HUBUNGAN KEASLIAN KAMPUNG NAGA DENGAN … · penelitian ini adalah mendeskripsikan karakateristik...
Transcript of HUBUNGAN KEASLIAN KAMPUNG NAGA DENGAN … · penelitian ini adalah mendeskripsikan karakateristik...
HUBUNGAN KEASLIAN KAMPUNG NAGA DENGAN PEMBENTUKAN
IDENTITAS MASYARAKAT ADAT
RIEZKA RISWAR
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan Keaslian
Kampung Naga dengan Pembentukan Identitas Masyarakat Adat adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2013
Riezka Riswar
NIM I34090071
ii
iii
ABSTRAK
RIEZKA RISWAR. Hubungan Keaslian Kampung Naga dengan Pembentukan
Identitas Masyarakat Adat. Dibimbing oleh SARWITITI SARWOPRASODJO.
Keberlangsungan kampung adat menjadi isu yang penting ditengah jaman yang
semakin modern ini. Kampung Naga adalah salah satu kampung adat yang masih
memiliki keaslian budaya yang mencakup adat istiadat di dalamnya. Keaslian
tersebut dijadikan suatu modal utama bagi masyarakat tradisional pengikutnya
untuk tetap bertahan dan membentuk suatu identitas komunitas. Tujuan dari
penelitian ini adalah mendeskripsikan karakateristik individu masyarakat Naga,
menganalisis karakteristik individu dengan ketaatan terhadap adat dan motivasi
pembentukan identitas Kampung Naga, dan menganalisis hubungan ketaatan
terhadap adat dengan motivasi pembentukan identitas Kampung Naga. Penelitian
ini dilakukan menggunakan metode penelitian survei. Adapun hasil penelitian
yang diperoleh yaitu karakteristik masyarakat adat (usia, jenis pekerjaan, dan jenis
kelamin) berhubungan terhadap ketaatan terhadap adat dan motivasi pembentukan
identitas pribadi, sosial dan kolektif. Sedangkan ketaatan terhadap adat
berhubungan terhadap pembentukan identitas kolektif.
Kata kunci: kampung adat, keaslian, pembentukan identitas
ABSTRACT
Riezka Riswar. The Relation between The Originality of Kampung Naga with
Forming The Identity of Indigenous People. Mentored by SARWITITI
SARWOPRASODJO.
The Indigenous villages sustainability had been one major issue within this
modern era, The Kampung Naga is one of the traditional village which still keeps
the originality of it is culture and tradition. That originality had been made to be
the main asset for it is community to keep hold and establish the identity of the
community. The main purpose of this research is to describe the individual
characteristic of the people at kampong Naga, analyzing each individual
characteristic with the culture and tradition that they still keep until today and
how it influences the identity of the Dragon village. This research is done by
conducting the survey method. The result of this research is that the characteristic
of the custom community (age, occupation and gender) are related to the
observance of the custom tradition as well as how each personality, socially and
collectively formed. While their engagement with the custom is related in forming
the collective identity.
Key word: custom village, originality, forming identity
iv
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
HUBUNGAN KEASLIAN KAMPUNG NAGA DENGAN
PEMBENTUKAN IDENTITAS MASYARAKAT ADAT
RIEZKA RISWAR
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Judul Skripsi : Hubungan Keaslian Kampung Naga dengan Pembentukan Identitas Masyarakat Adat
Nama : Riezka Riswar NIM : 134090071
Disetujui oleh
Dr Ir Sarwititi Sarwoprasodjo, MS Pembimbin'g
(I
"
"
Tanggal Lulus: 12 5 JUL 013
v
Judul Skripsi : Hubungan Keaslian Kampunga Naga dengan Pembentukan
Identitas Masyarakat Adat
Nama : Riezka Riswar
NIM : I34090071
Disetujui oleh
Dr Ir Sarwititi Sarwoprasodjo, MS
Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Soeryo Adiwibowo, MS
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
vi
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
nikmat-Nya, sehingga penulisan Skripsi ini dapat diselesaikan sesuai dengan
waktu yang telah ditetapkan. Skripsi yang berjudul “Hubungan Keaslian
Masyarakat Naga dalam Pembentukan Identitas Kampung Naga” ini diharapkan
dapat memberikan pengetahuan dan pemahaman tertulis terhadap konsep
mengenai hubungan antara ketaataan masyarakat adat dalam menjalankan adat
terhadap pembentukan identitas komunitas. Penulisan skripsi ini merupakan syarat
kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan
Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Ir. Sarwititi Sarwoprasodjo, MS
selaku dosen pembimbing skripsi atas bimbingan, arahan, dan sarannya sehingga
penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini, Dr. Ir Saharuddin, MS sebagai dosen
penguji utama yang telah memberikan kritik dan saran sehingga penulis dapat
melengkapi skripsi ini menjadi lebih lengkap dan mendalam, Dr. Murdianto
sebagai dosen penguji wakil departemen yang telah memberikan kritik dan saran
terhadap teknik penulisan sehingga naskah skripsi dapat memenuhi standar
penulisan skripsi. Bapak Ade Suherlin selaku Kuncen, Alm. Bapak Ateng selaku
Lebe adat, Bapak Ma’un selaku punduh adat, Bapak Uron selaku ketua RT 01
Kampung Naga, Bapak Ucu selaku Ketua HIPANA, Bapak kepala Desa Neglasari
beserta jajarannya, serta para sesepuh Kampung Naga yang telah mendukung dan
membantu penulis selama berada di lapangan. Keluarga besar pak Esoh, pak
Entang, Kang Herri, Kang Habib dan keluarga, Urya dan keluarga, serta
masyarakat Kampung Naga yang telah mendukung dan memberikan masukkan
untuk penulis selama berada di Kampung Naga. Ayah, ibu, Reza, Bude, Uni Inggi,
Uni Fitri, Mas Rangga, Uda Fafa, keluarga besar Iskandar, dan Ginanjar Wiranata
yang selalu memberikan banyak kasih sayang, motivasi dan doa kepada penulis.
Teman sepebimbingan Finka Dwi Utami dan Rahayu Arizona yang telah saling
membantu selama menyusun skripsi ini hingga selesai. Eka, Yuli, Lia, Nita, Riza,
Nita S, April, Igoe sahabat penulis yang selalu mendukung, memberi motivasi
serta untaian doa selama ini. Sahabat-sahabat terbaik di KPM 46 Yuli, Tari, Rafi,
Dani, Arif, Indra, Meong, Bundo, Anand, Nindi, Cici, Icha, Ela, dan Rahma yang
telah memberikan semangat dan bantuan kepada penulis selama penuli
menyelesaikan skripsi ini. Teman-teman seperjuangan KPM 43, KPM46, dan
KPM47 yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas kerjasamanya
selama ini. Semua pihak yang telah memberikan dorongan, doa, semangat, bantuan,
dan kerjasamanya selama ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2013
Riezka Riswar
vii
viii
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR LAMPIRAN viii
ABSTRACT iii
DAFTAR GAMBAR x
DAFTAR LAMPIRAN x
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 3
Tujuan Penelitian 4
Kegunaan Penelitian 4
PENDEKATAN TEORITIS 7
Tinjauan Pustaka 7
Kerangka Penelitian 12
Hipotesis 14
Definisi Operasional 14
METODE 17
Metode Penelitian 17
Lokasi dan Waktu Penelitian 17
Teknik Sampling 17
Teknik Pengumpulan Data 18
Teknik Analisis Data 18
KAMPUNG NAGA SEBAGAI KAMPUNG ADAT 21
Kondisi Geografis 21
Kondisi Demografi dan Sosial 21
Pola Kebudayaan Masyarakat Naga 24
KARAKTERISTIK MASYARAKAT NAGA, KETAATAN TERHADAP
ADAT, DAN IDENTITAS MASYARAKAT KAMPUNG NAGA 29
Karakteristik Masyarakat Naga 29
Ketaatan terhadap Adat 30
Pembentukan Identitas Masyarakat Kampung Naga 31
ix
HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU NAGA DENGAN KETAATAN
TERHADAP ADAT 33
Hubungan antara Usia dengan Ketaatan terhadap Adat 33
Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Ketaatan terhadap Adat 34
Hubungan antara Jenis Pekerjaan dengan Ketaatan terhadap Adat 34
Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Ketaatan terhadap Adat 34
HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU NAGA DENGAN
PEMBENTUKAN IDENTITAS MASYARAKAT KAMPUNG NAGA 37
Hubungan Karakteristik Individu dengan Pembentukan Identitas Pribadi 37
Hubungan Karakteristik Individu dengan Identitas Sosial 39
Hubungan Karakteristik Individu dengan Identitas Kolektif 41
HUBUNGAN KETAATAN TERHADAP ADAT DENGAN PEMBENTUKAN
IDENTITAS MASYARAKAT KAMPUNG NAGA 45
Hubungan antara Ketaatan terhadap Adat dengan Pembentukan Identitas Pribadi 45
Hubungan antara Ketaatan terhadap Adat dengan Pembentukan Identitas Sosial 46
Hubungan antara Ketaatan terhadap Adat dengan Pembentukan Identitas
Kolektif 46
SIMPULAN DAN SARAN 49
Simpulan 49
Saran 50
DAFTAR PUSTAKA 49
RIWAYAT HIDUP 69
x
DAFTAR TABEL
1 Persentase masyarakat Kampung Naga berdasarkan jenis kelamin 21 2 Persentase pekerjaan di Kampung Naga 22 3 Persentase pendidikan di Kampung Naga 22 4 Persentase usia di Kampung Naga 23 5 Jumlah dan persentase karakteristik individu Naga menurut usia,
jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan pekerjaan. 29 6 Persentase ketaatan terhadap adat di Kampung Naga. 30 7 Persentase identitas masyarakat Kampung Naga yang dilihat
berdasarkan motivasi pelaksanaannya 31 8 Nilai korelasi antara karakteristik individu Naga dengan ketaatan
terhadap adat 33 9 Nilai korelasi antara karakteristik individu Naga dengan
pembentukan identitas masyarakat Kampung Naga 37 10 Nilai korelasi ketaatan terhadap adat dengan pembentukan identitas
masyrakat Kampung Naga 45
DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka penelitian keaslian Kampung Naga dalam 13 2 Upacara hajat sasih di Kampung Naga 26 3 Bentuk rumah masyarakat Kampung Naga 27
DAFTAR LAMPIRAN
1 Lokasi Kampung Naga 51 2 Kerangka Sampling 52
3 Kuesioner 55 4 Pedoman Wawancara Mendalam 58 5 Pengolahan Data 60
6 Matriks Analisis Data 65 7 Dokumentasi Penelitian 66
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia adalah salah satu negara yang mengalami perubahan kebudayaan
yang cukup mengkhawatirkan berbagai pihak. Masyarakat menjadi pihak yang
paling menentukan apakah suatu kebudayaan yang mereka miliki mengalami
perubahan atau tidak. Jika suatu masyarakat dijaman yang semakin moderen
masih dapat memegang teguh adat istiadat mereka, maka kebudayaan yang
mereka miliki akan tetap bertahan. Namun sebaliknya jika masyarakat terbawa
arus kemajuan jaman yang semakin moderen tanpa memikirkan bagaimana nasib
kebudaayaan itu sendiri, maka kebudayaan tersebut akan mengalami perubahan
dan bahkan menghilang. Sementara pemerintah merupakan pihak yang berwenang
dalam menentukan bagaimana pelestarian kebudayaan bisa bertahan hingga nanti.
Jika kebudayaan tradisional mengalami pergeseran ke arah kebudayaan moderen,
maka kebudayaan tradisional akan menghilang dengan sendirinya. Kekhawatiran
akan ancaman tersebut, membuat pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No.
11 Tahun 20101 tentang Cagar Budaya dengan tujuannya sebagai upaya untuk
melindungi dan melestarikan budaya Indonesia. Namun tidak jarang pula
kebijakan tersebut menimbulkan polemik di dalam suatu masyarakat. Salah satu
polemik yang ditimbulkan akibat kebijakan pemerintah membuka pariwisata
budaya yaitu sering kali merugikan masyarakat. Masyarakat seringkali merasa
seperti dijadikan sebagai panggung atau sebuah tontonan yang berorientasikan
materil, sehingga bentuk kesakralan yang mereka miliki menjadi sangat terganggu
(Setiawan 2011).
Kontroversi kebijakan pemerintah atas pembangunan pariwisata budaya
membuka peluang besar bagi sektor ekonomi dan sosial budaya. Peluang yang
ditimbulkan dalam kebijakan pemerintah menghasilkan sisi negatif dan positif.
Tujuan pembangunan pariwisata budaya yang dilakukan oleh pemerintah selain
sebagai upaya pelestarian budaya, dilakukan pula untuk meningkatkan pendapatan
daerah (Setiawan 2011). Peningkatan pendapatan daerah diyakini dapat
menjadikan kebudayaan dan masyarakat di dalamnya menjadi lebih maju dan
berkembang, sehingga sektor ekonomi menjadi lebih maju dan meningkat.
Namun hal ini menimbulkan sisi negatif bagi aspek sosial dan budaya. Sisi negatif
yang ditimbulkan dalam aspek sosial budaya yaitu dimana struktur sosial dan
pemikiran masyarakat tradisional akan berubah mengikuti kemajuan dan
perkembangan tersebut. Jika hal ini terjadi, maka masyarakat tradisional sulit
untuk mempertahankan keaslian budaya yang mereka miliki. Orientasi yang
mereka miliki bukan lagi sebagai pelestarian budaya, namun hanya sebatas
orientasi material saja. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian Amurwobhumi
(2010) yang menyatakan bahwa pergeseran kebudayaan yang terjadi dalam
masyarakat tradisional terjadi akibat adanya pariwisata budaya yang dibuka oleh
pemerintah. Masyarakat tradisional memanfaatkan kondisi ini untuk
meningkatkan kondisi ekonomi mereka tanpa memikirkan lagi bagaimana
kebudayaan mereka tetap ada sehingga adanya perubahan makna. Perubahan
1 Diunduh pada 2013 Mei 20, pukul 19.34. Tersedia pada: http://www.disparda.baliprov.go.id/
ind/sites/default/files/file/UU%20No_11th_2010%20ttg%20Cagar%20Budaya.pdf
2
tersebut tampak jelas menggambarkan bahwa pariwisata budaya membuat
perubahan sosial di dalam suatu masyarakat. Meskipun sisi negatif tidak selalu
mendominasi, namun sisi positif dari pembangunan pariwisata budaya pun dapat
bermunculan. Kemunculan pariwisata budaya membuat masyarakat lebih bisa
memperkenalkan kebudayaan tradisional yang mereka miliki kepada dunia luar,
agar budaya tersebut dapat dikenal dan tetap terjaga. Berdasarkan hasil penelitian
Cole (2007), yang menyatakan bahwa, kebudayaan yang dilestariakan dalam
bentuk pariwisata budaya tidak selalu menimbulkan sisi negatif, namun sisi positif
pun dapat bermunculan. Masyarakat tradisional memanfaatkan kondisi ini sebagai
upaya memperkenalkan adat istiadat mereka kapada para pengunjung yang datang.
Hal ini ditunjukkan sebagai wujud kebanggaan mereka atas kebudayaan yang
mereka miliki sehingga, dapat terwujud pembentukan identitas budaya oleh
masyarakat tradisional itu sendiri.
Pembentukan identitas budaya dirasa sangat penting bagi pengembangan
masyarakat. Hal ini terwujud di dalam kehidupan masyarakat tradisional yang
mengutamakan keberlanjutan adat istiadat yang ada. Keberlanjutan tersebut,
menjadikan masyarakat tradisional sebagai sumberdaya manusia yang potensial
untuk dapat meneruskan dan menanamkan adat istiadat kepada generasi
selanjutnya. Melalui pemanfaatan sumberdaya tersebut, dapat dijadikan sebagai
bentuk pemberdayaan sumberdaya manusia dalam upaya menjaga dan
mewujudkan identitas budaya. Pembentukan identitas tersebut terwujud dari
bagaimana suatu kebudayaan di dalam masyarakat dapat terus bertahan dijaman
yang semakin berkembang. Jika dijaman moderen ini identitas budaya
menghilang, maka generasi selanjutnya tidak akan pernah mengenal budaya
peninggalan nenek moyang mereka terdahulu.
Kampung Naga yang terletak di Desa Neglasari Kecamatan Salawu,
Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat adalah salah satu kampung adat yang ada di
Jawa Barat yang masih memperhatikan tradisi. Kampung Naga memiliki ciri khas
dan keunikan tersendiri dibandingkan dengan kampung adat lainnya. Kampung
Naga memiliki komunitas yang hingga kini masih mempertahankan adat istiadat
yang dibawa oleh leluhur mereka terdahulu. Masyarakat Kampung Naga dibagi
menjadi dua yaitu masyarakat Naga dan masyarakat Sanaga. Masyarakat Naga
adalah masyarakat yang masih menetap dan tinggal di daerah wilayah adat
ataupun berada di luar Kampung Naga, dimana mereka masih sangat
mempertahankan adat istiadat mereka. Sedangkan masyarakatSanaga adalah
masyarakat yang sudah tidak dapat lagi tinggal di dalam wilayah adat karena
lahan yang tidak cukup untuk membangun rumah dan diperbolehkan untuk
membangunan rumah tempat tinggalnya tidak harus mengikuti ketentuan yang
berlaku di Kampung Naga. Mereka tidak dilarang membangun rumah sesuai
dengan kemampuan ekonomi masing-masing. Keaslian adat istiadat masyarakat
Naga yang masih mempertahankan norma-adat hingga kini, menjadikan
masyarakat Naga memiliki ciri khas tersendiri. Segala kegiatan yang dilakukan
oleh masyarakat Naga, selalu berdasarkan norma-adat yang berlaku. Salah satu
norma-adat yang ada di Kampung Naga yaitu menjaga lisan di hari-hari yang
ditabukan, mempertimbangkan hari-hari baik, dilarang memasuki hutan larangan,
mengadakan upacara ritual di hari-hari tertentu. Norma-norma yang ada di
Kampung Naga ini dibuat dan harus ditaati oleh masing-masing individunya,
sebagai wujud ketaatan mereka kepada leluhur. Hal ini menjelaskan bahwa
3
pembentukan identitas telah dilakukan oleh masyarakat Naga dengan tujuan agar
kebudayaan mereka tetap terjaga dan Kampung Naga tetap dikenal dengan
kampung adat bukan kampung wisata atau pariwisata budaya. Meskipun
Kampung Naga kini banyak dikunjungi oleh wisatwan asing ataupun domestik,
namun pemerintah tidak meresmikan secara langsung bahwa Kampung Naga
adalah tempat wisata. Pemerintah tetap menjadikan Kampung Naga sebagai salah
satu aset kebudayaan yang berada di Kabupaten Tasikmalaya. Kemampuan
masyarakat Kampung Naga untuk bertahan dan menjaga keaslian budaya dari
pengaruh perkembangan jaman, dapat dijadikan contoh bagaimana suatu
masyarakat tradisional untuk tetap dapat mempertahankan identitas budaya
hingga kini. Berbagai tindakan masyarakat berdasarkan ketaatan terhadap adat
yang dimiliki oleh masyarakat Naga, diduga membuat komunitas tersebut dapat
menjaga eksistensi identitasnya. Berdasarkan fakta-fakta tersebut maka, peneliti
ingin melihat sejauh mana hubungan keaslian Kampung Naga dengan
pembentukan identitas masyarakat Kampung Naga.
Perumusan Masalah
Kampung Naga merupakan salah satu kampung adat di Jawa Barat yang
memiliki kekayaan alam belimpah dan sumberdaya manusia berpotensi.
Berdasarkan penelitian Anjartika (2013), potensi sumberdaya alam dan
sumberdaya manusia sangat dipengaruhi oleh karakteristik individu di daerah asal
tersebut. Karakteristik individu yang dimaksudkan seperti jenis kelamin, jenis
pekerjaan, tingkat pendidikan, dan usia. Selain SDM dan SDA yang mendukung,
adat istiadat di Kampung Naga pun menjadikan masyarakat Naga memiliki
identitas tersendiri. Pendalaman mengenai karakteristik individu di Kampung
Naga yang mempengaruhi SDA dan SDM serta pendalaman mengenai adat
istiadat dan identitas Kampung Naga, membuat peneliti ingin menjawab secara
kualitatif yaitu bagaimana karakteristik individu (usia, tingkat pendidikan, jenis
kelamin dan jenis pekerjaan) di Kampung Naga, ketaatan terhadap adat dan
pembentukan identitas masyarakat Kampung Naga?
Kampung Naga merupakan salah satu kampung adat yang masih
mempertahankan adat istiadat hingga kini. Adat istiadat tersebut nampak dari
keaslian masyarakatnya yang selalu berpatokan kepada norma-norma dalam
kegiatan sehari-hari. Hal tersebut membuktikan bahwa masyarakat tradisional
memiliki kecenderungan taat dalam hal yang menyangkut adat. Menurut Suharno
(2009) bahwa adanya hubungan antara karakteristik individu (usia, pekerjaan,
pendidikan dan jenis kelamin) dengan perilaku individu dalam kehidupannya
sehari-hari. Hal ini didukung oleh penelitian Senoaji (2011), bahwa masyarakat
tradisional selalu mengikuti pola budaya/kebiasaan terdahulu. Kebiasaan-
kebiasaan tersebut cenderung akan berubah apabila pendidikan dan pekerjaan
masuk di dalam kehidupan masyarakat tradisional. Berdasarkan hal tersebut, maka
akan terbentuk suatu identitas dari suatu komunitas. Menurut Cole (2007)
menyatakan bahwa, suatu kebudayaan akan tetap terjaga apabila masyarakat
pengikutnya masih menjaga adat istiadat yang mereka miliki. Oleh karena itu
pertanyaan penelitian yang ingin dijawab secara kuantitatif yaitu sejauhmana
hubungan karakteristik individu dengan ketaatan terhadap adat dan pembentukan
identitas masyarakat Kampung Naga?
