Hukum waris perdata dan islam

9
HUKUM WARIS Pengertian Hukum Waris Pengaturan mengenai hukum waris merupakan salah satu pengaturan yang cukup rumit dan sering kita jumpai menjadi masalah dalam kehidupan sehari-hari. Pembagian harta warisan seringkali menimbulkan konflik antara sanak saudara dan keluarga yang kemudian berujung pada sengketa di pengadilan. Untuk itu penting bagi kita sedikit memahami pengaturan mengenai hukum waris di Indonesia. Hukum waris dalam ilmu hukum merujuk pada ketentuan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Pengaturan mengenai hukum waris tersebut dapat dijumpai dalam pasal 830 sampai dengan pasal 1130 KUH Perdata. Meski demikian, pengertian mengenai hukum waris itu sendiri tidak dapat dijumpai pada bunyi pasal-pasal yang mengaturnya dalam KUH Perdata tersebut. Untuk mengetahui pengertian mengenai hukum waris selanjutnya kita akan coba menilik beberapa pengertian mengenai hukum waris yang diberikan oleh para ahli, sebagai berikut: Hukum waris menurut Vollmar merupakan perpindahan harta kekayaan secara utuh, yang berarti peralihan seluruh hak dan kewajiban orang yang memberikan warisan atau yang mewariskan kepada orang yang menerima warisan atau ahli waris. Hukum waris menurut Pitlo adalah sekumpulan peraturan yang mengatur hukum mengenai kekayaan karena meninggalnya seseorang. Secara umum dapat dikatakan bahwa hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai kedudukan harta dan kekayaan seseorang setelah meninggal dunia dan mengatur mengenai cara-cara berpindahnya harta kekayaan tersebut kepada orang lain. Selain beberapa pengertian tersebut diatas, pengertian mengenai hukum waris juga dapat dilihat dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991, dalam pasal 171 disebutkan bahwa : â??Hukum Waris adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan atas harta peninggalan pewaris kemudian menentukan siapa- siapa yang berhak menjadi ahli waris dan menentukan berapa bagian masing-masing.â? Metode Pewarisan dalam Hukum Waris Dalam hukum waris terdapat dua cara yang dapat digunakan untuk menerima warisan, yakni pewarisan absentantiao dan pewarisan testemantair (wasiat). Pewarisan absentantiao dalam hukum waris merupakan pewarisan dimana ahli waris menerima warisan karena telah diatur dan diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ini berarti hak

description

 

Transcript of Hukum waris perdata dan islam

Page 1: Hukum waris perdata dan islam

HUKUM WARIS

Pengertian Hukum Waris

Pengaturan mengenai hukum waris merupakan salah satu pengaturan yang cukup rumit dan sering kita jumpai menjadi masalah dalam kehidupan sehari-hari. Pembagian harta warisan seringkali menimbulkan konflik antara sanak saudara dan keluarga yang kemudian berujung pada sengketa di pengadilan. Untuk itu penting bagi kita sedikit memahami pengaturan mengenai hukum waris di Indonesia.

Hukum waris dalam ilmu hukum merujuk pada ketentuan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Pengaturan mengenai hukum waris tersebut dapat dijumpai dalam pasal 830 sampai  dengan pasal 1130 KUH Perdata. Meski demikian, pengertian mengenai hukum waris itu sendiri tidak dapat dijumpai pada bunyi pasal-pasal yang mengaturnya dalam KUH Perdata tersebut. Untuk mengetahui pengertian mengenai hukum waris selanjutnya kita akan coba menilik beberapa pengertian mengenai hukum waris yang diberikan oleh para ahli, sebagai berikut:

Hukum waris menurut Vollmar merupakan perpindahan harta kekayaan secara utuh, yang berarti peralihan seluruh hak dan kewajiban orang yang memberikan warisan atau yang mewariskan kepada orang yang menerima warisan atau ahli waris.

Hukum waris menurut Pitlo adalah sekumpulan peraturan yang mengatur hukum mengenai kekayaan karena meninggalnya seseorang.

Secara umum dapat dikatakan bahwa hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai kedudukan harta dan kekayaan seseorang setelah meninggal dunia dan mengatur mengenai cara-cara berpindahnya harta kekayaan tersebut kepada orang lain.

