HUBUNGAN PERENCANAAN DENGAN PEMBELAJARAN SEJARAH
-
Upload
kantonmaramesi -
Category
Documents
-
view
651 -
download
4
description
Transcript of HUBUNGAN PERENCANAAN DENGAN PEMBELAJARAN SEJARAH
BAB I
A. Latar Belakang
Pandangan mengenai konsep pembelajaran terus menerus mengalami
perubahan dan perkembangan sesuai dengan perkembangan iptek. Tanda-tanda
perkembangan tersebut, dapat kita amati berdasarkan pengertian-pengertian di
bawah ini : (1) Pengajaran sama artinya dengan kegiatan mengajar. Kegiatan
mengajar dilakukan oleh guru untuk menyampaikan pengetahuan kepada siswa.
Dalam konsep ini, guru bertindak dan berperan aktif bahkan sangat menonjol dan
bersifat menentukan segalanya. Pengajaran sama artinya dengan perbuatan
mengajar; (2) Pengajaran merupakan interaksi mengajar dan belajar. Pengajaran
berlangsung sebagai suatu proses saling pengaruh mempengaruhi dalam bentuk
hubungan interaksi antara guru dan siswa. Guru bertindak sebagai pengajar,
sedangkan siswa berperan sebagai yang melakukan perbuatan belajar. Guru dan
siswa menunjukkan keaktifan yang seimbang sekalipun peranannya berbeda
namun terkait satu dengan yang lainnya; (3) Pengajaran sebagai suatu sistem.
Pengertian pengajaran pada hakikatnya lebih luas dan bukan hanya sebagai suatu
proses atau prosedur belaka. Pengajaran adalah suatu sistem yang luas, yang
mengandung dan dilandasi oleh berbagai dimensi, yakni : (a) profesi guru, (b)
perkembangan dan pertumbuhan siswa/peserta didik, (c) Tujuan pendidikan dan
pengajaran, (d) program pendidikan dan kurikulum, (e) perencanaan pengajaran,
(f) strategi belajar mengajar, (g) Media pengajaran, (h) Bimbingan belajar, (i)
hubungan antara sekolah dan masyarakat, dan (j) manajemen pendidikan / kelas.
1
Proses pembelajaran berlangsung dalam suasana tertentu yakni situasi
belajar mengajar. Dalam situasi ini, terdapat faktor-faktor yang saling
berhubungan yaitu ; tujuan pembelajaran, siswa yang belajar, guru yang mengajar,
bahan yang diajarkan, metode pembelajaran, alat bantu mengajar, prosedur
penilaian, dan situasi pengajaran. Dalam proses pengajaran tersebut, semua faktor
bergerak secara dinamis dalam suatu rangkaian yang terarah dalam rangka
membawa para siswa/peserta didik untuk mencapai tujuan pengajaran. Pengajaran
merupakan suatu pola yang di dalamnya tersusun suatu prosedur yang
direncanakan dan terarah serta bertujuan. Dalam istilah lain, kegiatan
pembelajaran terdiri dari : tahap perencanaan, pelaksanaan/ implementasi, dan
evaluasi.
Pelaksanaan pembelajaran adalah operasionalisasi dari perencanaan
pembelajaran, sehingga tidak lepas dari perencanaan pengajaran/ pembelajaran/
pembelajaran yang sudah dibuat. Oleh karenanya dalam pelaksanaannya akan
sangat tergantung pada bagaimana perencanaan pengajaran sebagai
operasionalisasi dari sebuah kurikulum.
Landasan filsafat psikologi, pendidikan, ekonomi dan sebagainya serta
pesan-pesan dari kurikulum lainnya dari kurikulum tersebut akan sangat
mempengaruhi warna perencana di samping untuk tingkatan pendidikan mana
kurikulum tersebut dan model-model pengembangan perencanaan apa yang
digunakan. Semua aspek tersebut akan tergambarkan dalam bagian Kegiatan
Belajar Mengajar (KBM) atau skenario pembelajaran. Memang secara umum ada
langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran yang bisa berlaku umum dalam
2
pembelajaran apapun untuk siapapun dan kapanpun. Guru membuka pelajaran,
menjelaskan materi, murid menyimak kalau perlu bertanya, mengevaluasi dan
menutup pelajaran. Tapi karena pelaksanaan pembelajaran itu tentu saja sangat
spesifik dipengaruhi oleh berbagai hal :
Siapa yang belajar
Apa yang dipelajari
Dimana dia belajar
Pesan-pesan apa yang diamanatkan kurikulum
Siapa yang mengajarnya
Semua faktor-faktor di atas akan mempengaruhi pelaksanaan pembelajaran
secara detail. Untuk menganalisis detail pelaksanaan pembelajaran harus
diperhatikan :
Materi bahan ajar
Pola pembelajaran
Model desain instruksional / pembelajaran
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana hubungan
antara perencanaan pembelajaran sejarah dengan proses belajar mengajar?”
C. Tujuan Makalah
Tujuan pembahasan dalam makalah ini adalah untuk mengetahui
bagaimana hubungan antara perencanaan pembelajaran sejarah dengan proses
belajar mengajar.
3
D. Manfaat Makalah
Penulis berharap penulisan makalah ini mempunyai manfaat bagi penulis
pribadi untuk menambah wawasan penulis tentang Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran secara khusus maupun kependidikan secara umum dan menambah
kemampuan dalam menulis ilmiah. Makalah ini juga diharapkan bermanfaat bagi
pembaca dan keilmuan pada umumnya.
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sekilas Mengenai Pembelajaran Sejarah
Pembelajaran sejarah saat ini menghadapi banyak persoalan. Persoalan itu
mencakup lemahnya penggunaan teori, miskinnya imajinasi, acuan buku teks dan
kurikulum yang state oriented, serta kecenderungan untuk tidak memperhatikan
fenomena globalisasi berikut latar belakang historisnya.
