HUBUNGAN HIPERTENSI DENGAN KEPARAHAN PENYAKIT...

70
HUBUNGAN HIPERTENSI DENGAN KEPARAHAN PENYAKIT JANTUNG KORONER BERDASARKAN SULLIVAN VESSEL SCORE Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN OLEH: Danivan Fajari Ramandityo 1113103000031 PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H / 2016 M

Transcript of HUBUNGAN HIPERTENSI DENGAN KEPARAHAN PENYAKIT...

Page 1: HUBUNGAN HIPERTENSI DENGAN KEPARAHAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37386/1/DANIVAN... · 3. dr. Sayid Ridho, Sp.PD, FINASIM dan dr. Dede Moeswir,

i

HUBUNGAN HIPERTENSI DENGAN KEPARAHAN

PENYAKIT JANTUNG KORONER BERDASARKAN

SULLIVAN VESSEL SCORE

Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar SARJANA KEDOKTERAN

OLEH:

Danivan Fajari Ramandityo

1113103000031

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1438 H / 2016 M

Page 2: HUBUNGAN HIPERTENSI DENGAN KEPARAHAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37386/1/DANIVAN... · 3. dr. Sayid Ridho, Sp.PD, FINASIM dan dr. Dede Moeswir,

ii

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan

untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya

atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya

bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Jakarta, 10 November 2016

Danivan Fajari Ramandityo

Page 3: HUBUNGAN HIPERTENSI DENGAN KEPARAHAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37386/1/DANIVAN... · 3. dr. Sayid Ridho, Sp.PD, FINASIM dan dr. Dede Moeswir,

iii

iii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

HUBUNGAN HIPERTENSI DENGAN KEPARAHAN PENYAKIT

JANTUNG KORONER BERDASARKAN SULLIVAN VESSEL SCORE

Laporan Penelitian

Diajukan kepada Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter, Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar

Sarjana Kedokteran (S.Ked)

Oleh:

Danivan Fajari Ramandityo

NIM: 1113103000031

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1438 H / 2016 M

Pembimbing 1

dr. Sayid Ridho, Sp.PD, FINASIM

NIP. 19660629 199803 1 001

Pembimbing 2

dr. Dede Moeswir, Sp.PD, KKV

Page 4: HUBUNGAN HIPERTENSI DENGAN KEPARAHAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37386/1/DANIVAN... · 3. dr. Sayid Ridho, Sp.PD, FINASIM dan dr. Dede Moeswir,

iv

iv

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Penelitian berjudul HUBUNGAN HIPERTENSI DENGAN

KEPARAHAN PENYAKIT JANTUNG KORONER BERDASARKAN

SULLIVAN VESSEL SCORE yang diajukan oleh Danivan Fajari Ramandityo

(NIM: 1113103000031), telah diujikan dalam sidang di Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan pada 10 November 2016. Laporan Penelitian ini telah diterima

sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked) pada

Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter.

Jakarta, 10 November 2016

DEWAN PENGUJI

PIMPINAN FAKULTAS

Pembimbing 1

dr. Sayid Ridho, Sp.PD, FINASIM

NIP. 19660629 199803 1 001

Pembimbing 2

dr. Dede Moeswir, Sp.PD, KKV

Penguji 1

dr. Femmy Nurul Akbar, Sp.PD, KGEH

NIP. 19731005 200604 2 001

Penguji 2

dr. Achmad Zaki, M. Epid, Sp.OT

NIP. 19780507 200501 1 005

Dekan FKIK UIN

Prof. Dr. H. Arif Sumantri, M.Kes

NIP. 19650808 198803 1 002

Kaprodi PSKPD FKIK UIN

dr. Achmad Zaki, M. Epid, Sp.OT

NIP. 19780507 200501 1 005

Ketua Sidang

dr. Sayid Ridho, Sp.PD, FINASIM

NIP. 19660629 199803 1 001

Page 5: HUBUNGAN HIPERTENSI DENGAN KEPARAHAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37386/1/DANIVAN... · 3. dr. Sayid Ridho, Sp.PD, FINASIM dan dr. Dede Moeswir,

v

v

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan

semesta alam yang atas ridho, rahmat, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan laporan penelitian yang berjudul “HUBUNGAN HIPERTENSI

DENGAN KEPARAHAN PENYAKIT JANTUNG KORONER

BERDASARKAN SULLIVAN VESSEL SCORE” sebagai salah satu syarat

dalam menyelesaikan jenjang program sarjana kedokteran di Fakultas Kedokteran

dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini dapat terwujud karena adanya

dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis ingin

menyampaikan penghargaan, rasa hormat, dan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. H. Arif Sumantri, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. dr. Achmad Zaki, M.Epid, Sp.OT, selaku Ketua Program Studi

Kedokteran dan Profesi Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. dr. Sayid Ridho, Sp.PD, FINASIM dan dr. Dede Moeswir, Sp.PD, KKV

selaku dosen pembimbing riset yang telah banyak menyediakan waktu,

tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan dan membimbing penelitian dari

awal hingga terselesaikannya penelitian ini.

4. Kedua orangtua penulis, Ir. Djoko Setio Warmanto dan Dra. Indra

Siswarini Larasati, MA yang selalu mendoakan, memberi semangat dan

motivasi, serta memberikan dukungan baik moral maupun material.

5. Kakak penulis, Indina Sastrini Sekarnesia, yang selalu mendukung dan

memberi motivasi dalam menyelesaikan penelitian ini.

6. Para dosen dan staf Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

7. Teman-teman seperjuangan riset, Rifa‟i Syarif Abdullah, Ana Khurnia

Rahmawati, Kartika Rosiana Dewi, Amaryllis Anandini, dan Safitri Nenik

Page 6: HUBUNGAN HIPERTENSI DENGAN KEPARAHAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37386/1/DANIVAN... · 3. dr. Sayid Ridho, Sp.PD, FINASIM dan dr. Dede Moeswir,

vi

vi

Agustin yang sejak awal hingga selesai selalu membantu dalam melewati

berbagai hal dalam penelitian ini.

8. Teman-teman sejawat Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter

angkatan 2013 yang ikut memberi dukungan dalam penelitian ini.

9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah

membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.

Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga penelitian ini dapat memberi

banyak manfaat bagi kita semua.

Jakarta, 10 November 2016

Danivan Fajari Ramandityo

Page 7: HUBUNGAN HIPERTENSI DENGAN KEPARAHAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37386/1/DANIVAN... · 3. dr. Sayid Ridho, Sp.PD, FINASIM dan dr. Dede Moeswir,

vii

vii

ABSTRAK

Danivan Fajari Ramandityo. Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter.

Hubungan Hipertensi dengan Keparahan Penyakit Jantung Koroner Berdasarkan

Sullivan Vessel Score. 2016

Latar Belakang: Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko dalam terjadinya

penyakit jantung koroner (PJK).

Hipertensi dapat menyebabkan terjadinya

aterosklerosis yang dapat menyebabkan stenosis pada pembuluh darah koroner,

yaitu LM (arteri koroner sinistra), LAD (arteri interventrikuler anterior), LCX

(arteri sirkumfleks sinistra), dan RCA (arteri koroner dekstra). Pada penelitian ini,

digunakan Sullivan vessel score yang merupakan salah satu skor untuk menilai

keparahan PJK yang mengelompokkan pembuluh darah koroner dengan stenosis

>70% menjadi skor 1, 2, dan 3. Tujuan: Untuk mengetahui apakah terdapat

hubungan antara hipertensi dengan keparahan PJK berdasarkan Sullivan vessel

score pada pasien PJK. Metode: Penelitian menggunakan desain kohort

retrospektif pada 86 pasien PJK di RS Hermina Bekasi. Dilakukan pengambilan

data hipertensi dan data angiografi koroner. Hasil: Pada analisis bivariat antara

hubungan hipertensi dengan keparahan PJK berdasarkan Sullivan vessel score

didapatkan p > 0,05. Kesimpulan: Pada penelitian ini, tidak didapatkan hubungan

antara hipertensi dengan keparahan PJK berdasarkan Sullivan vessel score.

Kata Kunci: Penyakit Jantung Koroner, Aterosklerosis, Hypertension, Sullivan

Vessel Score

ABSTRACT

Danivan Fajari Ramandityo. School of Medicine. Association between

Hypertension and Severity of Coronary Artery Disease based on Sullivan Vessel

Score. 2016

Background: Hypertension is one of risk factors for coronary artery disease

(CAD). Hypertension can cause atherosclerosis which can cause stenosis in

coronary arteries, such as LM, LAD, LCX, and RCA. In this study, we used

Sullivan vessel score which is one of the scores to assess severity of CAD which

divides the coronary arteries with stenosis >70% into score 1, 2, and 3. Aim: To

determine whether hypertension can be associated with severity of CAD based on

Sullivan vessel score in CAD patients. Methods: In this study, we used cohort

retrospective design on 86 CAD patients in Hermina Hospital Bekasi. We

collected hypertension and coronary angiography data. Results: In bivariate

analysis between the association of hypertension with severity of CAD based on

Sullivan vessel score, the p-value was > 0,05. Conclusion: In this study, there

was no association between hypertension and severity of CAD based on Sullivan

vessel score.

Keywords: Coronary Artery Disease, Atherosclerosis, Hypertension, Sullivan

Vessel Score

Page 8: HUBUNGAN HIPERTENSI DENGAN KEPARAHAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37386/1/DANIVAN... · 3. dr. Sayid Ridho, Sp.PD, FINASIM dan dr. Dede Moeswir,

viii

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL .................................................................................................. i

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA.............................................ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING.....................................................iii

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. iv

KATA PENGANTAR ........................................................................................... v

ABSTRAK ........................................................................................................... vii

DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xi

DAFTAR TABEL ............................................................................................... xii

DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiii

DAFTAR SINGKATAN .................................................................................... xiv

BAB I: PENDAHULUAN..................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................ 3

1.3 Hipotesis ....................................................................................................... 3

1.4 Tujuan Penelitian .......................................................................................... 3

1.4.1 Tujuan Umum ........................................................................................ 3

1.4.2 Tujuan Khusus ....................................................................................... 3

1.5 Manfaat Penelitian ........................................................................................ 4

1.5.1 Manfaat Penelitian bagi Peneliti ............................................................ 4

1.5.2 Manfaat Penelitian bagi Institusi............................................................ 4

1.5.3 Manfaat di Bidang Pengembangan Penelitian ....................................... 4

1.5.4 Manfaat di Bidang Pelayanan Kesehatan............................................... 5

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 6

2.1 Landasan Teori ............................................................................................ 6

2.1.1 Penyakit Jantung Koroner ...................................................................... 6

2.1.1.1 Definisi ........................................................................................... 6

2.1.2.2 Epidemiologi .................................................................................. 6

2.1.2 Stable Angina Pectoris ........................................................................... 7

Page 9: HUBUNGAN HIPERTENSI DENGAN KEPARAHAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37386/1/DANIVAN... · 3. dr. Sayid Ridho, Sp.PD, FINASIM dan dr. Dede Moeswir,

ix

ix

2.1.2.1 Definisi ........................................................................................... 7

2.1.2.2 Patogenesis ..................................................................................... 7

2.1.2.3 Manifestasi Klinis .......................................................................... 7

2.1.3 Sindrom Koroner Akut .......................................................................... 9

2.1.3.1 Definisi ............................................................................................ 9

2.1.3.2 Patogenesis ...................................................................................... 9

2.1.3.3 Manifestasi Klinis ......................................................................... 14

2.1.3.4 Klasifikasi ..................................................................................... 14

2.1.4 Tata Laksana Penyakit Jantung Koroner ............................................. 15

2.1.5 Hipertensi ............................................................................................. 18

2.1.5.1 Definisi .......................................................................................... 18

2.1.5.2 Epidemiologi ................................................................................. 19

2.1.5.3 Klasifikasi ..................................................................................... 19

2.1.5.4 Patogenesis .................................................................................... 20

2.1.5.5 Tata Laksana ................................................................................. 22

2.1.6 Anatomi Pembuluh Darah Jantung ...................................................... 23

2.1.7 Angiografi Koroner .............................................................................. 24

2.1.8 Sullivan Vessel Score ........................................................................... 25

2.2. Kerangka Teori .......................................................................................... 26

2.3. Kerangka Konsep ...................................................................................... 27

2.4. Definisi Operasional .................................................................................. 27

BAB III: METODOLOGI PENELITIAN ........................................................ 30

3.1 Desain Penelitian ........................................................................................ 30

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian .................................................................... 30

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ................................................................. 30

