Hukum, Integritas, Cita-cita Reformasi

51
NO 110/Desember 2007 - Januari 2008/Tahun XXVII Hukum, Integritas, Cita-cita Reformasi

Transcript of Hukum, Integritas, Cita-cita Reformasi

Page 1: Hukum, Integritas, Cita-cita Reformasi

NO 110/Desember 2007 - Januari 2008/Tahun XXVII

Hukum, Integritas, Cita-cita Reformasi

Page 2: Hukum, Integritas, Cita-cita Reformasi

2 NO ��3/Juli 2008 - Agustus 2008/Tahun XXVIII

DAFTAR ISI

Kedudukan Peraturan BPK Dalam Peraturan Perundang-undangan di Indonesia (Suatu Pendekatan Yuridis Formal)

KESAKSIAN PADA PERSIDANGAN PERKARA OEY HOEY TIONG DAN RUSLI SIMANJUNTAK

PEMERIKSA PERLU TAHU ADA BANTUAN HUKUM

Adalah tidak benar pendapat yang mengatakan bahwa pemeriksaan keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah oleh BPK dan tindakan KPK untuk memberantas korupsi telah ikut menghambat pembangunan dalam era reformasi dewasa ini. Terhambatnya pembangunan itu terjadi justru karena baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah belum berhasil, dalam masa 10 tahun terakhir, membangun kelembagaan yang diperlukan untuk mewujudkan cita-cita reformasi.

Masalah-masalah hukum yang muncul memer-lukan kerja ekstra keras dari pimpinan BPK untuk melakukan koordinasi yang rumit dengan berb-agai elemen terkait, baik internal maupun ekster-nal. Hal ini tidak lain agar setiap masalah hukum BPK yang ditangani penegak hukum, baik di pusat maupun perwakilan dari Perwakilan Aceh hingga Perwakilan Manokwari dapat dipahami, didukung, dan dilaksanakan dengan persepsi yang sama.

4 Editorial

18 Laporan Penerimaan Gratifikasi atas nama Anwar Nasution

30 Pola Pengkaderan Pimpinan Dan Kemungkinan Kemacetan Gerbong Untuk Promosi

32 Arah Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu Kita

35 Kunjungan Delegasi Anao Dalam Rangka Implementasi Kerja Sama BPK RI dan ANAO

37 Pemaparan dan Praktik Mengenai Pengembangan Pribadi

38 Potret BPK

40 Humas: Urusan Citra Dan Wartawan

44 Cinta Kerja dan Cinta Keluarga

52 Keterbacaan dan Skema Pengetahuan

63 Pengelolaan Diabetes Melitus Selama Berpuasa

64 Gendit: ”Gendit Kedinginan”

65 Etos Kerja Mukmin

67 Peluncuran Buku ”Audit Kinerja pada Sektor Publik”

68 PMP di Kota Bukit Seribu Perak

70 Kabar Perwakilan

72 Resensi Buku

24

5 PENYELAMATAN ANGGARAN PENDAPATAN

DAN BELANJA DAERAH

27

46

PENUNJANG & PENDUKUNG55

Adalah merupakan fitnah dan penghinaan kepada pribadi saya dan kepada BPK keterangan Oey Hoey Tiong, S.H. (OHT) dan Rusli Simanjuntak (RS) yang mengatakan bahwa saya, Anwar Nasution, pernah memerintahkan OHT untuk memusnahkan dokumen Ra-pat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia yang saya ikuti berkai-tan dengan Aliran Dana Rp 100 milyar dari YPPI Tahun 2003....

Dalam Rapat Kerja Pelaksana BPK RI Tahun Anggaran 2008 pada Juli 2008, Sekretaris Jenderal BPK RI memaparkan capaian rencana

strategis Kesetjenan.

Page 3: Hukum, Integritas, Cita-cita Reformasi

3NO ��3/Juli 2008 - Agustus 2008/Tahun XXVIII

Diterbitkan oleh Biro Humas & LN, Badan Pemeriksa Keuangan,

STT No. 722/SK/Ditjen PPG/STT

Susunan Dewan RedaksiMajalah Pemeriksa

Pelindung

Dharma Bhakti

Pemimpin RedaksiCris Kuntadi

Anggota RedaksiYudhi RamdanM. Yusuf Jhon

Ekowati Tyas RahayuDian Desilia

Bestantia IndraswatiR. Edi Susila

Gunawan Wisaksono

Staf RedaksiNurmalasari

Barlis Baharuddin

Desain GrafisSutriono

Rianto PrawotoAlamat Redaksi dan Tata Usaha

Gedung BPK-RI Jln. Gatot Subroto No.3� Jakarta Telp.

(02�)5704395-6 Pes.2�4/208 Fax.(02�)57950285

Email: [email protected]

Redaksi menerima kiriman artikel (disertai dengan softcopy dan foto penulis) sesuai dengan misi majalah PEMERIKSA.Redaksi berhak mengoreksi/mengubah naskah yang diterima sepanjang tidak mengubah isi naskah. Isi majalah ini tidaklah berarti sama dengan pendirian Badan Pemeriksa Keuangan.

MAJALAH DWIWULANAN BPK-RI

RALATDalam Penerbitan Majalah Pemeriksa Edisi No.112/Tahun 2008 hal. 43 pada artikel yang berjudul “Bahasa yang Terukur”, keterangan pada tabel tertulis Bahasa yang Terukur seharusnya adalah Bahasa yang Tidak Terukur .

Yth. Pemimpin Redaksi Majalah Pemeriksa Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh Sebelumnya saya ingin mengucapkan Selamat Ulang Tahun untuk Majalah Pemeriksa, semoga ke depan MP terus menjadi lebih baik, bisa memberikan manfaat yang lebih untuk pembacanya. Selamat juga,.MP sekarang sudah berubah menjadi majalah yang cukup bagus, baik dari segi desain maupun isinya. Isinya sudah semakin komplit, dan dapat dinikmati oleh semua kalangan dari pimpinan sampai anak buah, mulai materi-materi teknis sampai materi keagamaan yang cukup menarik dan semoga bisa meningkatkan ketaatan kita kepada Allah SWT, atau paling tidak bisa sebagai sarana penyejuk hati. Mengenai wacana MP menjadi majalah bulanan, bagi saya sebagai pegawai baru, hal itu cukup menarik dan tentunya diperlukan dukungan dari semua pihak untuk mewujudkannya. Mungkin tidak ada salahnya apabila MP menerbitkan opini-opini/tulisan-tulisan dari para ahli di luar pegawai BPK untuk semakin memperkaya wawasan para pegawainya, tentunya dengan materi-materi yang berkaitan dengan tugas pokok BPK, dan pertimbangan porsi kolom untuk pegawai dan di luar pegawai. Selain itu, mungkin perlu pelatihan bagi para penulis artikel di MP, terutama untuk diri saya sendiri sebagai pemula. Seandainya ada pelatihan tersebut, tentunya akan amat sangat menarik. Sebagai seorang pegawai di lingkungan penunjang dan pendukung, mohon maaf saya hanya bisa latihan menulis artikel di bidang penunjang dan pendukung, yang mungkin kurang menarik dan hanya membuat penuh halaman. Sekali lagi saya mohon maaf, saya hanya berharap tulisan saya bisa sebagai penyeimbang isi MP, sehingga meliputi bidang teknis (audit) dan penunjang pendukung. Saya mengucapkan terima kasih, selama ini beberapa coretan-coretan saya sudah dimuat. Atas perhatiannya, saya mengucapkan terima kasih. Mohon maaf apabila ada hal yang kurang berkenan. Semoga Allah SWT senantiasa membimbing kita ke arah yang lebih baik. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Suwarno Perwakilan BPK RI di Banjarmasin

SURAT PEMBACANO 110/Desember 2007 - Januari 2008/Tahun XXVII

Hukum,Integritas,Cita-cita Reformasi

Page 4: Hukum, Integritas, Cita-cita Reformasi

4 NO ��3/Juli 2008 - Agustus 2008/Tahun XXVIII

Marhaban ya Ramadhan, mari kita ambil ibroh dari setiap peristiwa

Menyambut datangnya bulan suci Ramadhan 1429 H, Redaksi mengucapkan selamat menunaikan ibadah shoum Ramadhan bagi seluruh muslim BPK dan selamat menikmati sajian kami. Semoga Ramadhan tahun ini kita dapat mengambil lebih banyak ibroh (pelajaran/contoh) dari lingkungan kita. Untuk itu, kami bermaksud menyajikan beberapa peristiwa yang dapat kita petik sebagai ibroh untuk menghadapi masa depan, dunia dan akhirat.

Pertama, saat Anwar Nasution melapor kepada KPK atas penerimaan gratifikasi berupa tiket & biaya kamar hotel dari The Southern Methodist University Dedman School of Law, Amerika Serikat dan dari National Committee of Integrity & Transparency, Qatar. Sebelumnya, beliau juga melaporkan penerimaan ‘hadiah’ berupa tas seminar dan jam tangan, yang semuanya diputuskan oleh KPK apakah menjadi hak negara atau hak pribadi.

Kedua, pernyataan ketidakterlibatan beliau dalam “mega skandal” aliran dana YPPI senilai Rp100 miliar sebagaimana diungkapkan saat menjadi saksi di Pengadilan Tipikor. Ketiga, dorongan Ketua BPK terhadap perbaikan transparansi dan akuntabilitas keuangan negara sebagaimana pidatonya di hadapan para Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang juga kami sajikan pada Edisi 113 ini.

Redaksi juga mengucapkan selamat & sukses kepada mas Heru Cahyono yang menjabat sebagai Plt. Kepala Bagian Publikasi & Layanan Informasi menggantikan Cris ‘Gendit’ Kuntadi, yang migrasi dari Biro Humas & Luar Negeri ke Auditama KN II.

Page 5: Hukum, Integritas, Cita-cita Reformasi

5NO ��3/Juli 2008 - Agustus 2008/Tahun XXVIII

LIPUTAN UTAMA

PENYELAMATAN ANGGARAN PENDAPATAN

DAN BELANJA DAERAH�

Prof. Dr. Anwar Nasution�

�. Pendahuluan Adalah tidak benar pendapat yang

mengatakan bahwa pemeriksaan keu-angan Pemerintah Pusat dan Daerah oleh BPK dan tindakan KPK untuk memberantas korupsi telah ikut men-ghambat pembangunan dalam era reformasi dewasa ini. Terhambatnya pembangunan itu terjadi justru karena baik Pemerintah Pusat maupun Pe-merintah Daerah belum berhasil, dalam masa 10 tahun terakhir, membangun kelembagaan yang diperlukan untuk mewujudkan cita-cita reformasi. Refor-masi itu telah menggantikan sistem po-litik otoriter dengan sistem demokrasi, menggantikan sistem pemerintahan yang sentralistis dengan otonomi dae-rah dan menggantikan sistem ekonomi yang relatip tertutup dan ’serba negara’, yang menciptakan Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN), dengan globalisasi berdasarkan mekanisme pasar.

Sebagaimana akan dijelaskan lebih lanjut dalam bagian berikut, ada em-pat bentuk kelembagaan atau institusi yang belum berhasil dibangun oleh Pe-merintah dalam era reformasi. Pertama, � Presentasi pada Gubernur, Bupati, Walikota dan Ketua DPRD seluruh Indonesia di Dewan Per-wakilan Daerah (DPD-RI) perihal Penjelasan ten-tang Upaya-upaya Penyelamatan APBN di Daerah, Gedung Nusantara V MPR-RI/DPR-RI/DPD-RI, Jl. Jenderal Gatot Subroto, Jum’at, 22 Agustus 2008, pukul �5:00-�6:�5.2 Guru Besar Fakultas Ekonomi UI dan Ketua BPK-RI periode 2004-2009.

lembaga di Pusat yang sesuai dengan tuntutan pelaksanaan otonomi daerah (Otda) yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Dalam berbagai hal, Pemerintah Daerah merasa bahwa Pemerintah Pusat masih bertindak se-tengah hati dalam memberikan otono-mi kepada daerah. Ini tercermin misal-nya dari sering terganggunya kepastian mengenai besarnya jumlah transfer dana dari pusat ke daerah beserta jad-wal kapan diterimanya. Peraturan Pusat pun sering berubah dan bersifat multi interprestasi sehingga menimbulkan kebingungan bagi pejabat daerah untuk menjalankannya. Sementara itu, proses evaluasi APBD Kabupaten/Kota oleh Provinsi dan APBD Provinsi oleh De-partemen Dalam Negeri masih tetap bersifat birokratis dan berbelit-belit sehingga sering menyebabkan keter-lambatan penetapan peraturan daerah tentang APBD.

Kelembagaan kedua yang belum terbentuk hingga saat ini adalah belum adanya lembaga di tingkat Kabupaten/Kota yang merencanakan penggunaan kewenangan dan dana yang mereka te-rima setelah Otda untuk meningkatkan kemakmuran ekonomi dan kesejahte-raan Rakyat di daerahnya. Di berbagai daerah, Provinsi tidak mampu meng-koordinir program antar Kabupa-ten/Kota dan tidak ada lembaga yang mengkoordinir pembangunan antar provinsi. Lembaga ketiga yang belum terbentuk itu adalah karena hampir belum adanya kemajuan implementasi ketiga Paket UU tentang Keuangan Negara Tahun �003-�0043, baik diting-3 Ketiga Paket UU Keuangan Negara tahun 2003-2004 itu adalah: (i) UU No. �7 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; (ii) UU No. � Tahun 2004 ten-

kat Pusat maupun Daerah. Lembaga keempat yang belum ber-

hasil dibangun oleh Pemerintah adalah bagaimana mengorganisir BUMN/BUMD serta Badan Layanan Umum (BLU), seperti rumah sakit dan seko-lah (termasuk Perguruan Tinggi), da-lam era reformasi. BUMN dan BUMD harus dirubah menjadi lembaga korpo-rasi dan bukan lagi merupakan perpan-jangan tangan birokrasi pemerintahan. Dewasa ini, BLU telah diberikan status otonomi yang independen, beralih dari sistem birokratis masa lalu. Indepen-densi dimaksudkan untuk meningkat-kan partisipasi masyarakat dalam pem-belanjaan sekolah dan rumah sakit dan mendorong persaingan antara sesama mereka untuk meningkatkan mutu pe-layanannya4.

Belum berhasilnya Pemerintah membangun keempat lembaga baru itu sekaligus menggambarkan masih belum adanya upaya preventif yang sistimatis dan terpadu untuk mence-gah terjadinya korupsi. Upaya preven-tip pencegahan korupsi tersebut bu-kan saja berupa peningkatan tindakan represip, pelaporan harta kekayaan pejabat maupun pemberian gaji dan balas jasa yang wajar kepada penyeleng-garan negara dan PNS serta Anggota tang Perbendaharaan Negara dan (iii) UU No. �5 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.4 Aturan mengenai Perguruan Tinggi, misalnya, ada dua jenis yang berbeda, yakni PP No. 6� Tahun �999 tentang BHMN (Badan Hukum Milik Negara) dan Ayat �, Pasal 68, UU No. � Tahun 2004 yang mengatur BLU (Badan Layanan Umum). PP No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan BLU masih mempertahankan birokrasi BLU dan belum memberikan kemandirian penuh kepada sekolah dan rumah sakit.

PENYELAMATAN ANGGARAN PENDAPATAN

DAN BELANJA DAERAH

Page 6: Hukum, Integritas, Cita-cita Reformasi

6 NO ��3/Juli 2008 - Agustus 2008/Tahun XXVIII

TNI/POLRI maupun kepada pejabat BUMN/BUMD tapi juga termasuk perbaikan keempat lembaga yang dis-ebut diatas.

Untuk mempercepat pembangunan kelembagaan yang diperlukan dalam era reformasi, BPK tidak dapat berpangku tangan hanya sekedar menjalankan tu-gasnya melakukan pemeriksaan dan memberikan saran serta rekomendasi perbaikan pengelolaan dan pertang-gung jawaban keuangan negara. BPK pun ikut proaktip mendorong dan membantu pembangunan kelembagaan yang diperlukan dalam era reformasi itu. Inisiatip BPK itu diarahkan pada dua sisi. Disatu sisi, BPK mendor-ong Pemerintah untuk mempercepat pembangunan sistem akuntansi dan pengelolaan keuangan negara, dan pemberdayaan pengawas internalnya. BPK sekaligus mendorong Pemerintah untuk melakukan perombakan struk-tural BLU dan BUMN/BUMD. Disisi lain, BPK menyarakan agar DPR-RI, DPD-RI serta DPRD Provinsi mau-pun Kabupaten/Kota dapat mening-katkan pengunaan hak budjetnya.

2. Lembaga, Perilaku dan Caranya Berinteraksi

Yang dimaksud dengan lembaga atau institusi bukanlah sekedar unit organisasi maupun jenjang hierarki jabatan seperti Pejabat Pemerintah Pu-sat dan Pejabat Pemerintah Daerah termasuk Gubernur, Bupati/Walikota maupun Pimpinan serta Bendahara Proyek. Lembaga juga sekaligus ter-masuk sistem yang meliputi aturan main dan tatacara maupun norma-norma yang mengatur perilaku serta caranya berinteraksi antara sesamanya. Pada gilirannya, tatacara lembaga ber-interaksi menentukan motivasi mau-pun sikap dan perilakunya.

2.� Perubahan Sistem Politik dan Pemerintahan

Reformasi sistem sosial yang ter-jadi setelah berakhirnya pemerinta-han Orde Baru pada tahun 1998 telah menggantikan sistem politik otoriter dengan demokratisasi. Dalam kaitan ini, TNI/POLRI telah meninggalkan

dwifungsinya yang dalam pelaksanaan-nya banyak mengandung ekses negatip. Berakhirnya dwifungsi telah meniada-kan wakil TNI/POLRI di badan legis-latip. Markas Besar TNI/POLRI tidak lagi dapat memerintahkan anggotanya untuk mencalonkan diri menjadi Ke-pala Daerah. Reformasi telah meng-gantikan sistem pemerintahan yang sentralistis dengan pemberian otonomi daerah yang seluas luasnya. Semen-tara itu, perekonomian nasional sudah semakin terintegrasi dengan pereko-nomian global, baik melalui integrasi pasar barang dan jasa maupun pasar tenaga kerja dan pasar modal.

Perubahan mendasar dalam sistem politik, sistem pemerintahan, sistem ekonomi maupun sistem akuntansi serta manajemen keuangan negara te-lah merubah sistem yang mengatur ta-tacara berinteraksi antara sesama unit pemerintahan yang sangat berbeda dewasa ini dibandingkan dengan di-masa lalu. Pada gilirannya, perubahan sistem yang mengatur tatacara berin-teraksi itu menuntut perubahan sikap dan perilaku penyelenggara dan peja-bat pemerintahan baik ditingkat Pusat maupun Daerah.

Menurut UU No. 3� tentang Pe-merintah Daerah, ada enam bidang tugas pemerintahan yang tetap meru-pakan monopoli Pemerintah Pusat ter-sebut, yakni: (i) politik luar negeri (ii) pertahanan (iii) keamanan, (iv) yustisi, (v) moneter dan fiskal nasional, serta (vi) agama. Oleh karena bidang tu-gasnya masih tetap berada ditangan Pemerintah Pusat, hanya pejabat De-partemen Luar Negeri, TNI/POLRI, Penegak Hukum, Departemen Agama, Departemen Keuangan dan Bank In-donesia yang tetap bersifat hierarkis karena hanya diatur oleh Pemerintah Pusat. Tugas-tugas pemerintahan lain-nya dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Tugas-tugas pemerintahan itu meliputi antara lain (a) pengaturan dan perundang-undangan; (b) penanganan sumber daya alam dan masalah ling-kungan; (c) pendidikan; (d) kesehatan; (e) pertanian dan irigasi; (f) industri pengolahan dan (g) transportasi.

Dalam sistem demokrasi politik dan sistem pemerintahan yang desentralis-

tis� setelah reformasi, Rakyat memilih langsung Presiden, Gubernur dan Bu-pati/Walikota berdasarkan janji politik (‘platform’) yang dijanjikannya selama masa kampanye pemilihan. Dalam sis-tem politik otoriter yang berlaku se-belumnya, Presiden dipilih oleh MPR untuk melaksanakan GBHN (Garis-Garis Besar Haluan Negara) yang di-tetapkan oleh MPR. Pada sistem pe-merintahan sentralistis pada masa lalu itu, Kepala Daerah dan pejabat daerah adalah merupakan aparat Pemerintah Pusat yang ditunjuk dan diangkat oleh Pemerintah Pusat untuk menjalankan kebijakan serta programnya di daerah. Karena ditunjuk oleh dan hanya ber-tanggung jawab kepada atasannya di Pusat, pejabat daerah hanya bertang-gung kepada pejabat pusat dan bukan pada Rakyat didaerahnya. Kepala dan Bendahara Proyek di daerah hanya tunduk dan bertanggung jawab kepada atasannya di Pusat.

2.2 Reformasi Sistem Akuntansi dan Pengelolaan Keuangan Negara

Sebagaimana disebut diatas, hing-ga kini, Pemerintah belum berhasil membangun sistem pengelolaan dan akuntansi serta pertanggung jawaban keuangan negara yang sesuai dengan Paket Tiga UU Keuangan Negara Ta-hun �003-�004. Penegakan transfor-masi dan akuntabilitas fiskal merupa-kan kunci pokok bagi upaya preventip pemberantasan korupsi. Salah satu penyebab pokok dari krisis ekonomi tahun 1997 adalah tidak adanya trans-paransi dan akuntabilitas serta marakn-ya KKN. Ditengah penataran P-4 yang mengajarkan “mantapnya ketahanan nasional dan stabilitas nasional yang terkendali”, perekonomian nasional justru ambruk dilanda krisis. Presiden Suharto yang baru saja beberapa bulan dipilih dan dilantik kembali, ditekan 5 Landasan otonomi daerah diawali dengan di-terbitkannya UU No. 22 Tahun �999 tentang Pe-merintahan Daerah serta UU No. 25 Tahun �999 tentang Perimbangan Keuangan antara Peme-rintah Pusat dan Daerah. Dalam perkembangan berikutnya, kedua UU itu direvisi masing-masing oleh UU No. 32 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keu-angan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Page 7: Hukum, Integritas, Cita-cita Reformasi

7NO ��3/Juli 2008 - Agustus 2008/Tahun XXVIII

oleh MPR yang memilihnya untuk me-letakkan jabatan pada bulan Mei 1998.

Transparansi dan akuntabilitas keuangan negara sekaligus merupa-kan salah satu elemen pokok untuk mewujudkan demokrasi politik. Dalam sistem demokrasi politik, Rakyat ingin tahu penggunaan uang pajak, retri-busi maupun hutang negara. Kenapa pembayaran efektip atas penggunaan jasa-jasa publik lebih tinggi dari tarip resmi? Masyarakat juga ingin tahu di-mana uang negara disimpan, bagaim-ana pembagian pajak dan non-pajak antar daerah dan untuk apa dipergu-nakan. Masyarakat menuntut adanya peningkatan efisiensi serta balas jasa investasi negara, termasuk BUMN/BUMD. Masyarakat pun menuntut adanya peningkatan mutu pendidikan, kesehatan masyarakat, lapangan peker-jaan maupun pelayanan umum yang pantas disediakan oleh pemerintahan. Tanpa adanya peningkatan mutu pen-didikan dan kesehatan masyarakat, tid-ak mungkin ekonomi Indonesia dapat bersaing di pasar dunia dan TKI Indo-nesia mampu mendapatkan lapangan pekerjaan yang layak di luar negeri.

Transparansi dan akuntabilitas fiskal sekaligus merupakan instrumen pen-ting untuk mengikis perasaan saling cu-riga dan saling cemburu antar Pemerin-tah Daerah dengan Pemerintah Pusat maupun antar sesama Pemda. Hanya dengan demikian sumber konflik yang mengancam disintegrasi NKRI dapat ditiadakan. Upaya untuk menghindari potensi konflik antar Pusat dan Dae-rah dan antara sesama Daerah sangat penting karena sejak tahun 1948, seja-rah Republik Indonesia penuh dengan perang saudara dan gejolak daerah yang terus menerus terjadi hingga kini. Transparansi dan akuntabilitas penggu-naan bantuan dan pinjaman luar negeri oleh daerah juga penting bukan saja untuk mencegah beban hutang yang terlalu besar. Pengalaman dari PRRI/Permesta tahun 19�0an, maupun dari G-30-S bantuan dan pinjaman bantuan luar negeri� pun dapat digunakan oleh 6 Penerbang Alan Pope yang ditembak jatuh oleh TNI di Ambon pada tahun �950an adalah merupakan bagian dari bantuan Amerika Serikat kepada PRRI/Permesta. Sebelum G-30-S/PKI, PKI dan Angkatan kelima menerima kiriman senjata

Pemda dan Parpol untuk membeli pe-ralatan perang untuk makar terhadap Pemerintah Pusat.

Reformasi dalam sistem pembuku-an dan administrasi keuangan tercer-min dalam Paket Tiga UU Keuangan Negara Tahun �003-�004. Paket UU ini ingin menggantikan sistem pembu-kuan dari single entry ke double entry ac-count serta peralihan dari anggaran yang berbasis kas ke basis akrual. Sistem pembukuan disusun secara berjenjang mulai dari unit kecil hingga tertinggi. Uang negara tidak boleh lagi disimpan pada rekening pribadi pejabat dan se-mua rekening negara harus terintegrasi dalam suatu treasury single account. Basis proses penyusunan anggaran akan be-ralih kepada anggaran berbasis kinerja. Kepala Badan/Menteri dan Kepala Instansi Pemerintah wajib menanda-tangani Management Representative Let-ter yang mengatakan bahwa tidak ada informasi yang disembunyikan dari pemeriksaan BPK. Perubahan yang sangat mendasar ini memerlukan tena-ga pembukuan profesional, sistem IT, maupun perubahan sikap semua pihak yang terlibat dalam penggunaan ang-garan negara, terutama pimpinan dan bendahara proyek.

