HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

92
SKRIPSI HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN PENYAKIT TUBERKULOSIS PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PIRU KECAMATAN SERAM BARAT KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT ALBERD AKYUWEN K111 10 636 Skripsi Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS HASANUDDIN 2012

Transcript of HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

Page 1: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

SKRIPSI

HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN

PENYAKIT TUBERKULOSIS PARU DI WILAYAH KERJA

PUSKESMAS PIRU KECAMATAN SERAM BARAT

KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT

ALBERD AKYUWEN

K111 10 636

Skripsi Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2012

Page 2: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

RINGKASAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT KESEHATAN LINGKUNGAN

SKRIPSI, MEI 2012 ALBERD AKYUWEN

“HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN PENYAKIT

TUBERKULOSIS PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PIRU KABUPATEN

SERAM BAGIAN BARAT”

( + Halamaan + Tabel + Lampiran)

Menurut Hendrick Blum, status kesehatan masyarakat merupakan hasil interaksi dari

faktor- faktor lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan faktor hereditas (bawaan) sejak lahir. Lingkugan merupakan salah satu faktor yang menyebabkan kejadian TB paru.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kondisi lingkungan terhadap kejadian TB paru di Kabupaten Seram Barat. Kabupaten Seram, khususnya Puskesmas mencatat tahun 2011 jumlah penderita TB paru dari bulan Januari sampai Desember jumlah suspek TB paru

sebanyak 3.141 dengan BTA positf sebanyak 48 orang sedang dalam masa pengobatan.

Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional dengan pendekatan Cross Sectional Study. Populasinya adalah semua pasien yang berkunjung di puskesmas Piru baik positif maupun negatif. Sampel penelitian ini adalah penderita TB paru baik positif dan

negatif. Cara pengambilan sampel menggunakan Exhaustive Sampling dengan besar sampel 149. Analisa data yang dilakukan adalah univariat dan bivariat dengan Chi-square.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 5 variabel yang diteliti dimana rumah yang padat memiliki hubungan terhadap kejadian TB paru (p= 0.027), Kelembaban tidak

memiliki hubungann dengan kejadian TB paru (p= 0.370), Pencahayaan rumah tidak memiliki hubungan dengan kejadian TB paru (p= 0.127 ),Ventilasi rumah tidak memiliki hubungan dengan kejadian TB paru (p= 0.260) dan Jenis Lantai rumah tidak memiliki hubungan

terhadap kejadian Tuberkulosis paru (p=0.945).

Penelitian ini menyarankan perlunya penyuluhan tentang rumah sehat terutama syarat ventilasi yang memenuhi syarat, kepadatan, kelembaban, jenis lantai serrta pencahayaan yang baik untuk setiap rumah. Keluarga penderita TB paru harus diberikan pemahaman bahwa

keluarganya yang menderita TB paru harus selalu diusahakan berada pada tempat yang memiliki ventilasi udara yang cukup dan pencahayaan yang baik guna mengurangi risiko

terjadinya keparahan penyakit TB paru yang dapat berujung kematian atau lamanya proses pengobatan.

Page 3: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

Daftar Pustaka : 37 (1989-2011)

Kata Kunci : Tuberkulosis, Lingkungan Rumah dan Ventilasi.

Page 4: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

SUMMARY

HASANUDDIN UNIVERSITY

FACULTY OF PUBLIC HEALTH ENVIRONMENTAL HEALTH

MINITHESIS, MAY 2012 ALBERD AKYUWEN

“RELATION BETWEEN PHYSICAL CONDITION OF RESIDENCE AND

PULMONARY TUBERCULOSIS CASES IN THE WORKING AREA OF LOCAL

GOVERNMENT CLINIC OF PIRU, WEST SERAM REGENCY” (Supervised by

Syamsuar Manyullei and Ruslan)

( + Page + Table + Appendix)

According to Hendrick Blum, public health status is an interactional result of environmental factors, behavioral factors, health services and heredity (congenital) factors. Environmental is one of factors that cause pulmonary tuberculosis. This study aimed to

comprehend the relation between physical condition of residence and pulmonary tuberculosis cases in the working area of Local Government Clinic of Piru, West Seram Regency. In

Seram Regency, especially in its local government clinics, it was reported that the number of pulmonary tuberculosis patients from January to December 2011 were around 3.141 patients in which BTA positive, about 48 people, were still in the treatment.

Observational method with Cross Sectional Study approach was applied in this research. Populations of research were all patients who visited Local Government Clinic of

Piru, both positive and negative. Samples of research were the patients of pulmonary tuberculosis for both positive and negative. The writer used Exhaustive Sampling in selecting the samples in which the numbers of samples were 149 patients. Data analysis was

accomplished through univariate and bivariate analysis with the Chi-square test. The result of research shows that from 5 variables observed, where a residence with a

high density, has a relation toward the pulmonary tuberculosis cases (p = 0.027), humidity does not have a relation toward the pulmonary tuberculosis cases (p = 0.370), house lighting does not have a relation toward the pulmonary tuberculosis cases (p = 0.127), house

ventilation does not have a relation toward the pulmonary tuberculosis cases (p = 0.260) and types of house floor does not also have a relation toward the pulmonary tuberculosis cases (p

= 0.945). This research suggests the importance of socialization regarding healthy residences

especially good ventilation, density, humidity, types of floors and also lighting for every

house. The family of pulmonary tuberculosis patient should be given a comprehension that they need to live in house where there is adequate air ventilation and better lighting in order to

reduce the risk of pulmonary tuberculosis that can be worse or the curing processes will take a long time.

Page 5: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

References : 37 (1989-2011)

Keyword : Tuberculosis, Residential Environment and Ventilation.

Page 6: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa,atas Kasih sayangNya sehingga

penulis dapat menyelesaikan pendidikan S-1 di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Hasanuddin.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak terlepas dari adanya bantuan dan

kerjasama dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini, penulis menghaturkan ucapan

terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Syamsuar Manyullei,SKM,M.Kes,M.ScPH dan Ruslan,SKM, MPH selaku Pembimbing I dan

Pembimbing II yang senantiasa meluangkan waktu dan pemikirannya bagi penulis dari awal

hingga terselesainya skripsi ini.

2. Agus Bintara Birawida,S.Kel,M.Kes,selaku penguji dari jurusan Kesehatan Lingkungan, Ida Leida

M.Thaha, SKM, M.Kes, M.ScPH, selaku penguji dari Jurusan Epidemiologi, Balqis,SKM,M.Kes,

M.ScPH, selaku penguji darijurusan Adiministrasi dan Kebijakan Kesehatan, yang telah

memberikan masukan serta saran dan kritik yang membangun dalam pebaikan skripsi ini.

3. Bapak Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin,para Pembantu Dekan

beserta seluruh staf dosen yang telah memberikan bantuan selama penulis mengikuti

pendidikan/ perkuliahan.

5. Ketua Jurusan Kesehatan Lingkungan, beserta sekretaris, Para dosen dan seluruh staf Bagian

Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin yang telah

memberikan bantuan selama penulis mengikuti perkuliahan.

Page 7: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

6. dr.Hasanuddin Ishak,M.ScPhD,selaku Penasehat Akademik yang telah memberikan bimbingan

dan arahan selama penulis mengikuti pendidikan.

7. Bupati Seram Bagian Barat dan segenap staf,Kepala Badan Kesbang Pol Dan Linmas beserta staff

yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian.

8. Kepala Dinkes Propinsi Maluku dan dr.Sesa Hegmon Jahya, MM, selaku Kepala Dinas Kesehatan

Kabupaten Seram Bagian Barat, Kepala Bidang PPM&PL serta seluruh staff,dan Pimpinan

Puskesmas Piru Beserta Staff yang selama ini telah membantu penulis sehingga bisa

menyelesaikan penelitian.

9. Ayah dan Ibunda tercinta,kedua mertuaku tercinta, Istri dan kedua buah hatiku tersayang

“Remasel dan Felicia” yang selalu menjadi penyemangat untuk penulis, semua sanak saudara,

Terimakasih atas semua bantuan moril maupun materiil yang diberikan selama ini.

10.Rekan-rekan Tubel angkatan 2010, khususnya Tubel dari Propinsi Maluku, suka duka telah kita

lalui bersama terima kasih untuk semua bantuan dan dukungan.

Page 8: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna karena itu saran dan

kritik penyempurnaan skripsi ini sangat penulis harapkan.

Akhir kata, semoga Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang senantiasa

melimpahkan berkatNya kepada kita semua dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita

sekalian.

Makassar, April 2012

Penulis

Page 9: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...................................................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN........................................................................... .................... ii

KATA PENGANTAR .................................................................................................... iii

DAFTAR ISI................................................................................................................ v

DAFTAR TABEL .......................................................................................................... vii

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................... viii

DAFTAR LAMPIRAN................................................................................................... ix

BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................................

A. Latar Belakang .................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ............................................................................................... 5

C. Tujuan Penelitian ................................................................................................ 5

D. Manfaat Penelitian .............................................................................................. 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................

A. Tinjauan Umum Tuberkulosis Paru ....................................................................... 8

a. Definisi Tuberkulosis Paru ......................................................................... 8

b. Epidemiologi Penyakit Tuberkulosis Paru ................................................. 9

c. Penyebab Tuberkulosis Paru....................................................................... 11

d. Gejala Penyakit Tuberkulosis Paru............................................................. 11

e. Klasifikasi Penyakit Tuberkulosis Paru ...................................................... 12

f. Pencegahan/Preventif ................................................................................. 16

B. Tinjauan Umum Faktor Risiko Tuberkulosis Paru ................................................... 19

Page 10: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

a. Faktor Risiko Karakteristik Penduduk........................................................ 19

b. Faktor Risiko Lingkungan .......................................................................... 22

C. Tinjauan Umum Lingkungan............................................................................ 24

a. Definisi ....................................................................................................... 24

b. Unsur-unsur Lingukungan .......................................................................... 25

D. Tinjauan Umum Tentang Variabel ................................................................... 28

BAB III KERANGKA KONSEP ....................................................................................... 36

A. Dasar Pemikiran Variabel yang Diteliti .................................................................. 36

B. Skema Kerangka Konsep Penelitian ...................................................................... 40

C. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif.............................................................. 41

D. Hipotesis Penelitian ............................................................................................. 43

BAB IV METODE PENELITIAN ..................................................................................... 45

A. Jenis Penelitian ................................................................................................... 45

B. Lokasi Penelitian dan Waktu penelitian................................................................. 45

C. Populasi dan Sampel............................................................................................ 46

D. Pengumpulan Data .............................................................................................. 46

E. Pengolahan dan Penyajian Data ........................................................................... 48

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................... 51

A. Hasil penelitian ................................................................................................ 51

B. Pembahasan ....................................................................................... ............. 66

C. Keterbatasan penelitian..................................................................................... 76

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN.............................................................................. 78

A. Kesimpulan ....................................................................................................... 78

B. Saran ................................................................................................................ 79

DAFTAR PUSTAKA

Page 11: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

a. Distribusi Responden Menurut Jenis kelamin .................................................. 52

b. Distribusi Responden Menurut Umur............................................................... 53

c. Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan......................................... 54

d. Distribusi Responden Menurut Pekerjaan ....................................................... 55

e. Distribusi Responden Menurut Jenis Rumah ................................................... 56

f. Distribusi Responden Menurut Lama Tinggal ................................................. 57

g. Distribusi Responden Menurut Jumlah Kamar................................................. 58

h. Distribusi Responden Menurut Jumlah Penderita ............................................ 59

i. Diatribusi Responden Menurut Kepadatan Hunian Rumah ............................. 60

j. Distribusi Responden Menurut Kelembaban Rumah ....................................... 61

k. Distribusi Responden Menurut Pencahayaan Rumah....................................... 63

l. Distribusi Responden Menurut Ventilasi Udara ............................................... 64

m. Distribusi Responden Menurut Jenis Lantai ..................................................... 66

Page 12: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

Daftar gambar

Skema kerangka konsep penelitian ……………………………………………….. 40

Daftar Lampiran

Lampiran 1 : Kuesioner

Lampiran 2 : Master Tabel Penelitian

Lampiran 3 : Output Hasil Penelitian

Lampiran 4 : Dokumentasi

Lampiran 5 : Surat Izin Penelitian dari BAdan Kesbang Pol dan Linmas Kabupaten Seram

Bagian Barat

Lampiran 6 : Surat Keterangan Melaksanakan Penelitian dari Puskesmas Piru Kabupaten

Seram Bagian Barat

Lampiran 7 : Surat Keterangan Selesai Penelitian dari Badan Kesbang Pol dan Linmas

Kabupaten Seram Bagian Barat

Lampiran 8 : Daftar Riwayat Hidup

Page 13: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman

Mycobaterium tuberculosis. Sebagian besar kuman tuberkulosis menyerang paru-paru,

namun dapat juga menyerang organ lain yang ada pada tubuh manusia. Sumber

penularan adalah dahak dari penderita yang mengandung kuman TB dengan BTA

positif. Bila tidak segera ditangani akan menyebabkan penderita meninggal dunia. Di

Indonesia, penanganan sejak dini sudah dilakukan dengan memberikan paket

imunisasi BCG pada balita.

Penyakit TB paru menurut Millenium Development Goals (MDGs) merupakan

salah satu penyakit yang menjadi target untuk diturunkan, selain malaria dan HIV

AIDS. Pada level Nasional, berbagai upaya telah dilakukan untuk mengendalikan

penyakit ini, salah satunya melalui program Directly Observed Treatment Shortcouse

(DOTS) (Profil Dinkes Maluku, 2010).

Menurut Hendrick Blum, status kesehatan masyarakat merupakan hasil

interaksi dari faktor-faktor lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan faktor

hereditas (bawaan) sejak lahir. Sedangkan menurut model segitiga epidemiologi,

timbulnya penyakit karena ketidakkeseimbangan antara pejamu (host), bibit penyakit

(agent) dan lingkungan (enviroment).

Page 14: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

Kesehatan perumahan adalah kondisi fisik, kimia dan biologik di dalam rumah,

di lingkungan rumah dan perumahan sehingga memungkinkan penghuni atau

masyarakat memperoleh derajat kesehatan yang optimal (Dinas Perumahan DKI,

2006). Di Indonesia 400 orang meninggal setiap hari karena TB Paru, sehingga

penanganan masalah TB paru perlu mendapatkan perhatian yang serius. Hal ini

berhubungan dengan bahwa insiden penyakit ini lebih tinggi pada rumah tangga

miskin.

Tuberkulosis terutama banyak terjadi di populasi yang mengalami stress,

nutrisi jelek, penuh sesak, ventilasi rumah yang tidak bersih, perawatan kesehatan

yang tidak cukup dan perpindahan tempat. Genetik berperan kecil, tetapi faktor- faktor

lingkungan berperan besar pada insidensi kejadian tuberkulosis (Fletcher, 1992 dalam

Nurhidayah dkk, 2007)..

Rumah sehat memiliki lantai kedap air dan tidak lembab. Jenis lantai tanah

memiliki peran terhadap proses kejadian Tuberkulosis paru, melalui kelembaban

dalam ruangan. Lantai tanah cenderung menimbulkan kelembapan, pada musim panas

lantai menjadi kering sehingga dapat menimbulkan debu yang berbahaya bagi

penghuninya.

