Hukum Laki2 Memakai Emas
description
Transcript of Hukum Laki2 Memakai Emas
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Selain sebagai alat tukar, emas dan perak juga digunakan sebagai perhiasan.
Islam memperkenankan kepada setiap muslim, bahkan menyuruh supaya geraknya
baik, elok dipandang dan hidupnya teratur dengan rapi dengan memakai perhiasan
yang telah diciptakan oleh Allah. Manusia diciptakan Allah untuk menjadi khalifah
di Bumi dan menyediakan segala kebutuhan manusia di dalamnya termasuk diberi
wewenang untuk mengelola apa yang ada di Bumi dengan sebaik-baiknya dan tidak
boleh melebihi batas. Di dalam Bumi tersimpan berbagai macam barang tambang
dan mineral yang sangat berguna bagi manusia dalam menjalani kehidupan di dunia
ini sebagai khalifah.
Barang-barang tambang, ada yang nilainya lebih tinggi dibanding dengan
lainnya. Di anataranya adalah emas dan perak. Pada zaman dahulu emas dan perak
banyak digunakan sebagai alat tukar untuk jual beli. Pada masa Nabi emas yang
digunakan sebagai alat tukar disebut dengan dinar sedangkan yang perak disebut
dirham. Dinar berasal dari Kerajaan Romawi sedangkan dirham berasal dari Persia.
Pada dasarnya semua pakaian dan perhiasan adalah halal dan mubah. Ada
banyak ayat al-Qur’an yang menerangkan kaitannya dengan perhiasan, dalam surat
al-Baqarah ayat 29 Allah berfirman :
“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi
untuk kamu”
Dalam surat al-A’raf ayat 32 :
1
“Katakanlah: "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang
telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang
mengharamkan) rezki yang baik?" Katakanlah: "Semuanya itu (disediakan) bagi
orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di
hari kiamat" Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang
mengetahui.”
Demikian pula dalam ayat 26 surat al-A’raf :
“Hai anak Adam, Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian
untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. dan pakaian takwa
Itulah yang paling baik. yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda
kekuasaan Allah, Mudah-mudahan mereka selalu ingat”
Mengenai penggunaan emas sebagai perhiasan bagi laki-laki banyak
pendapat dari para Ulama, namun mereka sepakat bahwa wanita boleh memakai
perhiasan yang terbuat dari emas. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai
perbedaan pendapat dalam mazhab empat tentang hokum laki-laki menggunakan
petrhiasan dari emas.
B. Pokok Masalah
Bagaimana pendapat para ulama dalam mazhab empat mengenai hokum laki-
laki memakai emas? Dan pendapt mana yang rajih?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pendapat Fuqaha
Haram hukumnya bagi laki-laki dan perempuan menggunakan wadah yang
terbuat dari emas dan perak, seperti piring, gelas, tempat wudlu dan lainnya
2
berdasarkan kesepakatan Imam-imam Mazhab. Maka tidak boleh makan, minum,
wudlu dari wadah yang terbuat dari emas atau perak.
Ada beberapa hal yang dikecualikan dari keharaman penggunaan emas dan
perak karena dlarurat atau kebutuhan. Misalnya mengganti hidung yang putus dan
gigi yang tanggal dengan emas atau perak, ini menurut pendapat Jumhur Ulama.
Tapi Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa tidak boleh memperkuat gigi dengan
emas tapi yang dibolehkan memakai perak.
Penggunaan emas dan perak dalam beberapa hal ada sedikit perbedaan
pendapat dari para Ulama Mazhab. Imam Abu Hanifah membolehkan wudlu dan
minum menggunakan wadah yang dihiasi dengan perak, memakai pelana yang
dihiasi dengan perak dan menggunakan baju yang di tulisi dengan emas atau perak
(Wahbah al-Zuhaily). Ketika makanan diletakkan di atas wadah yang terbuat dari
emas dan perak menurut Ulama Hanafiyah boleh mengambil makanan tersebut
dengan tangan dari wadah itu baru memakannya. Boleh bagi laki-laki memakai
cincin dari perak tapi tidak boleh lebih dari satu misqal, demikian pula menutupi
lubang mata cincin dengan emas. Memakai cincin selain dari perak seperti dari besi,
tembaga, dan timah hukumnya makruh baik untuk laki-laki dan perempuan (‘Abd al-
Rahman al-Jazairy).
