Huk. Islam Bab4

66
II ! '~ ~. 206 Hukum lsltzm pertumbuhan dan perkembangan di masa yang lalu dengan hukum yang berasal dari Eropa. Bahan-bahan hukum yang mereka pergunakan dalam menyusun kodifikasi hukum Islam itu bukan hanya bahan- bahan yang terdapat di kalangan ahlus sunnah wal jama'ah saja, tetapi juga dari aliran lain yang terdapat dalam semua bahan- bahan hukum itu, dan memilih dengan hati-hati pemikiran- pemikiran yang sesuai dengan kondisi dan situasi umat Islam di abad ke-20 ini. Di Indonesia atas kerja sama Mahkanlah Agung dengan . Departemen Agama telah dikompilasikan Hukum Islam me- ngenai perkawinan, kewarisan, dan perwakafan. Kompilasi ini telah disetujui oleh para ulama dan ahli hukum Islam pada bulan Februari 19,88 dan (tahun 1991) telah diberlakukan'bagi umat Islam Indonesia yang menyelesaikan sengketa mereka di Peradilan Agama (salah-satu unsur kekuasaankebakiman di tanah air kita) sebagai hukum terapan. I ! 207 :;., Hukum lslam di Indonesia; Dalam membicarakan Hukum..Islam di Indonesia, pusat perhatian akan ditujukan pada kedudtJkan hukum Islam dalam sistem hukum IndonesiL Yangdimaksud dengan sistem hukum Indonesia adalah sistem 'hukum yang berlaku di Indonesia. Sistem hukum. Indonesia adalah sistem hukum yang majemuk, karena di tanah air kita berlaku berbagai sistem hukUm yakni Adat, Islam. dan Batat (kontinental). Untuk itu akan dibicarakan (1) Hukum Adat, Hukum Islam dan Hukum Barat, (2) hubungan Hukum Adat dengan Hukum Islam, (3) Hukum Islam dalam tata hukum Indonesia, (4) HUkum Islam dan pembinaan hukUm nasional (S) Peradilan Agama, (6) Kompilasi Hukum Islam. HUKUMADAT,HUKUM ISLAM,DAN HUKUM BARAT Di dunia sekurang-kurangnya ada lima sist~m hukum besar yang hidup dan berkembang. Sistem-sistem hukum tersebut adalah (1) sistem Common Law yang dianut di Inggris dan bekas jajahannya yang kini, pada umumnya, bergabung dalam. negara-negara persemakmuran, (2) sistem Civil Law j (,~---------------_.-

Transcript of Huk. Islam Bab4

Page 1: Huk. Islam Bab4

II

!

'~~.

206 Hukum lsltzm

pertumbuhan dan perkembangan di masa yang lalu denganhukum yang berasal dari Eropa.

Bahan-bahan hukum yang mereka pergunakan dalammenyusun kodifikasi hukum Islam itu bukan hanya bahan-bahan yang terdapat di kalangan ahlus sunnah wal jama'ah saja,tetapi juga dari aliran lain yang terdapat dalam semua bahan-bahan hukum itu, dan memilih dengan hati-hati pemikiran-pemikiran yang sesuai dengan kondisi dan situasi umat Islamdi abad ke-20 ini.

Di Indonesia atas kerja sama Mahkanlah Agung dengan .Departemen Agama telah dikompilasikan Hukum Islam me-ngenai perkawinan, kewarisan, dan perwakafan. Kompilasi initelah disetujui oleh para ulama dan ahli hukum Islam padabulan Februari 19,88 dan (tahun 1991) telah diberlakukan'bagiumat Islam Indonesia yang menyelesaikan sengketa mereka diPeradilan Agama (salah-satu unsur kekuasaankebakiman ditanah air kita) sebagai hukum terapan.

I!

207

:;.,

Hukum lslam di Indonesia;

Dalam membicarakan Hukum ..Islam di Indonesia, pusatperhatian akan ditujukan pada kedudtJkan hukum Islamdalam sistem hukum IndonesiL Yangdimaksud dengan sistemhukum Indonesia adalah sistem 'hukum yang berlaku diIndonesia. Sistem hukum. Indonesia adalah sistem hukumyang majemuk, karena di tanah air kita berlaku berbagaisistem hukUm yakni Adat, Islam. dan Batat (kontinental).Untuk itu akan dibicarakan (1) Hukum Adat, Hukum Islamdan Hukum Barat, (2) hubungan Hukum Adat dengan HukumIslam, (3) Hukum Islam dalam tata hukum Indonesia, (4)HUkum Islam dan pembinaan hukUm nasional (S) PeradilanAgama, (6) Kompilasi Hukum Islam.

HUKUMADAT,HUKUM ISLAM,DAN HUKUM BARAT

Di dunia sekurang-kurangnya ada lima sist~m hukumbesar yang hidup dan berkembang. Sistem-sistem hukumtersebut adalah (1) sistem Common Law yang dianut di Inggrisdan bekas jajahannya yang kini, pada umumnya, bergabungdalam. negara-negara persemakmuran, (2) sistem Civil Law

j

(,~---------------_.-

Page 2: Huk. Islam Bab4

208 Hukum Islatta

yang berasal dari hukum Romawi, yang dianut di Eropa~aratkontinental dan dibawa ke negeri-negeri jajahan atau bekasjajahannya oleh pemerintah kolonial Barat dahulu, (3) sisten,rHukum Adat di negara-negara Asia dan Afrika, (4) sistemHukum Islam yang dianut oleh 'orang-orang Islam di mana punmereka berada, baik di negara-negara Islam maupun di negara-negara lain yang penduduknya beragama Islam diAfrika Utara,Timur, Timur Tengah (Asia Barat) dan Asia, dan (5) sistemHukum Komunis/Sosialis yang dilaksanakan di negara-negarakomunis/sosialis seperti Uni Soviet dan satelit-satelitnyadahulu.

Pada waktu ini, tiga dari kelima sistem hukum tersebutterdapat di tanah air kita yakni sistem-sistem hukum adat,hukum Islam. dan hukum Barat (disebut berturut-turutmenurut "umurnya" berlaku di negeri kita)~ Ketiganya akandibandingkan mengenai apa yang kelihatan dan berlaku diIndonesia, dalam garis-garis besarnya saja. Caranya adalahdengan melihat hal-hal yang sama dan dengan menyebut halyang sama, akan kelihatan perbedaannya. Profesor,MohammadKoesnoe mantan Gur.u Besar Hukum Adat UniversitasAirlangga pernah membandingkan ketiga sistem hukumtersebut. Pokok-pokok uraian beliau (1980) dengan perubahandi sana-sini, adalah sebagai berikut: .

Keadaannya

Ketiga sistem hukum tersebut telah berlaku di Indonesiawalaupun keadaan dan saat mulai berlakunya tidaklah sama.

Hukum Adat telah lama berlaku di tanah air kita. ~i1amulaiberlakunya tidak dapat ditentukan dengan pasti, tetapi dapat.~

•., ~

Hukum Islam di Indonesia 209

dikatakan bahwa; jika dibandingkan dengan kedua sistemhukum lainnya; hukum adatlah yang tertua umurnya~Sebelumtahun 1927 keadaannya biasa saja, hidup dan berkembangdalam masyarakat lndonesia. Sejak tahun 1927 dipelajari dandiperhatikan dengan seksama dalam rangka pelaksanaanpolitik hukum pemerintah Belanda, setelah teori resepsidikukuhkan dalam Pasal 134 ayat (2) IS 1925 (1929), yangakan dijelaskan di bawah.

Hukum Islam baru dikenal di lndonesia setelah agamalslam disebarkan di tanah air kita. Bila lslam datang ke tanahair kita belum ada kata sepakat di antara para ahli sejarahIndonesia. Ada yang mengatakannya pada abad ke-1 Hijriahatau abad ke-7 Masehi, ada pula yang men.gatakannya padaabad ke-7 Hijriah atau abad ke-13 Masehi, lslam baru masukke Nusantara ini. Walaupun para ahli itu berbeda pendapatmengenai bila Islam datang ke Indonesia, namun dapatdikatakan bahwa setelah IslaIl} datang ke Indonesia hukumIslam telah diikuti dan dilaksanakan oleh para pemeluk agamaIslam di Nusantara ini. Hal itu dapat dilihat pada studi parapujangga yang hidup pada masa itu mengenai hukum lslamdan peranaJ.1llyadalam menyelesaikan perkara-perkara yangtimbul dalam masyarakat. Hasil studi dan karya ahli. hukumlslam lndonesia, kemudian dapat disebu~ sebagai contoh,misalnya Miratul TulIab, oleh Abdurrauf Singkel, SitatalMustaqim, oleh Nuruddin ~ Raniri,. ~abiltil Muhtadin, olehSyaikh Arsyad Banjar, dan lain-lain, di samping studi menge-nai hukum Islam yang ditulis oleh bukan orang Indonesiaseperti misalnya Muharrar karangan Ar-Rafi'i, Tuh/ah karanganIbnu Hajar, Nihayah karangan Ar-Ramli dan kitab-kitab hukummazhab Syafi'i lainnya. Setelah Belanda menjajah Nusantara

Page 3: Huk. Islam Bab4

~

210 Hukum Islam

ini, perkembangan hukum-Islam "dikendalikan" dan sesudahtahUn 1927, tatkala teori resepsi mendapat landasan pera-turan perundang-undangan (IS1925, 1929), menurut Hazairin,perkembangan hukum Islam dihambat di tanah air kita.

'Hukum Barat' diperkenalkan di Indonesia bersamaandengan kedatangan orang-orang Belanda untuk berdagang diNusantara ini. Mula-mula hanya diperlakukan bagi orangBelanda dan Eropa saja, tetapi kemudian melalui berbagaiupaya peraturan perundang-undangan (pernyataan berlaku,penundukan dengan sukarela, pilihan hukum dan sebagainya),hukum Barat itu dinyatakan berlaku juga bagi mereka yangdisamakan dengan orang Eropa, orang Timur Asing (terutamaCina) dan orang Indonesia. Sebagai hukum golongan yangberkuasa pada waktu itu di Nusantara kita ini keadaan hukuplBarat jauh lebih baik dan menguntungkan dari keadaan keduasistem hukum di atas.

Hukum Adat dan Hukum Islam adalah huk~m bagi orang-orang Indonesia asli dan mereka yang disamakan den~anpenduduk bumiputera. Keadaan itu diatur oleh PemerintahHindia Bclanda dahulu; sejak tahun 1854 sampai denganmereka meninggalkan Indonesia pada tahun 1942.

Bentuknya

Pada dasarnya, 'hukum adat' adalah hukum yang tidaktertulis. Ia tumbuh, berkembang dan hilang sejalan denganpertumbuhan dan perkembangan masyarakat. Pada waktu inisedang diadakan usaha-usaha untuk mengangkat hukum adatmenjadi hukum perundang-undangan dan dengan begitu di-ikhtiarkan memp~roleh bentuk tertulis, Conto~nya dapat

Hukum Islam di Indorttsia 211

dilihat pada Undang-Undang Pokok Agraria Tahun 1960.Tetapi, hukum _adat YaIlg telah menjadi hukum tertulis itumenjadi lain bentuknya dari hukum adat sebel.umnya. Iatelah menjadi hukum perundang-undangan.

Hukum Islam (: dalam kepustakaan hukum Islam di indo-nesia, istilah hukum Islam. mungkin dipergunakan untukhukum fiqih Islam mungkin juga dipergunakan untuk hu.kumsyariat Islam, seperti diuraikan di atas), juga tidak tertulisseperti halnya hukum adat. Artinya, hukum Islam tidaktertulis dalam peraturan perundang-undangan. Hukum Islamdalam makna hukum fiqih Islam adalah. hukum yang ber-sumber dan disalurkan dari hukum syariat Islam yang terdapatdalam Alquran dan Sunnah Nabi Muhammad, dikembangkanmelalui ijtihad oleh para ulama atau ahli hukum Islam yangmemenuhi syarat untuk berijtihad dengan cara-cara yang telahditentukan. Hasil ijtihad para ahli itu terdapat dalam kitab-kitab fiqih. Kitab-kitab fiqihJcarya ahli hukum mazhab Syafi'iyang banyak dipakai di Indonesia, misalnya, (1) Muharrarkarangan Ar-Rafi'i, (2) Minhajut Talibin karangan An-Nawawi,(3) Tuhfah lw:angan Ibnu Hajar, (4) Nihayah karangan Ar-Ramli, (5) Mugni al-Muhtaj dan (6) al-Iqna (kedua-duanya)karangan As-Syarbini, (7) Mukhtasar karangan Abu Suja,(8) Ha-syiah Parul Qarib karangan Al-Bajuri, (9) PafUl Mu'inkarangan Al-Malabari, (10) Al-Muhazzab karangan As-Syairozi,dan lain-lain.

Walaupun hukum Islam (dalam pengertian hukum fiqih)ini tidak diberi padahan atau sanksi oleh penguasa, namun iadipatuhi oleh masyarakat lslam karena kesadaran dan keya-kinan mereka, terutama keyakinan para pemimpin atau ulamaIslam, bahwa hukum Islam adalah hukum yang benar. Kini,

Page 4: Huk. Islam Bab4

b-:

212 Hukum Islam

hukum Islam, sepeni halnya hukum adat telah memperolehbentuk tenulisdalam Kompilasi Hukum Islam (1991).

'Hukum Bat~t,' yang kita bandingkan adalah hllkum perda-tanya, tertulis dalam bahasa Belanda di dalam undang-undangatau kita.b undang-undang, misalnya Burgerlijk Wetboek(B.W.). Namun karena bahasa yang dipakai oleh hukumtersebut telah menjadi rintangan bagi berlakunya hukllm itusebagai hukum yang tertulis dalam perundang-undanganaslinya, maka hukum eks-Barat itu, kini, diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia, misalnya B.W. dengan nama KitabUndang-Undang Hukum Perdata. Karena terjemah:tnnyameru':'pakan karya pribadi seseorang, dan, karena itu, tfdlk mem-punyai kekuatan mengikat seperti undang-undang, makasesungguhnya di dalam praktik di Indonesia, hukum (perdata)Barat telah berubah menjadi hukum tidak tertulis secara tidakdinyatakan dengan sadar. Suasana kehidupan hukum diIndonesia telah menjadikan hukum eks-Barat sebagai hukumyang 'semu' tertulis. Dan karena terjemahannya ditulis dalambahasa Indonesia, maka isi dan makna pasal-pasalnya puntelah agak berbeda dengan konsep atau pengert~annya semula.

Selain keadaan, bentuk hukum Adat, hukum islam danhukum Barat yang telah dikemukakan secara ringkas di atas,ketiga sistem hukum itu mempunyai tujuan masing-masing.

Tujuannya

Tidak ada satu uraian yang terinci dan jelas mengenaitujuan hukum adat. Namun dari kata-kata yang terdapat dalammasyarakat adat. dapat disimpulkan bahwa 'hukum adat'bertuju~ untuk,menyelenggarakan kehidupan masyarakat

. Hukum Islam di Indtintsia 213

yang aman, tenteram,.dan.sejahtera. Hukum Islam mempunyaitujuan untuk inel'ak~ahakan perintah dan kehendak Allahserta menjauhi larangan-Nya. Seorang ahli hukum Islamterkemuka, Abu Ishaq As-Satibi (m.d: 790/1388M). sepertitelah disebut di muka, merumuskan lima tujuan hukum Islam,yakni memelihara (1) agama, (2) jiwa. (3) akal. (4) keturunan,dan.(5) harta benda, yang diterima oleh ahli-ahli hukum Islamlainnya. Menurut As-Satibi, demikian juga pendapat ahtf;;,ahlihukum Islam lainnya, dengan terpeliharanya kelima tujuan(al-maqasidu al-khamsah, baca: al maqasidul khamsah) itu.manusia akan mencapai kebahagiaan. hidup dunia akhirat.Yang menjadi tujuanihukum Barat.' sebagaimana dinyatakanoleh para ahli teori dan filsafat hukum Barat. adalah kepastianhukum dan keadilan hukum.

Uraian ringkas mengenai masing-masing hukum ini tentubelum memadai, namtm dengan demikian. kita dapat melihatciri-ciri khusu~ yang terdapat pada ketiga><hukumtersebut.

Sumbemy~Mengenai sumber ketiga sistem hukum tersebut, dapatdi-

kategorikan lagi ke dalam (1) sumber pengenal. (2) sumber isi,dan (3) sumber pengikat.

Sumber PengenalMenurut Betrand ter Haar, yang menjadi sumber pengenal

Hukum Adat adalah keputusan penguasa adat. Ini dibantaholeh Profesor Mohammad Koesnoe tersebut. Menurut Koes-noe, hukum penguasa adat yang tercermin dari keputusanpenguasa itu. memang dijiwai' oleh hukum adat sebagai

Page 5: Huk. Islam Bab4

~

214 Hukum lslam

hukum rakyat, tetapi keputusan penguasa adat belumlah meng-gambarkan sepenuhnya hukum adat sebagai hukum rakyat.Oleh karena itu, menurut Koesnoe,. yang menjadi sumberpengenal hukum adat ialah apa yang benar-benar terlaksana didalam pergaulan hukum di dalam masyarakat yang bersang-kutan. Yangdimaksud oleh Koesnoe dengan pergaulan hukumadalah segala gejala sosial yang secara dikehendaki atau tidak(dikehendaki) oleh para pihak ada dalam masyarakat yangbersangkutan yang di dalam dirinya terkandung gejala-gejalasosial lain menyertainya ..Sumber pengenal (hukum adat) iniada di dalam kehidupan sehari-hari berupa tingkah-laku nyata.baik yang "sekali" sifatnya maupun yang berulan$ sepanjangwaktu. Dengan begitu, menurut Koesnoe, dapat juga dikata-kan bahwa sumber pengenal hukum adat adalah konsephukum adat sendiri. Sumber pengenal 'hukum Islam' dalampengertian' hukum syariat adaIah Alquran dari kitab-kitabHadis yang mengandung firman Allah dan Sunnah NabiMuhammad. Sumber pengenal hukum Islam dalam pengenianhukum fiqih adalah kitab-kitab fiqih yang memuat haSilijtihad para ahli hukum Islam berdasarkan Alquran dan kitab-kitab Hadis tersebut. Dengan demikian, sumber. pengenalhukum Islam tersimpan dengan baik didalam dokumen-dokumen yang dipelihara dari masa kemasa. Sumber pengenal'Hukum Barat' adalah segala peraturan perundang-undangansejak zaman kolonial dahulu beserta segala perubahannyayang dinyatakan dalam Staatsblad atau Lembaran Negara.

Sambil lalu dapat dicatat bahwa sumber pengenal hukumIslam dan hukum Barat hampir sama yakni "tulisan", atau do-kumen tertulis. Namun, perbedaannya adalah tulisan dalamp~raturan perund~g-undangan dalam hukum Barat sifatnya

Hukum lslam di 1rt4Dnai4 215

mengikat karena dibetj. sanksi oleh negara, sedang tulisandalam kitab-kitab hukum Islam. tidak semuanya mempunyaikekuatan mengikat dalain makna. diberi sanksi oleh negara.-.

Sumber Isi

Mengeri;iisumber iSImasing-masing hukum tersebut dapatdijelaskan sebagai. berikut: Sumber: isi 'hukUm adat' adalahkesadaran hukuniyang hidup dalam masyatakat adat. Namun,perlu' dicatat, orang sering meragukan. adanya homogenitaskesadaran hukum rakyat Indonesia yang tersebar dalamberbagai lingkungan, adat di seluruh kepulauan Nusantaraini. Sumber isi 'hu:kum Islam' (syariat) adalah kemauan Allahberupa wahyu yang kini terdapat dalam Alquran dan SunnahNabi Muhammad yang sekarang tertulis dalam kitab-kitabHadis. Di samping itu, terdapat sumber isi ketiga (bagihukum Islam dalam makna'h~kum fiqih) yakni akal pikiranatau ra'yu orang yang memenuhi syarat untuk berijtihaddengan mempergunakan ijma', qiyas dan lain-lain sebagaimetode untuk menentukan ~hukum atau menarik garis-garishukum. Sumber isi 'hukum Barat' adalah kemauan pembentukundang-undang di negeri Belanda di masa lalu. Kemauan inidapat' dipelajari dengan memperhatikan' bahan-bahan yangtertulis dalam baha-sa' Belanda yang ada' sangkut-pautnyadengan pembentukan undang-undang dimaksud. Namun,tuntutan ini tidak dapat lagi dilaksanakan karena petugasdan penegak hukum kita banyak yang tidak menguasai lagibahasa yang dipergunakan oleh pembentuk hukum Barat itu.

Sumber Pengikat

Yang dimaksud dengan sumber pengikat adalah sumber

Page 6: Huk. Islam Bab4

2t6 HuJwm lslam

yang menjadi kekuatan mengikat orang untuk. melaksanakanatau tidak melanggar hukum ters~but. Sumber pengikat 'hukumadat' adalah rasa malu YiUlgditimbulkan oleh karenaberfung-sinya sistem nilai dalam masyarakat adat yang bersangkutanatau karena upaya-upaya lain yang pada akhimya akan me-ngenai orang yang bersangkutan apabila ia tidak mematuhihukum yang ada. Dengan kata lain, kekuatan mengikathukum adat adalah kesadaran hukum anggota masyarakatadat yang bersangkutan. Sumber pengikat 'hukum lslam'adalah iman dan tingkat ketakwaan seorang MusIim. Sumberkekuatan mengikat 'hukum Barat' adalah kekuasaan negarayang membentuk undang-undang itu dahulu yang melaluiAturan Peralihan Undang Undang Dasar kita kini dilanjutkanoleh alat kekuasaan Negara Republik lndonesia.

StrukturnyaYang dimaksud dengan struktur dalam hubungan pem-

bicaraan ini adalah tumpukan logis lapisan-lapisan yang adapada sistem hukum yang bersangKut~.

Di dalam 'hukum Adat' di Minangkabau, misalnya, adateori strukt,ur menurut pandangan ahli-ahli adat setetppat.Menurut teori itu, hukum ~dat atau adat dapat dibedjlkandalam (l) Adat nan sabana adat (adat yang sebenar-benarnya)dan (2) Adat Pusaka.

(l) Adat nan sabana adat adalah adat yang tidak dibuatoleh manusia atau nenek moyang manusia, tetapi oleh danberasal dari "alam".Adat nan sabana adat merupakan guru bagikehidupan manusia. Ia sering disamakan dengan hukumalam atau sering dikatakan sebagai undang-undang alam.Karena "alam yang terkembang jadi guru", maka dari adat nan

HuJwm lslam di IruItmtsi4217

sabana adat dapat ditarik. peiajaran melalui pengalaman danpemikiran nenek moyang yang berlanjut sampai kini. HaSiinyadisebut adat pusaka.

(2) 'Adat pus~' dengan, demikian, adalah. adat atauhukum adat positif yang dis~sun sejak nenek moyang sampaipada angkatan sekanlng~.Hukum adat positif, yang disebutjuga adat pusaka, dibedakan ke dalam tiga kategori, yakni'adat-istiadat,' 'adat nan teradat' dan 'adat nan diadatkan.' Diluar kategori ini ada satu. kategori lain yang terletak di luarlingkungan teori adat tersebut di atas, yangdisebut 'pemakaian.'

'Adat-istiadat' adalah segala dalil dan ajaran mengenai ba-gaimana orang bertingkah-laku .dalam masyarakat.Rumusannya sangat abstrak, karena itu memerlukan usahauntuk memahami dan merincinya .Iebih lanjut. Adat dalampengertian ini berfungsi: sebagai dasar pembangunan hukumadat positif yang lain ..

'Adat nan teradat' adalah ajaran dan dalil yang dituangkanke dalam. bentuk bangun~-bangunan adat yang lebih nyatayang menjadi kebutuhan masyarakat sehari-hari seperti(bangunan adat) perkawinan, kewarisan, jual-beli, dan seba-gainya.

'Adat nan diadatkan' adalah suatu kategori tempatbangunan-bangunan adat dalam. kategori kedua di atasmendapat lingkungan adat dan diwujudkan di dalam kehi-dupan sehari-harj. Dari adat nan diadatkan irlilah muncul'pemakaian' dalam masyarakat adat bersangkutan. Karena itudapat juga dikatakan bahwa adat nan diadatkan inilah motifyang berdiri di belakang tingkah-laku manusia yang disebutperwujudan adat di dalam masyarakat.

Page 7: Huk. Islam Bab4

218 Hukum.lslam

Mengenai 'hukum Islam' dalam makna hukum syariatsusunannya terdiri dari wahyu dan sunnah. La~isan pertaQlaadalah wahyu yang tidak dapat diganggu-gugat. Ia berlakumutlak terlepas dari ruang dan waktu, tidak tunduk padakemauan dan cita-cita manusia. Rumusannya ringkas, padatdan pada umumnya menyinggung soal-soal. pokok saja.Karena itu perlu penjelasan. Penjelasan ini, yakDi SunriahRasulullah bersifat mutlak pula dalam. makna: tidak. dapatdiganti dengan dan oleh bahari laIn.' Df luar SUnnah Ra-sulullah yang merupakan lapi~an kedua itu terdapat lapisanketiga, yakni pendapat para ahli hukUm atau ulama '(ulatrlaadalah jamak dari alim yaitu orang yang berilmu). Pendapat-pendapat ini yang dinamakan hukum fiqih yang merupakanhasil studi yang penuh rasa tanggung Jawab dan ketakwaankepada Allah yang dilakukan oleh para ahli hukum denganmengikuti suri teladan yang diberikan oleh Nabi Muham-mad. Dalam perwujudannya hasil studi yang disebut dengan(hasil) .ijtihad itu adalah suatu pemahaman atau perumusanilmiah yang bersifat teknis mengenai apa yang terkandungatau yang tidak disebut oleh kedua lapisan utama itu. Lapisanketiga ini adalah karya manusia berupa garis-garis hukumatau kaidah-kaidah hukum tertentu yang dikelompokkanmenurut masalah yang dibicarakan, d,iatur secara sistematis.Hasil karya ini kini terhimpUn dan' dapatdibaea dalam kitab-kitab fiqih berbagai aliran hukum atau mazhab dalam Islam.Dari kitab-kitab fiqih inuimpara petug~ hukum Islammengam-bil garis-garis hukum untuk diterapkan 'dalam kasus tertentudalam kenyataan (in concreto). Perwujudan dalam kenyataanini merupakan lapisan keempat struktur hukum Islam.

Dengan de~kian, struktur hukum Islam terdiri dari(l)

Hukum Islam di JruItmIsia 219

nasAlquran yakni apa yang disebut dalam Alquran, (2) SunnahRasulullah' (bagi hukum syariat) ditambah (3) hasil ijtihad(pemahaman) manusia yang memenuhi syarat, dllIl (4) pelak-sanaannya. dalam .konkreto oleh masyarakat. Jslam baikyang berupa keputusan-keputusan (hakim) maupun berupaamalan-amalan umat Islam (mengenai hukum Islam). Struktur'hukum Barat' adalah sebagai berikut: Pertama adalah kitabundang-undang yang dibuat oleh le~haga legislatif. Dari kitabundang-undang itu ditarik kesimpulan-kesimpulan berupakeputusan hukum oleh para' petugas hukum dalam arti yangluas. Dari keputusan hukum ini, lahirIah amalan keputusantersebut.

Struktur hukum tersebut di atas jelas menunjukkan bagai-mana masing-masing hukum menarik garis hukum dari lapisanpangkal sampai pada lapisan-lapisan berikutnya secara logisdalam kesatuan keseluruhan lapisan-lapisan itu. Masing-masingmempunYai aturan dan watak.sendiri.

Lingkup MasalahLingkup masalah yang diatur oleh ke tiga sistem hukum

tersebut berbec:lapula. Antara 'hukum adat' dan 'hukum Barat'pada dasarnya terdapat kesamaan ruang-lingkup karenakedua-duanya hanya mengatur hubungan antara manusiadengan manusia serta penguasa dalam masyarakat. Ruang-lingkup yang diatur oleh 'hukum Islam' tidak hanya masalahhubungan antara manusia dengan manusia lain sena penguasadalam masyarakat, tetapi juga mengatur hubungan antaramanusia dengan Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Dengan katalain, hukum adat dan hukum Barat mengarahkan pandangan-nya terbatas pada konsekuensi-konsekuensi kehidupan

Page 8: Huk. Islam Bab4

220 Hultum Istam

duniawi saja, sedang hukum Islam tidak terbatas pandangannyapada konsekuensi'-konsekuensi duniawi saja tetapi juga me-mandang konsekuensi-konsekuensi akhirat, yakni konse-kuensi hidup setelah kehidupan di dunia ini berakhir kelak.

Pembidangan

Mengenai pembidangan ketiga sistem hukum tersebutdapat dikemukakan hal-hal berikut:

'Hukum adat' yang mengenal asas-asas kerukunan,kepatutan, keselarasan dalam pergaulan dan yang bersifatreligio magis, tidak mengenal pembidangan hukum perdatadan hukum publik seperti halnya dengan hukum Barat. Dalamhukum adat tidak ada pemisahan yang tajam antara kepen-tingan pribadi (perdata) dengan kepentingan umum (publik).Manusia dalam konsep hukum adat dipandang sebagai pribadi-pribadi yang merupakan bagian ~g tidak dapat dipisahkandari masyarakat. Dalam 'hukum Islam' terdapat pembidanganantara (1) 'ibadah' dan (2) 'muamalah.'Bidangibadahmengaturhubungan manusia dengan Tuhan, bidang muamalah menga-tur hubungan manusia dengan manusia dan benda dalamkehidupan masyarakat. Sama halnya dengan hukum adat,dalam hukum yang mengatur hubungan manusia denganmanusia di dalam masyarakat, hukum Islam yang merupakanbagian agama Islam itu, tidak membedakan antara hukumperdata dengan hukum publik, sebab dalam soal perdataterdapat segi-segi publik, dalam soal publik ada segi-segiperdatanya. 9i dalam 'hukum Barat' yang bersifat individualisdan liberalistis sena terlepas dari ketentuan-ketentuanagama seperti terlihat pada Pasal 26 B.W. yang menyatakanbahwa "undang-undang memandang soal perkawinan hanyalah

Hukum lslam di Indontsia 221

hubungan perdata saja," dikenal pem~idangatl: hukum private(yang diterjemahkancke dalam 'bahasa Indonesia denganperdata) dan hukum 'publik.' Hukum perdata adalah aturanhukum yang mengatur serta melindungi kepentingan perdatayang dipertahankan oleh masing-masing individu, hukumpublik adalah aturan hukum yang mengatur dan melindungikepentingan umum yang dipertahankan oleh (alat kekuasaan)negara.

Hak dan Kewajiban

Mengenai hak dan kewajiban, yang akan dibandingkanhanyalah hukum Islam dengan hukum Barat. Dalam sistem'hukum Islam' kewajiban lebih ~iutamakan dari hak, sedangdalam 'hukum Barat' hak didahulukan dari kewajiban.

Norma atau Kaidah HukumDalam sistem 'hulcWn Barat' yang berasal dari hukum

Romawi itu, dikenal tiga norma atau kaidah yakni (1) impere.(perintah), (2) prohibere Oarangan), dan (3) permittere (yangdibolehkan). Dalam sistem hukum Islam ada lima macamkaidah atau norma hukum yang dirangkum dalam istilahal-ahkam al-khamsah. Kelima kaidah itu adalah (1) fard(kewajiban),. (2) srnmat (anjuran), (3) j4'iz atau mubah atauibihah (kebolehan), (4) makrun. (celaan) dan (S) haram(larangan), seperti telah dijelaskan di muka.

Demikianlah dalam garis-garis besarnya telah dibanding-kan ketiga sistem hukum yang berlaku sekarang di tanah airkita. .

Page 9: Huk. Islam Bab4

222 Hukum lsbmt

Sebelum uraian mengenai hukum adat, hukum Islam danhukum Barat ini diakhiri tidak ada salahnya dikemukakan pulacatatan berikut. Di dalam kehidupan masyarakat Indonesiasekarang, ketiga sistem hukum tersebut tumbuh dan berkem-bang. Ketiga-tiganya telah saling pengaruh mempengaruhidalam konsep dan pengertian. Berbagaikonsep dan pengertianyang berasal dari hukum Islam dan hukum Bar~t telahditaf .•sirkan menurut perasaan dan kesadaran hukum yang terdapatdalam hukum adat. Karena itu, ke tiga sistem hukum tersebutperlu dipelajari dengan seksama, khususnya tentang hukumIslam dan hukum adat yang berlaku di tanah air kita. Dalamuraian berikutnya kelak, hubungan kedua hukum ini akandisinggung walaupun hanya sepintas lalu.