Sejak tahun 1992, World Health Organization (WHO) mencanangkan

tuberkulosis sebagai penyakit yang termasuk Global Emergency karena jumlah

penderitanya telah mencapai angka memprihatinkan. WHO memperkirakan sekitar

32% dari populasi di dunia telah terinfeksi dengan Mycobacterium tuberculosis yang

menjadi agent penyebab TB. WHO memprediksikan setiap tahun terjadi 583.000

Page 15: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

kasus baru tuberkulosis dengan kematian sekitar 140.000 karena penyakit ini

(Cearina, 2009 dalam Ashari 2011). Laporan WHO (2004) menyatakan bahwa

terdapat 8,8 juta kasus baru pada tahun 2002, sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi

kuman tuberkulosis dan menurut data regional WHO, jumlah terbesar kasus ini terjadi

di Asia Tenggara yaitu 33% dari seluruh kasus di dunia.

WHO pada tahun 2009, mencatat peringkat Indonesia menurun yang tadinya

dari tiga besar menjadi lima besar dengan jumlah penderita TB sebesar 429 ribu orang.

Adapun lima Negara dengan kasus insiden (kasus baru) terbesar selama tahun 2009

yaitu India, Cina, Afrika Selatan, Nigeria dan Indonesia (WHO Global Tuberculosis

Control 2010).

Dalam laporan yang berjudul Global Tuberculosis Control Report (2011),

WHO menyampaikan bahwa jumlah kasus baru TB di dunia pada tahun 2010 tercatat

8,8 juta dan jumlah korban yang meninggal 1,4 juta jiwa. Angka ini turun

dibandingkan pada tahun 2009 jumlah kasus baru sebanyak 9,4 juta.

Hasil Survey Prevalensi TB paru di Indonesia tahun 2004 menunjukkan bahwa

angka prevalensi TB paru denga BTA positif secara nasional 110 per 100.000

penduduk. Secara regional prevalensi TB paru BTA positif di Indonesia

dikelompokkan menjadi 3 wilayah, yaitu : 1) wilayah Sumatra angka prevalensi TB

paru adalah 160 per 100.000 penduduk; 2). Wilayah Jawa dan Bali angka prevalensi

TB paru adalah 110 per 100.00 penduduk; 3) wilayah Indonesia Timur angka

prevalensi TB paru adalah 210 per 100.000 penduduk (Ashari, 2011)

Page 16: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

Indonesia dalam 5 tahun terakhir baru mampu menurunkan angka kesakitan

penyakit TB paru sebanyak 15 per 100 ribu penduduk, yakni dari 112 pada tahun 2001

menjadi 10 per 100 ribu penduduk pada tahun 2005 (Menkes, 2007). Penyakit

tuberkulosis paru menyerang sebagian besar kelompok usia kerja (15-50) tahun

(Cearina, 2009 dalam Ashari 2011).

Propinsi Maluku pada tahun 2010 terdapat 17.966 yang suspeck TB dan jumlah

BTA positif sebanyak 2.172 kasus. Kabupaten Seram Bagian Barat, khususnya

Puskesmas Piru mencatat dari tahun 2009 jumlah suspek TB sebanyak 1.555 orang

dan yang mengalami BTA positif sebanyak 21 orang dengan jumlah kematian

(mortaliti) nihil.Tahun 2010 dari hasil pencatatan dan pelaporan jumlah suspek TB

sebanyak 1.360 orang namun yang mengalami BTA positif sebanyak 25 orang dan

meninggal tidak ada. Sedangkan tahun 2011 tercatat dari bulan Januari sampai

Desember jumlah suspek TB paru sebanyak 3.141 dengan BTA positf sebanyak 48

orang sedang dalam masa pengobatan.

Hasil penelitian Firdiana (2007) di wilayah kerja Puskesmas Kedungmundu

Kecamatan Tembalang Semarang menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan

terhadap luas ventilasi keluarga, luas ventilasi ruang tidur, pencahayaan ruang tidur.

Pada penelitian Simbolom (2006) di Kabupaten Rejang lebong menyatakan bahwa

adanya sumber kontak, luas ventilasi rumah kurang dari 10% luas lantai , tidak

adanya pencahayaan yang masuk ke rumah. Sedangkan pada penelitian Ruswanto

(2010) dalam tinjauan TB paru dari faktor lingkungan dalam dan luar rumah di

Kabupaten Pekalongan menyatakan hasil analisis multivariat menunjukkan faktor

Page 17: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

risiko tuberkulosis paru yaitu kepadatan penghuni, suhu dalam rumah, pencahayaan

alami, jenis lantai, dan kontak dengan penderita.

Oleh karena itu peneliti ingin melihat apakah lingkungan tersebut merupakan

penyebab dalam peningkatan kejadian TB paru di wilayah yang berbeda.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut :

1. Apakah kepadatan penghuni penyebab kejadian Tuberkulosis paru ?

2. Apakah kelembaban rumah penyebab kejadian Tuberkulosis paru ?

3. Apakah pencahayaan alami penyebab kejadian Tuberkulosis paru ?

4. Apakah ventilasi rumah penyebab kejadian Tuberkulosis paru ?

5. Apakah jenis lantai rumah penyebab kejadian Tuberkulosis paru ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui kondisi fisik rumah merupakan penyebab terhadap kejadian

penyakit Tuberkulosis paru di wilayah kerja Puskesmas Piru Kabupaten Seram

Bagian Barat

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui kepadatan penghuni penyebab terhadap kejadian

Tuberkulosis paru di wilayah kerja Puskesmas Piru Kabupaten Seram Bagian

Barat tahun 2011.

Page 18: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

b. Untuk mengetahui kelembaban penyebab terhadap kejadian penyakit

Tuberkulosis paru di wilayah kerja Puskesmas Piru Kabupaten Seram Bagian

Barat tahun 2011.

c. Untuk mengetahui pencahayaan alami penyebab terhadap kejadian Tuberkulosis

paru di wilayah kerja Puskesmas Piru Kabupaten Seram Bagian Barat tahun

2011.

d. Untuk mengetahui ventilasi rumah penyebab terhadap kejadian Tuberkulosis

paru di wilayah kerja Puskesmas Piru Kabupaten Seram Bagian Barat tahun

2011.

e. Untuk mengetahui jenis lantai rumah penyebab terhadap kejadian Tuberkulosis

paru di wilayah kerja Puskesmas Piru Kabupaten Seram Bagian Barat tahun

2011.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Ilmiah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dan

menjadi bahan bacaan bagi peneliti selanjutnya.

2. Manfaat Institusi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber informasi bagi

instansi yang terkait dan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam

Page 19: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

mengambil kebijakan penyelenggaraan program pencegahan dan penanganan

Tuberkulosis paru, khususnya di Kabupaten Seram Bagian Barat.

3. Manfaat Praktis

Penelitian ini dapat memperkaya wawasan dan pengetahuan penulis dan sebagai

salah satu cara untuk mengaplikasikan ilmu dan teori yang diperoleh di bangku

perkuliahan.

4. Manfaat Bagi Masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumber informasi kepada masyarakat

terhadap kejadian Tuberkulosis paru.

Page 20: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tuberkulosis Paru

a. Defenisi Tuberkulosis (TB) Paru

Tuberkulosis (TB) paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan

oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagaian besar kuman TB

menyerang paru, namun dapat menyerang organ lain. Sumber penularan adalah

dahak dari pasien yang mengandung kuman TB BTA positf. Bila tidak segera

diobati, maka penderita dapat meninggal dunia. Sekitar 25% dari seluruh kematian

yang sebenarnya dapat dicegah (preventable death) terjadi akibat TB (Afnal, 2007).

Kuman tuberkulosis berbentuk batang, yang mempunyai karakter tahan

terhadap asam pada pewarnaan. Olehnya itu disebut pula Basil Tahan Asam (BTA).

Kuman TB pada dasarnya cepat mati apabila terkontaminasi langsung dengan

cahaya matahari, tetapi dapat bertahan di tempat yang lembab dan di daerah yang

tidak terdapat sinar matahari. Dalam jaringan tubuh kuman TB dapat menjadi

dorman, tertidur lama selama beberapa tahun. Ukuran lebar ± 0,3-0,6µ dan panjang

± 1-4 µ. Dalam pembenihan buatan kuman TB terlihat berbentuk batang dan

filamentosa, yang merupakan basil Obligate anaerob, namun demikian basil ini

dapat bertahan hidup tanpa membanyak diri dengan pemberian zat asam yang

terbatas. Kebutuhan makanannya sangat terbatas, dengan kenyataan bahwa

Mycobacterium tuberculosis dapat tumbuh pada larutan garam sederhana dengan

Page 21: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

amoniak sebagai sumber nitrogen dan glukosa sebagai sumber karbon. Suhu

optimum untuk pertumbuhannya adalah 30 0C dalam suasana pH 6,4-7,0 (Muray,

1988 dalam Jaya 2000).

Basil tuberkulosis ditandai sebagai basil tahan asam, disebabkan semacam lilin

khusus pada permukaan yang menggantikan polisakarida dan protein yang biasanya

terdapat pada permukaan bakteri. Tiga efek penting dari lapisan lilin ini adalah

(Farlan, 1995) :

1. Menyebabkan perlambatan masuknya molekul makanan ke substansi bakteri,

menyebabkan perlambatan perkembang biakan basil.

2. Menjaga basil terhadap pencernaan pada saat basil ditangkap fagosit dalam tubuh.

3. Menyebabkan kurang bersifat iritasi terhadap jaringan dibandingkan bakteri yang

berkembang cepat, dan menyebabkan reaksi peradangan yang lambat.

b. Epidemiologi Penyakit Tuberkulosis Paru

Epidemiologi penyakit tuberkulosis paru adalah ilmu yang mempelajari

interaksi antara kuman (agent) Mycobacterium tuberculosis, manusia (host) dan

lingkungan (enviroment). Di samping itu mencakup distribusi dari penyakit,

perkembangan dan penyebarannya, termasuk didalamnya juga mencakup prevalensi

dan insidensi penyakit tersebut yang timbul dari populasi yang tertular (Dinkes

Jateng, 2000 dalam Ruswanto, 2010).

Pada penyakit tuberkulosis paru sumber infeksi adalah manusia yang

mengeluarkan basil tuberkulosis dari saluran pernafasan. Kontak yang rapat

Page 22: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

(misalnya dalam keluarga) menyebabkan banyak kemungkinan penularan melalui

droplet.

Kerentanan penderita tuberkulosis paru meliputi risiko memperoleh infeksi dan

konsekuensi timbulnya penyakit setelah terjadi infeksi, sehingga bagi orang dengan

uji tuberkulin negatif risiko memperoleh basil tuberkel bergantung pada kontak

dengan sumber-sumber kuman penyebab infeksi terutama dari penderita

tuberkulosis dengan BTA positf. Konsekuensi ini sebanding dengan angka infeksi

aktif penduduk, tingkat kepadatan penduduk, keadaan sosial ekonomi yang

merugikan dan perawatan kesehatan yang tidak memadai.

Berkembangnya penyakit secara klinik setelah infeksi dimungkinkan adanya

faktor komponen genetik yang berbukti pada hewan dan diduga terjadi pada

manusia, hal ini dipengaruhi oleh umur, kekurangan gizi dan kenyataan status

immunologik serta penyakit yang menyertainya.

Epidemiologi tuberkulosis paru mempelajari tiga proses khususnya yang terjadi

pada penyakit ini, yaitu :

a. Penyebaran atau penularan dari kuman tuberkulosis

b. Perkembangan dari kuman tuberkulosis paru yang mampu menularkan pada

orang lain setelah orang tersebut terinfeksi dengan kuman tuberkulosis.

c. Perkembangan lanjut dari kuman tuberkulosis sampai penderita sembuh atau

meninggal karena penyakit ini (Styblo, 1991)

c. Penyebab Tuberkulosis Paru

Page 23: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

Tuberkulosis disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis tipe

Humanus. Kuman tuberkulosis pertama kali ditemukan oleh Robert Koch pada

tahun 1882. Jenis kuman tersebut adalah Mycobacterium tuberculosis,

Mycobacterium africanum dan Mycobacterium bovis. Basil tuberkulosis termasuk

dalam genus Mycobacterium, suattu anggota dari family dan termasuk ordo

Actinomycetales. Mycobacterium tuberculosis menyebabkan sejumlah penyakit

penyakit berat pada manusia dan juga penyebab terjadinya infeksi tersering

(Fatimah, 2008).

d. Gejala Klinis Penyakit Tuberkulosis Paru

Keluhan yang sering dialami pada penderita tuberkulosis paru yaitu batuk

berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala

tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas,

nafsu makan menurun, berat badan menurun, ,malaise, berkeringat malam hari

tanpa kegiatan fisik, deman meriang lebih dari satu bulan. Gejala-gejala tersebut

diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis,

bronkitis kronis, asma, kanker paru dan lain- lain.

e. Klasifikasi Penyakit

Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien TB memerlukan suatu “defenisi

kasus” yang meliputi empat hal, yaitu:

1. Lokasi atau organ tubuh yang sakit (paru atau ekstra paru);

2. Bakteriologi dilihat dari hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis (BTA

positif atau BTA negatif);

Page 24: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

3. Tingkat keparahan penyakit (ringan atau berat);

4. Riwayat pengobatan TB sebelumnya (baru atau sudah pernah diobati).

Manfaat dan tujuan menentukan klasifikasi dan tipe pasien adalah

1. Menentukan paduan pengobatan yang sesuai

2. Registrasi kasus secara benar

3. Menentukan prioritas pengobatan TB BTA positif

4. Analisis kohort hasil pengobatan

Beberapa istilah dalam defenisi kasus :

1. Kasus TB : Pasien TB yang telah dibuktikan secara mikroskopis atau

didiagnosis oleh dokter.

2. Kasus TB pasti (definitif) : Pasien dengan biakan positif untuk

Mycobacterium tuberculosis atau tidak ada fasilitas biakan, sekurang-

kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak Sewaktu Pagi Sewaktu(SPS) hasilnya

BTA positif.

Kesesuaian paduan dan dosis pengobatan dengan kategori diagnostik sangat

diperlukan untuk :

1. Menghindari terapi yang tidak adekuat (undertreatment) sehingga mencegah

timbulnya resistensi.

2. Menghindari pengobatan yang tidak perlu (overtreatment) sehingga

meningkatkan pemakaian sumber daya lebih biaya efektif (cost-effective)

3. Mengurangi efek samping.

Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena :

Page 25: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

1. TB paru adalah TB yang menyerang jaringan (parenkim) paru. Tidak termasuk

pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.

2. TB ekstra paru adalah TB yang menyerang organ tubuh lain selain paru,

misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar limfe,

tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-

lain.

Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada TB

paru :

1. TB paru BTA positif

a. Sekurang-kurangya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.

b. satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada

menunjukkan gambaran TB.

c. satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman positif.

d. satu spesimen atau lebih spesimen dahak hasilnya positif 3 spesimen dahak

SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negeatif dan tidak ada

perbaikan pemberian antibiotika non OAT.

2. TB paru BTA negatif

Kasus yang tidak memenuhi definis pada TB paru BTA positif, kriteria

diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi :

a. Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif

b. Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran TB

c. Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

Page 26: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

d. Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.

Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit.

1. TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagikan berdasarkan tingkat keparahan

penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto

toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses

“far advanced”), dan atau keadaan umum pasien buruk.

