Eka Widyadharma, MSc, Sp.S, dr Ketut Widyastuti, SpS, dr Ni Made Susilawathi, SpS,

dr Kumara Tini, SpS, dr I.A Sri Indrayani, SpS yang telah memberikan segala arahan,

dorongan, bimbingan dan saran selama penulis mengikuti pendidikan ini.

Ungkapan terimakasih penulis tujukan kepada dr. Dewa Ngurah Satriawan, dr.

Yoanes, dr Ni Putu Witari, dr I Made Domy Astika, dr Ni Md Yuli Artini, dr Khristi

Handayani, dr Ernesta P. Ginting dan seluruh teman sejawat lainnya, peserta PPDS I Ilmu

Penyakit Saraf FK UNUD/RSUP Sanglah, atas kerjasama dan dorongan selama penulis

mengikuti pendidikan dan membantu pelaksanaan penelitian ini. Ucapan terimakasih juga

penulis tujukan kepada seluruh tenaga paramedis dan non medis di bangsal dan poliklinik

penyakit Saraf RSUP Sanglah, tenaga paramedis dan non medis di poliklinik VCT RSUP

Sanglah atas jalinan kerjasama, bantuan dan dorongan semangat selama penulis

melaksanakan penelitian ini.

Page 7: i gusti ngurah putra martin widanta

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus disertai

penghargaan kepada seluruh pasien HIV dan keluarganya atas bantuan dan kerjasamanya

selama melaksanakan penelitian ini. Akhirnya penulis menyampaikan terimakasih yang tulus

kepada kedua orangtua yang saya cintai, I Gst Ngurah Suwendra dan Marcelina Holiday,

Spd; ayah dan ibu mertua yang saya hormati, Prof. Dr, I Ketut Sudibia, SU dan Putu

Rusmiati; istri dan anak-anak tersayang, Ni Nyoman Rina Susanti, SE, G.A.A Reswari

Masputri Widanta, I G.A.A Rajni Manika Widanta yang telah memberikan semangat dan

dorongan baik material maupun moral dengan penuh pengorbanan telah memberikan kepada

penulis kesempatan untuk lebih berkonsentrasi menyelesaikan pendidikan ini.

Penulis telah berusaha membuat tesis ini dengan sebaik-baiknya namun tetap

menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan baik dari aspek materi dan

penyajiannya. Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif demi perbaikan

tesis ini.

Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa akan selalu

melimpahkan karunia-NYA kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan

penyelesaian tesis ini.

Page 8: i gusti ngurah putra martin widanta

“Dengan kesabaran, setiap orang akan mendapatkan kesehatan dan kesejahteraan. Dengan

kesabaran semua orang akan mencapai apa yang diinginkannya”

(Gede Prama)

Page 9: i gusti ngurah putra martin widanta

ABSTRAK

TERAPI ARV GOLONGAN NRTI ≥ 12 BULAN

SEBAGAI FAKTOR RISIKO NYERI NEUROPATIK PADA PENDERITA HIV

DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH

Neuropati perifer adalah komplikasi neurologi yang paling sering dijumpai pada

pasien dengan HIV/AIDS. Angka insiden mendekati sepertiga dari seluruh pasien dengan

HIV/AIDS. Penyebab utama terjadinya DSP adalah virus itu sendiri melalui sistem imunitas

dan obat yang digunakan untuk pengobatan HIV/AIDS yang disebut Antiretroviral Toxic

Neuropathy. ARV gol NRTI menyebabkan gangguan mitokondria bila digunakan dalam

jangka waktu lama. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui terapi ARV gol NRTI ≥ 12 bulan

sebagai faktor risiko nyeri neuropatik pada penderita HIV di RSUP Sanglah.

Penelitian ini merupakan penelitian kasus kontrol terhadap 66 penderita HIV yang menjalani pengobatan di poliklinik VCT RSUP Sanglah selama bulan Desember 2013 sampai

Februari 2014. Subyek yang memenuhi kriteria eligibilitas dikelompokkan sebagai kasus dan

kontrol masing-masing berjumlah 33 orang. Nyeri neuropatik pada penderita HIV dinilai

dengan Skala nyeri LANSS. Seluruh data dianalisis menggunakan SPSS 16.0 for windows.

Data karakteristik dianalisis secara deskriptif. Analisis bivariat untuk uji hipotesis variabel

bebas dan variabel tergantung berskala nominal dengan metode Chi-Square. Tingkat

hubungan antar variabel dinilai dengan Odds Ratio dan tingkat kemaknaan dengan α = 5%.

Hasil analisis data didapatkan penderita HIV yang mendapatkan terapi ARV gol

NRTI ≥ 12 bulan yang mengalami nyeri neuropatik sebanyak 25 orang (75,8%) dengan

karakteristik terbanyak pada kelompok umur ≥ 30 tahun yaitu 72,2% dan jenis kelamin

terbanyak adalah perempuan (51,5%), sebagian besar ditemukan pada stadium HIV tinggi

(stadium III dan IV) yaitu 87,9% dengan CD4 nadir 100-200 sel/µl (84,85%). Pada analisis

bivariat didapatkan hubungan bermakna antara lama terapi ARV gol NRTI ≥ 12 bulan

dengan nyeri neuropatik pada penderita HIV (p=0,001) dengan OR 6,25; IK 95% (2,13-

18,33).

Dapat disimpulkan bahwa terapi ARV gol NRTI ≥ 12 bulan sebagai faktor risiko

nyeri neuropatik pada penderita HIV di RSUP Sanglah.

Kata Kunci : HIV, terapi ARV-NRTI, nyeri neuropatik

Page 10: i gusti ngurah putra martin widanta

ABSTRACT

NRTI’s ARV THERAPY ≥ 12 MONTHS AS RISK FACTOR FOR NEUROPATHIC

PAIN IN HIV PATIENT AT SANGLAH GENERAL HOSPITAL DENPASAR

Peripheral neuropathy is a common neurological complication achieved in HIV

patient, affecting almost one third of all HIV patients. The main cause of distal symmetrical

polyneuropathy is the virus itself through immunity system and the medication used known

as Antiretroviral Toxic Neuropathy. Depletion of mitochondria is the effect of NRTI’s ARV.

This study was aimed at testing that NRTI’s ARV therapy for ≥ 12 months was a risk factor

for neuropathic pain on HIV patient at Sanglah General Hospital.

This was a case control study enrolled in 66 HIV patients admitted to VCT clinic at

Sanglah General Hospital on December 2013 until February 2014. Eligible patients

categorized as case and control group, each of it included 33 patients. LANSS pain scale

which was applied to measure neuropathic pain in HIV patients. All data analyzed with SPSS

16.0 for Windows. Characteristic data analyzed by descriptive method. Bivariate analysis for

independent and dependent variable was performed using Chi-square test. Level of

significance described using Odds Ratio, with significance level α = 5%.

There were 25 patients with HIV on NRTI’s ARV therapy for ≥ 12 months who got

neuropathic pain, with the most affected ones were patients ≥ 30 years (72,2%) and mostly

were female (51,5%). High stage HIV (stage III and IV) patients were 87,9% with nadir CD4

100-200 cell/µl were 84,5%. In bivariate analyze, there was significant relationship between

duration of NRTI’s ARV therapy for ≥ 12 months and incidence of neuropathic pain in HIV

patients (p=0,001) with OR 6,25; CI 95% (2,13-18,33).

As conclusions, NRTI’s ARV therapy for ≥ 12 months was a risk factor for

neuropathic pain in HIV patients at RSUP Sanglah.

Keywords: HIV, NRTI’s ARV Therapy, Neurophatic pain

Page 11: i gusti ngurah putra martin widanta

DAFTAR ISI

SAMPUL DEPAN ……………………………………………….. i

SAMPUL DALAM ………………………………………………. ii

PRASYARAT GELAR ………………………………………….. iii

LEMBAR PENGESAHAN ……………………………………... iv

UCAPAN TERIMA KASIH …………………………………….. v

ABSTRAK ……………………………………………………….. viii

ABSTRACT ……………………………………………………… ix

DAFTAR ISI…………………………………………………........ x

DAFTAR GAMBAR …………………………………………….. xii

DAFTAR TABEL ……………………………………………….. xiii

DAFTAR SINGKATAN …………………………………………. xiv DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………… xv

BAB I PENDAHULUAN ………………………………………... 1

1.1 Latar Belakang ………………………………………………. 1

1.2 Rumusan Masalah …………………………………………... 5

1.3 Tujuan Penelitian ………………………………………….… 5

1.4 Manfaat Penelitian ………………………………………….. 5

1.4.1 Manfaat Ilmiah ……………………………………… 5

1.4.2 Manfaat Praktis ……………………………………... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA …………………………........... 7

2.1 Gambaran Klinis ……………………..…………………….. 10

2.2 Pemeriksaan Penunjang ………..………………………….. 11

2.3 Patogenesis Nyeri neuropatik …..…..……………………... 12

2.4 Neurotoksik Virus HIV ……………..…………………....... 14

2.5 Antriretroviral Toxic Neuropathy (ATN) …………………. 16

2.5.1 Highly Active Antiretroviral Therapy (HAART)...... 16

2.5.2 Patogenesis ATN ……………………………..……. 20

BAB III KERANGKA BERFIKIR, KONSEP DAN

HIPOTESIS PENELITIAN............................................. 26

3.1 Kerangka Berpikir ................................................................. 26

3.2 Kerangka Konsep .................................................................. 27

3.3 Hipotesis Penelitian .............................................................. 28

BAB IV METODE PENELITIAN............................................... 29

4.1 Rancangan Penelitian ........................................................... 29

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian .............................................. 29

4.3 Ruang Lingkup Penelitian .................................................... 30

4.4 Populasi dan sampel Penelitian ............................................ 30

4.4.1 Populasi Target ........................................................ 30

4.4.2 Populasi Terjangkau ................................................ 30

4.4.3 Kriteria Sampel ........................................................ 30

4.4.3.1 Kriteria Inklusi Kasus ............................ 30

4.4.3.2 Kriteria Inklusi Kontrol ......................... 31

4.4.3.3 Kriteria Eksklusi Kasus dan Kontrol ..... 31

4.4.4 Besar Sampel ........................................................... 31

4.4.5 Teknik Pengambilan sampel .................................... 32

4.5 Variabel Penelitian ............................................................... 32

4.6 Definisi Operasional Variabel .............................................. 32

4.7 Alat Pengumpulan Data ....................................................... 34

Page 12: i gusti ngurah putra martin widanta

4.8 Prosedur Penelitian .............................................................. 35

4.9 Pengolahan dan Analisis Data ............................................. 37

BAB V HASIL PENELITIAN ................................................... 38

5.1 Uji Normalitas ..................................................................... 38

5.2 Karakteristik Demografi ....................................................... 38

5.3 Hubungan antara Lama Terapi ARV dengan Nyeri

Neuropatik pada Penderita HIV……………………………. 41

BAB VI PEMBAHASAN ……………………………………… 43

6.1 Karakteristik Demografi ....................................................... 43

6.2 Hubungan antara Lama Terapi ARV dengan Nyeri

Neuropatik pada Penderita HIV……………………………. 45

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN………………………….. 51

7.1 Simpulan................................................................................ 51

7.2 Saran ..................................................................................... 52 DAFTAR PUSTAKA ................................................................. 53

LAMPIRAN ............................................................................... 60

Page 13: i gusti ngurah putra martin widanta

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Hubungan CD4 dan Viral Load HIV Plasma .……... 8

Gambar 2.2 Patogenesis Nyeri Neuropatik-HIV……………….. 14

Gambar 2.3 Patogenesis Neurotoksik Virus HIV ………………. 15

Gambar 2.4 Struktur NRTI………………………………….. 18

Gambar 2.5 Mekanisme Kerja ARV …………………………….. 19

Gambar 2.6 Mekanisme Kerja ARV pada Virus dan Mitokondria. 20

Gambar 2.7 Mekanisme Neurotoksik NRTIs ………………….... 22

Gambar 2.8 Patogenesis ATN …………………………………… 23

Gambar 3.1 Bagan Kerangka Berpikir ………………………….. 23

Gambar 3.2 Konsep penelitian…………………………………... 24

Gambar 4.1 Skema Rancangan Penelitian Kasus-Kontrol ….….. 26

Gambar 4.2 Bagan Alur Penelitian ………………………………. 33

Page 14: i gusti ngurah putra martin widanta

DAFTAR TABEL

Tabel 5.1 Karakteristik Demografi Subyek Penelitian ……… 40

Tabel 5.2 Uji Normalitas……………………………………… 41

Tabel 5.3 Analisis bivariat …………………………..……….. 41

Page 15: i gusti ngurah putra martin widanta

DAFTAR SINGKATAN

3TC : Lamivudine

ABC : Abacavir

ACTG : AIDS Clinical Trials Group

AIDS : Acquired Immune Deficiency Syndrome

AMPA : Amino-Hydroxy-Methyl-Isoxazolepropionate

Apaf-1 : Apoptotic Protease Activating Factor-1

ARV : Antiretroviral

ATN : Antiretroviral Toxic Neuropathy

AZT : Zidovudine

CCR5 : Chemokine co-receptors 5

CD4 : Cluster of Differentiation 4

CXCR4 : CX Chemokine co-receptors 4

d4T : Stavudin

ddC : Zalcitabine

ddI : Didanosine

DN4 : Douleur Neuropathique en 4 questions

DRG : Dorsal Root Ganglia

DSP : Distal Sensory Polyneuropathy

EFV : Efavirenz

EMG : Electromyografi

HAART : Highly Active Anti-Retroviral Therapy

HIV : Human Immunodeficiency Virus

LANSS : Leeds Assessment of Neuropathic symptoms

MACS : Multicenter AIDS Cohort Study

mDNA : mitochondrial DNA

MPTP : Mitochondrial Permeability Transition Pore

NCS : Nerve Conduction Studies

NMDA : N-methyl-D-aspartate

NNRTIs : Non-Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors

NPQ : Neuropathic Pain Questionnaire

NRTIs : Nucleoside and Nucleotide Reverse Transcriptase Inhibitors

NVP : Nevirapine

ODHA : Orang Dengan HIV/AIDS

PIs : Protease Inhibitors

PKC : Protein Kinase-C

QST : Quantitative Sensory Test

RANTES : Regulated upon Activation Normal T-cell Expressed and

Secreted

ROS : Reactive Oxygen Species

TNF-α : Tumor Necrosis Factor-α

TRPV1 : The Transient Receptor Potential V1

TRPM8 : The Transient Receptor Potential M8

Page 16: i gusti ngurah putra martin widanta

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Penjelasan dan Form Persetujuan Penelitian….. 60

Lampiran 2. Kuisioner Penelitian…………………………… 62

Lampiran 3. Skala Nyeri LANSS…………………………… 64

Lampiran 4. Keterangan Kelaikan Etik ………..…………… 66

Lampiran 5. Surat Ijin dari RSUP Sanglah Denpasar …….… 67

Lampiran 6. Data Subyek Penelitian..………………………. 68

Lampiran 7. Analisis SPSS 16.………………………………. 72

Page 17: i gusti ngurah putra martin widanta

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Neuropati perifer adalah komplikasi neurologi yang paling sering dijumpai pada

pasien dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV)/Acquired Immune Deficiency

Syndrome (AIDS). Gejala utama adalah nyeri neuropatik, rasa tebal, rasa terbakar atau

kesemutan biasanya pada kedua kaki secara simetris. Neuropati dapat disebabkan oleh suatu

kondisi primer, sekunder dan obat antiretroviral (ARV) yang digunakan untuk terapi

HIV/AIDS.

Neuropati pada HIV/AIDS paling sering ditemukan adalah distal sensory

polyneuropathy (DSP). Angka insiden mendekati sepertiga dari seluruh pasien dengan

HIV/AIDS (Gonzalez-Duarte dkk. 2006). Smyth dkk. (2007) dan Cherry dkk. (2009)

melaporkan prevalensi neuropati sekitar 42% terjadi di Melbourne, 19% di Kuala Lumpur,

dan 34% di Jakarta. Konchalard dkk. (2007) melaporkan bahwa dari 17 pasien yang

menderita neuropati HIV terdapat 64.7% menderita DSP. Dilaporkan 46,7% gejala

neuropatik HIV adalah nyeri neuropatik (Maritz dkk, 2010). Penyebab utama terjadinya DSP

adalah virus itu sendiri melalui sistem imunitas dan obat yang digunakan untuk terapi

HIV/AIDS dan durasi penggunaannya dalam hal ini disebut Antiretroviral Toxic Neuropathy

(ATN) (Keswani dkk, 2002; Ferrari dkk, 2006). Faktor risiko lainnya adalah umur, stadium

HIV, diabetes, defisiensi nutrisi (vitamin B12) (Belachew dkk, 2010). Umur merupakan

faktor independen terjadinya DSP terutama bagi mereka yang berumur > 40th (Oshinaike

dkk, 2012).

Sebelum era Highly Active Anti-Retroviral Therapi (HAART) neuropati sering

dihubungkan Cluster of differentiation 4 (CD4), kadar viral HIV plasma yang tinggi (viral

Page 18: i gusti ngurah putra martin widanta

load), stadium HIV dan infeksi oportunistik. CD4 nadir rendah memiliki hubungan signifikan

terhadap terjadinya neuropatik HIV (p < 0.05) (Konchalard dkk, 2007). Pada penelitian

kohort multisenter, peningkatan risiko terjadinya DSP 2 kali lebih tinggi pada pasien dengan

viral load > 10,000 copies/mL (Childs dkk, 1999). Stadium HIV juga dihubungkan dengan

kejadian DSP, terutama pada stadium 3 dan 4 dimana sudah terjadi infeksi oportunistik yang

menandakan rendahnya CD4 dan tingginya viral load. Kejadian DSP ditemukan pada orang

dengan HIV/AIDS (ODHA) dengan infeksi Mycobacterium avium complex dan tuberculosis

(TBC) dengan CD4 <50 cells/mL (Smyth dkk, 2007; Maritz dkk, 2010).

