HUBUNGAN USIA, PARITAS DAN ANEMIA DENGAN KEJADIAN ...
Transcript of HUBUNGAN USIA, PARITAS DAN ANEMIA DENGAN KEJADIAN ...
HUBUNGAN USIA, PARITAS DAN ANEMIA DENGAN KEJADIAN
PERSALINAN PREMATUR DI RSUD SOREANG
KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2017
LAPORAN TUGAS AKHIR
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna menyelesaikan
Pendidikan Program Studi DIII Kebidanan
STIKes Bhakti Kencana Bandung
Wulanisa Rizky
CK 1.15.041
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BHAKTI KENCANA
PROGRAM STUDI KEBIDANAN
BANDUNG
2018
ABSTRAK
Menurut WHO persalinan prematur adalah persalinan yang terjadi antara
kehamilan 20-36 minggu. Di Indonesia dari 48,33% wanita yang melahirkan
terdapat 36% ibu mengalami persalinan prematur. Kejadian persalinan prematur
di RSUD Soreang Tahun 2017 sebanyak 98 kasus dari 1.349 persalinan. Faktor
risiko terjadinya persalinan prematur terdiri dari faktor usia ibu, paritas dan
riwayat anemia. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan usia, paritas
dan anemia dengan kejadian persalinan prematur di RSUD Soreang.
Penelitian ini merupakan penelitian korelasional dengan menggunakan
pendekatan cross sectional. Sampel penelitian ini sebanyak 93 sampel dengan
menggunakan kriteria inklusi dan ekslusi. Analisis data meliputi analisis univariat
dan analisis bivariat menggunakan uji chi-square ɑ=(0,05).
Hasil penelitian menunjukan dari 93 sampel, ibu yang mengalami persalinan
usia berisiko 59,1% (55 kasus), paritas berisiko 80,6% (75 kasus) riwayat anemia
59,1% (55 kasus). Hasil uji chi-square didapatkan hasil usia P value (0,000),
paritas (0,009) dan anemia (0,000). Dapat disimpulkan bahwa ada hubungan
antara usia, paritas dan anemia dengan kejadian persalinan prematur di RSUD
Soreang Tahun 2017. Oleh karena itu petugas kesehatan harus bisa memberikan
penyuluhan pada ibu hamil dengan risiko tinggi.
Kata Kunci : Umur, Paritas, Anemia, Kejadian Persalinan Prematur.
Daftar Pustaka : 18 buku (2006-2013)
6 website (2013-2018)
11 jurnal (2010-2016)
ABSTRACT
According to WHO preterm labor is a labor that occurss between 20 weeks of
pregnancy to less 37 weeks. There are 36% of 48.33% women in Indonesia
experience premature birth. There are 98 cases of 1, 349 premature birth at
Soreang Hospital in 2017. Risk factors of premature birth are mother's age,
parity, and anemia history. The purpose of this study is to find the correlation
between age, parity and anemia with premature birth at Soreang Hospital.
This study is correlational research with cross sectional approach. The
samples of this study are 93 samples using inclusion and exclusion criteria. The
data analysis done are univariate analysis and bivariate analysis using chi-square
ɑ=(0,05) test.
The result of study showed that 93 sample with risk age are 59.1% (55 cases),
risk parity are 80.6% (75 cases), anemia history are 59.1% (55 cases). The result
of chi-square test showed that age result P value (0.000), parity (0.009), and
anemia (0.000). It can be concluded that there is correlation between age, parity,
and anemia with premature birth at Soreang Hospital in 2017. So that medical
staffs must be able to provide counseling to pregnant women with high risk.
Keywords: Age, Parity, Anemia, Premature Birth
Reference : 18 book (2006-2013)
6 website (2013-2018)
11 journal (2010-2016)
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim
Segala puji hanya milik Allah SWT. Sholawat dan salam selalu
tercurahkan kepada Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya
penyusun mampu menyelesaikan karya tulis ilmiah ini sebagai salah satu syarat
untuk memenuhi tugas, guna menyelesaikan program studi DIII Kebidanan
STIKes Bhakti Kencana Bandung.
Dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini, tidak sedikit hambatan yang
penulis hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan
karya tulis ilmiah ini tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan dari
dosen pembimbing, juga orang tua, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi
teratasi.
Ketidaksempurnaan dalam penulisan ini, memotivasi penulis untuk
menerima kritik dan saran darimanapun yang membangun dan dapat mendorong
penulis untuk terus memperbaiki diri. Dalam kesempatan ini penulis sampaikan
ucapan terimakasih kepada semua pihak yang secara langsung maupun tidak
langsung telah membantu penulis untuk menyelesaikan karya tulis ilmiah ini
terutama :
1. Bapak H. Mulyana., SH., M.Pd., MH.Kes, selaku Ketua Yayasan Adhiguna
Kencana.
2. Ibu R. Siti Jundiah S.Kep., M.Kep, selaku ketua STIKes Bhakti Kencana
Bandung.
3. Ibu Dewi Nurlaela Sari, M.Keb, selaku ketua program studi DIII Kebidanan.
4. Ibu Ina Sugiharti, SST., M.Kes, selaku dosen pembimbing yang selalu
meluangkan waktu, mengarahkan, dan membimbing saya dengan sabar,
sehingga saya bisa menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.
5. RSUD Soreang yang telah memberikan saya izin untuk dapat melakukan
penelitian.
6. Ibu Yani Sudiarsih, Am.Keb selaku kepala ruangan Mawar VK RSUD
Soreang yang telah mengizinkan saya untuk dapat melakukan penelitian ini.
7. Ibu Ning Hayati, SST., M.Kes selaku penguji I.
8. Ibu Lia Nurlianawati, S.Kep, Ners., M.Kep selaku penguji II.
9. Ayahku tercinta Tb. Tedi Hermawan, SE dan Ibuku tersayang Rika Jaenah,
terimakasih sudah selalu memberikan semangat yang tiada terkira, yang selalu
memberikan yang terbaik, yang selalu mendahulukan kepentingan pendidikan
saya, yang selalu ikhlas dan sabar memberikan dukungan melalui materi
maupun moril yang tidak bisa dijelaskan oleh kata-kata sehingga saya bisa
menyelesaikan karya tulis ilmiah ini dengan tepat waktu.
10. Kedua adik-adikku Syafitri Oktaviani dan M. Dzakir Faishal Aziz yang selalu
memberikan semangat dan dorongan agar saya bisa segera menyelesaikan
karya tulis ilmiah ini.
11. Kepada calon suami ku Dede Restu S.Kep., CH., terimakasih sudah berjuang
sama-sama, mendukung saya dan selalu sabar membantu saya untuk
menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.
12. Kepada “My Squad”, terimakasih sudah mau berjuang sama-sama selama 3
tahun ini.
13. Kepada semua rekan-rekan mahasiswa DIII Kebidanan STIKes Bhakti
Kencana Bandung Angkatan 2015 yang selalu memberikan do’a dan
dukungan kepada saya.
Semoga amal baik semua pihak yang telah membantu penulis dalam
menyusun karya tulis ilmiah ini mendapat balasan dari Allah SWT. Akhir kata
penulis berharap, semoga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi penulis
khususnya dan pihak lain pada umumnya.
Wasalamu’alaikum Wr.Wb.
