Hugo Rafael Chaves Frias
-
Upload
aditya-rahman-fadly -
Category
Documents
-
view
9 -
download
0
Transcript of Hugo Rafael Chaves Frias
Hugo Rafael Chaves Frias, pembela kaum papa
“The left is back, and it’s the only path we have to get out of the spot to which the
right has sunken us. Socialism builds and capitalism destroys.”
– Hugo Chávez
Selasa, 5 Maret 2013 menjadi tanggal yang bersejarah bagi Venezuela. Bahkan tak
sekedar bersejarah, kabut awan gelap seakan merundung seantero wilayah Negara
tersebut. Sosok pemimpin negara yang dipuja dan dicintai rakyatnya
menghembuskan nafas terakhir setelah tak mampu melawan serangan kanker.
Hugo Rafael Chávez Frías. Begitu nama presiden itu semasa kecil yang saat ini
lebih dikenal dengan nama Hugo Chávez. Dia dilahirkan dalam sebuah keluarga
kelas pekerja di Sabenata, Barinas, Venezuela, 28 Juli 1954. Orang tua Chavez
adalah guru sekolah dan sejak kecil Chavez berada di lingkungan yang dapat
dikatakan miskin.
Chavez adalah seseorang perwira di dunia militer. Dia mengikuti Venezuelan
Academy of Military Sciences dan dinyatakan lulus pada tahun 1975 serta
mendapat gelar dalam Military Arts and Science. Chavez melanjutkan aktivitas
kemiliterannya sebagai perwira di unit tentara penerjun payung. Tahun 1980,
Chavez mendirikan Gerakan-200 Bolivarian Rahasia Revolusioner atau
Movimiento Bolivariano Revolucionario (MBR-200). Sebuah gerakan anti
demokrasi yang kegiatannya banyak terinspirasi Simon Bolivar, seorang pemimpin
revolusi Spanyol di Amerika Selatan di abad-19.
Di tahun 1980, terjadi krisis ekonomi di Venezuela pada masa kepemimpinan
Carlos Andres Perez yang berujung pada pemberontakan Caracazo di tahun 1989.
Pemberontakan ini terjadi akibat kebijakan Perez yang “terlalu pro-pasar”
sehingga terjadi kenaikan harga di berbagai sektor. Peristiwa ini tentu membuat
rakyat miskin semakin tersiksa. Maka pemberontakanpun tak dapat dielakkan,
meski akhirnya tiga ribu nyawa melayang. Pada tahun 1992, Chavez, bersama
dengan anggota militer yang kecewa dengan kondisi pemerintahan saat itu,
berusaha untuk menggulingkan tampuk kepemimpinan. Namun usaha kudeta itu
gagal, dan Chavez kemudian menghabiskan dua tahun di penjara sebelum
akhirnya diampuni.
Pasca keluar dari penjara, Chavez aktif di dunia kepartaian. Dia adalah mantan
pemimpin partai Gerakan Republik Kelima sebagai perubahan wujud dari MBR-
200. Partai ini merupakan gerakan partai politik revolusioner. Hugo Chavez
memperkenalkan konsep “sosialisme abad ke-21″ dan fokus pada pelaksanaan
reformasi sosialis di Venezuela. Ini merupakan bagian dari proyek sosial yang
dikenal sebagai Revolusi Bolivarian. Chavez mencalonkan diri sebagai presiden
pada tahun 1998, berkampanye melawan korupsi pemerintah dan reformasi
ekonomi yang menjanjikan hingga akhirnya terpilih terpilih sebagai Presiden
Venezuela pada 6 Desember 1998 dan resmi bertugas pada 2 Februari 1999.
Chavez dipercaya sebagai presiden di tahun 1999 tak lepas dari peristiwa
Caracazo di tahun 1989. Peristiwa itu menjadi momentum awal kebangkitan
sosialisme di negara tersebut yang dalam 10 tahun kemudian melahirkan Chavez
sebagai pemimpin yang pro-warga miskin menggantikan rezim kapitalis di bawah
kekuasaan Perez. Tak heran banyak warga Venezuela yang mayoritas Katolik itu,
menganggap Chavez adalah Kristusnya kaum papa.
