HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK KELUARGA DENGAN …

56
HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK KELUARGA DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUMEDANG SELATAN KABUPATEN SUMEDANG SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna mencapai Gelar Sarjana Keperawatan NOVIANTI LESTARI AK.1.15.081 PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA 2 0 1 9

Transcript of HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK KELUARGA DENGAN …

Page 1: HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK KELUARGA DENGAN …

HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK KELUARGA DENGAN KEJADIAN INFEKSI

SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA

DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUMEDANG SELATAN

KABUPATEN SUMEDANG

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna mencapai

Gelar Sarjana Keperawatan

NOVIANTI LESTARI

AK.1.15.081

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA

2 0 1 9

Page 2: HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK KELUARGA DENGAN …

1

Page 3: HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK KELUARGA DENGAN …

2

Page 4: HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK KELUARGA DENGAN …

3

Page 5: HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK KELUARGA DENGAN …

4

ABSTRAK

Anak usia 1-5 tahun mempunyi resiko untuk terserang infeksi saluran

pernafasan akut (ISPA), karena keadaan anak dibawah 5 tahun imunitasnya

belum sempurna dan lumen saluran nafasnya relatif sempit. ISPA juga salah

satu penyebab utama kunjungan pasien di puskesmas sekitar 40-60% dan 15-

30% di rumah sakit. Salah satu penyebab ISPA adalah kondisi lingkungan

seperti polutan udara, kepadatan anggota keluarga, kebersihan, dan

temperatur. Dalam poltan udara yang dapat menyebabkan ISPA adalah asap

rokok. Kebiasaan merokok orang tua atau keluarga berdampak buruk bagi

kesehatan balita, karena menjadikan balita perokok pasif. Perokok pasif ini

tidak merokok melainkan terpaksa meghisap asap rokok dari lingkungan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kebiasaan

merokok keluarga dengan kejadian infeksi saluran pernafasan akut (ISPA)

pada balita di wilayah kerja puskesmas Sumedang Selatan Kabupaten

Sumedang.

Metode penelitian Penelitian ini menggunakan deskriptif korelasi

dengan pendekatan cross sectional dengan variabel yang diukur adalah

kebiasaan merokok keluarga dan ISPA. Teknik pengambilan sampel yaitu

dengan accidental sampling dengan jumlah populasi sebanyak 5.330 balita

dan diambil sampel sebanyak 99 balita.

Hasil analisis univariat menunjukkan 69.4% keluarga mempunyai

kebiasaan merokok dan 61.6% balita terdiagnosa ISPA. Hasil analisa p-

value=0.025 (p<0.05) dan dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara

kebiasaan merokok keluarga degan kejadian infeksi saluran pernafasan akut

(ISPA) pada balita di wilayah kerja puskesmas Sumedang Selatan. Kebiasaan

merokok keluarga menjadi salah satu penyebab terjadinya ISPA pada balita

sehingga peneliti menyarankan pihak puskesmas untuk menambahkan media

lain dalam hal penyampaian informasi seperti penyediaan poster atau pamflet,

dan pemberian motivasi kepada keluarga yang mempunyai kebiasaan

merokok untuk berhenti merokok.

Kata Kunci :

Daftar Pustaka :

: Balita, Ispa, Kebiasaan Merokok Keluarga

25 Buku (2009 – 2018)

8 Jurnal (2014 – 2018)

1 Website (2011)

Page 6: HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK KELUARGA DENGAN …

5

ABSTRACT

Children aged 1-5 years have the risk for acute respiratory infections (ARI),

because the children under 5 years immunity condirion is not perfect and the

airway lumen is relatively narrow. ARI is also one of the main causes of patient

visits in community health centre around 40-60% and 15-30% in hospitals. One

cause of ARI is environmental conditions such as air pollutants, density of family

members, cleanliness, and temperature. In air poltan that can cause ARI is

cigarette smoke. The smoking habit of parents or family is bad for toddlers health,

because it makes toddlers become passive smokers. Passive smokers do not smoke

but are forced to inhale cigarette smoke from the environment.

This study aims to determine the relationship between family smoking habits

with the incidence of acute respiratory infections (ARI) on toddlers in south

Sumedang community health center working area at Sumedang district.

Research methods This study uses descriptive correlation with cross sectional

approach with the measured variables are family smoking habits and ARI. The

sampling technique is accidental sampling with 5,330 toddlers population and 99

samples taken.

Univariate analysis results showed 69.4% of families have smoking habits

and 61.6% of children under five diagnosed with ARI. Results of the analysis of p-

value = 0.025 (p <0.05) and it can be concluded that there is a relationship

between family smoking habits with the incidence of acute respiratory infections

(ARI)on toddlers in south Sumedang community health center working area at

Sumedang district. Family smoking habit is one of the causes of ARI on toddlers

so researchers suggest the community health center to add other media in terms

of delivering information such as providing posters or pamphlets, and providing

motivation.

Keywords :

Bibliography :

: Acute Respiratory Infection, Family Smoking Habits,

Toddler

25 Buku (2009 – 2018)

8 Jurnal (2014 – 2018)

1 Website (2011)

Page 7: HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK KELUARGA DENGAN …

6

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

penelitian ini yang berjudul “Hubungan kebiasaan merokok keluarga dengan

kejadian infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) pada balita di wilayah kerja

Puskesmas Sumedang Selatan Kabupaten Sumedang”.

Pada kesempatan ini penulis menyadari bahwa selama penyusunan Skripsi ini

tidak lepas dari segala saran, bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh

karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. H. Mulyana, S.H., M.Pd., MH.Kes., selaku ketua Yayasan Adhi Guna

Kencana Bandung.

2. Dr. Entris Sutrisno, MH.Kes., Apt Selaku Rektor Universitas Bhakti Kencana

Bandung.

3. Rd. Siti Jundiah, S.Kp., M.Kep., selaku Dekan Fakultas Keperawatan

Universitas Bhakti Kencana Bandung.

4. Lia Nurlianawati S.Kep.,Ners.,M.Kep selaku Ketua Prodi Sarjana

Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Bhakti Kencana Bandung.

5. Novitasari T. S., S.Kep., Ners., M.Kep., selaku pembimbing I yang telah

meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan kepada penulis dengan

penuh kesabaran serta memberikan saran yang sangat bermanfaat, sehingga

skripsi ini selesai tepat waktu.

Page 8: HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK KELUARGA DENGAN …

7

6. Denni Fransiska, S.Kp., M.Kep selaku pembimbing II yang telah

meluangskan waktu untuk memberikan bimbingan kepada penulis dengan

penuh kesabaran serta memberikan saran yang sangat bermanfaat, sehingga

skripsi ini selesai tepat waktu.

7. Terimakasih kepada staff dari UPT Puskesmas Sumedang Selatan.

8. Kepada semua dosen dan staff Universitas Bhakti Kencana Bandung yang

telah banyak memberikan ilmu pengetahuan selama ini.

9. Kepada keluarga tercinta terutama mamah (Dewi Maya) yang telah

memberikan dukungan moril maupun materil kepada penulis selama

mengikuti pendidikan dan penelitian.

10. Teman terdekat penulis (Ferry, Nova, Riska, Rinrin, Maudi, Andania, Rosipa,

Dini,Widya, Shiva) dan kepada teman-teman seperjuangan Prodi S1

Keperawatan angkatan tahun 2015 beserta adik tingkat serta kakak tingkat

terima kasih atas semua dukungan dan bantuan yang telah diberikan.

11. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, yang telah membantu

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini sehingga tepat waktu.

Penulis menyadari bahwa proposal penelitian ini tidaklah sempurna, sehingga

dibutuhkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk memperbaiki

kemajuan ilmu keperawatan dimasa mendatang.

Bandung, Juli 2019

Penulis

Page 9: HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK KELUARGA DENGAN …

8

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERSETUJUAN ......................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................... ii

LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................... iii

ABSTRAK ...................................................................................................... iv

ABSTRACT ..................................................................................................... v

KATA PENGANTAR ................................................................................... vi

DAFTAR ISI .................................................................................................. viii

DAFTAR TABEL ......................................................................................... x

DAFTAR BAGAN ......................................................................................... xi

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .............................................................................. 9

1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................... 9

1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................. 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 12

2.1 Konsep Merokok ................................................................................ 12

2.2 Konsep Keluarga ................................................................................ 19

2.3 Konsep ISPA ...................................................................................... 24

2.4 Konsep Balita ..................................................................................... 36

2.5 Teori Model Keperawatan Florence Nightingale ................................ 40

2.6 Kerangka Konsep ................................................................................ 42

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................... 43

3.1 Rancangan Penelitian ......................................................................... 43

3.1 Paradigma Penelitian .......................................................................... 43

3.1 Hipotesa Penelitian ............................................................................. 45

3.1 Variabel Penelitian ............................................................................. 46

3.5 Definisi Konseptual dan Operasional ................................................ 46

3.6 Populasi dan Sampel .......................................................................... 48

Page 10: HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK KELUARGA DENGAN …

9

Halaman

3.7 Pengumpulan Data .............................................................................. 50

3.8 Langkah Penelitian .............................................................................. 53

3.9 Pengolahan Data dan Analisa Data ..................................................... 54

3.10 Etika Penelitian ................................................................................ 58

3.11 Lokasi Penelitian .............................................................................. 60

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................. 61

4.1 Hasil Penelitian .................................................................................. 61

4.2 Pembahasan ......................................................................................... 64

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 74

5.1 Kesimpulan ........................................................................................ 74

5.2 Saran .................................................................................................... 74

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 11: HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK KELUARGA DENGAN …

10

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Definisi Operasional ....................................................................... 48

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Kebiasaan merokok keluarga ........................ 62

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi ISPA .............................................................. 62

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Kebiasaan merokok keluarga dengan kejadian

ISPA pada balita ............................................................................ 63

Page 12: HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK KELUARGA DENGAN …

11

DAFTAR BAGAN

Halaman

Bagan 2.1 Kerangka Konsep ........................................................................... 42

Bagan 3.1 Kerangka Penelitian ....................................................................... 45

Page 13: HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK KELUARGA DENGAN …

12

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Surat Permohonan Izin Studi Pendahuluan dari STIKes

Bhakti Kencana ke Dinas Kesehatan Kabupaten

Sumedang.

