HUBUNGAN KONSUMSI PANGAN DAN STATUS GIZI … · hubungan konsumsi pangan dan status gizi dengan...
Transcript of HUBUNGAN KONSUMSI PANGAN DAN STATUS GIZI … · hubungan konsumsi pangan dan status gizi dengan...
HUBUNGAN KONSUMSI PANGAN DAN STATUS GIZI DENGAN TINGKAT KEBUGARAN ATLET TAEKWONDO REMAJA DI
PEMUSATAN LATIHAN NASIONAL CIPAYUNG, BOGOR
APRILIA PITRIANI
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2012
ABSTRACT
APRILIA PITRIANI. Correlations Between Food Consumption and Nutritional Status with Fitness Level of Adolescents Taekwondo Athletes in Centralization of National Training Cipayung, Bogor. SUPERVISED by BUDI SETIAWAN and MIRA DEWI.
The general objective of study was to analyze food consumption, adequacy ratio, nutritional status, and fitness level of adolescents taekwondo athletes in Centralization of National Training Cipayung, Bogor. The research used cross sectional study design with 23 adolescents athletes as samples. The primary data included characteristic of samples, nutritional status by anthropometry (body mass index), and food consumption. The secondary data included fitness level by bleep test (VO2 max values), sit and reach test (flexibility), sit up and squat jump (muscle endurance), and overview of the study site which was Centralization of National Training. The study showed that overall athletes has normal nutritional status. Most athletes were lack of sufficient levels of energy and protein. There was positive correlations between the ages of athletes with flexibility (p<0,05, r=0,456) and muscle endurance (sit up test) (p<0,05, r=0,456). The correlations between with fitness level (VO2 max) was positive significantly correlated (p<0,05, r=0,456). Keywords: Food consumption, nutritional status, physical fitness, taekwondo.
RINGKASAN APRILIA PITRIANI. Hubungan Konsumsi Pangan dan Status Gizi dengan Tingkat Kebugaran Atlet Taekwondo Remaja di Pemusatan Latihan Nasional Cipayung, Bogor. Dibimbing oleh BUDI SETIAWAN dan MIRA DEWI.
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konsumsi pangan dan status gizi dengan tingkat kebugaran atlet taekwondo remaja di pemusatan latihan nasional Cipayung, Bogor. Tujuan khusus penelitian ini adalah 1) mengetahui karakteristik atlet meliputi jenis kelamin, daerah asal, usia, berat badan, dan tinggi badan, 2) mengetahui konsumsi pangan dan tingkat kecukupan gizi, 3) mengetahui status gizi, 4) menganalisis hubungan antara tingkat kecukupan zat gizi dan status gizi dengan tingkat kebugaran atlet (VO2 max, flexibility dan daya tahan otot).
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain Cross Sectional Study. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-Juni 2012 di Cipayung, Bogor. Penarikan contoh dilakukan dengan menggunakan metode Purposive Sampling. Jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan contoh dan penyebaran kuesioner. Data primer antara lain : data karakteristik contoh (usia, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, dan daerah asal), data konsumsi pangan (food recall 1 x 24 jam selama 3 hari). Data sekunder diperoleh dari data administrasi pemusatan latihan nasional, Cipayung, Bogor yang meliputi data keadaan umum dan susunan keorganisasian di pemusatan latihan nasional taekwondo, serta data kebugaran (VO2 max, flexibility, dan daya tahan otot). Pengolahan menggunakan program Microsoft Excell dan Statistical Program for Social Science (SPSS) versi 16.0 for windows. Hubungan antar variabel diuji dengan menggunakan uji korelasi Pearson serta uji beda Independent T-Test. Data status gizi contoh (IMT/U) diolah dari data antropometri menggunakan software WHO Antroplus dan diklasifikasikan menurut klasifikasi WHO (WHO 2007).
Atlet taekwondo remaja di pemusatan latihan nasional (pelatnas) terdiri dari laki-laki (43,5%) dan perempuan (56,5%). Rata-rata usia atlet laki laki yaitu 16,22 ± 1,05 tahun dan rata-rata usia atlet perempuan yaitu 15,46 ± 1,67 tahun. Daerah asal atlet terdiri dari Jawa Tengah (43,5%), Jawa Barat (34,8%), D.I Yogyakarta (8,7%), Riau (8,7%) dan Sumatera Selatan (4,3%). Rata-rata berat badan atlet laki laki 50,67 ± 4,15 kg dan rata-rata berat badan atlet perempuan yaitu 54,80 ± 3,87 kg. Tinggi badan atlet laki-laki yaitu 168,50 ± 3,24 cm dan rata-rata tinggi badan atlet perempuan yaitu 160,47 ± 3,24 cm. Secara keseluruhan atlet pelatnas taekwondo memiliki status gizi yang normal.
Rata-rata konsumsi energi atlet taekwondo remaja secara keseluruhan yaitu 2056 ± 618 kkal, dan tingkat kecukupan energi atlet laki-laki sebagian besar berada dalam kategori defisit berat (80,0%) sedangkan atlet perempuan sebagian besar berada dalam kategori defisit berat (69,2%). Rata-rata konsumsi protein atlet secara keseluruhan adalah 50,2 ± 15,8 gram, dan tingkat kecukupan protein atlet laki-laki sebagian besar berada dalam kategori defisit berat (70,0%) sedangkan atlet perempuan sebagian besar dalam kategori defisit berat (38,5%). Rata-rata konsumsi lemak atlet secara keseluruhan yaitu 55,9 ± 25,7 gram, dan tingkat kecukupan lemak pada atlet laki-laki sebagian besar berada dalam kategori <20% dari kebutuhan energi (80,0%) sedangkan atlet perempuan sebagian besar berada pada kategori <20% dari kebutuhan energi (69,2 %). Rata-rata konsumsi karbohidrat atlet adalah 794,8 ± 546,3 gram, dan tingkat
iv
kecukupan karbohidrat pada atlet laki-laki sebagian besar berada pada kategori >70% dari kebutuhan energi (50,0%) sedangkan sebagian besar atlet perempuan berada pada kategori >70% dari kebutuhan energi (53,8%). Rata-rata konsumsi vitamin A, vitamin C, kalsium, dan zat besi atlet berturut-turut adalah 2669,8 ± 1603,0 µgRE, 110,4 ± 44,7 mg, 5313,0 ± 6156,0 mg, dan 15,5 ± 11,6 mg. Tingkat kecukupan vitamin A, vitamin C dan kalsium sebagian besar berada dalam kategori cukup sedangkan tingkat kecukupan zat besi sebagian besar berada dalam kategori kurang. Usia atlet memiliki hubungan positif yang signifikan dengan tingkat kebugaran flexibility (p<0,05, r=0,456) dan daya tahan otot (p<0,05, r=0,421). Tinggi badan memiliki hubungan yang positif dan signifikan (p<0,05, r=0,558) dengan tingkat kebugaran atlet (VO2 max). Status gizi dengan tingkat kebugaran menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0,05). Tingkat kecukupan energi, protein, lemak, kalsium, zat besi, maupun vitamin C tidak memiliki hubungan yang signifikan (p>0,05) dengan tingkat kebugaran atlet (VO2 max, flexibility dan daya tahan otot). Tingkat kecukupan karbohidrat dengan tingkat kebugaran atlet (VO2 max) menunjukkan hubungan positif yang signifikan (p<0,05, r=0,462).
HUBUNGAN KONSUMSI PANGAN DAN STATUS GIZI DENGAN TINGKAT KEBUGARAN ATLET TAEKWONDO REMAJA DI PEMUSATAN LATIHAN NASIONAL CIPAYUNG, BOGOR
APRILIA PITRIANI
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi pada Mayor Ilmu Gizi Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2012
Judul : Hubungan Konsumsi Pangan dan Status Gizi dengan Tingkat
Kebugaran Atlet Taekwondo Remaja di Pemusatan Latihan Nasional
Cipayung, Bogor
Nama : Aprilia Pitriani
NIM : I14080110
Menyetujui:
Mengetahui:
Ketua Departemen Gizi Masyarakat
Dr. Ir. Budi Setiawan, MS NIP. 19621218 198703 1 001
Tanggal lulus :
Dosen Pembimbing I
Dr.Ir. Budi Setiawan, MS NIP. 19621218 198703 1 001
Dosen Pembimbing II
dr. Mira Dewi, MSi NIP. 19761116 200501 2 001
RIWAYAT HIDUP
Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan
Bapak Sunarto dan Mama Suwati. Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 27
April 1990. Pendidikan penulis dimulai dari TK Nurul Hikmah pada tahun 1994
sampai tahun 1995 dilanjutkan di SDN Utan Kayu Utara 05 Jakarta pada tahun
1995 sampai tahun 2001, kemudian melanjutkan di SMPN 74 Jakarta sampai
tahun 2004. Kemudian penulis melanjutkan di SMAN 68 Jakarta sampai tahun
2007.
Pada tahun 2008, penulis diterima sebagai mahasiswa IPB melalui jalur
SNMPTN sebagai mahasiswa Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi
Manusia. Penulis mendapatkan beasiswa dari Yayasan Karya Salemba Empat
selama kuliah di Departemen Gizi Masyarakat. Selama menjadi mahasiswa,
penulis aktif di organisasi seperti divisi Keprofesian periode 2010/2011. Selain
itu, penulis juga aktif dalam berbagai kepanitiaan yang diselenggarakan
HIMAGIZI, BEM FEMA, Fakultas Ekologi Manusia, dan Departemen Gizi
Masyarakat baik skala kampus maupun skala nasional.
Penulis pernah mengikuti Kuliah Kerja Profesi di Desa Pekasiran,
Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara pada tahun 2011. Selain itu, penulis
juga pernah mengikuti Intership Dietetic di RSUD Cibinong, Bogor.
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat
dan hidayahnya penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini yang
berjudul “Hubungan Konsumsi Pangan dan Status Gizi dengan Tingkat
Kebugaran Atlet Taekwondo Remaja di Pemusatan Latihan Nasional
Cipayung, Bogor”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk dapat
mencapai gelar sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi
Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Selama skripsi ini disusun, penulis telah menerima dorongan dan bantuan
dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima
kasih kepada :
1. Dr. Ir. Budi Setiawan, MS. dan dr. Mira Dewi, MSi selaku dosen
pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu dan pikirannya,
memberikan arahan, masukan, kritikan dan dorongan untuk
menyelesaikan skripsi ini.
2. Dr. Ir. Hadi Riyadi, MS selaku dosen pemandu seminar dan penguji
skripsi yang telah memberikan banyak masukan kepada penulis.
3. Letkol CKM dr. Victor Wullur, Sp.KO selaku koordinator tim medis
Pelatnas Garuda Emas 2012 yang telah meluangkan waktu dan
pikirannya, memberikan arahan, masukan, kritikan dan dorongan untuk
menyelesaikan skripsi.
4. Pelatih Taekwondo Pelatnas Garuda Emas 2012 (Sabeum Budi Harsono,
Sabeum Fahmi Fahrezzy, Sabeum Rahmy Kurnia, Sabeum Ongen,
Sabeum Abdul Rozak) beserta atlet pelatnas Garuda Emas 2012 yang
telah mengizinkan dan membantu penulis selama pengambilan data.
5. Kedua orang tua yaitu bapak Sunarto, dan mama Suwati, serta adik
Andari dan Anang, yang telah memberikan kasih sayang, dorongan,
pengertian, perhatian, semangat serta doanya.
6. Yayasan Karya Salemba Empat yang telah memberikan bantuan selama
penulis kuliah di Institut Pertanian Bogor.
7. Seluruh pengajar, staf laboratorium serta tata usaha Departemen Gizi
Masyarakat atas segala bantuannya dalam memfasilitasi penyelesaian
skripsi ini.
8. Kak Rian, Kak Fuad dan Kak Arif yang telah memberikan bantuan dan
pengajarannya selama penyusuan dan penulisan skripsi.
ix
9. Teman-teman yang membantu turun lapang penelitian ini : Ika Meilaty,
Gian Nubekti, Mely Choirul, Dewi Ayu W, Ayu Sekar, Ahmad Soleman
yang memberikan dukungan dan membantu banyak hal dalam
pengambilan data hingga pengolahan data penelitian ini.
10. Sahabat-sahabatku yaitu Diana, Nilam, Ade Ayu, Junda, Ika, Dewanti dan
dan Teman-teman GM 43, 44, 45, 46, 47, 48 atas kebersamaan,
keceriaan, semangat serta kerjasama sejak awal masuk kuliah hingga
saat ini.
11. Ferdiansyah yang senantiasa memberikan dukungan dan semangat dari
awal hingga akhir penelitian.
12. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas segala
bantuan dan dukungan selama penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan skrisi ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran membangun sangat diharapkan.
Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pribadi maupun bagi yang
memerlukannya.
Bogor, September 2012
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xiii
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xiv
PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
Latar Belakang .............................................................................................. 1
Tujuan Penelitian .......................................................................................... 2
Hipotesis Penelitian ...................................................................................... 2
Kegunaan Penelitian ..................................................................................... 2
TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................... 4
Remaja ......................................................................................................... 4
Olahraga Taekwondo .................................................................................... 4
Penilaian Status Gizi Secara Antropometri .................................................... 5
Konsumsi Pangan ......................................................................................... 6
Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi Atlet ................................................ 8
Kebugaran .................................................................................................... 13
KERANGKA PEMIKIRAN .................................................................................. 16
METODE PENELITIAN ...................................................................................... 18
Desain, Waktu, dan Tempat .......................................................................... 18
Cara Pengambilan Contoh ............................................................................ 18
Jenis dan Cara Pengumpulan Data............................................................... 18
Pengolahan dan Analisis Data ...................................................................... 20
Definisi Operasional ...................................................................................... 23
HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................................. 25
Gambaran Umum Lokasi Penelitian ............................................................. 25
Karakteristik Contoh ..................................................................................... 26
Karakteristik Antropometri ............................................................................ 29
Konsumsi Pangan ........................................................................................ 30
Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi ....................................................... 37
Tingkat Kebugaran....................................................................................... 44
Hubungan Usia dengan Tingkat Kebugaran ................................................ 47
Hubungan Berat Badan dengan Tingkat Kebugaran .................................... 47
xi
Hubungan Status Gizi dengan Tingkat Kebugaran....................................... 48
Hubungan Tingkat Kecukupan Zat Gizi dengan Tingkat Kebugaran ................................................................................................... 48
KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................................. 50
Kesimpulan .................................................................................................. 50
Saran ........................................................................................................... 51
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 52
LAMPIRAN ......................................................................................................... 56
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Kategori status gizi menurut IMT/U berdasarkan WHO (2007) ........................ 6
2. Kategori pengukuran data penelitian ............................................................. 19
3. Klasifikasi tingkat kecukupan energi dan zat gizi ........................................... 22
4. Kategori aktivitas berdasarkan nilai PAR ...................................................... 22
5. Kategori tingkat aktivitas fisik berdasarkan nilai PAL..................................... 23
6. Sebaran atlet taekwondo berdasarkan usia .................................................. 27
7. Sebaran atet taekwondo menurut daerah asal .............................................. 28
8. Berat badan atet taekwondo berdasarkan jenis kelamin ............................... 28
9. Tinggi badan atlet taekwondo berdasarkan jenis kelamin ............................. 29
10. Sebaran atlet taekwondo menurut frekuensi makan..................................... 31
11. Sebaran atlet taekwondo menurut kebiasaan makan ................................... 32
12. Sebaran atlet taekwondo menurut kebiasaan minum ................................... 33
13. Kebiasaan makan atlet taekwondo sebelum bertanding .............................. 34
14. Kebiasaan makan atlet taekwondo selama bertanding ................................ 35
15. Kebiasaan makan atlet taekwondo setelah bertanding ................................ 36
16. Sebaran atlet taekwondo menurut nilai VO2 max.......................................... 45
17. Sebaran atlet taekwondo menurut nilai flexibility .......................................... 46
18. Sebaran atlet taekwondo menurut nilai daya tahan otot ............................... 46
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Kerangka pemikiran hubungan antara konsumsi pangan dan status gizi dengan tingkat kebugaran ............................................................................... 17
2. Sebaran atlet taekwondo menurut jenis kelamin .............................................. 27
3. Sebaran atlet taekwondo menurut tingkat kecukupan energi ........................... 37
4. Sebaran atlet taekwondo menurut tingkat kecukupan protein .......................... 38
5. Sebaran atlet taekwondo menurut tingkat kecukupan lemak ........................... 39
6. Sebaran atlet taekwondo menurut tingkat kecukupan karbohidrat .................. 40
7. Sebaran atlet taekwondo menurut tingkat kecukupan vitamin A ..................... 41
8. Sebaran atlet taekwondo menurut tingkat kecukupan vitamin C ..................... 42
9. Sebaran atlet taekwondo menurut tingkat kecukupan kalsium ........................ 43
10. Sebaran atlet taekwondo menurut tingkat kecukupan zat besi ....................... 44
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Struktur organisasi pelatnas Garuda Emas 2012 .............................................. 57
2. Kategori pengukuran data kebugaran ............................................................... 58
3. Karakteristik atlet taekwondo ............................................................................. 59
4. Status gizi atlet taekwondo ............................................................................... 60
5. Konsumsi zat gizi atlet taekwondo .................................................................... 61
6. Tingkat kecukupan atlet taekwondo .................................................................. 62
7. Tingkat kebugaran atlet taekwondo .................................................................. 63
8. Uji beda Independent t-test status gizi antar jenis kelamin ................................ 64
9. Uji beda Independent t-test tingkat kecukupan zat gizi antar jenis kelamin ....... 65
10. Uji beda Independent t-test tingkat kebugaran antar jenis kelamin ................. 67
11. Uji Korelasi Pearson antara tigkat kecukupan zat gizi dengan nilai VO2 max ................................................................................................................. 68
12. Uji Korelasi Pearson antara tigkat kecukupan zat gizi dengan nilai flexibility .......................................................................................................... 68
13. Uji Korelasi Pearson antara tigkat kecukupan zat gizi dengan nilai daya tahan otot ........................................................................................................ 69
14. Uji Korelasi Pearson antara status gizi dengan tingkat kebugaran .................. 69
15. Uji Korelasi Pearson antara usia dengan tingkat kebugaran ........................... 70
16. Uji Korelasi Pearson antara berat badan dengan tingkat kebugaran ............... 70
17. Uji Korelasi Pearson antara tinggi badan dengan tingkat kebugaran .............. 70
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Olahraga adalah aktifitas fisik atau jasmani yang memilki peranan penting
dalam meningkatkan kebugaran dan stamina tubuh. Seseorang yang memiliki
kebugaran dan stamina tubuh yang baik terutama pada atlet olahraga akan
menghasilkan suatu prestasi yang baik pula. Pencapaian prestasi yang diraih
oleh atlet-atlet perwakilan suatu bangsa di suatu kompetisi olahraga ikut
berperan dalam membangun kejayaan bangsa.
Atlet berprestasi didukung oleh banyak faktor diantaranya latihan dan
pembinaan terprogram secara berkesinambungan serta gizi yang memadai.
Pengaturan gizi olahraga bertujuan untuk memperoleh latihan dan performa yang
baik. Dalam pengaturan gizi atlet, kebutuhan zat gizi akan berbeda dibandingkan
dengan kelompok bukan atlet. Zat gizi yang dibutuhkan pada dasarnya tidak
berlebihan namun disesuaikan dengan usia, jenis kelamin, berat badan, tinggi
badan, aktifitas serta jenis olahraga yang ditekuninya (Depkes 1993). Konsumsi
pangan yang dapat memenuhi tingkat kecukupan zat gizi yang diperlukan oleh
tubuh dapat mempengaruhi status gizi atlet. Konsumsi dan status gizi pada atlet
memiliki peran penting selain mempertahankan kebugaran, juga untuk
meningkatkan prestasi pada cabang olahraga yang ditekuninya.
Menurut Sumosardjuno (1992) kebugaran atau kesegaran jasmani adalah
kemampuan seseorang untuk melakukan kegiatan sehari-hari dengan mudah,
tanpa merasa lelah yang berlebihan, dan masih mempunyai sisa atau cadangan
tenaga untuk keperluan yang mendadak. Dengan memiliki fisik sehat dan bugar,
maka seseorang dapat menjalankan aktivitas harian secara optimal. Pengukuran
kebugaran dapat dilakukan pada komponen daya tahan kardiorespiratori (VO2
max), komposisi tubuh, kekuatan dan daya tahan otot serta kelentukan (Fatmah
& Ruhayati 2011).
