Hukum Hutang-Piutang

download Hukum Hutang-Piutang

of 123

Transcript of Hukum Hutang-Piutang

HUKUM HUTANG PIUTANGPENULIS:

ABU ANAS SAYYID BIN RAJABPENERJEMAH:

AHMAD AFANDI(Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. E-mail: [email protected], cp: 085743904236/ 085292134678. Penerjemah terbuka untuk berdiskusi seputar Hukum dan Hukum Islam)

Pengantar:

Abu Abdillah bin al-adawi

KATA PENGANTAR Segala sanjung puji kepada Allah SWT Tuhan alam semesta, rahmat dan kesejahteraan semoga selalu tercurahkan pada rasulullah SAW. Buku yang berada di tangan saudara ini adalah buku yang sangat penting dalam diskursus hukum hutang-piutang. Buku ini di susun oleh Sayyid bin Rajab, salah seorang yang sangat berkompeten dalam bidang ini. Semoga Allah Awt membalasnya dengan kebaikan. Dalam paparannya, Sayyid bin Rajab membahas menurut pandangan fiqh dan hadits sekaligus, yakni memberikan ketentuan berdasarkan hadits bila dirasa benar dan sesuai, serta mengutip pendapat para fuqaha dan menjelaskan dalil (al-Quran dan al-Hadits) yang perlu diberi penjelasan. Saya telah menelaah kembali buku ini, dan saya yakin buku ini akan banyak memberikan manfaat. Hanya bagi Allah SWT segala sanjung puji, hanya kepadanya saya memohon kemanfaatan buku ini, dan semoga Allah SWT menjadikan kita semua termasuk dalam golongan orang-orang saleh. Ya Allah, limpahkanlah rahmat dan kesejahteraan kepada junjungan nabi besar Muhammad SAW, keluarga, dan para sahabatnya. Amin.

Abu Abdillah Musthafa bin al-Adawy

PENGANTAR PENULIS Puji syukur ke hadirat allah swt kami persembahkan. memohon pertolongan dan ampunan kepada-nya. kami berlindung kepada allah dari keburukan diri dan amal kami. siapa yang diberi petunjuk oleh allah, maka tiada yang dapat menyesatkannya. dan siapa yang dipalingkan, maka tiada penolong baginya. saya bersaksi tiada tuhan selain allah, dzat yang maha esa, tiada sekutu bagi-nya. dan saya bersaksi bahwa muhammad adalah hamba dan utusan-nya, orang terpilih dari segenap makhluk dan kekasih-nya, penyampai risalah dan pelaksana amanat-nya dengan paling sempurna, pemberi segala bentuk nasehat dan pejuang sejati di jalan allah sampai akhir hayatnya. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. (Ali Imran : 102) Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan Mengawasi kamu. (An-Nisa: 1) Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki amalan-amalanmu dan mengampuni dosa-dosamu. dan barang siapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar. (Al-Ahdzab : 70-71)

Dan tidaklah aku menciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka beribadah kepadaku (Adz-Dzariyat: 56) Kedua, akhlak. Sabda Nabi SAW : Sesungguhnya aku diutus untuk

menyempurnakan akhlak yang mulia. 1

1 Hasan. HR. Bukhari, al-Adab al-Mufarrad, hal. 273, HR. Ahmad Vol. 2, hal.318. dan HR. Hakim Vol. 2,

Ketiga, muamalat. Firman Allah : Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar (Al-Baqarah: 282) Harta termasuk salah satu dari lima hal yang wajib dijaga (dlaruratul khamsi). Sebab, harta merupakan penopang bagi kehidupan manusia. Oleh karena itu, Allah SWT melarang perusakan terhadap harta. Allah berfirman :

Nabi bersabda : Seungguhnya Allah membenci perbuatan ghibah, melenyapkan harta, dan banyak bertanya.

Dan janganlah kamu memakan harta di antara kamu dengan bathil. Karena peran harta sangat penting dalam kehidupan manusia, Allah SWT mengatur pengelolaan harta antar setiap individu masyarakat dan memeberikan pahala yang besar bagi orang yang membelanjakan hartanya pada hal-hal yang diperintahkan Allah atau bagi orang yang mengelola hartanya sesuai dengan perintah Allah SWT. Allah SWT mengetahui akan tabiat dan kecintaan manusia pada harta dan betape mereka sangat ingin memperolehnya. Allah berfirman : Dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan. (Al-Fajr: 20) Dan sesungguhnya dia sangat bakhil karena kecintaannya kepada harta. (Al-adiyat : 8) Allah telah banyak menegaskan tabiat manusia ini dalam al-Quran. Tetapai terkadang kecintaan manusia terhadap harta melampaui batas kewajaran, sehingga membuatnya menjadi kikir, enggan bersedekah pada fakir miskin, enggan memberikan pinjaman pada orang yang membutuhkan, dan jauh dari amal kebaikan. Manusia juga terkadang menjadi budak harta, ketamakan membuatnya terjerumus dalam riba dan membuatnya menjadi orang yang merugi di dunia dan akhirat. Salah seorang penafsir al-Quran menemukan bahwa ayat terpanjang dalam al-Quran adalah ayat yang menjelaskan tentang hutang-piutang. Ayat tersebut berbicara tentang tata-cara pengelolaan hutang-piutang. Barangkali saudara sepakat dengan saya bahwa hutang-piutang merupakan perkara yang sangat penting, karena ia tidak bisa lepas dari kehidupan manusia. Suatu saat seseorang berhutang dan di saat yang lain dia memberi hutang, bahkan terkadang dua perkara ini tidak dapat dipisah selamanya. Karena sangat pentingnya diskursus ini dan alasan lain, maka sudah sepantasnya pembahasannya dikhususkan. Saya tidak menemukan karangan yang secara khusus membahas hutang-piutang, padahal diskursus ini banyak tersebar dalam kitab-kitab fiqh ternama. Oleh karena itu, dengan senang hati saya menyusun danhal.613.

mensistematiskan pembahasan dalam sebuah buku, agar dapat memberi kemudahan bagi para penuntut ilmu dan kaum muslimin pada umumnya untuk mengetahui diskursus hutang-piutang secara mendalam. Dalam buku ini, saya mengikuti langkah para ahlul hadits, yakni dengan membubuhkan dalil nash, menganalisis, dan menerapkannya secara benar dan sesuai, kemudian diikuti dengan pendapat sahabat, tabiin, empat imam dan ulama lain yang dikenal kepandaian dan keutamaannya. Buku ini terlebih dahulu saya serahkan pada Syaikh Abu Abdillah Musthafa bin al-adawi untuk ditelaah, dan sebagaimana biasa, beliau sangat loyal memberikan nasehat dan bimbingan. Semoga Allah SWT membalasnya dengan kebaikan, memberkatinya atas waktu yang beliau luangkan dan menjadikannya sebagai timbangan amal kebaikan. Hanya kepada Allah SWT saya memohon agar semua muamalat yng dilakukan kaum muslimin sesuai dengan syariat-Nya dan sunah Nabi SAW. Ya Allah, curahkanlah rahmat, kesejahteraan dan keselamatan kepada junjungan Nabi Muhammad, keluarga dan para sahabatnya. Amin. Abu Anas Sayyid bin Rajab

PENDAHULUAN

Orang yang memberikan hartanya disebut : DAIN (Pemberi Piutang) Orang yang menerima harta disebut : MADIN/MADYUN (Penerima Hutang) Dan harta yang ditransaksikan disebut : DAIN (Hutang) Hutang-piutang adalah transaksi harta benda antara dua orang atau lebih. Salah seorang memberikan harta tertentu kepada yang lain. Dengan harta tersebut orang itu dapat memenuhi kebutuhannya dan mengambil manfaat darinya, dan wajib mengembalikan sesuai batas waktu yang telah disepakati.

Pernyataan

- Saya memberikan pinjaman hutang pada si anu, adalah

bermakna: saya bertransaksi dengannya, memberinya hutang, dan mencari hutangan darinya. Hal ini berdasarkan pada perkataan seorang penyair:

Abu Ubaid berkata :

, artinya : saya memberi hutang pada orang itu.

Maka orang itu disebut madin ( )atau madyun ( .)Pernyataan lain yang sering digunakan adalah:

(saya mencari hutangan darinya).

Menurut mereka, dengan

sama

artinya dengan

dan sama

artinya

.

Menurut Ibnu Sayyidihi2

2 Lisan al-Arab Vol. 4 hal. 409, 459, 460.

Ada yang mengatakan bahwa

berarti dan adalah )adalah orang yang banyak

.Menurut Al-Jauhari, orang yang berhutang ( hutangnya. Disebut

apabila kebiasaannya adalah menarik hutang. Pernyataan

berarti Fulan telah menjual barang kepada suatu kaum sampai batas waktutertentu, sehingga Fulan memiliki hutang kepada mereka. Makna dari adalah : pemberian hutang seseorang berupa mata uang emas atau perak, biji-bijian, kurma, anggur, dan barang-barang lain yang serupa.

Dain (hutang-piutang) adalah : barang yang menjadi tanggungan seseorang ketika melakukan transaksi. Barang tersebut dapat berupa mata uang 3 5 Menurut an-Nawawi ra dalam kitab Raudlah at-Thalibin (Hal. 169 dan 172), Harta yang menjadi hak seseorang ketika berada dalam tanggungan orang lain adalah berupa ain ( )dan dain ( .)Yang dimaksud ain adalah dua hal, yakni amanat dan jaminan. Dan yang dimaksud dain (apabila berada dalam tanggungan seseorang) adalah tiga hal, yakni mutsamman (6) 7 4

Diriwayatkan dari Baridah ra, saya mendengar Rasulullah SAW acapkali bersabda,

3 4 5 6

Emas dan perak. Seperti pakaian dan perabotan rumah. Rad al-Mukhtar, vol. 5, hal. 152. Barang yang pesan dalam akad salam.

Siapa yang memberi penangguhan hutang bagi orang yang kesulitan, maka dia memperoleh pahala sedekah setiap hari sesuai jangka waktu penangguhannya. Katanya lagi, Kemudian saya mendengar Rasulullah SAW acapkali bersabda, Siapa yang memberi penangguhan hutang bagi orang yang kesulitan, maka dia memperoleh pahala sedekah setiap hari, dua kali lipat dari jangka waktu penangguhannya. Saya berkata, Ya Rasulallah, saya mendengar engkau acapkali bersabda, Siapa yang memberi penangguhan hutang bagi orang yang kesulitan, maka dia memperoleh pahala sedekah setiap hari sesuai jangka waktu penanggguhannya. Dan saya juga mendengar engkau acapkali bersabda, Siapa yang memberi penangguhan hutang bagi orang yang kesulitan, maka baginya pahala sedekah setiap hari, dua kali lipat dari jangka waktu penangguhannya. Kemudian Rasulullah bersabda pada Baridah ra, Dia memperoleh pahala sedekah setiap hari apabila hutang belum jatuh tempo (belum tiba saatnya pengembalian), dan apabila sudah jatuh tempo (tiba saatnya pengembalian) kemudian dia menangguhkannya, maka baginya pahala sedekah setiap hari dua kali lipat dari jangka waktu penangguhannya. 8

Memberi Hutang Sama Halnya dengan Membebaskan Budak Diriwayatkan dari Al-Barra bin Adzib ra, Saya mendengar Rasulullah SAW acapkali bersabda: Siapa yang memberi hutang berupa mata uang, susu, atau menghadiahkan jalan setapak, maka sama halnya dia telah membebaskan budak. 9 Abu Isa at-Tirmidzi mengatakan (As-Sunnah 4/341), Hadits ini adalah hadits hasan shahih gharib dari hadits riwayat Abu Ishaq. Dan redaksi hadits yang tertera di atas adalah riwayat an-Numan bin Basyir. 10

KEUTAMAAN BERTRANSAKSI DENGAN BENAR DAN PENANGGUHAN HUTANG BAGI ORANG YANG KESULITAN Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berikanlah penangguhan sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu Mengetahui.

7 Yang dimaksud dengan tsaman adalah mata uang emas dan perak. Lihat Rad al-Mukhtar vol. 5, hal.152. 8 Shahih. HR. Ahmad, vol. 5, hal.360, dan HR. Ibn Majah, hal. 2418. 9 Shahih. HR. Ahmad, vol. 4, hal.275, dan HR. Tirmidzi, hal. 1957.

Ath-Thabari11 bahwa yang dimaksud dalam ayat ini adalah orang-orang yang berhutang dan telah masuk agama Islam, mereka mempunyai banyak hutang sebab praktik riba yang mereka melakukan pada masa jahiliyyah. Islam lalu datang sebelum mereka sempat menyelesaikan perkara hutang-piutangnya. Allah SWT memerintahkan agar sisa praktik riba yang telah mereka lakukan dulu tetap dalam haknya masing-masing. Orang yang berhutang hanya dituntut untuk mengembalikan pokok harta tanpa menyertakan bunganya bila sudah memiliki kemampuan membayar hutang. Demikianlah ketentuan bagi orang yang pernah melakukan praktik riba sebelum keislamannya. Islam memerintahkan agar pemberi hutang menggugurkan bunga hutang yang berasal dari praktik riba yang terjadi sebelum Islam datang. Jika orang yang berhutang berkelapangan, dia hanya harus mengembalikan pokok harta tanpa bunganya. Jika dia dalam kesulitan maka pemberi hutang harus memberikan penangguhan pembayaran hutang baginya.