Kalaukita berbicara tentang hukum adat, kita akan teringatpada penulis-penulis hukum adat masa silam seperti SnouckHurgronje, vanVollenhoven dan B.ter Haar. Ter Haarterutama,telah mempengaruhi pola pemikiran dan pemahaman parasarjana hukum Indonesia tentang hukum adat, padahal,. kalaudikaji dengan teliti, apa yang telah dilakukan ter Haar adalallusaha atau percobaan orang Barat dengan latar-belakang jiwadan peranan hukum .Baratpula, untuk memahami hukum adat.di tanah air kita. Oleh karena ~tu, apa yang telah dihasilkanoleh ter Haar perlu dikaji kembali secara kritis, harus diterakembali, untuk dapat melihat kekuatan dan kelemahan teorinya,untuk melihat kebenaran dan kekeliruannya dalam memahamihukum adat kita. Hal ini, agaknya, disadari sendiri oleh terHaar, terutama sewaktu ia berada dalam kamp konsentrasi diBuchenwald. Di tempat itu menurut Moh. Koesnoe, rumusan-rumusannya yang begitu eksak mengenai hukum adat padamasa yang lalu cU..ragukanolehnya sendiri.

Hukum lsbmt di lnc1Dntsia 223HUBUNGANHUKUM ADAT DENGAN HUKUM ISLAM. ' ~.

Hubungan hukum adat dengan hukum Islam dalam maknakontak antara kedua sistem huku~ itu .telah lama b~rlangsungdi tanah air. kita. Hubungannya .akrab dalam masyarakat.Keakraban itu tercermin dalam berbagai pepatah dan ungkapandi beberapa daerah, misalnya ungkapan dalam bahasa Acehyang berbunyi: hukum. nganadiJt hantomcrl, lagei zat ngan sipeut.Artinya hukum Islam.dengan hukum adat tidak dapat dicerai-pisahkankarena erat sekali hubungannya seperti hubunganzat dengan sifat sesuatu barang atau benda. Hubung~demikian terdapat juga di Minangkabau yang tercermin dalampepatah: adat dan syara' sanda menyanda, syara' mengato adatmemakai. Menurut Hamka (Hamka, 1910:10) makna pepatahini adalahhubungan (hukum) adat dengan hukum Islam (syara')erat sekali, saling topang-menqpang, karena sesungguhnyayang dinamakan adat yang benar-benar adat adalah syara' itusendiri. Dalam hub~gan ini perlu dijelaskan bahwa adatdalam ungkapan ini adalah.cara melaksanakan atau memakaisyara' itu dalam masyarakat. Dalam masyarakat MuslimSulawesi Selatan eratnya hubungan adat dengan hukum Islamdapat dilihat dalam ungkapan yang berbunyi, "Adat hula-hulaato syaraa, syaraa hula~hulaa to adati". Artinya, kurang lebih, adatbersendi syara' dan syara' bersendi adat (A. Gani Abdullah,1981:89). Hubungan adat dan Islam erat juga di Jawa. Inimungkin disebabkan karena prinsip rukun dan .sinkretisme. yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat Jawa, ter-utama di daerah pedesaan (M. B. Hoeker, 1978: 97).

.'

'"Berbeda dengan bunyi pepatah CQ atas, dalam buku-bukuhukum yang ditulis oleh para penulis BaratlBelanda danmereka yang sepaham dengan penulis-penulis Belanda itu,

Page 10: Huk. Islam Bab4

224 Hukum lslam

hubungan hukum adat dengan hukum Islam di Indonesia,terutama di Minangkabau, selalu digambarkan sebagai duaunsur yang bertentangan. Ini dapat dipahami, karena teorikonflik yang mereka pergunakan untuk mendekati masalahhubungan kedua sistem hukum itu dengan sadar merekapergunakan untuk memecah-belah dan mengadu-domba rakyat, Indonesia guna mengukuhkan kekuasaan Belanda di tanahair kita. Karena itu pula sikap penguasa jajahan terhadapkedua sistem hukum itu dapat diumpamakan seperti sikaporang yang membelah bambu, mengangkat. belahan yang. satu (adat) dan menekan belahan yang lain (Islam). Sikap inijelas tergambar dalam salah-satu kalimat van Vollenhoven,seorang ahli hukum adat yang terkenal, ketika ia berpolemikdengan pemerintahnya mengenai politik hukum yang akandilaksanakan di Hindia Belanda. Menurut van Vollenhoven,'hukum adat harus dipertahankan sebagai hukum bagigolongan bumiputera, tidak boleh didesak oleh hukumBarat. Sebab, kalau hukum adat didesak (oleh hukum Barat),hukum Islam yang akan berlaku. Ini tidak boleh terjadi diHindia Belanda (Bustanul Arifin dalam Muchtar Na'im,1968:171).

Karena itu ada yang mengatakan bahwa apa yang disebutsebagai konflik antara hukum lslam dengan hl:lkumadat padahakikatnya adalah isu buatan politikus hukum kolonial saja.Salah seorang di antaranya adalah B. ter Haar yang menjadimaster architect pembatasan wewenang Pengadilan Agama di"a dan Madura. Menurut ter Haar, antara hukum adat

. hukum Islam tidak mungkin bersatu, apalagi bekerja"a titik-tolaknya berbeda. Hukum adat bertitik-

"at aan hukum dalam masyarakat, sedang

Hukum lsltun di lrulcmtsia 22s

hukum ~slam bertitik tolak dari kitab-kitab hukum (hasilpenalaran ,manusia, MOA) saja. Karena perbedaan titik-tolakitu, timbullah pertentangan yang kadang-kadang dapatdiperlunak tetapi seringkali tidak. Karena itu, secara teoretishukum lslam tidak dapat diterima. Karena itu wewenangPengadilan Agama di Jawa dan Madura, "dibatasi sampai kebidang yang sekecil-kecilnya" (ter Haar, 1973: 29).

Dalam menggambarkan hubungan adat dengan Islam diAceh, Minangkabau dan Sulawesi Selatan di atas, umpamanya,para penulis Barat/Belanda selalu menggambarkan kelanjutan"-nya dalam pertentangan antara kalangan adat dan kalanganagama (Islam). Keduanya seakan-a~an merupakan duakelompok yang terpisah yang tidak. mungkin bertemu ataudipertemukan. Padahal dalam kenyataannya tidaklah demi-kian, karena di kalangan adat terdapat orang-orang alim dandi kalangan ulama dijumpai orang yang tahu tentang adat(Deliar Noer, 1979:19). Gambaran "pertentangan" antarakalangan adat dengan kalangan agama mereka konstruksi-kan dalam "pertentangan" antara hukum perdata adat denganhukum perdata Islam dalam perkawinan dan kewarisan.Mereka gambarkan seakan-akan "pertentangan" itu tidakmungkin diselesaikan.

Menurut penglihatan penulis-penulis BaratlBelanda, per-kawinan yang dilangsungkan menurut ketentuan hukum Islamhanyalah kontrak antara pribadi-pribadi yang melangsung-kan pernikahan itu saja, sedang perkawinan yang dilakukanmenurut hukum adat adalah ikatan yang menghubungkan duakeluarga, yang tampak dari upacara waktu melangsungkanperkawinan itu ..Karena penglihatan yang demikian, merekalebih menghargai dan menghidup-hidupkan perkawinan

Page 11: Huk. Islam Bab4

226 HrJamalslmrt

menurut hukum adat saja daripada' perkawinan yang dilang-sungkan menurut hukum Islam. Mereka tidak mau melihat kedalam tradisi Islam di mana keluarga (terutama orangtua) ikut.bertanggung jawab mengenai hubungan kedua mempelaitidak hanya waktu mencari jodoh, tetapi juga waktu melang-sungkan perkawinan. Bahkan keluarga akan turut berperanpula untuk menyelesaikan perselisihan kalau kemudian hariterjadi kekusutan dalam kehidupan rumah. tangga orangyang menikah itu. Mereka tidak tahu, karena tidak mempe,,:,lajarinya, bahwa pernikahan menurut hukum Islam adalahsarana pembinaan rasa cinta dan kasih sayang dalam danantarkeluarga (Deliar Noer, 1979:20).

Menurut penulis-penulis BaratlBelanda, masalah kewa-risan adalah contoh yang paling klasik yang menampakkanpertentangan antara hukum Islam dengan hukum adat diMinangkabau. Seperti yang telah dikemukakan di atas, secarateoretis, menurut mereka, konflik ini tidak mungkin diselesai-kan. Akan tetapi, kenyataan menunjukkan tidaklah demikianhalnya. Kesepakatan antara ninik mamak dan alim ulama diBukit Marapalam dalam Perang Paderi di abadke-19 dahulutelah melahirkan rumusan yang mantap mengenai hubunganhukum adat dengan hukum Islam. Rumusan. itu antara lain'berbunyi (dilndonesiakan): adat bersendi syara', syara' bersendikitabullah (Alquran). Rumusan itu diperkuat oleh Rapat (orang)Empatjenis (ninik mamak, hnam-kho~b, cerdik-pandai, manti-dubalang) Alam Minangkabau yang diadakan di Bukittinggitahun 1952 dan dipertegas lagi oleh Kesimpulan SeminarHukum Adat Minangkabau yang diadakan di Padang bulanJuli 1968. Dalam rapat dan seminar itu. ditegaskan bahwapembagian warisan orang Minangkabau, untuk (1) harta pusaka

HrJama lslmrt di 1nd0rttsi4 mtinggi yang diperoleh turun-temurun dari nenek moyangmenurut garis keibuan dilakukan menurut adat, dan (2) hartapencaharian, yang disebut pusaka rendah, diwariskan menurutsyarai (hukum Islam). Dengan kata lain, sejak tahun 1952kalau terjadi perselisihan mengenai harta pusaka tinggi makapenyelesaiannya berpedoman pada garis kesepakatan hukumadat, sedang terhadap harta pencahanan berlaku hukum[arifid (hukum kewarisan Islam). Oleh seminar Hukum AdatMinangkabau tahun 1968 itu juga diserukan kepada seluruhhakim di Sumatera Barat dan Riau agar memperhatikankesepakatan tersebut (Muchtar Na'im, 1968:241).

Demikianlah, hubUngan hukum adat dengan hukum Islamyang dianggap oleh penulis-penulis BaratlBelanda sebagaipertentangan yang tidak dapat terselesaikan, telah diselesai-kan oleh orang Minangkabau sendiri dengan kesepakatan diBukit Marapalam, Rapat (orang) Empat Jenis Alam Minang-kabau di Bukittinggi dan Seminar di Padans seperti yangtelah dikemukakan di atas. Hal yang sama terjadi pula di Acehdengan pembentukan provinsi (1959) mempunyai statusistimewa, sesuai dengan keinginan orang Aceh sendiri, untukmengembangkan agama, termasuk hukumnya, adat-istiadatdan pendidikan.

Sementara itu perlu dicatat bahwa setelah Indonesiamerdeka, khusus di alam Minangkabau telah berkembangpula suatu ajaran yang mengatakan bahwa "hukum Islamadalah penyempurnaan hukum adat" (Nasrun, 1957:23.29).Karena itu, kalau terjadi perselisihan antara keduanya, yangdijadikan ukuran adalah yang sempurna yakni hukum Islam.Dalam masyarakat Aceh. pun terjadi perkembangan yangsama yakni: soal-soal perkawinan, harta benda termasuk

Page 12: Huk. Islam Bab4

228 Hukumlslam

harta peninggalan dikehendaki agar diatur menurut ketentuanhukum Islam. Bahkan dalam masyarakat di daerah ini telahberkembang pula satu garis hukum yang rilenga'takan"bahwaadat atau hukum adat hanya dapat'b~rlaku dan dilaksanakandalam masyarakat kalau' tidak bertentangan dengan hukumIslam. Ini merupakan kebalikan dari teori resepsiyangmengata'-kan hukum Islam bukanlah hukum kalau belum diterima olehhukum adat, yan'g akan diuraikan lebih lanjut. Karena itu.sekarang, demikian Sajuti Thalib (Sajud Thalib, 1980:49) yangada ialah receptio a contrario. Artinya,.hukum adat baru berlakukalau tidak bertentangan dengan hukum Islam. Dalamhubungan ini perlu dicatat pula pendapat Mahadi yang menga-takan bahwa dalam melaksanakan Pasal 37 Undang-UndangPerkawinan, dapat didalilkan bahwa Pengadilan Agamaadakalanya dapat mempergunakan hukum adat sebagai dasaruntuk mengambil. sesuatu keputusan. Namun, yang diper-gunakan itu tentulah bukan hukum adat yang bertentangandengan hukum Islam (contra legem), tetapi terbatas padahukum adat yang serasi dengan asas-asas hukum Islam(Mahadi, ,1978:32). Ini sesuai dengan ajaran men'genaisumber hukumIslam di atas yang mengatakan bahwa adat yang.baik dapatdijadikan sebagai salah-satu sarana atau cara pembentukanhukum Islam. Artinya, adat yang' baik dapat dipandangsebagai hukum Islam.

Selain dari apa yang telah diutarakan di atas dapat dike-mukakan pula bahwa merenggangnya ikatan-ikatan tradisi-onal, perubahan nilai-nilai dan pola organisasi masyarakat didaerah-daerah pedesaan, terutama karena penggantiankeluarga besar dengan keluarga kecil, telah menguatkankedudukan hukum Islam dalam masyarakat di lndonesia. Hal

Hukum lslamdi lndontsia 229ini ditunjang pula oleh kesadaran beragama yang makintumbuh melalui pendidikan yang berkembang setelah kemer-dekaan.

Masalah hubungan hukum adat dengan hukum Islam inimungkin pula dapat dilihat dari sudut al-ahkam al-khamsah,yakni lima kategori kaidah hukum Islam yang telah diuraikandi atas, yang mengatur semua tingkah-laku manusia Muslimdi segala lingkungan kehidupan dalam masyarakat. Kaidah-kaidah haram (larangan),fard (kewajiban), makriih (celaan) dansunnat (anjuran) jauh lebih sempit ruang-lingkupnya kalaudibandingkan dengan kaidah ja'iz atau mubah. Kedalam kategorikaidah terakhir inilah (ia'iz atau mubah) agaknya adat danbagian-bagian hukum adat itu dapat dimasukkan baik yangtelah ada sebelum Islam datang ke tanah air kita maupun yangtumbuh kemudian, asal saja tentunya tidak bertentangandengan aqidah (keyakinan) Islam. Melihat hubungan hukumadat dengan hukum Islam dari sudut pandangan ini, akanmemudahkan kita mempertautkan adat dengan Islam, hukumadat dengan hukum Islam. MenurutT.M. Hasbi Ash-Shiddieqy,di dalam kitab-kitab fiqih Islam banyak sekali garis-garis hukumyang dibina atas dasar 'ur[ atau adat karena para ahli hukumtelah menjadikan 'Ur[ atau adat sebagai salah-satu alat ataumetode pembentukan hukUm Islam (Hasbi Ash-Shiddieqy,1975: 479). Pemyataan Hasbi ini adalah sejalan dengan salah-satu patokan pembentukan garis hukum dalam Islam, sepertitelah disebut di muka, yang berbunyi: al 'adatu muhakkamat.Artinya, adat dapat dijadikan hukum Islam. Yang ciimaksuddengan adat dalam hubungan ini adalah kebiasaan dalampergaulan hidup sehari-hari yang tercakup dalam istilahmuamalah (kemasyarakatan), bukan mengenai 'ibadah.' Sebab,

Page 13: Huk. Islam Bab4

230 HukumIslam

mengenai ibadah orang tidak bolehmenambah atau mengurangiapa yang telah ditetapkan oleh Allah seperti yang. tertulis didalam Alquran dan yang telah diatur oleh Sunnah Rasul-Nyaseperti yang termuat dalam kitab-kitab Hadis yang sahih.

Agar adat dapat dijadikan hukum Islam, beberapa syaratharus dipenuhi. Menurut Sobhi Mahrnassani, syarat-syarattersebut adalah:

I. Adat itu dapat diterima oleh perasaan dan akal sehat s~rtadiakui oleh pendapat umum;

2. Sudah berulangkali terjadi dan telah pula berlaku umumdalam masyar,akat yang bersangkutan;

3. Telah ada pada waktu transaksi dilangsungkan;4. Tidak ada persetujuan atau pilihan lain antara kedua belah

\

pihak; .

5. Tidak bertentangan dengan nas (kata, sebutan yang jelasdalam) Alquran dan Sunnah NabiMuhammad. Atau dengankata lain, tidak bertentangan dengan syariat Islam.

Sambil lalu perlu dicatat bahwa syarat 1dan 2 yang disebut,oleh Sobhi Mahrnassani (Sobhi Mahrnassani, 1977: 195-196)tersebut sesungguhnya tidak perlu dinyatakan lagi karenatelah termasuk ke dalam definisi adat itu sendiri, yakni sesuatuyang telah berulangkali terjadi, diterima baik oleh perasaandan akal sehat serta telah berlaku umum di dalam suatumasyarakat di suatu tempat pada suatu ketika.

KEDUDUKANHUKUM ISLAMDALAMTATA HUKUMINDONESIA

Sebelum U{aian ini dilanjutkan ada beberapa kata yangperlu dijelaskan lebih dahulu, yaitu kedudukan dan tata'

Hukutn Islam di lrultmtsia 231

hukum. Yangdimaksud dengan kedudukan adalah tempat dankeadaan, tata hukum adalah susunan atau sistem hukum yangberlaku di suatu daerah atau negara tertentu. Dengan demikianyang akan dilukiskan dalam bagian ini adalah tempat dankeadaan hukum Islam dalam susunan atau sistem hukumyang berlaku di Indonesia.

Sistemhukum Indonesia, sebagai akibat dari perkembangansejarahnya bersifat majemuk. Disebut demikian karena sampaisekarang di dalam Negara Republik Indonesia berlaku beberapasistem hukum yang mempunyai corak dan susunan sendiri.Yang dimaksud adalah sistem hukum adat, sistem hukumIslam dan sistem hukum Barat. Ketiga sistem hukum itumulai berlaku di Indonesia pada waktu yang berlainan. Hukumadat telah lama ada dan berlaku di Indonesia, walaupunsebagai sistem hukum baru dikenal pada permulaan abadke-20. Hukum Islam telah ada di kepulauan Indonesia sejakorang Islam datang dan bermukim di Nusantara ini. Menurutpendapat yang disimpulkan oleh Seminar Masuknya Islam keIndonesia yang diselenggarakan di Medan 1963, Islam telahmasuk ke Indonesia. pada abad pertama Hijriah atau padaabad ketujuh/kedelapan Masehi~ Pendapat lain mengatakanbahwa Islam baru' sampai ke Nu'santara ini pada abad ke-13Masehi (P.A.Hoesein Djajadiningrat, 1961: 1I9). Daerah yangpertama didatanginya adalah pesisir Utara pulau Sumateradengan pembentukan masyarakat Islam pertama di PeureulakAceh Timur dan kerajaan Islam pertama di Samudera Pasei,Aceh Utara. Hukum Barat mulai diperkenalkan di lndonesiaoleh pemerintah VOC setelah menerima kekuasaan untukberdagang dan "menguasai" kepulauan Indonesia dari peme-rintah Belanda pada tahun 1602. Mula-mula hukum Barat

Page 14: Huk. Islam Bab4

~

232 Huklml lslam

hanya diberlakukan terhadap orang-orang Belanda dan Eropasaja, tetap! kemudian, seperti telah dikemukakah pada bagianyang lain, dengan berbagai peraturan dan upaya, dinyatakanberlaku bagi orang Asia dan dianggap berlaku juga bagi orangIndonesia yang menundukkan dirinya pada hukum Baratdengan sukarela atau karena melakukan suatu perbuatanhukum tertentu di lapangan keuangan, perdagangan danekonomi pada umumnya. Ketiga sistem hukum itu diakui olehperaturan perundang-undangan, tumbuh dalam masyarakat,dikembangkan oleh ilmu pengetahuan dan praktik peradilan.

Mengenai kedudukan hukum Islam dalam sistem hukumIndonesia yang bersifat majemuk itu dapat ditelusuri dalamuraian berikut:

Ketika singgah di Samudera Pasai pada tahun 1345Masehi,Ibnu Batutah, seorang pengembara, mengagumi perkembanganIslam di negeri tersebut. Ia mengagumi kemampuan SultanAl-Malik Al-zabir berdiskusi tentang berbagai masalah Islamdan ilmu fiqih. Menurut pengembara Arab Islam Maroko itu,selain sebagai seorang raja, Al-Malik Al-Zahir yang menjadiSultan Pasai ketika itu adalah juga seorang fukaha (ahlihukum) yang mahir tentang hukum Islam. Yang dianut di .kerajaan Pasai pada waktu itu adalah hukum Islam mazhabSyafi'i (Syaifuddin Zuhri, 1979:204-205). Menurut Hamka,dari Pasailah disebarkan paham Syafi'i ke kerajaan-kerajaanIslam lainnya di Indonesia. Bahkan setelah kerajaan lslamMalaka berdiri (1400-1500 M) para ahli hukum lslam Malakadatang ke Samudera Pasai untuk meminta kata putus menge-nai berbagai masalah hukum yang mereka jumpai dalammasyarakat (Hamka, 1976:53).

.~

Hukum lslam di 1rtdtmesi4 233

Dalam proses IslamisasL kepulauan Indonesia yangdilakukan oleh para saudagar -melall,liperdagangan danperkawinan, peranan hukum lslam adalah besar (Al-NaguibAl-Attas, 1981: 247).,W dapat dilihat dari kenyataan bahwakalau seorang saudagar Muslim hendak menikah denganseorang wanita pribumi, misalnya, wanita itu diislamkanlebih dahulu danpernikah~nya kemudian dilangsungkanmenurut ketentuan ~ukum Islam. Keluarga yang tumbuh dariperkawinan ini mengatur hubungan antar anggota-anggota- .nya dengan kaidah-kaidah hukum Islam atau kaidah-kaidah" -lama yang disesuaikan dengan nilai-nilai Islam. Kalau salahseorang anggota keluarga itu meninggal dunia, harta pening-galannya dibagi menurut hukum kewarisan Islam.

Pembentukan keluarga yang kemudian berkembangmenjadi masyarakat Muslim yang baru itu memerlukan peng-ajaran agama baik untuk anak-anak maupun bagi orang-orangyang telah, dewasa. Secara tradisiorial biasanya, ilmu agamayang diberikan adalah (1) ilmu kalam, (2) ilmu fiqih; dan (3)ilmu tasawuf. Namun, karena sejarah masuknya dan keadaandi Indonesia. ilmu agama yang diajarkan pada waktu itudimulai.dari (1) ilmu. tasawuf. (2) ilmu fiqih dan (3) ilmu. .

kalam. Dengan si$tem pendidikan dan perkawinan yangdemikian, secara damai menyebarlah ajaran Islam ke seluruhkepulauan Indonesia (Hamka, 1974:320).

Setelah agama lslam berakar idalam masyarakat, peranansaudagar dalam penyebaran Islam digantikan oleh para ulamayang bertindak sebagai guru dan pengawal Hukum Islam(S. Soebardi. 1978: 66). Untuk menyebut sekadar contoh.sebagaimana telah disinggung juga dalam uraian di muka•dapat dikemukakan nama NuruddinAr-Raniri (yang hidup di

I.....,~li

Page 15: Huk. Islam Bab4

234 HuJwm lslam

abad ke-I 7) menulis buku hukum Islam dengan judul SiratalMustaqim Galan Lurus) pada tahun 1628. Menurut Hamka,kitab hukum Islam yang ditulis oleh Ar-Raniri ini merupakankitab hukum Islampettama yang disebarkan ke seluruhIndonesia. Oleh Syaikh Muhammad Arsyad AI-Banjari, yangmenjadi Mufti di Banjarmasin, kitab hukum Siratal Mustaqimitu diperluas dan diperpanjang uraiannya dan dijadikanpegangan dalam menyelesaikan sengketa antara umat Islamdidaerah kesultanan Banjar~ Namanya Sabilai Muhtadin, yangkini menjadi nam'a sebuah masjid'besar (Sabilal,Muhtadin) diBanjarmasin. SabiJal Muhtadin yang ditulis dengan tulisanArab ini sekarang sudah dapat dibaca dalam bahasa Indone~ia,diterbitkan oleh Bina Ilmu Surabaya (1985). Di daerahkesultanan Palembang dan Banten, terbit pula beberapa kitabhukum Islam yang dijadikan pegangan oleh umat Islam dalammenyelesaikan berbagai masalah dalam hidup dan kehidupanmereka ditulis oleh Syaikh Abdu Samad dan Syaikh NawawiAI-Bantani (Hamka, 1974: 323).

Hukum Islam diikuti dan dilaksanakan juga oleh parapemeluk agama Islam dalam kerajaan-kerajaan Demak, Jepara.Tuban, Gresik, Ngampel dan kemudian Mataram. Ini dapatdibuktikan dari karya para pujangga yang hidup di'masa.itu.Di antara karya tersebut dapat disebut misalnya Sajinatul .Hukum (Moh. Koesnoe, 1982: 2).

Dari beberapa contoh dan uraian singkat tersebut di atasdapatlah ditarik suatu kesimpulan bahwa sebelum Belandamengukuhkan kekuasaannya di Indonesia, hukum' Islamsebagai hukum yang berdiri sendiri telah ada dalam masya-rakat, tumbuh dan berkembang di samping kebiasaan atauadat penduduk 'yang mendiami kepulauan Nusantara ini.

HuJwm lslam di Indonesia 23S

Menurut Soebardi, terdapat bukti-bukti yang menunjukkanbahwa Islam berikar dalam kesadaran penduduk kepulauanNusantara dan mempunyai pengaruh yang bersifat normatifdalam kebudayaan Indonesia (S.Soebardi, 1978:66)~Pengaruhitu merupakan penetration pasijique, tolerante tt consttUCtive(penetrasi secara damai, toleran dan membangun) (deJosselinde Jong dalam Kusumadi, 1960:50).

Padaakhir abad keenam belas (1596) organisasi perusahaandagang Belanda (Vo.C) merapatkan kapalnya di pelabuhanBanten, Jawa Barat. Maksudnya semula, adalah untuk ber-dagang, namun kemudian haluannya berubah ,untuk mengua-sai kepulauan Indonesi~ Untuk mencapai maksud tersebut,pemerintah Belanda memberi kekuasaan kepada perusahaandagang Belanda yang bernama VOC (Vereenigde Oost IndischeCompagnie = Gabungan Perusahaan Dagang Belanda HindiaTimur) itu untuk mendirikan benteng-benteng dan mengada-kan perjanjian dengan raja-raja Indonesia. Karena hak yangdiperolehnya itu, VOCmempunyai dua fungsi, pertama sebagaipedagang dan kedua sebagai badan pemerintahan (SupomoDjokosutono, 1955: 1).

'Untuk memantapkan pelaksanaan kedua fungsinya ituVOCmempergunakan hukum Belanda yang dibawanya. Untukitu di daerah-daerah yang dikuasainya kemudian, VOC mem-bentuk badan-badan peradilan untuk bangsa Indonesia.Namun, karena di dalam praktik susunan badan peradilanyang disandarkan pada hukum Belanda itu tidak dapatberjalan, VOC membiarkan lembaga-lembaga asli yang adadalam masyarakat berjalan terus seperti keadaan sebelumnya(Supomo Djokosutono, 1955:8). Demikianlah misalnya,karena di kota Jakarta dan seki~ya hukum Belanda yang

I..•

Page 16: Huk. Islam Bab4

236 Hukum lslam

dinyatakan berlaku untuk semua bangsa itu tidak dapatdilaksanakan, pemerintah VOCterpaksa harus memperhatikanhukum yang hidup dan diikuti oleh.rakyat dalam kehidupanmereka sehari-hari (Supomo:'Djokosutono, 1955: 22). DalamStatuta jakarta (Batavia) tahun 1642 disebutkan bahwamengenai soal kewarisan bagi orang Indonesia yang beragamaIslam harus dipergunakan hukum Islam, yakni hukum yangdipakai oleh rakyat sehari-hari.

Berdasarkan pola pemikiran tersebut, pemerintah VOCmeminta kepada D.W. Freijer untuk menyusun suatu comptn-dium (intisari atau ringkasan) yangmemuat hukum perkawinandan hukum kewarisan Islam. Setelah diperbaiki dan disempur-nakan oleh para penghulu dan ulama Islam, ringkasan kitabhukum tersebut diterima oleh pemerintah VOC (1760)' dandipergunakan oleh pengadilan dalam menyelesaikan seng-keta yang terjadi di kalangan umat Islam di daerah-daerah yangdikuasai VOC. Ringkasan kitab hukum yang disusun olehFreijer itu dalam kepustakaan terkenal dengan nama Compen-dium Freijer (Supomo-Djokosutono, 1955:26).

Di samping Compendium Freijer banyak lagi kitab hukumyang dibuat di zaman VOC, di antaranya ialah (1) kitab hukum .Mogharraer' untuk Pengadilan Negeri Semarang. Kitab hukumini adalah kitab perihal hukum-hukum jawa yang dialirkandengan teliti dari kitab hukum lslam Muharrar karangan Ar-Rafi'i, di dalamnya dikumpulkan hukum Tuhan, hukum alamdan hukum anak negeri untuk dipergunakan oleh Landraml(Pengadilan Negeri) Semarang memutuskan perkara perdatadan pidana yang terjadi di kalangan rakyat penduduk daerahitu. Mogharraer memuat sebagian besar hukum pidana .lslam(Supomo-DjoRosutono, 1955:30)~ Selain itu ,ada juga kitab

Hukum lslam di Intltmesia 237

hukum lain yang dibuat di zaman VOC yakni (2) PepakemCirebon yang berisi kumpulan "hukum jawa yang tua-tua"yang diterbitkan kembali oleh Dr. Hazeu pada tahun 1905(Soekanto, 1981: 24), dan (3) peraturan yang dibuat untukdaerah Bone dan Goa di Sulawesi Selatan atas prakarsa B.J.D.Clootwijk.(Soekanto, 1981: 24).

Posisi Hukum Islam di zaman VOC ini berlangsung demi-kian, selama lebih kurang dua abad lamanya (1602-1800).

Waktu pemerintahan VOC berakhir dan pemerintahankolonial Belanda menguasai sungguh-sungguh,~epulauanIndonesia, sikapnya terhadap hukum Islam mulaWberubah,

'-iinamun, perubahan itu dilaksanakan secara perlahan, J>erangsur-angsur dan sistematis. Di zaman Daendels (1808-1811) per-ubahan itu masih belum dimulai. Di masa itu umumlahpendapat yang mengatakan bahwa hukum Islam adalahhukum asli orang pribumi. Karena pendapat yangydemikian,

;jDaendels mengeluarkan peraturan yang menyataJ(ai1bahwaperihal (hukum) agama orang]awa tid~ boleh dig~~ggu, jugahak-hak penghulu mereka untuk memutus beberapa macamperkara tentang perkawinan dail kewarisan harus diakui oleh

~:"'~~r alat kekuasaan pemerintah Belanda. Di samping itu, ia jugamenegaskan kedudukan para penghulu sebagai tenaga ahlihukum Islam yaitu hukum asli orang Jawa dalam susunanbadan peradilan yang dibentuknya, sebagai penasihat dalamsuatu masalah atau perkara (Supomo-Djokosutono, 1955:59).

Waktu Inggris menguasai Indonesia (1811-1816) keadaantidak berubah. Thomas S. Raffles yang menjadi Gubernurjenderal Inggris untuk kepulauan Indonesia pada ~tu itu

Page 17: Huk. Islam Bab4

238 Hukum lslam

menyatakan bahwa hukum yang berlaku di kalangan rakyatadalah hukum Islam. Ia mengatakan the Koran . . . fomu thegeneral law of Jawa (Supomo-Djokosutono, 1955: 59).

Setelah Indonesia dikembalikan oleh Inggris kepadaBelanda berdasarkan konvensi yang ditandatangani di Londonpada tanggal 13 Agustus 1814, pemerintah kolonial Belanda. .

membuat suatu undang-undang tentang kebijaksanaanpemerintah, susunan. pengadilan, pertanian dan perdagangandalam daerah jajahan(nya) di Asia; Undang-undang inimengakibatkan perubahan di hampir sernua bidang hidup dankehidupan orang Indonesia, termasuk bidang hukum, yangakan merugikan perkembangan hukum Islam selanjutnya.

Menurut H.J. Benda, pada abad ke-19, banyak orangBelanda, baik di negerinya sendiri maupun di Hindia Belanda,sangat berharap segera dapat menghilangkan pengaruh .Islamdari sebagian besar orang Indonesia dengan berbagai cara diantaranya melalui proses Kristenisasi. Harapan itu didasarkanpada anggapan tentang superioritas agama Kristen terhadapagama Islam dan sebagian lagi berdasarkan kepercayaanbahwa sifat sinkretik agama Islam di pedesaan Jawa akanmemudahkan orang Islam Indonesia dikriste.nkan jika diban-dingkan dengan mereka yang berada di negara-negara Muslim,lainnya (H.J. Benda~ 1958:19). Banyak orang Belanda yangberpendapat bahwa pertukaran agama penduduk menjadiKristen akan menguntungkan negeri Belanda karena pendu ...duk pribumi yang mengetahui eratnya hubungan ag~amereka dengan agama pemerintahnya, setelah mereka masukKristen, akan menjadi warga negara yang loyal lahir batinkepada pemerintahnya (Deliar Noer, 1980: 27).