Salah satu olahraga yang memerlukan kebugaran tubuh yang optimal
adalah olahraga taekwondo. Menurut Kazemi et al (2010), taekwondo
merupakan seni bela diri unik yang ditunjukkan dengan penggunaan tendangan
dan teknik yang dominan. Pada cabang olahraga taekwondo, atlet harus mampu
bergerak dengan kelincahan, kecepatan dan kekuatan yang tinggi. Pemusatan
latihan nasional untuk cabang olahraga taekwondo dilaksanakan di Cipayung,
Bogor. Pelatihan tersebut bertujuan untuk memberikan serangkaian kegiatan
yang menunjang untuk pengembangan kemampuan dan strategi untuk
2
menghadapi pertandingan. Selain diberikan pembinaan dan pelatihan, atlet
mendapatkan asuhan gizi berupa pemberian makanan penunjang. Asuhan gizi
serta kebugaran jasmani yang baik akan secara langsung memberikan dampak
positif bagi prestasi atlet. Oleh karena itu, diperlukan penelitian untuk mengetahui
hubungan konsumsi pangan dan status gizi dengan tingkat kebugaran atlet
taekwondo remaja di pemusatan latihan nasional Cipayung, Bogor.
Tujuan
Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara
konsumsi pangan dan status gizi dengan tingkat kebugaran atlet taekwondo
remaja di pemusatan latihan nasional Cipayung, Bogor.
Tujuan Khusus
1. Mengetahui karakteristik atlet taekwondo remaja meliputi jenis kelamin, usia,
daerah asal, berat badan, dan tinggi badan.
2. Mengetahui konsumsi pangan dan tingkat kecukupan gizi pada atlet
taekwondo remaja di pemusatan latihan nasional Cipayung, Bogor.
3. Mengetahui status gizi pada atlet taekwondo remaja di pemusatan latihan
nasional Cipayung, Bogor.
4. Menganalisis hubungan antara tingkat kecukupan zat gizi dan status gizi
dengan tingkat kebugaran atlet (VO2 max, kelentukan / flexibility, dan daya
tahan otot) di pemusatan latihan nasional Cipayung, Bogor.
Hipotesis
1. Atlet remaja dengan status gizi pada kisaran normal memiliki performa yang
lebih baik pada tes kebugaran jasmani dibandingkan dengan atlet yang
memiliki status gizi pada kisaran kurus atau gemuk.
2. Terdapat hubungan positif antara tingkat kecukupan gizi dan tingkat
kebugaran atlet taekwondo remaja.
Kegunaan Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai
kebutuhan gizi yang cukup dan sesuai dengan kebutuhan atlet meningkatkan
performa dan menunjang prestasi dalam bidang yang dijalaninya. Adapun
manfaat yang akan diperoleh bagi penelitian ini adalah:
3
1. Bagi atlet taekwondo di pemusatan latihan nasional akan memperoleh
informasi tentang bagaimana asupan yang cukup berperan penting dalam
menjaga kualitas performa.
2. Bagi pemusatan latihan nasional (pelatnas) dapat memberikan gambaran
mengenai kecukupan gizi dan pentingnya gizi yang baik bagi setiap atlet,
dan diharapkan dapat memberikan masukan dalam peningkatan prestasi.
TINJAUAN PUSTAKA
Remaja
Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin adolescere yang
berarti “tumbuh” atau “tumbuh dewasa”. Secara lebih luas, remaja mencakup
usia kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik. Awal masa remaja
berlangsung pada usia 13 tahun hingga 17 tahun, dan akhir masa remaja
berlangsung dari usia 17 tahun hingga 18 tahun, yaitu usia matang secara
hukum (Hurlock 2000). Menurut Almatsier et al. (2011) rentang usia remaja
adalah 10-18 tahun. Masa remaja merupakan masa perubahan serta
peningkatan pertumbuhan yang disertai dengan perubahan-perubahan
hormonal, kognitif, dan emosional. Usia remaja merupakan periode rentan gizi
karena berbagai sebab yaitu remaja memerlukan zat gizi yang lebih tinggi karena
peningkatan pertumbuhan dan perkembangan fisik, perubahan gaya hidup dan
kebiasaan makan remaja mempengaruhi asuan dan kebutuhan gizinya, remaja
mempunyai kebutuhan gizi khusus yaitu remaja yang aktif dalam kegiatan
olahraga, menderita penyakit kronis, sedang hamil, melakukan diet secara
berlebihan, pecandu alkohol atau obat terlarang.
Sebagai seorang remaja yang sedang mengalami pertumbuhan fisik yang
pesat, kebutuhan energi akan lebih besar karena selain energi diperlukan untuk
pertumbuhan fisiknya, juga karena lebih banyak melakukan aktifitas fisik, seperti
olahraga dan bermain, selain kegiatan rutin sebagai pelajar. Menurut Tirtawinata
dan Soerjodibroto (1981) dalam Helinda (2000), bagi seorang olahragawan
remaja, karena masih dalam masa pertumbuhan, maka jumlah makanan yang
seimbang akan menunjang pertumbuhan fisik semaksimal mungkin. Diharapkan
dengan demikian tubuh akan mencapai bentuk yang paling optimal bagi cabang
olahraga yang ditekuni ole masing-masing olahragawan.
Olahraga Taekwondo
Taekwondo, adalah salah satu dari banyak bentuk seni bela diri yang
awalnya dikembangkan lebih dari 120 abad yang lalu di Korea. Kata Taekwondo
berasal dari kata “tae” untuk memukul menggunakan kaki, “kwon” memukul
menggunakan tinju, dan “do” untuk melakukan dengan mengacu pada seni.
Istilah ini secara langsung diterjemahkan ke dalam seni menendang dan
meninju. Taekwondo merupakan seni bela diri yang unik dengan menggunakan
tendangan dan teknik yang dominan. Beberapa waktu terakhir, taekwondo telah
5
berubah dari kemampuan bela diri Korea selama perang menjadi olahraga
internasional yang diakui (Lee MG & Kim MG 2007).
Taekwondo merupakan cabang olahraga yang menyajikan kategori berat
badan yang dapat disebut juga weight cycling misalnya terjadi kehilangan berat
badan secara cepat akibat beberapa metode yaitu mengkonsumsi makanan
secara terbatas atau keadaan dehidrasi yang ekstrim (Rossi et al. 2009). Pada
cabang olahraga ini terdapat pengklasifikasian / pengelompokan jenis
pertandingan menurut berat badan atlet. Taekwondo berkaitan langsung dengan
kemampuan untuk bergerak secara licah, cepat dan kuat. Dalam suatu
pertandingan, seorang atlet harus menguasai teknik menyerang dan bertahan.
Kemampuan tersebut dapat menjadi pertimbangan dalam perolehan nilai selama
pertandingan. Menurut Kazemi et al. (2010), dalam taekwondo, nilai dapat
diperoleh dengan menggunakan teknik kaki yaitu dengan menggunakan
beberapa bagian kaki seperti bagian bawah pergelangan kaki atau teknik
meninju ke bagian tubuh lawan. Pada tahun 2003, peraturan berubah untuk
memperkenalkan peningkatan perolehan nilai. Penambahan 2 poin untuk setiap
teknik yang mengarah ke bagian kepala, dan 1 poin untuk teknik yang mengarah
bagian badan.
Penilaian Status Gizi Secara Antropometri
Penilaian status gizi pada dasarnya merupakan proses pemeriksaan
keadaan gizi seseorang dengan cara mengumpulkan data penting, baik yang
bersifat objektif maupun subjektif, untuk kemudian dibandingkan dengan baku
yang telah tersedia. Banyak cara untuk melakukan penilaian status gizi terhadap
individu yaitu dengan cara penilaian status gizi secara antropometri, secara
biokimia, secara klinis dan juga dengan asupan pangan (Arisman 2004).
Menurut Gibson (2005) metode antropometri merupakan pengukuran
ukuran tubuh dan komposisi tubuh secara kasar. Pengukuran ini dapat berubah-
ubah sesuai dengan usia dan juga dipengaruhi oleh faktor jenis kelamin.
Antropometri merupakan salah satu metode yang digunakan dalam melakukan
penilaian status gizi secara langsung. Pengukuran antropometri mempunyai
keuntungan dalam menyediakan informasi status gizi pada masa lampau yang
tidak dapat diperoleh dengan teknik penilaian yang lain. Pengukuran
antropometri dapat digunakan dengan cepat, mudah, dan dapat dipercaya.
Metode antropometri menggunakan pengukuran-pengukuran dimensi fisik dan
komposisi tubuh. Pengukuran tersebut bervariasi menurut umur dan derajat gizi,
6
sehingga bermanfaat terutama pada keadaan dimana terjadinya
ketidakseimbangan energi dan protein secara kronis. Antropometri juga dapat
digunakan untuk mendeteksi malnutrisi derajat sedang dan berat. Keuntungan
lain dari pengukuran antropometri adalah memberikan informasi tentang riwayat
gizi masa lampau, hal ini tidak dapat diperoleh (dengan tingkat kepercayaan
yang sama) dengan menggunakan teknik penilaian lainnya (Riyadi 2003).
Penilaian status gizi dilakukan untuk mengidentifikasi penyakit yang
berkaitan dengan asupan gizi. Penilaian status gizi adalah upaya
menginterpretasikan semua informasi yang diperoleh melalui beberapa cara yaitu
penilaian antropometri, konsumsi pangan, biokimia, dan klinik. Informasi ini dapat
digunakan untuk menetapkan status kesehatan individu atau kelompok
penduduk yang dipengaruhi oleh konsumsi dan utilisasi zat gizi (Gibson 2005).
Pengukuran antropometri dilakukan dengan cara mengukur tinggi badan,
berat badan, lingkar lengan atas, tebal lemak tubuh (triceps, biceps, subscapula
dan suprailiac). Pengukuran antropometri bertujuan untuk mengetahui status gizi
berdasarkan satu ukuran menurut ukuran lainnya, misalnya berat badan dan
tinggi badan menurut umur, berat badan menurut tinggi badan, lingkar lengan
atas menurut umur, dan lingkar lengan atas menurut tinggi badan. Pengukuran
status gizi secara antropometri merupakan cara yang paling sering digunakan
karena memiliki beberapa kelebihan, yaitu : alat mudah diperoleh, pengukuran
mudah dilakukan, biaya murah, hasil pengukuran mudah disimpulkan, dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah, dan dapat mendeteksi riwayat gizi masa
lalu (Irianto 2007). Menurut WHO (2007) pengukuran status gizi pada anak usia 5
hingga 19 tahun sudah tidak menggunakan indikator BB/TB akan tetapi
menggunakan indeks masa tubuh menurut umur (IMT/U). Nilai indeks massa
tubuh menurut IMT/U disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Kategori status gizi menurut IMT/U berdasarkan WHO (2007) Kategori IMT/U Simpangan baku
Obese >+2 SD Gemuk +1 SD sampai dengan +2 SD Normal -2 SD sampai dengan +1 SD Kurus -3 SD sampai <-2 SD Sangat kurus <-3 SD
Konsumsi Pangan
Konsumsi pangan merupakan informasi tentang jenis dan jumlah pangan
yang dikonsumsi (dimakan) oleh seseorang atau kelompok orang pada waktu
tertentu. Konsumsi pangan berkaitan dengan masalah gizi dan kesehatan,
7
masalah pengupahan (kebutuhan hidup minimal), ukuran kemiskinan, serta
perencanaan ketersediaan dan produksi pangan daerah (Hardinsyah et al.
2002). Konsumsi pangan diartikan sebagai jumlah makanan yang dinyatakan
dalam bentuk energi dan zat gizi (karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan
mineral). Konsumsi makanan yang tidak memadai kebutuhan tubuh baik
kuantitas maupun kualitas akan menyebabkan masalah gizi. Konsumsi makanan
adalah faktor yang berpengaruh langsung terhadap keadaan gizi seseorang
(Soediaoetama 2008).
Survei atau penilaian konsumsi pangan adalah salah satu metode yang
digunakan dalam penentuan tingkat asupan gizi perorangan atau kelompok.
Dalam melakukan penilaian konsumsi pangan banyak terjadi bias yang
disebabkan oleh beberapa faktor seperti ketidaksesuaian dalam menggunakan
alat ukur, waktu pengumpulan data yang tidak tepat, instrumen tidak sesuai
dengan tujuan, kemampuan dalam mengumpulkan data, daya ingat responden,
dan daftar komposisi makanan yang digunakan tidak sesuai dengan makanan
yang dikonsumsi responden sehingga interpretasi hasil yang kurang tepat. Oleh
karena itu, perlu pemahaman yang baik dalam melakukan survei konsumsi
pangan baik untuk individu, kelompok, maupun rumah tangga. Walaupun data
konsumsi pangan sering digunakan sebagai salah satu metode penentuan status
gizi, namun survei konsumsi tidak dapat menentukan status gizi seseorang atau
masyarakat secara langsung. Metode kuantitatif juda dapat menghitung
konsumsi zat gizi dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan
(DKBM) atau daftar lain yang diperlukan seperti daftar Ukuran Rumah Tangga
(URT), Daftar Konversi Mentah Masak (DKMM), dan Daftar Penyerapan Minyak
(DPM). Metode pengukuran konsumsi makanan bersifat kualitatif antara lain
metode frekuensi makanan (food frequency), metode dietary history, metode
telepon (recall), metode pendaftaran makanan (food list) (Supariasa et al. 2001).
Recall selama 24 jam dapat dilakukan secara berulang dalam waktu yang
berbeda dalam setahun untuk memperkirakan rata-rata konsumsi pangan
individu untuk jangka waktu yang lebih panjang. Jumlah pengulangan yang
dibutuhkan untuk menggambarkan kebiasaan asupan gizi bergantung pada
derajat presisi yang diinginkan serta zat-zat gizi dan kelompok populasi yang
ingin diteliti. Pada umumnya, bila prosedur penentuan sampel dilakukan baik
dengan memperhitungkan pengaruh akhir pekan, musim, dan hari libur terhadap
8
pola makan, sehingga hasilnya dapat memperkirakan konsumsi pangan secara
keseluruhan (Almatsier et al. 2011).
Pada olahragawan, pengaturan makanan yang tepat berdasarkan cabang
olahraganya akan menunjang performa dan prestasi para olahragawan.
Makanan yang baik bagi para olahragawan adalah makanan yang seimbang
(balanced diet), yaitu makanan yang disusun tidak hanya disesuaikan dengan
kebutuhan energi dalam bentuk kalori saja tetapi juga harus memperhatikan
komposisi makanannya (Depkes 1993).
Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi Atlet
Menurut Almatsier (2005) aktifitas fisik memerlukan energi di luar
kebutuhan untuk metabolisme basal. Pada saat melakukan aktifitas fisik, otot
memerlukan tambahan energi di luar metabolisme untuk bergerak, sedangkan
jantung dan paru-paru memerlukan tambahan energi untuk mengantarkan zat-
zat gizi dan oksigen ke seluruh tubuh dan untuk mengeluarkan sisa-sisa dari
tubuh. Banyaknya energi yang dibutuhkan selama aktifitas fisik bergantung pada
banyaknya otot yang bergerak, berapa lama, dan berapa berat pekerjaan yang
dilakukan. Oleh sebab itu, kecukupan gizi seseorang yang melakukan aktifitas
fisik seperti atlet lebih besar dibandingkan orang biasa.
Energi
Energi dibutuhkan antara lain untuk metabolism basal (BMR = Basal
Metabolism Rate) dan aktifitas fisik. Kebutuhan gizi menggambarkan jumlah zat
gizi minimal yang diperlukan oleh masing-masing individu. Konsumsi energi
berada di atas atau di bawah kebutuhan secara terus menerus, maka berat
badan atau komposisi badan akan mengalami perubahan (Karyadi & Muhilal
1991). Menurut Hardinsyah dan Tambunan (2004), angka kecukupan energi
adalah rata-rata tingkat konsumsi energi dari pangan yang seimbang dengan
pengeluaran energi pada kelompok umur, jenis kelamin, ukuran tubuh (berat),
dan tingkat kegiatan fisik agar hidup sehat. Pada olahragawan yang sedang
melakukan latihan, dibutuhkan kurang lebih 3000-3500 kkal per hari
(Sumosardjuno 1990). Menurut rekomendasi ADA (2001) dalam Kazemi et al.
(2010), asupan energi untuk individu yang memiliki aktifitas fisik tinggi dapat
bervariasi antara 2000-6000 kkal/hari.
Karbohidrat
Hidrat arang merupakan sumber energi utama bagi manusia sehingga
dapat disebut juga dengan zat tenaga. Hidrat arang yang terdapat dalam
9
makanan adalah pati, sukrosa, laktosa, dan fruktosa (Beck 2011). Pada atlet,
kecukupan zat gizi berbeda dari rata-rata masyarakat karena aktifitas atlet tidak
sama dengan masyarakat umum serta terdapat kondisi-kondisi tertentu pada
atlet yang harus ditunjang oleh nutrisi yang tepat. Energi diperlukan antara lain
untuk metabolisme basal dan aktifitas fisik. Energi pada manusia sebagian besar
berasal dari makanan sumber hidrat arang (Depkes 1993).
Para pekerja berat termasuk olahragawan yang melakukan aktifitas berat,
kebutuhan karbohidratnya dapat mencapai 9-10 gr/kg BB/hari atau kurang lebih
70% dari kebutuhan energi keseluruhan setiap hari dan sebaiknya mengandung
karbohidrat kompleks. Sekitar 80% atau lebih karbohidrat yang diberikan
sebaiknya berupa karbohidrat kompleks dan gula sederhana sebaiknya kurang
dari 20% (Irianto 2007). Menurut Degoutte et al. (2003), meskipun konsumsi ideal
untuk taekwondo belum ditetapkan, asupan rendah dapat mencegah resintesis
glikogen dan kurang dari 500 g/hari adalah jumlah yang cukup untuk
menggantikan kehilangan setelah latihan.
Protein
Protein tersusun dari karbon, hidrogen, oksigen, dan nitrogen. Protein
dalam makanan merupakan satu-satunya sumber nitrogen bagi tubuh. Protein
dalam makanan mampu menggantikan protein yang hilang selama proses
metabolisme yang normal serta dapat digunakan sebagai sumber energi (Beck
2011). Olahragawan yang sedang dalam masa pertumbuhan akan berkembang
dengan baik apabila diberikan protein yang cukup untuk perkembangan
tubuhnya, termasuk otot-ototnya. Protein sebanyak kurang lebih 20% dalam
makanan adalah sangat baik (Sumosadjuno 1990).
Menurut Irianto (2007), atlet dari cabang olahraga yang memerlukan
kekuatan dan kecepatan perlu mengonsumsi 1,2-1,7 gr/kg BB/hari dan atlet
endurance memerlukan protein 1,2-1,4 gr/kg BB/hari. Proporsi protein berubah
sesuai dengan jumlah energi total perhari yang meningkat dan sebaiknya
separuhnya berasal dari protein hewani. Atlet juga sebaiknya mengkonsumsi
pangan yang bervariasi untuk meningkatkan kualitas protein. Akan tetapi, atlet
tidak dianjurkan mengkonsumsi pangan sumber protein dalam jumlah berlebih.
Asupan protein yang berlebih akan diubah menjadi lemak tubuh dan
menyebabkan diuresis sehingga dapat menyebabkan dehidrasi (Depkes 1993).
10
Lemak
Lemak merupakan sumber energi yang dipadatkan. Lemak memiliki nilai
energi yang paling tinggi jika dibandingkan dengan hidrat arang atau
karbohidrat., protein, ataupun alkohol (Beck 2011). Kebutuhan lemak sangat baik
apabila komposisi lemak yang terdiri dari lemak jenuh dan tak jenuh seimbang
(Sumosardjuno 1989). Latihan olahraga dapat meningkatkan kapasitas otot
dalam menggunakan lemak pada waktu melakukan kegiatan olahraga yang lama
yang mampu melindungi pemakaian glikogen dan memperbaiki kapasitas
ketahanan fisik.
Kebutuhan lemak tidak dinyatakan secara mutlak, akan tetapi seseorang
yang berprofesi bukan sebagai atlet sebaiknya mengkonsumsi makanan yang
mengandung lemak 15-30%, sedangkan kebutuhan lemak atlet berkisar antara
20-25% dari total energi yang dibutuhkan (Depkes 1993). Konsumsi energi dari
lemak dianjurkan tidak lebih dari 30% total energi per hari (Irianto 2007). Menurut
ADA (1993), secara umum, asupan lemak pada atlet dan praktisi dengan aktifitas
fisik tinggi tidak boleh melebihi 30% dari total energi atau 1 g/kg/hari, proporsi
tersebut terdiri dari asam lemak esensial (10 % dari asam lemak jenuh dan asam
lemak tidak jenuh rantai panjang).
