Hubungan Penggunaan Steroid Jangka Panjang Terhadap Gangguan
-
Upload
yudo-prabowo -
Category
Documents
-
view
79 -
download
0
Transcript of Hubungan Penggunaan Steroid Jangka Panjang Terhadap Gangguan
Hubungan penggunaan Steroid jangka panjang terhadap gangguan jiwa
I. PENDAHULUAN
Pandangan umum
Kortikosteroid merupakan obat yang sangat banyak dan luas dipakai dalam dunia
kedokteran. Kortikosteroid adalah obat yang meniru kortisol , suatu hormon yang
diproduksi oleh tubuh (Kelenjar adrenal). Mereka mengurangi peradangan dan
menekan sistem kekebalan tubuh. Dokter meresepkan obat kortikosteroid
sepertikortison dan prednisone untuk mengobati gangguan autoimun
seperti lupus dan rheumatoid arthritis. Tapi itu hanya beberapa dari banyak
penggunaannya sebab kortikosteroid memiliki 2 efek utama, yaitu
dalam metabolisme dan inflamasi. (9)
Kortikosteroid berfungsi dalam proses glukoneogenesis di hati, lipolisis dan
mobilisasi asam amino (sebagai subtract untuk glukoneogenesis). Serta
menghambat/inhibisi ambilan glukosa diotot dan jaringan adipose. Sedangkan
untuk efek anti-inflamasinya, efek tersebut terjadi melalui penekanan pembentukan
berbagai mediator inflamasi (fosfolipase A, cyclooxiginase, degranulasi sel mast),
menghambat fungsi makrofag dan bekerja dalam inflamasi akut maupun kronik. (9)
Begitu luasnya penggunaan kortikosteroid ini bahkan banyak yang digunakan tidak
sesuai dengan indikasi maupun dosis dan lama pemberian, Untuk menghindari hal
tersebut diperlukan pemahaman yang mendalam dan benar tentang kortikosteroid
baik farmakokinetik, physiologi didalam tubuh maupun akibat-akibat yang bisa
terjadi Dan dari beberapa akibat yang terjadi salah satunya adalah efek psikologis.
Kortikosteroid pertama kali dipakai untuk pengobatan pada tahun 1949 oleh Hence
et al untuk pengobatan rheumatoid arthritis. Sejak saat itu kortikosteroid semakin
luas dipakai dan dikembangkan usaha-usaha untuk membuat senyawa-senyawanya
yang lebih besar kerjanya, namun efek samping dari Kortikosteroid belum menjadi
prioritas serta dalam tahap penelitian hingga menghambat keyakinan serta
meningkatkan kewaspadaan orang-orang dalam menggunakannya.
Steroid Psikosis
Steroid psikosis adalah gangguan psikotik yang disebabkan oleh penggunaan obat
kortikosteroid. Orang yang terkena atau mengalami gejala kejiwaan
seperti depresi danmania . Pilihan pengobatan bervariasi, tergantung pada pra-ada
kondisi medis pasien. Para peneliti percaya psikosis steroid terjadi ketika
kortikosteroid dosis tinggi menyebabkan peningkatan dopamin di otak.
Peningkatan kadar dopamin menyebabkan gejala seperti depresi, perubahan
suasana hati dan psikosis. Kortikosteroid juga menurunkan kadar serotonin di otak
yang akhirnya memperburuk gejala depresi pasien. (8)
Dosis yang diperlukan untuk pengendalian penyakit sering tinggi (misalnya, 1 mg /
kg atau lebih besar), dan terapi dapat dipertahankan untuk jangka waktu dari
minggu ke bulan. Dalam pengaturan ini, satu dari setiap dua sampai tiga pasien
diresepkan steroid dapat mengembangkan gejala kejiwaan termasuk psikosis,
mania, delirium, dan depresi. (8)
II. PATOFISIOLOGI
Steroid merupakan hormon
Steroid adalah senyawa organik lemak sterol tidak terhidrolisis yang dapat dihasil
reaksi penurunan dari terpena atau skualena. Steroid merupakan kelompok
senyawa yang penting dengan struktur dasar sterana jenuh. Senyawa yang
termasuk turunan steroid, misalnya kolesterol, ergosterol, progesteron, dan
estrogen. Pada umumya steroid berfungsi sebagai hormon. Semua steroid dibuat di
dalam sel dengan bahan baku berupa lemak sterol, baik berupa lanosterol pada
hewan atau fungsi, maupun berupa sikloartenol pada tumbuhan. Kedua jenis lemak
sterol di atas terbuat dari siklisasi squalena dari triterpena. Kolesterol adalah jenis
lain lemak sterol yang umum dijumpai. (4)
MEKANISME KERJA
1. KELENJAR ADRENAL
Pada tubuh manusia terdapat dua (2) kelenjar adrenal, masing-masing terbenam
diatas ginjal dalam suatu kapsul lemak. Kata Adrenal berarti disamping
ginjal. Kelenjar Adrenal terdiri dari (2) dua bagian : Bagian (lapisan) luar yang
menyusunkorteksadrenal mengeluarkan berbagai hormon steroid. Dan Bagian
dalam yaituMedula adrenal yang mengeluarkan Katekolamin. (1)
Bicara tentang steroid maka kita bicara tentang fungsi dari salah satu bagiannya
yaitu korteks adrenal.