----- .w_. ._,~ "..~... ~" '=-e=

Hukum lslam di Indtmtsia 239

Selain itu, untuk mengekalkan kekuasaannya di Indone-sia, pada bagian kedua pertengahan abad yang lalu, pemerintahkolonial Belanda mulai melaksanakan. apa yang disebutdengan 'politik hukum yang sadar' terhadap Indonesia. Yangdimaksud' dengan politik hukum yang sadar. adalah politik.hukurn yang dengan sadar hendak menata dan mengubahkehidupan hukum di Indonesia dengan hukum Belanda. Politikini didorong oleh keinginan untuk melaksanakan di Indonesiakodifikasi hukwn yang. terjadi di negeri Belanda pada tahun1838 berdasarkan anggapan bahwa hukum Eropa jauh lebihbaik dari hukum yang telah ada di Indonesia.

Untuk melaksanakan maksud tersebut pemerintahBelanda mengangkat suatu komisi yang diketuai oleh Mr.Scholten van Oud Haarlem yang bertugas antara lain untukrnelakukan penyesuaian undang-undang Belanda itu dengankeadaan istimewa di Hindia Belanda.

Mengenai kedudukan hukum Islam dalam usaha pem-baruan tata hukum di Hindia Belanda, Mr. Scholten vanOud Haarlem yang menjadi ketua komisi tersebut menulissebuah nota kepada pemerintah Belanda, yang berbunyiantara lain bahwa, "Untuk mencegah timbulnya keadaan yang .tidak menyenangkan,-mungkin juga perlawanan-jikadiadakan pelanggaran terhadap orang bumi putera danagama Islam, maka harus diikhtiarkan sedapat-dapatnya agarmereka itu dapat tinggal tetap dalam lingkungan (hukum)agama serta adat-istiadat mereka" Qamaluddin Dt. Singo-mangkuto, 1978:53).

Mungkin pendapat Scholten inilah yang menyebabkanPasal 75 R.R. atau Regeering Reglment (Peraturan yang menjadi

Page 18: Huk. Islam Bab4

240 Hukum lslam

dasar bagi pemerintah Belanda menjalankan k~kuasaannya diIndonesia, S. 1855:2) menginstruksikan kepada pengadilanuntuk mempergunakan "undang-undang agama, lembaga-lembaga dan kebiasaan" mereka, kalau golongan bumi puterayang bersengk,eta';' sejauh "undang-undang agama, lembaga-lembag~_daH" kebia~aan-kebiasaan itu tidak bertentangandengan ~sas-asas kepatutan dan keadilan yang diakui umum;"Asas-asas kepatutan dan keadilan yang diakui umum ituadalah asas-asas kepatutan dan keadilan hakim-hakim Belandayang menguasai pengadilan pada masa itu. Oi samping Pasal75 R.R dan pendapat yang umum mengatakan bahwa hukumIslam berlaku bagi mereka yang beragama Islam di Nusantaraini, mungkin, pendapat Scholten van Oud Haarlem di ataspulalah yang mendorong pemerintah Hindia Belanda men-dirikan Pengadilan Agama di Jawa dan Madura (1882) karenadi dalam Pasal 78 ayat 2 R.R ditegaskan bahwa dalam halterjadi perkara perdata antara sesama orang bumi puteraatau dengan mereka yang disamakan dengan mereka, makamereka itu tunduk pada putusan hakim agama atau kepalamasyarakat mereka yang menyelesaikan perkara itu menurutundang-undang agama atau ketentuan-ketentuan lamamereka (Sajuti Thalib, 1980: 25).

Pengadilan Agama, akan diuraikan lebih lanjut di bagianlain, yang lahir dengan nama yang salah, yakni PriestmtUUl(Majelis atau Pengadilan Pendeta) pada tahun 1882 didirikandi setiap tempat di mana terdapat Pengadilan Nege.ri atauLandraad. Wewenangnya tidak ditentukan secara jelas dalamStaatsblad 1882 nomor 152 yang menjadi dasar eksistensinya.Oleh karena itu, pengadilan agama sendiri yang menentukanperkara-perkara yang dipandangnya termasuk ke dalam

--

..,

Hukum lslam di 1rtd0rwsi4 241

lingkungan kekuasaannya yakni perkara-perkara yang ber-hubungan dengan pernikahan, segala jenis perceraian,mahar, nafkah, sah tidaknya anak, pewalian, kewarisan, hibah,sadakah, baitulmal dan wakaf (Notosusanto, 1963:10). Dengandemikian, secara singkat dapat dikatakan bahwa yang men-jadi inti wewenang Pengadilan Agama pada waktu itu adalahhal-hal yang berhubungan dengan hukum perkawinan danhukum kewarisan Islam. Penen~uan lingkungan wewenangyang dilakukan sendiri oleh Pengadilan Agama bU. adalahkelanjutan praktik peradilan dalam masyarakat bumiputerayang beragama Islam yang telah berlangsung sejak zamanpemerintahan VOC dan kerajaan-kerajaan -Islam sebelumnya.Pembentukan Pengadilan agama dengan Staatsblad 1882nomor152 itu sesungguhnya adalah pengakuan resmi dan pengu-kuhan sesuatu yang telah ada, tumbuh dan berkembangdalam masyarakat (Habib~ Daud, 1982: 2).

Sepanjang abad ke-19, sebelum Christian Snouck Hur-gronje mengemukakan pendapatnya pada akhir abad itu(1893), di kalangan ahli hukum dan ahli kebudayaan HindiaBelanda dianut suatu pendapat yang mengatakan bahwa diIndonesia berlaku hukum Islam. Pendapat ini dikemukakanantara lain oleh Salomon Keyzer (1823-1868), seorang ahlibahasa dan ahli kebudayaan Hindia Belanda. -Ia banyakmenulis tentang (hukum) Islam di Jawa dan bahkan mener-jemahkan Alquran ke dalam bahasa Belanda (Moh. Daud Ali,i982: 4).

Pendapat Salomon Keyzer tentang hukum Islam yang ber-laku di kalangan orang-orang Jawa (Indonesia) itu dikuatkanoleh Lodewijk Willem Christia'D van den Berg (1845-1927).Menurut ahli hukum Belanda ini hukum mengikuti agama

Page 19: Huk. Islam Bab4

242 Hukum lJ1mn

yang dianut seseorang. Jika orang itu ,memeluk agama Islam,hukum Islamlah yang berlaku baginya (Moh. Daud Aji,1982: 4).

Karena pendapatnya itu, maka untuk memudahkan' parapejabat pemerintah Hindia Belanda mengenal hukum lslamyang berlaku di kalangan rakyat pemeluk agama lslam di Jawaterutama, pada tahun 1884 ia menulis asas-asas hukumlslam menurut ajaran Hanafi dan Syafi'i. Delapan tahunkemudian (1892) terbit pula tulisannya tentang hukumkeluarga dan hukum kewarisan lslam di Jawa 'dan Maduradengan beberapa penyimp~gan. Diusahakannya juga agarhukum lslam dijalankan oleh hakim-hakim 8elanda denganbantuan penghulu atau kadi lslam (Sajutf Thalib, 1980:6).

Karena pendapat dan karyanya itu, LWC van den Bergdisebut sebagai orang Yangmenemukan dan memperlihatkanberlakunya hukum lslam di Indonesia. Menurut van den Berg,orang Islam Indonesia telah melakukan resepsi hukum Islamdalam keseluruhannya dan sebagai satu kesatuan:' receptio incomplexu. Ini berarti bahwa menurut van 'den Berg yangditerima oleh orang Islam Indonesia tidak hanya bagian-bagianhukum Islam tetapi keseluruhannya sebagai satu kesatuan.Karena itu puja pendapat van den Berg ini disebut teori receptioin complexu. •

1stflah r,c'Ptio atau r«'Pti, dalant kepu.ta1caan hukummengandung arti bahwa nonna hukum tertentu atau seluruh aturanhukum tertentu c:Uambil-alJhdari perangkat hukum, lain. Dalamhubungan ini menurut sejarah hukum Eropa, resepsiteJah c:UlakuJcanoleh hukum Romawi sebelumnya dan hukum Romawi.telah dJresepsipula oleh hukum banyak negara dj Eropa, ada yang banyak ada pulayang sec:UJdt(sebag4m).

Hukum Islam di Ind0ntsi4 243

Christian Snouck Hurgronje (1857-1936) Penasihat Pe-merintah Hindia Belanda urusan Islam dan bumi putera,menentang teori receptio in complexu yang dikemukakan olehLWC van den Berg tersebut di atas. Berdasarkan penyelidi-kannya terhadap orang-orang Aceh qan Gayo di Banda Acehsebagaimana termuat dalam bukunya De Atjehers (yang telahditerjemahkan oleh Sullivanke dalam bahasa Inggris denganjudul The Achehnese yang kemudian diterjemahkan ke dalambahasa Indonesia dengan judul: Aceh di Mata Kolonialis (1985)oleh Ng. Singarimbun, dan kawan-kawan) dan Het Gajoland,yang sudah diterje~ahkan ke dalam bahasa Indonesia denganTanah Gayo dan Penduduknya (1966) ia berpendapat bahwa yangberlaku bagi orang Islam di kedua daerah itu bukanlah hukumIslam, tetapi hukum adat. Ke dalam hukum adat memangtelah masuk pengaruh hukum Islam, tetapi pengaruh itu barumempunyai kekuatan hukum kalau telah benar-benar diterimaoleh hukum adat.

Pendapat ini kemudian terkenal dengan receptie theorie(teori resepsi) yang mempunyai banyak pengikut di kalanganpara sarjana hukum, lebih-lebih setelah teori itu dikembangkan'secara sistematis dan ilmiah oleh Cornelis van Vollenhovendan Betrand ter Haar serta dilaksanakan dalam praktik olehmurid-murid dan pengikut-pengikutnya (Moh. Daud Ali,1982:4).

Teori resepsi Yang mula-mula dicetuskan oleh ChristianSnouck Hurgronje ini mendapat tantangan dari tokoh danpemikir hukum Islam di Indonesia. Menurut mereka, teoriyang dikemukakan oleh Snouck Hurgronje itu mempunyaimaksud-maksud politik untuk menghapuskan hukum Islamdari Indonesia dan mematahkan perlawanan bangsa Indonesia

Page 20: Huk. Islam Bab4

244 Hukum lslam

terhadap kekuasaan pemerintah kolonial yang dijiwai olehhukum Islam. Dengan teori tersebut, kata mereka, Belandahendak mematikan pertumbuhan hukum Islam dalam masya-rakat yang dilaksanakan sejalan dengan pengejaran, pembu-angan, dan pembunuhan pemuka dan ulama-ulama besar Islam.seperti di Aceh, Sumatera Timur dan Barat misalnya (SajutiThalib, 1980:19).

Oleh karena itu, tidaklah mengherankan kalau setelahIndonesia merdeka banyak kritik yangdi31amatkan pada teoriresepsi itu dan pada tokohnya, terutama Betiand ter Haar.Profesor Hazairin almarhum (1905-1975) seorang ahli HukumAdat dan Hukum Islam terkemuka dari Fakultas HukumUniversitas Indonesia, salah seorang murid ter Haar tetapitidak sepaham dengan ajaran yang dikembangkan oleh guru-nya itu menyatakan bahwa 'teori resepsi' yang diciptakan olehkekuasaan kolonial Belanda untuk merintangi kemajuanIslam di Indonesia itu adalah 'teori iblis' karena mengajakorang Islam untuk tidak mematuhi dan melaksanakan perintahAllah dan Sunnah Rasul-Nya. Menurut teori resepsi, demikian.Hazairin, hukum Islam ansich (itu sendiri) bukanlah hukumkalau hukum Islam itu belum diterima ke dalam dan menjadihukum adat. Dan kalau telah diterima oleh hukum adat (se-tempat), hukum Islam yang demikian, tidak lagi dikatakanhukum Islam, tetapi hukum adat. Hukum adatlah yangmenentukat:t apakah hukum Islam itu hukum atau bukan(Hazairin, 1964: 4).

Profesor Hazairin lalu menunjuk teori resepsi mengenaikewarisan di Jawa yang sangat mengganggu dan menentangiman orang Islam. Menurut penganut teori resepsi, orangIslam di Jawa dan Madura hanya ditundukkan pada hukum

Hukum lslam di Intltmtsia 245

fara'id kalau mereka berbagi warisan di depan R~ atauPengadilan Agama. Kalau mereka berbagi warisan di bawahtangan di desanya, mereka membagi harta peninggalan itumenurut hukum adat. Kenyataan ini 4ijadikan bukti olehpenganut teori resepsi untuk mengl\takan bahwa hukumkewarisan Islam belum diterima oleh hukum adat Jawa.

Karena pandangan dan saran penganut teori resepsi inilahpada tahun 1922 pemerintah Be~anda membentuk sebuahkomisi untuk meninjau kembali wewenang Priestmaad atauRaad Agama di Jawa dan Madura yang tahun 1882 secararesmi berwenang mengadili perkara kewarisan orang-orangIslam menurut ketentuan hukum Islam. Komisi yangdipimpinoleh P.A. Hoesein Djajadiningrat tetapi di bawah pengaruhter Haar Bzn ini memberi rekomendasi kepada GubernurJenderal Hindia Belanda untuk meninjau kembali wewenangPengadilan Agama. Dengan alasan bahwa hukum kewarisanIslam belum diterima sepenuhnya oleh hukum adat, makamelalui Pasal2a ayat (1) S. 1937: 116 dicabutlah wewenangRaad atau Pengadilan Agama di Jawa dan Madura untukmengadili perkara warisan. Dan, demikianlah, kata Hazairin,dengan Staatsblad tahun 1937 No. 116 itu, usaha giat raja-rajaIsl~ diJawa menyebarkan hukum Islam di kalangan rakyat-nya distop oleh pemerintah kolonial sejak 1 April 1937(Hazairin, 1964: 6).

Pengadilan adalah tempat penegakan hukum yang berlakudi suatu tempat pada suatu masa. Pengadilan Agama adaIahtempat penegakan hukum Islam dalam Negara Republiklndonesia. Sebagai perwujudan lembaga peradilan, PengadilanAgama telah sejak lama ada di Nusantara ini. Bentuknyamengalami perubahan dan perkembangan. Dalam masa-masa

:i

I I

Page 21: Huk. Islam Bab4

.~,_.'.~'.~' "'-_.~'..~_.~- '-~ .._'.,:..••,"- -':.'';''-, "",_"-~'~~""""':':'>"'-i:;-~t;;. "'...::--' ;.~:,;.:.,.,,,,;•••.~<'~,;:,.-;;..;":;' ;;,;..:;;.;.,~...>"'--."~..~f-'~ --_~.-~

246 Hukum lslam

permulaan Islam datang di Indonesia, ketika pemeluk agamaIslam hidup di dalam masyarakat yang belum sepenuhnyamengenal ajaran Islam, jika terjadi sengketa.antara pemelukagama Islam, mereka menyerahkan penyelesaian sengketa itukepada orang yang mempunyai ilmu pengetahuan keislamanyang dianggap mampu menyelesaikan sengketa. Ini dapat jugaterjadi mengenai soal-soal yang bukan persengketaan, sepertimisalnya pelaksanaan akad nikah seor~g wanita yang tidakmempunyai wali dalam perkawinan. Dalam Islam, penyelesai-. .an masalah seperti ini, disebut tahkim (Z.A. Nuh, 1982: 9).

Setelah kelompok-kelompok masyarakat Islam mengaturdirinya dalam susunan pemerintahan di dalam kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara, para raja atau sultan mengangkatorang-orang yang mempunyai pengetahuan tenentu untukmenyelesaikan suatu sengketa. Bentuk peradilannya ber-macam-macam yang dapat dilihat misalnya dalam Susunanpengadilan di daerah-daerah peradilan adat dahulu di Aceh,Sumatera Timur, Sumatera Selatan, dan lain-lain. Demikianjuga halnya dengan di Kalimantan Barat, Selatan dan Timur,Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara.

Dalam kerajaan Mataram di Jawa, jabatan keagamaan me-rupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Jabatan pemerin-tahan pada umumnya. Ditingkat kecamatan, kabupaten dan dipusat kerajaan ada pejabat keagamaan yang disebut 'penghulu.'Para penghulu berfungsi Juga sebagai hakim atau kadi yangbenugas menyelesaikan sesuatu sengketa. Oleh karena mereka-menyelenggarakan sidang-sidangnya di serambi masjid,pengadilan itu disebut "pengadilan surambi". Fungsi penghuluini tetap ada kendatipun kemudian secara berangsur-angsur

.~

-,.,_.--'''''~'-I..~....:.

~

Hukum lslturt di lrtdmrai4 247

wilayah Mataram jatuh ke tangan pemerintahan ~olQnialBelanda (Z.A. Nuh, 1982:9).

Mulai tahun 1830, setelah pemerintah Belanda menguasaikepulauan Indonesia, Pengadilan Agama yang diselenggara';kan oleh para penghulu dan telah ad~ di Jawa sejak abad keenambelas itu ditempatkan di bawah ~engawasan pengadilankolonial, yakni Landraad atau Pengadilan Negeri melaluiketentuan bahwa keputusan Pengadilan Agama tidak dapatdilaksanakan sebelum Ketua Landraad menyatakan perse-tujuannya atas pelaksanaan keputusan itu dengan executoireverklaring (pemyataan dapat dijalankan). 11

Pada tahun 1882 pemerintah kolonial Belanda menata 1Pengadilan Agama di atas. Pengadilan yang diselenggarakan Ii

oleh para penghulu disebut priesterraad karena Belanda meng-anggap penghulu sama dengan pendeta dalam agama Kristen.Didirikan di setiap kabupaten di mana terdapat Pengadilan ~Negeri atau Landraad. ,

Dalam percakapan sehari-hari priesterraad disebut Raad IAgama, suatu istilah yang sampai sekarang masih terdengar disana-sini. Susunan hakimnya kolegial, terdiri dari seorangpenghulu sebagai ketua dengan tiga sampai delapan peng-hulu lainnya sebagai anggota. Wewenangnya tidak disebutkandalam Staatsblad tahun 1882 nomor lS3 tersebut, mungkinkarena dianggap sudah jelas yakni menyelesaikan soal-soalyang berkenaan dengan masalah keluarga (perkawinan dan'kewarisan) sena wakaf .. Keputusannya tetap tidak bolehdilaksanakan sendiri, tetapi hatjJs dengan fiat executie (setujuuntuk dilaksanakan) Ketua Pengadilan Negeri.

Adanya Pengadilan Agama di samping Pengadilan Negeri

"'*f:

Page 22: Huk. Islam Bab4

248 HriIutmislam

itu dikec~ oleh Snouck Hurgronje (pencipta teori resepsi).Menurut Snouck Hurgronje kebijaksanaan pemerintahBelanda untuk mengakui dan mengadakan Pengadilan Agamadi samping Pengadilan Negeri merupakan "kekeliruan yangpatut disesalkan," karena dengan demikian, menurut SilouckHurgronje, perkembangan. hukum Islam akan terarah dandiakui, sedang ia sendiri menghendaki hukum Islam. harusdibiarkan begitu saja tanpa suatu pengakuan resmi seG:aratertulis dari pejabat peradilan negara yang dibebani tugasmengawasinya melalui executoire verklaring (Z.A. Nuh,1982~ 1).

Kritik yang dilancarkan oleh Christian Snouck Hurgronjemengenai Pengadilan Agama mempengaruhi para pejabatkolonial. Sementara itu para ahli hukum adat seperti vanVollenhoven, ter Haar yang menguasai arena politik hukumBelanda pada bagian pertama abad ke-20 telah pula berhasilmeletakkan landasan pengembangan hukum adat danmenarik simpati orang Belanda yang tidak senang kepadahukum Islam.

Oleh karena itu, atas pengaruh kelompok ini, pada tahun1922 -seperti t~lah dikemukakan di atas-pemerintahBelanda membentuk sebuah komisi yang bertugas meninjaukembali kedudukan dan wewenang Raad Agama. Tugas dansusunan komisi irii tidak disenangi umat Islam, sebab selainanggota yang mewakili kepentingan umat Islam yang dudukdalam komisi itu tidak seimbang dengan wakil-wakil Belandadan orang-orang Indonesia yang diangkat oleh Belanda untukmewakili kepentingannya, juga dalam komisi tersebut dudukBetrand ter Haar penyebar dan pembela aktif teori resepsi.

\.

HUM Islamdi Indarttsia 249

Demikianlah, komisi yang pada hakikatnya dikuasai sepe-nuhnya oleh Betrand ter Haar itu berhasil melaksanakantugasnya dan memberi rekomendasi kepada GubernutJenderalHindia Belanda untuk meninjau kembali wewenang Penga-dilan Agama. Nama Priesterraadmereka anj~rkan diganti denganPenghulu Gerecht (Pengadilan Penghulu) yang terdiri daripenghulu sebagai hakim, dibantu oleh sebanyak-banyaknyadua orang penasihat dan' seorang panitera. Pegawai peradilanakan mendapat gaji tetap untuk mencegah pemungutan biayatambahan yang sering dilakukan oleh para pejabat PengadilanAgama dari mereka yang bersengketa sekadar untuk meme-nuhi kebutuhan hidup mereka yang tidak digaji tetap padawaktu itu. Disarankan juga oleh komisi untuk membentuksebuah Mahk~ah Islam Tinggi sebagai peradilan bandingbagi keputusan-keputusan semua Pengadilan Agama di Jawadan Madura.

(

Yang menjadi masalah adalah, inti saran yang dikemuka-kan oleh komisi tersebut karena menyangkut wewenangPengadilan Agama. Yang dimaksud adalah pencabutan wewe-nang Pengadilan Agama mengadili masalah wakaf danmasalah kewarisan. Menurut pendapat para pemimpin Islam,pencabutan wewenang Pengadilan Agama mengadili masalahkewarisan merupakan langkah mundur ke zaman "jahiliyah"dan dipandang menentang sendi-sendi iman orang Islam.

Menurut Daniel S. Levyang menjadi kekuatan penggerakdi belakang usaha mengubah wewenang Pengadilan Agamaitu adalah ter Haar dan para peminat ahli hukum adat yangberkerumun di sekitarnya di Sekolah Tinggi Hukum (RHS) diJakarta (Batavia) dan di sekitar van Vollenhoven di Leiden.Dengan mempergunakan momentum yang tepat untuk mene-

~I

Page 23: Huk. Islam Bab4

250 Hukum lslam

gakkan hukum adat dan merubuhkan hukum'Islam, ter liaardan teman-temannya mengemukakan dalih bahwa dalamkenyataannya hukum Islam tidak mendalam pengaruhnyapada aturan-aturan kewarisan di Jawa dan di mana pun jugadi Indonesia. Menurut mereka hukum Islam mengenaikewarisan sedikit sekali hubungannya dengan rasa keadilanhukum masyarakat Indonesia, karena Hukum KewarisanIslam itu bersifat individual sedang Hukum Kewarisan Adatbersifat komunal. Menurut mereka, karena hukum Islammengenai kewarisan belum sepenuhnya. diresepsi atauditerima oleh hukum adat Jawa, maka wewenang untukmengadili soal kewarisan ,yang selama ini berada pada Penga-dilan Agama di Jawa,dan Maaura, diserahkan kepada:Landraad(Pengadilan Negeri) yang akan mengadili dan memutusperkara kewarisan menurut hukum adat yang sesuai denganperasaan keadilan hukum masyarakat setempat (Daniel S.Lev, 1972: 20).

Staatsblad nomor 153 tahun 1931 yang menjadi dasarpembentukan Pengadilan Penghulu dan yang mengubahsusunan serta wewenang Pengadilan Agama mengikutirekomendasi yang dimajukan oleh komisi tersebut di atas,'pelaksanaannya ditangguhkan, karena pemerintah kol?nialBelanda merasa tidak mempunyai uang untuk menggaji parahakim agamI. Selain itu, juga karena reaksi-reaksi kalanganIslam.

Namun, setelah reaksi-reaksi itu mereda, pada tahun1937,denganS.1937nomor 116,wewenang mengadili perkarakewarisan dialihkan dari Pengadilan Agama ke PengadilanNegeri. Tetapi, menurut penelitian Daniel S. Lev, setelahpengalihan wewenang itu dilaksanakan, tidak terdapat bukti-

1

!Hukum lslam di lrulontsia 2s I\0'.

bukti Fg menunjukkan bahwa Landraad lebih tepat mengadiliperkara kewarisan dari Pengadilan (Raad) Agama. Tidak puladapat dibuktikan bahwa Landraad-Landraad itu dilam kenya-taannya lebih mampu menerapkan hukum' adat yang sesuaidengan perasaan keadilan hukum masyarakat setempat dariPengadilan Agama. Ini disebabkan antara lain karena keba-nyakan para hakim Landraad adalah orang-orang Belanda yangtida'k mengetahui hukum adat yang sebenamya, sehinggadalam keputusannya selaJu terlihat kecenderungan untukmenyelipkan konsep-konsep keadilan ala Eropa (Daniel S.Lev, 1972: 21).

Demikianlah, begitu penyerahan wewenang itu dilakukan,segera timbul masalah. Landraad atau Pengadilan Negeri Ban-dung yang kebanyakan hakimnya adalah orang Belanda memu-tuskan suatu perkara dalam kasus kewarisan seorang yang me-ninggal dunia tidak mempunyai anak kandung, tetapi mem-punyai anak angkat dan beberapa orang kemenakan. Anakangkatnya itu menuntut seluruh harta peninggalan bapakaqgkatnya. Ia menyatakan dirinya sebagai satu-satunya ahlimuis bapak angkatnya yang telah pteninggal dunia itu. Peng-adUan Negeri Bandung mengabulkan tuntutan tersebut danmemberikan seluruh harta peninggalan kepadanya. DengandeBiikian, sebagai anak angkat, ia mengesampingkan semuakemenakan pewaris baik kemenakan laki-laki maupun keme-nakaJ:Iperempuan.

Keputusan Landraad Bandung ini menimbulkan heboh.TimbuIIah reaksi dari organisasi lslam. Sebagai contoh, misal-nya, reaksi Perhimpunan Penghulu dan Pegawainya (PPDP)yang mengadakan kongres di Surakarta pada tanggai 16Mei1937. Dalam kongresnya itu para penghulu dengan tegas &

-, PI

ti

Page 24: Huk. Islam Bab4

152 Hukum lslam

menyatakan bahwa keputusan Landraad Bandung itu jelas-jelasbertentangan dengan' hukum Islam. Gabungan organisasi-organisasi Islam, Majelis. lslam A'la Indonesia (MIAI)-punmemprotes kehadiran S. 1931nomor l16yahgm~njadi sumberkehebohan tersebut. Menurut MIAI, Staatsblad 1937' nomor116 itu telah menggoyahkan kedudukan hukum lslam dalammasyarakat Muslim Indonesia. Pada muktamarnya di Sura-baya tahun 1938, MIAI menyatakan dengan tegas bahwa"mempersempit kaum Muslimin menjalankan (hukum)'agamanya merupakan perkosaan terhadap Islam" (Z.A. Nuh,1980: 21).

Kiyai R.M.Adnan, seorang hakim agama terkemuka yangmenjadi salah seorang pimpinan PPDP dalam salah-satu ke-sempatan bertemu dengan Dr. G.F. Pijper yang menjadipenasihat Belanda urusan pribumi pada waktu itu (22 Juli1940) dengan tegas menyatakan bahwa (1) penerapan hukumadat dalam perkara-perkara kewarisan bagi masyarakatMuslim Indonesia, merusak hubungan hidup kekeluargaanIslam. Selain itu, katanya pula, (2) menurut Sunnah NabiMuhammad, aturan-aturan kewarisan merupakan bagianagama Islam. Karena itu kalau seorang Muslim tidak dapatmengikuti atau melaksanakan hukum kewarisan yang meru-pakan bagian agamanya itu, ini berarti bahwa kemerdekaan-nya untuk melaksanakan agamanya telah dibatasi (Daniel S.Lev, 1972: 23).

P~mbicaraan Kiyai Adnan. dan usaha PPDP serta MIAIuntuk mencegah pelaksanaan S. 1937 nomor 116 itu lebihlanjut, temyata tidak dihira~kan, oleh pemerintah Belanda.Staatsbla;dbaru tersebut tetap.berlaku dan dilaksanakan walau-pun mendapat protes dan tantangan dari kalangan Islam.

Hukum lslam eli lndmttsia . 153

Walaupun secara resmi Pengadilan Agama telah kehilangankekuasaannya atas perkara kewarisan sejak tahun 1937, namundemikian Daniel S. Lev,Pengadilan Agama di Jawunasih tetapmenyelesaikan perkara-perkara kewarisan dengan cara-carayang sangat mengesankan. Dalam kenyataan, banyak PengadilanAgama yang menyisihkan satu atau dua hari dalam seminggukhusus untuk menerima masalah-masalah kewarisan. Dibeberapa daerah, Pengadilan Agama bahkan menerima perkarakewarisan lebih banyak dari Pengadilan Negeri (Daniel S. Lev,1972:199). Ungkapan Daniel S.Lev itu dibuktikan juga olehpenelitian Ny. Habibah Daud, di Daerah Khusus Ibukota.'Jakarta Raya. Menurut hasil penelitian itu, pada tahun 1976,dari 1081 orang yang mengajukan masalah kewarisan padapengadilan diJakarta, 47 orang (4,35%) memajukan masalah-nya pada Pengadilan Negeri, 1034 orang (96,65%) padaPengadilan Agama (Habibah Daud, 1982:10).

Ada dua kategori masalah kewarisan yang dihadapkan ke-pada Pengadilan Agama di Indonesia. Kategori pertama adalahperkara yang sebetulnya tidak ada persengketaan yang terjadi'di dalamnya. Bila seorang meninggal dunia, keluarga yangditinggalkannya memohon bantuan Pengadilan Agama.Pengadilan Agama akan memberikan fatwa (nasihat) kepadapara pemohon dengan menentukan siapa atau siapa-siapayang menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing.

Tidak ada peraturan mengenai fatwa waris ini. la tumbuhdan berkembang dari kebiasaan untuk memenuhi kebutuhanmasyarakat. Mula-mula tidak mempunyai bentuk, tapikemudian fatwa itu diberi bentuk tertulis dan disebut SuratKeterangan Ahli Waris atau Surat Keterangan TentangPembagian Malwaris (harta warisan) dengan Perdamaian.

Page 25: Huk. Islam Bab4

2s4 HuIumt lslam

Fatwa-fatwa yang dikeluarkan oleh Pengadilan Agamadapat mencakup dan menyelesaikan jenis-jenis persoalan ke-warisan apa saja yang dimohonkan oleh yang berkepentingan.Bukan hanya ten.tang siapa dan berapa bagian masing-masing,tetapi juga kalau para ahli waris itu menghendakinya, HakimPengadilan Agama dapat membantu mereka melaksanakanpembagiannya bagian demi bagian.. Hibah dan wasiat jugadapat diselesaikan dengan bantuan hakim Pengadilan Agama.Ini semua berjalan, walaupun secara formal PengadilanAgama di jawa dan Madura tidak mempunyai wewenanghukum-untuk melakukan tindakan hukum atas perkara-perkaraitu. Namun, atas dasar bantuan (hukum) tidak resmi iniPengadilan Agama mampu dan benar-benar dapat me~ye-lesaikan tugasnya atas perkara-perkara kewarisan. Dan fatwa-fatwa Pengadilan Agama itu selalu didasarkan pada hukumIslam (Daniel S. Lev, 1972: 200).

Sementara itu perlu dicatat bahwa di jawa sudah sejaklama fatwa Pengadilan Agama diterima oleh notaris dan parahakim Pengadilan Negeri sebagai alat pembuktian yang sahatas hak milik dan tuntutan yang berkenaan dengan itu.Demikian juga halnya dengan pejabat pendaftaran tanah diKantor Agraria.