UU No. 1 Tahun �004 tentang Per-bendaharaan Negara menuntut peng-gunaan satu pembukuan keuangan negara (treasury single account) dalam su-atu rekening yang terpadu. Disamping untuk mencegah korupsi, tujuan dari penggunaan rekening Pemerintah yang terpadu itu, antara lain, adalah agar memungkinkan Pemerintah setiap saat mengetahui posisi keuangannya dan kondisi likuditasnya. Dimasa pemerin-tahan Orde Baru, rekening pribadi pe-jabat negara juga digunakan untuk me-nyimpan uang negara. Bunga rekening pribadi itu digunakan untuk keperluan pribadi pejabat yang bersangkutan dan/ataupun untuk anggaran non bu-jeter instansi yang dipimpinnya. Sete-lah 10 tahun reformasi, praktek buruk Orde Baru belum dapat dihilangkan. Per tanggal 31 Desember �007, uang negara masih tersimpan dalam 3�.�70 rekening (termasuk rekening pribadi pejabat negara) yang tidak terintegrasi.

dari RRC.

Perubahan mendasar dalam Pa-ket Tiga UU Keuangan Negara Ta-hun �003-�004 sekaligus merubah fungsi Itjen/SPI/Bawasda. Inspektur Jenderal/Satuan Pengendalian Inter-nal/Bawasda wajib mereviu laporan keuangan instansinya sebelum ditan-tangani oleh kepala kantornya untuk selanjutnya diserahkan bagi keperluan pemeriksaan oleh BPK. Melalui kegia-tan reviu seperti ini, Itjen/SPI/Bawas-da diharapkan berfungsi sebagai garda terdepan dalam mendeteksi dan me-nanggulangi penyimpangan maupun korupsi keuangan negara. Selama masa Orde Baru, aparat pengawasan internal hanya menjalankan fungsi inspeksi dan mendeteksi aliran serta kegiatan politik PNS dan Anggota TNI/POLRI mau-pun karyawan BUMN/BUMD.

3. Pembangunan Kelembagaan Per-encanaan Pembangunan Daerah

Sebagaimana telah disebut di-muka, Pemda tingkat Kabupaten dan Kota, belum mampu meningkatkan kemampuannya dalam menggunakan kewenangan dan anggarannya yang lebih besar yang mereka terima dalam rangka otonomi daerah. Untuk da-pat meningkatkan kualitas prasarana didaerahnya, Pemda harus memiliki tenaga-tenaga teknik. Tanpa adanya tenaga dokter dan medis serta rumah sakit tidak mungkin Pemda dapat me-ningkatkan kualitas kesehatan. Pening-katan kualitas pendidikan memerlukan peralatan, buku maupun peningkatan kualitas guru. Penyuluhan pertanian, kehutanan, peternakan, perikanan dan industri pengolahan memerlukan te-naga-tenaga akhli yang berdedikasi. Kewenangan Pemda itu termasuk un-tuk memanfaatkan letak geografisnya, kekayaan alam, maupun sumber daya manusia daerahnya. Kewenangan dan anggaran Pemda yang lebih besar itu harus dapat dimanfaatkan sebesar-be-sarnya guna peningkatan pembangu-nan ekonomi daerah. Setiap proyek yang dipilih oleh Pemda harus dapat memberikan hasil maksimal (value for money) bagi peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan Rakyat didaerah-nya. Dalam era globalisasi sekarang ini, lembaga daerah itu harus mampu

Page 8: Hukum, Integritas, Cita-cita Reformasi

8 NO ��3/Juli 2008 - Agustus 2008/Tahun XXVIII

memanfatkan peluang globalisasi yang ada dan sekaligus menangkal gangguan yang muncul daripadanya.

Pembangunan kelembagaan Pem-da agar mampu menggunakan ke-wenangan dan anggarannya yang lebih besar menjadi semakin sulit karena otonomi daerah di Indonesia langsung diberikan kepada Kabupaten/Kota. Karakteristik Pemda sangat heterogen ditinjau dari letak geografis maupun karakteristik sosial ekonominya. Pada gilirannya, perbedaan karakteristik ter-sebut mempengaruhi kemampuannya untuk membangun lembaga pemerin-tahan. Dilain pihak, di negara-negara lain, otonomi pemerintahan diberikan kepada unit pemerintahan yang le-bih besar seperti Provinsi atau negara bagian. Setelah berlakunya program otonomi daerah, Pemerintah Provinsi tidak lagi memiliki banyak kewenangan ataupun menguasai anggaran yang di-perlukan.

Dalam sistem fiskal yang terpusat dalam masa pemerintahan yang sentra-listis dimasa lalu itu, Pemda tidak perlu membangun kemampuan kelembagaan lokal untuk merencanakan pembangu-nan untuk mencapai balas jasa yang maksimal bagi daerah yang bersang-kutan. Transparansi dan akuntabilitas keuangan negara juga tidak perlu dihi-raukan. Kepala dan Bendahara Proyek Pemerintah Pusat yang ada di daerah hanya tunduk dan bertanggung jawab kepada atasan yang menunjuknya di Pusat. Alasannya adalah karena selama masa Orde Baru, Pemerintah Pusat se-kaligus menentukan program dan jenis proyek pembangunan maupun jumlah serta arah penggunaan anggaran be-lanja daerah. Pusat cenderung mene-tapkan rangkaian kebijakan, program maupun proyek pembangunan yang seragam di seluruh Tanah Air tanpa menghiraukan karakteristik maupun keunikan daerah. Arsitektur gedung proyek-proyek Pusat itu, seperti GLK (Gudang dan Lantai Jemur Koperasi), Puskesmas, SD Inpres dan Mesjid Amal Muslim Pancasila pun adalah seragam dari Sabang hingga Merauke. Proyek pembangunan Pemerintah Pu-sat yang seragam tersebut belum tentu diperlukan oleh seluruh daerah.

Peninggalan sentralisasi sistem fis-kal dari masa Orde Baru belum dapat dikikis sepenuhnya selama 10 tahun usia reformasi. Keengganan Pemerin-tah Pusat untuk melepaskan kendali-nya atas daerah merupakan salah satu faktor penyebab keterlambatan peng-esahan APBD. Hal ini mengganggu implementasi UU No. 33 Tahun �004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Dae-rah sehingga menimbulkan ketidakpas-tian mengenai jumlah maupun waktu kedatangan penerimaan daerah berupa transfer dari Pusat. Sementara itu, atu-ran Pemerintah Pusat sering berubah, tidak konsisten dan multi interpretasi sehingga menimbulkan ketidakpastian pada Pemda. Kelambatan persetujuan evaluasi Mendagri/Gubernur ikut memperlambat pengesahan APBD Kabupaten/Kota. Kompleksnya peny-usunan APBD sekaligus menimbulkan ketidakjelasan antara tanggung jawab Pemerintah Pusat dan Daerah. Penga-daan beberapa barang oleh Pemda pun dikontrol ketat oleh Pemerintah Pusat: jumlah, jenis dan mutu barang, serta harganya. Contohnya adalah penga-daan Alat Pemadam Kebakaran yang tidak jelas siapa penanggung jawab yang sebenarnya. Proses penyusunan APBD yang sangat kompleks digam-barkan dalam Gambar-1 yang diambil dari Gambar V.1 dalam Nota Keuan-gan dan RAPBN Tahun �009.

4. Perubahan Struktural Pener-imaan Pemda

Program otonomi daerah di In-donesia diawali dengan memberikan kewenangan penggunaan anggaran pengeluaran kepada Pemda. Pemberian anggaran negara yang lebih besar ke-pada Pemda itu adalah mengikuti pem-berian kewenangan atau fungsi yang lebih luas kepada daerah (money follows functions). Kewenangan Pemda dalam pemungutan pajak (taxing power) masih sangat terbatas pada sumber penerima-an yang tidak begitu penting. Bahkan, PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) pun masih dipungut oleh Direktorat Jende-ral Pajak di Pusat. Pada gilirannya, se-bagian besar diantara pajak daerah yang terpenting adalah berada pada Provinsi

sedangkan Kabupaten dan Kota hanya memiliki sumber Pendapatan Asli Dae-rah (PAD) yang sangat terbatas.

Daftar jenis dan tarip Pajak Daerah dimuat dalam Tabel-1 yang bersum-ber dari Tabel V.10 Nota Keuangan dan RAPBN Tahun Anggaran �009. Tabel-� memuat Jenis Retribusi Da-erah yang bersumber dari Tabel V.11 dalam dokumen Nota Keuangan dan RAPBN Tahun Anggaran �009 yang sama. Tabel-1 itu menunjukkan bah-wa Pemerintah Provinsi menguasai pajak kendaraan bermotor dan kenda-raan diatas air serta bea balik namanya maupun pajak bahan bakar kendaraan bermotor serta pajak pengambilan air bawah tanah dan air permukaan. Pe-merintah Kabupaten/Kota menguasai 7 jenis pajak: hotel, restoran, hiburan, reklame, penerangan jalan, pengambi-lan bahan galian Golongan C dan par-kir. Tabel-� menggambarkan adanya tiga kelompok retribusi daerah yang terdiri dari �7 jenis: (i) golongan ret-ribusi jasa umum terdiri dari 10 jenis restribusi; (ii) golongan retribusi usaha terdiri dari 13 jenis dan (iii) golongan retribusi perijinan tertentu yang terdiri dari 4 retribusi. Jenis pajak dan restri-busi daerah ini hanya menghasilkan pendapatan yang berarti di daerah per-kotaan yang padat penduduk ataupun di daerah pariwisata seperti Provinsi Bali. Untuk meningkatkan PAD berba-gai daerah mengintrodusir 1� jenis pa-jak baru dan sekitar �80 jenis retribusi baru. Berbagai pajak dan retribusi baru itu cenderung menimbulkan distorsi bagi penanaman modal maupun arus lalulintas transportasi serta perdagang-an antar daerah.

Ada tiga bentuk perubahan yang menonjol dalam struktur keuangan Pemda setelah otonomi daerah (Tabel-3). Perubahan pertama adalah semakin besarnya porsi APBN Pemerintah Pu-sat yang diserahkan kepada Pemda. Dewasa ini, lebih dari sepertiga dari penerimaan Pemerintah Pusat telah ditransfer kembali ke daerah. Ini jauh lebih besar dari ketentuan yang dimuat dalam Pasal 7 UU No. �� Tahun 1999 yang mewajibkan Pemerintah Pusat mentransfer setidaknya seperempat dari penerimaan dalam negerinya kem-

Page 9: Hukum, Integritas, Cita-cita Reformasi

9NO ��3/Juli 2008 - Agustus 2008/Tahun XXVIII

bali ke daerah. Pada tahun �008, belan-ja APBN ke daerah sudah melebihi 41 persen yang terdiri dari belanja Pusat di daerah sebesar 11,8 persen dan trans-fer ke daerah sebesar �9,� persen dari seluruh pengeluaran APBN.

Perubahan mendasar yang kedua adalah dalam bentuk transfer dana dari Pusat ke Pemda itu. Pada masa Orde Baru, transfer dana dari Pusat kedaerah adalah terutama berupa earmarked grants untuk membelanjai kegiatan Pemer-intah Pusat di daerah. Dewasa ini, Pemda diberikan kebebasan yang lebih besar dalam hal penggunaan dana itu. Dalam UU No. 33 Tahun �004, ten-tang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, disebut ada lima jenis sumber penerimaan Pemerintah Daerah yakni: (i) Pendapatan Asli Daerah (PAD); (ii) Dana Perimbangan yang dialokasikan kepada Daerah untuk mendanai ke-butuhannya dalam rangka pelaksanaan desentralisasi; (iii) Dana Bagi Hasil (DBH) pajak dan non pajak; (iv) Dana Alokasi Umum (DAU) yang bertujuan untuk pemerataan pendapatan daerah; (v) Dana Alokasi Khusus (DAK) un-tuk membantu pembelanjaan kegiatan khusus di daerah yang sejalan dengan prioritas nasional.

Perubahan mendasar yang ketiga adalah dalam struktur sumber dana penerimaan oleh Pemda. Karena hanya menerima sekitar 10 persen dari trans-fer dana Pemerintah Pusat ke daerah Pemda Provinsi mengandalkan pada PAD untuk pembelanjaan anggaran-nya. Seperti telah disebut dimuka, sebahagian besar dari kewenangan memungut pajak jenis PAD terpenting adalah berada pada Pemda Provinsi. Sebaliknya, sumber penerimaan dana Pemda Kabupaten/Kota sangat ter-gantung pada transfer dana dari Pusat. Pemda Kabupaten/Kota menerima sebesar 90 persen dari dana trans-fer dari Pemerintah Pusat ke daerah itu. Disamping itu, PAD Pemda Ka-bupaten/Kota juga sangat terbatas. Tabel 3 menggambarkan bahwa PAD Kabupaten/Kota pada tahun �00� hanya menyumbang sekitar �,� persen pada PAD nya. Sumbangan PAD pada Pendapatan Provinsi pada tahun yang

sama mencapai 40,�4 persen. Sebesar 84,� persen dari pendapatan Kabupat-en/Kota adalah bersumber dari Dana Perimbangan. Dilain pihak, dana per-imbangan hanya menyumbang sekitar 39,4 persen pada pemerimaan Provinsi pada tahun tersebut.

5. Pengeluaran APBD dan Akunta-bilitasnya

Tabel 4 menggambarkan perkem-bangan pengeluaran APBD. Tabel ini juga menunjukkan adanya pertumbu-han pengeluaran jumlah APBD yang sangat pesat setelah dimulainya pro-gram otonomi daerah. Perkemban-gan pesat dalam pengeluaran daerah itu adalah berkaitan langsung dengan penyerahan kewenangan pemerintahan kepada Pemda, utamanya Pemda Ka-bupaten/Kota.

Arah penggunaan pengeluaran Pemda juga berkaitan dengan kewenan-gan yang dilimpahkan kepadanya. Mata anggaran Pemda yang terbesar adalah untuk pembelanjaan administrasi pemerintahan dan baru diiikuti oleh pengeluaran untuk pendidikan dan ke-budayaan, pekerjaan umum, dan kes-ehatan.

Ada beberapa yang menonjol dalam pengeluaran APBD yang perlu men-dapatkan perhatian. Pertama adalah masih maraknya bantuan keuangan Pemda pada aparat Pusat, terutama aparat keamanan serta ketertiban masyarakat maupun penegak hukum. Seharusnya seluruh pembelanjaan in-stansi Pusat hanya bersumber dari APBN. Mengikuti tradisi masa pemer-intahan Orde Baru, ”bantuan” pada aparat keamanan dan penegak hukum itu adalah terutama untuk memberi-kan tambahan penghasilan berupa honor dan tunjangan jabatan Muspida serta pemberian hadiah dan kenang-kenangan setelah mengahiri tugasnya di daerah yang bersangkutan. Biaya operasional, biaya koordinasi, biaya komunikasi, perjalanan dinas, kunjun-gan pejabat maupun biaya pendidikan dinas berbagai instansi vertikal juga ”dibantu” oleh APBD. Pembangunan sarana dan prasarana instansi vertikal juga sering dimintakan kepada Pemda padahal dananya sudah disediakan oleh

APBN. Dalam UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. �0 Tahun �001, ”bantuan” seperti ini adalah masuk dalam penger-tian gratifikasi.

Kedua, adalah penyalah gu-naan bantuan sosial terutama untuk lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang bergerak dalam bidang pendidikan dan pemberdayaan golongan masyar-akat miskin. Dalam berbagai hal, LSM yang dibantu oleh Pemda itu ternyata adalah tim sukses aparat politik Pilkada Kepala Daerah maupun tokoh-tokoh lembaga legislatip. Sering pula bahwa penggunaan dana bantuan sosial Pem-da itu yang sangat berbeda dengan tujuannya semula. Ketiga adalah pen-yalahgunaan biaya pemungutan (upah pungut) Pajak Bumi dan Bangunan serta Pajak maupun Retribusi Dae-rah yang masih menggunakan sistem pemungutan kuno, bagaikan kontrak pemungutan pajak yang diberikan oleh Raja-Raja Nusantara kepada Kapten Cina. Peraturan Pemerintah tentang Pajak dan Retribusi Daerah menetap-kan besarnya upah pungut maksimum sebesar � persen sebagai insentip ke-pada pejabat yang terkait langsung dengan pemungutan pajak daerah itu. Dalam kenyataan, upah pungut pajak daerah itu juga dinikmati oleh pejabat maupun instansi yang tidak ada kaitan-nya dengan pemungutannya.

Walaupun sistem politik sudah de-mokratis tapi, sistem akuntabilitas di daerah masih rancu. Hal ini terjadi, antara lain karena DPR dan DPRD belum memahami makna hak budjet yang dimilikinya karena sudah terlalu lama diredam selama masa pemerin-tahan Orde Baru. Kedua, karena Ang-gota DPRD belum dipilih berdasarkan distrik. Pada saat ini, Anggota DPRD dicalonkan oleh Partai yang bersifat hierarkis ke DPP nya di Pusat. Kepala Daerah wajib meminta persetujuan APBD dari DPRD di daerahnya serta menyampaikan pertanggungjawaban anggaran kepada lembaga legislatip daerah itu. Dilain pihak, karena dit-unjuk dan mewakili partainya akunta-bilitas seorang Anggota DPRD adalah lebih kepada partai yang mengang-kat dan diwakilinya itu daripada pada Rakyat pemilih setempat. Kerancuan

Page 10: Hukum, Integritas, Cita-cita Reformasi

�0 NO ��3/Juli 2008 - Agustus 2008/Tahun XXVIII

akuntabilitas seperti ini yang juga ikut mempengaruhi kelambatan pengesa-han APBD oleh DPRD maupun pene-rimaan pertanggungjawaban keuangan daerah.

DPRD yang kurang akuntabel ter-hadap Rakyat pemilih didaerahnya akan menimbulkan alternatip perwakilan lain diluar partai politik dan lembaga per-wakilan daerah. Salah satu bentuk lain alternatip perwakilan Rakyat itu adalah lembaga swadaya masyarakat termasuk NGO (non-governmental organisations).

6. Audit dan Program BPK UU No. 1� Tahun �00� tentang

Badan Pemeriksa Keuangan menu-gaskannya untuk memeriksa semua lapis pemerintahan di Indonesia. Kini, Indonesia memiliki lima sistem admin-istrasi pemerintahan, yakni: Pemerintah Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota, Ke-camatan dan Desa/Kelurahan. Tabel-� menggambarkan bahwa, jumlah selu-ruh lapis pemerintahan di Indonesia telah bertambah dengan cepat melalui proses pemekaran. Kini administrasi pemerintahan di Indonesia terbagi dalam 33 Provinsi, 370 Kabupaten, 9� Kota, �.131 Kecamatan dan 73.40� Desa. Pada awal reformasi, sepuluh ta-hun y.l., jumlah provinsi hanya ada �7 dan kemudian Timor Timur memisa-hkan diri dan mendirikan negara baru, yakni, Timor Leste. Seperti yang dis-ebut dalam celoka ”Bhinneka Tunggal Ika” pada kami Lambang Negara Bu-rung Garuda Pancasila, Pemda di In-donesia yang jumlahnya berkembang dengan pesat adalah sangat bervariasi ditinjau dari sudut geographis maupun karakteristik sosial ekonominya. Het-erogenitas daerah seperti ini semakin menambah tantangan bagi Pemda dan bagi sistem fiskal untuk dapat menye-diakan pelayanan minimum masyarakat terutama dalam bidang pendidikan, kesehatan masyarakat dan pelayanan umum lainnya.

Dewasa ini, BPK baru dapat me-meriksa ketiga lapis pemerintahan, yakni: Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota. Untuk dapat men-jalankan tugasnya itu, BPK telah me-nambah jumlah kantor perwakilannya yang tadinya baru ada di 7 provinsi

(�004) menjadi �9 dewasa ini. Provinsi yang belum mempunyai kantor perwak-ilan BPK, seperti di Provinsi Bengkulu, Banten dan Jawa Tengah serta Sulawesi Barat, diperiksa oleh kantor perwakilan yang ada di provinsi yang berdekatan. Sesuai dengan tersedianya anggaran, BPK akan membuka kantor perwaki-lan di setiap provinsi sesuai dengan ke-tentuan UU.

Masih cukup banyak daerah yang belum dapat memenuhi jadwal waktu penyerahan Laporan Keuangan Pemer-intah Daerah (LKPD) untuk diperiksa oleh BPK sebagaimana diatur oleh UU No. 1� Tahun �004. Dari sebanyak 4�8 LKPD yang seharusnya diterima untuk diperiksa oleh BPK pada tahun �007, baru sebanyak �74 yang telah se-lesai diperiksa sedangkan sebanyak 34 belum diterima dan 1�0 dalam proses penyelesaian pemeriksaan karena ket-erlambatan penyerahannya.

Tidak berbeda dengan opini pemeriksaan atas Laporan Keuan-gan Pemerintah Pusat (LKPP)7, opi-ni pemeriksaan BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) selama periode �004-�007 (Gambar-�) juga memberikan gambaran yang san-gat mengecewakan. Dalam masa empat 7 Sementara orang meremehkan opini disclaimer LKPP Indonesia karena LKPP Amerika Serikat juga mendapatkan opini disclaimer dari GAO (BPK ne-gara itu) terus menerus selama �0 tahun terakhir. Pendapat ini adalah keliru karena berbeda den-gan Indonesia, Amerika Serikat merupakan satu-satunya negara yang mampu mencetak uang US dollar dan menjual obligasi Pemerintahnya, yang dinyatakan dalam satuan US dollar, untuk menu-tup defisit anggaran negaranya. Defisit anggaran negara itu termasuk untuk membelanjai perang di Iraq dan Afganistan ataupun perang melawan terorisme di seluruh pelosok dunia. Sebagian ter-besar dari cadangan luar negeri dunia, termasuk Bank Indonesia, adalah ditahan dalam mata uang US dollar, obligasi Pemerintah Amerika Serikat dan surat-surat berharga lainnya yang dinyatakan dalam mata uang US dollar, Sebaliknya, Rupiah kita hanya laku sampai dengan Bandara Sukar-no-Hatta di Cengkareng. SUN (Surat Hutang In-donesia) sulit dijual dipasar dunia karena reputasi kita yang terus menerus dilanda perang saudara, gejolak politik, keamanan, sosial dan ekonomi, tingkat laju inflasi yang tinggi dan kemampuan membayar hutang yang rendah. Sistem hukum dan akuntansi kita pun masih belum mampu menjamin hak milik perorangan dan memelihara transparansi serta akuntabilitas maupun mewu-judkan good governance. Oleh karena itu, tidak ada orang ataupun negara asing yang menahan kekayaan ataupun cadangannya dalam Rupiah maupun SUN.

tahun terakhir, �004-�007, LKPP terus menerus mendapatkan opini ”Tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer)”. Persentase LKPD yang mendapatkan opini WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) justru semakin berkurang dari � persen pada tahun �004 menjadi 4 persen pada tahun berikutnya dan masing-masing sebesar 1 persen pada tahun �00� dan �007. Hanya masing-masing sebesar 1 persen dari LKPD pada tahun �004 dan �00� yang memperoleh Predikat Wajar dengan Paragraf Penjelasan. Persentase LKP yang mendapatkan opini Wajar dengan Pengecualian juga merosot dari tahun ke tahun. Sebalikn-ya, persentase LKPD yang mendap-atkan opini Disclaimer (Tidak Memberi-kan Pendapat) atau Tidak Wajar justru meningkat dengan cepat selama peri-ode �004-�007 itu. Persentase LKPD yang mendapatkan opini disclaimer naik dari � persen pada tahun �004 men-jadi 18 persen pada tahun �007. Dalam periode yang sama, persentase LKPD yang memperoleh opini Tidak Wajar naik dari 3 persen menjadi 18 persen.

BPK tidak dapat berpangku tan-gan melihat kondisi laporan keuan-gan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang buruk itu. Berdasarkan kewenangan yang dimilikinya, BPK telah mengambil lima bentuk inisiatip untuk ikut serta memperbaiki sistem pembukuan dan manajemen keuan-gan negara, baik ditingkat Pusat mau-pun Daerah. Inisiatip BPK yang per-tama adalah mewajibkan semua auditee menyerahkan Management Representative Letter kepada BPK. Surat ini merupa-kan pernyataan dari pimpinan tertinggi organisasi pemerintahan itu yang men-gatakan bahwa laporan keuangan yang diserahkan untuk diperiksa oleh BPK tersebut adalah disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi pemer-intah. Laporan keuangan itu juga telah direviu oleh Inspektur Jenderal/Satuan Pengendalian Intern ataupun oleh Ba-wasda.

Inisiatif BPK yang kedua adalah untuk mendorong Pemerintah Pu-sat dan Daerah segera mewujudkan sistem pembukuan keuangan negara yang terpadu (single treasury account). Hanya dengan demikian, Pemerintah

Page 11: Hukum, Integritas, Cita-cita Reformasi

��NO ��3/Juli 2008 - Agustus 2008/Tahun XXVIII

dapat mengetahui posisi keuangan maupun kondisi likuditasnya setiap saat. Inisiatip BPK yang ketiga adalah meminta seluruh auditee yang diperiks-anya menyusun Rencana Aksi (Action Plan) guna meningkatkan opini peme-riksaan laporan keuangannya. Rencana Aksi hendaknya memuat program kerja yang jelas dengan pelaksanaan menurut jadwal waktu yang terencana dengan jelas pula. Program kerja dalam Rencana Aksi meliputi rencana perbai-kan (1) sistem pembukuan; (�) sistem aplikasi teknologi komputer; (3) inven-tarisasi aset dan hutang; (4) jadwal wak-tu penyusunan laporan keuangan dan pemeriksaan serta pertanggung jawa-ban anggaran; (�) quality assurance oleh pengawas intern serta (�) perbaikan sumber daya manusia terutama adalam bidang akuntansi dan pengelolaan keu-angan negara. BPK memantau dengan cermat pelaksanaan dari program Ren-

cana Aksi itu.Inisiatif BPK yang keempat adalah

membantu entitas pemerintah untuk mencari jalan keluar untuk mengimple-mentasikan Rencana Aksi instansi pe-merintah. Untuk mengatasi kelangkaan sumber daya manusia dalam bidang pembukuan, khususnya tenaga-tenaga akuntan, misalnya, BPK menyarankan agar instansi tersebut meminta tenaga dari BPKP yang sejak dari awal me-mang didirikan untuk membangun sis-tem akuntansi pemerintahan di Indo-nesia. Alternatip lainnya adalah dengan merekrut sendiri tenaga-tenaga akun-tan ataupun mengirimkan pejabatnya sekolah pada STAN dan ataupun Juru-san Akuntansi di berbagai Universitas yang tersebar diseluruh pelosok Tanah Air.

