HUBUNGAN PERILAKU PERSONAL HYGIENE DENGAN …digilib.unila.ac.id/56836/3/3. SKRIPSI FULL TEKS TANPA...

78
HUBUNGAN PERILAKU PERSONAL HYGIENE DENGAN KERACUNAN PESTISIDA MELALUI PENGUKURAN KADAR CHOLINESTERASE DALAM DARAH PADA PETANI DI PEKON SRIKATON KECAMATAN ADILUWIH KABUPATEN PRINGSEWU TAHUN 2017 (SKRIPSI) Oleh DEVI LIANI OCTIARA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDARLAMPUNG 2018

Transcript of HUBUNGAN PERILAKU PERSONAL HYGIENE DENGAN …digilib.unila.ac.id/56836/3/3. SKRIPSI FULL TEKS TANPA...

HUBUNGAN PERILAKU PERSONAL HYGIENE DENGAN KERACUNAN

PESTISIDA MELALUI PENGUKURAN KADAR CHOLINESTERASE

DALAM DARAH PADA PETANI DI PEKON SRIKATON KECAMATAN

ADILUWIH KABUPATEN PRINGSEWU TAHUN 2017

(SKRIPSI)

Oleh

DEVI LIANI OCTIARA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDARLAMPUNG

2018

HUBUNGAN PERILAKU PERSONAL HYGIENE DENGAN KERACUNAN

PESTISIDA MELALUI PENGUKURAN KADAR CHOLINESTERASE

DALAM DARAH PADA PETANI DI PEKON SRIKATON KECAMATAN

ADILUWIH KABUPATEN PRINGSEWU TAHUN 2017

Oleh

DEVI LIANI OCTIARA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

SARJANA KEDOKTERAN

Pada

Fakultas Kedokteran

Universitas Lampung

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDARLAMPUNG

2018

Judul Skripsi :

Nama Mahasiswa : Devi Liani Octiara

No. Pokok Mahasiswa : 1418011055

Program Studi : Pendidikan Dokter

Fakultas : Kedokteran

MENYETUJUI

Komisi Pembimbing

MENGETAHUI

Dekan Fakultas Kedokteran

HUBUNGAN PERILAKU PERSONAL

HYGIENE DENGAN KERACUNAN

PESTISIDA MELALUI PENGUKURAN

KADAR CHOLINESTERASE DALAM

DARAH PADA PETANI DI PEKON

SRIKATON KECAMATAN ADILUWIH

KABUPATEN PRINGSEWU TAHUN 2017

dr. Fitria Saftarina, S.Ked.,M.Sc.

NIP 19780903 200604 2 001

dr. Arif Yudho Prabowo, S.Ked.

Dr.dr. Muhartono, S.Ked.,M.Kes.,Sp.PA.

NIP 19701208 200112 1 001

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : dr. Fitria Saftarina, S.Ked.,M.Sc.

Sekretaris : dr. Arif Yudho Prabowo, S.Ked.

Penguji

Bukan Pembimbing : dr. Diana Mayasari, S.Ked.,M.K.K.

2. Dekan Fakultas Kedokteran

Dr.dr. Muhartono, S.Ked.,M.Kes.,Sp.PA.

NIP 19701208 200112 1 001

Tanggal Lulus Ujian Skripsi : 6 Juni 2018

_____________

_____________

_____________

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa:

1. Skripsi dengan judul “Hubungan Perilaku Personal Hygiene Dengan Keracunan

Pestisida Melalui Pengukuran Kadar Cholinesterase Dalam Darah Pada Petani

di Pekon Srikaton Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu Tahun 2017”

adalah hasil karya saya sendiri dan tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan

atas karya penulis lain dengan cara tidak sesuai tata etika ilmiah yang berlaku

dalam masyarakat akademik atau yang disebut plagiarisme;

2. Hak intelektualitas atas karya ilmiah ini diserahkan sepenuhnya kepada

Universitas Lampung.

Atas pernyataan ini, apabila dikemudian hari ternyata ditemukan adanya

ketidakbenaran, saya bersedia menanggung akibat dan sanksi yang diberikan

kepada saya.

Bandarlampung, Maret 2018

Penulis

Devi Liani Octiara

Riwayat Hidup

Peneliti, Devi Liani Octiara, merupakan anak perempuan yang dilahirkan di

Bandarlampung pada tanggal 13 Oktober 1996. Peneliti merupakan anak pertama

dari Bapak Subagas dan Ibu Supriyati. Pendidikan peneliti yakni Taman Kanak-

Kanak (TK) Kartika II-31 Segalamider, yang dimulai pada tahun 2001 dan

diselesaikan pada tahun 2002.

Sekolah Dasar peneliti yakni SD Kartika II-6 Segalamider, kemudian pada

tahun 2003 peneliti pindah ke SD Negeri 1 Sukarame yang diselesaikan pada tahun

2008, Sekolah Menengah Pertama diselesaikan pada tahun 2011 di SMP Negeri 1

Bandarlampung, dan Sekolah Menengah Atas yang diselesaikan pada tahun 2014

di SMA Negeri 5 Bandarlampung. Kemudian pada tahun yang sama, tahun 2014,

peneliti diterima di Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran

Universitas Lampung.

Sebuah persembahan sederhana untuk Papi, Bunda,

Adik, dan Keluarga Besarku tercinta. Terima kasih

untuh cinta, kasih sayang, dan dukungan yang telah

kalian berikan

“Allah mengerti hatimu lebih dari

yang kau ketahui. Allah

menjangkau pikiranmu lebih dari

yang engkau bayangkan. Dan

Allah merancang kebahagiaanmu

lebih dari rencanamu”

SANWACANA

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan karunia dan nikmat

kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan

Perilaku Personal Hygiene Dengan Keracunan Pestisida Melalui Pengukuran

Kadar Cholinesterase Dalam Darah Pada Petani di Pekon Srikaton Kecamatan

Adiluwih Kabupaten Pringsewu Tahun 2017”.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak mendapat masukan,

bantuan, dorongan, saran, bimbingan, dan kritik dari berbagai pihak. Maka dengan

segenap kerendahan hati penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada:

1. Prof.Dr.Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P., selaku Rektor Universitas Lampung;

2. Dr.dr. Muhartono, S.Ked.,M.Kes.,Sp.PA., selaku Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Lampung;

3. dr. Fitria Saftarina, S.Ked.,M.Sc., selaku Pembimbing Utama atas

kesediaannya untuk meluangkan banyak waktu, memberikan nasihat,

bimbingan, saran, dan kritik yang bermanfaat dalam proses penyelesaian

skripsi ini;

4. dr. Arif Yudho Prabowo, S.Ked., selaku Pembimbing Kedua atas kesediaannya

untuk meluangkan waktu, memberikan nasihat, bimbingan, saran, dan kritik

yang bermanfaat dalam proses penyelesaian skripsi ini;

5. dr. Diana Mayasari, S.Ked.,M.K.K., selaku Penguji Utama pada ujian skripsi

atas kesediannya untuk meluangkan waktu, memberikan nasihat, ilmu, dan

saran-saran yang telah diberikan;

6. dr. Tiwuk Susantiningsih, S.Ked.,M.Biomed., selaku Pembimbing Akademik

saya sejak semester 1 hingga semester 2 dan dr. Evi Kurniawaty, S.Ked.,M.Sc.,

selaku Pembimbing Akademik saya pada semester 3 hingga semester 7, terima

kasih atas bimbingan dan ilmu yang telah diberikan selama ini;

7. Seluruh staf dosen dan civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas

Lampung atas ilmu, waktu, dan bimbingan yang telah diberikan dalam proses

perkuliahan;

8. Kepada Papi (Bapak Subagas) dan Bunda (Ibu Supriyati) yang sangat aku

sayangi dan cintai atas cinta, kasih sayang, dukungan, pelajaran hidup,

pengorbanan, doa, segala jerih payah, dan semangat juang yang tak henti selalu

diberikan kepadaku. Terima kasih atas perjuangan kalian sudah memberikan

pendidikan yang terbaik untukku, membentuk diriku menjadi wanita yang kuat,

yang selalu memberikan kebahagiaan untukku;

9. Kepada adikku tersayang Dirgo Hadi Pangestu dan keluarga besar atas doa,

dukungan, semangat, cinta, kasih, kesabaran, keikhlasan, motivasi, dan bahkan

kritikan yang membangun serta selalu menjadi alasan saya untuk terus

berjuang sampai saat ini;

10. Sahabat seperjuangan, Hanifa, Nidia, Meilisa, terima kasih untuk cinta, kasih

sayang, dukungan, semangat, bantuan, doa, dan ketulusan yang telah kalian

berikan;

2

11. Teman KKN di Wirata Agung Mataram “SAWI PUTIH’ yang sekarang

menjadi sahabat dan keluarga. Ayu, Julius, Sarti, Faiza, Agas, dan Febri,

terima kasih atas semangat, dukungan, bantuan, doa, dan kebahagiaan yang

kalian berikan untukku. Kebersamaan 40 hari, kekompakan, suka duka saat

KKN, serta menu sawi putih yang selalu ada tiap hari tidak akan terlupakan;

12. Bapak I Kadeq Warta selaku Kepala Kampung Wirata Agung Mataram, Bapak

I Gusti Nyoman Arya beserta keluarga selaku orang tuaku pada saat KKN, serta

pemuda dan pemudi disana khususnya I Putu Arie Permana, I Wayan Samudra

Kusuma Wijaya, Kadek Agus Wiratmaja, dan Ni Wayan Eka Valupi yang

selalu membantuku ketika aku ada kegiatan. Terima kasih atas dukungan, doa,

bantuan, dan ketulusan yang telah kalian berikan;

13. Teman seperjuangan skripsi Aldo, Riska, Summayah, Ice, dan Rosy atas kerja

sama, kerja keras, bantuan, semangat, dan doa yang telah diberikan selama

melakukan penelitian;

14. Kepada petani di Pekon Srikaton yang telah bersedia meluangkan waktunya

untuk menjadi responden dalam penelitian ini;

15. Kepada Kepala Pekon Srikaton dan perangkat pekon yang telah membantu

dalam pengumpulan data;

16. Untuk CRANI4L 14 terima kasih atas kebersamaan, suka, duka, dan solidaritas

selama 3,5 tahun perkuliahan ini, semoga kelak kita dapat menjadi dokter yang

baik dan berguna bagi masyarakat;

17. Adik-adik angkatan 2015, 2016, dan 2017 terima kasih atas dukungan,

bantuan, dan doa selama ini;

18. Semua yang terlibat dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat saya

3

sebutkan satu per satu, terima kasih atas doa dan dukungan kalian.

Penulis menyadari skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan dan jauh

dari kesempurnaan. Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat memberikan

manfaat dan pengetahuan baru kepada setiap orang yang membacanya. Terima

kasih.

Bandarlampung, Maret 2018

Penulis

Devi Liani Octiara

ABSTRACT

RELATIONSHIP OF PERSONAL HYGIENE BEHAVIOR WITH

PESTICIDE POISONING THROUGH CHOLINESTERASE IN BLOOD OF

FARMERS IN PEKON SRIKATON ADILUWIH PRINGSEWU DISTRICT

2017

By

DEVI LIANI OCTIARA

Background: Pesticides are very popular chemicals used to control the

development or growth of pests, diseases, and weeds. Farmers are the largest

working group in Indonesia to improve optimal agricultural output, farmers apply

various technologies, including the use of chemicals. This study aims to analyze the

relationship of personal hygiene behavior with pesticide poisoning in the blood of

farmers in Pekon Srikaton Adiluwih Pringsewu District.

Method: This research used cross sectional research design with sampling

technique such as consecutive sampling. The samples of this research are 86

farmers in Pekon Srikaton Adiluwih Pringsewu District. The instrument of this

research are questionnaire and spectrophotometer test. The statistical analysis was

calculated using fisher exact test with a significance value <5%.

Result: The statistical test showed that 79 farmers (91,9%) is pesticide poisoning

and not pesticide poisoning is 7 farmers (8,1%), good personal hygiene 12 farmers

(14%) and 74 farmers (86%) are not good personal hygiene. Fisher test results

obtained p value of 0.000. There is a relationship between personal hygiene

behavior and pesticide poisoning in blood to farmers in Pekon Srikaton Adiluwih

Pringsewu District.

Conclusion: This study has a relationship between personal hygiene behavior and

pesticide poisoning in the blood of farmers in Pekon Srikaton Adiluwih Pringsewu

District.

Keywords: Farmer, Pesticide, Poisoning

ABSTRAK

HUBUNGAN PERILAKU PERSONAL HYGIENE DENGAN KERACUNAN

PESTISIDA MELALUI PENGUKURAN KADAR CHOLINESTERASE

DALAM DARAH PADA PETANI DI PEKON SRIKATON KECAMATAN

ADILUWIH KABUPATEN PRINGSEWU TAHUN 2017

Oleh

DEVI LIANI OCTIARA

Latar belakang: Pestisida merupakan bahan kimia yang sangat populer digunakan

untuk mengendalikan perkembangan atau pertumbuhan hama, penyakit, dan gulma.

Petani merupakan kelompok kerja terbesar di Indonesia untuk meningkatkan hasil

pertanian yang optimal, petani menerapkan berbagai teknologi, antara lain

penggunaan bahan kimia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan

perilaku personal hygiene dengan keracunan pestisida dalam darah petani di Pekon

Srikaton Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu.

Metode Penelitian: Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross sectional

dengan teknik pengambilan sampel berupa consecutive sampling. Jumlah sampel

dalam penelitian ini sebanyak 86 petani di Pekon Srikaton Kecamatan Adiluwih

Kabupaten Pringsewu. Instrumen penelitian ini adalah kuesioner dan uji

spektrofotometer. Analisis statistik yang digunakan adalah uji fisher exact dengan

nilai kemaknaan <5%.

