HUBUNGAN POLA ASUH DENGAN STATUS GIZI BALITA DI …repository.helvetia.ac.id/1691/12/BAB 1-6 BENAR...

112
i HUBUNGAN POLA ASUH DENGAN STATUS GIZI BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BATU ANAM KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2018 TESIS OLEH: SARI SARASWATI PURBA 1602011159 PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT INSTITUT KESEHATAN HELVETIA MEDAN 2019

Transcript of HUBUNGAN POLA ASUH DENGAN STATUS GIZI BALITA DI …repository.helvetia.ac.id/1691/12/BAB 1-6 BENAR...

  • i

    HUBUNGAN POLA ASUH DENGAN STATUS GIZI BALITA DI

    WILAYAH KERJA PUSKESMAS BATU ANAM KABUPATEN

    SIMALUNGUN TAHUN 2018

    TESIS

    OLEH:

    SARI SARASWATI PURBA

    1602011159

    PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

    FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

    INSTITUT KESEHATAN HELVETIA

    MEDAN 2019

  • ii

    HUBUNGAN POLA ASUH DENGAN STATUS GIZI BALITA DI

    WILAYAH KERJA PUSKESMAS BATU ANAM KABUPATEN

    SIMALUNGUN TAHUN 2018

    TESIS

    Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Kesehatan Masyarakat

    (M.K.M) Pada Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Gizi Kesehatan

    Keluarga Reproduksi Fakultas Kesehatan Masyarakat Institut Kesehatan Helvetia Medan

    OLEH:

    SARI SARASWATI PURBA

    1602011159

    PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

    FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

    INSTITUT KESEHATAN HELVETIA

    MEDAN 2019

  • iii

  • iv

    Telah diuji pada tanggal: 1 April 2019

    Panitia Penguji Tesis

    Ketua : Prof.,Dr.,Ir., Evawany Yunita Aritonang, M.Si

    Anggota : 1. Dr.Ir., Zuraidah Nasution, M.kes

    Anggota : 2. Dr. Hj.Razia Begum Suroyo, M.Sc, M.Kes

    Anggota : 3. Dr. Nur Aini, MS

  • v

  • vi

  • vii

    ABSTRAK

    HUBUNGAN POLA ASUH DENGAN STATUS GIZI BALITA DI WILAYAH KERJA

    PUSKESMAS BATU ANAM KABUPATEN SIMALUNGUN 2018

    SARI SARASWATI PURBA

    1602011159

    Pengasuhan berasal dari kata asuh yang mempunyai makna menjaga, merawat dan

    mendidik anak yang masih kecil. Status gizi merupakan salah satu indikator kesehatan anak.

    Masa lima tahun (masa balita) adalah periode penting dimana anak membutuhkan kecukupan

    gizi untuk menunjang pertumbuhan fisiknya. Anak bergantung pada ibu yang berperan dalam

    pengasuhan dan perawatan anak. Kab Simalungun terdapat 10 puskemas yang memilik anak

    dengan kasus gizi buruk. Jumlah anak mengalami gizi buruk dan penyakit penyerta pada 2017

    sebanyak 73 anak. Status gizi balita diukur dengan indikator berat badan/tinggi badan dan

    diinterpretasikan berdasarkan klasifikasi status gizi WHO. Pada tahun 2013 kabupaten

    simalungun memiliki 12.1% penderita gizi buruk dan 8,2% gizi kurang. Pada tahun 2017

    kasus gizi buruk dan gizi kurang sebanyak 13 anak.

    Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian survei analitik dengan

    menggunakan pendekatan cross sectional. Jumlah populasi ibu dan anak balita berjumlah

    1800 balita dan sampel nya 95 ibu anak dan balita.

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa 50% balita memiliki status gizi normal dan

    23.8% balita memiliki status gizi sangat kurus. Pola asuh berdasarkan pola asuh makan

    terbanyak pada kategori baik yaitu 60,9% berdasarkan pola asuh kesehatan terbanyak pada

    kategori baik sebanyak 53,7% dan pola asuh diri terbanyak pada kategori baik sebanyak

    49,4%. Terdapat hubungan yang signifikan antara pola asuh makan (P= 0,001), terdapat

    hubungan yang tidak signifikan antara pola asuh kesehatan dengan status gizi (P=0,237) dan

    Pola asuh diri tidak terdapat adanya hubungan signifikan dengan status gizi (P=0,724). Hasil

    analisis multivariat didapatkan terdapat satu variabel yang berpengaruh denga pola asuh

    makan yang baik (OR=2.542).

    Kesimpulan studi ini menyarankan kepada ibu-ibu agar memperhatikan asupan makan

    serta perawatan kesehatan anak. Ibu juga seharusnya membawa anak secara rutin ke posyandu

    atau pelayanan kesehatan terdekat.

    Kata Kunci: Pola Asuh, Status Gizi, Balita

    Daftar Pustaka : 17 Buku dan 26 Internet (2010 – 2018)

  • viii

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat–Nya

    sehingga penulis dapat meyelesaikan Tesis yang berjudul “ Hubungan Pola Asuh Terhadap

    Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Batu Anam Kabupaten Simalungun Tahun

    2018”

    Penulisan Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk melengkapi tugas dan

    memenuhi syarat dalam menyelesaikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat di

    Institut Kesehatan Helvetia Medan. Penulis menyadari bahwa Tesis ini masih banyak

    kekurangan. Untuk itu penulis dengan senang hati menerima saran dan kritik yang bersifat

    membangun demi kesempunaan Tesis ini.

    Pada kesempatan ini, penulis secara khusus menucapkan terima kasih kepada

    Bapak/Ibu:

    1. Dr. Hj.Razia Begum Suroyo, M.sc, M.Kes selaku Ketua Yayasan Helvetia Medan dan selaku penguji I yang telah meluangkan banyak waktu , tenaga serta fikiran dalam

    memberikan masukan dan arahan dalam penulisan tesis ini.

    2. Iman Muhammad, SE, S Kom, MM, M.Kes, selaku Ketua Yayasan Fakultas Kesehatan Masyarakat Institut Kesehatan Helvetia Medan.

    3. Dr. Drs Ismail Efendi, M.Si, selaku Rektor Institut Kesehatan Helvetia Medan 4. Dr. Asriwati, S.Kep., Ns., M.kes selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Institut

    Kesehatan Helvetia Medan

    5. Anto,S.K.M., M.Kes., M.M., selaku Ketua Program Studi S2 Kesehatan Helvetia Medan

    6. Prof., Dr., Ir., Evawany Yunita Aritonang, M.Si, selaku pembimbing I yang telah banyak membant memberi masukan, serta motivasi yang membangun dalam proses

    pengerjaan penulisan Tesis ini.

    7. Dr., Ir., Zuraidah Nasution M.Kes, selaku pembimbing II yang telah banyak memberi masukan dan bimbingan dalam proses penulisan Tesis ini.

    8. Dr. Nur Aini, MS selaku penguji II yang telah meluangkan banyak waktu , tenaga serta fikiran dalam memberikan masukan dan arahan dalam penulisan tesis ini.

    9. Seluruh staf pengajar di Program Studi S-2 Kesehatan Masyarakatt Institut Kesehatan Helvetia yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan bimbingan kepada penulis

    selama masa pendidikan.

    10. Teristimewa untuk Mama tercinta yang mendukung ku dalam moril, kasih sayang dan motivasi selama pengerjaan Tesis dan Alm Bapak Tercinta, juga Kakak dan adik-

    adik ku juga orang spesial di hidupku yang mendukung dalam pengerjaan Tesis ini

    11. Terimakasih juga untuk suami ku tercinta yang selalau mendukung ku dan selalu membantu ku dalam penyelesaian Tesis ini.

  • ix

    12. Rekan – Rekan Mahasiswa/i Program S-2 Kesehatan Masyarkat Institut Kesehatan Helvetia yang saling memberikan dukungan dalam menyelesaikan Tesis ini.

    Akir kata penulis mengucapakn semoga Tesis ini bermanfaat bagi pembaca dan semua

    pihak serta bagi penulis khususnya, semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan rahmat dan

    karunia- Nya dan melindugi kita semua.

    Medan, April 2019

    Peneliti

    Sari Saraswati Purba

    1602011159

  • x

    DAFTAR ISI

    Halaman

    HALAMAN PENGESAHAN

    LEMBAR PERNYATAAN

    ABSTRACT ............................................................................................... i

    ABSTRAK ............................................................................................... ii

    KATA PENGANTAR ............................................................................. iv

    DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................... v

    DAFTAR ISI ............................................................................................ vi

    DAFTAR GAMBAR .............................................................................. ix

    DAFTAR TABEL ................................................................................... xi

    DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... x

    BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................... 1

    1.1. Latar Belakang ..................................................................... 1

    1.2. Rumusan Masalah ................................................................ 6

    1.3. Tujuan Penelitian ................................................................. 6

    1.3.1. Tujuan Umum............................................................. 6

    1.3.2. Tujuan Khusus ............................................................ 6

    1.4. Manfaat Penelitian ............................................................... 7

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 8

    2.1. Tinjauan Penelitian Terdahulu ............................................. 8

    2.2. Telaah Teori ......................................................................... 10

    2.2.1. Pola Asuh Makan ....................................................... 10

    2.2.2. Pola Asuh Kesehatan .................................................. 22

    2.2.3. Pola Asuh Diri ............................................................ 24

    2.2.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi Pola Asuh ........... 26

    2.2.5. Hubungan Pola Asuh Makan dengan Status Gizi ...... 29

    2.2.6. Status Gizi .................................................................. 31

    2.3. Landasan Teori .................................................................... 41

    2.4. Kerangka Konsep ................................................................. 42

    2.5. Hipotesis .............................................................................. 42

    BAB III METODE PENELITIAN .............................................................. 43

    3.1. Jenis Penelitian .................................................................... 43

    3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................... 43

    3.2.1. Lokasi Penelitian ........................................................ 43

    3.2.2. Waktu Penelitian ........................................................ 43

    3.3. Populasi dan Sampel Penelitian ........................................... 43

    3.3.1. Populasi Penelitian ..................................................... 43

    3.3.2. Sampel Penelitian ....................................................... 44

  • xi

    3.4. Teknik Pengumpulan Data ................................................... 45

    3.4.1. Jenis Data ................................................................... 45

    3.4.2 Teknik Pengumpulan Data ......................................... 46

    3.4.3 Validitas dan Realibilitas............................................ 47

    3.5. Defenisi Operasional Penelitian ........................................... 47

    3.6. Metode Pengukuran ............................................................. 47

    3.7. Teknik Analisa Data ............................................................ 49

    3.7.1. Analisa Univariat ........................................................ 50

    3.7.2. Analisa Bivariat .......................................................... 50

    3.7.3. Analisa Multivariat ..................................................... 50

    BAB IV HASIL PENELITIAN................................................................... 51

    4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian .................................... 51

    4.2. Karakteristik Ibu dan Anak .................................................. 51

    4.2.1. Umur Ibu .................................................................... 51

    4.2.2. Pendidikan Ibu ............................................................ 52

    4.2.3. Umur Balita ............................................................... 52

    4.2.4. Jenis Kelamin Balita .................................................. 52

    4.2.5. Gizi Balita................................................................... 53

    4.2.6. Distribusi Jawaban Responden Tentang Pola Asuh Makan 53

    4.2.7. Distribusi Jawaban Responden Tentang Pola Asuh Kesehatan

    ................................................................................ 54

    4.3. Analisis Bivariat .................................................................. 56

    4.3.1. Hubungan Pola Asuh Makan dengan Status Gizi Balita 56

    4.3.2. Hubungan Pola Asuh Kesehatan dengan Status Gizi Balita

    ................................................................................ 57

