hubungan kadar CD4

82
HUBUNGAN KADAR CD4 DENGAN INFEKSI JAMUR SUPERFISIALIS PADA PENDERITA HIV DI RSUP H.ADAM MALIK MEDAN TESIS Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Dan Persyaratan Memperoleh Keahlian Dalam Bidang Ilmu Kesehatan Kulit Dan Kelamin OLEH SRI YUSFINAH MASFAH HANUM DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RSUP H.ADAM MALIK MEDAN 2009 Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008

description

Hubungan kadar CD4

Transcript of hubungan kadar CD4

Page 1: hubungan kadar CD4

HUBUNGAN KADAR CD4 DENGAN INFEKSI JAMUR SUPERFISIALIS

PADA PENDERITA HIV DI RSUP H.ADAM MALIK MEDAN

TESIS

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Dan Persyaratan

Memperoleh Keahlian Dalam Bidang

Ilmu Kesehatan Kulit Dan Kelamin

OLEH

SRI YUSFINAH MASFAH HANUM

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

RSUP H.ADAM MALIK

MEDAN

2009

Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008

Page 2: hubungan kadar CD4

TESIS INI TELAH DIPERIKSA DAN DISETUJUI OLEH :

Pembimbing :

Dr.Lukmanul Hakim Nasution, SpKK (………………………)

Anggota :

Dr.Meidina Kusuma Wardani, SpKK (……………………….)

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

RSUP H. ADAM MALIK

MEDAN

2009

Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008

Page 3: hubungan kadar CD4

HUBUNGAN KADAR CD4 DENGAN INFEKSI JAMUR SUPERFISIALIS PADA PENDERITA HIV DI RSUP H.ADAM MALIK MEDAN

Sri Yusfinah Masfah Hanum,Lukmanul Hakim Nasution, Meidina K. Wardani

Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK USU / RSUP H.Adam Malik Medan

ABSTRAK

Latar belakang : Penyakit infeksi HIV/AIDS merupakan masalah

kesehatan terbesar di dunia dewasa ini, terdapat hampir di semua negara tanpa

kecuali Indonesia. Akhir-akhir ini frekuensi penyakit jamur pada penderita

imunokompromais termasuk penderita HIV/AIDS, meningkat tajam.

Tujuan : Mengetahui hubungan kadar CD4 dengan infeksi jamur

superfisialis pada penderita HIV/AIDS di RSUP H.Adam Malik Medan.

Metode : Penderita yang memenuhi kriteria penelitian dilakukan

anamnesis dan pemeriksaan dermatologis, selanjutnya dilakukan pemeriksaan

kadar CD4 dan pemeriksaan KOH dan kultur terhadap sediaan dari lesi kulit

penderita. Untuk melihat proporsi dan karakteristik penderita disajikan dalam

bentuk tabulasi dan dianalisa.Untuk melihat hubungan kadar CD4 dengan infeksi

jamur superfisialis digunakan uji Chi-Square dengan signifikansi sebesar p 0,05.

Hasil : Proporsi infeksi jamur superfisialis sebesar 50,7%, Secara klinis,

kandidiasis oral 41,1%, dan dermatofitosis 16,4% dengan rincian tinea korporis

4,1%, dan tinea kruris, tinea fasialis, onikomikosis masing-masing 2,7%,

sedangkan tinea pedis, tinea manus, tinea kapitis masing-masing 1,4%. Penyebab

terbanyak adalah spesies Candida (81,1%), dan 18,9% dermatofita. Dermatofita

yang tersering ditemukan Trichophyton rubrum, diikuti Trichophyton

Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008

Page 4: hubungan kadar CD4

mentagrophytes dan Trichophyton schoenleinii. Candida albicans merupakan

penyebab tersering kandidiasis, diikuti Candida tropicalis dan Candida

parapsilosis. Analisa statistik hubungan antara kadar CD4 dengan infeksi jamur

superfisialis menunjukkan hasil p<0,05.

Kesimpulan : Ada hubungan antara kadar CD4 dengan kejadian infeksi

jamur superfisialis pada penderita HIV/AIDS.

Kata kunci : Infeksi jamur superfisialis, penderita HIV, kadar CD4.

Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008

Page 5: hubungan kadar CD4

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT karena hanya atas

segala rahmat dan hidayahNya saya dapat menyelesaikan tesis ini yang

merupakan salah satu syarat untuk memperoleh keahlian dalam bidang Ilmu

Kesehatan Kulit dan Kelamin.

Pada kesempatan ini, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada semua

pihak yang telah membantu saya sehingga terlaksananya seluruh rangkaian

pendidikan spesialis yang saya jalani karena tanpa bimbingan dan dukungan dari

berbagai pihak maka saya tidak akan dapat memperoleh ilmu yang saya dapat saat

ini. Maka perkenankanlah saya menyampaikan terima kasih yang sebesar-

besarnya.

Kepada Prof. DR. Dr. Irma D. Roesyanto Mahadi, SpKK(K) sebagai

Kepala Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara / RSUP H.Adam Malik Medan, juga sebagai Guru

Besar di Departemen ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK USU, yang telah

memberikan bimbingan dan dorongannya selama saya mengikuti pendidikan ini.

Kepada Dr. Chairiyah Tanjung, SpKK sebagai Ketua Program Studi

Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK USU yang telah memberikan

bimbingan dan dorongan untuk menyelesaikan program pendidikan ini.

Kepada Dr. Lukmanul Hakim Nasution, SpKK sebagai pembimbing utama

tesis ini, saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas segala bimbingan,

Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008

Page 6: hubungan kadar CD4

bantuan, petunjuk dan dorongannya selama saya menyelesaikan tugas ini. Juga

kepada Dr. Meidina Kusuma Wardani, SpKK sebagai anggota pembimbing tesis

saya, saya ucapkan terima kasih atas segala bantuan dan bimbingannya selama

saya menjalani pendidikan ini.

Kepada para Guru Besar, Prof.DR.Dr.Marwali Harahap, SpKK(K),

Prof.Dr.Diana Nasution, SpKK(K), Prof.Dr.Mansur A. Nasution, SpKK(K),

(alm)Prof.DR.Dr.Namyo O. Hutapea, SpKK(K), dan (alm)Dr.Emil R. Darwis,

SpKK, serta seluruh Staf Pengajar di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan

Kelamin FK USU maupun Staf di RSUP H.Adam Malik Medan dan RSUD Dr.

Pirngadi Medan yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, saya ucapkan terima

kasih atas segala bantuan, bimbingan dan dorongannya selama saya mengikuti

pendidikan ini.

Kepada Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang

telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan

Dokter Spesialis di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK USU ini.

Kepada Direktur RSUP H.Adam Malik dan Direktur RSUD Dr. Pirngadi

serta direktur RS PTPN II Medan yang telah memberikan kesempatan dan

fasilitas sehingga saya bisa belajar dan bekerja di tempat saya menjalani

pendidikan ini.

Kepada Dr. Sofyan, DMM dan seluruh Staf Departemen Mikrobiologi FK

USU yang telah membimbing dan membantu saya selama melaksanakan

penelitian untuk tesis ini, serta Drs. H. Abdul Djalil Amra Arma, M.Kes yang

membimbing saya menyelesaikan masalah statistik pada tesis ini.

Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008

Page 7: hubungan kadar CD4

Kepada Dr. Kristo A. Nababan, SpKK yang telah memfasilitasi saya untuk

dapat mengadakan penelitian di Pusyansus AIDS RSUP H.Adam Malik. Kepada

Kepala Pusyansus dan seluruh Staf Pusyansus, serta Residen Ilmu Penyakit

Dalam yang bertugas di Pusyansus RSUP H. Adam Malik Medan yang telah

memberikan kesempatan dan bantuan kepada saya dalam menyelesaikan

penelitian ini.

Kepada semua ODHA (orang dengan HIV/AIDS) dan keluarganya yang

telah berpartisipasi dan memberikan kerja sama yang baik dalam penelitian ini.

Kepada seluruh rekan saya para peserta Program Pendidikan Dokter

Spesialis di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK USU, seluruh

para medis dan karyawan di RSUP H.Adam Malik dan RSUD Dr. Pirngadi

Medan, saya ucapkan terima kasih untuk segala bantuan, dukungan dan kerja

sama yang telah diberikan.

Terima kasih saya ucapkan untuk kedua orangtua saya, ayahanda M.Yusuf

Pardede dan ibunda Nafsiah dengan segala kasih sayangnya, yang telah

mendorong dan membantu saya untuk terus belajar dan memperoleh kesempatan

belajar untuk mencapai cita-cita yang setinggi-tingginya. Kepada suami saya,

Dr.Makrup Efendy Harahap, yang dengan sabar dan penuh pengertian

mendampingi dan mendorong saya selama mengikuti pendidikan ini. Kepada

anak-anakku tercinta, Rima Rahmi Putri Harahap, Wardah Zarfani Harahap dan

Mujiburrahman Adhayan Harahap, terima kasih atas pengertian dan doa kalian

selama mama mengikuti pendidikan, maafkan mama yang sering tidak dapat

selalu menemani kalian. Tak lupa terima kasih kepada ayah dan ibu mertua saya,

Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008

Page 8: hubungan kadar CD4

Pane Harahap dan Ibu Dalima Siregar, yang telah mendukung dan mendorong

saya untuk dapat berhasil menyelesaikan pendidikan ini. Terakhir saya ucapkan

terima kasih kepada seluruh keluarga besar saya atas segala bantuan, dorongan

dan doa yang diberikan kepada saya selama menjalani pendidikan ini.

Hanya doa yang dapat saya panjatkan agar Allah SWT yang Maha

Pengasih dan Maha Penyayang dapat membalas segala kebaikan, serta

memberikan rahmat, karunia dan hidayahNya kepada kita semua, Amiin.

Wabillahittaufiq wal hidayah, Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Medan, Maret 2009

Penulis

Dr. Sri Yusfinah Masfah Hanum

Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008

Page 9: hubungan kadar CD4

DAFTAR ISI

Halaman

Lembar persetujuan ……………………………………………………………. i

Abstrak ………………………………………………………………………… ii

Kata Pengantar ………………………………………………………………… iv

Daftar isi ……………………………………………………………………….viii

Daftar tabel ……………………………………………………………………. xi

Daftar gambar ………………………………………………………………… xii

Bab 1. PENDAHULUAN …………………………………………………… 1

1.1. Latar belakang …………………………………………………………. 1

1.2. Rumusan masalah ……………………………………………………… 3

1.3. Hipotesis ………………………………………………………………. 3

1.4. Tujuan penelitian ……………………………………………………… 3

1.5. Manfaat penelitian …………………………………………………….. 4

Bab 2. TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………… 5

2.1. Infeksi Jamur Superfisialis ………………………………………………... 5

2.1.1. Patogenesis infeksi jamur ….………………………………………. 5

2.1.2. Gambaran klinis ……………………………………………………. 8

2.1.3. Diagnosis dan prosedur diagnosis …………………………………. 11

2.1.4. Pengobatan ………………………………………………………… 13

2.2. Infeksi HIV dan AIDS …………………………………………………… 17

2.2.1. Defenisi ……………………………………………………………. 17

2.2.2. Patogenesis ………………………………………………………… 17

Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008

Page 10: hubungan kadar CD4

2.2.3. Diagnosis ………………………………………………………… 19

2.2.4. Strategi pengobatan ………………………………………………. 19

Bab 3. METODE PENELITIAN …………………………………………... 21

3.1. Rancangan penelitian ……………………………………………………. 21

3.2. Lokasi dan waktu penelitian …………………………………………….. 21

3.3.1. Lokasi penelitian ………………………………………………….. 21

3.3.2. Waktu penelitian …………………………………………………... 21

3.3. Populasi dan sampel ……………………………………………………… 21

3.3.1. Populasi ……………………………………………………………. 21

3.3.2.Sampel ……………………………………………………………… 22

3.3.3. Besar sampel ………………………………………………………. 22

3.3.4. Cara pemilihan sampel …………………………………………….. 22

3.4. Seleksi subyek penelitian …………………………………………………. 22

3.4.1. Kriteria inklusi ………………………………………………………22

3.4.2. Kriteria eksklusi ……………………………………………………. 22

3.5. Kerangka konsep penelitian ………………………………………………. 22

3.6. Variabel penelitian …………………………………………………………22

3.7. Cara kerja ………………………………………………………………….. 23

3.7.1. Bahan dan alat yang digunakan ……………………………………. 23

3.7.2. Cara ………………………………………………………………… 23

3.8. Kerangka operasional ……………………………………………………... 27

3.9. Defenisi operasional ………………………………………………………. 28

3.10. Metode analisa ………………………………………………………….. 29

Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008

Page 11: hubungan kadar CD4

3.11. Masalah etika …………………………………………………………….29

Bab 4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………………….... 30

4.1. Karakteristik individu …………………………………………………… 30

4.2. Karakteristik klinis dan laboratoris …………………………………….... 34

4.2.1. Kadar CD4 ………………………… ……………………………. 34

4.2.2. Lokasi dan efloresensi lesi infeksi jamur superfisialis …...………. 35

4.2.3. Penyebab infeksi jamur superfisialis ………………………………43

4.3. Proporsi infeksi jamur superfisialis ……………………………………… 45

4.4. Hubungan kadar CD4 dengan infeksi jamur superfisialis ……………….. 49

Bab 5. KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………….. 51

5.1. Kesimpulan ……………………………………………………………… 51

5.2. Saran …………………………………………………………………….. 52

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………….53

LAMPIRAN

1. Persetujuan Komite Etik Penelitian Bidang Kesehatan ………………57

2. Lembar penjelasan kepada subyek ……………………………………58

3. Lembar persetujuan setelah penjelasan ……………………………….61

4. Status subyek penelitian ………………………………………………62

5. Daftar riwayat hidup ………………………………………………….64

6. Data induk …………………………………………………………….65

Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008

Page 12: hubungan kadar CD4

DAFTAR TABEL

Nomor Judul tabel Halaman

4.1 Karakteristik penderita berdasarkan jenis kelamin 30

4.2 Karakteristik penderita berdasarkan umur 32

4.3 Karakteristik penderita berdasarkan tingkat pendidikan 33

4.4 Karakteristik penderita berdasarkan pekerjaan 34

4.5 Sebaran kadar CD4 subyek penelitian 34

4.6 Karakteristik efloresensi pada lesi infeksi jamur superfisialis 36

4.7 Spesies jamur penyebab infeksi jamur superfisialis 43

4.8 Proporsi infeksi jamur superfisialis 45

4.9 Proporsi kasus infeksi jamur superfisialis berdasarkan bentuk klinis

46

4.10 Distribusi jenis infeksi jamur superfisialis berdasarkan kadar CD4

48

4.11 Hubungan kadar CD4 dengan infeksi jamur superfisialis 49

Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008

Page 13: hubungan kadar CD4

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 4.1. Lokasi lesi infeksi jamur superfisialis ……………………… 35

Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008

Page 14: hubungan kadar CD4

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penyakit infeksi HIV/AIDS merupakan masalah kesehatan terbesar di

dunia dewasa ini, terdapat hampir di semua negara di dunia tanpa kecuali

Indonesia.1 UNAIDS, Badan PBB untuk Kesehatan Dunia Khusus AIDS,

memperkirakan perkembangan dan pertumbuhan penyakit tersebut sudah pada

tingkat yang sangat memprihatinkan. Tahun 2006 tercatat 39,5 juta orang hidup

dalam kungkungan HIV. Jumlah ini meningkat lebih dari 2,9 juta dibandingkan

dengan tahun 2004. Dari jumlah itu, korban yang terinfeksi menjadi 4,3 juta orang

atau meningkat sekitar 400.000 orang dibandingkan dengan tahun 2004.2

Di Indonesia, perkembangannya sudah mengkhawatirkan. Sejak kasus

pertama ditemukan tahun 1987 di Bali, pada Juni 2005 ditemukan 7.090 kasus.