Ulama Malikiyah berpendapat boleh menghiasi cincin, pedang dan mushaf
dengan perak tapi tidak boleh dengan emas. Mengenai barang-barang yang di sepuh
atau ditambal dengan emas atau perak ada dua pendapat, yaitu yang membolehkan
dan melarang, kedua pendapat sama-sama kuat (Wahbah al-Zuhaily). Adapun
membuat pegangan pisau dan sejenisnya dari emas atau perak maka mereka sepakat
bahwa itu haram. Laki-laki boleh memakai cincin yang terbuat dari perak dengan
syarat tidak boleh lebih dari dua dirham. Jika lebih dari dua dirham maka hukumnya
haram, demikian pula jika sebagian terbuat dari perak dan sebagian terbuat dari
emas. Adapun memakai cincin besi, tembaga, dan timah hukumnya makruh (‘Abd
al-Rahman al-Jazairy).
Ulama Syafi’iyah mengharamkan wadah yang disepuh dengan emas atau
perak, begitu pula wadah yang ditambal dengan emas dan perak dengan tujuan
3
sebagai hiasan. Tetapi jika karena kebutuhan maka dibolehkan tapi hukumnya
makruh. Dan haram hukumnya menyepuh atap dan dinding dengan emas dan perak
(Wahbah al-Zuhaily). Ulama Syafi’iyah membolehkan memakai wadah emas dan
perak yang disepuh dengan tembaga yang tebal. Laki-laki boleh memakai cincin dari
perak tapi tidak boleh berlebihan. Tetapi haram hukumnya memakai cincin dari
emas, adapun cincin dari besi, tembaga, dan timah hukumnya boleh tanpa
kemakruhan (‘Abd al-Rahman al-Jazairy).
Ulama Hanabilah sama seperti Syafi’iyah mengharamkan wadah yang
ditambal dengan emas atau perak baik karena diperlukan atau tidak. Tidak boleh
memakai emas meskipun sedikit kecuali dlarurat seperti untuk mengganti hidung
yang putus atau untuk memperkuat gigi. Dan dibolehkan menggunakan perak tapi
hanya sedikit karena untuk keperluan manusia (Wahbah al-Zuhaily). Haram
menggunakan emas walaupun sedikit dalam pakaian dan lainnya, adapun yang
dibolehkan yaitu mata cincin dari emas (‘Abd al-Rahman al-Jazairy).
Sebagian Ulama berpendapat dimakruhkannya memakai cincin emas bagi
kaum laki-laki dengan makruh tanzih. Dan sekumpulan sahabat pun telah
memakainya, di antaranya adalah Sa’ad bin Abi Waqash, Thalhah bin Ubaidillah,
Shuhaib, Hudzaifah, Zabir bin Samurah dan al-Barra bin Azib. Mungkin mereka
mengira bahwa larangan itu menunjukkan makruh tanzih. Sebagian fuqaha
berpendapat bahwa makan dan minum dengan wadah yang terbuat dari emas dan
perak itu makruh bukan haram (Sayyid Sabiq,1987).
