Hubungan Pemberian Makanan Pendamping Asi Dengan Status Gizi Bayi Usia 7

download Hubungan Pemberian Makanan Pendamping Asi Dengan Status Gizi Bayi Usia 7

of 29

description

skripsi

Transcript of Hubungan Pemberian Makanan Pendamping Asi Dengan Status Gizi Bayi Usia 7

HUBUNGAN PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI DENGAN STATUS GIZI BAYI USIA 7 12 BULAN DI PUSKESMAS TEGALREJO YOGYAKRTA

PROPOSAL SKRIPSI

Disusun Oleh :

RIANA SARI GURDAM201410104131

PROGRAM STUDI DIV BIDAN PENDIDIK SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AISYIYAH YOGYAKARTA TAHUN 2014/2015BAB IPENDAHULUAN

A. Latar BelakangPeningkatan kualitas hidup manusia dimulai sedini mungkin sejak masih bayi. Salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam peningkatan kualitas manusia adalah pemberian Air Susus Ibu (ASI). Pemberian ASI semaksimal mungkin merupakan kegiatan penting dalam pemeliharaan anak dan persiapan generasi penerus dimasa depan (Depkes RI, 2004).Usia 0-24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat, sehingga kerap diistilahkan sebagai periode emas sekaligus periode kritis. Periode emas dapat diwujudkan apabila pada masa ini bayi dan anak memperoleh asupan gizi yang sesuai untuk tumbuh kembang optimal. Sebaliknya apabila bayi dan anak pada masa ini tidak meperoleh makanan sesuai kebutuhan gizinya, maka periode emas akan berubah menjadi periode kritis yang akan mengganggu tumbuh kembang bayi dan anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya (Depkes RI, 2006).Untuk mencapai tumbuh kembang optimal, didalam Global Strategi For Infant and Young Child Feeding, World Health Organization (WHO)/UNICEF merekomendasikan empat hal penting yang harus dilakukan yaitu pertama memberikan Air Susu Ibu kepada bayi segera dalam waktu 30 menit setelah bayi lahir, kedua memberikan hanya Air Susu Ibu (ASI) saja atau pemberian ASI secara Esklusif sejak lahir sampai bayi berusia 6 bulan, ketika memberikan makanan pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) sejak berusia lebih dari 6 bulan sampai 12 bulan. Dan dapat meneruskan pemberian ASI sampai anak berusia 24 bulan atau lebih (Depkes RI, 2006).Menurut Mufdilah,dkk (2012) dalam pemberian ASI sesuai dengan tuntutan Al Quran yaitu surat Al Baqarah ayat 233 yang berbunyi:

Artinya Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (Mushaf Al-Burhan, QS Al Baqarah: 233)Masa pertumbuhan bayi berumur lebih dari 6 bulan sampai 12 bulan membutuhkan asupan gizi tidak hanya cukup dengan ASI saja, karena produksi ASI pada saat itu semakin berkurang sedangkan kebutuhan bayi semakin meningkat seiring bertambahnya umur dan berat badan, oleh karena itu bayi harus mendapatkan makanan pendamping selain ASI. Untuk menutupi kekurangan zat-zat gizi yang terkandung didalam ASI. Pengetahuan masyarakat yang rendah tentang jenis dan cara pengolaan makanan bayi dapat mengakibatkan terjadinaya kekurangan gizi pada bayi (Krisnatuti, 2006).Menurut WHO pemberian MP-ASI harus sesuai dengan waktu pemberian yang tepat, memadai, aman untuk dikomsumsi. Bayi yang diberi MP-ASI dalam waktu yang semakin awal memiliki kecenderungan mempunyai status gizi yang kurang dibandingkan dengan bayi yang diberikan MP-ASI tepat pada waktunya yaitu mulai usia enam bulan (Depkes RI, 2006).Pemberian makanan tambahan pada bayi sebaiknya diberikan setelah usia bayi lebih dari enam bulan atau seteah pemberian ASI Esklusif karena pada usia tersebut kebutuhan gizinya masih terpenuhi dari ASI. Bayi yang lebih cepat mendapatkan makanan tambahan akan lebih rentan terhadapat penyakit infeksi seperti infeksi telinga dan pernapasan, diare, resiko alergi, gangguan pertumbuhan dan perkembangan bayi (Arisman, 2004).Pola pemberian makan tersebut mendukung pertumbuhan optimal bagi anak. Pada 1000 Hari Pertama Kelahiran terjadi pertumbuhan otak hingga mencapai sekitar 75%. Kajian global telah membuktikan bahwa pemberian ASI eksklusif merupakan intervensi kesehatan yang memiliki dampak terbesar terhadap keselamatan baduta, yakni 13% kematian baduta dapat dicegah dengan pemberian ASI eksklusif 6 bulan. Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dapat mencegah 22% kematian neonatal (neonatus adalah bayi usia 0 sampai 28 hari). Pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang tepat waktu dan berkualitas juga dapat menurunkan angka kematian baduta sebesar 6% (Bappenas, 2010).Untuk mengurangi dan mencegah kasus gizi buruk dan gizi kurang, pemerintah telah merencanakan program yang melibatkan aspek sosial budaya dan aspek pemberdayaan masyarakat sebagai dasar dalam menyusun program pemberian MP-ASI yang berbasis lokal sesuai dengan wilayah setempat yang biasa disebut dengan MP-ASI dapur Ibu. (Depkes, 2006). B. Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang dapat dirumuskan permasalahannya yaitu Adakah Hubungan Pemberian Makanan Pendamping ASI Dengan Status Gizi Bayi Usia 7-12 Bulan Di Puskesmas Tegalrejo Yogyakarta Tahun 2014?C. Tujuan Penelitian1. Tujuan UmumMengetahui Adakah Hubungan Pemberian Makanan Pendamping ASI Dengan Status Gizi Bayi Usia 7-12 Bulan Di Puskesmas Tegalrejo Yogyakarat Tahun 2014.2. Tujuan Khususa) Mengetahui Pola Pemberian Makanan Pendamping ASI pada Bayi Usia 7-12 Bulan.b) Mengetahui Status Gizi Bayi Usia 7-12 Bulan.c) Mengetahui Keeratan Hubungan Antara Pemberian Makanan Pendamping ASI dengan Status Gizi Bayi Usia 7-12 Bulan.D. Manfaat Penelitian1. Bagi Ilmu Pengetahuan Hasil penelitian ini diharapakan bisa menambah pengetahuan dan informasi yang berkaitan dengan hubungan pemberian makanan pendamping ASI dengan status gizi bayi usia 7-12 bulan.2. Bagi pengguna (Consumer)a. Bagi Ibu BayiHasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi pada ibu mengenai pentingnya pola asuh dalam pemberian asupan makanan yang baik dalam pencapaian pertumbuhan pada anak.b. Bagi Institusi PendidikanHasil penelitian ini diharapkan dapat