Namun demikian, bila hanya diberi penangguhan sampai berkelapangan, orang yang mempunyai hutang akan tetap merasa kesulitan, karena hutang yang dia tanggung dan harus dia bayarkan akan tergantung pada kondisi pemberi hutang. Oleh karena itu, apabila hartanya habis, pemberi hutang tidak bisa menuntutnya untuk dihukum penjara dan tidak memperbolehkannya melakukan praktik jual-beli lagi. Kesulitan tersebut terjadi karena harta orang yang berhutang tidak akan lepas dari salah satu dari tiga bentuk pemegangan harta, yakni pertama, harta orang yang berhutang dipegang oleh pemberi hutang, kedua, dipegangnya sendiri dan dengan harta tersebut dia membayarkan hutangnya, dan ketiga, harta dia pegang dengan penguasaan penuh. Jika harta dia pegang dengan penguasaan secara penuh, maka hutangnya menjadi gugur apabila hartanya tersebut habis. Inilah pendapat yang seharusnya diambil agar orang yang mempunyai hutang tidak lagi menemui kesulitan, tetapi tidak ada seorang pun yang berpendapat seperti ini. Jika dipegangnya sendiri, maka hutang kepada pemilik harta menjadi gugur apabila harta tersebut habis sekalipun dia terlambat membayar atau sedang dalam proses pencicilan hutangnya. Lagi-lagi tidak ada seorang pun yang berpendapat seperti ini. Titik terang akan muncul bila kita telah mengetahui dua bentuk tanggungan terakhir, yakni yang kedua dan ketiga. Oleh karena itu, untuk bentuk tanggungan yang pertama, yakni bila harta orang yang berhutang dipegang oleh pemberi hutang, maka tidak ada alasan bagi pemberi hutang untuk memegangnya kembali apabila harta tersebut telah habis di tangannya. Karena harta yang seharusnya dipakai untuk melunasi hutang orang yang10 HR. Ahmad, vol. 4, hal.272. 11 Jami al-Bayan, vol. 3, hal.112.

berhutang telah habis. Karena tidak ada alasan bagi pemberi hutang untuk memegang dan menguasai harta kembali, maka dia tidak berhak untuk menuntut agar orang yang berhutang dipenjarakan, karena tidak terdapat satu alasan pun untuk memenjarakannya, sebab dia tidak membuat-buat alasan untuk menghindari pelunasan hutang. Tetapi jika dia lalai sehingga pelunasan tidak urung dilaksanakan, maka hal ini dapat menjadi alasan menuntutnya untuk dipenjarakan. Dalam menakwilkan ayat , Ath-Thabri ra mengatakan bahwa yang dimaksud adalah: Bersedekahlah, karena bersedekah itu merupakan keutamaan dan perbuatan yang mulia. Karena bersedekah dengan hanya menuntut pokok harta dari hutang mereka yang tertimpa kesulitan adalah lebih baik bagimu dari pada menangguhkan pembayaran seluruh hutang (yakni dengan bunganya sekaligus) sampai dia berkelapangan. Agar dia merasa berkelapangan dengan hanya membayar pokok hutang. Hal ini apabila kamu mengetahui letak keutamaan sedekah. Allah akan memberikan banyak pahala bagi orang yang memberi keringanan bagi orang mempunyai hutang padanya.

MEMBERINYA NAUNGAN PADA HARI YANG TIDAK ADA NAUNGAN KECUALI NAUNGAN-NYA Diriwayatkan dari Ubadah bin al-Walid bin Ubadah bin as-Shamat, Dalam hidup ini, saya dan ayah saya menuntut ilmu dari orang-orang Anshar sebelum mereka tiada. Orang pertama yang kami temui adalah Abu al-Yasar, salah seorang sahabat Rasulullah SAW. Beliau sedang bersama seorang budaknya yang memegang kumpulan kertas. Abu al-Yasar kelihatan marah penuh emosi, begitu pula budaknya. Lalu ayah saya berkata padanya, Wahai Paman, saya melihat wajahmu kemerah-merahan sebab emosi. Abu al-Yasar menanggapi, Fulan bin Fulan tidak melunasi hutangnya padaku, padahal sudah jatuh tempo (tiba waktunya melunasi hutang). Mendengar hal itu, saya bergegas mendatangi keluarga si Fulan yang dimaksud, Di mana Fulan?, tanyaku pada keluarganya. Tidak ada, jawab mereka.

Keluar dan menghadaplah padaku, saya sudah mengetahui keberadaanmu, kata saya. Kemudian dia keluar. Apa yang membuat kamu bersembunyi dariku?, tanyaku. Demi Allah, saya takut, saya akan menceritakan padamu dan sekali-kali saya tidak akan berbohong. Demi Allah, saya akan ceritakan, saya akan berbohong padamu sampai beberapa kali sampai saya sanggup mengganti hutang itu. Saya adalah sahabat Rasuluulah

SAW. Demi Allah, saya sedang tertimpa kesulitan. Demi Allah?, tanyaku. Demi Allah Demi Allah?, tanyaku lagi. Demi Allah Demi Allah?, tanyaku lagi. Demi Allah. Abu al-Yasar datang dengan membawa kertas, lalu dia merobeknya seraya berkata padaku, Periksalah, jika kamu mendapati bahwa batas waktumu telah habis, maka lunasilah. Jika kamu tidak dapat melunasi, maka hutangmu akan kuanggap lunas. Kemari, lihatlah kedua mataku ini (seraya menunjuk kedua matanya dengan dua jari, atau kalau tidak salah dia mengatakan, Lihatlah Dua telingaku ini), Rasulullah SAW telah menyadarkan hatiku ini (seraya menunjuk bagian tubuh yang menjadi letak hatinya), beliau acapkali bersabda, Siapa yang menangguhkan hutang bagi orang yang kesulitan atau meringankan nominal pembayarannya, maka Allah akan menempatkan dia dalam naungan-Nya. 12 Diriwayatkan dari Abdullah bin Abi Qatadah, bahwa Abu Qatadah ra mencari-cari orang yang mempunyai hutang padanya. Orang itu lari bersembunyi, tetapi kemudian Abu Qatadah menemukannya. Saya sedang tertimpa kesulitan, kata orang itu. Demi Allah?, tanya Abu Qatadah. Demi Allah, jawabnya. Kemudian Abu Qatadah berkata, Saya mendengar Rasulullah acapkali bersabda, Siapa yang ingin berbahagia dengan diselamatkan Allah dari malapetaka hari kiamat, maka hendaklah dia menangguhkan hutang bagi orang yang kesulitan atau meringankan nominal pembayarannya. 13

14

12 HR. Muslim, hal. 3006, HR. Ibn Majah, hal. 419 dengan lafadz yang lebih ringkas, Siapa yang ingin mendapat naungan Allah, maka tangguhkanlah hutang dan ringankanlah nominal pembayaran. 13 HR. Muslim, hal. 1563.

JAMINAN AMPUNAN DOSA HUTANGNYA ORANG YANG KESULITAN

Dalam riwayat lain, Saya pernah menyambut orang yang berkelapangan dan mengampuni orang yang kesulitan, kemudian Rasulullah SAW bersabda, Ampunilah hambaku Dalam riwayat lain, Saya pernah menangguhkan hutang bagi ornag yang kesulitan dan merasa puas dengan sedikit sikkah (mata uang). Maka jika demikian, Allah akan mengampuni orang itu. Dalam riwayat lain, Kebiasaan saya adalah senang memafkan orang. Saya memudahkan orang yang berkelapangan dan menangguhkan hutang bagi orang yang kesulitan. Karena Alllah telah berfirman, Aku lebih berhak dengan ini dari pada kamu. Maka ampunilah hambaku.15 Makna lafadz dan adalah : toleran dalam menagih dan melunasi, serta merasa puas dengan sedikit kekurangan. Sebagaimana sabda Nabi, Saya merasa puas dengan sedikit sikkah (mata uang).

Lafadz-lafadz yang searti dengan antara lain : 61. - -

14 HR. Ahmad dari Yunus dan Affan, vol. 5, hal.300. HR. Ad-Darimi dari Affan bin Muslim, hal.2589. 15 HR. Bukhari, hal. 2077, 2078, HR. Muslim, hal. 3969, 3975, HR. An-NasaI vol. 7, hal.317, HR. Tirmidzi, hal. 1307, dan HR. Ibn Majah, hal. 2420.

Diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah ra, bahwa Rasulullah bersabda, Allah memberkati orang yang toleran ketika berjual beli dan menagih hutang. 17 Menurut Al-Hafidh ibn Hajar dalam kitab Al-Fath (4/359). Samhan ( )berarti mudah/lembut ( .)Dalam ilmu nahwu, adalah sifat musyabbihat (sifat yang menyerupai isim fail) yang menunjukkna arti terus-menerus. Karena itulah, problematika jual-beli dan hutang harus diulang-ulang. juga berarti dermawan ( .)Seseorang dikatakan toleran apabila dia dermawan. Dan sabda Nabi SAW : , artinya : menagih dengan lembut tanpa pemaksaaan.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda : Siapa yang meringankan beban yang menumpa orang mukmin, maka Allah akan meringankannya dari beban-beban pada hari kiamat. Siapa yang memberi kemudahan pada orang yang kesulitan, maka Allah akan memberinya kemudahan di dunia dan akhirat kelak. Dan siapa yang

16 HR. An-Nawawi, Syarh Muslim, vol. 10, hal.468. Semua riwayat ini dikeluarkan oleh Muslim. 17 HR. Bukhari, hal. 2076, HR. Ahmad, vol. 3, hal.340, HR. Tirmidzi dari Zaid bin Atha bin Saib dari Ibn Munkadir dari Jabir dengan lafadz, Allah mengampuni seseorang sebelum kamu yang memberi kemudahan.. Tirmidzi juga meriwayatkan dari Abu Hurairah berupa hadits gharib dengan lafadz, Sesungguhnya Allah menyukai toleransi dalam jual beli dan menagih hutang. HR. An-NasaI dari Atha bin Farukh dari Utsman ra, Atha tidak pernah bertemu Utsman ra, sebagaimana dikatakan Ibn al-Madani dalam kitab al-Ilal. Dengan lafadz, Allah akan memasukkan ke dalam surga orang yang memberi kemudahan baik saat menjadi pembeli, penjual, penagih hutang atau yang yang ditagih. HR. Ahmad, vol. 1, hal.58, 67, 70. dan HR. Ibn Majah, hal. 2202.

menjaga rahasia orang muslim, maka Allah akan menjaga rahasianya di dunia dan akhirat kelak. Allah akan menaungi hamba-Nya selama dia membantu saudaranya. 18

DIJAUHKAN DARI BANYAK HUTANG

Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari kecemasan, kesedihan, ketidakberdayaan, malas,

18 Shahih. HR. Muslim, hal. 2073, HR. Abu Daud, hal. 4946, HR. Ibn Majah, hal. 225, HR. Tirmidzi, hal. 1425, 1930, 2945, HR. Bukhari, hal. 2442 dari Ibn Umar dengan lafadz, Semua umat muslim adalah bersaudara, tidak saling menganiaya tetapi saling membantu. Siapa yang memenuhi kebutuhan saudaranya, maka Allah akan memenuhi kebutuhannya. Siapa yang melapangkan saudaranya dari derita kesulitan, maka Allah akan melapangkannya pula dari kesulitan pada hari kiamat kelak. Dan siapa yang dapat menjaga rahasia saudaranya, maka Allah akan menjaga rahasianya pada hari kiamat. Muslim juga meriwayatkan matan hadits ini. Menurut saya, Bukhari menolak memasukkan hadits dalam bab ini ke dalam Shahih-nya, sebab dia khawatir akan kepalsuan hadits karena diriwayatkan oleh al-Amasy. Al-Hafidh dalam al-Fath vol. 1, hal.67 mengatakan, Hadits itu diriwayatkan Tirmidzi, menurutnya hadits itu adalah hadits hasan, bukan hadits shahih sebab terdapat kekaburan yang menunjukkan kepalsuan, yakni diriwayatkan pada saya dari Abu Shalih (orang yang meriwayatkan tidak disebut). Tetapi hadits ini bukanlah hadits palsu, sebab Imam Muslim juga meriwayatkan hadits ini dari Usamah dari al-Amasy (dari Abu Shalih).

kikir, takut, banyak hutang, dan kungkungan laki-laki19 Al-Hafidh ibn Hajar berpendapat dalam kitab al-Fath (11/177-178) tentang . (dengan dla dan lam fathah) adalah bermakna kecondongan. (dengan lam fathah =yadllu) adalah bermakna harta. Dan yang dimaksud dengan di sini adalah hutang yang banyak dan memberatkan. Yakni, orang yang tidak sanggup membayar hutangnya sekelipun telah mencari bantuan ke mana-mana. Ada ulama alaf yang mengatakan, Kecemasan hati karena memiliki hutang hanya terjadi sebab hilangnya sesuatu yang secara akal tidak akan kembali lagi.

