HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum...

160
SIGIT SAPTO NUGROHO, S.H., M.HUM HILMAN SYAHRIAL HAQ, S.H., LLM HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA Kajian Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Transportasi Udara

Transcript of HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum...

Page 1: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

SIGIT SAPTO NUGROHO, S.H., M.HUM

HILMAN SYAHRIAL HAQ, S.H., LLM

HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA

Kajian Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Transportasi Udara

Page 2: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIAKajian Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Transportasi Udara

Perpustakaan Nasional RI : Katalog Dalam Terbitan (KDT)

Sigit Sapto Nugroho, S.H., M.Hum. & Hilman Syahrial Haq, S.H., LLMHukum Pengangkutan Indonesia; Sigit Sapto Nugroho, S.H., M.Hum. & Hilman Syahrial Haq, S.H., LLM; Editor: Farkhani, S.HI., S.H. M.H; Solo: Navida; 2019160 hlm.; 20,5 cm

ISBN: 978-602-18321-7-2

Penulis:Sigit Sapto Nugroho, S.H., M.Hum.

Hilman Syahrial Haq, S.H., LLM

Editor: Farkhani, S.HI. S.H, M.H

Tata Letak: Taufiqurrohman

Cover: naka_abee

Cetakan I : April 2019

Diterbitkan Oleh :

Dk. Jembangan RT 04/02 GagaksipatNgemplak, Boyolali, Surakarta

HP. 085229845080

Page 3: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

3Hukum Pengangkutan Indonesia

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, akhirnya naskah buku Hukum Pengangkutan Kajian Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Transportasi Udara ini dapat diselesaikan secara kolaboratif dua orang penulis. Keduanya adalah berprofesi sebagai dosen Fakultas Hukum pada Universitas Merdeka Madiun dan Universitas Muhammadiyah Mataram yang sama-sama mengajar mata kuliah Hukum Pengang-kutan. Ada beberapa alasan yang mendorong penulis berusaha menerbitkan buku ini. Pertama, buku ini merupakan kristalisasi dari hasil materi kuliah dan beberapa hasil penelitian, artikel, ju-rnal yang telah dilakukan oleh para penulis sebelumnya, sehingga dengan penerbitan buku ini, maka hasil kajian ini akan memberi manfaat maksimal bagi pengembangan ilmu pengetahuan hukum, khususnya bidang Hukum Pengangkutan.

Alasan kedua adalah kehadiran buku ini diharapkan akan memberikan sumbangan signifikan dalam upaya peningkatan kualitas pembelajaran bagi mahasiswa Fakultas Hukum. Apalagi, peningkatan kualitas pembelajaran adalah salah satu bagian komit-men penting dalam rangka mewujudkan pendidikan tinggi hu-kum yang berkualitas bagi masyarakat hukum Indonesia. Dengan adanya buku ini, diharapkan mahasiswa akan lebih mudah dalam mengikuti perkuliahan Hukum Pengangkutan dengan lebih mudah dan fokus karena disajikan dengan bahasa yang mudah dipahami.

Ketiga, buku Hukum Pengangkutan Kajian Perlindungan Hu-kum terhadap Penumpang Transportasi Udaraini sudah di-up-date karena bidang Hukum Dagang dan Hukum Bisnis menjadi salah

Page 4: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

4 Hukum Pengangkutan Indonesia

satu bidang hukum yang berkembang dengan sangat dinamis dan sangat cepat. Perkembangan hukum yang dinamis tersebut juga terus mendorong penulis untuk melakukan penelitian dan pe-nulisan buku yang berkesinambungan, sehingga penulis mampu menyajikan karya yang terus up-date dan segar kepada mahasiswa dan pembaca lainnya peminat masalah-masalah Hukum Dagang khususnya Hukum Pengangkutan..

Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang teori-teori dasar di bidang Hukum Pengangkutan di Indonesia dan pengembangan khususnya kajian terhadap perlind-ungan hukum bagi penumpang jasa sarana transportasi udara yang semakin tahun ke tahun perkembangannnya semakin signifikan seiring perkembangan teknologi di bidang transportasi.

Dalam kesempatan ini, perkenankan penulis mengucapkan terima kasih kepada kolega serta semua pihak yang telah men-dukung kami dalam menyusun naskah buku Hukum Pengangku-tan ini.

Terakhir, kami menyadari tidak ada gading yang tak retak, tidak ada pekerjaan manusia yang sempurna karena manusia juga tidak sempurna dan karena itu saran dan kritik dari pembaca buku ini sangat kami nantikan untuk kesempurnaan buku ini di masa datang.

Madiun-Lombok, Maret 2019

Penulis

Page 5: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

5Hukum Pengangkutan Indonesia

Daftar Isi

KATA PENGANTAR ............................................................................3

DAFTAR ISI.......................... ...............................................................5

BAB I PENDAHULUAN..................................................................7

A. Ruang Lingkup Pengangkutan Pada Umumnya ...............7

B. Klasifikasi Transportasi atau Angkutan ...........................13

C. Sejarah Angkutan Umum...................................................15

D. Fungsi dan Kegunaan Pengangkutan atau Transportasi 19

E. Asas-Asas Hukum Pengangkutan .....................................21

F. Prinsip-Prinsip Tanggung Jawab Pengangkut dalam

Hukum Pengangkutan ........................................................25

G. Sumber Hukum Pengangkutan .........................................28

BAB II PENGANGKUTAN PERSPEKTIF HUKUM EKONOMI . 39

A. Pihak-Pihak yang Terkait dalam Pengangkutan .............39

B. Obyek Hukum Pengangkutan ...........................................45

C. Pengangkutan dalam Perspektif Ekonomi .......................48

D. Aspek-Aspek yang Terkait dengan Pengangkutan ..........51

E. Perjanjian Pengangkutan ....................................................51

F. Definisi Perjanjian Pengangkutan .....................................53

G. Asas-Asas Perjanjian Pengangkutan .................................53

H. Cara Terjadinya Perjanjian Pengangkutan ......................55

I. Berakhirnya Perjanjian Pengangkutan .............................56

Page 6: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

6 Hukum Pengangkutan Indonesia

J. Sifat Hukum Perjanjian Pengangkutan ............................57

K. Tanggung Jawab Para Pihak dalam Pengangkutan .........59

BAB III PENGANGKUTAN TRANSPORTASI LAUT  ................... 63

A. Pihak-Pihak Pengangkutan Laut .......................................63

B. Jenis Bencana pada Pengangkutan Laut ...........................65

C. Jenis Kerusakan Atau Kerugian dalam Pengangkutan

Laut ........................................................................................67

D. Kajian Hukum Dagang Tentang Pengangkutan Laut .....68

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM PENGANGKUTAN UDARA 79

A. Pendahuluan ........................................................................79

B. Transportasi Pengangkutan Udara ....................................89

C. Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen

Penumpang Transportasi Udara .....................................102

BAB V TANGGUNGJAWAB PENGANGKUT ATAS KERUGIAN

DALAM TRANSPORTASI UDARA ................................ 107

A. Tanggung Jawab Pengangkut dalam Hukum

Pengangkutan ...................................................................107

B. Upaya Hukum yang Ditempuh Penumpang yang

Mengalami Kerugian dalam Transportasi Udara. .........132

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................... 149

TENTANG PENULIS ...................................................................... 156

Page 7: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

7Hukum Pengangkutan Indonesia

BAB I PENDAHULUAN

A. Ruang Lingkup Pengangkutan Pada Umumnya

Dalam kegiatan sehari-hari kata pengangkutan sering diganti dengan kata ”transportasi”. Pengangkutan lebih menekankan pada aspek yuridis sedangkan transportasi  lebih menekankan pada as-pek kegiatan perekonomian, akan tetapi keduanya memiliki makna yang sama, yaitu sebagai kegiatan pemindahan dengan mengguna-kan alat angkut.1

Secara etimologis, transportasi berasal dari bahasa latin, yai-tu  transportare,  trans berarti  seberang atau sebelah lain; dan por-tare berarti mengangkut atau membawa. Dengan demikian, trans-portasi berarti mengangkut atau membawa sesuatu ke sebelah lain atau dari  suatu tempat ke tempat lainnya. Hal ini berarti bahwa transportasi merupakan jasa yang diberikan, guna menolong orang atau barang untuk dibawa dari suatu tempat ke tempat lain lainnya. Sehingga transportasi dapat didefenisikan sebagai usaha dan kegia-tan mengangkut atau membawa barang dan/atau penumpang dari suatu tempat ke tempat lainnya.2

Keberadaan kegiatan pengangkutan juga tidak dapat dipisah-kan dari kegiatan atau kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari zaman kehidupan manusia yang paling sederhana (tradisional)

1 https://hukumtransportasi2015.wordpress.com/2015/05/08/sistematika-buku-ajar-hukum-pen-gangkutan-karya-melkianus-e-n-benu-s-h-m-hum-ongoing/. Diakses tanggal 7 Maret 2019.

2 Rustian Kamaluddin, 2003, Ekonomi Transportasi: Karekteristik, Teori Dan Kebijakan, Ghalia Indonesia, Jakarta, hal. 14.

Page 8: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

8 Hukum Pengangkutan Indonesia

sampai kepada taraf kehidupan manusia yang modern senantiasa didukung oleh kegiatan pengangkutan. Bahkan salah satu barome-ter penentu kemajuan kehidupan dan peradaban suatu masyarakat adalah kemajuan dan perkembangan kegiatan informasi maupun teknologi yang dipergunakan masyarakat tersebut dalam kegiatan pengangkutan.

Istilah ”Pengangkutan” berasal dari kata ”angkut” yang berarti ”mengangkut dan membawa”, sedangkan istilah ”pengangkutan” dapat diartikan sebagai ”pembawaan barang-barang atau orang-orang (penumpang)”.

Menurut H.M.N Purwosutjipto menyatakan bahwa “pengang-kutan adalah perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan pengirim, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyeleng-garakan pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan”.3

Selanjutnya Abdulkadir Muhammad menguraikan istilah ”pengangkutan” dengan mengatakan bahwa pengangkutan meli-puti tiga dimensi pokok yaitu: ”pengangkutan sebagai usaha (busi-ness); pengangkutan sebagai perjanjian (agreement); dan pengang-kutan sebagai proses (process)”.4

Sedangkan pengangkutan sebagai perjanjian (agreement), pada umumnya bersifat lisan (tidak tertulis) tetapi selalu didukung oleh dokumen angkutan. Perjanjian pengangkutan dapat juga dibuat tertulis yang disebut carter (charterparty). Jadi perjanjian pengang-

3 Purwosutjipto, HMN. 2003, Pengertian Pokok-Pokok Hukum Dagang Indonesia 3: Hukum Pen-gangkutan, Jakarta, Penerbit Djambatan, hal 5.

4 Abdulkadir Muhammad, 2007, Arti Penting dan Strategis Multimoda Pengangkutan Niaga di Indonesia dalam Perspektif Hukum Bisnis di Era Globalisasi Ekonomi, Penerbit Genta Press, Yogyakarta, hal.1.

Page 9: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

9Hukum Pengangkutan Indonesia

kutan pada umumnya diadakan secara lisan, yang didukung oleh dokumen yang membuktikan bahwa perjanjian itu sudah terjadi.

Menurut Hasim Purba di dalam bukunya Hukum Pengang-kutan di Laut, pengangkutan adalah kegiatan pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain baik melalui an-gkutan darat, angkutan perairan maupun angkutan udara dengan menggunakan alat angkutan. Jadi pengangkutan itu berupa suatu wujud kegiatan dengan maksud memindahkan barang-barang atau penumpang (orang) dari tempat asal ke suatu tempat tujuan tertentu”.5

Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, warisan Pemerintah Hindia-Belanda dahulu yang hingga sekarang masih berlaku, diberikan tempat yang sangat banyak untuk mengatur hukum pengangkutan menyeberang laut (Buku ke II Titel ke V mengenai penyediaan dan pemuatan kapal-kapal – vervrachting en bevrachting van schepen; Titel ke VA tentang pengangkutan barang-barang; Titel ke VB tentang pengangkutan orang-orang. Keadaan pengaturan hukum pengangkutan di darat secara sumir di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang itu disebabkan karena da-hulu kala memang lebih-lebih terjadi pengangkutan barang-barang dan orang-orang menyeberang laut daripada melewati darat.

Abdulkadir Muhammad mendefenisikan Pengangkutan se-bagai proses kegiatan  pemindahan penumpang dan/atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan  menggunakan berbagai jenis alat pengangkut mekanik yang diakui dan diatur undang-undang sesuai dengan bidang angkutan dan kemajuan teknologi. Selanjutnya ia menambahkan bahwa pengangkutan memiliki tiga

5 Purba, Hasim. 2005, Hukum Pengangkutan di Laut. Pustaka Bangsa Press, Medan, hal. 5.

Page 10: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

10 Hukum Pengangkutan Indonesia

dimensi pokok, yaitu pengangkutan sebagai usaha, pengangkutan sebagai perjanjian dan pengangkutan sebagai proses.6

Pengangkutan sebagai usaha memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Berdasarkan suatu perjanjian;

2. Kegiatan ekonomi di bidang jasa;

3. Berbentuk perusahaan;

4. Menggunakan alat angkut mekanik.

Pengangkutan sebagai perjanjian, pada umumnya bersifat lisan (tidak tertulis) tetapi selalu didukung oleh dokumen angku-tan.Perjanjian pengangkutan dapat juga dibuat tertulis yang disebut perjanjian carter, seperti carter pesawat udara untuk pengangkutan jemaah haji, carter kapal untuk pengangkutan barang dagang per-janjian pengangkutan dapat juga dibuat tertulis yang disebut per-janjian carter, seperti carter pesawat udara untuk pengangkutan je-maah haji, carter kapal untuk pengangkutan barang dagangan.

Pengangkutan sebagai suatu proses mengandung makna se-bagai serangkaian perbuatan mulai dari pemuatan ke dalam alat angkut, kemudian dibawa menuju tempat yang telah ditentukan, dan pembongkaran atau penurunan di tempat tujuan7. Sedangkan pendapat lain menyatakan pengangkutan niaga adalah rangkaian kegiatan atau peristiwa pemindahan penumpang dan/atau barang dari suatu tempat pemuatan ke tempat tujuan sebagai tempat penu-runan penumpang atau pembongkaran barang.

6 Abdulkadir Muhammad, 1998, Hukum Pengangkutan Niaga, Penerbit Citra Aditya Bhakti, Bandung, hal. 12.

7 Lestari Ningrum, 2004, Usaha Perjalanan Wisata dalam Perspektif Hukum Bisnis, Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 134.

Page 11: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

11Hukum Pengangkutan Indonesia

Rangkaian kegiatan pemindahan tersebut meliputi :

1. Dalam arti luas, terdiri dari:

a. memuat penumpang dan/atau barang ke dalam alat pengangkut

b. membawa penumpang dan/atau barang ke tempat tu-juan

c. menurunkan penumpang atau membongkar barang-barang di tempat tujuan.

2. Dalam arti sempit, meliputi kegiatan membawa penump-ang dan/atau barang dari  stasiun/terminal/pelabuhan/bandar udara tempat tujuan.

Pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara pengang-kut dan pengirim, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk me-nyelenggarakan pengangkutan barang dan/ atau orang dari suatu tempat ketempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pen-girim mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan.8 Defenisi ini memiliki kesamaan dengan defenisi sebelumnya, dengan sedikit perbedaan yaitu adanya penekanan pada aspek fungsi dari kegiatan pengangkutan, yaitu memindahkan orang atau barang dari suatu tempat ke tempat lain, dengan maksud untuk meningkatkan daya guna atau nilai.

Selain defenisi di atas ada yang menyatakan bahwa Pengang-kutan adalah perpindahan  tempat, baik mengenai benda-benda maupun orang-orang, dengan adanya perpindahan tersebut maka mutlak diperlukannya untuk mencapai dan meninggikan manfaat serta efisiensi9.

8 Ibid.9 Sution Usman Adji, Dkk, 1991, Hukum Pengangkutan di Indonesia, PT Rineka Cipta, Jakarta,

hal. 1.

Page 12: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

12 Hukum Pengangkutan Indonesia

Menurut Ridwan Khairandy,10 pengangkutan merupakan pe-mindahan barang dan manusia dari tempat asal ke tempat tujuan. Ada beberapa unsur pengangkutan, yaitu sebagai berikut:

1. adanya sesuatu yang diangkut;

2. tersedianya kendaraan sebagai alat angkut

3. ada tempat yang dapat dilalui alat angkut.

Proses pengangkutan merupakan gerak dari tempat asal dari mana kegiatan angkutan dimulai ke tempat tujuan di mana angku-tan itu diakhiri11.

Menurut Soegijatna Tjakranegara,  pengangkutan adalah memindahkan barang atau  commodity of goods  dan penumpang dari suatu tempat ketempat lain, sehingga pengangkut menghasil-kan jasa angkutan atau produksi jasa bagi masyarakat yang membu-tuhkan untuk pemindahan atau pengiriman barang-barangnya12.

Secara yuridis defenisi atau pengertian pengangkutan pada umumnya tidak ditemukan  dalam peraturan perundang-undan-gan di Indonesia. Walaupun demikian, pengangkutan itu menurut hukum atau secara yuridis dapat didefenisikan sebagai suatu per-janjian timbal balik antara pihak pengangkut dengan pihak yang diangkut atau pemilik barang atau pengirim,  dengan memungut biaya pengangkutan.

10 Ridwan Khairandy et. al., 1999, Pengantar Hukum Dagang Indonesia, Jilid I, Gama Media,Yogyakarta, hal. 195.

11 Muchtarudin Siregar, 1978, Beberapa Masalah Ekonomi dan Managemen Pengangkutan, Lem-baga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, hal. 5.

12 Soegijatna Tjakranegara, 1995, Hukum Pengangkutan Barang dan Penumpang, Rineka Cipta, Jakarta, hal. 1.

Page 13: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

13Hukum Pengangkutan Indonesia

B. Klasifikasi Transportasi atau Angkutan

Transportasi atau pengangkutan dapat dikelompokan menu-rut macam atau moda atau jenisnya (modes of transportation) yang dapat ditinjau dari segi barang yang diangkut, dari  segi geografis transportasi itu berlangsung, dari sudut teknis serta dari sudut alat angkutannya. Secara rinci klasifakasi transportasi sebagai beri-kut 13:

Dari segi barang yang diangkut, transportasi meliputi:

a. angkutan penumpang (passanger);

b. angkutan barang (goods);

c. angkutan pos (mail).

1. Dari sudut geografis. Ditinjau dari sudut geografis, transpor-tasi dapat dibagi menjadi;

a. Angkutan antar benua: misalnya dari Asia ke Eropah;

b. Angkutan antar kontinental: misalnya dari Francis ke Swiss dan diseterusnya sampai ke Timur Tengah;

c. Angkutan antar pulau: misalnya dari Pulau Jawa ke Pulau Sumatera;

d. Angkutan antar kota: misalnya dari Jakarta ke Bandung;

e. Angkutan antar daerah: misalnya dari Jawa Barat ke Jawa Timur;

f. Angkutan di dalam kota: misalnya kota Medan, Surabaya dan lain-lain.

13 Rustian Kamalludin, Op Cit hal 15-19

Page 14: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

14 Hukum Pengangkutan Indonesia

2. Dari sudut teknis dan alat pengangkutnya, jika dilihat dari sudut teknis dan alat  angkutnya, maka transportasi dapat dibedakan sebagai berikut:

a. Angkutan jalan raya atau  highway transportation (road transportation), seperti pengangkutan dengan mengguna-kan truk,bus dan sedan;

b. Pengangkutan rel (rail transportation), yaitu angkutan kereta api, trem listrik dan  sebagainya. Pengangkutan jalan raya dan pengangkutan rel kadang-kadang kedu-anya digabung dalam golongan yang disebut rail and road transportation atau land transportation (angkutan darat);

c. Pengangkutan melalui air di pedalaman (inland transpor-tation), seperti pengangkutan  sungai, kanal, danau dan sebagainya;

d. Pengangkutan pipa (pipe line transportation), seper-ti transportasi untuk mengangkut atau mengalirkan min-yak tanah, bensin dan air minum;

e. Pengangkutan laut atau samudera (ocean transportation), yaitu angkutan dengan  menggunakan kapal laut yang mengarungi samudera;

f. Pengangkutan udara (transportation by air atau air trans-portation), yaitu pengangkutan dengan menggunakan ka-pal terbang yang melalui jalan udara.

Page 15: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

15Hukum Pengangkutan Indonesia

C. Sejarah Angkutan Umum

1. Era Omni Bus14

Ide awal penyediaan pengangkutan publik khususnya di darat sebenarnya telah dimulai sekitar 300 tahun yang lalu, ke-tika Pascal (Perancis) mulai mengoperasikan gerbong untuk penumpang yang ditarik kuda di Kota Paris pada tahun 1662. Pada awalnya, penyediaan kereta ini tidak dipungut biaya, na-mun pada perkembangannya kemudian mulai dikenakan bi-aya. Revolusi industri yang berkembang di Eropa (Perancis dan Inggris) telah membuat perkembangan kota yang sedemikian pesat, yang memunculkan adanya pemisahan zona industri (tempat bekerja) dan zona permukiman (rumah), sehingga timbul apa yang disebut dengan fenomena urban sprawl, yakni fenomena bergeraknya area permukiman kelas menengah ke atas ke daerah sub-urban, menjauhi kawasan CBD  (Central Business District) yang terjadi di Inggris pada tahun 1750.

 Fenomena lain adalah adanya arus commuting atau ko-muter. Jam puncak (peak hour) juga timbul akibat adanya pe-numpukan arus pagi (berangkat untuk bekerja) dan arus sore (pulang), dan timbulnya efek-efek kongesti, seperti kemacetan dan kesemrawutan. Inggris mulai mengenalkan sistem trans-portasi massa pertamanya, yakni dengan munculnya Omni Bus oleh George Shillibeer di kota London pada 1829.

Omni Bus adalah kendaraan mirip gerbong beroda besar dengan pintu masuk di belakang. Jumlah kursinya 18 hingga 20 yang ditata sejajar dan berhadap-hadapan. Model Omni

14 Gray, G. E. and Hoel, L. A. (ed), 1992, Public Transportation, Prentice Hall, Englewood Cliffs, New Jersey.

Page 16: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

16 Hukum Pengangkutan Indonesia

Bus ini kemudian menyebar ke kota besar lain, seperti New York dan Paris pada tahun 1830-an. Pada tahun yang sama, George Stephenson meluncurkan kereta api uap yang pertama di Inggris dengan rute Liverpool sampai dengan Manchester. Perkembangan omni bus berikutnya adalah omni bus su-sun (double decker). Omni bus inilah embrio pertama lahirnya bus bermotor seperti yang dikenal sekarang.

2. Era Jalan Rel (1830 – 1920)15

Era jalan rel dimulai pada saat jalan tanah yang ada dira-sakan mulai cepat rusak dan memperlambat aksesibilitas kere-ta kuda, sehingga muncul pemikiran untuk membuat jalan khusus di atas tanah yang mulanya dibuat dari kayu. Namun karena bahan kayu juga cepat rusak, maka digantikan dengan besi/rel.

Kereta yang berjalan di atas rel masih tetap ditarik den-gan kuda, sehingga dikenal dengan nama  Horse Train Street Cars, yang diperkenalkan di New York pada 1832. Karena pada saat itu loko uap dilarang masuk area kota, maka angkutan ini cepat populer di dalam kota, bahkan di Inggris (1860).

Keunggulan tram ini adalah lebih nyaman, lebih besar dan dapat mengangkut penumpang dengan jumlah banyak. Kecepatan rata-ratanya 7 km/jam. Era ini juga telah menge-nal sistem pengelolaan oleh pihak-pihak swasta dalam bentuk perusahaan dan mulai terdapat persaingan ketat, khususnya pada persinggungan rute yang sama.

Era berikutnya adalah kereta kabel (cable cars), yakni den-gan adanya kabel di tengah rel yang ditarik dengan mesin uap,

15 Ibid

Page 17: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

17Hukum Pengangkutan Indonesia

yang mulai diperkenalkan di San Fransisco pada tahun 1873. Kereta ini berkapasitas lebih besar, bahkan dapat menarik 3 (tiga) kereta dalam satu rangkaian. Biaya operasi juga rendah, meskipun investasi awalnya lebih mahal. Pada tahun 1850 juga telah dikenal dengan adanya rapid transit dengan jalur terpi-sah dari jalan, bahkan tidak sebidang.

Inggris pada tahun 1863 juga mulai membuka jalur Met-ropolitan Railway, yakni jalur kereta bawah tanah dengan tena-ga uap, dengan jalur Farringdon Street ke Bishop, Paddington. Lima tahun kemudian (1868) Amerika Serikat membuat jarin-gan kereta uap yang melayang (elevated) di New York.

Kereta rel (tram) listrik pertama hadir di Chicago pada ta-hun 1883 dan di Toronto pada tahun 1885. Energi listrik diam-bilkan dari tiang yang menempel di bawah kabel yang digan-tung di sepanjang rel. Kecepatan rata-rata mencapai 16 km/jam. Pada 1888 kereta listrik telah dibuat dengan sistem Mul-tiple Unit Train Control atau Kontrol Unit Berganda. Sepuluh tahun berikutnya, kereta listrik mulai dibuat di bawah tanah di Boston (AS) dan New York (1904). Kelebihan kereta listrik adalah pada sifatnya yang tidak polutif, jaringan yang lebih luas serta cocok untuk kondisi kota yang kongestif.

3. Era Bus dan Trolley Bus (1920 – sekarang)16

Era bus dan bus troli kembali hadir pada 1920.Banyak pertanyaan muncul, ketika era kereta telah sedemikian hebat, mengapa bus kembali populer pada awal abad 20? Hal ini dis-ebabkan adanya Perang Dunia I, di mana banyak sarana rel

16 Ibid

Page 18: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

18 Hukum Pengangkutan Indonesia

yang dialokasikan untuk kebutuhan peperangan, krisis finan-sial akibat perang, serta booming mobil pribadi, sehingga an-gkutan massa dengan rel (yang membutuhkan investasi dan pemeliharaan mahal) menjadi terpuruk.

Angkutan dengan bus kemudian hadir karena dirasa lebih efisien dengan biaya investasi yang relatif murah. Pada awalnya muncul bus bermotor di New York pada 1905, lalu berlanjut dengan adanya sistem feeder bus ke tram (1912). Ta-hun berikutnya (1920) hadir armada bus dengan posisi mesin di depan dan dengan pintu yang dapat diatur oleh pengemudi. Hingga tahun 30-an, bus berkembang sangat pesat. Bahkan di tahun 1939, tipikal bus telah berkembang menjadi lebih kuat, efiien, bermesin diesel, hingga persneling otomatis.

Perkembangan berikutnya adalah bus tingkat  (double decker) dengan konfigurasi mirip bus tidak bertingkat. Model yang cukup populer pada masa itu (1958) adalah Leyland At-lantean. Inovasi lain adalah trolley bus, yakni kombinasi antara bus dan tram. Disebut trolley karena bus dilengkapi dengan 2 (dua) tiang untuk mengambil listrik dari kabel yang tergan-tung di atas.

Melihat perkembangan sejarah angkutan umum seperti yang telah dipaparkan di atas, terlihat bahwa angkutan umum muncul karena efek kongesti lalu lintas, yang bila diaktual-isasikan di masa sekarang dapat berupa 5 (lima) penyakit transportasi, yakni kemacetan, kesemrawutan, polusi (udara dan kebisingan), kecelakaan dan biaya tinggi. Kini, di negara-negara maju, angkutan umum menjadi bagian tak terpisahkan dari konsep pengembangan tata perkotaan yang pesat.

Page 19: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

19Hukum Pengangkutan Indonesia

Angkutan umum menjadi salah satu  high priority  dan kebutuhan penting dalam skema urban grand design, karena mereka telah belajar dari pengalaman di tahun 20-an keti-ka booming mobil pribadi telah meluluhlantakkan aksesibilitas dan lalu lintas masyarakat, yang pada akhirnya akan berefek pada high social cost berupa kerugian-kerugian akibat hilangn-ya waktu perjalanan akibat kemacetan, polusi udara, kebisin-gan, turunnya produktivitas, timbulnya stres dan lain-lainnya.

D. Fungsi dan Kegunaan Pengangkutan atau Transportasi

Menurut ilmu ekonomi dikenal beberapa bentuk nilai dan keg-unaan suatu benda, yaitu nilai atau kegunaan benda berdasarkan tempat (place utility) dan nilai atau kegunaan karena waktu (time utility). Kedua nilai tersebut secara ekonomis akan diperoleh jika barang-barang  atau benda tersebut diangkut ketempat dimana nilainya lebih tinggi dan dapat  dimanfaatkan tepat pada waktu-nya. Dengan demikian pengangkutan memberikan jasa  lepada masyarakat yang disebut” jasa pengangkutan”17.

Menurut Sri Redjeki Hartono18  pengangkutan dilakukan karena nilai barang akan lebih tinggi di tempat tujuan daripada di tempat asalnya, karena itu dikatakan pengangkutan memberi nilai kepada barang yang diangkut dan nilai ini lebih besar daripada biaya-biaya yang dikeluarkan. Nilai yang diberikan adalah berupa nilai tempat (place utility) dan nilai waktu (time utility). Nilai tem-pat (place utility) mengandung pengertian bahwa dengan adanya pengangkutan berarti terjadi perpindahan barang dari suatu tem-pat, di mana barang tadi dirasakan kurang berguna atau berman-

17 Muchtarudin Siregar, Op-Cit, hal. 6. 18 Sri Redjeki Hartono, 1999, Pengangkutan dan Hukum Pengangkutan Darat, Seksi Hukum Da-

gang FH UNDIP, Semarang, hal. 8.

Page 20: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

20 Hukum Pengangkutan Indonesia

faat di tempat asal, akan tetapi setelah adanya pengangkutan nilai barang tersebut bertambah, bermanfaat dan memiliki nilai guna bagi manusia, oleh karena itu apabila dilihat dari kegunaan dan manfaatnya bagi manusia, maka  barang tadi sudah bertambah nilainya karena ada pengangkutan. Nilai Kegunaan Waktu (time utility), dengan adanya pengangkutan berarti bahwa dapat dimung-kinkan terjadinya suatu perpindahan barang dari suatu tempat ke tempat lainnya dimana barang tersebut lebih diperlukan tepat pada waktunya.

Sementara itu menurut Rustian Kamaludin19  pada dasarnya, pengangkutan atau  transportasi atau perpindahan penumpang atau barang dengan transportasi adalah dengan  maksud untuk dapat mencapai tempat tujuan dan menciptakan atau menaikkan utilitas atau  kegunaan dari barang yang diangkut, yaitu utilitas karena tempat dan utilitas karena waktu.