B. Dalil Yang Digunakan
Jumhur ulama yang berpendapat diharamkannya cincin emas bagi kaum laki-
laki berdalil dengan hadis-hadis berikut :
عن البراء بن عازب رضى الله عنه قال: أمرن��ا رسول الله بسبع ونهانا بسبع :أمرنا بالتباع الجن��ائز, وعي��ادة الم��ريض, وإجاب��ة ال��داعى ونص��ر المظل��وم وإب��رار القس��م, ورد الس��الم, وتش��ميت الع��اطس ونهان��ا عن اني��ة الفض��ة وخ��اتم ال��ذهب والحري��ر
4
وال��ديباج والقس��ي واالس��تبرق والمث��يرة الحم��راء.رواه البخارى
1.dari al-Barra bin ‘Azib r.a dia berkata : Rasulullah memerintahkan kepada kami
tujuh perkara dan melarang kami tujuh perkara pula: Beliau memerintahkan
kamiuntuk mengiringkan jenazah, menengok orang sakit, memenuhi undangan,
menolong orang yang dizalimi, mendukung sumpah dan membalas salam, dan
mendoakan orang yang bersin. Dan beliau melarang kita memakai wadah dari
perak, cincin emas, sutera, pakaian yang berlapis sutera tipis, pakaian yang terbuat
dari katun dan sutera,pakain dari sytera tebal, dan tutup pelana dari sutera.(HR. al-
Bukhary)
عن ابي موس��ى أن الن��بي ص��لى الل��ه علي��ه وس��لم قال: أحل الذهب والحرير إلناث أم��تى وح��رم على
ذكورها. رواه أحمد والنسائى والترمذى وصححه2.dari Abu Musa, bahwa Nabi saw bersabda:” Emas dan perak itu dihalalkan bagi
kaum perempuan dari umatku, dan diharamkan bagi kaum lelakinya”.(HR. Ahmad,
al-Nasai, dan Tirmdzi dan ia mensahihkannya)
عن على رضى الله عنه ق��ال: نهى نى رس��ول الل��ه ص��لى اللل��ه علي��ه وس��لم عن التختم بال��ذهب وعن لباس القس��ى وعن الق��راءة فى الرك��وع والس��جود
وعن لباس المعصفر. رواه مسلم3.dari hadis Ali r.a, ia berkata: Rasulullah saw melarang aku memakai cincin emas,
memakai pakaian yang berlapis sutera tebal, membaca diwaktu rukuk, dan kain yang
dicelup merah.(HR.Muslim)
Sebagian Ulama yang mengatakan memakai cincin emas adalah makruh
tanzih mendasarkan pendapat mereka pada sekumpulan sahabat yang memakai
cincin emas. di antaranya adalah Sa’d bin Abi Waqash, Thalhah bin Ubaidillah,
Shuhaib, Hudzaifah, Zabir bin Samurah, dan al-Barra bin ‘Azib.
5
Adapun dalil yang mengharamkan penggunaan wadah dari emas dan perak
adalah sebagaimana berikut :
عن حذيفة بن اليامنى رضى الله عنهم��ا, ق��ال: قال رسول الله صلى الله عليه وس��لم " ال تش��ربوا فى انية الذهب والفضة, فإنه��ا لهم فى ال��دنيا ولكم
فى األخرة". متفق عليه1. dari Hudzafah bin al-Yamani r.a ia berkata: Rasulullah saw bersabda “
janganlah kamu minum dari wadah yang terbuat dari emas dan perak, dan
janganlah kamu makan pada piring besar yang terbuat darinya, karena yang
demikian itu bagi mereka di dunia,dan bagi kamu di akhirat.(muttafaq ‘alaih)
عن أم سلمة رضى الله عنها, ق��الت : ق��ال رس��ول الله صلى الله عليه وس��لم" ال��ذى يش��رب فى ان��اءالفضة إنما يجرجر فى بطنه نار جهنم". متفق عليه
2.dari Ummu Salamah r.a, ia berkata: Rasulullah saw bersaabda “orang yang
minum dengan wadah dari perak sesungguhnya dia menuangkan ke dalam perutnya
api neraka jahannam.(Muttafaq ‘Alaih)
Sebagian ulama yang berpendapat bahwa memakai wadah yang terbuat dari
emas atau perak itu makruh, mengatakan bahwa hadis-hadis yang menyangkut
masalah ini adalah menunjukkan hanya pada masalah kezuhudan.