4
Kampung Naga yang masih sangat terkenal dengan kesakralannya dalam
menjalankan dan menjaga adat istiadat. Hal tersebut menjadikan suatu ciri khas
yang melekat di dalam komunitasnya. Motivasi mereka dalam melakukan segala
adat yang ada merupakan suatu bentuk ketaatan mereka kepada leluhur/nenek
moyang atas segala jasanya. Berkembangnya Kampung Naga menjadi pariwisata
budaya, memungkinkan adanya perubahan motivasi dalam menjalankan adat yang
ada sehingga mempengaruhi pembentukan identitas Kampung Naga. Hal ini
sejalan dengan hasil penelitian Prasetyo (2010) yang menyatakan bahwa,
perubahan motif seseorang dalam menjalankan adat, dapat terjadi akibat
masuknya pariwisata budaya. Oleh karena itu, pertanyaan penelitian yang ingin
dijawab secara kuantitatif yaitu sejauhmana hubungan ketaatan terhadap adat
dengan pembentukan identitas masyarakat Kampung Naga?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dikemukakan sebelumnya,
maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk:
1. Mendeskripsikan karakteristik masyarakat Naga (usia, tingkat pendidikan,
jenis kelamin, dan jenis pekerjaan) di Kampung Naga, ketaatan
melaksanakan adat, dan pembentukan identitas.
2. Menganalisis hubungan karakteristik individu dengan ketaatan terhadap
adat dan pembentukan identitas masyarakat Kampung Naga.
3. Menganalisis hubungan ketaatan terhadap adat dengan pembentukan
identitas masyarakat Kampung Naga
Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi seluruh kalangan baik
bagi civitas akademik, masyarakat (khususnya masyarakat adat), maupun bagi
pemerintah yang berkecimpung dalam bidang pariwisata budaya . adapun manfaat
yang diharapkan diperoleh masing-masing pihak adalah sebagai berikut :
1. Civitas Akademik
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperdalam pengetahuan dan
wawasan mengenai keaslian Masyarakat Naga dalam pembentukan
identitas Kampung Naga Tasikmalaya Jawa Barat, sehingga penelitian ini
dapat dijadikan bahan literatur ataupun informasi tambahan untuk
penelitian-penelitian selanjutnya, khususnya bagi akademisi yang tertarik
dengan topik Komunikasi dan Manajemen Lintas Budaya.
2. Masyarakat Kampung Naga
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan rujukan dan
dokumentasi masyarakat Kampung Naga. Hasil penelitian ini pun
diharapkan dapat digunakan oleh masyarakat Kampung Naga untuk
menjaga eksistensi identitas sosialnya.
5
3. Pemerintah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan rekomendasi bagi
pemerintah untuk lebih memperhatikan komunitas dan budaya lokal dan
dijadikan bahan pertimbangan serta rujukan untuk membuat program-
program pengembangan masyarakat berbasis budaya komunitas lokal.
PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka
Keaslian Budaya
Kata kebudayaan berasal dari (bahasa Sansekerta) buddhaya yang
merupakan bentuk jamak kata “buddhi” yang berarti budi atau akal. Kebudayaan
diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan budi dan akal. ”. E. B. Taylor
(1871) dikutip oleh Soekanto (2012) memberikan definisi mengenai kebudayaan,
yaitu sebagai berikut:
“Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-
kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia
sebagai anggota masyarakat.” (Taylor, 1871)
Dengan kata lain, kebudayaan mencakup kesemuanya yang didapatkan atau
dipelajari oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan terdiri dari
segala sesuatu yang dipelajari dari pola-pola perilaku yang normatif, yaitu
mencakup segala cara-cara atau pola-pola berpikir, merasakan, dan bertindak.
Kebudayaan dari setiap bangsa atau masyarakat terdiri dari unsur-unsur besar
maupun kecil yang merupakan bagian-bagian dari kesatuan. Seorang antropolog
yaitu C. Kluckhohn dikutip oleh Soekanto (2012) telah menguraikan unsur-unsur
kebudayaan, yaitu (1) peralatan dan perlengkapan manusia, (2) mata pencaharian
hidup dan sistem-sistem ekonomi, (3) sistem kemasyarakatan (sistem kekerabatan,
organisasi politik, sistem hukum, dan sistem perkawinan), (4) bahasa (lisan
maupun tulisan), (5) kesenian, (6) sistem pengetahuan, dan (7) sistem kepercayaan.
Hal tersebut sejalan dengan Koentjoroningrat (2002) yang mengartikan
kebudayaan sebagai kelakuan dan hasil tindakan yang dilakukan dengan cara
belajar yang tersusun dalam kehidupan masyarakat pendukungnya. Kebudayaan
mempunyai fungsi yang sangat besar bagi manusia dan masyarakat. Khususnya
dalam mengatur hubungan antar manusia, kebudayaan berfungsi sebagai penentu
garis-garis pokok tentang perilaku yang menetapkan peraturan-peraturan
mengenai apa yang harus dilakukan, dan apa yang dilarang. Menurut Soekanto
(2012), fungsi kebudayaan yaitu mengakomodir keinginan seseorang untuk
menciptakan sesuatu guna menyatakan perasaan dan keinginannya pada orang lain
ketika seseorang tersebut telah dapat mempertahankan dan menyesuaikan diri
pada alam, dan ketika seseorang tersebut dapat hidup dengan manusia-manusia
lain dalam suasana damai.
Manusia dalam suatu masyarakat tidak terlepas dari kebudayaan yang
mereka miliki. Kebudayaan yang diturunkan dari leluhur/nenek moyang mereka
terdahulu merupakan bentuk keaslian yang tercermin dari perilaku serta pemikiran
mereka dalam kehidupan sehari-hari. Cole (2007), menjelaskan bahwa keaslian
kebudayaan adalah bentuk asli dari kebudayaan itu sendiri yang tebentuk dari
nenek moyang mereka terdahulu seperti norma-adat dan kepercayaan. Adat yang
tercipta dari suatu kebudayaan bertujuan untuk mengatur kehidupan individu di
dalamnya agar tetap memegang teguh adat istiadat yang mereka miliki sampai
kegenerasi selanjutnya. Keaslian kebudayaan dapat terlihat dari bagaiman suatu
kelompok/komunitas dapat mempertahankanya agar tetap terjaga tanpa ada
8
perubahan. Hal tersebut merupakan suatu gambaran ketaatan anggota adat dalam
menjalankan adat istiadat yang mereka miliki. Bentuk ketaatan yang ditunjukkan
oleh masyarakat pengikutnya sebagai salah satu cara untuk tetap menjaga identitas
kebudayaan mereka tetap ada diera moderenisasi seperti sekarang. Berdasarkan
hasil penelitian Bisri (2007) menjelaskan bahwa adat adalah sistem aturan yang
berlaku dalam kehidupan masyarakat tertentu yang berasal dari adat kebiasaannya
secara turun temurun yang dihormati dan ditaati oleh komunitas masyarakat
tersebut sebagai tradisi.
Cole (2007) menjelaskan mengenai keaslian suatu kebudayaan di dalam
dunia yang maju. Di desa Ngadha Flores Nusa Tenggara Timur, Indonesia adalah
salah satu desa yang memiliki etnis yang berbeda. Ngadha merupakan daerah
perkampungan adat diklasifikasikan sebagai wilayah yang terisolir dan
terasingkan sehingga daerah itu memiliki ekonomi yang sangat rendah. Melihat
suatu fenomena tersebut, pemerintah membantu mencarikan solusi yaitu dengan
membuka suatu pariwisata di desa Ngadha. Pariwisata dianggap pilihan terbaik
untuk kemajuan ekonomi daerah tersebut. Masyarakat adat Ngadha bersikap
terbuka terhadap pariwisata yang dikelolah oleh pemerintah, dan masyarakat
Ngadha memanfaatkan hal tersebut untuk memperkenalkan keaslian kebudayaan
mereka. Mereka tetap melestarikan keaslian budaya yang berasal dari nenek
moyang mereka. Mereka masih menjalankan upacara adat, norma-adat dan tidak
ada yang mereka hilangkan. Semua berjalan seperti biasanya tanpa ada perubahan
yang terkait dengan keaslian kebudayaan masyarakat adat Ngadha.
Masyarakat Adat
Masyarakat adat memiliki kearifan lokal dan pengetahuan tradisi yang
bermanfaat bagi penetapan dan pengaturan fungsi hutan (Poerwanto, 2000).
Kearifan lokal ini merupakan salah satu dari pola adaptasi yang dikembangkan
oleh masyarakat adat agar mampu memanfaatkan lingkungan sekitar demi
kepentingannya baik untuk memperoleh bahan pangan, menghindari diri dari
bahaya serta dapat dikatakan juga sebagai bentuk penjagaan dengan ekosistemnya
agar tetap dapat mempertahankan hidupnya. Istilah masyarakat adat menjadi
populer sejak beberapa aktivis LSM dan masyarakat melakukan pertemuan yang
diorganisir oleh Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) di Tanah Toraja
pada tahun 1993. Pertemuan menyepakati masyarakat adat adalah kelompok
masyarakat yang memilikasalusul leluhur secara turun temurun di wilayah
geografis tertentu serta memiliki sistem nilai, ideologi, ekonomi, politik, budaya,
sosial dan wilayah sendiri (Sangaji 2001 dikutip Agung 2012).
Prinsip identifikasi diri telah diakui dalam Konvensi ILO 169 pada tanggal
27 Juni 1989 (Quane dalam Rosset 2008). Konvensi ini berlaku pada masyarakat
adat meskipun secara signifikan, penggunaan istilah ini dikatakan tanpa implikasi
pada hak apapun yang bisa diikatkan pada istilah di bawah hukum internasional.
Konvensi ini juga berlaku pada masyarakat suku yang membantu memastikan
bahwa konvensi ini berlaku seluas mungkin, termasuk pada negara-negara yang
mengklaim bahwa masyarakat adat hanya ada dalam bekas koloni Eropa.
Masyarakat adat menurut konvensi ini adalah masyarakat dalam negara merdeka
yang dianggap sebagai pribumi kerena mereka diturunkan dari populasi yang
mendiami negara, atau penetapan batas-batas negara sekarang dan terlepas dari
9
status legalnya, memegang beberapa atau semua institusi sosial, ekonomi, kultural
atau politik mereka sendiri.
Karakteristik Individu
Menurut Rogers dan Shoemaker (1971), secara definitif, karakteristik
pribadi/individu merupakan bagian dari individu yang melekat pada diri seseorang
yang mendasari tingkah laku orang tersebut yang dibutuhkan dalam suatu kriteria
atau situasi tertentu. Rogers and Shoemaker (1971) mengatakan bahwa usia dalam
karakteristik sosioekonomi, memang mempengaruhi perubahan sikap dalam
menerima suatu perubahan. Misalnya saja pada usia muda seseorang lebih mudah
menerima suatu hal yang baru dibandingkan mereka yang berusia lanjut.
Karakteristik individu menurut Lionberger (1960) dikutip Walters et al.
(2005) menyatakan bahwa karakteristik individu yang perlu diperhatikan adalah
umur, tingkat pendidikan dan karakteristik psikologi. Karaktreristik psikologi
antara lain adalah rasionalitas, fleksibelitas mental, dogmatisme, orientasi
terhadap usaha tani dan kecenderungan mencari informasi.
Karakteristik adalah sifat-sifat atau ciri-ciri yang melekat pada sesuatu
(benda, orang atau makhluk hidup lainnya) yang berhubungan dengan berbagai
aspek kehidupannya (Mardikanto 1993). Lebih jauh, Mardikanto (1993)
memberikan contoh tentang karakteristik individu, yaitu sifat-sifat yang melekat
pada diri seseorang yang berhubungan dengan berbagai apek kehidupannya,
antara lain umur, jenis kelamin, pendidikan, jabatan, status sosial dan agama.
Merujuk pada pengertian tersebut, maka yang dimaksud dengan karakteristik
suatu komunitas adalah ciri-ciri atau sifat-sifat yang melekat pada komunitas
tersebut yang berhubungan dengan kehidupan mereka. Berdasarkan hasil
penelitian Pamungkas (2012) mengatakan bahwa, suatu karakteristik individu dapat
membentuk dan mempengaruhi suatu komunitas. Usia, tingkat pendidikan, dan jenis
kelamin memang mempengaruhi perilaku dalam suatu komunitas.
Menurut Baron dan Byrne (2003), jenis kelamin merupakan kejantanan
atau kewanitaan yang ditentukan oleh faktor genetik yang berperan pada saat
konsepsi dan menghasilkan perbedaan dalam fisik dan anatomi. Sedangkan gender
merujuk pada segala sesuatu yang berhubungan dengan jenis kelamin individu,
termasuk peran, tingkah laku, kecenderungan, dan atribut lain yang
mendefinisikan arti menjadi seorang laki-laki atau perempuan dalam kebudayaan
yang ada. Dalam hal-hal tertentu, tingkah laku seseorang dapat dipengaruhi oleh
peran gender yang diharapkan, sehingga laki-laki seharusnya kuat, dominan,
asertif, sementara perempuan seharusnya perhatian, sensitif, dan ekspresif secara
emosional. Contohnya, laki-laki duduk dengan kaki dan lengan menjauh dari
tubuh, sementara wanita duduk dengan salah satu kaki ditumpangkan pada kaki
yang lain dan tangan pada tubuh.
Identitas Pribadi
Identitas adalah istilah yang digunakan secara luas dan sebagai
konsekuensinya berarti banyak hal yang berbeda antara individu satu dengan yang
lainnya. Identitas terkadang digunakan untuk merujuk kepada rasa intgrasi diri,
dimana aspek yang berbeda datang bersama-sama dalam kesatuan yang utuh. Hal
ini sejalan dengan pemikiran dari Erikson (1968) dikutip oleh Deaux (2001) yang
mengatakan bahwa identitas diri adalah mengenal dan menghayati dirinya sebagai
10
pribadi sendiri serta tidak terlarut dalam peran yang dimainkan, misalnya sebagai
anak, teman, pelajar, atupun teman sejawat. Identifikasi diri muncul ketika anak
muda memilih nilai dan orang tempat dia memberikan loyalitasnya, bukan sekadar
mengikuti pilihan orangtuanya. Orang yang sedang mencari identitasnya adalah
orang yang ingin menentukan siapakah atau apakah yang dia inginkan pada masa
mendatang. Proses terjadinya identitas diungkapkan secara abstrak yang
merupakan proses restrukturisasi segala identifikasi dan gambaran diri terdahulu
diolah dalam perspektif masa depan. Identitas merupakan kelanjutan dari masa
kanak-kanak, pengertian diri yang sekarang, dan menjadi petunjuk dimasa depan,
oleh sebab itu seseorang membentuk identitas dirinya pada usia remaja akhir.
Remaja yang berada pada periode remaja akhir dapat melihat dirinya dan tahu
bagaimana bertindak untuk membentuk identitas dirinya. Identitas diri tidak dapat
berkembang penuh sebelum masa remaja tengah dan akhir karena unsur pokok
diintegrasikan (jenis kelamin, kemampuan fisik, seksualitas, kemampuan kognisi
pada tahap operasional kongkrit, dapat merespon harapan sosial), semua hal
tersebut tidak muncul bersama dalam suatu waktu. Remaja akhir diharapkan dapat
memutuskan identitas dirinya.
Lau dan Pun (1999) dikutip oleh Baron dan Byrne (2003) mengungkapkan
bahwa berpikir mengenai dirinya sendiri adalah aktivitas manusia yang tak dapat
dihindari. Pada umumnya, secara harfiah orang akan berpusat pada dirinya
sendiri. Sehingga self adalah pusat dari dunia sosial setiap orang. Sementara,
seperti yang telah diketahui, faktor genetik memainkan sebuah peran terhadap
identitas diri, atau konsep diri yang sebagian besar didasarkan pada interaksi
dengan orang lain yang dimulai dengan anggota keluarga terdekat, kemudian
meluas ke interaksi dengan mereka di luar keluarga. Menurut Baron dan Byrne
(2003) identitas diri sangat berhubungan erat dengan konsep self. Konsep self
merupakan identitas diri seseorang sebagai sebuah skema dasar yang terdiri dari
kumpulan keyakinan dan sikap terhadap diri sendiri yang terorganisir. Self
memberikan sebuah kerangka berpikir yang menentukan bagaimana kita
mengolah informasi tentang diri kita sendiri termasuk motivasi, keadaan
emosional, evaluasi diri, kemampuan, dan banyak hal lainnya.
Identitas Sosial
Identitas sosial menurut Deaux (2001), merupakan proses dimana kita
mendefinisikan diri dalam istilah dan kategori yang dibagikan dengan orang lain.
Berbeda dengan identitas pribadi yang mungkin sangat istimewa, identitas sosial
mengasumsikan beberapa kesamaan dengan orang lain dalam suatu kelompok.
Identitas sosial merujuk secara khusus pada aspek-aspek orang yang didefinisikan
dalam istilahnya atau keanggotaan kelompoknya. Meskipun sebagian besar adalah
anggota dari berbagai kelompok, hanya beberapa dari kelompok-kelompok
tersebut yang bermakna dalam hal bagaimana kita mendefinisikan diri kita. Salah
satu contohnya adalah seseorang yang mendefinisikan dirinya sebagai kaum
feminis lebih mungkin untuk menyadari Undang-Undang yang mengatur tentang
aborsi, lebih cenderung memilih membaca buku-buku tentang wanita seperti Betty
Frieden atau Bells Hooks dan lebih menyadari perbedaan gaji antara perempuan
dan laki-laki dari pada orang yang tidak mengakui dirinya sebagai feminis. Hal ini
membuktikan bahwa, identitas sosial yang mereka miliki adalah sebagai feminis,
dimana mereka tahu bagaimana menempatkan diri mereka di dalam suatu
11
lingkungan sosial, baik secara pemikiran, perilakunya ataupun cara mereka
berkomunikasi.
Menurut Deaux (2001), motivasi seseorang dalam lingkungan sosial dapat
membentuk identitas sosial mereka. Motivasi merupakan suatu dorongan kuat dari
dalam diri untuk menentukan apa yang individu inginkan di dalam suatu
kelompok sosial. Identitas memiliki dasar motivasi terutama dalam kasus identitas
dimana orang memilih atau mencapai fungsi tertentu yang diyakini puas dengan
identifikasi yang mereka pilih. Di dalam suatu kehidupan bermasyarakat, motivasi
di dalam pembentukan identitas memiliki peran penting. Pertama, identitas dapat
berfungsi sebagai sarana definisi diri atau harga diri, sehingga membuat seseorang
merasa mengetahui lebih baik tentang dirinya. Kedua, identifikasi identitas dapat
menjadi sarana untuk berinteraksi dengan orang lain dengan berbagai nilai-nilai
dan tujuan, memberikan orientasi kelompok referensi dan aktivitas bersama.
Ketiga, identifikasi sosial dapat berfungsi sebagai cara untuk mendefinisikan diri
berbeda dengan orang lain yang menjadi anggota kelompok lain dengan
memposisikan diri dalam komunitas yang lebih besar. Secara fungsional,
identifikasi tersebut dapat bisa dijadikan sebagai dorongan untuk bergabung
dengan kelompok serta menjadi agenda menentukan kegiatan kelompok.
Identitas merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam praktek komunikasi, identitas tidak hanya memberikan makna terhadap
pribadi seseorang ataupun kelompok, namun memberikan suatu pemaknaan dan
ciri khas dari kebudayaan yang melatar belakanginya. Pengertian identitas pada
tataran hubungan antar manusia ataupun antar komunitas dipahami sebagai suatu
yang lebih konseptual yakni tentang bagaimana meletakkan seseorang atau
komunitas ke dalam tempat-tempat orang atau komunitas lain, atau sekurang-
kurangnya membagi pikiran, perasaan, masalah, rasa simpatik dan lain-lain dalam
sebuah proses komunikasi (antarbudaya). Melihat pengertian tersebut dikatakan
bahwa identitas seseorang atau komunitas cenderung beradaptasi dengan struktur
budaya dan struktur sosial yang hidup disekitarnya. Menurut Liliweri (2003),
pengertian identitas sosial, terbentuk sebagai akibat dari keanggotaan dalam suatu
kelompok kebudayaan. Tipe kelompok itu antara lain umur, gender, kerja, agama,
kelas sosial, tempat dan seterusnya. Identitas sosial merupakan identitas yang
diperoleh melalui proses pencarian dan pendidikan dalam jangka waktu yang lama.
Dengan demikian seseorang dapat membedakan sekelompok orang dengan
kelompok orang yang lain melalui kelompok umur lalu kita menetapkan ciri-ciri
perilaku mereka berdasarkan usia tua atau muda. Kita mengatakan kalau orang-
orang muda umumnya bernafsu besar, sebaliknya orang tua lebih sabar, lebih
bijaksana dan lebih lambat.