Bandung, 31 Juli 2018
Penulis
Wulanisa Rizky
DAFTAR ISI
HALAMAN
LEMBAR PERSETUJUAN ...................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................................ ii
ABSTRAK .................................................................................................................. iii
ABSTRACT................................................................................................................. iv
KATA PENGANTAR ................................................................................................ v
DAFTAR ISI .............................................................................................................. viii
DAFTAR TABEL ...................................................................................................... xi
DAFTAR BAGAN ..................................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................. xiii
BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................. 4
1.3 Tujuan ............................................................................................................... 5
1.3.1 Tujuan Umum ........................................................................................... 5
1.3.2 Tujuan Khusus ......................................................................................... 5
1.4 Manfaat ............................................................................................................. 6
1.4.2 Aspek Teoritis ....................................................................................... 6
1.4.3 Aspek Praktis ......................................................................................... 6
BAB II : KAJIAN TEORI
2.1 Persalinan ......................................................................................................... 7
2.2 Persalinan Prematur .......................................................................................... 15
2.3 Penelitian Relevan ............................................................................................ 38
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian ............................................................................................... 42
3.2 Variabel Penelitian ............................................................................................ 43
3.3 Populasi Penelitian ............................................................................................ 43
3.4 Sampel Penelitian .............................................................................................. 44
3.5 Teknik Pengambilan Sampel ............................................................................. 44
3.6 Teknik Pengambilan Data .................................................................................. 45
3.7 Kerangka Penelitian .......................................................................................... 46
3.8 Definisi Operasional .......................................................................................... 48
3.9 Hipotesis Penelitian ........................................................................................... 50
3.10 Pengolahan dan Analisis Data.......................................................................... 51
3.11 Tempat dan Waktu Penelitian .......................................................................... 56
BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian ................................................................................................. 57
4.1.1 Analisa Univariat ...................................................................................... 57
4.1.2 Analisa Bivariat ........................................................................................ 59
4.2 Pembahasan ...................................................................................................... 64
4.2.2 Gambaran Kejadian Persalinan ................................................................. 62
4.2.3 Gambaran Kejadian Persalinan Menurut Usia ........................................... 62
4.2.4 Gambaran Kejadian Persalinan Menurut Paritas........................................ 63
4.2.5 Gambaran Kejadian Persalinan Menurut Anemia ...................................... 64
4.2.6 Hubungan Usia Dengan Kejadian Persalinan Prematur ............................. 65
4.2.7 Hubungan Paritas Dengan Kejadian Persalinan Prematur .......................... 67
4.2.8 Hubungan Anemia Dengan Kejadian Persalinan Prematur ........................ 68
BAB V : PENUTUP
5.1 Kesimpulan ....................................................................................................... 71
5.2 Saran ................................................................................................................. 72
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Definisi Operasional ..................................................................................... 49
Tabel 4.2 Gambaran Persalinan Menurut Usia ............................................................. 57
Tabel 4.3 Gambaran Persalinan Menurut Paritas ......................................................... 58
Tabel 4.4 Gambaran Persalinan Menurut Anemia ........................................................ 58
Tabel 4.5 Hubungan Usia Dengan Kejadian Persalinan Prematur ................................. 59
Tabel 4.6 Hubungan Paritas Dengan Kejadian Persalinan Prematur ............................. 60
Tabel 4.7 Hubungan Anemia Dengan Kejadian Persalinan Prematur ............................ 61
DAFTAR BAGAN
Halaman
Bagan 3.1 Rancangan Penelitian .................................................................................. 42
Bagan 3.2 Kerangka Konsep ........................................................................................ 47
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Persetujuan Judul Laporan Tugas Akhir
Lampiran 2 Surat Pengantar Studi Pendahuluan STIKes Bhakti Kencana Bandung
Lampiran 3 Surat Pengantar Studi Pendahuluan KESBANGPOL Kab. Bandung
Lampiran 4 Surat Pengantar Studi Pendahuluan RSUD Soreang Kab. Bandung
Lampiran 5 Surat Pengantar Izin Penelitian STIKes Bhakti Kencana Bandung
Lampiran 6 Surat Pengantar Izin Penelitian KESBANGPOL Kab. Bandung
Lampiran 7 Surat Pengantar Izin Penelitian RSUD Soreang Kab. Bandung
Lampiran 8 Standar Operasional Persalinan Prematur RSUD Soreang
Lampiran 9 Gambaran Karakteristik Persalinan di RSUD Soreang
Lampiran 10 Lembar Check List Penelitian
Lampiran 11 Pengolahan Data SPSS
Lampiran 12 Lembar Bimbingan
Lampiran 13 Persyaratan Sidang Laporan Tugas Akhir
Lampiran 14 Riwayat Hidup
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut WHO persalinan prematur adalah persalinan yang terjadi antara
kehamilan 20 minggu sampai dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu,
dihitung dari hari pertama haid terakhir. Konsep prematuritas mencakup
ketidakmatangan biologis janin untuk hidup di luar rahim ibunya yang dapat
meningkatkan mortalitas bayi.
Angka kematian bayi (AKB) saat ini masih merupakan masalah
kesehatan yang serius di negara berkembang. Menurut laporan World Health
Organization (WHO), Angka Kematian Bayi (AKB) tahun 2015 di negara
ASEAN (Association of South East Asia Nations) seperti di Indonesia
27/1.000 kelahiran hidup, Malaysia 5,5/1.000 kelahiran hidup dan Singapura
3/1000 kelahiran hidup. Angka kematian bayi di Indonesia masih tergolong
tinggi, jika dibandingkan dengan target Millenium Development Goals
(MDGs) tahun 2015 yaitu 23/1000 kelahiran hidup. (WHO, 2015)
Menurut Profil Kementerian Kesehatan RI, angka kematian bayi (AKB)
pada tahun 2015 sebanyak (26,0/1.000) kelahiran hidup. Target Global
Millenium Development Goals (MDGs) ke 5 adalah menurunkan angka
kematian bayi (AKB) menjadi 23/1.000 kelahiran hidup pada tahun 2015.
(Kemenkes RI, 2015).
Berdasarkan Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun
2015 di Provinsi Jawa Barat, angka kematian bayi (AKB) sebanyak 39/1000.
Di Kabupaten Bandung, jumlah angka kematian bayi (AKB) di Kabupaten
Bandung tahun 2016 berjumlah 214 kasus. (Dinkes Kabupaten Bandung,
2016).
Angka kematian bayi usia dibawah 28 hari masih sangat cukup tinggi,
jumlahnya mencapai 50% dari angka kasus kematian bayi secara umum.
Penyebab tertinggi disebabkan oleh kesulitan bernafas saat lahir (asfiksia),
yang bisa disebabkan oleh persalinan prematur.
Menurut World Health Organization (WHO), ±1,3 juta bayi lahir
prematur di dunia dan lebih dari 1 juta bayi prematur meninggal setiap
tahunnya. Pada tahun 2009 angka kelahiran prematur berkisar 10-20 % yang
menyebabkan Indonesia masuk ke dalam peringkat ke 5 dengan negara
kelahiran prematur terbesar di dunia.
Hasil penelitian yang menggunakan Riset Kesehatan Dasar (Riskesda)
sejak bulan januari 2010 sampai dengan bulan juni 2013 menunjukan bahwa
dari 48,33 % wanita yang melahirkan, terdapat 36% ibu yang mengalami
persalinan prematur. Prevalensi persalinan prematur di Indonesia sendiri juga
masih tinggi. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun
2007, kematian perinatal (usia 0-7 hari) sebesar 32,3% disebabkan oleh
persalinan prematur. Hal ini dapat terjadi karena adanya kelompok kehamilan
berisiko. Kelompok kehamilan risiko tinggi di Indonesia pada tahun 2007
sekitar 34%. Kategori dengan risiko tinggi tunggal mencapai 22,4%, dengan
rincian umur ibu (<18 tahun) sebesar (4,1 %), umur ibu (>34 tahun) sebesar
(3,8 %), jarak kelahiran (<24 bulan) sebesar (5,2 %), dan jumlah anak yang
terlalu banyak (>3 orang) sebesar (9,4 %). (Riskesda, 2013).
Menurut teori faktor-faktor yang mempengaruhi persalinan prematur
yaitu usia ibu <18 tahun atau >35 tahun, paritas, anemia pada saat kehamilan,
penyakit dalam kehamilan seperti ketuban pecah dini yang menjadi salah satu
komplikasi dari persalinan prematur, preeklampsi berat yang terjadi pada ibu
hamil, perdarahan antepartum pada kehamilan lanjut seperti solusio plasenta
dan plasenta previa, ibu yang mengalami infeksi, ibu dengan riwayat
persalinan prematur, ibu dengan riwayat ketuban pecah dini, jarak kehamilan
yang terlalu dekat dengan persalinan sebelumnya, pertambahan berat badan
selama kehamilan, stress pada ibu hamil selama kehamilan, pekerjaan ibu
selama hamil, dan perilaku ibu yang sering merokok atau mengkonsumsi
alkohol pada saat kehamilan. (Krisnadi, 2009).
Penelitian yang dilakukan oleh “Novalia Widiya Ningrum” pada tahun
2016 mengenai “Hubungan umur, paritas dan anemia dengan kejadian
persalinan prematur di RSUD Dr. H Moch Ansari Saleh Banjarmasin Tahun
2016” didapatkan hasil bahwa peluang terjadinya persalinan prematur (OR)
menurut umur ibu yaitu sebesar 2,515, untuk paritas yaitu 2,940, dan untuk
anemia yaitu 2,604.
Berdasarkan studi pendahuluan di RSUD Majalaya Kabupaten Bandung
peneliti mendapatkan hasil bahwa kejadian persalinan prematur pada tahun
2016 yaitu sebanyak 79 kasus, sedangkan di RSUD Soreang Kabupaten
Bandung, peneliti mendapatkan hasil bahwa kejadian persalinan prematur
yang terjadi pada tahun 2016 sebanyak 135 kasus. Dari 135 kasus persalinan
prematur, 95 kasus ibu yang bersalin prematur terjadi pada usia <20 tahun
dengan rata-rata paritas primigravida.
Selain umur dan paritas, faktor lain yang memicu terjadinya persalinan
prematur adalah anemia pada ibu. Menurut hasil penelitian yang dilakukan
oleh “Sri Wahyuni” tahun 2010 didapatkan hasil bahwa ibu yang mengalami
anemia mempunyai risiko 2.667 kali lipat mengalami persalinan prematur
dibandingkan dengan ibu yang tidak mengalami anemia. Hal ini disebabkan
karena ibu hamil dengan anemia dapat menyebabkan suplai darah ke oksigen
serta nutrisi pada janin berkurang sehingga dapat memicu terjadinya
persalinan prematur.
Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti tertarik dan bermaksud untuk
mengadakan penelitian tentang “Hubungan Usia, Paritas dan Anemia Dengan
Kejadian Persalinan Prematur di RSUD Soreang Kabupaten Bandung Tahun
2017 ”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis merumuskan masalah
yaitu “Hubungan Usia, Paritas dan Anemia Dengan Kejadian Persalinan
Prematur di RSUD Soreang Kabupaten Bandung Tahun 2017”.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui Hubungan Usia, Paritas dan Anemia Dengan
Kejadian Persalinan Prematur di RSUD Soreang Kabupaten Bandung
Tahun 2017.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui gambaran persalinan menurut usia di RSUD
Soreang Tahun 2017.
2. Untuk mengetahui gambaran persalinan menurut paritas di RSUD
Soreang Tahun 2017.
3. Untuk mengetahui gambaran persalinan menurut anemia di RSUD
Soreang Tahun 2017.
4. Untuk mengetahui hubungan usia dengan kejadian persalinan
prematur di RSUD Soreang Tahun 2017.
5. Untuk mengetahui hubungan paritas dengan kejadian persalinan
prematur di RSUD Soreang Tahun 2017.
6. Untuk mengetahui hubungan anemia dengan kejadian persalinan
prematur di RSUD Soreang Tahun 2017.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Aspek Teoritis
Penelitian ini sebagai media untuk mengaplikasikan ilmu kebidanan
yang telah di dapat dari institusi. Serta untuk menambah ilmu
pengetahuan dalam mendeteksi risiko komplikasi pada kehamilan dan
persalinan.
1.4.2 Aspek Praktis
1) Bagi Rumah Sakit
Dapat dijadikan suatu acuan dalam melakukan evaluasi
terhadap pelayanan kebidanan yang diberikan kepada masyarakat
khususnya pada program Kesehatan Ibu dan Anak.
2) Bagi Penelitian Selanjutnya
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan informasi dan
sebagai landasan dalam melakukan penelitian selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Persalinan
2.1.1 Definisi Persalinan
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan plasenta)
yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir
atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri).
(Varney, 2003).
Persalinan ialah serangkaian kejadian yang berakhir dengan pengeluaran
bayi yang cukup bulan, disusul dengan pengeluaran plasenta dan selaput janin
dari tubuh ibu. (FK UNPAD, 1983)
2.1.2 Macam-Macam Persalinan
1. Menurut tindakan
a. Persalinan normal atau spontan
Persalinan normal atau spontan adalah persalinan yang terjadi dengan
letak belakang kepala (ubun-ubun kecil) dan sejak awal hingga akhir
persalinan hanya dengan tenaga ibu.
b. Persalinan buatan
Persalinan buatan adalah persalinan yang berakhir dengan bantuan
tenaga dari luar dan diakhiri dengan suatu tindakan.
c. Persalinan anjuran
Persalinan anjuran adalah persalinan yang baru dapat berlangsung
setelah permulaannya dianjurkan dengan suatu perbuatan atau tindakan
2. Menurut umur kehamilan
a. Persalinan abortus
Persalinan abortus atau tindakan nya disebut abortus adalah persalinan
dimana pengeluaran buah kehamilan sebelum janin dapat hidup yaitu
pada umur kehamilan kurang dari 22 minggu atau berat badan janin
kurang dari 500 gram.
b. Persalinan immaturus
Persalinan immaturus adalah persalinan dimana usia kehamilan 22
minggu sampai dengan 28 minggu, dimana berat badan janin 500 gram
sampai dengan 200 gram (janin mungkin bisa hidup dan mungkin juga
tidak bisa hidup).
c. Persalinan prematurus
Persalinan prematurus adalah persalinan dimana umur atau usia
kehamilan 28 minggu sampai dengan 26 minggu, dimana berat badan
janin 1000 gram sampai dengan 2500 gram dan janin bisan hidup diluar
rahim.
d. Persalinan matur (aterm)
Persalinan matur atau cukup bulan adalah persalinan dimana usia
kehamilan 37 minggu sampai dengan 42 minggu dengan berat badan
janin lebih dari 2500 gram.
e. Persalinan postmatur (Serotinus)
Persalinan postmatur adalah persalinan dimana usia kehamilan lebih
dari 42 minggu. Bayi kurang baik karena kelebihan umur dalam rahim
sehingga pada saat itu plasenta sudah tidak dapat berfungsi sehingga
dapat terjadi bayi makin kecil dan bisa berakibat intra uterin fetal
defect (kerusakan atau gangguan janin dalam rahim).
2.1.3 Teori Persalinan
Terdapat berbagai teori mengenai persalinan, diantaranya adalah :
1. Teori Penurunan Pregesteron
Villi Koriales mengalami perubahan-perubahan, sehingga kadar
estrogen dan progesterone menurun. Menurunnya kadar kedua hormon ini
terjadi kira-kira 1-2 minggu sebelum partus dimulai. Selanjutnya otot rahim
menjadi sensitive terhadap oksitosin. Penurunan kadar progesteron pada
tingkat tertentu menyebabkan otot rahim mulai kontraksi. (Wiknjosastro,
2005).
2. Teori Oksitosin
Menjelang persalinan, terjadi peningkatan reseptor oksitosin dalam
otot rahim, sehingga mudah terangsang saat disuntikan oksitosin dan
menimbulkan kontraksi. Diduga bahwa oksitosin dapat meningkatkan
pembentukan prostaglandin dan persalinan dapat berlangsung terus.
3. Teori Keregangan Otot Rahim
Keadaan uterus yang terus menbesar dan menjadi tegang
mengakibatkan iskemia otot-otot uterus. Hal ini merupakan faktor yang
dapat menganggu sirkulasi uteroplasenter sehingga plasenta mengalami
degenerasi. Otot rahim mempunyai kemampuan meregang sampai batas
tertentu. Apabila batas tersebut sudah terlewati, maka akan terjadi kontraksi
sehingga persalinan dapat dimulai. (Wiknjosastro, 2005).
4. Teori Prostaglandin
Prostaglandin sangat meningkat pada cairan amnion dan desidua dari
minggu ke 15 hingga aterm, dan kadarnya meningkat hingga ke waktu
partus (Wiknjosastro, 2005). Diperkirakan terjadinya penurunan
progesterone dapat memicu interleukin-1 untuk dapat melakukan hidrolisis
gliserofosfolipid, sehingga terjadi pelepasan dari asam arakidonat menjadi
prostaglandin, PGE2 dan PGF2 alfa. Terbukti pula bahwa saat mulainya
persalinan, terdapat penimbunan asam arakidonat dan prostaglandin dalam
jumlah besar di dalam cairan amnion. Di samping itu, terjadi pembentukan
prostasiklin dalam miometerium, desidua, dan korion leave. Prostaglandin
dapat melunakan serviks dan merangsang kontraksi, bila diberikan dalam
bentuk infus atau secara intravaginal. (Manuaba, 1998).
5. Teori Janin
Terdapat hubungan hipofisis dan kelenjar suprarenal yang
menghasilkan sinyal kemudian diarahkan kepada maternal sebagai tanda
bahwa janin telah siap lahir.
6. Teori Plasenta Menjadi Tua
Plasenta yang semakin tua dengan bertambahnya usia kehamilan
akan menyebabkan turunya kadar estrogen dan progesteron sehingga dapat
menimbulkan kontraksi. (Asrinah dkk, 2010)
2.1.4 Tahapan Persalinan
Secara klinis dapat dinyatakan partus dimulai bila timbul his dan wanita
tersebut mengeluarkan lendir yang disertai darah (bloody show). Lendir
yang disertai darah ini berasal dari lendir kanalis servikalis karena serviks
mulai membuka atau mendatar. Sedangkan darahnya berasal dari pembuluh-
pembuluh kapiler yang berada di sekitar kanalis servikalis itu pecah karena
pergeseran-pergeseran ketika serviks membuka (Wiknjosastro dkk, 2005).
1. Kala I (Pembukaan Jalan Lahir
Kala I persalinan dimulai dengan kontraksi uterus yang teratur dan
diakhiri dengan dilatasi serviks lengkap. Dilatasi lengkap dapat
berlangsung kurang dari satu jam pada sebagian kehamilan multipara.
Pada kehamilan pertama, dilatasi serviks jarang terjadi dalam waktu
kurang dari 24 jam. Proses membukanya serviks sebaga akibat his
dibagi dalam 2 fase, yaitu:
a. Fase laten : berlangsung selama 8 jam. Pembukaan terjadi sangat
lambat sampai mencapai ukuran diameter 3 cm. Fase laten diawali
dengan mulai timbulnya kontraksi uterus yang teratur yang
menghasilkan perubahan serviks.
b. Fase aktif : dibagi dalam 3 fase lagi yakni :
a) Fase akselerasi. Dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm tadi
menjadi 4 cm.
b) Fase dilatasi maksimal. Dalam waktu 2 jam pembukaan
berlangsung sangat cepat, dari 4 cm menjadi 9 cm.
c) Fase deselerasi. Pembukaan menjadi lambat kembali. Dalam
waktu 2 jam, pembukaan dari 9 cm menjadi lengkap.