Kategori kedua adalah yang benar-benar bersifat perseng-ketaan. Pada Pengadilan Agama di jawa dan Madura, di sana'hakim dan paniteranya bersikap formal-birokratis, perseng-ketaan kewarisan yang dimajukan kepada mereka biasanyasegera diteruskan kepada Pengadilan Negeri. Namun, seringterjadi, para hakim agama menerima perkara-perkara itu danmencobamemutuskannya. Hasilpenyelesaiannya, yang terbaca,tetap berupa fa.twa, tetapi dalam penyelesaian ini ada yang

, II

HuIumt 1_ di ltu1imGi4 2.Ss'kalah ada yang menang. Yang kalah mungkin akan mengambilkeputusan untuk memajukan persengketaan nya ke PengadilanNegeri. Para hakim agama yang menyelesaikan masalahkewarisan yang dimajukan kepadanya, dalam praktik, seringberperanan sebagai pemutus perkal:~ bukan sebagai pemberifatwa/nasihat saja. Akibatnya, faewa. ~aris sering tampaksebagai suatu keputusan dan memang demildanlahdianggapoleh para pihak yang berkepentingan. Namun, karena fatwa itusendiri tidak dapat dipaksakan, Pengadilan Agama di Jawaselalu berusaha mempertemukan para pihak yang berke-pentingan pada suatu bentuk perdamaian, sehingga fatwa itumempunyai kekuatan hukum untuk dilaksanakan. Sebagaisuatu bentuk perdamaian dan bukan semacam keputusanyang dikeluarkan oleh Pengadilan, fatwa waris dalam bentukini dapat dikuatkan oleh Pengadilan Negeri (Daniel S. Lev,1972: 201).

Peranan hakim agama seperti yang dikemukakan di atas,disebabkan karena mereka yakin bahwa wewenang mengadiliperkara kewarisan seyogianya ada pada Pengadilan Agamaseperti sebelum 1 April 1937.

.Dari uraian di atas jelas agaknya bahwa PengadilanAgama benar-benar telah menyelesaikan banyak sekali soalkewarisan. Karena itu dapat dimajukan pertanyaan, mengaparakyat Indonesia yang beragama Islam pergi ke PengadilanAgama, tidak hanya sekadar meminta fatwa tetapi jugameminta keputusan tentang kewarisan?

jawabannya mungkin terletak pada keadaan dan sikapmasyarakat sendiri terhadap m~salah tersebut. Berikut inibeberapa jawaban dapat dikemukakan: pertama, karena di

Page 26: Huk. Islam Bab4

~-.•256 Hukum lslam

Jawa pada umumnya orang tidak mempermasalahkan wewe-nang hukum Pengadilan Negeri atau Pengadilan Agama.Kenang-kenangan bahwa Raad Agama dahulu, nama yangmasih sering disebut masyarakat, biasa memeriksa danmemutuskan perkara kewarisan behim terhapus sama sekali.Lagipula, pola-pola umum lalU-lintas hukum tidak sepenuhnyadiketahui oleh masyarakat. Kalau Pengadilan Agama merekakenal sebagai tempat menyelesaikan. perkara pernikahan,Pengadilan Negeri mereka anggap sebagai tempat berperkarapidana. Karena itu, kecuali kalau dilarang oleh pengacara ataupenasihat hukum atau diberi penjelasan oleh pamongpraja,rakyat tetap akan menghadap pada pengadilan yang lebihmereka kenal dalam (menyelesaikan) masalah-masalah keke-luargaan. Kedua, pengalihan wewenang mengadili soalkewarisan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Belandadahulu dari Pengadilan Agama ke Pengadilan Negeri ternyatahanya kebetulan saja efektif pada beberapa keadaan danbeberapa .tempat tertentu di Jawa. Di tempat yang pengaruhlslamnya kuat, rakyat senantiasa menghadap PengadilanAgama yang mereka anggap tepat dan benar dalam me-nyelesaikan perkara kewarisan, walaupun Pengadilan Agamasendiri mungkin akan meneru~kan perkara-perkara itu .kePengadilan Negeri. Dalam hal ini, lingkungan sosial, agamadan politik sangat berpengaruh dalam memilih pengadilanmana yang akan dimintai bantuannya. Karena sanksi-sanksikeagamaan, tampaknya kedudukan Pengadilan Agama jauhlebih kuat dari penetapan peraturan-peraturan yang berlaku.Lagi pula, bagi mereka yang meminta bantuan PengadilanAgama, apa pun yang -dilakukan dan diputuskan di sana,dianggap bersifat Is14m. Ketiga, cara-cara penyelesaian masalah

'\

HuIuma lslam di lntltniesia 257

kewarisan di Pengadilan Agama dirasakan enak dan fleksibel.Pengadilan Agama jauh lebih informal, kekeluargaan dan "tidakmenakutkan" kalau dibandingkan dengan Pengadilan Negeri.Bersamaan .dengan kelebihan lain yang ada pada mereka,Pengadilan Agama dapat bertindak cepat. Jarang sekali Peng-adilan Agama memerlukan waktu lebih dari beberapa hariuntuk menyelesaikan satu masalah kewarisan, sedang diPengadilan Negeri penyelesaian perkara bisa berlangsungberbulan-bulan, bahkan sampai bertahun-tahun kalau salah-satu pihak naik banding atau kasasi (Daniel S. Lev, 1972: 212).

Dari uraian di atas jelas bahwa pendapat pendukung teoriresepsi yang menyatakan bahwa Hukum Islam tidakmencerminkan rasa keadilan rakyat Indonesia dan bukanmerupakan kenyataan hukum dalam masyarakat, tidaklahbenar. Memang, pendapat tertera pada kalimat terakhir inihanyalah alasan belaka, sedang tujuannya, seperti yangdikemukakan oleh Hazairin, mencabut atau menghapuskankedudukan hukum Islam dari lingkungan tata hukum HindiaBelanda. Pendapat ter Haar yang senantiasa mempertentang-kan hukum Islam dengan hukum adat secara tajam, tidaklahpula didukung oleh kenyataan masyarakat. Di semua daerah diseluruh Nusantara rakyat sendiri tidak mempertentangkanadat dengan Islam. Di Minangkabau sendiri misalnya, adatdan Islam dapat hidup berdampingan dan telah ditentukanpula tempat dan kedudukannya masing-masing dalam ma-syarakat. Oleh karena itu, maka ada penulis yang mengatakanbahwa, "Sebenarnya konflik hukum Islam dengan hukum adatadalah isu buatan rezim kolonial untuk mengukuhkanpenjajahan Belanda di Indonesia" (Dahlan Ranumihardjo,1978:83).

Page 27: Huk. Islam Bab4

258 Hu1tum Islmn

Dalam hubungan dengan tujuan teori resepsi ini perlu di-kemukakan bahwa menentukan hukum yang berlaku adalahtindakan politik hukum. Ter Haar sebagai orang yang mengu-asai pelaksanaan politik hukum pemerintah kolonial padabagian kedua permulaan abad keduapuluh menyatakandengan tegas bahwa hukum adat, bukan Hukum KewarisanIslam yang berlaku hagi orang Islam di Jawa dan Madura.Pendapat ter Haar ini diterima oleh pemerintah Belanda,yang tercermin dalam Pasal 134 ayat (2) 1.5.baru (1929) yangberbunyi: "Akan tetapi sekadar. tidak diatur secara laindengan ordonansi, maka perkara perdata antara orang Islamdengan orang Islam, harus diperiksa oleh hakim agama,kalau dikehendaki oleh hukum adat." Ini berani bila terjadiperkara perdata antara sesama orang Islam, akan diselesaikanoleh hakim agama Islam 'apabila hukum adat merekamenghendakinya' dan sejauh tidak ditentukan lain de~gansuatu ordonansi. Bermulalah suatu masa di tanah air kita:para ahli dan sarjana hukum menganggap. hukum Islambukanlah hukum di Indonesia yang sembilan puluh persenpenduduknya beragama Islam.

Pasal 134: (2) 1.5. (Indische Staatsregeling: "Undang-undangDasar Hindia Belanda tahun 1929) inilah, menurut H~rin,yang menjadi landasan legal teori resepsi yang sudah mulai !

dikembangkan secara sistematis pada permulaan abad ke-20,dilaksanakan melalui 5. 1931: 53 tentang perubahan susunandan kekuasaan Pengadilan Penghulu jo 5. 1937: 116 mengenaisusunan dan kekuasaan Pengadilan Agama di Jawa danMadura. Seperti telah dikatakan di atas, teori tersebut meng-ajarkan bahwa hukum Islam baru boleh dijalankan bilamanatelah menjadi- hukum yang hi'dup di dalam masyarakat adat

li

fI!~

I1,~I

Hu1tum Islmn di lruIortesia 259

sedangkan menurut Alquran. hukum Islam berlaku danmestidilaksanakan oleh pemeluk agama Islam atau diberl2kukanterhadap seseorang sejak ia masuk agama Islam, semenjak diamengucapkan syahadatain (dua kalimat syahadat).

Usaha untuk mengendalikan dan menempatkan hukumIslam dalam kedudukannya semula, seperti telah disebutkandi muka, terus. dilakukan oleh para pemimpin Islam dalamberbagai kesempatan yang terbqka. Ketika Badan PenyelidikUsaha Persiapan Kemerdekaan [terbentuk dan bersidang dizaman pemerintahan Jepang untuk merumuskan dasarnegara dan menentukan hukum dasar bagi negara Indonesiamerdeka di kemudian hari, para pemimpin Islam yangmenjadi anggota badan tersebut terus berusaha untuk "men-dudukkan" hukum Islam dalam Negara Republik Indonesiakelak. Demikianlah, setelah bertukar pikiran melalui musya-warah, para pemimpin Indonesia yang me~jadi perancangdan perumus Undang-Undang Dasar Republik Indonesia yangkemudian dikenal dengan UUD 1945 mencapai persetujuanyang dituangkan ke dalam suatu piagam yang kelak terkenaldengan nama Piagam Jakarta (22-6-1945). Di dalam PiagamJakarta yang kemudian diterima oleh Badan Penyelidik UsahaKemerdekaan Indonesia sebagai Pembukaan atau Mukad-dimah Undang-Undang Dasar, dinyatakan antara lain bahwanegara 'berdasarkan kepada Ketuhanan, dengan kewajibanmenjalankan syariat Islam bag{pemeluk-pemeluknya' (Endang5. Anshari, 1981:143). Tujuh kata terakhir ini, yang semulatercantum dalam Piagam Jakarta, oleh Panitia PersiapanKemerdekaan Indonesia tanggal 18-8-1945 diganti dengankata 'YangMaha Esa' dan ditambahkan pada perkataan 'Ketu-hanan,' sehingga susunan rumusannya dalam Pembukaan

Page 28: Huk. Islam Bab4

260 Hukum lslam

tersebut menjadi 'Ketuhanan Yang Maha Esa.' Kata-kataKetuhanan Yang Maha Esa di dalam Pembukaan tersebutditegaskan kedudukannya dalam Batang Tubuh UUD 1945Pasal 29 ayat (1). Sebagai garis hukum rumusan tafsirnyaantara lain telah diberikan oleh Hazairin. Menurut Prof.Hazairin, negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esayang tercantum dalam Pasal 29 ayat (1) hanya mungkinditafsirkan dalam 'enam' kemungkinan tafsiran. Tiga di antara-nya (mengulangi apa yang telah ..disebut dalam uraian dimuka) yang berhubungan langsung dengan pembicaraan iniadalah: (1) "Dalam Negara RI tidak boleh terjadi atau berlakusesuatu yang bertentangan dengan kaidah-kaidah Islam bagiumat Islam, atau yang bertentangan dengan kaidah-kaidahagama Nasrani bagi umat Nasrani, atau yang bertentangandengan kaidah-kaidah agama Hindu Bali bagi orang-orangHindu Bali, atau yang bertentangan dengan kesusilaanagama Budha bagi orang-orang Budha, (2) Negara RI wajibmenjalankan syariat Islam bagi orang Islam, syariat Nasranibagi orang Nasrani dan syariat Hindu Bali bagi orang HInduBali, sekadar menjalankan syariat tersebut memerlukan peran-taraan kekuasaan Negara, (3) Syariat yang tidak memerlukanbantuan kekuasaan Negara untuk menjalankannya dan karenaitu dapat dijalankan sendiri oleh setiap pemeluk agama.yangbersangkutan, menjadi kewajiban pribadi terhadap Allah bagisetiap orang itu, yang dijalankannya sendiri menurut agama-nya masing-masing (Hazairin, 1981:30).

Menurut Hazairin isi Piagam Jakarta itu diperkuat olehDekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959. Dalam Dekrit tersebutSoekarno yang ikut menandatangani Piagam Jakana, selak~Presiden Republik Indonesia/Panglima Tertinggi Angkatan

~

~i~;

liIIiilif:,

~.~~

J,

•••.•;;.:t

Hukum lslam di lrrdonma 261Perang, menyatakan keyakinailnya bahwa Piagam Jakanatertanggal 22Juni 1945 menjiwai Undang-Undang Dasar 1945dari merupakan satu rangkaian kesatuan dengan konstitusitersebut. Keyakinan presiden itu. bul:ansemata-mata keya-kinan, tetapi pernyataan (constattring). dati rangkaian fakta-fakta yang sesungguhnya dan sebenarnya terjadi.

. Dengan merujuk pada D.ekrit itu pul~ ~ofesor Notonago~ro berpendapat bahWa "kata-kata Ketuhanan Yahg Maha Esadalam Pembukaan UUD 1945, setelah tapggal'5 Juli 1959,tanggal ditetapkannya dan berlakunya Dekrit Presiden, isiartinya mendapat tambahan, dan lengkapnya dengan tam-bahan itu adalah" (ber) kesesuaian dengan hakikat Tuhan YangMaha Esa dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagipemeluk-pemeluknya menurut dasar kemanusiaan yang adildan beradab (Notonagoro,' 1971:70). Begitulah juga halnyadengan isi ani"Pasal29 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945.Dan memang di dalam kehidupan hukum, kata ProfesorNotonagoro dikenal pembentukan hukum dengan jalan inter-pretasi atau, tafsir. "Pengakuan adanya Piagam Jakarta sebagaidokumen historis," demikian Perdana Menteri Juanda padatahun 1957, "bagi pemerintah berani pengakuan pula akanpengaruhnya terhadap Undang-Undang Dasar 1945. Pengaruhtersebut tidak hanya mengenai Pembukaan Undang-UndangDasar 1945 saja, tetapi juga mengenai Pasal 29 Undang-Undang Dasar 1945, pasal itu selanjutnya harus menjadi dasarbagi. kehidupan hukum di bidang keagamaan" (Kembali keUUD 1945, 1959: 85).

D~am rangka pembicaraan! kedudukan hukum Islamdalani' sistem hukum Indonesia, pada tahun 1950 dalamkonperensi Kementerian Kehakiman di Salatiga, Profesor

~.

Page 29: Huk. Islam Bab4

- .-- ~._-- ~ 7===m

262 Hukum Islmn 'Hazairin telah mengemukakan pandangan beliau mengenaimasalah hubungan hukum agama (Islam) dengan hukulnadat; Kata Hazairin (dikutip): "Hukum agama masih terselip didalam hukum adat yang memberikan tempat dan persandarankepadanya, tetapi sekarang kita lihat hukum agama itu sedangbersiap hendak membongkar dirinya dari ikatan adat itu.Selanjutnya kata beliau, "Arti istimewanya hukum agama ituialah bahwa hukum agama itu bagi rakyat Islam dirasakannyasebagai bagian dari perkara imannya. Jika berhasil hukumagama itu melepaskan persandarannya pada hukum adat, makahukum agama itu akan mencari persandarannya kepada se-suatu undang-undang, sebagaimana juga hukum adat itubagi berlakunya secara resmi mempunyai persandaran padaundang-undang (Hazairin, 1974:93). Dengan kata-kata ituHazairin hendak mengatakan agar berlakunya hukum Islamuntuk orang Islam Indonesia tidak disandarkan pada hukumadat, tetapi pada penunjukan peraturan perundang-undangansendiri. Sarna halnya dengan berlakunya hukum adat di Indo-nesia berdasarkan sokongan peraturan perundang-undangan.

Dengan menunjuk pada Ketetapan MPRS 1960/11 yangmengatakan bahwa dalam menyempurnakan undang,:,undangperkawinan dan hukum waris supaya diperhatikan adanyafaktor-faktor agama, dan lain-lain, Hazairin menunjukkanbukti bahwa teori resepsi telah tidak berlaku lagi. Beliaumengatakan pula bahwa IS sebagai Konstitusi Hindia Belandayang menjadi landasan legal teori resepsi, dengan sendirinyatidak berlaku lagi karena telah terhapus oleh UUD 1945(Hazairin, 1981:91).

Pendapat Hazairin mengenai teori resepsi yang mula-mula beliau k~mukakan dalam Konferensi Kementerian

itj~t'1

I.!,i

!~.Iijj

'iIt

liJ1

1l•I11

Ii~I'II

.~;.

~

i.~

Hubin Islmn di Irtdtnwsi4 263

Kehakiman di Salatiga (1950) di atas, dan kemudian dikem-bangkan dalam tulisan, ceram~dan kuliah-kuliah beliau diFakultas Hukum UI, bergema pula dalam simposium masalah-masalah dasar hukum di Indonesia yang diselenggarakan olehLembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (1976). Dalam kesim-pulan yang disepakati pada simposium tersebut dinyatakanbahwa teori resepsi tidak dapat lagi dipergunakan untukmelihat kenyataan dan masalah-masalah (dasar) hukum diIndonesia (Kesimpulan simposium, "1918). Pemyataan inidikemukakan oleh peserta simposium setelah mempelajariisi Undang-Undang Perkawinan (1974).

Dalam tulisan beliau Hukum Adat dan Hukum Islam diIndonesia setelah Perang Dunia II (1978) Profesor Mahadi, mantanKetua Pengadilan Tinggi Sumatera Utara, Pengajar IlmuHukum USU dan Ketua Tim Pengkajian Hukum Adat BadanPembinaan Hukum Nasional, berkata sebagai berikut (dikutip),"Penelitian terhadap Undang-Und~g Perkawinan membawakami kepada pendapat, bahwa sejak berlakunya undang-undang ini sampailah ajal teori 'resepsi', seperti yang telahdiajarkan di zaman Hindia Belanda. Apabila dahulu diteori-kan, bahwa hukum Islam baru berlaku di Indonesia untukpenganut agama islam apabila sesuatu Hukum Islam telahnyata-nyata diresepsi (diterima MDA) oleh dan dalam hukumadat, maka dengan misalnya, Pasal 2 ayat (1) yang mengatakanbahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurutagama, maka jelas, hukum Islam telah langsung menjadisumber hukum. Pengadilan dalam mempertimbangkan per-mohonan seorang suami untuk beristri lebih dari seorang,antara lain harus mengingat apakah hukum perkawinancalon suami mengizinkan hal demikian. Penjelasan Pasal 3

Page 30: Huk. Islam Bab4

264 Hukum Islmn

undang-undang tersebut, menurut beliau menunjuk kepadahukum Islam sepanjang mengenai suami pemeluk agama Islam.Agama lslam pun merupakan 'sumber hukum langsung tanpamelalui hukum adat' untuk menilai apakah sesuatu perjan-jian perkawinan boleh disahkan ataupun tidak (Pasal 29 ayat2). Bila perkawinan putus karena perceraian. harta bersamadiatur menurut hukum agama lslam. sepanjang mengenai diriorang-orang pemeluk agama Islam (penjelasan Pasal37). Dalamundang-undang perkawinan disebutkan bahwa pengadilanbagi orang yang beragama Islam ialah Pengadilan Agama.Dengan demikian kata beliau. dapat diambil sebagai titik-tolakbahwa Pengadilan Agama akan mempergunakan HukumIslam. sekurang-kurangnya asas-asas. hukum Islam dalammenyelesaikan satu sengketa. Meskipun dapat didalilkanbahwa melalui Pasal 37 jo penjelasannya. Pengadilan Agamaadakalanya mempergunakan hukum adat, namun yang diper-gunakan itu tentulah bukan hukum adat yang bertentangandengan hukum ISlam (contra le$em), tetapi terbatas padahukum adat yang serasi dengan asas-asas hukum Islam."Selain itu, perlu dikemukakan bahwa dalam rumusan wakaf.Pasal 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No: 28tahun 1977 menunjuk pada ajaran agama Islam.

Dalam hubungan ini demikian Prof. Mahadi lebih lanjut,perlu disebut pula keputusan Mahkamah Agung tangga113-2~1975 No. 172 KlSip/1974 yang menyatakan bahwa, "Berda-sarkan keterangan saksi-saksi yang didengar tentang hukumkebiasaan yang berlaku, maka apabila seorang pewaris me-ninggal dunia di kampung Hinako Kabupaten Nias. untukmenentukan cara pembagian harta warisannya. hukumwarisan yang -.dipakai adalah bertitik-tolak kepada agama

Hukum Islmndi lrulontsia 265yang dianut oleh si pewaris yang meninggalkan harta warisantersebut, yakni: apabila si pewaris yang meninggal beragamaIslam maka pembagian hartanYa dilakukan menurut hukumIslam dan apabila si pewaris yang meninggal beragamaKristen maka pembagian hartanya dilakukan menurutadat."

Keputusan ini diambil karepa ada seseorang yang ber-agama Kristen menuntut hak dalam sesuatu harta warisanberdasarkan hukum adat sedangkan si pewaris menganutagama Islam. Ternyata di daerah yang bersangkutan yakni diNias, sudah menjadi kebiasaan bahwa yang menjadi ukuranialah agama si pewaris. Oleh karena dalam hal ini pewarisberagama Islam, maka yang harus dipergunakan adalahhukum kewarisan Islam.

Demikianlah, dalam keputusan tersebut baik Pengadilan. Tinggi Medan maupun Mahkamah Agung tidak lagi memakaiistilah atau. kata-kata "hukum Islam yang telah diresepsi didalam atau oleh Hukum Adat setempat."

Selain yang telah dikemukakan di atas. perlu dikemuka-kan pula bahwa berdasarkan penelitian yang dilakukan olehFakultas Hukum Universitas Indonesia. bekerja sama denganBadan Pembinaan Hukum Nasional. pada tahun 1978 dan1979 di empat belas daerah yang tersebar di seluruh Indonesiameliputi pulau-pulau Sumatera. Jawa, Kalimantan Selatan danNusa Tenggara Barat (lima daerah pada tahun 1978 dansembilan daerah pada tahun 1979) terlihat kecenderunganyang kuat di kalangan masyarakat untuk memberlakukanhukum Islam bagi umat Islam. Delapan puluh persen (80%)jumlah responden yang ditanyai dalam penelitian itu menun-

Page 31: Huk. Islam Bab4

266 Hukum lslam

jukkan keinginannya untuk diberlakukannya hukum .Islam.bagi mereka daripada hukum yang lain. Fakta ini membukti-kan bahwa hukum Islam sebagai hukum yang berkembang ditengah-tengah masyarakat mereka, dipandang sebagaihukum yang dapat memenuhi rasa keadilan, khususnya dilapangan perkawinan dan kewarisan (Laporan Penelitian,1978/1979:102).

Dari uraian tersebut di atas dapatlah disimpulkan, bahwakini, di Indonesia (1) hukum lslam yang disebut dan ditentukanoleh peraturan perundang-undangan dapat berlaku langsungtanpa harus melalui hukum adat, (2) Republik Indonesiadapat mengatur sesuatu masalah sesuai dengan hukum Islam,sepanjang pengaturan itu hanya berlaku bagi pemelukagama Islam, (3) kedudukan hukum Islam'dalam sistemhukum Indonesia adalah sama dan sederajat dengan hukumadat dan hukum Barat, karena itu (4) hukum Islam jugamenjadi sumber pembentukan hukum nasional yang akandatang Di samping hukum adat, hukum. Barat' dan hukumlainnya yang tumbuh dan berkembang dalam Negara Repub-Uk lndonesia.

HUKUM ISLAMDAN PEMBINAANHUKUM NASIONAL. .Hukum Islam adalah hukum yangbersifat Universal,karena

la merupakan bagian dari agama Islam yang universal sifatnya.Sebagaimana halnya dengan agama Islam yang universal sifat-nya itu, hukum Islam berlaku bagi orang Islam di mana pun iaberada, apa pun nasionalitasnya. Hukum nasional adalahhukum yang berlaku bagi bangsa tertentu di suatu negaranasional tertentu. Dalam kasus Indonesia, hukum nasionalmungkin juga. berarti hukum yang dibangun oleh bangsa .

Hukum IslmrNli lntlontsia 267

lndonesia setelah lndonesia merdeka dan berlaku bagi pen-duduk Indonesia, terutama warga Negara Republik Indo-nesia, sebagai pengganti hukum kolonial dahulu.

Untuk membangun dan membina hukum nasional diper-lukan politik hukum tertentu. Politik hukum nasionallndone-sia pokok-pokoknya ditetapkan dalam Garis-Garis BesarHaluan Negara, dirinci lebih lanjut oleh Menteri KehakimanRepublik Indonesia. Untuk melaksanakannya, telah didiri-kan satu lembaga yang (kini) bernama Badan PembinaanHukum Nasional, disingkat BPHN atau Babinkumnas.Melalui koordinasi yang dilakukan oleh badan ini diharap-kan, di masa yang akan datang, akan terwujud satu hukumnasional di tanah air kita.

Untuk mewujudkan satu hukum nasional bagi bangl>aIndonesia yang terdiri dari berbagai suku bangsa dengankebudayaan dan agama yang berbeda ditambah lagi dengankeanekaragaman hukum yang ditinggalkan oleh penguasakolonial dahulu, bukanlah pekerjaan yang mudah. Pemba-ngunan hukum nasional yang akan berlaku bagi semua warganegara tanpa me~andang agama yang dipeluknya, haruslahdilakukan dengan hati-hati, karena di antara agama yangdipeluk oleh warga negara Republik Indonesia ada agama yangtidak dapat dicerai pisahkan dari h~kum. Agama Islam, misal-nya, adalah agama yang mengandung hukum yang mengaturhubungan manusia dengan manusia lain dan benda dalammasyarakat. Oleh karena eratnya hubungan antara agama(dalam arti sempit) dengan hukum dalam Islam, ada sarjanayang mengatakan, seperti telah disebut di muka, bahwa Islamadalah agama hukum dalam arti kata yang sesungguhnya.

Page 32: Huk. Islam Bab4

268 Hukum lslam::;

Oleh karena itu, dalam pembangunan hukum nasi~pal. dinegara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, unsurhukum agama harus benar-benar diperhatikan. Untuk ituperlu wawasan dan kebijaksanaan yang jelas. Uraian berikutadalah langkah-langkah kebijaksanaan pembangunan hukumnasional dan kedudukan hukum Islam dalam pembinaanhukum tersebut.

Tentang kedudukan hukum Islam dalam pembangunanhukum nasional, baru jelas tempatnya dalam pidato pengarahanMenteri Kehakiman AJi Said (waktu cetakan ini diterbitkantelah pula menjadi mantan Ketua Mahkamah Agung RepublikIndonesia dan almarhum) pada upacara pembukaan Sim-posium Pembaruan Hukum Perdata Nasional di Yogyakartatanggal 21 Desemb~r 1981. Menurut beliau, di sampinghukum adat c:lanhukum eks-Barat, hukum Islam yang meru-pakan salah-satu komponen tata hukum Indonesia, menjadisalah-satu sumber bahan baku bagi pembentukan hukumnasional. Kata-kata Menteri Kehakiman Ali Said ini, dijelas-kan secara rinci delapan tahun kemudian (1989) oleh peng-gantinya Menteri Kehakiman Ismail Saleh. Namun, sebelummengetahui tempat hukum lslam dalam pembangunan hukumnasional, ada baiknya kalau diikuti lebih dahulu langkah-langkah kebijaksanaan pembangunan hukum nasional, menurutMenteri Kehakiman Republik Indonesia.

Dalam tiga bagian tulisannya di harian Kompas awal Juni1989, Menteri Kehakiman Ismail Saleh telah merinci langkah-langkah kebijaksanaan pembangunan hukum nasional itu.Tulisan tersebut sangat menarik untuk dikaji, karena meru-pakan rincian dimensi dan wawasan pembangunan hukumnasional yang secara jelas pemah dikemukakan oleh Menteri

.1

: .'.. _1

fl

11I!

*

"~ri11i"Ifii

Ji

I"...1.

~Iiiji

Hukum lslam di lndontsia 269

Kehakiman yang memegang kebijaksanaan politik hukum ditanah air kita. Oleh karena itu; perlu dikutip agak panjangdalam buku ini, supaya intinya tetap, tidak terbuang.

Menurtrt Ismail Saleh, sepanjang yang dapa~penulis tang-kap, ada tiga dimensi pembangunan hukum nasional. Dimensipertama adalah 'dimensi pemeliharaan' yaitu dimensi untukmemelihara tatanan hukum yang ada, walaupun sudah tidaksesuai lagi dengan perkembangan keadaan. Dimensi ini perluada untuk mencegah kekosongan hukum -dan merupakan. konsekuensi logis Pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang,Dasar 1945. Upaya pembangunan hukum dalam dimensi ini,menurut Menteri Kehakiman, berorientasi pada kemaslahatanbersama. Dimensi kedtia adalah 'dimensi pembaruan' yaitudimensi yang merupakan usaha untuk lebih meningkatkan danmenyempurnakan pembangunan hukum nasional. Kebijak-sanaan yang dianut dalam dimen$i ini adalah, Di sampingpembentukan peraturan perundang-undangan yang 'barU,'akandiusahakan 'penyempurnaan" peraturan perundang-undanganyang ada sehingga sesuai dengan kebutuhan baru di bidang-bidang yang bersangkutan. Ini berarti "melengkapi apa yangbelum ada dan menyempurnakan yang sudah ada." Undang-Undang Peradilan Agama,misalnya (MDA),yang telah disahkanoleh Presiden Republik lndonesia akhir tahun 1989 termasukke dalam dimensi pembaharuan. Dimensi ketiga adalah'dimensi penciptaan' yaitu dimensi dinamika dan kreativitas.Dalam dimensi ini diciptakan suatu perangkat peraturan per-undang-undangan yang baru, yang sebelumnya memangbelum pemah ada. Undang-undang tentang lingkungan hidup,misalnya, dapat dikemukakan sebagai contoh perangkathukum dalam dimensi penciptaan.

...•;

Page 33: Huk. Islam Bab4

----~~====----------".-

270 HuJwm lslam

Karena hukum nasional kita harus mampu mengayomidan memayungi seluruh bangsa dan negara dalam segalaaspek kehidupannya, maka, menurut Menteri Kehakiman,dalam merencanakan pembangunan hukum nasional, kitawajib menggunakan satu wawasan nasional yang'mendukungkehidupan berbangsa dan bernegara dalam Negara RepublikIndonesia. Wawasan nasional' itu terdiri dari tiga segi yangbersama-sama merupakan tritunggal yang tidak dapat dipi-sahkan satu dari yang lain, yaitu: 'wawasan kebangsaan,wawasan nusantara dan wawasan bhinneka tunggal ika.'

Dipandang dari 'wawasan kebangsaan' sistem hukumnasional itu harus berorientasi penuh pada aspirasi serta'kepentingan' bangsa serta mencerminkan cita-cita hukum,tujuan dan fungsi hukum, ciri dan tujuan kehidupan ber-bangsa dan bernegara Indonesia. Dilihat dari sudut pandangini, hukum nasional Indonesia yang akan datang haruslahmerupakan hukum modern, sesuai dengan perkembanganserta kebutuhan zaman, namun tetap berpijak pada kepribadianbangsa. Pengertian 'kepentingan bangsa' di atas, menurutMenteri Kehakiman, adalah kepentingan seluruh bangsalndonesia yang menyatu dalam kehidupan berbangsa danbernegara. Wawasan kebangsaan yang dimaksud di sini, de-mikian Menteri Kehakiman lebih lanjut, bukanlah wawasankebangsaan yang sempit dan tertutup, tetapi wawasan ke-bangsaan yang terbuka untuk memperhatikan kepentingangenerasi yang akan datang dan mampu menyerap nilai-nilaihukum modern.

Karena wawasan yang dianut dalam pembinaan hukumnasional adalah 'wawasan nusantara' yang menginginkanadanya satu kes~tuan hukum nasional, maka usaha unifikasi

JII

II

Hukum lslam di lrulDrwsia 271

di bidang hukum harus sejauh mungkin dilaksanakan. Untukitu perlu diciptakan i~im kehidupan di segala bidang yangdapat mendorong tumbuhnya kesadaran hidup dibawah satuhukum bagi semua golongan masy~akat. Ini berarti bahwaseluruh golongan masyarakat akan diatur oleh 'satu sistem'hukum yang sama, yaitu 'sistem qukum nasional.'