Korteks Adrenal (Adrenocortcosteroid)
Latar belakang
Korteks adrenal merilis sejumlah besar steroid ke dalam sirkulasi. Beberapa di
antaranya memiliki sedikit sekali aktivitas biologis dan terutama berfungsi sebagai
prekursor, dan terdapat beberapa yang belum diketahui fungsinya. Steroid-steroid
hormon dapat diklasifikasi menjadi: steroid yang memiliki efek penting dalam
metabolisme perantara (glucocorticoid), steroid yang mempunyai aktivitas utama
pada retensi garam (mineralocorticoid), dan steroid yang memiliki aktivitas
(androgenic atau estrogenic). Pada manusia, glucocorticoid utama
adalah cortisol (Kortisol) dan Mineralocorticoid yaitu aldosterone. Secara
kuantitatif Androgenic dan esterogenic adalah dehydroepinndrosterone (DHEA). (3)
Produktivitas
Dua jenis Hormon Steroid adrenal (Adrenokortikal) yang utama
yakniMineralokortikoid dan Glukortikoid, ini semua disekresikan oleh Korteks
adrenal. (2:2)
Lapisan
Korteks Adrenal mempunyai 3 lapisan berbeda, 3 lapisan kita sinonimkan dengan
sebuah zona yakni : Zona glomerulosa, Zona fasikulata, dan zona
retikularis. Fungsinya akan dibahas dan dijabar sebagai berikut: Zona glomerulosa ; Mensekresi Mineraloskortikoid (Aldosteron) Zona fasikulata ; Mensekresi Glukokortikoid (kortisol) dan sejumlah kecil
androgen dan esterogen adrenal. Sekresi keduanya di atur oleh sumbu
hipotalamus-hipofisis (HP axis) lewat hormone adrenokotikotropik (ACTH).
Zona retikularis ; Mensekresi Androgenic dan esterogenic (2)
2. STEROID JANGKA PANJANG
Glukocortikoid mempunyai efek penting terhadap system saraf. Insufiensi adrenal
(Ketidakmampuan fungsi adrenal) dapat menyebabkan adanya keterlambatan yang
jelas pada irama EEG, dan hal ini dapat dihubungkan dengan terjadinya Depresi
psikiatris. Glucocorticoid yang diberikan terus-menerus dapat menekan rilis ACTH.
