Hubungan antara Self-Esteem dengan Prokrastinasi Akademik...
Transcript of Hubungan antara Self-Esteem dengan Prokrastinasi Akademik...
HUBUNGAN ANTARA SELF-ESTEEM DENGAN PROKRASTINASI
AKADEMIK PADA MAHASISWA FAKULTAS
ILMU KESEHATAN UKSW
Oleh :
RENSI NARI RANTELIMBONG
802009601
TUGAS AKHIR
Diajukan kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan
Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2016
HUBUNGAN ANTARA SELF-ESTEEM DENGAN PROKRASTINASI
AKADEMIK PADA MAHASISWA FAKULTAS
ILMU KESEHATAN UKSW
Rensi Nari Rantelimbong
Berta Esti Ari Prasetya
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2016
i
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui signifikansi hubungan antara self-esteem
dengan prokrastinasi akademik pada mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan UKSW
Salatiga. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan menggunakan teknik
insidental sampling. Partisipan dalam penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Ilmu
Kesehatan UKSW Salatiga sebanyak 102 responden. Hasil dari penelitian ini
menunjukkan tidak terdapat hubungan negatif signifikan antara self-esteem dengan
prokrastinasi akademik pada mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Kristen
Satya Wacana Salatiga.
Kata kunci: Self-Esteem, Prokrastinasi
ii
Abstract
This study’s aims to find out the relationship’s signification between self-esteem with
academic procrastination on the students of the Faculty of Health Sciences UKSW
Salatiga. This study uses a quantitative method with incidental sampling technique. The
Participants in this study were the students of Faculty of Health Sciences UKSW
Salatiga that include of 102 respondents. The results of this research showed that no
negative significant relationship between self-esteem with academic procrastination on
the students of the Faculty of Health Sciences Satya Wacana Christian University
Salatiga.
Keywords: Self-Esteem, Procrastination
1
PENDAHULUAN
Perguruan tinggi merupakan salah satu tempat pendidikan untuk dapat
mengembangkan kemampuan yang dimiliki individu baik dalam segi kognitif,
afektif maupun psikomotor melalui proses pembelajaran yang dilakukan di kampus.
Hal tersebut diharapkan mampu menghasilkan generasi-generasi penerus bangsa
yang cerdas, kreatif, cekatan dan bertanggung jawab. Pada masa remaja, aspek
afektif dan moral telah berkembang dan diharapkan remaja mampu mendukung
menyelesaikan tugas-tugasnya. Piaget (dalam Santrock, 2002) memaparkan, masa
remaja merupakan masa perkembangan dalam aspek kognitif yang sudah mencapai
taraf operasi formal, sehingga aktivitas siswa/mahasiswa merupakan hasil dari
berfikir logis. Berdasarkan pendapat tersebut maka seorang siswa/mahasiswa sudah
mampu dianggap bertanggungjawab dalam menyelesaikan berbagai tugas termasuk
tugas akademik. Namun berdasarkan fakta dan realita yang sering terjadi didalam
bidang pendidikan bahwa siswa/mahasiswa masih mengalami masalah dalam
menjalankan tugas-tugas akademik.
Fenomena yang sering terjadi pada pelajar saat ini adalah banyak waktu yang
terbuang sia-sia untuk hal lain selain belajar. Hal ini terlihat dari kebiasaan suka
begadang, jalan-jalan di mall atau plaza bersama teman-teman, menonton televisi
hingga berjam-jam, kecanduan game online dan suka menunda waktu pekerjaan
(Saleem & Rafique, 2012). Hal ini juga terjadi pada mahasiswa Fakultas Ilmu
Kesehatan., yang dimana dari hasil wawancara dengan beberapa mahasiswa
Fakultas Ilmu Kesehatan UKSW yang mengatakan bahwa sering membuat tugas
satu hari sebelum dikumpulkan dikarenakan mereka merasakan terlalu banyak tugas
kuliah sehingga sering merasa malas untuk mengerjakannya dan menunda
2
mengerjakannya di waktu luang. Selain itu, mereka lebih menghabiskan waktu
untuk nongkrong bersama dengan teman-teman atau jalan-jalan dibandingkan
mengerjakan tugas kuliah.