Berdasarkan dua wawasan itu, maka walaupun unifikasihukum merupakan tujuan pembangunan hukum nasional,akan tetapi demi keadilan, hukum nasional yang akandiwujudkan itu harus juga memperhatikan perbedaan latarbelakang sosi~ budaya dan perbedaan kebutuhan hukumyang dimiliki oleh kelompok-kelompok tertentu dalam maSya-rakat. Oleh karena itu, di samping wawasan nusantaratersebut, pengembangan, pembangunan dan pembinaan hukumnasional harus juga memperhatikan kebutuhan-kebutuhanhukum khusus golongan rakyat tertentu, sehingga kelompokmasyarakat tersebut merasa mendapat perlakuan yang seadil-adilnya. Oleh karena itu, di samping wawasan kebangsaandan wawasan nusantara perlu 'wawasan bineka tunggal ika'dalam pembangunan hukum nasional. Dengan memperguna-kan wawasan bineka tunggal ika berdampingan denganwawasan nusantara dan wawasan kebangsaan dalam usahapembangunan hukum, maka unifikasi hukum yang diusaha-kan itu sekaligus juga menjamin tertuangnya aspirasi, nilai-nilai dan kebutuhan hukum kelompok masyarakat ke dalamsistem hukum nasional, yang dengan sendirinya harus sesuai,setidak-tidaknya tidak bertentangan dengan ~spirasi dankehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan memperguna-kan ketiga wawasan itu secara serentak dan terpadu berbagaiasas dan kaidah hukum lslam dan hukum adat akan menjadi

Page 34: Huk. Islam Bab4

272 Hukum lslam

bagian integral hukum nasional, baik hukum nasional yangtertulis maupun hukum nasional yang.tidak tertUlis.

Dari inti uraian Menteri Kehakiman di atas, jelas agaknyawujud pembangunan hukum nasional di masa yang akandatang dan sistem hukum nasional kita. Tidak perlu lagitambahan keterangan.

Mengenai 'kedudukan hukum lslam,' secara khusus telahpula disebutkan oleh Menteri Kehakiman. Dalam bagianterakhir tiga tulisan tersebut yang berjudul Eksistensi HukumIslam dan Sumbangannya Terhadap Hukum Nasional, beliaumenyatakan antara lain ". . . tidak dapat dipungkiri bahwasebagian terbesar rakyat lndonesia terdiri dari pemelukagama lslam."Agama lslam, kata beliau lebih lanjut, mempunyaihukum lslam dan secara substansi, terdiri dari dua bidangyaitu (1) bidang ibadah dan (2) bidang muamalah. Pengaturanhukum yang bertalian dengan bidang ibadah bersifat rinci,sedang pengaturan mengenai muamalah atau mengenai'segala aspek kehidupan masyarakat' (huruf miring dari saya:MDA) tidak bersifat rind. Yang ditentukan dalam bidang ter-akhir ini hanya prinsip-prinsipnya saja. Pengembangandan aplikasi prinsip-prinsip tersebut diserahkan sepenuhnyakepada para penyelenggara negara dan pemerintahan yaknipara ulil 'amri. Dan oleh karena hukum Islam memegangperanan penting dalam membentuk serta membina ketertibansosial umat lslam dan mempengaruhi segala segi kehidupan-nya, maka jalan terbaik yang dapat ditempuh ialah mengusaha-kan secara ilmiah adanya transformasi norma-norma huku~Islam ke dalam hukum nasional, sepanjang ia, menurutMenteri Kehakiman, sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dan relevan dengan kebutuhan hukum

fl:i,

t- .

Hukum lslmn di lrularwsia 273

khusus umat Islam..Menurut Menteri Kehakiman, cukup banyakasas yang bersifat universal terkandung dalam hukum Islamyang dapat digunakan dalam menyusun hukum nasional.

Dengan kutipan yang panjang ini, jelas kiranya langkah-l~n8kah yang akan diambil dalam mewujudkan hukumnasional. Dan jelas pula kedudukan hukum Islam di dalamnya.Dengan kata lain, dalam pembangunan hukum nasional, hukumIslam, di samping hukum-hukum yang lain akan menjadisumber bahan baku penyusunan hukum nasional.

Ini berarti bahwa sesuai dengan kedudukannya 'sebagaisalah-satu sumber bahan baku dalam pembentukan hukumnasional, hukum Islam sesuai dengan kemauan dan kemamp~an.yang ada padanya, dapat berperan aktif dalam proses pembinaanhukum nasional. Kemauan dan kemampuan hukum Islam ituharus ditunjukkan oleh setiap orang lslam, baik pribadi mau-pun kelompok, yang mempunyai komitmen terhadap Islamdan ingin hukum Islam berlaku bagi umat Islam dalam NegaraRepublik Indonesia ini.

Dalarn tahap perkembangan pembinaan hukum nasionalsekarang (tahun sembilan puluhan), yang diperlukan olehBadan Pembinaan Hukum Nasional yakni badan yang ber-wenang merancang dan menyusun hukum nasional yang akandatang adalah asas-asas dan kaidah-kaidah hukum Islamdalam segala bidang, baik yang bers,ifat umum maupun yangbersifat khusus. Yang bersifat umurn adalah misalrlya keten-tuan-ketentuan umum mengenai peraturan perundang-undangan yang akan berlaku di tanah air kita, sedang yangbersifat khusus, misalnya untuk menyebut sekadar contoh,adalah asas-asas hukum perdata Islam terutama mengenai

Page 35: Huk. Islam Bab4

~-~~-_._._._~

274 Hukum lslam

hukum kewarisan, asas-asas hukum ekonomi terutamamengenai hak milik, perjanjian dan utang-piutang, asas-asashukum pidana Islam, asas-asas hukum tata negara danadministrasi pemerintahan, asas-asas hukum acaradalam Islam,asas-asas hukum internasional dan hubungan antarbangsa.dalam Islam. Yang dimaksud dengan asas dalam pembicaraanini adalah kebenaran yang menjadi dasar atau tumpuanberpikir.

Kita yakin, bahwa asas yang diperlukan itu ada dalamhukum syariat dan fiqih Islam. Namun yang menjadi masalahutama adalah merumuskan asas-asas tersebut dalam kata-kata yang jelas yang dapat diterima, baik oleh golongan yangbukan Islam maupun oleh golongan yang beragama Islamsendiri. Merumuskan asas-asas tersebut ke dalam bahasaatau kata-kata yang dapat dipahami, memang merupakan suatumasalah.

Tim Pengkajian Hukum Islam Badan Pembinaan HukumNasional Babinkumnas atau BPHNtelah berosahamenemukanasas-asas dimaksud dan merumuskannya ke dalam kaidah-kaidah untuk dijadikan bahan pembinaan hukum nasional.Caranya adalah dengan mengundang tokoh-tokoh yang ahlidalam hukum Islam semua aliran, baik dari. kalangan ulamamaupun dari kalangan sarjana untuk mengemukakan penda-patnya mengenai suatu masalah tertentu dalam suatu forumilmiah yang sengaja diadakan untuk itu. Di samping perte-muan-pertemuan ilmiah ini, diadakan juga penelitian sertapenulisan makalah yang dilakukan oleh sarjana atau ulamayang dianggap dapat menyumbangkan sesuatu mengenaihukum Islam yang menjadi bidang keahliannya. Berbagaiasas dan kaidah hukum Islam dapat juga dikembangkan

,. :'

,lJj

iII~~1Ifl;i

Hukum lslamdi lrulmtesia 275

melalui jurisprudensi peradilan agama. Asas-asas dan kaidahhukum Islam yang dikembangkan. melalui jurisprudensi inilebih mudah diterima, karena ia dirumuskan dari keadaankonkret di tanah air kita.

Dalamhubungan ini tidak ada salahnya kalau dikemukakanbahwa karena bangsa Indonesia mayoritas beragama Islam,ada pendapat yang mengatakan seyogianya kaidah-kaidahhukum Islamlah yang menjadi norma-norma hukum nasional.Dilihat dari segi normatif, sebagai konsekuensi pengucapandua kalimat syahadat, demikianlah hendaknya. Namundipandang dari sudut kenyataan dan politik hukum tersebut,tidaklah begitu. Menurut politik hukum yang dilaksanakanoleh pemerintah di Indonesia tidaklah karena mayoritasrakyat lndonesia beragama Islam, norma-norma hukum Islamsecara 'otomatis' menjadi nor~a-norma hukum nasional.Norma-norma hukum Islam baru dapat dijadikan normahukum nasional (ditransformasikan menjadi hukum nasional),menurut politik hukum itu, apabila norma-norma hukumIslam sesuai dan dapat menampung kebutuhan seluruhlapisan rakyat Indonesia. Ketentuan tersebut dalam kalimatterakhir ini berlaku juga bagi hukum adat dan hukum eks-Barat yang juga menjadi bahan baku dalam proses pembinaanhukum nasional.

Di samping apa yang telah dikemukakan. di atas, adabaiknya juga dikemukakan bahwa dalam mengolah asas-asasdan kaidah-kaidah hukum Islam menjadi asas-asu dan norma-norma hukum nasional, ada masalah lain yakni masalah yangmelekat pada "hukum Islam" itu sendiri dan pada sikap umatIslam terhadap hukum fiqih Islam yang ada sekarang. Adayang berpendapat bahwa kaidah-kaidah hukum Islam harus

Page 36: Huk. Islam Bab4

276 Hukum Islam

diikuti semua dari Asampai l, ada pula yang beranggapanbahwa dalam mengkaji dan mengolah asas-asas serta kaidah-kaidah hukum Islam, harus dibedakan antara asas-asas dankaidah-kaidah hukum Islam yang abadi sifatnya yakni asas-asas dan kaidah-kaidah yang terdapat dalam hukum syariat. !

Islam dan asas-asas serta kaidah-kaidah hukum Islam yangtidak abadi sifatnya, yang terdapat dalam hukum fiqih Islam.Yang pertama harus diikuti dari Asampai l, sedang yangkedua, menurut A. zaki Yamani (1978) tidak wajib diikutidari Asampai l, karena mungkin ada di antara asas-asas dankaidah itu sangat sesuai untuk keadaan masa lampau, tetapitidak cocok lagi untuk masa sekarang atau khusus misalnyauntuk keadaan dan tempat tertentu seperti Indonesia ini.

Dari uraian di atas, dengan beberapa masalah yang dapatdipecahkan, jelas prospek hukum Islam dalam pembinaanhukum nasional. Dan karena ia telah diterima sebagai salah-satu sumber bahan baku dalam pembangunan hukum nasional,maka jelas pula kedudukan dan peranannya dalam prosespembangunan hukum ,nasional tersebut.

," Sementara itu patut juga dicatat bahwa transformasihuk~m agamamenjadi hukum nasional terjadi ju~a di beberapanegara Muslim seperti Mesir, Syria, Irak, Jordania dan Lybia.Yang berbeda adalah kadar unsur-unsur hukum Islam dalamhukum national negara:negara yang bersangkutan. Di negara-negara tersebut, menurut Majid Khadduri (1966), hukumnasional mereka merupakan perpaduan antara asas-asashukum Barat dengan asas-asas hukum lslam. Di tanah air kita,hukum nasional di masa yang akan datang akan merupakanperpaduan antara hukum adat, hukum lslam dan hukumeks-Barat. ~

,ti

Hukum Islam di Indtmtsia 277

Perkembangan hukum lslam di negara-negara lslam dannegara-negara yang penduduknya mayoritas beragama lslamdi masa yang akan datang, menunjukkan' keanekaragamandan kesatuan. Jika dilihat dari segi hukum Islam sendiri,'keanekaragaman itu akan terlihat:pada bidang-bidang hukumekonomi, perdagangan intemasional, asuransi, perhubungan(laut, darat dan udara), perburuhan: acara, susunan dankekuasaan peradilan, administrasi dan lain-lain bidang hukumyang kurang, lebih bersifat netral. Namun, mengenai 'hukumkeluarga' yakni hukum perkawinan dan hukum kewarisan,kendatipun di sana sini,akan terdapat atau kelihatan nuansa-nuansa, secara keseluruhan akan menunjukkan ciri-ciri'kesatuan.' Di bidang hukum ini bagaimanapun besarnyapengaruh sekularisasi akibat penetrasi hukum Barat selamaberabad-abad di negara-negara yang penduduknya beragamaIslam, hukum lslam mengenai keluarga akan tetap kelihatanin toto (dalam keseluruhan).

Jika kalimat-kalimat di atas diterapkan ke dalam kontekshukum nasional Indonesia, "keanekaragaman" hukum (fiqih)Islam untuk ne~ara-negara lslam dan negara-negara yangmayoritas penduduknya beragama Islam akan menjadi satudari merupakan kesatuan hukum nasional yang dituangkandalam kodifikasi-unifikasi yang berlaku bagi semua 'warganegara dan penduduk, (Indonesia), sedang yang merupakan"kesatuan" bagi umat. Islam di mana pun mereka berada, jikaditerapkan ke dalam sitUasi dan kondisi Indonesia'",:akanmeru-pakan keanekaragaman, karena keanekaragaman hukumagama yang dipeluk oleh umat beragama dalam NegaraRepublik lndonesia. Hukum keluarga, yang terdiri dari hukumperkawinan ,dan hukum kewarisan, menurut almarhum

'~;

Page 37: Huk. Islam Bab4

278 Hukum lslam'

Profesor Supomo, karena berhubungan erat dengan agama,harus berbeda. sesuai dengan perbedaan agama yang dipelukoleh bangsa Indonesia. Perkawinan adalah sah, sebagai contoh,apabila dilakukan menurut 'hukum masing-masing agama'yang dianut oleh bangsa lndonesia, demikian bunyi Pasal 2-ayat (1) Undang-Undang Perkawinan (1974). Negara, menurut _Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945, menjamin' -kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanyamasing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dankepercayaannya itu.

SKETSAPERADILANAGAMA

PendahuluanPeradilan adalah proses pemberian keadilan di suatu lem-

baga yang disebut pengadilan. Pengadilan adalah lembaga ataubadan yang bertugas menerima, memeriksa, mengadili danmenyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya.Dalam "mengadili dan menyelesaikan suatu perkara" itulahterletak proses pemberian keadilan yang dilakukan olehhakim baik tunggal maupun majelis. Oleh karena itu, hakimmerupakan unsur yang sangat penting dalam penyelengga.raan _peradilan.

p

Peradilan Agama adalah proses pemberian keadilan ber-dasarkan hukum agama lslam kepada orang-orang lslam yangdilakukan di Pengadilan-Agama dan Pengadilan TinggiAgama.Peradilan Agama, dalam sistem peradilan nasional lndonesia,di samping Peradilan Umum, Peradilan Militer dan PeradilanTata Usaha Negara, merupakan salah-satu pelaksana kekuasaankehakiman dahlm Negara Republik lndonesia. Keempat

Hukum lslam di Indtmesia 279

lembaga peradilan itu mempunyai kedudukan yang sama,sederajat dengan kekuasaan yang berbeda.

Sebagai lembaga peradilan, peradilan agama dalarn bentuk-nya yang sederhana berupa tahkim, yaitu lembaga penyelesaiansengketa antara orang-orang lslam yang dilakukan oleh paraahli agama, telah lama ada dalam masyarakat Indonesia yaknisejak agama Islam datang ke Indonesia. Lembaga tahkim yangmenjadi asal-usul peradilan agama itu, tumbuh dan berkem-bang bersama dengan perkembangan masyarakat Muslim dikepulauan Nusantara ini. Ia telah lama berfungsi sebagaisarana pemenuhan kebutuhan dasar penduduk yang memelukagama lslam dalam beribadah (terutama) melaksanakanhukum perkawinan dan hukum kewarisan yang merupakanrangkaian kesatuan dengan dan menjadi komponen agamaIslam. Peradilan agama yang. telah ada sejak agama lslamdatang ke lndonesia itulah yang kemudian diakui dan diman-tapkan kedudukannya di Jawa dan Madura tahun 1882, disebagian besar residensi Kalimantan Selatan dan Timur tahun1937 dan di luar kedua wilayah itu tahun 1957 dengan pera-turan perundang-undangan pembentukannya.

Pengadilan Agama, seperti ternyata dari tahun-tahun pen-diriannya di atas, dibentuk dalam suasana yang berbeda. Peng-adilan Agama di]awa dan Madura strrta di sebagian bekas resi-densi Kalimantan Selatan dan Timuir, lahir dan tumbuh dalamsuasana kolonial, sedang Pengadilan Agama di luar daerah-daerah itu lahir dan tumbuh dalam suasana kemerdekaan.Perbedaan suasana pembentukan, sejarah pertumbuhan danperkembangannya itu menyebabkan nama dan kekuasaan -atau wewenangnya juga berbeda. Perbedaan nama (Priesterraadatau Raad Agama di Jawa dan Madura, Kerapatan Qadhi di

Page 38: Huk. Islam Bab4

280 Hukum lslam

sebagian bekas residen si Kalimantan Selatan dan Timur sertaMahkamah Syar'iyah didaerah lain dari kedua wilayah itu)dinamakan oleh Undang-Undang No. 14Tahun 1970 (TentangKetentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman) dengan

. sebutan Pengadilan Agama. Itulah mungkin yang menjadidasar mengapa Menteri Agama pada tahun 1980mengeluarkankeputusan untuk menyeragamkan nama-nama pengadilandalam lingkungan peradilan agama dengan sebutan pengadilan.agama saja di seluruh Indonesia. Namun, kendatipun nama-nya telah sama, kekuasaannya tetap berbeda. Pengadilan'Agama di Jawa dan Madura serta di sebagian bekas residensiKalimantan Selatan dan Timur tidak berwenang mengadiliperkara kewarisan dan wakaf. Sebagai akibat teori resepsi yangdianut oleh ilmuwan dan pemerintah kolonial Belanda dahulu,sejak 1 April 1937, Pengadilan Agama di wilayah-wilayahtersebut tidak berwenang lagi mengadili perkara kewarisandan perwakafan, seperti yang telah dijelaskan di depan. Di luarJawa, Madura dan sebagian bekas residensi KalimantanSelatan dan Timur, Pengadilan Agama berwenang mengadiliperkara perwaka~andan kewarisan yang disebut dengan istilahwaris mal-waris.

Selain kekuasaannya berbeda, pengadilan-peng.adilanagama itu tidak pula dapat melaksanakan keputusannya sendiri,karena dalam susunannya tidak terdapat jurusita. Ketiga macamperundang-undangan yang membentuk peradilan agama(1882: di]awa dan Madura, 1937: di sebagian bekas residensiKalimantan Selatan dan Timur, 1957: di luar wilayah-wilayahtersebut), menyatakan bahwa putusan-putusan badan pera-dilan agama memerlukan pernyataan dapat dijalankan (flateksekusi) dari Pengadilan Negeri jika putusan tersebut tidak

~"t;"

HuIutm Isfmrt di lndonesia 281

dipatuhi oleh pihak yang dikalahkan atau kalau pihak yangkalah tidak mau membayar ongkos perkara. Ketua PengadilanNegeri (dahulu Landraad) menyatakan putusan tersebut "dapatdijalankan," apabila ternyata tidak ada pelanggaran terhadapketentuan-ketentuan yang termaktub dalam ..peraturanperundang-undangan pembentukan badan peradilan agamatersebut. Kalau terdapat pelanggaran, Ketua Pengadilan Negerimemberi pernyataan "tidak dapat dijalankan" pada putusanPengadilan Agama tersebut. Lembaga flat eksekusi ini sengajadiciptakan oleh pemerintah kolonial Belanda dahulu untukmengendalikan dan mengawasi badan peradilan agama, denganantara lain tidak melengkapi susunannya dengan jurusita,sehingga pengadilan agama menjadi pengadilan semu, tidakmandiri melaksanakan putusan~putusannya. Anehnya, "jiwamengendalikan pengadilan agama itu," tetap dilanjutkandalam Undang-Undang Perkawinan Nasional (1974) yangmenyatakan dalam Pasal 63 ayat (2)-nya bahwa setiap kepu-tusan Pengadilan Agama dikukuhkan oleh Pengadilan Umum(maksudnya Pengadilan Negeri). Menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, pengukuhan itu harus dilaku-kan, kendatipun sifatnya administratif, terhadap semuaputusan Pengadilan Agama yakni semua putusan yang telahmempunyai kekuatan tetap, tidak terbatas hanya padaputusan yang tidak dipatuhi oleh pihak yang dikalahkan ataukarena tidak mau membayar ongkos perkara saja seperti yangditentukan dalam ketiga aturan tentang flat eksekusi tersebutdi atas (K. Wantjik Saleh, 1977: 10-71).

Berbagai kekurangan yang melekat pada diri PeradilanAgama telah menyebabkan Peradilan Agama tidak mampumelaksanakan tugasnya melakukan kekuasaan kehakiman

Page 39: Huk. Islam Bab4

282 Hukum Islam

secara mandiri seperti yang dikehendaki oleh Undang-UndangNomor 14Tahun 1974 yang menjadi induknya kini. Selain itu

- ,

ada pula masalah lain yang menghambat gerak langkah sepertisusunan, kekuasaan dari acara Peradilan Agama belum diaturdalam undang-undang tersendiri sebagaimana yang dikehen-daki oleh Pasal 12 Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman.Untuk melaksanakan Undang-Undang Nomor 14Tahun 1970tersebut dan untuk menegakkan hukum Islam yang berlakusecara yuridis formal dalam Negara Republik Indonesia, padatanggal 8Desember 1988Presiden Republik Indonesia menyam- .paikan Rancangan Undang-Undang Peradilan Agama kepadaDewan Perwakilan Rakyat untuk dibicarakan dan disetujuisebagai undang-undang menggantikan semua peraturan per-undang-undangan tentang Peradilan Agama yang tidak sesuailagi dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undangtentang Pokok-pokok Kekuasaan I(ehakim~ dimaksud.

Setelah dibicarakan secara mendalam, dibahas, dan diujidengan berbagai waw¥an dan peraturan perundang-:undanganyang berlaku di negara kita, akhimya pada hari Kamis tanggal14 Desember 1989, Rancangan Undang-Undang PeradilanAgama disetujui oleh I?ewan Perwakilan Rakyat menjadiUndang-Undang Rep~blik Ind?nesia tentang 'PeradilanAgama.'Lima belas hari kemudiail, yaitu tanggal 29 Desember 1989,undang-undang tersebut disahkan menjadi Undang-UndangNomor 7Tahun 1989 oleh Presiden Republik Indonesia, diun-d~gkan pada tanggal yang sama oleh Menteri SekretarisNegara dan dimuat dalam Lembaran Negara Nomor 49Tahun 1989.

Pengesahan Undang-Undang I'eradilan Agama itu merupa-kan peristiwa penting bukan hanya bagi pembangunan- ..

~cil('~

fl-~

tiJi)~~'(

{'f:

Hukum IslQm di lndonesia, 283

perangkat hukum nasional, tetapi juga bagi umat lslam diIndonesia. Sebabnya adalah, dengan disahkannya undang-undang tersebut semakin mantaplah -kedudukan PeradilanAgama sebagai salah-satu badari pelaksana kekuasaan keha-:kiman yang mandiri di tanah air kita dalam menegakkanhukum berdasarkan hukum lslam bagi pencari keadilan yangberagama lslam mengenai perkara-perkara (perdata) di bidangperkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, wakaf dan sedekahyang telah menjadi hukum positif di tanah air kita. Denganundang-undang ini, pemeluk agama lslam yang menjadibagian terbesar penduduk lndonesia, diberi kesempatanuntuk menaati hukum lslam yang menjadi bagian mutlakagamanya, sesuai dengan jiwa Pasal 29 Undang-UndangDasar 1945 terutama ayat (2) nya.

Undang-Undang Peradilan AgamaUndang-Undang Peradilan Agama yang telah disahkan

dan diundangkan itu terdiri dari VII bab, 108 pasal dengan'sistematik' dan 'garis garis besar' isinya sebagai'berikut: Bab Itentang ketentuan umum, Bab Ii sampai dengan Bab IIImengenai susunan dan kekuasaan Peradilan Agama, Bab lYtentang hukum acara, BabV ketentuan-ketentuan lain, BabVIketentuan peralihan dan BabVII ketentuan penutup (Undang-Undang Nomor 7: 1989).

Pada uraian berikut akan dikemukakan 'beberapa hal pokok'yang dimuat dalam bab dan bagian-bagiannya. Dalam Bab Idisebutkan bahwa Peradilan Agama adalah peradilan bagiorang-orang yang beragama lslam, terdiri dari (1) 'PengadilanAgama' sebagai pengadilan tingkat penama dan (2) 'PengadilanTinggi Agama' sebagai pengadilan tingkat banding. Kedua-

Page 40: Huk. Islam Bab4

284 Hukum lsltun

duanya merupakan pelaksana kekuasaan kehakiman bagirakyat pencari keadilan yangberagama Islam mengenai perkaraperdata tersebut di atas. Pengadilan Agama berkedudukan dikotamadya atau di ibukota kabupaten, sedang PengadilanTinggi Agama berkedudukan di ibukota prOvinsi..Keduanyaberpuncak pada Mahkamah Agung sebagai pengadilan negaratertinggi di Jakarta. Pembinaan teknis peradilannya, karenaitu, dilakukan oleh Mahkamah Agung, di bawah pimpinanKetua Muda Mahkamah Agung Bidang Lingkungan PeradilanAgama. Pembinaan organisasi, administrasi dan keuangan-nya, seperti halnya dengan badan-badan peradilan lain, dila-kukan oleh Departemen Teknis yaitu Departemen Agamayang dipimpin oleh Menteri Agama. .

Susunannya

Mengenai susunannya diatur dalam tiga bagian di Bab II.. .

'Bagian Pertama' atau 'bagian umum' menyebut Susunan Peng-adilan Agama yang terdiri dari pimpinan, yakni seorang ketuadan seorang wakil ketua, hakim anggota, panitera, sekretarisdan jurusita. Susunan Pengadilan Tinggi Agama terdiri daripimpinan yaitu seorang ketua.dan seorang wakil ketua, hakimtinggi (agama) sebagai hakim anggota, panitera dan sekretaris.'Bagiankedua' mengatur tentang syarat, tata cara pengangkatandan pemberhentian ketua, wakil ketua, hakim, panitera danjurusita Peradilan Agama. Disebutkan dalam bagian kedua inibahwa untuk dapat diangkat ke dalam jabatan yang ada dalamSusunan pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama,.seorang harus memenuhi syarat tertentu. Selain dari syarat~syarat umum yang berlaku bagi pengangkatan pegawai negeridan pegawai di badan-badan peradilan lain, untuk para

~

:ift,

IIIIKxi~]

l!~.

Hukum lslam eli Irulmttsia 28s

pejabat di lingkungan Peradilan Agama ada syarat khususyakni.harus beragama Islam. Syarat ini tidaklah dimaksudkanuntuk mengadakan diskriminasi, tetapi kualifikasi, diperlu-kan agar pencari keadilan yang beragama Islam yang datang kePengadilan Agama merasa mantap hati dan perasaannyamelaksanakan ibada.h umum berurusan dengan orang yangseagama dengan dia. Dan, karena sifat pekerjaan yangkhusus di lingkungan Peradilan Agama, kecuali untuk juru-sita, syarat lain yang ditentukan untuk dapat diangkat kedalam jabatan-jabatan dalam lingkungan Peradilan Agamaadalah berijazah sarjana syariah atau sarjana hukum:yangmenguasai hukum lslam. 'Bagian ketiga' mengatur tentangsekretaris yang memimpin Sekretariat Pengadilan dalam ling-kungan Peradilan Agama. Panitera Pengadilan Agamamerang-kap sebagai Sekretaris Pengadilan AgaJriwA)alammelaksana-kan tugas kesekretariatan ia dibantu oleh seorang wakilsekretaris. Untuk dapat diangkat menjadi wakil sekretarisbaik di Pengadilan Agama maupun di Pengadilan TinggiAgama, seorang ca:lon harus memenuhi syarat-syarat ter-sebut diatas. Selain beragama Islam, untuk Pengadilan Agamaia harus berijazah serendah-rendahnya sarjana muda syariahatau sarjana muda hukum yang menguasai hukum Islam atausarjana muda administrasi. Untuk Pengadilan Tinggi Agama,berijazah sarjana syariah atau sarjana hukum yang menguasaihukum lslam ..

Kekuasaan Peradilan AgamaBab 111mengatur 'kekuasaan' Pengadilan dalam lingkungan

Peradilan Agama. Dalam Pasal 49 ayat (1) disebutkan bahwaPengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa,

Page 41: Huk. Islam Bab4

286 Hukum Isltun

memutus dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkatpertama antara orang-orang yangbetagama Islam di bidang(a) perkawinan, (b) kewarisan, wasiat, dan hibah yang dilaku-kan berdasarkan hukum Islam, (c)wakaf dan shadaqah. DalamPenjelasan Undang-Undang Peradilan Agama, Pasal 49 ayat(1) di atas dinyatakan cukup jelas. Mengenai 'bidangperkawin-an,' Pasal 49 ayat (2) menyebutkan. bahwa yang dimaksudialah hal-hal yang diatur dalam atau berdasarkan Undang-Undang mengenai PerkaWinan yang berlaku. Pasal 49 ayat (2)ini dalam penjelasannya di~inci lebih lanjut ke dalam 22 butir,yaitu (1) izin beristri lebih dari seorang; (2) izin melangsung-kan perkawinan bagi orang yang belum berusia 21 (dua puluhsatu) tahun, dalam hal orang tua atau wali atau keluarga ,dalam garis lurus ada perbedaan pendapat; (3) dispensasIkawin; (4) pencegahan perkawinan;.(5) penolakan perkawinanoleh Pegawai Pencatat Nikah; (6) pembatalan perkawinan;(7) gugatan kelalaian atas. kewajiban suami atau istri; (8)perceraian karena talak; (9) gugatan perceraian; (10) 'penye-lesaian harta bersama;' (11) penguasaan anak; (12) pemeli-haraan dan pendidikan anak bila bapak yang seharusnyabertanggung jawab tidak mampu memenuhinya; (13) penen-tuan kewajiban memberi biaya penghidupan oleh suamikepada bekas istri atau penentuan suatu kewajiban bagi &ekasistri; (I4) putusan tentang sah atau tidaknya seorang anak;(15) putusan tentang pencabutan kekuasaan orang tua; (16)pencabutan kekuasaan wali; (I7) penunjukan orang lainsebagai wali oleh pengadilan dalam hal seorang anak yangbelum cukup berumur 18 (delapan belas) tahun yang diting-galkan oleh kedua orang tuanya padahal tidak ada penun-jukan wali oleh orang tuanya; (19) pembeban.~ kewajiban

.~

.l

I.II~

I11

II

II

Hukum lslam di Indmttsia 287

ganti kerugian terhadap wali yang telah menyebabkan kerugianatas harta benda anak yang berada di bawah kekuasaannya;(20) penetapan asal-usul anak; (21) putusan tentang peno-lakan pemberian keterangan untuk melakukan perkawinancampuran; dan (22) pemyataan tentang sahnya perkawinanyang terjadi sebelum Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974tentang Perkawinan berlaku yang dijalankan menurut pera-turan yang lain.

Mengenai butir (10) tersebut di atas perlu dijelaskanbahwa penyelesaian harta bersama yang kini menjadi wewenangPeradilan Agama dan diselesaikan di Pengadilan Agama saja,penting artinya bagi bekas istri clanbekas suami bersangkutan.Juga bagi asas peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan.Sebabnya adalah dengan penyelesaian persoalan harta bersamadi Pengadilan Agama, persoalan bekas suami dengan bekasistrinya menjadi selesai sekaligus. Penyelesaian harta ber-sama dilakukan oleh pengadilan baik karena perceraian mau-pun atas permohonan pihak-pihak yang berkepentingan!. diluar sengketa. Dalam Pasal 66 ayat (5), dan Pasal 86 ayat .(1)Undang-Undang Peradilan Agama, permohonan atau gugatansoal harta bersama dirumuskan dengan jelas dan dapatdilakukan bersama-sama dengan. permohonan atau gugatansoal penguasaan anak, nafkah anak dan nafkah istri. Iniperubahan penting dan mendasar dalam sistem peradilanIndonesia kalau dibandingkan dengan keadaan selama ini. Diwaktu yang lalu, soal harta bersama baru dapat dimajukankemudian dan diselesaikan oleh Pengadilan Negeri, bukanoleh Pengadilan Agama. Menurut Pasal 49 ayat (3), kewe-nangan Pengadilan Agama di 'bidang kewarisan, I yang disebutdalam Pasal 49 ayat (1) hurufb di atas, adalah mengenai (a)

lf'

Page 42: Huk. Islam Bab4

288 Hukum Islam:-,,"'penentuan siapa-siapa yang menjadi ahli waris, (b) penentuanharta peninggalan, (c) bagian masing-masing ahli waris, dan(d) melaksanakan' pembagian harta peninggalan. Dengandemikian, kewenangan Pengadilan' Agama di Jawa danMaduta serta sebagian bekas residen si Kalimantan Selataridan Timur mengenai perkara-perkara kewarisan yang dicabutoleh Pemerintah Belanda pada tahun 1937, melalui undang-undang ini dikembalikan lagi menjadi wewenang PengadilanAgama. Dengan demikian, kewenangan Pengadilan Agama diJawa, Madura dan di sebagian bekas residensi KalimantanSelatan dan Timur disamakan dengan kewenangan Penga-dilan Agama di daerah-daerah lainnya di lndonesia. Pasal 49ayat (3) ini dalam penjelasan pasal demi pasalnya dinyatakancukup jelas. Hanya, dalam penjelasan umum disebutkanbahwa 'para pihak sebelum berperkara dapat mempertimbang- ,kan untuk memilih hukum' apa yang dipergunakannya dalampembagian warisan. Mempertimbangkan untuk memilihhukum yang dipergunakan dalam pembagian warisan adalahmempertimbangkan kepentingan atau kemaslahatan ahliwaris., Dalam mempertimbangkan kemaslahatan ahli waris,sebelum berperkara, hukum Islam membuka peluang bagiahli waris untuk 'berdamai,' bermusyawarah untuk mencapaimufakat dalam menentukan perolehan masing-masingberdasarkan kerelaan, keikhlasan dan kekeluargaan. Me-ngenai pemilihan hukum ini agaknya adalah tepat dan sesuaidengan martabat Peradilan Agama, kalau pemilihan hukumoleh para pihak hanya mungkin dilakukan 'di luar pengadilan,'dalam lingkungan kelu~rga para pihak yang berperkara itusendiri.

j

:1

liI

I1

Hukum Islam di Indtmtsia 289Hukum AC4r4

Hukum Acara Peradilan Agama diatur dalam Bab IV.Bagian pertama mengatur hal-hal yang .p~rsifat .,'umum.' Di

.o-Jl;.

antaranya disebutkan bahwa hukum acara'yang berlaku padaPengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama adalahHukum Acara Perdata yang berlaku pada pengadilan dalamlingkungan Peradilan Umum, kecuali tentang hal-hal yangtelah diatur secara khusus dalam undang-undang ini. Hal-halyang 'diatur secara khusus' dalam Undang-Undang PeradilanAgama, disebutkan dalam bagian kedua undang-undang, iniyaitu 'pemeriksaan sengketa perkawinan,' mengenai (a) ceraitalak yang datang dari pihak suami, (b) cerai gugat yangdatang dari istri atau dari suami, dan (c) cerai karena alasanzina.