3.3.1 Populasi Target .................................................................................... 30

3.3.2 Populasi Terjangkau ............................................................................. 30

3.2.3 Sampel Penelitian ................................................................................. 30

3.2.4 Perkiraan Besar Sampel ....................................................................... 31

3.4 Kriteria Sampel ........................................................................................... 31

3.4.1 Kriteria Inklusi ..................................................................................... 31

3.4.2 Kriteria Eksklusi .................................................................................. 32

3.5 Cara Kerja Penelitian .................................................................................. 32

3.6 Alur Kerja Penelitian .................................................................................. 32

3.7 Manajemen Data ......................................................................................... 33

Page 10: HUBUNGAN HIPERTENSI DENGAN KEPARAHAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37386/1/DANIVAN... · 3. dr. Sayid Ridho, Sp.PD, FINASIM dan dr. Dede Moeswir,

x

x

BAB IV: HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 34

4.1 Deskripsi Sampel Penelitian ....................................................................... 34

4.2 Karakteristik Sampel Penelitian ................................................................. 34

4.2.1 Karakteristik Sampel Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin, dan Penyakit ...

………………………………………………………………………34

4.2.2 Karakteristik Sampel Berdasarkan Terapi Obat................................... 35

4.2.3 Karakteristik Sampel Berdasarkan Data Laboratorium ....................... 36

4.3 Analisis Bivariat ......................................................................................... 37

4.3.1 Analisis Bivariat Pada Pasien Stable Angina Pectoris ........................ 37

4.3.2 Analisis Bivariat Pada Pasien Sindrom Koroner Akut ........................ 37

4.3.3 Analisis Bivariat Pada Pasien Penyakit Jantung Koroner .................... 38

4.4 Pembahasan ................................................................................................ 39

4.5 Nilai Keislaman .......................................................................................... 40

4.6 Keterbatasan Penelitian .............................................................................. 41

BAB V: SIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 42

5.1 Simpulan ..................................................................................................... 42

5.2 Saran ........................................................................................................... 42

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 44

Page 11: HUBUNGAN HIPERTENSI DENGAN KEPARAHAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37386/1/DANIVAN... · 3. dr. Sayid Ridho, Sp.PD, FINASIM dan dr. Dede Moeswir,

xi

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Peran faktor-faktor risiko pada aterosklerosis ................................... 11

Gambar 2.2 Skema perkembangan plak aterosklerosis..........................................12

Gambar 2.3 Mekanisme pembentukan trombosis koroner ................................... 13

Gambar 2.4 Konsekuensi dari trombosis koroner ................................................. 15

Gambar 2.5 Langkah-langkah prosedur PCI ......................................................... 17

Gambar 2.6 Faktor-faktor yang berperan dalam pengendalian tekanan darah ..... 21

Gambar 2.7 Anatomi pembuluh darah jantung ..................................................... 23

Page 12: HUBUNGAN HIPERTENSI DENGAN KEPARAHAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37386/1/DANIVAN... · 3. dr. Sayid Ridho, Sp.PD, FINASIM dan dr. Dede Moeswir,

xii

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Klasifikasi Fungsional Canadian Cardiovascular Society ..................... 8

Tabel 2.2 Klasifikasi Tekanan Darah .................................................................... 20

Tabel 2.3 Target Tekanan Darah dan Terapi Awal Hipertensi ............................. 23

Tabel 4.1 Karakteristik Sampel Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin, dan Penyakit 35

Tabel 4.2 Karakteristik Sampel Berdasarkan Terapi Obat .................................... 35

Tabel 4.3 Karakteristik Sampel Berdasarkan Data Laboratorium ........................ 36

Tabel 4.4 Analisis Bivariat Pada Pasien Stable Angina Pectoris.......................... 37

Tabel 4.5 Analisis Bivariat Pada Pasien Sindrom Koroner Akut ......................... 37

Tabel 4.6 Analisis Bivariat Pada Pasien Penyakit Jantung Koroner ..................... 38

Page 13: HUBUNGAN HIPERTENSI DENGAN KEPARAHAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37386/1/DANIVAN... · 3. dr. Sayid Ridho, Sp.PD, FINASIM dan dr. Dede Moeswir,

xiii

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Formulir Penelitian ........................................................................... 48

Lampiran 2. Hasil Analisis Data SPSS 22.0 ......................................................... 49

Lampiran 3. Daftar Riwayat Hidup ....................................................................... 55

Page 14: HUBUNGAN HIPERTENSI DENGAN KEPARAHAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37386/1/DANIVAN... · 3. dr. Sayid Ridho, Sp.PD, FINASIM dan dr. Dede Moeswir,

xiv

xiv

DAFTAR SINGKATAN

WHO : World Health Organization

Riskesdas : Riset Kesehatan Dasar

CAD : Coronary Artery Disease

PJK : Penyakit Jantung Koroner

CT : Computed Tomography

RS : Rumah Sakit

SKA : Sindrom Koroner Akut

NSTEMI : Non-ST-Segment Elevation Myocardial Infarction

STEMI : ST-Segment Elevation Myocardial Infarction

EKG : Elektrokardiogram

LDL : Low Density Lipoprotein

AGEs : Advance Glycation End Products

NO : Nitrit Oksida

PAI : Plasminogen Activator Inhibitor

ROS : Reactive Oxygen Species

PDGF : Platelet Derived Growth Factor

TGF-β : Transforming Growth Factor Beta

IGF : Insulin-Like Growth Factor

PCI : Percutaneous Coronary Intervention

CABG : Coronary Artery Bypass Graft

ACC : The American College of Cardiology

AHA : American Heart Association

TIMI : Thrombolysis in Myocardial Infarction

CKMB : Creatinin Kinase Muscle Brain

DES : Drug Eluting Stent

JNC : Joint National Committee

ACEI : Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor

ARB : Angiotensin Receptor Blocker

Page 15: HUBUNGAN HIPERTENSI DENGAN KEPARAHAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37386/1/DANIVAN... · 3. dr. Sayid Ridho, Sp.PD, FINASIM dan dr. Dede Moeswir,

xv

xv

CCB : Calcium Channel Blocker

LM : Left Main Artery

LAD : Left Anterior Descending

LCX : Left Circumflex Artery

RCA : Right Coronary Artery

SD : Standard Deviation

ESH : European Society of Hypertension

ESC : European Society of Cardiology

IV : Intravenous

Page 16: HUBUNGAN HIPERTENSI DENGAN KEPARAHAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37386/1/DANIVAN... · 3. dr. Sayid Ridho, Sp.PD, FINASIM dan dr. Dede Moeswir,

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Saat ini, penyakit kardiovaskular masih menjadi penyebab kesakitan dan

kematian nomor satu di dunia.1 Pada tahun 2012, menurut data World Health

Organization (WHO), tercatat 17.512.520 angka kematian di dunia disebabkan

oleh penyakit kardiovaskular. Penyakit kardiovaskular tersebut di antaranya,

penyakit jantung rematik, penyakit jantung iskemik, penyakit jantung hipertensi,

stroke, kardiomiopati, endokarditis, miokarditis, dan gangguan sirkulasi pembuluh

darah lainnya. Dari penyakit-penyakit tersebut, penyakit jantung akibat iskemik

merupakan penyakit jantung yang paling banyak menyebabkan kematian di dunia

dengan angka kejadian sebanyak 7.352.705.2 Di Indonesia, menurut data Riset

Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, prevalensi penyakit jantung sebesar

1,5% dan meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Kemudian didapatkan

data provinsi yang memiliki prevalensi penyakit jantung terbesar terdapat pada

provinsi Nusa Tenggara Timur (4,4%), diikuti Sulawesi Tengah (3,8%) dan

Sulawesi Selatan (2,9%).3

Penyakit jantung akibat iskemik didefinisikan sebagai kondisi dimana

terjadi ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen jantung dan aliran darah

yang menuju jantung (iskemia).4 Gangguan keseimbangan ini terjadi pada

miokardium jantung. Penyebab dari gangguan ini di antaranya dapat disebabkan

oleh terjadinya penyempitan lumen arteri koroner oleh aterosklerosis, embolus

yang berasal dari vegetasi katup aorta atau mitral, vaskulitis koroner, hipotensi

sistemik yang parah, dan hipertrofi miokardium kiri.5 Terjadinya penyempitan

pada lumen arteri koroner pada jantung paling sering disebabkan oleh

aterosklerosis.17

Hal ini menyebabkan terjadinya penurunan aliran darah dan

perfusi yang tidak adekuat dari miokardium yang disuplai olah pembuluh arteri

koroner yang mengalami aterosklerosis.4 Oleh karena itu, penyakit ini sering juga

disebut penyakit jantung koroner (Coronary Heart Disease) atau penyakit arteri

koroner (Coronary Artery Disease).5

Page 17: HUBUNGAN HIPERTENSI DENGAN KEPARAHAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37386/1/DANIVAN... · 3. dr. Sayid Ridho, Sp.PD, FINASIM dan dr. Dede Moeswir,

2

Dalam perjalanan penyakitnya, penyakit jantung koroner memiliki

beberapa faktor risiko. Faktor-faktor risiko tersebut di antaranya hipertensi,

diabetes mellitus, dislipidemia, penuaan, merokok, obesitas, dan riwayat keluarga

dengan penyakit jantung koroner.7,8,10,11

Salah satu faktor risiko yang akan dibahas

adalah hipertensi. Hipertensi merupakan faktor risiko penting pada beberapa

penyakit seperti, penyakit jantung koroner, penyakit serebrovaskular, hipertrofi

jantung, gagal jantung, diseksi aorta, dan gagal ginjal. Hipertensi didefinisikan

sebagai kondisi tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah

diastolik lebih dari 90 mmHg.5

Hipertensi dan penyakit jantung koroner dapat menyebabkan terjadinya

dan berkembangnya aterosklerosis pada pembuluh darah koroner melalui

mekanisme seperti, memengaruhi gaya dari aliran darah, fungsi endotel pembuluh

koroner, permeabilitas dari dinding pembuluh darah, sifat lekat dari trombosit, dan

remodelling pembuluh darah.8

Aterosklerosis ini kemudian akan menyebabkan

stenosis pada pembuluh darah koroner yang akan ditemukan pada penderita

penyakit jantung koroner dengan pemeriksaan penunjang berupa angiografi

koroner atau computed tomography (CT).7,8,10

Dari pemeriksaan tersebut, stenosis

dapat dinilai dari berapa persen berkurangnya diameter dari lumen pembuluh

darah koroner yang sebenarnya. Persentase stenosis dikelompokkan menjadi

ringan jika diameter lumen berkurang < 50%, sedang 50-70%, dan berat >70%.15

Terdapat beberapa parameter untuk menilai stenosis pada pembuluh darah

koroner. Salah satu parameter yang digunakan adalah Sullivan Vessel Score.

Sullivan vessel score adalah skor yang digunakan untuk menghitung jumlah

pembuluh darah koroner yang mengalami stenosis > 70% (≥50% di Left Main

Artery) dari diameter lumen. Skor memiliki nilai 0-3 bergantung pada jumlah

pembuluh darah yang mengalami stenosis.16

Pada penelitian Akanda tahun 2013, ditemukan prevalensi terjadinya

stenosis pada pasien yang memiliki gejala-gejala penyakit jantung koroner sebesar

78,8%.11

Pada penelitian ini, digunakan Sullivan vessel score untuk menilai

keparahan penyakit jantung koroner karena berdasarkan metode, jika

dibandingkan dengan skor lain, Sullivan vessel score memiliki metode penilaian

Page 18: HUBUNGAN HIPERTENSI DENGAN KEPARAHAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37386/1/DANIVAN... · 3. dr. Sayid Ridho, Sp.PD, FINASIM dan dr. Dede Moeswir,

3

yang lebih sederhana dan mampu laksana. Berdasarkan latar belakang, prevalensi,

dan hipertensi sebagai faktor risiko dari penyakit jantung koroner maka peneliti

ingin mengetahui hubungan antara hipertensi dengan keparahan penyakit jantung

koroner berdasarkan Sullivan vessel score pada pasien penyakit jantung koroner.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian ini, permasalahan yang dibahas

adalah apakah terdapat hubungan antara hipertensi dengan keparahan

penyakit jantung koroner berdasarkan Sullivan vessel score?

1.3 Hipotesis

Terdapat hubungan antara hipertensi dengan keparahan penyakit jantung

koroner berdasarkan Sullivan vessel score.

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Mengetahui hubungan antara hipertensi dengan keparahan penyakit

jantung koroner berdasarkan Sullivan vessel score.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui data jumlah pasien penyakit jantung koroner di RS

Hermina Bekasi.

2. Mengetahui data jumlah pasien penyakit jantung koroner

dengan atau tanpa hipertensi di RS Hermina Bekasi.

3. Mengetahui proporsi keparahan penyakit jantung koroner

berdasarkan Sullivan vessel score pada pasien penyakit jantung

koroner di RS Hermina Bekasi.

Page 19: HUBUNGAN HIPERTENSI DENGAN KEPARAHAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37386/1/DANIVAN... · 3. dr. Sayid Ridho, Sp.PD, FINASIM dan dr. Dede Moeswir,

4

4. Mengetahui hubungan hipertensi dengan tingkat keparahan

penyakit jantung koroner berdasarkan Sullivan vessel score

pada pasien penyakit jantung koroner di RS Hermina Bekasi.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Penelitian bagi Peneliti

1. Menjadi salah satu bentuk perwujudan peneliti dalam

melaksanakan kewajiban mahasiswa Tri Dharma Perguruan

Tinggi.

