HUBUNGAN SIKAP KERJA BERDIRI DENGAN KELUHAN .../Hubungan...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id...
Transcript of HUBUNGAN SIKAP KERJA BERDIRI DENGAN KELUHAN .../Hubungan...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id...
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
HUBUNGAN SIKAP KERJA BERDIRI DENGAN KELUHAN
MUSKULOSKELETAL PADA PEKERJA BAGIAN
WEAVING DI PT. DELTA MERLIN DUNIA
TEKSTIL KEBAKKRAMAT
KARANGANYAR
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan
Riza Septa Diana
R.0208079
PROGRAM DIPLOMA IV KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
Surakarta
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi dengan Judul : Hubungan Sikap Kerja Berdiri dengan Keluhan
Muskuloskeletal pada Pekerja Bagian Weaving di PT. Delta Merlin Dunia
Tekstil Kebakkramat Karanganyar
Riza Septa Diana, NIM : R.0208079, Tahun : 2012
Telah diuji dan disahkan di hadapan
Dewan Penguji Skripsi
Program Studi Diploma IV Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada Hari : Senin, Tanggal 09 Juli 2012
Pembimbing I
Tarwaka, PGDip., Sc., M.Erg (............................... )
NIP. 19640929 198803 1 019
Pembimbing II
Sri Hartati H, Dra., Apth., SU (............................... )
Penguji
Istar Yuliadi, dr., M.Si (............................... )
Surakarta, ……… Juli 2012
Tim Skripsi Ketua Program Studi
Diploma IV Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Khotijah, SKM., M.Kes
NIP. 19821005 201012 2 002
Ipop Sjarifah, Dra., M.Si
NIP. 19560328 198503 2 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah
dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, 6 Juli 2012
Nama Riza Septa Diana
NIM. R0208079
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
ABSTRAK
Riza Septa Diana. R0208079, 2012. Hubungan Sikap Kerja Berdiri dengan
Keluhan Muskuloskeletal pada Pekerja Bagian Weaving di PT. Delta Merlin
Dunia Textile Kebakkramat Karanganyar.Skripsi. Program Studi Diploma IV
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas
Maret, Surakarta.
Latar Belakang : Pekerjaan dalam waktu lama dengan posisi yang tetap atau
sama baik berdiri maupun duduk akan menyebabkan ketidaknyamanan. Sikap
kerja berdiri dalam waktu lama akan membuat pekerja selalu berusaha menjaga
posisi tubuhnya sehingga menyebabkan terjadinya beban kerja statis pada otot-
otot punggung dan kaki. Kondisi tersebut juga menyebabkan mengumpulnya
darah pada anggota tubuh bagian bawah. Sikap tubuh yang buruk dalam bekerja
akan meningkatkan risiko terjadinya gangguan sistem muskuloskeletal.
Metode : Jenis penelitian ini merupakan penelitian observational analitik dengan
pendekatan cross sectional. Sampel penelitian adalah 43 pekerja laki-laki di
bagian weaving dengan menggunakan teknik purposive sampling. Data sikap
kerja berdiri diperoleh dengan melakukan pengamatan dan menggunakan metode
REBA (Rapid Entire Body Assesment). Data keluhan muskuloskeletal diperoleh
dengan menggunakan kuesioner Nordic Body Map. Analisis data yang digunakan
adalah uji statistic Spearman Rho dengan menggunakan program komputer SPSS
versi 16.00.
Hasil : Hasil penelitian sikap kerja berdiri menunjukkan subjek dengan tingkat
aksi level 2 sebanyak 22 orang (51%) dan tingkat aksi level 3 sebanyak 21 orang
(49%). Hasil penelitian keluhan musculoskeletal menunjukkan subjek dengan
tingkat aksi kategori rendah sebanyak 22 orang (51%) dan tingkat aksi kategori
sedang sebanyak 21 orang (49%). Hasil uji statistik dengan Spearman Rho
menunjukkan p < 0,05 yang artinya terdapat korelasi bermakna antara dua
variabel yang diuji. Kekuatan korelasi yang diperoleh yaitu 0,91, artinya
menunjukkan korelasi yang sangat kuat antara sikap kerja berdiri dan keluhan
muskuloskeletal.
Kesimpulan : Penelitian ini dapat menyimpulkan bahwa ada hubungan sikap
kerja berdiri dengan keluhan musculoskeletal pada pekerja bagian weaving di PT.
Delta Merlin Dunia Textile Kebakkramat Karanganyar.
Kata Kunci : Sikap Kerja Berdiri, Keluhan Muskuloskeletal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRACT
Riza Septa Diana. R0208079, 2012. The correlation between standing work
posture and musculoskeletal disorders on weaving section employees at PT. Delta
Merlin Dunia Textile, Kebakkramat, Karanganyar. Thesis. Occupational Health
and Safety Study Program, Faculty of Medicine, Sebelas Maret University,
Surakarta.
Background : Working for a long time in a constant position either standing or
sitting will result in an uncomfortable condition. When employees are required to
stand during the work, they will always try to keep their standing position, and
this will cause static workloads on their back and leg muscles. This condition also
creates blood accumulation on their lower limbs. Poor working postures (standing
posture a long time) will increase the risk of musculoskeletal system disorders.
Method : This is an observational analytic research was used cross sectional
approach. Purposive sampling technique is used to get the samples of the research,
which are 43 male employees at the weaving section. The standing work posture
data were taken using Rapid Entire Body Assessment (REBA) method and
observation, while the musculoskeletal disorders data were taken using Nordic
Body Map questionnaire. Spearman Rho statistic test and SPSS version 16.00
computer program were used to analyze the data.
Result : The result showed that there were 22 employees (51%) on the action
level 2 and 21 employees (49%) on the action level 3. Dealing with the
musculoskeletal disorders, it is found that there are 22 employees (51%) on the
low category action level and 21 employees (49%) on the average category action
level. The result of the Spearman Rho statistic test showed p < 0,05 meaning that
there was a significant correlation between the two tested variables. The
correlation strength level was 0,91 means that showed very strong correlation
between standing work posture and musculoskeletal disorder.
Conclusion : It can be concluded that there was a correlation between standing
work posture and musculoskeletal disorders on weaving section employees at PT.
Delta Merlin Dunia Textile, Kebakkramat, Karanganyar.
Keywords : Standing work posture, musculoskeletal disorder
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
PRAKATA
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala berkat dan kemurahan-
Nya memberikan kesehatan dan kelancaran sehingga penulis dapat menyelesaikan
Skripsi ini dengan judul “Hubungan Sikap Kerja Berdiri dengan Keluhan
Muskuloskeletal pada Pekerja Bagian Weaving di PT. Delta Merlin Dunia Textile
Kebakkramat Karanganyar” sebagai salah satu syarat untuk mendapat gelar
Sarjana Sains Terapan pada Program Diploma IV Keselamatan dan Kesehatan
Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Keberhasilan dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari budi baik dan
bimbingan berbaagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan
terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr. S.PD-KR-FINASIM, selaku Dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta
2. Ibu Ipop Sjarifah, Dra., M.Si selaku ketua Program Diploma IV Keselamatan
dan Kesehatan Kerja, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret,
Surakarta
3. Bapak Tarwaka, PGDip.Sc., M.Erg selaku Dosen Pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan dan arahan dalam penyelesaian skripsi ini
4. Ibu Sri Hartati H, Dra., Apt., SU selaku Dosen Pembimbing II yang telah
memberikan masukan dan pemikiran dengan penuh kesabaran
5. Bapak Istar Yuliadi, dr., M.Si selaku Dosen Penguji yang telah memberikan
masukan dan saran untuk penyempurnaan penulisan Skripsi ini
6. Pimpinan Perusahaan PT. Delta Merlin Dunia Textile Kebakkramat
Karanganyar yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
melakukan penelitian.
7. Ayah dan Ibu serta adikku yang telah memberikan dukungan setiap saat baik
secara moril dan materil serta kasih sayang yang tulus kepada penulis
8. Hengky Ditya Eko Nugroho yang telah memberikan motivasi dan bantuan
dalam penyelesaian penulisan skripsi ini
9. Teman-teman seperjuanganku Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Angkatan 2008 yang telah banyak memberikan motivasi dan bantuan dalam
penyelesaian penulisan skripsi ini.
10. Semua pihak yang membantu penyelesaian penulisan skripsi ini yang tidak
dapat penulis sebutkan satu per satu
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan ini masih sangat jauh dari
sempurna. Penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sehingga dapat
dijadikan masukan. Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi
kita semua, khususnya Program Diploma IV Keselamatan dan Kesehatan Kerja
untuk menambah pengetahuan tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta
Lingkungan.
Surakarta, Juli 2012
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. ii
HALAMAN PERNYATAAN .............................................................................. iii
ABSTRAK ............................................................................................................ iv
KATA PENGANTAR ......................................................................................... vi
DAFTAR ISI ........................................................................................................ vii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ ix
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xi
BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................ 3
C. Tujuan ............................................................................................ 4
1. Tujuan Umum ......................................................................... 4
2. Tujuan Khusus ........................................................................ 4
D. Manfaat .......................................................................................... 4
BAB II. LANDASAN TEORI .......................................................................... 6
A. Tinjauan Pustaka .......................................................................... 6
1. Ergonomi ............................................................................... 6
2. Sikap Kerja Berdiri ................................................................. 11
3. Keluhan Muskuloskeletal ....................................................... 14
4. Hubungan Sikap Kerja Berdiri dengan
Keluhan Muskuloskeletal ....................................................... 23
5. Penilaian Sikap Kerja Berdiri dengan Metode REBA .......... 25
6. Penilaian Keluhan Muskuloskeletal dengan NBM ................ 30
7. Hubungan Sikap Kerja Duduk dengan
Keluhan Muskuloskeletal ....................................................... 35
B. Kerangka Pemikiran ..................................................................... 38
C. Hipotesis ....................................................................................... 39
BAB III. METODE PENELITIAN .................................................................... 40
A. Jenis Penelitian ............................................................................ 40
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................... 40
C. Populasi Penelitian ...................................................................... 40
D. Teknik Sampling .......................................................................... 41
E. Sampel Penelitian .......................................................................... 41
F. Identifikasi Variabel Penelitian .................................................... 42
G. Definisi Operasional Variabel Penelitian ...................................... 43
H. Desain Penelitian .......................................................................... 47
I. Instrumen Penelitian ...................................................................... 47
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
J. Cara Kerja Penelitian ..................................................................... 48
K. Teknik Analisis Data .................................................................... 49
BAB IV. HASIL PENELITIAN ......................................................................... 51
A. Gambaran Umum Perusahaan ...................................................... 51
B. Karakteristik Subjek Penelitian ................................................... 56
C. Penilaian Sikap Kerja Berdiri dengan Metode REBA .................. 60
D. Hasil Penilaian Keluhan Muskuloskeletal ..................................... 62
E. Analisa Hubungan Sikap Kerja Berdiri dengan
Keluhan Muskuloskeletal .............................................................. 64
BAB V. PEMBAHASAN .................................................................................. 66
A. Karakteristik Subjek Penelitian ..................................................... 66
B. Analisa Univariat ........................................................................... 69
C. Analisa Bivariat Hubungan Sikap Kerja Berdiri dengan
Keluhan Muskuloskeletal ............................................................. 70
BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 72
A. Simpulan ....................................................................................... 72
B. Saran ............................................................................................. 72
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 73
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Tabel Penilaian Posisi Badan ........................................................ 26
Tabel 2.2. Tabel Penilaian Posisi Leher ......................................................... 27
Tabel 2.3. Tabel Penilaian Posisi Kaki........................................................... 28
Tabel 2.4. Tabel Penilaian Posisi Lengan ...................................................... 29
Tabel 2.5. Tabel Penilaian Posisi Lengan Bawah .......................................... 30
Tabel 2.6. Tabel Penilaian Posisi Pergelangan Tangan.................................. 31
Tabel 2.7 Tabel Penilaian Group A ............................................................... 31
Tabel 2.8 Tabel Penilaian Beban ................................................................... 32
Tabel 2.9 Tabel Penilaian Group B ............................................................... 32
Tabel 2.10 Tabel untuk Jenis Pegangan .......................................................... 33
Tabel 2.11 Tabel Skor C.................................................................................. 33
Tabel 2.12 Tabel Penilaian Jenis Aktivitas Otot ............................................. 34
Tabel 2.13 Standar Kerja Berdasarkan Skor Akhir ......................................... 34
Tabel 2.14 Definisi Operasional Penilaian NBM ............................................ 35
Tabel 2.15 Klasifikasi Subjektifitas Tingkat Resiko Otot Skeletal ................. 37
Tabel 3.1. Kekuatan Hubungan Dua Variabel Secara Kualitatif ................... 50
Tabel 4.1 Data Umur Subjek ......................................................................... 56
Tabel 4.2 Data IMT Subjek ........................................................................... 57
Tabel 4.3 Data Masa Kerja ............................................................................ 59
Tabel 4.4 Hasil Penilaian Sikap Kerja Berdiri dengan Keluhan
Muskuloskeletal ............................................................................ 60
Tabel 4.5 Distribusi Data Tingkat Aksi Sikap Kerja Berdiri ........................ 62
Tabel 4.6 Hasil Penilaian Keluhan Muskuloskeletal..................................... 62
Tabel 4.7 Distribusi Data Keluahan Muskuloskeletal ................................... 63
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Penilaian Posisi Badan ................................................................. 26
Gambar 2.2 Penilaian Posisi Leher .................................................................. 27
Gambar 2.3 Penilaian Posisi Kaki .................................................................... 27
Gambar 2.4 Penilaian Posisi Lengan ............................................................... 29
Gambar 2.5 Penilaian Posisi Lengan Bawah ................................................... 30
Gambar 2.6 Penilaian Posisi Pergelangan Tangan ........................................... 30
Gambar 2.7 Nordic Body Map ........................................................................ 36
Gambar 3.1 Identifikasi Variabel Penelitian .................................................... 43
Gambar 3.2 Desain Penelitian .......................................................................... 47
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian
Lampiran 2. Surat Persetujuan Menjadi Responden Penelitian
Lampiran 3. Kuesioner Karakteristik Sampel
Lampiran 4. Lembar Kerja Penilaian REBA
Lampiran 5. Proses Penilaian Sikap Kerja Berdiri
Lampiran 5. Kuesioner Nordic Body Map
Lampiran 6. Uji Statistik dengan Spearman Rho
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tenaga kerja mempunyai peranan penting dalam pembangunan
sebagai unsur penunjang keberhasilan pembangunan nasional. Karena
tenaga kerja mempunyai hubungan dengan perusahaan dan mempunyai
kegiatan usaha yang produktif. Di samping itu tenaga kerja sebagai suatu
unsur yang langsung berhadapan dengan berbagai akibat dari kemajuan
teknologi di bidang industri, sehingga sewajarnya kepada mereka
diberikan perlindungan pemeliharaan kesehatan dan pengembangan
terhadap kesejahteraan atau jaminan nasional (Suma’mur, 2009).