Penemuan ARV pada tahun 1996 mendorong suatu revolusi dalam perawatan ODHA

di negara maju. Terapi ARV menurunkan angka kematian dan kesakitan, meningkatkan

kualitas hidup ODHA, dan meningkatkan harapan masyarakat, sehingga pada saat ini HIV

dan AIDS telah diterima sebagai penyakit yang dapat dikendalikan dan tidak lagi dianggap

sebagai penyakit yang menakutkan. Berdasarkan cara kerjanya ARV dibagi menjadi 3

kelompok besar yaitu (1) Fusion and entry inhibitors, (2) Penghambat reverse transcriptase

enzyme: Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NRTI) dan Non-Nucleoside Reverse

Transcriptase Inhibitors (NNRTI), (3) Penghambat enzim protease (Protease Inhibitors

(PIs)) (Hoffmann dan Mulcahy, 2007). Prinsip pemilihan HAART di Indonesia dan di RSUP

Sanglah adalah penggunaan obat lini pertama yaitu : Lamivudine (3TC), ditambah salah satu

obat golongan NRTI, bersama dengan golongan NNRTI (Depkes, 2007). Namun ARV

memilki efek samping yang harus mendapatkan perhatian lebih agar kualitas hidup ODHA

lebih baik lagi. Efek samping tersebut antara lain: hiperlaktasemia, lipotropi, neuropati,

pancreatitis, miopati/kardiomiopati (Jongwutiwes dkk, 2006).

Neuropati merupakan komplikasi yang terbanyak ditemukan pada penggunaan ARV.

Golongan ARV yang paling sering menimbulkan neuropati adalah NRTI baik terapi

monoterapi maupun kombinasi. (Moore dkk., 2000). Golongan NRTI tersebut adalah

Page 19: i gusti ngurah putra martin widanta

didanosine (ddI), zalcitabine (ddC), stavudine (d4T), dan zidovudine (AZT) (Skopelitis dkk.,

2006; van Griensven dkk, 2009). Beberapa penelitian menunjukkan hubungan antara

neuropati HIV dengan ARV-NRTI. Simpson, 2002, menemukan neuropati timbul karena

pemakaina ARV gol NRTI kira- kira sekitar 30% pada dewasa dan anak dengan ODHA. Ellis

dkk. (2010) melaporkan bahwa ARV gol NRTI merupakan faktor risiko terhadap neuropati

dengan OR 2.0 (95% CI 1,3-2,6). Penggunaan stavudine (p=0.00) merupakan faktor

independen terjadinya neuropati (Oshinaike dkk, 2012). Golongan ARV lainnya seperti

NNRTI dan PI tidak terbukti menimbulkan neuropati (Lichtenstein dkk, 2005).

Patogenesis terjadinya neuropati HIV yang disebabkan oleh ARV adalah melalui

mitochondrial toxicity (Keswani dkk, 2002; Lewis dkk,, 2003). NRTI bekerja dengan

menghambat polymerase γ mitochondrial DNA (mDNA) sehingga replikasi mDNA yang

bertanggung jawab terhadap pembentukan sel terganggu yang akhirnya menyebabkan

kematian sel (Apostolova dkk, 2011; Kamerman dkk, 2012). Pemeriksaan penunjang

neuropati antara lain adalah electromyografi (EMG), punch skin biopsy (Cherry dkk, 2003).

Punch skin biopsies merupakan pemeriksaan yang mudah, valid tapi bersifat invasif sehingga

pada penelitian ini digunakan alat penilaian neuropati yang tidak invasif namun sensitif dan

spesifik yaitu skala nyeri LANSS (Leeds Assessment of Neuropathtic Symptoms and Signs)

dengan sensitifitas dan spesifisitas sekitar 85% dan 80% untuk membedakan nyeri neuropatik

atau nosiseptik (Bennett, 2001).

Toksisitas mitokondria tergantung dari dosis NRTI dan memerlukan waktu sampai

terjadinya gangguan. Perubahan metabolime mitokondria terjadi secara perlahan seiring

dengan terapi NRTI yang dalam jangka waktu lama sehinggga kecil kemungkinan gejala

klinisnya muncul dalam satu bulan pertama penggunaan NRTI (Kamerman dkk, 2012).

Walker dkk (2002) menyatakan penurunan jumlah mtDNA karena efek toksik NRTI sekitar

25%-40% selama 30 hari pertama. Namun lama terapi ARV khususnya NRTI sebagai faktor

Page 20: i gusti ngurah putra martin widanta

risiko neuropati masih menjadi kontroversi, beberapa peneliti menyatakan bahwa signifikan

walaupun masih terdapat perbedaan rentangan waktunya dan sebagian peneliti menyatakan

tidak signifikan. Forna dkk. (2007) juga melaporkan bahwa terjadinya neuropati HIV sekitar

26-36% pada 12 bulan pertama penggunaan d4T. Namun penelitian lainya melaporkan pasien

HIV yang mendapatkan terapi NRTI (ddI, ddC, d4T, dan AZT) menderita neuropati setelah 6

bulan terapi dengan puncaknya sekitar 3 bulan (Arenas-Pinto dkk, 2008; van Griensven dkk,

2009). Nakamoto dkk, (2012) menjelaskan bahwa riwayat penggunaan ARV gol NRTI

terdahulu maupun sekarang dan lama penggunaannya tidak signifikan sebagai faktor risiko

neuropati.

Berdasarkan perbedaan pendapat dan kontroversi tersebut serta belum ada yang

melakukan penelitian tersebut di Bali, khususnya di RSUP Sanglah yang melatarbelakangi

dilakukannya penelitian terhadap lama terapi ARV sebagai faktor risiko nyeri neuropatik

pada penderita HIV.

1.2 Rumusan Masalah

Dari uraian diatas dapat ditentukan rumusan masalah yaitu:

Apakah terapi ARV gol NRTI ≥ 12 bulan sebagai faktor risiko nyeri neuropatik pada

penderita HIV di RSUP Sanglah ?

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui terapi ARV gol NRTI ≥ 12 bulan sebagai faktor risiko nyeri

neuropatik pada penderita HIV di RSUP Sanglah.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Ilmiah

Dengan penelitian ini diharapkan akan memperoleh besarnya prevalensi penderita

HIV yang mengalami nyeri neuropatik dan faktor risiko terjadinya nyeri neuropatik pada

Page 21: i gusti ngurah putra martin widanta

penderita HIV sehingga dapat dipakai sebagai data dasar untuk penelitian lebih lanjut di masa

yang akan datang.

1.4.2 Manfaat Praktis

Dengan terbuktinya terapi ARV gol NRTI ≥ 12 bulan sebagai faktor risiko nyeri

neuropatik pada HIV, maka dapat dilakukan usaha preventif dan kuratif untuk mengurangi

perburukan klinis penderita HIV dan meningkatkan kualitas hidup penderita HIV.

Page 22: i gusti ngurah putra martin widanta

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Neuropati perifer merupakan salah satu komplikasi neurologi yang paling sering

ditemukan pada ODHA. Lebih dari 1/3 ODHA menderita neuropati. Pada ODHA, neuropati-

HIV dapat disebabkan oleh virus itu sendiri, terapi ARV dan komplikasinya atau dapat

disebabkan oleh infeksi opurtunistik yang timbul seperti sitomegalovirus, kandidiasis, herpes,

tuberkulosis. Neuropati juga dapat disebabkan oleh beberapa kondisi seperti alkoholism dan

defisiensi vitamin (Belachew dkk, 2010). Neuropati perifer yang paling sering dijumpai pada

ODHA adalah DSP. Ditemukan kira- kira sekitar 30% pada dewasa dan anak dengan ODHA

(Simpson, 2002) dan hampir 100% pada pemeriksaan otopsi ODHA (Ferarri dkk, 2006).

Di era pra-HAART, DSP biasanya terjadi pada tingkatan derajat imunosupresi sangat

rendah (Belachew dkk, 2010). Analisis multivariat menunjukkan bahwa jumlah sel CD4

maupun viral load adalah faktor independen dari neuropati-HIV dan tingkat keparahannya

(Lichtenstein dkk, 2005). Pada Multicenter AIDS Cohort Study (MACS), insiden tahunan

neuropati-HIV meningkat selama periode waktu 1988 – 1992. Terdapat peningkatan sebesar

2.81 % pada semua kelompok CD4 dan 7 % pada kelompok CD4 < 200 x 106/l. (Sacktor,

2001). Nakamoto dkk, (2012) menjelaskan bahwa terdapat hubungan antara status imun

dengan kerusakan fungsi saraf dimana didapatkan rata-rata CD4 nadir sebesar 100 x 106/l

(HR=0.79; p=0.03).

Jumlah CD4 berbanding terbalik dengan jumlah viral load HIV. Bila kadar viral load

tinggi maka CD4 rendah. Hal tersebut menunjukkan proses penyakit yang semakin parah

termasuk reaksi inflamasi dan imunologis yang merusak system saraf pusat maupun perifer

(Devadas dkk, 2005). Sebagai perbandingannya viral load HIV 10,000 copies/ml maka CD4

adalah 200 cells/mL (Childs dkk, 1999). Individu dengan jumlah viral load HIV dalam

Page 23: i gusti ngurah putra martin widanta

plasma > 10.000 copies/ml memiliki kemungkinan 2,3 kali lebih tinggi menderita neuropati

dibandingkan dengan < 500 copies/ml (Childs dkk, 1999). Evans dkk. (2011) menjelakan

bahwa jumlah viral load HIV dalam plasma ≤ 400 copies/ml tidak berhubungan dengan

neuropati HIV dengan OR=1.01, 95% CI=(0.76–1.34), (p=0.931). Sebuah studi kohort

menjelaskan bahwa viral load HIV memiliki hubungan dengan tingkat keparahan neuropati

sesuai dengan pemeriksaan derajat nyeri dan hasil dari quantitative sensory test (QST)

(Simpson dkk, 2002). Pemberian ARV yang menghambat peningkatan viral load HIV

meningkatkan fungsi sensoris saraf yang di periksa dengan QST (Martin dkk, 2000).

Gambar 2.1 Hubungan CD4 dan Viral Load HIV plasma (Palmisano, 2011)

Ellis dkk. (2010) melaporkan bahwa ARV merupakan faktor risiko terhadap neuropati

dengan OR 2.0 (95% CI 1,3-2,6). Golongan ARV yang paling sering menimbulkan neuropati

adalah NRTI baik terapi monoterapi maupun kombinasi seperti didanosine, stavudine, dan

nevirapine (Moore dkk., 2000; Cherry dkk, 2006). Golongan ARV lainnya yang dapat

menyebabkan neuropati adalah golongan PIs (Pettersen dkk, 2006; Smyth dkk, 2007).

Faktor risiko lainnya adalah umur, jenis kelamin, stadium klinis HIV, diabetes,

defisiensi nutrisi (vit B12) (Belachew dkk, 2010). Umur > 40 tahun memiliki hubungan yang

signifikan terhadap kejadian neuropati HIV (P = 0.03) (Oshinaike dkk, 2012). Morgello dkk,

(2004) menjelaskan bahwa kejadian neuropati didapatkan pada ODHA yang umur tua dan

lebih banyak laki-laki dibandingkan wanita. Usia tua dikatakan memiliki hubungan yang

Page 24: i gusti ngurah putra martin widanta

signifikan terhadap penurunan CD4, penurunan respon proliferative sel T dan menurunnya

kemampuan untuk berespon terhadap patogen (Keswani dkk, 2005). Peningkatan prevalensi

DSP terkait dengan peningkatan umur pasien di era post-HAART yang dikombinasikan

dengan paparan terus menerus terapi antiretroviral dengan toksisitas mitokondria intrinsik

(Reeve dkk, 2008). Klasifikasi klinis penyakit terkait HIV disusun untuk digunakan pada

pasien yang sudah didiagnosis secara pasti. Stadium klinis HIV disusun berdasarkan gejala

yang timbul, dibagi menjadi 4 stadium klinis dimana pada stadium klinis 3 dan 4 telah terjadi

infeksi oportunistik yang menandakan imunitas rendah yang dihubungkan dengan jumlah

CD4 yang rendah dan jumlah viral load HIV yang tinggi (Depkes, 2007). Neuropati HIV

dapat terjadi pada semua stadium klinis HIV tergantung jumlah CD4 (Ferarri dkk, 2006).

Pada Defisiensi Vit B12 terjadi penurunan kadar methionine yang menyebabkan

peningkatan sitokin myelinolitik (TNF) sehingga terjadi proses demyelinisasi sel saraf.

Gejala neuropati defisiensi Vit B12 adalah kesemutan dan rasa tebal, penurunan vibrasi dan

propriospetik simetris pada kaki. Tipikal pada usia tua antara 60-70 tahun. Infeksi

oportunistik yang timbul memiliki hubungan yang signifikan terhadap kejadian neuropati

HIV. Pada era pra HAART, ODHA yang menderita neuropati disebabkan oleh infeksi

Mycobacterium avium complex (Norton dkk, 1996). Infeksi TBC yang merupakan salah satu

infeksi oportunistik dan obat TBC secara signifikan memiliki hubungan terhadap kejadian

neuropati HIV (Luma dkk, 2012).

2.1 Gambaran Klinis

Gambaran klinis dari DSP oleh karena HIV dan toksisitas ARV tumpang tindih.

Keduanya menunjukkan neuropati sensorik dimulai dari kaki dengan gejalanya adalah rasa

nyeri di telapak kaki di lebih dari 60% (rasa terbakar) dan kesemutan lebih dari 40% pada

kaki dan tangan (stocking dan glove paresthesia). Gejala neuropati yang disebabkan oleh

virus onsetnya lambat, gejala dimulai dari kesemutan dan tebal, nyeri seperti terbakar dan

Page 25: i gusti ngurah putra martin widanta

membaik dengan pengobatan. Neuropati karena ARV terjadi sub akut dan progresif serta

dimulai dengan nyeri yang hebat dan alodinia pemakaian ARV dalam kurun waktu 20

minggu, nyeri akan berkurang bila ARV dihentikan. Gejala tersebut timbul pada ekstremitas

bawah dan simetris serta terjadi dalam hitungan minggu sampai bulan (biasanya setelah

minggu ke 4) (Keswani dkk, 2002; Sugianto, 2013; Verma dkk, 2004).

Kelemahan adalah hampir tidak pernah ditemukan walaupun ada terjadi pada fase

lanjut. Pemeriksaan neurologis menunjukkan gangguan sensorik pada 85% individu dan

berkurang atau menghilangnya refleks pergelangan kaki hingga 96%. Sementara posisi sendi

tetap relatif normal, ambang batas getaran yang meningkat pada kaki. (Gonzalez-Duarte dkk,

2006).

2.2 Pemeriksaan Penunjang

Gambaran elektrodiagnostik / elektrofisiologi dari DSP mengindikasikan terjadinya

degenerasi aksonal simetris serat sensoris dan motorik bagian distal. Terjadi penurunan atau

menghilangnya potensial aksi dari nervus sensoris suralis. Pada nerve conduction studies

(NCS) terdapat polineuropati aksonal yang memanjang dan pada pemeriksaan

electromyografi (EMG) jarum didapatkan denervasi parsial akut maupun kronis dari otot

ekstremitas bawah. Pada pemeriksaan punch skin biopsies ditemukan terjadinya degenerasi

pada axon yang bermielin maupun tidak bermielin (Keswani dkk, 2002; Ferrari dkk, 2006).

Bradely dkk. (1998) menemukan terjadinya degenerasi aksonal, infiltrasi sel T dan makrofag

serta ekspresi sitokin. Walaupun biopsi saraf tidak diharuskan pada neuropati perifer namun

analisa biopsi nervus suralis dikatakan mudah, valid dan secara diagnosis dikatakan berguna.

Hal ini digunakan pada studi kontrol trial AIDS Clinical Trials Group (ACTG) (Cherry dkk,

2003; Lauria, 2007). Terdapat beberapa alat yang digunakan untuk menilai nyeri neuropatik

seperti: (1) Leeds Assessment of Neuropathic Symptoms and Signs (LANSS) dengan

sensitifitas dan spesifisitas 85% dan 80%, (2) Neuropathic Pain Questionnaire (NPQ) dengan

Page 26: i gusti ngurah putra martin widanta

sensitifitas 66% dan spesifisitas 74%, (3) Douleur Neuropathique en 4 questions (DN4)

dengan sensitifitas 83% dan spesifisitas 90%, (4) painDETECT dengan sensitifitas 85% dan

spesifisitas 80% (Bennett dkk, 2007). Dari keempat alat tersebut hanya LANSS yang sudah

dilakukan tes realibilitas di Indonesia dan dinyatakan dapat dipercaya dengan kappa

coefficient agreement adalah 0,76 (Widyadharma dkk, 2008).

2.3 Patogenesis nyeri neuropatik

Terdapat dua teori utama nyeri neuropatik. Pertama, teori perifer yaitu menyatakan

bahwa nyeri neuropatik yang terkait dengan DSP berasal dari aktivitas spontan serat saraf C

(nosiseptik) yang normal setelah serat saraf disebelahnya (serat saraf A) mengalami

kerusakan (degenerasi Wallerian) (Baron dkk, 2010). Degenerasi wallerian merupakan

degenerasi aksonal yang dimulai dari ujung distal disebabkan oleh beberapa faktor antara lain

trauma, toksik dan gangguan mitokondria. Setelah terjadi degenerasi aksonal maka diikuti

peningkatan permeabilitas blood-tissue barrier, terjadi robekan pada selaput myelin dan

makrofag masuk kedalam axon dan akhirnya memfagosit debris pada akson yang mengalami

kerusakan dan 2-3 minggu kemudian akson dapat menghantarkan impuls kembali (Vargas

dan Barres, 2007). Makrofag menyebabkan terjadinya kerusakan akson dengan melepaskan

sitokin pro-inflamasi (TNF-α) yang menimbulkan hipersensitivitas dan hiperaktivitas dari

serat saraf aferen (nosiseptik) yang utuh sehingga menimbulkan rasa nyeri yang berlebihan

(hiperalgesia) serta peningkatan aktivasi dari beberapa protein reseptor seperti The Transient

Receptor Potential V1 (TRPV1) dan The Transient Receptor Potential M8 (TRPM8) yang

berperan dalam rangsang suhu (Kamerman dkk, 2012).