Ketika seorang pelajar tidak dapat memanfaatkan waktu dengan baik, banyak
mengulur waktu untuk melakukan aktivitas lain dengan sengaja dan merasa
aktivitas lain lebih menyenangkan daripada melakukan tugas yang harus dikerjakan
sehingga tugas terbengkalai dan menyelesaikan tugas tidak maksimal maka dapat
mengakibatkan kegagalan atau terhambatnya kesuksesan. Kegagalan atau
kesuksesan individu sebenarnya bukan karena faktor intelegensi semata namun
kebiasaan melakukan penundaan terutama dalam penyelesaian tugas akademik yang
dikenal dengan istilah prokrastinasi akademik (Savira & Yudi, 2013).
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa prokrastinasi merupakan salah
satu masalah yang menimpa sebagian besar anggota masyarakat secara luas, dan
pelajar pada lingkungan yang lebih kecil, seperti yang diutarakan oleh Ferrari,
Keane, Wolf, & Beck (1998), bahwa sebagian pelajar sekitar 25 % sampai dengan
75 % dari pelajar melaporkan bahwa prokrastinasi merupakan salah satu masalah
dalam lingkup akademis mereka. Hal ini sesuai dengan yang diteliti oleh Saleem
dan Rafique (2012) terhadap mahasiswa universitas Punjab Lahore yang didapatkan
bahwa penundaan merupakan salah satu kebiasaan yang sering dilakukan
mahasiswa tahun pertama sampai tahun terakhir dalam menghadapi tugas-tugas
kuliah maupun penyusuan tugas akhir. Senada dengan penelitian dari Bruno (dalam
Hayyinah, 2004) yang mengungkapkan bahwa ada 60% individu memasukkan
sikap menunda sebagai kebiasaan dalam hidup mereka.
3
Ghufron & Rini (2010) menjelaskan bahwa seseorang yang dikatakan
melakukan prokrastinasi akademik adalah ketika seseorang memiliki ciri-ciri
menunda untuk memulai maupun menyelesaikan kerja pada tugas yang dihadapi,
keterlambatan dalam mengerjakan tugas, kesenjangan waktu antara rencana dan
kinerja aktual dan melakukan aktivitas lain yang lebih menyenangkan daripada
melakukan tugas yang harus dikerjakan. Seperti yang dikatakan oleh Tuckman
(1990) mengenai 3 aspek prokrastinasi yaitu ( 1) pembuang waktu, merupakan
kecenderungan untuk membuang waktu secara sia-sia dalam menyelesaikan tugas
yang perlu diprioritaskan demi melakukan hal-hal lain yang kurang penting
(Tendency to delay or put off doing things). (2) kesulitan dan penghindaran dalam
melakukan sesuatu yang tidak disukai, merupakan kecenderungan untuk merasa
keberatan mengerjakan hal-hal yang tidak disukai dalam tugas yang harus
dikerjakan tersebut atau jika kemungkinan akan menghindari hal-hal yang dianggap
mendatangkan perasaan tidak menyenangkan (Tendency to have difficulty doing
unpleasant things and when possible to avoid or circumvent the unpleasantness).
(3) Menyalahkan orang lain, merupakan kecenderugan untuk menyalakan pihak lain
atas penderitaan yang dialamai diri sendiri dalam mengerjakan sesuatu yang
ditundanya.Tendency to blame others for one’s own plight.
Menurut Ferrari dan Morales (2007) prokrastinasi akademik memberikan
dampak yang negatif bagi para pelajar, yaitu banyaknya waktu yang terbuang tanpa
menghasilkan sesuatu yang berguna. Prokrastinasi juga dapat menyebabkan
penurunan produktivitas dan etos kerja individu sehingga membuat kualitas
individu menjadi rendah, dan tugas tidak terselesaikan, atau terselesaikan namun
hasilnya tidak maksimal karena dikejar deadline.