Jumlah itu terus meningkat. September 2005 ditemukan 8.250 kasus. Hingga

akhir September 2007, ditemukan 10.384 kasus di 186 kabupaten/kota yang

tersebar di 32 provinsi.2 Di Sumatera Utara, hingga Juli 2007 diperkirakan jumlah

penderita HIV/AIDS mencapai 1.033 kasus,3 dan menurut Dinas Kesehatan

Sumut jumlah penderita HIV/AIDS hingga periode Mei 2008 sebanyak 1.238

kasus.4 Di RSUP H. Adam Malik Medan, jumlah penderita HIV/AIDS dari

periode Mei 2007 sampai Mei 2008 ditemukan 232 kasus baru, dan hingga

Februari 2009 tercatat sekitar 1.296 kasus.5

Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008

Page 15: hubungan kadar CD4

AIDS dapat mengalami infeksi oportunistik.6 Infeksi oportunistik adalah

infeksi akibat adanya kesempatan untuk muncul pada kondisi-kondisi tertentu

yang memungkinkan, yang bisa disebabkan oleh organisme non patogen. Secara

klinis digunakan hitung jumlah limfosit CD4 sebagai petanda munculnya infeksi

oportunistik ini pada penderita HIV/AIDS.7 Penurunan CD4 disebabkan oleh

kematian CD4 yang dipengaruhi oleh HIV. Pada masa asimtomatik terjadi

penurunan CD4 secara lambat dan penurunannya semakin tajam pada stadium

infeksi HIV yang lanjut.8 Infeksi-infeksi oportunistik umumnya terjadi bila jumlah

CD4 < 200/ml atau dengan kadar lebih rendah.7

Menurut data Ditjen PP & PL hingga September 2005, kandidiasis

merupakan infeksi oportunistik pada ODHA, yakni 31,29%. Kemudian secara

berurutan, yaitu tuberkulosis (6,14%), koksidioidomikosis (4,09%), pneumonia

(4,04%), herpes zoster (1,27%), herpes simpleks (0,65%), toksoplasmosis (0,43%)

dan CMV (0,17%). Namun secara umum, jenis dan penyebab infeksi dapat

berbeda di tiap daerah dikarenakan adanya perbedaan pola mikroba patogen.7

Akhir-akhir ini frekuensi penyakit jamur atau mikosis pada penderita

imunokompromais meningkat tajam. Penyakit infeksi jamur superfisialis dapat

ditemukan pada individu imunokompeten maupun imunokompromais seperti

penderita terinfeksi HIV. Mikosis superfisialis yang terdapat pada pengidap

HIV/AIDS Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK UI-RSCM

umumnya kandidiasis oral (52,9%) dan kuku (0,6%). Penyakit lainnya adalah

dermatofitosis kruris atau korporis (3,8%) dan kuku (1,3%) serta malasseziosis

yang disebabkan pitiriasis versikolor (4,5%).2

Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008

Page 16: hubungan kadar CD4

Menurut Bramono K. studi terbaru terhadap 169 penderita yang terinfeksi

HIV, menunjukkan 157 kejadian penyakit karena jamur. Kandidiasis adalah

infeksi paling sering ditemui, mengenai 83 penderita atau 54,7% diikuti dengan

malasseziosis sebanyak 40,1% dan dermatofitosis sebesar 5%.9

Penelitian tentang mikosis superfisialis pada penderita HIV positif di

Yaonde, Kamerun mendapatkan prevalensi yang terbanyak kandidosis oral (77%)

diikuti tinea korporis (21%), tinea versikolor (15%), tinea pedis (13%) dan tinea

unguium (12%).10

Data infeksi jamur superfisialis pada penderita HIV di Medan, khususnya

RSUP H.Adam Malik sampai saat ini belum ada, maka saya ingin meneliti

tentang ini.

1.2. Rumusan Masalah

Adakah hubungan kadar CD4 dengan infeksi jamur superfisialis pada

penderita HIV?

1.3. Hipotesis

Ada hubungan antara kadar CD4 dengan infeksi jamur superfisialis pada

penderita HIV.

1.4. Tujuan Penelitian

a. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan kadar CD4 dengan infeksi jamur superfisialis

pada penderita HIV di RSUP H.Adam Malik.

Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008

Page 17: hubungan kadar CD4

b. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui kadar CD4 penderita HIV yang mengalami infeksi

jamur superfisialis

b. Untuk mengetahui karakteristik infeksi jamur superfisialis pada

penderita HIV di RSUP H.Adam Malik

c. Untuk mengetahui spesies jamur penyebab infeksi jamur superfisialis

pada penderita HIV di RSUP H.Adam Malik

1.5. Manfaat Penelitian

a. Dengan mengetahui hubungan kadar CD4 dengan infeksi jamur

superfisialis maka dapat dilakukan upaya untuk mencegah terjadinya

infeksi jamur akibat menurunnya kadar CD4 pada penderita HIV

b. Sebagai data dasar untuk penelitian selanjutnya

Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008

Page 18: hubungan kadar CD4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Infeksi Jamur Superfisialis (Dermatomikosis Superfisialis)

Infeksi jamur pada manusia dapat terjadi secara superfisial, subkutan, atau

sistemik. Penyakit jamur pada penderita imunokompromais dapat digolongkan

menjadi infeksi jamur superfisialis dan infeksi jamur invasif. Infeksi jamur

superfisialis yang sering dijumpai adalah dermatofitosis, malasseziosis dan

kandidiasis superfisial.11

2.1.1. Patogenesis Infeksi Jamur

Pada waktu menginvasi pejamu, jamur harus mempunyai kemampuan

melekat pada kulit dan mukosa, serta menembus jaringan pejamu. Selanjutnya

jamur harus mampu bertahan di dalam lingkungan dan dapat menyesuaikan diri

dengan suhu serta biokimia pejamu untuk dapat berkembang biak dan

menimbulkan reaksi jaringan atau radang.12-14 Kemampuan jamur untuk

menyesuaikan diri di dalam lingkungan pejamu, dan kemampuan mengatasi

pertahanan seluler, merupakan dua mekanisme terpenting dalam patogenesis

penyakit jamur.14

a. Mekanisme imun nonspesifik

Mekanisme imun nonspesifik merupakan pertahanan lini pertama

terhadap infeksi jamur.14,15 Respon radang merupakan mekanisme pertahanan

nonspesifik terpenting yang dirangsang oleh penetrasi elemen jamur. Terdapat

dua unsur reaksi radang, yaitu produksi sejumlah komponen kimia yang larut dan

Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008

Page 19: hubungan kadar CD4

bersifat toksik terhadap invasi organisme, antara lain lisozim, sitokin, interferon,

komplemen, dan protein fase akut. Unsur kedua merupakan elemen seluler,

seperti netrofil dan makrofag, basofil, sel mas, eosinofil, trombosit dan sel

natural killer.14

Respon seluler pada peradangan dimulai oleh lekosit PMN. Terjadinya

kemotaksis dirangsang oleh faktor yang dikeluarkan oleh jaringan yang rusak.

Fungsi utama netrofil ialah fagositosis. Komplemen bekerja sebagai opsonin. Jika

komplemen C3 disajikan pada permukaan sel mikroba dengan melekatkan pada

reseptor C3 netrofil, akan memudahkan terjadinya fagositosis. Setelah fagositosis,

metabolisme oksidatif dibentuk oleh netrofil, yang penting dalam mekanisme

fungisida.14

Makrofag mencerna dan memproses antigen sebelum disajikan pada

limfosit. Sel granulosit yang lain juga penting dalam pembentukan dan pengaturan

respon radang. Degranulasi sel mas dan basofil mengakibatkan keluarnya bahan-

bahan aktif seperti kemotaktor dan enzim yang penting dalam pembentukan dan

pengaturan respon radang.14,16

Sistem komplemen mempunyai peranan pengaturan yang kompleks dalam

respon radang, dan dapat diaktifkan melalui jalur klasik dan alternatif. Pada jalur

alternatif, membran sel jamur dan endotoksin mengaktivasi komplemen sebagai

bagian dari respon imun nonspesifik. Pada jalur klasik, terjadi ikatan antara

antibodi dengan permukaan antigen sel mikroba yang memulai sistem komplemen

sebagai bagian dari respon imun spesifik. Faktor-faktor ini menyebabkan

terjadinya konversi dari komplemen C3 menjadi C3b, dan mulai terjadi lisis.14,16

Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008

Page 20: hubungan kadar CD4

b. Mekanisme imun spesifik

Limfosit T dan limfosit B merupakan sel yang berperan penting pada

pertahanan spesifik.16 Imunitas seluler sangat penting pada infeksi jamur. Bila

suatu antigen menginvasi pejamu pertama kali, sejumlah limfosit akan

mengikatnya. Kontak ini kemudian mengawali terjadinya pembagian limfosit,

membentuk populasi sel-sel yang besar dengan tempat berikatan spesifik dan

sama. Limfosit B mengikat antigen permukaan sel di beberapa tempat berlainan,

dan membedakannya dalam sel plasma pembentuk antibodi. Antibodi dan limfosit

B tampaknya tidak berperan penting dalam mengatasi invasi jamur.14

Limfosit T beredar secara tetap. Bila terjadi kontak dengan antigen jamur

patogen, akan merangsang terjadinya diferensiasi dan proliferasi sel membentuk

populasi sel T yang spesifik. Sel ini terdiri atas sel efektor dan sel memori. Sel

memori tinggal dalam sirkulasi untuk beberapa tahun dan akan mencetuskan

respon yang cepat apabila terjadi paparan dengan antigen.14

Sel T-helper (Th) berfungsi sebagai provisi berbagai faktor yang

diperlukan untuk maturasi sel B dan memproduksi antibodi. Terjadinya infeksi

dermatofit kronis berkaitan dengan respon limfosit T yang buruk terhadap antigen

jamur spesifik. Dan hal ini juga berkaitan dengan terjadinya respon klinis yang

buruk.14

Sistem imun pejamu merupakan faktor penting bagi terjadinya infeksi

jamur pada manusia. Penderita imunokompromais, seperti penderita terinfeksi

HIV, mempunyai resiko yang lebih tinggi terhadap infeksi yang berasal dari tubuh

sendiri maupun yang nosokomial dibanding dengan yang tidak

Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008

Page 21: hubungan kadar CD4

imunokompromais. Pada penderita HIV, terjadi penurunan sel T CD4 disebabkan

oleh kematian yang dipengaruhi oleh HIV. Setelah infeksi akut, terjadi masa

asimtomatik dimana penurunan CD4 secara lambat dan penurunan CD4 semakin

tajam pada stadium lanjut. Menurut sebagian peneliti, infeksi jamur dapat timbul

sejalan dengan menurunnya jumlah CD4.17

Acquired immunodeficiency syndrome ditandai oleh menurunnya imunitas

seluler yang berat yang mempermudah terjadinya infeksi oportunistik.18

2.1.2. Gambaran Klinis

Menurut penelitian di Yaonde, Kamerun, mikosis superfisialis pada

penderita HIV yang terbanyak adalah kandidiasis oral, tinea korporis, tinea

versikolor, tinea pedis dan tinea unguium.10 Mikosis superfisialis yang merupakan

infeksi oportunistik adalah kandidiasis oral dan tinea versikolor, di mana

penyebabnya merupakan flora normal yang terdapat pada mukosa dan kulit.9,13

a. Kandidiasis Oral (oral trush)

Pada selaput lendir mulut tampak bercak-bercak putih kekuningan yang

timbul dari dasar selaput lendir yang merah yang disebut pseudomembran.

Pseudomembran ini dapat meluas sampai menutupi lidah dan palatum mole. Lesi-

lesi ini dapat terlepas dari selaput lendir sehingga dasarnya tampak merah dan

mudah berdarah.19 Penderita mengeluh sakit, terutama waktu tersentuh makanan.

Kandidiasis oral merupakan manifestasi yang paling umum, dini dan

sering tanda permulaan dari infeksi HIV. Limfosit CD4 kurang dari 200 sel/µL

merupakan faktor resiko terjadinya kandidiasis oral, sedang bila kurang dari 100

Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008

Page 22: hubungan kadar CD4

sel/µL akan timbul juga kandidiasis kuku.20 Tampak seperti oral trush khas yang

berhubungan dengan hairy leucoplakia atau mengenai esophagus. Tiga bentuk

tersering kandidiasis oral yang berhubungan dengan infeksi HIV adalah

kandidiasis pseudomembran akut, kandidiasis atrofi akut dan kheilosis kandida

(perleche)19,21

b. Tinea Korporis

Bentuk yang klasik dimulai dengan lesi bulat atau lonjong dengan tepi

yang aktif. Dengan perkembangan ke arah luar, bercak-bercak bisa melebar dan

akhirnya memberi gambaran yang polisklis, arsiner atau sirsiner. Pada bagian tepi

tampak aktif dengan tanda-tanda eritema, papul-papul dan vesikel, sedangkan

bagian tengah lesi lebih tenang. Bila menahun, tanda-tanda aktif menghilang,

hanya meninggalkan daerah hipergigmentasi. Predileksi biasanya di wajah,

anggota gerak atas, dada, punggung dan anggota gerak bawah.20,22

c. Pitriasis Versikolor/Tinea Versikolor

Lesi tampak sebagai bercak hipopigmentasi, tetapi pada yang berkulit

pucat lesi bisa berwarna kecoklatan atau kemerahan. Lesi bisa sedikit berskuama.

Bentuk lesi tidak teratur dapat berbatas tegas sampai difus dan ukuran lesi dapat

miliar, lentikular, numular sampai plakat. Ada 2 bentuk yang sering ditemukan

yaitu bentuk makular dan bentuk folikular. Biasanya tanpa gejala iritasi.23

d. Tinea Pedis

Keluhan subjektif bervariasi mulai dari tanpa keluhan sampai dengan rasa

gatal yang hebat dan nyeri bila ada infeksi sekunder. Ada 3 bentuk tinea pedis,

yaitu :

Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008

Page 23: hubungan kadar CD4

1) Bentuk intertiginosa

Bentuk maserasi, skuamasi serta erosi di celah-celah jari terutama jari IV

dan V. Bila menahun dapat terjadi fisura yang nyeri.22,24 Bila terjadi

infeksi dapat menimbulkan selulitis atau erisipelas disertai gejala umum.