Kedua atau teori sentral yaitu akibat dari kerusakan pada kornu dorsalis menyebabkan

terjadinya sprouting dari serat saraf A ke dalam lamina II kornu dorsalis, dimana daerah ini

menerima serat saraf tidak bermielin (nosiseptik). Terbentuknya formasi sinaptik baru dan

hiperaktivitas stimulus perifer menimbulkan perubahan pada postsinap yang baru seperti

Page 27: i gusti ngurah putra martin widanta

posporilasi N-methyl-D-aspartate (NMDA), amino-hydroxy-methyl-isoxazolepropionate

(AMPA) serta peningkatan aktivitas kanal ion natrium menimbulkan hiperstimulus dari

lamina II akibatnya peningkatan stimulus nyeri ke sentral. Terjadinya peristiwa dimodulasi

oleh beberapa faktor, termasuk induksi growth factors, growth factor receptors dan cytokines

(Keswani dkk, 2002; Baron dkk, 2010; Kamerman dkk, 2012)

Gambar 2.2 Patogenesis nyeri neuropatik HIV (Baron dkk, 2010)

2.4 Neurotoksik virus HIV

Karakteristik neuropati-HIV adalah degenerasi aksonal bagian distal dan penurunan

densitas serat saraf sepanjang system saraf perifer, yang terjadi adalah kehilangan neuron

pada DRG dan dyingback pada bagian perifer dan terminal sentral dari serat saraf tepi

(Kamerman dkk, 2012). Walaupun neuropati-HIV tidak tampak secara klinis, pada

pemeriksaan post-mortem menjelaskan bahwa terdapat infiltrasi sel imun serta mediator

inflamasi pada trunkus saraf tepi dan DRG (Jones dkk., 2005). Kerusakan mungkin

disebabkan oleh virus karena efek neurotoksiknya yang terbukti banyak terjadi pada system

saraf pusat (Acharjee dkk, 2010). Produk gene virus HIV primer yang digunakan pada

penelitian in vivo dan in vitro untuk meneliti patogenesis dari efek neurotoksik virus HIV

adalah gp120, suatu protein pembungkus yang memediasi terjadinya ikatan dan transmisi

HIV dengan CD4 dan the chemokine co-receptors (Conti dkk, 2004). Gp120 menyebabkan

neurotoksik baik secara langsung dengan memediasi aktivasi kemokin reseptor di permukaan

Page 28: i gusti ngurah putra martin widanta

sel saraf, atau secara tidak langsung melalui aktivasi sel-sel Schwann dan makrofag. Gp120

menyebabkan kerusakan saraf tidak langsung melalui sel Schwann. Sel Schwann melalui CX

chemokine co-receptors 4 (CXCR4), menyebabkan up-regulation dari Regulated upon

Activation Normal T-cell Expressed and Secreted (RANTES). RANTES yang dihasilkan oleh

sel Schwann berikatan dengan chemokine co-receptors 5 (CCR5) pada sel saraf dan

menyebabkan up-regulation dari tumor necrosis factor-α (TNF-α). Up-regulation TNF-α

mengakibatkan apoptosis sel saraf pada neuron sensorik. Degenerasi aksonal juga disebabkan

oleh axonal caspase-3-dependent mechanism tapi efek ini tidak jelas apakah disebabkan

secara langsung oleh karena mekanisme yang mendasari degenerasi aksonal atau efek tidak

langsung akibat apoptosis sel saraf (Keswani dkk., 2002; Kamerman dkk, 2012).

Gambar 2.3 Patogenesis Neurotoksik virus HIV (Kamerman dkk, 2012)

2.5 Antiretroviral Toxic Neuropathy (ATN)

Dengan diperkenalkannya kombinasi terapi antiretroviral pada pertengahan 1990-an,

insiden komplikasi neurologis HIV telah menurun secara dramatis. Namun prevalensi

neuropati-HIV meningkat satu dekade terakhir. Peningkatan ini bersamaan dengan

dikenalkannya secara luas obat golongan dideoxynucleosides untuk kepentingan klinis.

Penggunaan terapi antiretroviral adalah independen dikaitkan dengan peningkatan risiko

neuropati (Keswani dkk, 2002). Kejadian neuropati sensorik meningkat pada penggunaan

ganda golongan dideoxynucleoside (ddI/d4T) terutama bila dikombinasi dengan hydroxyurea

Page 29: i gusti ngurah putra martin widanta

(Moore dkk, 2000). Penggunaan stavudine (p=0.00) merupakan faktor independen terjadinya

neuropatik (Oshinaike dkk, 2012). Lefaucheur dkk. (1997) melaporkan bahwa derajat

keparahan DSP dipengaruhi oleh AZT (r: 0.27; P < 0.05). Kombinasi AZT + ddC memiliki

korelasi signifikan terhadap terjadinya neuropatik (p<0,0001) (Arenas-Pinto dkk, 2008).

Rejimen yang mengandung AZT, kejadian neuropati sensorik adalah kira-kira 7%, 8%

dengan d4T dan kejadian meningkat 20% dengan ddI+d4T serta 26% dengan ddI+

d4T+hydroxyurea (Belachew dkk, 2010). Tenofovir merupakan NRTI yang memiliki efek

samping yang sedikit terutama terhadap kejadian neuropati (Birkus dkk, 2002).

2.5.1 Highly active antiretroviral therapy (HAART)

Terapi kombinasi terhadap HIV dikenal dengan HAART. Prinsip pemilihan HAART

di Indonesia adalah penggunaan obat lini pertama yaitu : Lamivudine (3TC), ditambah salah

satu obat golongan NRTI, bersama dengan golongan NNRTI telah menyebabkan penurunan

angka morbiditas dan mortalitas secara dramatis. (Depkes, 2007)

Terdapat tiga golongan utama dari ARV: (Hoffmann dan Mulcahy, 2007)

1. Fusion and entry inhibitors

2. Penghambat reverse transcriptase enzyme

a. Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NRTI)

b. Non-Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NNRTI)

3. Penghambat enzim protease (Protease Inhibitors (PI))

Pertumbuhan virus dihambat saat masuk kedalam sel oleh golongan fusion and entery

inhibitors dengan menghambat protein g41. Setelah virus masuk kedalam sel maka

golongan NRTI yang akan menghambatnya. Mekanisme kerjanya melalui kompetisi

dengan nukleosida alami sehingga menghambat enzym reverse transcriptase yang

menyebabkan hambatan pertumbuhan rantai DNA virus dan menghambat polymerase-γ

sehingga tidak terbentuk mtDNA diikuti dengan kematian sel neuron. Polymerase-γ

Page 30: i gusti ngurah putra martin widanta

adalah enzim primer yang bertanggungjawab terhadap replikasi mtDNA (Kallianpur dkk,

2010). NRTI adalah analog sintetis dari pyrimidin atau purin, yang memuat basa nitrogen

yang dihubungkan dengan cincin deoxyribose yang menggantikan posisi dari grup 3’OH,

dimana diperlukan untuk pertumbuhan rantai DNA (gambar 2.4). NRTI diubah secara

intraseluler dalam 3 tahap penambahan 3 gugus fosfat yaitu NRTI monophosphate (MP),

NRTI diphosphate (DP), NRTI triphosphate (TP) yang dikontrol oleh enzim thymidine

kinase (TK) and nucleoside DP kinase (Macchi dan Mastino, 2002).

Gambar 2.4 Struktur NRTI (Macchi dan Mastino, 2002)

Golongan NRTI adalah: Zidovudin (ZDV/AZT), Stavudin (d4T), Lamivudin (3TC), Zalcitabin

(ddC), Didanosine (ddI), Abacavir (ABC), Tenofovir. Golongan NNRTI yaitu Evapirenz (EFV) dan

Nevirapine (NVP) bekerja tidak menghambat polymerase-γ tetapi mengaktifkan jalur intriksik

apoptosis yang mengaktifkan caspase 3 dan 9 serta sitokrom c yang menyebabkan terjadinya

apoptosis mtDNA HIV. Mekanisme PIs berikatan secara reversible dengan enzim protease yang

mengkatalisis pembentukan protein yang dibutuhkan untuk proses akhir pematangan virus. Akibatnya

virus yang terbentuk tidak masuk dan tidak mampu menginfeksi sel lain (gambar 2.5) (Apostolova

dkk, 2011).

Page 31: i gusti ngurah putra martin widanta

Gambar 2.5 Mekanisme kerja ARV pada Virus HIV (Apostolova dkk, 2011)

Ternyata selain dapat menghambat pertumbuhan virus, beberapa ARV juga berakibat

buruk terhadap mitokondria yang sehat (gambar 2.6). Terdapat beberapa efek samping ARV

berdasarkan jenis ARV seperti: hiperlaktasemia (d4T > ddI > AZT), lipotropi (d4T > AZT),

neuropati (ddC > d4T > ddI), pankreatitis (ddI > d4T), miopati /kardiomiopati (AZT)

(Jongwutiwes dkk, 2006). Prevalensi penggunaan HAART gol NRTI group 1 (ddI, d4T, ddC)

lebih tinggi pada insiden DSP (15 orang dengan 73% DSP) dibandingkan group 2 (salah satu

dari NRTI) 30% dan group 3 (tidak menggunakan HAART) 31 % (Skopelitis dkk, 2006).

Kombinasi AZT + ddC memiliki korelasi signifikan terhadap terjadinya neuropati (p<0,0001)

(Arenas-Pinto dkk, 2008).

Page 32: i gusti ngurah putra martin widanta

Gambar 2.6. Mekanisme kerja ARV pada Virus HIV dan mitokondria

(Nolan dan Mallan, 2004)

2.5.2 Patogenesis ATN

Suatu hipotesis yang dikenal ―Polymerase-γ hipotesis‖ dengan menyatakan bahwa

NRTI menyebabkan toksisitas terhadap mitokondria yang menyebabkan disfungsi

mitokondria dengan menghambat Polymerase-γ mtDNA (Apostolova dkk, 2011). Penggunaan

obat ARV golongan NRTI seperti ddC, ddI, dan d4T sangat erat kaitannya dengan

peningkatan neuropati-HIV (Cherry dkk, 2009; Ellis dkk, 2010). Dari ketiga obat tersebut

hanya stavudine yang digunakan secara luas (WHO, 2010). Bukti penelitian proses patologi

terjadinya neuropati-HIV menjelaskan bahwa NRTI menyebabkan disfungsi dari mitokondria

melalui proses apoptosis (Kamerman dkk, 2012). Terdapat perbedaan yang bermakna

mengenai kemampuan potensial dari golongan NRTI menyebabkan hambatan terhadap

polymerase-γ mtDNA. Berikut ini adalah urutan dari NRTI memiliki kemampuan

menghambat polymerase-γ mtDNA dari yang kuat sampai yang paling lemah : ddC ≥ ddI ≥

d4T > 3TC > TDF > FTC > AZT > ABC (Apostolova dkk, 2011). Hal ini dipengaruhi oleh

Page 33: i gusti ngurah putra martin widanta

efek kerja dari cellular kinase, konsentrasi deoxynucleoside triphosphates (dNTP) intrasel

dan rasio antara dideoxynucleoside dan deoxynucleoside (Macchi dan Mastino , 2002)

Secara detail golongan NRTI menyebabkan:

1. Inhibisi polymerase-γ mtDNA yang menyebabkan tidak terbentuk mtDNA.

2. Inhibisi rantai pernapasan sel/ electron transport chain.

3. Inhibisi adenylate kinase

4. Inhibisi ADP/ATP translocator

Semua proses tersebut merusak proses fosforilasi oksidasi yang menyebabkan

disfungsi mitokondrial, meningkatkan radikal bebas/reactive oxygen species (ROS)

dan stress oksidatif yang akhirnya menyebabkan mitochondrial toxicity sehingga

terjadi apoptosis/degenerasi neuron (Lewis dkk, 2006, Hulgan dkk, 2006)

Gambar 2.7 Mekanisme neurotoksik NRTI (Keswani dkk, 2002)

Pada jaringan saraf tepi, mitochondrial toxicity mengaktifkan jalur apoptosis melalui

jalur caspase-3. Radikal bebas yang terbentuk memicu Protein kinase-C (PKC) yang

selanjutnya memicu gen p53 sehingga terjadi peningkatan ekspresi protein p53 yang

merupakan faktor stress-induce transcription yang mencetuskan kegoncangan sel, selain itu

juga radikal bebas menyebabkan gangguan homeostasis ion ca (Calcium-activated potassium

Page 34: i gusti ngurah putra martin widanta

(KCa), klorida, dan kalsium). Pelepasan gen p53 dan gangguan homeostasis ion ca

menyebabkan terbukanya mitochondrial permeability transition pore (MPTP) yang

mengeluarkan sitokrom c dan apoptotic protease activating factor-1 (Apaf-1) kemudian

mengaktifkan proses caspase-9, caspase-3 sehingga terjadi kerusakan mtDNA dan berakhir

dengan kematian sel melalui proses apoptosis. Proses tersebut menyebabkan terjadinya

degenerasi aksonal terutama pada saraf dengan axon yang panjang serta kaliber saraf yang

terkecil (Nasronudin, 2007; Kamerman dkk, 2012). Pada DRG, NRTI menyebabkan aktivasi

sel Schwann dan infiltrasi makrofag. Aktivasi sel Schwann mengaktifkan kemokin reseptor

CXCR4 yang menyebabkan pelepasan kemokin CXCL12 yang menimbulkan rangsangan

hipernosiseptik pada DRG. Selain itu juga pada DRG dilepaskan molekul pronosiseptik

seperti CCR2 dan TNF-α yang menambah peningkatan rangsang nosiseptik. Pada sel astrosit

di kornu dorsalis medula spinalis terjadi pelepasan TNF-α yang menyebabkan hipernosiseptik

(Keswani dkk, 2002; Kamerman dkk, 2012).

Gambar 2.8 Patogenesis ATN (Kamerman dkk, 2012)

Perkiraan yang akurat dari timbulnya gejala neuropati perifer yang terkait dengan

penggunaan NRTI masih terbatas dan menjadi suatu kontroversi. Pada beberapa percobaan

Page 35: i gusti ngurah putra martin widanta

klinik ditemukan bahwa waktu yang diperlukan untuk terjadinya ATN yang dimulai dari

apoptosis sel neuron sampai terjadinya degenerasi akson adalah sekitar 6-12 bulan (Walker

dkk, 2002; Coleman, 2005; Kerschensteiner dkk, 2005). Gejala neuropati timbul pada

ekstremitas bawah dan simetris serta terjadi dalam hitungan minggu sampai bulan (biasanya

setelah minggu ke 4) setelah terjadinya degenerasi aksonal (Keswani dkk, 2002; Verma dkk,

2004). Terdapatnya perbedaan rentang waktu terjadinya gejala tergantung dari jarak antara

lesi dengan sel neuron dan diameter aksonnya, semakin jauh dan tebal maka semakin lambat

terjadi degenerasi dan timbulnya gejala (Vargas dan Barres, 2007). Menurut beberapa

penilitian rata-rata lama penggunaan ARV sampai terjadinya neuropati adalah sekitar 12

bulan. Schifitto dkk (2002) menjelaskan terjadi peningkatan insiden neuropati-HIV sekitar

25% pada satu tahun dan 52% di dua tahun pada pasien yang mendapatkan terapi

dideoxynucleoside ganda. Pada studi kohort Lichtenstein dkk. (2005) menjelaskan bahwa

obat-obatan tertentu (didanosine, stavudine, nevirapine, dan protease inhibitors tertentu)

terkait dengan kejadian DSP di tahun pertama timbul antara 10% - 36 %. Lebih dari 50 %

setelah dua tahun penggunaan obat-obatan NRTI (Forna, 2007; Smyth, 2007).

Namun penelitian lain menjelaskan bahwa efek neurotoksik menderita neuropati

setelah 6 bulan terapi dengan puncaknya sekitar 3 bulan (Arenas-Pinto dkk, 2008; van

Griensven J dkk, 2008). Kontroversi lainnya adalah bahwa durasi terapi ARV tidak

merupakan faktor risiko neuropati. Durasi penggunaan ARV > 12 bulan (p= 0.10) tidak

berhubungan dengan kejadian neuropati (Oshinaike dkk, 2012). Nakamoto dkk. (2012)

menjelaskan bahwa riwayat penggunaan ARV terdahulu maupun sekarang tidak signifikan

sebagai faktor risiko neuropati.

Page 36: i gusti ngurah putra martin widanta

BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Berpikir

(1) (2) (3) (4)

Gambar 3.1 Bagan Kerangka Berpikir

Terapi NRTI ≥ 12 bulan menyebabkan toksisitas mitokondria melalui beberapa proses

yaitu (1) Inhibisi polymerase-γ mDNA menyebabkan berkurangnya mtDNA (mtDNA

depletion), (2) inhibisi rantai pernapasan sel/ electron transport chain (3) Inhibisi adenylate

kinase (4) Inhibisi ADP/ATP translocator. Ketiga mekanisme terakhir menyebabkan

berkurangnya ATP dan timbulnya radikal bebas (ROS). mtDNA depletion dan ROS

menyebabkan toksisitas mitokondria kemudian mengaktifkan jalur apoptosis melalui aktivasi

jalur intriksi (caspase 9) dan ekstrinsik (caspase 8) sebagai inisiator apoptosis yang akhirnya

mengaktifkan caspase 3 menyebabkan apoptosis. Apoptosis timbul 1-2 hari setelah toksisitas

mitokondria. Apoptosis mitokondria menyebabkan degenerasi akson dalam hitungan bulan.

mtDNA depletion

Inhibisi ADP/ATP

translocator (T)

Apoptosis

DSP (Nyeri Neuropatik)

ROS

Terapi NRTI ≥ 12 bln

Inhibisi adenylate

kinase (AK)

Inhibisi electron

transport chain (I–V)

Inhibisi

polymerase-

gamma mDNA

Metabolik efek : Alkohol

Diabetes Mellitus

Defisiensi Vit B1, B6, B12

Degenerasi

aksonal

Makrofag & Sitokin

pro-inflamasi (TNF

α)

Page 37: i gusti ngurah putra martin widanta

Terjadinya degenerasi aksonal menyebabkan sel schwann mengeluarkan makrofag yang

kemudian mengeluarkan sitokin proinflamatorik dan prohipernosiseptik sehingga

menimbulkan nyeri. Neuropati juga dipengaruhi oleh efek metabolik seperti alkohol,

defisiensi Vit B1, B6, B12, dan DM.

3.2 Kerangka Konsep

Gambar 3.2. Konsep Penelitian

Keterangan:

= dikendalikan pada tahap analisis data

= dikendalikan pada tahap rancangan penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dan kajian pustaka, maka disusunlah konsep penelitian

sebagai berikut:

1. Gangguan nyeri neuropatik dapat terjadi pada penderita HIV. Perlu diketahui faktor-

faktor yang mempengaruhi gangguan nyeri neuropatik pada penderita HIV. Lama

terapi ARV merupakan salah satu faktor risiko gangguan nyeri neuropatik pada

penderita HIV.