4
Beberapa faktor-faktor menurut Ferrari (1995), yang mempengaruhi
terjadinya perilaku prokrastinasi, seperti kelelahan, Self-afficacy, tingkat intelegensi
yang dimiliki seseorang, rendahnya self-control, rendahnya self-esteem, motivasi
yang rendah dan kondisi lingkungan lenient (pengawasan rendah). Dari faktor-
faktor tersebut dapat terjadi pada pelajar, seperti kelelahan dalam belajar karena
tugas yang banyak/padatnya jam belajar, tidak ada semangat untuk mengerjakan
tugas yang diberikan oleh guru dan juga seperti self-esteem yang rendah. Hal ini
didukung dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Beswick (1988) menemukan
dari beberapa penelitian adanya faktor yang berhubungan dengan seseorang
melakukan prokrastinasi. Faktor tersebut adalah indecision, irrational belief about
self-worth, dan low self-esteem.
Self-esteem merupakan evaluasi yang dibuat individu dan kebiasaan
memandang dirinya terutama mengenai sikap menerima atau menolak, dan indikasi
besarnya kepercayaan individu terhadap kemampuannya, keberartian, kesuksesan
dan keberhargaan (Coopersmith, 1967). Secara singkat self-esteem adalah
“personal judgment” mengenai perasaan berharga atau berarti yang di ekspresikan
dalam sikap-sikap individu terhadap dirinya. Kreitner dan Kinicki (2005)
mendefinisikan self-esteem dengan mengacu pada suatu keyakinan nilai diri sendiri
berdasarkan evaluasi diri secara keseluruhan. Apabila sebagai seorang pelajar yang
tahu tentang kewajibannya untuk menyelesaikan tugas dengan baik dan mempunyai
self-esteem yang tinggi, mereka akan mampu mengatur perilaku mereka dalam
belajar. Mereka mampu mengatur stimulus sehingga dapat menyesuaikan
perilakunya kepada hal-hal yang lebih menunjang untuk menyelesaikan tugasnya.
Sebaliknya, jika pelajar yang memiliki self-esteem yang rendah maka ia tidak
5
mampu mengarahkan perilakunya dalam belajar. Ia akan mementingkan sesuatu
yang lebih menyenangkan, sehingga banyak melakukan prokrastinasi dalam
menyelesaikan tugas (Brown, Dutton & Cook, 2001).
Coopersmith (dalam Martini, 2003) mengidentifikasikan adanya empat aspek
self-esteem, yaitu (1) Proses belajar, istilah yang digunakan Coopersmith untuk
menggambarkan bagaimana individu menilai keadaan dirinya berdasarkan nilai-
nilai pribadi yang dianutnya. Individu menilai dirinya telah memenuhi atau
mendekati apa yang ada dalam kebutuhan idealnya dan mempunyai penerimaan
yang positif, maka individu tersebut akan memiliki penilaian dirinya yang positif.
Dalam kehidupan bermahasiswa, proses belajar akan terus menerus terjadi seperti
halnya yang terjadi pada mahasiswa FIK, dalam wawancara singkat ada beberapa
mahasiswa yang menuturkan bahwa dalam proses mengerjakan tugas ada beberapa
kendala yang terjadi salah satunya masalah tugas yang berhubungan dengan
laboratorium dimana ruangan laboratoriun dianggap mahasiswa terlalu kecil
sehingga harus masuk secara bergantian antar angkatan dan hal ini berpengaruh
terhadap waktu pengumpulan tugas karena mereka harus menunggu antrian. Dalam
hal ini, mahasiswa dapat menilai dirinya telah atau belum mendekati kebutuhan
ideal terkait dengan perkuliahannya.
Aspek (2) Penghargaan, merupakan perbuatan menghargai orang lain.
Perbuatan menghargai orang lain sebagaimana perbuatan menghargai diri sendiri
dapat meningkatkan harga diri seseorang. Orang lain akan menghargai dirinya
apabila dia juga menghargai pendapat, gagasan dan hasil kerja orang lain. Adapun
hal hal yang terjadi di lingkungan mahasiswa FIK yaitu kesenjangan untuk
mengungkapkan pendapat dalam proses perkuliahan dimana angkatan yang lebih
6
tua dianggap lebih mampu berpendapat dibanding angkatan yang lebih mudah
dalam perkuliahan yang berhubungan dengan laboratorium, seperti yang telah
diungkapkan sebelumnya bahwa setiap angkatan bergantian untuk masuk ke
laboratorium.