Hasil Penelitian: Uji statistik menunjukkan bahwa 79 petani (91,9%) mengalami

keracunan pestisida dan yang tidak keracunan pestisida 7 petani (8,1%). Perilaku

personal hygiene yang baik 12 petani (14%) dan 74 petani (86%) tidak baik. Hasil

uji fisher didapatkan nilai p yaitu 0,000. Terdapat hubungan antara perilaku

personal hygiene dan keracunan pestisida dalam darah pada petani di Pekon

Srikaton Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu.

Simpulan: Penelitian ini memiliki hubungan antara perilaku personal hygiene dan

keracunan pestisida dalam darah pada petani di Pekon Srikaton Kecamatan

Adiluwih Kabupaten Pringsewu.

Kata kunci: Keracunan, Pestisida, Petani

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ........................................................................................................ i

DAFTAR TABEL ............................................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... iv

DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... v

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 5

1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................................... 6

1.4 Manfaat Penelitian ..................................................................................... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pestisida ..................................................................................................... 8

2.1.1 Definisi Pestisida ........................................................................... 8

2.1.2 Patofisiologi Paparan Pestisida...................................................... 9

2.1.3 Cara Masuk Pestisida Ke Dalam Tubuh ........................................ 11

2.1.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Keracunan

Pestisida ......................................................................................... 13

2.1.5 Prinsip Dasar Penggunaan Pestisida .............................................. 19

2.1.6 Dampak Penggunaan Pestisida Pertanian ...................................... 20

2.1.7 Keracunan Akut dan Keracunan Kronis ........................................ 22

2.1.8 Pemeriksaan Cholinesterase .......................................................... 25

2.1.9 Gejala Keracunan Pestisida ........................................................... 29

2.1.10 Diagnosis Keracunan Pestisida...................................................... 30

2.1.11 Pertolongan Pertama Pada Keracunan Pestisida ........................... 30

2.1.12 Petunjuk Keamanan Penggunaan Pestisida ................................... 31

2.2 Personal Hygiene ...................................................................................... 32

2.2.1 Definisi Personal Hygiene ............................................................ 32

2.2.2 Dampak Yang Sering Timbul Pada Masalah Personal

Hygiene .......................................................................................... 34

2.2.3 Hubungan Personal Hygiene Dengan Keracunan Pestisida

Dalam Darah Pada Petani .............................................................. 35

2.3 Kerangka Teori .......................................................................................... 37

2.4 Kerangka Konsep ...................................................................................... 39

2.5 Hipotesis .................................................................................................... 39

ii

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian........................................................................................ 40

3.2 Waktu dan Tempat .................................................................................. 40

3.2.1 Waktu ............................................................................................ 40

3.2.2 Tempat ........................................................................................... 40

3.3 Populasi dan Sampel ............................................................................... 41

3.3.1 Populasi ......................................................................................... 41

3.3.2 Sampel ........................................................................................... 41

3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi .................................................................. 43

3.4.1 Kriteria Inklusi............................................................................... 43

3.4.2 Kriteria Eksklusi ............................................................................ 43

3.5 Variabel Penelitian .................................................................................. 43

3.6 Definisi Operasional ............................................................................... 44

3.7 Metode Pengumpulan Data ..................................................................... 45

3.7.1 Data Primer .................................................................................... 45

3.7.2 Data Sekunder ............................................................................... 45

3.8 Instrumen Penelitian ............................................................................... 45

3.8.1 Kuesioner ...................................................................................... 45

3.8.2 Uji Laboratorium (Pengukuran Kadar Enzim Cholinesterase) ..... 47

3.9 Prosedur Pelaksanaan Penelitian............................................................. 47

3.10 Pengolahan dan Analisis Data ................................................................ 48

3.10.1 Pengolahan Data.......................................................................... 48

3.10.2 Analisis Data ............................................................................... 49

3.11 Etika Penelitian ....................................................................................... 50

3.12 Skema Penelitian ..................................................................................... 51

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum .................................................................................... 52

4.2 Hasil Penelitian ....................................................................................... 54

4.2.1 Karakteristik Responden ............................................................... 54

4.2.2 Analisis Univariat .......................................................................... 60

4.2.3 Analisis Bivariat ............................................................................ 64

4.3 Pembahasan............................................................................................. 65

4.3.1 Analisis Univariat .......................................................................... 65

4.3.2 Analisis Bivariat ............................................................................ 67

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan ................................................................................................. 73

5.2 Saran ....................................................................................................... 74

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Definisi Operasional Variabel ......................................................................... 44

2. Distribusi Frekuensi Umur Petani di Pekon Srikaton Kecamatan

Adiluwih Kabupaten Pringsewu ..................................................................... 54

3. Distribusi Frekuensi Masa Kerja Petani di Pekon Srikaton Kecamatan

Adiluwih Kabupaten Pringsewu ..................................................................... 55

4. Distribusi Frekuensi Kontak Terakhir Dengan Pestisida Pada Petani di

Pekon Srikaton Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu ......................... 56

5. Distribusi Frekuensi Pendidikan Petani di Pekon Srikaton Kecamatan

Adiluwih Kabupaten Pringsewu ..................................................................... 57

6. Distribusi Frekuensi Penyemprotan Pestisida di Pekon Srikaton

Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu .................................................. 58

7. Distribusi Frekuensi Lama Penyemprotan Pestisida di Pekon Srikaton

Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu .................................................. 59

8. Distribusi Frekuensi Perilaku Personal Hygiene Pada Petani di Pekon

Srikaton Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu .................................... 60

9. Gambaran Perilaku Personal Hygiene Pada Petani di Pekon Srikaton

Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu .................................................. 61

10. Distribusi Frekuensi Keracunan Pestisida Pada Petani di Pekon

Srikaton Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu .................................... 63

11. Klasifikasi Keracunan Pestisida ...................................................................... 63

12. Hubungan Antara Perilaku Personal Hygiene dan Keracunan Pestisida

Dalam Darah Petani di Pekon Srikaton Kecamatan Adiluwih

Kabupaten Pringsewu ...................................................................................... 64

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka Teori Penelitian ............................................................................... 38

2. Kerangka Konsep Penelitian ........................................................................... 39

3. Skema Penelitian ............................................................................................. 51

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Izin Penelitian

Lampiran 2 Surat Izin Peminjaman Laboratorium

Lampiran 3 Surat Persetujuan Etik

Lampiran 4 Lembar Penjelasan Kepada Calon Responden

Lampiran 5 Lembar Informed Consent

Lampiran 6 Lembar Kuesioner Penelitian

Lampiran 7 Validitas dan Reliabilitas Kuesioner

Lampiran 8 Data Penelitian

Lampiran 9 Hasil Analisis Data Penelitian

Lampiran 10 Dokumentasi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peningkatan sektor pertanian memerlukan berbagai sarana yang

mendukung agar dapat dicapai hasil yang memuaskan, terutama dalam hal

mencukupi kebutuhan nasional dalam bidang pangan atau sandang dan

meningkatkan perekonomian nasional dengan mengekspor hasilnya ke luar

negeri. Sarana-sarana yang mendukung peningkatan hasil di bidang pertanian

ini adalah alat-alat pertanian, pupuk, dan bahan-bahan kimia. Pestisida

merupakan salah satu bahan kimia beracun yang digunakan untuk

mengendalikan perkembangan atau pertumbuhan hama dan gulma (Starks,

2010). Penggunaan pestisida di Indonesia cukup tinggi. Berdasarkan data dari

Kementerian Pertanian, terjadi peningkatan jumlah pestisida dari tahun ke

tahun dengan jumlah paling banyak yang digunakan adalah insektisida

(Direktorat Pupuk dan Pestisida, 2011). Di Indonesia, pada tahun 2014 tercatat

sekitar 1.790 formulasi dan 602 bahan aktif pestisida telah didaftarkan untuk

mengendalikan hama di berbagai bidang komoditi (Komisi Pestisida, 2014).

Menurut data World Health Organization (WHO), pada tahun 2012

terdapat 193.460 orang meninggal di seluruh dunia akibat keracunan pestisida

tidak disengaja, 84% terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah.

2

WHO (2014) mencatat 1-5 juta kasus keracunan terjadi tiap tahun khususnya

pada pekerja pertanian, 80% terjadi di negara berkembang dengan tingkat

kematian sebesar 5,5% atau sekitar 220.000 jiwa. Berdasarkan data Sentra

Informasi Keracunan Nasional (Sikernas) pada tahun 2016 terdapat 625 kasus

keracunan pestisida di berbagai wilayah Indonesia. Pada tahun 2009 di

Kelurahan Campang, Kecamatan Gisting, Kabupaten Tanggamus, Lampung,

hasil penelitian kadar cholinesterase dengan tintometer kit, perangkat uji

lovibond menunjukkan seluruh responden mengalami keracunan pestisida

dengan proporsi 71,4% keracunan ringan dan 28,6% keracunan sedang (Rustia

et al., 2010).

Pestisida memiliki beberapa dampak negatif bagi penggunanya.

Kontak langsung terhadap pestisida dapat mengakibatkan keracunan, baik akut

maupun kronis. Keracunan akut dapat menimbulkan gejala sakit kepala, mual,

muntah dan sebagainya, bahkan beberapa pestisida dapat menimbulkan iritasi

kulit dan kebutaan. Keracunan kronis tidak mudah untuk dideteksi karena

efeknya tidak segera dirasakan, walaupun akhirnya juga menimbulkan

gangguan (Kurniasih et al., 2013).

Pajanan ringan pestisida jangka pendek dapat menyebabkan iritasi pada

selaput mata atau kulit, namun pajanan ringan jangka panjang berpotensi

menimbulkan berbagai dampak kesehatan, seperti gangguan terhadap sistem

hormon, kegagalan organ, dan kematian. Menurut Prijanto (2009), semakin

sering petani melakukan penyemprotan, maka semakin tinggi pula risiko

keracunannya. Penyemprotan sebaiknya dilakukan sesuai dengan ketentuan.

3

Faktor-faktor risiko terjadinya keracunan pestisida antara lain umur,

jenis kelamin, pengetahuan, pengalaman, keterampilan, pendidikan,

pemakaian alat pelindung diri, status gizi, dan praktik penanganan pestisida

(Mufidah et al., 2016). Menurut Prijanto (2009), pengetahuan yang rendah,

sikap petani yang tidak benar, dan cara penggunaan petani yang salah adalah

penyebab terjadinya keracunan pestisida. Berdasarkan Isnawan (2013), jumlah

pestisida yang digunakan dalam kegiatan pertanian dan cara menyemprot

pestisida berhubungan dengan kejadian keracunan pestisida pada petani

bawang merah.

Deteksi dini mengenai keracunan pestisida melalui pemeriksaan

cholinesterase perlu dilakukan untuk mencegah timbulnya gangguan

kesehatan yang kronis dan mematikan (Prasetya et al., 2010). Kadar

cholinesterase yang rendah umumnya terdapat pada seseorang yang

mengalami keluhan-keluhan akibat keracunan pestisida. Pestisida golongan

organofosfat dan golongan karbamat merupakan pestisida yang dapat

menghambat aktivitas cholinesterase karena pestisida tersebut bersifat anti-

cholinesterase sehingga dapat menurunkan aktivitas kerja enzim

cholinesterase di dalam tubuh (Budiawan, 2013).

Dampak negatif penggunaan pestisida berkaitan dengan perilaku dan

kebiasaan petani. Kebiasaan petani dalam menggunakan pestisida terkadang

menyalahi aturan. Selain dosis yang digunakan melebihi takaran, petani juga

sering mencampur beberapa jenis pestisida dengan alasan untuk meningkatkan

daya racunnya pada hama tanaman (Mahmudah et al., 2012). Perilaku petani

seperti menyemprot, menyiapkan perlengkapan untuk menyemprot,

4

mencampur jenis pestisida, serta mencuci peralatan atau pakaian yang

digunakan untuk menyemprot berkaitan dengan dampak negatif yang

ditimbulkan pestisida (Kurniasih et al., 2013).

Personal hygiene sangat berpengaruh terhadap tingkat kesehatan

pekerja. Perilaku personal hygiene berkaitan dengan upaya pencegahan

penyakit dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti mandi, mencuci tangan

dan kaki, serta kebersihan pakaian (Tarwoto dan Wartonah, 2010). Perilaku

petani membawa makanan dan minuman sendiri dari rumah yang nantinya

dimakan atau diminum di sela-sela penyemprotan atau selesai penyemprotan

dapat mempengaruhi status kesehatan petani karena personal hygiene yang

kurang baik, petani hanya mencuci tangan di area persawahan dengan air

seadanya yang tidak bersih dan tidak memakai sabun, bahkan terkadang tidak

mencuci tangan terlebih dahulu (Rustia et al., 2010). Mengaduk campuran

pestisida menggunakan tangan tanpa pelindung, melakukan penyemprotan

sambil merokok, tidak langsung mandi setelah melakukan penyemprotan, dan

hanya mencuci tangan menggunakan air menimbulkan beberapa keluhan

kesehatan pada petani di Kecamatan Berastagi (Mahyuni, 2015).