Kalaudiperhatikan proses pemeriksaan sengketa perkawin-an di Pengadilan Agama yang diatur daIamundang-undang ini,jelas bahwa undang-undang ini berupaya melindungi dan'meningkatkan kedudukan wanita' dengan jalan memberikanhak yang sama kepada istri dalam memajukan gugatan danmelakukan pembelaan di muka Pengadilan. Untuk melindungipihak istri, misalnya, gugatan perceraian yang dimajukannyapada suami yang menjadi tergugat 'tidak' harus ditujukan kepengadilan di daerah. hukum kediaman tergugat tersebutseperti yang telah menjadi prinsip dalam hukum acara perdataumum, tetapi, dalam Hukum Acara Perdata Peradilan Agamaini, gugatan ditujukan kepada pengadilan yang daerahhukumnya meliputi tempat kediaman istri (penggugat) ber-sangkutan. Sementara itu perlu dicatat pula bahwa di bagianpertama Bab lY ini disebutkan pula bahwa tiap penetapandan putusan Peradilan Agama (hanIs) dimulai dengan kalimat

Page 43: Huk. Islam Bab4

290 Hukum Islam .

Bismillahirrahmanirrahfm diikuti dengan kata-kata Demi Ke-adilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Penyebutankata-kata Bismillahirrahmanirrahlm pada setiap penetapandan putusan Peradilan Agama, selain menunjukkan ciri khususpelaksana kekuasaan kehakiman yang satu ini, kata-kata itujuga dapat dihubungkan langsung dengan kata-kata "Atas,berkat rahmat Anah YangMaha Kuasa"yang tercantum dalamPembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Selain merupakanpenjabaran kalimat yang terdapat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 kata-kata tersebut mempunyai fungsidan makna tersendiri bagi hakim dan para pejabat di ling-kungan Peradilan Agama dalam melaksanakan tugasnya.Melalui kalimat pendek yang mencakup maknanya itu,mereka diingatkan agar selalu teliti dan hati-hati bekerja,sebab semua (isi) penetapan dan putusan yang mereka tentu.,kan dan mereka laksanakan yang diawali dengan asma (nama)Allah itu, sesungguhnya, berada dalam tilikan Allah Yang'Maha Mengetahui, Maha Adil dan Maha Bijaksana, yang pasti,menurut keyakinan seorang Muslim, akan dimintai pertang-gungjawabannya kelak di akhirat. Bagian lain yakni bagianketiga Bab IV ini menyebut soal biaya perkara yang diatur olehMenteri Agama dengan persetujuan Mahkamah Agungberdasarkan asas peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan.

Ketentuan-ketentuan LainBabVmenyebut 'ketentuan-ketentuan'lain mengenai admi-

nistrasi peradilan, pembagian tugas para hakim dan paniteradalam melaksanakan pekerjaan masing-masing. Dalam babini disebut dengan jelas 'jurusita' untuk (a) melaksanakansemua perint:lh yang diberikan oleh ketua sidang, (b)

';:IL'I

Hukum Islam di Indtmtsia 291

menyampaikan pengumuman-pengumuman, teguran-tegurandan pemberitahuan penetapan atau putusan Pengadilanmenurut cara-cara berdasarkan ketentuan-ketentuan undang-undang, (c) melakukan penyitaan atas perintah Ketua Penga-dilan, (d) membuat berita acara penyitaan, yang salinanresminya diserahkan kepada pihak-pihak yang berkepen-tingan. jurusita Pengadilan Agama berwenang melakukantugasnya di daerah hukum pengadilan yang bersangkutan.

'jurusita tidak ada' dalam susunan Peradilan Agama'sebelum' undang-undang ini berlaku, sehingga dalam melak-sanakan putusannya yang tidak mau diterima oleh para pihak,terutama oleh mereka yang kalah, Pengadilan Agama selaluharus meminta bantuan dan, akibatnya, bergantung padaPengadilan Negeri. Dengan kata lain, karena tidak ada jurusitadalam tubuhnya sendiri, putusan Pengadilan Agama tidakdapat dilaksanakannya sendiri, tetapi harus minta persetujuanuntuk dilaksanakan dari Ketua Pengadilan Negeri. Persetujuanini, dalam kepustakaan hukum di Indonesia, seperti telahdisebut, disebut flat executie. Karena ketiadaan jurusita itupula maka setiap putusan Pengadilan Agama di bidangperkawinan selama ini perlu di~ukuhkan oleh PengadilanUmum atau Pengadilan Negeri. Dengan Undang-UndangPeradilan Agama ini, ketergantungan Pengadilan Agama kepadaPengadilan Negeri yang telah berlangsung sejak tahun 1830 dijawa dan Madura, diakhiri. Melalui undang-undang ini pulasemua aturan yang menentukan ketergantungan PeradilanAgama kepada Peradilan Umum, telah dihapuskan. Kini,Peradilan Agama tidak lagi seakan-akan "peradilan semu,"tetapi telah benar-benar menjadi peradilan mandiri.

~

Page 44: Huk. Islam Bab4

292 Hukum Islam

Ketentuan Peralihan

Bab yl mengenai 'ketentuan peralihan.' Dalam bab inidisebutkan antara lain bahwa (1) semua Badan PeradilanAgama yang telah ada dinyatakan sebagai Badan Peradilan'Agama menurut undang-undang ini.' Dj seluruh Indonesia,Peradilan Agama, pada. waktu undang-undang ini berlaku,berjumlah 321 buah, terdiri dari 303 Pengadilan Agama dan 1,8Pengadilan Tinggi Agama. Ketentuan peralihan ini menyatakanpula bahwa (2) semua peraturan pelaksanaan yang telah adamengenai Peradilan Agama dinyatakan tetap berlaku sepan-jang peraturan itu tidak bertentangan dengan undang-undangini dan selama ketentuan baru berdasarkan undang-undang inibelum dikeluarkan.

Ketentuan Penutup

Bab YlI tentang 'ketentuan pen1!tup.' Dalam bab terakhirini ditegaskan bahwa pada saat mulai berlakunya Undang-Undang Peradilan Agama, semua peraturan tentang Peradilan'Agama di Jawa dan Madura, di sebagian (bekas) ResidenKalimantan Selatan dan Timur, dan di bagian lain wilayahRepublik Indonesia, dinyatakan tidak berlaku lagi. Dengandemikian, terciptalah kesatuan hukum yang mengatur 'Pera-dilan Agama .di seluruh Indonesia, sebagai penerapan Wa-wasan Nusantara. Di samping itu dinyatakan juga bahwaaturan mengenai pengukuhan yang disebut Pasal 63 ayat (2)Undang-Undang Perkawinan, yang disinggung di atas, tidakberlaku lagi. Disebutkan pula dalam ketentuan penutup inibahwa 'pembagian harta peninggalan di lu~ sengketa' antaraorang-orang yang beragama Islam yang dilakukan berdasarkanhukum Islam aiselesaikan Guga) oleh Pengadilan Agama.

Hukum Islam di IruItmtsia 293

Dengan disahkannya Undang-Undang Peradilan Agama,perubahan penting dan mendasar telah terjadi dal~ ling-kungan Peradilan Agama. Di antaranya dapat disebut hal-halberikut:

1. Peradilan Agama telah menjadi peradilan mandiri, kedu-dukannya benar-benar telah sejajar dan sederajat denganPeradilan Umum, Peradilan Militer, dan Peradilan TataUsaha Negara.

2. Nama, susunan, wewenang (kekuasaan) dan hukum acara-nya telah sama dan seragam di $eluruh Indonesia. Tercipta-nya unifikasi Hukum Acara Peradilan Agama akan me-mudahkan terwujudnya ketertiban dan kepastian hukumyang berintikan keadilan dalam lingkungan PeradilanAgama.

3. Perlindungan terhadap wanita lebih ditingkatkan, denganjalan, antara lain, memberikan hak yang sama kepada istridalam berproses dan membela kepentingannya di mukaPengadilan Agama.

4. Lebih memantapk~ upaya penggalian berbagai asas dankaidah hukum Islam sebagai salah-satu bahan baku dalampenyusunan dan pembinaan hukum nasional melaluijurisprudensi.

Di samping itu, dapat dicatat pula bahwa dengan Undang-Undang Peradilan Agama,

S. Ketentuan-ketentuan dalam Un~ang-Undang PokokKekuasaan Kehakiman (1970) terutama yang disebut padaPasal 10 ayat (1) mengenai kedudukan pengadilan dalamlingkungan Peradilan Agama dan Pasal 12tentang susunan,kekuasaan dan (hukum) acaranya, telah terwujud.

Page 45: Huk. Islam Bab4

294 Hukum lslam

6. Pembangunan hukum nasional berwawasan nusantarayang sek~diguspula berwawasan bineka tunggal ika dalambentuk Undang-Undang Peradilan Agama telah terlaksana(Moh. Daud Ali, 1989: 12).

KOMPILASIHUKUM ISLAM

Rancangan Kompilasi Hukum Islam yang terdiri dari tigabuku yaitu buku I tentang Hukum Perkawinan, buku II tentangHukum Kewarisan, dan buku III tentang Hukum Perwakafan,selaras dengan wewenang utama Peradilan Agama, yangtelah diterima baik oleh para ulama dan sarjana hukum Islamseluruh Indonesia dalam lokakarya yang diselenggarakan diJakarta tanggal.2 sampai dengan 5 Februari 1988, melaluiInstruksi Presiden Nomor 1Tahun 1991 tanggalIOJuni 1991telah ditentukan sebagai pedoman bagi instansi pemerintahdan masyarakat yang memerlukannya dalam menyelesailcanmasalah-masalah di ketiga bidang hukum tersebut. MenteriAgama, sebagai Pembantu Presiden, dalam Sur~tKeputusannyaNomor 154 Tahun 1991 tanggal 22 Juli 1991.' dalam rangkamelaksanakan Instruksi Presiden. tersebut, meminta kepada .seluruh instansi Departemen Agama, termasuk PeradilanAgama di dalamnya, dan instansi pemerintah lainnya yangterkait agar menyebarluaskan Kompilasi Hukum Islam dimak-sud. Dalam bagian kedua diktum Keputusan Menteri Agamatentang pelaksanaan Instruksi Presiden itu disebutkan pulabahwa seluruh lingkungan instansi itu, terutama PeradUanAgama (MDA), agar 'menerapkan' Kompilasi Hukum Islamter-sebut di samping peraturan perundang-undangan lainnyadalam menyelesaikan masalah-masalah di bidang hukumperkawinan, kewarisan dan perwakafan.

.j••JIjl:1.1~1

I,;~

II

Hukum lslam di Intlontsi4, 295

Sebagaimana diketahui, selaiJ'\ kesadaran. hukum masya-. rakat dan penegak huk~m yang baik dan benar dalam men-jalankan tugasnya, penyelenggaraan hukum di dalam suatumasyarakat dan negara ditentukan pula oleh kejelasan peraturanhukumnya. Peraturan hukum yang jelas ini selain bergunauntuk kepastian hukum, juga sangat diperlukan dalam penega-kan keadilan hukum. Di lingkungan Peradibn Agama di tanahair kita di masa yang lampau,liukum yang diterapkan dalammenyelesaikan suatu perkara tidaklah begitu jelas, karenaselain terpencar di dalam berbagai kitab fiqih yang banyakjumlahnya juga tercantum dalam aneka pendapat yang ber-beda. Biro Peradilan Agama, yang kini bernama DirektoratPembinaan Badan PeradUan Agama, dalam Surat EdarannyaNomor 8/1/735 Tahun 1958 menentukan tiga belas kitabfiqih yang menjadi pegangan hakim agama dalam menye-lesaikan sengketa yang dimajukan padanya.

Selain tersebar di tiga belas kitab fiqih tercantu~ dalamSurat Edaran Biro Peradilan Agama itu, hasU penalaran parafuqaha (para ahli hukum fiqih lslam) dalam kitab-kitab dimak-sud juga berbeda satu dengan yang laln walaupun merekaberada dalam satu aliran hukum atau mazhab yang sama:Syafi'i. Perbedaan itu disebabkan karena selain pengalamandan pengetahuan mereka berbeda, juga karena ditulis dalamkurun waktu yang tidak sama di tempat yang berlainan pula.Hal ini tidak menguntungkan perkembangan hukum Islam ditanah air kita, sebab selain menimbulkan ketidakpastian hukumjuga. menyebabkan umat Islam Indonesia berpaling padahukum lain yang disusun secara sistematis dan jelas di dalamkitab undang-undang atau peraturan perundang-undangan.

Itulah mungkin yang menjadi 1 salah satu pertimbangan

Page 46: Huk. Islam Bab4

296 Hukum Islmn

mengapa pada tanggal 21 Maret 1984Ketua Mahkamah Agungdan Menteri Agama Republik lndonesia mengeluarkan SuratKeputusan Bersama membentuk sebuah panitia yang ber-tugas mengumpulkan bahan-bahan dan merancang KompilasiHukum lslam mengenai Hukum Perkawinan, Kewarisan danPerwakafan yang akan dipergunakan oleh Peradilan Agamasebagai hukum terapan dalam melaksanakan tugas dan wewe-nangnya. Kompilasi yang akan disusun itu, diharapkan, selainakan tetap sesuai dengan ajaran lslam juga mampu menam-pung nilai-nilai se~a norma-norma hukum yang. tumbuh,hidup dan berkembang dalam masyarakat. Untuk mernen~hiharapan itu, Panitia dimaksud menempuh ""pat jalUT dalammelaksanakan kegiatannya. Jalur penama adalah jalur peng-kajian kitab-kitab. fiqih. dengan bantuan beberapa (tenagapengajar) Fakultas Syariah lAIN di Indonesia. Jalur ke duaadalah jalur pendapat ulama, khususnya ulama fiqih di tanahair kita. Beberapa ulama fiqih terkemuka dihubungi, diwawan-caraidan dicatat. pendapat mereka mengenai beberapa haltertentu d,an dijadikan bahan masukan dalam. p.enyusunankom-pilasi itu. Jalur ke tiga adalah jalur jurisprudensi yangterhimpun dalam putusan-putusan Pengadilan Agama seluruh.Indonesia se-jak zaman penjajahan Belanda dahulu sampai'dengan kompilasi itu tersusun (1987). Jalur keempat -adalah ,studi perbandingan mengenai pelaksanaan dan penegakanhukum lslam di negara-negara Muslim, terutanta negara-negara tetangga (misalnya Malaysia) yang penduduknyaberagama Islam.

Setelah bahan-bahan diperoleh melalui ke empat jalur ter-sebut, panitia perumus lalu bekerja menyusun bahan-bahandi-maksud s~a 'logis sistematis,' dituangkan ke dalam pasal-

i~

Ij~..f::

1

II~I

-----_.-

Hukum Islmn di Intltmtsia 's1

pasal dengan bahasa peraturan perundang-undangan yang ber .•laku di tanah air kita. qleh panitia perumus telah diupayakanmenyusun pasal-pasal kompilasi itu dengan bahasa yangsederhana, mudah dipahami, singkat, walaupun, sebagai karyamanusia, tentu saja terdapat kekurangan di sana sini.

Dalam menyusun kompilasi ini penimbangan-pertim-bangan 'kemaslahatan' amat diperhatikan oleh panitia, terutarnamengenai hal-hal yang termasuk ke dalam kategori ijtihadi.Dengan begitu, diharapkan, selain akan dapat memelihara danmenampung aspirasi hukum serta keadilan masyarakat,kompilasi itu juga akan mampu berperan sebagai perekayasa(sodal engineering) masyarakat Muslim lndonesia.

Berdasarkan catatan singkat tersebut di atas, KompilasiHukum Islam (diharapkan) dapat menyatukan wawasan hakim-hakim Peradilan Agama di Indonesia dalam memecahkanberbagai masalah yang dimajukan kepada mereka. Selain itu,sepeni yang dikemukakan oleh almarhum Wasit Aulawi,Kompilasi Hukum Islam ini, mudah-mudahan dapat (1) meme-nuhi asas manfaat dan keadil~ berimbang yang terdapatdalam hukum Islam, (2) mengatasi berbagai masalah khilafiyah(perbedaan pendapat) untuk menjamin kepastian hukum, dan(3) mampu menjadi bahan baku dan berperan aktif dalampembinaan hukum nasional (HAWasit Aulawi, 1989:12).

Kompilasi Hukum Islam, yakni kumpulan atau himpunankaidah-kaidah hukum Islam yang disusun secara sistematistersebut di atas terdiri dari tiga buku. Masing-masing bukudibagi ke dalam beberapa bab dan pasal, dengan sistematikasebagai berikut. Buku I Hukum Perkawinan terdiri dari 19 babdengan 170 pasal. Bab I adalah Ketentuan Umum berisi rumusan

Page 47: Huk. Islam Bab4

298 Hukum lslam

penjelasan mengenai kata-kata penting yang terdapat dalambuku tersebut. Dalam Pasal 1 dirumuskan arti: .peminangan,wali hakim, akad nikah, mahar, taklik talak, harta kekayaandalam perkawinan atau harta bersama, pemeliharaan anak,perwalian, khuluk danmut'ah (pemberian mantan suami kepadaisteri yang ditalak berupa benda atau uang, dan sebagainyasebagai bekal hidup, penghibur hati, mantan isterinya). Bab IIDasar-dasar Perkawinan (pasal 2.sampai 10). Dalam Pasal 2 babini disebut pernikahan sebagai akad yang sangat kuat dan 'melaksanakannya merupakan ibadah. Pasal 3menyebut tujuanperkawinan untuk mewujudkan kehidupan rumah tanggayangsakinah (sejahtera-bahagia), yarigdibina dengan mawaddah(cinta) dan rahmah (kasih sayang). Dalam Pasal 4 disebutsahnya perkawinan bila dilakukan menurut hukum Islam.Pada Pasal 5ditegaskan bahwa setiap perkawinan harus dicatatoleh Pegawai Pencatat Nikah. ~ena itU,dalam Pasal 6dinyata-kan bahwa setiap perkawinan harus dilangsungkan di hadapandan di bawah pengawasan Pegawai Pencatat Nikah. Dan,perkawinan yang dilakukan di luar pengawasan pencatat nikahtidak mempunyai kekuatan hukum. Didalam Pasal? disebutkanbahwa perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan AktaNikah yang dibuat oleh Pegawai Pencatat Nikah. Demikianantara lain isi beberapa pasal Kompilasi Hukum Islam dalamBab II. Bab III Peminangan (Pasal 11 sampai dengan Pasal 13).Dalam Pasal 11 disebut tata cara peminangan. Di Pasal 12disebut wanita yang dapat atau boleh dipinang (gadis ataujanda yang telah habis masa iddahnya), sedang wanita yangtidak boleh dipinang adalah wanita yang sedang dipinang prialain, wanita yang ditalak tetapi yang mungkin rujuk ataukembali bersatu dengan suaminya (dalam masa iddah raj'iah).~

Hukum lslam di lndontsia 299Pasal 13 menyebut peminangan belum menimbulkan akibathukum dan pemutusan peminangan dilakukan sesuai dengantuntunan agama dan kebiasaan setempat. Bab IV(Pasal 14sampai dengan 29) 'Rukun dan Syarat Perkawinan.' Pasal 14menyebut rukun nikah yaitu (1) calon suami, (2) calon isteri,(3) wali nikah, (4) dua orang saksi, dan (5) ijab dan kabul.Pasal 15 sampai dengan 18 menjelaskan tentang calon mem-pelai (calon suami-isteri), batas umur untuk menikah (19-16tahun), persetujuan mereka unt~k dinikahkan yang harusditanya sebelum pernikahan dilangsungkan. Pasal 19 menye-but tentang wali nikah. Pasal 20 menyebut siapa yang berhakmenjadi wali nikah yaitu wali nasab (yangmempunyai hubungandarah dengan calon mempelai wanita) dan wali hakim. DiPasal 21 diatur susunan keutamaan kekerabatan wali nasab.Pasal 22 tentang pergeseran wali nasab, apabila wali nasab yangpaling berhak berhalangan menjadi wali nikah. Pasal 23menyebut wali hakim (pejabat pemerintah yang ditunjuk olehMenteri Agama) menjadi wali nikah apabila wali nasab tidakada, berhalangan atau enggan melakukan pernikahan calonmempelai wanita. Pasal 24 menyebut tentang saksi. Menurutayat (2) pasal ini setiap perkawinan harus disaksik~ oleh duaorang. Pasal 25 tentang syarat orang yang dapat menjadi saksi(Muslim, adil, akil balig, waras dan tidak tuli). Di Pasal 26dinyatakan bahwa saksi harull hadir menyaksikan langsungakad nikah sena menandatangani Akta Nikah pada waktu danditempat akad nikah dilangsungkan. Pasal 27 menyatakanbahwa ijab dan kabul antara wali dan calon mempelai priaharus jelas beruntun, tidak berselang waktu. Di Pasal 28 di-nyatakan bahwa akad nikah dilaksanakan sendiri secarapribadi oleh wali nikah, tetapi wali nikah dapat mewakilkannya

Page 48: Huk. Islam Bab4

300 Hukum lslam

kepada orang lain .. Pasal. 29 menyebut. calon mempelai priapribadi yang berhak mengucapkan kabul. Namun, dalam hal-hal tenentu pengucapan kabul dapat diwakilkan kepada.prialain dengan pemberian kuasa tertulis secara tegas. Kalau calonmempelai wanita atau walinya keberatan calon mempelai priadiwakili, akad nikah tidak boleh dilangsungkan. BabV menge-nai Mahar (Pasal 30 sampai dengan Pasal 38). Dalam Pasal 30disebutkan calon mempelai pria wajib membayar maharkepada calon mempelai wanita yang jumIah, bentuk dan jenis-nya disepakati oleh kedua belah pihak. Pada butir d. KetentuanUmum Buku I dikatakan bahwa yang dimaksud dengan maharadaiah pemberian dari calon mempelai pria kepada calonmempelai wanita, baik ber-bentuk barang, uang atau jasa yangtidak benentangan dengan hukum Islam. Pasal 31, 32, dan 33menyebut tatacara penentuan mahar, pemberiannya kepadacalon mempelai wanita dan penyerahannya yang dapat tunaitetapi boleh juga ditangguhkan baik untuk seluruhnya mau-pun untuk sebagian. Di Pasal 34. dinyatakan bahwa maharbukan merupakan rukun dalam perkawinan. Kelalaian menye-but jenis dan jumlahnya waktu akad nikah, tidak menyebab-kan batalnya perkawinan. Dalam Pasal 35 disebutkanpenyelesaian mahar bIau suami menalak isterinya ataumeninggal dunia sebelum mereka berkumpul sebagai suamiisteri. Pasal 36, 37, dan 38 mengatur soal-soal mengenai mahardan pemecahan masalahnya kalau terjadi hal-hal teknis yang .disebutkan dalam paSal-pasal tersebut. Babyl Larangan Kawin(Pasal 39 sampai dengan Pasal 44). Pada Pasa139 dinyatakanseorang laki-laki atau pria dilarang kawin dengan seorangwanita (l) Karena pertalian darah (nasab) yaitu perkawinanantara seorang laki-laki dengan (a) seorang wanita yang

~~:t"i

, Hukum lslam di lndontsia 301

melahirkan atau yang menurunkannya atau keturunannya, (b)dengan seorang wanita keturunan ayah atau ibu, (c) denganseorang wanita saudara yang melahirkannya. (2) Karenapenalian perkawinan (kerabat, semenda) yakni"perkawinanantara seorang pria dengan (a) seorang wanita yang melahirkanisterinya atau bekas isterinya, (b) dengan seorang wanitabekas isteri orang yang menurunkannya, (c) dengan seorangwanita keturunan isteri atau bekas isterinya, kecuali putusnyaperkawinan dengan bekas isterinya itu sebelum merekaberhubungan sebagai suami isteri, (d) dengan seorang wanitabekas isteri keturunannya. (3) Karena penalian sesusuan,yaitu (a) dengan wanita yang menyusuinya dan seterusnyamenurut garis lurus ke atas, (b) dengan wanita sesusuan danseterusnya menurut garis lurus ke bawah, (c) dengan wanitasaudara sesusuan, dan kemenakan sesusuan ke bawah, (d)dengan wanita bibi sesusuan dan nenek bibi sesusuan ke atas,(e) dengan anak yang disusui oleh isterinya dan keturunannya.Pasal 40 menyatakan: dilarang perkawinan seorang pria (laki:"laki) dengan seorang wanita karena keadaan tenentu, yaitu(a) karena wanita bersangkutan masih terikat perkawinandengan pria lain, (b) wanita yang masih berada dalam masaiddah dengan pria lain. Dalam Undang-Undang Perkawinan,masa iddah atau idah disebut masa tunggu bagi seorang wanitayang ditaIak atau kematian suami atau hamil, sebelum kawinlagi dengan pria lain, (c) seorang wanita yang tidak beragamaIslam. Pada Pasal 41 ditegaskan bahwa (l) seorang pria dila-rang memadu isterinya dengan seorang wanita yang mem-punyai hubungan penalian darah atau susuan dengan isteri-nya, yaitu (a) saudara kandung, s~ayah atau seibu sena ke-turunannya, (b) wanita dengan bibinya atau kemeaakannya.

Page 49: Huk. Islam Bab4

302 Hukum Isltrm

(2) Larangan tersebut pada ayat (I) tetap berlaku meskipunisteri atau isteri-isterinya telah ditalak raj'i (talak yang dapatdirujuk atau kembali lagi sebagai suami isteri) tetapi masihdalam masa iddah. Pasal 42 menyebut larangan bagi seorangpria melangsungkan perkawinan dengan seorang wanila apa-bila pria tersebut sedang terikat tali perkawinan dengan lebihdari seorang isteri. Pasal 43 melarang perkawinan seorang pria(a) dengan seorang wanita bekas isterinya yang (telah) ditalaktiga kali, (b) dengan seorang wanita bekas isterinya yangdili'an (yaitu tuduhan dengan sumpah). Pada ayat (2)-nyadisebut gugumya larangan tersebut pada huruf (a) kalaumantan isteri itu telah kawin dengan dan bercerai lagi dari prialain. Dalam Pasal 44 ditegaskan bahwa seorang wanita Islamdilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang priayang tidak beragama Islam. BabVIIPerjanjian Perkawinan (Pasal45 sampai dengan Pasal 52). Dalam Pasal 45 disebut bahwakedua mempelai dapat mengadakan perjanjian perkawinandalam bentuk (1) taktik talak. Taktik talak adalah talak yangdigantungkan pada hal atau keadaan tertentu yang disebut-kan dalam perjanjian perkawinan yang diucapkan pengantinlaki-laki setelah ijab kabul. Kendatipun taklik talak bukanmerupakan suatu perjanjian yang wajib diadakan pada setiapperkawinan, tetapi biasanya dalam setiap perkawinan yangdilangsungkan di Indonesia mempelai pria mengucapkantaktik talak itu. Dan, sekali taktik talak sudah diucapkan,perjanjian itu tidak dapat dicabut kembali. (2) "Perjanjian lai~ 'yang tidak bertentangan dengan hukum Islam. Biasanya per •.janjian perkawinan bentuk ini adalah mengenai percampuran

" atau pemisahan harta pencarian masing-masing, sepanjangtidak bertentapgan dengan hukum Islam. Rincian perjanjian

.~'~ .

HuIatm Islmn di 1JWItJntSit& 303

perkawinan diatur dalam Pasal-pasal 46, 47, 48, 49, 50, 51, dan52 yang tidak diuraikan dalam buku pengantar ini. Bab WIKawin Hamil diatur dalam Pasal 53 sampai dengan Pasal 54. BabIX mengenai Beristeri Lebih dari Satu Orang (Pasal 55 sampaidengan Pasal 59). Bab X tentang Pencegahan Perkawinanditentukan dalam Pasal 60 sampai dengan pasal 69. Bab XIBatalnya Perkawinan diatur dalam Pasal 70 sampai dengan Pasal76. Berhubung isi Bab-bab tersebut yang diatur dalam pasal-pasalnya tidak begitu penting bagi mahasiswa, menuruthemat penulis. ditunda saja pembicaraannya dalam HukumKekeluargaan lslam semester yang akan datang. Karena itu.juga tidak diuraikan dalam buku pengantar ini. BabXIImengaturHak dan Kewajiban Suami Isteri (pasal 77 sampai dengan pasal84). Dalam pasal 77 diatur hal-hal yang 'umum' mengenai hakdan kewajiban suami isteri. Di pasal 77 disebut bahwa (1)suami isteri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkanrumah tangga yang SakimIJa, JrIIIYWIIldDh dan ralrmah yang menjadisendi dasar susunan masyarakat. (2) Suami isteri wajib salingcinta mencintai. hormat menghormati, serta setia dan mem-beri bantuan lahir batin yang satu kepada yang lain.-(3) Suamiisteri memilculkewajiban untuk mengasuh dan memeliharaanak-anak mereka, baik mengenai pertumbuhan jasmani, rohanimaupun kecerdasannya dan pendidikan agamanya. (4) Suamiisteri wajib "memelihara kehormatan mereka. (5) Jika suamiatau isteri melalaikan kewajibannya, masing-masing dapatmengajukan gugatan kepada Pengadilan Agama. Dalam Pasal78 ditentukan (1) Suami isteri. baros mempunyai tempatkediaman yang tetap, (2) Rumah kediaman yang dimaksuddalam ayat (1) ditentukan oleh suami isteri bersama. Tentang'Kedudukan Suami Isteri' diatur dalam Pasal 79. berbunyi (1)

i

1 tt!