Selain beberapa pengertian tersebut diatas, pengertian mengenai hukum waris juga dapat dilihat dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991, dalam pasal 171 disebutkan bahwa :

â??Hukum Waris adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan atas harta peninggalan pewaris kemudian menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan menentukan berapa bagian masing-masing.â? �

Metode Pewarisan dalam Hukum Waris

Dalam hukum waris terdapat dua cara yang dapat digunakan untuk menerima warisan, yakni pewarisan absentantiao dan pewarisan testemantair (wasiat).

Pewarisan absentantiao dalam hukum waris merupakan pewarisan dimana ahli waris menerima warisan karena telah diatur dan diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ini berarti hak waris terhadap warisan didapatkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pewarisan testamentair dalam hukum waris merupakan pewarisan yang dilakukan berdasarkan testamen atau biasa juga disebut dengan surat wasiat. Surat wasiat atau testamen ini biasanya berisi pernyataan mengenai hal-hal yang diinginkan oleh pewaris terkait dengan warisan yang ditinggalkannya. Biasanya juga testamen ini dibuat dihadapan notaris sehingga telah berisi keterangan yang jelas mengenai persentase atau jenis warisan yang ditinggalkan kepada ahli waris yang dikehendakinya.

Golongan dalam Hukum Waris

Ahli waris berdasarkan pewarisan absentantiao ini dalam peraturan perundang-undangan (hukum waris) dibagi dalam beberapa golongan, antara lain :

Golongan Pertama, terdiri dari suami atau istri dan atau anak keturunan dari pewaris.

Page 2: Hukum waris perdata dan islam

Golongan Kedua adalah mereka yang menjadi ahli waris karena pewaris tidak memiliki istri atau suami serta belum memiliki anak keturunan. Golongan kedua ini terdiri dari orang, saudara dan atau keturunan saudara pewaris. Golongan Ketiga ini dapat menjadi ahli waris apabila pewaris ternyata tidak memiliki saudara kandung. Jika hal tersebut terjadi, maka yang berhak menerima warisan adalah keluarga pewaris dalam garis lurus keatas yakni dari garis ibu dan bapaknya. Golongan ketiga ini terdiri dari kakek dan neneknya baik dari garis ibu dan garis bapaknya dimana warisan tersebut dibagi menjadi dua bagian masing bagian diberikan kepada garis ibu dan garis bapak. Golongan keempat ini dapat menjadi ahli waris apabila pewaris ternyata tidak memiliki lagi ahli waris seperti yang disebutkan dalam tiga golongan diatas. Dalam golongan yang keempat, ahli waris adalah keluarga sedarah dalam garis ke atas yang masih hidup dan ahli waris yang yang derajatnya paling dekat dengan pewaris. Ahli waris dalam garis keatas yang masih hidup ini menerima setengah bagian dari warisan sedangkan ahli waris yang derajatnya paling dekat dengan pewaris mendapatkan setengah bagian sisanya.

Selain golongan yang penerima atau ahli waris yang disebutkan diatas, peraturan perundang-undangan juga mengatur mengenai siapa saja yang dianggap atau tidak dibolehkan menerima warisan dari pewaris. Meskipun haknya sebagai ahli waris didapatkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan atau absentantiao atau secara langsung melalui pewarisan testamentair.

Golongan yang dianggap tidak patut menerima warisan dalam hukum waris berdasarkan KUH Perdata, antara lain:

Orang yang dengan putusan hakim telah dinyatakan bersalah dan dihukum karena membunuh atau mencoba membunuh pewaris; Orang yang menggunakan kekerasan menghalang-halangi pewaris untuk membuat surat wasiat sesuai dengan kehendak pewaris; Orang yang dengan putusan hakim telah terbukti bersalah memfitnah orang yang telah meninggal dunia dan berbuat kejahatan yang diancam dengan hukuman pidana penjara lima tahun atau lebih; Orang yang menggelapkan, memalsukan atau memusnahkan surat wasiat atau testamentair yang telah dibuat oleh pewaris.