Pekon Srikaton adalah salah satu desa yang terdapat di Kecamatan

Adiluwih Kabupaten Pringsewu. Pekon Srikaton merupakan desa yang mata

pencaharian utama masyarakatnya adalah bercocok tanam, terutama sayur-

sayuran. Populasi petani di Pekon Srikaton berjumlah 350 orang. Berdasarkan

survei pendahuluan yang telah dilakukan, terlihat para petani di desa tersebut

merokok atau minum tanpa mencuci tangan terlebih dahulu di sela-sela

penyemprotan. Selain itu, mereka juga tidak langsung pulang ke rumah untuk

5

mandi dan mengganti pakaian. Hal tersebut menunjukkan bahwa para petani

di Pekon Srikaton kurang memperhatikan perilaku personal hygiene baik pada

saat menggunakan pestisida maupun setelah menggunakan pestisida. Telah

diketahui bahwa perilaku personal hygiene berpengaruh terhadap keracunan

pestisida dalam darah. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan

perilaku personal hygiene terhadap keracunan pestisida melalui pengukuran

kadar cholinesterase dalam darah pada petani di Pekon Srikaton.

1.2 Rumusan Masalah

Petani merupakan kelompok kerja terbesar di Indonesia. Untuk

meningkatkan hasil pertanian yang optimal, petani menerapkan berbagai

teknologi, antara lain penggunaan bahan kimia. Pestisida merupakan bahan

kimia yang umum digunakan untuk membasmi hama dan gulma atau tanaman

pengganggu. Selain manfaat menguntungkan, bahan aktif pestisida dapat

membahayakan kesehatan manusia, salah satunya keracunan pestisida.

Keracunan pestisida berpengaruh terhadap kerja organ dan sistem organ.

Personal hygiene merupakan salah satu faktor risiko terjadinya keracunan

pestisida. Perilaku personal hygiene petani yang kurang baik dapat

mempengaruhi status kesehatan petani tersebut. Berdasarkan survei

pendahuluan yang telah dilakukan di Pekon Srikaton, terlihat para petani di

desa tersebut merokok atau minum tanpa mencuci tangan terlebih dahulu di

sela-sela penyemprotan. Selain itu, mereka juga tidak langsung pulang ke

rumah untuk mandi dan mengganti pakaian. Hal tersebut menunjukkan bahwa

para petani di Pekon Srikaton kurang memperhatikan perilaku personal

6

hygiene, baik pada saat menggunakan pestisida maupun setelah menggunakan

pestisida. Deteksi dini mengenai keracunan pestisida melalui pemeriksaan

cholinesterase perlu dilakukan untuk mencegah timbulnya gangguan

kesehatan yang kronis dan mematikan. Berdasarkan uraian tersebut, dapat

dirumuskan suatu permasalahan penelitian sebagai berikut, “apakah terdapat

hubungan perilaku personal hygiene dengan keracunan pestisida melalui

pengukuran kadar cholinesterase dalam darah pada petani di Pekon Srikaton

Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu?”.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari dilakukannya penelitian ini yaitu:

1.3.1 Tujuan Umum

Menganalisis hubungan perilaku personal hygiene dengan keracunan

pestisida dalam darah petani di Pekon Srikaton Kecamatan Adiluwih

Kabupaten Pringsewu.

1.3.2 Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dilakukannya penelitian ini antara lain:

a. Mengetahui gambaran perilaku personal hygiene petani di Pekon

Srikaton Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu;

b. Mengukur tingkat keracunan petani penyemprot berdasarkan kadar

cholinesterase dalam darah petani penyemprot;

7

c. Untuk mengetahui hubungan perilaku personal hygiene dengan

keracunan pestisida dalam darah petani di Pekon Srikaton Kecamatan

Adiluwih Kabupaten Pringsewu.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian yang dilakukan ini yaitu:

1.4.1 Bagi Dinas Kesehatan dan Dinas Pertanian

Sebagai bahan pertimbangan dan upaya perlindungan dalam masalah

kesehatan mengenai dampak pestisida bagi kesehatan, serta sebagai

bahan informasi dalam mengoptimalkan program pemberantasan hama

terpadu (PHP) dan sebagai bahan penentu kebijakan pemerintah.

1.4.2 Bagi Masyarakat Setempat

Diharapkan dapat menjadi informasi dan bermanfaat bagi masyarakat,

khususnya petani yang melakukan penyemprotan pestisida untuk dapat

mengerti bahaya penggunaan pestisida serta pentingnya menjaga

personal hygiene pada saat penyemprotan.

1.4.3 Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan dapat menjadi penyediaan data dasar yang dapat digunakan

untuk penelitian lebih lanjut, khususnya mengenai pestisida.

1.4.4 Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan

pengalaman bagi peneliti dalam melakukan penelitian.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pestisida

2.1.1 Definisi Pestisida

Pestisida merupakan bahan kimia yang sangat populer digunakan

untuk mengendalikan perkembangan atau pertumbuhan hama, penyakit,

dan gulma. Umumnya, pestisida didefinisikan sebagai senyawa kimia,

jasad renik, maupun virus yang telah dilemahkan yang bertujuan untuk

mengendalikan dan membunuh hama (Starks, 2010). Pada sektor

pertanian, penggunaan pestisida secara tidak langsung berdampak

penting pada peningkatan hasil pertanian. Penggunaan pestisida secara

terus menerus justru akan mengakibatkan pencemaran tanah pertanian

dan akumulasi residual pestisida pada hasil pertanian (Yuantari, 2009).

Menurut Permentan (2014), pestisida adalah semua zat kimia dan

bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk:

a. Memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit yang merusak

tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian;

b. Memberantas rerumputan;

c. Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan;

9

d. Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian

tanaman, tidak termasuk pupuk;

e. Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan

peliharaan dan ternak;

f. Memberantas atau mencegah hama-hama air;

g. Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik

dalam rumah tangga, bangunan, serta dalam alat-alat pengangkutan;

dan/atau

h. Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat

menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang yang perlu

dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah, dan air.

2.1.2 Patofisiologi Keracunan Pestisida

Berdasarkan Hasibuan (2015), pestisida meracuni manusia melalui

berbagai mekanisme kerja yaitu:

a. Golongan organoklorin

Organoklorin merupakan insektisida yang bekerja menyerang sistem

saraf pusat dengan cara mengganggu keseimbangan ion natrium dari

serat saraf, yang mendorong sel saraf untuk menghantarkan impuls

secara terus-menerus. Tanda dan gejala yang dapat ditimbulkan

berupa sakit kepala, rasa pusing, mual, muntah, diare, lemas, gugup,

gemetar, kejang, dan hilang kesadaran.

10

b. Golongan organofosfat

Organofosfat merupakan insektisida anticholinesterase karena

sifatnya yang dapat menghambat enzim cholineserase pada sel saraf.

Penghambatan kerja enzim terjadi karena organofosfat melakukan

fosforilasi enzim tersebut menjadi bentuk komponen yang stabil

sehingga asetilkolin tidak dapat terurai dalam postsinaptik.

Asetilkolin berfungsi sebagai neurotransmitter di celah sinaps. Pada

kondisi normal, enzim cholineserase akan menghidrolisis asetilkolin

menjadi asetat dan kolin. Pada saat organofosfat disemprotkan, enzim

tersebut tidak dapat bekerja secara normal. Ketika enzim dihambat,

jumlah asetilkolin meningkat dan berikatan dengan reseptor

muskarinik dan nikotinik pada sistem saraf pusat dan perifer. Hal

tersebut menyebabkan timbulnya gejala keracunan yang berpengaruh

pada seluruh bagian tubuh dan berakumulasi pada neural inter

junction yang disebabkan oleh aktivitas cholinesterase sehingga

menghalangi penyampaian rangsangan saraf kelenjar dan otot-otot.

Gejala keracunan golongan organofosfat adalah timbulnya gerakan-

gerakan otot tertentu, pengelihatan kabur, mulut berbusa dan berair

liur banyak, keringat berlebih, detak jantung sangat cepat, serta kejang

perut.

c. Golongan karbamat

Insektisida karbamat cepat terurai dan hilang daya racunnya dari

jaringan sehingga tidak terakumulasi di dalam jaringan lemak.

Mekanisme toksisitas dari karbamat sama dengan organofosfat yaitu

11

menghambat cara kerja enzim cholineserase sehingga mengalami

karbamilasi. Sama halnya dengan organofosfat, karbamat bekerja

dengan mengikat enzim asetilkolinesterase yang berfungsi

menghidrolisis asetilkolin. Dengan terikatnya enzim

asetilkolinesterase akan mengakibatkan terjadinya penumpukan

asetilkolin pada sambungan kolinergik neuroefektor sehingga impuls

saraf akan terstimulasi secara terus menerus dan menyebabkan

terjadinya gejala tremor dan gerakan tidak terkendali lainnya.

2.1.3 Cara Masuk Pestisida Ke Dalam Tubuh

Beberapa pekerjaan yang dapat menimbulkan kontaminasi dalam

penggunaan pestisida yaitu:

a. Membawa, menyimpan, dan memindahkan konsentrat pestisida

(produk pestisida yang belum diencerkan);

b. Mencampur pestisida sebelum diaplikasikan atau disemprotkan;

c. Mengaplikasikan atau menyemprot pestisida;

d. Mencuci alat-alat aplikasi sesudah penyemprotan pestisida.

(Direktorat Pupuk dan Pestisida, 2011)

Pestisida dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui berbagai

cara antara lain:

a. Penetrasi lewat kulit (dermal contamination)

Pestisida yang menempel di permukaan kulit meresap ke dalam tubuh

dan menimbulkan keracunan. Kejadian kontaminasi pestisida lewat

kulit merupakan kontaminasi yang paling sering terjadi, meskipun

12

tidak seluruhnya berakhir dengan keracunan akut. Lebih dari 90%

kasus keracunan di seluruh dunia disebabkan oleh kontaminasi lewat

kulit. Bila terkena akan mengakibatkan rasa terbakar, iritasi, keringat

berlebihan, bercak pada kulit, gatal, mata berair, gangguan

pengelihatan atau kabur, dan pupil dapat menyempit atau melebar

(Direktorat Pupuk dan Pestisida, 2011).

b. Terhisap masuk melalui ke dalam saluran pernapasan (inhalation)

Keracunan pestisida karena partikel pestisida terhirup lewat hidung

merupakan yang terbanyak kedua sesudah kontaminasi kulit. Gas dan

partikel semprotan yang sangat halus misalnya kabut asap dari fogging

serta partikel yang berukuran kurang dari 10 mikron dapat masuk ke

dalam paru-paru, sedangkan partikel yang lebih besar akan menempel

di selaput lendir hidung atau di kerongkongan. Bahaya penghirupan

pestisida lewat saluran pernapasan juga dipengaruhi oleh pestisida

yang terhirup, ukuran partikel, dan bentuk fisik pestisida (Wispriyono

et al., 2013). Toksisitas droplet atau gas pestisida yang terhisap

ditentukan oleh konsentrasinya di dalam ruangan atau di udara,

lamanya paparan, dan kondisi fisik individu yang terpapar (Pasiani et

al., 2012).

c. Masuk ke dalam saluran pencernaan melalui mulut (oral)

Keracunan lewat mulut dapat terjadi karena kasus bunuh diri, makan,

minum, dan merokok ketika bekerja menggunakan pestisida; butiran

(drift) pestisida yang terbawa angin masuk ke mulut; meniup nozzel

yang tersumbat menggunakan mulut; serta makanan dan minuman

13

yang terkontaminasi pestisida. Bila terkena dapat mengakibatkan

batuk, nyeri dada, sesak, sulit bernapas, dan nafas berbunyi

(Direktorat Pupuk dan Pestisida, 2011).

2.1.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Keracunan

Pestisida

Keracunan pestisida terjadi bila ada bahan pestisida yang mengenai

tubuh atau masuk ke dalam tubuh dalam jumlah tertentu. Ada beberapa

faktor yang dapat mempengaruhi keracunan pestisida antara lain:

2.1.4.1 Faktor dari dalam tubuh

Adapun faktor-faktor dari dalam tubuh antara lain:

a. Usia

Semakin bertambahnya umur seseorang maka fungsi

metabolisme akan menurun dan juga akan berakibat

menurunnya aktivitas cholinesterase darahnya sehingga akan

mempermudah terjadinya keracunan pestisida (Zuraida,

2012). Usia juga berkaitan dengan kekebalan tubuh dalam

mengatasi tingkat toksisitas suatu zat, semakin tua umur

seseorang maka efektifitas sistem kekebalan di dalam tubuh

akan semakin berkurang (Darmawan, 2013).

b. Jenis kelamin

Wanita rata-rata mempunyai aktivitas cholinesterase darah

lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki (Rustia et al.,

2010).

14

c. Status kesehatan

Beberapa jenis pestisida yang sering digunakan menekan

aktivitas cholinesterase dalam plasma yang dapat berguna

dalam menetapkan over exposure terhadap zat ini. Pada

orang-orang yang selalu terpapar pestisida menyebabkan

naiknya tekanan darah dan kolesterol (Prijanto, 2009).

d. Status gizi

Pengaruh status gizi pada orang dewasa akan mengakibatkan

kelemahan daya tahan tubuh, mengurangi inisiatif, dan

meningkatkan kepekaan terhadap infeksi. Semakin buruk

status gizi seseorang maka akan semakin mudah terjadi

keracunan. Dengan kata lain, petani yang mempunyai status

gizi baik cenderung memiliki aktivitas cholinesterase yang

lebih baik (Zuraida, 2012).

e. Genetik

Pada ras tertentu ada yang mempunyai kelainan genetik,

sehingga aktivitas cholinesterase darahnya rendah

dibandingkan dengan kebanyakan orang (Prijanto, 2009).

f. Tingkat pengetahuan

Pengetahuan yang cukup tentang pestisida sangat penting

dimiliki, khususnya bagi petani penyemprot karena dengan

pengetahuan yang cukup diharapkan para petani penyemprot

dapat melakukan pengelolaan pestisida dengan baik sehingga

risiko terjadinya keracunan dapat dihindari (Prijanto, 2009).