2. TB ekstra paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu :

a. TB ekstra paru ringan, misalnya : TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa

unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.

b. TB ekstra paru berat, misalnya : meningitis, miller, perikarditis, peritonitis,

pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih

dan alat kelamin.

Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya

Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi

beberapa tipe pasien, yaitu :

1. Baru adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah

menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).

2. Kambuh (Relaps) adalah pasien TB yang sebelumnya pernah mendapatkan

pengobatan TB dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,

didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).

3. Pengobatan setelah putus berobat (Default) adalah pasien yang berobat 2 bulan

atau lebih dengan BTA positif.

Page 27: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

4. Gagal (Failure) adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau

kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.

5. Pindahan (Transfer In) adalah pasien yang dipindahkan dari sarana pelayanan

kesehatan yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.

6. Lain- lain adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam

kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan

masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulanga. TB paru BTA negatif dan

TB ekstra paru, dapat juga mengalami kambuh, gagal, default maupun menjadi

kasus kronik. Meskipun sangat jarang, harus dibuktikan secara patologik,

bakteriologik (biakan),radiologik, dan pertimbangan medis spesialistik.

f. Pencegahan/Preventif

Tuberkulosis merupakan penyakit yang dapat dicegah. Menurut pandangan ahli

kesehatan , pencegahan terbaik adalah kontrol tuberkulosis untuk didiagnosa dan

tindakan medis sebelum menjadi tuberkulosis aktif dan berhati-hati terhadap

penderita tuberkulosis. Tindakan pencegahan penyakit tuberkulosis adalah (Azhari,

2010)

1. Melakukan pemeriksaan secara teratur

Pakar kesehatan menyarankan untuk periksa kesehatan paling tidak 6 bulan

sekali jika seseorang terkena penyakit yang melemahkan sistem kekebalan

tubuh, tinggal dengan penderita, bekerja dengan penderita atau tinggal di negara

dengan tingkat penderita tuberkulosis tinggi

Page 28: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

2. Pertimbangan terapi pencegahan

Hasil tes positif terkena laten infeksi tuberkulosis, walaupun tidak terbukti

terkena tuberkulosis yang aktif, maka konsultasikan dengan dokter mengenai

terapi lengkap dengan ionisasi untuk mengurangi risiko berkembang menjadi

tuberkulosis aktif di masa datang.

3. Menuntaskan perawatan yang harus dijalani

Hal ini yang paling penting untuk melindungi diri sendiri dan yang lainnya

dari tuberkulosis, saat seseorang berhenti atau mengurangi dosis pengobatan

tanpa rekomendasi dokter, bakteri tuberkulosis mempunyai kesempatan

bermutasi yang akal kebal terhadap pengobatan.

Dalam kondisi ini risiko angka kematian (mortality) semakin tinggi dan sulit

disembuhkan. Untuk mencegah meluasnya penyakit tuberkulosis adalah :

1. Menutup mulut saat batuk maupun bersin

2. Tidak meludah di sembarang tempat

3. Cukup sinar matahari

4. Tidur terpisah dengan anggota keluarganya

5. Makan makanan yang sehat dan seimbang

6. Tidak merokok

7. Istirahat yang cukup

8. Minum obat secara teratur (Tjay dan Raharja, 2007 dalam Azhari, 2010)

Adapun upaya pecegahan lain yang harus dilakukan adalah :

a. Penderita tidak menularkan kepada orang lain yaitu :

Page 29: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

1. Menutup mulut pada waktu batuk dan bersin dengan sapu tangan atau

tissue.

2. Tidur terpisah dari keluarga terutama pada dua minggu pertama

pengobatan.

3. Tidak meludah di sembarang tempat, tetap dalam wadah yang diberikan

lysol, kemudian dibuang dalam lubang dan ditimbun dalam tanah.

4. Menjemur alat tidur secara teratur pada pagi hari.

5. Membuka jendela pagi hari, agar rumah mendapat udara bersih dan cahaya

matahari yang cukup sehingga kuman tuberkulosis paru dapat mati.

b. Masyarakat tidak tertular dari penderita tuberkulosis paru :

1. Meningkatkan daya tahan tubuh, antara lain dengan makan-makanan yang

bergizi.

2. Tidur dan istrahat yang cukup

3. Tidak merokok dan tidak minum-minuman yang mengandung alkohol.

4. Membuka jendela dan mengusahakan sinar matahari masuk ke ruang tidur

dan ruangan lainnya.

5. Imunisasi BCG pada Bayi.

6. Segera periksa bila timbul batuk lebih dari tiga minggu.

7. Menjalankan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).

Tanpa pengobatan, setelah lima tahun, 50% dari penderita tuberkulosis paru

akan meninggal, 25% akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh yang tinggi,

Page 30: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

dan 25% sebagai kasus kronik yang tetap menular (Depkes RI, 2001 dalam

Ruswanto, tahun 2010)

B. Tinjauan Umum Faktor Risiko Tuberkulosis Paru

Hubungan yaitu karakteristik atau variabel yang berdasarkan statistik untuk

mengetahui suatu penyakit dalam penduduk. Pada dasarnya berbagai faktor risiko

penyakit tuberkulosis paru mempunyai hubungan satu sama lainnya. Berbagai faktor

risiko dapat dikategorikan menjadi kategori yang besar yaitu; kependudukan dan

faktor lingkungan.

a. Faktor Risiko Karateristik Penduduk

Kejadian penyakit tuberkulosis paru merupakan hasil interaksi antara

komponen lingkungan yakni udara yang mengandung basil tuberkulosis, dengan

masyarakat serta dipengaruhi berbagai faktor variabel yang mempengaruhi.

Variabel pada masyarakat secara umum dikenal sebagai variabel kependudukan.

Banyak variabel kependudukan yang memiliki peran dalam timbulnya atau

kejadian penyakit tuberkulosis paru, yaitu :

1. Umur

Bloch (1989), mengemukakan bahwa diantara beberapa faktor risiko

tertularnya penyakit tuberkulosis di Amerika adalah umur, jenis kelamin, ras, asal

negara bagian, serta infeksi AIDS (Atlanta, 1989). Data survailans tersebut

menunjukkan bahwa kebanyakan penderita TB paru berasal dari golongan orang

tua (84%) akan mengenai paru-paru. Karena lebih dari separuh penderita

mempunyai sputum BTA (+), mereka mempunyai kemampuan menularkan

Page 31: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

infeksinya kepada orang lain. Namum di Indonesia diprediksikan 75% penderita

tuberkulosis paru adalah usia produktif yaitu 25 hingga 50 tahun (Depkes, 2002).

2. Jenis Kelamin

Di Afrika penyakit tuberkulosis terutana menyerang laki- laki. Pada tahun 1996

jumlah penderita TB paru laki- laki hampir dua kali lipat dibandingkan jumlah

penderita TB paru pada wanita, yaitu 42,34% pada laki- laki dan 28,92% pada

wanita (WHO, 1998). Sedangkan dari catatan statistik meski tidak selamanya

akurat, mayoritas penderita tuberkulosis paru adalah wanita, hal ini masih

memerlukan penyelidikan lebih lanjut, baik dari tingkat behavioural, tingkat

psikologis, sistem imun, maupun tingkat molekuler. Untuk sementara, diduga jenis

kelamin wanita merupakan faktor risiko yang masih memerlukan evidence based

pada masing-masing wilayah sebagai acuan dalam pengendalian atau dasar

manajemen.

3. Status Gizi

Status gizi yang buruk merupakan salah satu faktor risiko yang mempengaruhi

kejadian tuberkulosis paru, kekurangan kalori dan protein serta kekurangan Fe

dapat meningkatkan risiko terkena tuberkulosis paru, cara untuk melihatnya yaitu

dengan membandingkan berat badan dan tinggi badan atau IMT (Indeks Massa

Tubuh). IMT merupakan alat ukur yang sederhana untuk melihat status gizi orang

dewasa khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kekeringan berat badan,

maka mempertahankan berat badan normal memungkinkan seseorang dapat

mencapau usia harapan hidup lebih panjang.

Page 32: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

4. Kondisi Sosial Ekonomi

WHO (2003) menyebutkan 90% penderita tuberkulosis paru di dunia

menyerang kelompok dengan sosial ekonomi lemah atau miskin. Hubungan antara

kemiskinan dengan penyakit tuberkulosis memiliki feed back, tuberkulosis

merupakan penyebab kemiskinan dan karena miskin maka manusia menderita

tuberkulosis. Kondisi sosial ekonomi itu sendiri mungkin tidak hanya berkaitan

secara langsung, namun dapat merupakan penyebab tidak langsung seperti adanya

kondisi gizi memburuk, serta permukiman yang tidak kondusif, dan akses terhadap

pelayanan kesehatan juga menurun kemampuannya. Menurut perhitungan rata-rata

penderita tuberkulosis kehilangan 3 sampai 4 bulan waktu kerja dalam setahun, dan

juga kehilangan penghasilan setahun secara total mencapai 30% dari pendapatan

rumah tangga.

Page 33: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

b. Faktor Risiko Lingkungan

1. Kepadatan

Kepadatan adalah proporsi antara luas lantai dengan penghuni dalam satu

rumah tinggal. Persyaratan kepadatan yang biasanya dinyatakan dalam M2 per

orang. Luas minimum per orang sangat relatif, tergantung dari kualitas sebuah

bangunan dan fasilitas yang tersedia di dalamnya. Untuk perumahan sederhana,

minimum 10 M2/ orang. Sedangkan kamar tidur diperlukan minimum 3 M2 per

orang. Kamar tidur sebaiknya tidak dihuni > 2 orang, kecuali untuk suami istri dan

anak dibawah dua tahun. Apabila ada anggota keluarga yang menjadi penderita

penyakit tuberkulosis sebaiknya tidak tidur dengan anggota keluarganya.

Kepadatan penghuni dalam satu perumahan akan memberikan pengaruh bagi

orang yang tinggal di dalamnya. Luas rumah yang tidak sebanding dengan jumlah

penghuninya akan menyebabkan over crowded. Hal ini tidak sehat karena dapat

menyebabkan penghuni di dalam rumah kekurangan oksigen, serta apabila ada

seseorang anggota keluar yang mengalami penyakit menular seperti tuberkulosis

akan memudah penyakit tersebut menular keanggota lainnya, dimana seorang

penderita rata-rata dapat menularkan kepada 2-3 orang di dalam rumah tersebut.

Kepadatan merupakan pre-request untuk proses penularan, semakin banyak

penghuni maka transfer penyakit khususnya penyakit melalui udara akan semakin

mudah dan cepat.

2. Lantai Rumah kedap air

Page 34: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

Dugan sementara jenis lantai tanah memiliki peran serta terhadap proses

kejadian tuberkulosis, melalui kelembaban dalam ruangan. Lantai tanah cenderung

menimbulkan kelembaban, dengan demikian viabilitas kuman tuberkulosis di

lingkungan juga sangat dipengaruhi.

Lantai yang tidak memenuhi syarat kesehatan dapat dijadikan tempat

berkembangbiaknya kuman dan vektor penyakit, menjadikan udara dalam rumah

menjadi lembab, pada musim kemarau lantai menjadi kering sehingga dapat

menghasilkan debu yang berbahaya bagi penghuninya. Lantai rumah perlu dibuat

dari bahan yang kedap terhadap air seperti tegel, semen atau keramik.

3. Ventilasi alami

Ventilasi adalah tempat keluar masuknya udara dari luar rumah sebagai tempat

sirkulasi pertukaran udara. Rumah dengan luas ventilasi yang tidak memenuhi

syarat kesehatan akan membawa pengaruh bagi pemilik rumah, salah satu fungsi

ventilasi yaitu mempertahankan udara yang ada di dalam rumah tersebut agar tetap

terjaga kesegarannya. Semakin padat penghuni di dalam rumah maka semakin

tinggi kelembaban karena uap air baik dari pernapasan maupun keringat.

Kelembaban dalam ruang tertutup dimana banyak terdapat manusia di dalamnya

lebih tinggi dibanding kelembaban di luar ruang.

4. Pencahayaan

Rumah yang sehat harus memerlukan cahaya yang cukup, khususnya cahaya

yanng alamiah berupa cahaya yang berisi antara lain ultra violet. Cahaya matahari

Page 35: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

mimimal yang masuk di rumah yaitu 60 lux dengan syarat tidak menyilaukan orang

di dalam rumah.

5. Kelembaban

Kelembaban merupakan sarana yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme,

termasuk kuman tuberkulosis sehingga viabilitas lebih lama. Kelembaban

berhubungan dengan kepadatan dan ventilasi. berdasarkan penelitian sebelumnya,

topografi berperan dalam tingkat kelembaban, wilayah yang lebih tinggi cenderung

memiliki kelembaban lebih rendah.

C. Tinjauan Umum Lingkungan

a. Definisi

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di luar diri host (pejamu) baik

benda mati, benda hidup, nyata atau abstrak, seperti suasana yang terbentuk akibat

interaksi semua elemen-elemen termasuk host yang lain. Faktor lingkungan

memegang peranan penting dalam penularan, terutama lingkungan rumah yang

tidak memenuhi syarat kesehatan. Lingkungan rumah salah satu faktor yang

memberikan pengaruh besar terhadap status kesehatan ( Notoatmodjo, 2003 dalam

Fatimah 2008).

b. Unsur-unsur lingkungan adalah sebagai berikut

1. Lingkungan Biologis

Page 36: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

Lingkungan biologis adalah segala sesuatu yang bersifat hidup seperti tumbuh-

tumbuhan, hewan, termasuk mikroorganisme.

2. Lingkungan Sosial

Lingkungan Sosial adalah segala tindakan yang mengatur kehidupan manusia

dan usaha-usahanya untuk mempertahankan kehidupan, seperti pendidikan, rasa

tanggung jawab, pengetahuan keluarga, jenis pekerjaan, jumlah penghuni dan

keadaan ekonomi.

3. Lingkungan Fisik

Lingkungan fisik adalah segala sesuatu yang berada di sekitar manusia yang

bersifat tidak bernyawa, misalnya air, tanah, kelembaban udara, suhu, angin,

rumah, dan benda mati lainnya.

4. Lingkungan Rumah

Lingkungan rumah adalah segala sesuatu yang berada di dalam rumah

(Walton, 1991). Lingkungan rumah terdiri dari lingkungan fisik yaitu ventilasi,

suhu, kelembaban, lantai, dinding serta lingkungan sosial yaitu kepadatan

penghuni. Lingkungan rumah menurut WHO adalah suatu struktur fisik yang

digunakan orang sebagai tempat berlindung. Lingkungan dari struktur tersebut

juga semua fasilitas dan pelayanan yang diperlukan, perlengkapan yang berguna

untuk kesehatan jasmani dan rohani serta keadaan sosial yang baik untuk

keluarga dan diri sendiri (individu).