    4.3.3. Hubungan Pola Asuh Diri dengan Status Gizi Balita. 58

    4.4. Hasil Multivariat .................................................................. 59

    4.4.1. Hasil Uji Regresi Berganda Hubungan Pola Asuh Makan, Pola

    asuh kesehatan dengan status gizi balita. ................... 59

    4.4.2. Pemodelan tahap 1 (Enter) ......................................... 59

    4.4.3. Pemodelan Tahap 2 (Forward) ................................... 59

    4.4.4. Interprestasi Analisis Regresi Logistik Model Summary 60

    BAB V PEMBAHASAN .............................................................. 62

    5.1. Gambaran Karakteristik Keluarga ....................................... 62

    5.2. Gambaran Status Gizi Balita ................................................ 64

    5.3. Hubungan Pola Asuh Makan dengan Status Gizi Balita ..... 65

    5.4. Hubungan Pola Asuh Kesehatan dengan Status Gizi Balita 70

    5.5. Hubungan Pola Asuh Diri dengan Status Gizi Balita .......... 72

    5.6. Keterbatasan Penelitian ........................................................ 74

    BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ...................................... 75

    6.1. Kesimpulan .......................................................................... 75

    6.2. Saran .................................................................................... 75

  • xii

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar Judul Halaman

    Gambar 2.1 Kerangka Teori ..................................................................... 40

    Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian Hubungan Pola Asuh dengan Status Gizi

    Balita ................................................................................... 42

  • xiii

    DAFTAR TABEL

    Tabel Judul Halaman

    Tabel2.1 Angka Kecukupan Gizi Balita..................................................... 21

    Tabel 2.2. Penilaian Status Gizi berdasarkan Ideks BB/U,TB/U, BB/TB Standart

    Baku antropmetri WHO NCHS 2010 .................................. 34

    Tabel 3.1. Defenisi Operasional ............................................................ 49

    Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia Ibu di Puskesmas Batu Anam

    .............................................................................................. 51

    Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pendidikan Ibu di Puskesmas Batu

    Anam .................................................................................... 52

    Tabel4.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Umur Balita di Puskesmas Batu Anam

    Kabupaten Simalungun 2018 ............................................... 52

    Tabel4.4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin di Puskesmas Batu

    AnamKabupaten Simalungun .............................................. 52

    Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Status Gizi di Puskesmas Batu

    Anam Kabupaten Simalungun ............................................. 53

    Tabel 4.6 Distribusi Jawaban Responden Tentang Pola Asuh Makan .

    Tabel 4.7. Distribusi Jawaban Responden Tentang Pola Asuh Kesehatan

    .............................................................................................. 55

    Tabel 4.8. Distribusi Jawaban Responden Tentang Pola Asuh Diri .... 56

    Tabel 4.9. Distribusi Responden Menurut Pola Asuh Makan dengan Status Gizi

    Balita .................................................................................... 57

    Tabel 4.10 Distribusi Responden Menurut Pola Asuh Kesehatan dengan Status

    Gizi Balita ............................................................................ 57

    Tabel 4.11 Distribusi Responden Menurut Pola Asuh Diri dengan Status Gizi

    .............................................................................................. 58

    Tabel 4.12 Hasil Analisis Uji Regresi Logistik Berganda ..................... 59

    Tabel 4.13 Hasil Analisis Uji Regresi Logistik Berganda .................... 60

    Tabel 4.14 Hasil Analisis Uji Regresi Logistik Model Summary .......... 61

  • 1

    BAB 1

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Gizi merupakan salah satu faktor penting yang menentukan tingkat

    kesehatan dan kesejahteraan manusia. Gizi seseorang dikatakan baik apabila

    terdapat keseimbangan dan keserasian antara perkembangan fisik dan

    perkembangan mental orang tersebut. Tingkat status gizi optimal akan tercapai

    apabila kebutuhan zat gizi optimal terpenuhi. Status gizi merupakan salah satu

    indikator dalam menentukan derajat kesehatan anak. Status gizi yang baik dapat

    membantu proses pertumbuhan dan perkembangan anak untuk menggapai

    kematangan yang optimal (1).

    Status gizi menggambarkan keadaan keseimbangan antara asupan

    makanan dan kebutuhan zat gizi yang dibutuhkan tubuh dan dapat di lihat melalui

    petumbuhan fisik, ukuran tubuh, dan antropometri (2). Status gizi merupakan

    gambaran kelebihan atau kekurangan asupan makanan. Salah satu bentuk

    kekurangan gizi yaitu stunting (1).

    Masa balita merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat,

    pada masa ini otak balita telah siap menghadapi berbagai stimulant seperti belajar

    berjalan dan berbicara lebih lancar. Masa balita juga disebut dengan masa emas

    sehingga perlunya perhatian pemenuhan gizi yang seimbang karena pada masa ini

    balita sangat rentan terhadap masalah gizi dan dapat berdampak pada kualitas

    hidupnya di usia remaja, dewasa dan usia lanjut (2).

  • 2

    Proses tumbuh kembang balita dapat berjalan dengan optimal jika

    kebutuhan nutrisinya terpenuhi, seorang anak harus mendapatkan pemenuhan

    gizi sesuai kebutuhannya yaitu kebutuhan akan nutrisi yang seimbang, kebersihan

    fisik serta kebersihan lingkungan disekitarnya. Kebutuhan balita tersebut

    merupakan kebutuhan pokok yang saling terkait, oleh sebab itu kebutuhan

    tersebut harus terpenuhi untuk mencapai perkembangan dan pertumbuhan otak

    yang optimal (2).

    Penyebab langsung masalah gizi pada balita adalah ketidak sesuaian

    antara jumlah gizi yang dikonsumsi dengan jumlah gizi yang diperlukan oleh

    tubuh balita. Hal ini menyebabkan gizi tidak terpenuhi dan dapat menyebabkan

    berbagai macam gangguan seperti malnutrisi maupun obesitas pada balita.Selain

    itu penyakit infeksi juga menjadi penyebab langsung masalah gizi, infeksi dapat

    menyebabkan anak tidak merasa lapar dan tidak ingin makan (2).

    Berdasarkan data WHO bahwa secara global jumlah kematian balita telah

    berkurang dari setengah dalam periode antara 1990-2013, dari 84 kematian per

    1000 kelahiran hidup (KH) menjadi 29 per 1000 KH. Penurunan terjadi terutama

    di Negara – Negara maju, namun di Negara- Negara tertinggal seperti Afrika dan

    di Negara- Negara Asia dan Amerika Latin angka kematianbalita terus bertambah

    yang disebabkan oleh berbagai hal, salah satunya tidak terpenuhnya kebutuhan

    gizi (2).

    Angka kematian bayi di Indonesia sebesar 32 per 1000 KH, masih lebih

    tinggi dibandingkan Negara – Negara Asia Tenggara lainnya seperti Malaysia

    yaitu 10/1000 KH, Brunei Darusalam yaity 7/1000 KH, dan Singapore yaitu

  • 3

    5/1000 KH. Sebagian besar penyebab kematian bayi dan balita di Indonesia

    adalah masalah yang terjadi pada bayi baru lahir/neonatal (umur 0-28 hari).

    Masalah nenonatal ini melputi asfiksia, BBLR dan infeksi. Diare dan peneumonia

    merupakan penyebab kematian berikutnya pada bayi dan balita dan penyakir

    lainnya serta di kontribusi oleh masalah kekurangan gizi (3).

    Menurut data Riskedas pada tahun 2013, terdapar 19,6% balita

    kekurangan gizi yang terdiri dari 5,7 % balita gizi buruk dan 13,9% berstatus gizi

    kurang. Sebesar 4,5% balita dengan gizi lebih. Jika dibandingkan dengan angka

    prevalensi nasional tahun 2007 (18.4%) dan tahun 2010 (17.9%) prevalensi

    kekurangan gizi pada balita tahun 2013 terlihat meningkat. Balita kekurangan gizi

    tahun 2010 terdiri dari 13 % balita berstatus gizi kurang dan 4.9% berstatus gizi

    buruk (4).

    Diantara 33 propinsi di Indonesia, 19 propinsi memiliki prevalensi balita

    kekurangan gizi di atas angka prevalensi nasional yaitu sebesar antara 19.7%

    sampai dengan 33.3%. Berdasarkan MDGs 2015, terdapat tiga propinsi yang

    memiliki prevalensi balita kekurangan gizi sudah mencapai sasaran yaitu: 1) Bali

    (13.2%), DKI Jakarta (14%), Kepulauan Bangka Belitung (15.1%) (4).

    Pada Profil Kesehatan Sumatera Utara tahun 2013 balita dengan status gizi

    buruk di Sumatera Utara pada tahun 2013 sebesar 22.4% yang terdiri dari 8.3%

    gizi buruk dan 14.1% gizi kurang. Angka ini lebih tinggi 2.8% dengan angka

    prevalensi gizi berat nasional yaitu 19.6%. Jika di bandingkan angka provinsi

    tahun 2010 (21.3%) tidak ada penurunan yang signifikan. Dengan angka sebesar

  • 4

    22.4% prevalensi gizi kurang dan gizi buruk di Sumatera Utara termasuk tinggi

    dari kategori WHO: 5-95 rendah, 10-19 % medium dan tinggi > 40% (5).

    Hasil penelitian dari Amy Prahesti dengan judul Hubungan Pola Asuh gizi

    dengan gangguan pertumbuhan (Growth Faltering) pada anak 0 – 12 bulan di

    Kabupaten Semarang diketahui bahwa ada hubungan amtara pola asuh gizi yang

    meliputi praktek pemberian makan dan minum: prelaktal terhadap gangguan

    pertumbuhan (6).

    Pola pengasuhan berkaitan dengan kemampuan keluarga untuk

    menyediakan waktunya, perhatian dan dukungan terhadap anak agar dapat

    tumbuh dan berkembang secara optimal baik fisik maupun mental sosial. Faktor

    tersebut sangat terkait dengan tingkat pendidikan pengetahuan dan keterampilan

    keluarga. Semakin tinggi tingkat ketahanan keluarga, maka semakin baik pola

    pengasuhan anak dan keluarga dan semakin banyak memanfaatkan pelayanan

    keshatan yang ada (6).

    Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kurniati dengan judul Hubungan

    Pola Asuh Gizi dengan perkembangan bayi usia 6-12 bulan di wilayah kerja

    puskesmas Pagar Agung Sumatera Selatan diketahui memiliki hubungan

    pemberian makanan/minumana prelaktal dengan perkembangan bayi, ada

    hubungan riwayat pemberian kolostrum terhadap perkembangan bayi, ada

    hubungan pola pemberian ASI dengan perkembangan bayi, ada hubungan

    pemberian MP ASI terhadap perkembangan bayi (7).

    Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Simalungun terdapat

    10 Puskemas yang memilik anak dengan kasus gizi buruk. Jumlah anak yang

  • 5

    mengalami gizi buruk dan penyakit penyerta pada 2017 sebanyak 73 anak. Pada

    tahun 2013 Kabupaten Simalungun memiliki 12.1% penderita gizi buruk dan

    8,2% gizi kurang (8). Berdasarkan survey awal yang telah dilakukan peneliti di

    Puskesmas Batu Anam, didapatkan data cakupan bahwa balita yang menderita

    gizi buruk dan gizi kurang masih tinggi. Jumlah balita yang menderita gizi kurang

    pada tahun 2017 sebanyak 2 orang yang mengalami gizi buruk dan gizi kurang

    sebanyak 13 orang. Dari data yang diterima dari Puskesmas Batu Anam, jumlah

    kehadiran ibu dan balita belum memenuhi standard. Hal ini sejalan dengan

    penelitian yang di lakukan PSG di Indonesia mengenai kehadiran ibu dan balita

    dalam membawakan anak nya ke posyandu.