15

g. Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan mempengaruhi pengetahuan yang dimiliki

seseorang. Semakin luas pengetahuan seseorang maka akan

semakin mudah dan paham mengenai dampak dan risiko yang

akan terjadi dari suatu tindakan yang dilakukannya sehingga

akan lebih memilih melakukan tindakan yang lebih aman

untuk dirinya (Prijanto, 2009).

2.1.4.2 Faktor dari luar tubuh

Adapun faktor-faktor dari luar tubuh yaitu:

a. Suhu lingkungan

Suhu lingkungan berkaitan dengan waktu menyemprot.

Matahari yang semakin terik atau semakin siang, maka suhu

akan semakin panas. Kondisi demikian akan mempengaruhi

efek pestisida melalui mekanisme penyerapan melalui kulit

petani penyemprot (Darmawan, 2013).

b. Cara penanganan pestisida

Penanganan pestisida sejak dari pembelian, penyimpanan,

pencampuran, cara menyemprot hingga penanganan setelah

penyemprotan berpengaruh terhadap risiko keracunan bila

tidak memenuhi ketentuan (Darmawan, 2013).

c. Penggunaan alat pelindung diri (APD)

Pestisida umumnya adalah racun yang bersifat kontak. Oleh

karena itu, penggunaan alat pelindung diri pada petani waktu

16

menyemprot sangat penting untuk menghindari kontak

langsung dengan pestisida. Pemakaian alat pelindung diri

lengkap ada 7 macam yaitu baju lengan panjang, celana

panjang, masker, topi, kacamata, kaos tangan, dan sepatu boot.

Pemakaian APD dapat mencegah dan mengurangi terjadinya

keracunan pestisida. Dengan memakai APD kemungkinan

kontak langsung dengan pestisida dapat dikurangi sehingga

risiko racun pestisida masuk ke dalam tubuh melalui bagian

pernapasan, pencernaan, dan kulit dapat dihindari (Aulia,

2013).

d. Dosis pestisida

Semua jenis pestisida adalah racun, dosis yang semakin besar

maka akan semakin besar pula terjadinya keracunan pestisida.

Bila dosis penggunaan pestisida bertambah, maka efek dari

pestisida juga akan bertambah. Dosis pestisida yang tidak

sesuai berhubungan dengan kejadian keracunan pestisida

organofosfat petani penyemprot. Dosis yang tidak sesuai

mempunyai risiko 4 kali lebih besar untuk terjadi keracunan

dibandingkan penyemprotan yang dilakukan sesuai dengan

dosis aturan (Prijanto, 2009).

e. Jumlah jenis pestisida

Masing-masing pestisida mempunyai efek fisiologis yang

berbeda-beda, tergantung dari kandungan zat aktif dan sifat

fisik dari pestisida tersebut. Pada saat penyemprotan,

17

penggunaan pestisida lebih dari 3 jenis dapat mengakibatkan

keracunan pada petani. Banyaknya jenis pestisida yang

digunakan menyebabkan beragamnya paparan pada tubuh

petani yang mengakibatkan reaksi sinergik dalam tubuh

(Isnawan, 2013).

f. Masa kerja menjadi penyemprot

Semakin lama petani menjadi penyemprot, maka semakin

lama pula kontak dengan pestisida sehingga risiko keracunan

terhadap pestisida semakin tinggi. Penurunan aktivitas

cholinesterase dalam plasma darah karena keracunan pestisida

akan berlangsung mulai dari seseorang terpapar hingga 2

minggu setelah melakukan penyemprotan (Rustia et al., 2010).

g. Lama menyemprot

Dalam melakukan penyemprotan sebaiknya tidak boleh lebih

dari 3 jam, bila melebihi maka risiko keracunan akan semakin

besar. Seandainya masih harus menyelesaikan pekerjaannya,

hendaklah istirahat dulu beberapa saat untuk memberi

kesempatan pada tubuh terbebas dari paparan pestisida. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa istirahat minimal satu minggu

dapat menaikkan aktivitas cholinesterase dalam darah pada

petani penyemprot. Istirahat minimal satu minggu pada petani

keracunan ringan dapat menaikkan aktivitas cholinesterase

dalam darah menjadi normal (87,50%). Sedangkan petani

dengan keracunan sedang memerlukan waktu istirahat yang

18

lebih lama untuk mencapai aktivitas cholinesterase normal

(Rustia et al., 2010).

h. Frekuensi Penyemprotan

Semakin sering seseorang melakukan penyemprotan, maka

semakin tinggi pula risiko keracunannya. Penyemprotan

sebaiknya dilakukan sesuai dengan ketentuan. Waktu yang

dianjurkan untuk melakukan kontak dengan pestisida

maksimal 2 kali dalam seminggu (Darmawan, 2013).

i. Tindakan penyemprotan pada arah angin

Penyemprotan yang baik adalah searah dengan arah angin.

Penyemprot hendaklah mengubah posisi penyemprotan

apabila angin berubah (Darmawan, 2013).

j. Waktu menyemprot

Waktu penyemprotan perlu diperhatikan dalam melakukan

penyemprotan pestisida, hal ini berkaitan dengan suhu

lingkungan yang dapat menyebabkan keluarnya keringat lebih

banyak terutama pada siang hari sehingga waktu

penyemprotan pada siang hari akan semakin mudah terjadinya

keracunan pestisida melalui kulit (Darmawan, 2013).

k. Personal hygiene

Tindakan petani dalam mencuci tangan setelah penyemprotan

merupakan perilaku petani dalam menjaga kebersihan diri.

Mandi setelah penyemprotan dapat mengurangi absorbsi

pestisida yang masuk ke dalam tubuh. Mengganti pakaian dan

19

alat pelindung diri yang dipakai sewaktu menyemprot dapat

mengurangi risiko keracunan pestisida (Ginting, 2011).

2.1.5 Prinsip Dasar Penggunaan Pestisida

Penggunaan pestisida berpotensi menimbulkan dampak negatif

bagi pengguna, konsumen, lingkungan, serta dampak sosial ekonomi.

Oleh karena itu, penggunaan pestisida harus dilakukan secara hati-hati.

Tujuan penggunaan pestisida harus ditekankan untuk menurunkan

populasi hama, menghentikan serangan penyakit, dan mengendalikan

gulma agar keberadaannya tidak menyebabkan kerugian ekonomis atau

dapat menekan kehilangan hasil pertanian (Wibowo, 2017). Beberapa

prinsip penggunaan pestisida berdasarkan Wibowo (2017) yaitu:

a. Digunakan secara legal

Penggunaan pestisida tidak boleh bertentangan dengan peraturan atau

perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

b. Digunakan secara benar

Penggunaan pestisida harus sesuai dengan rekomendasi dari

pembuatnya atau lembaga yang berwenang. Selain itu, pengguna juga

harus memperhatikan syarat-syarat teknis sesuai dengan metode

aplikasi yang digunakan. Pestisida yang digunakan harus mampu

menampilkan efikasi biologisnya yang optimal. Efikasi biologis

(biological efficacy) adalah kemampuan pestisida untuk

mengendalikan organisme pengganggu tanaman (OPT). Penggunaan

secara benar bertujuan untuk mengefektifkan kerja pestisida.

20

c. Digunakan secara bijaksana

Penggunaan pestisida harus sesuai dengan tujuan utamanya, yaitu

mengendalikan OPT. Penggunaan pestisida yang bijaksana adalah

penggunaan pestisida yang lebih rasional, lebih mengedepankan akal

sehat daripada emosi.

2.1.6 Dampak Penggunaan Pestisida Pertanian

Pestisida merupakan bahan kimia, campuran bahan kimia atau

bahan-bahan lain yang bersifat bioaktif. Pada dasarnya, pestisida bersifat

racun. Setiap racun berpotensi mengandung bahaya. Oleh karena itu,

ketidakbijaksanaan dalam penggunaan pestisida pertanian dapat

menimbulkan dampak negatif. Menurut Prijanto (2009), dampak negatif

dari penggunaan pestisida antara lain:

a. Dampak bagi kesehatan petani

Penggunaan pestisida dapat mengkontaminasi pengguna secara

langsung sehingga mengakibatkan keracunan. Dalam hal ini,

keracunan dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu

keracunan akut ringan, keracunan akut berat, dan kronis.

b. Dampak bagi konsumen

Dampak pestisida bagi konsumen umumnya berbentuk keracunan

kronis yang tidak segera terasa. Namun, dalam jangka waktu lama

dapat menimbulkan gangguan kesehatan.

21

c. Dampak bagi kelestarian lingkungan

Dampak penggunaan pestisida bagi lingkungan dapat dikelompokkan

menjadi dua kategori yaitu:

i. Bagi lingkungan umum

Pencemaran lingkungan (air, tanah, dan udara);

Berdasarkan hasil penelitian, pestisida organoklorin di beberapa

perairan Indonesia sudah tergolong tinggi terutama di perairan.

Terbunuhnya organisme non target karena terpapar secara

langsung;

Pestisida yang masuk ke aliran air mengancam habitat ikan.

Semakin banyak jenis pestisida maka semakin terancam

kehidupan ikan di air yang terkena limbah.

Terbunuhnya organisme non target karena pestisida memasuki

rantai makanan;

Menumpuknya pestisida dalam jaringan tubuh organisme

melalui rantai makanan (bioakumulasi);

Menimbulkan efek negatif terhadap manusia secara tidak

langsung melalui rantai makanan.

ii. Bagi lingkungan pertanian

Timbul resistensi OPT terhadap pestisida;

Meningkatnya populasi hama setelah penggunaan pestisida;

Terbunuhnya musuh alami hama;

Fitotoksik (meracuni tanaman).

22

d. Dampak sosial ekonomi

Penggunaan pestisida yang tidak terkendali menyebabkan biaya

produksi menjadi tinggi. Dampak sosial ekonomi lainnya yaitu

timbulnya biaya sosial, misalnya biaya pengobatan dan hilangnya hari

kerja jika terjadi keracunan.

2.1.7 Keracunan Akut dan Keracunan Kronis

Perbedaan kualitas paparan menimbulkan perbedaan dampak

toksisitas. Pemaparan kadar rendah dalam jangka panjang atau

pemaparan dalam waktu yang singkat dengan akibat kronis. Keracunan

akut terjadi apabila efek keracunan pestisida langsung pada saat

dilakukan aplikasi atau sesaat setelah aplikasi pestisida (Purba, 2009).

a. Keracunan Akut

Keracunan akut terjadi apabila efek keracunan pestisida langsung

pada saat dilakukan aplikasi atau seketika setelah aplikasi pestisida.

Efek keracunan akut terbagi menjadi efek akut lokal dan efek akut

sistemik. Efek akut lokal jika hanya mempengaruhi bagian tubuh

yang terkena kontak langsung dengan pestisida, biasanya bersifat

iritasi pada mata, hidung, tenggorokan, dan kulit. Efek sistemik jika

pestisida masuk ke dalam tubuh manusia dan mengganggu sistem

tubuh. Darah akan membawa pestisida ke seluruh bagian tubuh

menyebabkan bergeraknya saraf-saraf otot secara tidak sadar dengan

gerakan halus maupun kasar, pengeluaran air mata, dan pengeluaran

23

air liur secara berlebihan, serta pernapasan menjadi tidak normal

(Yuantari, 2011).

Berdasarkan Djojosumarto (2008), keracunan akut ringan akan

menimbulkan pusing, sakit kepala, iritasi ringan, badan terasa sakit,

dan diare. Sedangkan keracunan akut berat akan menimbulkan gejala

mual, menggigil, kejang perut, sulit bernapas, keluar air liur, pupil

mata mengecil, dan denyut nadi meningkat. Selanjutnya keracunan

yang sangat berat dapat mengakibatkan pingsan, kejang, bahkan dapat

mengakibatkan kematian.

b. Keracunan Kronis

Keracunan kronis dapat ditemukan dalam bentuk kelainan saraf

dan perilaku (bersifat neurotoksik) atau mutagenitas. Selain itu ada

beberapa dampak kronis keracunan pestisida pada organ paru-paru,

hati, lambung, dan usus (Jenni et al., 2014). Individu yang terpapar

oleh pestisida dapat mengalami batuk yang tidak juga sembuh, atau

merasa sesak di dada. Gejala tersebut merupakan manifestasi dari

gejala penyakit bronkitis, asma, atau penyakit paru-paru lainnya.

Kerusakan paru-paru yang sudah berlangsung lama dapat mengarah

pada kanker paru-paru (Kurniasih et al., 2013).

Individu yang terpapar pestisida mempunyai kemungkinan lebih

besar untuk mengidap kanker. Ratusan pestisida dan bahan-bahan

yang terkandung di dalam pestisida diketahui sebagai penyebab

kanker. Penyakit kanker yang paling banyak terjadi akibat pestisida

24

adalah kanker darah (leukemia), limfoma non-Hodgkins, dan kanker

otak (Jenni et al., 2014).

Gangguan otak dan saraf yang paling sering terjadi akibat

terpapar pestisida selama bertahun-tahun adalah masalah pada

ingatan, sulit berkonsentrasi, perubahan kepribadian, kelumpuhan,

kehilangan kesadaran, dan koma (Yuantari, 2011). Hati adalah organ

tubuh yang berfungsi untuk menetralkan bahan-bahan kimia beracun.

Pestisida yang masuk ke tubuh akan mengalami proses detoksikasi

oleh organ hati. Senyawa racun tersebut akan diubah menjadi

senyawa lain yang sifatnya tidak lagi beracun terhadap tubuh.

