Hukum Maritim Sumber Sumber Hukum

102
Sabtu, 09 Maret 2013 Hukum Maritim PENGERTIAN HUKUM – SUMBER HUKUM PEMBIDANGAN HUKUM A. PENGERTIAN HUKUM Hukum itu adalah himpunan peraturan – peraturan yang bersifat memaksa yang mengurus tata tertib suatu lingkungan masyarakat. Dalam suatu lingkungan masyarakat. Dalam suatu lingkungan masyarakat semua orang menjadi pendukung dari kepentingan – kepentingan yang akan mereka amankan sebaik mungkin. Pengamanan kepentingan ini akan terpenuhi denhgan pembuatan peraturan – peraturan yang dapat menjamin keseimbangan dalam hubungan antara anggota masyarakat. Hukum hanyalah belaku dalam suatu pergaulan masyarakat. Hanya di lingkungan inilah kepentingan – kepetingan dapat bertubrukan satu sama lain. Peraturan – peraturan hukum memiliki ciri memaksa, yaitu : adanya perinta atau larangan dan di tegaggkan dengan cara paksa, apabila tidak di taati maka hakim akan mengadakan cara cara paksa tertentu (sanksi), kadang - kadang hukum atau (dalam hukum perdata) ganti kerugian. B. SUMBER HUKUM Adapun yang di maksud dengan sumber hukum adalah : Segalah sesuatu dimana orang dapat mengenal bermacam – macam perturan

Transcript of Hukum Maritim Sumber Sumber Hukum

Sabtu, 09 Maret 2013

Hukum Maritim

PENGERTIAN HUKUM – SUMBER HUKUM

PEMBIDANGAN HUKUM

A.     PENGERTIAN HUKUM

Hukum itu adalah himpunan peraturan – peraturan yang bersifat memaksa yang

mengurus tata tertib suatu lingkungan masyarakat. Dalam suatu lingkungan

masyarakat. Dalam suatu lingkungan masyarakat semua orang menjadi pendukung dari

kepentingan – kepentingan yang akan mereka amankan sebaik mungkin.

Pengamanan kepentingan ini akan terpenuhi denhgan pembuatan peraturan –

peraturan yang dapat menjamin keseimbangan dalam hubungan antara anggota

masyarakat.

Hukum hanyalah belaku dalam suatu pergaulan masyarakat. Hanya di lingkungan

inilah kepentingan – kepetingan dapat bertubrukan satu sama lain. Peraturan –

peraturan hukum memiliki ciri memaksa, yaitu : adanya perinta atau larangan dan di

tegaggkan dengan cara paksa, apabila tidak di taati maka hakim akan mengadakan

cara cara paksa tertentu (sanksi), kadang - kadang hukum atau (dalam hukum perdata)

ganti kerugian.

B.    SUMBER HUKUM

Adapun yang di maksud dengan sumber hukum adalah : Segalah sesuatu dimana

orang dapat mengenal bermacam – macam perturan yang berlaku di dalam masyarakat

dan oleh umum di anggap sbagai hokum, yang pada hakekat nya merupakan peraturan

– peraturan yang mempuny ai kekuatan hokum.

Sumber hukum dapat terdiri dari segalah tulisan – tulisan, dokumen –

dokumen,naskah – naskah dimana dapat di ketahui hukum yang berlaku dikalangan

suatu bangsa dalam masa yang tertentu, sumber hukum yang paling utama adalah

undang – undang. Pengertian “ Undang – undang “ disini adalah dalam arti yang luas

meliputi setiap keputusan pemerintah yang menentukan peraturan – peraturan yang

mengikat .

C.    PEMBIDANGAN HUKUM

Hukum itu luas sehingga sulit untuk membuat definisi singkat yang meliputi segalah

– galahnya, namun dapat di bagi dalam beberapa golongan hukum menurut beberapa

azaz pembagian.

1.    Menurut ketentuan bekerjanya

Undang – undang dasar

Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat

Undang – undang

Perturan Pemerintah

Keputusan Presiden

Keputusan Menteri

Keputusan Jendral Perhubungan Laut

2.    Hukum privat ( Sipil )

Hukum yang mengatur hubungan – hubungan antara orang yang satu dengan

orang yang lain, dengan menitik neratkan kepentingan perseorangan. Hukum sipil

terdiri dari :

-          Hukum sipil dalam arti luas yang meliputi Hukum Perdata dan Hukum Dagang.

-          Hukum sipil dalam arti sempit : hukum perdata saja.

Pada hakekatnya antara hukum dagang dan hukum perdata tidak terdapat suatu

perbedaan yang pokok, keduanya mengandung prinsip – prinsip dan pengertian

yang sama.

Terkaitnya kedua hukum tersebut terbukti dari isi Pasal 1 KUHD yang menyatakan

bahwa untuk segala peristiwa dan perbuatan dalam lapangan perniagaan itu diliputi

oleh peraturan-peraturan yang termuat baik KUHD.Dengan demikian kekurangan pada

KUHD (peraturan khusus) akan dilengkapi oleh peraturan umum dari KUHPER.

  Hukum Publik (Negara)

Hukum yang mengatur hubungan antara Negara dengan alat - alat

kelengkapannya, Negara dengan perseorangan dan Negara dengan Negara.

Hukum publik terdiri dari :

-       Hukum Tata Negara

-       Hukum Administrasi Negara

-       Hukum Pidana (hukuman) , hukum yang mengatur perbuatan - perbuatan apa yang

dilarang dan hukumannya serta mengatur cara - cara mengajukan perkara - perkara.

-       Hukum Internasional baik hukum perdata Internasional maupun hukum publik

Internasional (yang terakhir yang hampir selalu dimaksudkan)

3.  Menurut cara mempertahankannya.

-       Hukum Materil, hukum yang memuat peraturan - peraturan yang mengatur

kepentingan - kepentingan dan hubungan yang berwujud perintah - perintah dan

larangan - larangan. Contohnya : Hukum Materil, Hukum Pidana, Hukum Perdata dan

Hukum Dagang

-       Hukum Formil, hukum yang memuat peraturan - peraturan yang mengatur bagaimana

cara - cara melaksanakan dan mempertahankan hukum materil. Contoh : Hukum Acara

Pidana, Hukum Acara Perdata.

4.     Menurut sifatnya

-       Hukum yang memaksa, hukum yang dalam bagaimana juga keadaannya harus ditaati

dan mempunyai paksaan mutlak.

-       Hukum yang mengatur ( perlengkapan ) , hukum yang dapat dikesampingkan

apabila pihak - pihak yang bersangkutan telah membuat peraturan sendiri dalam suatu

perjanjian.

5.    Kodifikasi

Pembakuan peraturan - peraturan dalam kitab undang - undang disebut

kodifikasi, bagian terbesar dari hukum privat Materiil diatur dalam kitab undang -

undang Hukum perdata ( KUHPER ), dan kitab undang - undang hukum dagang

( KUHD ), kitab undang - undang hukum perdata terdiri dari empat buku, antara lain

buku kedua, mengenai hukum pemilikan dan hukum pewarisan. Dan buku ketiga

mengatur hukum perikatan.

Kitab undang - undang hukum dagang mengatur hukum perniagaan yaitu

kedudukan dan hubungan - hubungan yang lahir dalam dunia usaha prniagaan.

Kitab undang - undang hukum dagang terbagi dalam dua buku, dimana buku

pertama membahas tata niaga secara umum (perseroan, bursa perniagaan dan

ketentuan -kentetuan umum mengenai asuransi).

Adapun buku kedua mengatur “ Hak - hak dan kewajiban - kewajiban yang

berasal dari dunia pelayaran “ yang dikenal sebagai “Hukum laut keperdataan“.

Buku ini terbagi dalam 13 BAB

-       Kapal dan muatannya

-       Pengusaha kapal

-       Nakhoda, awak kapal

-       Perjanjian kapal laut

-       Pencateran

-       Penubrukan kapal

-       Karamnya kapal

-       Dihapus

-       &10 Pertanggungan

-       Kerugian laut

-       Pengakhiran periktan

-       Kapal pedalaman

D.   HUKUM LAUT DAN PERUNDANG - UNDANGAN MARITIM

Hukum laut adalah rangkaian peraturan dan kebiasaan hukum mengenai laut

yang bersifat :

-          Keperdataan, menyangkut kepentingan perorangan

-          Publik menyangkut kepentingan umum

Hukum laut keperdataan mengatur hubungan - hubungan perdata yang

ditimbulkan karena perajanjian - perjanjian perdata perjanjian - perjanjian pengangkutan

penyeberangan laut dengan kapal laut niaga. Hukum ini merupakan matra dari hukum

pengangkutan adalah bagian dari hukum dagang termasuk hukum Privat.

Hukum laut publik (kenegaraan), obyek dari peraturan - peraturan dan kebiasaan

- kebiasaan baik nasional maupun International adalah laut dan berisikan hak - hak dan

kewajiban bagi negara yang berbatasan pada laut tersebut.

Hukum laut Nasional telah berkembang dengan pesat sebagai akibat

perkembangan International yang memerlukan adanya bantuan - bantuan hukum laut

yang dapat menjawab kebutuhan keadaan yang mendesak.

Untuk menjamin terselenggaranya sejumlah kepentingan Nasional, hukum publik

Internasional

Dapat menjadi sarana, terdapat beberapa peraturan hukum yang menyankut

dunia pelayaran dan kelautan antara lain :

1.  Kitab undang - undang dagang ( 1 Mei 1848, diperbarui 1933 dan berlaku mulai

berlaku mulai 1938 ) Tentang pengangkutan laut indonesia.

2.  Undang - undang pelayaran Indonesia 1936 tentang keterbukaan perdagangan luar

negeri telah diterbitkan kebijaksanaan mengenai Impres Nomor : 4 / 1985 dan pak Nov

21 / 1988.

3.  Ordonansi kapal - kapal 1935 tentang persyaratan kapal untuk alat - alat perlengkapan

dan pengawakan, sebagian besar dari peraturan - peraturan disesuaikan dengan

ketentuan yang ditetapkan SOLAS 1974.

      Peraturan perijazahan pelaut 1939 disesuaikan dengan struktur Departemen

perhubungan serta silabi STCW 1978, OK 1935 PPP 1939 adalah produk hukum

keselamatan pelayaran, yang tidak termasuk Hukum laut publik maupun Hukum laut

perdata ( lahir dari perjanjian Internasional )

      Undang – undang nomor 4 tahun 1960 tentang wilayah laut Teritorial dan lingkungan

maritime 1939, diamendir dengan undang - undang No.17 tahun 1985 tentang konvensi

Hukum Laut International.

DEFINISI HUKUM

Prof.VAN APEL DOORON, dalam bukunya yang berjudul “ INLEIDING TAT de

STUDIE VAN HET NEDERLANS REGHT “ Mengatakan bahwa adalah tidak mungkin

memberi satu defenisi tentang hukum, karna sangat sulit untuk di defenisikan karna

tidak mungkin sesuai dengan kenyataan.

Prof.E.UTRECHT,SH Hukum itu adalah peraturan-peraturan (perintah-perintah

dan larangan-larangan) yang mengurus tata tertib suatu masyarakat dan karena itu

harus ditaati.

Prof. Mr. E. MEYERS Hukum itu adalah semua aturan yang mengandung

pertimbangan-pertimbangan kesusilaan dan ditunjukan kepada tingkah laku manusia

dalam masyarakat dan menjadi pedoman bagi peguasa-penguasa Negara dalam

melakukan tugasnya.

LEON DUGULT : Hukum adalah aturan tingkah laku para anggota masyarakat,

aturan yang daya penggunaannya pada saat tertentu diindahkan oleh suatu masyarakat

sebagai jaminan dari suatu kepentingan bersama dan jika dilanggar menimbulkan

reaksi bersama terhadap orang yang melakukan pelanggaran itu

J.C.T. SIMORANGKIR, SH Hukum itu ialah : Peraturan-peraturan yang bersifat

memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang

dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib, bila dilanggar mengakibatkan

diambilnya tindakan hukum tertentu.

* TUJUAN HUKUM *

1. Untuk menjamin keseimbangan agar dalam hubungan-hubungan yang ditimbulkan oleh

kepentingan-kepentingan masyarakat tidak terjadi kekacauan.

2. Untuk menjamin adanya kepastian hukum.

3. Meyeimbangkan antara tuntutan keadilan dengan tuntutan kepastian hukum /

ketertiban.

4. Untuk mengatur tata tertib secara damai dan adil.

*SUMBER-SUMBER HUKUM*

Yang dimaksud dengan sumber-sumber hukum ialah segala apa saja yang

menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa dan

apa bila ada pihak yang melanggar, mengakibatkan sanksi yang nyata.

HUKUM LAUT

1.  Laut beserta kandungan / potensi yang ada di dalamnya sebagai milik bersama

(Commom heritage of Man kind)

2.  Hukum laut yang tercantum dalam The United National Convention on The Law of The

Sea 1982 adalah hukum yang mengatur laut sebagai obyek degan mempertimbangkan

seluruh aspek kehidupan dan kepentingan seluruh negara termasuk yang tidak

berbatasan dengan laut (Land – Lock Countris)guna pemanfaatan laut dengan seluruh

potensi yang terkandung didalamnya bagi umat manusia sebagaimana yang tercantum

dalam UNCLOS 1982 beserta Konvensi International yang tidak terkait dengannya.

HUKUM MARITIM

Adalah hukum yang mengatur Pelayaran dalam arti pengangkutan barang dan

atau orang melalui laut, kegiatan kenavigsian dan perkapalan sebagai sarana / modal

transportasi laut termasuk aspek keselamatan maupun kegiatan-kegiatan yang terkait

langsung dengan perdagangan melalui laut yang di atur dalam hukum Perdata /

Dagang maupun Publik.

I.       MASALAH LAUT WILAYAH,LAUT BEBAS DAN ZONA TAMBAHAN

   Konvensi 1982 disetujui bahwa setiap Negara mempunyai hak untuk menentukan laut

wilayahnya sampai batas paling jauh 12 mil laut di ukur dari pangkal sesuai dengan

konvensi ini : Yaitu Negara mempunyai kedaulatan penuh atas kolam air dan isinya,

udara diatasnya, dasar laut dan tanah di bawahnya, namun untuk kempentingan

lalulintas pelayaran internasional, kapal – kapal negara asing mempunyai hak lintas

damai:

  Zona Tambahan, adalah selebar 12 mil laut yang mengelilingi laut wilayah selebar 12 mil

laut, di mana indonesia dapat melaksanakan pengawasan atas masalah – masalah Bea

Cukai, Fiskal, Imigrasi dan Kesehatan. Zona tambahan di ukur 24 mil laut dari garis

pangkal dari mana lebar laut di ukur.

“ HIGH SEAS ” ( LAUT BEBAS )

Laut diluar yurisdiksi Nasional Negara – negara disebut laut bebas atau High

Seas. Pemanfaatan laut Bebas dilaksanakan berdasarkan prinsip “ Warisan bersama

umat manusia “ yang berarti : Bahwa manfaat laut bebas baik aspek Navigasi maupun

aspek sumber daya alam yang dikandungnya, harus dapat di nikmati oleh seluruh umat

manusia dan tidak boleh dimonopoli oleh satu atau beberapa negara kuat saja.

Dan prinsip tersebut dilahirkan hak dan kewajiban tiap negara terhadap laut

bebas serta hak dan kewajiban khusus di laut bebas tertentu tersebut sperti

menyediakan sarana pencarian dan penyelamatan (SAR).

“ Kebebasan Negara Pantai Maupun tak Berpantai “

a.  Kebebasan berlayar

b.  Kebebasan terbang

c.   Kebebasan meletakkan pipa di bawa laut

d.  Kebebasan membangun pulau buatan dan insalasi - instalasi

LANDAS KONTINEN DAN ZONA EKONOMI EKSKLUSIF

1.    LANDAS KONTINEN

Menurut Undang-undang dagang No.1 tahun 1973 tentang landas kontinen Indonesia

adalah dasar laut dan tanah dibawahnya di luar wilayah RI sampai kedalaman 200

meter atau lebih dimana masih mungkin diadakan Eksplorasi dan Eksplaitasi kekayaan

alam berupa mineral dan sumber alam lainnya di dasar laut atau di dalam lapisan tanah

dibawahnya.

2.    ZONA EKONOMI EKSKLUSIF

Zona Ekonomi Eksklusif adalah jalur diluar dan berbatasan dengan laut wilayah

Indonesia yang meliputi dasar laut tanah dibawahnya dan air diatasnya dengan batas

terluar 200 mil laut diluar dari garis pangkal laut wilayah Indonesia.

*HAK LINTAS DAMAI (INNONCENT PASSAGE)*

Pengertian hak lintas adalah pelayaran melalui laut Teritorial tanpa memasuki

perairan pedalaman atau singgah disuatu tempat atau berlabuh atau jelasnya lintas

adalah pelayaran melalui laut Teritorial tanpa atau melalui perairan pedalaman, secara

terus-menerus (kontinue), secepat mungkin (Force mejaure)

PENGERTIAN DAMAI

Suatu lintas dianggap damai bila tidak membahayakan ketertiban dan keamanan

Negara pantai dan harus dilakukan sesuai dengan ketentuan konvensi dan aturan

internasional lainnya. Adapun tindakan yang dianggap membahayakan kedamaian,

ketertiban dan keamanan kesemuanya berjumlah 12 hal yaitu :

1.    Setiap ancaman atau penggunaan kekerasan terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah

atau kemerdekaan politik Negara pantai.