Dewasa ini begitu banyak pekerjaan yang dilakukan dengan mesin,
mulai dari mesin yang sangat sederhana sampai dengan penggunaan mesin
dengan berbasis teknologi tinggi. Peningkatan di dalam mekanisasi dan
otomatisasi sering meningkatkan kecepatan kerja, dimana hal tersebut
akan dapat mengakibatkan suatu pekerjaan menjadi monoton dan kurang
menarik untuk dikerjakan. Akibatnya beban kerja psikologis akan menjadi
lebih dominan dialami oleh para pekerja. Di sisi lain, ternyata di berbagai
industri juga masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan secara manual
yang memerlukan tuntunan dan tekanan secara fisik yang berat. Salah satu
akibat dari kerja manual, seperti halnya juga penggunaan mekanisasi
ternyata juga meningkatkan terjadinya keluhan dan komplain para pekerja
1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
seperti, sakit pada punggung dan pinggang, tegangan pada leher, sakit
pergelangan tangan, lengan dan kaki (Tarwaka, 2010).
Sikap tubuh dalam bekerja adalah suatu gambaran tentang posisi
badan, kepala dan anggota tubuh (tangan dan kaki) baik dalam hubungan
antar bagian-bagian tubuh tersebut maupun letak pusat gravitasinya.
Faktor-faktor yang paling berpengaruh meliputi sudut persendian, inklinasi
vertikal badan, kepala, tangan dan kaki serta derajat penambahan atau
pengurangan bentuk kurva tulang belakang. Faktor-faktor tersebut akan
menentukan efisien atau tidaknya sikap tubuh dalam bekerja (Pangaribuan,
2009).
Pekerjaan dalam waktu lama dengan posisi yang tetap/sama baik
berdiri maupun duduk akan menyebabkan ketidaknyamanan. Sikap kerja
berdiri dalam waktu lama akan membuat pekerja selalu berusaha
menyeimbangkan posisi tubuhnya sehingga menyebabkan terjadinya
beban kerja statis pada otot-otot punggung dan kaki. Kondisi tersebut juga
menyebabkan mengumpulnya darah pada anggota tubuh bagian bawah.
(Pangaribuan, 2009).
Keluhan muskuloskeletal adalah keluhan sakit, nyeri, pegal-pegal
dan lainnya pada sistem otot (muskuloskeletal) seperti tendon, pembuluh
darah, sendi, tulang, syaraf dan lainnya yang disebabkan oleh aktivitas
kerja. Keluhan muskuloskeletal sering juga dinamakan Musculoskeletal
Disorder (MSD), Repetitive Strain Injuries (RSI), Cumulative Trauma
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
Disorders (CTD) dan Repetitive Motion Injury (RMI) (OHSCOSs 2007
dalam Fitrihana 2008).
PT. Delta Merlin Dunia Tekstil Kebakkramat Karanganyar
merupakan perusahaan yang bergerak di bidang textile yang beroperasi 24
jam setiap harinya. Berdasarkan hasil wawancara terhadap 15 pekerja di
bagian weaving (pekerjaan mengubah benang menjadi kain), dapat
diketahui bahwa 15 pekerja tersebut terindikasi mengalami keluhan pada
otot skeletal. Sikap kerja tidak alamiah yang dilakukan oleh tenaga kerja
merupakan suatu keterpaksaan karena kondisi lingkungan dan tempat kerja
yang memaksa tenaga kerja mengambil sikap demikian. Pekerja dalam
melakukan pekerjaannya adalah dengan posisi berdiri dan posisi
menjangkau. Dari sikap berdiri yang tidak alamiah ini yang menyebabkan
pekerja mengalami keluhan musculoskeletal terutama pada bagian leher,
bahu, punggung, dan kaki.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis ingin melakukan
penelitian mengenai Penilaian Sikap Kerja Berdiri dengan Metode Reba
dan Hubungannya terhadap Otot-Otot Skeletal pada Pekerja Bagian
Weaving PT. Delta Merlin Dunia Tekstil Kebakkramat Karanganyar.
A. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka dapat dibuat rumusan masalah
yaitu “Bagaimanakah hubungan sikap kerja berdiri dengan Keluhan
muskuluskeletal pada Pekerja Bagian Weaving PT. Delta Merlin Dunia
Tekstil Kebakkramat Karanganyar?”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
B. Tujuan Penelitian
a. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan sikap kerja berdiri dengan keluhan
muskuloskeletal pada pekerja bagian Weaving PT. Delta Merlin Dunia
Tekstil Kebakkramat Karanganyar.
b. Tujuan Khusus
1) Mengetahui karakteristik responden meliputi umur, lama kerja,
kebiasaan merokok, jenis kelamin, dan kondisi kesehatan.
2) Mengetahui sikap kerja berdiri yang dilakukan pekerja di bagian
weaving.
3) Mengetahui tingkat keluhan muskuluskeletal yang dirasakan pekerja
di bagian weaving.
4) Menganalisa hubungan sikap kerja berdiri terhadup keluhan
muskuluskeletal.
C. Manfaat Penelitian
a. Teoritis
Diharapkan sebagai pembuktian teori bahwa ada hubungan
Sikap Kerja Berdiri dengan Keluhan Muskuloskeletal pada Pekerja
Bagian Weaving PT. Delta Merlin Dunia Tekstil Kebakkramat
Karanganyar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
b. Praktis
1) Bagi Peneliti
Sebagai pengalaman langsung bagi peneliti dalam melakukan
penelitian dalam bentuk tulisan ilmiah khususnya mengenai masalah
yang berhubungan dengan kesehatan dan keselamatan kerja.
2) Bagi Institusi
Sebagai bahan pustaka di Program Studi Kesehatan Kerja
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta dalam
pengembangan ilmu Kesehatan Kerja khususnya dibidang ergonomi.
3) Bagi Tenaga Kerja
Sebagai pengetahuan tambahan bagi tenaga kerja tentang
sikap kerja yang ergonomis sehingga dapat menghindari keluhan-
keluhan akibat tempat kerja yang tidak ergonomis.
4) Bagi Pengusaha
Sebagai bahan masukan dan kajian bagi pengusaha dalam
meningkatkan kesehatan pekerjanya dan untuk mengurangi penyakit
yang berhubungan dengan musculoskeletal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Ergonomi
a. Definisi ergonomi
Istilah ergonomi berasal dari bahasa Yunani yaitu Ergon yang
berarti kerja dan Nomos yang berarti aturan/hukum. Jadi ergonomi secara
singkat juga dapat diartikan sebagai aturan/hokum dalam bekerja. Secara
umum ergonomi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang
kesesuaian pekerjaan, alat kerja dan atau tempat/lingkungan kerja dengan
pekerjanya (Tarwaka, 2004).
Ergonomi merupakan suatu cabang ilmu yang mempelajari sifat,
kemampuan dan keterbatasan manusia (Sutalaksana, 2006), dimana
secara hakiki akan berhubungan dengan segala aktivitas manusia yang
dilakukan. Ergonomi merupakan salah satu hal yang mengarah pada
peningkatan kualitas kehidupan kerja. Sedangkan aspek kualitas sendiri
merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi produktivitas
dan kualitas kerja. Manusia dalam hal ini sebagai objek makhluk pekerja
yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam bekerja
manusia biasanya menggunakan peralatan kerja dan berada dalam
lingkungan kerja tertentu. Peralatan kerja yang digunakan harus sesuai
6
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
dengan manusia pemakai untuk mendukung fungsi tubuh yang sedang
bekerja.
Menurut Nurmianto (1998) istilah ergonomi didefinisikan
sebagai studi tentang aspekaspek manusia dalam lingkungan kerjanya
yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, engineering,
manajemen dan desain/perancangan. Ergonomi juga didefinisikan
sebagai disiplin keilmuan yang mempelajarimanusia dalam kaitannya
dengan pekerjaannya (Wignjosoebroto, 2003).
Sasaran ergonomi adalah seluruh tenaga kerja baik sektor
modern maupun pada sector tradisional dan informal. Pada sektor
modern penerapan ergonomi dalam bentuk pengaturan sikap, tata cara
kerja dan perencanaan yang tepat adalah syarat penting bagi efisiensi dan
produktivitas yang tinggi. Pada sektor tradisional pada umumnya
dilakukan dengan tangan dan memakai peralatan serta dalam sikap-sikap
badan dan cara-cara kerja yang secara ergonomi dapat diperbaiki.
(Suma’mur, 1989)
Menurut Sugeng Budiono (2003) sikap tubuh dalam bekerja
yang dikatakan secara ergonomi adalah yang memberikan rasa nyaman,
aman, sehat, dan selamat dalam bekerja. Sikap tersebut dapat dilakukan
dengan :
1) Menghindarkan sikap yang tidak ergonomis dalam bekerja.
2) Diusahakan beban statis menjadi sekecil-kecilnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
3) Perlu dibuat dan ditentukan kriteria dan ukuran baku tentang peralatan
kerja yang sesuai dengan ukuran antropometri tenaga kerja
penggunanya.
4) Agar diupayakan bekerja dengan sikap duduk atau berdiri secara
bergantian.
b. Tujuan Ergonomi
1) Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya
pencegahan cedera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban kerja
fisik dan mental dan mengupayakan kepuasan kerja.
2) Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas
kontak sosial, mengelola dan mengkoordinir kerja secara tepat guna
dan meningkatkan jaminan sosial baik selama waktu produktif
maupun setelah tidak produktif.
3) Menciptakan keseimbangan rasional antara aspek teknis, ekonomis,
antropologis dan budaya dari sistem kerja, sehingga tercipta kualitas
kerja dan kualitas hidup yang tinggi.
c. Aspek Ergonomi
Ada beberapa aspek dalam penerapan ergonomi yang perlu
diperhatikan, antara lain :
1) Faktor manusia
Penataan dalam sistem kerja menuntut faktor manusia sebagai
pelaku/pengguna menjadi titik sentralnya. Pada bidang rancang
bangun dikenal istilah Human Centered Design (HCD) atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
perancangan berpusat pada manusia. Perancangan dengan prinsip
HCD, berdasarkan pada karakter-karakter manusia yang akan
berinteraksi dengan produknya. Sebagai titik sentral maka unsur
keterbatasan manusia haruslah menjadi patokan dalam penataan suatu
produk yang ergonomis.
Ada beberapa faktor pembatas yang tidak boleh dilampaui agar
dapat bekerja dengan aman, nyaman dan sehat, yaitu : faktor dari
dalam (internal factors) dan faktor dari luar (external factor).