menambah kepustakaaan dalam pembelajaran tentang pemenuhan gizi bayi dan balitaE. Ruang Lingkup1. Ruang Lingkup MateriRuang lingkup penelitian ini berfokus pada pemberian makanan pendamping ASI dan status gizi pada bayi. 2. Ruang Lingkup RespondenResponden pada penelitian ini adalah ibu yang memiliki bayi usia 7-12 bulan yang masih diberikan ASI dan sudah mendapatkan makanan pendamping ASI.3. Ruang Lingkup WaktuWaktu yang digunakan untuk melakukan penelitian ini dimulai dari penyusunan proposa yaitu pada bulan Oktober 2014, pengumpulan data pada bulan Desember 2014, dan penyusunan hasil penelitian pada bulan Maret 2015.4. Ruang Lingkup TempatPenelitian bertempat di Puskesmas Tegalrejo Yogyakarta. Karena di Puskesmas Tegalrejo memiliki jumlah bayi lebih dari 100 bayi saat imunisasi. Dan para ibu yang telah memberikan MP-ASI tersebut kurang memperhatikan usia, jenis, frekuensi dan jumlah pemberian makanan yang tepat untuk bayinya.F. Keaslian PenelitianPenelitian yang berhubungan dengan MP-ASI telah banyak dilakukan, antara lain penelitian :1. Diana Herawati (2006). Dengan judul Tingkat Pengetahuan Ibu Terhadap Perilaku Pemberian Makanan Tambahan (MPT) Pada Balita Usia 6-24 Bulan di Kelurahan Warungboto Kecamatan Umbulharjo Yogyakarta. Variabel bebasnya Tingkat Pengetahuan Ibu Terhadap Pemberian Makanan Tambahan Pada Balita Usia 6-24 Bulan dan variabel terikatnya adalah perilaku ibu terhadap pemberian makanan tambahan pada balita usia 6-24 bulan, Meotode yang digunakan diskriptif analitik dengan gross sectional. Metode pengumpulan data dengan wawancara dan observasi. Hasil penelitiannya adalah tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan dan perilaku.Perbedaan dengan peneliti ini adalah variabel bebas yaitu pemberian makanan tambahan dan variabel terikatnya status gizi pada bayi usia 7-12 bulan. Metode yang digunakan adalah survei analitik dengan rancangan cross sectional. Metode pengumpulan data data dengan kuisioner dan observasi.2. Murniningsih (2007) dengan judul Hubungan Antara Pemberian Makanan Tambahan pada Usia Dini dengan Tingkat Kunjungan Ke Pelayanan Kesehatan Masyarakat dikelurahan Sine Sragen. Subjek penelitian yang digunakan adalah ibu-ibu yang mempunyai bayi usia 6-12 bulan, dengan metode penelitian observasi yang menggunakan pendekatan korelasional untuk menggambarkan suatu objek. Kesimpulan atau hasil dari penelitian tersebut yaitu ada hubungan yang positif yang signifikan denga tingkat kunjungan ke pelayanan kesehatan.Perbedaan dengan penelitian tersebut adalah pada variabel bebas yaitu pemberian makanan pendamping ASI dan variabel terikatnya adalah status gizi bayi usia 7-12 bulan. Metode yang digunakan adalah survei analitik dengan rancangan cross sectional. Metode pengumpulan data dengan kuisioner dan observasi.3. Rohmawati, D (2007) yang berjudul Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Makanan Tambahan dengan Pertumbuhan Bayi Umur 6-12 Bulan di Desa Nguntoroadi, Subjek penelitian yang digunakan adalah semua ibu yang mempunyai bayi umur 6-12 bulan dengan metode penelitian observasional dengan desain penelitian cross sectional. Hasil penelitian menunjukan bahwa ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang makanan tambahan dengan pertumbuhan bayi umur 6-12 bulan. Perbedaan dengan penelitian tersebut terletak pada pada variabel penelitian yaitu variabel bebas pemberian makanan pendamping ASI, dan variabel terikatnya adalah status gizi bayi usia 7-12 bulan. Metode yang digunakan adalah survei analitik dengan rancangan cross sectional. Metode pengumpulan data dengan kuisioner dan observasi.