(3) Penerimaan, aspek ini menekankan perasaan keluarga dan orangtua dalam
pembentukan dasar harga diri pada masa kanak-kanak. Keluarga merupakan tempat
sosialisasi pertama bagi anak. Penerimaan keluarga yang positif akan berpengaruh
pada perkembangan harga diri anak pada masa dewasa kelak. Orangtua mempunyai
nilai yang pasti dan berharap anak bisa melakukannya. Terlepas dari dukungan
orang tua para mahasiswa juga merasa bahwa dukungan dari teman-teman
memberikan semangat untuk menjalani study dengan baik yang memungkingkan
tercapainya penerimaan diri. (4) Interaksi dengan lingkungan, aspek ini memiliki
karakteristik kepribadian yang dapat mengarahkan pada kemandirian sosial dan
kreatifitas yang tinggi, lebih mampu dalam mengatasi kesulitan-kesulitan yang
dihadapinya, mampu mencapai tujuan pribadi secara realistik dan aktif serta
pengalaman keberhasilan akan meningkatkan harga diri.
Dinamika hubungan antara self-esteem dengan prokrastinasi akademik, bila
individu memiliki low self-esteem maka harapan untuk berhasil pada tugas
selanjutnya akan rendah dan selanjutnya akan rendah dan individu akan melakukan
prokrastinasi pada tugas selanjutnya. Hal ini didukung dari Akinsola, Tela, & dan
Tela 2007 juga mengutarakan bahwa bisa saja seorang individu yang memiliki self-
esteem yang tinggi akan bisa melakukan prorastinasi yang jika lingkungan sekitar
menjadi ancaman bagi dirinya untuk bisa bersaing mendapatkan hasil belajar yang
baik.Akinsola, (Tela, & dan Tela 2007) menemukan bahwa seorang yang memiliki
7
self-esteem yang rendah akan cenderung melakukan prokrastinasi dibandingkan
dengan individu yang memiliki self-esteem yang tinggi. Selain itu Burka dan Yuen
(1983) meneliti dan menemukan low self-esteem juga turut memengaruhi seseorang
untuk melakukan prokrastinasi. Individu tersebut akan merasa tidak berharga dan
individu akan berusaha melindungi self-esteem dengan cara melakukan
prokrastinasi. Namun penelitian yang dilakukan oleh Rizal (2012) pada 518
mahasiswa di salah satu universitas di Surabaya, yang menunjukkan bahwa tidak
ada hubungan antara self-esteem dengan prokrastinasi akademik. Pada hakekatnya
self-esteem pada satu individu dengan individu yang lain tidaklah sama. Ada
individu yang memiliki self-esteem yang tinggi, namun ada pula individu yang
memiliki self-esteem yang rendah juga Hasil penelitian Rizal (2012) di Surabaya,
juga menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara self-esteem dengan
prokrastinasi akademik.
Dengan demikian dari uraian dan penelitian terdahulu di atas, maka penulis
tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai hubungan antara self-esteem dengan
prokrastinasi akademik pada mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan UKSW.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui signifikansi hubungan antara self-
esteem dengan prokrastinasi akademik pada mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan
UKSW.
8
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasi untuk melihat hubungan antara
self-esteem dengan prokrastinasi akademik pada mahasiswa Fakultas Ilmu
Kesehatan UKSW.
Identifikasi Variabel
Dalam penelitian ini, terdapat dua variabel, yaitu self-esteem sebagai variabel
bebas (X) dan prokrastinasi sebagai variabel terikat/tergantung (Y).
Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan mahasiswa Fakultas Ilmu
Kesehatan UKSW. Adapun sampel dalam penelitian ini melibatkan 102 mahasiswa
dengan menggunakan teknik insidental sampling, yang merupakan teknik
penentuan sampel berdasarkan kebetulan.
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan skala pengukuran psikologis berupa angket yang terdiri dari dua
skala yaitu skala self-esteem dan skala prokrastinasi akademik .
1. Skala Self-Esteem
Skala self-esteem dalam penelitian ini mengacu pada alat ukur yang
dikembangkan oleh Coopersmith (1967) dan kemudian diadaptasi oleh peneliti.