Inisiatif BPK yang kelima adalah menyarankan kepada DPR-RI, DPD-RI maupun DPRD Provinsi serta

Kabupaten/Kota untuk membentuk Panitia Akuntabilitas Publik (PAP). Lembaga legislatip sudah memiliki Pa-nitia Anggaran yang menganalisis pe-rencanaan anggaran negara maupun daerah. Mereka pun telah memiliki komisi-komisi untuk mengawasi pe-laksanaan anggaran oleh Departemen Teknis ataupun Dinas. Guna melen-gkapi fungsi manajemen, PAP perlu dibentuk agar lembaga-lembaga le-gislatip dapat mengawasi pelaksanaan penuh anggaran dan program kerja pemerintah selama satu tahun fiskal. Berbagai instansi, membelanjai kegia-tannya dengan pungutan yang tidak dilaporkannya dalam APBN. BPK juga membantu untuk mempertemukan ba-dan-badan legislatip dengan mitranya di luar negeri untuk memahami pera-nan PAP di parlemen negara lain.

Page 12: Hukum, Integritas, Cita-cita Reformasi

�2 NO ��3/Juli 2008 - Agustus 2008/Tahun XXVIII

12

TABEL 1. JENIS DAN TARIF PAJAK DAERAH

PROPINSI

JENIS PAJAK TARIF (%)

1. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di atas Air (PKB&KAA) a. Kendaraan Bermotor Bukan Umum/Pribadi dan Kendaraan di atas Air b. Kendaraan Bermotor Umum c. Kendaraan Bermotor Alat-alat Berat dan Alat-alat Besar

1,51

0,52. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di atas Air (BBN-KB&KAA) a. Penyerahan Pertama

1)Kendaraan Bermotor Bukan Umum/Pribadi 2)Kendaraan di Atas Air 3)Kendaraan Bermotor Umum 4)Kendaraan Bermotor Alat-alat Berat dan Alat-alat Besar

10 5

10 3

b. Penyerahan Kedua 1) Kendaraan Bermotor Bukan Umum/Pribadi 2) Kendaraan di Atas Air 3) Kendaraan Bermotor Umum 4) Kendaraan Bermotor Alat-alat Berat dan Alat-alat Besar

111

0,3 c. Penyerahan Karena Warisan

1) Kendaraan Bermotor Bukan Umum/Pribadi 2) Kendaraan di Atas Air 3) Kendaraan Bermotor Umum 4) Kendaraan Bermotor Alat-alat Berat dan Alat-alat Besar

0,10,10,1

0,03 3. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBB-KB) 5 4. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan (P3ABT&AP)

a. Air Bawah Tanah b. Air Permukaan

20 10

KABUPATEN/KOTA

JENIS PAJAK TARIF

MAKSIMUM (%)

1.Pajak Hotel 2.Pajak Restoran 3.Pajak Hiburan 4.Pajak Reklame 5.Pajak Penerangan Jalan 6.Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C 7.Pajak Parkir

10 10 35 25 10 20 20

Sumber: Nota Keuangan dan RAPBN Tahun Anggaran 2009, Tabel V.10., Hal. V-25

LAMPIRAN: ‘Penyelamatan Anggaran Pendapatan dan Belanja daerah”

Page 13: Hukum, Integritas, Cita-cita Reformasi

�3NO ��3/Juli 2008 - Agustus 2008/Tahun XXVIII

13

TABEL 2. JENIS RETRIBUSI DAERAH

JENIS RETRIBUSI DAERAH 1 Golongan Retribusi Jasa Umum 1. Retribusi Pelayanan Kesehatan; 2. Retribusi Pelayanan Persampahan / Kebersihan; 3. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akte Catatan Sipil; 4. Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat; 5. Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum; 6. Retribusi Pelayanan Pasar; 7. Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor; 8. Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran; 9. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta; 10. Retribusi Pengujian Kapal Perikanan; 2. Golongan Retribusi Jasa Usaha 1. Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah; 2. Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan; 3. Retribusi Tempat Pelelangan; 4. Retribusi Terminal; 5. Retribusi Tempat Khusus Parkir; 6. Retribusi Tempat Penginapan/Pesanggrahan/Villa 7. Retribusi Penyedotan Kakus; 8. Retribusi Rumah Potong Hewan; 9. Retribusi Pelayanan Pelabuhan Kapal; 10. Retribusi Tempat Rekreasi dan Olah Raga; 11. Retribusi Penyeberangan di Atas Air; 12. Retribusi Pengelolaan Limbah Cair; 13. Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah; 3. Golongan Retribusi Perizinan Tertentu 1. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan; 2. Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol 3. Retribusi Izin Gangguan; 4. Retribusi Izin Trayek;

Sumber : Nota Keuangan dan RAPBN Tahun Anggaran 2009, Tabel V.11., Hal. V-26

LAMPIRAN: ‘Penyelamatan Anggaran Pendapatan dan Belanja daerah”

Page 14: Hukum, Integritas, Cita-cita Reformasi

�4 NO ��3/Juli 2008 - Agustus 2008/Tahun XXVIII

14

TA

BE

L 3

. RE

AL

ISA

SI P

EN

DA

PAT

AN

PR

OPI

NSI

DA

N K

AB

UPA

TE

N/K

OT

A D

I SE

LU

RU

H IN

DO

NE

SIA

(T

riliu

n R

upia

h)

2003

20

04

2005

20

06*

Kab

/Kot

a Pr

op

Kab

/Kot

a Pr

op

Kab

/Kot

a Pr

op

Kab

/Kot

a Pr

op

Ura

ian

Nila

i %

N

ilai

%

Nila

i %

N

ilai

%

Nila

i %

N

ilai

%

Nila

i %

N

ilai

%

A. P

enda

pata

n D

aera

h 11

1,30

89

,74

39,5

5 84

,40

118,

59

90,6

0 46

,22

86,7

0 14

0,04

90

,68

56,9

1 85

,95

190,

86

90,7

0 60

,44

84,0

8 1.

Pen

dapa

tan

Asl

i Dae

rah

8,60

6,

94

17,7

6 37

,90

9,46

7,

23

22,5

6 42

,32

10,8

9 7,

05

27,8

8 42

,11

11,5

8 5,

50

29,2

1 40

,64

1.1.

Paj

ak D

aera

h 3,

13

2,52

14

,88

31,7

5 3,

73

2,85

19

,69

36,9

4 4,

15

2,69

24

,21

36,5

6 4,

36

2,07

25

,70

35,7

5 1.

2. R

etrib

usi D

aera

h 2,

77

2,23

0,

92

1,96

3,

31

2,53

1,

16

2,17

3,

89

2,52

1,

34

2,03

4,

38

2,08

1,

42

1,97

1.3.

Has

il Pe

rusa

haan

Mili

k

D

aera

h&Pe

ngel

olaa

n

Kek

ayaa

n D

aera

h ya

ng

Dip

isah

kan

0,34

0,

28

0,46

0,

98

0,39

0,

30

0,52

0,

97

0,63

0,

41

0,78

1,

17

0,65

0,

31

0,78

1,

09

1.4.

Lai

n-la

in P

AD

yan

g Sa

h 2,

36

1,91

1,

50

3,19

2,

03

1,55

1,

20

2,25

2,

21

1,43

1,

56

2,35

2,

17

1,03

1,

31

1,83

2.

Dan

a Pe

rimba

ngan

93

,75

75,5

9 17

,85

38,0

9 10

4,58

79

,90

20,1

6 37

,82

123,

95

80,2

6 24

,77

37,4

1 17

7,15

84

,2

28,3

1 39

,39

2.1.

Dan

a B

agi H

asil

Paja

k 9,

93

8,00

6,

46

13,7

8 11

,33

8,66

7,

37

13,8

2 14

,61

9,46

8,

87

13,4

0 12

,80

6,08

8,

89

12,3

7 2.

2. D

ana

Bag

i Has

il B

ukan

P

ajak

/Sum

ber D

aya

A

lam

10,4

0 8,

39

3,47

7,

41

11,0

9 8,

47

4,15

7,

79

17,5

9 11

,39

6,66

10

,06

17,5

6 8,

34

4,99

6,

95

2.3.

Dan

a A

loka

si U

mum

70

,23

56,6

2 7,

75

16,5

4 73

,33

56,0

2 8,

62

16,1

8 79

,55

51,5

1 9,

22

13,9

3 12

7,78

60

,7

14,4

1 20

,05

2.4.

Dan

a A

loka

si K

husu

s 3,

19

2,57

0,

17

0,36

3,

02

2,31

0,

02

0,03

4,

31

2,79

0,

03

0,04

11

,56

5,49

0,

01

0,02

2.

5. D

ana

Bag

i Has

il da

ri

Pro

pins

i 0,

00

0,00

-

- 5,

81

4,44

-

- 7,

89

5,11

-

- 7,

43

3,53

-

-

3. L

ain-

lain

Pen

dapa

tan

yang

Sah

8,

94

7,21

3,

94

8,41

4,

55

3,48

3,

49

6,55

5,

22

3,38

4,

24

6,40

2,

13

1,01

2,

92

4,06

B. P

embi

ayaa

n D

aera

h 12

,73

10,2

6 7,

31

15,6

0 12

,30

9,40

7,

09

13,3

0 14

,39

9,32

9,

30

14,0

5 19

,66

9,34

11

,44

15,9

2

Tot

al P

enda

pata

n D

aera

h 12

4,03

10

0,00

46

,86

100,

00

130,

89

100,

00

53,3

1 10

0,00

15

4,44

10

0,00

66

,21

100,

00

210,

52

100

71,8

8 10

0,00

Sum

ber:

Bad

an P

usat

Sta

tistik

, St

atis

tik K

euan

gan

Pem

erin

tah

Dae

rah

Prop

insi

200

3-20

06 d

an S

tatis

tik K

euan

gan

Pem

erin

tah

Dae

rah

Kabu

pate

n/K

ota

2004

-200

5 da

n 20

05-2

006

Ket

eran

gan:

*)

Dat

a A

PBD

LAMPIRAN: ‘Penyelamatan Anggaran Pendapatan dan Belanja daerah”

Page 15: Hukum, Integritas, Cita-cita Reformasi

�5NO ��3/Juli 2008 - Agustus 2008/Tahun XXVIII

15

TABEL 4. PROPORSI REALISASI BELANJA PEMERINTAH PUSAT, PROPINSI, DAN KABUPATEN/KOTA TAHUN 2006

Bidang Pengeluaran Nasional a(%)

Propinsi b

(%) Kabupaten/Kota b

(%)Administrasi Pemerintahan dan Pelayanan Umum 64,39 56,87 42,75Pendidikan 10,30 7,50 24,68Pekerjaan Umum 0,00 13,26 14,06Kesehatan 2,77 5,64 6,62Perhubungan 3,25 2,17 1,04Pertanian, Perikanan, Kehutanan, dan Perkebunan 1,90 3,70 3,52Permukiman 1,24 3,44 2,13Kependudukan dan Sosial 0,52 1,57 1,45Lingkungan Hidup 0,51 1,75 1,02Perindustrian, Pedagangan, dan Koperasi 0,72 1,23 0,93Ketenagakerjaan 0,22 0,80 0,45Pertambangan dan Energi 0,96 0,51 0,35Kepariwisataan 0,21 0,45 0,42Pertanahan dan Tata Ruang 0,09 0,22 0,47Lain-Lain 12,92 0,88 0,10Total 100,00 100,00 100,00

Sumber: a. Badan Pemeriksa Keuangan, Laporan Keuangan Pemerintah Pusat 2006 b. Departemen Keuangan, Ditjen Perimbangan Keuangan

Keterangan: - Bidang pengeluaran Lain-lain untuk Pemerintah Pusat meliputi Pelayanan Umum, Pertahanan, Ketertiban

dan Keamanan, serta Agama - Bidang pengeluaran Lain-lain untuk Pemerintah Daerah Propinsi, Kabupaten/Kota meliputi Penanaman

Modal dan Olah Raga

16

TABEL 5. JUMLAH DAERAH ADMINISTRASI DI INDONESIA

Daerah Administrasi 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007

Propinsi 27 26 32 30 31 30 33 33 33 33

Kabupaten 249 268 268 268 302 349 349 349 349 370

Kota 65 73 73 85 89 91 91 91 91 95

Kecamatan 4.028 4.044 4.049 4.224 4.918 4.994 5.277 5.641 5.656 6.131

Desa 67.925 69.065 69.050 68.819 70.460 70.921 69.858 71.555 71.563 73.405

Sumber: Badan Pusat Statistik, Beberapa Indikator Utama Sosial-Ekonomi Indonesia 2008

LAMPIRAN: ‘Penyelamatan Anggaran Pendapatan dan Belanja daerah”

Page 16: Hukum, Integritas, Cita-cita Reformasi

�6 NO ��3/Juli 2008 - Agustus 2008/Tahun XXVIII

17

GAMBAR 1

Sumber : Departemen Dalam Negeri, dikutip dari Nota Keuangan dan RAPBN Tahun Anggaran 2009,Gambar V.1., Hal. V-36

LAMPIRAN: ‘Penyelamatan Anggaran Pendapatan dan Belanja daerah”

Page 17: Hukum, Integritas, Cita-cita Reformasi

�7NO ��3/Juli 2008 - Agustus 2008/Tahun XXVIII

18

GAMBAR 2

Perkembangan Opini LKPD 2004 - 2007 (dalam %)

6%1%

87%

7%3%

22%

6%

18%

2% 3%

85%

4%1% 0%

71%

1% 0%

62%

18%

1%0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

WTP WTP-DPP WDP TMP TW

2004200520062007

WTP WTP-DPP WDP TMP TW TOTAL TAHUN Jml (%) Jml (%) Jml (%) Jml (%) Jml (%) Jml (%)

2004 17 6% 4 1% 249 87% 7 2% 10 3% 287 100%

2005 13 4% 4 1% 308 85% 25 7% 12 3% 362 100% 2006 3 1% 0 0% 326 71% 102 22% 28 6% 459 100% 2007 3 1% 0 0% 171 62% 50 18% 50 18% 274 100% Jumlah 36 3% 8 1% 1.054 76% 184 13% 100 7% 1.382 100%

Sumber: Badan Pemeriksa Keuangan

Keterangan: WTP : Wajar Tanpa Pengecualian WTP-DPP : WTP Dengan Paragraf Penjelasan WDP : Wajar Dengan Pengecualian TMP : Tidak Memberikan Pendapat (disclaimer)TW : Tidak Wajar

LAMPIRAN: ‘Penyelamatan Anggaran Pendapatan dan Belanja daerah”

Page 18: Hukum, Integritas, Cita-cita Reformasi

�8 NO ��3/Juli 2008 - Agustus 2008/Tahun XXVIII

Laporan Penerimaan Gratifikasi atas nama Anwar Nasution

Page 19: Hukum, Integritas, Cita-cita Reformasi

�9NO ��3/Juli 2008 - Agustus 2008/Tahun XXVIII

Page 20: Hukum, Integritas, Cita-cita Reformasi

20 NO ��3/Juli 2008 - Agustus 2008/Tahun XXVIII

Page 21: Hukum, Integritas, Cita-cita Reformasi

2�NO ��3/Juli 2008 - Agustus 2008/Tahun XXVIII

Page 22: Hukum, Integritas, Cita-cita Reformasi

22 NO ��3/Juli 2008 - Agustus 2008/Tahun XXVIII

Page 23: Hukum, Integritas, Cita-cita Reformasi

23NO ��3/Juli 2008 - Agustus 2008/Tahun XXVIII

Page 24: Hukum, Integritas, Cita-cita Reformasi

24 NO ��3/Juli 2008 - Agustus 2008/Tahun XXVIII

PEMERIKSA PERLU TAHU ADA BANTUAN HUKUM�

Etty Herawati dan Anang Budi Su-tanto�

Belakangan ini banyak ka-sus penegakan hukum yang terkait dengan hasil pemerik-

saan BPK ditangani oleh Kepolisian, Kejaksaan, ataupun KPK, yang mau tidak mau, suka atau tidak suka, ‘ter-paksa’ melibatkan para personil dari BPK. Proses ini tidak hanya terjadi di Pusat saja, BPK Perwakilan pun men-galami hal senada. Bisa jadi, salah satu penyebabnya adalah implementasi ot-onomi daerah yang ‘kebablasan’, yang turut menyemarakkan berbagai per-masalahan hukum yang terkait dengan BPK Perwakilan. Masalah-masalah hu-kum yang muncul memerlukan kerja ekstra keras dari pimpinan BPK un-tuk melakukan koordinasi yang rumit dengan berbagai elemen terkait, baik internal maupun eksternal. Hal ini tidak lain agar setiap masalah hukum BPK yang ditangani penegak hukum, baik di pusat maupun perwakilan dari Perwakilan Aceh hingga Perwakilan Manokwari dapat dipahami, diduku-ng, dan dilaksanakan dengan persepsi yang sama.

Personil dari BPK yang diminta untuk membantu proses penegakan hukum, dapat diberikan perlindungan dan bantuan hukum oleh Sub Direk-torat (Subdit) Bantuan Hukum (Ban-kum) pada Direktorat Legislasi, Anali-sa, dan Bantuan Hukum (Dit. LABH) yang berada di bawah Direktorat Utama Pembinaan dan Pengemban-gan Hukum Pemeriksaan Keuangan Negara (Ditama Binbangkum). Para � Tulisan ini merupakan pendapat pribadi, dan bukan pendapat Ditama Binbangkum.� Staf pada Ditama Binbangkum.

pemeriksa pada umumnya telah meng-etahui bahwa unit ini telah ada sejak tahun 2006 (semula unit ini setingkat eselon IV di bawah Biro Hukum), na-mun banyak yang masih misinterpre-tasi tentang apa saja yang dilakukan oleh Bankum, dalam status apa dapat meminta bantuan, serta bagaimana caranya meminta bantuan.

Apa saja yang dapat diberikan ban-tuan?

Apabila dilihat dari berbagai kasus penegakan hukum, kaitan para per-sonil dari BPK tersebut bisa jadi kare-na masalah pribadi maupun karena profesi sebagai auditor, pejabat struk-tural, atau Anggota BPK. Status atau kedudukan ini penting untuk diidenti-fikasi karena menentukan apakah yang bersangkutan dapat diberikan bentuan hukum atau tidak. Cara mudah untuk mengetahui apakah masalah tersebut merupakan masalah pribadi atau dinas, adalah dengan memperhatikan fokus substansi atau latar belakang dari kasus yang sedang ditangani penyidik atau pengadilan. Apa fokusnya?

Ada dua pertanyaan mudah yang dapat diajukan untuk menjawab hal tersebut. Pertama, apakah terkait den-gan hasil pemeriksaan (HP) BPK? Jan-gan buru-buru mengambil kesimpulan bahwa jika terkait dengan HP BPK maka itu pasti masalah kedinasan. Ada kriteria lanjutan, yaitu apakah HP yang dipermasalahkan itu merupakan HP BPK yang resmi (dalam arti telah diproses sesuai dengan aturan main dalam PMP dan SPKN)? Jika tidak, bisa jadi pemeriksa akan terantuk dua kali proses, yaitu masalah pelangga-ran pidana dan pelanggaran kode etik BPK. Kedua, apakah terkait dengan kerugian negara?

Jika semua pertanyaan dijawab dengan kata ‘ya’, berarti kasusnya men-

yangkut BPK sebagai lembaga negara. Artinya, dalam hal ini dapat meminta pendampingan hukum kepada Dit. LABH melalui Ditama Binbangkum. Hal penting yang perlu diperhatikan ketika menghadapi hal ini adalah keyakinan bahwa Pemeriksa atau Ang-gota berada dalam proses penegakan hukum tersebut sebagai ‘BPK’ dan bu-kan sebagai ‘pribadi’. Konsekuensinya, perlu ekstra hati-hati dan selalu dipas-tikan bahwa apa pun yang diberikan, entah itu HP, pendapat, petunjuk, atau keterangan lainnya, bukanlah penda-pat atau keterangan pribadi, melainkan pendapat atau keterangan BPK yang ‘kebetulan’ diberikan melalui pemerik-sa tersebut.

Hingga saat ini belum ada aturan yang jelas tentang apa saja yang da-pat diperoleh seorang Anggota atau Pemeriksa yang terpaksa harus beru-rusan dengan penegak hukum. Karena merupakan amanat UU, seyogyanya Pimpinan BPK mengatur secara tegas tentang hal ini, agar tidak mengaki-batkan keengganan dari Anggota atau Pemeriksa untuk berurusan dengan penegakan hukum, yang dapat be-rakibat pada keengganan untuk men-gungkap hal-hal yang diperkirakan akan masuk dalam proses penegakan hukum. Perlu diatur tentang batasan-batasan hak-hak yang dapat diperoleh seorang Anggota atau Pemeriksa yang beritikad baik. Jika BPK akan menyu-sun peraturan tentang bantuan hukum ini, peraturan bantuan hukum di Bank Indonesia dapat dijadikan sebagai salah satu acuan. Tentunya, dengan melaku-kan penyempurnaan agar tidak men-jadi kebablasan seperti kasus Aliran Dana YPPI.

Status Hukum dalam Proses Pen-egakan Hukum

Status hukum Anggota, Pemeriksa,

HUKUM

PEMERIKSA PERLU TAHU ADA BANTUAN HUKUM1

Oleh: Ditama Binbangkum

Page 25: Hukum, Integritas, Cita-cita Reformasi

25NO ��3/Juli 2008 - Agustus 2008/Tahun XXVIII

atau Pelaksana BPK lainnya yang mem-bantu proses penegakan hukum, dapat dibedakan sebagai ahli, saksi, tersangka, terdakwa, atau terpidana. Setiap Ang-gota atau Pemeriksa perlu memastikan dalam status hukum apa dirinya beru-rusan dengan penegak hukum. Setiap status memiliki konsekuensi yang ber-beda bagi dirinya. Yang paling sering terjadi adalah panggilan dari penyidik atau pengadilan dengan status sebagai ‘saksi ahli’. Dalam hal ini, maka Ban-kum perlu memastikan apakah status sebenarnya untuk menyusun strategi yang tepat dalam pemberian bantuan hukum. Hal ini disebabkan, para pen-egak hukum selama bertahun-tahun tidak pernah membedakan status ‘ahli’ dengan ‘saksi ahli’; padahal KUHAP secara tegas membedakan antara ‘ahli’ dengan ‘saksi’. Harapan akan pening-katan status pun sangat berbeda antara keduanya.

Menurut KUHAP, “keterangan ahli” adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan. Tidak ada keterkaitan antara ‘ahli’ den-gan terjadinya kasus, sehingga tidak mungkin statusnya naik menjadi ‘ter-sangka’. Berbeda dengan ‘saksi’, yang menurut KUHAP merupakan orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, pe-nuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri, maka ada harapan akan ada peningka-tan menjadi ‘tersangka’ karena bisa jadi ia terlibat dalam peristiwa pidana. Se-bagai contoh, Burhanuddin Abdullah (mantan Gubernur Bank Indonesia) dalam kasus aliran dana YPPI sebesar Rp�00 miliar, yang semula sebagai sak-si, akhirnya menjadi tersangka.

Secara logika hukum, tidak mung-kin seorang pemeriksa menjadi saksi dalam kasus pidana (termasuk pidana korupsi) yang terkait dengan pemerik-saan yang dilakukannya, kecuali sebe-lum menjadi Pemeriksa di BPK ia bek-erja memegang jabatan yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan di kan-tor entitas yang diperiksanya, dan se-

lanjutnya ketika ia pindah ke BPK ‘kebetulan’ ditugaskan oleh Pimpinan BPK untuk memeriksa pada entitas tersebut. Yang paling memungkinkan adalah pemeriksa menjadi ‘ahli’. Ma-salahnya, ahli apa? Dalam status se-bagai pribadi, sebagai pemeriksa, atau sebagai BPK?

Ketentuan Pasal �� huruf c UU Nomor �5 Tahun 2006 menyebutkan bahwa BPK dapat memberikan ket-erangan ahli dalam proses peradilan mengenai kerugian negara/daerah. Tidak ada keterangan lebih lanjut kare-na Penjelasan huruf c Pasal tersebut menyatakan ‘cukup jelas’. Dari Pasal tersebut dapat diuraikan unsur-unsur pemberian keterangan ahli sebagai berikut:

�. Yang diberi kewenangan oleh UU untuk memberikan keterangan ahli adalah BPK.

Yang diberi kewenangan bukan-lah pribadi, sehingga keterangan yang diberikan adalah keterangan BPK. Artinya, siapa pun yang diberi mandat untuk memberikan keterangan, maka itu diberikan untuk dan atas nama BPK. Apabila dikaitkan definisi ahli di atas, maka ini merupakan sesuatu yang unik, berbeda dengan KUHAP. Ahli menurut KUHAP melekat pada seorang pribadi, sedangkan menurut Pasal ini, ahli melekat pada BPK selaku institusi.

2. Kewenangan tidak bersifat im-peratif (mengikat), tetapi fakultatif (terbuka) yang ditandai dengan kata dapat.

Secara a contrario, dapat diinter-pretasikan bahwa BPK tidak wajib memberikan keterangan yang diminta. Dengan penafsiran sebab akibat (kau-salitas), dapat diinterpretasikan juga bahwa BPK bukanlah satu-satunya pihak yang dapat dimintai sebagai ahli di bidang kerugian negara.

3. Keterangan yang diberikan adalah keterangan ahli.

Hal ini menegaskan bahwa sebagai BPK, yang diberikan adalah keteran-gan sebagai ahli, bukan saksi.