2. Kala II (Pengeluaran)
Kala II persalinan adalah tahap di mana janin dilahirkan. Pada kala
II, his menjadi lebih kuat dan lebih cepat, kira-kira 2 sampai 3 menit
sekali. Saat kepala janin sudah masuk di ruang panggul, maka pada his
dirasakan tekanan pada otot-otot dasar panggul, yang secara reflektoris
menimbulkan rasa mengedan. Wanita merasakan tekanan pada rektum
dan hendak buang air besar. Kemudian perineum mulai menonjol dan
menjadi lebar dengan anus membuka. Labia mulai membuka dan tidak
lama kemudian kepala janin tampak dalam vulva pada waktu his.
Dengan his dan kekuatan mengedan maksimal, kepala janin dilahirkan
dengan presentasi suboksiput di bawah simfisis, dahi, muka dan dagu.
Setelah istirahat sebentar, his mulai lagi untuk mengeluarkan badan dan
anggota badan bayi (Wiknjosastro dkk, 2005).
3. Kala III (Kala Uri)
Kala III persalinan berlangsung sejak janin lahir sampai plasenta
lahir (Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004). Setelah bayi lahir, uterus
teraba keras dengan fundus uteri agak di atas pusat. Beberapa menit
kemudian, uterus berkontraksi lagi untuk melepaskan plasenta dari
dindingnya. Biasanya plasenta lepas dalam 6 sampai 15 menit setelah
bayi lahir dan keluar spontan atau dengan tekanan pada fundus uteri
(Wiknjosastro dkk, 2005).
4. Kala IV (2 Jam Setelah Melahirkan)
Kala IV persalinan ditetapkan berlangsung kira-kira dua jam
setelah plasenta lahir. Periode ini merupakan masa pemulihan yang
terjadi segera jika homeostasis berlangsung dengan baik (Bobak,
Lowdermilk & Jensen, 2004). Pada tahap ini, kontraksi otot rahim
meningkat sehingga pembuluh darah terjepit untuk menghentikan
perdarahan. Pada kala ini dilakukan observasi terhadap tekanan darah,
pernapasan, nadi, kontraksi otot rahim dan perdarahan selama 2 jam
pertama. Selain itu juga dilakukan penjahitan luka episiotomi. Setelah 2
jam, bila keadaan baik, ibu dipindahkan ke ruangan bersama bayinya
(Manuaba, 2006).
2.1.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Persalinan
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi persalinan antara lain :
1. Passenger
Malpresentasi atau malformasi janin dapat mempengaruhi
persalinan normal (Taber, 1994). Pada faktor passenger, terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi yakni ukuran kepala janin,
presentasi, letak, sikap dan posisi janin. Karena plasenta juga harus
melalui jalan lahir, maka ia dianggap sebagai penumpang yang menyertai
janin (Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004).
2. Passageaway
Jalan lahir terdiri dari panggul ibu, yakni bagian tulang yang padat,
dasar panggul, vagina, dan introitus (lubang luar vagina). Meskipun
jaringan lunak khususnya lapisan-lapisan otot dasar panggul ikut
menunjang keluarnya bayi, tetapi panggul ibu jauh lebih berperan dalam
proses persalinan. Janin harus berhasil menyesuaikan dirinya terhadap
jalan lahir yang relatif kaku (Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004).
3. Powers
His adalah salah satu kekuatan pada ibu yang menyebabkan serviks
membuka dan mendorong janin ke bawah. Pada presentasi kepala, bila
his sudah cukup kuat, kepala akan turun dan mulai masuk ke dalam
rongga panggul (Wiknjosastro dkk, 2005). Ibu melakukan kontraksi
involunter dan volunteer secara bersamaan (Bobak, Lowdermilk &
Jensen, 2004).
4. Position
Posisi ibu mempengaruhi adaptasi anatomi dan fisiologi persalinan.
Posisi tegak memberi sejumlah keuntungan. Mengubah posisi membuat
rasa letih hilang, memberi rasa nyaman, dan memperbaki sirkulasi. Posisi
tegak meliputi posisi berdiri, berjalan, duduk dan jongkok (Bobak,
Lowdermilk & Jensen, 2004).
5. Psychologic Respons
Proses persalinan adalah saat yang menegangkan dan
mencemaskan bagi wanita dan keluarganya. Rasa takut, tegang dan
cemas mungkin mengakibatkan proses kelahiran berlangsung lambat.
Pada kebanyakan wanita, persalinan dimulai saat terjadi kontraksi
uterus pertama dan dilanjutkan dengan kerja keras selama jam-jam
dilatasi dan melahirkan kemudian berakhir ketika wanita dan
keluarganya memulai proses ikatan dengan bayi. Perawatan ditujukan
untuk mendukung wanita dan keluarganya dalam melalui proses
persalinan supaya dicapai hasil yang optimal bagi semua yang terlibat.
Wanita yang bersalin biasanya akan mengutarakan berbagai
kekhawatiran jika ditanya, tetapi mereka jarang dengan spontan
menceritakannya (Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004)
2.2 Persalinan Prematur
2.2.1 Definisi Persalinan Prematur
Persalinan prematur adalah persalinan yang terjadi sebelum usia
janin genap berusia 37 minggu. (Prawirohardjo, 2013)
Menurut WHO persalinan prematur adalah persalinan yang terjadi
antara kehamilan 20 minggu sampai dengan usia kehamilan kurang dari 37
minggu, dihitung dari hari pertama haid terakhir. Konsep prematuritas
mencakup ketidakmatangan biologis janin untuk hidup di luar rahim
ibunya. (Krisnadi, 2009)
2.2.2 Klasifikasi Persalinan Prematur
1. Klasifikasi persalinan prematur menurut kejadiannya digolongkan
menjadi :
1) Idiopatik atau Spontan
Sekitar 50% penyebab persalinan prematur tidak diketahui,
oleh karena itu digolongkan pada kelompok idiopatik atau
persalinan prematur spontan. Termasuk ke dalam golongan ini
antara lain persalinan prematur akibat kehamilan kembar,
polihidramnion atau persalinan prematur yang didasari oleh faktor
psikososial dan gaya hidup. Sekitar 12,5% persalinan prematur
spontan didahului oleh kejadian ketuban pecah dini (KPD), yang
sebagian besar disebabkan karena faktor infeksi (korioamnionitis).
2) Iatrogenik atau Elektif
Perkembangan teknologi kedokteran dan perkembangan
etika kedokteran menempatkan janin sebagai individu yang
mempunyai hak atas hidupannya (Fetus as a Patient). Maka apabila
kelanjutan kehamilan diduga dapat membahayakan janin, janin
akan dipindahkan ke dalam lingkungan luar yang dianggap lebih
baik dari rahim ibunya sebagai tempat kelangsungan hidupnya.
Kondisi tersebut menyebabkan persalinan prematur buatan atau
iatrogenic yang disebut juga sebagai Elective Preterm. Sekitar 25%
persalinan prematur termasuk ke dalam golongan ini :
a. Keadaan ibu yang sering menyebabkan persalinan prematur
elektif adalah :
a) Preeklampsi berat dan eklampsi.
b) Perdarahan antepartum (plasenta previa dan solusio
plasenta).
c) Korioamnionitis.
d) Penyakit jantung yang berat atau penyakit paru atau
penyakit ginjal yang berat.
b. Keadaan janin yang dapat menyebabkan persalinan prematur
adalah :
a) Gawat janin (anemia, hipoksia, asidosis atau gangguang
jantung janin).
b) Infeksi intrauterin.
c) Pertumbuhan janin terhambat (IUGR).
d) Isoimunisasi rhesus.
2. Klasifikasi persalinan prematur menurut usia kehamilannya adalah
sebagai berikut :
a. Usia kehamilan 32 - 36 minggu disebut persalinan prematur
(Preterm).
b. Usia kehamilan 28 - 32 minggu disebut sangat prematur (Very
preterm).
c. Usia kehamilan antara 20 - 27 minggu disebut ekstrim prematur
(Extremely Preterm).
3. Klasifikasi persalinan menurut berat badan lahir, maka bayi prematur
dibagi dalam kelompok :
a. Berat badan bayi 1500 - 2500 gram disebut bayi dengan berat
badan lahir rendah.
b. Berat badan bayi 1000 - 1500 gram disebut bayi dengan berat
badan lahir sangat rendah.
c. Berat badan bayi < 1000 gram disebut bayi dengan berat badan
lahir ekstrim rendah. (Krisnadi, 2009)
2.2.3 Faktor Risiko Persalinan Prematur
Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mencari faktor-faktor risiko
persalinan prematur, namun adanya faktor risiko tersebut tidak selalu
menyebabkan terjadinya persalinan prematur, bahkan sebagian persalinan
prematur yang terjadi spontan tidak mempunyai faktor risiko yang jelas.