Lingkungan rumah yang sehat dapat diartikan sebagai lingkungan yang dapat

memberikan tempat untuk bernaung dan tempat untuk beristirahat serta dapat

Page 37: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

menumbuhkan kehidupan yang sempurna baik fisik, psikologis maupun sosial

(Lubis, 1989). Menurut APHA (American Public Health Assosiation),

lingkungan rumah yang sehat harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

1. Memenuhi kebutuhan fisiologis

a. Suhu ruangan, yaitu dalam pembuatan rumah harus diusahakan agar

kontruksinya sedemikian rupa sehingga suhu ruangan tidak berubah

banyak dan agar kelembaban udara dapat dijaga jangan sampai terlalu

tinggi dan terlalu rendah. Untuk ini harus diusahakan agar perbedaan suhu

antara dinding, lantai, atap dan permukaan jendela tidak terlalu banyak.

b. Ruangan harus segar dan tidak berbau, untuk itu diperlukan ventilasi yang

cukup untuk proses pergantian udara.

c. Harus cukup mendapatkan pencahayaan baik siang maupun malam. Suatu

ruangan mendapatkan penerangan pagi dan siang hari yang cukup yaitu

jika luas ventilasi minimal 10% dari jumlah luas lantai rumah.

d. Harus cukup mempunyai isolasi suara sehingga tenang dan tidak terganggu

suara-suara yang berasal dari dalam maupun dari luar rumah.

e. Harus ada variasi ruangan, misalnya ruangan untuk anak-anak bermain,

ruang makan, ruang tidur, dll.

f. Jumlah kamar tidur dan pengaturnya disesuaikan dengan umur dan jenis

kelaminnya. Ukuran ruang tidur anak yang berumur lima tahun ke bawah

diberi kebebasan menggunakan volume ruangan 4,5 M3 (1,5 x 1 x 3 M3)

dan diatas lima tahun menggunakan ruangan 9 M3 (3 x 1 x 3 M3)

Page 38: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

2. Perlindungan terhadap penularan penyakit

a. Harus ada sumber air yang memenuhi syarat, baik secara kualitas maupun

kuantitas, sehingga selain kebutuhan untuk makan dan minum terpenuhi,

juga cukup tersedia air untuk memelihara kebersihan rumah, pakaian dan

penghuninya.

b. Harus ada tempat menyimpan sampah dan WC yang baik dan memenuhi

syarat, juga air sisa pembuangan bisa dialirkan dengan baik,

c. Pembuangan kotoran manusia dan limbah harus memenuhi syarat

kesehatan, yaitu harus dapa mencegah agar limbah tidak meresap dan

mengkontaminasi permukaan sumber air bersih.

d. Tempat memasak dan tempat makan hendaknya bebas dari pencemaran

dan bebas dari gangguan binatang serangga dan debu.

e. Harus ada pencegahan agar vektor penyakit tidak bisa hidup dan

berkembang biak di dalam rumah, jadi rumah dalam kontruksinya harus

rat proof, fly fight, mosquito fight.

f. Harus ada ruangan udara (air space) yang cukup.

g. Luas kamar tidur minimal 8,5 M3 per orang dan tinggi langit- langit

minimal 2,75 meter (Nurhidayah dkk, 2007).

D. Tinjauan Umum tentang Variabel

a. Kepadatan Penghuni

Kepadatan penghuni adalah perbandingan antara luas lantai dengan jumlah

anggota dalam satu rumah. Persyaratan kepadatan hunian untuk seluruh perumahan

Page 39: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

biasa dinyatakan dalam M2 per orang. Menurut Departemen Republik Indonesia,

kepadatan penghuni diketahui dengan membandingkan luas lantai rumah dengan

jumlah penghuni (Lubis, 1989).

Untuk kamar tidur diperlukan minimum 3 M2 per orang. Kamar tidur

sebaiknya tidak dihuni > 2 orang, kecuali untuk anggota keluarga yang sudah suami

istri dan memiliki anak dibawah dua tahun. Apabila ada anggota keluarga yang

menjadi penderita tuberkulosis sebaiknua tidak tidur dengan anggota keluarganya.

Kepadatan penghuni dalam satu rumah tinggal akan memberikan pengaruh

bagi penghuninya. Luas rumah yang tidak seimbang dengan penghuni akan

menyebabkan overcrowded. Hal ini menyebabkan penghuni di dalam rumah tidak

sehat karena jumlah karbondioksida lebih banyak daripada oksigen, bila ada salah

satu anggota keluarganya yang terkena penyakit menular maka akan muda menular

ke anggota yang lain, dimana seorang penderita rata-rata dapat memularkan kepada

2-3 orang di dalam rumahnya.

d. Ventilasi

Ventilasi adalah tempat keluar masuknya udara dari dalam dan luar rumah

yang bertujuan untuk mengatur sirkulasi di dalam rumah agar tetap segar. Menurut

indikator pengawasan rumah, luas ventilasi yang memenuhi syarat kesehatan adalah

≥ 10% luas lantai dan luas ventilasi yang tidak memenuhi persyaratan adalah < 10

% luas lantai rumah. Luas ventilasi rumah yang kurang dari 10% akan

menyebabkan oksigen (O2) berkurang sehingga karbondioksida (CO2) makin

bertambah dan bersifat racun bagi penghuninya (Depkes RI 1989 dalam Fatimah

Page 40: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

2008). Di samping itu tidak cukupnya ventilasi akan menyebabkan peningkatan

kelembaban ruangan karena terjadinya proses penguapan keringat dan penyerapan.

Kelembaban ruangan yang tinggi akan menjadi media yang baik untuk tumbuh dan

berkembangbiaknya bakteri-bakteri patogen termasuk kuman tuberkulosis (Azwar,

1995).

Tidak adanya ventilasi yang baik pada suatu ruangan makin membahayakan

kesehatan atau kehidupan, jika dalam ruangan tersebut terjadi pencemaran oleh

bakteri seperti oleh penderita tuberkulosis atau berbagai zat kimia organik maupun

anorganik (Depkes RI, 1994).

Ventilasi juga memiliki fungsi untuk membebaskan ruangan dari bakteri yang

merugikan, terutama bakteri patogen seperti tuberkulosis. Selain itu, luas ventilasi

yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan mengakibatkan terhalangnya proses

sirkulasi udara dan sinar matahari yang masuk ke dalam rumah, akibatnya kuman

tuberkulosis yang ada di dalam rumah tidak dapat keluar dan ikut terhisap bersama

udara pernapasan.

b. Kelembaban

Kelembaban udara adalah persentase jumlah kandungan air dalam udara.

Kelembaban terdiri dari dua jenis, yaitu 1) Kelembaban absolut, yaitu berat uap air

per unit volume udara ; 2) Kelembaban nisbi (relatif), yaitu banyak uap air dalam

udara pada suatu temperatur terhadap banyaknya uap air pada saat udara jenuh

dengan uap air pada temperatur tersebut.

Page 41: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

Secara umum penilaian kelembaban dalam rumah dengan menggunakan

hygrometer. Menurut indikator pengawasan perumahan, kelembaban udara yang

memenuhi syarat kesehatan dalam rumah yaitu 40-70% dan kelembaban yang tidak

memenuhi syarat kesehatan adalah < 40% atau > 70% (Depkes RI, 1989).

Rumah yang tidak memiliki kelembapan yang memenuhi syarat kesehatan

akan membawa pengaruh bagi penghuninya. Rumah yang lembab merupakan

media yang baik bagi tumbuhanya Mikroorganisme seperti tuberkulosis.

Tuberkulosis tersebut bisa masuk ke dalam tubuh melalui udara. Selain itu

kelembapan yang tinggi dapat menyebabkan membran mukosa hidung kering

sehingga kurang efektif dalam menghadang mikroorganisme. Bakteri

mycobacterium tuberculosis seperti halnya bakteri yang lain, akan tumbuh dengan

suburnya pada lingkungan yang kelembapan tinggi hal ini dikarenakan air

membentuk lebih dari 80% volume sel bakteri dan merupakan hal yang esensial

untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup sel bakteri (Gould & Brooker, 2003).

Mulyadi (2003) meneliti di Kota Bogor, penghuni rumah yang mempunyai

kelembapan ruang keluarga lebih besar dari 70% berisiko terkena penyakit

tuberkulosis 10,7 kali dibanding penduduk yang tinggal pada perumahan dengan

kelembaban yang lebih kecil atau sama dengan 70 % (Ruswanto, 2010).

c. Pencahayaan

Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup namun tidak menyilaukan.

Cahaya matahari minimal masuk 60 lux. Pencahayaan yang tidak memenuhi

kriteria memiliki risiko 2,5 kali terkena tuberkulosis dibanding yang memenuhi

Page 42: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

kriteria (Pertiwi, 2004). Semua cahaya pada dasarnya dapat mematikan

mikroorganisme namun tergantung jenis dan lama cahaya tersebut.

Pencahayaan alami ruangan rumah adalah penerangan yang bersumber dari

sinar matahari (alami), yaitu semua jalan yang memungkinkan untuk masuknya

cahaya matahari alamiah, misalnya melalui jendela atau genting kaca

(Notoatmodjo, 2003).

Cahaya berdasarkan sumbernya dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :

a). Cahaya Alamiah

Cahaya alamiah yakni matahari. Cahaya ini sangat penting, karena

dapat membunuh bakteri patogen di dalam rumah, misalnya kuman TB,

oleh karena itu, rumah yang cukup sehat setidaknya harus mempunyai jalan

masuk yang cukup (jendela), luasnya sekurang-kurangnya 15 % - 20 % dari

luas lantai rumah. Perlu diperhatikan agar sinar matahari dapat langsung ke

dalam ruangan, tidak terhalang oleh bangunan lain. Fungsi jendela disini

selain sebagai ventilasi, juga sebagai tempat masuknya cahaya. Selain itu

tempat masuknya cahaya yang baik dengan adanya genteng kaca.

b). Cahaya Buatan

Cahaya buatan yaitu cahaya yang menggunakan sumber cahaya bukan

dari sinar matahari hari langsung, seperti lampu minyak tanah, listrik, api dan

lain- lain. Kualitas cahaya buatan ini tergantung dari terangnya sumber cahaya

(brightness of the source). Pencahayaan sintesis bisa terjadi dengan tiga cara,

yaitu langsung, tidak langsung, semi langsung.

Page 43: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

Secara umum pengukuran pencahayaan terhadap sinar matahari adalah

dengan menggunakan lux meter, yang diukur ditengah-tengah ruangan, pada

tempat setinggi < 84 cm dari lantai, dengan ketentuan tidak memenuhi syarat

kesehatan bila < 50 lux atau > 300 lux, dan memenuhi syarat kesehatan bila

pencahayaan rumah antara 50-300 lux. Cahaya matahari mempunyai sifat

membunuh bakteri, terutama kuman mycobacterium tuberculosis. Kuman

tuberkulosis hanya dapat mati oleh sinar matahari langsung ( Depkes RI,

2002). Oleh sebab itu rumah yang dengan standar pencahayaan buruk sangat

berpengaruh terhadap kejadian tuberkulosis. Kuman tuberkulosis dapat

bertahan hidup pada tempat yang sejuk, lembab dan gelap tanpa sinar matahari

sampai bertahun-tahun lamanya, dan mati bila terkena sinar matahari.

d. Ventilasi

Ventilasi adalah tempat keluar masuknya udara dari dalam dan luar rumah

yang bertujuan untuk mengatur sirkulasi di dalam rumah agar tetap segar. Menurut

indikator pengawasan rumah, luas ventilasi yang memenuhi syarat kesehatan adalah

≥ 10% luas lantai dan luas ventilasi yang tidak memenuhi persyaratan adalah < 10

% luas lantai rumah. Luas ventilasi rumah yang kurang dari 10% akan

menyebabkan oksigen (O2) berkurang sehingga karbondioksida (CO2) makin

bertambah dan bersifat racun bagi penghuninya (Depkes RI 1989 dalam Fatimah

2008). Di samping itu tidak cukupnya ventilasi akan menyebabkan peningkatan

kelembaban ruangan karena terjadinya proses penguapan keringat dan penyerapan.

Kelembaban ruangan yang tinggi akan menjadi media yang baik untuk tumbuh dan

Page 44: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

berkembangbiaknya bakteri-bakteri patogen termasuk kuman tuberkulosis (Azwar,

1995).

Tidak adanya ventilasi yang baik pada suatu ruangan makin membahayakan

kesehatan atau kehidupan, jika dalam ruangan tersebut terjadi pencemaran oleh

bakteri seperti oleh penderita tuberkulosis atau berbagai zat kimia organik maupun

anorganik (Depkes RI, 1994).

Ventilasi juga memiliki fungsi untuk membebaskan ruangan dari bakteri yang

merugikan, terutama bakteri patogen seperti tuberkulosis. Selain itu, luas ventilasi

yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan mengakibatkan terhalangnya proses

sirkulasi udara dan sinar matahari yang masuk ke dalam rumah, akibatnya kuman

tuberkulosis yang ada di dalam rumah tidak dapat keluar dan ikut terhisap bersama

udara pernapasan.

e. Jenis Lantai

Komponen yang harus dipenuhi rumah sehat memiliki lantai kedap air dan

tidak lembab. Jenis lantai tanah memiliki peran terhadap proses kejadian

Tuberkulosis paru, melalui kelembaban dalam ruangan. Lantai tanah cenderung

menimbulkan kelembapan, pada musim panas lantai menjadi kering sehingga dapat

menimbulkan debu yang berbahaya bagi penghuninya.

Lantai yang jarang dibersihkan, banyak mengandung debu dan lembab, tanah

yang berasal dari berbagai tempat dan mengandung bakteri, dan lantai yang basah

merupakan sarang penyakit (Soekidjo Notoatmodjo, 1997). Begitupun dengan jenis

dinding rumah, konstruksinya harus dominan terbuat dari bahan yang kedap air dan

Page 45: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

mudah dibersihkan. Hasil penelitian Rusnoto dkk pada tahun 2006 menunjukkan

bahwa jenis lantai dan dinding rumah yang tidak memenuhi standar kesehatan

dengan nilai p = 0,0001 terhadap penularan TB paru.

Page 46: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Dasar Pemikiran Variabel yang Diteliti

Pakar kesehatan yaitu H.L. Blum dalam teorinya mengemukakan bahwa status

kesehatan individu (Masyarakat) sangat dipengaruhi oleh empat faktor yaitu faktor

lingkungan, faktor perilaku, faktor pelayanan kesehatan, dan faktor genetik. Dari

empat faktor tersebut, faktor lingkunganlah yang mempunyai peran yang sangat besar

dalam kejadian penyakit khususnya penyakit tuberkulosis.

Oleh karena itu, peneliti menguraikan masing-masing variabel yang memiliki

faktor risiko lingkungan terhadap kejadian TB paru positif. Adapun variabel tersebut

dapat dilihat sebagai berikut :

a. Kepadatan Penghuni

Kepadatan penghuni adalah perbandingan antara luas lantai rumah dengan

anggota keluarga dalam satu rumah tinggal (Lubis, 1989). Secara umum penilaian

kepadatan penghuni dengan menggunakan ketentuan standar minimum, yaitu

kepadatan penghuni memenuhi syarat kesehatan diperoleh dari hasil bagi antara luas

lantai dengan jumlah penghuni ≥ 10 M2/orang dan kepadatan penghuni yang tidak

sehat jika hasil yang diperoleh ≤ 10 M2/orang (Lubis, 1989).