4. Keterangan ahli diberikan dalam proses peradilan.

Proses peradilan sendiri dalam KU-HAP tidak didefinisikan tersendiri, na-

mun dapat disimpulkan dari berbagai pasal. Berdasarkan Pasal 3 KUHAP bahwa “peradilan dilakukan menurut cara yang diatur dalam undang-un-dang ini.” KUHAP mengatur antara lain mengenai proses penyidikan (ter-masuk di dalamnya penyelidikan), pe-nuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan. Beberapa pasal dalam KUHAP juga menyebut istilah proses peradilan yang dapat ditafsirkan tahap penyidikan, penuntutan, dan pemerik-saan di sidang pengadilan. Dengan demikian, Anggota atau Pemeriksa da-pat mulai berurusan dengan penegakan hukum sejak tahap penyidikan hingga pemeriksaan di sidang pengadilan.

5. Keterangan yang diberikan adalah keterangan yang terkait dengan kerugian negara/daerah.

Kontroversi yang berkembang di BPK saat ini adalah apakah keterangan tentang kerugian negara itu merupa-kan hasil pemeriksaan BPK ataukah bisa juga diberikan dalam kasus yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan pemeriksaan BPK. UU tidak mengatur tentang batasan ini. Sehingga, bisa saja BPK memberikan keterangan ahli ten-tang kerugian negara yang bukan ber-sumber dari hasil pemeriksaan BPK.

Proses Pemberian Bantuan HukumSaat ini, dengan kekuatan yang ter-

diri dari dari sembilan personil, Ban-kum berupaya memberikan bantuan dan perlindungan hukum, antara lain melakukan pendampingan hukum dalam kegiatan gelar perkara di depan instansi yang berwenang, pendamp-ingan pemberian keterangan ahli oleh Pemeriksa dalam proses peradilan, menjadi kuasa hukum dalam pen-anganan gugatan atau perkara yang melibatkan BPK, dan memberikan pendapat atau saran hukum terhadap kebijakan pimpinan.

Dalam proses pendampingan tersebut, Bankum memastikan bahwa pelaksana tugas kedinasan terlindungi hak dan kewajibannya, memastikan bahwa proses hukum acara pidana te-lah diterapkan dengan tepat oleh peny-idik sesuai KUHAP, pemeriksa yang diminta sebagai ahli telah diberikan hak-hak untuk mempelajari berkas ter-lebih dulu, memberikan pendapat yang

Page 26: Hukum, Integritas, Cita-cita Reformasi

26 NO ��3/Juli 2008 - Agustus 2008/Tahun XXVIII

lebih bebas, dan seterusnya. Demikian halnya untuk proses hukum acara per-data dan tata usaha atau administrasi negara.

Siapa saja yang dapat diberikan perlindungan hukum? Guna meng-etahui siapa saja yang dapat diberikan perlindungan dan bantuan hukum, dapat dilihat dari dua sisi, yakni dari pelak-sanaan tugas dan we-wenang BPK, serta dilihat dari struktur kelembagaan.

Dari struktur kelembagaan, para pihak yang dapat memperoleh perlind-ungan dan bantuan hukum adalah setiap Pelaksana BPK yang melaksanakan tugas kedinasan BPK. Hal ini sejalan dengan prinsip mandat dalam Hukum Administrasi Negara bahwa pem-berian mandat tidak memindahkan tanggung jawab kepada yang diberikan kepada mandat. Sejalan pula dengan prinsip hukum perdata bahwa seseorang yang beritikad baik perlu dilindungi, serta sejalan dengan ketentuan dalam Pasal 50 KUHP yang mengatur bahwa barang siapa melaku-kan perbuatan untuk menjalankan peraturan undang-undang, tidak boleh dihukum. Sedangkan dilihat dari pelak-sanaan tugas dan wewenang BPK, da-pat merujuk pada ketentuan Pasal 26 ayat (2) UU Nomor �5 Tahun 2006 yang mengatur bahwa dalam melak-sanakan tugas dan wewenangnya, Ang-gota BPK, Pemeriksa, dan pihak lain yang bekerja untuk dan atas nama BPK diberikan perlindungan hukum dan jaminan keamanan oleh instansi yang berwenang.

Pemberian perlindungan hukum oleh instansi yang berwenang ini perlu didampingi oleh Bankum untuk men-jamin bahwa Anggota atau para Pelak-sananya memperoleh jaminan perlind-ungan hukum. Guna mewujudkan ketentuan ini, Bankum perlu bekerja sama dengan instansi yang berwenang,

yang memiliki kompetensi perlindun-gan hukum dan jaminan keamanan berdasarkan peraturan yang berlaku. Bankum juga perlu melakukan ker-jasama dengan unit kerja yang lain, khususnya yang terkait langsung den-gan masalah hukum. Sebagai contoh adalah diberikannya bantuan hukum

kepada Tim Pemeriksa yang mengha-dapi masalah hukum berupa ancaman atau somasi dari auditee, tim yang me-nangani masalah pertanahan dalam pembangunan gedung di kantor Pusat BPK, pemeriksa yang berususan den-gan KPK, ataupun Kejaksaan. Adaka-lanya Bankum melakukan negosiasi agar penyelesaian masalah tetap berada dalam koridor hukum yang berlaku.

Dari uraian di atas, maka para pihak yang berhak memperoleh per-lindungan dan bantuan hukum adalah Anggota, Pemeriksa, Pelaksana BPK selain Pemeriksa, serta pihak lain yang bekerja untuk dan atas nama BPK.

Selanjutnya, bagaimana cara atau prosedur memperoleh perlindungan dan bantuan hukum dari Ditama Bin-bangkum?

Hingga saat ini Pimpinan BPK belum menetapkan prosedur khusus yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam memperoleh perlindungan dan bantuan hukum. Namun dengan men-gacu pada tugas dan fungsi Ditama Binbangkum, dapat dilakukan lang-kah-langkah sebagai berikut:

�. Pihak yang ingin memperoleh perlindungan dan bantuan hukum mengirimkan permintaan melalui Nota Dinas kepada Kepala Ditama Binbangkum.

2. Permintaan tersebut kemudian didisposisikan kepada Kadit LABH yang selanjutnya memberikan ara-

han kepada Kasubdit Bankum untuk segera melakukan koordinasi dengan pihak pemohon bantuan dan menganal-isa kasus yang terjadi. Dari hasil analisa, dapat disimpulkan mengenai dapat tidaknya dilaku-kan pendampingan atau bantuan hukum, lang-kah-langkah yang akan diambil dan perlu dian-tisipasi.

3. Personil Bankum yang ditunjuk bekerjas-ama dengan pihak pe-mohon untuk berkoor-dinasi dengan instansi penegak hukum yang

terkait untuk pelaksanaan kegiatan, termasuk melakukan pembuatan surat-surat, menghadap pejabat instansi yang berwenang.

4. Setelah kegiatan pendampingan atau bantuan hukum berakhir, personil yang ditunjuk membuat laporan untuk dokumentasi kegiatan.

Dukungan Biro Teknologi Infor-masi melalui surat elektronik (e-mail) menjadi sarana yang efektif sehingga informasi atau pertanyaan dapat dis-ampaikan dengan cepat antara pihak pemohon bantuan hukum dengan Sub-dit Bankum. Karena selain forum resmi tersebut, masih terdapat kegiatan lain berupa konsultasi atau diskusi terkait dengan pelaksanaan bantuan hukum. Biasanya hal ini terjadi sebelum ke-pastian akan adanya pendampingan atau bantuan hukum dilaksanakan. Selain melalui sarana e-mail, komuni-kasi melalui telepon dan datang lang-sung ke ruang kerja Bankum adalah yang sering dilakukan oleh pihak yang berkepentingan untuk dilakukan pen-dampingan atau bantuan hukum.

Page 27: Hukum, Integritas, Cita-cita Reformasi

27NO ��3/Juli 2008 - Agustus 2008/Tahun XXVIII

Kedudukan Peraturan BPK Dalam Peraturan Perundang-undangan di Indonesia

(Suatu Pendekatan Yuridis Formal)

HUKUM

Oleh: Maksum (Staf pada Direktorat LABH, Ditama Binbangkum)

Amandemen UUD �945 dan Paket tiga UU Keuangan Negara memberikan mandat yang sangat strategis atas keberadaan Badan Pemerik-sa Keuangan (BPK) dalam sistem ketatanega-

raan Indonesia. Hal tersebut juga didukung dengan UU No. �5 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan yang memberikan kedudukan, fungsi dan kewenangan yang semakin besar dan kokoh dalam melaksanakan kewenangan konstitusional. UU No. �5 Tahun 2006 mengamanatkan hal-hal yang perlu segera ditindaklanjuti oleh BPK antara lain untuk membuat Peraturan BPK yang dipergunakan un-tuk mendukung pelaksanaan tugas dan kewenangan BPK dalam melakukan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.

BPK Sebagai Pusat Regulator di Bidang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara

Dalam Rencana Strategis BPK menetapkan tujuan (go-als) BPK adalah mewujudkan BPK sebagai lembaga peme-riksa keuangan Negara yang independen dan professional, memenuhi semua kebutuhan dan harapan pemilik kepen-tingan, mewujudkan BPK sebagai pusat regulator di bidang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Ne-gara, dan mendorong terwujudnya tata kelola yang baik atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara.

Di dalam UU No. �5 Tahun 2006 terdapat beberapa pa-sal yang mengatur tentang Peraturan BPK, terdiri dari: Pasal � angka �7, pasal 6 ayat (6), pasal �2, pasal �5 ayat (5) dan pasal 30 ayat (3). Pasal-pasal tersebut memberikan mandat kepada BPK untuk membuat Peraturan BPK yang dimuat di dalam Lembaran Negara. Ketentuan tersebut merupakan dasar hukum bagi BPK untuk membentuk Peraturan BPK yang berlaku umum. Kewenangan membentuk Peraturan BPK ini merupakan wujud semakin kokohnya kewenan-gan BPK di bidang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara dalam rangka mendorong terwu-judnya tata kelola keuangan Negara yang baik, transparan dan akuntabel. Secara teoritis (Geldings Theorie) berlakunya suatu kaedah hukum/peraturan perundang-undangan ha-rus memenuhi aspek-aspek Yuridis, Sosiologis dan Filosofis. Penyusunan/pembentukan “Peraturan” yang akan dikeluar-kan oleh BPK harus sesuai dengan tuntutan teori, asas dan

kaedah perancangan peraturan perundang-undangan secara taat asas.

Kedudukan Peraturan BPK Dalam Peraturan Perun-dang-undangan di Indonesia

Badan Pemeriksa Keuangan mengemban amanat dari UU No. �5 Tahun 2006 untuk menjadi Pusat Regulasi di bidang pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara dan juga amanatkan dalam Rencana Strat-egis BPK 2006-20�0.

Kedudukan Peraturan BPK dalam Peraturan Perundang-undangan di Indonesia, tidak terlepas dari Tata Urutan Per-aturan Perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. TAP MPRS No. XX/MPRS/�966 pernah mengenalkan hirarki perundang-undangan yang berlaku berbeda dengan hirarki perundang-undangan yang berlaku sekarang. Hirarki/Tata urutan perundang-undangan yang saat ini merupakan hu-kum positif, bersumber dari dua peraturan yang menjadi dasarnya, yaitu TAP MPR No. III/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan dan UU No. �0 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peratu-ran Perundang-undangan. Secara detail, perbedaan hirarki peraturan perundang-undangan dari masing-masing keten-tuan tersebut dapat dilihat pada tabel .

Ketentuan tata urutan perundang-undangan dalam TAP MPRS No. XX/MPRS/�966 sudah dicabut dengan TAP MPR No. III/MPR/2000. Tata urutan perundang-undan-gan yang diatur dalam TAP MPR No. III/MPR/2000 dan UU No. �0 Tahun 2004, pada saat ini merupakan hukum positif yang mengatur hirarki peraturan perundang-undan-gan.

Kemudian muncul pertanyaan, apakah peraturan atau keputusan yang ditetapkan oleh lembaga negara seperti BPK dan MA mempunyai kekuatan hukum mengikat seperti ket-entuan yang diatur pasal 7 ayat (�) UU No. �0 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Untuk menjawab permasalahan seperti yang diungkapkan diatas perlu melihat ketentuan pasal 7 ayat (4) UU No. �0 Tahun 2004 yang mengatur secara tegas mengenai daya mengikat suatu produk peraturan perundang-undangan

Page 28: Hukum, Integritas, Cita-cita Reformasi

28 NO ��3/Juli 2008 - Agustus 2008/Tahun XXVIII

yang dikeluarkan oleh lembaga Negara dan/atau Departe-men/lembaga pemerintah. Pada Pasal 7 ayat (4) UU No. �0 Tahun 2004 mengatur sebagai berikut. Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.

Kemudian penjelasan pasal 7 ayat (4) UU No. �0 Tahun 2004 lebih menegaskan sebagai berikut : Jenis Peraturan Pe-rundang-undangan selain dalam ketentuan ini, antara lain, peraturan yang dikeluarkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Bank Indonesia, Menteri, kepala badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk oleh un-dang-undang atau pemerintah atas perintah undang-undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, De-wan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Wa-likota, Kepala Desa atau yang setingkat.

Ketentuan pasal 7 ayat (4) ini memberikan kekuatan daya mengikat secara hukum dari suatu produk peraturan yang dikeluarkan oleh lembaga Negara dan/atau departe-men/lembaga. Demikian halnya dengan Peraturan-peratu-ran yang dikeluarkan oleh BPK selaku pusat regulator di bi-dang pemeriksaan keuangan Negara, mempunyai kekuatan hukum mengikat baik secara internal maupun eksternal di bidang pemeriksaan keuangan Negara. Hal ini juga di-pertegas dalam pasal � angka �7 UU No �5 Tahun 2006 ten-tang Badan Pemeriksa Keuangan yang menetapkan sebagai berikut : “Peraturan BPK adalah aturan hukum yang dikelu-arkan oleh BPK yang mengikat secara umum dan dimuat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia”. Meskipun demikian peraturan-peraturan yang dikeluarkan BPK terse-but tidak dapat dimasukkan dalam katagori sebagaiman di-maksud dalam tata urutan peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam TAP MPR No. III/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-un-dangan dan Undang-undang No. �0 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Kemudian Pasal 7 ayat (4) UU No. �0 tahun 2004 ten-tang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan men-syaratkan bahwa peraturan yang dikeluarkan oleh lembaga Negara dan/atau departemen/lembaga tersebut sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. Bagaimana dengan BPK yang posisinya merupakan satu-satunya lembaga pemeriksa eksternal keu-angan Negara dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia, dapatkah mengeluarkan suatu peraturan walaupun ti-dak diperintahkan oleh Peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi? Keberadaan BPK sebagai satu-satunya lembaga pemeriksa eksternal keuangan Negara dalam sys-tem ketatanegaraan Indonesia telah dipertegas dalam Kete-tapan MPR RI, yaitu:

�. TAP MPR No. X/MPR/200�, menetapkan sebagai berikut : ”Badan Pemeriksa Keuangan merupakan satu-satun-ya lembaga pemeriksa eksternal keuangan negara dan peranan-nya perlu lebih dimantapkan sebagai lembaga yang independ-ent” ;

2. TAP MPR No. VI/MPR/2002, menetapkan sebagai berikut : ”Menegaskan kembali kedudukan Badan Pemeriksa Keuangan sebagai satu-satunya lembaga pemeriksa eksternal pemerintah yang diamanatkan oleh Undang-undang Dasar 1945, dan peranannya yang bebas dan mandiri perlu lebih dimantapkan” .

Kemudian pasal 23E UUD �945 menegaskan bahwa : ”Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggungjawab tentang keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuan-gan yang bebas dan mandiri”. Selanjutnya ketentuan pasal 2 UU No �5 tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan lebih memberikan penegasan sebagai berikut : ”BPK merupakan satu lembaga negara yang bebas dan mandiri dalam memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara”.

Dari ketentuan-ketentuan tersebut, dapat dilihat bahwa BPK secara yuridis formal memiliki landasan kuat dalam melaksanakan kewenangan konstitusionalnya. Dalam melaksanakan kewenangan konstitusional tersebut, BPK berwenang menentukan arah dan kebijakan dalam melaku-kan pemeriksaan keuangan negara. Bila BPK memandang perlu untuk mengeluarkan suatu ketentuan yang mengatur terkait dengan pemeriksaan keuangan negara, maka BPK dapat membuat dan menerbitkan peraturan yang ber-laku dan mengikat secara umum di bidang pemeriksaan keuangan negara meskipun tidak diperintahkan oleh Peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi

KesimpulanBerdasarkan paparan yang telah dikemukan, kiranya da-

pat ditarik suatu simpulan, sebagai berikut.

�. Disahkannya paket tiga UU Keuangan Negara memberikan pengaruh yang sangat progresif atas peranan dan kewenangan BPK menjadi semakin kokoh serta juga semakin mengakui eksistensi BPK sebagai satu-satunya lem-baga pemeriksa eksternal keuangan negara dalam sistem ke-tatanegaraan di Indonesia.

2. Kewenangan membentuk Peraturan BPK ini merupakan wujud semakin kokohnya kewenangan BPK di bidang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara dalam rangka mendorong terwujudnya tata kelola keuangan Negara yang baik, transparan dan akuntabel.

3. Peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh BPK selaku pusat regulator di bidang pemeriksaan keuangan

Page 29: Hukum, Integritas, Cita-cita Reformasi

29NO ��3/Juli 2008 - Agustus 2008/Tahun XXVIII

Negara mempunyai kekuatan hukum mengikat baik se-cara internal maupun eksternal di bidang pemeriksaan keuangan Negara. Meskipun peraturan-peraturan yang dikeluarkan BPK tersebut tidak dapat dimasukkan dalam katagori sebagaiman dimaksud dalam Ketentuan hukum positif yang mengatur tata urutan peraturan perundang-un-dangan di Indonesia.

4. Dalam melaksanakan kewenangan konstitusional,

BPK berwenang menentukan arah dan kebijakan dalam melakukan pemeriksaan keuangan negara. Bila BPK me-mandang perlu untuk mengeluarkan suatu ketentuan yang mengatur terkait dengan pemeriksaan keuangan negara, maka BPK dapat membuat dan menerbitkan peraturan yang berlaku dan mengikat secara umum di bidang peme-riksaan keuangan negara meskipun tidak diperintahkan oleh Peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Dari Pemeriksa ke Objek Pemeriksaan,Subjek Pemeriksaan alias Terperiksaoleh: JD Parera

Kita memahami sesuatu lewat bahasa. Bahasa yang kita pahami bisa merujuk ke objek/benda/tindakan/perbuatan berdasarkan pengalaman dan bahasa itu pun dapat merujuk pikiran dan pemikiran. Bahasa yang merujuk pengalaman bermakna referensi dan bahasa yang merujuk pemikiran bermakna konsep dan konseptual. Bahasa laporan BPK merujuk ke pengalaman langsung/temuan langsung dan ba-hasa undang-undang merujuk ke pemikiran.

Tulisan ini terfokus pada bahasa UU RI No.�5 tahun 2006 tantang Badan Pemeriksa Keuangan dan bahasa lapo-ran hasil pemeriksaan penulis laporan BPK.

Di dalam kalangan BPK dan masayarakat umum dike-nal istilah auditor dan auditee. Mungkin kata auditor dan auditee terasa lebih cocok dan gagah daripada pemeriksa. Akan tetapi, secara formal dalam Undang-undang no.�5 Ta-hun 2006 (UUD RI no.�5 tahun 2006 pasal �) dipakai isti-lah pemeriksa dan objek pemeriksaan. Dalam Undang-un-dang No.�5 tahun 2006 tidak digunakan istilah auditor dan auditee. Dalam bahasa hukum secara umum dipakai istilah terdakwa sebagai pasangan untuk hakim sebagai pendakwa, tertuduh sebagai pasangan untuk jaksa sebagai penuduh, st.

Yang menjadi permasalahan sekarang adalah UU no.�5 tahun 2006 tidak menggunakan istilah terperiksa sebagai pasangan pemeriksa. Yang digunakan dalam undang-un-dang tersebut adalah istilah objek pemeriksaan (pasal 3�, ayat (4), butir a, b, c, d, dan e).

Di samping itu, juga digunakan istilah objek yang diperiksa (pasal 6 ayat (5)). Jadi, dalam Undang-undang no.�5 tahun 2006 dipergunakan dua istilah, yakni objek yang diperiksa (pasal 6 ayat (5)) dan penjelasannya, serta objek pemeriksaan (pasal 3� ayat (4)).

Penulis laporan hasil pemeriksaan dari BPK yang taat undang-undang akan memilih objek yang diperiksa dan atau objek pemeriksaan dengan makna ganda atau ambigu.

Makna objek yang diperiksa menunjuk kepada orang/in-san/manusia/ seperti ternyata dalam kalimat “Dalam melak-sanakan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam pada ayat (�), BPK melakukan pembahasan atas temuan pemeriksaan dengan objek yang diperiksa sesuai Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (Pasal 6 ayat (4)). Melakukan pembahasan dengan objek yang diperiksa merujuk pada orang/manusia/insan. Di samping istilah objek yang diperiksa, pada pasal 3� ayat (4) b, c, d, e terdapat istilah objek pemeriksaan yang merujuk kepada orang/manusia/insan. Dalam laporan BPK, objek yang diperiksa adalah entitas yang kena pemeriksaan.

Agar tidak terjadi ambigu dalam laporan, mungkin perlu disepakati pembahasaan sebagai berikut. Objek yang diperiksa dan objek pemeriksaan merujuk kepada hal, peris-tiwa, kejadian, peristiwa penggunaan keuangan negara. Se-dangkan orang yang diperiksa atau pejabat yang diperiksa, misalnya, bendahara disebut subjek yang diperiksa, subjek pemeriksaan. Subjek yang diperiksa atau subjek pemerik-saan kita sebut terperiksa sebagai pasangan pemeriksa.

Dapatkah kita sepakati saran ini untuk lingkungan BPK? Terima kasih.

Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan di Indonesia

TAP MPRS No. XX/ MPRS/�966 TAP MPR No. III/

MPR/2000

Pasal 7 ayat (�) UU No. �0

Tahun 2004

�. UUD �945

2. TAP MPR

3. UU/PERPU

4. Peraturan Pemerintah

5. Keppres

6. Keputusan Menteri

7. Keputusan Kepala Lembaga

Pemerintahan dan lain-lain

�. UUD �945

2. TAPMPR

3. UU

4. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-

undang/PERPU

5. Peraturan Pemerintah/PP

6. Keputusan Presiden/ Keppres

7. Peraturan Daerah/PERDA

�. UUD �945

2. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah

Penggati Undang-undang/ PERPU

3. Peraturan Pemerintah/PP

4. Peraturan Presiden/ Perpres

5. Peraturan Daerah/ PERDA

SISIPAN

Page 30: Hukum, Integritas, Cita-cita Reformasi

30 NO ��3/Juli 2008 - Agustus 2008/Tahun XXVIII

MANAJEMEN

POLA PENGKADERAN PIMPINAN DAN KEMUNGKINAN KEMACETAN GERBONG

UNTUK PROMOSI

Perubahan lingkungan internal dan eksternal akan mempen-garuhi ruang lingkup organ-

isasi, baik menyempit maupun meluas. Lebih-lebih di era globalisasi, organisasi apa pun dituntut untuk lebih akomo-datif terhadap perubahan lingkungan apabila ingin survive.

Badan Pemeriksa Keuangan Re-publik Indonesia (BPK RI) merupakan lembaga Negara yang tidak dapat lepas dari pengaruh perubahan lingkungan, baik karena tuntutan peraturan mau-pun lingkungan global. Saat ini, BPK RI sedang dan bahkan hampir selesai melakukan pemekaran organisasi hing-ga ke tingkat provinsi, sesuai amanat UUD �945 setelah amandemen.

Peluang KarierPemekaran organisasi memberi

banyak peluang karier, baik jabatan struktural maupun fungsional. Teknik perekrutan kedua jabatan tersebut te-lah ada, namun tak ada salahnya terda-pat wacana bagaimana jika sebaiknya perekrutan jabatan struktural meng-gunakan pola pengkaderan. Hal ini karena pada tantangan ke depan, ma-salah yang harus dihadapi lebih pelik dan kompleks.

Pemeriksaan tidak dapat dilakukan secara parsial hanya pelaksanaan angga-ran, melainkan harus ada perencanaan, pelaksanaan dan output, serta harus ter-integrasi. Misalnya, dalam memeriksa entitas Pemda X, kemudian di-break down ke Dinas PU mengenai Proyek Pembangunan Bendungan. Proyek ini tidak dapat diperiksa di Dinas PU saja, tetapi harus ditelusuri ke Bapeda, Dinas Tata Kota, Kantor Lingkungan Hidup (kaitannya dengan Amdal). Jika dana bukan berasal dari satu sumber, dapat ditelusuri ke provinsi dan pemerintah pusat. Di sinilah perlunya koordinasi

antara Auditama Keuangan Pemerin-tah Pusat dengan Auditama Keuangan Pemerintah Daerah, untuk melakukan pemeriksaan dari hulu sampai hilir, sehingga hasil pemeriksaan benar-benar berbobot. Untuk mencapai hal itu, diperlukan pimpinan yang berwa-wasan luas dan dapat melihat masalah dari berbagai dimensi. Bagaimana pola perekrutan pimpinan dengan kualifi-kasi tersebut?

Struktur organisasiSetiap organisasi, baik yang seder-

hana maupun kompleks, pasti memi-liki sistem pengaturan cara kerja untuk mencapai tujuan. Salah satu perangkat pokok dalam organisasi adalah struktur organisasi, berupa peringkat personil sesuai kedudukannya serta menggam-barkan garis komando maupun luas rentang kendali (Mas’ud Machfoedz: 2002:2�).

Berkaitan dengan struktur organi-sasi, BPK RI telah berulangkali mere-visinya, baik di tingkat Badan maupun Pelaksana. Pada tingkat Badan, tertu-ang dalam UU BPK RI No. �5 Tahun 2006, sedangkan pada tingkat Pelaksa-na dituangkan dengan Keputusan Ke-tua BPK RI No. 34/K/I-VIII.3/6/2007 tentang Struktur Organisasi BPK RI. Organisasi dan Tata Kerja Pelaksana BPK-RI dituangkan dalam Kepu-tusan Ketua BPK RI No.39/K/I-VIII.3/7/2007.