2. Memberi pengetahuan pada peneliti bahwa terdapat hubungan

antara hipertensi dengan keparahan penyakit jantung koroner

berdasarkan Sullivan vessel score.

1.5.2 Manfaat penelitian bagi Institusi

1. Hasil penelitian ini dapat dijadikan data referensi penelitian di

FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta di bidang kedokteran.

2. Hasil penelitian dapat menjadi dasar untuk melakukan

penelitian yang lebih mendalam dengan tema serupa di masa

yang akan datang.

1.5.3 Manfaat di bidang pengembangan penelitian

Hasil penelitian dapat menjadi data untuk penelitian selanjutnya

dalam mengetahui hubungan hipertensi dengan keparahan

penyakit jantung koroner berdasarkan Sullivan vessel score.

Page 20: HUBUNGAN HIPERTENSI DENGAN KEPARAHAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37386/1/DANIVAN... · 3. dr. Sayid Ridho, Sp.PD, FINASIM dan dr. Dede Moeswir,

5

1.5.4 Manfaat di bidang pelayanan kesehatan

Memberikan informasi terhadap risiko keparahan penyakit

jantung koroner berdasarkan Sullivan vessel score pada pasien

penyakit jantung koroner dengan hipertensi sehingga dapat

memberikan tata laksana yang lebih awal dan optimal.

Page 21: HUBUNGAN HIPERTENSI DENGAN KEPARAHAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37386/1/DANIVAN... · 3. dr. Sayid Ridho, Sp.PD, FINASIM dan dr. Dede Moeswir,

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Penyakit Jantung Koroner

2.1.1.1 Definisi

Iskemia miokardium adalah apabila terjadi gangguan keseimbangan antara

kebutuhan oksigen dan aliran darah yang menuju jantung yang terjadi di

miokardium.4 Penyebab utama dari gangguan ini adalah terjadinya penyempitan

pada lumen atau stenosis pada arteri koroner di jantung yang paling sering

disebabkan oleh aterosklerosis, yaitu suatu kondisi pada pembuluh darah arteri

dimana terjadi penimbunan endapan lemak, trombosit, neutrofil, monosit, dan

makrofag di seluruh kedalaman tunika intima (lapisan sel endotel) hingga ke

tunika media (lapisan otot polos).8,17

Oleh karena itu, penyakit ini disebut penyakit

jantung koroner (CHD) atau penyakit arteri koroner (CAD).5

2.1.1.2 Epidemiologi

Saat ini, penyakit kardiovaskular masih menjadi penyebab kesakitan dan

kematian nomor satu di dunia.1 Pada tahun 2012, menurut data WHO, tercatat

17.512.520 angka kematian di dunia disebabkan oleh penyakit kardiovaskular

dengan sebaran 8.819.893 terjadi pada wanita dan 8.692.627 terjadi pada laki-laki.

Penyakit jantung akibat iskemik merupakan penyakit jantung yang paling banyak

menyebabkan kematian di dunia dengan angka kejadian sebanyak 7.352.705.2 Di

Amerika Serikat, prevalensi penyakit jantung koroner sebesar 6,4% pada orang

dewasa berusia ≥20 tahun yaitu sekitar 15,4 juta orang.13

Sementara, di Jerman

Barat, prevalensi penyakit jantung koroner mencapai 7% pada populasi yang

berusia 45 hingga 75 tahun.19

Page 22: HUBUNGAN HIPERTENSI DENGAN KEPARAHAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37386/1/DANIVAN... · 3. dr. Sayid Ridho, Sp.PD, FINASIM dan dr. Dede Moeswir,

7

2.1.2 Stable Angina Pectoris

2.1.2.1 Definisi

Pada kondisi iskemia miokardium dimana terjadi ketidakseimbangan

antara kebutuhan oksigen dan suplai oksigen ke jantung, dapat timbul nyeri dada

atau angina pectoris. Iskemia miokardium ini paling sering disebabkan oleh

aterosklerosis. Pada stable angina pectoris, nyeri dada dipicu oleh meningkatnya

kebutuhan oksigen jantung akibat peningkatan aktivitas fisik. Selain itu, dapat

juga disebabkan stres psikologi, kekurangan oksigen akibat anemia, hipoksia, atau

hipotensi. Nyeri dada terasa seperti rasa berat dan tertekan. Umumnya pada stable

angina pectoris, nyeri dada berlangsung kurang dari 10 menit.4

2.1.2.2 Patogenesis

Pada kondisi normal, miokardium akan mengontrol asupan darah kaya

oksigen ke jantung untuk mencegah gangguan perfusi dari miosit serta iskemia

dan infark. Pada kondisi aterosklerosis, diameter dari lumen pembuluh darah

koroner menyempit sehingga hal ini dapat membatasi aliran darah ke jantung.

Ketika kondisi seseorang sedang beraktivitas maka dibutuhkan asupan oksigen

dari darah yang lebih banyak. Namun jika terjadi aterosklerosis mekanisme

kompensasi miokardium untuk memenuhi kebutuhan oksigen terganggu sehingga

hal ini dapat menyebabkan iskemia miokardium yang kemudian bermanifestasi

menjadi nyeri dada atau angina pectoris. Pada beberapa pasien iskemia

miokardium tidak hanya disebabkan oleh aterosklerosis, tetapi juga dapat

disebabkan oleh peningkatan kebutuhan oksigen akibat hipertrofi ventrikel kiri

karena hipertensi, penurunan asupan oksigen karena anemia, dan gangguan

konstriksi dari pembuluh darah koroner.4

2.1.2.3 Manifestasi Klinis

Pada stable angina pectoris, pasien dapat merasa nyeri lokasi biasanya di

dada atau substernal dengan penjalaran ke leher, rahang, bahu kiri sampai dengan

lengan dan jari-jari bagian ulnar, punggung atau pundak kiri. Kualitas nyeri

merupakan nyeri tumpul seperti rasa tertindih atau berat di dada, rasa desakan

Page 23: HUBUNGAN HIPERTENSI DENGAN KEPARAHAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37386/1/DANIVAN... · 3. dr. Sayid Ridho, Sp.PD, FINASIM dan dr. Dede Moeswir,

8

yang kuat dari dalam atau dari bawah diafragma, seperti diremas-remas atau dada

mau pecah dan biasanya pada keadaan yang berat disertai keringat dingin dan

sesak napas. Nyeri berhubungan dengan aktivitas, hilang dengan istirahat. Nyeri

juga dapat dipresipitasi oleh stress fisik ataupun emosional.5,9

Nyeri biasanya

dirasakan kurang dari 10 menit.4

Nyeri dada dapat membuat aktivitas seseorang terganggu. Oleh karena itu.

Canadian Cardiovascular Society telah membuat klasifikasi fungsional untuk

menilai derajat keparahan dari nyeri dada berdasarkan keterbatasan aktivitas,

sebagai berikut:4,9,18

Tabel 2.1 Klasifikasi Fungsional Canadian Cardiovascular Society

Kelas

Klasifikasi Fungsional Canadian Cardiovascular

Society

1

Aktivitas sehari-hari seperti jalan kaki dan naik tangga

1-2 lantai tidak menimbulkan nyeri dada. Nyeri dada

baru timbul pada aktivitas fisik yang berat, berjalan

cepat, serta terburu-buru waktu kerja atau bepergian.

2

Aktivitas sehari-hari agak terbatas, misalnya nyeri dada

timbul bila melakukan aktivitas lebih berat dari

biasanya, seperti jalan kaki 2 blok, naik tangga lebih dari

1 lantai atau berjalan menanjak.

3

Aktivitas sehari-hari nyata terbatas. Nyeri dada timbul

bila berjalan 1-2 blok, naik tangga 1 lantai dengan

kecepatan biasa.

4 Nyeri dada dapat timbul saat isitirahat. Hampir semua

aktivitas dapat menimbulkan nyeri dada.

Sumber: Harrison, 2012

Page 24: HUBUNGAN HIPERTENSI DENGAN KEPARAHAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37386/1/DANIVAN... · 3. dr. Sayid Ridho, Sp.PD, FINASIM dan dr. Dede Moeswir,

9

2.1.3 Sindrom Koroner Akut

2.1.3.1 Definisi

Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah suatu kondisi mengancam nyawa

yang dapat terjadi pada pasien dengan penyakit jantung koroner.1

Sindrom

koroner akut didefinisikan sebagai suatu kondisi iskemik miokard akut

simtomatik yang disebabkan oleh ruptur plak dan pembentukan trombosis

intrakoroner, yang sering dihubungkan dengan aterosklerosis yang kronik.

Sindrom koroner akut diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu Unstable Angina

(Angina Pektoris tidak stabil), Non-ST-Segment Elevation Myocardial Infarction

(NSTEMI), dan ST-Segment Elevation Myocardial Infarction (STEMI).

Klasifikasi ini dibedakan berdasarkan hasil pemeriksaan elektrokardiogram

(EKG) dan biomarker miokardium jantung yang nekrosis.13

Unstable Angina

adalah ketika gejala-gejala iskemia tidak disertai dengan peningkatan biomarker

jantung dan perubahan EKG. NSTEMI adalah ketika ditemukan peningkatan

biomarker jantung dan tidak terdapat elevasi segmen ST pada EKG, sedangkan

pada STEMI ditemukan elevasi segmen ST.

2.1.3.2 Patogenesis

Patogenesis dari sindrom koroner akut bermula dari aterosklerosis.

Aterosklerosis adalah suatu kondisi dimana terjadi pembentukan plak pada

dinding pembuluh darah arteri yang dapat menyebabkan penyempitan lumen dari

pembuluh darah yang kemudian menyebabkan gangguan aliran darah.

Pembentukan plak ini dapat terjadi di pembuluh darah arteri jantung yang

kemudian dapat menyebabkan sindrom koroner akut. Terdapat empat proses yang

mendasari pembentukan plak pada aterosklerosis yaitu, disfungsi endotel pada

pembuluh darah, inflamasi pada dinding sel vaskular, penumpukan lipid,

kolesterol, dan sel-sel inflamasi pada dinding pembuluh darah, dan akumulasi

debris selular pada lapisan intima dan subintima dari pembuluh darah.6

Page 25: HUBUNGAN HIPERTENSI DENGAN KEPARAHAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37386/1/DANIVAN... · 3. dr. Sayid Ridho, Sp.PD, FINASIM dan dr. Dede Moeswir,

10

Proses awal yang memicu terjadinya aterosklerosis adalah disfungsi

endotel dari pembuluh darah. Terdapat beberapa hal yang merangsang terjadinya

disfungsi endotel karena pembuluh darah terpapar oleh zat-zat tertentu, yaitu:

Toksin dari tembakau dari rokok

Low density lipoprotein (LDL) yang teroksidasi

Advanced glycation end products (AGEs)

Peningkatan kadar Homosistein

Agen-agen infeksius

Cedera dari sel-sel endotel akan mengawali kaskade yang kemudian

menyebabkan disfungsi selular. Disfungsi ini akan menyebabkan perubahan pada

keseimbangan produksi dari molekul-molekul vasoaktif dari endotel, yaitu:

Penurunan bioavailabilitas dari Nitrit Oksida (NO), suatu agen vasodilator,

antitrombotik, antiproliferasi

Penurunan kadar NO akan menyebabkan peningkatan aktivasi dan adhesi

platelet

Peningkatan agen vasokonstriktor seperti, endothelin-1 dan angiotensin-II,

yang menyebabkan migrasi dan pertumbuhan sel

Disfungsi sel-sel endotel menyebabkan ekspresi molekul adhesi dan

sekresi kemokin

Peningkatan kadar Plasminogen activator inhibitor (PAI) dan Tissue

factor menyebabkan perubahan pada keseimbangan trombosis

Berbagai faktor risiko dapat menjadi pemicu bagi terjadinya disfungsi

endotel seperti, usia, hipertensi, merokok, diabetes, faktor genetik, sitokin,

reactive oxygen species (ROS), dan lain-lain. Faktor-faktor risiko ini kemudian

menjadi predisposisi terjadinya aterosklerosis yang jika kemudian terjadi ruptur

plak lalu terjadi trombosis maka akan menyebabkan sindrom koroner akut.6

Page 26: HUBUNGAN HIPERTENSI DENGAN KEPARAHAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37386/1/DANIVAN... · 3. dr. Sayid Ridho, Sp.PD, FINASIM dan dr. Dede Moeswir,

11

Gambar 2.1 Peran faktor-faktor risiko pada aterosklerosis

Sumber: Lilly, 2011

Pembentukan plak-plak aterosklerotik dimulai ketika sel leukosit, terutama

monosit, terikat pada sel endotel yang teraktivasi. Kemudian bermigrasi ke lapisan

subendotel dan berubah menjadi makrofag. Makrofag kemudian akan mengikat

LDL Cholesterol (LDL-C) yang bersirkulasi sehingga kemudian terbentuk foam

cells. Kumpulan dari makrofag yang mengandung lipid dan foam cells akan

membentuk „fatty streaks’, yaitu lesi awal dari aterosklerosis. Lesi ini kemudian

dapat berkembang menjadi plak fibrosa akibat dari akumulasi lipid lebih lanjut

yang diikuti oleh migrasi, proliferasi, dan transformasi fibrosa sel-sel otot polos.6

Hipertensi Aktivasi dan

disfungsi

endotel Reactive oxygen

species

Faktor genetik

Diet Merokok Diabetes

mellitus tipe 2

Gangguan

fibrinolisis

(↓t-PA,

↓PAI-1)

Adhesi

platelet

↓ Produksi NO

Penuaan

Sitokin/inflamasi

Ekspresi molekul –

molekul adhesi dan

rekurensi monosit yang

bersirkulasi

Aterosklerosis

Aktivasi plak dan

ruptur trombosis

Sindrom Koroner Akut

Page 27: HUBUNGAN HIPERTENSI DENGAN KEPARAHAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37386/1/DANIVAN... · 3. dr. Sayid Ridho, Sp.PD, FINASIM dan dr. Dede Moeswir,

12

Gambar 2.2 Skema perkembangan plak aterosklerosis

Sumber: Kumar, 2007

Pembentukan dari plak fibrosa kemudian juga akan menyebabkan deposisi

dari matriks ekstraselular dari jaringan ikat sehingga terbentuk lah fibrous cap.