MEMOHON PERLINDUNGAN KEPADA ALLAH DARI HUTANG Aisyah istri Nabi mengabarkan bahwa ketika Rasulullah SAW shalat, beliau berdoa:

Pernah seseorang bertanya pada Rasulullah, Kenapa dengan hutang sehingga engkau harus memohon perlindungan?, Rasulullah menjawab, Jika seseorang mempunyai hutang, maka dia akan sering berdusta saat berbicara dan ingkar ketika berjanji. 20 Imam an-Nawawi ra berkata dalam kitsb Syarah Muslim (17/32), Rasulullah memohon perlindungan dari maghram, artinya dari hutang. Hal ini didasarkan pada penjelasan Rasulullah pada hadits-hadits sebelumnya, jika seseorang mempunyai hutang, maka dia akan sering berdusta saat berbicara dan ingkar ketika berjanji. Karena dia akan menunda-nunda pengembalian hutang dengan dusta dan ingkar janji. Dan terkadang hutang dapat membuatnya gelap mata, sehingga mungkin saja dia mati sebelum dapat melunasi hutangnya, maka dia akan terus menanggung tanggungan hutangnya. 2119 Shahih, HR. Bukhari, hal. 6363. 20 Shahih, HR. Bukhari, hal. 832. 21 HR. Muslim beserta penjelasannya, vol. 17, hal.30-31.

Menurut al-Hafidz ibn Hajar dalam kitab al-Fath (2/371), Lafadz dalam hadits di atas adalah bermakna hutang. Ada yang mengatakan, ( gharima, dengan ra kasrah) sama artinya dengan (memberi hutang).

Al-Qurthubi berpendapat, . =Dalam hadits tersebut, Rasulullah telah mengingatkan bahaya yang akan terjadi akibat hutang. Wallahu aalam.

YANG MASIH MEMILIKI TANGGUNGAN HUTANG

Shalatilah mayat ini ya Rasulallah. Tidak, jawab mereka. Apakah dia meninggalkan warisan?, tanya Rasul. Tidak, jawab mereka. Maka Rasul bersedia menshalatinya. Taka berapa lama kemudian, datang iring-irngan jenazah lain, lalu mereka berkata pada Rasul, Shalatilah mayat ini ya Rasulallah. Apakah mayat ini masih mempunyai tanggungan hutang?, tanya Rasul. Ya, jawab mereka. Apakah dia meninggalkan warisan?, tanya Rasul lagi. Tiga dinar. Maka shalatilah mayat ini. Kalian saja yang menshalati, lalu Abu Qatadah berkata, Shalatilah mayat ini ya Rasulallah, saya yang akan menanggung hutangnya, maka Rasul bersedia

menshalatinya.22

22 Shahih, HR. Bukhari, hal. 2289-2295. HR. Ahmad, vol. 3, hal.320, HR. An-Nasai, vol. 4, hal.65, dan sanad at-Thayalusi, hal.1673 dari Jabir dari Abdullah bin Muhammad bin Aqil, Nabi SAW menemuinya pada

Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, Apabila mayat seseorang yang masih memiliki tanggungan hutang dihadapkan pada Rasulullah, maka Rasul akan bertanya, Apakah dia mempunyai peninggalan harta yang dapat melunasi hutangnya? Jika dijawab iya, maka rasul bersedia menshalatinya. Dan jika dijawab tidak, maka beliau akan bersabda pada kaum muslimin yang hadir, Kalian saja yang menshalatinya. Tetapi setelah Allah membukakan hati beliau, maka Beliau berkata, Aku lebih berhak atas jiwa orang-orang mukmin, maka apabila ada dari orang mukmin yang meninggal dan masih mempunyai tanggungan hutang, maka akulah yang akan melunasinya. Dan apabila dia meninggalkan harta warisan, maka harta itu menjadi hak ahli warisnya. 23

keesokan hari, Apa yang terjadi dengan Dinaran?, Ya Rasulullah, dia meninggal kemarin. Lalu pada keesokan harinya, Ya Rasulullah, saya telah melunasi hutangnya. Rasul kemudian bersabda, Sekarang kulitnya telah dingin (tidak mendapat siksa). 23 Muttafaq alaih. HR. Bukhari, hal. 2298, HR. Muslim, hal. 4133.

TIDAK MELUNASI HUTANG Diriwayatkan dari Tsaubah ra bahwasanya Nabi SAW bersabda, Siapa yang meninggal dan terbebas dari tiga perkara, maka dia masuk surga. Tiga perkara itu yakni dosa besar, hutang, dan dendam. 24 Muhammad bin Abdullah bin Jahsy ra meriwayatkan, Kami duduk-duduk di halaman masjid ketika mayat-mayat diwudlukan, sedangkan Rasulullah mendongak dan melihat ke langit, kemudian tiba-tiba beliau menundukkan pandangannya dan meletakkan tangan di dahinya seraya berkata, Subhanallah, subhanallah (maha suci Allah), suara keras apa yang turun? Kemudian setelahnya kami hanya berdiam diri sehari- semalam sambil berharap-harap cemas sampai fajar menyingsing. Kemudian saya memberanikan diri untuk bertanya pada Rasulullah SAW, Suara keras apakah yang turun ya Rasulallah? Beliau menjawab, Tentang hutang. Demi Dzat yang diriku berada dalam genggamannya, andaikan seseorang gugur di jalan Allah lalu hidup lagi, kemudian dia gugur lagi di jalan Allah lalu hidup lagi, sedngkan dia masih memilki tanggungan hutang, maka dia tidak akan masuk surga sampai dia melunasi hutangnya.25 Dan diriwayatkan dari Abu Hurarirah ra, Rasulullah SAW bersabda: Jiwa seorang mukmin terbelenggu selama dia masih memiliki tanggungan hutang. 26

24 Shahih. HR. Ahmad, vol. 5, hal. 276, HR. Tirmidzi, hal. 1573, HR. Ibn Majah, hal. 2412, HR. Baihaqi, vol. 5, hal. 355, HR. Al-Hakim, vol. 2, hal. 26. 25 Shahih beserta semua turunannya. HR. Ahmad, vol. 5, hal. 389, HR. An-Nasai, hal. 31517, HR. Hakim, vol. 2, hal. 24. menurut Hakim, sanad hadits ini shahih, dan menurut ad-Dzahabi hadits ini shahih. Menurut saya: pusat hadits ini berada pada Abu Katsir Maula Muhammad bin Jahsy. Dalam kitab Mujtama vol. 4, hal. 127, para Imam menyatakan bahwa hanya perkataan al-Haitsami saja yang yang tidak jelas. Dalam at-Taqrib, al-Hafidh mengatakan, Dia dapat dipercaya, perawi bagian atas, yakni Bin Abdurrahman. 26 Shahih beserta semua turunannya. HR. Ahmad, vol. 1, hal. 440, 475, 508, HR. Tirmidzi, hal. 1078, 2140. HR. Hakim, vol. 2, hal.26-27, HR. al-Baihaqi, vol. 6, hal. 49-67. Dalam riwayat dari Saad bin Ibrahim dari Abu Salamah, tanpa menyebut Umar bin Salamah. Menurut para penghafal hadits, sanad yang menyebutkan Umar bin Abu Salamah adalah lebih benar.

KECUALI HUTANGNYA Abu Qatadah ra pernah membicarakan Rasulullah SAW, bahwa Rasul pernah berdiri di hadapan para sahabat seraya bersabda, Sesungguhnya berjihad di jalan Allah dan beriman kepada-Nya merupakan amal yang paling utama. Salah seorang sahabat berdiri lalu bertanya, Ya Rasulallah, bagaimana menurutmu jika saya gugur di jalan Allah, apakah dosa-dosaku akan terampuni? Rasulullah menjawab, Benar, dosa-dosamu akan terampuni jika kamu gugur di jalan Allah, dan kamu sebelumnya juga sabar dan berbuat baik, serta tidak lari dari tanggung jawab. Lalu Rasulullah balik bertanya, Coba ulangi apa yang kamu tanyakan. Sahabat tersebut menjawab, Bagaimana menurutmu jika saya gugur di jalan Allah, apakah dosa-dosaku akan terampuni? Rasulullah kembali menjawab, Iya, jika sebelumnya kamu sabar dan berbuat baik serta tidak lari menghindar dari tanggung jawab, kecuali hutang, karena Jibril as baru saja mengatakan padaku demikian. 27 Abdullah bin Amr bin al-ash ra meriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda, Semua dosa orang yang mati syahid akan diampuni kecuali hutang.28 Dan dalam riwayat Abdullah bin Amr bin al-ash yang lain, Semua dosa orang yang gugur di jalan Allah akan terampuni kecuali hutang 29 Menurut Imam an-Nawawi ra dalam kitab Syarah Muslim (13/32), lafadz dalam hadits tersebut menunjukkan tanbih (peringatan) atas semua hak-hak adami (yang berkaitan dengan interaksi sesama), dan menunjukkan bahwa jihad, mati syahid dan perbuatan-perbuatan baik yang lain tidak bisa menggungurkan hak adami, tetapi hanya bisa mengguhurkan haqqullah (hak yang berkaitan dengan Tuhan).

BAGI ORANG YANG TIDAK MELUNASI HUTANG

27 Shahih. HR. Muslim, hal. 4857, HR. an-Nasai, vol. 6, hal. 33, HR. Tirmidzi, hal.1712. 28 Shahih. HR. Muslim, hal. 4860. 29 HR. Muslim, hal. 4861.

Abu Hurairah ra meriwayatkan dari Nabi SAW, Siapa yang mengambil harta seseorang dan dia bermaksud mengembalikannya, maka Allah akan mengembalikan hartanya yang hilang. Sedangkan siapa yang mengambinya dengan maksud

melenyapkannya, maka Allah juga akan melenyapkan harta.30 Dalam kitab al-Fath (5/66), Ibn Hajar mengatakan, Lafadz dalam hadits tersebut secara lahir bermakna pelenyapan yang terjadi di dunia, dalam hal ini, dalam dirinya atau kehidupannya. Hal ini termasuk salah satu dari tanda kenabian, yakni ketika kami melihat beliau menyaksikan orang yang sibuk mengurus salah satu dari dua urusan. Ada ulama yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan adalah adzab akhirat. Diriwayatkan pula dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW pernah bertanya, Tahukah kamu siapa orang yang bangkrut itu? Para sahabat menjawab, Menurut kami, orang yang bangkrut adalah orang yang tidak memiliki dirham dan harta benda. Lalu Rasulullah bersabda, Orang yang bangkrut dari umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan membawa amal shalat, puasa, dan zakatnya. Tetapi di dunia dulu dia pernah mencaci-maki orang, menuduh orang bezina, makan harta orang tanpa hak, pernah membunuh dan memukul orang. Maka amal-amal kebaikannya dibagi-bagi untuk diberikan kepada orang yang pernah didhaliminya dulu, maka jika amal kebaikannya telah habis sebelum mencukupi sebagai ganti, maka dosa-dosa mereka ditimpakan kepadanya lalu dia dicampakkan ke dalam neraka.31

Orang bangkrut yang diterangkan Nabi dalam haditas di atas adalah hakikat orang bangkrut yang sesungguhnya. Sedangkan orang yang mempunyai sedikit harta atau bahkan tidak sama sekali, maka dia disebut juga dengan muflis (orang yang bangkrut), tetapi bukan arti muflis yang sesungguhnya, karena muflis dalam arti demikian akan lepas dan bebas dengan kematiannya. Dan mungkin juga dia terbebas dari kebangkrutan sebab kekayaan yang dia peroleh kemudian dalam hidupnya. Maksud muflis yang diterangkan dalam hadits di atas adalah orang yang celaka secelaka-celakanya dan binasa sebianasa-binasanya sebab amal kebaikannya dibuat untuk melunasi tanggungan hutangnya, dan jika amal kebaikannya telah habis sedangkan hutangnya belum terlunasi, maka dosa-dosa mereka (orang yang ditangguhkan pelunasan hutangnya) dirimpakan kepadanya, lalu dia dicampakkan ke dalam neraka, maka sempurnalah kerugian, kebinasaan, dan kebangkrutannya.

30 Shahih. HR. Bukhari, hal. 2387, HR. Ahmad, vol. 2, hadits ke-4143631, baris kedua adalah HR. Ibn Majah, hal. 2411, HR. al-Baihaqi, vol. 5, hal. 354. 31 Shahih: HR. Muslim, hal. 6522, HR. Tirmidzi, hal. 2418.

BALASAN BAGI ORANG YANG BERKEMAMPUAN MELUNASI HUTANG TETAPI TIDAK MELAKSANAKANNYA Abu Hurairah ra meriwayatkan dari Nabi SAW, Penangguhan pembayaran hutang bagi orang yang berkemampuan adalah dhalim. Jika salah seorang dari kamu diberi penangguhan yang lama, maka patuhilah. 32 Dalam kitab Syarh Muslim (10/471), an-Nawawi berpendapat, Menurut al-Qadli dan ulama lainnya, maksud lafadz pada hadits di atas adalah: al-Mathal bermakna menangguhkan pembayaran hutang yang telah jatuh tempo (tiba waktunya mengembalikan). Maka penangguhan pembayaran hutang bagi orang yang telah berkemampuan adalah dhalim dan haram. Menurut saya, yang dimaksud dengan di sini adalah orang yang berkemampuan membayar hutang, sekalipun dia dalam keadaan fakir. Asy-Syarid meriwayatkan dari Rasulullah SAW, Penannguhan pembayaran hutang bagi orang yang berkemampuan dapat membuat harga dirinya jatuh dan dihukum. 33

32 Muttafaq alaih: HR. Bukhari, hal. 2288, HR. Muslim, hal. 3978, HR. Abu Daud, hal. 3345, HR. An-Nasai, vol. 7, hal. 317. 33 Hasan: HR. An-Nasai. Vol. 7, hal. 316, 317. HR. Ahmad, vol. 4, hal. 222-388-389, HR. Abu Daud, hal. 3628, HR. Ibn Majah, hal. 3427, Imam Bukhari masih menggantungkan hadits ini, hal. 7515, al-Fath dan at-Thahawi (Musykil al-Atsar, hadits ke-9500949) HR. Ibn Hubban, hal. 5089, HR. al-Hakim, vol. 4, hal. 102, HR. Al-Baihaqi, vol. 7, hal. 51 Muhammad bin Maimun, Ibn Hubban termasuk perawi yang tsiqah. Abu Hatim, Sekelompok orang telah meriwayatkan hadits ini, para perawinya triqah dan baik. Al-Hafidh dalam kitan at-Taqrib, Riwayat hadits bisa diterima, karena sanadnya hasan (Al-Fath 5/76). Ibn Hubban, al-Hakim dan ad-Dzahabi menganggap shahih sanad hadits ini.