Tergolong dalam faktor dari dalam (internal factors) ini adalah yang
berasal dari dalam diri manusia seperti : umur, jenis kelamin, kekuatan
otot, bentuk dan ukuran tubuh. Sedangkan faktor dari luar (external
factor) yang dapat mempengaruhi kerja atau berasal dari luar manusia,
seperti : penyakit, gizi, lingkungan kerja, sosial ekonomi dan adat
istiadat.
2) Faktor Anthropometri
Anthropometri yaitu pengukuran yang sistematis terhadap
tubuh manusia, terutama seluk beluk baik dimensional ukuran dan
bentuk tubuh manusia. Antropometri yang merupakan ukuran tubuh
digunakan untuk merancang atau menciptakan suatu sarana kerja yang
sesuai dengan ukuran tubuh penggunanya. Ukuran alat kerja
menentukan sikap, gerak dan posisi tenaga kerja, dengan demikian
penerapan antropometri mutlak diperlukan guna menjamin adanya
sistem kerja yang baik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
Ukuran alat-alat kerja erat kaitannya dengan tubuh
penggunanya. Jika alat-alat tersebut tidak sesuai, maka tenaga kerja
akan merasa tidak nyaman dan akan lebih lamban dalam bekerja yang
dapat menimbulkan kelelahan kerja atau gejala penyakit otot yang lain
akibat melakukan pekerjaan dengan cara yang tidak alamiah.
3) Faktor Sikap Tubuh dalam Bekerja
Hubungan tenaga kerja dalam sikap dan interaksinya terhadap
sarana kerja akan menentukan efisiensi, efektivitas dan produktivitas
kerja, selain Standard Operating Procedures (SOP) yang terdapat
pada setiap jenis pekerjaan.
Semua sikap tubuh yang tidak alamiah dalam bekerja,
misalnya sikap menjangkau barang yang melebihi jangkauan
tangannya harus dihindarkan. Penggunaan meja dan kursi kerja
ukuran baku oleh orang yang memiliki ukuran tubuh yang lebih tinggi
atau sikap duduk yang terlalu tinggi sedikit banyak akan berpengaruh
terhadap hasil kerjanya.
4) Faktor Pengorganisasian Kerja
Pengorganisasian kerja terutama menyangkut waktu kerja,
waktu istirahat, kerja lembur dan lainnya yang dapat menentukan
tingkat kesehatan dan efisiensi tenaga kerja. Diperlukan pola
pengaturan waktu kerja dan waktu istirahat yang baik, terutama untuk
kerja fisik yang berat. Jam kerja selama 8 (delapan) jam/hari
diusahakan sedapat mungkin tidak terlampaui, apabila tidak dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
dihindarkan, perlu diusahakan group kerja baru atau perbanyakkan
kerja shift. Untuk pekerjaan lembur sebaiknya ditiadakan, karena
dapat menurunkan efisiensi dan produktivitas kerja serta
meningkatnya angka kecelakaan kerja dan sakit (Tarwaka, 2010).
2. Sikap Kerja Berdiri
Sikap berdiri merupakan sikap siaga baik fisik maupun mental,
sehingga aktivitas kerja yang dilakukan lebih cepat, kuat dan teliti. Pada
dasarnya berdiri lebih melelahkan daripada duduk dan energi yang
dikeluarkan untuk berdiri lebih banyak 10-15% dibandingkan dengan
duduk (Tarwaka, 2004).
Perbandingan sikap kerja duduk dan berdiri ditinjau dari epidemiologi :
a. Pada pekerja dengan sikap duduk, risiko meningkatnya kanker usus 1,6
– 4,0 kali lebih besar dari pada sikap kerja berdiri
b. Fungsi paru (VC : FeV) menurun pada sikap duduk
c. Sikap duduk sering terjadi trombosis vena dalam
d. Venus return lebih besar/baik sikap berdiri dari pada sikap duduk
e. Berdiri terlalu lama dapat meningkatkan volume tungkai 2 – 5%, karena
edema
f. Duduk terlalu lama menyebabkan vericosa vena
Berdiri seimbang ditandai dengan :
a. garis vertikal berada dalam bidang tumpuan
b. gaya pada masing-masing sendi = 0
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
c. keseimbangan tergantung pada tinggi pusat gaya berat & besarnya
bidang tumpuan
Ada dua macam berdiri :
a. simetris : kedua tungkai bebannya sama
b. asimetris : kedua tungkai beban tidak sama
Jika berdiri tegang, paling efisien dalam hal :
a. berubah posisi
b. kebutuhan energinya peling sedikit, kadang-kadang = Basal Metabolic
Rate (BMR)
Keuntungan dan kerugian sikap berdiri :
a. keuntungan: Otot perut tidak kendor, sehingga vertebra tidak rusak bila
mengalami pembebanan.
b. kerugian : Otot kaki cepat lelah.
Pada pekerjaan yang memerlukan sikap berdiri sebaiknya dilakukan
pemenuhan kondisi kerja seperti :
a. Diperlukan mobilitas atau jalan berpindah tempat
b. Diperlukan jangkauan tangan yang lebih panjang
c. Terjadi kecederungan mengerahkan tenaga yang besar
d. Ruang kerja yang cukup luas untuk selonjor kaki pekerja bila harus
duduk (Gayo, 2010)
Selain sikap kerja duduk, sikap kerja berdiri juga banyak
ditemukan di perusahaan. Sikap kerja berdiri merupakan sikap kerja yang
posisi tulang belakang vertikal dan berat badan tertumpu secara seimbang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
pada dua kaki. Bekerja dengan posisi berdiri terus menerus sangat
mungkin akan terjadi penumpukan darah dan berbagai cairan tubuh pada
kaki dan hal ini akan bertambah bila berbagai bentuk dan ukuran sepatu
yang tidak sesuai. Sikap kerja berdiri dapat menimbulkan keluhan
subjektif dan juga kelelahan bila sikap kerja ini tidak dilakukan bergantian
dengan sikap kerja duduk (Rizki, 2007).
Beberapa penelitian untuk mengurahi kelelahan pada tenaga kerja
dengan posisi berdiri. Contohnya yaitu seperti yang diungkapkan Gradjean
(1988) dalam Santoso (2004), merekomendasikan bahwa untuk jenis
pekerjaan teliti, letak tinggi meja diatur 10 cm diatas siku. Untuk jenis
pekerjaan ringan, letak tinggi meja diatur sejajar dengan tinggi siku dan
untuk pekerjaan berat, letak tinggi meja diatur 10 cm di bawah tinggi siku.
Satu hal yang harus diperhatikan oleh pekerja berdiri adalah sikap
kepala. Keadaan kepala harus memberikan kemudahan bagi pelaksanaan
pekerjaan. Leher dalam keadaan fleksi atau ekstensi terus menerus menjadi
penyebab kelelahan. Sudut penglihatan yang baik untuk sikap berdiri
diantara 230-270 ke arah bawah dari garis horizontal (Gayo, 2010).
Pekerjaan dalam waktu lama dengan posisi yang tetap atau sama
baik berdiri maupun duduk akan menyebabkan ketidaknyamanan. Sikap
kerja berdiri dalam waktu lama akan membuat pekerja selalu berusaha
menyeimbangkan posisi tubuhnya sehingga menyebabkan terjadinya
beban kerja statis pada otot-otot punggung dan kaki. Kondisi tersebut juga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
menyebabkan mengumpulnya darah pada anggota tubuh bagian bawah
(Gayo, 2010).
3. Keluhan Muskuloskeletal
Grandjean (1993) dan Lemasters (1996) dalam Tarwaka (2010)
menjelaskan keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada otot skeletal
yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan yang sangat ringan
sampai pada yang sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara
berulang dan dalam waktu yang lama, maka dapat menyebabkan keluhan
berupa kerusakan pada sendi, ligament atau tendon. Keluhan hingga
kerusakan ini disebut juga musculoskeletal disorders (MSDs) atau cedera
pada sistem muskuloskeletal. Secara garis besar keluhan otot dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
a. Keluhan sementara (Reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada
saat otot menerima beban statis, keluhan tersebut segera hilang apabila
pembebanan dihentikan.
b. Keluhan menetap (Persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat
menetap. Walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa
sakit pada otot masih berlanjut.
Sikap kerja terutama pada pekerjaan yang mengharuskan
penggunaan otot untuk jangka waktu lama dalam mempertahankan posisi
kerja yang kurang nyaman, mengangkat atau mendorong atau menarik
beban, fleksi atau ekstensi leher, lengan atau tangan, mempertahankan
sikap lengan tau pergelangan tangan yang canggung atau jari-jari dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
posisi memegang erat merupakan faktor penyebab keluhan pada sistem
muskuloskeletal (Harrianto, 2009)
Menurut Tarwaka (2010) studi MSDs pada berbagai industri telah
banyak dilakukan dan hasil studi menunjukan bagian otot yang sering
dikeluhkan adalah otot rangka yang meliputi otot leher, bahu, lengan,
tangan, jari, punggung, pingggang, dan otot bagian bawah.
Peter Vi (2000) dalam Tarwaka (2010) menjelaskan bahwa terdapat
beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya keluhan sistem
muskuloskeletal antara lain sebagai berikut.
a. Peregangan otot yang berlebihan.
Peregangan otot yang berlebihan pada umumnya sering
dikeluhkan oleh pekerja yang aktivitas kerjanya menuntut pengerahan
tenaga yang besar seperti aktivitas mengangkat, mendorong, menarik,
dan menahan beban yang berat. Peregangan otot yang berlebihan ini
terjadi karena pengerahan tenaga yang diperlukan melampaui kekuatan
optimum otot. Apabila hal serupa sering dilakukan, maka dapat
mempertinggi resiko terjadinya keluhan otot, bahkan dapat
menyebabkan terjadinya cedera otot skeletal .
b. Aktivitas berulang
Aktivitas berulang adalah pekerjaan yang dilakukan secara
terus-menerus seperti pekerjaan mencangkul, membelah kayu, dan
sebagainya. Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
beban kerja secara terus-menerus tanpa memperoleh waktu untuk
relaksasi.
c. Sikap kerja tidak alamiah.
Posisi bagian tubuh yang bergerak menjauhi posisi alamiah,
misalnya pergerakan tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk,
kepala terangkat, dan sebagainya dapat menyebabkan keluhan pada otot
skeletal.
d. Faktor penyebab sekunder
Faktor skunder yang juga berpengaruh terhadap keluhan
muskuloskeletal adalah tekanan, getaran dan mikroklimat.
e. Penyebab kombinasi
Resiko terjadinya keluhan otot skeletal akan semakin meningkat
apabila dalam melakukan tugasnya pekerja dihadapkan pada beberapa
faktor resiko dalam waktu yang bersamaan, misalnya pekerja harus
melakukan aktivitas mengangkat beban di bawah tekanan panas
matahari.
Adapun faktor penyebab sekunder antara lain :
a. Tekanan
Terjadinya tekanan langsung pada jaringan otot yang lunak.
Sebagai contoh, pada saat tangan harus memegang alat, maka jaringan
otot tangan yang lunak akan menerima tekanan langsung dari pegangan
alat, dan apabila hal ini sering terjadi dapat menyebabkan rasa nyeri
otot menetap (Tarwaka, 2010).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
b. Getaran
Getaran dengan frekuensi tinggi akan menyebabkan kontraksi
otot bertambah. Kontraksi statis ini menyebabkan peredaran darah tidak
lancar, penimbunan asam laktat meningkat dan akhirnya timbul rasa
nyeri otot (Suma’mur, 1982) dalam Tarwaka (2010).
c. Mikroklimat
Paparan suhu dingin maupun panas yang berlebihan dapat
menurunkan kelincahan, kepekaan dan kekuatan pekerja sehingga
gerakan pekerja menjadi lamban, sulit bergerak dan kekuatan otot
menurun (Astrand & Rodhl,1977;Pulat, 1992;Wilson & Corlett, 1992)
dalam (Tarwaka,2010). Demikian juga dengan paparan udara yang
panas. Beda suhu lingkungan dengan suhu tubuh yang terlampau besar
menyebabkan sebagian energi yang ada dalam tubuh akan
termanfaatkan oleh tubuh untuk beradaptasi dengan lingkungan
tersebut. Apabila hal ini tidak diimbangi dengan pasokan energi yang
cukup, maka akan terjadi kekurangan suplai oksigen ke otot. Sebagai
akibatnya, peredaran darah kurang lancar, suplai oksigen ke otot
menurun, proses metabolisme karbohidrat terhambat dan terjadi
penimbunan asam laktat yang dapat menimbulkan rasa nyeri otot.