Tulisan Drs. Moertriantoro dalam Majalah Pemeriksa No.77/Nop/2000 menyebutkan bahwa pada penyusunan struktur organisasi terdapat prinsip “hemat struktur dan kaya fungsi”. Ar-tinya, dalam struktur organisasi tidak perlu terlalu banyak rincian, namun dapat mengakomodasi segala peru-bahan yang terjadi (optimal function). Prinsip tersebut dapat diwujudkan

dengan memposisikan orang-orang yang benar-benar memiliki kapabilitas di bidang manajerial.

Secara teori, sumber daya manusia yang ditempatkan pada struktur orga-nisasi adalah mereka yang menguasai fungsi-fungsi manajer, mulai dari plan-ning hingga controlling. Secara praktik, fungsi-fungsi tersebut melebur menja-di satu kesatuan pada diri menajer. Ar-tinya, manajer selalu siap menghadapi situasi dalam kondisi apa pun.

Dapat disimpulkan bahwa akan lebih efektif jika orang–orang yang di-tempatkan dalam struktur organisasi adalah mereka yang memiliki bakat me-manage. Dengan demikian, pen-didikan hanya sebagai penunjang, bu-kan penentu. Tes seleksi yang hanya berlangsung satu atau dua hari belum dapat menilai atau mengukur kemam-puan seorang manajer. Akan lebih bermanfaat apabila tes dilakukan dalam suatu laboratorium sebagai terobosan, kemudian calon-calon manajer dibidik sejak dini. Inilah yang dilakukan oleh para politisi untuk mengkader peng-gantinya. Calon-calon ini dibidik mu-lai dari kecamatan sampai tingkat na-sional. Para profesional (termasuk BPK RI) tidak ada salahnya meniru cara ini, meskipun tidak �00%. Teknik pelaksa-naannya, dapat memberdayakan peran intelijen.

Teknik semacam ini sudah di-lakukan oleh para politisi dalam me-lakukan fit and proper test untuk jaba-tan-jabatan yang bersifat politis. Jika cara itu efektif, tidak ada salahnya dite-rapkan pada tingkat jabatan pelaksana (sekjen ke bawah).

Kerja samaPermasalahan yang tidak kalah

penting adalah soal kerja sama. Kerja sama dapat menghasilkan output yang

Oleh: Indras Woro Wiyadi

Page 31: Hukum, Integritas, Cita-cita Reformasi

3�NO ��3/Juli 2008 - Agustus 2008/Tahun XXVIII

optimal seandainya SDM yang terlibat pernah bekerja sama. Soal kemampuan kerja sama hanya dapat dilihat di la-pangan, bukan dari jawaban tes. Sebab ada beberapa klausul yang tidak dapat dideteksi melalui tes, yakni dengan siapa harus bekerja sama, dan dalam hal apa bekerja sama. Faktor ini dapat dijadikan sebagai dasar untuk memilih teknik perekrutan pejabat dengan pola pengkaderan seperti pada organisasi kepartaian.

Kemampuan pejabat dalam pen-gambilan keputusan juga merupakan faktor yang menentukan optimalisasi struktur organisasi (kaya fungsi). Pen-gambilan keputusan berhubungan dengan masalah pilihan alternatif se-hingga output-nya sangat tergantung pada karakter manusia.

Sebelumnya, pengambilan keputu-san dalam birokrasi berbeda dengan di sektor swasta. Saat ini, terjadi perges-eran karena derasnya tuntutan masyar-akat akan pengelolaan yang baik, seh-ingga diperlukan pejabat yang tangkas dalam pengambilan keputusan dengan memperhatikan risiko yang ada.

Dalam pemekaran BPK RI saat ini, akan muncul dampak yang tidak disa-dari, yakni macetnya rotasi ke atas (dari eselon bawah ke eselon atas) sehingga gerbong eselon bawah harus antri lama karena terbatasnya kursi. Salah satu penyebab adalah faktor usia yang ter-lalu muda dalam menduduki jabatan, baik di Es-elon I, dan II, sehing-ga gerbong

Eselon III dan IV ada yang harus berhenti dan tidak dapat naik lagi, walau-pun se-

cara teknik layak.

Tantangan Dalam buku “BPK Dalam Angka”

tidak ditemui data mengenai “Perkem-bangan Pegawai Menurut Jabatan Struktural”, sehingga penulis mengolah data dari lampiran struktur organisasi dalam Keputusan Ketua BPK RI No. 34/K/I-VIII.3/6/2007 tanggal �5 Juni 2007 di atas (Data perwakilan BPK RI baru 25 perwakilan).

Dari data tersebut, diketahui untuk Eselon IV terdapat 626 kursi, Eselon III terdapat �5� kursi, Eselon II terda-pat 46 kursi dan Eselon I terdapat 23 kursi. Dengan asumsi semua Eselon bergerak ke atas, maka untuk Eselon IV terdapat 475 kursi (626-�5�) tidak bergerak alias gerbong mandeg. Pada Eselon II terdapat 23 (46- 23) kursi tidak minimal, karena tidak memper-hitungkan kemungkinan Eselon III, II dan I yang “mandeg”, serta kemung-kinan pemekaran provinsi. Bagaimana agar hal itu dapat dihindari sedini mungkin? Kemacetan gerbong tersebut dapat teratasi sedikit dengan kemung-kinan pemekaran provinsi sehingga terjadi penambahan kantor perwakilan. Selain itu, m u -t a s i

menjadi salah satu alternatif pemeca-han. Inilah tantangan Biro SDM BPK RI untuk merancang strategi dan kebi-jakan SDM di masa depan.

Tantangan berat ini membuat BPK RI perlu mempersiapkan sedini mung-kin dengan menyiapkan sumber daya manusia yang siap berkompetisi. Ek-sekutif pun telah menyiapkan SDM dan perlengkapan untuk menghadapi masa depan BPK RI, demikian pula dengan para politisi di dewan perwaki-lan. Entitas eksekutif, BPK RI dan De-wan Perwakilan Rakyat akan bersin-ergi untuk bersama-sama mewujudkan akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan keuangan negara.

*) Penulis staf Sub Bag. SDM, Hukum, Humas di Kantor Perwakilan BPK-RI Yo-gyakarta.

Page 32: Hukum, Integritas, Cita-cita Reformasi

32 NO ��3/Juli 2008 - Agustus 2008/Tahun XXVIII

Anggota BPK I Gusti Agung Rai sedang memberikan materi dan penjelasan pada rapat dengan panitia Angket BBM RI, 03 Septem-ber 2008.

Ketua DPD RI Ginanjar Kartasasmita foto bersama setelah rapat paripurna yang dihadiri gubernur, bupati dan walikota se-Indone-sia, 24 Agustus 2008.

Penandatanganan prasasti oleh Wakil Ketua BPK Abdullah Zaini pada acara pembukaan kantor perwakilan di Pangkal Pinang, 25 Juli 2008.

Peluncuran dan bedah buku Audit Kinerja pada Sektor Publik oleh I Gusti Agung Rai pada tanggal 20 Agustus 2008.

POTRET BPK

Sekretaris Jenderal BPK RI Dharma Bhakti memberikan ucapan sela-mat kepada Novy G. A Pelenkahu pada acara pelantikan pejabat, �5 Agustus 2008.

Pemberian tanda penghargaan oleh Ketua kepada salah satu pega-wai pada peringatan HUT RI ke 63, tanggal �7 Agustus 2008.

Page 33: Hukum, Integritas, Cita-cita Reformasi

33NO ��3/Juli 2008 - Agustus 2008/Tahun XXVIII

Rapat pertemuan Panitia angket BBM DPR RI dengan BPK RI, 03 Sep-tember 2008.

Ketua BPK RI Anwar Nasution memberikan pidato kepada para kepala daerah tingkat I dan II saat di DPD RI, 24 Agustus 2008.

Melalui rencana Aksi (Action Plan) kita wujudkan laporan keuangan kementerian negara yang akuntabel, 27 Agustus 2008.

Tim Futsal Eksekutif sebelum bertanding, 29 Agustus 2008.

Ketua BPK RI Prof. Dr. Anwar Nasution menerima buku dari Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD pada kunjungan perkenalan, 02 September 2009.

Tim Futsal Eksekutif sebelum bertanding, 29 Agustus 2008.

Page 34: Hukum, Integritas, Cita-cita Reformasi

34 NO ��3/Juli 2008 - Agustus 2008/Tahun XXVIII

Hubungan masyar-akat (humas) ser-ing diibaratkan

sebagai penjaga gerbang, siap melayani semua orang, dan tahu

seg- alanya. Banyak orang masih men-g a r - tikan profesi humas sebagai tukang f o t o , tukang bikin spanduk, urusan war-t a - wan, pembuat press release, pembuat b r o - sur dan produk komunikasi lainnya, s a m - pai penerima tamu.

Indrawadi (Kepala Humas Uni-versi- tas Bung Hatta) menyebutkan bahwa prak- tisi humas lebih banyak melakukan pem- buatan produk-produk komunikasi b e r - dasar perintah. Karena tugas ini, maka apa- bila citra suatu instansi suram di mata publik dan stakeholder, berarti humaslah penyebabnya. Me-skipun citra menurun akibat kesalahan di bagian keuangan, pembangunan fisik yang tidak sesuai, praktik KKN, kurang pekanya pimpinan terhadap lingkungan sekitar, atau hal-hal lain yang secara langsung berada di luar kegiatan kehuma-san, tetap semua getah tertumpah pada humas.

Apa sebenarnya yang disebut dengan profesi humas? Be-rikut beberapa ulasan mengenai humas dari berbagai sum-ber.

Humas PemerintahanMaraknya permasalahan yang kerap terjadi antara lem-

baga/organisasi/perusahaan dengan publik internal dan publik eksternalnya telah melahirkan humas sebagai media-tor antara keduanya. Ada banyak definisi mengenai humas dari para pakar dalam berbagai bidang ilmu, salah satunya adalah Edward L Bernays dalam bukunya yang berjudul “Public Relations”. Ia menyatakan bahwa humas memiliki arti memberikan penerangan kepada publiknya dan mem-pengaruhi publik untuk mengubah sikap dan perbuatan.

Sementara itu, pengertian pemerintahan menurut Prof. Dr. Ermaya Suradinata, MSi yang mengutip pendapat Sagre menyatakan bahwa pemerintah sebagai lembaga ne-gara yang terorganisir, memperlihatkan dan menjalankan kekuasaannya. Sehingga desinisi humas pemerintahan yang dimuat oleh Bunga Rampai Pengetahuan Kehumasan Tahun �987, Departemen Penerangan RI mengartikan hubungan masyarakat sebagai tugas yang memberikan informasi atau keterangan.

Di Indonesia, humas pemerintahan tergabung dalam

satu wadah yang disebut Bakohumas (Badan Koordinasi Hubungan masyarakat). Dengan adanya wadah ini, pemer-intah menghendaki keterpaduan dalam kehumasan pemer-intah yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, efek-tivitas kerja serta mempertinggi daya dan hasil guna dalam operasi penerangan dan kehumasan.

Fungsi pokok humas pemerintahan adalah menga-mankan kebijaksanaan pemerintah, memberikan pelayanan informasi dalam rangka meyakinkan masyarakat; menerima/menampung informasi dari masyarakat, menjadi jembatan/komunikator aktif dalam rangka komunikasi dua arah, serta ikut menciptakan iklim untuk mengamankan politik pem-bangunan.

Ikut serta dalam pengambilan keputusan menjadi tu-gas strategis humas pemerintahan. Tugas takstisnya yakni memberikan informasi, menjalankan komunikas timbal balik, dan membuat citra yang baik. Dalam melaksanakan tugasnya, petugas humas hendaknya bekerja sama dengan unit-unit lain. Humas harus mampu menangani dan men-ganalisis baik langsung maupun tidak, menyampaikan per-timbangan-pertimbangan konkrit, saran-saran, serta ide-ide kepada pimpinan untuk pengolahan kebijaksanaan umum.

Ruang lingkup kegiatan humas pemerintahan yaitu membina pengertian dan pemahaman pada khalayak ter-hadap kebijakan pemerintah (khalayak intern yaitu karya-wan di lingkungan sendiri dan khalayak ekstern yaitu media massa, pejabat pemerintah, pemuka pendapat). Humas juga menyelenggarakan dokumentasi kegiatan pokok aparatur pemerintah, memonitor dan mengevaluasi tanggapan dan pendapat masyarakat, menugumpulkan data dan informasi yang datang dari berbagai sumber, serta melakukan analisis terhadap permasalahan yang telah diklasifikasikan ke dalam bidang-bidang permasalahan yang sesuai dengan bidang ke-humasan.

Menurut Prof. Dr. Astrid S Susanto, petugas humas merupakan penghubung antara instansi pemerintah dan masyarakat. Petugas humas dituntut menguasai informasi dan mengolah sedemikian rupa untuk kemudian mene-ruskan kepada pihak-pihak yang memerlukannya. Dalam melaksanakan tugasnya antara lain humas bekerja sama dengan wartawan. Peran humas di era reformasi bertambah berat karena masyarakat mengharapkan informasi yang len-gkap, cepat, serta akurat, tentang apa yang dikerjakan oleh pemerintahannya. Merujuk pada pendapat Frazier Moore, seorang pakar di bidang humas, perlunya kegiatan humas dalam pemerintahan berlandaskan dua fakta. Pertama, ma-syarakat mempunyai hak untuk mengetahui. Kedua, adanya

RAGAM

Humas: Urusan Citra dan Wartawan

Page 35: Hukum, Integritas, Cita-cita Reformasi

35NO ��3/Juli 2008 - Agustus 2008/Tahun XXVIII

kebutuhan bagi para pejabat pemerintah untuk menerima masukan dari masyarakat tentang persoalan baru dan teka-nan-tekanan sosial untuk memperoleh partisipasi dan du-kungan masyarakat dalam pembangunan.

Humas PerusahaanMenurut kamus Institute of Public Relations (IPR) prak-

tik humas adalah keseluruhan upaya yang dilangsungkan se-cara terencana dan berkesinambungan dalam menciptakan dan memelihara niat baik dan saling pengertian antara suatu organisasi dengan segenap khalayaknya.

Menurut Edwin Emerry, Phillip H. Ault, dan Warrean K Agee dalam bukunya Introduction to Mass Communica-tion, fungsi humas adalah upaya mempengaruhi opini pub-lik dengan komunikasi dua arah timbal balik. Kedudukan humas harus dekat dengan puncak pimpinan. Ia langsung berhubungan dengan direktur utama dan staf pimpinan yang mengoperasikan perusahaan. Kebanyakan, perusahaan seringkali memandang humas sebagai bagian dari suatu pekerjaan lain, misalnya bagian dari manajer personalia dan departemen pemasaran.

Tugas utama dari humas perusahaan adalah menciptakan dan memelihara suatu citra baik dan tepat atas perusahaan terutama yang berkenaan dengan kebijakan produknya. Humas juga menyediakan informasi kepada khalayak, ten-tang kebijakan perusahaan, produk, jasa, dan personalia se-lengkap mungkin untuk menjangkau pengertian khalayak. Tugas internal humas perusahaan yakni: menyusun serta mendistribusikan news release juga foto-foto; mengorgan-isasikan konferensi pers termasuk acara resepsi dan kunjun-gan kalangan media massa ke perusahaan; menciptakan dan memelihara berbagai bentuk identitas perusahaan dan ciri khasnya (logo, komposisi warna); dan mengikuti rapat-ra-pat penting yang diselenggarakan oleh dewan direksi. Se-dangkan tugas eksternalnya adalah mewakili perusahaan pada pertemuan asosiasi, menjalin hubungan dekat dengan politisi dan birokrat; dan menganalisis umpan balik dan ber-bgai laporan yang berhubungan dengan tingkat kemajuan penjualan perusahaan. Berhasil atau tidaknya suatu humas perusahaan diukur dari perolehan laba yang memuaskan perusahaan dan apakah perusahaan dapat terus bertahan dalam bisnisnya.

Humas dan WartawanBanyak lembaga/perusahaan/organisasi yang memiliki

bagian khusus bertugas memperhatikan dan menjalin hu-bungan yang baik dengan media. Biasanya disebut dengan bagian ”hubungan media” atau ”media relations”, yang ditujukan untuk mencapai hubungan yang efektif dengan media. Media massa berperan besar dalam membentuk dan mempengaruhi opini publik. Apa yang disajikan oleh media tidak terlepas dari peranan wartawan yang meliput dan me-nulis berita.

Berdasarkan UU No. 40 Tahun �999, wartawan ada-lah orang yang secara teratur melakukan kegiatan jurnalis-tik. Peran wartawan adalah menyampaikan informasi yang

didapat dan disebarluaskan pada kahalayak. Namun pada perkembangannya, peranan wartawan beralih fungsi seba-gai alat atau media untuk membentuk citra baik yang po-sitif maupun negatif. Sehingga tidaklah heran apabila pada praktiknya sekarang, media massa sering dijadikan sebagai alat propaganda bagi beberapa pihak tertentu. Bahkan tidak jarang peran media dimanfaatkan sebagai alat politik dalam meluncurkan manuver-manuver politik kelompok tertentu.

Wartawan memiliki fungsi to describe, to explain, and to persuade. Oleh karena itu, tidaklah heran apabila sekarang sebagian besar lembaga baik komersiil maupun non kom-ersiil sangat memperhatikan media relations. Hal ini juga terlihat dari banyaknya buku-buku yang menekankan pent-ingnya media relations sebagai salah satu tugas penting yang perlu dikelola dengan baik oleh para Public Relations Officer (PRO).

Menurut Yosal Iriantara dalam buku Media Relations dalam Konsep, Pendekatan, dan Praktik, disebutkan bahwa media relations membina dan mengembangkan hubungan baik dengan media massa sebagai sarana komunikasi antara organisasi dengan publiknya. Drs. Onong Uchjana Ef-fendy, MA juga mengemukakan media relations sebagai komunikasi timbal balik yang dilakukan petugas humas dengan wartawan bagi kepentingan bersama yang dilandasi asas saling pengertian dan saling mempercayai.Hubungan keduanya bersifat saling membutuhkan dan bergantung. Dengan demikian, tak satu pihak pun boleh menganggap dirinya lebih tinggi dan penting.

Ada lima sasaran utama yang harus diperhatikan guna mencapai media relations yang baik yakni: (�) memperoleh publisitas seluas mungkin mengenai upaya dan kegiatan lembaga yang dianggap baik; (2) menjamin adanya pembe-ritaan atau pendapat yang objektif, wajar, dan jujur menge-nai hal-hal yang dianggap kurang menguntungkan lembaga; (3) mendapatkan umpan balik mengenai upaya dan kegia-tan lembaga; (4) melengkapi pengumpulan informasi bagi pimpinan lembaga; (5) mewujudkan hubungan langgeng dengan media massa yang dilandasi rasa saling percaya dan menghargai.

Ada beberapa program yang dapat dilakukan untuk melaksanakan media relations. Pertama, melakukan kon-

Page 36: Hukum, Integritas, Cita-cita Reformasi

36 NO ��3/Juli 2008 - Agustus 2008/Tahun XXVIII

tak pribadi secara informal yang didasari kejujuran dan ke-percayaan; kedua, melakukan news service yang bertujuan menyediakan bahan berita untuk media massa secara aktif maupun pasif seperti membuat news release, news kit yang merupakan kumpulan informasi mengenai lembaga; dan ketiga, contingency plan untuk menghadapi situasi non rutin yang sewaktu-waktu melibatkan media massa seperti per-mintaan media massa untuk mewawancarai pimpinan atau personil lembaga.

Sejauh ini banyak lembaga yang telah melakukan pro-gram-progran tersebut secara rutin seperti mengirimkan siaran pers dan mengadakan kunjungan pers. Sebagai cata-tan bahwa pengiriman siaran pers hendaknya tidak terlalu berlebihan, karena pasokan informasi yang berlebihan akan menyebabkan tidak efektifnya media relations yang telah dibangun. Sebenarnya ada beberapa program lainnya yang dapat disertai dalam media relations yakni dengan komuni-kasi tatap muka. Program-program tersebut meliputi penye-lenggaraan pameran yang bersifat umum atau tematik, pem-berian ceramah atas dasar prakarsa lembaga itu sendiri serta program “open house” yang merupakan undangan kepada khalayak sasaran untuk mengunjungi lembaga.

Demi keberhasilan kegiatan media relations perlu di-hindari perilaku yang berlebihan (overpublicity yang beraki-bat overkill) serta dikembangkan sikap kemitraan dengan personil media massa. Berkaitan dengan hal tersebut maka Drs. Sunarto, MSi menyatakan bahwa ada sejumlah prin-sip-prinsip umum yang perlu diperhatikan oleh lembaga dalam menciptakan dan membina media relations yang baik yakni: (�) memahami dan melayani media dengan tujuan untuk menciptakan hubungan timbal balik yang saling men-guntungkan; (2) menyediakan atau memasok materi-materi yang akurat dimana saja dan kapan saja; (3) menyediakan salinan berupa naskah dan foto-foto dengan baik dan cepat; (4) bekerja sama dengan para jurnalis dalam menyediakan materi yang baik; dan (5) menyediakan fasilitas verifikasi pada para jurnalis.

Hal ini juga dipahami oleh Arthur Roalman dalam bukunya Profitable Public Relations yang dikutip oleh Onong Uchayana dalam buku yang sama, menyatakan bahwa hubungan dengan media yang baik dapat dibina dengan pengenalan asas-asas: (�) pers yang dilibatkan ha-rus yakin bahwa narasumber tidak mencoba untuk “meng-gunakannya”; (2) hubungan dengan wartawan hendaknya dilakukan seolah-oleh dengan tujuan yang sungguh-sung-guh untuk terus berhubungan bertahun-tahun; (3) pers se-cara fundamental berkaitan dengan ketelitian; (4) rencana pemberitaan harus dihormati; (5) tulisan yang baik bersifat esensial.

Sedangkan S. Sahala Tua Saragih, dosen Jurnalistik Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran Bandung mengatakan, ada lima kiat utama bagi humas dalam meng-hadapi wartawan. Pertama, hubungan humas dengan war-tawan bersifat professional dan tidak terlalu mesra. Karena jika dari hubungan yang mesra ini terjadi perselisihan, akan berdampak buruk pada masing-masing lembaga. Di mata

wartawan, humas harus berwibawa secara alamiah, tidak dibuat-buat. Kedua, humas harus mengetahui seluk-beluk dunia wartawan, termasuk irama kerja dan fungsi medianya. Artinya, humas harus tahu nilai berita, tenggat waktu lapo-ran wartawan, kode etik jurnalistik, UU Pers, serta visi dan misi media.

Ketiga, humas juga harus/perlu memi-liki kemampuan praktik jurnalisme, yakni meliput, wawancara, memotret, menu-lis berita langsung, berita khas (feature news), dan artikel opini. Keempat, humas ha-rus mampu mengenal wartawan dan redaktur se-cara personal, agar humas dapat berkomunikasi den-gan efektif dengan mitranya. Kelima, humas jangan bersikap diskriminatif terhadap wartawan/media massa. Semua wartawan profesional dan media massa harus diper-lakukan dengan adil. Humas tidak boleh merusak idealisme wartawan dengan memberi uang atau sejenisnya. Humas tidak berurusan dengan pemenuhan kesejahteraan warta-wan. Hal itu adalah urusan manajemen media tempat ia bekerja.

Referensi:�. Humas Peemrintahan dan Komunikasi Persuasif,

Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama), Jakarta, 2003, Drs. Sunarto, M.Si

2. Public Relations, Frank Jefkins, Penerbit Erlangga, Jakarta, �992

-Fiona (kontributor) dan Bestantia-

Humas dan Luar Negeri di BPK

Sebelum 2006, humas di BPK menjadi bagian dalam Biro Hukum dan Perundang-undangan. Setelah itu, humas memisahkan diri menjadi biro tersendiri, dan pada 2007 menjadi Biro Humas dan Luar Negeri. Biro ini merupakan unsur pelaksana sebagian tugas dan fungsi Setjen, yang bertanggung jawab kepada Sekretaris Jenderal. Dengan dipimpin oleh seorang kepala, biro ini terdiri dari Bagian Publikasi dan Layanan Informasi, Bagian Hubun-gan Lembaga dan Media, Bagian Hubungan Dalam Neg-eri, dan Bagian Kerjasama Luar Negeri.

Menurut Rachmah Ida, PhD dari Departemen Komunikasi Universitas Airlangga Surabaya, Humas boleh saja menjadi satu dengan kerja sama luar negeri, tapi bukan ideal. Hanya saja, tambah Rachmah Ida, penggabungan itu akan membuat koordinasi lebih mudah, karena dasar dari building networking (jejaring) adalah membina hubungan masyarakat. Sebenarnya, konsep Public Relations adalah membina banyak hubungan dengan public, termasuk luar negeri.

-Bestantia-

Page 37: Hukum, Integritas, Cita-cita Reformasi

37NO ��3/Juli 2008 - Agustus 2008/Tahun XXVIII

Anwar Nasution Jakarta, 18 September 2008

KESAKSIAN

1. Temuan Kasus YPPI oleh Tim Audit BPK di BI

2. Dasar Pengambilan Dana YPPI

3. Waktu dan Cara Pengambilan Dana YPPI

4. Penggunaan Dana YPPI

5. Penanganan Kasus YPPI

6. Saran Penyelesaian

7. Perbedaan Pendapat mengenai sumber pengembalian dana YPPI

8. Peranan Anwar Nasution Dalam Kasus YPPI 8.1 Proses Pengambilan Keputusan 8.2 Proses Audit 8.3 Upaya Penyelesaian Masalah 8.4 Pemberian Penghargaan kepada Tim

Audit BPK di BI

9. Tanggal-tanggal penting

10. Rincian Aliran Dana YPPI/LPPI

1. Temuan Kasus YPPI oleh Tim Audit BPK di BI

• Kasus YPPI atau YLPPI adalah murni temuan Tim Audit BPK di BI. Selama periode bulan Pe- bruari hingga Mei 2005, Tim tersebut melaku-kan pemeriksaan atas Laporan Keuangan BI Tahun 2004 untuk memberikan opini. Yayasan Lembaga Pengembangan Perbankan Indone-sia (YLPPI) adalah didirikan pada tahun 1977.