Vitamin
Vitamin adaah zat-zat rganik kompleks yang dibutuhkan dalam jumlah
yang sangat kecil dan pada umumnya tidak dapat dibentuk oleh tubuh. Oleh
karena itu, harus diperoleh dari bahan makanan. Vitamin bersifat organik
sehingga vitamin dapat rusak karena penyimpanan dan pengolahan. Vitamin
termasuk kelompok zat pengatur pertumbuhan dan pemelihara kehidupan.
(Almatsier 2005). Menurut Fatmah dan Ruhayati (2011) pada aktifitas olahraga,
kegiatan metabolisme zat gizi akan terjadi peningkatan seiiring dengan
meningkatnya kebutuhan akan zat-zat gizi termasuk vitamin. Vitamin berperan
dalam mengatur fungsi tubuh, misalnya memacu dan memelihara : pertumbuhan,
reproduksi, kesehatan dan kekuatan tubuh, stabilitas sistem syaraf, selera
makan, pencernaan, dan penggunaan zat-zat makanan lainnya. Selain itu
vitamin berperan sebagai antioksidan yakni zat untuk menghindarkan terjadinya
radikal bebas. Jenis vitamin yang termasuk zat antioksidan diantaranya vitamin
A, dan vitamin C (Irianto 2007).
Vitamin A. Vitamin A merupakan vitamin larut lemak yang pertama
ditemukan dan merupakan nama generik yang menyatakan semua retinoid dan
11
prekursor / provitamin A / karotenoid yang mempunyai aktifitas biologik seperti
retinol. Fungsi utama dari vitamin A adalah sebagai bagian yang vital pada
sistem penglihatan (Wolinsky & Driskell 2006). Vitamin A selain berperan dalam
proses penglihatan juga berperan dalam kekebalan tubuh, pertumbuhan dan
perkembangan, reproduksi, dan pencegahan penyakit kanker dan penyakit
degeneratif seperti penyakit jantung (Almatsier 2005).
Bagi atlet, vitamin A sangat berperan penting dalam diferensiasi sel, oleh
sebab itu asupan vitamin A yang cukup sangat diperlukan dalam peningkatan
performa atlet dan pemulihan latihan. Menurut Wolinsky dan Driskell (2006)
asupan vitamin A yang dianjurkan bagi atlet yang berumur diantara 14-18 tahun
sebaiknya lebih dari 900 µgRE dan tidak melebihi 2800 µgRE.
Vitamin C. Vitamin C atau yang biasa dikenal dengan nama asam
askorbat merupakan salah satu vitamin larut air yang berfungsi dalam sintesis
kolagen, katekolamin, serotonin dan karnitin di dalam tubuh. Vitamin C atau
asam askorbat merupakan antioksidan yang sangat kuat dalam menangkal
radikal bebas. Vitamin C juga berguna dalam absorbsi, peredaran, dan juga
cadangan zat besi, serta dibutuhkan untuk pembentukan jaringan ikat (Beck
2011). Dalam aktifitas, vitamin C berguna dalam stimulasi sistem imun,
mengurangi kelelahan dan kelemahan otot, meningkatkan performa, dan
melindungi sel dari ancaman radikal bebas (Chen 2000). Olahragawan perlu
mengonsumsi vitamin yang lebih besar, karena konsumsi vitamin C yang cukup
dapat menghambat terbentuknya asam laktat dalam otot yang dapat
menyebabkan kelelahan (Sumosardjuno 1990).
Kecukupan vitamin C yang dianjurkan WKNPG 2004 untuk pria remaja
adalah sebanyak 50-90 mg per hari, sedangkan untuk wanita remaja adalah
sebanyak 50-75 mg per hari. Namun jumlah tersebut dapat melebihi anjuran, hal
ini dikarenakan terdapat beberapa aktifitas fisik yang terkadang menurunkan
kadar vitamin C di dalam tubuh. Menurut Wolinsky dan Driskell (2006), asupan
vitamin C bagi atlet dapat bervariasi dari 100 mg hingga 1000 mg per hari
bergantung kepada aktifitas yang dilakukan.
Mineral
Mineral merupakan bagian dari tubuh dan memegang peranan penting
dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ maupun
fungsi tubuh secara keseluruhan. Mineral berperan dalam berbagai tahap
metabolisme, terutama kofaktor dalam aktifitas enzim-enzim (Almatsier 2005).
12
Menurut Irianto (2007) secara umum fungsi mineral bagi tubuh adalah sebagai
berikut : menyediakan bahan sebagai komponen penyusun tulang dan gigi,
membantu fungsi organ, kontraksi otot, konduksi syaraf, keseimbangan asam
basa, serta memelihara keteraturan metabolisme seluler. Khusus bagi
olahragawan, perhatian utama harus diberikan pada status zat besi dan kalsium.
Zat besi sangat penting dalam pembentukan hemoglobin dan sebagai alat
angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, sedangkan kalsium dalam
cairan ekstraseluler dan intraseluler memegang peranan penting dalam mengatur
fungsi sel seperti untuk transmisi syaraf, kontraksi otot, penggumpalan darah dan
menjaga permeabilitas membran sel.
Kalsium. Menurut Irianto (2007) kalsium merupakan salah satu mineral
makro yaitu mineral yang diperlukan oleh tubuh lebih dari 100 mg/hari. Kalsium
adalah mineral yang paling banyak terdapat dalam tubuh, lebih dari 99% kalsium
terdapat dalam tulang. Kalsium tambahan diperlukan dalam keadaan tertentu,
seperti masa pertumbuhan mulai dari anak-anak hingga usia remaja, pada saat
hamil, dan selama laktasi (Beck 2011). Menurut Kartono dan Soekatri (2004)
anak yang masih tumbuh dan kembang seperti remaja memerlukan
pembentukan tulang yang lebih banyak daripada orang tua. Oleh sebab itu atlet
remaja masih sangat dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan tinggi kalsium
dalam mencapai pertumbuhan yang optimal. Atlet yang masih remaja
memerlukan kalsium yang jumlahnya relatif lebih tinggi untuk pertumbuhan
tulangnya. Kecukupan kalsium yang dianjurkan oleh WKNPG 2004 untuk remaja
baik pria maupun wanita yang berumur 15-16 tahun adalah sebanyak 1000 mg
setiap harinya.
Zat Besi. Menurut Irianto (2007) zat besi (Fe) merupakan salah satu
mineral yang dibutuhkan oleh tubuh kurang dari 100 mg/hari atau dapat disebut
juga dengan mineral mikro. Zat besi merupakan mineral mikro yang paling
banyak terdapat di dalam tubuh manusia dan hewan, yaitu sebanyak 3-5 gram di
dalam tubuh manusia dewasa. Zat besi sangat penting dalam pembentukan
hemoglobin dan sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh.
(Almatsier 2005). Menurut Sumosardjuno (1990) pada olahragawan, konsumsi
Fe dalam jumlah yang cukup sangat dianjurkan karena diketahui bahwa zat besi
mudah hilang melalui keringat. Kebanyakan atlet wanita dan sebagian atlet pria
mengalami kekurangan zat besi sehingga sukar untuk memperbaiki
13
penampilannya. Apabila seorang olahragawan kekurangan zat besi secara terus
menerus, maka akan cepat lelah dan lambat masa pemulihannya.
Kandungan total zat besi dalam tubuh sangat sedikit dan pada seseorang
dengan ukuran badan rata-rata, diperkirakan kandungan zat besinya sekitar 4
mg. Zat besi diperlukan untuk pembentukan hemoglobin yang memegang
peranan penting dalam pengangkutan oksigen serta karbon dioksida antara
paru-paru dan jaringan (Beck 2011). Kecukupan zat besi yang dianjurkan oleh
WKNPG tahun 2004 untuk remaja pria berumur 13-15 tahun adalah sebanyak 19
mg, sedangkan untuk remaja pria berumur 16-18 tahun sebanyak 15 mg.
Kecukupan besi untuk remaja wanita berumur 13-15 dan 16-18 tahun sebanyak
26 mg.
Kebugaran
Kebugaran didefinisikan secara umum sebagai rangkaian kemampuan
seseorang untuk mengerjakan aktifitas fisik secara spesifik (Fatmah & Ruhayati
2011). Kebugaran jasmani adalah sekumpulan luaran yang telah dicapai oleh
seseorang, sebagai tujuan utama dari aktifitas fisik secara berkelanjutan (Bovet
et al. 2007; Caspersen et al. 1985). Secara umum, komponen kebugaran dibagi
menjadi dua kategori yaitu kebugaran yang berhubungan dengan kesehatan, dan
kebugaran yang berhubungan dengan olahraga/keterampilan. Kebugaran yang
berhubungan dengan kesehatan digambarkan kemampuan dalam melakukan
aktifitas sehari-hari dengan kekuatan dan berhubungan dengan rendahnya resiko
terhadap penyakit degeneratif dengan komponen daya tahan kardiorespiratori,
kebugaran muskuloskeletal (daya tahan otot, fleksibilitas), dan komposisi tubuh
yang optimal. Kebugaran yang berkaitan dengan olahraga atau keterampilan
digambarkan dengan kemampuan dalam melakukan gerakan-gerakan fisik
dalam aktifitas atletik atau olahraga. Komponennya terdiri dari kekuatan,
kecepatan, daya tahan dan skill motorik neuromuskular yang spesifik terkait
olahraga dari atlet (Williams 1989).
VO2 Max
Kebugaran dapat diukur melalui jumlah oksigen yang dikonsumsi saat
berolahraga/latihan pada kapasitas maksimum. VO2 max adalah jumlah oksigen
dalam milliliter yang dapat digunakan dalam satu menit per kilogram berat badan
(ml/kg /menit). Nilai VO2 max seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor antara
lain, 1) kemampuan kimia dari sistem jaringan otot selular untuk menggunakan
oksigen dalam mengurai bahan bakar dan 2) kemampuan gabungan sistem
14
jantung dan paru untuk mengangkut oksigen ke sistem jaringan otot. Beberapa
studi menyatakan bahwa nilai VO2 max seseorang dapat ditingkatkan dengan
melakukan aktifitas yang mampu meningkatkan denyut jantung secara
maksimum hingga 65-85% selama 20 menit pada 3-4 kali seminggu. Nilai rata-
rata VO2 max untuk atlet-atlet laki-laki adalah sekitar 3,5 liter/menit dan untuk
atlet-atlet wanita sekitar 2,7 liter/menit. (Mackanzie 2001).
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Frachini et al. (2007), ditemukan
bahwa rentang VO2 max atlet judo adalah 50-60 ml/kg/menit. Atlet judo dengan
nilai VO2 max yang tinggi memberikan keuntungan selama pertandingan
(combat) dengan maksimal durasi 5 menit karena usaha yang relatif lebih rendah
dibandingkan dengan atlet yang memiliki nilai VO2 max yang lebih rendah.
Multistage fitness test merupakan salah satu tes kebugaran bertingkat
yang sering digunakan untuk mengetahui asupan maksimum oksigen atlet (VO2
max). Keuntungan menggunakan metode ini antara lain mudah dalam
pengaturan dan digunakan, pengukuran terhadap sekelompok orang sekaligus
pada waktu yang bersamaan sehingga dapat meminimalkan biaya, serta dapat
dilakukan di dalam atau di luar ruangan. Kekurangan dari penggunaan metode
ini adalah banyak faktor yang mempengaruhi hasil tes seperti jika tes dilakukan
di luar ruangan maka faktor lingkungan akan mempengaruhi hasilnya.
(Mackanzie 1999).
Flexibility (Kelentukan)
Flexibility / kelentukan menurut Kirkendall et al. (1980) adalah
kemampuan tubuh atau bagian-bagian tubuh untuk melakukan berbagai gerakan
dengan leluasa dan seimbang antara kelincahan dan respon keseimbangan.
Secara umum, suhu badan dan usia sangat mempengaruhi luasnya gerakan
bagian-bagian tubuh. Kelentukan gerak tubuh pada persendian tersebut, sangat
dipengaruhi oleh : elastisitas otot, tendon dan ligamen di sekitar sendi serta
kualitas sendi itu sendiri. Kelentukan dapat menjadi bagian dari kebugaran
karena kelentukan dapat menunjukkan kekuatan sistem muskuloskeletal atau
sistem gerak seseorang. Terkait dengan kesehatan, maka kelentukan
merupakan salah satu parameter kesembuhan akibat cedera dan penyakit-
penyakit terkait sistem muskuloskeletal.
Alat yang digunakan untuk tes kelentukan biasanya yaitu bangku atau
balok dan mistar dengan ukuran 50 cm atau biasa juga yang disebut dengan
flexometer. Satuan alat ini yaitu centimeter (Anonim 2009). Metode sit and reach
15
test adalah salah satu metode yang dilakukan untuk pengukuran kelentukan
seseorang yang dilakukan dengan cara berdiri di atas balok kemudian
membungkukkan badan sejauh mungkin dengan posisi kaki dan tangan lurus
kebawah. Tangan mencapai balok akan dihitung dengan nilai (+) sedangkan
tangan yang tidak bisa mencapai balok akan dihitung dengan nilai (-) dengan
satuan centimeter (Anonim 2009).
Daya Tahan Otot
Salah satu unsur kesegaran jasmani yang sangat penting adalah daya
tahan. Dengan daya tahan yang baik, performa atlet akan tetap optimal dari
waktu ke waktu karena memiliki waktu menuju kelelahan yang cukup panjang.
Hal ini berarti bahwa atlet mampu melakukan gerakan, yang dapat dikatakan,
berkualitas tetap tinggi sejak awal hingga akhir pertandingan. Daya tahan otot
adalah kemampuan otot rangka atau sekelompok otot untuk meneruskan
kontraksi pada periode atau jangka waktu yang lama dan mampu pulih dengan
cepat setelah lelah. Kemampuan tersebut dapat diperoleh melalui metabolisme
aerob maupun anaerob. Daya tahan diperlukan untuk bekerja dalam durasi yang
panjang (Parahita 2009). Menurut Fatmah & Ruhayati (2011) tes yang dapat
digunakan untuk mengukur daya tahan otot meliputi pull up, sit up, dan push up.
KERANGKA PEMIKIRAN
Pemusatan latihan nasional merupakan kegiatan pelaksanaan program
pelatihan dan pembinaan dalam jangka waktu tertentu yang terpusat di dalam
suatu lingkungan tertentu dimana atlet dapat tinggal bersama dan melakukan
kegiatan sehari-hari sesuai dengan program pelatihan dicabang olahraga
tertentu. Dalam penelitian ini pemusatan latihan nasional yang dilaksanakan
pada cabang olahraga taekwondo.
Setiap atlet memerlukan zat gizi yang sesuai dengan yang diperlukan
oleh tubuh untuk melakukan aktifitas pada saat latihan maupun bertanding. Atlet
taekwondo diberikan asuhan gizi berupa pengaturan makanan yang baik dari
penyelenggaraan makanan di pemusatan latihan nasional. Tujuan pengaturan
makanan adalah untuk memenuhi kebutuhan energi dan zat-zat gizi makro
maupun mikro sehingga mampu menjaga stamina dan mempertahankan status
gizi.
Stamina yang baik dapat dilihat dari kondisi kebugaran atlet. Pengukuran
tingkat kebugaran seseorang dapat dilakukan dengan serangkaian tes yang
secara spesifik mengukur komponen kebugaran jasmani. Komponen kebugaran
kardiorespiratori dapat diukur menggunakan bleep test sedangkan komponen
kebugaran muskuloskeletal meliputi kekuatan, ketahanan, dan kelentukan.
Berbagai komponen muskuloskeletal ini dapat diukur melalui beberapa tes
seperti sit up, squat jump, serta tes duduk raih. Kerangka berpikir hubungan
konsumsi pangan dan status gizi dengan tingkat kebugaran disajikan pada
Gambar 1.
17
Keterangan :
= Variabel yang diteliti
= Variabel yang tidak diteliti
= Hubungan yang diteliti
= Hubungan yang tidak diteliti
Gambar 1 Kerangka pemikiran hubungan antara konsumsi pangan dan status gizi dengan tingkat kebugaran
Tingkat Kebugaran (VO2 Max, Flexibility dan Daya Tahan Otot)
Tingkat Kecukupan Zat Gizi Aktifitas Fisik
Status Gizi
Prestasi Atlet Taekwondo
Pengaturan Makanan
Penyelenggaraan
Makanan Pelatnas
Konsumsi Pangan Kebiasaan Makan
Makanan dari Luar
METODE PENELITIAN
Desain, Waktu, dan Tempat
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain Cross Sectional
Study. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-Juni 2012 di Cipayung, Bogor.
Pemilihan tempat dilakukan secara purposive karena pemusatan latihan nasional
merupakan wadah untuk pembinaan dan pelatihan atlet taekwondo nasional
yang akan mengikuti beberapa event internasional untuk mewakili negara
Indonesia. Atlet nasional tersebut mendapatkan beberapa fasilitas seperti
penginapan sehingga juga terdapat penyelenggaraan makanan pada pemusatan
latihan di Cipayung, Bogor.
Cara Pengambilan Contoh
Contoh pada penelitian ini adalah anggota populasi (atlet remaja
taekwondo nasional) sebanyak 25 orang. Cara pengambilan dilakukan secara
purposive sampling yang termasuk kedalam kriteria inklusi : usia 10-18 tahun,
dimana usia tersebut merupakan rentang usia untuk remaja (almatsier et al.
2011), sedang mendapatkan pelatihan dan pembinaan di pemusatan latihan
nasional, dapat diajak berinteraksi, dan bersedia berpartisipasi. Adapun kriteria
eksklusi antara lain : tidak berada di pelatnas ketika pengambilan data, dan tidak
mengikuti rangkaian tes fisik yang dilaksanakan oleh pelatnas. Berdasarkan
kriteria tersebut keseluruhan atlet dapat dijadikan sebagai contoh yaitu sebanyak
25 atlet, namun selama berlangsungnya pengambilan data penelitian terdapat 2
orang yang drop out karena tidak mengikuti tes fisik dan sedang mengikuti
kegiatan akademik di sekolah asal.
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Data
primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan contoh dan penyebaran
kuesioner. Data primer yang dikumpulkan antara lain : data karakteristik contoh
meliputi usia, jenis kelamin dan asal daerah dilakukan dengan menggunakan
kuesioner, data antropometri meliputi berat badan dan tinggi badan yang
dikumpulkan dengan mengukur secara langsung berat badan contoh
menggunakan timbangan injak dengan ketelitian 0,1 kg sedangkan tinggi badan
contoh dengan menggunakan microtoise dengan ketelitian 0,1 cm, dan data
konsumsi pangan dengan metode food recall 1 x 24 jam selama 3 hari berturut-
turut (sabtu, minggu, dan senin).
19
Data sekunder diperoleh dari data administrasi pemusatan latihan
nasional Cipayung, Bogor yang meliputi :data keadaan umum dan fasilitas
pemusatan latihan nasional taekwondo, data jumlah dan susunan keorganisasian
di pemusatan latihan nasional taekwondo, dan data kebugaran (VO2 max,
flexibility, dan daya tahan otot), data VO2 max diperoleh dari multistage fitness
test atau bleep test, data flexibility diperoleh dari sit and reach test, dan data
daya tahan otot diperoleh dari tes sit up dan squat jump dapat dilihat pada
Lampiran 2.