Skala tersebut terdiri dari empat aspek yaitu: (1) Proses belajar. (2) Penghargaan
(3) Penerimaan (4) Interkasi dengan lingkungan. Skala tersebut dikenal dengan
nama skala self esteem. Skala tersebut sebanyak 25 item pernyataan dalam
9
bentuk skala likert dengan menggunakan 4 alternatif jawaban yaitu, sangat
sesuai (SS), Sesuai (S), Tidan Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS)
(Azwar, 2012). Realibilitas alpha cronbach dari skala coopersmith self esteem
inventory yaitu sebesar 0,763, selanjutnya peneliti juga akan menguji kembali
daya diskriminasi item dan realibilitas alat ukur ini menggunakan alpha
cronbach.
Berdasarkan pada perhitungan uji seleksi item dan reliabilitas skala self-
esteem sebanyak dua kali putaran, yang terdiri dari 25 item, diperoleh item yang
gugur sebanyak 2 item dengan koefisien korelasi item totalnya bergerak antara
0,403-0,900. Sedangkan teknik pengukuran untuk menguji reliabilitas adalah
menggunakan teknik koefisien Alpha Cronbach, sehingga dihasilkan koefisien
Alpha pada skala self-esteem sebesar 0,900. Hal ini berarti skala self-esteem
reliabel.
2. Skala prokrastinasi akademik
Skala prokrastinasi akademik dalam penelitian ini mengacu pada alat ukur
yang dikembangkan oleh Tuchman (1990). Dan kemudian diadaptasi oleh
peneliti. skala tersebut terdiri dari tiga dimensi yaitu (1) Tendency to delay or
put off doing things/ pembuang waktu. (2) Tendency to have difficulty doing
unpleasant things and when possible to avoid or circumvent the
unpleasantness/kesulitan dan penghindaran dalam melakukan sesuatuyang tidak
disukai. (3) Tendency to blame others for one’s own plight / menyalakan orang
lain. Skala tersebut bernama Tuchman procrastination scale (TPS) yang
tersusun dari 35 pernyataan dalam bentuk skala likert dengan enggunakan 4
alternatif jawaban yaitu, sangat sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan
10
Sangat Tidak Sesuai (STS). Realibilitas alpha cronbach dari skala prokrastinasi
akademik yaitu sebesar 0,86.Selanjutnya peneliti juga akan menguji kembali
daya diskriminasi item dan realibilitas alat ukur ini menggunakan alpha
cronbach.
Berdasarkan pada perhitungan uji seleksi item dan reliabilitas skala
prokrastinasi akademik sebanyak dua kali putaran, yang terdiri dari 35 item,
diperoleh item yang gugur sebanyak 10 item dengan koefisien korelasi item
totalnya bergerak antara 0,324-0,556. Sedangkan teknik pengukuran untuk
menguji reliabilitas adalah menggunakan teknik koefisien Alpha Cronbach,
sehingga dihasilkan koefisien Alpha pada skala prokrastinasi akademik sebesar
0,879. Hal ini berarti skala prokrastinasi akademik reliabel.
HASIL PENELITIAN
Uji Deskriptif Statistika
Tabel 1. Dekriptif Statistika
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Self-esteem 102 33 88 71.01 9.714
Prokrastinasi 102 26 85 65.21 9.224
Valid N (listwise) 102
Berdasarkan tabel 1, tampak skor empirik yang diperoleh pada skala self-
esteem paling rendah adalah 33 dan skor paling tinggi adalah 88, rata-ratanya
adalah 71,01 dengan standar deviasi 9,714. Begitu juga dengan skala prokrastinasi
akademikyang dimana skor paling rendah adalah 26 dan skor paling tinggi adalah
85, rata-ratanya adalah 65,21 dengan standar deviasi 9,224.