(Suma’mur, 1982; Grandjean,1993 dalam Tarwaka 2010).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
a. Faktor-faktor penyebab keluhan otot-otot skeletal menurut Tarwaka
(2010), yaitu :
1) Faktor internal
a) Umur
Chaffin (1979) dan Guo, dkk. (1995) menyatakan bahwa
pada umumnya keluhan otot skeletal mulai pertama dirasakan
pada umur 35 tahun dan tingkat keluhan akan terus meningkat
sejalan dengan bertambahnya umur. Hal ini terjadi karena pada
umur setengah baya, kekuatan dan ketahanan otot mulai menurun
sehingga risiko terjadinya keluhan otot meningkat (Tarwaka,
2004). Sebagai contoh, Betti’e, dkk 1989 dalam Tarwaka 2010
telah melakukan studi tentang kekuatan statik otot untuk pria dan
wanita dengan usia antara 20 sampai dengan di atas 60 tahun.
Penelitian difokuskan untuk otot lengan, punggung dan kaki.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekuatan otot maksimal
terjadi pada saat umur antara 20 - 29 tahun, selanjutnya terus
terjadi penurunan sejalan dengan bertambahnya umur.
b) Jenis kelamin
Beberapa hasil penelitian secara signifikan menunjukkan
bahwa jenis kelamin sangat mempengaruhi tingkat risiko keluhan
otot. Hal ini terjadi karena secara fisiologis, kemampuan otot
wanita memang lebih rendah daripada pria. Astrand, dkk (1997)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
menjelaskan bahwa kekuatan otot wanita hanya sekitar dua
pertiga dari kekuatan otot pria, sehingga daya tahan otot priapun
lebih tinggi dibandingkan dengan wanita. Hasil penelitian Betti’e,
dkk (1989) menunjukkan bahwa rerata kekuatan otot wanita
kurang lebih hanya 60% dari kekuatan otot pria, khususnya untuk
otot lengan, punggung dan kaki. Hal ini diperkuat oleh hasil
penelitian Chiang, dkk. (1993), Bernard, dkk. (1994), Heles, dkk.
(1994) dan Johanson (1994) yang menyatakan bahwa
perbandingan keluhan otot antara pria dan wanita adalah 1:3. Dari
uraian tersebut, maka jenis kelamin perlu dipertimbangkan dalam
mendesain beban tugas (Tarwaka, 2004).
c) Kebiasaan merokok
Beberapa peneliti telah membuktikan bahwa meningkatnya
keluhan otot sangat erat hubungannya dengan lama dan tingkat
kebiasaan merokok. Semakin lama dan semakin tinggi frekuensi
merokok, semakin tinggi pula tingkat keluhan otot yang
dirasakan, Boshuizen, et.al (1993) menemukan hubungan yang
signifikan antara kebiasaan merokok dengan keluhan otot
pinggang, khususnya untuk pekerjaan yang memerlukan
pengerahan otot. Hal ini sebenarnya terkait erat dengan kondisi
kesegaran jasmani seseorang. Kebiasaan merokok akan dapat
menurunkan kapasitas paru-paru, sehingga kemampuan untuk
mengkonsusmsi oksigen menurun dan sebagai akibatnya tingkat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
kesegaran tubuh juga menurun. Apabila yang bersangkutan harus
melakukan tugas yang menuntut pengerahan tenaga, maka akan
mudah lelah karena kandungan oksigen dalam darah rendah,
pembakaran karbohidrat terhambat, terjadi penumpukan asam
laktat dan akhirnya timbul rasa nyeri otot (Tarwaka,2010).
d) Kesegaran Jasmani
Pada umumnya, keluhan otot lebih jarang ditemukan pada
seseorang yang dalam aktivitas kesehariannya mempunyai cukup
waktu untuk istirahat. Sebaliknya, bagi yang dalam kesehariannya
melakukan pekerjaan yang memerlukan pergerahan tenaga yang
besar, di sisi lain tidak mempunyai waktu yang cukup untuk
istirahat, hampir dapat dipastikan akan terjadi keluhan otot.
Tingkat keluhan otot juga sangat dipengaruhi oleh tingkat
kesegaran tubuh. Laporan NIOSH yang dikutip dari hasil
penelitian Cady, dkk. (1979) menyatakan bahwa untuk tingkat
kesegaran tubuh yang rendah, maka risiko terjadinya keluhan
adalah 7.1%, tingkat kesegaran tubuh sedang adalah 3.2% dan
tingkat kesegaran tubuh tinggi adalah 0.8%. Hal ini juga
diperkuat Betti’e, dkk (1989) yang menyatakan hasil penelitian
terhadap para penerbang menunjukkan bahwa kelompok
penerbang dengan tingkat kesegaran tubuh yang tinggi
mempunyai risiko yang sangat kecil terhadap risiko cedera otot.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
Dari uraian di atas dapat digarisbawahi bahwa, tingkat
kesegaran tubuh yang rendah akan mempertinggi risiko terjadinya
keluhan otot. Keluhan otot akan meningkat sejalan bertambahnya
aktivitas fisik (Tarwaka, 2004).
e) Kekuatan Fisik
Chaffin dan Park (1973) yang dilaporkan oleh NIOSH
menemukan adanya peningkatan keluhan punggung yang tajam
pada pekerja yang melakukan tugas yang menuntut kekuatan
melebihi batas kekuatan otot pekerja. Secara fisiologis ada yang
dilahirkan struktur otot yang mempunyai kekuatan fisik lebih kuat
dibandingkan dengan yang lainnya. Dalam kondisi kekuatan yang
berbeda ini, apabila harus melakukan pekerjaan yang memerlukan
pengerahan otot, jelas yang mempunyai kekuatan otot rendah
akan lebih rentan terhadap risiko cidera otot
f) Ukuran Tubuh
Walaupun pengaruhnya relatif kecil, berat badan, tinggi
badan dan masssa tubuh merupakan faktor yang dapat
menyebabkan terjadinya keluhan sistem muskuloskeletal. Apabila
dicermati, keluhan sistim muskuloskeletal yang terkait dengan
ukuran tubuh lebih disebabkan oleh kondisi keseimbangan struktur
rangka di dalam menerima beban, baik berat tubuh maupun beban
tambahan lainnya (Tarwaka, 2010).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
2) Faktor eksternal penyebab keluhan otot-otot skeletal, yaitu :
a) Lama kerja/waktu kerja
Waktu kerja bagi seseorang menentukan efesiensi dan
produktivitasnya. Lamanya seorang bekerja sehari baik pada
umumnya 6 – 8 jam. Dalam seminggu orang hanya bisa bekerja
dengan baik selama 40 - 50 jam. Lebih dari itu kecenderungan
timbulnya hal-hal yang negatif. Makin panjang waktu kerja, makin
besar kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.
Jumlah 40 jam kerja. Seminggu ini dapat dibuat 5 atau 6 hari kerja
tergantung kepada berbagai faktor. Penelitian-penelitian
menunjukan bahwa pengurangan jam kerja dari 8¼ke 8 jam disertai
meningkatnya efesiensi kerja dengan kenaikan produktivitas 3
sampai 10%. Kecenderungan ini lebih terlihat pada pekerjaan yang
dilakukan dengan tangan (Suma’mur, 2009).
b) Tekanan melalui fisik (beban kerja)
Beban kerja pada suatu waktu tertentu mengakibatkan
berkurangnya kinerja otot, gejala yang ditunjukkan juga berupa
pada makin rendahnya gerakan. Keadaaan ini tidak hanya
disebabkan oleh suatu sebab tunggal seperti terlalu kerasnya beban
kerja, namun juga oleh tekanan–tekanan yang terakumulasi setiap
harinya pada suatu masa yang panjang. Keadaan seperti ini yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
berlarut–larut mengakibatkan memburuknya kesehatan, yang
disebut juga kelelahan klinis atau kronis. Perasaan lelah pada
keadaan ini kerap muncul ketika bangun di pagi hari, justru
sebelum saatnya bekerja, misalnya berupa perasaan kebencian yang
bersumber dari perasaan emosi (Sugeng, dkk, 2002). Sejumlah
orang kerapkali menunjukkan gejala seperti berikut :
(1) Meningkatnya ketidakstabilan jiwa
(2) Depresi
(3) Kelesuan umum seperti tidak bergairah kerja
(4) Meningkatnya sejumlah penyakit fisik
4. Hubungan Sikap Kerja Berdiri dengan Keluhan Muskuloskeletal
Pada umumnya terdapat dua posisi dalam bekerja yaitu berdiri,
duduk, dan keduanya. Pada posisi berdiri karyawan akan cenderung
banyak mengalami beban kerja psikologis. Berdiri dalam jangka waktu
yang lama dapat mengakibatkan cairan tubuh dan darah menumpuk di
kaki. Hal ini dapat mengakibatkan varises. Untuk menghindarinya
karyawan disarankan untuk sering menggerak-gerakkan kakinya.
Grandjean dalam Pulat (1992) postur kerja dapat menimbulkan sakit pada
punggung dan leher, tulang punggung belakang membentuk kurva dan
otot-otot perut (abdominal) kendur. Disarankan untuk tidak bekerja pada
posisi duduk dan berdiri lama. Alternatifnya dapat berganti posisi dari
berdiri ke duduk ataupun sebaliknya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
Menurut sering atau lamanya membengkokan badan,
membungkuk, duduk, berdiri terlalu lama atau postur batang tubuh lainnya
yang tidak alamiah dapat menyebabkan rasa sakit pada otot
pinggang(Harianto, 2009). Hal ini disebabkan karena stres pada otot dan
ligamen pada masing-masing vertebrae (Tarwaka, 2010).
Keluhan otot skeletal pada umumnya terjadi karena kontraksi otot
yang berlebihan akibat pemberian beban kerja yang terlalu berat dengan
durasi pembebanan yang panjang. Sebaliknya, keluhan otot kemungkinan
tidak terjadi apabila kontraksi otot hanya berkisar antara 15-20% dari
kekuatan otot maksimum. Namun apabila kontraksi otot melebihi 20%,
maka peredaran darah ke otot berkurang menurut tingkat kontraksi yang
dipengaruhi oleh besarnya tenaga yang diperlukan. Suplai oksigen ke otot
menurun, proses metabolisme karbohidrat terhambat dan sebagai
akibatnya terjadi penimbunan asam laktat yang menyebabkan timbulnya
rasa nyeri otot (Suma‟mur 1982; Grandjean, 1993 dalam Tarwaka, 2004).
Pada umumnya keluhan otot skletal juga bisa di dukung oleh faktor
usia dimana keluhan skeletal mulai dapat dirasakan pada usia kerja, yaitu
25 - 65 tahun. Keluhan pertama biasanya dirasakan pada umur 35 tahun
dan tingkat keluhan akan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya
umur. Hal ini terjadi karena pada umur setengah baya, kekuatan dan
ketahanan otot mulai menurun sehingga resiko terjadinya keluhan otot
meningkat. Selain itu juga lama bekerja pun sangat berpengaruh dimana
jika seorang pekerja melakukan pekerjaan yang dibidanginya bertahun-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
tahun dilakukan maka tidak menutup kemungkinan akan terjadinya
keluhan yang sangat fatal dibanding dengan pekerja yang baru pertama
kali membidanginya.
5. Penilaian Sikap Kerja dengan Metode REBA (Rapid Entired Body
Assesment)
Metode ini memungkinkan dilakukan suatu analisis secara bersama
dari posisi yang terjadi pada anggota tubuh bagian atas (lengan, lengan
bawah dan pergelangan tangan), badan, leher dan kaki. Metode ini juga
mendefinisikan faktor-faktor lainnya yang dianggap dapat menentukan
untuk penilaian akhir dari postur tubuh, seperti : beban atau force atau
gaya yang dilakukan, jenis pegangan atau jenis aktivitas otot yang
dilakukan (Tarwaka, 2010). Adapun skoring untuk REBA adalah sebagai
berikut :
a. Group A : Penilaian anggota tubuh bagian badan, leher, dan kaki
1) Badan (trunk)
Skoring ini untuk menentukan apakah pekerja melakukan
pekerjaan dengan posisi badan tegak atau tidak, dan kemudian
menentukan besar-kecilnya sudut fleksi atau ekstensi dari badan
yang diamati. Kemudian memberikan skor berdasarkan posisi
badan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
Tabel 2.1. Tabel Penilaian Posisi Badan (trunk) (Cuixart, 2003)
Skor Posisi
1 posisi badan tegak lurus
2 fleksi atau ekstensi 00 - 20
0
3 fleksi 200 – 60
0 dan ekstensi >20
0
4 membungkuk >600
+1 jika posisi badan membungkuk atau memuntir secara
lateral
Gambar 2.1. Posisi Badann (trunk) (cuixart, 2003)
2) Penilaian pada leher
Langkah kedua adalah penilaian posisi leher. Metode
REBA mempertimbangkan kemungkinan dua posisi leher yaitu
fleksi dan ekstensi. Skor pada leher dapat ditambah apabila posisi
leher pekerja membungkuk atau memuntir secara lateral. Dapat
dilihat pada gambar dan tabel berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
Gambar 2.2. Posisi Leher (Cuixart, 2003)
Tabel 2.2. Tabel Penilaian Posisi Leher (Cuixart, 2003)
Skor Posisi
1 fleksi 00 - 20
0
2 fleksi atau ekstensi >200
+1 jika posisi leher membungkuk atau memuntir secara lateral
3) Penilaian pada kaki
Skor pada kaki akan meningkat jika salah satu atau kedua
lutut fleksi atau ditekuk. Namun demikian, jika pekerja duduk
maka keadaan tersebut dianggap tidak menekuk sehingga tidak
meningkatkan skor pada kaki. Penilaian pada kaki digambarkan
pada gambar berikut ini ;
Gambar 2.3. Gambar Posisi Kaki (Cuixart, 2003)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
Penilaiannya tersaji dalam tabel berikut :
Tabel 2.3. Tabel Penilaian Posisi Kaki (Cuixart, 2003)
Skor Posisi
1 posisi kedua kaki tertopang dengan baik di lantai baik dalam
keadaan berdiri maupun berjalan
2 Salah satu tidak tertopang di lantai dengan baik atau
terangkat
+1 jika salah satu atau kedua kaki ditekuk fleksi 300 – 60
0
+2 jika satu atau kedua kaki ditekuk fleksi >600
b. Group B : Penilaian anggota tubuh bagian atas
1) Penilaian pada lengan
Untuk menentukan skor yang dilakukan pada lengan atas
maka harus diukur sudut antara lengan dan badan. Skor yang
diperoleh akan sangat bergantung dari besar-kecilnya sudut yang
dibentuk antara lengan dengan badan selama melakukan pekerjaan.