2) Bentuk hiperkeratosis

Terjadi penebalan kulit disertai sisik, terutama pada telapak kaki, tepi kaki

dan punggung kaki. Bila hiperkeratosis hebat dapat terjadi fisura yang

dalam pada bagian lateral telapak kaki. Keadaan ini disebut moccasin

foot.23,24

3) Bentuk vesikular subakut

Tampak vesikel dan bula yang terletak agak dalam di bawah kulit, disertai

perasaan gatal yang hebat. Bila vesikel memecah akan meninggalkan

skuama melingkar yang disebut koloret. Kelainan yang timbul dimulai

pada daerah sekitar jari, kemudian meluas ke punggung kaki atau telapak

kaki.23,24

e. Tinea unguium

Ada 4 tipe yaitu :22

1) Onikomikosis subungual distal (OSD)

Ditandai hiperkeratosis subungual dan onikolisis, selain warna kuku

kekuningan.

2) Onikomikosis subungual proksimal (OSP)

Kelainan berupa hiperkeratosis dan onikolisis proksimal, serta destruksi

lempeng kuku proksimal.

Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008

Page 24: hubungan kadar CD4

3) Onikomikosis superfisial putih (OSPT)

Ditandai bercak-bercak putih keruh berbatas tegas yang dapat

berkonfluensi. Kuku menjadi kasar, lunak dan rapuh.

4) Onikomikosis distrofik total (ODT)

Kuku menebal dan distrofik

2.1.3. Diagnosis dan Prosedur Diagnosis

Dalam membangun diagnosis dermatomikosis superfisialis, selain temuan

efloresensi kulit, diperlukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan dengan

larutan KOH dan pemeriksaan kultur.

a. Pemeriksaan Elemen Jamur25-27

1) Pemeriksaan dengan larutan KOH

Bahan pemeriksaan yang didapat, dipindahkan ke gelas objek, lalu ditetesi

dengan larutan KOH 10%-30%. Tutup dengan gelas penutup, tekan perlahan

untuk menghilangkan gelembung udara. Kemudian dipanaskan tetapi jangan

sampai mendidih. Sediaan diperiksa dengan mikroskop, mulai dengan pembesaran

rendah. Bila elemen jamur sudah terlihat, pembesaran dapat dinaikkan agar

pemeriksaan lebih detil.

2) Pemeriksaan dengan larutan KOH + Tinta Parker

Bahan pemeriksaan yang didapat, dipindahkan ke gelas objek, lalu ditetesi

larutan KOH dan tinta Parker biru hitam dengan perbandingan tertentu. Tutup

dengan gelas penutup, kemudian dipanaskan tetapi jangan sampai mendidih.

Sediaan diperiksa dengan mikroskop, mulai dengan pembesaran rendah. Bila

Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008

Page 25: hubungan kadar CD4

elemen jamur sudah terlihat, pembesaran dapat dinaikkan agar pemeriksaan lebih

detil.

3) Pemeriksaan dengan larutan Lactophenol Cotton Blue

Teknik pemeriksaan sama dengan pemeriksaan dengan larutan KOH

4) Pemeriksaan dengan pewarnaan Gram

Diperlukan larutan karbol-gentianviolet, larutan jodium, alkohol 95% dan

larutan safranin. Bahan pemeriksaan yang didapat diletakkan pada gelas objek,

lalu direkatkan dengan api, dan biarkan dingin terlebih dahulu. Pulas dengan

larutan karbol-gentianviolet selama 60 detik, lalu cuci dengan air suling.

Kemudian pulas dengan larutan jodium selama 30 detik dan cuci dengan aquadest.

Tambahkan alkohol 95% hingga tidak ada warna violet yang dilepaskan oleh

sediaan, kemudian cuci dengan air suling. Pulas dengan larutan safranin selama

10 detik, kemudian cuci dengan aquadest dan biarkan kering di udara. Periksa

sediaan dengan menggunakan mikroskop dengan pembesaran rendah objektif

(10x), dikurangi sinar yang masuk agar terlihat lebih kontras. Bila elemen jamur

sudah terlihat, pembesaran dapat dinaikkan 20-40x.

5) Interprestasi hasil

Elemen jamur dermatofit : terlihat hifa dan spora

Kandida : terlihat sel yeast, dengan atau tanpa pseudohifa

Malassezia furfur : terlihat spora berkelompok

b. Pemeriksaan Kultur25-27

Ada 3 media biakan yang digunakan secara luas, yaitu:

Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008

Page 26: hubungan kadar CD4

1) Agar Sabouraud

Agar Sabouraud disebut sebagai media universal karena dapat digunakan

untuk mengisolasi semua jenis jamur.

2) Modifikasi Agar Sabouraud

Media yang mengandung kloramfenikol dan sikloheksimid, merupakan

media selektif untuk mengisolasi dermatofit karena dapat mencegah

pertumbuhan kontaminan seperti bakteri dan jamur lainnya. Sedangkan

modifikasi yang tidak mengandung sikloheksimid merupakan media

selektif untuk mengisolasi kandida karena beberapa jenis kandida sensitif

terhadap zat tertentu.

3) Media DTM (Dermatophyte Test Medium)

Media ini mengandung merah fenol yang merubah warna medium dari

warna kuning menjadi merah karena adanya metabolit alkalin oleh koloni

dermatofit.

c. Tes fermentasi dan utilisasi

Dilakukan untuk menentukan spesies kandida. Digunakan gula-gula yang

mengandung indikator warna : glukosa, maltosa, sukrosa dan laktosa. Fermentasi

positif dapat disertai/tanpa pembentukan gas. Pada tes utilisasi digunakan glukosa,

maltose, sukrosa, laktosa, galaktosa, etanol dan arbutin.

2.1.4. Pengobatan Dermatomikosis Superfisialis

a. Obat Antijamur Topikal

Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat topikal terbagi atas :

Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008

Page 27: hubungan kadar CD4

1) Bahan kimia antiseptik : mempunyai sifat antibakteri dan antijamur ringan

serta bersifat mengeringkan, misalnya gentian violet 1%, castellani

paint.28

2) Bahan keratolitik : bahan yang meningkatkan eksfoliasi stratum korneum,

misalnya salap Whittfield, asam undesilinat krim dan bedak 3%

3) Golongan polyene, yaitu nistatin, efektif untuk pengobatan topikal

kandidiasis.

4) Golongan azol : mekanisme kerja obat dengan cara menghambat enzim 14

α demetilase pada pembentukan ergosterol membran sel jamur.29

5) Golongan alilamin : menghambat enzim epoksidase skualen pada proses

pembentukan ergosterol membran sel jamur, misalnya naftifin, butenafin,

terbinafin.30

6) Lain-lain : merupakan anti jamur spektrum luas, antara lain : tolnaftat,

efektif untuk dermatofitosis dan tinea versikolor. Siklopiroksolamin,

mempunyai efek antiinflamasi, bekerja dengan menghambat respirasi

jamur dan merusak dinding sel jamur, vioform 3%, selenium sulfida

2,5%.28

b. Obat Anti Jamur Sistemik

1) Griseofulvin

Bersifat fungistatis, bekerja pada inti sel jamur, menghambat mitosis dan

tampak konfigurasi metafase abnormal.28

2) Golongan alilamin (Terbinafin)

Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008

Page 28: hubungan kadar CD4

Bersifat fungsidal, bekerja pada membran sel jamur dengan cara

menghambat sintesis ergosterol melalui enzim epoksidase skualen,

menyebabkan peningkatan skualen yang bersifat toksik bagi sel jamur.21

3) Golongan Azol

Golongan imidazol (Ketokonazol) :

Merupakan obat anti jamur sistemik spektrum luas, bersifat fungistatik,

bekerja menggangu biosintesis ergosterol, sterol utama yang berfungsi

mempertahankan integritas membran sel jamur, dengan menginhibisi

enzim sitokrom P450 14-α demetilase lanosterol, enzim esensial dalam

sintesis ergoterol membran sel jamur.29

Golongan triazol :

Menghambat enzim 14-α demetilase, suatu enzim sitokrom P-450 yang

terlibat dalam sintesis ergosterol, sterol utama membran sel jamur.29

Golongan triazol generasi pertama, yaitu flukonazol dan itrakonazol.

Golongan triazol generasi kedua, yaitu posakonazol, ravukonazol dan

vorikonazol. Pasokonazol memiliki struktur yang mirip dengan

itrakonazol, yang mengalami defosforilasi menjadi ester intermediet dan

selanjutnya dihidrolisa menjadi posakonazol. Vorikonazol merupakan

sintetik triazol yang berasal dari flukonazol. Ravukonazol memiliki

struktur yang mirip dengan flukonazol.29

4) Golongan inhibitor sintesis glukan : analog ekinokandin

Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008

Page 29: hubungan kadar CD4

Golongan ini menghambat enzim glucan synthase, yang berperan dalam

sintesis 1,3-β-glucan, suatu polisakarida dalam dinding sel berbagai jamur

patogen. Serabut glukan, bersama kitin bertanggung jawab bagi kekuatan

dan bentuk dinding sel jamur, yang penting dalam memelihara integritas

osmotik dinding sel dan berperan dalam pertumbuhan dan pembelahan

sel.31 Obat golongan ini yaitu caspofungin, anidulafungin dan micafungin.

c. Interaksi obat antijamur sistemik dan antiretroviral

Obat antijamur sistemik yang dapat berinteraksi dengan antiretroviral yaitu

1) Golongan azol : 29

Absorbsi ketokonazol dan itrakonazol akan berkurang bila bersamaan

dengan didanosin.

Konsentrasi plasma itrakonazol akan berkurang bila bersamaan dengan

nevirapin.

Konsentrasi plasma ritonavir, saquinavir akan meningkat bila bersamaan

dengan ketokonazol, sedangkan efek interaksinya dengan indinavir dan

nelfinavir masih belum jelas.

Konsentrasi plasma zidovudin meningkat bila bersamaan flukonazol

Konsentrasi plasma ritonavir, saquinavir meningkat bila bersamaan

dengan itrakonazol.

Konsentrasi plasma NNRTI meningkat bila bersamaan dengan

vorikonazol

Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008

Page 30: hubungan kadar CD4

Konsentrasi plasma ritonavir meningkat bila bersamaan dengan

posakonazol.

2) Golongan inhibitor sintesis glukan :

Konsentrasi caspofungin menurun bila bersamaan dengan efavirenz,

nelfinavir, nevirapin.31

2.2. Infeksi HIV dan AIDS

2.2.1. Defenisi

Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) adalah sindrom dengan

gejala penyakit infeksi atau kanker tertentu akibat menurunnya sistem kekebalan

tubuh akibat infeksi HIV (Human immunodeficiency virus), suatu retrovirus.32

2.2.2. Patogenesis

Virus masuk ke dalam tubuh manusia terutama melalui perantara darah,

semen dan sekret vagina. HIV tergolong retrovirus yang mempunyai materi

genetik RNA. Bila virus masuk ke dalam tubuh penderita, maka RNA virus

diubah menjadi DNA oleh enzim reverse transcryptase yang dimiliki oleh HIV.

DNA pro-virus tersebut kemudian diintegrasikan ke dalam sel pejamu dan

selanjutnya diprogramkan untuk membentuk gen virus.32

HIV cenderung menyerang jenis sel tertentu, yaitu sel-sel yang

mempunyai antigen permukaan CD4, terutama limfosit T CD4 yang memegang

peranan penting dalam mengatur dan mempertahankan sistem kekebalan tubuh.

Selain limfosit T CD4, virus juga dapat menginfeksi sel monosit dan makrofag,

sel Langerhans pada kulit, sel dendrit folikuler pada kelenjar limfe, makrofag

Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008

Page 31: hubungan kadar CD4

pada alveoli paru, sel retina, sel serviks uteri dan sel-sel mikroglia otak. Virus

yang masuk ke dalam limfosit T CD4 selanjutnya mengadakan replikasi sehingga

menjadi banyak dan akhirnya menghancurkan sel limfosit itu sendiri.32

HIV juga mempunyai sejumlah gen yang dapat mengatur replikasi

maupun pertumbuhan virus baru. Salah satu gen tersebut ialah tat yang dapat

mempercepat replikasi virus sedemikian hebat sehingga terjadi penghancuran

limfosit T CD4 secara besar-besaran yang akhirnya menyebabkan sistem

kekebalan tubuh menjadi lumpuh. Kelumpuhan sistem kekebalan tubuh ini

mengakibatkan timbulnya berbagai infeksi oportunistik dan keganasan yang

merupakan gejala-gejala klinis AIDS.32

Infeksi HIV memberikan gambaran klinis yang tidak spesifik dengan

spektrum luas, mulai dari infeksi tanpa gejala pada infeksi primer HIV hingga

gejala berat pada stadium yang lebih lanjut. Karena gejala infeksi tidak spesifik

dan pengidap HIV biasanya tampak sehat untuk beberapa waktu sebelum timbul

gejala klinis, maka pemeriksaan laboratorium lebih berperan untuk menegakkan

diagnosis infeksi.33 Sejalan dengan meningkatnya stadium klinis infeksi

HIV/AIDS serta penurunan kadar CD4, mulai terjadi berbagai infeksi oportunistik

yang merupakan penyebab kematian pada 80% ODHA1.

Limfosit T CD4 merupakan target utama HIV, karena afinitas virus

tersebut terhadap penanda permukaan CD4. limfosit T CD4 berperan pada

beberapa fungsi imunologik penting dan hilangnya fungsi limfosit tersebut

menyebabkan penurunan respon imun secara progresif. Banyak peneliti yang

menemukan hubungan erat antara munculnya infeksi oportunistik dengan jumlah

Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008

Page 32: hubungan kadar CD4

atau persentase limfosit T CD4. Menurunnya jumlah CD4 akan meningkatkan

resiko dan keparahan infeksi oportunistik.1

2.2.3. Diagnosis

Diagnosis dini ditegakkan melalui pemeriksaan laboratorium dengan

petunjuk dari gejala-gejala klinis atau dari adanya perilaku resiko tinggi individu

tertentu.

Untuk diagnosis HIV, yang lazim dipakai :32

a. ELISA : sensitifitas tinggi, 98,1%-100%. Biasanya memberikan hasil positif

2-3 bulan setelah infeksi. Tes ELISA telah menggunakan recombinant

antigen, yang sangat spesifik terhadap envelope dan core.

b. Western blot : spesifisitas tinggi 99,6%-100%. Namun pemeriksaannya cukup

sulit, mahal membutuhkan waktu sekitar 24 jam.

c. PCR (Polymerase Chain Reaction).