Lampiran 2 : Surat Permohonan Izin Studi Pendahuluan ke Ka. Sie

Promkes dan Pemberdayaan Dinas Kesehatan Kabupaten

Sumedang.

Lampiran 3 : Surat Permohonan Izin Studi Pendahuluan ke Ka. Bid

Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular Dinas

Kesehatan Kabupaten Sumedang.

Lampiran 4 : Surat Permohonan Izin Studi Pendahuluan dari Dinas

Kesehatan Kabupaten Sumedang ke Puskesmas Sumedang

Selatan.

Lampiran 5 : Surat Permohonan Izin Studi Pendahuluan dari STIKes

Bhakti Kencana ke Puskesmas Sumedang selatan.

Lampiran 6 : Surat Keterangan Layak Etik.

Lampiran 7 : Surat permohonan Ijin Uji Conten dari Stikes Bhakti

Kencana Bandung.

Lampiran 8 : Lembar bimbingan Uji Content.

Lampiran 9 : Surat Permohonan Izin Uji Validitas dan Realibilitas dari

STIKes Bahkti Kencana Bandung ke Dinas Kesehatan

Kab. Sumedang.

Lampiran 10 : Surat Pengantar Permohonan Izin Uji Validitas dan

Realibilitas dari Dinas Kesehatan Kab. Sumedang ke UPT

Puskesmas Haurngombong.

Lampiran 11 : Surat Permohonan Izin Uji Validitas dan Realibilitas dari

Stikes Bhakti Kencana Bandung ke UPT Puskesmas

Haurngombong.

Lampiran 12 : Surat Balasan Permohonan Uji Validitas dan Reliabilitas

dari UPT Puskesmas Haurngombong

Lampiran 13 : Data Kuesioner Responden Uji Validitas dan Uji

Page 14: HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK KELUARGA DENGAN …

13

Reliabilitas.

Lampiran 14 : Lembar hasil statistik uji validitas dan uji reliabilitas.

Lampiran 15 : Surat Permohonan Izin Penelitian dan Pengambilan data

dari Stikes Bhakti Kencana ke Dinas Kesehatan Kab.

Sumedang.

Lampiran 16 : Surat Pengantar Izin Penelitian dan Pengambilan data dari

Dinas Kesehatan ke UPT Puskesmas Sumedang Selatan.

Lampiran 17 : Surat Balasan Izin Penelitian dan Pengambilan data dari

UPT Puskesmas Sumedang Selatan.

Lampiran 18 : Lembar Permohonan Menjadi Responden.

Lampiran 19 : Lembar Persetujuan Menjadi Responden.

Lampiran 20 : Lembar Kisi-Kisi Kebiasaan Merokok Keluarga.

Lampiran 21 : Kuesioner Kebiasaan Merokok Keluarga.

Lampiran 22 : Data Kuesioner Responden Penelitian.

Lampiran 23 : Data Demografi.

Lampiran 24 : Tabel Frekuensi Kuesioner Kebiasaan Merokok Keluarga.

Lampiran 25 : Hasil Uji Statistik penelitian.

Lampiran 26 : Lembar Bimbingan.

Page 15: HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK KELUARGA DENGAN …

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Balita adalah bayi dan anak yang berusia 1-5 tahun (Marimbi, 2010). Balita

merupakan masa pertumbuhan tubuh dan otak yang sangat pesat dalam pencapaian

keoptimalan fungsinya (Supartini, 2014). Balita juga merupakan salah satu periode

usia manusia setelah bayi. Rentang usia balita dimulai dari satu tahun sampai lima

tahun, atau biasa digunakan perhitungan bulan yaitu usia 24 sampai 60 bulan

(Merryana & Bambang, 2012).

Anak berumur 1-5 tahun mempunyai resiko untuk terserang infeksi saluran

pernapasan akut (ISPA), karena keadaan pada anak dibawah umur 5 tahun

imunitasnya belum sempurna dan lumen saluran napasannya relatif sempit.

(Merryana & Bambang, 2012). ISPA adalah singkatan dari Infeksi saluran

pernafasan akut. Istilah ini di adaptasi dari istilah dalam bahasa inggris Acute

Respiratory Infections (ARI). Penyakit infeksi akut ini menyerang salah satu bagian

atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran nafas) hingga alveoli

(saluran bawah) termasuk jaringan andeksanya seperti sinus, rongga telinga tengah

dan pleura. Penyakit ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak.

Karena sistem pertahanan tubuh anak masih rendah (Irianto, 2015).

ISPA juga merupakan salah satu penyebab utama kunjungan pasien sekitar 40-

60% adalah kunjungan pasien di Puskesmas dan 15-30% kunjungan pasien di

Page 16: HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK KELUARGA DENGAN …

2

Rumah sakit (Kemenkes RI, 2012). ISPA merupakan penyakit yang sering

dijumpai pada anak-anak dengan keadaan ringan maupun berat. Sampai saat ini

ISPA masih menjadi masalah kesehatan dunia. Menurut World health organization

(WHO) tahun 2011 di New York jumlah penderita ISPA adalah 48.325 anak dan

memperkirakan di negara berkembang berkisar 30-70 kali lebih tinggi dari negara

maju dan di duga 20% dari bayi yang lahir di negara berkembang gagal mencapai

usia 5 tahun dan 25-30% dari kematian anak disebabkan oleh ISPA.

Menurut Irianto (2015) ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan ISPA

yaitu, bakteti virus dan jamur, usia anak karena usia di bawah 5 tahun imunitasnya

belum sempurna, status imunisasi juga dapat menjadi faktor resiko yang

menyebabkan ISPA, anak yang melakukan imunisasi secara lengkap maka resiko

terserang ISPA nya semakin kecil, lingkungan menjadi salah satu faktor penyebab

ISPA karena lingkungan yang udara nya tidak baik seperti polusi dan asap rokok

dapat menyebabkan ISPA pada anak.

Adapun empat faktor penyebab ISPA menurut WHO (2013) yaitu yang

pertama kondisi lingkungan seperti polutan udara, kepadatan anggota keluarga,

kebersihan musim, dan temperatur. Yang kedua ketersediaan dan efektivitas

pelayanan kesehatan dan langkah pencegahan infeksi untuk mencegah

penyebaran. Yang ketiga faktor penjamu seperti usia, kebiasaan merokok,

kemampuan penjamu menularkan infeksi, status kekebalan, status gizi, infeksi

sebelumnya atau infeksi serentak yang disebabkan oleh patogen lain. Yang

terakhir karakteristik patogen seperti cara penularan, daya tular, faktor virulensi

Page 17: HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK KELUARGA DENGAN …

3

dan jumlah atau dosis mikroba.

Pencemaran lingkungan terbagi menjadi beberapa yang dapat menjadi

masalah kesehatan salah satunya polutan udara, dalam polutan udara yang menjadi

penyebab terjadi nya ISPA adalah asap rokok. Kebiasaan orang tua atau keluarga

merokok dapat berdampak negatif terhadap bagi anggota keluarganya khususnya

balita. Asap rokok yang menempel dan meninggalkan bahan kimia atau residu di

baju, atap, sofa, gorden dan tempat lainnya. Jika merokoknya diluar ruangan atau

sebagai perokok pasif asap rokok dapat menempel di baju dan kulit, dan yang

menghisap asap rokok tersebut disebut dengan third hand smoker (Riyanto, 2016).

Dari teori model Nightingale bahwa Menurutnya ada 3 faktor lingkungan yang

mempengaruhi kesehatan pasien, namun yang terpenting adalah faktor lingkungan

fisik. Lingkungan fisik merupakan elemen dasar dari lingkungan pasien dan bisa

mempengaruhi aspek lingkungan lainnya. Dalam teorinya, Nightingale

menjelaskan konsep sanitasi (kebersihan), udara segar, ventilasi, pencahayaan, air,

tempat tinggal, kehangatan, ketenangan. Kesehatan dapat dirusak oleh faktor

lingkungan seperti: kelembaban, tidak bersih, dingin, bau dan gelap. Lingkungan

secara langsung berhubungan dengan pecegahan penyakit dan angka mortalitas

pasien. Salah satu faktor penyebab ISPA pada balita diakibatkan oleh lingkungan

udara yang tidak bersih yaitu asap rokok, sehingga salah satu upaya perawat yang

dapat dilakukan adalah memonitor lingkungan pasien agar mendapatkan udara

bersih.