Menurut pendapat yang diambil dari Muhammad bin al-Hasan, hukuman itu adalah dia terus menanggung hutang itu. Kemudian beliau menambahkan, Menurut kami, yang lebih berhak menahannya dari orang yang berhak adalah hakim. Sebab, jika orang yang mempunyai hutang terus dibebani penannggungan hutang, maka dia akan disibukkan oleh kepentingannya sendiri. Para ulama juga sepakat bahwa apabila hakim meminta penahanan hak atas hutang itu, maka hal itu adalah suatu keputusan yang wajib ditaati. Jika demikian, maka menahan hak atas hutang menjadi lebih utama dari pada menjadikan hutang terus-menerus menjadi tanggungannya. Imam Bukhari dalam kitabnya juga meriwayatkan hadits di atas dari Sufyan. Bahwa yang dimaksud dengan lafadaz adalah perkataan kepada orang yang berkemampuan itu : (kamu menangguhkan pembayaran hutangmu pada saya). Dan lafadz bermakna : (penahanan hak atas hutang).

Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, Nabi pernah mempunyai hutang seekor unta berumur satu tahun pada seseorang. Kemudian orang itu datang menagih hutang pada Rasul. Bayarlah hutangku padanya, kata Rasul pada sahabat. Para sahabat lalu mencari unta yang dimaksud, tetapai mereka hanya menemukan unta yang umurnya lebih tua. Berikan saja unta itu perintah Rasul pada sahabat. Engkau telah melunasi hutang padaku, mudah-mudahan Allah menyempurnakan engkau ya Rasul. Lalu Rasul bersabda, Seseungguhnya orang yang paling baik di antara kalian adalah orang yang peling baik dalam melunasi hutangnya. 34 Dalam riwayat lain, Maka sesungguhnya hamba Allah yang paling baik adalah yang paling baik dalam melunasi hutangnya.35

Riwayat lain, Orang yang paling baik di antara kalian adalah orang yang membayar hutangnya dengan baik. An-Nawawi ra (11/309) berepndapat, Dalam hadits-hadits tersebut diterangkan bahwa, sunat bagi orang yang mempunyai hutang seperti pinjam-meminjam misalnya, untuk mengembalikannya dengan cara yang paling baik. Sikap ini merupakan sunah Nabi dan termasuk dalam prilaku yang mulia. Dan sesungguhnya pemanfaatan barang yang dipinjam sampai melebihi batas pemanfaatan yang sewajarnya, maka hal itu dilarang. Menurut al-Baghwi dalam kitab Syarh Sunnah (4/309), Hadits di atas merupakan bukti/dalil bahwa orang yang meminjam suatu barang lalu mengembalikannya dengan cara yang baik atau melebihkannya (tanpa ada syarat agar dikembalikan lebih sebelumnya), maka dia dianggap orang yang baik dan barang yang dikembalikan tersebut halal bagi orang yang meminjaminya.

MEMILIKI TANGGUNGAN HUTANG Aisyah ra meriwayatkan hadits dari Rasulullah SAW, Siapa dari umatku yang memilki tanggungan hutang dan dia bekerja keras agar dapat melunasi hutangnya tetapi kemudian mati sebelum dapat melunasi hutangnya, mka sayalah walinya. 3634 Muttafaq alaih: HR. Bukhari, hal. 2393, HR. Muslim, hal. 4084. 35 HR. Muslim dan hadits-hadits di bawahnya, hal. 4084-4088. HR. Abu Daud, hal. 3346, Hr. An-Nasaivol. 17, hal. 291, HR. Ahmad, vol. 2, hal. 393, 509, HR. Tirmidzi, hal. 1318, HR. Ibn Majah, hal. 2285, HR. Al-Bughawi, vol. 4, hal. 343, HR. Al-Baihaqi, vol. 5, hal. 351, HR, Al-Hakim, vol. 2 hal. 130. 36 Shahih. HR. Ahmad, vol. 7, hal. 22. Al-Haitsami, Para perawi dalam riwayat Ahmad adalah shahih,

Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, bahwa seringkali ketika seorang mukmin meninggal pada masa Rasulullah dan dia masih memiliki tanggungan hutang, maka di sisinya Rasul bertanya pada sahabat, Apakah dia meninggalkan harta yang dapat digunakan untuk melunasi hutangnya? Jika sahabat mejawab Ya, maka Rasul bersedia menshalatinya, dan jika dijawab Tidak, maka Rasul berkata, Shalatilah sendiri mayat ini. Tetapi setelah Allah membukakan hati beliau dengan selapang-lapangnya, maka Rasul bersabda, Aku lebih berhak atas jiwa orang-orang mukmin, maka apabila ada dari orang mukmin yang meninggal dan masih mempunyai tanggungan hutang, maka akulah yang akan melunasinya. Dan apabila dia meninggalkan harta warisan, maka harta itu menjadi hak ahli warisnya. 37

MELUNASI HUTANG

Ya Allah tuhan penguasa langit dan bumi, penguasa Arasy yang agung, Tuhan kami dan Tuhan segala sesuatu. Pemberi biji-bijian dan makanan, yang menurunkan kitab taurat, injil, dan al-Quran. Aku berlindung kepadamu dari segala keburukan yang hanya engkau yang dapat mencegahnya. Ya Allah, tiada permulaan bagimu dan tiada sesuatu pun yang mendahuluimu. Tiada akhir bagimu dan tiada pula sesuatu pun setelahmu. Engkaulah yang tampak dan tiada sesuatu pun di atasmu. Engkaulah yang tersembunyi dan tiada sesuatu pun di bawahmu. Berilah kami kemampuan untuk membayar hutang dan hindarkanlah kami dari

Majma az-Zawaid, vol. 4, hal. 132. al-Mundziri juga mengatakan hal serupa dalam at-Targhib, vol. 2, hal. 598. Jabir ra secara makna, hal. 2416. HR. Abu Daud, hal. 3343 dari Jabir seperti riwayat Abu Hurairah dari jalur Abdurrazzaq dari Muammar dari az-Zuhri dari Abu Salamah dari Jabir, al-Mushannaf, hal. 1162. 37 Muttafaq alaih: HR. Bukhari, hal. 2298, HR. Muslim, hal. 1618, HR. Tirmidzi, hal. 170, HR. Ibn Majah, hal. 2415.

kefakiran.38 Dalam kitab Syarh Muslim (17/38) Imam Nawawi menerangkan lafadz dalam hadits di atas. Bahwa kemungkinan yang dimaksud dengan hak-hak Allah dan hak-hak semua hamba-Nya.

di sini adalah

Tiada Tuhan selain Allah dzat maha agung dan pengasih. Tiada Tuhan selain Allah Dzat penguasa langit dan bumi, Tuhan Arsy yang agung.39

ORANG YANG BERMAKSUD MEMBAYAR HUTANG MAKA ALLAH AKAN MEMENUHI MAKSUDNYA Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, bahwa Nabi SAW bersabda, Barang siapa berhutang pada seseorang dengan maksud ingin membayarkannya, maka Allah akan memenuhi maksudnya. Tetapi apabila dia berhutang dengan maksud melenyapkannya, maka Allah juga akan melenyapkan hartanya. 40

38 Shahih: HR. Muslim, hal. 2713. yakni dari jalur Sahil dari ayahnya dari Abu Hurairah. Tidak ada yang berbeda dengan riwayat Sahil. Hadits ini juga diriwayatkan dari jalur al-Amasy dari Abu Shalih dari Abu Hurairah, berbeda dengan riwayat Sahil. Al-Amasy mengatakan, Fatimah puteri Nabi datang bertanya pada beliau. Hadits Fatimah yang dibuat pegangan adalah hadits lain riwayat Muslim dari jalur Sahil dari ayahnya dari Abu Hurairah. Lalu Nabi SAW bersabda pada Fatimah, Bertasbihlah sebanyak 33 kali, bertahmidlah sebanyak 33 kali. Lih. Al-Ilal-nya ad-Darqathni, vol. 10, hal. 209. HR. Abu Daud, hal. 5051, HR. Tirmidzi, hal. 3400, Ibn Majah, hal. 3831. 39 Muttafaq Alaih: HR. Bukhari, hal. 6345, HR. Muslim, hal. 4730, HR. Tirmidzi, hal. 3435, dan HR. Ibn Majah, hal. 3883. 40 Shahih: HR. Bikhari, hal. 2387, HR. Ibn Majah, hal. 2387 dari jalur Abdul Aziz bin Muhammad dari Tsaur dengan lafadz, Siapa yang mengambil harta dengan maksud melenyapkannya, maka Allah akan melenyapkan hartanya pula. HR. Ahmad, vol. 2, hal. 316, 417, HR. Al-Baihaqi, vol. 5, hal. 354, HR. Bughawi dalam as-Sunnah, hal. 2139.

Menurut pendapat Ibn Bathal, Hadits tersebut menekankan pada manusia agar tidak mengambil harta milik orang lain tanpa hak, anjuran agar santun dalam interaksi hutang-piutang, dan menerangkan bahwa balasan yang akan diperoleh sesuai dengan amal yang diperbuat. Diriwayatkan dari Ubaidillah bin Abdillah bin Utbah, bahwa Maimunah istri Rasulullah SAW pernah berhutang pada seseorang lalau ditanya, Wahai Ummul Mukminin, kenapa kamu berhutang padahal kamu tidak berkemampuan untuk membayarnya? Maimunah menjawab, Saya mendengar Rasulullah acap kali bersabda: siapa yang berhutang dengan maksud ingin mengembalikannya kelak, maka Allah SWT akan memberinya jalan keluar. 41

SALEH DAN BERSUNGGUH-SUNGGUH BEKERJA DEMI MEMBAYAR HUTANGNYA

Hisyam mengisahkan, Dua anak Abdullah yakni Khabib dan Ubbad juga menjadi bagian dari bani Zubair. Pada waktu itu, dia memilki sembilan anak laki-laki dan sembilan anak41 Shahih beserta turunan lafadznya: HR. An-Nasai, vol. 7, hal. 315, HR. Ibn Majah, hal. 2408 dari Hudzaifah dari Imran dari Ummul Mukminin. Hudzifah di sini tidak diketahui.

perempuan. Maka dia kemudian mewasiatkan agar saya membayar hutangnya dengan harta yang dia tinggalkan, kata Abdullah. Kemudian ayahku (Zubair) menambahkan, Anakku, jika kamu tidak sanggup melaksanakan sesuatu dari yang telah saya wasiatkan, maka minta tolonglah pada tuanku. Abdullah bertanya, Demi Allah, sungguh saya tidak tahu apa yang engkau maksudkan dengan tuanmu? Allah, jawab Zubair. Abdullah menambahkan, Demi Allah, setiap kali saya merasa kesulitan dalam mengurusi hutangnya, maka saya berdoa, Wahai tuannya Zubair, lunsilah hutang-hutang Zubair, maka semoga Dia mengabulkannya. Hisyam mengisahkan, Kemudian terdengar kabar bahwa Zubair terbunuh. Dia tidak meninggalkan emas dan perak, tetapi hanya sepetak tanah berupa hutan, 21 rumah di Madinah, dua rumah di Basrah, sebuah rumah di Kufah, dan sebuahnya lagi di Mesir. Abdullah, Kronologi kenapa Zubair sampai mempunyai hutang adalah, dulu pernah seseorang datang menitipkan harta padanya. Zubair, Bukan titipan, tapi hutang tanpa bunga. Akan tetapi saya khawatir tidak bisa menjaganya, apalagi tidak ada orang yang dipercaya dapat menjaganya, tidak ada penarikan pajak dan apapun kecuali hanya situasi peperangan bersama Nabi SAW, Abu Bakar, Umar, dan Utsman. Abdullah bin Zubair, Kemudian saya mulai menghitungnya. Ternyata hutangnya berjumlah 1.200.000. Kemudian Hakim bin Hazm menemui Abdullah bin Zubair, Wahai putra saudaraku, berapa banyak hutang yang menjadi tanggungan saudaraku? Abdullah berusaha menutupi hutang yang sebenarnya, Hanya 100.000. Hakim bin Hazm, Demi Allah, harta yang kamu miliki tidak lebih dari sepersembilan dari hutang itu. Abdullah, Bagaimana jika saya katakan bahwa hutangnya adalah sebanyak 1.200.000? Hakim bin Hazm, Saya yakin kalian tidak cukup berkemampuan melunasinya. Jika ada masalah mengenao hutang kalian, minta tolonglah padaku. Hisyam mengisahkan, Dulu Zubair pernah membeli sebidang hutan dengan harga 170.000. tetapi Abdullah kemudian menjualnya dengan harga 1.600.000. Abdullah kemudian berdiri seraya berkata, Siapa yang merasa mempunyai hak atas harta Zubair, maka datanglah kemari, saya akan membayarnya dengan sebidang tanah hutan. Lalu Abdullah bin Jafar yang memiliki hak atas harta Zubair sebanyak 400.000 datang seraya berkata pada Abdullah bin Zubair, Jika kamu mau, saya akan tinggalkan sebidang tanah hutan itu untukmu Tidak perlu, jawab Abdullah bin Zubair. Abdullah bin Jafar, Jika kamu mau, kamu boleh memanfaatkan hutan tersebut sampai batas waktu yang kamu mau. Tidak perlu juga, jawab Abdullah bin Zubair. Abdullah bin Jafar, Kalau demikian, bagilah hutan tersebut untukku sebagian Baiklah, untukmu dari batas ini sampai ini, jawab Abdullah bin Zubair. Hisyam mengisahkan, Kemudian Abdullah bin Zubair menjual hutan yang menjadi bagiannya, membayar hutangnya, dan memberikan bagian yang menjadi milik Abdullah bin Jafar. Sisa dari tanah hutan tersebut seluas 4.5 depa untuk kemudian ditawarkan kepada Muawiyah. Di sisi Muawiyah pada waktu itu hadir Amr bin Utsman, Mundzir bin Zubair dan Ibn Zamah. Muawiyah lalu bertanya pada Abdullah bin Zubair, Seharga berapa kamu jual hutan milikmu?