Golongan yang tidak patut menerima warisan tersebut diatas, wajib mengembalikan seluruh hasil dan pendapatan yang telah  dinikmati sejak menerima warisan kepada  ahli waris sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Ahli waris juga bertanggungjawab terhadap hutang piutang yang telah dilakukan dan ditinggalkan oleh pewaris. Demikian artikel mengenai hukum waris semoga bermanfaat.

Page 3: Hukum waris perdata dan islam

HUKUM WARIS ISLAM

1. Pengertian.

Hukum waris atau hukum Faroid adalah hukum yang mengatur pemindahan hak pemilikan harta peninggalan ( tirkah ) pewaris termasuk siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing. ( pasal 171 a KHI ).

Pewaris atau muwarits adalah orang yang pada saat meninggalnya atau dinyatakan meninggal berdasarkan putusan Pengadilan beragama Islam, meninggalkan ahli waris dan harta peninggalan. ( pasal 171 b KHI ).

Ahli waris atau warits adalah orang yang berhak mendapatkan harta warisan dan untuk itu dia tidak terhalang karena hukum.

Harta peninggalan adalah harta yang ditinggalkan oleh pewaris baik berupa harta benda yang menjadi miliknya maupun hak-haknya. ( pasal 171 d KHI ).

Harta warisan atau Tirkah adalah harta peninggalan yang siap diwariskan setelah digunakan untuk keperluan si pewaris yaitu biaya pengurusan jenazah, membayar hutang pewaris dan wasiat.

2. Syarat waris mewarisi.

a. Ada orang yang meninggal.b. Ada ahli waris yang masih hidup.c. Tidak ada penghalang untuk menerima warisan.

3. Rukun waris mewarisi.

a. Adanya Tirkah.b. Adanya Pewaris.c. Adanya Ahli waris.

4. Orang yang terhalang mendapatkan warisan.1. Sesuai pasal 173 KHI adalah orang yang berdasarkan putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap dihukum karena :a.       Telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya berat pewaris.b.      Dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa pewaris telah melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman 5 tahun penjara atau hukuman yang lebih berat.

2. Murtad atau telah menyatakan keluar dari agama Islam.

5. 3 (tiga) hal penting yang menjadi masalah dalam waris.

1. Mafqud adalah ahli waris yang tidak diketahui keberadaannya.

Untuk bagian yang mafqud maka tetap diberikan tetapi untuk sementara dititipkan dulu kepada ahli waris yang lain sampai dia kembali untuk mengambil bagiannya. Apabila dia telah meninggal dunia atau mendengar kabar yang benar tentang kematiannya, maka bagian tersebut dibagi kepada ahli waris yang lain.

2. Anak yang masih dalam kandungan ibunya.

Maka pembagian waris harus ditunda dulu sampai dia dilahirkan. Apabila lahir hidup maka dia berhak mendapat bagian warisan.

Page 4: Hukum waris perdata dan islam

3. Mati secara bersama-sama.

Secara prinsip hal ini tidak terlalu merepotkan dalam pembagian waris.

6. Pengertian mati menurut ulama, ada 3 :1. Mati Haqiqi adalah mati yang sesungguhnya dapat dilihat oleh panca indera.2. Mati Huqmi adalah mati berdasarkan putusan Pengadilan.3. Mati Taqdiry adalah mati berdasarkan dugaan yang kuat bahwa dia telah benar-benar mati

7. Golongan ahli waris (menurut hukum Islam yang bukan hukum positif).7.1. Golongan Laki-laki ( ada 15 orang ), yaitu :

1. Anak laki-laki.2. Cucu laki-laki.3. Bapak dari laki-laki.4. Datuk / kakek.5. Suami / duda.6. Saudara laki-laki kandung.7. Saudara laki-laki se-ayah.8. Saudara laki-laki se-ibu.9. Anak laki-laki dari saudara laki-laki kandung.10. Anak laki-laki dari saudara laki-laki se-ayah.11. Paman kandung.12. Paman se-ayah.13. Sepupu kandung.14. Sepupu se-ayah.15. Orang laki-laki yang memerdekaan budak.

Jika ke-15 orang ini ada semua, maka yang lebih berhak adalah :1. Anak laki-laki.2. Bapak dari laki-laki.3. Suami / duda.