2.2.4. Strategi Pengobatan

Dengan semakin banyaknya ODHA yang memerlukan antiretroviral

(ARV), maka strategi penanggulangan HIV/AIDS dilaksanakan dengan upaya

perawatan, dukungan serta pengobatan. Terapi antiretoviral diberikan dalam

bentuk kombinasi 3 macam obat ARV. Obat ARV yang dianjurkan adalah salah

satu dari kombinasi 3 macam obat sebagai berikut :

1. Zidovudin (AZT), lamivudin (3TC), nevirapin

2. Stavudin (d4T), 3TC, nevirapin

3. AZT, 3TC, efavirenz

4. d4T, 3TC, efavirenz, atau

Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008

Page 33: hubungan kadar CD4

5. AZT, 3TC, nelfinavir

Terapi ARV pada ODHA dewasa dimulai saat infeksi HIV telah

ditegakkan secara laboratoris disertai salah satu kondisi di bawah ini :34,35

- Secara klinis sebagai penyakit tahap lanjut infeksi HIV, yaitu : infeksi HIV

stadium IV (kriteria WHO disebut AIDS klinis) tanpa memandang

jumlah CD4 atau infeksi HIV stadium III dengan jumlah CD4 < 350/mm3

- Infeksi HIV stadium I atau II dengan jumlah CD4 < 200/mm3

Terapi ARV pada anak berusia < 18 tahun dengan HIV dimulai pada

keadaan :34,35

- Terbukti secara virologis terinfeksi HIV, yaitu penyakit HIV stadium

pediatrik III (menurut WHO disebut AIDS klinis) tanpa memandang CD4;

atau stadium pediatrik II dengan CD4 < 20% atau stadim pediatrik I

dengan CD4 < 20% (asimtomatik).

- Bila tak tersedia sarana pemeriksaan virologis, yaitu penyakit HIV stadium

pediatrik II atau III dan CD 4 < 20%.

Terapi ARV pada bayi berusia > 18 bulan dimulai pada keadaan :34,35

Penyakit HIV stadium pediatrik III (menurut WHO disebut AIDS klinis)

tanpa memandang CD4 ; atau stadium pediatrik II dan stadium pediatrik I

dengan CD 4< 15%.

Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008

Page 34: hubungan kadar CD4

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Rancangan Penelitian

Desain penelitian adalah bersifat deskriptif analitik dengan pendekatan

potong lintang.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1. Lokasi Penelitian

a. Penelitian dilakukan di Poliklinik Pusyansus AIDS RSUP

H.Adam Malik untuk anamnesis, pemeriksaan klinis dan

pengambilan kerokan kulit, kerokan kuku, rambut dan swab dari

mukosa.

b. Laboratorium Instalasi Mikrobiologi Klinik RSUP H.Adam

Malik/Laboratorium Mikrobiologi FK USU untuk pemeriksaan

sediaan langsung dengan KOH dan pemeriksaan kultur.

c. Laboratorium Patologi Klinik RSUP H.Adam Malik untuk

pemeriksaan kadar CD4.

3.2.2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian dimulai pada bulan Mei 2008 sampai bulan Maret 2009.

3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi

Populasi penelitian adalah semua penderita HIV yang berkunjung ke

Pusyansus AIDS RSUP H.Adam Malik.

Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008

Page 35: hubungan kadar CD4

3.3.2. Sampel

Sampel penelitian adalah semua penderita HIV yang memenuhi kriteria

inklusi dan eksklusi yang berkunjung ke Pusyansus AIDS RSUP HAM.

3.3.3. Besar Sampel

Besar sampel sama dengan sampel penelitian yaitu semua penderita HIV

yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang berkunjung ke

Pusyansus AIDS RSUP HAM yang diamati selama periode penelitian.

3.3.4. Cara Pemilihan Sampel

Pemilihan sampel dilakukan secara consecutive sampling, setiap penderita

yang memenuhi kriteria penelitian dimasukkan dalam penelitian selama

periode penelitian.

3.4. Seleksi Subyek Penelitian

3.4.1. Kriteria inklusi

a. Semua penderita HIV

b. Bersedia mengikuti penelitian

3.4.2. Kriteria eksklusi

Menggunakan obat antiretroviral

3.5. Kerangka Konsep Penelitian

Kadar CD4 Dermatomikosis Superfisialis Penderita HIV

3.6. Variabel Penelitian

Variabel bebas : penderita HIV

Variabel terikat : dermatomikosis superfisialis

Variabel kendali : tehnik pemeriksaan KOH, kultur dan CD4

Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008

Page 36: hubungan kadar CD4

Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008

3.7. Cara Kerja

3.7.1. Bahan dan Alat Yang Digunakan

1. Formulir isian

2. Sarung tangan

3. Masker

4. Amplop

5. Skalpel, gunting, pinset

6. Kapas

7. Kaca objek dan kaca

penutup

8. Transport swab

9. Larutan KOH 10%-30%

10. Larutan alkohol 70%

11. Larutan pewarna Gram

12. Larutan pewarna

Lactophenol Cotton Blue

13. Ose dan lampu bunsen

14. Cawan petri

15. Medium Sabouraud agar

16. Medium Potato Dekstrose

agar

17. Medium Cornmeal agar

18. Tinta Parker biru hitam

19. Mikroskop

20. Alat potret

21. Inkubator

22. Tabung reaksi

23. Syringe 1 ml

24. EDTA

25. Reagensia “tritest” CD4

26. Lysing solution

27. Rotator

28. Mikropipet

29. Alat pembaca CD4 :

FACS calibur

3.7.2. Cara

1. Subyek penelitian diseleksi sesuai kriteria inklusi dan kriteria eksklusi

2. Pengisian persetujuan ikut dalam penelitian

3. Pencatatan data dasar

Page 37: hubungan kadar CD4

Pencatatan meliputi identitas pasien, anamnesis, pemeriksaan fisik, hasil

pemeriksaan CD4, hasil pemeriksaan KOH dari kerokan lesi, serta hasil

pemeriksaan kultur dan diagnosis kelainan kulit sesuai status subyek penelitian

terlampir, yang mencakup :

a. Anamnesis

Anamnesis dicatat dalam status subyek penelitian, pertanyaan yang

diajukan dalam bentuk kuesioner meliputi identitas dan karakteristik

demografik yaitu nama (inisial), jenis kelamin, umur, alamat, tingkat

pendidikan dan pekerjaan. Melalui anamnesis juga ditanyakan apakah ada

keluhan kelainan kulit atau mukosa serta lama dan lokasi kelainan kulit

tersebut.

b. Pemeriksaan dermatologis

Pemeriksaan dermatologis dikhususkan untuk mencari tanda-tanda infeksi

jamur superfisialis pada kulit atau mukosa. Dicatat lokasi, efloresensi, dan

pemeriksaan penunjang yang ditemukan.

4. Pengambilan spesimen pemeriksaan KOH dan kultur

Lesi pada kulit, kuku, skalp didesinfeksi dengan kapas alkohol 70%,

tunggu kering. Bagian tepi lesi kulit yang aktif dikerok dengan skalpel

tumpul steril. Bila lesi pada kuku, maka bagian kuku yang ada lesi dan

kulit sekitarnya dikerok, atau kuku dipotong. Sedangkan bila lesi pada

kepala, spesimen pemeriksaan berupa rambut atau sisa rambut dipilih yang

kusam, disertai bahan kerokan dari kulit sekitarnya. Kemudian spesimen

dikumpulkan dan diletakkan dalam amplop putih.

Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008

Page 38: hubungan kadar CD4

Bila lesi di mukosa, pengambilan spesimen dengan cara pulasan (swab)

menggunakan kapas lidi steril yang kemudian dimasukkan dalam wadah

transport swab yang telah diisi larutan NaCl 0,9%. Spesimen ini kemudian

segera dibawa ke laboratorium Instalasi Mikrobiologi Klinik RSUP

HAM/Laboratorium Mikrobiologi FK USU untuk pemeriksaan sediaan

langsung dengan KOH dan pemeriksaan kultur.

5. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan elemen jamur (KOH) dan pemeriksaan kultur dilakukan di

laboratorium Instalasi Mikrobiologi Klinik RSUP HAM/Laboratorium

Mikrobiologi FK USU

a. Pemeriksaan Elemen Jamur :

Bahan pemeriksaan yang didapat, dipindahkan ke gelas objek, lalu ditetesi

dengan larutan KOH 10%-30%. Untuk bahan berasal dari rambut

dibiarkan selama 2-5 menit, sedangkan bahan yang berasal dari kuku

dibiarkan lebih lama lagi. Tutup dengan gelas penutup, tekan perlahan

untuk menghilangkan gelembung udara. Kemudian dipanaskan tetapi

jangan sampai mendidih. Sediaan diperiksa dengan mikroskop, mulai

dengan pembesaran rendah (objektif 10x). Bila elemen jamur sudah

terlihat, pembesaran dapat dinaikkan (20-40x) agar pemeriksaan lebih

detil. Pada sediaan yang berasal dari swab mukosa oral dilakukan juga

pewarnaan Gram. Bahan pemeriksaan yang didapat diletakkan pada kaca

objek, lalu direkatkan dengan api dan biarkan dingin terlebih dulu. Pulas

dengan larutan karbol-gentianviolet selama 60 detik, lalu cuci dengan air

Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008

Page 39: hubungan kadar CD4

suling. Kemudian pulas dengan larutan jodium selama 30 detik, dan cuci

dengan aquadest. Tambahkan alkohol 95% hingga tidak ada warna violet

yang dilepaskan lagi oleh sediaan, kemudian cuci dengan air suling. Pulas

dengan larutan safranin selama 10 detik, kemudian cuci dengan aquadest

dan biarkan kering di udara. Periksa sediaan dengan mikroskop

pembesaran rendah objektif (10x). Bila elemen jamur sudah terlihat,

pembesaran dinaikkan 20-40x.

Interpretasi hasil :

Elemen jamur dermatofit : ditemukan hifa dan artrospora

Kandida : ditemukan sel yeast, dengan atau tanpa pseudohifa

Malassezia furfur : ditemukan spora berkelompok

b. Pemeriksaan kultur

Bahan pemeriksaan dari swab dioleskan ke media agar Sabouraud dan

disebar dengan menggunakan ose steril, disimpan selama 24 jam dengan

suhu 37ºC. Koloni yang diduga yeast diwarnai dengan pewarnaan Gram.

Kemudian dilakukan slide culture kedalam media agar Corn meal selama

3 hari dengan suhu 37ºC, dan dilihat dibawah mikroskop. Bila dari slide

culture kurang jelas, dilakukan uji fermentasi.

Bahan pemeriksaan yang berasal dari kerokan ditaburkan dalam media

agar Sabouraud dan media Potato Dekstrose agar dan disimpan dengan

suhu kamar. Evaluasi hasil kultur dilakukan setiap hari dan diidentifikasi

pertumbuhan jenis jamurnya. Koloni akan tumbuh dalam 1-4 minggu.

Koloni dermatofita yang tumbuh dinilai makroskopis dan dilanjutkan

Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008

Page 40: hubungan kadar CD4

dengan pengambilan sebagian koloni, diletakkan di atas kaca objek ditetesi

Lactophenol Cotton Blue, ditutup dengan kaca penutup dan dilihat

dibawah mikroskop.

6. Pemeriksaan CD4 di laboratorium Patologi Klinik RS HAM

Diambil darah vena sebanyak 1 ml dan diletakkan dalam tabung reaksi

yang telah diberi EDTA. Darah EDTA 50 µL diletakkan dalam tabung

reaksi lain dan ditambahkan reagensia 20 µL, kemudian diputar dengan

rotator selama 1-2 menit. Lalu didiamkan dalam suhu ruangan selama 15

menit. Kemudian ditambahkan lysing solution (yang telah diencerkan

dengan aquadest dalam perbandingan 1:10) sebanyak 450 µL, diputar

dengan rotator selama 1-2 menit, lalu didiamkan selama 15 menit dalam

suhu ruangan. Putar dengan rotator kembali selama 1-2 menit, lalu

letakkan tabung reaksi tersebut pada alat: FACS calibur dan dilakukan

pembacaan hasil pemeriksaan CD4.

3.8. Kerangka Operasional

Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008

Seleksi penderita

Klinis Dermatomikosis Superfisialis

Pemeriksaan CD4

Pemeriksaan KOH dan Pemeriksaan kultur

Kriteria Insklusi Kriteria Eksklusi

Dermatomikosis Superfisialis

Penderita HIV

Page 41: hubungan kadar CD4

3.9. Defenisi Operasional

1. Usia adalah usia subyek saat pengambilan sampel dihitung dari tanggal

lahir. Bila lebih 6 bulan, usia dibulatkan ke atas, dan bila kurang dari 6

bulan, usia dibulatkan ke bawah.

2. Pendidikan adalah jenjang pendidikan tertinggi yang pernah diikuti

subyek, yaitu :

a. Tidak pernah bersekolah

b. Pendidikan rendah : tamat pendidikan setingkat SD/SMP

c. Pendidikan sedang : tamat pendidikan setingkat SMA

d. Pendidikan tinggi : tamat pendidikan setingkat sarjana S1/akademi/

diploma atau jenjang diatasnya

3. Alamat yaitu tempat tinggal penderita sesuai anamnesis atau seperti yang

tercantum dalam kartu tanda pengenal

4. Pekerjaan adalah aktifitas rutin penderita sehari-hari atau aktifitas yang

menghasilkan uang sebagai mata pencaharian

5. Infeksi HIV/AIDS yaitu infeksi yang disebabkan oleh human

immunodeficiency virus yang diagnosisnya ditegakkan oleh Departemen

Ilmu Penyakit Dalam Pusyansus AIDS RSUP HAM dengan pemeriksaan

ELISA.

6. Kadar CD4 adalah hasil pemeriksaan hitung CD4 dalam darah penderita

yang diambil pada saat penderita diamati sebagai sampel, yang dilakukan

di laboratorium Patologi Klinik RSUP HAM

Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008

Page 42: hubungan kadar CD4

Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008

7. Diagnosis infeksi jamur superfisialis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan

klinis dan pemeriksaan penunjang, yaitu pemeriksaan elemen jamur

dengan KOH dijumpai hifa atau artrospora, sel yeast dengan atau tanpa

pseudohifa, atau spora berkelompok dan pemeriksaan kultur ditemukan

pertumbuhan jamur.

3.10. Metode Analisa

Data penelitian ini dicatat dalam formulir penelitian yang telah dibuat.

Setelah melalui proses edting dan coding, data penelitian disajikan dalam

bentuk tabulasi, diagram dan dideskripsikan. Untuk melihat hubungan antara

kadar CD4 dengan infeksi jamur superfisialis digunakan uji Chi-square

dengan signifikansi sebesar (α) 0,05.

3.11. Masalah Etika

Seluruh calon subyek diberikan penjelasan meliputi tujuan penelitian, cara

kerja, dan perlakuan yang akan dialami. Keterangan ini tertulis pada lembar

penjelasan pada subyek penelitian (terlampir). Calon subyek yang bersedia

mengikuti penelitian, menandatangani lembar persetujuan ikut penelitian

(terlampir). Apabila subyek merasa dirugikan dengan penelitian ini, subyek

berhak menolak ikut serta dalam penelitian. Calon subyek, baik yang ikut

maupun yang tidak ikut penelitian akan mendapat pelayanan medis yang

sama. Penelitian ini telah mendapat keterangan lolos kaji etik dari Komite Etik

FK USU (terlampir).