11
Dengan demikian, maka norma kategorisasi hasil pengukuran skala self-
esteem dan skala prokrastinasi akademikdapat dilihat pada tabel 2 di bawah ini:
Tabel 2. Kategorisasi Pengukuran Skala Self-Esteem
dan Skala Prokrastinasi
Skala No Interval Kategori Mean N Persentase
Self-
esteem
1 78,2 ≤ x ≤ 92 Sangat
Tinggi
23 22,55%
2 64,4 ≤ x <78,2 Tinggi 71,01 59 57,84%
3 50,6 ≤ x <64,4 Sedang 16 15,69%
4 36,8 ≤ x <50,6 Rendah 3 2,94%
5 23 ≤ x <36,8 Sangat
Rendah
1 0,98%
Jumlah 102 100%
SD = 9,714 Min = 33 Max = 88
Prokrastin
asi
1 85 ≤ x ≤ 100 Sangat
Tinggi
0 0%
2 70 ≤ x <85 Tinggi 29 28,43%
3 55 ≤ x <70 Sedang 65,21 67 65,69%
4 40 ≤ x <55 Rendah 4 3,92%
5 25 ≤ x <40 Sangat
Rendah
2 1,96%
Jumlah 102 100%
SD = 9,224 Min = 26 Max = 85
Berdasarkan tabel 2 di atas, dapat dilihat bahwa 23 responden memiliki skor
self-esteem yang berada pada kategori sangat tinggi dengan persentase 22,55%, 59
responden memiliki skor self-esteem yang berada pada kategori tinggi dengan
persentase 57,84%, 16 responden memiliki skor self-esteem yang berada pada
kategori sedang dengan persentase 15,69%, 3 responden memiliki skor self-esteem
yang berada pada kategori rendah dengan persentase 2,94%, dan 1 responden
memiliki skor self-esteem yang berada pada kategori sangat rendah dengan
persentase 0,98%. Berdasarkan rata-rata sebesar 71,01 dapat dikatakan bahwa rata-
rata self-esteem responden berada pada kategori tinggi.
12
Untuk skala prokrastinasi, tidak ada responden yang memiliki skor
prokrastinasi yang berada pada kategori sangat tinggi dengan persentase 0%, 29
responden memiliki skor prokrastinasi yang berada pada kategori tinggi dengan
persentase 28,43%, 67 responden memiliki skor prokrastinasi yang berada pada
kategori sedang dengan persentase 65,69, 4 responden memiliki skor
prokrastinasipada kategori rendah dengan persentase 3,92%, dan 2 responden
memiliki skor prokrastinasi yang berada pada kategori sangat rendah dengan
persentase 1,96%. Berdasarkan rata-rata sebesar 65,21 dapat dikatakan bahwa rata-
rata prokrastinasiresponden berada pada kategori sedang.
Uji Asumsi
Uji asumsi yang dilakukan terdiri dari uji normalitas dan uji linearitas. Uji
normalitas dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 3. Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Self-esteem Prokrastinasi
N 102 102
Normal Parametersa Mean 71.01 65.21
Std. Deviation 9.714 9.224
Most Extreme Differences Absolute .124 .100
Positive .066 .078
Negative -.124 -.100
Kolmogorov-Smirnov Z 1.254 1.013
Asymp. Sig. (2-tailed) .086 .256
Pada skala self-esteem diperoleh hasil skor K-S-Z sebesar 1,254 dengan
probabilitas (p) atau signifikansi sebesar 0,086 (p>0,05). Sedangkan skor pada
skala prokrastinasi memiliki nilai K-S-Z sebesar 1,013 dengan probabilitas (p) atau
signifikansi sebesar 0,256. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kedua
variabel berdistribusi normal.
13
Sementara, dari hasil uji linearitas dapat dilihat pada tabel 4 di bawah ini:
Tabel 4. Uji Linearitas
ANOVA Table
Sum of Squares df
Mean Square F Sig.
Prokrastinasi * Self-esteem
Between Groups
(Combined)
2216.635 33 67.171 .716 .853
Linearity 1.311 1 1.311 .014 .906
Deviation from Linearity
2215.324 32 69.229 .738 .826
Within Groups 6376.042 68 93.765
Total 8592.676 101
Hasil uji linearitas diperoleh nilai Fbeda sebesar 0,738 dengan signifikansi =
0,826 (p>0,05) yang menunjukkan hubungan antara self-esteem dengan
prokrastinasi adalah linear.