(3)
1. FAAL DAN FARMAKODINAMIK
Kortikosteroid mempengaruhi
metabolisme karbohidrat, protein dan lemak; dan mempengaruhi juga fungsi sistem
kardiovaskular, ginjal, otot lurik. sistem saraf dan organ lain. Korteks adrenal ber-
fungsi homeostatik, artinya penting bagi organisme untuk dapat mempertahankan
diri dalam menghadapi perubahan lingkungan. Dengan demikian, hewan tanpa
korteks adrenal hanya dapat hidup apabila diberikan makanan yang cukup dan
teratur, NaCI dalam jumlah cukup banyak dan ternperatur sekitarnya
dipertahankan dalam batas-batas tertentu. Fungsi kortikosteroid penting untuk
kelangsungan hidup organisme, Efek kortikosteroid kebanyakan berhubungan
dengan besarnya dosis, makin besar dosis terapi makin besar efek yang
didapat. Tetapi disamping itu juga ada keterkaitan kerja kortikosteroid dengan
hormon-hormon lain. Peran kortikosteroid dalam kerjasama ini disebut permissive
effects yaitu kortikosteroid diperlukan supaya terjadi suatu efek hormon lain. (4)
Patofisiologi kortikosteroid-psikosis yang diinduksi masih kurang dipahami,
meskipun secara umum diterima bahwa kelainan dari sumbu hipotalamus-hipofisis-
adrenal (HPA) akibat penggunaan steroid kerja panjang dapat mengakibatkan
gangguan mood. Sebagai contoh, sindrom yang melibatkan
produksi kortisol yang berlebihan atau tidak memadai dapat memiliki manifestasi
kejiwaan. Adalah contoh Sindrom Cushing terkait dengan kecemasan, euforia,
depresi, dan psikosis, sedangkan penyakit Addison dapat menghasilkan kelelahan,
energi rendah, nafsu makan menurun, dan gejala yang konsisten dengan gejala
depresi neurovegetative. (4 )
SUMBU HIPOTALAMUS- PITUITARY-ADRENAL (HPA AXIS)
Sumbu hipotalamus-hipofisis-adrenal (HPA
axis) adalah bagian utama dari sistem neuroendokrin yang mengontrol reaksi
terhadap stres dan memiliki fungsi penting dalam mengatur berbagai proses tubuh
seperti pencernaan, sistem kekebalan tubuh ,suasana hati, emosi, seksualitas, dan
penyimpanan penggunaan energi. Spesies dari manusia ke organisme berbagi
komponen dari sumbu HPA paling kuno. Ini adalah mekanisme untuk satu set
interaksi antara kelenjar, hormon dan bagian otak pertengahan yang memediasi
sindrom adaptasi umum. Sumbu HPA juga terlibat dalam gangguan kecemasan,
gangguan bipolar, pasca-traumatic stress disorder, depresi klinis, kelelahan dan
sindrom iritasi usus besar.
Anatomi
Elemen-elemen kunci dari sumbu HPA adalah:
Paraventrikular dari hipotalamus, yang berisi neuron neuroendokrin yang mensintesis dan mengeluarkan vasopresin serta corticotropin-releasing hormon (CRH).
Secara khusus, CRH dan vasopresin merangsang sekresi hormon adrenokortikotropik(ACTH). ACTH pada gilirannya bekerja pada adrenal korteks yang menghasilkan hormon glukokortikoid (terutama kortisol pada manusia) dengan stimulasi ACTH.
CRH dan vasopresin yang dilepaskan dari terminal saraf neurosecretory
di eminensia median. Mereka diangkut ke hipofisis anterior melalui sistem
pembuluh
darah portal dari tangkai hypophyseal. Ada, CRH dan vasopresin bertindak sinergis
untuk merangsang sekresi ACTH yang tersimpan dari sel corticotrope. ACTH
diangkut oleh darah ke korteks adrenal kelenjar adrenal, di mana ia cepat
merangsang biosintesis kortikosteroid dari kolesterol.
Kortisol memiliki efek pada banyak jaringan dalam tubuh, termasuk pada otak. Di
otak, kortisol bekerja pada dua jenis reseptor – reseptor mineralokortikoid dan
reseptorglukokortikoid, dan ini diungkapkan oleh berbagai jenis neuron. Salah satu
target penting dari glukokortikoid adalah hippocampus, yang merupakan pusat
pengendali utama dari sumbu HPA.
Fungsi
Pelepasan CRH dari hipotalamus dipengaruhi oleh stres, dengan tingkat kortisol
darah dan oleh siklus tidur / bangun. Pada individu sehat, kortisol meningkat pesat
setelah bangun tidur yang hingga mencapai puncaknya dalam,-
waktu 30-45 menit. Ini kemudian secara bertahap mengurangi sepanjang hari, naik
lagi pada sore hari. Tingkat cortisol kemudian jatuh pada larut malam, mencapai
palung selama tengah malam. Sebuah siklus normal rata kortisol sirkadian telah
dikaitkan dengan sindrom kelelahan kronis, insomnia , dan kelelahan .
Koneksi anatomis antara amigdala, hipokampus, dan hipotalamus memfasilitasi
aktivasi dari sumbu HPA. Informasi sensorik tiba di aspek lateral amigdala diproses
dan disampaikan ke inti pusat, yang proyek ke beberapa bagian otak yang terlibat
dalam respon terhadap rasa takut. Pada hipotalamus, ketakutan-sinyal impuls
mengaktifkan kedua sistem saraf simpatik dan sistem modulasi dari sumbu HPA.
