Hubungan Struktur, Sifat Kimia Fisika Dan Aktifitas Biologis Obat

34
HUBUNGAN STRUKTUR, SIFAT KIMIA FISIKA DAN AKTIFITAS BIOLOGIS OBAT Sifat kimia fisika dapat mempengaruhi aktifitas biologi obat oleh karma dapat mempengaruhi distribusi obat dalam tubuh dan proses interaksi abat-reseptor. Beberapa sifat kimia fisika yang berhubungan dengan altifitas biologis antara lain adalah ionisasi, pembentukan helat, potensial redoks, dan tegangan permukaan. A. IONISASI DAN AKTIFITAS BIOLOGIS Ionisasi sangat pentingdalam hubungannya dengan proses penembusan obat ke dalam membran biologis dan interaksi obat-reseptor. Untuk dapat menimbulkan aktifitas biologis, pada umumnya obat dalam bentuk tidak terionisasi, tetapi ada pula yang aktif adalah bentuk ionnya. 1. Obat yang Aktif dalam Bentuk Tidak Terionisasi Sebagian besar obat yang bersifat asam lemah atau basa lemah, bentuk tidak terionisasinya dapat memberika efek biologis. Hal ini dimungkinkan bila kerja obat terjadi di membran sel atau di dalam sel. Contoh : fenobatbital, turunan asam barbiturat yang bersifat asam lemah, bentuk tidak terionisasinya dapat menembus sawar

Transcript of Hubungan Struktur, Sifat Kimia Fisika Dan Aktifitas Biologis Obat

Page 1: Hubungan Struktur, Sifat Kimia Fisika Dan Aktifitas Biologis Obat

HUBUNGAN STRUKTUR, SIFAT KIMIA FISIKA DAN AKTIFITAS BIOLOGIS

OBAT

Sifat kimia fisika dapat mempengaruhi aktifitas biologi obat oleh karma dapat

mempengaruhi distribusi obat dalam tubuh dan proses interaksi abat-reseptor.

Beberapa sifat kimia fisika yang berhubungan dengan altifitas biologis antara lain

adalah ionisasi, pembentukan helat, potensial redoks, dan tegangan permukaan.

A. IONISASI DAN AKTIFITAS BIOLOGIS

Ionisasi sangat pentingdalam hubungannya dengan proses penembusan obat ke

dalam membran biologis dan interaksi obat-reseptor. Untuk dapat menimbulkan

aktifitas biologis, pada umumnya obat dalam bentuk tidak terionisasi, tetapi ada

pula yang aktif adalah bentuk ionnya.

1. Obat yang Aktif dalam Bentuk Tidak Terionisasi

Sebagian besar obat yang bersifat asam lemah atau basa lemah, bentuk tidak

terionisasinya dapat memberika efek biologis. Hal ini dimungkinkan bila kerja

obat terjadi di membran sel atau di dalam sel.

Contoh : fenobatbital, turunan asam barbiturat yang bersifat asam lemah, bentuk

tidak terionisasinya dapat menembus sawar darah otak dan dapat menimbulkan

efek penekan fungsi sistem saraf pusat dan pernafasan.

Obat modern sebagian bersifat elektrolit lemah, yaitu sam atau basa lemah, dan

derajat ionisasi atau bentuk ionisasi dan tidak terionisasinya ditentukan oleh nilai

pKa dan suasana pH lingkungan. Hubungan antara pKa dengan fraksi obat

terionisasi dan tidak terionisasi dari obat yang bersifat asam atau lemah,

dinyatakan melalui persamaan Henderson-Hesselbach sebagai berikut :

Untuk asam lemah :

pKa = pH + log Cu / Ci Cu : fraksi asam yang tidak terionisasi

Ci : fraksi asam yang terionisasi

Page 2: Hubungan Struktur, Sifat Kimia Fisika Dan Aktifitas Biologis Obat

Contoh :

RCOOH RCOO - + H +

pKa = pH + log (RCOOH) / (RCOO-) + (H+)

Untuk basa lemah :

pKa = pH + log Ci / Cu Cu : fraksi basa yang tidak terionisasi

Ci : fraksi basa yang terionisasi

Contoh :

RNH3 + RNH2

+ H +

pKa = pH + log (RNH3 +) / (RNH2)

Persen perhitungan ionisasi fenobarbital (pKa = 7,4 ) pada berbagai macam pH

dapat dilihat pada Table 20

Perubahan pH dapat berpengaruh terhadap sifat kelarutan dan koefisien partisi

obat. Garam dari asam atau basa lemah, bentuk tidak terionisasinya mudah

diabsorbsi oleh saluran cerna, dan aktifitas biologis sesuai dengan kadar obat

bebas yang terdapat dalam cairan tubuh.

Pada obat yang bersifat asam lemah, dengan meningkatnya pH, sifat ionisasi

bertambah besar, bentuk tak terionisasi bertambah kecil, sehingga jumlah obat

yang menembus membran biologis semakin kecil. Akibatnya kemungkinan obat

untuk berinteraksi dengan reseptor semakin rendah dan aktifitas biologisnya

semakin menurun.