Status hukumnya disesuaikan dengan UU No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan pada bulan Desember 2003 dan sekaligus merubah na-manya menjadi Yayasan Pengembangan Per-bankan Indonesia (YPPI);

• Pada bulan Maret 2005 Tim Audit BPK di BI me- nemukan adanya aset/tanah BI yang digunakan oleh YLPPI. BI juga menyediakan modal awal YLPPI, memberikan bantuan biaya operasio- nalnya serta mengawasi manajemennya. Baru pada tahun 1993 ada pengaturan penggunaan tanah/aset BI oleh YLPPI dengan status pinjam pakai selama 10 tahun tanpa uang sewa. Kare-na adanya hubungan terafiliasi antara YLPPI dengan BI, maka Tim Audit BPK di BI meminta laporan keuangannya agar dapat diungkapkan dalam Laporan Keuangan BI;

• Dari perbandingan antara kekayaan YLPPI per 31 Desember 2003 dengan posisi keuangannya per Juni 2003 diketahui adanya penurunan ni-lai asetnya sebesar Rp93 milliar. Informasi me-ngenai kekayaan YPPI per 31 Desember 2003 diperoleh dari Laporan Keuangannya yang di-audit oleh Kantor Akuntan Publik Muhammad Toha;

• Menindak lanjuti permasalahan penurunan ni-lai aset YLPPI sebesar Rp93 milliar tersebut, Tim Audit BPK di BI mulai melakukan pendalaman pada bulan Juni 2005. Tim menentukan sendiri metoda dan teknik serta objek pengungkapan kasus, analisis maupun penetapan opini peme-riksaannya. Karena kompleks dan sensitipnya kasus itu, Tim BPK memerlukan waktu penda-laman hampir satu setengah tahun hingga Ok-tober 2006.

KASUS ALIRAN DANA LPPI/YPPI TAHUN 2003

Page 38: Hukum, Integritas, Cita-cita Reformasi

38 NO ��3/Juli 2008 - Agustus 2008/Tahun XXVIII

2. Dasar Pengambilan Dana YPPI

• Keputusan Rapat Dewan Gubernur BI (RDG) tanggal 3 Juni 2003 menetapkan agar Dewan Pengawas YLPPI menyediakan dana sebesar Rp100 miliar untuk keperluan BI;

• Salah satu dari 2 RDG yang dilakukan pada tang-gal 22 Juli 2003 adalah menetapkan pemben-tukan Panitia Pengembangan Sosial Kemasya- rakatan (PPSK) untuk melakukan:”penarikan, penggunaan dan penatausahaan” dana yang diambil dari YPPI tersebut. PPSK dibentuk un-tuk melakukan berbagai kegiatan dalam rangka membina hubungan sosial kemasyarakatan sbb.: ”(a) melakukan kajian, upaya dan kegia-tan yang bersifat sosial kemasyarakatan; (b) melakukan penulisan riset, kajian, penulisan buku tentang sejarah kebijakan moneter, per-bankan, sistem pembayaran, manajemen in-tern BI serta hal-hal lain yang terkait dengan BI sebagai suatu dokumentasi termasuk dalam hal ini penggantian hak patent buku dimaksud; (c) mengembangkan dan melakukan disemi-nasi kebijakan moneter dan perbankan secara intensif dan komprehensif kepada masyarakat secara luas; (d) mengembangkan dan melaku-kan community development dalam rangka kepedulian terhadap masalah sosial kemasya-rakatan; (e) melakukan upaya dan kegiatan lain yang bersifat sosial kemasyarakatan sesuai pe-nugasan Koordinator PPSK”;

• RDG yang kedua yang dilakukan pada tanggal 22 Juli 2003 menetapkan agar BI mengganti dana yang diambil dari YPPI.

3. Waktu dan Cara Pengambilan Dana

YPPI

• Berdasarkan laporan Tim Audit BPK di BI, sete-lah AN menjabat di BPK, barulah ia mengetahui bahwa ternyata dana dari YPPI sudah mulai di-ambil dan disalurkan hampir sebulan sebelum PPSK resmi dibentuk berdasarkan RDG tanggal 22 Juli 2003. Tanggal-tanggal pencairan dana YPPI, pelaku dan tujuan penggunaannya dipe-rinci pada Lampiran-1;

• Dana YPPI diambil secara melawan hukum:

– Manipulasi pembukuan YPPI dan BI. Pada saat perubahan status YPPI dari UU Yayasan lama ke UU No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, kekayaan dalam pembukuan YPPI berkurang sekitar Rp100 miliar. Jumlah Rp100 miliar ini

adalah lebih besar daripada nilai penurunan aset YPPI yang diduga semula sebesar Rp93 milyar tersebut diatas. Sebaliknya pengeluaran dana dari YPPI sebesar Rp100 miliar tersebut tidak tercatat pada pembukuan BI sebagai penerimaan ataupun hutang;

– Menghindari Peraturan Pengenalan Nasabah Bank serta UU tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Dana itu dipindahkan dulu dari rekening YPPI di berbagai bank komersil ke rekeningnya di BI dan baru kemudian seluruhnya ditarik se-cara tunai;

– Bertentangan dengan UU Yayasan karena dana YPPI ditarik dan digunakan untuk tujuan yang berbeda dengan tujuan pendiriannya semula.

4. Penggunaan Dana YPPI

• Laporan Tim Audit BPK sekaligus memberikan gambaran bahwa, dalam realita, tidak satu sen pun dana YPPI yang digunakan untuk pem-biayaan kegiatan sosial kemasyarakatan se-bagaimana telah diputuskan dalam RDG tang-gal 22 Juli 2003;

• Sebesar Rp68,5 miliar dari Dana YPPI adalah digunakan untuk keperluan pemberian “tam-bahan bantuan hukum” bagi 5 orang mantan Anggota Direksi/Dewan Gubernur BI yang te- ngah menghadapi masalah hukum. Sebelum-nya mereka sudah menerima bantuan hukum sebesar Rp27,7 milyar dari anggaran resmi BI sendiri (Lampiran-2) sebagaimana diatur dalam PDG No. 4/13/PDG/2002 tentang Perlindungan Hukum Dalam Rangka Pelaksanaan Tugas Kedi-nasan Bank Indonesia. Sebaliknya, “tambahan bantuan hukum” dari dana YPPI tidak ada atu-rannya. Dana YPPI untuk keperluan “tambahan bantuan hukum” tersebut didistribusikan oleh Oey Hoey Tiong (OHT) yang pada waktu itu menjabat sebagai Deputi Direktur Direktorat Hukum BI/Wakil Ketua PPSK;

• Berbeda dengan bantuan hukum dari sumber anggaran resmi BI sendiri, “tambahan bantuan hukum” yang bersumber dari dana YPPI adalah diterimakan kepada individu mantan Anggota Direksi/Dewan Gubernur BI yang mengha-dapi masalah hukum itu atau kepada para pe-rantaranya. Sebaliknya, bantuan hukum dari sumber resmi anggaran BI adalah diterimakan kepada pengacaranya masing-masing ber-dasarkan kontrak kerja;

• Sebesar Rp31,5 miliar lainnya dari dana YPPI

diberikan kepada sekelompok oknum Komisi IX

Page 39: Hukum, Integritas, Cita-cita Reformasi

39NO ��3/Juli 2008 - Agustus 2008/Tahun XXVIII

DPR-RI. Setelah Pemilu tahun 2004, Komisi IX berubah menjadi Komisi XI;

• Menurut keterangan Asnar Ashari (AA) di persi-dangan, sebesar 10 persen dari dana YPPI yang diperuntukkan kepada sekelompok oknum Anggota DPR-RI diterima oleh atasannya di BI, Rusli Simanjuntak, sebagai “success fee”. RS dan AA adalah, masing-masing, Kepala Biro Gu-bernur BI/Ketua PPSK dan Administrator PPSK, yang menyerahkan dana YPPI sebesar Rp31,5 miliar kepada Anthony Zeidra Abidin (AZA) dan Hamka Yandhu (HY) untuk diteruskan kepada sekelompok oknum Anggota Komisi IX DPR tersebut. Pada waktu kejadian, AZA menjabat sebagai Ketua Panitia Perbankan Komisi IX DPR-RI dan setelah tahun 2005 terpilih men-jadi Wakil Gubernur Provinsi Jambi;

• Dari Laporan Tim Audit BPK yang memberikan gambaran bahwa awal waktu pengambilan dana YPPI yang lebih awal dari pembentukan PPSK dan penggunaan dana YPPI tersebut yang berbeda dengan tujuan pendirian PPSK da-patlah disimpulkan bahwa tujuan sebenarnya pendirian PPSK hanya merupakan tameng be-laka untuk melakukan rangkaian perbuatan yang melawan hukum.

5. Cara Penanganan kasus YPPI

• Setelah mendapatkan laporan dari Tim Audit BPK di BI tentang kasus Aliran Dana YPPI, pada akhir Mei 2005, Ketua BPK Anwar Nasution (AN) memanggil Gubernur BI Burhanuddin Abdul-lah (BA) pada tanggal 5 Juli 2005 dan meminta yang bersangkutan untuk dapat menyelesaikan kasus tersebut dengan baik agar tidak menim-bulkan gejolak politik maupun mengganggu ka-rirnya sendiri maupun karir semua pihak terkait. Himbauan yang sama disampaikan kepada Sdr. Paskah Suzeta (PS) yang datang ke BPK pada tanggal 21 Juli 2005. Pada waktu kejadian, PS menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi XI DPR-RI dan kemudian diangkat menjadi Menteri Pe- rencanaan Pembangunan Nasional dalam Kabi-net Indonesia Bersatu;

• Pertemuan terpisah dengan kedua tokoh itu diikuti oleh pertemuan-pertemuan lainnya dengan pihak terkait, baik secara sendiri-sen-diri maupun gabungan, apakah di kantor mau-pun di rumah pribadi AN, atas inisiatip mereka sendiri datang menemui AN secara kekeluar-gaan untuk minta nasehat tentang cara penye-lesaian kasus tersebut.

6. Saran Penyelesaian oleh AN

• Ketua BPK, AN, menyarankan untuk dapat menyelesaikan kasus Aliran Dana YPPI sesuai dengan aturan hukum, termasuk UU tentang Yayasan, dan sistem pembukuan BI sendiri. Se-cara spesifik AN menyarankan sebagai berikut:

(1) agar seluruh uang YPPI dapat dikembali kan;

(2) agar pembukuan YPPI dapat dikoreksi kem-bali.

• Toleransi yang diberikan oleh AN adalah:

(i) Memberikan jangka waktu penyelesa-ian oleh BI yang sama dengan tenggang waktu yang diperlukan Tim Audit BPK un-tuk mendalami kasus YPPI itu, termasuk melengkapi data dan bukti. Ternyata ke-mudian bahwa lamanya tenggang waktu itu adalah hampir satu sete-ngah tahun, terhitung tanggal pemberitahuan kasus itu pada BA (5 Juli 2005) hingga pelaporan kasus tersebut kepada KPK melalui surat pada tanggal 14 Nopember 2006;

(ii) Setelah uang YPPI dikembalikan dan pem-bukuannya dikoreksi, AN akan menulis su-rat kepada penegak hukum bahwa tidak ada lagi kerugian negara.

7. Perbedaan pendapat mengenai sum-ber pengembalian dana YPPI

• PS mengatakan kepada AN dan BA bahwa BA harus dapat menyelesaikan pembayaran kem-bali dana YPPI sebesar Rp31,5 miliar yang di-terima oleh sekelompok oknum Anggota Komisi IX DPR-RI. Mengenai hal itu, AN menyarankan kepada PS dan BA agar mereka dapat menyele-saikan sendiri masalahnya sesuai dengan kes-epakatan mereka pribadi yang tidak diketahui oleh AN;

• Dalam suratnya tanggal 5 Desember 2006, Gu-bernur BI menawarkan pembayaran kembali se-luruh dana yang telah diambil dari YPPI (Rp100 miliar) seolah-olah sebagai sewa tanah dan fa-silitas BI kepada YPPI sejak didirikan pada tahun 1977. Usul itu ditolak oleh AN karena tidak ada dasar hukumnya: (i) tidak disebut dalam Akte Notaris YLPPI tanggal 29 Desember 1977 dan (ii) tidak ada kontrak sewa-menyewa antara BI dengan YLPPI/YPPI. Kontrak tahun 1993 justru

Page 40: Hukum, Integritas, Cita-cita Reformasi

40 NO ��3/Juli 2008 - Agustus 2008/Tahun XXVIII

menyebut bahwa BI memberikan penggunaan tanah/asetnya kepada YPPI dengan status pin-jam pakai selama 10 tahun tanpa sewa;

• Sewaktu kedatangannya menemui AN di BPK, pada tanggal 15 Desember 2006, AZA menga-takan bahwa rekan-rekannya di DPR-RI (seperti PS dan HY) menawarkan barter antara deponir kasus Aliran Dana YPPI dengan Amandemen dua UU yang dibahas oleh Komisi XI DPR-RI. Kedua UU itu adalah UU No. 5 Tahun 1973 ten-tang BPK dan UU No. 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Usul AZA ini juga ditolak oleh AN.

8. Peranan AN Dalam Kasus YPPI

8.1 Proses Pengambilan Keputusan:

– Karena berada di Washington, D.C., AN tidak menghadiri RDG tanggal 3 Juni 2003;

– AN menghadiri dua RDG pada tanggal 22 Juli 2003 untuk (i) membentuk PPSK dan (ii) mengembalikan dana YPPI. Seingatnya, AN mengajukan dua keberatan dalam RDG tanggal 22 Juli 2003 itu, yaitu: (i) keberatan atas pem-bentukan PPSK karena organisasi, lembaga, museum BI yg sudah ada dapat digunakan un-tuk menyalurkan bantuan sosial kemasyaraka-tan maupun untuk melakukan atau membelan-jai kegiatan studi; (ii) BI tidak perlu meminjam dari pihak manapun (termasuk YLPPI) untuk menambah anggarannya;

– Selama menjabat di BI, AN tidak pernah diberi-tahu tentang cara-cara pengambilan uang dari YLPPI yang ternyata melawan hukum. Juga AN tidak pernah diberitahu penggunaan dana YLPPI yang ternyata menyimpang dari tujuan pendirian PPSK. Dalam realita, ternyata bahwa PPSK hanya merupakan tameng belaka untuk tujuan yang berbeda dengan ke lima tujuan PPSK sebagaimana diputuskan dalam RDG 22 Juli 2003;

– Sewaktu kelima mantan Anggota Direksi BI menjabat pada masa Pemerintahan Orde Baru, AN menyebut BI sebagai “sarang penyamun”. Oleh karena itu adalah tidak masuk akal jika AN mau melakukan rangkaian tindak pidana krimi-nal untuk mencari dana yang sangat besar bagi keperluan “penyogokan” oknum-oknum pe-negak hukum oleh para mantan itu.

8.2 Proses Audit:

Karena bukan merupakan bidang keahlian-

nya, AN tidak pernah mencampuri proses au-dit yang dilakukan oleh Tim Audit BPK di BI. Tim Audit BPK di BI itu sendiri yang menentu-kan metoda dan teknik pengungkapan kasus Aliran Dana YPPI itu, melakukan analisis dan menarik ke-simpulan serta penentuan opini pemeriksaan atas kasus tersebut. Sebagai Ketua BPK, peran AN hanya memberi dukun-gan penuh dan dorongan semangat kepada Tim Audit BPK di BI;

8.3 Upaya Penyelesaian Masalah: AN telah mengambil inisiatip untuk menyele-

saikan kasus Aliran Dana YPPI sebaik mung-kin seperti yang telah disebut pada butir 5, 6 dan 7;

8.4 Pemberian Penghargaan kepada Tim Audit BPK di BI:

Sebagai Ketua BPK, AN, telah mengusulkan kepada Pemerintah untuk memberikan peng-hargaan luar biasa kepada seluruh An- ggota Tim Audit BPK di BI atas hasil kerja mereka yang dapat membuka rangkaian penyim-pangan dalam kasus Aliran Dana YPPI Tahun 2003. Sekali lagi, rangkaian dugaan tindakan kriminal dalam kasus YPPI itu adalah: (a) ma-nipulasi pembukuan YPPI dan BI; (b) pelang-garan pe-raturan pengenalan nasabah bank dan UU Tindak Pidana Pencucian Uang; (c) pelanggaran UU Yayasan (d) penyuapan ke-pada oknum-oknum penegak hukum serta sekelompok oknum Anggota Komisi IX DPR-RI dan (e) pengambilan sebagian dana YPPI oleh Pengurus PPSK untuk kepentingan pri-badi;

Ada tiga bentuk penghargaan luar biasa yang

telah diberikan oleh Pemerintah kepada semua Anggota Tim Audit BPK yang mena-ngani kasus Aliran Dana YPPI, yakni:

(i) penganugerahan tanda jasa; (ii) kenaikan pangkat dipercepat; (iii) promosi jabatan.

Page 41: Hukum, Integritas, Cita-cita Reformasi

4�NO ��3/Juli 2008 - Agustus 2008/Tahun XXVIII

Tang

gal-T

angg

al P

entin

g Pe

narik

an D

ana

YLPP

I/YPP

I Unt

uk P

embe

lanj

aan

Keg

iata

n Pa

nitia

Pen

gem

bang

an S

osia

l Kem

asya

raka

tan

Dan

Pen

ggun

aann

ya

Pen

caira

n di

BI

Rp6

,5M

7 Ju

li 20

03

Pen

caira

n di

BI

Rp7

M16

Jul

i 200

3

Pen

caira

n di

BI

Rp2

,5M

dan

R

p6M

1

3A

gst 2

003

Pen

caira

n di

B

I Rp1

0M d

an

Rp1

,5M

13 A

gst 2

003

Pen

caira

n di

B

I Rp3

0M29

Ags

t 200

3

RD

G 3

Jun

i 200

3R

DG

22

Juli

2003

Cek

dar

i YP

PI

7 Ju

li 20

03

Rp6

,5M

unt

uk

IRP

Cek

dar

i YP

PI

9 Ju

li 20

03

Rp7

M u

ntuk

IR

P

Pel

unas

anpi

njam

an J

SD

ke

YP

PI R

p5M

(C

atat

an 1

8 Ju

li 20

03)

Cek

dar

i YP

PI

4 A

gst 2

003

Rp2

,5M

dan

R

p6M

unt

uk

JSD

Cek

dar

i YP

PI

12 A

gst 2

003

Rp1

0M d

an

Rp1

,5M

unt

uk

JSD

Cek

dar

i YP

PI

27 A

gst 2

003

Rp3

0M u

ntuk

H

S, H

B d

an

PS

Cek

dar

i YP

PI

27 J

uni 2

003

Rp2

M

Cek

dar

i YP

PI

2 Ju

li 20

03

Rp5

M d

an

Rp0

,5M

Cek

dar

i YP

PI

23 J

uli 2

003

Rp7

,5M

Cek

dar

i YP

PI

17 S

ept 2

003

Rp7

,5M

dan

R

p3M

Cek

dar

i YP

PI

4 D

es 2

003

Rp6

M

Pen

caira

n di

BI

Rp2

M30

Jun

i 200

3

Pen

caira

n di

BI

Rp5

M d

an

Rp0

,5M

2 Ju

li 2

003

Pen

caira

n di

B

I Rp7

,5M

23 J

uli 2

003

Pen

caira

n di

BI

Rp7

,5M

dan

R

p3M

18 S

ept

2003

Pen

caira

n di

BI

Rp6

M 8

Des

200

3

Sep

tem

ber

Des

embe

r

Sing

kata

n:

Pen

ggun

aan

Dan

a Y

PP

I unt

uk B

antu

an H

ukum

, mel

alui

per

anta

raan

OH

T, k

epad

a 5

oran

g m

anta

n G

uber

nur/D

eput

i/Dire

ktur

BI s

ebes

ar R

p68,

5 m

ilyar

Dua

Rap

at D

ewan

Gub

ernu

r BI (

RD

G)

men

gam

bil k

eput

usan

: (i)

mem

bent

uk

Pan

itia

Pen

gem

bang

an S

osia

l K

emas

yara

kata

n (P

SK

) dan

(ii)

BI

men

gem

balik

an d

ana

Rp

100

M y

ang

dita

rikny

a da

ri Y

PP

I dar

i sum

ber

angg

aran

nya

send

iri. [

Kep

utus

an R

DG

te

ntan

g pe

mbe

ntuk

an P

SK b

aru

dibe

rikan

kep

adaT

im A

udit

BPK

pad

a ta

ngga

l 6 F

ebru

ari 2

008]

. Sel

ama

men

jaba

t di B

I, A

N tid

ak p

erna

h di

berit

ahu

tent

ang

(a) k

egia

tan

YP

PI d

an

PS

K; (

b) tu

juan

seb

enar

nya

pem

bent

ukan

PS

K; (

c) c

ara

pena

rikan

da

na d

ari Y

PP

I yan

g m

eman

ipul

asi

pem

buku

an d

an m

engh

inda

ri at

uran

K

YC

dan

ML;

(d) t

ujua

n se

bena

rnya

pe

nggu

naan

dan

a Y

PP

I; (e

) tid

ak

dibu

kuka

nnya

dan

a da

ri Y

PP

I pad

a pe

mbu

kuan

BI;

(f) d

ana

YP

PI t

erny

ata

suda

h m

ulai

dita

rik d

an d

igun

akan

3

min

ggu

sebe

lum

PS

K re

smi d

iben

tuk*

*),

*)A

ktiv

aY

PP

Ipad

ane

raca

awal

nya

berk

uran

gse

kita

rRp

93M

sete

lah

stat

ushu

kum

nya

seba

gaiY

ayas

anbe

ruba

hbe

rdas

arka

nU

UN

o.6

Tahu

n20

01di

band

ingk

ande

ngan

nera

caak

hirn

yabe

rdas

arka

nU

Ula

ma.

Dan

ase

besa

rRp

100

Mya

ngdi

tarik

dari

YP

PIj

uga

tidak

ada

dala

mpo

spe

nerim

aan

pem

buku

anB

I.M

elal

uiC

atat

anN

o:5/

02/C

tt/D

P,t

gl25

.07.

2003

(yan

gha

nya

men

gacu

kepa

daK

eput

usan

RD

Gtg

l03.

06.2

003)

.Pen

guru

sY

PP

Iden

gan

seng

aja

dan

tere

ncan

am

elak

ukan

man

ipul

asip

embu

kuan

lem

baga

ituya

ngdi

setu

juio

leh

Dew

anP

enga

was

nya

(AF

dan

MH

S).

Cat

atan

Ben

daha

raY

LPP

Ikep

ada

Ket

uany

a,ta

ngga

l1A

gust

us20

03,m

eren

cana

kan

penc

aira

ntu

naih

anya

mel

alui

reke

ning

YLP

PId

iBan

kIn

done

sia

saja

.D

alam

cata

tan

itudi

sebu

tba

hwa

cara

penc

aira

nua

ngse

perti

inim

erup

akan

kese

paka

tan

anta

raB

enda

hara

YLP

PId

enga

nO

HT

untu

km

engu

rang

iris

iko

pada

petu

gas

dan

perta

nyaa

nse

hubu

ngan

deng

anke

tent

uan

Per

atur

anB

INo.

3/10

/PB

I/200

1ya

ngte

rakh

irdi

ubah

deng

anP

erat

uran

BIN

o.5/

21/P

BI/2

003

tent

ang

pene

rapa

nP

rinsi

pM

enge

nalN

asab

ah(K

YC

)dan

UU

No.

25Ta

hun

2003

tent

ang

Tind

akP

idan

aP

encu

cian

Uan

g (P

U).

KY

C d

an P

U ti

dak

berla

ku b

agi t

rans

aksi

den

gan

bank

sen

tral.

Agu

stusB

ank

Indo

nesi

a

Juni

Juli

Ban

k In

done

sia

- KY

C (P

rinsi

p M

enge

nal

Nas

abah

), M

L (U

U N

o. 2

5 Ta

hun

2003

tent

ang

Tind

ak P

idan

a P

encu

cian

Uan

g)

BI m

inta

YP

PI

untu

km

enyi

sihk

an d

ana

sebe

sar R

p100

M

*)un

tuk

"men

angg

ulan

gipe

laks

anaa

nke

giat

an B

I yan

g be

rsifa

t ins

iden

til

dan

men

desa

k".

AN

tida

k ik

ut R

DG

ka

rena

ber

ada

di

Was

hing

ton

D.C

. tg

l 2 -

9 Ju

ni 2

003.

Pen

ggun

aan

Dan

a Y

PP

I unt

uk d

isem

inas

i, m

elal

ui

pera

ntar

aan

OH

T, R

S &

AA

, kep

ada

oknu

m-o

knum

A

nggo

ta D

PR

-RI s

ebes

ar R

p31,

5 m

ilyar

-AA

(Asn

arA

shar

i),A

N(A

nwar

Nas

utio

n),A

P(A

ulia

Poh

an),

HB

(Hen

drob

udiy

anto

),H

S(H

eru

Sup

rapt

omo)

,IR

P(Iw

anR

.Pra

wira

nata

),JS

D(J

.Sud

raja

dD

jiwan

dono

),M

HS

(Mam

anH

.Soe

man

tri),

OH

T(O

eyH

oey

Tion

g),P

S(P

aul

Sut

opo)

, RS

(Rus

li S

iman

junt

ak)

**)T

ujua

nP

SK

adal

ahm

elak

ukan

kegi

atan

dala

mra

ngka

mem

bina

hubu

ngan

sosi

alke

mas

yara

kata

nm

elal

uibe

rbag

aike

giat

ansb

b.:"

(a)

mel

akuk

anka

jian,

upay

ada

nke

giat

anya

ngbe

rsifa

tsos

ialk

emas

yara

kata

n;(b

)m

elak

ukan

penu

lisan

riset

,kaj

ian,

penu

lisan

buku

tent

ang

seja

rah

kebi

jaka

nm

onet

er,p

erba

nkan

,sis

tem

pem

baya

ran,

man

ajem

enin

tern

BIs

erta

hal-h

alla

inya

ngte

rkai

tden

gan

BIs

ebag

aisu

atu

doku

men

tasi

term

asuk

dala

mha

lini

peng

gant

ian

hak

pate

ntbu

kudi

mak

sud;

(c)m

enge

mba

ngka

nda

nm

elak

ukan

dise

min

asik

ebija

kan

mon

eter

dan

perb

anka

nse

cara

inte

nsif

dan

kom

rehe

nsif

kepa

dam

asya

raka

tlua

s;(d

)men

gem

bang

kan

dan

mel

akuk

anco

mm

unity

deve

lopm

ent

dala

mra

ngka

kepe

dulia

nte

rhad

apm

asal

ahso

sial

kem

asya

raka

tan;

(e)m

elak

ukan

upay

ada

nke

giat

anla

inya

ngbe

rsifa

tsos

ialk

emas

yara

kata

nse

suai

penu

gasa

nK

oord

inat

orP

SK

".Te

rnya

tase

luru

hda

naY

LPP

Idid

uga

digu

naka

nun

tuk

kepe

rluan

pen

yogo

kan

dan

tidak

sat

u se

n pu

n da

na P

SK

dib

erik

an u

ntuk

kep

erlu

an s

osia

l.