    Berdasarkan latar belakang di atas, terjadinya peningkatan status gizi

    kurang mempengaruhi derajat kesehatan pada balita yang berdampak pada

    perkembangan dan pertumbuhan balita, peningkatan terjadinya gangguan status

    gizi adalah akibat ketidaktahuan tentang konsumsi gizi, pola asuh makan sesuai

    umur balita. Hasil wawancara diawal peneliti dengan responden diketahui bahwa

    ibu yang memiliki anak gizi buruk, umumnya bekerja serabutan, tidak memiliki

    penghasilan tetap dan lebih banyak bekerja diluar sehinga balita kurang mendapat

    asuhan dari ibunya. Selain itu responden mengatakan bahwa anaknya tidak nafsu

    makan, tidak memakan makanan yang bervariasi, tidak minum susu dan jarang

    diperiksa ke posyandu.Oleh karena itu, maka penulis tertarik untuk melakukan

    penelitian yang berjudul “Hubungan Pola Asuh dengan Status Gizi Balita di

    Wilayah Kerja Puskesmas Batu Anam Kabupaten Simalungun”.

  • 6

    1.2. Rumusan Masalah

    Wilayah kerja Puskesmas Batu AnamKabupaten Simalungun memiliki

    kasus gizi buruk. Dari kasus tersebut masih terdapat balita gizi buruk yang tidak

    mengalami kesembuhan walaupun sudah ditangani tenaga kesehatan melalui

    pemberia PMT, penyuluhan dan pemantauan. Orangtua balita pun tidak terlalu

    merasa khawatir dengan keadaan yang demikian, mereka beranggapan hal ini

    dapat pulih seiring berjalan nya waktu. Upaya menanggulangi keadaan balita gizi

    buruk tentunya memerlukan perhatian khusus, sebab itu jika sudah salah dalam

    menanganinya bisa berakibat fatal. Oleh sebab itu upaya yang dilakukan adalah

    dengan pengasuhan yang optimal. Berdasarkan hal tersebut maka rumusan

    masalah dalam penelitian adalah:

    1.2.1. Apakah ada hubungan pola asuh makan dengan status gizi balita

    1.2.2. Apakah ada hubungan pola asuh kesehatan dengan ststus gizi balita

    1.2.3. Apakah ada hubungan pola asuh diri dengan status gizi balita

    1.3. Tujuan Penelitian

    1.3.1. Tujuan Umum

    Untuk menganalisa hubungan pola asuh dengan status gizi balita di

    wilayah kerja Puskesmas Batu Anam Kabupaten Simalungun

    1.3.2. Tujuan Khusus

    1) Untuk menganalisa hubungan pola asuh makan dengan status gizi balita

    wilayah kerja Puskesmas Batu Anam Kabupaten Simalungun.

    2) Untuk menganalisa hubungan pola asuh Kesehatan dengan status gizi

    balita wilayah kerja Puskesmas Batu Anam Kabupaten Simalungun.

  • 7

    3) Untuk menganalisahubungan pola asuh diri dengan status gizi balita

    wilayah kerja Puskesmas Batu Anam Kabupaten Simalungun.

    4) Untuk menganalisa faktor dominan pola asuh dengan status gizi balita

    wilayah kerja Puskesmas Batu Anam.

    1.4. Manfaat Penelitian

    Manfaat yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :

    1.4.1 Bagi masyarakat diharapkan dapat memperoleh penyuluhan yang

    maksimal tentang pola asuh pada anak balita.

    1.4.2 Bagi Puskesmas Batu Anam Kabupaten Simalungun, diharapkan dari hasil

    penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan dalam promosi kesehatan

    yang berkaitan dengan pola pengasuhan orang tua.

    1.4.3 Bagi peneliti lain sebagai studi perbandingan untuk dijadikan pengkajian

    yang lebih mendalam terhadap hubungan pola asuh dengan status gizi

    balita.

  • 8

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Tinjauan Penelitian Terdahulu

    Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Sri Subekti peneliti

    pengetahuan gizi dan kesehatan ibu balita lebih dari setengahnya berada pada

    kategori sedang. Pola asuh makan lebih dari setengah dari ibu balita termasuk

    dalam kategori cukup baik. Sedangkan untuk pola asuh kesehatan ibu balita

    berada pada kategori baik. Status gizi anak balita yang diukur dengan

    antropometri, umumnya berada pada kategori normal. Uji korelasi spearman

    mendapatkan hasil bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan dan dapat

    disimpulkan bahwa semakin tinggi skor pengetahuan gizi ibu maka pola asuh

    makan yang diberikan ibu kepada anak balitanya akan semakin baik pula (9).

    Berdasarkan hasil penelitian, status gizi balita usia 4-12 bulan di wilayah

    kerja Puskesmas Medang Kabupaten Blora 45,59% kurang. Sedang praktek pola

    asuh gizi yang terdiri dari praktek pemberian makanan/minuman prelaktal 36,76%

    kurang, praktek pemberian kolostrum 44,12% tidak diberikan, praktek pemberian

    ASI 47,06% sedang, praktek pemberian makanan pendamping ASI 57,35%

    sedang, dan praktek penyapihan 79,41% belum disapih. Hasil perhitungan

    menunjukkan ada hubungan positif antara praktek pemberian makanan/minuman

    prelaktal(p=0,001,C=0,572), praktek pemberian kolostrum (p=0,001, φ =0,556),

    praktek pemberian ASI (p=0,001,C=0,499), praktek pemberian MP-ASI

    (p=0,001,C=0,515) dengan status gizi. Adapun praktek penyapihan tidak

    menunjukan adanya hubungan dengan status gizi balita (p=0,115) (10).

  • 9

    Penelitian yang dilakukan oleh Cut Husein penyebab kurang gizi

    dipengaruhi oleh factor langsung makanan dan penyakit infeksi, tidak langsung

    ketahanan pangan keluarga, perawatan kesehatan, pola asuh dan praktek

    kebersihan lingkungan. Gempa Bumi dan gelombang Tsunami di provinsi NAD

    berdampak sangat besar pada status gizi masyrakat Aceh terutama balita. Dari 6

    Kecamatan di Kabupaten Pidie Jaya yang terparah terkena Tsunami terdapat

    angka gizi buruk 2.4 % dan gizi kurang 18.8% meningkat sebelum terjadi

    Tsunami (11).

    Penelitian yang dilakukan oleh Julita Nainggolan mengenai Pengetahuan

    gizi Ibu dan sikap gizi Ibu sangat berhubungan dengan status gizi balita.

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dan sikap

    gizi ibu dengan status gizi balita di wilayah kerja Puskesmas Rajabasa Indah

    Kelurahan Rajabasa Raya Bandar Lampung. Penelitian dilakukan dengan metode

    observasional dengan pendekatan cross-sectional. Populasi dalam penelitian ini

    seluruh Ibu dari balita yang menjadi responden di wilayah kerja Puskesmas

    Rajabasa Indah kelurahan Rajabasa Raya yang berjumlah 264 respoden. Sampel

    yang digunakan sebanyak 159 responden dengan teknik pengambilan sampel

    secara Accidental sampling. Data dianalisis secara univariat, bivariat dan

    multivariat. Hasil penelitian penelitian terdapat 100 (46,9%) yang memiliki status

    gizi kurang, 59 (37,1%) siswa dengan status gizi baik, 87 (54,7%) responden yang

    pengetahuan kurang, 72 (45,3%) responden dengan baik, 82 (51,6%) responden

    yang memiliki sikap kurang, 77 (48,4%) responden dengan sikap baik (12).

  • 10

    2.2. Telaah Teori

    2.2.1. Pola Asuh Makan

    Pola asuh makan orangtua kepada anak atau parental feeding adalah

    perilaku orangtua yang menunjukkan bahwa mereka memberikan makan pada

    anaknya baik dengan pertimbangan atau tanpa pertimbangan. Pola asuh makan

    sebagai praktek – praktek pengasuhan yang diterapkan oleh ibu kepada anak balita

    dengan cara dan situasi makan (13).

    Pentingnya seorang ibu terutama terlihat sejak kelahiran anaknya. Agar

    pola hidup anak sesuai dengan standar kesehatan, mengatur pola asuh yang benar

    tidak kalah penting dibandingkan dengan mengatur pola makan yang benar. Pola

    asuh yang benar bisa ditempuh dengan memberikan perhatian yang penuh serta

    kasih sayang pada anak, memberinya waktu yang cukup untuk menikmati

    kebersamaan dengan seluruh anggota keluarga (14).

    Dalam masa pengasuhan, lingkungan pertama yang berhubungan dengan

    anak adalah orang tuanya. Anak tumbuh dan berkembang di bawah asuhan dan

    perawatan orang tua. Oleh karena itu orang tua merupakan dasar pertama bagi

    pembentukan pribadi anak. Melalui orang tua, anak beradaptasi mengenal

    lingkungan dunia sekitarnya serta pola pergaulan hidup yang berlaku di

    lingkungannya. Dengan demikian dasar pengembangan dari seorang individu

    telah diletakkan oleh orang tua melalui praktek pengasuhan anak sejak masih bayi

    (14).

    Pengasuhan berasal dari kata asuh (to rear) yang mempunyai makna

    menjaga, merawat dan mendidik anak yang masih kecil. Wagnel dan Funk

  • 11

    menyebutkan bahwa mengasuh itu meliputi menjaga serta memberi bimbingan

    menuju pertumbuhan ke arah kedewasaan. Pengertian lain diutarakan oleh

    Webster yang mengatakan bahwa mengasuh itu membimbing menuju ke

    pertumbuhan ke arah kedewasaan dengan memberikan pendidikan, makanan dan

    sebagainya terhadap mereka yang di asuh. Dari beberapa pengertian tentang batas

    asuh, menurut Whiting dan Child dalam proses pengasuhan anak yang harus

    diperhatikan adalah orang-orang yang mengasuh dan cara penerapan larangan atau

    keharusan yang dipergunakan. Larangan maupun keharusan terhadap pola

    pengasuhan anak beraneka ragam. Tetapi pada prinsipnya cara pengasuhan anak

    mengandung sifat: pengajaran (instructing), pengganjaran (rewarding) dan

    pembujukan (13).

    Di negara timur seperti Indonesia, keluarga besar masih lazim dianut dan

    peran ibu seringkali di pegang oleh beberapa orang lainnya seperti nenek,

    keluarga dekat atau saudara serta dapat juga di asuh oleh pembantu. Kerangka

    konseptual yang dikemukan oleh UNICEF yang dikembangkan lebih lanjut oleh

    Engle et al menekankan bahwa tiga komponen makanan – kesehatan – asuhan

    merupakan faktor-faktor yang berperan dalam menunjang pertumbuhan dan

    perkembangan anak yang optimal. Engle et al mengemukakan bahwa pola asuh

    meliputi 6 hal yaitu: (1) perhatian/dukungan ibu terhadap anak, (2) pemberian ASI

    atau makanan pendamping pada anak, (3) rangsangan psikososial terhadap anak,

    (4) persiapan dan penyimpanan makanan, (5) praktek kebersihan atau higiene dan

    sanitasi lingkungan dan (6) perawatan balita dalam keadaan sakit seperti pencari

    pelayanan kesehatan. Pemberian ASI dan makanan pendamping pada anak serta

  • 12

    persiapan dan penyimpanan makanan tercakup dalam praktek pemberian makanan

    (13).

    1. Perhatian/Dukungan Ibu terhadap Anak dalam Praktek Pemberian Makanan

    Semua orangtua harus memberikan hak anak untuk tumbuh. Semua anak

    harus memperoleh yang terbaik agar dapat tumbuh sesuai dengan apa yang

    mungkin dicapainya dan sesuai dengan kemampuan tubuhnya. Untuk itu maka

    diperlukan perhatian/dukungan orangtua. Untuk tumbuh dengan baik tidak cukup

    dengan memberinya makan, asal memilih menu makanan dan asal menyuapi anak

    nasi. Akan tetapi anak membutuhkan sikap orangtuanya dalam memberi makan.