Kepadatan penghuni dalam satu rumah tinggal akan memberikan pengaruh bagi

penghuninya. Luas rumah yang tidak sebanding dengan jumlah penghuninya akan

menyebabkan overcrowded. Hal ini menyebabkan tidak sehat karena disamping

Page 47: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

kurangnya oksigen (O2), juga bila salah satu anggota keluarga terkena penyakit

infeksi, terutama tuberkulosis akan mudah menularkan ke orang lain (Lubis,1989;

Notoadmodjo, 2003).

b. Kelembaban

Kelembaban udara adalah persentase jumlah kandungan air dalam udara. Pada

umumnya penilaian kelembaban dengan menggunakan hygrometer. Menurut

indikator pengawasan perumahan, kelembapan udara yang memenuhi syarat

kesehatan kesehatan dalam rumah yaitu 40-70% dan kelembapan yang tidak

memenuhi syarat kesehatan adalah < 40% atau > 70% (Depkes RI, 1989).

Rumah yang lembab merupakan media yang baik bagi tumbuhnya

Mikroorganisme seperti tuberkulosis. Bakteri Mycobacterium tuberculosis seperti

halnya bakteri yang lain, akan tumbuh dengan suburnya pada lingkungan yang

kelembapan tinggi hal ini dikarenakan air membentuk lebih dari 80% volume sel

bakteri dan merupakan hal yang essensial untuk pertumbuhan dan kelangsungan

hidup sel bakteri (Gould & Brooker, 2003).

c. Pencahayaan Alami

Pencahayaan alami adalah penerangan yang bersumber dari sinar matahari

langsung, yaitu semua jalan yang memungkinkan untuk keluar masuknya cahaya

matahari ke dalam ruangan penderita TB paru. Secara umum pengukuran

pencahayaan terhadap sinar matahari adalah dengan menggunakan Lux meter, yang

Page 48: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

diukur ditengah-tengah ruangan, pada tempat setinggi < 84 cm dari lantai, dengan

ketentuan tidak memenuhi kesehatan syarat kesehatan bila < 50 lux atau > 300 lux,

dan memenuhi syarat kesehatan bila pencahayaan rumah antara 50-300 lux.

Menurut Girsang (1999), kuman Mycobacterium tuberculosis akan mati

dalam waktu 2 jam oleh sinar matahari; oleh tinctura iodii selama 5 menit dan juga

oleh ethanol 80% dalam waktu 2-10 menit serta mati oleh fenol 5% dalam waktu 24

jam. Sedangkan menurut Atmosukarto & Soeswati (2000), rumah yang tidak masuk

sinar matahari mempunyai risiko menderita tuberkulosis 3-7 kali dibandingkan

dengan rumah yang dimasuki sinar matahari, sama halnya dengan pencahayaan

yang masuk dalam kamar dimana pencahayaan yang kurang baik memiliki risiko

yang lebih besar terhadap kejadian TB paru.

d. Ventilasi Rumah

Ventilasi rumah adalah usaha untuk memenuhi kondisi atmosfer yang

menyenangkan dan menyehatkan manusia (Lubis, 1989). Secara umum, penilaian

ventilasi rumah dengan cara membandingkan antara luas ventilasi dan luas lantai

rumah, dengan menggunakan Role meter. Menurut indikator pengawasan rumah,

luas ventilasi yang memenuhi syarat kesehatan adalah ≥ 10% luas lantai rumah dan

luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan ketika < 10% dari luas lantai

(Depkes RI, 1989).

Rumah dengan luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan

membawa pengaruh bagi penghuninya. Menurut Azwar (1990) dan Notoatmodjo

Page 49: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

(2003), salah satu fungsi ventilasi adalah untuk menjaga aliran udara di dalam

rumah agar tetap segar. Disamping itu, tidak cukupnya ventilasi akan menyebabkan

peningkatan kelembapan ruangan karena terjadinya proses penguapan cairan dari

kulit dan penyerapan. Kelembapan ruangan yang tinggi akan menjadi media yang

baik untuk tumbuhnya dan berkembangbiaknya bakteri patogen termasuk kuman

tuberkulosis.

e. Jenis Lantai

Komponen rumah sehat memiliki lantai kedap air dan tidak lembab. Jenis

lantai tanah memiliki peran terhadap proses kejadian tuberkulosis paru, melalui

kelembapan dalam ruangan, pada musim panas lantai cenderung menjadi kering

sehingga menyebabkan banyaknya debu yang berbahaya bagi penghuninya.

Page 50: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

B. Skema Kerangka Konsep Penelitian

Variabel yang diteliti dapat dilihat pada bagan dibawah ini :

Keterangan :

= Variabel Independent

= Variabel Dependent

= Arah Hubungan

Kejadian

Penyakit

TB paru

Jenis Lantai

Ventilasi

Pencahayaan Alami

Kelembaban Rumah

Kepadatan Hunian

Page 51: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

C. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif

Definisi variabel penelitian yang akan diteliti adalah :

1. Kejadian TB Paru

Kejadian TB paru adalah orang yang telah diperiksa dahaknya dan mengandung

Basil Tahan Asam BTA (+).

Kriteria Objektif

BTA (+) = Jika hasil pemeriksaan dahaknya ditemukan positif

BTA (-) = Jika hasil pemeriksaan dahaknya ditemukan negatif

Pasien berusia 15 tahun atau lebih yang berkunjung ke Puskesmas Piru yang

diperiksa dahaknya. Baik hasil periksaannya negatif maupun positif.

5. Kepadatan penghuni adalah banyaknya anggota keluarga yang tinggal serumah

dengan responden. Untuk mengetahui padat atau tidaknya penghuni rumah kita

dapat membandingkan antara luas lantai rumah dengan jumlah penghuni yang ada.

Adapun ukuran luas yang memenuhi syarat minumum adalah setiap penghuni

menempati 10 M2.

Kriteria Objektif

Padat : Bila setiap orang penghuni menempati ≤ 10 M2 luas ruangan.

Page 52: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

Tidak padat : Bila penghuni memenuhi kriteria di atas yaitu menempati ruangan

dengan ukuran luas minimal 10 M2 untuk tiap orang.

3. Kelembaban adalah banyaknya uap air yang terkandung dalam ruang keluarga

diukur dengan menggunakan alat Hygrometer. Adapun syarat waktu yang baik di

ukur pada pukul 08.00 pagi – 12.00 siang.

Kriteria Objektif

Memenuhi Syarat : Bila kelembaban ruangan 40%-70%

Tidak Memenuhi Syarat : Bila kelembaban ruangan kurang dari 40% atau lebih

dari 70%.

4. Pencahayaan alami adalah Intensitas cahaya yang berasal dari sinar matahari, diukur

diruang keluarga responden dengan menggunakan Lux meter.

Kriteria Objektif

Memenuhi syarat : Bila pencahayaan ≥ 60 Lux

Tidak memenuhi syarat : Bila pencahayaan < 60 Lux

2. Ventilasi rumah adalah semua jendela yang menyebabkan udara dari luar bisa

masuk ke dalam rumah secara alami.

Kriteria Objektif

Page 53: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

Memenuhi Syarat : Bila luas ventilasi ≥ 10% dari luas seluruh lantai

rumah.

Tidak Memenuhi Syarat: Bila luas ventilasi rumah < 10% dari luas lantainya.

6. Jenis lantai rumah adalah bahan dasar lantai yang terbuat dengan kondisi kedap air

(dilapisi semen atau tegel/ubin/keramik) tidak kedap air apabila lantai terluas dari

dalam rumah masih berupa tanah. (Kepmenkes No. 829/1999)

Kriteria Objektif

Tidak memenuhi syarat : Bila lantai rumah berupa tanah.

Memenuhi syarat : Bila lantai rumah terbuat dari bahan yang kedap air

(dilapisi semen atau tegel/ubin/keramik).

D. Hipotesis Penelitian

1. Hipotesis nol (Ho)

a. Kepadatan penghuni bukan merupakan penyebab kejadian TB paru positif.

b. Kelembaban bukan merupakan penyebab kejadian TB paru positif.

c. Pencahayaan alami bukan merupakan penyebab kejadian TB paru positif.

d. Ventilasi rumah bukan merupakan penyebab kejadian TB paru positif.

e. Jenis lantai rumah bukan merupakan penyebab kejadian TB paru positif.

2. Hipotesis alternatif (Ha)

Page 54: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

a. Kepadatan penghuni merupakan penyebab kejadian TB paru positif.

b. Kelembaban merupakan penyebab kejadian TB paru positif.

c. Pencahayaan alami merupakan penyebab kejadian TB paru positif.

d. Ventilasi rumah merupakan penyebab kejadian TB paru positif.

e. Jenis lantai rumah merupakan penyebab kejadian TB positif.

Page 55: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian observasional analitik

dengan menggunakan design Cross sectional study . Penelitian ini merupakan studi

obersevasional yang bertujuan untuk menentukan adanya pengaruh variabel

independent terhadap variable dependent.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang dipilih adalah wilayah kerja Puskesmas Piru Kabupaten

Seram Bagian Barat . Puskesmas Piru dijadikan dasar untuk lokasi penelitian karena

berdasarkan observasi peneliti jumlah penderita yang mengalami kasus BTA positif

sebanyak 94 kasus dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2011,dengan jumlah

penduduk sebesar 29.164 jiwa.Puskesmas Piru dengan jumlah desa dan dusun dalam

wilayah kerjanya yaitu 8 Desa dan 10 Dusun.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 1- 29 Maret 2012,dengan waktu yang

dilakukan sewaktu proses penelitian berlangsung pada setiap rumah responden yaitu

berkisar 10-20 menit.Hal ini dikarenakan ada beberapa variabel penelitian yang

dilakukan sehingga memerlukan waktu agak lama.

C. Populasi dan Sampel

Page 56: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

1.Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh rumah pasien yang memeriksa

dahaknya ke puskesmas Piru Kabupaten Seram Bagian Barat pada periode tahun

2011 sejumlah 153 rumah.

2.Sampel

Penentuan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara Exhaustive sampling .Oleh

karena itu ada 2 pasien yang telah pindah,sehingga total sampel yang diperoleh

sebesar 149 rumah.

D. Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini adalah dengan

menggunakan data primer dan data sekunder

1. Data Primer

Data Primer diperoleh dengan melakukan wawancara langsung terhadap sampel

dengan menggunakan kuisioner yang sudah disediakan oleh peneliti.

Langkah- langkah yang dilakukan dalam pengumpulan data primer adalah :

a. Peneliti mengambil data penderita TB paru BTA positif yang tercatat di

Puskesmas Piru Kabupaten Seram Bagian Barat dibagian P2M yang ada di

Puskesmas Piru.

b.Mencatat data penderita TB paru terkait alamat, anamnese, serta tanggal setiap

kunjungan yang dilakukan penderita TB paru BTA positif di Puskesmas Piru

Kabupaten Seram Bagian Barat.

c. Membuat list alamat responden dan persiapan untuk melakukan wawancara

Page 57: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

d. Melakukan wawancara dengan menggunakan kuisioner melalui kunjungan

rumah (door to door). Setelah meminta kesediaan responden untuk dimintai

waktunya sedikit.

e. Data tentang kelembaban diperoleh dengan melakukan pengukuran

menggunakan alat Hygrometer HT-3009.

f. Data tentang intensitas pencahayaan diperoleh dengan melakukan pengukuran

dengan menggunakan alat Lux meter.

2. Data Sekunder

Data sekunder berupa data dari dinas kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat dan

identitas pasien, diagnosis awal pasien dan keterangan kunjungan selama 6 bulan

yang diperoleh dari petugas P2M di Puskesmas Piru Kabupaten Seram Bagian

Barat.

Page 58: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

E. Pengolahan dan Penyajian Data

Data yang telah diperoleh diolah dengan program SPSS (Software Statistical

Package for Sosial Science) 17,0. Dengan langkah pengolahan data sebagai berikut :

1. Pengolahan Data

a. Editing

Data yang didapat diperiksa kelengkapannya

b. Coding

Apabila semua data telah terkumpul dan selesai di edit, kemudian akan

dilakukan pengkodean data berdasarkan buku kode yang telah disusun

sebelumnya dan telah dipindahkan ke format aplikasi program SPSS di

komputer.

c. Entry data

Data selanjutnya diinput ke dalam lembar SPSS untuk masing-masing variabel.

Urutan input data berdasarkan nomor responden dalam kuisioner.

d. Cleaning data

Cleaning dilakukan pada semua lembar kerja untuk membersikan kesalahan

yang mungkin terjadi selama proses input data. Proses ini dilakukan melalui

analisis frekuensi pada semua variabel. Data missing dibersihkan dengan

menginput data yang benar.

e. Analisis

Page 59: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

Proses analisis dilakukan dengan menggunakan program analisis data yang telah

tersedia dalam program SPSS, baik analisis univariat maupun bivariat.

1. Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran umum masalah

penelitian dengan cara mendeskripsikan tiap-tiap variabel yang digunakan

dalam penelitian ini, yakni dengan melihat gambaran distribusi frekuensi serta

persentase tunggal yang terkait dengan tujuan penelitian.

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antar variabel dependen

dan variabel independen. Mengingat rancangan penelitian ini adalah studi

cross sectional, maka analisis hubungan akan dilakukan dengan menggunakan

Chi Square .

Rumus umum uji statistik tersebut adalah :

E

EX

2

2 0

Keterangan :

0 = Observed

E = Expected

Ho ditolak bila X2 hitung lebih besar dari X2 , untuk α = 0,05

Page 60: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

Dengan uji tersebut dapat diketahui kemaknaan hubungan variabel

independen dengan variabel dependen. Jika nilai p < 0,05 berarti ada

hubungan yang bermakna antara kedua variabel tersebut.

2. Penyajian data

Data yang telah dikumpulkan diolah dengan menggunakan SPSS. Kemudian

hasilnya disajikan dalam bentuk tabel, narasi dan grafik serta dianalisa secara

deskriptif dari suatu uraian pembahasan untuk menarik kesimpulan dan saran.

Page 61: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Wilayah kerja Puskesmas Piru Kabupaten Seram bagian

Barat, pengumpulan data dilakukan pada bulan Februari sampai Maret 2012. Pengumpulan

data pada penelitian ini dilakukan dengan observasi secara langsung terhadap kondisi fisik

rumah dengan menggunakan alat ukur berupa Meteran, Luxmeter dan Hgyrometer, serta

dilakukan wawancara langsung kepada para responden dengan menggunakan kuisioner

terstruktur baik responden dengan TB postif maupun TB negatif. Data yang terkumpul

selanjutnya dilakukan screening data untuk memeriksa kevalidtan variabel yang diteliti.

Pada penelitian ini diperoleh sebanyak 149 responden dengan TB positif yaitu sebanyak

48 dan TB negatif sebanyak 101 responden. Hal ini dikarenakan ada 3 responden yang tinggal

satu rumah sehingga diambil 1 responden saja guna mewakili responden yang lain dan 2

responden yang sudah pindah sesuai dengan kriteria inklusi.