Untuk hasil uji korelasi antara variabel bebas dan variabel terikat, dapat
dilihat pada tabel 5 berikut ini:
Tabel 5. Hasil Uji Korelasi
Correlations
Self-esteem Prokrastinasi
Self-esteem Pearson Correlation 1 .012
Sig. (1-tailed) .451
N 102 102
Prokrastinasi Pearson Correlation .012 1
Sig. (1-tailed) .451
N 102 102
Hasil koefisien korelasi antara self-esteemdengan prokrastinasi akademik,
sebesar 0,012 dengan signifikansi = 0,451 (p>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa
tidak ada hubungan negatif yang sigifikan antara self-esteem dengan prokrastinasi
14
akademik pada mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Kristen Satya
Wacana Salatiga.
PEMBAHASAN
Berdasarkan penelitian mengenai hubungan antara self-esteem dengan
prokrastinasi akademik pada mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Kristen Satya Wacana Salatiga, didapatkan hasil bahwa tidak terdapat
hubungannegatif signifikan antara self-esteem dengan prokrastinasi akademik pada
mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.
Berdasarkan hasil uji perhitungan korelasi, kedua variabel memiliki r sebesar 0,102
dengan signifikansi sebesar 0,451 (p>0.05), yang berarti kedua variabel yaitu self-
esteem dengan prokrastinasi akademik mahasiswatidak memiliki hubungan yang
negatif signifikan.
Tidak adanya hubungan antara kedua variabel, mungkin dikarenakan para
mahasiswa merasa percaya diri akan tugas yang diberikan oleh dosen dalam
menempuh studi perkuliahan, dan mungkin para mahasiswa FIK, merasa bahwa
dengan sistem akademik fakultas yang masih belum jelas tidak menjadi kendala
dalam menyelesaikan tugas-tugas akademik yang diberikan oleh dosen. Hasil
wawancara lanjutan dengan beberapa mahasiswa dari angkatan yang berbeda pada
tanggal 08 Juni 2016, mengatakan bahwa tugas-tugas yang diberikan oleh para
dosen bukanlah menjadi suatu alasan untuk tidak mengerjakannya. melainkan
dengan adanya tugas dirasakan sangat membantu dalam menunjang pembelajaran
dan nilai yang nantinya diperoleh. Hal ini karena program akademik yang
diberlakukan di FIK bervariasi, sehingga sering membingungkan para mahasiswa
seperti mahasiswa sekarang yang lebih banyak diberikan tugas-tugas yang
15
berkaitan dengan teori dibandingkan dengan mahasiswa angkatan sebelumnya yang
lebih banyak diberikan tugas-tugas yang langsung terjun ke lapangan, sehingga
membuat mereka memiliki pengetahun yang memadai dan mendukung mereka
pada kerja praktek yang dilakukan. Selain itu, dampak dari perubahan sistem yang
dirasakan oleh mahasiswa, menyebabkan mereka merasa kesulitan dalam memilih
mata kuliah yang akan diambil dan topik-topik penelitian tugas akhir beserta dosen
pembimbing yang sesuai dengan bidangnya.
Berdasarkan hasil analisis deskriptif dalam penelitian ini, diperoleh data
bahwa rata-rata (mean) 71,01 atau 57,84% mahasiswa FIK UKSW Salatiga
memiliki tingkat kepercayaan diri (self-esteem) yang berada pada kategori tinggi.
Sedangkan pada prokrastinasi akademik mahasiswa FIK UKSW Salatiga, rata-rata
(mean) 65,21 atau 65,69% yang berada pada kategori sedang. Hal tersebut
menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa mengalami prokrastinasi akademik
yang sedang.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian mengenai hubungan antara self-esteem dengan
prokrastinasi akademik pada mahasiswa FIK UKSW Salatiga, diperoleh
kesimpulan bahwa tidak ada hubungan negatif signifikan antara kedua variabel. Hal
ini menunjukkan bahwa self-esteem bukan merupakan salah satu faktor utama yang
besar pengaruhnya terhadap prokrastinasi akademik pada mahasiswa FIK UKSW
Salatiga. Sebagian besar responden memiliki self-esteem yang berada pada kategori
tinggi dan sebagian besar responden mengalami prokrastinasi akademik yang
berada pada kategori sedang.