Lemahnya penggunaan teori dalam kajian sejarah memang ada benarnya,
karena sejarah memang tidak mempunyai teori. Sejarah meminta bantuan teori-
teori dari disiplin sosial lainnya dalam setiap kajiannya. Misalnya teori-teori
sosiologi, antropologi, psikologi, politik, dan sebagainya. Melalui teori-teori
tersebut kajian sejarah akan lebih kaya makna. Hanya kemampuan guru-guru
sejarah dalam meramu sajian sejarah dirasa kurang memadukan disiplin-disiplin
sosial lainnya dalam kajian sejarah. Guru dirasa kurang dalam menggunakan
pendekatan interdisipliner dalam kajian sejarah.
Miskin teori berakibat munculnya sejumlah contoh pernyataan dalam buku
teks yang terlalu umum dan sulit diverifikasi kebenarannya. Pembelajaran sejarah
juga tidak disertai percikan imajinasi yang membuat tinjauan akan peristiwa masa
lalu menjadi lebih hidup dan menarik.
Dalam proses pembelajaran sejarah, masih banyak guru menggunakan
paradigma konvensional, yaitu paradigma ‘guru menjelaskan – murid
mendengarkan’. Metode pembelajaran sejarah semacam ini telah menjadikan
pelajaran sejarah membosankan. Ia kemudian tidak memberikan sentuhan
5
emosional karena siswa merasa tidak terlibat aktif di dalam proses
pembelajarannya. Sementara paradigma ‘siswa aktif mengkonstruksi makna -
guru membantu’ merupakan dua paradigma dalam proses belajar-mengajar
sejarah yang sangat berbeda satu sama lain. Paradigma ini dianggap sulit
diterapkan dan membingungkan guru serta siswa. Di samping itu, metode
pembelajaran yang kaku, akan berakibat buruk untuk jangka waktu yang panjang
dan berpotensi memunculkan generasi yang mengalami “amnesia (lupa atau
melupakan sejarah” bangsa sendiri.
Agar pembelajaran sejarah berhasil baik, metode yang dipergunakan harus
bisa mengkostruk “ingatan historis”. Alhasil, siswa menjadikan sejarah hanya
sebagai fakta-fakta hapalan tanpa adanya ketertarikan dan minat untuk
memaknainya, juga mampu menggali lebih jauh lagi. Ingatan historis semata tidak
akan bertahan lama. Supaya ingatan historis semata tidak akan bertahan lama,
perlu disertai “ingatan emosional”.
Ingatan jenis ini adalah ingatan yang terbentuk dengan melibatkan emosi
hingga bisa menumbuhkan kesadaran dalam diri siswa untuk menggali lebih jauh
dan memaknai berbagai peristiwa sejarah. Proses pembelajaran kemudian tak
hanya berhenti pada penghafalan saja, siswa bisa aktif dalam komunikasi dua arah
dengan guru untuk mengutarakan pendapatnya mengenai obyek sejarah yang
tengah dipelajari karena sedari awal ia telah merasa menjadi bagian dari proses
pembelajaran yang penuh dengan makna. Agar “ingatan emosional” muncul dan
bertahan lama, maka paradigma pembelajaran sejarah harus diubah.
6
Mengubah paradigma yang dianut oleh seorang guru dari paradigma
konvensional ke paradigma konstruktif, bukan sesuatu hal yang mudah. Hal ini
disebabkan karena kebanyakan guru sudah terbiasa dengan paradigma
konvensional, dan mereka sendiripun pada waktu masih menjadi siswa sudah
terbiasa dengan paradigma tersebut. Sungguh-sungguh diperlukan kemauan dan
tekad yang kuat untuk bisa mengubah paradigma tersebut secara nyata.
Schiffer dan Fosnot (1993) menguraikan proses jatuh bangun dari
beberapa guru yang berusaha sungguh-sungguh untuk menggunakan paradigma
konstruktivis, sekalipun mereka sendiri sebelumnya sudah sangat terbiasa dengan
paradigma konvensional. Dengan usaha yang keras, usaha para guru tersebut
akhirnya berhasil mengubah paradigma yang mereka gunakan, dan perubahan
paradigma tersebut memberikan manfaat yang positif bagi para siswa mereka,
karena dengan penggunaan paradigma yang kedua tersebut, para siswa menjadi
terbiasa mengeksplorasi secara aktif dan konstruktif konsep-konsep, prinsip-
prinsip, prosedur-prosedur, dan soal-soal sejarah (termasuk soal-soal yang non
rutin), sehingga mereka merasa bahwa sejarah adalah ‘milik’ mereka, karena liku-
likunya telah biasa mereka telusuri. Lebih jauh, hal tersebut menambah rasa
percaya diri mereka dalam menghadapi materi-materi sejarah yang baru dan soal-
soal yang sebelumnya belum pernah mereka jumpai. Hal ini juga sangat
membantu mereka pada waktu mereka menjumpai masalah-masalah dalam
kehidupan mereka sehari-hari; sehingga secara umum, kemampuan mereka dalam
memecahkan masalah kesejarahan meningkat. Kemampuan memecahkan masalah
7
ini akan sangat berguna pula dalam bidang-bidang di mana mereka nanti akan
berkarya.
Belajar sejarah berarti peserta didik mampu berpikir kritis dan mampu
mengkaji setiap perubahan di lingkungannya, serta memiliki kesadaran akan
perubahan dan nilai-nilai yang terkandung dalam setiap peristiwa sejarah.
Pembelajaran sejarah yang baik adalah pembelajaran yang mampu
menumbuhkan kemampuan siswa melakukan konstruksi kondisi masa sekarang
dengan mengaitkan atau melihat masa lalu yang menjadi basis topik pembelajaran
sejarah. Kemampuan melakukan konstruksi ini harus dikemukakan secara kuat
agar pembelajaran tidak terjerumus dalam pembelajaran yang bersifat konservatif.