100.000 per depa, jawab Abdullah bin Zubair. Berapa sisanya?, tanya Muawiyah kembali. 4.5 depa. Jawabnya. Lalu Mundzir bin Zubair berkata, Saya membeli satu depa dengan harga 100.000 Kemudian Amr bin Utsman, Saya juga membeli satu depa dengan harga 100.000. Kemudian Ibnu Zamah, Saya juga membeli satu depa dengan harga 100.000. Muawiyah bertanya lagi, Lalu berapa sisanya? 1.5 depa, jawab Abdullah bin Zubair. Saya membeli 1.5 depa itu dengan harga 150.000, kata Muawiyah. Hisyam melanjutkan kisahnya, Kemudian Abdulah bin Jafar juga menjual bagiannya kepada Muawiyah dengan harga 600.000. Setelah Abdullah bin Zubair selesai membayar hutang, keluarga Zubair berkata, Bagilah harta warisan untuk masing-masing kami. Tetapi Abdullah bin Zubair tidak berkenan, Tidak, demi Allah, saya tidak akan membagi harta warisan itu untuk masing-masing kalian sampai saya mengumumkan pada tiap-tiap musim selama empat puluh tahun, Perhatikanlah, barang siapa memiliki hak hutang atas harta Zubair, datanglah kepadaku, saya akan membayarnya. Hisyam melanjutkan, Maka sepanjang tahun pada awal pergantian musim Abdullah bin Zubair mengumumkan hal yang sama. Setelah lewat masa empat puluh tahun, barulah dia membagi harta warisan tersebut pada masing-masing anggota keluarga Zubair yang ditinggalkan. Zubair memiliki empat anak perempuan, mereka mendapat bagian sepertiga. Setelah dibagi, masing-masing mereka mendapatkan 1.200.000 42

Al-Qurtubi ra dalam kitab al-Jami Li Ahkam al-Quran (5/258) mengatakan, Ibn42 Shahih, HR. Bukhari, hal. 3129.

Abbas berkata: Allah tidak akan memberikan toleransi menyangkut pelaksanaan amanat, baik bagi orang yang sedang tertimpa kesulitan maupun orang yang berkelapangan. 43

Dalam kitab Tafsir al-Quran al-Adzim, Ibn Katsir mengatakan, Allah SAW mengabarkan bahwa Dia memerintahkan agar amanat segera disampaikan pada yang berhak menerimanya. Dalam sebuah hadits hasan, Samurah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, Serahkanlah amanat pada orang yang dapat dipercaya danjanganlah kamu membalas orang yang pernah berkhianat padamu dengan berkhianat pula. 44 Ayat tersebut di atas mencakup semua amanat yang wajib dilaksanakan oleh manusia. Yakni berupa hak-hak Allah yang dibebankan kepada hambanya seperti shalat, zakat, puasa, kafarat, nadzar dan sebagainya yang memang sudah menjadi tanggungan seorang hamba dan tidak dapat ditolaknya. Juga berupa hak-hak yang terjadi di kalangan manusia, seperti barang-barang titipan yang tidak ada saksi dan sebaginya yang memang sudah menjadi amanat yang harus dia tunaikan. Maka Allah memerintahkan agar menunaikannya. Siapa yang tidak melaksanakannya di dunia, maka Allah akan menagihnya pada hari kiamat kelak, sebagaimana keterangan yang bersumber pada hadits shahih, bahwa Rasulullah SAW bersabda, Sungguh kamu wajib menunaikan hak kepada pemiliknya, meskipun itu berupa tanduk kambing 45 Andaikan aku memilki emas sebesar gunung Uhud, aku tidak akan merasa bahagia karenanya jika aku masih melewatkan tiga batang emas tanggunganku. Tetapi aku akan merasa bahagia jika memiliki sedikit emas dan dapat aku gunakan untuk melunasi hutang.46

43 HR. At-Thabari, vol. 5, hal. 146 dengan sanad dlaif dari jalur al-aufi dari Ibn Abbas. Al-aufi adalah perawi yang lemah, namanya hanya dicantumkan sesekali dalam hadits. 44 HR. Ibn Jarir dalam kitab tafsirnya, vol. 5, hal. 146 dari al-Hasan sebagai hadits mursal, HR. Ahmad, al-Musnad, vol. 3, hal. 114 dari salah seorang sahabat Nabi SAW. HR. Abu Daudm hal. 3534, 3535 dari jalur Thalq bin Ghanam dari Syarik Waqis bin Abu ar-Rabi dari Hushain dari Abu Shalih dari Abu Hurairah. HR. Tirmidzi, hal. 1264 dari jalur yang sama, Haits hasan gharib. HR. Ad-Darqathni, hal. 2912 dari Yusuf bin Yaqub dari seseorang dari Ubay bin Kaab, HR. Anas bin Malik, hal. 2914 dari jalur Ayyub bin Suwaid dari Ibn Syaudzab. Mengenai hadits ini, para ahli hadits mengatakan, Dalam at-Takhlish, hal. 1454 al-Hafidh mengutip pendapat Imam SyafiI: hadits ini tidak mempunyai ketetapan sanad. Al-Baihaqi juga mengutip pendapat ini dalam as-Sunan, vol. 10, hal. 271. mengutip pendapat Ahmad, al-Hafidh mengatakan, Hadits ini ditolak, sebab keshahihannya tidak diketahui. Ibn al-Jauzi, al-Ilal al-Mutanahiyah, hal. 972-974-975, setelah meneliti hadits ini, beliau mengatakan, Hadits ini tidak termasuk hadits shahih dilihat dari semua jalurnya. Sebagaimana keterangan dalam Ilal Ibn Abi Hatim, hal. 114, Thalq meriwayatkan hadits munkar. 45 Shahih: HR. Muslim, hal. 2582 riwayat Abu Hurairah dari Anas, HR. At-Thabrani dengan jalur yang sama dari Anas, as-Shaghir, hal. 475. 46 Muttafaq alaih: HR. Bukhari, hal. 2389, HR. Muslim, hal. 31, HR. Ahmad, vol. 2, hal. 467.

DAPAT SEGERA MELUNASINYA Diriwayatkan dari Abu Said al-Khudri ra, Pernah pada masa Rasulullah seseorang tertimpa musibah, lalu beliau bersabda: bersedekahlah untuknya. Maka orang-orang segera memberinya sedekah, tetapi masih belum mencukupi untuk membayar hutangnya. Lalu Rasulullah SAW berkata pada orang-orang yang mempunai hutang ada beliau, Berilah padanya apapun yang dapat kamu temui, hutangmu padaku akan lunas dengan itu. 47

47 Shahih: HR. Muslim, hal. 3958, HR. Abu Daud, hal. 3469, Hr. An-Nasai, hal. 4543, HR. Tirmidzi, hal. 655, HR. Ibn Majah, hal. 2356.

SEBELUM MELAKSANAKAN WASIATNYA Ali ra meriwayatkan, Muhammad SAW melakukan pelunasan hutang sebelum pelaksanaan wasiat, sedangkan kamu membaca wasiat dulu sebelum melakukan pelunasan hutang. Dan sesungguhnya bani Umm saling mewarisi hartanya, tetapi tidak bagi Bani Allat.48

Menurut al-Hafidz dalam kitab al-Fath (5/445) terkait dengan penafsiran di atas, Matan hadits di atas adalah bagian terakhir dari hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Tirmidzi, dan imam lain yang bersumber dari Harits yang dikenal mempunyai cela/cacat, dia meriwayatkan dari Ali ra yang kemudian menyebut matan hadits ini. Menurutnya pula, Sanad hadits ini dlaif. Tetapi menurut at-Tirmidzi, kalangan ahli ilmu boleh mengamalkan hadits ini. Ini karena seakan-akan al-Bukhari juga bersandar pada hadits ini dengan alasan sudah disepakati. Ijma ulama juga menjelaskan hal ini. Al-Hafidz mengatakan, Ulama telah sepakat bahwa melaksanakan pelunasan hutang lebih didahulukan dari pada melaksanakan wasiat. Dalam kitab at-Takhlish diterangkan, Sekalipun Harits dianggap lemah dalam periwayatan hadits, ijmak tetap meyakini dan menerima hadits yang dia riwayatkan.

48 Dlaif: HR. Ahmad, vol. 1, hal. 79, HR. Tirmidzi, hal. 2094, HR. Ibn Majah, hal. 2715, HR. At-Thayalusi, hal. 179, HR. Al-Baihaqi, vol. 6, hal. 267. semua riwayat ini dari jalur Abu Ishaq al-Hamdani dari al-Harits

Jabir bin Abdullah al-Anshari menceritakan bahwa ayahnya gugur sebagai syuhada pada perang Uhud. Dia meninggalkan enam anak perempuan serta banyak hutang pada ahli warisnya. Maka, saat potongan-potongan pohon kurma disodorkan pada Rasulullah, saya lalu mendatangi beliau seraya berkata, Ya Rasulullah, engkau telah mengetahui bahwa ayahku telah gugur di medan perang Uhud dengan meninggalkan banyak hutang pada kami, saya senang bila orang-orang yang memiliki hutang padamu melihat padamu. Rasulullah SAW lalu bersabda, Pergi dan tanamlah semua kurma kering dengan sisi sejajar. Saya pun melaksanakannya. Lalu saya memanggil Rasulullah SAW. Ketika mereka (orang-orang yang memilki hutang pada Rasul) melihat beliau, mereka menyembunyikan hal itu dariku. Melihat kelakuan mereka, Rasulullah berkeliling tiga kali di sekitar mereka sambil menanam kurma. Kemudian beliau duduk seraya berkata, Panggil teman-temanmu. Mereka pun lalu menghitungnya, dan mereka tetap melakukan hal itu sampai amanat ayahku terlaksana. Demi Allah saya menerima dengan senang hati ketika Allah meluluskan amanatnya. Saya juga tidak mengembalikan satu kurma pun pada saudara-saudara perempuan saya. Demi Allah, semua kurma yang beliau timbun tetap hidup seolah tidak pernah diambil satu kurmapun darinya. 49 Dalam kitab al-Fath (5/485), al-Hafidz mengatakan, Menurut ad-Dawudi, semua ulama sepakat akan kebolehan orang yang diberi wasiat si mayit untuk membayar hutangnya sekalipun tanpa izin ahli waris.