2. Beberapa faktor lainnya juga berperan dalam proses terjadinya gangguan nyeri

neuropatik pada penderita HIV, antara lain usia, jenis kelamin, CD4 nadir, dan

Penderita HIV

Lama Terapi ARV

Nyeri

neuropatik

Stadium klinis

CD4 nadir

Riwayat:

Hiperkolesterol

Hipertensi

Diabetes mellitus

Penyakit jantung

Merokok

Neuropati sensorimotor

herediter

Neuropati jebakan Penggunaan alkohol

Uremia

Page 38: i gusti ngurah putra martin widanta

stadium klinis selanjutnya dikendalikan pada tahap analisis data. Faktor risiko

lainnya yaitu: hiperkolesterol, hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung,

merokok, neuropati sensorimotor herediter, neuropati jebakan, penggunaan alkohol,

dan uremia dikendalikan pada tahap rancangan penelitian.

3.3 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah diuraikan di atas, maka disusun hipotesis

penelitian sebagai berikut:

Terapi ARV gol NRTI ≥ 12 bulan sebagai faktor risiko nyeri neuropatik pada

penderita HIV di RSUP Sanglah.

.

Page 39: i gusti ngurah putra martin widanta

BAB IV

METODELOGI PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian kasus kontrol untuk mengetahui

lama terapi ARV sebagai faktor risiko nyeri neuropatik pada penderita HIV.

Gambar 4.1. Skema Rancangan Penelitian Kasus-Kontrol

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di poliklinik VCT dan Ruang Nusa Indah RSUP Sanglah. Waktu

penelitian dimulai dari bulan Desember 2013 sampai dengan Februari 2014.

4.3 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini termasuk ruang lingkup faktor risiko.

4.4 Populasi dan Sampel Penelitian

4.4.1 Populasi target

Populasi target penelitian ini adalah seluruh penderita HIV.

HIV (+)

Nyeri Neuropatik (+)

Nyeri Neuropatik (-)

ARV < 12 bulan

ARV ≥ 12 bulan

ARV ≥ 12 bulan

ARV < 12 bulan

Page 40: i gusti ngurah putra martin widanta

4.4.2 Populasi terjangkau

Populasi terjangkau penelitian ini adalah penderita HIV positif yang menjalani terapi

di poliklinik VCT dan Ruang Nusa Indah RSUP Sanglah Denpasar periode Desember 2013-

Februari 2014.

4.4.3 Kriteria sampel

Semua penderita HIV positif yang menjalani terapi di poliklinik VCT RSUP dan

Ruang Nusa Indah RSUP Sanglah Denpasar dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

4.4.3.1 Kriteria kasus

1. Penderita HIV positif dengan gangguan nyeri neuropatik.

2. Penderita berusia 18-50 tahun.

3. Penderita sedang dalam terapi ARV yang teratur

4. Penderita kooperatif dan bersedia diikutsertakan dalam penelitian dengan

menandatangani surat persetujuan (informed consent).

4.4.3.2 Kriteria kontrol

1. Penderita HIV positif tanpa gangguan nyeri neuropatik.

2. Penderita berusia 18-50 tahun.

3. Penderita sedang dalam terapi ARV yang teratur

4. Penderita kooperatif dan bersedia diikutsertakan dalam penelitian ini dengan

menandatangani surat persetujuan (informed consent).

4.4.3.3 Kriteria eksklusi kasus dan kontrol

Kriteria eksklusi penelitian ini adalah:

1. Jumlah CD4 nadir ≤ 100 sel/µl.

2. Penderita dengan riwayat gangguan penyakit seperti : neuropati sensorimotor

herediter, neuropati jebakan.

Page 41: i gusti ngurah putra martin widanta

3. Memiliki faktor risiko gangguan nyeri neuropati seperti: diabetes mellitus,

hiperkolesterol, hipertensi, merokok, penggunaan alkohol, uremia.

4. Tidak mampu melakukan fungsi sehari-hari secara independen.

4.4.4 Besar sampel

Besar sampel (n) ditetapkan berdasarkan rumus (Dahlan, 2009) :

n1 = n2= (Zα2PQ + ZP1Q1 +P2Q2)²

(P1-P2)²

α : kesalahan tipe I, ditetapkan 5% sehingga Zα = 1,96

: kesalahan tipe II, ditetapkan 80% sehingga Z = 0,842

P : proporsi total = ½ (P1+P2)

P2 : proporsi pada kelompok yang sudah diketahui nilainya

P1 : proporsi pada kelompok yang nilainya merupakan judgement peneliti

Q1 : 1- P1 Q2 : 1- P2

Proporsi nyeri neuropatik pada penderita HIV dengan penggunaan ARV adalah 0,3

(Arenas-Pinto dkk, 2008). Besar sampel berdasarkan rumus diatas didapatkan n1 = n2 = 33.

Jadi jumlah sampel masing-masing kelompok yaitu kelompok kasus dan kelompok kontrol

adalah orang sehingga sampel keseluruhan berjumlah 66 orang.

4.4.5 Teknik pengambilan sampel

Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan metode sampling non random jenis

consecutive yaitu semua subyek yang datang dan memenuhi kriteria eligibilitas dimasukkan

ke dalam penelitian sampai jumlah sampel yang diperlukan terpenuhi.

4.5 Variabel Penelitian

Variabel tergantung adalah gangguan nyeri neuropatik.

Variabel bebas adalah penggunaan ARV (bulan).

Variabel pengganggu adalah usia, jenis kelamin, stadium HIV dan CD4 nadir.

Page 42: i gusti ngurah putra martin widanta

4.6 Definisi operasional variabel

1. HIV (+) adalah penderita dengan gejala klinis infeksi HIV dan hasil pemeriksaan

serologis HIV menunjukkan hasil positif. Pemeriksaan HIV dilakukan dengan rapid test

dan penderita dinyatakan HIV (+) bila didapatkan hasil reaktif pada pemeriksaan rapid

test tersebut (Depkes, 2009).

2. Nyeri neuropatik adalah nyeri yang ditimbulkan atau disebabkan oleh lesi atau gangguan

primer pada sistem somatosensoris (Jensen dkk, 2011; Kelompok Studi Nyeri, 2011).

3. Angka CD4 adalah jumlah sel CD4 dalam tiap mikroliter serum darah penderita HIV

(Depkes, 2009).

Angka CD4 nadir adalah angka CD4 terendah yang pernah dicapai oleh penderita HIV.

Angka CD4 nadir dibagi menjadi 2 kelompok yaitu 100 sel/µl -200 sel/µl dan > 200

sel/µl (Nakamoto dkk, 2012). Angka CD4 nadir rendah bila pada pemeriksaan angka

CD4 didapatkan angka CD4 nadir 100 sel/µl -200 sel/µl dan angka CD4 nadir tinggi bila

pada pemeriksaan angka CD4 didapatkan angka CD4 nadir > 200 sel/µl.

4. Umur ditentukan berdasarkan tanggal lahir yang tertera pada KTP, dibagi dalam 2

kelompok yaitu < 30 tahun dan ≥ 30 tahun.

5. Stadium klinis HIV ditentukan berdasarkan stadium yang ditetapkan oleh WHO, yaitu

(1) stadium 1, (2) stadium 2, (3) stadium 3, dan (4) stadium 4 dan dibedakan

menggunakan skala nominal (dikotom) yaitu stadium rendah (stadium 1 dan 2) dan

stadium tinggi (stadium 3 dan 4) (van Griensven dkk, 2009)

6. ARV adalah golongan NRTI (AZT dan D4T) (Depkes, 2007) ditentukan berdasarkan

catatan medis.

7. Lama terapi ARV adalah waktu sejak penderita mulai meminum obat ARV, dibedakan

menggunakan skala nominal yaitu < 12 bulan dan ≥ 12 bulan (Forna, 2007).

Page 43: i gusti ngurah putra martin widanta

8. Penyakit seperti hiperkolesterol, hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, merokok

25 batang/hari selama 18 tahun (Kaye dkk, 2012), neuropati sensorimotor herediter,

neuropati jebakan, penggunaan alkohol 100 gr/hari selama 10 tahun (Koike dkk, 2003),

uremia ditentukan berdasarkan anamnesis, heteroanamnesis dan catatan medis.

9. Skala nyeri LANSS (LEEDS ASSESSMENT OF NEUROPATHIC SYMPTOMS AND

SIGNS) adalah merupakan suatu alat yang digunakan untuk menilai ada/tidaknya nyeri

neuropatik pada penderita. Terdiri dari 5 item deskripsi sensoris dan 2 item pemeriksaan

disfungsi sensoris. Skor 12 atau lebih diklasifikasikan sebagai nyeri neuropatik dan skor

dibawah 12 diklasifikasikan sebagai nyeri nosiseptik . (Lavin dkk, 2003)

4.7 Alat Pengumpul Data

Alat pengumpul data berupa formulir pengumpulan data yang memuat tentang

karakteristik sampel, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan gangguan nyeri neuropatik

berupa skala nyeri LANSS.

a) Karakteristik penderita ditelusuri dari catatan medik.

b) Pemeriksaan laboratorium yaitu pemeriksaan angka CD4 dilakukan dengan

pemeriksaan darah tepi menggunakan reagen BD FACS count reagen kit dengan alat

BD FACS count. Angka CD4 normal antara 410-1590 sel/µl.

c) Pemeriksaan gangguan nyeri neuropatik dengan tes:

Skala Nyeri LANSS. Terdiri dari 5 item deskripsi sensoris dan 2 item pemeriksaan

disfungsi sensoris. Uji reliabilitas dilakukan oleh Widyadharma dkk, (2008) untuk

mengetahui nyeri neuropatik pada pasien diabetes. Skala nyeri LANSS dalam bahasa

Indonesia dapat digunakan sebagai instrumen pemeriksaan yang reliabel/dapat

dipercaya dengan kappa coefficient agreement adalah 0.76 (Widyadharma dkk, 2008).

Dibedakan menggunakan skala nominal (dikotomi) : ya / tidak.

Page 44: i gusti ngurah putra martin widanta

4.8 Prosedur Penelitian

Penderita HIV yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, selanjutnya bersedia

menjadi responden dengan menandatangani informed consent, maka dilakukan wawancara

terstruktur dengan kuesioner. Data yang diperoleh ditabulasi dan diolah untuk mendapatkan

hasil penelitian.

Gambar 4.2 Bagan Alur Penelitian

Populasi target: penderita HIV

Populasi terjangkau: penderita HIV di poliklinik

VCT dan Ruang Nusa Indah RSUP Sanglah

Kriteria inklusi dan eksklusi

Skala Nyeri LANSS

Nyeri Neuropatik (+) Nyeri Neuropatik (-)

ARV < 12 bulan ARV ≥ 12 bulan ARV < 12 bulan

ARV ≥ 12 bulan

Analisis Data

Laporan Hasil

Page 45: i gusti ngurah putra martin widanta

4.9 Pengolahan dan Analisis Data

Analisis dan penyajian data yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Analisis deskriptif untuk mengetahui frekwensi dan persentase karakteristik pada

kelompok kasus dan kontrol.

2. Analisis bivariat untuk uji hipotesis variabel bebas dan variabel tergantung berskala

nominal dengan metode Chi-Square. Tingkat hubungan antar variabel dinilai dengan

Odds Ratio dan tingkat kemaknaan dengan α = 5%.

Seluruh data dianalisis dengan program SPSS 16.0 for windows.

Page 46: i gusti ngurah putra martin widanta

BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 Uji Normalitas

Dilakukan uji normalitas kolmogorov-smirnov pada sampel dan didapatkan hasil

bahwa karakteristik yang berdistribusi normal adalah umur (p=0,2) dan yang tidak

berdistribusi normal adalah lama terapi ARV (p=0,003) dan CD4 (p=0,009) (tabel 5.1). Hal

ini disebabkan karena subyek sampel adalah variabel kategorik dan tidak berpasangan

sehingga walaupun distribusi sampel tidak normal, uji hipotesis yang digunakan adalah Chi-

square (uji komparatif 2 kelompok tidak berpasangan dengan variabel kategorik) (Dahlan,

2009).

Tabel 5.1

Uji Normalitas

Karakteristik Kolmogorov-Smirnova

Statistic df Sig.

umur .082 66 .200*

Lama pengobatan HIV .138 66 .003

Angka CD 4 Nadir .129 66 .009

Skala nyeri LANSS .281 66 .000

5.2 Karakteristik Demografi

Penelitian ini dilakukan terhadap 66 orang penderita HIV yang menjalani rawat jalan

di poliklinik VCT RSUP Sanglah Denpasar dari bulan Desember 2013 sampai dengan

Februari 2014. Subyek yang mengalami nyeri neuropatik dikelompokkan sebagai kasus dan

Page 47: i gusti ngurah putra martin widanta

subyek tanpa nyeri neuropatik sebagai kontrol masing-masing sebanyak 33 orang.

Karakteristik demografi subyek penelitian disajikan pada tabel 5.2

Pada kelompok umur, prosentase subyek penelitian kelompok kasus yang memiliki

umur < 30 tahun adalah 27,8% sedangkan umur ≥ 30 tahun lebih banyak yaitu 72,2% . Pada

kelompok kontrol prosentase subyek penelitian yang memiliki umur < 30 tahun adalah

33,3% dan umur ≥ 30 tahun lebih banyak yaitu 66,7%. Subyek penelitian pada kelompok

kasus lebih banyak berjenis kelamin perempuan yaitu 17 orang (51,5%) dan jumlah yang

sama didapatkan pada kelompok kontrol.

Sebagian besar subyek penelitian berstatus menikah yaitu pada kelompok kasus

75,8% dan pada kelompok kontrol 87,9%. Seluruh subyek menjalani pendidikan formal

mulai dari tingkat SD sampai perguruan tinggi dengan prosentase paling banyak

berpendidikan SMA yaitu 57,6% pada kelompok kasus dan 60,6% kelompok kontrol. Latar

belakang pekerjaan yang dimilki subyek penelitian beranekaragam mulai dari PNS sampai

ibu rumah tangga dimana prosentase yang terbanyak untuk kelompok kasus adalah wirasasta

(39,4%) sedangkan pada kelompok kontrol adalah swasta (39,4%). Faktor risiko penularan

paling banyak adalah mereka yang memiliki pasangan heteroseksual yaitu 48,5% kelompok

kasus dan 48,5% kelompok kontrol. Sebagian besar subyek penelitian pada kelompok kasus

ditemukan pada stadium HIV tinggi (stadium III dan IV) yaitu 87,9% sedangkan pada

kelompok kontrol ditemukan pada stadium HIV rendah (stadium I dan II) yaitu 63,6%.

Page 48: i gusti ngurah putra martin widanta

Tabel 5.2

Karakteristik Demografi Subyek Penelitian

Karakteristik Kasus (n=33) Kontrol (n=33) p

Umur (tahun)

< 30 th

≥ 30 th

9 (27,3%)

24 (72,2%)

11 (33,3%)

22 (66,7%)

Jenis Kelamin

Laki

Perempuan

16 (48,5%)

17 (51,5%)

16 (48,5%)

17 (51,5%)

Status pernikahan

Menikah

Tidak menikah

25 (75,8%)

8 (24,2%)

29 (87,9%)

4 (12,1%)

Pendidikan

SD

SMP

SMA

Diploma/PT

9 (27,3%)

3 (9,1%)

19 (57,6%)

2 (6,1%)

5 (15,2%)

5 (15,2%)

20 (60,6%)

3 (9,1%)

Pekerjaan

PNS

Swasta

Wiraswasta

Buruh/Tani

Lain-lain

1 (3,0%)

10 (30,3%)

13 (39,4%)

4 (12,1%)

5 (15,2%)

2 (6,1%)

13 (39,4%)

7 (21,2%)

2 (6,1%)

9 (27,3%)

Cara penularan

IDU

Heteroseksual

Homoseksual

Pasangan heteroseksual

Multiple risk

1 (3,0%)

15 (45,5%)

1 (3,0%)

16 (48,5%)

-

1 (3,0%)

15 (45,5%)

-

16 (48,5%)

1 (3,0%)

Stadium HIV WHO

Stadium rendah (I & II)

Stadium tinggi (III & IV)

4 (12,1%)

29 (87,9%)

21 (63,6%)

12 (36,4%)

<0,001

Lama menderita (tahun)

< 1th

> 1 th

6 (18,2%)

27 (81,8%)

22 (66,7%)

11 (33,3%)

Lama Terapi ARV (bulan)

< 12 bulan

≥ 12 bulan

6 (18,2%)

27 (81,8%)

22 (66,7%)

11 (33,3%)

Angka CD4 Nadir (sel/µl)

100-200

> 200

28 (84,8%)

5 (15,2%)

11 (33,3%)

22 (66,7%)

<0,001

Lama menderita HIV didapatkan perbedaan prosentase jumlah subyek penelitian

dimana pada kelompok kasus lebih banyak yang menderita HIV > 1 tahun (81,8%)

sedangkan pada kelompok kontrol l lebih banyak yang menderita HIV < 1 tahun (66,7%).

Pada kelompok kasus yang mendapatkan therapi < 12 bulan sebanyak 6 orang (19,2%) dan ≥

Page 49: i gusti ngurah putra martin widanta

12 bulan sebanyak 27 orang (81,8%). Kelompok kontrol therapi < 12 bulan adalah sebanyak

22 orang (66,7%) dan ≥ 12 bulan sebanyak 11 orang (33,3%).

Angka CD4 nadir pada kelompok kasus sebagian besar 100-200 sel/µl (84,85%) dan

pada kelompok kontrol sebagian besar > 200 sel/µl (66,7%).

5.3 Hubungan antara lama terapi ARV dengan nyeri neuropatik pada penderita HIV

Hubungan antara lama terapi ARV sebagai variabel bebas dengan nyeri neuropatik

sebagai variabel tergantung dinilai dengan menggunakan analisis bivariat. Uji hipotesis yang

digunakan adalah uji Chi-Square. Didapatkan nilai Odds ratio (OR) dengan interval

kepercayaan 95%. Kemaknaan penelitian ini ditetapkan pada nilai probabilitas (p) < 0,05.

Hasil analisis disajikan pada tabel 5.2 berikut.