C. Analisis
Dari dalil-dalil yang digunakan di atas dapat diketahui bahwa hadis-hadis
tersebut adalah shahih. Dan hadis shahih dapat dijadikan landasan yang kuat untuk
mengharamkan memakai cincin emas bagi kaum laki-laki. Begitu pula hadis yang
digunakan sebagai dalil keharaman menggunakan wadah yang terbuat dari emas atau
perak.
Sedangkan ulama yang mengatakan makruh tanzih mendasarkan pendapat
mereka kepada sekelompok sahabat yang menggunakan cincin dari emas. Alasan
yang mereka gunakan kurang kuat karena hanya bersandar pada sahabat, sedangkan
6
sahabat sendiri pengetahuan yang mereka peroleh dari nabi berbeda-beda. Mungkin
saja sahabat yang memakai cincin dari emas tersebut belum mengetahui bahwa nabi
telah melarangnya.
Ulama yang mengatakan bahwa hadis yang melarang menggunakan wadah
dari emas atau perak adalah hanya menunjukkan masalah kezuhudan, dibantah oleh
hadis dari Ummu Salamah yang di dalamnya menyertakan ancaman.
Namun hadis ini hanya menunjukkan larangan untuk makan dan minum
memakai wadah yang terbuat dari emas dan perak. Menyamakannya dengan wadah
parfum, bejana dan lain-lain menurut ahli tahqiq (peneliti) tidak bisa diterima. Dalam
hadis riwayat Ahmad dan Abu Dawud terdapat:
عليكم بالفضة فالعبوابها
“pakailah olehmu perak dan bermainlah dengannya”
Ini memperkuat pendapat ahli tahqiq. Dalam Fathul ‘Alam dikatakan: yang
benar ialah tidak diharamkan penggunaan wadah dari emas dan perak selain untuk
makan dan minum. Dakwaan adanya ijmak dalam hal ini tidak dapat dibenarkan .
yang demikian berarti menyimpangkan lafadz nabawi kepada lafadz yang lain,
karena nabi hanya mengharamkannya untuk makan dan minum, lalu mereka
menyimpangkannya kepada penggunaan yang lainnya. Mereka tinggalkan ungkapan
nabawi ini dan mereka bawakan lafadz umum dari keinginan mereka sendiri (Sayyid
Sabiq, 1987).
BAB III
PENUTUP
7
A.Kesimpulan
Imam-imam Mazhab sepakat bahwa haram hukumnya bagi laki-laki dan
perempuan menggunakan wadah yang terbuat dari emas dan perak, seperti piring,
gelas, tempat wudlu dan lainnya. Maka tidak boleh makan, minum, wudlu dari
wadah yang terbuat dari emas atau perak.
Ada beberapa hal yang dikecualikan dari keharaman penggunaan emas dan
perak karena dlarurat atau kebutuhan. Misalnya mengganti hidung yang putus dan
gigi yang tanggal dengan emas atau perak, ini menurut pendapat Jumhur Ulama.
Tapi Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa tidak boleh memperkuat gigi dengan
emas tapi yang dibolehkan memakai perak.
Dari uraian di atas dan dalil-dalil yang digunakan dapat disimpulkan bahwa
pendapat yang kuat adalah haram hukumnya laki-laki memakai cincin dari emas.
Dan tidak boleh (haram) makan atau minum menggunakan wadah yang terbuat dari
emas dan perak. Akan tetapi selain makan dan minum dibolehkan memakai wadah
yang terbuat dari emas dan perak.
DAFTAR PUSTAKA
Al-‘Asqalani, Ibn al-Hajar, Bulughul Maram, Semarang: Karya Toha Putera, tt.
8
Al-Jazairy, Abd al-Rahman, al-Fiqh ‘Ala Mazhab al-Arba’ah, Maktabah al-Syamilah
Al-Zuhaily, Wahbah, al-Fiqh al-Islam wa Adillatuh, Maktabah al-Syamilah
Sabiq, Sayyid, Fikih Sunnah Juz 14, penerjemah: Mudzakir A.S, cet. I; Bandung: P.T
Al-Ma’arif, 1987
9