Skor untuk lengan dapat ditambah atau dikurangi jika bahu pekerja
terangkat, jika lengan diputar, diangkat menjauh dari badan, atau
dikurangi jika lengan ditopang selama bekerja. Berikut adalah
gambar dan tabel penilaian posisi lengan ;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
Gambar 2.4. Gambar Posisi Lengan (Cuixart, 2003)
Tabel 2.4. Tabel Penilaian Posisi Lengan (Cuixart, 2003)
2) Penilaian Lengan Bawah
Skor lengan bawah bergantung pada sudut yang dibentuk
oleh lengan bawah.
Skor Posisi
1 posisi lengan fleksi atau ekstensi antara 00
- 200
2 posisi lengan fleksi antara 210 – 45
0 atau ekstensi >20
0
3 posisi lengan fleksi antara 460 - 90
0
4 posisi lengan fleksi >900
+1 jika bahu diangkat atau lengan diputar atau dirotasi
+1 jika lengan diangkat menjauhi badan
-1 jika berat lengan ditopang dengan menahan gravitasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
Gambar 2.5. Gambar Posisi Lengan Bawah (Cuixart, 2003)
Tabel 2.5. Tabel Posisi Lengan Bawah (Cuixart, 2003)
Skor Kisaran sudut
1 Fleksi 600-100
0
2 Fleksi <60° atau >1000
3) Penilaian Pergelangan Tangan
Skor pada pergelangan tangan ditentukan oleh besar
kecilnya sudut yang dibentuk pergelangan tangan saat melakukan
pekerjaan. Skor dapat ditambah jika pergelangan tangan
mengalami torsi atau deviasi baik ulnar maupun radial.
Gambar 2.6. Gambar Posisi Pergelangan Tangan (Cuixart, 2003)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
Tabel 2.6. Tabel Penilaian Posisi Pergelangan Tangan (Cuixart, 2003)
Skor Posisi
1 posisi pergelangan tangan fleksi atau ekstensi 00 - 15
0
2 posisi pergelangan tangan fleksi atau ekstensi >150
+1 pergelangan tangan pada saat bekerja mengalami torsi atau
deviasi baik ulnar maupun radial
c. Skoring awal group A, B dan C
1) Group A
Skor pertama yang diperoleh dari posisi badan, leher dan kaki.
Tabel 2.7. Tabel Penilaian Group A (Tarwaka, 2010)
TABEL A
Badan
Leher
1 2 3
Kaki Kaki Kaki
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 1 2 3 4 1 2 3 4 3 3 5 6
2 2 3 4 5 3 4 5 6 4 5 6 7
3 2 4 5 6 4 5 6 7 5 6 7 8
4 3 5 6 7 5 6 7 8 6 7 8 9
5 4 6 7 8 6 7 8 9 7 8 9 9
Penilaian untuk beban kerja (ditambahkan pada skor A) :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
Tabel 2.8. Tabel Penilaian Beban (Cuixart, 2003)
Skor Posisi
+0 Beban attau force >5 kg
+1 Beban atau force 5 – 10 kg
+2 Beban atau force >10 kg
+1 Pembebanan secara tiba-tiba
2) Skor awal group B
Skor yang diperoleh dari posisi lengan, lengan bawah dan
pergelangan tangan
Tabel 2.9. Tabel Skor Awal Group B (Tarwaka, 2010)
TABEL B
Lengan
Lengan Bawah
1 2
Pergelangan Tangan Pergelangan Tangan
1 2 3 1 2 3
1 1 2 2 1 2 3
2 1 2 3 2 3 4
3 3 4 5 4 5 5
4 4 5 5 5 6 7
5 6 7 8 7 8 8
Penilaian untuk jenis pegangan (ditambahkan pada skor B) :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
Tabel 2.10. Tabel Penilaian untuk Jenis Pegangan (Tarwaka, 2010)
Skor Posisi
+0 Pegangana bagus (pegangan baik dan kekuatan pegangan di posisi
tengah)
+1 Pegangan sedang (pegangan dapat diterima tetapi tidak ideal)
+2 Pegangan kurang baik (mungkin dapat digunakan tetapi tidak dapat
diterima)
+3 Pegangan jelek (terlalu dipaksakan, tidak ada pegangan tangan,
tidak dapat diterima untuk bagian tubuh lainnya
3) Skor C terhadap Skor A dan Skor B
Skor C berdasarkan pada hasil perhitungan dari skor A dan skor B.
Tabel 2.11. Tabel Skor C terhadap Skor A dan Skor B (Tarwaka,2010)
TABEL C
SKOR
A
SKOR B
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 1 1 1 2 3 3 4 5 6 7 7 7
2 1 2 2 3 4 4 5 6 6 7 7 8
3 2 3 3 3 4 5 6 7 7 8 8 8
4 3 4 4 4 5 6 7 8 8 9 9 9
5 4 4 4 5 6 7 8 8 9 9 9 9
6 6 6 6 7 8 8 9 9 10 10 10 10
Bersambung
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
7 7 7 7 8 9 9 9 10 10 11 11 11
8 8 8 8 9 10 10 10 10 10 11 11 11
9 9 9 9 10 10 10 11 11 11 12 12 12
10 10 10 10 11 11 11 11 12 12 12 12 12
11 11 11 11 11 12 12 12 12 12 12 12 12
12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12
Penilaian jenis aktivitas otot (ditambahkan pada skor C) :
Tabel 2.12. Tabel Penilaian jenis aktivitas otot (Tarwaka, 2010)
Skor Aktivitas
+1 Satu atau lebih bagian tubuh dalam keadaan statis
+1 Gerakan berulang
+1 Perubahan postur atau gerak tidak stabil
Tabel 2.13. Standar Kerja Berdasarkan Skor Akhir (Tarwaka, 2010)
Skor
Akhir
Tingkat
Aksi
Tingkat
Resiko
Tindakan
1 0 Sangat rendah Tidak ada tindakan yang diperlukan
2 – 3 1 Rendah Mungkin diperlukan tindakan
4 – 7 2 Sedang Diperlukan tindakan
8 – 10 3 Tinggi Diperlukan tindakan segera
11 – 15 4 Sangat tinggi Diperlukan tindakan sesegera mungkin
Sambungan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
6. Penilaian keluhan muskuloskeletal dengan metode NBM (Nordic Body
Map)
Nordic Body Map merupakan metode lanjutan yang dapat
digunakan setelah selesai dilakukan observasi dengan metode REBA.
Metode NBM meliputi 28 bagian otot-otot skeletal pada kedua sisi tubuh
kanan dan kiri yang dimulai dari anggota tubuh bagian atas yaitu otot leher
sampai dengan paling bawah yaitu otot pada kaki. Pengukuran gangguan
otot skeletal dengan menggunakan kuisioner NBM digunakan untuk
menilai tingkat keparahan gangguan otot skeletal individu dalam
kelompok kerja yang cukup banyak atau kelompok sampel yang dapat
merepresentasikan populasi secara keseluruhan (Tarwaka, 2010).
Penilaian metode NBM menggunakan 4 skala likert, yaitu :
Tabel 2.14. Definisi Operasional Penilaian NBM (Tarwaka, 2010)
Skor Definisi Operasional
1 Tidak ada keluhan atau kenyerian atau tidak ada rasa sakit sama sekali
yang dirasakan oleh pekerja (tidak sakit)
2 Dirasakan ada sedikit rasa keluhan atau kenyerian pada otot skeletal
(agak sakit)
3 Adanya keluhan atau kenyerian atau sakit pada otot skeletal (sakit)
4 Keluhan sangat sakit atau sangat nyeri pada otot skeletal (sangat sakit)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
Gambar 2.7. Nordic Body Map (Tarwaka, 2010)
Setelah selesai melakukan wawancara dan pengisian kuisioner
maka langkah berikutnya adalah perhitungan skor individu dari seluruh
otot skelatal (28 bagian otot skeletal). Pada desain 4 skala likert ini, maka
akan diperoleh skor individu terendah 28 dan skor tertinggi 112 (Tarwaka,
2010). Setelah didapatkan total skor individu melalui perhitungan maka
langkah selanjutnya adalah penentuan tingkat resiko keluhan
Keterangan :
0. Leher atas
1. Tengkuk
2. Bahu kiri
3. Bahu kanan
4. Lengan atas kiri
5. Punggung
6. Lengan atas kanan
7. Pinggang
8. Pinggul
9. Pantat
10. Siku kiri
11. Siku kanan
12. Lengan bawah kiri
13. Lengan bawah
kanan
Keterangan :
14. Pergelangan tangan
kiri
15. Pergelangan tangan
kanan
16. Tangan kiri
17. Tangan kanan
18. Paha kiri
19. Paha kanan
20. Lutut kiri
21. Lutut kanan
22. Betis kiri
23. Betis kanan
24. Pergelangan kaki kiri
25. Pergelangan kaki
kanan
26. Kaki kiri
27. Kaki kanan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
muskuloskeletal dan tindakan perbaikan yang semestinya dilakukan.
Penentuan tingkat risiko berdasarkan total skor individu dapat dilihat pada
tabel berikut :
Tabel 2.15. Klasifikasi Subjektifitas Tingkat Risiko Otot Skeletal Berdasarkan
Total Skor Individu
Tingkat
Aksi
Skor
Individu
Tingkat
Risiko
Tindakan Perbaikan
1 28 – 49 Rendah Belum diperlukan adanya tindakan
perbaikan
2 50 – 70 Sedang Mungkin diperlukan tindakan dikemudian
hari
3 71 – 91 Tinggi Diperlukan tindakan segera
4 91 – 112 Sangat
Tinggi
Diperlukan tindakan menyeluruh sesegera
mungkin
Sumber : Tarwaka 2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
B. Kerangka Pemikiran
Pekerjaan Weaving
Sikap Kerja Berdiri
Keluhan Muskuloskeletal
Faktor internal :
1. Jenis kelamin
2. Umur
3. Kesegaran jasmani
4. Kondisi Kesehatan
Faktor eksternal :
1. Lama waktu kerja
2. Beban kerja
3. Lingkungan kerja.
a. Getaran
b. Mikroklimat
Tidak Ergonomis
Penekanan otot pada
bagian tubuh tertentu
- Suplai oksigen ke
otot menurun
- penimbunan
asam laktat
- rasa nyeri otot
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
C. Hipotesis
Ada hubungan sikap kerja berdiri dengan Keluhan Muskuloskeletal
pada Pekerja bagian Weaving PT. Delta Merlin Dunia Tekstil Kebakkramat
Karanganyar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis Penelitian ini merupakan observasional analitik yaitu penelitian
yang menjelaskan adanya hubungan antara variabel-variabel melalui
pengujian hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya (Suryabrata, 2001),
merupakan metode yang digunakan untuk mengetahui hubungan kausa sebab
akibat dari suatu variabel (Sarwono, 2010).
Berdasarkan pendekatannya, maka penelitian ini menggunakan
pendekatan Cross Sectional karena variabel sebab dan akibat yang terjadi
pada objek penelitian diukur atau dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan
dan dilakukan pada situasi saat yang sama (Notoatmojo, 2002).
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di PT. Delta Merlin Dunia Textile bagian
Weaving pada bulan April – Juni 2012.
C. Populasi Penelitian
Populasi dari penelitian ini adalah karyawan bagian weaving sejumlah
133 pekerja terdiri dari 60 pekerja laki-laki dan 73 pekerja perempuan.