Tabel 5.3

Analisis bivariat lama terapi ARV sebagai faktor risiko nyeri neuropatik

Kasus Kontrol OR p

n (%) n (%) IK 95%

Lama terapi ARV ≥12 bulan

< 12 bulan

27 (81,8%)

6 (18,2%)

11 (33,3%)

22 (66,7%)

6,25

(2,13-18,33)

0,001*

*bermakna secara statistik

Penderita HIV yang mendapatkan terapi ARV ≥ 12 bulan yang mengalami nyeri

neuropatik didapatkan sebanyak 27 orang (81,8%) dan tidak nyeri neuropatik sebanyak 11

orang (33,3%) dengan OR 6,25; IK 95% (2,13-18,33). Terdapat hubungan bermakna antara

lama terapi ARV ≥ 12 bulan dengan nyeri neuropatik pada penderita HIV (p=0,001).

BAB VI

PEMBAHASAN

Page 50: i gusti ngurah putra martin widanta

6.1 Karakteristik Demografi

Penderita HIV yang mengalami nyeri neuropatik pada penelitian ini terbanyak

berumur ≥ 30 tahun yaitu 72,2%. Karakteristik subyek pada penelitian yang dilakukan van

Griensven dkk, (2009) menemukan bahwa umur > 35 tahun memiliki risiko 1,9 kali lebih

tinggi menderita neuropati dibandingkan ≤ 35 tahun pada penderita yang mendapatkan terapi

d4T dan Arenas-Pinto dkk, (2008) menjelaskan pula bahwa umur ≥ 30 tahun memiliki risiko

1,2 kali lebih tinggi menderita neuropati dibandingkan < 30 tahun. Oshinaike dkk, (2012)

menemukan penderita HIV yang menderita nyeri neuropatik sebagian besar subyeknya

adalah ≥ 40 tahun yaitu 52,6%. Hasil yang sama didapatkan pada penelitian Nakamoto dkk,

(2012) yaitu kejadian nyeri neuropatik pada penderita HIV mempunyai rerata umur adalah 43

tahun dengan simpang baku 13. Umur tua dikatakan memiliki hubungan yang signifikan

terhadap penurunan CD4, penurunan respon proliferative sel T dan menurunnya kemampuan

untuk berespon terhadap patogen (Keswani dkk, 2005).

Pada penelitian ini diperoleh subyek yang mengalami nyeri neuropatik terbanyak

adalah perempuan (51,5%). Sesuai dengan penelitian oleh Konchalard dkk, (2007) bahwa

penderita HIV yang mengalami nyeri neuropatik lebih banyak perempuan dengan

perbandingan 10:7. Arenas-Pinto dkk, (2008) menjelaskan pula bahwa jenis kelamin

perempuan memiliki risiko 1,1 kali lebih tinggi menderita neuropati dibandingkan laki-laki.

Temuan berbeda diperoleh dari penelitian Evans dkk. (2011) bahwa nyeri neuropatik lebih

tinggi pada laki-laki yaitu 80%

Sebagian besar subyek penelitian yang nyeri neuropatik ditemukan pada stadium HIV

tinggi (stadium III dan IV) yaitu 87,9%. van Griensven dkk, (2009) menjelaskan bahwa

penderita HIV stadium III/VI memiliki risiko 2,6 kali lebih tinggi menderita neuropati

dibandingkan stadium I/II. Namun Ferarri dkk, (2006) menyatakan neuropati HIV dapat

terjadi pada semua stadium klinis HIV tergantung jumlah CD4. Pada stadium HIV tinggi

Page 51: i gusti ngurah putra martin widanta

telah terjadi infeksi oportunistik yang menandakan imunitas rendah yang dihubungkan

dengan jumlah CD4 yang rendah dan jumlah viral load HIV yang tinggi (Depkes, 2007).

Pada penelitian ini didapatkan angka CD4 nadir pada penderita nyeri neuropatik

sebagian besar CD4 nadir 100-200 sel/µl (84,85%). Pada penelitian sebelumnya, angka CD4

nadir < 200 sel/µl (50–199 cells/mm) merupakan faktor risiko yang signifikan terhadap

kejadian neuropati HIV (p=0,018), tetapi didapatkan pula bahwa angka CD4 nadir < 50 sel/µl

sebagai faktor risiko yang signifikan terjadinya nyeri neuropatik pada penderita HIV yang

tidak mendapatkan ARV (p=0.002) (Lichtenstein dkk, 2005). Arenas-Pinto dkk, (2008)

menjelaskan bahwa CD4 0-145 sel/µl memiliki risiko 2,3 kali lebih tinggi menderita

neuropati dibandingkan CD4 > 350 sel/µl pada penderita yang mendapatkan terapi AZT,

AZT/ddI dan AZT/ddC. Pada penelitian terbaru oleh Nakamoto dkk. (2012) didapatkan

bahwa angka CD4 nadir yang merupakan faktor risiko signifikan terhadap kejadian neuropati

HIV adalah < 100 sel/µl (p=0.03). Angka CD4 rendah mewakili jumlah viral load HIV tinggi

yang dapat menimbulkan reaksi inflamasi dan imunologis yang merusak system saraf pusat

maupun perifer (Devadas dkk, 2005).

6.2 Hubungan antara Lama Terapi ARV dengan Nyeri Neuropatik pada Penderita HIV

Pada era HAART, DSP merupakan komplikasi neurologi yang sering ditemukan pada

penderita HIV, prevalensi neuropati-HIV kira- kira sekitar 36%-62% (Simpson, 2002; Smyth,

2007; Maritz dkk, 2010). Golongan ARV yang paling sering menimbulkan neuropati adalah

NRTI baik terapi monoterapi maupun kombinasi (Moore dkk., 2000). Ellis dkk. (2010)

melaporkan bahwa ARV gol NRTI merupakan faktor risiko terhadap neuropati dengan OR

2.0 (95% CI 1,3-2,6). Prevalensi penggunaan HAART gol NRTI group 1 (ddI, d4T, ddC)

lebih tinggi pada insiden DSP (15 orang dengan 73% DSP) dibandingkan group 2 (salah satu

dari NRTI) 30% dan group 3 (tidak menggunakan HAART) 31 % (Skopelitis dkk, 2006).

Page 52: i gusti ngurah putra martin widanta

Kombinasi AZT + ddC memiliki korelasi signifikan terhadap terjadinya neuropati (p<0,0001)

(Arenas-Pinto dkk, 2008).

Patogenesis neuropati HIV adalah melalui mitochondrial toxicity (Keswani dkk, 2002;

Lewis dkk,, 2003). ARV dalam hal ini golongan NRTI bekerja dengan menghambat

polymerase γ mitochondrial DNA (mtDNA) sehingga replikasi mtDNA terhambat dan

jumlahnya semakin berkurang yang akhirnya menyebabkan kematian sel neuron (apoptosis)

(Apostolova dkk, 2011; Kamerman dkk, 2012).

Pada penelitian ini didapatkan hubungan bermakna antara lama terapi ARV gol NRTI

≥ 12 bulan dengan nyeri neuropatik pada penderita HIV (p = 0,001) dengan OR 6,25; IK 95%

(2,13-18,33). Artinya bahwa penderita HIV yang mendapatkan terapi ARV gol NRTI ≥ 12

bulan mempunyai risiko terjadinya nyeri neuropatik 6,2 kali lebih tinggi dibandingkan

dengan penderita HIV yang mendapatkan terapi < 12 bulan. Hal ini disebabkan karena

toksisitas mitokondria tergantung dari dosis NRTI dan memerlukan waktu yang lama sampai

terjadinya kerusakan neuron. Kerusakan sel neuron menyebabkan neuropati bila didapatkan

kerusakan akson lebih dari 50% (Kamerman dkk, 2012).

Perkiraan yang akurat dari timbulnya gejala neuropati perifer yang terkait dengan

penggunaan NRTI masih terbatas. Namun beberapa peneliti memperkirakan waktu yang

diperlukan untuk terjadinya neuropati yang dimulai dari apoptosis sel neuron sampai

terjadinya kerusakan neuron adalah sekitar 6-12 bulan dimana didapatkan penurunan

mitokondria sekitar 80% (Walker dkk, 2002; Coleman, 2005; Kerschensteiner dkk, 2005).

Apoptosis terjadi 1-2 hari setelah timbulnya ROS, sedangkan mitokondria dalam tiap sel

neuron berjumlah ratusan sampai ribuan sehingga untuk dapat menyebabkan kerusakan sel

neuron memerlukan waktu yang cukup lama (Chang dkk, 2011). Degenerasi wallerian

merupakan bentuk dari kerusakan neuron yang disebabkan oleh NRTI diawali oleh

degenerasi akson (Baron dkk, 2010). Kerschensteiner dkk (2005) menemukan bahwa akson

Page 53: i gusti ngurah putra martin widanta

dibagian proksimal dan distal mengalami degenerasi ratusan mikrometer pada 30 menit

pertama setelah lesi, dan diikuti oleh degenerasi akson secara total adalah 36 jam setelah lesi

(Coleman, 2005). Gejala neuropati timbul pada ekstremitas bawah dan simetris serta terjadi

dalam hitungan minggu sampai bulan (biasanya minggu ke 4) setelah terjadinya degenerasi

aksonal (Keswani dkk, 2002; Verma dkk, 2004).. Terdapatnya perbedaan rentang waktu

terjadinya gejala tergantung dari jarak antara lesi dengan sel neuron dan diameter aksonnya.

Semakin jauh dan tebal maka semakin lambat terjadi degenerasi dan timbulnya gejala

(Vargas dan Barres, 2007).

Walker dkk, (2002) melakukan penelitian terhadap toksisitas mitokondrial dengan

membandingkan dosis dan lama penggunaan masing-masing golongan NRTI dan ditemukan

bahwa golongan d4T dan ddC serta kombinasi d4T + ddC bermakna menurunkan jumlah

mtDNA (p<0,01). D4T menurunkan sebesar 40%, ddC sebesar 60% dan kombinasi d4T +

ddC sebesar 80% dalam waktu 30 hari. Sedangkan untuk golongan AZT dan 3TC serta

kombinasinya tidak bermakna menurunkan kadar mtDNA dalam 30 hari. Dosis yang

digunakan adalah 1/3 dan 1/10 dari steady-state peak plasma levels (Cmax). Schifitto dkk.

(2002) menjelaskan terjadi peningkatan insiden neuropati-HIV sekitar 25% pada satu tahun

dan 52% di dua tahun pada pasien yang mendapatkan terapi dideoxynucleoside ganda.

Lichtenstein dkk, (2005) melakukan penelitian terhadap ARV golongan NRTI (ddI, d4T,

AZT, ABC) dan NNRTI (EFV, NVP) menemukan bahwa risiko terjadinya nyeri neuropatik

pada penderita HIV yang mendapatkan terapi ARV gol NRTI ≥ 12, rata – rata 3 kali lebih

tinggi dibandingkan dengan penderita HIV yang mendapatkan terapi < 12 bulan. Pada

penelitian tersebut yang terbukti bermakna sebagai faktor risiko neuropati adalah (1) ddI (OR

1,45; p = 0,004) dengan lama terapi yang bermakna adalah di bawah 12 bulan (OR 2,20; p <

0,001), (2) d4T dosis 40 mg (OR 1,65; p < 0,001) dengan lama terapi yang bermakna adalah

antara 12 – 13 bulan (OR 2,06; p < 0,001) dan ≥ 36 bulan (OR 0,35; p < 0,001), (3) AZT (OR

Page 54: i gusti ngurah putra martin widanta

0,55; p < 0,001) dengan lama terapi yang bermakna adalah antara 12 – 13 bulan (OR 0,43; p

< 0,001) dan ≥ 36 bulan (OR 0,24; p < 0,001), (4) ABC (OR 0,61; p < 0,003) dengan lama

terapi yang bermakna adalah ≥ 24 bulan (OR 0,35; (p = 0,003) sedangkan terapi d4T dosis ≤

30mg, 3TC, EFV dan NVP tidak bermakna menyebabkan neuropati. Smyth dkk, (2007)

menyatakan kejadian DSP di tahun pertama timbul antara 10% - 36 % dan lebih dari 50 %

setelah dua tahun terapi obat-obatan NRTI, dimana terapi d4T dalam waktu 30 bulan

bermakna menyebabkan neuropati (p=0,001). Forna dkk. (2007) juga melaporkan bahwa

terjadinya neuropati HIV sekitar 26-36% pada 12 bulan pertama terapi d4T.

Kesimpulan yang berbeda didapatkan pada penelitian Arenas-Pinto dkk, (2008)

bahwa efek neurotoksik neuropati setelah 3 bulan terapi ARV golongan AZT, AZT/ddI,

AZT/ddC. van Griensven dkk, (2009) menjelaskan penggunaan d4T dengan dosis 2 x 40

mg/hari terjadi dalam 6 bulan pertama dengan proporsi 2,6 yang meningkat kira-kira 3 point

setiap 6 bulannya. Hal ini disebabkan karena pada penelitian Arenas-pinto digunakan

kombinasi ARV yaitu AZT/ddI dan AZT/ddC, dimana efek toksik ddI dan ddC sangat kuat

sehingga terjadi kerusakan sel saraf tepi dengan cepat (Apostolova dkk, 2011). Sedangkan

pada penelitian van Griensven, digunakan d4T dosis tinggi yaitu 2x40mg sehingga lebih

cepat terjadinya kerusakan sel saraf.

Oshinaike dkk, (2012) meneliti terapi obat ARV golongan d4T dibagi menjadi dua

kategori < atau > 12 bulan menemukan bahwa durasi terapi ARV > 12 bulan tidak memiliki

hubungan dengan peningkatan risiko neuropati (P = 0,10). Nakamoto dkk, (2012)

menjelaskan bahwa riwayat terapi ARV terdahulu maupun sekarang dan lama terapinya tidak

signifikan sebagai faktor risiko neuropati (P = 0,10). Terjadinya perbedaan ini kemungkinan

disebabkan oleh perbedaan desain penelitian dimana Oshinaike dkk, menggunakan desain

potong lintang dan Nakamoto dkk menggunakan desain cohort. Hal lain yang mungkin

menyebabkan perbedaan adalah alat yang digunakan untuk mengukur neuropati HIV.

Page 55: i gusti ngurah putra martin widanta

Oshinaike dan Nakamoto sama-sama menggunakan alat ukur dari ACTG sedangkan pada

penelitian ini menggunakan LANSS.

Kelemahan pada penelitian ini adalah sulit membedakan secara pasti apakah nyeri

neuropatik disebabkan oleh ARV atau jumlah CD4 nadir yang rendah atau faktor lainnya

seperti defisiensi vit B12. Untuk meminimalkan pengaruh CD4 nadir sebagai faktor risiko

nyeri neuropatik maka pada penelitian ini subyek yang diteliti adalah memiliki jumlah CD4

nadir > 100 sel/µl. Hal ini seperti yang dijelaskan oleh Nakamoto dkk (2012) bahwa CD4

nadir < 100 sel/µl [Hazard Ratio (HR)=0.79; p=0.03] merupakan faktor risiko yang

signifikan terhadap kejadian neuropati HIV. Sedangkan untuk faktor lainnya seperti

defisiensi vitamin B 6 dan B12 sulit untuk dibedakan karena tidak dilakukan pemeriksaan

kadar vitamin B 6 dan B12.

Kelemahan yang lainnya adalah dalam penilaian neuropati seharusnya digunakan

pemeriksaan penunjang yang lebih spesifik yaitu pemeriksaan punch skin biopsy (Keswani

dkk, 2002; Ferrari dkk, 2006). Namun pemeriksaan tersebut bersifat invasif sehingga pada

penelitian ini digunakan alat untuk menilai nyeri neuropatik yang lebih mudah, aman dan

sudah dilakukan tes realibilitas di Indonesia dan dinyatakan dapat dipercaya dengan kappa

coefficient agreement adalah 0,76 (Widyadharma dkk, 2008) yaitu LANSS.

BAB VII

Page 56: i gusti ngurah putra martin widanta

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan simpulan sebagai berikut :

1. Terapi ARV gol NRTI ≥ 12 bulan sebagai faktor risiko nyeri neuropatik pada

penderita HIV di RSUP Sanglah.

2. Penderita HIV yang mendapatkan terapi ARV gol NRTI ≥ 12 bulan mempunyai risiko

terjadinya nyeri neuropatik 6,2 kali lebih tinggi dibandingkan dengan penderita HIV

yang mendapatkan terapi ARV gol NRTI < 12 bulan

7.2 Saran

Sebagai saran dalam hasil penelitian ini :

1. Pemberian terapi medikamentosa pada penderita HIV yang mendapatkan terapi ARV

gol NRTI ≥ 12 bulan yang menderita neuropati.

2. Perlu dilakukan usaha preventif seperti pemberian vitamin neurotropik dan evaluasi

fungsi sensoris pada penderita HIV yang mendapatkan terapi ARV gol NRTI ≥ 12

bulan yang belum menderita neuropati

3. Perlu dilakukan penelitian untuk menentukan faktor risiko lainnya dan dilakukan uji

multivariat sehingga ditemukan faktor risiko nyeri neuropatik yang indipenden pada

penderita HIV.

4. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan rancangan kohort dan jumlah sampel lebih

banyak untuk memperoleh kekuatan hubungan yang lebih besar dengan presisi lebih

sempit.

DAFTAR PUSTAKA

Page 57: i gusti ngurah putra martin widanta

Acharjee, S., Noorbakhsh, F., Stemkowski, P.L., Olechowski, C., Cohen, E.A.,

Ballanyi, K., Kerr, B., Pardo, C., Smith, P.A., Power, C. 2010. HIV-1 Viral Protein R Causes

Peripheral Nervous System Injury Associated with In Vivo Neuropathic Pain. Faseb J;

24:4343–4353.

Arenas-Pinto, A., Bhaskaran, K., Dunn, D., Weller, I.V.D. 2008 The Risk of

Developing Peripheral Neuropathy Induced by Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors

Decreases Over Time: Evidence from The Delta Trial. Antiviral Therapy ; 13:289–295.

Apostolova, N., Blas-Garcı, A., Esplugues, J.V. 2011. Mitochondrial Interference by

Anti-HIV Drugs: Mechanisms Beyond Pol-γ Inhibition. Trends in Pharmacological Sciences

; 32 : 715-725.

