Hubungan Logika dengan Bahasa, Psikologi, dan Metafisika · Sheldon Lachman, mengemukakan: Logic is...
Transcript of Hubungan Logika dengan Bahasa, Psikologi, dan Metafisika · Sheldon Lachman, mengemukakan: Logic is...
Hubungan Logika dengan Bahasa, Psikologi, dan Metafisika
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : LOGIKA
Dosen Pengampu :Bpk. Safi’i
Disusun Oleh :
Ludia nur annisa 1701026062
TAFSIR HADIST
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2016/2017
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Berpikir merupakan aktivitas manusia untuk menemukan pengetahuan yang benar,
sedang kebenaran itu tidaklah persis sama pada setiap individu. Maka setiap jalan pikiran
manusia mempunyai kriteria kebenaran yang berfungsi sebagai landasan proses penemuan
kebenaran tersebut, dan setiap penalaran mempunyai kriteria kebenaranya masing-masing.
Aktivitas berpikir sebagai penalaran manusia mempunyai ciri utama sebagai suatu
pola berpikir yang secara luas disebut logika. Dalam mempelajari pola berpikir yang luas
dalam logika itulah dibutuhkan terlebih dahulu tentang apa itu logika dan ruang lingkupnya
karena hal ini akan membantu dasar pemikiran yang berdasarkan penalaran yang logis dan
kritis. selain berguna bagi sarana ilmu, penalaran yang logis dan kritis ini juga yang nantinya
akan mambantu pemahaman bagi semua ilmu, karena penalaran yang logis, kritis, dan
sistematis inilah ang menjadi salah satu syarat sifat ilmiah.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1 Apa pengertian logika ?
2 Hubungan Logika dengan Bahasa , Psikologi, dan Metafisika ?
3 Bagaimana sejarah logika ?
4 Apa saja kegunaan dan manfaat logika ?
5 Bagaimana pembagian logika ?
1.3 TUJUAN PENULISAN
1 Mampu menjelaskan dan mendeskripsikan pengertian logika.
2 Mampu menggambarkan objek-objek dalam logika.
3 Mampu menggambarkan sejarah singkat logika.
4 Mampu menjelaskan kegunaan dan manfaat dari logika.
5 Mendeskripsikan pembagian logika.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN LOGIKA
Secara etimologi, Logika berasal dari perkataan Yunani yaitu logike (kata sifat) dan1
logos (kata benda), yang berarti “pikiran atau perkataan sebagai pernyataan dari pikiran,
alasan atau uraian”. Dengan demikian, logika merupakan pekerjaan akal pikiran manusia
dalam bernalar untuk menghasilkan kebenaran atau penyimpulan yang benar. Sebagai ilmu,
disebut logica scientia yang berarti ilmu logika, namun sekarang ini hanya lazim disebut
dengan logika saja. Jadi, logika adalah suatu ilmu pengetahuan tentang prinsip-prinsip dan
norma-norma penyimpulan yang dipandang dari aspek yang benar (sahih). Ada yang
berpendapat bahwa logika adalah ilmu dalam lingkungan filsafat yang membahas prinsip-
prinsip dan hukum-hukum penalaran yang tepat. Ada juga yang menandaskan bahwa logika
adalah ilmu pengetahuan (science) tetapi sekaligus merupakan kecakapan atau keterampilan
yang merupakan seni (art) untuk berpikir secara lurus, tepat, dan teratur. Dalam hal ini, ilmu
mengacu pada kemampuan rasional untuk mengetahui, sedangkan kecakapan atau
keterampilan mengacu pada kesanggupan akal budi untuk mewujudkan pengetahuan ke
dalam tindakan. Selain itu, ada juga ahli yang berpendapat bahwa logika adalah teknik atau
metode untuk meneliti ketepatan berpikir. Jadi logika tidak terlihat selaku ilmu, tetapi
hanyalah merupakan metode. Ada pula yang mengatakan bahwa logika adalah ilmu yang
mempersoalkan prinsip-prinsip dan aturan-aturan penalaran yang sahih (valid).