Berikut faktor risiko yang menyebabkan persalinan prematur yaitu :
1. Usia Ibu
Kehamilan remaja yang berusia <16 tahun, terutama yang secara
riwayat ginekologis juga muda (remaja yang mendapatkan haid
pertamanya <2 tahun sebelum kehamilannya) akan menigkatkan kejadian
persalinan prematur pada usia kehamilan <33 minggu.
Persalinan prematur meningkat pada usia ibu <20 tahun dan >35
tahun, ini disebabkan karena pada usia <20 tahun alat reproduksi untuk
hamil belum matang, sehingga dapat merugikan kesehatan ibu maupun
perkembangan dan pertumbuhan janin. Sedangkan pada umur >35 tahun
juga dapat menyebabkan persalinan prematur, karena usia ibu yang sudah
memasuki usia risiko tinggi. (Surrinah, 2008).
Ibu hamil dengan usia muda yaitu kurang dari 20 tahun dapat
menyebabkan peredaran darah ke uterus belum sempurna dan hal ini
menyebabkan pemberian nutrisi pada janin berkurang. Demikian juga
peredaran darah yang kurang pada saluran genetalia dapat menyebabkan
persalinan preterm meningkat. (Kusnadi, 2009).
Ibu hamil dengan usia >35 tahun juga berisiko tinggi karena terjadi
penurunan fungsi dari organ akibat penuaan. Adanya kehamilan membuat
ibu memerlukan energy ekstra untuk kehidupannya dan juga janin yang
sedang dikandungnya. Selain itu pada proses kelahiran diperlukan tenaga
yang lebih besar dengan kelenturan dan elastisitas jalan lahir yang semakin
berkurang. (Kristiyanasari, 2010).
2. Paritas
Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup yang dimiliki oleh seorang
wanita. (BKKBN, 2006). Risiko kesehatan ibu dan anak meningkat pada
persalinan pertama, keempat dan seterusnya. Kehamilan dan persalinan
pertama meningkatkan risiko kesehatan yang timbul karena ibu belum
pernah mengalami kehamilan sebelumnya, selain itu jalan lahir baru akan
dicoba dilalui oleh janin. Sebaiknya jika terlalu sering melahirkan maka
rahim akan menjadi semakin lemah karena jaringan perut uterus. Jaringan
parut uterus ini akan menyebabkan tidak adekuatnya persediaan darah ke
plasenta, sehingga plasenta tidak mendapat aliran darah yang cukup untuk
menyalurkan nutrisi ke janin dan akan mengakibatkan terganggunya
pertumbuhan janin, dan hal ini akan meningkatkan risiko terjadinya
persalinan prematur. (Depkes RI, 2010)
3. Anemia pada kehamilan
Anemia pada saat kehamilan dapat mengakibatkan efek buruk pada
bayi dan ibunya. Anemia mengurangi suplai oksigen pada metabolisme
ibu karena kurangnya hemoglobin yang mengikat oksigen dan
mengakibatkan efek tidak langsung pada ibu dan bayi, antara lain
kematian janin, kerentanan ibu terhadap infeksi, kelahiran preterm dan
berat badan lahir rendah. (Prawirohardjo, 2010).
4. Penyakit Dalan Kehamilan
Ketuban Pecah Dini (KPD) adalah keadaan pecahnya ketuban
sebelum persalinan. Salah satu komplikasi dari KPD adalah meningkatkan
kejadian prematuritas dan komplikasi prenatal serta neonatal, termasuk 1-
2% risiko kematian janin. KPD juga menyebabkan cairan ketuban mulai
berkurang (Oligohidramnion) yang akan menekan tali pusat sehingga
terjadi asfiksia dan hipoksia pada janin dan membuat nutrisi ke janin
berkurang serta pertumbuhannya terganggu. (Kusnadi dkk, 2009)
Preeklampsi adalah sindrom spesifik kehamilan berupa berkurangnya
perfusi organ akibat vasopasme dan aktivitas indotel. Keadaan ini
mempunyai pengaruh langsung terhadap kualitas janin karena terjadi
penurunan aliran darah ke plasenta menyebabkan janin kekurangan nutrisi
sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin. (Cuningham, 2004).
Perdarahan antepartum juga meningkatkan risiko persalinan preterm,
hal ini dikarenakan perdarahan yang hebat pada ibu sehingga ibu dan janin
membutuhkan penanganan cepat supaya ibu tidak mengalami anemia dan
janin tidak mengalami hipoksia. Upaya untuk penanganan tersebut adalah
melahirkan janin walaupun belum cukup usia kehamilan. (Manuba, 2007)
5. Infeksi
Infeksi saluran kemih dan jalan lahir (traktus urogenital) sangat
berkaitan dengan persalinan prematur. Infeksi ini biasanya mewakili
infeksi bakteri yang menjalar secara ascendens dari saluran genital bawah,
sedangkan infeksi virus belum pernah diimplikasikan sebagai penyebab
yang signifikan dari persalinan premature. Sumber infeksi yang
berhubungan dengan kejadian persalinan prematur adalah :
a. Infeksi genital :
a) Bacterial vaginosis
b) Group B streptococcus
c) Chlamydia trachomatis
b. Infeksi Intra Uterin :
a) Penjalaran dari saluran genital
b) Melalui plasenta
c) Melalui darah
d) Melalui saluran telur
e) Iatrogenik
c. Infeksi Ekstra Uterin :
a) Radang piala ginjal
b) Bakteriuri tanpa gejala
c) Periodonitis
d) Malaria
e) Penyakit radang paru (pneumonia)
6. Ibu Dengan Riwayat Persalinan Prematur
Ibu yang mempunyai riwayat satu kali bersalin secara premature
sebelumnya akan meningkatkan risiko untuk mendapat persalinan
prematur lagi sebesar 2,2 kali dan bila ia pernah mengalami 3 kali
persalinan prematur risikonya meningkat sampai 4,9 kali. Semakin muda
usia kehamilan pada persalinan prematur terdahulu, maka semakin cepat
terjadi prematuritas pada kehamilan selanjutnya
7. Ibu Dengan Riwayat Ketuban Pecah Dini
Risiko persalinan prematur pada ibu dengan riwayat KPD saat
kehamilan < 37 minggu (PPROM, preterm premature rupture of
membrane) adalah 34 – 44 %, sedangkan ririko untuk mengalami PPROM
kembali sekitar 16 – 32%.
8. Jarak Kehamilan
Menurut anjuran yang dikeluarkan oleh Badan Koordinasi Keluarga
Berencana (BKKBN), jarak kelahiran yang ideal adalah 2 tahun atau lebih.
Jarak kelahiran yang pendek akan menyebabkan seorang ibu belum cukup
untuk memulihkan kondisi tubuhnya setelah melahirkan. Hal ini
merupakan salah satu faktor penyebab kelemahan dan kematian ibu serta
bayi yang dilahirkan, bahwa risiko proses reproduksi dapat ditekan apabila
jarak minimal antara kelahiran 2 tahun. (Setianingrum, 2005).
Proses pengembalian kondisi setelah persalinan tidak hanya selesai
setelah masa nifas berakhir, akan tetapi membutuhkan lebih panjang
waktu, sehingga dibutuhkan rentang waktu yang cukup bagi organ-organ
tubuh untuk dibebani dengan proses kehamilan dan persalinan lagi.
(Aisyah dkk, 2010).
9. Pertambahan Berat Badan Selama Kehamilan
Kenaikan berat badan selama hamil dan IMT sebelum hamil juga
berhubungan dengan kejadian prematuritas. Hubungan antara persalinan
premature dengan pertambahan berat badan selama hamil yang rendah,
terutama untuk wanita yang tidak obese dengan risiko relative antara 1,5 –
2,5. Ibu dengan IMT rendah (< 19,8) dan kenaikan berat badan sebelum
hamil < 0,5 kg/minggu akan meningkatkan risiko kejadian persalinan
premature 3 kali lipat dengan ibu IMT normal ( 19,8 – 26) yang kenaikan
berat badan selama hamilnya rendah.
Pertambahan berat badan selama kehamilan juga tidak hanya karena
naiknya kalori atau deposit lemak, tetapi juga akibat retensi cairan, hal ini
menyebabkan hidrasi penting dalam upaya menurunkan persalinan
prematur.
10. Stres
Stresor adalah rangsangan eksternal atau internal yang memunculkan
gangguan pada keseimbangan hidup individu. Karena itu secara sederhana
stres dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana individu dituntut
berespons adaptif.
Stres pada ibu hamil dapat meningkatkan kadar katekolamin dan
kortisol yang akan mengaktifkan placental corticotrophin releasing
hormone dan mempresipitasi persalinan melalui jalur biologis. Stres juga
mengganggu funsgi imunitas yang dapat menyebabkan reaksi inflamasi
atau infeksi intaamnion dan akhirnya merangsang proses persalinan.