Kontekstualitas sejarah harus kuat mengemuka dan berbasis pada pengalaman
pribadi para siswa. Apalagi sejarah tidak akan terlepas dari konsep waktu,
kontinyuitas dan perubahan.
Mengutip pendapat Fernand Braudel (Lechte, 2001) memahami sejarah
dari sudut waktu. Menurutnya dalam memahami sejarah ada tiga kerangka waktu,
event history (short term/jangka pendek), conjucture (mid term/jangka menengah)
dan longue duree (long term/jangka panjang). Sejarah pada satu tempat dan
komunitas terkait dengan ketiga konsep waktu tersebut. Selain itu dari sudut
ruang, Braudel menambahkan satu lagi, yaitu ekonomi dunia di mana ini
merupakan unit analisis makro terkait dengan perkembangan pertukaran barang
dan jasa. Jika dikaitkan dengan waktu kalender, event history berlangsung antara
beberapa minggu, musim sampai beberapa tahun.
8
Conjungture berlangsung sekitar 10 – 50 tahun sedangkan longue duree
berlangsung lebih lama, bisa sampai beberapa abad.
Perubahan yang mempengaruhi sejarah dalam jangka waktu yang lama,
dicontohkan oleh Braudel yaitu mengenai perubahan musim atau iklim.
Perubahan jangka menengah, misalnya yang terkait bidang ekonomi seperti
perubahan-perubahan harga, pertumbuhan populasi dan hasil-hasil produksi.
Perubahan-perubahan ini bisa dipengaruhi oleh keadaan-keadaan sepuluh,
duapuluh, lima puluh tahun yang lalu. Event history atau jangka pendek
digambarkan oleh Braudel seperti pada awal tulisan ini. Seperti cahaya kunang-
kunang, bersinar singkat dan lemah, tetapi cukup melepaskan cahaya untuk
menyinari dataran kecil di bawahnya. Pada event history ini Braudel memberi
tekanan pada perang, politik dan diplomasi.
Pembedaan ketiga konsep waktu ini, evant history, conjucture dan longue
duree tidak merupakan pembedaan yang hirarkis, satu lebih penting dari yang
lain. Masing-masing berperan dan mempunyai fungsi sendiri-sendiri, dan ketika
tiga konsep waktu itu ditambah dengan unit analisis makro, ekonomi dunia,
menurut Braudel keempatnya tersebut akan memberikan sudut pandang kita
mengenai total history.
Apabila pemikiran Fernand Braudel tersebut diterapkan dalam
pembelajaran sejarah, maka perlu adanya perubahan paradigma pembelajaran agar
aktualitas akibat adanya perubahan dalam konsep waktu dapat dipahami dan
disadari oleh para siswa.
9
Beberapa faktor di atas diangkat dalam makalah singkat ini, yaitu
perubahan pembelajaran sejarah dari pola lama menjadi pembelajaran sejarah
dengan paradigma baru. Paradigma ini adalah pendekatan pembelajaran sejarah
yang kontekstual berbasis konstruktivisme dengan memperhatikan perkembangan
kekinian yang semakin global.
B. Perubahan Paradigma Pembelajaran
Tuntutan terhadap pelayanan pembelajaran yang ditunjang oleh
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, mendorong terjadinya pergeseran
konsep pembelajaran. Model mengajar bergeser ke arah model belajar. Asumsi
pergeseran tersebut bertolak dari peserta didik yang diharapkan mendapat
meningkatkan upaya dirinya memperkaya pengetahuan, sikap dan keterampilan.
Guru di sekolah bukan lagi satu-satunya sumber pengetahuan, akan tetapi bagian
integral dalam sistem pembelajaran. Berdasarkan teori belajar yang ada, bermuara
pada tiga model utama, yaitu: 1) Behaviorisme, 2) Kognitivisme, dan 3)
Konstruktivisme.
1. Pembelajaran Behaviorismes
Good et. al.(1973) menganggap behaviorisme atau tingkah laku dapat
diperhatikan dan diukur. Prinsip utama bagi teori ini ialah faktor rangsangan
(stimulus), Respon (response) serta penguatan (reinforcement). Teori ini
menganggap faktor lingkungan sebagai rangsangan dan respon peserta didik
terhadap rangsangan itu ialah responsnya. Pendapat ini sejalan dengan pendapat
Thorndike (2001) yang menyatakan bahwa hubungan di antara stimulus dan
10
respon akan diperkuat apabila responnya positif diberikan reward yang positif dan
tingkah laku negatif tidak diberi apa-apa (hukuman).
Sebagai contoh, seseorang peserta didik diberikan ganjaran positif setelah
dia menunjukkan respon positif. Dia akan mengulangi respons tersebut setiap kali
rangsangan yang serupa ditemui. Hal demikian akan diperoleh dalam pengajaran
guru dengan adanya latihan dan ganjaran terhadap sesuatu latihan. Penguatan
(reinforcement) akan memberi rangsangan supaya belajar lebih bersemangat dan
bermotivasi tinggi. Peserta didik yang berprestasi memperoleh pengetahuan yang
mereka inginkan dalam sesuatu sesi pembelajaran, dapat dikatakan mendapat
response positif.
2. Pembelajaran Kognitif
Model kognitif berkembang sebagai protes terhadap teori perilaku yang
berkembang sebelumnya. Model kognitif ini memiliki perspektif bahwa para
peserta didik memproses informasi dan pelajaran melalui upayanya
mengorganisir, menyimpan, dan kemudian menemukan hubungan antara
pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang telah ada. Model ini
menekankan pada bagaimana informasi diproses. Peneliti yang mengembangkan
kognitif ini adalah Ausubel, Bruner, dan Gagne. Dari ketiga peneliti ini, masing-
masing memiliki penekanan yang berbeda. Ausubel menekankan pada apsek
pengelolaan (organizer) yang memiliki pengaruh utama terhadap belajar. Menurut
Ausubel, konsep tersebut dimaksudkan untuk penyiapan struktur kognitif peserta
didik untuk pengalaman belajar.