2.    Latihan perang-perangan

3.    Tindakan pertahanan yang bermaksud mengumpulkan informasi yang merugikan

pertahanan dan keamanan Negara pantai

4.    Perbuatan propaganda yang bertujuan mempengaruhi pertahanan atau keamanan

Negara pantai

5.    Peluncuran atau penerimaan pesawat udara diatas kapal

6.    Peluncuran, pendaratan atau penerimaan setiap peralatan kelengkapan Militer

7.    Bongkar atau muat setiap komoditi atau uang atau orang

8.    Perbuatan Pencemaran

9.    Penangkapan Ikan

10. Kegiatan Penelitian

11. Perbuatan yang bertujuan mengganggu sistim komunikasi atau fasilitas atau instalasi

lainnya.

12. Setiap kegiatan lainnya yang tidak ada hubungannya dengan lintas itu sendiri

HAK LINTAS TRANSIT

Menurut artikel 38 pasal grup (2) UNCLOS 1982 lintas transit adalah pelaksanaan

kebebasan pelayaran dan penerbangan untuk tujuan transit yang terus-menerus

langsung dan secepat mungkin antara satu bagian laut lepas atau Zona Ekonomi

Ekslusif (2 EE) dengan bagian laut Zona Ekonomi Ekslusif wilayah pelayaran atau

penerbangan demikian dilakukan dalam suatu selat Internasional yang menghubungkan

satu laut lepas atau Zona Ekonomi Ekslusif lainnya.

HAK LINTAS ALUR KEPULAUAN

1.    Bahwa hak lintas alur kepulauan adalah hak pelayaran dan penerangan pada / lintas

alur secara terus menerus, langsung, secepat mungkin tanpa boleh dihalangi dari satu

bagian laut lepas atau Zona Ekonomi Ekslusif dengan bagian laut lepas atau Zona

Ekonomi Ekslusif lainnya melalui alur kepulauan.

2.    Bahwa alur kepulauan itu ditetapkan dengan suatu rangkaian garis sumbu dimana

kapal boleh menyimpang 25 mil ke sisi kanan atau kiri dengan garis sumbu tetapi tidak

boleh berlayar dekat pantai kurang dari 10% dari jarak antara titik yang terdekat di

pantai dengan alur kepulauan itu.

3.    Bahwa untuk menentukan atau mengganti alur kepulauan Negara pantai harus

mendapat persetujuan dari Organisasi Internasional yang berwenang untuk itu.

Materi baru dalam UNCLOS 1982 yaitu tentang hak perikanan Tradisional tetapi

Undang – undang No. 9 / 1985 masih relevan yaitu :

II.      BEBERAPA KETENTUAN YANG HARUS DIPATUHI OLEH KAPAL – KAPAL ASING

SESUAI KONVENSI 1982 SEBAGAI BERIKUT :

1.    Tidak memasuki perairan pedalaman atau singgah di pelabuhan-pelabuhan Negara

yang dilalui.

2.    Melaksanakan pelayaran tidak terputus dan cepat tanpa berhenti ataupun buang

jangkar, kecuali jika keadaan terpaksa karena kecelakaan, kerusakan, ataupun karena

harus memberi pertolongan terhadap orang, kapal atau pesawat udara yang mendapat

kecelakaan.

3.    Suatu lintas laut dianggap damai selama tidak membahayakan perdamaian, ketertiban

ataupun keamanan Negara yang dilalui.

Lalu lintas kapal – kapal asing di anggap membahayakan perdamaian, ketertiban

ataupun keamanan suatu Negara bila melakukan kegiatan sebagai berikut :

a.    Ancaman atau penggunaan kegiatan terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah ataupun

politik yang melanggar azas – azas hukum internasional

b.    Setiap penggunaan segalah jenis senjata

c.    Mengumpulkan informasi yang dapat membahayakan pertahanan dan keamanan

negara lain

d.    Kegiatan propaganda yang bertujuan untuk mempengaruhi pertahanan dan keamanan

negara lain

e.    Melunjurkan mendaratkan ataupun menaikan segalah jenis peralatan militer

f.Menurunkan atau menaikan segalah jenis barang alat pembayaran, ( uang ) atau orang

bertentangan dengan peraturan Pabean, Keuangan, Imugrasi dan Kesehatan Negara

g.    Setiap tindakan mengakibatkan pencemaran lingkungan laut

h.    Setiap tindakan penangkapan ikan

i. Melakukan kegiatan penelitian dan survey

j. Perbuatan yang bertujuan mengganggu sistem komunikasi, fasilitas ataupun Instalasi –

instalasi Negara lain

k.    Setiap kegiatan lainnya yang tidak ada hubungannya dengan kegitan lalulintas.

4.    Kapal selam dan kendaraan bawah air lainnya,diharuskan berlayar di permukaan air

dan

Menunjukkan bendera ( pasal, 22 – konvensi 1982 )

Kerugian yang di timbulkan kapal atau pesawat udara sesuai artikel 27 ( 1 )

terbatas dalam hal :

1.  Apabila akibat kejahatan itu di rasakan di negara pantai

2.  Apabila kejahatan itu termasuk jenis yang menggangu kedamain atau ketertiban laut

wilayah

3.  Apabila telah di minta bantuan pengusaha setempat oleh Nakhoda atau oleh wakil

Diplomataik atau pejabat Konsuler Negara Bendera

4.  Apabila tindakan demikian di perlakukan untuk menumpas perdagangan gelap

Narkotika atau bahan Peychdtropis

MASALAH LINGKUNGAN HIDUP DI LAUT

Sumber daya alam di laut dijamin kelestyariannya dengan tetap mempertahankan

lingkungan laut sistem pengelolaan dan mengutamakan sumber yang ada.

Penagkapan ikan dengan pokat harimau sangat membahayakan karena dapat

memusnakan bibit – bibit maupun jenis ikan tertentu.

Sesuai kesepakatan bahwa pengontrolan dapat di lakukan dengan melalui

penyerhan tanggung jawab yaitu :

      Untuk wilayah Territorial dan zona ekonomi Eksklusif di serahkan sepenuhnya pada

negara yang menguasainya

      Untuk wilayah laut lepasdi bagi 2 ( dua )

1.  Wilayah laut lepas yang berbatasan dengan laut Territorial suatu Negara

pengontrolannya Di serahkan kepada Negara yang berbatasan tersebut

2.  Wilayah laut lepas yang tidak berbatasan dengan laut Territorial pengontrolannya di

serahkan pada kelompok Negara negara tertentu

MASALAH DASAR LAUT DAN KEKAYAAN LAUT

Kawasan dasar laut ada 3 ( tiga )

1.    Permukaan Laut

2.    Dalam Laut

3.    Dasar Laut

Ketiga bagian tersebutmerupakan satu kesatuan yang berada pada suatu

pengawasan, berdasarkan kedaulatan suatu negara atau hukum Internasional.

“ PERUSAHAAN PELAYARAN “

1.    Perusahaan Pelayan atau Perkapalan adalah suatu badan usaha yang didirikan oleh

satu atau beberapa orang dengam memiliki satu – satu atau benerapa kapal decara

bersama - sama dan mengelolah kapal – kapal tersebut untuk pelayaran di laut dalam

bidang jasa angkutan ( KUHD 323 )

2.    Penguasa kapal adalah seseorang yang memakai sebuah kapal untuk pelayaran dilaut

baik di kemudikan sendiri atau oleh seorang Nakhoda yang bekerja padanya. ( KUHD

ps. 320 )

3.    Perusahaan Angkutan laut Nasional adalah perusahaan angkutanlaut berbadan hukum

Indonesia yang melakukan kegiatan angkutan di dalam wilayah perairan Indonesia dan

ke pelabuhan lluar negeri ( PP. 82 1999 ttg angkutan di perairan )

4.    Perusahaan angkutan Laut Asing adalah perusahaan angkutan laut berbadan hukum

asing ( foreign shipping company ) yang kapal – kapal melakukan kegiatan angkutan

laut ke dan dari pelabuhan Indonesia.

Penyelenggarakan angkutan laut dalam negeri dilakukan :

a.    Oleh perusahaan angkutan laut nasional

b.    Dengan menggunakan kapal berbendera Indonesia

c.    Untuk menghubungkan pelabuhan laut antara pulau atau angkutan laut lepas pantai di

wilayah perairan Indonesia.

Persyaratan mendirikan Perusahaan Pelayaran

a.    Memiliki akte pendirian perusahaan

b.    Memiliki kapal berbendera Indonesia dengan ukuran GT 175 atau lebih atau kapal

tunda 150 PK dan Tongkana ukuran GT 175 atau lebih

c.    Kapal berbendera Indonesia yang bersytatus leasing, di sewa oleh perusaan

Leasing,dan adanya pernyataan dari pemilik kapal bahwa tidak berkeberatan kapalnya

sebagai persyaratan izin usaha

d.    Memiliki tenaga ahli setingkat Diploma III di bidang ketatalaksanaan Pelayaran Niaga.

e.    Memiliki penanggung jawab perusahaan

f.     Memiliki NPWP.

g.     

1.INSA ( INDONESIAN NATIONAL SHIPOWNERS ASSOSIATION )

Adalah organisasi pengusaha-pengusaha pelayaran (INSA), dalam organisasi ini

menangani tentang trayek-trayek distribusi muatan dan lain-lain untuk menjadi bahan

pertimbangan pemerintah sebelum mengeluarkan surat-surat keputusan atau

peraturan-peraturan mengenai hal tersebut.

2.ORGANISASI PERUSAHAN PELAYARAN

Bentuk organisasi perusahaan pelayaran disesuaikan dengan misi

organisasi.perusahaan pelayaran terbagi atas dua komponen yaitu dewan pemegang

saham dan eksekutif.

Dewan pemegang saham lazim disebut Dewan Komisaris yang beranggotakan

orang-orang punya andil, modal didalam perusahaan di ketahui oleh seorang yang di

sebut Presiden Komisaris.

3.JENIS PERUSAHAAN PELAYARAN

Perusahaan pelayaran di bagi menurut ruang garaknya dan jenis muatannya

(Peraturan Pem.No.2 thn 1969) sbb:

1. Pelayaran Nusantara

Yaitu untuk melakukan usaha pengangkutan antara pelabuhan atau antara pulau

nusantara yang dibagi daerah pelayaran dalam RLS – RLS (Reguler Liner Service)

Untuk membawa trayek-trayek yang dianggap minus mengoperasikan kapal-kapal

niaga dengan nama “PERITIS”

2. Pelayaran Lokal

Yaitu pelayaran untuk melaksanakan usaha angkutan antar pelabuhan diseluruh

Indonesia dengan tujuan menunjang kegiatan pelayaran nusantara dan samudra

dengan memakai ukuran kecil (500 M3 isi kotor) atau lebih kecil atau sama dengan 175

Register Ton.

3. Pelayaran Rakyat

Yaitu Pelayaran Nusantara dengan mempergunakan perahu-perahu layar.

4. Pelayaran Pedalaman

Terusan dan Sungai yaitu melakukan usaha angkutan di alur pelayaran ini ditangani

oleh Direktoral Jendral Perhubungan Darat namun mengenai kapal dan personilnya

diatur oleh Dirjen Perhubungan Laut

5. Pelayaran Penundaan Laut

Yaitu Perusahan nusantara dengan menggunakan tongkang-tongkang yang ditarik oleh

kapal-kapal tunda.

6. Pelayaran Samudra Dekat

Yaitu pelayaran yang dilakukan ke Pelabuhan negara tetangga yang jaraknya tidak

lebih dari 3000 Mil laut dari pelabuhan terluar Indonesia ke jurusan manapun misalnya

ke India,

7. Pelayaran Samudra

8. Yaitu pelayaran ke dan dari luar negri yang bukan pelayaran samudra.

9. Pelayaran Khusus

Yaitu pelayaran dalam, pengangkutan muatan-muatan khusus yang pada umumnya

hasil dari industri / tambang dan biasanya dimuat curah (BULK) tampa pembatasan

daerah pelayaran misalnya : Minyak Bumi, Biji-biji Besi, Kayu Gelondongan, Timah dll.

4.    PER – VEEM – AN

Veem Yaitu penampungan atau pemupukan barang-barang (Ware Housing)

dalam usahanya meliputi:

4. Penumpukan

5. Penyimpanan

6. Persiapan muatan

7. Penyerahan

8. Pengukuran

9. Pemerkahan

10. Expedisi dll

Dalam usaha ini dibutuhkan sarana :

(1)  Gudang

(2)  Lapangan bongkar muat (General Asesmbly Area)

(3)  Peralatan pengepakan dll

5.    Ekspedisi Muatan Kapal Laut

Ialah usaha jasa untuk mengurus dokumen-dokumen muatan, baik untuk

pemuatan maupun pembongkaran, dan semua pekerjaan yang berhubungan dengan

pemuatan dan pembongkaran, penerimaan atau penyerahan muatan.

EMKL bisa usaha terpisah / tergabung dalam perusahaan pelayaran / Veem.

Tujuan EMKL :

-          Memperlancar arus dokumen

-          Menghindari tertumpuknya muatan

-          Menghindari macetnya bongkar muat

-          Memperlancar keluar masuknya kapal

6.    Stuwadoring ( Stewedoring )

Ialah usaha dibidang jasa dalam bongkar muat kapal, Usaha ini dibina oleh

Badan Pengusaha Pelabuhan dan Perusahaan Pelayaran, dan diselenggarakan oleh

Yayasan yaitu Yayasan Usaha Karya ( YUKA )

7.    Tally – Association

Adalah perhitungan, bentuk usaha ini di Indonesia merupakan unit / bagian dari

perusahaan pelayaran atau Veem atau EMKL / Stuwadoring tapi di luar negeri

kadang-kadang di lakukan juga antara pengirim dan pengangkut.

“ AWAK KAPAL “

1.    Awak kapal adalah orang yang bekerja atau di pekerjakan di atas kapal oleh pemilik

atau operator kapal untuk melakukan tugas di atas kapal sesuai dengan jabatan yang

tercantum dalam buku sijil ( UU No. 2/1992 )

2.    Nakhoda adalah seorang dari awak kapal yang menjadi pimpinan umum di atas kapal

serta menjadi wewenang dan tanggung jawab tertentu sesuai peraturan perundang –

undangan yang berlaku ( UU No. 21 / 1992 )

3.    Nakhoda adalah orang yang memimpin kapal (KUHD ps 34 )

4.    Pemimpin kapal adalah seorang dari awak kapal yang menjadi pimpinan umum di atas

kapal untuk jenis dan ukuran tertentu serta mempunyai wewenang dan tanggung jawab

tertentu bereda dengan yang di miliki Nakhoda ( UU No. 21 )

5.    Anak kapal adalah merekla yang tercantum dalam daftar anak kapal ( KUHD )

6.    Anak buah kapal adalah anak kapal selain Nakhoda ataupun pemimpin

a.    Pelayar : Semua orang yang ada di kapal ( UU No. 21 )

Semua orang yang ada di kapal selain Nakhoda

( KUHD )

b.    Perwira adalah mereka yang dalam daftar anak kapal di berikan pangkat sebagai

perwira ( KUHD )

c.    Pelaut adalah setiap orang yang mempunyai kualifikasi keahlian atau ketrampilan

sebagai awak kapal ( PP 7/ 2000 )

Persyaratan untuk bekerja di kapal

a.    Berumur seurang – kurangnya 18 tahun

b.    Sehat jasmani dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan rumah sakit yang di tunjuk

pemerintah

c.    Memiliki sertifikat keahlian pelaut dan / atau sertyifikat Kepelautan Pelaut

d.    Di sijil

‘’Hak dan Kewajiban Awak Kapal dan Perjanjian Kerja Laut “

a.    Hak atas upah

b.    Hak atas permakanan dan tempat tinggal di kapal

c.    Hak atas cuti

d.    Hak atas parawatan kalau sakit di kapal

e.    Hak atas angkutan bebas

f.     Hak atas ganti rugi bilamana kapalnya musnah / tenggelam

Kewajiban Awak Kapal

a.    Mentaati perintah perusahaan

b.    Bekerja sesuai dengan jangka waktu perjanjian

c.    Melaksanakan tugas sesuai jam kerja yang telah di tetapkan

d.    Bekerja sekuat ytenaga dan wajib mengerjakan segalah sesuatu

yang di perintahkan oleh Nakhoda

Pekerjaan Anak kapal di jelaskan di dalam :

a.   Perjanjian kerja laut

b.   Sijil awak kapal

c.   Peraturan dinas di kapal yang di buat oleh Nakhoda

e.    Taat kepada atasan teristimewah menjalankan perintah – perintah Nakhoda

f.       Tidak boleh membawa atau menmiliki minuman keras, tidak membawa barang – barang

terlarang, senjata dan sebagainya di kapal tanpa seizin Nakhoda

g.     Keluar dri kapal denga izin Nakhoda dan pulang kembali tidak terlambat

h.     Wajib membantu memberikan pertolongan dalam penyelamatan kapal dengan muatan

ddengan menerima upah tambahan

i.       Menyediakan diri untuk Nakhoda selama 3 hari setelah habis kontrak nya untuk

kepentingan membuat kisah kapal

Hak Perusahaan adalah Mempekerjakan pelaut sesuai perjanjian. Kewajiban

Perusahaan : Memenuhi semua hak pelaut sesuai perjanjian

Keuntungan dari KKB adalah :

a.    Persyaratan kerja sudah di tentukan

b.    Berlaku secara luas dan dalam waktu tertentu

c.    Pelaut tidak harus bernegosiasi setiap pembutan PKL karena PKL tidak boleh

bertentangan dengan KKB

Perjanjian Kerja Laut ( PKL )

Definisi :

1.    Perjanjian Kerja Laut atau PKL adalah perjanjian yang dibuat antara seorang

pengusaha kapal di suatu pihak dengan seorang buru di pihak lain, dengan mana pihak

tersebut menyanggupi untuk di bawa perintah pengusaha itu melakukan pekerjaan

dengan mendapat upah baik sebagai Nakhoda atau anak buah kapal ( KUHD ps 395 )

2.    Perjanjian Kerja Laut ( PKL ) afdalah perjanjian kerja perorangan yang di tanda tangani

ole Pelaut Indonesia dengan pengusaha angkutan di perairan ( PP. 7 Tahun 2000 )

3.    Menurut KUHD PKL antara pengusaha harus dibuat tertulis tapi tidak harus di

hadapkan kepada pejabat pemerintah, tapi PKL untuk anak kapal harus tertulis dan

dibuat dihadapkan pejabat pemerintah.