William Alston, mendefinisikan logika sebagai Logic is the study of inference, more
precisely the attempt to devise criteria for separating valid from invalid inferencesw (logika
adalah studi tentang penyimpulan, secara lebih cermat usaha untuk menetapkan ukuran-
ukuran guna memisahkan penyimpulan yang sah dan yang tidak sah).
1 David Matsumoto, Pengantar Psikologi Lintas Budaya,(Yogyakata:pustaka pelajar.2004). hal,5-12
Sheldon Lachman, mengemukakan: Logic is the systematic discipline concerned
with the organization and development of the formal rules, the normative prosedures and the
criteria of valid inference (logika adalah cabang ilmu yang sistematis mengenai penyusunan
dan pengemebangan dari aturan formal, prosedur normatif, dan ukuran-ukuran bagi
penyimpulan yang sah).
Jan Hendrik Rapar, (1996:10) “Logika adalah cabang filsafat yang mempelajari,
menyusun, mengembangkan, dan membahas asas-asas, aturan-aturan formal, prosedur-
prosedur serta kriteria yang sahih bagi penalaran dan penyimpulan demi mencapai kebenaran
yang dapat dipertanggungjawabkan secara rasional”.
Ir. Poedjawijatna, logika adalah filsafat budi (manusia) yang mempelajari teknik
berpikir untuk mengetahui bagaimana manusia berpikir dengan semestinya.
Hasbullah Bakry, logika adalah ilmu pengetahuan yang mengatur penelitian
hokum-hukum akal manusia sehingga menyebabkan pikirannya dapat mencapai kebenaran.
Berdasar dari pengertian logika yang diuraikan di atas, dapat dikatakan bahwa logika
merupakan cabang filsafat yang mempelajari, menyusun, mengembangkan, dan membahas
asas-asas, aturan-aturan formal, prosedur-prosedur, serta kriteria yang sahih bagi penalaran
dan penyimpulan demi pencapaian kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan secara
rasional.
2.2 Hubungan Logika, Bahasa, Psikologi dan Metafisika
Logika dan Psikologi
Dalam psikologi membicarakan perkembangan pikiran tentang pengalaman melalui proses2
subjektif di dalam jiwa. Dengan demikian, psikologi memberikan keterangan mengenai
sejarah perkembangn berpikir. Logika sebagai cabang filsafat bertujuan membimbing akal
untuk berpikir (bagaimana seharusnya). Untuk dapat berpikir bagaimana seharusnya, kita
terlebih dahulu harus mengetahui tentang bagaimana manusia itu berpikir.
Logika dan Bahasa
Bahasa adalah alat untuk menyampaikan isi hati atau pikiran seseorang sehingga dengan
bahasa, orang lain dapat mengerti tentang isi hati atau pikiran yang disampaikan, misalnya
melalui bahasa isyarat , tertulis atau lisan. Jadi bahasa adalah alat komunikasi. Komunikasi
dapat lancar apabila permasalahannya disusun dalam bentuk kaidah bahasa yang baik dan
benar. Ini dipelajari dalam ilmu bahasa (gramatika). Ilmu bahasa menyajikan kaidah
penyusunan bahasa yang baik dan benar, dan logika meyajikan tata cata kaidah berpikir
secara lurus dan benar. Oleh karena itu, keduanya saling mengisi. Bahasa yang baik dan
benar dalm praktik kehidupan sehari-hari hanya dapat tercipta apabila ada kebiasaan atau
kemampuan dasar setiap orang untuk berpikir logis. Sebaliknya, suatu kemampuan berpikir
logis tanpa memiliki pengetahuan bahasa yang baik maka ia tidak akan dapat menyampaikan
isi pikiran itu kepada orang lain. Oleh sebab itu, logika sangat berhubungan erat dengan
bahasa.