    Semasa bayi, anak hanya menelan apa saja yang diberikan ibunya. Sekalipun yang

    ditelannya itu tidak cukup dan kurang bergizi. Demikian pula sampai anak sudah

    mulai disapih. Anak tidak tahu mana makanan terbaik dan mana makanan yang

    boleh dimakan. Anak masih membutuhkan bimbingan seorang ibu dalam memilih

    makanan agar pertumbuhannya tidak terganggu. Bentuk perhatian/dukungan ibu

    terhadap anak meliputi perhatian ketika makan, mandi dan sakit (15).

    Wanita yang berstatus sebagai ibu rumah tangga memiliki peran ganda

    dalam keluarga, terutama jika memiliki aktivitas di luar rumah seperti bekerja

    ataupun melakukan aktivitas lain dalam kegiatan sosial. Wanita yang bekerja di

    luar rumah biasanya dalam hal menyusun menu tidak terlalu memperhatikan

    keadaan gizinya, tetapi cenderung menekankan dalam jumlah atau banyaknya

    makanan. Sedangkan gizi mempunyai pengaruh yang cukup atau sangat berperan

    bagi pertumbuhan dan perkembangan mental maupun fisik anak. Selama bekerja

    ibu cenderung mempercayakan anak mereka diawasi oleh anggota keluarga

  • 13

    lainnya yang biasanya adalah nenek, saudara perempuan atau anak yang sudah

    besar bahkan orang lain yang diberi tugas untuk mengasuh anaknya (15).

    1) Pemberian Air Susu Ibu (ASI) dan Makanan Pendamping Pada Anak

    Bila ibu dan bayi sehat, ASI hendaknya secepatnya diberikan karena ASI

    merupakan makanan terbaik dan dapat memenuhi kebutuhan gizi selama 3 – 4

    bulan pertama. ASI yang diproduksi pada 1-5 hari pertama dinamakan kolostrum,

    yaitu cairan kental yang berwarna kekuningan. Kolostrum ini sangat

    menguntungkan bayi karena mengandung lebih banyak antibodi, protein, mineral

    dan vitamin A. Pemberian ASI tidak dibatasi dan dapat diberikan setiap saat.

    Produksi ASI dirangsang oleh isapan bayi dan keadaan ibu yang tenang.

    Disamping itu perlu diperhatikan kesehatan ibu pada umumnya, status gizi dan

    perawatan payudara. Pemberian ASI tidak dibatasi dan dapat diberikan setiap saat

    terutama ASI eksklusif.

    ASI eksklusif adalah bayi yang diberi ASI saja tanpa tambahan cairan lain

    seperti susu formula, madu, air teh, air putih dan tanpa tambahan makanan padat

    seperti pisang, pepaya, bubur, biskuit dan tim. Pemberian ASI secara eksklusif ini

    dianjurkan untuk jangka waktu setidaknya selama 4 bulan, tetapi bila mungkin

    sampai 6 bulan.

    Setelah bayi berumur 6 bulan harus mulai diperkenalkan dengan makanan

    padat, sedangkan ASI dapat diberikan sampai bayi berusia 2 tahun atau bahkan

    lebih dari 2 tahun. Pada keadaan-keadaan khusus dibenarkan untuk mulai

    memberi makanan padat setelah bayi berumur 4 bulan tetapi belum mencapai 6

    bulan. Misalnya karena terjadi peningkatan berat badan bayi yang kurang dari

  • 14

    standar atau didapatkan tanda-tanda lain yang menunjukkan bahwa pemberian

    ASI eksklusif tidak berjalan dengan baik. Namun, sebelum diberi makanan

    tambahan sebaiknya coba diperbaiki dahulu cara menyusuinya. Cobalah hanya

    memberi bayi ASI saja tanpa memberi minuman atau makanan lain. Selain itu,

    bayi harus sering disusui, perhatikan posisi menyusui. Secara umum usahakan

    dahulu agar cara pemberian ASI dilakukan sebaik mungkin. Apabila setelah 1 – 2

    minggu ternyata upaya perbaikan tersebut tidak menyebabkan peningkatan berat

    badan, maka pemberian makanan tambahan atau padat diberikan bagi bayi berusia

    diatas 4 bulan.

    Menurut Sulistjani, seiring bertambahnya usia anak, ragam makanan yang

    diberikan harus bergizi lengkap dan seimbang yang mana penting untuk

    menunjang tumbuh kembang dan status gizi anak (15). Dalam hal pengaturan pola

    konsumsi makan, ibu mempunyai peran yang sangat penting dalam memilih jenis

    makanan yang bergizi seimbang. Setelah berumur 6 bulan, bayi memerlukan

    makanan pendamping karena kebutuhan gizi bayi meningkat dan tidak seluruhnya

    dapat dipenuhi oleh ASI. Pemberian makanan pendamping harus bertahap dan

    bervariasi, dari mulai bentuk bubur cair kebentuk bubur kental, sari buah, buah

    segar, makanan lumat, makanan lembek dan akhirnya makanan padat.

    Pemberian pertama cukup 2 kali sehari, satu atau dua sendok teh penuh.

    Pada usia 6-9 bila oleh suatu sebab (misalnya ibu bekerja atau hamil lagi) bayi

    tidak memperoleh ASI, maka kepada bayi diberikan PASI (Pengganti Air Susu

    Ibu). PASI dibuat dari susu sapi yang susunan gizinya sudah diubah menjadi

    hampir sama dengan susunan gizi ASI, sehingga dapat diberikan kepada bayi

  • 15

    tanpa menyebabkan akibat sampingan. Akan tetapi belum ada PASI yang tepat

    menyerupai susunan AS (16).

    Proses penyapihan dimulai pada saat yang berlainan. Pada beberapa

    kelompok masyarakat (budaya) tertentu, bayi tidak akan disapih sebelum berusia

    6 bulan. Bahkan ada yang baru memulai penyapihan setelah bayi berusia 2 tahun.

    Sebaliknya, pada masyarkat urban bayi disapih terlalu dini yaitu baru beberapa

    hari lahir sudah diberi makanan tambahan bayi setidak-tidaknya membutuhkan

    empat porsi.

    Menginjak usia 9 bulan bayi telah mempunyai gigi dan mulai pandai

    menguyah makanan. Sekitar usia 1 tahun bayi sudah mampu memakan makanan

    orang dewasa. Anak usia 2 tahun memerlukan makanan separuh takaran orang

    dewasa. Makanan sapihan yang ideal harus mengandung makanan pokok, lauk

    pauk, sayur-sayuran, buah-buahan dan minyak atau lemak. Makanan sapihan baru

    boleh diberikan setelah bayi disusui atau diantara dua jadwal penyusunan. Sebab,

    diawal masa penyapihan, ASI masih merupakan makanan pokok. Sementara

    makanan sapihan hanyalah sebagai pelengkap (17).

    Kemudian secara berangsur ASI berubah fungsi sebagai makanan

    tambahan, sementara makanan sapihan menjadi santapan utama. Pemberian

    makanan padat atau tambahan yang terlalu dini dapat mengganggu pemberian ASI

    eksklusif serta meningkatkan angka kesakitan pada bayi. Selain itu, tidak

    ditemukan bukti yang menyokong bahwa pemberian makanan padat atau

    tambahan pada usia 4 – 6 bulan lebih menguntungkan. Bahkan sebaliknya, hal ini

    akan mempunyai dampak yang negatif terhadap kesehatan bayi (18).

  • 16

    2) Persiapan dan Penyimpanan Makanan

    Pada saat mempersiapkan makanan, kebersihan makanan perlu mendapat

    perhatian khusus. Makanan yang kurang bersih dan sudah tercemar dapat

    menyebabkan diare atau cacingan pada anak. Begitu juga dengan si pembuat

    makanan dan peralatan yang dipakai seperti sendok, mangkok, gelas, piring dan

    sebagainya sangat menentukan bersih tidaknya makanan. Hal-hal yang perlu

    diperhatikan dalam mempersiapkan dan menyimpan makanan adalah :

    1. Simpan makanan dalam keadaan bersih, hindari pencemaran dari debu dan

    binatang.

    2. Alat makan dan memasak harus bersih.

    3. Ibu atau anggota keluarga yang memberikan makanan harus mencuci

    tangan dengan sabun sebelum memberi makan.

    4. Makanan selingan sebaiknya dibuat sendiri.

    2. Praktek Pemberian Kolostrum

    1) Batasan Kolostrum

    Kolostrum (susu pertama) adalah ASI yang keluar pada hari-hari pertama

    setelah bayi lahir (4-7 hari) berwarna kekuning-kuningan dan lebih kental karena

    mengandung banyak vitamin, protein, dan zat kekebalan yang penting untuk

    kesehatan bayi dari penyakit infeksi Menurut Anik Maryunani cairan yang

    dikeluarkan dari buah dada ibu selama beberapa hari pertama setelah bayi

    dilahirkan merupakan suatu cairan yang menyerupai air, agak kuning yang

    dinamakan kolostrum. Cairan tersebut mengandung lebih banyak protein dan

    mineral serta sedikit karbohidrat dari pada susu ibu sesudahnya. Kolostrum juga

  • 17

    mengandung beberapa bahan anti penyakit yang dialihkan melalui susu dari tubuh

    ibu kepada bayi yang diteteki. Bahan anti tersebut membantu bayi menyediakan

    sedikit kekebalan terhadap infeksi penyakit, selama bulan-bulan pertama dari

    hidupnya. Kolostrum berfungsi sebagai perlindungan terhadap infeksi pada bayi

    (6).

    2) Hal – hal yang berpengaruh terhadap pemberian kolostrum

    Meskipun kolostrum sangat penting untuk meningkatkan daya tahan bayi

    terhadap penyakit, namun masyarakat terutama ibu-ibu masih banyak yang tidak

    memberikan kolostrum kepada bayinya. Hal ini sebagian besar disebabkan oleh

    ketidaktahuan mereka akan manfaat kolostrum bagi bayinya. Kebanyakan ibu-ibu

    di pedesaan yang persalinannya ditolong oleh dukun bayi belum terlatih selalu

    membuang kolostrum dengan alasan bahwa ASI tersebut mengandung bibit

    penyakit. Biasanya kolostrum tersebut dikubur bersama plasenta bayi. Selain

    karena kepercayaan tersebut di beberapa daerah memang terdapat tradisi yang

    mengharuskan untuk membuang kolostrum. Sedangkan sedikitnya penyuluhan

    yang dilakukan oleh tenaga kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan gizi

    masyarakat semakin memperburuk keadaan ini.

    3. Praktek Pemberian ASI

    Pada minggu bulan terakhir kehamilan, kelenjar kelenjar pembuat ASI

    mulai menghasilkan ASI. Pertumbuhan dan perkembangan bayi sebagian besar

    ditentukan oleh jumlah ASI yang diperoleh termasuk energy dan zat gizi lainnya

    yang terkandung di dalam ASI tersebut. ASI tanpa bahan makanan lain dapat

    mencukupi kebutuhan pertumbuhan sampai usia bayi 6 bulan (19).

  • 18

    1) Batasan ASI eksklusif dan non eksklusif

    ASI eksklusif adalah pemberian ASI saja kepada bayi sejak lahir sampai

    usia 4 bulan tanpa diberi makanan pendamping ataupun makanan

    pengganti ASI. Sedangkan ASI non eksklusif adalah pola pemberian ASI

    yang ditambah dengan makanan lain baik berupa MP-ASI maupun susu

    formula.

    2) Alasan pemberian ASI eksklusif antara lain adalah

    a) Pada periode usia bayi 0–4 bulan kebutuhan gizi bayi baik kualitas

    maupun kuantitas terpenuhi dari ASI saja tanpa harus diberikan

    makanan/minuman lainya.

    b) Pemberian makanan lain akan mengganggu produksi ASI dan

    mengurangi kemampuan bayi untuk mengisap.

    c) Zat kekebalan dalam ASI maksimal dan dapat melindungi bayi dari

    berbagai penyakit infeksi.