Data diperoleh dari hasil wawancara langsung dengan responden dilokasi penelitian

secara deskriptif dengan tabel distribusi frekuensi serta analisis Bivariat dengan Chi- Square

yang disertai dengan narasi sebagai berikut :

1. Distribusi Karateristik Responden

a. Menurut Jenis Kelamin

Page 62: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

Jenis kelamin penderita TB positif maupun negatif lebih banyak laki- laki

dibandingkan perempuan, seperti yang terlihat pada tabel 1 berikut :

Tabel 1 Distribusi Kejadian TB Positif dan TB Negatif menurut Jenis Kelamin di Wilayah Kerja

Puskesmas Piru Kab Seram Bagian Barat

Jenis Kelamin

Kejadian TB Paru Total

Positif Negatif

n % n % N %

Laki- laki 28 32.9 57 67.1 85 100.0

Perempuan 20 31.3 44 68.8 64 100.0

Jumlah 48 32.2 101 67.8 149 100.0

Sumber : Data Primer 2012

Tabel 1 menunjukkan bahwa jumlah responden yang diwawancarai lebih banyak

berjenis kelamin laki- laki yaitu sebanyak 85 orang dimana TB Positif sebanyak 28

orang (32.9%) dan TB Negatif sebanyak 57 orang (67.1%) dibandingkan perempuan

yaitu sebanyak 64 orang dimana TB Positif sebanyak 20 orang (31.3%) dan TB Negatif

sebanyak 44 orang (68.8%).

b. Umur

Dari responden yang diwawancarai sebagian diantaranya berada pada rentang umur

35-44 tahun sebanyak 34 orang dimana TB Positif sebanyak 11 orang dan TB Negatif

23 orang (67.6%), Sedangkan yang paling sedikit yaitu rentang umur 75-84 tahun

sebanyak 2 orang dimana TB Positif 1 orang (50%) dan TB Negatif sebanyak 1 orang

(50%). Distribusi ini dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini

Tabel 2 Distribusi Kejadian TB Positif dan TB Negatif menurut Umur di Wilayah Kerja

Puskesmas Piru Kabupaten Seram Bagian Barat

Page 63: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

Umur (Tahun)

Kejadian TB Paru

Total

Positif Negatif

n % n % n %

15-24 6 19.4 25 80.6 31 100.0

25-34 12 37.5 20 62.5 32 100.0

35-44 11 32.4 23 67.5 34 100.0

45-54 8 32.0 17 68.0 25 100.0

55-64 8 50.0 8 50.0 16 100.0

65-74 2 22.2 7 77.8 9 100.0

75-84 1 50.0 1 50.0 2 100.0

Jumlah 48 32.2 101 67.8 149 100.0

Sumber: Data Primer 2012

c. Pendidikan

Berdasarkan Tabel 3 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan terakhir responden

yang diwawancarai paling banyak SLTA sebanyak 59 orang dimana TB Positif

sebanyak 14 orang (23.7%) dan TB Negatif sebanyak 45 orang (76.3%) sedangkan yang

paling sedikit yaitu tidak memilki jenjang pendidikan sebanyak 1 orang (100%).

Distribusi ini dapat dilihat pada tabel 3 berikut :

Tabel 3 Distribusi Kejadian TB Positif dan TB Negatif menurut Tingkat

Pendidikan di Wilayah Kerja Puskesmas Piru

Kabupaten Seram Bagian Barat

Page 64: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

Pendidikan

Kejadian TB Paru

Total

Positif Negatif

n % n % n %

Tidak sekolah 1 100.0 0 0 1 100.0

Tidak tamat SD 10 66.7 5 33.3 15 100.0

Tamat SD 11 29.7 26 70.3 37 100.0

SLTP 10 33.3 20 66.7 30 100.0

SLTA 14 23.7 45 76.3 59 100.0

Perguruan

Tinggi 2 28.6 5 71.4 7 100.0

Jumlah 48 32.2 101 67.8 149 100.0

Sumber: Data Primer 2012

d. Pekerjaan

Tabel 4 melihat bahwa dari beberapa responden menunjukkan kebanyakan bekerja

sebagai petani yaitu sebanyak 86 orang dimana TB positif sebanyak 30 orang (34.9%)

dan TB Negatif sebanyak 56 orang (65.1%) sedangkan yang paling sedikit yaitu

pegawai swasta dan pensiunan masing 1 orang (100%). Hal ini dapat dilihat dari tabel 4

distribusi responden sebagai berikut :

Tabel 4 Distribusi Kejadian TB Positif dan TB Negatif menurut Jenis Pekerjaan di Wilayah

Kerja Puskesmas Piru Kabupaten Seram Bagian Barat

Page 65: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

Pekerjaan

Kejadian TB Paru

Total

Positif Negatif

n % n % n %

PNS/ABRI 6 66.7 3 33.3 9 100.0

Pegawai Swasta 0 0 1 100.0 1 100.0

Wiraswasta 3 27.3 8 72.7 11 100.0

Pensiunan 0 0 1 100.0 1 100.0

Pelajar 1 7.7 12 92.3 13 100.0

Petani 30 34.9 56 65.1 86 100.0

Buruh 1 50.0 1 50.0 2 100.0

Tidak Kerja 6 28.6 15 71.4 21 100.0

Lainnya 1 20.0 4 80.0 5 100.0

Jumlah 48 32.2 101 67.8 149 100.0

Sumber : Data Primer 2012

Page 66: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

e. Jenis Rumah

Distribusi responden menurut jenis rumah, dilihat pada tabel 5 berikut :

Tabel 5 Distribusi Kejadian TB Positif dan TB Negatif menurut Jenis Rumah di Wilayah

Kerja Puskesmas Piru Kabupaten Seram Bagian Barat

Jenis Rumah

Kejadian TB Paru

Total

Positif Negatif

n % n % n %

Panggung 8 28.6 20 71.4 28 100.0

Permanen 15 30.0 35 70.0 50 100.0

Semi Permanen 25 35.2 46 64.8 71 100.0

Jumlah 48 32.2 101 67.8 149 100.0

Sumber : Data Primer 2012

Tabel 5 sebagian besar responden memiliki jenis rumah semi permanen yaitu

sebanyak 71 responden dimana TB Positif sebanyak 25 responden (35.2%) dan TB

Negatif sebanyak 46 responden (64.8%) sedangkan yang paling sedikit yaitu responden

yang memiliki jenis rumah panggung sebanyak 28 responden dimana TB Positif

sebanyak 8 responden (28.6%) dan TB Negatif sebanyak 20 responden (71.4%).

f. Lama Tinggal

Sebagian besar responden yang diwawancarai baik TB positif maupun negatif

kebanyakan telah menempati rumahnya sudah lebih dari 10 tahun yaitu sebanyak 79

dimana TB Positif sebanyak 28 orang (35.4%) dan TB Negatif sebanyak 51 orang

(64.6%), sedangkan yang paling sedikit kurang dari 5 tahun sebanyak 20 orang dimana

TB Positif sebanyak 4 orang (21.1%) dan TB Negatif sebanyak 16 orang (78.9%).

Page 67: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

Tabel 6

Distribusi Kejadian TB Paru dan Tidak TB Paru menurut Lama Tinggal di Wilayah Kerja Puskesmas Piru Kabupaten Seram Bagian Barat

Lama Tinggal

Kejadian TB Paru

Total

Positif Negatif

n % n % n %

< 5 tahun 4 21.1 16 78.9 20 100.0

5-10 tahun 16 32.0 34 68.0 50 100.0

> 10 tahun 28 35.4 51 64.6 79 100.0

Jumlah 48 32.2 101 67.8 149 100.0

Sumber : Data Primer 2012

Page 68: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

g. Jumlah Kamarisasi

Distribusi responden menurut jumlah kamar dilihat pada tabel 7 berikut:

Tabel 7 Distribusi Kejadian TB Positif dan TB Negatif menurut Jumlah Kamar di Wilayah

Kerja Puskesmas Piru Kabupaten Seram Bagian Barat

Jumlah Kamar

Penderita TB Paru

Total

Positif Negatif

n % n % n %

Satu 4 44.4 5 55.6 9 100.0

Dua 27 34.2 52 65.8 79 100.0

Tiga 12 26.7 33 73.3 45 100.0

Empat 4 26.7 11 73.3 15 100.0

Lima 1 100.0 0 100.0 1 100.0

Jumlah 48 32.2 101 67.8 149 100.0

Sumber : Data Primer 2012

Tabel 7 menunjukkan dari responden yang diwawancarai baik TB positif

maupun Negatif kebanyakan dalam rumahnya hanya terdapat dua kamar saja yaitu

sebanyak 79 orang dimana TB Positif sebanyak 27 orang (34.2%) dan TB Negatif

sebanyak 52 orang (65.8%), sedangkan yang paling sedikit yaitu lima kamar sebanyak 1

orang (100%).

2. Analisis Statistik Variabel

Analisis bivariat pada penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antar

variabel dependen dan variabel independen. Seperti yang telah dijelas pada bab

sebelumnya bahwa variabel dependen pada penelitian ini adalah kejadia TB paru.

Page 69: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

Sedangkan variabel independen yang diteliti hubungan dengan variabel dependen

yatiu kepadatan hunian, kelembaban, pencahayaan rumah,ventilasi udara dan jenis

lantai. Dimana dengan mengetahui Chi-square, maka memungkinkan bagi peneliti

untuk mengesitmasikan besar faktor risiko yang diteliti terhadap kejadian TB paru.

a. Kejadian TB paru

Tabel 8

Distribusi Kejadian TB Positif dan TB Negatif menurut Jumlah Penderita di Wilayah Kerja Puskesmas Piru Kabupaten Seram Bagian Barat

Jumlah

Penderita

Total

n %

TB Positif

TB Negatif

48

101

32.2

67.8

Jumlah 149 100.0

Sumber: Data Primer, 2012

Penelitian ini melibatkan dua kelompok responden yaitu kelompok

responden yang TB BTA (+) dan kelompok responden yang TB BTA (-). Jumlah

seluruh responden yaitu 149 orang, dimana TB dengan BTA (+) sebanyak 48 orang

dan TB dengan BTA (-) sebanyak 101 orang.

b. Analisis Hubungan Kepadatan Hunian Rumah dengan Kejadian TB Paru

Kepadatan Hunian Rumah dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua kriteria

yaitu padat, bila setiap anggota keluarga menempati kurang dari 10 m2 per orang dan

tidak padat bila setiap anggota keluarga menempati sama dengan atau lebih dari 10 m2

per orang.

Page 70: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

Hasil analisis bivariat untuk melihat apakah variabel kepadatan hunian rumah

merupakan salah satu faktor risiko yang berpengaruh secara signifikan dengan kejadian TB

paru pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 9 dibawah ini:

Tabel 9 Distribusi Kejadian TB Paru Berdasarkan Kepadatan Hunian Rumah di Wilayah Kerja

Puskesmas Piru Kabupaten Seram BagianBarat

Kepadatan

Hunian

Rumah

Kejadian TB Paru Total Hasil Uji

Statisik Positif Negatif

n % n % n %

Padat 27 26.5 75 73.5 102 100.0 X

2=

4.886

p=

0.027 Tidak Padat 21 44.7 26 55.3 47 100.0

Jumlah 48 32.2 101 67.8 149 100.0

Sumber: Data Primer, 2012

Tabel 9 menunjukkan bahwa pada kelompok positif hampir sebagian memiliki

hunian yang padat yaitu 27 orang (26.5%) dan memiliki hunian yang tidak padat yaitu 21

orang (44.7%). Dan pada kelompok TB negatif juga sebagian besar memiliki hunian yang

padat yaitu sebanyak 75 orang (73.5%) dan yang memiliki hunian yang tidak padat

sebanyak 26 orang (55.3%).

Berdasarkan Hasil analisis statistik diperoleh nilai X2 hitung = 4.886 dan p=

0.027 dimana X2 tabel = 3.14, karena nilai X2 hitung > dari X2 tabel dan nilai p < α = 0.05,

maka Ho ditolak dan Ha diterima. Dari hasil tersebut dapat diinterpretasikan bahwa ada

hubungan antara kejadian TB paru dengan kepadatan hunian rumah.

c. Analisis Hubungan Kelembaban Rumah dengan Kejadian TB Paru

Variabel kelembaban rumah dibedakan menjadi dua kategori.Waktu yang

diperlukan dalam observasi pada variable kelembaban ini yaitu berkisar antara 5-10

Page 71: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

menit.Kategori pertama yaitu tidak memenuhi syarat, bila kelembaban ruangan kurangan

dari 40% atau lebih 70%. Kategori kedua yaitu memenuhi syarat jika kelembaban

ruangan 40%-70%.

Hasil analisis bivariat untuk menganalisis apakah variabel kelembaban rumah

merupakan salah satu faktor risiko yang berpengaruh secara signifikan dengan kejadian

TB paru pada penelitian ini tergambar pada tabel 10 dibawah ini:

Tabel 10 Distribusi Kejadian TB Paru Berdasarkan Kelembaban Rumah di Wilayah Kerja

Puskesmas Piru Kabupaten Seram Bagian Barat

Kelembaban

Rumah

Kejadian TB Paru Total

Hasil Uji

Statistik

Positif Negatif

n % n % n %

Tidak Memenuhi

Syarat

Memenuhi Syarat

20

28

28.6

35.4

50

51

71.4

64.6

70

79

100.0

100.0

X2=

0.803

p=

0.370

Jumlah 48 32.2 101 67.8 149 100.0

Sumber: Data Primer, 2012

Tabel 10 menunjukkan bahwa paling banyak responden yang tinggal dirumah

dengan kelembaban yang memenuhi syarat kesehatan sebanyak 79 orang. Dimana

kelompok TB positif sebanyak 28 orang atau 35.4% dan kelompok TB negatif sebanyak

51 orang atau 64.6%. Sedangkan yang tidak memenuhi syarat sebanyak 70 orang dimana

kelompok TB positif sebanyak 20 orang atau 28.6% dan kelompok TB negatif sebanyak

50 orang atau 71.4%. Adapun yang dimaksud dengan tidak memenuhi syarat yaitu jika

kelembaban kurang dari 40% atau lebih dari 70%.

Page 72: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

Berdasarkan Hasil analisis statistik diperoleh nilai X2 hitung = 0.803 dan p=

0.370 dimana X2 tabel = 3.14, karena nilai X2 hitung > dari X2 tabel dan nilai p < α =

0.05, maka Ho diterima dan Ha ditolak. Dari hasil tersebut dapat diinterpretasikan bahwa

tidak ada hubungan antara kejadian TB paru dengan kelembaban.

d. Analisis Hubungan Pencahayaan Rumah dengan Kejadian TB Paru

Variabel pencahayaan rumah dibedakan menjadi dua kategori. Waktu yang

diperlukan dalam observasi pada variable pencahayaan ini yaitu berkisar antara 5-10

menit. Kategori pertama yaitu tidak memenuhi syarat, bila pencahayan dalam rumah

intensitas kurang dari 60 lux. Kategori kedua yaitu memenuhi syarat, bila pencahayaan

dalam rumah intensitas lebih besar atau sama dengan 60 lux.

Hasil analisis bivariat untuk menganalisis apakah variabel pencahayaan rumah

merupakan salah satu faktor risiko yang mempengaruhi secara signifikan dengan

kejadian TB paru pada penelitian ini tergambar pada tabel 11 dibawah ini :

Page 73: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

Tabel 11

Distribusi Kejadian TB Paru Berdasarkan Pencahayaan Rumah di Wilayah Kerja Puskesmas Piru Kabupaten Seram Bagian Barat

Pencahayaan

Rumah

Kejadian TB Paru Total Hasil Uji

Statistik Positif Negatif

n % n % n %

Tidak

memenuhi

syarat

Memenuhi

syarat

36

12

36.4

24.0

63

38

63.6

76.0

99

50

100.0

100.0

X2=

2.326

p=

0.127

Jumlah 48 32.2 101 67.8 149 100.0

Sumber: Data Primer, 2012

Tabel 11 menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki intensitas

pencahayaan rumah yang kurang sebanyak 99 orang. Dimana kelompok TB positif

sebanyaj 36 orang (36.4%) dan kelompok TB negatif sebanyak 63 orang (63.6%).