Gambar (6)
Peningkatan produksi kortisol menengahi reaksi alarm stres, memfasilitasi fase adaptif dari sindrom adaptasi umum di mana reaksi alarm ditekan, memungkinkan tubuh untuk mencoba penanggulangan.
Glukokortikoid memiliki fungsi penting, termasuk modulasi reaksi stres, tetapi bila berlebihan dapat merusak. Atrofi dari hippocampus pada manusia dan hewan terkena stres berat diyakini disebabkan oleh paparan
yang terlalu lama untuk konsentrasi tinggi glukokortikoid. Kekurangan dari hippocampus dapat mengurangi sumber daya memori yang tersedia untuk membantu tubuh merumuskan reaksi yang tepat terhadap stres.
Sumbu HPA terlibat dalam neurobiologi gangguan mood dan penyakit fungsional, termasuk gangguan kecemasan, gangguan bipolar, pasca-traumatic stress disorder, depresi klinis, kelelahan, sindrom kelelahan kronis dan sindrom iritasi usus besar.
Penelitian eksperimental telah menyelidiki berbagai jenis stres, dan efek mereka
pada aksis HPA dalam situasi yang berbeda banyak. Stres bisa dari berbagai jenis,
dalam studi eksperimental pada tikus, perbedaan sering dibuat antara “stres sosial”
dan “stres fisik”, namun kedua jenis tetap mengaktifkan aksis HPA, meskipun
melalui jalur yang berbeda. Beberapa neurotransmiter monoamina penting dalam
mengatur sumbu HPA, terutama dopamin, serotonin dan norepinefrin
(noradrenalin). (5)
MATA RANTAI ANTARA GLUKOKORTIKOID DAN HPA AXIS
Toksisitas Glukokortikoid:
Ada dua kategori efek toksik akibat dari pemakaian glukokortikoid:
Akibat penghentian terapi steroid Akibat penggunaan dosis tinggi ( suprafisiologis ) dan lama1. Akibat yang bisa terjadi pada penghentian terapi steroid adalah Kambuhnya kembali penyakit yang kita obati Yang paling berat adalah insuffisiensi adrenal akut akibat penghentian terapi mendadak setelah
terapi steroid yang lama sehingga pada akhirnya terjadi supresi aksis HPA (Hypothalamus-Pituitary-Adrenal) yang tidak dapat segera berfungsi dengan baik terdapat variasi dari tiap individu mengenai berat dan lama supresi adrenal sesudah terapi kortikosteroid sehingga sulit menentukan resiko relatif untuk terjadinya krisis adrenal pada tiap individu.
1. Akibat terapi steroid dosis suprafisiologis
Selain supresi aksis HPA akibat pemberian dosis suprafisiologis banyak kelainan-
kelainan lain yang bisa terjadi.
III. PEMBAHASAN
Kortikosteroid dapat mempengaruhi susunan saraf pusat baik secara tidak langsung
maupun langsung, meskipun hal yang terakhir ini belum dapat dipastikan.
Pengaruh tidak langsung disebabkan efeknya pada metabolisme karbohidrat, sistem
sirkulasi dan keseimbangan elektrolit. Adanya efek steroid pada susunan saraf
pusat ini dapat dilihat dari timbulnya perubahan mood, lingkah laku, EEG dan
kepekaan otak pada mereka yang sedang menggunakan kortikosteroid terutama
untuk waktu lama atau pada pasien penyakit Addison. Pasien penyakit Addison
dapat menunjukkan gejala apatis, depresi dan cepat tersinggung bahkan psikosis.
Gejala tersebut dapat diatasi dengan kortisol. Penggunaan glukokortikoid untuk
waktu lama dapat menimbulkan serangkaian reaksi yang berbeda-beda. Sebagian
besar mengalami perbaikan semangat (mood) yang mungkin disebabkan hilangnya
gejala penyakit yang sedang diobati-
yang lain memperilihatkan keadaan euforia, insomnia, kegelisahan dan
peningkatan aktivitas motorik.
Kortisol juga dapat menimbulkan depresi. Pasien yang sebelumnya pemah
mengalami ganguan jiwa sering memperilihatkan reaksi psikotik. Pada pasien
sindrom Gushingsering terdapat neurosis dan psikosis. Semua kelainan Ini bersifat
reversibel bila pemberian hormon dihentikan atau sindrom diobati secara efektif.