11
Bruner bekerja pada pengelompokan atau penyediaan bentuk konsep
sebagai suatu jawaban atas bagaimana peserta didik memperoleh informasi dari
lingkungan. Bruner mengembangkan teorinya tentang perkembangan intelektual,
meliputi: (1) enactive, dimana seorang peserta didik belajar tentang dunia melalui
tindakannya pada objek; (2) iconic, dimana belajar terjadi melalui penggunaan
model dan gambar; dan (3) symbolic yang mendeskripsikan kapasitas dalam
berpikir abstrak.
Gagne melakukan penelitian pada belajar mengajar sebagai suatu
rangkaian pase, menggunakan step-step kognitif: pengkodean (cooding),
penyimpanan (storing), perolehan kembali (retrieving), dan pemindahan
informasi (transferring information). Menurut Bruner (1963) perkembangan
kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan oleh caranya melihat
lingkungan, yaitu enactif, iconic, dan symbolic. Tahap pertama adalah tahap
enaktif, dimana siswa melakukan aktivitas-aktivitasnya dalam usahanya
memahami lingkungan. Tahap kedua adalah tahap ikonik dimana ia melihat dunia
melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal. Tahap ketiga adalah tahap
simbolik, dimana ia mempunyai gagasan-gagasan abstrak yang banyak
dipengaruhi bahasa dan logika dan komunikasi dilakukan dengan pertolongan
sistem simbol.
Menurut Hartley & Davies (1978), prinsip-prinsip kognitivisme banyak
diterapkan dalam dunia pendidikan khususnya dalam melaksanakan kegiatan
perancangan pembelajaran, yang meliputi: (1) Peserta didik akan lebih mampu
mengingat dan memahami sesuatu apabila pelajaran tersebut disusun berdasarkan
12
pola dan logika tertentu; (2) Penyusunan materi pelajaran harus dari yang
sederhana ke yang rumit. Untuk dapat melakukan tugas dengan baik peserta didik
harus lebih tahu tugas-tugas yang bersifat lebih sederhana; (3) Belajar dengan
memahami lebih baik dari pada menghafal tanpa pengertian. Sesuatu yang baru
harus sesuai dengan apa yang telah diketahui siswa sebelumnya. Tugas guru disini
adalah menunjukkan hubungan apa yang telah diketahui sebelumnya; dan (4)
Adanya perbedaan individu pada siswa harus diperhatikan karena faktor ini sangat
mempengaruhi proses belajar siswa. Perbedaan ini meliputi kemampuan
intelektual, kepribadian, kebutuhan akan sukses dan lain-lain. (dalam Toeti
Soekamto 1992:36)
3. Pembelajaran Konstruktivisme
Konstruktivisime merupakan proses pembelajaran yang menerangkan
bagaimana pengetahuan disusun dalam diri manusia. Unsur-unsur konstruktivisme
telah lama dipraktekkan dalam proses belajar dan pembelajaran baik di tingkat
sekolah dasar, menengah, maupun universitas, meskipun belum jelas terlihat.
Berdasarkan faham konstruktivisme, dalam proses belajar mengajar, guru
tidak serta merta memindahkan pengetahuan kepada peserta didik dalam bentuk
yang serba sempurna. Dengan kata lain, peserta didik harus membangun suatu
pengetahuan itu berdasarkan pengalamannya masing-masing.
Pembelajaran adalah hasil dari usaha peserta didik itu sendiri. Pola
pembinaan ilmu pengetahuan di sekolah merupakan suatu skema, yaitu aktivitas
mental yang digunakan oleh peserta didik sebagai bahan mentah bagi proses
renungan dan pengabstrakan. Pikiran peserta didik tidak akan menghadapi
13
kenyataan dalam bentuk yang terasing dalam lingkungan sekitar. Realita yang
diketahui peserta didik adalah realita yang dia bina sendiri. Peserta didik
sebenarnya telah mempunyai satu set idea dan pengalaman yang membentuk
struktur kognitif terhadap lingkungan mereka. Untuk membantu peserta didik
dalam membina konsep atau pengetahuan baru, guru harus memperkirakan
struktur kognitif yang ada pada mereka. Apabila pengetahuan baru telah
disesuaikan dan diserap untuk dijadikan sebagian daripada pegangan kuat mereka,
barulah kerangka baru tentang sesuatu bentuk ilmu pengetahuan dapat dibina.
John Dewey menguatkan teori konstruktivisme ini dengan mengatakan
bahwa pendidik yang cakap harus melaksanakan pengajaran dan pembelajaran
sebagai proses menyusun atau membina pengalaman secara berkesinambungan.
Beliau juga menekankan kepentingan keikutsertaan peserta didik di dalam setiap
aktivitas pengajaran dan pembelajaran.
Ditinjau perspektif epistemologi yang disarankan dalam konstruktivisme,
maka fungsi guru akan berubah. Perubahan akan berlaku dalam teknik pengajaran
dan pembelajaran, penilaian, penelitian dan cara melaksanakan kurikulum.
Sebagai contoh, perspektif ini akan mengubah kaidah pengajaran dan
pembelajaran yang menumpu kepada kemampuan peserta didik mencontoh
dengan tepat apa saja yang disampaikan oleh guru, kepada kaidah pengajaran dan
pembelajaran yang menumpu kepada kemampuan peserta didik dalam membina
skema pengonsepan berdasarkan pengalaman yang aktif. Ia juga akan mengubah
tumpuan penelitian dari pembinaan model berdasarkan kaca mata guru kepada
pembelajaran sesuatu konsep ditinjau dari kaca mata peserta didik.