Logika dan Metafisika
Metafisika adalah cabang filsafat yang mempelajari hakikat realitas. Hakikat realitas dapat
dicari dan ditemukan di balik sesuatu yang tampak atau nyata. Oleh sebab itu, metafisika
selalu mencari kebenaran/hakikat realitas di balik yang tampak dan nyata. Sikap seperti itu
adalah kritis, yaitu sikap yang selalu ingin tahu dan membuktikan segala sesuatu yang sudah
2 Dr. W. POESPOPRODJO, L.ph.,S.S., LOGIKA SCIENTIFIKA,(Bandung:pt remaja rosdakarya.1991). Hal 67
atau selalu dianggap benar.Teori dalm metafisika bahwa kenyataan kebenaran/hakikat realitas
bukanlah apa yang tampak, tetapi apa yang berada di balik yang tampak.
Dalil-dalil, hukum dalam logika bagi metafisika buka apa yang telah dirumuskan yang
menjadi hakikat kebenaran, tetapi apa yang ada di balik rumusan tersebut. Dengan demikian
bagi logika, metafisika merupakan kritik terhadap dalil dan hukum-hukumnya. Semakin erat
hubungan metafisika dengan logika, kebanran logis semakin dapat dipertanggungjawabkan.
Oleh karena itu, kebenaran lois mendekati pada hakikat realitas, semakin mampu berpikir
logis, orang tidak mudah tertipu oleh kebenaran yang tampak (Iriyanto Widisuseno, 1995).
Objek adalah sesuatu yang merupakan bahan dari penelitian atau pembentukan
pengetahuan. Setiap ilmu pengetahuan pasti mempunyai objek yang dibedakan menjadi dua,
yaitu objek material dan objek formal. Objek material dari sesuatu adalah hal yang diselidiki
dari sesuatu itu, mencakup yang konkret dan yang abstrak. Objek formal adalah sudut
pandang dari objek itu disorot sebagai pembeda dengan objek lainnya.
Objek material sesuatu ilmu pengetahuan mungkin saja dapat sama untuk beberapa
ilmu pengetahuan, namun ilmu-ilmu itu berbeda karena objek formalnya. Sebagai contoh:
psikologi, sosiologi, dan pedagogik memiliki objek material yang sama, yaitu manusia. Akan
tetapi, ketiga ilmu itu berbeda karena objek formalnya yang berbeda. Objek forma psikologi
ialah aktivitas jiwa dan kepribadian manusia secara individual yang dipelajari lewat tingkah
laku, objek formal sosiologi ialah hubungan antar manusia dalam kelompok dan antar
kelompok dalam masyarakat, sedangkan objek formal pedagogik ialah keegiatan manusia
untuk menuntun perkembangan manusia lainnya ke tujuan tertentu.
Perlu dicatat di sini bahwa yang pantas menjadi objek material suatu ilmu ialah
suatu lapangan, bidang, atau materi yang benar-benar konkret dan dan dapat diamati. Hal itu
perlu ditegaskan karena kebenaran ilmiah adalah kesesuaian antara apa yang diketahui
dengan objek materialnya. Jika objek material itu abstrak dan tidak dapat diamati, tentu saja
apa yang diketahui (pengetahuan) tidak mungkin dapat dicocokkan dengan objeknya.
Dengan demikian, tidak mungkin dapat dicapai kebenaran yang merupakan kesesuaian
pengetahuan dengan objeknya itu.
Surajiyo, dkk. (2009:11) mengatakan lapangan dalam logika adalah asas-asas yang
menentukan pemikiran yang lurus, tepat, dan sehat. Agar dapat berpikir lurus, tepat dan
teratur, logika menyelidiki, merumuskan serta menerapkan hukum-hukum yang harus
ditepati.
Berpikir adalah objek material logika. Yang dimaksudkan berpikir di sini adalah
kegiatan pikiran, akal budi manusia. Dengan berpikir manusia mengolah dan mengerjakannya
ini terjadi dengan mempertimbangkan, menguraikan, membandingkan serta menghubungkan
pengertian yang satu dengan pengertian yang lainnya. Dalam logika berpikir dipandang dari
sudut kelurusan dan ketepatannya. Oleh karena itu, berpikir lurus dan tepat merupakan objek
formal logika.