Meskipun demikian, hati sering kali dirusak oleh pestisida apabila

terpapar selama bertahun-tahun. Hal ini dapat menyebabkan penyakit

seperti hepatitis, sirosis, dan kanker (Jenni et al., 2014).

Lambung dan usus yang terpapar pestisida akan menunjukkan

respon mulai dari yang sederhana seperti iritasi, rasa panas, mual dan

muntah, serta respon fatal yang dapat menyebabkan kematian seperti

perforasi, pendarahan, dan korosi lambung. Banyak orang yang

dalam pekerjaannya berhubungan langsung dengan pestisida selama

bertahun-tahun mengalami masalah sulit makan. Orang yang menelan

pestisida baik sengaja atau tidak disengaja, efeknya sangat buruk pada

perut dan tubuh karena pestisida merusak langsung melalui dinding-

dinding perut (Pasiani et al., 2012).

Hormon adalah bahan kimia yang diproduksi oleh organ-organ

seperti otak, tiroid, paratiroid, ginjal, adrenalin, testis, dan ovarium

25

untuk mengontrol fungsi-fungsi tubuh yang penting. Beberapa

pestisida mempengaruhi hormon reproduksi yang dapat menyebabkan

penurunan produksi sperma pada pria atau pertumbuhan sel telur yang

tidak normal pada wanita. Beberapa pestisida dapat menyebabkan

pelebaran tiroid yang akhirnya dapat berlanjut menjadi kanker tiroid

(Suhartono, 2014).

2.1.8 Pemeriksaan Cholinesterase

Cholinesterase (ChE) adalah suatu enzim yang berfungsi sebagai

katalis untuk menghidrolisis asetilkolin menjadi kolin dan asetat (Conant

et al., 2009). Cholinesterase adalah suatu bentuk dari katalis biologik di

dalam jaringan tubuh yang berperan untuk menjaga otot-otot, kelenjar-

kelenjar, dan sel-sel saraf agar bekerja secara terorganisir dan harmonis

(Prasetya et al., 2010). Ada tiga jenis cholinesterase utama, yaitu enzim

cholinesterase yang terdapat di dalam sinaps, plasma, dan sel darah

merah. Cholinesterase dalam sinaps merupakan enzim yang ditemukan

di dalam sistem saraf sedangkan cholinesterase plasma diproduksi di

dalam hati. Cholinesterase di dalam darah disintesis oleh sumsum tulang

(Zuraida, 2012).

Pemeriksaan cholinesterase digunakan untuk monitoring

keracunan insektisida organofosfat atau karbamat. Enzim cholinesterase

dalam darah umumnya digunakan sebagai parameter keracunan

pestisida. Aktivitas enzim cholinesterase akan menurun dengan

hadirnya insektisida organofosfat dan karbamat. Untuk dapat

26

mengevaluasi dengan baik, nilai dasar pasien sebelum paparan

seharusnya diperiksa terlebih dahulu. Selain dengan melihat aktivitas

enzim cholinesterase, keracunan pestisida dapat diketahui dengan

melihat keadaan klinis. Keadaan klinis yang dapat mengindikasi

pemeriksaan ini yaitu paparan pestisida dengan gejala miosis,

pengelihatan kabur, kelemahan otot, twitching dan fasciculation,

bradikardi, nausea, diare, mual, banyak mengeluarkan air liur,

berkeringat, edem paru, aritmia, serta kejang (Anam et al., 2014).

Pestisida golongan organofosfat dan karbamat memiliki aktivitas

anticholinesterase seperti fisostigmin, neostigmin, piridostigmin,

distigmin, ester asam fosfat, ester tiofosfat, dan karbamat. Cara kerja

semua jenis pestisida organofosfat sama, yaitu menghambat penyaluran

impuls saraf dengan cara mengikat cholinesterase sehingga tidak terjadi

hidrolisis asetilkolin. Hambatan tersebut dapat terjadi beberapa jam

hingga beberapa minggu, tergantung dari jenis anticholinesterase.

Hambatan oleh turunan karbamat hanya bekerja beberapa jam dan

bersifat reversibel. Hambatan yang bersifat irreversibel dapat

disebabkan oleh turunan ester asam fosfat yang dapat merusak

cholinesterase. Perbaikan baru timbul setelah tubuh mensintesis kembali

cholinesterase. Hadirnya pestisida golongan organofosfat di dalam

tubuh akan menghambat aktivitas enzim asetil cholinesterase sehingga

terjadi akumulasi substrat (asetilkolin) pada sel efektor. Keadaan

tersebut akan menyebabkan gangguan sistem saraf yang berupa aktivitas

kolinergik secara terus menerus akibat asetilkolin yang tidak dihidrolisis.

27

Gangguan ini dikenal sebagai tanda-tanda atau gejala keracunan. Hal

tersebut tidak hanya terjadi pada ujung saraf, tetapi juga dalam serabut

saraf (Conant et al., 2009).

Enzim cholinesterase sangat penting untuk kerja sistem saraf.

Hidrolisis asetilkolin oleh enzim cholinesterase menghasilkan asam

asetat dan kolin yang berfungsi sebagai perantara kimia pada sinaps

sistem saraf otonom sehingga rangsangan yang sampai dapat diteruskan.

Tinggi rendahnya aktivitas enzim cholinesterase menjadi indikator tinggi

rendahnya tingkat keracunan. Cholinesterase dalam plasma yang

disintesis di hati memerlukan waktu 3 minggu untuk kembali normal,

sedangkan dalam sel darah merah yang disintesis di sumsum tulang

belakang membutuhkan waktu 2 minggu (Rustia et al., 2010).

Penurunan aktivitas enzim cholinesterase dapat juga terjadi pada

beberapa penyakit, terutama penyakit yang menyerang hati. Hepatitis

dapat menurunkan aktivitas enzim cholinesterase antara 30%-50%. Pada

penyakit serosis hepatitis yang lanjut dan tumor hati atau tumor lainnya

yang berfermentasi ke hati dapat menurunkan aktivitas enzim

cholinesterase sebanyak 50%-70% (Conant et al., 2009).

Pemeriksaan cholinesterase dapat dilakukan dengan menggunakan

tintometer kit tes dan spektrofotometer. Penentuan kadar cholinesterase

dalam darah menggunakan tintometer kit tes dilihat berdasarkan

perubahan pH darah (Isnawan, 2013). Pengamatan menggunakan

spektrofotometer (pseudocholinesterase) dilihat berdasarkan

pengukuran absorbsi (penyerapan) radiasi gelombang elektromagnetik

28

pada alat spektrotofometer. Berdasarkan pemeriksaan kadar

cholinesterase menggunakan spektrofotometer menurut Randox

Laboratories Limited, terdapat 2 kelompok kadar cholinesterase yaitu

kelompok normal dan abnormal. Kadar cholinesterase normal untuk pria

dewasa adalah 5.400 U/L sampai 13.200 U/L, sedangkan abnormal

apabila <5.400 U/L.

Klasifikasi dari Anam K, Diarti MW, dan Haerani I tahun 2014

mengelompokkan tingkat keracunan pestisida berdasarkan persentase

enzim cholinesterase dalam darah antara lain:

a. Kategori normal yaitu bila ≥75%

Belum dianggap suatu keracunan sehingga masih dapat terus bekerja.

b. Kategori keracunan ringan yaitu ≥50% - <75%

Responden yang diperiksa mungkin over exposure, oleh karenanya

perlu dikaji ulang. Jika responden lemah agar disarankan untuk

istirahat (tidak kontak) dengan pestisida jenis organofosfat selama 2

minggu, kemudian diperiksa ulang sampai mencapai kesembuhan.

c. Kategori keracunan sedang yaitu ≥25% - <50%

Responden mengalami over exposure yang serius, disarankan untuk

segera menguji ulang tingkat keracunan. Jika hasilnya benar,

responden disarankan istirahat dari semua pekerjaan yang

berhubungan dengan insektisida. Bila yang bersangkutan sakit harus

segera dirujuk ke pelayanan kesehatan terdekat.

29

d. Kategori keracunan berat yaitu 0% - <25%

Responden mengalami over exposure yang sangat serius dan

berbahaya. Perlu diperiksa ulang dan yang bersangkutan harus

istirahat dari semua pekerjaan dan perlu segera dirujuk ke pemeriksa

medis.

2.1.9 Gejala Keracunan Pestisida

Seseorang yang terpapar pestisida dapat memperlihatkan lebih

dari satu gejala penyakit. Beberapa gejala dapat timbul secara langsung

setelah terpapar, sementara gejala lain tidak terlihat sampai beberapa

jam, beberapa hari, atau bahkan beberapa tahun kemudian.

Berdasarkan Hasibuan (2012), gejala keracunan pestisida dapat terlihat

di beberapa anggota tubuh antara lain:

a. Hidung dan mulut meliputi ingusan dan mengeluarkan air liur;

b. Kepala dan mata meliputi sakit kepala, mata merah, mata terasa gatal

dan sakit, keluar air mata, pengelihatan kabur, serta pupil mata

mengecil;

c. Dada dan paru-paru meliputi sakit di dada, sulit bernapas, dan batuk;

d. Perut meliputi sakit perut, diare, mual, dan muntah;

e. Kaki dan tangan meliputi kejang otot, terasa sakit, dan kedutan;

f. Tangan meliputi kuku-kuku tangan rusak, jari-jari mati rasa, dan

terasa geli;

g. Kulit meliputi gatal, ruam, bengkak, memerah, melepuh, terbakar,

dan keringat berlebih.

30

2.1.10 Diagnosis Keracunan Pestisida

Diagnosis keracunan pestisida yang tepat harus dilakukan lewat

proses medis yaitu harus dilakukan di laboratorium. Jika seseorang

yang mula-mula sehat kemudian selama atau setelah bekerja

menggunakan pestisida merasakan salah satu atau beberapa gejala

penurunan kondisi kesehatan seperti pusing, sesak nafas, diare, muntah,

reaksi alergi, hingga pingsan atau koma, maka dapat dipastikan

individu yang bersangkutan mengalami keracunan pestisida. Untuk

pestisida yang bekerja dengan menghambat enzim cholinesterase

(misalnya pestisida dari kelompok organofosfat dan karbamat),

diagnosis gejala keracunan dapat dilakukan dengan uji cholinesterase

(Rustia et al., 2010).

Umumnya gejala keracunan organofosfat atau karbamat baru

akan terlihat jika aktivitas cholinesterase darah menurun sampai 30%.

Namun, penurunan sampai 50% pada pengguna pestisida diambil

sebagai batas. Pengguna pestisida yang mengalami penurunan aktivitas

cholinesterase sampai 50% disarankan untuk menghentikan pekerjaan

yang berhubungan dengan pestisida (Jenni et al., 2014).

2.1.11 Pertolongan Pertama Pada Keracunan Pestisida

Prinsip utama dalam memberikan pertolongan petama pada

korban kasus keracunan berdasarkan Djojosumarto (2008), yaitu:

a. Putuskan segera hubungan dengan produk penyebab keracunan agar

kontaminasi tidak terus berlangsung;

31

b. Dapatkan segera pertolongan medis dari dokter atau paramedis, baik

di puskesmas, rumah sakit, atau tempat praktik dokter.

Pertolongan pertama yang dapat dilakukan ketika terjadi

keracunan pestisida berdasarkan Ginting (2011), antara lain:

a. Tanggalkan pakaian yang terkena pestisida;

b. Apabila kulit terkena, cuci dengan sabun dan air yang banyak;

c. Apabila mata terkena, cuci dengan air bersih selama sedikitnya 15

menit;

d. Apabila tertelan dan penderita masih sadar, usahakan permuntahan

dengan memberikan segelas air hangat yang diberi 1 sendok garam

dapur atau dengan cara menggelitik tenggorokan penderita dengan

jari tangan yang bersih sampai cairan muntahan menjadi jernih;

e. Jangan memberi sesuatu melalui mulut kepada penderita yang

pingsan atau tidak sadar;

f. Apabila terhisap segera dibawa ke ruangan yang berudara sejuk atau

segar, apabila perlu berikan nafas buatan melalui mulut atau dengan

pemberian oksigen.

2.1.12 Petunjuk Keamanan Penggunaan Pestisida

Berdasarkan Ginting (2011), untuk menghindari hal-hal yang

tidak diinginkan, maka penggunaan pestisida harus sesuai berdasarkan

petunjuk keamanannya yaitu:

a. Jangan makan, minum, atau merokok pada waktu bekerja;

32

b. Memakai sarung tangan, pelindung tubuh, topeng muka,

menggunakan pakaian berlengan panjang atau celana panjang, serta

jauhkan dari nyala api pada saat membuka wadah dan

memindahkannya pada waktu bekerja;

c. Setelah bekerja, cucilah tangan atau kulit yang terkena pestisida

dengan air dan sabun, jangan menggunakan pestisida 10 hari

sebelum tanaman dipanen untuk tanaman pangan;

d. Setelah digunakan, cucilah dengan air semua peralatan semprot dan

pakaian pelindung. Jangan mencemari kolam, perairan, dan sumber

air lainnya dengan pestisida atau wadah bekasnya;

e. Simpan pestisida secara tertutup rapat di tempat sejuk dan kering,

menjauhkannya dari bahan makanan, api, sumber air, dan jangkauan

anak-anak;

f. Merusak wadah bekas pestisida, kemudian menanamnya sekurang-

kurangnya 0,5 meter di dalam tanah dan jauh dari sumber air;

g. Mencuci tangan atau kulit yang terkena pestisida menggunakan

sabun sebelum makan, minum, dan merokok.