Page 43: hubungan kadar CD4

BAB 4

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini telah dilakukan di Poliklinik Pusyansus AIDS RSUP H.Adam

Malik Medan yang dimulai dari bulan Desember 2008 sampai Maret 2009.

Peserta penelitian ini adalah penderita HIV yang berkunjung ke poliklinik

Pusyansus AIDS RSUP H.Adam Malik Medan. Dari 766 penderita yang berkunjung,

sebanyak 73 penderita memenuhi kriteria penelitian ini. Hasil penelitian akan

dibahas sebagai berikut.

4.1. Karakteristik individu

Tabel 4.1. Karakteristik penderita berdasarkan jenis kelamin (n=73)

No. Jenis kelamin Jumlah penderita Persentase

1 Laki-laki 49 67,1 %

2 Perempuan 24 32,9 %

Jumlah 73 100,0 % Keterangan :n=jumlah subyek

Dari tabel diatas diketahui bahwa sebagian besar subyek penelitian berjenis kelamin

laki-laki (67,1%) dibandingkan perempuan (32,9%), dengan rasio 2,04:1. Menurut

laporan Ditjen PP&PL Depkes RI tahun 2005, rasio penderita HIV/AIDS laki-laki

dan perempuan adalah 4,5:1 dari 9565 kasus HIV/AIDS di seluruh Indonesia.36

Menurut data Pusyansus RSUP H.Adam Malik Medan, dari jumlah seluruh

kunjungan selama periode tahun 2007 dan 2008 ditemukan 73% penderita HIV/AIDS

adalah laki-laki dan 27% perempuan.37

Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008

Page 44: hubungan kadar CD4

Menurut peneliti, banyaknya penderita yang berjenis kelamin laki-laki dalam

penelitian ini mungkin dipengaruhi oleh kunjungan di Poliklinik Pusyansus juga

sebagian besar laki-laki, atau disebabkan laki-laki memiliki faktor resiko terinfeksi

lebih besar akibat perilaku individu itu sendiri, karena infeksi HIV/AIDS tidak

dipengaruhi jenis kelamin kecuali individu tersebut memiliki faktor resiko dan

terpapar dengan virus penyebab.

Data penelitian ini lebih rendah dari hasil penelitian oleh Esti PK yang

dilakukan di RSUP Dr.Ciptomangunkusumo Jakarta pada tahun 2005 dengan subyek

penelitian penderita HIV baik yang belum maupun yang telah mendapat terapi ARV

dimana rasio laki-laki dan perempuan yaitu 5,6:1.38 Hasil ini juga lebih rendah dari

hasil penelitian oleh Rajesh R, Subramaniam K, Padmavathy BK, Vasanthi S, di

India (2006) terhadap penderita HIV menemukan rasio laki-laki dan perempuan

adalah 10,2:1.39

Sedangkan bila dibandingkan dengan penelitian oleh Glassman S, Burgin S

di India (1998) dalam penelitian yang dilakukan pada pasien yang baru terdiagnosis

HIV menemukan rasio laki-laki dan perempuan adalah 1,17:1,40 hasil ini sedikit lebih

tinggi.

Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008

Page 45: hubungan kadar CD4

Tabel 4.2. Karakteristik penderita berdasarkan umur (n=73) No Kelompok umur Jumlah penderita Persentase

1 16 – 20 tahun 1 1,4%

2 21 – 25 tahun 13 17,8%

3 26 – 30 tahun 22 30,2%

4 31 – 35 tahun 16 21,9%

5 36 – 40 tahun 14 19,2%

6 41 – 45 tahun 3 4,1%

7 46 – 50 tahun 2 2,7%

8 > 50 tahun 2 2,7%

Jumlah 73 100,0%

Keterangan : n=jumlah subyek

Dari tabel 4.2 diatas diketahui bahwa subyek penelitian pada kelompok umur

26-30 tahun merupakan kelompok umur terbanyak (30,2%) dan secara keseluruhan,

subyek yang berumur 21-40 tahun sebesar 89,1%. Secara nasional, pada tahun 2005

penderita AIDS didominasi kelompok umur 20-30 tahun. Pada penelitian ini

kelompok umur 21-30 tahun adalah sebanyak 69,9%. Umur rerata subyek adalah

31,95 tahun (Std. Deviation 7,172), dengan umur termuda 19 tahun dan umur tertua

52 tahun. Hasil penelitian ini hampir sama dengan hasil penelitian Glassman S,

Burgin S di India (1998) pada pasien yang baru terdiagnosis HIV menemukan umur

rata – rata pasien HIV positif 31,4 tahun.40 Menurut data di Pusyansus AIDS RSUP

H.Adam Malik Medan, umur rata-rata adalah 29 tahun.37

Data hasil penelitian ini hampir sama dengan penelitian oleh Esti PK (2005)

yang mendapatkan kelompok umur penderita HIV yang terbanyak adalah 26-30 tahun

Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008

Page 46: hubungan kadar CD4

(40%) dan secara keseluruhan subyek yang berumur 21-40 tahun adalah 96%.38

Sedangkan Rajesh R, Subramaniam K, Padmavathy BK, Vasanthi S (2006)

menemukan hampir setengah dari pasien dalam penelitian mereka adalah kelompok

usia seksual aktif (20-34 tahun).39 Banyaknya penderita pada kelompok umur seksual

aktif ini mungkin menunjukkan sebagian besar penderita memiliki faktor resiko

seksual.

Tabel 4.3. Karakteristik penderita berdasarkan tingkat pendidikan (n=73) No Tingkat pendidikan Jumlah penderita Persentase

1 Rendah 12 16,4%

2 Menengah 57 78,1%

3 Tinggi 4 5,5%

Jumlah 73 100,0%

Keterangan : n=jumlah subyek

Dari tabel 4.3 diatas diketahui bahwa sebagian besar penderita memiliki

tingkat pendidikan menengah yaitu 78,1%. Hanya sebagian kecil yang berpendidikan

rendah (16,4%) atau tinggi (5,5%).

Data ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Esti PK (2005)

yang menemukan 74% penderita memiliki tingkat pendidikan menengah, sedangkan

11% berpendidikan rendah dan 15% berpendidikan tinggi.38

Menurut penelitian Rajesh R, Subramaniam K, Padmavathy BK, Vasanthi S

di India (2006) kira-kira dua pertiga penderita memiliki pendidikan primer (SD) atau

tidak bersekolah. Hanya 9% mendapat pendidikan perguruan tinggi, dan hampir 82%

berada pada kelompok berpendidikan menengah.39

Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008

Page 47: hubungan kadar CD4

Tabel 4.4. Karakteristik penderita berdasarkan pekerjaan (n=73)

No. Pekerjaan Jumlah penderita Persentase 1 Tidak bekerja 25 34,3% 2 Pegawai Negeri Sipil 2 2,7% 3 Pegawai Swasta 8 11% 4 Buruh 9 12,3% 5 Wiraswasta 29 39,7% Jumlah 73 100,0%

Keterangan : n=jumlah subyek

Dari tabel 4.4 diatas diketahui bahwa pekerjaan terbanyak penderita adalah

wiraswasta yaitu 29 orang (39,7%).

Menurut penelitian Rajesh R, Subramaniam K, Padmavathy BK, Vasanthi S

di India (2006) sebagian besar penderita memiliki pekerjaan yang tidak memerlukan

keahlian atau semi keahlian, diikuti pekerjaan petani dan supir. Perempuan

kebanyakan adalah ibu rumah tangga. Ini menunjukkan kecenderungan terjadinya

penyakit HIV pada semua kelompok masyarakat.39

4.2. Karakteristik Klinis dan Laboratoris

4.2.1. Kadar CD4

Tabel 4.5. Sebaran kadar CD4 subyek penelitian (n=73)

Kadar CD4 Jumlah penderita Persentase

< 51 33 45,2%

51-200 16 21,9%

>200 24 32,9%

Jumlah 73 100,0%

Keterangan : CD4 = cluster of differentiation 4;n=jumlah subyek

Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008

Page 48: hubungan kadar CD4

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar penderita memiliki kadar CD4

kurang dari 51 sel/µL (45,2%), dan secara keseluruhan kadar CD4 dibawah 200

sel/µL sebanyak 67,1%. Menurut WHO kadar CD4 < 200 sel/µL sudah termasuk

stadium AIDS. Kisaran CD4 subyek penelitian ini adalah antara 2-832 sel/µL. Nilai

rata-rata kadar CD4 subyek adalah 191,21 ± 243,42 sel/µL.

Hasil diatas hampir sama dengan yang ditemukan dalam penelitian oleh Esti

PK (2005) dimana sebagian besar penderita memiliki kadar CD4 kurang dari 200

sel/µL (83%), penderita yang memiliki kadar CD4 kurang dari 51 sel/µL sebanyak

49%, dan kisaran CD4 antara 1-720 sel/µL.

4.2.2. Lokasi dan efloresensi lesi infeksi jamur superfisialis

Kandidiasis Oral

T. Kapitis

T. Fasialis

T. Manus

T. Pedis

Onikomikosis

T. Kruris

T. Korporis

Gambar 4.1. Lokasi lesi infeksi jamur superfisialis

Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008

Page 49: hubungan kadar CD4

Dari 73 subyek yang diteliti, 49,3% tidak ditemukan lesi infeksi jamur

superfisialis sedangkan pada 50,7% lainnya ditemukan lesi dengan lokasi dan

efloresensi seperti terlihat pada gambar 4.1 dan tabel 4.6.

Tabel 4.6. Karakteristik efloresensi pada lesi infeksi jamur superfisialis (n=37) Karakteristik JumlahKandidiasis oral - Pseudomembran - Bercak putih seperti serabut pada pinggir lidah - Maserasi, fisura

22 8 1

Tinea korporis - Makula, papula, skuama - Makula, papula, skuama, plak, central healing - Makula, skuama, plak

1 1 1

Tinea kruris - Makula,skuama

2

Onikomikosis - Bercak putih di permukaan kuku proksimal - Onikolisis, hiperkeratosis subungual distal, kuku kekuningan

1 1

Tinea fasialis - makula, skuama - makula, papula, skuama

1 1

Tinea pedis - makula, plak, skuama

1

Tinea manus - makula, skuama

1

Tinea kapitis - plak, skuama

1

Keterangan: n=jumlah subyek

a. Kandidiasis oral

Kandidiasis oral biasanya ditemukan pada selaput lendir mulut dapat meluas

sampai lidah, palatum mole dan bibir.19 Pada penelitian ini, dari 30 penderita

Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008

Page 50: hubungan kadar CD4

kandidiasis oral didapatkan lokasi lesi sebagian besar di lidah (30) dan bibir (2)

dengan 2 penderita diantaranya memiliki lesi kandidiasis oral pada kedua lokasi.

Efloresensi yang utama berupa pseudomembran (22 subyek), diikuti oleh bercak

putih seperti serabut pada pinggir lidah (8 subyek), maserasi dan fisura di sudut bibir

pada seorang subyek yang juga terdapat pseudomembran di lidah dan bibirnya.

Menurut Diova N, Mosam A (2004), kandidiasis adalah manifestasi

mukokutaneus yang paling lazim, mengenai 20% – 70% individu dengan HIV.

Kandidiasis paling sering mengenai lidah dan mukosa bukal, menyebabkan plak

keputihan yang tebal, tetapi bisa juga muncul sebagai keilitis angular.41 Kandidiasis

pseudomembran akut dan keilosis kandida merupakan dua dari tiga bentuk tersering

kandidiasis oral pada penderita HIV,21 seperti yang ditemukan pada penelitian ini.

Menurut kepustakaan, kandidiasis ditandai oleh bercak atau sekret putih

kekuningan pada permukaan mukosa lidah dan orofaring. Bercak atau sekret terlihat

sebagai pseodomembran yang mengandung candida, sel epitel yang mengalami

deskuamasi, bakteri, keratin, dan debris nekrotik, juga lekosit.42

Dalam Pedoman Nasional Terapi Antiretroviral disebutkan bahwa bercak

putih di rongga mulut, serabut putih di bagian samping lidah (oral hairy leucoplakia)

dan pecah di sudut mulut (keilitis angularis) merupakan kelainan mulut yang utama

pada penderita HIV,35 dan ketiga efloresensi tersebut ditemukan dalam penelitian ini.

Semua penderita kandidiasis oral pada penelitian ini memiliki kadar CD4

<200 sel/µL. Menurut kepustakaan, limfosit CD4 < 200 sel/µL merupakan faktor

Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008

Page 51: hubungan kadar CD4

resiko terjadinya kandidiasis oral,20 yang merupakan manifestasi paling umum, dini

dan sering tanda permulaan dari infeksi HIV.19,41

b. Tinea Korporis

Lokasi predileksi lesi tinea korporis biasanya di wajah, anggota gerak atas,

dada, punggung dan anggota gerak bawah.20,22 Pada penelitian ini didapatkan 3 kasus

tinea korporis dan seorang diantaranya disertai tinea kruris dan tinea fasialis. Pada

ketiga penderita didapatkan lokasi tinea korporis di daerah dada, punggung, lengan

bawah dan perut, lokasi lesi di lengan atas pada dua penderita, sedangkan di tungkai

bawah, tungkai atas masing-masing pada seorang penderita. Seorang penderita yang

disertai tinea kruris memiliki lokasi lesi yang luas meliputi daerah wajah.

Seorang subyek (no.12) memiliki efloresensi berupa makula eritem dan papul

eritem di pinggirnya, disertai skuama halus. Seorang subyek (no.36) memiliki

efloresensi berupa makula eritem dengan papul eritem, skuama halus, makula dan

plak hiperpigmentasi, disertai gambaran central healing. Dan seorang subyek (no.57)

memiliki efloresensi berupa makula dan plak hiperpigmentasi, disertai skuama halus.

Pada penelitian ini, ditemukan lesi dengan dan tanpa penyembuhan di tengah.

Pada kepustakaan disebutkan bahwa tinea korporis bisa muncul sebagai infeksi

‘ringworm’ khas dengan pinggir aktif dan bagian tengah yang bersih, atau dalam

bentuk atipikal, tidak ada pinggir aktif.41 Penderita imunosupresi berat dengan AIDS

memiliki lesi sedikit inflamasi dan sering tidak memiliki pinggir yang meninggi dan

penyembuhan di tengah yang khas dari tinea.39

Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008

Page 52: hubungan kadar CD4

Menurut Rajesh R, Subramaniam K, Padmavathy BK, Vasanthi S (2006) di

India, tinea korporis cenderung lebih luas dan awalnya selalu tinea kruris yang

meluas dari sela paha ke badan. Bentuk tinea yang luas terjadi dalam iklim panas

yang lembab dan bisa tampak pada semua tingkat imunosupresi.39 Namun pada

penelitian ini, hanya seorang penderita yang disertai tinea kruris.