2.3 SEJARAH SINGKAT LOGIKA
Apabila ditelusuri dari awal keberadaan logika, tidak terlepas dari ahli pikir
3sebelumnya seperti Thales (624-548 SM), filsuf Yunani pertama, meninggalkan segala
dongeng, takhayul, dan cerita-cerita isapan jempol dan berpaling kepada akal budi untuk
3 Prof. Dr. Bimo Walgito, Psikologi sosial,(Yogyakarta:C.V andi offset). Hal 78
memecahkan rahasia alam semesta, sejak saat itulah ia meletakkan dasar-dasar berfikir logis.
Bahkan ketika Thales mengatakan air adalah arkhe (prinsip atau asas pertama) alam semesta,
ia telah memperkenalkan logika induktif. Bukankah perkataan Thales ini merupakan
kesimpulan yang dimaknai bahwa air adalah jiwa segala sesuatu, misalnya air jiwa tumbuh-
tumbuhan (karena tanpa air tumbuhan mati), darah jiwa hewan dan manusia, sedangkan uap
dan es adalah air, maka penalaran induktif (logika) yang dilakukan Thales adalah sebagai
berikut:
Air adalah jiwa tumbuh-tumbuhan,
air adalah jiwa hewan,
air adalah jiwa manusia,
air jugalah uap, dan
air jugalah es.
Jadi, air adalah jiwa dari segala sesuatu, yang berarti, air adalah alam semesta
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sejak Thales, sang filsuf pertama itu,
logika telah mulai dikembangkan. Semua filsuf sesudah Thales pun telah berperan serta
dalam pengembangan logika kendatipun istilah logika itu sendiri belum dikenal.
Aristoteles (384 – 322 SM) yang juga belum menggunakan kata logika, tetapi
menggunakan kata analitika dan dialektika. Analitika untuk penyelidikan mengenai berbagai
argumentasi yang bertitik tolak dari putusan-putusan yang benar. Sedangkan dialektika untuk
penyelidikan mengenai argumentasi-argumentasi yang bertitik tolak dari hipotesis atau
putusan yang tidak pasti kebenarannya. Aristoteles mewariskan kepada murid-muridnya
enam buku yang oleh murid-muridnya dinamai Organon, yang berarti alat. Enam buku itu,
ialah (1) Categoriae, menguraikan sesuatu objek dalam jenis-jenis pengertian umum; (2) De
interpretatione, membahas mengenai komposisi keputusan; (3) Analytica priora, membahas
pembuktian; (4) Analytica posteriora, membahas pembuktian; (5) Topica, berisi cara
berargumentasi atau cara berdebat; (6) De sophhisticis elenchis, membicarakan kesesatan dan
kekeliruan berpikir. Rapar (1996:13) mengemukakan inti logika Aristoteles ialah silogisme.
Dan silogisme itulah yang sesungguhnya merupakan penemuan murni Aristoteles dan yang
terbesar dalam logika.