2.2 Personal Hygiene

2.2.1 Definisi Personal Hygiene

Personal hygiene berasal dari bahasa Yunani yaitu personal yang

artinya perorangan dan hygiene berarti sehat. Kebersihan perorangan

adalah suatu tindakan memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang

untuk kesejahteraan fisik dan psikis. Personal hygiene sangat

33

berpengaruh terhadap tingkat kesehatan pekerja. Tujuan dari personal

hygiene adalah untuk meningkatkan derajat kesehatan seseorang,

memelihara kebersihan diri seseorang, pencegahan penyakit,

meningkatkan percaya diri seseorang, dan menciptakan keindahan

(Tarwoto dan Wartonah, 2010).

Personal hygiene ditujukan untuk menjaga kebersihan badan dan

mencegah material berbahaya menempel untuk waktu yang lama dan

diserap oleh kulit (Ginting, 2011). Personal hygiene dapat mencegah

penyebaran kuman dan penyakit, mengurangi paparan pada bahan

kimia, serta dapat mencegah alergi kulit. Selain itu, personal hygiene

merupakan konsep dasar dari pembersihan, kerapian, dan perawatan

tubuh (Suhelmi et al., 2014).

Sangatlah penting untuk seseorang menjadi sehat dan selamat

ditempat kerjanya. Personal hygiene pada petani meliputi kebiasaan

mencuci tangan setelah bekerja, kebiasaan mandi setelah melakukan

pekerjaan, pencucian peralatan, penggunaan air, kebiasaan mengganti

pakaian kerja setiap hari, serta mengganti pakaian kerja setelah

melakukan pekerjaannya (Suhelmi et al., 2014). Tindakan petani dalam

mencuci tangan setelah penyemprotan merupakan perilaku petani

dalam menjaga kebersihan diri. Perilaku personal hygiene yang dapat

dilakukan oleh petani antara lain mencuci tangan menggunakan air dan

sabun, segera mandi setelah melakukan penyemprotan, tidak merokok

pada saat penyemprotan atau setelah selesai melakukan penyemprotan,

mencuci APD menggunakan sabun, menyimpan APD di tempat

34

tersendiri, serta mengganti pakaian dan APD setelah melakukan

penyemprotan (Saftarina, 2014).

Kebiasaan petani membawa makanan dan minuman ke area

pertanian juga perlu diperhatikan. Selain harus mencuci tangan

menggunakan sabun terlebih dahulu sebelum memakan dan

meminumnya, petani juga perlu memperhatikan wadah yang dipakai,

serta tempat yang aman untuk meletakkan bekal tersebut. Hal tersebut

perlu dilakukan agar pada saat melakukan penyemprotan pestisida,

bekal yang dibawa tidak terkontaminasi oleh pestisida sehingga risiko

terjadinya keracunan pestisida dapat berkurang (Rustia et al., 2010).

Penyimpanan dan pembuangan pestisida, serta pembersihan peralatan

penyemprotan juga merupakan hal penting untuk menghindari

terjadinya pencemaran lingkungan baik melalui udara, tanah, maupun

air (Yuantari, 2009).

2.2.2 Dampak Yang Sering Timbul Pada Masalah Personal Hygiene

Secara umum, personal hygiene yang tidak dijaga dengan baik

akan menimbulkan dampak fisik dan psikososial, yaitu:

a. Dampak Fisik

Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak

terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik. Gangguan fisik

yang sering terjadi adalah gangguan integrasi kulit, gangguan

membran mukosa mulut, infeksi pada telinga, dan gangguan fisik

pada kuku.

35

b. Dampak psikososial

Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah

gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan

mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri, serta gangguan

interaksi sosial (Tarwoto dan Wartonah, 2010).

Di bidang pertanian, perilaku personal hygiene yang kurang baik

dapat menyebabkan berbagai penyakit, salah satunya adalah keracunan

pestisida. Risiko keracunan pestisida melalui jalur ingesti dapat terjadi

pada petani yang tidak mencuci tangan setelah penyemprotan, merokok

pada saat atau setelah selesai melakukan penyemprotan pestisida,

makan atau minum tanpa mencuci tangan setelah penyemprotan, serta

makan atau minum dari bekal yang dibawa dari rumah yang sudah

terkontaminasi oleh pestisida. Keracunan pestisida melalui jalur

absorpsi kulit dapat terjadi pada petani yang tidak memakai sarung

tangan, tidak mengganti pakaian atau APD, dan tidak mandi setelah

penyemprotan (Rustia et al., 2010). Perilaku personal hygiene yang

kurang baik juga dapat menyebabkan pencemaran lingkungan

(Yuantari, 2009).

2.2.3 Hubungan Personal Hygiene Dengan Keracunan Pestisida Dalam

Darah Pada Petani

Tindakan petani dalam mencuci tangan setelah penyemprotan

merupakan perilaku petani dalam menjaga kebersihan diri. Tindakan

mencuci tangan dengan air dan sabun, serta mengganti pakaian dan alat

pelindung diri (APD) yang dipakai saat menyemprot pestisida dapat

36

mengurangi risiko keracunan pestisida. Petani yang mandi setelah

melakukan penyemprotan pestisida dapat mengurangi absorbsi pestisida

yang masuk ke dalam tubuhnya. Perilaku petani merokok pada saat

menyemprot dan setelah menyemprot pestisida dapat meningkatkan

risiko keracunan pestisida (Saftarina, 2014). Perilaku personal hygiene

yang kurang baik sama bahayanya dengan menghisap atau memakan

bahan kimia dalam jumlah kecil yang dapat menggangu kesehatan tubuh

(Ginting, 2011).

Risiko pajanan melalui jalur ingesti dapat terjadi pada petani yang

tidak mencuci tangan setelah menyemprot pestisida. Selain itu, risiko

pajanan melalui jalur absorpsi kulit dapat terjadi pada petani yang tidak

memakai sarung tangan dan tidak mandi setelah menyemprot pestisida.

Hasil analisis hubungan antara kebiasaan mandi setelah menyemprot

pestisida dengan tingkat keracunan pestisida di Kecamatan Gisting

diperoleh bahwa ada sebanyak 10 petani (28,6%) yang tidak memiliki

kebiasaan mandi setelah menyemprot mengalami keracunan pestisida

sedang. Hasil analisis hubungan antara kebiasaan memakai sarung

tangan saat menggunakan pestisida dengan tingkat keracunan pestisida

diperoleh bahwa petani yang tidak memiliki kebiasaan memakai sarung

tangan saat menggunakan pestisida memiliki peluang 1,667 kali terhadap

kenaikan tingkat keracunan pestisida dibandingkan petani yang memiliki

kebiasaan memakai sarung tangan saat menggunakan pestisida (Rustia et

al., 2010).

37

2.3 Kerangka Teori

Pestisida merupakan bahan kimia yang digunakan untuk

mengendalikan perkembangan atau pertumbuhan hama, penyakit, dan gulma

(Starks, 2010). Faktor yang mempengaruhi terjadinya keracunan pestisida

adalah faktor dari dalam tubuh (internal) dan dari luar tubuh (external).

Perilaku personal hygiene merupakan salah satu faktor dari luar tubuh yang

dapat mempengaruhi terjadinya keracunan pestisida (Ginting, 2011).

Personal hygiene sangat berpengaruh terhadap tingkat kesehatan

pekerja. Personal hygiene yang tidak dijaga dengan baik akan menimbulkan

dampak fisik dan psikososial (Tarwoto dan Wartonah, 2010). Personal

hygiene dapat mencegah penyebaran kuman dan penyakit, mengurangi

paparan pada bahan kimia, serta dapat mencegah alergi kulit. Selain itu,

personal hygiene merupakan konsep dasar dari pembersihan, kerapian, dan

perawatan tubuh (Suhelmi et al., 2014).

Ketidakbijaksanaan dalam penggunaan pestisida pertanian dapat

menimbulkan dampak negatif, salah satunya adalah keracunan pestisida baik

secara sadar maupun tidak sadar. Keracunan tersebut dapat terjadi karena

berbagai faktor, termasuk personal hygiene yang kurang baik (Rustia et al.,

2010). Keracunan akut terjadi apabila efek keracunan pestisida langsung

pada saat dilakukan aplikasi atau seketika setelah aplikasi pestisida.

Keracunan kronis dapat ditemukan dalam bentuk kelainan saraf dan perilaku

(bersifat neurotoksik) atau mutagenitas. Selain itu ada beberapa dampak

kronis keracunan pestisida pada organ paru-paru, hati, lambung, dan usus

(Jenni et al., 2014). Berdasarkan uraian tersebut, maka disusun kerangka

38

teori mengenai hubungan personal hygiene dengan keracunan pestisida

dalam darah pada petani.

Gambar 1. Kerangka Teori Penelitian

Penggunaan Pestisida

Faktor-Faktor Internal Yang

Mempengaruhi Keracunan

Pestisida:

Usia

Jenis kelamin

Status kesehatan

Status gizi

Genetik

Tingkat Pengetahuan

Dampak Yang Ditimbulkan:

Keracunan pestisida

Gangguan kesehatan

Pencemaran lingkungan

Resistensi OPT

Biaya sosial

Keracunan Pestisida

Faktor-Faktor External Yang

Mempengaruhi Keracunan

Pestisida:

Suhu lingkungan

Cara penanganan

pestisida

Penggunaan alat

pelindung diri

Dosis pestisida

Jumlah jenis pestisida

Masa kerja

Lama menyemprot

Frekuensi

penyemprotan

Arah angin

Waktu menyemprot

Perilaku personal

hygiene

39

2.4 Kerangka Konsep

Dalam penelitian ini terdapat satu variabel bebas yaitu personal hygiene

dan satu variabel terikat yaitu keracunan petisida.

Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian

2.5 Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara pertanyaan penelitian yang

dibuat berdasarkan suatu asumsi dari kajian teoretis dan diuraikan di dalam

latar belakang penelitian. Uji hipotesis penelitian pada hakikatnya adalah

untuk menjawab apakah hipotesis terbukti atau tidak. Jika hipotesis penelitian

diterima maka hipotesis nol ditolak. Sebaliknya, jika hipotesis penelitian tidak

terbukti maka hipotesis nol diterima (Widiana, 2016). Berdasarkan kerangka

penelitian tersebut, didapatkan hipotesis bahwa:

Ho : Tidak terjadi hubungan antara perilaku personal hygiene dengan

keracunan pestisida dalam darah pada petani di Pekon Srikaton

Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu.

Ha : Terjadi hubungan antara perilaku personal hygiene dengan keracunan

pestisida dalam darah pada petani di Pekon Srikaton Kecamatan

Adiluwih Kabupaten Pringsewu.

Variabel Independen Variabel Dependen

Perilaku Personal Hygiene Keracunan Pestisida

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian kesehatan ini menggunakan jenis penelitian survei

analitik. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah observasional

dan desain penelitian cross sectional karena dapat dilakukan dengan waktu

yang singkat dimana variabel dependen dan independen diukur atau

dikumpulkan pada saat yang bersamaan.

3.2 Waktu dan Tempat

3.2.1 Waktu

Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2017 sampai dengan

Februari 2018.

3.2.2 Tempat

Penelitian ini dilakukan di Pekon Srikaton Kecamatan Adiluwih

Kabupaten Pringsewu.

41

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi adalah sekelompok individu dengan suatu fenomena,

sedangkan populasi target adalah sekelompok individu berkarakteristik

spesifik dengan fenomena atau masalah yang ingin diteliti (Widiana,

2016). Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah petani

pengguna pestisida di Pekon Srikaton Kecamatan Adiluwih Kabupaten

Pringsewu yang berjumlah 350 orang.

3.3.2 Sampel

Sampel penelitian adalah sebagian anggota populasi yang dapat

mewakili populasi secara keseluruhan karena karakteristiknya mirip.

Tujuan perhitungan besar sampel adalah untuk memperkirakan jumlah

sampel yang diperlukan dalam sebuah penelitian (Widiana, 2016). Besar

sampel dihitung menggunakan rumus slovin sebagai berikut:

𝑛 =𝑁

1 + 𝑁(𝑒)2

Keterangan:

𝑛 : Besar sampel

𝑁 : Besar populasi

𝑒 : Presentase kelonggaran ketelitian kesalahan pengambilan sampel

yang masih dapat ditolerir (𝑒 = 0,1).

42

Berdasarkan rumus slovin maka besar sampel yang diperoleh sebagai

berikut:

𝑛 =𝑁

1 + 𝑁(𝑒)2

𝑛 =350

1 + 350(0,1)2

𝑛 = 77,78

𝑛 = 78

Untuk menghindari data responden yang tidak valid, peneliti

menambahkan 10% dari jumlah responden yang harus diteliti.

𝑛 = Total sampel + (10% x total sampel)

𝑛 = 78 + (10% x 78)

𝑛 = 86 orang

Besar sampel minimal dalam penelitian ini adalah 86 orang petani di

Pekon Srikaton.

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini

adalah consecutive sampling. Consecutive sampling yaitu teknik

pengambilan sampel dengan cara pemilihan sampel kepada sampel yang

datang secara berurutan sampai terpenuhinya jumlah sampel sesuai

dengan kriteria pemilihan. Teknik penentuan sampel ini merupakan jenis

non-probability sampling yang paling baik dan mudah untuk dilakukan

(Notoatmodjo, 2012).

43

3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

3.4.1 Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi yang harus dipenuhi yaitu:

a. Petani hortikultura di Pekon Srikaton dan menggunakan pestisida ≥ 1

tahun;

b. Bersedia menjadi sampel penelitian;

c. Kontak terakhir dengan pestisida tidak lebih dari 2 minggu;

d. Umur 18-64 tahun.