LAMPIRAN �

Page 42: Hukum, Integritas, Cita-cita Reformasi

42 NO ��3/Juli 2008 - Agustus 2008/Tahun XXVIII

RIN

CIA

N A

LIR

AN

DA

NA

YPP

I/LPP

I DA

N B

AN

TUA

N H

UK

UM

Pen

erim

a C

ekTg

l Ter

ima

Cek

Tgl C

air

Jum

lah

Dan

a R

pP

ener

ima

Dan

aN

ama

Jum

lah

27-J

un-0

330

-Jun

-03

2,00

0,00

0,00

002

-Jul

-03

02-J

ul-0

35,

000,

000,

000

Man

tan

DG

02-J

ul-0

302

-Jul

-03

500,

000,

000

Man

tan

Gub

ernu

r (J.

Soe

draj

ad D

)3.

411.

100.

000

Rus

li S

iman

junt

ak d

an A

snar

Ash

ari

23-J

ul-0

323

-Jul

-03

7,50

0,00

0,00

0M

anta

n D

ireks

i (H

endr

obud

iant

o)6.

748.

500.

000

Jum

lah

15,0

00,0

00,0

00M

anta

n D

ireks

i (P

aul S

utop

o)6.

748.

500.

000

Man

tan

Dire

ksi (

Her

u S

upra

ptom

o)6.

748.

500.

000

17-S

ep-0

318

-Sep

-03

7,50

0,00

0,00

0

17-S

ep-0

318

-Sep

-03

3,00

0,00

0,00

0

04-D

es-0

308

-Des

-03

6,00

0,00

0,00

0To

tal

27.7

47.2

25.0

00Ju

mla

h16

,500

,000

,000

Tota

l31

,500

,000

,000

Pen

erim

a C

ekTg

l Ter

ima

Cek

Tgl C

air

Jum

lah

Dan

a R

pP

ener

ima

Dan

a

07-J

ul-0

307

-Jul

-03

6,50

0,00

0,00

0

09-J

ul-0

316

-Jul

-03

7,00

0,00

0,00

0

Jum

lah

13,5

00,0

00,0

00

Rus

tam

aji (

Kua

sa d

ari J

. Soe

draj

ad D

)5,

000,

000,

000

**)R

usta

maj

i (K

uasa

dar

i J.

Soe

draj

ad D

) 04

-Agu

st-0

313

-Agu

st-0

32,

500,

000,

000

04-A

gust

-03

13-A

gust

-03

6,00

0,00

0,00

012

-Agu

st-0

313

-Agu

st-0

310

,000

,000

,000

12-A

gust

-03

13-A

gust

-03

1,50

0,00

0,00

0Ju

mla

h25

,000

,000

,000

27-A

gust

-03

29-A

gust

-03

10,0

00,0

00,0

00M

anta

n D

irekt

ur

(Hen

drob

udia

nto)

27-A

gust

-03

29-A

gust

-03

10,0

00,0

00,0

00M

anta

n D

irekt

ur (P

aul

Sut

opo)

27-A

gust

-03

29-A

gust

-03

10,0

00,0

00,0

00M

anta

n D

irekt

ur (H

eru

Sup

rapt

omo)

Tota

l68

,500

,000

,000

Ket

eran

gan:

Man

tan

Ang

gota

DG

(Iwan

R. P

raw

irana

ta)

kem

udia

n di

berik

an k

e ok

num

pen

egak

huk

um

(?)

*)D

ana

sebe

sarR

p10

0M

yang

dita

rikda

riY

PP

Itid

akad

ada

lam

pos

pene

rimaa

npe

mbu

kuan

BI.

Mel

alui

Cat

atan

No:

5/02

/Ctt/

DP

,tgl

25.0

7.20

03(y

ang

hany

am

enga

cuke

pada

Kep

utus

anR

DG

tgl0

3.06

.200

3).P

engu

rus

YP

PI

deng

anse

ngaj

ada

nte

renc

ana

mel

akuk

anm

anip

ulas

ipem

buku

anle

mba

gaitu

yang

dise

tuju

iole

hD

ewan

Pen

gaw

asny

ada

ndi

lapo

rkan

kepa

daG

uber

nurB

I.C

atat

anB

enda

hara

YLP

PIk

epad

aK

etua

nya,

tang

gal1

Agu

stus

2003

,m

eren

cana

kan

penc

aira

ntu

naih

anya

mel

alui

reke

ning

YLP

PI

diB

ank

Indo

nesi

asa

ja.

Dal

amca

tata

nitu

dise

but

bahw

aca

rape

ncai

ran

uang

sepe

rtiin

imer

upak

anke

sepa

kata

nan

tara

Ben

daha

raY

LPP

Ide

ngan

OH

Tun

tuk

men

gura

ngir

isik

opa

dape

tuga

sda

npe

rtany

aan

sehu

bung

ande

ngan

kete

ntua

nP

erat

uran

BIN

o.3/

10/P

BI/2

001

yang

tera

khir

diub

ahde

ngan

Per

atur

anB

INo.

5/21

/PB

I/200

3te

ntan

gpe

nera

pan

Prin

sip

Men

gena

lNas

abah

(KY

C)

dan

UU

No.

25

Tahu

n 20

03 te

ntan

g Ti

ndak

Pid

ana

Pen

cuci

an U

ang

(PU

). K

YC

dan

PU

tida

k be

rlaku

bag

i tra

nsak

si d

enga

n ba

nk s

entra

l

Oey

Hoe

y Ti

ong

Gab

unga

n 3

man

tan

Dire

ksi

(Hen

drob

udia

nto,

Pau

l Sut

opo,

H

eru

Sup

rapt

omo)

4.09

0.62

5.00

0

Rus

tam

aji,

kuas

a da

ri m

anta

n G

uber

nur (

J.

Soe

draj

ad D

) kem

udia

n di

berik

an d

iber

ikan

ke

oknu

m p

eneg

ak h

ukum

(?

)

Oey

Hoe

y Ti

ong

**) P

elun

asan

pin

jam

an p

ribad

i Man

tan

Gub

ernu

r (J.

Soe

draj

ad D

) ke

YP

PI

Ban

tuan

Huk

umda

riA

ngga

ran

Res

mi

BI

send

iribe

rdas

arka

nP

DG

No.

4/13

/PD

G/2

002

tang

gal2

2O

ktob

er20

02te

ntan

gP

erlin

dung

anH

ukum

Dal

amR

angk

aP

elak

sana

an T

ugas

Ked

inas

an B

ank

Indo

nesi

a.

DA

NA

DA

RI Y

PPI /

LPP

I *)

DA

NA

RES

MI A

NG

GA

RA

N B

I

Okn

um A

nggo

ta D

PR

un

tuk

peny

eles

aian

BLB

I (?

)

Oey

Hoe

y Ti

ong

Rus

li S

iman

junt

ak d

an A

snar

Ash

ari

Oey

Hoe

y Ti

ong

dan

Asn

ar A

shar

i

Okn

um A

nggo

ta D

PR

un

tuk

aman

dem

en U

U

BI (

?)

Dis

emin

asi

DP

RR

p 31

,5 m

iliar

Ban

tuan

Huk

umR

p 68

,5 m

iliar

LAMPIRAN �

Page 43: Hukum, Integritas, Cita-cita Reformasi

43NO ��3/Juli 2008 - Agustus 2008/Tahun XXVIII

Dalam Rapat Kerja Pelaksana BPK RI Tahun Anggaran 2008 pada Juli 2008, Sekretaris Jenderal BPK RI memapar-kan capaian rencana strategis Kesetjenan.

Sasaran strategis kesetjenan memiliki cakupan pen-capaian seluruh Biro di Setjen BPK, yaitu pada Biro Keuangan, Biro Umum, Biro Humas dan

Luar Negeri, biro SDM, Biro Teknologi Informasi, dan Biro Sekretariat Pimpinan. Dalam pemaparannya, Sekjen BPK menyebutkan indikator sukses (KPI) Setjen, di antaranya adalah: jumlah hari penyelesaian risalah Sidang Badan, jenis opini laporan keuangan, tingkat pemenuhan dan penyera-pan anggaran BPK, tingkat kesesuaian proses pelaksanaan anggaran dengan SOP, jumlah pengaduan yang ditindak-lanjuti, serta indeks kepuasan pemilik kepentingan terhadap informasi yang dihasilkan BPK.

Pada 2008, ini, kegiatan kesetjenan ditekankan pada pembangunan gedung kantor untuk perwakilan baru den-gan prototipe yang mencirikan BPK, peningkatan kualitas prasarana dan sarana, pengembangan sistem dan prosedur kerja yang terukur, penguatan database (pegawai, aset, dan informasi), peningkatan hubungan dengan stakeholders utama, peningkatan kualitas SDM, dan mengimplementasi perencanaan berdasarkan analisis kebutuhan dan perhitun-gan yang realistis.

Biro Keuangan

Pada Biro Keuangan, dipaparkan realisasi anggaran menurut jenis program atas pagu dalam DIPA tahun 2008 sampai dengan 30 Juni 2008, yang mencapai 30,08%. Se-dangkan realisasi biaya pemeriksaan per 30 Juni 2008 pada beberapa perwakilan telah melebihi pagu anggaran dalam DIPA dan telah dipenuhi dari anggaran pusat.

Pencapaian KPI biro ini pada semester I tahun 2008 dipe-nuhi dengan sasaran strategis terwujudnya pengelolaan dan tanggung jawab keuangan BPK yang transparan dan akunt-abel. Target laporan keuangan tahun 2007 adalah mendapat opini Wajar Dengan Pengecualian. Namun, pencapaiannya mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian. Selain laporan keuangan telah mendapat opini WTP, Biro Keuangan telah mempublikasikan Laporan Keuangan Tahun 2007 audited di website BPK dan Harian Media Indonesia.

Sebagai pencapaian tambahan, BPK memperoleh peng-hargaan dari Pemerintah pada Rakernas Akuntansi dan Pelaporan Keuangan 2008 atas pencapaian tertinggi dalam penyusunan laporan keuangan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan.

Melalui pemaparan tentang pencapaian Biro Keuan-gan ini, disampaikan pula bahwa dalam penyusunan lapo-

Capaian Renstra Kesetjenan

PENUNJANG & PENDUKUNG

Page 44: Hukum, Integritas, Cita-cita Reformasi

44 NO ��3/Juli 2008 - Agustus 2008/Tahun XXVIII

ran keuangan yang tepat waktu dan sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan maka diperlukan dukungan dari seluruh satuan kerja, yaitu Biro Umum, Pusdiklat, dan perwakilan sehingga opini WTP dapat dipertahankan. Dukungan Inspektorat Utama juga diperlukan dalam hal pelaksanaan reviu laporan keuangan. Hasil audit KAP atas laporan keuangan BPK RI tidak hanya menghasilkan opini, tetapi juga laporan ketidakpatuhan dan penilaian atas sistem pengendalian intern. Hal ini perlu komitmen yang baik dari atasan maupun pelaksanaan anggaran di pusat, pusdiklat, dan perwakilan-perwakilan BPK.

Langkah-langkah strategis yang dilakukan oleh Biro Keuangan di antaranya adalah meningkatkan kualitas lapo-ran keuangan tahunan, berkoordinasi dengan Biro Umum dan seluruh satker terkait dengan validitas dan kelengkapan data. Biro Keuangan juga akan menyusun SOP SAI BPK, serta meningkatkan efektivitas penganggaran dan monitor-ing.

Biro Humas dan Luar Negeri

Ada tiga sasaran strategis yang akan dicapai dan dit-ingkatkan pada semester II TA 2008 dan TA 2009, yaitu penyediaan informasi ke-BPK-an secara cepat dan akurat, peningkatan efektivitas penanganan pengaduan, dan pen-goptimalan hubungan dan kerja sama dengan lembaga dan media di dalam dan luar negeri. Pada biro ini, terdapat dua bidang yang dilakukan.

Pada bidang kehumasan, biro ini melakukan imple-mentasi Program Public Awareness di tingkat pusat mau-pun perwakilan dengan memperkenalkan berbagai bentuk communication mix untuk setiap kegiatan penting BPK sekaligus melakukan peningkatan kapabilitas kehumasan. Selanjutnya adalah membuat media center untuk optimal-isasi pelayanan pemberian informasi, menyempurnakan pengelolaan website dan produk publikasi BPK lainnya, mengembangkan aplikasi sistem informasi perpustakaan, serta meningkatkan hubungan dan kerja sama institusional dengan lembaga dan media.

Pada bidang luar negeri, dilakukan peningkatan kapasitas kelembagaan dan pemeriksaan sektor publik BPK RI mela-lui komitmen internasional dan peran aktif BPK RI melalui kegiatan ASOSAI, INTOSAI, dan INTOSAI Development Initiative. Selain itu juga dilakukan kerja sama dengan BPK Negara lain sesuai kepentingan yang kebutuhan BPK, serta kerja sama dengan lembaga donor.

Biro Teknologi Informasi

Arah Pengembangan TI tahun 2008 di bidang hardware dan infrastruktur di antaranya adalah pembangunan infra-struktur (jaringan LAN/WAN) untuk perwakilan-perwak-ilan baru BPK, pengadaan peralatan PC, Note Book dan Printer, serta peningkatan kapasitas internet untuk mengan-tisipasi kebutuhan internet seluruh kantor. Pada bidang ap-likasi komputer, di antaranya diarahkan ke pengembangan

aplikasi Sistem Informasi Database Entitas dan Tindak Lan-jut Hasil Pemeriksaan, pengembangan aplikasi aliran data keuangan, dan pengembangan modul Sistem Informasi Tu-gas Belajar sebagai bagian dari aplikasi SISDM.

Biro Sumber Daya Manusia

Pada Biro SDM, ada tujuh bidang yang dilakukan. Pertama, penataan arsip kepegawaian dan database untuk mempercepat pengambilan keputusan. Kedua, strategi pengelolaan SDM, yaitu pengelolaan SDM yang terpadu, berbasis kompentensi, pemeriksa dengan keahlian genera-lis, pengukuran kinerja yang dikaitkan dengan reward dan punishment, dan pemanfaatan TI. Ketiga, pola karier di BPK. Keempat, pengembangan berbasis kompetensi mela-lui, diklat di dalam dan luar negeri, magang/secondment, rotasi/mutasi, job enrichment/enlargement, konseling, dan pendidikan formal. Kelima, standar kompetensi. Standar ini disusun untuk semua keluarga jabatan. Tahap awal adalah workshop mengenai Standar Kompetensi Perilaku Peme-riksa. Keenam, rencana pembangunan Assessment Center, yaitu untuk pelatihan dan pengembangan individu untuk mencocokkan antara kompetensi jabatan yang dipersyara-tkan dengan kompetensi individu. Terakhir adalahh pro-gram kesejahteraan, melalui remunerasi berbasis kompeten-si dan kinerja, ASKES, dan program pensiun.

Biro Umum

Pada Raker, dilaporkan bahwa penyampaian laporan Barang Milik Negara (BMN) oleh perwakilan/unit kerja tidak tepat waktu dan tidak lengkap. Hampir seluruh kantor perwakilan/unit kerja tidak teliti dalam menyusun laporan BMN. Hanya � perwakilan yang lengkap dan tepat waktu, 2 perwakilan lengkap tetapi terlambat, �8 perwakilan tepat waktu tetapi tidak lengkap dan �0 perwakilan tidak lengkap dan terlambat.

Biro Setpim

Pada biro ini, dipaparkan permasalah yang dihadapi oleh Biro Setpim dalam pencapaian kinerja KPI. Permasalahan tersebut adalah pelatihan yang ditawarkan kepada Biro Set-pim dari satker lain sebagian besar diikuti oleh CPNS. Selain itu, berdasarkan formula penghitungan yang ada, CPNS yang ikut pelatihan/diklat tidak bisa dimasukkan dalam perhitungan pencapaian jam pelatihan. Biro Setpim dengan sifat pekerjaan yang khusus (pelayanan kepada Ketua dan Angbintama) mengalami kesulitan untuk mengikuti pelati-han karena dituntut selalu siap melayani para pejabat tinggi Negara tersebut. Program pelatihan yang telah dijadwalkan pelaksanaannya oleh Biro Setpim baru akan dilaksanakan pada akhir Juni dan awal Agustus 2008 dengan pembatasan jumlah peserta. Hal ini disebabkan karena keterbatasan pembiayaan di Pusdiklat.

Page 45: Hukum, Integritas, Cita-cita Reformasi

45NO ��3/Juli 2008 - Agustus 2008/Tahun XXVIII

RENCANA DAN REALISASI KEGIATAN DITAMA REVBANG

Secara struktur organisasi, Direktorat Utama Revbang terbagi dalam

�. Direktorat PSMK2. Direktorat EPP3. Direktorat Litbang4. Pusdiklat

Pada kesempatan ini akan dijabarkan jenis-jenis kegiatan yang akan dilaksanakan oleh masing-masing direktorat.

1. Direktorat Perencanaan Strategis dan Manajemen Kinerja

Realisasi Semester I 2008• Implementasi SIMAK BPK di seluruh Satuan Kerja

(Satker). Kegiatan ini bertujuan untuk mengukur pencapaian KPI BPK Wide dan Satker serta men-gevaluasi implementasi Inisiatif Strategis

• Penyelesaian RKT, RKP dan RKSP TA 2008 dan konsep RKT, RKP TA 2009. Untuk mendapatkan data kegiatan yang dibutuhkan para Satker yang ke-mudian diselaraskan dengan anggaran yang tersedia dalam pagu sementara.

Rencana Semester II 2008• Penyusunan mekanisme (SOP) perencanaan yaitu

mekanisme perencanaan kerja tahunan (RKT), me-kanisme perencanaan kegiatan pemeriksaan (RKP), dan mekanisme perencanaan kegiatan setjen dan penunjang (RKSP). Dimana SOP diperlukan un-tuk memberikan suatu kerangka logis yang dapat memandu para pelaksana dalam melaksanakan perencanaan diselaraskan dengan penganggaran sehingga diharapkan RKT, RKP dan RKSP dapat lebih realistis, efisien, dan efektif.

• Penyusunan inisiatif strategis (IS) badan dan satker TA 2009. Hal ini bertujuan agar IS Badan dan IS Satker TA 2009 dapat dibangun untuk mencapai Sasaran Strategis yang telah ditetapkan sehingga IS–IS tersebut dapat dimasukkan dalam proses penganggaran TA 2009.

• Penyusunan laporan kinerja 2008 dalam rangka pelaksanaan PP 08 tahun 2006. Dengan tujuan agar dapat disusun suatu laporan kinerja yang ber-mutu, akuntabel, dan transparan yang diserahkan ke Menpan.

�. Direktorat Evaluasi dan Pelaporan PemeriksaanRealisasi Semester I 2008• Menyusun konsep IHPS II TA 2007 agar BPK da-

pat menyediakan IHPS II TA 2007 yang informatif dan mudah dipahami.

• Mengevaluasi kesesuaian LHP dengan kriteria agar BPK dapat melakukan perbaikan dan peningkatan kualitas LHP yang telah ditetapkan.

• Inventarisasi entitas pelaporan agar BPK dapat melakukan mapping, perencanaan, dan pelaporan yang baik.

Rencana Semester II 2008• Menyusun konsep IHPS I TA 2008, dimana BPK

akan menyerahkan IHPS Semester I TA 2008 ke DPR.

• Menyusun SOP untuk penyusunan IHPS, agar ter-sedia suatu panduan / pedoman yang mengikat se-mua pihak dalam menyusun IHPS yang efisien dan efektif.

• Menyusun kriteria pengadaan pemeriksa dari luar BPK, agar tersedia aturan yang mempunyai kepas-tian hukum yang mengikat pihak terkait.

• Mengukur pemenuhan kebutuhan dan harapan pemilik kepentingan. Mapping: agar BPK dapat meningkatkan kinerjanya untuk dapat memenuhi dan bahkan memuaskan para pemilik kepentin-gan.

• Menyusun kebijakan rekomendasi dari hasil evalu-asi LHP. Tujuannya supaya Revbang dapat mem-berikan rekomendasi perbaikan dalam proses pemeriksaan di BPK.

3. Direktorat Penelitian dan PengembanganRealisasi Semester I 2008• Survey iklim organisasi (Organizational Readiness

Survey) sampai dengan tahap penyusunan formula. Tujuannya agar BPK dapat memformulasikan ik-lim kerja dan budaya kerja di lingkungan BPK.

• Menyelesaikan suatu Juklak Quality Assurance atau Juklak Keyakinan terhadap mutu pemerik-saan. Tujuan kegiatan ini adalah Agar BPK mem-punyai pedoman dalam upaya peningkatan kualitas pemeriksaannya baik dari mulai tahap perencanaan

Oleh: Daeng M. Nazier*

Page 46: Hukum, Integritas, Cita-cita Reformasi

46 NO ��3/Juli 2008 - Agustus 2008/Tahun XXVIII

sampai dengan tahap tindak lanjut pemeriksaan. • Penyempurnaan PMP supaya BPK mendapatkan

PMP yang aplikatif dan implementatif. • Menyiapkan bahan pertimbangan BPK atas usu-

lan Sistem Akuntansi Pemerintahan dan SPI yang diajukan oleh pemerintah. Tujuannya adalah BPK dapat memberikan pertimbangan yang sangat ber-guna untuk kesempurnaan SAP dan SPI Pemerin-tah.

Rencana Semester II 2008• Survey iklim organisasi (Organizational Readiness

Survey) sampai dengan tahap penyusunan formula. Tujuannya adalah supaya BPK dapat memformu-lasikan iklim kerja dan budaya kerja di lingkungan BPK.

• Menyelesaikan penyusunan Juklak Quality As-surance. Ini dimaksudkan agar BPK mempun-yai pedoman dalam upaya peningkatan kualitas pemeriksaannya baik dari mulai tahap perencanaan sampai dengan tahap tindak lanjut pemeriksaan.

• Melaksanakan Peer Review sebagai wujud akunta-bilitas dan transparansi kepada publik dan pemilik kepentingan.

• Membentuk Public Account Committee (PAC) se-bagai alat DPR dalam memantau, menyikapi dan bersama dengan BPK memutuskan status dari tindakan perbaikan Pemerintah terkait dengan Hasil Pemeriksaan BPK. Tujuan yang ingin dicapai adalah meningkatkan pendayagunaan rekomendasi BPK agar rekomendasi BPK ditindaklanjuti oleh pihak yang berwenang.

• Menyusun mekanisme penyusunan, penyampaian, dan pemantauan pendapat BPK. Tujuannya supaya tersedia suatu panduan yang mengikat semua pihak dalam proses penyusunan, penyampaian, dan pe-mantauan pendapat BPK ke pemilik kepentingan.

4. Pusdiklat Dalam menjalankan fungsi dan tugasnya ternyata Pus-

diklat masih menemui beberapa kendala, yakni :• Belum ditetapkannya Jabatan Fungsional Pemerik-

sa • Belum ditetapkannya Standar Kompetensi untuk

Pemeriksa, Penunjang maupun Pendukung • Pembinaan Kompetensi Pemeriksa yang masih

Umum • Struktur Organisasi yang belum mengakomodasi

kegiatan Pusdiklat • Belum jelasnya kewenangan Pengelolaan Aset Balai

Diklat • Keterbatasan kewenangan Pusdiklat dalam melaku-

kan kerjasama • Perubahan portofolio pemeriksaan, terutama yang

sifatnya tematik

Usaha yang telah dilakukan untuk mengatasinya antara lain :

• Mengintensifkan komunikasi dengan para LO • Membentuk Tim Integrasi Pelaksanaan Diklat den-

gan jajaran pimpinan unit • Tim Optimalisasi Pemanfaatan Balai Diklat yang

melibatkan para Kepala Perwakilan dan Biro Keuangan dan Biro Umum

Agenda Pusdiklat pada Semester II Tahun 2008 adalah :�. Menyelesaikan pengembangan lab keuangan dae-

rah yang proses pengadaan konsultannya sudah mendekati tahap akhir (dana dari STAR-SDP)

2. Menyelesaikan penyempurnaan kurikulum berba-sis kompetensi yang proses pengadaan konsultan-nya juga sudah mendekati final

3. Menyelesaikan pembangunan masjid dan ruang makan para peserta diklat, dan melakukan pem-benahan ruang kelas dan sarana kerja

4. Melanjutkan kegiatan sertifikasi penilai (kerjasama dengan MAPPI), diklat retooling para pemeriksa yang tidak lulus assessment oleh Biro SDM, dan diklat teknis lain untuk menunjang pelaksanaan pemeriksaan tematik

Beberapa hal yang bisa disimpulkan dari Ditama Revbang adalah :

�. Penyerapan anggaran Direktorat EPP dan Direk-torat Litbang masih sangat kecil. Direktorat EPP dan Direktorat Litbang agar mengakselarasikan pelaksanaan kegiatannya pada semester II TA 2008.

2. Mengingat Direktorat PSMK, EPP, Litbang, dan Pusdiklat pada semester II TA 2008 akan melak-sanakan begitu banyak Kegiatan Strategis maka kepada keempat satker tersebut diharuskan menyu-sun suatu jadwal rencana kegiatan yang sangat ideal untuk dapat mengorganisasikan seluruh kegiatan-nya dengan mempertimbangkan sumber daya yang tersedia.

3. Khusus untuk Direktorat Litbang agar menyusun suatu skenario yang meyakinkan dimana Direktorat Litbang dapat menyelesaikan seluruh kegiatan ini-siatif strategis yang harus diselesaikan Tahun 2008.