Perkembangan logika pada pasca Aristoteles banyak dilanjutkan oleh para murid-
muridnya, dan Abad ke 1 sebelum masehi merupakan abad pertama munculnya logika oleh
filsuf Cicero di mana logika masih diartikan sebagai seni berdebad. Pada permulaan abad ke
3 sesudah masehi oleh Alexander Aphrodisias adalah orang yang pertama kali menggunakan
kata logika dalam arti ilmu yang menyelidiki lurus tidaknya pemikiran kita
Rapar (1996:14) mengemukakan bahwa sampai abad kedua belas atau ketiga belas,
karya-karya tulis di bidang logika yang masih digunakan ialah Categoriae dan De
interpretatione Aristoteles serta Eisagoge Porphyrius Pada abad ke sampai abad kelimabelas,
tampillah logika modern dengan tokoh-tokohnya, antara lain, Petrus Hispanus (1210 – 1278),
roger Bacon (1214 – 1292), RYMUNDUS Lullus (1232 – 1315), dan William Ockham
(1285 – 1349)
Kendatipun logika modern telah dikembangkan, logika Aristoteles diteruskan oleh
Thomas Hobbews (1588 – 1679) dan John Loek (1632 – 1704). Francis Bacon (1561 –
1626) mengembangkan logika induktif, sedangkan Gottfried Wilhelm Leibniz (1646 – 1716,
George Boole (1815 – 1864), John Venn (1834 – 1923), Dan Gottlob Frege (1848 – 1925)
dikenal sebagai para pelopor logika simbolik. Kemudia, filsuf besar Amerika Serikat, Charles
Sanders Peirce (1839 – 1914) yang pernah mengajar logika di John Hopking University,
melengkapi logika simbolik lewat karya tulisnya yang sangat banyak. Ia menafsirkan logika
selaku teori umum mengenai tanda (general theory of signs) dan melahirkan dalil yang
disebut dalil Peirce (Peirce’s law) Logika simbolik simbolik mencapai puncaknya lewat
karya bersama Alfred North Whitehead (1861 1947) dan Bertrand Arthur William Dussel
(1872-1970) berjudul Principia Mathematica, berjumlah tiga jilid dan ditulis pada tahun
1910 – 1913. Logika simbolik diteruskan oleh Ludwing Wittgenstein 911889 – 1951),
Ruddolf Carnap (1891 – 1970), Kurt Godel (1906 – 1978, dan lain-lain.
2.4 MANFAAT LOGIKA
Setidaknya ada empat kegunaan dengan belajar logika, yaitu:4
1. membantu setiap orang yang mempelajari logika untuk berpikir secara rasional, kritis, lurus,
tertib, metodis, dan koheren;
2. meningkatkan kemampuan berpikir secara abstrak, cermat, dan objektif
3. menambah kecerdasan dan meningkatkan kemampuan berpikir secara tajam dan mandiri
4. meningkatkan cinta akan kebenaran dan menghindari kekeliruan serta kesesatan.
Selanjutnya dikatakan bahwa bagi ilmu pengetahuan, logika merupakan suatu
keharusan. Tidak ada ilmu pengetahuan yang tidak didasarkan pada logika. Ilmu pengetahuan
tanpa logika tidak akan pernah mencapai kebenaran ilmiah. Sebagaimana dikemukakan oleh
Aristoteles, bapak logika, yaitu logika benar-benar merupakan alat bagi seluruh ilmu
pengetahuan. Oleh karena itu pula, barang siapa mempelajari logika, sesungguhnya ia telah
menggenggam master key untuk membuka semua pintu masuk ke berbagai disiplin ilmu
pengetahuan.
Di samping kegunaan di atas, Surajiyo, dkk. (2009:15) mengemukakan bahwa
logika juga dapat memberikan manfaat teoritis dan praktis. Dari segi kemanfaatan teoritis,
logika mengajarkan tentang berpikir sebagaimana yang seharusnya (normatif) bukan berpikir
sebagaimana adanya seperti dalam ilmu-ilmu positif (fisika, psikologi, dsb.). Dari segi
4 Poedjawijatna, Logika Filsafat Berpikir,(Jakarta:Bina Aksara.1984) hal 25
kemanfaatan praktis, akal semakin tajam/kritis dalam mengambil putusan yang benar dan
runtut (consisten).
2.5 PEMBAGIAN LOGIKA
1. Logika makna luas dan logika makna sempit
Menurut John C Cooley, The Liang Gie membagi logika dalam arti yang luas dan
5dalam arti yang sempit. Dalam arti yang sempit, istilah dimaksud dipakai searti dengan
logika deduktif atau logika formal, sedangkan arti yang lebih luas, pemakaiannya mencakup
kesimpulan dari berbagai bukti dan bagaimana system-sistem penjelasan disusun dalam ilmu
alam serta meliputi pula pembahasan mengenai logika itu sendiri.