BAB IITINJAUAN TEORI DAN KERANGKA TEORI

A. Tinjauan Teori1. Status Gizia. Pengertian Keadaan gizi adalah keadaan akibat dari keseimbangan antara komsumsi dan penyerapan zat gizi dan penggunaan zat-zat gizi tersebut atau keadaan fisiologis akibat dari tersedianya zat gizi dalam seluler tubuh. Sehingga status gizi dapat diartikan sebagai ekspresi dari keadaaan keseimbangan dalam bentuk variabel tententu (Supariasi, 2005).Status gizi merupakan suatu keadaan tubuh yang disebabkan komsumsi makanan dan pengguna zat gizi. Status gizi seseorang dipengaruhi oleh jumlah dan jenis yang dikomsumsi dan penggunaannya dalam tubuh. Apabila komsumsi makanan dalam tubuh terganggu dapat mengkibatkan status gizi jelek dan biasanya disebut kurang gizi (Almatsier, 2004).b. Penilaian Status Gizi pada AnakPenilaian status gizi pada dasarnya merupakan proses pemeriksaan keadaaan gizi seseorang dengan cara mengumpulkan data penting, baik bersifat objektif maupun subjektif, untuk kemudian dibandingkan dengan baku yang telah tersedia (Arisman, 2006).Menurut Supariasa (2005), penilaian status gizi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu penilaian status gizi secara langsung dan penilaian secara tidak langsung.1) Penilaian status gizi secara langsungPenilaian status gizi secara langsung dibagi menjadi empat penilaian yaitu :a) Secara antropometriDengan mengukur berat badan, tinggi badan, atau mengukur bagian tubuh seprti lingkar atas, lingkar kepala, tebal lapisan lemak dan lain-lain.b) Secara klinisDengan pemeriksaan keadaan jasmani oleh dokter atau orang yang sudah terlatih. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal tersebut dapat diihat pada jaringan epitel seperti kulit, mata, rambut, dan mukosa oral atau organ-organ yang dekat dengan permukaaan tubuh seprti kelenjar tiroid.c) Secara biokimiaDengan pemriksaan specimen yang diuji secara laboratorium yang dilakukan pada berbagai jaringan tubuh. d) Secara biofisikDengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari jaringan.2) Penilain status gizi secara tidak langsungPenilaian status gizi secara tidak langsung dibagi menjadi tiga penilaian yaitu:a) Survei komsumsi makananAdalah suatu metode penentuan status gizi secara tidak langsung denga melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikomsumsi. Kesalahan dalam survei makanan bisa disebabkan oleh perkiraan yang tidak tepat dalam menentukan jumlah makanan yang dikomsumsi balita, kecenderungan untuk mengurangi makanan yang banyak dikomsumsi dan menambah makanan yang bernilai sosial tinggi, keinginan melaporkan komsusmsi vitamin dan mineral tambahan kesalahan dalam mencatat (food reced).b) Statistik vitalAdalah dengan cara menganalisa data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi.c) Faktor ekologiMalnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis, dan lingkungan budaya, jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dari keadaaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi dan lain-lain.c. Penilaian Status Gizi Secara AntropometriDi masyarakat cara pengukuran status gizi yang paling sering digunakan adalah antorpometri gizi, antropometri telah lama dikenal sebagi indikator utnuk penilaian status gizi perseorangan maupun masyarakat. Pengukuran antropometri dapat dilakukan oleh siapa saja dengan hanya memerlukan latihan yang sederhana (Depkes RI, 2006).Indeks yang umum digunakan dalam menilai status gizi adalah berat badan menrutu umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), berat badan menrutu tinggi badan (BB/TB).a) Berat badan menurut umur (BB/U)Berat badan adalah suatu parameter yang sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang mendadak, misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan, atau menurunnya makanan yang dikomsumsi. Berat badan adalah parameter antropometri yang sangat labil, oleh sebab itu indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini.b) Berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)Berat badan memiiki hubungan yang linear denga tinggi badan. Dalam keadaaan normal, perkembangan berat badan akan seraha denga pertumbuhan tinggi badan denga kecepatan tertentu. Indeks BB/TB merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi saat ini.c) Tinggi badan menurut umur (TB/U)Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring denga pertumbuhan umur, pertumbuhan tuggi badan tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek. Indeks TB/U disamping menggambarkan status gizi masa lalu, juga erat kaitannya dengan status sosial ekonomi.Penggunaan berat badan dan tinggi badn akan lebih jelas dan sensitif dalam menujukan keadaan gizi kurang bila dibandingkan dengan penggunaan BB/TB, menrutu standar WHO bila prevalensi kurus/wasting