4.    Tapi sesuai peraturan pemerintah No. 7 tahun 2000 semua PKL harus di ketahui

pejabat pemerintah yang di tunjuk oleh Menteri

5.    Selain dari PKL kita menganal Perjanjian Kerja Kolektif ( PKK ) atau di sebut juga

Kesepakatan Kerja Bersama ( KKB ) yaitu perjanjian antara satu atau beberapa

pengusaha kapal dengan satu atau beberapa organisasi perburuan .

Jenis – jenis PKL

a.    Untuk waktu tertentu

b.    Untuk satu perjalanan atau lebih

c.    Untuk waktu tak tertentu

Isi PKL sekurang – kurangnya :

1.    Nama dari Pengusaha Dan Pelaut

2.    Tanggal Pembuatan

3.    Jenis PKL

4.    Hak – hak Pelaut ternasuk upah

5.    Kewajiban Pelaut

6.    Hak Pengusaha

7.    Kewajiban Pengusaha

8.    Jabatan di kapal

Mengakhiri Hubungan Kerja

1.    Menakhiri hubungan kerja dapat di lakukan dengan secara sah dan tidak sah

2.    Mengakhiri secacra sah

a.    Kedua belah pihak menyetujui

b.    PKL sudah berakhir

c.    Salah satu pihak membayar Konpensasi

d.    Pelaut meninggal dunia

e.    Alasan mendesak

f.     Alasan penting

Alasan mendesak bagi majikan ialah tindakn, sifat atau perilaku buruh yang

mengakibatkan bahewa ari pihak majikan secara wajar tidak dapat dibenarkan ( tolelir )

untuk selanjutnya hubungan kerja misalnya :

a.    Pelaut menipu waktu pembuatan PKL

b.    Tidak cakap untuk melakukan tugasnya

c.    Suka mabuk, madat dan perbuatan buruk lainnya

d.    Mencuri atau melakukan penggelapan

e.    Menganiyaya, menghina majikan atau teman kerja

f.     Menolak perintah majikan / atasan

g.    Membawa barang selundupan

Alasan mendesak dari pihak buruh adalah :

a.    Majikan menganiyaya, mengancam secara kasar

b.    Membnujuk untuk membuatr hal – hal yang bertentangan dengan undang – undang

c.    Tidak membayar upah pada waktunya

d.    Melalaikan kewajiban yang di beban kan pada PKL

e.    Bila kapal di opersikan untuk penyelundupan

f.     Bila makanan tidak layak

g.    Bila tempat tinggal tidak memenuhi syarat sehinggamempengaruhi kesehatan

Bila PKL ingin di putuskan dengan alasan mendesak maka harus di sampaikan

secepat mungkin kepada pihak lain. Apabila tidak di smpaikan secepat mungkin maka

alasan mendesak berubah jadi alasan penting. Untuk pemutusan dengan alasan

penting harus di ajukan melalui Pengadilan Negeri atau kalau di luar negeri melalui

perwakilan RI

“ Tugas Nakhoda Secara Umum “

1.  Pemimpin kapal

2.  Pemegang kewibawan umum di atas kapal

3.  Pegawaiu kepolisian

4.  Pegawai pencatatan sipil

5.  Notari

1.  Sebagai Pemimpin Kapal :

a.    Mampu membawa kapal dengan selamat kepelabuhan tujuan

b.    Mampu mengurus kapal, penumpang dan muatan

c.    Mampu memelihara kapal agar tetap layak Laut

d.    Mampu mengeloleh tertib administrasi kapal.

2.  Sebagai Pemegang Kewibawaan Umum berarti :

a.    Berwibawa terhadap semua orang di ataskapal demi keselamatan kapal

b.    Berwibawa menegakan disiplin di atas kapal.

3.  Sebagai Pegawai Kepolisian di atas kapal

a.    Mengumpulkan bahan – bahan untuk proses verbal

b.    Menyita barang – barang bukti

c.    Mendengar dari tertudu dan saksi serta mencatat dalam berita acara

d.    Mengamankan tertudu

e.    Menyerahkan berkas, barang bukti dan tertudu kepada polisi setibanya kapal di

pelabuhan

4.  Selaku Pejabat Pencatatan Sipil di atas kapal

a.    Membuat akte kelahiran dan mecatat dalam buku harian kapal dalam waktu 24 jam

dengan 2 orang saksi

b.    Membuat akte kematian dalam waktu 24 jam bila ada yang meninggal di kapal selaku

Notari kapal

c.    Membuat akte wasiat seseorang di atas kapal dengan di saksikan 2 orang saksi. Surat

wasiat tersebut hanuya berlaku dalam 6 bulan.

d.    Membuat akte perjanjian antara pelajar yang berada di kapal juga dengan 2 orang

saksi.

Kewajiban – kewajiban Nakhoda

1.  Kewajiban sebelum berlayar Nakhoda harus meyakinkan bahwa kapal berada dalam

keadaan laik laut

2.  Kewjiban umum Nakhoda wajib mentaati peraturan – peraturan

3.  Kewajiban selama pelayaran, Nakhoda harusKewajiban sebelum berlayar Nakhoda

harus meyakinkan bahwa kapal berada dalam keadaan laik laut

4.  Kewaiban untuk memberikan pertolongan bagi orang – orang yan dalam bahaya di laut

5.  Kewajiban mengikuti haluan

6.  Kewajiban menyimpan surat – surat kapal

7.  Kewajiban menyelenggarakan Buku Harian kapal

8.  Kewajiban untuk memperhatikan kepentingan pihak-pihak yang berhak atas kapal

9.  Kewajiban mentaati perintah penguasa

10. Kewajiban melaksanakan register hukum

Kewenangan lain dari Nahkoda

1.  Dalam keadaan darurat berhak memakai bahan makanan milik pelayar

2.  Ditempat tidak ada perwakilan dapat mengadakan perlengkapan kapal

3.  Dalam keadaan mendesak diluar wilayah indonesia berwenang menjual kapal

4.  Mempekerjakan atau menurunkan penumpang gelap

5.  Apabila dalam musyawarah dengan perwira diminta sumbangan pikiran nahkoda bebas

untuk menerima atau mengabaikan saran tersebut

6.  Ditempat yang tidak ada perwakilan perusahaan nahkoda berhak menandatangani

konosemen

7.  Menjatuhkan hukuman disiplinerterhadap ABK berupa peringatan sampaipemotongan

upah maximum 10 hari kerja

8.  Sebagai wakil dari pengusaha kapal

A.  Sijil awak kapal adalah daftar dari semua orang yang akan melakukan dinas anak buah

kapal (bekerja disuatu kapal)dan dibuat dihadapan syahbandar dan dibuat dalam

rangkap 2 (dua)

1(satu)lembar untuk nahkoda dan lembar lainnya untuk syahbandar

Sijil; Awak kapal ditanda tangani oleh nahkoda dan syahbandar/pegawai pendaftataran

anak kapal

B.  Isi sijil dari awak kapal :

a.    Nama kapal dan awak kapal

b.    Nama pengusaha kapal dan nahkoda

c.    Nama dan sebagai apa terhadap awak kapal itu dipekerjakan

d.    Kepada awak kapal mana diberikan pangkat perwira

e.    Nama-nama dari dua perwira yang harus hadir pada waktu menjatuhkan hukum

f.     Nama-nama dua perwira kapal dengan siapa nahkoda berunding sebelum

mengasingkan (masuk tujuan) seorang penumpang yang menjadi gila atau yang yang

telah melakukan kejahatan

C. Yang tercantum dalam sijil awak kapal

a.    Semua orang yang membuat perjanjian kerja laut dengan pengusaha kapal,serta yang

diwajibkan melakukan”dinas awak kapal”(Mualim,Masinis,Serang dts)

b.    Semua yang diizinkan pengusaha kapal, untuk berniaga atas tanggungan

sendiri(tukang cuci,tukang potret,tukang cukur)

c.    Semua orang(pembantu)yang bekerja pada majikan lain

Syarat-syarat untuk menandatangani sijil awak kapal:

a. Pengusaha membuat PKL denga awak kapal

b. Usia paling sedikit 18 tahun

c. Memenuhi syarat-syarat yang diperlukan

1 Buku Pelaut

2 Surat bukti kesehatan

3 Surat ujian Mata dan Telinga

4 Surat kuasa dari ayah/walinya apabila awak kapal tersebut

Masih dibawah umur

Akibat apabla kapal tidak membuat sijil awak kapal adalah :

a.    Nakhoda tidak boleh berlayar

b.    Tidak boleh melakukan tugas bila nama nya tidak tercantum dalam sijil awak kapal

Sijil awak kapal di adakan perubahan apabila :

a.    Nama kapal di ganti

b.    Berganti pengusaha

c.    Pergantian Nakhoda

d.    Perubahan dalam susunan awak kapal

Dokumen – dokumen dan Sertifikat – sertifikat yang harus ada di kapal :

1.  Surat tanda kebangsaan ( Surat Laut / Pas Tahunan / Pas kecil )

2.  Surat Ukur

3.  Buku Sijil

4.  Sertifikat – sertifikat

a.    Sertifikat keselamatan konstruksi kapal barang

b.    Sertifikat keselamatan perlengkapan kapal barang

c.    Sertifikat keselamatan radio kapal barang

d.    Sertifikat keselamatan kapal penumpang

e.    DOC dan SMC ( Berdasarkan ISM Code )

f.     Sertifikat pencegahan oleh Minyak ( IOPP )

g.    Buku catatan minyak dan SOPEP

h.    Minimum safe Manning Certificate

i.      Sertifikat dari Perwira dan ABK

j.      Load Line Certificate

k.    Surat izin berlayar dari pelabuhan terakhir

l.      Crew List

m.   Cargo Manifest

n.    Buku kesehatan

“ Pengawasan Keselamatan Kapal “

Penngawasan terhadap keselamatan kapal dilaksanakan oleh :

1.  Pemerintah Negara Bendera ( Flag State ) ang di bebani tanggumg jawab atas

keselamatan kapal – kapal yang menggunakan bendera Negara

2.  Pemerintah Negara Pelabuhan ( Port State ) yang di beri kewengan untuk mengawasi

kapa – kapal asing yang memasuki pelabuhan Negara mereka.

Pengawasan di lakukan terhadap kelengkapn sertifikat serta kondisi kapal dan

perlengkapannya. PSCO dapat menhan kapal yang sertificatnya tidak ada / expire atau

yang kondisi kapalnya tidak aman untuk berlayar.

Biro Klasifikasi

Tujuan dari biro klasifikasi adalah untuk mensurvey dan mengklaskan kapal

berdasarkan suatu pembukuan persyaratan pembangunan maupun permesinan kapal

tugas mana dijadikan jaminan bagi pihak – pihak tertentu yang mempunyai kepentingan

(pemilik muatan, asuransi). Pemerintah dapat memanfaatkan Biro Klasifikasi untuk

memeriksa dan menertibkan sertifikat serta nama pemerintah yang memberikan

kewenangan sertifikat – sertikat yang dikeluarkan Biro Klasifikasi (Class Certificate)

tidak mengikat pemerintah.

Biro – biro Klasifikasi yang terkenal

1.     Lloid Register of Shipping ( LR ) London

2.     Bereau Veritas (BV) Paris

3.     Det Norske Veritas (NV) Oslo

4.     Germanische Lloid (GL) Berlin

5.     Registro Italiano Navale (RI) Roma

6.     The American Bureau of Shipping (AB) New York

7.     Nippon Keiji Kyokai (NK) Tokyo

8.     Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) Jakarta

Pengukuran kapal

Setiap kapal yang digunakan untuk berlayar wajib diukur. Pengukuran dapat

dilakukan menurut tiga metode :

a.     Pengukuran dalam negeri yang digunakan untuk pengukuran dan penentuan tonase

kapal yang panjangnya kurang dari 24 meter.

b.     Pengukuran international yang digunakan untuk pengukuran dan penentuan tonase

kapal yang panjangnya kurang dari 24 meter atau lebih.

c.      Pengukuran khusus digunakan untuk pengukuran dan panentuan tonase kapal yang

akan melewati terusan tertentu.

Atas permintaan pemilik kapal yang panjangnya kurang dari 24 meter dapat dilakukan

pengukuran menggunakan metode International. Kapal yang telah diukur dengan

menggunakan metode pengukuran dalam negeri.

Hal pengukuran kapal disusun dalam daftar ukur untuk menetapkan ukuran dan

tonase kapal. Terhadap kapal yang berdasarkan pehitungan diperoleh isi kotor 20

meter kubik yang setara dengan GT 7 atau lebih diterbitkan surat ukur.

1.     Surat ukur berlaku jangka waktu tidak terbatas.

2.     Surat ukur tidak berlaku apabila kapal tidak digunakan lagi antara lain karena :

a.      Kapal discrap.

b.      Kapal tenggelam.

c.      Kapal musnah.

d.      Kapal terbakar.

e.      Kapal dinyatakan hilang.

Surat ukur dinyatakan batal apabila :

1. Pengukuran dilakukan tidak sesuai ketentuan.

2       Diperoleh secara tidak syah atau digunakan tidak sesuai untuk

peruntukannya.

Surat ukur baru sebagai pengganti surat ukur lama dapat diterbitkan apabila :

a.      Nama kapal dirubah.

b.      Surat ukur rusak, hilang atau musnah.

c.      Kapal diukur ulang karena surat ukur dinyatakan batal.

Kapal diukur ulang karena adanya perubahan bangunan yang menyebabkan

berubahnya rincian yang dicantumkan dalam surat ukur.

3.    Kapal yang telah diukur dipasang tanda selar yang biasanya dipasang pada dinding

depan anjungan.Pemilik atau operator kapal wajib melaporkan kepada pemerintah

apabila terjadi perombakan terhadap bangunan kapal yang menyebabkan berubahnya

ukuran kapal.

4.    Isi dari surat ukur.

a.      Panjang kapal.

b.      Lebar kapal

c.      Dalam ( depth )

d.      Isi kotor.

e.      Isi bersih.

*Buku Harian Kapal*

1.    menurut KUHD pasal 348 Nakhoda harus menyelenggarakan Buku Harian Kapal.

Nakhoda boleh mengerjakan sendiri atau menugaskan salah seorang perwira

( biasanya mualim I ). Tetapi Nakhoda harus mengawasi agar buku harian diisi dengan

benar. Nakhoda yang tidak menyelenggarakan buku harian secara benar atau tidak

memperlihatkan Buku harian pada waktunya dianggap melakukan pelanggaran sesuai

KUHD ps 562. Sedangkan perbuatan tidak menyelenggarakan Buku harian kapal

menurut peraturan dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau

menutupi perbuatan tersebut dianggap melakukan perbuatan kejahatan dengan

ancaman hukuman tujuh tahun penjara ( KUHD ps 466 ).

2.    Fungsi Buku Harian :

A.   Bahan pembuktian

B.   Sumber data bagi hakim jika terjadi sengketa

C.   Sebagai bahan pengawasan oleh pemerintah

D.   Kapal-kapal yang diwajibkan menyelenggarakan Buku Harian Kapal adalah kapal yang

berukuran 500 meter kubik atau lebih (KUHD) sedangkan menurut Peraturan

Pemerintah No.51 tahun 2002 kapal dengan isi kotor GT 100 atau lebih harus

menyelenggarakan Buku Harian Kapal sewdangkan kapal dengan tenaga penggerak

utama 200 TK atau lebih harus menyelenggarakan Buku Harian Mesin kapal-kapal

yang mempunyai perangkat radio harus menyelenggarakan Buku Harian Radio.

E.   Buku Harian harus terbuat dari bahan yang baik dijilid dan dengan baik, kolom-kolom

yang tersedia untuk mencatat kejadian-kejadian di kapal. Tiap halaman harus di beri

nomor halaman.Dibagian muka Buku Harian Kapal harus terdapat pentunjuk halaman

yang menyebutkan keterangan mengenai :

1.    Kelahiran dan Kematian Kapal

2.    Mutasi diantara awak kapal

3.    Kecelakaan / kerusakan yang dialami

4.    Pengedokan, Perbaikan

5.    Penutupan / Pembukaan pintu-pintu kedap air

6.    Latihan-latihan Berkala

7.    Perangkap Telegrap Radio

8.    Pemuatan barang-barang berbahaya

9.     

Hal-hal yang dilarang dalam penyelenggaraan Buku Harian karena akan mengurangi

kekuatan pembuktiannya adalah :

1.    Menghilangkan halaman

2.    Penambahan halaman

3.    Pengosongan halaman

4.    Perobahan, penambahan

5.    Penghapusan (kalau ada kesalahan tidak boleh di / tip ex tapi di coret dan di paraf)

Sebelum digunakan Buku harian harus di legalisir oleh pejabat pemerintah yang di

tunjuk dimana setiap haraman di paraf dan sebulan sekali Buku Harian di eshibitum ( di

perlihatkan kepada pejabat yang di tunjuk )

Kisah Kapal

Kisah kapal sdalah suatu akte otentik yang di buat di hadapan Syabandar atau

Notaris mengenai kejadian – kejadian selama pelayaran yang di gunakan sebagai

bahan pembuktian pada kejadian – kejadian penting yang mungkin menimbulkan

kerusakan kapal kadang – kadang kisah kapal di sebut juga Merine Note Of Protest

kekuatan pembuktian sama dengan Buku Harian Kapal. Kisah Kapal memuat

keterangan lebih rinci yang tidak dapat di tulis dalam buku harian karena keterbatasan

tempat.