KEUNTUNGAN ADALAH RIBA Abdullah bin Amr meriwayatkan, Rasulullah SAW bersabda: pinjaman dengan bunga, jual beli yang berat sebelah, pemberian dua syarat dalam transaksi jual beli, dandari Ali. Maksud Bani Allat adalah: saudara-saudara ayah (paman-bibi). 49 Shahih: HR. Bukhari, hal. 2781.

mengambil untung tidak diperbolehkan selama belum terjadi saling terima, tidak boleh pula menjual barang yang bukan miliknya. 50 Pendapat al-Khattabi ra dalam kitab Maalim as-Sunan (3/771-772) hasyiah dari kitab as-Sunan, Tidak boleh pinjam-meminjam dengan bunga dan juga jual beli yang tidak ketahui yang disebut dalam hadits di atas adalah termasuk bentuk transaksi yang dilarang sebagaimana telah dijelaskan, yakni larangan Nabi SAW tentang dua transaksi jual beli yang dijadikan satu seperti perkataan : saya jual budak ini padamu dengan harga lima puluh dinar dengan syarat kamu harus menyerahkan seribu dirham padaku atas makanan yang saya jual padamu sampai batas waktu tertentu. Atau perkataan: saya jual barang ini padamu dengan harga demikian, tetapi dengan syarat kamu harus meminjamkan uang sebesar seribu dirham kepadaku. Makna dari lafadz adalah hutang dengan bunga, dan hal ini tidak diperbolehkan. Karena terkadang seseorang memberi hutang yang berbunga dengan harga yang disepakati dan berat sebelah, maka penetapan harga tersebut termasuk dalam penetapan zaman jahiliyah. Sebab utama adalah karena setiap hutang yang menghasilkan keuntungan adalah riba. Atsar-atsar (perkataan sahabat) yang menjelaskan tentang hutang yang berbunga: Atsar Abdullah bin Salam ra. Diriwayatkan dari Said bin Abi Bardah dari ayahnya, Saya pergi ke Madinah dan bertemu Abdullah bin Salam ra, dia mengatakan: Kenapa kamu tidak datang dan masuk rumahku, saya akan menjamu kamu dengan makanan dari tepung dan kurma? Dia menambahkan: Kamu sekarang berdiri di tanah riba yang dengannya orang dapat menjadi sombong dan berbangga diri. Jika kamu mempunyai hak atas seseorang lalu saya memberimu satu ikat jerami, setumpuk tepung atau qat (jenis tumbuh-tumbuhan di arab), maka itu adalah riba. 51 Atsar Ibn Abbas ra. Pernah seseorang datang pada Ibn Abbas seraya berkata, Saya mempunyai tetangga nelayan, saya memberinya pinjaman sebanyak lima puluh dirham lalu dia membayarnya dengan ikan tangkapannya. Ibn Abbas berkata padanya, Hitunglah, jika melebihi dari hutangnya kembalikanlah, dan jika cukup, sampaikanlah padanya. 52 Juga diriwayatkan dari Ibn Abbas ra bahwa dia pernah bercerita tentang seseorang yang memilki hutang sebanyak dua puluh dirham, lalu dia memberi hadiah kepada yang memberinya hutang. Setiap dia (yang berhutang) memberi hadiah, dia (yang memberi hutang) menjualnya sehingga mencapai tiga belas dirham. Lalu kata Ibn Abbas, Janganlah kamu ambil kecuali hanya tujuh dirham saja.53 Atsar Ibn Masud ra. Diriwayatkan dari Ibn Sairin, Seseorang berhutang sebanyak50 Hasan: HR. Ahmad, vol. 1, hal. 79. HR. Abu Bakar al-Hanafi dan ad-Dlahak bin Utsman dari Amr dari ayahnya dari kakeknya, HR. Abu Daud, hal. 3504, HR. Tirmidzi, hal. 1234, Ini adalah hadits hasan shahih. 51 Shahih: HR. Bukhari, hal. 3814. Menurut al-hafidh, vol. 7, hal. 163, qat: jenis tumbuhan untuk makan ternak. HR. Abdurrazaq, al-Mushannaf, hal. 1463, HR. Al-Baihaqi, vol. 5, hal. 349. 52 Shahih: Abdurrazaq, al-Mushannaf, vol. 8, hal. 143. 53 Shahih lighairihi: HR. Baihaqi, vol. 5, hal. 349-350, HR. Andurrazaq, vol. 8, hal. 143.

seratus dirham sehingga membuat sakit punggung kudanya. Lalu kata Ibn Abbas, Yang sampai membuat punggung kudanya sakit itu adalah riba. 54 Atsar Muhammad bin Sairin ra. Diriwayatkan dari Ibn Sairin, Setiap hutang yang dapat menghasilkan keuntungan adalah makruh. Muaammar berkata, Qatadah juga mengatakan demikian.55 Atsar Ibrahin an-NakhaI. dalam kitab al-Mushannaf (8/144) Abdurrazaq mengatakan: alqamah meriwayatkan, Jika saya berkunjung pada rumah seseorang yang mempunyai hutang padamu lalu saya makan makanannya, maka hitunglah makanan miliknya yang saya makan. Tetapi Ibrahim mengatakan: saya tidak amenghitungnya kecuali kamu berdua sudah sepakat sebelumnya untuk melakukan hal itu. (Shahih). Ijma. Ijma ulama mengutip pendapat Abu Umar bin Abdil Barr dalam kitab al-Istidzkar,56

PENDAPAT PARA IMAM MENYANGKUT BAB DI ATAS Imam malik ra mengatakan, Tidak boleh mengambil hadiah dari orang yang mempunyai hutang padanya, kecuali bila sudah diketahui sebelumnya oleh keduanya, dan dia (yang memberi hutang) mengetahui bahwa hadiah tersebut bukan untuk membeyar hutang. Imam Abu Hanifah, Imam SyafiI, dan para pengikutnya mengatakan, Jika dalam pengembalian hutang seseorang mensaratkan lebih, maka hal itu menjadi haram. Begitu pula jika orang yang berhutang disyaratkan agar memberi hadiah. Jika pemberian hadiah tersebut tanpa disyaratkan sebelumnya, maka hal itu boleh.

At-Thahawi mengatakan, Menurut ulama, keharaman menyangkut keuntungan yang dihasilkan dari hutang tersebut adalah apabila disyaratkan sebelumnya. Jika pemberian hadiah tidak disyaratkan sebelumnya, maka maka hal itu boleh, begitu pula jika dia makan makanan yang disediakan olehnya (orang yang berhutang). Sedangkan menurut al-Laits bin

54 Munqati: Abdurrazaq, hal. 14518. 55 Dlaif: Abdurrazaq, vol. 5, hal. 145. 56 Al-Istidzkar, vol. 21, hal. 35. Ijma memutuskan berdasarkan pendapat an-Nawawi dalam al-Majmu, Ibn Rusyd dalam Bidayatul Mujtahid, al-Baghawi dalam syarh as-Sunnah. Lih. Ensiklopedi Ijma dalam al-Fiqh al-Islami, vol. 1, hal. 170.

Saad, menerima hadiah atau makan makanan dari orang yang berhutang padanya adalah perbuatan makruh. Ubaidillah bin al- Hasan mengatakan, Seseorang dibolehkan menerima hadiah dari orang yang berhutang padanya. Yakni setelah Ibn Abdil Barr mengutip pendapat para imam terdahulu dalam kitab al-Istidzkar, 57

Menurut saya, Pendapat terakhir Ibn Abdil Barr adalah pendapat yang masih umum dan masih membutuhkan penjelasan yang lebih rinci dan jelas. Jika seseorang berhutang dan bermaksud mengembalikannya lebih dari hutangnya tanpa ada syarat sebelumnya, maka hal ini diperbolehkan dan dalilnya sudah jelas. Tetapi apabila pada waktu memberikan hutang dia mensaratkan agar pengambaliannya dilebihkan, maka hal ini diharamkan dan sudah jelas dalilnya. Al-Khirqi mengatakan, Murtahin (orang yang menerima barang gadaian) tidak boleh memanfaatkan sedikitpun dari barang gadaian kecuali dari hewan yang dapat kendarai dan diambil susunya, maka dia boleh mengendarai dan mengambil air susunya sesuai dengan kadar makanan yang dia (murtahin) berikan pada hewan itu. Dalam kitab asy-Syarh Ibn Qudamah mengatakan, Pendapat mengenai masalah barang gadaian ini dapat digolongkan menjadi dua kelompok. Salah satunya adalah, barang yang tidak membutuhkan biaya hidup seperti rumah dan perabotan-perabotannya, dan hal-hal lain yang serupa. Maka murtahin tidak boleh memanfaatkannya tanpa seizin rahin (orang yang menggadaikan), dia boleh memanfaatkannya tetapi harus membayar ganti bila ada kerusakan atau kekurangan. Dan menjadikan barang gadaian sebagai hutang juga tidak diperbolehkan, karena hal itu termasuk dalam hutang yang menghasilkan keuntungan, yang demikian itu adalah haram. 58

Saya jawab, Alhamdulillah, setiap hutang yang dimanfaatkan untuk mengambil keuntungan, maka itu adalah riba. Seperti halnya jual beli dan sewa menyewa, yakni berat sebelah dengan adanya pemihakan pada transaksi jual beli dan barang sewaan yang akan dihutangkan. Maksud dari Tidak boleh pinjam-meminjam dengan bunga dan juga jual beli yang

57 Al-Istidzkar, vol. 21, hal. 50, 53. 58 Al-Mughni, vol. 6, hal. 509.

berat sebelah 59

Menurut Imam as-Syairazi dalam kitab al-Muhadzdzab60

61

Lafadz sama artinya dengan , hanya saja lafadz berasal dari bahasa Hijaz.

Hal di atas adalah termasuk akad yang dimaksudkan untuk memperoleh untung, karena jika demikian, maka hal itu akan keluar dari makna esensialnya.

59 Hasan: HR. Abu Daud, hal. 3504, HR. Tirmidzi, hal. 1234, Ini adalah hadits hasan shahih., HR. Ahmad, vol. 2, hal. 174, 179. semua riwayat ini dari jalur Amr bin Syuaib dari ayahnya dari kakeknya sebagai hadits marfu, silsilah ini diambil dari silsilah yang semua haditsnya masuk dalam kategori hasan. 60 Lih. Al-Majmu Syarh Muhadzab, vol. 13, hal. 170. 61 Suftajah: bahasa Persia (oleh pensyarah kitab at-Takmulah), artinya: peminjam mengirim surat kilat pada pemberi pinjaman, bahwa dia akan membayar di tempat lain. Surat ini Pada zaman sekarang disebut dengan telegram.

Contohnya adalah seperti ucapan: saya akan memberi hutang padamu dengan syarat kamu harus bekerja untukku dengan upah yang lebih sedikit dari upah umum. Atau seperti ucapan: saya akan memberi hutang padamu dengan syarat kamu harus menjual demikian. Atau: saya akan memberi hutang padamu dengan syarat kamu harus menyewakan rumah atau tokomu padaku. Sehingga dengan pensyaratan itu, pemberi hutang memperoleh harga miring kurang dari harga biasanya. Maka semua hal di atas diharamkan, karena ijma ulama mengatakan hal tersebut. Tentang hadits Nabi SAW yang artinya : Tidak boleh pinjam-meminjam dengan bunga dan juga jual beli yang berat sebelah, adalah sebagai berikut: Jika tidak ada pensyaratan dalam pengembalian atau bahkan orang yang berhutang memang bermaksud mengembalikan lebih dari hutangnya dengan senang hati, maka hal itu tidak menjadi masalah, sebab Rasulullah SAW juga melakukan hal itu, juga sabda beliau, Yang paling baik di antara kamu adalah orang yang mengembalikan hutang dengan baik. Sedangkan jika orang yang berhutang bermaksud memberi hadiah atau menjamu makan pada orang yang memberinya hutang, maka sebagian ulama menghukuminya makruh kecuali jika hadiah dan jamuan makan tersebut sudah diketahui oleh keduanya sebelum akad, maka tidak menjadi masalah dan hukumnya tidak makruh.

JIKA TIDAK ADA PENSYARATAN SEBELUMNYA Diriwayatkan dari Abu Hirarirah ra bahwa seseorang pernah berperkara pada Rasulullah SAW, lalu dia berkata kasar pada beliau, mengetahui hal itu sahabat menjadi

gusar, kemudian Rasulullah SAW bersabda, Panggillah dia, karena dia berhak menerima panggilan. Lalu belilah unta dan berikanlah padanya. Para sahabat kemudian mengatakan, Kami tidak menemukan seekor pun unta kecuali lebih tua dari unta yang engaku katakan. Lalu Rasulullah bersabda, Beli sajalah dan berikan padanya, karena orang ynag paling baik di antara kamu adalah orang yang paling baik ketika mengembalikan hutang. 62 Jabir bin Abdillah ra meriwayatkan, Rasulullah pernah mempunyai hutang kepadaku, lalu beliau mengembalikan lebih dari hutangnya. 63

Menurut madzhab kami, bahwa mengembalikan lebih dari hutang yang sebenarnya adalah dianjurkan, dan orang yang memberikan hutang diperbolehkan mengambilnya, baik kelebihan dalam sifat (lebih bagus) maupun dalam jumlah (lebih banyak). Misalnya seseorang memberi hutang sebesar sepuluh, kemudian orang yang berhutang mengembalikan kepadanya sebelas. Imam Malik dalam kitab al-Muwaththa (hal. 524) mengatakan, Hamid bin Qais al-Makki meriwayatkan dari Mujahid: Abdullah bin Umar ra pernah berhutang pada seseorang beberapa dirham, kemudian dia mengembalikan hutang dengan barang yang lebih bagus. Kata orang tersebut: Ya Abu Abdurrahaman, dirham yang kamu kembalikan ini lebih bagus kualitasnya dari dirham yang saya pinjamkan padamu dulu. Tapi kata Abdullah bin Umar: Iya benar, tetapi aku mengembalikannya dengan senang hati. 64

62 Muttafaq alaih: HR. Bukhari, hal. 2390, HR. Muslim, hal. 1224, 1225, dari Abu Rafi. 63 Shahih: HR. Bukhari, hal. 2394, HR. Abu Daud, hal. 3347. 64 Hasan: Hamid bin Qais. Dalam at-Taqrib, al-Hafidh mengatakan: hadits ini tidak bermasalah. Menurut saya: hadits ini menjadi marfu dilihat dari tingkatannya. Tetapi Bukhari, Ibn Muin, Abu Daud, Ibn Saad dan Ahmad mepercayai menganggap tsiqah hadits ini. Menurut riwayat lain, hadits ini adalah dlaif. An-Nasai

Kaab ra menceritakan bahwa dia pernah berpekara masalah hutang dengan Ibn Abi Hadard di masjid dengan suara tinggi, sampai-sampaa Rasulullah SAW yang sedang berada di rumahnya mendengar pembicaraab itu. Lalu beliau keluar sambil menyingkap korden kamarnya seraya memanggil, Wahai Kaab. Baik ya Rasulullah. Lalu beliau bersabda sambil menunjuk ke suatu arah, Kurangilah nominal hutangnya padamu. Saya sudah menguranginya ra Rasulullah. Jawab Kaab. Lalu Rasulullah bersabda kembali, Kalau begitu, cepat selesaikan perkara hutangmu.65

mengatakan, Hadits ini ridak bermasalah. 65 Muttafaq alaih: HR. Bukhari, hal. 2710, HR. Muslim, hal. 396, HR. Ahmad, vol. 6, hal. 39o. HR. Abu Daud, hal. 3590, HR. An-Nasai dalam bab Adab membayar hutang, hal. 19.