40
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
D. Teknik Sampling
Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling yang
artinya subjek didasarkan atas ciri-ciri tertentu yang dipandang mempunyai
sangkut paut dengan ciri atau sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya
(Arief, 2004). Populasi target sejumlah 43 pekerja laki-laki dan sampel
diperoleh sesuai dengan kriteria inklusi yang ditetapkan sebagai berikut :
1. Pekerja laki-laki
2. Bersedia menjadi subjek penelitian
3. Bekerja dalam posisi berdiri
4. Kondisi kesehatan baik
5. Usia 25 – 40 tahun
6. Masa kerja 1 – 5 tahun
7. Indeks Massa tubuh (IMT) : 18,5-25,0
Dan untuk kriteria eksklusi adalah :
1. Tidak bersedia menjadi subyek penelitian pada saat dilakukan pengukuran.
2. Tidak berada di lokasi selama penelitian berlangsung.
E. Sampel Penelitian
Sampel dari penelitian ini adalah pekerja laki-laki bagian weaving
PT. Delta Merlin Karangayar sebanyak 43 pekerja.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
F. Identifikasi Variabel Penelitian
a. Variabel Bebas (independent variable)
Variabel bebas adalah variabel stimulus atau variabel yang
mempengaruhi varabel lain. Variabel bebas merupakan variabel yang
varaibelnya diukur, dimanipulasi, atau dipilih oleh peneliti untuk
menentukan hubungannya dengan dengan suatu gejala yang
diobservasi (Sarwono, 2006). Variabel bebas dalam penelitian ini
adalah sikap kerja berdiri.
b. Variabel Terikat (independent variable)
Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau
yang menjadi akibat dari adanya variable bebas (Sugiyono, 2010) .
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah keluhan muskuloskeletal.
c. Variabel Pengganggu
Variabel penggangu adalah variabel yang secara teoritis
berpengaruh terhadap variabel terikat, namun tidak diinginkan
pengaruhnya (Sarwono, 2006). Dalam penelitian ini ada 2 variabel
pengganggu.
1) Variabel pengganggu terkendali : jenis kelamin, umur, lama kerja,
dan kondisi kesehatan.
2) Variabel pengganggu tidak terkendali : kebiasaan merokok, ukuran
tubuh, kesegaran jasmani, lingkungan kerja.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
Gambar 2.1. Identifikasi Variabel Peneletian
G. Definisi Operasional Variabel Penelitian
d. Variabel Bebas : Sikap kerja berdiri
Sikap kerja berdiri adalah sikap tenaga kerja pada saat bekerja
dengan posisi berdiri yang lama pada bagian weaving dan gerakan
monotomi tangan dan lengan yang diukur sudutnya dengan busur
derajat. Dengan tingkat aksi meliputi sangat rendah (1), rendah (2 – 3)),
sedang (4 – 7), tinggi (8 – 10) dan sangat tinggi (11 – 15).
Alat ukur : Checklist REBA
Skala Pengukuran : Interval
Variabel Bebas : sikap
kerja berdiri
Variabel terikat :
Keluhan muskuloskeletal
Variabel Penganggu terkendali : a. Jenis kelamin
b. Umur
c. Lama kerja
d. Kondisi kesehatan
e. Indeks Massa tubuh (IMT)
Variabel Penganggu tidak
terkendali : 1. Kesegaran jasmani
2. Lingkungan kerja
3. Kebiasaan merokok
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
e. Variabel Terikat : Keluhan muskuloskeletal
Keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian
otot skeletal (pegal-pegal) dan rasa sakit yang dirasakan oleh pekerja
bagian weaving mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit
pada saat penelitian dilakukan. Adapun bagian- bagian tubuh yang
mengalami rasa sakit adalah tengkuk atau leher, bahu, punggung,
pinggang, pantat, siku, lengan, pergelangan tangan, tangan, kaki, lutut,
betis dan pergelangan kaki
Alat ukur : Kuesioner Nordic body map
Satuan : 28 - 112 (Skor)
Skala pengukuran : Interval
Skoring pada kuesioner ini sebagai berikut :
Tidak sakit : 1 (apabila tidak ada rasa nyeri atau keluhan otot-
otot skeletal pada bagian tubuh tertentu).
Agak sakit : 2 (apabila timbul rasa nyeri atau keluhan otot-otot
skeletal pada bagian tubuh tertentu, tetapi gejala
yang timbul tidak terlalu parah dan masih dapat
menjalankan pekerjaan).
Sakit : 3 (apabila mengalami rasa nyeri atau keluhan otot-
otot skeletal pada bagian tubuh tertentu dan terasa
sakit untuk beraktifitas).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
Sakit sekali : 4 (apabila mengalami rasa nyeri atau keluhan otot-
otot skeletal yang amat sangat sakit pada bagian
tubuh tertentu dan mengganggu dalam beraktifitas).
Skor akhir :
28 – 49 : tingkat risiko rendah : Nilai 1
50 – 70 : tingkat risiko sedang : Nilai 2
71 – 91 : tingkat risiko tinggi : Nilai 3
92 – 112 : tingkat risiko sangat tinggi : Nilai 4
f. Variabel Pengganggu
1) Jenis Kelamin
Jenis kelamin adalah identitas responden berdasarkan ciri-ciri
biologis dan fisiknya. Variabel ini merupakan variabel pengganggu
yang dapat dikendalikan dan merupakan kriteria inklusi. Dalam
penelitian ini yang menjadi subjek adalah laki-laki.
Alat ukur : Wawancara dan kartu identitas pekerja
Satuan : Laki-laki/Perempuan
Skala Pengukuran : Nominal
2) Umur
Umur adalah perhitungan waktu yang dihitung dari tahun
kelahiran sampai hari pada tahun saat dilakukan penelitian. Dalam
penelitian ini yang menjadi sampel adalah pekerja yang berumur 25-
40 tahun.
Alat ukur : Wawancara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
Satuan : Tahun
Skala Pengukuran : Rasio
3) Kondisi Kesehatan
Kondisi kesehatan adalah suatu keadaan fisik, mental, dan
sosial kesejahteraan dan bukan hanya ketiadaan penyakit atau
kelemahan. Variabel ini merupakan variabel pengganggu yang dapat
dikendalikan dan merupakan kriteria inklusi. Dalam penelitian ini
kondisi kesehatannya sehat.
Alat ukur : Wawancara
Satuan : Sehat/tidak sehat
Skala Pengukuran : Nominal
4) Lama Kerja
Lama kerja adalah jumlah waktu kerja tiap harinya pada
pekerja bagian weaving. Dalam penelitian ini lama kerjanya 7 jam
per hari.
Alat ukur : Wawancara
Satuan : Jam
Skala Pengukuran : Rasio
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
H. Desain Penelitian
Gambar 2.2. Desain Penelitian
I. Instrumen Penelitian
a. Lembar kerja penilaian REBA disertai dengan daftar pertanyaan
tentang jenis pekerjaan, umur, lama kerja, kebiasaaan merokok, kondisi
kesehatan, kesegaran jasmani dan kondisi lingkungan kerja.
Poupulasi (Target)
Keluhan
Muskuloskeletal
Subyek/Sampel
Purposive Sampling
Sikap Kerja Berdiri Penilaian REBA
Penilaian Nordic
Body Map
Uji spearman rho
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
b. Kuesioner Nordic Body Map
Kuesioner Nordic Body Map berupa lembaran berisi pertanyaan-
pertanyaan yang diberikan langsung pada responden setelah dilakukan
penilaian REBA, kemudian dinilai sehingga dapat digolongkan tentang
keluhan muskuloskeletalnya dengan kriteria tidak sakit (28 - 49), agak
sakit (50 - 70), sakit (71 - 91), sakit sekali (92 - 112).
c. Perlengkapan alat tulis
Perlengkapan alat tulis digunakan untuk penulisan data yang diambil.
d. Kamera
Untuk pengambilan gambar dari sikap kerja berdiri sebagai data
pendukung.
J. Cara Kerja Penelitian
a. Tahap persiapan
1) Meminta surat pengantar dari Prodi untuk melakukan penelitian.
2) Mengajukan surat pengantar dari Prodi ke PT. Delta Merlin
b. Tahap Pelaksanaan
1) Menentukan sampel yang akan dijadikan sebagi objek penelitian.
2) Mengambil gambar sikap kerja berdiri pekerja dengan
menggunakan kamera.
3) Menganalisa dan menilai sikap kerja pekerja dengan menggunakan
lembar kerja metode REBA dan mengisi formulir tentang umur,
jenis kelamin, jenis pekerjaan, kondisi kesehatan, lama kerja,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
kesegaran jasmani, kebiasaan merokok dan kondisi lingkungan
kerja yang terdapat pada lembar kerja metode REBA.
4) Wawancara dengan pekerja sesuai dengan kuesioner Nordic Body
Map sehingga kuesioner tidak diisi sendiri oleh pekerja.
5) Menilai keluhan muskuloskeletal dengan menggunakan Lembar
kerja Nordic Body Map.
6) Mengumpulkan keseluruhan data dari hasil penelitian.
K. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data dilakukan dengan uji korelasi Spearman
Rho. Digunakan uji korelasi Spearman Rho karena untuk mengetahui
hubungan antara dua variable dengan skala pengukuran rasio dengan
rasio (Riwidikdo, 2008) :
Rumus :
ρ =1 − 6∑d²
N(N2 − 1)
Keterangan :
N : Jumlah data
d : beda antara rangking pasangannya
Kemaknaan :
1. Jika p value 0,00 maka hasil uji dinyatakan sangat signifikan.
2. Jika p value 0< dan ≤0,05 maka hasil uji dinyatakan signifikan.
3. Jika p value >0,05 maka hasil uji dinyatakan tidak signifikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
Kekuatan hubungan dua variabel secara kualitatif dapat dibagi menjadi
empat area yaitu :
Tabel 3.1 Kekuatan Hubungan Dua Variabel secara Kualitatif
Nilai Korelasi
(r)
Tingkat Hubungan
1. 0,00 – 0,25 Tidak Ada Hubungan/Hubungan Lemah
2. 0,26 – 0,50 Hubungan Sedang
3. 0,51 – 0,75 Hubungan Kuat
4. 0,76 – 1,00 Hubungan Sangat Kuat/Sempurna
(Riyanto, 2009).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Perusahaan
1. Sejarah Perusahaan
PT. Delta Merlin Dunia Textile II merupakan salah satu anak
perusahaan dari PT. Dunia Textile Group yang bergerak dalam proses
weaving. Perusahaan ini merupakan perusahaan keluarga yang
memproduksi kain Grey, berdiri pada bulan Maret 2001.
Produk yang dihasilkan PT. Delta Merlin Dunia Textile II belum
merupakan produk yang siap dipasarkan ke konsumen (tahap setengah
jadi). Kain yang dihasilkan masih merupakan kain putihan dari hasil
tenun, oleh karena itu perusahaan ini dikenal dengan proses weavingnya.
Produk kain yang dihasilkan bermacam-macam antara lain kain rayon,
cotton, tetron, dan lainnya menurut strukturnya. Sistem produksi dari
perusahaan ini berdasarkan metode job shop. Order yang diterima bukan
dari konsumen, melainkan dari pusat yaitu dari PT. Dunia Textile. Segala
permasalahan mengenai hasil produksi, manajemen, dan lainnya juga
dipertanggungjawabkan kepada pusat (PT. Dunia Textile).
PT. Delta Merlin Dunia Textile melalui berbagai perkembangan.
Pada awal tahun 2001 memiliki mesin tenun Air Jet Loom (AJL) yaitu
mesin tenun berkecepatan tinggi sebanyak 267 buah, yang dioperasikan
51
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
sebanyak 350 orang. Pada tahun 2006 ditambah 35 mesin. Pada akhir
2002 sampai pertengahan 2003 menambah dengan 1248 mesin shuttle
(mesin mekanis biasa dengan memakai palet atau teropong). Mesin ini
dioperasikan oleh 1470 orang, yang berlokasi di bangunan unit I dan II
(untuk unit I ada 912 mesin dan unit II ada 336 mesin). Pada awal 2007
membangun unit III dengan menambah 149 mesin AJL. Total karyawan
pada tahun 2012 termasuk staf sebanyak 2061 orang.
2. Produk perusahaan
Hasil produksi dari PT. Delta Merlin Dunia Textile II berupa kain
setengah jadi (kain putih polos) dengan jenis cotton, polyster, tetron
cotton.
3. Proses Produksi
Sistem produksi di PT. Delta Merlin Dunia Textile II yaitu make
to order system, sehingga semua hasil produksi merupakan kesesuaian
dengan spesifikasi yang ditentukan pemesan. Tahap perancangan produk
mencakup perhitungan komposisi bahan (benang), yang mengarah ke
komposisi kain. Perhitungan itu meliputi jumlah boom yang naik untuk
memenuhi kapasitas pesanan, jumlah helai benang yang naik ke fase
warping, dan jumlah pakan (garis melintang pada kain) yang dibutuhkan.