Selanjutnya dinyatakan bahwa peran penting dari transpor-tasi dikaitkan dengan aspek  ekonomi dan sosial-ekonomi bagi masyarakat dan negara, yaitu sebagi berikut:

1. Berperan dalam hal ketersediaan barang (availability of goods);

2. Stabilisasi dan penyamaan harga (stabilization and equali-zation);

3. Penurunan harga ( price reduction);

4. Meningkatkan nilai tanah (land value);

5. Terjadinya spesialisasi antar wilayah (territorial division of labour);

6. Berkembangnya usaha skala besar (large scale production);

19 Rustian Kamaludin, Op-Cit hal.14.

Page 21: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

21Hukum Pengangkutan Indonesia

7. Terjadinya urbanisasi dan konsentrasi penduduk (urbani-zation and population concentration) dalam kehidupan.

Menurut Abdulkadir Muhammad20, pengangkutan memiliki nilai yang sangat vital dalam kehidupan masyarakat, hal tersebut didasari oleh berbagai faktor, yaitu antara lain:

1. Keadaan geografis Indonesia yang berupa daratan yang terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan kecil, dan berupa perairan yang terdiri dari sebagian besar laut dan sun-gai serta danau memungkinkan pengangkutan dilakukan melalui darat, perairan, dan udara guna menjangkau selu-ruh wilayah negara;

2. Menunjang pembangunan di berbagai sektor

3. Mendekatkan jarak antara desa dan kota

4. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

E. Asas-Asas Hukum Pengangkutan

Dalam setiap undang-undang yang dibuat pembentuk undang-undang, biasanya  dikenal sejumlah asas atau prinsip yang men-dasari diterbitkannya undang-undang tersebut.  Asas-asas hukum merupakan fondasi suatu undang-undang dan peraturan pelaksan-anya. Bila asas-asas di kesampingkan, maka runtuhlah bangunan undang-undang itu dan segenap peraturan pelaksananya21..

Mertokusumo memberikan ulasan asas hukum sebagai beri-kut: “…bahwa asas hukum  bukan merupakan hukum kongkrit, melainkan merupakan pikiran dasar yang umum dan abstrak, atau merupakan latar belakang peraturan yang kongkrit yang terdapat dalam dan di belakang setiap sistem hukum yang terjelma dalam

20 Abdulkadir Muhammad, 1998, Op-cit, hal. 18.21 Satjipto Rahardjo, 1986, Ilmu Hukum, Alumni, Bandung, hal. 87.

Page 22: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

22 Hukum Pengangkutan Indonesia

peraturan perundang-undangan dan putusan hakim yang merupa-kan hukum positif dan dapat diketemukan dengan mencari sifat-sifat atau ciri-ciri yang umum dalam peraturan kongkrit tersebut”22.

Sejalan dengan pendapat Mertokusumo tersebut, Rahardjo23 berpendapat bahwa asas hukum bukan merupakan peraturan hu-kum, namun tidak ada hukum yang bisa dipahami tanpa mengeta-hui asas-asas hukum yang ada di dalamnya, asas-asas hukum mem-beri makna etis  kepada setiap peraturan-peraturan hukum serta tata hokum selanjutnya dipaparkan bahwa  asas hukum ia ibarat jantung peraturan hukum atas dasar dua alasan yaitu, pertama asas hukum merupakan landasan yang paling luas bagi lahirnya suatu peraturan hukum. Ini berarti bahwa penerapan peraturan-peratu-ran hukum itu dapat dikembalikan kepada asas-asas hukum.

Kedua ,karena asas hukum mengandung tuntunan etis, maka asas hukum diibaratkan sebagai  jembatan antara peratu-ran-peraturan hukum dengan cita-cita sosial dan pandangan etis masyarakatnya24.

Di dalam hukum pengangkutan juga terdapat asas-asas hu-kum, yang terbagi ke dalam dua jenis, yaitu bersifat publik dan ber-sifat perdata, asas yang bersifat publik merupakan landasan hukum pengangkutan yang berlaku dan berguna bagi semua pihak, yaitu pihak-pihak dalam pengangkutan, pihak ketiga yang berkepentin-gan dengan pengangkutan, dan pihak pemerintah.

Asas-asas yang bersifat publik biasanya terdapat di dalam pen-jelasan undang-undang yang mengatur tentang pengangkutan, se-dangkan asas-asas yang bersifat perdata merupakan landasan hu-

22 Sudikno Mertokusumo, 1996, Penemuan Hukum: Suatu Pengantar, Liberty, Jakarta, hal. 5-6.23 Satjipto Rahardjo, Op-Cit, hal. 85.24 Ibid, hal. 87.

Page 23: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

23Hukum Pengangkutan Indonesia

kum pengangkutan yang hanya berlaku dan berguna bagi kedua pihak dalam pengangkutan niaga, yaitu pengangkut dan penump-ang atau pengirim barang25.

1. Asas-asas Hukum Pengangkutan Bersifat Publik

Ada  beberapa asas hukum pengangkutan yang bersifat publik, yaitu sebagai berikut:

a. Asas manfaat yaitu, bahwa pengangkutan harus dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya  bagi kemanu-siaan, peningkatan kesejahteraan rakyat serta masyarakat dan pengembangan perikehidupan yang berkesinambun-gan bagi warga negara, serta upaya peningkatan  perta-hanan dan keamanan negara;

b. Asas usaha bersama dan kekeluargaan yaitu, bahwa pe-nyelenggaraan usaha di  bidang pengangkutan dilak-sanakan untuk mencapai cita-cita dan aspirasi bangsa yang  dalam kegiatannya dapat dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat dan dijiwai oleh  semangat kekeluar-gaan;

c. Asas adil dan merata yaitu, bahwa penyelenggaraan pen-gangkutan harus dapat memberikan pelayanan yang adil dan merata kepada segenap lapisan masyarakat  dengan biaya yang terjangkau oleh masyarakat;

d. Asas keseimbangan yaitu, bahwa pengangkutan harus diselenggarakan sedemikian rupa  sehingga terdapat ke-seimbangan yang serasi antara sarana dan prasarana, antara  kepentingan pengguna dan penyedia jasa, anta-ra kepentingan individu dan masyarakat,  serta antara kepentingan nasional dan internasional;

25 Abdulkadir Muhammad, 1998, Op-cit, hal. 17.

Page 24: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

24 Hukum Pengangkutan Indonesia

e. Asas kepentingan umum yaitu, bahwa penyelenggaraan pengangkutan harus mengutamakan kepentingan pelay-anan umum bagi masyarakat luas;

f. Asas keterpaduan yaitu, bahwa pengangkutan harus merupakan kesatuan yang bulat dan utuh, terpadu, saling menunjang, dan saling mengisi baik intra maupun antar modal transportasi;

g. Asas kesadaran hukum yaitu, bahwa mewajibkan kepada pemerintah untuk menegakkan dan menjamin kepastian hukum serta mewajibkan kepada setiap warga negara In-donesia untuk selalu sadar dan taat kepada hukum dalam penyelenggaraan penerbangan;

h. Asas percaya pada diri sendiri yaitu, bahwa pengangkutan harus berlandaskan pada kepercayaan akan kemampuan dan kekuatan sendiri, serta bersendikan kepada kepriba-dian bangsa.

i. Asas keselamatan Penumpang, yaitu bahwa setiap pe-nyelenggaraan pengangkutan  penumpang harus disertai dengan asuransi kecelakaan.

2. Asas Hukum Pengangkutan Bersifat Perdata

Kegiatan pengangkutan terdapat hubungan hukum antara pihak pengangkut dan penumpang, hubungan hukum tersebut harus di dasarkan pada asas-asas hukum.

Asas-asas  hukum pengangkutan bersifat perdata terdiri dari :

a. Asas konsensual yaitu, perjanjian pengangkutan tidak diharuskan dalam bentuk  tertulis, sudah cukup dengan kesepakatan pihak-pihak. Akan tetapi, untuk menya-

Page 25: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

25Hukum Pengangkutan Indonesia

takan bahwa perjanjian itu sudah terjadi atau sudah ada harus dibuktikan dengan atau didukung  dengan doku-men pengangkutan;

b. Asas Koordinatif yaitu, pihak-pihak dalam pengangkutan mempunyai kedudukan yang setara atau sejajar, tidak ada pihak yang mengatasi atau membawahi yang lain. Meski-pun  pengangkut menyediakan jasa dan melaksanakan perintah penumpang atau pengirim barang, pengangkut bukan bawahan penumpang atau pengirim barang. Pen-gangkut merupakan salah satu bentuk pemberian kuasa.

c. Asas campuran yaitu, pengangkutan merupakan cam-puran dari 3 (tiga) jenis perjanjian  yakni, pemberian kuasa, peyimpanan barang dan melakukan pekerjaan dari pengirim kepada pengangkut. Ketentuan ketiga jenis per-janjian ini berlaku pada pengangkutan, kecuali jika diten-tukan lain dalam perjanjian pengangkutan.

d. Asas pembuktian dengan dokumen yaitu, setiap pen-gangkutan selalu dibuktikan  dengan dokumen angku-tan, tidak ada dokumen pengangkutan berarti tidak ada perjanjian  pengangkutan, kecuali jika kebiasaan yang sudah berlaku umum, misalnya pengangkutan un-tuk jarak dekat biasanya tidak ada dokumen atau tiket penumpang,contohnya angkutan dalam kota.

F. Prinsip-Prinsip Tanggung Jawab Pengangkut dalam Hukum Pengangkutan

Menurut hukum pengangkutan terdapat tiga prinsip atau aja-ran dalam menentukan tanggung jawab pengangkut, yaitu sebagai berikut :26

26 Krisnadi Nasution, “Prinsip-Prinsip Tanggungjawab Pengangkut Terhadap Penumpang Bus Umum”, Jurnal Mimbar Hukum, Vol. 26 No. 1, Februari 2014, hal 54-69…lihat juga

Page 26: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

26 Hukum Pengangkutan Indonesia

1. Prinsip tanggungjawab atas dasar kesalahan (the based on fault atau liability based on fault principle);

2. Prinsip tanggungjawab atas dasar praduga (rebuttable pre-sumption of liability principle);

3. Prinsip tanggungjawab mutlak (no fault, atau strict liabil-ity, absolute liability principle).

Berikut dipaparkan mengenai ketiga prinsip pertanggungjawa-ban pengangkut tersebut di atas. Pertama, prinsip tanggungjawab atas dasar kesalahan (the based on fault atau liability based on fault principle), dalam ajaran ini bahwa dalam menentukan tanggung jawab  pengangkutan di dasarkan pada pandangan bahwa yang membuktikan kesalahan pengangkut adalah pihak yang dirugikan atau penggugat. Dalam hukum positif Indonesia, prinsip ini dapat menggunakan pasal 1365 KUH Perdata, yang sangat terkenal den-gan pasal perbuatan melawan hukum (onrecht matigedaad). Menu-rut konsepsi pasal ini mengharuskan pemenuhan unsur-unsur un-tuk menjadikan suatu perbuatan melanggar hukum dapat dituntut ganti rugi, yaitu antara lain:

1. adanya perbuatan melawan hukum dari tergugat;

2. perbuatan tersebut dapat dipersalahkan kepadanya;

3. adanya kerugian yang diderita akibat kesalahan tersebut.

Makna dari “perbuatan melawan hukum,” tidak hanya per-buatan aktif tetapi juga perbuatan pasif, yaitu meliputi tidak ber-buat sesuatu dalam hal yang seharusnya menurut  hukum orang yang harus berbuat. Penetapan ketentuan pasal 1365 KUH Perdata memberi kebebasan kepada penggugat atau pihak yang dirugikan

dalam Martono, 2007, Pengantar Hukum Udara Nasional dan Internasional, Raja Grafindo Per-sada, Bandung, hal.146.

Page 27: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

27Hukum Pengangkutan Indonesia

untuk membuktikan bahwa kerugian itu timbul akibat perbuatan melanggar hukum dari tergugat. Sedangkan aturan khusus menge-nai tanggung jawab pengangkut berdasarkan prinsip kesalahan bi-asanya ditentukan dalam undang-undang yang mengatur masing-masing jenis pengangkutan.

Prinsip yang  kedua, yaitu prinsip tanggungjawab atas dasar praduga (rebuttable  presumption of liability principle), menurut prinsip ini tergugat dianggap selalu bersalah kecuali tergugat dapat membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah atau dapat mengemu-kakan hal-hal yang dapat membebaskan dari kesalahan. Jadi dalam prinsip ini hampir sama dengan  prinsip yang pertama, hanya saja beban pembuktian menjadi terbalik yaitu pada tergugat un-tuk membuktikan bahwa tergugat tidak bersalah.

Dalam KUH Dagang, prinsip tanggung jawab atas dasar pra-duga bersalah dapat ditemukan dalam Pasal 468 yang menyatakan bahwa:

”Perjanjian pengangkutan menjanjinkan  pengangkut untuk menjaga keselamatan barang yang harus diangkut dari saat penerimaan  sampai saat penyerahannya. Pengangkut harus mengganti kerugian karena tidak menyerahkan  seluruh atau sebagian barangnya atau karena ada kerusakan, kecuali bila Ia membuktikan  bahwa tidak diserahkannya barang itu se-luruhnya atau sebagian atau kerusakannya itu adalah  akibat suatu kejadian yang selayaknya tidak dapat dicegah atau di-hindarinya, akibat sifatnya,  keadaannya atau suatu cacat ba-rangnya sendiri atau akibat kesalahan pengirim. Ia bertang-gung  jawab atas tindakan orang yang dipekerjakannya, dan terhadap benda yang digunakannya dalam pengangkutan itu”.

Prinsip yang ketiga, prinsip tanggung jawab mutlak (no fault,

Page 28: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

28 Hukum Pengangkutan Indonesia

atau strict liability, absolute liability principle). Menurut prinsip ini, bahwa pihak yang menimbulkan kerugian dalam hal ini tergugat selalu bertanggung jawab tanpa melihat ada atau tidak adanya ke-salahan atau tidak milihat siapa yang bersalah atau suatu prinsip pertanggungjawaban yang memandang kesalahan sebagai suatu yang tidak relevan untuk dipermasalahkan apakah pada  kenyat-aannya ada atau tidak ada.pengangkut tidak mungkin bebas dari tanggung jawab  dengan alasan apapun yang menimbulkan keru-gian bagi penumpang atau pengirim barang.

Prinsip ini dapat dirumuskan dalam kalimat pengangkut ber-tanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul karena peristiwa apapun dalam penyelenggaraan pengangkutan. Dalam perundang-undangan mengenai pengangkutan prinsip tanggung jawab mut-lak tidak diatur. Hal ini tidak mungkin diatur karena alasan bahwa pengangkut yang berusaha dibidang jasa angkutan tidak perlu dibebani dengan risiko yang terlalu berat. Namun tidak  berarti para pihak tidak boleh menggunakan prinsip ini dalam perjanjian pengangkutan, hal tersebut berdasarkan asas perjanjian yang bersi-fat kebebasan berkontrak.

G. Sumber Hukum Pengangkutan

Secara umum sumber hukum diartikan sebagai tempat dapat menemukan hukum atau  tempat mengenali hukum. Sumber hu-kum dibagi menjadi dua, yaitu sumber hukum material (amate-rial sources of law) dan sumber hukum dalam arti formal (a formal sources of law)27.

Sumber hukum materil adalah sumber dari mana diperoleh bahan hukum dan bukan kekuatan berlakunya, dalam hal ini kepu-

27 Burhan Ashsofa, 2004, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, hal. 7.

Page 29: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

29Hukum Pengangkutan Indonesia

tusan resmi dari hakim/pengadilan yang memberikan kekuatan berlakunya, sedangkan sumber hukum formal adalah sumber dari sumber mana suatuperaturan hukum memperoleh kekuatan dan sah berlakunya. Sumber hukum formal adalah  kehendak negara sebagai mana dijelaskan dalam undang-undang atau putusan-pu-tusan pengadilan. Sumber hukum yang telah dirumuskan peratu-rannya dalam suatu bentuk, berdasarkan apa ia berlaku, ia ditaati orang dan mengikat hakim, serta pejabat hukum. Itulah sumber-sumber hukum dalam arti formal, atau dapat juga disebut sumber-sumber berlakunya hukum karena ia adalah sebagai causa efficiens.

Hukum pengangkutan merupakan bagian dari Hukum Da-gang yang termasuk dalam bidang Hukum Perdata. Dilihat dari segi susunan hukum normatif, hukum perdata merupakan sub-sis-tem tata hukum nasional.Jadi Hukum Dagang atau perusahaan ter-masuk dalam sub-sistem tata hukum nasional. Dengan demikian, hukum pengangkutan adalah bagian dari sub-sistem hukum na-sional. Pengaturan pengangkutan pada umumnya tidak ditemukan dalam peraturan perundang-undangan, tetapi pengaturan pen-gangkutan dibuat secara khusus menurut jenis-jenis pengangku-tan. Jadi, tiap-tiap jenis pengangkutan diatur di dalam peraturan tersendiri, sedangkan jenis-jenis pengangkutan yang ada sekarang ini ada beberapa macam,yaitu pengangkutan darat, pengangkutan laut, dan pengangkutan udara.

Ketentuan-ketentuan umum mengenai pengangkutan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dapat ditemukan di dalam beberapa pasal, yaitu sebagai berikut: 28

28 Ahmad Ichsan, 1993, Hukum Dagang, Pradnya Paramita, Jakarta, hal.104.

Page 30: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

30 Hukum Pengangkutan Indonesia

Buku 1 Bab V bagian 2 dan 3, mulai dari Pasal 90 sampai den-gan Pasal 98 Tentang Pengangkutan Darat dan Pengangkutan Per-airan Darat;

1. Buku II Bab V Pasal 453 sampai dengan Pasal 465 Tentang Pencarteran Kapal, Buku IIBab V A Pasal 466 sampai den-gan Pasal 520 Tentang Pengangkutan Barang, dan Buku IIBab V B Pasal 521 sampai Pasal 544a Tentang Pengang-kutan Orang;

2. Buku I Bab V Bagian II Pasal 86 sampai dengan Pasal 90 mengenai Kedudukan Para Ekspeditur sebagai Pengusaha Perantara;

3. Buku I Bab XIII Pasal 748 sampai dengan Pasal 754 men-genai Kapal-Kapal yang Melalui Perairan Darat.

Sedangkan ketentuan-ketentuan tentang pengangkutan di luar KUH Dagang terdapat dalam sumber-sumber khusus, yaitu antara lain:

1. Konvensi-konvensi internasional;

2. Perjanjian bilateral atau perjanjian multilateral;

3. Peraturan perundang-undangan nasional;

4. Yurisprudensi;

5. Perjanjian-perjanjian antara:

a. Pemerintah dengan Perusahaan Angkutan

b. Perusahaan Angkutan dengan Perusahaan Angkutan

c. Perusahaan Angkutan dengan pribadi/swasta

Page 31: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

31Hukum Pengangkutan Indonesia

Sedangkan peraturan-peraturan khusus untuk tiap-tiap jenis pengangkutan tersebut, yaitu diatur di dalam:

1. Pengangkutan Darat, diatur di dalam:

a. Pasal 91 KUH Dagang sampai dengan Pasal 98 KUH Dagang tentang surat angkutan dan tentang pengang-kut dan juragan perahu melalui sungai dan perairan darat

b. Ketentuan di luar KUH Dagang/ KUH Perdata, ter-dapat di dalam:

1) Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2009 Tentang Pos

2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian

3) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

2. Pengangkutan Laut, diatur di dalam:

a. KUH Dagang yaitu pada:

1) Buku II Bab V Tentang Perjanjian Carter Kapal;

2) Buku II Bab VA Tentang Tentang Pengangkutan Barang-Barang;

3) Buku II Bab V B Tentang Pengangkutan Orang.

b. Ketentuan lainnya dapat ditemukan pada:

1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran;

2) Peraturan  Pemerintah  RepublikIndonesia No-mor 22 Tahun 2011 Tentang Perubahan atas

Page 32: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

32 Hukum Pengangkutan Indonesia

Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 Tentang Angkutan di Perairan;

3) Peraturan  Pemerintah  Republik Indonesia No-mor 8 Tahun 2011 Tentang Angkutan Multimo-da;

4) Peraturan  Pemerintah  Republik Indonesia No-mor 5 Tahun 2010 Tentang Kenavigasian;

5) Peraturan  Pemerintah  Republik Indonesia No-mor 20 Tahun 2010 Tentang Angkutan di Perai-ran;

6) Peraturan  Pemerintah  Republik Indonesia No-mor 21 Tahun 2010 Tentang Perlindungan Ling-kungan Maritim;

7) Peraturan  Pemerintah  Republik Indonesia No-mor 2 Tahun 2009 Tentang Perlakuan Kepa-beanan, Perpajakan, dan Cukai Serta Penga-wasan atas Pemasukan dan Pengeluaran Barang Ke dan Dari Serta Berada di Kawasan yang Telah Ditunjuk Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas;

8) Peraturan  Pemerintah  Republik Indonesia No-mor 61 Tahun 2009 Tentang Kepelabuhanan;

9) Peraturan  Pemerintah  Republik Indonesia No-mor 51 Tahun 2002 Tentang Perkapalan;

10) Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2005 Tentang Pemberdayaan Industri Pe-layaran Nasional.

Page 33: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

33Hukum Pengangkutan Indonesia

c. Pengangkutan udara; ketentuan peraturan perun-dang-undangan nasional yang mengatur tentang an-gkutan udara, antara lain:

1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009, tentang Penerbangan;

2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1976, tentang Pengesahan Konvensi Tokyo 1963, Konvensi The Hague 1970, dan Konvensi Montreal 1971;

3) Undang Undang Nomor 4 Tahun 1976, tentang Penambahan Pada KUHP yang Berkaitan den-gan Kejahatan Penerbangan dan Kejahatan Ter-hadap Sarana/Prasarana Penerbangan;

4) Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1995 Tentang Angkutan Udara;

5) Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001, tentang Keamanan dan Keselamatan Penerban-gan;

6) Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 77 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengang-kut Angkutan Udara.

Selain hukum positif nasional yang mengatur mengenai ang-kutan udara juga terdapat beberapa ketentuan-ketentuan interna-sional.Di dalam tata urutan sumber hukum konvensi-konvensi in-ternasional dan perjanjian multilateral/bilateral diletakkan di atas peraturan  perundang-undangan nasional. Karena hukum udara termasuk di dalamnya hokum pengangkutan udara yang lebih ber-sifat internasional, hukum udara dan hukum pengakutan  udara nasional di setiap negara pada umumnya mendasarkan diri bah-

Page 34: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

34 Hukum Pengangkutan Indonesia

kan ada yang turunan semata dari konvensi-konvensi internasion-aldalam bidang angkutan udara tersebut.

Beberapa sumber hukum angkutan udara yang bersifat ineter-nasional, (konvensi-konvensi internasional dalam bidang angkutan udara) yaitu sebagai berikut:

1. Konvensi Warsawa (Warsaw Convention) 1929.

Konversi Warsawa ini nama lengkapnya adalah “Conven-tion for The Unification of The Certain Rules Relating to Inter-nasional Carriage by Air”, ditandatangani pada tanggal 12 Ok-tober 1929 di Warsawa dan berlaku di Indonesia mulai tanggal 29 September 1933.

Konvensi ini antara lain mengatur hal pokok, yaitu per-tama mengatur masalah dokumen  angkutan udara (chapter II article 3-16) dan yang kedua mengatur masalah tanggung-jawab pengangkut udara.

Konvensi Warsawa penting artinya karena ketentuan-ketentuan yang terkandung di  dalamnya dengan atau tanpa perubahan di beberapa negara dipergunakan pula bagi ang-kutan udara domestik, seperti di Inggris, Negeri Belanda, dan Indonesia. Dengan demikian, maka  setiap perubahan pada Konvensi Warsawa harus pula diikuti dengan seksama di Indo-nesia, karena perkembangan dalam hukum udara perdata in-ternasional akan berpengaruh pula pada hukum udara perdata nasional di Indonesia. Terutama ketentuan mengenai besarnya ganti rugi, baik untuk penumpang maupun barang harus sama besarnya, ini berlaku untuk penerbangan  domestik maupun internasional.

Page 35: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

35Hukum Pengangkutan Indonesia

2. Konvensi Geneva.

Konvensi Geneva ini mengatur tentang “International Recognition of Right in Aircraft”. Dalam Konvensi Geneva In-donesia tidak turut serta. Namun demikian dari segi ilmu hu-kum konvensi ini penting sekali adanya, karena baik “mortage” (dalam hukum Anglo Saxon)  maupun “hipotik” (dalam hu-kum Kontinental) atas pesawat udara dan peralatannya da-pat diakui secara internasional oleh negara-negara pesertanya.

3. Konvensi Roma 1952

Nama lengkap dari Konvensi ini adalah “Convention on Damage Caused by Foreign Aircraft to Third Parties on the Sur-face”, ditandatangani di Roma pada tanggal 7 Oktober 1952 dan merupakan pengganti dari konvensi Roma sebelumnya (tahun 1933).Konvensi Roma tahun 1952 ini mengatur masalah tang-gung jawab operator pesawat terbang asing  terhadap pihak ketiga di darat yang menderita kerugian yang ditimbulkan oleh operator pesawat terbang asing tersebut. Peserta Konven-si Roma tahun 1952 tersebut pesertanya tidak begitu banyak, dan Indonesia pun tidak ikut serta di dalamnya.

4. Protokol Hague 1955

Nama lengkap dari protokol Hague adalah  Protokol to Amend the Convention for the Unification of Certain Rules Re-lating to Internasional Carriage by Air, Signet at Warsaw 12 Ok-tober 1929. Tetapi lazimnya disebut sebagai Hague Protocol 1955.

Protocol Hague 1955 yang ditandatangani pada tanggal 28 September 1955, berisi beberapa  amandemen terhadap Konvensi Warsawa 1929 seperti masalah kenaikan limit ganti

Page 36: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

36 Hukum Pengangkutan Indonesia

rugi untuk penumpang, penyederhanaan dan penyempurnaan tiket penumpang dan surat muatan udara.

Jumlah peserta Protocol Hague ini sampai dengan tahun 1981 sebanyak 105 negara. Di dalam peserta Protocol Hague ini negara Indonesia tidak tercatat di dalamnya, tetapi sebenarnya Indonesia melalui piagam pernyataan Menteri Luar Negeri RI tanggal 12 Agustus 1960 untuk turut serta (instrument of ac-cession) sebagai negara peserta kepada Pemerintah  Polandia sebagai Depositary State Protocol Hague ini melalui Kedutaan Besar Indonesia di Moscow untuk diteruskan di Polandia.

5. Konvensi Guadalajara 1961

Nama lengkap daripada Konvensi Guadalajara 1961 ada-lah “Convention Supplementary to The Warsaw Convention for the Unification of Certain Rules Relating to International Car-riage by Air Performed by a person other than the Contracting Carrier. Konvensi Guadalajara ditandatangani pada tanggal 18 September 1961 dan muali berlaku sejak tanggal 2 Mei 1964 setelah diratifikasi oleh 5 negara pesertanya. Konvensi Gua-dalajara  1961 merupakan suplemen atas Konvensi Warsawa, suplemen tersebut mengatur masalah  tanggung jawab pen-gangkut udara terhadap pihak-pihak tidak tersangkut dalam mengadakan  perjanjian pengangkutan udara, karena dalam praktek sering terjadi pengangkut yang sebenarnya bukan-lah pengangkut yang mengadakan perjanjian pengangkutan. Hingga dengan demikian dalam konvensi dikenal adanya isti-lah actual carrier dan contracting carrier.

Pada pokoknya Konvensi Guadalajara memperlakukan ketentuan Konvensi Warsawa  terhadap angkutan udara yang

Page 37: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

37Hukum Pengangkutan Indonesia

dilakukan oleh pengangkut yang bukan merupakan pengang-kut  yang mengadakan perjanjian pengangkutan udara. Se-hingga dengan demikian sistem tanggung jawab yang dianut sama dengan Konvensi Warsawa.

6. Protokol Guatemala

Protokol Guatemala yang ditandatangani pada tanggal 8 Maret 1971 memuat  perubahan-perubahan penting atas beberapa ketentuan dalam Konvensi Warsawa dan Proto-col Hague, terutama dalam hal prinsip tanggung jawab pen-gangkut terhadap penumpang dan bagasi.

Dalam Protocol Guatemala ini ditentukan :

a. Tanggung jawab pengangkut terhadap penumpang dan bagasi digunakan sistem tanggung  jawab yang prinsip “absolute liability dengan prinsip limitation of liability” dan untuk  limit ganti ruginya ditetapkan sebesar 1.500.000,- Gold Franc.

b. Tanggung jawab terhadap muatan digunakan kombinasi prinsip Presumption of Liability dengan Limitation of Li-ability.

c. Tanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan kelam-batan terhadap penumpang,  bagasi dan barang diguna-kan kombinasi prinsip “presumption on non liability den-gan limitation of liability”.

Dalam Protocol Guatemala ini, Indonesia ikut serta me-ngirimkan delegasinya tetapi  tidak ikut menandatanganinya, karena delegasi Indonesia beranggapan bahwa limit tang-gung  jawab yang ditentukan oleh Protokol Hague ini terlalu tinggi.

Page 38: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

38 Hukum Pengangkutan Indonesia

Page 39: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

39Hukum Pengangkutan Indonesia

BAB II PENGANGKUTAN PERSPEKTIF

HUKUM EKONOMI

A. Pihak-Pihak yang Terkait dalam Pengangkutan

Yang dimaksud dengan pihak-pihak dalam pengangkutan adalah para subjek hukum sebagai pendukung hak dan kewajiban dalam hubungan hukum pengangkutan. Mengenai siapa saja yang menjadi pihak-pihak dalam pengangkutan ada beberapa penda-pat yang dikemukakan para ahli antara lain29; Wihoho Soedjono30 menjelaskan bahwa di dalam pengangkutan di laut terutama men-genai pengangkutan barang, yang perlu diperhatikan adalah tiga unsur yaitu pihak pengirim barang, pihak penerima barang dan barangnya itu sendiri.

Menurut H.M.N Purwosutjipto,31 pihak-pihak dalam pen-gangkutan yaitu pengangkut dan pengirim. Pengangkut adalah orang yang mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengang-kutan barang dan/atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat. Lawan dari pihak pengangkut ialah pen-girim yaitu pihak yang mengikatkan dari untuk membayar uang angkutan, dimaksudkan juga ia memberikan muatan.

29 Hasim Purba, 2005, Op-cit, hal. 11.30 Wiwoho Soedjono, 1995, Hukum Pengangkutan Laut di Indonesia dan Perkembangannya. Pener-

bit Cipta, Jakarta, hal. 67.31 HMN. Purwosutjipto, 2003, Op-cit, hal. 6.