Maksud dari kurang yaitu ketika intensitas cahaya yang masuk ke dalam rumah kurang

dari 60 lux.

Berdasarkan Hasil analisis statistik diperoleh nilai X2 hitung = 2.326 dan p=

0.127 dimana X2 tabel = 3.14, karena nilai X2 hitung > dari X2 tabel dan nilai p < α =

0.05, maka Ho diterima dan Ha ditolak. Dari hasil tersebut dapat diinterpretasikan bahwa

tidak ada hubungan antara kejadian TB paru dengan pencahayaan rumah.

e. Analisis Hubungan Ventilasi Udara dengan Kejadian TB Paru

Variabel ventilasi udara dibedakan menjadi dua kategori.Waktu yang dilakukan

dalam observasi pada variable ventilasi ini yaitu berkisar antara 5-10 menit,hal ini

Page 74: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

dikarenakan harus melakukan pengukuran dengan jangkauan yang agak sulit. Kategori

pertama yaitu kurang, bila luas ventilasi kurang dari 10% luas lantai rumah. Kate gori

kedua yaitu cukup, bila luas ventilasi minimal 10% dari luas lantai rumah.

Hasil analisis bivariat untuk menganalisis apakah variabel ventilasi udara

merupakan salah satu faktor risiko yang berpengaruh secara signifikan dengan kejadian

TB paru pada penelitian ini tergambar pada tabel 12 dibawah ini:

Tabel 12 Distribusi Kejadian TB Paru Berdasarkan Ventilasi Udara di Wilayah Kerja Puskesmas

Piru Kabupaten Seram Bagian Barat

Ventilasi

Udara

Kejadian TB Paru Total Hasil Uji

Statistik Positif Negatif

n % n % n %

Tidak

Memenuhi

Syarat

Memenuhi

Syarat

9

39

42.9

30.5

12

89

90.8

9.2

21

128

100.0

100.0

X2=

1.26

8

p=

0.260

Jumlah 48 32.2 101 67.8 130 100.0

Sumber: Data Primer, 2012

Tabel 12 menunjukkan bahwa pada kelompok TB positif lebih banyak ventilasi

udara yang cukup yaitu sebanyak 39 orang (30.5%) dibandingkan dengan ventilasi rumah

yang kurang yaitu 9 orang (42.9%). Hal ini sebanding dengan kelompok TB negatif

dimana jumlah ventilasi cukup lebih banyak dibandingkan dengan ventilasi udara yang

kurang.

Page 75: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

Berdasarkan Hasil analisis statistik diperoleh nilai X2 hitung = 1.268 dan p=

0.260 dimana X2 tabel = 3.14, karena nilai X2 hitung > dari X2 tabel dan nilai p < α =

0.05, maka Ho diterima dan Ha ditolak. Dari hasil tersebut dapat diinterpretasikan bahwa

tidak ada hubungan antara kejadian TB paru dengan ventilasi udara.

f. Analisis Hubungan Jenis Lantai dengan Kejadian TB Paru

Jenis lantai dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua kriteria yaitu tidak

memenuhi syarat, bila lantai rumah hanya berupa tanah atau bahan berupa semen atau

kayu dengan kondisi lembab dan memenuhi syarat, bila lantai rumah terbuat dari bahan

yang kedap air berupa keramik, semen, kayu dengan kondisi tidak lembab.

Hasil analisis bivariat untuk menganalisis apakah variabel jenis lantai

merupakan salah satu faktor risiko yang berpengaruh secara signifikan dengan kejadian

TB paru pada penelitian ini tergambar pada tabel 13 dibawah ini:

Page 76: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

Tabel 13

Distribusi Kejadian TB Paru Berdasarkan Jenis Lantai di Wilayah Kerja Puskesmas Piru Kabupaten Seram Bagian Barat

Jenis Laintai

Kejadian TB Paru Total

Hasil Uji

Statistik

Positif Negatif

n % n % n %

Tidak Memenuhi

Syarat

Memenuhi Syarat

15

33

32.6

32.0

31

70

71.4

64.6

46

103

100.0

100.0

X2=

0.005

p=

0.945

Jumlah 48 32.2 101 67.8 149 100.0

Sumber: Data Primer, 2012

Tabel 13 di atas menunjukkan bahwa dari 149 responden kebanyakan jenis

lantai telah memenuhi syarat kesehatan yaitu sebesar 103 orang dimana kelompok TB

positif sebesar 33 orang (32%) dan kelompok TB negatif sebanyak 70 orang (68%). Dan

yang tidak memenuhi syarat kesehatan terdapat 46 orang dimana kelompok TB positif

sebanyak 15 orang (32.6%) dan kelompok TB negatif sebanyak 31 orang (67.4%).

Berdasarkan Hasil analisis statistik diperoleh nilai X2 hitung = 0.005 dan p=

0.945 dimana X2 tabel = 3.14, karena nilai X2 hitung > dari X2 tabel dan nilai p < α =

0.05, maka Ho diterima dan Ha ditolak. Dari hasil tersebut dapat diinterpretasikan bahwa

tidak ada hubungan antara kejadian TB paru dengan jenis lantai.

B. Pembahasan

Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui hubungan dari beberapa faktor yang

diduga erat kaitannya dengan kejadian TB paru di Wilayah Kerja Puskesmas Piru

Kabupaten Seram Barat Tahun 2012. Beberapa faktor yang dimaksud adalah kepadatan

hunian rumah, kelembaban, pencahayaan rumah, ventilasi rumah dan jenis lantai. Untuk

Page 77: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

tujuan diatas maka pada analisis data menggunakan nilai Chi-Square dengan jenis

rancangan penelitian yang digunakan yaitu cross sectional. Adapun pembahasan untuk

masing-masing variabel independen berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan

selengkapnya sebagai berikut :

1. Kepadatan Hunian Rumah terhadap Kejadian TB Paru

Kepadatan hunian rumah adalah perbandingan antara luas lantai rumah dengan

jumlah anggota keluarga dalam satu rumah tinggal (Lubis,1989). Luas rumah yang tidak

sebanding dengan jumlah penghuninya akan menyebabkan penjubelan (overcrowded).

Hal ini tidak sehat karena disamping menyebabkan kurangnya oksigen, juga bila salah

satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi, terutama tuberkulosis akan mudah

menularkan ke anggota keluarga yang lain (Lubis, 1989; Notoatmodjo, 2003).

Kepadatan hunian rumah akan memudahkan terjadinya penularan penyakit seperti

tuberkulosis. Koloni bakteri dan kepadatan hunian per meter persegi memberikan efek

sinergis menciptakan sumber pencemar yang berpotensi menekan reaksi kekebalan

bersama dengan terjadinya peningkatan bakteri patogen dengan kepadatan hunian pada

setiap keluarga. Dengan demikian bakteri TB di rumah penderita TB paru semakin banyak,

bila jumlah penghuni semakin banyak jumlahnya.

Kepadatan Hunian Rumah dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua kriteria

yaitu padat, bila setiap anggota keluarga menempati kurang dari 10 m2 per orang dan tidak

padat bila setiap anggota keluarga menempati sama dengan atau lebih dari 10 m2 per

orang.

Page 78: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

Pada penelitian ini menunjukkan bahwa pada kelompok positif hampir sebagian

memiliki hunian yang padat yaitu 27 orang (26.5%) dan memiliki hunian yang tidak padat

yaitu 21 orang (44.7%). Pada kelompok TB negatif juga sebagian besar memiliki hunian

yang padat yaitu sebanyak 75 orang (73.5%) dan yang memiliki hunian yang tidak padat

sebanyak 26 orang (55.3%).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kepadatan hunian rumah tidak memiliki

hubungan (p = 0.027) terhadap kejadian TB paru. Hal ini dikarenakan jumlah sampel yang

diteliti lebih banyak yang berstatus TB negatif dibandingkan TB positif, serta metode

yang digunakan pada penelitian ini berbeda dari penelitian sebelumnya yang

menggunakan jenis penelitian lain.

Hasil ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Sugiharto tahun

2004 yang menemukan bahwa ada hubungan signifikan antara kepadatan hunian rumah

dengan kejadian TB paru dengan nilai p=0.001. Begitupun dengan penelitian yang

dilakukan Tobing tahun 2009 di Medan yang membuktikan bahwa kepadatan hunian

mempunyai hubungan yang signifikan terhadap peningkatan potensi penularan TB paru

dimana penularan TB paru 3.3 kali lebih besar pada penderita yang padat hunian

rumahnya.

Pada penelitian Sugiharto dan Tobing mengambil sampel berupa penderita TB

paru dan bukan TB paru untuk melihat pengaruh kepadatan hunian rumah terhadap

penyebaran penyakit TB paru dan hasilnya signifikan. Pada penelitian ini sampelnya

sama dengan penelitian Sugiharto dan Tobing namun beda wilayah yaitu di daerah

Ambon tepatnya di wilayah kerja Puskesmas Piru Kabupaten Seram Bagian Barat dan

Page 79: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

menunjukkan hasil yang tidak signifikan kepadatan hunian rumah terhadap kejadian TB

paru.

Meskipun tidak menunjukkan hubungan secara signifikan kepadatan hunian

rumah terhadap kejadian TB paru tetapi kepadatan hunian rumah memiliki peran dalam

penularan TB paru. Oleh karena itu penderita TB paru terutama yang padat hunian

rumahnya harus memanfaatkan ventilasi udara dengan baik dengan membiasakan

membuka jendela setiap hari terutama pada pagi hari, alat makan dan minum dipisah dari

dengan penderita dan tidak membuang dahak di sembarangan tempat guna mencegah

penularan terhadap anggota keluarga lain.

2. Kelembaban Rumah terhadap Kejadian TB Paru

Kuman tuberkulosis dapat hidup baik pada lingkungan yang lembab (Depkes RI,

2002). Selain itu karena air membentuk lebih dari 80% volume sel bakteri dan merupakan

hal yang essensial untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup sel bakteri, maka kuman

TB dapat bertahan hidup pada tempat sejuk, lembab dan gelap tanpa sinar matahari

sampai bertahun-tahun lamanya Atmosukarto, (2000); Gould dan Brooker, (2003) dalam

Nurhidayah, dkk, (2007). Semakin lembab suatu rumah maka media perkembangbiakan

kuman TB semakin baik yang dapat menyebabkan semakin parahnya penyakit TB paru

yang diderita.

Variabel kelembaban rumah dibedakan menjadi dua kategori. Kategori pertama

yaitu tidak memenuhi syarat, bila kelembaban ruangan kurangan dari 40% atau lebih

70%. Kategori kedua yaitu memenuhi syarat jika kelembaban ruangan 40%-70%.

Page 80: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

Pada penelitian ini menunjukkan bahwa paling banyak responden yang tinggal

dirumah dengan kelembaban yang memenuhi syarat kesehatan sebanyak 79 orang.

Dimana kelompok TB positif sebanyak 28 orang atau 35.4% dan kelompok TB negatif

sebanyak 51 orang atau 64.6%. Sedangkan yang tidak memenuhi syarat sebanyak 70

orang dimana kelompok TB positif sebanyak 20 orang atau 28.6% dan kelompok TB

negatif sebanyak 50 orang atau 71.4%. Adapun yang dimaksud dengan tidak memenuhi

syarat yaitu jika kelembaban kurang dari 40% atau lebih dari 70%.

Berdasarrkan hasil penelitian yang dilakukan secara langsung ke responden

menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan kelembaban terhadap kejadian

TB Paru dengan p = 0.370. Hal ini dikarenakan kondisi cuaca yang tidak menetap

sehingga pada saat proses penelitian yang menyebabkan kondisi kelembaban responden

tidak menentu.

Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Mulyadi (2003) dalam Suarni (2009) di

Kota Bogor yang menunjukkan bahwa penghuni rumah yang memiliki kelembaban ruang

keluarga yang tidak memenuhi syarat berisiko secara signifikan terkena TB paru 10.7 kali

di banding penghuni rumah yang tinggal pada perumahan yang memiliki kelembaban

memenuhi syarat.

Kelembaban rumah memiliki peran terhadap perkembangbiakan kuman TB. Oleh

karena itu penderita TB dan keluarganya perlu mendapat KIE (Komunikasi,Informasi dan

Edukasi) tentang pentingnya memperhatikan kelembaban rumah dengan cara

memanfaatkan sistem ventilasi udara dengan baik.

3. Pencahayaan Rumah terhadap Kejadian TB Paru

Page 81: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

Pencahayaan alami ruangan rumah adalah penerangan yang bersumber dari sinar

matahari (alami), yaitu semua jalan yang memungkinkan untuk masuknya cahaya

matahari alamiah, misalnya melalui jendela atau genting kaca (Depkes RI, 1989;

Notoatmodjo, 2003).

Menurut Lubis dan Notoatmodjo (2003), cahaya matahari mempunyai sifat

membunuh bakteri, terutama kuman Mycobacterium tuberculosis. Menurut Depkes RI

(2002), kuman tuberkulosis hanya dapat mati oleh sinar matahari langsung. Oleh sebab

itu, rumah dengan standar pencahayaan yang buruk sangat berpengaruh terhadap

kejadian tuberkulosis. Menurut Atmosukarto dan Soeswati (2000), kuman tuberkulosis

dapat bertahan hidup pada tempat yang sejuk, lembab dan gelap tanpa sinar matahari

sampai bertahun-tahun lamanya, dan mati bila terkena sinar matahari, sabun, lisol,

karbol dan panas api.

Variabel pencahayaan rumah dibedakan menjadi dua kategori. Kategori pertama

yaitu tidak memenuhi syarat, bila pencahayan dalam rumah intensitas kurang dari 60 lux.

Kategori kedua yaitu memenuhi syarat, bila pencahayaan dalam rumah intensitas lebih

besar atau sama dengan 60 lux.

Pada penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki

intensitas pencahayaan rumah yang kurang sebanyak 99 orang. Dimana kelompok TB

positif sebanyaj 36 orang (36.4%) dan kelompok TB negatif sebanyak 63 orang (63.6%).

Maksud dari kurang yaitu ketika intensitas cahaya yang masuk ke dalam rumah kurang

dari 60 lux.

Page 82: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pencahayaan rumah tidak memiliki

hubungan terhadap kejadian TB paru dengan nilai p = 0.127. Hasil ini dipengaruhi oleh

pengukuran yang dilakukan hanya 3 titik pada setiap titik ruangan dengan ukuran (90 x

90) cm2. Hal ini memiliki maksud agar responden tidak merasa jenuh saat diwawancarai.

Penelitian ini berbeda dengan penelitian Atmosukarto dan Soeswati (2000) yang

membuktikan bahwa rumah dengan pencahayaan yang kurang baik secara signifikan

mempunyai risiko menderita tuberkulosis 3-7 kali dibandingkan dengan rumah yang

pencahayaan baik. Begitupun dengan penelitian Pertiwi (2004) dalam Adnani (2006)

menunjukkan juga bahwa penghuni rumah yang pencahayaannya tidak memenuhi syarat

secara signifikan akan mempunyai risiko 2,5 kali terkena TB paru dibanding penghuni

yang pencahayaan rumahnya memenuhi persyaratan di Jakarta Timur.