Baron, R., Binder, A., Wasner, G. 2010 Neuropathic pain: diagnosis,

pathophysiological mechanisms, and treatment. Lancet Neurol; 9: 807–19

Bennett, M.I. 2001. The LANSS Pain Scale: the Leeds assessment of neuropathic

symptoms and signs. Pain ;92:147-57

Bennett, M.I. Attal, N., backonja, M.M., Baron, R., Bouhassira, D., Freynhagen, R.,

Scholz, J., Tolle, T.R., Wittchen, H., Jensen, T.S. 2007. Using screening tools of identify

neuropathic pain. Pain ;92:147-57

Belachew, A., Jacob, S., Zenebe, G. 2010. Distal Symmetric Polyneuropathy and

Toxic Neuropathy in HIV Patients. Annals of Tropical Medicine and Public Health vol 3.

Birkus G, Hitchcock MJ, Cihlar T.. 2002. Assessment of mitochondrial toxicity in

human cells treated with tenofovir: comparison with other nucleoside reverse transcriptase

inhibitors. Antimicrob Agents Chemother, 46, 716-23.

Bradley, W.G., Shapshak, P., Delgado, S., Nagano, I., Stewart, R., Rocha, B. 1998.

Morphometric Analysis of The Peripheral Neuropathy of AIDS. Muscle Nerve; 21:1188–

1195.

Chang KT, Nieschier RF, Min KT. 2011. Mitochondrial matrix Ca2+

as an intrinsic

signal regulating mitochondrial motility in axons. Proc Natl Acad Sci U S A,108, 15456-61

Cherry, C.L., McArthur, J.C., Hoy, J.F., Wesselingh, S.L. 2003. Nucleoside

Analogues and neuropathy in the era of HAART. J. Clin. Virol ; 26:195–207.

Cherry, C.L., Skolasky, R.L., Lal, L., Creighton, J., Hauer, P., Raman, S.P., Moore,

R., Carter, K., Thomas, D., Ebenezer, G.J., Wesselingh, S.L., McArthur, J.C. 2006.

Antiretroviral Use and Other Risk for HIV-associated Neuropathies in an International

Cohort. Neurology ; 66 : 867–873.

Cherry, C.L., Affandi, J.S., Imran, D., Yunihastuti, E., Smyth, K., Vanar, S.,

Kamarulzaman, A., Price, P. 2009. Age and Height Predict Neuropathy Risk in Patie.nts with

HIV Prescribed Stavudine. Neurology; 73:315–320.

Page 58: i gusti ngurah putra martin widanta

Childs EA, Lyles RH, Selnes OA, Chen B, Miller EN, Cohen BA, Becker JT, Mellors

J, McArthur JC. 1999. Plasma viral load and CD4 lymphocytes predict HIV-associated

dementia and sensory neuropathy. Neurology ;52:607-13.

Coleman, M., 2005. Axon degeneration mechanisms: commonality amid diversity.

Nat. Rev. Neurosci. 6, 889–898.

Conti, L., Fantuzzi, L., Del Corno, M., Belardelli, F., Gessani, S. 2004.

Immunomodulatory Effects of the HIV-1 gp120 Protein on Antigen Presenting Cells:

Implications for IDS Pathogenesis. Immunobiology; 209:99–115.

Dalakas, M.C. 2001. Peripheral Neuropathy and Antiretroviral Drugs. J Peripher

Nerv Syst; 6:14–20.

Dahlan, M.S. 2009. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel. Dalam: Penelitian

Kedokteran dan Kesehatan. Salemba Medika. Jakarta. Edisi kedua.

Departemen Kesehatan RI. 2007. Panduan Tatalaksana Klinis Infeksi HIV pada orang

Dewasa dan Remaja : Pedoman Nasional Terapi Antiretroviral. Edisi kedua. Direktorat

Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 2009. Saat Memulai Terapi ARV pada Odha Dewasa dan

Remaja. Dalam : Pedoman Nasional Terapi Antiretroviral. Edisi kedua. Direktorat Jendral

Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Jakarta.

Devadas, K., Lal, R.B., 2005. Immunology of HIV-1. In: Gendelham, H.E, Grant, I.,

Everall, I.P., Lipton, S., Swindels, S. (eds). The Neurology of AIDS, 2nd

ed, Oxford

University Press, New York. Pp 29-47

Ellis, R.J., Rosario, D., Clifford, D.B., McArthur, J.C., Simpson, D., Alexander, T.,

Gelman, B.B., Vaida, F., Collier, A., Marra, C.M., Ances, B., Atkinson, J.H., Dworkin, R.H.,

Morgello, S., Grant, I. 2010. Continued High Prevalence and Adverse Clinical Impact of

Human Immunodeficiency Virus-associated Sensory Neuropathy in The Era of Combination

Antiretroviral Therapy: the CHARTER Study. Arch Neurol ; 67:552–558.

Evans, S.R, Ellisb, R.J, Chena, H, Yeha, T, Leea, A.J, Schifittoc, G, Wua, K,

Boscha, R.J, McArthurd, J.C, Simpsone D.M, Clifford, D.B. 2011. Peripheral neuropathy in

HIV: prevalence and risk factors. AIDS 25:919–928

Ferrari, S., Vento, S., Monaco, S., Cavallaro, T., Cainelli, F., Rizzuto, N., Temesgen,

Z. 2006. Human Immunodeficiency Virus Associated Peripheral Neuropathies. Mayo Clin

Proc; 81:213–219.

Forna, F., Liechty, C.A., Solberg, P., Asiimwe, F., Were, W., Mermin, J.,

Behumbiize, P., Tong, T., Brooks, J.T., Weidle, P.J. 2007. Clinical Toxicity of Highly Active

Antiretroviral Therapy in a Home-based AIDS Care Program in Rural Uganda. J. Acquir.

Immune Defic. Syndr ; 44 : 456–462.

Page 59: i gusti ngurah putra martin widanta

Gonzalez-Duarte, A., Robinson-Papp, J., Simpson, D.M. 2008. Diagnosis and

Management of HIV-associated Neuropathy. Neurol. Clin ; 26 : 821–832.

Gröber U, Kisters K, Schmidt J. 2013. Neuroenhancement with Vitamin B12—

Underestimated Neurological Significance. Nutrients , 5;5031-5045

Hoffmann, C., dan Mulcahy, F. 2007. ART 2007. In: Hoffmann, C., Rockstroh,j.k.,

Kamps, B.S., editors . HIV Medicine 2007. Flying Publisher. p. 87- 272. Available from:

URL: http:/ www.HIVMedicine.com.

Hulgan, T., Haas, D.W. 2006. Toward a Pharmacogenetic Understanding of

Nucleotide and Nucleoside AnalogueTtoxicity. J. Infect. Dis ; 194 : 1471–1474.

Jensen TS, Baron R, Haanpää M, Kalso E, Loeser JD, Rice AS, Treede RD. 2011. A

New Definition of Neuropathic Pain. Pain, 152:2204–2205.

Jones, G., Zhu, Y., Silva, C., Tsutsui, S., Pardo, C.A., Keppler, O.T., McArthur, J.C.,

Power C. 2005. Peripheral Nerve-derived HIV-1 is Predominantly CCR5-dependent and

Causes Neuronal Degeneration and Neuroinflammation. Virology; 334:178–193.

Jongwutiwes, U. 2006. Nucleoside Analogues and Mitochondrial Toxicity. J Infect

Dis Antimicrob Agents;23:27-45

Kallianpur, A.R., Hulgan, T. 2009. Pharmacogenetics of Nucleoside Reverse-

Transcriptase Inhibitor Associated Peripheral Neuropathy. Pharmacogenomics ; 10: 623–637.

Kamerman, P.R., Moss, P.J., Weber, J., Wallace, V.C.J., Rice, A.S.C., Huang W.

2012. Pathogenesis of HIV-Associated Sensory Neuropathy: Evidence From In Vivo and In

Vitro Experimental Models. Journal of the Peripheral Nervous System; 17:19–31.

Kaye, A.D, Prabhakar, A.P, Fitzmaurice, M.E, Kaye, R.J. 2012. Smoking Cessation in

Pain Patients. The Ochsner Journal 12:17–20

Kerschensteiner M, Schwab ME, Lichtman JW, Misgeld T. 2005. In vivo imaging of

axonal degeneration and regeneration in the injured spinal cord. Nat. Med. 11:572–77

Kelompok Studi Nyeri. 2011. Diagnostik dan Penatalaksanaan Nyeri neuropatik.

Purwata, T.E., Suryamiharja, A., Surhajanti, I., Yudiyanta., editors. Konsensus Nasional 1.

PERDOSSI.

Keswani, S.C., Pardo, C.A., Cherry, C.L., Hoke, A., McArthur, J.C. 2002. HIV-

Associated Sensory Neuropathies. AIDS; 16:2105–2117.

Keswani, S.C., Jack, C., Zhou C., Höke, A. 2005. Establishment of A Rodent Model

of HIV-associated Sensory Neuropathy. J. Neurosci ; 26 : 10299–10304.

Koike H, Iijima M, Sugiura M, Mori K, Hattori N, Ito H, Hirayama M, Sobue G.

2003. Alcoholic neuropathy is clinicopathologically distinct from thiamine-deficient

neuropathy. Ann Neurol ; 54:19-29.

Page 60: i gusti ngurah putra martin widanta

Konchalard, K., Wangphonpattanasiri, K. 2007. Clinical and Electrophysiologic

Evaluation of Peripheral Neuropathy in a Group of HIV-Infected Patients in Thailand. J Med

Assoc Thai ; 90 (4): 774-81.

Lavin, M., López S., Medina, M., Nava, A. 2003. Use of The Leeds Assessment of

Neuropathic Symptoms and Signs Questionnaire in Patients with Fibromyalgia. Semin

Arthritis Rheum. 32(6):407-11.

Lauria, G and Lombardi, R. 2007. Skin Biopsy: a new tool for diagnosing peripheral

neuropathy. BMJ :334:1159-62

Lewis, W., Day, B.J., Copeland, W.C .2003. Mitochondrial Toxicity of NRTIS

Antiviral Drugs: an Integrated Cellular Perspective. Nature Reviews; vol 3. Available from:

URL: http:/www.nature.com/reviews/drugdisc.

Lewis, W., Kohler, J.J., Hosseini, S.H., Haase, C.P., Opeland, W.C., Bienstock, R.J.,

Ludaway, T., McNaught, J., Russ, R., Stuart, T., Santoianni, R. 2006. Antiretroviral

Nucleosides, Deoxynucleotide Carrier and Mitochondrial DNA: Evidence Supporting The

DNA pol-γ Hypothesis. AIDS ; 20 : 675–684.

Lichtenstein, K.A., Armon, C., Baron, A., Moorman, A.C., Wood, K.C., Holmberg,

S.D. 2005. Modification of The Incidence of Drug-associated Symmetrical Peripheral

Neuropathy by Host and Disease Factors in The HIV Outpatient Study Cohort. Clin. Infect.

Dis ; 40 : 148–157.

Luma, H.N, Tchaleu, B.C.N, Doualla, M.S, Temfack, E, Sopouassi, V.N.K, 4,

Mapoure, Y.N, Djientcheu, V. 2012. HIV-associated sensory neuropathy in HIV-1 infected

patients at the Douala General Hospital in Cameroon: a cross-sectional study. AIDS Research

and Therapy 9:35

Macchi B and Mastino A. 2002. Pharmacological and biological aspects if basic

research on NRTI. Elsevier Pharmacological Research, Vol. 46, No. 6; 474-482

Maritz, J., Benatar, M., Dave, J.A., Harrison, T.B., Badri, M., Levitt, N.S.,

Heckmann, J.M. 2010. HIV Neuropathy in South Africans: Frequency, Characteristics, and

Risk Factors. Muscle Nerve; 41:599–606.

Martin, C, Solders, G, Sonnerborg, A, Hansson, P. 2000. Antiretroviral therapy may

improve sensory function in HIV-infected patients: a pilot study. Neurology 54: 2120–2127.

Moore, R.D., Wong, W-M.E., Keruly, J.C., McArthur, J.C. 2000. Incidence of

Neuropathy in HIV-infected Patients on Monotherapy Versus Those on Combination

Therapy with Didanosine, Stavudine and Hydroxyurea. Acq Immune Defic Syndr ;14:273-8.

Morgello, S, Lydia Estanislao L, Simpson, D, Geraci, A, DiRocco, A, Gerits, P,

Ryan, E, Yakoushina, T, Khan, S, Mahboob, R, Naseer, M, Dorfman, D, Sharp, V, MD;

2004. HIV-Associated Distal Sensory Polyneuropathy in the Era of Highly Active

Antiretroviral Therapy. Arch Neurol.;61:546-551

Page 61: i gusti ngurah putra martin widanta

Nakamoto, B.K., McMurtray, A., Davis, J., Valcour, V., Watters, M.R., Shiramizu,

B., Chow, D.C., Kallianpur, K., Shikuma, C.M. 2010. Incident Neuropathy in HIV-Infected

Patients on HAART. AIDS Research and Human Retrovirus ; Vol 26, Number 7.

Nasronuddin, 2007. Apoptosis dan Nekrosis. Dalam: Barakbah, J., Soewandojo, E.,

Suharto, Hadi, U., Astuti, W.D., editor. HIV dan AIDS: Pendekatan Biologi Molekuler, Klinis

dan Sosial, Airlangga University Press, Surabaya, pp. 53-57.

Nolan D dan Mallal S. 2004. Complications associated with NRTI therapy:update on

clinical features and possible pathogenic mechanisms. Antiviral Therapy 9:849–863

Norton, G, Sweeney, J, Marriott, D, Law, M, Brew, B. Association between HIV

distal symmetric polyneuropathy and Mycobacterium avium complex infection. J Neurol

Neurosurg Psychiatry 1996; 61: 606–609

Oshinaike, O., Akinbami, A., Ojo, O., Ogbera, A., Okubadejo, N., Ojini, F., Danesi,

M. 2012. Influence of Age and Neurotoxic HAART Use on Frequency of HIV Sensory

Neuropathy AIDS Research and Treatment.

Palmisano, L and Vella, S. 2011. A brief history of antiretroviral therapy of HIV

infection: success and challenges. Ann Ist Super Sanità Vol. 47, No. 1: 44-48

Pettersen, J.A, Jones, G, Worthington, C, Krentz, H.B, Keppler, O.T, Hoke, A. 2006.

Sensory Neuropathy in human immunodeficiency virus/acquired immunodeficiency

syndrome patients: protease inhibitor-mediated neurotoxicity. Ann Neurol 59:816–824.

Reeve, A.K., Krishnan, K.J., Turnbull, D.M. 2008. Age Related Mitochondrial

Degenerative Disorders in Humans. Biotechnol. J ; 3:750–756.

Sacktor, N. 2002. The Epidemiology of Human Immunodeficiency Virus-associated

Neurological Disease in The Era of highly Active Antiretroviral Therapy. J. Neurovirol ;

8:115–121.

Schifitto, G., McDermott, M.P., McArthur, J.C., Marder, K., Sacktor, N., Epstein, L.,

Kieburtz, K. 2002. Incidence of and Risk Factors for HIV-associated Distal Sensory

Polyneuropathy. Neurology ; 58 : 1764–1768.

Skopelitis, E., Aroni, K., Kontos, A.N., Konstantinou, K., Kokotis, P., Karandreas, N.,

Kordossis, T. 2006. Distal Sensory Polyneuropathy in HIV-Positive in The HAART Era: an

Entity Underestimated by Clinical Examination. Int J STD AIDS ; 17:467-472.

Simpson, D.M. 2002. Selected Peripheral Neuropathies Associated with Human

Immunodeficiency Virus Infection and Antiretroviral Therapy. Journal of NeuroVirology; 8

(suppl. 2): 33–41.

Simpson, D.M, Haidich, A.B, Schifitto, G, Yiannoutsos, C.T, Geraci, A.P, McArthur,

J.C, Katzenstein, D.A. 2002. Severity of HIV- associated neuropathy is associated with

plasma HIV-1 RNA levels. AIDS 16: 407–412.

Smyth, K., Affandi, J.S., McArthur, J.C., Bowtell-Harris, C., Mijch, A.M., Watson,

K., Costello, K., Woolley, I.J., Price, P., Wesselingh, S.L., Cherry, C.L. 2007. Prevalence of

Page 62: i gusti ngurah putra martin widanta

and Risk Factors for HIV-associated Neuropathy in Melbourne, Australia 1993–2006. HIV

Med ; 8:367–373.

Sugianto, P. 2013. Penyakit Neuropati Akibat Infeksi Virus HIV. Surhajanti, I.,

Basuki, , M., Islamiyah, W.R. editors. Clinical Practice in Neurology. FK Airlangga

Vargas ME dan Barres BA, 2007. Why Is Wallerian Degeneration in the CNS So

Slow? Annu. Rev. Neurosci 30:153–79

Walker UA, Setzer B, Venhoff N. 2002. Increased long-term mitochondrial toxicity in

combinations of nucleoside analoguereverse-transcriptase inhibitors. J Acquir Immune Defic

Syndr 16:2165-2173

Widyadharma, E., Yudiyanta., 2008. Uji Reliabilitas Leeds Assessment of

Neuropathic Symptoms and Signs (LANSS) Scale pada Penderita Diabetes Melitus tipe II.

CPD Neurodiabetes. Yogyakarta.

WHO, UNAIDS, Unicef. 2010. Towards Universal Access: Scaling up Priority

HIV/AIDS Interventions in The Health Sector: Progress Report 2010. WHO, Geneva, p 145.

van Griensven, J., Zachariaha, R., Rasschaerta, F., Mugabob, J., Attéa, E.F., Reida, T.

2009. Stavudine- and Nevirapine-Related Drug Toxicity While on Generic Fixed-Dose

Antiretroviral Treatment: Incidence, Timing and Risk Factors in A Three-year Cohort in

Kigali, Rwanda. Trans R Soc Trop Med Hyg . IN PRESS.

Verma S, Estanilao L, Mintz L, Simpson D. 2004. Controlling neuropathic pain in

HIV. Curr HIV/AIDS Rep, 1, 136-41.

Lampiran 1

PENJELASAN DAN FORM PERSETUJUAN PENELITIAN

Judul :

Page 63: i gusti ngurah putra martin widanta

Terapi ARV ≥ 12 bulan sebagai faktor risiko nyeri neuropatik pada penderita

HIV/AIDS.

Peneliti Utama :

dr. IGN Putra Martin Widanta

Latar Belakang Penelitian

Neuropati perifer merupakan bentuk komplikasi neurologis tersering dari infeksi

HIV-1. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah lama penggunaan ARV sebagai

faktor risiko nyeri neuropatik pada penderita HIV/AIDS dan apabila ditemukan adanya

kelainan dapat dilakukan upaya-upaya preventif untuk mencegah perburukan status

imunologis penderita HIV dan dapat meningkatkan kewaspadaan anggota tim

penanggulangan HIV terhadap risiko terjadinya nyeri neuropatik.