Proses pembentukan ini difasilitasi oleh platelet-derived growth factor (PDGF),

transforming growth factor-beta (TGF-β), dan insulin-like growth factor (IGF)

yang berasal dari makrofag, sel-sel endotel, dan platelet yang teraktivasi.

Pertumbuhan plak lebih lanjut akan menyebabkan terjadinya remodelling dari

Page 28: HUBUNGAN HIPERTENSI DENGAN KEPARAHAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37386/1/DANIVAN... · 3. dr. Sayid Ridho, Sp.PD, FINASIM dan dr. Dede Moeswir,

13

dinding pembuluh darah sehingga dapat menurunkan kemampuan pembuluh

darah untuk mengalirkan darah. Akumulasi plak lebih lanjut menyebabkan

penyempitan pembuluh darah dan akhirnya terjadi obstruksi pada pembuluh

darah.6

Gambar 2.3 Mekanisme pembentukan trombosis koroner

Sumber: Lilly, 2011

Namun, fibrous cap dari plak tersebut rentan untuk mengalami ruptur.

Ruptur ini akan menyebabkan faktor-faktor pembekuan darah akan berkontak

dengan kolagen trombogenik di matriks ekstraseluler pembuluh arteri dan tissue

factor yang dihasilkan oleh foam cells makrofag di inti lipid pada lesi tersebut.

Hal inilah yang kemudian menyebabkan pembentukan trombosis. Untuk

mencegah pembentukan trombosis lebih lanjut, tubuh memiliki mekanisme

fibrinolitik atau antitrombotik. Mekanisme antitrombotik tersebut melibatkan

Pelepasan

tissue

factor

Turbulensi

aliran

darah

Aterosklerosis

Paparan

kolagen

subendotel

Disfungsi endotel

Ruptur plak

Perdarahan

intraplak

↓ Efek

antitrombotik

↓ Efek

vasodilator

Trombosis Koroner

Vasokonstriksi ↓ Diameter

lumen

pembuluh

darah

Aktivasi

kaskade

pembekuan

darah

Aktivasi dan

agregasi platelet

Page 29: HUBUNGAN HIPERTENSI DENGAN KEPARAHAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37386/1/DANIVAN... · 3. dr. Sayid Ridho, Sp.PD, FINASIM dan dr. Dede Moeswir,

14

molekul-molekul, seperti trombomodulin, tissue- dan urokinase- type

plasminogen activators, heparan sulphate proteoglycans, prostasiklin, dan Nitrit

Oksida. Ketika pembentukan trombosis sudah tidak dapat ditahan oleh mekanisme

antitrombotik, hal ini kemudian menyebabkan trombosis semakin menebal yang

kemudian menyebabkan oklusi pembuluh darah arteri.4

2.1.3.3 Manifestasi Klinis

Pasien-pasien sindrom koroner akut menunjukkan gejala-gejala iskemia.

Gejala-gejala klinis tersebut di antaranya nyeri dada (angina pectoris), rasa tidak

nyaman di epigastrium, ekstremitas atas, dispnea, diaphoresis, mual, rasa lelah,

dan sinkop. Rasa nyeri dan tidak nyaman pada sindrom koroner akut dapat terjadi

ketika istirahat dan sifatnya lebih sering difus disbanding terlokalisasi. Nyeri

dapat menjalar ke lengan kiri, bahu kanan, atau bahkan menjalar ke kedua

lengan.13

2.1.3.4 Klasifikasi

Berdasarkan trombus yang menyebabkan oklusi di pembuluh darah

jantung, sindrom koroner akut diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu Unstable

Angina (Angina Pektoris tidak stabil), Non-ST-Segment Elevation Myocardial

Infarction (NSTEMI), dan ST-Segment Elevation Myocardial Infarction (STEMI).

Jika terjadi oklusi parsial akibat trombus maka dapat menyebabkan Unstable

angina atau NSTEMI. Unstable angina atau NSTEMI dapat dibedakan dengan

pemeriksaan biomarker enzim jantung. Pemeriksaan biomarker enzim jantung

negatif pada Unstable angina, namun positif pada NSTEMI. Oklusi trombus total

merupakan penyebab umum STEMI, dimana pada EKG akan ditemukan elevasi

segmen ST diikuti gelombang Q patologis dan hasil pemeriksaan biomarker

enzim jantung positif.14

Page 30: HUBUNGAN HIPERTENSI DENGAN KEPARAHAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37386/1/DANIVAN... · 3. dr. Sayid Ridho, Sp.PD, FINASIM dan dr. Dede Moeswir,

15

Gambar 2.4 Konsekuensi dari trombosis koroner

Sumber: Lilly, 2011

2.1.4 Tata Laksana Penyakit Jantung Koroner

Untuk pasien-pasien penyakit jantung koroner terdapat beberapa terapi

farmakologis yang perlu diberikan. Terapi farmakologis biasanya diberikan

dimulai dari meringankan gejala nyeri dada, mencegah perburukan atau adverse

events, hingga terapi untuk mengobati faktor risiko. Untuk meringankan nyeri

dada, pasien biasanya diberikan nitrogliserin yang dapat memberi efek

vasodilatasi yang dapat menurunkan konsumsi oksigen di miokardium sehingga

keseimbangan oksigen di jantung kembali normal. Kemudian pasien diberikan

terapi untuk mencegah iskemia berulang, seperti β-blocker dan Calcium channel

blockers. Pasien juga diberikan aspirin dan atau clopidogrel sebagai antiagregasi

trombosit untuk mencegah terjadinya perburukan dari kondisi iskemia pasien.

Terapi lain adalah terapi untuk mengobati faktor risiko dari pasien, seperti

Trombus Koroner

Penyembuhan dan

pembesaran plak

Trombus kecil

Tidak ada

perubahan EKG

NSTEMI

Trombus oklusif

STEMI

Biomarker

serum +

Trombus

oklusif parsial

Depresi segmen ST

dan/atau inversi

gelombang T

(Iskemia

berkepanjangan)

(Iskemia

sementara)

Biomarker

serum - Biomarker

serum +

Unstable angina

Elevasi segmen ST

(diikuti gelombang Q)

Page 31: HUBUNGAN HIPERTENSI DENGAN KEPARAHAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37386/1/DANIVAN... · 3. dr. Sayid Ridho, Sp.PD, FINASIM dan dr. Dede Moeswir,

16

hipertensi, dislipidemia, dan diabetes mellitus. Terapi yang diberikan berupa

terapi farmakologi dan edukasi modifikasi gaya hidup.9,14

Pada pasien-pasien penyakit jantung koroner salah satu terapi yang

menjadi pilihan adalah terapi revaskularisasi pembuluh darah koroner.4 Intervensi

Koroner Perkutan atau Percutaneous Coronary Intervention (PCI) menjadi salah

satu terapi yang sering digunakan. Saat ini, lebih dari 4 juta tindakan PCI

dilakukan setiap tahunnya. PCI merupakan terapi yang invasif untuk

penatalaksanaan penyakit jantung koroner. PCI merupakan terapi alternatif dari

Coronary Artery Bypass Graft (CABG) yang merupakan tindakan lebih invasif.

Pada tindakan PCI dilakukan pemasangan stent yang dapat menyangga pembuluh

darah supaya tetap terbuka.9

Menurut pedoman The American College of Cardiology (ACC)/American

Heart Association (AHA), pasien-pasien stable angina, unstable angina,

NSTEMI, dan STEMI dapat diindikasikan untuk dilakukan Intervensi Koroner

Perkutan atau Percutaneous Coronary Intervention (PCI).4 Untuk pasien STEMI,

PCI perlu segera dilakukan dalam waktu kurang dari 90 menit dari saat pasien

datang ke rumah sakit (door to balloon time).14

Sedangkan untuk pasien unstable

angina atau NSTEMI, perlu dilakukan analisis faktor risiko terlebih dulu. Untuk

menetapkan perlu dilakukan PCI atau tidak bagi pasien unstable angina atau

NSTEMI maka digunakan instrument untuk menilai faktor risiko, yaitu dengan

skor Thrombolysis in Myocardial Infarction (TIMI). Skor TIMI ini mencakup

tujuh indikator untuk menilai keparahan dari unstable angina atau NSTEMI:

1. Usia >65 tahun

2. Memiliki ≥3 faktor risiko untuk penyakit jantung koroner, termasuk

riwayat keluarga dengan penyakit jantung koroner, hipertensi,

hiperkolesterolemia, diabetes, atau perokok

3. Hasil pemeriksaan angiografi menunjukkan stenosis koroner ≥50%

4. Terdapat deviasi segmen ST pada pemeriksaan EKG

5. Terjadi 2 episode angina dalam 24 jam terakhir

Page 32: HUBUNGAN HIPERTENSI DENGAN KEPARAHAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37386/1/DANIVAN... · 3. dr. Sayid Ridho, Sp.PD, FINASIM dan dr. Dede Moeswir,

17

6. Riwayat penggunaan Aspirin dalam 7 hari terakhir

7. Terjadi peningkatan nilai serum Troponin atau CK-MB

Jika didapatkan skor TIMI ≥ 3 maka pasien unstable angina atau NSTEMI

perlu dilakukan terapi revaskularisasi dengan sebelumnya perlu dilakukan

angiografi terlebih dulu dalam waktu 24 jam pertama.14

Gambar 2.5 Langkah-langkah prosedur PCI4

Sumber: Harrison, 2012

Prosedur PCI diawali dengan melakukan punksi jarum secara perkutan ke

pembuluh arteri perifer. Akses pembuluh arteri yang digunakan biasanya arteri

femoral, namun belakangan arteri radial lebih banyak digunakan. Arteri koroner

Page 33: HUBUNGAN HIPERTENSI DENGAN KEPARAHAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37386/1/DANIVAN... · 3. dr. Sayid Ridho, Sp.PD, FINASIM dan dr. Dede Moeswir,

18

kemudian dilebarkan dengan kateter balon angioplasti. Cara kerja angioplasti

adalah dengan merentangkan pembuluh arteri dan menekan plak ke dinding

pembuluh sehingga keseluruhan ukuran dari pembuluh menjadi lebih lebar

Setelah pembuluh arteri dilebarkan dengan balon angioplasti, stent kemudian

diletakkan di tempat tersebut.4

Saat ini, 50-90% jenis stent yang digunakan adalah drug-eluting stent

(DES). Generasi pertama stent jenis DES diselubungi dengan sirolimus atau

paclitaxel. Sedangkan DES generasi kedua menggunakan everolimus, biolimus,

dan zotarolimus. DES generasi kedua ini dinilai lebih efektif dan memberi

kemungkinan komplikasi lebih rendah dibanding generasi pertama. Selain itu,

DES generasi kedua juga menunjukkan kemungkinan lebih rendah untuk

terjadinya trombosis stent dan infark miokard dibanding generasi pertama.

Prosedur PCI dilakukan dengan anestesi lokal dan sedasi rendah sehingga pasien

hanya perlu dirawat kurang lebih 1 hari di rumah sakit. Sehingga prosedur ini

relatif lebih ringan dari segi biaya dibandingkan CABG.4

2.1.5 Hipertensi

2.1.5.1 Definisi

Menurut The Seventh Report of Joint National Committee on Prevention,

Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7), hipertensi

adalah kondisi tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥

90 mmHg dan/atau penggunaan obat-obat antihipertensi.12

Berdasarkan

penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua jenis, yaitu hipertensi esensial dan

hipertensi sekunder.9 Hipertensi esensial didefinisikan sebagai hipertensi yang

tidak diketahui penyebabnya. Namun, genetik dipercaya memiliki peranan penting

dalam terjadinya hipertensi esensial. Sebagai contoh, hipertensi lebih sering

terjadi pada pasien yang di keluarganya memiliki riwayat hipertensi.