14
C. Perencanaan dan Pelaksanaan Pembelajaran
1. Pengertian
Pengembangan rencana pelaksanaan pembelajaran merupakan rumusan-
rumusan tentang apa yang akan dilakukan oleh guru dan peserta didik dalam
proses pembelajaran untuk mencapai tujuan atau kompetensi dasar yang telah
ditentukan, sebelum kegiatan belajar mengajar dilaksanakan.
Dasar pengembangan pembelajaran merupakan desain pembelajaran atau
tahun 1975 istilahnya disebut sebagai Prosedur Pengembangan Sistem
Pembelajaran (PPSI). Sebagai suatu prosedur, desain pembelajaran dapat diartikan
sebagai langkah yang sistematis untuk menyusun rencana atau persiapan
pembelajaran dan bahan pembelajaran. Produk dari desain pembelajaran adalah
berupa persiapan pembelajaran, silabus, modul, bahan tutorial dan bentuk saran
pedagogis lainnya.
Proses pengembangan perencanaan pembelajaran terkait erat dengan
unsur-unsur dasar kurikulum yaitu tujuan materi pelajaran, pengalaman belajar
dan penilaian hasil belajar.
Perangkat yang harus dipersiapkan dalam perencanaan pembelajaran
adalah : (a) memahami kurikulum; (b) menguasai bahan ajar; (c) menyusun
program pengajaran; (d) melaksanakan program pengajaran dan (e) menilai
program pengajaran dan hasil proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan.
Dalam perencanaan pembelajaran sampai saat ini masih mempergunakan
pendekatan sistem, artinya perencanaan pembelajaran merupakan kesatuan utuh
15
yang memiliki komponen (tujuan, materi, pengalaman belajar dan evaluasi) yang
satu sama lain saling berinteraksi.
Sejalan dengan upaya perbaikan dan peningkatan kualitas pendidikan,
banyak program inovatif yang muncul kaitannya dengan perubahan paradigma
dan pembaharuan dalam dunia pendidikan. Perubahan paradigma pendidikan tidak
cukup hanya dengan perubahan dalam sektor kurikulum, baik struktur maupun
prosedur perumusannya.
Pembaharuan kurikulum akan lebih bermakna bila diikuti oleh perubahan
prkatik pembelajaran baik di luar maupun di dalam kelas. Indikator perubahan
kurikulum ditunjukkan dengan adanya perubahan pola kegiatan pembelajaran,
pemilihan media pembelajaran, penentuan pola penilaian yang menentukan
keberhasilan pembelajaran itu sendiri.
Keberhasilan implementasi kurikulum akan banyak ditentukan oleh
pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan guru dalam memahami tugas-tugas
yang diembannya, dan pembelajaran merupakan salah satu tugas yang sangat
menentukan keberhasilan itu.
Pembelajaran akan menjadi sesuatu yang bermakna buat peserta didik
ketika diupayakan melalui sebuah perencanaan pembelajaran yang baik dan benar.
Oleh karena itu, keterampilan guru dalam merancang pembelajaran
merupakan sesuatu yang tidak bisa dipisahkan dengan tugas dan tanggung
jawabnya sebagai seorang pendidik, pembelajar, dan seorang perancang
pembelajaran.
16
Pembelajaran, secara sederhana dapat diartikan sebagai upaya untuk
membelajarkan siswa dan aktivitas belajar siswa tersebut dapat terjadi dengan
direncanakan (by designed). Perencanaan merupakan aktivitas pendidikan dimana
pembelajaran ada di dalamnya yang secara sadar dirancang untuk membantu
siswa dalam mengembangkan potensi dirinya melalui sejumlah kompetensi yang
diacunya dalam setiap proses pembelajaran yang diikutinya.
Dengan demikian, inti dari perencanaan pembelajaran adalah proses
memilih, menetapkan dan mengembangkan, pendekatan, metode dan teknik
pembelajaran, menawarkan bahan ajar, menyediakan pengalaman belajar yang
bermakna, serta mengukur tingkat keberhasilan proses pembelajaran dalam
mencapai hasil pembelajarannya.
Menurut Nana Sudjana (2000 : 61) mengatakan bahwa perencanaan adalah
proses yang sistematis dalam pengambilan keputusan tentang tindakan yang akan
dilakukan pada waktu yang akan datang. Hal senada juga dikemukakan oleh
Hadari Nawawi (1983 : 16) bahwa perencanaan berarti menyusun langkah-
langkah penyelesaian suatu masalah atau pelaksanaan suatu pekerjaan yang
terarah pada pencapaian tujuan tertentu. Kesimpulannya, efektivitas perencanaan
berkaitan dengan penyusunan rangkaian kegiatan untuk mencapai tujuan, dapat
diukur dengan terpenuhinya apa yang tertuang dalam perumusan perencanaan.
Sementara untuk pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu proses yang
dilakukan oleh guru dalam membimbing, membantu, dan mengarahkan peserta
didik untuk memiliki pengalaman belajar. Menurut Mulyani Sumantri (1988:95)
17
pembelajaran adalah suatu cara bagaimana mempersiapkan pengalaman belajar
bagi peserta didik.
Merujuk kepada pemahaman di atas, berarti perencanaan pembelajaran
pada dasarnya merupakan pengambilan keputusan yang diwujudkan dalam
penyusunan langkah-langkah untuk pencapaian tujuan pembelajaran agar peserta
didik memiliki pengalaman belajar yang berarti.
Pemahaman secara konseptual berikut ini, diharapkan dapat membantu
anda untuk meningkatkan efektivitas pembuatan perencanaan pembelajaran.
Konsep berikut memiliki dua pemahaman, yaitu pertama proses pengambilan
keputusan dan pengetahuan profesional tentang proses pembelajaran, Kedua
keputusan yang diambil oleh guru bisa beragam mulai dari yang sederhana
misalnya pengorganisasian aktivitas kelas, sampai yang komplek misalnya
menentukan apa yang akan dipelajari oleh siswa.