Page 50: Huk. Islam Bab4

304 Hukum lslam

Suami adalah kepala keluarga dan isteri ibu rumah tangga. (2)Hak dan Kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dankedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan per-gaulan hidup bersama dalam masyarakat. (3) Masing- masingpihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum. Tentang'kewajiban suami'. disebut dalam Pasal,80. Dalam p~al inidinyatakan bahwa (1) Suami adalah pembimbing isteri danrumah tangganya, akan tetapi mengenai hal~halurusan rumahtangga yang penting-penting diputuskan oleh suami isteribersama. (2) Suami wajib melindungi isterinya dan mem-berikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tanggasesuai dengan kemampuannya. (3) Suami wajib memberikanpendidikan agama kepada isterinya dan memberi kesempatankepada isterinya mempelajari pengetahuan yang berguna dan'bermanfaat bagi (dirinYclsendiri, keluarga) agama, nusa, danbangsa. (4) Sesuai dengan penghasilannya, suami menang-gung (a) nafkah, pakaian, dan tempat kediaman isteri, (b)biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatanisteri dan anak, (c) biaya pendidikan anak. (7) Kewajibansuami tersebut dalam huruf (a) dan (b) ayat (4) di atas gugurapabila isteri nusyuz(membangkang tidak memenuhi kewajib-annya sebagai isteri tanpa alasan yang dibenarkan oleh l1ukumIslam). Ayat (5) dan (6) Pasal 80 tidak dikutip, karena tidakbegitu relevan disebut dalam pengantar ini. Tentang 'tempatkediaman,' diatur dalam Pasal 81. Pada ayat (1) pasal inidiseb~.Itkanbahwa suami wajib menyediakan tempat kediamanbagi isteri dan anak-anaknya atau isteri yang sudah diceraitetapi masih dalam masa iddah. (2) Tempat kediaman adalah .tempat tinggal yang layak untuk isteri selama dalam ikatanperkawinan atau dalam iddah talak atau idd4h wafat. (3) Tempat

Hulumt lslam di lrulontsia 305

kediaman disediakan untuk melindungi isteri dan anak-anakdari gangguan pihak lain, sehingga mereka merasa aman dantenteram. Tempat kediaman juga berfungsi sebagai tempatmenyimpan harta kekayaan, sebagai tempat menata danmengatur alat-alat rumah tangga. (4) Suami wajib melengkapitempat kediaman sesuai dengan kemampuannya sertadiselaraskan dengan keadaan lingkungan tempat tinggal, baikberupa alat perlengkapan rum~h tangga maupun saranapenunjang lainnya. Kewajiban su~i yang beristeri lebih dariseorang yang disebut dalam Pasal 82 tidak dicantumkandalam pengantar ini. Dalam Pasal 83 dan 84 disebut KewajibanIsteri. Pada Pasal 83 ayat (1) dinyatakan bahwa kewajibanutama seorang isteri ialah setia lahir dan batin kepada suamidi dalam batas-batas yang dibenarkan oleh hukum Islam. (2)Menyelenggarakan dan mengatur keperluan rumah tanggasehari-hari dengan sebaik-baiknya. Di Pasal 84 dinyatakanbahwa (1) Isteri dapat dianggap nusyuz jika ia tidak 'maumelaksanakan kewajiban-kewajiban sebagaimana dimaksuddalam Pasal 83 ayat (1) kecuali dengan alasan yang sah. (2)Selama isteri dalam nusyuz,kewajiban suami terhadap isterinyatersebut pada Pasal 80 ayat (4) huruf (a) dan (b) tidak berlaku.kecuali hal-hal yang berhubungan dengan kepentingan anaknya.(3) Kewajiban suami tersebut pada ayat (2) di atas berlakukenlbali sesudah isteri tidak Oagi)nusyuz.(4) Ketentuan tentangada atau tidak adanya nusyuz isteri harus didasarkan atas buktiyang sah. Bab XlII Harta Kekayaan dalam Perkawinan (Pasal 85sampai dengan Pasal 97). Dalam Pasal 85 dinyatakan adanya'harta bersama' dalam perkawinan (dengan) tidak menutupkemungkinan adanya harta masing-masing suami isteri. Pasal86, 87~88, 89, 90, 91 menyebut tentang prinsip adanya harta

Page 51: Huk. Islam Bab4

306 Hukum lslam

bersama dan hana masing-masing suami isteri, tanggungjawabmenjaga hana bersama, hana isteri dan hana suami, bentuk-nya berwujud atau tidak berwujud, pengelolaannya, per-tanggung jawaban dan ,soal-soal. teknis lainnya. 'Pasal 92,93,94, dan 95 tidak dicantumkan dalam buku' pengantar. ini.

. Dalam Pasal 96 dinyatakan bahwa (1) apabila terjadi ceraimati, separuh hana bersama menjadi hak pasangan. yanghidup lebih lama. (2) Pembagian harta-bersama seorang sU1lJliatau isteri yang hilang harus ditangguhkan sampai kepastianmatinya yang hakiki atau matinya secara hukum atas putusanPengadilan Agama. Dalam Pasal 97 dinyatakan bahwa jandaatau duda cerai hidup masing-masing berhak seperdua hanabersama sepanjang tidak ditentukan lain. dalam perjanjianperkawinan. 'Bab XIV mengenai, 'Pemeliharaan Anak' (Pasal98 sampai dengan Pasal 106). Yang dianggap pentingdibicarakan dalam pengantar ini hanyalah Pasal 99, 100, 101,103 dan 105. Dalam.Pasal-99 disebutkan bahwa anak yang sahadalah (a) anak yang dilahirkan dalam atau akibat perkawinanyang sah, (b)'hasil pembuahan suami isteri yang sah diluar,rahim dan dilahirkan oleh i5teri tersebut. Pasal 1oomenyatakan

.' bahwa anak yang lahir' di luar perkawinan hanya mempunyaihabungandarah (nasab) dengan. ibunya: dan keluarga ibu!1ya.Pasal 101 menyebut: seorang suami yang mengingkari sahnyaanak, sedang isterinya tidak menyangkalnya, dapat meneguh-kan pengingkarannya dengan Ii'an (tuduhan dengan sumpahtersebut di depan). Dalam ayat (l) Pasal 103 ditegaskan bahwaasal usul seorang anak hanya dapat dibuktikan dengan aktakelahiran atau alat bukti lainnya. Dalam Pasal lOS diatur,dalam hal terjadi perceraian: (a) pemeliharaan anak yangbelum mumayyiz. atau belum berumur 12 tahun adalah hak

'I

Hukum lslam di lndonesia 307ibunya, (b) pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz (sudahberumur 12 tahun) diserahkan kepada anak bersangkutanuorok memilih ayah atau ibunyakah yang berhak ataspemeliharaannya, (c) biaya pemeliharaan (anak) ditanggungoleh ayahnya. Bab XV Perwalilm (Pasal 107 sampai denganPasal 112). Bab XVI Patusnya Perkawinan -(Pasal 113 ~ampaidengan Pasal 148). BabXVI1 Akibat Putusnya Perkawinan (P~a!149 sampai dengan Pasal 162). Bab XVUIRujuk tPa!~'163sampai dengan Pasal 169). Bab.XIX Masa Berkabung cPaslil170). Isi Bah-bab tersebut terakhir ini (XV sampai denganXIX) tidak dicantumkan dalam bUkuatau kitab pengantar ini.' '"

Buku nHJlkum Kewarisan terdiri dari 6 bab dengan 44 pasal(dari Pasal 171sampai dengan Pasal 214) .Bab Iadalah KetentuanUmum (Pasal 171). Seperti halnya dengan ketentuan umum dibuku I, memuat penjelasan singkat tentang kata-kata pentingyang dimuat dalam buku n.Kata-kata tersebut adalah hukumkewarisan, pewaris, ahli waris, hana peninggalan, (harta)warisan, wasiat, hibah, anak angkat dan baitul mal. Bab Utentang Ahli Waris (Pasal 172 sampai dengan Pasal i75). BabUIBesarnyaBagian (Pasal 176 sampai dengan Pasal 191). BablYAul dan Rad (Pasal 192sampai dengan Pasal 193)•BabVWasiat(Pasal 194 sampai dengan Pasal209). Bab yl Hibah (Pasal 210sampai dengan Pasal 214). Karena rumusan dalam pasal-pasalmengenai Hukum Kewarisan Ini tidak begitu baik dan yangdimuat hanya beberapa hal saja, maka tidak ada s~ahnyakalau dalam pengantar ini dicantumkan beberapa hal pentingyang sifatnya mendasar tentang ;kewarisan. Dalam hukumkewarisan ada unsur-unsur yang! memungkinkan peralihanharta peninggalan seseorang berlangsung sebagaimana mesti.

...

Page 52: Huk. Islam Bab4

308 Hukum Islmrt

.nya. Unsur-unsur tersebut adalah (1) pewaris, (2) harta warisanatau harta peninggalan, dan (3) ahli waris. .

Yang dimaksud (1) pewaris adalah seseorang yang telahmeninggal dunia, meninggalkan sesuatu untuk keluarganyayangmasih hidup. Berdasarkan asas ijbari (wajib dilaksanakan,yang akan dijelaskan di bawah), pewaris pada waktu akan.meninggal tidak berhak menentukan siapa-siapa yang akanmemperoleh harta yang ditinggalkannya, berapa bagian.masing-masing dan bagaimana cara mengalihkan harta itu.S~b, semuanya telah ditentukan Alah secara pasti yang.wajib dilaksanakan. Kalau adapun kemerdekaan yang diberi-kan Allah kepadanya (kepada calon pewaris) mengenai hartayang akan ditinggalkannya, kemerdekaan itu hanya terbataspada pengalihan sepertiga harta yang akan ditinggalkannyauntuk seseorang yang dikehendakinya. Batas itu ditentukan,untuk menjaga agar hak ahli waris yang telah ditentukanAllah tid~ terlanggar. Y3:Jlgdimaksud dengan (2) llarta warisan'atau 'harta peninggalan.'.~dalah segala sesuatu yang ditinggal-kan pewaris yang secara hukum' dapat beralih kepada ahliwarisnya. Oleh karena itu, h~ peninggalan tersebut haruslahharta yang sepenuhnya merupakan milik'pewaris. Benda yangbukan sepenuhnya milik pewaris, tidak dapat dialihkan kepadaahli warisnya. Bentuknya mungkin benda bergerak, bendatidak bergerak, berwujud atau berupa hak-hak tertentu.Mengenai hutang-hutang pewaris, ahli waris hanya bertang-gung jawab terbatas pada jumlah harta peninggalan pewarissaja. Artinya ahli waris tidak wajib membayar hutang-hutangpewaris dengan barta pribadinya, melebihi hana yang diting-galkan pewaris. Namun, di dalam praktik kematian di tanahair kita, anak yan,gbaik selalu melunasi hutang orang tuanya

1~

::j

I.

Hukum lslam di lrultmlsi4 309

yang telah meninggal dunia berdasarkan pertimbangan akhlak:bakti atau berbuat baik kepada orang tua. Unsur ke (3) adaIahahli waris dan hak atau bagian mereka masing-masing. Yangdimaksud dengan ahli waris adalah orang atau orang-orangyang berhak atas harta warisan yang ditinggalkan oleh orangyang meninggal dunia. Di samping karena hubungan keke-rabatan (darah atau nasab) dan perkawinan, yang akan dijelas-kan di bawah, seseorang baru dapat menjadi ahli waris kalaumemenuhi syarat-syarat berikut (a) ~asih ~idup pada waktupewaris meninggal dunia, (b) tidak, ada sebab-sebab yangmenghalanginya menjadi ahli waris, dan (3) tidak tertutup(terdinding atau terhijab. yang akan dijelaskan di bawah) oleh. ahli waris yang lebih utama. Pada pokoknya perincian ahliwaris adalah sebagai berikut: (i) anak laki-laki dan anakperempuan, (ii) cucu, baik laki-laki maupun perempuan, (iii)ayah, (iv) ibu, (v) kakek, (vi) nenek, (vii) saudara laki-laki dansaudara perempuan kandung, seayPt atau seibu, (viii) anaksaudara, (ix) paman dan bibi (x) anak paman dan anak bibi ..Semuanya (dari i sampai dengan x) adalah ahli waris karenahubungan darah, sedang ahli waris karena hubungan perka-winan adalah suami atau isteri. Kedudukan suami isterisebagai ahli waris ditetapkan dengan tegas dalam Alquransurat Al-Nisa' (4) ayat 12. Hubungan perkawinan tidakmenyebabkan atau mengakibatkan hak kewarisan apa punbagi kerabat suami dan atau kerabat ~steri. .

Dilihat dari perolehan atau 'bagian' masing-masing, dalamhukum kewarisan Islam dapat dibedakan dua macam ahliwaris. Yaitu (1) ahli waris yang sudah ditentukan bagiannyasecara pasti dan (2) ahli waris yang tidak ditentukan bagian-nya secara pasti. Ahli waris yang 'sudah ditentukan bagiannya'

Page 53: Huk. Islam Bab4

310 Hukunt.lsllJ1l1

secara pasti, adalah ahli waris yang mendapat bagian pasti,mungkin setengah, seperempat, seperdelapari, sepertiga, duapertiga, dan seperenam. Ahli waris ini disebut ahli waris zulfara'id atau dzawil furud yaitu (i) anak pe~empuan, (ii) cucuperempuan, (Hi) ibu, (iv) nenek, (v) saudara perempuankandung, (vi) saudara perempuan seayah, (vii) saudaraperempuan seibu, (viii) isteri, (ix) ayah, (x) kakek, (xi) saudaralaki-laki seibu dan (xii) suami. Ahli waris (2) yang 'tidakditentukan bagiannya' dalam kasus tertentu dalam keadaantertentu adalah mereka yang mendapat bagian 'keseluruhan'harta warisan bila tidak ada ahli waris zul fara'id lainnya, yaitumereka yang memperoleh bagian tertentu dalam keadaantertentu tersebut atau mereka mendapat sisa harta sesudahdikeluarkan bagian zul fara'id dengan pembagian yang bersifatterbuka. Misalnya dalam Alquran disebutkan kewarisan anaklaki-laki, tetapi tidak dirinci jumlahnya. Bila anak laki-lakimewaris bersama anak perempuan d.isebutkan bandinganbagiannya yakni bagian seorang anak laki-laki dua kali bagianseorang anak perempuan. Dari ketentuan ini diambil garishukum bahwa bila anak laki-laki mewaris bersarna-samadengan anak perempuan, mereka berhak atas seluruh hartapeninggalan bila tidak ada ahli waris yang lain. Hasil yangmereka peroleh dibagi dengan perbandingan satu anak laki-laki sama bagiannya dengan dua anak perempuan. Hal yangsama berlaku juga kalau yang menjadi ahli waris adalahanak pewaris yang hanya terdiri dari anak laki-laki saja.

Menurut Hukum Kewarisan lslam, ada beberapa hal yangmenyebabkan seseorang dapat menjadi ahli waris orang lain.Penyebabnya adalah (1) hubungan darah dan hubungan keke-rabatan atau hubungan nasab, dan (2) hubungan perkawinan.

,~'~,

:4,~:

li

Hukum IsLam di lndonesia 311

Penyebab pertami yaitu (1) hubungan darah adalah (a) kebawah: anak- an~, baik anak laki-laki maupun anak perempuanserta keturunannya, (b) ke atas: orang tua, baik ibu maupun.ayah dan yang menurunkannya, (c) ke samping anak ayah atauanak ibu atau anak kakek atau nenek, sambung menyambung.satu dengan yang .lain yang menentukan jarak dekatnyahubungan masing-masing para pew~s yang telah di~nci dalamuraian di atas. Di samping hubungan darah, (2) hubunganperkawinan merupakan penyebab seseorang menjadi ~li warisorang lain. Yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah suamiisteri. Menurut hukum lslam, karena itu, suami isteri salingmewarisi.

Di samping sebab-sebab tersebut di atas yang memungkin-kan seseorang menjadi ahli waris orang lain, ada sebab-sebabyang 'menghalangi' orang menjadi ahli waris orang lain. Sebabyang menjadi penghalang orang menjadi ahli waris adalah(n 'pembunuhan' yan~ dilakukan oleh (calon) ahli waristerhadap (calon) pewaris. Ke (2) adalah 'perbedaan agama.' Iniberarti seorang Muslim atau Muslimat tidak bisa menjadi ahliwaris seorang yang non-Muslim. Sebaliknya, seorang yangbukan Muslim tidak dapat mewarisi harta peningg8Ian se-orang Muslim atau Muslimat (Al-Hadis). Ke (3) karenakelompok 'keutamaan' dan 'hijab.' Dalam sistem kewarisanIslam dipakai prinsip keutamaan yang menentukan jarakdekatnya seseorang dengan pewaris. Dalam kelompok keuta-maan pertama bergabung anak-anak pewaris dan orang tuanya.Di kelompok kedua, bergabung saudara-saudara pewaris.Hubungan pewaris dengan anak-anak dan kedua orang tuanya,menurut hukum lslam, lebih dekat dibandingkan hubunganpewaris dengan saudara-saudaranya, hubungan pewaris

Page 54: Huk. Islam Bab4

312 Hukum Islam

dengan anaknya lebih dekat daripada dengan CUcunya.Selainkarena kelompok keutamaan itu, seseorang mungkin jugaterhalang menjadi ahli.waris karena terhijab. Menurut istilahhukum kewarisan Islam, hijab a11inyamenutup, mendindingi,menghalangi seseorang menjadi ahli waris karena ada ahliwaris lain yang lebih utama yang lebih berhak menerima hartapeninggalan. Misalnya, cucu terhijab oleh anak, nenek oleh ibudan sebagainya. Ini namanya (a) hijab penuh. Di samping ituada pula hijab kurang. Misalnya ibu dihijab oleh anak atau cucubaik laki-laki maupun perempuan, bagiannya akan berkurangdaripada kalau ia tidak dihijab (Amir SYarifuddin, 1984:28-68).

Masalah ahli waris, besarnya bagian masing-masing diurai-kan dalam pasal-pasal Kompilasi Hukum Islam. Juga di sanadibicarakan, soal ahli waris pengganti (ahli waris Yang"meng-gantikan" kedudukan seseorang Yangmeninggal lebih dahuludari pewaris), wasiat wajibah, suatu ketentuan yang menyata-kan calon pewaris wajib membuat wasiat mengenai. bagian'tertentu harta peninggalannya. Wasiat wajibah dalam kom-pilasi tidak mengenai cucu yang ditampung ~asalahnya dalamahli waris pengganti, tetapi mengenai anak angkat yang diaturdalam Pasal 209 BabVmengenai 'wasiat,'Yangmemuat bebt~apasal mulai Pasal 194 sampai dengan Pasal 209, wasiat adalahpemberian suatu benda dari pewaris kepada orang lain atau .lembaga yang akan berlaku setelah pewaris meninggal. dunia.Dalam Kompilasi Hukum Islam pada Bab yl diatur tentangHibah (mulai Pasal 210 sampai dengan Pasal 214). Hibah,menurut kompilasi, adal~ pemberian suatu benda secarasukarela dan tanpa' imbalan' dari seseorang kepada orang lainyang masih hidup untuk dimiliki.

~

'it~/;

.~~~" '~.

•••••••li!

Hukum I$l4m di lrulonma 313

Pelaksanaan pembagian warisan kepada ahli warisdilakukan dengan cara dan teknik yang memungkinkan semuaharta peninggalan dibagi habis menurut ketetapan:Allah danketentuan Nabi Muhammad yang dirumuskan lebih lanjutoleh para mujtahid. Cara dan tekn~k-teknik pembagian warisantidak akan dibicarakan dalam buku pengantar ini. Namun,perlu diingatkan bahwa pelaksanaan pembagian itu, harussesuai dengan asas-asas hukum kewarisan Islam. Asas, sepertitelah disebutkan di muka adalah kebenaran yang dipergunakansebagai tumpuan berpikir atau alasan pendapat. Asas hukumkewarisan Islam adalah kebenaran yang dipergunakan dalampelaksanaan pembagian warisan menurut hukum Islam.

Asas-asas Hukum Kewarisan IslamHukum Kewansan Islam (seperti telah disebqt juga di

muka) adalah hukum yang mengatur segala sesuatu yangberkenaan dengan peralihan hak dan atau ke!wajiban atasharta kekayaan seseorang setelah ia meninggai dunia kepadaahli warisnya. Hukum Kewarisan Islam disebut juga hukum[ari' id, jamak dari kua farida, erat sekali hubungannyadengan kata [ard yang betarti kewajiban' yang 'harus dilak-sanakan. Sumbernya adalah Alquran, terutama surat An-Nisa' (4) ayat II, 12, 176 dan, Al-Hadis yang memuat SunnahRasulullah yang kemudian dikembangkan secara rinci olehahli hukum fiqih Islam melalui ijtihad orang yang memenuhisyarat, sesuai dengan ruang dan waktu, situasi d~ k!,ndisitempatnya berijtihad. Sebagai hukum yang bersumber dariwahyu Ilahi yang disampaikan dan dijelaskan oleh NabiMuhammad dengan sunnahnya, hukum kewarisan lslammengabdung asas-asas yang di antaranya terdapat juga dalam

""

Page 55: Huk. Islam Bab4

314 Hukum lsLam

hukum kewarisan buatan akal manusia di suatu daerah atautempat tertentu. Namun, karena sifatnya yang sui gmeris(berbeda dalam jenisnya), hukum kewarisan Islam mem-punyai corak tersendiri. Ia merupakan bagian agama Islamdan pelaksanaannya tidak dapat dipisahkan dari iman atauakidah seorang Muslim. Asas hukum Kewarisan lslam yangdapat disalurkan dari Alquran dan Al-Hadis, mentlrut AmirSyarifuddin (1984) adalah (i) ijbari, (ii) bilateral, (iii) individual,(iv) ktadilan berimbang, dan (v) akibat 'kematian, seperti yangtelah disebut waktu membicarakan Asas-asas Hukum Islamdi depan. Namun, di bagian ini, untuk dapat memahaminyalebih baik, diulang kembali dan di sana-sini agak dikembang-kan.

Asas (i) ijbari yang terdapat dalam hukum kewarisan lslammengandung arti bahwa peralihan harta dari seorang' yangmeninggal dunia kepada ahli warisnya berlaku dengan sen-dirinya menurut ketetapan Allah tanpa digantungkan kepadakehendak pewaris atau ahli warisnya. Unsur "memaksa", (Ubtin= compulsary) dalam hukum kewarisan lSlam itu terlihat,terutama, dari kewajiban ahli waris untuk menerima perpiJi-dahan h~a peninggalan pewaris kepadanya sesuai denganjumlah yang telah' ditentukan AlI~ dilu~ kehendaknyasendiri. Oleh karena itu, calon pewaris yaitu orang yang aJCanmeninggal dunia pada suatu ketika, tidak perlu merencana-kan penggunaan hartanya setelah ia meninggal dunia kelak,karena dengan kematiannya, secara otomatis hartanya ahnberalih kepada ahli warisnya dengan perolehan yang sudahdipastikan.

Asas ijbari hukum kewarisan Islam dapat dilihat daribeberapa segi:.yakni (a) dari segi peralihan harta yang,pasti

~3I).~i.J.~,~

$J,'

~"I

[~

,t,!':"~'\~~:

Hukum lsLamdi lrtdtmtsia 315

terjadi setelah orang meninggal dunia. Ini dapat dilihat darifirm'anAllah dalam surat Al-Nisa' (4) ayat 7. Dalam surat itudisebutkan bahwa bagi laki-laki dan bagi perempuan ada nasibatau bagian (warisan) dari harta peninggalan ibu bapa dankeluarga dekatnya. Dari kata 'nasib' itu dapat dipahami bahwadalam sejumlah harta yang ditinggalkan oleh pewaris,' ter-dapat bagian atau hak ahli waris. Karena itu pewaris tidakperlu menjanjikan sesuatu yang akan diberikan kepada ahliwarisnya sebelum ia meninggal dunia. Demikian juga halnyadengan ahli waris, tidak perlu meminta-minta haknya kepada(calon) pewaris. Unsur ijbari dapat dilihat juga dari segi (b)jumlah harta yang sudah 'ditentukan bagi masing-masing ahliwaris. Ini tercermin dalam kata mafriidan yang makna asalnyaadalah "ditentukan atau diperhitungkann . Apa yang sudahditentukan atau diperhitungkan oleh Allah wajib dilaksana-kan o1E~hhambaNya. Sifat wajib yang dikandung oleh kata itumemaksa manusia untuk melaksanakan ketentuan yangsudah ditetapkan Allah itu. Unsur ijbari lain yang ada dalamhukum kewarisan Islam adalah (c) penerima harta pening-galan sudah ditentukan dengan pasti yakni mereka yangmempunyai hubungan darah dan ikatan perkawinan. denganpewaris seperti yang dirind dalam pengelompokan ahli warisdi surat Al-Nisi (4) ayat 11,12, dan 176.Karenarindan yangsudah pasti itu, maka tidak ada satu kekuasaan manusia punyang dapat mengubahnya. Dan, oleh karena unsurnya demi-kian, dalam kepustakaan, hukum kewarisan Islam yang suigeneris ini disebut juga bersifat compulsary, bersifat wajibdilaksanakan sesuai dengan ketetapan Allah itu.

Asas (ii) adalah asas 'bilateral.' Asas bilateral dalam hukumkewarisan berarti seseorang menerima hak atau bagian

Page 56: Huk. Islam Bab4

r

316. HIIkvm'lslam

warisan dari kedua belah pihak: dari.kerabat keturunan laki-laki dan dari kerabat keturunan perempuan. Asas ini dapatdilihat dalam' suratAl~Nisa (4) ayat-ayat 7,11,.12 dan 176. Didalam (a) ayat 7 ditegaskan bahwa seo~ang laki-laki berhakmendapat warisan dari ayahnya dan juga dari ibunya. Demikianjuga halnya dengan perempuan. Ia berhak mendapat warisandari kedua orang tuanya. Di dalam (b) ayat llc:litegaskanbahwa (i) anak perempuan berhak menerima warisan'd.ariorang tuanya sebagaimana halnya dengan anak laki-laki,seperti telah disebut di depan, dengan perbandingan bagianseorang anak laki-laki sebanyak bagian,dua orang anak perem-puan; (ii) ibu berhak mendapat warisan dari anaknya, baiklaki- laki maupun perempuan, sebesar seperenam. Demikianjuga ayah berhak menerima warisan dari anaknya, baik laki-laki maupun perempuan, sebesar. sepere'nam, bila pewarismeninggalkan an~ Di dalam (c) ayat 12.dijelaskan bahwa(i) bila seorang laki-laki mati punah, saudaranya yang laki-lakilah yang berhak atas harta peninggalannya,juga ~audar~-nya yang perempuan berhak mendapat harta wariSannya itu;(ii) bila pewaris yang mati punah itu seorang perempuan,maka saudaranya, baik laki-laki maupun perempuan, berhakmenerima harta warisannya. Di dalam (d) surat. AI-Nisa (4).ayat 176' disebutkan bahwa (i) seorang laki-laki' yangqdakmempunyai keturunan, sedangkan ia mempunyai saudaraperempuan, maka saudaranya yang perempuan itul~ yangberhak menerima warisannya; (ii) seorang perempuan yangtidak mempunyai keturunan, sedangkan dia mempunyaisaudara laki-laki, maka saudaranya yang laki-laki itulah yangberhak menerima harta warisannya.

Ahli waris ~eluarga dekat (kerabat) lain yang tidak tersebut

Hukum lslam di 1ndtmtsi4 317

secara nyata didalam Alquran dapat diketahui dari penjelasanyang diberikan oleh Rasulullah. Dapat juga diketahui dari'perluasan' pengertian ahli waris yang disebutkan dalamAlquran. Misalnya, kewarisan kakek dapat diketahui darikata abun dalam Alquran, yang, ~alam bahasa Arab, artinyakakek secara umum. Demikian juga halnya dengan nenek,dapat dikembangkan dari perkataan ummi (maternal = maternalgrand mother = nenek dari pihak ibu) yang terdapat dalamAlquran. Di samping itu terdapat juga penjelasan dari nabitentang kewarisan kakek dan kewarisan nenek. Dari per-luasan pengertian itu dapat pula diketahui garis kerabat ke atasmelalui pihak laki-laki dan melalui pihak perempuan.

Demikian juga halnya dengan garis kerabat ke bawah.Walaupun tidak secara jelas disebut dalam Alquran, namun,garis kerabat ke bawah itu dapat diketahui dari 'perluasan'pengertian walad: anak, baik anak laki-laki maupun anakperempuan dan keturunannya. Hanya, di kalangan Sunni maknaanak itu dibatasi pada anak laki-laki dan keturunannya saja(seperti yang biasanya terdapat dalam masyarakat patrilinial) .Di kalangan Syi'ah (Syi'i) makna anak diperluas kepada anaklaki-laki dan anak perempuan serta cucu melalui anak laki-lakidan anak perempuan.

Kekerabatan bilateral ini berlaku juga untuk kerabat gariske samping. Ini dapat dilihat pada surat AI-Nisa' (4) ayat 12dan 176. Ayat 12 surat AI-Nisa' (4) menetapkan kewarisansaudara laki-laki dan saudara perempuan dengan •.pembagianyang berbeda dengan hak atau bagian yang diperoleh saudaradalam ayat 176 surat yang sama. Perbedaan itu menunjukkanadanya perbedaan dalam hal (orang) yang berhak menerimawarisan.

Page 57: Huk. Islam Bab4

318 Hukum lslam

Dengan mendalami makna ayat 12 dan 176 surat Al-Nisa(4) tersebut diperoleh satu kesimpulan bahwa pada gariskerabat ke samping pun berlaku kewarisan dua arah, melaluiarah ayah dan arah ibu.

Demikianlah penjelasan tentang asas bilateral dalam kewa-risan Islam.

Asas (iH) adalah asas 'individual.' Dengan asas ini dimak-sudkan bahwa dalam hukum kewarisan Islam harta warisandapat dibagi-bagi kepada ahli waris untuk diiniliki secaraperorangan. Untuk itu, dalam pelaksanaannya, seluruh hartawarisan dinyatakan dalam nilai tertentu yang kemudiandibagikan kepada setiap ahli waris yang berhak menerimanyamenurut kadar bagian masing-masing. Dalam hal ini, setiapahli waris berhak atas bagian yang didapatnya tanpa terikatkepada ahli waris yang lain, karena bagian masing-masingsudah ditentukan.

Asas individual hukum kewarisan Islam ini diperoleh darikajian aturan Alquran mengenai pembagian harta warisan.Ayat 7 surat Al-Nisa' (4), misalnya, dalam 8aris-garis besartelah menjelaskan tentang hak laki-laki untuk menerimawarisan dari orang tua atau keluarga dekatnya. Demikianjuga halnya dengan perempuan berhak menerima hanawarisan orang tua atau kerabatnya baik sedikit maupunbanyak. Bagian mereka (masing-masing) sudah ditentukan.

Ayat II, 12 dan 176 surat Al-Nisa (4) menjelaskan secararind hak masing-masing ahli waris menurut bagian tertentudan pasti. Dalam bentuk yang tidak tentu pun seperti bagiananak laki-laki bersama dengan anak perempuan seperti ,disebutkan dalaJtlsurat Al-Nisa' (4) ayat 11dan bagian saudara

itli,,'}.

Hukum Islmrt di lrulorruia 319

laki-laki bersama saudara perempuan dalam surat Al-Nisa(4) ayat 176, dijelaskan perimbangan pembagiannya, yaitubagian laki-laki sama dengan bagian dua orang perempuan.Dari perimbangan ini jelas bagian masing-masing ahli waris.Ketentuan ini mengikat dan wajib dijalankan oleh setiap Muslimdan Muslimat.

Bila pembagian menurut asas individual ini telah ter-laksana, maka setiap ahli waris berhak untuk berbuat ataubertindak atas hana yang diperolehnya kalau ia telah inem-punyai kemampuan untuk bertindak. Bila belum, maka untukmereka yang tidak atau belum mampu bertindak itu, diangkatwali untuk mengurus hartanya menurut ketentuan perwa-lian. Wali benanggung jawab mengurus harta orang yangbelum dapat benindak mengurus hartanya, mernberikanpertanggungjawaban dan mengembalikan harta itu bilapemiliknya telah mampu bertindak sepenuhnya mengurusmiliknya yang (selama ini) berada di bawah perwalian itu.Mencampuradukkan harta yang di bawah perwalian denganharta kekayaan orang yang mengurusnya (wali), sehinggasifat individualnya berubah menjadi kolektif, adalah berten-tangan dengan asas individual kewarisan Islam. Oleh karenaitu, pula bentuk kewarisan kolektif yang terdapat dalammasyarakat adat tertentu, tidak sesuai dengan ajaran Islam.Sebabnya adalah, karena dalam pelaksanaan kewarisankolektif itu, mungkin, sengaja atau tidak, termakan hartaanak yatim yang sangat dilarang oleh ajaran Islam.

Asas (lv) adalah asas 'keadilan berimbang.' Perkataan adilterdapat banyak dalam Alquran. Oleh karena itu, kedudukan-nya sangat penting dalam sistem hukum Islam, termasukhukum kewarisan di dalamnya. Oleh karena itu pula, dalam

Page 58: Huk. Islam Bab4

II' 329. Hukum IsUun

sistem ajaran Islam, keadilan adalah titik tolak, proses .dantujuan segala tindakan manusia.

Dalam hubungannya dengan materi, yang diatur dalamhukum kewarisan, ke~~ilan dapat diartikan sehagai keseim-bangan antara hak dan kewajiban, keseimbangan antara yang.diperoleh dengan keperluan dan kegunaannya.

Dengan demikian, asas ini mengandung arti bahwa harussenantiasa terdapat keseimbangan antara hak dan kewajiban,antara hak yang diperoleh seseorang, dengan kewajiban yangharus ditunaikannya. Laki-laki dat1 perempuan misalnya,mendapat hak yang sama sebanding dengan kewajiban yangdipikulnya masing-masing dalam kehidupan keluarga danmasyarakat. Dalam sistem kewarisan Islam, harta peninggalanyang diterima oleh ahli waris"dari pewaris pada hakikatnyaadalah pelanjutan tanggung jawab pewaris terhadap keluarga-nya. Oleh karena itu, bagian yang diterima oleh masing-masingahli waris berimbang dengan perbedaan tanggung jawabmasing-masing terhadap keluarga. Seorang laki-laki menjadipenanggung jawab kehidupan keluarga, mencukupi keperluanhidup anak dan isterinya (QSAl-Baqarah (2) ayat233) menurutkemampuannya (QS AI-Talaq (65) ayat 7). Tanggung jawabitu merupakan "kewajiban agama yang harus dilaksan~an ..nya, terlepas dari persoalan apakah isterinya mampu atautidak, anaknya memerlukan bantuan atau tidak. Terhadapkerabat lain, tanggung jawab seorang laki-laki juga ada (QSAl-Baqarah (2) ayat 177 ). Berdasarkan keseimbangan antarahak yang diperoleh dan kewajiban yang harus ditunaikan,sesungguhnya manfaat yang dirasakan oleh seorang laki-lakidan seorang perempuan dari harta peninggalan yang merekaperoleh adalah sama.