Hasil penelitian Prasetyo (2011), identitas merupakan suatu pencirian dari
komunitas budaya yang dijadikan sebagai simbol dari komunitas itu sendiri. Hal
ini sejalan dengan hasil penelitian Yang (2010) yang mengungkapkan bahwa
identitas berkaitan dengan simbol dari kehidupan bermasyarakat yang dianggap
penting untuk menunjukkan kepada orang lain di luar anggota masyarakat. Dalam
pembentukan identitas suatu budaya atau kelompok (komunitas) memang
berkaitan dengan simbol-simbol yang dibuat oleh mereka sendiri sebagai suatu
ciri khas yang melekat oleh suatu komunitas. Berdasarkan hal tersebut, menurut
Cole (2007) dalam sebuah jurnalnya menyatakan bahwa identitas merupakan
12
suatu pencirian diri atau komunitas dengan tetap mempertahankan apa yang
mereka miliki terutama kebudayaan yang ada.
Identitas Kolektif
Identitas pada masa kini memiliki keberagaman yang diperoleh dari kelas
sosial, ras, kebangsaan, gender, dan sebagainya yang dapat menyebabkan konflik
dalam menentukan posisi suatu individu dan mengarah kepada identitas yang
sudah terbentuk. Menurut Appiah dikutip oleh Utami (2012), di dalam diri
manusia terdapat dua jenis identitas, yaitu identitas individual dan identitas
kolektif. Appiah mencari semacam keseimbangan antara identitas individu dengan
identitas kolektif, sehingga manusia tidak hanya melihat berdasarkan identitas
kolektifnya saja (ras, agama, budaya, seksualitas dan kebangsaan). Namun
identitas kolektif memiliki perbedaan dengan dimensi personal. Identitas kolektif
berperan lebih besar dibesar peranannya dalam hubungan sosial yang terjadi di
dalam masyarakat. Identitas kolektif berperan dalam pembentukan identitas
seperti ras, gender, budaya, dan kebangsaan.
Berbicara mengenai identitas kolektif, pasti tidak akan terlepas dari suatu
individu dan kelompok yang membentuknya. Menurut Appiah dikutip oleh Utami
(2012) identitas kolektif merupakan identitas yang berasal dari suatu kelompok
namun dirasakan dan dimiliki oleh setiap individu yang bertujuan untuk
memperjelas dan memudahakan individu tersebut dalam berinteraksi dengan
individu lain maupun kelompok. Misalnya seseorang dengan identitas beragama
Islam, berasal dari suku Jawa, berjenis kelamin laki-laki dan berkebangsaan
Indonesia. Agama, suku, jenis kelamin, dan kebangsaan yang dimilikinya adalah
identitas kolektif yang menjadi bagian dan kebangsaan yang dimilikinya.
Identitas kolektif dapat dibentuk pula berdasarkan motivasi seseorang. Hal
ini dapat dilakukan dengan mengadopsi teori motivasi dari Deaux (2001) dalam
identitas sosial yang menyatakan bahwa dorongan kuat dari dalam diri untuk
menentukan apa yang individu inginkan di dalam suatu kelompok sosial. Motivasi
juga dapat menentukan bagaimana seseorang dapat menempatkan dirinya di
dalam suatu kelompok dan seberapa besar peranan mereka dalam kelompok
tersebut. Hal ini sejalan dengan penilitian Ambayoen (2006) yang menyatakan
bahwa komunitas adat masih memiliki identitas kolektif yang tinggi dimana
mereka masih menjunjung tinggi adat istiadat. Masyarakat Tengger pada
penelitian ini adalah masyarakat adat yang masih menjunjung tinggi adat istiadat.
Meskipun daerah ini telah menjadi tempat pariwisata yang banyak dikunjungi
wisatawan asing ataupun domestik, namun tidak merubah pola pikir mereka untuk
meninggalkan adat istiadat yang mereka miliki. Motivasi mereka dalam hal ini
adalah agar adat istiadat mereka tidak luntur dan hilang karena adanya pengaruh
dari luar. Hal ini menunjukkan bahwa identitas kolektif masyarakat Tengger
masih sangat kuat. Terbukti dari masih banyaknya anggota adat yang menjalankan
adat istiadat tanpa memikirkan bagaimana adat istiadat tersebut membuat mereka
tertinggal dengan dunia moderen.
Kerangka Penelitian
Keaslian kebudayaan saat ini memiliki kontribusi besar di dalam masyarakat
tradisional yang masih memegang kuat adat istiadat. Keaslian budaya berupa adat
13
yang telah ditentukan oleh para leluhur mereka yang diyakini sebagai pedoman
hidup yang masih mereka jalankan hingga sekarang. Berdasarkan hasil riview
pustaka, dinyatakan bahwa keaslian budaya memiliki hubungan dengan
pembentukan identitas suatu komunitas. Apabila suatu keaslian budaya tetap
terjaga maka identitas komunitas di dalamnya dapat terbentuk dan bertahan
meskipun berada dalam sebuah jaman yang moderen. Melalui penelitian ini,
peneliti ingin mengetahui hubungan antara keaslian suatu masyarakat adat dengan
pembentukan identitas komunitasnya yang dilihat berdasarkan motivasi mereka
untuk tetap menjaga keaslian budaya yang dimiliki.
Pada penelitian ini variabel yang diuji hubungannya yaitu variabel
karakteristik, variabel ketaatan terhadap adat, dan variabel pembentukan identitas
komunitas. Variabel karakteristik individu yang digunakan dalam penelitian ini
adalah usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan dan jenis kelamin. Karakteristik
individu dihubungkan dengan ketaatan terhadap adat dan pembentukan identitas
komunitas (identitas pribadi, identitas sosial, dan identitas kolektif). Hal tersebut
diperkuat oleh hasil penelitian Anjartika (2013) menjelaskan bahwa potensi
sumberdaya alam dan sumberdaya manusia sangat dipengaruhi oleh karakteristik
individu di daerah asal tersebut. Karateristik individu tersebut meliputi usia,
tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, dan jenis kelamin. Variabel ketaatan terhadap
adat yang dilihat frekuensi anggota adat melaksanakan adat istiadat, dihubungkan
dengan variabel pembentukan identitas komunitas (identitas pribadi, identitas
sosial, dan identitas kolektif).
Adapun keterkaitan antar variabel-variabel tersebut tersaji dalam kerangka
pemikiran dibawah ini :
Keterangan : : Berhubungan
Gambar 1 Kerangka penelitian keaslian Kampung Naga dalam
pembentukan identitas masyarakat adat
Pembentukan Identitas
Masyarakat Adat :
1. Identitas pribadi
2. Identitas Sosial
3. Identitas Kolektif
Karakteristik Individu :
1. Usia
2. Pendidikan
3. Pekerjaan
4. Jenis Kelamin
Ketaatan Terhadap Adat :
- Frekuensi melaksanakan
adat
14
Hipotesis
Adapun hipotesis pengarah yang membantu peneliti dalam mengarahkan
dan memudahkan pencarian data dan proses pengujian hipotesis, antara lain:
1. Terdapat hubungan antara karakteristik individu denga ketaatan terhadap
adat.
2. Terdapat hubungan antara karakteristik individu dengan pembentukan
identitas Kampung Naga.
3. Terdapat hubungan antara ketaatan terhadap adat dengan pembentukan
identitas Kampung Naga
Definisi Operasional
1. Karakteristik individu merupakan faktor internal individu masyarakat
Kampung Naga yang menggerakan dan mempengaruhi perilaku mereka.
Karakteristik individu terbagi menjadi empat variabel yaitu :
a. Usia merupakan lamanya hidup masyarakat Naga hingga saat ini.
Pembagian usia pada penelitian ini, dibagi berdasarkan adat
masyarakat Naga yaitu remaja (13-18 tahun), dewasa awal (19- 34
tahun) dan dewasa tua (≥ 35 tahun). Usia tersebut diberi kode yaitu
remaja = 1, dewasa awal = 2 dan dewasa tua = 3. Data ini termasuk
dalam skala ordinal.
b. Jenis Kelamin merupakan identitas biologis masyarakat Naga yang
terdiri dari laki-laki dan perempuan. Jenis kelamin tersebut diberi kode
yaitu laki-laki = 1, dan perempuan = 2. Data ini termasuk dalam skala
nominal.
c. Tingkat Pendidikan merupakan jenis pendidikan sekolah tertinggi yang
dirasakan oleh masyarakat Naga yang terbagi kedalam tiga katagori
yaitu SD, SMP, dan SMA. Ketiga kategori tersebut diberi kode yaitu
SD = 1, SMP = 2, dan SMA = 3. Data ini termasuk dalam skala ordinal.
d. Jenis pekerjaan merupakan aktivitas yang dilakuakan sehari-hari oleh
masyarakat Naga untuk mendapatkan keuntungan material untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Pada penelitian ini, jenis
pekerjaan yang ada di Kampung Naga beserta pengkodeannya terbagi
menjadi tujuh yaitu tidak bekerja = 1, petani = 2, penjaga toko = 3,
pemandu wisata = 4, wiraswasta = 5, dan pengrajin = 6. Data ini
termasuk dalam skala nominal.
2. Keaslian masyarakat adat merupakan suatu bentuk tindakan masyarakat
Naga yang mencerminkan ketaatan terhadap adat. ketaatan terhadap adat
diukur dari frekuensi mereka dalam melaksanakan adat. Ketaatan terhadap
adat melihat bagaimana ketaatan tiap individu Naga untuk melaksanakan
adat istiadat yang mereka miliki. Ketaatan tersebut diukur dengan
menggunakan skala ordinal, dan indikator yang digunakan dalam
pengukuran keaslian masyarakat Naga dengan tidak pernah melakukannya
adalah “1”, jarang melakukannya adalah “2”, sering melakukan adalah
“ 3”, dan selalu melakukan adalah “4”, maka pengkategorian frekuensi
melakukan adat, tinggi, sedang, rendah adalah sebagai berikut :
15
- Lemah : jika skor total berjumlah 1,71 - 2,37
- Sedang : jika skor total berjumlah 2,38 - 3,04
- Kuat : jika skor total berjumlah 3,05 - 3,71
3. Pembentukan identitas kampung adat adalah proses pencirian yang khas
dari komunitas Naga yang terjadi akibat adanya sebuah aktivitas yang
memperlihatkan bagaimana masyarakat Kampung Naga mengetahui diri
mereka masing-masing sebagai individu dari Kampung Naga sehingga
menghasilkan identitas masyarakat Naga. Pembentukan identitas
Kampung Naga diukur menggunakan kuesioner dari empat variabel yaitu
pembentukan identitas pribadi, pembentukan identitas sosial dan
pembentukan identitas kolektif dengan menggunakan skala ordinal dan
pengkodeannya yaitu tidak pernah melakukannya adalah “1”, jarang
melakukannya adalah “2”, sering melakukan adalah “ 3”, dan selalu
melakukan adalah “4”. Skor untuk masing-masing variabel jika
dikategorikan tinggi adalah “3”, jika dikategorikan sedang adalah “2” dan
jika dikategorikan rendah adalah “1”. Untuk masing-masing variabel
sebagai berikut :
a. Pembentukan identitas pribadi yaitu proses penentuan diri pada setiap
individu masyarakat Naga tentang apa yang ia inginkan untuk masa
depannya yang didorong dari motivasi mereka dalam hal mewujudkan
cita-cita. Diukur dengan menggunakan tujuh pernyataan pada
kuesioner dengan skala ordinal tidak pernah melakukannya adalah
“1”, jarang melakukannya adalah “2”, sering melakukan adalah “3”,
dan selalu melakukan adalah “4”. Dikategorikan tinggi, sedang,
rendah dengan indeks sebagai berikut :
1. Lemah : jika skor rata-rata antara 2,29 - 2,72
2. Sedang : jika skor rata-rata antara 2,73 - 3,16
3. Kuat : jika skor rata-rata antara 3,17 - 3,57
b. Pembentukan identitas sosial adalah proses dimana kita
mendefinisikan diri kita dalam istilah dan kategori yang dibagikan
dengan orang lain pembentukan suatu identitas diri sebagai
masyarakat Kampung Naga di lingkungan sosialnya yang didorong
dari motivasi mereka dalam hal bagaimana mereka menempatkan diri
mereka di lingkungan sosial seperti bagaimana mereka bertingkah
laku didepan orang lain, tanggapan orang lain terhadap dirinya.
Diukur dengan menggunakan enam perrnyataan pada kuesioner
dengan skala ordinal tidak pernah melakukannya adalah “1”, jarang
melakukannya adalah “2”, sering melakukan adalah “3”, dan selalu
melakukan adalah “4”. Dikategorikan tinggi, sedang, rendah dengan
indeks sebagai berikut :
1. Lemah : jika skor rata-rata antara 2,33 - 2,89
2. Sedang : jika skor rata-rata antara 3,00 - 3,56
3. Kuat : jika skor rata-rata antara 3,57- 4,00
16
c. Pembentukan identitas kolektif adalah proses penentuan diri dalam
suatu kelompok namun dirasakan dan dimiliki oleh setiap individu
masyarakat Naga yang bertujuan untuk memperjelas dan
memudahakan individu tersebut dalam berinteraksi dengan individu
lain maupun kelompok, yang didorong dari motivasi mereka di dalam
mengetahui identitas mereka di Kampung Naga. Diukur dengan
menggunakan delapan perrnyataan pada kuesioner dengan skala
ordinal tidak pernah melakukannya adalah “1”, jarang melakukannya
adalah “2”, sering melakukan adalah “3”, dan selalu melakukan adalah
“4”. Dikategorikan tinggi, sedang, rendah dengan indeks sebagai
berikut :
1. Lemah : jika skor rata-rata antara 3,00 - 3,33
2. Sedang : jika skor rata-rata antara 3,34 - 3,67
3. Kuat : jika skor rata-rata antara 3,68 - 4,00
METODE
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
kuantitatif dan didukung dengan metode kualitatif. Metode kuantitatif dilakukan
dengan metode survei terhadap responden. Penelitian survei merupakan penelitian
yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai
alat pengumpulan data yang lengkap (Singarimbun dan Effendi 1989). Sementara
metode kualitatif dilakukan melalui metode wawancara mendalam kepada
informan. Data kuantitatif digunakan untuk memperoleh data mengenai
karakteristik individu masyarakat Naga, ketaatan setiap individu Naga dalam
melaksanakan adat, dan pembentukan identitas Kampung Naga. pendenkatan
kualitatif digunakan untuk memperoleh informasi yang lebih mendalam dari
infroman mengenai adat istiadat Kampung Naga.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Objek penelitian ini meneliti tentang pembentukan identitas kampung adat.
Tempat penelitian yang dipilih adalah Kampung Naga yang merupakan kampung
adat yang berada Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya,
Jawa Barat (lihat Lampiran 1). Pemilihan lokasi ini didasarkan atas beberapa
pertimbangan: (1) Lokasi tersebut sesuai dengan topik penelitian dimana lokasi
tersebut terdapat komunitas yang memiliki keunikan dalam realitas sosial dimana
lokasi tersebut memiliki tantangan dalam mempertahankan kultur budayanya
seiring dengan banyaknya wisatawan yang berkunjung, (2) Kampung Naga telah
menjadi salah satu Tourism Oriented sehingga menarik untuk dikaji proses
pembentukan identitas komunitas di dalamnya (lihat Lampiran 7).
Teknik Sampling
Penelitian survei adalah penelitian yang mengambil sampel dari populasi
dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data primer (Singarimbun
dan Effendi 1989). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anggota
masyarakat adat Kampung Naga, Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten
Tasikmalaya Jawa Barat. Karakteristik populasi di Kampung Naga menunjukkan
masyarakat yang masih memegang kuat adat istiadat namun mereka terbuka
dengan dunia luar dan menerima segala sesuatu yang baru. Ranah yang diteliti
adalah tentang keaslian masyarakat Naga yang tercermin dari norma-adat yang
mereka miliki sehingga, populasi sasaran dan unit analisisnya dalam penelitian ini
adalah individu masyarakat Naga baik laki-laki ataupun perempuan menurut usia
yang dikelompokan berdasarkan adat Naga. Unit analisis dalam penelitian ini
adalah individu.
Pengambilan sampel dalam penelitian dilakukan melalui teknik simple
random sampling, yaitu sebuah sampel yang diambil sedemikian rupa sehingga
tiap unit penelitian atau satuan elementer dari populasi mempunyai kesempatan
18
yang sama untuk dipilih sebagai sampel (Singarimbun dan Effendi 1889). Jumlah
populasi sampling pada penelitian ini berjumlah 230 orang (lihat Lampiran 2).
Dari populasi tersebut terbentuklah kerangka sampling yang terpilah menurut
jenis kelamin dan pembagian usia berdasarkan adat, yaitu anggota adat laki-laki
sebanyak 117 orang dan anggota adat perempuan sebanyak 113 orang, yang
berusia 13 tahun keatas. Kemudian ditentukan sampel penelitian yang berjumlah
35 responden, yang terdiri atas 18 orang responden laki-laki dan 17 orang
responden perempuan. Pengambilan responden tersebut dipilih karena responden
yang diambil bersifat homogen, dimana mereka sama-sama menjadi anggota adat
Naga tanpa melihat strata/tingkatan sosial di Kampung Naga. Untuk mendapatkan
jawaban dari responden, peneliti harus mengahampiri masing-masing masyarakat
Naga ke rumahnya.
Pada pendekatan kualitatif, sumber data yang diperoleh mengenai Kampung
Naga berasal dari wawancara mendalam dengan informan. Informan yang dipilih
adalah ketua himpunan wisata Kampung Naga, sesepuh Kampung Naga, Punduh
dan Lebe’ adat Naga serta Kepala Desa Neglasari. Pemilihan informan dilakukan
secara purposive. Wawancara dengan pihak-pihak tersebut dilakukan dengan
sengaja tanpa ada janji terlebih dahulu dan dilakukan dengan menggunakan
pedoman wawancara mendalam (lihat Lampiran 4).
Teknik Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data
sekunder. Data primer berupa data kuantitatif dan kualitatif yang diperoleh dari
kuesioner dan wawancara. Data sekunder sebagai data pendukung diperoleh
melalui studi literatur berupa dokumen-dokumen yang berhubungan dengan
Kampung Naga serta data demografi penduduk. Pengumpulan data kuantitatif
dilakukan melalui wawancara langsung dengan masyarakat Naga menggunakan
kuesioner (lihat Lampiran 3). Sementara untuk pengumpulan data kualitatif
dilakukan melalui wawancara mendalam dengan informan yang dipilih dengan
menggunakan panduan pertanyaan (lihat Lampiran 4). Data sekunder yang
digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari profil Desa Neglasari, Kabupaten
Tasikmalaya, Jawa Barat dan gambaran umum lokasi penelitian serta informasi
yang berhubungan dengan Kampung Naga.
Teknik Analisis Data
Data primer yang diperoleh dari hasil kuesioner diolah secara statistik
deskriptif. Selanjutnya data tersebut dipindahkan kedalam Microsoft Excel 2007
yang telah disiapkan. Data-data tersebut nantinya akan diolah menggunkan SPSS
16.0 for Windows. Statistik deskriptif digunakan untuk menggambarkan atau
mendeskripsikan data yang telah terkumpul. Data yang dianalisis secara statistik
deskriptif yaitu variabel karakteristik individu masyarakat Naga seperti usia,
tingkat pendidikan, jenis kelamin, dan jenis pekerjaan, variabel ketaatan terhdap
adat yaitu ketaatan terhadap adat, serta variabel pembentukan identitas yaitu
identitas pribadi, identitas sosial dan identitas kolektif.
Pengujian hubungan yang menggunakan pengujian antara karakteristik
individu seperti usia dan tingkat pendidikan terhadap ketaatan terhadap adat serta
19
terhadap pembentukan identitas Kampung Naga dianalisis dengan menggunakan
rank Spearman. Sementara itu, untuk variabel karakteristik individu seperti jenis
kelamin dan jenis pekerjaan terhadap ketaatan terhadap adat serta terhadap
pembentukan identitas Kampung Naga dianalisis dengan menggunakan Chi-
Squere.
Di dalam suatu penelitian disebutkan bahwa untuk melihat keeratan
hubungan suatu variabel maka dilihatlah nilai korelasinya. Hal ini dijelaskan oleh
Hasan (2009), bahwa koefisien korelasi adalah bilangan yang digunakan untuk
mengukur derajat hubungan, meliputi kekuatan hubungan dan bentuk/arah
hubungan. Untuk kekuatan hubungan, nilai korelasi berada di antara -1 dan +1.
Untuk bentuk/arah hubungan, nilai koefisien korelasi dinyatakan dalam positif (+)
dan negatif (-). Jika koefisien korelasi bernilai positif maka variabel-variabel
berkorelasi positif, artinya jika variabel X naik/turun maka variabel Y juga
naik/turun. Jika koefisien berkorelasi bernilai negatif maka variabel-variabel
berkorelasi negatif, artinya jika variabel X naik/turun maka variabel Y akan
turun/naik.
Hubungan Chi-Square diinterpretasikan pada pandangan Siegel (1985)
menyatakan bahwa, nilai-nilai yang biasa digunakan untuk p-value adalah 0.05
dan 0.01. Seorang peneliti mungkin menetapkan untuk bekerja pada tingkat 0.05
tetapi seorang pembaca boleh jadi tidak mau menerima penemuan yang tidak
signifikan pada tingkat 0.01, 0.005, atau 0.001, sementara pembaca lain mungkin
tertarik dengan penemuan yang mencapai tingkat 0.08 atau 0.10, sehingga seorang
peneliti dapat menggunakan salah satu dari nilai-nilai probabilitas tersebut.
Tingkat kesalahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebesar 10 persen
atau pada taraf nyata 0.1, dengan tingkat kepercayaan 90 persen.