11. Pekerjaan Ibu
Kejadian persalinan prematur lebih rendah pada ibu hamil yang bukan
pekerja dibandingkan dengan ibu pekerja yang hamil. Pekerjaan ibu dapat
meningkatkan kejadian persalinan prematur baik melalui kelelahan fisik
atau stress yang timbul akibat pekerjaannya.
12. Perilaku Ibu Yang Sering Merokok dan Mengkonsumsi Alkohol
Merokok dalam kehamilan mempunyai hubungan yang kuat dengan
kejadian solusio plasenta, berat badan lahir rendah (BBLR) dan kematian
janin. Akibat langsung terhadap prematuritas hanya jelas terlihat pada ibu
yang tetap merokok sampai trimester akhir kehamilan. Pada ibu yang
berhenti merokok segera setelah mengetahui dirinya hamil atau apda
trimester pertama, tidak didapatkan hasil penelitian yang buruk.
Risiko persalinan prematur pada perokok meningkat sebanyak 1,2
kali. Akibat merokok aktif tidak jauh berbeda dengan merokok pasif
selama kehamilan. Wanita hamil dengan perokok pasif akan mengalami
sulit tidur, tidur kurang nyenyak dan rasa sulit bernafas dibandingkan ibu
hamil yang tidak terpapar asap rokok.
Pemakaian alkohol semasa kehamilan mempunyai hubungan erat
dengan gangguan pertumbuhan dan cacat janin, demikian juga dengan
persalinan premature, Marijuana dan kokain merupakan obat-obatan yang
banyak diteliti dan dihubungkan dengan kejadian prematuritas.
2.2.4 Diagnosis Klinis Persalinan Prematur
1. Penentuan Usia Kehamilan
Penentuan usia kehamilan harus menjadi perhatian utama dalam
menentukan diagnosis, karena pada pasien yang tidak terdaftar tidak
mudah membedakan dengan kondisi pertumbuhan janin terhambat.
Anamnesis yang baik digabungkan dengan catatan pemeriksaan
kehamilan sebelumnya akan sangat membantu menentukan usia
kehamilan.
Penentuan usia kehamilan yang sesungguhnya sangat sulit, pertama
karena tidak semua wanita mengetahui pasti kapan hari pertama haid
terakhirnya, kedua karena siklus haid jarang sekali tetap waktunya.
Pada seorang wanita dengan siklus haid tidak selalu 28 hari ini
menyebabkan penghitungan usia kehamilan tidak selalu dapat diukur
dari HPHT. Hal inilah yang menyebabkan pada awalnya berat badan
lahir bayi digunakan sebagai ukuran yang mendekati untuk maturitas.
Kepentingan usia kehamilan antara lain untuk petugas kesehatan dan
ibu menentukan taksiran persalinan, menentukan apakah persalinan
premature atau kehamilan lewat bulan, sehingga dapat menentukan
intervensi yang diperlukan. (Krisnadi, 2009)
2. Meningkatnya frekuensi kontraksi rahim
Diagnosis ancaman persalinan prematur biasanya didasarkan
adanyaa rasa sakit, kontraksi rahim yang regular dengan interval tiap 8
– 10 menit, disertai dengan perubahan serviks. Hal yang sebaliknya
iritabilitas rahim yang ditandai dengan adanya rasa sakit karena
kontraksi, tidak disertai dengan perubahan serviks berupa pemendekan
maupun pembukaan serviks.
Risiko persalinan prematur lebih tinggi pada wanita dengan adanya
iritabilitas uterus. Prediksi risiko persalinan prematur berdasarkan
hanya adanya kontraksi uterus relative sulit karena alasan berikut :
1) Identifikasi kontraksi pada wanita hamil hanya 15% yang tampak
pada gambaran kardiotokografi (KTG).
2) Adanya kontraksi Braxton hicks adalah biasa pada kehamilan tanpa
komplikasi sampai aterm yang sulit dibedakan dengan kontraksi
persalinan. Dilaporkan bahwa 26% dari semua wanita hamil
mengalami kontraksi sebelum usia kehamilan 37 minggu dan
dianggap mempunyai risiko relative untuk mengalami persalinan
premature pada usia kehamilan 18-36 minggu. Hal sebaliknya,
wanita hamil dengan risiko persalinan premature kadang-kadang
tidak mengalami episode kontraksi.
3. Terdapat perubahan serviks
Perubahan serviks yang abnormal selama kehamilan akan
menyebabkan abortus atau persalinan prematur. Satu tanda yang
dikenal secara umum yang dapat menimbulkan terjadinya abortus
spontan pada trimester kedua dan persalinan prematur adalah serviks
inkompeten, yang bisa terjadi secara primer (congenital weakening)
maupun sekunder (acquired weakening yang terjadi akibat tindakan
obstetric maupun ginekologi).
Secara tradisional, diagnosis serviks inkompeten dapat ditentukan
dengan pemeriksaan dalam dan Bishop Score, yaitu suatu pengukuran
gabungan dari serviks yang diberi nilai 0-3 untuk tiap pemeriksaan
panjang serviks, dilatasi serviks, posisi serviks, konsistensi serta
turunnya bagian terendah janin. Skoring Bishop digunakan secara luas
namun kurang memberikan hasil yang baik karena perbedaan
interpretasi yang luas dari setiap pemeriksa. Prediksi persalinan
prematur dengan skoring bishop mempunyai spesivisitas dan nilai
prediksi negative yang tinggi pada wanita hamil tanpa gejala, namun
menghasilkan sensitivitas yang agak rendah (7,9 – 42,5%) serta nilai
prediksi positif yang rendah (9,1 – 38,5%).
Kondisi yang berhubungan dengan distensi uterus termasuk
peningkatan abnormal volume rahim seperti pada kehamilan gemeli
dan polihidramnion atau anomali uterus dapat menyebabkan ancaman
persalinan prematur. Peningkatan interleukin-8 dan ekspresi ensim
kolagenase dihubungkan dengan peregangan mekanis membrane
amnion. Penelitian invitri kultur sel-sel amnion manusia
memperlihatkan bahwa peregangan mekanis akan meningkatkan
sintesa prostaglandin E2 dan meningkatkan kadar prostaglandin F2±
yang berpengaruh terhadap maturase servikas dan awal timbulnya
kontraksi. (Krisnadi, 2009)
4. Perdarahan
Sebagai predictor persalinan prematur, perdarahan pervaginam
memberikan nilai sensitivitas yang relative lebih rendah namun nilai
prediksi positif nya tinggi. Perdarahan pervaginam pada trimester
pertama memberikan 2 kali risiko relative untuk terjadinya persalinan
prematur. Perdarahan pada akhir trimester pertama meningkatkan
kejadian persalinan premature sampai 3 kali lipat. Perdarahan yang
banyak meningkatkan 6 kali lipat kemungkinan persalinan premature,
pada wanita dengan usia reproduksi lanjut, riwayat abortus, wanita
pekerja serta wanita yang mempunyai kelainan ginekologi seperti
fibroid, peradangan serviks, kista ovarium. Selanjutnya, perdarahan
pervaginam berulang meningkatkan risiko terjadinya PPROM
(Preterm premature rupture of the membrane) 7 kali lipat.
5. Infeksi
Beberapa penelitian-penelitian klinis, epidemiologis, dan
eksperimental memperlihatkan bahwa infeksi saluran urogenital
dihubungkan dengan terjadinya persalinan premature. Kondisi
inflamasi amniokorionik-desidua adalah sebagai penyebab persalinan
prematyr karena terjadinya PPROM. Dari hasil mateaanalisis,
bacteriuria asimtomatik meningkatkan risiko persalinan prematur.
Adanya korioamnionitis secara histologis yang didefinisikan sebagai
reaksi inflamasi pada amnion dan korion plasenta terbukti ada
kaitannya dengan prematuritas, bayi berat lahir rendah dan PROM. Hal
ini terdeteksi bahwa 19 – 74% plasenta dari persalinan premature dan 4
– 16 dari persalinan aterm.
Karena tidak spesifiknya gejala dan tanda persalinan, maka Creasy dan
Heron memberikan kriteria diagnosis sebagai berikut : Diagnosis
persalinan prematur harus ditegakan apabila pada ibu hamil dengan
usia kehamilan antara 20 – 36 minggu terdapat kontraksi uterus 4 kali
dalam 20 menit atau 8 kali dalam 1 jam, dan disertai dengan salah satu
keadaan seperti pecahnya kantung amnion, pembukaan serviks > 2 cm,
dan pendataran > 50%. (Krisnadi, 2009)
2.2.5 Pencegahan Persalinan Prematur
Pencegahan persalinan prematur dibagi menjadi pencegahan primer
dan pencegahan sekunder.