Setelah menjabat pada 1999, Chavez mengubah konstitusi Venezuela, mengubah
kekuasaan kongres dan sistem peradilan. Sebagai bagian dari konstitusi baru,
nama negara diubah menjadi Republik Bolivarian Venezuela. Semua kebijakan
yang sebelumnya sangat neoliberalis diubah atau ditrasformasikan oleh Chavez
menjadi kebijakan pro-warga miskin. Fokus pada perubahan ini adalah
peningkatan hak – hak untuk kaum terpinggirkan. Kepedulian Chavez pada kaum
marginal kembali menjadi faktor terpilihnya kembali Chavez sebagai presiden
Venezuela di tahun 2000.
Langkah konkrit pro-rakyat Chavez semakin tampak dengan program nasionalisasi
perusahaan asing di Venezuela. Salah satunya pada 2003, semua aset minyak yang
sebelumnya dimiliki swasta dinasionalisasikan menjadi perusahaan negara. Sejak
itu, semua keuntungan minyak pun masuk kas negara dan sepenuhnya digunakan
untuk membiayai pembangunan warga, di antaranya menyediakan jaminan
kesehatan dan pendidikan secara gratis. Hasilnya, tingkat kemiskinan di negara itu
menurun drastis sehingga pada saat ini, Venezuela merupakan negara dengan
tingkat kesenjangan pendapatannnya paling rendah di antara kalangan negara-
negara Amerika Latin dan Karibia.
Reuters mencatat setidaknya hampir empat belas perusahaan asing berhasil
dinasionalisasi dan memberikan untung bagi rakyat negara itu. Nasionalisasi ini
menjadi alasan kuat Chavez lantaran di pemerintahan sebelumnya sangat minim
perusahaan asing memberikan kesejahteraan pada Venezuela. Kemandirian
ekonomi dan pemerintah dalam mengelola sumber daya untuk hajat hidup orang
banyak menjadi bukti Chavez tidak main-main dalam programnya. Dia pun berhasil
menentukan harga-harga bahan pokok murah untuk rakyatnya termasuk minyak
dengan mengacuhkan harga miyak dunia.
Perusahaan raksasa seperti Exxon Mobil dan ConocoPhilips sudah “disita” asetnya
oleh Venezuela. Seakan tak cukup, Chevron, perusahaan gas Williams Cos,
perusahaan makanan Amerika Serikat Cargill Inc, perusahaan pupuk nitrogen
Fertinitro, bank Spanyol dengan merek Bank Venezuela dari Grup Santander,
perusahaan semen Swiss Holcim, Cemex Meksiko, perusahaan tambang emas
Rusoro Mining milik Rusia, perusahaan telekomunikasi Verizon Communications
yang berbasis di Amerika, produsen listrik swasta AES, perusahaan kapal feri milik
taipan lokal, hingga pantai dan pulau di Venezuela, semua sudah dinasionalisasi
yang memberikan keuntungan besar untuk menyejahterakan rakyat negara itu.
Tak salah jika hasil nasionalisasi perusahaan asing dan kepemilikan pribadi ini
Chavez mampu membuat biaya kesehatan, pendidikan, hingga rumah tinggal
menjadi sangat murah bagi kaum miskin. Bahkan ada swalayan khusus
menyediakan kebutuhan pangan untuk kaum papa dan disubsidi langsung dari
pemerintah. Segala kebijakan Chavez yang pro rakyat semakin membuat dia
begitu dicintai rakyatnya. Sebagai hasil dari kerja kerasnya, selama menjabat
sebagai presiden, Chavez berhasil mengurangi angka kemiskinan dari 49,4
menjadi 29,5 persen.