Page 40: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

40 Hukum Pengangkutan Indonesia

Menurut Abdulkadir Muhammad,32 subjek hukum pengang-kutan adalah ”pendukung kewajiban dan hak dalam hubungan hukum pengangkutan, yaitu pihak-pihak yang terlibat secara lang-sung dalam proses perjanjian sebagai pihak dalam perjanjian pen-gangkutan”. Mereka itu adalah pengangkut, pengirim, penumpang, penerima, ekspeditur, agen perjalanan, pengusaha muat bongkar, dan pengusaha pergudangan. Subjek hukum pengangkutan dapat berstatus badan hukum, persekutuan bukan badan hukum, dan perseorangan.

1. Pengangkut (Carrier)

Dalam perjanjian pengangkutan barang, pihak pengang-kut yakni pihak yang berkewajiban memberikan pelayanan jasa angkutan, barang dan berhak atas penerimaan pemba-yaran tarif angkutan sesuai yang telah diperjanjikan. Dalam perjanjian pengangkutan penumpang, pihak pengangkut yak-ni pihak yang berkewajiban memberikan pelayanan jasa ang-kutan penumpang dan berhak atas penerimaan pembayaran tarif (ongkos) angkutan sesuai yang telah ditetapkan.

2. Pengirim (Consigner, Shipper)

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang Indonesia tidak mengatur definisi pengirim secara umum. Akan tetapi, dilihat dari pihak dalam perjanjian pengangkutan, pengirim adalah pihak yang mengikatkan diri untuk membayar pengangkutan barang dan atas dasar itu dia berhak memperoleh pelayanan pengangkutan barang dari pengangkut. Dalam bahasa Inggris, pengirim disebut consigner, khusus pada pengangkutan perai-ran pengangkut disebut shipper.

32 Abdulkadir Muhammad, 2007, Op-cit, hal. 46.

Page 41: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

41Hukum Pengangkutan Indonesia

3. Penumpang (Passanger)

Penumpang adalah pihak yang berhak mendapatkan pe-layanan jasa angkutan penumpang dan berkewajiban untuk membayar tarif (ongkos) angkutan sesuai yang ditetapkan. Menurut perjanjian pengangkutan, penumpang mempunyai dua status, yaitu sebagai subyek karena dia adalah pihak dalam perjanjian dan sebagai obyek karena dia adalah muatan yang diangkut.

Kenyataan menunjukkan bahwa anak-anak dapat mem-buat perjanjian pengangkutan menurut kebiasaan yang ber-laku dalam masyarakat. Berdasarkan kebiasaan, anak-anak mengadakan perjanjian pengangkutan itu sudah mendapat restu dari pihak orang tua walinya. Berdasarkan kebiasaan itu juga pihak pegangkut sudah memaklumi hal tersebut. Jadi yang bertanggung jawab adalah orang tua atau wali yang me-wakili anak-anak itu. Hal ini bukan menyimpangi undang-undang, bahkan sesuai dengan undang-undang dan kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat.

4. Penerima (Consignee)

Pihak penerima barang yakni sama dengan pihak pen-girim dalam hal pihak pengirim dan penerima adalah merupa-kan subjek yang berbeda. Namun adakalanya pihak pengirim barang juga adalah sebagai pihak yang menerima barang yang diangkut di tempat tujuan.

Dalam perjanjian pengangkutan, penerima mungkin pen-girim sendiri, mungkin juga pihak ketiga yang berkepentin-gan. Dalam hal penerima adalah pengirim, maka penerima adalah pihak dalam perjanjian pengangkutan. Dalam pener-

Page 42: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

42 Hukum Pengangkutan Indonesia

ima adalah pihak ketiga yang berkepentingan, penerima bu-kan pihak dalam perjanjian pengangkutan, melainkan sebagai pihak ketiga yang berkepentingan atas barang kiriman, tetapi tergolong juga sebagai subjek hukum pengangkutan.

Adapun kriteria penerima menurut perjanjian, yaitu :

a. perusahaan atau perorangan yang memperoleh hak dari pengirim barang;

b. dibuktikan dengan penguasaan dokumen pengangkutan;

c. membayar atau tanpa membayar biaya pengangkutan.

5. Ekspeditur

Ekspeditur dijumpai dalam perjanjian pengangkutan ba-rang, dalam bahasa Inggris disebut cargo forwarder. Ekspedi-tur digolongkan sebagai subyek hukum pengangkutan karena mempunyai hubungan yang sangat erat dengan pengirim atau pengangkut atau penerima barang.

Ekspeditur berfungsi sebagai pengantara dalam perjan-jian pengangkutan yang bertindak atas nama pengirim. Pen-gusaha transport seperti ekspeditur bekerja dalam lapangan pengangkutan barang-barang namun dalam hal ini ia sendi-rilah yang bertindak sebagai pihak pengangkut. Hal ini nam-pak sekali dalam perincian tentang besarnya biaya angkutan yang ditetapkan. Seorang ekspeditur memperhitungkan atas biaya muatan (vrachtloon) dari pihak pengangkut jumlah bi-aya dan provisi sebagai upah untuk pihaknya sendiri, yang tidak dilakukan oleh pengusaha transport. Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui kriteria ekspeditur menurut ketentuan undang-undang, yaitu:

Page 43: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

43Hukum Pengangkutan Indonesia

a. perusahaan pengantara pencari pengangkut barang;

b. bertindak untuk dan atas nama pengirim; dan

c. menerima provisi dari pengirim.

6. Agen Perjalanan (Travel Agent)

Agen perjalanan (travel agent) dikenal dalam perjan-jian pengangkutan penumpang. Agen perjalanan digolong-kan sebagai subjek hukum pengangkutan karena mempunyai hubungan yang sangat erat dengan pengangkut, yaitu perusa-haan pengangkutan penumpang.

Agen perjalanan berfungsi sebagai agen (wakil) dalam perjanjian keagenan (agency agreement) yang bertindak untuk dan atas nama pengangkut. Agen perjalanan adalah perusa-haan yang kegiatan usahanya mencarikan penumpang bagi perusahaan pengangkutan kereta api, kendaraan umum, ka-pal, atau pesawat udara.

Berdasarkan uraian di atas, dapat ditentukan kriteria agen perjalanan menurut undang-undang, yaitu :

a. pihak dalam perjanjian keagenan perjalanan;

b. bertindak untuk dan atas nama pengangkut;

c. menerima provisi (imbalan jasa) dari pengangkut; dan

d. menjamin penumpang tiba di tempat tujuan dengan sela-mat.

7. Pengusaha Muat Bongkar (Stevedoring)

Untuk mendukung kelancaran kegiatan angkutan barang dari dan ke suatu pelabuhan, maka kegiatan bongkar muat barang dari dan ke kapal mempunyai kedudukan yang pent-

Page 44: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

44 Hukum Pengangkutan Indonesia

ing. Di samping itu keselamatan dan keamanan barang yang dibongkar muat dari dan ke pelabuhan sangat erat kaitannya dengan kegiatan bongkar muat tersebut.

8. Pengusaha Pergudangan (Warehousing)

Menurut Pasal 1 alinea kedua Peraturan Pemerintah No-mor 2 Tahun 1969, pengusaha pergudangan adalah ”perusa-haan yang bergerak di bidang jenis jasa penyimpanan barang di dalam gudang pelabuhan selama barang yang bersangkutan menunggu pemuatan ke dalam kapal atau penunggu pemua-tan ke dalam kapal atau menunggu pengeluarannya dari gu-dang pelabuhan yang berada di bawah pengawasan Dinas Bea dan Cukai”.

Sedangkan menurut Peraturan Menteri Perdagangan Re-publik Indonesia Nomor 90/M-DAG/PER/12/2014 tentang Penataan dan Pembinaan Gudang dinyatakan bahwa :

Pelaku usaha adalah setiap orang perorangan warga Ne-gara Republik Indonesia atau badan usaha yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan didalam wilayah hukum Negara Kesatuan Re-publik Indonesia yang melakukan kegiatan usaha di bidang pergudangan.

Sedangkan pemilik gudang adalah perorangan atau badan usaha yang memiliki gudang baik yang dikelola sendiri mau-pun disewakan.

Page 45: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

45Hukum Pengangkutan Indonesia

B. Obyek Hukum Pengangkutan

Yang diartikan dengan ”obyek” adalah segala sasaran yang di-gunakan untuk mencapai tujuan. Sasaran tersebut pada pokoknya meliputi barang muatan, alat pengangkut, dan biaya angkutan.Jadi obyek hukum pegangkutan adalah barang muatan, alat pen-gangkut, dan biaya yang digunakan untuk mencapai tujuan hukum pengangkutan niaga, yaitu terpenuhinya kewajiban dan hak pihak-pihak secara benar, adil, dan bermanfaat.33

1. Barang Muatan (Cargo)

Barang muatan yang dimaksud adalah barang yang sah dan dilindungi oleh undang-undang. Dalam pengertian ba-rang yang sah termasuk juga hewan. Secara fisik barang mua-tan dibedakan menjadi 6 golongan, yaitu :

a. barang berbahaya (bahan-bahan peledak);

b. barang tidak berbahaya;

c. barang cair (minuman);

d. barang berharga;

e. barang curah (beras, semen,minyak mentah); dan

f. barang khusus.

Secara alami barang muatan dapat dibedakan menjadi tiga golongan, yaitu :

a. barang padat

b. barang cair

c. barang gas

33 Abdulkadir Muhammad, 1994, Hukum Pengangkutan Darat, Laut dan Udara, Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 61.

Page 46: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

46 Hukum Pengangkutan Indonesia

d. barang rongga (barang-barang elektronik)

Dari jenisnya, barang muatan dapat dibedakan menjadi 3 golongan, yaitu :

a. general cargo, adalah jenis barang yang dimuat dengan cara membungkus dan mengepaknya dalam bentuk unit-unit kecil.

b. bulk cargo, adalah jenis barang yang dimuat dengan cara mencurahkannya ke dalam kapal atau tanki.

c. homogeneous cargo, adalah barang dalam jumlah besar yang dimuat dengan cara membungkus dan mengepakn-ya.

2. Alat pengangkut (Carrier)

Pengangkut adalah pengusaha yang menjalankan peru-sahaan pengangkutan, memiliki alat pengangkut sendiri, atau menggunakan alat pengangkut milik orang lain dengan per-janjian sewa. Alat pengangkut di atas atas rel disebut kereta api yang dijalankan oleh masinis. Alat pengangkut di darat disebut kendaraan bermotor yang dijalankan oleh supir. Alat pengang-kut di perairan disebut kapal yang dijalankan oleh nahkoda. Sedangkan alat pengangkut di udara disebut pesawat udara yang dijalankan oleh pilot. Masinis, supir, nahkoda, dan pilot bukan pengangkut, melainkan karyawan perusahaan pen-gangkutan berdasarkan perjanjian kerja yang bertindak untuk kepentingan dan atas nama pengangkut.

3. Biaya pengangkutan (Charge/Expense)

Pemerintah menerapkan tarif yang berorientasi kepada kepentingan dan kemampuan masyarakat luas. Dengan ber-pedoman pada struktur dan golongan tarif tersebut, perusa-

Page 47: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

47Hukum Pengangkutan Indonesia

haan umum, kereta api, perusahaan angkutan umum, perusa-haan laut niaga, dan perusahaan udara niaga menetapkan tarif berorientasi kepada kelangsungan dan pengembangan usaha badan penyelenggara dalam rangka meningkatkan mutu pe-layanan serta perluasan jaringan angkutan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi  cost of services  atau ongkos menghasilkan jasa yaitu:34

a. jarak yang harus ditempuh dari tempat asal ke tempat tu-juannya;

b. volume dan berat daripada muatan barang yang diangkut;

c. resiko dan bahaya dalam pengangkutan, berhubung ka-rena sifat barang yang diangkut, sehingga diperlukan alat-alat service yang spesial; dan

d. ongkos-onkos khusus yang harus dikeluarkan berhubung karena berat dan ukuran barang yang diangkut yang ”luar biasa” sifatnya.

Biaya pengangkutan dan biaya yang bersangkutan oleh undang-undang, yaitu dalam Pasal 1139 sub 7 bsd. Pasal 1147 KUH Perdata dimasukkan dalam hak istimewa (privilege) atas barang-barang tertentu, yaitu atas pendapatan dari barang-ba-rang yang diangkut. Hak istimewa bersifat perikatan (obliga-tor) terbawa karena sifatnya hutang. Hak istimewa menurut Pasal 1134 ayat 1 KUH Perdata adalah suatu hak yang oleh undang-undang diberikan kepada seorang berpiutang sehing-ga tingkatnya lebih tinggi daripada orang berpiutang lainnya, semata-mata berdasarkan sifat piutangnya.

34 Tri Margono, Aspek-Aspek Biaya dalam Jasa Informasi, Jurnal Akuntansi & Keuangan Vol. 2, No. 2, Nopember 2000: 95 – 103.

Page 48: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

48 Hukum Pengangkutan Indonesia

C. Pengangkutan dalam Perspektif Ekonomi

Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa pengangkutan pada pokoknya berisikan perpindahan tempat, baik mengenai benda-benda, maupun mengenai orang-orang, karena perpindahan itu mutlak diperlukan untuk mencapai dan meninggikan manfaat ser-ta efisiensi. Dengan pesat kemajuannya diperluaslah pengangkutan benda-benda atau orang-orang itu, tidak saja di darat, melainkan juga menyeberang di samudra dan di udara. 

Pemerintah pada umumnya memandang bahwa bidang trans-portasi adalah sangat vital untuk kepentingan negara baik dari sudut perekonomian maupun dari sudut-sudut sosial, politik, pemerintahan, pertahanan-keamanan dan sebagainya. Karena itu pemerintah berpendapat bahwa bidang transportasi ini perlu men-dapat perhatian dan bantuan, bahkan sering kali pula berpandan-gan bahwa bagian-bagian yang terpenting di bidang transportasi perlu diusahakan oleh pemerintah. Pada waktu yang telah dise-lenggarakan oleh pemerintah kita melalui badan usaha mlik negara adalah pengangkutan kereta api, pengangkutan udara, pelayaran antar pulau di samping bidang-bidang komunikasi lainnya.

Ada banyak pula usaha di bidang transportasi yang dimiliki, diselenggarakan, dan diusahakan oleh pihak swasta. Seperti dike-tahui, tujuan ekonomi adalah memenuhi kebutuhan manusia den-gan menciptakan manfaat. Pengangkutan adalah satu jenis keg-iatan yang menyangkut peningkatan kebutuhan manusia dengan mengubah letak geografi orang maupun barang. Dengan angkutan bahan baku dibawa menuju tempat produksi dan dengan angkutan jugalah hasil produksi dibawa ke pasar. Selain itu, dengan angkutan pula para konsumen datang ke pasar atau tempat pelayanan kebu-

Page 49: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

49Hukum Pengangkutan Indonesia

tuhannya seperti ke pasar, rumah sakit, pusat rekreasi, dan lain-lain.

Ada tiga faktor ekonomis alasan kenapa pemerintah memiliki dan mengusahakan sendiri upaya transportasi ini, yaitu :35

1. kurangnya kapital yang dimiliki oleh pihak swasta, se-hingga tidak mampu bergerak di bidang usaha pengang-kutan tertentu.

2. adanya pemilihan usaha pada rute-rute tertentu oleh pihak swasta yang secara ekonomis menguntungkan se-hingga akan menuju kepada kapasitas yang berlebihan di daerah tertentu.

3. karena kepemilikan secara swasta menyebabkan terpecah dan tersebarnya penyediaan jasa angkutan secara tidak terkoordinir sehingga tidak terdapat efisiensi dan keter-paduan dalam pelayanannya bagi masyarakat.

Hubungan antara pembangunan ekonomi dengan jasa pen-gangkutan adalah sangat erat sekali dan saling tergantung satu sama lainnya. Oleh karena itu untuk membangun perekonomian sendiri perlu didukung dengan perbaikan dalam bidang transportasi atau pengangkutan. Perbaikan dalam transportasi ini pada umumnya berarti akan dapat menghasilkan terciptanya penurunan ongkos pengiriman barang-barang, terdapatnya pengangkutan barang-barang dengan kecepatan lebih besar dan perbaikan dalam kualitas atau sifat daripada jasa-jasa pengangkutan tersebut sendiri.

Dalam proses pertumbuhan ekonomi,kebutuhan pengangku-tan terus meningkat, yang secara umum dapat dilihat dari tiga fak-tor yaitu:36

35 http://abdulhakimkusumanegara.blogspot.com/2015/05/ruang-lingkup-pengangkutan-pada-umumn-ya.html, Diakses Tanggal 7 Maret 2019, Pukul 22.34 WIB.

36 Ibid.

Page 50: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

50 Hukum Pengangkutan Indonesia

1. Bila terjadi peningkatan produksi, maka semakin besar-lah volume bahan yang diangkut untuk memenuhi bahan baku produksi dan semakin besar pula hasil produksi di-angkut ke konsumen;

2. Peningkatan volume mungkin sekali mengandung arti perluasan wilayah sumber bahan baku dan wilayah pe-masaran;

3. Peningkatan jumlah barang yang dijual akan melipat-gandakan pertumbuhan kekhususan, dan peningkatan pendapatan akan menambah keragaman barang yang di-minta. Dengan kata lain, peningkatan kegiatan ekonomi mengikutsertakan peningkatan mobilitas. Di pihak lain, pendapatan nasional bergantung pada kemampuan pen-gangkutan yang memadai, dan peningkatan kegiatan ekonomi membutuhkan sarana gerak atau angkutan.

Pada awalnya infrastrukur seperti transportasi berperan dalam memenuhi kebutuhan dasar manusia. Berbagai aktifitas terkait dengan pemenuhan kebutuhan dasar memerlukan ketersediaan infrastruktur yang baik, sekarang transportasi berperan penting dalam mengoakomodasi aktifitas sosial dan ekonomi masyarakat.

Peran lain pada tahap ini adalah sebagai fasilitas bagi sistem produksi dan investasi sehingga memberikan dampak positif pada kondisi ekonomi baik pada tingkat nasional maupun daerah. Disisi lain, pembangunan sarana dan prasarana transportasi dapat mem-buka aksesibilitas sehingga meningkatkan produksi masyarakat yang berujung pada peningkatan daya beli masyarakat.

Penanggulangan kemiskinan membutuhkan pertumbuhan ekonomi yang cukup, dengan mengupayakan kombinasi yang optimum antara pertumbuhan ekonomi dengan upah minimum

Page 51: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

51Hukum Pengangkutan Indonesia

pekerja. Penanggulangan kemiskinan memerlukan penguatan koordinasi dalam pelaksanaan program – programnya yang dide-sain melalui partisipasi aktif masyarakat serta pembedayaan lang-sung.

D. Aspek-Aspek yang Terkait dengan Pengangkutan

1. Pelaku, yaitu orang yang melakukan pengangkutan. Dapat berupa badan usaha seperti perusahaan pengangkutan atau dapat, berupa manusia pribadi, seperti buruh pen-gangkutan di pelabuhan.

2. Alat pengangkutan, alat yang digunakan untuk pengang-kutan/alat ini digerakkan secara mekanik dan memenuhi syarat undang-undang/seperti kendaraan bermotor, kapal laut/dan darat.

3. Barang/Penumpang, yaitu muatan yang diangkut. Barang perdagangan yang sah menurut undang-undang. Dalam pengertian barang termasuk juga hewan.

4. Perbuatan,  yaitu kegiatan mengangkut barang atau pe-numpang sejak pemuatan sampai dengan penurunan di tempat tujuan yang ditentukan.

5. Fungsi pengangkutan, yaitu meningkatkan kegunaan, dan nilai barang atau penumpang

6. Tujuan pengangkutan, yaitu sampai ditempat tujuan yang ditentukan dengan selamat, biaya pengangkutan lunas.  

E. Perjanjian Pengangkutan

Perjanjian itu menimbulkan perikatan diantara dua orang yang membuatnya. Suatu perjanjian juga dinamakan persetujuan, karena kedua pihak itu setuju untuk melakukan sesuatu.

Page 52: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

52 Hukum Pengangkutan Indonesia

Mengenai definisi atau pengertian perikatan, tidak ada keten-tuannya dalam buku III KUH Perdata. Menurut Ilmu Pengetahuan Hukum, perikatan adalah hubungan yang terjadi diantara dua orang atau lebih yang terletak dalam lapangan harta kekayaan, di-mana pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi itu.

Perikatan menurut J. Satrio adalah hubungan hukum dalam lapangan hukum kekayaan antara dua pihak, dimana pihak yang satu ada hak dan pihak yang lain ada kewajiban.37

Saat terjadinya perjanjian antara para pihak, ada beberapa teo-ri yaitu :38

1. Teori kehendak (wilstheorie)

Mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi    pada saat kehendak pihak penerima dinyatakan, misalnya dengan menuliskan surat.

2. Teori pengiriman (verzentheorie)

Bahwa kesepakatan terjadi pada saat kehendak yang dinyatakan itu dikirim oleh pihak yang menerima pena-waran.

3. Teori Pengetahuan(Vernemingtlieone)                

Bahwa pihak yang menawarkan seharusnya sudah mengetahui bahwa tawarannya diterima.

37 J Satrio, 1993, Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir dari Undang-Undang, Bagian Pertama, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993 (cetakan pertama), 2001 (cetakan kedua), hal. 45.

38 Glenn Biondi, Analisis Yuridis Keabsahan Kesepakatan Melalui Surat Elektronik (E-Mail) Berdasarkan Hukum Indonesia, Jurnal Hukum dalam https://media.neliti.com/media/publications/164959-ID-none.pdf

Page 53: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

53Hukum Pengangkutan Indonesia

4. Teori Kepercayaan (vertrournenttheorie)           

Bahwa kesepakat itu terjadi pada saat pernyataan ke-hendak dianggap layak diterima oleh pihak yang mena-warkan.

F. Definisi Perjanjian Pengangkutan

1. Sri Rejeki Hartono  

Perjanjian pengangkutan adalah suatu perjanjian dimana satu pjhak menyanggupi untuk dengan aman membawa orang atau barang dari satu ke lain tempat, sedangkan pihak yang lain menyanggupi akan membayar ongkos.39

2. Abdul Kadir Muhammad                 ‘

Perjanjian pengangkutan adalah persetujuan dengan mana pengangkut menyediakan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan atau atau penumpang dari satu tem-pat ketempat tujuan dengan sejamat, dan pengirim atau pe-numpang mengikatkan diriuntuk membayar biaya pengang-kutan.40

G. Asas-Asas Perjanjian Pengangkutan41

1. Asas konsensual

Asas ini tidak mensyaratkan bentuk perjanjian pengang-kutan secara tertulis, sudah cukup apabila ada persetujuan ke-hendak antara pihak-pihak

39 Sri Redjeki Hartono, 1999. Op-cit, hal. 89.40 Abdulkadir Muhammad, 1998. Op-cit, hal. 3.41 Abdulkadir Muhammad, 2004, Hukum Pengangkutan Darat, Laut Dan Udara, Citra Aditya

Bakti, Bandung, hal. 23.

Page 54: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

54 Hukum Pengangkutan Indonesia

2. Asas koodinasi

Asas ini mensyaratkan kedudukan yang sejajar antara pihak    dalam perjanjian pengangkutan. Walaupun perjanji-an pengangkutan merupakan “pelayanan jasa”, asas subordi-nasi antara buruh dan majikan   pada perjanjian perburuhan    tidak berlaku pada  perjanjian pengangkutan.

3. Asas Campuran

Perjanjian Pengangkutan merupakan campuran dari tiga jenis perjanjian yaitu pemberian kuasa dari pengirim kepada pengangkut, penyimpanan barang dari pengirim kepada pen-gangkut, dan melakukan pekerjaan pengangkutan. Dengan demikian, ketentuan dari 3 jenis perjanjian itu berlaku jika dalam perjanjian Pengangkutan, kecuali jika perjanjian pen-gangkutan mengatur lain.

4. Asas tidak ada hak retensi    

Penggunaan hak retensi dalam perjanjian pengangkutan tidak dibenarkan.    Penggunaan hak retensi itu bertentangan dengan fungsi dan tujuan pengangkutan.

Mengenai cara  terjadinya perjanjian pengangkutan menunjuk pada serangkaian perbuatan tentang penawaran dan penerimaan yang dilakukan  oleh pengangkut dan pengirim atau penumpang secara tiinbal balik. Serangkaian perbutan semacam ini tidak ada pengaturannya  dalam undang-undang melainkan ada dalam kebi-asaan yang hidup dalam praktek pengangkutan.

Kebiasaan yang dimaksud adalah apabila dalam undang-un-dang tidak diatur mengenai kewajiban dan hak  yang dikehendaki pihak-pihak maka pihak-pihak mengikuti kebiasaan yang telah

Page 55: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

55Hukum Pengangkutan Indonesia

berlaku dalam praktek pengangkutan.

Menurut Abdul Kadir Muhammad, kebiasaan yang hidup dalam praktik pengangkutan adalah kebiasaan yang berderajat hu-kum keperdataan yaitu berupa perilaku atau perbuatan yang me-menuhi ciri-ciri:42

a. Tidak tertuIis yang hidup dalam praktik pengangkutan;

b. Berisi kewajjban bagaimana seharusnya pihak-pihak ber-buat;

c. Tidak bertentangan dengan UU atau kepatutan;

d. Diterima oleh pihak2 karena adil dan masuk akal/logis;

e. menuju kepada akibat hukum yang dikehendaki pihak-pihak.

H. Cara Terjadinya Perjanjian Pengangkutan

1. Penawaran dari Pihak Pengangkut.

Cara tejadinya perjanjian pengangkutan dapat secara langsung dari pihak-pihak, atau tidak langsung dengan meng-gunakan jasa perantara (ekspedisi, biro perjalanan). Apabila pembuatan perjanjian pengangkutan dilakukan secara lang-sung, maka penawaran pihak pengangkutan dilakukan dengan menghubungi langsung pihak pengirim atau penumpang, atau melalui media masa.ini berarti pengangkut mencari sendiri muatan atau penumpang untuk diangkut. Jika penawaran pihak pengangkut dilakukan melalui media masa, pengangkut hanya menunggu permintaan dari pengirim atau penumpang.

42 Ibid, hal. 45.

Page 56: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

56 Hukum Pengangkutan Indonesia

2. Penawaran dari Pihak Pengirim, Penumpang

Apabila pembuatan perjanjian pengangkutan  dilakukan secara langsung,  maka  penawaran  pihak pengirim  atau pe-numpang diiakukan dengan menghubungi langsung pihak pengangkut.Ini berarti pengirim atau penumpang mencari sendiri pengangkut untuknya. Hal ini terjadi setelah pengirim atau penumpang    mendengar atau membaca pengumuman dari pengangkut. Jika penawaran melalui perantara (ekspedisi, biro perjalanan), maka perantara, menghubungi pengangkut atas nama pengirim atau penumpang, pengirim menyerah-kan barang pada  perantara (ekspeditur) untuk   diangkut. Pe-numpang  pada biro perjalanan yang menyiapkan pemberang-

katannya.

I. Berakhirnya Perjanjian Pengangkutan

Untuk mengetahui berakhirnya perjanjian pengangkutan per-lu dibedakan dua keadaan yaitu:43

1. Dalam keadaan tidak  terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian, maka perbuatan yang dijadikan ukuran ialah saat penyerahan dan pembayaran biaya pengangkuan ditempat tu-juan yang disepakati, siapa yang bertanggung jawab dan be-rapa besarnya.

2. Dalam keadaan terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian, maka perbuatan yang dijadikan ukuran ialah pemberesan ke-wajiban membayar ganti kerugian.

43 Ibid, hal. 78.

Page 57: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

57Hukum Pengangkutan Indonesia

J. Sifat Hukum Perjanjian Pengangkutan

Menurut perjanjian pengangkutan, kedudukan para pihak, yaitu pengangkut dan pengirim sama tinggi, tidak seperti dalam perjanjian perburuhan,  dimana para pihak tidak sama tinggi yakni, majikan mempunyai kedudukan lebih tinggi dari si buruh. Kedudukan tersebut disebut Sub-ordinasi (gesubordineerd), se-dangkan dalam perjanjian pengangkutan adalah kedudukan sama tinggi atau koordinasi (Geeoordineerd).

Pasal  1601 KUH  Perdata menentukan, selain  persetujuan-persetujuan untuk melakukaan sementara jasa-jasa yang diatur oleh ketentuan-ketentuan yang khusus untuk itu dan oleh syarat-syarat yang diperjanjikan, dan jika itu tidak ada oleh kebiasaan, maka adalah dua macam persetujuan dengan mana pihak yang satu    mengikatkan dirinya untuk melakukan pekerjaan bagi pihak yang lainnya dengan menerima persetujuan perburuhan dan pem-borongan pekerjaan.   

Berdasarkan hal di atas, ada beberapa pendapat mengenai sifat hukum perjanjian pengangkutan, yaitu :44

1. Pelayanan   Berkala

Dalam melaksanakan    perjanjian itu, hubungan kerja antara pengirim dengan pengangkut tidak terus-menerus, tetapi hanya kadangkala, kalau pengirim membutuhkan pen-gangkutan untuk pengiriman barang. Hubungan semacam ini disebut pelayanan berkala, sebab pelayanan itu  tidak bersi-fat tetap, hanya kadangkala saja, bila pengirim membutuhkan pengangkutan

44 http://soegeng-poernomo.blogspot.com/2015/05/perjanjian-pengangkutan.html, Diakses Tanggal 7 Maret 2019, Pukul 23.01 WIB.

Page 58: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

58 Hukum Pengangkutan Indonesia

2. Pemborongan

Seperti yang ditentukan dalam Pasal 1601 (b) KUH Per-data   yang menentukan, pemborongan pekerjaan adalah per-setujuan, dengan mana pihak yang satu si pemborong, mengi-katkan diri untuk menyelenggarakan suatu persetujuan   bagi pihak yang lain, dengan menerima suatu harga yang ditentu-kan.

3. Campuran

Pada pengangkutan ada unsur melakuka pekerjaan (pe-layanan berkala) dan unsur penyimpanan, karena pengangkut berkewajiban untuk menyelenggarakan pengangkutan dan menyimpan barang-barang yang diserahkan kepadanya untuk diangkut (Pasal 466, 468 ayat (1) KUHD).

Menurut Purwosutjipto setuju apabila perjanjian pen-gangkutan itu, merupakan perjanjian campuran, karena men-gandung unsur:45

1. Pelayanan berkala (Pasal 1601 (b) KUH Perdata)

Karena pasal ini adalah satu-satunya pasal yang khu-sus mengenai pelayanan berkala, yang berarti tidak ada pasal lain yang ada pada pada perjanjian pengangkutan.