Polimorfisme gen yang terjadi pada angiotensinogen juga meningkatkan risiko

hipertensi. Selain itu, polimorfisme pada gen alpha-adducin juga dapat

menyebabkan hipertensi, dengan meningkatkan absorbsi natrium di tubulus

ginjal.14

Sedangkan hipertensi sekunder adalah hipertensi yang diketahui

Page 34: HUBUNGAN HIPERTENSI DENGAN KEPARAHAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37386/1/DANIVAN... · 3. dr. Sayid Ridho, Sp.PD, FINASIM dan dr. Dede Moeswir,

19

penyebabnya, misalnya kelainan ginjal, hiperaldosteronisme, feokromositoma,

sindrom Cushing, koarktasio aorta, atau karena penggunaan obat-obatan tertentu.

Obat-obatan penyebab hipertensi sekunder di antaranya, kortikosteroid,

kontrasepsi oral, nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAID), dekongestan,

kokain, dan amfetamin.20,21,22

Hipertensi juga meningkatkan risiko terjadinya

penyakit kardiovaskular, seperti penyakit jantung koroner, gagal jantung

kongestif, stroke iskemik, stroke hemoragik, gagal ginjal, dan penyakit arteri

perifer.4

2.1.5.2 Epidemiologi

Hipertensi ditemukan mengenai 22% orang berusia 18 tahun ke atas dan

menyebabkan 9,4 juta kematian setiap tahunnya di seluruh dunia. Berdasarkan

data WHO, hipertensi lebih sering ditemukan pada negara berkembang dengan

dua pertiga penderita hidup di negara berkembang. Afrika memiliki prevalensi

hipertensi tertinggi dengan (29,6%), diikuti Mediterania Timur (26,9%), Asia

Tenggara (24,7%), Eropa (23,3%), Pasifik Barat (18,7%), dan Amerika (18,2%).23

Jika dilihat dari jenisnya, hipertensi esensial merupakan jenis hipertensi yang

paling sering ditemukan dengan 95% kasus hipertensi merupakan hipertensi

esensial.9

2.1.5.3 Klasifikasi

Menurut European Society of Hypertension and European Society of

Cardiology (ESH/ESC), klasifikasi tekanan darah terbagi menjadi kelompok

normal, normal-tinggi, hipertensi derajat 1, hipertensi derajat 2, dan hipertensi

derajat 3.31

Page 35: HUBUNGAN HIPERTENSI DENGAN KEPARAHAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37386/1/DANIVAN... · 3. dr. Sayid Ridho, Sp.PD, FINASIM dan dr. Dede Moeswir,

20

Tabel 2.2 Klasifikasi Tekanan Darah

Klasifikasi Tekanan Darah (menurut ESH/ESC)

Klasifikasi

Tekanan Darah

Tekanan Darah

Sistolik (mmHg)

Tekanan Darah

Diastolik (mmHg)

Normal < 130 dan < 85

Normal-Tinggi 130-139 atau 85-89

Hipertensi Derajat 1 140-159 atau 90-99

Hipertensi Derajat 2 160-179 atau 100-109

Hipertensi Derajat 3 ≥ 180 atau ≥ 110

Sumber: ESH/ESC, 2013

Penentuan tekanan darah seseorang berdasarkan rerata dari dua atau lebih

hasil pemeriksaan tekanan darah. Jika tekanan darah sistolik atau diastolik berada

pada kategori klasifikasi yang berbeda maka penentuan tekanan darah berdasar

yang lebih tinggi tekanan darahnya.22

2.1.5.4 Patogenesis

Hipertensi adalah penyakit multifaktorial yang timbul terutama karena

interaksi antara faktor-faktor risiko tertentu. Faktor-faktor risiko yang mendorong

timbulnya kenaikan tekanan darah tersebut adalah:

1. Faktor risiko, seperti diet dan asupan garam, stress, ras, obesitas, merokok,

genetik

2. Sistem saraf simpatis, tonus simpatis dan variasi diurnal

3. Keseimbangan antara pengaturan vasodilatasi dan vasokonstriksi; endotel

pembuluh darah berperan utama, tetapi remodelling dari endotel, otot

polos, dan interstitium juga memberikan kontribusi akhir

Page 36: HUBUNGAN HIPERTENSI DENGAN KEPARAHAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37386/1/DANIVAN... · 3. dr. Sayid Ridho, Sp.PD, FINASIM dan dr. Dede Moeswir,

21

4. Pengaruh sistem otokrin setempat yang berperan pada sistem renin,

angiotensin, dan aldosteron.9

Faktor-faktor yang berperan dalam pengendalian tekanan darah

digambarkan dalam diagram berikut:

Gambar 2.6 Faktor-faktor yang Berperan dalam Pengendalian Tekanan Darah

Sumber: Ilmu Penyakit Dalam, 2007

Pada pasien hipertensi, ditemukan terdapat defek dalam regulasi

pengendalian tekanan darah. Jantung dapat berkontribusi dalam terjadinya

hipertensi melalui mekanisme peningkatan cardiac output atau curah jantung

karena aktivitas berlebih dari saraf simpatis. Pembuluh darah berkontribusi dalam

hipertensi melalui resisten pembuluh darah perifer karena terjadi konstriksi akibat

(1) peningkatan aktivitas simpatis; (2) regulasi abnormal dari tonus vaskuler oleh,

Nitrit Oksida, endotelin, dan faktor-faktor natriuretik; (3) defek kanal ion di otot

polos pembuluh darah. Ginjal berkontribusi dalam hipertensi melalui peningkatan

Page 37: HUBUNGAN HIPERTENSI DENGAN KEPARAHAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37386/1/DANIVAN... · 3. dr. Sayid Ridho, Sp.PD, FINASIM dan dr. Dede Moeswir,

22

volume darah akibat terjadi retensi air dan natrium akibat (1) gagal dalam

pengaturan aliran darah di ginjal; (2) defek kanal ion (contoh: Na+-K

+-ATPase)

yang menyebabkan retensi natrium; (3) gangguan regulasi hormon, sebagai

contoh, aksis renin-angiotensin-aldosteron yang merupakan regulator hormonal

pada tahanan pembuluh darah perifer.14

2.1.5.5 Tata Laksana

Pada tahun 2014, the Eighth Joint National Committee (JNC 8) telah

mengeluarkan guideline algoritma terbaru dalam penanganan pasien hipertensi.

JNC 8 mempertimbangkan penanganan hipertensi berdasar usia, ras, dan juga

adanya penyakit penyerta seperti, gagal ginjal kronik dan diabetes mellitus. Untuk

jenis obat-obat hipertensi yang dianjurkan di antaranya golongan:

Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI) contohnya, captopril,

enalapril, lisinopril.

Angiotensin receptor blockers (ARB) contohnya, eprosartan, candesartan,

valsartan, losartan, irbesartan.

β-blockers contohnya, atenolol, metoprolol.

Calcium channel blockers (CCB) contohnya, amlodipin, diltiazem,

nitrendipin.

Diuretik thiazid contohnya, bendroflumethiazid, klortalidon,

hidoklorotiazid, indapamid.24

JNC 8 juga menjelaskan mengenai target tekanan darah bagi pasien

hipertensi dan terapi awal yang tepat untuk populasi tertentu sebagai berikut :

Page 38: HUBUNGAN HIPERTENSI DENGAN KEPARAHAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37386/1/DANIVAN... · 3. dr. Sayid Ridho, Sp.PD, FINASIM dan dr. Dede Moeswir,

23

Tabel 2.3 Target Tekanan Darah dan Terapi Awal Hipertensi

Populasi Target Tekanan

Darah (mmHg) Terapi Awal

Umum ≥ 60 tahun < 150/90 Pada orang kulit hitam:

diuretik thiazid atau CCB

Pada orang non kulit

hitam: diuretik thiazid,

ACEI, ARB, CCB

Umum < 60 tahun < 140/90

Dengan Diabetes < 140/90

Dengan Gagal Ginjal Kronik <140/90 ACEI atau ARB

Sumber: JNC 8, 2014

2.1.6 Anatomi Pembuluh Darah Jantung

Gambar 2.7 Anatomi Pembuluh Darah Jantung

Sumber: Ellis, 2006

Arteri Koroner

Dekstra (RCA)

Aorta

Vena Cava

Superior

Arteri Sirkumfleks (LCX)

Arteri Koroner Sinistra (LM)

Arteri Interventrikular

Anterior (LAD)

Arteri

Interventrikular

Posterior

Ramus Marginalis

Truncus Pulmonalis

Page 39: HUBUNGAN HIPERTENSI DENGAN KEPARAHAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37386/1/DANIVAN... · 3. dr. Sayid Ridho, Sp.PD, FINASIM dan dr. Dede Moeswir,

24

Pembuluh darah arteri koroner mengalirkan darah ke miokardium jantung

melalui arteri koroner sinistra atau Left Main Coronary Artery (LM) dan arteri

koroner dekstra atau Right Coronary Artery (RCA). LM yang ukurannya lebih

besar dari RCA, kemudian bercabang menjadi 2, yaitu arteri interventrikuler

anterior atau Left Anterior Descending (LAD) dan arteri sirkumfleks atau Left

Circumflex Artery (LCX). LAD akan mengalirkan darah ke bagian anterior dari

kedua ventrikel dan sekitar apex jantung yang kemudian beranastomosis dengan

cabang interventrikular posterior dari RCA sedangkan LCX akan melingkari

jantung ke bagian interatrial posterior. RCA sebagai pembuluh darah sebelah

kanan dari jantung akan memperdarahi bagian kanan jantung hingga

atrioventrikular yang kemudian bercabang menjadi ramus marginalis dan cabang

interventrikular posterior yang kemudian beranatomosis dengan cabang dari

LM.25,26

2.1.7 Angiografi Koroner

Untuk menilai oklusi atau stenosis dari pembuluh darah jantung, maka

dapat dilakukan beberapa pemeriksaan penunjang seperti, angiografi koroner dan

CT. Namun, yang merupakan pemeriksaan gold standard untuk menegakkan

diagnosis adalah angiografi koroner. Angiografi koroner adalah pemeriksaan yang

dilakukan untuk menilai struktur anatomi dan fisiologis dari jantung serta

pembuluh-pembuluh darah terkait. Angiografi koroner diindikasikan untuk

mengevaluasi luas dan tingkat keparahan dari penyakit jantung pada pasien yang

simtomatik dan menentukan apakah terapi yang diberikan berupa terapi

farmakologi, bedah atau intervensi dengan catheter.

Prosedur ini dilakukan

menggunakan teknik perkutan yang melalui pembuluh darah arteri femoralis

untuk kateterisasi jantung kiri dan pembuluh darah vena femoralis untuk

kateterisasi jantung kanan sebagai akses masuk kateter. Namun, dapat digunakan

pembuluh darah lain, seperti arteri brachialis dan arteri radialis. Saat ini, akses

melalui arteri radialis sering digunakan karena menghasilkan komplikasi

perdarahan yang minimal.4

Prosedur dilakukan ketika pasien sudah berpuasa sekitar 6 jam dan

menerima sedasi IV agar pasien berada dalam kondisi sedasi namun tetap sadar

Page 40: HUBUNGAN HIPERTENSI DENGAN KEPARAHAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37386/1/DANIVAN... · 3. dr. Sayid Ridho, Sp.PD, FINASIM dan dr. Dede Moeswir,

25

ketika prosedur. Pasien yang dicurigai memiliki PJK diterapi terlebih dahulu

dengan aspirin 325 mg. Jika pasien kemungkinan berlanjut untuk dilakukan PCI

maka pasien diberikan clopidogrel 600 mg loading dose dilanjutkan 75 mg

perhari. Pemberian warfarin dimulai 48 jam sebelum prosedur agar mengurangi

komplikasi perdarahan pada tempat akses. Prosedur dimulai dengan memasukkan

sheath fleksibel ke pembuluh darah melewati guidewire sehingga kateter

diagnostik dapat dimasukkan ke pembuluh darah menuju jantung dengan bantuan

fluoroskopi setelah sebelumnya diinjeksi kontras. Perlu dilakukan monitor status

hemodinamik pasien sebelum, ketika, dan setelah prosedur.4

2.1.8 Sullivan Vessel Score

Sullivan vessel score adalah skor yang digunakan untuk menghitung

jumlah pembuluh darah jantung yang mengalami stenosis >70% dari diameter

lumen pembuluh darah (>50% di LM). Pembuluh darah yang dimaksud adalah

LM, LAD, LCX, dan RCA. Skor berdasarkan pembuluh darah yang terlibat: 0 jika

tidak ada pembuluh darah dengan stenosis >70% atau no vessel disease, 1 untuk

single vessel disease, 2 untuk double vessel disease, 3 untuk triple vessel

disease.16

Stenosis pada pembuluh darah jantung dapat dilihat dengan melakukan

pemeriksaan penunjang berupa angiografi koroner atau CT.7,8,10

Persentase

stenosis dikelompokkan menjadi ringan jika diameter lumen berkurang < 50%,

sedang 50-70%, dan berat >70%.15

Selain dari Sullivan vessel score, terdapat skor-skor lain yang dapat

digunakan untuk menilai tingkat keparahan dari penyakit jantung koroner. Skor-

skor ini memiliki penghitungan nilai keparahan yang bervariasi dimulai dari

keparahan stenosis hingga jumlah daerah miokardium yang masih mendapat aliran

darah. Skor-skor lain yang dapat digunakan di antaranya, Bogaty score, Gensini

score, Jeopardy Duke score, dan Bari score.32

Page 41: HUBUNGAN HIPERTENSI DENGAN KEPARAHAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37386/1/DANIVAN... · 3. dr. Sayid Ridho, Sp.PD, FINASIM dan dr. Dede Moeswir,