Pengambilan keputusan tentang suatu hipotesis, peneliti dapat berbuat dua
macam kesalahan. Pertama adalah menolak hipotesis yang benar. Kesalahan
kedua yang dapat dilakukan ialah peneliti menerima hipotesis yang salah. Untuk
mengetahui sampai manakah hipotesis dapat diterima atau harus ditolak maka
secara statistik dapat dihitung tingkat signifikansinya. Bila peneliti lebih dahulu
menentukan signifikansi atau tingkat kepercayaan 0,05 untuk menolak suatu
hipotesis, maka kemungkinan 5 persen bahwa peneliti membuat kesalahan dalam
keputusan menolak. Bila peneliti meneruskan tingkat signifikansi 0,10 maka
kemungkinan mengambil keputusan yang salah adalah 10 persen dan seterusnya
Nasution (2003).
KAMPUNG NAGA SEBAGAI KAMPUNG ADAT
Kondisi Geografis
Kampung Naga merupakan salah satu kampung di wilayah Desa Neglasari,
Kecamatan Salawu Kabupaten Tasikmalaya, dengan luas wilayah 1.5 hektar. Luas
wilayah tersebut hanya digunakan untuk pemukiman saja. Dilihat dari topografi
dan kontur tanah, Kampung Naga Desa Neglasari Kecamatan Salawu secara
umum berupa berbukit cukup curam, kepadatn tanah relatif stabil, kondisi tanah
subur dan curah hujan cukup banyak. Kampung Naga terdiri dari satu Rukun
Tetangga (RT). Perkampungan masyarakat Naga sendiri berada di suatu lembah
dengan batas-batasan yang mengelilinginya yaitu sebelah Utara Desa Cigalon,
sebelah Selatan adalah Bukit dan jalan raya Tasikmalaya-Garut, sebelah Timur
sungai Ciwulan, sebelah Barat adalah hutan keramat dan bukit Naga.
Kampung Naga dapat ditempuh dengan segala jenis kendaraan transportasi,
baik kendaraan roda dua maupun roda empat. Keberadaan Kampung Naga berada
di pinggir jalan raya yang menghubungkan Kabupaten Garut dan Tasikmalaya.
Bila menempuh perjalanan dari Kabupaten Tasikmalaya ke arah barat, maka jarak
yang ditempuh kurang lebih 30 km, dari Kabupaten Garut ke arah timur jarak
yang harus ditempuh kurang lebih 26 km, dan dari ibukota provinsi Jawa Barat,
jarak yang harus ditempuh kurang lebih 106 km. Setelah melalui jalan tersebut
barulah tiba di pelataran parkiran Kampung Naga yang cukup luas. Pintu masuk
Kampung Naga yang memiliki pelataran parkiran yang cukup luas. Setelah
menyusuri pelataran parkiran Kampung Naga, perjalanan menuju pemukiman
masyarakat Kampung Naga dimulai dari menyusuri anak tangga yang berjumlah
335 buah. Setelah itu dengan menyusuri jalanan setapak yang berada di pinggiran
sungai, sampailah di perkampungan masyarakat Naga.
Kondisi Demografi dan Sosial
Kampung Naga terdiri dari satu RW dan satu RT dengan jumlah keluarga
sebanyak 108 Kepala Keluarga (KK) dengan jumlah penduduk sebanyak 316
jiwa pada Tahun 2012. Banyaknya penduduk Kampung Naga relatif stabil, artinya
dari tahun ketahun tidak terjadi pertambahan penduduk yang cepat. Masyarakat
yang baru menikah, biasanya tidak membangun rumah lagi di Kampung Naga
melainkan pergi keluar Kampung Naga. Hal ini dilakukan karena lahan di
Kampung Naga sangat terbatas, sehingga tidak memungkinkan mereka
membangun bangunan rumah lagi.
Tabel 1 Persentase masyarakat Kampung Naga berdasarkan jenis kelamin
Jenis Kelamin Persentase (%)
Laki-laki 51.43
Perempuan 48.57
Total 100.00
Tabel 1 memperlihatkan jumlah penduduk yang berjenis kelamin laki-laki
dan perempuan tidak berbeda jauh, dimana jumlah penduduk laki-laki di
22
Kampung Naga, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya sebanyak 159 orang
dengan persentase sebesar 51.43 persen, dan penduduk yang berjenis kelamin
perempuan sebanyak 157 orang dengan persentase sebesar 48.57 persen.
Berdasarkan hal tersebut, jumlah laki-laki masih lebih banyak dibandingkan
perempuan, namun perbedaannya tidak begitu signifikan. Jika dilihat dari
peranannya, laki-laki dan perempuan di Kampung Naga memang berbeda. Peran
dalam hal adat memperlihatkan bahwa, laki-laki lebih menonjol dibandingkan
peran perempuan. Laki-laki dijadikan simbol pemimpin di Kampung Naga,
sehingga segala perkataannya harus ditaati.
Tabel 2 Persentase pekerjaan di Kampung Naga
Jenis pekerjaan Persentase (%)
Tidak bekerja 17.14
Petani 37.14
Penjaga toko 5.71
Pemandu wisata 11.44
Wiraswasta 5.71
Pengrajin 22.85
Total 100.00
Tabel 2 memperlihatkan jenis pekerjaan yang ada di Kampung Naga
berdasarkan populasi sampling. Jenis pekerjaan yang paling banyak dimiliki
adalah pekerjaan sebagai petani yaitu sebanyak 37.14 persen. Mata pencaharian
utama masyarakat Kampung Naga memang berasal dari sektor pertanian,
khususnya pertanian organik. Menjadi seorang petani adalah salah satu pekerjaan
turun temurun yang dilakukan oleh masyarakat Naga. Pekerjaan ini masih digeluti
hingga sekarang meskipun, ada pekerjaan-pekerjaan sampingan yang mereka
lakukan. Namun setelah masuknya ilmu pengetahuan yang diikuti dengan
banyaknya kunjungan yang dilakukan wisatawan baik domestik ataupun
mancanegara ke Kampung Naga, maka sebagian mata pencaharian masyarakat
menjadi berubah. Banyak masyarakat Naga yang beralih profesi sebagai pemandu
wisata, pedagang, pengrajin dan lainnya. Sekarang Kampung Naga menjadi salah
satu kampung yang sumber penghasilan masyarakatnya berasal dari sektor non
pertanian. Mayoritas masyarakatnya bekerja di luar Kampung Naga atau merantau.
Walaupun demikian, masyarakat yang tinggal di Kampung Naga, mayoritas
memiliki profesi sebagai petani. Pekerjaan lain yang ditekuni oleh masyarakat
Kampung Naga selain menjadi petani yaitu menjadi pengrajin anyaman bambu,
pemandu wisata, penjaga toko, dan wiraswasta.
Tabel 3 Persentase pendidikan di Kampung Naga
Jenis pendidikan Persentase (%)
SD 85.7
SMP 11.4
SMA 2.9
Total 100.0
Tabel 3 memperlihatkan pendidikan masyarakat Naga berdasarkan populasi
sampling. Tingkat pendidikan yang paling banyak dimiliki oleh masyarakat Naga
23
adalah tamatan SD sebesar yaitu sebesar 85.7 persen. Hal ini disebabkan karena
kurangnya sarana dan prasaran pendidikan, sehingga membuat masyarakat
Kampung Naga sebagian besar hanya tamatan SD saja. Selain itu faktor utama
yang menjadi kendala mereka adalah faktor keuangan. Kemampuan yang terbatas
untuk melanjutkan sekolah, menjadikan mereka memutuskan untuk berhenti dan
melanjutkannya dengan membantu orang tua bekerja. Tamatan SMP dan SMA,
hanya dirasakan sebagian masyarakat. Meski begitu, ada pula sebagian kecil yang
mendapatkan pendidikan hingga sarjana.
Tabel 4 Persentase usia di Kampung Naga
Usia Persentase (%)
Remaja 17.14
Dewasa Awal 25.86
Dewasa Tua 60.00
Total 100.00
Tabel 4 memperlihatkan usia Di Kampung Naga berdasarkan pupulasi
sampling. Usia yang paling banyak dimiliki oleh masyarakat Naga yaitu usia
dewasa tua. Hal ini dikarenakan masyarakat Naga yang memiliki usia dewasa tua
yaitu orang-orang yang memiliki usia 35 tahun keatas, memilih untuk menetap di
Kampung Naga. Mereka menggap bahwa diri merekalah yang harus menjaga
tanah leluhur dan menjalankan adat istiadat Kampung Naga. Pada usia tersebut,
seseorang telah dianggap dewasa secara adat, sehingga mereka mampu dan
memahami adat istiadat yang ada di Kampung Naga. Sementara sebagian besar
usia remaja dan dewasa awal berada di luar Kampung Naga untuk keperluan
pekerjaan ataupun pendidikan.
Menilik agama yang dianut oleh masyarakat Naga, agama Islam adalah
agama mayoritas yang menjadi kepercayaan masyarakat Naga. Sunda merupakan
etnik dominan yang mereka miliki. Oleh karena itu, masyarakat di desa ini dapat
disebut masyarakat mono-religi dan mono-etnik. Mono-religi dan mono-etnik
menjadi ciri khas masyarakat Sunda khususnya masyarakat Naga. Pencirian
tersebut ditandai dengan adanya tempat peribadatn berupa masjid kecil yang
terletak dialun-alun Kampung Naga.
Pemerintahan di Kampung Naga dibagi menjadi dua yaitu formal dan
informal. Pemerintahan formal seperti Ketua RT, Ketua RW, Kepala desa atau
punduh desa dipilih langsung oleh masyarakat dan memiliki masa jabatan lima
tahun. Sementara pemerintahan informal di Kampung Naga dibagi menjadi tiga
yaitu Kuncen, Lebe, dan Punduh. Masing-masing dari mereka memiliki masa
jabatan seumur hidup dan tidak dipilih oleh masyarakat, jabatan tersebut didapat
secara turun temurun/satu garis keturunan. Kuncen atau kepala adat merupakan
pemimpin adat (pemimpin informal) yang sangat dihormati dan disegani oleh
masyarakat Naga. Keberadaan kuncen di yakini dapat memimpin masyarakat
Naga dengan baik dan bijak sesuai dengan adat yang berlaku. Selain itu Kuncen
memiliki tugas untuk memimpin upacara adat dan acara-acara adat yang lainnya.
Lebe merupakan salah seorang pemimpin adat yang bertugas untuk mengurusi
keagamaan seperti mengurus jenazah dari awal pemandiannya hingga pemakaman.
Punduh merupakan salah seorang pemimpin adat yang betugas untuk mengayomi
24
masyarakat Naga agar tetap berpegang pada adat istiadat yang telah diturunkan
oleh leluhur mereka.
Pelapisan sosial dalam masyarakat adat merupakan perbedaan status sosial
yang didasarkan dari kekayaan dan jabatan. Namun hal ini tidak terjadi di
Kampung Naga. Masyarakat Naga tidak pernah memperlihatkan status sosial
mereka kepada khalayak ramai. Mereka memandang, diri mereka adalah satu
bagian sehingga tidak ada yang kaya ataupun miskin. Namun jika diamati dan
dianalisis secara mendalam, maka masyarakat Naga dapat digolongkan menjadi
masyarakat golongan atas, menengah dan juga bawah. Standar dari penggolongan
ini ialah kekayaan yang dimiliki oleh masyarakat. Kekayaan ini dapat dilihat dari
kepemilikan tanah yang ada, kepemilikan kendaraan dan letak rumah di dalam
pemukiman masyarakat Naga. Namun, hal yang paling mendasar dalam
pembedaan golongan tersebut adalah kepemilikan tanah. Orang-orang yang
memiliki tanah sendiri dan tanah tersebut dijadikan lahan pertanian maka mereka
akan cenderung mempekerjakan orang lain untuk mengurus tanahnya dan
mendapatkan bagian dari hasil panen. Di saat yang bersamaan, orang tersebut
mencari pekerjaan lain lagi untuk juga memenuhi kebutuhan hidupnya. Golongan
atas biasanya juga merupakan orang-orang yang memiliki pendidikan cukup, para
pemuka agama maupun pamong desa. Golongan menengah, biasanya mereka
yang bekerja berdagang atau wiraswasta, dengan pendidikan yang terbatas.
Golongan bawah adalah mereka yang mengerjakan tanah orang lain serta kurang
memiliki pendidikan.
Pola Kebudayaan Masyarakat Naga
Kampung Naga adalah salah satu kampung adat yang berada di Jawa Barat.
Sejarah dari Kampung Naga sendiri tidak banyak yang tahu sebab masyarakat asli
Naga pun tidak tahu kapan Kampung Naga ini ada. Asal usul masyarakat
Kampung Naga dapat terkuak apabila sejarah nenek moyang mereka yang ditulis
di atas daun lontar dan salah satu piagamnya yang terbuat dari tembaga, masih
utuh. Namun lempengan tersebut dipinjam oleh Pemerintahan Hindi Belanda di
Batavia (Jakarta) dan tidak dikembalikan lagi. Pemerintah Hindi Belanda hanya
mengembalikan duplikat dari lempengan tersebut yang tebuat dari tembaga.
Benda-benda pusaka yang tersisa pada saat itu, diharapkan bisa mengungkap
sejarah masa lalu dan asal usul leluhur mereka, namun benda-benda pusaka
tersebut dan seisi Kampung Naga, telah habis terbakar api dikerenakan adanya
pemberontakan gerombolan DI/TII Kartosuwirjo. Peristiwa tersebut terjadi pada
tahun 1956, dimana pada saat itu Tasikmalaya dan beberapa wilayah lainnya di
Priangan Timur pernah dijadikan basis pertahanan DI/TII di Jawa Barat. Di
daerah tersebut, kemanan dan dan kenyaman tidak lagi terjaga. Musnahnya
benda-benda pusaka akibat dibakar oleh DI/TII pada saat itu, membuat
masyarakat Kampung Naga kehilangan seluruh aset dan harta yang mereka miliki.
Setelah peristiwa itu terjadi, kini masyarakat Kampung Naga menyatakan bahwa
mereka sudah “pareumeun obor”.
Kampung Naga merupakan kampung adat yang masih mempertahankan
keaslian budaya. Keaslian budaya tersebut ditandai dari adat istiadat yang masih
kental, upacara adat, bentuk bangunan, kelestarian alam, pola pikir dan hubungan
interpersonal yang sangat baik. Keaslian tersebut masih tetap dijaga oleh
25
masyarakat pengikutnya dengan penuh keyakinan dan selalu memathu adat
istiadat yang terlah diturunkan oleh nenek moyang mereka, sehingga adat istiadat
tersebut dijadikan pedoman bagi kehidupan mereka. Hal ini menjadikan Kampung
Naga memiliki ciri khas tersendiri sebagai salah satu kampung adat di Jawa Barat.
Adat istiadat yang ada di Kampung Naga merupakan suatu aturan yang
sangat sakral sehingga harus dijalani dengan baik. Meskipun hukum adat tidak
berlaku di Kampung Naga, namun masyarakat Naga tetap menjalankan adat
istiadat tersebut. Hal ini dikarenakan masyarakat Naga sangat menghormati
leluhur mereka. Adat istiadat yang berlaku di Kampung Naga meliputi ada hari-
hari tertentu yang sangat ditabukan untuk orang Naga menceritakan sejarah
Kampung Naga yaitu hari selasa, rabu, dan sabtu serta pada saat bulan Safar dan
bulan suci Ramadhan, mempertimbangkan hari baik jika ingin melaksanakan
upacara pernikahan, mengikuti setiap perkataan sesepuh/orang tua, tidak
diperbolehkan memasuki bumi ageung, menanam padi sesuai dengan adat istiadat,
dan tidak diperbolehkan pergi ke sawah dihari dimana orang tua mereka
meninggal serta setiap tanggal 1 bulan Islam. Semua adat istiadat yang telah
ditentukan tersebut, masih dijalankan oleh seluruh masyarakat Naga tanpa adanya
pengecualian.
Upacara adat di Kampung Naga merupakan upacara yang sakral dan harus
dilakukan oleh setiap individu yang bersesuaian dengan adat. Upacara adat yang
ada dan masih dijalankan hingga kini meliputi upacara hajat sasih, upacara
“Gusaran”, upacara pernikahan, dan upacara panen. Upacara hajat sasih
merupakan upacara terbesar yang ada di Kampung Naga dengan kegiatan
berziarah kubur ke makam leluhur mereka yaitu “Sembah Dalem Eyang
Singaparna”. Upacara ini merupakan upacara ritual yang agenda pelaksanaannya
diselenggarakan secara tetap. Upacara tersebut berlangsung enam kali dalam
setahun dengan waktu yang telah ditetapkan dan tidak boleh diubah. Alternatif
waktu pelaksanaannya dilakukan pada bulan Muharam, tanggal 26, 27, atau 28,
bulan Maulud, tanggal 12, 13, atau 14, bulan Jumadil Akhir, tanggal 14, 15, atau
16, bulan Ruwah, tanggal 14, 15, atau 16, bulan Syawal, tanggal 1, 2, atau 3 dan
terakhir bulan Rayagung, tanggal 10, 11,atau 12. Adanya alternatif waktu
penyelenggaraan tersebut, bukan berarti upacara hajat sasih diselenggarakan
selama tiga hari berturut-turut, pelaksanaan dipilih berdasarkan waktu yang
memungkinkan (Suganda 2006). Upacara gusaran sama artinya dengan upacara
khitanan. Didalam lingkungan masyarakat Naga, khitanan dilakukan secara
massal bersamaan dengan masyarakat Sanaga. Oleh karena itu, jumlah pesertanya
bisa mencapai lebih dari 30 anak. Uniknya, mereka harus berpasangan dengan
anak wanita, maka jumlahnya bisa mencapai dua kali lipat. Akan tetapi tidak
semua diantara mereka memiliki kesiapan mengikuti upacara tersebut. Orang tua
harus membujuk dengan janji-janji agar hati anaknya luluh. “Mun daek, engke ku
ema dibelikeun momobilan”, kata seorang ibu yang membujuk anaknya yang baru
berusia lima tahun. Jika tidak, maka orang tua belum bisa membayangkan apakah
upacara gusaran bisa dilaksanakan lagi tahun depan. Upacara pernikahan
masyarakat Naga, prinsipnya tidak banyak berbeda dengan masyarakat lainnya
yang tinggal di luar Kampung Naga. artinya, sebelum pasangan melangsungkan
akad nikah, mereka terlebih dahulu harus memenuhi persyaratan administrasi.
Akad nikah dilangsungkan berdasarkan aturan islam dan sederhana. Hal ini
dilakukan selain karena pertimbangan ekonomi, mereka juga tidak mungkin
26
menyelenggarakan secara besar-besaran mengingat keterbatasan lahan di
pemukimannya. Oleh karena itu, mereka yang diundang sangat terbatas yaitu
hanya keluarga terdekat. Rangkaian upacaranya meliputi nanyaan, ngalamar, dan
mawakeun setelah itu dilanjutkan dengan nyawer. Terakhir adalah upacara panen.
Upacara ini dilakukan setiap kali panen padi dengan tujuan sebagai rasa syukur
kepada Tuhan atas nikmat dan anugrah-Nya. Namun pada upacara ini, masyarakat
Naga melakukannya sendiri-sendiri.
Gambar 2 Upacara hajat sasih di Kampung Naga
Bentuk bangunan di Kampung Naga merupakan bentuk bangunan panggung
yang sangat unik. Dengan letak membujur ke arah utara-selatan, dari kejauhan
sudah terlihat atap bangunanan bagai deretan trapesium yang memanjang dengan
warna hitam. Letak bangunan-bangunan tersebut saling berhadap-hadapan dan
tidak boleh membelakangi bagian depan rumah lainnya. Hampir seluruh bahan
bangunannya terbuat dari bahan-bahan lokal yang mudah didapat di daerah
setempat, kecuali beberapa bagian tertentu seperti paku dan kaca untuk daun
jendela. Sesuai dengan pikukuh leluhurnya, mereka tabu membangun rumah
tembok dengan atap genting, walaupun secara ekonomi memungkinkan. Atapnya
yang dilapisi ijuk berbentuk memanjang sehingga disebut suhunan panjang. Pada
bagian atap bangunan tersebut, meskipun bangunannya rapat tetapi bagian ujung
tidak boleh menutup atap bangunan rumah disebelahnya. Ujung atap bagian atas
dipasangi gelang-gelang yang terbuat dari sepasang bambu setinggi setengah
meter dari puncak atap, sehingga bentuknya menyerupai tanduk atau huruf “V”.
Bambu gelang-gelang itu kemudian dililit tambang ijuk lalu bagian atasnya
ditutup batok kelapa, sehingga terlindung dari terik matahari dan hujan. Gelang-
gelang merupakan simbol ikatan kesatuan dalam kepercayaan mereka terhadap
alam semesta dengan segenap isinya, dimana matahari bergerak dari timur ke
barat. Dindingnya berwarna putih dilabur kapur, dan sebagian besarnya dibiarkan
berwarna asli. Seperti dinding rumahnya, kusen jendela dan kusen pintu tidak
boleh dicat, kecuali agar bisa tahan lama. Atap yang berwarna hitam yang terbuat
dari ijuk, menghasilkan warna yang kontras yang membuat ciri sendiri dalam
bangunannya. Bagian dari rumah panggung ini dibagi menjadi lima yaitu tepas
imah, tengah imah, pangkeng, dapur dan goah, kolong imah, dan golodok
(Suganda 2006)
27
Kampung Naga terkenal dengan pelestarian alamnya. Hal ini tercermin dari
adat yang mengatur tentang larangan menebang pohon sembarang. Di Kampung
Naga terdapat dua hutan yang sangat dijaga kelestariannya. Hutan terebut diberi
nama hutan keramat dan hutan larangan. Hutan keramat merupakan hutan yang
sangat mereka sakralkan dan tidak boleh sembarang orang memesuki hutan
tersebut. Hutan keramat ini hanya boleh dimasuki pada saat upacara Hajat Sasih
dilaksanakan untuk berjiarah kubur. Hutan ini berada di sebelah barat Kampung
Naga dan di dalamnya terdapat makam-makam para leluhur Kampung Naga.