Dalam arti luas, logika juga dapat dipakai untuk menyebut tiga cabang filsafat
sekaligus, seperti yang pernah dilakukan oleh piper dan ward berikut ini.
a. Asas paling umum mengenai pembentukan pengertian, inferensi, dan tatanan (logika formal
atau logika simbolis)
b. Sifat dasar dan syarat pengetahuan, terutama hubungan antara budi dengan objek yang
diketahui, ukuran kebenaran, dan kaidah-kaidah pembuktian (epistemology).
c. Metode-metode untuk mendapatkan pengetahuan dalam penyelidikan ilmiah (metodologi)
2. Logika deduktif dan logika induktif
Logika deduktif adalah ragam logika yang mempelajari asas-asas penalaran yang
bersifat deduktif, yakni suatu penalaran yang menurunkan kesimpulan sebagai keharusan dari
pangkal pikirnya sehiingga bersifat betul menurut bentuknya saja. Dari logika jenis ini yang
terutama ditelaah yaitu bentuk dari bekerjanya akal, keruntutannya, serta kesesuaiannya
5 Drs. Surajiyo,Dasar-Dasar logika,(Jakarta:bumi aksara.2005) hal 17
dengan langkah-langkah san aturan yang berlaku sehingga penalaran yang terjadi adalah tepat
dan sah.
Logika induktif merpakan suagam atu ragam logika yang mempelajari asas penalaran
yang betul dari sejumlah sesuatu yang khusus sampai pada suatu kesimpulan umum yang
bersifat boleh jadi.penalaran yang demikian ini digolongkan sebagai induksi. Induksi adalah
bentuk penalaran atau enyimpulan yang berdasarkan pengamatan terhadap sejumlah hal kecil,
atau anggota suatu himpunan, untuk tiba pada suatu kesimpulan yang diharapkan berlaku
umum untuk semua hal, atau seluruh anggota himpunan itu, tetapi yang kesimpulan
sesungguhnya hanya bersifat boleh jadi saja.
3. Logika formal dan logika material
Mellone menyatakan bahwa logika deduktif disebut juga logika formal, sedangkan
logika induktif kadang-kadang disebut logika material. Pernyataan ini tidak sepenuhnya tepat
karena menurut Fisk, logika formal hanyalah suatu bagian dari logika deduktif, yakni bagian
yang bertalian dengan perbincangan-perbincangan yang sah menurut bentuknya bukan
menurut isinya. (The Liang Gie, 1980).
Logika formal mempelajari asas, aturan atau hokum-hukum yang berpikir yang harus
ditaati, agar orang dapat berpikir dengan benar dan mencapai kebenaran. Logika material
mempelajari langsung pekerjaan akal, serta menilai hasil-hasil logika formal dan mengujinya
dengan kenyataan praktis yang sesungguhnya. Logika material mempelajari sumber-sumber
dan asalnya pengetahuan, alat-alat pengetahuan, proses terjadinya pengetahuan, dan akhirnya
merumuskan metode ilmu pengetahua itu.
Logika formal dinamakan orang dengan logika minor, sedangkan logika material
dinamakan orang logika mayor. Apa yang sekarang disebut logika formal adalah ilmu yang
mengandung kumpulan kaidah-kaidah cara berpikir untuk mencapai kebenaran.
4. Logika murni dan logika terapan
Menurut Leonard, logika murni (pure logic) adalah ilmu tentang efek terhadap arti
dari pernyataan dan sebagai akibatnya terhadap kesahan dari pembuktian tentang semua
bagian dan segi dari pernyataan dan pembuktian kecuali arti-arti tertentu dari istilah yang
termuat di dalamnya. (The Liang Gie,1980)
Logika murni merupakan suatu pengetahuan mengenai asas dan aturan logika yan
berlaku umum pada semua segi dan bagian dari pernyataan tanpa mempersoalkan arti khusus
dalam sesuatu cabang ilmu dari istilah yang dipakai dalam pernyataan dimaksud.
Logika terpaan adalah pengetahuan logika yang diterpkan dalam setiap cabang ilmu,
bidang filsafat, dan juga dalam pembicaraan yang mempergunakan bahasa sehari-hari.