Perancangan produk ditentukan oleh pemesan dan dilakukan oleh
produsen dan keduanya memegang peran pada perancangan produk.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
a. Proses warping
Proses mendasar pada proses penenunan benang, oleh sebab
itu menentukan proses produksi selanjutnya dan hasilnya menentukan
hasil akhir. Gulungan benang yang masih dalam bentuk gulungan
kecil (cheese) akan digulung dalam bentuk gulungan yang sangat
besar (boom). Dengan mesin warping, banyaknya cheese yang
diletakkan akan menentukan banyaknya helai benang yang akan
digulung ke dalam boom. Banyaknya helai benang inilah yang
menentukan struktur kain. Di PT. Delta Merlin Dunia Textile II ada
empat mesin warping yang masing-masing dioperasikan 1 – 2
operator. Mesin warping terbagi dalam dua cral yang masin-masing
terdiri dari 320 sisir.
b. Proses Sizing
Proses penganjian kain yang bertujuan meningkatkan kualitas
kekuatan benang, agar sewaktu masuk ke dalam proses weaving tidak
putus. Di PT. Delta Merlin Dunia Textile II ada tiga mesin yang
berfungsi dengan baik.
c. Proses Reaching
Merupakan proses memisahkan benang lusi pada boom satu
per satu. Menggunakan tenaga manusia dalam pelaksanaanya. Alat
yang diperlukan adalah cucuk, sisir, palang kayu untuk menggantung
benang yang sudah dikanji pada proses sizing. Satu boom tenun
dikerjakan satu operator, dan dibutuhkan ketelitian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
d. Proses Pallet
Bahan baku yang berupa benang dibagi menjadi 2 berdasar
arah tenunannya, yaitu lusi dan pakan. Untuk benang lusi diproses
melalui warping, sizing, dan reaching. Setelah itu baru masuk ke
tenun (weaving). Untuk benang pakan yang akan diumpamakan pada
benang lusi saat ditenun, sebelumnya harus digulungkan pada sebuah
batang pallet. Proses pallet memindahkan benang yang tergulung pada
cones saat bahan baku pertama dating ke gulungan pallet. Mesin palet
akan melepas gulungan dari cones, dan memindahkan ke batang
pallet.
e. Proses Weaving
Merupakan proses yang paling utama di PT. Delta Merlin
Dunia Textile II. Proses weaving atau tenun adalah proses
menyilangkan benang lusi atau pakan, dilakukan setelah benang lusi
sudah dikanji dan dicucuk. Mesin-mesin diberi lay-out dan dibedakan
menggunakan warna-warna yang menandakan konstruksi kain,
supplier benang, dan pemesanan. Dari sini akan mudah diketahui
jumlah yang dipesan sudah terpenuhi atau belum. Proses ini lebih
lama sehingga butuh unit mesin lebih banyak dibanding lainnya. Satu
operator dapat menangani 12 mesin weaving, dan jumlah mesin ini di
PT. Delta Merlin Dunia Textile II ada sekitar 1700 mesin yang
digerakkan tenaga listrik. Setelah proses ini, output yang didapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
sudah berwujud kain. Kain ini masih tergulung dalam boom tenun,
dan masih berupa kain mentah.
f. Proses Inspecting
Untuk pemeriksaan dan perbaikan kualitasnya. Kain diperiksa
setiap meternya dengan bantuan meja kaca yang diberi lampu neon
putih 40W, dari situ terlihat serat-serat kain yang rusak. Alat yang
dibutuhkan yaitu sisir kawat, lap pembersih, cairan pembersih, dan
gunting. Kain-kain yang mungkin kotor kena oli dapat dibersihkan,
benang-benang yang belum rapi dapat dipotong sesuai bentuk kain.
g. Proses Folding
Memeriksa apakah hasil kain sesuai dengan permintaan yang
ada. Untuk memudahkan pengukuran, setiap kain dilipat menjadi
sepanjang 1 meter sambil dihitung berapa panjang kain tersebut. Berat
kain juga dihitung untuk mengetahui kesesuaian antara panjang dan
berat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
B. Karakteristik Subjek Penelitian
1. Umur
Berdasarkan wawancara yang dilakukan terhadap pekerja diperoleh
data umur sebagai berikut :
Tabel 4.1 Data Umur Subjek
No. Kode Subjek Umur (Tahun)
1 A 31
2 B 25
3 C 34
4 D 36
5 E 30
6 F 40
7 G 29
8 H 27
9 I 27
10 J 26
11 K 26
12 L 25
13 M 29
14 N 40
15 O 27
16 P 28
17 Q 29
18 R 31
19 S 27
20 T 28
21 U 30
22 V 28
23 W 27
24 X 32
25 Y 36
26 Z 27
27 AA 32
28 AB 28
29 AC 40
30 AD 37
31 AE 26
32 AF 34
33 AG 29
34 AH 26
35 AI 38
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
36 AJ 33
37 AK 28
38 AL 33
39 AM 25
40 AN 25
41 AO 30
42 AP 27
43 AQ 32
Rata-rata 30
SD 4.36
Range 25-40
Sumber : Data Primer, 2012
2. Jenis Kelamin
Seluruh sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjenis kelamin
laki-laki.
3. Indeks Massa Tubuh (IMT)
Hasil perhitungan berat badan dan tinggi badan menurut IMT pada
pekerja weaving sebagai berikut :
Tabel 4.2 Data IMT Subjek
No. Kode
Subjek
Berat Badan
(Kg)
Tinggi
Badan (m)
IMT Kategori
1. A 70 1.70 24.22 Normal
2. B 62 1.65 22.54 Normal
3. C 60 1.67 21.50 Normal
4. D 60 1.57 24.39 Normal
5. E 70 1.72 23.64 Normal
6. F 71 1.72 22.96 Normal
7. G 60 1.63 22.60 Normal
8. H 50 1.50 22.22 Normal
9. I 70 1.68 25.00 Normal
10. J 57 1.67 20.43 Normal
11. K 54 1.66 23.78 Normal
12. L 75 1.80 22.05 Normal
13. M 64 1.68 22.69 Normal
14. N 67 1.70 23.80 Normal
15. O 50 1.57 20.32 Normal
16. P 57 1.67 20.43 Normal
17. Q 62 1.63 23.31 Normal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
18. R 57 1.67 20.50 Normal
19. S 55 1.66 20.00 Normal
20. T 63 1.68 22.50 Normal
21. U 52 1.69 18.44 Normal
22. V 70 1.70 24.22 Normal
23. W 50 1.57 20.33 Normal
24. X 68 1.67 24.30 Normal
25. Y 70 1.68 24.82 Normal
26. Z 57 1.67 20.43 Normal
27. AA 75 1.80 22.05 Normal
28. AB 62 1.63 23.20 Normal
29. AC 70 1.67 24.20 Normal
30. AD 55 1.66 20.00 Normal
31. AE 68 1.68 24.11 Normal
32. AF 57 1.63 21.50 Normal
33. AG 61 1.68 21.60 Normal
34. AH 59 1.69 20.70 Normal
35. AI 58 1.66 21.09 Normal
36. AJ 60 1.70 20.76 Normal
37. AK 64 1.70 22.14 Normal
38. AL 58 1.66 21.09 Normal
39. AM 60 1.67 21.58 Normal
40. AN 58 1.60 22.65 Normal
41. AO 57 1.64 21.26 Normal
42. AP 61 1.65 22.42 Normal
43. AQ 62 1.67 22.30 Normal
Rata-rata 62 1.67 22.19 Normal
SD
Range
6,59 0.053 1.57
50-75 1.50-1.80 18.44-
25.00
Sumber : Data Primer 2012
4. Lama Kerja
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada saat penelitian dan
survei awal pada PT. Delta Merlin Dunia Textile Kebakkramat
Karanganyar, pekerja memulai pekerjaan pada pukul 08.00 – 16.00 WIB
dan istirahat selama satu jam pada pukul 12.00 – 13.00 WIB. Dengan
demikian lama kerja dalam satu hari adalah tujuh jam kerja dan satu jam
istirahat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
5. Masa Kerja
Berdasarkan wawancara Berdasarkan wawancara yang dilakukan
terhadap pekerja diperoleh data umur sebagai berikut :
Tabel 4.3 Data Masa Kerja Subjek :
No. Nama Masa Kerja
(Tahun)
1 A 2
2 B 1
3 C 4
4 D 2
5 E 3
6 F 4
7 G 2
8 H 2
9 I 3
10 J 2
11 K 3
12 L 2
13 M 3
14 N 2
15 O 3
16 P 3
17 Q 1
18 R 2
19 S 5
20 T 2
21 U 2
22 V 2
23 W 2
24 X 1
25 Y 3
26 Z 3
27 AA 2
28 AB 3
29 AC 2
30 AD 3
31 AE 1
32 AF 5
33 AG 3
34 AH 2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
35 AI 2
36 AJ 1
37 AK 1
38 AL 2
39 AM 1
40 AN 2
41 AO 2
42 AP 2
43 AQ 3
Rata-rata 2.35
SD 0.973
Range 1-5
Sumber : Data Primer 2012
6. Kondisi Kesehatan
Berdasarkan wawancara pada tanggal 17 Mei 2012 terhadap 43
subjek penelitian, didapatkan hasil bahwa semuanya dalam kondisi sehat.
C. Penilaian Sikap Kerja dengan Metode REB
Penilaian sikap kerja dilakukan dengan menggunakan metode Rapid
Entired Body Assesment (REBA) yaitu berupa kuesioner. Peneliti
mengamati kemudian menilai sikap kerja yang dilakukan pekerja secara
langsung. Pengamatan dan penilaian dilakukan 2 kali pada hari yang
berbeda-beda. Proses penilaian sikap kerja berdiri secara lengkap dapat
dilihat pada lampiran.
Tabel 4.4 Hasil Penilaian Sikap Kerja Berdiri dengan Metode REBA
No Kode Subjek Total Skor Tingkat Aksi Kategori
1 A 8 3 Tinggi
2 B 8 3 Tinggi
3 C 6 2 Sedang
4 D 5 2 Sedang
5 E 5 2 Sedang
6 F 5 2 Sedang
7 G 5 2 Sedang
8 H 8 3 Tinggi
9 I 8 3 Tinggi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
10 J 8 3 Tinggi
11 K 8 3 Tinggi
12 L 5 2 Sedang
13 M 10 3 Tinggi
14 N 8 3 Tinggi
15 O 5 2 Sedang
16 P 8 3 Tinggi
17 Q 5 2 Sedang
18 R 5 2 Sedang
19 S 6 2 Sedang
20 T 10 3 Tinggi
21 U 10 3 Tinggi
22 V 8 3 Tinggi
23 W 5 2 Sedang
24 X 5 2 Sedang
25 Y 8 3 Tinggi
26 Z 5 2 Sedang
27 AA 8 3 Tinggi
28 AB 6 2 Sedang
29 AC 10 3 Tinggi
30 AD 5 2 Sedang
31 AE 5 2 Sedang
32 AF 5 2 Sedang
33 AG 8 3 Tinggi
34 AH 6 2 Sedang
35 AI 8 3 Tinggi
36 AJ 6 2 Sedang
37 AK 8 3 Tinggi
38 AL 8 3 Tinggi
39 AM 5 2 Sedang
40 AN 10 3 Tinggi
41 AO 8 3 Tinggi
42 AP 5 2 Sedang
43 AQ 5 2 Sedang
Rerata 7 2 Sedang
SD 1,8 0,50
Range 5-10 2-3
Sumber : Data Primer, 2012
Dari tabel tersebut di atas diketahui bahwa rerata tingkat aksi untuk sikap
kerja adalah bernilai 2 yang berarti kategori sedang. Sedangkan untuk nilai
terendah yaitu 2 dan nilai tertinggi yaitu 3. Distribusi data penilaian sikap kerja
adalah sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
Tabel 4.5. Distribusi Data Tingkat Aksi Sikap Kerja Berdiri
Tingkat aksi Jumlah Persentase
1 0 0%
2 22 51%
3 21 49%
4 0 0%
Sumber : Data Primer, 2012
D. Hasil Penilaian Keluhan Muskuloskeletal
Penilaian keluhan muskuloskeletal pada subyek penelitian dilakukan
dengan kuisioner Nordic Body Map (NBM). Penilaian keluhan muskuloskeletal
dilakukan langsung setelah dilakukan pengamatan dan penilaian keluhan sikap
kerja dengan metode REBA. Seluruh penilaian keluhan muskuloskeletal
dilakukan langsung setelah pengamatan ataupun dokumentasi penilaian REBA.