Sedangkan hutan larangan yang berada di sebelah timur Kampung Naga yang
bersebrangan langsung oleh sungai Ciwulan adalah hutan yang tidak boleh sama
sekali dimasuki oleh siapapun. Tidak ada yang berani untuk memasuki hutan
tersebut dengan alasan “pamali”. Sebenarnya hal ini dilakukan untuk tetap
menjaga kelestarian hutan tersebut. Dengan membiarkan hutan tetap terjaga, maka
akan membantu mereka untuk tetap hidup bersama alam (Somantri 1998)
Gambar 3 Bentuk rumah masyarakat Kampung Naga
Pola pikir masyarakat Naga sedikit berbeda dengan masyarakat tradisional
lainnya. Pola pikir mereka sedikit lebih maju namun tidak meninggalkan adat
istiadat. Pemikiran masyarakat Naga mengenai pentingnya pendidikan,
menjadikan mereka mengutamakan anak-anak mereka untuk bersekolah setinggi-
tingginya. Alasan utama mereka adalah agar kehidupan anak-anak mereka dapat
lebih baik dan meningkatkan kesejahteraannya. Namun hal ini tidak membuat
ketakutan akan lunturnya adat istiadat di dalam diri masyarakat Naga. Ajaran dan
perkataan sesepuh/orang tua selalu dijadikan acuan utama dalam menjalankan
hidup. Jadi meskipun anak-anak mereka memiliki pendidikan dan pekerjaan yang
tinggi, tapi adat istiadat yang telah ditanamkan sejak kecil tidak akan dilupakan.
Masyarakat Naga terkenal baik dalam melakukan interaksi sosial, dimana
masyarakat Naga memiliki hubungan dekat satu sama lain. Buktinya, bangunan
rumah yang serupa dan saling berhadapan membuat mereka setiap hari saling
berinteraksi. Masyarakatpun terbuka dengan orang luar, sehingga dapat dikatakan
ramah dan mudah dalam melakukan pendekatan. Kekerabatan dalam masyarakat
pun sangat tinggi, ditandai dengan masih adanya tenggang rasa yang tinggi antara
mereka. Setiap kegiatan besar yang akan diadakan di Kampung Naga ataupun di
luar Kampung Naga, mereka selalu membantu dan bergotong royong.
KARAKTERISTIK MASYARAKAT NAGA, KETAATAN
TERHADAP ADAT, DAN IDENTITAS MASYARAKAT
KAMPUNG NAGA
Karakteristik Masyarakat Naga
Karakteristik individu masyarakat Naga merupakan faktor internal yang
dibagi kedalam empat variabel yaitu usia, pendidikan, pekerjaan dan jenis kelamin.
Pertama akan dibahas adalah persentase jumlah usia yang dikelompokkan
kedalam usia remaja, dewasa awal, dan dewasa tua. Kedua akan dibahas
mengenai jenis kelamin. Ketiga akan dibahas mengenai jumlah dan persentase
tingkat pendidikan yang terdiri dari tingkat SD, SMP, dan SMA. Keempat, akan
dibahas pekerjaan masyarakat adat Naga.
Tabel 5 Jumlah dan persentase karakteristik individu Naga menurut usia, jenis
kelamin, tingkat pendidikan, dan pekerjaan.
Karakteristik Individu Jumlah (orang) Persentase (%)
Usia
Remaja ( 13-18 tahun) 5 14.29
Dewasa Awal (19-34 tahun) 6 17.14
Dewasa Tua (35-76 tahun)
Total
24
35
68.57
100.00
Jenis Kelamin
Laki-laki 18 51.43
Perempuan
Total
17
35
48.57
100.00
Tingkat Pendidikan
SD 30 85.70
SMP 4 11.40
SMA
Total
1
35
2.90
100.00
Jenis Pekerjaan
Tidak bekerja 6 17.20
Petani 13 37.10
Penjaga toko 2 5.70
Pemandu wisata 4 11.40
Wiraswasta 2 5.70
Pengrajin
Total
8
35
22.90
100.00
Hasil pengujian data mengenai karakteristik individu masyarakat Naga
dilihat dari usia, tingkat pendidikan, jenis kelamin dan jenis pekerjaan pada Tabel
5 bahwa sebanyak 57.14 persen masyarakat Kampung Naga, menunjukkan usia
30
pada golongan tua. Hal ini menujukkan bahwa sebagian besar masyarakat Naga
dihuni oleh individu dengan golongan usia tua, sementara sebagian besar
masyarakatdengan golongan umur remaja dan dewasa awal barada di luar
Kampung Naga dengan alasan pekerjaan, ikatan pernikahan dan pendidikan.
Sebanyak 51.43 persen masyarakat Kampung Naga, menunjukkan bahwa jumlah
laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan namun tidak terlalu signifikan.
Sebanyak 85.7 persen masyarakat Kampung Naga, menunjukkan bahwa tamatan
SD memiliki persentase tertinggi. Hal ini menujukkan bahwa tamatan SD di
Kampung Naga merupakan tamatan yang dimiliki sebagian besar masyarakat
Naga. Masyarakat Naga memiliki alasan tersendiri mengapa mereka sebagian
besar hanyalah tamatan SD saja. Alasan terbesar mereka mengikuti pendidikan
hanya sampai SD disebabkan karena mereka tidak memiliki biaya untuk
melanjutkan kejenjang yang lebih tinggi. Selain itu pengadaan sarana prasaran
sekolah di wilayah Kampung Naga, masih sangat terbatas. Meskipun tidak semua
masyarakat Naga memiliki pendidikan rendah, ada juga sebagian dari mereka
merasakan pendidikan hingga perguruan tinggi. Sebesar 37.1 persen masyarakat
Kampung Naga, menunjukkan bahwa pekerjaan sebagai petani memiliki
persentase tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa pekerjaan sebagai petani
memang paling banyak dimiliki oleh masyarakat Naga karena lahan untuk
persawahan yang cukup luas. Profesi sebagai petani merupakan suatu profesi yang
telah diwariskan oleh para leluhur mereka dan wajib untuk tetap menjaganya.
Prinsip hidup masyarakat Kampung Naga adalah “hidup bersama dengan alam”,
karena hal tersebut menjadi bagian dari adat, sehingga pekerjaan menjadi petani
memang masih ditekuni oleh masyarakat Naga.
“Sebagian besar pendidikan di Kampung Naga ini memang hanya
tamatan SD, tapi tidak sedikit pula yang sudah sampai SMP, SMA,
bahkan kuliah. Laki-laki dan perempuan memiliki jumlah yang tidak
jauh berbeda, sedangkan pekerjaan disini ini sebagian besar petani
padi organik dan pengrajin. Rata-rata yang tinggal di sini itu
kebanyakan orang tua aja, yang muda-muda rata- rata merantau”.
(ETN, 47 tahun)
Ketaatan terhadap Adat
Penelitian ini memapaparkan mengenai persentase masyarakat Naga yang
dilihat dari ketaatan terhadap adat di Kampung Naga, Desa Neglasari, Kecamatan
Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Di dalam penelitian
Taufiqurrahman (2007) menyatakan bahwa masyarakat tradisional merupakan
masyarakat yang masih kuat memegang adat istiadat. Berdasarkan hal tersebut
maka ketaatan melaksanakan adat merupakan wujud ketaatan masyarakat Naga
dalam menjalankan adat istiadat di Kampung Naga. Pengukuran ketaataan
tersebut dilihat dari frekuensi seseorang melaksanakan adat yang ada.
Tabel 6 Persentase ketaatan terhadap adat di Kampung Naga.
Ketaatan terhadap adat Persentase (%)
Lemah 28.6
Sedang 25.7
31
Ketaatan terhadap adat Persentase (%)
Kuat 45.7
Total 100.0
Hasil pengujian data mengenai ketaatan masyarakat Naga terhadap adat di
Kampung Naga pada Tabel 6, menunjukkan bahwa sebanyak 45.7 persen
masyarakat Naga, menunjukkan ketaatan mereka dalam menjalankan adat istiadat
masih tergolong kuat. Sementara 28.6 persen menunjukkan bahwa masyarakat
Naga memiliki ketaatan terhadap adat yang tergolong rendah. Dalam hal ini dapat
dilihat bahwa sebagian besar masyarakat Naga masih melakukan adat istiadat di
dalam kehidupan sehari-harinya. Kegiatan serta adat yang masih dilakukan hingga
kini seperti upacara adat, menjaga lisan di hari yang ditabukan, serta penentuan
hari baik sebelum melaksanakan aktifitas masih dilaksanakan dengan baik. Hal ini
dilakukan sebagai upaya untuk tetap menjaga adat istiadat yang telah diturunkan
oleh para leluhur Kampung Naga agar kehidupan masyarakat Naga tetap sejahtera
dan terhindar dari bencana dunia.
Pembentukan Identitas Masyarakat Kampung Naga
Penelitian ini memaparkan mengenai persentase responden yang dilihat dari
pembentukan identitas Kampung Naga, Desa Neglasari, Kecamatan Salawu,
Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Di dalam penelitian Prasetyo (2010)
menyatakan bahwa pembentukan identitas komunitas suatu komunitas adat
merupakan hal yang paling penting untuk mencirikan komunitas adat berdasarkan
motivasi melakukannya. Pembentukan identitas dianalisis melalui motivasi
masyarakat Naga dalam menentukan identitas pribadi, identitas sosial, dan
identitas kolektif di Kampung Naga.
Tabel 7 Persentase identitas masyarakat Kampung Naga yang dilihat berdasarkan
motivasi pelaksanaannya
Identitas
Kampung Naga Kategori Persentase (%)
Identitas Pribadi Lemah 54.28
Sedang 14.28
Tinggi 31.42
Identitas Sosial Lemah 42.85
Sedang 8.57
Kuat 48.57
Identitas Kolektif Lemah 51.42
Sedang 5.71
Kuat 42.85
Hasil pengujian data mengenai identitas Kampung Naga yang dilihat
berdasarkan motivasi pembentukannya pada Tabel 7 bahwa, sebesar 48.85 persen
masyarakat Naga menunjukkan bahwa identitas sosial masyarakat Naga tergolong
paling kuat dibandingkan dengan identitas pribadi dan identitas kolektif. Hal ini
dibuktikan dari bagaimana mereka dikehidupan sehari-hari dapat menempatkan
dirinya di lingkungan sosial. Menurut hasil penelitian lapang, masyarakat Naga
32
yang masuk dalam kategori identitas sosial yang kuat adalah masyarakat yang
memiliki usia remaja dan dewasa tua. Hal ini menunjukkan bahwa usia remaja
memiliki kecenderungan mengetahui bagaimana mereka menempatkan dirinya
dilingkungan sosial karena pengaruh nasehat orang tua, sedangkan dewasa tua
mememiliki kesadaran yang tinggi dalam menempatkan diri di dalam lingkungan
sosialnya dikarenakan selain nasehat dari orang tua terdahulu, mereka
melakukannya juga karena kemampuan dirinya yang semakin bertambah dalam
memahami situasi dan kondisi sosial. Selain itu usia remaja dan dewasa tua rata-
rata menetap dan tinggal di Kampung Naga. Sementara usia dewasa awal
memiliki identitas sosial yang rendah. Hal ini disebabkan bukan karena pada usia
dewasa awal mereka tidak memiliki kesadaran tentang bagaimana menempatkan
diri di lingkungan sosial Kampung Naga, namun karena pada dewasa awal ini
sebagian besar memilih untuk keluar dari Kampung Naga dengan alasan untuk
meneruskan pendidikan ataupun pekerjaan.
Identitas pribadi masyarakat Kampung Naga tergolong lemah. Hal ini
dibuktikan dari hasil pengujian data dari Tabel 7 yang menunjukkan bahwa,
sebesar 54.28 persen golong lemah. Hal ini menujukan bahwa identitas pribadi
masyarakat Naga tidak terlalu menunjukkan secara terperinci mengenai motivasi
mereka dalam pembentukan identitas pribadi. Menurut hasil penelitian lapang,
masyarakat yang masuk dalam kategori identitas pribadi kuat adalah masyarakat
yang masuk dalam golongan usia remaja dan dewasa awal. Remaja dan dewasa
awal memiliki minat dan keinginaan yang kuat untuk mengetahui dirinya dan apa
yang diinginkannya dimasa depan dibandingkan dengan dewasa tua.
Identitas kolektif masyarakat Naga tergolong lemah. Hal ini dibuktikan dari
hasil pengujian data pada Tabel 7 yang memaparkan bahwa sebesar 51.42 persen
identitas kolektif yang ditunjukan oleh masyarakat Naga tergolong lemah. Hal ini
menujukkan bahwa masyarakat Naga tidak menunjukkan secara terperinci
bagaimana motivasi-motivasi pembentukan identitas kolektif. Menurut hasil
penelitian lapang, masyarakat Naga yang masuk dalam kategori identitas kolektif
lemah adalah masyarakat yang memiliki usia remaja. Hal ini disebabkan karena
pada usia remaja, mereka belum mengetahui adat secara menyeluruh sehingga
dalam pembentukan identitas kolektif yang mencakup adat di dalamnya, tergolong
lemah. Sedangkan usia dewasa awal dan dewasa tua memiliki identitas kolektif
yang kuat. Hal ini disebabkan karena pada usia ini mereka telah dianggap siap
melaksanakan adat karena mereka memiliki kesadaran untuk menjalankan adat
yang ada, meskipun tidak semua dari mereka melakukan hal tersebut.
HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU NAGA DENGAN
KETAATAN TERHADAP ADAT
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara karakteristik
masyarakat Naga dengan ketaatan terhadap adat. Rank Spearman dan Chi-Square
digunakan untuk menganalisis hubungan antara karakteristik individu dengan
ketaatan terhadap adat. Pengujian hubungan yang dilakuakan yaiitu pengijian
hubungan ketaatan terhadap adat dengan empat karakteristik individu yaitu usia,
jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan jenis pekerjaan. Berdasarkan hasil
penelitian, diperoleh ketaatan masing-masing dari karakteristik masyarakat Naga.
Tabel 8 menunjukkan bahwu terdapat tiga variabel yang berhubungan.
Karakteristik individu yang berhubungan dengan ketaatan terhadap adat yaitu usia,
jenis pekerjaan, jenis kelamin.
Tabel 8 Nilai korelasi antara karakteristik individu Naga dengan ketaatan
terhadap adat
Keterangan : *berhubungan nyata pada p<0.05
Tabel 8 menunjukkan hasil uji hubungan antara karakteristik individu
dengan ketaatan terhadap adat. Dapat dilihat dari hasil uji tersebut, sebagian besar
terdapat hubungan nyata antara karakteristik individu dengan ketaatan terhadap
adat. Hubungan nyata dapat ditunjukkan pada variabel usia, jenis pekerjaan dan
jenis kelamin terhadap ketaatan terhadap adat. pembahasan lebih lengkap
mengenai hubungan antara karakteristik individu dengan ketaatan terhadap adat
dapat dijelaskan pada masing-masing subbab.
Hubungan antara Usia dengan Ketaatan terhadap Adat
Hasil pengujian hipotesis hubungan antara usia dengan ketaatan terhadap
adat terdapat hubungan yang nyata positif. Dapat dilihat pada Tabel 8 yang
menyatakan angka yang didapat dengan menggunakan analisis data rank
Spearman, yaitu nilai korelasi yang diperoleh sebesar 0.709 dan nilai
signifikannya sebesar 0.000 (lihat lampiran 5). Nilai signifikan ini menunjukkan
besaran yang lebih kecil dari nilai p-value yaitu 0.05. Berdasarkan nilai tersebut,
dapat dinyatakan bahwa semakin dewasa usia masyarakat Naga, maka semakin
kuat ketaatan mereka terhadap adat. Jika masyarakat Naga telah memasuki usia
dewasa menurut adat, maka mereka akan semakin menyadari bagaimana
mengaplikasikan adat tersebut ke dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Pemahaman mengenai adat di Kampung Naga terbentuk dari proses pendewasaan
diri masing-masing individu masyarakat Naga. Masyarakat Naga baru akan
Karakteristik Individu Ketaatan terhadap adat
Usia 0.709*
Tingkat Pendidikan -0.120
Jenis Pekerjaan 0.001*
Jenis Kelamin 0.012*
34
mengetahui adat meskipun belum secara menyeluruh, ketika mereka berusia
dewasa awal yaitu sekitar 19 tahun keatas. Sementara mereka yang berusia
dibawah 19 tahun, belum banyak mengetahui apa dan bagaimana adat harus
diterapkan di Kampung Naga. Berikut adalah penuturan salah seorang responden :
“Disini orang-orang yang udah paham betul sama adat itu, orang yang
sudah dianggap dewasa menurut adat, ya...sekitar 35 tahun keatas.
Kalau anak-anak masih belum tahu, saya aja baru tahu setelah saya
menikah...”. (US, 45 tahun)
Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Ketaatan terhadap Adat
Hasil pengujian hipotesis hubungan antara tingkat pendidikan dengan
ketaatan terhadap adat tidak terdapat hubungan yang nyata. Dapat dilihat pada
Tabel 8 yang menyatakan angka yang didapat dengan menggunakan analisis data
rank Spearman, yaitu nilai korelasi yang diperoleh sebesar -0.120 dan nilai
signifikannya adalah 0.492. Berdasarkan hal tersebut, baik masyarakat Naga yang
memiliki pendidikan tinggi ataupun rendah tidak berbeda dalam ketaatan terhadap
adat. Hal ini disebabkan karena disetiap kegiatan yang mencakup adat, memang
tidak ditentukan oleh pendidikan yang tinggi dan rendah. Segala ajaran mengenai
adat yang disampaikan oleh orang tua sejak kecil, sudah melekat kuat di dalam
diri mereka masing-masing, sehingga pendidikan tidak menentukan ketaatan
terhadap adat. Hal ini tidak didukung oleh hasil penelitian Pamungkas (2012)
yang menyatakan bahwa, tingkat pendidikan memiliki hubungan terhadap
frekuensi seseorang dalam berperilaku.
Hubungan antara Jenis Pekerjaan dengan Ketaatan terhadap Adat
Hasil pengujian hipotesis antara jenis pekerjaan dengan ketaatan terhadap
adat terdapat hubungan yang nyata. Dapat dilihat pada Tabel 8 yang menyatakan
angka yang didapat dengan menggunakan analisis data Chi-Square yang
menunjukkan bahwa nilai Asymp. Sig (2 sided) yang diperoleh adalah 0.001. Nilai
ini menunjukkan besaran yang lebih kecil dari nilai p-value yaitu 0.05.
Berdasarkan nilai tersebut, dapat dinyatakan bahwa individu yang taat dalam
melaksanakan adat adalah individu yang memiliki pekerjaan sebagai petani,
pemandu wisata, pengrajin. Hal ini disebabkan karena pekerjaan sebagai petani,
pemandu wisata, dan pengrajin sebagian besar digeluti oleh masyarakat Naga
yang berusia dewasa tua. Masyarakat Naga yang sudah memasuki usia dewasa tua
adalah orang-orang yang telah memahami adat secara menyeluruh, sehingga
membuat ketaatan mereka terhadap adat menjadi kuat. Pekerjaan sebagai penjaga
toko dan wiraswasta cenderung digeluti oleh usia remaja dan dewasa muda.
Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Ketaatan terhadap Adat
Hasil pengujian hipotesis hubungan antara jenis kelamin dengan ketaatan
terhadap adat terdapat hubungan yang nyata. Dapat dilihat pada Tabel 8 yang
menyatakan angka yang didapat dengan menggunakan analisis data Chi-Square
yang menunjukkan bahwa nilai Asymp. Sig (2 sided) yang diperoleh adalah 0.012.
35
Nilai ini menunjukkan besaran yang lebih kecil dari nilai p-value yaitu 0,05.
Berdasarkan nilai tersebut, dapat dinyatakan bahwa laki-laki dan perempuan
memiliki intensitas yang berbeda dalam melakukan suatu kegiatan adat sehingga
mempengaruhi ketaatan terhadap adat. Peran laki-laki di dalam adat lebih besar
dibandingkan dengan perempuan. Laki-laki lebih sering melakukan kegiatan adat
di Kampung Naga dibandingkan dengan perempuan. Kegiatan yang telah diatur
dalam adat untuk laki-laki di Kampung Naga yaitu diberikan hak seperti bekerja
mencari nafkah untuk keluarganya dan melaksanakan adat tertentu seperti
mengikuti upacara Hajat Sasih, bergotong royong memasang kandang jaga, dan
lainnya. Laki-laki Naga dijadikan sebagai simbol pemimpin dalam suatu keluarga
dan komunitasnya, sedangkan perempuan tidak diberi hak yang kecil untuk
mencari nafkah ataupun melakukan adat tertentu. Perempuan hanya memiliki
tugas untuk membantu suaminya di rumah atau pergi ke sawah, sedangkan
kegiatan lainnya hanya boleh dikerjakan oleh laki-laki. Hal ini didukung oleh
hasil penelitian Pamungkas (2012) yang menyatakan bahwa jenis kelamin
memiliki hubungan dengan frekuensi seseorang dalam berperilaku.
HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU NAGA DENGAN
PEMBENTUKAN IDENTITAS MASYARAKAT KAMPUNG
NAGA
Penelitian ini menganalisis hubungan antara karakteristik individu dengan
pembentukan identitas Kampung Naga. Pembentukan identitas Kampung Naga
yang terdiri dari identitas pribadi, identitas sosial, dan identitas kolektif diuji
hubungannya dengan empat karakteristik individu yaitu usia, jenis kelamin,
tingkat pendidikan, dan jenis pekerjaan. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh
ketaatan terhadap adat pada masing-masing karakteristik masyarakat Naga. Rank
Spearman dan Chi-Square digunakan untuk menganalisis hubungan antara
karakteristik individu dengan pembentukan identitas Kampung Naga.
Tabel 9 Nilai korelasi antara karakteristik individu Naga dengan pembentukan
identitas masyarakat Kampung Naga
Karakteristik
Individu
Pembentukan Identitas Masyarakat
Kampung Naga Total
Pribadi Sosial Kolektif
Usia -0.406* -0.331 0.596* -0.141
Tingkat Pendidikan 0.407* 0.416* -0.298 0.534
Jenis Pekerjaan 0.131 0.284 0.284 0.699
Jenis Kelamin 0.705 0.495 0.001* 1.201
Keterangan : *berhubungan nyata pada p<0.05
Tabel 9 menunjukkan hasil uji hipotesis hubungan antara karakteristik
individu dengan pembentukan identitas Kampung Naga. Dapat dilihat dari hasil
uji tersebut, sebagian besar terdapat hubungan nyata antara karakteristik individu
dengan pembentukan identitas Kampung Naga. Hubungan nyata dapat
ditunjukkan pada variabel usia, tingkat pendidikan dengan pembentukan identitas
pribadi, tingkat pendidikan dengan pembentukan identitas sosial, dan usia, jenis
pekerjaan, dan jenis kelamin dengan pembentukan identitas kolektif. pembahasan
lebih lengkap mengenai hubungan antara karakteristik individu dengan
pembentukan identitas Kampung Naga dapat dijelaskan pada masing-masing
subbab.
Hubungan Karakteristik Individu dengan Pembentukan Identitas Pribadi
Hasil pengujian hipotesis hubungan antara usia dengan pembentukan
identitas pribadi terdapat hubungan yang nyata negatif. Dapat dilihat pada Tabel 9
yang menyatakan angka yang didapat dengan menggunakan analisis data rank
Spearman, yaitu nilai korelasi yang diperoleh sebesar -0.406 dengan nilai
signifikannya sebesar 0.015 (lihat lampiran 5). Nilai signifikan menunjukkan
besaran yang lebih kecil dari nilai p-value yaitu 0.05. Berdasarkan nilai tersebut,
dapat dinyatakan bahwa semakin dewasa masyarakat Naga, maka semakin mereka
tidak mengenali dan memahami identitas pribadi mereka sehingga mereka tidak
dapat menentukan motivasi pembentukan identitas pribadi. Usia yang semakin
38
bertambah ternyata tidak membuat seseorang menjadi tahu dan memahami siapa
dirinya dan apa yang dirinya inginkan dimasa depan, seperti menentukan cita-cita
yang ingin dicapai, keinginan dimasa depan. Hal ini disebabkan karena,
masyarakat Naga yang berusia lanjut tidak lagi memikirkan tentang cita-cita
dirinya sendiri namun mereka lebih memikirkan bagaimana cita-cita serta
keinginan dimasa depan anak-anak mereka. Sementara itu, seseorang yang masih
berusia muda, lebih mudah menentukan motivasi pembentukan identitas
pribadinya secara terperinci dikarenakan keingintahuannya masih sangat besar
tentang aspek-aspek yang baru serta cita-cita dimasa depan masih dapat mereka
rencanakan.
Hasil pengujian hipotesis hubungan antara tingkat pendidikan dengan
pembentukan identitas pribadi terdapat hubungan yang nyata positif. Dapat dilihat
pada Tabel 9 yang menyatakan angka yang didapat dengan menggunakan analisis
data rank Spearman, yaitu nilai korelasi yang diperoleh sebesar 0.407 dan nilai
signifikannya sebesar 0.015 (lampiran 5). Nilai signifikan menunjukkan besaran
yang lebih kecil dari nilai p-value yaitu 0.05. Berdasarkan nilai tersebut, dapat
dinyatakan bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin mengenali
dan memahami identitas pribadinya. Masyarakat Naga yang memiliki pendidikan
tinggi pada umumnya lebih mengerti bagaimana cara menentukan apa yang
mereka inginkan, seperti menentukkan cita-cita, keinginan dimasa depan,
mengeluarkan ide-ide dan pikiran pribadi, mengetahui nilai dan moral pribadi.
Sedangkan masyarakat Naga yang memiliki pendidikan rendah, lebih memilih
berkata tidak tahu dengan apa yang mereka cita-citakan. Mereka enggan untuk
menyebutkan apa yang mereka inginkan karena mereka merasa pendidikan
mereka yang sangat rendah sehingga tidak pantas membuat cita-cita yang tinggi.
Berikut penuturan salah seorang dari Kampung Naga :
“Sekarang itu, keinginan saya mah cuma untuk keluarga saya, bukan
memikirkan keinginan diri sendiri. Cita-cita saya tidak perlu ditanya,
biarkan anak saya yang meneruskannya...”. (ENT, 45 tahun)
Hal ini terkait dengan kesejahteraan personal, dimana mereka yang berpendidikan
tinggi, memiliki pemikiran yang lebih maju dibandingkan mereka yang
berpendidikan rendah. Masyarakat Naga yang berpendidikan tinggi memiliki
pemikiran tentang pentingnya meraih cita-cita dan masa depan untuk
kesejahteraan hidup mereka agar dapat mengangkat perekonomian di Kampung
Naga.
Hasil pengujian hipotesis hubungan antara jenis pekerjaan dengan
pembentukan identitas pribadi tidak terdapat hubungan yang nyata. Dapat dilihat
pada Tabel 9 yang menyatakan angka yang didapat dengan menggunakan analisis
data Chi-Square menunjukkan bahwa nilai Asymp. Sig (2 sided) yang diperoleh
sebesar 0.131. Nilai ini menunjukkan besaran yang lebih besar dari nilai p-value
yaitu 0.05. Berdasarkan nilai tersebut, dapat dinyatakan bahwa semakin beragam
pekerjaan yang ada di Kampung Naga, maka tidak akan membedakan motivasi
seseorang dalam pembentukan identitas pribadinya. Pekerjaan sebagai petani,
pengrajin, pemandu wisata, wiraswasta, dan penjaga toko, tidak membuat masing-
masing individu memiliki perbedaan motivasi dalam menentukan cita-cita dan
keinginan mereka dimasa depan. Berdasarkan jawaban responden dalam
39
kuesioner, mayoritas responden mudah dalam menentukan motivasi-motivasi
mereka mengenai identitas pribadinya seperti menentukan cita-citanya dan
keinginannya dimasa depan.
Hasil pengujian hipotesis hubungan antara jenis kelamin dengan
pembentukan identitas pribadi tidak terdapat hubungan yang nyata. Dapat dilihat
pada Tabel 9 yang menyatakan angka yang didapat dengan menggunakan analisis
data Chi-Square menunjukkan bahwa nilai Asymp. Sig (2 sided) yang diperoleh
sebesar 0.705. Nilai ini menunjukkan besaran yang lebih besar dari nilai p-value
yaitu 0.05. Berdasarkan nilai tersebut, dapat dinyatakan bahwa dimana laki-laki
dan perempuan tidak memiliki perbedaan dalam menentukan dan memahami apa
yang mereka inginkan seperti menentukan cita-cita mereka, keinginan dimasa
depan, menuangkan ide-ide dan pikiran mereka serta memahami nilai dan moral
pribadi. Laki-laki dan perempuan di Kampung Naga memang memiliki peran
yang berbeda dalam adat di Kampung Naga, namun dalam hal menentukan dan
mengetahui apa yang mereka cita-citakan, tidak ada perbedaan ataupun larangan
di dalam adat. Masing-masing dari mereka memiliki hak yang sama untuk
menentukan bagaimana motivasi mereka inginkan dimasa depan. Berikut
penuturan salah seorang responden :
“Di sini tugas laki-laki dan perempuan beda neng, tapi kalau cuma
pengen tahu apa yang kita mau tidak ada batasan yang ngatur, bebas
aja selama gak melanggar adat istiadat”. (CCU, 30 tahun)
Hubungan Karakteristik Individu dengan Identitas Sosial
Hasil pengujian hipotesis hubungan antara usia dengan pembentukan
identitas sosial tidak terdapat hubungan yang nyata. Dapat dilihat pada Tabel 9
yang menyatakan angka yang didapat dengan menggunakan analisis data rank
Spearmen menunjukkan bahwa nilai korelasi yang diperoleh sebesar -0.003 dan
nilai signifikannya sebesar 0.052 (lihat lampiran 5). Nilai ini menunjukkan
besaran yang lebih besar dari nilai p-value yaitu 0.05. Berdasarkan nilai tersebut,
dapat dinyatakan bahwa usia remaja, dewasa awal ataupun dewasa tua tidak
memiliki perbedaan dalam menentukan identitas sosial di Kampung Naga. Hal ini
menunjukkan bahwa masyarakat Naga yang masuk dalam golongan usia remaja,
dewasa awal ataupun dewasa tua menurut adat, sudah diajarkan untuk
bersosialisasi dan mengetahui bagaimana menempatkan diri mereka di dalam
lingkungan sosial, sehingga mereka mengetahui identitas sosial baik di dalam
lingkungan adat ataupun luar adat. Tidak harus menunggu usia tua untuk
mengetahui identitas sosial pada dirinya, karena semua sosialisasi dan adaptasi
mengenai kehidupan di lingkungan sosial telah ditanamkan sejak kecil oleh
masing-masing orang tua. Contohnya saja, jika ada seseorang baik di Kampung
Naga ataupun di luar Kampung Naga ingin memperbaiki rumahnya, maka
masyarakat Naga selalu siap sedia meluangkan waktu mereka untuk bergotong
royong. Hal tersebut didukung oleh penelitian Anjartika (2013) yang menyatakan
bahwa jenis kelamin tidak berhubungan dengan perilaku seseorang dalam suatu
kegiatan. Berikut penuturan salah seorang masyarakat Naga :
40
“Dari kecil orang Kampung Naga sudah diajarkan oleh orang tua
mereka tentang bagaimana hidup di lingkungan sosial, seperti
bagaimana menolong orang, menghormati orang yang lebih tua,
menjaga harga diri dan yang lainnya sehingga mereka tahu dengan
jelas apa saja yang harus mereka lakukan ketika berada di
lingkungannya khususnya di Kampung Naga. tidak ada yang berani
melanggar ajaran dan omongan orang tua sebab itu dianggap
pamali...”. (ARO, 45 tahun)
Hasil pengujian hipotesis hubungan antara tingkat pendidikan dengan
pembentukan identitas sosial terdapat hubungan yang nyata positif. Dapat dilihat
pada Tabel 9 menyatakan angka yang didapat dengan menggunakan analisis data
rank Spearmen menunjukkan bahwa nilai korelasi yang diperoleh adalah 0.416
dan nilai signifikannya adalah 0.013 (lihat Lampiran 5). Nilai ini menunjukkan
besaran yang lebih kecil dari nilai p-value yaitu 0.05. Berdasarkan nilai signifikan
tersebut, dapat dinyatakan bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang, maka
semakin menentukkan seseorang untuk dapat mengenali dan memahami motivasi
pembentukan identitas sosialnya. Pendidikan yang rendah ataupun tinggi
menjadikan patokan untuk menentukan sesuatu di dalam lingkungan adat. Di
dalam lingkungan Naga, masing-masing individu telah diajarkan oleh orang tua
mereka mengenai bagaimana mereka harus menempatkan diri mereka di dalam
lingkungan bermasyarakat dengan menjunjung tinggi sikap tenggang rasa kepada
sesama. Hal ini didukung dengan pendidikan tinggi yang mereka jalani, sehingga
masyarakat Naga lebih paham dengan apa yang harus dia lakukan di dalam
lingkungan sosialnya. Hal tersebut meliputi bagaimana tanggapan orang lain
terhadap dirinya, dan menjaga harga diri mereka dengan menunjukkan bagaimana
mereka bersikap di lingkungan sosialnya.
Hasil pengujian hipotesis hubungan antara jenis pekerjaan dengan
pembentukan identitas sosial tidak terdapat hubungan yang nyata. Dapat dilihat
pada Tabel 9 yang menyatakan angka yang didapat dengan menggunakan analisis
data Chi-Square menunjukkan bahwa nilai signifikan yang diperoleh adalah 0.284.
Nilai ini menunjukkan besaran yang lebih besar dari nilai p-value yaitu 0.05.
Berdasarkan nilai tersebut, dapat dinyatakan bahwa pekerjaan diberbagai bidang
yang digeluti oleh masyarakat Naga, tidak menentukan motivasi masyarakat Naga
dalam pembentukan identitas kolektif. Jenis pekerjaan apapun yang ada di
Kampung Naga, tidak memiliki pengaruh pada masyarakat Naga untuk
menentukan bagaimana motivasi mereka dalam menempatkan diri mereka dalam
lingkungan adat. Jadi, tidak harus orang-orang yang memiliki pekerjaan tertentu
bagi mereka menempatkan diri di dalam lingkungan sosial. Hal ini disebabkan
karena adanya adat yang masih dipegang kuat oleh masyarakat Naga.
Hasil pengujian hipotesis hubungan antara jenis kelamin dengan
pembentukan identitas sosial tidak terdapat hubungan yang nyata. Dapat dilihat
pada Tabel 9 yang menyatakan angka yang didapat dengan menggunakan analisis
data Chi-Square menunjukkan bahwa nilai signifikan yang diperoleh adalah 0.495.
Nilai ini menunjukkan besaran yang lebih besar dari nilai p-value yaitu 0.05.
Berdasarkan nilai tersebut, dapat dinyatakan bahwa tidak ada perbedaan antara
laki-laki dan perempuan dalam menentukan dan memahami motivasi
pembentukan identitas sosial mereka di dalam suatu kelompok atau lingkungan
41
sosial. Laki-laki dan perempuan memang memiliki peran yang berbeda di dalam
adat, namun dalam hal menentukan dan mengetahui bagaiman menempatkan diri
mereka di dalam lingkungan sosial adat ataupun di luar adat. Tingkahlaku yang
ditunjukkan, peduli dengan tanggapan orang lain tentang dirinya sebagai bahan
pengkoreksian diri, dan menjaga kehormatan dirinya di dalam lingkungan sosial
Kampung Naga, merupakan suatu perwujudan yang nyata yang diperlihatkan oleh
masyarakat Kampung Naga baik laki-laki ataupun perempuan. Segala sesuatu
yang ada di Kampung Naga, selalu berasal dari perkataan orang tua. Segala
sesuatu yang diajarkan orang tua, pasti mereka terapkan di dalam kehidupan
mereka masing-masing, salah satunya yaitu dengan menerapkan dirinya mereka di
dalam suatu lingkungan sosial.
Hubungan Karakteristik Individu dengan Identitas Kolektif
Hasil pengujian hipotesis hubungan antara usia dengan pembentukan
identitas kolektif terdapat hubungan yang nyata positif. Dapat dilihat pada Tabel 7
yang menyatakan angka yang didapat dengan menggunakan analisis data rank
Spearmen menunjukkan bahwa nilai korelasi yang diperoleh adalah 0.596 dan
nilai signifikannya adalah 0.000 (lihat lampiran 5). Nilai signifikan tersebut
menunjukkan besaran yang lebih kecil dari nilai p-value yaitu 0.05. Berdasarkan
nilai tersebut, dapat dinyatakan bahwa semakin dewasa masyarakat Naga, maka
semakin mereka mengenali dan memahami tentang bagaimana mereka menaati
segala sesuatu yang berhubungan dengan adat istiadat di dalam kelompoknya.
Masyarakat Naga yang telah memasuki usia dewasa tua, maka mereka lebih dapat
mengetahui dan memahami identitas kolektifnya, sedangkan masyarakat Naga
yang memiliki usia yang cenderung masih muda, tidak paham sepenuhnya
mengenai identitas kolektifnya. Masyarakat Naga yang memiliki usia yang lebih
tua, pada umumnya lebih mengerti bagaimana menempatkan dirinya di dalam
kelompoknya terutama kelompok adat, memahami dan menjalankan adat yang
telah ditentukan. Hal ini disebabkan karena pengalaman mereka lebih banyak
dibandingkan dengan masyarakat Naga yang memiliki usia muda. Masyarakat
Naga yang memiliki usia muda, tidak mengetahui secara pasti bagaimana dirinya
harus melakukan adat istiadat di dalam Kampung Naga. Biasanya mereka hanya
mengikuti apa yang orang lain lakukan saja tanpa memahami secara mendalam
apa arti dan maknanya. Berikut pernyataan salah satu responden masyarakat
Naga :
“Kalau kita ingin benar-benar memahami kelompok kita, maka kita
harus masuk kedalam kelompok tersebut dan untuk sampai pada titik
itu, membutuhkan proses. Di dalam adat Naga, seseorang baru akan
memahami adat secara menyeluruh, apabila usia dan pemikirannya
semakin dewasa...”. (SHY, 76 tahun)
Hasil pengujian hipotesis hubungan antara pendidikan dengan pembentukan
identitas kolektif tidak terdapat hubungan yang nyata. Dapat dilihat pada Tabel 9
yang menyatakan angka yang didapat dengan menggunakan analisis data rank
Spearmen menunjukkan bahwa nilai korelasi yang diperoleh sebesar 0.298 dan
nilai signifikannya sebesar 0.082 (lihat lampiran 5). Nilai ini menunjukkan
42
besaran yang lebih besar dari nilai p-value yaitu 0.05. Berdasarkan nilai tersebut,
dapat dinyatakan bahwa tidak ada perbedaan antara masyarakat Naga yang
berpendidikan rendah ataupun tinggi dalam menentukan identitas kolektif mereka
di dalam suatu kelompok atau lingkungan adat. Pendidikan rendah ataupun tinggi
yang telah masyarakat Naga peroleh, tidak membuat mereka melupakan
bagaimana menjalin hubungan dalam kelompok yang sebagaimana telah diatur
dalam adat istiadat Kampung Naga. Mereka harus tetap mematuhi adat istiadat
Kampung Naga yang telah diajarkan oleh orang tua mereka dan harus terus
dilaksanakan sampai akhir hayat. Prinsip mereka yang selalu menjunjung tinggi
adat istiadat, membuat kelompok adat ini menjadi semakin kuat meskipun
dijaman yang semakin moderen ini. Meskipun pendidikan yang mereka dapat
sampai menjadi seorang doktor, namun adat istiadat tetap tertanam dihati mereka
masing-masing sehingga terciptalah identitas kolektif Kampung Naga. Hasil
lapang tersebut tidak didukung dari hasil penelitian Senoaji (2011) yang
menyatakan bahwa jika pendidikan masyarakat adat semakin tinggi, maka suatu
perubahan kebudayaan memiliki peluang besar untuk berubah. Berikut pernyataan
salah satu responden masyarakat Naga :
“...di Kampung Naga ini, meskipun sudah mendapatkan pendidikan
yang tinggi, tapi kami para orang tua selalu mengingatkan agar adat
istiadat orang naga jangan sampai dilupakan, bahkan tanpa bapak
terus ingatkan, anak bapak selalu menjaga adat istiadat yang telah
bapak turunkan”. (EDT, 46 tahun)
Hasil pengujian hipotesis hubungan antara jenis pekerjaan dengan
pembentukan identitas kolektif tidak terdapat hubungan yang nyata. Dapat dilihat
pada Tabel 9 yang menyatakan angka yang didapat dengan menggunakan analisis
data Chi-Square bahwa nilai Asymp. Sig.(2-sided) yang diperoleh adalah 0.284.
Nilai ini menunjukkan besaran yang lebih besar dari nilai p-value yaitu 0.05.
Berdasarkan nilai tersebut, dapat dinyatakan bahwa pekerjaan menjadi petani,
pemandu wisata, pengrajin, wiraswasta, maupun penjaga toko tidak
mempengaruhi motivasi seseorang dalam menempatkan diri di dalam lingkungan
adat. Pekerjaan apapun yang mereka geluti, tidak membuat mereka melupakan
bagaimana adat istiadat yang telah membentuk diri pribadi di dalam Kampung
Naga. Menjadi anggota adat Naga yang selalu mengutamakan adat istiadat,
membuat identitas kolektif mereka semakin tampak dan kuat. Mengetahui siapa
dirinya di Kampung Naga, menjalankan adat istiadat, sampai menjaga nama baik
Kampung Naga merupakan perwujudan dari masyarakat Naga untuk
menunjukkan identitas kolektif Kampung Naga.
Hasil pengujian hipotesis hubungan antara jenis kelamin dengan
pembentukan identitas sosial terdapat hubungan yang nyata positif. Dapat dilihat
pada Tabel 9 yang menyatakan angka yang didapat dengan menggunakan analisis
data Chi-Square bahwa nilai Asymp. Sig.(2-sided) yang diperoleh adalah 0.001.
Nilai ini menunjukkan besaran yang lebih besar dari nilai p-value yaitu 0.05.