    Asam lemak essensial dalam ASI bermanfaat untuk pertumbuhan otak

    sehingga merupakan dasar perkembangan kecerdasan bayi dikemudian hari.

    Penelitian menunjukan bahwa IQ pada bayi yang diberi ASI memiliki IQ point

    4,3 point lebih tinggi pada usia 18 bulan, 4-6 point lebih tinggi pada usia 3 tahun,

    dan 8,3 point lebih tinggi pada usia 8,5 tahun, dibanding dengan bayi yang tidak

    diberi ASI.

    3) Kebutuhan ASI Bayi

    Rata-rata bayi memerlukan 150 ml susu per kilogram BB perhari,

    sehingga bayi dengan BB 3,5 Kg memerlukan 525 ml sehari, bayi 5 Kg

  • 19

    memerlukan 750 ml, dan bayi 7 Kg memerlukan 1 L per hari. Apabila bayi

    mengikuti garis pertumbuhan normalnya selama 6 bulan pertama maka kebutuhan

    susu 15 L.

    4) Lama Menyusui

    Ibu selalu dinasehati untuk menyusui selama 3-5 menit dihari-hari pertama

    dan 5–10 menit dihari-hari selanjutnya. Namun demikian, pengisapan oleh bayi

    biasanya berlangsung lebih lama antara 15–25 menit.

    5)Hal-hal yang berpengaruh terhadap pola pemberian ASI.

    Hal-hal yang mendasar yang sangat berhubungan dengan pola pemberian

    ASI adalah pengetahuan ibu mengenai ASI eksklusif, baik maksud maupun

    manfaat pemberian ASI tersebut bagi bayi. Pengetahuan ini dapat ditingkatkan

    dengan penyuluhan oleh petugas kesehatan. Dengan sedikitnya frekuensi

    penyuluhan yang dilakukan maka pengetahuan ini akan sulit ditingkatkan dan

    perubahan kearah praktek yang diharapkan akan sulit diwujudkan. Selain itu

    sedikitnya ASI yang dihasilkan juga mendorong praktek pemberian ASI

    dilakukan secara parsial dimana ASI tetap diberikan dengan ditambah dengan

    susu formula. Sedangkan faktor yang secara tidak langsung berpengaruh terhadap

    pemberian ASI ini antara lain keterlibatan sosial orang tua, pekerjaan orang tua,

    serta pendidikan orang tua. Hal ini lebih bisa dimaklumi sebab interaksi orang tua

    dengan lingkungannya akan menambah pengalaman yang berguna untuk

    melakukan praktek yang lebih baik (20).

  • 20

    4. Praktek pemberian MP-ASI

    1) Batasan MP-ASI

    Makanan pendamping ASI merupakan makanan tambahan yang diberikan

    pada bayi setelah bayi berusia 4-6 bulan sampai bayi berusia 24 bulan. Selain MP-

    ASI, ASI pun harus tetap diberikan kepada bayi, paling tidak sampai usia 24

    bulan. MP-ASI merupakan makanan tambahan bagi bayi, makanan ini harus

    menjadi pelengkap dan dapat memenuhi kebutuhan bayi. Jadi MP-ASI berguna

    untuk menutupi kekurangan zatzat gizi yang terkandung didalam ASI. Dengan

    demikian, cukup jelas bahwa peranan MP-ASI bukan sebagai pengganti ASI

    tetapi untuk melengkapi atau mendampingi ASI (20).

    2) Tujuan pemberian MP-ASI

    Tujuan pemberian MP-ASI adalah untuk menambah energi dan zat gizi

    yang diperlukan bayi karena ASI tidak dapat mencukupi kebutuhan bayi yang

    semakin meningkat seiring dengan bertambahnya umur dan berat badan.

    Gangguan terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak yang normal dapat

    terjadi ketika kebutuhan energi dan zat gizi bayi tidak terpenuhi. Hal ini dapat

    disebabkan asupan makanan bayi yang hanya mengandalkan ASI saja atau

    pemberian makanan tambahan yang kurang memenuhi syarat. Disamping itu

    faktor terjadinya infeksi pada saluran pencernaan memberi pengaruh yang cukup

    besar.

    3) Hal-hal yang berpengaruh terhadap pemberian MP-ASI

    Menurut Hery Winarsi faktor utama yang berpengaruh terhadap praktek

    pemberian MP-ASI adalah pengetahuan dan pendidikan ibu. Dengan pendidikan

  • 21

    yang cukup ditunjang pengetahuan gizi modern akan menjadikan praktek

    pemberian MP-ASI kepada bayi semakin baik. Selain itu ternyata lingkungan

    sosial juga tidak lepas pengaruhnya pada hal ini. Dalam kebudayaan tertentu

    adanya kebiasaan makan bagi bayi yang khas dengan berbagai pantangan yang

    ada sangat mempengaruhi baik tidaknya praktek penberian MP-ASI oleh ibu bagi

    bayinya (20).

    5. Kebutuhan Gizi Anak Balita

    1. Kebutuhan Energi

    Kebutuhan energi dan protein pada bayi dan anak per kg BB lebih besar

    dari pada kebutuhan energi dan protein orang dewasa karena anak tumbuh dan

    berkembang. Kebutuhan energi dan protein per kg berat badan per hari menurun

    seiring dengan bertambahnya umur, sedangkan kebutuhan zat gizi mikro semakin

    meningkat sesuai dengan umur. Kebutuhan zat gizi dipengaruhi oleh berbagai

    keadaan seperti status gizi, status pertumbuhan, aktivitas dan ada tidaknya

    penyakit (21).

    Angka Kecukupan Energi dan Protein yang dianjurkan untuk Bayi dan

    Anak (per orang per hari)

    Tabel 2.1 Angka Kecukupan Gizi Balita

    Umur BB (kg) TB

    (cm)

    Energi

    (kkal)

    Energi

    (kkal/kg BB) Protein

    Protein

    (9/kg BB)

    1-3 Tahun 13 91 1125 86,5 26 2

    4-6 Tahun 19 112 1600 84,2 35 1,8

    Sumber : Permenkes RI 2013

  • 22

    2. Kebutuhan Protein

    Kebutuhan protein didefenisikan sebagai kebutuhan secara biologis protein

    atau asam amino minimal yang secara individual dapat digunakan untuk

    mempertahankan kebutuhan fungsional individu. Kebutuhan protein pada saat

    lahir sampai usia 1 tahun sangat tinggi sehubungan dengan kecepatan

    pertumbuhan anak. Protein merupakan sumber asam amino essensial yang

    diperlukan sebagai zat pembangun.

    3. Kebutuhan Lemak

    Lemak merupakan sumber energy paling besar selain karbohidrat.

    Disamping itu lemak juga dibutuhkan dalam penerapan vitamin A, D, E, K dan

    sumber asam lemak essensial. Kekurangan asam lemak essensial dapat

    mengakibatkan hambatan perkembangan dan pertumbuhan. Kebutuhan lemak

    bagi bayi adalah 40 -50% dari energy total. Balita sekitar 30-35%, anak > 3 tahun

    25 -30 % dari energy total.

    4. Kebutuhan Karbohidrat

    Karbohidrat merupakan sumber energy yang terdapat dalam berbagai

    makanan. Setiap 1 gram karbohidrat menghasilkan 4kkal. Bayi yang menyusu

    kepada ibunya mendapat 40% kalori dari laktosa. Kebutuhan karbohidrat pada

    anak 55-65% dari total kalori.

    2.2.2. Pola Asuh Kesehatan

    Pola asuh kesehatan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi status

    kesehatan anak balita. Pola asuh kesehatan adalah cara dan kebiasaan orang tua/

    keluarga melayani kebutuhan kesehatan anak balita. Engle et al mengemukakan

  • 23

    bahwa salah satu pola asuh yang berhubungan dengan kesehatan dan status gizi

    anak balita adalah pola asuh kesehatan. Pola asuh ini meliputi pola asuh yang

    sifatnya preventif seperti pemberian imunisasi, pemberian kapsul vitamin A,

    pencegahan muntah dan mencret, pencegahan ISPA, Posyandu. Range et al

    mengemukakan bahwa dalam pola asuh kesehatan tidak terlepas juga dari praktek

    higiene yang diterapkan oleh ibu. Praktek higiene yang mendukung dalam pola

    asuh kesehatan diantaranya adalah kebiasan buang air besar, kebiasaan mencuci

    tangan, kebersihan makanan dan akses terhadap fasilitas kesehatan yang modern.

    Balita adalah anak yang berusia di bawah lima tahun. Biasanya anak balita belum

    bersekolah sehingga sering disebut juga dengan istilah anak usia pra sekolah.

    Masa balita merupakan masa terpenting dalam kehidupan. Azwar mengemukakan

    bahwa masa balita merupakan periode emas, karena pada masa ini terjadi

    pertumbuhan dan perkembangan otak yang optimal terlebih lagi pada periode dua

    tahun pertama kehidupan seorang anak (21).

    Kebersihan lingkungan yang kurang akan memudahkan terjadinya

    penyakit-penyakit kulit dan saluran pencernaan seperti diare dan cacingan.

    Sedangkan kebersihan lingkungan erat hubungannya dengan penyakit saluran

    pernafasan, saluran pencernaan, serta penyakit akibat nyamuk. Oleh karena itu

    penting membuat lingkungan menjadi layak untuk tumbuh kembang anak

    sehingga meningkatkan rasa aman bagi ibu atau pengasuh anak dalam

    menyediakankesempatan bagi anaknya untuk mengeksplorasi lingkungan keadaan

    perumahan yang layak menyatakan kondisi lingkungan anak harus benar-benar

    diperhatikan agar tidak merusak kesehatan. Hal-hal yang perlu diperhatikan

  • 24

    berkaitan dengan rumah dan lingkungan adalah bangunan rumah, kebutuhan

    ruang (bermain anak), pergantian udara, sinar matahari, penerangan, air bersih,

    pembuangan sampah/limbah, kamar mandi dan jamban/ WC dan halaman rumah

    (19).

    Kebersihan perorangan maupun kebersihan lingkungan memegang

    peranan penting bagi tumbuh kembang anak. Kebersihan perorangan dengan

    konstruksi bangunan yang tidak membahayakan penghuninya akan menjamin

    keselamatan dan kesehatan penghuninya yaitu ventilasi dan pencahayaan yang

    cukup, tidak sesak, cukup leluasa bagi anak untuk bermain dan bebas polusi.

    2.2.3. Pola Asuh Diri

    Pola Asuh Diri adalah tindakan yang dilakukan ibu dalam membantu anak

    untuk memberikan dukungan sosial sehingga berpengaruh positif terhadap status

    gizi, pertumbuhan dan perkembangan balita. Konsep ini selaras dengan penelitian

    sebelumnya yang meniliti anak-anak yang tetap tumbuh dan berkembang dengan

    baik dalam keterbatasan lingkungan dimana sebagian besar anak lainnya

    mengalami kekurangan gizi. Dalam penelitian tersebut terungkap bahwa kondisi

    dan asuhan psikososial seperti keterikatan antara ibu dan anak merupakan salah

    satu faktor penting yang menjelaskan mengapa anak-anak tersebut tumbuh dan

    berkembang dengan baik (17).