Dalam lingkup yang lebih luas, perencanaan pembelajaran dapat diartikan
sebagai proses penyusunan materi pelajaran, penggunaan media pembelajaran,
penggunaan pendekatan dan metode pembelajaran, dan penilaian dalam alokasi
waktu tertentu untuk menapai tujuan yang telah ditentukan.
2. Unsur Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Istilah pembelajaran merupakan terjamahan dari instruction yang secara
khusus diartikan sebagai upaya menciptakan kondisi yang memungkinkan
seseorang belajar. Proses pengembangan pembelajaran terkait dengan unsur-unsur
dasar kurikulum yang sekaligus juga merupakan unsur dalam rencana pelaksanaan
pembelajaran, yaitu tujuan materi pelajaran, pengalaman belajar dan penilaian
18
hasil belajar. Pengembangan program ini merupakan suatu sistem yang
menjelaskan adanya analisis atas semua komponen yang saling terkait secara
fungsional. Oleh karena itu, guru harus mempersiapkan perangkat yang harus
dilaksanakan dalam perencanaan pembelajaran yang akan dilakukannya, antara
lain : (1) Memahami kurikulum; (2) Menguasai bahan ajar; (3) Menyusun
program pengajaran; (4) Melaksanakan program pengajaran; dan (5) Menilai
program pengajaran dan hasil proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan.
Kegiatan pembelajaran yang dilakukan hendaknya mampu
mengembangkan dan meningkatkan kompetensi, kreativitas, kemandirian,
kerjasama, solidaritas, kepemimpinan, empati, toleransi, pada setiap peserta didik.
3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
a) Pengertian RPP
Pembelajaran pada dasarnya merupakan proses yang ditata dan diatur
sedemikian rupa, menurut langkah-langkah tertentu agar dalam pelaksanaannya
dapat mencapai hasil yang diharapkan. Pengaturan tersebut dituangkan dalam
bentuk perencanaan pembelajaran. Setiap perencanaan selalu berkenaan dengan
perkiraan atau proyeksi mengenai apa yang diperlukan dan apa yang akan
dilakukan. Demikian halnya, perencanaan pembelajaran memperkirakan atau
memproyeksikan mengenai tindakan apa yang akan dilakukan pada saat
melaksanakan kegiatan pembelajaran. Mungkin saja dalam pelaksanaannya tidak
begitu persis seperti apa yang telah direncanakan, karena proses pembelajaran itu
sendiri bersifat situasional. Namun, apabila perencanaan sudah disusun secara
matang, maka proses dan hasilnya tidak akan terlalu jauh dari apa yang sudah
19
direncanakan. Istilah perencanaan pembelajaran yang saat ini digunakan berkaitan
dengan penerapan KTSP di sekolah-sekolah di Indonesia yaitu Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), pada waktu yang lalu dikenal istilah satuan
pelajaran (satpel), rencana pelajaran (renpel), dan istilah-istilah sejenis lainnya.
Terdapat beberapa pendapat berkenaan dengan perencanaan pembelajaran
ini, di antaranya:
1. Secara garis besar perencanaan pengajaran mencakup kegiatan
merumuskan tujuan apa yang akan dicapai oleh suatu kegiatan pengajaran,
cara apa yang dipakai untuk menilai pencapaian tujuan tersebut, materi/bahan
apa yang akan disampaikan, bagaimana cara menyampaikannya, serta alat atau
media apa yang diperlukan (Ibrahim 1993: 2).
2. Untuk mempermudah proses belajar-mengajar diperlukan perencanaan
pengajaran. Perencanaan pengajaran dapat dikatakan sebagai pengembangan
instruksional sebagai sistem yang terintegrasi dan terdiri dari beberapa unsur
yang saling berinteraksi (Toeti Soekamto 1993: 9).
3. Perencanaan pengajaran dapat dikatakan sebagai pedoman mengajar
bagi guru dan pedoman belajar bagi siswa. Melalui perencanaan pengajaran
dapat diidentifikasi apakah pembelajaran yang dikembangkan/dilaksanakan
sudah menerapkan konsep belajar siswa aktif atau mengembangkan
pendekatan keterampilan proses.
4. Gambaran aktivitas siswa akan terlihat pada rencana kegiatan atau
dalam rumusan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) yang terdapat dalam
perencanaan pengajaran. Kegiatan belajar dan mengajar yang dirumuskan oleh
20
guru harus mengacu pada tujuan pembelajaran. Sehingga perencanaan
pengajaran merupakan acuan yang jelas, operasional, sistematis sebagai acuan
guru dan siswa berdasarkan kurikulum yang berlaku.
Istilah pengajaran yang digunakan dalam pengertian di atas sebaiknya
diubah dengan pembelajaran, untuk memberi tekanan pada aktivitas belajar yang
dilakukan siswa.
Berkaitan dengan hal-hal tersebut di atas maka rencana pelaksanaan
pembelajaran adalah rencana yang menggambarkan prosedur dan
pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai satu kompetensi dasar yang
ditetapkan dalam Standar Isi dan dijabarkan dalam silabus. Lingkup Rencana
Pembelajaran paling luas mencakup 1 (satu) kompetensi dasar yang terdiri atas 1
(satu) indikator atau beberapa indikator untuk 1 (satu) kali pertemuan atau lebih.
b) Unsur Pokok dalam RPP
Unsur-unsur pokok yang terkandung dalam RPP meliputi:
a. Identitas mata pelajaran (nama mata pelajaran, kelas, semester, dan
waktu/banyaknya jam pertemuan yang dialokasikan).
b. Kompetensi dasar dan indikator-indikator yang hendak dicapai.
c. Materi pokok beserta uraiannya yang perlu dipelajari siswa dalam
rangka mencapai kompetensi dasar dan indikator.
d. Kegiatan pembelajaran (kegiatan pembelajaran secara konkret
yang harus dilakukan siswa dalam berinteraksi dengan materi pembelajaran
dan
sumber belajar untuk menguasai kompetensi dasar dan indikator).