26

2.2 Kerangka Teori

Aterosklerosis

Ruptur plak

Sindrom Koroner Akut

Trombosis koroner

Disfungsi endotel

NSTEMI STEMI Unstable Angina

Pembentukan

plak

Stable

Angina

Faktor Risiko

Penyakit Jantung Koroner

Stenosis

Derajat stenosis >70%

Dilakukan angiografi

koroner

Jumlah pembuluh darah

dengan stenosis bermakna

Sullivan Vessel Score

3 2 1 0

Hipertensi Diabetes,

merokok, usia,

pola diet,

inflamasi,

ROS, genetik

Page 42: HUBUNGAN HIPERTENSI DENGAN KEPARAHAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37386/1/DANIVAN... · 3. dr. Sayid Ridho, Sp.PD, FINASIM dan dr. Dede Moeswir,

27

2.3 Kerangka Konsep

2.4 Definisi Operasional

No. Variabel Definisi Alat

Ukur

Cara

Pengukuran

Skala

Pengukuran

Hasil

Ukur

1. Penyakit

Jantung

Koroner

Suatu kondisi

gangguan

keseimbangan antara

kebutuhan oksigen

jantung dan aliran

darah yang menuju

jantung yang terjadi di

miokardium.4

Rekam

Medis

Sesuai yang

tertulis di

rekam medis

Diagnosis

berdasarkan

anamnesis,

gambaran

EKG, dan

Nominal Ya

Tidak

Penyakit

Jantung Koroner

Angiografi koroner

Hipertensi

0

Sullivan Vessel

Score

1 2 3

Page 43: HUBUNGAN HIPERTENSI DENGAN KEPARAHAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37386/1/DANIVAN... · 3. dr. Sayid Ridho, Sp.PD, FINASIM dan dr. Dede Moeswir,

28

Dapat terjadi Stable

Angina Pectoris atau

Sindrom Koroner

Akut yang

diklasifikasikan

menjadi tiga, yaitu

Unstable Angina

(Angina Pektoris tidak

stabil), Non-ST-

Segment Elevation

Myocardial Infarction

(NSTEMI), dan ST-

Segment Elevation

Myocardial Infarction

(STEMI).1

hasil

pemeriksaan

biomarker

jantung

2. Hipertensi Hipertensi adalah

kondisi tekanan darah

sistolik ≥ 140 mmHg

atau tekanan darah

diastolik ≥ 90 mmHg

dan/atau penggunaan

obat-obat

antihipertensi.12

Rekam

Medis

Sesuai yang

tertulis di rekam

medis

Nominal Ya

Tidak

3. Sullivan

Vessel

Score

Sullivan vessel score

adalah skor yang

digunakan untuk

menghitung jumlah

pembuluh darah

jantung yang

mengalami stenosis

>70% dari diameter

Rekam

Medis

Sesuai yang

tertulis di

rekam medis

Stenosis

dilihat

berdasarkan

pemeriksaan

Ordinal Skor 0

Skor 1

Skor 2

Skor 3

Page 44: HUBUNGAN HIPERTENSI DENGAN KEPARAHAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37386/1/DANIVAN... · 3. dr. Sayid Ridho, Sp.PD, FINASIM dan dr. Dede Moeswir,

29

lumen pembuluh

darah (>50% di LM).

Skor berdasar

pembuluh darah yang

terlibat: skor 0 jika

tidak ada pembuluh

darah dengan stenosis

>70% atau no vessel

disease, skor 1 jika

terdapat 1 pembuluh

darah dengan stenosis

>70% atau single

vessel disease, skor 2

jika terdapat 2

pembuluh darah

dengan stenosis >70%

atau double vessel

disease, skor 3 jika

terdapat 3 pembuluh

darah dengan stenosis

>70% atau triple

vessel disease.16

angiografi

koroner

Page 45: HUBUNGAN HIPERTENSI DENGAN KEPARAHAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37386/1/DANIVAN... · 3. dr. Sayid Ridho, Sp.PD, FINASIM dan dr. Dede Moeswir,

30

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian yang akan digunakan adalah penelitian analitik

noneksperimental dengan pendekatan kohort retrospektif berbasis

penelitian prognostik.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Hermina Bekasi dalam rentang

waktu September-Oktober 2016

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1 Populasi Target

Populasi target pada penelitian ini adalah pasien penyakit jantung

koroner yang dilakukan angiografi koroner

3.3.2 Populasi Terjangkau

Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah pasien penyakit

jantung koroner yang dilakukan angiografi koroner di Rumah Sakit

Hermina Bekasi

3.3.3 Sampel Penelitian

Sampel pada penelitian ini adalah pasien penyakit jantung koroner

yang dilakukan angiografi koroner yang memenuhi kriteria inklusi

penelitian. Pemilihan sampel dilakukan dengan cara consecutive

sampling.

Page 46: HUBUNGAN HIPERTENSI DENGAN KEPARAHAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37386/1/DANIVAN... · 3. dr. Sayid Ridho, Sp.PD, FINASIM dan dr. Dede Moeswir,

31

3.3.4 Perkiraan Besar Sampel

Perkiraan besar sampel minimal untuk penelitian ini dihitung

menggunakan rumus

n1 = n2 = (zα√2PQ + zβ √P1Q1 + P2Q2)2

(P1 - P2)2

n = besar sampel

zα = deviat baku alfa

zβ = deviat baku beta

P2 = proporsi pada kelompok yang sudah diketahui nilainya

(digunakan prevalensi stenosis pada PJK yaitu

78,8%11

)

Q2 = 1 – P2

P1 = proporsi pada kelompok yang nilainya merupakan

judgement peneliti

Q1 = 1 – P1

P1–P2 = selisih proporsi minimal yang dianggap bermakna

P = proporsi total = (P1 + P2)/2

Q = 1 – P

Sehingga didapatkan jumlah sampel:

n1 = n2 = 166 pasien

3.4 Kriteria Sampel

3.4.1 Kriteria Inklusi

1. Pasien penyakit jantung koroner yang dilakukan angiografi

koroner di Rumah Sakit Hermina Bekasi.

2. Terdapat data mengenai pembuluh darah koroner yang terlibat

dan persentase diameter stenosis angiografi koroner pada rekam

medis.

Page 47: HUBUNGAN HIPERTENSI DENGAN KEPARAHAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37386/1/DANIVAN... · 3. dr. Sayid Ridho, Sp.PD, FINASIM dan dr. Dede Moeswir,

32

3. Terdapat data tekanan darah atau hipertensi atau penggunaan

obat-obatan antihipertensi di rekam medis.

3.4.2 Kriteria Eksklusi

1. Pasien dengan riwayat revaskularisasi seperti, intervensi koroner

perkutan (PCI) atau CABG.

3.5 Cara Kerja Penelitian

Penelitian dimulai dengan melakukan perizinan pengambilan data ke RS

Hermina Bekasi. Setelah mendapat izin, dimulai proses pengambilan data rekam

medis yang sesuai. Pengambilan data sesuai dengan baseline data yang telah

dibuat yang berisi data demografi, data penyakit, data riwayat pengobatan, data

laboratorium, dan data angiografi koroner. Data kemudian dimasukkan ke SPSS

versi 22.0. Kemudian data disajikan dalam bentuk tabel.

3.6 Alur Kerja Penelitian

Persiapan penelitian

Menentukan sampel penelitian: Pasien penyakit jantung koroner

yang dilakukan angiografi koroner yang berobat di Rumah Sakit

Hermina Bekasi

Sampel memenuhi kriteria inklusi dan tanpa kriteria eksklusi

Tidak

Ya

Tidak diikutsertakan dalam

penelitian

Diikutsertakan dalam penelitian

Pengambilan data rekam medis

Analisis dan pengolahan data

Kesimpulan hasil penelitian

Page 48: HUBUNGAN HIPERTENSI DENGAN KEPARAHAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37386/1/DANIVAN... · 3. dr. Sayid Ridho, Sp.PD, FINASIM dan dr. Dede Moeswir,

33

3.7 Manajemen Data

Data dianalisis menggunakan SPSS versi 22.0, data merupakan data

kategorik dalam bentuk frekuensi dan persen. Kemudian dilakukan

penilaian mean ± standart deviation (rata-rata ± simpang baku). Kemudian

dilakukan analisis bivariat tabel 2x3 antara hubungan hipertensi dengan

variabel terkait keparahan penyakit jantung koroner berdasarkan Sullivan

vessel score menggunakan Chi-Square jika tidak memenuhi syarat uji Chi

Square maka dilakukan uji Kolmogorov-Smirnov. P-value yang signifikan

adalah < 0,05.

Page 49: HUBUNGAN HIPERTENSI DENGAN KEPARAHAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37386/1/DANIVAN... · 3. dr. Sayid Ridho, Sp.PD, FINASIM dan dr. Dede Moeswir,

34

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil analisis univariat dan bivariat

dari data penelitian. Hasil analisis univariat akan ditampilkan dalam bentuk rata-

rata ± standard deviation (SD) atau frekuensi dan persentase. Hasil analisis

bivariat akan dilakukan uji Chi Square karena analisis berupa data kategorik-

kategorik dengan tabel 2x3. Jika data tidak memenuhi syarat uji Chi Square maka

akan digunakan uji Kolmogorov Smirnov. Jika hasil analisis bivariat didapatkan p-

value < 0,05 maka dianggap signifikan.28

4.1 Deskripsi Sampel Penelitian

Selama periode penelitian, data yang diambil adalah data pasien penyakit

jantung koroner yang dilakukan angiografi koroner yang berobat di Rumah Sakit

Hermina Bekasi berjumlah 88 orang. Skor 0 berdasarkan Sullivan vessel score

yang didapatkan dalam penelitian ini tidak diikutkan dalam uji analisis sehingga

sampel yang akan dianalisis berjumlah 86 sampel. Sampel ini tidak mencukupi

karena berdasarkan rumus perhitungan sampel minimal 166 sampel untuk setiap

kelompok sehingga total sampel berjumlah 332 sampel.

4.2 Karakteristik Sampel Penelitian

4.2.1 Karakteristik Sampel Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin, dan

Penyakit

Dari sampel yang didapatkan, rata-rata usia dari sampel sebesar 57,32

tahun dengan simpang baku ± 8,345. Usia sampel tertua yaitu 79 tahun dan

termuda 36 tahun. Proporsi laki-laki sebanyak 64 orang (72,7%) sedangkan

perempuan 24 orang (27,3%). Pasien yang memiliki hipertensi sebanyak 77 orang

(87,5%) sedangkan yang non hipertensi sebanyak 11 orang (12,5%). Pasien

dengan diabetes mellitus sebanyak 21 orang (23,9%). Pasien dengan gagal jantung

sebanyak 60 orang (68,2%). Pada sampel yang keseluruhannya merupakan pasien

penyakit jantung koroner, proporsi pasien yang terdiagnosis stable angina

Page 50: HUBUNGAN HIPERTENSI DENGAN KEPARAHAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37386/1/DANIVAN... · 3. dr. Sayid Ridho, Sp.PD, FINASIM dan dr. Dede Moeswir,

35

pectoris sebanyak 36 orang (40,9%), sedangkan pasien sindrom koroner akut

sebanyak 52 orang (59,1%).

Tabel 4.1 Karakteristik Sampel Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin, dan Penyakit

4.2.2 Karakteristik Sampel Berdasarkan Terapi Obat

Tabel 4.2 Karakteristik Sampel Berdasarkan Terapi Obat

Dari sampel yang didapatkan, sebanyak 46 orang (52,3%) mendapat terapi

ACE atau ARB. Pasien yang mendapat terapi nitrat sebanyak 76 orang (86,4%).