Berikut adalah jenis data, variabel, kategori penelitian dan cara
pengumpukan data secara rinci dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Kategori pengukuran data Jenis data Variabel Kategori pengukuran Cara pengumpulan
data
Karakteristik contoh
Usia 10-18 tahun Pengisian Kuesioner
Jenis kelamin 1.Laki-Laki 2.Perempuan
Asal daerah Beberapa daerah di Indonesia
Antropometri IMT/U IMT/U dengan kategori (WHO 2007): 1. Sangat kurus (Z skor < -3 sd) 2. Kurus (Z skor - 3 sd sampai dengan
< -2 sd) 3. Normal (Z skor ≥ - 2 sd sampai
dengan ≤ + 1 sd) 4. Gemuk (Z skor ≥ + 1 sd sampai
dengan + 2 sd) 5. Obese (Z skor > + 2 sd)
IMT/U dihitung dengan menggunakan WHO anthroplus 2007
Konsumsi pangan
Konsumsi pangan
Tingkat konsumsi energi dan protein (Gibson 2005) : 1. Defisit tingkat berat (<70%) 2. Defisit tingkat sedang (70-79%) 3. Defisit tingkat ringan (80-89%) 4. Normal (90-119%) 5. Kelebihan (≥120%)
Pengisian Kuesioner dan Wawancara langsung dengan responden dengan menggunakan metode recall 1 x 24 jam selama 3 hari berturut-turut
Tingkat konsumsi vitamin dan mineral (Gibson 2005) : 1. Kurang (<77%AKG) 2. Cukup (≥ 77%AKG)
20
Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh kemudian diolah secara statistik. Pengolahan data
dimulai dari pengkodean (coding), pemasukan data (entry), pengecekan ulang
(cleaning), dan analisis data. Tahapan pengkodean dimulai dengan cara
menyusun kode-kode tertentu sebagai panduan dalam mengentri dan
pengolahan data. Kemudian data dientri ke tabel yang sudah ada. Setelah itu
dilakukan pengecekan ulang untuk memastikan tidak ada kesalahan dalam
memasukkan data. Tahapan terakhir adalah analisis data yang diolah dengan
program Microsoft Excell dan Statistical Program for Social Science (SPSS) versi
16 for windows. Hubungan antar variabel diuji dengan menggunakan uji korelasi
Pearson dan uji beda Independent t-test. Analisis / uji statistik yang digunakan
pada penelitian ini antara lain : hubungan antara usia, berat badan, tinggi badan,
status gizi, tingkat kecukupan energi dan zat gizi dengan tingkat kebugaran (VO2
max, flexibility, dan daya tahan otot) diuji dengan menggunakan analisis korelasi
Pearson. Hubungan antara status gizi, tingkat kecukupan zat gizi, dan tingkat
kebugaran (VO2 max, flexibility, dan daya tahan otot) pada jenis kelamin yang
berbeda dianalisis dengan uji beda Independent t-test.
Data karakteristik contoh diperoleh dengan cara wawancara langsung
dengan menggunakan pertanyaan yang ada pada kuesioner. Data karakteristik
contoh terdiri dari karakteristik individu (jenis kelamin, usia, daerah asal),
konsumsi pangan baik secara kualitatif (kebiasaan makan) maupun kuantitatif.
Data berat badan diperoleh dengan melakukan penimbangan langsung dengan
menggunakan timbangan injak. Data tinggi badan diperoleh dengan mengukur
tinggi badan secara langsung dengan menggunakan microtouise. Data
karakteristik contoh pada akhirnya akan memberikan gambaran mengenai
contoh. Data status gizi ditentukan berdasarkan data yang diperoleh yaitu usia
contoh, berat badan, dan tinggi badan dengan parameter indeks massa tubuh
menurut umur (IMT/U) dengan menggunakan software WHO anthroplus 2007.
Software ini dapat digunakan pada usia 5-19 tahun.
Data konsumsi pangan yang diperoleh kemudian dikonversikan untuk
menentukan zat gizi contoh yatu energi, protein, lemak, karbohidrat, vitamin A,
vitamin C, kalsium, dan zat besi. Jumlah makanan dalam bentuk gram/URT
kemudian dikonversi dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan.
Kemudian dilakukan perhitungan tingkat kecukupan gizi untuk energi dan zat gizi
dengan rumus sebagai berikut (Hardinsyah & Briawan 1994).
21
KGij = (Bj/100) x Gij x (BDDj/100)
Keterangan:
KGij = Kandungan zat gizi –i dalam bahan makanan –j
Bj = Berat makanan –j yang dikonsumsi
Gij = Kandungan zat gizi –i dalam 100 gram BDD bahan
makanan –j
BDDj = Bagian yang dapat dimakan dalam bahan makanan –j
Untuk menentukan kecukupan energi contoh digunakan formula WKNPG
tahun 2004 (Hardinsyah dan Tambunan 2004). Formula yang digunakan yaitu.
Proses Estimasi AKE Remaja
AKE = (88,5 – 61,9U) + 26,7B (Akf) + 903TB + 25
Keterangan:
AKE = Angka kecukupan energi (kkal)
U = Usia (tahun)
B = Berat badan (kg)
Akf = Angka Aktifitas Fisik (disesuaikan pada masing-masing
individu)
TB = Tinggi badan (m)
Untuk vitamin dan mineral dihitung langsung dengan menggunakan
angka kecukupan tanpa menggunakan AKGI. Selanjutnya tingkat kecukupan
energi dan protein diperoleh dengan cara membandingkan jumlah konsumsi zat
gizi tersebut dengan menggunakan rumus.
TKG = (K/AKGI) x 100
Keterangan :
TKG = Tingkat kecukupan zat gizi
K = Konsumsi zat gizi
AKGI = Angka kecukupan zat gizi contoh
Tingkat kecukupan energi dan zat gizi siswa dinyatakan dalam persen.
Klasifikasi tingkat kecukupan energi dan zat gizi disajikan pada tabel 3.
22
Tabel 3 Klasifikasi tingkat kecukupan energi dan zat gizi
Energi dan Zat Gizi Klasifikasi Tingkat Kecukupan
Energi dan protein a. Defisit tingkat berat (< 70% angka kebutuhan) b. Defisit tingkat sedang (70 – 79% angka kebutuhan) c. Defisit tingkat ringan (80 – 89% angka kebutuhan) d. Normal (90 – 119% angka kebutuhan) e. Di atas angka kebutuhan (≥ 120% angka kebutuhan)
Vitamin dan mineral a. Kurang (< 77% angka kebutuhan) b. Cukup (≥ 77% angka kebutuhan)
Sumber : Gibson (2005)
Data aktifitas fisik didapatkan dengan metode recall 1 x 24 jam selama 3
hari berturut-turut dengan mengisi kuesioner aktifitas fisik Menurut
FAO/WHO/UNU (2001) besarnya aktifitas fisik yang dilakukan seseorang dalam
24 jam dinyatakan dalam PAL (Physical activity level) atau tingkat aktifitas fisik.
PAL ditentukan dengan rumus berikut:
PAL = ∑ (PAR x Alokasi Waktu Tiap Aktifitas) 24 Jam
Keterangan :
PAL = Physical activity level (tingkat aktifitas fisik)
PAR = Physical activity ratio (jumlah energi yang dikeluarkan untuk jenis
aktifitas per satuan waktu tertentu)
Jenis aktifitas yang dapat dilakukan dikategorikan menjadi 18 jenis
kategori berdasarkan PAR seperti yang dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4 Kategori aktifitas berdasarkan nilai PAR Kategori Keterangan PAR
PAL1 Tidur (tidur siang dan malam) 1
PAL2 Tidur-tiduran (tidak tidur), duduk diam, dan membaca 1,2
PAL3 Duduk sambil menonton TV 1,72
PAL4 Berdiri diam, beribadah, menunggu (berdiri), berhias 1,5
PAL5 Makan dan minum 1,6
PAL6 Jalan santai 2,5
PAL7 Berbelanja (membawa beban) 5
PAL8 Mengendarai kendaraan 2,4
PAL9 Menjaga anak 2,5
PAL10 Melakukan pekerjaan rumah (bersih-bersih) 2,75
PAL11 Setrika pakaian (duduk) 1,7
PAL12 Kegiatan berkebun 2,7
PAL13 Office worker (duduk di depan meja, menulis, dan mengetik) 1,3
PAL14 Office worker (berjalan-jalan mondar-mandir membawa arsip) 1,6
PAL15 Olahraga (badminton) 4,85
PAL16 Olahraga (jogging, lari jarak jauh) 6,5
PAL17 Olahraga (bersepeda) 3,6
PAL18 Olahraga (aerobic, berenang, sepak bola, dan lain-lain) 7,5
Sumber : FAO/WHO/UNU (2001)
23
Selanjutnya PAL akan dikategorikan menjadi tiga kategori menurut
FAO/WHO/UNU (2001), seperti yang disajikan dalam tabel 5.
Tabel 5 Kategori tingkat aktifitas fisik berdasarkan nilai PAL Kategori Nilai PAL
Aktifitas Sangat Ringan < 1,40 Aktifitas Ringan 1,40- 1,69 Aktifitas Sedang 1,70-1,99 Aktifitas Berat 2,00-2,40
Sumber : FAO/WHO/UNU (2001)
Definisi Operasional
Atlet taekwondo nasional adalah atlet yang menjalani rangkaian tes dari
pemusatan latihan nasional seperti fisik, teknik, kecepatan, dan
kesehatan di Pusdikkes Kodiklat TNI AD dan Laboratorium Universitas
Negeri Jakarta.
Contoh adalah atlet nasional taekwondo yang berada di pemusatan latihan
nasional.
Daya tahan otot adalah kemampuan atlet dalam menghasilkan kekuatan dan
kemampuan untuk melakukan dan mempertahankan suatu gerakan
selama mungkin yang diukur dengan tes sit up dan squat jump.
Flexibility adalah kemampuan atlet untuk menekuk, meregang dan memutar
tubuhnya yang diukur dengan sit and reach test.
Kebugaran atlet adalah kemampuan atlet untuk melakukan kegiatan sehari-hari
tanpa mengalami kelelahan yang berarti baik fisik maupun mental dan
masih mempunyai sisa atau cadangan tenaga untuk digunakan pada
waktu senggang dan untuk keperluan mendadak yang diukur melalui VO2
max, flexibility, dan daya tahan otot
Konsumsi pangan adalah jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi oleh atlet,
data diperoleh dengan recall 1 x 24 jam selama 3 hari berturut-turut, yaitu
recall dilakukan pada hari sabtu, minggu dan senin.
Status gizi atlet adalah keadaan kesehatan tubuh atlet yang ditentukan melalui
Indek Massa Tubuh menurut umur (IMT/U) dan dikelompokkan menjadi 5
kategori: Sangat Kurus = < -3 sd, Kurus = -3 sd sampai dengan < -2 sd,
Normal = ≥ -2 sd sampai dengan +1 sd, Gemuk = ≥ +1 sd sampai dengan
+2 sd, Obese = Z-score ≥ +2 sd (WHO 2007).
Tingkat kecukupan zat gizi adalah perbandingan konsumsi dari rata-rata zat
gizi makro maupun zat gizi mikro terhadap angka kecukupan yang
dianjurkan menurut umur berdasarkan WKNPG (2004) dan dinyatakan
dalam persentase.
24
VO2 max adalah volume maksimum oksigen yang dapat digunakan per menit
satuan yang digunakan adalah ml/kg/menit.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Pemusatan Latihan Nasional (Pelatnas) Garuda Emas 2012 adalah
kegiatan pelaksanaan program pelatihan dalam jangka waktu tertentu yang
terpusat di dalam suatu lingkungan tertentu dimana atlet dapat tinggal bersama
dan melakukan kegiatan sehari-hari sesuai dengan program pelatihan dicabang
olahraga taekwondo. Pelatnas memiliki ciri-ciri khusus antara lain : pada
umumnya berlangsung lebih lama (lebih dari 1 bulan sampai beberapa tahun),
konsumen yang dilayani lebih homogen, satu atau beberapa cabang olahraga
saja serta adanya periodisasi latihan selama masa penyelenggaraan makanan
(Depkes 1993). Ciri-ciri tersebut menyebabkan adanya peraturan-peraturan gizi
khusus yang perlu dilaksanakan oleh tim medis yang bertanggung jawab dalam
pemusatan latihan nasional.
Pemilihan atlet juga didasarkan atas hasil pengamatan dan seleksi yang
dilakukan Komisi Kepelatihan PBTI terhadap atlet-atlet di berbagai daerah yang
dinilai punya potensi. Para atlet juga menjalani rangkaian tes seperti tes fisik,
teknik, kecepatan, serta tes kesehatan di Pusdikkes Kodiklat TNI AD dan
Laboratorium Universitas Negeri Jakarta. Atlet yang terpilih akan mendapatkan
pelatihan dan pembinaan dari pelatnas selama 6 bulan yaitu sejak bulan Januari
2012 hingga bulan Juni 2012. Dalam waktu tersebut para atlet diproyeksikan
untuk mengikuti 6 kejuaraan. Di antaranya Kejuaraan Dunia Yunior di Mesir pada
4-8 April, Kejuaraan Asia Yunior di Vietnam pada 25-27 April, Kejuaraan Asia di
Vietnam pada 28-30 April, Kejuaraan Asia Poomsae di Vietnam pada 1-2 Mei,
Kejuaraan Yunior Poomsae di Vietnam pada 3-4 Mei, dan Kejuaraan Dunia
Universitas di Korea Selatan pada 25-30 Mei. Bagi atlet yang terpilih dan masih
sekolah di tingkat SMP dan SMU tetap mendapatkan bimbingan pelajaran setiap
hari selama 2 jam yang orientasinya sudah distandarkan dengan sekolah umum.
Penyediaan makanan bagi atlet pada pelatnas Garuda Emas 2012
dilakukan oleh Hotel Mars 91 yang berada di Cipayung, Bogor. Dalam hal ini,
pelayanan konsumsi menjadi bagian dari pelayanan akomodasi. Menu yang
disajikan telah diatur oleh tim medis Pelatnas Garuda Emas 2012 yaitu dengan
menggunakan siklus menu 10 hari. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari
kebosanan atlet terhadap makanan yang disajikan. Sebagian besar waktu para
atlet dihabiskan di pelatnas sehingga kegiatan makan baik makan pagi, siang,
dan malam dilakukan di pelatnas. Oleh sebab itu, pihak penyelenggara harus
26
benar-benar memperhatikan susunan menu, kebersihan dan penampilannya
agar para atlet tertarik untuk mengonsumsi hidangan. Asmuni (1979) dalam
Karfarina (2002) mengungkapkan penyelenggaraan makan atlet hendaknya
memperhatikan hal-hal seperti hal berikut : (1) memenuhi syarat-syarat gizi, (2)
tampak menarik, (3) bervariasi agar tidak membosankan, (4) menurut cita rasa /
selera konsumen, (5) terdiri dari bahan-bahan makanan yang biasa digunakan
dan terdapat di pasaran setempat, (7) sesuai dengan agama / kepercayaan
konsumen, (8) memberikan rasa puas, (9) jumlah makanan sesuai dengan daya
tampung lambung. Pendistribusian makanan di Pelatnas Taekwondo Cipayung
menggunakan sistem prasmanan dimana para atlet dapat mengambil sendiri
makanan yan telah tersedia di ruang makan sesuai dengan selera masing-
masing. Kelemahan dengan sistem ini adalah tidak tercukupinya kebutuhan
energi dan zat gizi atlet serta tidak meratanya konsumsi energi dan zat gizi atlet
karena atlet memilih makanan tidak berdasarkan kebutuhan tetapi kesukaan
terhadap makanan tertentu sehingga pada suatu saat atlet dapat mengonsumsi
makanan yang tinggi zat gizi tertentu namun rendah zat gizi lainnya.
Struktur Pelatnas dibawah tanggung jawab Ketua Umum PBTI (Pengurus
Besar Taekwondo Indonesia). Pelatnas Garuda Emas 2012 terdiri dari dewan
penasehat, komandan pelatnas, sekretaris/bendahara, koordinator pelatih,
koordinator kesehatan, serta koordinator logistik dan perlengkapan. Komponen
pelatnas ini memiliki saling keterkaitan dan kerja sama satu dengan yang lainnya.
Struktur Organisasi Pelatnas dapat dilihat pada Lampiran 1.
Karakteristik Contoh
Karakterisitik merupakan suatu gambaran mengenai contoh meliputi sifat
maupun ciri-ciri baik secara fisik maupun sosial. Karakterisitik ini dibutuhkan
untuk mengetahui lebih jelas mengenai gambaran contoh dalam penelitian.
Karakteristik yang diteliti meliputi jenis kelamin, daerah asal, usia, berat badan,
tinggi badan.
Jenis Kelamin
Contoh adalah atlet taekwondo remaja nasional secara keseluruhan (baik
laki-laki maupun perempuan) yang mengikuti pembinaan dan pelatihan khusus di
Cipayung, Bogor. Contoh yang dijadikan sebagai subjek dalam penelitian ini
adalah 25 orang yang diperoleh berdasarkan kriteria inklusi dari populasi
sebanyak 42 atlet taekwondo nasional, sehingga semua populasi digunakan
sebagai contoh dalam penelitian dengan metode purposive sampling. Akan
27
tetapi, 1 orang atlet drop out karena tidak dapat melakukan tes kebugaran dan 1
orang atlet tidak mengisi kuesioner karena harus mengikuti kegiatan akademik di
sekolah asal. Oleh karena itu dari 25 contoh berdasarkan kriteria inklusi, terpilih
23 orang yang dijadikan sebagai contoh.
Gambar 2 Sebaran atlet taekwondo menurut jenis kelamin
Sebagian besar contoh yang mengikuti pendidikan dan pelatihan khusus
atlet nasional di Cipayung, Bogor, berjenis kelamin perempuan (56,5%) dan
berjenis kelamin laki-laki (43,5%).
Usia
Atlet yang masuk ke pelatnas adalah atlet-atlet berprestasi yang tidak
memerlukan usia khusus untuk mengikuti program di pelatnas. Oleh sebab itu
usia contoh sedikit beragam. Sebaran atlet taekwondo menurut usia disajikan
pada Tabel 6.
Tabel 6 Sebaran atlet taekwondo berdasarkan usia
Usia
Jenis kelamin
Laki-Laki Perempuan
Jumlah (n) Persentase (%) Jumlah (n) Persentase (%)
10-12 tahun 0 0,0 1 7,7 13-15 tahun 2 20,0 5 38,5 16-18 tahun 8 80,0 7 53,8
Jumlah 10 100,0 13 100,0
Rata-rata usia contoh laki laki yaitu 16,22 ± 1,05 tahun dan contoh
perempuan yaitu 15,46 ± 1,67 tahun. Usia semua contoh yang diteliti tergolong
ke dalam usia remaja yaitu antara 10-18 tahun (Almatsier et al. 2011).
Daerah Asal
Pemusatan latihan nasional merupakan wadah yang dijadikan untuk
melatih dan sekaligus digunakan untuk tempat pembinaan atlet-atlet dari
berbagai daerah yang mempunyai potensi, bakat dan prestasi di cabang
28
olahraga taekwondo. Atlet yang masuk di pelatnas berasal dari beberapa daerah
di Indonesia. Sebaran atlet menurut daerah asal disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7 Sebaran atlet taekwondo menurut daerah asal Daerah asal Jumlah (n) Persentase (%)
Sumatra Selatan 1 4,3 Riau 2 8,7 Jawa Tengah 10 43,5 Jawa Barat 8 34,8 D.I.Yogyakarta 2 8,7
Jumlah 23 100,0
Daerah asal contoh yang paling banyak adalah Jawa Tengah yaitu
sebanyak 10 atlet (43,5%). Asal daerah atlet terbanyak kedua yaitu Jawa Barat
sebanyak 8 orang atlet (34,8%), asal daerah berikutnya yaitu Riau dan D.I
Yogyakarta masing-masing sebanyak 2 orang atlet (8,7%), sedangkan untuk asal
daerah Sumatera Selatan sebanyak 1 orang dengan persentase 4,3%.
Pemilihan atlet di pelatnas ini tidak didasarkan pada subjektivitas dari
contoh. Pemilihan atlet dilakukan melalui seleksi dan pemilihan ketat yang
dilakukan oleh pelatih, pembina, maupun pengurus besar taekwondo indonesia
(PBTI) yaitu tes psikologi, tes kesehatan, tes kemampuan fisik, dan tes
keterampilan untuk cabang olahraga taekwondo. Selain itu, atlet pelatnas
direkomendasikan oleh atlet dari SMA Ragunan Jakarta.
Berat Badan
Pengukuran antropometri yang dilakukan pada contoh meliputi
pengukuran berat badan, dan tinggi badan. Sebaran atlet menurut berat badan
disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8 Berat badan atlet taekwondo berdasarkan jenis kelamin
Berat Badan
Jenis kelamin
Laki-Laki Perempuan
Jumlah (n) Persentase (%) Jumlah (n) Persentase (%)
41-45 0 0,0 3 23,1 46-50 1 10,0 4 30,8 51-55 6 60,0 6 46,2 56-60 2 20,0 0 0,0 61-65 1 10,0 0 0,0
Jumlah 10 100,0 13 100,0
Sebagian besar contoh laki-laki (60,0%) memiliki kisaran berat badan
antara 51-55 kg. Sebanyak 20,0%, contoh laki-laki memiliki berat badan antara
56-60 kg, sebanyak 10,0% contoh laki-laki memiliki berat badan antara 46-50 kg
dan sebanyak 10,0% contoh laki-laki memiliki berat badan antara 61-65 kg.