21
e. Alat dan media yang digunakan untuk memperlancar pencapaian
kompetensi dasar, serta sumber bahan yang digunakan dalam kegiatan
pembelajaran sesuai dengan kompetensi dasar yang harus dikuasai.
f. Penilaian dan tindak lanjut (prosedur dan instrumen yang akan
digunakan untuk menilai pencapaian belajar siswa serta tindak lanjut hasil
penilaian).
c) Prinsip-prinsip Penyusunan RPP
RPP pada dasarnya merupakan kurikulum mikro yang menggambarkan
tujuan/kompetensi, materi/isi pembelajaran, kegiatan belajar, dan alat evaluasi
yang digunakan. Efektivitas RPP tersebut sangat dipengaruhi beberapa prinsip
perencanaan pembelajaran berikut:
1) Perencanaan pembelajaran harus berdasarkan kondisi siswa.
2) Perencanaan pembelajaran harus berdasarkan kurikulum yang berlaku.
3) Perencanaan pembelajaran harus memperhitungkan waktu yang tersedia
4) Perencanaan pembelajaran harus merupakan urutan kegiatan pembelajaran
yang sistematis.
5) Perencanaan pembelajaran bila perlu lengkapi dengan lembaran kerja/tugas
dan atau lembar observasi.
6) Perencanaan pembelajaran harus bersifat fleksibel.
7) Perencanaan pembelajaran harus berdasarkan pada pendekatan sistem yang
mengutamakan keterpaduan antara tujuan/kompetensi, materi, kegiatan belajar
dan evaluasi.
22
Prinsip-prinsip tersebut harus dijadikan landasan dalam penyusunan RPP.
Selain itu, secara praktis dalam penyusunan RPP, seorang guru harus sudah
menguasai bagaimana menjabarkan kompetensi dasar menjadi indika-tor,
bagaimana dalam memilih materi pembelajaran yang sesuai dengan kom-petensi
dasar, bagaimana memilih alternatif metode mengajar yang dianggap paling sesuai
untuk mencapai kompetensi dasar, dan bagaimana mengembangkan evaluasi proses
dan hasil belajar.
d) Langkah-langkah Penyusunan RPP
Dalam menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran dapat ditempuh
langkah-langkah sebagai berikut:
1) Mengisi kolom identitas
2) Menentukan alokasi waktu yang dibutuhkan untuk pertemuan yang telah
ditetapkan
3) Menentukan SK, KD, dan Indikator yang akan digunakan yang terdapat pada
silabus yang telah disusun.
4) Merumuskan tujuan pembelajaran berdasarkan SK, KD, dan Indikator yang
telah ditentukan (lebih rinci dari KD dan Indikator, pada saat-saat tertentu
rumusan indikator sama dengan tujuan pembelajaran, karena indikator sudah
sangat rinci sehingga tidak dapat dijabarkan lagi). Rumusan tujuan
pembelajaran tidak menimbulkan penafsiran ganda.
5) Mengidentifikasi materi ajar berdasarkan materi pokok/pembelajaran yang
terdapat dalam silabus. Materi ajar merupakan uraian dari materi
pokok/pembelajaran
23
6) Menentukan metode pembelajaran yang akan digunakan
7) Merumuskan langkah-langkah pembelajaran yang terdiri dari kegiatan awal,
inti, dan akhir. Langkah-langkah pembelajaran berupa rincian skenario
pembelajaran yang mencerminkan penerapan strategi pembelajaran termasuk
alokasi waktu setiap tahap. Dalam merumuskan langkah-langkah
pembelajaran juga harus mencerminkan proses eksplorasi, elaborasi dan
konfirmasi.
8) Menentukan alat/bahan/ sumber belajar yang digunakan.
9) Menyusun kriteria penilaian, lembar pengamatan, contoh soal, teknik
penskoran, dll. Tuliskan prosedur, jenis, bentuk, dan alat/instrumen yang
digunakan untuk menilai pencapaian proses dan hasil belajar siswa, serta
tindak lanjut hasil penilaian, seperti: remedial, pengayaan, atau percepatan.
Sesuaikan dengan teknik penilaian berbasis kelas, seperti: penilaian hasil
karya (product), penugasan (project), kinerja (performance), dan tes tertulis
(paper & pen).
Berkaitan dengan penyusunan RPP ini, terdapat beberapa catatan yang
perlu diperhatikan oleh para guru, yaitu:
1) Standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah ditetapkan secara
nasional untuk seluruh mata pelajaran harus dijadikan acuan utama dalam
merumuskan komponen-komponen RPP. Karena itu, rumusan standar
kompetensi dan kompetensi dasar sekalipun sudah dituliskan dalam silabus,
perlu tetap dituliskan kembali dalam RPP agar dapat terlihat secara langsung
keterkaitannya dengan komponen yang lainnya dan menjadi titik tolak untuk
24
menentukan materi pembelajaran, indikator ketercapaian kompetensi, media,
metoda, kegiatan pembelajaran serta menentukan cara penilaian.
2) Penjabaran kompetensi dasar menjadi indikator-indikator ketercapaian
kompetensi perlu dipahami oleh guru. Setelah itu guru harus mampu
menuliskannya dalam RPP dengan menggunakan rumusan-rumusan yang
tepat, terukur, dan operasional. Ketidakmampuan guru dalam merumuskan
indikator-indikator tersebut akan mempengaruhi pencapaian kompetensi dasar,
yang akhirnya berakibat terhadap rendahnya kemampuan yang dimiliki siswa.