Seluruh sampel mendapat terapi anti platelet (100%). Pasien yang mendapat terapi

Karakteristik Jumlah(%) Rata-rata ± SD

Usia - 57,32 ± 8,34

Jenis Kelamin

Laki-laki 64 (72,7%) -

Perempuan 24 (27,3%) -

Hipertensi 77 (87,5%) -

Diabetes 21 (23,9%) -

Gagal Jantung 60 (68,2%) -

Jenis PJK

Stable Angina Pectoris 36 (40,9%) -

Sindrom Koroner Akut 52 (59,1%) -

Obat Jumlah(%)

ACE/ARB 46 (52,3%)

Nitrat 76 (86,4%)

Anti Platelet 88 (100%)

Statin 83 (94,3%)

Β-blocker 61 (69,3%)

ADO 14 (15,9%)

Insulin 9 (10,2%)

Page 51: HUBUNGAN HIPERTENSI DENGAN KEPARAHAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37386/1/DANIVAN... · 3. dr. Sayid Ridho, Sp.PD, FINASIM dan dr. Dede Moeswir,

36

statin sebanyak 83 orang (94,3%). Pasien yang mendapat terapi β-blocker

sebanyak 61 orang (69,3%). Pasien yang mendapat terapi anti diabetik oral

sebanyak 14 (15,9%). Pasien yang mendapat terapi insulin sebanyak 9 (10,2%).

4.2.3 Karakteristik Sampel Berdasarkan Data Laboratorium

Tabel 4.3 Karakteristik Sampel Berdasarkan Data Laboratorium

Dari sampel yang didapatkan, rata-rata nilai hemoglobin adalah 14,08

dengan SD ±1,84. Rata nilai hematokrit adalah 40,60 dengan SD ± 4,71. Rata-rata

nilai leukosit adalah 9.212 dengan SD ± 2.910. Rata-rata nilai trombosit adalah

264.886 dengan SD ± 76.717. Rata-rata nilai kreatinin adalah 1,09 dengan SD ±

0,34.

Data Laboratorium Rata-rata ± SD

Hemoglobin 14,08 ± 1,84

Hematokrit 40,60 ± 4,71

Leukosit 9.212 ± 2.910

Trombosit 264.886 ± 76.717

Kreatinin 1,09 ± 0,34

Page 52: HUBUNGAN HIPERTENSI DENGAN KEPARAHAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37386/1/DANIVAN... · 3. dr. Sayid Ridho, Sp.PD, FINASIM dan dr. Dede Moeswir,

37

4.3 Analisis Bivariat

4.3.1 Analisis Bivariat pada Pasien Stable Angina Pectoris

Pada penelitian ini dilakukan uji hubungan antara hipertensi dengan

Sullivan vessel score pada pasien stable angina pectoris. Namun, hasil analisis

didapat p-value > 0,05 yang menunjukkan hasil tidak signifikan atau tidak

terdapat hubungan antara hipertensi dengan keparahan stenosis berdasarkan

Sullivan vessel score pada pasien stable angina pectoris.

Tabel 4.4 Analisis Bivariat pada pasien stable angina pectoris

Sullivan Vessel Score

p-value

1 2 3

n % n % n %

Hipertensi 14 38,9% 12 33,3% 6 16,7%

1,000 Non

Hipertensi 2 5,6% 1 2,8% 1 2,8%

Total 16 44,4% 13 36,1% 7 19,4%

4.3.2 Analisis Bivariat pada Pasien Sindrom Koroner Akut

Pada penelitian ini dilakukan uji hubungan antara hipertensi dengan

Sullivan vessel score pada pasien SKA. Namun, hasil analisis didapat p-value >

0,05 yang menunjukkan tidak terdapat hubungan antara hipertensi dengan

keparahan stenosis berdasarkan Sullivan vessel score pada pasien SKA.

Tabel 4.5 Analisis Bivariat pada pasien SKA

Sullivan Vessel Score

p-value

1 2 3

n % n % n %

Hipertensi 16 32% 18 36% 9 18%

0,934 Non

Hipertensi 2 4% 2 4% 3 6%

Total 18 36% 20 40% 12 24%

Page 53: HUBUNGAN HIPERTENSI DENGAN KEPARAHAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37386/1/DANIVAN... · 3. dr. Sayid Ridho, Sp.PD, FINASIM dan dr. Dede Moeswir,

38

4.3.3 Analisis Bivariat pada Pasien Penyakit Jantung Koroner

Analisis bivariat pada penelitian ini adalah berupa data kategorik-

kategorik uji hipotesis pada 2 kelompok tidak berpasangan.27

Variabel independen

adalah hipertensi atau non hipertensi sedangkan variabel dependen adalah Sullivan

vessel score bernilai 1,2,3 sehingga tabel analisis yang digunakan berbentuk 2 x 3.

Oleh karena itu, uji yang digunakan adalah uji Chi Square. Setelah dianalisis,

ternyata hasil analisis tidak memenuhi syarat uji Chi Square, yaitu sel yang

mempunyai nilai expected kurang dari 5, maksimal 20% dari jumlah sel. Karena

dari analisis Chi Square pada penelitian ini ditemukan nilai expected kurang dari 5

mencapai 50%. Sehingga harus dilakukan uji Kolmogorov-Smirnov.28

Tabel 4.6 Analisis Bivariat pada Pasien Penyakit Jantung Koroner

Sullivan Vessel Score

p-value

1 2 3

n % n % n %

Hipertensi 30 34,9% 30 34,9% 15 17,4%

0,959 Non

Hipertensi 4 4,7% 3 3,5% 4 4,7%

Total 34 39,5% 33 38,4% 19 22,1%

Dari tabel 4.4 di atas dapat dilihat persebaran data pasien hipertensi dan

non hipertensi terhadap Sullivan vessel score 1, 2, dan 3. Untuk pasien hipertensi

terdapat 30 orang dengan skor 1 (34,9%), 30 orang dengan skor 2 (34,9%), dan 15

orang dengan skor 3 (17,4%). Sedangkan untuk pasien non hipertensi terdapat 4

orang dengan skor 1 (4,7%), 3 orang dengan skor 2 (3,5%), 4 orang dengan skor 3

(4,7%).

Hasil dari uji Kolmogorov-Smirnov mendapatkan p-value sebesar 0,959.

Oleh karena p-value > 0,05 yang merupakan hasil tidak signifikan sehingga dapat

dikatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara hipertensi dengan keparahan

penyakit jantung koroner berdasarkan Sullivan vessel score pada pasien penyakit

jantung koroner.

Page 54: HUBUNGAN HIPERTENSI DENGAN KEPARAHAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37386/1/DANIVAN... · 3. dr. Sayid Ridho, Sp.PD, FINASIM dan dr. Dede Moeswir,

39

4.4 Pembahasan

Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko pada penyakit jantung

koroner.5

Hipertensi dapat menyebabkan terjadinya aterosklerosis pada pembuluh

darah koroner melalui mekanisme seperti, memengaruhi gaya dari aliran darah,

fungsi endotel pembuluh koroner, permeabilitas dari dinding pembuluh darah,

sifat lekat dari trombosit, dan remodelling pembuluh darah.8 Aterosklerosis ini

kemudian akan menyebabkan stenosis pada pembuluh darah koroner yang

menyebabkan pasien mengalami gejala-gejala dari penyakit jantung koroner

contohnya angina pectoris7,8,10

Oleh karena itu pada penelitian ini ingin diketahui

apakah hipertensi dapat menjadi faktor prediktor dari keparahan penyakit jantung

koroner berdasarkan Sullivan vessel score yang mengelompokkan pembuluh

darah koroner dengan stenosis >70% menjadi skor 1, 2, dan 3.16

Namun pada penelitian ini tidak didapatkan hubungan antara hipertensi

dengan keparahan dari penyakit jantung koroner.berdasarkan Sullivan vessel

score. Pada penelitian sebelumnya oleh Parsa dkk (2012), ditemukan hasil serupa

bahwa hipertensi tidak didapatkan hubungan dengan keparahan penyakit jantung

koroner. Penelitian tersebut menggunakan desain Case-Control dengan sampel

masing-masing 125 sehingga total sampel sebesar 250 pasien. Analisis antara

hipertensi dengan keparahan penyakit jantung koroner menggunakan Chi Square.

Perbedaan dengan penelitian ini adalah dalam penelitian tersebut peneliti

memasukkan setiap pasien stenosis dengan stenosis >50%. Dan kelompok

keparahan penyakit jantung koroner dibagi dalam 2 kelompok, yaitu single-vessel

dan multi-vessel. Single-vessel apabila hanya 1 pembuluh darah koroner yang

mengalami stenosis bermakna, sedangkan multi-vessel apabila >1 pembuluh darah

koroner yang mengalami stenosis bermakna. Hasil penelitian Parsa ini serupa

dengan hasil penelitian dari Sposito dkk (2001).

Namun pada penelitian tersebut, peneliti juga membandingkan dengan

penelitian sebelumnya oleh Synkija dkk (2005) yang menemukan bahwa multi-

vessel lebih sering ditemukan pada pasien hipertensi dibandingkan dengan pasien

nonhipertensi (p < 0,0003). Hasil serupa juga didapatkan oleh Hong dkk (1991),

Page 55: HUBUNGAN HIPERTENSI DENGAN KEPARAHAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37386/1/DANIVAN... · 3. dr. Sayid Ridho, Sp.PD, FINASIM dan dr. Dede Moeswir,

40

bahwa multi-vessel lebih sering ditemukan pada pasien hipertensi dibandingkan

pada pasien non hipertensi (p < 0,01).29

Hipertensi merupakan faktor risiko penting terjadinya penyakit jantung

koroner. Akan tetapi, jika dihubungkan dengan keparahan dari penyakit jantung

koroner, penelitian-penelitian terdahulu menunjukkan hasil-hasil yang bervariasi

seperti yang sudah dijelaskan di atas. Faktor-faktor risiko lain menunjukkan

memiliki hubungan yang lebih besar dalam menilai keparahan dari penyakit

jantung koroner. Sebagai contoh pada penelitian Zhang dkk (2016) bahwa usia,

diabetes, hiperlipidemia, jenis kelamin laki-laki memiliki nilai keparahan penyakit

jantung koroner yang lebih besar dibandingkan hipertensi.8 Hal serupa juga

ditemukan pada penelitian Tomizawa dkk (2014) bahwa diabetes lebih berperan

dalam terjadinya keparahan pada penyakit jantung koroner dibandingkan

hipertensi.30

Oleh karena itu, dari hasil penelitian ini tidak didapatkan hubungan

antara hipertensi dengan keparahan penyakit jantung koroner berdasarkan Sullivan

vessel score.

4.5 Nilai Keislaman

Penyakit jantung sangat erat kaitannya dengan gaya hidup seseorang. Gaya

hidup orang yang berlebih-lebihan baik dalam hal pola diet dan aktivitas dapat

memicu terjadinya penyakit jantung. Seperti yang tertuliskan pada Q.S. Al Hadid

57 : 20 mengenai larangan untuk hidup berlebih-lebihan:

“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan

suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta

berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-

tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan

kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada

azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan

dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.”

Page 56: HUBUNGAN HIPERTENSI DENGAN KEPARAHAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37386/1/DANIVAN... · 3. dr. Sayid Ridho, Sp.PD, FINASIM dan dr. Dede Moeswir,

41

4.6 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, di antaranya:

Desain penelitian

Penelitian ini menggunakan desain kohort retrospektif menggunakan

data rekam medis. Apabila data rekam medis tidak sesuai kriteria

inklusi penelitian maka data tersebut tidak dapat dijadikan sampel

penelitian.

Sampel penelitian

Sampel yang didapatkan pada penelitian ini tidak mencukupi

berdasarkan perhitungan rumus minimal sampel. Selain itu proporsi

pasien hipertensi dan non hipertensi tidak seimbang.

Waktu penelitian

Karena adanya keterbatasan waktu dalam melakukan penelitian maka

sampel yang didapatkan tidak mencukupi berdasarkan perhitungan

rumus minimal sampel.

Asal populasi

Penelitian ini hanya mengambil sampel di satu rumah sakit

Data yang tersedia

Karena keterbatasan dari data yang tersedia, maka pada penelitian ini

tidak dapat dibedakan antara pasien yang memiliki hipertensi derajat 1

ataupun memiliki hipertensi derajat 2 sehingga hanya dibedakan

antara pasien hipertensi dan non hipertensi. Kemungkinan pada

penelitian ini terjadi bias karena tidak dibedakan antara hipertensi

derajat 1 dan hipertensi derajat 2 (dose-response relationship).

Page 57: HUBUNGAN HIPERTENSI DENGAN KEPARAHAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37386/1/DANIVAN... · 3. dr. Sayid Ridho, Sp.PD, FINASIM dan dr. Dede Moeswir,

42

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

1. Pada penelitian ini, proporsi pasien penyakit jantung koroner yang

terdiagnosis stable angina pectoris sebanyak 36 orang (41,9%),

sedangkan pasien sindrom koroner akut sebanyak 50 orang (58,1%).

2. Pada penelitian ini, pasien penyakit jantung koroner dengan hipertensi

sebanyak 75 orang (87,2%) sedangkan yang non hipertensi sebanyak 11

orang (12,8%).

3. Pada penelitian ini, didapatkan persebaran data pasien hipertensi dan

non hipertensi tehadap Sullivan vessel score, yaitu pada pasien

hipertensi terdapat 30 orang dengan skor 1 (34,9%), 30 orang dengan

skor 2 (34,9%), dan 15 orang dengan skor 3 (17,4%). Sedangkan untuk

pasien non hipertensi terdapat 4 orang dengan skor 1 (4,7%), 3 orang

dengan skor 2 (3,5%), 4 orang dengan skor 3 (4,7%).