Menurut penelitian Sentami Selvi dkk dan penelitian Kumarasamy dkk di

India, tidak ada perbedaan gambaran klinis dermatofitosis pada populasi terinfeksi

HIV.39,43

c. Tinea Kruris

Lokasi tinea kruris biasanya di daerah genitokrural atau sisi medial paha atas,

dapat asimetri atau bilateral.44 Pada penelitian ini lokasi lesi di lipat paha dan seorang

penderita memiliki lesi meluas ke paha dan daerah bokong. Lesi tinea kruris dengan

efloresensi makula hiperpigmentasi dan skuama halus ditemukan pada kedua subyek,

seorang di antaranya disertai tinea korporis dan tinea fasialis.

Dalam penelitian oleh Rajesh R, Subramaniam K, Padmavathy BK, Vasanthi

S di India (2006) juga ditemukan beberapa pasien memiliki keterlibatan yang luas,

yang meluas dari sela paha ke paha, gluteal dan abdomen bawah, dan tinea kruris

selalu mengawali terjadinya tinea korporis.39

d. Onikomikosis

Onikomikosis dapat mengenai kuku jari tangan maupun kuku jari kaki. Pada

penelitian ini ditemukan 2 penderita onikomikosis pada kuku jari tangan. Seorang

Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008

Page 53: hubungan kadar CD4

penderita mengalami onikomikosis pada kuku jari kedua, ketiga dan keempat tangan

kanan, dan seorang penderita mengalami infeksi pada kesepuluh jari tangannya.

Lesi onikomikosis berupa bercak keputihan dipermukaan kuku bagian

proksimal ditemukan pada seorang subyek, dan seorang subyek memiliki efloresensi

berupa onikolisis dan hiperkeratosis subungual distal disertai warna kuku

kekuningan.

Menurut Diova N, Mosam A (2004) bahwa tinea unguium pada pasien HIV

sering melibatkan kuku jari kaki (8,9%) dan 3,6% hanya mengenai jari lain.41 Namun

dalam penelitian ini tidak ditemukan onikomikosis pada kuku jari kaki.

Pada penelitian ini ditemukan onikomikosis superfisial putih proksimal pada

beberapa jari tangan dan onikomikosis subungual distal. Menurut kepustakaan,

onikomikosis superfisial putih proksimal dan keterlibatan peri-ungual adalah yang

paling lazim pada penderita HIV, dan cenderung menyebar melibatkan beberapa jari

tangan dan jari kaki akibat jumlah CD4 yang menurun.41

Menurut penelitian Cribier B dkk (1998) di Perancis, onikomikosis dapat

terlihat pada tahap awal infeksi HIV, tetapi keterlibatan 10 atau 20 kuku lebih lazim

pada tahap lanjut.45 Goodman dkk menemukan onikomikosis subungual proksimal

adalah bentuk onikomikosis yang paling lazim,39 berbeda dengan hasil penelitian ini.

Sedangkan Kaviarasan dkk di India (2002) melaporkan semua tipe onikomikosis

dalam penelitian mereka.39

Pada penelitian ini subyek yang mengalami onikomikosis memiliki kadar

CD4 26 sel/ µL dan 27 sel/µL. Korting dkk mencatat bahwa frekuensi onikomikosis

Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008

Page 54: hubungan kadar CD4

lebih tinggi dalam tahap terminal infeksi HIV, seperti yang diamati juga oleh Daniel

dkk.45

e. Tinea Fasialis

Tinea fasialis terdapat di kulit wajah yang tidak berambut.44 Pada penelitian

ini didapatkan lokasi tinea fasialis di wajah pada daerah pipi dan pre/pos aurikuler

yang mengenai dua penderita. Lesi tinea fasialis berupa makula eritem disertai

skuama halus pada seorang subyek, dan efloresensi berupa makula dan papul eritem

di pinggirnya disertai skuama halus ditemukan pada seorang subyek yang juga

mengalami tinea korporis yang luas dan tinea kruris.

Pada penelitian ini, seorang subyek yang mengalami tinea fasialis memiliki

kadar CD4 13 sel/µL dan seorang subyek (no.57) yang juga mengalami tinea korporis

dan tinea kruris memiliki kadar CD4 lebih rendah yaitu 5 sel/µL. Pada penelitian

Kaviarasan dkk di India (2002), 4 dari 6 kasus tinea fasialis yang ditemukan adalah

penderita HIV stadium IV dan seorang diantaranya memiliki lesi seluruh wajah dan

kepala menyerupai dermatitis seboroik.40

f. Tinea pedis dan tinea manus

Tinea pedis adalah infeksi jamur pada kaki yang khususnya menyerang sela

jari kaki dan telapak kaki, dapat meluas ke lateral maupun punggung kaki.46 Pada

penelitian ini didapatkan lokasi lesi tinea pedis di kedua telapak kaki seorang

penderita yang juga mengalami tinea manus pada kedua telapak tangan, dan

onikomikosis. Efloresensi tinea pedis berupa makula dan plak eritem disertai skuama

kasar, dan efloresensi tinea manus berupa makula eritem disertai skuama kasar.

Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008

Page 55: hubungan kadar CD4

Menurut penelitian Cribier B dkk dan penelitian Fernandes NC dkk di Rio de

Jeneiro (1998) bahwa tinea pedis sering terjadi pada penderita HIV.45,47 Menurut

Gupta dkk, penderita yang terinfeksi HIV memiliki predisposisi berkembangnya

infeksi termasuk tinea pedis.39

Pada penelitian ini ditemukan tinea pedis hiperkeratotik dan tinea manus

disertai onikomikosis kuku tangan pada seorang subyek. Hasil ini sesuai menurut

kepustakaan yang menyatakan bahwa tinea pedis bisa muncul dalam bentuk sindroma

‘dua kaki, satu tangan’ dengan tinea manus dan tinea pedis yang bilateral pada

penderita HIV/AIDS.41 Hasil ini juga sesuai dengan penelitian Kaviarasan dkk di

India (2002) yang menemukan tinea pedis tipe hiperkeratosik telapak kaki pada 4 dari

7 subyek yang mengalami tinea pedis dalam penelitian mereka.49

g. Tinea Kapitis

Lokasi lesi tinea kapitis adalah pada kulit dan rambut kepala, alis mata dan

bulu mata.48 Dalam penelitian ini ditemukan lokasi tinea kapitis di kulit dan rambut

kepala sampai perbatasan rambut di dahi pada seorang penderita yang juga

mengalami tinea fasialis. Efloresensi tinea kapitis berupa plak keabu-abuan dan

berskuama tanpa kerontokan rambut.

Hasil ini berbeda dengan penelitian oleh Goodman dkk pada populasi penderita

HIV/AIDS yang menemukan beberapa kasus tinea kapitis dengan rambut rontok yang

signifikan.39

Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008

Page 56: hubungan kadar CD4

4.2.3. Penyebab infeksi jamur superfisialis Tabel 4.7. Spesies jamur penyebab infeksi jamur superfisialis (n=37) No Spesies Jumlah penderita Persentase

1 Candida albicans 22 59,5%

2 Candida tropicalis 7 18,9%

3 Trichophyton rubrum 5 13,5%

4 Candida parapsilosis 1 2,7%

5 Trichophyton mentagrophytes 1 2,7%

6 Trichophyton schoenleinii 1 2,7%

Jumlah 37 100,0%

Keterangan:n=jumlah subyek

Dari 73 subyek penelitian ditemukan infeksi jamur superfisialis pada 37

subyek. Dari tabel 4.7 di atas diketahui bahwa secara keseluruhan spesies Candida

memiliki persentase terbesar (81,1%), dan hanya 18,9% spesies dermatofita yang

ditemukan sebagai penyebab infeksi jamur superfisialis.

Hasil ini hampir sama dengan penelitian oleh Petmy dkk di Yaonde (2004)

yang mendapatkan 77% kandidiasis dan 46% dermatofitosis.2

Spesies Candida merupakan penyebab kandidiasis oral pada 30 subyek

penelitian, dan di antara spesies Candida tersebut terlihat bahwa Candida albicans

merupakan penyebab tersering, diikuti Candida tropicalis dan Candida parapsilosis.

Hasil ini hampir sama dengan hasil penelitian Petmy dkk di Yaonde yang

mendapatkan penyebab kandidiasis tersering pada penderita HIV/AIDS adalah

Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008

Page 57: hubungan kadar CD4

Candida albicans (71%) diikuti Candida glabrata, Candida krusei dan Candida

tropicalis.2

Pada kepustakaan disebutkan bahwa Candida spp adalah bagian dari flora

normal mulut pada 25-50 persen individu sehat. Bila mekanisme pertahanan pejamu

terganggu akan menimbulkan infeksi, maka terjadi kandidiasis orofaring (oral

thrush).42 Limfosit CD4 kurang dari 200 sel/µL merupakan faktor resiko terjadinya

kandidiasis oral pada penderita HIV/AIDS.

Hasil ini juga sesuai dengan kepustakaan yang menyebutkan bahwa

kandidiasis oral umumnya disebabkan oleh Candida albicans, dan Candida

tropicalis.21

Dari tabel 4.7 dapat dilihat bahwa dermatofita penyebab infeksi jamur

superfisialis pada 7 subyek, yang tersering ditemukan adalah Trichophyton rubrum,

diikuti Trichophyton mentagrophytes dan Trichophyton schoenleinii.

Hasil ini hampir sama dengan hasil penelitian oleh Petmy dkk (2004) di

Yaonde yang mendapatkan Trichophyton rubrum adalah penyebab dermatofitosis

tersering pada penderita HIV/AIDS.2 Pada kepustakaan disebutkan bahwa dermatofita

yang paling lazim menyebabkan infeksi tinea adalah Trichophyton rubrum.41,47,50

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Rajesh R,Subramaniam K,

Padmavathy BK, Vasanthi S (2006) di India dimana Trichophyton rubrum adalah

spesies yang paling lazim terisolasi diikuti oleh Trichophyton mentagrophytes.

Torssander dkk juga menemukan Trichophyton rubrum sebagai penyebab

dermatofitosis tersering pada pasien terinfeksi HIV.39

Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008

Page 58: hubungan kadar CD4

Begitu pula hasil penelitian oleh Fernandez NC dkk (1998) di Rio de Jeneiro

yang menemukan dermatofita yang paling lazim menyebabkan dermatofitosis pada

penderita HIV adalah Trichophyton rubrum, Trichophyton mentagrophytes dan

Epidermophyton floccosum.47

4.3. Proporsi infeksi jamur superfisialis

Tabel 4.8. Proporsi infeksi jamur superfisialis (n=73)

Proporsi Jumlah Persentase

Infeksi jamur superfisialis - Positif 3 jenis (TK+TKr+TF, TP+TM+O) - Positif 2 jenis (Tinea kapitis+Tinea fasialis) - Positif 1 jenis (KO,TK,O,TKr) - Negatif

2 1 34 36

2,7% 1,4% 46,6% 49,3%

Jumlah 73 100,0%

Keterangan : n=jumlah subyek; TK=tinea korporis; TKr=tinea kruris; KO=kandidiasis oral; TF=tinea fasialis; O=onikomikosis; TP=tinea pedis; TM=tinea manus Pada tabel 4.8 dapat dilihat proporsi beberapa jenis infeksi jamur superfisialis

yang ditemukan dalam penelitian ini. Peneliti mendapatkan hasil proporsi infeksi

jamur superfisialis sebesar 50,7%, dengan rincian 2,7% subyek di antaranya

menderita 3 jenis, 1,4% menderita 2 jenis dan 46,6% menderita 1 jenis infeksi jamur

superfisialis.

Secara klinis, ditemukan 42 kasus infeksi jamur superfisialis pada 37

penderita dari 73 subyek penelitian, yang dapat dilihat pada tabel 4.9. Penelitian ini

mendapatkan kandidiasis sebanyak 41,1% berupa kandidiasis oral, dan dermatofitosis

sebanyak 16,4% dengan rincian 4,1% tinea korporis, sedangkan tinea kruris, tinea

Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008

Page 59: hubungan kadar CD4

fasialis dan onikomikosis masing-masing 2,7%, dan tinea pedis, tinea manus, tinea

kapitis masing-masing sebanyak 1,4%. ( Tabel 4.9 ).

Tabel 4.9. Proporsi kasus infeksi jamur superfisialis berdasarkan bentuk klinis (n=73)

Infeksi jamur superfisialis Jumlah Persentase

Kandidiasis oral

Tinea korporis

Tinea kruris

Tinea fasialis

Onikomikosis

Tinea pedis

Tinea manus

Tinea kapitis

30

3

2

2

2

1

1

1

41,1%

4,1%

2,7%

2,7%

2,7%

1,4%

1,4%

1,4%

Keterangan: n=jumlah subyek

Hasil ini hampir sama dengan hasil penelitian oleh Petmy dkk di Yaonde

(2004) yang mendapatkan proporsi infeksi jamur superfisialis pada penderita

HIV/AIDS sebesar 53%, dan secara klinis kandidiasis oral adalah yang tersering

(77%).10 Sedangkan dermatofitosis jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan hasil

penelitian Petmy dkk yang mendapatkan tinea korporis (21%), tinea versikolor

(15%), tinea pedis (13%) dan tinea unguium (12%).10

Bila dibandingkan dengan mikosis superfisialis yang terdapat pada penderita

HIV/AIDS Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM yaitu

53,5% kandidiasis dan 5,1% dermatofitosis,2,6 hasil penelitian ini mendapatkan

proporsi kandidiasis yang lebih kecil dan proporsi dermatofitosis yang lebih besar.

Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008

Page 60: hubungan kadar CD4

Dalam penelitian Kaviarasan dkk di India (2002), prevalensi dermatofitosis

lebih tinggi yaitu 22,2%. Tinea korporis adalah infeksi dermatofita yang paling lazim

(53,7%) diikuti oleh tinea kruris (49,9%), tinea pedis (17,1%) dan tinea fasialis

(14,6%).39

Berbeda pula dengan yang ditemukan oleh Rajesh R, Subramaniam K,

Padmavathy BK, Vasanthi S, yang meneliti prevalensi dermatofitosis pada penderita

HIV di India (2006) dimana mereka mendapatkan frekuensi dermatofitosis lebih

rendah yaitu 6,06%, dengan dermatofitosis terbanyak yaitu tinea korporis (82,14%),

diikuti tinea kruris (69,64%), tinea manus (7,14%), tinea fasialis (5,35%), tinea

aksilaris (3,53%) dan tinea genitalis (3,53%).39

Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Kheira H, Selselet AG,

Bensoltane SA di Algeria (2007) yang mendapatkan frekuensi dermatofitosis yang

lebih tinggi yaitu tinea pedis sebanyak 45,25%, tinea kapitis 41,46%, tinea korporis

33,33% dan tinea unguium 20%.50

Dermatofitosis lazim terjadi pada pasien terinfeksi HIV dan dapat terjadi

kapan saja dalam perjalanan penyakit. Kumarasamy dkk dalam penelitian mereka di

India menemukan 8% pasien terinfeksi HIV mengalami dermatofitosis,39 lebih rendah

dibandingkan dengan hasil penelitian ini.