Secara keseluruhan 66 pasien HIV yang kontrol ke poli VCT RSUP Sanglah akan

berperan serta dalam penelitian ini termasuk bapak/ibu/saudara. Dengarkan secara seksama

informasi ini sebelum bapak/ibu/saudara turut serta berpartisipasi dalam penelitian ini, jangan

ragu-ragu untuk bertanya jika ada hal-hal yang belum dimengerti.

Dalam penelitian ini, peneliti dan petugas yang terlatih secara professional akan

mewawancarai dan memeriksa bapak/ibu/saudara secara klinis umum, klinis saraf dan

pemeriksaan dengan mempergunakan skala nyeri LANSS untuk mengetahui adanya nyeri

neuropatik. Selama penelitian ini bapak/ibu/saudara tidak dikenai biaya.

Data-data dalam penelitian ini akan dikumpulkan dan disimpan dalam data komputer

tanpa nama bapak/ibu/saudara, hanya peneliti yang mengetahui data-data bapak/ibu/saudara.

Hasil penelitian akan dipublikasikan di forum ilmiah tanpa menampilkan identitas

bapak/ibu/saudara. Sehubungan dengan penelitian ini, bila timbul pertanyaan mengenai

penelitian ini diharapkan menghubungi:

dr. IGN Putra Martin Widanta (08123603688)

PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN

(Informed Consent)

Terapi ARV ≥ 12 bulan Sebagai Faktor RisikoNyeri Neuropatik

Pada Penderita HIV/AIDS.

Page 64: i gusti ngurah putra martin widanta

Yang bertanda tangan di bawah ini :

N a m a :

Jenis Kelamin : Laki-laki/Perempuan

Tanggal Lahir :

U m u r :

Alamat :

Bersedia dan mau berpartisipasi menjadi sampel penelitian yang akan dilaksanakan oleh

peneliti dari Bagian/SMF Ilmu Penyakit Saraf RSUP Sanglah/FK-UNUD dari awal hingga

akhir penelitian dan akan dijalankan dengan sebaik-baiknya, tanpa ada paksaan dari pihak

manapun.

Denpasar, .............. .....2013

Peneliti Subjek Penelitian

(dr. IGN Putra Martin Widanta) ( )

Page 65: i gusti ngurah putra martin widanta

Lampiran 2

KUESIONER PENELITIAN

No VARIABEL/KODE JAWABAN Kode

Var.

1 Nomor penelitian

2 Nama

3 Alamat

4 Nomor CM

5 Pendidikan terakhir:

Tidak sekolah

SD

SMP

SMA

Akademi/Diploma/Perguruan Tinggi

(1) [ ]

(2)

(3)

(4)

(5)

6 Umur .........................

<40th

≥40th

[ ]

(1)

(2)

7 Jenis kelamin Laki-laki

Perempuan

(1) [ ]

(2)

8 Status perkawinan Kawin

Tidak kawin

(1) [ ]

(2)

9 Pekerjaan Pegawai Negeri

Swasta

Wiraswasta

Buruh/Tani

Lain-lain

(1) [ ]

(2)

(3)

(4)

(5)

11 Cara Penularan IDU

Heteroseksual

Homoseksual

Biseksual

Tatto

Transfusi

Pasangan heteroseksual

Pasangan IDU

Multiple risk

(1) [ ]

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

12 Stadium Stadium 1

Stadium 2

Stadium 3

Stadium 4

(1) [ ]

(2)

(3)

(4)

13 Lama Menderita HIV ≤ 1 tahun

> 1tahun

(1) [ ]

(2)

14 Lama terapi ARV < 12 bln

≥ 12 bln

(1) [ ] (2)

15 Jenis ARV [ ]

NO ID: Pewawancara :

Tanggal :

Waktu :

Page 66: i gusti ngurah putra martin widanta

AZT/3TC/EFV D4t/3TC/EFV

TDF/3TC/NVP

Lain-lain .........

(1) (2)

(3)

(4)

Pemeriksaan Laboratorium

15 Angka CD4..................... 100-200 sel/mm3

> 200 sel/mm3

(1) [ ]

(2)

Pemeriksaan Neurologi

16 LANSS

17 Nyeri Neuropati <12

≥12

(1) [ ]

(2)

Page 67: i gusti ngurah putra martin widanta

Lampiran 3

Skala Nyeri LANSS (Leeds Assessment of Neuropathic Symptoms and Signs)

Nama:_______________________________________Tanggal_______________

Skala nyeri ini dapat membantu untuk menentukan saraf yang membawa rangsang nyeri anda

bekerja normal atau tidak. Hal ini penting untuk menentukan apakah terapi yang berbeda

diperlukan untuk mengatasi nyeri anda

A. KUESIONER NYERI

Pikirkan bagaimana nyeri yang anda rasakan dalam 1 minggu terakhir

Nyatakan gambaran nyeri seperti apa yang paling cocok untuk nyeri anda

1. Apakah nyeri yang anda rasakan seperti suatu perasaan aneh, perasaan tidak

menyenangkan pada kulit? Perkataan seperti tertusuk jarum atau pin, kesemutan

(kebas) mungkin menggambarkan perasaan ini.

a. Tidak – Nyeri yang saya rasakan tidak seperti itu........................(0)

b. Ya – Saya agak sering merasakan sensasi seperti itu....................(5)

2. Apakah nyeri anda menyebabkan kulit di daerah nyeri terlihat berbeda dari

normal? Perkataan seperti kulit terlihat merah, atau merah jambu mungkin

menggambarkan keadaannya.

a. Tidak – Nyeri saya tidak menyebabkan perubahan warna di

kulit……………………………………………………………...(0)

b. Ya – Saya menemukan bahwa nyeri saya menyebabkan kulit saya berbeda dari

normal.......................................................... (5)

3. Apakah nyeri anda menyebabkan kulit di daerah yang terkena secara abnormal

sensitif terhadap rabaan? Merasakan sensasi tidak nyaman saat kulit diraba secara

halus, atau merasakan nyeri saat memakai pakaian ketat mungkin dapat

menggambarkan sensitifitas yang abnormal.

a. Tidak – Nyeri saya tidak menyebabkan kulit di daerah tersebut sensitif

abnormal……………………………………………….. (0)

b. Ya – Kulit di daerah itu tampaknya sensitif abnormal saat

disentuh……………………………………………………........(3)

Page 68: i gusti ngurah putra martin widanta

4. Apakah nyeri anda datang secara tiba-tiba/mendadak dan memuncak tanpa alasan

yang jelas saat anda sedang diam? Perkataan seperti tersengat listrik

menggambarkan sensasi ini.

a. Tidak – Nyeri saya tidak terasa seperti ini...................................(0)

b. Ya - Saya sering merasakan sensasi seperti ini...........................(2)

5. Apakah nyeri anda terasa seperti seolah-olah suhu kulit di daerah nyeri berubah

abnormal? Perkataan seperti rasa panas dan terbakar menggambarkan sensasi ini.

a. Tidak – Saya tidak merasakan sensasi ini.................................... (0)

b. Ya – Saya sering merasakan sensasi ini........................................(1)

B. PEMERIKSAAN SENSORIK

Sensitivitas kulit dapat diperiksa dengan membandingkan area nyeri dengan daerah

kontralateralnya atau daerah di dekatnya yang tidak terasa nyeri untuk adanya alodinia dan

perubahan ambang rangsang tusukan.

1. ALODINIA

Periksa respon terhadap sentuhan halus dengan menggunakan kapas sepanjang

area tidak nyeri lalu di area nyeri. Jika pada area tidak nyeri terasa sensasi normal,

tetapi nyeri atau perasaan tidak nyaman di area nyeri, maka alodinia ada.

a. Tidak – sensasi pada kedua area normal...................................(0)

b. Ya – alodinia hanya pada daerah nyeri........................................(5)

2. PERUBAHAN AMBANG RANGSANG TUSUKAN

Tentukan ambang rangsang tusukan dengan menggunakan jarum suntik no 23

yang terpasang pada syringe 2 ml yang ditempatkan secara lembut di kulit pada

area tidak nyeri dan area nyeri.

Jika terasa tajam pada area tidak nyeri, tetapi sensasi berbeda di area nyeri,

misalnya sensasi tumpul (peningkatan ambang rangsang tusukan) atau sensasi

sangat nyeri (penurunan ambang rangsang tusukan, maka terjadi perubahan

ambang rangsang tusukan.

Page 69: i gusti ngurah putra martin widanta

Jika tidak terasa sensasi tajam pada kedua area, ulangi pemeriksaan dengan

menambah tambah jarum sedikit tekanan pada jarum.

a. Tidak – Sensasi di kedua area sama........................................(0)

b. Ya – terjadi perubahan ambang rangsang tusukan di area

nyeri...............................................................................(3)

Skor Total:

Jumlahkan keseluruhan skor pada kuesioner nyeri dan pemeriksaan sensorik untuk

mendapatkan total skor

Skor Total (maksimum 24)

Jika skor <12, mekanisme neuropatik tampaknya tidak berperan pada nyeri yang dirasakan

pasien

Jika skor ≥ 12, mekanisme neuropatik tampaknya berperan pada nyeri yang dirasakan

pasien.