2. Penyimpanan

Terbukti adanya ketetapan dalam Pasal 468 ayat (1) KUHD dan Pasal 346 KUHD. Pasa 346 KUHD menen-tukan, Nakhoda  diwajibkan merawat barang-barang se-orang penumpang yang meninggal selama perjalanan, yang berada di kapal dan dari barang-barang itu harus

45 H.M.N Purwosutjipto,2003,Op-cit. hal. 60.

Page 59: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

59Hukum Pengangkutan Indonesia

dibuatnya atau disuruh membuatnya suatu daftar perin-cian dihadapan dua orang penumpang, daftar mana harus ditandatangani oleh dua orang penumpang oleh dua orang penumpang itu

3. Pemberian kuasa

Terbukti dengan adanya ketetapan dalam Pasal 371 ayat (1) dan(3) KUHD. Pasa 371 ayat (1) KUHD menen-tukan, nakhoda diwajibkan selama perjalanan menjaga kepentingan para pemilik muatan, mengambil tindakan yang diperlukan untuk itu dan jika perlu untuk itu meng-hadap di muka Hakim.  jika terjadi peristiwa sedangkan Pasal  371 ayat (3) menentukan, “dalam keadaan yang mendesak ia diperbolehkan menjual barang muatan atau sebagian dari itu, atau guna membiayai pengeluran-pengeluaran yang telah dilakukan guna kepentingan mua-tan tersebut,   meminjam    uang    dengan mempertaruh-

kan muatan itu sebagai jaminan”.

K. Tanggung Jawab Para Pihak dalam Pengangkutan

1. Tanggung Jawab Pengangkut

Saefullah Wirapradja  berpendapat bahwa, setidak-tidaknya ada 3 prinsip tanggung jawab  pengangkut  dalam perjanjian pengangkutan :46

a. Prinsip tanggung jawab berdasarkan kesalahan (fault li-ability)

Menurut prinsip ini setiap pengangkut yang mel-akukan kesalahan dalam penyelenggaraan pengangkutan

46 E. Saefullah Wiradipradja, 1989, Tanggung Jawab Pengangkut Dalam Hukum Pengangkutan Udara Internasional dan Nasional, Liberty, Yogyakarta, hal. 19.

Page 60: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

60 Hukum Pengangkutan Indonesia

harus bertanggung jawab membayar ganti kerugian atas kerugian yang timbul akibat dari kesalahannya itu. Pihak yang menderita kerugian harus membuktikan kesalahan pengangkut itu (Lihat Pasal 1365 BW).

b. Prinsip   tanggung   jawab   berdasarkan   praduga (pre-sumtion liability)

Pengangkut (diangga selalu bertanggung jawab atas kerugian yang  timbul dari pengangkutan yang diseleng-garakannya. Tetapi jika pengangkut dapat membuktikan bahwa ia tidak bersalah, maka ia dibebaskan dari kewa-jiban membayar ganti kerugian. Yang dimaksud dengan tidak bersalah adalah tidak melakukan kelalaian, telah mengambil tindakan yang perlu untuk menghindari kerugian atau atau peristiwa yang menimbulkan kerugian itu beban pembuktian ada pada pengangkut, bukan pada pihak yang dirugikan. Pihak yang dirugikan cukup men-unjukkan adanya kerugian yang diderita dalam pengang-kutan yang diselenggarakan oleh pengangkut.

c. Prinsip tanggung jawab mutlak (Absolute Itabilily)

Pengangkut harus bertanggung jawab nnembayar ganti kerugian    terhadap setiap kerugian yang timbul dari pengangkutan yang diselenggarakan tanpa keharu-san pembuktian  ada tidaknya kesalahan pengangkut. Pengangkut tidak dimungkinkan membebaskan diri dari tanggung jawab dengan   alasan apapun   yang menimbul-kan kerugian itu. Prinsip ini tidak mengenal beban pem-buktian tentang kesalahan. Unsur kesalahan tidak relevan untuk dipermasalahkan apakah pada kenyataannya ada atau tidak. 

Page 61: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

61Hukum Pengangkutan Indonesia

2. Tanggung jawab pengirim

Biasanya ongkos pengangkutan dibayar oleh si pengirim barang, tetapi ada kalanya juga dibayar oleh orang yang di-alamatkan. Bagaimanapun juga, si pengangkut selalu berhak menuntut pembayaran ongkos pengangkutan itu kepada ked-ua-duanya, yaitu kepada si pengirim atau si penerima barang.

Dengan adanya tanggung jawab dari pengirim yaitu membayar uang angkutan, maka hal tersebut merupakan pembatasan dan pengurangan tanggungjawab pengangkut. Se-hingga undang-undang memperkenankan kepada   pengang-kut untuk membuktikan bahwa kurangnya kesempurnaan pr-estasi (barang-barang berkurang pada saat penyerahan) atau prestasinya  yang tidak wajar atau tidak sesuai dengan keten-tuan-ketentuan waktu penyelesaian pengangkutan (barang ternyata rusak atau bercacat yang terlihat dari luar, terlambat sampainya ditempat tujuan, atau sama sekali tidak, tak dapat dipergunakan sama sekali) semuanya  itu disebabkan :

a. Cacat yang lekat pada barang atau barang-barangnya sendiri

Pembawaan dari barang-barang tertentu yang me-nyebabkan kerusakan pada benda   atau ini jadi terbakar dalam perjaianan.

b. Kesalahan     dan/atau     kelalaian     sendiri      pada pen-girim/ekspeditur.

Misalnya   seperti peti-peti   berisikan   benda-benda pengiriman yang ternyata kurang kokoh/atau peti-peti yang ternyata kurang rapat dan mudah dimasuki air dan sebagainya..

Page 62: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

62 Hukum Pengangkutan Indonesia

c. Keadaan Memaksa (Overmacht)

Terdapat dalam Pasal 91, 92 KUHD dan 1245 KUH Perdata Pasal 92 KUHD menentukan, pengangkut atau juragan perahu tak bertanggung jawab   atas terlambatnya pengangkutan, jika hal ini disebabkan karena keadaan yang memaksa.

Pasal 1245 KUH Perdata menentukan, tidaklah biaya rugi dan bungan harus digantinya, apabila lantaran kead-aan memaksa atau lantaran suatu kejadian tak disengaja si berhutang beralangan memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan, atau lantaran hal-hal yang sama telah melakukan perbuatan yang terlarang.            

Page 63: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

63Hukum Pengangkutan Indonesia

BAB III PENGANGKUTAN TRANSPORTASI

LAUT

A. Pihak-Pihak Pengangkutan Laut47

1. Ekspeditur

Yaitu orang yang pekerjaannya menyuruh orang lain un-tuk menyelenggarakan dagangan dan barang-barang lainnya melalui daratan atau pengairan. Hal ini diatur dalam KUHD Buku I, Bab V, Bagian Pasal 85 – 90,  Perjanjian Ekspedisi adalah perjanjian yang dibuat antara ekspeditur dengan pen-girim.  Perjanjian Pengangkutan: perjanjian antara ekspedi-tur atas nama pengirim dengan pengangkut. Jadi ekspeditur menurut Undang-undang (Pasal 86 ayat (1) KUHD), hanya seorang perantara yang bersedia mencarikan pengangkut bagi pengirim dan tidak mengangkut sendiri barang-barang yang telah diserahkan kepadanya.

2. Pengusaha Transportasi

Orang yang bersedia menyelenggarakan seluruh pen-gangkutan dengan satu jumlah uang angkutan yang ditetap-kan sekaligus untuk semuanya, tanpa mengikatkan diri untuk melakukan pengangkutan itu sendiri.Jadi apabila dibedakan dengan Pengangkut (Pasal 466 KUHD), orang yang mengi-

47 http://nugrahaningtyasputriutami.blogspot.com/2015/04/resume-buku-ajaran-hukum-pengangkutan.html. Diakses tanggal 7 Maret 2019, Pukul 23.38 WIB.

Page 64: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

64 Hukum Pengangkutan Indonesia

katkan   diri untuk menyelenggarakan pengangkutan. Sedang-kan Ekspeditur (Pasal 86 KUHD) adalah orang yang bersedia mencarikan pengangkut bagi pengirim.

3. Makelar Kapal

Yaitu perantara di bidang jual beli kapal atau carter men-carter kapal. Untuk fungsi yang terakhir ini makelar kapal bertindak atas nama pengusaha kapal, Makelar kapal mengu-sahakan seIanjutnya agar kapal dimuati, dibongkar dan dis-erahkan kembali kepada pengusaha kapal. Menurut Purwo-sutjipto48, makelar tidak berwenang mengurus ganti kerugian, sebab dia bukan pihak dalam perjanjian carter kapal, paling banter dia dapat menjadi saksi.

4. Agen Duane

Yaitu  perantara  perkapalan/ yang dulu tugasnya mengu-sahakan sebuah kapal masuk dalam rombongan kapal/konvoi tertentu.  Sekarang  tugasnya  adalah mengusahakan dokumen kapal, menyelesaikan dan membayar bea-cukai dan lain-lain pekerjaan kepelabuhan.

5. Pengatur Muatan atau Juni Padat

Yaitu orang yang tugasnya menetapkan tempat dimana suatu barang harus disimpan dalam ruangan kapal. Untuk mengatur barang-barang dalam ruangan kapal yang terbatas itu dibutuhkan ahli yang pandai menempatkan barang-barang sesuai dengan sifatnya, jangan sampai mudah bergerak kalau kapal kebetulan oleng, miring, dan lain-lain.

48 Purwosutjipto, HMN. 2003, Op-cit, hal. 167.

Page 65: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

65Hukum Pengangkutan Indonesia

6. Per-Veem-an

Menurut Pasal 1 PP No. 2 Tahun 1969, Per-veeman, ada-lah usaha yang ditujukan pada penampungan dan penum-pukan barang-barang (warehousing), yang dilakukan dengan mengusahakan gudang-gudang, lapangan-lapangan, di mana dikerjakan dan disiapkan barang-barang yang diterima dari kapal untuk peredaran selanjutnya atau disiapkan untuk diser-ahkan kepada perusahaan pelayaran  untuk dikapalkan, yang meliputi antara lain kegiatan: ekspedisi muatan, pengepakan, pengepakan kembali, sortasi, penyimpanan, pengukuran, penandaan, dan lain-lain. Pekerjaan yang bersifat teknis ekon-omis yang diperlukan perdagangan dan pelayaran.

B. Jenis Bencana pada Pengangkutan Laut

Jenis bencana yang sering terjadi pada pengangkutan laut pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga bagian:49

1. Bencana alam

Hal ini antara lain karena badai, gelombang, angin, kabut, kapal kandas, pulau karang, gunung es, kilat, tabrakan kapal.

2. Perbuatan manusia

a. Awak kapal dengan sengaja memusnahkan atau, mem-buang ke laut sebagian dari muatan untuk mengurangi muatan kapal dalam keadaan bahaya yang lazimnya dike-nal dengan istilah “Jettison”.

b. Perbuatan tercela dari awak kapal dengan merusakkan kapal maupun muatan, sewenang-wenang dalam menge-mudikan kapal, sengaja menimbulkan kebakaran serta

49 Ibid.

Page 66: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

66 Hukum Pengangkutan Indonesia

perbuatan lainnya yang tercela dan melanggar hukum yang akan merugikan pemilik kapal maupun pemilik muatan yang lazim disebut “Barratry”.

c. Penyimpangan tujuan pelayaran tanpa sebab yang me-maksa, yang dapat merugikan dan merusak muatan, mis-alnya karena menjadi lebih lama dalam perjalanan, mutan seperti buah-buahan menjadi membusuk dan binatang ternak yang diangkut lebih banyak mati, lazim disebut “Deviation”.

d. Bencana yang ditimbulkan oleh pihak ketiga, misalnya bajak laut, penyamun, pencuri, pencoleng, perampok, pemberontakan, perampasan, penawanan, pemogokan, kerusuhan, dan lain-lain. termasuk dalam hal ini kerusa-kan yang disebabkan oleh tikus, kutu, binatang penggerek dan hama lainnya.

e. Bencana yang ditimbulkan oleh pemilik barang sendiri, antara lain kelalaian pemilik dalam menyelenggarakan pengepakan yang tidak layakk laut (“unseaworthy pack-ing”), ataupun karena perbuatan lain yang sengaja dilaku-kan dengan itikad buruk.

3. Sifat-sifat dari  muatan sendiri. Lazimnya dikenal dengan is-tilah “inherent vice”. Pada umumnya barang yang diangkut melalui laut akan selalu  mengalami kerusakan kecil maupun penyusutan bagaimanapun baiknya pengepakan. Misalnya buah, sayur dan pada binatang, serta barang besi  akan sedikit berkarat karena oksidasi ataupun udara laut yang   yang men-gandung garam.

Page 67: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

67Hukum Pengangkutan Indonesia

C. Jenis Kerusakan Atau Kerugian dalam Pengangkutan Laut

Dalam proses pengangkutan setiap saat kapal beserta isinya dihadapkan pada kemungkinan-kemungkinan adanya bahaya yang akhirnya dapat menimbulkan kerugian baik kerugian pada kapal maupun barang. Kerugian yang timbul selama pengangkutan di laut lazim disebut kerugian laut atau ”averij” atau ”average”.50

Pasal 696 KUHD menentukan tentang averij ini. Pasal ini me-nentukan segala biaya luar biasa yang dikeluarkan guna kepentin-gan sebuah kapal dan barang-barang yang dimuatnya, baik biaya tadi dikeluarkan bersama-sama atau sendiri-sendiri, segala keru-gian yang menimpa kapal dan barang-barang tersebut, selama waktu yang di dalam bagian ketiga dari bab kesembilan ditetapkan mengenai saat mulai berlakunya dan berakhirnya bahaya, segala sesuatu tadi harus dianggap sebagai kerugian laut (avary).

Secara singkat dapat dikatakan bahwa kerugian laut adalah segala biaya luar biasa   yang dikeluarkan untuk kepentingan kapal dan barang serta segala kerugian yang menerima kapal dan barang tersebut, baik untuk kepentingan bersama atau sendiri-sendiri.

Berdasarkan macam-macam kerugian tadi undang-undang merumuskan menjadi 2 macam kerugian lautyaitu:

1. Kerugian laut umum   (avarij grosse) yaitu : yang meliputi kapal, barang dan biaya pengangkutan secara bersama-sama.

2. Kerugian laut khusus (bijzonder avarij), yang meliputi ka-pal saja atau barang saja.

50 Adnandaka Nurvigya, Alfian Nanung Pradanadan Rizki Nur Annisa, Menelaah Waktu Terjadinya Resiko( Kehilangan / Kerusakan Barang ) dalam Praktik Proses Pengangkutan Laut, Jurnal Gema,Thn XXVII/50/Pebruari -Juli 2015.

Page 68: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

68 Hukum Pengangkutan Indonesia

Perbedaan keduanya akan tampak apabila membandingkan Pasal 699 KUHD dengan Pasal 701 KUHD. Dari kedua pasal terse-but dapat dilihat adanya perbedaan antara avarij umum dan khu-sus, yaitu:            

1. Dalam avarij umum: kerugian tersebut sengaja ditimbul-kan  untuk menyelamatkan kapal dan barang. Sedangkan avarij  khusus: kerugian tersebut diderita untuk keperluan kapal saja atau barang saja.

2. Dalam avarij umum: terdapat kepentingan bersama, se-dang avarij khusus tidak terdapat hal demikian.

3. Dalam avarij umum: kerugian atas kapal, barang dan bi-aya pengangkutan dipikul secara bersama-sama, sedan-gkan averij khusus: kerugian dipikul sendiri-sendiri atas kapal saja atau barangsaja.

D. Kajian Hukum Dagang Tentang Pengangkutan Laut

Pada perjanjian pengangkutan, baik menutupnya, maupun melaksanakan, kebanyakan kalinya diserahkan kepada orang lain, yang ahli di bidang yang bersangkutan. Begitulah misalnya pada waktu menutup perjanjian pengangkutan atau perjanjian carter ka-pal, untuk yang pertama diserahkan kepada ekspeditur, sedangkan bagi yang kedua kepada makelar kapal (cargadoor). Convooiloper atau agen duane (fungsi ini sekarang dikerjakan oleh EMKL51). Pengatur muatan (stuwadoor) atau juru-padat mengusahakan ten-tang pemuatan dan pembongkaran. Fungsi-fungsi ini terkadang bersatu dalam satu atau dua perusahaan, misalnya, ada perusahaan EMKL yang berfungsi sebagai ekspeditur, makelar kapal dan agen

51 Ekspedisi Muatan Kapal Laut (EMKL) adalah salah satu perusahaan di bidang logistik yang memiliki ijin legalitas dari pemerintah untuk melakukan layanan pengiriman barang besar dan berat menggunakan kapal laut, atau yang biasa disebut dengan cargo laut.

Page 69: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

69Hukum Pengangkutan Indonesia

duane atau convooiloper, sedang perusahaan lain berfungsi sebagai pemuatan (stuwadoor) dan pembongkaran muatan.

1. Siapa Ekspeditur Itu

Bila ada seorang perantara yang bersedia untuk mencari-kan pengangkut yang baik bagi seorang pengirim itu namanya “ekspeditur.” Mengenai ekspeditur ini diatur dalam KUHD, Buku I, Bab V, Bagian II,  pasal 86 sampai dengan 90. Pasal 86 ayat (1) KUHD berbunyi: (Ekspeditur adalah orang, yang pekerjaannya menyuruh orang lain untuk menyelenggarakan pengangkutan barang-barang dagangan dan barang-barang lainnya melalui daratan atau perairan). Di sini jelas, bahwa ekspeditur menurut undang-undang hanya seorang perantara yang bersedia mencarikan  pengangkut bagi pengirim dan tidak mengangkut sendiri barang-barang yang telah diserahkan kepadanya itu.

Perjanjian yang dibuat antara ekspeditur dan pengirim disebut perjanjian ekspedisi, sedangkan perjanjian antara ek-speditur atas nama pengirim dengan pengangkut disebut per-janjian pengangkutan.

Kecuali pasal 86 sampai dengan 90 KUHD Juga pasal 95 KUHD, mengenai persoalan daluwarsa bagi gugatan terhadap ekspeditur dan lain-lain berlaku bagi ekspeditur. Daluwarsa bagi gugatan terhadap ekspeditur hanya satu tahun bagi pen-giriman-pengiriman dalam wilayah Indonesia dan dua tahun terhadap pengiriman dari Indonesia ke luar negeri.

Di antara para perantara pengangkutan, hanya ekspeditur sajalah yang mendapat pengaturannya dalam undang-undang. Bagi ekspeditur berlakulah pasal 86 sampai dengan 90 KUHD.

Page 70: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

70 Hukum Pengangkutan Indonesia

Di samping itu berlaku juga pasal 95 KUHD tentang daluwar-sa gugatan hukum terhadap ekspeditur. Peraturan ini semua adalah peraturan pelengkap dan berlaku juga bagi ekspeditur yang tidak tetap, yaitu ekspeditur insidentil.

2. Sifat Hukum Perjanjian Ekspedisi

Perjanjian ekspedisi adalah perjanjian timbal-balik antara ekspeditur dengan pengirim, di mana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut yang baik bagi si pengirim, sedangkan si pengirim mengikatkan diri untuk membayar provisi kepada ekspeditur. Perjanjian ekspedisi ini mempun-yai sifat hukum rangkap, yaitu “pelayanan berkala” (pasal 1601 KUH Perdata dan “pemberian kuasa” (pasal l792 dsl KUH Per-data. Sifat hukum “pelayanan berkala” ada, karena hubungan hukum antara ekspeditur dan si pengirim tidak tetap, hanya kadang kala saja, yakni bila si pengirim membutuhkan seorang pengangkut untuk mengirim barangnya. Sifat hukum “pembe-rian kuasa” ini ada karena si pengirim telah memberikan kuasa kepada si ekspeditur untuk , mencarikan seorang pengangkut yang baik baginya. Kedudukan kedua belah pihak dalam per-janjian ekspedisi ini sama tinggi, yakni kedudukan yang koor-dinatif (geoordmeerd), dari itu kontra prestasi yang diberikan kepada ekspeditur bukan upah atau gaji, tetapi provisi.

Sifat hukum perjanjian ekspedisi “pemberian kuasa” ini jelas ada, bila si-ekspeditur mengadakan perjanjian pengang-kutan dengan pengangkut  atas nama  pengirim, tetapi kalau ekspeditur menutup perjanjiap pengangkutan itu atas nama sendiri untuk tanggungan pengirim, maka perjanjian ekspedisi itu mempunyai sifat «hubungan komisi» (pasal 76 KUHD). Kemungkinan juga ada, bahwa ekspeditur harus menyimpan

Page 71: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

71Hukum Pengangkutan Indonesia

barang-barang yang diserahkan oleh pengirim itu lebih dulu dalam gudang ekspeditur, maka sifat perjanjian ekspeditur itu bertambah dengan unsur «penyimpanan» (bewaargeving).

Mungkin pula perjanjian ekspeditur itu mempunyai un-sur “penyelenggaraan urusan” (zaakwaarneming), bila eks-peditur untuk barang-barang itu harus berhadapan dengan pihak ketiga atas nama pengirim (Pasal l354 KUH Perdata).

3. Tugas Ekspeditur

Dalam merumuskan tugas ekspeditur, sebagai yang di-lakukan dalam pasal 86 ayat (1) KUHD, pembentuk undang-undang memakai istilah “doen vervoeren” (menyuruh men-gangkut). Jadi, menurut pembentuk undang-undang tugas ekspeditur adalah terpisah dengan tugas pengangkut. Tugas ekspeditur hanya  mencarikan pengangkut  yang baik bagi si pengirim, dan tidak menyelenggarakan pengangkutan itu sendiri. Sedang menyelenggarakan pengangkutan adalah tu-gas pengangkut.

Dalam usaha mencarikan pengangkut yang baik dan cocok dengan barang yang akan diangkut, biasanya ekspedi-tur bertindak atas nama sendiri, walaupun untuk kepentingan dan atas tanggung jawab pengirim (lihat pasal 455 KUHD). Pasal 455 KUHD berbunyi:

“Barang siapa membuat perjanjian carter kapal untuk orang lain, terikatlah dia untuk diri sendiri terhadap pihak lawannya, kecuali apabila pada waktu membuat perjanji-an tersebut dia bertindak dalam batas-batas kuasanya dan menyebutkan nama si pemberi kuasa yang bersangkutan.”

Page 72: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

72 Hukum Pengangkutan Indonesia

Kedudukan ekspeditur ini adalah sama dengan komision-er, yang biasanya bertindak atas nama diri sendiri (pasal 76 KUHD).

4. Kewajiban dan Hak Ekspeditur

Berhubung dengan perjanjian ekspedisi itu mempunyai banyak sifat hukumnya seperti yang sudah Purwosutjipto urai-kan di muka, maka sebagai akibatnya ekspeditur dapat mem-punyai kewajiban-kewajiban dan hak-hak sebagai berikut:52

a. Sebagai pemegang kuasa.  Ekspeditur melakukan perbuatan hukum atas nama pengirim. Dengan ini maka dia tunduk pada ketentuan-ketentuan mengenai pemberian kuasa (pasal 1792 sampai dengan 1819 KUH Perdata.

b. Sebagai komisioner.  Kalau ekspeditur berbuat atas namanya sendiri, maka berlakulah ketentuan-ketentuan mengenai komisioner (pasal 76 dsl. KUHD).

c. Sebagai penyimpan barang.  Sebelum ekspeditur mendapat/menemukan pengangkut yang memenuhi syarat, maka sering juga ekspeditur terpaksa harus menyimpan dulu barang-barang pengirim di gudangnya. Untuk ini berlakulah ketentuan-ketentuan mengenai pe-nyimpanan barang (bewaargeving), pasal 1694 dsl. KUH Perdata.

d. Sebagai penyelenggara urusan  (zaakwaarnemer). Untuk melaksanakan amanat pengirim, ekspeditur banyak sekali harus berurusan dengan pihak ketiga untuk kepentingan barang-barang tersebut, misalnya: melaksanakan keten-tuan-ketentuan tentang pengeluaran dan pemasukan ba-

52 H.M.N Purwosutjipto, 2003, Op-cit, hal. 134.

Page 73: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

73Hukum Pengangkutan Indonesia

rang-barang di pelabuhan, bea cukai dan lain-lain. Di sini ada unsur “penyelenggaraan urusan” (zaakwaarneming) dan untuk ini berlakulah Pasal 1354 dsl. KUHPerdata.

e. Register dan surat muatan.  Sebagai pengusaha, seorang ekspeditur harus memelihara register harian tentang macam dan jumlah barang-barang dagangan dan barang lainnya yang harus diangkut, begitu pula harganya (Pasal 86 ayat (2) KUHD). Hal ini erat hubungannya dengan Pasal 6 KUHD. Kecuali register harian tersebut di atas, dia harus membuat surat muatan (vrachtbrief — Pasal 90 KUHD) pada tiap-tiap barang yang akan diangkut.

f. Hak retensi.  Berdasarkan fungsi-fungsi atau sifat-sifat perjanjian ekspedisi tersebut di atas, maka menjadi persoalan apakah ekspeditur mempunyai hak retensi. Sebagai yang telah diketahui, pemegang kuasa mempu-nyai hak retensi (Pasal 1812 KUH Perdata, begitu juga komisioner (Pasal 85 KUHD), penyimpan barang (Pasal 1729 KUH Perdata, penyelenggara urusan (menurut ar-rest H.R. tanggal 10 Desember 1948) maka menurut Pur-wosutjipto ekspediturpun mempunyai hak retensi.53

5. Tanggung Jawab Ekspeditur

Pasal 87 KUHD menetapkan tanggung jawab ekspeditur terhadap barang-barang yang telah diserahkan pengirim ke-padanya untuk:

a. menyelenggarakan pengiriman selekas-lekasnya dengan rapi pada barang-barang yang telah diterimanya dari pen-girim;

b. mengindahkan segala upaya untuk menjamin keselama-tan barang-barang tersebut.

53 Ibid.

Page 74: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

74 Hukum Pengangkutan Indonesia

Kecuali tanggung jawab seperti tersebut di atas, juga hal-hal di bawah ini menjadi tanggungjawabnya:

a. pengambilan barang-barang dari gudang pengirim;

b. bila perlu penyimpanan di gudang ekspeditur;

c. pengambilan barang-barang muatan dari tempat (pelabu-han) tujuan untuk diserahkan kepada penerima yang ber-hak atau kepada pengangkut selanjutnya.

Tugas tersebut dalam huruf c, d, dan e hanya dilakukan bila tegas-tegas telah ditetapkan dalam perjanjian ekspedisi yang bersangkutan.

6. Pasal 86 Dan 87 KUHD Adalah Peraturan Pelengkap

Menurut Molengraaff, Polak dan Dorhout Mees, Pasal 86 dan 87 KUHD adalah peraturan pelengkap, artinya peny-impangan dari ketentuan-ketentuan Pasal 86 dan 87 KUHD diperbolehkan. Misalnya, pasal 86 KUHD menetapkan bahwa tugas ekspeditur hanya “mencarikan pengangkut” bagi pen-girim yang mempergunakan jasanya. Bila seorang ekspeditur yang tugasnya merangkap menjadi pengangkut, tidak sesuai dengan maksud pasal 86 KUHD tersebut. Tetapi dalam prak-tek, banyak juga seorang ekspeditur yang merangkap menjadi pengangkut, tidak menimbulkan kesulitan-kesulitan hukum.

Berhubung Pasal 86 dan 87 KUHD adalah peraturan pelengkap, maka sebagai juga pengangkut, ekspeditur dapat mengurangi tanggung jawabnya sedemikian rupa sehingga hampir dapat dikatakan tidak mempunyai tanggung jawab. Berbeda dengan pengangkut laut dan udara, di sini undang-undang tidak memberi pembatasan, kecuali ketertiban umum dan kesusilaan. Meniadakan tanggung jawab untuk kesenga-

Page 75: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

75Hukum Pengangkutan Indonesia

jaan dan kelalaian yang besar pada hemat Purwosutjipto tidak diperkenankan.

7. Batas Tanggung Jawab Ekspkditur

Menurut Pasal 87 KUHD, tanggung jawab ekspeditur ber-henti pada saat barang-barang dari pengirim itu telah diterima oleh pengangkut. Tetapi menurut Pasal 88 KUHD, kerugian-kerugian sesudah saat tersebut, bila dapat dibuktikan bersum-ber pada kesalahan atau kelalaian ekspeditur, maka kerugian itu dapat dibebankan kepada ekspeditur.

Kecuali itu, ekspeditur juga harus bertanggung jawab atas ekspeditur antara (tussen-expediteur), yang jasanya diperguna-kannya (Pasal 89 KUHD). Tanggung jawab ekspeditur seperti ditentukan dalam Pasal 89 KUHD ini sifatnya lebih luas dari-pada tanggung jawab seorang pemegang kuasa menurut Pasal 1803 KUHPerdata yang berbunyi sebagai berikut: “Si pemeg-ang kuasa bertanggung jawab untuk orang yang telah ditunjuk sebagai penggantinya dalam melaksanakan tugasnya, bila:

a. dia tidak diberikan kekuasaan untuk menunjuk orang lain sebagai penggantinya;

b. kekuasaan itu telah diberikan kepadanya tanpa penyebu-tan seorang tertentu, sedangkan orang yang dipilihnya un-tuk itu ternyata seorang yang tidak cakap atau tidak mam-pu. Dan selanjutnya. Perbedaan yang besar ialah Pasal 89 KUHD tanpa syarat, sedangkan Pasal 1803 KUHPerdata dengan syarat.

8. Ekspeditur Tidak Tetap

Di samping adanya ekspeditur sebagai pengusaha yang bersifat tetap, dalam praktek ada ekspeditur yang tidak tetap

Page 76: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

76 Hukum Pengangkutan Indonesia

(insidentil). artinya dia bertindak sebagai ekspeditur hanya kadang kala saja. Ekspeditur macam ini tidak diatur dalam KUHD. Sesuai (analogi) dengan kedudukan komisioner in-sidentil, yang diatur dalam Pasal 85-a KUHD, maka bagi ek-speditur insidentil juga berlaku ketentuan-ketentuan bagi ekspeditur tetap, yang diatur dalam Pasal 86 sampai den-gan Pasal 90 KUHD.

9. Hubungan Penerima dengan Perjanjian Ekspedisi

Kalau penerima telah menerima barang muatan, atau dia menolak untuk menerimanya, karena ada kerusakan atau kekurangan, maka. dia tidak hanya bersangkutan dengan per-janjian pengangkutan saja, tetapi juga dengan perjanjian eks-pedisi, sejauh dapat diketahui dari dokumen-dokumen yang ada. Dia harus membayar uang angkutan, bila ditentukan de-mikian dalam perjanjian (Pasal 491 KUHD).