Dalam penelitian ini, diantara pasien dermatofitosis, tinea korporis adalah

yang paling lazim (4,1%) yang sesuai dengan penelitian oleh Kaviarasan dkk, Petmy

dkk, dan Rajesh dkk. Dan ini berlawanan dengan penelitian Goodman dkk,

Torssander dkk, dan Kheira dkk, dimana tinea pedis adalah yang paling lazim. 39,50

Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008

Page 61: hubungan kadar CD4

Tinea pedis hanya terlihat pada 1,4% populasi penelitian ini. Pada penelitian

Goodman dkk dan Torssander dkk tampak pada 25-40% kasus,39 dan pada penelitian

Kheira dkk sebanyak 42,25%.50 Subyek penelitian kami ini tidak menggunakan

sepatu/alas kaki tertutup, yang dapat merupakan alasan bagi rendahnya frekuensi

tinea pedis.

Menurut laporan penelitian Kumarasamy dkk, tidak ada perbedaan gambaran

klinis pada pasien HIV dibandingkan dengan populasi umum, begitu pula hasil

pengamatan dalam penelitian ini.

Tabel 4.10. Distribusi jenis infeksi jamur superfisialis berdasarkan kadar CD4 (n=37)

CD4 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Total < 51 24 2 1 1 1 0 1 30 51-200 6 0 0 0 0 1 0 7 >200 0 0 0 0 0 0 0 0 Total 30 2 1 1 1 1 1 37

Keterangan: n=jumlah subyek; (1)=kandidiasis oral; (2)=tinea korporis; (3)=tinea pedis+tinea manus+onikomikosis; (4)=tinea kapitis+tinea fasialis; (5)=onikomikosis; (6)=tinea kruris; (7)=tinea korporis+tinea kruris+tinea fasialis

Dari tabel 4.10 di atas terlihat bahwa semua subyek yang menderita infeksi

jamur superfisialis baik hanya satu jenis atau dua dan tiga jenis sekaligus, memiliki

kadar CD4 <200 sel/µL, yang menunjukkan rendahnya mekanisme pertahanan diri

subyek sehingga mempermudah timbulnya infeksi jamur superfisialis ini.

Hasil ini sesuai dengan penelitian oleh Esti PK (2005) yang dilakukan di

RSUP Dr.Ciptomangunkusumo pada tahun 2005 dengan subyek penelitian penderita

HIV menemukan bahwa pada kadar CD4 <200 sel/µL lebih banyak subyek yang

menderita infeksi jamur.

Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008

Page 62: hubungan kadar CD4

4.4. Hubungan kadar CD4 dengan infeksi jamur superfisialis

Tabel 4.11. Hubungan kadar CD4 dengan infeksi jamur superfisialis (n=73)

Infeksi jamur superfisialis Kadar CD4

Positif Negatif

Total

<51 30 (41,1%) 3 (4,1%) 33 (45,2%)

51 – 200 7 (9,6%) 9 (12,3%) 16 (21,9%)

>200 0 (0%) 24 (32,9%) 24 (32,9%)

Total 37 (50,7%) 36 (49,3%) 73 (100,0%)

X2 = 46,336 df = 2 p = 0,0001

Kadar CD4 rata-rata penderita yang terinfeksi jamur superfisialis adalah 28,76 ±

22,648 sel/µL, dan rata-rata CD4 yang tidak terinfeksi adalah 358,17 ± 254,546

sel/µL.

Dari hasil analisis statistik dengan menggunakan uji Chi-square, didapatkan

hubungan yang bermakna antara kadar CD4 dengan kejadian infeksi jamur

superfisialis. ( p < 0,05 )

Hasil penelitian Cribier B dkk (1998) di Perancis juga menunjukkan adanya

hubungan derajat imunosupresi dengan infeksi jamur pada penderita HIV.45

Dalam kepustakaan disebutkan bahwa sistem imun pejamu merupakan faktor

penting pada terjadinya infeksi jamur pada manusia. Bila terjadi kontak dengan

antigen jamur patogen, akan merangsang diferensiasi dan proliferasi sel membentuk

populasi sel T yang spesifik yang terdiri dari sel efektor dan sel memori. Sel memori

tinggal dalam sirkulasi untuk beberapa tahun dan akan mencetuskan respon yang

Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008

Page 63: hubungan kadar CD4

cepat apabila terjadi paparan dengan antigen.14 Rusaknya sistem imun ini akan

mempermudah infeksi jamur terjadi.50 Pada penderita HIV/AIDS, terjadi penurunan

sel T CD4 disebabkan oleh kematian CD4 yang dipengaruhi oleh HIV. Setelah

infeksi akut, terjadi masa asimtomatik dimana penurunan CD4 secara lambat dan

penurunan CD4 semakin tajam pada stadium lanjut. Dan menurut sebagian peneliti,

infeksi jamur dapat timbul sejalan dengan menurunnya jumlah CD4. Pada keadaan

CD4 <200 sel/µL resiko infeksi oportunistik akan meningkat.17

Menurut Diova N, Mosam A (2004), insidensi kandidiasis oral meningkat

karena kadar CD4 menurun, dan ini merupakan petanda dari perkembangan penyakit

HIV yang cepat, namun frekuensi dermatofitosis tidak meningkat pada individu ini.41

Menurut kepustakaan, faktor lain yang mempengaruhi infeksi jamur adalah

paparan jamur dan kondisi lingkungan yang dapat mempengaruhi tipe-tipe infeksi

dan keparahan dari penyakit infeksi jamur ini.7 Hal inilah yang mungkin

menyebabkan kejadian dermatofitosis khususnya pada penelitian ini jauh lebih kecil

dari kandidiasis oral, sehingga meskipun imunitas terganggu namun dermatofitosis

tidak terjadi karena tidak adanya paparan jamur ataupun kelembaban yang masih

terjaga dengan baik.

Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008

Page 64: hubungan kadar CD4

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Telah dilakukan penelitian mengenai hubungan kadar CD4 dengan infeksi

jamur superfisialis pada penderita HIV/AIDS di Pusyansus RSUP H.Adam Malik

Medan. Sebagai kesimpulan dari hasil penelitian tersebut adalah sebagai berikut :

1. Ada hubungan yang bermakna antara rendahnya kadar CD4 dengan

tingginya kejadian infeksi jamur superfisialis.

2. Kadar CD4 rata-rata penderita yang terinfeksi jamur superfisialis adalah

28,76 sel/µL (standard deviasi 22,648).

3. Proporsi infeksi jamur superfisialis sebesar 50,7%, dengan rincian 2,7%

subyek di antaranya menderita 3 jenis, 1,4% menderita 2 jenis dan 46,6%

menderita 1 jenis infeksi jamur superfisialis. Secara klinis, kandidiasis

oral 41,1%, dan dermatofitosis sebanyak 16,4% dengan rincian 4,1% tinea

korporis, subyek yang menderita tinea kruris, tinea fasialis dan

onikomikosis masing-masing 2,7%, sedangkan tinea pedis, tinea manus,

tinea kapitis masing-masing sebanyak 1,4%.

4. Penyebab terbanyak adalah spesies Candida (81,1%), dan hanya 18,9%

dermatofita. Dermatofita yang tersering ditemukan adalah Trichophyton

rubrum, diikuti Trichophyton mentagrophytes dan Trichophyton

schoenleinii. Candida albicans merupakan penyebab tersering kandidiasis,

diikuti Candida tropicalis dan Candida parapsilosis.

Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008

Page 65: hubungan kadar CD4

5. Pada penelitian ini ditemukan infeksi jamur superfisialis terutama

penderita yang memiliki kadar CD4 kurang dari 51 sel/µL, dimana bentuk

klinis yang terbanyak adalah kandidiasis oral.

5.2. Saran

1. Mengingat tingginya proporsi infeksi jamur superfisialis pada ODHA di

poliklinik Pusyansus AIDS RSUP H.Adam Malik Medan, perlu dilakukan

penelitian lebih lanjut untuk melihat karakteristik dan gambaran klinis

infeksi jamur superfisialis khususnya kandidiasis dan dermatofitosis, dan

hubungannya dengan kadar CD4, dengan penelitian yang berbeda untuk

masing-masing dermatomikosis tersebut.

2. Karena ada kecenderungan infeksi jamur superfisialis ditemukan pada

penderita dengan kadar CD4 yang rendah, sebagai klinisi hendaknya perlu

mewaspadai kasus-kasus dengan infeksi jamur superfisialis pada penderita

dengan HIV yang belum diketahui.

3. Untuk meningkatkan pelayanan yang paripurna terhadap penderita

HIV/AIDS RSUP H.Adam Malik Medan dan menambah pengetahuan

serta pengalaman para klinisi, sebaiknya peserta Program Pendidikan

Dokter Spesialis Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin mendapat kesempatan

untuk ikut serta dalam pelayanan di Pusyansus selama beberapa waktu

semasa dalam pendidikan secara berkesinambungan.

Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008

Page 66: hubungan kadar CD4

DAFTAR PUSTAKA

1. Budiana. Mengenal infeksi oportunistik pada HIV/AIDS. Dalam : Opini, 26 Nov 2007. available at URL : http://www.indomedia.com/poskup/2007/11/26/edisi26/ opini.htm.

2. Tianshi Community. Gorila, Jamur dan HIV. Desember 1, 2006. Available at

URL http://tienscyber.blogsome.com/2006/12/01/gorila-jamur-dan-hiv/trackback/ 3. Komisi Penanggulangan AIDS. Statistik kasus HIV/AIDS s/d September 2007.

Available at URL : http://www.digitalopportunity.org. 4. Hutahean M.11.000 Warga Sumut mengidap HIV/AIDS. Dalam : Medan Bisnis,

13 Juni 2008 ; h.1

5. Data Pusyansus AIDS RSUP H.Adam Malik Medan, Februari 2009. 6. Yayasan Spiritia. Infeksi oportunistik November 1, 2004. Available at URL :

http://www.google.com 7. Pohan HT. Infeksi di Balik Ancaman HIV. Farmacia, Maret 2006 : 5 (8) : 22 8. Djauzi S. Infeksi Oportunistik Pada AIDS. Mekanisme, Pola Infeksi dan

Pencegahan. In : Buku Program dan Abstrak Simposium Sehari PMKI. Jakarta : PMKI, 24 Agustus, 2008 ; p. 16

9. RCD II. Farmacia, Oktober 2006:6(3). Available at URL : http://www.majalah-

farmacia.com. 10. Petmy JL, Lando AJ, Kaptue L, Tchinda V, Folefack M. Superficial mycoses and

HIV infections infeksi Yaonde J. Euro Acad Dermatol Venereol. 2004 (18). p.301-4.

11. Bandem AW, Siswati S.Manifestasi klinis dan penatalaksanaan infeksi jamur

pada pasien imunokompromais.MDVI 2007;34:44-9.

12. Soemarsono H.Faktor-faktor penyebab kerentanan pasien imunokompromi terhadap penyakit infeksi.Cermin Dunia Kedokteran 1993;83:10-2.

13. Mendelson M.Fungal infections in the immunocompromised.Microbiology Today

2001;28:10-2.

Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008

Page 67: hubungan kadar CD4

14. Cholis M. Imunologi dermatomikosis superfisialis.Dalam: Dermatomikosis Superfisialis, Jakarta:Balai Penerbit FK UI,2001;h.7-16.

15. Akib AAP.Infeksi jamur pada anak imunokompromais. Dalam: Buku Program

dan abstrak Simposium Sehari : Update on Fungal Infection In Immunocompromised Patient.Jakarta:PMKI,2008;h.24-7.

16. Baratawidjaya K.Pengertian imunokompromais dan respon imun. Cermin Dunia

Kedokteran 1993;83:5-9.

17. Djauzi S.Infeksi oportunistik pada AIDS Mekanisme, Pola Infeksi dan Pencegahan. Dalam: Buku Program dan abstrak Simposium Sehari : Update on Fungal Infection In Immunocompromised Patient.Jakarta:PMKI,2008:h.16.

18. Roza, Vieira, Dornellas, Frade, Rodrigues, Carvalho. Pitiriase Versicolor e

Sindrome da Imunodeficiencia Adquirida (SIDA). Pityriasis Versicolor and AIDS. An bras Dermatol, Rio de Janeiro,2003. 78(5): p.569-77.

19. Dupont B, Pappas PG, Dismukes WE. Fungal infections among patients with

AIDS. In : Dismukes WE, Pappas PG, Sobel JD, editors. Clinical Mycology. New York : Oxford University Press, 2003 ; p.488-97

20. Rippon JW. Superficial infections. In : Medical Mycology. 3th ed. Philadephia :

WB Saunders, 1988 ; p. 154-67 21. Suyoso S. Kandidiasis mukosa. Dalam : Dermatomikosis superfisialis. Jakarta :

Balai Penerbit FK UI, 2001 : h. 76-78 22. Week J, Moser SA, Elewski BE. Superficial cutaneous fungal infections. In :

Dismukes WE, Pappas PG, Sobel JD, editors. Clinical Mycology. New York : Oxford University Press, 2003 ; p.367-87

23. Siregar RS. Mikosis superfisial. Dalam : Siregar RS. Penyakit Jamur Kulit. Edisi

2. Jakarta. EGC, 2004. h. 8-43

24. Rippon JW. Cutaneous infections. Dermatophytosis and Dermatomycosis. In : Medical Mycology.3th ed. Philadephia :WB Saunders, 1988 ; p.186-96

25. Brandt M, Warnock DW. Laboratory aspects of medical mycology. In : Dismukes WE, Pappas PG, Sobel JD, editors. Clinical Mycology. New York : Oxford University Press, 2003 ; p.3-18

Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008

Page 68: hubungan kadar CD4

26. Rodgers AT, Miller JA. Collection and Processing of Fungal Specimens. In : Shimeld LA, Rodgers AT, Editors. Essentials of Diagnostic Microbiology. New York : Dermal Publishers, 1999 ; p. 474-83

27. Nugroho SA, Siregar RS. Pemeriksaan Penunjang Diagnosis Dermatomikosis Superfisialis. Dalam : Dermatomikosis superfisialis. Jakarta : Balai Penerbit FK UI, 2001 : h. 91-7

28. Kuswadji, Widaty S. Obat antijamur. Dalam : Dermatomikosis superfisialis. Jakarta : Balai Penerbit FK UI, 2001 : h. 99-106

29. Como J, Dismukes WE. Azole antifunal drugs. In : Dismukes WE, Pappes PG, Sobel JD, editors. Clinical Mycology. New York : Oxford University Press, 2003 ; p. 64-80.

30. Pappas PG. Terbinafine In : Dismukes WE, Pappas PG, Sobel JD, editors. Clinical Mycology. New York : Oxford University Press, 2003 ; p. 104-8.