1.  Kisah kapal harus dibuat dalm waktu 3 kali 24 jam setibanya kapal di pelabuhan,

setidaknya kisah kapal yang harus di susul dengan yang lengkap dalam waktu 30 hari.

Pembuatan kisah Kapal sementara biasanya kalau ada kerusakan di bawah air yang

belum kelihatan sebelum kapal naik dok. Selain Nakhoda awak kapal yang mengetahui

kejadian itu ikut menandatangani Kisah kapal . Isi dari kisah kapal antara lain Kapal

mengalami cuaca buruk sehingga di kuatirkan akan mengalami kerusakan kapal dan

muatan, kecelakaan – kecelakaan yang terjadi, serta tindakan yang di ambil oleh

Nakhoda untuk mencgah atau mengurangi kerusakan. Kisah kapal merupakan suatu

perikatan sepihak dan karena siapa yang membuat kisah kapal hanya mengikat dirinya

sendiri.

2.  Kejahatan dan pelanggaran pelayaran

3.  Di dalam undang – undang hukum pidana ( KUHP ). Kitap Undang – undang Hukum

Dagang ( KUHD ) serta Undang – undang No 21 tahu 1992 tentang pelayaran di atur

tindakan – tindakn yang di kategorikan sebagai kejahatan atau pelanggaran pelayaran

untuk perbuatan yang di anggap kejahatan ancaman hukumannya adalah. Hukuman

kurungan (penjara) sedangkan untuk pelanggaran ancaman hukuman penjara atau

boleh di ganti dengan denda.

4.  Contoh kejahatan pelayaran menurut KUHP :

a.    Pembajakan di laut

Nakhoda yang kapalnya di gunakan untuk pembajakan di ancam penjara paling lama

15 tahun

Awak kapal lainnya di ancam

b.    Pelayar yang merampas kapal di ancam 7 tahun penjara.Nakhoda yang merampas

kapal dari pemilik di ancam 8 tahun penjara

c.    Nakhoda yang menyuruh membuat kisah kapal yang tidak benar di ancam 5 tahun

penjara sedangkan anak buah yang membantu diancam hukuman 2 tahun 8 bulan

d.    Nakhoda yang melarikan diri dari tugasnya di ancam hukuman 2 tahun 8 bulan

e.    Awak kapal yang melarikan diri dan dapat membahayakan kapal di ancam hiukuman 1

tahun 4 bulan

f.     Awak kapal yang menyerang orang lain yang lebuh tinggi jabatannya di hukum 2 tahun

8 bulan. Kalau berakibat luka di hukum 4 tahun jika meninggal di ancam hukuman 12

tahun

g.    Insubordinansi yang di lakukan bersama – sama di ancam 7 tahun, bila ada yang

terluka 8 tahun 5 bulan dsan bila mati 15 tahun

h.    Barang siapa yang meghasut di kapal supaya memberontak di ancam hukuman 6 tahun

i.      Barang siapa dengan sengaja menenggelamkan dan mendatangkan bahaya kepada

orang lain di hukum maximum 6 tahun

Sedangkan dalam Undang – undang No. 21 tahun 1992 tentnag Pelayaran :

Barang siapa dengan sengaja merusak sarana bantu navigasi sehingga tidak berfungsi

lagi di ancam hukuman 12 tahun penjara Kalau menimbu;kan bahaya terhadap kapal

lain 15 tahun dan kalau ada orang yang meninggal karena itu di ancam huuman penjara

20 tahun

         Sanksi – sanksi lain yang di atur dalm Undang – undang NO, 21 tahun 1992

1.    Nakhoda yang tidak berada di atas kapal atau meninggalkan kapal tanpa alasan yang

sangat memaksa , selama kapal berlayar dengan pidana penjara 5 tahun 6 bulan

2.    Nakhoda atau pimpinan kapal yang melayarkan kapalnya sedangkan ia mengetahui

kapalnya tidak laik laut di pidana dengan pidana paling lama 3 bulan atau denda 6 juta

rupiah

3.    Pemilik atau operator kapal yang menghalang – halangi keleluasan nakhoda untuk

melaksanakan kewajiban nya sesuai undang – undang yang berlaku di pidana setinggi

– tingginya 9 bulan atau denda setinggi - tingginya 18 juta rupiah

4.    Nakhoda yang tidak menyelenggaralkan Buku Harian di ancam 3 bulan atau denda 6

juta rupiah

5.    Barang siapa yang melakukan pembuangan limbah yang tidak memenuhi persyaratan

di pidana paling lama 5 tahun atau denda 120 juta rupiah, kalau pembuangan tersebut

menyebabkan rusaknya lingkungan di ancam 10 tahun penjara atau denda 240 juta

rupiah

6.    Nakhoda yang tidak melakukan penanggulangan pencemaran yang berasal dari

kapalnya di ancam pidana 2 tahu atau denda 8 juta rupiah

7.    Barang siapa di atas kapal tidak memberikan pertolongan atas kecelakaan yang

menimpa kapalnya di pidana 2 bulan atau denda 4 juta rupiah

Nationality ( Kebangsaan )

1.    Secara dasar tata kebangsaaan adalah hubungan legal antara negara dan warganya

mencakup hak dan kewajiban antara keduanya.

2.    Istilah Nationality kemudian di terapkan terhadap kapal, dalam hukum maritim di

gunakan sebagai istilah yang menentukan hubungan hukum antara sebuah kapal dan

Negara benderanya

3.    Konsep kebangsaan di perluas terhadap kapal – kapal karena adanya hak kebebasan

dari laut dan pelayaran, di bawa hukum internasional . Hal ini di karenakan setiap

negara apakah berpantai atau tidak ( land Lock ) mempunyai hak untuk melayarkan

kapal dengan menggunakan benderanya dan yang kedua adalah kenyataan bahwa

tidak suatu negara yang mempunyai kedaulatan di luar Laut wilayahnya. Sehingga jelas

bahwa kapal akan di pisahkan tidak hanya dari pengawasan suatu negara tetapi juga di

laut terlepas dari pelaksanaan peraturan . Itulah sebabnya kapal harus punya

kebangsaan.

KAPAL

Menurut Undang – undang Convensional On Conditional for Registration of Ships

1986 “Kapal” berarti kapal laut dengan tenaga pengerak yan di gunakan untuk

perdagangan internasional guna mengangkut barang, penumpang atau

keduanya kecuali kapal yang kurang dari 500 GT. Berdasarkan UNCLOS pasal 92

setiap kapal harus berlayar di bawah hanya satu kebangsaan. Hal ini di

sebabkan : Karena semua negara apakah berpantai atau tidak ( land Locked )

mempunyai hak untuk melyarkan kapalnya di bawah bender kebangsaan di laut

bebas ( high seas )

“ PENDAFTARAN KAPAL “

Prosedur Pendaftaran Kapal

Pemilik harus mengajukan permohonan kepada pejabat pendaftaran dengan di

lampiri

a.    Bukti pemilikan

b.    Idntits pemilik

c.    Surat Ukuyr

d.    Bagi kapal yang di beli dari Luar Negeri harus di lampirkan surat [pernyatan bahwa

telah di coret dari pendftaran negara as

e.    Bukti kepemilikan dapat merupakan surat kontrak dan bukti penyerahan dari galangan

pembuatan atau untuk kapal yang di buat secara traditional surat tukang yang di kethui

camat, bagi kapal yang di beli di luar Negeri berupa Bill of Sale Protocol of Deliferi dari

pemilik lama

f.     Kapal yang sudah di daftar harus memasang tanda pendaftaran beruoa rabgkain dari

angka dan huruf yang menunjukan tahun pendaftaran,, kode pengukuran dari tempat

kapal di daftar dan no akte pandaftaran ini biasa di pasang di dinding depan anjungan

Kapal yang sudah di daftar di bri surat tanda kebangsaan yang di Indonesia dapat

berupa Surat Laut untuk Kapal GT 175 atau lebih.b) Pas tahunan untuk kapal antara

GT 7 dan GT 175, dan c)Pas kecil untuk kapal kurang dari 1 GT 7

Sebagai bukti hak milik bagi kapal sudah di daftar di berikan Groose akte sedangkan

akte disimpan oleh Pegawai Pensdaftaran kapal.

Isi dari akte Pendaftaran memuat hal – hal sebagai berikut :

a.    Nomor dan tanggal akte

b.    Nama dan tempat kedudukan pejabat pendaftaran kapal

c.    Nama dan domisili kapal

d.    Data Kapal

e.    Uraian singkat pemilik kapal

Tujuan pendaftaran Kapal

1.    Untuk membuat daftar kapal – kapal yang mengibarkan bendera suatu negara dalam

mana berada di bawa kewenangan hukum Negara tersebut dan untuk negara tersebut

bertanggung jawab

2.    Untuk menjamin atau menentukan kebangsaan sebuah kapal

3.    Untuk menghilangkan hak kebendaan ,biaya pendaftaran kapal

4.    Bagi kapal yang sudah terdaftar dapat di kenakan Hypotek

Menurut Konvensi International tentang pendaftaran 1986 data – data yang harus ada

antara lain :

1.    Nama kapal dan nama serta pendaftaran sebelumnya bila ada

2.    Tempat atau pelabuhan pendaftaran, Official number, dari kapal

3.    Call Sing

4.    Nama Bulders, tempat pembangunan serta tahun pembangunan

5.    Keterngan mengenai ciri – ciri utama kapal

6.    Nama, Alamat kebangsaan dari pemilik

7.    Tanggal pencoretyan dari pendaftaran sebelumnya

8.    Nam, Alamat dari bareboat charter bila undang – undang suatu negara mengizinkan

pendaftarn kapal di bawah bareboart charter

9.    Data da penhypotikan atau penanganan beban sejenis terhadap kapal sesuai undang –

undang Negara nya

10. Bila lebih dari satu oarang pemilik besarnya share masing – masing pemilik

11. Nama serta alamat dari opertor bila operator bukan pemilik atau bareboart charter

12. Dalam pendaftaran kapal di anut steksel negatif, artinya pejabat pendaftar dan pejabat

balik nama kapal tiadak bertanggung jawab atas kebenaran materi dokumen yang di

sampaikan oleh poemilik kapal

13. Kapal yang sedang di bangun di dalam atau di luar negeri dapat di daftar untuk

sementara dengan di buatkan akte pendaftaran untuk mendapatkan akte sementara

Pemilik harus mengadakan permohonan dengan melampirkan :

a.    Bukti pemilikan yang merupakan surat perjanjian pembagunan kapal

b.    Identitas pemilik

c.    Spesifikasi tahapan pembangunan kapal yang sudah di laksanakan

d.    Persetujuean galangan untuk mendaftarkan kapal atas nama pemesan

e.    Dokumen yang berisi tentang ukuran dari Tonnase kapal

f.     Akte sementara tidak berlaku lagi saat kapal di serah terimakan atau pada saat di

nyatakan tidak di lanjutkan

Balik Nama Kapal

Kalau terjadi perubahan pemilik atas kapal yang sudah di daftar pemilik yang

harus mengajukan permohonan pembuatan akte dan pencatatan balik nama kapal

kepoada pejabat pendaftar tempat dimana kapal di daftar paling lama 3 tahun semenjak

perlihan pemilik. Permohonan harus di lengkapi dengan dokumen – dokumen :

a.    Bukti pemilikan

b.    Identitas pemilik

c.    Groose akte pendaftaran atau balik nama

d.    Surat ukur baru, dalam hal terjadi perubahan dari surat ukur yang lama

Pendaftaran Kapal di catat dalam Buku Daftar Kapal Indonesia yang terdiri dari :

1.    Daftar harian

2.    Daftar induk, yang keduanya di selenggarakan di setiap tempat pendaftaran

3.    Daftar pusat yang di selenggrakan di kantor pusat Dit Jen Perla

Pencoretan dari daftar pendaftaran

Kapal dicoret dari daftar kapal apabila :

a.    Ada permintaan tertulis dari pemilik dengan alasan sebagai berikut

1.    Kapal tenggelam

2.    Kapal di rampas oleh bajak laut, hak milik nya kepada asuransi

3.    Dalam hal pemilik melepaskan hak miliknya kepada asuransi jika kapal di anggap hilang

4.    Kapal discrap

5.    Kapal; berahli kepemilikan keoada warga negara asing

b.    Berdasarkan putusan pengadilan atas pemilikan kapal yang telah mempunyai kekuatan

hukum tetap

Pencoretan di lakukan oleh pejabat pendaftar dan pencatat balik nam kapal di

tempat kapal di daftar.

Pencoretan kapal dari daftar kapal tidak menghilangkan hak kepemilikan atas kapal.

Maritime Lines

Klaim – klaim berikut dapat diamankan dengan maritime lines.

1.    Gaji dan pendapatan lain dari Nahkoda, Perwira dan Abk sehubungan dengan

penugasan mereka dikapal

2.    Biaya pelabuhan, kanal, alur, pelayaran dan pandu

3.    Klaim terhadap pemilik kapal sehubungan dengan meninggalnya atau lukanya

seseorang yang ada hubungannya secara langsung dengan pengoperasian kapal

4.    Klaim terhadap pemilik kapal berdasarkan perbuatan tidak jujur dan tidak bisa

memenuhi perjanjian sehubungan dengan hilangnya atau rusaknya harta benda baik di

darat atau di kapal yang berhubungan langsung dengan pengoperasian kapal

5.    Klaim terhadap salvage, pemindahan kerangka dan kontribusi general Average

6.    Urutan kepentingannya sesuai dengan urutan di atas

Ketentuan – ketentuan menurut KUHD

1.    Kapal yang didaftarkan dianggap benda tak bergerak dan dapat diletakkan hipotik

2.    Hipotik tetap hidup walaupun kapalnya dijual atau dibagi (ps.315e)

3.    Kalau kapal dilelang maka urutan yang di istimewakan untuk dibayar adalah :

a.    Biaya lelang (sita)

b.    Piutang yang terbit dari persetujuan perburuhan dari Nahkoda dan anak buah kapal

selama waktu mana mereka berada di kapal

c.    Upah penolongan, upah pandu laut uang petunjuk dan uang biaya pelabuhan

d.    Utang karena penubrukan

e.    Beban hipotik

Konvensi yang berhubungan dengan bidang publik

1.    Aspek keselamatan

a.    International Convention for Safety of Life at Sea (SOLAS) 1974

b.    International Convention on Load Line 1966

c.    International Convention on Tonnage

d.    Measurement of ship 1969

e.    Convention on the International Regulations

f.     For Preventing Cullision at sea 1972

g.    International Convention on standars of training Certification and Watchkeping for

Seafers 1978

h.    International Maritime Dangerous Goods Codes

2.    Aspek kesejahteraan awak kapal

a.    ILO Maritime Convention Number 147

b.    Concerning minimum standars in Marchant

c.    Ships 1976

d.    Protocol of 1996 to the Marchant Shipping (Ghenewa 22 October 1996)

e.    Pencegahan dan penanggulangan dan Pencemaran Lingkungan Laut

3.    United Nations Convention on the Law of the sea 1982 (Bab XII)

4.    International Convention for the prevention of the Pollution fromships 1973/78 (Marpol

73/78)

5.    International Convention Relating to Intervention on the Height Seas in cases of oil

Pollution Casualities 1987

6.    International Convention on Prevention of Marine Pollution by Dumping of Wastes and

other Matter 1972

7.    International Convention on oil Pollution Preparedness 1996

8.    International Convention on Civil Liablity for oil Pollution Damage 1969 and 1976

Protocol

9.    International Convention on Liablity and Convensation for Damage in connection with

carriage of hazardous and Noxious Subtances by Sea 1990

10. International Convention on the Estabilishment of and International fand for

Conpensation for oil Pollution damage 1971

*PERJANJIAN PENGANGKUTAN MELALUI LAUT*

Penyewaan Kapal (Charter Party)

Pengengkutan melalui laut bersifat kontraktual yang dapat dilihat dalam hubungan

hukum antara pemilik kapal atau pengangkut yang mengoperasikan kapal sebagai

penyedia jasa angkutan laut dan pemilik barang dari penumpang sebagai pemakai jasa

angkutan laut :

1.    Perjanjian penyewaan kapal berdasarkan perjalanan tertentu (voyage charter party)

a.    Pemilik kapal / pengangkut memberikan layanan pengengkutan barang dengan kapal

dalam satu atau beberapa pelayaran yang sudah tertentu

b.    Penyewa berkewajiban untuk menyampaikan barang dan membayar uang sewa

c.    Pada setiap perjalanaan, sesuai jumlah barang yang telah diserahkan, jika dikehendaki

oleh penyewa, pengangkut harus mengeluarkan konosemen (B/L)