1. Pencegahan Primer
1) Paritas
Ada kecenderungan peningkatan kejadian persalinan
prematur dan berat badan lahir rendah pada nulipara. Bagaimana
paritas secara mekanisme biologis mempengaruhi kejadian
prematuritas belum diketahui. Paritas 0 meningkatkan risiko,
namun penyebabnya tidak diketahui pasti, dan tidak dapat
dilakukan pencegahan primer. Tidak ada perbedaan kejadian
prematuritas antara primipara dan multipara. Pernah melahirkan
bayi premature atau berat badan lahir rendah meningkatkan risiko
sampai 5,6 kali. Pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan
mengurangi faktor risiko lain, mengawasi tanda-tanda persalinan
dan segera mengatasinya. Interval persalinan kurang dari 6 bulan
meningkatkan risiko sebanyak 1,4 dibandingkan dengan interval 18
– 24 bulan. (Krisnadi, 2009)
2) Jarak antara kehamilan (Interpregnancy Interval)
Berbagai teori diajukan menganai efek jarak antara
kehamilan (jarak antara persalinan terakhir dengan awal kehamilan
berikutnya) dengan kejadian persalinan premature. Jarak antara
kehamilan yang pendek mengurangi cadangan nutrisi ibu sehingga
akan menurunkan berat badan janin dan akan meningkatkan stress
ibu sehingga meningkatkan risiko persalinan premature.
Ibu yang mempunyai interval persalinan yang pendek
biasanya juga mempunyai karakteristik seperti usia ibu muda,
paritas tinggi, sosio-ekonomi yang rendah, pendidikan kurang,
perokok, peminum alcohol, atau pemakai obat-obatan NAPZA,
yang juga merupakan faktor risiko persalinan prematur. (Krisnadi,
2009).
3) Riwayat persalinan prematur
Persalinan prematur dan berat badan lahir rendah
mempunyai kecenderungan berulang dalam keluarga. Selama 11
tahun penelitian terhadap wanita yang mempunyai riwayat
prematuritas dan mendapatkan angka kejadian prematuritas lebih
tinggi dibandingkan ibu hamil tanpa riwayat persalinan prematur
baik dengan pecah ketuban atau tanpa pecah ketuban.
4) Usia Ibu
Mekanisme biologis peningkatan kejadian persalinan
premature pada ibu remaja diterangkan sebagai berikut, peredaran
darah menuju serviks dan uterus pada remaja umumnya belum
sempurna dan hal ini menyebabkan pemberian nutrisi pada janin
berkurang. Demikian juga peredaran darah yang kurang kuat pada
saluran genital menyebabkan infeksi meningkat yang akan
menyebabkan persalinan prematur juga meningkat. Peran hormonal
gonad pada remaja juga dapat menyebabkan menstruasi yang
ireguler. Beberapa remaja hamil dapat menduga kehamilan muda
dengan perdarahan sebagai haid yang ireguler sehingga terlambat
datang untuk melakukan pemeriksaan kehamilan. Nutrisi remaja
hamil juga berperan karena remaja masih membutuhkan nutrient
yang akan dibagi pada janinnya, dibandingkan ibu dewasa yang
tidak membutuhkan lagi nutrisi untuk tumbuh.
5) Faktor Nutrisi Ibu
Nutrisi yang tidak mencukupi diyakini dapat mengganggu
pertumbuhan janin. Tercukupinya nutrisi tergantung dari banyak
faktor dan mekanisme regulasi antara lain asupan nutrisi ibu,
pasokan nutrisi ke uterus dan plasenta, transport nutrient melalui
plasenta, pengambilan nutrient oleh fetus, dan regulasi nutrient
oleh fetus.
6) Faktor kenaikan berat badan selama kehamilan
Pertambahan berat badan selama kehamilan mencerminkan
kenaikan jaringan uterus, plasenta, janin, cadangan lemak ibu,
volume plasma ibu dan payudara. The Us Institute of Medicine
menyarankan pertambahan berat badan selama kehamilan
berdasarkan indeks massa tubuh yaitu :
a. IMT < 19,8 dianjurkan kenaikan berat badan selama hamil 12,7
– 18,1 kg.
b. IMT antara 19,8 – 26 dianjurkan kenaikan berat badan selama
hamil 11,3 – 15,8 kg.
c. IMT 26 – 29 dianjurkan kenaikan berat badan selama hamil
cukup sampai 6,8 kg.
7) Berat badan ibu sebelum hamil
Hasil penelitian Kirchengast dkk, yang meneliti 10.240
bayi. Mereka mendapatkan bahwa berat badan ibu yang kurang dan
obesitas sebelum hamil berhubungan dengan meningkatnya
kejadian berat badan lahir rendah termasuk prematuritas.
8) Faktor sosio-ekonomi
Banyak laporan yang menghubungkan kejadian persalinan
prematur dengan tingkat sosioekonomi yang rendah, termasuk
pendidikan, pendapatan maupun jenis pekerjaan. Walaupun
mekanismenya belum diketahui dengan jelas, namun banyak yang
menghubungkannya dengan rendhanya mutu, perokok, status
nutrisi yang rendah, penggunaan obat-obatan narkotika, IUGR,
infeksi traktus genetalia, stress fisik dan mental. Perbaikan status
ekonomi dan pendidikan terbukti dapat mengurangi kejadian
persalinan prematur.
9) Faktor Coitus
Hubungan antara coitus dan persalinan premature juga
disebut sebagai akibat dari faktor orgasme, prostaglandin semen,
atau infkesi intrauterine. Namun ternyata tidak ditemukan secara
bermakna penurunan kejadian persalinan prematur pada kelompok
yang berpantang senggama selama kehamilan. Penggunaan
kondom diduga dapat menghindari kejadian kontraksi rahim pasca
senggama. Pantang senggama selama kehamilan 20 – 36 minggu
dapat dianjurkan untuk kehamilan berisiko.
10) Keadaan umum ibu
Nutrien dan oksigen merupakan faktor yang penting bagi
fetus, oleh karena itu kesehatan umum ibu dan perubahan
hemodinamik yang mengganggu nutrisi dan oksigenasi janin akan
mempengaruhi luaran kehamilan. Banyaknya penyakit medis pada
ibu akan mengganggu pertumbuhan janin, seperti pada penyakit
hipertensi kronis, penyakit paru kronis, asma, penyakit ginjal
kronis, penyakit kolagen atau anemia sickle cell. Kejadian
prematuritas yang berhubungan dengan faktor medik umumnya
disebabkan karena kehamilan harus diakhiri, baik atas indikasi ibu,
janin atau keduanya.
11) Infeksi
Infeksi ibu oleh rubella, CMV, Malaria, Sifilis, Eipstein
Barr Virus, Varicella, Herpes, Listeria dapat menyebabkan
pertumbuhan janin terhambat akibat insufisiensi plasenta atau
penyebab lain yang belum diketahui pasti. Beberapa di antara
penyakit ini juga menyebabkan prematuritas, penyebabnya diduga
melalui sitokin proinflamasi yang memicu pembentukan
prostaglandin. Infeksi oleh mikroorganisme baik secara asendens
dari vagina atau serviks kemudian menyebabkan korioamnionitis,
pecah ketuban dan akhirnya terjadi persalinan prematur.
2. Pencegahan Sekunder
1) Deteksi dini persalinan prematur
a. Pendidikan Ibu
Memberikan informasi yang baik tentang bagaimana
mengetahui terjadinya persalinan prematur dipercaya sebagai
strategi yang baik untuk deteksi dini. Selanjutnya ibu yang
mengeluhkan tanda-tanda persalinan prematur harus mendapat
tanggapan yang baik dari staf medis dan harus ada intervensi.
(Krisnadi, 2009)
2.2.6 Managemen Persalinan Prematur
1. Tujuan utama pengelolaan persalinan prematur adalah sebagai berikut
1) Menghambat atau mengurangi kekuatan dan kontraksi uterus untuk
menunda proses persalinan.
2) Untuk meningkatkan kualitas janin sebelum dilahirkan.
3) Menurunkan morbiditas dan mortalitas perinatal (Goldenberg,
2002)
2. Prinsip pengelolaan persalinan prematur bergantung pada :
1) Keadaan selaput ketuban. Pada umumnya persalinan tidak
dihambat bilamana selaput ketuban sudah pecah.
2) Pembukaan serviks. Persalinan akan sulit dicegah bila pembukaan
mencapai 4 cm.
3) Umur kehamilan. Makin muda usia kehamilan, upaya mencegah
persalinan makin perlu dilakukan. Persalinan dapat
dipertimbangkan berlangsung bila TBJ > 2.000 atau kehamilan >
34 minggu.
4) Penyebab/komplikasi persalinan prematur
5) Kemampuan neonatal intensive care facilities.
6) Ada atau tidaknya gejala klinis dari infeksi intrauterine.
7) Ada atau tidaknya pertanda-pertanda yang meramalkan persalinan
dalam waktu yang singkat ini (Prawirohardjo, 2013)
3. Pengelolaan pada kasus persalinan prematur dengan ketuban yang
masih intak dimana tidak didapatkan bahaya pada ibu dan janin maka
pengelolaannya adalah konservatif, yang meliputi :
1) Menunda persalinan prematur dengan tirah baring dan pemberian
obat-obat tokolitik.