Penerima mempunyai hak sendiri yang bersangkutan dengan perjanjian ekspedisi dan juga dengan perjanjian pen-gangkutan. Hak sendiri yang dimiliki oleh penerima inilah yang menjadi dasar ketentuan Pasal 93 dan Pasal 94 KUHD. Dalam hal ini kesulitan hanya ada, bila penerima tidak meng-gunakan haknya. Pada pengangkutan dengan konosemen, ke-sulitan itu tidak akan terjadi, sebab di sini hanya pemegang konosemen sajalah yang berhak bertindak dalam penuntutan kepada pengangkut.

10. Kewajiban penerima terhadap Penyelenggaraan Urusan

Pengirim sebagai pemberi kuasa memberi perintah ke-pada ekspeditur yang selanjutnya harus dilaksanakan oleh ek-speditur. Termasuk tugas ekspeditur ialah menerima barang-

Page 77: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

77Hukum Pengangkutan Indonesia

barang dari pengangkut yang selanjutnya diserahkan kepada penerima, yang pada umumnya bukan si pengirim. Biasanya si penerima adalah pihak pembeli dalam perjanjian jual-beli yang dibuatnya lebih dulu, sedangkan si pengirim adalah si penjual.

Dengan penyerahan barang-barang oleh ekspeditur tersebut kepada penerima, maka beralihlah hak milik atas barang-barang tersebut. Kalau hak milik sudah beralih sebe-lum barang diserahkan, maka ekspeditur mulai saat itu harus menjadi penyelenggara urusan (zaakwaarneming) terhadap barang-barang untuk kepentingan si penerima. Terhadap pe-nyelenggaraan urusan untuk kepentingannya ini penerima wajib memberi honorarium, (Pasal 1357 KUH Perdata den-gan cara mengganti semua uang muka yang telat dikeluarkan ekspeditur, dan untuk ini ekspeditur mempunyai hak retensi. Mengenai penyelenggaraan urusan (zaakwaarneming) sendiri, tidak menimbulkan hak atas provisi (Pasal 1358 KUH Perda-ta). Dengan ini penerima tidak secara otomatis terikat pada perjanjian ekspedisi.

11. Hak Gugat Ekspeditur Terhadap Pengangkut

Kalau seorang pengangkut melakukan perbuatan mela-wan hukum dan menurut Pasal 91 KUHD dia bertanggung jawab atas kerugian itu, maka hak apa yang dapat dipergu-nakan oleh ekspeditur terhadap pengangkut yang bersangku-tan. Kalau ekspeditur menutup perjanjian pengangkutan atas nama pengirim,  maka pengirim dapat langsung menuntut ganti kerugian kepada pengangkut. Tetapi bila ekspeditur me-nutup perjanjian pengangkutan  atas namanya sendiri,  maka hanya ekspeditur yang berhak menuntut ganti kerugian dan

Page 78: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

78 Hukum Pengangkutan Indonesia

bukan pengirim, sebab pengirim tidak mempunyai hubungan kontraktuil dengan pengangkut. Karena ekspeditur berbuat atas tanggungan pengirim, maka orang dapat berkata: kerugian barang-barang tidak mengenainya, jadi, dia tidak mempunyai kepentingan terhadap tun-tutan ganti rugi. Orang juga dapat berkata: pengirim tidak ada hubungan kontraktuil dengan pengangkut, jadi dia tidak bisa menuntut ganti rugi berdasar perjanjian pengangkutan, tetapi dapat menuntut berdasarkan perbuatan melawan hukum, pada mana dia harus dapat mem-buktikan sifat melawan hukumnya perbuatan pengangkut.

Kesulitan persoalan ini ditambah pula, bila dalam per-janjian pengang-kutan itu tidak jelas benar, apakah ekspedi-tur berbuat atas namanya pengirim atau atas namanya sendi-ri. Mengenai soal ini praktek membutuhkan penyelesaian yang praktis. Untung juga, ada keputusan pengadilan Hofs-Graven-hage 26 Januari 1967, di mana ditetapkan bahwa kepada eks-peditur yang berbuat atas namanya sendiri diberi hak khusus untuk menuntut ganti kerugian. Kepentingan atas tuntutan-nya itu merupakan suatu jasa servis bagi pemberi kuasanya untuk memasukkan ganti kerugian. Kalau dia bertanggung jawab atas kerugian itu, maka disitulah letak kepentingannya. Penyelesaian ini dapat dipakai juga bagi seorang pengangkut yang bertindak sebagai ekspeditur bagi suatu transport yang bersambungan dengan trayeknya sendiri.

Page 79: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

79Hukum Pengangkutan Indonesia

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM PENGANGKUTAN UDARA

A. Pendahuluan

Sejalan dengan perkembangan teknologi dan ilmu pengeta-huan menyebabkan manusia terus mendayagunakan sumberdaya alam di udara untuk memenuhi kebutuhan kehidupan dan peng-hidupan manusia yang salah satunya adalah kegiatan jasa angkutan udara.54

Transportasi udara niaga dewasa ini mengalami perkemban-gan pesat, hal tersebut dapat dilihat dari banyak perusahaan atau maskapai penerbangan yang melayani jasa penerbangan ke berba-gai rute penerbangan baik domestik maupun internasional, sampai dengan tahun 2012 terdapat 19 perusahaan atau maskapai pener-bangan yang beroperasi dengan menggunakan pesawat terbang sebanyak lebih dari 340.55 Perusahaan-perusahaan yang melayani jasa penerbangan niaga diantaranya Garuda Indonesia, Sriwijaya Air, Batik Air, Lion Air dan lain-lain. Perkembangan dan pertum-buhan industri penerbangan tersebut tidak terlepas dari peningka-tan jumlah pengguna jasa transportasi udara.

Berdasarkan data statistik Badan Pusat Statistik mencatat jum-

54 E. Suherman, 2000, Aneka Masalah Hukum Kedirgantaraan (Himpunan Makalah 1961-1995), Bandung Mandar Maju, hal. 174.

55 https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2018/12/20/penumpang-pesawat-penerbangan-domes-tik-januari-oktober-2018, Diakses tanggal 7 Maret 2019.

Page 80: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

80 Hukum Pengangkutan Indonesia

lah penumpang pesawat udara untuk penerbangan domestik pada Oktober 2018 meningkat 6,85% menjadi 8,11 juta orang dan juga tumbuh 7,85% dibanding Oktober tahun sebelumnya. Demikian pula secara kumulatif periode Januari-Oktober tahun ini tumbuh 6,98% menjadi 78,63 juta orang dibanding periode yang sama 2017.Sementara jumlah penumpang untuk penerbangan interna-sional pada Oktober tahun ini tumbuh 3,36% menjadi 1,54 juta orang, namun jika dibanding Oktober tahun lalu tumbuh 14,07%. Demikian pula secara kumulatif untuk periode Januari-Oktober tumbuh 7,8% menjadi 14,9 juta orang dari periode yang sama ta-hun lalu 13,84 juta orang.56. Ada beberapa alasan konsumen meng-gunakan jasa transportasi udara, diantaranya untuk kepentingan bisnis, kepentingan pariwisata, dan berbagai urusan lainnya. Dili-hat dari aspek penyelenggaraan penerbangan terdapat dua bentuk kegiatan penerbangan, yaitu penerbangan komersil dan penerban-gan bukan komersil. Penerbangan komersil atau niaga merupakan bentuk transportasi udara yang mengenakan biaya bagi penggu-nanya. Jenis penerbangan ini dibedakan lagi menjadi dua bentuk, yaitu penerbangan niaga berjadwal dan penerbangan niaga tidak berjadwal.

Perkembangan jumlah perusahaan penerbangan di satu sisi menguntungkan bagi para pengguna jasa transportasi udara (pe-numpang dan pemilik kargo) karena akan banyak pilihan. Peru-sahaan-perusahaan tersebut bersaing untuk menarik penumpang sebanyak-banyaknya dengan menawarkan tarif yang lebih murah atau menawarkan berbagai bonus. Namun di sisi lain, dengan ta-rif yang murah tersebut sering menurunkan kualitas pelayanan (service), bahkan yang lebih mengkhawatirkan lagi adalah akan

56 Ibid.

Page 81: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

81Hukum Pengangkutan Indonesia

menyebabkan berkurangnya kualitas pemeliharaan (maintenance) pesawat sehingga rawan terhadap keselamatan penerbangan dan akan berdampak kurang baik terhadap keamanan, kenyamanan dan perlindungan konsumen57.

Menjamurnya maskapai penerbangan dalam kurun waktu 10 tahun terakhir di satu sisi memberikan implikasi positif bagi masyarakat pengguna jasa penerbangan, yaitu banyak pilihan atas operator penerbangan dengan berbagai ragam pelayanannya. Di samping itu, banyaknya maskapai penerbangan telah mencip-takan iklim yang kompetitif antara satu maskapai penerbangan dengan maskapai penerbangan lainnya yang pada ujungnya mela-hirkan tiket murah yang diburu masyarakat secara antusias. Na-mun, kompetisi ini pada sisi lain juga menimbulkan kekhawatiran bahwa harga tiket murah akan berdampak pada kualitas layanan, khususnya layanan atas perawatan pesawat. Kekhawatiran tersebut muncul akibatnya sering terjadinya kecelakaan pesawat terbang58.

Pada dasarnya dalam kegiatan pengangkutan udara niaga ter-dapat dua pihak, yaitu pengangkut dalam hal ini adalah perusa-haan atau maskapai penerbangan dan pihak pengguna jasa atau konsumen.Para pihak tersebut terikat oleh suatu perjanjian, yaitu perjanjian pengangkutan. Sebagaimana layaknya suatu perjanjian yang merupakan manisfestasi dari hubungan hukum yang bersi-fat keperdataan maka di dalamnya terkandung hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan dan dipenuhi, yang biasa dikenal dengan istilah “ prestasi”.

57 E. Saefullah Wiradipradja, 2006, Tanggung Jawab Perusahaan Penerbangan Terhadap Penumpang Menurut Hukum Udara Indonesia,Jurnal Hukum Bisnis Vol 25, Jakarta hal. 5-6.

58 Wagiman, 2006, Refleksi dan Implemantasi Hukum Udara: Studi Kasus Pesawat Adam Air, ,Jur-nal Hukum Bisnis Vol 25, Jakarta, hal. 13.

Page 82: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

82 Hukum Pengangkutan Indonesia

Dalam hukum pengangkutan, kewajiban pengangkut antara lain mengangkut penumpang dan/atau barang dengan aman, utuh dan selamat sampai di tempat tujuan, memberikan pelayanan yang baik, mengganti kerugian penumpang dalam hal adanya kerugian yang menimpa penumpang, memberangkatkan penumpang sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan dan lain-lain. Sedangkan ke-wajiban penumpang adalah membayar ongkos pengangkutan yang besarnya telah ditentukan, menjaga barang-barang yang berada di bawah pengawasannya, melaporkan jenis-jenis barang yang dibawa terutama barang-barang yang berkategori berbahaya, mentaati ketentuan-ketentuan yang ditetapkan pengangkut yang berkenaan dengan pengangkutan.Hak dan kewajiban para pihak tersebut bi-asanya dituangkan dalam suatu dokumen perjanjian pengangku-tan.

Secara teoritis, perjanjian pengangkutan merupakan suatu perikatan dimana satu pihak menyanggupi untuk dengan aman membawa orang atau barang dari suatu tempat ke tempat lain sedangkan pihak lainnya, menyanggupi untuk membayar ongko-snya59. Ketentuan tentang pengangkutan tersebut juga berlaku di dalam kegiatan pengangkutan atau transportasi udara, dalam hal ini pengangkut atau maskapai penerbangan berkewajiban un-tuk mengangkut penumpang dengan aman dan selamat sampai di tempat tujuan secara tepat waktu, dan sebagai konpensasi dari pelaksanaan kewajibannya tersebut maka perusahaan penerbangan mendapatkan bayaran sebagai ongkos penyelenggaraan pengang-kutan dari penumpang. Dalam praktik kegiatan transportasi udara niaga sering kali pengangkut tidak memenuhi kewajibannya secara baik dan benar atau dapat dikatakan telah melakukan wanprestasi. Beberapa kasus atau fakta yang dapat dikategorikan sebagai bentuk

59 R. Subekti, 1995, Aneka Perjanjian, PT Citra Aditya, Bandung, hal. 69.

Page 83: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

83Hukum Pengangkutan Indonesia

wanprestasi oleh pengangkut adalah tidak memberikan keselama-tan dan keamanan penerbangan kepada penumpang yaitu, berupa terjadinya kecelakaan pesawat yang mengakibatkan penumpang meninggal dunia dan/atau cacad, penundaan penerbangan atau “delay”, keterlambatan, kehilangan atau kerusakan barang bagasi milik penumpang, pelayanan yang kurang memuaskan, informasi yang tidak jelas tentang produk jasa yang ditawarkan dan lain-lain.

Sebagaimana terungkap dari hasil penelitian dan pantauan Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) tercatat sekitar tujuh maskapai penerbangan yang kerap dikeluhkan konsumen. Ketujuh maskapai tersebut adalah Air Asia, Lion Air, Garuda, Adam Air (sudah ditutup), Sriwijaya Air, dan terakhir Batavia Air (sudah ditutup).60

Bentuk-bentuk pengaduan konsumen yang disampaikan antara lain, yakni penundaan jadwal penerbangan tanpa pember-itahuan, kehilangan barang di bagasi, tiket hangus, tempat duduk, menolak booking lewat telepon, serta pengaduan lainnya seperti barang di bagasi ditelantarkan, pembatalan tiket (refund), sikap pramugari, keamanan dan kebersihan. Setiap kecelakan penerban-gan selalu menimbulkan kerugian bagi penumpang yang tentu saja melahirkan permasalahan hukum, khususnya berkenaan dengan tanggung jawab perusahaan penerbangan atau pengangkut (car-rier) terhadap penumpang dan pemilik barang baik sebagai para pihak dalam perjanjian pengangkutan maupun sebagai konsumen, selain itu persoalan lain bagi konsumen adalah adanya keterlam-batan pelaksanaan pengangkutan udara yang terkadang melebihi batas toleransi. Tidak ada upaya hukum yang dapat dilakukan ter-hadap permasalahan tersebut61.

60 http://www.majalahkonstan.com, diakses tanggal 7 Maret 2019.61 Ridwan Khairandy, 2006, Tanggung Jawab Pengangkut dan Asuransi Tanggung Jawab Sebagai In-

Page 84: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

84 Hukum Pengangkutan Indonesia

Menurut ketentuan peraturan perundang-undangan apabila terjadi peristiwa atau keadaan yang menimbulkan kerugian bagi penumpang maka pengangkut bertanggung jawab untuk meng-ganti kerugian yang dialami penumpang, akan tetapi dalam pelak-sanaannya konsumen atau penumpang mengalami kesulitan untuk memperjuangkan hak-haknya sebagai konsumen.

Sehubungan dengan hal tersebut maka perlu adanya upaya pemberdayaan konsumen yang menggunakan jasa transportasi udara oleh berbagai pihak yang kompeten. Pada prinsipnya kegia-tan pengangkutan udara merupakan hubungan hukum yang bersi-fat perdata akan tetapi mengingat transportasi udara telah menjadi kebutuhan masyarakat secara luas maka diperlukan campur tangan pemerintah dalam kegiatan pangangkutan udara yaitu menentu-kan kebijakan-kebijakan atau regulasi yang berhubungan dengan kegiatan pengangkutan udara sehingga kepentingan konsumen pengguna jasa transportasi udara terlindungi.

Meskipun perjanjian pengangkutan pada hakekatnya sudah harus tunduk pada pasal-pasal dari bagian umum dari hukum perjanjian Burgerlijk Wetboek (KUH Perdata), akan tetapi oleh undang-undang telah ditetapkan berbagai peraturan khusus yang bertujuan untuk kepentingan umum membatasi kebebasan dalam hal membuat perjanjian pengangkutan, yaitu meletakkan berbagai kewajiban khusus kepada pihaknya pengangkut yang tidak boleh disingkirkan dalam perjanjian62.

Berkenaan dengan hal tersebut menurut Sri Redjeki Hartono63 negara mempunyai kewajiban untuk mengatur agar kepentingan-

strumen Perlindungan Konsumen Angkutan Udara, Jurnal Hukum Bisnis Vol 25, Jakarta, hal. 20-21.

62 R. Subekti, Op-cit., hal. 71. 63 Sri Redjeki Hartono,2007, Hukum Ekonomi Indonesia, Bayu Media, Malang, hal. 132.

Page 85: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

85Hukum Pengangkutan Indonesia

kepentingan yang berhadapan harus dapat dipertemukan dalam keselarasan dan harmonisasi yang ideal. Untuk itu, negara mem-punyai kewenangan untuk mengatur dan campur tangan dalam memprediksi kemungkinan pelanggaran yang terjadi dengan me-nyediakan rangkaian perangkat peraturan yang mengatur sekaligus memberikan ancaman berupa sanksi apabila terjadi pelanggaran oleh siapapun pelaku ekonomi. Perangkat peraturan dapat meliputi pengaturan yang mempunyai tujuan sebagai berikut:

1. Menjaga keseimbangan semua pihak yang kepentingan-nya berhadapan

2. Memberikan sanksi apabila memang sudah terjadi seng-keta dengan cara menegakkan hukum yang berlaku

3. Menyiapkan lembaga penyelesaian sengketa dan hukum acaranya.

Selama ini dikenal ada beberapa model hukum perlindun-gan konsumen, Pertama adalah memformulasikan perlindungan konsumen melalui proses legislasi (undang-undang); kedua mel-akukan pendekatan secara holistik, yaitu bahwa secara khusus ada undang-undang yang mengatur masalah perlindungan konsumen, sekaligus menjadi “payung” undang-undang sektoral yang berdi-mensi konsumen; selanjutnya bahwa undang-undang perlindun-gan konsumen adalah undang-undang tersendiri yang dipertegas lagi dalam undang-undang sektoral.64

Pemerintah sejak tanggal 20 April 1999, telah mengeluarkan instrumen perundang-undangan yang mempunyai dimensi untuk melindungi masyarakat/konsumen, yaitu dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Kon-

64 Gunawan Widaja dan Ahmad Yani, 2003, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, PT Grame-dia Pustaka Utama, Jakarta, hal. Ix.

Page 86: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

86 Hukum Pengangkutan Indonesia

sumen, di dalam undang-undang ini diatur banyak hal diantaranya hak dan kewajiban konsumen, juga hak dan kewajiban produsen. Kehadiran undang-undang perlindungan konsumen diharapkan dapat menciptakan kegiatan usaha perdagangan yang fair tidak hanya bagi kalangan pelaku usaha, melainkan secara langsung untuk kepentingan konsumen, baik selaku pengguna, peman-faat maupun pemakai barang dan/atau jasa yang ditawarkan oleh pelaku usaha65.

Pada prinsipnya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tidak semata-mata memberikan perlindungan kepada konsumen saja tetapi memberikan perlindungan kepada masyarakat (publik) pada umumnya, mengingat setiap orang adalah konsumen. Undang-undang ini secara mendasar memberikan keseimbangan dalam beberapa hal, yaitu:

1. Kedudukan pelaku usaha dan konsumen mengenai:

a) Harmonisasi mengenai pelaku usaha dengan konsumen, keduanya saling membutuhkan yang satu tidak mungkin memutuskan hubungan dengan pihak lain;

b) Menyamakan persepsi bahwa masing-masing sisi mem-punyai hak dan kewajiban yang seimbang.

2. Menyadarkan masyarakat bahwa ada hak-hak sendiri yang da-pat dipertahankan dan dituntut kepada pihak lain mengenai:

a) Tata cara menyelesaikan sengketa, termasuk hukum aca-ranya;

b) Apa yang harus dilakukan dan tidak boleh dilakukan baik oleh pelaku usaha maupun oleh konsumen;

c) Informasi apa saja yang harus diberikan oleh pelaku usa-ha kepada konsumen, demikian juga sebaliknya.

65 Ibid.

Page 87: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

87Hukum Pengangkutan Indonesia

2. Menyadarkan kepada pelaku usaha dan konsumen bahwa kedudukan mereka adalah seimbang dengan tidak saling membebani satu terhadap yang lain.

Pada dasarnya hubungan antara produsen dan konsumen merupakan hubungan yang bersifat ketergantungan, produsen membutuhkan dan sangat bergantung atas dukungan konsumen sebagai pelanggan, dan sebaliknya konsumen kebutuhannya sangat bergantung dari hasil produksi produsen, saling ketergantungan karena kebutuhan tersebut dapat menciptakan hubungan yang ber-sifat terus-menerus dan berkesinambungan sepanjang masa sesuai dengan tingkat ketergantungan akan kebutuhan yang tidak terpu-tus-putus, Jadi hubungan hukum akan tetap terus ada sepanjang masing-masing pihak saling membutuhkan.66

Secara teoritis hubungan hukum menghendaki adanya keseta-raan diantara para pihak, akan tetapi dalam praktiknya hubungan hukum tersebut sering berjalan tidak seimbang terutama dalam hubungan hukum antara produsen dan konsumen, hal inipun ter-jadi dalam hubungan hukum antara konsumen atau penumpang dengan pengangkut pada transportasi udara niaga, dimana kon-sumen atau penumpang tidak mendapatkan hak-haknya dengan baik. Sehubungan dengan itu, diperlukan suatu perlindungan hu-kum bagi konsumen dalam kegiatan penerbangan. Unsur terpent-ing dalam perlindungan hukum bagi pemakai jasa angkutan udara serta jenis-jenis angkutan lainnya adalah unsur keselamatan ang-kutan dan tanggung jawab pengangkut67.

66 Sri Redjeki Hartono, 2000, Kapita Selekta Hukum Ekonomi, Penerbit Mandar Maju, Bandung, hal. 81.

67 E. Suherman, 1984, Wilayah Udara dan Wilayah Dirgantara, Penerbit Alumni, Bandung, hal. 163.

Page 88: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

88 Hukum Pengangkutan Indonesia

Suatu sistem perlindungan hukum bagi konsumen jasa ang-kutan udara adalah suatu sistem yang terdiri dari peraturan pe-rundang-undangan dan prosedur yang mengatur semua aspek, baik langsung maupun tidak langsung mengenai kepentingan dari konsumen jasa angkutan udara, perlindungan konsumen merupa-kan perlindungan hukum total akan memberikan perlindungan pada penumpang mulai dari taraf pembuatan pesawat udara sam-pai pada saat ia telah selamat sampai di tempat tujuan, atau kalau mengalami kecelakaan, sampai ia atau ahli warisnya yang berhak memperoleh ganti rugi dengan cara yang mudah, murah dan cepat. Unsur-unsur perlindungan konsumen jasa angkutan udara secara lengkap meliputi berbagai aspek antara lain aspek keselamatan; aspek keamanan; aspek kenyamanan; aspek pelayanan; aspek per-tarifan dan aspek perjanjian angkutan udara. Dalam menentukan pertanggungjawaban perusahaan penerbangan tentunya harus mengacu pada ketentuan-ketentuan yang berlaku, sehingga dapat ditentukan pihak-pihak yang bertanggung jawab, hal-hal yang da-pat dipertanggungjawabkan, bentuk-bentuk pertanggungjawaban, besar ganti kerugian dan lain-lain.

Pada kegiatan penerbangan komersil atau transportasi udara niaga terdapat beberapa ketentuan yang berkaitan dengan tang-gung jawab pengangkut udara terhadap penumpang baik yang ber-sumber pada hukum nasional maupun yang bersumber pada hu-kum internasional. Ketentuan hukum nasional yang secara khusus mengatur tentang kegiatan penerbangan saat ini adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, dan beberapa peraturan pelaksananya. Sedangkan ketentuan yang secara khusus mengatur tentang kegiatan penerbangan komersial domestik ada-lah Luchtvervoer Ordonantie (Stbl. 1939:100) atau Ordonansi 1939 yang biasa disingkat OPU 1939.

Page 89: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

89Hukum Pengangkutan Indonesia

Di dalam OPU ini ditegaskan tentang tanggung jawab pen-gangkut. Sedangkan ketentuan hukum internasional yang terkait erat dengan kegiatan penerbangan sipil adalah Konvensi Warsawa 1929. Selain itu, masih ada lagi peraturan perundang-undangan yang substansinya sangat terkait dengan kegiatan penerbangan nia-ga, yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlind-ungan Konsumen. Sebab dalam kegiatan penerbangan komersial terdapat hubungan hukum antara produsen dan konsumen.

Produsen dalam hal ini adalah perusahaan atau maskapai pen-erbangan yang bertindak sebagai pelaku usaha, sedangkan kon-sumennya adalah para penumpang yang menggunakan jasa trans-portasi udara yang ditawarkan oleh maskapai penerbangan. Di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindun-gan Konsumen diatur mengenai hak dan kewajiban pelaku usaha dan konsumen. Selama ini hak dan kewajiban para pihak dalam kegiatan transportasi udara sering tidak berjalan secara seimbang, di mana konsumen berada di posisi yang lemah dan tidak berdaya jika dibandingkan dengan posisi pelaku usaha yang posisi lebih kuat.Padahal seharusnya posisi para pihak haruslah seimbang dan sejajar, karena pada prinsipnya mereka saling membutuhkan dan bersifat ketergantungan.

B. Transportasi Pengangkutan Udara

1. Bentuk-Bentuk Angkutan Udara Niaga

Dalam Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1995 Tentang Angkutan Udara, dinyatakan angkutan udara adalah setiap kegiatan dengan menggunakan pesawat udara untuk mengangkut penumpang, kargo, dan pos untuk satu

Page 90: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

90 Hukum Pengangkutan Indonesia

perjalanan atau lebih dari satu bandar udara ke bandar udara yang lain atau beberapa bandar udara. Dalam penyelangga-raan angkutan udara dibedakan menjadi dua yaitu pertama, angkutan udara niaga dan kedua, angkutan udara bukan niaga.

Angkutan udara niaga adalah angkutan udara untuk umum dengan memungut pembayaran. Sedangkan angkutan udara bukan niaga ciri terpenting adalah tidak untuk kepent-ingan umum melainkan untuk keperluan-keperluan yang ber-sifat khusus misalnya dinas-dinas kenegaraan dan kepentingan militer. Kegiatan angkutan udara dilakukan oleh perusahaan angkutan udara, yaitu perusahaan yang mengoperasikan pe-sawat udara untuk digunakan mengangkut penumpang, kargo, dan pos dengan memungut pembayaran.

Selanjutnya dalam Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1995 tentang Angkutan Udara membagi bentuk-bentuk kegiatan pengangkutan udara, menjadi dua yaitu an-gkutan udara niaga dan angkutan udara bukan niaga, secara lengkap dinyatakan

a. Kegiatan angkutan udara terdiri atas :

1) angkutan udara niaga; dan

2) angkutan udara bukan niaga.

b. Angkutan udara niaga sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, meliputi :

1) angkutan udara niaga berjadwal; dan

2) angkutan udara niaga tidak berjadwal.

Penerbangan komersial atau angkutan udara niaga adalah usaha pengangkutan dari penumpang-penumpang, barang-

Page 91: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

91Hukum Pengangkutan Indonesia

barang dan pos atau kegiatan keudaraan lainnya dengan me-mungut bayaran. Ada beberapa penggolongan kegiatan pener-bangan komersial atau niaga, yaitu sebagai berikut:

a. Penerbangan teratur (scheduled operation), yaitu pener-bangan berencana menurut suatu jadwal perjalanan pe-sawat-pesawat yang tetap dan teratur;

b. Penerbangan tidak teratur (non scheduled operation), yai-tu penerbangan-penerbangan dengan pesawat-pesawat secara tidak berencana;

c. Penerbangan suplementer, yaitu penerbangan-penerban-gan dengan pesawat-pesawat berkapasitas 15 orang dan sifatnya suplementer dari penerbangan teratur ke tidak teratur;

d. Penerbangan kegiatan keudaraan (aerial work), yaitu pe-nerbangan-penerbangan yang bukan bertujuan untuk pengangkutan penumpang, barang atau pos melainkan untuk kegiatan udara lain dengan memungut bayaran antara lain untuk kegiatan-kegiatan penyemprotan, pe-motretan, servey udara, dan lain-lain.

Sedangkan ciri-ciri penerbangan komersial atau niaga berjadwal pada umumnya sebagai berikut :

a. Penerbangan dilakukan dari suatu tempat ke tempat lain atau sebaliknya dengan rute penerbangan yang telah ditetapkan;

b. Penerbangan dilakukan secara seri, lebih dari 1 (satu) kali penerbangan, secara terus-menerus atau sedemikian rupa seringnya sehingga dapat dikatakan sebagai penerbangan Teratur (regular);

Page 92: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

92 Hukum Pengangkutan Indonesia

c. Penerbangan tersebut terbuka untuk umum guna men-gangkut penumpang dan/atau barang dengan memungut bayaran atas jasa angkutan tersebut;

d. Penerbangan dilakukan berdasarkan jadwal penerbangan yang telah ditetapkan terlebih dahulu terlepas apakah ter-sedia penumpang atau tidak, penerbangan tetap dilang-sungkan;

e. Penerbangan jenis ini dimaksudkan untuk melayani masyarakat yang telah mengutamakan nilai waktu dari pada nilai uang;

f. Perusahaan penerbangan diperbolehkan memasang iklan;

g. Penjualan tiket terbuka untuk umum secara individu.

Sedangkan ciri-ciri penerbangan tidak berjadwal secara umum, yaitu sebagai berikut:

a. Penerbangan dilakukan untuk mengangkut barang, orang, dan atau pos ke seluruh wilayah Republik Indonesia den-gan tidak ada pembatasan rute penerbangan tertentu se-cara tetap;

b. Penerbangan tidak dilakukan sesuai dengan daftar per-jalanan terbang/ jadwal penerbangan;

c. Penjualan karcis atau surat muatan udara secara sekaligus untuk seluruh kapasitas pesawat udara tersebut;

d. Penumpangnya merupakan suatu rombongan dan bukan merupakan penumpang umum yang dihimpun oleh pen-carter atau biro perjalanan (travel beureau);

e. Pesawat udara pengangkut penumpang, barang dan pos dari suatu tempat langsung ke tempat tujuan dengan tidak

Page 93: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

93Hukum Pengangkutan Indonesia

diperkenankan menurunkan dan atau menaikkan pe-numpang dalam perjalanan;

f. Perusahaan penerbangnya tidak diperkenankan mema-sang iklan di surat kabar, majalah, maupun media massa lainnya;

g. Tarif angkutan tidak berdasarkan surat keputusan pemer-intah yang telah ditetapkan terlebih dahulu;

h. Jenis pengangkutan ini dimaksudkan untuk melayani masyarakat yang lebih mengutamakan nilai waktu dari pada nilai uang.