Page 3: Hubungan Struktur, Sifat Kimia Fisika Dan Aktifitas Biologis Obat

Table 20. Persen perhitungan bentuk terionisasi dan tak terionisasi fenobarbital

pada berbagai macam pH

pH Persen tak terionisasi Persen terionisasi

2,0

4,0

6,0

7,0

8,0

10,0

12,0

100,0

99,17

96,17

71,53

20,0

0,25

0,0

0,00

0,04

3,83

28,47

79,93

99,73

100,0

( Disadur dari Foye WO,Ed., Prinsiples of Medicinal Chemistry, 3th ed., Philadelphia :

Lea & Febiger, 1989. hal.28 )

Pada obat yang bersifat basa lemah, dengan meningkatnya pH, sifat ionisasi

bertambah kecil, bentuk tak terionisasinya semakin besar, sehingga jumlah obat

yang menembus membran biologis bertambah besar pula. Akibatnya

kemungkinan obat untuk bereaksi dengan reseptor bertambah besar dan aktifitas

biologisnya semakin meningkat.

Hubungan perubahan pH dengan aktifitas biologis senyawa yang bersifat asam

dan basa lemah dapat dilihat pada Gambar 37.

Contoh :

Asam aromatic lemah, seperti asam benzoate, asam salisilat dan asam

mandelat, aktifitas anti bakterinya bertambah besar bila dalam media asam.

Pada pH 3, aktifitas anti bakteri asam benzoate 100 kali lebih besar disbanding

aktifasi suasana netral.

Fenol, suatu asam lemah, memberikan gambaran hubungan perubahan pH

dengan aktifitas biologis yang berbeda. Pada pH lebih kecil 4,5 aktifitas anti

bakterinya akan semakin meningkat, tetapi bila pH dinaikkan lebih besar 4,5

aktifitas akan menurun. Hal ini terjadi sampai pada pH 10. pada pH lebih besar

Page 4: Hubungan Struktur, Sifat Kimia Fisika Dan Aktifitas Biologis Obat

10, aktifitas akan meningkat lagi karma fenol teroksidasi menjadi bentuk kuinon,

yang juga mempunyai aktifitas bakteri cukup besar

Sedikit perubahan struktur dapat menyebabkan perubahan yang bermakna dari

sifat ionisasi asam atau basa, dan hal ini akan mempengaruhi aktifitas biologis

obat.

Aktifitas

Biologis

| | | | | | | | | |

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

pH

Gambar 37. Hubungan perbahan pH dengan aktifitas biologis asam dan basa

lemah

( disadur dari Doerge RF. Ed., Wilson and Gisvold’s Texbook of Medicinal Organic and

Pharmaceutical Chemistry, 8th ed., Philadelphia, Toronto : J.B Lippincott Company,1982, hal.39,

dengan modifikasi)

Page 5: Hubungan Struktur, Sifat Kimia Fisika Dan Aktifitas Biologis Obat

Contoh :

Golongan 5,5-disubtitusi dari turunan asam barbiturate mempunyai nilai pKa 7-

8,5, contoh : asam 5,5-dietilbarbiturat (fenobarbital) mempunayi pKa = 7,4.

Pada pH fisiologis, lebih dari 50 % fenobarbital terdapat dalam bentuk tidak

terionisasi, sehingga dengan mudah menmbus jaringan lemak dan meninjukkan

aktivitas sebagai penekanan system saraf pusat.

Sifat keasaman turunan barbiturat ditenukan oleh bentuk tautomeri keto-enol dan

lakti-laktam.

Golongan 5-subtitusi barbiturate, bersifat lebih asam, contoh : asam 5-

etilbarbiturat, mempunyai nilai pKa = 4,4, pada pH fisiologis mudah terionisasi

(99,9%), sehingga kurang efektif dalam menembus sawar membrane lifofil

system saraf pusat, dan tidak dapat menimbulkan efek penekanan system saraf

pusat.

Proses ionisasi dari 5-subtitusi dan 5,5-disubtitusi barbiturate dapat dilihat pada

gambar 38.

Perubahan pH juga berpengaruh terhadap kereaktifan gugus asam atau basa

pada permukaan sel atau dalam sel mikroorganisme. Pada titik isoelektrik, kation

dan anion potensial molekul protein sel, missal gugus amino dan karboksilat

pada alanain, selalu terdapat dalam bentuk ion Zwitter. Dengan meningkatkan

pH atau bertambah basa media, kadara anion sel akan bertambah besar

sehingga meningkatkan aktivitas obat yang bersifat kation aktif. Sebaliknya,

dengan menurunnya pH atau bertambah asam media, kadar kation sel akan

menjadi lebih besar, sehingga meningkatkan afinitas obat anion aktif.