Pada hiperkortisisme umumnya terjadi peningkatan kepekaan jaringan saraf,
nampaknya perubahan tersebut berhubungan dengan perubahan kadar elektrolit di
otak. Sebaliknya pemberian kortisol dapat meningkatkan kepekaan otak tanpa
mempengaruhi kadar Na dan K otak.
Pada insufisiensi adrenal dapat terjadi penurunan ambang rangsang untuk persepsi
rasa, bau dan bunyi. Pada hiperkortisisme terjadi keadaan sebaliknya. Perubahan
ambang rangsang ini dapat diatasi dengan kortisol.
Glukokortikoid dosis tinggi dalam waktu lama dapat menimbulkan
gejala pseudotumorcerebri karena tekanan intrakranial yang meningkat. (7)
Efek Samping Steroid Jangka Panjang
Penggunaan steroid untuk waktu yang lama merupakan komplikasi yang berbahaya
dan sering terjadi. Meskipun demikian penyakit yang sangat berbahaya obat ini
dapat diteruskan, sedangkan pada keadaan yang ringan dosis obat harus segera
dikurangi. Gangguan psikitrik ini dapat timbul dalam beberapa bentuk antara lain
nervositas, insomnia, perubahan mood dan jiwa serta timbulnya tipe psikopati
manik-depresif atau skizofrenik. Kecenderungan bunuh diri sering timbul. Beberapa
penyelidik mengatakan bahwa timbulnya gejala-gejala ini disebabkan adanya
gangguan keseimbangan elektrolit dalam otak sehingga mempengaruhi kepekaan
otak. Gejala-gejala ini lebih sering timbul pada pasien yang sebelumnya pernah
menderita psikosis atau bentuk nervositas lain dan kelainan kepribadian.
Gangguan jiwa akibat hormon ini dapat hilang segera atau dalam beberapa bulan
setelah obat dihentikan. (4)
Penelitian
Pada studi 1972 oleh Program Surveilans Boston Obat Kolaborasi di mana pasien
yang mengambil dosis berbeda dari Prednisone (kortikosteroid), dari terendah
hingga tertinggi, telah kejadian yang semakin besar dari gangguan mental: psikosis,
mania dan depresi. Juga menyebutkan bahwa sementara mania adalah jawaban
yang paling sering untuk penggunaan steroid, depresi sering dipicu oleh penarikan
steroid.
Boston Collaborative Surveillance Program (1972) (BCDSP), menunjukkan korelasi yang
meyakinkan statistik yang signifikan antara dosis dan kejadian kortikosteroid-diinduksigangguan mental. Di antara 718 pasien yang diobati dengan prednison, gejala kejiwaan tercatat pada 1,3% (6 / 463) dari pasien yang menerima 40 mg atau kurang per hari, dalam 4,6% (8 / 175) dari mereka yang menerima 41-80 mg / d, dan di 18,4% (7 / 38) dari mereka yang menerima lebih besar dari 80 mg / d. Mereka juga menemukan bahwa rata-rata dosis prednison dalam 21 pasien yang menunjukkan gangguan mental adalah 60 mg / d, yang secara signifikan lebih tinggi dari 31 mg / d pada pasien tanpa efek samping. Temuan ini tidak hanya menunjukkan bahwa kortikosteroid memang dapat menyebabkan gangguan mental, tetapi juga bahwa kejadian tersebut berhubungan dengan dosis. Dari 21 pasien, 13 (62%) digambarkan sebagai halusinasi yaitu psikotik, delusi dan / atau kekerasan, 6 (29%) sebagai manik dan 2 (10%) sebagai depresi. Dalam studi (1972) BCDSP, hanya pasien yang memakai prednison dimonitor dan semua pasien bebas dari penyakit kejiwaan sebelum pengobatan. Dengan mengontrol dua variabel subyek penelitian adalah lebih homogen. Dengan demikian, meningkatkan dosis kortikosteroid meningkatkan risiko gangguan mental.
DIAGNOSIS KASUS KLINIK
Insufisiensi adrenokortikal (penyakit Addison)
Insufisiensi adrenokortikal kronis ditandai dengan hiperpigmentasi, kelemahan,
kelelahan, berat badan turun, hipotensi, dan ketidakmampuan mempertahankan
kadar gula darah selama berpuasa. Pada individu tersebut, bahaya minor, trauma,
atau rangsangan infeksi dapat menyebabkan insufisiensi adrenal akut dengan syok
sirkulasi bahkan kematian. Pada insufisiensi adrenal primer, sekitar 20-30
mg hydrocortisolharus diberikan per hari, dengan jumlah pemberian ditingkatkan
selama masa stres.