Page 18: HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK KELUARGA DENGAN …

4

Polusi udara yang ditimbulkannya sebagai asap rokok lingkungan atau

Environment Tobacco Smoke (ETS). Mereka yang menghisap ETS sebagai

peorkok pasif atau secondhand smoke, perokok pasif ini tidak merokok tetapi

terpaksa menghisap asap rokok dari lingkungannya. Asap sisa pembakaran rokok

tidak begitu saja menguap ke udara, namun ada residu nikotin yang menempel pada

debu atau barag-barang disekitar kita, missal; baju, karpet, dinding, meubeul, atau

kusri. Debu nikotin ini tidak akan hilang dalam waktu pendek sehingga akan

terhirup oleh orang lain meskipun perokok sudah meninggalkan tempat (Willer et

al., 2005; Hoh et al., 2012)

Dari hasil penelitian Syahputra (2018) tentang Perbandingan kejadian ISPA

balita pada keluarga yang merokok di dalam rumah dengan keluarga yang tidak

merokok didapat hasil chi-square menunjukan p-value 0,028 dan nilai OR= 3,429

terdapat perbedaan kejadian ISPA balita yang merokok didalam rumah dengan

yang tidak merokok dan balita yang memiliki anggota keluarga yang merokok

didalam rumah 3,4 kali lebih beresiko terserang ISPA dibandingkan dengan

keluarga yang tidak merokok.

Dari hasil penelitian Rachmawati (2017) tentang Hubungan antara perilaku

merokok pada orangtua dengan kejadian Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA)

pada anak sekolah dasar usia 7-12 tahun di PKM Porong Aceh besar didapatkan

hasil bahwa orangtua peorkok mengakibatkan anak 4-6 kali mengalami ISPA per

tahun pada anak usia 7-12 tahun dengan orangtua merokok setiap hari selama 10

tahun.

Page 19: HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK KELUARGA DENGAN …

5

Selanjutnya dari hasil penelitian Ijana dkk pada tahun 2017, tentang analisis

faktor resiko terjadinya infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) pada balita di

lingkungan pabrik keramik wilayah puskesmas Dinoyo, kota Malang didapatkan

hasil faktor lingkungan (faktor pencemaran udara) 83%, faktor dukungan

pelayanan kesehatan 3,3%, faktor status gizi anak 3,3%, faktor umur anak 26,7%,

faktor pendidikan orang tua56,7%, status sosial ekonomi 66,7%, faktor pemberian

asi 73,3%. Faktor yang paling dominan mempengaruhi adalah faktor pencemaran

udara, lingkungan yang tidak sehat 11,35 kali lipat beresiko terjadi ISPA pada

balita.

Di Indonesia kasus ISPA berjumlah 503.738 pada realisasi penemuan, ISPA

pada balita di Indonesia tertinggi di Jawa barat dengan jumlah keseluruhan balita

yang mengidap ISPA sebanyak 169.791 balita di Jawa barat (CFR 0,01%) target

penemuan ISPA berjumlah 164.343 didapatkan bayi kurang dari 1 tahun dengan

gangguan pernafasan sebanyak 60.941 pada usia 1-4 tahun sebanyak 103.972,

pneumonia berat didapatkan pada usia kurang dari 1 tahun 3.049 dan pada usia 1-

4 sebanyak 2.532 (Kemenkes RI, 2017).

Lima kabupaten/kota di Jawabarat yang mempunyai insiden dan pravalensi

ISPA tertinggi untuk semua umur adalah kota Tasikmalaya, Kab. Sumedang, Kab.

Tasikmalaya, Kab. Bandung, dan Kab. Purwakarta. Faktor risiko yang

berkontribusi terhadap insidens ISPA tersebut antara lain gizi kurang, ASI ekslusif

rendah, polusi udara dalam ruangan, kepadatan, cakupan imunisasi campak rendah

Page 20: HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK KELUARGA DENGAN …

6

dan BBLR. Provinsi Jawabarat mempunyai AKABA sebesar 1,8/ 1000 kelahiran

hidup (Dinkes Prov. Jabar, 2017).

Di Kab. Sumedang angka kejadian ISPA pada tahun 2018 tertinggi pada di

Kecamatan Sumedang Selatan (Dinkes Kab. Sumedang, 2018). Di wilayah kerja

Puskesmas Sumedang selatan pada tahun 2017 ada 4.920 balita berkunjung ke

Puskesmas Sumedang selatan dengan keluhan batuk atau kesukaran bernafas, dan

716 balita yang mengalami ISPA tercatat dari jumlah balita 5.330 di Puskesmas

Sumedang selatan, sedangkan pada tahun 2018 tercatat 978 balita yang mengalami

ISPA, sedangkan pada puskesmas Cisarua 321 dan puskesmas Situ 259 (Dinkes

Kab. Sumedang).

ISPA dipengaruhi oleh lingkungan salah satunya asap rokok, dampak dan

pengaruh orang yang merokok dapat merugikan orang sekitar terutama keluarga,

karena secara tidak langsung udara di dalam rumah telah dikotori oleh asap rokok,

secara langsung merusak paru-paru terutama pada anak. Pengaruh asap rokok ini

sangatlah merugikan anak di bawah umur terutama pada balita yang sistem

imunnya belum kuat maka cenderung mengalami infeksi saluran pernafasan

dikemudian hari (Nainggolan, 2012).

Kebiasaan merokok keluarga didalam rumah menjadikan anak sebagai

perokok pasif, menjadi perokok pasif memiliki jauh lebih besar resiko kesehatan di

bandingkan dengan perokok aktif bahkan mencapai 3 kali lipat. Zat berbahaya yang

masuk kedalam perokok pasif lebih besar karena perokok pasif tidak memiliki filter

saat asap memasuki tubuhnya beda halnya dengan perokok aktif, selain itu racun

Page 21: HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK KELUARGA DENGAN …

7

rokok berasal dari asap yang mengepul dari ujung rokok yang sedang dihisap itu

adalah pembakaran tembakau yang tidak sempurna (Bustan, 2015).

Merokok didalam rumah adalah hal yang harus diselesaikan oleh Dinas

kesehatan bagian promosi kesehatan, Dari persentase pencapaian perilaku hidup

bersih dan sehat dalam rumah tangga Dinas Kesehatan kabupaten Sumedang pada

tahun 2018, bersalin dengan tenaga kesehatan dari jumlah ibu bersalin 16.652 yang

menggunakan LINAKES sebanyak 16.652 atau sebanyak 100%, dari jumlah bayi

6-12 bulan sebanyak 15.650 bayi yang lulus asi esklusif sebanyak 13.807 (85,99%),

jumlah bayi dan balita di kabupaten sumedang sebanyak 91.299 dan yang

melakukan timbang sebanyak 84.142 (92,04%), yang mencuci tangan

menggunakan air bersih sebanyak 313.860 dan yang menggunakan air bersih

beserta sabun sebanyak 304.728 (89,11%), yang menggunakan jamban sehat

sebanyak 307.818 (94,03%), memberantas jentik dirumah sebanyak 310.751

(95,08%), memakan buah dan sayur 314,776 (92,88%), melakukan aktifias fisik

314.485 (93,15%), pada indikator tidak merokok didalam rumah didapatkan hasil

232.843 (66,95%), Dari persentasi pencapaian Dinas kesehatan sumedang yang

masih menjadi masalah adalah merokok didalam rumah (Dinkes, Kab. Sumedang,

2018).

Menurut Kemenkes (2010) perokok dibagi menjadi 3 pembagian dengan rata-

rata dihisap per hari, yang pertama 1-10 batang rokok perhari, yang kedua 11-20

batang rokok perhari dan yang ketiga 21-30 batang per hari. Menurut Ratih (2012)

seseorang dikatakan perokok apabila merokok 1-20 batang setiap harinya,

Page 22: HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK KELUARGA DENGAN …

8

sedangkan seseorang dikatakan bukan perokok apabila tidak merokok 1 batang

rokok sama sekali setiap harinya.

Hasil studi pendahuluan kepada petugas KIA Puskesmas Sumedang selatan

mengatakan bahwa ada 978 balita yang mengalami ISPA dan ada sedikitnya yang

sampai mengalami pneumonia berat pada tahun 2018, di Kecamatan Sumedang

selatan terdapat 8 Desa dan yang mengalami ISPA paling tinggi adalah Desa

Pasanggrahan, dari 978 balita yang mengalami ISPA di wilayah Sumedang selatan

269 balita ISPA diantaranya terdapat di desa Pasanggrahan. Selain itu petugas KIA

mengatakan bahwa sebagian besar dari warganya mempunyai kebiasaan merokok.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat diidentifikasi bahwa angka

kejadian ISPA di puskesmas Sumedang selatan terutama di desa Pasanggrahan

sangatlah tinggi dibandingkan dengan desa lain. Dampak lain yang bisa terjadi pada

balita dengan ISPA jika tidak di tindak lanjuti akan mengakibatkan pneumonia

berat bahkan kematian, maka peneliti tertarik mengambil judul “Hubungan

kebiasaan merokok keluarga dengan kejadian infeksi saluran pernafasan akut

(ISPA) pada balita di wilayah kerja Puskesmas Sumedang Selatan Kabupaten

Sumedang”.

Page 23: HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK KELUARGA DENGAN …

9

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah: “Apakah ada Hubungan

kebiasaan merokok keluarga dengan kejadian infeksi saluran pernafasan akut

(ISPA) pada balita di wilayah kerja Puskesmas Sumedang Selatan Kabupaten

Sumedang?”

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan umum

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Hubungan kebiasaan

merokok keluarga dengan kejadian infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) pada

balita di wilayah kerja Puskesmas Sumedang Selatan Kabupaten Sumedang.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi kebiasaan merokok keluarga di wilayah kerja Puskesmas

Sumedang Selatan Kabupaten Sumedang.

2. Mengidentifikasi kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas

Sumedang Selatan Kabupaten Sumedang.

3. Mengidentifikasi Hubungan kebiasaan merokok keluarga dengan kejadian

infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) pada balita di wilayah kerja

Puskesmas Sumedang Selatan Kabupaten Sumedang.