Apabila sesuatu ilmu menggunakan asas dan aturan logika bagi istilahdan ungkapannya yang
mempunyai pengertian khusus dalam bidangnaya sendiri, ilmu tersebut sebenarnya telah
mempergunakan sesuatu logika terapan dan ilmu yang bersangkutan, seperti logika ilmu
hayat bagi biologi, dan logika sosiologi bagi sosiologi.
5. Logika filsafati dan logika matematik
Logika filsafati dapat digolongkan sebagai suatu ragam atau bagian logika yang masih
berhubungan erat dengan pembahasan dalam bidang filsafat, misalnya logika kewajiban
dengan etika atau logika arti dengan metafisika. Adapun logika matematik merupakan suatu
ragam logika yang menelaah penalaran yang benar dengan menggunakan metode matematik
serta bentuk lambing yang khusus dan cermat untuk menghindarkan makna ganda atau
kekaburan yang terdapat dalam bahasa biasa. (The Liang Gie dan Suhartoyo Hardjosatoto,
dan Endang Daruni Asdi, 1980, hlm. 35-46)
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Berdasarkan dari pembahasan materi diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa logika
adalah landasan utama utk menguasai filsafat & ilmu pengetahuan serta sarana penghubung
antara filsafat & ilmu. Logika menyelidiki, menyeleksi, dan menilai pemikiran dengan cara
seriusdan terpelajar serta bertujuan untuk mendapatkan kebenaran, terlepas dari
segalakepentingan dan keinginan perorangan. Logika merumuskan serta menerapkanhukum -
hukum dan patokan - patokan yang harus ditaati agar seseorang dapatberpikir benar, efisien,
sistematis, dan teratur. Dengan demikian ada dua obyekpenyelidikan Ilmu Logika (Ilmu
Mantiq), Pertama, Pemikiran sebagai obyekmaterial juga dikenal dengan nama Logika
Material dan yang kedua, patokan-patokan atau hukum - hukum berpikir benar sebagai obyek
formalnya, yangdisebut logika formal. Pemikiran yang benar dapat dibedakan menjadi dua
bentuk berbeda secararadikal yakni dari cara berpikir umum ke khusus (deduktif) yaitu cara
berpikiryang dipergunakan dalam logika formal yang mempelajari dasar – dasarpersesuaian
(tidak adanya pertentangan) dalam pemikiran dengan menggunakanhukum - hukum, rumus -
rumus, patokan - patokan berpikir benar, dan dari caraberpikir khusus ke umum (induktif)
yaitu cara berpikir yang dipergunakan dalamlogika material yang mempelajari dasar – dasar
persesuaian pikiran dengankenyataan (penyesuaian idealita dengan realita).
3.2 SARAN
Dengan membaca makalah ini penulis berharap semoga pembaca dapatberfikir tepat
dan benar sehingga terhindar dari kesimpulan yang salah dan kabur.Setidaknya dengan
makalah ini, ada semacam pencerahan intelektual dalam menyuguhkan motivasi yang
intrinsik untuk segera mempelajari ilmu logikasehingga kita dapat meminimalisasi kesalahan
dalam berfikir.
Tentunya, dalam makalah ini akan ditemukan kelemahan-kelemahan ataubahkan
kekeliruan. Dengan itu, penulis sangat berharap adanya masukan dari pembaca dan kritik
sebagai upaya pembangunan mental guna penyelesaian
DAFTAR PUSTAKA
Poedjawijatna. 1984. Logika Filsafat Berpikir. Jakarta: Bina Akasara.
Drs. Surajiyo,. 2005. Dasar-Dasar Logika. Jakarta: Bumi Aksara.
Prof. Dr. Bimo Walgito.2003. Psikologi Sosial, Yogyakarta: C.V Andi Offset.
Dr. W. Poespoprodjo,1991.Logika Scientifika,Bandung:Remaja Rosdakarya.
David Matsumoto,2004. Pengantar Psikologi Lintas Budaya, Yogyakarta:pustaka pelajar
offset