Tak cukup kebijakan dalam negeri, Chavez juga sosok yang kontroversial di mata
dunia. Dia adalah salah satu sosok yang dengan lantang menyatakan kebenciannya
pada Amerika Serikat. Hal tersebut tergambar pada pidatonya paling sensasional
saat dia naik mimbar pada MU PBB 2006. Sehari sebelumnya, mantan Presiden
Amerika Serikat George Walker Bush berbicara di podium yang sama. Chavez
mengatakan, dia masih mencium aroma setan dan belerang, lalu ia berdoa
membentuk tanda salib minta perlindungan Tuhan. Sontak kejadian tersebut
cukup menggeletik sebagian peserta MU PBB. Tak cukup pada pidato PBB, banyak
pernyataan – pernyataan kontroversial Chavez yang semakin memperkuat dirinya
adalah sosok anti-kapitalis.. Secara satiris, dalam peringatan Hari Air Sedunia
pada 2011, Chavez dengan lantang menyebutkan bahwa kapitalisme bahkan telah
membunuh peradaban di planet Mars.
Kini presiden revolusioner tersebut telah meninggal, duka mendalam meliputi
seluruh rakyat Venezuela. Yang menjadi pertanyaan besar dalah bagaimana
kondisi Venezuela pasca kematian Hugo Chavez?
Satu hal yang pasti. Situasi Venezuela pasca kematian Chavez membuka peluang
kepada perusahaan-perusahaan migas internasional untuk “menggayang” minyak
bumi milik Venezuela yang sangat melimpah. Menurut OPEC Annual Statistical
Bulletin 2012 menyebutkan cadangan minyak mentah Venezuela per miliar barrel
adalah yang terbanyak diantara 12 negara anggota OPEC yaitu sebesar 296,6
miliar barrel atau setara dengan 24,8% cadangan minyak dunia, walaupun sejak
tahun 2000 ekspor minyak Venezuela turun dari 3 juta barrel per hari menjadi 1,7
juta barrel per hari pada 2011. Kondisi ini terjadi karena Chavez memakai hasil
penjualan minyak untuk membiayai sejumlah program sosialnya, namun hanya
sedikit menginvestasikan hasil penjualan minyak untuk mengeksploitasi sumur-
sumur minyak baru dan mengganti sumur-sumur lama yang telah kering.
Secara sederhana, Chavez dapat dikatakan kurang memiliki paradigma “energy
security” untuk masa mendatang. Oleh karena itu, banyak yang memprediksi
situasi Venezuela pasca kematian Chavez dapat menjadi ancaman bagi industri
minyak setempat.
Tidak hanya itu saja, kematian Chavez kemungkinan juga dapat
menimbulkan politic and economic uncertainty. Dilihat dari sisi politik,
berdasarkan konstitusi Venezuela, Presiden baru harus dipilih melalui Pemilu
setelah 30 hari meninggalnya presiden sebelumnya, sedangkan kepemimpinan
sementara dipegang Wapres yang belum pernah disumpah, Nicolas Maduro.
Tantangan bagi Maduro untuk dapat menyelenggarakan pemilu yang demokratis
ditengah gejolak politik yang dapat menimpa Venezuela, karena jumlah
masyarakat miskin di Venezuela yang masih banyak, kelompok oposisi Chavez
mendapatkan angin untuk memerintah kembali sampai kepada kemungkinan
intervensi asing, khususnya negara dan korporasi asing yang mengincar minyak
Venezuela.
Sedangkan di bidang ekonomi, kegonjangan dan ketidakpastian juga kemungkinan
terjadi dalam bentuk inflasi yang tinggi serta ekses devaluasi yang dilakukan
Chavez sebanyak 6 kali sejak menjadi presiden. Tercatat pemerintahan Chavez
memberikan warisan utang sebesar 95,6 miliar dollar AS, inflasi 30 persen,
kriminalitas, serta kekurangan pangan. Semua itu menjadi pekerjaan rumah yang
besar bagi presiden terpilih nanti. Namun, yang paling mendasar, situasi
Venezuela ke depan pastinya akan diwarnai perang ideologi antara sosialis dengan
kapitalis.
Sumber :
http://www.biography.com/people/hugo-ch%C3%A1vez-193225
http://www.lensaindonesia.com/2013/03/06/hugo-chavez-pemimpin-besar-
venezuela-pejuang-hak-kaum-marjinal.html#r=tkait_thumb_bawah
http://global.britannica.com/EBchecked/topic/682790/Movement-of-the-Fifth-
Republic-MVR