Sebagian besar contoh perempuan (46,2%) memiliki kisaran berat badan antara
51-55 kg. Sebanyak 30,8%, contoh perempuan memiliki berat badan antara 46-
50 kg, dan sisanya sebanyak 23,1% contoh perempuan memiliki berat badan
29
antara 41-45 kg. Berdasarkan hasil uji beda Independent t-test dapat diketahui
bahwa terdapat perbedaan yang signifikan (p=0,009) antara berat badan pada
contoh laki-laki dengan contoh perempuan. Contoh laki-laki memiliki rata-rata
berat badan yaitu 50,67 ± 4,15 kg dan rata-rata berat badan contoh perempuan
yaitu 54,80 ± 3,87 kg. Rata-rata berat badan contoh tersebut belum memenuhi
rata-rata berat badan standar untuk remaja menurut Widya Karya Pangan dan
Gizi (WKNPG) tahun 2004 yaitu 55 kg (Hardinsyah & Tambunan 2004).
Tinggi Badan
Secara keseluruhan diketahui rata-rata tinggi badan contoh laki-laki yaitu
168,50 ± 3,24 cm dan rata-rata tinggi badan contoh perempuan yaitu 160,47 ±
3,24 cm. Berdasarkan hasil uji beda Independent t-test dapat diketahui bahwa
terdapat perbedaan yang signifikan (p=0,000) antara tinggi badan pada contoh
laki-laki dengan contoh perempuan. Sebagian besar contoh laki-laki memiliki
kisaran tinggi badan antara 166-170 cm (40,0%) dan 171-175 cm (40,0%).
Sebanyak 20,0%, contoh laki-laki memiliki tinggi badan antara 161-165 cm.
Sebagian besar contoh perempuan (38,5%) memiliki kisaran tinggi badan antara
161-165 cm. Sebanyak 30,8%, contoh perempuan memiliki tinggi badan antara
151-155 cm, sebanyak 23,1% contoh perempuan memiliki tinggi badan antara
156-160 cm dan sisanya sebanyak 7,7% contoh perempuan memiliki tinggi
badan antara 166-170 cm. Sebaran tinggi badan contoh disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9 Tinggi badan atlet taekwondo berdasarkan jenis kelamin
Tinggi badan
Jenis kelamin
Laki-Laki Perempuan
Jumlah (n) Persentase (%) Jumlah (n) Persentase (%)
151-155 0 0,0 4 30,8 156-160 0 0,0 3 23,1 161-165 2 20,0 5 38,5 166-170 4 40,0 1 7,7 171-175 4 40,0 0 0,0
Jumlah 10 100,0 13 100,0
Karakteristik Antropometri
Status Gizi
Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh individu atau
sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan, dan
penggunaan zat gizi. Beberapa cara untuk mengukur status gizi adalah dengan
konsumsi, biokimia/laboratorium, antropometri dan secara klinis. Pengukuran
status gizi yang dilakukan yaitu dengan menggunakan metode antropometri.
Untuk menentukan status gizi contoh terlebih dahulu ditentukan IMT contoh.
Penentuan status gizi contoh dilakukan dengan menggunakan indikator IMT/U
30
yang direkomendasikan sebagai indikator penentuan status gizi untuk remaja
(Riyadi 2003).
Secara keseluruhan baik contoh laki-laki dan contoh perempuan memiliki
status gizi pada rentang -1,67 SD sampai dengan 0,84 SD dimana rentang
tersebut merupakan kategori status gizi normal menurut WHO (2007). Hasil uji
beda Independent t-test menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang
nyata (p>0,05) antara status gizi pada contoh laki-laki dengan contoh
perempuan. Status gizi yang baik sangat penting bagi atlet karena dapat
meningkatkan kemampuan dan performa atlet (Williams 1989).
Konsumsi Pangan
Konsumsi pangan merupakan informasi tentang jenis dan jumlah pangan
yang dikonsumsi (dimakan) oleh seseorang atau kelompok orang pada waktu
tertentu. Konsumsi pangan berkaitan dengan masalah gizi dan kesehatan,
masalah pengupahan (kebutuhan hidup minimal), ukuran kemiskinan, serta
perencanaan ketersediaan dan produksi pangan daerah (Hardinsyah et al 2002).
Survei konsumsi pangan bertujuan untuk mengetahui konsumsi pangan
seseorang atau kelompok orang baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Survei
konsumsi pangan secara kuantitatif dimaksudkan untuk mengetahui jumlah
pangan atau makanan yang dikonsumsi (Suhardjo et al 1988). Metode kuantitatif
juda dapat menghitung konsumsi zat gizi dengan menggunakan Daftar
Komposisi Bahan Makanan (DKBM) atau daftar lain yang diperlukan seperti
daftar Ukuran Rumah Tangga (URT), Daftar Konversi Mentah Masak (DKMM),
dan Daftar Penyerapan Minyak (DPM). Metode pengukuran konsumsi makanan
bersifat kualitatif antara lain metode frekuensi makanan (food frequency), metode
dietary history, metode telepon (recall), metode pendaftaran makanan (food list)
(Supariasa et al 2001). Recall selama 24 jam dapat dilakukan secara berulang
dalam waktu yang berbeda dalam setahun untuk memperkirakan rata-rata
konsumsi pangan individu untuk jangka waktu yang lebih panjang. Jumlah
pengulangan yang dibutuhkan untuk menggambarkan kebiasaan asupan gizi
bergantung pada derajat presisi yang diinginkan serta zat-zat gizi dan kelompok
populasi yang ingin diteliti. Pada umumnya, bila prosedur penentuan sampel
dilakukan baik dengan memperhitungkan pengaruh akhir pekan, musim, dan hari
libur terhadap pola makan, sehingga hasilnya dapat memperkirakan konsumsi
pangan secara keseluruhan (Almatsier et al 2011).
31
Frekuensi Makan
Frekuensi makan dan kebiasaan makan contoh digunakan untuk
mengetahui konsumsi pangan secara kualitatif. Menurut Khomsan (2000) dapat
menjadi kecukupan konsumsi gizi diartikan sebagai semakin tinggi frekuensi
makan, maka peluang untuk mencukupi kebutuhan gizi akan semakin besar.
Frekuensi makan yang diukur pada penelitian ini adalah dalam satuan kali per
hari dengan menggunakan metode recall. Frekuensi makan contoh dapat dilihat
dari Tabel 10.
Tabel 10 Sebaran atlet taekwondo menurut frekuensi makan
Frekuensi Makan Sebaran
Jumlah (n) Persentase (%)
1 kali 0 0,0 2 kali 1 4,3 3 kali 17 73,9 > 3 kali 5 21,7
Jumlah 23 100
Sebanyak 73,9% contoh memiliki frekuensi makan sebanyak tiga kali
setiap harinya, sedangkan sebanyak 5 contoh memiliki frekuensi makan lebih
dari 3 kali yaitu sebesar 21,7% dan sebanyak 1 contoh memiliki frekuensi makan
sebanyak 2 kali sehari yaitu sebesar 4,3%. Kebiasaan makan tiga kali sehari
pada contoh sudah dianggap cukup baik untuk menghindari terjadinya masalah
gizi (Suhardjo 1989).
Kebiasaan Makan
Atlet diharapkan memiliki kondisi fisik yang optimal selama menjalani
latihan yang intensif. Untuk mencapai kondisi yang optimal tersebut dibutuhkan
kebiasaan makan yang baik untuk mencapai gizi yang optimal dan akan
menghasilkan kondisi fisik yang prima bagi atlet. Kebiasaan makan contoh
diperoleh melalui hasil wawancara dengan menggunakan metode recall. Menurut
Suhardjo (1989) kebiasaan makan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya
yaitu konsumsi pangan, preferensi pangan (kesukaan atau ketidaksukaan
terhadap suatu pangan), ideologi terhadap makanan, dan faktor sosial budaya
seorang individu. Sebaran atlet taekwondo menurut kebiasaan makan disajikan
pada Tabel 11.
32
Tabel 11 Sebaran atlet taekwondo menurut kebiasaan makan
Kebiasaan Makan Sebaran
Jumlah (n) Persentase (%)
Kebiasaan Sarapan
Selalu 18 78,3 Kadang-kadang 5 21,7 Jarang 0 0,0 Tidak pernah 0 0,0
Jumlah 23 100,0
Menu sarapan
Mie 1 4,3 Roti 8 34,8 Nasi+lauk pauk 11 47,8 Lainnya 3 13,0
Jumlah 23 100,0
Susunan menu siang hari
Nasi, lauk hewani, lauk nabati, sayur, buah 17 73,9 Nasi, lauk hewani atau nabati, sayur 3 13,0 Nasi, lauk hewani 0 0,0 Lainnya 3 13,0
Jumlah 23 100,0
Susunan menu malam hari
Nasi, lauk hewani, lauk nabati, sayur, buah 7 30,4 Nasi, lauk hewani atau nabati, sayur 12 52,2 Nasi, lauk hewani 0 0,0 Lainnya 4 17,4
Jumlah 23 100,0
Konsumsi fastfood
Selalu 2 8,7 Kadang-kadang 12 52,2 Jarang 9 39,1 Tidak pernah 0 0,0
Jumlah 23 100,0
Hasil recall mengenai kebiasaan makan pada contoh menunjukkan
bahwa sebagian besar contoh selalu membiasakan diri untuk sarapan yaitu
sebanyak 18 contoh dengan persentase 78,3% contoh. Menu sarapan yang
biasa dikonsumsi oleh sebagian besar contoh (48,7%) berupa nasi dan lauk
pauk. Makan siang contoh sebagian besar diisi dengan menu berupa nasi, lauk
hewani, lauk nabati, sayur dan buah (73,9%), sedangkan makan malam contoh
sebagian besar diisi dengan menu nasi, lauk hewani atau lauk nabati serta sayur
(52,2%). Kebiasaan makan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya yaitu,
konsumsi pangan, preferensi (kesukaan atau ketidaksukaan) makan, ideologi
terhadap makanan, dan faktor sosial budaya seorang individu. Untuk konsumsi
makanan cepat saji (fast food) sebagian besar contoh (52,2%) menyatakan
kadang-kadang mengkonsumsi fast food. Menurut Irianto (2007) penyediaan
makanan cepat saji memiliki kelebihan antara lain penyajian yang cepat
sehingga tidak menghabiskan waktu dan dapat dihidangkan kapan dan dimana
saja, higienis, dianggap makanan modern. Namun fast food juga memiliki
kekurangan yaitu komposisi bahan makanan yang kurang memenuhi standar
33
makanan sehat berimbang, antara lain kandungan lemak jenuh berlebihan
karena unsur hewani lebih banyak daripada nabati, kurang serat, kurang vitamin,
serta terlalu banyak sodium.
Kebiasaan Minum
Konsumsi cairan bagi seorang atlet sangat diperlukan untuk menjaga
status hidrasi tubuh. Pemberian cairan pada atlet bertujuan untuk mencegah
dehidrasi dan untuk mempertahankan keseimbangan cairan tubuh. Selain itu,
pemberian cairan yang adekwat ditujukan untuk mencegah cedera akibat panas
tubuh yang berlebihan. Sebaran atlet menurut kebiasaan minum disajikan pada
Tabel 12.
Tabel 12 Sebaran atlet taekwondo menurut kebiasaan minum
Kebiasaan minum Sebaran
Jumlah (n) Persentase (%)
Konsumsi air putih
5 gelas 0 0,0 > 5 gelas 2 8,7 7 gelas 1 4,3 ≥ 8 gelas 20 87,0
Jumlah 23 100,0
Konsumsi sport drink
Ya 22 95,7 Tidak 1 4,3
Jumlah 23 100,0
Konsumsi minuman beralkohol
Ya 0 0,0 Tidak 23 100,0
Jumlah 23 100,0
Berdasarkan hasil recall mengenai kebiasaan minum contoh
menunjukkan bahwa contoh sebagian besar (87,0%) mengkonsumsi air putih
lebih dari 8 gelas setiap harinya yang setara dengan mengonsumsi lebih dari
2400 ml/hari, sebanyak 8,7% contoh mengkonsumsi air putih lebih dari 5 gelas
setiap harinya yang setara dengan mengonsumsi 1500-1800 ml/hari, dan
sebanyak 4,3% mengkonsumsi air putih 7 gelas setiap harinya yang setara
dengan mengonsumsi 2100 ml/hari. Kebiasaan minum lebih dari 8 gelas sudah
dapat mencukupi kebutuhan atlet akan asupan air. Menurut Depkes (1993)
asupan air bagi atlet harus mencukupi untuk dapat mempertahankan
keseimbangan air dan elektrolit dalam tubuh. Banyaknya air yang diperlukan
kurang lebih 2500 ml. Seluruh contoh tidak mengkonsumsi minuman beralkohol.
Menurut Irianto (2007) olahragawan disarankan untuk meninggalkan minuman
beralkohol karena alkohol merupakan depresan bagi susunan syaraf pusat,
dapat memproduksi asam laktat, mengganggu kerja syaraf serta mempunyai sifat
34
diuretik yang memudahkan pengeluaran air seni. Untuk konsumsi sport drink,
diketahui bahwa sebagian besar contoh yaitu 95,7% contoh mengkonsumsi sport
drink.
Kebiasaan Makan Sebelum Pertandingan
Sebelum pertandingan, sebagian besar (82,6%) contoh mengonsumsi
makanan atau minuman. Makanan/minuman yang biasa dikonsumsi oleh contoh
sebelum pertandingan antara lain makanan lengkap, cemilan, sport drink, air
mineral, buah-buahan, coklat, dan vitamin. Sebanyak 17,4% contoh biasa tidak
mengonsumsi makanan/minuman sebelum pertandingan. Rentang waktu
konsumsi makanan lengkap sebelum pertandingan, sebanyak 30,4% contoh
mengkonsumsi makanan lengkap 1-2 jam sebelum bertanding, 43,5% contoh
mengkonsumsi makanan lengkap 2-3 jam sebelum bertanding dan sisanya yaitu
26,1% contoh mengkonsumsi makanan lengkap 3-4 jam sebelum bertanding.
Sebagian besar (78,3%) contoh juga memiliki makanan dan minuman yang
dihindari saat sebelum pertandingan. Menurut Depkes (1993) waktu makan yang
dapat diterapkan oleh atlet pada 3-4 jam sebelum bertanding yaitu makanan
utama yang terdiri dari nasi, sayur, lauk pauk dan buah. Pada 2-3 jam sebelum
bertanding, makanan yang dapat dikonsumsi oleh seorang atlet adalah makanan
kecil seperti crackers, roti, dll. Pada 1-2 jam sebelum bertanding makanan yang
dikonsumsi oleh atlet dapat terdiri dari makanan cair/minuman seperti juice buah,
teh, dll sedangkan waktu < 1 jam sebelum bertanding atlet disarankan untuk
mengonsumsi cairan atau minuman. Makanan dan minuman yang dihindari oleh
contoh sebelum bertanding yaitu makanan pedas dan soft drink. Kebiasaan
makan pada atlet dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13 Kebiasaan makan atlet taekwondo sebelum bertanding
Kebiasaan makan sebelum bertanding Sebaran
Jumlah (n) Persentase (%)
Konsumsi makanan/minuman sebelum pertandingan
Ada 19 82,6 Tidak 4 17,4
Jumlah 23 182,61
Rentang waktu konsumsi makanan lengkap
1-2 jam 7 30,4 2-3 jam 10 43,5 3-4 jam 6 26,1 4-5 jam 0 0,0
Jumlah 23 100,0
Makanan dan minuman yang dihindari
Ada 18 78,3 Tidak 5 21,7
Jumlah 23 100,0
35
Kebiasaan Makan Selama Bertanding
Mengkonsumsi makanan dan minuman selama bertanding penting
dilakukan oleh atlet. Hal ini bertujuan untuk memperoleh makanan dan cairan
yang cukup untuk memenuhi energi dan zat gizi agar cadangan glikogen dan
status hidrasi tetap terpelihara. Kebiasaan makan/minum atlet nasional
taekwondo selama pertandingan dapat dilihat pada tabel 14.
Tabel 14 Kebiasaan makan atlet taekwondo selama bertanding
Kebiasaan makan selama bertanding Sebaran
Jumlah (n) Persentase (%)
Konsumsi makanan/minuman selama pertandingan
Ya 15 65,2 Tidak 8 34,8
Jumlah 23 100,0
Makanan dan minuman yang dihindari
Ada 17 73,9 Tidak 6 26,1
Jumlah 23 100,0
Sebagian besar (65,2%) contoh memiliki kebiasaan untuk mengonsumsi
makanan atau minuman selama pertandingan berupa sport drink, cemilan, air
mineral, buah pisang, coklat dan madu. Selama pertandingan sebagian besar
contoh (34,8%) menyatakan memiliki makanan dan minuman yang dihindari
selama pertandingan yaitu makanan asam dan pedas, soft drink, alkohol dan
gorengan dan sisanya (26,1%) menyatakan tidak mempunyai makanan atau
minuman yang dihindari pada saat pertandingan. Menurut Depkes (1993) selama
bertanding hindari mengonsumsi makanan yang dapat merangsang dan
mengandung gas. Makanan yang terlalu pedas, terlalu asam dan mengandung
gas akan mengganggu proses pencernaan dan menimbulkan rasa tidak nyaman
di lambung. Soft drink merupakan salah satu minuman yang merangsang dan
dapat menyebabkan peningkatan sekresi asam urat dan membuat perasaan
yang tidak nyaman dalam lambung karena mengandung karbonasi.
Kebiasaaan Makan Setelah Bertanding
Setelah pertandingan, energi di dalam tubuh berkurang dengan cepat.
Selain itu, tubuh juga mengalami kehilangan cairan dan elektrolit melalui keringat
karena aktifitas yang dilakukan selama pertandingan. Oleh sebab itu, makanan
dan minuman setelah pertandingan sangat dibutuhkan sesegera mungkin oleh
tubuh untuk memulihkan keadaan tubuh seperti mengembalikan glikogen,
mengganti cairan dan elektrolit yang terbuang untuk menjaga keseimbangan
cairan dan elektrolit di dalam tubuh.
36
Berdasarkan hasil recall, contoh mengkonsumsi makanan / minuman
segera setelah bertanding berupa air dingin (26,1%), makan besar (26,1%), sari
buah (21,7%), dan sport drink (17,4%). Tujuan dari pemberian air dingin setelah
bertanding adalah karena pada saat pertandingan terjadi peningkatan
pengeluaran energi yang besar, sehingga terjadi pengosongan lambung. Oleh
sebab itu, sebaiknya diberikan air dingin yang bersuhu 100C untuk mengatasi
kekosongan lambung, karena air dingin lebih cepat diserap oleh usus. Selain itu,
pemberian sari buah ditujukan karena dapat mengganti sebagian kalium dan
natrium yang hilang melalui keringat. Dalam sari buah selain terdapat karbohidrat
juga mengandung vitamin C, mineral seperti kalium dan natrium (Depkes 1993).
Kebiasaan makan/minum atlet setelah bertanding dapat dilihat ada tabel 15.