3.4.2 Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi yang harus dipenuhi yaitu memiliki riwayat penyakit

hipertensi dan atau anemia.

3.5 Variabel Penelitian

Variabel yang diteliti dalam suatu studi disebut variabel penelitian.

Berdasarkan fungsinya, variabel penelitian diklasifikasikan menjadi dua

variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas adalah

variabel yang dimanipulasi atau diatur oleh peneliti, sedangkan variabel terikat

merupakan fenomena yang menjadi objek studi dari penelitian (Maolani dan

Cahyana, 2016).

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:

a. Variabel bebas (independent) dalam penelitian ini adalah perilaku personal

hygiene;

44

b. Variabel terikat (dependent) dalam penelitian ini adalah keracunan pestisida.

3.6 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah alat untuk membatasi ruang lingkup atau

pengertian variabel-variabel yang diteliti, juga bermanfaat untukmengarahkan

kepada pengukuran atau pengamatan terhadap variabel-variabel yang

bersangkutan serta pengembangan instrumen atau alat ukur (Notoatmodjo,

2012).

Tabel 1. Definisi Operasional Variabel

Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Skala

Variabel Bebas:

Perilaku personal

hygiene

Suatu tindakan

memelihara kebersihan

diri yang meliputi

pemakaian APD,

mencuci tangan

menggunakan sabun

setelah menyemprot,

mandi dan

membersihkan pakaian

setelah penyemprotan.

Diukur menggunakan

kuesioner.

Nilai ukur:

1. Kurang baik (apabila

skor 44% - 74%).

2. Baik (apabila skor

≥75%).

(Ginting, 2011)

Ordinal

Variabel Terikat:

Keracunan pestisida

Terjadi bila ada bahan

pestisida yang mengenai

tubuh atau masuk ke

dalam tubuh dalam

jumlah tertentu. Diukur

dengan pengukuran

konsenterasi enzim

cholinesterase dalam

tubuh melalui sampel

darah petani.

Diukur melalui

pemeriksaan darah

dengan menggunakan

tintometer kit.

Nilai ukur:

1. Normal jika kadar

cholinesterase ≥75%.

2. Keracunan pestisida

jika kadar

cholinesterase <75%.

(Pujiono et al., 2009)

Ordinal

45

3.7 Metode Pengumpulan Data

3.7.1 Data Primer

Data primer yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan

hasil dari kuisioner yang diberikan kepada para petani mencakup

pertanyaan tentang pengetahuan, sikap, dan kebersihan diri setelah

menggunakan pestisida. Selain itu, data primer lainnya yang digunakan

adalah observasi dan hasil uji laboratorium untuk mengetahui tingkat

keracunan pestisida dalam darah dengan pengukuran kadar enzim

cholinesterase menggunakan alat spektrofotometer.

3.7.2 Data Sekunder

Data sekunder didapat dari data demografi pada Pekon Srikaton

Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu.

3.8 Instrumen Penelitian

3.8.1 Kuesioner

Kuesioner adalah daftar pertanyaan tertulis yang diberikan kepada

subjek yang diteliti untuk mengumpulkan informasi yang dibutuhkan

peneliti (Kusumah, 2011). Sedangkan menurut Sugiyono (2011),

kuesioner adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara

memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada

responden untuk menjawabnya. Syarat penting yang berlaku pada

sebuah kuesioner yaitu harus valid dan reliabel. Uji validasi atau

46

validitas digunakan untuk mengetahui kelayakan butir-butir pertanyaan

dalam suatu daftar pertanyaan. Dilihat dari hasil analisis menggunakan

SPSS, semua butir pertanyaan dikatakan sudah valid bila nilai pada

kolom corrected item total correlation lebih besar dari 0,2 sedangkan

dikatakan sudah reliabel bila nilai pada kolom cronbach’s alpha semua

butir pertanyaan lebih besar dari 0,8 (Sarwono, 2015).

Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini merupakan

kuesioner yang belum divalidasi sehingga harus divalidasi terlebih

dahulu. Dalam uji validasi, peneliti memilih 30 petani di Kampung Jaya

Sakti, Kecamatan Anak Tuha, Lampung Tengah, sebagai responden

dalam pengisian kuesioner. Kuesioner yang digunakan peneliti

menggunakan skala Likert dan memiliki 17 butir pertanyaan yang terdiri

dari 11 pertanyaan positif dan 6 pertanyaan negatif. Nilai maksimal

dalam satu butir pertanyaan yaitu 4 poin. Dalam menjawab butir

pertanyaan, responden dapat memilih selalu, lebih sering ya, lebih sering

tidak, dan tidak. Pada pertanyaan positif, pilihan selalu bernilai 4 poin,

lebih sering ya bernilai 3 poin, lebih sering tidak bernilai 2 poin, dan tidak

bernilai 1 poin. Nilai sebaliknya berlaku untuk pertanyaan negatif.

Setelah dilakukan validasi oleh peneliti menggunakan SPSS, hasilnya

yaitu valid dan reliabel karena nilai semua butir pertanyaan pada kolom

corrected item total correlation lebih besar dari 0,2 dan nilai pada kolom

cronbach’s alpha lebih besar dari 0,8.

47

3.8.2 Uji Laboratorium (Pengukuran Kadar Enzim Cholinesterase)

Menggunakan alat spektrofotometer untuk mengetahui kadar

cholinesterase dalam darah.

3.9 Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dimulai dengan tahap persiapan antara lain pembuatan

proposal, pengurusan surat izin penelitian dan persetujuan dari Tim Komisi

Etik Fakultas Kedokteran Universitas Lampung, serta koordinasi. Setelah

mendapatkan perizinan, dilanjutkan dengan pengisian lembar persetujuan atau

informed consent oleh para responden, proses pengisian kuesioner,

pengambilan sampel darah petani, kemudian membawa sampel tersebut ke

Laboratorium Biomolekular Fakultas Kedokteran Universitas Lampung untuk

pemeriksaan kadar cholinesterase di dalam darah, observasi responden, serta

proses pencatatan. Pengumpulan data primer diambil langsung dari responden,

kemudian dilanjutkan dengan tahap pengolahan data dan terakhir dilanjutkan

dengan pengolahan hasil serta pembahasan.

Pengambilan sampel darah dilakukan dengan bantuan petugas

puskesmas desa setempat. Sebelum petani diambil sampel darahnya, petani

tersebut diukur berat badan dan tinggi badan terlebih dahulu untuk

mendapatkan nilai Indeks Massa Tubuh (IMT) dan kemudian diperiksa tekanan

darahnya. Sampel darah diambil sebanyak 5cc dan dimasukkan ke dalam

tabung EDTA. Sampel darah di dalam tabung EDTA tersebut selanjutnya

dimasukkan ke dalam termos es yang telah berisi ice gel.

48

Sampel darah yang di dalam termos es selanjutnya dikeluarkan,

didiamkan dalam suhu ruang hingga mencair, dan dimasukkan ke dalam alat

sentrifuse untuk memisahkan kandungan serum dan endapan darah.

Pemeriksaan sampel darah tersebut menggunakan 2 reagen yang nantinya

akan diencerkan terlebih dahulu yaitu Buffer/Chromogen (R1) dan Substrate

(R2). Sebelum pemeriksaan cholinesterase, spektrofotometer dikalibrasi

terlebih dahulu menggunakan larutan blanko dan diatur gelombangnya

menjadi 405 nm/menit. Hasil spektrofotometer dilihat dalam 3 waktu yaitu

pada detik ke 30 (A1), 60 (A2), dan 90 (A3), selanjutnya dihitung

menggunakan rumus perhitungan sebagai berikut:

Hasil sampel =(A1 − A2) + (A2 − A3)

2x 23.460

Perhitungan hasil spektrofotometer sampel tersebut kemudian diubah dalam

bentuk persen dengan cara sebagai berikut:

n =Hasil sampel

Hasil kontrolx 100

Normal apabila hasil yang diperoleh ≥75% dan dikatakan keracunan pestisida

apabila hasilnya <75%.

3.10 Pengolahan dan Analisis Data

3.10.1 Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan langkah sebagai berikut:

a. Editing, peneliti pada tahap ini akan memeriksa daftar pertanyaan

yang telah diserahkan oleh responden untuk memeriksa terdapat

kekeliruan atau tidak dalam pengisisannya;

49

b. Coding, mengklasifikasikan kategori-kategori dari data yang

didapat dan dilakukan dengan cara memberi tanda atau kode

berbentuk angka pada masing-masing kategori;

c. Data entry, data yang telah diberi kode dan diedit kemudian

dimasukkan ke dalam komputer.

d. Tabulating, data yang telah diberi kode akan dikelompokkan lalu

dihitung dan dijumlahkan, kemudian disajikan dalam bentuk

tabel;

e. Cleaning, proses pengolahan data dengan melakukan pengecekan

kembali data yang sudah di entry untuk melihat ada tidaknya

kesalahan, terutama kesesuaian pengkodean yang telah

ditetapkan dengan pengetikan melalui komputer yang selanjutnya

dianalisis dengan bantuan perangkat lunak SPSS;

f. Computer output, proses akhir dalam pengolahan data dimana

hasil analisis oleh komputer kemudian dicetak.

3.10.2 Analisis Data

3.10.2.1 Analisis Univariat

Analisis ini bertujuan untuk menjelaskan atau

mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian.

Pada analisis ini menggunakan data berskala ordinal yang

menghasilkan distribusi frekuensi dan rata-rata hitung tiap

variabel.

50

3.10.2.2 Analisis Bivariat

Analisis bivariat diperlukan untuk menganalisis hubungan

antara variabel bebas (perilaku personal hygiene) dengan

variabel terikat yaitu keracunan pestisida. Penelitian ini

menggunakan uji statistik Chi-square. Bila syarat uji statistik

Chi-Square tidak terpenuhi, maka peneliti akan menggunakan

uji statistik Fisher sebagai uji alternatif.

3.11 Etika Penelitian

Penelitian ini sudah mendapat persetujuan dari Tim Komisi Etik Fakultas

Kedokteran Universitas Lampung dengan surat No: 856/UN26.8/DL/2018.

Sebelum melakukan penelitian, peneliti akan mengajukan pernyataan kesediaan

untuk menjadi responden dengan informed consent. Responden yang bersedia akan

dijamin kerahasiaan tentang semua informasi yang telah dikumpulkan oleh peneliti.

51

3.12 Skema Penelitian

Gambar 3. Skema Penelitian

1. Tahap Persiapan

2. Tahap Pelaksanaan

Pembuatan proposal

Pengajuan surat izin

dan koordinasi

Pemilihan sampel

sesuai kriteria

Populasi

Responden yang

memenuhi kriteria dan

bersedia

Kriteria

Eksklusi

Kriteria

Inklusi

Pengisian informed consent

Pengisian

kuesioner

Pengambilan

sampel darah

Observasi

responden

3. Tahap Pengolahan Data

4. Hasil

Melakukan

input data

Analisis data

spesifik

Uji statistik

Uji laboratorium

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Adapun kesimpulan dari penelitian hubungan perilaku personal hygiene

dengan keracunan pestisida melalui pengukuran kadar cholinesterase dalam

darah pada petani di Pekon Srikaton Kecamatan Adiluwih Kabupaten

Pringsewu sebagai berikut:

a. Perilaku personal hygiene petani yang kurang baik sebanyak 74 orang

(86%) dan perilaku personal hygiene petani yang baik sebanyak 12 orang

(14%);

b. Persentase petani yang mengalami keracunan pestisida lebih besar

dibandingkan dengan petani yang tidak mengalami keracunan pestisida.

Petani yang mengalami keracunan pestisida sebanyak 79 orang (91,9%) dan

petani yang tidak mengalami keracunan pestisida sebanyak 7 orang (8,1%);

c. Petani yang mengalami keracunan pestisida ringan sebanyak 17 orang

(19,8%), keracunan pestisida sedang sebanyak 40 orang (46,5%), dan

keracunan pestisida berat sebanyak 22 orang (25,6%);

d. Terdapat hubungan antara perilaku personal hygiene dengan kejadian

keracunan pestisida pada petani di Pekon Srikaton Kecamatan Adiluwih

Kabupaten Pringsewu.

74

5.2 Saran

Adapun saran yang dapat diberikan oleh peneliti berdasarkan penelitian

yang telah dilakukan adalah sebagai berikut:

a. Bagi petani di Pekon Srikaton, diharapkan dengan dilakukannya

pemeriksaan kadar cholinesterase dalam darah pada petani, petani dapat

mengetahui cara untuk mencegah terjadinya keracunan pestisida salah

satunya dengan meningkatkan perilaku personal hygiene.

b. Bagi instansi kesehatan, diharapkan dapat meningkatkan pengawasan

kesehatan petani dengan memberikan informasi tindakan yang harus

dilakukan apabila terjadi keracunan pestisida, serta diharapkan dapat

memberikan pemantauan terhadap petani yang mengalami keracunan

pestisida secara aktif.

c. Bagi instansi pertanian, diharapkan kepada instansi pertanian memberikan

pengawasan dalam penggunaan pestisida, memberikan informasi upaya

pencegahan terjadinya keracunan pestisida, serta membantu meningkatkan

keselamatan dan kesehatan kerja.

d. Bagi peneliti lain, diharapkan dapat melakukan penelitian lanjutan

mengenai kebersihan rumah petani, kegiatan penyemprotan yang

melibatkan anak-anak atau anggota keluarga lain, dan jenis pestisida yang

digunakan petani di Pekon Srikaton Kecamatan Adiluwih Kabupaten

Pringsewu.

e. Bagi pemerintah setempat, diharapkan dapat menambahkan sumur sebagai

sumber air di area persawahan agar dapat mempermudah petani dalam

75

melakukan pekerjaannnya dan dapat menunjang perilaku personal hygiene

serta mengurangi pencemaran lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR PUSTAKA

Afriyanto. 2008. Kajian Keracunan Pestisida Pada Petani Penyemprot Cabe di Desa

Candi Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang. Tesis. Semarang: Universitas

Diponegoro.