2) Memberikan obat-obat untuk pematangan paru janin.
3) Memberikan obat-obat antibiotik untuk mencegah risiko infeksi
perinatal.
4) Merencanakan cara persalinan prematur yang aman dan dengan
trauma yang minimal.
5) Mempersiapkan perawatan neonatal dini yang intensif untuk bayi-
bayi prematur (Fadlun dan Feryanto, 2013).
Menurut Goldenberg (2002), pengelolaan persalinan premature
(perawatan konservatif) dapat mencakup :
1) Tirah Baring
Tirah baring adalah salah satu intervensi yang digunakan sebagai
pencegahan atau pengobatan pada persalinan prematur yang
mengancam.
2) Hidrasi/Sedasi
Alasan diberikannya hidrasi adalah karena wanita dengan risiko
persalinan prematur memiliki volume plasma di bawah normal.
Namun, pemberian hidrasi ataupun sedasi masih belum memilki
data yang mendukung. Hidrasi ataupun sedasi belum
memperlihatkan efek menurunkan kejadian persalinan prematur.
3) Progesteron
Adanya hipotesis persalinan prematur karena progesterone
withdrawal, maka salah satu pencegahan ataupun pengobatan
persalinan prematur adalah dengan pemberian progesteron. Namun,
penggunaan progersteron ini belum berhasil menghentikan
persalinan premature.
4) Tokolisis
Pemberian tokolisis untuk menghambat persalinan masih belum
efektif. Namun, pemberian tokolisis masih perlu dipertimbangkan
bila dijumpai kontraksi uterus yang regular dengan perubahan
serviks.
5) Kortikosteroid
Penggunaan kortikosteroid dapat menurunkan kejadian Respiratory
Distress Syndrome (RDS) sehingga dapat menurunkan morbiditas
perinatal pada nonatus yang lahir sebelum usia 34 minggu. Efek ini
diperolah hanya pada persalinan yang terjadi lebih dari 24 jam
setelah pemberian dosis pertama dan sebelum 7 hari. Ibu hamil
yang berada pada usia kehamilan antara 23 dan 34 minggu yang
berisiko mengalami persalinan prematur sebaiknya diberikan
kortikosteroid. Pada pasien yang megalami ketuban pecah dini,
kortikosteroid direkomendasikan untuk diberi pada kehamilan 30-
32 minggu. Kortikosterid yang paling sering digunakan adalah :
a. Betametason : 2 x 12 mg intramuskular dengan jarak pemberian
24 jam.
b. Dexametason : 4 x 6 mg intravena dengan jarak pemberian 6
jam
4. Pengelolaan pada kasus persalinan prematur dengan ketuban yang
sudah tidak ada dan didapatkan bahaya pada ibu dan janin maka
pengelolaannya adalah :
a. Rawat di RS, ditidurkan dalam posisi trendelenberg, tidak perlu
dilakukan pemeriksaan dalam untk mencegah terjadinya infeksi
dan kehamilan diusahakan bisa mencapai usia 37 minggu.
b. Berikan antobiotik dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari.
c. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu, berikan
tokolitik, dexametason dan induksi jika 24 jam tidak terdapat
kemajuan persalinan.
2.3 Penelitian Relevan
1. Penelitian yang dilakukan oleh “Ayu Idaningsih” pada tahun 2015
mengenai “Faktor-faktor yang berhubungan dengan persalinan premature
di RSUD Cideres Kabupaten Majalengka” didapatkan hasil OR 2,6 untuk
usia, OR 3,6 untuk paritas dan OR 2,6 untuk riwayat persalinan prematur.
2. Penelitian yang dilakukan oleh “Lutfatul Latifah” pada tahun 2013
mengenai “Hubungan kehamilan remaja dengan kejadian prematuritas,
berat bayi lahir rendah dan asfiksia” didapatkan hasil OR 3,58 untuk
kehamilan remaja, OR 7 untuk BBLR dan
3. Penelitian yang dilakukan oleh “Dwi Rakhma Yuslianti” pada tahun 2013
mengenai “Hubungan usia hamil risiko tinggi dengan persalinan prematur
di RSUD Bangil Tahun 2013” didapatkan hasil uji statistik wilcoxon sign
rank test ditemukan sign 0.000 < a (0.05) artinya ada hubungan ibu hamil
risiko tinggi dengan persalinan prematur.
4. Penelitian yang dilakukan oleh “Novalia Widiya Ningrum” pada tahun
2016” mengenai “Hubungan umur, paritas dan kejadian anemia dengan
kejadian persalinan premature di RSUD Dr.H Moch Ansari Saleh
Banjarmasin Tahun 2016” didapatkan hasil OR 2,515 untuk umur ibu, OR
2,940 untuk paritas dan OR 2,604 untuk kejadian anemia.
5. Penelitian yang dilakukan oleh “Agustina Dwi Utami” pada tahun 2014
mengenai “Hubungan antara usia dan paritas ibu bersalin dengan kejadian
persalinan preterm di Kabupaten Bantul Tahun 2014” dengan hasil ada
hubungan usia dengan kejadian persalinan premterm dengan nilai p 0,049
(p<0,05). Usia berisiko mempunyai kejadian preterm sebesar 3,923 kali
dibandingkan dengan usia tidak berisiko dan tidak ada hubungan antara
paritas ibu bersalin dengan kejadian persalinan preterm.
6. Penelitian yang dilakukan oleh “Mutmainah” pada tahun 2013 mengenai
“Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian persalinan prematur di
RSUD dr.Adjidarmo Rangkasbitung tahun 2013” didapatkan hasil (p value
=0,011) untuk umur, (p value = 0,011) untuk paritas, (p value = 0,007)
untuk pekerjaan, (p value = 0,004) untuk kejadian KPD.
7. Penelitian yang dilakukan oleh “Tuti Meihartati” pada tahun 2016
mengenai “Hubungan kehamilan usia dini dengan kejadian persalinan
prematur di Ruang Bersalin RSUD dr.H Abdurrahman Noor Kabupaten
Tanah Bumbu Tahun 2016” didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan
antara kehamilan usia dini dengan kejadian persalinan prematur dengan
hasil Hasil uji Chi-Square menujukan nilai Person Chi-Square hitung
sebesar 9,032, sedangkan nilai Chi-Square tabel pada taraf signifikan 0.05
adalah 3.841 sehingga Chi-Square hitung> Chi-Square tabel. Disamping
itu, dilihat pula pada nilai signifikan-nya (Asymp.sig), yaitu sebesar 0.003
yang menunjukan a<0.05. Hasil Fisher Exact Test menujukan hasil 0.005
yang menunjukan adanya hubungan yang bermakna.
8. Penelitian yang dilakukan oleh “Ratih Indah Kartikasari” pada tahun 2010
mengenai “Hubungan faktor risiko multiparitas dengan persalinan preterm
di RSUD Dr. Soegiri Lamongan 2010” didapatkan hasil penelitian
menunjukan sebagian subjek penelitian merupakan kelompok usia 31-35
tahun (56,7%), umur kehamilan 37-40 minggu (50%), dan terdiri dari 38
pasien paritas tinggi
9. Penelitian yang dilakukan oleh “Tri Anasari, dkk” pada tahun 2013
mengenai “Faktor-faktor yang mempengaruhi persalinan preterm di
RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto” didapatkan hasil
(p=0,004) untuk usia, (p=0,001) untuk paritas, (p=0,001) untuk
pekerjaan, (p=0,000) untuk riwayat persalinan preterm, dan (p=0,003)
untuk status gizi ibu hamil.
10. Penelitian yang dilakukan oleh “Fatimah Sari, dkk” pada tahun 2012
mengenai “Hubungan umur ibu dengan kejadian persalinan prematur di
wilayah kerja Puskesmas Kaliangkrik Kabupaten Magelang Tahun
2012”, didapatkan hasil p value 0,000 dengan arti bahwa ada hubungan
antara umur ibu dengan kejadian persalinan prematur dan hubungan
tersebut cukup kuat karena nilai contingency coefficient 0,431.
11. Penelitian yang dilakukan oleh “Sri Wahyuni” tahun 2010 didapatkan
bahwa ibu yang mengalami anemia mempunyai risiko 2,667 kali lipat
mengalami persalinan preterm dibandingkan dengan ibu yang tidak
mengalami anemia. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat
hubungan antara anemia dengan kejadian persalinan preterm.
12. Penelitian yang dilakukan oleh “Ratih Indah Kartikasari” tahun 2014
didapatkan hasil bahwa kelompok ibu dengan paritas tinggi mempunyai
risiko 3,28 kali lipat lebih besar mengalami persalinan preterm
dibandingkan dengan kelompok ibu dengan paritas rendah. Hasil
penelitian menunjukan bahwa terdapat hubungan antara paritas dengan
kejadian persalinan preterm.