Page 6: Hubungan Struktur, Sifat Kimia Fisika Dan Aktifitas Biologis Obat

Gambar 38. Proses ionisasi dari 5-subtitusi dan 5,5-disubtitusi barbiturate

2. Obat yang aktif dalam bentuk ion

Beberapa senyawa obat menunjukkan aktifitas biologis yang makin meningkat

bila derajat ionisasinya meningkat. Seperti diketahui dalam bentuk ion

senyawa obat umumnya sulit menembus membrane biologis, sehingga diduga

senyawa obat dengan tipe ini memberikan efek biologisnya diluar sel.

Bell dan Robin (1942), memberikan postulat bahwa aktivitas antibakteri

sulfonamide mencapai maksimum bila mempunyai nilai pKa 6-8. Pada pKa

tersebut sulfonamide terionisasi ± 50 %. Pada pKa 3-5, sulfonamia terionisasi

sempurna, dan bentuk ionisasi ini tidak dapat menembus membrane sehingga

aktivitas antibakterinya rendah.

Bila kadar bentuk ion kurang lebih sama dengan kadar bentuk molekul (pKa 6-

8), aktivitas antibakterinya akan maksimal pada pKa 9-11, penurunan pKa

meningkatkan jumlah sulfonamide yang terionisasi, jumlah senyawa yang

menembus membrane kecil,sehingga aktivitas antibakterinya rendah.

Hubungan antara aktivitas antibakteri turunan sulfonamide dengan nilai pKa

dapat dilihat pada gambar 10.

Page 7: Hubungan Struktur, Sifat Kimia Fisika Dan Aktifitas Biologis Obat

Gambar 10. Hubungan antara aktivitas antibakteri (log 1/C) terhadap

Escherichia coli (pada pH = 7) dan nilai pKa dari turunan

sulfonamide.

Menurut Cowles (1942), sulfonamide menembus membrane sel bakteri

dalam bentuk tidak terionisasinya, dan sesudah mencapai reseptor yang

bekerja adalah bentuk ion.

Contoh obat yang aktif dalam bentuk ion antara lain adalah turunan akridin

dan turunan ammonium kuarterner.

B. PEMBENTUKAN KELAT DAN AKTIVITAS BIOLOGI

Kelat adalah senyawa yang dihasilkan oleh kombinasi senyawa yang

mengandung gugus elektron donor dengan ion logam, membentuk suatu

struktur cincin. Gugus-gugus kimia yang dapat membentuk kelat antara lain

adalah gugus amin primer, sekunder dan tersier, oksim, imin, imin tersubtitusi,

tioeter, keto, tioketo, hidroksil, tioalkohol, karboksilat, fosfonat dan sulfonat.

Sebagai contoh adalah pembentukan kelat antara etilendiamin tetraasetat

(EDTA) dengan ion Ca++ (Gambar 39)

Ligan adalah senyawa yang dapat membentuk struktur cincin dengan ion

logam karena mengandung atom yang bersifat electron donor, seperti N, s

dan O. Struktur cincin yang umum terdapat dan cukup stabil adalah struktur

cincin dengan jumlah atom 5 dan 6.

Dalam system biologis banyak terdapat ligan-ligan yang dapat membentuk

kelat dengan ion logam.

Page 8: Hubungan Struktur, Sifat Kimia Fisika Dan Aktifitas Biologis Obat

Contoh ligan dalam system biologis :

1. Asam amino protein, seperti glisin, sistein,histidin, histamine dan asam

glutamate

2. Vitamin, seperti riboflavin dan asam folat

3. Basa purin, seperti hipoxantin dan guanosin

4. Asam trikarboksilat, seperti asam laktat dan asam sitrat

Logam yang berperan dalam system biologis adalah Fe, Mg, Cu, Mn, Co,

dan Zn

Gambar 39. Rekasi pembentukan kelat antara ligan EDTA dan ion logam Ca++

ion Ca++ dan EDTA dihubungkan oleh electron donor dari atom N

dan O.

Contoh kelat dalam sistembiologis :

1. Kelat yang mengandung logam Fe

Contoh :

a. Enzim forfirin, seperti katalase, peroksidase dan sitokrom.

b. Enzim nonforfirin, seperti akonitase, aldolase dan feritin.

c. Molekul transfer oksigen, seperti hemoglobin dan mioglobin.

2. Kelat yang mengandung logam Cu

Contoh : enzim oksidase, seperti asam askorbat oksiadase, tirosinase,

polifenol oksidase, lakase, dan sitokrom oksidase.

Page 9: Hubungan Struktur, Sifat Kimia Fisika Dan Aktifitas Biologis Obat

3. Kelat yang mengandung Mg

Contoh : beberapa enzim proteolitik, fosfatase dan karboksilase.

4. Kelat yang mengandung logam Mn

Contoh : oksaloasetat dekarboksilase, arginase dan prolidase.

5. Kelat yang mengandung logam Zn

Contoh : insulin, karbonik anhidrase dan laktat dehidrogenase,

6. Kelat yang mengandung logam Co

Contoh : vitamin B12 dan enzim kaarboksi peptiadase.

Ligan mempunyai afinitas yang besar terhadap ion logam sehingga dapat

menurunkan kadar ion logam yang toksis dalam jaringan dengan membentuk

kelat yang mudah larut dan kemudian dieksresikan melalui ginjal.