Penerbangan komersil dilihat dari segi wilayah operasi penerbangannya dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu :

a. Penerbangan domestik (nasional), yaitu penerbangan antar pelabuhan udara di wilayah Indonesia dengan menggunakan pesawat udara yang beregistrasi Indonesia,

b. Penerbangan internasional, adalah penerbangan dari pelabuhan udara Indonesia dengan atau tanpa melakukan transit di pelabuhan udara Indonesia atau sebaliknya den-gan tujuan pelabuhan udara negara lain.

Penerbangan internasional dilihat dari aspek perusahaan penerbangannya dikategorikan ke dalam 2 (dua) bentuk yaitu :

a. Penerbangan internasional yang dilakukan oleh pesawat udara asing (registrasi asing);

b. Penerbangan internasional yang dilakukan oleh pesawat udara nasional (registrasi nasional).

Page 94: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

94 Hukum Pengangkutan Indonesia

2. Pihak-pihak dalam Pengangkutan Udara

a. Pihak Penumpang

Penumpang adalah orang yang mengikatkan diri un-tuk membayar biaya angkutan atas dirinya yang diangkut atau semua orang/badan hukum pengguna jasa angkutan, baik angkutan darat, udara, laut dan kereta api. Ada be-berapa ciri penumpang:68

1) Orang yang berstatus pihak dalam perjanjian pen-gangkutan;

2) Membayar biaya angkutan;

3) Pemegang dokumen angkutan.

E. Suherman menyatakan bahwa dalam penerban-gan teratur (schedule) defenisi penumpang adalah setiap orang yang diangkut dengan pesawat udara oleh pengang-kut berdasarkan suatu perjanjian angkutan udara dengan atau tanpa bayaran . Di dalam draft convention September 1964 pernah dirumuskan tentang defenisi penumpang di mana disebutkan bahwa penumpang adalah setiap orang yang diangkut dalam pesawat udara, kecuali orang yang merupakan anggota awak pesawat, termasuk pramugara atau pramugari. Dengan defenisi tersebut, maka jelaslah semua yang termasuk awak pesawat sebagai pegawai pen-gangkut tidak tergolong sebagai penumpang, sedangkan pegawai darat pengangkut yang turut serta atau diangkut dengan pesawat udara baik untuk keperluan dinas pada perusahaan penerbangannya maupun untuk kepentingan pribadi dianggap sebagai penumpang biasa .

68 Abdulkadir Muhammad, 2007, Op-cit, hal. 168.

Page 95: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

95Hukum Pengangkutan Indonesia

b. Pihak Pengangkut

Pengangkut pada umumnya adalah orang yang mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan orang dan/atau barang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat. Sedangkan menurut Abdulkadir Muhammad69 pengangkut memiliki dua arti, yaitu seba-gai pihak penyelenggara pengangkutan dan sebagai alat yang digunakan untuk menyelenggarakan pengangkutan. Pengangkutan pada arti yang pertama masuk dalam sub-jek pengangkutan sedangkan pada arti pengangkut yang kedua masuk dalam kategori objek pengangkutan. Pen-gangkut memiliki arti yang luas yaitu tidak hanya terbatas atau dipertanggungjawabkan kepada crew saja, melainkan juga perusahaan-perusahaan yang melaksanakan angku-tan penumpang atau barang.

Pengangkut mengikatkan diri untuk mengangkut muatan yang diserahkan kepadanya, selanjutnya menyer-ahkan kepada orang yang ditunjuk sebagai penerima dan menjaga keselamatan barang muatan tersebut. Pengang-kut dalam melaksanakan kewajibannya yaitu mengadakan perpindahan tempat, harus memenuhi beberapa ketentuan yang tidak dapat ditinggalkan antara lain, yaitu sebagai berikut:

1) Menyelenggarakan pengangkutan dengan aman, selamat dan utuh;

2) Pengangkutan diselenggarakan dengan cepat, tepat pada waktunya:

69 Ibid, hal. 47.

Page 96: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

96 Hukum Pengangkutan Indonesia

3) Diselenggarakan dengan tidak ada perubahan ben-tuk.

Pengangkut adalah pihak yang mengikatkan diri un-tuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau penumpang. Pengangkut dapat berstatus Badan Usaha Milik Negara/Daerah, Badan Usaha Milik Swasta, Badan Usaha Koperasi, atau Perseorangan yang bergerak di bi-dang jasa pengangkutan niaga. Ada beberapa ciri dan karakteristik pengangkut yaitu sebagai berikut:

1) Perusahaan penyelenggara angkutan;

2) Menggunakan alat angkut mekanik;

3) Penerbit dokumen angkutan.

Dalam Konvensi Guandalajara 1961, pengangkutan udara dinamai contracting carier dan actual carier seba-gaimana dinyatakan pada artikel 1 huruf b. Contacting carier adalah ”a person who as principal makes an agree-man for carriage governed by the Warsaw Convention with passengger on consignor or with a person on behalf of the passengger or consignor”70. Contracting Carrier adalah pengangkut yang mengadakan perjanjian angkutan den-gan penumpang atau pengirim barang, sedangkan actu-al carrier adalah pengangkut yang atas dasar kuasa dari pengangkut pertama melaksanakan perjanjian angkutan udara tersebut.

Sedangkan E. Suherman mendefenisikan pengang-kut udara yaitu setiap pihak yang mengadakan perjanjian

70 Muazzin, 2001, “Tanggung Jawab Pangangkut Udara Terhadap Kerugian Penumpang dan Pihak Ketiga di Permukaan Bumi”, Jurnal Kanun No. 29 Edisi Agustus, Banda Aceh, hal. 403.

Page 97: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

97Hukum Pengangkutan Indonesia

pengangkutan dengan pihak penumpang atau pengirim atau penerima barang, perjanjian mana dapat dibuktikan dengan dokumen angkutan yang diberikan pada penump-ang/pengirim barang71. Dalam penyelenggaraan kegiatan angkutan udara niaga atau komersial, pengangkut adalah perusahaan-perusahaan penerbangan atau biasa disebut juga dengan maskapai penerbangan, ada juga menye-butnya operator penerbangan.

c. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian Pen-gangkutan Udara

Dalam perjanjian pengangkutan terdapat hak dan kewajiban para pihak yang harus dilaksanakan dengan baik. Hak dan kewajiban timbul karena adanya hubungan hukum diantara para pihak. Berikut dipaparkan hak dan kewajiban pengangkut dan penumpang pada transportasi udara.

1) Hak Pengangkut pada Angkutan Udara

Secara umum hak pengangkut adalah menerima pembayaran ongkos angkutan dari penumpang atau pen-girim barang atas jasa angkutan yang telah diberikan. Akan tetapi di dalam ordonansi pengangkutan Udara 1939 ditentukan hak pengangkut, yaitu sebagai berikut:

a) Pada Pasal 7 ayat (1), Setiap pengangkut barang ber-hak untuk meminta kepada pengirim untuk mem-buat dan memberikan surat yang dinamakan “surat muatan udara”. Setiap pengirim berhak untuk mem-inta kepada pengangkut agar menerima suratterse-but.

71 E Suherman, Op-cit., hal. 79.

Page 98: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

98 Hukum Pengangkutan Indonesia

b) Pasal 9, Bila ada beberapa barang, pengangkut berhak meminta kepada pengirim untuk membuat beberapa surat muatan udara.

c) Pasal 17 ayat (1), Bila penerima tidak datang, bila ia menolak untuk menerima barang-barang atau untuk membayar apa yang harus dibayarnya, atau bila ba-rang-barang tersebut disita, pengangkut wajib meny-impan barang-barang itu di tempat yang cocok atas beban dan kerugian yang berhak.

Dan pada ayat (2) Pengangkut wajib memberitahu-kan kepada pengirim, dan dalam hal ada penyitaan, juga kepada penerima, secepat-cepatnya dengan telegram atau telepon, atas beban yang berhak tentang penyimpanan itu dan sebab-sebabnya. Di samping hak-hak yang diatur dalam OPU tersebut di atas, masih ada hak-hak yang lain dari pengangkut seperti hak untuk menolak pelaksanaan atau mengangkut penumpang yang tidak jelas identitasn-ya. Hal tersebut dapat ditemukan di dalam tiket pesawat yang menyatakan bahwa hak pengangkut untuk menyer-ahkan penyelenggaraan atau pelaksanaan perjanjian ang-kutan kepada perusahaan penerbangan lain, serta men-gubah tempat-tempat pemberhentian yang telah disetujui.

2) Kewajiban Pengangkut pada Pengangkutan Udara

Secara umum kewajiban pengangkut adalah me-nyelenggarakan pengangkutan barang atau penumpang beserta bagasinya dan menjaganya dengan sebaik-baikn-ya hingga sampai di tempat tujuan. Akan tetapi di dalam OPU 1939 ditegaskan kewajiban pengangkut pada trans-portasi udara, yaitu sebagai berikut:

Page 99: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

99Hukum Pengangkutan Indonesia

a) Pasal 8 ayat (3), Pengangkut harus menandatan-gani surat muatan udara segera setelah barang-barang diterimanya.

b) Pasal 16 ayat(2), Bila barang sudah tiba di pelabuhan udara tujuan, pengangkut berkewa-jiban untuk memberitahu kepada penerima ba-rang, kecuali bila ada Perjanjian sebaliknya.

c) Pasal 17 ayat (1), Bila penerima tidak datang, bila ia menolak untuk menerima barang-barang atau untuk membayar apa yang harus dibayarn-ya atau bila barang-barang tersebut disita, pen-gangkut wajib menyimpan barang-barang itu di tempat yang cocok atas beban dan kerugian yang berhak.

d) Pasal 17 ayat (2), Pengangkut wajib memberita-hukan kepada pengirim, dan dalam hal ada pe-nyitaan, juga kepada penerima, secepat-cepatnya dengan telegram atau telepon, atas beban yang berhak tentang penyimpanan itu dan sebab-sebabnya.

Menurut Lestari Ningrum72 ada beberapa kewajiban pokok pengangkut udara, yaitu sebagai berikut:

a) Mengangkut penumpang dan/atau barang serta menerbitkan dokumen angkutan sebagai imba-lan haknya memperoleh pembayaran biaya ang-kutan;

b) Mengembalikan biaya angkutan yang telah diba-yar oleh penumpang dan/atau pengirim barang

72 Lestari Ningrum, 2004, Op-cit., hal. 151.

Page 100: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

100 Hukum Pengangkutan Indonesia

jika terjadi pembatalan pemberangkatan pe-sawat udara niaga;

c) Dapat menjual kiriman yang telah disimpan (bu-kan karena sitaan) yang karena sifat dari barang tersebut mudah busuk, yang lebih dari 12 (dua belas) jam setelah pemberitahuan tidak diambil oleh penerima kiriman barang;

d) Bertanggung jawab atas kematian atau lukanya penumpang yang diangkut, musnah, hilang atau rusaknya barang yang diangkut, keterlambatan angkutan penumpang dan/atau barang apabila terbukti hal tersebut merupakan kesalahan pen-gangkut.

3) Hak Penumpang Pada Angkutan Udara

Seorang penumpang dalam perjanjian angkutan udara tentunya mempunyai hak untuk diangkut ke tem-pat tujuan dengan pesawat udara yang telah ditunjuk atau dimaksudkan dalam perjanjian angkutan udara yang bersangkutan73.Di samping itu juga penumpang atau ahli warisnya berhak untuk menuntut ganti rugi atas kerugian yang dideritanya sebagai akibat adanya kecelakaan pener-bangan atas pesawat udara yang bersangkutan. Selain itu hak-hak penumpang lainnya adalah menerima dokumen yang menyatakannya sebagai penumpang, mendapatkan pelayanan yang baik, memperoleh keamanan dan kese-lamatan selama dalam proses pengangkutan dan lain-lain.

73 Ibid, hal. 26.

Page 101: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

101Hukum Pengangkutan Indonesia

4) Kewajiban Penumpang pada Angkutan Udara

Sebagai salah satu pihak dalam perjanjian angkutan udara maka penumpang memiliki kewajiban-kewajiban sebagai berikut:

a) Membayar uang angkutan, kecuali ditentukan sebaliknya;

b) Mengindahkan petunjuk-petunjuk dari pen-gangkut udara atau dari pegawai-pegawainya yang berwenang untuk itu;

c) Menunjukkan tiketnya kepada pegawai-pegawai pengakut udara setiap saat apabila diminta;

d) Tunduk kepada peraturan-peraturan pengang-kutan udara mengenai syarat-syarat umum per-janjian angkutan muatan udara yang disetujuin-ya;

e) Memberitahukan kepada pengangkut udara ten-tang barang-barang berbahaya atau barang- ba-rang terlarang yang dibawa naik sebagai bagasi tercatat atau sebagai bagasi tangan, termasuk pula barang-barang terlarang yang ada pada di-rinya.

Apabila penumpang tidak melaksanakan kewajiban-nya itu, maka sebagai konsekuensinya pengangkut udara berhak untuk membatalkan perjanjian angkutan udara itu. Disamping itu juga apabila penumpang yang melalai-kan kewajibannya itu kemudian menimbulkan kerugian sebagai akibat perbuatannya itu, maka ia sebagai penump-ang harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.

Page 102: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

102 Hukum Pengangkutan Indonesia

C. Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Penum-pang Transportasi Udara

1. Aspek Keselamatan Penerbangan

Tujuan utama kegiatan penerbangan komersil adalah keselamatan penerbangan. Aspek ini berkaitan erat dengan perlindungan konsumen terhadap pengguna jasa transpor-tasi udara niaga, dalam konteks ini maka semua perusahaan penerbangan wajib untuk mengantisipasi segala kemungki-nan yang dapat mencelakakan penumpangnya, oleh karena itu setiap perusahaan penerbangan komersil dituntut untuk me-nyediakan armada pesawatnya yang handal dan selalu dalam keadaan layak terbang.

Keselamatan penerbangan berkaitan erat dengan fisik pe-sawat terbang serta aspek pemeliharaan (maintence) sehingga terpenuhi persyaratan teknik penerbangan, selain itu aspek keselamatan penerbangan juga berkenaan erat dengan faktor sumber daya manusia yang terlibat dalam kegiatan penerban-gan. Keselamatan penerbangan merupakan hasil keseluruhan dari kombinasi berbagai faktor, yaitu faktor pesawat udara, personil, sarana penerbangan, operasi penerbangan dan badan-badan pengatur penerbangan74.

2. Aspek Keamanan Penerbangan

Secara fisik aspek keamanan merupakan suatu aspek yang paling terasa oleh konsumen pengguna jasa angkutan udara di samping aspek kecelakaan pesawat udara.75 Keamanan pen-

74 E.Suherman, 2000, Op-cit., hal. 169. 75 Ibid.

Page 103: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

103Hukum Pengangkutan Indonesia

erbangan maksudnya adalah aman dari berbagai gangguan, baik secara teknis maupun gangguan dari perampokan, per-ampasan dan serangan teroris. Dalam aspek keamanan ini perusahaan penerbangan wajib menjamin keamanan selama melakukan penerbangan.

3. Aspek Kenyamanan selama penerbangan

Dalam aspek kenyamanan dalam penerbangan, terkan-dung makna bahwa perusahaan penerbangan komersil wa-jib memberikan kenyamanan kepada penumpangnya. Aspek kenyamanan penerbangan berkaitan erat dengan kelengkapan pesawat udara seperti tempat duduk, kelengkapan fasilitas, pengatur suhu udara, fasilitas Bandar udara dan lain-lainnya.

4. Aspek Pelayanan

Bisnis angkutan udara merupakan salah satu bentuk per-dagangan jasa, sehingga pelayanan merupakan salah satu indi-kator sering dijadikan pilihan para calon konsumen, sehubun-gan dengan hal tersebut aspek pelayanan dalam transportasi udara berkaitan erat dengan prosedur pembelian tiket pesawat dan prosedur penentuan tempat duduk (boarding pass). Dalam konteks ini perusahaan penerbangan harus mengatur dengan baik masalah penentuan tempat duduk bagi penumpang se-hingga tidak terjadi tempat duduk yang double yang tentunya sangat merugikan konsumen.

5. Aspek Penentuan Tarif atau Ongkos Penerbangan

Secara sempit tarif merupakan kombinasi dari macam-macam komponen biaya dalam penyelenggaraan pengangku-

Page 104: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

104 Hukum Pengangkutan Indonesia

tan udara niaga. Dalam sistem penyelenggaraan transportasi udara niaga terdapat beberapa faktor yang sangat berperan dalam penentuan tarif angkutan, yaitu sistem angkutan udara, kompetisi dan tarif wajar.76Sistem angkutan udara sistem yang berdasarkan pada kebijakan pokok mengenai angkutan udara, yang kemudian menjabarkan kebijakan tersebut dalam ben-tuk pengaturan mengenai “airline system” di Indonesia, struk-tur rute-rute penerbangan dan pembinaan industri angkutan udara. Masalah tarif perlu diatur tidak membebankan kon-sumen.

6. Aspek Perjanjian Angkutan Udara

Salah satu unsur terpenting dalam rangka memberikan perlindungan konsumen pengguna jasa transportasi udara niaga adalah menyangkut aspek perjanjian pengangkutan. Dalam konteks ini perusahaan penerbangan berkewajiban untuk memberikan tiket penumpang sebagai bukti terjadi perjanjian pengangkutan udara. Dalam prakteknya tiket atau dokumen perjanjian pengangkutan udara telah disiapkan oleh perusahaan dalam bentuk yang telah baku atau biasa dikenal dengan perjanjian standard. Berkenaan dengan telah bakunya dokumen pengangkutan tersebut maka harus adanya jaminan bahwa adanya keseimbangan hak dan kewajiban diantara para pihak, baik pengangkut maupun penumpang.

7. Aspek Pengajuan Klaim

Dalam kegiatan penerbangan sering kali terjadinya risiko kecelakaan yang menimbulkan kerugian bagi penumpang,

76 Ibid, hal. 195.

Page 105: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

105Hukum Pengangkutan Indonesia

sehubungan dengan hal tersebut diperlukan perlindungan konsumen bagi penumpang, yaitu adanya prosedur penyele-saian atau pengajuan klaim yang mudah, cepat dan memuas-kan.77 Prosedur yang mudah berarti bahwa penumpang atau ahli warisnya yang sudah jelas haknya, tidak perlu menem-puh prosedur yang berbelit dan rumit dalam merealisasikan hak-haknya. Sedangkan prosedur yang murah berarti para penumpang atau ahli waris yang mengalami kecelakaan tidak perlu mengeluarkan biaya-biaya yang mahal untuk menyele-saikan ganti rugi. Penyelesaian sengketa yang cepat mengand-ung makna bahwa prosedurnya tidak memakan waktu yang lama, dalam kaitan ini dapat menggunakan penyelesaian seng-keta di luar pengadilan, sebab biasanya penyelesaian sengketa melalui jalur pengadilan memakan waktu yang lama.

8. Aspek Perlindungan Melalui Asuransi

Pada umumnya perusahaan penerbangan mengasuran-sikan dirinya terhadap risiko-risiko yang kemungkinan akan timbul dalam penyelenggaraan kegiatan penerbangannya, antara lain mengasuransikan risiko tanggung jawab terhadap penumpang. Di samping asuransi yang ditutup oleh perusa-haan penerbangan tersebut, di Indonesia dikenal juga asuransi wajib Jasa Raharja. Dalam asuransi ini yang membayar adalah penumpang sendiri, sedangkan perusahaan penerbangan han-yalah bertindak sebagai pemungut saja.

77 Ibid, hal. 201.

Page 106: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

106 Hukum Pengangkutan Indonesia

Page 107: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

107Hukum Pengangkutan Indonesia

BAB V TANGGUNGJAWAB PENGANGKUT

ATAS KERUGIAN DALAM TRANSPORTASI UDARA

A. Tanggung Jawab Pengangkut dalam Hukum Pengang-kutan

Dalam hukum pengangkut terdapat tiga prinsip atau ajaran dalam menentukan tanggung jawab pengangkut, yaitu 78:

1. Prinsip tanggung jawab atas dasar kesalahan (the based on fault atau liability based on fault principle);

2. Prinsip tanggung jawab atas dasar praduga (rebuttable presumption of liability principle);

3. Prinsip tanggung jawab mutlak (no fault, atau strict liabil-ity, absolute liability principle).

Berikut dipaparkan mengenai ketiga prinsip pertanggung-jawaban pengangkut tersebut di atas;

Pertama, prinsip tanggun gjawab atas dasar kesalahan (the based on fault atau liability based on fault principle). Dalam aja-ran ini bahwa dalam menentukan tanggung jawab pengangkutan di dasarkan pada pandangan bahwa yang membuktikan kesalahan pengangkut adalah pihak yang dirugikan atau penggugat. Dalam hukum positif Indonesia, prinsip ini dapat menggunakan pasal

78 K. Martono, 2007, Pengantar Hukum Udara Nasional dan Internasional, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 46.

Page 108: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

108 Hukum Pengangkutan Indonesia

1365 BW, yang sangat terkenal dengan pasal perbuatan melawan hukum (onrecht matigedaad). Menurut konsepsi pasal ini meng-haruskan pemenuhan unsur-unsur untuk menjadikan suatu per-buatan melanggar hukum dapat dituntut ganti rugi, yaitu antara lain:

a. adanya perbuatan melawan hukum dari tergugat;

b. perbuatan tersebut dapat dipersalahkan kepadanya;

c. adanya kerugian yang diderita akibat kesalahan tersebut.

Makna dari “perbuatan melawan hukum,” tidak hanya perbua-tan aktif tetapi juga perbuatan pasif, yaitu meliputi tidak berbuat sesuatu dalam hal yang seharusnya menurut hukum orang yang harus berbuat. Penetapan ketentuan pasal 1365 BW ini memberi kebebasan kepada penggugat atau pihak yang dirugikan untuk membuktikan bahwa kerugian itu timbul akibat perbuatan mel-anggar hukum dari tergugat. Sedangkan aturan khusus mengenai tanggung jawab pengangkut berdasarkan prinsip kesalahan bi-asanya ditentukan dalam undang-undang yang mengatur masing-masing jenis pengangkutan.

Prinsip yang kedua, yaitu prinsip tanggungjawab atas dasar praduga (rebuttable presumption of liability principle), menurut prinsip ini tergugat dianggap selalu bersalah kecuali tergugat dapat membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah atau dapat mengemu-kakan hal-hal yang dapat membebaskan dari kesalahan. Jadi dalam prinsip ini hampir sama dengan prinsip yang pertama, hanya saja beban pembuktian menjadi terbalikyaitu pada tergugat untuk membuktikan bahwa tergugat tidak bersalah.

Dalam KUH Dagang, prinsip tanggung jawab atas dasar pra-duga bersalah dapat ditemukan dalam Pasal 468 yang menyatakan:

Page 109: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

109Hukum Pengangkutan Indonesia

”Perjanjian pengangkutan menjanjikan pengangkut un-tuk menjaga keselamatan barang yang harus diangkut dari saat penerimaan sampai saat penyerahannya. Pengangkut harus mengganti kerugian karena tidak menyerahkan se-luruh atau sebagian barangnya atau karena ada kerusakan, kecuali bila Ia membuktikan bahwa tidak diserahkannya barang itu seluruhnya atau sebagian atau kerusakannya itu adalah akibat suatu kejadian yang selayaknya tidak dapat dicegah atau dihindarinya, akibat sifatnya, keadaannya atau suatu cacat barangnya sendiri atau akibat kesalahan pengirim. Ia bertanggung jawab atas tindakan orang yang dipekerjakannya, dan terhadap benda yang digunakannya dalam pengangkutan itu”.

Prinsip yang ketiga, prinsip tanggung jawab mutlak (no fault, atau strict liability, absolute liability principle). Menurut prinsip ini, bahwa pihak yang menimbulkan kerugian dalam hal ini tergugat selalu bertanggung jawab tanpa melihat ada atau tidak adanya kes-alahan atau tidak melihat siapa yang bersalah atau suatu prinsip per-tanggungjawaban yang memandang kesalahan sebagai suatu yang tidak relevan untuk dipermasalahkan apakah pada kenyataannya ada atau tidak ada. Pengangkut tidak mungkin bebas dari tanggung jawab dengan alasan apapun yang menimbulkan kerugian bagi penumpang atau pengirim barang. Prinsip ini dapat dirumuskan dalam kalimat pengangkut bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul karena peristiwa apapun dalam penyelenggaraan pen-gangkutan. Dalam perundang-undangan mengenai pengangkutan prinsip tanggung jawab mutlak tidak diatur.Hal ini tidak mungkin diatur karena alasan bahwa pengangkut yang berusaha di bidang jasa angkutan tidak perlu dibebani dengan risiko yang terlalu berat. Namun tidak berarti para pihak tidak boleh menggunakan prinsip

Page 110: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

110 Hukum Pengangkutan Indonesia

ini dalam perjanjian pengangkutan, hal tersebut berdasarkan asas perjanjian yang bersifat kebebasan berkontrak79.

Dalam hukum positif di Indonesia terdapat peraturan perun-dang-undangan yang mengatur tentang kegiatan penerbangan atau transportasi udara niaga. Instrumen hukum tersebut antara lain: Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan; Or-donansi Penerbangan 1939 atau OPU 1939; Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1995 tentang Angkutan Udara; Peraturan Pemer-intah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Setelah dilakukan pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan di atas maka dapat dinyatakan materi hukum yang berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap penumpang ada-lah menyangkut penentuan tanggung jawab perusahaan pengang-kutan udara terhadap penumpang, penentuan ganti kerugian, dan upaya hukum bagi penumpang yang mengalami kerugian. Secara lengkap substansi atau materi hukum tersebut diuraikan sebagai berikut:

1. Tanggung Jawab Perusahaan Pengangkutan Udara Sebagai Pengangkut

Materi pokok dalam kajian tentang pengangkutan udara niaga baik penerbangan internasional maupun nasional ada-lah menyangkut tanggung jawab pengangkut bila terjadi kerugian yang dialami oleh pengguna jasa transportasi udara niaga, yaitu penumpang, pemilik bagasi, pengirim atau pen-erima kargo dan juga kerugian yang dialami pihak ketiga. Ke-

79 Abdulkadir Muhammad, 2007, Op-cit., hal. 41.

Page 111: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

111Hukum Pengangkutan Indonesia

mungkinan kerugian yang mungkin dialami oleh pengguna jasa transportasi udara antara lain: kematian atau cacad atau luka-luka, kehilangan, musnah, rusaknya barang, serta keter-lambatan penerbangan.

Titik sentral dalam pembahasan mengenai tanggung jawab pengangkut adalah menyangkut prinsip tanggung jawab yang diterapkan. Ada beberapa bentuk prinsip tanggung jawab pengangkut yang dikenal dalam kegiatan pengangkutan, yang masing-masing berbeda satu dengan lainnya, baik itu cara pembebanan pembuktian, besarnya ganti kerugian dan lain-lain. Penggunaan prinsip tanggung jawab pengangkut sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor.

Dalam hukum pengangkut terdapat tiga prinsip atau aja-ran dalam menentukan tanggung jawab pengangkut, yaitu se-bagai berikut :

a. Prinsip tanggung jawab atas dasar kesalahan (the based on fault atau liability based onfault principle);

b. Prinsip tanggung jawab atas dasar praduga (rebuttable presumption of liabilityprinciple);

c. Prinsip tanggung jawab mutlak (no fault, atau strict liabil-ity, absolute liabilityprinciple).

Pembedaan prinsip tanggung jawab pengangkut tersebut pada umumnya didasarkan atau diletakkan pada pembeba-nan pembuktian, yaitu pihak mana yang harus membuktikan adanya unsur kesalahan. Dalam pembuktian dikenal beberapa prinsip yaitu pembuktian oleh pihak yang menggugat, atau oleh pihak yang digugat (pembuktian terbalik). Pembicaraan mengenai tanggung jawab pengangkut akan membicarakan

Page 112: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

112 Hukum Pengangkutan Indonesia

ruang lingkup tanggung jawab, persyaratan kapan pengangkut bertanggung jawab, pihak yang membuktikan kesalahan, be-saran ganti rugi, mekanisme klaim, mekanisme pembayaran ganti rugi.

2. Tanggung Jawab Pengangkut Terhadap Keamanan dan Kes-elamatan

Sesuai dengan ketentuan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tujuan terselenggaranya penerbangan adalah un-tuk mewujudkan penyelenggaraan penerbangan yang selamat, aman, cepat, lancar, tertib dan teratur, nyaman dan berdaya guna, dengan biaya yang terjangkau oleh daya beli masyarakat dengan mengutamakan dan melindungi penerbangan nasion-al, menunjang pemerataan, pertumbuhan dan stabilitas, seba-gai pendorong, penggerak, dan penunjang pembangunan na-sional serta mempererat hubungan antar bangsa. Selanjutnya dalam Pasal 53, dinyatakan dilarang menerbangkan pesawat udara yang dapat membahayakan keselamatan pesawat udara, penumpang dan barang, dan/atau penduduk atau mengganggu keamanan dan ketertiban umum atau merugikan harta benda milik orang lain. Dari kedua ketentuan tersebut di atas sangat jelas bahwa masalah keamanan dan keselamatan penerbangan harus mendapat perhatian yang serius oleh perusahaan pen-erbangan.

Pengertian keamanan dan keselamatan penerbangan adalah suatu kondisi untuk mewujudkan penerbangan di-laksanakan secara aman dan selamat sesuai dengan rencana penerbangan. Keamanan penerbangan adalah keadaan yang terwujud dari penyelenggaraan penerbangan yang bebas dari gangguan dan/atau tindakan yang melawan hukum.

Page 113: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

113Hukum Pengangkutan Indonesia

Keselamatan penerbangan adalah keadaan yang terwujud dari penyelenggaraan penerbangan yang lancar sesuai dengan prosedur operasi dan persyaratan kelayakan teknis terhadap sarana dan prasarana penerbangan beserta penunjangnya. Keamanan dan keselamatan penerbangan meliputi aspek pengaturan, pengendalian dan pengawasan dalam kegiatan rancang bangun, pembuatan, pengoperasian dan perawatan pesawat udara, pelayanan navigasi penerbangan, pengopera-sian bandar udara serta personil penerbangan.

Dalam rangka untuk menciptakan keamanan dan kes-elamatan penerbangan pemerintah memiliki Program Penga-manan Penerbangan Sipil, sebagaimana diatur di dalam Pasal 3, yang menyatakan:

(1) Menteri menetapkan program pengamanan penerbangan sipil.

(2) Program pengamanan penerbangan sipil sebagaimana di-maksud dalam ayat (1) meliputi :

a. program pengamanan bandar udara; dan

b. program pengamanan perusahaan angkutan udara.

(3) Program pengamanan penerbangan sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), meliputi petunjuk pelaksanaan dan prosedur dalam rangka keamanan dan keselamatan penerbangan, keteraturan dan efisiensi pen-erbangan sipil dari tindak gangguan melawan hukum.