4. Pada penelitian ini, tidak didapatkan hubungan antara hipertensi dengan

keparahan penyakit jantung koroner berdasarkan Sullivan vessel score

pada pasien penyakit jantung koroner (p>0,05).

5.2 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan desain penelitian lain

yang memiliki proporsi antara pasien hipertensi dengan non hipertensi

yang seimbang.

2. Perlu dilakukan penelitian dengan jumlah sampel yang lebih besar

sehingga hasil penelitian memiliki validitas tinggi.

3. Perlu dilakukan pengambilan data di lebih dari 1 rumah sakit sehingga

lebih dapat mewakili populasi dan mendapat sampel lebih banyak.

4. Perlu dilakukan penelitian faktor-faktor risiko lain selain hipertensi

terhadap keparahan penyakit jantung koroner.

Page 58: HUBUNGAN HIPERTENSI DENGAN KEPARAHAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37386/1/DANIVAN... · 3. dr. Sayid Ridho, Sp.PD, FINASIM dan dr. Dede Moeswir,

43

5. Untuk penelitian dengan tema serupa di masa yang akan datang, dapat

digunakan skor lain yang dapat menilai keparahan penyakit jantung

koroner selain Sullivan vessel score, contohnya, Gensini score dan

Bogaty score.

6. Untuk penelitian dengan tema serupa, dapat dipisahkan antara pasien

dengan hipertensi derajat 1 dan hipertensi derajat 2 karena

diperkirakan terdapat proses yang berbeda dalam menyebabkan

terjadinya keparahan penyakit jantung koroner.

Page 59: HUBUNGAN HIPERTENSI DENGAN KEPARAHAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37386/1/DANIVAN... · 3. dr. Sayid Ridho, Sp.PD, FINASIM dan dr. Dede Moeswir,

44

DAFTAR PUSTAKA

1. Mo-Sik Lee, Andreas J, Jing Li, Ryan L, Sinny D, et al. Comparison of

Time Trends of Cardiovascular Disease Risk Factors and Framingham

Risk Score Between Patients With and Without Acute Coronary Syndrome

Undergoing Percutaneous Intervention Over the Last 17 Years: From the

Mayo Clinic Percutaneous Coronary Intervention Registry. Clin Cardiol

2015; 38:747-756.

2. World Health Organization. Mortality and Global Health Estimates:

Causes of Death 2012. World Health Organization Global Health

Observatory Data Repository; 2016 [cited 2016 July 26]. Available from:

http://apps.who.int/gho/data/node.main.CODWORLD?lang=en.

3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan

Republik Indonesia. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta: Badan

Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan

Republik Indonesia; 2013.

4. Dan LL, Dennis LK, Anthony SF, et al. Harrison‟s Principles of Internal

Medicine. 18th ed. United States: The McGraw-Hill Companies; 2012

5. Vinay Kumar, Ramzi S. Cotran, dan Stanley L. Robbins. Buku Ajar

Patologi Robbins edisi 7. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007

6. Punit Ramrakha dan Jonathan Hill. Oxford Handbook of Cardiology 2nd

ed. New York: Oxford University Press; 2012.

7. Yang X, Huang H, Liu H, Zeng ZY, Zhang J. Computed Tomography

Imaging of Early Coronary Lesions in Stable Individuals with Multiple

Cardiovascular Risk Factors. Clinics. 2015;70(4):242-246.

8. Zhang JX, Dong HZ, Chen BW, Cong HL, Xu J. Characteristics of

Coronary Arterial Lesions in Patients with Coronary Heart Disease and

Hypertension. SpringerPlus. 2016;5:1208.

9. Aru WS, Bambang S, Idrus A, Marcellus S, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.

Page 60: HUBUNGAN HIPERTENSI DENGAN KEPARAHAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37386/1/DANIVAN... · 3. dr. Sayid Ridho, Sp.PD, FINASIM dan dr. Dede Moeswir,

45

10. Oliveira JLM, Hirata MH, Sousa AG, Gabriel FS, Hirata TDC, Tavares

IDS, et al. Male Gender and Arterial Hypertension are Plaque Predictors at

Coronary Computed Tomography Angiography. Arq Bras Cardiol. 2015;

104(5):409-416.

11. Akanda MAK, Choudhury KN, Ali MZ, Kabir MK, Begum LN, Sayami

LA. Serum Creatinine and Blood Urea Nitrogen Levels an Patients with

Coronary Artery Disease. Cardiovasc. j. 2013; 5(2): 141-145.

12. Rosendorff C, Lackland DT, Allison M, Aronow WS, Black HR,

Blumenthal RS, et al. Treatment of Hypertension in Patients With

Coronary Artery Disease: A Scientific Statement From the American

Heart Association, American College of Cardiology, and American

Society of Hypertension. Hypertension. 2015;65:1372–1407.

13. Smith JN, Jenna MN, Megha BM, Emily MH, and Anthony JV. Diagnosis

and Management of Acute Coronary Syndrome: An Evidence Based

Update. J Am Board Fam Med 2015;28:283-293.

14. Lilly LS. Pathophysiology of Heart Disease: A Collaborative Project of

Medical Students and Faculty. 5th ed. Philadelphia: Lippincott Williams

and Wilkins; 2011.

15. Mohammad AM, Jehangeer HI, Shaikhow SK. Prevalence and Risk

Factors of Premature Coronary Artery Disease in Patients Undergoing

Coronary Angiography in Kurdistan, Iraq. BMC Cardiovascular Disorders

2015;15:155.

16. Meutia F, Putranto JNE. Correlation Between Plasma Nitric Oxide Level

and Coronary Artery Stenosis Severity Based on Sullivan Scoring System

in Stable Angina Patients. FMI 2015;51:22-30.

17. Corwin EJ. Buku Saku Patofisiologi edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC; 2009.

18. Christensen HW, Haghfelt T, Vach W, Johansen A, Hoilund-Carlsen PF.

Observer Reproducibility and Validity of Systems for Clinical

Classification of Angina Pectoris: Comparison with Radionuclide Imaging

and Coronary Angiography. Clin Physiol Funct Imaging 2006;26:26–31.

Page 61: HUBUNGAN HIPERTENSI DENGAN KEPARAHAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37386/1/DANIVAN... · 3. dr. Sayid Ridho, Sp.PD, FINASIM dan dr. Dede Moeswir,

46

19. Erbel R, Mahabadi AA, Kalsch H. The Coronary Calcium Score for Risk

Prediction. Car Med 2015;18(3):75–82

20. Puar THK, Mok Y, Debajyoti R, Khoo J, How CH, Ng AKH. Secondary

Hypertension in Adults. Singapore Med J 2016;57(5):228-232.

21. Grossman E, Messerli FH. Drug-induced Hypertension: An Unappreciated

Cause of Secondary Hypertension. The American Journal of Medicine

2012;125:14-22.

22. Bell K, Twiggs J, Olin BR, Hypertension: The Silent Killer: Updated JNC

8 Guideline Recommendations. 2015 [cited 2016 Oct 27]; Available from:

https://www.aparx.org/resource/resmgr/CEs/CE_Test_Hypertension.pdf

23. Dungana RR, Pandey AR, Bista B, Joshi S, Devkota S. Prevalence and

Associated Factors of Hypertension: A Community-Based Cross-Sectional

Study in Municipalities of Kathmandu, Nepal. Int J Hypertens. 2016;

2016:1-10.

24. James PA, Oparil S, Carter BL, Cushman WC, Himmelfarb CD, Handler

J, et al. 2014 Evidence-Based Guideline for the Management of High

Blood Pressure in Adults: Report from the Panel Members Appointed to

the Eighth Joint National Committee (JNC 8). JAMA. 2014;311(5):507-

520.

25. Ellis H. Clinical Antomy: Applied Anatomy for Students and Junior

Doctors. 11th ed. Massachusetts: Blackwell Publishing; 2006. p. 33-34.

26. Uflacker R. Atlas of Vascular Anatomy: an Angiographic Approach. 2nd

ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2007.

27. Sastroasmoro S. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi 5.

Jakarta: Sagung Seto; 2014.

28. Dahlan MS. Besar Sampel Dan Cara Pengambilan Sampel Dalam

Penelitian Kedokteran Dan Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika; 2010.

29. Parsa AZ, Ziai H, Haghighi L. The Impact of Cardiovascular Risk Factors

on the Site and Extent of Coronary Artery Disease. Cardiovasc J Afr 2012;

23: 197–199.

30. Tomizawa N, Nojo T, Inoh S, Nakamura S. Difference of Coronary Artery

Disease Severity, Extent and Plaque Characteristics Between Patients with

Page 62: HUBUNGAN HIPERTENSI DENGAN KEPARAHAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37386/1/DANIVAN... · 3. dr. Sayid Ridho, Sp.PD, FINASIM dan dr. Dede Moeswir,

47

Hypertension, Diabetes Mellitus or Dyslipidemia. Int J Cardiovasc

Imaging 2015; 31: 205-212.

31. Fagard R, Mancia G, Narkiewicz K, Redon J, Zanchetti A, Bohm M, et al.

2013 ESH/ESC Guidelines for The Management of Arterial Hypertension.

Eur Heart J 2013;34:2159-219. \

32. Gaudino M, Niccoli G, Roberto M, Cammertoni F, Cosentino N, Falcion

E, et al. The Same Angiographic Factors Predict Venous and Arterial Graft

Patency. Medicine 2015;95(1):e2068.

Page 63: HUBUNGAN HIPERTENSI DENGAN KEPARAHAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37386/1/DANIVAN... · 3. dr. Sayid Ridho, Sp.PD, FINASIM dan dr. Dede Moeswir,

48

Lampiran 1

Formulir Penelitian

Hipertensi Sebagai Faktor Prediktor Keparahan Penyakit Jantung Koroner

Berdasarkan Sullivan Vessel Score Pada Pasien Penyakit Jantung Koroner

Data dasar

Nama

No Rekam Medis

Usia

Jenis Kelamin

Faktor risiko PJK Diabetes/hipertensi,

merokok/dislipidemia/obesitas

Riwayat penyakit lain

Riwayat Terapi

Diagnosis Stable Angina/ SKA

Pemeriksaan Laboratorium

Hemoglobin

Hematokrit

Leukosit

Trombosit

Ureum

Kreatinin

Sullivan vessel score 0/1/2/3

Page 64: HUBUNGAN HIPERTENSI DENGAN KEPARAHAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37386/1/DANIVAN... · 3. dr. Sayid Ridho, Sp.PD, FINASIM dan dr. Dede Moeswir,

49

Lampiran 2

1. Hasil analisis data SPSS 22.0

a. Karakteristik sampel

Page 65: HUBUNGAN HIPERTENSI DENGAN KEPARAHAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37386/1/DANIVAN... · 3. dr. Sayid Ridho, Sp.PD, FINASIM dan dr. Dede Moeswir,

50

(Lanjutan)

Page 66: HUBUNGAN HIPERTENSI DENGAN KEPARAHAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37386/1/DANIVAN... · 3. dr. Sayid Ridho, Sp.PD, FINASIM dan dr. Dede Moeswir,

51

(Lanjutan)

Page 67: HUBUNGAN HIPERTENSI DENGAN KEPARAHAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37386/1/DANIVAN... · 3. dr. Sayid Ridho, Sp.PD, FINASIM dan dr. Dede Moeswir,

52

(Lanjutan)

b. Analisis uji bivariat pada pasien stable angina pectoris

Page 68: HUBUNGAN HIPERTENSI DENGAN KEPARAHAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37386/1/DANIVAN... · 3. dr. Sayid Ridho, Sp.PD, FINASIM dan dr. Dede Moeswir,

53

(Lanjutan)

c. Analisis uji bivariat pada pasien sindrom koroner akut

Page 69: HUBUNGAN HIPERTENSI DENGAN KEPARAHAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37386/1/DANIVAN... · 3. dr. Sayid Ridho, Sp.PD, FINASIM dan dr. Dede Moeswir,

54

(Lanjutan)

d. Analisis uji bivariat pada pasien penyakit jantung koroner

Page 70: HUBUNGAN HIPERTENSI DENGAN KEPARAHAN PENYAKIT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37386/1/DANIVAN... · 3. dr. Sayid Ridho, Sp.PD, FINASIM dan dr. Dede Moeswir,

55

Lampiran 3

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Danivan Fajari Ramandityo

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 15 Februari 1994

Agama : Islam

Alamat : Jalan Bambu Ampel blok G1, Komplek PAMINDA,

Pasar Minggu, Jakarta Selatan, DKI Jakarta

Monor Hp : 085692936794

Email : [email protected]

Riwayat Pendidikan:

- SDI Al-Azhar 2 Pasar Minggu (2000-2006)

- SMP Negeri 115 Jakarta (2006-2009)

- SMA Negeri 8 Jakarta (2009-2012)

- PSKPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2013-sekarang)