2.    Perjanjian penyewaan kapal berdasarkan waktu (time charter party)

a.    Pemilik kapal melaksanakan dan memberikan jasa pengangkutan barang bagi

kepentingan penyewa untuk jangka waktu tertentu dengan kapal yang sudah ditentukan

b.    Sewa dihitung berdasarkan waktu secara profesional yang telah disepakati

3.    Perjanjian penyewaan kapal dengan penyerahan kapal berdasarkan waktu tanpa awak

kapal (bereboat/demise charter party)

a.    Penguasaan dan pengendalian atas kapal beralih dari pemilik kapal kepada penyewa

b.    Awak kapal ditunjuk dan diangkat oleh penyewa merupakan pegawai dan bertanggung

jawab langsung kepada penyewa

Ketentuan – ketentuan pokok dalam Standar penyewaan kapal

1.    Penyediaan kapal : Ukuran, Kecepatan, pemakaian dan persediaan BBM yang ada di

kapal

2.    Pelabuhan dimana dan waktu penyerahan kapal akan diselenggarakan

3.    Mengoperasikan dan melakukan kegiatan perdagangan dengan tidak melawan hukum

serta memasuki pelabuhan yang aman untuk navigasi

4.    Pembayaran gaji awak kapal, premi asuransi, perbekalan dan kapal tetap laik laut

5.    Penyewa menyediakan / membayar BBM , uang labuh / sandar, mengatur dan

membayar biaya B/M barang

6.    Penyewa menyetujui untuk membayar uang sewa kapal yang sudah di sepakati

7.    Ketentuan mengenai penyerahan kembali kapal, untuk memastikan kapan dan di mana

8.    Nakhoda berada di bawah perintah penyewa

9.    Daftar resiko yang yang di kecualikan dari bahaya laut

10. Ganti rugi pada pemilk kapal karena ketidak hati – hatian waktu bongkar muat.

11. Ketentuan Antwerp Rules 1974/1990 mengenai kerugian laut ( general avarege )

12. Pembayaran komisi kepada Shipbroker sebagai biaya negosiasi dalm pembuatan

perjanjian penyewaan kapal melekat pada “Broken Lien “

13. Ketentuan penyelesaian melalui arbitrase.

Ketentuan dalam voyage – charter :

1.    Pemilik kapal menyediakan kapal dengan memberitahukan posisi, kapasitas dan kelas

dimana kapal tersebut di daftarkan

2.    Penetapan pelabuhan muat pada perjalanan permulaan

3.    Pemilik kapal memastikan bahwa kapal nya dalam keadan lengkap dan layak laut

4.    Penyewa menyetujui tersedianya barang secara penuh dan membayar uang tambang

5.    Adanya daftar resiko bahaya di laut yang di kecualikan

6.    Ketentuan yang mengatur cara bongkar muat

7.    Memberi hak kepada penyewa untuk membatalkan perjanjian bila kapal tidak sampai

pada waktu dan pelabuhan tertentu yang telah di sepakati

8.    Ketentuan umum yang memungkinkan memasukan Hugue – visby Rules

9.    Penyelesain perselisian melalui Arbitrase dan prosedure berita acara

10. Memasukkan York – Antwerp Rules 1974/19990

11. Komisi Broker

12. Berkaitan bila terjadi resiko perang

Demurrage dan Dispatch Money

1.    Demurrage : Keterlambatan pembebasan kapal penyewa ( Charter ) ada sejumlah uang

untuk di bayarkan kepada pemilik kapal sebagai konpensasi karena keterlambatan

2.    Dispatch : Sejumlah uang yang akan di bayarkan kepada pemilik barang sebagai bonus

jika B/M dapat di laksanakan kurang dari waktu yang disediakan

Kerugian Laut

“Semua kerugian yang timbul akibat pengorbanan luar biasa yang di lakukan dan biaya

yang di keluarkan oleh kapal maupun pemilik barang, demi untuk penyelamatan kapal

beserta barang muatan dalam menghindari bahaya dilaut, dinyatakan sebagai kerugian

laut dan harus ditanggung bersama secara propesional oleh semua pihak yang

berkepentingan”

Unsur agar diakui sebagai kerugian laut :

1     Sifat pengorbanan / pengeluaran : luar biasa

2     Pengerbonan tersebut disengaja dan beralasan

3     Demi untuk keselamatan bersama

4     Untuk menghindari kecelakaan dilaut

Pengangkutan Muatan Refrensi:

1 KUHP Buku kedua Bab kelima A

2 The Hague / Visby Rules 1924/1968

3 York Antwerp Rule 1924

4 United Nation Convention on the Carriage of Goods by Sea

5 Convention on Limitation Liability for Maritime Claims 1976 / Protokol 1079

6 United Nation Convention on the Libiality of Operator of Transport Terminal in

International Trade 1991

Defenisi :

Carrier adalah termasuk owner atau Charterer yang melakukan kontrak

pengangkutan dengan Shipper (Hague Rules)

Pengangkut adalah barang siapa yang baik dengan persetujuan charter menurut waktu

charter menurut perjalanan, baik dengan suatu persetujuan lain, mengikutkan diri untuk

menyelenggarakan pengangkutan barang, yang seluruhnya atau sebagian melalui laut (

KUHD ps.466 ).

Goods ( barang ) termasuk barang – barang, barang dagangan dan barang – barang

apapun kecuali binatang hidup dan muatan menurut kontrak pengangkutan dinyatakan

sebagai muatan geladak dan diangkut demikian.

Kontrak pengangkutan berlaku hanya untuk kontrak – kontrak pengangkutan yang

dilindingi olen konosemen atau dokumen yang sama untuk pengangkutan dilaut

termasuk tiap konosemen yang dikeluarkan dibawah charter party

Kewajiban Pengangkut

Sebelum Pelayaran pengangkut harus melaksanakan due diligence

1.     Membuat kapal laik laut

2.     Melengkapi kapal dengan awak kapal, perlengkapandan perbekalan yang cukup.

3.     Mempersiapkan ruang muatan, kamar pendingin dan ruang buku dan semua ruangan

yang digunakan untuk muatan dan keadaan siap untuk menerima dan mengakut

muatan.

4.     Pengangkut akan melaksanakan pemuatan – pemuatan, penanganan, penyusunan,

menyimpan dan memelihara dan membongkar muatan dengan baik dan hati – hati.

5.     Pengankut diwajibkan menjaga keselamatan barang yang diangkutnya mulai dari saat

diterimanya sampai saat diserahkan

( tapi dalam Hague Rule tanggung jawab pengangkut ditentukan

“ From Shackle to Shackle “ ).

6.     Pengkut diwajibkan membayar segala kerugian yang disebabkan karena barang

tersebut seluruhnya atau sebagian tidak dapat diserahkannya atau karena terjadi

kerusakan terhadap barang itu kecuali apabila dibuktikannya bahwa tidak

diserahkannya barang atau kerusakan tadi disebakan oleh :

a.    Tindakan atau kelainan atau kesalahan dari nakhoda, pelaut atau pandu dalam

bernavigasi atau dalam mengurus kapal.

b.    Kebakaran kecuali disebabkan oleh kesalahan nyata dari atau pengetahuan

pengangkut.

c.    Perils, danger and accident of sea and navigable waters.

d.    Act of go act war.

e.    Act of publik enemies.

f.     Penahanan oleh penguasa.

g.    Disita oleh proses yang legal.

h.    Pembatasan oleh karantina.

i.      Tindakan atau penghilangan oleh shipper atau pemilik barang, agent atau

perwakilannya.

j.      Pemogokan buruh.

k.    Huru hara.

l.      Penyelamatan jiwa atau harta benda dilaut.

m.   Kebocoran pada muatan curah atau berkurangnya berat akibat muatan itu sendiri.

n.    Packing yang tidak mencukupi, merk, kerusakan yang tersembunyi.

7.    Setelah menerima barang pengangkut Nakhoda atau agen atas permintaan shipper

akan menerbitkan Bill of Lading ( konosemen ) yang menunjukan data – data sesuai

yang disampaikan oleh shipper antara lain :

1.    Merk untuk pengenalan dari barang.

2.    Jumlah koli atau berat sesuai yang disampaikan shipper secara tertulis.

3.    Apparent Order and codition of good ( kondisi yang terlihat ).

a.    Tidak boleh pengangkut atau Nakhoda atau agent memasukan merk, berat walaupun

mereka punya alasan yang masuk akal untuk mencurigai bahwa, merk, berat dan

jumlahnya tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.

b.    Bill of Lading itu merupakan Prima facie evidence ( bukti ) penerimaan muatan

kapal, bagaimanapun bukti untuk hal yang berlawanan tidak diijinkan bila Bill of Lading

telah ditransfer ke pihak ketiga.

c.    Shipper memberi jaminan kepada pengangkut bahwa informasi yang mereka berikan

sehubungan dengan merk jumlah, berat dan kondisi muatan adalah benar dan shipper

akan mengganti kerugian terhadap pengangkut akibat dari ketidak cocokan informasi

yang diberikan.

d.    Aturan – aturan dari Hague Rules tidak berlaku terhadap pengangkutan berdasarkan

kontrak, tapi apabila Bill of Lading diterbitkan maka harus sesuai dengan aturan ini.

e.    Persyaratan mengenai General Average dapat dimasukan dalam Bill of Lading.

f.     Perjanjian pengangkutan dapat juga dibuat antara shipper dan pengangkut dalam suatu

kondisi yang tidak bertentangan dengan kebijakan yang umum tapi dengan persyaratan

tidak ada Bill of Lading yang diterbitkan.

g.    Aturan dari Konvensi hanya berlaku untuk Bill of Lading mengenai pengangkutan.

h.    Bill of Lading yang diterbitkan disuatu negara anggota atau,

i.      Pengangkutan dari suatu pelabuhan Negara anggota atau,

j.      Kontrak berisi atau aturan penerbitan Bill of Lading sesuai dengan konvensi ini.

Syarat – syarat Charter party

Sejumlah persyaratan (clauses) ditetapkan untuk perjanjian charter :

1.            Nama dari pihak – pihak yang mengikatkan diri (pencharter dan pemilik kapal).

2.            Nama kapal “ Warranti Seaworthiness “ (janji kelaik lautan) dapat berbentuk “

Good ship Classed 100 A1 at BKI “ yang penting adalah kapal tak laik laut selama

charter.

3.            Ukuran kapal yang dijabarkan dalam tonase kapal (bersih/kotor).

4.            Pelabuhan bongkar muat untuk voyage charter untuk time charter mencantumkan

tanggal penyerahan kembali (delevery and redelevery date).

5.            Muatan yang diangkut untuk voyage charter sedangkan untuk time charter dimasukan

jarak pelayaran (radius of Trading) misalnya word radius, ice bond ports excepted.

6.            Posisi kapal untuk voyage charter, sedangkan untuk time charter diganti dengan tanggal

dan tempat penyerahan.

7.            Pembayaran untuk voyage charter dengan uang tambang berdasarkan jumlah yang

diangkut dan untuk time charter dengan sewa untuk janka waktu perjanjian.

8.            Hari labuh dan cara perhitungannya (hanya untuk voyage charter).

9.            Besaran demurage dan dispacth.

10.         Lien clause, memberikan kepada pemilik kapal hak menahan muatan jika freight atau

hire belum dibayar.

11.         Act of God identik dengan clause yang tercantum dalam the hague rules.

12.         Brokerage clause, menentukan trip untuk perantara.

13.         Exemton from libality clause, mencakup sejumlah peristiwa dimana pemilik kapal dapat

meminta pembebasan seperti :

a.    Barranty, tidakan kelalaian nakhoda dan awak kapal.

b.    Capture dan seizure, pengambil alihan secara paksa dari kapal.

c.    Restraint of prinves, terganggunya pelayaran karena adanya tidakan penguasa seperti

embargo, pembatasan muatan dan lain – lain.

d.    Perlis of the sea.

e.    Average clause, yang menentukan bahwa jika terjadi general average,maka

pembayaran dilakukan menurut York Antwerp rules.

14.         Arbitration clause, menentukan ketentuan melaksanakan arbitrase jika terjadi sengketa.

15.         Panalty for non-fulfilment clause, menyebabkan jumlah harus dibayar untuk

penyimpangan dalam melaksanakan perjanjian charter sub=letting clause, jika terjadi

sub charter clause dalam charter party.

16.         Kalusul dalam voyage charter.

Istilah – istilah dalam charter lainnya

1.            Always safety afloat, untuk mencegah kapal dikirim kepelabuhan yang dangkal.

2.            Arrived ship, jika kapal telah tiba ditempat bongkar muat, siap dan para pengirim /

penerima barang telah diberi tahu serta laydays untuk c/p mulai berlaku .

3.            Bert charter,kapal dicharter untuk pmuatan “on the bearth” (tempat sandar kapal).

4.            Certificate of delivery / redelivery,dokumen ditanda tangani oleh nakhoda / pemilik kapal

yang mencantumkan tanggal penyerahan dan sisa bahan bakar.

5.            Clean charter, dimaksudkan untuk C/P yang tidak mencantumakn hal – hal yang luar

biasa (unusual tems).

6.            Consigment clause, penujukan agen pemilik atau agen pencharter yang mengurus

“Inward and Outward business”.

7.            Convenient speed, dalam voyage charter untuk menghilangkan kontroversi mengenai

kecepatan kapal selama pelayaran.

8.            Custom of the port, Nakhoda memperlihatkan kebiasaan setempat.

9.            Dead freight, uang tambang yang dibayar untuk muatan yang tidak dikapalkan.

10.         Notice of Readiness, pemberitahuan yang disampaikan Nakhoda kepada pencharter

bahaw kapal siap untuk mulai pembuatan / pembongkaran.

11.         On the Survey off hire safety, dalam time charter sebagai syarat untuk penyerahan kapal

dalam keadaan yang baik (good order and codition).

12.         Open charter, suatu C/P yang tidak mencantumkan jenis muatan maupun pelabuhan

tujuan.

13.         Pront ship kapal yang siap untuk memuat dalam jangka waktu yang relatif singkat.

14.         Safe berth – safe port, tempat yang dapat didatangi dengan aman dalam segi nautis.

15.         Subletting, pihak pencharter diberikan hak untuk melakukan re-charter,namun tetap

bertanggung jawab kepada pemilik.

DOKUMEN – DOKUMEN KAPAL

Konosemen ( Bill of Lading )

1.            Konosemen adalah suatu surat yang bertanggal, dalam mana sipengangkut

menerangakn, bahwa ia telah menerima barang – barang tersebut untuk diangkutnya

disuatu tempat tujuan tertentu dan menyerahkannya disitu kepada seseorang

tertentu,begitu pula menerangkan dengan syarat – syarat apakah barang – barang itu

akan diserahkannya (KUHD psl.506).

2.            Fungsi Konosumen

a.    Tanda bukti penerimaan

b.    Persyaratan pengangkutan

c.    Bukti hak milik

d.    Sarana Negosiasi

Jenis – jenis konsumen

a.    Menurut cara

1.    Shipped/ on Bord B/L konosumen yang di keluarkan atas permintaan shipper setelah

barang – barang di muat

2.    Receiver B/L merupakan konosumen yang di terbitkan sebelum di muat di kapal teta[oi

sudah di terima di gudang pengangkutan

b.    Menurut pihak yuang menerima barang

1.    Konosumen atas nama /Rekta/Staraight B/L nama penerima di sebut di dalam nya

untuk perdangan jenis ini jarang di gunakan karena untuk memindah namakan harus

menggunakan sistem cesie yaitu pemindahan kepemilikan di depan Notaris

2.    Konosumen kepada pengganti ( To the Order Of )konosumen ini terbagi dua :

a.    Pihak yang berhak di tentukan dengan pencatuman namanya di susul “atau pengganti “

b.    Pihak yang berhak hanya di sebutkan “kepada pengganti “

3.    Konosumen kepada pembawa ( To Bearer ). Pemegang konosumen yang berhak atas

barang walaupun tidak di perlakukan indosemen pada konosumen yang harus

ada .Pelaporan dan pihak yang di beritahu kedatangan barang misalnya perbankan

Menurut pelabuhan tujuan :

1.    Konosumen langsung ( Direct B/L )

2.     Konosumen lanjutan ( Through B/L ) di gunakan untuk barang yang di angkut beberapa

kapal ( 1st carrier 2nd carrier )

3.     Konosumen optie ( Optional B/L ) konosuman yang di gunakan untuk pengangkutan

muatan yang pada waktu bertolak belum di ketahui pelabuhan tujuannya

4.     House Bill Of Loading ( konosumen Intern ) di pelabuhan tujuan pihak agen akan

membongkar muatan dan menyampaikan kepada masing – masung penerima .

Biasanya di gunakan untuk angkutan CLC Conteiner

Menurut Kebutuhan Barang

1.    Konosumen bersih ( Clean B/L ) biasanya shipper menerima untuk di keluarkan

konosumen jenis ini supaya cepat penyelesaian nya dengan Bank. Kalau pengangkutan

mau mengeluarkan konosumen jenis ini di harus menanggung resiko kena claim kalau

ternyata ada kerusakan atau kekurangan. Biasanya pihak Shipper akan menanggung

bila ada claim di pelabuhan tujuan

2.    Konosumen kotor ( Claused/Foul/B/L ) Konosumen yang ada catatan nya. Mengenai

keadaan barang yang di muat.