Berdasarkan nilai tersebut, dapat dinyatakan bahwa terdapat perbedaan antara
laki-laki dengan perempuan dalam menentukan motivasi pembentukan identitas
kolektif Kampung Naga. Laki-laki di Kampung Naga memiliki status dan peranan
dalam adat yang lebih tinggi dibandingkan perempuan. Dalam kegiatan adat, laki-
43
laki selalu dilibatkan di dalamnya, sementara perempuan tidak dilibatkan secara
langsung dalam kegiatan tersebut tetapi perempuanlah yang mengurusi keperluan
laki-laki dalam kegiatan adat. Hal ini membuat peranan laki-laki dan perempuan
menjadi berbeda, sehingga antara laki-laki dan perempuan mengetahui secara jelas
batasan-batasan peran mereka dalam mengetahui motivasi untuk tetap menjaga
adat istiadat sebagai wujud pembentukan identitas kolektif. Berikut penuturan
salah seorang masyarakat Naga :
“Laki-laki dan perempuan disini udah dibagi tugasnya. Apalagi klo
upacara adat, laki-laki mah lebih banyak ikut kegiatan adat
dibandingkan perempuan”. (DDE, 32 tahun)
HUBUNGAN KETAATAN TERHADAP ADAT DENGAN
PEMBENTUKAN IDENTITAS MASYARAKAT KAMPUNG
NAGA
Penelitian ini menganalisis hubungan antara ketaatan terhadap adat dengan
pembentukan identitas Kampung Naga. Ketaatan melaksanakan adat merupakan
suatu bentuk ketaatan masyarakat Naga dalam menjalankan adat istiadat yang
telah diwariskan oleh leluhur mereka. Bentuk ketaatan tersebut dihubungkan
langsung dengan pembentukan identitas Kampung Naga yang terdiri dari identitas
pribadi, identitas sosial, dan identitas kolektif. Ketaatan masyarakat Kampung
Naga dalam menjalankan adat istiadat, akan menentukan bagaimana identitas
Kampung Naga dapat terbentuk. Rank Spearman digunakan untuk menganalisis
hubungan antara ketaatan melaksanakan adat dengan pembentukan identitas
Kampung Naga.
Tabel 10 Nilai korelasi ketaatan terhadap adat dengan pembentukan identitas
masyrakat Kampung Naga
Pembentukan identitas
Kampung Naga Ketaatan terhadap adat
Pribadi -0.230
Sosial -0.109
Kolektif 0.522*
Total 0.213
Keterangan : *berhubungan nyata pada p<0.05
Tabel 10 menunjukkan hasil uji hubungan antara ketaatan melaksanakan
adat dengan pembentukan identitas Kampung Naga. Dapat dilihat dari hasil uji
tersebut, diantara tiga pembentukan identitas tersebut hanya satu yang terdapat
hubungan nyata dengan ketaatan terhadap adat yaitu pembentukan identitas
kolektif. Pembahasan lebih lengkap mengenai hubungan antara ketaatan terhadap
adat dengan pembentukan identitas Kampung Naga dapat dijelaskan pada masing-
masing subbab.
Hubungan antara Ketaatan terhadap Adat dengan Pembentukan Identitas
Pribadi
Hasil pengujian hipotesis hubungan antara ketaatan terhadap adat dengan
motivasi pembentukan identitas pribadi tidak terdapat hubungan yang nyata.
Dapat dilihat pada Tabel 9 yang menyatakan angka yang didapat dengan
menggunakan analisis data rank Spearman bahwa nilai korelasi yang diperoleh
adalah -0.230 dan nilai signifikannya adalah 0.184 (lihat lampiran 6). Nilai
signifikan tersebut menunjukkan besaran yang lebih besar dari nilai p-value yaitu
0.05. Berdasarkan nilai signifikan tersebut, dapat dinyatakan bahwa tidak ada
perbedaan antara seberapa sering seseorang melakukan adat dengan orang yang
tidak melakukannya adat untuk menentukan identitas pribadi seseorang. Adat di
Kampung Naga tidak membatasi atau mengekang masyarakat pengikutnya dalam
46
hal menentukan jalan hidup yang mereka pilih. Menentukan cita-cita, keinginan
dimasa depan, menunjukkan perasaan dan keunikan diri serta menentukan nilai
dan moral diri mereka tidaklah selalu harus terkekang dengan adat yang ada.
Pilihan hidup ada ditangan mereka masing-masing, namun adat istiadat tetap
memang harus dijaga tanpa ada alasan untuk dilupakan. Berikut penuturan salah
seorang informan Kampung Naga :
“Di Kampung Naga ini tidak ada pemaksaan kepada masing-masing
individu pengikutnya untuk tetap menaati adat dari leluhur, tapi semua harus
kembali lagi ke hati. Seseorang akan menjadi sadar dengan apa yang telah
diajarkan oleh orang tuanya terdahulu, apabila mereka selalu ingat dengan
kata pamali. Orang-orang Kampung Naga tidak dipaksa untuk tetap tinggal
di sini, mereka boleh merantau ke luar wilayah adat, asalkan harus menjaga
adat istiadat...”. (ETG, 50 tahun)
Hubungan antara Ketaatan terhadap Adat dengan Pembentukan Identitas
Sosial
Hasil pengujian hipotesis hubungan antara ketaatan terhadap adat dengan
motivasi pembentukan identitas sosial tidak terdapat hubungan yang nyata. Dapat
dilihat pada Tabel 9 yang menyatakan angka yang didapat dengan menggunakan
analisis data rank Spearman bahwa nilai korelasi yang diperoleh adalah -0.109
dan nilai signifikannya adalah 0.532. Nilai ini menunjukkan besaran yang lebih
besar dari nilai p-value yaitu 0.05. Berdasarkan nilai tersebut, dapat dinyatakan
bahwa tidak ada perbedaan antara seberapa sering seseorang melakukan adat
dengan orang yang tidak melakukan adat untuk menentukan bagaimana mereka
bisa menempatkan diri mereka di dalam lingkungan sosial. Segala kegiatan yang
ada di lingkungan sosial Kampung Naga merupakan kegiatan yang penuh dengan
interaksi antara satu individu dengan individu lainnya. Interaksi yang dilakukan
memiliki tujuan untuk tetap menjaga keeratan diantara mereka satu sama lain
sehingga masing-masing dari mereka mengetahui bagaimana mereka harus
menempatkan diri mereka di dalamnya. Tingkah laku yang ditunjukkan,
kehormatan diri yang selalu mereka jaga serta menanggapi tanggapan orang lain
menjadikan mereka semakin peduli satu sama lain.
Hubungan antara Ketaatan terhadap Adat dengan Pembentukan Identitas
Kolektif
Hasil pengujian hipotesis hubungan antara ketaatan terhadap adat dengan
motivasi pembentukan identitas kolektif terdapat hubungan yang nyata. Terlihat
dari Tabel 9 menyatakan angka yang didapat dengan menggunakan analisis data
rank Spearman bahwa nilai korelasi yang diperoleh adalah 0.522 dan nilai
signifikannya adalah 0.001 (lihat lampiran 6). Nilai signifikan menunjukkan
besaran yang lebih kecil dari nilai p-value yaitu 0.05. Berdasarkan nilai tersebut,
dapat dinyatakan bahwa semakin kuat ketaatan individu Naga dalam
melaksanakan adat, maka semakin kuat identitas kolektif yang terbentuk di
Kampung Naga. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara seberapa
sering seseorang melakukan adat dengan orang yang tidak melakukannya adat
47
dalam menentukan identitas kolektif seseorang. Jika ketaatan seseorang dalam
melaksanakan adat kuat, dapat dikatakan orang tersebut mengerti dan memahami
bagaimana ia menempatkan dirinya di dalam suatu kelompok adat atau dapat
disebut juga memahami identitas kolektifnya. Menjaga adat istiadat Kampung
Naga dapat membentuk pribadi masyarakat Naga di dalam kelompok adat dalam
mewujudkan keeratan kelompok tersebut. Sedangkan ketaatan seseorang
melakukan adat rendah, dapat dikatakan orang tersebut kurang memahami
bagaimana ia menempatkan dirinya di dalam lingkungan adat atau kurang
mengerti dengan identitas kolektifnya.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Masyarakat Naga memiliki karakteristik individu yaitu usia yang sebagian
besar dewasa tua, tingkat pendidikan yang rendah, jumlah jenis kelamin yang
relatif sama, dan jenis pekerjaan yang beragam. Usia yang dimiliki masyarakat
Naga yang berada di Kampung Naga, sebagian besar berusia dewasa tua dengan
rentan 35 -76 tahun. Hal ini disebabkan karena masyarakat yang berusia remaja
(13-18 tahun) dan dewasa awal (19-34 tahun), rata-rata telah merantau keluar
Kampung Naga. Jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan di Kampung Naga,
tidak mengalami perbedaan jumlah yang signifikan dan sebagian besar
masyarakat Naga memiliki tingkat pendidikan rendah yaitu hanya sampai tamatan
SD. Sebagian besar pekerjaan yang dimiliki oleh masyarakat Naga adalah petani,
pemandu wisata, dan pengrajin. Ketaatan masyarakat Naga terhadap adat di
Kampung Naga, termasuk kedalam golongan kuat. Hal ini disebabkan karena
mayoritas masyarakat Naga masih berpegang teguh terhadap adat istiadat yang
telah diturunkan oleh para leluhur mereka. Pembentukan identitas di Kampung
Naga yang terbentuk dengan baik adalah identitas sosial. Identitas sosial dalam
masyarakat Naga adalah identitas yang paling dominan dibandingkan dengan
identitas pribadi dan kolektif. Hal ini disebabkan karena norma-norma di
Kampung Naga yang berlaku, sangat terkait dengan batasan-batasan pada setiap
orang yang melaksanakannya. Hanya rentang usia yang ditetapkan oleh adat yang
dapat menjalankan norma-adat tertentu. Identitas sosial yang terbentuk di dalam
masyarakat Naga menjelaskan bahwa masing-masing individu masyarakat Naga
mengetahui bagaimana mereka harus menempatkan diri mereka di dalam
lingkungan sosial. Lingkungan sosial tersebut tidak hanya mencakup di dalam
Kampung Naga saja, namun di luar Kampung Naga.
Karakteristik individu masyarakat Naga sebagian besar berhubungan dengan
ketaatan terhadap adat. Variabel yang berhubungan tersebut meliputi yang
pertama, variabel usia yang berhubungan nyata positif dengan ketaatan terhadap
adat. Kedua jenis pekerjaan berhubungan nyata positif dengan ketaatan terhadap
adat. Ketiga jenis kelamin berhubungan nyata dengan ketaatan terhadap adat.
Variabel yang saling tidak berhubungan ditunjukan pada tingkat pendidikan
dengan ketaatan terhadap adat. Karakteristik individu masyarakat Naga sebagian
besar berhubungan dengan pembentukan identitas Kampung Naga. Variabel yang
berhubungan tersebut meliputi, yang pertama, variabel usia yang berhubungan
nyata negatif dengan pembentukkan identitas pribadi. Kedua, variabel tingkat
pekerjaan yang berhubungan nyata positif dengan pembentukan identitas pribadi.
Ketiga, tingkat pendidikan berhubungan nyata positif dengan pembentukan
identitas kolektif. Keempat, usia, jenis pekerjaan, dan jenis kelamin berhubungan
nyata positif dengan pembentukan identitas kolektif.
Ketaatan terhadap adat sebagian besar tidak berhubungan dengan
pembentukan identitas Kampung Naga. Variabel yang berhubungan hanya
ditunjukan oleh ketaatan terhadap adat yang berhubungan nyata positif dengan
pembentukan identitas kolektif. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan
frekuensi dalam melaksanakan adat di Kampung Naga, sehingga membuat
50
perubahan pembentukan identitas Kampung Naga khususnya pembentukan
identitas kolektif. Frekuensi masyarakat Naga yang tergolong tinggi dalam
pembentukkan identitas kolektif ini adalah masyarakat yang berusia dewasa tua.
Pada usia dewasa tua, setiap orang di Kampung Naga, sebagian besar sudah
memiliki tanggung jawab atas adat yang ada, sehingga membuat mereka merasa
memiliki kewajiban untuk melaksanakan kegiatan adat di Kampung Naga.
Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka saran yang diberikan adalah :
1. Masyarakat Naga seharusnya dapat lebih menjaga keaslian budaya yang
mereka miliki terhadap kemajuan teknologi dan masuknya pariwisata ke
dalam Kampung Naga, agar suatu perubahan yang lebih besar terhadap
adat istiadat tidak terjadi.
2. Pembentukan identitas di Kampung Naga yang harus dikhawatirkan adalah
pembentukan identitas pribadi. Pada pembentukan identitas pribadi yang
memang sangat dilihat adalah mereka yang berusia remaja, karena pada
usia tersebut adalah masa dimana mereka masih mencari-cari jati diri dan
keingintahuan yang sangat tinggi, sehingga mereka yang berusia dewasa
awal dan tua harus lebih mengarahkan lagi kelompok usia remaja agar
tetap pada taat pada aturan adat yang ada.
3. Penelitian ini masih memiliki keterbatasan dan kekurangan. Penelitian ini
hanya melihat hubungan dari karakteristik individu dengan ketaatan
terhadap adat dan pembentukan identitas komunitas serta ketaatan
terhadap adat dengan pembentukan identitas komunitas sehingga hasil
yang dicapai belum dapat menunjukkan hasil yang maksimal. Oleh karena
itu, perlu dilakukan penelitian lanjutan terkait dengan faktor-faktor apa
yang mempengaruhi perubahan suatu identitas komunitas khususnya
komunitas adat.
52
49
DAFTAR PUSTAKA
Ambayoen MS. 2006. Pola komunikasi masyarakat tengger dalam sosialisasi
tradisi Entas-Entas, Praswalagara, dan Pujan Kapat (studi kasus di Desa
Ngadisari, kecamatan Sukaparu, Kabupaten Probolinggo). [Disertasi].
Bogor (ID): Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.
Amurwobhumi RA. 2009. Fungsi ekonomi upacara Jodhangan bagi masyarakat
Dusun Srunggo, Selopamioro, Imigiri, Bantul. Fakultas Ushuludin
Universitas Islam Negri Sunan Kalijaga, Yogyakarta. [Skripsi].
[Internet]. [diunduh 2012 Oktober 10]. Tersedia pada:
http://digilib.uinsuka.ac.id/4116/1/BAB%20I,V,%20DAFTAR%20P
USTAKApdf.
Anjartika A. 2013. Analisis gender terhadap tingkat perlindungan dan
kesejahteraan buruh industri Pabrik CV TKB di Bogor. [Skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Baron RA & Byrne D. 2003. Psikologi Sosial Edisi kesepuluh. Djuwita R,
penerjemah; Kristiaji WC & Meyda R, editor. Jakarta (ID): Penerbit
Erlangga. Terjemahan dari : Social Psychology. Ed ke-10.
Bisri I. 2007. Sistem Hukum Indonesia, Prinsip-prinsip dan Implementasi
Hukum di Indonesia. Jakarta(ID): PT. Raja Grafindo Persada.
Cole S. 2007. Beyond Authenticity And Commodification. Elsevier [Internet].
15.30 [diunduh 2012 November 3];34(4):943-960.doi:
10.1016/j.annals.2007.05.004. Tersedia pada :
www.elsevier.com/locate/atoures.
Deaux K. 2001. Social Identity. Encyclopedia of Women and Gender, Volumes
One and. [Internet] 12.22. [diunduh 2013 Juni 2]. Tersedia pada :
http://www.utexas.edu/courses/stross/ant393b_files/ARTICLES/iden
tity.pdf.
Hasan I. 2009. Analisis Data Penelitian dengan Statistik. Jakarta (ID): Bumi
Aksara.
Koentjaraningrat. 2002. Pengantar Ilmu Antropolog. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Liliweri A. 2003. Dasar-Dasar Komunikasi Antarbudaya.Yogyakarta (ID):
Pusaka Pelajar.
Mardikanto T, Subroto DED. 1993. Penyuluhan Pembangunan Pertanian Acuan
untuk Pelajar, Mahasiswa, dosen, penyuluh pekerja sosial, penentu
kebijakan, dan peminat ilmu/kegiatan penyuluh pembangunan. Surakarta:
Sebelas Maret University Press x. [Internet]. [diunduh 2013 Juli 28].
Tersedia pada :
http://lib.ugm.ac.id/exec.php?app=simpus&act=search&lokasi=19&
kriteria=pengarang&kunci=Mardikanto%2C+Totok
Nasution S. 2003. Metode Research: Penelitian Ilmiah. Jakarta (ID): Bumi
Aksara.
Pamungkas AS. Evaluasi program pembauran etnis sebagai upaya tercapainya
efektivitas komunikasi antar etnis. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
50
Prasetyo U. 2010. Komodifikasi upacara tradisional Seren Taun dalam
pembentukan identitas komunitas (kasus: Kampung Budaya
Sindangbarang, Desa Pasireurih, Kecamatan Tamansari, Kabupaten
Bogor, Jawa Barat). [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Poerwanto H. 2000. Kebudayaan dan Lingkungan Dalam Perspektif Antropologi.
Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Rogers EM, Shoemaker FF. 1971. Communication of Innovations A Cross
Cultural Approah. New York (USA) : Free Press.
Quane H. 2008. Hak-hak masyarakat adat dan proses pembangunan. Di dalam :
Rosset P, Deinenger K, Campesina LV, et al. 2008. Reforma Agraria :
Dinamika Aktor dan Kawasan. Yogyakarta (ID) : Sekolah Tinggi
Pertahanan Nasional. hlm 173-209
Siegel S. 1985. Statistik Nonparametrik untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Hagul P,
penerjemah. Jakarta (ID): PT Gramedia. Terjemahan dari:
Nonparametric Statistics for the Behavioral Sciences.
Singarimbun dan Effendi S.1989. Metode Penelitian Survei. Jakarta (ID):
LP3ES
Senoaji G. Perilaku masyarakat Baduy dalam mengelola hutan, lahan, dan
lingkungan di Banten Selatan. [Internet]. 15.15. [diunduh 2013 Juni
27];23:(1) 2011. Tersedia pada:
http://jurnal.ugm.ac.id/index.php/jurnalhumaniora/article/view/1006
/835 Setiawan IK. 2011. Dampak sosial ekonomi dan sosial budaya pemanfaatan Pura
Tirta Empul sebagai daya tarik wisata budaya. Bali(ID) : Universitas
Udayana. [Internet]. 11.19. [diunduh 2013 Juli 29]. Tersedia pada :
http://lppm.unud.ac.id/wp-content/uploads/Dampak-Sosial-
Ekonomi-dan-Sosial-Budaya-...-oleh-I-Kt.-Setiawan.pdf
Soekanto S. 2012. Sosiologi Sebagai Pengantar. Jakarta (ID): CV Rajawali.
Somantri RA. 1998. Peranan Nilai Budaya Daerah Dalam Upaya Pelestarian
Lingkungan Hidup. Bandung (ID): CV. Kidang Mas
Su X. 2009. Commodification And The Selling Of Ethnic Music To Tourists.
Elesevier [Internet]. [2011 April 21]. [diunduh 2012 November 3];
42(2011):496-505. Tersedia pada : www.elsevier.com/locate/geoforum.
Suganda H. 2006. Kampung Naga Mempertahankan Tradisi. Bandung (ID):
Kiblat Buku Utama.
Utami WA. 2012. Pembentukan identitas dalam novel The Bluest Eye karya
Toni Morisson. [Skripsi]. Depok (ID): Universitas Indonesia.
Walters BB, Sabogal C, Snook LK, Almeida ED. 2005. Constraints and
opportunities for better silvicultural practice in tropical forestry : an
interdisiplinary approac. [Internet]. [15:55].[diunduh 2013 Agustus
12]; 209(2005)3-8. Tersedia pada : www.elsevier.com/locate/geoforum.
Yang L. 2010. Ethnic Tourism And Cultural Representation. Elsevier [Internet].
[diunduh 2012 November 3];38(2):561-585. doi:
10.1016/j.annals.2010.10.009. Tersedia pada :
www.elsevier.com/locate/atoures.