Menanggapi hal ini, al-Qurthubi mengatakan, Yang dimaksud makruh oleh madzhab malikiyah barangkali adalah khilaf al-aula (tidak melaksanakan yang utama). Aisyah ra meriwayatkan, Suatu saat Rasulullah mendengar suara orang yang sedang bertengkar dengan nada tinggi di pintu. Lalu salah seorang meminta agar diberi keringanan nominal hutang dan menagihnya dengan baik-baik. Lalu orang yang diminta menjawab, Demi Allah saya tidak akan melakukannya lagi. Melihat hal itu Rasulullah keluar mendatangi keduanya, Siapa tadi yang bersumpah atas nama Allah dan tidak melakukan kebaikan? Saya ya Rasulullah, dia telah mendapatkan semua belas kasihanku. 66 Menanggapi hadits ini, an-Nawawi dalam kitab Syarh Muslim (10/463) mengatakan, Yang dimaksud dengan minta diberi keringanan nominal hutang dan meminta agar menagih secara baik-baik adalah keringanan dan penagihan hutang. Hadits ini menjadi dalil bahwa hal-hal semacam ini diperbolehkan, selama dilakukan dengan baik-baik, tidak memaksa dan medesaknya serta tidak menghina dan merendahkan martabatnya, kecuali bila dalam keadaan terpaksa. Wallahu alam.

Mengenai lafadz al-mutaalli dalam hadits tersebut, al-Hafidh mengatakan, Al-mutaalli (dengan mim dlammah, lam dan hamzah fathah, dan lam kedua tasydid dan berharkat kasrah) adalah berarti orang yang bersungguh-sungguh dalam bersumpah, al-mutaalli diambil dari akar kata aliyah yang bermakna hutang. Jabir ra meriwayatkan, Abdullah tertimpa musibah, dia meninggalkan banyak anak dan hutang. Lalu saya meminta pada orang-orang yang pernah memberikan pinjaman hutang pada Abdullah agar bersedia memberi keringanan nominal hutangnya, tetapi ternyata mereka tidak bersedia. Saya kemudian menemui Rasulullah untuk meminta pertolongan pada beliau, tapi tetap saja mereka tidak bersedia. Lalu Rasulullah SAW bersabda,66 Muttafaq alaih: HR. Bukhari, hal. 2705, HR. Muslim, hal. 3960.

Sisihkan dari kurma yang kamu punya sesuai dengan klasifikasinya, anggur, air susu dan makanan juga demikian, mintalah pada orang yang berkemampuan agar bersedia menyisihkannya. Lalu taruhlah di hadapan orang-orang yang tidak bersedia itu sampai aku menemui kamu. Lalu saya melaksanakan perintah beliau. Beberapa saat kemudian Rasulullah SAW datang lalu duduk seraya menimbang bagian hutang tiap-tiap orang itu dan memberikannya sampai hutang Abdullah terlunasi. Tetapi saya melihat kurmanya masih utuh seakan tidak pernah dijamah.67

RIBAEtimologi Al-Qurthubi ra (Jamiul Bayan 3/101) : al-irba= melebihkan sesuatu. Misalnya pernyataan, Seseorang memberi tambahan lebih pada seseorang. (arba-yurbi-irba). Kelebihan/tambahan itulah yang disebut riba. Disebut melebihkan barang ialah apabila dia memberi tambahan pada barang itu sehingga menjadi lebih banyak dari sebelumnya. Orang yang melebihkan barang itu disebut murbin/al-murbi, karena dia melipatgandakan harta yang menajdi tanggungan orang yang berhutang padanya, yakni dengan harus membayar lebih pada saat pengembalian hutang. Semakin akhir dia mengembalian hutangnya dari waktu yang telah disepakati sebelumnya, maka semakin berlipat pula hutang yang harus ia bayarkan. Oleh karena itu, Allah SWT berfirman, Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. (Ali Imran: 130)

Riba ada dua maca; pertama, riba nasiah, yakni pembayaran lebih yang disyaratkan kepada orang yang berhutang bila dia mengakhirkan pembayaran dari waktu yang telah ditentukan. Riba inilah yang umum terjadi dalam masyarakat Arab zaman jahiliyah. Dalam kitab Jamiul bayan (3/101) at-Thabari meriwayatkan dari Mujahid, Praktik riba yang dilarang Allah pada masa jahiliyah ialah seperti seseorang yang memiliki hutang pada67 Muttafaq alaih: HR. Bukhari, hal. 2705, HR. Muslim, hal. 3960.

seseorang lalu ia mengatakan, Kamu memiliki hutang padaku sebayak sekian dirham, maka bila kamu tidak membayarnya tepat waktu, maka kamu harus membayar lebih dari hutangmu. Dalam kitab Nasful Masdar at-Thabari juga meriwayatkan dari Qatadah, Riba pada masa jahiliyah yakni membeli barang pada seseorang sampai waktu tertentu (pembeli belum menyerahkan uangnya), bila sudah sampai pada waktunya sedangkan pembeli tidak mampu membayarnya, maka dia boleh mengakhirkan pembayaran dengan syarat harus membayar lebih dari harga sebelumnya. Kedua, riba fadhl, yakni menukar salah satu dari enam macam barang yang telah dilarang Rasulullah dengan barang sejenis dengan takaran yang berbeda. Misalnya, menukar satu kilo kurma yang kualitasnya baik dengan dua kilo kurma yang kualitasnya lebih jelek. Enam macam barang tersebut yakni emas, perak, gandum, kurma, tepung, garam dan barang yang serupa. Hukum transaksi riba: haram dan pelakunya mendapatkan dosa besar. Dalil-dalil yang menunjukkan keharamannya telah termuat dalam al-Kitab, as-Sunnah dan ijma. Dalil al-Kitab: Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak akan dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan karena (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang seperti itu, adalah disebabkan perkataan (pendapat) mereka, Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Maka bagi orang yang telah sampai padanya larangan Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang Telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (Al-Baqarah: 275) Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. (Al-Baqarah:278) Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. Dan peliharalah dirimu dari api neraka, yang disediakan untuk orang-orang yang kafir. (Ali Imran: 130-131) Dalil as-Sunnah: Jabir ra meriwayatkan, Rasulullah melaknat orang yang memakan harta riba, yang

melakukan transaksi, pencatat, dan dua saksi di dalamnya. Mereka sama hukumannya.68 Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, Hindarilah jauh-jauh tujuh dosa besar. Para sahabat bertanya, Apa tujuh dosa besar itu ya Rasul? Rasulullah menjawab, Menyekutukan Allah, sihir, membunuh seseorang yang diharamkan membunuhnya kecuali dengan hak, makan harta riba, makan harta anak yatim, lari dari pasukan saat sedang berkecamuk perang, dan menuduh berzina pada perempuan beriman yang lalai dan sudah bersuami.69 Dalil Ijma: Ijma mengutip pendapat as-Shanaani dalam kitab Subul as-Salam, tidak ada seorang pun dari para sahabat Rasulullah sampai hari ini yang mengatakan dan menyaksikan akan halanya praktik riba. Imam Nawawi mengatakan dalam kitab Syarh Muslim (11/9), Secara umum, umat muslim telah menyepakati keharaman praktik riba. Sekalipun masih berbeda pendapat dalam batasan-batasan dan cabang-cabangnya. Firman Allah: Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran dan selalu berbuat dosa.

Ibn Masud ra meriwayatkan, Rasulullah SAW bersabda: Sekalipun praktik riba marak dilakukan, tetapi akibatnya tidak dapat disadari.70 Dalam kitab jamiul Bayan (3/104) at-Thabari mengatakan, Maksud lafadz yamhaqullahu ar-riba dalam ayat di atas adalah: Allah meminimalisir riba dan kemudian memusnahkannya. Maksud inilah yang ditunjukkan oleh hadits riwayat Abdullah bin Masud di atas.

Samurah bin Jundub meriwayatkan, Rasulullah seringkali bersabda pada para sahabat: Apakah di antara kamu ada yang mengetahui apa mimpiku semalam?. Lalu

68 Muttafaq alaih: HR. Bukhari dari hadits Abu Hanifah, HR. Para pemilik kitab as-Sunan dari hadits Ibn masud dan Ahmad, vol. 5, hal. 225, HR. Muslim, hal. 4069, HR. An-Nasai, hal. 2238, HR. Abu Daud, hal. 3333, HR. Tirmidzi, hal. 1206. 69 Muttafaq alaih: HR. Bukhari, hal. 2766, HR. Muslim, hal. 258. 70 Shahih: HR. Ahmad, vol. 1, hal. 395-424 dari Hajaj dan Abu Kamil dari Syarik pengikut Israil, HR. Al-Hakim, vol. 2, hal. 37 dari jalur yang sama. dalam riwayat al-hakim ini, ada perawai yang masih diragukan, yakni Ahmad bin Jafar al-QuthiI. Masih ada ketidakjelasan di sini, yakni dia meriwayatkan dari gurunya dari Israil sebagai ganti dari Syarik. HR. Ibn Uday dalam al-Kamil, vol. 4, hal. 18, biografi Syarik, HR. Ibn Majah, hal. 2297 dari jalur Israil.

Rasulullah mengisahkan mimpinya. Pada suatu hari di siang yang terik Rasulullah bercerita, Pada suatu malam, dua orang utusan mendatangiku seraya berkata: Mari kita pergi!, kemudian aku berangkat bersama mereka berdua menuju sebuah sungai. Kira-kira, saya (Samurah) mendengar beliau mengatakan, Air sungai tersebut merah menyala bagaikan darah, tiba-tiba saya melihat seseorang berenang dan seseorang lagi di tepi sungai membawa banyak batu yang telah dia kumpulkan. Lalu orang pertama tadi berenang lebih cepat mendatangi orang yang membawa banyak batu, membuka mulutnya lebar-lebar lalu memakan batu-batu itu. Kemudian dia pergi dan sesaat kemudian kembali melakukan hal serupa beberapa kali. Lalu aku bertanya pada dua orang yang bersamaku tadi, Apa arti semua ini? Mari kita pergi, kata mereka. Kataku lagi, Sungguh sejak tadi malam saya heran menyaksikan kejadian di hadapanku, apa sebenarnya itu? Mereka berdua menjawab, orang yang berenang di sungai dan memakan batu-batu itu adalah orang yang memakan harta riba.71

Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak akan dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan karena (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang seperti itu, adalah disebabkan perkataan (pendapat) mereka, Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Maka bagi orang yang telah sampai padanya larangan Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang Telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni71 Shahih: HR. Bukhari, hal. 7047.

neraka; mereka kekal di dalamnya.

Ibn Jarir at-Thabari dalam kitab Jamiul Bayan (3/101) mengatakan, Allah berfirman kepada orang-orang yang melakukan praktik riba di dunia, yakni orang-orang yang telah kami sebutkan sifat-sifatnya, bahwa mereka tidak akan dapat berdiri di akhirat ketika sudah bangkit dari kubur melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan karena tekanan penyakit gila. Maksudnya adalah: syaitan membuanya gila di dunia, orang yang dibuat gila ini bertingkah layaknya orang yang mengidap penyakit ayan (epilepsi) sebab tekanan penyakit gila. Al-Qurthubi ra dalam kitab Ahkamul Quran (3/229) mengatakan, Maksud dari ketika sudah bangkit dari kubur menurut Ibn Abbas, Mujahid, Ibn Jubair, Qatadah, ar-Rabi, ad-Dlahhhak, as-Suda, Ibn Zaid72, adalah syaitan membuat mereka tercekik. Pendapat ini masih diperdebatkan, tetapi mereka sepakat apabila diartikan bahwa mereka dibangkitkan kelak di akhirat seperti halnya orang gila sebagai bentuk siksaan bagi mereka dan pembedaan dari makhluk lain yang berkumpul di padang makhsyar. Tawil yang disepakati oleh para sahabat ini dikuatkan oleh bacaan versi Ibn Masud, yakni ayat: la yaqumuna yaumal qiyamati illa kama yaqumu. (mereka tidak dapat berdiri pada hari kiamat melainkan seperti berdirinyadan seterusnya). Firman Allah: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka pokok hartamu tetap menjadi hakmu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. Al-Qurthubi ra dalam kitab Jami al-ahkam al-Quran (3/235) mengatakan, Dengan ayat ini, Allah mengancam akan memerangi orang-orang yang tetap melakukan prktik riba. Ibn Abbas menceritakan bahwa orang yang memakan harta riba akan ditantang pada hari kiamat kelak, Cepat ambillah senjatamu, mari berperang! 73 Ibn Abbas, Pemimpin umat muslim harus meminta orang yang tidak mau berhenti melakukan praktik riba agar bertaubat, jika dia tetap melakukannya maka dia harus dipenggal lehernya. Ibn Qatadah mengatakan, Allah mengancam akan memerangi orang yang melakukan praktik riba, mereka akan mendapatkan keburukan dari mana pun mereka72 Semua atsar ini adalah riwayat at-Thabari, vol. 3, hal. 102 dengan sanad-sanad shahih dan hasan, terkecuali atsar Ibn Jubai yang dlaif, di antara perawinya terdapat at-Thabari ibn Humaid ar-Razi, periwayatannya dianggap lemah. Dalam atsar ar_Rabi disebutkan, Diriwayatkan padaku dari Ammar. 73 HR. Ibn Jarir dengan sanad hasan, akan tetapi saya tidak menemukan kebaikannya disebut dakam bibliografinya. Jami al-Bayan, vol. 3, hal. 102.

mendapatkan harta riba itu. Ibn Khuwaiz Mindad mengatakan, Seandainya penduduk suatu negeri menyatakan bahwa praktik riba dibolehkan, maka mereka boleh diperangi. Sebab Allah SWT telah membolehkan untuk memerangi mereka dengan berfirman, Maka ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu.