Penyerahan Barang

1.    Pemegang Konosumen ( Consigne ) erhak atas barang sebagaimana tercatat dalam

konosumen untuk dapat menerima barang tersebut Consignee harus dapat

menyerahkan konosumen asli dalam barang yang di angkut telah tiba di pelabuhan tapi

konosumen asli belum di terima oleh Consignee maka pengangkut bersedia

menyerahkan barang jika dari pihak consaignee memberikan jaminan berupa :

a.    Garansi Bank ( Bank guarantee )sebagai pengganti orde B/L atau

b.    Garansi Pribadi ( Personal guarantee ) untuk straigh B/L terserah pihak pengangkut

mau menerima atau tidak jaminan tersebut tetapi untuk memperkuat pihak Bank mau

ikut menanda tangani sehingga kalau terjadi sesuatu Bank dapat di tuntut. Delivery

Order ( DO ) di berikan kepada Consignee untuk mengambil barang dari gudang

apabila segalah biaya telah di selesaikan

2.    Keterkaitan pemilik barang

3.    Walaupun ada tiga pihak yang terkait, Konosumen tergolong dalam perjanjian Unilateral

karena hanya pengangkutan yang menentukan syarat pengangkutan tetapi mengikat

pihak lain. Di dalam Konosumen tercantum : Clause Cassatoria yang berbunyi

sebagai berikut : dengan menerima barang di yatakan tunduk kepada syarat

pengecualian, dan ketentuan yang di tulis dicetak atau di cap di halaman belakang

konosumen

4.    Menurut kepentingan :

a.    Konosumen yang di perdagangkan ( Negotable B/L ) konosumen di keluarkan dalam

dua lembar yang dapat di perdagangkan. Tapi berlaku Prinsip “Satu untuk semua dan

semua untuk satu“ yang artinya apabila satu sudah di gunakan maka yang lain tidak

berlaku lagi ( KUHD ) pasal.507 )

b.    Konosumen yang tidak di poerdagangkan ( Non Negotaible )

c.    DO forma B/L di keluarkan untuk barang – barang yang sebelumnya sudah memiliki

lembaran yang dapat di perdagangkan atau untuk barang yang tidak untuk di

perdagangkan. Contoh pengiriman barang yang tertinggal dengan kapal lain atau

barang yang di bongkar di pelabuhan yang lain di kembalikan ke pelabuhan semula.

Menurut moda Transport yang berlainan ( Combined transport B/L ), misalnya

menggunakan kereta api dan kapal

Dokumen sbagai syarat pembukaan L/C

1.    Faktur penjualan ( commercial invoice ) di buat oleh pihak penjual dengan rincian

barang, harga ukuran dll

2.    Lisenci eksport ( Eksport license )

3.    Daftar kemasan ( Packing List )

4.    Sertifikat asal ( certificate of origin ) di terbitkan oleh Kadin

5.    Sertifikat asal ( Certificate of Loading 0) jaminan untuk pembeli barang bahwa barang

telah di muat

6.    Polis asuransi

7.    Sertifikat pemeriksaan ( certificate of inspection ) di buat oleh indenpendent surveyor

sebagai jaminan atas kualitas, keadaan jumlah pengemasan dan ukuran jaminan mana

tidak di berikan oleh pihak pengangkut

Istilah – istilah dalam freight

1.    Ad valorem freight yang di perhitungkan jumlah prosentase tertentu dari harga barang (

biasanya untuk barang – barang Mahal )

2.    Advance freight, penyerahan di muka sebelum penyerahan barang berlangsung

3.    Back freight, di bayarkan kepada pengangkut untuk muatan yang terpaksa di angkut

kembali karena di pelabuhan tujuan tidak jadi di bongkar

4.    Collect freight, di bayarkan di pelabuhan bongkar sebelum di perhitungan biaya – biaya

lain

5.    Distance freight, kenaikan freight karena pengalihan pelabuhan bongkar akibat tertutup

dari es

6.    Earned freight, ( guarenteed freight ) jaminan untuk pengangkut bahwa sekalipun

barang hilang atau tidak sampai di pelabuhan tujuan, freight tetap di bayar oleh pemilik

barang ( freigh to be paig cargo lost or not lost 0

a.    Freight at risk, jika freight tidak di terima di pelabuhan tujuan, misalnya karena yang

punya barang tidak datang atau tidak membayar freight maka pengangkut dapat

menggadaikan barang tersebut

b.    Gross freight, merupakan jumlah freight tanpa potongan asuransi,bunga, komisi serta

biaya navigasi ( navigation chargers and rules )

c.    Lumpsum freight,adalah jumlah yang di sepakati untuk mengangakut barang yang tidak

di dasarkan pada kuantitasnya melainkan menurut kubikase kapal yang di

tawarkan.Jika terjadi penyerahan barang di bawah jumlah yang di angkut maka pihak

penerima barang hanya dapat di tuntut harga barang dan tidak dapat menurut freight

yangtidak di perhitungkan

d.    Prepid freight, freight yang di bayar di pelabuhan pemuatan pada waktu barang di

terima atau pada waktu konosumen di tanda tangani oleh pengangkut ( freight poyable

at departure port )

         Pro – rata freight, muncul kalau kapal dalam perjalanan mengalami keadaan yang tidak

memungkinkan melanjutklan perjalanan ke pelabuhan tujuan

1.    Sebelum kemerdekaan berlaku TZMKO ( Territorial Zee en Maritime Keronimgen

Ordonansi ) di mana lebar laut territorial adalah 3 mil dari garis pantai )

2.     Tanggal 13 Desember 1957 pemerintah RI mengumumkan Deklarasi Juanda yang

menetapkan perubahan cara pengangkutan laut wilayah atau bagian sebesar 12 mil

dari garis yang menghubungkan pulau – pulau atau bagian pulau – pulau termasuk

daratan negara RI dengan tidak memandang luas dan lebarnya adalh bagian yang

wajar dari wilayah RI.

3.     Undang – undang No. 4/Prp tahun 1960 tenteng perairan Indonesia yang di undangkan

pada 18 februari 1960 mengukuhkan deklarasi

4.     Perjanjian – perjanjian dengan Negara Tetangga

a.    UU No. 2 1971 tentang perjanjian antara RI dan Malasya tentang penetapan garis batas

di Selat Malaka

b.    UU No. 7 1973 tentang perjanjian antara RI dan Singapura mengenai penetapan garis

batas laut di selat Singapura

c.    UU No. 1 1963 tentang pengesahan perjanjian antara RI dan Malasya tentang Rejim

Hukum Nusantara dan Hak – hak Malasya di laut territorial dan perairan Nusantara dan

wilayah Repoblik Indonesia yang teletak diantara Malsya Barat dan Malasya Timur

5.    PP No. 8 tahun 1962 Tentang lalulintas damai kendaraan air asin dalam wilayah

perairan Indonesia

6.    UU No.1 tahun 1973 mengukuhkan pengumuman perintah tentang Landas Kontinen

Indonesia yang di umumkan tanggal 17 Februari 1969

7.    Perjanjian – perjanjian Negara – negara tentang Landas Kontingen :

a.    Keppres No 89 tahun 1969 tentang Pengesahan Persetujuan pemerintah RI dengan

Malasya tentang garis batas Kontingen antara kedua Negara di Selat Malaka

b.    Keppres No.21 Tahun 1972 tentang pengesahan persetujuan antara pemerintah RI

dengan Thailand tentang Penetapan garis batas landas kontinen di bagian utara Selat

Malaka dan di laut Andaman

c.    Keppres No.42 tahun 1971 tentang pengesahan perjanjian antara RI dan Australia

tentang landas kontinen

d.    Keppres No. 51 tahun 1974 tentang pengesahan perjanjian antara RI dan Indi

mengenai batas kontingen antara kedua negara

e.    Tanggal 21 maret 1980 Pemerintah RI mengeluarkan Pengumuman pemerintah tentang

ZEE yang kemudian di kukuhkan dengan UU tahun 1983 tentang ZEE Indonesia

f.     PP No .15 tahun 1984 tentang pengelolaan sumber daya hayati di ZEE

g.    UU No. 9 tahun 1985 tentang Perikanan

h.    UU No. 17 tahun 1985 tentang pengesahan UNCLOS 1982

i.      UU No. 6 tahun 1996 tentang Perairan Indonesia sebagai pengganti UU No.4/ Prp

tahun 1960

ORGANISASI – ORGANISASI MARITIME

IMO ( INTERNASIONAL MARITIME ORGANIZATION )

Setelah pertama kali di adakan konfrensi Internasional Kemaritime,yang di

laksanakan di Washington pada tahun 1889, maka peserta konferensi memandang

bahwa standar mengenai keselamatan jiwa di laut harus di tingkatkan dari waktu ke

waktu.

Untuk mengelolah aturan – aturan yang berkaitan dengan kemaritiman banyak

Negara menyetujui di bentuknya suatu badan Internasional yang bertugas khusus

menangani hal – hal kemaritiman, maka pada tahun 1984 di setujui bersama

membentuk suatu badan Internasional yang di sebut Internasional Govermental

maritime consultative Organization ( IMCO ) .

IMCO pertama kali di dirikan membutuhkan persetujuan formal dari 21 Negara

termasuk 7 perusahaan pelayaran yang memiliki lebih kurang 1 juta Ton gross

tonnage. Dan sebelum tahun 1959 IMCO mengadakan pertemuan di London. Indonesia

bergabung di IMCO pada tahun 1960, badan Internasional ini pada tahun 1982 di

tingkatkan menjadi salah satu badan persatuan bangsa - bangsa dengan nama

INTERNASIONAL MARITIME ORGANISATION ( IMO ) sejajar dengan badan PBB

lainnya seperti ILO. Dan semua Instrumen produk IMO yang berupa peraturan tentang

kemaritiman wajib di patuhi oleh negara anggota IMO.

Kantor pusat IMO berkedudukan di London, Pada agustus 2004 sidang IMO terdiri

dari 164 Negara dan 3 anggota asosiasi dan badsan pemerintah, sidang itu

memutuskan program kerja, menyetujui peraturan rekomendasi tenteng maritime safety

dan maritime pollution iuran anggota.

IMO sebenarnya adalah organisasi teknik sedangkan pekerjaan – pekerjaan di

lakukan oleh bebarapa komite dan subkomite salah satu di antara komite itu ialah THE

MARITIME SAFETY COMITE ( MSC ), komite yang lain ialah THE MERINE

ENVIRONMENT PROTECTION COMITEE

( MEPC ) yang didirikan pada tahun 1973 dan bertanggung jawab sebagai koordinator

dari kegiatan organisasi dalam pencegahan dan pengontrolan polusi lingkungan laut di

kapal.

Di samping itu, terdapat pula beberapa sub komite yang membawahi beberapa

bidang seperti memperhatikan mengenai keselamatan navigasi, diskusi mengenai

rute navigasi jika di setujui akan di publikasikan oleh IMO melalui ship routching. Sub

komite yang lain meriviuw THE INTERNASIONAL REGULATION REGULATION FOR

PREVENTING COLLUTIONS AT SEA . Komite yang lain membahas mengenai Bulk

Liquids dan gas, Rasio Communications, Desain kapal, Training dan dinas jaga.

IMO berusaha terus meningkatkan standar keselamatan di laut pada saat

bernavigasi dan semua yang menyangkut masalah maritime,konsultasi, diskusi dan

masukan mengenai masalah maritime yang di anjukan oleh negara maritime yang di

ajukan oleh negara anggota PBB. Maka IMO akan mengadakan konferensi jika di

butuhkan dan hasilnya berupa draft seperti maritime conventions and agrement.

Konferensi Internasional nantinya akan diklarifikasikan dan do sahkan oleh negara –

nagara anggota.

ILO (INTERNATIONAL LABOUR ORGANIZATION)

ILO adalah organisasi perburuhan internasional suatu badan khusus dalam

perserikatan bangsa – bangsa yang didirikan pada tahun 1919 organisasi ini bertujuan

untuk meningkatkan jaminan kesejahteraan sosial secara umum dan terutama

menjalankan koordinasi dan perundang undangan sosial dikalangan negara – negara

anggota ILO berkedudukan di Genewa. Kebijakan organisasi ini dijalankan oleh 3

lembaga : konferensi buruh internasional, Biro buruh internasinal dan dewan pelaksana

ILO menerima hadiah nobel untuk perdamaian pada tahun 1959.

PCS. PORT STATE CONTROL

Bertujuan untuk menghapuskan pengoperasian kapal – kapal sub standart, kapal

yang tidak memililki kelengkapan atau peralatan atau pengawakan yang diisyaratkan

oleh konvensi internasional tentang keselamatan dan pencegahan pencemaran

lingkungan.

Pelaksana PSC dilaksanakan oleh syahbandar masing – masing negara yang

saling memberi informasi secara on lain system penelitian khusus terhadap :

A.   Kapal penumpang, Roro dan Bulk Carrier

B.   Kapal dengan bahaya tertentu, Oil tengker, gas, Chemical, atau kah muatan berbahaya

dalam kemasan

C.   Kapal yang 3 tahun telah berjalan ‘Bermasalah”( terlambat pengoperasian, penahanan

dan lain – lain )

D.   Memiliki kekurangan pada 3 tahun terakhir

E.   Sesuai informasi belum pernah di periksa dalam 6 bulan terakhir

SOLAS SAFETY OF LIFE AT SEA

Peraturan – peraturan sehubungan keamanan jiwa di laut, peristiwa pemerintah

inggris mengambil prakarsa mengadakan konnvrensi internasional yang menghasilkan

SOLAS pertama 20 Januari 1914 dan berisi antara lain :

-          Safety contruction

-          Safety Navigation

-          Safety Equitment

-          Safety Radio

Tugas utama SOLAS adalah membuat / menetapkan aturan – aturan dengan

beberapa amandemem shubungan dengan meningkatkan keselamatan jiwa di laut.

ISM CODE (Internasional Safety Management )

Merupakan kode manajemen internasional untuk keselamatan kapal – kapal dan

untuk pencegahan pencemaran yang telah di sahkan oleh majelis IMO Tenggelamnya

kapal penumpang Roro Fery “Herland of Fire Enterprise” di pelabuhan Zebruge Belgia.

Bebrapa menit setelah lepas dermaga pada bulan Maret 1987 yang menimbulkan

188 jiwa manusia, menurut pakar kemaritiman hal ini di sebabkan oleh adanya Lack of

Management control sehingga IMO dalam sidang Assembely pada Oktober 1989

menghasilkan Resolusi No. A 647(16 ) daengan judul “ IMO Gudelines on Management

for the safe Operation Ship and Port Pollution “yang kemudian di sempurnakan dengan

Resolusi No A- 680 (17) di dalm sidang IMO 1991 .

Ketentuan ISM Code di revisi pada tanggal 1 januari 2002 dan mulai berlaku 1 juli

2002

CLAUSE 1-16

PART A Inplementasi

1.  Umum

2.    Kebijakan – kebijakan tentang keselamatan dan perlindungan lingkungan

3.    Tanggung Jawab dan Wewenang nakhoda

4.    Personil yang di tunjuk ( DPS )

5.    Tanggung jawab dan wewenang Nakhoda

6.    Sumber daya dan personil

7.    Pengembangan rencana – rencana Operasi kapal

8.    Kesiapan keadaan darurat

9.    Laporan dan analisis ketidaksesuian, kecelakaan dan kejadian berbahaya

10. Pemeliharaan kapal dan perlengkapan nya

11. Dokumentasi

12. Verifikasi tinjaun ulang dan evaluasi perusahaan

PART B- Sertivikasi dan Verifikasi

13. Seifikasi dan Verifikasi

14. Sertifikasi sementara

15. Bentuk Sertifikasi

MARPOL MARINE POLUTION 73/78

Mengapa ada MARPOL 73/78

Usaha mengadakan pencegahan pencemaran minyak mulai muncul sejak tahun

1885 atau saat peluncuran kapal pengangkut minyak yang pertama “GLUKAUF”dan

penggunaan pertama mesin diesel sebagai penggerak utama kapal .

Sekitar tahun 1920 atau sebelum perang dunia ke dua gagasan untuk mencegah

dan mengulangi terjadinya pecemaran di laut akibat minyak sebenarnya telah ada

namun setelah perang dunia kedua masih saja membuang kelaut air cucian ketangki

dan residu minyak kelaut . Di Inggris pada tahun 1954 telah di adakan konvensi

internasiuonal tentang pencegahan pencemaran laut oleh minyak ‘”Oil Pollution

Convention yang di undangkan pada tanggal 26 juli 1958 di sponsori oleh IMCO

( Internasional Govermental Maritime Consultative Organization) yaitu suatu badan

Internasional PBB yang khusus menangani masalah-masalah kemaritiman yang baru

diakui secara Internasional tahun 1958 (1948-1958) yang kemudian berubah nama

menjadi IMO pada tanggal 22 Mei 1982 .

IMO (Internasional Maritime Organization) berkedudukan di London dengan

alamat 4, Albert Embangment yang merupakan satu-satunya badan Internasional PBB

yang bermarkas di Inggris.

Konvensi ini berisi persyaratan-persyaratan operasi dari kapal dan

perlengkapannya pembuangan minyak atau air campuran minyak dilarang pada

tempatnya, waktu dan keadaan-keadaan tertentu, serta disyaratkan adanya Oil Record

Book.

Perubahan-perubahan berikut dari konvensi 1954 tersebut diselenggarakan pada

tahun 1962, 1969, dan 1971.

Amandemen tahun 1962 yang mulai diundangkan pada tanggal 18 Mei 1967

mewajibkan tambahan terhadap pembuangan minyak atau campuran minyak serta

menetapkan penyediaan sarana penampungan limbah (Shore Reception Facilities)

terutama di loading Terminal.

Pada tahun 1967 terjadi pencemaran dari sebuah kapal tanker “ TORREY

CANYON “di pantai selatan Inggris yang menumpahkan menyak sekitar 35 juta gallond

crude oil

Amandement tahun 1969 di maksud untuk mengganti jenis pembatasnan

terhadap pembuangan minyak yang persisten ( kuat ikatan unsur – unsurnya ) yang

meyakinkan bahwa pembuangan tersebut di izinkan asalkan berada di bawah batas-

batas yang telah tentukan. Air yang bercampur minyak dari kapal Tanker di larang di

buang kelaut kecuali keadaan tersebut di bawah ini di penuhi :

-          Kapal tanker sedang berlayar

-     Kecepatan pembongkaran dari minyak yang terkandung dalam campuran tidak boleh

lebih dari 60 liter/mil

-     Kapal tanker harus berada pada lokasi laut yang jaraknya dari pantai terdekat lebih dari

50 mil

-     Jumlah minyak yang boleh di buang 1/5000 kapasitas angkut dari kapal tanker

Maksud dan persyaratan tersebut di atas selain untuk membatasi pembuangan

minyak bisa dengan cepat di cerai beraikan dan di musnakan dalam waktu 2-3 jam

Amandement tahun 1971 membatasi ukuran muatan keadaan kompartement –

kompartement dengan maksud untuk memperkecil aliran keluar minyak apabila

terjadikecelakaan di laut.