Penelitian Atmosukarto, Soeswati dan Pertiwi bertujuan melihat pengaruh

pencahayaan rumah terhadap risiko kejadian TB paru pada orang yang sehat dan hasilnya

berisiko secara signifikan sedangkan pada penelitian ini melihat pengaruh pencahayaan

rumah terhadap orang yang menderita TB paru yang berisiko terhadap kejadian TB paru

dan diperoleh hasil yang tidak signifikan.

Meskipun besar risiko pencahayaan tidak memiki hubungan terhadap kejadian TB

paru tetapi pencahayaan rumah memiliki peran terhadap perkembangan kuman TB. Oleh

karena itu penderita TB paru dan keluarga harus diperhatikan pentingnya membuka

jendela atau ventilasi udara setiap hari dan memanfaatkan cahaya lampu jika keadaan

rumah sudah gelap karena kuman TB akan hidup dengan baik dalam keadaan yang gelap

dan lembab.

Page 83: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

4. Ventilasi Udara terhadap Kejadian TB Paru

Ventilasi adalah usaha untuk memenuhi kondisi atmosfer yang menyenangkan

dan menyehatkan manusia (Lubis, 1989 dalam Nurhidayah, dkk., 2007). Fungsi ventilasi

udara adalah untuk menjaga agar aliran udara di dalam rumah tetap segar. Kurangnya

ventilasi udara akan menyebabkan kelembaban udara di dalam ruangan naik karena

rendahnya cahaya matahari yang masuk dan terjadinya proses penguapan cairan dari kulit

penyerapan. Kelembaban ini akan merupakan media yang baik untuk perkembangan

Mycobacterium tuberculosis.

Variabel ventilasi udara dibedakan menjadi dua kategori. Kategori pertama yaitu

tidak memenuhi syarat, bila luas ventilasi kurang dari 10% luas lantai rumah. Kategori

kedua yaitu memenuhi syarat, bila luas ventilasi minimal 10% dari luas lantai rumah.

Dari tabel diatas menunjukkan bahwa pada kelompok TB positif lebih banyak

ventilasi udara yang cukup yaitu sebanyak 39 orang (30.5%) dibandingkan dengan

ventilasi rumah yang kurang yaitu 9 orang (42.9%). Hal ini sebanding dengan kelompok

TB negatif dimana jumlah ventilasi cukup lebih banyak dibandingkan dengan ventilasi

udara yang kurang.

Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara kejadian

TB paru dengan keadaan ventilasi responden dengan p = 0.260. Hal ini disebabkan

karena jendela rumah mereka kebanyakan memenuhi syarat kesehatan dimana semuanya

melebihi atau sama dengan 10% setelah hasil bagi dengan luas lantai.

Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan Sumarjo (2004) di

Kabupaten Banjarnegara mendapatkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara

Page 84: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

ventilasi rumah dengan kejadian TB paru diperoleh nilai p=0,003 (Tobing, 2009).

Penelitian lain yang telah dilakukan Tobing tahun 2009 di Tapanuli juga mendapatkan

bahwa ventilasi yang kurang berisiko 2,4 kali lebih besar untuk potensi penularan TB.

Meskipun ventilasi tidak memiliki hubungan terhadap kejadian TB paru. Namun

ventilasi udara yang baik akan mempengaruhi faktor lingkungan lainnya berupa suhu,

kelembaban, pencahayaan, kondisi lantai dan sebagainya. Melalui ventilasi yang cukup

maka pertukaran udara semakin baik dan cahaya matahari akan menyinari ruangan rumah

yang dapat membunuh kuman-kuman TB. Oleh karena itu penderita TB paru dan

keluarganya perlu memahami cara penggunaan ventilasi udara yang baik ya itu ventilasi

udara atau jendela harus di buka setiap harinya agar cahaya matahari dapat masuk ke

dalam rumah. Meskipun jumlah ventilasi udara cukup tetapi tidak dibuka setiap harinya

maka tujuan ventilasi sebagai pertukaran udara tidak akan berfungsi dengan baik.

5. Jenis Lantai terhadap Kejadian TB Paru

Lantai yang baik adalah yang terbuat dari bahan yang kedap air. Apabila lantai

lembab maka akan menjadi sarana perkembangbiakan yang baik bagi bakteri TB. Jenis

lantai yang dimaksud dalam penelitian ini adalah konstruksi lantai rumah yang dominan

terbuat dari bahan yang kedap air dan mudah dibersihkan. (Kepmenkes No. 829/1999)

Pada penelitian ini menunjukkan bahwa dari 149 responden kebanyakan jenis

lantai telah memenuhi syarat kesehatan yaitu sebesar 103 orang dimana kelompok TB

positif sebesar 33 orang (32%) dan kelompok TB negatif sebanyak 70 orang (68%). Dan

yang tidak memenuhi syarat kesehatan terdapat 46 orang dimana kelompok TB positif

sebanyak 15 orang (32.6%) dan kelompok TB negatif sebanyak 31 orang (67.4%).

Page 85: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

Dari hasil penelitian di dapatkan nilai chi-square jenis lantai terhadap kejadian TB

paru sebesar p = 0.945. Maka dapat disimpulkan bahwa jenis lantai tidak memiliki

hubungan terhadap kejadian TB paru di wilayah kerja Puskesmas Piru Kabupaten Seram

Barat. Hal ini dikarenakan hampir sebagian responden yang diwawancarai memiliki jenis

rumah permanen.

Penelitian ini tidak sejalan dengan Rusnoto dkk pada tahun 2006 menunjukkan

bahwa jenis lantai yang tidak memenuhi standar kesehatan memiliki nilai p = 0,0001

terhadap kejadian TB. Penelitian Rusnoto dkk bertujuan melihat pengaruh jenis lantai

terhadap risiko kejadian TB paru pada orang yang sehat dan hasilnya berisiko secara

signifikan sedangkan pada penelitian ini melihat pengaruh jenis lantai pada orang yang

menderita TB paru terhadap risiko kejadian resistensi tetapi hasilnya tidak signifikan.

Meskipun hasilnya tidak memilliki hubungan, jenis lantai yang tidak memenuhi

syarat merupakan tempat tinggal yang baik untuk kuman TB. Oleh karena itu penderita

TB paru harus memperhatikan kondisi lantai jika mudah lembab sebaiknya menjaga

kebersihan lantainya setiap hari dan mengusahakan penggunaan ventilasi udara yang

lebih baik guna mengurangi kelembaban dalam rumah.

C. Keterbatasan Penelitian

Hal-hal yang memungkinkan menjadi kelemahan dan keterbatasan pada penelitian

ini dalam memperoleh hasil yang lebih tepat dan akurat, antara lain:

1. Pengukuran pencahayaan (luxmeter) yang di kurangi frekuensi pengukurannya

menjadi 3 kali saja guna mengurangi rasa jenuh penderita TB.

Page 86: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

2. Pengukuran ventilasi lebih banyak menggunakan jawaban langsung dari responden

dibandingkan pengukuran langsung.

3. Faktor keadaan cuaca yang berpengaruh terhadap pengukuran suhu, pencahayaan dan

kelembaban.

Page 87: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian beberapa variabel independen terhadap kejadian TB

paru di Wilayah Kerja Puskesmas Piru Seram tahun 2012, maka dapat disimpulkan

sebagai berikut :

1. Kepadatan penghuni memiliki hubungan terhadap kejadian TB paru.

2. Kelembaban rumah tidak memiliki hubungan terhadap kejadian TB paru dengan

TB positif yang tidak memenuhi syarat sebanyak 28.6% dan TB negatif yang

tidak memenuhi syarat sebanyak 71.4%.

3. Pencahayaan rumah tidak memiliki hubungan terhadap kejadian TB paru dengan

TB positif yang tidak memenuhi syarat sebanyak 36.4% dan TB negative yang

tidak memenuhi syarat sebanyak 63.6%.

4. Ventilasi rumah tidak memiliki hubungan terhadap kejadian TB paru dengan TB

positif yang tidak memenuhi syarat sebanyak 42.9% dan TB negatif sebanyak

90.8%

5. Jenis lantai tidak memiliki hubungan terhadap kejadian TB paru dengan TB

positif sebanyak 32.6% yang tidak memenuhi syarat dan TB negatif sebanyak

71.4%.

Page 88: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

B. SARAN

1. Pentingnya penyuluhan tentang rumah sehat khususnya keadaan ventilasi yang cukup

terhadap penderita TB paru yang tinggal dirumah yang padat huniannya, pencahayaan

dan kelembaban yang tidak memenuhi syarat guna mencegah terjadinya keparahan

penyakit TB paru yang dapat mengakibatkan pengobatan yang berlangsung lama atau

menyebabkan kematian. Selain itu ventilasi atau jendela harus selalu terbuka setiap

harinya terutama pagi hari agar cahaya matahari dapat masuk ke dalam rumah guna

membunuh kuman-kuman TB.

2. Penderita TB paru harus menjaga kontak terhadap keluargannya yang sehat yaitu

mengurangi kontak dengan keluarga lainnya untuk sementara selama pengobatan

terutam kelompok yang rentan terhadap penularan yaitu bayi dan lansia.

3. Keluarga penderita TB paru harus diberikan pemahaman bahwa keluarganya yang

menderita TB paru harus selalu diusahakan berada pada tempat yang memiliki ventilasi

udara yang cukup dan pencahayaan yang baik guna mengurangi risiko terjadinya

keparahan penyakit TB paru yang dapat berujung kematian atau lamanya proses

pengobatan.

Page 89: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

DAFTAR PUSTAKA

Adnani, H dan Asih Mahastuti. Hubungan Kondisi Rumah dengan Penyakit TBC Paru di

Wilayah Kerja Puskesmas Karangmojo II Kabupaten Gunungkidul Tahun 2003-2006. Yogyakarta: Jurnal Kesehatan Surya Medika.

Afnal. 2007. Analisis Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Keberhasilan Program TB Paru Melalui Strategi DOTS di Wilayah Kerja Puskesmas Caile Kecamatan Ujung Bulu

Kabupaten Bulukumba. Makassar: Universitas Hasanuddin.

Ashari. 2011. Analisis Kondisi Lingkungan Rumah Penderita Tuberkulosis Paru Resisten di

Kota Makassar. Makassar: Universitas Hasanuddin.

Atlanta. The CDC, 1989. Pedoman Lokakarya Penggunaan Metode Epidemiologi Dalam Studi Kesehatan Reproduksi. BKKBN.

Atmosukarto dan Sri Soewasti. 2000. Pengaruh Lingkungan Pemukiman dalam Penyebaran Tuberkulosis. Jakarta : Media Litbang Kesehatan, Vo. 9 (4), Depkes RI.

Azwar, A. 1995. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Jakarta : Mutiara Sumber Daya

Bloch Alan B,et.al, 1989. The Epidemiology of Tuberculosis in The United Stated, Clinics in Chest Medice, vol. 10 no. 3.

Depkes RI. 1989. Pengawasan Penyehatan Lingkungan Pemukiman. Jakarta : Depkes RI.

…………………. Pedoman petugas Pelaksanaan pengobatan dalam program pemberantasan penyakit TB paru. Jakarta: Dep. Kes RI, Ditjen PPM & PLP.

…………...1994. Pedoman pemeriksaan kuman TB paru secara Mikroskopis dalam Program Pemberantasan Penyakit TB paru. Jakarta: Dep.Kes RI, Dirjen PPM & PLP.

…………...2000. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta.

…………...2001. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta.

…………...2002. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta.

Dinkes Maluku. 2012. Profil Kesehatan Maluku Tahun 2011. Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah, 2000. Faktor Risiko yang Mempengaruhi

Kesembuhan Pengobatan Penderita TB Paru di Jawa Tengah, Laporan hasil penelitian (tahap II), Dinkes Prop, Jawa tengah : Semarang.

Page 90: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

Farlan Burnet Mc, 1995. Natural history of infectous disease in warm climate countrius, New

York.

Fatimah, Siti. 2008. Faktor Kesehatan Lingkungan Rumah yang Berhubungan dengan

Kejadian TB Paru di Kabupaten Cilacap (Kecamatan : Sidareja, Cipari, Kedungreja, Patimuan, Gandrungmangu, Bantasari). Semarang: Program Pascasarjana Universitas

Diponegoro.

Firdiana, Cahyati Hary W. 2007. Hubungan Antara Luas Ventilasi dan Pencahayaan Rumah

dengan Kejadian Tuberculosis Paru Anak di Wilayah Kerja Puskesmas Kedungmundu Kecamatan Tembalang. Semarang: Universitas Negeri Semarang.

Fletcher. 1992. Sari Epidemiologi Klinik. Yogjakarta: Gadjah Mada University Press.

Girsang, M. 1999. Kesalahan-kesalahan dalam Pemeriksaan Sputum BTA pada Program Penanggulangan TB terhadap Beberapa Pemeriksaan dan Identifikasi Penyakit TBC . Jakarta : Media Litbang Kesehatan Vo. IX No. 3.

Gould, D dan Brooker, C. 2003. Mikrobiologi Terapan untuk Perawat. Jakarta : EGC

Jaya, Iman. 2000. Studi Kasus Kontrol Faktor Risiko Lingkungan Terhadap Kejadian TB paru BTA (+) di Kabupaten Aceh Barat. Jakarta: Program Pascasarjana Universitas

Indonesia.

Karno. 2010. Studi Tentang Keadaan Sanitasi Rumah Penderita TB Paru di Desa Banjarejo Kecamatan Panekan Kabupaten Magetan. Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes Volume 1 Nomor 2.

Keputusan Menkes RI. No. 364/Menkes/SK/V/2009, Tentang Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis (TB).

Lubis, P. 1989. Perumahan Sehat. Jakarta : Depkes RI

Mukono. 2002. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Rineka Cipta

Muray John F, 1988. Textbook of respiratory medicine, WB Sauders Philadelpia.

Notoatmodjo,2008.Metode Penelitian Kesehatan.

Notoatmodjo, S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Prinsip-prinsip Dasar. Jakarta: Rineka

Cipta.

Page 91: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …

Nurhidayah, Ikeu. Lukman, Mamat. Rakhmawaty, Windy. 2007. Hubungan antara

Karakteristik Lingkungan Rumah dengan Kejadian Tuberkulosis pada Anak di Kecamatan Paseh Kabupaten Sumedang. Bandung: Universitas Padjajaran.

Rusnoto, Rahmatullah P., Udiono A. 2006. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Tb Paru pada Usia Dewasa. Kabupaten Pati: Balai Pencegahan dan Pengobatan

Penyakit Paru (BP4). Ruswanto, Bambang. 2010. Analisis Spasial Sebaran Kasus Tuberkulosis Paru Ditinjau Dari

Faktor Lingkungan Dalam dan Luar Rumah di Kabupaten Pekalongan. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro : Semarang.

Simbolon D. Faktor Risiko Tuberculosis Paru di Kabupaten Rejang Lebong.

Styblo, K. 1991. “Knowledge and Attitudes About Tuberculosis of Black”.

Teguh, M, dkk. 2008. Pengkajian Faktor Risiko Lingkungan Perumahan Penderita TB Paru

di Kecamatan Peterongan Kabupaten Jombang Tahun 2007. Surabaya: Buletin Human Media Vol. 03 Nomor 01.

WHO, 1998. Global Tuberculosis Control, WHO Report, Geneva.

World Health Organitation (WHO). 2009. Global Tuberculosis Control A Short Update to The 2009 Report.

Page 92: HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH TERHADAP KEJADIAN …