Penggunaan ligan dalam bidang farmakologi antara lain adalah :

a. Membunuh mikroorganisme parasit, dengan cara membentuk kelat

dengan logam esensial yang diperlukan untuk pertumbuhan sel (aksi

bakterisida, fungisida, dan virisida).

b. Untuk menghilangkan logam yang tidak diinginkan atau yang

membahayakan organisme hidup (antidotum keracunan logam).

c. Untuk studi fungsi logam dan metaloenzim pada media biologis.

Contoh ligan :

1. Dimerkaprol (British Anti-Lewisite = BAL)

Dimerkaprol mengandung gugus sulfhidril (SH), yang dapat

berinteraksi dengan arsen organik (lewisite), membentuk kelat yang mudah

larut. Senyawa ini spesifik untuk antidotum keracunan arsen organik, logam

Sb, Au dan Hg.

Reaksi pembentukan kelat dimerkaprol dengan arsen organik dapat

dilihat pada gambar 40.

H2C CH CH2OH

H2C CH CH2OH + R As=O S S + H2O

SH SH As

R

Dimerkaprol Arsen organik Kelat

Gambar 40. Reaksi pembentukan kelat dimerkaprol dengan arsen organik.

Page 10: Hubungan Struktur, Sifat Kimia Fisika Dan Aktifitas Biologis Obat

2. (+) Penisilamin

Penisilamin adalah senyawa hasil hidrolisis penisilin dalam suasana

asam, yang digunakan untuk antidotum keracunan logam Cu, Au, dan Pb.

Penisilamian juga digunakan untuk pengobatan penyakit Wilson, suatu

penyakit keturunan yang disebabkan oleh meningkatnya kadar ion Cu dalam

darah karena terjadi penurunan eksresi ion Cu oleh berbagai macam sebab.

Penisilamin dapat berinteraksi dengan ion Cu membentuk kelat yang mudah

larut dan kemudian diekskresikan.

Reaksi pembentukan kelat penisialin dengan ion Cu++ dapat dilihat pada

gambar 41.

3. Oksin (8-hidroksikuinolin)

Albert dan kawan-kawan telah meneliti hubungan struktur dan aktivitas

antiabakteri dari 7 isomer mono-hidroksikuinolin dan mendapatkan bahwa

hanya isomer 8-hidroksikuinolin yang aktif sebagai antibakteri.

Mula-mula diduga bahwa mekanisme aksi antibakterinya berhubungan

dengan kemampuan membentuk kelat dengan logam-logam esensial yang

diperlukan untuk metabolisme dan pertumbuhan bakteri. Hal ini berdasarkan

hasil penelitian tentang hubungan struktur dan aktivitas turunan oksin, yang

dijelaskan sebagai berikut :

a. 8-metoksikuinolin dan oksin metoklorida tidak dapat membentuk kelat

sehingga tidak mempunyai efek antibakteri.

b. Substitusi gugus 8-OH dengan gugus merkapto (SH memberikan sifat

ligan yang aktif sehingga aktif pula sebagai antibakteri.

c. Substitusi gugus metil pada posisi 2 menghasilkan ligan yang aktif secara

in vitro relatif tidak aktif sebagai antibakteri. Hal ini disebabkan gugus metil

menimbulkan efek gangguan sterik dan menurunkan penetrasi senyawa

ke dalam sel bakteria, sehingga interaksi dengan reseptor sel menurun.

Page 11: Hubungan Struktur, Sifat Kimia Fisika Dan Aktifitas Biologis Obat

CH3

H3C C CH COOH

CH3 S NH2 Cu++H3C C CH COOH H3C C CH COOH Cu S NH2 S NH2 Cu+ H3C C CH COOH CH3Penisilamin Kelat Cu-penisilamin(1:1) Kelat Cu-

penisilamin (1:2) mudah larut dalam air

Gambar 41. Bentuk kelat penisilamin dengan ion Cu++

d. Substitusi pada posisi 5 dengan gugus sangat polar, misal SO3H, tidak

mengubah kemampuan pembentukan kelat tetapi aktivitas antibakterinya

akan hilang karena senyawa tidak mampu menembus dinding sel bakteri.

Dari data hubungan struktur-struktur di atas dapat disimpulkan bahwa

kemampuan pembentukan kelat dan koefesien partisi lemak/air sangat

berperan terhadap aktivitas antibakteri turunan oksin.

Turunan oksin yang aktif sebagai antibakteri antara lain adalah 7-

kloroksin, 5-7-diiodooksin (iodokuinol), 5-klor-7-iodooksin (vioform), 4-azaoksin,

4-hidroksiakridin, 5,6-benzooksin dan 6-hidroksi-m-fenantrolin.

Page 12: Hubungan Struktur, Sifat Kimia Fisika Dan Aktifitas Biologis Obat

Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa turunan oksin dapat berfungsi

sebagai antibakteri karena mempunyai kemampuan membentuk kelat dengan

ion-ion logam Fe dan Cu. Kealat loagam –oksin tersebut mengkatalisis oksidasi

gugus tiol asam tiositat, suatu koenzim esensial yang diperlukan oleh bakteria

untuk proses oksidatif dekarboksilasi asam piruvat. Bila tidak ada ion logam,

oksin tidak bersifat toksin terhadap mikrooraganisme.