3) Dalam penentuan materi pembelajaran pada umumnya guru sering menjadikan
buku teks sebagai titik tolak dan sumber utama pembelajaran. Hal ini akan
membawa akibat bahwa seluruh proses pembelajaran akan berada di sekitar
buku teks tersebut. Dalam RPP yang dikembangkan, sebenarnya buku teks
hanya merupakan salah satu sumber. Sumber itu tidak hanya buku, namun ada
buku, alat, manusia, lingkungan maupun teknik yang dapat dijadikan sebagai
sumber belajar. Sebenarnya dengan adanya kompetensi dasar dan indikator
akan memudahkan penentuan materi. Apabila kompetensi dasar dan indikator
ada dalam kawasan belajar kognitif, maka sifat materi yang akan disajikanpun
akan berkenaan dengan pengetahuan ataupun pemahaman. Demikian pula
halnya untuk kawasan belajar afektif maupun psikomotor. Materi
pembelajaran ini dapat diuraikan secara terinci atau cukup dengan pokok-
pokok materi saja, dan materi terinci nantinya dapat dilampirkan. Materi
pembelajaran sifatnya bermacam-macam ada yang berupa informasi, konsep,
prinsip, keterampilan dan sikap. Sifat dan materi tersebut akan membawa
25
implikasi terhadap metoda yang akan digunakan dan kegiatan belajar yang
harus ditempuh oleh siswa.
4) Dalam penentuan atau pemilihan kegiatan pembelajaran perlu disesuaikan
metoda mana yang paling efektif, efisien, dan relevan dengan pencapaian
kompetensi dasar dan indikator. Penentuan metode pembelajaran harus
memungkinkan terlaksananya cara belajar siswa aktif, kreatif, inovatif, dan
menyenangkan. Guru perlu memilih kegiatan-kegiatan pembelajaran yang
benar-benar efektif dan efisien dengan mempertimbangkan:
(a) Karakteristik kompetensi dasar dan indikator pencapaian kompetensi.
(b) Keadaan siswa, mencakup perbedaan-perbedaan individu siswa seperti
kemampuan belajar, cara belajar, latar belakang, pengalaman, dan
kepribadiannya.
(c) Jenis dan jumlah fasilitas/sumber belajar yang tersedia untuk dapat
melaksanakan kegiatan pembelajaran.
(d) Sifat dan karakteristik masing-masing metode yang dipilih untuk mencapai
kompetensi dasar.
D. Hubungan Perencanaan dan Pelaksanaan Pembelajaran
Berdasarkan dari pembahasan tentang pembelajaran sejarah sebagai bagian
dari dunia pendidikan khususnya di Indonesia, jelas sekali terdapat kaitan erat
antara keberhasilan proses pelaksanaan pembelajaran dengan perencanaan
pembelajaran. Keberhasilan pelaksanaan pembelajaran yang pada akhirnya
berpengaruh terhadap hasil belajar peserta didik dipengaruhi oleh perencanaan
pembelajaran oleh penyelenggara pendidikan baik secara makro yang tertuang
26
dalam kurikulum pendidikan nasional di Indonesia tetapi juga secara mikro dalam
penyusunan RPP oleh sekolah ataupun guru dalam pelaksanaannya dalam
pembelajaran di kelas.
27
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Diperlukan kemauan dan tekad yang kuat untuk bisa mengubah paradigma
yang dianut oleh seorang guru dari paradigma konvensional ke paradigma
konstruktif. Apalagi sejarah tidak akan terlepas dari konsep waktu, kontinyuitas
dan perubahan.
Pengembangan rencana pelaksanaan pembelajaran merupakan rumusan-
rumusan tentang apa yang akan dilakukan oleh guru dan peserta didik dalam
proses pembelajaran untuk mencapai tujuan atau kompetensi dasar yang telah
ditentukan, sebelum kegiatan belajar mengajar dilaksanakan.
Pengaturan tersebut dituangkan dalam bentuk perencanaan pembelajaran.
Setiap perencanaan selalu berkenaan dengan perkiraan atau proyeksi mengenai
apa yang diperlukan dan apa yang akan dilakukan. Demikian halnya, perencanaan
pembelajaran memperkirakan atau memproyeksikan mengenai tindakan apa yang
akan dilakukan pada saat melaksanakan kegiatan pembelajaran. Apabila
perencanaan sudah disusun secara matang, maka proses dan hasilnya tidak akan
terlalu jauh dari apa yang sudah direncanakan. Istilah perencanaan pembelajaran
yang saat ini digunakan berkaitan dengan penerapan KTSP di sekolah-sekolah di
Indonesia yaitu Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), pada waktu yang lalu
dikenal istilah satuan pelajaran (satpel), rencana pelajaran (renpel), dan istilah-
istilah sejenis lainnya.
28
Kecermatan dalam perencanaan pembelajaran akan berpengaruh terhadap
pelaksanaan pembelajaran yang pada akhirnya berpengaruh positif terhadap hasil
belajar siswa.
B. Saran
Pembelajaran sejarah sebagai salah satu dari pembelajaran mata pelajaran
harus dilaksanakan berdasarkan perencanaan pembelajaran yang matang, sehingga
hasil belajar peserta didik menjadi maksimal sesuai dengan potensinya.
Kematangan perencanaan itu sangat dipengaruhi oleh kerja sama dari
penyusun perencanaan pembelajaran mulai dari guru dan penyelenggara
pendidikan serta pemerintah.
29
DAFTAR PUSTAKA
Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, Sinar Baru, Bandung, 1988.
http://suciptoardi.wordpress.com/2008/07/03/lawatan-sejarah-sebagai-model-pembelajaran-sejarah/
http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._SEJARAH/
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/195905081984031NANA_JUMHANA/MAKALAH_PENGEMBANGAN_RENCANA_PELAKSANAAN_PEMBELAJARAN.pdf
30