Selanjutnya Konvensi 1954 tersebut berikut amandement – amandementnya di

sidangkan dan hasilnya konvensi Internasional tentang pencegahan penvemaran di

laut oleh kapal ( Internasional Convension For the Prevetion of Pollutionfrom Ship )

tahun 1973 dan kemudian di sempurnakan oleh TSPP ( Tanker Safety and Pollution

Prevention ) protokol pada tahun 1978 biasa disebut dengan dengan MARPOL 1973

protokol 1978 memuat 5 annex yang berlaku sampai skarang

MARPOL 73 PROTOKOL 1978

ANNEX : PERATURAN PENCEGAHAN

PENCEMARAN OLEH MINYAK MULAI

BERLAKU TANGGAL, 2 OKTOBER 1983

Bab 1 UMUM

Aturan 1 : Definisi

Aturan 2 : Penerapan

Aturan 3 : Equipalents

Aturan 4 : Survey and Inspeksi

Aturan 5 : Pemberian Sertifikat

Aturan 6 : Pemberian Sertifikat oleh pemerintah lain

Aturan 7 : Format Sertifikat

Aturan 8 : Pengontrolan Pelabuhan Negara terhadap

persyaratan opersional

Bab II PERSYARATAN UNTUK MENGONTROL OPERASINAL

POLUSI

Aturan 9 : Pengontrolan pembuangan minyak

Aturan 10 : Metode pencegahan polusi oleh minyak dari kapal

yang sedang beroperasi diwilayah tertentu.

Aturan 11 : Pengecualian.

Aturan 12 : Penerimaan fasilitas

Aturan 13 : Tanki ballas yang dipisahkan, tanki ballas bersih yang

dipisahkan, dan pencucian minyak mentah.

Aturan 13A : Persyaratan untuk tangker minyak dengan tanki

ballast.

Aturan 13B : Persyaratan untuk pencucian minyak mentah.

Aturan 13C : Tanker yang diikut sertakan dalam perdagangan

tertentu.

Aturan 13D : Tanker yang ada mempunyai susunan ballast khusus.

Aturan 13E : Protective location of segregated ballast apaces.

Aturan 13F : pencegahan polusi minyak pada peristiwa tubrukan

atau kandas.

Aturan 13G : Pencegahan polusi minyak pada peristiwa tubrukan

atau kandas, tindakan untuk kapal yang ada.

Aturan 14 : Air ballast minyak yang terpisah dan membawa

minyak dalam tanki ceruk depan.

Aturan 15 : Penyimpanan minyak diatas kapal.

Aturan 16 : Sistim pengontrolan dan monitoring pembongkaran

minyak dan peralatan penyaringan minyak.

Aturan 17 : Tanki untuk residu minyak.

Aturan 18 : Susunan pemasangan pompa, pipa dan :

pembongkaran tangker minyak.

Aturan 19 : Standart penghubung pembongkaran.

Aturan 20 : Buku catatan minyak.

Aturan 21 : Special requerements for drilling rigs and other

platform.

Bab III PERSYARATAN UNTUK MEMINIMALKAN POLUSI MINYAK

DARI KAPAL TANKER YANG MENGALAMI KERUSAKAN LAMBUNG DAN LUNAS

Aturan 22 : Perkiraan kerusakan.

Aturan 23 : Hypothetical out flow of oil.

Aturan 24 : pembatasan ukuran dan perlengkapan dari tanki

cargo.

Aturan 25 : subdivision and stability.

Bab IV PENCEGAHAN POLUSI YANG DITIMBULKAN OLEH

KECELAKAAN POLUSI MINYAK

Apendicts Annex 1

Aturan 26 : Rencana darurat polusi minyak dikapal (SOPEP)

Appendix I : List of oil.

Appendix II : From of IOPP certificate

Appendix III : From OIL RECORD BOOK.

Unified Interpretation Or Annex I

Appendix I : Guadiance to administrations concerning draugt

recommended for segregated ballast tangkers below

150 M lenght.

Appendix II : Intern recomandation for a unified interpretation of

regulation 13 E.

Appendix III : Equipalent provision for the carriage of oil by a

chemical tanker.

Appendix IV : Conection of small diameter line to the manifold valve.

Appendix V : Specification for design instalation and operation of a

part flow system for control of overboard discharges.

Appendix VI : Offshore platform discharges.

Appendix VII : Guidelines for approval of alternative strctural or

operational arragement as called for in MARPOL

73/78 ANNEX I Regulation 13G (7).

Appendix VIII : Intermguidelines for the approval of alternative

methods of designs and contruction of oil tankers

under regulations 13F (5) or annex 1of MARPOL

73/78.

ANNEX II : PERATURAN BAGI PENGAWASAN PENCEMARAN

OLEH BAHAN KIMIA CAIR YANG BERBAHAYA

DALAM JUMLAH YANG BESAR ANNEX INI

BERLAKU MULAI TANGGAL 06 APRIL 1987.

Aturan 1 : Definisi.

Aturan 2 : Penerapan.

Aturan 3 : Pengelompokan dan pendaftaran zat kimia cair

berbahaya.

Aturan 4 : Bahan kimia cair lainnya.

Aturan 5 pembongkaran bahan kimia cair lainnya.

Aturan 6 : Pengecualian.

Aturan 7 : Fasilitas penampungan dan pembongkaran muatan.

Aturan 8 : Ukuran pengawasan.

Aturan 9 : Buku catatan muatan.

Aturan 10 : Pemeriksaan.

Aturan 11 : Penerbitan sertifikat.

Aturan 12 : Masa berlakunya sertifikat.

Aturan 12A : Pemeriksaan dan sertifikasi dari chemical tangker.

Aturan 13 : Persyaratan untuk meminimalkn polusi yang tidak

disengaja

Aturan 14 : Pembawaan dan pembongkaran minyak seperti bahan

kimia.

Aturan 15 : Pengawasan bagian pelabuhan atas persyaratan –

persyaratan operasional.

Appendix untuk Annex II

Appendix I : Guidelines for the categorization of noxious liquid

subtance

Appendix II : Lstiubtance noxious carrieed in bulk

Appendix III : list of other liquid subtance

Appendix IV : cargo recond book of ships carryng noxious liquid

subtance in bulk

Appendix V : From of NLS certificate

Appendix for Unified Interpretation of Annex II of Marpol 73/78 and in the IBC code with

respect to pollution hazard

Standar for prosudures and argements for the discharge of noxious liquit subtance

( Required by regulation 5,5a & 8 )

Appendix A : Assesment of residue quantities in cargo tanks,pump

and piping

Appendix B : Prewas Presuderes

Appendix C : Ventilation prosedures

Appendix D : standart format forthe prosedures and arragement

manual

ANNEX III : PERATURAN UNTUK PENCEGAHAN POLUSI DARI

BAHAN – BAHAN BERBAHAYA YANG DI BAWAH

MELALUI LAUT DALAM BENTUK KEMASAN

Mulai berlaku secara Internasional tanggal 1 juli 1992

Aturan I : Penerapan

Aturan 2 : Kemasan

Aturan 3 : Merkah dan Label

Aturan 4 : Dokumentasi

Aturan 5 : Penyimpanan

Aturan 6 : Batas quantitas

Aturan 7 : Pengecualian

Aturan 8 : Pengawasan pelabuhan terhadap kebutuhan

opersional

ANNEX IV : PERATURAN UNTUK PENCEGAHAN PENCEMARAN

OLEH KOTORAN BUANGAN DARI KAPAL (Berlaku tanggal 27 September

2003)

Aturan 1 : Definisi

Aturan 2 : Penerapan

Aturan 3 : Survey

Aturan 4 : Pengeluaran Sertifikat

Aturan 5 : Pengeluaran Sertifikat yang di lakukan oleh

pemerintah lain

Aturan 6 : Bentuk Sertifikat

Aturan 7 : Duration of Certificate

Aturan 8 : Pembuangan Kotoran

Aturan 9 : Pengecualian

Aturan 10 : Fasilitas Penerimaan

Aturan 11 : Standar Hubungan Pembuangan

Appendix form of seawage certificate

ANNEX V : PERATURAN PENCEMARAN OLEH SAMPAH DARI

KAPAL (Mulai Berlaku dari Tanggal 31 Desember

1988 )

Aturan 1 : Definisi

Aturan 2 : Penerapan

Aturan 3 : Pembuangan sampah di luar special area

Aturan 4 : Ketentuan Khusus untuk pembuanganm sampah

Aturan 5 : Membuang sampah di special area

Aturan 6 : Exception

Aturan 7 : Fasilitas Penerimaan

Aturan 8 : Port State control on operation requirement

Aturan 9 : Placards, perencanaan management sampah dan

penyimpanan garbage record book

Appendix Form if garbage record book

ANNEX VI : POLUSI UDARA

( Mulai Berlaku Tanggal 19 Mei 2005 )

Annex ini menentukan batas atau Limit dari Sulphur Dioxide (Sox) dan Nitroge

Oxide (Nox) yang di keluarkan dari pembakaran kapal ( dikeluarkan dari cerobong atau

Fanel ) Annex ini memuat ketentuan tentang “ Sox emission control area “ dimana

daerah tersebut fuel oil mengandung sulfur yang di pakai diatas kapal tidak boleh dari

1,5 % m/m. Alternatif atu cara lain kapal harus memasang system exhaust gas

Laut Baltic di rancang sebagai “ Sox Emission Contro Area “ Di protokol ini annex ini

jega melarang untuk di buang secara bebas zat – zat yang busa meruasak ozon

termasuk halon dan chlorofluorocarbons (CFCs) serta melarang system incineration di

atas kapal yang berasal dari produc seperti packing material yang terkontaminasi dan

polychlrinated biphenyls (PCBs)

ANNEX VII : MENGENAI AIR BALLAST DI ATAS KAPAL

Dokumen penting yang menjadi bagian Integral dari Annex I adalah :

Appendix 1 : Mengenai daftar dan Jenis minyak

Appendix 2 : Bentuk format dari IOPP certificate

Appendix 3 : Bentuk Formal dari Oil Record Book

Pendekatan yang di lakukan IMO untuk mencegah jangan sampai terjadi

tumpahan minyak ke laut yakni melakukan kontrol pada struktur kapal di lakukan pada

tahun 1970 – an

Selanjutnya IMO pada tahun 1984 melakukan bebrapa modifikasi yang menitik

berkaitan pencegahan hanya ada kegiatan operasi tanker pada Annex 1 dan terutama

adalah keharusan kapal di lengkapi dengan Oil Water Separating Equitment dan Oil

Discharge Monitoring System

Karena it MARPOL1973/1978 dapat di bagi dalam 3 (tiga) kategori :

1.    Peraturan pencegahan terjadinya pencemaran

Menurut hasil evaluasi IMO cara terbaik untuk mengurangi sedikit pembuangan minyak

karena kegiatan operasi tanker paling tidak salah satu dari ketiga sistem pencegahan,

yakni dengan adanya :

-          SBT : Segregrated Ballast Tanks

-          CBT : Dedicated Clean Ballast Tank

-          COW : Crude Oil Watching

Sesuai dengan aturam mengatakan bahwa semua Crude Oil Tanker bangunan

baru ukuran 20.000 DWT atau lebih dari produk Tanker bangunan baru ukuran 30.000

DWT atau lebih harus di lengkapi dengan SBT dan Crude Oil Tanker ukuran 20.000

DWT atau lebih harus di lengkapi dengan COW.

Yang di maksud dengan tanker bangunan baru di sini adalah :

-          Kontrak pebangunan di tanda tangani sesudah 1 Juni 1879

-          Peletakan lunas sesudah 1 januari 1980

-          Serah terima sesudah tanggal 1 Juni 1982

Tanker yang memiliki kelengkapan CBT dan COW sebagai pengganti SBT di

haruskan memenuhi persyaratan tambahan yakni membuat prosedure operasai

menggunakan CBT atau COW dan harus memenuhi persyaratan sesuai yang di

tentukan

COT SBT SBT SBT COT

ST COT COT COT F.P.T

COT COT SBT SBT SBT COT

Konsep SBT : Tangki untuk Aor Ballast di tempatkan di sisi kanan dari tanki

muatan “COT” (Cargo Oil Tanker) sebagai pelindung.

Pembatasan pembuangan minyak

Pembuangan minyak atau campuran hanya boleh apabila :

         Di luar area khusus

         Jarak 50 mil dari daratan

         Berlayar

         Tidak lebih dari 30 liter/nautcal mil

         Tidak lebih dari 1: 30.000 dari jumlah muatan

         Kapal di lengkapi dengan ODM dan kontrol systemnya

Monitoring dan kontrol pembuangan minyak

Peraturan MARPOL 73/78 Annex 1 Reg 16 menyebutkan bahwa ;

    Kapal ukuran 400 GRT atau lebih kecil dari 1.000 GRT harus di lengkapi dengan Oil

Water Separating Equitment yang dsapat menjamin pembuangan minyak kelaut setelah

melalui sistemtersebut dengsn kandungan dari 100 PPM (part per million)

    Kapal ukuran 10.000 GRT atau lebih harus di lengkapi dengan kombinasi antara Oil

Water Separating Equitment dan Oil Discharging Monitoring and Control System atau

di lengkapi dengan Oil Filtering Equitmentment yang dapat mengatur buangan

campuran kelaut tidak lebih dari 15 PPm (Alarm akan berbunyi jika melalui ukuran

tersebut)

Kontrol pembuangan Minyak dari Ruang Muatan Semua kapal

Lokasi di Laut Kriteria Pembuangan

Batas 50 Nautical miles dari

daratan

Tidak boleh di buang kecuali

Clean Ballast atau dari SBT

Di luar area khusus lebih dari 50

mil dari pantai

Tidak boleh di buang kecuali :

a.    Clean atau SBT atau

b.    Apabila

        Taker berlayar

-      Minyak yang terbuang tidak lebih

dari 30 liter permil dan

-       Total minyak yang terbuang tidak

lebih dari 1/30.000 dan jumlah

muatan yang di angkut

sebelumnya

-       Tanker mengoperasikan ODM

dan control system serta skop

tank

Di daerah area khusus Tidak boleh ada buanga kecuali

clean ballast dan SBT

Clean Ballast : Air Ballast yang bersih tidak terlihat cerminan

minyak di atas permukaan

Pengumpulan sisa Minyak

Dalam melakukan usaha mencegah sekecil mungkin minyak mencemari laut maka

sesuai MARPOL 73/78 sisa – sisa dari campuran minyal di atas kapal terutama di kamr

mesin agar tidak mungkin untuk di atasi seperti halnya hasil purifikasi minyak pelumas

dan bocoran dari sistem bahan bakar minyak. Di kumpulkan di dalam tanki

pembuangan seperti slop tank yang daya tampungnya mencukupi kemudian di buang

ke tanki darat. Peraturan ini berlaku kapal ukuran 400 GRT atau lebih.

1. Peraturan untuk menanggulangi pencemaran

2. Peraturan untuk melaksanakan ketentuan tersebut

Kontrol Pembuangan Minyak Dari Ruangan Mesin semua Kapal

Lokasi di Laut Tipe Kapal Kriteria Pembuangan

Lebih dari 12 mil dari

pantai

Kapal 400 GRT atau

lebih Delivery sebelum

6 Juli 1993 di lengkapi

dengan filter Eqitment

Tidak ada buangan

kecuali

1.    Kapal berlayar

2.    Kandungan minyak

hanya sampai 6 Juli

1998

tidak lebih dari 100

PPM

3.    Gunakan OWS

Di luar area khusus Tanker semua ukuran

dari kapal lain 400

GRT

1.    Tidak ada buangan

keculi kapal berlayar

2.    Kandungan minyak

tidak lebih dari 15

PPM

3.    Menggunakan ODM

control system OWS

atau Filltering

Equitment

4.    Untuk tanker bukan

air bilge kamar

pompa atau

campuran residu

muatan

Kapal lebih dari 400

GRT

Sedapat mungkin di

lengkapi alat

pencegahan

pencemaran

Di dalam area

khusus

Tanker semua ukuran

dari kapal lain 400

GRT atau lebih

Tidak ada buangan

kecuali :

1.    Kapal berlayar

2.    Kandungan minyak

tidak lebih dari 15

PPM

3.    Menggunakan

Filltering equitment

Otomatis stop pada

batas 15 PPm

4.    Tanker ,Bilge bukan

dari kamar pompa

atau campuran

muatan

Kapal lebih dari 400

GRT

Tidak ada buangan

kecuali kandungan

minyak tidak lebih

dari 15 PPM

Antartic Semua Kapal Tidak boleh di buang

Area Khusus : Laut Mediterania, Laut Hitam, Laut Merah, Teluk Adem, Daerah Teluk

dan Antartic

Oil Record Book : Buku catatan di temukan di atas kapal, Tanker ukuran 150 Gross

Tonnage atau lebih dari selain kapal tanker ukuran 400 gross ton atau lebih atau

mencatat semua kegiatan dalam menangani pembuangan sisa minyak serta

campuran minyak dan air di kamar mesin semua jenis kapal dan untuk kegiatan

bongkar muat dan penanganan air ballast kapl tanker yang terdiri dari :

Part I : Adalah untuk kegiatan di kamar mesin untuk semua kapal

ukuran 400 GRT atau lebih dengan defter jenis kegiatan yang

harus di catat dalam Oil Record Book seperti di muat dalam

Apendix III to Annex I MARPOL 73/78

Part II : Adalah kegiatan bongkar muat minyak dan Air Ballast kapal

tanker ukuran 150 GRT atau lebih (cargo dan ballast

perations) dengan daftar jenis kegiatan yang harus di catat Oil

Record Book, seperti di muat dalam Appendix III Annex I

MARPOL 73/78

Slop Tank : Adalah tanki Khusus untuk ,menampung sisa – sisa minyak

atau emulsi minyak hasil kegiatan bongkar muat atau

pembersihan tangki pemuatan pipa muatan ataupun air yang

bercampur minyak dari pompa

Sistem pipa slop tank di hubungkan dengan tangki muatan sehingga

memungkinkan sisa minyak dari tanki muatan tersebut, dimasukan dalm slop tank isi

slop tank di endapkan, kemudian air yang sudah mengendap di buang kelaut melalui

ODM dengan Kandungan miyak tidak lebih dari 15 PPmM

Sisa minyak dalm slop tank di bongkar ke slop tank darat dan di masukan

kedalam tanki kembali di campur dengan muatan yang disebut Loadon Top

Prosudure.