Page 24: HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK KELUARGA DENGAN …

10

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

1. Bagi ilmu Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan ilmu

pengetahuan mengenai Hubungan kebiasaan merokok orang tua di dalam

rumah dengan kejadian infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) pada balita.

2. Bagi Institusi STIKes Bhakti Kencana Bandung

Sebagai bahan masukan dalam pengembangan ilmu keperawatan, terutama

yang berkaitan dengan Hubungan kebiasaan merokok keluarga di dalam

rumah dengan kejadian infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) pada balita.

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Bagi UPT Puskesmas Sumedang selatan

Diharapkan dapat lebih efektif dalam memberikan penyuluhan

kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan ibu dan keluarga tentang

bahaya merokok didalam rumah untuk kesehatan anak balita.

2. Bagi Perawat

Diharapkan dapat berperan sebagai mediator dan educator khususnya

dalam meningkatkan pengetahuan ibu dan keluarga tentang bahaya

merokok di dalam rumah untuk kesehatan anak balita.

Page 25: HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK KELUARGA DENGAN …

11

1.4.3 Manfaat bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan dan

memberikan pengembangan pemikiran ilmu pengetahuan untuk penelitian

selanjutnya.

Page 26: HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK KELUARGA DENGAN …

12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Merokok

2.1.1 Pengertian Merokok

Merokok adalah seseorang yang menghisap rokok yang ujungnya dibakar

dan dibiarkan membara agar asapnya dapat dihirup melalui mulut pada ujung

lain. Namun perokok terbagi menjadi dua yaitu perokok aktif dan perokok

pasif, perokok aktif orang yang langsung menghisap rokoknya perokok pasif

adalah orang yang menghirup asap yang dikeluarkan oleh perokok aktif (Fajar,

2011).

2.1.2 Pengertian Rokok

Rokok adalah silinder dari kertas berukuran 70-120 mm (bervariasi)

dengan diameter 10mm. Didalamnya berisi daun-daun tembakau yang telah

dicacah. Dalam rokok terdapat 4.000 zat kimia berbahaya. Tar, misalnya

bersifat karsinogenik. Karsinogenik adalah zat yang merangsang pertumbuhan

kanker. Adapun karbon monoksida, zat beracun lain dalam rokok akan

menurunan kemampuan tubuh dalam membawa oksigen ke seluruh tubuh

(Fajar, 2011).

Seorang perokok akan mempunyai carboxyhaemoglobin lebih tinggi dari

orang normal, sekitar 2-15%, pada orang normal carboxyhaemoglobin hanya

sekitar 0,5-2%. Selain itu CO merusak dinding arteri yang pada akhirnya akan

Page 27: HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK KELUARGA DENGAN …

13

menyebabkan atherosclerosis dan penyakit jantung korner. CO juga merusak

bayi dalam kandungan (Fajar, 2011).

2.1.3 Tipe-tipe Perokok

Menurut Kemenkes (2010) perokok dibagi menjadi 3 pembagian dengan

rata-rata dihisap per hari, yang pertama 1-10 batang rokok perhari, yang kedua

11-20 batang rokok perhari dan yang ketiga 21-30 batang per hari. adapun

pengklasifikasian merokok menjadi perokok saat ini dan tidak merokok.

Kebiasaan merokok saat ini diklasifikasikan kembali menjadi perokok setiap

hari dan perokok kadang-kadang sedangkan kebiasaan tidak merokok

diklasifikasikan menjadi mantan perokok dan bukan perokok (Kemenkes,

2013).

Menurut Ratih (2012) seseorang dikatakan perokok berat apabila ia

menghisap 20 batang rokok dalam sehari, dikatakan perokok sedang apabila

perokok menghisap 5-14 batang, dan dikatakan perokok ringan apabila

merokok 1-4 batang dalam sehari. Sedangkan seseorang dikatakan bukan

perokok apabila tidak merokok 1 batang rokok sama sekali setiap harinya.

2.1.4 Zat yang terkandung dalam rokok

1. Acrolein

Acrolein merupakan zat cair yang tidak berwarna, seperti aldehyde. Zat

ini diperoleh dengan mengambil cairan glyceril atau dengan

mengeringkannya. Zat ini sedikit banyaknya mengandung alkohol. Dengan

kata lain, acrolein itu adalah alkohol yang cairannya telah diambil. Cairan

Page 28: HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK KELUARGA DENGAN …

14

ini sangat mengganggu kesehatan.

2. Karbon monoxida

Zat ini merupakan sejenis gas yang tidak mempunyai bau. Insur ini

dohasilkan oleh pembakaran yang tidak sempurna dari unsur zat arang atau

karbon. Zat ini sangan beracun. Oxigen dan carbonmonoxide dapat dibawa

oleh hemoglobin kedalam otot-otot dalam seluruh tubuh. Satu molekul

hemoglobin itu dapat membawa 4 molekul oxigen. Kalau hemoglobin itu

dibebani dengan karbon monoxida, maka akan berkuranglah oxigen yang

dapat dibawa hemoglobin itu ke dalam tubuh. Maka akibatnya, seseorang

akan kekurangan oxigen. Oleh karena banyak ATP yang dibutuhkan untuk

otak dari fungsi otit, racun carbon monoxide akan membuat seseorang

mudah lelah dan gerogi.

3. Nikotin

Nikotin adalah cairan berminyak yang tidak berwarna dan dapat

membuat rasa perih yang sangat. Nikotin itu menghalangi kontraksi rasa

lapar. Itu sebabnya seseorang bisa merasakan tidak lapar karena merokok.

Itu jugalah sebabnya kalau seseorang berhenti merokok akan menjadi

gemuk.

4. Ammonia

Ammonia merupakan gas yang tidak berwarna yang terdiri dari

nitrogen dan hydrogen. Zat ini sangat tajam bau nya dan sangat

merangsang. Ammonia inij sangat gampang memasuki sel-sel tubuh.

Page 29: HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK KELUARGA DENGAN …

15

Begitu kerasnya racun yang terdapat pada ammonia itu, sehingga kalau

disuntikan sedikitpun kepada peredaran darah akan mengakibatkan

seseorang pingsan atau koma.

5. Formic acid

Formic acid adalah sejenis cairan tidak berwarna yang bergerak bebas

dan dapat membuah lepuh. Cairan ini sangat tajam dan menusuk baunya.

Zat ini dapat menyebabkan seseorang seperti merasa di gigit semut.

Bertembahnya jenis acid apapun di peredaran darah akan menambah

cepatnya pernafasan seseorang.

6. Hydrogen Cyanide

Zat ini sejenis gas yang tidak berwarna, tidak berbau dan tidak memiliki

rasa. Hydrogen cyanide ini merupakan zat yang paling ringan serta

gampang terbakar. Dapat membahayakan seperti yang terdapat dalam bom

hydrigen. Zat ini sangat efisien untuk menghalangi pernafasan, dan dapat

merusak fungsi silia yang terdapat pada salran pernafasan.

7. Nitrous oxide

Zat ini adalah gas yang tidak berwarna, dan bila mana dihisap dapat

menyebabkan hilangnya pertimbangan dan mengakibatkan rasa sakit.

Nitrous oxide adalah sejenis zat yang pada mulanya dapat digunakan

sebagai anestesia waktu diadakan operasi.

8. Formaldehyde

Zat ini merupakan sejenis gas yang tidak berwarna dengan bau yang

Page 30: HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK KELUARGA DENGAN …

16

tajam. Gas ini adalah gas yang tergolong pengawet dan pembasmi hama.

Salah satu jenis formaldehyde ini banyak digunakan sebagai pengawet

laboratorium. Ini disebabkan formaldehyed sangatlah beracun dan keras

terhadap semua organisme-organisme hidup.

9. Phenol

Phenol adalah campuran yang terdiri dari kristal yang di hasilkan dan

distilasi beberapa zat organik seperti kayu dan arang; dan juga diperoleh

dari ter arang. Bahan ini adalah zat racun yang sangat membahayakan.

Phenol ini terikat ke protein dan menghalangi aktifitas enzyme.

10. Acetol

Acetol adalah hasil dari pemanasan aldehyde (sejenis zat yang tidak

berwarna yang bebas bergerak) dan juga mudah menguap dengan alkohol.

11. Hydrogen Sulfide

Hydrogen Sulfide merupakan sejenis gas beracun yang mudah terbakar

dan memiliki bau yang keras. zat ini menghalangi oxidasi enzyme (zat besi

yang berisi pigmen).

12. Pyridine

Pyridine merupakan cairan yang tidak berwarna dengan bau yang

tajam. Diperoleh dari penyulingan minyak tulang-tulang, ter aranf, serta

dari pembusukan sejenis alkoloid tertentu (sejenis alkaline dari tumbuh-

tumbuhan). Zat ini terdapat pada tembakau.zat ini dapat digunakan untuk

mengubah sifat alkohol sebagai pelarut, pembunuh hamam yang juga

Page 31: HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK KELUARGA DENGAN …

17

pernah dipakai sebagai obat penyakit asma.

13. Methyl Chloride

Zat ini merupakan campuran dari zat-zat bervalensa satu atas mana

hidrogen dan karbon merupakan unsur yang terutama. Gas hidrogen mudah

terbakar. Zat ini adalah compound organis yang sangat beracun. Uapnya

dapat berperan seperti anestesia.

14. Methanol

Methanol adalah sejenis cairan ringan yang mudah menguap, dan

mudah terbakar. Cairan ini dapat diperoleh dengan penyulingan bahan kayu

atau dari sintesis karbon monoxida dan hydrogen. Meminum atau

menghisap methanol dapat mengakibatkan kebutaan bahkan kematian.