J.t,,'I,I

Hukum IsUundi lrultmtsi4 321

Asas (v) adalah asas yang menyatakan bahwa kewarisanada kalau ada yang meninggal dunia. Ini berarti bahwa kewa-risan semata-mata sebagai 'akibat kematian' seseorang.Menurut hukum kewarisan Islam, peralihan harta seseorangkepada orang lain yang disebut dengan nama kewarisan, ter-jadi setelah orang yang mempunyai harta itu meninggaldunia. Ini berarti bahwa harta seseorang tidak dapat beralihkepada orang lain dan disebut sebagai harta warisan, selamaorang yang mempunyai harta itu "masih hidup. Juga berartibahwa segala bentuk peralihan harta seseorang yang masihhidup kepada orang lain, baik secara langsung maupun yang.akan dilaksanakan kemudian sesudah kematiannya, tidaktermasuk ke dalam kategori kewarisan menurut hukum Islam.Ini berarti bahwa hukum kewarisan Islam hanya mengenalsatu bentuk kewarisan saja, yaitU 'kewarisan sebagai akibatkematian' seseorang atau yang disebut dalam hukum kewa-risan perdata Barat kewarisan ab intestato atau kewarisankarena kematian atau kewarisan menurut undang-undang.Hukum kewarisan Islam, karena itu, tidak mengenal kewarisanatas dasar wasiat atau kewarisan karena diangkat atau ditunjukdengan surat wasiat yang dilakukan oleh seseorang padawaktu ia masih hidup, yang disebut dalam hukum perdata.Barat dengan istilah kewarisan secara testamen.Asas ini mempu-nyai kaitan dengan asas ijbari tersebut di atas ~i seseorangtidak sekehendaknya saja menentukan penggunaan hartanyasetelah ia mati kelak. Melalui wasiat, menurut hukum Islam.dalam batas-batas tertentu, seseorang memang dapat menen-tukan pemanfaatan harta kekayaannya setelah ia meninggaldunia, tetapi wasiat itu merupakan ketentuan tersendiriterpisah dari ketentuan hukum kewarisan Islam. Dalam kitab-

Page 59: Huk. Islam Bab4

I322 Hukum lslam

kitab hukum fiqih, wasiat dibahas tersendiri di luar hukumkewarisan. Namun, dalam Kompilasi Hukum Islam Wasiatdimuat dalam Buku II Hukum Kewarisan, Bab V.

Asas kewarisan akibat kematian ini dapat digali dari pema-kaian kata warasa yang banyak terdapat dalam Alquran. Dalamayat-ayat kewarisan, beberapa kali kata warasa itu diperguna-kan. Dan, dari keseluruhan pemakaian itu terlihat bahwaperalihan harta berlaku sesudah yang mempunyai harta itumati. Ini 'berarti bahwa warasa mengandun'g makna peralihanharta setelah kematian.

Asas-asas Kewarisan Islam dalam Kompilasi Hukum IslamAsas-asas hukum Kewarisan Islam tersebut di atas berlaku

juga bagi Kompilasi Hukum Islam Indonesia.

Asas (i) ijbari, secara umum, terlihat pada ketentuanumum mengenai perumusan pengertian kewarisan, pewarisdan ahliwaris. Secarakhusus, asas ijbarimengenai caraperalihanharta warisan, juga disebut dalam ketentuan umum tersebutdan pada Pasal 187 ayat (2) yang berbunyi sebagai berikut,"Sisa pengeluaran dimaksud di atas adalah merupakan. h~warisan yang harus dibagikan kepada ahli waris yang berhak".Perkataan 'harus' dalam pasal ini menunjukkan. asaS ijbari.Tentang 'bagian masing-masing' ahli waris dinyatakan dalamBab I1I,Pasal 116 sampai dengan Pasal 182. Mengenai 'siapa-siapa' yang menjadi 'ahli waris' disebutkan dalam Bab n,Pasal 174 ayat (1) dan(2).

Asas (ii) bilateral dalam Kompilasi Hukum Islam dapatdibaca pada 'pengelompokan ahli waris' seperti tercantumdalam Pasal 174 ayat (1) yaitu ayah, anak laki-laki, saudara

it1~

Hukum lslamdi IntItmtSia 323

laki.laki, paman dan kakek (golongan laki-laki), serta ibu,anak perempuan, saudara perempuan dan nenek (golonganperempuan) menurut hubungan darah. Dengan disebutkannyasecara tegas golongan laki-lak,i dan golongan perempuanserempak menjadi ahli waris dalam pasal tersebut, jelas asasbilateralnya. Duda atau janda menjadi ahli waris berdasarkanhubungan perkawinan adalah juga ciri kewarisan bilateral.Dalam hubungan ini, mungkin tidak ada salahnya u~tukdicatat bahwa asas bilateral dalam hukum kewarisan diIndonesia, untuk pertama kali, dikemukakan oleh almarhumProfesor Hazairin mantan Gurtibesar Hukum Islam danHukum Adat Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Dalamkuliah umumnya di aula Universitas Indonesia ketikamemperingati hari ulang tahun Perguruan Tinggi IslamJakarta (sekarang Universitas Islam Jakarta) tanggal" 17Nopember 1957 beliau katakan bahwa sistem kekeluargaan(perkawinan dan kewarisan) dalam Alquran adalah bilateral.Kesimpulan itu beliau kemukakan setelah beliau mempe-lajari ayat-ayat perkawinan dan kewarisan (kekeluargaan)dalam Aquran. "Semenjak tahun 1950, kata beliau dalambukunya Hukum Kewarisan Bilateral menurut al-Qur'an, makintebal keyakinan saya bahwa Quran adalah anti kepadamasyarakat yang unilateral, yaitu masyarakat yang berklan,;,kian menurut sistem kekeluargaan secara matrllineal danpatrilineal. Menurut keyakinan saya, kata beliau lebih lanjut,Quran hanya meredai masyarakat yang bilateral." Keyakinanitu beliau peroleh setelah mempelajari dengan seksama suratAI-Nisa' (4) ayat 23 dan 24 mengenai larangan-laranganperkawinan. Di dalam ayat-ayat tersebut Allah tidak melarangperkawinan cross cousins dan parallel cousins (menurut istilah

Page 60: Huk. Islam Bab4

I'I

II324 Hukum Islam

antropologi sosial) antara seorang laki-laki dengan seorangwanita. Ini mengandung makna bahwa tidaklah wajib orangmelakukan perkawinan eksogami untuk mempertahankankIan (matrilineal dan patrilineal) dalam masyarakat unilateraldan bermakna pula tidak dilarang orang melakukan' perka-winan endogami dalam kIan atau usbahnya. Karena sistemkekeluargaan dalam Alquran adalah bilateral, maka asaskewarisan yang merupakan bagian sistem kekeluargaanbilateral itu, juga bilateral seperti yang telah diuraikan dimuka, yang dianut pula oleh Kompilasi Hukum Islam, ter-cermin dalam Pasal 174 ayat (1) di atas.

Asas (iH) individual. Asas ini juga tercermin dalam pasal-pasal mengenai besarnya bagian ahli waris dalam KompilasiHukum Islam, Bab III Pasal 176 sampai dengan Pasal 180tersebut di atas. Dan, khusus bagi ahli waris yang memperolehharta warisan sebelum ia dewasa atau tidak mampu bertindakmelaksanakan hak dan kewajibannya atas harta yang diper-olehnya dari kewarisan, baginya diangkat wali berdasarkanputusan hakim atas usul anggota keluarganya. Ini diaturdalam Pasal 184 Kompilasi Hukum Islam.

Asas (iv) keadilan berimbang. Asas ini dalam KompilasiHukum Islam terdapat, terutama, dalam pasal-pasal mengenaibesarnya bagian yang disebut dalam Pasal 176 dan Pasal l80.Juga dikembangkan dalam penyesuaian perolehan yangdilakukan pada waktu penyelesaian pembagian warisanmelalui (1) pemecahan secara aul dengan membebankankekurangan harta yang akan dibagi kepada semua ahli warisyang berhak menurut kadar bagian masing-masing. Inidisebut dalam Pasal 192 dengan menaikkan angka penyebut

'"

.;.1'..' '.'J ~ ,.

~~.<.;,

~ .

:' ;.,'~:'

I.....t_'_t

'I'>'1','.-.'.

[,.

.):;

.'L

~.

.~r'i

j"";J.

J'£¥<,[tti"i~~

Hukum Islmrt di Indtmtsia 325

sesuai atau sama dengan angka pembilangnya. Selain itu,agar asas keadilan berimbang dapat diW11judkan waktupenyelesaian pembagian warisan, penyesuaian dapat dilaku-kan melalui (2) rati yakni mengembalikan sisa' (kelebihan)harta kepada ahli waris yang ada sesuai dengan kadar bagianmasing-masing. Dalam hubungan ini perlu dicatat bahwaterdapat perbedaan pendapat mengenai siapa yang berhakmenerima pengembalian itu. Namun, jumhur (kebanyakan =pada umumnya) ulama mengatakan bahwa yang berhakmenerima pengembalian sisa harta itu hanyalah ahli wariskarena hubungan darah, bukan ahli waris karena hubunganperkawinan. Dalam Kompilasi Hukum Islam soal rati inidirumuskan dalam Pasal 193, dengan kata-kata, -Apabiladalam pembagian harta warisan di antara para ahli warisdzawil furud menunjukkan bahwa angka pembilang lebih kecildaripada angka penyebut, sedangkan tidak ada ahli warisasabah (berhubungan darah karena sekIen). maka pembagianharta warisan tersebut dilakukan secara rati~ sesuai denganhak masing-masing ahli waris, sedang sisanya dibagi secaraberimbang di antara mereka-. Dalam rumusan ini -tidakdibedakan antara ahli waris karena hubungan darah denganahli waris karena hubungan perkawinan" yang dibedakanoleh pendapat jumhur ulama dalam fiqih mawaris di buku-buku fiqih kewarisan. PenyelesaiaI) pembagian warisan dapat

I . .

juga dilakukan dengan (3) takharuj atau tasaluh (damai)berdasarkan kesepakatan bersama. Di' dalam KompilasiHukum Islam hal ini dirumuskan di dalam Pasal 183 dengankata-kata, -Para ahli waris dapat bersepakat melakukanperdamaian dalam pembagian harta warisan, setelah masin$-masing menyadari bagiannya"

Page 61: Huk. Islam Bab4

326 Hukum Islmn

. Kedalam asas 'keadilan' yang berimbang ini, dapat jug~di-masukkan soal ahli waris pengganti yang dike~epankan olehHazairin, yang dirumuskan dalam Pasal 185 dengan kata-kata" (l) Ahliwaris yangmeninggal dunia lebih dahulu daripadasi pewaris maka kedudukannya dapat digantikan oleh anak-nya, kecuali mereka yang tersebut dalam Pasal 173yaitu orangyang dihukum karena (a) dipersalahkan telah membunuhatau mencoba membunuh atau menganiaya berat pewaris,atau (b) dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukanpengaduan bahwa pewaris telah melakukan suatu kejahatanyang diancam dengan hukuman 5 tahun penjara a.tauhukumanyang lebih berat. (2) Bagian bagi ahli waris pengganti tidakboleh melebihi bagian ahli waris yang sederajat dengan yangdiganti". Alasan memasukkan soal ahli waris pengganti ini kedalam asas keadilan yang berimbang adalah karena masalahcucu yang orang tuanya meninggal lebih dahulu dari pewaris,menjadi masalah keadilan benar, seperti dapat dibaca dalamartikel Panji Masyarakat nomor 653/ 1990 mengenai beberapafatwa Pengadilan Agama di Daerah Khusus Ibukotajakarta.

.{

HuInnn Islam di lrultmtsia 327

P adalah pewaris atau orang yang meninggal dunia. Aadalah anak laki-laki yang telah rneninggal dunia lebih dahuludari pewaris. B adalah anak perempuan yang tel~ meninggaldunia lebih dahulu dari pewaris. C dan D adalah cucu laki-lakidan perempuan melalui anak laki-laki A. E dan F adalah cuculaki-laki dan perempuan melalui anak perempuan B.

Pengadilan Agamajakarta Pusatmenetapkan bahwa C danD mewarisi seluruh harta peninggalan kakeknya berbar:tding2: 1. Sedangkan E dan F tak berhak mewaris dari kakeknyakarena keduanya adalah dzawil arham. Jadi, C mendapat 2/3bagian, dan D mendapat 1/3 bagian.

. Jika ajaran kewarisan bilateral Hazairin diterapkan padakasus tersebut di atas, maka C, D~E, dan F memperoleh hartapeninggalan sebagai ahli waris pengganti (mawali) orangtuanyaatas dasar Alquran surat Al-Nisa' (4) ayat 33 dengan formula2:1. Jadi, C mendapat 2/3 x 2/3 = 4/9; D mendapat 1/3 x2/3 = 2/9. Keduanya, yakni edan D, adalah mawali (dari) A.Sedangkan E mendapat 2/3 x 1/3 = 2/9. F mendapat 1/3 x1/3 = 1/9. Keduanya adalah mawali (dari) B.

P adalah orang yang meninggal dunia atau pewaris. Aadalah anak laki-laki pewaris yang telah meninggal dunia

GAMBAR 1. ~WarisPAJakartaPusatNo. 281/C1198O,22}1IJIi1980

A

GAMBAR 2. KtttrangtDI/FatwaWarisPAJaluuta SelatanNo. 367/Cl1980, 21]lDti1980.

Page 62: Huk. Islam Bab4

I328 Hukum Islmn

lebih dahulu. B adalah anak laki-laki pewaris; C adalah anak' .laki-laki A; dan D anak perempuan A.

Pengadilan Agama Jakarta Selatan menetapkan bahwa Bmemperoleh seluruh harta peninggalan pewaris. Sedangkan Cdan 0 tidak mendapat apa-apa karena keduanya terhijab(tertutup = terdinding) oleh B yang masih hidup.

Jika ajaran kewarisan bilateral Hazairin diterapkan dalamkasus ini, maka edan Dmemperoleh harta peninggalan pewarismenggantikan bagian bapaknya yang telah meninggal dunialebih dahulu dari pewaris atas dasar surat Al-Nisa' (4) ayat 33.Rinciannya adalah sebagai berikut: A dan B masing-masingmendapat 1/2 sebagai dzu al-qarabat (asabah). Karena Atelahmeninggal lebih dahulu, maka bagiannya diteruskan kepada Cdan D sebagai mawali (ahli waris pengganti) dengan perban-dingan 2:1. Jadi, C memperoleh 2/3 x 1/2 = 2/6 dan 0 men-dapat 1/3'x 1/2 = 1/6.

P adalah pewaris. A adalah anak perempuan pewaris yangtelah meninggal dunia lebih dahulu dari pewaris. B"dan Cadalah cucu laki-laki dan cucu perempuan melalui anakperempuan (A) yang telah meninggal dunia.

GAMBAR 3.. KmtapanIFtUw4 Waris PAJa karta Utara No.59/ClI980, 29 OktobtrI9go.

Hukum Islam di lrttlbnnia 329

Pengadilan Agamajakarta Utara menetapkan bahwa BdanCtidak mewarisi harta peninggalan kakeknya karena keduanyaadalah dzawil arham (melalui wanita, berlainan klen denganpewaris). Harta peninggalan tersebut barus diserahkan kepadabait al-mal (baca: baitul mal) atau kas negara.

Fatwa tersebut di atas tentu saja, menurut hemat penulis(Panji Masyarakat) tidak memenuhi rasa keadilan. B dan Ctidak berhak mewarisi hanya karena penghubungnya perem-puan. Mengapa harus dibedakan antara cucu melalui anak laki-laki dan cucu melalui anak perempuan? Dalam kasus-kasusseperti inilah barangkali orang lebih suka datang ke PengadilanNegeri agar dapat diberlakukan ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek). Sebab;bilaKUHPeratau BW tersebut diterapkan pada kasus di atas, maka kedu-dukan B dan C akan lebih baik. Padahal, jika PengadilanAgama menerapkan ajaran kewarisan bilateral Huairin, Bdan C akan memperoleh harta peninggalan sebagai mawali(ahli waris pengganti) atas dasar surat Al-Nisa' (4) ayat 33.Artinya, B dan C tidak perlu mencari saluran lain untukmencari keadilan.

Jadi, bila diselesaikan berdasarkan ajaran kewarisanbilateral Hazairin, maka rinciannya adalah: Amendapat 1/2atas dasar surat AI-Nisi' (4) ayat 11. KarenaA telah meninggaldunia lebih dahulu dari si pewaris, maka bagiannya diterus-kan kepada Bdan C sebagai mawali atas dasar surat Al-Nisi' (4)ayat 33 dengan perbandingan 2:1. B mendapat 2/3 x 1/2 =2/6 dan C mendapat 1/3 x 1/2 = 1/6. Sisanya = 1 - (2/6 +1/6) = 3/6. Sisa bagi ini kemudian diradkan (dikembalikan)kepada Bdan C secara berimbang. Jadi, hasil akhirnya adalah:

...

Page 63: Huk. Islam Bab4

r

330 Hukum lslam

Bmendapat 2/6 + (2/3 x 3/6) = 4/6; dan C mendapat 1/6 +(1/3 x 3/6) = 2/6.

Mengenai perkataan 'ahli waris pengganti' itu sendiri,seperti dapat dibaca dalam kepustakaan hukum Indonesia,berasal dari almarhum Profesor Hazairin tersebut di atas'yangbeliau angkat dari perbendaharaan Hukum Adat Indonesia.Dalam buku beliau yang telah disebut di atas beliau ka~anbahwa "garis pokok penggantian tidak ada sangkut-pautnyadengan ganti-mengganti. Dia hanyalah 'cara untuk menunjuk-kan siapa-siapa ahli waris.' Tiap-tiap ahli waris berdiri sendirisebagai ahli waris. Dia bukan menggantikan ahli waris yanglain, sebab penghubung yang tidak ada lagi itu bukan ahliwaris, sehingga soal representasi ataupun substitusi tidakada di sini."

Asas (v) yakni asas yang menyatakan bahwa kewarisan adakalau 'ada yang meninggal dunia' tercermin dalam rumusanberbagai istilah yaitu hukum kewarisan, pewaris, ahli warisdan harta peninggalan dalam Pasal 171 pada bab ketentuanumum. Hanya, agak berbeda dengan kitab-kitab fiqih selamaini, seperti telah disinggung di muka, soal wasiat~dibicara-kandalam buku II Hukum Kewarisan Bab V.

Kompilasi Hukum Islam dan Fiqih MawarisKalau dibandingkan Kompilasi Hukum lslam mengenai

Hukum Kewarisan dengan kitab Fiqhul Mawaris karangan Prof.T. M.Hasbi Ash Shiddieqy, misalnya, maka yang tercantumdalam Buku IIKompilasi Hukum lslam, hanyalah yang penting-penting saja, berupa pokok-pokoknya saja. Ini disebabkankarena garis-garis hukum yang dihimpun dalam 'dokumenwi

.~

Hukum lslam di Indontsia 331yustisia' yang disebut Kompilasi Hukum lslam itu hanyalahpedoman dalam menyelesaikan perkara-perkara di bidanghukum perkawinan, kewarisan dan perwakafan. Pengem-bangannya diserahkan kepada hakim (agama) yang wajibmemperhatikan dengan sungguh-sungguh nilai-nilai hukumyang hidup dalam masyarakat, sehingga putusannya sesuaidengan rasa keadilan, seperti yang diharapkan oleh Pasalpenutup (229) kompilasi.

Kendatipun demikian, beberapa catatan berikut perludikemukakan. Pertama, karena garis-garis hukum mengenaikewarisan sudah ditentukan dalam Alquran, maka rumusankompilasi mengikuti saja garis rumusan yang terdapat dalamAlquran. Mengenai ini tidak ada perbedaan antara Kompilasidengan Fiqhul Mawaris. Sementara itu perlu dicatat bahwakendatipun semangat perumusan kompilasi mengarah kesistem bilateral, namun modifikasi dalam masalah kewarisanini, dibandingkan dengan Fiqhul Mawaris, tampaknya, dilakukansecara hati-hati. Kedua, kedudukan anak angkat tetap diletak-kan di luar ahli waris, sama dengan yang terdapat dalam fiqihmawaris selama ini, namun dengan mengadaptasi nilai hukumadat secara terbatas ke dalam nilai hukum lslam karenaberalihnya tanggung jawab orang tua asal kepada orang tuaangkat mengenai pemeliharaan kehidupan sehari-hari danbiaya pendidikan berdasarkan putusan pengadilan, sepertiyang disebutkan dalam hurufh, Pasal 171 di ketentuan umum,maka "'terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiatdiberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya sepertigahana waris-an orang tua angkatnya". Demikian disebutkan dalam Pasal209 ayat (2) Kompilasi. Dalam fiqih mawaris selama ini,lembaga wasiat wajibah itu diperuntukkan bagi cucu yang

Page 64: Huk. Islam Bab4

332 Hukum Islamorang tuanya telah meninggal lebih dahulu dari pewaris, yangdalam kompilas~ ini ditampung oleh lembaga ahli warispengganti. Ketiga, tentang warisan yang diperoleh anak yangbelum dewasa dan karena itu belum atau tidak mampumengurus hartanya sendiri, berbeda dengan fiqih mawaris,Kompilasi Hukum Islam mengatur soal itu secara rinci yangtertuang dalam beberapa pasal, misalnya, Pasal 184 yangmenyatakan bahwa untuk menjamin terpeliharanya hartawarisan anak yang belum dewasa, diangkat wali berdasarkankeputusan hakim. Menurut BukuI Pasal 107 'perwalian' menge-nai diri dan harta kekayaan anak berlangsung sampai anak ituberumur 21 tahun. Walinya sedapat mungkin dari keluargaanak bersangkutan. Wali bertanggung jawab terhadap harta(anak) yang berada di bawah perwaliannya, dilarang mengikat,membebani dan mengasingkan harta anak yang berada dibawah perwaliannya serta wajib mempertanggungjawabkanperwalian yang dipercay,akan kepadanya dengan pembukuan,sebagai bukti, yang ditutup setiap akhir tahun.

Demikianlah beberapa hal yang perlu dikemukakan ber-kenaan dengan Kompilasi Hukum Islam dan Fiqih Mawaris(Fiqhul Mawaris). "

Kodifikasi Hukum Kewarisan Islam dalam RangkaPembinaanHukum Nasional

Kodifikasi hukum nasional dalani bidang-bidang tertentuditetapkan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara dan telah~njadi komitmen kita sebagai bangsa untuk melaksanakan-nya. NamuR, kodifikasi hukum kewarisan dalam bentuk 'uni-fikasi' yang berlaku bagi semua warga negara, agaknya, akanmerupakan ml'Salah. Ini disebabkan karena hukum kewadsan

Hukum Islam di lruItnttsia 333

Islam adalah bagian agama lslam. Dari uraian yang telahdikemukakan di atas, agaknya, jelas bahwa sumber garis-garishukum kewarisan adalah sumber agama lslam yaitu Alquranyang dijelaskan dengan Sunnah Rasulullah. Dalam kerangkadasar agama lslam digambarkan bahwa iman dan hukummerupakan bejana yang. berhubungan, saling isi mengisi.Keduanya, tidak mungkin dicerai pisahkan. Juga denganakhlak. Oleh karena hukum kewarisan merupakan bagianagama lslam (kecuali beberapa hal yang dikembangkan olehpemahaman manusia yang disebut fiqih), dan pelaksanaannyamerupakan ibadah dalam arti yang luas, maka, pada pendapatpenulis, pemeluk agama lslam di Ind~nesia, seyogianya, diberikesempatan dan benar-benar dijamin kemerdekaannya untukberibadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Iniberarti, .kalau kelak di kemudian hari diadakan kodifikasimengenai hukum kewarisan bangsa lndonesia, pola kodifikasihukum perkawinan dalam Undang-Undang Perkawinan,seyogianya dijadikan model. Sebabnya adalah, selain langkahuntuk menghasilkan pola demikian adalah tepat, juga logis,karena hukum perkawinan dan hukum kewarisan merupakan'dwitunggal' yang menyatu dalam hukum keluarga, yangpelaksanaan kedua-duanya, merupakan ibadah umat lslamyang dijamin penyelenggaraannya oleh Undang-Undang Dasar1945, Pasal 29 ayat (2).

Bukum Hukum Perwakafan, terdiri dari 5 Bab dengan 14pasal (dari Pasal 215 sampai dengan Pasa1228). BabIKetentuanUmum memuat penjelasan singkat tentang kata-kata pentingyang dimuat dalam buku IIf itu. Pada Pasal 215 dirumuskanapa yang dimaksud dengan: wakaf, wakif, ikrar, benda wakaf,nadzir, pejabat pembuat akta ikrar wakaf yang diangkat dan

" -,",_._,'. -"._----~~

~

Page 65: Huk. Islam Bab4

"iII,334 Hukum Islam

diberhentikan oleh Menteri Agama. Bab II mengatur Fungsi,Unsur-~msurdan Syarat-syaratWakaf (Pasal216 sampai denganPasal ~i2). Pada Pasal 216 dinyatakan bahwa fungsi wakaf .adalah mengekalkan manfaat benda wakaf sesuai dengantujuan wakaf.Di Pasal 217 disebutkan Unsur-unsur dan Syarat-syarat Wakaf. Pasal 217 ayat (1) ditentukan bahwa Badan:'badan h.ukumIndonesia dan orang atau orang-orang yang telahdewasa dan sehat. akalnya serta oleh hukum tidak terhalanguntuk melakukan perbuatan hukum, atas kehendak sendiridapat mewakafkan benda miliknya dengan memperhatikanperaturan perundang-undangan yang berlaku. Di ayat (2) dise-butkan bahwa yang bertindak untuk dan atas nama badan-badan hukum itu adalah pengurusnya yang sah menuruthukum. Di ayat (3) Pasal 217 ditegaskan bahwa benda wakaf(segala benda, baik benda bergerak atau tidak bergerak yangmemiliki daya tahan yang tidak hanya sekali pakai dan bernilaimenurut ajaran Islam) harus merupakan benda milik yangbebas dari segala pembebanan, ikatan, sitaan dan sengketa.Pada Pasal 218 ayat (1) disebut bahwa wakif, yaitu orang atauorang-:-orangataupun badan hukum yang mewakafkan bendamiliknya harus mengikrarkan kehendaknya secara jelas dantegas kepada nazir yaitu kelompok orang atau"badan hukumyang diserahi . tugas pemeliharaan dan pengurusan bendawakaf. Dalarn Pasal 219 ayat (J) disebutkan syarat-syarat

.. nazir, harus (a) warga negara Indonesia, (b) beragama Islam,(c) sudah dewasa, (d) sehat jasmani dan rohani, (e) tidakberada di bawah pengampuan, dan (0 bertempat tinggal dikecamatan tempat letak benda. yang diwakafkan. Di ayat(2) dikatakan bahwa. jika nazir berbentuk badan hukum,harus (a) badan hukum Indonesia dan berkedudukan di. . ~

:t~

1~1. ,~

Hukum I$lam di lnt1tmISi4 335Indonesia, .(b) mempunyai perwakilan di kecamatan tempatlet~ benda yang diwakafkan. D~am Pasal 220, 221, dan 222 .diuraikan Kewtijibandan Hak-hak Nazir, antara lain: nazirberkewajiban mengurus dan bertanggung jawab atas kekayaanwakaf serta hasilnya, melaksanakan pengurusan wakaf sesuaidengan tujuannya. Nazir berhak mendapat penghasilan danfas~litas, yang jenis dan jumlahnya ditentukan berdasarkan

. kelayakan setempat. .

. 'Bab ID Tata Cara Perwakafan dan Pendaftaran BendaWakaf (Pasal 223 sampai dengan Pasal 224). Dalam Pasal 223diatur Tata cara Perwakafan, sedang pada Pasal 224 disebutcara-cara pendaftarannya. Bab lY tentang Perubahan, Penye-lesaian dan Pengawasan BendaWakaf. Dalam Pasal 225 disebut, tentang Perubahan Benda Wakaf. Di Pasal 226 diaturPenyelesaian Perselisihan Benda Wakaf, sedang di Pasal 227disebut pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dan tang-gung jawab nadzir dilakukan secara bersama-sama oleh KepalaKantor Urusan Agama Kecamatan, Majelis Ulama Kecamatandan Pengadilan Agama yang mewilayahi nya. BabVKetentuanPeralihan. Dalam Pasal 228 disebutkan perwakafan benda,demikian juga pengurusannya yang terjadi sebelum dikeluar-kannya ketentuan ini, harus dilaporkan dan didaftarkankepada Kantor Urusan Agama Kecamatan setempat untukdisesuaikan dengan ketentuan-ke.tentuan ini. KetentuanPenutup yang terdapat dalam buku 11I,mungkin dimaksudkanuntuk menutup ketiga buku kompilasi. Rumusannya (Pasal229), seperti telah disebut di muka, berbunyi sebagai berikut,"Hakim dalam menyelesaikan perkara-perkara yang diajukankepadanya, wajib memperhatikan dengan sungguh-sungguhnilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat, sehingga

,I

Page 66: Huk. Islam Bab4

~

r .

~

336 Hukum Islamputusannya sesuai dengan rasa keadilan". Setelah ketentuanpenutup, kompilasi ini diiringi dengan Penjelasan Umum,Penjelasan Pasal demi Pasal dan Indeks. Dalam PenjelasanUmum disebutkan bahwa hukum materiil yang selama iniberlaku di lingkungan Peradilan Agama adalah hukum Islamyang pada garis besarnya meliputi bidang Hukum Perka-winan, Hukum Kewarisan dan Hukum Perwakafan. Hukummateriil tersebut, demikian Penjelasan Umum itu lebih lanjut,'perlu dihimpun dan diletakkan dalam suatu dokumentasiyustisia atau Buku Kompilasi Hukum Islam sehingga dapatdijadikan pedoman bagi hakim di lingkungan PeradilanAgama sebagai hukum terapan dalam menyelesaikan perkara-perkara yang diajukan kepadanya.

Kalau pasal-pasal Kompilasi Hukum Islam tersebut dipe-lajari dengan saksama, segera terasa bahwa isinya selainmengandung garis-garis hukum atau bagian-bagian hukumIslam yang sudah 'merenap' (meresap) ke dalam dan menjadikesadaran hukum masyarakat Muslim, juga mengandung hal-hal baru yang 'bercorak Indonesia,' misalnya untuk menyebutsekadar 'contoh ahli waris pengganti, wasiat wajibah untukanak angkat.

Dari uraian tersebut di atas, dapat juga disimpulkanbahwa sumber penyusunan hukum Islam dalam kompilasi iniselain (1) wahyu yang terdapat dalam Alquran, (2) SunnahRasulullah yang terdapat dalam kitab-kitab hadis, juga (3)rayu (akal pikiran) melalui ijtihad yang tercermin dalam (i)kitab-kitab fiqih, (ii) pendapat. para ulama Indonesia, (iii)yurisprudensi Peradilan Agama, (iv) hasil studi perbandingandengan negara-negara lain, serta (v) peraturan perundang-:-undangan mengenai perkawinan dan perwakafan tanahmilik di Indotlesia .•••

:f;;~..~'rI

.<:")?.1!t./

337

Daftar Pustaka

Abdullah, Abdul Gani. Badan Hukum Syara' Kesultanan Bima1947-1957, DisertaSi Oakarta: lAIN Syarif Hidayatullah,1987).

Abdurrahman, Asjmuni, H. Pengantar kepada Ijtihad Oakarta:Bulan Bintang, 1978).

Adams, Charles J. "Islam"dalam The Great Religions (NewYork:The Free Press, 1965).

Aghnides, Nicholas, P. Pengantar Ilmu Hukum Islam (Solo: SitiSyamsiah, 1984). .

Ahmad, Dasuki. Kamus Pengetah'fuln Islam (Kuala Lumpur:Pustaka, 1976).

Al-Attas, M. Al-Naquib. Islam and Secularism atau Islam danSekularisme (Kuala Lumpur: Abim, 1978, Bandung:Pustaka, 1981).

Ali, Mohammad Daud. Bangunan-bangunan lslam' (Jakarta:Bintang, 1968).

Anderson, Norman. Law Reform in the Muslim World (Universityof London the Athlone Press, 1976).

j