7.2. Golongan Perempuan ( ada 10 orang ), yaitu :1. Anak perempuan.

2. Cucu perempuan.3. Ibu.4. Isteri / janda.5. Nenek dari ibu.6. Nenek dari ayah.7. Saudara perempuan kandung.8. Saudara perempuan se-ayah.9. Saudara perempuan se-ibu.10. Orang perempuan yang memerdekakan budak.

Jika dari ke-10 orang ini ada semua, maka yang lebih berhak :

1. Anak perempuan.2. Cucu Perempuan.3. Ibu.4. Isteri / janda.5. Saudara perempuan kandung.

Jika dari golongan laki-laki dan golongan perempuan ini ada semua, maka yang paling berhak adalah : anak (laki-laki/perempuan), ayah, ibu, janda atau duda.

8. Golongan ahli waris ( menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 174 ).8.1 Berdasarkan Hubungan Darah :1. Golongan laki-laki ( ada 5 orang ), yaitu :

1. Anak laki-laki.2. Ayah.

Page 5: Hukum waris perdata dan islam

3. Saudara laki-laki kandung.4. Paman.5. Kakek.

2. Golongan Perempuan ( 4 orang ), yaitu :1. Anak Perempuan.2. Ibu.3. Saudara perempuan kandung.4. Nenek.

8.2. Berdasarkan hubungan perkawinan / semenda :1. Suami / Duda.2. Isteri / Janda.

Jika semua ahli waris ada, maka yang berhak hanya : anak, ayah, ibu, janda atau duda.

9. Ada 3 ( Tiga ) golongan ahli waris.1. Ashabul Furudl, adalah ahli waris yang mendapat bagian tertentu menurut syara’ (al qur’an dan hadist). Bagian tertentu meliputi 2/3, ½, 1/3, ¼, 1/6, 1/8. Ada 2 yaitu :1. Issababiyah, adalah golongan ahli waris yang mendapat bagian tertentu akibat dari hubungan perkawinan. Yaitu Suami/Duda atau Isteri/Janda.

Duda mendapat ½, bila isteri meninggal tanpa anak.Duda mendapat ¼, bila isteri meninggal dan punya anak.Janda mendapat ¼, bila suami meninggal tanpa anak.Janda mendapat 1/8, bila suami meninggal dan punya anak.

2. Innasabiyah, adalah golongan ahli waris yang mendapat bagian tertentu akibat hubungan darah/nasab/garis keturunan, yaitu :

1. Ibu dan nenek.2. Bapak dan kakek.3. Anak perempuan dan cucu perempuan dari laki-laki.4. Saudara perempuan dari ibu.5. Saudara laki-laki dari ibu.6. Saudara perempuan kandung.7. Saudara perempuan se-ayah.

2. Asshabah, adalah golongan ahli waris yang mendapat sisa / menghabisi seluruh bagian warisan karena tidak ada ahli waris ashabul furudl. Ada 3 yaitu :1. Asshabah binafsi, adalah golongan ahli dari kerabat laki-laki yang dipertalikan dengan si pewaris tanpa diselingi oleh ahli waris perempuan, yaitu :

1. Bapak dan kakek.2. Anak laki-laki dan cucu laki-laki.3. Saudara laki-laki kandung.4. Saudara laki-laki se-ayah.

2. Asshabah bilghoir, adalah ahli waris dari kerabat perempuan yang memerlukan orang lain untuk menjadi asshabah dan untuk bersama-sama menerima bagian, yaitu :

1. Anak perempuan yang menerima warisan bersama anak laki-laki.2. Cucu perempuan yang menerima warisan bersama cucu laki-laki.3. Sdr.pr. kandung / se-ayah bersama Sdr.laki-laki kandung/se-ayah.

3. Asshabah ma’al ghoir, adalah kerabat perempuan yang memerlukan orang lain untuk menjadi asshabah tetapi orang lain tersebut tidak berserikat dalam menerima warisan, yaitu : saudara perempuan kandung dan saudara perempuan se-ayah bersama-sama dengan anak perempuan / cucu perempuan.