Page 70: i gusti ngurah putra martin widanta

Lampiran 4

Surat Keliakan Etik

Page 71: i gusti ngurah putra martin widanta

Lampiran 5

Surat Ijin RSUP Sanglah

Page 72: i gusti ngurah putra martin widanta

Lampiran 6

Data Subyek penelitian

No nama JK umur suku pendidikan pekerjaan Status cara penularan dx HIV

1 NS P 28 Bali SD Lain-lain kawin pasangan hetero 2010

2 NPS P 21 Bali SMA Swasta kawin pasangan hetero Sep-12

3 IWPA L 33 Bali SMA Swasta kawin Heteroseksual 2009

4 EDH P 34 Jawa SD Swasta kawin pasangan hetero Nov-11

5 IKAA L 26 Bali SMA Swasta Tdk kawin IDU 2009

6 AAND L 50 Bali SMP wiraswasta kawin Heteroseksual Juli 2011

7 AARA p 50 Bali SD wiraswasta kawin pasangan hetero okt 2011

8 IGPA L 30 Bali SD wiraswasta kawin Heteroseksual Mei 2012

9 IGPS L 49 Bali SMA wiraswasta kawin Heteroseksual Nov-11

10 IBB L 26 Jawa SMA wiraswasta Tdk kawin Heteroseksual Mar-12

11 NKR P 34 Bali SMP Lain-lain kawin pasangan hetero Mei 2011

12 NME P 44 Bali SMA Lain-lain kawin pasangan hetero th2009

13 SNA L 42 Bali SMA Buruh Tdk kawin Heteroseksual 2009

14 NA P 33 Bali SMA Swasta kawin pasangan hetero 2011

15 IBKDM L 28 Bali PT PNS kawin Heteroseksual Juni 2012

16 IWS L 45 Bali SMA Swasta kawin Heteroseksual 2009

17 JKD p 36 Bali SMA wiraswasta kawin pasangan hetero agst 2011

18 AAR P 50 Bali SD Buruh kawin pasangan hetero 2009

19 DR L 31 Jawa SMA Swasta Tdk kawin Homoseksual mar 2012

20 NKS P 37 Bali SD Buruh kawin pasangan hetero 2011

21 MS P 39 Bali SD Lain-lain kawin pasangan hetero 2009

22 IKS L 42 Bali SD Lain-lain kawin Heteroseksual Mei 2012

23 KS L 36 Bali SMA Buruh Tdk kawin Heteroseksual 2010

24 IKAS L 27 Bali SMA wiraswasta Tdk kawin Heteroseksual Juni 2012

25 NWAM P 35 Bali SMA wiraswasta kawin pasangan hetero Okt 2013

26 INW L 48 Bali SMP Swasta kawin Heteroseksual okt 2013

27 JKP P 35 Bali SMA wiraswasta kawin pasangan hetero Des-2012

28 IGS L 22 Bali SMA Swasta Tdk kawin Heteroseksual Juli 2013

29 NLPA P 35 Bali SMA wiraswasta kawin pasangan hetero Feb-13

30 TF P 27 Jawa Diploma wiraswasta Tdk kawin Heteroseksual Feb-13

31 NKM P 50 Bali SD wiraswasta kawin pasangan hetero Juni 2013

32 PA L 34 Bali SMA Swasta kawin Heteroseksual Agst 2013

33 KEN P 33 Bali SMA wiraswasta kawin pasangan hetero Agst 2013

34 AR P 30 Bali Diploma Lain-lain kawin pasangan hetero Okt 2012

35 IMAB L 40 Bali SMA wiraswasta kawin Heteroseksual Apr-12

36 NPT P 23 Bali SD Lain-lain kawin pasangan hetero Mei 2012

37 INB L 26 Bali SMA Swasta kawin Heteroseksual Sep-12

38 WS L 37 Bali SMP Buruh kawin IDU des 2012

39 LPS P 28 Bali SMA wiraswasta kawin pasangan hetero Juni 2012

40 IAIA p 40 Bali SMA wiraswasta kawin pasangan hetero okt 2012

41 YU P 34 Jawa Diploma Swasta kawin pasangan hetero Nov-12

Page 73: i gusti ngurah putra martin widanta

42 IBGU L 50 Bali SMA wiraswasta kawin Heteroseksual Nov-12

43 IWS L 43 Bali SMA Swasta kawin Heteroseksual des 2011

44 NPT P 23 Bali SD Lain-lain kawin pasangan hetero Mei 2012

45 IKS L 36 Bali SMP Lain-lain kawin Heteroseksual Nov-12

46 NWDP p 28 Bali SMP Swasta kawin pasangan hetero Jun-13

47 Sf L 34 Jawa SD Lain-lain kawin Heteroseksual Agst 2013

48 Ev P 30 Jawa SMP Lain-lain kawin pasangan hetero Juli 2013

49 FR L 25 Jawa SMA Swasta Tdk kawin Heteroseksual Sep-13

50 AMK L 50 Bali PT PNS kawin Heteroseksual Jan-13

51 NKYP P 42 Bali SMA Swasta kawin pasangan hetero Juli 2013

52 MJ L 35 Jawa SMA wiraswasta Tdk kawin Heteroseksual okt 2013

53 PY L 42 Jawa SMA wiraswasta Tdk kawin Heteroseksual Juni 2013

54 MDU P 27 Jawa SMA Swasta kawin pasangan hetero Agst 2013

55 IWB L 32 Bali SMA Swasta kawin Heteroseksual Juni 2013

56 KD L 37 Bali SMP Swasta Tdk kawin Heteroseksual Okt 2013

57 AS P 40 Bali SMA Lain-lain kawin pasangan hetero Juli 2013

58 IWEM L 40 Bali SMA Swasta kawin Heteroseksual juli 2013

59 NKH p 18 Bali SMP Lain-lain kawin pasangan hetero Mar 2013

60 IS L 35 Jawa SMA Swasta kawin Heteroseksual Mei 2013

61 PR P 48 Bali SD wiraswasta kawin pasangan hetero Sep-13

62 APMR P 22 Bali SMA Lain-lain kawin pasangan hetero Sep-13

63 WW P 40 Bali SMP Swasta kawin pasangan hetero Jan-13

64 IT P 25 Jawa SMA Swasta kawin multiple risk Sep-13

65 AR L 30 Jawa SD Buruh kawin Heteroseksual Juli 2013

66 NMLW P 26 Bali SMA Swasta kawin pasangan hetero Apr-13

Page 74: i gusti ngurah putra martin widanta

No nama lama Stadium ARV ARV Lama CD4 nadir LANSS neuropati n. perifer

1 NS >1 th 1 ya AZT/3TC/NVP 36 114 14 ya Tdk

2 NPS >1 th 4 ya AZT/3TC/EFV 15 167 13 ya Tdk

3 IWPA > 1 th 4 ya AZT/3TC/NVP 48 128 13 ya Tdk

4 EDH >1th 4 ya D4t/3TC/EFV 25 240 13 ya Tdk

5 IKAA >1th 4 ya D4t/3TC/EFV 36 112 12 ya Tdk

6 AAND >1th 4 ya AZT/3TC/NVP 30 112 13 ya Tdk

7 AARA >1th 4 ya AZT/3TC/NVP 26 176 18 ya Tdk

8 IGPA <1th 4 ya AZT/3TC/NVP 19 115 14 ya Tdk

9 IGPS <1th 2 ya AZT/3TC/NVP 24 108 13 ya Tdk

10 IBB <1th 4 ya AZT/3TC/NVP 21 209 12 ya Tdk

11 NKR >1th 4 ya AZT/3TC/EFV 30 121 12 ya Tdk

12 NME >1th 4 ya D4t/3TC/EFV 48 144 13 ya Tdk

13 SNA >1th 4 ya D4t/3TC/EFV 48 110 13 ya Tdk

14 NA >1th 4 ya D4t/3TC/EFV 24 173 14 ya Tdk

15 IBKDM >1th 4 ya AZT/3TC/EFV 18 119 13 ya tdk

16 IWS >1th 4 ya D4t/3TC/EFV 48 113 18 ya tdk

17 JKD >1th 4 ya AZT/3TC/EFV 30 191 13 ya tdk

18 AAR >1th 4 ya AZT/3TC/EFV 48 160 13 ya tdk

19 DR >1th 1 ya AZT/3TC/EFV 21 206 13 ya tdk

20 NKS >1th 4 ya AZT/3TC/EFV 24 164 13 ya tdk

21 MS >1th 4 ya D4t/3TC/EFV 48 202 14 ya tdk

22 IKS >1th 4 ya AZT/3TC/EFV 19 132 14 ya tdk

23 KS >1th 4 ya AZT/3TC/EFV 36 114 13 ya tdk

24 IKAS >1th 4 ya AZT/3TC/EFV 18 143 14 ya tdk

25 NWAM <1th 4 ya AZT/3TC/EFV 3 135 13 ya tdk

26 INW <1th 4 ya AZT/3TC/EFV 3 146 13 ya tdk

27 JKP >1th 4 ya AZT/3TC/NVP 12 169 18 ya tdk

28 IGS <1th 4 ya AZT/3TC/EFV 5 138 14 ya tdk

29 NLPA <1th 4 ya AZT/3TC/EFV 10 391 13 ya tdk

30 TF <1th 4 ya AZT/3TC/EFV 10 199 14 ya tdk

31 NKM <1th 2 ya AZT/3TC/EFV 6 116 14 ya tdk

32 PA <1th 4 ya AZT/3TC/EFV 4 107 13 ya tdk

33 KEN <1th 4 ya AZT/3TC/EFV 4 121 14 ya tdk

34 AR >1th 1 ya AZT/3TC/NVP 14 202 0 tdk tdk

35 IMAB <1 th 1 ya AZT/3TC/NVP 20 271 0 tdk tdk

36 NPT <1th 2 ya AZT/3TC/NVP 19 267 0 tdk tdk

37 INB <1th 2 ya AZT/3TC/NVP 15 248 0 tdk tdk

38 WS <1th 1 ya AZT/3TC/EFV 12 163 0 tdk tdk

39 LPS >1th 1 ya AZT/3TC/EFV 18 350 0 tdk tdk

40 IAIA >1th 4 ya AZT/3TC/EFV 14 287 0 tdk tdk

41 YU >1th 4 ya AZT/3TC/EFV 13 151 0 tdk tdk

42 IBGU >1th 4 ya AZT/3TC/EFV 13 212 5 tdk ya

43 IWS >1th 4 ya AZT/3TC/EFV 24 256 3 tdk ya

Page 75: i gusti ngurah putra martin widanta

44 NPT >1th 2 ya AZT/3TC/NVP 19 267 0 tdk tdk

45 IKS >1th 4 ya AZT/3TC/EFV 13 117 0 tdk tdk

46 NWDP <1th 1 ya AZT/3TC/EFV 6 266 0 tdk tdk

47 SF <1th 4 ya AZT/3TC/EFV 4 150 0 tdk tdk

48 EV <1th 4 ya AZT/3TC/EFV 5 146 5 tdk ya

49 FR < 1th 4 ya AZT/3TC/EFV 3 199 0 tdk tdk

50 AMK <1th 1 ya AZT/3TC/EFV 11 236 5 tdk ya

51 NKYP <1th 1 ya AZT/3TC/EFV 7 339 0 tdk tdk

52 MJ <1th 4 ya AZT/3TC/EFV 2 275 0 tdk tdk

53 PY <1th 2 ya AZT/3TC/EFV 6 179 0 tdk tdk

54 MDU <1th 4 ya AZT/3TC/EFV 4 225 0 tdk tdk

55 IWB <1th 1 ya AZT/3TC/EFV 6 175 0 tdk tdk

56 KD <1th 4 ya AZT/3TC/EFV 2 142 0 tdk tdk

57 AS <1th 1 ya AZT/3TC/EFV 5 130 0 tdk tdk

58 IWEM <1th 1 ya AZT/3TC/EFV 5 294 5 tdk ya

59 NKH <1th 1 ya AZT/3TC/EFV 9 293 0 tdk tdk

60 IS <1th 2 ya AZT/3TC/EFV 7 273 0 tdk tdk

61 PR <1th 4 ya AZT/3TC/EFV 3 167 0 tdk tdk

62 APMR <1th 1 ya AZT/3TC/EFV 3 417 0 tdk tdk

63 WW <1th 1 ya AZT/3TC/EFV 11 291 0 tdk tdk

64 IT <1th 1 ya AZT/3TC/EFV 3 274 0 tdk tdk

65 AR <1th 1 ya AZT/3TC/EFV 5 233 0 tdk tdk

66 NMLW <1th 1 ya AZT/3TC/EFV 8 251 0 tdk tdk

Page 76: i gusti ngurah putra martin widanta

Lampiran 7

Hasil Analisa SPSS 16

7.1 Statistik data kasus dan kontrol

Statistik Kasus

umur

Jenis kelamin subyek

Status pendidikan

Jenis pekerjaan subyek

N Valid 33 33 33 33

Missing 0 0 0 0

Mean 36.06 1.52 3.42 3.06

Median 35.00 2.00 4.00 3.00

Std. Deviation 8.547 .508 .969 1.088

Minimum 21 1 2 1

Maximum 50 2 5 5

Statistik Kasus

Cara penularan HIV

Lama menderita HIV

Stadium HIV WHO

Status Pernikahan

N Valid 33 33 33 33

Missing 0 0 0 0

Mean 4.42 1.18 1.30 1.12

Median 3.00 1.00 1.00 1.00

Std. Deviation 2.550 .392 .847 .331

Minimum 1 1 1 1

Maximum 7 2 4 1

Statistik kasus

Lama Terapi ARV

Angka CD 4 Nadir

Skala nyeri LANSS

N Valid 33 33 33

Missing 0 0 0

Mean 24.15 154.39 13.67

Median 24.00 138.00 13.00

Std. Deviation 14.921 55.751 1.514

Minimum 3 107 12

Maximum 48 391 18

Statistik Kontrol

umur

Jenis kelamin subyek

Status pendidikan

Jenis pekerjaan subyek

N Valid 33 33 33 33

Missing 0 0 0 0

Mean 33.82 1.52 3.64 3.09

Median 34.00 2.00 4.00 3.00

Std. Deviation 8.338 .508 .859 1.355

Minimum 18 1 2 1

Maximum 50 2 5 5

Page 77: i gusti ngurah putra martin widanta

Statistik Kontrol

Cara penularan HIV

Lama menderita HIV

Stadium HIV WHO

Status nikah

N Valid 33 33 33 33

Missing 0 0 0 0

Mean 4.61 1.67 2.76 1.12

Median 7.00 2.00 3.00 1.00

Std. Deviation 2.657 .479 1.393 .331

Minimum 1 1 1 1

Maximum 9 2 4 2

Statistik Kontrol

Lama Terapi ARV

Angka CD 4 Nadir

Skala nyeri LANSS

N Valid 33 33 33

Missing 0 0 0

Mean 9.36 234.73 .70

Median 7.00 248.00 .00

Std. Deviation 6.035 69.585 1.704

Minimum 2 117 0

Maximum 24 417 5

Page 78: i gusti ngurah putra martin widanta

Frekwensi Kelompok Kasus dan Kontrol 7.2 Umur

Umur kelompok kasus

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 21 1 3.0 3.0 3.0

22 1 3.0 3.0 6.1

26 2 6.1 6.1 12.1

27 2 6.1 6.1 18.2

28 2 6.1 6.1 24.2

30 1 3.0 3.0 27.3

31 1 3.0 3.0 30.3

33 3 9.1 9.1 39.4

34 3 9.1 9.1 48.5

35 3 9.1 9.1 57.6

36 2 6.1 6.1 63.6

37 1 3.0 3.0 66.7

39 1 3.0 3.0 69.7

42 2 6.1 6.1 75.8

44 1 3.0 3.0 78.8

45 1 3.0 3.0 81.8

48 1 3.0 3.0 84.8

49 1 3.0 3.0 87.9

50 4 12.1 12.1 100.0

Total 33 100.0 100.0

Umur kelompok kasus

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid <30th 9 27.3 27.3 27.3

=>30th 24 72.7 72.7 100.0

Total 33 100.0 100.0

Umur kelompok Kontrol

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 18 1 3.0 3.0 3.0

22 1 3.0 3.0 6.1

23 2 6.1 6.1 12.1

25 2 6.1 6.1 18.2

26 2 6.1 6.1 24.2

27 1 3.0 3.0 27.3

Page 79: i gusti ngurah putra martin widanta

28 2 6.1 6.1 33.3

30 3 9.1 9.1 42.4

32 1 3.0 3.0 45.5

34 2 6.1 6.1 51.5

35 2 6.1 6.1 57.6

36 1 3.0 3.0 60.6

37 2 6.1 6.1 66.7

40 5 15.2 15.2 81.8

42 2 6.1 6.1 87.9

43 1 3.0 3.0 90.9

48 1 3.0 3.0 93.9

50 2 6.1 6.1 100.0

Total 33 100.0 100.0

Umur kelompok kontrol

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid <30th 11 33.3 33.3 33.3

=>30th 22 66.7 66.7 100.0

Total 33 100.0 100.0

7.3 Jenis Kelamin

Kasus

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Laki-laki 16 48.5 48.5 48.5

Perempuan 17 51.5 51.5 100.0

Total 33 100.0 100.0

Kontrol

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Laki-laki 16 48.5 48.5 48.5

Perempuan 17 51.5 51.5 100.0

Total 33 100.0 100.0

7.4 Status Pernikahan

Kasus

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid nikah 25 75.8 75.8 75.8

tidak menikah 8 24.2 24.2 100.0

Page 80: i gusti ngurah putra martin widanta

Kasus

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid nikah 25 75.8 75.8 75.8

tidak menikah 8 24.2 24.2 100.0

Total 33 100.0 100.0

Kontrol

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid nikah 29 87.9 87.9 87.9

tidak menikah 4 12.1 12.1 100.0

Total 33 100.0 100.0

7.5 Status Pendidikan

Kasus

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid SD 9 27.3 27.3 27.3

SMP 3 9.1 9.1 36.4

SMA 19 57.6 57.6 93.9

Akademi/Diploma/PT 2 6.1 6.1 100.0

Total 33 100.0 100.0

Kontrol

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid SD 5 15.2 15.2 15.2

SMP 5 15.2 15.2 30.3

SMA 20 60.6 60.6 90.9

Akademi/Diploma/PT 3 9.1 9.1 100.0

Total 33 100.0 100.0

7.6 Jenis Pekerjaan

Kasus

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Pegawai Negeri 1 3.0 3.0 3.0

Pegawai Swasta 10 30.3 30.3 33.3

Wiraswasta 13 39.4 39.4 72.7

Buruh/Tani 4 12.1 12.1 84.8

Lain-lain 5 15.2 15.2 100.0

Total 33 100.0 100.0

Page 81: i gusti ngurah putra martin widanta

Kontrol

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Pegawai Negeri 2 6.1 6.1 6.1

Pegawai Swasta 13 39.4 39.4 45.5

Wiraswasta 7 21.2 21.2 66.7

Buruh/Tani 2 6.1 6.1 72.7

Lain-lain 9 27.3 27.3 100.0

Total 33 100.0 100.0

7.7 Cara Penularan Kasus

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid IDU 1 3.0 3.0 3.0

Heteroseksual 15 45.5 45.5 48.5

Homoseksual 1 3.0 3.0 51.5

Pasangan heteroseksual 16 48.5 48.5 100.0

Total 33 100.0 100.0

Cara penularan HIV Kontrol

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid IDU 1 3.0 3.0 3.0

Heteroseksual 15 45.5 45.5 48.5

Pasangan heteroseksual 16 48.5 48.5 97.0

Multiple risk 1 3.0 3.0 100.0

Total 33 100.0 100.0

7.8 Stadium HIV WHO

Kasus

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Stadium 4 29 87.9 87.9 87.9

Stadium 2 2 6.1 6.1 93.9

Stadium 1 2 6.1 6.1 100.0

Total 33 100.0 100.0

Kasus

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid stadium tinggi 29 87.9 87.9 87.9

stadium rendah 4 12.1 12.1 100.0

Total 33 100.0 100.0

Page 82: i gusti ngurah putra martin widanta

Kontrol

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Stadium 4 12 36.4 36.4 36.4

Stadium 2 5 15.2 15.2 51.5

Stadium 1 16 48.5 48.5 100.0

Total 33 100.0 100.0

Kontrol

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid stadium tinggi 12 36.4 36.4 36.4

stadium rendah 21 63.6 63.6 100.0

Total 33 100.0 100.0

7.9 Lama Menderita

Kasus

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid > 1 tahun 27 81.8 81.8 81.8

< 1 tahun 6 18.2 18.2 100.0

Total 33 100.0 100.0

Kontrol

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid > 1 tahun 11 33.3 33.3 33.3

< 1 tahun 22 66.7 66.7 100.0

Total 33 100.0 100.0

7.10 Lama Terapi ARV

Kasus

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 3 2 6.1 6.1 6.1

4 2 6.1 6.1 12.1

5 1 3.0 3.0 15.2

6 1 3.0 3.0 18.2

10 2 6.1 6.1 24.2

12 1 3.0 3.0 27.3

15 1 3.0 3.0 30.3

18 2 6.1 6.1 36.4

19 2 6.1 6.1 42.4

21 2 6.1 6.1 48.5

24 3 9.1 9.1 57.6

Page 83: i gusti ngurah putra martin widanta

25 1 3.0 3.0 60.6

26 1 3.0 3.0 63.6

30 3 9.1 9.1 72.7

36 3 9.1 9.1 81.8

48 6 18.2 18.2 100.0

Total 33 100.0 100.0

Kasus

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid =>12 bulan 27 81.8 81.8 81.8

< 12 bulan 6 18.2 18.2 100.0

Total 33 100.0 100.0

Lama Terapi HIV Kontrol

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 2 2 6.1 6.1 6.1

3 4 12.1 12.1 18.2

4 2 6.1 6.1 24.2

5 4 12.1 12.1 36.4

6 3 9.1 9.1 45.5

7 2 6.1 6.1 51.5

8 1 3.0 3.0 54.5

9 1 3.0 3.0 57.6

11 2 6.1 6.1 63.6

12 1 3.0 3.0 66.7

13 3 9.1 9.1 75.8

14 2 6.1 6.1 81.8

15 1 3.0 3.0 84.8

18 1 3.0 3.0 87.9

19 2 6.1 6.1 93.9

20 1 3.0 3.0 97.0

24 1 3.0 3.0 100.0

Total 33 100.0 100.0

Page 84: i gusti ngurah putra martin widanta

Lama Terapi HIV Kontrol

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid =>12 bulan 11 33.3 33.3 33.3

< 12 bulan 22 66.7 66.7 100.0

Total 33 100.0 100.0

7.11 Angka CD4 nadir

Angka CD 4 Nadir Kasus

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid =<200 28 84.8 84.8 84.8

>200 5 15.2 15.2 100.0

Total 33 100.0 100.0

Angka CD 4 Nadir Kontrol

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid =<200 11 33.3 33.3 33.3

>200 22 66.7 66.7 100.0

Total 33 100.0 100.0

CD4 Nadir Kasus

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 107 1 3.0 3.0 3.0

108 1 3.0 3.0 6.1

110 1 3.0 3.0 9.1

112 2 6.1 6.1 15.2

113 1 3.0 3.0 18.2

114 2 6.1 6.1 24.2

115 1 3.0 3.0 27.3

116 1 3.0 3.0 30.3

119 1 3.0 3.0 33.3

121 2 6.1 6.1 39.4

128 1 3.0 3.0 42.4

132 1 3.0 3.0 45.5

135 1 3.0 3.0 48.5

138 1 3.0 3.0 51.5

143 1 3.0 3.0 54.5

144 1 3.0 3.0 57.6

146 1 3.0 3.0 60.6

Page 85: i gusti ngurah putra martin widanta

160 1 3.0 3.0 63.6

164 1 3.0 3.0 66.7

167 1 3.0 3.0 69.7

169 1 3.0 3.0 72.7

173 1 3.0 3.0 75.8

176 1 3.0 3.0 78.8

191 1 3.0 3.0 81.8

199 1 3.0 3.0 84.8

202 1 3.0 3.0 87.9

206 1 3.0 3.0 90.9

209 1 3.0 3.0 93.9

240 1 3.0 3.0 97.0

391 1 3.0 3.0 100.0

Total 33 100.0 100.0

Angka CD 4 Nadir Kontrol

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 117 1 3.0 3.0 3.0

130 1 3.0 3.0 6.1

142 1 3.0 3.0 9.1

146 1 3.0 3.0 12.1

150 1 3.0 3.0 15.2

151 1 3.0 3.0 18.2

163 1 3.0 3.0 21.2

167 1 3.0 3.0 24.2

175 1 3.0 3.0 27.3

179 1 3.0 3.0 30.3

199 1 3.0 3.0 33.3

202 1 3.0 3.0 36.4

212 1 3.0 3.0 39.4

225 1 3.0 3.0 42.4

233 1 3.0 3.0 45.5

236 1 3.0 3.0 48.5

248 1 3.0 3.0 51.5

251 1 3.0 3.0 54.5

256 1 3.0 3.0 57.6

266 1 3.0 3.0 60.6

267 2 6.1 6.1 66.7

271 1 3.0 3.0 69.7

Page 86: i gusti ngurah putra martin widanta

273 1 3.0 3.0 72.7

274 1 3.0 3.0 75.8

275 1 3.0 3.0 78.8

287 1 3.0 3.0 81.8

291 1 3.0 3.0 84.8

293 1 3.0 3.0 87.9

294 1 3.0 3.0 90.9

339 1 3.0 3.0 93.9

350 1 3.0 3.0 97.0

417 1 3.0 3.0 100.0

Total 33 100.0 100.0

7.12 Test Normalitas

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

umur .082 66 .200* .963 66 .048

Lama pengobatan HIV .138 66 .003 .863 66 .000

Angka CD 4 Nadir .129 66 .009 .910 66 .000

Skala nyeri LANSS .281 66 .000 .759 66 .000

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

7.13 Analisis Bivariat

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 11.978a 1 .001

Continuity Correctionb 10.328 1 .001

Likelihood Ratio 12.385 1 .000

Fisher's Exact Test .001 .001

Linear-by-Linear Association 11.796 1 .001

N of Valid Casesb 66

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 15.00.

b. Computed only for a 2x2 table

Page 87: i gusti ngurah putra martin widanta

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Lama pengobatan HIV (=>12 bulan / < 12 bulan) 6.250 2.131 18.330

For cohort Nyeri Neuropatik = ya 2.604 1.385 4.898

For cohort Nyeri Neuropatik = tidak .417 .243 .713

N of Valid Cases 66

Lama Terapi ARV * Nyeri Neuropatik Crosstabulation

Nyeri Neuropatik

Total ya tidak

Lama Terapi ARV =>12 bulan Count 25 11 36

% within Lama Terapi ARV 69.4% 30.6% 100.0%

% within Nyeri Neuropatik 75.8% 33.3% 54.5%

< 12 bulan Count 8 22 30

% within Lama Terapi ARV 26.7% 73.3% 100.0%

% within Nyeri Neuropatik 24.2% 66.7% 45.5%

Total Count 33 33 66

% within Lama Terapi ARV 50.0% 50.0% 100.0%

% within Nyeri Neuropatik 100.0% 100.0% 100.0%

Page 88: i gusti ngurah putra martin widanta