4. Khusus untuk Pusdiklat agar dapat menyusun ren-cana pengembangan pegawai BPK agar disesuaikan dengan kegiatan satker lainnya dan menyusun suatu daftar prioritas yang harus dilaksanakan pada semester II TA 2008 dan TA 2009.

*Disampaikan pada Rapat Kerja Pelaksana BPK RI Ta-hun 2008

Page 47: Hukum, Integritas, Cita-cita Reformasi

47NO ��3/Juli 2008 - Agustus 2008/Tahun XXVIII

Keputusan BPK RI No. 39/K/I-VIII.3/7/2007 ten-tang Organisasi Dan Tata Kerja Pelaksana Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia menye-

butkan bahwa Inspektorat Utama (Itama) adalah salah satu unsur pelaksana tugas penunjang BPK, yang berada di ba-wah dan bertanggung jawab kepada BPK melalui Wakil Ket-ua BPK. Dengan dipimpin seorang Inspektur Utama, Itama mempunyai tugas melakukan pengawasan terhadap pelak-sanaan tugas dan fungsi seluruh unsure Pelaksana BPK.

Fungsi Itama dalam melaksanakan tugasnya adalah: • Perumusan dan pengevaluasian rencana aksi Ita-

ma dengan mengidentifikasi indikator kinerja ut-ama berdasarkan rencana implementasi rencana strategis BPK;

• Perumusan rencana kegiatan Itama berdasarkan rencana aksi serta tugas dan fungsi Itama;

• Perumusan kebijakan pengawasan di lingkungan Pelaksana BPK;

• Pelaksanaan pengawasan di lingkungan Pelaksa-na BPK;

• Pemberian pertimbangan aspek-aspek pengenda-lian intern dalam rangka penyempurnaan sistem dan prosedur kerja;

• Pelaksanaan reviu atas konsep Laporan Keuan-gan BPK;

• Pelaksanaan reviu atas sistem pengendalian mutu pemeriksaan;

• Penyelenggaraan administrasi Majelis Kehorma-tan Kode Etik BPK;

• Pelaksanaan kegiatan lain yang ditugaskan oleh BPK;

• Pelaporan hasil kegiatan secara berkala kepada BPK.

Itama terdiri dari Inspektorat I, Inspektorat II, dan In-spektorat III, yang tugas-tugasnya :

Inspektorat I : Bertugas melakukan pengawasan di lingkungan Setjen, Staf Ahli Ditama Revbang, Ditama Binbangkum, Itama, AKN I, AKN II, dan Perwakilan BPK RI di wilayah Sumatera.

Inspektorat II : Bertugas melakukan pengawasan di lingkungan AKN III, AKN IV, dan Perwakilan BPK RI di wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara.

Inspektorat III : Bertugas melakukan pengawasan di lingkungan AKN V, AKN VI, AKN VII, dan Perwakilan BPK RI di wilayah Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Pa-pua.

Menurut Inspektur I, Sri Hartini, dengan adanya Or-ganisasi dan Tata Kerja Pelaksana BPK RI yang baru, tugas dan fungsi unit kerja Itama lebih terkonsentrasi, ti-dak tersebar pada berbagai unit kerja sebagaimana terjadi pada organisasi sebelumnya. Tugas dan fungsi Itama se-perti yang tercantum dalam Keputuan BPK tersebut cukup ideal, karena telah memuat seluruh unsur tugas pokok dan fungsi unit pengawasan internal secara rinci sebagaimana diamanatkan dalam peraturan perundangan dan lazimnya dalam suatu organisasi pemerintah.

Terdapat beberapa kendala dalam pelaksanaan tugas di Itama. Yaitu tugas dan fungsi unit kerja Itama yang men-jadi lebih berat dan banyak tugas tak terprediksi. Selain itu, kualitas dan kuantitas SDM belum memadai. Masih banyak SDM yang belum siap menghadapi beban kerja yang lebih berat dalam melaksanakan tugas dan fung-sinya. Kendala lain adalah belum terdapatnya beberapa prosedur kerja (juknis, juklak) yang berkaitan dengan tu-gas dan fungsi Itama, serta belum tersedianya SOP.

Untuk mengatasi kendala-kendala itu, diadakan pelati-han berkelanjutan yang berkaitan dengan tugas dan fungsi Itama, serta penyusunan dan penerbitan SOP untuk men-gatasi pelaksanaan tugas yang berlaku pada unit kerja Ita-ma agar sistematis, efektif, dan terarah. Upaya lain adalah dengan menambah jumlah SDM sesuai kebutuhan.

Selama ini, hal-hal yang sudah dilakukan Itama ada-lah peningkatan disiplin, independensi dan profesionalis-me pegawai; pembagian beban tugas kerja, peningkatan kinerja unit kerja; dan mengoptimalkan SDM yang ada dengan panutan dan arahan pimpinan. Sedangkan hal-hal yang akan dilakukan, menurut Sri Hartini, adalah melak-sanakan evaluasi atas pelaksanaan seluruh kegiatan peme-riksaan, penunjang dan pendukung maupun anggarannya, penyusunan sistem dan prosedur kerja, penilaian kinerja perorangan, serta mengembangkan lebih jauh arti budaya kerja dalam pelaksanaan kegiatan sehari-hari.

Masih ada hal-hal yang perlu perbaikan terkait dengan pelaksanaan tugas dan fungsi Itama. Pertama, kuantitas dan kualitas SDM, kemampuan, keterampilan, dan kom-petensi pada unit kerja Itama perlu ditingkatkan. Hal ini

Pengawasan Internal yang TerkonsentrasiInspektorat Utama

Page 48: Hukum, Integritas, Cita-cita Reformasi

48 NO ��3/Juli 2008 - Agustus 2008/Tahun XXVIII

mengingat tugas dan fungsi Itama sangat berat. Kedua, Grade dan remunerasi seluruh personil pada Itama per-lu ditijau ulang mengingat beban pekerjaan yang berat. Selama ini grade dan remunerasi auditor pada unit kerja Itama ditetapkan lebih rendah dibandingkan dengan au-ditor pada Auditorat Keuangan Negara untuk pangkat dan golongan serta masa kerja yang sama. Ketiga, perlu pengaturan yang tegas tentang kewajiban dari unit kerja Itama dalam melaksanakan tugas dan fungsi, karena PMP belum dapat mengakomodasi sepenuhnya kepentingan

Itama, termasuk pedoman untuk pelaksanaan pemeriksa-an. Keempat, peningkatan disiplin dan integritas pegawai serta sistem dan prosedur kerja.

Ditambahkan oleh Sri Hartini, bahwa saat ini optima-lisasi SDM dipandang perlu karena kualitas SDM di Ita-ma belum memenuhi. Itama masih sangat membutuhkan SDM yang berkualitas dan lebih profesional, terutama dalam bidang-bidang tertentu, seperti laporan keuangan, bidang konstruksi (teknik sipil/arsitektur), bidang hukum, dan kesekretariatan.

Dalam pengelolaan sumber daya manusia dalam suatu organisasi, diperlukan kompetensi yang penting nilainya bagi perkembangan organisasi

tersebut. Hal ini disebabkan oleh:

�. Perbedaan-perbedaan yang terkait langsung dengan karakteristik tertentu atau kompetensi yang ter-dapat pada seseorang yang berkinerja sangat baik, seringkali tidak terlihat/jarang terlihat pada pekerja dengan kinerja rata-rata.

2. Cara yang paling baik untuk mengetahui karakter-istik-karakteristik yang terkait dengan kinerja tinggi di suatu posisi yaitu dengan mempelajari “top per-formers”

3. Di setiap posisi, terdapat beberapa atau sekelom-pok orang yang berkinerja lebih baik dan efektif dibandingkan rekan kerja yang lain. Orang-orang ini memiliki karakteristik dan pendekatan yang berbeda dari rekan kerjanya yang kinerjanya biasa-biasa saja.

Perbedaan Kompetensi Teknis dan Kompetensi Pe-rilaku

Kompetensi Teknis Pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman Diperoleh dari sekolah, Perguruan Tinggi, lingkun-

gan kerja dan program training lainnya Lebih mudah untuk dibangun Lebih mudah untuk diakses (seperti tes tertulis,

traditional interview, on-job assessment, job monitor-ing)

Diperlukan untuk melakukan pekerjaan dengan benar, misalnya ketrampilan mengetik dibutuhkan oleh juru ketik.

Kompetensi Perilaku Karakter, Attitude, Traits, Motivasi, Nilai-nilai Dibangun sejak lahir, kanak-kanak dan dewasa Sulit untuk dibangun, butuh waktu Beberapa kompetensi lebih sulit dibangun Membutuhkan keahlian khusus untuk mengetahui

kompetensi yang dimiliki oleh seseorang Kompetensi ini berperan penting dalam menduku-

ng kinerja jangka panjang Seseorang dengan kompetensi perilaku yang bagus

akan lebih mudah dibangun kompetensi teknisn-ya.

Berperang penting dalam menghasilkan kinerja yang prima

Landasan pentingnya standar kompetensi di BPK RI

UU No 43/�999 tentang kepegawaian menyatakan bahwa setiap pemangku jabatan harus memenuhi kompetensi jabatan yang dipersyaratkan

Renstra BPK 2006-20�0 tentang profesionalisme SDM menetapkan bahwa penempatan pegawai didasarkan pada kompetensi tertentu yang telah ditetapkan

Kode Etik. Pemeriksa wajib memutakhirkan, mengembangkan, dan meningkatkan kemampuan profesionalnya dalam rangka melaksanakan tugas pemeriksaan.

Penggunaan dan Faktor Sukses Penerapan Standar Kompetensi

Penggunaan Stankom yang telah dilakukan adalah: perekrutan dan seleksi pegawai, asessment pegawai (asess-ment terhadap 578 ketua tim th 2007 dan Juli 2008, 46� anggota tim), Assessment center, rencana pengembangan in-dividu, kurikulum dan modul diklat, dan pemberian insen-tif (remunerasi). Sedangkan faktor suksesnya ditunjukkan dengan kejelasan strategi pemeriksaan, struktur organisasi yang align dengan strategi, komitmen penggunaan hasil as-sessment, dan validasi yang dilakukan secara periodik.

Assessment adalah salah satu bagian dari sistem mana-jemen SDM yang diterapkan guna mendukung terciptanya SDM yang kompeten dan profesional. “Assessment Center” bukanlah suatu tempat, namun merupakan teknik evaluasi kemampuan dan kompetensi ganda. Dimana proses “Assess-

Pengelolaan SDM Berbasis Kompetensi

Page 49: Hukum, Integritas, Cita-cita Reformasi

49NO ��3/Juli 2008 - Agustus 2008/Tahun XXVIII

ment Center” ini terdiri dari beragam teknik melihat aspek-aspek kritikal di dalam diri kandidat. Metode-metode yang digunakan adalah tes tertulis, wawancara, simulasi terkait dengan pekerjaan, dan dapat juga didukung dengan meng-gunakan kuesioner.

Landasan pentingnya assessment center adalah: UU No 43/1999 tentang kepegawaian menyatakan

bahwa setiap pemangku jabatan harus memenuhi kompe-tensi jabatan yang dipersyaratkan

Renstra BPK 2006-2010 tentang profesionalisme SDM menetapkan bahwa penempatan pegawai didasarkan pada kompetensi tertentu yang telah ditetapkan

Kode EtikPemeriksa wajib memutakhirkan, mengembangkan, dan

meningkatkan kemampuan profesionalnya dalam rangka melaksanakan tugas pemeriksaan

Reformasi Birokrasi BaperjakatMembekali Tim Baperjakat dengan instrumen yang

dapat digunakan untuk mengevaluasi sejauhmana calon pejabat memenuhi kualifikasi jabatan

Manfaat dari adanya assessment center, organisasi dapat:

Mendapatkan gambaran kualitas SDM secara aku-rat, namun juga efektif dan efisien

Memberikan masukan yang berarti untuk menen-tukan kebutuhan pelatihan dan pengembangan in-dividu.

Hasil AC terukur dan mudah dianalisa, sehingga dapat digunakan untuk mencocokkan antara kom-petensi jabatan yang dipersyaratkan dengan kom-petensi individu (profile match up process)

Perlu diperhatikan bahwa hasil assessment center bu-kan satu-satunya penentu dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pengelolaan SDM Harus dilakukan validasi terhadap hasil assessment center dan dilakukan se-cara berkala untuk meningkatkan efektivitas dan akurasi. Selain itu diperlukan komitmen dan dukungan dari pimpi-nan, konsistensi kebijakan, serta pemenuhan SDM untuk pengelolaan assessment center.

MENEROPONG KEBERADAAN BIRO UMUM

Pernahkan terlintas dalam benak Anda, sebuah or-ganisasi besar harus melakukan berbagai kegiatan-nya tanpa adanya dukungan sarana dan prasana

yang memadai? Pernahkah kita mencoba membayangkan apa yang akan terjadi apabila saat ini kita bekerja tanpa didukung peralatan komputer, seperangkat meja kursi yang memadai, dan lingkungan kerja yang nyaman?

Tentu kita tak ingin semua itu terjadi, dan sepakat bahwa pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana penunjang sangat penting artinya bagi kita dalam melaksanakan tugas perkantoran. Sebuah organisasi besar yang telah mempunyai fungsi, tugas, dan peran strategis tak cukup didukung oleh sistem kerja yang baik dan sumber daya manusia yang andal. Pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana harus berdiri sebagai sebuah sub sistem yang menunjang keseluruhan sub sistem yang ada.

ProfilMenempati beberapa ruang di gedung arsip lantai satu

Kantor Pusat BPK RI, Jakarta, Biro Umum telah menjadi bagian yang menyatu dari BPK RI. Bagi sebagian orang, keberadaan Biro Umum terkadang ditempatkan sebagai se-buah unit yang “kurang diperhitungkan”. Berbagai persepsi yang kurang bersahabat pun terkadang sering terdengar ter-

hadap keberadaannya. Namun semua itu tak menyurutkan semangat kerja para pegawainya.

Dipimpin seorang kepala, Biro Umum, mempunyai tu-gas melaksanakan pengelolaan sarana dan prasarana, serta pelayanan umum di lingkungan BPK RI. Melihat organisasi BPK yang begitu besar serta sedang berkembang ini, tentu bukan hal yang mudah bagi Biro Umum dalam melaksana-kan tugasnya. Tanggung jawab dalam penyediaan dan pe-menuhan kebutuhan sarana dan prasarana, pencatatan dan inventarisasi aset, pemeliharaan dan perawatan aset, serta pengelolaan dokumen adalah gambaran tugas yang harus diemban Biro Umum saat ini.

Dalam struktur organisasi BPK, Biro Umum adalah unit kerja eselon II yang secara struktur berada di bawah Sekreta-riat Jenderal. Kepala Biro Umum dibantu oleh empat Kepa-la Bagian, yaitu Kepala Bagian Perlengkapan, Kepala Bagian Pemeliharaan, Kepala Bagian Pengelolaan Dokumen, dan Kepala Bagian Rumah Tangga.

Bagian Perlengkapan mempunyai tugas melaksanakan pengadaan, pendistribusian barang, serta proses inventarisa-si dan pencatatan aset. Dalam pelaksanaan tugasnya, Bagian Perlengkapan terdiri dari tiga Sub Bagian, yaitu Sub Bagian Pengadaan, Sub Bagian Penyimpanan dan Pendistribusian, serta Sub Bagian Analisis Kebutuhan dan Inventarisasi.

Page 50: Hukum, Integritas, Cita-cita Reformasi

50 NO ��3/Juli 2008 - Agustus 2008/Tahun XXVIII

Kegiatan pengelolaan Barang Milik Negara (BMN), di-lakukan oleh Sub Bagian Analisis Kebutuhan, Inventarisasi dan Penghapusan (AKIP) yaitu dengan melakukan analisis kebutuhan disertai cek fisik, opname barang dan inventari-sasi. Tujuannya adalah agar mendapat informasi lebih leng-kap mengenai kuantitas dan kualitas yang ada serta barang yang diperlukan oleh unit-unit di lingkungan BPK. Tugas lain yang dimiliki oleh bagian perlengkapan adalah melak-sanakan kegiatan pengadaan keperluan sehari-hari perkan-toran, inventaris kantor, bahan cetak, bahan komputer, dan lain-lain. Tugas ini dilakukan oleh Subbag Pengadaan. Ada-pun tugas untuk mendistribusikan barang-barang tersebut dilakukan oleh Subbagian Penyimpanan dan Pendistribu-sian.

Biro Umum juga melaksanakan tugas pemeliharaan aset-aset BPK RI. Tugas ini didelegasikan kepada satu unit baru setingkat eselon III yaitu bagian pemeliharaan, dibantu oleh dua Kepala Subbagian yaitu Kepala Subbagian Peme-liharaan Rumah Dinas dan Gedung Kantor serta Kepala Subbagian Pemeliharaan Kendaraan dan Barang Inventaris. Berbagai kegiatan yang menyagkut perawatan, perbaikan dan rehabilitasi baik untuk gedung kantor, kendaraan dinas, peralatan kantor dan aset lainnya, menjadi tanggung jawab kedua subbagian tersebut.

Fungsi lainUnit eselon III lain yang berada di Biro Umum adalah

Bagian Rumah Tangga. Sesuai dengan nomenklatur dari unit tersebut, Bagian Rumah Tangga mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam kerumahtanggaan BPK RI. Dikepal-ai oleh seorang kepala bagian, saat ini Bagian Rumah Tangga membawahi enam unit eselon IV. Termasuk dalam urusan

kerumahtanggaan adalah antara lain pemeliharaan kebersi-han gedung dan halaman kantor, pengurusan layanan daya dan jasa, koordinasi satuan pengamanan gedung dan aset lainnya, penyiapan kendaraan operasional kantor/dinas. Selain itu, menjadi bagian tugas kerumahtanggaan pula adalah kegiatan pengelolaan administrasi dan kesekretari-atan Sekjen, Kepala Ditama Binbangkum, Kepala Ditama Revbang, dan Irtama. Keseluruhan tugas-tugas tersebut dilaksanakan oleh Subbag Penyiapan Sarana dan Prasarana, Subbag Transportasi dan Pengamanan, Subbag Set Sekjen, Subbag Set Kaditama Binbangkum, Subbag Set Kaditama Revbang, serta Subbag Set Irtama.

Masih terdapat satu fungsi lain pada Biro Umum, yang merupakan unsur penunjang strategis, yaitu dalam hal pengurusan perjalanan dinas Pimpinan, Pejabat dan Pega-wai, penyelenggaraan kearsipan termasuk pemilahan dan pendeskripsian arsip inaktif, penggandaan dan pendistribu-sian HAPSEM ke departemen/lembaga/instansi, serta per-wakilan BPK RI melalui kurir dan Pos. Pelaksanaan tugas-tugas tersebut diemban oleh Subbagian Surat dan Perjalanan Dinas, Subbagian Pengelolaan Arsip serta Subbagian Peng-gandaan dan Pencetakan.

Dalam melaksanakan tugas-tugas tersebut, Biro Umum terkadang menghadapi berbagai kendala. Pemetaan ruang kerja bagi unit-unit yang saat ini belum ideal, dikarenakan tempat yang terbatas, menjadi salah satu kendala yang saat ini dihadapi Biro Umum, diharapkan dengan selesainya pembangunan gedung baru yang terletak di belakang Ge-dung Umar Wirahadikusumah, masalah pemetaan ruang kerja dapat diatasi dan para pegawai di lingkungan BPK RI Pusat dapat bekerja dengan nyaman.

Page 51: Hukum, Integritas, Cita-cita Reformasi

5�NO ��3/Juli 2008 - Agustus 2008/Tahun XXVIII

GENDIT KEDINGINANOleh: Cris Kuntadi, MM, BAP

GENDIT

Berbagai perasaan bercampur di Au-ditorium Gedung Umar Wirahad-

ikusuma (UWK) saat pelantikan pejabat Eselon II, III, dan IV. Yang promosi ten-tunya bahagia karena terbayang kekuasaan dan penghasilan lebih besar. Tetapi, harus diingat bahwa amanah itu akan diminta tanggung jawabnya dunia akhirat. Yang mutasi ada yang bahagia dan ada juga yang sedih. Bahagia karena dapat menikmati tour of duty pada unit kerja lain. Sedih, karena harus meninggalkan pekerjaan yang telah digelutinya beberapa waktu. Ada juga yang sedih karena penghasilan dan grade-nya tidak naik. Bisa juga sedih karena ber-pisah dengan auditee yang ‘sangat akrab’ dengannya.

Selesai pelantikan, seorang pejabat yang bertugas gawangi aset BPK, sebut saja pak Mono, bertanya: “Gimana perasaan Gendit saat disumpah menjadi Kepala Sub Auditorat II.B.2?”

“Wuihh... dingiiin banget pak dhe.” Jawab Gendit yang biasa memanggilnya dengan ‘pak dhe’ karena memang usianya lebih tua dibanding dirinya. Meski demiki-an, diakui bahwa beliau jauh lebih terlihat muda dibanding usianya, mungkin karena hatinya tidak pernah dengki.

“Kok dingin sih. Apakah sumpah yang dibacakan Pak Sekjen begitu merasuk dalam sanubari? Atau sedih banget karena harus meninggalkan Humas?” Selidik Pak Mono yang selalu melihat Gendit begitu enjoy sebagai “humas”-nya BPK.

“Bukan pak, AC-nya ini lho duingiinn nian. Gak tahu, berapa suhu AC di sini. Saya sudah memakai pakaian sipil lengkap (PSL) saja masih kedinginan,” jawab Gen-dit dengan dialek Palembangnya.

“AC-nya di-setting �8 derajat Ndit. Ini permintaan pejabat tinggi. Beliau sudah terbiasa pada suhu dingin di luar negeri. Maklum, beliau sangat sering pergi ke luar negeri.” Pak Mono yang selalu berambut cepak menjelaskan alasan setting AC cen-tral di gedung UWK dan gedung Arsip.

“Ini yang disebut tidak tahu program penghematan energi. Pan kita diminta Pemerintah & PLN untuk hemat energi biar hemat biaya. Sudah diimbau agar set-ting temperatur AC cukup 24 derajat saja sehingga konsumsi listriknya lebih hemat. Kalau memang ada permintaan seseorang, mestinya tidak mengabaikan kepentingan umum dong. Temperatur dari AC central dibuat 24 derajat dan untuk pejabat ter-tentu yang membutuhkan suhu dingin, dipasangkan AC split. Gitu dong.” Gendit sewot dengan penjelasan pak Mono.

“Lho kok sewot ke saya sih. Kamu tuh mestinya bersyukur bisa berada di ruangan yang sejuk, tidak seperti pegawai lain di daerah yang listrik saja tidak ada.” Keeper futsal setiap pertandingan eksekutif BPK menjawab lebih sewot.

“Ya maaf deh pak dhe, saya cuma mau mengingatkan program reduce (Red: men-gurangi), re-use (Red: menggunakan kem-bali), dan recycle (Red: mendaur ulang) yang didengung-dengungkan Ditama Revbang. Saya kok melihat para pejabat dan pegawai pada acuh tak acuh dengan imbauan tersebut. Padahal kita mesti men-gurangi penggunaan energi (reduce) den-gan menambah suhu AC. Ada lagi pegawai yang untuk naik/turun satu lantai saja, naik lift. Padahal, kalau mereka mau naik/turun satu/dua lantai kan bisa lewat tangga saja sehingga hemat dan menyehatkan.” Gen-dit menjelaskan.

“Ya maklum lah mas, namanya juga orang kampung. Di kampungnya gak ada lift sehingga selalu memanfaatkan lift me-skipun hanya naik/turun satu/dua lantai. Padahal, tagihan listrik kita selalu men-ingkat dan sangat besar. Kita sebetulnya kepingin mencontoh Departemen Perta-nian yang katanya dapat menghemat listrik sampai dengan 40%.” Pak Mono juga mu-lai memahami kebutuhan hemat energi.

“Ya iyalah pak, masa ya iya dong. Menteri Pertaniannya kan orang berpendidikan dan juga sangat paham akan makna peng-

hematan. Beliau tahu bahwa mubadzir itu perbuatan setan.” Gendit menimpali.

“Lho, jadi mereka termasuk setan juga dong, orang-orang yang suka membiarkan komputer nyala padahal tidak dipakai, meninggalkan komputer hidup/stand by padahal ditinggal pulang. Itu kan kemu-badziran. Wah-wah.. kayaknya humas perlu mensosialisasikan program hemat energi nih, biar orang-orang di BPK tidak digolongkan menjadi setan atau temennya setan.” Pak Mono mendapat ide bagus.

“Ya saya pikir, jangan langsung gitu dong pak dhe. Kita apresiasi dan imbau saja pegawai agar mau berhemat untuk kantor. Mematikan lampu jika tidak ter-pakai. Rasulullah saja menegur sahabatnya yang berwudlu dan mandi di sungai secara berlebihan. Padahal di sungai yang airnya mengalir lho. Berarti, siapa yang bisa ber-hemat, akan mendapat pahala dari Allah SWT.” Gendit memberikan dalil.

“Nah kalau satu program saja di-jalankan, reduce, maka akan banyak peng-hematan yang diperoleh. Apalagi kalau program re-use juga dilakukan. Misalnya, dengan menggunakan kembali kertas yang baru dipakai satu muka untuk membuat konsep laporan/surat. Insya Allah kita akan menjadi orang-orang yang dikasihi dan disayangi Allah, karena tidak meniru syetan melakukan kemubadziran. Semoga menambah poin kita dalam menggapai sy-urga ya.” Gendit menambahkan.

“Berarti, Kepala Bagian saya yang min-ta tembusan 3 lembar (untuk masing-mas-ing Kepala Sub Bagian) untuk satu nota dinas (ND) permintaan meja komputer, boros juga yah? Mestinya kan unit kerja lain cukup mengirimkan satu lembar ND untuk pejabat yang dituju, lalu dia mendis-posisi untuk bawahannya.” Pak Mono jadi teringat akan pemborosan yang dilakukan di lingkungannya.

“Silakan .... Pacak-pacaknya pak dhe sajalah.” Jawab Gendit mengakiri pembic-araan.