15. Tar

Dalam bahsa Indonesia di sebut dengan ter. Zat ini sejenis cairan kental

berwarna coklat tua atau hitam yang diproleh dengan xara distilasi dari kayu

atau arang. Tar ini juga didapatkan dari getah tembakau. Ter terdapat dalam

rokok yang terdiri dari ratusan bahan kimia yang dapat menyebabkan

kanker pada hewan. Bilamana zat-zat itu dihisap (Nainggolan, 2012).

16. VOC (volatile organic compounds)

Zat ini adalah emisi gas yang berasal dari bahan padat atau larutan.

VOC terdiri dari berbagai bahan kimia yang mempengaruhi kesehatan dan

konsentrasinya didalam rumah 2-5 kali konsentrasinya lebih tinggi daripada

konsentrasinya di luar. Pengaruh VOC terhadap kesehatan adalah dapat

Page 32: HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK KELUARGA DENGAN …

18

menyebabkan iritasi pada mata, hidung dan tenggorokan, sakit kepala,

sesak nafas, mual, perdarahan hidung (epitaksis), alergi kulit, gangguan

keseimbangan, merusak hati dan ginjal, sistem saraf pusat. Beberapa zat

yang tergolong kedalam VOC acetaldehyde, acetone, ethanol,

formaldehyde, isobutane, limonene, methoxyethanol, methoxyethoxyl

ethanol, phenol, pinene (Kholid, 2012).

2.1.5 Dampak dari merokok

Seseorang yang menghisap rokok disebut dengan perokok aktif, sedangkan

orang yang menghirup asap yang dikeluarkan oleh perokok aktif disebut

dengan perokok pasif. Perokok pasif memiliki resiko kesehatan jauh lebih besar

dari perokok aktif, mencapai tiga kali lipat. Menurut para ahli, 25% zat

berbahaya yang terkandung dalam rokok masuk ke tubuh perokok, sementara

75% beredar di udara bebas dan beresiko masuk ke tubuh orang di sekelilingnya

(Fajar, 2011).

Zat berbahaya yang masuk ke tubuh perokok pasif lebih besar karena racun

yang terisap melalui asap perokok aktif tidak tersaring, sedangkan racun yang

masuk ke tubuh perokok aktif telah tersaring melalui filter yang terdapat pada

rokok. Racun rokok tersebar dihasilkan oleh asap yang mengepul dari ujung

rokok yang sedang diisap sebab itu berasal dari pembakaran tembakau yang

tidak semurna (Bustan, 2015).

Dampak dan pengaruh orang yang merokok didalam rumah dapat

merugikan orang sekitar terutama keluarga, karena secara tidak langsung udara

Page 33: HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK KELUARGA DENGAN …

19

di dalam rumah telah dikotori oleh asap rokok, secara langsung merusak paru-

paru terutama pada anak. Pengaruh asap rokok ini sangatlah merugikan anak di

bawah umur terutama pada balita yang sistem imunnya belum kuat maka

cenderung mengalami infeksi saluran pernafasan dikemudian hari (Nainggolan,

2012).

Asap rokok dapat mengganggu kemampuan makrofag alveolar untuk

membunuh bakteri, sebuah proses yang dikenal sebagai fagositosis. Asap rokok

yang dihisap, baik oleh perokok aktif maupun pasif akan menyebabkan fungsi

silia terganggu, volume lender meningkat, humoral terhadap antigen diubah,

serta kuantitatif perubahan dalam komponen selular terjadi. Beberapa

perubahan dalam mekanisme pertahanan tidak akan kembali sebelum terbebas

dari paparan asap rokok (Amin, 2011).

2.2 Konsep Keluarga

2.2.1 Pengertian Keluarga

Keluarga adalah orang-orang yang disatukan oleh ikatan perkawinan,

darah dan ikatan adopsi, para anggota sebuah keluarga biasanya hidup bersama-

sama dalam satu rumah tangga, anggota keluarga berinteraksi satu sama lain

dalam peran-peran sosial keluarga seperti suami istri, ayah ibu, anak laki-laki

dan anak perempuan, saudara dan saudari, keluarga biasanya menggunakan

kultur yang sama (Friedman, 2010).

Page 34: HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK KELUARGA DENGAN …

20

2.2.2 Tipe Keluarga

Tipe-tipe keluarga menurut Yohanes dan Yasinta (2013):

1. Secara Tradisional

a. Keluarga Inti (Nuclear Family)

Keluarga inti adalah keluarga yang hanya terdiri dari ayah, ibu dan

anak yang diperoleh dari keturunan atau adopsi atau keduanya.

b. Keluarga Besar

Keluarga besar adalah keluarga inti yang ditambah anggota

keluarga lain yang masih memiliki hubungan darah (kake, nenek,

paman, bibi).

2. Secara Modern

Secara modern keluarga adalah berkembangnya peran individu dan

meningkatnya rasa indiviualisme maka pengelompokan tipe keluarga selain

diatas adalah:

a. Traditional Nuclear

Keluarga inti (ayah, ibu, dan anak) tinggal dalam satu rumah

ditetapkan oleh sanksi-sanksi legal dalam suatu ikatan perkawinan, satu

atau keduanya dapat bekerja diluar rumah.

b. Reconstituted Nuclear

Page 35: HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK KELUARGA DENGAN …

21

Pembentukan baru dari keluarga inti melalui perkawinan kembali

suami/istri, tinggal salam pembentukan satu rumah dengan anak-

anaknya, baik itu bawaan dari perkawinan lama maupun hasil dari

perkawinan baru, satu/ keduanya dapat bekerja di luar rumah.

c. Middle age/ Aging Couple

Suami sebagai pencari uang, istri dirumah kedua-duanya bekerja

dirumah, anak-anak meninggalkan rumah karena

sekolah/perkawinan/meniti karier.

d. Dyadic Nuclear

Suami istri yang sudah berumur dan tidak mempunyai anak yang

keduanya atau salah satu bekerja dirumah.

e. Single Parent

Satu orangtua sebagai akibat perceraian atau kematian pasangannya

dan anak-anaknya dapat tinggal dirumah atau diluar rumah.

f. Dual Carrier

Yaitu suami dan istri atau keduanya adalah orang yang berkarier

dan tanpa anak.

g. Commuter Married

Suami istri atau keduanya orang karier dan tinggal terpisah pada

jarak tertentu. Keduanya saling mencari pada waktu-waktu tertentu.

h. Single Adult

Page 36: HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK KELUARGA DENGAN …

22

Wanita atau pria dewasa yang tinggal sendiri dengan tidak adanya

keinginan untuk kawin.

i. Three Generation

Yaitu tiga generasi atau lebih tinggal dalam satu dalam rumah yang

sama.

j. Institusional

Yaitu anak-anak atau orang-orang dewasa tinggal dalam suatu

panti-panti.

k. Communal

Yaitu satu rumah terdiri dari dua atau lebih pasangan yang

monogami dengan anak-anaknya dan bersama-sama dalam penyediaan

fasilitas.

l. Group Marriage

Yaitu satu perumahan terdiri dari orangtua dan keturunannya

didalam satu kesatuan keluarga dan tiap individu adalah kawin dengan

yang lain dan semua adalah orangtua dari anak-anak.

m. Unmarried Parent and Child

Yaitu ibu dan anak dimana perkawinan tidak dikehendaki, anaknya

diadopsi.

n. Cohibing Couple

Yaitu dua orang atau satu pasangan tinggal bersama tanpa adanya

sanksi-sanksi legal dalam suatu ikatan perkawinan kawin.

Page 37: HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK KELUARGA DENGAN …

23

o. Gay dan Lesby Family

Yaitu keluarga yyang dibentuk oleh pasangan yang berjenis

kelamin sama.

2.2.3 Tugas Keluarga dalam Bidang Kesehatan

Ada 5 pokok tugas keluarga yang dijabarkan oleh Friedman (2010), yaitu:

1. Mengenal masalah kesehatan keluarga

Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh dibaikan

karena tanpa kesehatan segala sesuatu tidak akan berati dan karena

kesehatanlah kadanff seluruh kekuatan sumber daya dan dana akan habis.

Orang tua perlu mengenal keadaan kesehatan anggota keluarganya.

2. Membuat keputusan tindakan yang tepat

Sebelum keluarga dapat membuat keputusan yang tepat ada beberapa

hal yang perlu dikaji, seperti: pengetahuannya, seperti pa yang dirasakan,

dan informasi seperti apa yang keluarga dapatkan.

3. Memberi perawatan pada anggta keluarga yang sakit

Ketika memberikan perawatan kepada anggota keluarga yang sakit,

keluarga harus mengetahuibbeberapa hal, seperti: keadaan penyakitnya,

sifat dan perkembangan penyakitnya, sumber-sumber yang ada dalam

keluarga, dan sikap keluarga terhadap yang sakit.

4. Mempertahankan atau mengusahakan suasana rumah

Ketika memodifikasi lingkungan atau menciptakan suasana rumah yag

sehat, keluarga harus mengetahui beberapa hal, seperti: sumber-sumber

Page 38: HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK KELUARGA DENGAN …

24

yang dimiliki, keuntungan atau manfaat pemeliharaan lingkungan,

pentingnya hygiene sanitasi, upaya pencegahan penyakit, sikap atau

pandangan keluarga terhdap hygiene sanitasi.

5. Menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di masyarakat

Ketika merujuk anggota keluarga ke fasiltas kesehatan ada beberapa hal

yang diketahui, yaitu: keberadaan fasilitas keluarga, keuntungan yang

diperoleh dari fasilitas kesehatan, tingkat kepercayaan terhadap petugas

kesehatan, dll.