Salah satu upaya untuk menciptakan keamanan dan kes-elamatan penerbangan adalah menyangkut aspek Kehandalan Operasional Pesawat Udara, yang meliputi:

Page 114: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

114 Hukum Pengangkutan Indonesia

a. Standar kelayakan udara;

b. Rancang bangun pesawat udara;

c. Pembuatan pesawat udara;

d. Perawatan pesawat udara;

e. Pengoperasian pesawat udara;

f. Standar kebisingan pesawat udara;

g. Ambang batas gas buang pesawat udara;

h. Personil pesawat udara.

Selain aspek pesawatnya, aspek lain yang sangat vital dan penting untuk menciptakan keamanan dan keselamatan pen-erbangan juga menyangkut Pelayanan Navigasi Penerbangan dan Pengoperasian Bandar Udara, yaitu meliputi:

a. Pelayanan navigasi penerbangan terhadap pesawat udara selama dalam pengoperasian;

b. Pengendalian ruang udara;

c. Membantu pencarian dan pertolongan kecelakaan pe-sawat udara dan/atau membantu penelitian penyebab ke-celakaan pesawat udara;

d. Penyediaan dan/atau pembinaan personil;

e. Penyediaan dan melakukan pemeriksaan sarana dan prasarana navigasi penerbangan.

Dalam melakukan ketersediaan navigasi penerbangan perlu memperhatikan beberapa aspek antara lain: perkem-bangan teknologi;. sumber daya manusia yang profesional; ketentuan-ketentuan internasional; efektivitas dan efisiensi; kawasan udara terlarang, terbatas dan berbahaya; keandalan

Page 115: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

115Hukum Pengangkutan Indonesia

sarana dan prasarana pelayanan navigasi penerbangan; ketera-turan, kesinambungan dan kelancaran arus lalu lintas udara.

Keamanan dan keselamatan penerbangan, dikaitkan den-gan perlindungan konsumen yang menggunakan jasa trans-portasi udara merupakan salah satu bentuk hak konsumen yang paling penting dan mendasar.

Sebagaimana diatur pada Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang menyata-kan Hak Konsumen adalah: hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa. Hak konsumen ini harus dipenuhi oleh perusahaan pengang-kutan udara. Sebab alasan utama calon penumpang melaku-kan perjanjian pengangkutan udara adalah karena adanya ja-minan keamanan dan keselamatan, hal tersebut telah berlaku umum dalam hukum pengangkutan bahwa tanggung jawab atau kewajiban pengangkut adalah memberikan atau menjaga keamanan dan keselamatan selama dalam perjalanan dan juga hal itu merupakan salah satu obyek yang diperjanjikan.

Persoalan keamanan dan keselamatan penerbangan berkaitan erat dengan aspek fisik dari alat yang digunakan sebagai sarana pengangkut, oleh karena itu perusahaan pen-erbangan wajib untuk menyediakan alat angkut yang memen-uhi standar keamanan dan keselamatan dan juga melakukan pemeliharaan atau (maintence) terhadap pesawat udaranya, selain itu aspek keamanan dan keselamatan penerbangan juga berkenaan dengan personil atau sumber daya manusia yang mengoperasikan pesawat penerbangan. Dalam hal ini perusa-haan penerbangan wajib untuk hanya mempekerjakan tenaga

Page 116: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

116 Hukum Pengangkutan Indonesia

kerja yang memiliki kecakapan dan keahlian khusus di bidang penerbangan.

Dalam sistem pemerintah di Indonesia institusi yang berwenang melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap keamanan dan keselamatan penerbangan ini adalah Menteri Perhubungan yang dalam pelaksanaannya dilakukan oleh Di-rektorat Jenderal Perhubungan Udara.Mengingat pentingnya keamanan dan keselamatan penerbangan maka pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan.Pera-turan ini secara khusus mengatur tentang keamanan dan kes-elamatan penerbangan.

Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001, juga me-nentukan langkah-langkah dalam pengamanan penerbangan, diantaranya prosedur pengamanan di bandar udara, prosedur pemeriksaan penumpang dan barang, yaitu sebagai berikut:

a. Prosedur dan mekanisme pemeriksaan keamanan di bandara

Sebagai langkah untuk menciptakan keamanan pen-erbangan maka sebelum dilakukan penerbangan terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan di bandar udara, antara sebagai berikut:

Setiap orang, barang, kendaraan yang memasuki sisi bandar udara, wajib melalui pemeriksan keamanan (PP 3/2001 Ps.52), personil pesawat udara, penumpang, ba-gasi, kargo dan pos yang diangkut dengan pesawat udara wajib melalui pemeriksaan keamanan (PP 3/2001 Ps 53 ayat 1). Dimana pemeriksaan keamanan dapat dilakukan

Page 117: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

117Hukum Pengangkutan Indonesia

dengan atau tanpa menggunakan alat bantu (PP 3/2001 Ps 53 ayat 2) .

Sedangkan terhadap bagasi dari penumpang yang batal berangkat dan/ atau bagasi yang tidak bersama pe-miliknya, wajib dilakukan pemeriksaan keamanan ulang untuk dapat diangkut dengan pesawat udara (PP 3/2001 Ps. 55). Apabila kargo dan pos yang belum dapat diangkut oleh pesawat udara disimpan di tempat khusus yang dise-diakan di bandar udara (PP 3/2001 Ps. 56 ayat 1), dima-na tempat penyimpanan kargo dan pos harus aman dari gangguan yang membahayakan keamanan dan keselama-tan penerbangan (PP 3/2001 Ps. 56 ayat 2).

Untuk kargo yang berupa kantong diplomatik yang bersegel diplomatik, tidak boleh dibuka (PP 3/2001 Ps. 57 ayat 1). Dalam hal terdapat dugaan yang kuat kantong diplomatik dapat membahayakan keamanan dan kes-elamatan penerbangan, perusahaan angkutan udara da-pat menolak untuk mengangkut kantong diplomatik (PP 3/2001 Ps. 57 ayat 2) , Kesemua pelaksanaan ketentuan dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku (PP 3/2001 Ps.57 ayat 3).

Apabila bahan dan/atau barang berbahaya yang akan diangkut dengan pesawat udara wajib memenuhi keten-tuan pengangkutan bahan dan/ atau barang berbahaya (PP 3/2001 Ps.58 ayat 1). Dimana perusahaan angkutan udara wajib memberitahukan kepada kapten penerbang bilamana terdapat bahan dan/ atau barang berbahaya yang diangkut dengan pesawat udara (PP 3/2001 Ps. 58

Page 118: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

118 Hukum Pengangkutan Indonesia

ayat 2) . Sedangkan untuk bahan dan/ atau barang ber-bahaya yang belum dapat diangkut, disimpan pada tem-pat penyimpanan yang disediakan khusus untuk peny-impanan barang berbahaya (PP 3/2001 Ps. 58 ayat 3), Apabila pada waktu penempatan di pesawat udara terjadi kerusakan pada kemasan, label atau marka, maka bahan dan/ atau barang berbahaya dimaksud harus diturunkan dari pesawat udara (PP 3/2001 Ps. 58 ayat 4). Persyaratan untuk agen pengangkut yang menangani bahan dan/ atau barang berbahaya yang akan diangkut dengan pesawat udara harus mendapatkan pengesahan dari perusahaan angkutan udara (PP 3/ 2001 Ps. 59 ayat 1) , Dimana ke-wajiban agen pengangkut, harus melakukan pemeriksaan, pengemasan, pelabelan dan penyimpanan sesuai dengan ketentuan yang berlaku (PP 30/2001 Ps. 59 ayat 3).

Bagi penumpang pesawat udara yang membawa sen-jata wajib melaporkan dan menyerahkannya kepada peru-sahaan angkutan udara (PP 3/2001 Ps.60 ayat 1), Dimana senjata yang diterima oleh perusahaan angkutan udara untuk diangkut, disimpan pada tempat tertentu di pe-sawat udara yang tidak dapat dijangkau oleh penumpang pesawat udara (PP 3/2001 Ps.60 ayat 2), Untuk memudah-kan dalam pendataan pemilik senjata diberi tanda terima sebagai tanda bukti penerimaan senjata oleh perusahaan angkutan udara (PP 3/2001 Ps.60 ayat 3). Adapun kewa-jiban perusahaan angkutan udara bertanggung jawab atas keamanan senjata yang diterima sampai dengan diserah-kan kembali kepada pemiliknya di bandar udara tujuan (PP 3/2001 Ps.60 ayat 3) .

Page 119: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

119Hukum Pengangkutan Indonesia

Apabila ada sesuatu yang membahayakan keamanan dan keselamatan penerbangan penyelenggara bandar udara atau perusahaan angkutan udara wajib melaporkan kepada kepolisian dalam hal mengetahui adanya barang tidak dikenal yang patut diduga dapat membahayakan keamanan dan keselamatan penerbangan (PP 3/2001 Ps.61 ayat 1).

b. Prosedur dan mekanisme penertiban penumpang, barang, dan kargo dalam rangka untuk menciptakan keamanan dan keselamatan dalam penerbangan, maka dilakukan penertiban penumpang, barang dan kargo yang diangkut pesawat udara sipil. Mekanisme dan prosedur pemerik-saan sebagai berikut:80

Bagi penumpang :

1) Penumpang, awak pesawat udara dan bagasi harus diperiksa sebelum memasuki daerah steril dan sisi bandara.

2) Nama dalam tiket harus sama dengan identitas pe-numpang

3) Penumpang transit dan transfer dilakukan pemerik-saan, kabandara atau administrator bandara dapat melakukan pemeriksaan di dalam pesawat udara

4) Check-in counter dibuka 2 jam sebelum jadwal dan batas waktu check-in 30 menit sebelum jadwal ke-berangkatan

5) Perusahaan angkutan udara dapat menolak men-gangkut penumpang yang dapat membahayakan kes-elamatan penerbangan

80 http://www.dephub.go.id.

Page 120: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

120 Hukum Pengangkutan Indonesia

6) Hanya calon penumpang yang mempunyai tiket dan para pemegang izin yang syah diizinkan masuk dae-rah check-in dimana tiket dan izin masuk dicocokkan dengan orang yang bersangkutan

7) Pemeriksaan secara fisik dan atau menggunakan alat bantu, pemeriksaan dengan alat bantu harus diselingi pemeriksaan fisik secara acak

8) Setiap yang dicurigai harus diperiksa secara fisik

9) Penumpang transfer harus diperiksa ulang sebelum memasuki ruang tunggu, penumpang transit yang keluar dan kembali ke ruang tunggu harus diperiksa

10) Penumpang pesawat udara yang mendarat karena kerusakan teknis atau alasan operasional harus di-periksa

11) Anak dibawah umur 8 tahun harus disertai pengan-tar atau orang yang bertanggung jawab baik awak pe-sawat atau orang dewasa lain

12) Wanita hamil tua (8 bulan) harus disertai surat keter-angan dokter

13) Orang sakit yang tidak dapat berjalan sendiri harus disertai dengan surat dokter dan pengantar

14) Jenasah harus disertai surat keterangan dari instansi kesehatan

15) Orang gila harus dikawal

16) Tahanan atau deportee harus dikawal

17) Pengangkut harus menolak calon penumpang yang tidak memenuhi ketentuan

Page 121: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

121Hukum Pengangkutan Indonesia

18) Pengangkut dapat menolak calon penumpang yang mabuk, buron atau dicurigai berdasarkan informasi petugas berwenang.

Untuk bagasi:

1) Bagasi harus diperiksa sebelum diserahkan di tempat check in (KM 14/1989 Ps. 3)

2) Bagasi harus dilengkapi identitas pemilik(KM14/1989 Ps.4)

3) Bagasi yang ditolak dengan alasan keamanan pen-erbangan tidak dibenarkan untuk diangkut(KM 14/1989 Ps.5)

4) Senjata api, senjata tajam serta benda lain yang dapat dipakai sebagai alat untuk mengancam atau memak-sakan kehendak dilarang dimasukkan atau ditempat-kan di dalam kabin pesawat udara (KM14 Ps. 6)

5) Kargo dan kiriman pos harus diperiksa sebelum dimasukkan ke gudang atau pesawat udara (KM 14/1989 Ps.7)

6) Pemeriksaan pos perlu memperhatikan kelancaran pengirimannya (KM 14/1989 Ps. 7 ayat 2

7) Pemeriksaan pengangkutan barang-barang berba-haya harus memperhatikan ketentuan yang berlaku (KM 14/1989 Ps.8)

8) Bagasi yang telah diperiksa harus disegel dengan la-bel sekuriti

9) Pengangkut harus menolak bagasi yang tidak disegel atau segel rusak

Page 122: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

122 Hukum Pengangkutan Indonesia

10) Kondisi bagasi yang kurang baik harus diberitahukan untuk diperbaiki

11) Pengangkut harus menyediakan blanko identitas ba-gasi kabin

12) Bagasi dan bagasi kabin yang termasuk jenis barang berbahaya dapat diangkut sepanjang memenuhi per-aturan pengangkutan barang berbahaya yang berlaku

13) Barang berbahaya dilarang disimpan dalam bagasi atau bagasi kabin maupun dipakai pada badan

14) Senjata api, senjata tajam berukuran lebih dari 5 cm atau benda lain yang dapat dipergunakan sebagai senjata harus diserahkan kepada pengangkut dengan bukti tanda terima

15) Pengangkut mencatat jumlah bagasi yang telah di-periksa

16) Pengangkut harus memberikan bukti tanda terima bagasi

17) Label bagasi (stiker) harus terbuat dari bahan yang kuat dan tidak mudah lepas

18) Bagasi milik calon penumpang yang batal berangkat atau tidak melanjutkan penerbangan dan tidak mem-beritahukan kepada pengangkut dilarang diangkut kecuali atas persetujuan penumpang.

19) Bagasi milik penumpang yang batal berangkat di-larang diangkut kecuali telah diperiksa dan disertai bukti kenal diri

20) Bagasi yang tidak diangkut bersama dengan pemi-liknya dapat diangkut apabila telah diperiksa

Page 123: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

123Hukum Pengangkutan Indonesia

21) Jumlah bagasi kabin maksimum 2 koli

22) Ukuran, berat bagasi serta kebutuhan penumpang se-lama penerbangan ditentukan pengangkut

23) Pengawasan bagasi kabin dilakukan pengangkut

24) Bagasi kabin yang melampaui ukuran dan berat harus diangkut sebagai bagasi

Bagi Awak pesawat :

1) Semua awak pesawat udara harus diperiksa sebelum memasuki daerah steril dan sisi bandara.

2) Awak pesawat udara diberikan prioritas pemeriksaan

Prosedur dan langkah-langkah di atas merupakan suatu upaya untuk menciptakan keamanan dan keselamatan pen-erbangan. Aspek berikutnya yang berkaitan erat dengan kea-manan dan keselamatan penerbangan adalah menyangkut personil penerbangan. Personil penerbangan adalah personil pesawat udara dan personil pelayanan keamanan dan kes-elamatan penerbangan yang tugasnya secara langsung mem-pengaruhi keamanan dan keselamatan pesawat udara.

Personil pesawat udara adalah personil penerbangan yang memiliki sertifikat kecakapan untuk bertugas sebagai personil operasi pesawat udara dan personil penunjang operasi pesawat udara. Personil pelayanan keamanan dan keselamatan pener-bangan adalah personil penerbangan yang memiliki sertifikat kecakapan tertentu yang tugasnya secara langsung mempen-garuhi kegiatan pelayanan keamanan dan keselamatan pener-bangan..Kapten Penerbang adalah awak pesawat udara yang ditunjuk dan ditugasi untuk memimpin suatu misi penerban-

Page 124: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

124 Hukum Pengangkutan Indonesia

gan serta bertanggung jawab atas keamanan dan keselamatan penerbangan selama pengoperasian pesawat terbang dan/atau helikopter yang dari segi teknis berfungsi normal.

Dalam Pasal 77 Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 dirinci lagi mengenai personil penerbangan, yaitu terdiri dari :

1) Personil pesawat udara;

2) Personil pelayanan keamanan dan keselamatan penerban-gan.

Selanjutnya dinyatakan personil pesawat udara meliputi :

1) Personil Operasi Pesawat Udara; yang terdiri dari Pener-bang; Juru Mesin Pesawat Udara; Juru Navigasi Pesawat Udara.

2) Personil Penunjang Operasi Pesawat Udara, terdiri dari : Personil Ahli Perawatan Pesawat Udara; Personil Penun-jang Operasi Penerbangan; Personil Kabin.

Sedangkan Personil Pelayanan Keamanan dan Keselama-tan Penerbangan meliputi :

1) Personil pelayanan navigasi penerbangan;

2) Personil pelayanan pengoperasian bandar udara; dan

3) Personil pelayanan keamanan dan keselamatan perusa-haan angkutan udara.

Masing-masing personil penerbangan wajib memiliki sertifikat kecakapan yang sah dan masih berlaku sebagaimana dinyatakan pada Pasal 78 Peraturan Pemerintah Nomor 3 Ta-hun 2001, dimana sertifikat kecakapan diberikan oleh Menteri

Page 125: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

125Hukum Pengangkutan Indonesia

dengan memperhatikan : usia, sehat jasmani dan rohani serta lulus uji kecakapan dan ketrampilan.

Selain menentukan keharusan memiliki sertifikat kecaka-pan bagi para personil penerbangan, peraturan pemerintah ini juga menentukan Kewajiban Personil Penerbangan, yaitu

a) Mematuhi ketentuan sesuai dengan sertifikat kecakapan yang dimiliki;

b) Mempertahankan kecakapan dan kemampuan yang dimi-liki;

c) Mematuhi ketentuan pemeriksaan kesehatan secara berkala.

Adapun personil penerbangan yang akan melaksanakan tugas diwajibkan :

a) Memiliki sertifikat sesuai dengan tugas yang akan dilak-sanakan;

b) Dalam keadaan kondisi sehat jasmani dan rohani;

c) Cakap dan mampu untuk melaksanakan tugas.

Dalam dunia penerbangan, masalah keamanan dan kes-elamatan oleh pemerintah selaku regulator dan pengawas pen-erbangan, masalah ini dijadikan indikator untuk menentukan kinerja suatu perusahaan penerbangan.

3. Tanggung Jawab Perusahaan Pengangkutan Udara Terhadap Penumpang

Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 pen-gangkut memiliki beberapa tanggung jawab terhadap pe-numpang, sebagaimana diatur dalam Pasal 140-147:

Page 126: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

126 Hukum Pengangkutan Indonesia

Pasal 140

(1) Badan usaha angkutan udara niaga wajib mengang-kut orang dan/atau kargo, dan pos setelah disepakat-inya perjanjian pengangkutan.

(2) Badan usaha angkutan udara niaga wajib memberi-kan pelayanan yang layak terhadap setiap pengguna jasa angkutan udara sesuai dengan perjanjian pen-gangkutan yang disepakati.

(3) Perjanjian pengangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan tiket penumpang dan dokumen muatan.

Pasal 141

(1) Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian pe-numpang yang meninggal dunia, cacat tetap, atau luka-luka yang diakibatkan kejadian angkutan udara di dalam pesawat dan/atau naik turun pesawat udara.

(2) Apabila kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) timbul karena tindakan sengaja atau kesalahan dari pengangkut atau orang yang dipekerjakannya, pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang timbul dan tidak dapat mempergunakan ketentuan dalam undang-undang ini untuk membatasi tang-gung jawabnya.

(3) Ahli waris atau korban sebagai akibat kejadian an-gkutan udara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat melakukan penuntutan ke pengadilan untuk mendapatkan ganti kerugian tambahan selain ganti kerugian yang telah ditetapkan.

Page 127: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

127Hukum Pengangkutan Indonesia

Ketentuan mengenai tanggung jawab yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan di atas hanya menentukan bentuk-bentuk tanggung jawab pengangkut sedangkan persyaratan untuk dapat dipertang-gungjawabkan, cara penerapannya dan besaran ganti rugin-ya tidak diatur (diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor :PM 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Udara). Bentuk tanggung jawab perusahaan pengangkutan udara terdiri dari tanggung jawab terhadap pe-numpang karena meninggal dunia, cacat tetap atau luka-luka penumpang yang diakibatkan kejadian angkutan udara di dalam pesawat dan/atau naik turun pesawat udara.

Dalam hukum pengangkutan tanggung jawab ini dike-nal dengan tanggung jawab terhadap penumpang. Tanggung jawab berikutnya adalah tanggung jawab terhadap barang. Ba-rang dalam kegiatan pengangkutan udara terdiri dari barang kiriman (cargo), barang yang dibawah pengawasan penump-ang atau yang dikenal bagasi tangan yang diletakkan di kabin pesawat, dan barang bawaan penumpang yang dititipkan atau dibawah pengawasan pengangkut atau yang dikenal bagasi tercatat, sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal-pasal:

Pasal 143

Pengangkut tidak bertanggung jawab atas kerugian ka-rena hilang atau rusaknya bagasi kabin, kecuali apabila penumpang dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut disebabkan oleh tindakan pengangkut atau orang yang di-pekerjakannya.

Page 128: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

128 Hukum Pengangkutan Indonesia

Pasal 144

Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang dider-ita oleh penumpang karena bagasi tercatat hilang, mus-nah, atau rusak yang diakibatkan oleh kegiatan angkutan udara selama bagasi tercatat berada dalam pengawasan pengangkut.

Pasal 145

Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang dider-ita oleh pengirim kargo karena kargo yang dikirim hilang, musnah, atau rusak yang diakibatkan oleh kegiatan ang-kutan udara selama kargo berada dalam pengawasan pen-gangkut.

Berikutnya adalah adanya tanggung jawab karena keter-lambatan sebagaimana diatur dalam Pasal 146-147:

Pasal 146

Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang dider-ita karena keterlambatan pada angkutan penumpang, ba-gasi, atau kargo, kecuali apabila pengangkut dapat mem-buktikan bahwa keterlambatan tersebut disebabkan oleh faktor cuaca dan teknis operasional.

Pasal 147

(1) Pengangkut bertanggung jawab atas tidak terang-kutnya penumpang, sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan dengan alasan kapasitas pesawat udara.

(2) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan memberikan kompensasi kepada pe-numpang berupa:

Page 129: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

129Hukum Pengangkutan Indonesia

a. mengalihkan ke penerbangan lain tanpa mem-bayar biaya tambahan; dan/atau

b. memberikan konsumsi, akomodasi, dan biaya transportasi apabila tidak ada penerbangan lain ke tempat tujuan.

Selanjutnya dari ketiga bentuk tanggung jawab tersebut, adanya perbedaan prinsip tanggung jawab pengangkut udara yang dianut,yaitu prinsip tanggung jawab mutlak terbatas (strict liability) dan prinsip tanggung jawab berdasarkan pra-duga bersalah (rebuttable presumption of liability principle).

Prinsip tanggung jawab mutlak mengandung makna pen-gangkut akan dikenakan tanggung jawab mutlak tanpa meli-hat ada atau tidak adanya kesalahan dari pengangkut, perusa-haan pengangkut udara harus membayar ganti apabila terjadi kerugian yang dialami penumpang. Dikatakan terbatas karena adanya pembatasan atau limitatif jumlah besarnya ganti rugi yang harus dibayar oleh perusahaan penerbangan.Tanggung jawab mutlak terbatas ini hanya berlaku bagi kematian, cacat tetap atau luka-lukanya penumpang dan tanggung jawab ter-hadap musnah, rusak atau hilangnya barang.

Sedangkan tanggung jawab terhadap keterlambatan ber-laku prinsip tanggung jawab berdasarkan praduga bersalah (re-buttable presumption of liability principle). Hal itu berdasarkan rumusan kata-kata adanya unsur kesalahan dari pengangkut. Artinya bahwa pengangkut akan bertanggung jawab apabila keterlambatan terbukti merupakan kesalahan pengangkut.

Dianutnya dua prinsip tanggung jawab pengangkut dalam sistem hukum positif nasional di dalam bidang hukum pen-

Page 130: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

130 Hukum Pengangkutan Indonesia

gangkutan udara ini tentunya ada alasan-alasan yang melan-dasinya, yaitu:

a. Kerugian yang diderita akibat keterlambatan lebih kecil jika dibandingkan akibat penumpang meninggal dunia, cacat tetap atau luka-luka.

b. Kelambatan merupakan pelanggaran kewajiban yang tim-bul dari perjanjian pada derajat kedua artinya kewajiban tersebut dipenuhi tetapi tidak sebagaimana mestinya dibanding dengan kerugian akibat penumpang menin-ggal dunia atau luka-luka, kerugian akibat kelambatan lebih sering terjadi dalam pengangkutan udara, sehingga terlalu memberatkan pengangkut bila prinsip tanggung jawab mutlak yang diterapkan.81

Dalam Ordonansi Pengangkutan Udara 1939 ketentuan tentang Tanggung Jawab Pengangkut termuat di dalam bab III, bab ini merupakan inti atau pokok-pokok dari peraturan ini. Ketentuan mengenai bentuk tanggung jawab perusahaan ang-kutan udara diatur di dalam Pasal 24, yang menyatakan:

(1) Pengangkut bertanggungjawab untuk kerugian sebagai akibat dari luka atau cedera lain pada tubuh, yang diderita oleh seorang penumpang, bila kecelakaan yang menim-bulkan kerugian itu ada hubungannya dengan pengang-kutan udara dan terjadi di dalam pesawat terbang atau se-lama melakukan suatu tindakan dalam hubungan dengan naik ke atau turun dari pesawat terbang.

(2) Bila luka tersebut mengakibatkan kematian,maka sua-mi atau istri korban, anak-anaknya atau orang tua yang menjadi tanggungannya, dapat menuntut ganti rugi yang

81 E. Saefullah, 2006, Op-cit., hal. 180.

Page 131: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

131Hukum Pengangkutan Indonesia

dinilai sesuai dengan kedudukan dan kekayaan mereka yang bersangkutan serta sesuai dengan keadaan.

Menurut ketentuan Pasal 24 OPU di atas ada dua bentuk tanggung jawab pengangkut udara, yaitu tanggung jawab ter-hadap kematian dan tanggung jawab terhadap luka-luka yang dialami penumpang. Pasal ini menganut prinsip bahwa pen-gangkut selalu bertanggung jawab terhadap kerugian yang di-alami penumpang yang mengalami luka-luka atau cidera lain pada tubuh, atau meninggal dunia asalkan syarat-syaratnya terpenuhi, yaitu: adanya kecelakaan (ongeval) yang terjadi, kecelakaan tersebut harus ada hubungannya dengan pengang-kutan udara, kecelakaan ini harus terjadi di dalam pesawat ter-bang atau selama melakukan tindakan dalam hubungan den-gan naik ke atau turun dari pesawat terbang.

Selanjutnya dalam pasal ini ditentukan pihak-pihak yang dapat melakukan penuntutan jika meninggalnya penumpang yaitu suami atau isteri dari si penumpang, anak-anaknya atau orang tuanya, yang menjadi tanggungan si korban meninggal. Ketentuan ini bersifat limitatif artinya menutup kemungkinan pihak lain untuk mengajukan gugatan. Sedangkan menurut Konvensi Warsawa 1929, para pihak yang dapat melakukan penuntutan adalah ahli waris yang sah dari korban yang men-inggal dunia. Dengan demikian, ketentuan menurut ordonan-si lebih sempit jika dibandingkan dengan Konvensi Warsawa.

Meskipun peraturan telah menentukan tanggung jawab pengangkut, akan tetapi diperlukan beberapa persyaratan yang harus terpenuhi, agar dapat dilaksanakan. Persyaratan-persyaratan tersebut antara lain:

Page 132: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

132 Hukum Pengangkutan Indonesia

a. Kerugian disebabkan adanya kecelakaan ( accident)

b. Kecelakaaan tersebut terjadi di dalam pesawat (on board the aircraft)

c. Atau terjadi pada saat naik atau turun pesawat (embarkasi atau disembarkasi)

B. Upaya Hukum yang Ditempuh Penumpang yang Mengalami Kerugian dalam Transportasi Udara.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, selain menentukan hak dan kewajiban pelaku usaha, hak dan kewajiban konsumen, juga mengatur tentang upaya hu-kum yang dapat dilakukan oleh konsumen yang mengalami keru-gian akibat perbuatan pelaku usaha.

Dalam konteks sistem hukum yang berlaku di Indonesia upaya-upaya atau sarana-sarana yang dapat dilakukan dalam memperjuangkan hak-hak masyarakat, yaitu dapat ditempuh den-gan cara penerapan sanksi-sanksi hukum bagi pihak yang melang-gar hukum, baik sanksi yang bersifat administratif maupun sanksi pidana, selain itu dapat juga dilakukan dengan mengajukan gu-gatan perdata kepada pengadilan, atau melakukan penyelesaian perkara melalui jalur non litigasi, yaitu penyelesaian sengketa di luar pengadilan melalui perantara pihak-pihak lain yang memang keberadaannya telah diatur dalam peraturan perundang-undan-gan, yaitu dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, seperti yang di atur dalam Pasal 45 yang menyatakan, setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan seng-keta antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum.

Page 133: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

133Hukum Pengangkutan Indonesia

Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pen-gadilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 tidak menghilangkan tanggung jawab pidana sebagaimana diatur dalam undang-undang. Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar pen-gadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh para pihak yang, bersengketa.

Selanjutnya dalam Pasal 46 dinyatakan, gugatan atas pelang-garan pelaku usaha dapat dilakukan oleh seorang konsumen yang dirugikan atau ahli waris yang bersangkutan; sekelompok kon-sumen yang mempunyai kepentinyan yang sama; lembaga per-lindungan konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi syarat, yaitu berbentuk badan hukum atau yayasan, yang dalam anggaran dasarnya menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi tersebut adalah untuk kepentingan perlindungan kon-sumen dan telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya; pemerintah dan/atau instansi terkait apabila barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau dimanfaatkan mengakibatkan kerugian materi yang besar dan/atau korban yang tidak sedikit.

Gugatan yang diajukan oleh sekelompok konsumen, lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat atau pemerintah se-bagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b, huruf c, atau huruf d diajukan kepada peradilan umum. Ketentuan lebih lanjut menge-nai kerugian materi yang besar dan/atau korban yang tidak sedikit sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf d diatur dengan peratu-ran pemerintah.