Oksin (0,01 M) dapat menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus yang

dibiakkan pada media daging. Bila disuspensikan pada air suling tidak

menunjukkan efek antibakteri. Hal ini disebabkan media daging mengandung ion

Fe, yang membentuk khelat tidak jenuh dengan oksin( 1:1 dan 2:1) dan aktif

sebagai antibakteri. Bila kadar oksin dinaikkan menjadi 0,125 M, efek

Page 13: Hubungan Struktur, Sifat Kimia Fisika Dan Aktifitas Biologis Obat

antibakterinya akan hilang karena terbentuk khelat jenuh( 1:3). Bila ditambahkan

ion Fe 0,125 M, keseimbangan akan bergeser, terbentuk khelat tidak jenuh lagi,

yang aktif sebagai antibakteri.

Diduga bahwa tempat kerja turunan oksin terdapat di dalam dinding sel dan pada

membran sitoplasma bakteri. Bila tempat kerja ada di dalam sel, diduga bahwa

yang mampu menembus dinding sel adalah bentuk khelat jenuh( 1:3), di dalam

sel kelat tersebut akan pecah menjadi bentuk kelat tidak jenuh( 1:2) dan (1:1),

yang aktif sebagai antibakteri.

Reaksi pembentukan kelat feri- oksin dapat dilihat pada gambar 42.

Gambar 42. Bentuk kelat oksin dengan ion logam Fe++

4. Isoniazid, tiasetazon, dan etambunol

Isoniazid, tiasetazon, dan etambunol( obat anti tuberkulosis), dapat

berinteraksi dengan ion Cu++ serum membentuk kelat yang mudah larut

dalam lemak, sehingga mudah menembus dinding sel Mycobacterium

tuberculosis.

O S CH2OH

CH2OH

H3C CNH CH N-NH-C-NH2 H-C-NH-CH2-CH2-NH-C-H

CH2H3 CH2CH3

Tiasetazon Etambunol

Kelat feri-oksin (1:2)tidak jenuh : aktif

Kelat feri-oksin (1:3)jenuh : tidak aktif

Page 14: Hubungan Struktur, Sifat Kimia Fisika Dan Aktifitas Biologis Obat

Reaksi pembentukan khelat isoniazid dengan ion logam Cu++ dapat dilihat

pada gambar 43.

5. Tetrasiklin

Tetrasiklin, antibiotik dengan spektrum luas, mengandung gugus hidroksil(C3)

yang bersifat asam dan amin tersier(C4) yang bersifat basa, dapat

membentuk kelat dengan ion Mg++ membran sel bakteri. Peningkatan sifat

lipofilik dari kelat memudahkan penembusan kelat ke dalam membran sel

bakteri dan menyebabkan gangguan sintesis protein di ribosom.

Gugus hidroksi fenol, keton, dan hidroksil pada atom C10, C11, dan C12 diduga

juga ikut terlibat dalam proses pembentukan kelat.

Tetrasiklin juga dapat membentuk kelat dengan logam- logam lain, sehingga

aktivitasnya akan menurun bila diberikan bersama- sama dengan susu yang

mengandung Ca++, antasida yang mengandung ion Ca, Mg, dan Al, atau

sediaan yang mengandung Fe.

Tetrasiklin dapat menyebabkan gigi menjadi kuning, terutama pada anak di

bawah usia 8 tahun, karena membentuk kelat dengan ion Ca++ pada struktur

gigi.

H3C OH H N(CH3)2

OH

CH3

COH O

OH O OH O

Tetrasiklin

Beberapa kelat dapat digunakan untuk pengobatan penyakit tertentu.

Contoh:

Page 15: Hubungan Struktur, Sifat Kimia Fisika Dan Aktifitas Biologis Obat

1. Sisplatin

Sisplatin, cis- dikloroetilendiaminplatiunum(II), adalah senyawa kompleks

turunan Pt yang digunakan sebagai obat antikanker.isomer trans tidak

menunjukkan aktivitas.

Cu+

O NH2 OH NH2 O NH2

N C – NH N C N + Cu++ N C N

Isoniazid Bentuk enol kelat mudah larut dalam lemak

Gambar 43. Reaksi pembentukan kelat isoniazid dengan ion logam Cu++

Mekanisme kerjanya dengan membentuk ligan reaktif, kemudian Pt

membentuk crosslink diantara atom N dari dua guanosin ADN, sehingga

terjadi hambatan sintesis ADN sel kanker.

Sisplatin mempunyai kelarutan dalam air sangat kecil, sehingga transportasi

ke jaringan tumor relative rendah, oleh karena itu kemudian dikembangkan

turunannya karboplatin( cis- 1,1- dikarboksisiklobutan-diaminplatinum) yang

menunjukkan keefektifan sama dengan sisplatin, dengan distribusi ke

jaringan tumor yang lebih baik.