2.3 Konsep ISPA

2.3.1 Pengertian ISPA

ISPA adalah singkatan dari Infeksi saluran pernafasan akut. Istilah ini di

adaptasi dari istilah dalam bahasa inggris Acute Respiratory Infections (ARI).

Penyakit infeksi akut ini menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran

nafas mulai dari hidung (saluran nafas) hingga alveoli (saluran bawah)

termasuk jaringan andeksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura

(Irianto, 2015).

2.3.2 Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan

Anatomi fisiologi menurut Ikawati (2014)

1. Anatomi sistem pernafasan

Sistem pernafasan atas terdiri dari hidung, faring, sampai laring;

sedangkan saluran pernafasan bawah meliputi trakhea, bronkus, bronkiolus

Page 39: HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK KELUARGA DENGAN …

25

dan paru-paru yang berujung pada alveolus. Saluran pernafasan dari hidung

sampai bronkiolus dilapisi oleh membran mukosa yang bersilia (rambut

getar), ketika udara masuk ke rongga hidung, udara akan disaring,

dihangatkan dan dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan fungsi dari

mukosa pernafasan, yang terdiri dari epitel toraks bertingkat, bersilia, dan

bersel goblet.

Permukaan epitel diliputi oleh lapisan mukus yang disekresikan oleh

sel goblet dan kelenjar serosa. Partikel debu yang kasar akan disaring oleh

bulu-bulu hidung, sedangkan partikel halus akan mendorong lapisan mukus

kedalam sistem pernafasan bawah menuju faring, dimana mukus akan

tertelan atau di batukan.selanjutnya udara akan dilembabkan dan

dihangatkan dengan panas yang berasal dari jaringan dibawahnya yang kaya

akan pembuluh darah, sehingga ketika udara mencapai saluran pernafasan

bawah hampir bebas debu, bersuhu mendekati suhu tubuh, dan

kelembabannya mencapai 100%.

Setelah itu, udara mengalir turun melalui trakhea, bronkus, bronkiolus,

dan sampai ke duktus alveolus. Alveolus dilingkupi oleh kapiler pulmoner,

dan didaerah dimana terjadi pertukaran gas O2 dan CO2 membrannya

sangat tipis. Ada kurang lebih 300 juta alveolus pada paru-paru manusia,

dan area total dinding alveolus kira-kira 70-75 m2 (seluas sebuah lapangan

tenis).

Page 40: HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK KELUARGA DENGAN …

26

Di alveolus, terdapat 2 tipe sel epithelial pneumosit, yaitu pneumosit

tipe I dan pneumosit tipe II. Sel tipe I merupakan sel yang sitoplasmiknya

besar dan merupakan sel utama yang melapisi alveolus. Sel tipe II, disebut

granular pneumocytes lebih tebal dan mengandung sejumlah badan inklusi

lamelar. Sel tipe II ini memproduksi surfaktan, yang merupakan elemen

anatomi spesifik yang membantu menurunkan tegangan permukaan pada

alveolus. Tanpa surfaktan yang melapisi permukaan alveolar, akan terjadi

gangguan mengembang dan mengempisnya alveolar, sehingga terjadi

gangguan pernafasan. Selain itu di paru-paru juga terdapat sel lain yaitu

makrofag alveolus paru, limfosit, sel plasma, dan sel mast.

Trakhea dan bronkus memiliki kartilago (cincin tulang rawan) pada

dindingnya, tetapi memiliki lebih sedikit otot polos. Mereka dilapisi oleh

epitelium bersilia yang mengandung grandula mukosa dan serosa. Silia

terdapat sampai bronkiolus, sedangkan glandula sudah tidak dijumpai lagi

pada epitelium bronkiolus dan ujung bronkiolus, dindingnyajuga tidak

mengandung kartilago. Tetapi, dindingnya mengandung lebih banyak otot

polos, terutama diujung bronkiolus.

Paru-paru merupakan organ yang elastis, berbentuk kerucut dan terletak

di dalam rongga dada atau toraks. Kedua paru-paru terpisah oleh adanya

mediastinum sntral yang berisi jantung dan beberapa pembuluh darah besar.

Paru-paru kanan lebih besar daripada paru-paru kiri dan dibagi menjadi 3

lobus, sedangkan paru-paru kiri dibagi menjadi 2 lobus. Dirongga dada

Page 41: HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK KELUARGA DENGAN …

27

terdapat lapisan tipis yang kontinyu mengandung kolagen dan jaringan

elastis yang disebut pleura.

Pleura parietalis melapisi rongga dada, sedangkan yang menyelubungi

paru-paru disebut pleura viselaris. Diantara pleura parietalis dan pleura

viselaris terdapat lapisan tipis cairan pleura yang berfungsi memudahkan

kedua permukaan bergerak selama pernafasan. Jika terjadi radang pleura

atau ada udara atau cairan yang masuk kedalam rongga pleura, misalnya

karena sobeknya pleura, maka paru-paru bisa tertekan atau kolaps.

Pada sistem pernafasan terdapat persarafan, pada dinding bronkus dan

bronkiolus terdapat sistem saraf otonom. Yang pertama adalah sistem saraf

parasimpatik, yaitu dengan reseptor muskarinik yang memperantarai respon

bronkokontriksi, vasodilatasi pulmonar, dan sekresi kelenjar mukus. Yang

kedua, sistem saraf simpatik, yaitu reseptor adrenergik alfa dan beta yang

terdapat pada epitelium bronkus, otot dan sel mast.

Pada manusia, reseptor beta 2 paling banyak dijumpai di paru-paru.

Injeksi atau inhalasi suatu agonis beta dapat menyebabkan bronkodilatasi,

vasikontriksi pulmonar dan berkurangnya sekresi kelenjar mukus. Dan ada

inevasi saraf nonkolinergik non adrenergik (NANC) pada bronkiolus yang

melibatkan berbagai mediator seperti ATP, oksida nitrat, substance P, dan

VIP (vasoactive intestinal peptide). Sistem NANC terlibat dalam respon

penghambatan, meliputi bronkodilatasi, dan diduga berfungsi sebagai

penyeimbang terhadap fungsi pemicuan oleh sistem kolinergik.

Page 42: HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK KELUARGA DENGAN …

28

Selain itu, terdapat juga serabut sarf aferen, yang terdiri dari:

a. Serabut saraf dari reseptor peregangan (stretch), yang berlokasi di

trakea dan bronkus bagian atas. Stimulasi pada serabut ini oleh inflasi

paru menyebabkan bronkodilatasi, vasodilatasi, dan peningkatan denyut

jantung.

b. Serabut saraf dari reseptor iritan, yang juga berlokasi di bagian atas

saluran nafas. Stimulasi reseptor ini oleh adanya picuan non-spesifik

akan menyebabkan respon eferen seperti batuk, bronkokontriksi, dan

sekresi mukus.

c. Serabut C, atau serabut dari reseptor jukstakapiler, yaitu suatu serabut

tidak bermielin yang berujung di parenkim paru dan dinding bronkus

yang berespon terhadap stimulus mekanis maupun kimiawi. Stimulasi

serabut ini menimbulkan respon antara lain pola nafas dangkal yang

cepat, sekresi mukus, batuk, dan melambatnya denyut jantung.

Selain itu di paru-paru terdapat pembuh darah diantaranya sistem

pembuluh paru dan pembuluh darah bronkhial. Pembuluh darah paru

merupakan pembuluh darah yang memiliki otot polos yang berjalan

sepanjang cabang bronkus dan memfasilitasi perfusi pada parenkim paru.

Mereka sangat sensitif terhadap tekanan O2 alveolar (PO2), dengan respon

vasokontriktor hipoksia. Hal ini akan menyediakan mekanisme sensitif

untuk memilihara perfusi alveolar dan ventilasi yang sesuai. Pembuluh

darah bronkhial merupakan pembuluh darah sistemik yang mensuplai darah

Page 43: HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK KELUARGA DENGAN …

29

ke semua struktur intrapulmonr kecuali parenkim, meliputi cabang

bronkhial, sistem saraf dan limfatik pulmonar, dan jaringan ikat (Ikawati,

2014).

2. Fisiologi sistem pernafasan

Pernafasan spontan dihasilkan oleh picuan secara ritmik pada saraf

motor yang menginervasi otot-otot pernafasan. Picuan ini bergantung

sepenuhnya pada impuls saraf dari otak, terutama dari medula spinalis.

Picuan ritmis ini diatur oleh perubahan PO2, PCO2, dan konsentrasi H+,

selain itu juga ada sejumlah pengaruh non-kimiawi.

Otot-otot pernafasan pada pola pernafasan regular diatur oleh pusat

pernafasan yang terdiri dari neuron dan reseptor pada pons dan medula

oblongata. Pusat pernafasan yang lebih tinggi merupakan bagian dari sistim

saraf pusat yang mengatur semua aspek pernafasan. Unsur utama pada

pengaturan pernafasan adalah respon dari kemoreseptor di dekat pusat

pernafasan terhadap tekanan parsial CO2 dan pH darah arteri. Peningkatan

PaCO2 atau penurunan pH merangsang pernafasan. Penurunan tekanan

parsial O2 (PaO2) di arteri juga merangsang ventilasi. Kemoreseptor perifer

yang berada di badan karoid pada percabangan arteria karotid komunis dan

dalam badan aorta di lengkung aorta peka terhadappenurunan PaO2. PaO2

harus turun dari 90-100 mmHg menjadi 60 mmHg untuk bisa merangsang

ventilasi.