Ketentuan Pasal 46 di atas menentukan pihak-pihak yang da-

Page 134: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

134 Hukum Pengangkutan Indonesia

pat mengajukan gugatan kepada para pelaku usaha yang telah mer-ugikan kepentingan konsumen, pihak-pihak tersebut yaitu sebagai berikut:

a. Seorang konsumen yang dirugikan atau ahli waris yang bersangkutan;

b. Sekelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama;

c. Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi syarat, yaitu berbentuk badan hukum atau yayasan

d. Pemerintah dan/atau instansi

Penyelesaian Sengketa di luar pengadilan diatur dalam Pasal 47, yang menyatakan penyelesaian sengketa konsumen di luar pen-gadilan diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan/atau mengenai tindakan ter-tentu untuk menjamin tidak akan terjadi kembali atau tidak akan terulang kembali kerugian yang diderita oleh konsumen. Ketentu-an Pasal 47 ini mengatur tentang penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan, dalam kehidupan sehari-hari dikenal dengan sebutan penyelesaian sengketa alternative (alternative disputes so-lution) contohnya mediasi, arbitrase, atau melalui lembaga yang di bentuk pemerintah yang khusus menyelesaikan sengketa kon-sumen, yaitu Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen seperti yang di atur dalam Pasal 49 Pemerintah membentuk Badan Penyelesa-ian Sengketa Konsumen di Daerah Tingkat II untuk penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan.

Upaya hukum yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen di atas juga da-

Page 135: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

135Hukum Pengangkutan Indonesia

pat diterapkan atau digunakan oleh konsumen yang dirugikan oleh pelaku usaha penerbangan. Dalam praktik penerbangan komersil kerugian-kerugian yang dialami penumpang antara lain adanya ke-terlambatan penerbangan (delay), kehilangan barang, dan adanya kecelakaan pesawat yang berakibat kematian atau luka-luka. Tim-bulnya kerugian-kerugian konsumen tersebut diakibatkan oleh perbuatan-perbuatan pelaku usaha penerbangan dalam hal ini Maskapai penerbangan.

Berdasarkan hasil penelitian, bahwa banyak terdapat kasus-kasus yang merugikan konsumen, diantaranya adanya keter-lambatan penerbangan, kehilangan barang bagasi. Kasus-kasus tersebut secara hukum tentunya hal tersebut harus dipertanggung-jawabkan. Sebab keterlambatan, kehilangan barang merupakan bentuk pelanggaran tidak terpenuhinya hak dan kewajiban yang tertuang dalam dokumen perjanjian maupun pelanggaran atas ke-tentuan peraturan perundang-undangan. Secara yuridis formal adanya kasus-kasus kerugian yang dialami oleh penumpang, dapat dinyatakan bahwa pengangkut atau perusahaan penerbangan telah melanggar ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009, Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1995, Ordo-nansi Pengangkutan Udara 1939, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 pada Pasal 4, dinyatakan Hak konsumen adalah:

a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;

b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta menda-patkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

Page 136: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

136 Hukum Pengangkutan Indonesia

c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;

d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas ba-rang dan/atau jasa yang digunakan;

e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen se-cara patut;

f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan kon-sumen;

g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;

i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perun-dang-undangan lainnya.

Ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 di atas, jika dikonstruksi pada kegiatan transportasi udara niaga ber-jadwal nasional, yaitu sebagai berikut: konsumen dalam hal ini pe-numpang berhak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang ditawarkan oleh perusahaan penerbangan, secara contrario berarti perusahaan pen-erbangan memiliki kewajiban untuk memberikan kenyamanan, keamanan, keselamatan kepada penumpang.

Pasal 4 tersebut di atas mengandung makna bahwa konsumen dapat menggunakannya dalam menuntut haknya sebagai penump-ang atau konsumen dalam transportasi udara. Selanjutnya dalam

Page 137: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

137Hukum Pengangkutan Indonesia

hal terjadi keterlambatan penerbangan itu berarti perusahaan telah melalaikan kewajibannya, yaitu tidak memberikan kenyamanan ke-pada konsumen. Padahal kewajiban perusahaan penerbangan ada-lah memberikan informasi yang jelas perihal adanya penundaan keberangkatan kepada penumpang, baik itu informasi penyebab keterlambatan maupun lamanya waktu tunggu, dan selama waktu tunggu penumpang berhak mendapatkan fasilitas pelayanan, sean-dainya tidak menunggu perusahaan penerbangan wajib mengali-hkan dengan penerbangan dengan pesawat lain apabila penyebab keterlambatan berkaitan dengan masalah teknis pesawat yang telah disediakan sebelumnya.

Selanjutnya Undang-Undang Perlindungan Konsumen me-nentukan kewajiban pelaku usaha, sebagaimana ditentukan pada Pasal 7, yang menyatakan:

Kewajiban pelaku usaha adalah: memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggu-naan, perbaikan dan pemeliharaan; memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan keten-tuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku; memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan peman-faatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan; mem-beri kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

Ketentuan mengenai kewajiban pelaku usaha di atas berlaku juga dalam kegiatan transportasi udara niaga, sebab perusahaan

Page 138: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

138 Hukum Pengangkutan Indonesia

penerbangan merupakan pelaku usaha atau produsen. Dengan demikian, apabila penumpang mengalami kerugian misalnya ba-rang-barang yang dibawanya hilang, rusak atau musnah atau men-galami keterlambatan maka kewajiban perusahaan penerbangan adalah memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian ke-pada penumpang.

Di dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen juga dia-tur tentang tanggung jawab pelaku usaha, yaitu pada Pasal 19, yang menyatakan:

i. Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian kon-sumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.

ii. Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawa-tan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

iii. Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi.

iv. Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghapuskan kemungkinan adan-ya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.

v. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membukti-kan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan kon-sumen.

Page 139: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

139Hukum Pengangkutan Indonesia

Selain adanya pengaturan tentang hak dan kewajiban kon-sumen dan pelaku usaha, tanggung jawab pelaku usaha, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 juga menentukan tata cara penyele-saian sengketa konsumen.

Pengaturan tentang penyelesaian sengketa dapat ditafsirkan sebagai upaya hukum yang dapat ditempuh oleh penumpang.

1. Penyelesaian Sengketa Konsumen

Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 pada Pasal 45 dinyatakan:

(1) Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum.

(2) Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa.

(3) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menghilangkan tanggung-jawab pidana sebagaimana diatur dalam Undang-undang.

(4) Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa kon-sumen di luar pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh para pihak yang bersengketa.

Dalam penjelasan Ayat (2) dinyatakan: Penyelesaian seng-keta konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat ini tidak menutup kemungkinan penyelesaian damai oleh para pihak yang bersengketa. Pada setiap tahap diusahakan untuk meng-

Page 140: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

140 Hukum Pengangkutan Indonesia

gunakan penyelesaian damai oleh kedua belah pihak yang ber-sengketa.Yang dimaksud dengan penyelesaian secara damai adalah penyelesaian yang dilakukan oleh kedua belah pihak yang bersengketa (pelaku usaha dan konsumen) tanpa melalui pengadilan atau badan penyelesaian sengketa konsumen dan tidak bertentangan dengan undang-undang ini.

Berdasarkan ketentuan di atas maka dapat dikemukakan bahwa konsumen yang merasa dirugikan oleh pelaku usaha dapat melakukan gugatan.Penyelesaian sengketa konsumen dapat dilakukan melalui jalur di luar pengadilan atau mela-lui jalur pengadilan. Dikaitkan dengan konsumen transpor-tasi udara niaga, maka pasal tersebut juga dapat diberlakukan yaitu bahwa para penumpang yang dirugikan oleh perusahaan penerbangan dapat mengajukan gugatan terhadap perusahaan penerbangan. Penyelesaian sengketanya dapat ditempuh mela-lui pengadilan atau di luar pengadilan. Mengenai Penyelesaian Sengketa Melalui Pengadilan diatur dalam Pasal 48 yang men-yatakan: “penyelesaian sengketa konsumen melalui pengadi-lan mengacu pada ketentuan tentang peradilan umum yang berlaku dengan memperhatikan ketentuan dalam Pasal 45”.

Sedangkan mengenai para pihak yang dapat mengajukan gugatan di atur pada Pasal 46 yang menyatakan:

(1) Gugatan atas pelanggaran pelaku usaha dapat dilakukan oleh:

a. Seorang konsumen yang dirugikan atau ahli waris yang bersangkutan;

b. Sekelompok konsumen yang mempunyai kepentin-gan yang sama;

Page 141: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

141Hukum Pengangkutan Indonesia

c. Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi syarat, yaitu berben-tuk badan hukum atau yayasan, yang dalam angga-ran dasarnya menyebutkan dengan tegas bahwa tu-juan didirikannya organisasi tersebut adalah untuk kepentingan perlindungan konsumen dan telah mel-aksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarn-ya;

d. Pemerintah dan/atau instansi terkait apabila barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau dimanfaatkan mengakibatkan kerugian materi yang besar dan/atau korban yang tidak sedikit.

(2) Gugatan yang diajukan oleh sekelompok konsumen, lem-baga perlindungan konsumen swadaya masyarakat atau pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, atau huruf d diajukan kepada peradilan umum.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kerugian materi yang besar dan/atau korban yang tidak sedikit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Berdasarkan ketentuan di atas secara jelas dapat dike-mukakan bahwa penumpang pada transportasi udara niaga termasuk dalam kategori konsumen yang dapat mengajukan gugatan terhadap perusahaan penerbangan, sebagaimana din-yatakan dalam Pasal 23, pelaku usaha yang menolak dan/atau tidak memberi tanggapan dan/atau tidak memenuhi ganti rugi atas tuntutan konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), dapat digugat mela-lui badan penyelesaian sengketa konsumen atau mengajukan ke badan peradilan di tempat kedudukan konsumen.

Page 142: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

142 Hukum Pengangkutan Indonesia

2. Penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan

Ketentuan mengenai penyelesaian sengketa di luar pen-gadilan, diatur pada Pasal 47 yang menyatakan:

Penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan dise-lenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai ben-tuk dan besarnya ganti rugi dan/atau mengenai tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terjadi kembali atau tidak akan terulang kembali kerugian yang diderita oleh konsumen.

Dalam memilih penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan dapat dilakukan melalui beberapa model pe-nyelesaian sengketa, diantaranya melalui Alternatif Resolusi Masalah (ARM) di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat, atau melalui Direktorat Perlindungan Konsumen atau lokasi-lokasi lain baik untuk kedua belah pihak yang telah disetujui.

3. Penyelesaian melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)

BPSK adalah institusi non struktural yang memiliki fung-si sebagai “institusi yang menyelesaikan permasalahan kon-sumen diluar pengadilan secara murah, cepat dan sederhana”. Badan ini sangat penting dibutuhkan di daerah dan kota di se-luruh Indonesia. Anggota-anggotanya terdiri dari perwakilan aparatur pemerintah, konsumen dan pelaku usaha. Konsumen yang bermasalah terhadap produk yang dikonsumsi akan da-pat memperoleh haknya secara lebih mudah dan efisien mela-lui peranan BPSK.

Page 143: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

143Hukum Pengangkutan Indonesia

Selain itu bisa juga menjadi sebuah akses untuk men-dapatkan infomasi dan jaminan perlindungan hukum yang sejajar baik untuk konsumen maupun pelaku usaha. Dalam menangani dan mengatur permasalahan konsumen, BPSK memiliki kewenangan untuk melakukan pemeriksaan atas ke-benaran laporan dan keterangan dari para pihak yang berseng-keta.Tagihan, hasil test lab dan bukti-bukti lain oleh konsumen dan pengusaha dengan mengikat penyelesaian akhir.

Tugas-tugas utama BPSK :

a. Menangani permasalahan konsumen melalui media-si, konsiliasi atau arbitrasi;

b. Konsultasi konsumen dalam hal perlindungan kon-sumen;

c. Mengontrol penambahan dari bagian-bagian standarisasi;

d. Memberikan sanksi administrasi terhadap pengusa-ha yang menyalahi aturan;

Tata Cara Penyelesaian Sengketa melalui BPSK

Konsiliasi: BPSK membentuk sebuah badan sebagai pasif fasilitator; Badan membiarkan yang bermasalah untuk menyelesaikan masalah mereka secara menyeluruh oleh mereka sendiri untuk bentuk dan jumlah kompensasi. Ketika sebuah penyelesaian dicapai, itu akan dinyata-kan sebagai persetujuan rekonsiliasi yang diperkuat oleh keputusan BPSK. Penyelesaian dilaksanakan paling lama 21 hari kerja. Mediasi: BPSK membentuk sebuah fungsi badan sebagai fasilitator yang aktif untuk memberikan petunjuk, nasehat dan saran kepada yang bermasalah. Badan ini membiarkan yang bermasalah menyelesaikan

Page 144: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

144 Hukum Pengangkutan Indonesia

permasalahan mereka secara menyeluruh untuk bentuk dan jumlah kompensasinya. Ketika penyelesaian dicapai, itu akan diletakkan pada persetujuan rekonsiliasi yang diperkuat oleh keputusan BPSK. Penyelesaian dilaksana-kan paling lama 21 hari kerja.

Arbitrase: Yang bermasalah memilih badan CDSB se-bagai arbiter dalam menyelesaikan masalah konsumen. Kedua belah pihak seutuhnya membiarkan badan terse-but menyelesaikan permasalahan mereka; BPSK mem-buat sebuah penyelesaian final yang mengikat. Penyelesa-ian harus diselesaikan dalam jangka waktu 21 hari kerja paling lama. Apabila kedua belah pihak tidak puas pada penyelesaian tersebut, kedua belah pihak dapat menga-jukan keluhan kepada pengadilan negeri dalam 14 hari setelah penyelesaian di informasikan. Pengadilan negeri dari badan peradilan berkewajiban memberikan penyele-saian dalam 21 hari kerja; Jika kedua belah pihak tidak puas pada keputusan pengadilan/penyelesaian, mereka tetap memberikan kesempatan untuk mendapatkan se-buah kekuatan hukum yang cepat kepada pengadilan tinggi dalam jangka waktu 14 hari. Pengadilan Tinggi badan pengadilan berkewajiban memberikan penyelesa-ian dalam jangka waktu 30 hari.

Berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No-mor 90 Tahun 2001 tentang Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, terdapat beberapa Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen di berbagai daerah antara lain di Kota Medan, Kota Palembang, Kota Jakarta Pusat, Kota Jakarta Barat, Kota Bandung, Kota Semarang, Kota Yogyakarta, Kota Surabaya, Kota Malang dan Kota Makasar. Konsumen peng-

Page 145: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

145Hukum Pengangkutan Indonesia

guna jasa transportasi udara, apabila mengalami kerugian dapat menyelesaikannya melalui lembaga BPSK sebagaimana diatur dalam Pasal 2 yang menyatakan setiap konsumen yang dirugikan atau ahli warisnya dapat menggugat pelaku usaha melalui BPSK di tempat domisili konsumen atau pada BPSK yang terdekat.

4. Penyelesaian Sengketa Konsumen Melalui Lembaga Perlind-ungan Konsumen Swadaya Masyarakat( LPKSM)

Proses penyelesaian sengketa melalui LPKSM menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen dapat dipilih de-ngan cara mediasi, konsiliasi dan arbitrase. Dalam prosesnya para pihak yang bersengketa/bermasalah bersepakat memilih cara penyelesaian tersebut. Hasil proses penyelesaiannya ditu-angkan dalam bentuk kesepakatan (Agreement) secara tertulis, yang wajib ditaati oleh kedua belah pihak dan peran LPKSM hanya sebagai mediator, konsiliator dan arbiter. Penentuan butir-butir kesepakatan mengacu pada peraturan yang dimuat dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen serta un-dang-undang lainnya yang mendukung.

Ketentuan yang mengakui keberadaan LPKSM dapat dite-mukan pada Pasal 44 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, yang menyatakan:

(1) Pemerintah mengakui lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi syarat.

(2) Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat memiliki kesempatan untuk berperan aktif dalam mewu-judkan perlindungan konsumen.

Page 146: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

146 Hukum Pengangkutan Indonesia

(3) Tugas lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat meliputi kegiatan:

a. menyebarkan informasi dalam rangka meningkatkan kesadaran atas hak dan kewajiban dan kehati-hatian konsumen dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;

b. memberikan nasihat kepada konsumen yang memer-lukannya;

c. bekerja sama dengan instansi terkait dalam upaya mewujudkan perlindungan konsumen;

d. membantu konsumen dalam memperjuangkan haknya, termasuk menerima keluhan atau pengadu-an konsumen;

e. melakukan pengawasan bersama pemerintah dan masyarakat terhadap pelaksanaan perlindungan kon-sumen.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas lembaga perlind-ungan konsumen swadaya masyarakat sebagaimana di-maksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Bagi konsumen yang mengalami kerugian dalam meng-gunakan jasa transportasi udara dapat menyelesaikan seng-ketanya melalui Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat tersebut, sesuai dengan domisili penumpang yang bersangkutan. Salah satu Organisasi yang bergerak di bidang pemberdayaan konsumen, yang merupakan bentuk dari Lem-baga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat adalah Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Organisasi ini aktif memberikan advokasi bagi konsumen.

Page 147: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

147Hukum Pengangkutan Indonesia

5. Penyelesaian Sengketa Konsumen Melalui Pengadilan

Pasal 48, penyelesaian sengketa konsumen melalui pen-gadilan mengacu pada ketentuan tentang peradilan umum yang berlaku dengan memperhatikan ketentuan dalam Pasal 45. Apabila konsumen atau penumpang transportasi udara yang ingin melakukan gugatan terhadap perusahaan pen-erbangan melalui jalur pengadilan maka konsumen yang bersangkutan harus memenuhi ketentuan dan prosedur ber-perkara di pengadilan. Adapun langkah-langkah yang harus disiapkan antara lain:

a. Menyusun gugatan

b. Mempersiapkan alat bukti atau dokumen yang ber-hubungan pengangkutan udara, misalnya tiket pe-sawat

c. Membuat rincian kerugian yang dialami

d. Menyusun kronologis atau proses dari mulai pembel-ian tiket, check in, boarding pass, menunggu di bandar udara pemberangkatan hingga tiba di bandar udara tujuan.

Sedangkan dasar hukum yang digunakan antara lain:

a. Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu tentang perbuatan melawan hukum yang men-imbulkan kerugian;

b. Ordonansi Pengangkutan Udara 1939;

c. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Pe-nerbangan;

Page 148: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

148 Hukum Pengangkutan Indonesia

d. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1995 tentang Angkutan Udara;

e. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 Tentang Keamanan Dan Keselamatan Penerbangan;

f. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 77 Ta-hun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Ang-kutan Udara.

Page 149: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

149Hukum Pengangkutan Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Abdulkadir Muhammad, 1994, Hukum Pengangkutan Darat, Laut-dan Udara, Citra Aditya Bakti, Bandung.

____, 1998, Hukum Pengangkutan Niaga, Citra Aditya Bakti, Band-ung.

____, 2004, Hukum Pengangkutan Darat, Laut dan Udara, Citra Aditya Bakti, Bandung.

____, 2007, Arti Penting dan Strategis Multimoda Pengangkutan Niaga di Indonesia, dalam Perspektif Hukum Bisnis di Era Globalisasi Ekonomi, Penerbit Genta Press, Yogyakarta.

Ahmad Ichsan, 1993, Hukum Dagang, Pradnya Paramita, Jakarta.

Burhan Ashsofa, 2004, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta.

E. Saefullah Wiradipradja, 1989, Tanggung Jawab Pengangkut dalam Hukum Pengangkutan Udara Internasional dan Nasional, Liberty, Yogyakarta.

____, 2006, “Tanggung Jawab Perusahaan Penerbangan Terhadap Penumpang Menurut Hukum Udara Indonesia”, Jurnal Hukum Bisnis, Vol 25, Jakarta.

E. Suherman, 1984, Wilayah Udara dan Wilayah Dirgantara, Pener-bit Alumni, Bandung.

Page 150: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

150 Hukum Pengangkutan Indonesia

____, 2000, Aneka Masalah Hukum Kedirgantaraan (Himpunan Makalah 1961-1995), Mandar Maju, Bandung.

Gunawan Widaja dan Ahmad Yani, 2003, Hukum Tentang Perlind-ungan Konsumen, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Gray, G. E. and Hoel, L. A. (ed), 1992, Public Transportation, Pren-tice Hall, Englewood Cliffs, New Jersey.

J Satrio, 1993, Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir dari Undang-Undang, Bagian Pertama, PT Citra AdityaBakti, Bandung,

Lestari Ningrum, 2004, Usaha Perjalanan Wisata dalam Perspektif Hukum Bisnis, Citra Aditya Bakti, Bandung.

Martono, 2007, Pengantar Hukum Udara Nasional dan Internasion-al, Raja Grafindo Persada, Bandung.

Muchtarudin Siregar, 1978, Beberapa Masalah Ekonomi dan Managemen Pengangkutan, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.

Purwosutjipto, HMN. 2003, Pengertian Pokok-Pokok Hukum Da-gang Indonesia 3: Hukum Pengangkutan, Penerbit Djam-batan, Jakarta.

Purba, Hasim. 2005, Hukum Pengangkutan Di Laut. Pustaka Bang-sa Press, Medan.

Ridwan Khairandy et. al., 1999, Pengantar Hukum Dagang Indone-sia ,Jilid I, Gama Media,Yogyakarta.

R. Subekti, 1995, Aneka Perjanjian, PT Citra Aditya, Bandung.

Rustian Kamaluddin, 2003, Ekonomi Transportasi: Karekteristik, Teori dan Kebijakan, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Satjipto Rahardjo, 1986, Ilmu Hukum, Alumni, Bandung.

Page 151: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

151Hukum Pengangkutan Indonesia

Sudikno Mertokusumo, 1996, Penemuan Hukum: Suatu Pengantar, Liberty, Jakarta.

Sution Usman Adji, dkk, 1991, Hukum Pengangkutan di Indonesia, PT Rineka Cipta, Jakarta.

Soegijatna Tjakranegara, 1995, Hukum Pengangkutan Barang dan Penumpang, Rineka Cipta, Jakarta.

Sri Redjeki Hartono, 1999. Pengangkutan dan Hukum Pengangku-tan Darat, Seksi Hukum Dagang FH Universitas Dipon-egoro, Semarang.

____, 2000, Kapita Selekta Hukum Ekonomi, Penerbit Mandar Maju, Bandung.

____, 2007, Hukum Ekonomi Indonesia, Bayu Media, Malang.

Wiwoho Soedjono, 1995, Hukum Pengangkutan Laut di Indonesia dan Perkembangannya, Penerbit Cipta, Jakarta.

Jurnal :

Adnandaka Nurvigya, Alfian Nanung Pradana dan Rizki Nur An-nisa, “Menelaah Waktu Terjadinya Resiko (Kehilangan / Kerusakan Barang) dalamPraktik Proses Pengangkutan Laut”, JurnalGema, Thn XXVII/50/Pebruari-Juli 2015.

Glenn Biondi, Analisis Yuridis Keabsahan Kesepakatan Melalui Surat Elektronik (E-Mail) Berdasarkan Hukum Indone-sia, Jurnal Hukum dalam https://media.neliti.com/media/publications/164959-ID-none.pdf

Page 152: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

152 Hukum Pengangkutan Indonesia

Krisnadi Nasution, “Prinsip-Prinsip Tanggung Jawab Pengangkut Terhadap Penumpang Bus Umum”, Jurnal Mimbar Hu-kum, Vol. 26 No. 1, Februari 2014.

Muazzin, 2001, “Tanggung Jawab Pangangkut Udara Terhadap Kerugian Penumpang dan Pihak Ketiga di Permukaan Bumi”, Jurnal Kanun No. 29 Edis iAgustus, Banda Aceh.

Ridwan Khairandy, “Tanggung Jawab Pengangkut dan Asuransi Tanggung Jawab Sebagai Instrumen Perlindungan Kon-sumen Angkutan Udara”, Jurnal Hukum Bisnis Vol 25, 2006.

Tri Margono, “Aspek-Aspek Biaya dalam Jasa Informasi”, Jurnal Akuntansi & Keuangan Vol. 2, No. 2, Nopember 2000.

Wagiman, 2006, “Refleksi dan Implemantasi Hukum Udara: Studi Kasus Pesawat Adam Air”, Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 25, 2006.

Peraturan perundang-undangan :

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW)

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang(WvK)

Konvensi Warsawa 1929

Konvensi Roma 1952

Protokol Hague 1955

Konvensi Guandalajara 1961

Protokol Guatemala 1971

Ordonansi Penerbangan Udara 1939 tentang Pengangkutan Udara

Page 153: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

153Hukum Pengangkutan Indonesia

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Kon-sumen

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008 ten-tang Pelayaran.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan.

Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang Pos.

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009  tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1965 tentang Ketentuan-Ketentuan Pelaksanaan Dana Pertanggungan Wajib Ke-celakaan Penumpang

Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1995 tentang Angkutan Udara

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2002 tentang Perkapalan.

Peraturan  Pemerintah  Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2009 tentang Perlakuan Kepabeanan, Perpajakan, dan Cukai Serta Pengawasan atas Pemasukan dan Pengeluaran Ba-rangKedandari Serta Berada Di Kawasan Yang Telah Di-tunjuk Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabu-han Bebas.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan

Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan

Peraturan  Pemerintah  Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2010

Page 154: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

154 Hukum Pengangkutan Indonesia

tentang Kenavigasian.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2010 tentang Perlindungan Lingkungan Maritim.

Peraturan  Pemerintah  Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2011 tentang Angkutan Multimoda.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan;

Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2005 ten-tang Pemberdayaan Industri Pelayaran Nasional.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 37 /PMK.010 /2008 tentang Besaran Santunan dan Iuran Wajib Dana Pertanggungan Kecelakaan Penumpang Alat Angkut Penumpang Umum di Darat, Sungai/Danau, Ferry/Penyeberangan, Laut, dan Udara.

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 77 Tahun 2011 ten-tang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara.

Internet :

https://hukumtransportasi2015.wordpress.com/2015/05/08/sis-tematika-buku-ajar-hukum-pengangkutan-karya-melki-anus-e-n-benu-s-h-m-hum-ongoing/. Diaksestanggal 7 Maret2019

Page 155: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

155Hukum Pengangkutan Indonesia

http://www.majalahkonstan.com, diaksestanggal 7 Maret 2019

https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2018/12/20/penump-ang-pesawat-penerbangan-domestik-januari-okto-ber-2018, Diaksestanggal 7 Maret 2019

http://abdulhakimkusumanegara.blogspot.com/2015/05/ruang-lingkup-pengangkutan-pada-umumnya.html, Diakses Tanggal 7 Maret 2019, Pukul 22.34 WIB.

http://soegeng-poernomo.blogspot.com/2015/05/perjanjian-pen-gangkutan.html, DiaksesTanggal 7 Maret 2019, Pukul 23.01 WIB

http://nugrahaningtyasputriutami.blogspot.com/2015/04/resume-buku-ajaran-hukum-pengangkutan.html. Diakses tanggal 7 Maret 2019, Pukul 23.38 WIB

Page 156: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

156 Hukum Pengangkutan Indonesia

TENTANG PENULIS

Sigit Sapto Nugroho, S.H., M.Hum, lahir di Magetan Jawa Timur, 26 Juli 1974, Pendidikan Sekolah Dasar dan Menengah di kota kelahi-rannya. Menyelesaikan Pendidikan Sarjana Hukum (1999) di Fakultas Hukum Unmer Madiun, Magister Hukum S2 (2004) di Pro-gram Pascasarjana Universitas Brawijaya Ma-lang dan saat ini sedang studi di Program

Doktoral S3 di Sekolah Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta. Selain aktif mengajar di kampus Universitas Merdeka Madiun juga sangat aktif dalam bidang penelitian dan pengabdian kepada masyarakat yang dibiayai oleh DP2M Dikti serta menulis buku dan artikel pada jurnal-jurnalilmiah.

Buku yang sudah diterbitkan: Pengantar Hukum Adat Indone-sia (2016), Hukum Waris Adat (2016), Cita Hukum Pancasila, Rag-am Paradigma Hukum Berkepribadian Indonesia (Bunga Rampai) (2016), Hukum Kontrak dan Perkembangannnya (2016), Hukum dan Teknologi (2017), Hukum Perseroan Terbatas (2017), Hukum Kehutanan (2017), Hukum Agraria Indonesia (2017), Filsafat Hu-kum Paradigma Modernisme Menuju Post Modernisme (2018), Hukum Koperasi, Usaha Potensial dan UMKM (2018).

Page 157: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

157Hukum Pengangkutan Indonesia

TENTANG PENULIS

Hilman Syahrial Haq, S.H., LLM. Lahir di Mataram, 22 September 1983. Pendidikan Se-kolah Dasar dan Menengah di kota kelahiran-nya, Menyelesaikan Pendidikan Sarjana Hu-kum (2005) di Fakultas Hukum Universitas Mataram, Magister Hukum S2 (2005) di Pro-gram Pascasarjana Universitas Gajah Mada Yogyakarta dan saat ini sedang studi di Pro-

gram Doktoral S3 di Sekolah Pascasarjana Universitas Muham-madiyah Surakarta. Selain aktif mengajar di kampus Universitas Muhammadiyah Mataram (UMMAT) juga sangat aktif dalam pe-nelitian dan menulis artikel pada jurnal-jurnal ilmiah. Penelitian yang dihasilkan antara lain: Pengelolaan Sumberdaya Hutan Di Jawa Berbasis KolaboratifHolistik (2016), Perkawinan Merarik dan Tradisi Selabar Masyarakat Sasak (2016), Konflik Hukum Lokal dengan Hukum Nasional dalam Perkawinan Merarik dan Waris Adat di Masyarakat Sasak (2017). Artikel publikasi ilmiah antara lain : Mengukuhkan Eksistensi Hukum Adat dalam Sistem Hukum Indonesia (Studi Terhadap BSD Sebagai Mediasi Komunitas di Desa Sintung Lombok Tengah) (Prosiding Konfrensi Nasional APPPTM Ke-4 Palembang 2016), Mengukuhkan Eksistensi Hu-kum Adat dalam Sistem Hukum Indonesia (Studi Terhadap Pengembangan Kelembagaan Mediasi Komunitas) (Jurnal Yustisia Merdeka, 2016), Keadilan Berhati Nurani (Sebuah Tawaran Rule Breaking Bagi Hakim dengan Pendekatan Legal Pluralism) (Prosid-ing Konfrensi Nasional AFHI Ke-6 Bandung 2017), Local Law

Page 158: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

158 Hukum Pengangkutan Indonesia

Conflict with National Law in Marriage of Lombok (IOSR Journal Of Humanities And Social Science Vol. 23, Issue 7, Ver.5 2018), dan Menakar Potensi Konflik Pilkada Serentak (Jurnal Yustisia Merde-ka 2018).

Page 159: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

159Hukum Pengangkutan Indonesia

Catatan: .................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................. ................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................. ................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................. ................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................. ................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................. ................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................. ................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................. ................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................. ............................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................... .............................................................................................................................................................................

Page 160: HUKUM PENGANGKUTAN INDONESIA - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6884/1/Hukum Pengangkutan... · Buku Hukum Pengangkutan ini berisikan uraian komprehen-sif tentang

160 Hukum Pengangkutan Indonesia

Catatan: .................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................. ................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................. ................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................. ................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................. ................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................. ................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................. ................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................. ................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................. ............................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................... .............................................................................................................................................................................