Berdasarkan hasil dan penilaian keluhan muskuloskeletal yang dilakukan
terhadap tenaga kerja bagian weaving di PT. Delta Merlin Textile Kebakkramat
Karanganyar diperoleh data sebagai berikut :
Tabel 21. Hasil Penilaian Keluhan Muskuloskeletal
No Kode
Subjek
Nilai NBM Tingkat Aksi Kategori
1 A 71 3 Tinggi
2 B 71 3 Tinggi
3 C 57 2 Sedang
4 D 55 2 Sedang
5 E 55 2 Sedang
6 F 55 2 Sedang
7 G 54 2 Sedang
8 H 72 3 Tinggi
9 I 72 3 Tinggi
10 J 71 3 Tinggi
11 K 71 3 Tinggi
12 L 54 2 Sedang
13 M 72 3 Tinggi
14 N 71 3 Tinggi
15 O 54 2 Sedang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
16 P 71 3 Tinggi
17 Q 55 2 Sedang
18 R 55 2 Sedang 19 S 55 2 Sedang 20 T 72 3 Tinggi
21 U 72 3 Tinggi
22 V 71 3 Tinggi
23 W 54 2 Sedang
24 X 54 2 Sedang
25 Y 72 3 Tinggi
26 Z 54 2 Sedang
27 AA 72 3 Tinggi
28 AB 58 2 Sedang
29 AC 71 3 Tinggi
30 AD 54 2 Sedang
31 AE 54 2 Sedang
32 AF 55 2 Sedang
33 AG 72 3 Tinggi
34 AH 57 2 Sedang
35 AI 71 3 Tinggi
36 AJ 57 2 Sedang
37 AK 71 3 Tinggi
38 AL 71 3 Tinggi
39 AM 54 2 Sedang
40 AN 71 3 Tinggi
41 AO 72 3 Tinggi
42 AP 55 2 Sedang
43 AQ 55 2 Sedang
Rerata 63 2 sedang
SD 8,36 0,50
Sumber : Data Primer, 2012
Dari tabel diatas diketahui bahwa rerata keluhan muskuloskeltal berada
pad tingkat aksi 2. Sedangkan tingkat aksi terendah adalah 2 dan tingkat aksi
tertinggi adalah 3. Distribusi data keluhan Muskuloskelatal adalah sebagai
berikut :
Tabel 22. Distribusi Data Keluhan Muskuloskeletal
Tingkat aksi Jumlah Persentase
1 0 0%
2 22 51%
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
3 21 49%
4 0 0%
Sumber : Data Primer, 2012
E. Analisa Hubungan Sikap Kerja Berdiri dengan Keluhan Muskuloskeletal
Skala pengukuran dan analisis yang digunakan pada variable bebas
maupun terikat adalah interval. Setelah dilakukan uji normalitas data dengan
uji Saphiro Wilk pada variabel bebas diperoleh nilai p : 0,000 yang berati <
0,05 sehingga data tersebut berdistribusi tidak normal. Dan pada uji normalitas
data pada variabel terikat dengan menggunkan uji Saphiro Wilk diperoleh nilai
p : 0,00 yang berati < 0,05 sehingga data tidak berdistribusi tidak normal.
Karena data tersebut berdistribusi tidak normal maka dilakukan uji korelasi
Non Parametrik yaitu Uji Spearman Rho.
Berdasarkan uji korelasi antara sikap kerja berdiri dengan keluhan
muskuloskeletal menggunaakan uji korelasi Spearman Rho diperoleh data
sebagai berikut :
Correlations
sikapkerjaber
diri
keluhanmusk
uloskeletal
Spearman's rho sikapkerjaberdiri Correlation
Coefficient 1.000 .905
**
Sig. (2-tailed) . .000
N 43 43
keluhanmuskuloskeletal Correlation
Coefficient .905
** 1.000
Sig. (2-tailed) .000 .
N 43 43
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
Dari tabel hasil uji korelasi sikap kerja berdiri dengan keluhan
muskuloskeletal di atas diketahui p-value (signifikansi) ,00. Dengan demikian p-
value tersebut <0,05. Untuk nilai kekuatan korelasi yaitu 0,905 (sangat kuat) dan
arah korelasi positif yang berarti semakin tinggi tingkat aksi sikap kerja berdiri
maka semakin tinggi pula tingkat aksi keluhan muskuloskeletal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
BAB V
PEMBAHASAN
A. Karakteristik Subjek Penelitian
1. Umur
Berdasarkan hasil penelitian, subjek penelitian yang digunakan
sebagai sampel berumur antara 25 – 40 tahun, dengan rerata (X) ± SD
adalah 31 tahun ± 4.36. Menurut Bridger (2003), sejalan dengan
meningkatnya usia akan terjadi degenerasi pada tulang dan keadaan ini
mulai terjadi disaat seseorang berusia 30 tahun. Pada usia 30 tahun
terjadi degenerasi yang berupa kerusakan jaringan, penggantian jaringan
menjadi jaringan parut, pengurangan cairan. Hal tersebut menyebabkan
stabilitas pada tulang dan otot menjadi berkurang. Sehingga, semakin tua
seseorang semakin tinggi risiko orang tersebut mengalami penurunan
elastisitas pada tulang, yang memicu timbulnya keluhan otot. Menurut
Chaffin 1979 dalam Tarwaka 2010 menyatakan bahwa pada umumnya
keluhan otot skeletal mulai dirasakan pada usia kerja yaitu 25 – 65 tahun.
Menurut Rihimaki et, al dalam Tarwaka 2010 menjelaskan umur
mempunyai hubungan sangat kuat dengan keluhan otot, terutama untuk
otot leher dan bahu, bahkan beberapa ahli lainnya menyatakan bahwa
umur merupakan penyebab utama terjadinya keluhan otot.
66
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
2. Jenis Kelamin
Subjek penelitian yang digunakan sebagai sampel dalam penelitian
ini adalah pekerja dengan jenis kelamin laki-laki. Menurut Hasil
penelitian Betti’e, dkk (1989) dalam Tarwaka (2004) menyebutkan bahwa
rerata kekuatan otot wanita krang lebih hanya 60% dari kekuatan otot
pria, khususnya otot lengan , punggung dan kaki. Johanson (1994) dalam
Tarwaka (2004) menyatakan perbandingan keluhan otot antara pria dan
wanita adalah 1:3. oleh karena laki-laki dan perempuan mempunyai
kekuatan otot yang berbeda maka dalam penelitian hanya digunakan
responden laki-laki.
3. Lama Kerja
Dalam penelitian ini pekerja dalam melakukan pekerjaannya
selama 8 jam (7 jam kerja dan 1 jam istirahat). Suma’mur (2009)
mengatakan lamanya seorang bekerja sehari pada umumnya 6 - 8 jam.
Semakin panjang waktu kerja maka semakin besar kemungkinan
terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Penelitian menunjukkan bahwa
pengurangan jam kerja dari delapan seperempat jam ke delapan jam
disertai meningkatnya efesiensi kerja dengan kenaikan produktivitas 3
sampai 10%. Menurut Suma’mur (2009) lamanya seorang bekerja sehari
pada umumnya 6 - 8 jam. Semakin panjang waktu kerja maka semakin
besar kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
4. Masa Kerja
Berdasarkan hasil penelitian, subjek penelitian yang digunakan
sebagai sampel masa kerjanya 1-5 tahun. Menurut Suma’mur (2009)
dalam seminggu orang hanya bisa bekerja dengan baik selama 40 - 50
jam. Lebih dari itu kecenderungan timbulnya hal-hal yang negatif. Makin
panjang waktu kerja, makin besar kemungkinan terjadinya hal-hal yang
tidak diinginkan.
5. Kondisi Kesehatan
Dalam penelitian ini menggunakan subjek penelitian yang berada
dalam kondisi sehat dengan pertimbangan bahwa menurut Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) tahun 1975 sebagai berikut : sehat adalah suatu
kondisi yang terbebas dari segala jenis penyakit, baik fisik, mental, dan
sosial. Sehat dalam penelitian ini artinya terhindar dari hal-hal yang bisa
menyebabkan keluhan muskuloskeletal. Dalam penelitian ini kondisi
kesehatan antara subjek penelitian sebelum dan sesudah penelitian adalah
sama yaitu subjek penelitian berada dalam kondisi yang sehat.
6. Indeks Massa Tubuh (IMT)
Dalam penelitian ini IMT : Normal 18,0 – 25,0. Walaupun
pengaruhnya relatif kecil, berat badan, tinggi badan dan massa tubuh
merupakan faktor yang dapat menyebabkan terjadinya keluhan sistem
muskuloskeletal. Apabila dicermati, keluhan sistim muskuloskeletal yang
terkait dengan ukuran tubuh lebih disebabkan oleh kondisi keseimbangan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
struktur rangka di dalam menerima beban, baik berat tubuh maupun beban
tambahan lainnya (Tarwaka, 2010).
B. Analisa Univariat
1. Sikap Kerja Berdiri
Berdasarkan hasil penelitian menggunakan kuesioner penilaian
sikap kerja berdiri dengan metode REBA diperoleh rerata tingkat aksi
sikap kerja berdiri adalah 2 (sedang). 22 (51%) subjek bekerja dalam
sikap kerja dengan tingkat aksi 2 (sedang) dan 21 (49%) subjek bekerja
dalam sikap kerja dengan tingkat aksi 3 (tinggi).
Sikap kerja berdiri dalam waktu lama akan membuat pekerja selalu
berusaha menyeimbangkan posisi tubuhnya sehingga menyebabkan
terjadinya beban kerja statis pada otot-otot punggung dan kaki. Kondisi
tersebut juga menyebabkan mengumpulnya darah pada anggota tubuh
bagian bawah (Gayo, 2010).
2. Keluhan Muskuloskeletal
Berdasarkan hasil penelitian menggunakan kuesioner penilaian
musculoskeletal dengan NBM diperoleh rerata tingkat aksi keluhan
musculoskeletal adalah 2 (sedang). 22 (51%) subjek penelitan mengalami
keluhan dengan tingkat aksi sedang (2) dan 21 (49%) subjek penelitian
mengalami keluhan tingkat aksi tinggi (3).
Bagian-bagian otot skeletal yang mengalami keluhan paling tinggi
antara lain pinggang dan kaki, hal ini disebabkan posisi badan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
dipertahankan dalam waktu yang lama. Menurut Harianto (2009), sering
atau lamanya membengkokan badan, membungkuk, duduk, berdiri terlalu
lama atau postur batang tubuh lainnya yang tidak alamiah dapat
menyebabkan rasa sakit pada otot pinggang.
C. Analisa Bivariat Hubungan Sikap Kerja Berdiri dengan Keluhan
Muskuloskeletal
Berdasarkan hasil uji korelasi antara sikap kerja berdiri dengan
keluhan musculoskeletal pada pekerja bagian weaving diperoleh
signifikansi 0,000 yang berarti <0,05. Dengan demikian Ho ditolak dan Ha
diterima yang berarti ada hubungan antara sikap kerja berdiri dengan
keluhan muskuloskeltal pada pekerja bagian weaving di PT. Delta Merlin
Textile Kebakkramat Karanganyar. Untuk kekuatan korelasi diperoleh r :
0,905 yang berarti bahwa hubungan antara dua variabel tersebut sangat
kuat dengan arah korelasi positif yang berarti bahwa semakin tinggi
penilaian sikap kerja maka semakin tinggi pula keluhan muskuloskeletal
yang terjadi. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Wijarnako (2004) menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan
antara sikap kerja berdiri dengan keluhan muskuloskeletal.
Menurut sering atau lamanya membengkokan badan,
membungkuk, berdiri terlalu lama atau postur batang tubuh lainnya yang
tidak alamiah dapat menyebabkan rasa sakit pada otot dan pinggang.
Bekerja dalam keadaan jongkok menyebabkan kerja otot statis pada kaki
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
sehingga menyebabkan terakumulasinya asam laktat di sel otot dan pada
akhirnya menyebabkan nyeri otot (Harrianto, 2009). Otot yang mengalami
nyeri akibat kerja otot statis terutama pada otot paha dan betis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan
sikap kerja berdiri dengan keluhan muskuloskeletal pada pekerja bagian
weaving di PT. Delta Merlin Textile Kebakkramat Karanganyar, dengan nilai
signifikansi 0,00 (p < 0,05). Kekuatan korelasi (r) diperoleh sebesar .0,91 yang
berarti bahwa hubungan antara dua variabel sangat kuat. Arah korelasi adalah
positif yang berarti semakin tinggi nilai REBA maka semakin tinggi pula
keluhan muskuloskeletal yang terjadi.
B. Saran
1. Bagi pekerja untuk memanfaatkan waktu istirahat dengan melakukan
kegiatan peregangan sejenak dan melakukan kegiaan relaksasi selama 15
menit sebelum bekerja.
2. Sebaiknya perlu disediakan tempat duduk pada sudut ruangan tempat
kerja untuk memberi kesempatan pekerja untuk melakukan istirahat
pendek diantara kerja berdiri terus menerus.