Page 44: HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK KELUARGA DENGAN …

30

Mekanisme kontrol yang lain adalah jumlah udara yang masuk ke

dalam paru-paru. Pada waktu paru-paru mengembang, reseptor peregangan

akan mengirim sinyal ke pusat pernafasan untuk menghentikan

pengembangan lebih lanjt. Sebaliknya sinyak akan berhenti jika paru-paru

dalam keadaan mengemis yaitu pada akhir ekspirasi dan pusat pernafasan

bebas untuk memulai lagi inspirasi.

2.3.3 Penyebab ISPA

1. Bakteri, virus dan jamur.

Lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan jamur. Mayoritas penyebab

ISPA adalah virus dengan frekuensi lebih dari 90% untuk ISPA bagian atas,

sedangkan ISPA untuk bagian bawah frekuensinya lebih kecil. Dalam

Harrison’s Principle of Internal Medicine disebutkan bahwa penyakit

saluran pernafasan akut bagian atas mulai dari hidung, nasofaring,

sinusmparasanalis sampai dengan laring hampir 90% disebabkan oleh viral,

sedangkan infeksi akut saluran pernafasan bagian bawah hampir 50%

diakibatkan oleh bakteri Streptococcus pneumonia adalah yang

bertanggung jawab untuk kurang lebih 70-90%, sedangkan Stafilococcus

aureus dan H. Influenza sekitar 10-20%.

2. Usia

Anak yang usia nya lebih muda, lebih besar beresiko terkena penyakit

ISPA dibandingkan dengan anak usia lebih tua karena daya tahan tubuhnya

lebih rendah.

Page 45: HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK KELUARGA DENGAN …

31

3. Status Imunisasi

Anak dengan status imunisasi lengkap, daya tahan tubuhnya lebih baik

dibandingkan dengan anak yang status imunisasinya tidak lengkap.

4. Lingkungan

Lingkungan yang uadaranya tidak baik, seperti polusi udara dikota-

kota besar dan asap rokok akan dapat menyebabkan timbulnya penyakit

ISPA pada anak (Irianto, 2015).

Menurut WHO (2013), ada empat faktor penyebab penyakit ISPA

yaitu:

1. Kondisi lingkungan (misalnya, polutan udara, kepadatan anggota keluarga,

kelembaban, kebersihan, musim, dan temperatur).

2. Ketersediaan dan efektivitas pelayanan kesehatan dan langkah pencegahan

infeksi untuk mencegah penyebaran (misalnya, vaksin, akses terhadap

fasilitas kesehatan, kapasitas ruang isolasi).

3. Faktor penjamu, seperti usia, kebiasaan merokok, kemampuan penjamu

menularkan infeksi, status kekebalan, status gizi, infeksi sebelumnya atau

infeksi serentak yang disebabkan oleh patogen lain, kondisi kesehatan

umum.

4. Karakteristik patogen, seperti cara penularan, daya tular, faktor virulensi

(misalnya, gen penyandi toksin) dan jumlah atau dosis mikroba (ukuran

inokulum).

Page 46: HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK KELUARGA DENGAN …

32

Dari hasil penelitian Ijana dkk (2017), bahwa faktor-faktor yang dapat

menyebabkan infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) pada anak balita yaitu:

1. Faktor lingkungan atau pencemaran udara (asap rokok)

2. Faktor dukungan pelayanan kesehatan

3. Faktor status gizi anak

4. Faktor umur anak

5. Faktor pendidikan orang tua

6. Status sosial ekonomi

7. Faktor pemberian asi

Dan hasil penelitian Marlina (2014), bahwa faktor-faktor yang dapat

menyebabkan infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) pada anak balita yaitu:

1. Faktor balita (umur, status gizi, imunisasi)

2. Ventilasi

3. Kepadatan hunian ruang tidur

4. Keberadaan perokok

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Syahputra pada tahun

2018 didapatkan hasil bahwa terdapat perbedaan antara balita yang memiliki

anggota keluarga yang merokok didalam rumah dan yang tidak merokok,

kejadian ISPA balita yang memiliki anggota keluarga tidak merokok didalam

rumah dan balita yang memiliki anggota keluarga yang merokok didalam

rumah 3,4 kali lebih beresiko terserang ISPA dibandingkan dengan keluarga

yang tidak merokok.

Page 47: HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK KELUARGA DENGAN …

33

2.3.4 Klasifikasi ISPA

1. Bukan pneumonia

Mencakup kelompok pasien balita dengan batuk yang tidak

menunjukan gejala peningkatan frekuensi nafas dan tidak menunjukan

adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke arah dalam. Contohnya

common cold, faringitis, tonsilitis, dan otitis.

2. Pneumonia

Didasarkan dengan adanya gejala batuk dan atau kesukaran bernafas.

Diagnosis gejala ini berdasarkan umur. Batas frekuensi nafas cepat pada

anak berusia dua bulan sampai dengan kurang dari satu tahun adalah 50 kali

per menit dan anak usia 1 sampai dengan 5 tahun adalah 40 kali per menit.

3. Pneumonia berat

Didasarkan dengan adanya batuk atau kesukaran bernafas dosertai

sesak nafas atau tarikan dinding dada bagian bawah ke arah dalam (Ichest

indrawing) pada anak berusia dua bulan sampai dengan kurang dari lima

tahun. Untuk anak berusia kurang dari dua bulan, diagnosis pneumonia

berat ditandai dengan frekuensi nafas mencapai 60 kali per menit atau lebih,

adanya tarikan yang kuat pada dinding dada bagian bawah ke arah dalam

(Irianto, 2015).

2.3.5 Gejala ISPA

1. Gejala ISPA ringan

Page 48: HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK KELUARGA DENGAN …

34

Adapun tanda dan gejala penyakit ISPA ringan yaitu batuk, serak yaitu

anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (misalnya pada waktu

berbicara atau menagis), pilek yaitu mengeluarkan lendir atau ingus dari

hidung, panas atau demam, suhu badan lebih dari 37oC atau jika dahi anak

diraba dengan punggung tangan terasa panas.

2. Gejala ISPA sedang

Pernapasan lebih dari 50 kali/menit pada umur kurang dari satu tahun

atau lebih dari 40 kali/menit pada anak satu tahun atau lebih, suhu badan

lebih dari 39oC, tenggorokan berwarna merah, timbul bercak-bercak pada

kulit menyerupai bercak campak, telinga sakit dan mengeluarkan nanah dari

lubang telinga, pernapasan berbunyi seperti berdengkur, pernapasan

berbunyi seperti menciut-ciut.

3. Gejala ISPA berat

Bibir atau kulit membiru, lubang hidung kembang kempis (dengan

cukup lebar) pada waktu bernapas, anak tidak sadar atau kesadarannya

menurun, pernapasan berbunyi seperti mengorok dan anak tampak gelisah,

sela iga tertarik kedalam pada waktu bernapas, nadi cepat lebih dari 60

kali/menit atau tidak teraba, tenggorokan berwarna merah (Hetti, 2009).

2.3.6 Patofisiologi ISPA

Patogenesa saluran pernafasan selama hidup selalu terpapar dengar dunia

luar sehingga dibutuhkan suatu sistem pertahanan yang efektif dan efisien dari

sistem saluran pernafasan ini. Ketahanan saluran pernafasan terhadap infeksi

Page 49: HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK KELUARGA DENGAN …

35

maupun partikel dan gas yang ada di udara sangat tergantung pada 3 unsur

alamiah yang selalu terdapat pada orang sehat, yaitu: utuhnya epitel mukosa

dan gerak moksila, makrofag alveoli, dan antibodi setempat. Sudah menjadi

suatu kecenderungan, bahwa terjadinya infeksi bakterial, mudah terjadi pada

saluran pernafasan yang telah rusak sel-sel epitel muosanya, yang disebabkan

oleh infeksi-infeksi terdahulu.

Keutuhan gerak lapisan mukosa dan silia dapat terganggu oleh beberapa

hal yaitu:

1. Asap rokok dan gas O2, polutan utama adalah pencemaran udara

2. Sindroma imotil.

3. Pengobatan dengan O2 konsentrasi tinggi (25% atau lebih)

Makrofag biasanya banyak terdapat di alveoli dan baru akan di mobilisasi

ke tempat-tempat dimana terjadi infeksi. Asap rokok menurunkan kemampuan

makrofag membunuh bakteri, sedangkan alkohol menurunkan mobilitas sel-sel

ini. Antibodi setempat pada saluran nafas adalah imunoglobulin A (IgA) yang

banyakterdapat di mukosa. Kurangnya antibodi ini akan memudahkan

terjadinya infeksi saluran pernafasan, seperi pada keadaan defisiensi IgA pada

anak (Amin, 2011).

Mereka dengan keadaan-keadaan imunodefisiensi juga akan mengalami

hal yang serupa, seperti halnya penderita-penderita yang mendapat terapi

situastik, radiasi, penderita dengan neoplasma yang ganas, dan lain-lain.

Gambaran klinik radang oleh karena infeksi sangat tergantung pada

Page 50: HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK KELUARGA DENGAN …

36

karakteristik inokulum, daya tahan tubuh seseorang, dan umur seseorang.

Karakteristik inokulum sendiri terdiri dari besarnya aerosol, tingkat virulensi

jasad renik dan banyak (jumlah) jasad renik yang masuk. Daya tahan tubuh,

terdiri dari utuhnya sel epitel mukosa dan gerak mukosilia, makrofag alveoli,

dan IgA (Amin, 2011).