Jabir ra meriwayatkan, Rasulullah melaknat orang yang memakan harta riba, yang melakukan transaksi, pencatat, dan dua saksi di dalamnya. Mereka sama hukumannya. 74

Abi Said al-Khudri ra meriwayatkan, Rasulullah SAW bersaba: Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, tepung dengan tepung, kurma dengan kurma, garam dengan garam, masing-masing harus ditukar dengan yang sejenis dan seimbang. Orang yang melebihkankannya, sengaja atau tidak, maka pemberi dan penerima telah melakukan prektik riba, keduanya dihukumi sama (yakni telah melakukan dosa besar dan akan disiksa).75

Ulama sepakat bahwa boleh menjual/menukar barang yang tidak sama takarannya dan diberi tenggang waktu tertentu, dengan syarat kedua barang itu tidak sama dalam jenisnya. Seperti emas dengan gandum, perak dengan tepung dan sebagainya. Ulama juga sepakat bahwa tidak boleh menjual/menukar barang yang sama jenisnya bila diberi tenggang waktu tertentu. Tidak boleh pula bila barang yang sejenis itu tidak sama dalam takarannya, misalnya menukar emas dengan emas pada saat akad yang takarannya tidak sama. Apabila barang yang dipertukarkan/diperjualbelikan itu sejenis, atau tidak sejenis tetapi masih dalam satu kelompok seperti emas dengan perak dan gandum dengan tepung, maka kedua orang yang melakukan transaksi itu tidak boleh berpisah sebelum saling menerima barang masing-masing yang dipertukarkan. Bila kedua barang tidak sejenis maka takarannya boleh tidak sama, dengan syarat kedua belah pihak harus saling menerima barang yang dipertukarkan itu, misalnya satu karung gandum dengan dua karung tepung. Ulama telah menyepakati hal ini, tidak ada perbedaan di antara mereka.

74 Telah disebut sebelumnya. 75 Muttafaq alaih: HR. Bukhari secara terpisah, hal. 2176, HR. Muslim, hal. 4040, HR. Ahmad, hal. 413, HR. Para pemilik kitab as-Sunan.

1. Emas dengan Perak yang diberi tenggang waktu

Imam Nawawi (Syarh Muslim 11/13), Ulama telah menyepakati keharaman jual beli emas dengan emas dan perak dengan perak yang diberi tenggang waktu. Hal ini berdasarkan hadits Nabi; Janganlah kamu melakukan jual beli bila tidak duduk dalam suatu tempat. Janganlah kamu melakukan tukar menukar emas dengan emas dan mata uang dengan mata uang kecuali bila sama takarannya. Menukar mata uang dengan emas adalah riba kecuali bila kedua belah pihak menyetujui. Jika barang-barang yang kamu perjual belikan tidak sama dalam jenisnya, maka kalian boleh menjualnya dengan cara apapun, asalkan kedua belah pihak saling menerima barang yang diperjual belikan itu.76

Menurut saya, Di antara bencana dan musibah yang umum terjadi di zaman sekarang adalah perempuan menjual perhiasan lamanya untuk diganti dengan perhiasan yang baru. Sebelum perhiasan lamanya terjual dan diterima dengan sempurna, dia lalu membeli perhiasan baru dengan tambahan uang kekurangan dari perhiasan lama. Bila disampaikan bahwa hal tersebut haram dan tidak diperbolehkan, maka mereka akan mengatakan, Apa perbedaannya, pada initinya sama. Maka kami akan menjwab, Perbedaannya adalah antara berbuat ketaatan dan kemaksiatan kepada Allah. 2. Menukar sekarung beras dalam negeri dengan dua karung beras impor atau barang lainnnya. Jual beli semacam ini tidak diperbolehkan, baik kontan maupun tempo. Berdasarkan sabda Nabi SAW saat mengutus salah seorang dari Bani Udai al-Anshari untuk dipekerjakan di Khaibar, dia membawa kurma dari selatan. Lalu Rasulullah SAW bertanya padanya, Apakah semua kurma Khaibar seperti ini? dia menjawab, Tidak, demi Allah ya Rasul, kami menukar satu karung kurma Khaibar dengan dua karung kurma keseluruhan. Rasulullah lalu bersabda, Jangan melakukannya seperti itu, tetapi harus menukar dengan yang sama takarannya, atau bila tidak, juallah barangmu kemudian hasilnya penjualannya

kamu belikan barang yang lain. 77

3. Menukar satu koli beras dengan dua kilo gandum dan diberi tenggang waktu. Jual beli seperti ini ridak diperbolehkan dan hukumnya haram. Berdasarkan hadits Nabi SAW, Jika barang-barang yang kamu perjual belikan tidak sama dalam jenisnya, maka kalian boleh menjualnya dengan cara apapun, asalkan kedua belah pihak saling menerima barang yang diperjual belikan itu. Imam Nawawi (Syarh Muslim 11/13), Semua ulama telah menyepakati keharaman menukar emas dengan emas, perak dengan perak, dan menukar gandum dengan gandum atau tepung yang diberi tenggang waktu, demikian pula setiap dua macam barang yang berada dalam kelompok barang riba.

DAN MEMAJUKAN PEMBAYARAN Apakah orang yang memberi hutang boleh memajukan sebagian pembayaran sebelum tiba waktu pelunasan hutang dengan konsekuensi nominal hutang yang harus dibayar oleh orang yang berhutang menjadi berkurang? Ulama salaf, tabiin dan para ulama madzhab berbeda pendapat mengenai masalah ini. Ada yang memperbolehkan dan ada yang melarangnya. Ibn Abbas adalah yang termasuk memperbolehkan hal ini (Al-Mushannaf: [8,72] hal. 14361-14362). Abdurrazaq meriwayatkan, Muammar menceritakan kepada kami dari Ibn Thawus dari ayahnya ari Ibn Abbas ra, bahwa beliau pernah ditanya tentang seorang yang mempunyai hutang dengan tenggang waktu tertentu, orang yang memberi hutang mengatakan, Percepatlah pembayaran hutangmu, maka saya akan memperingan hutangmu. Lalu Ibn Abbas menjawab, Hal seperti ini boleh dilakukan. Sedangkan menurut riwayat at-Tsauri dari Amr bin Dinar, Ibn Abbas pernah ditanya tentang masalah ini, tetapi dia menjawab bahwa hal itu tidak boleh dilakukan. Hal senada juga berasal dari riwayat Ibn Uyainah dari Amr dan Ibn Abbas (Shahih).

76 Semua hasids ini terdapat dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim atau salah satunya. 77 Muttafaq alaih: HR. Bukhari, hal. 222, HR. Muslim, hal. 4058 dan seterusnya.

Tabiin yang Memperbolehkan; Ibrahim an-Nakhai, Abdurrahman meriwayatkan ([8,73] hal. 14363-14369), At-Thusi menceritakan kepada kami dari Hammad dan Manshur dari Ibrahim tentang seseorang yang mempunyai hutang dengan tenggang waktu, lalu orang yang memberi hutang mengatakan, Percepatlah pembayaran hutangmu, maka saya akan memperingan hutangmu. Ibrahim menjawab bahwa hal itu diperbolehkan. Juga dari Ibrahim an-Nakhai, Ibn Uyainah menceritakan kepada kami dari Ismail bin Abi Khalid, dia berkata, Saya mengatakan kepada Syuba: ketika Ibrahim ditanya tentang masalah di atas, dia mengatakan bahwa hal itu diperbolehkan. Yang menjadi dalil bagi ulama yang memperbolehkan adalah hadits riwayat ad-darqathni [3612] dari Abdullah bin Muhammad bin Abdul Aziz bin Mani dari Abdullah bin Amr al-Qawariri dari Muslim bin Khalid az-Zunji dari Muhammad bin ali bin yazid bin Rukanah dari daud bin al-Hashin dari Ikrimah dari Ibn Abbas ra, Bani Nadlir berkata kepada Rasulullah ketika beliau mengusir mereka, Ya Rasulullah, engkau akan mengusir kami, sedangkan kami masih memilki banyak tanggungan hutang, Maka Rasulullah SAW bersabda, Bayarlah sebagian hutangmu dan majukan pembayarannya! 78

Ahli fiqh yang membolehkan; Abu Tsaur. Ibn Qudamah mengutip pendapat Abu Tsaur dalam kitab al-Mughni (6/109), Menurut riwayat dari Ibn Abbas, beliau mengatakan bahwa hal tersebut diperbolehkan. Riwayat serupa dari an-Nakhai dan Abu Tsaur, Karena orang yang memberi hutang telah mengambil sebagian hutang yang menjadi haknya dan membiarkan sisanya, maka dia boleh meringankan hutang yang menjadi tanggungan orang yang berhutang. Pengikut Abu Hanifah: Ibn Abdil Barr mengutip pendapat mereka dalam kitab al-Istidzkar [20/262] dari at-Thahawi, Diriwayatkan dari Muhammad bin Abbas dari Yahya bin Sulaiman al-Juhfa dari al-hasan bin Ziyad dari Dhafir tentang seseorang yang mempunyai hutang seribu dirham berupa harta atau barang jaminan sampai satu tahun lamanya. Lalu dia diberi keringanan dengan hanya membayar limar ratus dengan kontan. Hal ini diperbolehkan. Ulama yang Melarang; Jumhur Ulama Salaf , Tabiin dan Empat Imam Madzhab. Ulama Salaf yang tidak memperbolehkan; Umar dan Ibn Umar ra. Abdurrazaq dalam kitab al-Mushannaf [14359] mengatakan, Ibn Uyainah meriwayatkan kepada kami dari Amr bin Dinar, dia berkata, Abu al-Minhal

78 Dlaif: HR. Al-hakim dalam al-Mustadrak, vol. 2, hal. 52 dari jalur Muslim bin Khalid bin az-Zanji, dia lemah dlam periwayatan. Ad-Darqathni (as-Sunan vol. 3, hal. 37) mengatakan, Periwayatan Muslim bin Khalid diragukan, hafalannya buruk dan lemah. Menurut saya: riwayat Daud bin al-Hashin dari Ikrimah

Abdurrahman bin Muthim meriwayatkan kepadaku, Saya bertanya pada Ibn Umar tentang seseorang yang mempunyai hutang padaku dengan tenggang waktu dan saya lalu mengatakan padanya, Percepatlah membayar hutang, maka saya akan memperingan hutangmu. Tetapi setelah saya ceritakan, Ibn Umar melarangku berbuat demikian. Beliau mengatkan, Amirul Mukminin telah melarang kita menukar barang dengan hutang. 79 Abdurrazaq (14354), Muammar menceritakan pada kami dari az-Zuhri dari Ibn al-Mushib dari Ibn Umar, Barang siapa mempunyai hak atas seseorang dengan tenggang waktu tertentu, lalu dia meminta agar pembayarannya dipercepat sebagian, dan supaya sisanya dibayar belakangan, maka praktik seperti ini adalah riba. Muammar mengatakan, Saya melihat bahwa para sahabat dan tabiin membenci prektik demikian. 80 Riwayat Imam Malik (Al-Muwaththa 672), dari Utsman bin Hafsh bin Khaldah dari Ibn Syihab dari Salim bin Abdullah dari Andullah bin Umar bahwa beliau pernah ditanya tentang seseorang yang mempunyai hutang dengan tenggang waktu tertentu lalu orang yang memberikan hutang memperingan agar segera membayar sebagian hutangnya dan sisanya dilunasi belakangan, Ibn Umar menjawab bahwa hal itu tidak diperbolehkan dan harus ditinggalkan.81 Zaid bin Tsabit ra. Riwayat Imam Malik (Al-Muwatha 672)82, Dari Abi Zannad dari basr dari ibn Said dari Ubaid Abi Shalih penguasa as-Sufah: Saya membeli kain pada penduduk kota Nakhli dengan pemberian tenggang waktu. Saat akan menuju kota Kuffah, mereka menawarkan agar saya membayar sebagian harga dulu dan sisanya dibayar nanti. Lalu saya menanyakan hal itu pada Zaib bin Tsabit, beliau menjawab, Jangan, saya menyuruhmu agar mengambil barang itu dan jangan kamu pisah-pisahkan pembayarannya. Tabiin yang tidak memperboleh