Tabel 15 Kebiasaan makan atlet taekwondo setelah bertanding
Kebiasaan makan setelah bertanding Jumlah
Jumlah (n) Persentase (%)
Konsumsi makanan/minuman segera setelah pertandingan
Air dingin 6 26,1 Sari buah 5 21,7 Tidak ada 2 8,7 Lainnya 10 43,5
Jumlah 23 100,0
Rentang waktu konsumsi makanan lengkap
1-2 jam 15 65,2 2-3 jam 4 17,4 3-4 jam 4 17,4 4-5 jam 0 0,0
Jumlah 23 100,0
Makanan dan minuman yang dihindari
Ada 4 17,4 Tidak 19 82,6
Jumlah 23 100,0
Untuk konsumsi makanan lengkap setelah bertanding, sebanyak 65,2%
contoh menyatakan mengkonsumsi makanan lengkap 1-2 jam setelah
bertanding, 14,7% contoh mengkonsumsi makanan lengkap 2-3 jam setelah
bertanding dan sisanya mengkonsumsi makanan lengkap 3-4 jam setelah
bertanding. Sebanyak 82,6% contoh tidak memiliki makanan dan minuman yang
dihindari setelah pertandingan, sebanyak 17,4% contoh memiliki makanan atau
minuman yang dihindari yaitu minuman soda dan makanan pedas untuk tidak
dikonsumsi setelah pertandingan. Menurut Irianto (2007) setengah jam setelah
bertanding, atlet dapat diberikan jus buah sebanyak 1 gelas. Satu jam setelah
bertanding, atlet diberikan jus buah 1 gelas dan snack ringan atau makanan cair
yang mengandung karbohidrat sebanyak 300 kkal. Dua jam setelah bertanding,
makan lengkap dengan prosi kecil. Sebaiknya diberikan lauk yang tidak
37
digoreng, tidak bersantan dan diberikan banyak sayuran dan buah. Setelah 4 jam
bertanding, atlet akan merasakan rasa lapar. Oleh karena itu, penyediaan makan
pada malam hari menjelang tidur mutlak diperlukan bagi atlet yang bertanding
malam hari.
Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi
Energi
Konsumsi energi contoh diperoleh dengan menggunakan metode recall 1
x 24 jam selama 3 hari berturut-turut yaitu sabtu, minggu dan senin. Tujuan dari
metode recall ini untuk dapat menghasilkan gambaran asupan zat gizi yang lebih
optimal pada saat melakukan aktifitas di mess dan diluar mess. Pertimbangan
pengambilan konsumsi pangan selama 3 hari adalah pada hari Sabtu, contoh
hanya mendapatkan pembinaan dan pelatihan selama 6 jam. Pada hari Minggu,
contoh tidak mendapatkan pembinaan dan pelatihan. Pada hari Senin, contoh
mendapatkan pembinaan dan pelatihan sepenuhnya, sehingga atlet sudah harus
kembali ke pemusatan latihan nasional dan mengikuti aturan yang telah
ditetapkan. Data konsumsi contoh yang kemudian dibandingkan dengan angka
kecukupan energi dan zat gizi lainnya. Angka kecukupan energi contoh diperoleh
dari perhitungan berdasarkan WKNPG (2004). Faktor aktifitas yang digunakan
per individu didasarkan atas aktifitas yang dilakukannya selama 1 x 24 jam
selama 3 hari berturut-turut. Sebaran atlet taekwondo menurut tingkat kecukupan
energi dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Sebaran atlet taekwondo menurut tingkat kecukupan energi
Hasil recall menunjukkan rata-rata konsumsi energi contoh secara
keseluruhan yaitu 2056 ± 618 kkal, dengan konsumsi energi paling tinggi yaitu
sebesar 3204 kkal dan konsumsi energi paling rendah yaitu 870 kkal. Gambar 3.
38
menunjukkan bahwa tingkat kecukupan energi contoh laki-laki sebagian besar
berada dalam kategori defisit tingkat berat (80,0%) dan sebagian besar contoh
perempuan memiliki tingkat kecukupan energi berada dalam kategori defisit
tingkat berat (69,2%). Tingkat konsumsi dan kecukupan energi yang rendah
dapat disebabkan oleh sistem pendistribusian makanan yang menggunakan
sistem prasmanan yaitu para atlet dapat mengambil makanan berdasarkan
kesukaan masing-masing individu bukan berdasarkan pada kebutuhannya
sehingga pemasukan energi atlet ada yang kekurangan dan kelebihan. Padahal
dengan aktifitas berat dan pengeluaran energi yang besar harus diimbangi
dengan pemasukan makanan yang seimbang sehingga stamina tubuh tetap
stabil.
Protein
Protein sangat dibutuhkan bagi atlet remaja dalam pertumbuhan dan
pembentukan tubuh guna mencapai bentuk tubuh yang optimal. Sumber protein
dapat berasal dari bahan pangan hewani dan nabati. Bahan makanan hewani
merupakan sumber protein yang baik, baik dalam segi jumlah maupun mutu,
seperti telur, susu, daging, unggas, ikan dan kerang. Sedangkan protein nabati
berasal dari kacang-kacangan dan hasil olahannya. Rata-rata konsumsi protein
contoh secara keseluruhan adalah 50,2 ± 15,8 gram dengan konsumsi protein
paling tinggi sebesar 85,0 gram dan konsumsi protein paling rendah sebesar
19,8 gram. Tingkat kecukupan protein contoh disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4 Sebaran atlet taekwondo menurut tingkat kecukupan protein
Tingkat kecukupan protein contoh laki-laki sebagian besar berada dalam
kategori defisit berat (70,0%) sedangkan sebagian besar contoh perempuan
memiliki tingkat kecukupan protein dalam kategori defisit berat (38,5%). Menurut
Depkes (1993) kebutuhan protein atlet dari cabang olahraga yang memerlukan
39
kekuatan dan kecepatan (power/strenght) perlu mengonsumsi protein antara 1,2-
1,7 gram protein/kgBB/hari dan atlet endurance memerlukan protein 1,2-1,4
gr/kgBB/hari. Peningkatan kebutuhan protein bagi atlet ini disebabkan oleh
karena atlet lebih berisiko untuk mengalami kerusakan jaringan otot terutama
saat menjalani latihan/pertandingan olahraga yang berat sehingga protein sangat
diperlukan untuk pembentukan dan pemulihan kekuatan otot.
Lemak
Saat berolahraga kompetitif dengan intensitas tinggi seperti olahraga
taekwondo, pengunaan lemak sebagai sumber energi tubuh akibat dari mulai
berkurangnya simpanan glikogen otot dapat menyebabkan tubuh terasa lelah
sehingga secara perlahan intensitas olahraga akan menurun. Hal ini disebabkan
karena produksi energi melalui pembakaran lemak berjalan lebih lambat jika
dibandingkan dengan laju produksi energi melalui pembakaran karbohidrat
walaupun pembakaran lemak akan menghasilkan energi yang lebih besar jika
dibandingan dengan pembakaran karbohidrat.
Rata-rata konsumsi lemak contoh secara keseluruhan yaitu 55,9 ± 25,7
gram, dengan konsumsi tertinggi sebanyak 104,0 gram dan konsumsi paling
rendah sebanyak 13,2 gram. Sebaran atlet menurut tingkat kecukupan lemak
dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Sebaran atlet taekowondo menurut tingkat kecukupan lemak
Tingkat kecukupan lemak pada contoh laki-laki sebagian besar berada
dalam kategori <20% dari kebutuhan energi (80,0%) dan contoh perempuan
sebagian besar berada pada kategori <20% dari kebutuhan energi (69,2 %). Hal
tersebut dimungkinkan oleh kekhawatiran atlet mengalami kegemukan sehingga
mengurangi makanan yang berlemak. Kebutuhan lemak atlet berkisar antara 20-
25% dari total energi yang dibutuhkan (Depkes 1993).
40
Karbohidrat
Karbohidrat merupakan zat gizi sumber energi yang tidak hanya berfungsi
untuk mendukung aktifitas fisik seperti berolahraga namun karbohidrat juga
merupakan sumber energi utama bagi sistem pusat syaraf termasuk otak. Di
dalam tubuh, karbohidrat yang dikonsumsi oleh manusia dapat tersimpan di
dalam hati dan otot sebagai simpanan energi dalam bentuk glikogen. Sebaran
atlet menurut tingkat kecukupan karbohidrat dapat dilihat pada gambar 6.
Gambar 6 Sebaran atlet taekwondo menurut tingkat kecukupan karbohidrat
Hasil recall menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi karbohidrat contoh
adalah 794,8 ± 546,3 gram dengan konsumsi terendah sebanyak 157,8 gram
dan konsumsi tertinggi yaitu 2015,4 gram. Tingkat kecukupan karbohidrat pada
contoh laki-laki sebagian besar berada pada kategori >70% dari kebutuhan
energi (50,0%) dan sebagian besar contoh perempuan berada pada kategori
>70% dari kebutuhan energi (53,8%). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian
besar atlet telah mengonsumsi karbohidrat melebihi kecukupan. Menurut Clark
(1996) dalam Karfarina (2002) pemberian karbohidrat bertujuan untuk
membentuk glikogen otot dan hati. Tubuh akan mencerna berbagai jenis
karbohidrat menjadi glukosa sebelum digunakan sebagai bahan bakar otot dan
otot memerlukan glukosa darah sebagai tenaga. Para atlet yang memiliki glukosa
darah yang rendah maka akan cenderung memiliki penampilan yang rendah
karena rendahnya bahan bakar yang digunakan untuk tenaga, terbatasnya fungsi
otot serta kapasitas mental. Selain itu, pemberian makanan karbohidrat tinggi
selalu dapat menaikkan daya tahan seseorang pada latihan-latihan berat dalam
jangka waktu yang lama.
41
Vitamin A
Vitamin A merupakan salah satu vitamin larut lemak yang mempunyai
fungsi penting dalam penglihatan. Selain berperan dalam proses penglihatan,
vitamin A juga berperan dalam kekebalan tubuh, pertumbuhan dan
perkembangan, reproduksi, dan pencegahan penyakit kanker dan penyakit
degeneratif seperti penyakit jantung (Almatsier 2005). Sebaran atlet menurut
tingkat kecukupan vitamin A dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7 Sebaran atlet taekwondo menurut tingkat kecukupan vitamin A
Angka kecukupan vitamin A bagi remaja berumur 15-16 tahun adalah 900
µgRE. Rata-rata konsumsi vitamin A contoh secara keseluruhan yaitu 2669,8 ±
1603,0 µgRE, dengan konsumsi tertinggi sebanyak 5761,1 µgRE dan konsumsi
terendah sebanyak 213,5 µgRE. Sebagian besar contoh baik laki-laki (90,0%)
maupun perempuan (84,6%) memiliki tingkat kecukupan vitamin A dalam
kategori cukup karena sudah mengkonsumsi vitamin A lebih dari 77% angka
kecukupan vitamin A. Bagi atlet, vitamin A sangat berperan penting dalam
differensiasi sel, oleh sebab itu intik vitamin A yang cukup sangat diperlukan
dalam peningkatan performa atlet dan pemulihan latihan. Pada pelatnas cabang
olahraga taekwondo, tidak disediakan penambahan suplemen vitamin oleh tim
medis pelatnas. Hal tersebut diharapkan bahwa atlet dapat memperoleh
kecukupan vitamin dari makanan yang dikonsumsinya terutama yang berasal
dari sayur dan buah. Bahan pangan yang dikonsumsi contoh yang mengandung
sumber vitamin A paling besar terdapat pada bahan makanan telur ayam, wortel
dan bahan makanan lainnya seperti sayur dan buah.
Vitamin C
Vitamin C atau yang biasa dikenal dengan nama asam askorbat
merupakan salah satu vitamin larut air yang berfungsi dalam sintesis kolagen,
katekolamin, serotonin dan karnitin di dalam tubuh. Vitamin C merupakan
42
antioksidan yang sangat kuat dalam menangkal radikal bebas. Vitamin C juga
berguna dalam absorbsi zat besi, peredaran, dan juga cadangannya. Dalam
aktifitas, vitamin C berguna dalam stimulasi sistem imun, mengurangi kelelahan
dan kelemahan otot, meningkatkan performa, dan melindungi sel dari ancaman
radikal bebas (Chen 2000). Angka kecukupan vitamin C bagi remaja yang
berumur 15-16 tahun adalah 60 mg menurut WKNPG 2004. Rata-rata konsumsi
vitamin C contoh secara keseluruhan yaitu 110,4 ± 44,7 mg dengan konsumsi
tertinggi yaitu sebanyak 229,7 mg dan konsumsi terendah sebanyak 54,3 mg.
Tingkat kecukupan vitamin C contoh disajikan pada Gambar 8.
Gambar 8 Sebaran atlet taekwondo menurut tingkat kecukupan vitamin C
Tingkat kecukupan vitamin C baik contoh laki-laki maupun perempuan
tergolong cukup yaitu contoh laki-laki (90,00%) dan contoh perempuan (92,3%).
Menurut Depkes (1993), vitamin C penting untuk atlet karena perannya sebagai
menjaga penyembuhan atau pertahanan tubuh terhadap infeksi. Olahragawan
perlu mengonsumsi vitamin yang lebh besar, karena konsumsi vitamin C yang
cukup dapat menghambat terbentuknya asam laktat dalam otot yang dapat
menyebabkan kelelahan (Sumosardjuno 1990). Bahan pangan sumber vitamin C
yang sering dikonsumsi oleh contoh yaitu buah-buahan seperti jeruk, melon,
semangka, dan pisang.
Kalsium
Fungsi utama kalsium di dalam tubuh adalah peranannya dalam
pembentukan tulang dan gigi. Kekurangan kalsium dapat meningkatkan risiko
osteoporosis yaitu gangguan yang menyebabkan penurunan secara bertahap
dan jumlah kekuatan jaringan tulang. Menurut WKNPG 2004 kecukupan kalsium
remaja yang berumur 16-18 tahun adalah sebanyak 1000 mg setiap harinya.
Sebaran atlet menurut tingkat kecukupan kalsium dapat dilihat pada Gambar 9.
43
Gambar 9 Sebaran atlet taekwondo menurut tingkat kecukupan kalsium
Rata-rata konsumsi kalsium contoh secara keseluruhan yaitu 5313,0 ±
6156,0 mg dengan konsumsi paling tinggi yaitu 17624,9 mg dan konsumsi
terendah sebanyak 44,7 mg. Tingkat kecukupan kalsium sebagian besar contoh
laki-laki berada dalam kategori cukup (60,0%) dan sebagian besar contoh
perempuan memiliki tingkat kecukupan kalsium dalam kategori cukup (53,8%).
Tingkat kecukupan kalsium baik pada contoh laki-laki maupun contoh
perempuan sebagian besar berada dalam kategori cukup yaitu 60,0% pada
contoh laki-laki dan 53,8% pada contoh perempuan. Kekurangan kalsium pada
masa remaja akan mengakibatkan gangguan pertumbuhan tulang sehingga
tulang kurang kuat, mudah bengkok, dan rapuh (Almatsier 2005).
Zat Besi
Zat besi merupakan mineral yang sangat diperlukan tubuh dalam
pembentukan hemoglobin, mioglobin dan juga sebagai enzim yang diperlukan
dalam metabolisme. Kekurangan zat besi terutama pada remaja dapat
menyebabkan anemia gizi besi dan juga menurunkan kinerja fisik, hambatan
perkembangan, dan menurunkan kemampuan kognitif. Sebaran atlet menurut
tingkat kecukupan zat besi dapat dilihat pada Gambar 10.
44
Gambar 10 Sebaran atlet taekwondo menurut tingkat kecukupan zat besi
Rata-rata konsumsi zat besi contoh secara keseluruhan yaitu 15,5 ± 11,6
mg, dengan konsumsi tertinggi sebanyak 62,7 mg dan konsumsi terendah
sebanyak 6,0 mg. Tingkat kecukupan zat besi sebagian besar contoh laki-laki
berada dalam kategori kurang (60,0%) dan sebagian besar contoh perempuan
memiliki tingkat kecukupan besi dalam kategori kurang (84,6%). Menurut
Sumosardjuno (1990) pada olahragawan, konsumsi Fe dalam jumlah yang cukup
sangat dianjurkan karena diketahui bahwa zat besi mudah hilang melalui
keringat. Kebanyakan atlet wanita dan sebagian atlet pria mengalami
kekurangan zat besi sehingga sukar untuk memperbaiki penampilannya. Apabila
seorang olahragawan kekurangan zat besi secara terus menerus, maka akan
cepat lelah dan lambat masa pemulihannya.
Tingkat Kebugaran
Kebugaran jasmani atau kebugaran fisik merupakan kemampuan tubuh
seseorang untuk melakukan tugas dan pekerjaan sehari-hari, kegiatan rekreasi
atau kegiatan lainnya yang bersifat mendadak tanpa mengalami kelelahan yang
berarti (Riyadi 2007). Nilai kebugaran jasmani setiap orang berbeda-beda sesuai
dengan tugas atau profesi masing-masing. Tingkat kebugaran jasmani dapat
dilihat dari VO2 max yang diperoleh dari Bleep Test, flexibility dengan sit and
reach test, dan daya tahan otot diperoleh dengan pengukuran sit up dan squat
jump.
VO2 Max
Atlet nasional taekwondo mempunyai nilai VO2 max yang beragam pada
masing-masing kategori, tergantung kepada jenis kelamin dan umur dari atlet.
Rata-rata nilai VO2 max contoh yang berjenis kelamin laki-laki berada pada
kategori baik yaitu 49,50 ± 7,5 ml/kg/menit, sedangkan rata-rata nilai VO2 max
contoh perempuan berada pada kategori sangat baik yaitu 41,24 ± 6,5
45
ml/kg/menit. Dalam hal ini, nilai VO2 max pada contoh laki-laki lebih tinggi
dibandingkan dengan contoh perempuan. Imaddudin (2012) melaporkan hal
serupa, yakni atlet laki-laki memiliki nilai VO2 max lebih tinggi dibandingkan
dengan atlet perempuan pada cabang olahraga taekwondo. Menurut Malina et
al. (2004) rata-rata nilai VO2 max lebih besar pada anak laki-laki dibandingkan
anak perempuan pada seluruh tingkatan usia. Sebaran atlet menurut VO2 max
dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16 Sebaran atlet taekwondo menurut VO2 max
Kategori Laki-Laki Perempuan
Jumlah (n) Persentase (%) Jumlah (n) Persentase (%)
Sangat Lemah 0 0,0 0 0,0 Lemah 1 10,0 2 15,4 Cukup 2 20,0 0 0,0 Baik 2 20,0 3 23,1 Sangat Baik 2 20,0 3 23,1 Tinggi 3 30,0 5 38,5
Jumlah 10 100,0 13 100,0
Berdasarkan Tabel 16 dapat diketahui bahwa nilai VO2 max bervariasi
pada masing-masing rentang nilai. Sebanyak 30,0% contoh laki-laki memiliki
kategori nilai VO2 max tinggi dan proporsi yang sama yaitu sebanyak 20,0%
contoh masing-masing pada kategori cukup, baik dan sangat baik sedangkan
sisanya (10,0%) contoh memiliki kategori VO2 max lemah. Sebanyak 38,5%
contoh perempuan memiliki kategori tinggi untuk nilai VO2 max. Pada kategori
baik dan sangat baik memberikan proporsi yang sama pada contoh perempuan
yaitu masing-masing sebanyak 23,1% dan sisanya (15,4%) dari contoh
perempuan memiliki kategori lemah untuk nilai VO2 max. Berdasarkan hasil uji
beda Independent t-test dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan yang
signifikan (p=0,007) antara nilai VO2 max pada contoh laki-laki dengan contoh
perempuan. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai VO2 max yang lebih tinggi
pada laki-laki jika dibandingkan dengan perempuan.
Flexibility
Kelentukan merupakan jangkauan area gerak sendi-sendi. Menurut
Haskell dan Kiernan (2012) komponen ini tercermin pada kemampuan seseorang
untuk menekuk, meregang dan memutar tubuhnya. Rata-rata nilai kelentukan
contoh yang berjenis kelamin laki-laki berada pada kategori baik yaitu 22,19 ±
3,48 cm, sedangkan rata-rata nilai kelentukan contoh perempuan berada pada
kategori kurang yaitu 18,00 ± 3,23 cm. Menurut Riyadi (2007) salah satu faktor
yang mempengaruhi tingkat kebugaran seseorang adalah jenis kelamin. Massa
otot pada laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan perempuan yang lebih
46
banyak memiliki massa lemak dalam tubuhnya yang dapat menghambat
kekuatan untuk melakukan tes flexibility. Berbeda dengan penelitian yang
dilakukan oleh Malina et al. (2004) pada tes kelentukan, rata-rata anak
perempuan memiliki perempuan performa yang lebih baik dari anak laki-laki.