PENERAPAN KONVENSI MARPOL 73/78 DI INDONESIA

Konvensi MARPOL 73/78 telah berlaku secara Internasional sejal tanggal 2

Oktober 1983, ejak sat itu kapal – kapal Indonesia yang melakukan pelayaran ke luar

negeri telah di upayakan di lengkapi dengan sertifikat penyesuaian dengan konvensi

internasional agar kapal – kapal tersebut tidak dapat kesulitan sehubungan dengan

belum di refisikan konvensi oleh pemerintah Repoblik Indonesia.

Setelah pemerintah Indonesia merafikasikan konvensi MARPOL 73/78 dengan

keputusan presiden No. 46 tahun 1986 tanggal 9 September 1986, namum baru Annex

I dan Annex II yang di ratifikasikan, kapal – kapal yang berbendera Indonesia berlayar

keluar negeri sejak tanggal 27 Oktober 1986 sudah harus di lengkapi dengan sertifikat

Internasional pencegahan .

ISPS CODE (Internasional Ship and Port Fasility Security Code)

Adalah suatu ketentuan atau peraturan yang berisi tentang tindakan khusus untuk

meningkatkan keamanan kapal, perusahaan dan fasilitas pelabuhan, tujuannya adalah :

1. Untuk menetapkan suatu kerangka kerja sama antara negara – nagara anggota Badan

pemerintah , Administrasi Lokal, Industri Pelayaran, dan Pelabuhan untuk mendeteksi

ancaman keamanan dan cara mengatasinya.

2. Untuk menetapkan tanggung jawab dan peran masing – masing pihak yang terkait

( sesuai butir 1 ) untuk meningkatkan keamanan maritime

3. Untuk menciptakan suatu metodologi penilaian keamanan supaya terdapat rancangan

dan prosedure mengambil langkah – langkah perubahan tingkat keamanan

4. Untuk memastikan pengumpulan dan pertukaran informasi yang terkait dengan

keamanan lebih awal

5.    Untuk memastika kepercayaan bahwa ketentuan keamanan maritime cukup dan

profesional dalam tempatnya.

STCW 78/95 (Standart on Training Sertification and Watckeping Seafarer)

Adalah standar minimum untuk pelatihan Certificate serta yang melaksanakan

jaga laut untuk pelaut

Pertama kali di terbitkan 7 Juli 1978 dan mulai berlaku 28 April 1984

Ammandemen 1991 : Berhubungan dengan GMDSS dan beberapa

hal yang telah di tetapkan dalam resolusi

MSC 21 (59)

Ammandemen 1991 : Tentang persyaratan Training khusus orang

yang bekerja di atas kapal tentang yang di

etapkan dengan resolusi MSC. 33 (63) dan

mulai berlaku 01 Januari 1996

Ammandemen 1991 : Menetapkan Resolusi “ THE SEAFARES

TRAINING CERTIFICATION WATCH KEEPING (STCW) “

IMDG CODE ( Internasional Maritime dangerause Goods )

Secara ringkas IMDG Code dapat di sesuaikan sebagai berikut :

1.    Pengangkutan barang berbahaya melalui laut terus berkembang sejak perang dunia ke

II sejalan dengan kebutuhan pemakain bahan atay zat tersebut.Peraturan tentang

pengangkutan di perlukan guna mencegah kecelakaan terhadap manusia atau

kerusakan terhadap kapal.

2.    Internasional Conference on SOLAS 1929 menyadari kebutuhan peraturan yang dapat

berpengaruh secara Internasional

-          SOLAS Conference 1948 mengadopsi klasifikasi barang berbahaya

-          U.N Economic and Social council (ECOSOC) menerbitkan resolusi pembentukan U.N

Comitte of experts on the transport of the dangerous goods

-          SOLAS Conference 1960 membuat kerangka ketentuan CHAPTER VII SOLAS

IMDG CODE merupakan salah satu Instrumen yang sangat penting di bidang

keselamatan maritime yang di buat oleh IMO pada tahun 1965 dan telah mengalami

perubahan – perubahan serta perubahan – perubahn sesuai perkembangan angkutan

barang berbahaya serta jenis – jenis nya IMDG CODE pertama terdiri dari 5 volume di

tamba suplement.

Di dalam konvensi Internasional SOLAS 1974 BAB VII dan amandemennya :

Di atur tentang “ Carriage of Dangeraus goods “yang di bagi menjadi 4 bagian yaitu :

Bagian A : Carriage of Dangerous goods in Packed from or in Solid

from in Bulk

Bagian B : Construction and Equitment of Ship Carrier Dangerouse

Liquid Chemical in Bulk

Bagian C : Construction and Equitment of Ship carring liquefied Gases

and Bulk

Bagian C : Construction Equitment of ship Carying Liquefied Gases

and Bulk

Bagian D : Special Requitment for the carriage Imadiated Nuclear Fuer, Plutonium

and Haid – Level Radio active Waster an Board ship

Materi bagian B menjadi acuan dalam “Internasional Bulk Chemical (IBC) Code

“sedang bagian C menjadi acuan Gas Carriage (IGC) Code dan bagian D

Klasifikasi dan Pengepakan :

Barang berbahaya di bagi beberapa clas yaitu :

Class I : EXPIONSIVES

Zat – zat yang memiliki sifat mudah meledak

Devisi I : Zat – zat dan barang – barang yang memiliki bahaya

eksplosi

Devisi III : Zat – zat dan barang – barang yang memiliki sifat khusus

Devisi IV : Zat – zat dan barang – barang yang tidak menimbulkan

bahaya besar

Devisi V : Zat – zat yang tidak di anggap memiliki bahaya eksplosi

Devisi VI : Barang – barang yang sama skali tidak memiliki bahaya

eksplosi

Class 2 – : GASES COMPRESED LIQUIFIED OR DISSOLVED

UNDER PRESSURE GAS – gas yang bertekanan di

cairkan di bawah tekanan

Class 3 - : Flammable liquid : zat – zat yang mudah menyala

Class 4-1 : Flammable Solid : Zat – zat yang mudah menyala

Class 4- 2 : Zat – zat yang mempunyai kemungkinan besar dapat

terbakar secara spontan

Class 4-3 : Zat – zat yang jika kontak dengan air dapat memancarkan

gas – gas yang mudah menyala

Calss 5-1 : Zat – zat yang dapat beroksidasi

Class 5-2 : Organic proxides : Organic periksida

Class 6-1 : Toxi Subtances : zat – zay yang beracun

Class 6- 2 : Zat – zat menular

Class 7 : Bahan – bahan Radio Aktif

Class 8 : Corrosive : Bahan korosif yang merusak

Class 9 : Bermacam – macam zat berbahaya yaitu zat – zat lain yang menurut

pengalaman telah memperlihatkan sifat sedemikian rupa sehingga ketentuan –

ketentuan tentang barang berbahaya harus di terapkan ORM (Other regulated

Materials)

GMDSS ( Global Maritime Distress ana Safety System )

Sistem komunikasi marabahaya dan keselamatan maritim global

Kelebihan GMDSS :

-          Panggilan marabahaya dapat di lakukan lebih cepat dan lebih muda

-          Operasi Sar lebih efektif

-          Adanya pencegahan kesalahan dan pancaran marabahaya

-          Panggilan marabahaya langsung langsung ke RCC

-          Peralatan di kapal sesuai dengan wmenilayah di mana kapal berlayar

Ada 9 fungsi komunikasi dalam GMDSS

1. Mengirim berita marabahaya

2. Mengirim dan menerima berita marabahaya dari kapal ke kapal

3. Mengirim berita marabahay dari Stasiun Radio Pantai

4. Mengirim dan menerima komunikasi SAR

5. Mengirim dan menerima komunikasi di tempat musibah

6. Mengirim dan menerima tanda penentu posisi

7. Mengirim berita maritim keselamatan

8. Mengirim dan menerima komunikasi umumdari origan komunikasi di darat

9.  Mengirim dan menerima komunikasi bridge to bridge

Ketentuan mengenai GMDSS mulai di kenakan pertama kali melalui SOLAS

1974 Amandement tahun 1992 mulai di berlakukan pada bulan Februari 1992 sistem

yang baru ini mempunyai perubahan – perubahan:

-          Alerting dapat di lakukan secara segera (Immendiate Alfiting System)

-          Penyusunan – dan pengiriman “ Alerting “ di proses secara cepat

-          Penyampaian “ Distress alfrt” cepat efektif

-          Komunikasi SAR dapat berjalan secara efektif dan efisien

-          Peralatan dalam GMDSS di haruskan memiliki kriteria khusus agar berita bahaya

terjamin dapat di laksanakan dengan baik , GMDSS juga mengisyatkan adanya

duplikasi alat untuk wilayah pelayaran tertentu

-          Kapal – kapal dalam keadaan darurat harus mengirimkan berita bahaya pada stasiun

radio pantai dan pusat koordinasi SAR (Rescue coordinating Center – rec) stasiun –

stasiun ini kemudian menyampaikan berita bahaya di terima pada kapal – kapal yang

ada di sekitar tempat kejadian musibah.

-          Persyaratan minimal alat – alat yang harus di bawah oleh kapal – kapal tergantung

dimana kapal tersebut akan berlayar/ beroperasi.

Pembagian wilayah perairan (sea area) dalam GMDSS

Sea Area A1 : Yaitu daerah pantai yang dapat di jangkau oleh

stasiun radio pantai yang di lengkapi dengan

sedikitnya 1 set VHF Transceiver + DSC Alerting

secara terus menerus

Sea Area A2 : Yaitu daerah pelayaran tidak termasuk sea area A1

yang dapat dapat di jangkau oleh stasiun radio pantai

dengan pesawat radio MF yang di lengkapi dengan DSC yang mampu

menyediakan Alerting secara terus – menerus

Sea Area A3 : yaitu darah pelayaran yang tidak termasuk sea are

A1,A2 yang masuk dalm jangkauan komunikasi

inmarsat dan mampu menyediakan Alerting secara

terus – menerus

Sea Area A4 : Yaitu semua wilayah pelayaran selain sea area A1,

A2 dan A3 ( termasuk daerah – daera pelayaran dekat

kutub )

Definisi – definisi

Alerting : Pengiriman berita bahaya dari satu kapal yang menerima musibah di laut

(keadaan darurat) kepada kapal kapal lain atau RCC kemudian meng koordinasikan

dan memimpin operasi pertolongan (SAR)

Alerting dapat dilakukan dengan :

-          VHF pada chanal 70 (Freq 156,525 MHz)

-          MF pada Freq 2187,5 KHz

-          HF pada frequency- frequency tertentu misalnya 8414,5 KHz

Distress Communication :

Komunikasi marabahaya dengan radio antara kapal dengan keadaan darurat

dengan station-station radio lain yang terlibat dalam operasi SAR

Frequency- frequency yang digunakan untuk “DISTRESS COMMUNICATION” antara

lain :

Kapal dengan kapal

MF = 2182 KHz

VHF = Channel 16 (freq. 156,8 MHz)

Kapal dengan pesawat

MF = 3023 KHz

HF = 4125 KHz dan 5680 KHz

Di Negara-negara tertentu dibolehkan mensyaratkan helicopter dan pesawat

terbang menggunakan VHF Ch, 16 dan MF 2182 KHz untuk komunikasi darurat ini

(misalnya Norwegia)

Ship in Distress :

Kapal-kapal atau orang-orang dalam keadaan bahaya / darurat sehingga Safety

Massage to Ship :

Berita tentang keselamatan pelayaran yang disampaikan ke kapal-kapal biasanya

dilakukan oleh statiun pantai (Coast Station) yang termasuk Safety Massage ani adalah

:

Navigational warning, Meteorological Warning, Wheater Forecast dan berita umum

lainnya yang dapat dianggap penting. Berita-berita maritime safety information (MSI)

disampaikan melalui NAVTEX atau HF-TEIFX

Communication in General :

Atau komunikasi umum yaitu komunikasi antara kapal dengan station pantai baik

dengan menggunakan VHF, MF, HF maupun inmarsat yang dilakukan melalui Telepon,

Telax atau Transmisi data

Persyaratan minimum alat-alat di sea area A1 harus memiliki :

-          Kapal – kapal yang berlayar di sea area A1 HARUS MEMILIKI :

1.    VHF transceiver

2.    VHF DSC Controller reciver

3.    Watch keeping reciver Ch. (Freq. 156,825 MHz) dan Freq. 2182 KHz (hanya sampai 01

Januari 1999)

4.    Pesawat penerima NAVFTEX (Freq. 518 KHz)

5.    EPIRB Cospas sarsat atau inmarsat

6.    Portable VHF untuk kapal dengan GRT 500m3 atau lebih = 3 buah untuk kapal dengan

GRT antara 300m3 = 2 buah

7.    Sart untuk kapal dengan GRT 500m3 atau lebih = 2 buah untuk kapal dengan GRT

antara 300-500m3 = 1 bulan

-Kapal-kapal yang berlayar di sea area A1 dan A2 harus memilki :

Semua peralatan yang dimiliki pada sea area A1 ditambah dengan:

1.    MF Transceiver

2.    DSC Controller receiver frequency 2187,5 KHz

3.    Watchkeeping receiver frequency

-kapal-kapal yang berlayar di sea area A1, A2 dan A3 ditambah semua peralatan yang

dimiliki pada sea area A1 dan A2 ditambah:

1. station bumi kapal inmarsat-A atau inmarsat-C

2. pesawat penerima EGC (Enhance Group Call)

-Kapal-kapal yang berlayar di sea area A1, A2, A3 dan A4 harus memilki semua

peralatan yang ada pada sea area A1, A2 dan A3 ditambah :

1. MF / HF Transceiver

2. HF-DSC controller receiver pada frequency- frequency yang telah ditetapkan sesuai

radio regulation.

EPIRB (Emergency Position Indicating Radio Beacon)

Pada tahun 1980 terjadi suatu perjanjian COSPAS/SARSAT yang membahas

tentang kerjasama dalam hal sistim SAR dengan menggunakan alat bantu satelit yang

ditandatangani oleh Kanada, Prancis, USA dan Rusia kemudian pada tahun berikutnya

diikuti oleh Inggris, Norwey, Swedia, Finlandia, Brasil dan Australia. Pada awalnya

kapal harus dilengkapi dengan rambu radio posisi penentu dalam keadaan darurat

(Emergency Position Indicating Radio Beacon=EPIRB) yang bekerja pada chanel 70

(VHF) tetapi dengan sistem satelit khusus untuk SAR, digunakan Freq. 121,5 MHz dan

406 MHz

Tanggal 1 Agustus 1993 radio kapal harus dilengkapi dengan EPIRB yang secara

otomatis terapung beroperasi (memancar) pada saat kapal tenggelam baik

COSPAS/SARSAT EPIRB maupun INMARSAT L-DAND EPIRB (1,6 GHz) jenis-jenis

EPIRB yang disetujui IMO:

1.    Cospas Sarsat EPIRB 121,5/406 MHz menggunakan satelit orbit kutub

2.    Inmarsat-E EPIRB (1,6 GHz) menggunakan satelit Inmarsat

3.    VHF EPIRB 121,5 MHz dimonitor oleh satelit orbit kutub dan pesawat terbang

4.    VHF EPIRB Channel 70 menggunakan VHF-DSC channel 70

Dari keempat EPIRB yang disetujui IMO dalam GMDSS adalah yang paling disarankan

karena memilki banyak kelebihan dan kepastian

SART (Search and Rescue) (Radar) Transporder radar yang digunakan untuk

melokalisasi tempat kejadian kecelakaan yang dapat dideteksi oleh radar yang bekerja

pada frekuensi tertentu (radar 3 cm)

Sesuai dengan peraturan apabila sart dalam kondisi “STAND BY” maka battrey harus

tahan sedikitnya 96 jam sedangkan pada keadaan aktif battery harus dapat bertahan

paling sedikit 8 jam secara terus-menerus untuk memenuhi apakah sart telah ditangkap

oleh sebuah radar dapat didengar adanya signal dan dapat dilihat lampu hijau yang

berkedip-kedip ini boleh jadi ada kapal yang mendekat dan akan memberikan

pertolongan

Ada 3 macam jenis Sart yaitu :

1.    Sart yang dipasang tetap pada rakit penolong atau sekoci penolong

2.    Protable sart yaitu yang disimpan di Kapal dan dapat dibawah ke rakit/sekoci

3.    Sart yang dipasang pada EPIRB