    Diperkirakan bahwa kondisi psikososial yang buruk dapat berpengaruh

    negatif terhadap penggunaan zat gizi didalam tubuh, sebaliknya kondisi

    psikososial yang baik akan merangsang hormon pertumbuhan sekaligus

    merangsang anak untuk melatih organ-organ perkembangannya.Selain itu, asuhan

  • 25

    psikososial yang baik berkaitan erat dengan asuhan gizi dan kesehatan yang baik

    pula sehingga secara tidak langsung berpengaruh positif terhadap status gizi,

    pertumbuhan dan perkembangan merawat anak, mulai dari memandikan,

    menyuapi sampai mengasuh hampir semuanya dilakukan oleh ibu. Merawat anak

    dan menyediakan keperluan makan dan minum anak merupakan tugas sehari-hari

    yang sudah melekat pada diri seorang ibu. Akan tetapi, tugas itu tidak hanya itu

    saja bila ibu bekerja diluar rumah. Ibu juga harus mengingatkan tugas anak-

    anaknya mengenai pekerjaan yang harus dilakukan atau belum dilakukan seperti

    mengingatkan anak supaya mandi, makan dan mengingatkan waktu bila anaknya

    bermain. Anak memerlukan berbagai variasi permainan untuk kebutuhan fisik,

    mental dan perkembangan emosinya. Bermain bukan berarti membuang-buang

    waktu, juga bukan berarti membuat anak menjadi sibuk sementara orangtuanya

    mengerjakan pekerjaannya sendiri. Anak harus mempunyai cukup waktu untuk

    bermain. Untuk bermain diperlukan alat permainan yang sesuai dengan umur dan

    taraf perkembangannya (17).

    Kebersihan lingkungan yang kurang akan memudahkan terjadinya

    penyakit-penyakit kulit dan saluran pencernaan seperti diare dan cacingan.

    Sedangkan kebersihan lingkungan erat hubungannya dengan penyakit saluran

    pernafasan, saluran pencernaan, serta penyakit akibat nyamuk. Oleh karena itu

    penting membuat lingkungan menjadi layak untuk tumbuh kembang anak

    sehingga meningkatkan rasa aman bagi ibu atau pengasuh anak dalam

    menyediakankesempatan bagi anaknya untuk mengeksplorasi lingkungan keadaan

    perumahan yang layak menyatakan kondisi lingkungan anak harus benar-benar

  • 26

    diperhatikan agar tidak merusak kesehatan. Hal-hal yang perlu diperhatikan

    berkaitan dengan rumah dan lingkungan adalah bangunan rumah, kebutuhan

    ruang (bermain anak), pergantian udara, sinar matahari, penerangan, air bersih,

    pembuangan sampah/limbah, kamar mandi dan jamban/ WC dan halaman rumah

    (19).

    Kebersihan perorangan maupun kebersihan lingkungan memegang

    peranan penting bagi tumbuh kembang anak. Kebersihan perorangan dengan

    konstruksi bangunan yang tidak membahayakan penghuninya akan menjamin

    keselamatan dan kesehatan penghuninya yaitu ventilasi dan pencahayaan yang

    cukup, tidak sesak, cukup leluasa bagi anak untuk bermain dan bebas polusi.

    2.2.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi Pola Asuh

    1. Tingkat pendapatan keluarga

    Keadaan ekonomi keluarga relatif lebih mudah diukur dan berpengaruh

    besar pada konsumsi pangan, dimana konsumsi pangan pada balita ditentukan dari

    pola asuh gizi, terutama pada keluarga golongan miskin. Hal ini disebabkan

    karena penduduk golongan miskin menggunakan sebagian besar pendapatannya

    untuk memenuhi kebutuhan makanan. Dua peubah ekonomi yang cukup dominan

    sebagai determinan pola asuh gizi adalah pendapatan keluarga dan harga (baik

    harga pangan maupun harga komoditas kebutuhan dasar). Perubahan pendapatan

    dapat mempengaruhi perubahan pola asuh gizi yang secara langsung

    mempengaruhi konsumsi pangan pada balita. Meningkatnya pendapatan berarti

    memperbesar peluang untuk membeli pangan dengan kualitas dan kuantitas yang

  • 27

    lebih baik. Sebaliknya penurunan pendapatan akan menyebabkan penurunan

    dalam hal kualitas dan penurunan kuantitas pangan yang dibeli (22).

    2. Tingkat pendidikan ibu

    Menurut Kunaryo Hadikusumo yang dikutip oleh Hardianto tingkat

    pendidikan adalah jenjang aktifitas dan usaha manusia untuk meningkatkan

    kepribadiannya dengan jalan membina potensi-potensi pribadinya, yaitu rohani

    (pikir, rasa, karsa, cipta dan budi nurani) dan jasmani (panca indera dan

    keterampilan keterampilan) melalui pendidikan formal. Adapun tingkat

    pendidikan di negara kita meliputi: pendidikan dasar, pendidikan menengah dan

    pendidikan tinggi. Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang penting

    dalam tumbuh kembang anak, karena dengan pendidikan yang baik, maka orang

    tua dapat menerima segala informasi dari luar terutama tentang cara pengasuhan

    anak yang baik/cara mempraktekkan pola asuh dalam kehidupan sehari-hari,

    bagaimana cara menjaga kesehatan anak, pendidikannya dan sebagainya (23).

    3. Tingkat pengetahuan ibu

    Suatu hal yang meyakinkan tentang pentingnya pengetahuan gizi

    didasarkan pada tiga kenyataan:

    1) Status gizi yang cukup adalah penting bagi kesehatan dan kesejahteraan.

    2) Setiap orang hanya akan cukup gizi jika makanan yang dimakannya

    mampu menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan yang

    optimal, pemeliharaan dan energi.

    3) Ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga penduduk dapat

    belajar menggunakan pangan dengan baik bagi kesejahteraan gizi.

  • 28

    Kurangnya pengetahuan dan salah konsepsi tentang kebutuhan pangan dan

    nilai pangan adalah umum disetiap negara di dunia. Kemiskinan dan

    kekurangan persediaan pangan yang bergizi merupakan faktor penting

    dalam masalah kurang gizi. Lain sebab yang penting dari gangguan gizi

    adalah kurangnya pengetahuan tentang gizi atau kemampuan untuk

    menerapkan informasi, dengan pengetahuan yang kurang dapat

    menentukan pola asuh gizi yang dilaksanakan sehari-hari (24).

    4. Jumlah anggota keluarga

    Besar kecilnya jumlah anggota keluarga akan berpengaruh terhadap

    pembagian pangan pada masing-masing anggota keluarga. Pada keluarga yang

    memiliki balita, dengan jumlah anggota keluarga yang besar bila tidak didukung

    dengan seimbangnya persediaan makanan di rumah maka akan berpengaruh

    terhadap pola asuh yang secara langsung mempengaruhi konsumsi pangan yang

    diperoleh masing-masing anggota keluarga terutama balita yang membutuhkan

    makanan pendamping ASI. Program Keluarga Berencana telah mencanangkan

    bahwa jumlah anggota keluarga yang paling ideal adalah 4 orang. Program

    pemerintah ini bertujuan agar anggota keluarga dengan jumlah sekian diharapkan

    dapat lebih memudahkan keluarga tersebut mencukupi semua kebutuhan anggota

    keluarganya, tanpa menanggung beban kebutuhan anggota keluarganya yang

    banyak. Namun program pemerintah ini belum 100 % berhasil. Terbukti dengan

    masih banyaknya keluarga yang memiliki jumlah anggota keluarga yang banyak.

    Hal ini lebih banyak dilihat pada keluarga yang tinggal di pedesaan.

  • 29

    2.2.5. Hubungan Pola Asuh Makan dengan Status Gizi

    Pola asuh gizi anak adalah sikap dan perilaku ibu atau pengasuh lain

    dalam hal kedekatannya dengan anak, memberikan makan, merawat, menjaga

    kebersihan, memberi kasih sayang dan sebagainya. Kesemuanya itu sangat

    berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak. Pola asuh yang tidak memadai

    dapat menyebabkan anak tidak suka makan atau tidak diberikan makanan

    seimbang, dan juga dapat memudahkan terjadinya penyakit infeksi yang

    kemudian dapat berpengaruh terhadap status gizi anak. Pola asuh gizi pada balita

    terdiri dari praktek pemberian makanan/minuman prelaktal, pemberian kolostrum,

    pemberian ASI, pemberian MP-ASI dan penyapihan menjelaskan adanya

    hubungan antara praktek pemberian makanan/minuman prelaktal dengan status

    gizi, yang mana makanan/minuman prelaktal tersebut memang tidak seharusnya

    diberikan karena saluran pencernaan bayi belum cukup kuat untuk mencerna

    makanan selain ASI dan apabila dipaksakan dapat menimbulkan terjadinya

    penyakit infeksi yang dapat mempengaruhi status gizi bayi (25).

    Menurut Suhardjo kolostrum dapat mempengaruhi status gizi balita,

    karena kolostrum mengandung lebih banyak protein, mineral serta sedikit

    karbohidrat dari pada susu ibu sesudahnya. Kolostrum juga mengandung beberapa

    bahan anti penyakit yang dapat membantu bayi menyediakan kekebalan terhadap

    penyakit infeksi yang mempengaruhi status gizi. Konsumsi makanan yang

    diperoleh bayi umur 0-12 bulan berasal dari pola asuh gizi yang salah satunya

    adalah praktek pemberian ASI. ASI merupakan makanan yang terbaik bagi bayi

    dan anak bibawah umur 2 tahun. ASI mengandung zat gizi yang lengkap dalam

  • 30

    jumlah yang mencukupi kebutuhan bayi sampai dengan umur 4 bulan, sehingga

    ASI adalah makanan tunggal yang seharusnya diberikan kepada bayi umur 0- 4

    bulan. Selain itu ASI mengandung zat kekebalan yang dapat melindungi bayi dari

    berbagai penyakit infeksi. ASI juga merupakan makanan yang bersih, praktis

    dengan suhu yang sesuai dengan bayi/anak serta dapat meningkatkan hubungan

    psikologis serta kasih sayang antara ibu dan anak. Dengan demikian jelas bahwa

    ASI mempunyai hubungan terhadap status gizi, semakin baik praktek pemberian

    ASI maka semakin baik pula status gizi bayi. Selain ASI konsumsi makanan yang

    diperoleh bayi dibawah umur 2 tahun adalah makanan pendamping ASI (MP-

    ASI).

    Makanan ini diberikan dengan tujuan untuk melengkapi kebutuhan gizi

    bayi yang semakin meningkat seiring dengan meningkatnya umur bayi.

    Sebagaimana dijelaskan oleh Soekirman bahwa salah satu faktor langsung dari

    status gizi adalah konsumsi makanan, maka secara tidak langsung praktek

    pemberian MP-ASI merupakan salah satu faktor langsung dari status gizi pada

    bayi. Pengaruh praktek penyapihan terhadap status gizi bayi dijelaskanoleh

    Depkes bahwa bayi yang sehat pada usia penyapihan akan tumbuh dengan pesat

    dan sehat, sehingga kekawatiran terjadinya gizi kurang akibat penyakit infeksi

    dapat dihindari. Sedangkan menurut masa penyapihan adalah proses dimana

    seorang bayi secara perlahan-lahan memakan makanan keluarga ataupun makanan

    orang dewasa sehingga secara bertahap bayi semakin kurang ketergantungannya

    pada ASI dan perlahan-lahan proses penyusuan akan terhenti. Dengan demikian

  • 31

    praktek penyapihan secara langsung mempengaruhi konsumsi makanan pada bayi

    dimana konsumsi makanan tersebut merupakan faktor langsung dari status gizi.

    2.2.6. Status Gizi

    1. Pengertian Status gizi

    Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat interaksi antara asupan

    energi dan protein serta zat-zat gizi esensial lainnya dengan keadaan kesehatan

    tubuh. Status gizi adalah kondisi tubuh sebagai akibat penyerapan zat-zat gizi

    esensial. Status gizi merupakan ekspresi dari keseimbangan zat gizi dengan

    kebutuhan tubuh, yang diwujudkan dalam bentuk variabel tertentu.