Umur mempunyai pengaruh besar terutama pada ISPA bagian bawah anak

dan bayi, akan memberikan gambaran klinik yang lebih jelek bila dibandingkan

dengan orang dewasa. Terutama penyakit-penyakit yang disebabkan oleh

infeksi pertama karena virus, pada mereka ini tampak lebih berat karena belum

diperoleh kekebalan alamiah. Pada orang dewasa, mereka memberikan

gambaran klinik yang ringan sebab telah terjadi kekebalan yang diberikan oleh

infeksinta terdahulu. Pada ISPA terkenal ada 3 cara penyebaran infeksinya,

yaitu:

1. Melalui aerosol yang lembut, terutama oleh karena batuk.

2. Melalui aerosol yang lebih ksar, terjadi waktu batuk dan bersin.

3. Melalui kontak langsung/tidak langsung dari benda yang telah tercemari

jasad renik (hand to hand transmission)

Pada infeksi virus, transmisi diawali dengan penyebaran virus, melalui

bahan sekresi hidung, virus ISPA terdapat 10-100 kali lebih banyak dalam

mukosa hidung dari pada faring. Dari beberapa klinik, laboratorium, maupun

di lapangan, diperoleh kesimpulan bahwa sebenarnya kontak hand to hand

merupakan modus terbesar bila di bandingkan dengan cara penularan aerogen

Page 51: HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK KELUARGA DENGAN …

37

yang semula banyak diduga (Amin, 2011).

2.4 Konsep Balita

2.4.1 Pengertian Balita

Balita adalah bayi dan anak yang berusia 1-5 tahun (Marimbi, 2010). Balita

merupakan masa pertumbuhan tubuh dan otak yang sangat pesat dalam

pencapaian keoptimalan fungsinya (Supartini, 2014). Usia anak 1 sampai 5

tahun pada balita merupakan dalam daur kehidupan dimana pertumbuhan tidak

sepesat pada masa bayi karena aktivitas mereka sangat banyak. Anak berumur

di atas 1 tahun sampai 5 tahun mempunyai resiko terserang infeksi saluran

pernapasan akut, karena keadaan pada anak imunitasnya belum sempurna dan

lumen saluran napasannya relatif sempit. Balita adalah individu atau

sekelompok individu dari suatu penduduk yang berada dalam rentang usia

tertentu. Balita juga merupakan salah satu periode usia manusia setelah bayi.

Rentang usia balita dimulai dari satu tahun sampai lima tahun, atau biasa

digunakan perhitungan bulan yaitu usia 24 sampai 60 bulan (Merryana &

Bambang, 2012).

Balita merupakan generasi yang perlu mendapatkan perhatian, karena

balita merupakan generasi penerus dan modal dasar untuk kelangsungan hidup

bangsa, balita amat peka terhadap penyakit, tingkat kematian sangat tinggi.

Balita diharapkan tumbuh dan berkembang dalam keadaan sehat jasmani, sosial

dan bukan hanya bebas dari penyakit dan kelemahan. Masalah kesehatan balita

Page 52: HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK KELUARGA DENGAN …

38

merupakan masalah nasional, mengingat angka kesakitan dan angka kematian

pada balita masih cukup tinggi. Angka kesakitan mencerminkan keadaan yang

sesungguhnya karena penyebab utamanya berhubungan dengan faktor

lingkungan dan lainnya (Merryana & Bambang, 2012).

2.4.2 Klasifikasi Perkembangan Balita

1. Usia Bayi (0-1 tahun)

Bayi memiliki sistem kekebalan tubuh yang primitive dengan kekebalan

pasif yang didapat dari ibunya selama dalam kandungan. Pada saat bayi

kontak dengan antigen yang berbeda ia akan memperoleh antibodinya

sendiri. Imunisasi diberikan untuk kekebalan terhadap penyakit yang dapat

membahayakan bayi berhubungan secara alamiah (Supartini, 2014).

2. Usia toddler (1-3 tahun)

Masa toddler memiliki rentang usia 1-3 tahun. Baik pertumbuhan fisik

maupun pemerolehan keterampilan motorik baru sedikit melambat selama

usia toddler. Penyempurnaan keterampilan motorik, dilanjutkan dengan

pertumbuhan kognitif, dan kemahiran keterampilan bahasa yang tepat

sangat penting selama masa toddler (Terri Kyle, Susan Carman, 2014).

Erikson (1963) mendefinisikan periode todler sebagai waktu otonomi

versus malu dan ragu, waktu menegaskan seseorang belajar kontrol dan

kemandirian. Ambivalensi selama perubahan dari dependen ke otonomi

sering kali menyebabkan kelabilan emosi.

Page 53: HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK KELUARGA DENGAN …

39

3. Usia Pra Sekolah (3-5 tahun)

Anak-anak prasekolah, antara usia 3-6 tahun tumbuh lebih lambat

daripada tahun sebelumnya dan anak prasekolah yang sehat bertumbuh

ramping dan tangkas dengan postur tubuh yang tegak. Perkembangan

kognitif, bahasa, dan psikososial sangat penting selama periode prasekolah.

Seiring dengan peningkatan keterampilan kognitif, pmikiran magis

berlebihan (Papalia dan Felman, 2009). Sebagian besar tugas yang dimulai

selama periode toddler dikuasai dan disempurnakan selama periode

prasekolah terutama koordinasi motorik halus. Anak harus belajar

keterampilan yang akan mengarah pada keberhasilan dikemudian hari pada

periode usia sekolah.

2.4.3 Tahapan Perkembangan Balita

Berdasarkan psikoanalisa Sigmud Freud (Siswanto, 2010 membagi

tahapan perkembangan balita, yaitu:

1. Masa Oral (0-1 tahun)

Di dalam masa ini fokus kepuasan baik fisik maupun emosional berada

pada sekitar mulut (oral). Kebutuhan untuk makan, minum sifatnya harus

dipenuhi.

2. Masa Anal (1-3 tahun)

Pada fase ini kesenangan atau kepuasan berpusat disekitar anus dan

segala aktivitas yang berhubungan dengan anus. Anak pada fase ini

Page 54: HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK KELUARGA DENGAN …

40

diperkenalkan dengan toilet training, yaitu anak mulai diperkenalkan

tentang ingin buang air besar dengan buang air kecil.

3. Fase Phalic (3-6 tahun)

Pada fase ini alat kelamin merupakan bagian paling penting, anak

sangat senang dan hatinya merasa puas memainkan alat kelaminnya. P ada

fase ini anak laki-laki menujukkan sangat dekat dan merasa mencintai

ibunya (Oedipus complex), sebaliknya anak perempuan sangat mencintai

ayahnya (electra complex).

2.5 Teori model keperawatan Florence Nightingale

Menurut nightingale, keperawatan berarti maipulasi faktor-faktor lingkungan,

sehingga dapat menyembuhkan pasien. Nightingale mengatakan bahwa perawat

harus memberikan lingkungan yang bersih, nyaman dan aman tempat klien

memulihkan diri.menurutnya ada 3 faktor lingkungan yang mempengaruhi

kesehatan klien, namun yang terpenting adalah faktor lingkungan fisik.

1. Lingkungan fisik

Lingkungan fisik merupakan elemen dasar dari lingkungan klien dan

bisa mempengaruhi aspek lingkungan lainnya. Dalam teorinya, nightingale

menjelaskan konsep sanitasi (kebersihan), udara segar, ventilasi,

pencahayaan, air, tempat tinggal, kehangatan, dan ketenangan. Kesehatan

dapat dirusak oleh faktor lingkungan seperti; kelembaban, tidak bersih,

dingin, baud an gelap.

Page 55: HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK KELUARGA DENGAN …

41

Lingkungan secara langsung berhubungan dengan pencegahan

penyakit dan angka mortalitas pasien. Salah satu faktor penyebab ISPA

pada balita diakibatkan oleh lingkungan udara yang tidak bersih yaitu asap

rokok, sehingga upaya perawat yang dapat dilakukan adalah memonitor dan

memodifikasi lingkungan klien agar mendapatkan udara yang bersih dan

lingkungan yang memberikan kesehatan.

2. Lingkungan psikologis

Nightingale memahami bahwa ada pengaruh kesehatan psikologis

terhadap klien, lingkungan yang tidak sehat bisa menyebabkan stress

psikologis dan itu akan berdampak negative pada emosi klien. Sehingga

perawat harus dapat membina komunikasi yang baik dengan klien agar

dapat menjaga kesehatan psikologs kliennya.

3. Lingkungan social

Pencegahan penyakit berkaitan dengan lingkungan sosial. Karena itu,

penting bagi perawat untuk memonitor lingkungan sosial. Dalam artian

mengumpulkan informasi spesifik yang berhubungan dengan terjadinya

penyakit dari komunitas dan lingkungan sosialnya (Aini, 2018).

Page 56: HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK KELUARGA DENGAN …

42

2.6 Kerangka Konsep

2.1 Bagan kerangka konsep

p

1. Faktor lingkungan

a. Polutan udara (asap rokok, a

b. Kepadatan anggota keluarga

c. Kelembaban dan kebersihan

d. Temperatur

e. Ventilasi

3. Faktor penjamu

a. Umur

b. Status gizi

c. Imunisasi

2. Faktor dukungan pelayanan kesehatan

4. Patogen dan karakteristiknya

5. Faktor pendidikan orang tua

7. Status sosial ekonomi

6. Faktor pemberian ASI

Faktor-faktor penyebab ISPA

a. Polutan udara

a. Usia

Polutan udara (asap rokok)

Usia (balita)

Kebiasaan merokok keluarga

Sumber: Irianto (2015); WHO

(2013); Ijana dkk (2017);

Marlina (2014); Aini (2018)

Infeksi Saluran

Pernafasan (ISPA)

: Yang diteliti

: Yang tidak diteliti

Keterangan :