+H3N Cl +H3N H3O+ O

CH2 C O NH3+

Pt(II) Pt(II) H2C Pt

+H3N Cl +H3N H3O+ CH2 C O NH3+

O

Sisplatin Ligan reaktif Karboplatin

Page 16: Hubungan Struktur, Sifat Kimia Fisika Dan Aktifitas Biologis Obat

2. Kompleks Tembaga

Kompleks tembaga dengan masa molekul yang rendah banyak digunakan

untuk pengobatan penyakit rematik arthritis dan antiradang.

Contoh: kupralen, alkuprin, dan dikuprin.

COO - SO3-

S-Cu

N=C-NHCH2CH=CH2 N [N+H2(C2H5)2]4 -O3S Kupralen O Cu O

N SO3-

COO-

S-Cu SO3-

O-C=NCH2CH=CH2

Alkuprin Dikuprin

Kompleks Cu di atas sebagai antiradang mempunyai efek yang

menguntungkan yaitu tidak menyebabkan iritasi saluran cerna, seperti yang

ditimbulkan oleh obat- obat antiradang turunan asam pada umumnya, seperti

turunan salisilat, N- arilantranilat, arilasetat dan turunan oksikam.

Mekanisme kerja antiradang dan anti rematik arthritis dari kompleks Cu

belum diketahui secara jelas, tetapi hasil penelitian menunjukkan bahwa

obat- obat tersebut dapat mengganggu keseimbangan prostaglandin,

mempengaruhi aktivitas lisil oksidase dan mekanisme radikal bebas yang

melibatkan dismutase superoksida.

Ligan-ligan yang digunakan untuk antidotum keracunan logam berat

atau untuk pengobatan yang lain, dapat menimbulkan toksisitas cukup

besar,karena mengikat logam lain yang justru diperlukan untuk fungsi

Page 17: Hubungan Struktur, Sifat Kimia Fisika Dan Aktifitas Biologis Obat

fisiologis normal. Oleh karena itu penggunaan ligan harus dipilih seselektif

mungkin.

Contoh :

1. Tiasetazon,difenilditiokarbazon,oksin dan aloksan, dapat

menimbulkan awal penyakit diabetes melitus; karena obat-obat tersebut

membentuk kelat dengan Zn pada sel β-pankreas sehingga menghambat

produksi insulin.

2. Hidralazin (Apresolin), obat penurun tekanan darah, menimbulkan efek

samping anemia karena dapat membentuk kelat dengan Fe darah.

3. Dimerkaprol dan isoniazid, cenderung menimbulkan efek seperti

histamin, diduga karena membentuk kelat dengan logam Cu yang berfungsi

sebagai katalisator enzim perusak histamin (histaminase).

C. POTENSIAL REDOKS DAN AKTIVITAS BIOLOGIS

Potensial redoks adalah ukuran kuantitatif kecenderungan senyawa untuk

memberi dan menerima elektron.

Hubungan kadar oksidator dan reduktor ditunjukkan oleh persamaan Nernst

sebagai berikut :

Eh = E0 – 0,06/n x log (Oksidator)/ (Reduktor)

Eh = potensial redoks yang diukur.

E0 = Potensial redoks baku.

n = jumlah elektron yang berpindah.

0,06 = tetapan termodinamik pemindahan 1 elektron (30o C)

Reaksi redoks adalah perpindahan elektron dari satu atom ke atom molekul

yang lain. Tiap reaksi pada organisme hidup terjadi pada potensial redoks

optimum, dengan kisaran yang bervariasi, sehingga diperkirakan bahwa

potensial redoks senyawa tertentu berhubungan dengan aktivitas biologisnya.

Pengaruh potensial redoks tidak dapat diamati secara langsung karena

hanya berlaku untuk sistem keseimbangan ion tunggal yang bersifat

reversibel, sedang reaksi pada sel hidup merupakan reaksi yang serentak,

Page 18: Hubungan Struktur, Sifat Kimia Fisika Dan Aktifitas Biologis Obat

termasuk oksidasi ion dan non ion, ada yang bersifat reversibel adapula yang

ireversibel. Hubungan potensial redoks dengan aktivitas biologisnya secara

umum hanya terjadi pada senyawa dengan struktur dan sifat fisik yang

hampir sama. Pada sistem interaksi obat secara redoks, pengaruh sistem

distribusi dan faktor sterik sangat kecil.

Contoh :

1. Turunan kuinon, menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap

Staphylococcus aureus pada E0 antara (-) 0,10 sampai (+) 0,15 V, dan

aktivitas maksimum dicapai pada E0 = (+) 0,03 V.

2. Sb dan As, menunjukkan aktivitas terhadap Trypanosoma sp. Pada E0

antara (-) 0,12 sampai (+) 0,06 V, dan aktivitas tertinggi terjadi pada E0 =

(-) 0,01 V.