16
Demikian, diharapkan para mahasiswa tetap meningkatkan rasa percaya pada
dirinya sendiri untuk bisa menyelesaikan tugas-tugas akademik, sehingga menunjang
hasil akademik yang diperoleh selama menempuh bangku perkuliahan. Selain itu,
diharapkan kepada peneliti selanjutnya dapat meneliti lebih lanjut penelitian ini dengan
mengembangkan variabel-variabel lain yang dapat digunakan, sehingga terungkap
faktor-faktor yang memengaruhi prokrastinasi akademik mahasiswa terutama
mahasiswa FIK UKSW Salatiga dalam menempuh studi di bangku perkuliahan seperti
tingkat kelelahan yang dialami, self-efficacy, tingkat inteligensi, motivasi, kondisi
lingkungan akademik dan rumah, dan self-control.
17
DAFTAR PUSTAKA
Akinsola, M. K., Tella, A.,& Tella, A. (2007). Correlates of academic
procratination and mathematics achievement of university undergraduate
students. Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology Education,
3 (4) : 363-370.
Arikunto, S. (2006). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek. Edisi Revisi.
Jakarta: Rineka Cipta.
Azwar, S. (2012). Penyusunan skala psikologi. Edisi 2. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Beswick, G. (1988). Psycological antecendents of student procrastination.
Australian Psicologist 23 (2).
Brown, J. D., Dutton, K. A., & Cook, K. E. (2001). From the top down: Self-esteem
and self-evaluation. Cognition and Emotion, 15, 615-631.
Burka, J. B.,& Yuen, L. M. (1983). Procrastination: Why you do it, What to do
about it. New York: Perseus Books.
Coopersmith, S. (1967). The antecedents of self-esteem. San Francisco: W. H.
Freeman & Co.
Ferrari, J.R., Johnson, J.L.,& Mc Cown, W.G. (1995). Procrastination and task
Avoidance, Theory, Research and Treathment. New York: Plenum Press.
Ferrari, J. R., Keane, S., Wolf, R., & Beck, B. L. (1998), The antecedents and
consequences of academic excuse-making: examining individual differences
in procrastination. Research Hinhigher Education, 39, 199-215.
Ferari, J. R.,& Morales, J. F. D. (2007). Perceptions of self-concept and self-
presentation by procrastinators: Further Evidence. The Spanish Journal of
Psychology, 10 (1) : 91-96.
Ghufron, N. M.,& Risnawita, R. (2010). Teori-teoripsikologi. Yogyakarta: Ar- Ruz
Media.
Hayyinah. (2004). Religiusitas dan prokrastinasi akademik mahasiswa. Jurnal
Psikologika, 11 (17) : 31-41.
Kreitner, R.,& Kinicki, A. (2005). Perilaku organisasi. Edisi Ke-5. Jakarta:
Salemba Empat.
Martini. (2003) Hubungan antara harga diri dengan kecenderungan deliquensi pada
remaja. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Surakarta: Fakultas Psikologi UMS.
18
Nurgiyantoro, Gunawan, & Marzuki. (2009). Statistik terapan: untuk penelitian
ilmu-ilmu sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Rizal, Y. 2012. Hubungan antara prokrastinasi akademik dan self esteem. Skripsi
tidak diterbitkan. Fakultas Psikologi- Universitas Surabaya.
Saleem, M.,& Rafique, R. (2012). Procratination and self-esteem among university
students. Pakistan Journal Of Social And Clinical Psychology,10 (2) : 50-53.
Santrock, J.W. (2002). Life span development: perkembangan masa hidup. Jilid 2
(Edisi Ke-5). Jakarta: Erlangga.
Savira, F.,& Yudi, S. (2013). Self-regulated learning (SLR) dengan prokrastinasi
akademik pada siswa akselerasi. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan, 5 (2) : 1-5.
Sugiyono. (2012). Metodologi penelitian pendidikan: pendekatan kuantitatif,
kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Tuckman, B.W. (1990). Measuring procrastination attitudinally and behaviorally.
Paper presented at meeting of American Educational Research Association at
April 1990. Boston.