Anam K, Diarti MW, Haerani I. 2014. Peningkatan Aktivitas Kolinesterase Dalam

Darah Petani Yang Terpapar Pestisida Golongan Organofosfat Yang Diberi Jus

Strawberi (Fragaria Chiloensis). Jurnal Analisis Medika Bio Sains. 1(1):1-15.

Aribowo FP, Sujoso ADP, Hartanti RI. 2016. Faktor Yang Berhubungan Dengan

Gejala Keracunan Akut Pestisida Organofosfat Pada Petani Jeruk. Artikel Ilmiah

Hasil Penelitian Mahasiswa. Jember: Universitas Jember.

Aulia F. 2013. Pengaruh Penyuluhan Dengan Metode Ceramah Menggunakan

Media Leaflet dan Film Terhadap Peningkatan Pengetahuan Petani Hortikultura

Tentang Risiko Keracunan Pestisida di Kelurahan Rajabasa Jaya Kota

Bandarlampung. Skripsi. Bandarlampung: Universitas Lampung.

Badan Pusat Statistik. Tenaga Kerja. Tersedia dari: http://www.bps.go.id Diakses

tanggal 20 Maret 2018.

Budiawan AR. 2013. Faktor Risiko Cholinesterase Rendah Pada Petani Bawang

Merah. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Semarang: Universitas Negeri Semarang.

8(2): 198–206.

Conant J, Fadem P, Rini A, Sulaiman, Inca J, Wurangian, Gunawan B. 2009.

Panduan Masyarakat Untuk Kesehatan Lingkungan. Edisi ke-1. Bandung: The

Eksyezet. hlm. 249.

Darmawan MR. 2013. Efektivitas Peer Education Dalam Meningkatkan

Pengetahuan Petani Hortikultura Tentang Keracunan Pestisida di Kelurahan

Rajabasa Jaya Kota Bandarlampung. Skripsi. Bandarlampung: Universitas

Lampung.

Direktorat Pupuk dan Pestisida. 2011. Pedoman Pembinaan Penggunaan Pestisida.

Jakarta: Kementerian Pertanian.

78

Djojosumarto P. 2008. Pestisida dan Aplikasinya. Jakarta: Agromedia Pustaka.

hlm. 5-331.

Fadilah Z. 2013. Efek Neurobehavioral dan Faktor Determinannya Pada Petani

Penyemprot Tanaman Sayur Dengan Pestisida di Desa Perbawati Kabupaten

Sukabumi Tahun 2013. Skripsi. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Ganjar S. 2014. Higiene Perorangan, Pengelolaan dan Penggunaan Pestisida Pada

Petani Terhadap Tingkat Keracunan Pestisida di Desa Candibinangun Kecamatan

Pakem Kabupaten Sleman. Tesis. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Ginting R. 2011. Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Keracunan Pestisida

Pada Petani Penyemprot Jeruk di Desa Cinta Rakyat Kecamatan Merdeka

Kabupaten Karo Tahun 2010. Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Hasibuan R. 2012. Insektisida Pertanian. Lembaga Penelitian Universitas Lampung

Tahun 2012. Bandarlampung: Universitas Lampung. hlm. 5-23.

Hasibuan R. 2015. Insektisida Organik Sintetik dan Biorasional. Bandarlampung:

Plantaxia. hlm. 8-72.

Isnawan RM. 2013. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Keracunan

Pestisida Pada Petani Bawang Merah di Desa Kedunguter Kecamatan Brebes

Kabupaten Brebes. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Semarang: Universitas

Diponegoro. 2(1).

Jenni, Suhartono, Nurjazuli. 2014. Hubungan Riwayat Paparan Pestisida dengan

Kejadian Gangguan Fungsi Hati (Studi Pada Wanita Usia Subur di Daerah

Pertanian Kota Batu). Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia. Semarang:

Universitas Diponegoro. 13(2): 62-65.

Komisi Pestisida. 2014. Pedoman Teknis Kajian Pestisida Terdaftar dan Beredar

TA 2014. Direktorat Jendral Prasarana dan Sarana Pertanian.

Kurniasih SA, Setiani O, Nugraheni SA. 2013. Faktor Terkait Paparan Pestisida

dan Hubungannya dengan Kejadian Anemia pada Petani Hortikultura di Desa

Gombong Belik Pemalang Jawa Tengah. Jurnal Kesehatan Lingkungan. Semarang:

Universitas Diponegoro. 12(2): 132-137.

Kusumah. 2011. Mengenal Penelitian Tindakan Kelas. Edisi ke-1. Jakarta: PT

Indeks. hlm. 78.

Lekei EE, Ngowi AV, London L. 2014. Farmers Knowledge, Practices and Injuries

Associated With Pesticide Exposure in Rural Farming Villages in Tanzania.

BioMed Central Public Health.

79

Magauzi R, Mabaera B, Rusakaniko S, Chimusoro A, Ndlovu N, Tshimanga M,

Shambira G, Chadambuka A, Gombe N. 2011. Health Effects of Agrochemicals

Among Farm Workers in Commercial Farms of Kwekwe District Zimbabwe. Pan

African Medical Journal. 9(26).

Mahmudah M, Wahyuningsih NE, Setyani O. 2012. Kejadian Keracunan Pestisida

Pada Istri Petani Bawang Merah di Desa Kedunguter Kecamatan Brebes Kabupaten

Brebes. Media Kesehatan Masyarakat Indonesia. Semarang: Universitas

Diponegoro. 11(1).

Mahyuni EL. 2015. Faktor Risiko Dalam Penggunaan Pestisida Terhadap Keluhan

Kesehatan Pada Petani di Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo 2014. Jurnal

Kesehatan Masyarakat. Medan: Universitas Sumatera Utara. 9(1): 79–89.

Maolani RA, Cahyana U. 2016. Metodologi Penelitian Pendidikan. Edisi ke-2.

Jakarta: Rajawali Pers. hlm. 21.

Mufidah AR, Wahyuni S, Pranowowati P. 2016. Hubungan Antara Pemakaian APD

(Alat Pelindung Diri) Dengan Kadar Kolinesterase Darah Pada Petani Holtikultura

Di Desa Bumen Kecamatan Sumowo Kabupaten Semarang. Artikel Penelitian.

Ungaran: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Ngundi Waluyo.

Notoatmodjo S. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

hlm. 115-130.

Pamungkas OS. 2016. Bahaya Paparan Pestisida Terhadap Kesehatan Manusia.

Jurnal Bioedukasi. Semarang: Universitas Diponegoro. 14(1).

Pasiani JO, Torres P, Caldas ED. 2012. Knowledge, Attitudes, Practices and

Biomonitoring of Farmers and Residents Exposed to Pesticides in Brazil.

International Journal of Environmental Research and Public Health. (9): 3051-

3068.

Peraturan Menteri Pertanian. 2014. Peraturan Menteri Pertanian

No.107/Permentan/SR.140/9/2014 tentang Pengawasan Pestisida.

Prasetya E, Wibawa AA, Enggarwati. 2010. Hubungan Faktor-Faktor Paparan

Pestisida Terhadap Kadar Cholinesterase Pada Petani Penyemprot Tembakau di

Desa Karangjati, Kabupaten Ngawi. Jurnal Pustakawan Indonesia. Universitas

Setia Budi.

Presiden dan DPR RI. UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan

Nasional. Jakarta: Dikbud KBRI.

Prijanto TB. 2009. Analisis Faktor Risiko Keracunan Pestisida Organofosfat Pada

Keluarga Petani Hortikultura di Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang. Jurnal

Kesehatan Lingkungan Indonesia. Semarang: Universitas Diponegoro. 8(2): 73–78.

80

Pujiono, Suhartono, Sulistiyani. 2009. Hubungan Faktor Lingkungan Kerja dan

Praktek Pengelolaan Pestisida Dengan Kejadian Keracunan Pestisida Pada Tenaga

Kerja di Tempat Penjualan Pestisida di Kabupaten Subang. Jurnal Kesehatan

Lingkungan Indonesia. Semarang: Universitas Diponegoro. 8(2): 46–50.

Purba IG. 2009. Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kadar

Kolinesterase Pada Perempuan Usia Subur di Daerah Pertanian. Tesis. Semarang:

Universitas Diponegoro.

Rahmawati YD, Martiana T. 2014. Pengaruh Faktor Karakteristik Petani dan

Metode Penyemprotan Terhadap Kadar Kolinesterase. The Indonesian Journal of

Occupational Safety, Health and Environment. 1(1): 85–94.

Rusdita AQW. 2016. Hubungan Higiene Perorangan dan Cara Penyemprotan

Pestisida Dengan Tingkat Keracunan Pestisida Pada Petani di Desa Kembang

Kuning Kecamatan Cepogo. Publikasi Ilmiah. Surakarta: Universitas

Muhammadiyah Surakarta.

Rustia HN, Wispriyono B, Susanna D, Luthfiah FN. 2010. Lama Pajanan

Organofosfat Terhadap Penurunan Aktivitas Enzim Kolinesterase Dalam Darah

Petani Sayuran. Makara, Kesehatan. Depok: Universitas Indonesia. 14 (2): 95-101.

Saftarina F. 2014. The Behavior in Using Of Pesticides On Rice Farmers At RJ

Village Bandarlampung. Departement of Occupational Medicine, Faculty of

Medicine, Universitas Lampung. 4(8).

Sarwono J. 2015. Rumus-Rumus Populer Dalam SPSS 22 Untuk Riset Skripsi.

Edisi ke-1. Yogyakarta: ANDI. hlm. 258-263.

Sentra Informasi Keracunan Nasional. Tersedia dari: http://www.ik.pom.go.id.

Diakses tanggal 10 April 2017.

Sharma BR, Bano S. 2009. Human Acetyl Cholinesterase Inhibition by Pesticide

Exposure. Journal of Chinese Clinical Medicine. 4(1).

Shobib MN, Yuantari MGC, Suwandi M. 2013. Hubungan Antara Pengetahuan dan

Sikap Dengan Praktik Pemakaian Alat Pelindung Diri Pada Petani Pengguna

Pestisida di Desa Curut. Jurnal Nasional. Semarang: Universitas Dian Nuswantoro.

Starks SE. 2010. Neurological Outcomes Among Pesticide Applicators.

Dissertation. University of Iowa.

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:

Alfabeta. hlm. 15.

Suhartono. 2014. Dampak Pestisida Terhadap Kesehatan. Prosiding Seminar

Nasional Pertanian Organik. 5-23. IPB.

81

Suhelmi R, Ane RL, Manyullei S. 2014. Hubungan Masa Kerja, Higiene

Perorangan dan Penggunaan Alat Pelindung Diri Dengan Keluhan Gangguan Kulit

Petani Rumput Laut di Kelurahan Kalumeme Bulukumba. Artikel Penelitian.

Bagian Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Hasanuddin.

Tarwoto, Wartonah. 2010. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan.

Edisi ke-4. Jakarta: Salemba Medika. hlm. 44.

Trya CN. 2017. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Keracunan

Pestisida Anorganik Terhadap Enzim Cholinesterase Dalam Darah Pada Petani

Holtikultura di Desa Batur Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang Tahun 2017.

Skripsi. Semarang: Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan

Universitas Dian Nuswantoro.

Utami DP, Setiani S, Dangiran HL, Darundiati YH. 2017. Hubungan Paparan

Pestisida Organofosfat Dengan Laju Endap Darah (LED) Pada Petani di Desa

Sumberejo Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang. Jurnal Kesehatan

Masyarakat. Semarang: Universitas Diponegoro. 5(3).

WHO. Poisoning Prevention and Management. Tersedia dari: http://www.who.int

Diakses tanggal 10 April 2017.

Wibowo P. 2017. Panduan Praktis Penggunaan Pupuk dan Pestisida. Edisi ke-1.

Jakarta: Penebar Swadaya. hlm. 70-71.

Widiana IGR. 2016. Aplikasi Statistik Pada Penelitian Kedokteran. Edisi ke-1.

Jakarta: EGC. hlm. 31.

Wispriyono B, Yanuar A, Fitria L. 2013. Tingkat Keamanan Konsumsi Residu

Karbamat Dalam Buah dan Sayur Menurut Analisis Pascakolom Kromatografi Cair

Kinerja Tinggi. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia. 7(7): 317-

323.

Yuantari MGC. 2009. Studi Ekonomi Lingkungan Penggunaan Pestisida dan

Dampaknya Pada Kesehatan Petani di Area Pertanian Hortikultura Desa Sumber

Rejo Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang Jawa Tengah. Tesis. Semarang:

Universitas Diponegoro.

Yuantari MGC. 2011. Dampak Pestisida Organoklorin Terhadap Kesehatan

Manusia dan Lingkungan Serta Penanggulangannya. Prosiding Seminar Nasional

Peran Kesehatan Masyarakat Dalam Pencapaian MDG’s di Indonesia: 12 April

2011. Semarang: Universitas Dian Nuswantoro.

Zuraida. 2012. Faktor Yang Berhubungan Dengan Tingkat Keracunan Pestisida

Pada Petani di Desa Srimahi Tambun Utara, Bekasi Tahun 2011. Skripsi. Depok:

Universitas Indonesia.