3. Riboflavin

Riboflavin adalah koenzim faktor vitamin; aktivitas biologisnya bergantung

pada kemampuan untuk menerima elektron sehingga tereduksi menjadi

bentuk dihidronya. Reaksi ini terjadi pada E0 = (-) 0,185 V.

Perubahan sistem redoks dapat digunakan untuk membuat senyawa

antagonis riboflavin.

Contoh :

Bila 2 gugus metil dari riboflavin diganti dengan gugus Cl, senyawa yang

terjadi mempunyai E0 = (-) 0,095 V dan berfungsi sebagai antagonis

riboflavin. Diduga hal ini disebabkan bentuk dihidro-2-klororiboflavin

mempunyai sifat reduksi lebih lemah dibanding dihidroriboflavin. Senyawa

tersebut dapat diabsorbsi pada tempat reseptor spesifik, tetapi tidak

mempunyai potensial yang cukup untuk reduksi biologis.

Page 19: Hubungan Struktur, Sifat Kimia Fisika Dan Aktifitas Biologis Obat

Analog riboflavin yang tidak bersifat redoks dapat dikembangkan sebagai

obat antikanker. Analog tersebut dibuat dengan mengubah potensial

redoks atau memodifikasi molekul menjadi bentuk dihidro yang tidak

dapat dioksidasi.

D. AKTIVITAS PERMUKAAN DAN AKTIVITAS BIOLOGIS

Surfaktan adalah suatu senyawa yang karena orientasi dan pengaturan

molekul pada permukaan larutan,dapat menurunkan tegangan permukaan.

Struktur surfaktan terdiri dari dua bagian yang berbeda, yaitu bagian yang

bersifat hidrofilik atau polar dan bagian lipofilik atau nonpolar, sehingga

dikatakan surfaktan bersifat ampifilik.

Bila surfaktan dimasukkan ke air maka pada permukaan akan teratur

sedemikian rupa sehingga bagian nonpolar, misal rantai karbon, berorientasi

ke fase uap, sedang bagian polar, misal gugus-gugus COOH, OH, NH2 dan

NO2, berorientasi ke fase air.

Bila surfaktan dimasukkan kedalam campuran pelarut polar dan

nonpolar, maka pada batas cairan polar dan nonpolar, bagian nonpolar

berorientasi ke pelarut nonpolar, sedang gugus polar berorientasi ke pelarut

polar. Pada orientasi ini terlibat ikatan Van der waal’s, ikatan hidrogen dan

ikatan ion dipol.

Contoh : Asam oleat (C18H36COOH), Bila dimasukkan ke air dapat

membentuk lapisan monomolekul. Rantai hidrokarbon cenderung tegak lurus

pada permukaan, sedang gugus COOH mengarah ke fase air. Bila kemudian

ditambahkan minyak, rantai hidrokarbon akan berorientasi ke fase minyak

sedang gugus COOH tetap kontak dengan air.

Page 20: Hubungan Struktur, Sifat Kimia Fisika Dan Aktifitas Biologis Obat

Orientasi asam oleat pada fase uap, fase air dan fase minyak dapat

dilihat pada gambar 44.

Asam oleat cenderung membentuk perubahan dari fase non polar ke

fase polar secara perlahan-lahan sehingga energi bebas pada permukaan

lebih kecil. Aktivitas permukaan surfaktan ditentukan oleh keseimbangan

gugus hidrofil dan lipofil (hidrophyl lipophyl = HLB).

Berdasarkan sifat gugus yang dikandungnya,surfaktan dibagi menjadi 4

kelompok, yaitu :

1. Surfaktan anionik

Surfaktan anionik mengandung gugus hidrofil yang bermuatan negatif,

dan dapat berupa gugus karboksi, sulfat, sulfonat atau fosfat.

Contoh : Sabun K, sabun Na, Natrium stearat, Natrium laurilsulfat dan

natrium laurilsulfoasetat.

2. Surfaktan kationik

Surfaktan kationik mengandung gugus hidrofil yang bermuatan positif, dan

dapat berupa gugus amonium kuartener, biguanidin, sulfonium, fosfonium

dan iodonium.

Gambar 44. Orientasi asam oleat pada fase uap, fase air dan fase minyak.

Contoh : turunan ammonium kuartener, seperti setilpiridinium klorida,

benzetonium klorida, benzalkonium klorida dan setavlon, serta turunan

biguanidin, seperti heksaklorofen.

Page 21: Hubungan Struktur, Sifat Kimia Fisika Dan Aktifitas Biologis Obat

3. Surfaktan non ionik

Surfaktan ini tidak terionisasi dan mengandung gugus-gugus hidrofil dan

lipofil yang lemah sehingga larut atau dapat terdispersi dalam air,

biasanya adalah gugus polioksietilen eter dan polyester alkohol.

Contoh : polisorbat 80, span 80 dan gliserilmonostearat.

4. Surfaktan amfoterik

Surfaktan amfoterik mengandung mengandung dua gugus hidrofil yang

bermuatan positif (kationik) dan negatif (anionik).

Contoh : N-lauril-β-aminopropionat dan miranol.