3. Dzawil arham, adalah kerabat / ahli waris yang tidak termasuk dalam golongan ashabul furudl maupun asshabah (yang berjumlah 25 orang tersebut). Mereka adalah :

1. Cucu dari anak perempuan.2. Anak laki-laki /perempuan dari cucu perempuan.3. Kakek dari pihak ibu.4. Nenek dari kakek.5. Anak perempuan dari saudara laki-laki (kandung/se-ayah/se-ibu).6. Anak laki-laki/perempuan dari sdr.perempuan (kandung/se-ayah/se-ibu).7. Anak laki-laki dari saudara laki-laki se-ibu.

Page 6: Hukum waris perdata dan islam

8. Bibi dan saudara perempuan dari kakek.9. Paman yang se-ibu dengan bapak.10. Saudara laki-laki yang se-ibu dengan kakek.11. Saudara laki-laki/perempuan dari pihak ibu.12. Anak perempuan dari paman.13. Bibi dari pihak ibu.

10. Hijab dan Mahjub.Hijab adalah dinding / penutup / penghalang bagi ahli waris yang semestinya mendapatkan bagian menjadi berkurang bagiannya atau tidak mendapat sama sekali karena masih ada ahli waris yang lebih berhak. Ada 2 ( dua ) yaitu :1. Hijab nuqshon, yaitu bagiannya menjadi berkurang.

Misalnya terhijabnya ibu dari 1/3 menjadi 1/6 karena adanya anak.2. Hijab hirman, yaitu bagiannya menjadi tidak ada sama sekali.

Misalnya terhijabnya kakek karena masih ada bapak yang masih hidup.

Mahjub adalah orang yang terhalang mendapatkan warisan atau bagiannya menjadi berkurang, karena adanya ahli waris yang lebih dekat pertaliannya dengan pewaris.

11. Ahli waris pengganti ( pasal 185 KHI ).(1) Ahli waris yang meninggal lebih dahulu dari pewaris, maka kedudukannya dapat digantikan oleh anaknya, kecuali mereka yang tersebut dalam pasal 173. (terhalang menjadi ahli waris).(2) Bagian bagi ahli waris pengganti tidak boleh melebihi dari bagian ahli waris yang sederajat dengan yang diganti.

12. Perihal anak angkat ( pasal 209 KHI ).(1) Harta peninggalan anak angkat dibagi berdasarkan pasal-pasal 176 sampai dengan 193 tersebut diatas, sedangkan terhadap orang tua angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan anak angkatnya. (2) Terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan orang tua angkatnya.

13. Perihal Hibah ( pasal 210 KHI ).(1) Orang yang telah berumur sekurang-kurangnya 21 tahun, berakal sehat dan tanpa adanya paksaan dapat menghibahkan sebanyak-banyaknya 1/3 harta peninggalannya kepada orang lain atau lembaga dihadapan dua orang saksi untuk dimiliki.(2) Harta benda yang dihibahkan harus merupakan hak dari penghibah.Pasal 211 KHIHibah dari orang tua kepada anaknya dapat diperhitungkan sebgai warisan.

14. Tentang Aul ( meningkat/bertambah – pasal 192 KHI ).Apabila dalam pembagian harta warisn diantara para ahli Dzawil Furud menunjukkan bahwa angka pembilang lebih besar dari pada angka penyebut, maka angka penyebut dinaikkan sesuai dengan angka pembilang, dan baru sesudah itu harta warisan dibagi secara aul menurut angka pembilang.Biasanya sumber utama Aul adalah asal masalah 6, 12, 14.Contoh : Asal Masalah 6.

Suami : ½ x 6 = 3 menjadi 3/7 x jml. Harta warisan.&nbrp;2 orang sdr. pr : 2/3 x 6 = 4 menjadi 4/7 x jml. Harta warisan.

715. Tentang Rad ( pasal 193 KHI ).Apabila dalam pembagian harta warisan diantara para ahli waris Dzawil Furud menunjukkan bahwa angka pembilang lebih kecil dari pada angka penyebut, sedangkan tidak ada ahli waris asabah, maka pembagian harta warisan tersebut dilakukan secara Rad, yaitu sesuai dengan hak masing-masing ahli waris, sedang sisanya dibagi secara berimbang diantara mereka.