Sebaran atlet menurut nilai flexibility dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17 Sebaran atlet taekwondo menurut nilai flexibility
Kategori Laki-Laki Perempuan
Jumlah (n) Persentase (%) Jumlah (n) Persentase (%)
Sangat kurang 0 0,0 0 0,0 Kurang 1 10,0 9 69,2 Cukup 0 0,0 4 30,8 Baik 9 90,0 0 0,0 Baik sekali 0 0,0 0 0,0
Jumlah 10 100,0 13 100,0
Sebagian besar contoh laki-laki memiliki kategori kelentukan yang baik
(90,0%) dan sebagian besar contoh perempuan memiliki kategori kelentukan
yang kurang (69,2%). Berdasarkan hasil uji beda Independent t-test dapat
diketahui bahwa terdapat perbedaan yang signifikan (p=0,026) antara nilai
kelentukan ada contoh laki-laki dengan contoh perempuan, dimana nilai
kelentukan contoh laki-laki lebih tinggi daripada nilai kelentukan pada contoh
perempuan. Kelentukan gerak tubuh pada persendian tersebut, sangat
dipengaruhi oleh : elastisitas otot, tendon dan ligamen di sekitar sendi serta
kualitas sendi itu sendiri. Terkait dengan kesehatan, maka kelentukan
merupakan salah satu parameter kesembuhan akibat cedera dan kekuatan
sistem muskuloskeletal.
Daya Tahan Otot
Daya tahan otot berkaitan dengan kemampuan dalam menghasilkan
kekuatan dan kemampuan untuk mempertahankan selama mungkin. Dengan
kata lain berhubungan dengan sistem anaerobik dalam proses pemenuhan
energinya. Daya otot dapat disebut juga daya ledak otot atau explosive power
(Hoeger & Hoeger 1996). Sebaran atlet menurut nilai daya tahan otot disajikan
pada Tabel 18.
Tabel 18 Sebaran atlet taekwondo menurut nilai daya tahan otot
Kategori
Sit Up Squat Jump
Laki-Laki Perempuan Laki-Laki Perempuan
Persentase (%) Persentase (%) Persentase (%) Persentase (%)
Sangat kurang 0,0 0,0 0,0 0,0 Kurang 90,0 0,0 0,0 0,0 Cukup 10,0 30,8 0,0 0,0 Baik 0,0 69,2 20,0 0,0 Baik sekali 0,0 0,0 80,0 100,0
Jumlah 100,0 100,0 100,0 100,0
47
Sebagian besar contoh laki-laki memiliki kategori daya tahan otot pada
komponen tes sit up berada pada kategori kurang (90,0%) dan contoh
perempuan berada pada kategori baik (69,2%). Pada komponen tes squat jump
sebagian besar contoh laki-laki berada pada kategori baik sekali (80,0%) dan
seluruh contoh perempuan berada pada kategori baik sekali. Hasil uji beda
Independent t-test menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang nyata
(p>0,05) antara daya tahan otot baik pada tes sit up maupun squat jump pada
contoh laki-laki maupun contoh perempuan.
Hubungan Usia dengan Tingkat Kebugaran
Hasil uji korelasi Pearson antara usia atlet dengan tingkat kebugaran atlet
taekwondo (VO2 max) tidak menunjukkan hubungan signifikan (p>0,05). Menurut
Macmurray dan Ondrak (2008) bahwa nilai VO2 max individu akan turun secara
normal sejalan dengan bertambahnya umur yang dapat disebabkan oleh
perubahan komposisi tubuh dan gaya hidup atlet. Pada hasil uji korelasi antara
usia atlet dengan tingkat kebugaran flexibility (p<0,05, r=0,456) dan daya tahan
otot (p<0,05, r=0,421) menunjukkan hubungan positif yang signifikan. Hal ini
menunjukkan bahwa dalam penelitian ini semakin tinggi usia atlet hingga usia 18
tahun, maka tingkat kebugaran otot (muscle endurance) juga akan berada pada
kategori yang baik. Menurut Nieman (1998) kelentukan akan berkurang seiring
meningkatnya umur yang lebih dikarenakan kurang aktifnya alat gerak tubuh
dibandingkan dengan proses penuaan.
Hubungan Berat Badan dan Tinggi Badan dengan Tingkat Kebugaran
Hasil uji korelasi Pearson antara berat badan atlet dengan seluruh tingkat
kebugaran (VO2 max, flexibility dan daya tahan otot) tidak menunjukkan
hubungan yang signifikan (p>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan
berat badan atlet tidak berhubungan dengan tingkat kebugaran atlet taekwondo.
Hasil uji korelasi Pearson antara tinggi badan atlet dengan tingkat kebugaran
(flexibility dan daya tahan otot) tidak menunjukkan hubungan yang signifikan
(p>0,05), sedangkan hasil uji korelasi Pearson antara tinggi badan atlet dengan
tingkat kebugaran atlet (VO2 max) menunjukkan hubungan positif yang signifikan
(p<0,05, r=0,558). Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Imaduddin (2012) bahwa berat badan dan tinggi badan atlet taekwondo tidak
memiliki hubungan yang signifikan dengan tingkat kebugaran (VO2 max). Atlet
yang cenderung memiliki tubuh yang tinggi akan mempengaruhi luas
permukaaan keseluruhan tubuhnya termasuk luas permukaan paru-paru. Luar
48
permukaan paru-paru tersebut secara relatif akan mempengaruhi volume tidal
(aktifitas inspirasi dan ekspirasi). Kaitannya dengan hal tersebut maka atlet
dalam penelitian ini, yang memiliki tubuh yang tinggi maka akan dapat
mengonsumsi oksigen (VO2 max) lebih tinggi daripada yang memiliki tubuh yang
lebih pendek. Seorang atlet taekwondo diharapkan memiliki tinggi badan yang
baik, karena dalam olahraga taekwondo semakin tinggi tubuh seseorang, maka
semakin panjang pula jangkauan serangan yang dilakukan, serta memudahkan
atlet untuk melakukan serangan menggunakan kaki.
Hubungan Status Gizi dengan Tingkat Kebugaran
Hasil uji korelasi Pearson antara status gizi dengan tingkat kebugaran
atlet (VO2 max, flexibility dan daya tahan otot) tidak menunjukkan hubungan yang
signifikan (p>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara
status gizi dengan tingkat kebugaran, begitupun sebaliknya. Hasil penelitian
Bovet et al. (2007) pada remaja usia 12-15 tahun mengungkap hubungan yang
tidak linear antara IMT dan hasil tes kebugaran jasmani atau performa motorik.
Selain itu diungkapkan pula bahwa hasil terbaik pengukuran kebugaran jasmani
dimiliki oleh subjek dengan tingkat IMT pada kisaran normal, hasil lebih rendah
terdapat pada subjek dengan tingkat IMT pada kisaran kurus, dan hasil terendah
pada subjek dengan tingkatan IMT yang berbeda pada kisaran IMT lebih. Hal
tersebut terjadi akibat kelebihan berat badan khususnya massa lemak tubuh
yang memperlihatkan kelambanan karena diperlukan tenaga yang lebih besar
dan juga waktu yang lebih lama untuk dapat menggerakkan seluruh massa
tubuhnya (Malina & Katzmarzyk 2006). Menurut Fatmah dan Ruhayati (2011)
kebugaran tidak hanya dipengaruhi oleh status gizi namun juga dapat
dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, genetik, aktifitas fisik serta kebiasaan
merokok.
Hubungan Tingkat Kecukupan Zat Gizi dengan Tingkat Kebugaran
Hasil uji korelasi Pearson antara tingkat kecukupan energi, protein,
lemak, kalsium, zat besi, maupun vitamin C dengan tingkat kebugaran atlet (VO2
max, flexibility dan daya tahan otot) tidak menunjukkan hubungan yang signifikan
(p>0,05). Hasil uji korelasi Pearson antara tingkat kecukupan karbohidrat dengan
tingkat kebugaran atlet (VO2 max) menunjukkan hubungan positif yang signifikan
(p<0,05, r=0,462). Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kecukupan zat gizi yang
dikumpulkan dengan cara recall 1 x 24 jam selama 3 hari berturut-turut belum
dapat menentukan tingkat kebugaran baik VO2 max, flexibility maupun daya
49
tahan otot. Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson terdapat hubungan negatif
yang signifikan antara tingkat kecukupan vitamin A dengan tingkat kebugaran
atlet VO2 max (p<0,05, r=-0,481) dan daya tahan otot (p<0,05, r=-0,454). Menurut
Fatmah dan Ruhayati (2011), atlet yang mengonsumsi vitamin yang berlebihan
dapat berakibat hilangnya koordinasi otot. Hal tersebut dapat mengakibatkan
atlet tidak dapat melakukan olahraga yang melibatkan otot. Kebugaran jasmani
dapat ditingkatkan dengan memperoleh tingkat konsumsi yang cukup. Konsumsi
zat gizi yang baik sesuai dengan kebutuhan gizi akan membuat kebugaran atlet
menjadi baik sehingga menjadi tidak cepat lelah dan mampu melakukan
aktifitasnya dengan baik pula sehingga mampu mencapai prestasi olahraga yang
maksimal (Kartika 2006).
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Atlet taekwondo remaja di pemusatan latihan nasional (pelatnas) terdiri dari
laki-laki (43,5%) dan perempuan (56,5%). Rata-rata usia atlet laki laki yaitu 16,22
± 1,05 tahun dan rata-rata usia atlet perempuan yaitu 15,46 ± 1,67 tahun. Daerah
asal atlet terdiri dari Jawa Tengah (43,5%), Jawa Barat (34,8%), D.I Yogyakarta
(8,7%), Riau (8,7%) dan Sumatera Selatan (4,3%). Rata-rata berat badan atlet
laki laki 50,67 ± 4,15 kg dan rata-rata berat badan atlet perempuan yaitu 54,80 ±
3,87 kg. Tinggi badan atlet laki-laki yaitu 168,50 ± 3,24 cm dan rata-rata tinggi
badan atlet perempuan yaitu 160,47 ± 3,24 cm. Secara keseluruhan atlet
pelatnas taekwondo memiliki status gizi yang normal.
Rata-rata konsumsi energi atlet taekwondo remaja secara keseluruhan
yaitu 2056 ± 618 kkal, dan tingkat kecukupan energi atlet laki-laki sebagian besar
berada dalam kategori defisit berat (80,0%) sedangkan atlet perempuan
sebagian besar berada dalam kategori defisit berat (69,2%). Rata-rata konsumsi
protein atlet secara keseluruhan adalah 50,2 ± 15,8 gram, dan tingkat kecukupan
protein atlet laki-laki sebagian besar berada dalam kategori defisit berat (70,0%)
sedangkan atlet perempuan sebagian besar dalam kategori defisit berat (38,5%).
Rata-rata konsumsi lemak atlet secara keseluruhan yaitu 55,9 ± 25,7 gram, dan
tingkat kecukupan lemak pada atlet laki-laki sebagian besar berada dalam
kategori <20% dari kebutuhan energi (80,0%) sedangkan atlet perempuan
sebagian besar berada pada kategori <20% dari kebutuhan energi (69,2 %).
Rata-rata konsumsi karbohidrat atlet adalah 794,8 ± 546,3 gram, dan tingkat
kecukupan karbohidrat pada atlet laki-laki sebagian besar berada pada kategori
>70% dari kebutuhan energi (50,0%) sedangkan sebagian besar atlet
perempuan berada pada kategori >70% dari kebutuhan energi (53,8%). Rata-
rata konsumsi vitamin A, vitamin C, kalsium, dan zat besi atlet berturut-turut
adalah 2669,8 ± 1603,0 µgRE, 110,4 ± 44,7 mg, 5313,0 ± 6156,0 mg, dan 15,5 ±
11,6 mg. Tingkat kecukupan vitamin A, vitamin C dan kalsium sebagian besar
berada dalam kategori cukup sedangkan tingkat kecukupan zat besi sebagian
besar berada dalam kategori kurang.
Usia atlet memiliki hubungan positif yang signifikan dengan tingkat
kebugaran flexibility (p<0,05, r=0,456) dan daya tahan otot (p<0,05, r=0,421).
Tinggi badan memiliki hubungan yang positif dan signifikan (p<0,05, r=0,558)
dengan tingkat kebugaran atlet (VO2 max). Status gizi dengan tingkat kebugaran
51
menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0,05). Tingkat
kecukupan energi, protein, lemak, kalsium, zat besi, maupun vitamin C tidak
memiliki hubungan yang signifikan (p>0,05) dengan tingkat kebugaran atlet (VO2
max, flexibility dan daya tahan otot). Tingkat kecukupan karbohidrat dengan
tingkat kebugaran atlet (VO2 max) menunjukkan hubungan positif yang signifikan
(p<0,05, r=0,462).
Saran
Melihat konsumsi atlet yang masih kurang maka diperlukan peningkatan
konsumsi pangan sumber energi untuk memenuhi kebutuhan energi terutama
pada saat menjelang pertandingan sehingga atlet memperoleh performa dan
kebugaran yang optimal. Untuk mendapatkan performa yang baik, maka
diperlukan pemahaman atlet mengenai kebugaran dan gizi yang cukup.
Kebugaran ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya adalah intensitas latihan,
lamanya latihan dan frekuensi latihan serta derajat kesehatan. Oleh sebab itu
perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang derajat kesehatan dan aktifitas fisik
berdasarkan pada intensitas latihan, lamanya latihan, dan frekuensi latihan
terhadap kebugaran seorang atlet taekwondo.
DAFTAR PUSTAKA
[ADA] American Dietetic Association. 1993. Positions Of The American Dietetic Association and The Canadian Dietetic Association : Nutrition For Physical Fitness and Athletic Performance For Adults. J Amer Diet Assoc. V. 93, p. 691-696.
[ADA] American Dietetic Association. 2001. Nutrition And Athleteic Performance. J Am Diet Assoc. V. 100, p. 1543-1556.
Almatsier S. 2005. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : PT. Gramedia.
_________, Soetardjo S, Soekatri M. 2011. Gizi Seimbang Dalam Daur Kehidupan. Jakarta : PT. Gramedia.
[Anonim]. 2009. Prinsip Dasar-Dasar Latihan Daya Tahan. www.wordpress.com [5 Agustus 2012].
Arisman. 2004. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Asmuni R. 1979. Gizi dalam Olahraga. Lokakarya Gizi Olahraga. Jakarta. Hal 1-8.
Beck M. 2011. Ilmu Gizi dan Diet; Hubungannya dengan Penyakit-Penyakit untuk Perawat dan Dokter. Yogyakarta : Andi.
Bovet P, Auguste R, Burdette H. 2007. Trong inverse association between physical fitness and overweight in adolescents: a large school-based survey. Int J of Behavioral Nutrition and Physical Activity 4: 1-8.
Caspersen J, Carl PE, Kenneth CM. 1985. Physical activity, exercise, and physical fitness: definitions and distinctions for health-related research. Public Health Reports March-Mei 1985. 100(2). 126130.
Chen J. 2000. Vitamin: Effect of Exercise on Requirements. Oxford: Blackwell Science, Ltd.
Clark N. 1996. Petunjuk Gizi untuk Setiap Cabang Olahraga. Jakarta : Rajagrafindo. Hal 3-68.
[Depkes] Departemen Kesehatan. 1993. Pedoman Pengaturan Makanan Atlet. Jakarta: Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat.
Degoutte F, Jouanel P, Filaire E. 2003. Energy demands during a judo match and recovery. Br J Sports Med. v. 25, p. 245-249.
FAO/WHO/UNU. 2001. Human Energy Requirements. Roma: FAO.
Fatmah, Ruhayati Y. 2011. Gizi Kebugaran dan Olahraga. Jawa Barat : Lubuk Agung.
Frachini E, Velly A, Morrison J. 2007. Physical fitness and anthropometrical profile of the brazilian male judo team. J Physiol Anthropol 26(2) : 59-67.
53
Gibson RS. 2005. Principles of Nutrition Assesment. New York: Oxford University Press.
Hardinsyah, Briawan D. 1994. Perencanaan dan Penilaian Konsumsi Pangan [diktat]. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
_________, Briawan D, Retnaningsih, Herawati T, Wijaya R. 2002. Analisis Kebutuhan Konsumsi Pangan. Jakarta: Pusat Studi Kebijakan Pangan dan Gizi dan Pusat Pengembangan Konsumsi Pangan.
_________, Tambunan V. 2004. Angka Kecukupan Energi, Protein, Lemak, dan Serat Makanan. Jakarta: Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VIII.
Haskell, LW, Kiernan M. 2012. Methodologic issues in measuring physical activity and physical fitness when evaluating the role of dietary supplement for physically active people. American Journal of Clinical Nutrition 72 :541s-50s.
Helinda TC. 2000. Kelayakan Konsumsi Energi dan Zat Gizi Pada Olahragawan Remaja di SMU Ragunan Jakarta [Skripsi]. Bogor : Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Hoeger WK, Hoeger SA. 1996. Fitness and Wellness. Colorado, USA : Morton Publishing Company.
Hurlock. 2000. Psikologi Perkembangan; Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan; Edisi Kelima. Jakarta : Erlangga.
Imaddudin MAH. 2012. Hubungan Antara Karakteristik Atlet, Tingkat Kecukupan Gizi, dan Status Gizi dengan Tingkat Kebugaran Atlet Taekwondo di SMA Ragunan Jakarta [Skripsi]. Bogor : Program Studi Sarjana Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Irianto DP. 2006. Panduan Gizi Lengkap Keluarga dan Olahragawan . Yogyakarta : Andi Yogyakarta.
Kartika E. 2006. Hubungan Tingkat Konsumsi Gizi (Energi, Protein, Besi) dan Status Gizi (Indeks Massa Tubuh, Kadar Hemoglobin) dengan Ketahanan Fisik pada Atlet Sepak Bola di PSIS Semarang Tahun 2006 [Skripsi]. Semarang: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Diponegoro.
Kartono D, Soekantri M. 2004. Angka Kecukupan Mineral: Kalsium, Fosfor, Magnesium, Fluor. Jakarta: Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII.
Karyadi D, Muhilal. 1991. Kecukupan Gizi yang dianjurkan. Jakarta: Gramedia.
Kazemi M, Perri G, Soave D. 2010. A profile of 2008 olympic taekwondo competitors. J Can Chiropr Assoc 2010; 54(4).
54
Khomsan A. 2002. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Kirkendal, Don R, Joseph J, Guber, Johnson. 1980. Measurement and Evaluation for Physical Educations. Dubugua. Lowa: Wm.C. Brown Company.
Lee MG, Kim YG. 2007. Effects of short-term weight loss on physical fi tness, isokinetic leg strength, and blood variables in male high school taekwondo players. The 1st International Symposium for Taekwondo Studies; Beijing, China. P. 47–57.
Mackanzie B. 1999. Multi-Stage Fitness Test. http://www.brianmac.co.uk/beep.htm [1 Mar 2012].
________________. 2001. VO2max. http://www.brianmac.co.uk/vo2max.htm [26 Feb 2012].
Malina RM, Bouchard C, Bar-Or O. 2004. Growth, Maturation, and Physical Activity, 2th Edition. Campaign, IL, USA: Human Kinetics.
_________, Katzmarzyk PT. 2006. Physical activity and fitness in an international growth standard for preadolescent and adolescent children. Food and Nutrition Bulettin. 27(4): S295-S313.
Parahita A. 2009. Pengaruh Latihan Fisik Terprogram terhadap Daya Tahan Otot pada Siswi Sekolah Bola Voli Tugu Muda Semarang Usia 9-12 Tahun [Skripsi]. Fakultas Kedokteran UNDIP, Semarang.
Riyadi H. 2003. Diktat Penilaian Gizi secara Antropometri. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
_______. 2007. Diktat Mata Kuliah Gizi Olahraga. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Rossi L et al. 2009. Nutritional evaluation of taekwondo atheles. Brazilian Jurnal
of Biomotricity, v. 3 n. 2, p. 159-166.
Sediaoetama AD. 2008. Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa dan Profesi Jilid 1. Jakarta : Dian Rakyat.
Suhardjo. 1989. Sosial Budaya Gizi. Bogor: Pusat Antar Universitas – Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.
_______, Kusharto CM. 1999. Prinsip Prinsip Ilmu Gizi. Bogor: Kanisius.
Sumosardjuno. 1990. Pengetahuan praktis kesehatan dalam olahraga (1). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
____________. 1992. Pengetahuan praktis kesehatan dalam olahraga. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
55
Supariasa IDN, B Bakri, I Fajar. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Tirtawinata, Soerjodibroto. 1981. Gizi dalam Olahraga yang memerlukan “Endurance”. Makalah pada Seminar Sport Medicine Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Bali, 21-22 Desember. Hlm. 103.
[WHO] World Health Orgaization. 2007. Growth reference 5-19 years. http://www.who.int/growthref/who2007bmiforage/en/index.html. [5 Agustus 2012].
Williams M. 1989. Nutrition for Fitness & Sport. USA: WM. C. Brown Communication, Inc.