31. Groll AH, Walsh TJ. Cell wall synthesis inhibitors : echinocandin and nikkomycins. In : Dismuskes WE, Pappas PG, Sobel JD, editors. Clinical Mycology. New York : Oxford University Press, 2003 ; p. 88-99

32. Duarsa NW. Infeksi HIV dan AIDS. Dalam : Daili SF, Makes WIB, Zubier F, Judanarso J, editor. Infeksi Menular Seksual. Edisi ke-3. Jakarta : BP-FKUI ; 2005. h. 132-44

33. Hakim L. Epidemiologi infeksi menular seksual. Dalam : Daili SF, Makes WIB,

Zubier F, Judanarso J, editor. Infeksi Menular Seksual. Edisi ke-3. Jakarta : BP-FKUI ; 2005. h. 3-16

34. Pulungsih SP, editor. Pedoman Nasional Terapi Antiretroviral. Depkes RI. Dirjen

PPM & PL ; 2004. h. 1-22

35. Surya A, Ginting G, Pulungsih SP, Wardana HW,editor-editor. Pedoman Nasional Terapi Antiretroviral. Depkes RI. Dirjen PPM & PL ; 2004. h. 1-27.

36. Data subdit AIDS & PMS Ditjen PP&PL Depkes RI tahun 2005.

37. Data Pusyansus AIDS RSUP H.Adam Malik Medan tahun 2007 dan 2008.

38. Esti PK.Proporsi beberapa malasseziosis pada ODHA dewasa di Pokdisus AIDS

RSUPN Dr.Ciptomangunkusumo.Tesis,2005.

Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008

Page 69: hubungan kadar CD4

39. Rajesh R, Subramaniam K, Padmavathy BK, Vasanthi S. Prevalence and species profile of dermatophytosis among HIV positive patients in rural referral centre. Indian J Sex Transm Dis.2006.27(2):p.70-4.

40. Glassman S, Burgin S. Dermatological disease in HIV-1 seropositive patients at

Baragwanath Hospital. S A M Journal 1998.88(8):p.1033-6.

41. Diova N,, Mosam A.Cutaneous manifestations of HIV/AIDS:Part I. The Southern African Journal of HIV Medicine, November 2004.p.13-4.

42. Ratnaraja N. Fungal infections. Causes and diagnosis. Hospital Pharmacist,

October, 2006. 13: p.313-9. 43. Kaviarasan PK, Jaisankar TJ, Thappa DM, Sujatha S. Clinical variations in

dermatophytosis in HIV infected patients. Indian J of Dermatol Venereol and Leprology 2002. 68(4):p.213-6.

44. Goedadi M,Suwito PS.Tinea korporis dan tinea kruris. Dalam: Dermatomikosis

Superfisialis.Jakarta:Balai Penerbit FK UI,2001;h.29-32.

45. Cribier B, Mena ML, Rey D, Partisani M, Fabien V, Lang JM, et al. Nail changes in patients infected with Human Immunodeficiency Virus. A prospective study. Arch Dermatol, 1998.134:p. 1216-20.

46. Redjeki S, Subakir, Buditjahjono S.Tinea pedis et manum. Dalam:

Dermatomikosis Superfisialis.Jakarta:Balai Penerbit FK UI,2001;h.38-45.

47. Fernandes NC, Lamy F, Akiti T, Barreiros MG. Microsporum gypseum infection in Aids patient: a case report.An bras Dermatol, Rio de Janeiro.1998.73(1):p.39-41.

48. Nasution MA, Muis K, Rusmawardiana.Tinea kapitis. Dalam: Dermatomikosis

Superfisialis.Jakarta:Balai Penerbit FK UI,2001;h.22-8. 49. Kheira H,Selselet AG, Bensoltane SA. Dermatophytes in North West of Algeria

in Prospective Study. Middle-East Journal of Scientific Research, 2007.2(3-4): p.104-6.

50. Harjono T.Infeksi jamur pada penderita HIV.Dalam: Buku Program dan abstrak

Simposium Sehari: Update on Fungal Infection in Immunocompromised Patient, Jakarta:PMKI,2008;h.22.

Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008

Page 70: hubungan kadar CD4

Lampiran 1

Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008

Page 71: hubungan kadar CD4

Lampiran 2

LEMBAR PENJELASAN KEPADA SUBYEK PENELITIAN

Penelitian

HUBUNGAN KADAR CD4 DENGAN INFEKSI JAMUR SUPERFISIAL PADA

PENDERITA HIV DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

Selamat pagi/siang, Bapak/Ibu/Sdr/i, saya dr.Sri Yusfinah Masfah Hanum, PPDS

Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, saat ini sedang melakukan penelitian

“Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisial Pada Penderita HIV

di RSUP H.Adam Malik Medan” dengan tujuan untuk mengetahui hubungan kadar

jenis sel darah putih yang disebut CD4 (Cluster Differentiation-4), yaitu jenis sel

darah putih yang terdapat pada tubuh yang berfungsi sebagai daya tahan tubuh untuk

melawan berbagai infeksi kuman, dengan infeksi jamur di permukaan kulit penderita

HIV (Human Immunodeficiency Virus), yaitu penderita yang mengalami penyakit

akibat masuknya virus jenis tersebut kedalam tubuh sehingga daya tahan tubuh

menurun.

Penyakit kulit karena jamur merupakan penyakit kulit yang banyak dijumpai, yang

dapat menyebabkan penyakit panu, kurap, sariawan, radang pangkal rambut, kutu air,

radang pada kuku, dan radang pada folikel rambut di kulit seperti jerawat. Pada

orang dengan infeksi virus jenis tersebut, jamur ini dapat berkembang biak lebih

Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008

Page 72: hubungan kadar CD4

banyak dan lebih luas, dan akhir-akhir ini frekuensinya semakin meningkat sehingga

perlu perhatian khusus.

Jika Bapak/Ibu/Saudara/i bersedia mengikuti penelitian ini, akan dilakukan

pemeriksaan darah dan pemeriksaan kulit tubuh secara menyeluruh untuk melihat

kemungkinan kelainan kulit karena jamur ini. Jika ditemukan kelainan akan

dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dengan mengambil sedikit sisik kulit, kerokan

kuku, rambut atau swab dari sariawan di mulut. Pemeriksaan ini tidak berbahaya dan

hanya terasa sedikit sakit saat diambil darah sebanyak seperlima sendok teh ( 1 ml )

untuk pemeriksaan jenis sel darah putih yang berfungsi sebagai daya tahan tubuh.

Prosedur pemeriksaan ini tidak dipungut biaya dan selanjutnya akan diberi

pengobatan sesuai kelainan kulitnya.

Kami sangat mengharapkan keikutsertaan Bapak/Ibu/Saudara/i dalam penelitian ini

karena selain bermanfaat untuk diri sendiri, juga bermanfaat bagi penderita yang lain

di Indonesia. Semua data dan hasil penelitian ini bersifat rahasia, tidak diketahui

orang lain. Apabila berkeberatan, Bapak/Ibu/Saudara/i bebas untuk menolak

mengikuti penelitian ini, tanpa khawatir akan mengurangi pelayanan kami. Jika sudah

mengerti dan bersedia mengikuti penelitian ini, Bapak/Ibu/saudara/i dapat mengisi

lembar persetujuan.

Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008

Page 73: hubungan kadar CD4

Pada lazimnya, penelitian ini tidak akan menimbulkan hal-hal yang berbahaya bagi

Bapak/Ibu/saudara/i sekalian. Namun, bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan

selama penelitian berlangsung, yang disebabkan oleh perlakuan pada penelitian ini,

Bapak/Ibu/Saudara/i dapat menghubungi:

Dr. Sri Yusfinah Masfah Hanum

Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK USU-RS HAM

Jl.Bunga Lau no.17, Telp.061-8365915

Alamat rumah : Jl.Beringin Psr VII Tengah no.99/101 Medan Denai

Telp.061-77303723/Hp. 081264672337

Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008

Page 74: hubungan kadar CD4

Lampiran 3

LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : ………………………………………………………….

Umur : ………………………………………………………….

Alamat /Telp : ………………………………………………………….

Pekerjaan : ………………………………………………………….

Setelah memperoleh penjelasan sepenuhnya dan menyadari serta memahami tentang

tujuan, manfaat, serta resiko yang mungkin timbul dalam penelitian berjudul:

HUBUNGAN KADAR CD4 DENGAN INFEKSI JAMUR SUPERFISIAL

PADA PENDERITA HIV DI RSUP H.ADAM MALIK MEDAN

Dan mengetahui serta memahami bahwa subyek dalam penelitian ini sewaktu-waktu

dapat mengundurkan diri dalam keikutsertaannya, maka saya setuju ikut serta dalam

penelitian dan bersedia berperan serta dengan mematuhi semua ketentuan yang

berlaku dalam penelitian tersebut di atas.

Medan,…………………2008

Penanggungjawab penelitian Saksi Yang menyatakan,

Subyek penelitian

(dr. Sri Yusfinah MHP) (…………………….) (…………………….)

Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008

Page 75: hubungan kadar CD4

Lampiran 4

4

5

67

910

1211

8

123

Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008

Page 76: hubungan kadar CD4

46

45

44

3132

3435

3940414243

38

3637

33

30

131415

1718192021

2526272829

242322

16

Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008

Page 77: hubungan kadar CD4

Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008

Lampiran 5

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : dr. Sri Yusfinah Masfah Hanum

Tempat/tanggal lahir : Sunggal, 3 Juli 1971

Agama : Islam

Status : Menikah

Alamat rumah : Jl. Beringin Psr VII Tengah No.99/101 Medan Denai

Pendidikan

a. SD : Madrasah Ibtidaiyah Islamiyah Sunggal,, tamat tahun 1984

b. SMP : SMP Negeri 28 Medan, tamat tahun 1987

c. SMA : SMA Negeri 4 Medan, tamat tahun 1990

d. Perguruan Tinggi : Fakultas Kedokteran USU, tamat tahun 1996

Keterangan keluarga

a. Suami : dr.Makrup Efendy Harahap

b. Anak : 1. Rima Rahmi Putri Harahap

2. Wardah Zarfani Harahap

3. Mujiburrahman Adhayan Harahap

Page 78: hubungan kadar CD4

Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008

DATA DASAR STATUS

INFEKSI HIV STATUS DERMATOLOGI PEMERIKSAAN

PENUNJANG

NO JENIS

KELAMIN UMUR PENDIDIKAN PEKERJAAN KADAR CD4 LOKASI EFLORESENSI KEROKAN

LESI KULTUR DIAGNOSIS

DERMATOMIKOSIS

1 2 23 3 1 743 0 0 0 0 0

2 2 21 3 1 67 1 5 1  1 1

3 2 31 2 1 642 0 0 0 0 0

4 1 26 3 4 16 1 21 1  1 1

5 2 24 3 1 758 0 0 0 0 0

6 1 26 3 5 335 0 0 0 0 0

7 1 22 3 5 232 0 0 0 0 0

8 2 28 3 1 332 0 0 0 0 0

9 2 32 3 5 8 1 21 1  1 1

10 2 40 3 5 334 0 0 0 0 0

11 1 29 3 3 38 1 5 1  1 1

12 1 35 4 5 6 29 14 1  4 2

13 1 42 3 5 65 1 21 1  2 1

14 1 34 3 5 57 1 5 1  1 1

15 1 49 3 5 22 1 21 1  1 1

16 2 46 3 1 254 0 0 0 0 0

17 2 23 3 5 423 0 0 0 0 0

18 1 26 3 5 122 0 0 0  0 0

19 1 30 3 5 88 1 21 1  2 1

20 1 52 2 5 54 1 5 1  1 1

21 1 30 3 2 10 26 5 1  1 1

22 2 37 3 1 433 0 0 0 0 0

23 1 32 3 3 67 0 0 0  0 0

24 1 42 2 1 6 1 5 1  1 1

25 2 26 2 1 300 0 0 0 0 0

26 1 36 3 4 27 24 15 1  4 3

27 1 27 3 4 9 1 5 1  2 1

28 2 24 3 1 406 0 0 0 0 0

Lampiran 6 DATA INDUK

Page 79: hubungan kadar CD4

Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008

DATA DASAR STATUS

INFEKSI HIV STATUS DERMATOLOGI PEMERIKSAAN

PENUNJANG

NO JENIS

KELAMIN UMUR PENDIDIKAN PEKERJAAN KADAR CD4 LOKASI EFLORESENSI KEROKAN

LESI KULTUR DIAGNOSIS

DERMATOMIKOSIS

29 1 31 3 4 41 1 5 1  1 1

30 1 34 4 5 13 28 16 1  4 4

31 2 40 3 1 699 0 0 0 0 0

32 1 27 3 5 29 1 5 1  2 1

33 1 34 3 3 16 1 5 1  1 1

34 1 25 3 4 300 0 0 0 0 0

35 1 33 3 5 27 1 5 1  2 1

36 1 51 2 4 34 27 17 1  4 2

37 1 30 3 5 15 1 5 1  1 1

38 1 38 3 5 39 0 0 0 0 0

39 1 30 3 5 295 0 0 0 0 0

40 1 29 2 3 95 0 0 0  0 0

41 1 27 4 1 528 0 0 0 0 0

42 1 32 2 1 38 1 21 1  1 1

43 2 29 2 1 31 26 18 1  3 1

44 1 38 3 5 91 0 0 0 0 0

45 2 39 2 1 173 0 0 0 0 0

46 1 25 2 3 57 0 0 0  0 0

47 1 26 3 5 24 1 5 1  1 1

48 1 30 3 2 26 25 19 1  6 5

49 1 34 3 1 296 0 0 0 0 0

50  1  39  3  4  103  0  0  0  0  0 

51  2  29  3  1  669  0  0  0  0  0 

52  1  35  3  5  71  0  0  0  0  0 

53  2  32  4  1  80  20  17  1  5  6 

54  2  23  2  1  616  0  0  0  0  0 

Lanjutan…

Page 80: hubungan kadar CD4

Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008

DATA DASAR STATUS

INFEKSI HIV STATUS DERMATOLOGI PEMERIKSAAN

PENUNJANG

NO JENIS

KELAMIN UMUR PENDIDIKAN PEKERJAAN KADAR CD4 LOKASI EFLORESENSI KEROKAN

LESI KULTUR DIAGNOSIS

DERMATOMIKOSIS

55  1  30  3  5  15  1  21  1  1  1 

56  1  25  2  4  5  1  5  1  2  1 

57  2  44  3  5  5  30  20  1  4  7 

58  2  24  3  1  788  0  0  0  0  0 

59  2  26  3  1  832  0  0  0  0  0 

60  1  28  3  5  14  1  5  1  1  1 

61  1  35  3  5  43  0  0  0  0  0 

62  1  31  3  3  2  1  5  1  1  1 

63  1  38  3  4  37  1  5  1  1  1 

64  1  39  3  5  71  1  5  1  1  1 

65  2  23  3  5  423  0  0  0  0  0 

66  2  19  3  1  616  0  0  0  0  0 

67  1  38  3  3  71  0  0  0  0  0 

68  1  25  3  1  21  1  21  1  2  1 

69  2  38  3  1  669  0  0  0  0  0 

70  1  27  3  5  12  1  5  1  1  1 

71  1  38  3  3  39  0  0  0  0  0 

72  1  36  3  1  15  1  5  1  1  1 

73  1  35  3  5  20  1  5  1  1  1 

                       

Lanjutan…

Page 81: hubungan kadar CD4

Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008

Lanjutan…

Page 82: hubungan kadar CD4

Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008