Dalam larutan encer, surfaktan menunjukkan sifat elektrik dan osmotik

yang sama dan didistribusikan dalam bentuk monomer. Bila kadar

surfaktan ditambah terus, akan dicapai suatu titik kritis, terjadi

penggabungan molekul monomer menjadi suatu polimer, terdiri dari 50

atau lebih monomer, yang disebut misel.

Kadar pada waktu mulai terbentuk molekul polimer dinamakan kadar

misel kritis (critical micelle concentration = CMC). Pada kadar di atas CMC

terbentuk polimer yang besar kemudian menjadi koloid. Proses yang

terjadi bersifat reversible sehingga bila diencerkan polimer akan menjadi

bentuk monomer kembali.

Aktivitas anthelmentik heksilresorsinol dipengaruhi oleh perbandingan

jumlah surfaktan (Na oleat) dan obat (heksilresorsinol). Bila kadar Na

oleat dipertahankan di bawah CMC, terjadi penggabungan surfaktan-fenol

(1:1), penetrasi heksilresorsinol pada membran cacing akan meningkat

sehingga aktivitas anthelmentik juga meningkat.

Bila kadar surfaktan di atas CMC, terbentuk misel-misel yang akan

menyelubungi heksilresorsinol, penetrasi pada membrane cacing

menurun, sehingga aktivitas menurun pula.

Surfaktan juga mempengaruhi absorbsi obat. Aktivitas surfaktan terhadap

absorbsi obat tergantung pada :

a. Kadar surfaktan

b. Struktur kimia surfaktan

Page 22: Hubungan Struktur, Sifat Kimia Fisika Dan Aktifitas Biologis Obat

c. Efek surfaktan terhadap membrane biologis

d. Efek farmakologis surfaktan

e. Adanya interaksi surfaktan dengan bahan-bahan pembawa atau bahan

obat.

Contoh :

Pengaruh surfaktan polisorbat 80 terhadap absorbsi sekobarbital Na

pada ikan emas, yang dapat dilihat pada gambar 45.

Pada kadar rendah, surfaktan akan meningkatkan absorbsi sekobarbital

karena mempengaruhi permeabilitas membrane biologis sehingga

penetrasi sekobarbital ke membran menjadi lebih besar. Pada kadar

tinggi, surfaktan menyebabkan partisi obat ke dalam fasa air dan misel.

Obat yang berada dalam fasa misel sukar menembus membran sehingga

kecepatan absorbsi sekobarbital menurun.

Gambar 45. Pengaruh polisorbat 80 terhadap absorbsi larutan 0,02%

sekobarbital Na (pH = 5,9 dan t.20°C) pada ikan emas.

Surfaktan mempunyai aktivitas yang nyata terhadap permeabilitas

membrane sel bakteri. Surfaktan dengan aktivitas ringan, diadsorpsi satu

lapis pada permukaan membran sel bakteri sehingga menghalangi

absorpsi bahan-bahan yang dibutuhkan oleh membran sel.

Surfaktan dengan aktivitas kuat, dapat mengubah struktur dan fungsi

membran, menyebabkan denaturasi protein membran sehingga

membrane sel bakteri menjadi rusak dan lisis.

Page 23: Hubungan Struktur, Sifat Kimia Fisika Dan Aktifitas Biologis Obat

Surfaktan pada umumnya tidak berguna secara in vivo karena mudah

diadsorpsi oleh protein dan menyebabkan ketidakteraturan membran sel

serta hemolisis sel darah merah. Surfaktan hanya terbatas untuk

pemakaian setempat yaitu untuk disinfektan kulit dan sterilisasi alat-alat.

Turunan amonium kuartener, seperti benzalkonium klorida dan

dekualinum klorida, mempunyai kation hidrofil dan gugus non polar yang

panjang. Senyawa ini termasuk golongan antibakteri yang bersifat tidak

spesifik.

Karena termasuk surfaktan kationik, aktivitas antibakterinya turun secara

drastis bila dikombinasi dengan sabun anionik.

Aktivitas antibakteri senyawa turunan amonium kuartener tergantung pada

:

a. kerapatan muatan atom N asimetrik (kation hidrofil)

b. ukuran dan panjang rantai non polar yang terikat pada atom N.

Makin panjang rantai non polar, aktivitas senyawa makin meningkat,

sampai pada harga HLB yang memberikan aktivitas permukaan optimal.

Turunan klorofenilbiguanidin, seperti klorheksidin, digunakan secara luas

untuk antiseptik luka dan luka bakar, serta desinfektan pembedahan.

Dikelompokkan dalam sabun kationik karena gugus amino pada

biguanidin dapat terprotonasi membentuk garam. Dengan kadar yang

relatif rendah (10-100 mg/ml) klorheksidin secara cepat menyebabkan

pelepasan material sitoplasma sel bakteri. Pada kadar yang sangat

rendah (1 mg/ml) senyawa masih tetap aktif karena dapat menghambat

membrane-bound ATPase bakteri.

Page 24: Hubungan Struktur, Sifat Kimia Fisika Dan Aktifitas Biologis Obat