51
Lampiran 1 Lokasi Kampung Naga
52
Lampiran 2 Kerangka Sampling
No Kode
Nama Usia Jenis
Kelamin
1 AYN 54 L
2 ERK 44 P
3 IIS 18 P
4 OKT 57 P
5 HRN 43 L
6 IPH 27 P
7 ACH 67 P
8 IDH 43 P
9 ETO 45 L
10 KRN 39 L
11 ETN 33 P
12 IIA 57 L
13 IKH 57 P
14 TMA 67 L
15 RMS 56 P
16 AJR 14 L
17 RDP 34 L
18 HNE 31 P
19 YTI 68 P
20 ONH 42 P
21 AHD 41 L
22 OOY 43 P
23 IDI 59 L
24 SPI 52 P
25 SPH 46 L
26 Rky 39 P
27 TTN 16 P
28 SIM 28 L
29 SAP 22 P
30 UBA 30 L
31 RHT 27 P
32 KRD 48 L
33 MDE 29 P
34 MNR 42 L
35 JJS 36 L
36 SUI 28 P
37 EJE 47 L
38 IJA 36 P
39 RHI 31 P
40 INS 38 L
41 NYT 44 L
42 ANN 42 P
43 CSI 29 P
No Kode
Nama Usia Jenis
Kelamin
44 SAA 42 L
45 ITI 39 P
46 KAT 16 P
47 OKI 65 L
48 ATM 43 P
49 IDN 68 L
50 AYU 52 L
51 NAN 49 P
52 SDN 76 L
53 RSI 72 P
54 YAD 48 L
55 UYT 56 P
56 URY 19 L
57 RKS 17 P
58 YNI 30 P
59 IRT 48 P
60 UCH 46 L
61 RIN 35 P
62 AYS 56 L
63 EMA 51 P
64 DHN 25 L
65 DNI 17 L
66 HHS 43 L
67 IRD 36 P
68 ARR 14 L
69 ATG 59 L
70 APH 48 P
71 HBB 25 L
72 SOL 29 L
73 NOO 34 L
74 DEE 32 P
75 WAN 13 L
76 AYA 47 L
77 SRT 42 P
78 SSN 17 P
79 EMI 44 L
80 TET 42 P
81 ARN 19 P
82 SUD 45 L
83 OSI 55 P
84 UHA 17 L
85 IKA 23 P
86 UJP 72 L
53
No Kode
Nama Usia Jenis
Kelamin
87 ENA 54 P
88 WIS 14 L
89 ENG 53 L
90 UNA 47 P
91 ONO 23 L
92 RKH 21 P
93 ASH 53 L
94 EIG 51 P
95 DEY 19 P
96 DTY 21 P
97 USP 50 L
98 TMT 39 P
99 YUD 22 L
100 RDI 17 L
101 UUY 74 P
102 AAY 82 P
103 ENT 67 P
104 ANG 77 L
105 ANA 76 P
106 TOH 66 L
107 KAT 65 P
108 ENA 70 P
109 YNO 18 L
110 MAN 76 L
111 ILA 73 P
112 DAM 26 L
113 DED 40 L
114 ACI 45 P
115 JHN 44 L
116 MMN 51 P
117 SDY 27 L
118 URN 60 L
119 SUY 53 P
120 SUH 25 L
121 OMA 69 L
122 IJU 49 P
123 TAN 29 L
124 AEN 24 P
125 DUN 72 L
126 HAE 53 L
127 ENI 53 P
128 KUS 18 L
129 IVN 17 L
130 OJD 61 L
131 UPI 62 P
No Kode
Nama Usia Jenis
Kelamin
132 AMA 53 L
133 ASH 49 P
134 UND 76 P
135 DIN 37 L
136 DET 37 P
137 ESA 33 L
138 ATS 24 P
139 SUM 45 L
140 ISA 35 P
141 RSA 15 P
142 JUH 72 L
143 EEN 62 P
144 JAK 52 L
145 UYT 42 P
146 ETG 47 L
147 NNH 42 P
148 DAD 19 L
149 RNA 17 L
150 ISH 43 L
151 DDH 35 P
152 MGE 18 L
153 DAU 49 L
154 RIK 16 P
155 HEI 40 P
156 RID 74 L
157 OYO 79 P
158 DAD 50 L
159 DED 43 P
160 DKI 15 L
161 AHM 42 L
162 DDE 28 P
163 INO 30 L
164 DEW 24 P
165 SUY 39 L
166 IRO 37 P
167 RAH 43 L
168 AKM 44 L
169 RHL 38 P
170 JUA 41 P
171 NAS 60 L
172 WDT 57 P
173 WRS 33 L
174 MIH 67 P
175 OJD 61 L
176 HNA 27 P
54
No Kode
Nama Usia Jenis
Kelamin
177 SAR 45 L
178 KAR 40 P
179 IRJ 18 L
180 KAS 92 P
181 MAM 66 P
182 ENT 45 L
183 ESI 42 P
184 ESH 18 L
185 CHY 45 L
186 RUH 35 L
187 CCU 30 P
188 HLN 14 P
189 ENA 38 L
190 ASI 31 P
191 IJA 32 L
192 NSI 21 P
193 MRT 88 P
194 MUL 38 L
195 KAY 37 P
196 SAN 14 P
197 MAD 52 L
198 KOM 37 P
199 ANU 66 P
200 RAU 40 L
201 WAE 30 L
202 DRH 81 P
203 JMR 54 L
204 RSM 48 L
205 JJR 15 L
206 AWN 42 L
207 DON 21 L
208 PAR 66 L
209 KNH 47 P
210 IIM 26 P
211 DEV 22 P
212 MIR 88 P
213 KRM 45 L
214 ARY 40 P
215 TTT 17 P
216 KA 56 L
217 WAR 44 P
218 SAH 89 L
219 IKR 62 L
220 ERM 58 P
221 DET 33 P
No Kode
Nama Usia Jenis
Kelamin
222 IRM 20 L
223 APE 71 P
224 SHR 75 L
225 JJH 72 P
226 AJA 46 L
227 RHT 41 P
228 SDR 20 L
229 YNT 17 L
230 YDI 45 L
Responden
55
Lampiran 3 Kuesioner
Nomor Responden
Tanggal Wawancara
KUESIONER
Hubungan Keaslian Masyarakat Naga dengan Pembentukan Identitas Kampung Naga
Kuesioner ini merupakan instrumen penelitian yang digunakan untuk mengumpulkan data
dari responden dalam rangka penulisan skripsi program sarjana yang dilakukan oleh:
Nama/NRP : Riezka Riswar/I34090071
Departemen/Fakultas : Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan
Masyarakat/Fakultas Ekologi Manusia
Universitas : Institut Pertanian Bogor
A. Karakteristik Responden
Berilah tanda (√) pada jawaban yang anda anggap benar!
1
Nama :
2
Usia :
3
Jenis Kelamin : Laki-laki/Perempuan
4.
Pendidikan : a. Tidak Sekolah d. SMA/MA/Sederajat
b. SD
e. Diploma/Sarjana/S2/S3
c. SMP/Mts/Sederajat
5. Pekerjaan : Petani Pedagang
PNS Pemandu Wisata
Lainnya.......................
6. No. HP :
56
B. Keaslian Masyarakat Naga
I. Frekuansi melaksanakan adat
Berilah tanda (√) pada jawaban yang dianggap benar!
II. Adat
Isilah dengan jawaban yang telah disediakan.
1 = Tidak Pernah melakukannya
2 = Jarang melakukannya
3 = Sering melakukannya
4 = Selalu melakukannya
____ 1. Menjaga lisan terutama terkait dengan leluhur Kampung Naga di hari yang di
tabukan seperti hari Selasa, Rabu dan Sabtu.
____ 2. Mempertimbangkan hari baik jika ingin melakukan acara pernikahan
____ 3. Memasuki hutan larangan untuk kepentingan upacara hajat sasih
____ 4. Mengikuti Upacara Khitanan Massal
____ 5. Mengikuti Upacara adat hajat sasih
____ 6. Mengikuti setiap perkataan orang tua/sesepuh
____ 7. Bergotong royong memasang kandang jaga
____ 8. Memasang kadang jaga berdasarkan hari-hari yang ditentukan
____ 9. Mengangkut hasil bumi/barang tanpa menggunakan alat bantu seperti gerobak
____ 10. Memasuki Bumi Ageung meskipun hanya sampai pagar (kandang jaga) saja
____ 11. Menanam padi sesuai dengan tanggal yang ditentukan oleh adat
____ 12. Memikirkan hidup mewah seperti ingin memiliki alat-alat elektronik mewah
seperti dvd,televisi berwarna
____ 13. Mengadu nasib di luar Kampung Naga untuk mencari materi yang lebih.
____ 14. Menjaga lisan terutama terkait dengan leluhur pada saat bulan Safar dan bulan
suci Ramadhan.
57
C. Identitas Kampung Naga
I. INSTRUKSI :
Pernyataan ini menggambarkan aspek yang berbeda dari identitas. Silakan baca setiap
pernyataan, hati-hati dan mempertimbangkan bagaimana itu berlaku untuk Anda. Isilah dengan
menggunkan kode yang tertera dibawah ini :
1 = Tidak penting untuk saya 3 = Penting untuk saya
2 = Sedikit penting untuk saya 4 = Sangat penting untuk saya
Identitas Pribadi
Identitas Sosial
8 Ketenaran diri dikalangan Kampung Naga dan sekitarnya
9 Tanggapan orang lain terhadap apa yang saya lakukan
10 Daya tarik diri bagi orang lain
11 Kehormatan diri dimata orang lain
12 Tingkah laku diri ketika bertemu dengan orang
13 Penampilan fisik : tinggi badan saya, berat badan saya, bentuk tubuh saya.
Identitas Kolektif
14 Menjadi masyarakat yang diajari mengenai agama Islam turunan
15 Menjadi masyarakat yang menyadari bahwa perasaan yang melekat dalam diri,
terbentuk dari Kampung Naga.
16 Menjadi masyarakat yang diajari untuk hidup sederhana
17 Menjadi masyarakat yang diajari mensyukuri nikmat hidup
18 Menjadi masyarakat yang diharuskan membawa hasil bumi tanpa menggunakan
alat angkut
19 Menjadi masyarakat yang diharuskan mengetahui siapa dirinya di dalam
Kampung
20 Mengetahui masyarakat yang diwajibkan menjaga nama baik Kampung Naga
21 Menjadi masyarakat yang diwajibkan mentaati adat istiadat sebagai pedoman
hidup
1. Cita-cita dan imajinasi
2 Keinginan masa depan
3 Perasaan dan emosional
4 Pikiran dan ide-ide
5 Keunikkan diri yang berbeda dengan orang lain
6 Nilai-nilai dan moral pribadi
7 Pendapat pribadi, bukan pendapat orang lain
58
Lampiran 4 Pedoman Wawancara Mendalam
PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM
Kampung Naga, Desa Neglasari Kecamatan Salawu Tasikmalaya Jawa Barat
Hari/Tanggal
:
............................................................
Lokasi wawancara
:
............................................................
Nama informan
:
............................................................
Usia
:
......... tahun
A. Sejarah Kampung Naga
1. Bagaimana Kampung Naga terbentuk?
2. Bagaimana Karakteristik masyarakat di desa ini?
3. Apa saja yang menjadi pedoman kehidupan masyarakat saat ini?
4. Adakah perubahan yang terjadi terkait dengan aturan-adat tersebut?
5. Acara-acara adat apa saja yang ada di kampung Naga?
6. Siapa saja pihak yang boleh terlibat dalam acara adat tersebut?
7. Apa tujuan dari dilaksanakannya acara adat tersebut?
8. Bagaimana cara Masyarakat Naga menjaga keaslian mereka?
B. Kelembagaan yang terkait dengan Norma
1. Apakah di Kampung Naga terdapat aturan resmi atau aturan tidak resmi (adat, mitos, tradisi)
yang terjadi dikehidupan sehari-hari? Jika ya, jelaskan! Apakah aturan ini ditetapkan secara
berbeda untuk laki-laki dan perempuan? Jelaskan!
2. Apakah ada aturan khusus yang membatasi kegiatan yang dilakukan di Kampung Naga seperti
yang di sebutkan dibawah ini?
a. Pemeliharaan Kampung Naga terutama menjaga lingkungan sekitar salah satunya menjaga
hutan larangan dan hutan lindung. Jika ada, jelaskan!
b. Siapakah yang membuat adat di Kampung Naga?
3. a. Sanksi hukum apa jika masyarakat Kampung Naga melanggar adat
yang telah ditetapkan?
Melanggar satu kali?
Melanggar dua kali?
Melanggar berkali-kali?
b. Siapa yang memutuskan untuk memberi hubungan tersebut?
59
4. Apabila adat ditegakkan, sejauhmana sanksinya ditaati oleh anggota masyarakat?
a. Tidak satupun anggota masyarakat mematuhi sanksi
b. Beberapa anggota masyarakat mematuhi sanksi
c. Hampir setengah anggota masyarakat (50%) mematuhi sanksi
d. Lebih dari sebagian besar anggota masyarakat mematuhi sanksi
e. Seluruh anggota masyarakat mematuhi sanksi
60
Lampiran 5 Pengolahan Data
1. Hubungan antara usia dengan ketaatan terhadap adat.
Correlations
Ketaatan
terhadap adat Usia
Spearman's rho Ketaatan
terhadap
Adat
Correlation Coefficient 1.000 .709**
Sig. (2-tailed) . .000
N 35 35
Usia Correlation Coefficient .709**
1.000
Sig. (2-tailed) .000 .
N 35 35
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
2. Hubungan antara tingkat pendidikan dengan ketaatan terhadap adat.
Correlations
Ketaatan
terhadap adat Pendidikan
Spearman's rho Ketaatan terhadap
adat
Correlation Coefficient 1.000 -.120
Sig. (2-tailed) . .492
N 35 35
Pendidikan Correlation Coefficient -.120 1.000
Sig. (2-tailed) .492 .
N 35 35
3. Hubungan antara jenis pekerjaan dengan ketaatan terhadap adat.
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square 33.415a 12 .001
Likelihood Ratio 32.920 12 .001
Linear-by-Linear Association 1.916 1 .166
N of Valid Cases 35
a. 20 cells (95,2%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,40.
4. Hubungan antara jenis kelamin dengan ketaatan terhadap adat.
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square 8.813a 2 .012
Likelihood Ratio 9.392 2 .009
Linear-by-Linear Association 5.306 1 .021
N of Valid Cases 35
a. 4 cells (66,7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,40.
61
5. Hubungan antara usia dengan pembentukan identitas pribadi.
Correlations
Identitas pribadi Usia
Spearman's rho Identitas
pribadi
Correlation Coefficient 1.000 -.406*
Sig. (2-tailed) . .015
N 35 35
Usia Correlation Coefficient -.406* 1.000
Sig. (2-tailed) .015 .
N 35 35
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
6. Hubungan antara tingkat pendidikan dengan pembentukan identitas pribadi.
Correlations
Identitas Pribadi Pendidikan
Spearman's rho Identitas pribadi Correlation Coefficient 1.000 .407*
Sig. (2-tailed) . .015
N 35 35
Pendidikan Correlation Coefficient .407* 1.000
Sig. (2-tailed) .015 .
N 35 35
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
7. Hubungan antara jenis pekerjaan dengan pembentukan identitas pribadi.
Chi-Square Tests
Value Df Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square 17.522a 12 .131
Likelihood Ratio 21.553 12 .043
Linear-by-Linear Association .623 1 .430
N of Valid Cases 35
a. 20 cells (95,2%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,40.
8. Hubungan antara jenis kelamin dengan pembentukan identitas pribadi.
Chi-Square Tests
Value Df Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square .700a 2 .705
Likelihood Ratio .702 2 .704
Linear-by-Linear Association .594 1 .441
N of Valid Cases 35
a. 4 cells (66,7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,40.
62
9. Hubungan antara usia dengan pembentukan identitas sosial.
Correlations
Identitas sosial Usia
Spearman's rho Identitas Sosial Correlation Coefficient 1.000 -.331
Sig. (2-tailed) . .052
N 35 35
Usia Correlation Coefficient -.331 1.000
Sig. (2-tailed) .052 .
N 35 35
10. Hubungan antara tingkat pendidikan dengan pembentukan identitas sosial.
Correlations
Identitas Sosial Pendidikan
Spearman's rho Identitas Sosial Correlation Coefficient 1.000 .416*
Sig. (2-tailed) . .013
N 35 35
Pendidikan Correlation Coefficient .416* 1.000
Sig. (2-tailed) .013 .
N 35 35
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
11. Hubungan antara jenis pekerjaan dengan pembentukan identitas sosial
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square 14.269a 12 .284
Likelihood Ratio 18.079 12 .113
Linear-by-Linear Association .602 1 .438
N of Valid Cases 35
a. 20 cells (95,2%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,46.
12. Hubungan antara jenis kelamin dengan pembentukan identitas sosial
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square 1.406a 2 .495
Likelihood Ratio 1.416 2 .493
Linear-by-Linear Association 1.217 1 .270
N of Valid Cases 35
a. 2 cells (33,3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,89.
63
13. Hubungan antara usia dengan pembentukan identitas kolektif
Correlations
Identitas Kolektif Usia
Spearman's rho Identitas Kolektif Correlation Coefficient 1.000 .596**
Sig. (2-tailed) . .000
N 35 35
Usia Correlation Coefficient .596**
1.000
Sig. (2-tailed) .000 .
N 35 35
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
14. Hubungan antara tingkat pendidikan dengan pembentukan identitas kolektif
Correlations
Identitas Kolektif Pendidikan
Spearman's rho Identitas Kolektif Correlation Coefficient 1.000 -.298
Sig. (2-tailed) . .082
N 35 35
Pendidikan Correlation Coefficient -.298 1.000
Sig. (2-tailed) .082 .
N 35 35
15. Hubungan antara jenis pekerjaan dengan pembentukan identitas kolektif
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square 45.321a 12 .000
Likelihood Ratio 28.123 12 .005
Linear-by-Linear Association .820 1 .365
N of Valid Cases 35
a. 19 cells (90,5%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,11.
16. Hubungan antara jenis kelamin dengan pembentukan identitas kolektif
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square 13.605a 2 .284
Likelihood Ratio 15.441 2 .000
Linear-by-Linear Association 10.816 1 .001
N of Valid Cases 35
a. 2 cells (33,3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,97.
64
17. Hubungan antara ketaatan terhadap adat dengan pembentukan identitas pribadi
Correlations
Ketaatan terhadap
adat Identitas Pribadi
Spearman's rho Ketaatan
terhadap
adat
Correlation Coefficient 1.000 -.230
Sig. (2-tailed) . .184
N 35 35
Identitas Pribadi Correlation Coefficient -.230 1.000
Sig. (2-tailed) .184 .
N 35 35
18. Hubungan antara ketaatan terhadap adat dengan pembentukan identitas sosial
Correlations
Ketaatan terhadap
adat Identitas Sosial
Spearman's rho Ketaatan terhadap
Adat
Correlation Coefficient 1.000 -.109
Sig. (2-tailed) . .532
N 35 35
Identitas Sosial Correlation Coefficient -.109 1.000
Sig. (2-tailed) .532 .
N 35 35
19. Hubungan antara ketaatan terhadap adat dengan pembentukan identitas kolektif
Correlations
Ketaatan
terhadap adat Identitas kolektif
Spearman's rho Ketaatan
terhadap
adat
Correlation Coefficient 1.000 .522**
Sig. (2-tailed) . .001
N 35 35
Identitas Kolektif Correlation Coefficient .522**
1.000
Sig. (2-tailed) .001 .
N 35 35
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
65
Lampiran 6 Matriks Analisis Data
No Variabel Pengaruh Variabel Terpengaruh Teknik Analisis
1 Hubungan usia
1. Ketaatan terhadap
adat.
2. Identitas Pribadi
3. Identitas Sosial
4. Identitas Kolektif
1. Spearmen
2. Spearmen
3. Spearmen
4. Spearmen
2 Hubungan
tingkat pendidikan
1. Ketaatan terhadap adat
2. Identitas Pribadi
3. Identitas Sosial
4. Identitas Kolektif
1. Spearmen
2. Spearmen
3. Spearmen
4. Spearmen
3 Hubungan
jenis pekerjaan
1. Ketaatan terhadap adat
2. Identitas Pribadi
3. Identitas Sosial
4. Identitas Kolektif
1. Chi Square
2. Chi Square
3. Chi Square
4. Chi Square
4 Hubungan
jenis kelamin
1. Ketaatan terhadap adat
2. Identitas Pribadi
3. Identitas Sosial
4. Identitas Kolektif
1. Chi Square
2. Chi Square
3. Chi Square
4. Chi Square
5 Hubungan ketaatan
terhadap adat
1. Identitas Pribadi
2. Identitas Sosial
3. Identitas Kolektif
1. Spearmen
2. Spearmen
3. Spearmen
66
Lampiran 7 Dokumentasi Penelitian
a. Anak tangga menuju Kampung Naga b. Pemandu wisata
c. Pemukiman masyarkat Naga d. Sungai Ciwulan
e. Masjid f. Keadaan dalam masjid
g. Pemukiman masyarakat Naga h. Bentuk atap rumah
67
i. Saung Leusung j. Kolam
k. Jalan setapak di tengah pemukiman l. Pancuran
m. Pemukiman dibagian luar n. Rumah yang berhadapan
o. Pengrajin anyaman bambu p. Kegiatan menumbuk padi
68
q.Upacara Hajat Sasih r. Tumpeng
s. Pembawaan tumpeng oleh para wanita t. Peneliti & Masyarakat
Naga ke masjid
69
RIWAYAT HIDUP
Riezka Riswar dilahirkan di Jakarta pada tanggal 23 April 1991. Peneliti merupakan anak
pertama dari dua bersaudara yang terlahir dari pasangan Yogi Tri Isnawarman dan Yanthi Irianti
Sutiatmodjo. Peneliti memulai pendidikannya di Taman Kanak-kanak Islam Al Muhajirin pada
tahun 1996-1997, kemudian melanjutkan di Sekolah Dasar Negeri Beji VII pada tahun 1997-2003,
Sekolah Menengah Pertama Islam Al Muhajirin Depok tahun 2003-2006, dan Sekolah Menengah
Atas Perguruan Rakyat Bogor tahun 2006-2009. Pada tahun 2009, peneliti melanjutkan studinya di
Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) di Fakultas Ekologi
Manusia, Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (SKPM).
Selama peneliti menimba ilmu di Institut Pertanian Bogor, peneliti aktif di berbagai
organisasi dan kepanitiaan. Peneliti aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa yaitu Gentra Kaheman
sebagai staff pengajar Event Organizer. Peneliti juga aktif menjadi asisten praktikum mata kuliah
Komunikasi Bisnis. Peneliti juga aktif mengikuti kepanitiaan beberapa event yang diselenggarakan
oleh IPB.
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
49