    Ketidakseimbangan (kelebihan atau kekurangan) antara zat gizi dengan kebutuhan

    tubuh akan menyebabkan kelainan patologi bagi tubuh manusia. Keadaan

    demikian disebut malnutrition (gizi salah atau kelainan gizi). Secara umum,

    bentuk kelainan gizi digolongkan menjadi 2 yaitu overnutrition (kelebihan gizi)

    dan under nutrition (kekurangan gizi). Overnutrition adalah suatu keadaan tubuh

    akibat mengkonsumsi zat-zat gizi tertentu melebihi kebutuhan tubuh dalam waktu

    yang relative lama. Undernutrition adalah keadaan tubuh yang disebabkan oleh

    asupan zat gizi sehari-hari yang kurang sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan

    tubuh (25).

    2. Penilaian Status Gizi

    Secara umum, status gizi dapat dikatakan sebagai fungsi kesenjangan gizi,

    yaitu selisih antara konsumsi zat gizi dengan kebutuhan zat gizi tersebut.

    Kesenjangan gizi bermanifestasi menurut tingkatannya, sebagai berikut:

  • 32

    a. mobilisasi cadangan zat gizi, yaitu upaya menutup kesenjangan yang

    masih kecil dengan menggunakan cadangan gizi dalam tubuh;

    b. deplesi jaringan tubuh yang terjadi jika kesenjangan tersebut tidak dapat

    ditutupi dengan pemakaian cadangan;

    c. perubahan biokimia, suatu kelaian yang terlihat dalam cairan tubuh;

    d. perubahan fungsional, yaitu kelaianan yang terjadi dalam tata kerja faali

    e. perubahan anatomi. Suatu perubahan yang bersifat lebih menetap (24).

    Metode penilaian status gizi dapat dikelompokkan berdasarkan tingkat

    perkembangan kekurangan gizi, yaitu metode konsumsi, metode

    laboratorium, metode antropometri dan metode klinik.

    Menurut Supariasa penentuan status gizi dapat dikelompokkan dalam

    metode langsung dan metode tidak langsung. Metode penilaian status gizi secara

    langsung meliputi metode biokimia, antropometri, klinik dan biofisik. Sedangkan

    metode tidak langsung adalah metode konsumsi makanan, statistik vital dan

    faktor-faktor ekologi (25).

    3. Penilaian Status Gizi Secara Antropometri

    1. Umur

    Umur sangat memegang peranan penting dalam penentuan status gizi,

    kesalahan penentuan akan menyebabkan interpretasi status gizi yang salah. Hasil

    penimbangan berat badan maupun tinggi bada yang akurat, menjadi tidak berarti

    bila tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat. Kesalahan yang sering

    muncul adalah adanya kecenderunga utuk memiih angka yang mudah seperti 1

  • 33

    tahunn; 1,5 tahun; 2 tahun. Oleh sebab itu penentuan umur anak perlu dihitung

    dengan cermat.

    2. Berat Badan

    Berat badan merupakan salah satu ukuran yang memberikan gambaran

    massa jaringan termasuk massa cairan tubuh. Berat badan sangat peka terhadap

    perubahan yang mendadak baik karena penyakit infeksi maupun konsumsi

    makanan yang menurun. Berat badan ini dinyatakan dalam bentuk indeks BB/U

    (Berat Badan menurut umur ) atau melakukan penilaian dengan melihat

    perubahan berat badan pada saat penguukuran dilakukan, yang dalam

    penggunaannya, memberikan gambaran keadaan kini. Berat badan paling banyak

    digunakan karena hanya memerlukan pengukuran satu pengukuran, hanya saja

    tergantung pada ketepatan umur, tetapi kurang dapat menggambarkan

    kecenderugan perubahan situasi gizi dari waktu ke waktu.

    3. Tinggi Badan

    Tinggi badan memberikan gambaran fungsi pertumbuhan yang dilihat dari

    keadaan kurus kering dan kecil pendek. Tinggi badan sangat baik utuk melihat

    keadaan gizi masa lalu terutama yang berkaitan dengan keadaan berat badan lahir

    rendah dan kurang gizi pada masa balita. Tinggi badan dinyatakan dalam bentuk

    index TB/U (Tinggi badan menurut umur ) atau jugga indeks BB/TB (Berat badan

    menurut tinggi badan) jarang dilakukan karena perubahan tinggi badan yang

    lambat dan biasanya hanya dilakukan settahun sekali (26).

  • 34

    4. Klasifikasi Status Gizi

    Berdasarkan kesepakatan pada Temu Pakar bidang gizi

    merekomendasikan penggunaan baku rujukan WHO sebagai standar atau rujukan

    dalam penentuan status (26).

    Tabel 2.2. Penilaian Status Gizi berdasarkan Ideks BB/U,TB/U, BB/TB

    Standart Baku antropmetri WHO NCHS 2010

    No Indeks yang dipakai Batas

    Pengelompokan

    1 BB/ U < -3sd

    -3 s/d +2 SD

    Gizi Buruk

    Giz Kurang

    Gizi Baik

    Gizi Lebih

    2 TB/U

  • 35

    pendapat mengenai faktor determinan yang dapat menyebabkan timbulnya

    masalah gizi pada bayi di antaranya menyatakan bahwa kekurangan gizi

    dipengaruhi oleh functional outcome (mis.kognitif), status gizi / pertumbuhan

    kematian, intake makanan, perawatan / pola asuh, ketersediaan makanan,

    sedangkan penyebab mendasar adalah makanan, perawatan (pola asuh) dan

    pelayananan kesehatan (20). Interaksi dari berbagai faktor sosial ekonomi dapat

    menyebabkan jatuhnya seorang anak pada keadaan kekurangan gizi perlu

    dipertimbangkan. Status ekonomi mempengaruhi pertumbuhan bayi, melalui

    konsumsi makan dan kejadian infeksi.

    6. Sistem Pencernaan

    Sistem pencernaan dapat diartikan sebagai suatu rangkaian alat pencernaan

    yang berfungsi untuk mengolah makanan dan menghasilkan energi. Untuk

    menjadi energi, makanan harus dicerna terlebih dahulu. ada 2 jenis pencernaan

    yakni :

    a) Mekanik

    Adalah proses mengubah makanan dari ukuran besar menjadi lebih kecil,

    misalnya penghancuran makanan dengan menggunakan gigi dimulut.

    b) Kimiawi

    Adalah proses pencernaan makanaan dari molekul kompleks menjadi

    molekul yang lebih sederhana dengan bantuan enzim, seperti pencernaan

    amilum oleh amilase menjadi maltosa.Makanan yang dimakan oleh

    manusia akan melalui saluran pencernaan.

  • 36

    1. Cavumoris

    Makanan dirongga mulut dihaluskan oleh gigi. Dalam mulut, terdapat lidah

    yang tersusun atas otot lurik yang diselubungi lapisan mukosa. Pada lidah

    terdapat paipla/tonjolan yang berfungsi sebagai indera pengecap. Lidah

    berfungsi juga sebagai pengatur letak makanan, mendorong makanan ke

    esofagus serta mencampur makanan dengan saliva (ludah).Saliva dimulut

    terdiri atas air, ludah dan enzim amilase (ptialin). Amilase bekerja pada pH

    normal, menyebabkan tidak bekerja di lambung.

    2. Esofagus

    Setelah melalui rongga mulut, makanan menuju ke Esofagus (kerongkongan).

    Dikerongkongan, makanan terdorong menuju lambung oleh gerakan otot

    memanjang dan sehingga terjadi gerak peristaltik. Waktu makanan dari

    kerongkongan mencapai waktu kurang lebih sekitar enam detik .

    3. Ventrikulus

    Dari Kerongkongan, makanan bergerak menuju lambung. Lubang lambung

    sellau dalam keadaan tertutup, tetapi apabila ada makanan masuk, secara

    reflex sfingter kardial akan membuka. Dilambung, makanan dicerna dengan

    menggunakan enzim HCl yang berfungsi untuk membunuh bibit kuman

    penyakit yang ikut terbawa bersama makanan, Renin yang berfungsi

    mengendapkan protein susu (kasein) derta pepsin yang berfungsi mengubah

    protein menjadi pepton. Pepsin dihasilkan dalam bentuk belum aktif, yakni

    pepsinogen, tetapi kemudian diaktifkan oleh HCl. selain mengalami

    pencernaan kimiawi, dilambung terjadigerakan meremas oleh otot dinding

  • 37

    lambung sehingga terjadi pencernaan mekanik. Setelah ±3jam, makanan

    berubang menjadi bubur halus (kim). Setelah beberapa lama, berkat gerak

    peristaltik lambung, makanan terdorong keusus halus melalui sfingter pylorus

    sedikit.

    4. Intestinum

    Usus halus manusia terbagi menjadi 3 bagian, yaitu duodenum (usus 12 jari),

    jejunum (usus kosong) dan ileum (usus penyerapan). Duodenum merupakan

    muara saluran empedu, disana terjadi pengemulsian lem ak oleh empedu

    sehingga lebih mudah dicerna oleh enzim lipase yang dihasilkan Pankreas.

    Pankreas menghasilkan beberapa enzim yakni lipase, Tripsinogen dan

    amilase. Selain itu, usus halus juga menghasilkan beberapa enzim yakni

    sakarase, maltase, erepsinogen dan laktase. Lipase berfungsi mencerna lemak

    menjadi asam lemak dan gliserol. Tripsinogen diaktifkan oleh enterokinase

    menjadi tripsin yang berfungsi mencerna pepton menjadi asam amino.

    Amilase berfungsi mengubah amilum menjadi glukosa. Sakarase berfungsi

    mengubah sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa. Maltase berfungsi

    mengubah maltosa menjadi glukosa. Erepsinogen diaktifkan oleh

    enterokinase menjadi erepsin yang berfungsi mengubah pepton menjadi asam

    amino. Laktase berfungsi mengubah Laktosa menjadi glukosa.Berdasarkan

    jumlah gugus, karbohidrat dibagi menjadi 3 jenis yaitu mono sakarida,

    disakarida dan pilosakarida. Monosakarida terdiri atas glukosa, fruktosa dan

    galaktosa. Disakarida terdiri atas sukrosa, laktosa dan maltosa. Polisakarida

    terdiri atas amilum dan glikogen. Monosakarida adalah yang dapat diserap

  • 38

    tubuh. Pada usus halus terdpaat jonjot usus (vili) yang berfungsi memperluas

    permukaan usus halus. vili tersusun atas pembuluh darah, pembuluh limfa

    dan sel goblet. Panjang usus halus (intestinum) ±6-8m. Duodenum ±25cm,

    jejunum ±2,5cm, ileum ±3,6m

    5. Kolon

    Setelah melalui usus halus, makanan masuk ke usus besar. Didalam usus

    besar terdapat bakteri E.Coli yang hidup pada zat makanan yang tidak dapat

    dicerna manusia seperti selulosa dan menghasilkan vitamin K dan H (biotin)

    yang kemudian diserap tubuh. Didalam usus besar tidak terjadi proses

    pencernaan mekanik maupun kimiawi, tetapi terjadi penyerapan air,

    pembentukan massa feses dan pembentukan lender untuk melumasi mukosa.

    Proses pengeluaran feses melalui anus disebut defekasi. Disaat lambung dan

    usus halus kembali terisi oleh makanan, terjadi rangsangan pada kolon untuk

    melakukan defekasi yang disebut reflex gastrokolik yang secara sadar dapat

    dirasakan. usus besar terdiri atas bagian yang naik (asenden), mendatar

    (transversum) dan menurun (desenden). Selain alat pencernaan, sistem

    pencernaan terdiri pula atas kelenjar pencernaan diantaranya hati, kelenjar

    endokrin, kelenjar saliva, paotis, submaksilaris, sublingualis dan pankreas.