Sindroma Cushing
Sindroma Cushing merupakan akibat hiperplasia adrenal bilateral yang bcrsifat
sekunder karena suatu adenoma pituitari yang memproduksi ACTH (penyakit
Gushing) tetapi kadangkala disebabkan oleh tumor atau hiperplasia noduler di
kelenjar adrenal atau produksi ACTH ektopik oleh tumor yang lain, Manifesi yang
tampak berhubungan dengan terdapatnya glucocurttcoid yang berlebih. Kelainan
serius lainnya termasuk gangguan jiwa, hipertensi, dan diabetes. Kelainan tersebut
diobati dengan pembedahan untuk mengangkat tumor yang memproduksi ACTH.
Pasien tersebut harus menerima dosis cortisol dalam jumlah besar selama dan
sesudah prosedur operasi. Dosishydrocortisone yang mudah larut sampai 300 mg
dapat diberikan sebagai infus intravena yang bcrkelanjutan pada hari operasi
dilakukan. Dosis tersebut harus diturunkan perlahan sampai kadar pcnggantian
normal, karena penurunan dosis secara cepat dapat menimbulkan gcjala
penarikan (withdrawal), termasuk demam dan rasa sakit pada sendi. Apabila sudah
dilakukan adrenalektomi, dilanjutkan dcngan pemcliharaan jangka panjang serupa
dengan yang telah diuraikan pada insufisiensi adrenal di depan. (3:3)
IV. PENUTUP
Kesimpulan Penggunaan obat steroid jangka panjang (Kortikosteroid) ternyata mempunyai dampak gangguan
jiwa. Ini dibuktikan dengan mekanisme kerja (efek) secara Fisiologi, Farmakologi, serta Psikofarmakologi yang dikuatkan dengan bukti penelitian ilmiah (Boston Collaborative Surveillance Program 1972, Wolkowitch 1994, Mark and Barker 1967 dan Cade et al 1973 ).
kortikosteroid memang dapat menyebabkan gangguan mental tetapi hasil penilitian, efek samping kortikosteroid sangat berhubungan dengan dosis. Upaya peningkatan dosis kortikosteroid sangat meningkatkan risiko gangguan mental (Hence et al).
Waktu/onset munculnya gangguan mental pada pengguna pengobatan kortikosteroid tercepat adalah hari kedua pengobatan. (7:2)
Gejala afekif adalah reaksi yang paling sering diamati terhadap kortikosteroid. Efek euphoria bervariasi dalam derjat dan kesesuaian. Depresi sering diamati pada pasien tentang penyakit atau efek samping fisik obat. Dilanjutkan dengan reaksi pengembangan depresi hingga pasien merasa bersalah hingga ingin mengakhiri hidupnya. (7:2)
Kortikosteroid dengan dosis besar dapat menekan Axis HPA hingga mengganggu proses keseimbangan sekresi hormone stress hingga mengakibatkan stress hingga depresi.
HPA. Adalah seperangkat kompleks, pengaruh langsung dan umpan balik interaksi antara kelenjar hipotalamus dan kelenjar adrenal (atau suprarenalis ) kelenjar (kecil, organ berbentuk kerucut di atas ginjal). Interaksi antara organ-organ ini merupakanaksis HPA, bagian utama atau jalur dari sistem neuroendokrin yang mengontrol reaksi terhadap stres. HPA Axis juga memiliki fungsi penting dalam mengatur berbagai proses tubuh seperti pencernaan, sistem kekebalan tubuh ,suasana hati, emosi, seksualitas, dan penyimpanan penggunaan energi.
Pada rensi off, Dosis kortikosteroid harus diturunkan perlahan sampai kadar pcnggantian normal, karena penurunan dosis secara cepat dapat menimbulkan gcjala penarikan(withdrawal), termasuk demam dan rasa sakit pada sendi. (4) Juga Penghentian terapi Steroid (Glukortikoid) yang sudah berlangsung lama tidak boleh dilakukan secara mendadak karena dapat menyebabkan gejala
insuffisiensi adrenal (Disfungsi adrenal) yang akhirnya merusak sistim HPA Axis (Jalur umpan balik) yang pada akhirnya terjadi reaksi tak beraturan oleh hormon yang bertanggung jawab akan psikologis (Serotonin, Dopamin, Norepinefrin)