[WKNPG] Widya Karya Pangan dan Gizi VIII. 2004. Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Jakarta : LIPI.
Wolinsky I, Driskell J. 2006. Sports Nutritions Vitamins and Trace Minerals. New York: CRC Press.
LAMPIRAN
57
Lampiran 1 Struktur Organisasi Pelatnas Garuda Emas 2012
Pelath Pomsae
Sdr. Sulis Sdr. Muhlis
Pelatih fisik
Sdr. Drs. Fahmi
Fahrezzy, MPd
Penanggung Jawab
Ketua Umum PBTI
Sekretaris
Sdr. Benhard Nicolas Lumoa
Komandan Pelatnas
Letjen TNI Marciano Norman
Dewan Penasehat
1. Ketua Harian PBTI, Brigjen (Purn) TNI H. Noor Fadjari, ST
2. Kabid Binpres PBTI, Sdr. Dick Richard Talumewo, SE, MM
3. Sdr. Alex Harijanto
Bendahara
Sdr. Benhard Nicolas Lumoa
Sekretariat / ADM
Humas
Manajer Team
1. Sdr Imam Rusli (Senior) 2. Sdri. Ina Febriana (junior)
Koordinator Pelatih
Sdr. Lee Duk Hwi
Logistik
Sdri. Ina Febriana
Koordinator Kesehatan
Letkol CKM dr. Victor Wullur., Sp.KO
Perlengkapan
Sdr. Imam Rusli
Pelatih Senior
Sdr. Dasantyo Prihadi
Sdri. Rahmi Kurnia
Pelatih Junior
Sdr. Bambang Widjarnako Sdr. Andi Cahyadi
Kaderisasi Pelatih Daerah
Sdr. Ongen Sdr. Abdul
Rojak
58
Lampiran 2 Kategori Pengukuran Data Kebugaran Tingkat kebugaran
Nilai VO2 max VO2 max standar untuk laki-laki (Mackanzie 2001):
1. Sangat lemah (<35,0) 2. Lemah (25,0 – 30,9) 3. Cukup (38,4 – 45,1) 4. Baik (45,2 – 50,9) 5. Sangat baik (51,0 – 55,9) 6. Tinggi (>55,9)
VO2 max standar untuk perempuan
(Mackanzie 2001):
1. Sangat lemah (<25,0) 2. Lemah (25,0 – 30,9) 3. Cukup (31,0 – 34,9) 4. Baik (35,0 – 38,9) 5. Sangat baik (39,0 – 41,9) 6. Tinggi (>41,9)
Metode Multistage fitness / Bleep Test
Flexibility Flexilibility standar untuk laki-laki 1. Sangat kurang (<8) 2. Kurang (8-13) 3. Cukup (14-20) 4. Baik (21-27) Flexilibility standar untuk perempuan 1. Sangat Kurang (<14) 2. Kurang (14-20) 3. Cukup (21-27) 4. Baik (28-34) 5. Baik Sekali (>35)
Metode Sit and Reach Test
Daya Tahan Otot
Sit Up standar untuk laki-laki
1. Sangat kurang (<69)
2. Kurang (69-78)
3. Cukup (79-88)
4. Baik (89-98)
5. Baik Sekali (99-108)
Tes sit up dan squat jump
Squat Jump standar untuk laki-laki
1. Sangat kurang (<14) 2. Kurang (14-24) 3. Cukup (25-45) 4. Baik (46-66) 5. Baik Sekali (>66)
Sit Up standar untuk perempuan
1. Sangat Kurang (<20)
2. Kurang (20-29)
3. Cukup (30-49)
4. Baik (50-69)
5. Baik Sekali (>69)
Squat Jump standar untuk perempuan
1. Sangat Kurang (<12)
2. Kurang (12-22)
3. Cukup (23-33)
4. Baik (34-44)
5. Baik Sekali (>44)
59
Lampiran 3 Karakteristik atlet taekwondo
KODE TTL USIA JK BB TB ASAL
1101 Jakarta, 13 Mei 1999 12 2 49,2 165 Sematera Selatan
1102 Semarang, 8 September 1997 14 2 55 164 Jawa Tengah
1103 Semarang, 8 Maret 1997 15 2 44 163 Jawa Tengah
1104 Tasikmalaya, 21 Desember 1996 15 1 51 167 Jawa Barat
1105 Bandung, 19 November 1996 15 2 45 154 Jawa Barat
1107 Pekanbaru, 17 Februari 1996 16 1 55 170 Riau
1108 Semarang, 23 Januari 1996 16 1 56 165 Jawa Tengah
1109 Bandung, 24 Maret 1996 16 1 58 172 Jawa Barat
1110 Semarang, 7 Juli 1995 16 2 54 168 Jawa Tengah
1111 Pekanbaru, 9 November 1995 16 2 45,5 153 Riau
1112 Jepara, 1 April 1995 16 2 51 160 Jawa Tengah
1113 Bandung, 18 September 1995 16 2 55 163 Jawa Barat
1114 Semarang, 27 Maret 1995 16 1 55 166 Jawa Tengah
1115 Bogor, 25 Mei 1995 16 2 50 162 Jawa Barat
1116 Tangerang, 20 April 1995 16 1 54 171 Jawa Tengah
1117 Sukoharjo, 9 September 1995 16 1 48 164 Jawa Tengah
2218 Yogyakarta, 1 April 1994 17 2 45 153 D.I. Yogyakarta
2219 Yogyakarta, 15 Desember 1993 18 1 53 171 D.I. Yogyakarta
2220 Bogor, 1 Februari 1994 18 2 52 157 Jawa Barat
1123 Bogor, 11 Maret 1997 15 2 49 154 Jawa Barat
1124 Semarang, 13 Maret 1997 15 2 54 158 Jawa Tengah
1125 Surakarta, 12 November 1997 14 1 55 166 Jawa Tengah
1126 Tasikmalaya, 14 Maret 1995 17 1 63 173 Jawa Barat
60
Lampiran 4 Status gizi atlet taekwondo
KODE USIA JK BB TB IMT/U KET : IMT/U
1101 12 2 49,2 165 -0,35 Normal
1102 14 2 55 164 0,12 Normal
1103 15 2 44 163 -1,67 Normal
1104 15 1 51 167 0,84 Normal
1105 15 2 45 154 -0,59 Normal
1107 16 1 55 170 -0,73 Normal
1108 16 1 56 165 -0,09 Normal
1109 16 1 58 172 -0,44 Normal
1110 16 2 54 168 -0,7 Normal
1111 16 2 45,5 153 -0,54 Normal
1112 16 2 51 160 -0,42 Normal
1113 16 2 55 163 -0,1 Normal
1114 16 1 55 166 -0,53 Normal
1115 16 2 50 162 -0,74 Normal
1116 16 1 54 171 -1,2 Normal
1117 16 1 48 164 -1,43 Normal
2218 17 2 45 153 -0,75 Normal
2219 18 1 53 171 -1,64 Normal
2220 18 2 52 157 0,15 Normal
1123 15 2 49 154 0,09 Normal
1124 15 2 54 158 0,41 Normal
1125 14 1 55 166 0,18 Normal
1126 17 1 63 173 -0,1 Normal
61
Lampiran 5 Konsumsi zat gizi atlet taekwondo
Kode
Energi
(kkal)
Protein
(g)
Lemak
(g)
Karbohidrat
(g)
Kalsium
(mg)
Besi
(mg)
Vit A
(RE)
Vit C
(mg)
1101 2037 42,01 26,07 1147,47 12744,64 9,35 408,16 127,00
1102 1439 40,97 36,21 339,03 1983,56 9,66 1451,33 98,38
1103 1551 28,73 24,77 731,22 7617,17 17,12 213,49 124,04
1104 870 19,83 13,19 2015,35 44,68 7,43 512,73 229,72
1105 2471 58,24 75,44 1107,39 10812,21 20,40 3237,86 63,01
1107 2122 51,47 61,47 541,25 3788,52 10,21 2730,10 98,24
1108 2898 62,17 81,85 1410,62 13269,43 19,01 2515,41 83,85
1109 1708 25,85 31,66 1467,66 2839,29 11,41 865,74 71,40
1110 1801 51,29 57,52 666,63 5549,96 14,82 1797,50 160,62
1111 2650 56,38 92,12 527,45 396,88 12,12 4211,83 199,20
1112 1316 62,12 48,20 157,82 240,82 12,03 1953,04 89,81
1113 1407 31,03 22,67 176,55 564,41 18,97 1511,02 91,86
1114 2349 50,34 65,57 622,06 330,07 13,14 3024,33 142,90
1115 3204 85,00 103,99 1554,88 16623,86 25,23 3135,45 160,20
1116 2606 65,06 85,32 1400,44 15385,89 62,74 2750,82 109,97
1117 1723 39,73 53,93 944,80 9920,38 6,04 2364,39 123,84
2218 1584 47,71 32,26 269,87 152,37 11,41 1360,34 54,26
2219 2747 64,05 88,31 516,39 1328,78 21,26 2808,88 74,74
2220 3048 74,85 86,04 1544,57 17264,87 20,51 3622,73 68,86
1123 2046 56,98 57,96 320,41 390,02 9,71 5761,09 114,23
1124 2046 56,98 57,96 320,41 390,02 9,71 5761,09 114,23
1125 1413 38,86 35,39 229,99 202,95 7,35 4998,62 70,06
1126 2256 45,81 48,80 360,65 368,15 6,39 4408,50 68,63
Rata-rata 2015 48,97 54,35 783,17 5254,59 15,25 2571,54 110,65
62
Lampiran 6 Tingkat kecukupan atlet taekwondo
Kode
Energi
(kkal)
Protein
(g)
Lemak
(g)
Karbohidrat
(g)
Kalsium
(mg)
Besi
(mg)
Vit A
(RE)
Vit C
(mg)
1101 51,07 227,70 23,53 230,12 1274,46 46,74 45,35 254,00
1102 37,03 198,65 33,53 69,76 198,36 37,17 161,26 151,35
1103 47,39 174,14 27,24 178,73 761,72 65,86 23,72 190,84
1104 27,05 103,69 14,77 501,41 4,47 39,09 56,97 306,29
1105 75,58 345,14 83,07 270,96 1081,22 78,46 359,76 96,94
1107 56,30 249,56 58,72 114,91 378,85 68,10 303,34 109,16
1108 64,88 296,03 65,97 252,68 1326,94 126,73 279,49 93,16
1109 47,22 118,84 31,51 324,62 283,93 76,06 96,19 79,34
1110 48,21 253,30 55,42 142,74 555,00 57,00 199,72 214,16
1111 91,75 330,43 114,81 146,07 39,69 46,63 467,98 265,60
1112 44,94 324,80 59,25 43,12 24,08 46,28 217,00 119,74
1113 32,73 150,45 18,98 32,84 56,44 72,94 167,89 122,48
1114 56,01 244,06 56,28 118,65 33,01 87,61 336,04 158,78
1115 92,92 453,34 108,58 360,77 1662,39 97,04 348,38 213,60
1116 82,86 321,30 97,65 356,18 1538,59 241,32 305,65 146,62
1117 60,16 220,73 67,78 263,90 992,04 40,25 262,71 137,60
2218 55,32 282,71 40,56 75,40 15,24 43,88 151,15 72,35
2219 84,71 322,24 98,05 127,42 132,88 141,73 312,10 83,05
2220 95,11 383,87 96,63 385,52 1726,49 78,89 402,53 91,82
1123 62,21 310,08 63,44 77,93 39,00 37,34 640,12 152,31
1124 56,86 281,37 57,99 71,23 39,00 37,34 640,12 152,31
1125 36,46 188,44 32,88 47,48 20,29 38,69 555,40 93,41
1126 44,72 193,91 34,82 57,18 36,81 42,63 489,83 76,26
Rata-rata 58,76 259,77 58,32 184,77 531,34 71,64 296,64 147,01
63
Lampiran 7 Tingkat kebugaran atlet taekwondo
Kode Tingkat Kebugaran
Sit Up Kategori Flexibility Kategori Squat Jump Kategori Bleep Test Kategori
1101 48 Cukup 15 Kurang 73 Baik Sekali 44,10 Tinggi
1102 44 Cukup 20 Kurang 72 Baik Sekali 44,40 Tinggi
1103 50 Baik 18 Kurang 89 Baik Sekali 40,50 Sangat Baik
1104 79 Cukup 21 Baik 79 Baik Sekali 57,30 Tinggi
1105 60 Baik 15 Kurang 107 Baik Sekali 52,30 Tinggi
1107 62 Kurang 25 Baik 70 Baik Sekali 50,80 Baik
1108 56 Kurang 24 Baik 62 Baik 43,10 Cukup
1109 68 Kurang 13 Kurang 105 Baik Sekali 57,30 Tinggi
1110 65 Baik 17 Kurang 83 Baik Sekali 45,30 Tinggi
1111 55 Baik 15 Kurang 65 Baik Sekali 36,00 Baik
1112 65 Baik 14 Kurang 99 Baik Sekali 49,30 Tinggi
1113 54 Baik 18 Kurang 80 Baik Sekali 40,50 Sangat Baik
1114 60 Kurang 25 Baik 77 Baik Sekali 48,10 Baik
1115 54 Baik 21 Cukup 81 Baik Sekali 38,60 Baik
1116 61 Kurang 21 Baik 113 Baik Sekali 53,50 Sangat Baik
1117 58 Kurang 23 Baik 106 Baik Sekali 57,00 Tinggi
2218 65 Baik 25,2 Cukup 60 Baik Sekali 35,30 Baik
2219 60 Kurang 24 Baik 65 Baik 39,90 Cukup
2220 50 Baik 24 Cukup 76 Baik Sekali 39,90 Sangat Baik
1123 43 Cukup 23 Cukup 58 Baik Sekali 30,90 Lemah
1124 43 Cukup 17 Kurang 47 Baik Sekali 30,90 Lemah
1125 39 Kurang 21 Baik 78 Baik Sekali 36,60 Lemah
1126 66 Kurang 25 Baik 93 Baik Sekali 51,40 Sangat Baik
63
Lampiran 8 Uji beda Independent t-test status gizi antar jenis kelamin
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of Variances t-test for Equality of Means
F Sig. T df Sig. (2-tailed) Mean
Difference Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the Difference
Lower Upper
Stat_gizi Equal variances assumed
1.237 .279 -.448 21 .658 -.12246 .27312 -.69044 .44551
Equal variances not assumed
-.429 15.574 .674 -.12246 .28575 -.72957 .48464
64
Lampiran 9 Uji beda Independent t-test tingkat kecukupan zat gizi antar jenis kelamin
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of Variances t-test for Equality of Means
F Sig. T df Sig. (2-tailed) Mean
Difference Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the Difference
Lower Upper
TKE1 Equal variances assumed
.597 .448 -.568 21 .576 -4.81838 8.48048 -22.45450 12.81773
Equal variances not assumed
-.580 20.652 .569 -4.81838 8.31471 -22.12751 12.49074
TKP1 Equal variances assumed
.085 .773 -1.739 21 .097 -59.96462 34.48999 -131.69047 11.76124
Equal variances not assumed
-1.765 20.440 .093 -59.96462 33.97700 -130.74177 10.81254
TKL1 Equal variances assumed
.240 .629 -.343 21 .735 -4.39008 12.80769 -31.02512 22.24496
Equal variances not assumed
-.349 20.630 .730 -4.39008 12.56435 -30.54767 21.76752
TKKH1 Equal variances assumed
.933 .345 1.008 21 .325 56.04377 55.58212 -59.54557 171.63311
Equal variances not assumed
.979 16.970 .342 56.04377 57.27145 -64.80496 176.89250
65
Lampiran 9 Uji beda Independent t-test tingkat kecukupan zat gizi antar jenis kelamin (Lanjutan)
Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means
F Sig. t df Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the Difference
Lower Upper
Equal variances not assumed
.075 20.993 .941 5.51508 73.73159 -147.82141 158.85156
TKVITC1 Equal variances assumed
.052 .821 -1.203 21 .242 -32.97915 27.42172 -90.00575 24.04744
Equal variances not assumed
-1.185 18.339 .251 -32.97915 27.82600 -91.36215 25.40385
TKCA1 Equal variances assumed
.333 .570 -.379 21 .709 -100.07208 264.12659 -649.35339 449.20924
Equal variances not assumed
-.385 20.453 .704 -100.07208 260.12627 -641.91607 441.77192
TKFE1 Equal variances assumed
7.464 .012 1.746 21 .095 32.86946 18.82994 -6.28954 72.02846
Equal variances not assumed
1.556 10.262 .150 32.86946 21.12522 -14.03804 79.77697
66
Lampiran 10 Uji beda Independent t-test tingkat kebugaran antar jenis kelamin
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df Sig. (2-tailed) Mean
Difference Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the Difference
Lower Upper
VO2maxnum Equal variances assumed
.330 .572 3.013 21 .007 8.94615 2.96942 2.77091 15.12140
Equal variances not assumed
2.958 18.009 .008 8.94615 3.02460 2.59194 15.30037
Flexibility Equal variances assumed
.500 .487 2.402 21 .026 3.63615 1.51352 .48862 6.78369
Equal variances not assumed
2.421 20.026 .025 3.63615 1.50208 .50313 6.76917
Situp Equal variances assumed
.019 .891 1.930 21 .067 7.362 3.813 -.569 15.292
Equal variances not assumed
1.877 17.134 .078 7.362 3.922 -.909 15.632
Leg_endurance Equal variances assumed
.563 .461 1.186 21 .249 8.646 7.290 -6.513 23.806
Equal variances not assumed
1.171 18.513 .256 8.646 7.382 -6.832 24.125
67
Lampiran 11 Uji korelasi Pearson antara tingkat kecukupan zat gizi dengan nilai VO2 max
Correlations
TKE1 TKP1 TKL1 TKKH1 TKCA1 TKFE1 TKVITA1 TKVITC1
VO2maxnum Pearson Correlation -.235 -.383 -.178 .462* .146 .189 -.481
* .008
Sig. (2-tailed) .281 .071 .417 .027 .505 .389 .020 .971
N 23 23 23 23 23 23 23 23
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Lampiran 12 Uji korelasi Pearson antara tingkat kecukupan zat gizi dengan nilai flexibility
Correlations
TKE1 TKP1 TKL1 TKKH1 TKCA1 TKFE1 TKVITA1 TKVITC1
Flexibility Pearson Correlation .134 .106 .204 -.019 .014 .165 .230 -.324
Sig. (2-tailed) .543 .632 .350 .931 .949 .450 .291 .131
N 23 23 23 23 23 23 23 23
68
Lampiran 13 Uji korelasi Pearson antara tingkat kecukupan zat gizi dengan nilai daya tahan otot
Correlations
TKE1 TKP1 TKL1 TKKH1 TKCA1 TKFE1 TKVITA1 TKVITC1
Situp Pearson Correlation -.121 -.205 -.088 .362 -.117 .158 -.454* .065
Sig. (2-tailed) .582 .348 .689 .090 .595 .470 .030 .768
N 23 23 23 23 23 23 23 23
Leg_endurance Pearson Correlation -.039 -.142 -.052 .314 .316 .301 -.323 -.118
Sig. (2-tailed) .861 .518 .813 .144 .142 .162 .133 .591
N 23 23 23 23 23 23 23 23
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Lampiran 14 Uji korelasi Pearson antara status gizi dengan tingkat kebugaran
Correlations
VO2maxnum Flexibility Situp Leg_endurance
Stat_gizi Pearson Correlation -.145 -.067 -.129 -.364
Sig. (2-tailed) .509 .760 .558 .087
N 23 23 23 23
69
Lampiran 15 Uji korelasi Pearson antara usia dengan tingkat kebugaran
Correlations
VO2maxnum Flexibility Situp Leg_endurance
Umur Pearson Correlation .023 .456* .421
* .045
Sig. (2-tailed) .919 .029 .046 .839
N 23 23 23 23
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Lampiran 16 Uji korelasi Pearson antara berat badan dengan tingkat kebugaran
Correlations
VO2maxnum Flexibility Situp Leg_endurance
BB Pearson Correlation .246 .199 .116 .045
Sig. (2-tailed) .259 .363 .600 .837
N 23 23 23 23
Lampiran 17 Uji korelasi Pearson antara tinggi badan dengan tingkat kebugaran
Correlations
VO2maxnum Flexibility Situp Leg_endurance
TB Pearson Correlation .558** .164 .352 .346
Sig. (2-tailed) .006 .455 .100 .106
N 23 23 23 23
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
70