    Hati dan pankreas bekerjasama dalam mengatur kadar gula dalam darah.

    ketika kadar gula tinggi, pankreas mensekresikan hormon insulin yang

    merangsang hati mengubah glukosa menjadi glikogen sedangkan pada saat

    guladarah rendah, pankreas mengeluarkan hormon glucagon yang

    merangsang hatu mengubah glikogen menjadi glukosa. Pada sistem

  • 39

    pencernaan manusia dapat terjadi beragam gangguan diantaranya sebagai

    berikut:

    1. Kolik

    2. Malabsopsi (kelainan kemampuan lambung dan usus untuk menyerap sari

    makanan menurun)

    3. Keracunan makanan (dikarenakan zat aditif pada makanan) (27).

  • 40

    Gambar 2.1. Kerangka Teori

    Dikutip dari : Engle, et alModifikasi dari Endang Suwiji 2013

    STATUS GIZI

    POLA ASUH

    KESEHATAN

    POLA ASUH

    MAKAN

    POLA ASUH DIRI

    1. Perhatian dan dukungan pada ibu

    2. Perkembangan Anak

    3. Persiapan dan penyimpanan makanan

    4. Praktik kebersihan dan Sanitasi

    5. Perawatan anak dalam keadaan sakit dan praktik kesehatan

    Sumber

    Ekonomi/Makanan

    1. Produksi Makan

    2. Pendapatan

    3. Lapangan

    Pekerjaan

    Sumber Daya

    Kesehatan

    1. Pemenuhan air

    bersih

    2. Ketersediaan

    Pelayanan Kesehatan

    Sumber Pengasuhan

    1. Pengetahuan

    2. Kesehatan Mental

    3. Pekerjaan

    4. Waktu

    5. Dukungan Sosial

    Konteks sosial, politik, budaya

  • 41

    2.3. Landasan Teori

    Kesehatan balita merupakan indikator dalam menentukan masa depannya.

    Unsur gizi merupakan faktor penting dalam membentuk SDM yang berkualitas.

    Tigginya prevalensi kejadian kurang gizi berpengaruh terhadap rendahnya

    kualitas SDM. Kekurangan gizi dapat mengakibatkan beberapa efek serius seperti

    kegagalan pertumbuhan fisik serta tidak optimalnya proses perkembangan dan

    kecerdasan anak . Apabila masalah kekurangan gizi terus terjadi maka hal ini

    dapat menjadi faktor penghambat pembangunan.

    Kelompok yang paling rentan terhadap gangguan kesehaan dan gizi adalah

    anak balita. Status gizi balita merupakan hal penting yang harus diketahui oleh

    setiap orang tua. Hal ini di dasarkan fakta bahwa kurang gizi yang terjadi pada

    massa emas bersifat irreversible (tidak dapat pulih). Rentang usia 1-5 tahun

    merupakan masa kritis bagi anak karena pada usia ini terjadi pertumbuhan dan

    perkembangan yang sangat cepat.

  • 42

    2.4. Kerangka Konsep

    Variabel Independen Variabel Dependen

    v

    Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian Hubungan Pola Asuh

    Dengan Status Gizi Balita

    2.5. Hipotesis

    Ho1: Ada hubungan pola asuh makan dengan status gizi balita

    Ho2: Ada hubungan pola asuh kesehatan dengan status gizi balita

    Ho3: Ada hubungan pola asuh diri dengan status gizi balita

    POLA ASUH MAKAN

    POLA ASUH KESEHATAN

    POLA ASUH DIRI

    STATUS GIZI BALITA

  • 43

    BAB III

    METODE PENELITIAN

    3.1. Jenis Penelitian

    Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

    penelitiansurvei analitik dengan menggunakan pendekatan cross sectional, yaitu

    penelitian dimana cara pengukuran variabel bebas dan variabel terikat dalam

    waktu yang bersamaan yang bertujuan untuk menganalisahubungan pola asuh

    dengan status gizi balita pada wilayah kerja Puskesmas Batu Anam Kabupaten

    Simalungun (28).

    3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

    3.2.1. Lokasi Penelitian

    Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Batu Anamyang

    berlokasi di Kabupaten Simalungun dengan alasan bahwa hasil laporan 2018

    penderita balita gizi buruk sebanyak 6 anak .

    3.2.2. Waktu Penelitian

    Penelitian ini dilakukan selama bulan Juni 2018- Agustus 2018 yang

    dimulai dari bulan februari sebagai survey awal.

    3.3. Populasi dan Sampel Penelitian

    3.3.1. Populasi Penelitian

    Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu dan balita umur 24 - 59

    bulan yang bertempat tinggal diwilayah kerja Puskesmas Batu Anam yang

    berjumlah 1.800 orang.

  • 44

    3.3.2. Sampel Penelitian

    Sampel penelitian adalalah bagian dari populasi yang digunakan dalam

    penelitian. Penentuan besar sampel minimal pada penelitian ini dihitung

    berdasarkan rumus slovin sebagai berikut:

    Keterangan:

    n = Jumlah sampel minimal yang diperlukan

    N= Jumlah populasi

    d = Kesalahan (absolut) yang dapat ditolelir yaitu sebesar 0.1

    N = 94,7 pembulatan 95 orang

    Berdasarkan karakteristik sampel maka sampel minimal yang diambil

    sebanyak 95 anak dengan menggunakan teknik simple random sampling.

    Kriteria inklusi dari penelitian ini adalah :

    1) Balita yang mempunyai KMS dengan catatan hasil penimbangan lengkap

    minimal 3 bulan terakhir sampai dilaksanakannya penelitian.

    2) Bayi lahir normal/tidak prematur.

    3) Balita dalam keadaan sehat (Tidak dalam keadaan sakit)

    Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah :

    1) Balita yang diasuh selain ibunya

    2) Subyek tidak bersedia berpartisipasi dalam penelitian.

    3) Tidak mempunyai tempat tinggal yang tetap sehingga sulit dihubungi.

  • 45

    3.4. Teknik Pengumpulan Data

    3.4.1. Jenis Data

    1. Data Primer

    Data primer adalah: Data yang di kumpulkan langsung oleh peneliti

    meliputi :

    a. Data umum responden: Data balita yang meliputi nama, umur, jenis

    kelamin, dan BB balita. Data keluarga meliputi nama ibu, umur ibu,

    pendidikan ibu, pekerjaaan, penghasilan keluarga dan alamat.

    b. Data berat badan anak diperoleh melalui pengukuran dengan

    menggunakan timbangan Dacin yang mempunyai kapasitas 25 kg dengan

    tingkat ketelitian 0,1 kg.

    c. Data tinggi badan anak diperoleh melalui pengukuran dengan

    menggunakan mikrotoa dan pengukur panjang badan.

    d. Data tentang pola asuh diperoleh melalui pengukuran kuesioner yang

    meliputi :

    (1) Pola Asuh Makan

    (2) Pola Asuh Kesehatan

    (3) Pola Asuh Diri

    (4) Data tentang status gizi diperoleh dengan menggunakan index

    antropometri berdasarkan BB/TB

  • 46

    2. Data Sekunder

    Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari wilayah kerja Puskesmas

    Batu Anam Kabupaten Simalungun Tahun 2018, meliputi data jumlah anak balita

    yang berhubungan dengan penelitian.

    3.4.2 Teknik Pengumpulan Data

    Metode pengumpulan data penelitian dilakukasn dengan mengisi lembar

    kuesioner yang telah disiapkan oleh peneliti dan menimbang berat badan balita

    kemudian menggunakan tabel standart baku berdasarkan World Health

    Organization untuk menentukan status gizi balita berdasarkan berat badan dengan

    usia balita di Puskesmas Batu Anam Kabupaten Simalungun.

    3.4.3 Uji Validitas dan Reliabilitas

    a. Uji Validitas

    Validitas berarti alat ukur suatu penelitian dapat mengukur apa yang

    hendak diukur. Suatu instrument kuesioner dikatakan valid jika nilai r-

    hitung lebih besar dari r-tabel atau r hitung > r-tabel. Uji validitas

    kuisioner dilakukan pada ibu yang memiliki anak usia 23 - 59 bulan

    sebanyak 95 responden. Pengambilan responden harus berdasarkan

    kesamaan karakteristik dengan responden dalam penelitian maka

    peneliti mengambil lokasi uji validitas kuesioner di Puskesmas Batu

    Anam Kabupaten Simalungun.

  • 47

    b. Uji Reliabilitas

    Menentukan derajat konsistensi dari instrument penelitian berbentuk

    kuesioner, tingkat reliabilitas dapat dilakukan dengan menggunakan

    SPSS melalui uji cronchbach alpa yang dibandingkan dengan tabel r .

    3.5. Defenisi Operasional Penelitian

    1) Pola Asuh Makan adalah Sebagai praktek – praktek pengasuhan yang

    diterapkan oleh ibu kepada anak balita dengan cara dan situasi makan.

    2) Pola Asuh Kesehatan adalah Kegiatan keluarga melayani kebutuhan

    kesehatan anak yang meliputi pemberian imunisasi, kapsul vitamin A,

    penimbangan di posyandu dan hygiene priadi.

    3) Pola Asuh Diri adalah Tindakan yang dilakukan ibu dalam membantu

    anak untuk memberikan dukungan sosial sehingga berpengaruh positif

    terhadap status gizi, pertumbuhan dan perkembangan balita

    4) Balita adalah : Anak yang berusia 2 -5 tahun.

    5) Status gizi adalah: Keadaan kesehatan anak balita yang diukur

    menggunakan index BB/TB dengan membandingkan Antropometri WHO

    NCHS 2010.

    3.6. Metode Pengukuran

    1. Variabel Independen

    1) Pola Asuh Makan diukur berdasarkan jawaban kuesioner dari keseluruhan

    semua item pertanyaan dalam perhatian/dukungan ibu dalam pola asuh

  • 48

    makan, yang terdiri dari 25 pertanyaan dengan skor 50. Dikategorikan

    menjadi:

    a. Baik apabila nilai > 50%

    b. Tidak baik apabila nilai 50%)

    b. Tidak baik: apabila nilai yang diperoleh 0-14 (50%)

    b. Tidak baik apabila nilai yang diperoleh 0-9 (

  • 49

    Uraian diatas dapat dilihat dalam bentuk tabel seperti dibawah ini.

    Tabel 3.1 Defenisi Operasional

    Nama

    Variabel

    Jumlah

    Pertanyaan

    Cara dan

    Alat Ukur

    Skala

    Pengukuran

    Value Jenis

    Skala

    Ukur

    Pola Asuh

    Makan

    25 Menghitung

    skor pola

    asuh makan

    Skor 0-25

    Skor 25-50

    Kurang

    Baik

    Ordinal

    Pola Asuh

    Kesehatan

    15 Menghitung

    skor pola

    asuh

    kesehatan

    Skor 0-15

    Skor 15-30

    Kurang

    baik

    Baik

    Ordinal

    Pola Asuh

    Diri

    10 Menghitung

    skor pola

    asuh diri

    Skor 0-10

    Skor 10-20

    Kurang

    baik

    Baik

    Ordinal

    Status Gizi

    Balita

    4 Menilai

    Status Gizi

    balita

    berdasarkan

    Tabel baku

    rujukan

    WHO

    Jika BB/TB

    < -3SD

    -3 s/d +2 SD

    Sangat

    Kurus

    Kurus

    Normal

    Gemuk

    3.7. Teknik Analisa Data

    Setelah semua data dikumpulkan, dilakukan tahap-tahap pengolahan data

    yang meliputi:

    1) Editing, merupakan langkah untuk meneliti kelengkapan data yang

    diperoleh melalui wawancara.

    2) Koding, merupakan langkah memberikan kode pada masing-masing

    jawaban untuk memudahkan pengolahan data.

    3) Tabulasi, merupakan pengelompokan data berdasarkan variabel yang

    diteliti yang disajikan dalam tabel frekuensi.

  • 50

    3.7.1. Analisa Univariat

    Analisa ini diperlukan untuk mendeskripsikan usia balita, usia ibu,

    pendidikan ibu praktek pola asuh gizi, pola asuh diri dan pola asuh kesehatan pada

    wilayah kerja Puskesmas Batu Anam Kabupaten Simalungun.

    3.7.2. Analisa Bivariat

    Analisa ini diperlukan untuk menguji